thinusyel.files.wordpress.com€¦ · web viewbab. i. pendahuluan. latar belakang masalah....
TRANSCRIPT
BAB. I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara
(Sisdiknas, 2003. pasal 1). Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran,
yaitu suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan
karakter yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman interaksi
dengan lingkungannya. Proses pembelajaran dipengaruhi oleh sistem yang
didalamnya terdapat sejumlah komponen. Komponen tersebut antara lain
kurikulum, tenaga pengajar, perumusan tujuan, pemilihan dan penyusunan
materi, penggunaan strategi pembelajaran yang efektif, penggunaan media
yang tepat, dan pelaksanaan evaluasi yang benar.
Kegiatan evaluasi dilaksanakan untuk mengukur dan menilai
keberhasilan proses pembelajaran, khususnya hasil belajar siswa.
Rendahnya hasil belajar siswa dalam mata pelajaran ekonomi disebabkan
oleh berbagai faktor. Seperti proses pembelajaran di kelas selama ini masih
berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan dan metode ceramah
2
menjadi pilihan utama guru dalam menyampaikan materi. Penggunaan
metode tidak bervariasi dalam pembelajaran cenderung menghasilkan
kegiatan belajar mengajar yang tidak maksimal dan membosankan.
Disamping strategi pembelajaran yang berpusat pada guru, pelajaran yang
disampaikan cenderung teoritis dan jarang di kaitkan dengan dunia nyata,
tidak menggunakan media yang tepat untuk menyajikan informasi.
Keberhasilan dalam belajar akuntansi dapat dilihat dari hasil belajar
siswa yang diperoleh dalam kegiatan pembelajaran. Proses belajar
mengajar merupakan proses komunikasi antara guru dan siswa atau siswa
dengan siswa. Komunikasi yang terjadi hendaknya merupakan komunikasi
timbal balik yang diciptakan sedemikian rupa sehingga pesan yang
disampaikan dalam bentuk materi pelajaran berlangsung efektif dan efisien.
Mata pelajaran ekonomi standar kompetensi akuntansi dalam pelaksanaan
pembelajaran di SMA biasanya dengan penggunaan metode ceramah yang
akan membuat siswa hanya mendengar secara guru sehingga siswa
mengantuk dan sering tidak konsentrasi dalam pelajaran. Pada hal, pada
dalam pembelajaran akuntansi siswa harus memberi pengalaman dengan
banyak membuat latihan. Pemilihan pendekatan dan metode pembelajaran
merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembelajaran
akuntansi, sebab disamping untuk pencapaian tujuan juga harus
mempertimbangkan karakteristik dan setting pembelajaran akuntansi
tersebut.
3
Meningkatkan mutu pembelajaran akuntansi secara khusus diperlukan
perubahan dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran materi akuntansi
perusahaan jasa saat ini masih menggunakan cara konvesional yaitu guru
dalam menjelaskan materi menggunakan papan tulis dan kapur atau spidol.
Pencatatan bukti transaksi seperti nota pembelian, buku penerimaan kas dan
pengeluaran kas dan lainnya dicatat dan digambarkan dipapan tulis terkesan
tidak menarik dan tidak membawa siswa pada situasi pencatatan transaksi
seperti layaknya di perusahan jasa. Metode pembelajaran cerama merupakan
pilihan guru dalam pembelajaran akuntansi sehingga tidak memberikan
kesempatan siswa untuk latihan mencatat transaksi. Pada masa lalu proses
belajar mengajar untuk mata pelajaran akuntansi kurang fokus pada siswa.
Selain harus fokus pada siswa tujuan pembelajaran perlu diubah dari sekedar
memahami konsep dan prinsip, siswa juga harus memiliki kemampuan
untuk berbuat sesuatu dengan mengunakan konsep dan prinsip yang telah
dipahami serta karakter wirausaha yang telah terbentuk.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di SMA Negeri 1
Dekai, pada tiga tahun terakhir ini pada kelas XII semester 1 diperoleh
bahwa kondisi obyektif yang terjadi dilapangan, bahwa nilai pelajaran
masih kurang berhasil , dapat dilihat berdasarkan tabel berikut ini :
Tabel 1. Nilai Rata-rata Akuntansi Siswa Kelas XII Semester 1. SMA
Negeri 1 Dekai
4
Tahun Pelajaran 2008/2009 2009/2010 2010/2011
Kelas XI XI XI
Semester I I I
Nilai rata-rata 60,50 60,80 60,20Sumber: SMA Negeri 1 Dekai
Dalam pembelajaran siswa tidak bersungguh – sungguh dalam
mengikuti pembelajaran karena guru kurang mampu menciptakan kondisi
belajar menyenangkan bagi siswa, yang interaktif. Guru belum dapat
membelajarkan siswa dengan baik dan mempersiapkan bahan ajar yang baik
dengan mengorganisasikan materi pembelajaran dengan jelas dan terarah,
selama proses pembelajaran lebih banyak menggunakan ceramah dan , guru
jarang mengunakan media. Proses pembelajaran sering terjadi kegagalan
komunikasi, artinya materi pelajaran atau pesan yang disampaikan tidak
diterima oleh siswa secara baik, guru tidak dapat mengarahkan pembelajaran
untuk mencapai tujuan.
Kurangnya keaktifan siswa dalam belajar sering menyebabkan
kegagalan dalam belajar dan hasil belajar yang tidak optimal. Keberhasilan
guru dalam mengaktifkan siswa, mampu membangkitkan semangat dan
kegiatan siswa untuk belajar masih belum maksimal. Siswa tidak memiliki
sifat positif dan tidak aktif terhadap pelajaran akuntansi yang disampaikan
oleh guru, mereka sering beranggapan bahwa belajar akuntansi itu susah dan
membosankan, sehingga proses belajar mengajar yang berlangsung menjadi
kurang menyenangkan dan tidak berkesan. Dalam pelaksanaan proses
5
pembelajaran, guru masih belum bisa merubah cara mengajar, dan proses
pembelajaran masih bersifat teacher centered. Guru masih kurang dalam
mengelolah, memilih media dan strategi yang tepat dalam pembelajaran
untuk pembentukan karakter siswa terhadapa pelajaran ekonomi.
Tujuan pembelajaran Ekonomi di SMA antara lain adalah (1)
membentuk sikap bijak, rasional dan bertanggungjawab dengan memiliki
pengetahuan dan keterampilan ilmu ekonomi, manajemen, dan akuntansi
yang bermanfaat bagi diri sendiri, rumah tangga, masyarakat, dan negara,
(2) Membuat keputusan yang bertanggungjawab mengenai nilai-nilai sosial
ekonomi dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala nasional
maupun internasional. Dari dua tujuan pembelajaran ekonomi ini telah
jelas bahwa pembelajaran ekonomi di SMA hendaknya lebih pada
pembentukan karakter siswa yang mampu bersaing, beretika, bermoral,
sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat selanjutnya peserta didik
sangat perlu disiapkan membekali diri untuk mempunyai kesiapan
menjalani kehidupan baru setelah menyelesaikan studinya. Mengingat
kondisi masyarakat Indonesia yang berpenduduk sangat besar tentunya
lulusan sekolah lanjutan atas mereka sangat perlu dikuatkan pada
pembentukan karakter memiliki jiwa kewirausahaan.
Proses pembelajaran sekarang ini menuntut guru tidak lagi hanya
mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi siswa sendiri yang harus membangun
pengetahuannya. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan sendiri dan
memberi makna melalui pengalaman nyata. Sesuai dengan konstruktivisme,
6
siswa dibiasakan untuk memunculkan ide-ide baru, memecahkan masalah
dan menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya. Guru berperan sebagai
manajer di kelas agar siswa belajar. Pengelolaan proses pembelajaran dalam
kelas oleh guru, hendaknya menciptakan situasi dikelas yang
menyenangkan, menciptakan situasi kehidupan di masyarakat dalam kelas
sesuai dengan tujuan pembelajaran, sehingga siswa merasakan bahwa yang
dipelajarinya adalah yang akan dihadapinya suatu kelak.
Pendidikan karakter di dalam pembelajaran adalah pengenalan nilai-
nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan
penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-
hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun
di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan
pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi
(materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik
mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan
menjadikannya sebagai bekal dasar mencapai tujuan yang lebih besar
bermanfaat bagi hidupnya.
Untuk mewujudkan harapan di atas dilakukan dengan pembuatan
laboratorium Tinzania. Tinzania berasal dari keberhasilan program Kidzania
yang berada di Jakarta. Kidzania Jakarta adalah sebuah theme park jenis
edutainment yang berlokasi di Pacific Place, Jakarta Selatan, Indonesia.
Kidzania adalah model laboratorium mini yang dibuat menyerupai kondisi
sesungguhnya. Disana anak-anak dapat melakukan kegiatan sesuai bidang
7
pekerjaan yang ada didalam masyarakat seperti menjadi koki masak,
menjadi dokter, menjadi polisi dan lain sebagainya. Ide tersebut akan
diterapkan dalam penelitian ini pada populasi siswa SMA dalam rangka
pembentukan pendidikan karakter terintegrasi kewirausahaan. Karena
populasi penelitian ini adalah siswa SMA maka diberi nama Teenager-
Zania (disingkat Teenzania). Tinzania disini dapat dibentuk sebagai
laboratorium mini yang menyerupai transaksi kejadian, atau bentuk
transaksi langsung di lapangan bila kondisi pembelajaran memungkinkan
dilakukan oleh sekolah.
Dengan metode pembelajaran STAD sebagai salah satu dari metode
cooperative learnig diharapkan siswa aktif untuk bekerja sama dalam
kelompok dengan menjelaskan kepada teman sekelompoknya, menghargai
pendapat teman, berdiskusi dengan teratur, siswa yang pandai membantu
yang lebih lemah, dan sebagainya. Selama ini guru hanya menggunakan
metode cerama/metode langsung sebagai pilihan utama dalam pembelajaran
tanpa latihan oleh siswa baik secara individu maupun kelompok sebagai
kegiatan elaborasi dalam pembelajaran, membuat siswa yang belum
memahami mendapat kesulitan untuk melanjutkan meteri berikut, tidak akan
menumbuhkan sikap positif terhadap pelajaran, terhadap sesama siswa, dan
kepada guru.
Penelitian ini dilakukan untuk menciptakan efektivitas pembelajaran
dengan metode pembelajaran STAD dan membuat skenario pembelajaran
yang berbasis karakter di laboratorium teenzania.
8
1.2 Identifikasi Masalah
Penelitian ini diidentifikasi bahwa yang mempengaruhi hasil belajar siswa
adalah sebagai berikut :
1. Kurangnya komunikasi antara siswa dengan guru atau siswa dengan
siswa pembelajaran akuntansi di kelas
2. Siswa belajar sebatas pemahaman konsep dan prinsip tanpa memiliki
kemampuan berbuat
3. Siswa tidak memiliki sikap yang positif untuk menyenangi mata
pelajaran ekonomi khusus pokok bahasan akuntansi
4. Guru belum dapat membelajarkan siswanya untuk membentuk karakter
wirausaha
5. Guru belum dapat mempersiapkan bahan ajar yang baik
6. Kegiatan pembelajaran pada umumnya dilakukan dengan metode
ceramah
7. Siswa kurang memiliki semangat untuk belajar karena metode kurang
menarik bagi siswa
8. Pendekatan model pembelajaran yang digunakan guru tidak
menimbulkan minat belajar siswa.
9. Kurangnya kemampuan guru dalam menggunakan strategi dan metode
pembelajaran yang tepat untuk terbentuknya karakter wirausaha sesuai
tujuan pembelajaran ekonomi SMA.
9
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka masalah-masalah yang akan dikaji dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah pembelajaran ekonomi dengan metode STAD berbasis
pendidikan karakter di laboratorium TEENZANIA dalam materi
akuntansi perusahaan jasa pada siswa kelas XI SMA Negeri Dekai dapat
mencapai ketuntasan belajar?
2. Apakah keaktifan siswa dan ketrampilan siswa pada pembelajaran
dengan metode STAD berbasis pendidikan karakter di laboratorium
TEENZANIA berpengaruh positif terhadap pencapaian prestasi belajar?
3. Apakah prestasi belajar siswa di kelas yang berlakukan pembelajaran
ekonomi dengan metode STAD berbasis pendidikan karakter di
laboratorium TEENZANIA dalam materi akuntansi perusahaan jasa
(kelas eksperimen) akan lebih baik daripada prestasi belajar siswa di
kelas yang berlakukan pembelajaran dengan metode konfesional (kelas
control)?
1.4 Definisi Operasional
Supaya tidak terjadi perbedaan pendapat terhadap istilah-istilah kunci yang
digunakan dalam penelitian ini, maka dikemukakan definisi operasional dari
istilah-istilah tersebut:
10
1. Efektivitas berarti usaha untuk dapat mencapai sasaran yang telah
ditetapkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, sesuai dengan
rencana, baik dalam penggunaan data, sarana maupun waktunya atau
berusaha melalui aktifitas tertentu baik secara fisik maupun non fisik dan
secara kualitatif maupun kuantitatif untuk memperoleh hasil belajar secara
maksimal. Efektivitas merupakan biasanya berkaitan erat dengan
perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah
disusun sebelumnya, atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang
direncanakan (Mulyasa, 2008:173).
2. Model Pembelajaran dikatakan efektif apabila hasil belajar mencapai
batas tuntas prestasi belajarnya yaitu 70, keatifan siswa dan ketrampilan
belajar siswa berpengaruh positif terhadap penacapian prestasi belajar,
eksperimen lebih baik dari pada prestasi belajar kelas kontrol.
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah pembelajaran ekonomi dengan metode STAD
berbasis pendidikan karakter di laboratorium TEENZANIA dalam
materi akuntansi perusahaan jasa pada siswa kelas XI SMA Negeri
Dekai dapat mencapai ketuntasan belajar
2. Untuk mengetahui apakah keaktifan dan ketrampilan proses belajar
siswa dengan metode STAD berbasis pendidikan karakter di
11
laboratorium TEENZANIA perpengaruh positif terhadap prestasi belajar
siswa
3. Untuk mengetahui apakah prestasi belajar siswa di kelas yang
berlakukan pembelajaran ekonomi dengan metode STAD berbasis
pendidikan karakter di laboratorium TEENZANIA dalam materi
akuntansi perusahaan jasa (kelas eksperimen) akan lebih baik daripada
prestasi belajar siswa di kelas yang berlakukan pembelajaran dengan
metode konfesional (kelas kontrol).
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Pengambil keputusan di Dinas Pendidikan Kabupaten Yahukimo dalam
upaya peningkatan hasil belajar siswa yang berkualitas.
2. Kepala Sekolah, sebagai bahan masukan untuk atau informasi dalam
upaya meningkatkan hasil belajar siswa SMA Negeri 1 Dekai,
3. Guru, sebagai bahan informasi dalam pelayanan peserta didik pada
pelaksanaan pembelajaran dan dapat mendorong untuk dapat lebih
profesional dalam mendidik dan membimbing siswa.
4. Siswa, sebagai sumbangan informasi mengenai pentingnya keaktifan
dalam pembelajaran untuk mencapai hasil yang maksimal.
5. Bagi peneliti lainnya sebagai bahan informasi dalam melakukan
penelitian selanjutnya.
12
BAB. II
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1.1 Konsep Pendidikan Karakter
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan,
hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian,
berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun
Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap
(attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan
(skills). Karakter menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan
nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang
yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang
berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah
moral disebut dengan berkarakter mulia.
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang
berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya,
sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada
umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan
disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
13
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
(pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan
penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan
sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga
sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai
suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan
harus berkarakter.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala
sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta
didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup
keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau
menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait
lainnya.
Menurut Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan
makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang
baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria
manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang
baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai
14
sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan
bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks
pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai
luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka
membina kepribadian generasi muda.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas
pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan
tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni
meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian
massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota
besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat
meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah
resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan
peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui
peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya
upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal.
Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka
tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan
pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-
pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat,
seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai,
15
dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan
penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai
sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010),
secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri
individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif,
afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural
(dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang
hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan
sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual
and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah
Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa
dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik
dapat digambarkan sebagai berikut.
Olah Pikir
cerdas
Olah Hati
Jujur, Bertanggung Jawab
Olah Raga
Bersih, sehat, menarik
Olah rasa dan karsa
Peduli dan kreatif
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan
moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang
berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan
pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi
16
nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku
sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989)
mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni:
pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku.
Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi
tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan
karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara
sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
2.1.2. Pembelajaran Kewirausahaan
Inovasi dalam pembelajaran yang akhir-akhir ini dikembangkan oleh para
ahli pendidikan adalah pembelajaran yang lebih memacu peserta didik untuk
belajar secara kontekstual. Namun, pada kenyataannya berbagai produk benda
dan fenomena alam yang ada di sekitar kehidupan manusia belum dieksploitasi
sebagai sumber belajar secara optimal. Oleh karena itu, pembelajaran materi
sebaiknya dikembangkan dari objek atau fenomena nyata yang ada di sekitar
kehidupan peserta didik (Hardy, 2003). Dengan demikian, peserta didik akan
merasa bahwa ilmu yang dipelajari itu ada di sekitar kehidupannya dan nyata,
tidak abstrak berada jauh di angkasa.
17
Menurut Supartono (2005) konsep pembelajaran kewirausahaan
adalah suatu pendekatan pembelajaran kontekstual suatu materi tertentu
yang dikaitkan dengan obyek nyata sehingga selain mendidik,
memungkinkan siswa dapat mempelajari proses pengolahan suatu bahan
menjadi produk yang bermanfaat, dan menumbuhkan jiwanya untuk berfikir
pada suatu nilai ekonomi.
Dengan pendekatan pembelajaran ini, menjadikan pelajaran materi itu
lebih menarik, menyenangkan dan lebih bermakna. Salah satu teori belajar
konstruktivisme yang terkenal adalah teori perkembangan kognitif anak yang
meliputi empat tingkatan, yaitu: tingkat sensori motoris, tingkat praoperasional,
tingkat operasi konkret dan tingkat operasi formal. Siswa mulai jenjang
pendidikan sekolah lanjutan berada pada tingkat operasi formal dan memiliki
sifat-sifat antara lain: pola berfikirnya sudah sistematis, mampu memecahkan
masalah dengan berpikir secara hipotetis, deduktif, rasional, abstrak dan reflektif
mengevaluasi informasi. Setiap siswa senantiasa mempertahankan pengetahuan
atau gagasan sebagai suatu kebenaran. Hal ini terjadi karena pengetahuan yang
dimiliki siswa terkait dengan gagasan atau pengetahuan awal yang telah
terbangun dalam wujud struktur kognitif. Pengetahuan peserta didik dibangun
dalam pikirannya melalui proses asimilasi dan akomodasi (Dahar, 1996). Dalam
pendekatan pembelajaran materi ajar dengan kewirausahaan, peserta didik diberi
kesempatan untuk mempelajari konsep-konsep dan proses-prosesnya yang
melandasi terjadinya suatu produk atau fenomena-fenomena alam, sehingga
mereka mendapatkan kesimpulan yang bermakna. Kesimpulan bermakna ini
18
dapat berupa produk-produk baru yang bermanfaat, teknologi-teknologi yang
terkait dan rekomendasi-rekomendasi tertentu.
Untuk merancang pembelajaran dengan pendekatan kewirausahaan
diperlukan guru yang dapat mendesain dan melaksanakannya dengan
prinsip-prinsip pembelajaran yang tentunya berbeda dengan pembelajaran
materi lainnya. Guru harus mengetahui secara pasti materi-materi yang
tepat dan sesuai dengan pendekatan yang dipilihnya, pembuatan desain
pembelajarannya harus sesuai antara obyek atau fenomena yang dipelajari
dengan kegiatan siswa. Dengan landasan pemikiran tersebut, pendekatan
kewirausahaan menuntut potensi peserta didik untuk belajar secara
maksimal sehingga mampu menampilkan kompetensi tertentu. Proses
belajar siswa tidak lagi berorientasi kepada banyaknya materi pelajaran
akuntansinya (subject-matter oriented), tetapi lebih berorientasi kepada
kecakapan yang dapat ditampilkan oleh peserta didik (life-skill oriented).
Dengan pendekatan pembelajaran yang demikian sejumlah kompetensi
dapat dicapai, proses belajar-mengajarnya menjadi lebih menarik, peserta
didik terfokus perhatiannya dan termotivasi untuk mengetahui lebih jauh
serta hasil belajarnya menjadi lebih bermakna (D’amore et al., 2003).
2.1.3 Pembelajaran di Laboratorium Teenzania
Laboratorium Teenzania adalah suatu nama dari pengkondisian suatu ruang
belajar yang digunakan dalam penelitian ini. Dimana ruang belajar peserta
didik dirubah menjadi suatu bentuk labratorium yang lengkap dengan pernik-
pernik dan fasilitas yang berhubungan erat dengan materi yang dipelajari
19
khususnya pada pelajaran ekonomi pada materi pokok transaksi akuntansi
perusahan jasa. Ruang belajar berkonsep stad bentuk menyerupai peruhaan
jasa yang memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk
bereksplorasi terhadap pengetahuannya. Selain itu peserta didik juga
berkesempatan untuk memainkan peran sebagai kasir, pemilik dan konsumen
pada perusahaan jasa serta elaborasi didalam kelompok dalam
menyelesaikan tugas.
Nama Teenzania mengadopsi dari KidZania, yang telah sukses dengan
konsep edutainmentnya di Jakarta. Dalam situs websitenya di
http://www.kidzania.co.id menyatakan KidZania adalah sebuah pusat
rekreasi berkonsep edutainment yang unik bagi anak-anak usia 2-16 tahun
serta orang tuanya. KidZania juga disebut sebagai sebuah kota kecil yang
memiliki kegiatan dan fasilitas seperti halnya kota sungguhan dengan konsep
edutainment. Fasilitas-fasilitas yang ada di tempat ini, seperti rumah sakit,
pos pemadam kebakaran, bank, counter pajak, stasiun radio, supermarket,
restoran, teater, salon kecantikan, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Bangunan-bangunan yang ada di KidZania dibangun khusus dalam ukuran
anak-anak, lengkap dengan jalan raya, ritel, juga berbagai kendaraan yang
berjalan di sekeliling kota.
Ari Kartika, Ministry of Marketing Communication KidZania menyatakan
dalam http://www.kidzania.co.id bahwa di tempat ini (Kidzania), ada lebih
dari 100 jenis profesi, setiap anak akan disibukkan oleh beragam aktivitas
profesi dan pekerjaan yang biasa di dunia nyata hanya ada dilakukan oleh
20
orang-orang dewasa. Mereka akan memainkan peran orang dewasa sambil
memelajari berbagai profesi. Misalnya, menjadi seorang dokter, pilot,
pekerja konstruksi, detektif swasta, arkeolog, pembalap F1, dan yang baru-
baru ini diresmikan adalah sebagai ilmuwan persembahan dari PT Yakult
Indonesia Persada (Yakult).
KidZania Indonesia sudah mulai beroperasi dan menjadi alternatif permainan
yang sangat erat dengan nilai-nilai edukatif. Di Negara Asia, hanya Jepang
dan Indonesia yang baru membukanya. Gagasan bermain peran ala KidZania
sendiri berasal dari Meksiko, sebuah negara yang terletak di kawasan
Amerika Latin. Permainan peran atau role play di KidZania tidak hanya seru
dan menghibur, di tempat ini anak-anak dapat memelajari hal-hal baru,
menerapkan pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah. Anak-anak juga
belajar menghargai kegiatan dan pekerjaan yang mereka jalankan di masing-
masing paviliun yang terdapat di KidZania.
Terinspirasi dari keberhasilan KidZania inilah, maka dalam penelitian ini
digunakan istilah TeenZania. Teen yang diambil dari kata Teenager, yang
merujuk pada sasaran dalam penelitian ini yaitu peserta didik Sekolah
Menengah Negeri 1 Dekai. Konsep pembelajaran juga mengadopsi konsep
edutainment yang tetap mengutamakan edukasi selama proses belajar. Dan
tak kalah penting, edutainment yang diangkat hanyalah pada tema materi
yang bersangkutan untuk lebih mengoptimalkan hasil belajar peserta didik.
Laboratorium TeenZania dirancang sedemikian rupa, sehingga peserta didik
akan merasa berada pada situasi perusahaan jasa dengan aktivitas mencatat
21
transaksi akuntansi perusahan jasa. Ruang belajar yang terpenuhi dengan
bukti transakasi seperti nota, kwintansi, memo, buku kas dan jurnal serta
menciptakan aktivitas kelompok sesuai dengan pilihan peruhaan jasa masing-
masing seperti salon, tylor, bengkel, dan jasa angkutan, sebagai aplikasi
konsep transaksi perusahaan jasa. Disini peserta didik juga diberikan
kesempatan untuk melakuan transaksi sesuai dengan kegiatan perusahaan
jasa yang dipilih. Sehingga peserta didik akan mampu mengembangkan
kreatifitas serta berpikir aktif selama pembelajaran.
2.1.4. Pembelajaran Cooperative Learning
1. Pengertian Cooperative Learning
Cooperative learning merupakan strategi pembelajaran yang
menitikberatkan pada pengelompokan siswa dengan tingkat kemampuan
akademik yang berbeda kedalam kelompok-kelompok kecil (Saptono,
2003:32). Kepada siswa diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar
dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, seperti menjelaskan
kepada teman sekelompoknya, menghargai pendapat teman, berdiskusi
dengan teratur, siswa yang pandai membantu yang lebih lemah, dan
sebagainya.
Agar terlaksana dengan baik strategi ini dilengkapi dengan LKS yang
berisi tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan siswa. Selama bekerja
dalam kelompok, setiap anggota kelompok berkesempatan untuk
mengemukakan pendapatnya dan memberikan respon terhadap pendapat
temannya. Setelah menyelesaikan tugas kelompok, masing-masing
22
menyajikan hasil pekerjaannya didepan kelas untuk didiskusikan dengan
seluruh siswa.
1. Unsur-unsur dan Ciri-ciri Cooperative Learning
Menurut Lundgren (Sukarmin, 2002:2), Unsur-unsur dasar yang perlu
ditanamkan pada diri siswa agar cooperative learning lebih efektif adalah
sebagai berikut :
a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau
berenang bersama”
b. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam
kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri, dalam
mempelajari materi yang dihadapi.
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan
yang sama.
d. Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama
besarnya diantara anggota kelompok.
e. Para siswa akan diberikan suatu evaluasi atau penghargaan yang akan
ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh
keterampilan bekerja sama selama belajar.
g. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
23
Sementara itu, menurut Nur (2001:3) pembelajaran yang
menggunakan model cooperative learning pada umumnya memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif umtuk menuntaskan
materi belajarnya.
b. Kelompok dibentukdari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.
c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, bangsa, suku, dan
jenis kelamin yang berbeda-beda.
d. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.
2.1.5. Kooperatif Tipe Student Teams Achiement Division (STAD)
Pembelajran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari
model pembelajaran koopertinf dengan menggunakan kelompok-kelompok
kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara
heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian
materi, kegiatan kelompok, den penghargaan kelompok.
Slavin (dalam Trianto,2007:52) menyatakan bahwa pada STAD siswa
ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan
campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku. Dalam
pembelajaran STAD guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa
bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah
24
menguasai pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh siswa diberikan tes tentang
materi tersebut, pada saat tes mereka tidak diperbolehkan saling membantu.
Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD membutuhkan persiapan
yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, sehingga
tercapai tujuan yang diharapkan. Trianto mengemukakan beberapa langkah-
langkah dalam mempersiapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai
berikut:
a. Persiapkan perangkat pembelajaran (meliputi RPP, buku siswa, LKS,
beserta lembar jawaban)
b. Membentuk kelompok kooperatif
Penentuan anggota kelompok sebaiknya kemampuan siswa yang
herterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok
lainnya relatif homogen.
c. Menentukan skor awal
Skor awal yang dapat diipergunakan dalam pembelajaran kooperatif
adalah nilai ulangan sebelumnya. Hasil tes masing-masing individu dapat
dijadikan skor awal.
d. Pengaturan tempat
e. Kerja kelompok
Agar tercapai tujuan pembelajaran perlu ada latihan kerjasama kelompok
sehingga dapat mengenal masing-masing individu dalam kelompok.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan utama
25
sebagai berikut; a) Presentasi kelas. Materi pelajaran dipresentasikan
oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti
presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes
berikutnya. b) Kerja kelompok. Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam
kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan
masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki
miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya
dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran, c) Tes. Setelah
kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes
secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan
saling membantu, d) Peningkatan skor individu. Setiap anggota
kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan
memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok, e)
Penghargaan kolompok. Kelompok yang mencapai rata-rata skor
tertinggi, diberikan pengghargaan.
f. Penghargaan Kelompok
Guru memberikan penghargaan pada kelompokberdasarkan perolehan
nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke nilai kuis/tes
setelah siswa bekerja dalam kelompok.
Cara-cara penentuan nilai penghargaan kepada kelompok dijelaskan
sebagai berikut.
Langkah-langkah memberi penghargaan kelompok:
26
a. menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar
(awal) dapat berupa nilai tes/kuis awal atau menggunakan nilai
ulangan sebelumnya;
b. menentukan nilai tes/kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa
bekerja dalam kelompok, misal nilai kuis I, nilai kuis II, atau rata-rata
nilai kuis I dan kuis II kepada setiap siswa, yang kita sebut dengan
nilai kuis terkini;
c. menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan
berdasarkan selisih nilai kuis terkini dan nilai dasar (awal)
masingmasing siswa dengan menggunakan kriteria berikut ini.
Kriteria Nilai peningkatan Kriteria Nilai peningkatan
Nilai kuis/tes terkini turun lebih dari 10 poin di bawah nilai awal 5
Nilai kuis/tes terkini turun 1 sampai dengan 10 poin di bawah nilai awal 10
Nilai kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10 di atas nilai awal 20
Nilai kuis/tes terkini lebih dari 10 di atas nilai awal 30
Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan
yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat
cukup, baik, sangat baik, dan sempurna.
Kriteria untuk status kelompok (Muslimin dkk, 2000):
a. Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15 (rata-
rata nilai peningkatan kelompok < 15)
27
b. Baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 15 dan 20 (15 <
rata-rata nilai peningkatan kelompok < 20)
c. Sangat baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 20 dan
25 (20 < rata-rata nilai peningkatan kelompok < 25)
d. Sempurna, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih atau sama
dengan 25 (rata-rata nilai peningkatan kelompok > 25).
2.1. 6. Metode STAD berbasis Pendidikan Karakter berorientasi
kewirausahaan di Laboratorium Teenzania
STAD merupakan salah satu tipe dari metode pembelajaran
kooperatif yang merupakan suatu model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya
menekankan kerjasama. Tujuan model pembelajaran ini adalah hasil
belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai
keragaman dari temannya serta mengembangkan keterampilan sosial.
Melalui pembelajaran model STAD pada pokok bahasan akuntansi
perusahan jasa setiap individu didalam kelompok berkerja sama
mengerjakan latihan sehingga menumbuhkan perilaku yang baik, jujur,
kreatif, dan trampil secara individu maupun kelompok dengan bimbingan
guru sebagai manajer kelas, motivator, fasilitator dan mediator. Metode ini
siswa akan menerima penghargaan atas keberhasilan kelompok dengan
cara menghitung skor individu menjadikan skor kelompok kemudian
siswa akan menerima hadiah atau pengakuan. STAD menawarkan
28
keberhasilan individu adalah keberhasilan kelompok maka setiap individu
dalam kelompok bekerja sama, aktif dan kreatif dalam membuat transaksi
perusahan jasa.
Dalam pembelajaran akuntansi perusahan jasa tiap kelompok
melakukan transaksi pembelian, investasi, penjualan dan lain sebagainya
yang selayaknya aktivitas perusahan jasa dalam bentuk miniatur di kelas
yang disebut dengan nama Teenzania. Metode pembelajaran seperti ini,
siswa tidak hanya belajar teori, konsep atau prinsip transaksi secara
abstrak, namun siswa aplikasikan konsep pencatatan transaksi tersebut
dengan berperan sebagai kasir, pemilik modal, atau pengguna jasa di
laboratorium teenzania. Ruang belajar dirancang sedemikian rupa,
sehingga peserta didik merasa berada di perusahaan jasa dengan aktivitas
melakukan dan mencatat bukti transaksi pembelian, penjualan jasa, dan
sebagainya sesuai pilihan perusahaan jasa seperti salon, tylor, bengkel
sehingga menumbuhkan jiwa yang percaya diri, berani mengambil resiko,
berorientasi tugas dan hasil (laba).
2.1.7 Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvesional adalah pembelajaran yang berpusat pada
guru (teacher centered). Keseluruhan aktivitas pembelajaran cenderung
dimonopoli oleh guru dalam bentuk penyampaian informasi satu arah. Cara
mengajar dengan cerama ini dapat dikatakan pula sebagai teknik kuliah
yaitu suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan
29
atau informasi, atau uraian tentang satu pokok persoalan secara lisan. Guru
akan menggunakan teknik cerama ini agar siswa memperoleh informasi
tentang suatu pokok pemasalahan tertentu.
Dalam pembelajaran konvesional biasanya guru tidak mencari
informasi tentang pengetahuan awal siswa. Guru tidak mendiagnosis
keadaan siswa. Latar belakang siswa yang berbeda memungkinkan siswa
telah memahami materi yang diberikan guru sebelum proses pembelajaran.
Guru menempatkan diri sebagai orang yang paling menguasai materi dan
siswa adalah “botol kosong” yang harus diisi. Sehingga selama
pembelajaran berlangsung siswa tidak tertarik lagi pada materi yang
diinformasikan guru. Terlebih dalam pembelajarannya, guru tidak mengajak
mengaktifkan fungsi otaknya untuk berpikir. Dalam proses pembelajaran,
guru hanya bertugas menyampaikan informasi. Hal demikian sering kali
menyebabkan kejenuhan dan hilangnya motivasi dan konsentrasi siswa
untuk belajar.
Mengajar seharusnya, bukan hanya menyampaikan informasi materi
pelajaran. Mengajar seharusnya melatih kemampuan siswa untuk berpikir,
menggunakan keseluruhan kognitifnya secara terarah. Materi pelajaran
jangan digunakan sebagai tujuan pengajaran, melainkan alat untuk melatih
struktur kognitif siswa. Mengajar harus membuat siswa untuk melatih
kemamapuan berpikir agar terbantuknya kecerdasan siswa yang memiliki
kemampuan untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya.
30
Dalam pembelajaran konvesional yang bersifat teacher centered, guru
merupakan satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Guru tidak menjalankan
fungsinya sebagai pengelola pembelajaran dengan optimal. Penyampaian
pengetahuan dari guru tidak berupa menanamkan pengetahuan seperti yang
dikemukakan oleh Smith (dalam Sanjaya, 2010:96) bahwa mengajar adalah
menanamkan pengetahuan atau keterampilan (teaching is importing
knowledge or skill). Dalam kegiatan belajar konvensional, peran guru
sangat penting. Peran guru sebagai perencana dilaksanakan ketika guru
mulai menyiapkan materi pelajaran, media yang dapat digunakan, dan cara
penyampaian. Sebagai penyampai informasi, umumnya guru menggunakan
metode cerama, dan sebagai evaluator, guru menentukan alat evaluasi
dengan kriteria yang mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang
telah diinformasikan, umumnya alat evaluasi yang digunakan adalah tes
tertulis (paper and pencil test).
Dengan proses pengajaran demikian, siswa diposisikan sebagai objek
belajar. Siswa dianggap sebagai individu yang pasif yang sama sekali belum
mengetahui materi yang akan diberikan oleh guru. Dengan demikian,
kesempatan siswa untuk mengembangkan kemampuan sesuai dengan minat
dan bakatnya sangat terbatas, karena segalanya sudah diatur oleh guru.
Pembelajaran konvensional umumnya dibatasi oleh ruang kelas.
Pembelajaran biasanya hanya berlangsung di dalam ruang kelas dengan
jadwal tertentu. Situasi telah diatur sedemikian rupa untuk membatasi ruang
31
gerak siswa, agar tetap di tempat duduknya sementara informasi
disampaikan. Bahan ajar yang didapatkan siswa menjadi terputus-putus,
tidak nampak kesinambungan antara satu materi dengan materi lainnya.
Siswa kadang tidak paham dengan tujuan yang mempelajari suatu mata
pelajaran, karena tidak mengetahui manfaat implementatif bagi dirinya dan
kehidupannya.
Menilik uraian di atas, maka perlu memahami peradigma dalam
mengajar. Mengajar tidak dapat dianggap hanya sebagai penyampaian ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dibutuhkan siswa dapat ditemukan
dimana saja melalui media yang beragam. Fungsi guru menjadi semakin
kompleks, karena selain harus dapat menunjukkan informasi yang mereka
butuhkan, cara mendapatkannya, dan manfaatnya bagi mereka; guru juga
harus mampu menimalisir dampak negatif dari berbagai sumber belajar
yang digunakan oleh siswa. Guru harus dapat membuat siswa mampu
memanfaatkan kemajuan peradaban, dan bukan menghafal informasi
tentang pengetahuan kemajuan beradapan.
Pemilihan strategi dan media pembelajaran turut mendukung
berlangsungnya proses pembelajaran. Umumnya dalam pembelajaran yang
disebut dengan pembelajaran konvensional menggunakan metode ceramah
dan tanya jawab, untuk semua bahan ajar. Sebenarnya tidak ada yang salah
dengan metode ceramah dengan tanya jawab. Tetapi menjadi salah ketika
gabungan kedua metode itu digunakan untuk semua bahan ajar. Pemilihan
metode harus mengikutui prinsip-prinsip pemilihan dan penggunaan
32
metode dengan tepat. Permasalahannya, apakah guru benar menguasai lebih
banyak metode selain cerama dan tanya jawab?
Penggunaan metode cerama dalam pembelajaran dimungkinkan
dengan pertimbangan jumlah siswa dalam kelas dengan jenis materi yang
akan disampaikan. Dengan jumlah yang cukup banyak, metode cerama
klasikal akan efektif, karena akamn mampu mengontrol situasi kelas dengan
mudah. Jika materi yang disampaikan berupa pengetahuan yang cukup
untuk dihafalkan, metode cerama memberi kelebihan dalam
penggunaannya. Dalam metode ceramah demikian, siswa terlibat aktif
secara mental, tetapi dibatasi ruang gerak fisiknya (Roestiyah,2008:138).
Metode ceramah klasikal yang biasa digunakan guru dalam
pembelajaran konvensional sehari-hari, tiadak melibatkan siswa secara
keseluruhan, yaitu fisik, mental, emosional, dan sosial. Kekurangan dari
metode cerama inilah yang menjadikan pembelajaran konvensional tidak
memberikan hasil belajara yang optimal.
2.1.8. Spektrum Pendidikan di Sekolah
Spektrum Pendidikan di sekolah adalah suatu program yang
menggambarkan kegiatan pendidikan bermuatan akademik, karakter
vocational skill, dan terintegrasi keduanya yang didasarkan pada kebutuhan
sasaran peserta didik. Pelaksanaan spektrum pendidikan merupakan
tanggung jawab sekolah bersama dengan masyarakat, yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat, yang ditujukan untuk
33
memberikan layanan pendidikan yang bermutu dan bermakna bagi diri dan
lingkungannya.
Pengembangan spektrum pendidikan diarahkan kepada pelaksanaan
program pada usaha mencapai dua aspek yaitu program yang berbasis
pengetahuan (knowledge base) dan ekonomi (economy base). Kedua aspek
ini harus menjadi muatan pokok dalam program pendidikan di sekolah agar
lulusan pendidikan sekolah lanjutan tidak menambah jumlah pengangguran.
Pendekatan spektrum di sekolah diperlukan untuk menjamin kekhasan
penyelenggaraan pendidikan formal dan non formal yang memiliki
karakteristik khusus. Pendidikan Integrasi Kewirausahaan (PIK) disini
merupakan integrasi yang menyajikan berbagai menu sekaligus, dan ini
merupakan model paling ideal dalam implementasi pendidikan sekolah
berbasis karakter berorientasi kewirausahaan. Hal ini dapat diselenggarakan
bagi mereka yang membutuhkan kompetensi akademik dan juga
memerlukan kompetensi pembentukan karakter untuk memperoleh
keterampilan dan kepribadian untuk kehidupan sehari-hari dan atau
memperoleh pekerjaan serta bekerja/berusaha mandiri.
2.1.9. Pengembangan Kurikulum Terintegrasi
Dengan kebijakan pemerintah sistem pendidikan dengan KTSP,
diharapkan kurikulum menjadi lebih dekat dengan tuntutan kehidupan
peserta didik, lebih luwes, dan memberi toleransi terhadap adanya
keragaman kebutuhan.
34
1. Prinsip Pengembangan Kurikulum
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan
peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik
memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap. kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Untuk mendukung
pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik
disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
peserta didik serta tuntutan lingkungan.
b. Beragam dan Terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman
karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jalur, jenjang serta jenis
pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta
status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen
muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara
terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna
dan tepat antar substansi.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis. Oleh karena
35
itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti
dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni
d. Berpusat pada kehidupan
Menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan,
termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia
kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan
berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik dan keterampilan
vokasional merupakan keharusan.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan demensi kompetensi,
bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan
secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
g. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan
formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan
tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan
manusia seutuhnya.
36
h. Seimbang antara kepentingan nasional dan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan
nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan
kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan
dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
i. Partisipatif
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan (stakeholders) agar tercipta rasa memiliki dan
bertanggungjawab dalam melaksanakannya.
i. Tematik
Kurikulum dikembangkan dengan mengorganisasikan pengalaman-
pengalaman secara menyeluruh dalam tema-tema kontekstual yang
mendorong terjadinya pengalaman belajar baru yang meluas dan tidak
tersekat-sekat oleh pokok-pokok bahasan sehingga dapat mengaktifkan
aktifitas mental peserta didik sekaligus aktifitas sosial yang menumbuhkan
kerjasama.
2. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum
Pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan
prinsip-prinsip sebagai berikut :
37
a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, karakteristik,
perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi
yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus
mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh
kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan
menyenangkan.
b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu :
belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
belajar untuk memahami dan menghayati, belajar untuk mampu
melaksanakan dan berbuat secara efektif, belajar untuk hidup bersama
dan berguna bagi orang lain dan, belajar untuk membangun dan
menemukan jati diri melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan.
c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat
pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan
sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik
dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta
didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan dan moral.
d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan
pendidik yang demokratis, saling menerima dan menghargai, akrab,
terbuka, dan hangat, dengan prinsip ing ngarsa sung tulada, ing madya
mangun karsa, tut wuri handayani.
38
e. Kurikulum dilaksanakan dalam pendekatan multistrategi dan multimedia,
sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan
lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam
takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di
masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta
dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan).
f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kekayaan, keunggulan
dan kearifan lokal untuk, keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh
bahan kajian secara optimal.
g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata
pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam
keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan
memadai antar kelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
h. Kurikulum dilaksanakan secara fleksibel dalam ruang, waktu dan strategi
pembelajaran, serta menghargai pengalaman belajar peserta didik yang
diperoleh dalam kehidupan.
i. Kurikulum dilaksanakan secara konstruktif yang memberikan pengakuan
bahwa peserta didik mempunyai pandangan sendiri terhadap ”dunia” dan
alam sekitarnya untuk membangun makna berdasarkan pengalaman
individu dalam menghadapi dan menyelesaikan situasi yang tidak tentu.
j. Kurikulum dilaksanakan secara induktif dengan membangun
pengetahuan melalui kejadian dengan fenomena empirik yang
39
menekankan pada kemampuan belajar yang berbasis pengalaman
langsung.
2.1.10 Hasil Belajar
Ciri terakhir dari proses pembelajaran adalah adanya penilaian.
Penilaian disini tidak hanya menekan penilaian yang dilakukan oleh guru
tetapi melibatkan siswa. Penilaian yang dimaksud adalah penilaian proses
dan hasil. Siswa dapat menilai sendiri mengenai pekerjaannya maupun
temuannya. Hal akan membangkitkan motivasi dan aktivitas siswa lebih
baik lagi, karena pekerjaan mereka dibicarakan terbuka di depan kelas atau
didepan teman-temannya. Self assesment ini akan mengevaluasi tujuan, dan
mereka mempelajari sesuatu dengan pencapaian diakhiri pembelajaran.
Belajar bukan sekedar menghafal dan bukan pula mengingat, tetapi
belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki
ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Menurut Hamalik (2009:36),
belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman
dan (learning is deviden as the modification or strengthening of behavior
through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan
suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Secara
sederhana mengungkapkan bahwa belajar bukan hanya mengingat, akan
tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Sehingga hasil belajar
tampak sebagai terjadinya perubahan tingka laku pada diri siswa, yang dapat
40
diamati, dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan
keterampilan (Hamalik,2008:154).
Keberhasilan dalam belajar dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang
diperoleh dalam kegiatan pembelajaran. Bukti bahwa seseorang telah
melakukan kegiatan belajar ialah adanya perubahan tingka laku pada orang
tersebut, yang sebelumnya tidak ada, atau tingka lakunya tersebut masih
lemah atau kurang. Menurut Mulyasa (2008:97) mengemukakan bahwa
hasil belajar merupakan prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan
yang menjadi indicator, kompetensi, dan perubahan tingkah laku yang
bersangkutan.
Hasil pembelajaran adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai
indikator tentang nilai dari penggunaan strategi pembelajaran dibawah
kondisi yang berbeda. Menurut Slameto (1995:2) menyatakan bahwa hasil
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dengan lingkungannya.
Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan
nasional mengguanakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin S. Bloom
yang membaginya dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan
ranah psikomotor. Dengan demikian hasil belajar dapat berupa perubahan
dalam kemampuan kognitif, afektif maupun psikomotorik, tergantung pada
tujuan pembelajarannya.
41
2.1.10.1 Taksonomi hasil belajar Kognitif
Hasil belajar kognitif adalah perubahan perilaku yang terjadi dalam
kawasan kognisi. Oleh karena belajar melibatkan otak, maka perubahan
perilaku akibatnya juga terjadi di dalam otak. Hasil belajar kognitif
diklasifikasikan dalam enam tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam jenjang itu bersifat
hierarkikal dimulai dari jenjang yang paling bawah yaitu pengetahuan
sampai jenjang yang paling tinggi yaitu evaluasi.
Dalam penelitian ini, hasil belajar kognitif menjadi sasaran peneliti
untuk mengambil kesimpulan dari hipotesis penelitian ini. Hasil belajar
kognitif yang diamati adalah pada prestasi belajar siswa. Dimana prestasi
belajar ini akan berhubungan dengan kognisi peserta didik melalui metode
tes. Dengan metode tes maka akan diketahui hasil belajar kognitif yang
ditunjukkan pada prestasi belajar siswa.
2.1.10.2 Taksonomi hasil belajar afektif
Hasil belajar afektif diklasifikasikan dalam 5 tingkatan yaitu
penerimaan, pemberian, respon, penghargaan, pengorganisasian,
karakterisasi. Penerimaan (receiving) adalah kesediaan menerima
rangsangan yang datang kepadanya. Partisipasi (responding) adalah
kesediaan memberikan respons dengan berpartisipasi. Penilaian atau
penentuan sikap (valuing) adalah kesediaan menentukan pilihan sebuah nilai
dari rangsangan tersebut. Organisasi adalah kesediaan mengorganisasikan
42
nilai-nilai yang dipilihnya untuk menjadi pedoman yang mantap dalam
perilaku.
Internalisasi nilai atau karakterisasi adalah menjadikan nilai-nilai
yang diorganisasikan untuk tidak hanya menjadi pedoman perilaku tetapi
juga menjadi bagian dari pribadi dalam perilaku sehari-hari (Purwanto,
2009: 52). Dalam penelitian ini hasil belajar afektif yang diteliti adalah
panerimaan (receiving) dan partisipasi (responding) yang digeneralisasikan
dalam keaktifan peserta didik. Jadi pada hasil belajar afektif yang menjadi
objek penelitian ini adalah keaktifan.
2.1.10.3 Taksonomi hasil belajar psikomotorik
Hasil belajar psikomotor adalah hasil belajar yang berkaitan dengan
ketrampilan (skill) yang bersifat manual atau motorik. yaitu persepsi,
kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks,
penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas. Hasil belajar psikomotorik dalam
penelitian ini akan menjadi objek penelitian ini adalah ketrampilan proses.
untuk hasil belajar.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, hasil belajar adalah
merupakan perwujudan perubahan tingkah laku dalam domain kognitif,
afektif, dan psikomotor yang diperoleh siswa melalui proses pembelajaran.
Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang
dicapai oleh siswa setelah melakukan proses pembelajaran sesuai dengan
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan disetiap domain.
43
2.1.11. Keaktifan Siswa
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, keaktifan adalah kegiatan,
kesibukan (Tim Pustaka Phoenix , 2009 : 25), sedangakan belajar adalah
perubahan tingka laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman
(Hamlik,2008:154). Jadi keaktifan belajar adalah kegitan individu yang
membawah perubahan tingka laku yang relatif mantap berkat latihan dan
pengalaman.
Keaktifan belajar adalah suatu kegiatan yang menimbulkan perubahan
pada diri individu baik tingka laku maupun kepribadian yang bersisfat
kecakapan , sikap, kebiasaan, kepandaian yang bersifat konstan, dan
berbekas. Keaktifan belajar akan terjadi pada diri siswa apabila terdapat
interaksi antara situasi sistimulus dengan isi memori, sehingga perilaku
siswa berubah dari waktu sebelum dan sesudah adanya situasi stimulus
tersebut. Selama proses belajar mengajar siswa dituntut untuk aktivitasnya
untuk mendengarkan, memperhatikan dan menerima pelajaran yang
diberikan guru, disampign itu sangat dimungkinkan para siswa balikan
berupa pertanyaan, gagasan pikiran, perasaan, dan keinginannya. Guru
hendaknya mampu membina rasa keberanian, keingintahuan siswa, untuk
itu siswa hendaknya merasa aman, nyaman dan kondusif dalam belajar.
Peran guru dalam pembelajaran siswa aktif adalah sebagai fasilitator dan
membimbing siswa yang memberi berbagai kemudahan siswa dalam belajar
serta mampu mendorong siswa untuk belajar.
44
Menurut Marno dan M. Idris (2009:151) siswa akan belajar secara
aktif kalau rancangan pembelajaran yang disusun guru mengharuskan
siswa, baik secara sukarela maupun terpaksa, menuntut siswa untuk
melakukan kegiatan pembelajaran. Tipe siswa belajar aktif secara umum
menurut Marno dan M. Idris adalah
1. Visual, diamana dalam belajar, siswa tipe ini lebih mudah belajar
dengan cara malihat atau mengamati.
2. Auditori, dimana siswa lebih mudah belajar dengan mendengarkan
3. Kinestik, dimana dalam pembelajaran siswa lebih mudah belajar
dengan melakukan.
Keaktifan belajar adalah aktifitas yang yang bersifat fisik maupun
mental (Sardiman.2001:99) Selama kegiatan belajar kedua aktifitas tersebut
harusb terkait, sehingga akan menghasilkan aktifitas belajar yang optimal.
Macam-macam keaktifan yang dilakukan siswa di sekolah antara lain:
1. Visual Activities, seperti: membaca, memperhatikan gambar,
memperhatikan demonterasi orang lain.
2. Oral Activites, seperti : mengatakan, merumuuskan, bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan interview,
diskusi interupsi.
3. Listening Avtivities, seperti : mendengarkan: uraian, percakapan,
diskusi, pidato.
4. Writing Activities, seperti: menulis: cerrita, karangan, la[poran, tes,
angket, menyalin.
45
5. Drawing Aktivities, seperti: membuat: grafik, peta, diagram
6. Motor Acvtivities, seperti: melakukan percobaan, membuat
konstruksi model dan meresapi.
7. Mental Aktivities, seperti : menanggapi, mengingat, memecahkan
soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan.
8. Emotoinal Activities, seperti : menaru minat, merasa bosa, berani,
gembira, gugup, senang.
Hampir sama dengan diatas Soemanto (2003:107), mempertegaskan
macam-macam keaktifan belajar yang dapat dilakukan oleh siswa dalam
beberapa situasi sebagai berikut:
1. Mendengarkan
2. Memandang
3. Meraba, mencium, dan mencicipi
4. Menulis atau mencatat
5. Membaca
6. Membuat ringkasan
7. Mengamati tabel, diagram dan bagan
8. Menyusun kertas kerja
9. Mengingat
10. Berpikir
11. Latihan atau praktek
46
Keaktifan siswa dalam peristiwa pembelajaran mengambil
beranekaragam bentuk kegiatan, dari kegiatan fisik yang mudah diamati
sampai kegiatan psikis yang sulit diamati.
1. Kegiatan fisik yang mudah diamati diantaranya dalam bentuk:
- Membaca
- Mendengarkan
- Menulis
- Meragakan,
- Mengukur
2. Kegiatan psikis seperti:
- Mengingat kembali isi pelajaran pertemuan sebelumnya,
- Menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam
memecahkan masalah yang dihadapi,
- menyimpulkan hasil eksperimen,
- membandingkan sustu konsep dengan konsep yang lain,
- dan kegiatas psikis lainnya. (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 114)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam
pembelajaran adalah keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam
kegiatan pebelajaran, selanjutnya dalam merealisasikanny a membutuhkan
keterlibatan langsung berbagai bentuk keaktifan fisik.
47
2.1.12 Ketrampilan Proses
Ketrampilan proses merupakan ketrampilan yang diperoleh dari
latihan kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-
kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama
kelamaan akan menjadi suatu ketrampilan. Menurut Richard Dunne & Ted
Wragg (1996:42) ketrampilan kemampuan melakukan sesuatu, secara fisik
maupun mental, yang secara relatif mudah dipraktikan secara terpisah.
Ketrampilan dalam belajar akuntansi adalah kemampuan mengerjakan
siklus akuntansi hingga menghasilkan laporan keuangan dengan benar.
Ketrampilan akuntansi ini merupakan salah satu obyek langsung dalam
belajar akuntansi bersama konsep-konsep dan teori dalam akuntansi itu
sendiri. Obyek tak langsungnya dapat berupa sikap positif terhadap
akuntansi, kemampuan pemecahan masalah, ketelitian, kemandirian dan
sebagainya.
Suatu prinsip menentukan pendekatan pembelajaran ialah belajar melalui
proses mengalami secara langsung untuk memperoleh hasil belajar yang
bermakna. Menurut Hamalik (2008: 149), Pendekatan pembelajaran yang
diarahkan untuk mengembangkan sejumlah kemampuan fisik dan mental
sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada
diri peserta didik adalah pendekatan ketrampilan proses . Ketrampilan
proses merupakan cara yang khas dalam menghadapi pengalaman yang
berkenaan semua segi kehidupan yang relevan. Ketrampilan proses ada
dua jenis, yaitu ketrampilan-ketrampilan dasar (basic skills) dan
48
ketrampilan terintegrasi (integrated skills). Ketrampilan dasar meliputi
mengobservasi, mengklarifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan
dan mengkomunikasikan.Sedangkan ketrampilan terintegrasi mencakup
mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data,
menggambar keterhubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah
data, menganalisi, merancang penelitian dan melaksanakan uji coba
perangkat. Menurut Syah (2003: 121), Ketrampilan proses merupakan
kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku proses aktif yang kompleks
dan tersusun rapi secara minus dan sesuai dengan keadaan strategi
pembelajaran yang disusun untuk mencapai hasil tertentu. Selanjutnya
dijelaskan bahwa ketrampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik saja
melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat produk .
Menurut Sukestiyarno (2008: 5), Dalam penelitian ini yang
dimaksud dengan ketrampilan berproses akuntansi adalah suatu tuntutan
kualitas proses aktif peserta didik dalam melakukan suatu kegiatan secara
motorik yang merupakan pengejawantahan fungsi mental yang dilakukan
oleh peserta didik dan dirancang secara sistematis strategi
pembelajarannya oleh pengajar untuk memperoleh suatu produk
ketrampilan tertentu secara optimal.
2.1.13 Prestasi belajar
Prestasi belajar siswa pada penelitian ini merupakan hasil belajar
kognitif yang diperoleh melalui metode tes. Tes yang diberikan kepada
siswa berguna untuk mengetahui tingkat belajar kognitif siswa baik dari segi
49
hafalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, maupun evaluasi. Prestasi
belajar yang merupakan hasil belajar kognitif ditunjukkan dengan nilai hasil
tes siswa yang berupa angka.
Menurut Winkel (2007: 42), Prestasi belajar merupakan bukti
keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana setiap kegiatan
belajar dapat menimbulkan suatu perubahan yang khas. Dalam hal ini
prestasi belajar meliputi keaktifan, ketrampilan proses, juga prestasi
belajar . Prestasi belajar merupakan sesuatu yang harus dapat diukur
(measurable). Mengukur prestasi belajar berarti mengukur atau melakukan
penilaian mengenai seberapa besar pencapaian kompetensi dasar yang
diperoleh peserta didik. Menurut Arikunto (2002: 4), menjelaskan bahwa
pencapaian tujuan pembelajaran yang berupa prestasi belajar merupakan
hasil dari kegiatan belajar mengajar semata. Dengan kata lain, kualitas
kegiatan belajar mengajar adalah satu-satunya faktor penentu bagi
hasilnya. Pada umumnya tes prestasi menilai apa yang diperoleh setelah
peserta didik itu diberi suatu pelajaran. Di dalam penyusunan tes prestasi
belajar usaha-usaha digunakan untuk menentukan pengetahuan dan
ketrampilan yang sudah diajarkan di berbagai tingkat pendidikan dan
butir-butir tes diperuntukkan bagi penilaian materi. Prestasi belajar dapat
diukur setelah peserta didik melaksanakan proses pembelajaran dengan
suatu tes prestasi. Pengukuran ini selanjutnya diberi nama variabel prestasi
belajar. Seperti dijelaskan di atas bahwa secara teori apabila keaktifan dan
ketrampilan berproses seseorang menunjukkan adanya perkembangan,
50
maka akan dapat memberikan kontribusi yang baik terhadap prestasi
belajarnya.
Prestasi belajar digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini guna
menarik kesimpulan serta menjawab hipotesis dari penelitian ini. Dalam
Nana Sudjana (2009:39) hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi
oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Kemampuan
siswa merupakan faktor yang berasal dari dalam siswa sendiri. Kemampuan
kognitif yang ditunjukkan dengan prestasi belajar mencerminkan
keefektifan pembelajaran yang dilakukan, meskipun hanya pada bagian
hasil belajar kognitif.
2.2. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian ini dilaksanakan berdasar kajian dari beberapa penelitian
terdahulu, antara lain: Penelitian tentang pembelajaran Matematika dan IPA
berbasis aplikasi teknologi dan berorientasi pada analisis kebutuhan bagi
siswa TK hingga SMA. Penelitian ini bertujuan membawa peserta didik
termotivasi belajar membuat relasi antara materi M-IPA yang abstrak ke
dunia nyata yakni ke dalam penerapan kehidupan sehari-hari (aplikasi
teknologi), dan pembelajarannya dilaksanakan berdasar analisis kebutuhan
(analisis SWOT) . Dimaksudkan membelajarkan materi apapun disesuaikan
dengan analisis kondisi kekuatan dan kelemahan yang ada disekolah serta
memperhatikan ancaman dan peluang yang dimiliki sekolah (Sukestiyarno,
2008:2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa termotivasi dengan
sungguh karena mereka belajar selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-
51
hari, disamping itu mereka belajar dengan memanfaatkan media yang ada di
sekitarnya, akibatnya hasil belajarnyapun terjadi peningkatan yang baik. Hal
ini menjiwai penelitian ini apabila mengajarkan dengan benar dengan
merelasikan setiap materi dengan pembentukan karakter kejujuran,
tanggungjawab, kreatif dan akhlak mulia akan mencapai tujuan yang
diinginkan.
Selanjutnya penelitian tentang pembelajaran kimia dengan metode
chomoenterpreneurship mampu meningkatkan kreatifitas dan hasil belajar
siswa. Pada penelitian tersebut juga dapat mengantarkan siswa memiliki
jiwa kewirausahaan yang tinggi, mereka merasa lebih siap memasuki dunia
kerja setelah menyelesaikan studi di SMA (Supartono, 2007), 3). Penelitian
ini mendasari penelitian ini tentang upaya pembentukan karakter yang
diintegrasikan dengan jiwa kewirausahaan. Dimana dalam membelajarkan
materi selalu direlasikan dengan dunia usaha yang terkait dengan untung
dan rugi. Selanjutnya penelitian tentang kepemimpinan, keteladanan, budi
pekerti dapat ditumbuhkan dari pemaknaan keteladanan tokoh pewayangan
(Lestari, 2006).
Selanjutnya penelitian tentang Cooperative Student Assessment
Method: an Evaluation Study, menyajikan metode Cooperative Student
Assessment (CSA) (Grasso dan T. Roselli, 2006). Telah terbukti bahwa
model pembelajaran Cooperative self-assessment meningkatkan
kemampuan siswa dalam mengerjakan tugas, meningkatkan ketelitian/
kecermatan dalam mengerjakan tugas dan membantu mengawasi siswa
52
dalam mengerjakan tugas, dan merencanakan kegiatan selanjutnya. Hasil
penelitian tersebut digunakan sebagai acuan bagaimana melakukan
pembentukan karakter yang berjiwa wirausaha dimulai dari bentuk
keteladanan yang jelas dengan praktek pelaksanaan yang dapat dilakukan
oleh siswa sendiri di laboratorium yang dinamakan Laboratorium
Teenzania, akan membantu percepatan pencapaian tujuan yang diinginkan.
2.3. Materi Penelitian
Materi pada penelitian ini adalah tahap pencatatan pada siklus akuntansi
perusahaan jasa pada pokok-pokok bahasan sebagai berikut:
a. Bukti Transaksi
1) Kuitansi dan Sus Kuitansi
2) Cek dan Sus Cek
3) Faktur
4) Nota Kontan (Nota Tunai)
5) Nota Debit dan Nota Kredit
53
Contoh Bukti transaksi yang dibuat oleh perusahaan sendiri, sebagai
berikut:
1.Bukti Kas Masuk
2. Faktur penjualan/Bukti Penjualan/Laporan Pengeluaran Brang
54
3. Bukti Memorial/Bukti Umum
Contoh Penulisan bukti transaksi
Tanggal 20 Januari 2012 dibeli peralatan bengkel secara tunai sebesar
Rp300.000,00 (BKK 03)
Penyelesaian:
Dibukukan oleh: .........................................Tanggal: ...................................
KOTRE service motorJl. Hubla No.4 Dekai
No.BM : 008Tanggal : 20 April 2012
Transaksi : Dikirim kembali (retur) kepada Toko Braza 2 set peralatan bengkel sesuai dengan Nota Kredit (terlampir) sebesar Rp 10.000,00
Bukti Memorial
Mengetahui,
.......................
Yang membuat,
.......................
Dibukukan oleh: .........................................Tanggal: ...................................
KOTRE service motorJl. Hubla No.4 Dekai
No.BKM : 004Tanggal : 20 April 2012
Dibayar kepada : Toko Braza Jl.Ngalik, No. 20 DekaiUang sebanyak : Rp 20.000,00Terbilang : Dua puluh ribu rupiahKeterangan : Pembayaran peralatan bengkel, sesuai faktur No. 123 ( terlampir)
Bukti Kas Keluar
Mengetahui,
.......................
Kasir,
.......................
Penyetor,
......................
55
b. Jurnal Umum
1) Fungsi Jurnal
2) Bentuk Jurnal
Tanggal No. SB Akun dan Keterangan Ref Debet Kredit
3) Cara megerjakan Jurnal
Contoh : Dalam bukti transaksi kas keluar No. 004 sebagai berikut:
Tanggal 20 April 2012 membayar peralatan bengkel sebesar
Rp300.000,00
Penyelesaian:
Tanggal No. SB Akun dan Keterangan Ref Debet (Rp) Kredit (Rp)
201220 4 004 Peralatan bengkel 409 300.000,00 -
Kas 101 - 300.000,00
c. Buku Besar (Posting ke buku besar)
1) Pengertian buku besar
2) Bentuk Buku Besar
Tanggal Keterangan Ref Debit KreditSaldo
Debit Kredit
56
3) Langkah-langkah posting
Contoh : Posting dari Jurnal umum
Tanggal No. SB Akun dan Keterangan Ref Debet (Rp) Kredit (Rp)
201220 4 004 Peralatan bengkel 409 300.000,00 -
Kas 101 - 300.000,00
Penyelesaian:
Tanggal Keterangan Re
fDebit(Rp)
Kredit(Rp)
SaldoDebit(Rp) Kredit(Rp)
201220 4 J1 - 300.000,00 - 300.000,00
Tangga Keterangan Ref Debit Kredit Saldo
Nama akun: Kas No. Akun: 101
Nama akun: Peralatan Bengkel No. Akun: 409
Hal: 1
57
l (Rp) (Rp) Debit(Rp) Kredit(Rp)2012
20 4 J1 300.000,00 - 300.000,00 -
d. Neraca Saldo
2.3. Kerangka Pikir
Untuk mewujudkan spektrum pendidikan yang mengintegrasikan
pendidikan karakter termasuk karakter jiwa kewirausahaan. Studi
difokuskan pada kegiatan pembuatan silabus dan rencana pembelajaran
terhadap konsep pendidikan karakter. Agar pendidikan karakter dapat
menjadi basis kehidupan peserta didik SMA pada tingkat pertama
diupayakan pada karakter nilai religius dan nilai pengenalan diri. Disini
pendidikan karakter jiwa kewirausahaan diberikan pada konsep dasar
bagaimana mengubah mainset (pola pikir) peserta didik dari pemikiran
tradisional murni akademik ke pemikiran akademik yang berelasi dengan
usaha-usaha bisnis kecil yang ada disekitar kehidupannya.
Apabila karakter nilai kejujuran, kreatif, tanggungjawab dan akhlak
mulia terintegrasi dengan jiwa kewirausahaan sudah dimasukkan dalam
silabus dan selanjutnya disusunlah perangkat pembelajaran berupa modul
akan menjadikan kelengkapan pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang
dibuat tersebut akan direvisi berulang setelah mendapatkan masukkan dari
teman sejawat maupun dari tim ahli kurikulum. Disinilah perangkat valid
akan tercapai.
58
Implementasi pembelajaran perangkat yang valid tersebut akan
dilaksanakan di laboratorium Teenzania dengan metode STAD. Kegiatan
dimulai dengan pemberian tugas terstruktur, dimaksudkan siswa dapat
tumbuh melaksanakan kegiatan mandiri. Pada kegiatan apersepsi yang
menagih hasil studi mandiri melalui tanya jawab akan dapat membantu
siswa saling berkomunikasi antar siswa dan juga berkomunikasi dengan
guru. Kegiatan dilanjutkan dengan berpraktek di laboratorium Tinzania akan
membantu siswa benar-benar mengalami sendiri kejadian yang harus
dilakukan siswa. Laboratorium Tinzania dibuat sebagai miniatur sesuai
dengan tujuannya. Misalnya akan melakukan transaksi jual beli untuk
melatih kewirausahaan dengan karakter kejujuran, tanggung jawab dapat
dilatihkan di laboratorium tersebut. Nantinya akan disusun modul-modul
kegiatan yang dilakukan di laboratorium Tinzania. Apabila memungkinkan
laboratorium Tinzania dapat berupa tempat kegiatan riil dilapangan
misalnya di pasar, atau di perusahaan jasa yang ada dilingkungan sekolah
dan lain sebagainya. Pada kegiatan tersebut akan terjadi interaksi yang baik
antar siswa atau antara siswa dan guru.
Pada prinsipkan pendidikan karakter pada umumnya dan karakter
kewirausahaan khususnya sudah ada dalam setiap mata pelajaran. Pada
tahap pertama mendesain modul-modulnya baik secara parsial mata
pelajaran maupun secara terintegratif. Pada tahap kedua melakukan uji coba
perangkat dan pada tahap ke tiga melakukan diseminasi.
59
Pada proses pembelajaran, efektivitas metode pembelajaran ini dapat
dilihat dari ketuntasan belajar siswa pada aspek keaktifan, ketrampilan
proses dan prestasi belajar. Keaktifan siswa dalam pembelajaran di kelas
dan ketrampilan proses siswa secara mandiri akan sangat berpengaruh
terhadap prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
prestasi belajar hendaknya meningkatkan aktivitas belajar (keaktifan
belajar) siswa pada pembelajaran dan meningkatkan ketrampilan dengan
memberikan tugas terstruktur untuk mengerjakan secara mandiri.
Meningkatnya prestasi belajar pada kelas eksperimen yang signifikan
memberikan perbedaan prestasi belajar dengan kelas kontrol.
Penerapan metode STAD berbasis pendidikan karakter di laboratorium
TeenZania dalam penelitian ini memuat langkah-langkah sebagai berikut.
a) Pemberian Tugas Terstruktur Sebelum Pembelajaran
Sebelum memulai pertemuan tatap muka dalam pembelajaran,
siswa diberikan tugas terstruktur yang memuat langkah ketiga dalam
STAD yaitu mencatat transakasi. Selain itu peserta didik diberikan tugas
untuk mempelajari materi pada pertemuan selanjutnya. Tujuannya adalah
untuk menumbuhkan keaktifan belajar siswa dan ketrampilan proses
sebelum pembelajaran serta menanamkan karakter kewirausahaan.
Dengan situasi seperti itu, siswa secara tak langsung telah melakukan
kegiatan eksplorasi dan menumbuhkan keaktifan serta menemukan
ketrampilan pada dirinya sendiri.
60
Pemberikan tuugas terstruktur tersebut akan menumbuhkan
keaktifan belajar siswa untuk membaca dan mencari sumber belajar baik
secara sadar maupun terpaksa dan ketrampilan mengerjakan tugas
tersebut dengan benar. Peserta didik juga dapat memanfaatkan
laboratorium Teenzania sebagai rujukan mencatat transaksi. Dengan tugas
terstruktur sebelum pembelajaran akan mengidentifikasi keaktifan belajar
dan ketrampilan siswa yang siap mengikuti pembelajaran atau belum. Jika
hal ini dibiasakan dalam setiap pembelajaran, maka siswa akan merasakan
dampak positif bagi proses pembelajaran selanjutnya.
b) Apersepsi
Pada awal pembelajaran, dilakukan tanya jawab dan review tugas
terstruktur. Dalam kegiatan ini akan terjadi saling tanya siswa satu sama
lain. Dalam situasi inilah terjadi proses elaboraasi antar siswa. Akan
timbul suatu proses yang melibatkan siswa harus berinteraksi dengan
yang lain. Dari kegiatan tersebut dapat terlihat siswa yang telah aktif dan
juga yang belum aktif, yang terampil maupun yang belum terampil.
Bagi siswa yang telah aktif dan terampil , mereka akan menguatkan siswa
yang kurang aktif dan kurang terampil. Dan yang kurang aktif dan kurang
terampil, mereka akan berusaha bertanya untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan dari guru maupun dari pencatatan transaksi yang dilakukan
oleh siswa yang lain. Sehingga akan tercipta penguatan keaktifan,
ketrampilan dan elaborasi yang baik dalam proses pembelajaran.
61
c) Memainkan metode STAD berbasis pendidikan karakter kewirausahaan di
laboratorium TeenZania.
Setelah kegiatan apersepsi, pada kegiatan inti pembelajaran guru
memberikan materi yang sebisa mungkin menumbuhkan keaktifan siswa
untuk mengkonstruk pengetahuan mereka. Melalui kelompok yang
dibentuk antara antara 4-5 siswa saling bekerjasama, saling toleransi,
teliti, dan cermat yang merupakan aspek pendidikan karekter, siswa
mencoba menggali pengetahuan mereka. Dan adanya fasilitas
laboratorium TeenZania, siswa akan memainkan peran sebagai seorang
teler untuk mencatat transaksi sehingga menumbuhkan jiwa yang percaya
diri, berani mengambil resiko, berorientasi tugas dan hasil (laba) sebagai
karakter wirausaha.
Setelah siswa mampu mengkonstruk pengetahuan, siswa secara
kelompok mepelajari informasi dan mengerjakan latihan yang tersedia
dalam LJK atau CD Interaktif. Anggota kelompok yang mengetahui
jawabannya memberikan penjelasan kepada anggota kelompok. Setelah
itu, siswa menjawab pertanyaan/kuis dengan tidak saling membantu.
Selanjutnya, pembahasan kuis atau memberikan umpan balik kepada
siswa dengan memberi penguatan dalam bentuk lesan kapada siswa yang
telah menjawab kuis/pertanyaan, memberi konfirmasi pada hasil
pekerjaan yang sudah dikerjakan oleh siswa serta memberikan motivasi
kepada peserta didik yang kurang aktif dan kurang terampil dalam
62
materi mencatat transaksi. Dengan kegiatan ini akan terjadi proses
konfirmasi dan penyempurnaan keaktifan peserta didik.
c) Refleksi
Pada kegiatan refleksi, peserta didik akan menarik kesimpulan
selama proses pembelajaran. Disini dapat memunculkan kegiatan
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Selain itu sangat menunjukkan
keaktifan siswa dalam setiap merespons stimulus yang diberikan oleh
guru dengan memanfaatkan laboratorium TeenZania. Dalam kegiatan
refleksi juga memunculkan rasa percaya diri siswa sebagai salah satu
indikator dalam pendidikan karakter.
d) Pemberian Tugas Rumah
Tugas rumah merupakan hal yang hampir wajib dalam
pembelajaran akuntansi. Tugas rumah yang diberikan berupa membuat
transaksi yang relevan dengan pembelajaran yang telah berlangsung.
Selain itu mempelajari materi yang akan dipelajari sekaligus membuat
permasalahan dari materi yang akan dipelajari. Tugas rumah juga dapat
berupa aplikasi materi terhadap kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat
memperkuat manfaat penggunaan laboratorium Teenzania selama proses
pembelajaran. Karena peserta didik telah mampu berperan sebagai
petugas teiler pada perusahaan jasa untuk mencatat setiap transaksi
sebagai aplikasi materi yang mereka pelajari.
2.4 Hipotesis Penelitian
63
Sehubungan dengan hal yang telah diuraikan peneliti dan berdasarkan
kerangka berpikir maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Pembelajaran ekonomi dengan metode STAD berbasis pendidikan
karakter di laboratorium TEENZANIA dalam materi akuntansi
perusahaan jasa pada siswa kelas XI SMA Negeri Dekai dapat mencapai
ketuntasan belajar.
2. Keaktifan siswa dan ketrampilan siswa pada pembelajaran dengan metode
STAD berbasis pendidikan karakter di laboratorium TEENZANIA
berpengaruh positif terhadap pencapaian prestasi belajar.
3. Apakah prestasi belajar siswa di kelas yang berlakukan pembelajaran
ekonomi dengan metode STAD berbasis pendidikan karakter di
laboratorium TEENZANIA dalam materi akuntansi perusahaan jasa (kelas
eksperimen) akan lebih baik daripada prestasi belajar siswa di kelas yang
berlakukan pembelajaran dengan metode konfesional (kelas control)
BAB. III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
64
Penelitian ini adalah penelitian quasi eksprimen yang menggunakan
dua kelas yaitu kelas eksprimen dan kelas kontrol. Pengambilan jenis
penelitian quasi eksprimen karena peneliti mengambil kelas-kelas yang
sudah ada untuk melakukan penelitian dan tidak membuat kelas baru sebagai
kelas eksprimen. Untuk kelas eksprimen diberi perlakuan dengan metode
STAD berbasis pendidikan karakter di laboratorium TEENZANIA dan kelas
kontrol dengan penerapan model pembelajaran konfesional. Penelitian
dilakukan di kelas XI SMA Negeri 1 Dekai yakni siswa kelas XI IPS.1
sebagai kelas eksprimen dan siswa kelas XI.IPS.2 sebagai kelas kontrol.
Penetapan jadwal penelitian disesuaikan dengan jadwal yang telah ditetapkan
sekolah.
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA
Negeri 1 Dekai yang terdiri dari 2 kelas yaitu XI IPS1 dengan jumlah siswa
32 orang dan XI IPS2 dengan jumlah siswa 34 orang. Sampelnya dipilih
dengan cara random sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan dengan
cara acak sederhana. Dari pengacakan yang dilakukan peneliti, maka
diperoleh siswa kelas XI.2 sebagai kelas eksprimen dan kelas XI. 1 sebagai
kelas kontrol.
Daftar Jumlah Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Dekai
No Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah
1. XI IPS.1 24 8 32
KELAS EKSPERIMEN KELAS KONTROL
PRETEST PRETEST
Pembelajaran dengan metode STAD berbasis pendidikan
karakter di laboratorium TEENZANIA
Pembelajaran dengan metode konvesional (langsung)
65
2. XI IPS.2 22 12 34
Sumber : SMA Negeri 1 Dekai
3.3 Variabel Penilitian
Variabel merupakan objek atau kegiatan yang mempunyai variasi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian menarik
kesimpulan darinya. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan yaitu:
1. Variabel bebas (x)
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel bebas
adalah keaktifan belajar dan ketrampilan proses.
2. Variabel terikat (Y)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel
bebas adalah prestasi belajar.
3.4 Rancangan Eksperimen
Pelaksanaan penelitian ini dirancang untuk penerapan metode STAD
berbasis pendidikan karakter di laboratorium TEENZANIA kepada setiap
kelompok guna mempelajari dan melakukan sesuai dengan pesan yang
terdapat dalam modul dan model Pembelajaran langsung.
Rancangan penelitian
66
3.5 Teknik pengumpulan data
3.5. 1. Metode Tes
67
Untuk mengukur ketercapaian belajar siswa terhadap materi pembelajaran
Akuntansi yang diberikan, dengan metode STAD berbasis pendidikan
karakter di laboratorium TEENZANIA maupun metode pembelajaran
langsung, maka dilakukan test. Test yang diberikan berupa postest dalam
bentuk pilihan ganda. Penskoran test objektif ini menggunakan rumus
Arikunto (1999:228) yaitu:
3.5.2 Observasi
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, penelitian
berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, dan gejala-gejala alam
dan bila responden tidak terlalu besar. (Sugiono,2010: 203). Dalam
penelitian ini untuk mengukur keaktifan siswa dan ketrampilan proses
belajar siswa dalam pembelajaran akuntansi dengan metode STAD
berbasis pendidikan karakter di laboratorium TEENZANIA.
3.6. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Meliputi studi kepustakaan, pembuatan proposal, instrument penelitian,
dan penentuan kelas yang akan dijadikan tempat pelaksanaan penelitian
2. Tahap Pelaksanaan
Skor = jawaban yang benarjumlah soal ×100
68
Tahap pelaksanaan diawali dengan pelaksanaan pretest pada kelas
eksprimen dan kelas kontrol, kemudian melaksanakan pembelajaran
dengan metode STAD berbasis pendidikan karakter di laboratorium
TEENZANIA untuk kelas ekprimen dan metode pembelajaran langsung
(Direct Instruction) untuk kelas kontrol. Pelaksanaan pembelajaran
dilaksanakan oleh peneliti sendiri yang juga sebagi pengajar guru bidang
studi Ekonomi di SMA Negeri 1 Dekai. Pelaksanaan penelitian dimulai
pada pertengahan Maret sampai dengan pertengahan bulan April 2012.
I. Kegiatan Awal
Pada kegiatan awal, guru/peneliti melakukan apersepsi yang bertujuan
untuk memantau sejauh mana keaktifan belajar yang dimiliki siswa
dengan menghubungkan pembelajaran yang lalu dengan pembelajaran
yang akan diberikan. Setelah apersepsi guru memotivasi siswa dengan
cara menjelaskan pentingnya belajar akuntansi kaitkan dengan
kehidupan sehari-hari. Terakhir guru menyampaikan tujuan
pembelajaran, yang memang harus diketahui siswa agar pembelajaran
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
II. Kegiatan inti
Langkah-langkah model pembelajaran Student Teams Achievement
Divisions (STAD) sebagai berikut:
a. Membentuk kelompok yang anggotanya ± 4 orang
b. Guru membagikan modul kepada tiap kelompok masing-masing
satu buku.
69
c. Guru menyajikan petunjuk pembelajaran bentuk laboratorium
TEENZANIA yang telah dirancang di dalam kelas.
d. Siswa secara kelompok mempelajari informasi dan mengerjakan
latihan yang tersedia dalam modul dengan cara melakukan transaksi
didalam kelompok atau antar kelompok. Anggota kelompok yang
memahami pencatatan transaksi memberikan penjelasan kepada
anggota kelompok.
e. Guru memberikan pertanyaan/kuis dan siswa menjawab
pertanyaan/kuis dengan tidak saling membantu.
f. Pembahasan kuis
g. Pemberian penghargaan terhadap individu dan kelompok
III. Kegiatan akhir
Pada kegiatan akhir pembelajaran, guru bersama siswa menyimpulkan
materi pembelajaran.
3. Tahap Akhir
Setelah dilaksanakan penelitian pembelajaran dengan 8 kali pertemuan
dengan metode STAD berbasis pendidikan karakter di laboratorium
TEENZANIA pada kelas eksprimen dan metode pembelajaran langsung
untuk kelas kontrol, maka pada pertemuan 9 diadakan postest untuk
menguji penguasaan materi pembelajaran. Kegiatan ini diakhiri dengan
reorganisasi data, anlisis data, dan penarikan kesimpulan untuk dilaporkan.
70
3.7 Instrumen Penelitian
3.7.1 Pembuatan Instrumen Penelitian
Sebuah instrumen yang valid apabila mampu mengukur tujuan yang
diinginkan (Arikunto, 2010:211). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila
dapat mengungkap data variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi redahnya
tingkat validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data terkumpul tidak
menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Dan dalam
Suharsimi Arikunto (2010 : 221) suatu tes dikatakan reliabel artinya dapat
dipercaya dan dapat diandalkan. Reliabilitas menunjuk pada instrumen
yang cukup dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena
instrumen tersebut sudah baik. Suatu tes yang sudah baik biasanya reliabel.
Langkah-langkah dalam menyusun instrumen adalah sebagai berikut.
a. Menentukan tujuan tes.
Tujuan dari tes pada penelitian ini adalah untuk mengukur
kemampuan siswa dalam memahami materi pencatatan transaksi
setelah diberi perlakuan yang berbeda.
b. Menentukan ruang lingkup tes.
71
Ruang lingkup tes ini berupa materi yang disampaikan dalam proses
pembelajaran ini yaitu materi pokok pencatatan transaksi, jurnal, buku
besar dan neraca saldo.
c. Menentukan tipe soal.
Tipe soal yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah soal
pilihan ganda.
d. Membuat kisi-kisi soal.
e. Melaksanakan uji coba tes.
f. Menganalisis hasil uji coba, baik validitas, reliabilitas, tingkat
kesukaran, dan daya pembeda butir tes.
g. Menggunakan soal yang telah diperbaiki dalam tes.
Selain faktor tersebut, instrumen juga berperan sangat penting dalam
kemampuan belajar peserta didik. Karena instrumen diperlukan, instrumen
itu harus baik dan baiknya suatu instrumen itu akan diketahui bila
dicobakan terlebih dahulu (Russefendi, 1998: 24). Instrumen yang
dicobakan aka dilihat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya
pembedanya seperti langkah f diatas.
3.7.2 Uji Coba Instrumen
Uji coba instrumen merupakan langkah yang sangat penting dalam
proses pengembangan instrumen, karena dari uji coba inilah diketahui
informasi mengenai kualitas instrumen yang digunakan. Uji coba dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan tes kepada kelompok
72
yang bukan merupakan sampel penelitian, melainkan kelas lain yang
masih satu populasi, serta kelompok uji coba ini harus normal dan
homogen.
Adapun analisis yang digunakan dalam pengujian instrumen ini
meliputi validitas, taraf kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas.
Langkah-langkah analisisnya adalah sebagai berikut :
a. Validitas Instrumen Tes
Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan. Sebuah intrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap
data dari variabel yang diteliti secara tepat. (Arikunto, 2010:211). Dalam
penelitian ini akan menggunakan teknik validitas internal. Instrumen yang
memiliki validitas internal bila kriteria yang ada di dalamnya instrumen
secara rasional (teoritis) telah mencerminkan apa yang diukur.
Validitas internal instrumen yang berupa tes harus memenuhi
construct validity (validitas konstruksi) dan content validity (validitas isi)
sedangkan untuk instrumen yang non tes yang digunakan untuk mengukur
sikap cukup memenuhi validitas kontruksi. Sutrisno Hadi,1986 (dalam
Sugiono, 2010:176)
Untuk menguji validitas instrumen yang berupa tes digunakan
rumus Pearson Product Moment Corelation
r xy=N ∑ XY −¿¿¿
(Arikunto,2010: 213)Keterangan:
73
r xy : koefisien korelasi skor item dan skor total
n : banyaknya subyek
∑ x : jumlah skor item
∑ y : jumlah skor total
∑ xy : jumlah perkalian skor item dengan skor total
∑ x2 : jumlah kuadrat skor item
∑ y2 : jumlah kuadrat skor total
Hasil perhitungan rxy dibandingkan dengan rtabel dengan taraf kesalahan
5%. Jika rxy > rtabel maka instrumen tersebut dikatakan valid.
Variabel yang dikorelasikan adalah skor tiap item jawaban siswa
dengan skor total yang diperoleh tiap siswa. Dengan diperolehnya indeks
validitas setiap butir dapat diketahui dengan pasti butir-butir manakah
yang tidak memenuhi syarat ditinjau dari validitasnya. Berdasarkan
informasi tersebut, peneliti dapat mengganti atau merevisi butir-butir yang
belum valid.
b. Daya beda (d)
Cara menentukan daya pembeda (nilai D) untuk kelompok kecil
(kurang dari 100) yaitu seluruh kelompok test dibagi dua sama besar,
50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah. Seluruh pengikut tes,
dideretkan mulai dari skor teratas sampai terbawah, lalu dibagi dua
(Arikunto,2008:212).
74
Analisis daya beda, bertujuan untuk melihat kemampuan soal
membedakan antara siswa yang kemampuannya di atas rata-rata dengan
siswa yang kemampuannya di bawah rata-rata, dengan rumus:
Keterangan:
J = jumlah peserta
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang dapat menjawab soal
dengan benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang dapat menjawab
soal dengan benar
Daya beda test hasil belajar berkisar antara 0,000 – 0,750
D = BA BB
J A J B = PA PB
(Arikunto,1999)
PA=BA
J A=proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB=BB
J B= proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
75
c. Tingkat kesukaran
Analisis indeks kesukaran bertujuan untuk melihat apakah suatu
soal mudah atau sukar. Rumus yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
IK = 0.00 – 0,30 = Sukar
IK = 0,31 – 0,70 = Sedang
IK = 0,71 – 1,00 = Mudah
Indeks kesukaran test antara 0,464 – 0,857
d. Reliabilitas
Reliabilitas test berhubungan dengan masalah ketetapan. Untuk
mencari reliabilitas test menggunakan rumus Kuder Richardson (KR 20)
yaitu:
(Arikunto,2010: 232)
Keterangan:
r11 = reliabilitas test secara keseluruhan
k = jumlah item soal
V t = Varians Total
p = proporsi subyek yang menjawab betul pada sesuatu butir
(proporsi subyek yang mendapat skor 1)
q = Proporsi peserta menjawab dengan salah (1 – p) (q = 1 – p)
IK= Jumla hsiswa yang menjawabbenarjumlah siswa yangmemberikan jawaban
r11=¿( k
k−1 )¿ ¿
76
Instrumen pengetahuan awal siswa diperoleh dari tes objektif,
dianalisis untuk mencari validitasnya dengan menggunakan rumus Product
Moment dengan mengkorelasikan skor butir dengan skor soal, dan untuk
reliabilitas instrument digunakan rumus Alpha Cronbach.
3.8 Teknik analisis data
3.8.1 Analisis Data Tahap Awal
Sebelum kelompok sampel (kelas eksperimen dan kelas kontrol)
diberikan perlakuan yang berbeda terlebih dahulu dilakukan analisis data
awal. Analisis data awal digunakan untuk mengetahui apakah kelompok
sampel (kelas eksperimen dam kelas kontrol) berasal dari kondisi awal
yang sama. Hal ini diketahui dengan adanya varians dan rata-rata yang
dimiliki kelompok sampel tidak berbeda secara signifikan. Data awal
diperoleh dari nilai ulangan harian peserta didik pada materi sebelumnya.
Langkah-langkah dalam tahap awal adalah sebagai berikut.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui kenormalan
distribusi data variabel terikat. Uji normalitas data pada penelitian ini
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan hipotesis yaitu:
Ho : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
77
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bantuan SPSS untuk
memudahkan dalam memperoleh hasil akhir. Kriteria dalam penggunaan
SPSS ini adalah jika nilai signifikansi ≥ 0,05 (α ), maka HO diterima dan
jika nilai signifikansi ¿ 0,05 (α ), maka HO ditolak.
Rumus yang dipakai untuk perhitungan uji Kolmogorov-Smirnov
adalah sebagai berikut.
D=maksimum|F0(x)−SN(x )|
Keterangan:
F0(x): fungsi berdistribusi frekuensi kumulatif yang sepenuhnya
ditentukan, yakni distribusi kumulatif teoritis di bawah HO
artinya untuk harga N yang sebesar besarnya, harga F0(x)
adalah proporsi kasus yang diharapkan mempunyai skor yang
sama atau kurang dari x.
SN(x ): distribusi frekuensi yang diobservasi dari suatu sampel random
dengan N observasi. Dimana x adalag sembarang skor yang
mungkin, SN ( x )= kN , dimana k sama dengan banyak observasi
yang sama atau kurang dari x.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
apakah kelompok sampel (kelas eksperimen dan kelas kontrol) mempunyai
78
varians yang sama atau tidak. Jika kelas-kelas tersebut mempunyai varians
yang sama maka kelompok tersebut dikatakan homogen.
Hipotesis statistik yang diuji adalah sebagai berikut.
Ho : σ
12=σ22 (Varians antar kelompok tidak berbeda/data homogen).
Ha :σ 12 ≠ σ1
2¿varians antar kelas tidak sama/ data tidak homogen)
Berdasarkan data yang direncanakan, ukuran kedua sampel sama
yaitu sebanyak n sehingga untuk menguji homogenitasnya digunakan uji F
sebagai berikut.
F=Varians terbesarVarians terkecil
Hasil perhitungan dibandingkan dengan F1
2α (v 1 , v2 ) yang diperoleh
dari daftar distribusi F dengan peluang ½, sedangkan derajat kebebasan
v1 dan v2 masing-masing sesuai dengan dk pembilang dan penyebut serta
= 0.05. Kriteria pengujiannya adalah tolak Ho jika F≥F1
2α (v 1 , v2 )
(Sudjana, 2002:250).
c. Uji Kesamaan Rata-rata
Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji t untuk menguji
hipotesis:
H 0 : μ1=μ2
H 1: μ1≠ μ2
μ1= nilai rata-rata hasil belajar kelas eksperimen
μ2= nilai rata-rata hasil belajar kelas kontrol,
79
Maka untuk menguji hipotesis diatas digunakan rumus:
t=x1−x2
s .√ 1n1
+ 1n2
dengan
s2=(n1−1 ) s1
2+( n2−1 ) s22
n1+n2−2
dimana
x1= nilai rata-rata matematika awal kelas eksperimen
x2= nilai rata-rata matematika awal kelas kontrol
n1= banyaknya peserta didik di kelas eksperimen
n2= banyaknya peserta didik di kelas kontrol
s1= simpangan baku kelas eksperimen
s2= simpangan baku kelas kontrol
s= simpangan baku gabungan
Kriteria pengujian dalam uji t ini adalah: terima H 0jika –ttabel < t hitung < ttabel
dengan derajat kebebasan d(k) =n1+n2−2 dn tolak H 0 untuk harga t
lainnya.
80
3.8.2 Analisis data tahap akhir
Setelah memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian, maka
dilakukan uji hipotesisi tahap akhir.
a. Uji Normalitas
Langkah–langkah pengujian normalitas tahap ini sama dengan langkah-
langkah uji normalitas pada tahap awal.
b. Uji Homogenitas
Untuk pengujian homogenitas pada tahap ini sama dengan langkah-
langkah uji homogenitas pada tahap awal.
c. Uji Beda Dua Rata-rata satu pihak: uji pihak kanan
Hipotesis untuk uji beda dua rata-rata pada penelitian ini adalah:
H 0 : μ1=μ2
H 1: μ1>μ2
dengan μ1= rata-rata skor tes hasil belajar kelas eskperimen
μ2= rata-rata skor tes hasil belajar kelompok kontrol
Dan pengujiannya menggunakan rumus:
t=x1−x2
s .√ 1n1
+ 1n2
dengan
s2=(n1−1 ) s1
2+( n2−1 ) s22
n1+n2−2
81
dimana
x1= nilai rata-rata skor tes matematika pada kelas eksperimen
x2= nilai rata-rata skor tes matematika pada kelas kontrol
n1= banyaknya peserta didik di kelas eksperimen
n2= banyaknya peserta didik di kelas kontrol
s1= simpangan baku kelas eksperimen
s2= simpangan baku kelas kontrol
s= simpangan baku gabungan
Dengan dk=(n1+n2−2), kriteria pengujiannya tolak H ojika t h itung≥ t tabel
dengan menentukan taraf signifikan 5%. (Sudjana, 2002: 243)
d. Uji ketuntasan belajar
Pada uji ketuntasan belajar, peneliti menggunakan hipotesis sebagai
berikut.
H 0 : μ1≥ μ0
H 1: μ1<μ0
dengan
μ1= rata-rata skor tes hasil belajar kelas eksperimen
μ0= kriteria ketuntasan minimal (KKM = 75)
Sedangkan rumus yang digunakan untuk uji ketuntasan pada penelitian
ini adalah:
82
t=x−μ0
s√n
dengan
x= rata-rata skor tes pemahaman konsep
s= simpangan baku
n=¿ banyaknya peserta didik (kelas eksperimen)
Kriteria pada uji pihak kanan adalah terima H 0 jika t h itung> t (1−α ) ,(n−1)
(Sugiyono, 2010: 250).
e. Analisis Regresi
Analisis regresi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
bebas (X) dengan variabel terikat (Y). Regresi sederhana untuk
populasi dengan sebuah variabel bebas yang dikenal dengan regresi
linear sederhana mempunyai bentuk:
μy . x=θ1+θ2 x
dalam hal ini parameternya adalahθ1danθ2.
Berdasarkan sebuah sampel, persamaan regresi populasi akan
ditentukan, atau lebih tepat akan ditaksir. Ini dapat dilakukan dengan
menaksir parameter θ1 dan θ2. Jika θ1 danθ2 ditaksir oleh a dan b, maka
regresi berdasarkan sampel adalah:
Y = a + b X
Keterangan:
X = variabel bebas,
83
Y = variabel terikat,
a = harga Y bila X = 0 (harga konstan),
b = angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka
peningkatan atau penurunan variabel terikat yang didasarkan variabel
bebas. Bila b (+) maka naik dan bila b(-) maka terjadi penurunan.
Koefisien-koefisien regresi a dan b dihitung dengan rumus:
a =
(∑Y i )(∑ X i2 )−(∑ X i )(∑ X i Y i¿
n∑ X i2−(∑ X i )
2 ¿ dan
b =
n∑ X i Y i−(∑ X i )(∑ Y i )
n∑ X i2−(∑ X i)
2
Korelasi dapat dihitung dengan rumus berikut:
r xy=N ∑ XY −(∑ X ) (∑Y )
√ {N ∑ X2−(∑ X )2}{N ∑Y 2−(∑ Y )2}Harga r tersebut kemudian dibandingkan dengan harga r tabel dengan
dk = n dan taraf kesalahan 1% dan 5%. Jika rhitung > rtabel baik untuk
kesalahan 1% maupun 5%, maka dapat disimpulkan terdapat hubungan
yang positif sebesar rhitung (Sugiyono, 2005: 243-250).
Koefisien determinasinya r2 (dengan mengkuadratkan harga r)
menentukan besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel
terikat dalam %.
84
DAFTAR PUSTAKA
Allyn and Bacon. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research, and Paractice. Amerika.
Anas Sudijono, 2009, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Rajawali Pers, JakartaArikunto Suharsimi. 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta
________________. 2010. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Asyhar,H.R, 2011. Kreatif mengembangkan media pembelajaran, Gaung Persada(GP) Press Jakarta.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2007. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Balitbang Depdiknas. 2002. Kurikulum dan Hasil Belajar. Pusat Kurikulum Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Panduan Penyusunan Hibah Kompetisi.Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Pengelolaan Kurikulum di tingkat Sekolah. Jakarta
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineke Cipta
Dunne, R. dan Wragg, T. 1996. Pembelajaran efektif. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
_____________.2009. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Grasso dan Roselli.T. 2006. Cooperative Student Assessment Method: an Evaluation Study. http://www.i-jet.org/iJET – (diunduh 2 Januari 2012)
Ihsan, M. 2006. Prinsip Pengembangan Media Pendidikan - Sebuah Pengantar . Jurnal Pendidikan.
Lestari,NDW. 2007. Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Kimia dengan Pendekatan Chenoentrepreneurship (CEP) pada Pokok Bahasan Hidrokarbon di SMA Kesatrian 2 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007.
85
Skripsi Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang.
Lestari, W. 2002. Memberdayakan swasta dalam kesenian. Harmonia.
Lestari, W. 2009. Seni pembebasan estetika sebagai ketrampilan seni tari. Harmonia
Lestari, W. 2009. Kepemimpinan Etik Lakon Wayang Murwakala Bagi Pembudayaan Industri Kreatif Sebagai Salah Satu Peningkatan Ekonomi Kerakyatan. Laporan Penelitian DP2M Dikti.
Marno dan Idris M. 2009. Strategi dan Metode Pengajaran. JogJakarta. Ar-Ruzza Media
Nasution. 1994. Teknologi Pendidikan. Bandung: Bumi Aksara.
Purwanto, M. Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Russefendi, H. E. T. 1998. Satatistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan.
Bandung: IKIP Bandung Press.
Ruseffendi. 1989. Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru. Bandung: Tarsito.
Sadiman, Arief S.(dkk). 2009. Media Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers
Sangarimbun, M. 1989. Teori Kemasyarakatan: Perubahan tingkah laku. Erlangga Jakarta.
Sanjaya .W .2008. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Sardiman, A.M.2001. Interaksi dan motivasi belajar mengajar, Jakarta: Rajawali Pers
Sidi, Indra Djati.2001. Menuju Masyarakat Belajar. Jakarta: Paramadina dengan Logos Wacana Ilmu
Siregar, N. 2004. Dasar Wacana Argumenatif Dari Hiperteks Ilmiah Untuk Meningkatkan Pemanfaatannya oleh Komunitas Akademik. Laporan Penelitian Hibah Bersaing UPI Bandung.
Slameto. 2003. Belajar dan factor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Soemanto,W. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta. PT.Rineka Cipta
86
Sudjana, N. 1998. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung Sinar Baru Algesindo.
_________. 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
__________. 2005. Metoda Statistika. Edisi ke-6 Bandung: Tarsito.
Sudjana, Nana. 2009. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Sugiyono,2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta
__________. 2003. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Sukamadinata, Nana Syaodih. 1997.Pengembangan kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sukestiyarno dan Waluyo. 2005. Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Media Dan Permaian Simulasi Dalam Mengajarkan Materi Matematika Sebagai Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Laporan Penelitian Due Like UNNES.
Sukestiyarno dan Supriyono. 2002. Mengefektifkan Pembelajaran Teori Peluang Dan Statistika Dasar Dengan Memerankan Media Untuk Tingkat Dasar Dan Memerankan Problem Posing Dan Tugas Terstruktur Untuk Tingkat Menengah Dan Perguruan Tinggi. Laporan Penelitian Due Like UNNES.
Sukestiyarno, Supartono dan Marwoto. 2006-2008. Pengembangan Sistem Pembelajaran Berbasis Teknologi dengan Orientasi Analisis Kebutuhan (SWOT) di Pendidikan Menengah dalam Menunjang Pola Manajemen Keahlian. Laporan Hibah Pascasarja.
Sugiyarto, Sukestiyarno dan Hidayah. 2009. Pengembangan Model Kelompok Kerja Guru (KKG) mandiri di Gugus Kota Semarang. Laporan Hibah Pascasarjana.
Supartono, 2006. Peningkatan Hasil Belajar dan Kreativitas Peserta didik melalui Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Chemoentrepreneurship (CEP). Laporan Penelitian Hibah PHK.
Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Rajagrafindo Persada
Syukur, Fatah. 2008. Teknologi Pendidikan. Semarang: Rasail Media Group
87
Tanjung, Bahdin Nur dan Ardial.2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Medan: Kencana Prenada Media Group
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi Konstruktivistik; konsep, landasan teoritis – praktis dan implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Uno Hamzah.B .2009. Perencanaan Pembelajaran, Bumi Aksara, Jakarta.
Usman, W. 1989, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Winarti, Dwijanto, Sukestiyarno, dan Walid. 2004. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika dengan VCD di SD. Laporan Penelitian Due Like UNNES.