waktu bereproduksi karang acropora nobilis: kaitannya

15
1 WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA DENGAN FASE BULAN DAN KONDISI PASANG SURUT Chair Rani 1 , Muhammad Eidman 2 , Dedi Soedharma 2 , Ridwan Affandi 2 , Suharsono 3 1 Jurusan Ilmu Kelautan, Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin-Makassar Tamalanrea 2 Jurusan Perikanan, Fak. Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga-Bogor 3 Pusat Penelitian Oseanologi (P 2 O)-LIPI, Jakarta ABSTRACT The timing of reproduction of Acropora nobilis in relations to lunar patterns (moon phases) and tidal cycles was studied in Barrang Lompo Island, Makassar, Indonesia. Eight colonies A. nobilis with >20 cm in colony diameter were taken randomly in NW of coral reef waters, Barrang Lompo Island. Immediately, samples were transported to site observation in SE of island and adapted until one month. Dives were made 3 or 4 nights before and after in each moon phase following to observe reproduction in situ during one moon cycle (4 moon phases) from 14 January to 14 February 2002. The results showed that timing of spawning from A. nobilis were occurred during 3 nights in the full moon and 4 nights in the new moon (the dark moon). Colony proportion was more intensive spawned in the new moon (100% in one night before the new moon) with the hours of gamete release were took place between 18.00 and 20.00. The timing of reproduction was occurred when a peak the high tide and go on headed for the low tide. Keywords: Timing, reproduction, A. nobilis, moon phases, tidal PENDAHULUAN Perairan Asia Tenggara, khususnya Indonesia yang terletak di daerah Indo- Pasifik Barat terkenal memiliki keragaman spesies karang yang tertinggi di dunia, yaitu terdiri dari 79 genus dengan 450 spesies karang (Tomascik et al. 1997). Khusus untuk genus Acropora tercatat 91 spesies (Wallace et al. 2001). Dari keseluruhan spesies tersebut, belum ada satu spesiespun yang terungkap secara terperinci tentang waktu perkembangbiakannya. Pengetahuan dasar mengenai reproduksi karang penting dan dapat membantu dalam usaha pengelolaan sumber daya terumbu karang. Cara dan waktu reproduksi karang sangat besar pengaruhnya dalam proses pemulihan terhadap kerusakan terumbu karang (Glynn et al. 1991). Di sisi lain, untuk mengadopsi pengetahuan biologi reproduksi karang dari daerah subtropik, misalnya dari Great Barrier Reef (GBR) tidak dapat sepenuhnya dilakukan karena spesies karang dikenal memiliki variasi yang sangat tinggi dalam cara dan waktu reproduksi serta siklus gametogenesisnya, baik antarspesies maupun dalam spesies yang sama. Variasi tersebut disebabkan perbedaan letak geografi (lintang) ataupun oleh keragaman lingkungan seperti suhu, salinitas, pasang surut, dan pencahayaan (Richmond & Jokiel 1984, Wallace 1985,

Upload: trinhkien

Post on 08-Dec-2016

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA

1

WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA DENGAN FASE BULAN DAN KONDISI PASANG SURUT

Chair Rani1, Muhammad Eidman2, Dedi Soedharma2, Ridwan Affandi2, Suharsono3

1Jurusan Ilmu Kelautan, Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin-Makassar Tamalanrea 2 Jurusan Perikanan, Fak. Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga-Bogor

3Pusat Penelitian Oseanologi (P2O)-LIPI, Jakarta

ABSTRACT The timing of reproduction of Acropora nobilis in relations to lunar patterns (moon phases) and tidal

cycles was studied in Barrang Lompo Island, Makassar, Indonesia. Eight colonies A. nobilis with >20 cm in colony diameter were taken randomly in NW of coral reef waters, Barrang Lompo Island. Immediately, samples were transported to site observation in SE of island and adapted until one month. Dives were made 3 or 4 nights before and after in each moon phase following to observe reproduction in situ during one moon cycle (4 moon phases) from 14 January to 14 February 2002. The results showed that timing of spawning from A. nobilis were occurred during 3 nights in the full moon and 4 nights in the new moon (the dark moon). Colony proportion was more intensive spawned in the new moon (100% in one night before the new moon) with the hours of gamete release were took place between 18.00 and 20.00. The timing of reproduction was occurred when a peak the high tide and go on headed for the low tide.

Keywords: Timing, reproduction, A. nobilis, moon phases, tidal

PENDAHULUAN

Perairan Asia Tenggara, khususnya Indonesia yang terletak di daerah Indo-

Pasifik Barat terkenal memiliki keragaman spesies karang yang tertinggi di dunia, yaitu

terdiri dari 79 genus dengan 450 spesies karang (Tomascik et al. 1997). Khusus untuk

genus Acropora tercatat 91 spesies (Wallace et al. 2001). Dari keseluruhan spesies

tersebut, belum ada satu spesiespun yang terungkap secara terperinci tentang waktu

perkembangbiakannya.

Pengetahuan dasar mengenai reproduksi karang penting dan dapat membantu

dalam usaha pengelolaan sumber daya terumbu karang. Cara dan waktu reproduksi

karang sangat besar pengaruhnya dalam proses pemulihan terhadap kerusakan

terumbu karang (Glynn et al. 1991). Di sisi lain, untuk mengadopsi pengetahuan

biologi reproduksi karang dari daerah subtropik, misalnya dari Great Barrier Reef (GBR)

tidak dapat sepenuhnya dilakukan karena spesies karang dikenal memiliki variasi yang

sangat tinggi dalam cara dan waktu reproduksi serta siklus gametogenesisnya, baik

antarspesies maupun dalam spesies yang sama. Variasi tersebut disebabkan

perbedaan letak geografi (lintang) ataupun oleh keragaman lingkungan seperti suhu,

salinitas, pasang surut, dan pencahayaan (Richmond & Jokiel 1984, Wallace 1985,

Page 2: WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA

2

Szmant 1986, Babcock et al. 1986, Hunter 1988, Oliver et al. 1988, Richmond & Hunter

1990, McGuire 1998).

Waktu bereproduksi pada kebanyakan spesies karang berlangsung antara

menjelang malam sampai tengah malam (Harrison et al. 1984, Shlesinger & Loya 1985,

Babcock et al. 1986, Szmant 1986). Umumnya waktu pemijahan terjadi dalam suatu

periode tertentu setelah matahari terbenam pada setiap populasi, dan waktu pemijahan

pada umumnya konsisten dari tahun ke tahun (Harrison et al. 1984, Babcock et al.

1986). Waktu pemijahan yang mirip juga dicatat di antara populasi pada spesies yang

sama di terumbu yang berbeda (Babcock et al. 1986).

Informasi mengenai waktu bereproduksi karang di Indonesia ataupun di Asia

Tenggara sangat sulit ditemukan, tercatat hanya satu penelitian yang dilakukan oleh

Bachtiar (2001) di Selat Lombok bagian timur terhadap spesies Acropora cytherea, A.

nobilis dan Hydnophora rigida, itu pun dilakukan hanya pada fase bulan purnama.

Demikian pula terhadap 22 spesies Acropora di perairan Singapura, juga dilakukan

hanya pada fase bulan purnama (Guest et al. 2002). Informasi tersebut dianggap masih

kurang karena beberapa jenis karang bereproduksi dalam beberapa fase bulan (lihat

review Harrison dan Wallace 1990).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu bereproduksi karang Acropora

nobilis dalam kaitannya dengan fase bulan dan kondisi pasang surut di terumbu karang

Pulau Barrang Lompo, Makassar.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

Pengamatan dilakukan di sekitar perairan terumbu karang Pulau Barrang Lompo,

Kepulauan Spermonde, Makassar (Gambar 1). Sebaran terumbu karang di lokasi ini

tersebar luas mulai dari utara sampai bagian tenggara pulau dengan penyebaran yang

luas berada di bagian barat pulau. Pengamatan waktu bereproduksi karang Acropora

nobilis Dana (1846) (Gambar 2) dilakukan secara in situ di sebelah tenggara pulau.

Pengamatan in situ dilakukan menurut penanggalan bulan (bulan Qomariah)

yang dilakukan menurut fase bulan selama satu siklus bulan, yaitu dari tanggal 14

Januari sampai dengan 14 Februari 2002.

Page 3: WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA

3

Gambar 1. Lokasi penelitian dan daerah pengambilan sampel karang, titik pengukuran pasang surut dan daerah pengamatan in situ di terumbu karang Pulau Barrang Lompo, Makassar.

Gambar 2. Karang Acropora nobilis yang merupakan salah satu penyususn utama

komunitas karang di perairan Pulau Barrang Lompo, Makassar.

Page 4: WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA

4

Prosedur Penelitian

Pengamatan waktu bereproduksi dilakukan pada tempat-tempat pengamatan

yang sudah ditentukan. Sebanyak 8 koloni karang Acropora nobilis (ukuran diameter

koloni >20 cm) ditempatkan pada kedalaman 4–5 meter di sebelah tenggara pulau

(Gambar 1). Seluruh sampel koloni karang diambil dari sebelah barat laut Pulau

Barrang Lompo pada kedalaman 2-4 meter dengan menggunakan palu dan pahat.

Koloni-koloni tersebut langsung diangkut menuju tempat pengamatan in situ dengan

menggunakan bak penampungan dari plastik yang dilengkapi dengan aerator. Koloni

yang digunakan dalam pengamatan ini yaitu koloni yang masih utuh dan sehat. Setiap

koloni diikatkan pada sebuah armoflex dengan kawat baja, kemudian diberi label dari

lempengan plastik di salah satu cabang karang dan diaklimatisasi selama kurang lebih

satu bulan.

Pengamatan dilakukan dengan penyelaman malam hari, sesaat setelah matahari

terbenam. Penyelaman dilakukan selama satu siklus bulan atau empat fase bulan (3-4

hari sebelum dan sesudahnya untuk setiap fase bulan). Peubah yang diamati yaitu

jumlah koloni yang bereproduksi untuk setiap malam. Selain itu, jam awal dan akhir

pelepasan gamet juga dicatat untuk menentukan jam-jam reproduksinya. Selama

penyelaman malam hari juga dilakukan pengukuran suhu dan salinitas serta kecepatan

arus pada saat karang bereproduksi.

Untuk melihat keterkaitan waktu berperoduksi dengan fase bulan dan pasang

surut dilakukan dengan cara mengukur pasang surut selama 4 fase bulan (satu siklus

bulan: 28 hari) bertepatan dengan pengamatan waktu bereproduksi di alam.

Pengukuran pasang surut dilakukan dengan menggunakan tiang berskala yang ditanam

di perairan dan diamati setiap 1 jam selama satu siklus bulan.

Analisis Data

Jumlah koloni yang bereproduksi setiap malam dicatat dan dinyatakan dalam

persen (proporsi koloni). Demikian pula waktu reproduksi yang meliputi jam saat awal

dan akhir bereproduksi dari setiap koloni juga dicatat. Data-data tersebut kemudian

disajikan dalam bentuk gambar dan tabel untuk dianalisis secara deskriptif.

Keterkaitan waktu dan proporsi koloni karang yang bereproduksi dengan faktor

lingkungan (fase bulan dan kondisi pasang surut) dianalisis secara deskriptif dalam

bentuk grafik dengan cara memplotkan waktu dan proporsi koloni dengan fase bulan

yang menyertainya serta kondisi pasang surut .

Page 5: WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Pasang Surut Berdasarkan nilai rata-rata harmonik setiap komponen pasang susut (Dinas

Hidro-Oseanografi 2002), didapatkan nilai bilangan Formzahl sebesar F: 2,4. Nilai

tersebut berada pada kisaran 1,5-3,0 (Wyrtki 1961) yang menunjukkan bahwa tipe

pasang surut di perairan Makassar termasuk tipe pasang surut tunggal campuran (mixed

tide prevailing diurnal). Dalam satu siklus bulan di perairan Pulau Barrang Lompo,

pasang surut ganda hanya terjadi pada saat fase bulan ¼ dan ¾ yang berlangsung

selama 9 hari (4 hari saat fase bulan ¼ dan 5 hari saat fase bulan ¾) dan selebihnya,

yaitu 22 hari merupakan pasang surut tunggal yang terjadi di sekitar bulan purnama dan

bulan gelap (Gambar 3).

Gambar 3. Kondisi pasang surut di perairan Pulau Barrang Lompo, Makassar dan

aktivitas bereproduksi karang Acropora nobilis di alam selama satu siklus bulan (4 fase bulan). Tanda panah menunjukkan malam-malam pemijahan.

Waktu Bereproduksi: Kaitannya dengan Fase bulan dan Kondisi Pasang Surut

Penyelaman malam hari yang dilakukan selama satu siklus bulan (empat fase

bulan) dari tanggal 18 Januari sampai dengan 15 Februari 2002, berhasil dipantau

pemijahan di alam. Dari empat fase bulan penyelaman, pemijahan teramati pada saat

fase bulan purnama dan bulan gelap. Pemijahan pada fase bulan purnama teramati

selama tiga malam, yaitu malam pertama setelah bulan purnama (BP+1) sampai malam

ke-3 (BP+3). Pemijahan yang serentak (sinkroni) teramati selama empat malam pada

fase bulan baru (bulan gelap), yaitu satu malam sebelum bulan gelap (BG-1) sampai

malam ke-2 setelah bulan gelap (BG+2) (Gambar 3).

Page 6: WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA

6

Karang A.nobilis di terumbu karang P. Barrang Lompo bertipe hermafrodit dan

bereproduksi dengan cara pemijahan (broadcast spawning hermaphrodite). Gamet dari

karang ini dilepaskan ke kolom air dalam bentuk buntelan (bundles), yaitu telur dan

sperma dikemas dalam satu paket yang berwarna putih kekuning-kuningan (Gambar 4).

a b

Gambar 4. Pemijahan pada saat bulan baru tanggal 11 Pebruari 2002 (a); dan Buntelan gamet (paket telur-sperma) dari karang Acropora nobilis (b).

Waktu pertama kali karang berpijah terjadi bersamaan dengan puncak pasang

maksimum, yaitu pada kisaran waktu jam 18.00-19.00, baik pada saat bulan purnama

maupun bulan gelap dengan kisaran tunggang pasang yang lebih lebar dibandingkan

kisaran tunggang pasang saat fase bulan ¼ dan ¾ (Tabel 1).

Pemijahan yang terjadi baik pada fase bulan purnama ataupun bulan gelap

selalu terjadi pada kondisi sesaat setelah pasang naik (tinggi muka air) maksimal

setelah matahari terbenam dan melebar selama beberapa jam (2,5-4 jam) pada kondisi

pasang menuju surut (Gambar 5).

Tabel 1. Kisaran tunggang pasang (tidal range) dan waktu saat terjadi puncak pasang maksimum dan puncak surut minimum. TR: tunggang pasang surut; JPP: jam puncak

pasang maksimum; JPS: jam puncak surut minimum

Fase Bulan

TR JPP JPS Keterangan

1/4 I: 10-35 II: 32-39

I: 06.00-11.00II: 18.00-19.00

I: 23.00-02.00; 11.00II: 06.00-07.00; 23.00

karang tidak berpijah; 2 kali pasang surut

Bulan Purnama

86-109 17.00-19.00 03.00-10.00 karang berpijah

3/4 I: 28-47 II: 39-54

I: 06.00-11.00 II: 18.00-19.00

I: 01.00 II: 04.00; 11.00

karang tidak berpijah; 2 kali pasang surut

Bulan Gelap

71-97 17.00-18.00 02.00-11.00 karang berpijah

Page 7: WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA

7

a

b

Gambar 5. Pemijahan di alam karang A. nobilis dan kaitannya dengan pasang surut. a:

fase bulan purnama, b: fase bulan baru/gelap. Tanda segi tiga: waktu terjadinya pemijahan; Garis solid: durasi pemijahan relatif setiap malam.

Gambar 6. Proporsi koloni karang A. nobilis yang berpijah setiap malam selama fase

bulan purnama dan bulan gelap.

Page 8: WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA

8

Proporsi koloni yang berpijah antara kedua fase bulan yang teramati dapat

digunakan untuk memprediksi intensitas pemijahan. Pada fase bulan purnama,

intensitas pemijahan lebih rendah jika dibandingkan dengan fase bulan gelap (Gambar 6). Pada fase bulan purnama, dari 8 koloni yang dipantau tidak semuanya berpijah yaitu

hanya sekitar 25-50%, di lain pihak pada fase bulan gelap terutama satu hari sebelum

bulan gelap (BG-1), semua koloni (100%) berpijah atau dengan kata lain malam-malam

tersebut terjadi pemijahan yang intensif (sinkron).

Selama pengamatan pemijahan in situ, jam-jam pemijahan karang A. nobilis

berlangsung antara jam 18.00-22.00 (Tabel 2). Pada fase bulan purnama, malam saat

pertama memijah (malam BP+1) kisaran jam pemijahannya relatif sempit, yaitu antara

jam 19.00-20.00 dan melebar pada malam-malam berikutnya, yaitu antara jam 18.00-

20.30 pada malam BP+2 dan antara jam 18.00-22.00 pada malam BP+3. Pada fase

bulan ini pelepasan gamet dilakukan sesaat setelah matahari terbenam sampai sebelum

munculnya bulan purnama. Sedangkan dalam fase bulan gelap, pemijahan malam

pertama (malam BG-1) memiliki kisaran waktu yang lebar, yaitu antara jam 18.00-21.00

dan relatif lebih sempit pada malam-malam berikutnya (malam BG0 – BG+2).

Tabel 2. Jam-jam berpijah dari populasi karang Acropora nobilis pada fase bulan

purnama dan bulan baru/gelap di terumbu karang Pulau Barrang Lompo, Makassar

Jam Berpijah Fase Bulan

Malam ke..

18.00-18.30

18.30-19.00

19.00-19.30

19.30-20.00

20.00-20.30

20.30-21.00

21.00-21.30

21.30-22.00

+1 Bulan Purnama +2

+3 -1

Bulan Gelap 0 +1 +2

= jam berpijah

Cara reproduksi karang A. nobilis yang bertipe pemijah yang hermafrodit

(spawning hermaphrodite) merupakan tipe umum dari karang skleraktinia (Harrison &

Wallace 1990, Richmond & Hunter 1990, Richmond 1997). Pengemasan gamet (telur

dan sperma) dalam satu paket merupakan salah satu strategi bereproduksi (Gambar 4).

Buntelan gamet tersebut akan memberi daya apung positif sehingga dengan cepat

bergerak ke permukaan perairan. Paket ini kemudian pecah beberapa saat setelah

Page 9: WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA

9

mencapai permukaan perairan dan melepaskan telur dan sperma secara bebas ke

kolom air sehingga terjadi akumulasi gamet. Menurut Harrison (1988), akumulasi gamet

pada permukaan perairan akan meningkatkan kesuksesan fertilisasi.

Pada kebanyakan spesies hewan laut, siklus bulan diduga memicu pematangan

gamet (Norton 1981, Philips et al. 1990), demikian juga halnya pada karang (Wallace

1985, Glynn et al. 1991, McGuire 1998). Siklus bulan juga diketahui mengatur waktu

pelepasan larva karang Pocillopora damicornis di Hawaii (Richmond & Jokiel 1984,

Jokiel et al. 1985) dan Porites astroides di Teluk Florida bagian utara (McGuire 1998).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa malam-malam pemijahan karang

berlangsung pada fase bulan purnama, seperti yang diamati pada lima terumbu di Great

Barrier Reef (GBR) (Babcock et al. 1986), di Australia bagian barat, yaitu di Kepulauan

Dampier dan Houtman-Abrolhos (Babcock et al. 1994) dan di terumbu Singapura

(Guest et al. 2002).

Untuk perairan Indonesia, pengamatan aktivitas reproduksi A. nobilis di Selat

Lombok dengan pendekatan histologi, diduga memijah pada bulan purnama (Bachtiar

2001). Demikian pula di Pulau Magnetik dan di Terumbu Bowden (GBR) masing-masing

memijah 3 dan 6 hari setelah bulan purnama (Babcock et al. 1986). Waktu pemijahan

yang mirip ditemukan pada spesies Acropora elseyi di Pulau Magnetik dan di Terumbu

Big Broadhurst (Babcock et al. 1986) dan kemungkinan juga pada Porites lobata di

Pulau Caňo (Costa Rica) dan Pulau Uva (Panama) yang diindikasikan dengan

peningkatan perkembangan gonad di sekitar bulan purnama dan bulan baru (Glynn et

al. 1994). Dengan demikian, hasil penelitian ini memberikan catatan tambahan bahwa

karang di perairan Indonesia kemungkinan memiliki waktu pemijahan yang lebih lebar

menurut fase bulan, yaitu selain bulan purnama juga berlangsung saat bulan baru/gelap

(Gambar 3). Ketiadaan fluktuasi lingkungan yang besar di daerah lintang yang lebih

rendah, diperikirakan lebih lebarnya musim reproduksi, yaitu berlangsung dalam

beberapa bulan dengan banyak fase bulan (Richmond & Hunter 1990) dan kurang

sinkronnya pemijahan antara spesies (Oliver et al. 1988) seperti yang teramati di Laut

Merah (Shlesinger & Loya 1985), Karibia (Szmant 1986), Mikronesia (Richmond &

Hunter 1990) dan Jepang (Hayashibara et al. 1993).

Diduga waktu reproduksi A. nobilis di Selat Lombok juga memijah saat bulan

purnama dan bulan gelap (penelitian yang dilakukan oleh Bachtiar [2001] tidak

mengambil sampel pada saat bulan gelap). Kemungkinan ini bisa terjadi karena

perairan Pulau Barrang Lompo (Selat Makassar) dan Selat Lombok merupakan lintasan

Page 10: WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA

10

ARLINDO (Arus Lintas Indonesia) yang dapat menyebarkan larva karang dari Selat

Makassar ke Selat Lombok. Oliver et al. (1988) mengajukan hipotesis “Pewarisan

Genetik” (Genetic Legacy) yang menyatakan bahwa pola-pola reproduksi karang (waktu

reproduksi) pada suatu lokasi merupakan ciri yang diwariskan dari generasi

sebelumnya dalam daerah geografis dan kondisi lingkungan yang berbeda. Hipotesis ini

di sokong oleh penelitian Bachtiar (2001) yang menemukan kemiripan waktu reproduksi

antara karang-karang di bagian barat Australia (WA) dengan karang di bagian timur

Selat Lombok, Indonesia. Ia menduga bahwa karang di WA terbenihkan dari Indonesia

karena musim pemijahan karang di Selat Lombok berlangsung antara Januari dan

Maret ketika Arlindo bergerak ke selatan dan menedekati bulan Maret/April ketika terjadi

Arus Leeuwin yang dapat membawa larva karang ke bagian barat Australia. Jika

peristiwa Arlindo menyokong dugaan ini maka sangat mungkin pula bahwa benih karang

dari Selat Makassar menyuplai karang-karang yang ada di Selat Lombok.

Waktu pemijahan yang bertepatan dengan puncak pasang dan berlangsung

selama beberapa jam pada kondisi menuju surut di perairan Pulau Barrang Lompo

(Gambar 5) memperlihatkan perbedaan dengan fenomena yang terjadi di Great Barrier

Reef dan bagian barat Australia, yaitu pemijahan berlangsung setelah bulan purnama

saat pasang rendah/perbani (Babcock et al. 1986). Meskipun pasang surut dapat

mengatur waktu reproduksi (Richmond & Jokiel 1984, Babcock et al. 1986, Oliver et al.

1988, Harrison & Wallace 1990) namun respons karang berbeda menurut lokasi

(Babcock et al. 1986). Perbedaan respons ini diduga karena adanya perbedaan

tunggang pasang, yaitu di GBR lebih tinggi dengan kisaran 1,9-2,1 m (Pulau Lizard,

Pelorus, dan Lady Elliot) (Baird et al. 2003) dibandingkan dengan di Pulau Barrang

Lompo yang hanya berkisar 0,86-1,09 m (bulan purnama) dan 0,71-0,97 (bulan baru)

(Tabel 1). Menurut Babcock et al. (1986), waktu pemijahan di GBR mungkin

berhubungan dengan konsentrasi dan akumulasi gamet pada pasang rendah sehingga

dapat memaksimalkan kesuksesan pembuahan. Di sisi lain, di Pulau Barrang Lompo

dengan amplitudo pasang surut yang rendah, pemijahan pada saat puncak pasang

diduga tidak terlalu besar pengaruhnya dalam pengenceran dan akumulasi gamet.

Dari kedua lokasi yang dibandingkan (tropik dan sub tropik), waktu pemijahannya

berbeda dalam kaitannya dengan kondisi pasang surut, namun terdapat kesamaan

dalam jam-jam reproduksi yang terjadi dari menjelang malam sampai menjelang tengah

malam (Tabel 2). Dengan demikian pasang surut dan interaksinya dengan periode

kegelapan dapat menjadi faktor eksternal penting dalam menentukan waktu pelepasan

Page 11: WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA

11

gamet. Babcock et al. (1994) mengusulkan bahwa pola pasang surut mungkin kunci

penting dalam menentukan periode yang tepat untuk kesuksesan reproduksi. Karang

tersebut menggunakan cahaya bulan sebagai signal lingkungan yang tepat untuk

memprediksi rezim pasang surut.

Pemijahan malam hari (periode gelap), yaitu bulan gelap dan bulan purnama

(sebelum munculnya bulan), menurut Babcock et al. (1986) akan meminimalkan predasi

oleh predator yang menggunakan ketajaman matanya (visual feeders) seperti pada

jenis-jenis ikan pemakan plankton (abudefduf, Neopomacentrus dan Pomacentrus).

Periode kegelapan yang lebih lama saat fase bulan baru (bulan gelap) dibandingkan

dengan bulan purnama (pemijahan hanya berlangsung sebelum munculnya bulan)

diduga menjadi alasan utama terjadinya sinkronisasi pemijahan dalam populasi A.

nobilis dan kemungkinan karang jenis lainnya di Pulau Barrang Lompo.

Dari hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa fase bulan, kondisi pasang surut

(amplitudo pasut), dan periode kegelapan menjadi isyarat penting yang menentukan

waktu reproduksi, dalam hal ini isyarat fase bulan akan menentukan minggu-minggu

pemijahan (menentukan sinkronisasi kematangan gamet), kondisi pasang surut

menentukan hari-hari pemijahan, dan priode kegelapan (sore hari sampai tengah

malam) menentukan jam-jam pemijahan. Tetapi interaksi dari isyarat pasang surut dan

periode kegelapan menjadi isyarat utama yang menentukan waktu pelepasan gamet.

Beberapa hipotesis yang dapat diajukan mengenai waktu pemijahan dalam

kaitannya dengan kondisi pasang menuju surut (pola arus meninggalkan pantai) di

perairan Pulau Barrang Lompo, yaitu (i) gamet atau larva memiliki kesempatan

penyebaran yang lebih luas, (ii) menghindari terakumulasinya gamet di sekitar pantai

pada malam hari sehingga dapat mengurangi predasi yang aktif oleh beberapa ikan

nokturnal, dan (iii) karena pertukaran air yang maksimal pada kondisi pasang (suplai air

bersih dari laut lepas dan air yang kaya oksigen akibat proses difusi yang aktif selama

air pasang) maka kondisi perairan akan menunjang untuk proses perkembangan embrio

(embriogenesis).

Kondisi Hidrogafis

Pengukuran peubah lingkungan (kecepatan arus, suhu dan salinitas) ketika

malam-malam pemijahan secara massal dilakukan selama empat malam (pengukuran

dilakukan ketika awal dan akhir populasi karang berpijah) pada fase bulan baru. Suhu

perairan ketika berpijah berkisar 27,32-29,73oC dengan salinitas berkisar 29,38-31,21‰.

Page 12: WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA

12

Adapun kecepatan arus pada kondisi pasang maksimal berkisar 1,96-2,5 cm/det.

Kecepatan arus ini tergolong lemah jika dibandingkan dengan pada kondisi muka air

rata-rata (sekitar mean sea level, MSL) yang berkisar 4,13-5,56 cm/det. dan pada

kondisi surut yang berkisar 3,03-3,70 cm/det (Tabel 3).

Tabel 3. Kisaran dan rataan nilai peubah suhu, salinitas dan kecepatan arus ketika malam-malam berlangsungnya pemijahan pada fase bulan gelap di terumbu karang

Pulau Barrang Lompo, Makassar

Kondisi Pasang Surut Peubah Statistik Pasang** Muka Air Rata-rata (MSL) Surut

Suhu (oC)

Kisaran Rataan 2SE (n)

27,32-29,73 28,32

0,16 (8)

*

*

Salinitas

(‰)

Kisaran Rataan 2SE (n)

29,38-31,21 30,11

0,53 (8)

*

*

Kecepatan Arus

(cm/det)

Kisaran Rataan 2SE (n)

1,96-2,5 2,28

0,14 (8)

4,13-5,56 4,63 0,35

3,03-3,70 3,40 0,16

Keterangan : ** : berlangsungnya pemijahan; * : tidak diukur

Berbagai faktor lingkungan seperti suhu dan salinitas diketahui mengatur siklus

reproduksi pada kebanyakan hewan invertebrata (Harrison & Wallace 1990).

Perubahan suhu perairan oleh adanya perubahan musim umumnya berkorelasi dengan

aktivitas reproduksi karang (siklus gametogenesis) atau mengatur periode pelepasan

planula pada karang skleraktinia (Harrison et al. 1984, Willis et al. 1985, Babcock et al.

1986). Mekanisme yang paling sederhana, yaitu suhu sebagai faktor penting yang

mengarahkan musim reproduksi dalam suatu periode dan kisaran suhu optimal yang

spesifik bagi perkembangan atau pematangan gamet (Oliver et al. 1988). Di Kepulauan

Dampier (WA), suhu rata-rata bulanannya berkisar 23,2-29,6oC dan komunitas karang

berpijah pada bulan Maret-April dengan suhu berkisar 28-29oC (Babcock et al. 1994).

Kisaran suhu pemijahan yang mirip juga teramati pada jenis Porites astreoides di Florida

Keys yang melepaskan planulanya beberapa malam ketika suhu maksimum di sekitar

bulan baru yang berkisar 24,5-28oC (McGuire 1998).

Meskipun salinitas dipercaya sebagai faktor pembatas fisiologi yang mengontrol

aktivitas reproduksi karang, namun belum tersedia informasi yang menjelaskan kisaran

salinitas optimal dalam pemijahan atau planulasi karang skleraktinia. Salinitas yang

berkisar 29-31‰ seperti yang terukur saat pemijahan A. nobilis di lokasi ini diduga

Page 13: WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA

13

sebagai kisaran salinitas yang optimal dalam reproduksi karang di perairan Indonesia

atau daerah tropik.

Pemijahan karang yang bertepatan saat kondisi pergerakan air (arus) yang

lemah akan memberikan keuntungan dalam peningkatan peluang fertilisasi (Babcock et

al. 1986). Dengan demikian pergerakan air yang lemah seperti yang teramati dalam

penelitian ini (Tabel 3) dapat menjadi pilihan bagi karang-karang yang melakukan

pemijahan dan meningkatkan peluang telur untuk dapat terbuahi ketika berada dalam

kolom air (fertilisasi eksternal) karena terakumulasinya gamet. Kuatnya pergerakan air

pada kondisi MSL (Tabel 3) diduga menjadi isyarat kuat yang dapat digunakan oleh

populasi karang dalam persiapan awal untuk pemijahan sebelum puncak pasang.

KESIMPULAN

Hasil penelitian ini memberikan gambaran secara umum bahwa karang A. nobilis

di perairan Pulau Barrang Lompo bereproduksi pada saat bulan purnama (3 malam) dan

bulan baru atau gelap (4 malam). Pemijahan yang intensif berlangsung pada saat bulan

baru, terutama satu malam sebelum bulan baru (100% koloni berpijah).

Pemijahan pada kedua fase bulan terjadi bersamaan dengan puncak pasang

yang berlangsung dari akhir sore hari sampai menjelang tengah malam (jam 18.00-

22.00) dengan kondisi air menuju surut.

DAFTAR PUSTAKA

Babcock, R.C., Bull, G.D., Harrison, P.L., Heyward, A.J., Oliver, J.K., Wallace, C.C., Willis, B.L.. 1986. Synchronous spawnings of 105 sclrecatinian coral species on the Great Barrier Reef. Mar Biol 90: 379-394.

Babcock, R.C., Wills, B.L., Simpson, C.J. 1994. Mass spawning of coral a high latitude

coral reef. Coral Reefs 13: 161-169. Bachtiar, I. 2001. Reproduction of three scleractinian corals (Acropora cytherea, A.

nobilis, Hydnophora rigida) in eastern Lombok Strait, Indonesia. Maj Ilm Kel 21: 18-27.

Baird, A.H., Marshall, P.A., Wolstenholme, J. 2000. Latitudinal variation in the

reproduction of Acropora in the Coral Sea. Proc 9th Int Coral Reef Symp, Indonesia I: 385-389.

Page 14: WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA

14

Dinas Hidro-Oseanografi. 2002. Daftar Pasang Surut Kepulauan Indonesia. Dinas Hidro-Oseanografi, TNI AL. Jakarta. pp. 407-413.

Glynn, P.W., Gassman, N.J., Eakin, C.M., Cortés, J., Smith, D.B., Guzmán, H.M. 1991.

Reef coral reproduction in the eastern Pacific:Costa Rica, Panama, and Galapagos Islands (Ecuador). I. Pocilloporidae. Mar Biol 109: 355-368.

Glynn, P.W., Colley, S.B., Eakin, C.M., Smith, D.B., Cortés, J., Gassman, N.J.,

Guzmán, H.M., Del Rosario, J.B., Feingold, J.S. 1994. Reef coral reproduction in the eastern Pacifik: Costa Rica, Panama, and Galápagos Islands (Ecuador). II. Poritidae. Mar Biol 118: 191-208.

Guest, J.R., Chou, L.M., Baird, A.H., Goh, B.P.L. 2002. Multispecific, synchronous coral

spawning in Singapore. Coral Reefs 21: 422-423. Harrison, P.L. 1988. Pseudo-gynodioecy: An usual breeding system in the scleractinian

coral Galaxea fascicularis. Proc 6th Int Coral Reef Symp, Australia 2: 699-705. Harrison, P.L., Wallace, C.C. 1990. Reproduction, Dispersal and Recruitment of

Scleractinian Corals: Di dalam: Dubinsky (ed.). Coral Reefs : Ecosystems of The World 25. Amsterdam– Oxford - New York – Tokyo: Elsevier. hlm 132-207.

Harrison, P.L., Babcock, R.C., Bull, G.D., Oliver, J.K., Wallace, C.C., Willis, B.L. 1984.

Mass spawning in tropical reef corals. Science 223: 1186-1189. Hayashibara, T., Shimoike, K., Kimura, T., Hosaka, S., Heyward, A., Harrison, P., Kudo,

K., Omori, R. 1993. Patterns of coral spawning at Akajima Island, Okinawa, Japan. Mar Ecol Prog Ser 101: 253-262.

Hunter, C.L. 1988. Environmental cues controling spawning in two Hawaiian corals,

Montipora verrucosa and M. dilatata. Proc 6th Int Coral Reef Symp, Australia 2: 727-732.

Jokiel, P.L., Ito, R.Y., Liu, P.M. 1985. Night irradiance and synchronization of lunar

release of planula larvae in the reef coral Pocillopora damicornis. Mar Biol 88: 167-184.

McGuire, M.P. 1998. Timing of larval release by Porites astreoides in the northern

Florida Keys. Coral Reefs 17: 369-375.

Norton, T.A. 1981. Gamete expulsion and release in Sargassum muticum. Bot Mar 24: 465-470.

Oliver, J.K., Babcock, R.C., Harrison, P.L., Willis, B.L. 1988. Geographic extent of mass

coral spawning: clues to ultimate causal factors. Proc 6th Int Coral Reef Symp, Australia 2: 803-810.

Philips, J.A., Clayton, M.N., Maier, I., Boland, B., Müller, D.G. 1990. Sexual

reproduction in Dictyota diemensis (Dyctyotales, Phaeophyta). Phycologia 29: 367-379.

Page 15: WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA

15

Richmond, R.H., Jokiel, P.L. 1984. Lunar periodicity in larva release in the reef coral Pocillopora damicornis at Enewetak and Hawaii. Bull Mar Sci 34(2): 280-287.

Richmond, R.H., Hunter, C.L. 1990. Reproduction and recruitment of corals:

comparisons among the Caribbean, the Tropical Pacific, and the Red Sea. Mar Ecol Prog Ser 60: 185-203.

Richmond, R.H. 1997. Reproduction and Recruitment in Corals: Critical Links in the

Persistence of Reefs. Di Dalam: Birkeland C. (ed.). Life and Death of Coral Reefs. New York: Chapmann & Hall. hlm 175-197.

Shlesinger, Y., Loya, Y. 1985. Coral community reproductive patterns: Red Sea versus

the Great Barrier Reef. Science 228: 1333-1335.

Szmant, A.M. 1986. Reproductive ecology of caribbean reef corals. Coral Reefs 5: 43-54.

Tomascik, T., Mah, A.J., Nontji, A., Moosa, M.K. 1997. The Ecology of the Indonesian

Seas (Part 1 & 2), Volume VIII. Singapore: Periplus Edition (HK) Ltd.

Wallace, C.C. 1985. Reproduction, recruitment and fragmentation in nine sympatric species of the coral genus Acropora. Mar Biol 88: 217-233.

Wallace, C.C., Richards, Z., Suharsono. 2001. Regional distribution patterns of

Acropora and their use in the conservation of coral reefs in Indonesia. J Pes Laut 4: 40-58.

Willis, B.L., Babcock, R.C., Harrison, P.L., Oliver, T.K. 1985. Patterns in the mass spawning of corals on the Great Barrier Reef from 1981 to 1984. Proc 5th Int Coral Reef Cong, Tahiti 4: 343-348.

Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of the southeast Asian Water. Vol. 2, Naga

Report. University of California, San Diego. 195pp.