wajib bacaaa

141
PEMBUATAN VANILIN SEMI SINTETIK DARI ISOEUGENOL MINYAK CENGKEH DENGAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Oleh : ROSI CISADESI F34102007 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: masyita-balafif

Post on 25-Oct-2015

142 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: WAJIB BACAAA

PEMBUATAN VANILIN SEMI SINTETIK DARI ISOEUGENOL MINYAK CENGKEH DENGAN PEMANASAN

GELOMBANG MIKRO

Oleh :

ROSI CISADESI F34102007

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: WAJIB BACAAA

Rosi Cisadesi. F34102007. Pembuatan Vanilin Semi Sintetik dari Isoeugenol Minyak Cengkeh dengan Pemanasan Gelombang Mikro. Di bawah bimbingan Meika Syahbana Rusli dan Edy Mulyono. 2006.

RINGKASAN

Minyak cengkeh telah lama dikenal sebagai mata perdagangan ekspor

Indonesia. Pasokan minyak cengkeh Indonesia ke pasar dunia cukup besar, yaitu lebih dari 60 persen kebutuhan dunia. Dari 2080 ton minyak cengkeh yang dipasarkan, Indonesia memasok 1317 ton. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jerman memproduksi senyawa isolat eugenol minyak cengkeh dan senyawa turunannya seperti isoeugenol dan vanilin. Harga produk-produk tersebut jauh lebih mahal daripada harga minyak cengkeh. Harga minyak daun cengkeh sekitar Rp 25.000,00 per kg, sedangkan harga eugenol sebesar Rp 75.000,00 per kg dan isoeugenol Rp 95.000,00 per kg.

Vanilin adalah senyawa yang dapat diturunkan dari eugenol. Vanilin merupakan bahan serbaguna yang banyak digunakan sebagai flavor (82 %) oleh industri makanan dan minuman (es krim, cokelat, gula-gula, permen, puding, kue dan soft drink), produk farmasi (13 %) dan produk wewangian (5 %). Secara komersial terdapat produk vanilin alami dan sintetik. Harga produk vanilin alami di pasaran mencapai 10 kali lipat harga vanilin sintetik (USD 9 – 11 per kg). Mahalnya biaya produksi dan harga produk vanilin alami menyebabkan industri-industri pengguna vanilin (makanan dan minuman, farmasi dan parfum) di Indonesia mengimpor vanilin sintetik. Untuk menghemat devisa dan mengurangi ketergantungan terhadap impor vanilin, maka diperlukan usaha produksi vanilin di dalam negeri dengan teknologi proses yang efisien dan kualitas produk yang tinggi.

Prosedur standar yang biasa digunakan dalam sintesis vanilin adalah jalur oksidasi dengan nitrobenzene yang dilarutkan dalam DMSO (Dimetil sulfoksida) pada suhu 130 oC dan lama reaksi 3 jam dengan cara pemanasan konvensional. Lamanya reaksi ini dapat dipersingkat dengan menggunakan pemanasan gelombang mikro. Metode ini relatif mudah dilaksanakan sehingga efisiensi proses tercapai.

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari sintesis vanilin dengan menggunakan pemanasan gelombang mikro sehingga dapat mempersingkat lama reaksi, mengetahui perbedaan sintesis vanilin menggunakan pemanasan konvensional dan pemanasan gelombang mikro serta mengetahui pengaruh tingkat daya (tingkat pemanasan) dan lama reaksi pada proses sintesis vanilin.

Isoeugenol direaksikan dengan larutan KOH dan nitrobenzene yang dilarutkan dalam DMSO. Kemudian campuran reaksi dipanaskan dengan gelombang mikro. Campuran yang telah dipanaskan dihidrolisis dengan HCl, kemudian diekstraksi dengan pelarut dietil eter dan pelarutnya diuapkan sehingga diperoleh vanilin kasar berwarna cokelat kemerahan yang masih mengandung kotoran dan sisa pelarut. Perlakuan tahap oksidasi dilakukan pada tingkat daya 50 % (400 Watt) dan 70 % (560 Watt) dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit, tingkat daya 100 % (800 Watt) dengan lama reaksi 2, 3 dan 4 menit serta dengan

Page 3: WAJIB BACAAA

pemanasan konvensional pada suhu 130 oC, lama reaksi 3 jam dengan dua kali ulangan. Analisa yang dilakukan meliputi kemurnian, rendemen, densitas, titik leleh dan kelarutan dalam alkohol 70 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat daya dan lama reaksi sangat berpengaruh terhadap pembentukan vanilin, rendemen, densitas, titik leleh serta kelarutan dalam alkohol 70 %. Semakin tinggi tingkat daya dan semakin lama waktu aplikasi gelombang mikro, maka semakin banyak vanilin yang terbentuk. Hasil yang dicapai dengan pemanasan gelombang mikro lebih baik daripada pemanasan konvensional.

Kemurnian vanilin setelah menjadi produk vanilin kasar melalui tahapan ekstraksi signifikan lebih tinggi dari campuran vanilin, namun produk yang dihasilkan masih mengandung komponen senyawa pengotor.

Kemurnian produk vanilin kasar pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit sebesar 39,42 %, 80,25 % dan 98,90 %. Kemurnian produk vanilin kasar pada tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit sebesar 89,76 %, 95,35 % dan 57,95 %. Kemurnian produk vanilin kasar pada tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 2, 3, 4 menit sebesar 80,30 %, 98,25 % dan 99,60 %.

Rendemen produk vanilin kasar pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit sebesar 1,97 %, 5,00 % dan 7,42 %. Pada tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit diperoleh rendemen sebesar 6,40 %, 6,84 % dan 9,10 %. Pada tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 2, 3, dan 4 menit diperoleh rendemen sebesar 4,13 %, 5,96 % dan 8,98 %. Densitas produk vanilin kasar yang dihasilkan berkisar antara 0,456 – 0,670 g/cm3 dan titik lelehnya 61,7 – 74,1 oC serta larut dalam alkohol 70 % dengan rata-rata perbandingan 1 : 2.

Sedangkan analisa produk vanilin kasar pada pemanasan konvensional menghasilkan kemurnian 94,66 %, rendemen 6,20 %, titik leleh 63,8 oC dan densitas 0,621 g/cm3 serta larut dalam alkohol 70 % dengan perbandingan 1 : 2.

Page 4: WAJIB BACAAA

PEMBUATAN VANILIN SEMI SINTETIK DARI ISOEUGENOL MINYAK CENGKEH DENGAN PEMANASAN

GELOMBANG MIKRO

Oleh :

ROSI CISADESI F34102007

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 5: WAJIB BACAAA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMBUATAN VANILIN SEMI SINTETIK DARI ISOEUGENOL MINYAK CENGKEH DENGAN PEMANASAN

GELOMBANG MIKRO

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

ROSI CISADESI

F34102007

Dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1984

Di Indaramayu

Tanggal lulus : 29 Desember 2006

Menyetujui

Bogor, Januari 2007

Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc. Ir. Edy Mulyono, MS Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Page 6: WAJIB BACAAA

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi adalah karya saya sendiri dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2006

Rosi Cisadesi

F34102007

Page 7: WAJIB BACAAA

RIWAYAT HIDUP

Rosi Cisadesi, lahir di Indramayu pada tanggal 17 Desember

1984 dari orang tua yang bernama Achdini dan Albanah. Penulis

adalah anak pertama dari dua bersaudara.

Pendidikan dasar diselesaikan di SDN Sindang 1, Indramayu

pada tahun 1996 dan pendidikan menengah pertama di SLTPN

II Sindang Indramayu pada tahun 1999. Pada tahun 2002, penulis lulus dari

SMUN 1 Sindang Indramayu. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai

mahasiswa IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen

Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Selama menjadi mahasiswa, penulis menjadi asisten praktikum

Laboratorium Lingkungan pada tahun 2004, asisten praktikum Teknologi Minyak

Lemak dan Oleokimia pada tahun 2005, asisten praktikum Teknologi Minyak

Atsiri dan Kosmetika pada tahun 2005 dan asisten praktikum Peralatan Industri

Pertanian pada tahun 2006. Penulis melakukan kegiatan Praktek Lapangan (PL) di

Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Gula Rajawali Nusantara Indonesia (RNI)

Unit II Jatitujuh pada tahun 2005 dengan judul Teknologi Proses Produksi dan

Kesetimbangan Uap Air di PT. Rajawali Unit II Jatitujuh- Majalengka. Penulis

menyelesaikan penelitian tingkat Sarjana bekerjasama dengan peneliti pada Balai

Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor pada tahun 2006

dengan judul Pembuatan Sintesis Vanilin dari Isoeugenol Minyak cengkeh dengan

Menggunakan Gelombang Mikro.

Penulis juga aktif di kegiatan kemahasiswaan antara lain sebagi staff

Departemen Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian

(HIMALOGIN)-FATETA IPB pada tahun 2003-2004, staff Bidang Informasi dan

Komunikasi (Infokom) Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Darma Ayu (IKADA)

Bogor pada tahun 2003-2004, ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan

(Litbang) Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Darma Ayu (IKADA) Bogor pada

tahun 2004-2005 dan berbagai kepanitiaan kampus lainnya.

Page 8: WAJIB BACAAA

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas berkat dan

rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian ini

ditekankan pada sintesis senyawa yang dihasilkan oleh minyak atsiri khususnya

minyak cengkeh dengan judul “Pembuatan Sintesis Vanilin dari Isoeugenol

Minyak Cengkeh dengan Pemanasan Gelombang Mikro” untuk memenuhi syarat

kelulusan studi S1 di Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc selaku dosen pembimbing utama

atas segala arahan, bimbingan, dan masukan yang telah diberikan kepada

penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

Ir. Edy Mulyono, MS selaku dosen pembimbing kedua, peneliti pada

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan (BB Litbang) Pascapanen

Pertanian, Bogor, atas bimbingannya dan kerjasamanya selama peneltian

berlangsung hingga selesai.

Dr. rer nat. Indah Kristanti selaku dosen penguji yang telah bersedia

memberikan saran, masukan dan menguji penulis.

Papah, mamah, dan adikku Reri tercinta yang selalu memberikan

dukungan, perhatian, semangat, didikan, do’a, kasih sayang dan

usahanya yang tak kenal lelah memperjuangkan segalanya.

Dra. Sri Yuliani, Apt dan Ir. Tatang Hidayat, M.Si., peneliti pada Balai

Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor, atas

bimbingan, bantuan dan kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat

berjalan lancar.

Pak Danu atas bantuannya dalam menganalisis Kromatografi Gas.

Pak Tri, Pak Budi, Pak Pujo, Bu Pia atas bantuannya di laboratorium

kimia BB Litbang Pascapanen Pertanian Bogor.

Abdul Mugni, SP atas semangat, dukungan, kebersamaan dan

bantuannya selama penyusunan skripsi ini.

Page 9: WAJIB BACAAA

Hari Susanto, Farikhin, Wahyudin, Lani Kasigit, Andri Susanto, Rini

Budiarti, Fitriati, Iffa selaku teman seperjuangan atas kebersamaan dan

bantuannya selama penelitian di BB Litbang Pascapanen Pertanian

Bogor.

Sahabat-sahabatku Reni, Dossi, Juari, Dede dan Hendro atas bantuan,

dorongan dan kebersamaannya selama masa perkuliahan.

Teman-teman Wisma Panineungan dan Wisma Azzuhkruff atas

kebersamaannya.

Keluarga besar Departemen Teknologi Industri Pertanian khususnya

dosen-dosen Teknologi Industri Pertanian atas pengetahuan dan

dorongannya serta teman-teman TIN’ 39 atas kebersamaannya selama

masa perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, karena itu

kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga

skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Desember 2006

Penulis

Page 10: WAJIB BACAAA

v

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................... v

DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x

I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG.......................................................................... 1

B. TUJUAN .............................................................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4

A. MINYAK DAUN CENGKEH ............................................................. 4

1. Sifat Fisiko – Kimia ......................................................................... 4

2. Komposisi Kimia ............................................................................. 6

B. VANILIN DAN SINTESIS VANILIN ................................................ 10

C. PEMANASAN GELOMBANG MIKRO ............................................ 19

1. Gelombang Mikro ............................................................................ 19

2. Prinsip Pemanasan ........................................................................... 21

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pemanasan Gelombang Mikro ........... 23

4. Aplikasi Pemanasan Gelombang Mikro .......................................... 25

III. BAHAN DAN METODE ........................................................................ 27

A. BAHAN DAN ALAT ......................................................................... 27

1. Bahan Baku ...................................................................................... 27

2. Bahan Kimia .................................................................................... 27

3. Alat..... .............................................................................................. 27

B. METODE PENELITIAN .................................................................... 28

1. Penelitian Pendahuluan .................................................................... 28

2. Penelitian Utama .............................................................................. 30

3. Prosedur Penelitian .......................................................................... 30

4. Perlakuan .......................................................................................... 34

Page 11: WAJIB BACAAA

vi

5. Pengamatan ................................................................................... 34

1. Pengamatan Produk Vanilin .................................................... 34

2. Pengamatan Bahan Baku Isoeugenol ...................................... 38

6. Analisis Data ................................................................................. 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 41

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ....................................................... 41

1. Karakterisasi Bahan Baku dan Produk Vanilin Komersial ............ 41

2. Pemilihan Metode .......................................................................... 43

B. PENELITIAN UTAMA ....................................................................... 50

1. Reaksi Sintesis Vanilin .................................................................. 50

a. Tahap Oksidasi dan Hidrolisis ................................................... 50

b. Tahap Ekstraksi .......................................................................... 56

2. Rendemen ....................................................................................... 64

3. Densitas .......................................................................................... 70

4. Titik Leleh ...................................................................................... 72

5. Kelarutan dalam Alkohol 70% ....................................................... 74

6. Perbandingan Hasil Sintesis Vanilin dengan Pemanasan

Gelombang Mikro dan Pemanasan Konvensional ........................ 76

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 79

A. KESIMPULAN .................................................................................... 79

B. SARAN ................................................................................................ 80

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 81

LAMPIRAN .................................................................................................... 85

Page 12: WAJIB BACAAA

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Syarat mutu minyak daun cengkeh dan bunga cengkeh ............... 5 Tabel 2. Sifat fisiko – kimia minyak bunga cengkeh hasil penelitian di Inggris dan Zanzibar ...................................................................... 5 Tabel 3. Komposisi kimia dan sifat fisik minyak daun cengkeh, dikutip dari Bedoukian (1967); Guenther (1950) ....................................... 6 Tabel 4. Sifat fisiko-kimia eugenol .............................................................. 7 Tabel 5. Sifat fisiko-kimia isoeugenol ......................................................... 9 Tabel 6. Sifat fisiko kimia cis- dan trans-isoeugenol................................... 9 Tabel 7. Sifat fisiko kimia eugenol asetat dan β-kariofilen ......................... 10 Tabel 8. Sifat fisiko kimia vanilin ................................................................ 11 Tabel 9. Sifat fisiko – kimia nitrobenzene ................................................... 18 Tabel 10. Sifat fisiko - kimia DMSO ............................................................. 19 Tabel 11. Sifat fisiko-kimia isoeugenol ......................................................... 41 Tabel 12. Sifat fisiko-kimia vanilin komersial ............................................... 42 Tabel 13. Sifat fisiko-kimia hasil sintesis vanilin metode modifikasi 1 dan metode modifikasi 2 ............................................................... 45 Tabel 14. Perbandingan rendemen vanilin yang dihasilkan dari penelitian ini dengan rendemen vanilin hasil penelitian Sastrohamidjojo (1981) ............................................................................................. 67 Tabel 15. Kelarutan produk vanilin kasar dalam alkohol 70 % ..................... 74 Tabel 16. Perbandingan hasil sintesis vanilin menggunakan oven gelombang mikro dan konvensional. ............................................. 76

Page 13: WAJIB BACAAA

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus bangun eugenol ............................................................... 8 Gambar 2. Rumus bangun isoeugenol .......................................................... 9 Gambar 3. Rumus bangun trans-isoeugenol dan cis- isoeugenol ................. 10 Gambar 4. Rumus bangun vanilin ................................................................ 11 Gambar 5. Reaksi pembentukan vanilin dari lignin ..................................... 13 Gambar 6. Reaksi pembentukan vanilin dari guaiakol ................................. 13 Gambar 7. Reaksi pembentukan vanilin dari coniferin ................................ 14 Gambar 8. Reaksi oksidasi pembentukan vanilin ......................................... 15 Gambar 9. Panjang gelombang dan frekuensi spektrum elektromagnetik ... 20 Gambar 10. Mekanisme interaksi gelombang mikro interaksi ionik (a) dan interaksi dipolar (b) ..................................................................... 22 Gambar 11. Oven gelombang mikro merk Sharp R-248 J ............................. 27 Gambar 12. Diagram alir proses sintesis vanilin ............................................ 33 Gambar 13. Alat kromatografi gas ................................................................. 36 Gambar 14. Alat untuk mengukur titik leleh (elektrothermal) ....................... 37 Gambar 15. Pengaruh metode modifikasi terhadap kemurnian vanilin ......... 45 Gambar 16. Pengaruh metode modifikasi terhadap rendemen vanilin ........... 46 Gambar 17. Reaksi penggeseran kesetimbangan ke sebelah kiri ................... 47 Gambar 18. Reaksi penggeseran kesetimbangan ke sebelah kanan ............... 47 Gambar 19. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt terhadap kemurnian campuran vanilin ...................................................... 53

Page 14: WAJIB BACAAA

ix

Gambar 20. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 560 watt terhadap kemurnian campuran vanilin ...................................................... 53 Gambar 21. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 800 watt terhadap kemurnian campuran vanilin ...................................................... 53 Gambar 22. Pengaruh tingkat daya pada lama reaksi 4 menit terhadap kemurnian campuran vanilin ...................................................... 55 Gambar 23. Reaksi perubahan vanilin menjadi vanilin bisulfit ..................... 57 Gambar 24. Reaksi pemisahan bisulfit dari vanilin bisulfit ........................... 57 Gambar 25. Pengaruh terhadap lama reaksi pada tingkat daya 400 watt terhadap kemurnian produk vanilin ............................................ 60

Gambar 26. Pengaruh terhadap lama reaksi pada tingkat daya 560 watt terhadap kemurnian produk vanilin ............................................ 60 Gambar 27. Pengaruh terhadap lama reaksi pada tingkat daya 800 watt terhadap kemurnian produk vanilin ............................................ 60 Gambar 28. Peningkatan kemurnian campuran vanilin menjadi produk vanilin pada tingkat daya 400 watt.............................................. 62 Gambar 29. Peningkatan kemurnian campuran vanilin menjadi produk vanilin pada tingkat daya 400 watt.............................................. 62 Gambar 30. Peningkatan kemurnian campuran vanilin menjadi produk vanilin pada tingkat daya 400 watt.............................................. 62 Gambar 31. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt terhadap rendemen vanilin .................................... 64 Gambar 32. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt terhadap densitas vanilin ....................................... 71 Gambar 33. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt terhadap titik leleh vanilin ..................................... 73

Page 15: WAJIB BACAAA

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1a Hasil analisis metode modifikasi 1 dan metode modifikasi 2 .. 85 Lampiran 1b. Hasil analisis sintesis vanilin metode konvensional Sastroamidjoyo dan 1/8 Sastroamdisjoyo (modifikasi 1) ........ 85 Lampiran 2a. Hasil analisis kemurnian vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt. ............................................................. 86 Lampiran 2b. Hasil analisis rendemen produk vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt. ............................................. 87 Lampiran 2c. Hasil analisis densitas produk vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt. ............................................. 87 Lampiran 2d. Hasil analisis titik leleh produk vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt. ............................................. 88 Lampiran 2e. Hasil analisis kelarutan dalam alkohol 70 % produk vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt. ................ 88 Lampiran 3a. Hasil analisis standar deviasi kemurnian campuran vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt .............. 89 Lampiran 3b. Hasil analisis standar deviasi kemurnian produk vanilin kasar pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt .............. 90 Lampiran 3c. Hasil analisis standar deviasi rendemen vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt ................................... 91 Lampiran 3d. Hasil analisis standar deviasi densitas vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt ................................... 92 Lampiran 3e. Hasil analisis standar deviasi titik leleh vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt ................................... 93 Lampiran 4. Analisis puncak kromatogram berdasarkan waktu retensi ....... 94 Lampiran 5. Kromatogram kemurnian isoeugenol standar dan vanilin standar ...................................................................................... 97

Page 16: WAJIB BACAAA

xi

Lampiran 6. Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 1 (tingkat daya 560 watt, lama reaksi 4 menit, ulangan 1) ........................................................ 98 Lampiran 7. Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 1 (tingkat daya 560 watt, lama reaksi 4 menit, ulangan 2) ........................................................ 99 Lampiran 8. Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 2 (tingkat daya 560 watt, lama reaksi 4 menit, ulangan 1) ........................................................ 100 Lampiran 9. Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 2 (tingkat daya 560 watt, lama reaksi 4 menit, ulangan 2) ........................................................ 101 Lampiran 10. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan 1 .................................................................... 102 Lampiran 11. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan 2 .................................................................... 103 Lampiran 12. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 6 menit, ulangan 1 .................................................................... 104 Lampiran 13. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 6 menit, ulangan 2 .................................................................... 105

Lampiran 14. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 8 menit, ulangan 1 .................................................................... 106 Lampiran 15. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 8 menit, ulangan 2 .................................................................... 107

Lampiran 16. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan1 ..................................................................... 108

Lampiran 17. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan 2 .................................................................... 109

Page 17: WAJIB BACAAA

xii

Lampiran 18. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 6 menit, ulangan 1 .................................................................... 110 Lampiran 19. Lromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 6 menit, ulangan 2 .................................................................... 111 Lampiran 20. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 8 menit, ulangan 1 .................................................................... 112 Lampiran 21. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 8 menit, ulangan 2 .................................................................... 113 Lampiran 22. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 2 menit, ulangan 1 .................................................................... 114 Lampiran 23. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 2 menit, ulangan 2 .................................................................... 115 Lampiran 24. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 3 menit, ulangan 1 .................................................................... 116 Lampiran 25. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 3 menit, ulangan 2 .................................................................... 117 Lampiran 26. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan 1 .................................................................... 118 Lampiran 27. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 4 menit, ulangan 2 .................................................................... 119 Lampiran 28. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin metode Sastromidjoyo ................................................. 120 Lampiran 29. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin dengan metode modifikasi 1 dengan refluks, ulangan 1 .................................................................................. 121

Page 18: WAJIB BACAAA

xiii

Lampiran 30. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin dengan metode modifikasi 1 dengan refluks, ulangan 2 .................................................................................. 122 Lampiran 31. Gambar sampel campuran vanilin dan produk vanilin kasar ......................................................................................... 123 Lampiran 32. Gambar sampel produk vanilin kasar dan vanilin standar ....... 124

2

Page 19: WAJIB BACAAA

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Minyak cengkeh telah lama dikenal sebagai mata perdagangan ekspor

Indonesia. Minyak cengkeh dihasilkan dari penyulingan uap dan air bunga,

gagang dan daun cengkeh yang digunakan dalam industri farmasi, parfum,

kosmetik dan industri flavor makanan dan minuman. Saat ini usaha

penyulingan minyak cengkeh dilakukan oleh rakyat dengan alat yang masih

sederhana di sentra-sentra produksi cengkeh seperti Jawa Barat, Jawa Tengah,

Jawa Timur dan Sulawesi Utara. Pasokan minyak cengkeh Indonesia ke pasar

dunia cukup besar, yaitu lebih dari 60 persen kebutuhan dunia. Dari 2080 ton

minyak cengkeh yang dipasarkan, Indonesia pemasok 1317 ton (Departemen

Pertanian, 2005).

Pemakaian minyak cengkeh di dalam negeri masih sangat terbatas,

secara garis besar dari komoditi minyak cengkeh Indonesia yang diekspor ke

luar negeri masih berupa bahan mentah. Salah satu cara untuk meningkatkan

nilai tambah dan daya guna minyak cengkeh, sebagaimana yang dilakukan di

negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jerman adalah

dengan memproduksi senyawa isolat eugenol minyak cengkeh dan senyawa

turunannya seperti isoeugenol dan vanilin. Harga produk-produk tersebut jauh

lebih mahal daripada harga minyak cengkeh.

Menurut Uhe (2005), harga minyak cengkeh Indonesia di pasaran

internasional pada bulan Februari 2005 sebesar USD 4,25 per kg, eugenol

USD 7,8 per kg. Sedangkan menurut Indesso (2006), harga minyak daun

cengkeh sekitar Rp 25.000,00 per kg, eugenol sebesar Rp 75.000,00 per kg

dan harga isoeugenol Rp 95.000,00 per kg.

Vanilin adalah senyawa yang dapat diturunkan dari eugenol. Vanilin

merupakan bahan serbaguna yang banyak digunakan sebagai flavor (82 %)

oleh industri makanan dan minuman (es krim, cokelat, gula-gula, permen,

puding, kue dan soft drink), produk farmasi (13 %) dan produk wewangian

Page 20: WAJIB BACAAA

2

(5 %) (Tidco, 2005). Secara komersial terdapat produk vanilin alami dan

sintetik. Vanilin alami harganya sangat mahal dan digunakan hanya pada

pasar tertentu. Permintaan vanilin alami mengalami kenaikan 15 persen tiap

tahunnya, namun permintaan tersebut tidak semua terpenuhi. Untuk

memproduksi 1 kg vanilin alami dibutuhkan biaya USD 82 dibandingkan

USD 15 untuk 1 kg vanilin sintetik (Tidco, 2005). Sementara itu, harga

produk vanilin alami di pasaran mencapai 10 kali lipat harga vanilin sintetik

(USD 9 – 11 per kg) (Fridge, 2004). Sedangkan menurut pengamatan sendiri

di beberapa pasar, harga vanilin alami sebesar Rp 3,6 juta per kg.

Mahalnya biaya produksi dan harga produk vanilin alami menyebabkan

industri-industri pengguna vanilin (makanan dan minuman, farmasi dan

parfum) di Indonesia mengimpor vanilin sintetik. Impor vanilin sintetik

tersebut sebagian besar didatangkan dari China. Pada tahun 2000-2004,

Indonesia mengimpor vanilin sintetik sebanyak 137,8 – 174,2 ton dengan nilai

USD 1,191 – 1,3 juta (BPS, 2004). Produksi vanilin sintetik dunia

diperkirakan sebesar 3000 ton per tahun, sedangkan total permintaan pasar

global vanilin sintetik mencapai 3500 ton pada tahun 2000. Seiring dengan

berkembangnya industri makanan, minuman dan farmasi diperkirakan

kebutuhan vanilin sintetik dunia akan terus meningkat dengan laju 8 – 9 % per

tahun dengan pangsa pasar USA 27 %, Eropa 45 %, Asia 21 %, dan lainnya 7

% (Tidco, 2005). Untuk menghemat devisa dan mengurangi ketergantungan

terhadap impor vanilin, maka diperlukan usaha produksi vanilin di dalam

negeri dengan teknologi proses yang efisien dan kualitas produk yang tinggi.

Sampai saat ini sejumlah teknologi sintesis vanilin masih terus

dikembangkan. Sintesis vanilin dapat dilakukan dengan cara oksidasi

isoeugenol. Prosedur standar yang biasa digunakan dalam sintesis vanilin

adalah jalur oksidasi dengan nitrobenzene yang dilarutkan dalam DMSO pada

suhu 130 oC dan waktu reaksi 3 jam dengan cara konvensional

(Sastrohamidjojo, 1981). Lamanya waktu reaksi dapat mengakibatkan

terjadinya dekomposisi pada bahan dan produk. Untuk mengatasi hal tersebut,

pada penelitian ini sintesis vanilin dilakukan dengan menggunakan teknologi

gelombang mikro (microwave) untuk dapat menghasilkan kemurnian yang

Page 21: WAJIB BACAAA

3

lebih tinggi. Metode ini relatif mudah dilaksanakan dengan waktu yang relatif

singkat.

B. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari sintesis vanilin dari isoeugenol minyak cengkeh dengan

penggunaan pemanasan gelombang mikro (microwave) sehingga dapat

mempercepat waktu reaksi.

2. Mengetahui perbedaan sintesis vanilin dengan pemanasan

konvensional dan pemanasan gelombang mikro (microwave).

3. Mempelajari pengaruh waktu reaksi dan tingkat pemanasan pada

reaksi oksidasi dengan menggunakan pemanasan gelombang mikro

terhadap produk sintesis vanilin yang dihasilkan.

Page 22: WAJIB BACAAA

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MINYAK DAUN CENGKEH

1. Sifat Fisiko – Kimia

Minyak daun cengkeh merupakan salah satu minyak atsiri yang

cukup banyak dihasilkan di Indonesia dengan cara penyulingan air dan

uap. Minyak daun cengkeh mengandung dua komponen utama yaitu

eugenol (80 – 90 %) dan kariofelin (10 – 20 %) (Sastrohamidjojo, 2002).

Minyak daun cengkeh berupa cairan yang berwarna bening sampai

kekuning-kuningan, mempunyai rasa yang pedas, keras dan berbau aroma

cengkeh. Warnanya akan berubah menjadi coklat atau berwarna ungu jika

terjadi kontak dengan besi atau akibat penyimpanan. Minyak daun

cengkeh digunakan sebagai bahan baku industri pangan, parfum, farmasi,

dan bahan pembuatan vanilin sintetik

Kualitas minyak daun cengkeh ditentukan dari kandungan fenol,

terutama eugenol, eugenol asetat dan warna minyak (Guenther, 1950).

Komponen lain yang turut menentukan adalah golongan monoterpen,

hidrokarbon, seskuiterpen dan senyawa aromatik (Purseglove et al., 1981).

Hasil penyulingan dan sifat fisiko kimia minyak daun cengkeh

tergantung pada sumber dan kualitas tanaman cengkeh, metode

penyulingan serta keadaan bahan yang akan disuling, apakah penyulingan

dari cengkeh utuh atau yang dirajang (Purseglove et al., 1981). Cengkeh

utuh yang didestilasi dapat menghasilkan minyak dengan kandungan

eugenol tinggi dengan bobot jenisnya 1,06, sedangkan cengkeh yang

ditumbuk akan menghasilkan minyak dengan kadar eugenol sedikit lebih

rendah dengan bobot jenis di bawah 1,06. Pada umumnya minyak daun

cengkeh berkadar eugenol lebih rendah dibandingkan dengan minyak

bunga cengkeh. Tabel 1 memperlihatkan syarat mutu minyak daun

cengkeh dan minyak bunga cengkeh menurut Essential Oil Association

Page 23: WAJIB BACAAA

5

(EOA,1970), sedangkan Tabel 2 memperlihatkan sifat fisiko-kimia

minyak bunga cengkeh hasil penelitian di Inggris dan Zanzibar.

Tabel 1. Syarat mutu minyak daun cengkeh dan bunga cengkeh

Karakteristik Nilai

Minyak Daun Cengkeh Minyak Bunga

Cengkeh

Bobot jenis 25/25 oC

Indeks Bias 25 oC

Putaran Optik

Kadar Eugenol (%)

Kelarutan dalam alkohol 70 %

Warna

1,036 – 1,046

1,531 – 1,535

± 0o sampai -2

84 – 88

1 : 2

Cairan berwarna sangat

kuning pucat pada waktu

disuling, cepat berubah

menjadi coklat atau ungu

1,048 – 1,056

1,534 – 1,538

± 0o sampai -1 o30

89 – 95

1 : 2

Cairan kuning sampai

coklat muda, bila

menyentuh besi

berubah menjadi

coklat ungu tua

Sumber: EOA (1970)

Tabel 2. Sifat fisiko – kimia minyak bunga cengkeh hasil penelitian di Inggris dan Zanzibar

Sifat Cara Penyulingan Penyulingan Air Penyulingan Uap

Inggris

Bobot Jenis pada 15 oC

Kadar Eugenol (%) volume

Zanzibar

Rendemen (%)

Bobot Jenis (15,5 o C)

Indeks Bias, 20 oC

Kadar Eugenol

Kelarutan

1,048

85 – 89

17,3

1,065

1,532

91,5

Larut dalam alkohol 70 %,

perbandingan 1 : 1

1,059 – 1,065

91 – 95

17,35

1,069

1,532

92,5

-

Sumber: Ketaren (1985)

Page 24: WAJIB BACAAA

6

2. Komposisi Kimia

Menurut Masada (1976) di dalam Leody (1992), dalam minyak daun

cengkeh terdapat senyawa-senyawa β-kariofilen, metil salisilat, metil

eugenol, eugenol dan isoeugenol. Minyak daun cengkeh juga

mengandung eugenol asetat, metil-n-amil keton dan seskuiterpenol dalam

jumlah yang sangat kecil.

Komposisi utama minyak daun cengkeh adalah eugenol (70 sampai

90 persen), di samping eugenol asetat (sekitar 5 -7 persen) dan

seskuiterpen kariofilen (terutama β-kariofilen 5 – 12 persen). Metil-n-amil

keton merupakan komponen yang turut menentukan bau dalam minyak

cengkeh (Purseglove et al., 1981). Tabel 3 memperlihatkan komposisi

kimia dan sifat fisik minyak daun cengkeh.

Tabel 3. Komposisi kimia dan sifat fisik minyak daun cengkeh, dikutip dari Bedoukian (1967) dan Guenther (1950)

Komponen Berat

Molekul

Titik Didih

(oC)

Bobot

Jenis d254

Indeks Bias nD20

Eugenol

Eugeol Asetat

Kariogilen

Metil salisilat

Metil-n-amil keton

Metil alkohol

Furfural

Metil benzoat

Metil-n-amil karbinol

Furfural alkohol

Metil furfural

Metil-n-heptil karbinol

Vanilin

164,20

204,24

456,69

152,14

32

32,04

96,08

136,14

166,20

98,10

110,11

144,25

152,14

253

282

125

223,5

151 – 152

64,5 – 64,7

160,17

199,60

160,40

170 – 171

184 – 186

193 – 194

285

1,0651

1,0870

0,9659

-

0,8170

0,7914

1,1616

1,0880

0,8187

1,1615

1,1365

0,8471

1,0560

1,5412

1,5207

1,4988

1,1840

1,4063

1,3306

1,5266

1,5181

1,4310

1,4860

1,0720

1,4290

-

Sumber: Ketaren (1985)

Page 25: WAJIB BACAAA

7

a. Eugenol

Eugenol merupakan persenyawaan terbesar yang terdapat dalam

minyak cengkeh (Syzigium aromaticum). Menurut Ketaren (1985),

kandungan eugenol dalam minyak cengkeh agak berbeda untuk bagian

tanaman cengkeh yaitu pada daun cengkeh sebesar 79 – 90 %, 85 – 95 %

dari kuncup bunga, 90 – 95 % dari tangkai bunga.

Eugenol adalah senyawa dari golongan hidrokarbon teroksidasi

(oxygenated hydrocarbon) yang merupakan cairan minyak tidak

berwarna atau sedikit kekuningan, mudah menguap, akan menjadi coklat

jika kontak dengan udara dan berasa getir. Mempunyai rumus molekul

C10H12O2 dan bobot molekul 164,2 g/mol. Tata nama eugenol adalah

1-hidroksi 2-metoksi 4-alil benzena. Senyawa eugenol digunakan

sebagai flavor dalam produk rokok, minuman tidak beralkohol, es krim,

permen karet dan berbagai produk pangan serta kosmetik (Bedoukian,

1967).

Menurut Kurniawan (2005), untuk mendapatkan eugenol dari

minyak cengkeh, biasanya dilakukan dengan penambahan NaOH atau

KOH 3-5% sehingga membentuk garamnya yaitu natrium atau kalium

eugenolat yang larut dalam air. Dengan penambahan asam klorida (HCl)

akan membebaskan eugenol yang kemudian diekstraksi dengan eter.

Sifat fisiko kimia eugenol ditunjukkan pada Tabel 4 dan rumus bangun

eugenol ditunjukkan pada Gambar 1.

Tabel 4. Sifat fisiko-kimia eugenol

Karakteristik Nilai Bobot jenis (25 oC)

Indeks bias 20 oC

Titik didih

Putaran optik

Titik leleh

Kelarutan

1,053 – 1,064

1,538 – 1,542

255 oC

-1o30’

-7,5 oC

1:5 atau 1:6 dalam alkohol 50%, tidak larut dalam

air, larut dalam eter, kloroform dan asam asetat. Sumber: Purseglove et al (1981)

Page 26: WAJIB BACAAA

8

OH

OCH3

CH2CH=CH2

Gambar 1. Rumus bangun eugenol (Parry,1922)

Dari rumus bangun eugenol pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa

eugenol adalah suatu alkohol siklis monohidrat atau suatu fenol,

sehingga dapat bereaksi dengan basa kuat seperti NaOH, KOH atau

Ca(OH)2. Jika dipanaskan dalam alkali, eugenol akan dikonversi

menjadi isoeugenol (Guenther, 1950).

b. Isoeugenol

Isoeugenol terdapat di dalam berbagai minyak atsiri, tetapi

kandungan yang terbesar terutama terdapat di dalam minyak cengkeh.

Sebagian besar berada bersama eugenol, tetapi bukan sebagai komponen

utama.

Minyak cengkeh mengandung sejumlah kecil isoeugenol. Dengan

proses pemanasan dalam alkali eugenol dapat diisomerisasi menjadi

isoeugenol. Nama lain dari isoeugenol adalah 1-hidroksi-2-metoksi-

4-propenil benzen. Menurut Bedoukian (1967), senyawa isoeugenol

berwarna agak bening, mempunyai bau floral, manis dan rasa seperti

bunga cengkeh. Isoeugenol (C10H12O2) dengan berat molekul 164,2

g/mol merupakan bumbu masak (flavoring agent), zat pewangi, bahan

baku pembuatan vanilin dan isoeugenol asetat (Sastrohamidjojo, 2002).

Isoeugenol juga digunakan sebagai pemberi flavor pada produk rokok,

minuman tidak beralkohol, es krim, permen karet dan kosmetik.

Menurut Archtander (1969) dalam Leody (1992), isoeugenol

komersil merupakan campuran dari isomer cis- dan trans- isoeugenol,

jumlah trans-isoeugenol sekitar 81 – 88 % dan cis-isoeugenol sekitar

Page 27: WAJIB BACAAA

9

12 – 18 %, berwarna kekuning-kuningan dan merupakan cairan kental

dengan aroma cengkeh, namun aromanya lebih lunak. Isoeugenol

mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari eugenol. Sifat fisiko kimia

selengkapnya dari isoeugenol dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6

serta rumus bangun isoeugenol ditunjukkan pada Gambar 2 dan

Gambar 3.

Tabel 5. Sifat fisiko-kimia isoeugenol

Karakteristik Nilai Bobot jenis (25oC)

Indeks bias 20 0C

Titik didih (oC)

Kelarutan

1,079 – 1,085

1,572 – 1,577

262 – 266 oC

1:5 dalam alkohol 50 %

Sumber: EOA (1970)

OH

OCH3

CH=CH-CH3

Gambar 2. Rumus bangun isoeugenol (Parry, 1922)

Tabel 6. Sifat fisiko kimia cis- dan trans- isoeugenol

Karakteristik cis-isoeugenol trans-isoeugenol

Bobot jenis (20oC)

Indeks bias 20 0C

Titik didih (oC)

1,084

1,571

262 oC

1,088

1,579

266 oC

Sumber: Purseglove et al. (1981)

Page 28: WAJIB BACAAA

10

OH OH

OCH3 OCH3

H CH3

C = C C = C

H CH3 H H

trans-isoeugenol cis-isoeugenol

Gambar 3. Rumus bangun trans-isoeugenol dan cis-isoeugenol (Sastrohamidjojo, 2002)

c. Non Eugenol

Komponen non eugenol yang terdapat dalam jumlah besar adalah

eugenol asetat (sekitar 5 -7 persen) dan seskuiterpen kariofilen (terutama

β-kariofilen sekitar 5 – 12 persen). Sifat fisiko kimia kedua bahan tersebut

dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Sifat fisiko-kimia eugenol asetat dan β-kariofilen

B. VANILIN DAN SINTESIS VANILIN

Vanilin (4-hidroksi-3-metoksi benzaldehida) merupakan padatan kristal

berwarna putih atau sedikit berwarna kuning, biasanya berbentuk jarum dan

mempunyai bau (aroma) yang khas. Vanilin dapat digunakan sebagai flavor

Karakteristik Eugenol asetat β-Kariofilen

Rumus molekul

Wujud

Titik didih

Bobot jenis (25oC)

Indeks bias (20oC)

Pelarut

C12H14O3

Semi padat dan berwarna

kuning jika terkena panas

281 – 282 oC

1,077 – 1,082

1,521

Alkohol

C15H24

Tidak berwarna

254 – 257 oC

0,897 – 0,910

1,498 – 1,504

Alkohol dan eter

Sumber: Purseglove et al. (1981)

Page 29: WAJIB BACAAA

11

(82 %) oleh industri makanan dan minuman (es krim, cokelat, gula-gula,

permen, puding, kue dan soft drink), produk farmasi (13 %) dan produk

wewangian (5 %) (Tidco, 2005). Vanilin dapat dipakai sebagai bahan baku

pembuatan obat, antara lain L-dopa yaitu suatu asam amino untuk pengobatan

penyakit Parkinson, keracunan mangan dan distonia muskulari juga dipakai

untuk sintesis trimethapriim, suatu chemoterapeutikum untuk penanggulangan

infeksi saluran kencing dan saluran pernafasan (Sastrohamidjojo, 2002).

Tabel 8 memperlihatkan sifat fisiko-kimia vanilin dan Gambar 4

memperlihatkan rumus bangun vanilin.

Tabel 8. Sifat fisiko-kimia vanilin

Karakteristik Nilai

Rumus Molekul

Bobot molekul

Titik leleh

Titik didih

Densitas

Bentuk

Kelarutan

C8H8O3

152,14 g/mol

80 – 83 oC

285 oC

0,60 g/cm3

Padat, kristal jarum

Sedikit larut dalam air, larut dalam benzena, sangat larut

dalam alkohol, aseton, aseton, eter, kloroform, asam asetat glasial,

dan karbon disulfida, serta larut dalam air yang mengandung

hidroksida dari logam alkali.

Sumber: Tidco (2005)

OH

OCH3

CHO

Gambar 4. Rumus bangun vanilin (Parry, 1922)

Vanilin secara alami berasal dari ekstraksi buah Vanilla planifolia,

tanaman merambat yang berasal dari Mexico, Honduras dan Guatemala.

Tanaman ini dimasukkan ke banyak negara tropis dan di Indonesia banyak

Page 30: WAJIB BACAAA

12

diusahakan di Pulau Jawa dan Bali (Sari, 2003). Kadar vanilin yang ada

dalam buah vanila tergantung tempat tumbuhnya, misalnya di Mexico 1,5 %

dan di Pulau Jawa 2,7 % (Kurniawan, 2005).

Menurut Syaflan (1996) dalam Sari (2003), proses yang harus dilalui

dari buah vanila sangat panjang, mulai dari pemetikan buah jika buah sudah

masak, kemudian dilayukan dengan pemanasan atau dicelupkan sebentar

dalam air panas, lalu difermentasikan sampai warna buah menjadi hitam.

Buah vanila yang telah selesai difermentasi kemudian diekstraksi dan akan

menghasilkan vanilin dengan rendemen kurang lebih 3 – 4 %. Sedangkan

menurut Suwarso et al., (2002), vanilin yang dihasilkan selama proses

penyimpanan (fermentasi) buah vanila terbentuk melalui reaksi pemutusan

glikosida secara enzimatik. Proses alami ini hanya menghasilkan 2 – 3 %

vanilin murni.

Vanilin di samping dihasilkan secara alami, juga dapat diperoleh dengan

cara sintesis. Oleh karena proses produksi vanilin alami membutuhkan waktu

yang lama dan hanya menghasilkan sedikit vanilin murni serta harga vanilin

alami yang sangat mahal jika dibandingkan dengan vanilin sintetik, maka

umumnya di negara-negara maju alternatif memperoleh vanilin agar dapat

mencukupi kebutuhan dunia dilakukan dengan cara sintesis.

Beberapa cara sintesis vanilin yang telah diketahui adalah sebagai

berikut:

1. Dari Lignin

Sebagian besar vanilin sintetik dihasilkan dari lignin yang berasal

dari limbah industri pulp. Sejumlah 5 – 10 % vanilin diperoleh pada

pemanasan lignin dengan alkali metal hidroksida. Pengasaman

(asidifikasi) pada reaksi alkali membebaskan vanilin yang selanjutnya

diekstraksi dengan eter atau pelarut yang tidak bercampur lainnya

(Kurniawan, 2005). Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 5.

Page 31: WAJIB BACAAA

13

OH OH

OCH3 OCH3

Lignin Dipanaskan oksidasi OH-

CH=CH-CH2OH CHO

Gambar 5. Reaksi pembentukan vanilin dari lignin (Soelistyowati, 2001)

Produksi vanilin sintetik dari lignin yang berasal dari limbah

industri pulp telah dibatasi di negara-negara maju. Karena dalam

pembuatan vanilin ini banyak sekali macam reagen yang digunakan,

sehingga dalam produk akhir dikhawatirkan masih terdapat sisa-sisa

reagen yang bersifat racun (Darwis, 1989).

2. Dari Guaiakol

Guaiakol diperoleh dari tar kayu guaiakol. Guaiakol direaksikan

selama 2 hari dengan formaldehida dan p-nitroso-dimetil anilin dalam

metanol, kemudian dituang ke dalam air dan HCl. Metanol dihilangkan

dengan destilasi, kemudian produk reaksi di ekstraksi dengan benzene dan

dihasilkan vanilin setelah benzene diuapkan. Reaksinya dapat dilihat pada

Gambar 6.

OH OH OH N(CH3)2

OCH3 O OCH3 OCH3

+ H-C-H +

CH2OH CHO NH2Cl

Gambar 6. Reaksi pembentukan vanilin dari guaikol (Soelistyowati, 2001)

p-nitro-dimetil anilin

Guaiakol Formaldehida Vanilin

Page 32: WAJIB BACAAA

14

3. Dari Coniferin

Coniferin adalah suatu glikosida yang didapatkan dalam getah

tumbuh-tumbuhan dari kambium coniferin. Coniferin tersebut dioksidasi

oleh asam kromat menghasilkan glukovanilin yang akan terurai oleh asam

menjadi vanilin dan glukosa. Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 7.

O(C6H11O5) O(C6H11O5) OH

OCH3 CrO3 OCH3 asam OCH3

+ C6H12O6

CH=CH-CH2OH CHO CHO

Gambar 7. Reaksi pembentukan vanilin dari coniferin (Soelistyowati, 2001)

4. Dari Eugenol Minyak Cengkeh

Pada prinsipnya pembuatan vanilin semi sintetik dari minyak

cengkeh melalui tahapan beberapa produk antara yaitu eugenol dan

isoeugenol. Oleh karenanya sintesis vanilin ini dapat terjadi dengan dua

cara, yaitu 1) Dengan memisahkan terlebih dahulu non-eugenol dalam

minyak cengkeh dan 2) Sintesis dilakukan langsung di dalam minyak

cengkeh tanpa perlu memisahkan non-eugenol, artinya non-eugenol baru

dipisahkan setelah terbentuknya isoeugenol. Menurut Soemadiharga

(1973), prinsip pembuatan vanilin dari eugenol adalah reaksi isomerisasi

yang disusul dengan reaksi oksidasi.

Menurut Carey (2003), oksidasi pada senyawa organik adalah proses

peningkatan jumlah ikatan di antara karbon dan oksigen (ikatan C–O) atau

penurunan jumlah ikatan karbon – hidrogen (ikatan C–H). Menurut

Sastrohamidjojo (2002), oksidasi isoeugenol menjadi vanilin oleh

nitrobenzena dalam media alkali merupakan serangkaian transfer elektron

dari OH– ke senyawa nitro melalui substrat tidak jenuh.

Coniferin Glukovanilin Vanilin Glukosa

Page 33: WAJIB BACAAA

15

Tahap pertama dari proses pembuatan vanilin ini ialah mengubah

eugenol menjadi isoeugenol. Proses yang biasa digunakan untuk

mengubah eugenol menjadi isoeugenol adalah pemanasan dalam alkali

kuat dan untuk ini dipakai KOH. Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada

Gambar 8. OH OK

OCH3 KOH OCH3

CH2=CH-CH2 CH=CH-CH3 Eugenol K-isoeugenol

Untuk tahap oksidasi, dipergunakan nitrobenzena. Reaksi yang terjadi:

Selanjutnya garam kalium vanilat yang terbentuk diasamkan dengan

HCl. Reaksinya: KO OH

OCH3 OCH3

+ HCl + KCl CHO CHO K- Vanilat Vanilin

Gambar 8. Reaksi oksidasi pembentukan vanilin (Soemadiharga,1973)

Page 34: WAJIB BACAAA

16

Dari berbagai cara yang telah disebutkan dalam sintesis vanilin, yang

ada kaitannya langsung dengan penelitian ini adalah sintesis dari isoeugenol

minyak cengkeh. Sintesis vanilin dari isoeugenol dan eugenol minyak

cengkeh telah banyak diteliti di Indonesia dan luar negeri dengan

menggunakan prosedur yang berbeda-beda.

Prosedur standar yang biasa digunakan dalam sintesis vanilin dari

isoeugenol adalah jalur oksidasi dengan nitrobenzene yang dilarutkan dalam

DMSO. Keunggulan metode ini yaitu relatif mudah dilaksanakan (suhu

130 oC, waktu 3 jam) dengan tingkat efisiensi cukup tinggi. Dihasilkan

produk vanilin kasar 13,5 gram (56,25%) dan 4,6 gram vanilin murni (19 %)

dari 24 gram bahan baku isoeugenol dengan kemurnian yang tinggi

(Sastrohamidjojo, 1981).

Soemadhiharga et al., (1973), memproduksi vanilin dari eugenol dalam

skala besar yang direaksikan dengan KOH, nitrobenzene dan air di dalam

autoklaf pada suhu 170 – 190 oC dan tekanan 8 atm menghasilkan rendemen

3,6 %. Sari (2003), menyatakan bahwa vanilin dengan hasil sedikit diperoleh

dari hasil oksidasi eugenol asetat dengan kalium permanganat. Selain itu

vanilin juga dapat diperoleh dari isoeugenol dengan zat-zat pengoksidasi

lainnya, seperti oksigen, ozon dan merkuri oksida dalam larutan alkalis.

Boult et al., (1970), juga menyatakan metode lain yang digunakan untuk

proses oksidasi eugenol menjadi vanilin adalah penggunaan nitrobenzene atau

homolognya yang lebih tinggi dengan adanya fenol, azobenzene, natrium

meta-nitrobenzenasulfonat dengan soda kaustik dan anilin menghasilkan

rendemen dan kemurnian yang tinggi. Pada sintesis vanilin digunakan pelarut

dimetil sulfoksida (DMSO). Hal ini dikarenakan masalah yang dihadapi

dalam penggunaan metode ini adalah kesulitan bahan baku dan mahalnya

harga untuk mendapatkan azobenzene dan natrium meta-nitrobenzenasulfonat

serta penggunaan anilin yang sangat berbahaya.

Dalam perkembangan terakhir, sintesis vanilin dilakukan dengan

pemanasan menggunakan gelombang mikro (microwave). Metode sintesis

vanilin menggunakan pemanasan gelombang mikro telah dilakukan

Kurniawan (2005). Sintesis ini dilakukan dengan 2 tahap, yaitu isomerisasi

Page 35: WAJIB BACAAA

17

eugenol menjadi isoeugenol dan oksidasi isoeugenol menjadi vanilin pada

tingkat daya 680 Watt dengan lama reaksi 2 menit menghasilkan rendemen

vanilin sebesar 86,1 %. Metode ini relatif mudah dilaksanakan. Pemakaian

gelombang mikro untuk aktivasi reaksi telah diketahui dapat mempercepat laju

reaksi dalam waktu yang jauh lebih singkat sehingga efisiensi dapat diperoleh.

Berdasarkan pertimbangan di atas, dalam penelitian ini metode penggunaan

oksidator nitrobenzene dengan DMSO sebagai pelarut dan penggunaan

pemanasan gelombang mikro (microwave) digunakan untuk menghasilkan

vanilin sintetik dari isoeugenol minyak cengkeh.

Suatu reaksi oksidasi dapat berjalan dengan sempurna dan mencapai

kesetimbangan karena adanya oksidator. Oksidator nitrobenzene merupakan

oksidator kuat dan mudah digunakan untuk reaksi oksidasi sintesis vanilin.

Agar oksidator nitrobenzene ini cepat bereaksi dengan bahan, maka

ditambahkan DMSO (Dimetil sulfoksida) untuk memudahkan nitrobenzene

bereaksi.

a. Nitrobenzene

Nitrobenzene merupakan cairan berwarna kuning pucat, memiliki

bau yang khas dan beracun. Nitrobenzene meleleh pada suhu 5,85 oC dan

mendidih pada suhu 211oC, sedikit larut dalam air dan sangat larut dalam

etanol, eter, benzen dan Dimetilsulfoksida (DMSO). Memiliki rumus

molekul C6H5NO2. Nitrobenzene biasanya digunakan sebagai oksidator

yang baik untuk reaksi oksidasi isoeugenol menjadi vanilin dalam

pembuatan vanilin sintetik dan juga dapat digunakan untuk memproduksi

anilin dan methyl diphenyl diisocyanate (MDI) (Mannsville, 1991).

Menurut Arthur (1956), nitrobenzene berasal dari benzene dan asam

nitrat melalui metode purifikasi atau pemurnian, dengan pencucian dan

penyulingan uap. Cairan dan uapnya sangat berbahaya serta cepat

menyerap melalui kulit. Dikemas dalam botol gelas berwarna gelap,

kaleng atau drum besi. Nitrobenzene digunakan sebagai komponen isolasi

pyroxylin, pelarut untuk eter selulosa, modifikasi esterifikasi dari asetat

Page 36: WAJIB BACAAA

18

selulosa, bahan untuk pelitur atau penggosok logam dan pelitur sepatu,

bahan baku untuk industri anilin, benzidin, azobenzene dan lain-lain.

Sifat fisiko kimia nitrobenzene dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Sifat fisiko – kimia nitrobenzene

Sumber: Mannsville (1991)

b. DMSO

Menurut Fesseden (1982), Dimetil sulfoksida (DMSO) dibuat dalam

skala industri dengan oksidasi udara terhadap dimetil sulfida. Cairan ini

juga merupakan hasil samping industri kertas. DMSO merupakan pelarut

yang serbaguna. Zat ini merupakan pelarut yang ampuh baik untuk ion

anorganik maupun untuk senyawa organik. Seringkali pereaksi lebih

tinggi reaktivitasnya dalam DMSO dibandingkan dalam pelarut alkohol.

DMSO mudah menembus kulit dan pernah digunakan untuk membantu

penyerapan obat-obatan lewat kulit. Namun DMSO juga dapat membuat

racun dan kotoran terserap. Jika DMSO terkena tangan, maka dalam

waktu yang singkat akan sampai ke indra citarasa (lidah).

Menurut Tidwell (1990), DMSO dikenal sebagai metil sulfoxide,

dimethyl sulphoxide, dimethylsulfoxide, methylsulfinylmethane atau

sulfinylbismethane. Memiliki rumus molekul C2H6OS, merupakan cairan

higroskopik yang tidak berwarna. DMSO merupakan pelarut polar, sedikit

berasa getir dan dapat dicampur dengan air (Arthur, 1956). Dapat larut

dalam bahan pelarut organik seperti alkohol, ester, keton dan hidrokarbon

Karakteristik Nilai

Bobot jenis (25oC)

Bobot molekul

Titik leleh (oC)

Titik didih (oC)

Kelarutan

1,199 kg/L

123,06 g/mol

5,85 oC

210,9 oC

Larut dalam air 2,1 g/L (25oC), etanol dan benzen, sangat

larut dalam DMSO

Page 37: WAJIB BACAAA

19

berbau harum. Di dalam sintesis organik, DMSO dapat juga digunakan

untuk reaksi oksidasi (Tidwell, 1990).

Dimetilsulfoksida dapat mengganggu sistem pencernaan, pernapasan,

mudah kontak dengan mata dan kulit. DMSO memiliki tingkat toxisitas

yang rendah. Kontak yang panjang dapat menyebabkan infeksi kulit dan

merusakkan ginjal atau hati. Sifat fisiko kimia DMSO dapat dilihat pada

Tabel 10.

Tabel 10. Sifat fisiko - kimia DMSO

Karakteristik Nilai

Bobot jenis (25oC)

Bobot molekul

Titik leleh (oC)

Titik didih (oC)

Kelarutan

1,1004 g/cm3

78,13 g/mol

18,5 oC

189 oC

Larut dalam air, etanol, benzen dan kloroform

Sumber: Tidwell (1990)

C. PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

1. Gelombang Mikro

Gelombang mikro didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik

dengan panjang gelombang antara 1,0 cm – 1,0 m, yaitu dengan frekuensi

antara 0,3 – 30 GHz (Whittaker, 1997). Dalam spektrum frekuensi,

gelombang mikro terletak antara gelombang radio dan inframerah

(Whittaker, 1997).

Menurut Taylor (2005) sesuai dengan namanya, oven gelombang

mikro adalah pemanas yang bekerja dengan menggunakan gelombang

radio, adapun frekuensi yang digunakan antara 900 – 30000 MHz.

Federal Communications Comission menetapkan bahwa untuk keperluan

industri, ilmu pengetahuan dan kesehatan digunakan empat besaran

frekuensi yaitu 915 MHz, 2450 MHz, 5800 MHz dan 24125 MHz. Hal ini

didasarkan pada pertimbangan bahwa frekuensi tersebut tidak akan

Page 38: WAJIB BACAAA

20

mengganggu frekuensi gelombang lainnya dan aman bagi kesehatan

manusia. Untuk keperluan di rumah tangga dan industri, gelombang

mikro umumnya menggunakan frekuensi 2450 MHz yaitu pada panjang

gelombang 12,25 cm.

Menurut Pozar (1993), gelombang mikro (microwave) merupakan

gelombang radio pendek berfrekuensi tinggi yang terletak di antara

gelombang berfrekuensi sangat tinggi (infrared) dan gelombang radio

konvensional. Gelombang mikro ini memiliki rentang panjang gelombang

mulai dari 1 mm sampai dengan 30 cm. Gelombang mikro merupakan

suatu bentuk gelombang elektromagnet sebagai cahaya dan bergerak di

udara setara dengan kecepatan cahaya (c = 2,9979 x 108 m/s). Gelombang

ini dibangkitkan oleh tabung elektron khusus, seperti klistron dan

magnetron (ini sebabnya gelombang mikro sering juga disebut

magnetron). Biasanya tabung elektron tersebut dilengkapi dengan

pengatur frekuensi baik berupa resonator, oskilator atau perangkat sejenis.

Panjang Gelombang dan Frekuensi Spektrum Elektromagnetik

ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Panjang gelombang dan frekuensi spektrum elektromagnetik Whittaker (1997)

Panjang Gelombang (meter) Frekuensi (Hertz)

10-3 10-2 10-1 100 101 102

1012 1011 1010109 108 107

Infra merah Microwave Frekuensi Radio

10-4

1013

Page 39: WAJIB BACAAA

21

Gelombang mikro sebagaimana gelombang elektromagnetik yang

lain dipancarkan dari satu sumber ke segala arah dan dapat dipantulkan

atau diserap oleh benda. Untuk penggunaan praktis perlu diperhatikan

bahwa gelombang mikro direfleksikan oleh bahan metal, menembus

bahan-bahan seperti udara, porselin, plastik dan dapat diserap oleh air,

bahan pangan dan pertanian yang kemudian akan melepaskan panas.

Energi yang dihasilkannya memiliki keuntungan di antaranya adalah daya

penetrasi yang relatif tinggi dan seragam. Hal ini dapat terjadi karena

molekul-molekul cairan di dalam bahan secara serentak mengalami rotasi

dan vibrasi sehingga terjadi keseragaman pelepasan panas di setiap titik di

dalam bahan.

2. Prinsip Pemanasan

Mariana (2004) menyatakan bahwa pemanasan dengan

menggunakan gelombang mikro merupakan akibat dari adanya interaksi

antara kandungan bahan dengan gelombang elektromagnetik.

Prinsip dasar dari pemanasan gelombang mikro yaitu adanya agitasi

molekul-molekul polar atau ion-ion yang bergerak karena adanya gerakan

medan magnetik atau elektrik. Dengan adanya gerakan medan tersebut,

diantara partikel-partikel mencoba untuk berorientasi atau mensejajarkan

dengan medan tersebut. Pergerakan partikel terbatas oleh adanya gaya

pembatas (interaksi inter partikel dan ketahanan elektrik) yang menahan

gerakan partikel dan membangkitkan gerakan acak menghasilkan panas

(Taylor, 2005).

Energi gelombang mikro adalah radiasi non-ionisasi yang

menyebabkan pergerakan molekul, yaitu interaksi antara komponen listrik

dari gelombang dengan partikel bermuatan berupa migrasi dari ion-ion dan

rotasi dari dipol-dipol dari sampel dengan tidak merubah struktur molekul

(Taylor, 2005). Perubahan energi gelombang mikro menjadi panas dapat

diketahui dari dua mekanisme, yaitu konduksi ionik dan rotasi dipolar,

Page 40: WAJIB BACAAA

22

sehingga hanya molekul ionik dan rotasi dua kutub yang dapat berinteraksi

dengan gelombang mikro untuk memproduksi panas. Gambar 10

menunjukkan mekanisme perubahan energi gelombang mikro menjadi

panas.

Gambar 10. Mekanisme interaksi gelombang mikro interaksi ionik (a) dan interaksi dipolar (b) (Taylor, 2005)

Konduksi ionik disebabkan oleh tumbukan akibat migrasi ionik yang

terjadi dalam medan elektromagnetik. Panas dapat dilepaskan akibat

adanya rotasi dua kutub berdasarkan penjajaran molekul secara permanen

maupun terinduksi oleh medan elektromagnetik. Apabila suatu substansi

diletakkan dalam oven, substansi tersebut akan menerima perubahan

medan gelombang dengan tiga arah orthogonal, yaitu dari atas ke bawah,

satu sisi yang lain dan dari depan ke belakang sebanyak 2,45 miliar kali

per detik. Medan osilasi frekuensi tinggi ini disebut medan gelombang

mikro. Daya rata-rata yang dihasilkan oleh medan tersebut akan

mempercepat pergerakan partikel di satu arah dan kemudian ke arah

sebaliknya. Jika partikel yang dipercepat tersebut bertumbukan dengan

partikel lain, maka akan terjadi perpindahan energi kinetik yang

menyebabkan pergerakan agitasi yang lebih cepat dibandingkan dengan

sebelumnya. Agitasi partikel ini akan meningkatkan temperatur partikel.

Selain itu partikel akan berinteraksi dengan partikel di sekitarnya. Energi

panas akan dipindahkan, sehingga seluruh partikel akan mempunyai

Medan listrik bolak-balik

E Ion natrium Molekul air (a) (b)

Na+ Cl- O=

H+

H+

Page 41: WAJIB BACAAA

23

temperatur yang sama. Proses perpindahan energi ini merupakan

mekanisme pemanasan gelombang mikro secara konduksi ionik.

Rotasi dua kutub terjadi apabila suatu molekul yang mempunyai

struktur dua kutub ditempatkan di dalam medan osilasi listrik. Molekul

tersebut akan mendapatkan energi rotasional sesuai dengan arah medan.

Ketika medan tersebut dipasang, seluruh molekul akan berada sesuai

dengan arah medan awal. Ketika arah medan dibalikkan molekul akan

berputar terbalik dan menimbulkan tumbukan lebih lanjut dengan

tetangganya. Energi tumbukan ini akan diubah menjadi peningkatan

temperatur molekul, di samping temperatur akibat agitasi termal yang

telah ada (Taylor, 2005).

Menurut Pozar (1993), oven gelombang mikro beroperasi dengan

pelepasan gelombang mikro oleh tabung elektron sehingga molekul-

molekul air dalam bahan akan teragitasi, yang kemudian menimbulkan

getaran, dan akhirnya akan memproduksi panas. Gelombang mikro akan

masuk melalui bagian atas ruang oven yang dilengkapi dengan kipas

pemusing yang bertugas untuk menyebarkan panas yang dihasilkan tadi ke

seluruh bagian oven. Kombinasi panas berintensitas tinggi dengan

pusingan tadi menyebabkan cepatnya proses pemasakan. Uniknya panas

yang dihasilkan ini tak dapat menembus wadah (container) logam, tetapi

dapat dengan mudah menembus wadah non logam.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pemanasan Gelombang Mikro

a. Tipe Oven Gelombang Mikro

Bagian dari oven gelombang mikro yang mempengaruhi reaksi

pemanasan adalah ruangan tempat sampel pada oven gelombang mikro

itu sendiri. Terdapat dua tipe dasar dari oven gelombang mikro, yaitu

single mode dan multi mode. Variasi dari pemanasan tempat sampel

gelombang mikro mempengaruhi tipe dasar dari oven gelombang

mikro tersebut, yang pada akhirnya mempengaruhi proses pemanasan

Page 42: WAJIB BACAAA

24

dari reaksi kimia yang berlangsung. Tipe single mode menghasilkan

gelombang berdiri di dalam ruangan oven, untuk ini dimensi dari

ruangan tempat sampel harus dikontrol secara teliti untuk merespon

secara sistematik panjang gelombang dari gelombang mikro tersebut.

Kelebihan tipe ini adalah tingkat pemanasan dapat dikontrol dengan

memposisikan sampel pada daerah yang paling baik intensitasnya,

dengan catatan bahwa gangguan apapun (bahkan dari sampel) akan

dapat mengganggu pola dari gelombang dan akan mempengaruhi

keefektifan proses pemanasan tipe ini. Oleh karena itu volume dan

kandungan dari sampel harus tepat, sehingga pola gelombang berdiri

tidak terganggu (Taylor, 2005).

Desain oven gelombang mikro tipe multi mode sangat

menghindari terbentuknya gelombang berdiri. Tujuan pembuatannya

terletak pada produksi ketidakberaturan sebanyak-banyaknya di dalam

ruangan oven. Untuk mencapai keadaan ini, dimensi dari ruangan

tempat sampel harus dibentuk sedemikian rupa agar tidak terjadi

gelombang penuh dalam ruangan oven. Kelebihan dari oven

gelombang mikro tipe ini adalah posisi dan skala sampel dapat

divariasikan.

Kedua tipe dari oven gelombang mikro ini dapat dimanfaatkan

untuk kepentingan reaksi kimia yang spesifik untuk tujuan yang

berbeda. Tipe single mode dapat dimanfaatkan untuk meneliti keadaan

reaksi secara spesifik, sedangkan tipe multi mode digunakan untuk

percobaan dengan ukuran sampel bervariasi, tetapi dengan pengamatan

yang tidak terlalu spesifik (Taylor, 2005).

b. Sifat Materi Terhadap Gelombang Mikro

Sifat material terhadap gelombang mikro berbeda-beda, tidak

semua material cocok untuk digunakan dalam pemanasan gelombang

mikro. Ada tiga material yang dibedakan menurut sifatnya terhadap

gelombang mikro, yaitu:

Page 43: WAJIB BACAAA

25

1. Materi yang memantulkan radiasi, yaitu yang memiliki sifat

konduktor sehingga tidak menyerap panas, contoh belerang.

2. Materi yang transparan terhadap radiasi atau hanya sedikit

mengubah energi gelombang mikro menjadi energi panas, yait

memiliki sifat isolator sehingga energi panas gelombang mikro

diteruskan, contoh tembaga.

3. Materi yang menyerap radiasi atau merubah sebagian dari energi

gelombang mikro menjadi energi panas, yaitu yang memiliki sifat

dielektrik sehingga panas yang dihasilkan sangat bagus.

Walau belum diketahui secara jelas bagaimana tepatnya perilaku

material dalam medan gelombang mikro, tetapi dapat diamati bahwa

setiap material akan menyerap, memantulkan atau bahkan meneruskan

energi gelombang mikro. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi kimia

ataupun ukuran dan bentuk dari material secara fisik. Namun hanya

materi yang dapat menyerap radiasi gelombang mikro yang relevan

dengan aplikasi sintesis kimia.

Materi yang dipakai sebagai wadah dalam pemanasan gelombang

mikro harus terbuat dari bahan yang transparan terhadap radiasi

gelombang mikro, sehingga energi dari gelombang mikro tidak

terserap ke dalam wadah tetapi akan melewati dan langsung tertuju

pada larutan reaksi.

4. Aplikasi Pemanasan Gelombang Mikro

Kepraktisan dari kerja gelombang mikro mendukung pengembangan

fungsi gelombang mikro untuk bisa digunakan dalam berbagai industri.

Sejalan dengan perbaikan dan peningkatan efektifitas penggunaan oven

gelombang mikro telah meluas dalam berbagai bidang, di antaranya

industri farmasi, kimia, bioteknologi, pasteurisasi, sterilisasi, metereologi,

radar, TV, komunikasi satelit, pengukuran jarak jauh dan lainnya

(Taylor, 2005).

Page 44: WAJIB BACAAA

26

Kemajuan dari teknologi radiasi gelombang mikro telah mendorong

peneliti untuk mengaplikasikan teknologi gelombang mikro tersebut ke

dalam reaksi sintesis kimia organik. Reaksi sintesis kimia organik yang

pertama dilakukan oleh Richard Gedye dan pekerjanya dengan

menghidrolisis benzamide menjadi asam benzoic dalam suasana asam.

Mereka melaporkan, terjadi peningkatan kecepatan reaksi 5 – 1000 kali

dibandingkan dengan metode pemanasan konvensional (Taylor, 2005).

Beberapa aplikasi pemanasan gelombang mikro lainnya dalam reaksi

kimia diantaranya telah dilakukan oleh Dewi (2005) untuk pengeringan

panili yang bertujuan untuk meningkatkan flavor panili secara enzimatis.

Pembentukan flavor ini sangat dipengaruhi oleh kerja dari beberapa enzim

yang terdapat dalam buah panili. Kerja enzim ini sangat dipengaruhi oleh

suhu, karena semakin tinggi suhu semakin naik pula reaksi kimia baik

yang dikatalisis maupun yang tidak dikatalisis oleh enzim.

Penggunaan oven gelombang mikro dilakukan oleh Mariana (2004)

dengan mengaplikasikannya pada proses ekstraksi oleoresin jahe. Oven

gelombang mikro pada penelitian ini dimodifikasi dengan penambahan

thermokontrol dan penambahan alat pengaduk. Kurniawan (2005)

mensintesis vanilin dari eugenol dengan menggunakan pemanasan

gelombang mikro. Sintesis ini dilakukan dua tahap, yaitu mengubah

eugenol menjadi isoeugenol dan dilanjutkan dengan reaksi oksidasi

isoeugenol menjadi vanilin dengan rendemen vanilin sebesar 86,1 %.

Beberapa aplikasi radiasi gelombang mikro yang berhasil dilakukan

pada reaksi sintesis organik lainnya, yaitu: reaksi Diels-Alder, reaksi Ene,

reaksi Heck, reaksi Suzuki, reaksi Mannich, Hidrogenasi [beta]-lactams,

hidrolisis, pengeringan, esterifikasi, reaksi sikloadisi, epoksidasi, reduksi,

kondensasi, reaksi siklisasi, dan lainnya (Taylor, 2005). Keuntungan

utama dari penggunaan gelombang mikro dalam sintesis kimia organik

adalah kecepatan reaksinya yang jauh lebih singkat, lebih efisien, seluruh

energi ditransmisikan dan biaya yang dikeluarkan lebih murah jika

dibandingkan dengan cara konvensional (Taylor, 2005).

Page 45: WAJIB BACAAA

III. BAHAN DAN METODE

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah isoeugenol

minyak cengkeh dengan kemurnian 99 % isoeugenol yang didapat dari PT

Indesso Aroma. Warna minyak putih transparan, kental dan berbau wangi.

Dikemas dalam botol kaca berwarna gelap tertutup rapat berkapasitas 2 kg.

2. Bahan Kimia

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian yaitu

nitrobenzene pro analisis, DMSO (dimetil sulfoksida) pro analisis, KOH

pro analisis, HCl pro analisis 37 %, H2SO4 pro analisis, dietil eter teknis,

NaHSO3 (natrium bisulfit) teknis. Bahan-bahan kimia penunjang yaitu

Natrium sulfat anhidrat teknis, alkohol 50 % dan 70 % untuk analisis dan

aquades.

3. Alat

Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian yaitu oven

gelombang mikro merk Sharp R-248 J (Gambar 11).

Gambar 11. Oven gelombang mikro merk Sharp R-248 J

Page 46: WAJIB BACAAA

28

Spesifikasi oven gelombang mikro yang digunakan dalam penelitian:

Merk/Tipe : SHARP R-248 J

Frekuensi gelombang : 2450 MHz

Daya keluaran : 800 Watt

Tingkat daya : 80 Watt atau 10 % (rendah), 240 Watt atau

30 % (sedang rendah), 400 Watt atau 50 %

(sedang), 560 Watt atau 70 % (sedang tinggi)

dan 800 Watt atau 100 % (tinggi).

Kapasitas : 23 liter

Berat : 12 kg

Ukuran luar : 400 mm (p) x 275 mm (t) x 360 mm (l)

Ukuran rongga : 322 mm (p) x 212 mm (t) x 336 mm (l)

Peralatan penunjang yang digunakan yaitu, kromatografi gas merk

Hitachi 263-50 untuk analisis kemurnian, Elektrothermal merk Wagtech

137-139 untuk analisis titik leleh, piknometer ukuran 10 ml, refraktometer

digital Abbe untuk mengukur indeks bias bahan baku isoeugenol, gelas

piala 300 ml, erlenmeyer 250 ml, corong pisah 500 ml, gelas ukur 10 ml,

tabung reaksi, pipet ukur 10 ml, neraca analitik merk Precisa XT 220 A,

corong, kertas saring, kertas pH, pengaduk magnetik (stirrer), pengaduk

kaca dan botol-botol kaca, serta peralatan gelas lain.

B. METODE PENELITIAN

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk:

(1) Karakterisasi isoeugenol dan vanilin standar, (2) Uji coba sintesis

vanilin dengan pemanasan konvensional, dan (3) menyeleksi metode

sintesis vanilin menggunakan gelombang mikro.

Page 47: WAJIB BACAAA

29

Karakterisasi isoeugenol sebagai bahan baku dalam penelitian dan

vanilin standar dilakukan untuk mengetahui apakah bahan tersebut sudah

memenuhi standar mutu atau belum. Parameter yang diamati adalah

kemurnian dengan kromatografi gas, densitas, bobot jenis, indeks bias,

titik leleh dan kelarutan dalam alkohol 50 % dan 70 %.

Uji coba sintesis vanilin menggunakan pemanasan konvensional

yaitu mengulang penelitian yang dilakukan oleh Sastrohamidjojo (1981).

Sintesis vanilin dengan metode yang dilakukan pada penelitian

Sastrohamidjojo terdahulu bertujuan untuk membandingkan hasilnya

apakah sama atau berbeda.

Selanjutnya menyeleksi metode sintesis vanilin yang sesuai untuk

kapasitas oven gelombang mikro. Metode yang pertama adalah metode

modifikasi 1 dengan memodifikasi metode penelitian Sastrohamidjojo

dengan pengecilan volumenya menjadi 1/8 kali. Pengecilan volume

menjadi 1/8 kali ini berdasarkan kapasitas maksimum yang sesuai dan

batas aman penggunaan untuk pemanasan dengan gelombang mikro. Pada

metode ini, sintesis vanilin dilakukan pada tingkat daya 560 Watt (tingkat

daya sedang tinggi) dengan lama reaksi 4 menit.

Metode yang kedua adalah metode modifikasi 2 yang diambil dari

metode yang dilakukan pada penelitian Sastrohamidjojo (1981). Hanya

saja pemakaian nitrobenzene dan KOH untuk sintesis ini diambil dari

gabungan metode Kurniawan (2005) dengan menggunakan perbandingan

mol oksidator nitrobenzene terhadap mol isoeugenol 2 : 1 dan metode

Boult et al., (1970) dengan menggunakan perbandingan mol isoeugenol

dan KOH 20 % 1 : 2. Penggunaan metode modifikasi 2 ini diharapkan

dapat menghasilkan produk vanilin dengan kemurnian dan rendemen yang

tinggi dengan menghemat bahan-bahan kimia yang digunakan. Pada

metode ini, sintesis vanilin dilakukan pada tingkat daya dan lama reaksi

yang sama dengan metode modifikasi 1.

Analisis yang dilakukan terhadap produk vanilin hasil penelitian

pendahuluan ini adalah analisis kemurnian dengan menggunakan

kromatografi gas, rendemen, densitas, titik leleh, dan kelarutan dalam

Page 48: WAJIB BACAAA

30

alkohol 70 %. Hasil analisis yang terbaik dari kedua metode tersebut

dipilih dan digunakan sebagai metode sintesis vanilin untuk penelitian

utama dengan menggunakan gelombang mikro dan dengan cara

konvensional.

2. Penelitian Utama

Penelitian utama dilakukan untuk meneliti lebih lanjut kondisi

optimum sintesis vanilin dari metode modifikasi yang dihasilkan pada

penelitian pendahuluan dengan menggunakan variasi daya (tingkat daya)

50 % setara 400 Watt, 70 % setara 560 Watt dan 100 % setara 800 Watt.

Variasi waktu reaksi 4, 6 dan 8 menit pada tingkat daya 400 Watt dan 560

Watt serta 2, 3 dan 4 menit pada tingkat daya 800 Watt, dilakukan dua kali

ulangan.

Selain mensintesis vanilin menggunakan oven gelombang mikro,

juga dilakukan sintesis vanilin menggunakan cara konvesional dengan

menggunakan metode yang sama hasil dari pemilihan metode pada

penelitian pendahuluan. Hanya saja pada prosesnya, pemanasan dengan

gelombang mikro digantikan dengan menggunakan refluks pada saat

reaksi oksidasi berlangsung. Namun sintesis dengan cara konvensional ini

hanya dilakukan satu perlakuan yaitu pada suhu 130 oC dengan waktu

reaksi 3 jam, dilakukan dua kali ulangan. Hasil sintesis vanilin dengan

cara konvensional ini digunakan untuk membandingkan hasil sintesis

vanilin dengan menggunakan oven gelombang mikro.

3. Prosedur Penelitian

a. Tahap Oksidasi Dengan Metode Modifikasi 1

Sebanyak 2,83 ml (0,018 mol) isoeugenol ditambahkan dengan

6,7 g (0,12 mol) KOH yang dilarutkan dalam 8,8 ml aquades (KOH

76 %) ke dalam gelas piala 300 ml, diaduk dengan pengaduk magnetik

Page 49: WAJIB BACAAA

31

(magnetic stirrer) beberapa saat. Campuran ditambahkan dengan

15,4 ml (0,15 mol) nitrobenzene dan 30,8 ml DMSO (penggunaan

DMSO 2 kali volume nitrobenzene) sambil terus diaduk. Kemudian

campuran tersebut dipanaskan dengan menggunakan oven gelombang

mikro. Setelah pemanasan selesai, campuran didinginkan dan

dilarutkan dengan 75 ml aquades. Kemudian diasamkan dengan 14 ml

HCl 25 % sampai pH 2 – 3 disertai pengadukan. Campuran yang telah

diasamkan dimasukkan ke dalam labu pisah 500 ml dan didiamkan

beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan air yang

mengandung vanilin (lapisan atas) dan lapisan minyak (lapisan

bawah). Lapisan air yang mengandung vanilin dianalisis kemurniannya

dengan menggunakan kromatografi gas.

b. Tahap Oksidasi Dengan Metode Modifikasi 2

Sebanyak 7 ml (0,046 mol) isoeugenol ditambahkan dengan 5,2 g

(0,092 mol) KOH yang dilarutkan dalam 26 ml air (KOH 20%) ke

dalam gelas piala 300 ml, diaduk dengan pengaduk magnetik

(magnetic stirrer) beberapa saat. Campuran ditambahkan dengan 9,5

ml (0,092 mol) nitrobenzene yang dilarutkan dalam 9,5 ml DMSO

(penggunaan DMSO 1 kali volume nitrobenzene) sambil terus diaduk.

Kemudian campuran tersebut dipanaskan dengan menggunakan oven

gelombang mikro.

Setelah pemanasan selesai, campuran didinginkan dan dilarutkan

dengan 25 ml air. Kemudian diasamkan dengan 13 ml HCl 25 %

sampai pH 2 – 3 disertai pengadukan. Campuran yang telah

diasamkan, dimasukkan ke dalam labu pisah 500 ml dan didiamkan

beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan air yang

mengandung vanilin (lapisan atas) dan lapisan minyak (lapisan

bawah). Lapisan air yang mengandung vanilin dianalisis kemurniannya

dengan menggunakan kromatografi gas.

Page 50: WAJIB BACAAA

32

c. Tahap Ekstraksi

Hasil oksidasi dari metode modifikasi 1 dan metode modifikasi 2

membentuk dua lapisan. Lapisan atas dipisahkan dari lapisan

bawahnya dengan menggunakan corong pisah. Lapisan atas

diekstraksi tiga kali dengan 20 ml dietil eter. Dietil eter digunakan

untuk memisahkan komponen vanilin dari campuran hasil oksidasi

yang terdiri dari air, DMSO serta senyawa hasil oksidasi lainnya

seperti azobenzene dan asetaldehid yang ikut tercampur.

Vanilin yang terlarut dalam dietil eter diekstrak kembali dengan

34 ml larutan NaHSO3 (Natrium bisulfit) 10 % sebanyak dua kali.

Natrium bisulfit ditambahkan untuk membentuk vanilin bisulfit dan

memisahkan vanilin dari material yang tidak bereaksi lainnya yang

ikut terlarut dalam dietil eter seperti nitrobenzene dan azobenzene yang

dapat diperoleh kembali untuk digunakan dalam proses oksidasi

berikutnya. Selanjutnya bagian vanilin yang bergabung dengan

bisulfit ditambah dengan 2,7 ml asam sulfat pekat (H2SO4) dan

dipanaskan pada suhu 50 oC selama 1 jam untuk menghilangkan SO2

dan menghasilkan asam vanilin. Asam vanilin dirubah menjadi vanilin

melalui ekstraksi kembali dengan dietil eter sehingga vanilin terikat

dengan 20 ml dietil eter sebanyak dua kali. Pelarut dietil eter diuapkan

dan produk vanilin mentah berwarna merah kecoklatan mengkristal

sempurna pada suhu kamar. Kemudian vanilin diambil dan ditimbang.

Vanilin yang diperoleh adalah vanilin kasar atau mentah. Vanilin

kasar yang dihasilkan dianalisis kemurniannya dengan menggunakan

kromatografi gas. Selain itu dilakukan analisis terhadap rendemen,

densitas, titik leleh dan kelarutannya dalam alkohol 70 %. Diagram

alir proses sintesis vanilin dapat dilihat pada Gambar 12.

Page 51: WAJIB BACAAA

33

Gambar 12. Diagram alir proses sintesis vanilin

Pendinginan

Dipanaskan dengan oven gelombang mikro atau refluks

Ekstrak vanilin yang didapat diekstraksi 2 x dengan larutan NaHSO3 10 %

Ekstraksi 3 x dengan 20 ml dietil eter

Terbentuk dua lapisan

Ditambahkan 2,7 ml asam sulfat pekat dan dipanaskan pada suhu 50 oC, 1 jam

Larutan diekstrak 2 x dengan 20 ml dietil eter

Vanilin mentah mengkristal sempurna

pada suhu kamar

Identifikasi dengan GC

Analisis kemurnian, rendemen, densitas,

titik leleh dan kelarutan dalam

alkohol 70 %

Pelarut dietil eter diuapkan

Pengadukan Pengadukan

Isoeugenol KOH dan air

Nitrobenzene dan DMSO

HCl 25 % hingga pH 2-3

Lapisan bawah (fase organik)

Lapisan atas (fase air)

Page 52: WAJIB BACAAA

34

4. Perlakuan

Perlakuan yang digunakan pada penelitian utama, yaitu:

Tingkat daya 50 % (400 Watt) dengan waktu 4, 6 dan 8 menit.

Tingkat daya 70 % (560 Watt) dengan waktu 4, 6 dan 8 menit.

Tingkat daya 100 % (800 Watt) dengan waktu 2, 3 dan 4 menit.

Menggunakan refluks pada suhu 130 oC dengan waktu reaksi 3 jam

5. Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan untuk produk vanilin pada penelitian ini

meliputi rendemen, kemurnian produk, densitas, titik leleh dan kelarutan

dalam alkohol 70 %. Sedangkan pengamatan untuk bahan baku

isoeugenol pada penelitian pendahuluan meliputi kemurnian bahan baku,

bobot jenis, indeks bias dan kelarutan dalam alkohol 50 %.

1. Pengamatan Produk Vanilin

a. Rendemen (SNI 06-2387-1998)

Prinsip :

Banyaknya produk yang dihasilkan dinyatakan dalam

persentase bobot produk terhadap bobot bahan baku yang digunakan.

Perhitungan :

Rendemen produk (% b/b) =

b. Kemurnian dengan Kromatografi Gas (SNI 06-6990.1-2004)

Prinsip:

Dasar dari pemisahan secara kromatografi gas adalah

penyebaran cuplikan contoh di antara dua fase, yaitu fase diam yang

%100)(

)( xgrambakubahanBobot

gramprodukBobot

Page 53: WAJIB BACAAA

35

mempunyai fase relatif luas dan fase gas yang merupakan fase

bergerak. Bila fase diam pada kromatografi gas merupakan zat cair,

maka cara pemisahan ini disebut metode kromatografi gas-cairan.

Pemisahan komponen dengan menggunakan kromatografi gas-cairan

didasarkan pada laju gerakan komponen-komponen yang dipisahkan

tersebut. Perbedaan laju gerak ini terjadi akibat adanya perbedaan

polaritas dan berat molekul komponen-komponen yang dipisahkan.

Alat kromatografi gas dapat dilihat pada Gambar 13.

Analisis kromatografi gas dilakukan di Laboratorium

Instrumen Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen

dengan menggunakan:

Instrumen : Hitachi 263-50

Detektor : Ionisasi nyala (FID)

Materi kolom : OV 17

Panjang kolom : 3 meter

Diameter kolom : 1/8 inchi

Zat padat pendukung : Chromosorb

Suhu awal kolom : 150 oC

Waktu retensi : 13,7-14,4 menit

Suhu kenaikan kolom : 7,5 oC/menit

Suhu akhir kolom : 250 oC

Suhu Injektor : 200 oC

Suhu detektor : 250 oC

Volume injektor : 2 µl

Kecepatan alir nitrogen : 50 ml/menit

Kecepatan alir hidrogen : 50 ml/menit

Kecepatan rekorder : 5 mm/menit

Prosedur:

Untuk mengukur kemurnian campuran vanilin, diambil sebanyak

2 µl lapisan atas yang mengandung vanilin yang telah dipisahkan dari

lapisan bawah hasil dari tahap hidrolisis. Sedangkan untuk mengukur

Page 54: WAJIB BACAAA

36

kemurnian produk vanilin dilakuakn dengan melarutkan sedikit produk

vanilin kasar dalam alkohol 70 %, kemudian larutan tersebut diambil

sebanyak 2 µl. Campuran vanilin dan larutan produk vanilin sebanyak

2 µl disuntikkan ke dalam kolom kromatografi gas yang akan

membawa sampel ke detektor untuk dianalisa kemurniannya.

Perhitungan :

Konsentrasi senyawa dalam produk ditentukan dengan

perhitungan berdasarkan perbandingan antara konsentrasi produk

dengan konsentrasi pelarutnya.

Kemurnian =

Gambar 13. Alat kromatografi gas

c. Densitas (SNI 06-2387-1998)

Prinsip :

Perbandingan kerapatan bobot produk terhadap kerapatan

volume produk dalam gelas ukur yang digunakan.

Prosedur :

Pengukuran densitas produk vanilin ini dilakukan dengan cara

manual, yaitu dengan menggunakan gelas ukur 10 ml yang ditimbang

terlebih dahulu, kemudian diisi dengan vanilin sampai volumenya

2,1 ml dan dirapatkan, kemudian ditimbang bobot vanilin dalam gelas

ukur dan dihitung densitasnya.

%100100

xpelarutiKonsentras

produkiKonsentras−

Page 55: WAJIB BACAAA

37

Perhitungan :

Densitas produk (g/cm3) =

d. Titik Leleh (Barnsted International 800-553-0039)

Prinsip :

Pengukuran titik leleh terutama dilakukan terhadap minyak atsiri

yang berwujud padat atau membeku kristal pada suhu kamar. Suatu

produk sebelum meleleh mengalami perubahan fisik menjadi terlihat

lunak dan menyusut ketika akan meleleh. Titik leleh tetap diukur

mulai dari terlihatnya lelehan pertama sampai semua padatan meleleh

sempurna.

Prosedur :

Pengujian titik leleh pada hasil penelitian ini dilakukan

menggunakan elektrothermal IA9400 Apparatus dengan merk

Wagtech yaitu alat untuk mengukur titik leleh pada suhu rendah.

Sedikit sampel diletakkan di atas preparat kaca yang sudah

dibersihkan, kemudian preparat dimasukkan ke dalam alat tersebut.

Titik leleh maksimum produk vanilin diatur sampai suhu 90 oC

kemudian tekan tombol enter. Titik leleh tetap diukur mulai dari

terlihatnya lelehan pertama sampai semua padatan meleleh sempurna.

Gambar 14. Alat untuk mengukur titik leleh (Elektrothermal) (Bolton's, 2006)

)3()(

cmprodukVolumegramprodukBobot

Page 56: WAJIB BACAAA

38

e. Kelarutan Dalam Alkohol 70 % (SNI 06-2387-1998)

Prinsip :

Kelarutan vanilin dalam alkohol dapat dilihat dari seberapa jauh

bahan tersebut larut dalam alkohol sampai jernih dengan perbandingan

tertentu.

Prosedur :

Sebanyak 0,05 gram vanilin dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

kemudian ditambahkan 0,056 ml atau 0,05 gram alkohol 70 % (bobot

jenis alkohol 70 % adalah 0,8899) sambil dikocok. Bila belum

diperoleh larutan jernih, ditambahkan lagi 0,056 ml alkohol 70 %

sambil dikocok. Penambahan terus dilakukan sampai diperoleh larutan

jernih. Bahan yang sukar larut dalam alkohol akan membentuk larutan

keruh. Penggunaan vanilin sebanyak 0,05 gram tersebut karena

produk vanilin yang dihasilkan terlalu sedikit jumlahnya.

Perhitungan :

Gram produk : Gram alkohol

2. Pengamatan Bahan Baku Isoeugenol

a. Bobot Jenis (SNI 06-2387-1998)

Prinsip :

Perbandingan kerapatan minyak pada suhu 25 oC terhadap

kerapatan air suling pada suhu yang sama.

Prosedur :

Piknometer kosong yang bersih dan kering ditimbang. Air suling

diisikan sampai melebihi tanda tera dan air yang menempel di bagian

luar piknometer dibersihkan dengan lap. Piknometer yang telah berisi

air suling didiamkan 15 menit untuk menormalkan suhunya lalu

ditimbang. Dengan cara yang sama dilakukan terhadap bahan baku

isoeugenol.

Page 57: WAJIB BACAAA

39

Perhitungan :

Bobot jenis = )(

)(gramsulingairBobot

gramprodukBobot

dan Bobot jenis (25/25 oC) = Bobot jenis (t) + 0,00082 (t – 25)

di mana :

BJ (t) = Bobot jenis minyak pada suhu pengukuran (pada t oC)

0,00082 = Faktor koreksi Bobot jenis minyak untuk perubahan 1 oC

b. Indeks Bias (SNI 06-2387-1998)

Prinsip :

Jika cahaya datang dan menembus dua media dengan kerapatan

yang berbeda, maka akan dibelokkan atau dibiaskan menuju garis

normal.

Perhitungan:

N = Indeks bias media lebih rapat

n = Indeks bias media kurang rapat

i = Sudut antar sinar datang dengan garis normal

r = Sudut bias

Prosedur :

Prisma pada refraktometer dibersihkan dengan alkohol,

kemudian di atas prisma diteteskan isoeugenol menggunakan pipet

tetes. Prisma dirapatkan dan diatur slidenya sehingga diperoleh garis

batas yang jelas antara terang dan gelap, saklar diatur sampai garis

batas berhimpit dengan titik potong dari dua garis bersilangan, indeks

bias dibaca.

Perhitungan :

Indeks Bias (25 oC) = nt – 0,0004 (t – 25)

nN

rSiniSin=

Page 58: WAJIB BACAAA

40

dimana:

t = Suhu kamar (oC)

nt = Indeks bias pada suhu kamar

0,0004 = Faktor koreksi isoeugenol yang nilainya dapat berubah

sesuai dengan suhu yang dipakai

c. Kelarutan Dalam Alkohol 50 % (SNI 06-2387-1998)

Prinsip :

Kelarutan isoeugenol dalam alkohol dapat dilihat dari seberapa

jauh bahan tersebut larut dalam alkohol sampai jernih dengan

perbandingan tertentu.

Prosedur :

Sebanyak 1 ml isoeugenol dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

kemudian ditambahkan 1 ml alkohol 50 % sambil dikocok. Bila belum

diperoleh larutan jernih, ditambahkan lagi 1 ml alkohol 50 % sambil

dikocok. Penambahan terus dilakukan sampai diperoleh larutan jernih.

Minyak yang sukar larut dalam alkohol akan membentuk larutan

keruh.

Perhitungan :

ml isoeugenol : ml alkohol

6. Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode

deskriptif, yaitu metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan

penyajian data sehingga mudah dipahami dan memberikan informasi yang

berguna (Hasan, 2002). Penyajian data disajikan atau ditampilkan dalam

bentuk grafik, tabel dan histogram.

Page 59: WAJIB BACAAA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Bahan Baku dan Produk Vanilin Komersial

Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan analisis sifat fisiko-kimia

isoeugenol yang berasal dari PT Indesso Aroma. Analisis bahan baku ini

bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan mutu isoeugenol minyak

cengkeh serta untuk mengetahui perubahan yang terjadi setelah dilakukan

proses oksidasi vanilin. Hasil analisis sifat fisiko-kimia isoeugenol dapat

dilihat pada Tabel 11 berikut:

Tabel 11. Sifat fisiko-kimia isoeugenol

Karakteristik Nilai Bahan Baku Nilai Standar *

Warna dan aroma

Bobot Jenis (25 oC)

Indeks Bias (20 oC)

Kelarutan

Kuning jernih, wangi bunga

1,084

1,575

1 : 5 dalam

Alkohol 50 %

Kuning jernih

1,079 – 1,085

1,572 – 1,577

1 : 5 dalam

Alkohol 50 %

* EOA, (1970)

Dari Tabel hasil analisis sifat fisiko-kimia bahan baku isoeugenol di

atas, dapat dilihat bahwa isoeugenol yang digunakan mempunyai mutu

yang tergolong dalam standar yang ditetapkan. Bobot jenis (25 oC) bahan

baku isoeugenol sebesar 1,084 dan indeks bias (20 oC) sebesar 1,575 termasuk

dalam selang bobot jenis dan indeks bias isoeugenol standar EOA (1970) yaitu

1,079 – 1,085 untuk bobot jenis dan 1,572 – 1,577 untuk indeks bias, sedangkan

kelarutan isoeugenol dalam Alkohol 50 % sebesar 1 : 5 sesuai dengan standar

EOA yaitu 1 : 5 dalam Alkohol 50 %. Hasil analisis kromatografi gas

(Lampiran 5) menunjukkan bahwa isoeugenol tersebut mempunyai

kemurnian total 99 % dengan kandungan cis-isoeugenol sebesar 15,19 %

Page 60: WAJIB BACAAA

42

dan trans-isoeugenol sebesar 83,99 %. Menurut Archtander (1969) dalam

Leody (1992), isoeugenol komersial merupakan campuran dari isomer cis-

dan trans- isoeugenol, jumlah trans-isoeugenol sekitar 81 – 88 % dan cis-

isoeugenol sekitar 12 – 18 %, berwarna kekuning-kuningan dan

merupakan cairan kental dengan aroma cengkeh, namun aromanya lebih

lunak.

Selain analisis bahan baku isoeugenol, juga dilakukan analisis

terhadap produk vanilin komersial yang dibeli di pasaran sebagai standar

untuk membandingkan produk vanilin kasar semi sintetik yang dihasilkan

pada penelitian ini. Hasil analisis vanilin komersial dapat dilihat pada

Tabel 12 berikut:

Tabel 12. Sifat fisiko-kimia vanilin komersial Karakteristik Nilai Vanilin Komersial Nilai Standar *

Warna dan

aroma

Densitas

Titik leleh

Kelarutan

Putih berbentuk kristal jarum

dan beraroma wangi khas

vanilin

0,591 g/cm3

78,9 oC

1 : 1 dalam Alkohol 70 %

Kristal berwarna putih atau

sedikit kuning, berbentuk

jarum dan beraroma khas

0,6 g/cm3

80 – 83 oC

Sangat larut dalam alkohol

* Tidco (2005)

Dari Tabel hasil analisis sifat fisiko-kimia produk vanilin komersial

di atas, dapat dilihat bahwa vanilin tersebut mempunyai mutu yang

tergolong dalam standar yang ditetapkan. Densitas vanilin komersial

sebesar 0,591 g/cm3 mendekati densitas vanilin standar Tidco (2005)

sebesar 0,6 g/cm3. Begitu juga dengan titik lelehnya, vanilin komersial

mempunyai titik leleh sebesar 78,9 oC yang mendekati titik leleh vanilin

standar Tidco (2005) sebesar 80 – 83 oC. Sedangkan warna dan aroma

serta kelarutan vanilin komersial sesuai dengan vanilin standar yang

ditetapkan. Hasil kromatografi gas (Lampiran 5) menunjukkan bahwa

vanilin tersebut mempunyai kemurnian 99,16 %. Kemurnian ini diperoleh

Page 61: WAJIB BACAAA

43

dari perhitungan berdasarkan perbandingan antara konsentrasi vanilin

dengan konsentrasi pelarutnya.

Dari hasil analisis karakterisasi bahan baku isoeugenol dan produk

vanilin komersial disimpulkan bahwa bahan baku isoeugenol yang berasal

dari PT Indesso Aroma sangat sesuai digunakan untuk proses sintesis

vanilin, karena mempunyai mutu yang tergolong dalam standar yang

ditetapkan EOA (1970). Begitu juga dengan analisis produk vanilin

komersial sangat sesuai digunakan sebagai standar dan pembanding

terhadap produk hasil proses sintesis vanilin yang dihasilkan pada

penelitian ini, karena produk vanilin komersial tersebut termasuk dalam

standar yang ditetapkan Tidco (2005).

2. Pemilihan Metode

Proses sintesis vanilin dari isoeugenol minyak cengkeh mempunyai

dua tahapan reaksi, yaitu reaksi oksidasi dan reaksi hidrolisis asam.

Tahapan reaksi paling kritis adalah reaksi oksidasi karena reaksi ini

merupakan reaksi yang dapat balik, sehingga untuk mengarahkan

kesetimbangan reaksi ke arah terbentuknya senyawa vanilin (produk)

dibutuhkan kondisi proses yang sesuai (Kurniawan, 2005).

Oleh karena itu pada penelitian pendahuluan ini dicobakan beberapa

metode untuk menghasilkan kondisi proses oksidasi yang sesuai

digunakan untuk kapasitas oven gelombang mikro sehingga menghasilkan

produk vanilin dengan kemurnian dan rendemen yang tinggi.

Metode yang pertama disebut metode modifikasi 1 menggunakan

basis metode penelitian sintesis vanilin yang dilakukan oleh

Sastrohamidjojo (1981) dengan menggunakan perbandingan mol

isoeugenol dan nitrobenzene sebesar 1 : 7,8 serta perbandingan mol

isoeugenol dan KOH 76 % sebesar 1 : 6,5 yang menghasilkan rendemen

vanilin kasar sebesar 56,25 %. Modifikasi dilakukan dengan pengecilan

volumenya menjadi 1/8 kali. Pengecilan volume ini didasarkan dari

kapasitas maksimum yang sesuai dan batas aman penggunaan untuk

Page 62: WAJIB BACAAA

44

pemanasan dengan gelombang mikro. Menurut Gallawa (1989), besarnya

energi panas gelombang mikro tergantung dari dalamnya daya tembus

gelombang mikro ke dalam zat dengan volume yang meruah, dimana oven

gelombang mikro hanya dapat menembus bahan dengan kedalaman

tertentu.

Pemakaian tingkat daya yang dilakukan pada penelitian

pendahuluan dengan menggunakan oven gelombang mikro ini yaitu

560 Watt pada power level medium high dan lama reaksi 4 menit.

Pemilihan tingkat daya dan lama reaksi ini digunakan karena pada daya

560 Watt dan lama reaksi 4 menit ini diperkirakan reaktan mencapai suhu

sekitar 130 oC, yaitu suhu yang digunakan oleh Sastrohamidjojo untuk

mensistesis vanilin dengan pemanasan konvensional.

Metode yang kedua disebut metode modifikasi 2 juga berbasis

metode yang dilakukan pada penelitian Sastrohamidjojo. Hanya saja

pemakaian nitrobenzene dan KOH untuk sintesis ini diambil dari

gabungan metode penelitian Kurniawan (2005) dengan perbandingan

penggunaan mol oksidator nitrobenzene terhadap mol isoeugenol 2 : 1

yang menghasilkan rendemen 81,6 % dan metode Boult et al., (1970)

dengan menggunakan perbandingan mol isoeugenol dan KOH 20 % 1 : 2.

Penggunaan metode modifikasi 2 ini diharapkan dapat menghasilkan

produk vanilin dengan kemurnian dan rendemen yang tinggi dengan

menghemat bahan-bahan kimia yang digunakan.

Hasil sintesis vanilin dari metode modifikasi 1 dengan menggunakan

daya 560 Watt dan lama reaksi 4 menit menghasilkan kemurnian

campuran vanilin sebesar 49,01 % dan kemurnian produk vanilin kasar

setelah dilakukan proses ekstraksi sebesar 90,44 % dengan rendemen

6,86 % (kromatogram metode modifikasi 1 terdapat pada Lampiran 6 dan

7). Sedangkan sintesis vanilin dari metode modifikasi 2 dengan

menggunakan daya dan lama reaksi yang sama dengan metode modifikasi

1 menghasilkan kemurnian campuran vanilin sebesar 32,97 % dan

kemurnian produk vanilin kasar setelah dilakukan proses ekstraksi sebesar

85,88 % dengan rendemen 2,46 % (kromatogram metode modifikasi 2

Page 63: WAJIB BACAAA

45

terdapat pada Lampiran 8 dan 9). Sifat fisiko-kimia hasil sintesis vanilin

dengan metode modifikasi 1 dan metode modifikasi 2 dapat dilihat pada

Tabel 13, sedangkan penyajian data dalam bentuk histogram dapat dilihat

pada Gambar 15 dan 16. Untuk selanjutnya, garis simpangan pada

histogram menunjukkan standar deviasi dari dua ulangan.

Tabel 13. Sifat fisiko-kimia hasil sintesis vanilin metode modifikasi dan metode modifikasi 2.

Karakteristik Metode

Modifikasi 1

Metode

Modifikasi 2

Kemurnian campuran vanilin

Kemurnian produk vanilin kasar

Rendemen

Titik leleh

Densitas

Kelarutan

49,01 %

90,44 %

6,86 %

63,20 oC

0,598 g/cm3

1 : 2 dalam

alkohol 70 %

32,97 %

85,88 %

2,46 %

66,70 oC

0,536 g/cm3

1 : 2 dalam

alkohol 70 %

Gambar 15. Pengaruh modifikasi metode terhadap kemurnian vanilin.

Garis simpangan menunjukkan standar deviasi dari 2 ulangan

49,01

90,44

32,97

85,88

0

20

40

60

80

100

campuran vanilin produk vanilin kasar

vanilin

% k

emur

nian

metode modifikasi 1 metode modifikasi 2

Page 64: WAJIB BACAAA

46

Gambar 16. Pengaruh modifikasi modifikasi terhadap rendemen vanilin.

Kemurnian produk vanilin kasar dan rendemen pada Gambar 15 dan

Gambar 16 yang dihasilkan dari metode modifikasi 2 lebih rendah jika

dibandingkan hasil metode modifikasi 1. Hal ini disebabkan karena pada

metode modifikasi 2 konsentrasi KOH yang digunakan lebih rendah, yaitu

sebesar 20 % dengan perbandingan mol isoeugenol dan KOH 1 : 2 jika

dibandingkan dengan metode modifikasi 1 yang menggunakan konsentrasi

KOH 76 % dengan perbandingan mol isoeugenol dan KOH 1 : 6,5. Hasil

analisis standar deviasi menunjukkan bahwa pemilihan metode

memberikan nilai yang berbeda terhadap kemurnian dan rendemen vanilin.

Penurunan konsentrasi larutan KOH berarti berkurangnya jumlah

molekul KOH dan bertambahnya jumlah molekul air dalam larutan.

Menurut Gsianturi (2002), sifat kelarutan senyawa kalium lebih tinggi

dibandingkan dengan natrium, sehingga kalium mudah larut dalam air.

Semakin tinggi ratio air : garam, maka semakin rendah kandungan

senyawa kalium.

Molekul KOH bersifat sukar menguap, sedangkan molekul air

menguap pada suhu 100 oC, sehingga semakin besar jumlah molekul air

dalam larutan mengakibatkan tekanan uap semakin tinggi. Adanya air

dalam jumlah yang banyak menyebabkan energi panas yang dihasilkan

oleh oven gelombang mikro diserap oleh bahan secara berlebih sehingga

akan menaikkan suhu bahan secara cepat. Menurut Connors (1990), kadar

air yang tinggi dalam suatu larutan akan berpengaruh terhadap

peningkatan pemanasan, dimana kecepatan pemanasannya tergantung dari

2,46

6,86

0

2

4

6

8

metode modifikasi 1 metode modifikasi 2

Metode%

Ren

dem

en

Page 65: WAJIB BACAAA

47

konsentrasi air dalam larutan. Oleh karena itu pada tingkat daya dan lama

reaksi yang sama dengan metode modifikasi 1, pada metode modifikasi 2

larutan cepat sekali mendidih dan terjadi tekanan uap yang tinggi sehingga

larutan yang ada dalam wadah naik ke atas permukaan wadah. Cepatnya

laju reaksi ini tidak membentuk produk isoeugenolat yang semakin

banyak, karena banyaknya air menyebabkan garam isoeugenolat yang

terbentuk terlarut di dalamnya. Menurut Sastrohamidjojo (1981),

isoeugenol merupakan asam lemah, sehingga garam isoeugenolat dalam

sistem yang mengadung H2O berlebih dapat terhidrolisis.

Menurut Soewarso et al., (2002), adanya H2O dalam reaksi akan

menghambat terbentuknya garam isoeugenolat dalam jumlah yang banyak,

karena kesetimbangan akan bergeser ke sebelah kiri atau ke arah

pembentukan isoeugenol kembali. Reaksinya dapat dilihat pada Gambar

17. OH OK

OCH3 OCH3

+ KOH + H2O

CH=CH-CH3 CH=CH-CH3

Isougenol K-isoeugenolat

Gambar 17. Reaksi penggeseran kesetimbangan ke sebelah kiri

Oleh karena itu, untuk menggeser kesetimbangan ke sebelah kanan

atau ke arah pembentukan garam isoeugenolat, maka H2O dalam sistem

harus dikeluarkan dan basa yang digunakan harus berlebih. Reaksinya

dapat dilihat pada Gambar 18. OH OK

OCH3 OCH3

+ KOH + H2O

CH=CH-CH3 CH=CH-CH3

Isougenol K-isoeugenolat

Gambar 18. Reaksi penggeseran kesetimbangan ke sebelah kanan

Basa berlebih

H2O dikeluarkan

Arah pergeseran kesetimbangan

Arah pergeseran kesetimbangan

Page 66: WAJIB BACAAA

48

Adanya basa berlebih dalam sistem akan bereaksi dengan senyawa

yang mudah melepaskan H+. Apabila air dikeluarkan dari sistem reaksi,

maka KOH berlebih akan bereaksi dengan H+ yang berasal dari

isoeugenol. H+ yang bersifat asam akan ditarik oleh KOH menjadi H2O

(Soewarso et al., 2002). Rendahnya kandungan air dapat memudahkan

pemindahan KOH dari fase air ke fase organik, sehingga isoeugenol dan

KOH dapat berinteraksi dengan baik.

Selain itu jumlah oksidator nitrobenzene yang digunakan pada

metode modifikasi 2 ini hanya berbanding 2 : 1 dengan isoeugenolnya dan

pemakaian pelarut DMSO hanya satu kali volume nitrobenzene. Berbeda

dengan jumlah oksidator nitrobenzene yang digunakan pada metode

modifikasi 1 dengan perbandingan mol nitrobenzene dan isoeugenol

7,8 : 1 dan pemakaian pelarut DMSO dua kali volume nitrobenzene.

Penggunan oksidator nitrobenzene dengan perbandingan yang terlalu kecil

dengan mol isoeugenolnya akan mempengaruhi kerja oksidator tersebut

sehingga reaksi oksidasi yang terjadi pada metode modifikasi 2 ini tidak

berjalan sempurna.

Sastrohamidjojo (2002) mengatakan reaksi oksidasi isoeugenol dapat

dilakukan dengan menggunakan oksidator nitrobenzene. Reaksi oksidasi

ini berlangsung dalam fase organik, sehingga untuk membawa oksidator

nitrobenzene ke dalam fase organik dibutuhkan pelarut Dimetil sulfoksida

(DMSO). Agar reaksi berjalan sempurna, jumlah oksidator dan pelarut

yang digunakan harus melebihi jumlah bahan yang akan direaksikan.

Menurut Boult, et al. (1970), penggunaan oksidator yang berlebih

diharapkan dapat mengoksidasi isoeugenol secara maksimal, dan

diharapkan faktor penghambat medium reaksi antara oksidator dengan

isoeugenol dapat dihilangkan. Hal ini dikarenakan pada reaksi kimia

sintesis vanilin dari isoeugenol dengan nitrobenzene, terdapat faktor

terjadinya penghambatan reaksi seperti homogenitas medium reaksi

(kemudahan kontak antar senyawa pereaksi).

Oleh karena itu, pada metode modifikasi 1 dengan jumlah oksidator

yang lebih banyak menghasilkan rendemen dan kemurnian yang lebih

Page 67: WAJIB BACAAA

49

tinggi jika dibandingkan dengan metode modifikasi 2. Hal ini dapat

dilihat pada hasil kromatogram campuran vanilin metode modifikasi 2

(Lampiran 8) memperlihatkan adanya puncak isoeugenol pada waktu

retensi 7,26 menit dengan jumlah yang tinggi. Hal ini menunjukkan

bahwa kesetimbangan reaksi bergeser ke sebelah kiri atau ke arah

pembentukan isoeugenol kembali, tidak bereaksi menjadi K-isoeugenolat

dan K-vanilat yang akan membetuk vanilin ketika direaksikan dengan

asam (reaksi hidrolisis asam), sehingga produk vanilin yang dihasilkan

mempunyai tingkat kemurnian dan rendemen yang rendah.

Menurut Suwarso, et al (2002), penyebab rendahnya rendemen hasil

reaksi adalah karena sebagian besar substrat awalnya tidak bereaksi.

Kemungkinan lainnya disebabkan karena terbentuknya senyawa-senyawa

reaksi samping bukan pembentuk produk (by-product).

K-isoeugenolat dan K-vanilat merupakan tahap penentu kecepatan

reaksi oksidasi. Oleh karena itu, reaksi oksidasi pembentukan vanilin

haruslah merupakan suatu reaksi kesetimbangan.

Dari data hasil analisis kemurnian produk vanilin dan rendemen

metode modifikasi 1 dipilih sebagai metode yang digunakan dalam

penelitian utama untuk mensintesis vanilin dari isoeugenol dengan

menggunakan gelombang mikro pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan

800 Watt. Namun hasil analisis titik leleh, densitas dan kelarutan dari

kedua metode tersebut tidak jauh berbeda, sehingga tidak berpengaruh

terhadap pemilihan metode yang digunakan dalam penelitian utama.

Selain mensistesis vanilin menggunakan oven gelombang mikro

dengan memakai metode modifikasi 1, juga dilakukan sintesis vanilin

menggunakan cara konvesional dengan metode yang sama. Hasil sintesis

vanilin dengan cara konvensional ini digunakan untuk membandingkan

hasil sintesis vanilin dengan menggunakan oven gelombang mikro.

Page 68: WAJIB BACAAA

50

B. PENELITIAN UTAMA

1. Reaksi Sintesis Vanilin

Proses pembentukan vanilin sintesis dari isoeugenol minyak cengkeh

terdiri dari dua tahap, yaitu tahap oksidasi dan hidrolisis yang kemudian

dilanjutkan dengan tahap ekstraksi.

a. Tahap Oksidasi dan Hidrolisis

Reaksi oksidasi isoeugenol menjadi vanilin menggunakan

oksidator nitrobenzene. Nitrobenzene tersebut digunakan untuk

mengubah isoeugenol menjadi K-vanilat yang terlebih dahulu

isoeugenol dirubah menjadi K-isoeugenolat dalam suasana basa.

Isoeugenol yang merupakan bahan baku utama dari sintesis

vanilin ini memiliki kemurnian isoeugenol 99 % direaksikan dengan

basa kuat KOH berlebih untuk membentuk K-isoeugenolat dan

oksidator nitrobenzene membentuk K-vanilat serta hasil sampingnya

seperti azobenzene dan asetaldehid. Reaksi oksidasi isoeugenol dapat

dilihat pada Gambar 8 halaman 15.

Pada penelitian ini, isoeugenol dioksidasi dengan menambahkan

KOH dan nitrobenzene serta DMSO yang dipanaskan dalam oven

gelombang mikro. Di dalam oven gelombang mikro terjadi radiasi

gelombang mikro yang diserap oleh bahan dan mengubah energi

radiasi menjadi energi panas yang akan memanaskan larutan sampel

secara langsung sehingga akan menaikkan suhu larutan dan terjadi

reaksi oksidasi.

Reaksi oksidasi isoeugenol dengan oksidator nitrobenzene dalam

suasana basa pada penelitian ini menghasilkan kalium vanilat.

Menurut Solistyowati (2001), penambahan basa KOH dalam reaksi

diperlukan agar asam karboksilat yang terbentuk akibat semakin

Page 69: WAJIB BACAAA

51

tingginya suhu oksidasi dapat dirubah menjadi garam yang dapat larut

dalam air, sehingga terbentuk kalium vanilat.

Campuran senyawa hasil oksidasi diasumsikan sebagai suatu

senyawa ester, untuk memutuskan ikatan ester diperlukan suatu

hidrolisis. Untuk merubah kalium vanilat menjadi vanilin maka

dilakukan tahapan hidrolisis menggunakan asam. Pada tahapan ini ion

K+ pada senyawa vanilat digantikan oleh ion OH- dan garam KCl hasil

reaksi terendapkan sehingga dapat dipisahkan dari komponen vanilin.

Reaksi hidrolisis vanilin dapat dilihat pada Gambar 8 halaman 15.

Hasil akhir dari tahapan hidrolisis adalah terbentuknya dua

lapisan yaitu lapisan atas (air) yang mengandung vanilin dan lapisan

bawah yang mengandung azobenzene, asetaldehid, DMSO dan reaksi

hasil samping lainnya. Lapisan atas diidentifikasi dengan kromatografi

gas untuk menganalisis kemurniannya dan seberapa besar vanilin yang

terbentuk.

Reaksi pembentukan vanilin sangat dipengaruhi oleh lama

reaksi oksidasi dengan aplikasi gelombang mikro. Kenaikkan lama

reaksi menyebabkan kenaikkan suhu reaksi, sehingga semakin banyak

energi panas yang dihasilkan gelombang mikro diserap oleh bahan dan

meningkatkan laju reaksi oksidasi untuk membentuk vanilin semakin

banyak. Hal ini dapat dilihat pada kemurnian campuran vanilin tingkat

daya 400 Watt (Gambar 19) pada lama reaksi oksidasi dengan aplikasi

gelombang mikro 4, 6 dan 8 menit, serta tingkat daya 800 Watt

(Gambar 21) pada lama reaksi 2, 3 dan 4 menit mengalami

peningkatan seiring dengan meningkatnya lama reaksi.

Pada lama reaksi 4 dan 6 menit pada tingkat daya 400 Watt, serta

2 dan 3 menit pada tingkat daya 800 Watt persentasi kemurnian masih

kecil, sebaliknya pada lama reaksi 8 menit (400 Watt) dan 4 menit

(800 Watt) terjadi persentase kemurnian yang semakin besar. Hal ini

disebabkan jumlah energi panas yang dihasilkan pada lama reaksi 4

dan 6 menit (400 Watt) serta 2 dan 3 menit (800 Watt) belum dapat

mengubah isoeugenol menjadi vanilin dalam jumlah yang banyak.

Page 70: WAJIB BACAAA

52

Sedangkan lama reaksi 8 menit (400 Watt) dan 4 menit (800 Watt),

reaksi oksidasi berjalan lebih baik, sehingga vanilin yang terbentuk

lebih banyak dan pada hasil analisis kromatografi gas terjadi

peningkatan kemurnian yang sangat besar.

Kenaikan kemurnian ini disebabkan karena interaksi antara

komponen medan listrik gelombang mikro dengan partikel bermuatan

terjadi secara sempurna dengan semakin meningkatnya suhu reaksi.

Tingginya kemurnian produk vanilin disebabkan oleh tingginya

konversi isoeugenol menjadi vanilin akibat dari reaksi oksidasi yang

optimal. Pada tingkat daya 400 Watt dan 800 Watt terjadi kenaikan

kemurnian campuran vanilin dan penurunan jumlah isoeugenol yang

tidak teroksidasi dengan meningkatnya lama reaksi (Lampiran 10 – 15

dan Lampiran 22 – 27) .

Perubahan energi gelombang mikro menjadi energi panas pada

metode ini dipengaruhi oleh konduksi ionik, karena adanya konsentrasi

ion yang besar (KOH 76 %) dan peningkatan suhu seiring dengan

peningkatan lama reaksi menyebabkan pemanasan didominasi oleh

konduksi ion sehingga semakin banyak isoeugenol yang terkonversi

menjadi vanilin dengan semakin meningkatnya suhu larutan.

Menurut Taylor (2005) pada larutan ionik, berubahnya energi

gelombang mikro menjadi energi panas berhubungan dengan konduksi

ion, dimana dengan meningkatnya suhu, maka semakin tinggi

kontribusi mekanisme konduksi ion tersebut membentuk produk

semakin banyak. Menurut Whittaker (1997), adanya penambahan

garam yang dilarutkan dalam air akan mempengaruhi sifat dielektik

bahan terhadap peningkatan mekanisme konduksi ionik.

Page 71: WAJIB BACAAA

53

Gambar 19. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt terhadap kemurnian campuran vanilin

Gambar 20. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 560 watt terhadap

kemurnian campuran vanilin

Gambar 21. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 800 watt terhadap

kemurnian campuran vanilin

74,75

30,28

18,88

0102030405060708090

100

4 menit 6 menit 8 menitLama reaksi (menit)

% K

emur

nian

82,92

51,76

24,85

0102030405060708090

100

4 menit 6 menit 8 menit

Lama reaksi (menit)

% k

emur

nian

25,27

48,615

79,87

0102030405060708090

100

2 menit 3 menit 4 menit

Lama reaksi (menit)

% K

emur

nian

Page 72: WAJIB BACAAA

54

Sedangkan kemurnian campuran vanilin dengan tingkat daya

560 Watt (Gambar 20) diketahui bahwa semakin lama reaksi oksidasi

dengan aplikasi gelombang mikro (selang waktu 4 – 6 menit) terjadi

kecenderungan peningkatan kemurnian. Namun pada lama reaksi

8 menit kemurnian vanilin menjadi berkurang. Hal ini disebabkan

pada tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 6 menit sudah cukup

atau sudah optimal terjadinya reaksi oksidasi isoeugenol menjadi

vanilin. Perpanjangan lama reaksi menjadi 8 menit tidak

meningkatkan pembentukan vanilin, akan tetapi sebaliknya. Menurut

Cerveny et al., (1987) menyatakan bahwa semakin lama waktu

pemanasan dalam reaksi menyebabkan semakin banyak produk yang

terbentuk, akan tetapi waktu pemanasan akan mencapai optimal pada

waktu atau suhu pemanasan tertentu.

Pada tingkat daya dan lama reaksi tersebut, energi panas yang

dihasilkan oleh gelombang mikro dan yang diserap oleh bahan

berlebih, sehingga terjadi dekomposisi vanilin yang menyebabkan

reaksi polimerisasi, ditunjukkan dengan terbentuknya polimer

(endapan seperti ter) dan bau gosong yang kurang enak. Reaksi

tersebut dapat menghambat terjadinya reaksi oksidasi. Pada kondisi

ini diduga reaksi oksidasi yang terjadi melebihi batas suhu optimum

berjalannya reaksi. Pada hasil kromatogram (Lampiran 20)

ditunjukkan adanya puncak-puncak lain pada campuran vanilin yang

merupakan indikasi terbentuknya senyawa hasil reaksi polimerisasi.

Menurut Leody (1992), semakin tingginya lama reaksi atau

lamanya kontak antara bahan dengan energi panas, menyebabkan suhu

semakin tinggi dan memacu terjadinya reaksi samping yaitu reaksi

polimerisasi.

Berdasarkan perhitungan standar deviasi (Lampiran 3a)

kemurnian campuran vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 Watt dan

800 Watt disimpulkan bahwa data persentase dari masing-masing

perlakuan memberikan nilai yang berbeda terhadap kemurnian

campuran vanilin. Tabel hasil analisis kemurnian vanilin pada tingkat

Page 73: WAJIB BACAAA

55

daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt dapat dilihat pada Lampiran

2a.

Pengaruh tingkat daya terhadap pembentukan vanilin dari data

persentase kemurnian dengan berbagai tingkat daya pada lama reaksi

yang sama disajikan sekaligus pada Gambar 22. Histogram tersebut

diperoleh dari gabungan histogram kemurnian campuran vanilin pada

tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt pada lama reaksi

4 menit. Pada gambar tersebut terlihat peningkatan kemurnian seiring

dengan peningkatan tingkat daya pada lama reaksi yang sama yaitu 4

menit. Reaksi pembentukan vanilin juga sangat dipengaruhi oleh

tingkat daya gelombang mikro yang diaplikasikan.

Gambar 22. Pengaruh tingkat daya pada lama reaksi 4 menit terhadap kemurnian campuran vanilin

Berdasarkan perhitungan standar deviasi (Lampiran 3a)

kemurnian campuran vanilin pada lama reaksi 4 menit menunjukkan

bahwa perlakuan tingkat daya pada lama reaksi yang sama dalam oven

gelombang mikro memberikan nilai yang berbeda terhadap kemurnian

campuran vanilin. Perlakuan pada tingkat daya 800 Watt dengan lama

reaksi 4 menit menghasilkan kemurnian campuran yang lebih besar

dan berbeda dengan perlakuan lain.

18,88

51,76

79,87

0102030405060708090

100

400 watt 560 watt 800 watt

Tingkat daya (watt)

% K

emur

nian

400 w att 560 w att 800 w att

Page 74: WAJIB BACAAA

56

Menurut Whittaker (1997), radiasi elektromagnet dalam bentuk

energi dapat mempercepat laju reaksi. Semakin besar tingkat daya,

menyebabkan energi yang dihasilkan semakin besar dan laju reaksi

semakin cepat. Energi ini bereaksi dengan partikel untuk memutuskan

ikatan atau membangkitkan getaran sehingga menciptakan produk.

Secara teoritis, semakin banyak energi radiasi yang diserap oleh

partikel, maka semakin tinggi suhu larutan, sehingga semakin besar

getaran antar partikel dan semakin besar ikatan partikel terputus untuk

merubah isoeugenol menjadi vanilin dalam jumlah yang banyak.

Semakin banyak isoeugenol yang teroksidasi menjadi vanilin

menyebabkan semakin banyak vanilin yang terbentuk, sehingga

kemurnian vanilin semakin tinggi. Tingkat daya dan lama reaksi

sangat berpengaruh terhadap reaksi pembentukan vanilin.

b. Tahap Ekstraksi

Vanilin yang terdapat pada lapisan atas hasil reaksi oksidasi dan

hidrolisis selanjutnya diekstraksi menggunakan dietil eter. Menurut

Carey (2003), dietil eter mempunyai tingkat volatil tinggi dan titik

didih yang rendah (35 oC) sehingga mudah digunakan pada saat proses

penguapan. Dietil eter digunakan untuk memisahkan komponen

vanilin dari air dan campuran lain hasil oksidasi yang ikut tercampur

seperti nitrobenzene, dimetil sulfoksida, azobenzene dan asetaldehid,

sehingga vanilin terikat dengan pelarutnya (dietil eter).

Hasil ekstraksi dengan dietil eter berupa vanilin yang bercampur

dengan pelarutnya diekstrak dengan NaHSO3 (Natrium bisulfit).

Ekstraksi dengan natrium bisulfit digunakan untuk memisahkan

vanilin dari material yang tidak bereaksi lainnya yang ikut terlarut

dalam dietil eter seperti nitrobenzene, dimetil sulfoksida, azobenzene

dan asetaldehid, sehingga vanilin terikat dengan natrium bisulfit

membentuk vanilin bisulfit. Menurut Soelistyowati (2001), vanilin

yang terbentuk diisolasi dari larutan dengan penambahan natrium

Page 75: WAJIB BACAAA

57

bisulfit sehingga terbentuk vanilin bisulfit. Hal ini merupakan reaksi

adisi nukleofil terhadap ikatan rangkap C=O karbonil. Reaksi yang

terjadi adalah:

OH OH OH

+ Na+ -OSO2H

O Natrium bisulfit O-Na+ OH

C C C

H HO2SO H Na+SO2O- H Vanilin vanilin bisulfit

Gambar 23. Reaksi perubahan vanilin menjadi vanilin bisulfit (Soelistyowati, 2001)

Untuk memisahkan bisulfit dari vanilin dilakukan penambahan

asam sulfat pekat yang dipanaskan untuk menghilangkan SO2 dan

diekstrak kembali dengan dietil eter untuk mengikat vanilin. Menurut

Parry (1922), penambahan asam sulfat dapat mendekomposisi double

sulfit pada senyawa vanilin bisulfit. Menurut Soelistyowati (2001)

senyawa hasil adisi bisulfit terhadap vanilin berupa garam yang mudah

dipisahkan dari sistem campuran dengan cara pemberian asam

(H2SO4). Reaksinya adalah sebagai berikut :

OH OH

+ H2SO4 + Na2SO4 + H2O + SO2

OH O

C C

Na+SO2O- H H vanilin bisulfit vanilin

Gambar 24. Reaksi pemisahan bisulfit dari vanilin bisulfit (Soelistyowati, 2001)

Page 76: WAJIB BACAAA

58

Hasil akhir sintesis berupa vanilin kasar (crude vanillin), yaitu

vanilin yang berbentuk padatan berwarna coklat kemerahan yang

masih mengandung sejumlah pengotor dan sisa pelarutnya. Untuk

menghasilkan vanilin murni berbentuk kristal jarum perlu dilakukan

proses pemurnian dan rekristalisasi, namun pada penelitian ini tidak

dilakukan tahapan tersebut. Vanilin kasar hasil ekstraksi kemudian

dianalisis dengan kromatografi gas untuk mengidentifikasi

kemurniannya.

Kemurnian vanilin setelah menjadi produk vanilin kasar

signifikan lebih tinggi dari kemurnian campuran vanilin. Hal ini dapat

dilihat dari puncak kromatogram vanilin yang tinggi jika dibandingkan

dengan puncak kromatogram campuran vanilin sebelum menjadi

produk serta tidak terdapatnya puncak-puncak lain kecuali puncak

pelarut alkohol yang digunakan untuk melarutkan vanilin sebelum di

analisis dengan kromatografi gas dan terdapat pelarut dimetil

sulfoksida dalam jumlah kecil yang terikut bersama produk vanilin

karena proses ekstraksi yang kurang maksimal.

Pelarut alkohol ini terdeteksi pada puncak kromatogram pertama

dengan waktu retensi 0,3 – 0,36 menit, karena merupakan pelarut

dengan berat molekul dan titik didih yang rendah sehingga dapat

terdeteksi lebih dulu. Sedangkan puncak kromatogram terakhir adalah

puncak vanilin yang mempunyai titik didih dan bobot molekul yang

lebih tinggi dari senyawa lain sehingga terdeteksi lebih lama dibanding

senyawa lainnya.

Menurut Munson (1991), komponen yang mempunyai bobot

molekul rendah dan polaritas rendah mudah bergerak di dalam kolom

sehingga lebih dulu terdeteksi oleh detektor. Sebaliknya, semakin

besar bobot molekul dan polaritas suatu komponen, maka semakin

lambat terdeteksi oleh detektor.

Perubahan campuran vanilin menjadi produk vanilin melalui

tahapan ekstraksi dapat meningkatkan kemurnian vanilin. Hal ini

disebabkan pada saat proses ekstraksi sejumlah besar vanilin terbebas

Page 77: WAJIB BACAAA

59

dari campurannya, seperti air dan senyawa-senyawa lain hasil reaksi

(azobenzene, dimetil sulfoksida, nitrobenzene dan asetaldehid).

Senyawa-senyawa tersebut ikut bersamaan dengan campuran vanilin

dan mempengaruhi kemurnian vanilin.

Adanya senyawa lain dapat mengakibatkan puncak kromatogram

campuran vanilin menjadi lebih kecil, akan tetapi setelah vanilin

dipisahkan dari campurannya dengan mengekstraknya dalam pelarut

yang mudah menguap, menyebabkan vanilin terikat dengan pelarutnya

dan kemurniannya menjadi meningkat.

Menurut Gerhartz (1986), karena vanilin mempunyai subtituen

aldehid dan hidroksil, maka dapat terjadi banyak reaksi pada suhu

pemanasan tertentu. Reaksi lainnya disebabkan oleh cincin

aromatiknya sehingga membentuk derivatnya.

Dapat dilihat pada histogram Gambar 25, 26 dan 27, terjadi

peningkatan kemurnian produk vanilin yang lebih besar dibandingkan

kemurnian campuran vanilin pada Gambar 19, 20 dan 21. Namun

kemurnian vanilin setelah diekstrak pada setiap unit percobaan tidak

menunjukkan nilai yang mendekati 100 % sebagaimana yang

diharapkan dari suatu proses ekstraksi. Hal ini disebabkan karena

produk vanilin yang dihasilkan dari proses ekstraksi merupakan vanilin

kasar yang masih mengandung komponen senyawa-senyawa pengotor.

Adanya komponen senyawa pengotor dapat mempengaruhi kemurnian

vanilin ketika disuntikkan pada kromatografi gas, karena komponen

senyawa pengotor tersebut tidak dapat menguap dengan baik.

Berdasarkan perhitungan standar deviasi (Lampiran 3b)

kemurnian produk vanilin kasar pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt

dan 800 Watt menunjukkan bahwa interaksi antara tingkat daya dan

lama reaksi memberikan nilai yang berbeda terhadap kemurnian

produk vanilin kasar. Dari data tersebut dapat dilihat kemurnian

produk vanilin kasar yang sama dengan kemurnian vanilin standar

diperoleh pada perlakuan dengan tingkat daya 800 Watt, lama reaksi 4

menit menghasilkan kemurnian dengan puncak kromatogram 99,6 %.

Page 78: WAJIB BACAAA

60

Gambar 25. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt

terhadap kemurnian produk vanilin

Gambar 26. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 560 watt terhadap kemurnian produk vanilin

Gambar 27. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 800 watt

terhadap kemurnian produk vanilin

39,42

98,90

80,25

0102030405060708090

100

4 menit 6 menit 8 menit

Lama reaksi (menit)

% K

emur

nian

95,35

57,95

89,76

0102030405060708090

100

4 menit 6 menit 8 menit

Lama reaksi (menit)

% K

emur

nian

99,698,24

80,30

0102030405060708090

100

2 menit 3 menit 4 menit

Lama reaksi (menit)

% K

emur

nian

Page 79: WAJIB BACAAA

61

Perubahan peningkatan kemurnian campuran vanilin menjadi

kemurnian produk vanilin sangat dipengaruhi oleh proses ekstraksi.

Apabila proses ekstraksi berjalan sempurna, maka peningkatan

kemurniannya menjadi lebih besar. Proses ekstraksi dapat dipengaruhi

oleh kecepatan dan lamanya waktu ekstraksi.

Rendahnya peningkatan kemurnian dari campuran menjadi

produk vanilin pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 4 menit

(Gambar 28) dan tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 8 menit

(Gambar 29), dipengaruhi karena banyaknya komponen senyawa-

senyawa pengotor yang ikut terekstrak pada proses ekstraksi.

Banyaknya komponen senyawa pengotor yang terikut tersebut karena

proses ekstraksi yang kurang maksimal. Komponen senyawa pengotor

tersebut mempunyai sifat larut dalam dietil eter yang digunakan untuk

mengekstrak, sehingga ikut terlarut ke dalamnya.

Pada Lampiran 10, komponen pengotor tersebut terdeteksi pada

waktu retensi 1,9 menit yang diduga adalah senyawa dimetil sulfoksida

(DMSO) dengan konsentrasi sebesar 68,85% dan senyawa pengotor

lain pada waktu retensi 4,17 menit dengan konsentrasi 0,8 %.

Sedangkan pada Lampiran 20 terdapat komponen pengotor yang lebih

banyak, diantaranya DMSO dengan konsentrasi 29 % pada waktu

retensi 1,78 menit dan senyawa pengotor lain pada waktu retensi

4,24 – 4,77 menit dan 5,06 – 5,96 menit dengan konsentrasi 6,87 %

dan 3,02 %. Pada waktu retensi 7,47 menit dengan konsentrasi 0,72 %

diduga adalah senyawa isoeugenol yang tidak bereaksi dan ikut

terekstrak. Banyaknya senyawa-senyawa yang ikut terekstrak sebagai

akibat kurang maksimalnya proses ekstraksi dan sedikitnya jumlah

vanilin yang terbentuk pada tahapan oksidasi, sehingga menyebabkan

kemurnian vanilin menjadi lebih kecil.

Page 80: WAJIB BACAAA

62

Gambar 28. Peningkatan kemurnian campuran vanilin menjadi

produk vanilin pada tingkat daya 400 watt

Gambar 29. Peningkatan kemurnian campuran vanilin menjadi

produk vanilin pada tingkat daya 560 watt

Gambar 30. Peningkatan kemurnian campuran vanilin menjadi

produk vanilin pada tingkat daya 800 watt

99,6

25,27

48,61

79,87

80,30

98,24

0102030405060708090

100

2 menit 3 menit 4 menitLama Reaksi (menit)

% K

emur

nian

Campuran vanilin Produk vanilin kasar

55

4919,7

95,35

57,95

24,85

82,92

51,76

89,76

0102030405060708090

100

4 menit 6 menit 8 menitLama Reaksi (menit)

% K

emur

nian

Campuran vanilin Produk vanilin kasar

38

12,43

33,1

39,42

74,75

30,2818,8

98,9180,25

0102030405060708090

100

4 menit 6 menit 8 menitLama Reaksi (menit)

% K

emur

nian

Campuran vanilin Produk vanilin kasar

20,5

49,9

24,15

Page 81: WAJIB BACAAA

63

Perubahan peningkatan kemurnian campuran menjadi produk

vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 6 menit

(Gambar 28), tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 4 menit

(Gambar 29) dan tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 2 dan 3

menit (Gambar 30), mengalami peningkatan kemurnian yang cukup

tinggi. Hal ini terjadi karena proses ekstraksi pada tahapan tersebut

sudah cukup maksimal, sehingga komponen senyawa-senyawa

pengotor yang dapat mempengaruhi kemurnian vanilin pada produk

vanilin kasar sudah berkurang. Komponen tersebut terdapat dalam

jumlah yang kecil. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 12, 16, 23 dan

24 pada kemurnian produk vanilin terdapat senyawa pengotor seperti

DMSO yang terdeteksi pada waktu retensi 1,5 – 1,9 menit dan

senyawa pengotor lain pada waktu retensi 4,0 – 5,8 menit memiliki

konsentrasi yang rendah, yaitu sebesar 5 – 11 % dan 0,6 – 3,78 %.

Sedangkan pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 8

menit (Gambar 28), tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 6 menit

(Gambar 29) dan tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 4 menit

(Gambar 30), mempunyai peningkatan kemurnian yang kecil dengan

konsentrasi kemurnian produk yang tinggi. Hal ini terjadi karena pada

kondisi tersebut merupakan kondisi yang baik berjalannya reaksi

oksidasi sehingga membentuk vanilin dalam jumlah yang banyak dan

sedikitnya jumlah campuran senyawa-senyawa lain sehingga

kemurnian pada campuran vanilin dan produk vanilin setelah diekstrak

menjadi lebih tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14, 18

dan 26 terdapat komponen senyawa pengotor dengan jumlah yang

sangat kecil, yaitu dengan konsentrasi 0,2 – 0,5 %. Tingginya

kemurnian produk dan sedikitnya jumlah komponen senyawa pengotor

sebagai akibat proses ekstraksi yang sempurna sehingga vanilin yang

terikat dengan pelarutnya menjadi lebih banyak.

Page 82: WAJIB BACAAA

64

2. Rendemen

Rendemen produk vanilin yang dihasilkan dari reaksi oksidasi

isoeugenol dan oksidator nitrobenzene pada penelitian ini berkisar antara

1,97 – 9,1 %. Kombinasi perlakuan dengan tingkat daya 400 Watt dan

lama reaksi 4 menit menghasilkan rendemen terkecil, sedangkan

kombinasi perlakuan dengan tingkat daya 800 watt dan lama reaksi 4

menit menghasilkan rendemen produk vanilin terbesar.

Grafik pengaruh tingkat daya dan lama reaksi oksidasi terhadap

rendemen produk vanilin disajikan pada Gambar 31. Pada tingkat daya

400 Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit diperoleh rendemen vanilin

sebesar 1,97 %, 5,00 % dan 7,42 %. Sedangkan pada tingkat daya 560

Watt dengan lama reaksi 4, 6 dan 8 menit diperoleh rendemen sebesar 6,4

%, 6,84 % dan 9,1 %. Pada tingkat daya 800 Watt dengan tingkat daya 2,

3, dan 4 menit diperoleh rendemen vanilin sebesar 4,13 %, 5,96 % dan

8,98 %.

Berdasarkan perhitungan standar deviasi (Lampiran 3c)

menunjukkan bahwa perlakuan tingkat daya dan lama reaksi memberikan

nilai yang berbeda terhadap rendemen produk vanilin kasar, sehingga

semakin besar tingkat daya dan semakin lama reaksi, maka rendemen

produk vanilin semakin besar.

Gambar 31. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt terhadap rendemen vanilin

5

6,84

9,1

1,96

7,426,175,96

8,98

4,12

0

2

4

6

8

10

12

2 menit 3 menit 4 menit 6 menit 8 menit

Lama reaksi (menit)

% R

ende

men

400 watt 560 watt 800 watt

Page 83: WAJIB BACAAA

65

Pada pemanasan gelombang mikro, besarnya energi panas yang

dihasilkan bergantung dari lamanya waktu radiasi gelombang mikro

(lamanya larutan sampel dalam oven gelombang mikro) dan tingkat daya

(Kurniawan, 2005). Semakin lama waktu radiasi gelombang mikro dan

semakin tinggi tingkat daya yang digunakan, maka semakin besar energi

panas yang dihasilkan atau semakin tinggi suhu larutan sehingga semakin

banyak isoeugenol yang teroksidasi menjadi vanilin, akan tetapi lama

reaksi akan mencapai optimal pada waktu tertentu.

Menurut Cerveny et al., (1987), suatu reaksi terjadi ketika molekul-

molekul reaktan bertumbukan. Laju reaksi yang semakin cepat

menandakan tumbukan efektif untuk membentuk produk semakin banyak.

Bergeraknya molekul-molekul dalam campuran mengakibatkan terjadinya

tumbukan antara satu molekul semakin cepat dengan meningkatnya lama

reaksi.

Dari hasil kromatografi gas pada tingkat daya 400 Watt dengan

lama reaksi 4, 6 dan 8 menit serta pada tingkat daya 800 Watt dengan

waktu rekasi 2, 3 dan 4 menit dapat dilihat banyaknya K-vanilat dan

rendahnya konsentrasi isoeugenol yang terbentuk dengan semakin

meningkatnya jumlah vanilin yang terbentuk hasil reaksi K-isoeugenolat

dengan oksidator nitrobenzene yang berjalan sempurna. Rendahnya

konsentrasi isoeugenol yang terdapat dalam produk menunjukkan tingkat

keberhasilan reaksi oksidasi menjadi vanilin semakin besar. Lampiran 10,

12, dan 14 pada tingkat daya 400 Watt dan Lampiran 22, 24, dan 26 pada

tingkat daya 800 Watt menunjukan perubahan puncak isoeugenol pada

kemurnian campuran vanilin. Namun pada tingkat daya 560 Watt dengan

lama reaksi 8 menit terjadi punurunan jumlah vanilin karena semakin lama

reaksi, tebentuknya reaksi samping yaitu reaksi polimerisasi semakin besar

(Lampiran 20). Hasil reaksi samping tersebut diantaranya polimer dan

garam yang ikut bercampur dengan produk vanilin sehingga sulit untuk

dipisahkan dan menyebabkan rendemen produk vanilin pada tingkat daya

dan lama reaksi tersebut tinggi.

Page 84: WAJIB BACAAA

66

Gambar 31 memperlihatkan juga pengaruh tingkat daya pada lama

reaksi yang sama (4 menit) terhadap rendemen vanilin. Gambar tersebut

menunjukkan peningkatan rendemen vanilin seiring dengan meningkatnya

tingkat daya pada lama reaksi yang sama yaitu 4 menit.

Berdasarkan perhitungan standar deviasi (Lampiran 3c)

menunjukkan bahwa perlakuan tingkat daya pada lama reaksi yang sama

(4 menit) dalam oven gelombang mikro memberikan nilai yang berbeda

terhadap rendemen produk vanilin kasar. Perlakuan tingkat daya 800 Watt

pada lama reaksi 4 menit menghasilkan rendemen produk vanilin kasar

yang lebih besar dari perlakuan lainnya, yaitu sebesar 8,98 %.

Aplikasi suhu yang lebih tinggi menciptakan energi panas yang lebih

tinggi dan meningkatkan laju reaksi kimia (Connors, 1990). Secara

teoritis, energi panas ini mempengaruhi laju reaksi. Kenaikkan tingkat

daya menyebabkan kenaikkan suhu reaksi, sehingga semakin banyak

energi panas yang diserap oleh bahan dan meningkatkan laju reaksi.

Peningkatan tingkat daya pada gelombang mikro menyebabkan terjadinya

tumbukan dan interaksi antara molekul dan radiasi gelombang semakin

besar, sehingga K-isoeugenolat dan K-vanilat terbentuk dalam jumlah

yang banyak seiring dengan berkurangnya jumlah isoeugenol yang tidak

bereaksi.

Banyaknya K-isoeugenolat yang terbentuk dapat dilihat dari puncak

kromatogram isoeugenol yang semakin kecil. Lampiran 11, 17 dan 27

menunjukan perubahan puncak isoeugenol yang semakin berkurang.

Setiyatno (1991) melakukan sintesis vanilin dari eugenol dengan

menggunakan metode fotokimia dan katalis transfer fase menghasilkan

produk vanilin berdasarkan data kromatografi gas sebesar 15,43 %.

Soemadhiharga et al., (1973), melakukan sintesis vanilin pada skala besar

dengan mereaksikan KOH, nitrobenzene dan air di dalam autoklaf pada

suhu 170 – 190 oC dengan tekanan 8 atm menghasilkan rendemen 3,6 %.

Sari (2003), mereaksikan eugenol dengan bantuan katalis V2O5MoO3

menghasilkan vanilin dengan rendemen 3,15 %. Sedangkan Kurschner

(1928) dalam Kurniawan (2005) menghasilkan vanilin sebesar 5 – 10 %

Page 85: WAJIB BACAAA

67

yang diperoleh dari pemanasan lignin dengan alkali metal hidroksida.

Perbedaan rendemen produk vanilin dari berbagai penelitian tersebut,

sangat tergantung dari kondisi proses yang dilakukan.

Tabel 14. Perbandingan rendemen vanilin yang dihasilkan dari penelitian ini dengan rendemen vanilin hasil penelitian Sastrohamidjojo (1981).

Metode Rendemen

Modifikasi 1, Gelombang mikro (800 Watt, 4 menit)

Modifikasi 1, Refluks (130 oC, 3 jam)

Metode Sastrohamidjojo, Refluks (130 oC, 3 jam)

Hasil penelitian Sastrohamidjojo (1981), (130 oC, 3 jam)

8,96 %

6,20 %

25,6 %

56,25 %

Dari Tabel 14 dapat dilihat rendemen vanilin yang dihasilkan dari

proses oksidasi pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan

rendemen hasil penelitian yang dilakukan Sastrohamidjojo.

Rendahnya rendemen yang dihasilkan pada penelitian ini disebabkan

oleh faktor kecepatan pengadukan sebelum proses oksidasi (di luar oven

gelombang mikro) dan kecepatan pengadukan dengan pemanasan

konvensional serta lamanya pengocokan (lamanya proses ekstraksi)

campuran vanilin setelah proses oksidasi dengan pelarut dietil eter.

Pengadukan kedua campuran antara fase air dan fase organik

sebelum reaksi oksidasi berlangsung (di luar oven gelombang mikro) pada

metode penelitian ini dilakukan pada kecepatan pengadukan rendah dan

waktu pengadukan yang singkat. Pengadukan sebelum proses oksidasi ini

bertujuan untuk meratakan campuran, dilakukan dengan menggunakan

pengaduk magnetik dengan kecepatan 600 rpm dan hanya beberapa menit

saja. Sedangkan sintesis vanilin dengan pemanasan konvensional,

pengadukan sebelum reaksi oksidasi dan pada saat reaksi oksidasi

berlangsung dilakukan dengan mesin pengaduk yang dimasukan dalam

refluks dengan kecepatan yang sama yaitu 600 rpm. Kecepatan ini

digunakan karena merupakan kecepatan maksimum bahan bersentuhan

Page 86: WAJIB BACAAA

68

dengan pengaduk. Ketika kecepatannya dinaikan menjadi 700 rpm atau

lebih, maka pengaduk akan berputar dengan kecepatan tinggi di atas bahan

sehingga pengaduk tidak besentuhan dengan bahan karena jumlah volume

keseluruhan bahan hanya 70,94 gram dengan ukuran refluks 2000 ml.

Diduga rendahnya rendemen pada penelitian ini karena singkatnya waktu

pengadukan sebelum proses oksidasi pada metode pemanasan dengan

gelombang mikro dan rendahnya kecepatan pengadukan pada saat reaksi

oksidasi berlangsung dengan cara konvensional menyebabkan rendahnya

interaksi antara fase air dan fase organik, sehingga sebagian besar substrat

awal tidak ikut bereaksi. Hal ini dapat dibuktikan setelah proses oksidasi

dan hidrolisis asam, terdapatnya senyawa organik yang masih tersisa

seperti isoeugenol dan nitrobenzene yang terdapat pada lapisan bawah

(lapisan organik) yang ikut bersamaan dengan hasil samping reaksi seperti

azobenzene, asetaldehid dan senyawa lain, sehingga hanya sedikit vanilin

yang terikat bersamaan dengan air pada lapisan atas.

Menurut Suwarso, et al (2002), penyebab rendahnya rendemen hasil

reaksi adalah karena sebagian besar substrat awalnya tidak bereaksi.

Kemungkinan lainnya disebabkan karena terbentuknya senyawa-senyawa

reaksi samping bukan pembentuk produk (by-product).

Menurut Setiyanto (1991), untuk keberhasilan reaksi dua fase, faktor

pengadukan harus betul-betul diperhatikan. Makin cepat derajat

pemutaran dan makin lama waktu pemutaran, maka reaksi akan berjalan

makin baik. Aturan umum mengatakan bahwa pemutaran reaksi bisa

berjalan dengan baik adalah 1000 rpm. Pada kecepatan pemutaran

tersebut, diharapkan kemungkinan untuk saling bertemunya zat-zat yang

harus bereaksi yang ada di dua fase yang berbeda sering terjadi.

Kecepatan dan lamanya pengocokan proses ekstraksi campuran

vanilin setelah proses oksidasi dengan pelarut dietil eter sangat

berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan. Proses ekstraksi ini

tidak dilakukan dengan alat khusus atau mesin ekstraksi, melainkan

mengekstraksinya dalam labu pisah dengan menggunakan tangan,

sehingga kecepatan pengocokan dan lamanya waktu ekstraksi tidak

Page 87: WAJIB BACAAA

69

diperhitungkan. Dalam satu kali perlakuan pada prosedur pembuatan

sintesis vanilin ini dilakukan 7 kali proses ekstraksi, yaitu ekstraksi dengan

dietil eter sebanyak 5 kali dan 2 kali ekstraksi dengan natrium bisulfit

untuk mengikat vanilin dari campuran yang tidak bereaksi lainnya. Pada

saat proses ekstraksi sebagian vanilin terikat oleh pelarut dietil eter dan

sebagian lagi masih berada dalam campuran sehingga ikut terbuang karena

proses ekstraksi yang kurang maksimal. Selain itu juga pada saat

ekstraksi, vanilin yang terikat dalam dietil eter terdapat beberapa yang

menempel pada dinding luar labu pisah dan membentuk butiran halus

dengan aroma vanilin ketika pelarutnya hilang. Butiran tersebut sulit

untuk dipisahkan karena menempel pada dinding luar labu sehingga

banyak vanilin yang terbuang.

Mariana (2004), melakukan ekstraksi oleoresin jahe dengan

menggunakan oven gelombang mikro menghasilkan rendemen oleoresin

yang rendah, yaitu 7,6 % - 7,96 %. Menurutnya, rendahnya rendemen

oleoresin ini dikarenakan waktu proses pengocokan yang rendah, karena

semakin lama proses pengocokan (ekstraksi) menyebabkan rendemen

oleoresin yang diperoleh semakin banyak.

Proses ekstraksi yang maksimal dapat dilakukan dengan

menggunakan alat ekstraksi yang dilengkapi dengan pengaduk dengan

memperhitungkan lamanya waktu ekstraksi. Semakin lama proses

ekstraksi (pengocokan), semakin banyak vanilin yang terikat dalam

pelarutnya, sehingga rendemen vanilin yang diperoleh semakin banyak.

Faktor lain yang menyebabkan rendahnya rendemen vanilin ini

adalah karena adanya sejumlah bahan yang hilang (menguap) pada saat

reaksi oksidasi berlangsung. Banyaknya bahan yang hilang ini

dipengaruhi oleh lamanya waktu reaksi pemanasan gelombang mikro.

Semakin lamanya waktu reaksi, semakin tinggi suhu menyebabkan

semakin banyak isoeugenol teroksidasi menjadi vanilin, namun lamanya

reaksi ini menyebabkan sejumlah bahan yang akan direaksikan dan produk

vanilin yang terbentuk menguap pada suhu tertentu. Leody (1992), pada

hasil penelitiannya mengisomerisasi eugenol menjadi isoeugenol terdapat

Page 88: WAJIB BACAAA

70

sejumlah besar bahan yang menguap dengan semakin tingginya suhu dan

lama reaksi pada pemanasan konvensional. Kenaikan suhu akan

menyebabkan bertambahnya energi molekul-molekul gas, sehingga

kecepatan senyawa dalam larutan akan semakin besar. Selain itu juga

oven gelombang mikro yang digunakan tidak dilengkapi dengan

kondensor sehingga uap mudah sekali keluar. Tabel hasil analisis sintesis

vanilin metode Sastrohamidjojo dan metode modifikasi 1 menggunakan

cara konvensional dapat dilihat pada Lampiran 1b.

3. Densitas

Densitas merupakan sifat dari partikel suatu bahan. Semakin tinggi

densitas suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya

(Darusman et al., 2002). Menurut Tidco (2006) nilai densitas dari vanilin

murni (standar) adalah sekitar 0,6 gram/cm3.

Densitas produk vanilin kasar dengan menggunakan pemanasan

gelombang mikro pada lama reaksi 4, 6 dan 8 menit pada tingkat daya 400

Watt dan 560 Watt serta 2, 3 dan 4 menit pada tingkat daya 800 Watt

disajikan pada Gambar 32. Dari grafik tersebut dapat dilihat densitas

produk vanilin hasil penelitian berkisar antara 0,456 – 0,670 g/cm3.

Densitas produk vanilin terbesar diperoleh dari perlakuan pada tingkat

daya 560 Watt dengan lama reaksi 8 menit. Sedangkan perlakuan pada

tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 4 menit menghasilkan densitas

produk vanilin terkecil. Pada grafik terlihat bahwa semakin tinggi tingkat

daya dan semakin lama reaksi, maka densitas produk vanilin semakin

besar. Karena dengan meningkatnya tingkat daya dan lama reaksi

menyebabkan reaksi oksidasi berjalan sempurna sehingga produk vanilin

yang terbentuk semakin banyak dan dapat mempengaruhi kenaikan

densitas vanilin.

Berdasarkan perhitungan standar deviasi (Lampiran 3d)

menunjukkan bahwa perlakuan tingkat daya dan lama reaksi memberikan

Page 89: WAJIB BACAAA

71

nilai yang berbeda terhadap densitas produk vanilin kasar, sehingga akan

memperbesar densitas produk dengan semakin meningkatnya lama reaksi.

Gambar 32. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt, 560

watt dan 800 watt terhadap densitas vanilin.

Perlakuan pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi 6 dan

8 menit, tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 4 dan 6 menit serta

tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 3 dan 4 menit termasuk pada

kisaran densitas produk vanilin standar sebesar 0,6 g/cm3.

Rendahnya densitas pada tingkat daya 400 Watt dengan lama reaksi

4 menit dan tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 2 menit terjadi

karena waktu tersebut terlalu singkat untuk mengoksidasi isoeugenol

menjadi vanilin sehingga kesetimbangan reaksi belum tercapai yang

mengakibatkan terbentuknya senyawa lain dengan densitas rendah dan

produk vanilin yang dihasilkan sedikit sehingga mempengaruhi densitas

vanilin tersebut. Sedangkan pada tingkat daya 560 Watt dengan lama

reaksi 8 menit menghasilkan densitas yang melebihi standar densitas

vanilin. Semakin tinggi tingkat daya dan lama reaksi menghasilkan

vanilin yang mengadung pengotor dan polimer dengan bau yang kurang

enak. Terjadinya reaksi polimerisasi yang menghasilkan senyawa polimer

berantai karbon panjang dapat memperbesar densitas produk vanilin.

0,5920,593

0,456

0,6670,5880,617 0,6090,598

0,538

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

2 menit 3 menit 4 menit 6 menit 8 menit

Lama reaksi (menit)

Den

sita

s (g

/cm

3)

400 watt 560 watt 800 watt

Page 90: WAJIB BACAAA

72

Menurut Guenther (1950), besarnya densitas suatu produk ditentukan

oleh perbandingan komponen-komponen senyawa yang terkandung

didalamnya, sehingga apabila ada komponen asing yang terdapat di

dalamnya akan mempengaruhi densitas tersebut. Pengaruh tingkat daya

dan lama reaksi akan mempengaruhi terbentuknya polimer dengan berat

molekul yang tinggi. Peningkatan berat molekul ini dengan sendirinya

akan meningkatkan densitas suatu produk.

Penyimpangan densitas vanilin pada tingkat daya 400 Watt dengan

lama reaksi 4 menit, tingkat daya 560 Watt dengan lama reaksi 8 menit

dan tingkat daya 800 Watt dengan reaksi 2 menit disebabkan adanya

komponen lain selain vanilin yang memiliki densitas lebih tinggi atau

lebih rendah dari vanilin. Adanya senyawaan lain yang tidak diinginkan

mengakibatkan densitas vanilin yang diperoleh bervariasi.

Berdasarkan perhitungan standar deviasi (Lampiran 3d)

menunjukkan bahwa perlakuan tingkat daya pada lama reaksi yang sama

(4 menit) dalam oven gelombang mikro memberikan nilai yang berbeda

terhadap densitas produk vanilin kasar. Perlakuan pada tingkat daya 800

Watt dengan lama reaksi 4 menit menghasilkan densitas yang sama

dengan densitas vanilin standar jika dibandingkan dengan perlakuan lain.

Tabel hasil analisis densitas produk vanilin pada tingkat daya 400 Watt,

560 Watt dan 800 Watt dapat dilihat pada Lampiran 2c.

4. Titik Leleh

Salah satu cara untuk menguji kemurnian produk vanilin adalah

dengan uji titik leleh. Menurut Kurniawan (2005), suatu produk sebelum

meleleh mengalami perubahan fisik menjadi terlihat lunak, menyusut juga

lembab ketika akan meleleh. Titik leleh tetap diukur mulai dari terlihatnya

lelehan pertama sampai semua padatan meleleh sempurna. Produk yang

dihasilkan merupakan produk vanilin, hal ini dapat diketahui dari bau atau

aroma yang harum seperti aroma vanilin ketika produk tersebut meleleh.

Page 91: WAJIB BACAAA

73

Menurut Tidco (2005), titik leleh (melting point) dari vanilin murni adalah

80 hingga 83 oC.

Gambar 33. Pengaruh lama reaksi pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt terhadap titik leleh vanilin.

Dari Gambar 33 di atas hasil uji titik leleh vanilin, diperoleh data

produk vanilin kasar meleleh pada suhu antara 61,7 oC – 70,55 oC. Titik

leleh tersebut lebih rendah dari titik leleh vanilin standar yang meleleh

pada suhu 78,9 oC. Sedangkan menurut Sastrohamidjojo (1981) titik leleh

vanilin kasar hasil oksidasi isoeugenol adalah 75-76 oC. Hal tersebut

terjadi karena produk yang dihasilkan dari berbagai perlakuan merupakan

produk vanilin kasar yang masih berupa padatan yang mengandung

sejumlah senyawa-senyawa yang ikut bersama produk seperti azobenzene,

nitrobenzene, DMSO yang mempunyai titik leleh lebih rendah dari titik

leleh vanilin serta terdapatnya pelarut mudah menguap yang tersisa di

dalam produk. Adanya senyawa-senyawa yang ikut bersama produk

vanilin sebagai akibat dari proses ekstraksi yang kurang sempurna

sehingga komponen-komponen sisa hasil reaksi ikut terlarut bersamaan

dengan produk pada saat proses ekstraksi karena nitrobenzene, azobenzene

dan DMSO larut dalam dietil eter. Namun, pada tingkat daya 560 Watt

dengan lama reaksi 8 menit memeliki titik leleh sebesar 87,5 oC yang

melebihi titik leleh vanilin standar. Pada kondisi tersebut terjadi reaksi

polimerisasi sebagai akibat tingginya suhu reaksi, menghasilkan polimer

(oC)

70,55 69

87,55

62,1 63,1567,3

62,761,7

63,2

01020304050

60708090

100

2 menit 3 menit 4 menit 6 menit 8 menit

Lama reaksi (menit)

Titik

lele

h (o

C)

400 watt 560 watt 800 watt

Page 92: WAJIB BACAAA

74

dan senyawa berantai karbon panjang yang meleleh pada suhu yang lebih

tinggi dari suhu leleh vanilin.

Berdasarkan perhitungan standar deviasi (Lampiran 3e)

menunjukkan bahwa perlakuan tingkat daya dan lama reaksi tidak

memberikan nilai yang berbeda terhadap titik leleh produk vanilin kasar.

Untuk menghasilkan titik leleh yang mendekati titik leleh vanilin

standar perlu dilakukan proses rekristalisasi dengan bantuan pemanasan

sehingga diperoleh vanilin dalam bentuk kristal jarum yang lebih murni,

berwarna putih dan beraroma khas vanilin. Semakin murni suatu produk,

adanya bahan-bahan pengotor dan senyawa yang tidak diinginkan semakin

sedikit, sehingga titik lelehnya semakin tinggi dan mendekati titik leleh

vanlin standar. Tabel hasil analisis titik leleh produk vanilin pada tingkat

daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt dapat dilihat pada Lampiran 2d.

5. Kelarutan dalam Alkohol 70 %

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa analisis kelarutan produk vanilin

dalam alkohol 70 %, rata-rata produk vanilin larut jernih dalam alkohol

70 % dengan perbandingan 1 : 2. Hal ini menunjukan bahwa lama reaksi

dan tingkat daya tidak berpengaruh terhadap tingkat kelarutan dalam

alkohol.

Tabel 15. Kelarutan produk vanilin kasar dalam alkohol 70 %

Tingkat daya Lama reaksi Kelarutan dalam Alkohol 70 %

400 Watt 4 menit 1 : 2

6 menit 1 : 2

8 menit 1 : 2

560 Watt 4 menit 1 : 2

6 menit 1 : 2

8 menit 1 : 3

800 Watt 2 menit 1 : 2

3 menit 1 : 2

4 menit 1 : 2

Page 93: WAJIB BACAAA

75

Perbandingan nilai kelarutan yang sama dari produk vanilin

disebabkan dari perlakuan yang diberikan dengan tingkat daya dan lama

reaksi tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap kandungan

komponen produk vanilin. Namun, pada tingkat daya 560 Watt dengan

lama reaksi 8 menit memiliki tingkat kelarutan yang rendah jika

dibandingkan dengan perlakuan yang lain, karena pada tingkat daya dan

lama reaksi tersebut suhu yang ada dalam larutan melebihi batas

berjalannya reaksi oksidasi sehingga terjadi reaksi samping yaitu reaksi

polimerisasi. Kelarutan vanilin akan menurun jika terjadi reaksi

polimerisasi aldehid. Pengaruh basa dan panas akan mempercepat

terbentuknya reaksi polimerisasi.

Kelarutan produk vanilin dalam alkohol 70 % yang dihasilkan pada

penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan vanilin standar yang

memiliki kelarutan dalam alkohol 70 % dengan perbandingan 1 : 1.

Rendahnya kelarutan ini karena produk yang dihasilkan merupakan vanilin

kasar yang mengandung senyawa-senyawa pengotor sehingga

mempengaruhi kejernihan dalam larutan. Agar produk vanilin tersebut

memiliki kelarutan yang sama dengan standar, maka perlu adanya proses

pemurnian dan rekristalisasi sehingga diperoleh produk vanilin murni yang

berbentuk kristal jarum.

Menurut Guenther (1950), komponen minyak sangat menetukan

kelarutan minyak atsiri di dalam alkohol. Minyak yang banyak

mengandung “oxygenated terpen” lebih mudah larut dari pada minyak

yang mengandung terpen.

Faktor yang mempengaruhi kelarutan vanilin adalah adanya

komponen-komponen lain di dalam produk tersebut. Senyawa terpen dan

seskuiterpen serta senyawa yang dihasilkan dari reaksi polimerisasi

menyebabkan produk vanilin sukar larut dalam alkohol, akan tetapi sampai

pada batas tertentu campuran tersebut dapat larut. Selain itu terbentuknya

asam mengakibatkan kelarutan produk vanilin dalam alkohol meningkat.

Page 94: WAJIB BACAAA

76

6. Perbandingan Hasil Sintesis Vanilin dengan Pemanasan Gelombang Mikro dan Pemanasan Konvensional

Pada skala volume yang sama dengan sintesis vanilin menggunakan

gelombang mikro, dilakukan juga sintesis vanilin dengan cara

konvensional menggunakan refluks pada suhu 130 oC dan lama reaksi 3

jam. Produk vanilin hasil reaksi oksidasi isoeugenol menjadi vanilin

dengan cara konvensional ini digunakan untuk membandingkan hasil

sintesis vanilin perlakuan dengan hasil terbaik pada pemanasan gelombang

mikro, yaitu pada tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 4 menit.

Tabel 16. Perbandingan Hasil Sintesis Vanilin Menggunakan Oven Gelombang mikro dan Konvensional.

Karakteristik Oven Gelombang mikro pada tingkat daya 800

Watt dan lama reaksi 4 menit

Konvensional pada suhu 130 oC dan waktu

reaksi 3 jam

Kemurnian campuran

Kemurnian produk

Rendemen

Titik leleh

Densitas

Kelarutan

79,87 %

99,60 %

8,98 %

63,2 oC

0,609 g/cm3

1 : 2 dalam alkohol 70 %

47,90 %

94,66 %

6,20 %

63,8 oC

0,6205 g/cm3

1 : 2 dalam alkohol 70 %

Pada Tabel 16, dihasilkan kemurnian dan rendemen vanilin dengan

metode gelombang mikro lebih besar jika dibandingkan dengan metode

konvensional. Tingginya kemurnian dan rendemen dengan menggunakan

metode gelombang mikro ini karena pada tingkat daya 800 Watt dengan

lama reaksi 4 menit reaksi oksidasi berjalan sempurna, sehingga terbentuk

vanilin dengan rendemen dan kemurnian yang tinggi. Hal ini dapat dilihat

pada kromatogram tingkat daya 800 Watt dengan lama reaksi 4 menit

(Lampiran 27) terlihat puncak isoeugenol yang kecil pada waktu retensi

7,17 menit. Sedangkan kromatogram metode konvensional Lampiran 29

masih terdapat konsentrasi isoeugenol yang memiliki puncak cukup tinggi

dibanding puncak vanilin. Hal ini disebabkan karena pada reaksi oksidasi

Page 95: WAJIB BACAAA

77

dengan menggunakan metode pemanasan konvensional terjadi peristiwa

over heating pada larutan yang dekat dengan wadah dan pemanas sehingga

sebagian bahan dan produk terdekomposisi. Sedangkan larutan yang

terdapat pada bagian dalam wadah, panas tidak terdistribusikan secara

merata sehingga hanya sedikit terjadinya reaksi oksidasi untuk merubah

isoeugenol menjadi vanilin. Persentasi konsentrasi isoeugenol yang

terdapat dalam produk menyatakan tingkat keberhasilan reaksi oksidasi

isoeugenol menjadi vanilin. Semakin rendah konsentrasi isoeugenol,

maka semakin tinggi keberhasilan reaksi oksidasi.

Analisis densitas vanilin dengan metode konvensional lebih tinggi

jika dibandingkan dengan metode gelombang mikro. Tingginya nilai

densitas tersebut melebihi nilai densitas vanilin standar. Adanya senyawa

lain yang mempunyai densitas lebih tinggi akan mempengaruhi densitas

vanilin sehingga melebihi standar yang ditetapkan.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa hasil analisis sintesis vanilin

dengan menggunakan oven gelombang mikro lebih menguntungkan jika

dibandingkan dengan metode konvensional karena selain hasil yang

didapat lebih baik, terjadinya keseragaman panas, waktu yang diperlukan

untuk mensintesis vanilin juga jauh lebih cepat sehingga efisiensi proses

dapat tercapai. Selain itu juga, penghematan waktu dapat mengurangi

biaya akibat penggunaan energi panas yang dibutuhkan dalam reaksi

oksidasi.

Pemanasan gelombang mikro mampu menghasilkan hasil lebih

tinggi jika dibandingkan metoda pemanasan konvensional. Sebagai

contoh, sintesis dengan gelombang mikro dari fluoresein terjadinya

peningkatan hasil reaksi dari 70 % menggunakan pemanasan konvensional

menjadi 82 % menggunakan pemanasan gelombang mikro (Taylor, 2005).

Menurut Taylor (2005), pada pemanasan dengan menggunakan

metode konvensional melibatkan proses perpindahan energi melalui

peristiwa konduksi dari sumber panas. Panas yang diperlukan tidak saja

untuk memanaskan larutan, tetapi juga harus terlebih dahulu memanaskan

plate atau penangas, kemudian wadah larutan dan terakhir adalah larutan.

Page 96: WAJIB BACAAA

78

Karena sifat panas terantar secara konveksi, maka bagian terdekat dengan

plate akan bersuhu lebih tinggi dari bagian lainnya, sehingga untuk

menghomogenkan suhu seluruh larutan memerlukan lebih banyak waktu.

Lamanya waktu pemanasan pada reaksi oksidasi ini dapat mengakibatkan

terjadinya dekomposisi bahan dan produk.

Hal ini berbeda dengan pemanasan menggunakan gelombang mikro.

Pemanasan terjadi pada semua bagian dari sampel atau larutan reaksi,

karena melibatkan penyerapan energi secara langsung oleh sampel yang

akan dipanaskan tanpa melibatkan wadah, sehingga untuk mencapai reaksi

sempurna diperlukan waktu yang cepat. Pemanasan dengan menggunakan

gelombang mikro mampu meningkatkan laju reaksi 10 sampai 1000 kali

jika dibandingkan pemanasan konvensional (Taylor, 2005).

Pada pemanasan dengan gelombang mikro, pelarut akan mencapai

titik didihnya dengan sangat cepat dan terjadi peristiwa superheating, yaitu

tercapainya titik didih yang lebih tinggi daripada titik didih yang

sebenarnya bila dibandingkan dengan pemanasan konvensional. Dengan

demikian waktu yang diperlukan untuk reaksi menjadi lebih singkat,

karena molekul pelarut yang berada diantara molekul-molekul reaktan

mengalami peningkatan suhu secara drastis dan akan membuat reaksi jauh

lebih cepat (Kurniawan, 2005).

Page 97: WAJIB BACAAA

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Pemanasan gelombang mikro dapat digunakan dalam reaksi oksidasi

isoeugenol menjadi vanilin dengan oksidator nitrobenzene dan DMSO

sehingga dapat mempersingkat lama reaksi yang dibutuhkan dari beberapa jam

pada pemanasan konvensional menjadi hanya beberapa menit saja. Kenaikan

tingkat daya dan lama reaksi pada pemanasan gelombang mikro sangat

berpengaruh terhadap pembentukan vanilin yang ditujukkan dengan

kemurnian dan rendemen produk vanilin kasar yang dihasilkan. Semakin

tinggi tingkat daya dan lama reaksi, maka semakin tinggi tingkat kemurnian

dan rendemen produknya. Namun kemurnian dan rendemen akan mencapai

optimal pada tingkat daya dan lama reaksi tertentu.

Kemurnian vanilin setelah menjadi produk vanilin melalui tahapan

ekstraksi mengalami peningkatan yang lebih tinggi dari kemurnian campuran

vanilin. Namun kemurnian produk vanilin tersebut tidak menunjukkan nilai

yang mendekati 100 %, karena produk yang dihasilkan merupakan vanilin

kasar yang masih mengandung komponen senyawa-senyawa pengotor,

sehingga mempengaruhi kemurniannya.

Rendemen vanilin yang dihasilkan pada metode penelitian ini masih

rendah jika dibandingkan dengan metode penelitian sebelumnya. Rendahnya

rendemen ini dipengaruhi oleh faktor kecepatan pengadukan sebelum proses

oksidasi (di luar oven gelombang mikro) dan kecepatan pengadukan dengan

cara konvensional, kecepatan dan lamanya pengocokan (lamanya proses

ekstraksi) serta adanya sejumlah bahan yang hilang (menguap) pada saat

reaksi oksidasi berlangsung.

Densitas produk vanilin yang dihasilkan berkisar antara 0,456 – 0,670

g/cm3 dan titik leleh berkisar antara 61,70 – 87,55 oC. Semakin tinggi tingkat

daya dan semakin lama reaksi, maka densitas dan titik leleh produk vanilin

semakin besar. Besarnya densitas dan titik leleh produk vanilin ini

dipengaruhi oleh perbandingan komponen senyawa yang terkandung di

Page 98: WAJIB BACAAA

80

dalamnya. Adanya senyawa lain mengakibatkan densitas dan titik leleh

vanilin yang dihasilkan bervariasi.

Analisis kelarutan dalam alkohol 70 % memperlihatkan produk vanilin

rata-rata larut jernih dengan perbandingan 1 : 2. Hal ini menunjukkan bahwa

perlakuan tingkat daya dan lama reaksi tidak memberikan pengaruh yang

besar dari kandungan komponen produk vanilin terhadap tingkat kelarutannya

dalam alkohol.

Hasil terbaik jika dilihat dari tingkat kemurnian dan densitas produk

vanilin yang menyerupai vanilin standar adalah perlakuan pada tingkat daya

800 Watt dengan lama reaksi 4 menit. Perlakuan tersebut menghasilkan

produk vanilin dengan kemurnian 99,6 %, rendemen terbesar 8,98 %, densitas

0,609, titik leleh 63,20 oC dan kelarutan dalam alkohol 70 % dengan

perbandingan 1 : 2.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan proses rekristalisasi dan pemurnian produk vanilin mentah

yang dihasilkan pada penelitian ini agar didapat vanilin berbentuk kristal,

berwarna putih dan berbentuk jarum yang sama dengan vanilin standar.

2. Perlu dilakukan modifikasi terhadap oven microwave, yaitu dengan

memasang pengatur suhu agar lama reaksi dapat diperhitungkan sehingga

reaksi oksidasi yang sempurna dapat tercapai. Selain itu perlu adanya

kondensor pada oven microwave sehingga uap beracun tidak keluar dari

celah-celah oven yang dapat mengganggu pernapasan sehingga aman

dipakai oleh penggunanya.

3. Perlu adanya analisa lebih lanjut menggunakan GC-MS untuk

mengidentifikasi senyawa-senyawa yang terbentuk bersamaan dengan

produk vanilin yang dihasilkan.

4. Pengadaan alat atau mesin khusus yang dilengkapi dengan pengadukan

untuk mengekstraksi vanilin dengan pelarutnya supaya diperoleh hasil

yang maksimal sehingga rendemen vanilin dapat ditingkatkan.

Page 99: WAJIB BACAAA

81

DAFTAR PUSTAKA

Arthur dan Elizabeth, R. 1956. The Condensed Chemical Dictionary. Fifth

Edition. Nwe York Bedoukian, P.Z. 1967. Perfumery and Flavoring Synthetics. Second Edition.

Elsevier Publishing Co., New York. Bolton's, Jepson. 2006. Melting Point Apparatus Electrothermal. Barnsted

International. 800-553-0039. Gemini Scientific Boult et al., 1970. Method Of Preparing Vanillin From Eugenol. Patent

Specification. Patent Office, 25. Southampton Buildings. London BPS. 2004. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta BSN.1998. SNI Minyak Daun Cengkeh. No. 06-2387-1998. BSN. Jakarta . 2004. SNI Kromatografi Gas-Spektrofotometer Massa. No. 06-6990.1-2004.

BSN. Jakarta Carey, F.A. 2003. Organic Chemestry. Fifth Edition. McGraw-Hill. New York. Cerveny, L et al., 1987. Isomerization of Eugenol to Isoeugenol. Kinetics Studies.

React. Kine. Catal. Lett. www. Rhodium.ws. Connors, Kenneth. 1990. Chemical Kinetics. VCH Publishers, pg. 14.

http://en.wikipedia.org/wiki/Reaction. Diakses pada Tanggal 5 September 2006. 20.30 WIB

Darusman et al., 2002. Kimia Dasar 1. Departemen Kimia. Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor Darwis, S.N. 1989. Produksi dan Tataniaga Cengkeh Di Indonesia. Forum

Komunikasi Ilmiah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor

Dellia, Laura. 2002. Pengeringan Kapulaga Lokal (Amomum cardamomum Willd)

Dengan Microwave. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis

Cengkeh. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. Jakarta

Page 100: WAJIB BACAAA

82

Dewi, D. E. 2005. Pengeringan Panili (Vanilla plafonalia Andrews) Menggunakan Oven Gelombang Mikro. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

EOA. 1970. Specifications and Standards. Scientific Section EOA of USA Inc.,

New York Fesseden, R dan Fesseden J. 1982. Organic Chemistry Edisi Ketiga.

Diterjemahkan oleh Pudjaatmaka, A.H. Erlangga. Jakarta. Fridge. 2004. Part 3 – Aroma Chemicals from Petrochemical Feedstocks. Diakses

dari http://www.nedlac.org za/reseach/fridge/aroma/part3/industry.pdf. Diakses pada Tanggal 21 April 2006. Pukul 12.45 WIB

Gallawa. J. C. 1989. The Complete Microwave Oven Service Handbook.

Marotech. Florida. Gsianturi. 2002. Retensi Kandungan Iodium. http://www.gizi.net. Diakses pada

tanggal 20 Desember 2006. Pukul 13.30 WIB Guenther, E.S. 1950. Individual Essential Oils of Plant Familiy. Vol. IV D. D.

Von Nostrand Company. New York Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Statistika 1. Edisi Kedua. PT. Bumi

Aksara. Jakarta. Indesso, 2006. Material Safety Data Sheet. PT. Indesso Aroma. Jakarta Kurniawan, Harry. 2005. Semi Sintesis Vanili dari Eugenol Dengan Metode

Microwave. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. PN Balai Pustaka. Jakarta Leody, 1992. Mempelajari pembuatan isoeugenol dari Minyak Daun Cengkeh.

Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Mannsville .1991. Organic Compound. First Chemicals Corporation, Mobay,

DuPont Chemicals, and Rubicon Inc. http://www.objectsspace.com/encyclopedia/index.php/Nitrobenzene. Di akses pada Tanggal 10 April 2006. Pukul 10.22 WIB

Mariana, S. W. 2004. Uji Penggunaan Microwave Pada Proses Ekstraksi

Oleoresin jahe (Zingiber officinale Rosc.). Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Munson, J.W. 1991. Analisis Farmasi. Metode Modern. Airlangga University

Press. Surabaya

Page 101: WAJIB BACAAA

83

Parry. E. J. 1922. The Chemestry of Essential Oils and Artificial Perfumes Vol. II.

Fourth Edition. Scott, Greenwood and Son. London Pozar, David M. 1993. Microwave Engineering Addison-Wesley Publishing

Company.ISBN0-201-50418-9. http://en.wikipedia.org/wiki/Microwave. Di akses pada Tanggal 10 April 2006. Pukul 10.15 WIB

Purseglove et al., 1981. Spices. Vol I. Longman. London. Sari, R.D. 2003. Aplikasi Katalis V2O5MoO3 pada Reaksi Pembuatan Vanili dari

Eugenol. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok

Sastrohamidjojo, H. 1981. A Study of Some Indonesian Essential Oils. Disertasi.

Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. ________. 2002. Kimia Minyak Atsiri. Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Setiyatno, Haris. 1991. Semi Sintesis Vanilli Dari Eugenol Dengan Metode

Fotokimia Dan Katalis Transfer Fasa (18)-Crown Ether-6. Karya Utama Sarjana Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok

Soelistyowati, R.D. 2001. Pengaruh katalis Transfer Fasa Pada Sintesis Vanilin

dari Eugenol dalam Minyak Daun Cengkeh. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Lembaga Penelitian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

Soemadhiharga et al., 1973. Sintesa Vanilin Dari Eugenol Minyak Daun Cengkeh.

Balai Penelitian Kimia. Bogor Suwarso et al., 2002. Aplikasi Reaksi Katalis Heterogen untuk Pembuatan Vanili

Sintetik (3-Hidroksi-2-metoksibenzaldehida) dari Eugenol (4-allil-2-metoksifenol) Minyak Cengkeh. MAKARA, SAINS Vol. 6, No. 3. Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. Depok

Uhe, G. 2005. Flavor and Fragrance Ingredients. Market Newsletter.

http://www.uhe.com/mkreport-0205.htm. Diakses pada Tanggal 21 April 2005. Pukul 12.30 WIB

Taylor, M. 2005. Development in Microwave Chemistry. Evalueserve. United

Kingdom. Tidco. 2005. Vanilin. http://www.tidco.com/tidcodocs/tn/Opportunities/vanilin.

Diakses pada Tanggal 21 April 2005. Pukul 13.30 WIB

Page 102: WAJIB BACAAA

84

Tidwell, T.T. 1990. Synthesis. 857 – 870. http://en.wikipedia.org/wiki/Dimethyl_sulfoxide. Diakses pada Tanggal 10 April 2006. Pukul 10.15 WIB

Whittaker, G. 1997. Microwave Heating Mechanism. http://ed.ac.uk-ah05-ch 1a.

Diakses pada Tanggal 4 Mei 2006. Pukul 10.10 WIB

Page 103: WAJIB BACAAA
Page 104: WAJIB BACAAA

85

Lampiran 1a. Hasil analisis metode modifikasi 1 dan metode modifikasi 2

Metode Analisis Ulangan 1 (U1) Ulangan 2 (U2) Rata-rata

Modifikasi 1

(Gelombang

mikro,

tingkat daya

560 Watt,

4 menit)

Kemurnian campuran vanilin 43,12 % 54,9 % 49,01 %

Kemurnian produk vanilin 88,2 % 92,68 % 90,44 %

Rendemen 7,02 % 6,7 % 6,86 %

Densitas 0,627 g/cm3 0,576 g/cm3 0,598 g/cm3

Titik leleh 60,2 oC 66,2 oC 63,2 oC

Kelarutan dalam alkohol 70 % 1 : 2 1 : 2 1 : 2

Metode Analisis Ulangan 1 (U1) Ulangan 2 (U2) Rata-rata

Modifikasi 2

(Gelombang

mikro

tingkat daya

560 Watt,

4 menit)

Kemurnian campuran vanilin 33,7 % 32,24 % 32,97 %

Kemurnian produk vanilin 88,2 % 83,56 % 85,88 %

Rendemen 2,8 % 2,12 % 2,46 %

Densitas 0,516 g/cm3 0,557 g/cm3 0,536 g/cm3

Titik leleh 64,9 oC 68,5 oC 66,7 oC

Kelarutan dalam alkohol 70 % 1 : 2 1 : 2 1 : 2

Lampiran 1b. Hasil analisis sintesis vanilin metode pemanasan konvensional

Sastrohamidjojo dan modifikasi 1 Metode Analisis Ulangan 1 (U1) Ulangan 2 (U2) Rata-rata

Metode

Sastroamidjoyo

(Refluks, 130 oC, 3 jam)

Kemurnian campuran vanilin 52,6 % - 52,6 %

Kemurnian produk vanilin 94 % - 94 %

Rendemen 25,6 % - 25,6 %

Densitas 0,637 g/cm3 - 0,637 g/cm3

Titik leleh 67,11 oC - 67,11 oC

Kelarutan dalam alkohol 70 % 1 : 2 - 1 : 2

Metode Analisis Ulangan 1

(U1)

Ulangan 2

(U2)

Rata-rata

Modifikasi 1

(Refluks, 130 oC, 3 jam)

Kemurnian campuran vanilin 40,90 % 54,90 % 47,90 %

Kemurnian produk vanilin 94,38% 94,95% 94,66%

Rendemen 5,42 % 6,98 % 6,20 %

Densitas 0,616 g/cm3 0,626 g/cm3 0,621g/cm3

Titik leleh 66,3oC 61,3oC 63,8 oC

Kelarutan dalam alkohol 70 % 1 : 2 1 : 2 1 : 2

Page 105: WAJIB BACAAA

86

Lampiran 2a. Hasil analisis kemurnian vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt.

Metode Tingkat

Daya

Lama

Reaksi

Kemurnian

Campuran

vanilin

Kemurnian

Produk

vanilin

Kemurnian

rata-rata

Campuran

vanilin

Kemurnian

rata-rata

Produk

vanilin Modifikasi 1

(Oven

gelombang

mikro)

400 Watt

(50 %)

4 menit U1 : 19,22 %

U2 : 18,55 %

U1 : 44,50 %

U2 : 34,34 %

18,88 %

39,42 %

6 menit U1 : 29,27 %

U2 : 31,30 %

U1 : 79,11 %

U2 : 81,4 %

30,28 %

80,25 %

8 menit U1 : 75,30 %

U2 : 74,20 %

U1 : 98,31 %

U2 : 99,50 %

74,75 %

98,90 %

560 Watt

(70 %)

4 menit U1 : 52,25 %

U2 : 51,28 %

U1 : 90,00 %

U2 : 89,53 %

51,76 %

89,76 %

6 menit U1 : 80,44 %

U2 : 85,40 %

U1 : 92,60 %

U2 : 98,10 %

82,92 %

95,35 %

8 menit U1 : 20,63 %

U2 : 29,07 %

U1 : 60,35 %

U2 : 55,55 %

24,85 %

57,95 %

800 Watt

(100 %)

2 menit U1 : 24,50 %

U2 : 26,04 %

U1 : 82,60 %

U2 : 78,01 %

25,27 %

80,30 %

3 menit U1 : 52,21 %

U2 :45,02 %

U1 : 98,06 %

U2 : 98,43 %

48,62 %

98,25 %

4 menit U1 : 78,24 %

U2 : 81,50 %

U1 : 99,70 %

U2 : 99,50 %

79,87 %

99,60 %

Page 106: WAJIB BACAAA

87

Lampiran 2b. Hasil analisis rendemen produk vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt.

Metode Tingkat

Daya

Lama

Reaksi

Rendemen

Ulangan 1 (U1)

Rendemen

Ulangan 2 (U2)

Rendemen

Rata-rata

Modifikasi 1

(Oven

gelombang

mikro)

400 Watt

(50 %)

4 menit 2,63 % 1,3 % 1,97 %

6 menit 5,04 % 4,96 % 5,00 %

8 menit 7,80 % 7,03 % 7,42 %

560 Watt

(70 %)

4 menit 7,50 % 5,30 % 6,4 %

6 menit 7,26 % 6,42 % 6,84 %

8 menit 9,80 % 8,40 % 9,10 %

800 Watt

(100 %)

2 menit 4,20 % 4,03 % 4,13 %

3 menit 6,52 % 5,40 % 5,96 %

4 menit 8,15 % 9,80 % 8,98 %

Lampiran 2c. Hasil analisis densitas produk vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt.

Metode Tingkat

Daya

Lama

Reaksi

Densitas

Ulangan 1 (U1)

Densitas

Ulangan 2 (U2)

Densitas

Rata-rata

Modifikasi 1

(Oven

gelombang

mikro)

400 Watt

(50 %)

4 menit 0,506 g/cm3 0,407 g/cm3 0,456 g/cm3

6 menit 0,554 g/cm3 0,633 g/cm3 0,594 g/cm3

8 menit 0,571 g/cm3 0,613 g/cm3 0,592 g/cm3

560 Watt

(70 %)

4 menit 0,651 g/cm3 0,583 g/cm3 0,617 g/cm3

6 menit 0,642 g/cm3 0,535 g/cm3 0,588 g/cm3

8 menit 0,661 g/cm3 0,673 g/cm3 0,670 g/cm3

800 Watt

(100 %)

2 menit 0,564 g/cm3 0,513 g/cm3 0,538 g/cm3

3 menit 0,632 g/cm3 0,564 g/cm3 0,598 g/cm3

4 menit 0,611 g/cm3 0,607 g/cm3 0,609 g/cm3

Page 107: WAJIB BACAAA

88

Lampiran 2d. Hasil analisis titik leleh produk vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt.

Metode Tingkat

Daya

Lama

Reaksi

Titik Leleh

Ulangan 1 (U1)

Titik Leleh

Ulangan 2 (U2)

Titik Leleh

Rata-rata

Modifikasi 1

(Oven

gelombang

mikro)

400 Watt

(50 %)

4 menit 60,3 oC 63,1 oC 61,70 oC

6 menit 61,8 oC 63,7 oC 62,75 oC

8 menit 70,4 oC 64,2 oC 67,30 oC

560 Watt

(70 %)

4 menit 65,7 oC 75,4 oC 70,55 oC

6 menit 66,8 oC 71,2 oC 69,00 oC

8 menit 88,6 oC 86,5 oC 87,55 oC

800 Watt

(100 %)

2 menit 62,4 oC 61,8 oC 62,1 oC

3 menit 63,5 oC 62,8 oC 63,15 oC

4 menit 64,8 oC 61,6 oC 63,2 oC

Lampiran 2e. Hasil analisis kelarutan dalam alkohol 70 % produk vanilin pada tingkat daya 400 watt, 560 watt dan 800 watt.

Tingkat

Daya

Lama Reaksi Kelarutan dalam

Alkohol 70 %

400 Watt

(50 %) 4 menit 1 : 2

6 menit 1 : 2

8 menit 1 : 2

560 Watt

(70 %) 4 menit 1 : 2

6 menit 1 : 2

8 menit 1 : 3

800 Watt

(100 %) 2 menit 1 : 2

3 menit 1 : 2

4 menit 1 : 2

Page 108: WAJIB BACAAA

89

Lampiran 3a. Hasil analisis standar deviasi kemurnian campuran vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt

Tingkat daya 400 Watt

Lama reaksi Ulangan % Kemurnian % Kemurnian

Rata-rata Standar deviasi

4 menit 1 19,22 18,88 0,474 2 18,55

6 menit 1 29,27

30,28 1,435 2 31,3

8 menit 1 75,3 74,75 0,777 2 74,2

Tingkat daya 560 Watt

Lama reaksi Ulangan % Kemurnian % Kemurnian Rata-rata Standar deviasi

4 menit 1 52,25 51,76 0,685 2 51,28

6 menit 1 80,44

82,92 3,507 2 85,4

8 menit 1 20,63 24,85 5,967 2 29,07

Tingkat daya 800 Watt

Lama reaksi Ulangan % Kemurnian % Kemurnian Rata-rata Standar deviasi

2 menit 1 24,5 25,27 1,088 2 26,04

3 menit 1 52,21 48,62 5,084 2 45,02

4 menit 1 78,24 79,87 2,305 2 81,5

Lama reaksi 4 menit

Tingkat daya Ulangan % Kemurnian % Kemurnian Rata-rata Standar deviasi

400 Watt 1 19,22 18,88 0,473 2 18,55

560 Watt 1 52,25 51,76 0,685 2 51,28

800 Watt 1 78,24 79,87 2,305 2 81,5

Page 109: WAJIB BACAAA

90

Lampiran 3b. Hasil analisis standar deviasi kemurnian produk vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt

Tingkat daya 400 Watt

Lama reaksi Ulangan % Kemurnian % Kemurnian

Rata-rata Standar deviasi

4 menit 1 19,22 39,42 7,184 2 18,55

6 menit 1 52,25

80,25 1,619 2 51,28

8 menit 1 78,24 98,90 0,841 2 81,5

Tingkat daya 560 Watt

Lama reaksi Ulangan % Kemurnian % Kemurnian Rata-rata Standar deviasi

4 menit 1 90 89,76 0,332 2 89,53

6 menit 1 92,6 95,35 3,889 2 98,1

8 menit 1 60,35 57,95 3,394 2 55,55

Tingkat daya 800 Watt

Lama reaksi Ulangan % Kemurnian % Kemurnian Rata-rata Standar deviasi

2 menit 1 82,6 80,305 3,245 2 78,01

3 menit 1 98,06 98,245 0,261 2 98,43

4 menit 1 99,7 99,6 0,141 2 99,5

Page 110: WAJIB BACAAA

91

Lampiran 3c. Hasil analisis standar deviasi rendemen produk vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt

Tingkat daya 400 Watt

Lama reaksi Ulangan % Rendemen % Rendemen

Rata-rata Standar deviasi

4 menit 1 2,63 1,96 0,940 2 1,3

6 menit 1 5,04

5 0,056 2 4,96

8 menit 1 7,8 7,42 0,544 2 7,03

Tingkat daya 560 Watt

Lama reaksi Ulangan % Rendemen % Rendemen Rata-rata Standar deviasi

4 menit 1 7,05 6,17 1,237 2 5,3

6 menit 1 7,26 6,84 0,593 2 6,42

8 menit 1 9,8 9,1 0,989 2 8,4

Tingkat daya 800 Watt

Lama reaksi Ulangan % Rendemen % Rendemen Rata-rata Standar deviasi

2 menit 1 4,2 4,115 0,120 2 4,03

3 menit 1 6,52 5,96 0,791 2 5,4

4 menit 1 8,15 8,975 1,166 2 9,8

Page 111: WAJIB BACAAA

92

Lampiran 3d. Hasil analisis standar deviasi densitas produk vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt

Tingkat daya 400 Watt

Lama reaksi Ulangan % Densitas % Densitas

Rata-rata Standar deviasi

4 menit 1 0,506 0,4565 0,070 2 0,407

6 menit 1 0,554

0,593 0,055 2 0,633

8 menit 1 0,571 0,592 0,029 2 0,613

Tingkat daya 560 Watt

Lama reaksi Ulangan % Densitas % Densitas Rata-rata Standar deviasi

4 menit 1 0,651 0,617 0,048 2 0,583

6 menit 1 0,642 0,5885 0,075 2 0,535

8 menit 1 0,661 0,667 0,008 2 0,673

Tingkat daya 800 Watt

Lama reaksi Ulangan % Densitas % Densitas Rata-rata Standar deviasi

2 menit 1 0,564 0,538 0,036 2 0,513

3 menit 1 0,632 0,598 0,048 2 0,564

4 menit 1 0,611 0,609 0,002 2 0,607

Page 112: WAJIB BACAAA

93

Lampiran 3e. Hasil analisis standar deviasi titik leleh produk vanilin pada tingkat daya 400 Watt, 560 Watt dan 800 Watt

Tingkat daya 400 Watt

Lama reaksi Ulangan % Titik leleh % Titik leleh

Rata-rata Standar deviasi

4 menit 1 60,3 61,7 1,979 2 63,1

6 menit 1 61,8

62,75 1,343 2 63,7

8 menit 1 70,4 67,3 4,384 2 64,2

Tingkat daya 560 Watt

Lama reaksi Ulangan % Titik leleh % Titik leleh Rata-rata Standar deviasi

4 menit 1 65,7 70,55 6,858 2 75,4

6 menit 1 66,8 69 3,111 2 71,2

8 menit 1 88,6 87,55 1,484 2 86,5

Tingkat daya 800 Watt

Lama reaksi Ulangan % Titik leleh % Titik leleh Rata-rata Standar deviasi

2 menit 1 62,4 62,1 0,424 2 61,8

3 menit 1 63,5 63,15 0,494 2 62,8

4 menit 1 64,8 63,2 2,262 2 61,6

Page 113: WAJIB BACAAA

94

Lampiran 4. Analisis puncak kromatogram berdasarkan waktu retensi

a. Analisis Puncak Kromatogram Campuran Vanilin

Kemurnian vanilin dilakukan dengan menggunakan analisis Kromatografi

Gas yang merupakan analisis dengan prinsip pemisahan zat yang menguap dengan

cara mengalirkan suatu aliran gas melalui cairan sebagai fase diam. Menurut Sari

(2003), proses kromatografi gas mirip dengan peristiwa gabungan antara ekstraksi

dan destilasi. Proses pemisahannya dapat dipandang sebagai serangkaian

peristiwa partisi, dimana sampel masuk ke dalam fase cair dan selang beberapa

waktu akan teruapkan kembali. Interaksi antara sampel dan fase diam (cair)

sangat menentukan berapa lama komponen-komponen sampel akan ditahan.

Pada alat kromatografi ini terjadi pemisahan komponen-komponen di dalam

kolom. Prinsip pemisahannya adalah komponen yang mempunyai bobot molekul

rendah dan polaritas rendah mudah bergerak di dalam kolom sehingga lebih dulu

terdeteksi oleh detektor. Sebaliknya, semakin besar bobot molekul dan polaritas

suatu komponen, maka semakin lambat terdeteksi oleh detektor (Munson, 1991).

Analisis Kromatografi Gas pada bahan baku isoeugenol dan vanilin standar

pada Lampiran 5 terdapat beberapa puncak. Puncak kromatogram pada

isoeugenol dengan waktu retensi 7,08 menit adalah puncak cis-Isoeugenol dan

waktu retensi 9,92 adalah puncak trans-Isoeugenol, sedangkan puncak

kromatogram pada vanilin standar dengan waktu retensi 0,32 adalah puncak

pelarut alkohol yang digunakan untuk melarutkan vanilin sebelum dianalisis dan

waktu retensi 14,52 menit adalah puncak dari vanilin.

Analisis kromatografi gas campuran vanilin hasil oksidasi isoeugenol

dengan oksidator nitrobenzene serta hasil hidrolisis asam pada Lampiran 5 sampai

29 menghasilkan beberapa puncak, diantaranya pada waktu retensi 0,37 – 0,49

menit dengan konsentrasi 1 – 22 % pada puncak kromatogram pertama diduga

adalah pelarut air yang digunakan untuk melarutkan basa kuat KOH. Air tersebut

dapat terdeteksi karena suhu detektor pada kromatorgafi gas sebesar 250 oC yang

melebihi suhu titik didih air. Sebagian air menguap dan ikut terdeteksi bersamaan

dengan vanilin.

Page 114: WAJIB BACAAA

95

Puncak kromatogram kedua pada waktu retensi 1,44 – 1,70 menit dengan

konsentrasi antara 46 – 96 % diduga adalah pelarut DMSO yang digunakan untuk

melarutkan oksidator nitrobenzene agar dapat dengan mudah bereaksi dengan

isoeugenol. Konsentrasi pelarut tersebut sangat tinggi, karena jumlah pelarut

DMSO yang digunakan sebelas kali lebih banyak dari isoeugenol yang digunakan.

Puncak kromatogram berikutnya pada waktu retensi antara 7,08 – 9,96 menit

dengan konsentrasi antara 0,02 – 2 % memiliki waktu yang sama dengan standar

isoeugenol murni. Hal ini menunjukan bahwa puncak tersebut adalah isoeugenol

yang tidak teroksidasi. Namun isoeugenol yang tidak teroksidasi ini semakin

berkurang jumlahnya seiring dengan kenaikan tingkat daya dan kenaikan lama

reaksi. Pada lama reaksi dan tingkat daya yang semakin tinggi, terlihat puncak

isoeugenol yang semakin rendah. Hal ini menunjukan bahwa semakin tingginya

lama reaksi dan tingkat daya, maka semakin rendahnya jumlah isoeugenol yang

tidak bereaksi, karena reaksi terbentuknya garam K-vanilat semakin besar yang

berarti reaksi oksidasi berjalan dengan sempurna atau kesetimbangan reaksi

bergeser ke sebelah kanan, yaitu ke arah pembentukan garam vanilat yang akan

membetuk vanilin.

Puncak-puncak kromatogram berikutnya adalah puncak dari senyawa lain

akibat adanya reaksi samping yang ikut menguap dan terdeteksi bersamaan

dengan vanilin. Namun jumlah senyawa tersebut sangat kecil sehingga

puncaknya tidak begitu jelas.

Puncak kromatogram terakhir adalah puncak vanilin yang terdeteksi pada

waktu retensi antara 13 – 14 menit. Waktu retensi tersebut sama dengan waktu

retensi standar vanilin murni, yaitu 14,52 menit. Dari Lampiran 6 sampai 30 pada

hasil kromatogram terlihat adanya puncak pelarut terdeteksi lebih dulu

dibandingkan dengan puncak lainnya, karena pelarut air dan DMSO mempunyai

bobot molekul dan titik didih yang lebih rendah jika dibandingkan dengan

senyawa lainnya. Sebaliknya puncak isoeugenol yang mempunyai bobot molekul

lebih besar dari vanilin terdeteksi lebih dulu oleh detektor dibandingkan dengan

puncak vanilin. Dapat dijelaskan bahwa dalam hal ini kepolaran suatu komponen

lebih berperan dalam pemisahan komponen di dalam kolom. Vanilin lebih polar

dibanding isoeugenol sehingga lebih lambat terdeteksi oleh detektor. Komponen

Page 115: WAJIB BACAAA

96

vanilin adalah komponen polar dengan titik didih yang lebih tinggi daripada

senyawa lain, sehingga “peak” vanilin muncul lebih lama dibanding “peak”

lainnya.

b. Analisis Puncak Kromatogram Produk Vanilin

Pada puncak kromatogram produk vanilin dapat dilihat terdapat perbedaan

dengan kromatogram campuran vanilin. Terlihat adanya dua puncak yang

terdapat pada kromatogram produk vanilin. Kemurnian vanilin setelah menjadi

produk vanilin kasar yang diekstraksi terlebih dahulu dengan dietil eter

mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari puncak

kromatogram vanilin yang tinggi jika dibandingkan dengan puncak kromatogram

campuran vanilin sebelum menjadi produk dan tidak terdapatnya puncak-puncak

lain kecuali puncak pelarut alkohol 70 % yang digunakan untuk melarutkan

vanilin sebelum di analisis dengan kromatografi gas dan terdapat pelarut dimetil

sulfoksida dalam jumlah kecil yang terikut bersama produk vanilin karena proses

ekstraksi yang kurang maksimal. Pelarut alkohol ini dapat terdeteksi pada puncak

kromatogram pertama dengan waktu retensi 0,3 – 0,36 menit. Waktu retensi ini

hampir sama dengan waktu retensi air, karena merupakan pelarut dengan berat

molekul dan titik didih yang rendah sehingga dapat terdeteksi lebih dulu.

Sedangkan puncak kromatogram kedua pada pada waktu retensi yang sama

dengan waktu vanilin standar, yaitu 13 – 14 menit diduga adalah puncak vanilin

(Lampiran 6 sampai 30).

Page 116: WAJIB BACAAA

Lampiran 5. Kromatogram kemurnian isoeugenol standar dan vanilin standar

Isoeugenol Standar

No RT Conc

1. 0,42 0,036

2. 4,04 0,026

4. 4,94 0,125

5. 5,78 0,618

6. 7,08 15,197

7. 9,92 83,999

Vanilin Standar

No RT Conc

1. 0,32 19,605

3. 1,84 0,116

4. 5,00 0,416

14. 12,41 0,140

15. 14,52 79,723 Trans-Isoeugenol

Cis-Isoeugenol Vanilin

Etanol

Page 117: WAJIB BACAAA

Lampiran 6. Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 1 (tingkat daya 560 watt, lama

reaksi 4 menit, ulangan 1)

No RT Conc

1. 0,39 6,833

2. 0,46 0,107

5. 1,40 0,716

6. 1,54 86,103

8. 3,72 0,068

9. 3,91 0,241

10. 4,77 0,029

14. 7,66 1,036

15. 10,02 1,274

18. 13,90 3,046

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

DMSO

isoeugenol

No RT Conc

1. 0,32 64,323

2. 1,72 0,119

3. 1,95 0,353

4. 3,18 0,248

19. 11,60 0,089

20. 13,20 31,462

DMSO

Page 118: WAJIB BACAAA

Lampiran 7. Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 1 (tingkat daya 560 watt, lama

reaksi 4 menit, ulangan 2)

No RT Conc

1. 0,30 0,289

2. 0,36 8,788

3. 1,48 86,833

4. 3,11 0,469

5. 3,60 0,172

7. 7,20 1,046

10. 13,10 2,404

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

No RT Conc

3. 0,33 78,063

6. 2,00 1,170

62. 13,71 20,332

63. 15,52 0,435 DMSO

DMSO

Page 119: WAJIB BACAAA

Lampiran 8. Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 2 (tingkat daya 560 watt, lama

reaksi 4 menit, ulangan 1)

No RT Conc

1. 0,30 0,238

2. 0,32 0,424

3. 0,36 5,956

4. 1,49 89,739

5. 3,16 0,144

6. 3,62 0,096

7. 5,76 0,226

8. 7,26 1,725

9. 13,22 1,451

No RT Conc

1. 0,32 74,181

2. 0,72 0,223

4. 1,65 3,663

5. 3,68 0,210

7. 7,18 0,148

8. 12,89 21,576

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

DMSO

DMSO

Page 120: WAJIB BACAAA

Lampiran 9. Kromatogram kemurnian vanilin campuran dan produk vanilin metode modifikasi 2 (tingkat daya 560 watt, lama

reaksi 4 menit, ulangan 2)

No RT Conc

1. 0.32 0,605

2. 0,48 12,284

3. 1,72 83,013

4. 3,44 0,378

5. 3,94 0,272

6. 5,60 3,954

8. 13,50 1,516

No RT Conc

1. 0,29 20,048

5. 5,20 9,457

9. 13,00 70,495

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

DMSO

Page 121: WAJIB BACAAA

Lampiran 10. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 4

menit, ulangan 1

No RT Conc

1. 0,32 0,135

2. 0,46 3,087

7. 1,60 94,097

8. 1,89 0,858

9. 3,76 0,043

10. 4,00 0,221

11. 5,99 0,103

12. 7,54 0,912

13. 13,81 0,541

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

No RT Conc

1. 0,32 78,785

2. 1,90 13,757

3. 4,17 0,172

11. 13,46 7,285

DMSO

DMSO

Page 122: WAJIB BACAAA

Lampiran 11. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 4

menit, ulangan 2

No RT Conc

1. 0,32 90,625

3. 1,74 4,958

8. 7,33 0,135

12. 13,28 4,171

15. 18,18 0,111

No RT Conc

1. 0,30 0,212

2. 0,35 0,512

3. 0,38 1,846

4. 1,49 94,197

5. 1,79 1,782

7. 3,82 0,107

9. 5,83 0,120

10. 7,38 1,002

11 13,60 0,734

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

DMSO

DMSO

Page 123: WAJIB BACAAA

Lampiran 12. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 6

menit, ulangan 1

No RT Conc

1. 0,30 0,150

2. 0,42 4,121

5. 1,44 90,78

7. 3,74 0,199

8. 5,72 0,094

9. 7,28 0,752

10. 13,47 1,495

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

No RT Conc

1. 0,31 91,427

2. 1,66 0,329

3. 1,85 0,622

4. 4,62 0,348

7. 8,06 0,180

18. 11,60 0,116

20. 13,23 6,979

DMSO

DMSO

Page 124: WAJIB BACAAA

Lampiran 13. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 6

menit, ulangan 2

No RT Conc

1. 0,32 80,270

2. 1,80 3,924

9. 8,88 0,196

14. 13,20 15,609

No RT Conc

1. 0,29 0,219

2. 0,36 6,052

3. 1,46 90,156

4. 1,74 1,057

5. 3,05 0,108

6. 3,56 0,133

7. 3,78 0,286

8. 5,78 0,095

9. 7,32 0,706

11. 13,38 1,187

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

DMSO

DMSO

Page 125: WAJIB BACAAA

Lampiran 14. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 8

menit, ulangan 1

No RT Conc

1. 0,29 0,318

2. 0,33 0,413

3. 0,36 0,507

4. 0,45 1,653

8. 1,28 0,068

9. 1,50 90,300

10. 3,84 0,328

11. 5,85 0,064

12. 7,40 0,290

13. 13,40 6,060

No RT Conc

1. 0,32 73,807

3. 1,84 0,063

14. 11,23 0,380

15. 12,96 25,750

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

DMSO

DMSO

Page 126: WAJIB BACAAA

Lampiran 15. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 400 watt dengan lama reaksi 8

menit, ulangan 2

No RT Conc

1. 0,28 0,651

2. 0,34 4,411

3. 0,56 1,656

4. 1,34 0,556

5. 1,50 87,334

7. 3,72 1,293

11. 7,30 0,453

12. 13,28 6,127

No RT Conc

1. 0,33 68,682

3. 2,10 0,081

4. 3,85 0,079

13. 13,27 31,158

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

DMSO

DMSO

Page 127: WAJIB BACAAA

Lampiran 16. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 4

menit, ulangan 1

No RT Conc

3. 0,29 1,130

4. 0,49 20,794

10. 1,48 75,110

16. 3,80 0,223

17. 3,84 0,243

33. 7,26 0,197

35. 7,32 0,363

68. 13,31 2,140

No RT Conc

1. 0,32 76,626

2. 1,69 1,432

3. 4,15 0,400

4. 4,46 0,499

6. 13,11 21,043

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

Cis isoeugenol

Trans isoeugenol

DMSO

DMSO

Page 128: WAJIB BACAAA

Lampiran 17. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 4

menit, ulangan 2

No RT Conc

1. 0,28 0,278

2. 0,34 1,097

3. 0,45 9,125

4. 1,43 86,516

5. 3,02 0,100

6. 3,54 0,079

7. 3,74 0,280

9. 5,72 0,080

10. 7,27 0,622

12. 13,34 1,673

No RT Conc

1. 0,32 73,785

2. 1,70 0,173

3. 1,96 0,195

4. 4,18 0,761

5. 4,49 0,194

6. 4,78 0,206

7. 5,06 0,440

8. 5,87 0,250

9. 6,39 0,105

10. 6,70 0,112

11. 6,98 0,091

12. 7,28 0,097

14. 7,84 0,121

20. 13,18 23,470

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

DMSO

DMSO

Page 129: WAJIB BACAAA

Lampiran 18. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 6

menit, ulangan 1

No RT Conc

2. 0,30 1,156

3. 0,37 5,829

5. 1,48 85,138

6. 3,72 0,334

9. 7,28 0,209

10. 13,32 7,265

No RT Conc

1. 0,32 82,447

2. 1,72 0,517

3. 1,82 0,780

21. 13,12 16,256

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

DMSO

DMSO

Page 130: WAJIB BACAAA

Lampiran 19. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 6

menit, ulangan 2

No RT Conc

1. 0,30 1,095

2. 0,40 12,380

3. 1,46 80,890

4. 3,03 0,159

6. 3,63 0,259

11. 13,07 5,218

No RT Conc

1. 0,32 69,614

2. 1,69 0,158

4. 4,65 0,216

8. 7,62 0,125

11. 8,66 0,083

14. 13,16 29,804

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin Vanilin

Etanol

DMSO

DMSO

Page 131: WAJIB BACAAA

Lampiran 20. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 8

menit, ulangan 1

No RT Conc

1. 0,32 85,000

3. 1,78 4,358

4. 4,24 0,691

5. 4,52 0,182

6. 4,77 0,157

7. 5,06 0,239

8. 5,86 0,213

10. 7,42 0,108

13. 13,27 9,053

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Etanol

No RT Conc

1. 0,30 10,590

3. 0,46 17,935

4. 1,33 1,173

5. 1,50 1,511

6. 1,70 49,139

7. 2,15 9,155

8. 2,63 6,469

10. 3,74 4,870

12. 5,76 1,594

13. 7,29 2,306

14. 13,40 4,608

15. 16,71 3,719

Vanilin

isoeugenol

DMSO DMSO

Page 132: WAJIB BACAAA

Lampiran 21. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 560 watt dengan lama reaksi 8

menit, ulangan 2

No RT Conc

1. 0,38 71,144

2. 0,56 0,386

4. 1,61 17,897

5. 2,12 1,977

6. 2,62 1,243

7. 3,72 1,302

10. 5,72 0,328

11. 7,26 2,537

12. 13,32 3,186

No RT Conc

1. 0,33 87,466

2. 1,68 5,482

3. 2,68 0,089

14. 13,15 6,963

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

DMSO

DMSO

Page 133: WAJIB BACAAA

Lampiran 22. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 2

menit, ulangan 1

No RT Conc

3. 0,31 0,678

4. 0,44 19,588

6. 1,44 0,143

7. 1,54 76,896

8. 3,24 0,162

9. 3,95 1,178

11. 7,39 0,420

14. 13,51 0,936

No RT Conc

1. 0,31 93,989

3. 0,76 0,269

8. 1,82 0,776

15. 13,07 4,966

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

DMSO

DMSO

Page 134: WAJIB BACAAA

Lampiran 23. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 2

menit, ulangan 2

No RT Conc

1. 0,29 2,152

2. 0,45 19,203

3. 1,52 76,005

4. 3,18 0,602

5. 3,69 0,608

8. 7,30 0,482

9. 13,26 1,248

No RT Conc

1. 0,32 77,140

2. 1,65 4,796

7. 7,22 0,232

8. 13,00 17,832

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

DMSO

DMSO

Page 135: WAJIB BACAAA

Lampiran 24. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 3

menit, ulangan 1

No RT Conc

1. 0,31 0,084

2. 0,44 1,018

3. 1,53 96,361

5. 5,80 0,073

6. 7,32 0,196

8. 13,42 1,368

No RT Conc

1. 0,32 52,729

2. 1,72 0,605

5. 7,24 0,314

6. 13,06 46,353

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

DMSO

DMSO

Page 136: WAJIB BACAAA

Lampiran 25. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 3

menit, ulangan 2

No RT Conc

1. 0,30 0,407

2. 0,45 2,245

3. 1,49 94,913

5. 5,70 0,088

6. 7,22 0,172

7. 13,20 1,275

No RT Conc

1. 0,34 56,407

3. 2,04 0,684

6. 13,64 42,909

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

DMSO

Page 137: WAJIB BACAAA

Lampiran 26. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 4

menit, ulangan 1

No RT Conc

1. 0,31 0,652

2. 0,41 12,671

4. 1,64 78,071

5. 3,84 0,522

7. 7,32 0,140

8. 13,24 7,244

No RT Conc

1. 0,32 68,295

4. 4,56 0,093

6. 13,19 31,612

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

DMSO

Page 138: WAJIB BACAAA

Lampiran 27. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin pada tingkat daya 800 watt dengan lama reaksi 4

menit, ulangan 2

No RT Conc

1. 0,32 0,801

2. 0,43 13,788

4. 1,61 74,814

5. 3,72 0,139

8. 7,17 0,167

10. 13,11 9,289

No RT Conc

1. 0,34 77,136

4. 13,07 22,750

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

DMSO

Page 139: WAJIB BACAAA

Lampiran 28. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin metode Sastromidjoyo

No RT Conc

1. 0,30 1,002

2. 0,38 2,855

3. 0,49 0,052

4. 0,62 0,037

5. 1,20 1,129

6. 1,61 86,840

7. 1,90 1,760

8. 2,91 0,089

9. 3,25 0,718

10. 3,80 0,247

11. 5,00 0,023

13. 7,68 0,147

14. 8,66 0,018

15. 9,57 0,205

16. 13,98 4,879

No RT Conc

1. 0,34 93,739

4. 1,94 0,211

6. 4,94 0,108

7. 7,64 0,101

8. 13,71 5,842

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

DMSO

DMSO

Page 140: WAJIB BACAAA

Lampiran 29. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin dengan metode modifikasi 1 dengan refluks,

ulangan 1

No RT Conc

1. 0,30 0,217

2. 0,32 0,620

3. 0,46 5,816

4. 1,41 90,153

5. 0,305 0,190

6. 3,50 0,102

7. 5,66 0,138

8. 7,17 1,114

9. 13,15 1,649

No RT Conc

1. 0,32 52,000

3. 1,67 2,349

4. 3,71 0,351

7. 13,07 45,301

3

4

7 8

9

5

1

4

3

7

Vanilin Campuran Produk Vanilin

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

DMSO

DMSO

Page 141: WAJIB BACAAA

Lampiran 30. Kromatogram kemurnian campuran vanilin dan produk vanilin dengan metode modifikasi 1 dengan refluks,

ulangan 2

No RT Conc

2. 0,31 0,229

3. 0,46 4,120

4. 1,50 93,334

7. 5,67 0,192

8. 7,18 0,726

9. 13,04 1,399

No RT Conc

1. 0,32 49,520

2. 0,64 0,213

3. 0,71 0,569

5. 1,69 1,589

11. 5,10 0,085

15. 10,03 0,094

16. 13,03 47,929

Vanilin Campuran Produk Vanilin

2

3 4

6 8 9

1

3

11

5

15

16

2

Vanilin

Vanilin

Etanol

isoeugenol

isoeugenol

DMSO

DMSO