wacana media

82
TERPINGGIRKANNYA BAHASA INDONESIA DALAM PRAKTIK WACANA MAJALAH TRAX EDISI TAHUN 2008 (STUDI ANALISIS WACANA KRITIS) LAPORAN HASIL PENELITIAN oleh PRIYONO SANTOSA, S.Sos Alumnus Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Ilmu Jurnalistik NRP: 2000110193 PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL RI JAKARTA – 2008

Upload: pry-s

Post on 07-Jun-2015

8.726 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Referensi ilmiah yang mengulas tentang terpinggirkannya penggunaan Bahasa Indonesia. Sementara itu, praktik wacana di media massa nasional turut melanggengkan keterpinggiran Bahasa Indonesia dari negerinya sendiri.

TRANSCRIPT

Page 1: WACANA MEDIA

 

TERPINGGIRKANNYA BAHASA INDONESIA DALAM PRAKTIK WACANA MAJALAH TRAX EDISI TAHUN 2008

(STUDI ANALISIS WACANA KRITIS)

LAPORAN HASIL PENELITIAN

oleh

PRIYONO SANTOSA, S.Sos Alumnus Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Ilmu Jurnalistik

NRP: 2000110193

PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL RI

JAKARTA – 2008

Page 2: WACANA MEDIA

i

ABSTRAK

(A) Priyono Santosa, S.Sos (B) Terpinggirkannya Bahasa Indonesia Dalam Praktik Wacana Majalah Trax Edisi

Tahun 2008 (Studi Analisis Wacana Kritis) (C) viii + 74 halaman; 3 Tabel; 2 Lampiran; 2008 (D) Kata kunci: praktik wacana, media massa, Bahasa Indonesia (E) Tujuan: mengembangkan kajian interdisipliner antara ilmu sosiolonguistik

dengan komunikasi massa dalam paradigma kritis yang berlandaskan pada teori wacana mengenai penggunaan bahasa asing dalam media massa nasional, khususnya Majalah Trax yang berdampak pada peminggiran bahasa Indonesia.

(F) Metode Penelitian: Analisis Wacana Kritis dengan instrumen analisis teks ekletif. Hasil Penelitian: Mikro. analisis teks menunjukkan intensnya penggunaan bahasa asing dalam Majalah Trax, menyiratkan bahasa asing dimitoskan memiliki daya lebih baik dalam mengungkapkan makna pesan komunikasi. Mitos ini kemudian memosisikan Bahasa Indonesia ke dalam struktur hierarki yang lebih rendah dari bahasa asing, hingga berujung pada pemiskinan dan peminggiran Bahasa Indonesia di Majalah Trax. Meso. Majalah Trax dikonsumsi kalangan muda Indonesia yang telah mengalami pergeseran budaya ke dalam kerangka budaya global. Makro. Secara situasional, upaya pelestarian Bahasa Indonesia di negeri ini menjadi kian kompleks karena dianggap dilakukan lewat UU, namun juga dikhawatirkan akan membunuh kreativitas masyarakat dan kebebasan pers. Secara institusional, Majalah Trax merupakan bagian praktik korporasi media asing yang hendak menyebarkan nilai-nilai budaya global. Secara sosial, meluasnya pragmatisme pendidikan membuat penggunaan bahasa Inggris di Indonesia cukup intens akibat kompleksnya bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya di Indonesia dalam kerangka globalisasi dunia, yang berujung pada peminggiran Bahasa Indonesia oleh generasi muda Indonesia. Kesimpulan: Imperialisme budaya global menampakkan dirinya sebagai bentuk imperialisme media seperti yang terlihat pada praktik wacana Majalah Trax di Indonesia. Proses ’MTV-isasi’ dunia tersebut yang kini tengah memangsa budaya, khususnya Bahasa Indonesia, lewat mekanisme pasar dan nilai-nilai budaya Barat yang dibawanya ke Indonesia. Saran: Upaya penyelamatan budaya dan bahasa Indonesia mesti dilakukan lewat cara-cara penanaman ideologis kepada khususnya generasi muda Indonesia, bukan sekedar represif melalui undang-undang.

(G) Buku: 10 (2000– 2005), Sumber lain (1999-2008)

Page 3: WACANA MEDIA

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT, atas berkah dan rahmat-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Tanpa sadar pula,

begitu banyak pihak baik yang terlibat langsung maupun yang tidak langsung dalam

proses penyelesaian penelitian ini. Maka di kesempatan ini pula penulis hendak

mengucapkan kata terima kasih atas bantuan dan dukungan serta bimbingan dari

sejumlah nama di bawah ini yang telah memberikan sumbangan, pikiran, tenaga,

waktu, dan dukungan semangat serta doa:

1. Terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Sri Marheini dan Agus Santosa,

atas kasih dan cintanya di sepanjang jalan kehidupan penulis.

2. Terima kasih kepada Bapak dan Ibu guru dan dosen penulis di TK Puspitasari,

SD 12 Pagi, SMP 117, dan SMU 71 Jakarta Timur yang telah membimbing

penulis melewati kanak-kanak hingga remaja dengan nikmatnya ilmu

pengetahuan.

3. Terima kasih kepada Dr. Dendy Sugono selaku Kepala Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional RI.

4. Terima kasih kepada Ibu Nana dan Bpk Sutiman dari Kepala Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional RI.

5. Terima kasih kepada dosen Kampus Tercinta, yakni Dra Hj. Mulharnetti Syas,

M.S , Drs. Moeryanto Ginting Munthe, M.S, Drs. Nurcahyadi Pelu, Drs. Patar

Nababan, Drs. Dadan Iskandar, M.S, Dra. Sri Dewiningsih, M.Si, Dra.

Page 4: WACANA MEDIA

iii

Widyastuti, M.S, Drs. Guntoro, M.S, Drs. Intantri Kusmawarni, M.Si, Norman

Meoko, Drs. Teguh Tjatur Pramono, M.M yang sempat meluangkan waktunya

berdiskusi dan tak lelah menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis serta

mengajarkan penulis mengenai nilai-nilai ketekunan, ketelitian, keakuratan,

kepercayaan, kedewasaan, serta sopan santun dalam kerangka ilmu

pengetahuan.

6. Terima kasih kepada Sosa dan Wulan Oktaviani yang selalu mengingatkan agar

penulis tak lupa pulang ke rumah, serta atas kasih, cinta, dan pengertiannya

selama ini.

7. Terima kasih kepada kawan-kawan Komunitas RuangMelati, KOMPOSISI,

Komunitas Kertas, UKM IISIP Teater Kinasih, UKM IISIP Kampung Seg@rt,

Himpunan Mahasiswa Jurnalistik IISIP, Himpunan Mahasiswa HI IISIP,

LMND & PRM, Forum Kota, dan Greenpeace INDONESIA.

8. Terima kasih kepada rekan-rekan pers mahasiswa IISIP, yakni Bulettin ISSUE,

BUMI, MEDIA 3, ELLEVEN, MIKA, KRITIKKRISIS, PROJECT 17,

EDITORIAL KITA, EPICENTRUM, segenap awak redaksi Tabloid KUNCI.

9. Terakhir, terima kasih kepada engkau Quinawaty Pasaribu untuk kecerdasan

hati dan kebeningan akalnya menemani penulis hingga akhir penelitian ini.

Sengaja kutaruh kau di nomor terakhir ini, sebab kuharap pula kau lah orang

yang ‘terakhir’ itu buatku.

Page 5: WACANA MEDIA

iv

Akhir kata, penulis berharap agar penelitian ini selain bermanfaat, juga dapat

mengundang lahirnya penelitian-penelitian lain yang mengkaji berbagai fenomena

baru dalam praktik media dan bahasa di Indonesia. Sebab penelitian ini bak sebuah

karya yang baru menawarkan sebutir pengetahuan tentang secuil saja dari pluralnya

‘kebenaran’.

Jakarta, Mei 2008 Penulis,

Priyono Santosa

Page 6: WACANA MEDIA

v

DAFTAR ISI ABSTRAK .................................................................................................... i KATA PENGANTAR .................................................................................. ii DAFTAR ISI ................................................................................................. v DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vii DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1 B. Permasalahan Pokok .................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 8 D. Kegunaan Penelitian .................................................................... 9 E. Sistematika Penelitian .................................................................. 10

BAB II KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 12 A.1. Teori dan Praktik Wacana Media ......................................... 12 A.2. Penggunaan Kata Asing ...................................................... 19 B. Operasionalisasi Konsep .............................................................. 22 C. Kerangka Pemikiran .................................................................... 24

BAB III DESAIN PENELITIAN

A. Paradigma Penelitian ................................................................... 25 B. Metode Penelitian ........................................................................ 29 C. Bahan Penelitian dan Unit Analisis ............................................... 33 D. Pengambilan Sampel ................................................................... 34 E. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 35 F. Metode Analisis Data .................................................................. 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Subjek Penelitian ......................................................................... 40 1. Sejarah Majalah Trax ............................................................... 40 2. Susunan Redaksional Organisasi ............................................ 41

B. Hasil Penelitian ............................................................................ 42 1. Analisis Teks (Ekletif) ........................................................... 42 2. Analisis Discourse Practice .................................................. 50 3. Analisis Sociocultural Practice ............................................... 51

Page 7: WACANA MEDIA

vi

C. Pembahasan ................................................................................. 60 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................. 64 B. Saran ............................................................................................ 66

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 68 DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... 71 LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................... 73

Page 8: WACANA MEDIA

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Surat Keterangan Sayembara ............................................................... 73 B. Sampel Penelitian .................................................................................... 74

Page 9: WACANA MEDIA

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel I Level Analisis Dan Metode Penelitian .................................... 38 2. Tabel II Instrumen Analisis Teks Ekletif ............................................. 39 3. Tabel III Nama Rubrik Majalah Trax Edisi Mei 2008 ....................... 44

Page 10: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

1

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bahasa dalam suatu tatanan masyarakat adalah produk budaya masyarakat itu

sendiri. Dalam tatanan yang lebih luas, yakni suatu bangsa, bahasa bisa dimaknai

lebih dari sekedar cara manusia melakukan tindak komunikasi. Ia lambat laun

berkembang sebagai ciri khas jati diri kebangsaan pemakainya.

Maka tak heran jika tamsil lama mengatakan ”Bahasa Menunjukkan Bangsa”,

dapat diartikan pula bahwa bahasa menunjukkan status sosial, identitas, dan harkat

diri suatu bangsa. Dalam hal ini, sistem bahasa merupakan salah satu produk budaya

yang khas dari tiap-tiap bangsa, di mana sistem tersebut sama-sama disepakati untuk

digunakan.

Bangsa Indonesia sendiri menyepakati untuk memilih bahasa Melayu sebagai

cikal bakal bahasa persatuan bernama Bahasa Indonesia. Ini tercantum dalam salah

satu butir Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928. Maka sejak saat

itu, bahasa Indonesia tak lagi hanya dipakai dalam bahasa percakapan sehari-hari. Ia

juga digunakan sebagai bahasa ilmiah untuk menulis buku, makalah, laporan

penelitian, kertas kerja, skripsi, tesis, disertasi, dan lain-lain. Ia juga dipakai ketika

berpidato, berdiskusi, memberi ceramah kuliah atau seminar, dan menjadi bahasa

pengantar di semua sekolah di Indonesia mulai dari taman kanak-kanak hingga ke

tingkat perguruan tinggi.

Page 11: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

2

Indonesia, sebagai salah satu bangsa di dunia, tentu tak lepas dari terpaan

globalisasi yang berhembus dari dan ke seluruh penjuru dunia. Masuknya budaya

asing–termasuk bahasa asing–ke Indonesia bisa berarti ikut memperluas wawasan

kita akan dunia yang sedang bergerak maju di luar sana. Istilah-istilah asing yang

tidak dapat ditemui dalam kosakata bahasa Indonesia, tentu akan memperkaya

kosakata bahasa Indonesia dalam mendefinisikan sesuatu hal yang bersifat teknis,

ilmiah, serta istilah-istilah sulit.

Hanya saja, gejala kebahasaan yang lalu muncul di Indonesia menunjukkan

adanya kecenderungan tinggi dari masyarakat dalam pemakaian bahasa asing,

terutama bahasa Inggris. Simak saja pernyataan berikut ini dari kutipan pendapat

Soedjatmoko dalam Kongres Bahasa Indonesia III yang digelar di Jakarta pada

November 30 tahun silam:

Ada kecenderungan yang makin meningkat antara sarjana-sarjana Indonesia untuk ‘meloncat’ ke bahasa Inggris dalam pembicaraan-pembicaraan diantara mereka sendiri saat mendiskusikan masalah-masalah ilmiah yang sulit.

Kita harus menjaga supaya kita tidak kembali kepada hierarki bahasa di zaman kolonial; dimana bahasa daerah menjadi bahasa paling rendah, yaitu sebagai bahasa pergaulan antar keluarga dan antar sahabat; bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi yang lebih luas pada tingkat kedua; dan bahasa Belanda untuk maju, untuk menguasai ilmu pengetahuan modern, dan untuk masuk ke dalam golongan elite bumiputera.1

Sejalan dengan hal di atas, Sudjoko menilai saat ini tengah terjadi pemiskinan

bahasa yang dilakukan oleh bangsa sendiri. Sejumlah kosakata bahasa Indonesia kini

1 Rosihan Anwar, Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi, Media

Abadi, Yogyakarta, 2004, hal.73

Page 12: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

3

tergusur oleh kosa kata baru yang banyak diserap dari bahasa asing. Padahal banyak

ditemukan padanannya dalam kosa kata bahasa nusantara yang jauh lebih kaya.2

Dari penyataan Soedjatmoko dan Sudjoko tersebut bisa disimak bahwa

kecenderungan masyarakat kita untuk menggunakan bahasa Inggris dalam praktik

komunikasi, membuat berbagai kosa kata dalam bahasa Indonesia makin tergusur.

Dan yang kini tengah terjadi adalah pemiskinan bahasa Indonesia. Sebagai

konsekuensinya, bahasa Indonesia kian terpinggirkan dari negerinya sendiri. Penulis

sendiri menemukan hal ini terjadi khususnya pada praktik penggunaan bahasa di

media massa nasional.

Mantan Ketua PWI JAYA Marah Sakti Siregar, pernah merisaukan

pemakaian bahasa di sejumlah media massa yang cenderung mengabaikan dan

menyepelekan bahasa Indonesia dengan kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan

benar. Bahkan menurutnya, sudah ada media massa yang mulai membelakangi

bahasa Indonesia.

Marah mencontohkan Metro TV (yang seharusnya ditulis Televisi Metro),

sebagai stasiun televisi yang paling agresif memakai istilah asing untuk mata

programnya, misal saja program Headline News, Metro This Morning, Market

Review, Metro Hit List, Today’s Dialogue, dan sebagainya.3

2 ”Memprihatinkan, Gejala Pemiskinan Bahasa di Media”, berita dalam

Harian Warta Kota, Jakarta, 11 Januari 2003 3 ”PWI Jaya Risaukan Pemakaian Bahasa Media Massa”, berita dalam

Harian Suara Pembaruan, Jakarta, 1 November 2002

Page 13: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

4

Menyimak fenomena tersebut bisa penulis simpulkan demikian. Di tengah

arus globalisasi dunia saat ini, ada kecenderungan pemakaian bahasa asing yang kian

tahun kian meningkat dalam praktik komunikasi di Indonesia. Yang terutama paling

menonjol adalah kecenderungan tinggi akan penggunaan kata asing pada media

massa di Indonesia. Hal ini kemudian berdampak pada adanya pemiskinan atau

peminggiran terhadap bahasa Indonesia itu sendiri di media massa nasional.

Gejala terpinggirkannya bahasa Indonesia dalam praktik media massa di

Indonesia menurut penulis perlu diperhatikan, sebab dapat dikatakan bahwa media

massa adalah sarana pendidikan gratis bagi masyarakat. Media massa yang

seharusnya mendidik khalayaknya lewat suguhan berbagai informasi dengan

mengembangkan penggunaan bahasa Indonesia yang taat, justru malah menyuburkan

gejala terpinggirkannya bahasa Indonesia.

Karenanya, penulis berpendapat perlunya kajian ilmu yang berbasiskan

sosiolinguistik dalam rangka memahami terpinggirkannya bahasa indonesia dalam

pemakaian bahasa di media massa nasional. Untuk itu, gejala kebahasaan tersebutlah

yang hendak penulis ketengahkan sebagai permasalah pokok dalam penelitian ini.

B. Permasalahan Pokok

Secara asumtif, penulis menemukan adanya pemakaian kata asing yang cukup

intens dalam praktik wacana Majalah Trax, yakni sebuah majalah bulanan yang

mengulas dunia musik (60%), film (15%), dan gaya hidup (25%) yang diterbitkan

oleh perusahaan waralaba asing MTV Indonesia pada tahun 2003. Majalah Trax pada

Page 14: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

5

awalnya bernama MTV Trax Indonesia sebagai versi cetak dari MTV. MTV Trax

Indonesia (Majalah) sendiri merupakan pelopor majalah MTV di Asia, karena setelah

kemunculan pertama majalah ini, Thailand pun menyusul mencetak MTV Trax edisi

Thailand dan Singapura dengan tabloid MTV Ink.

MTV sendiri merupakan perusahaan asing berbasiskan hiburan musik yang

muncul pada awal 1980-an di Amerika. Mengenai MTV, penulis memandang bahwa

sejak kemunculannya tersebut telah mempengaruhi gaya hidup kaum muda hampir di

seluruh dunia dengan sajian budaya pop yang ditawarkannya.

Seperti yang ditulis Kompas, edisi 21 September 2003, MTV ditonton kaum

muda di Amerika, Rusia, Eropa, Jepang, dan Indonesia: “Dia tampaknya telah

menjadi salah satu unsur yang mempengaruhi gaya hidup kaum muda di berbagai

negeri. Dia menjadi bagian dari gelombang penyeragaman gaya yang disebut . . .

globalisasi kaum muda.”4

Dengan target sasaran khalayak antara usia 18 sampai 25 tahun, Majalah

MTV Tranx Indonesia berupaya mempengaruhi remaja di Indonesia. Maka penulis

memandang bahwa MTV Trax Indonesia (Majalah) merupakan salah satu agen

penyebar budaya asing, khususnya budaya Barat/Amerika, yang juga hendak

membidik pangsa pasar remaja di Indonesia, mempengaruhi dan membentuk remaja

di Indonesia dalam generasi kaum muda yang disebut-sebut sebagai “generasi MTV”.

4 “Kami Tak Tahu Mau Kemana...”, feature dalam Harian Kompas Minggu,

Jakarta, edisi 21 September 2003

Page 15: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

6

Mengenai penggunaan bahasa dalam Majalah Trax, Kompas menulis bahwa

“majalah ini menggunakan bahasa pergaulan sehari-hari, bahasa lisan - termasuk

bahasa Inggris - seperti digunakan di MTV.”5

Memiliki oplah berkisar 30 ribu hingga 40 ribu eksemplar sejak tahun pertama

hingga tahun ke tiga terbit, MTV Trax Indonesia kemudian melepaskan waralaba

MTV dan berubah nama menjadi Trax Magazine (Majalah Trax) di bawah naungan

grup divisi media dalam PT Mugi Rekso Abadi (MRA Media) yang juga bergelut

dalam bisnis retail, otomotif, makanan, dan perhotelan di Indonesia.6

Latar historis yang demikian membuat penulis menyimpulkan bahwa Majalah

Trax adalah media yang tepat untuk dijadikan subjek penelitian di sini. Terlebih lagi

mnenyimak bahwa remaja Indonesia, yang juga menjadi pangsa pasar Majalah Trax,

kelak menjadi generasi penerus budaya bangsa Indonesia yang hendaknya tidak

terseret arus budaya asing.

Berangkat dari hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana

terpinggirkannya bahasa Indonesia dalam Majalah Trax. Yakni dengan cara

mengamati, menemukan, dan menafsirkan kecenderungan pemakaian kata asing yang

terdapat pada segenap ekspresi komunikasi dan teks media, baik itu teks berita,

editorial, penamaan rubrik, hingga teks motto yang diusung media tersebut.

5 Ibid. 6 www.mra.co.id diakses pada 11 September 2007

Page 16: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

7

Bersandarkan pada paradigma kritis, segenap penggunaan bahasa dalam

media massa akan dipandang sebagai praktik wacana media yang mengandung relasi

kekuasaan di dalamnya. Pandangan ini mengacu pada gagasan Norman Fairclough

mengenai analisis wacana berdasarkan pada kajian linguistik dan pemikiran sosial-

politik, yang secara umum diintegrasikan sebagai perubahan sosial.

Seperti yang dikutip Eriyanto, Fairclough mengatakan, “Melihat bahasa dalam

perspektif ini membawa konsekuensi tertentu. Bahasa secara sosial dan historis

adalah bentuk tindakan, dalam hubungan dialektik dengan stuktur sosial. Oleh karena

itu, analisis harus dipusatkan pada bagaimana bahasa itu terbentuk dan dibentuk dari

relasi sosial dan konteks sosial tertentu.”7

Dari keterangan di atas, maka penelitian ini pun dilakukan tidak berhenti

hanya pada analisis di tingkat mikro yang menekankan pada penggunaan bahasa

dalam teks semata. Namun melanjutkannya ke tingkat meso, yakni bagaimana teks

tersebut diproduksi oleh para awak redaksi dan dikonsumsi khalayak. Hingga analisis

pun ditempatkan pula pada tingkat makro, yakni bagaimana relasi kekuasaan pada

struktur sosial, ekonomi, politik, dan budaya masyarakat yang melingkupi praktik

wacana Majalah Trax. Sedangkan penentuan Majalah Trax edisi September 2007

sendiri penulis tentukan sesuai dengan relevansi penelitian, dimana September

7 Norman Fairclough, “Critical Discourse Analysis and the Marketization of

Public Discourse: The Universities”, dalam Critical Discourse Analysis, London and New York, Longman, 1998, hal.131-132, dalam Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Certakan ke-4, LKiS, Yogyakarta, 2005, hal.285

Page 17: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

8

merupakan bulan bahasa dan sastra yang tengah diperingati pada saat penelitian ini

hendak dilakukan.

Dan yang membuat penelitian ini penting, penggunaan metode analisis

wacana dalam paradigma kritis pada penelitian ini merupakan salah satu upaya

penulis untuk melakukan kritik atas hubungan sosial yang timpang dari aspek

penggunaan bahasa dalam praktik wacana di media. Dan pada akhirnya lewat

penelitian ini diharapkan dapat mengupayakan transformasi sosial dalam mengubah

situasi yang timpang tersebut.

Maka penulis menarik rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

”Bagaimana terpinggirkannya Bahasa Indonesia dalam praktik wacana

Majalah Trax edisi tahun 2008?”

Untuk itu, judul penelitian ini adalah:

TERPINGGIRKANNYA BAHASA INDONESIA DALAM PRAKTIK

WACANA MAJALAH TRAX EDISI TAHUN 2008 (STUDI ANALISIS

WACANA KRITIS)

C. Tujuan Penelitian

Secara teoritis, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

hubungan antara teks yang mikro, produksi dan konsumsi teks yang meso, dengan

konteks sosial-budaya yang makro pada Majalah Trax mengenai terpinggirkannya

Bahasa Indonesia dalam praktik wacana tersebut.

Page 18: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

9

Penelitian ini juga dilakukan dengan tujuan praktis untuk melakukan kritik

atas hubungan sosial yang timpang dari aspek penggunaan bahasa dalam praktik

wacana di Majalah Trax. Dan pada akhirnya penelitian ini bertujuan mengupayakan

transformasi sosial dalam mengubah situasi yang timpang tersebut.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan teoritis: Penelitian ini berguna dalam mengembangkan studi

interdisipliner antara ilmu sosiolonguistik dengan komunikasi massa yang bersandar

pada paradigma kritis. Penelitian ini juga berguna sebagai pengembangan model

analisis teks yang berlandaskan pada teori wacana untuk mendalami bagaimana

penggunaan bahasa dalam media massa nasional, khususnya Majalah Trax. Kareanya,

penelitian ini memiliki kontribusi dalam memperkaya kajian ilmu sosiolinguistik dan

komunikasi massa.

Kegunaan praktis: Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dengan

memberi memberi masukan kepada media massa pada umumnya, dan Majalah Trax

pada khususnya untuk memperhatikan konsekuensi dari penggunaan kata asing yang

berdampak pada peminggiran bahasa Indonesia.

Page 19: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

10

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab, penjelasannya

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN, terdiri dari Latar Belakang Masalah; Permasalahan

Pokok; Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian baik secara teoritis maupun

praktis; dan Sistematika Penulisan berisi penjelasan sistematis mengenai hal-hal apa

saja yang dituangkan dalam penelitian ini.

BAB II KERANGKA TEORI, terdiri dari Tinjauan Pustaka yang berisi uraian

konsep yang digunakan dalam penelitian; Definisi Operasional berisi penjelasan

definisi yang menjadi operasionalisasi dalam penelitian ini; dan Kerangka Pemikiran

berupa bagan penelitian sebagai penjelasan menyeluruh atas isi dari bab ini.

BAB III DESAIN PENELITIAN, terdiri dari uraian Paradigma Penelitian;

yakni paradigma kritis; Metode Penelitian yang bersifat kualitatif dengan model

penelitian Analisis Wacana Kritis; Bahan Penelitian yaitu teks berita yang akan

diteliti menggunakan metode analisis wacana kritis, dan Unit Analisis yang

disesuaikan dengan model penelitian yang dipakai; Pengambilan Sampel; Metode

Pengumpulan Data dengan melakukan analisis teks berita, melakukan wawancara,

dan observasi, serta studi kepustakaan sebaagi referensi; dan Metode Analisis Data

disesuaikan dengan metode dan model yang digunakan dalam penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, terdiri dari Subjek

Penelitian yang berisi; Hasil Penelitian yang berisi hasil penelitian dari tiga tingkat

Page 20: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

11

analisis mikro, meso, dan makro; dan Pembahasan yang berisi pembahasan dari hasil

penelitian.

BAB V PENUTUP, terdiri dari Kesimpulan yang berisi uraian kesimpulan

penulis mengenai keseluruhan isi dari penelitian ini; dan Saran sebagai rekomendasi

kepada MBM Tempo terkait dengan hasil penelitian yang dilakukan penulis.

Page 21: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

12

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Berangkat dari rumusan masalah penelitian yang telah diungkapkan, maka

pada bagian ini akan diuraikan tinjauan pustaka atas dua konsep yang terkait dengan

masalah pokok, khususnya sebagai kerangka teori penelitian dengan bersandar pada

paradigma ilmiah kritis. Dua konsep tersebut adalah sebagai berikut:

• Teori dan Praktik Wacana Media

• Penggunaan Kata Asing

A.1. Teori dan Praktik Wacana Media

Ismail Marahimin mengartikan wacana sebagai ”kemampuan untuk maju

(dalam pembahasan) menurut urut-urutan yang teratur dan semestinya... komunikasi

buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur.”1

Sedangkan menurut Riyono Praktikno, wacana adalah ”proses berpikir

seseorang yang kaitannya dengan ada tidaknya kesatuan dan koherensi dalam tulisan

yang disajikannya. Makin baik cara atau pola berpikir seseorang, pada umumnya

makin terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi itu.”2

1 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis

Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Semiotik, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2001, hal.10

2 Loc.Cit.

Page 22: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

13

Dari sumber di atas, penulis memahami bahwa wacana sebagai bentuk

komunikasi yang terbentuk dari kesatuan (kohesi) dan (kepaduan) koherensi dalam

bahasa. Namun pengertian wacana tersebut baru sebatas dalam pengertian struktural.

Untuk itu dalam menguraikan bagaimana teori wacana sebagai landasan teoritis

penelitian ini dan model analisis wacana kritis yang digunakan, penulis mengacu

pada teori wacana yang digagas Michel Foucault.

Teori Wacana Foucault

Michel Foucault adalah seorang pemikir poststrukturalisme yang menggagas

teori wacana dengan melampaui pemikiran strukturalisme tentang bagaimana sebuah

wacana terbentuk. Jika menurut strukturalisme, sebuah wacana terbentuk dari

keterkaitan yang baik antara kohesi dan koherensi dalam kalimat, maka menurut

Foucault, sebuah wacana merupakan produk dari relasi kekuasaan dengan

pengetahuan. Untuk itu, penulis akan memulai pembahasan teori wacana dari asumsi

Foucault tentang kekuasaan.

Secara tradisional, kekuasaan kerap dipandang sebagai kemampuan atau

kekuatan pihak tertentu untuk menguasai yang pihak lemah. Misal saja kekuasaan

raja atau pemerintah kepada rakyatnya. Kekuasaan di sini tentu bersifat negatif.

Namun Foucault, seperti yang ditulis Melani Budianta, justru memandang kekuasaan

bersifat produktif:

Berbeda dengan konsep kekuasaan yang umum, yakni yang dimiliki oleh pihak-pihak yang kuat terhadap yang lemah, kekuasaan bagi Foucault seperti yang diuraikan dalam bukunya Power/ Knowledge bukanlah merupakan suatu

Page 23: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

14

entitas atau kapasitas yang dapat dimiliki oleh satu orang atau lembaga, melainkan dapat diibaratkan dengan sebuah jaringan yang tersebar dimana-mana.

Jadi kekuasaan tidak datang secara vertikal dari penguasa terhadap yang ditindas, dari pemerintah ke rakyat, melainkan datang dari semua lapisan masyarakat, ke segala arah.3

Penulis memahami bahwa kekuasaan menurut Foucault tidak lagi dimaknai

secara vertikal dari atas ke bawah, atau dari institusi penguasa kepada individu yang

dikuasai, melainkan bahwa kekuasaan datang dari semua lapisan tetapi ia menyebar

secara kompleks kepada segenap individu sebagai subjek yang kecil, dan

menyebabkan praktik kuasa ada di mana-mana.

Foucault kemudian mengaitkan bahwa praktik kekuasaan inilah yang

kemudian mempengaruhi pengetahuan manusia tentang ’kebenaran’. Dalam artian,

apa yang manusia anggap sebagai ’kebenaran’, merupakan hasil dari relasi-relasi

kekuasaan yang membentuk sistem pengetahuan manusia tentang ’kebenaran’ itu

sendiri. Foucault, seperti yang dikutip Mh. Nurul Huda, kemudian berpendapat

bahwa:

Kebenaran tidak berada di luar kekuasaan...kebenaran selalu terkait dengan relasi kekuasaan dalam ranah sosial dan politik. Kebenaran diproduksi melalui banyak cara dan dalam aneka praktek kehidupan manusia sebagai cara mengatur diri mereka dan orang lain. Karena itu, setiap produksi pengetahuan sesungguhnya memuat rezim kebenaran. Dengan demikian, kekuasaan pun bersifat konstitutif dalam pengetahuan, sehingga kekuasaan sebenarnya tersebar pada seluruh level masyarakat dan bermacam relasi sosial.4

3 Melani Budianta, “Teori Sastra Sesudah Strukturalisme dari Studi Teks ke

Studi Wacana Budaya”, artikel dalam Bahan Pelatihan Teori dan Kritik Sastra, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, hal. 49

4 Mh. Nurul Huda, “Ideologi Sebagai Praktek Kebudayaan”, artikel dalam

Jurnal Filsafat Driyarkara, Edisi Th.XXVII No.3/2004, hal.53

Page 24: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

15

Penjelasan di atas penulis pahami bahwa lewat relasi kekuasaan yang

menyebar itulah manusia membuat atau memproduksi sistem atas suatu pengetahuan

tertentu yang tidak lagi dipertanyakan orang, hingga dianggap sebagai suatu

’kebenaran’.

Maka jelas bahwa kekuasaan selalu meproduksi pengetahuan manusia, dan

produksi pengetahuan manusia sesungguhnya memuat rezim ’kebenaran’. Dalam

rangka inilah Foucault menempatkan wacana (discourse; diskursus) sebagai praktik

yang terbentuk dari relasi antara kekuasaan dengan pengetahuan.

Melani Budianta menulis bahwa, ”Menurut Foucault, kekuasaan mewujudkan

diri melalui wacana dengan berbagai cara. Salah satu di antaranya adalah melalui

prosedur menyeleksi atau memisahkan mana yang dianggap layak dan yang tidak

layak; dengan memberlakukan sejumlah pelarangan terhadap beberapa jenis

wacana...dengan membedakan apa yang disebut benar dan salah.”5

Mengenai kaitan antara kekuasaan dengan pengetahuan dalam sebuah wacana,

Eriyanto juga berkomentar demikian:

Wacana tertentu menghasilkan kebenaran dan pengetahuan tertentu yang menimbulkan efek kuasa. Kebenaran disini, oleh Foucault tidak dipahami sebagai sesuatu yang datang dari langit...akan tetapi, ia diproduksi, setiap kekuasaan menghasilkan dan memproduksi kebenaran sendiri melalui mana khalayak digiring untuk mengikuti kebenaran yang telah ditetapkan tersebut. Di sini, setiap kekuasaan selalu berpretensi menghasilkan rezim kebenaran tertentu yang disebarkan lewat wacana yang dibentuk oleh kekuasaan.6

5 Melani Budianta, Op.Cit., hal.48 6 Eriyanto, Op.Cit., hal.66-67

Page 25: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

16

Hal tersebut penulis pahami bahwa kebenaran atau pengetahuan manusia yang

tercermin dalam sebuah wacana, sangat ditentukan dari praktik-praktik kekuasaan

yang melingkari manusia itu sendiri. Apa yang dianggap benar dan yang dianggap

salah oleh manusia, merupakan wacana sebagai hasil dari relasi kekuasaan dengan

pengetahuan. Untuk itu penulis menyimpulkan bahwa wacana merupakan cara

menghasilkan pengetahuan, praktik sosial yang menyertainya, bentuk subjektivitas

yang terbentuk darinya, relasi kekuasaan yang ada di baliknya, dan kesaling-berkaitan

di antara semua aspek ini.

Praktik Wacana Media

Memandang media massa dalam paradigma kritis di sini, berarti seperti yang

diungkapkan Eriyanto tentang ide dan gagasan Marxis dan Mazhab Frankfurt yang

melihat masyarakat sebagai suatu sistem kelas.

Masyarakat dilihat sebagai suatu sistem dominasi, dan media adalah salah satu bagian dari sistem dominasi tersebut. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Media adalah alat kelompok dominan untuk memanipulasi dan mengukuhkan kehadirannya sembari memarjinalkan kelompok yang tidak dominan.7

Jelas artinya bahwa paradigma kritis memandang media bukanlah sebagai

entitas yang bebas nilai. Media merupakan alat kelompok dominan untuk menguasai

dan memarjinalkan kelompok yang tidak dominan. Maka untuk mengetahui

7 Ibid., hal.22

Page 26: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

17

bagaimana media menjalankan praktik kekuasaannya tersebut, penggunaan bahasa

menjadi unsur penting untuk diamati. Hal ini mengacu pada pernyataan Dedy N.

Hidayat yang mengatakan bahwa pemanfaatan bahasa dalam media massa antara lain

bisa diamati dalam wacana media (media discourse). Ia kemudian menulis:

Media massa merupakan salah satu arena sosial tempat berbagai kelompok sosial –masing-masing dengan politik bahasa yang mereka kembangkan sendiri– berusaha menampilkan definisi situasi, atau definisi relitas versi mereka yang paling sahih. Itu antara lain dilakukan melalui politik bahasa yang dikembangkan oleh masing-masing kelompok sosial yang terlibat.8

Penulis menyimpulkan bahwa politik bahasa yang disebutkan Dedy pada

keterangan di atas merupakan praktik wacana media, yakni praktik penggunaan

bahasa oleh kelompok dominan dengan konsekuensinya dapat meminggirkan

kelompok lain.

Adapun praktik wacana media yang penulis fokuskan dalam penelitian ini

bukan pada usaha kelompok dominan dalam meminggirkan kelompok minor. Namun

fokus praktik wacana dalam penelitian ini lebih kepada praktik media massa dalam

mengembangkan penggunaan kata asing sebagai politik bahasa, dengan konsekuensi

meminggirkan penggunaan Bahasa Indonesia.

8 Dedy N. Hidayat, “Politik Media, Politik Bahasa Dalam Proses Legitimasi

dan Delegitimasi Rejim Orde Baru”, artikel dalam Sandra Kartika dan M. Mahendra (Ed), Dari Keseragaman Menuju Keberagaman; Wacana Multikultural Dalam Media, Penerbit Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), Jakarta, 1999, hal.48-49

Page 27: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

18

Praktik wacana tersebut akan penulis amati dalam tiga tingkat, yakni mikro

(teks), meso (produksi dan konsumsi), serta makro (relasi kekuasaan dalam struktur

social, politik, dan budaya).

Mengenai tingkat mikro (teks), Guy Cook mengatakan sebagai berikut:

Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Wacana di sini, kemudian dimaknai sebagai teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi.9

Dalam uraian Cook inilah, analisis mikro ditekankan pada bagaimana

kecenderungan pemakaian kata asing dalam segenap ekspresi komunikasi dan teks

media, baik itu teks berita, editorial, penamaan rubrik, hingga teks motto yang

diusung media tersebut.

Analisis pada tingkat meso ditekankan pada bagaimana pengunaan kata asing

dalam teks tersebut diproduksi oleh para awak redaksi dan dikonsumsi khalayak.

Hingga analisis pun ditempatkan pula pada tingkat makro, yakni bagaimana relasi

kekuasaan pada struktur sosial, ekonomi, politik, dan budaya masyarakat yang

melingkupi praktik wacana media.

9 Eriyanto, Op.Cit., hal.9

Page 28: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

19

A.2. Penggunaan Kata Asing

Sutan Takdir Alisyahbana mendefinisikan, ”kata ialah satuan kumpulan bunyi

atau huruf terkecil yang mengandung pengertian.”10

Definisi ini dipahami penulis bahwa kata adalah satuan kumpulan bunyi

secara lisan dan satuan huruf terkecil yang memiliki arti secara tulisan.

Sedangkan arti ‘kata’ oleh M. Ramlan adalah ”satuan gramatik bebas yang

terkecil yang dituliskan diantara dua spasi.”11

Pengertian ini penulis pahami bahwa kata adalah satuan terkecil penulisan

huruf yang dapat berdiri sendiri dan berada di antara dua spasi.

Dari dua referensi di atas, ada perbedaan pokok dalam mendefinisikan kata.

M. Ramlan sendiri mengkritik definisi kata oleh Sutan Takdir dengan menjelaskan,

sebuah kata tidaklah harus selalu mengandung perhatian. ”Hal ini disebabkan ada

jenis kata yang tidak dapat berdiri sendiri, misalnya pada kata bahwa, terhadap,

kepada, meskipun, walaupun, maka, dan sebagainya.”12

Penulis menyepakati definisi kata oleh M. Ramlan, yakni kata adalah satuan

terkecil penulisan huruf yang berdiri sendiri dan berada diantara dua spasi.

Dalam penelitian ini, kata asing mengacu pada kosakata yang berada di luar

kosakata bahasa Indonesia seperti Inggris, Perancis, Latin, Arab, Belanda, dan

10 Sutan Takdir Alisyahbana, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia, PT Dian Rakyat, Jakarta, hal.72

11 M. Ramlan, Tata Bahasa Indonesia Penggolongan Kata, Andi Offset,

Yogyakarta, hal.7 12 Ibid, hal.9

Page 29: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

20

sebagainya. Kesimpulan ini penulis ambil bersandarkan pada Kamus Besar Bahasa

Indonesia, dimana bahasa asing diartikan sebagai ”bahasa milik bangsa lain yang

dikuasai biasanya melalui pendidikan formal dan yang secara sosiokultural tidak

dianggap sebagai bahasanya sendiri.”13

Penulis kemudian menyimpulkan, kata asing adalah satuan terkecil penulisan

huruf yang berdiri sendiri dan berada diantara dua spasi yang mengacu pada kosakata

yang berada di luar kosakata bahasa Indonesia seperti Inggris, Perancis, Latin, Arab,

Belanda, dan sebagainya.

Lebih lanjut tentang penggunaan kata asing, Zaenal Arifin menjabarkan

penerapan kata asing atau unsur serapan sebagai berikut:

Berdasarkan taraf integrasinya unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar.

Pertama, unsur belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, l’exloitation de l’homme par l’homme, unsur-unsur ini dipakai dalam bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.

Kedua, unsur asing yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia diusahakan agar ejaan asing hanya diubah seperlunya hingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

Disamping itu, akhiran yang berasal dari bahasa asing diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi, implementasi, dan objekjtif diserap secara utuh di samping kata standar, implemen, dan objek.14

Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan jenis penggunaan atau penyerapan

kata asing sebagai berikut:

13 Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal.66 14 Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia:

Untuk Perguruan Tinggi, Akademika Pressindo, Jakarta, 2000, hal.201-202

Page 30: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

21

1. Kata yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, kata ini dipakai

dalam bahasa Indonesia, dan pengucapannya masih mengikuti cara asing. Misal:

reshuffle, shuttlecock, l’exploitation de’lhompar l’homme

2. Kata asing yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa

Indonesia. Misal: computer – computer, test – tes, curriculum – kurikulum

3. Penggunaan kata asing dengan menyerap akhiran (sufiks) yang berasal dari

bahasa asing Misal: standardization – standardisasi – standar, implementation –

implementasi – implemen.

Penulis juga menyimpulkan, pemakaian istilah atau kata dengan kosakata

bahasa asing dapat ditempuh dengan cara:

• Pemungutan utuh. Biasanya kata yang berlaku secara internasional seperti kata

‘e-mail’, ‘sea games’, atau istilah-istilah olahraga semisal kata ‘shuttlecock’,

‘rebound’, serta bagi kata asing yang belum ada padanan kosakatanya dalam

bahasa Indonesia.

• Disesuaikan dengan kata bahasa Indonesia dengan mengubah seperlunya.

• Menyerap akhiran kata atau sufiks.

Namun di luar unsur serapan, ada pula penggunaan kata asing yang

sebenarnya telah memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia. Dalam artian, ada

kata asing yang sebenarnya tidak perlu dipakai karena kata tersebut telah memiliki

padanan kata. Sebagai contoh, di sini penulis tampilkan pernyataan Amin Rais yang

Page 31: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

22

dikutip Koran Tempo, edisi 16 September 2000: “Kalau pengumpulan tanda tangan

mencapai lebih dari separuh anggota DPR, itu indikasi yang no good buat Akbar.”

Dapat disimak bahwa pemakaian kata asing “no good” dalam pernyataan tersebut

merupakan kata yang tanpa memiliki padanan dan masih bisa diterjemahkan. Gejala

penggunaan kata asing semacam inilah yang penulis pandang sebagai peminggiran

bahasa Indonesia.

B. Operasionalisasi Konsep

Berbeda dengan pendekatan kuantitatif, dalam penelitian kualitatif ukuran

konsep yang operasional bukan merupakan ukuran pasti dan terukur. Namun hal ini

dapat diatasi dengan memasukkan sebanyak mungkin fakta empiris ke dalam

penelitian dan melihat bagaimana konsep-konsep yang ada dapat bekerja selanjutnya.

Berikut ini uraian singkat yang penulis gunakan sebagai acuan operasional

dari konsep-konsep terkait dalam penelitian ini:

1. Praktik wacana adalah cara menghasilkan pengetahuan, praktik sosial yang

menyertainya, bentuk subjektivitas yang terbentuk darinya, relasi kekuasaan yang

ada di baliknya, dan kesaling-berkaitan di antara semua aspek ini.

2. Media massa dalam paradigma kritis bukanlah sarana yang netral dalam

praktiknya. Media menempatkan kelompok-kelompok yang diberitakannya

tersebut dalam posisi yang dominan dan marjinal. Media merupakan pembentuk

konsensus di masyarakat terjadi lewat proses yang rumit, kompleks, dan

melibatkan kekuatan-kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam

Page 32: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

23

penelitian ini, Majalah Trax adalah kelompok institusi media yang dikelilingi

kekuatan-kekuatan sosial di sekelilingnya.

3. Kata Asing adalah satuan terkecil penulisan huruf yang berdiri sendiri dan berada

diantara dua spasi yang mengacu pada kosakata yang berada di luar kosakata

bahasa Indonesia seperti Inggris, Perancis, Latin, Arab, Belanda, dan sebagainya.

Page 33: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

24

C. Kerangka Pemikiran

Konsep-konsep yang telah dijelaskan sebelumnya tergambar dalam kerangka

pemikiran sebagai berikut:

Majalah Trax

Praktik Wacana

Penggunaan Kata Asing

Analisis Wacana Kritis

Sociocultural Practice

Discourse Practice

Teks (Analisis Teks Ekletif)

Page 34: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

25

BAB III

DESAIN PENELITIAN

A. Paradigma Penelitian

Paradigma yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kritis.

yang bersumber dari Teori Kritis Mazhab Frankfurt. Paradigma kritis sendiri

merupakan paradigma yang lahir setelah paradigma positivisme dalam ilmu

pengetahuan mengalami krisis ilmiah.

Dalam konteks penelitian tentang media massa, Ibnu Hamad menguraikan

bahwa paradigma kritis adalah salah satu dari banyak paradigma penelitian:

Paradigma kritikal melihat realitas yang teramati (vitual realiy), dalam hal ini realitas media, adalah realitas ‘semu’ yang terbentuk oleh proses sejarah dan kekuatan-kekuatan sosial budaya dan ekonomi politik. Dengan demikian… yang menjadi objek dalam riset ini, adalah realitas yang teramati sebagai konstruksi para pembuatnya (wartawan) yang dipengaruhi oleh faktor sejarah media di mana para wartawan bekerja dan oleh kekuatan-kekuatan lain itu.1

Dari penjelasan di atas penulis memahami bahwa secara ontologis, paradigma

kritis memandang objek realitas yang diamati dalam penelitian adalah realitas semu

yang terbentuk oleh faktor sejarah kekuatan-kekuatan lain yang mengelilingi media

tersebut.

1 Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa; Sebuah

Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik, Penerbit Granit, Jakarta, 2004, hal.38

Page 35: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

26

Ibnu Hamad kemudian menjelaskan bahwa pada tataran epistemologis,

“paradigma kritik melihat hubungan antara peneliti dan realitas yang diteliti selalu

dijembatani oleh nilai-nilai tertentu (transactionalist/ subjectivist).”2

Penulis memahami bahwa posisi peneliti dalam paradigma ini tidaklah

terlepas dari kepentingan atau pengaruh sosial. Sebab pada dasarnya peneliti sebagai

individu merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri dan paradigma kritis

berasumsi bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang terpisah dan lebih penting dari

tindakan.

Kemudian pada level metodologi, Ibnu Hamad mengusulkan penggunaan

multi level methods yang mengacu pada model Norman Fairclough:

Seraya menempatkan diri sebagai aktivis/ partisipan dalam proses transformasi sosial, penulis melakukan analisis secara komprehensif, kontekstual, dan dalam berbagai tingkatan (mulati-level analysis) . . . yang mengacu pada pemikiran Fairclough guna memenuhi tuntutan methodologis paradigma kritis itu. Teknik penelitian seperti ini dilakukan tiada lain agar dapat diperoleh pemahaman secara empatif (empathic understanding atau verstehen) dalam menemukan makna di balik teks atau tanda dengan memperhatikan konteks dalam berbagai tingkatannya.3

Sejalan dengan paradigma kritis yang lahir dari keterbatasan paradigma

positivisme, maka pendekatan metodologi yang tepat dalam menjalankan penelitian

ini adalah pendekatan metodologi kualitatif. Emy Susanti Hendrarso menjelaskan

sebagai berikut:

2 Ibid., hal.43 3 Ibid., hal.44

Page 36: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

27

Penelitian kualitatif yang berakar dari ‘paradigma interpretatif’ pada awalnya muncul dari ketidakpuasan atau reaksi terhadap ‘paradigma positivist’ yang menjadi akar penelitian kuantitatif. Ada beberapa kritik yang dilontarkan terhadap pendekatan positivist, di antaranya adalah pendekatan kuantitatif mengambil model penelitian ilmu alam untuk penelitian sosial sehingga tidak dapat digunakan untuk memahami kehidupan sosial sepenuhnya.4

Emy kemudian melanjutkan bahwa penelitian kualitatif dapat diterapkan

apabila, “topik penelitiannya merupakan hal yang sifatnya kompleks, sensitif, sulit

diukur dengan angka, dan berhubungan erat dengan interaksi sosial dan proses

sosial.”5

Mengenai pendekatan kualitatif, Lexy J. Moleong dengan mengutip Bogdan

dan Taylor, menjelaskan bahwa penelitian metodologi kualitatif sebagai “prosedur

penelitian yang menghasikan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. . . pendekatan ini diarahkan pada latar

dan individu tersebut secara holistik (utuh).6

Dari keterangan di atas, penulis pahami bahwa penggunaan pendekatan

kualitatif lahir karena keterbatasan pendekatan kuantitatif dan paradigma positivisme.

Karenanya penulis mendapati kesesuaian dalam menggunakan pendekatan kualitatif

dengan paradigma kritis sebagai landasan metodologis penelitian ini.

4 Emy Susanti Hendrarso, “Penelitian Kualitatif: Sebuah Pengantar”, dalam

Bagong Suyanto dan Sutinah (Ed.), Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Penerbit Kencana, Jakarta, 2005, hal.166

5 Ibid., hal.170 6 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya,

Bandung, 2000, hal.3

Page 37: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

28

Dari keterangan tersebut penulis juga memahami bahwa penggunaan

pendekatan kualitatif dalam penelitian ini sesuai dengan topik terpinggirkannya

Bahasa Indonesia dalam praktik wacana media yang sifatnya kompleks, sulit diukur

dengan angka, dan berhubungan erat dengan interaksi sosial dan proses sosial.

Karenanya, penelitian yang penulis jalankan di sini tidak semata menghasilkan data

yang dapat diukur berupa angka, namun akan menghasikan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku media yang dapat diamati.

Penggunaan paradigma kritis dan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini

membuat hubungan penulis sebagai peneliti dengan objek penelitian adalah hubungan

yang interaktif, dan sarat penilaian. Interpretasi penulis sebagai peneliti terhadap

objek penelitian tak bisa dilepaskan dari latar subjektif sosio-kultur penulis.

Mengenai subjektifitas dalam interpretasi ini, Agus Sudibyo mengungkapkan,

”mesti disadari bahwa proses pemaknaan itu tak bisa dilepaskan dari unsur

subyektivitas sang pemberi makna. Namun tak perlu khawatir, sebab teori-teori jenis

ini memang mengizinkan seorang peneliti melakukan interpretasi atas teks secara

subyektif akibat pengaruh pengalaman hidupnya.”7

Hal di atas penulis pahami sebagai karakteristik pendekatan kualitatif yang

memungkinkan intepretasi dan subjektivitas peneliti merupakan syarat dalam

menggunakan metode analisis wacana kritis. Kemudian dalam kaitannya dengan

metode penelitian yang akan penulis gunakan, Alex Sobur mengemukakan

7 Agus Sudibyo, Ibnu Hamad dan Muhamad Qadari, Kabar-Kabar Kebencian: Prasangka Agama di Media Massa, ISAI, Jakarta, 2001, hal.18

Page 38: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

29

karakteristik pendekatan kualitatif dalam metode analisis wacana kritis sebagai

berikut:

Pertama, analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks ketimbang jumlah unit kategori seperti dalam analisis isi. Kedua, analisis wacana berpretensi memfokuskan pada pesan latent (tersembunyi). Ketiga, analisis wacana bukan sekedar bergerak dalam level makro (isi dari satu teks), tetapi juga pada level mikro yang menyusun suatu teks, seperti kata, kalimat, ekspresi, dan retoris. Keempat, analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi.8

Dari keterangan di atas, penulis memahami bahwa pada dasarnya setiap teks

dapat dimaknai secara berbeda dan ditafsirkan secara beragam. Karenanya, metode

Analisis Wacana Kritis tidak berpretensi melakukan generalisasi, namun lebih

menekankan pada pemaknaan pesan laten dalam teks sesuai kemampuan interpretasi

peneliti. Dari hal tersebutlah kualitas penelitian dapat dinilai.

B. Metode Penelitian

Metode yang penulis gunakan disini adalah metode Analisis Wacana Kritis

yang dimaksudkan dapat menggali bagaimana mengetahui bagaimana hubungan

antara teks yang mikro, produksi dan konsumsi teks yang meso, dengan konteks

sosial yang makro dalam praktik wacana Majalah Trax.

Eriyanto mengungkapkan bahwa secara umum ada tiga tingkatan analisis

dalam analisis wacana kritis:

Pertama, analisis mikro, yakni analisis pada teks semata, yang dipelajari terutama unsur bahasa yang dipakai. Kedua, analisis makro, yakni analisis struktur sosial, ekonomi, politik, dan budaya masyarakat.

8 Alex Sobur, Op.Cit., hal.70-71

Page 39: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

30

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Ketiga, analisis meso, yakni analisis pada diri individu sebagai penghasil atau pemroduksi teks, termasuk juga analisis pada sisi khalayak sebagai konsumen teks.9

Ketiga tingkatan ini sejalan dengan tujuan penelitian yang hendak mengetahui

bagaimana hubungan antara teks berita yang mikro, produksi dan konsumsi teks yang

meso, dengan konteks sosial yang makro dalam praktik wacana Majalah Trax.

Eriyanto mengatakan bahwa ketiga level tersebut secara lengkap terdapat pada

model yang diperkenalkan oleh Teun A. van Dijk dan Norman Fairclough yang juga

memokuskan analisis pada level meso produksi teks berita. Ia mengatakan bahwa,

”Pada model van Dijk dan Fairclough bukan semata memasukkan konteks sebagai

variabel penting dalam analisis tetapi juga analisis pada tingkat meso, bagaimana

konteks itu diproduksi dan dikonsumsi.”10

Adapun model yang diperkenalkan oleh Norman Fairclough dalam tiga level:

teks, dicourse practice, dan sociocultural practice. Model ini sesuai dan tepat

digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini. Karena selain melakukan

analisis pada level teks mikro dan konteks yang makro, analisis juga ditekankan pada

level discouse practice yang merupakan analisis meso pada proses produksi dan

konsumsi teks.

Eriyanto mengatakan bahwa ketiga level dalam model ini memusatkan

perhatian wacana pada bahasa. ”Fairclough menggunakan wacana menunjuk pada

9 Eriyanto, Op.Cit, hal.344-345 10 Ibid., hal.345

Page 40: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

31

pemakaian bahasa sebagai praktik sosial, lebih daripada aktivitas individu atau untuk

merefleksikan sesuatu.”11

Khusus dalam level teks, analisis menekankan pada ”bagaimana teks itu

mencerminkan kekuatan sosial dan politik yang ada dalam masyarakat. Bagaimana

teks mempunyai keterkaitan yang erat dengan praktik sosial politik yang terjadi dan

tercipta dalam masyarakat.”12

Lewat level teks model Fairclough inilah, dimensi praktik wacana media

dalam memarjinalkan kelompok lain secara hegemonik dapat diketahui. Adapun

kategori analisis teks Fairclough ialah:

Pertama, ideasional yang merujuk pada representasi tertentu. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Kedua, relasi, merujuk pada analisis bagaimana konstruksi hubungan di antara wartawan dengan pembaca. . . Ketiga, identitas, merujuk pada konstruksi tertentu dari identitas wartawan dan pembaca, serta bagaimana personal dan identitas ini hendak ditampilkan.13

Mengingat bahwa fokus penelitian pada tingkat mikro di sini lebih

menekankan pada bagaimana kecenderungan pemakaian kata asing dalam teks

sebagai praktik wacana media, maka penulis memandang bahwa ketiga kategori

analisis teks yang digagas Fairclough perlu dimodifikasi sesuai dengan relevansi

penelitian. Untuk itu penulis mengkombinasikan model Fairclough dengan

menempatkan kategori analisis teks yang mampu menggali bagaimana

11 Ibid., hal.286 12 Ibid., hal.345 13 Ibid., hal.287

Page 41: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

32

kecenderungan pemakaian kata asing dalam teks sebagai praktik wacana media.

Maka pada level teks, penulis menggunakan metode analisis teks ekletif.

Ibnu Hamad menjelaskan bahwa metode analisis teks ekletif sebagai ”sebuah

teknik penggabungan konsep-konsep yang relevan ke dalam satu pendekatan

metode.”14

Ibnu kemudian menyebutkan dua alasan yang menjadi dasar penggunaan

analisis wacana ekletif pada level teks sebuah penelitian:

Dua alasan dipakainya metode ekletif ini, pertama, metode analisis wacana banyak ragamnya dan tampaknya dibangun berdasarkan keperluan si pembuat untuk menjelaskan masalah penelitiannya. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Kedua, dipakainya analisis wacana ekletif, didasarkan pada kepatutan sebuah metode. Bahwasanya, pemakaian sebuah metode penelitian haruslah disesuaikan dengan permasalahannya.15

Pendapat ini juga diperkuat oleh keterangan Eriyanto yang mengatakan bahwa

setiap model dalam metode analisis wacana kritis memiliki karakteristiknya masing-

masing, serta ”ada kemungkinan dua bentuk metode tersebut diintegrasikan agar

memperoleh hasil yang maksimal.”16

Mengacu pada keterangan Ibnu Hamad dan Eriyanto di atas, penulis

menggunakan metode analisis teks ekletif yang relevan dengan tujuan penelitian demi

14 Ibnu Hamad., Op.Cit., hal.48 15 Ibid., hal.48-50 16 Eriyanto, Op.Cit., hal.337

Page 42: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

33

mendapatkan hasil penelitian yang maksimal. Maka dalam hal ini, penulis mengacu

pada prinsip penggunaan kata asing yang tekah penulis uraikan dalam kerangka teori.

Hal ini dilakukan bukan untuk membuktikan secara kuantitatif sejauhmana

dan apa termasuk dalam jenis yang mana kata asing tersebut yang digunakan. Namun

hal ini dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif tentang bagaimana

kecenderungan pemakaian kata asing dalam segenap ekspresi komunikasi dan teks

media, baik itu teks berita, editorial, penamaan rubrik, hingga teks motto yang

diusung media tersebut praktik wacana yang diterapkan dan dikembangkan oleh para

awak redaksi Majalah Trax. Sehingga dari sinilah dapat diketahui bagaimana Bahasa

Indonesia terpinggirkan.

C. Bahan Penelitian dan Unit Analisis

Bahan penelitian yang penulis gunakan adalah penggunaan kata, frase,

proposisi, kalimat, dan paragraf sebagai ekspresi komunikasi yang terkandung pada

Majalah Trax Edisi Tahun 2008. Sedangkan, unit analisis yang penulis gunakan

khususnya pada level teks yakni 5 bentuk penulisan yang lazim dijumpai dalam

penerbitan media massa, khususnya majalah:

1. Penulisan Motto Majalah

2. Penulisan Ruang Redaksi

3. Penulisan Nama Rubrik

4. Penulisan Judul Karangan

5. Penulisan Isi Karangan

Page 43: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

34

Kelima bentuk penulisan tersebutlah yang hendak penulis kaji dalam hal

penggunaan bahasa sebagai unit analisis. Pengkategorian dan pembatasan jumlah unit

analisis tersebut penulis lakukan berdasarkan kaidah efektifitas penelitian kualitatif,

yang dilakukan berdasarkan tujuan (purposive) serta kerangka metodologis dalam

paradigma kritis.

D. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan

sampel yang bertujuan (purposive sampling) yang dilakukan dengan cara mengambil

subjek bukan didasarkan atas strata, random, atau daerah tetapi didasarkan atas

adanya tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan,

misalnya alasan keterbatasan waktu, tenaga dan dana sehingga tidak dapat menarik

sampel yang besar dan jauh.

Penentuan sampel Majalah Trax edisi Tahun 2008, yakni terbitan bulan Mei

2008 penulis tentukan sesuai dengan relevansi penelitian dimana saat ini (tahun 2008)

Indonesia tengah memperingati peristiwa 100 tahun Kebangkitan Nasional pada 20

Mei 2008. Yang juga penting untuk dinyatakan di sini bahwa relevansi peristiwa 100

tahun Kebangkitan Nasional dengan penentuan sampel penelitian ini, dapat dimaknai

sebagai upaya penulis dalam merefleksikan secara ilmiah dan kritis tentang

bagaimana kondisi budaya dan bahasa Indonesia setelah berlalunya satu abad

Page 44: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

35

Kebangkitan Indonesia hari ini. Maka sesuai dengan tujuan penelitian, sampel yang

penulis gunakan di sini adalah teks Majalah Trax edisi Mei 2008. 17

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga level wacana,

yaitu level teks, discourse practice, dan sosiocultural practice. Pengumpulan data

pada level teks dilakukan dengan analisis teks ekeltif untuk mengetahui bagaimana

kecenderungan pemakaian kata asing dalam segenap ekspresi komunikasi dan teks

media, baik itu teks berita, editorial, penamaan rubrik, hingga teks motto yang

diusung media tersebut praktik wacana yang diterapkan dan dikembangkan oleh para

awak redaksi Majalah Trax.

Pada level discourse practice, pengumpulan data dilakukan dengan observasi

dan wawancara mendalam dengan pihak media.

Kemudian pada level sosiocultural practice, pengumpulan data dilakukan dengan

studi pustaka dan penelusuran sejarah lewat tulisan, artikel atau buku-buku mengenai

aspek-aspek makro seperti sistem politik, ekonomi, atau sistem budaya masyarakat

secara keseluruhan sebagai konteks.

17 Pada proposal penelitian (September 2007, Jakarta), pengambilan sampel

ditentukan pada edisi September 2007 sesuai dengan relevansi penelitian, dimana September merupakan bulan bahasa dan sastra yang tengah diperingati pada saat penelitian ini hendak dilakukan. Namun demi keperluan aktualitas dan validitas data, penulis kemudian menentukan ulang pengambilan sampel yang jatuh pada sampel Edisi Mei 2008.

Page 45: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

36

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga level

wacana, yaitu level teks, discourse practice, dan sosiocultural practice. Rinciannya

adalah sebagai berikut:

1. Level Teks

Penggunaan Kata Asing

a) Kata asing yang secara utuh dipakai dan berlaku internasional:

Kata asing yang sudah menjadi patokan umum dunia internasional. Misal: SEA GAMES – Kejuaraan Olahraga se-Asia Tenggara

e-mail – surat elektronik

Kata asing yang belum atau tidak ada padanannya dalam kosakata bahasa Indonesia

Kata asing yang tidak dimasukkan dalam kategori ini adalah nama (judul) dari sebuah buku atau album dan jika kata asing tersebut berasal dari bentukan nama alamat, gedung, dan lainnya.

b) Kata asing yang secara utuh dipakai namun disertai penjelasan:

Kata asing yang kemudian disusul oleh penjelasan atau arti dalam kurung

c) Kata asing yang tidak perlu pemakaiannya karena sudah ada padanan kata bahasa Indonesia-nya”

Kata asing yang masih dapat diterjemahkan atau dipakai padanan katanya tanpa menguragi makna asli.

Misal: Mother Nature – Hukum Alam

Attitude – sikap

2. Level Discourse Practice

Pada level ini, analisis akan ditujukan pada penulis akan melakukan analisis

pada produksi teks dan konsumsi teks dari observasi dan hasil wawancara mendalam

dengan pihak media. Khusus pada produksi teks, analisis akan difokuskan pada sisi

Page 46: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

37

individu wartawan, hubungan dengan struktur organisasi media, dan rutinitas kerja

dari proses produksi teks. Pada konsumsi teks, analisis akan dilakukan pada

bagaimana faktor pembaca diperhitungkan pihak redaksi dalam menyusun teks

berita.18

3. Level Sociocultural Practice

Pada level ini, penulis akan menganalisis data dari hasil studi pustaka dan

penelusuran sejarah mengenai bagaimana aspek-aspek makro seperti sistem politik,

ekonomi, dan sistem budaya masyarakat secara keseluruhan sebagai konteks di mana

Majalah Trax berpraktik. Terutama pada tiga level analisis sebagai berikut:

a) Situasional, merupakan konteks sosial yang mengungkapkan bagaimana teks dihasilkan dalam suatu kondisi atau suasana yang khas dan unik.

b) Institusional, merupakan konteks sosial yang mengungkapkan bagaiaman pengaruh institusi organisasi dalam praktik produksi wacana, baik dari dalam diri media itu sendiri maupun dari kekuatan-kekuatan eksternal di luar media yang turut menentukan proses produksi teks.

c) Sosial, merupakan konteks sosial yang memperhatikan aspek makro seperti sistem politik, sistem ekonomi, atau sistem budaya masyarakat secara keseluruhan. Sistem inilah yang menentukan siapa yang berkuasa, nilai-nilai apa yang dominan dalam masyarakat sehingga mempengaruhi dan menentukan karakter media tersebut.

18 Fairclough sendiri menyarankan dengan mengamati teks yang dikonsumsi

oleh publik. Tetapi dalam penelitian ini dimodifikasi menjadi pertimbangan redaksi tentang pembaca. Hal ini dilakukan dengan mengacu pada analisis level konsumsi teks dalam penelitian Ibnu Hamad (2004:48)

Page 47: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

38

TABEL I

LEVEL ANALISIS DAN METODE PENELITIAN

No. Level Masalah Level Analisis Metode Penelitian

1. Teks Mikro Teks Ekletif

2. Discourse Practice

Meso Observasi dan Wawancara mendalam

dengan pengelola media (produksi

teks dan konsumsi teks) dibantu

dengan literatur

3. Sociocultural Practice

Makro Studi pustaka

Page 48: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

39

TABEL II

INSTRUMEN ANALISIS TEKS EKLETIF

Kerangka Teori (Penggunaan Kata

Asing)

Perangkat Analisis

Pembuktian

Pemaknaan

Kesimpulan

Kata asing yang secara utuh dipakai dan berlaku internasional

Kata asing yang sudah menjadi patokan umum dunia internasional.

Kata asing yang belum atau tidak ada padanannya dalam kosakata bahasa Indonesia

Kata asing yang tidak dimasukkan dalam kategori ini adalah nama (judul) dari sebuah buku atau album dan jika kata asing tersebut berasal dari bentukan nama alamat, gedung, dan lainnya.

Kata asing yang secara utuh dipakai namun disertai penjelasan

Kata asing yang kemudian disusul oleh penjelasan atau arti dalam kurung

Kata asing yang tidak perlu pemakaiannya karena sudah ada padanan kata bahasa Indonesia-nya

Kata asing yang masih dapat diterjemahkan atau dipakai padanan katanya tanpa menguragi makna asli.

Page 49: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Subyek Penelitian

A.1. Sejarah Majalah Trax1

Majalah Trax (Trax Magazine) awalnya terbit dengan nama MTV Trax

Indonesia pada tanggal 8 Agustus 2002 oleh perusahaan waralaba asing MTV

Indonesia. MTV Trax Indonesia (Majalah) sendiri merupakan pelopor majalah MTV

di Asia, karena setelah kemunculan pertama majalah ini, Thailand pun menyusul

mencetak MTV Trax edisi Thailand dan Singapura dengan tabloid MTV Ink. Dengan

target sasaran khalayak antara usia 18 sampai 25 tahun, Majalah MTV Trax Indonesia

berisi tentang ulasan dunia musik (60%), film (15%), dan gaya hidup (25%).

Memiliki oplah berkisar 30 ribu hingga 40 ribu eksemplar sejak tahun

pertama hingga tahun ke tiga terbit, MTV Trax Indonesia kemudian melepaskan

waralaba MTV dan berubah nama menjadi Trax Magazine (Majalah Trax) di bawah

naungan grup divisi media dalam PT Mugi Rekso Abadi (MRA Media) yang juga

bergelut dalam bisnis retail, otomotif, makanan, dan perhotelan di Indonesia. Kini

dengan total sirkulasi 40.000 eksemplar pada tahun 2006, Majalah Trax

menempatkan posisinya sebagai salah satu majalah musik dan gaya hidup yang

diperhitungkan dalam pers Indonesia.                                                             

1 Dirangkum berdasarkan informasi dari laman www.myspace.com/traxmagz dan www.mra.co.id

Page 50: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

41

A.2. Susunan Redaksional Organisasi Majalah Trax

Pemimpin Redaksi : Andre J.O. Sumual

Redaktur Senior : Wahyu Nugroho

Redaktur Feature : Alvin Yunata

Reporter : Fajar Andi, Faz Liani Maulida

Redaktur Fesyen : Ivy Aralia Nizar

Sekretaris Redaksi : Dheta Nur Hafia

Desainer Grafis : R. Bayu Hendroatmodjo, M> Ottyawan Firdaus,

Irmawati Taufik

Fotografer : Agan Harahap

Kontributor : Ernill Abbott, Ratna Dewi Paramitha, Ricky Surya

Virgiana, Saleh Husein, Didik Soehono

Page 51: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

42

B. Hasil Penelitian

B.1. Analisis Teks Ekletif2

Penulis menggunakan lima unit analisis dalam menganalisis variabel

Penggunaan Kata Asing pada level teks. Dari unit analisis tersebut (yakni penulisan

Motto Majalah; penulisan Ruang Redaksi; penulisan Nama Rubrik; penulisan Judul

Karangan; dan penulisan Isi Karangan) penulis melakukan pembuktian, pemaknaan

dan penarikan kesimpulan lewat kerangka analisis teks ekletif yang telah penulis

jabarkan dalam bab sebelumnya. Berikut ini adalah uraiannya:

Penggunaan Kata Asing (Pembuktian)

1. Penulisan Motto Majalah

Motto Majalah Trax adalah ‘music & attitude magazine’. Motto ini tercantum

persis di bawah logo Majalah Trax pada halaman sampul depan majalah tiap

terbitannya. Sehingga dengan melihat dari penempatan posisinya, motto ini

merupakan teks yang ditempatkan secara menonjol.

Kemudian dengan menyimak dari bentuk penulisannya, motto tersebut

menggunakan kata asing yang tergolong ke dalam jenis kata asing yang masih dapat

diterjemahkan atau dipakai padanan katanya tanpa mengurangi makna asli.

                                                            

2 Pengutipan bahasa asing tanpa kursif dan huruf kapital pada berbagai kata, frase, kalimat dan paragraf dalam bagian analisis teks di sini mengacu sesuai aslinya yang tercantum dalam teks majalah

Page 52: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

43

2. Penulisan Ruang Redaksi

Ruang Redaksi Majalah Trax tercantum pada halaman 8 yang memanjang

secara vertikal dan menempati satu kolom halaman. Pencantuman Ruang Redaksi ini

menginformasikan struktur redaksi dan organisasi majalah, status jabatan berikut

nama individu berikut yang terlibat dalam keredaksian majalah, serta komentar

singkat tiap individu tersebut mengenai tema utama yang tengah diulas.

Pada bagian atas tertulis nama rubrik dengan teks berbahasa asing ‘people

behind trax and the shoes that brings them confidence’. Tiap status jabatan dituliskan

pula dalam bahasa asing, antara lain editor-in-chief’, ‘senior editor’, ‘feature editor’,

‘reporter’, ‘fashion editor’, ‘editor secretary’, ‘graphic designer’, ‘photographer’,

‘contributor’, dan seterusnya. Kemudian komentar singkat juga mengandung

penulisan kata dalam bahasa asing antara lain ’any kind of doc’s’, ‘addidas nizza and

clarcks wallabee’, apa aja, yang penting flat shoes’.

Dengan menyimak dari bentuk penulisannya, berbagai teks dalam Ruang

Redaksi tersebut menggunakan kata asing yang tergolong ke dalam jenis kata asing

yang masih dapat diterjemahkan atau dipakai padanan katanya tanpa mengurangi

makna asli.

3. Penulisan Nama Rubrik

Dalam sampel penelitian, ada 25 nama rubrik yang disajikan Majalah Trax.

Nama rubrik ini dapat dikenali dari penulisannya yang terletak di halaman bagian atas

dengan garis tebal yang khas. Kedua puluh lima nama rubrik tersebut tercantum

dalam tabel berikut:

Page 53: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

44

TABEL III

Tabel Nama Rubrik Majalah Trax Edisi Mei 2008

No

Nama Rubrik No Nama Rubrik

1 list 14 rising 2 people behind trax and the

shoes that brings them confidence

15 interview

3 letters to ed 16 promo! 4 kompak – kampus 17 news – the information on current

events 5 load 18 concert 6 bytes 19 hype 7 exposed! – breaking news 20 feature 8 on the cover 21 hotbuzz 9 bedtimestory 22 picturized 10 addict – the things to enjoy 23 review – the guide 11 shuffle 24 winners list 12 books 25 girl – do you rock? 13 star

Dengan menyimak dari bentuk penulisannya, berbagai teks dalam penulisan

nama rubrik tersebut menggunakan kata asing yang tergolong ke dalam jenis kata

asing yang masih dapat diterjemahkan atau dipakai padanan katanya tanpa

mengurangi makna asli.

4. Penulisan Judul Karangan

Judul karangan pada Majalah Trax bisa dikenali dari penempatannya yang

menonjol di awal atau di atas karangan, serta menggunakan huruf yang lebih besar

dan tebal. Hal ini terutama penulis fokuskan pada pada sejumlah karangan dalam

rubrik ‘exposed!’, ‘addict’, ‘star’ dan ‘news’.

Page 54: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

45

Pada rubrik ‘exposed!’ (halaman 19 – 22), ada 5 karangan yang masing-

masing judulnya tertuliskan sebagai berikut: ‘big guts!’, ‘ozomatli rocks’, ‘From

Palembang dan sebuah kolaborasi!’, ‘how to treat the fans’, dan ‘morning talk’.

Pada rubrik ‘addict’ (halaman 33 – 44, 49 – 52), ada 10 karangan yang

masing-masing judulnya tertuliskan sebagai berikut: ‘another volcom featured artist

series!’, ‘fantastic zero’, ‘macbeth will rock you, girl!’, ‘HEAR OUR

STATEMENT!’, ‘insight your shoes’, ‘keep walking…’, ‘need for speed?’, ‘the

adventure continues’, ‘laugh in vegas’, dan ‘apa kata dunia?’.

Pada rubrik ‘star’ (halaman 55 – 63) ada 12 karangan yang masing-masing

judulnya tertuliskan sebagai berikut: ‘being mature’, ‘coin-operated dolls’, ‘the

balance of life’, ‘singer fever’, her lovely songs’, ‘the blue version’, ‘like father like

son’, ‘what ‘rock and roll’ means’, ‘penantian panjang’, mengilas balik’, ‘in full

swing’, dan ‘simply edgy’.

Pada rubrik ‘news’ (halaman 62 – 65,), ada 7 karangan yang masing-masing

judulnya tertuliskan sebagai berikut: ‘jammin’ revolution’, ‘a very wonderful

evening’, ‘ relax workshop trax fm’, ‘gila-gilaan nonstop!’, top groms from lombok’,

‘the second series rusty gromfest 2008’, dan ‘it’s a space adventure!’.

Bisa disimak bahwa kebanyakan judul karangan di atas ditulis dalam bahasa

asing yang sesungguhnya masih bisa ditemukan padanan kata bahasa Indonesianya.

Maka dapat disebutkan bahwa berbagai teks dalam penulisan judul karangan tersebut

menggunakan kata asing yang tergolong ke dalam jenis kata asing yang masih dapat

diterjemahkan atau dipakai padanan katanya tanpa mengurangi makna asli.

Page 55: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

46

5. Penulisan Isi Karangan

Isi karangan pada Majalah Trax akan penulis analisis terutama penulis

fokuskan pada empat buah karangan yakni karangan dalam rubrik ‘bytes’ berjudul

‘traxercise your mind’, dan karangan dalam rubrik ‘addict’ berjudul ‘HEAR OUR

STATEMENT!’.

Karangan dalam rubrik ‘bytes’ berjudul ‘traxercise your mind’ menempati

halaman 16. Jenis karangan ini termasuk dalam jenis esai popular yang ditulis oleh

redaksi tanpa nama atau inisial penulisnya. Penggunaan kata asing dalam isi karangan

ini bisa disebutkan antara lain sebagai berikut:

a) Paragraf pembuka:

Ada pepatah yang bilang “Today A Reader, Tomorrow A Leader’, atau “Read A Book and You Will See The World”, atau bahkan “A Room Without A Book Is Like a Body Without A Soul”.

b) Paragraf 2, kalimat 2 – 4:

Well gue sendiri bukan seorang yang giat banget baca buku. But at least I know how important reading is. Read anything, from news paper, books’, magazine, notes, articles, comics, flyers, anything.

c) Paragraf 6, kalimat 1:

Well anyway its not only about Harry Potter, but how reading is really important.

d) Paragraf 7, kalimat 4:

So don’t stop reading. Because You’ll never know what we can get by reading something!

Dengan menyimak dari bentuk penulisannya, berbagai teks dalam isi

karangan di atas menggunakan kata asing yang tergolong ke dalam jenis kata asing

Page 56: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

47

yang masih dapat diterjemahkan atau dipakai padanan katanya tanpa mengurangi

makna asli. Juga patut dicatat, dalam unit analisis ini penulis menemukan

percampuran penggunaan bahasa Indonesia dengan bahasa asing, yang mengacu pada

kerancuan (kontaminasi) berbahasa.

Karangan dalam rubrik ‘addict’ berjudul ‘HEAR OUR STATEMENT!’

menempati halaman 36. Jenis karangan ini termasuk dalam jenis teks singkat yang

menyertai sejumlah foto fesyen dalam rubrik tersebut tanpa nama inisial penulisnya.

Penggunaan kata asing dalam isi karangan ini bisa disebutkan antara lain sebagai

berikut:

a) Teks 1:

WE ARE NOT ONLY A PART OF THE FASHION WORLD... WE ARE NOT JUST AN ACCESSORIES…. WE ARE HERE TO SUPPORT YOUR LIFE!

b) Teks 2:

WE DELIVER YOUR COFFE EACH MORNING

c) Teks 3:

WE LIVE TO PROTECT AND SERVE YOU

d) Teks 4:

WE FIGHT TRAFFIC JUST SO YOU’RE ON TIME

e) Teks 5:

WE WELCOME YOUR FRIENDS BUT KICK THE UNWANTED ONES! Dengan menyimak dari bentuk penulisannya, berbagai teks dalam isi

karangan di atas menggunakan kata asing yang tergolong ke dalam jenis kata asing

Page 57: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

48

yang masih dapat diterjemahkan atau dipakai padanan katanya tanpa mengurangi

makna asli.

Penggunaan Kata Asing (Pemaknaan)

Berdasarkan uraian pembuktian di atas, kini penulis akan melakukan

pemaknaan terhadap hasil pembuktian terhadap unit analisis yang ada. Pada unit

analisis pertama, yakni Penulisan Motto Majalah, terbukti bahwa Majalah Trax

mengekspresikan pesan komunikasinya lewat penggunaan kata asing yang tergolong

masih dapat diterjemahkan atau dipakai padanan kata bahasa Indonesia tanpa

mengurangi makna asli. Hal serupa juga penulis temukan pada keempat unit analisis

lainnya, di mana Majalah Trax kerap menggunakan kata asing yang memiliki

padanan kata bahasa Indonesia tanpa mengurangi makna asli. Maka praktik berbahasa

yang dilakukan Majalah Trax membawa penulis pada sejumlah pemaknaan berikut:

Dengan menyimak intensnya penggunaan kata asing dalam golongan tersebut

pada motto, ruang redaksi, rubrik, judul dan isi karangan, tampak bahwa penggunaan

bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris, begitu ditonjolkan oleh redaksi. Bahkan

penulis juga menyimak, penggunaan bahasa asing kerap dilakukan Majalah Trax

ketika hendak memberikan penekanan makna khusus pada sebagian atau keseluruhan

isi pesan. Dalam kata lain penulis memandang adanya unsur kesengajaan dari pihak

redaksi untuk tidak menonjolkan penggunaan Bahasa Indonesia, namun lebih

mengistimewakan penggunaan bahasa asing ketika hendak memberikan penekanan

makna pesan.

Page 58: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

49

Intensnya penggunaan bahasa asing dalam praktik berbahasa yang demikian

juga menyiratkan bahwa Majalah Trax hendak memosisikan bahasa asing sebagai

jenis bahasa yang memiliki daya dalam mengungkapkan makna pesan. Secara

otomatis, Bahasa Indonesia dianggap kehilangan dayanya dalam mengungkap makna

pesan.

Penggunaan bahasa asing yang intens dalam praktik berbahasa Majalah Trax

jelas mengandung mitos, yakni menganggap bahwa bahasa asing memiliki

keunggulan tertentu, atau daya lebih dalam mengungkap makna pesan dibandingkan

Bahasa Indonesia. Mitos ini pula lah yang kemudian malah memosisikan Bahasa

Indonesia ke dalam struktur hierarki yang lebih rendah dari bahasa asing.

Di titik inilah penulis menemukan upaya pemiskinan dan peminggiran Bahasa

Indonesia dalam praktik berbahasa dalam Majalah Trax. Meski secara umum dapat

dinyatakan bahwa praktik penggunaan bahasa asing oleh Majalah Trax merupakan

praktik berbahasa yang tidak taat pada Bahasa Indonesia, memiliki kerancuan atau

kontaminasi bahasa, namun secara khusus penulis hendak menarik kesimpulan

analisis level teks (mikro) ini bahwa terpinggirkannya Bahasa Indonesia dalam

praktik kebahasaan dalam Majalah Trax merupakan dampak dari arus globalisasi

dunia yang tengah menggejala di Indonesia. Karenanya, pada bagian selanjutnya,

penulis akan memokuskan pembahasan penelitian dalam kerangka fenomena

globalisasi dunia di abad 21 ini, atau satu abad usia Kebangkitan Nasional di

Indonesia.

Page 59: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

50

B.2. Analisis Discourse Practice

Aspek Produksi Teks

Aspek produksi teks berkaitan pada sisi individu wartawan, hubungan dengan

struktur organisasi media, dan rutinitas kerja dari proses produksi teks dalam

penelitian ini tidak dapat penulis sertakan. Karenanya, pengambilan data hanya bisa

dilakukan lewat wawancara dengan pihak redaksi Majalah Trax.

Namun ketika penulis menghubungi pihak redaksi dan manajemen MRA

Media, izin penelitian tidak bisa diberikan kepada penulis karena pihak manajemen

PT MRA Media merasa keberatan dengan materi penelitian penulis. Karena

keterbatasan ini, aspek produksi teks tidak dapat penulis sertakan di sini.

Aspek Konsumsi Teks

Mengacu pada profil Majalah Trax yang penulis dapat lewat laman

www.mra.co.id, karakteristik pembaca yang mengkonsumsi Majalah Trax adalah

berjenis kelamin pria, rentang usia 18 – 25 tahun, modern, pecinta musik, berani

tamil berbeda, pecinta merk, menyukai pesta, dan perhatian dalam mengurus

penampilan.

Kesimpulan yang bisa ditarik dari keterangan tersebut, yakni teks Majalah

Trax dikonsumsi oleh kalangan muda di Indonesia yang memiliki karakter tertentu,

yakni dapat dikatakan sebagai karakter generasi pemuda Indonesia yang telah

mengalami pergeseran budaya ke dalam kerangka budaya global.

Page 60: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

51

Mengingat latar sejarah Majalah Trax yang pernah menjadi agen MTV di Asia

Tenggara, khususnya Indonesia, tak berlebihan bila penulis mengacu pada Barnet &

Cavanagh yang menyebutkan bahwa “MTV menciptakan apa yang disebut sebagai

‘anak global’ (global child) –remaja dunia yang (relatif) seragam penampilan, tingkah

laku, cara hidup, gaya hidup mereka, dan pandangan hidup mereka.”3

Keterangan di atas menunjukkan bahwa karakteristik pembaca Majalah Trax

sejalan dengan konsep Barnet & Cavanagh tentang ‘anak global’ yang kini tengah

menjadi fenomena tersendiri di dunia, termasuk Indonesia.

B.3. Analisis Socioculture Practice

Situasional

Pada aspek situasional, ada suasana khas dan unik sebagai konteks sosial di

Indonesia pada kurun waktu tertentu terkait dengan peminggiran Bahasa Indonesia di

Majalah Trax. Hal tersebut adalah kian menguatnya gejala peminggiran Bahasa

Indonesia dewasa ini, baik dalam tataran kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

Seperti yang dilansir laman resmi salah satu partai di Indonesia tertanggal 24

April 2007, situasi tersebut digambarkan dalam opini sebagai berikut:

Menelusuri jalan-jalan di kota-kota besar di Indonesia, di kiri kanan terpampang papan-papan nama berbahasa asing yang tak terhitung banyaknya.

                                                            

3 Yasraf Amir Piliang, “Paradoks Globalisasi: Kritik Globalisdasi di Indonesia Dalam Perspektif Sosial Budaya”, artikel dalam Jurnal Dialektika, Vol.3 No.1, Lembaga Pengkajian dan Pengabdian Masyarakat Demokratis, Bandung, 2003, hal.47

Page 61: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

52

Begitu pula di rumah, ketika kita melihat televisi swasta atau radio, terlihat dan terdengar acara yang menggunakan bahasa Inggris. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . kalangan pejabat negara pun tidak segan membuat acara-acara dengan menggunakan istilah-istilah berbahasa Inggris. Sebut misalnya, Coffee Morning, Open House, dan semacamnya.

Di dunia usaha keberadaan bahasa Indonesia bahkan nyaris tergusur habis. Mulai dari iklan, jenis usaha, nama-nama toko hingga nama-nama pusat perbelanjaan praktis bahasa bahasa Indonesia telah digeser oleh bahasa asing.4

Gambaran situasi demikian memang telah menggejala di Indonesia dan

dikritisi banyak kalangan pada tahun 1970-an. Alih-alih gejala peminggiran Bahasa

Indonesia dapat diatasi, ternyata hingga saat ini situasi demikian kian lazim dijumpai

di tengah-tengah masyarakat Indonesia hari ini.

Berbagai upaya penanggulangan bukannya tak pernah dilakukan. Departemen

Pendidikan Nasional Republik Indonesia bersama Pusat Bahasa bahkan sempat

merancang undang-undang kebahasaan sejak tahun 2006, dan pembahasannya

tercatat telah masuk dalam agenda kerja DPR. Undang-undang kebahasaan inilah

yang diharapkan dapat mengembalikan praktik berbahasa Indonesia yang taat di

tengah-tengah masyarakat Indonesia.

Perangkat undang-undang (UU) yang kuat untuk mengatur kebahasaan tentu

dapat menjadi faktor penting meningkatkan dan mengembangkan bahasa nasional.

Pemerintah maupun DPR sebagai pembentuk UU negara dapat menggunakan

                                                            

4 “Mendesak Undang-Undang Kebahasaan”, www.fpks-dpr-ri.com, diakses pada 24 November 2007

Page 62: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

53

perangkat regulasi tersebut untuk mendukung penerapan strategi peningkatan bahasa

Indonesia.

Kepada pers, Wayan Koster Anggota Komisi X DPR menyatakan bahwa,

‘Selain Bahasa Indonesia kita mempunyai bahasa daerah yang sangat banyak. Bahasa

Indonesia dan bahasa daerah inilah yang kita jaga kelestariannya dengan

menetapkannya dalam sebuah undang-undang,’5

Mengenai hal tersebut, baru-baru ini pakar bahasa dari Indonesia, Jan

Hoesada turut berpendapat, ‘Strategi-strategi peningkatan bahasa seperti strategi

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berhampiran kebahasaan dapat

digunakan oleh pemerintah dan Depdiknas untuk meningkatkan fungsi bahasa

Indonesia. UU tentang bahasa tersebut menurutnya harus memberikan ruang

kedinamisan kepada masyarakat dalam menggunakan bahasa.’6

Namun yang kemudian patut disayangkan, sebelum rancangan undang-

undang kebahasaan tersebut diresmikan, ada sejumlah kalangan yang menyatakan

kekhawatirannya bila Undang Undang Kebahasaan ini diberlakukan. Kekhawatiran

bernada menentang tersebut antara lain bisa disimak dalam tajuk rencana Harian

Media Indonesia tertanggal 27 Mei 2008 berikut:

                                                            

5 “UU Kebahasaan Dirancang”, www.beritaindonesia.co.id, diakses pada 15 November 2007

6 “UU Menentukan Pengembangan Bahasa”, 8 April 2008,

www.suarapembaruan.com, diakses pada 20 April 2008

Page 63: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

54

SEBUAH studi tentang beberapa rancangan undang-undang menyimpulkan tendensi otoriter hidup kembali. Ia menyusup melalui pasal-pasal yang mengancam kebebasan berekspresi, kebebasan informasi, dan kebebasan pers.

Studi itu dilakukan terhadap enam rancangan undang-undang (RUU). Yaitu RUU Pers, RUU KUHP, RUU Kerahasiaan Negara, RUU Pornografi, RUU Intelijen Negara, dan RUU Kebahasaan.

RUU Kebahasaan juga mengandung pikiran represif. Di zaman global ini, media massa, baik cetak, elektronik, maupun media lain, wajib menggunakan bahasa Indonesia (Pasal 17 ayat 1). Untuk memenuhi kepentingan tertentu, media massa dapat menggunakan bahasa asing setelah mendapat izin dari menteri (ayat 2).

Begitulah, negara rindu kembali berkuasa seperti di zaman keemasan Orde Baru. Pemerintah rindu mengatur dan menghambat kebebasan berekspresi, kebebasan informasi, dan juga kebebasan pers.7

Ironisnya, mantan dosen IKIP Jakarta Jos Daniel Parera

sempat mengkritik keberadaan Pusat Bahasa yang memang berperan dalam

penyusunan RUU Kebahasaan sebagai berikut:

Hal yang paling luar biasa adalah jika Pusat Bahasa dibubarkan dan dibentuk satu lembaga bahasa yang bersifat independen. Misalnya, Lembaga Bahasa Independen seperti lembaga-lembaga masyarakat lain di masa reformasi ini yang mengurusi kepentingan publik, khususnya aspek bahasa dan keberbahasaan.8

Menyimak komentar di atas, tampak bahwa upaya pemerintah dan Pusat

Bahasa untuk menanggulangi peminggiran Bahasa Indonesia lewat undang-undang

cukup mendapat apresiasi dari masyarakat, baik berupa dukungan maupun tentangan.

                                                            

7 “Pikiran Represif”, Tajuk Rencana Harian Media Indonesia, Selasa, 27 Mei 2008

8 “RUU Bahasa Membunuh Kreativitas”, Harian Media Indonesia Edisi 02

Nov 2007

Page 64: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

55

Sehingga penulis memahami bahwa situasi kebahasaan dan upaya pelestarian Bahasa

Indonesia di negeri ini menjadi kian kompleks. Di satu sisi, upaya pelestarian bahasa

Indonesia perlu dilakukan, yakni salah satunya lewat undang-undang. Namun di sisi

lain, upaya ini dipandang sejumlah kalangan justru akan membunuh kreativitas dan

inovasi masyarakat dalam berbahasa, serta mengancam kebebasan pers. Situasi tarik

menarik inilah yang hendak penulis jadikan landasan analisis berikutnya, terutama

pada bagian pembahasan.

Institusional

Pasca dicabutnya Surat Izin Penerbitan Pers (SIUPP) pada tahun 1998,

kebebasan pers di Indonesia setelah 32 tahun berada di bawah kekangan Rezim Orde

Baru. Sejak saat itu, sistem pers yang tadinya cenderung tertutup, berubah ke arah

yang lebih terbuka, bebas, dan liberal.

Adapun liberalisasi pers di Indonesia tersebut membuat tingginya penyiaran

dan penerbitan pers dengan beragam konsep dan orientasinya. Salah satu yang paling

mencolok adalah menjamurnya pers yang menjadi bagian dari sistem waralaba

(franchise) penerbitan pers asing. Produk pers yang diterbitkannya pun merupakan

produk pers asing yang disiarkan dan diterbitkan dalam versi Indonesia.

Situasi ini melatari masuknya MTV ke Indonesia pada awal masa kebebasan

pers tersebut. MTV Internasional sebagai perusahaan korporat besar dunia yang

menyajikan tayangan musik dan gaya hidup populer pada khalayak muda di dunia,

termasuk pula khalayak generasi muda Indonesia.

Page 65: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

56

Penerbitan Majalah MTV Trax Indonesia sendiri tampaknya cukup istimewa,

karena ini adalah pertama kalinya MTV Internasional meluncurkan produk penerbitan

majalah. Dalam sebuah penelitian tentang Majalah Trax yang dilakukan Niken

Prathivi, mantan Pemimpin Redaksi Majalah Trax Hagi Hagoromo mengungkapkan,

Majalah MTV Trax memang merupakan produk dari MTV Internasional, namun

berada di bawah naungan Mugi Rekso Abadi (MRA) Group, sebuah perusahaan yang

bergelut dalam bisnis retail, otomotif, makanan, hiburan dan perhotelan di Indonesia.9

Dalam lamannya, MRA menjelaskan prihal profil perusahaannya sebagai

berikut:

MRA is well-positioned to capture the business of this class of consumers, meeting the challenge of changing tastes and up market movement. With a core business array based on five stable legs (Media/Retail, Lifestyle & Entertainment/Food & Beverages/Automotive/Hotel & Properties) the future looks bright and returns look solid for MRA.

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . MRA dedicates its energies to bringing the best to them. MRA Group of Indonesia strives to become better-known at home and overseas, and toward this end a corporate logo has been crafted. This symbol reflects the asporations, image and stragies of a forward-looking, energetic organization.10

Dan selain Majalah MTV Trax Indonesia (kini Majalah Trax), MRA juga

mengeluarkan waralaba produk penerbitan pers asing yakni Cosmopolitan, SPICE!,

                                                            

9 Lampiran A, dalam Niken Prathivi, Peta Ideologi dalam Produk Jurnalistik Majalah MTV Trax (Skripsi), Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Jurnalistik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta, 2005, hal.159

10 www.mra.co.id

Page 66: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

57

CosmoGIRL!, Harpers Bazaar, Good Housekeeping, Autocar, Bali & Beyond

Magazine, dan FHM.

Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa secara institusional, Majalah

Trax merupakan penerbitan pers sebagai bagian dari korporasi media (MRA Media)

yang menerapkan sistem waralaba produk pers asing. Maka bisa dinyatakan bahwa

praktik korporasi media yang demikian juga hendak menyebarkan nilai-nilai budaya

asing (global), termasuk kebiasaan berbahasanya, kepada khalayak di Indonesia.

Sosial

Setidaknya ada sejumlah aspek makro sebagai konteks sosial Indonesia yang

penulis pandang mempengaruhi dan menentukan karakter Majalah Trax dalam

praktiknya melakukan peminggiran Bahasa Indonesia. Aspek makro tersebut penulis

ungkap dengan berfokus pada bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya di

Indonesia yang membentuk karakter generasi muda di Indonesia dalam kerangka

globalisasi dunia sebagai sebuah sistem dominan. Hal ini penulis pandang penting

dilakukan mengingat praktik peminggiran bahasa Indonesia di Majalah Trax sangat

erat kaitannya dengan karakter khalayak pembaca majalah itu sendiri, yakni generasi

muda Indonesia.

Dalam bidang ekonomi, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat

Aburizal Bakrie menyebutkan tingkat kemiskinan masyarakat Indonesia pada 2006

adalah 39,30 juta jiwa dan di tahun 2007 menurun jadi 37,17 juta jiwa. Sedangkan

Page 67: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

58

tingkat pengangguran di Indonesia pada tahun 2006 mencapai 11,10 juta jiwa dan

pada 2007 menjadi 10,55 juta jiwa.11

Angka ini menunjukkan bahwa setelah satu abad usai Kebangkitan Nasional,

Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan sosial dan ekonomi, antara lain

tingkat kemiskinan dan pengangguran yang masih tinggi. Dalam konteks inilah,

Indonesia mengembangkan sistem pendidikan yang berupaya menjembatani antara

persoalan kemiskinan dan pengangguran, dengan pemberdayaan generasi muda

Indonesia yang dapat terserap ke dalam bursa tenaga kerja terdidik.

  Rahardjo menganalisa bahwa model pembangunan di era Orba mengacu pada

prinsip Keynesian tentang ‘pertumbuhan dengan pemerataan’ (growth with equity),

yakni model pembangunan yang berorietasi pada penciptaan lapangan kerja,

perekonomian terbuka, dan investasi asing besar-besaran. Di sisi lain, sistem politik

yang dijalankan dibentuk dalam rangka mendukung stabilitas rezim pembagunan

yang dipimpin oleh pemerintahan tanpa sistem oposisi (1988:70-71). Dengan kondisi

ekonomi-politik yang demikian, kultur akademis yang linked and matched

dikembangkan dan memuncak di era reformasi, yakni dengan target memenuhi

kebutuhan pembangunan dan tuntutan pasar (kapitalisme global).

Di satu sisi memang bisa dilihat keberhasilan Indonesia mengembangkan

sistem pendidikan tersebut sebagai upaya memberantas tingkat kemiskinan dan

                                                            

11 ”Demokrasi dan Kesejahteraan”, Dialog Jumat Tabloid Republika, Edisi 25 Januari 2008

Page 68: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

59

pengangguran. Namun di sisi lain, hal tersebut malah berdampak kian menjauhkan

kalangan akademisi terhadap realitas budaya bangsanya. Kebanyakan generasi muda

Indonesia saat ini sebagai kalangan akademisi, tampaknya lebih menempatkan

pendidikan dan ilmu pengetahuan untuk patuh pada tuntutan mekanisme pasar

daripada mengamalkan ilmunya untuk memecahkan persoalan budaya di Indonesia.

Himawan Widjanarko dari The Jakarta Consulting Group menyebut kondisi

ini sebagai bentuk dari pragmatisme pendidikan:

Dalam kondisi sekarang, bukan hal yang mengagetkan jika mahasiswa memilih fakultas atau jurusan yang lebih menjanjikan gaji tinggi dan karir yang jelas. Sebagian yang lain lebih memilih program studi yang siap kerja, seperti program diploma tiga.12

Pragmatisme pendidikan inilah yang kemudian membuat generasi muda calon

peserta pendidikan tidak meminati fakultas atau jurusan yang tidak menjanjikan

peluang kerja. Tak heran bila sejumlah program studi jadi sepi peminat, semisal

program studi Sejarah dan Bahasa Indonesia.

Tentu saja ini membawa dampak negatif kepada generasi muda terdidik yang

pemahaman intelektualnya kian jauh dari pendalaman sejarah dan penguasaan bahasa

bangsanya sendiri. Terlebih lagi, penguasaan bahasa Inggris (sebagai bahasa asing)

kian diperlukan ketika mereka hendak masuk ke dalam pasar kerja Internasional dan

bahkan pergaulan sesama generasi muda di Indonesia sendiri.

                                                            

12 “Profesi Idaman Kaum Sarjana”, Majalah Berita Mingguan Tempo, Edisi Khusus Perguruan Tinggi, 28 April – 4 Mei 2008, hal.70

Page 69: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

60

Dalam kondisi seperti ini, cukup logis bila memandang keberadaan bahasa

Inggris di Indonesia yang cukup intens akibat kompleksnya bidang ekonomi, sosial,

politik, dan budaya di Indonesia dalam kerangka globalisasi dunia, berujung pada

peminggiran Bahasa Indonesia oleh generasi muda Indonesia. Salah satu gambaran

konkrit mengenai hal ini merupa dalam praktik Majalah Trax yang diproduksi oleh

generasi muda Indonesia sendiri.

C. Pembahasan

Dengan mengacu pada hasil analisis, pada bagian ini penulis akan menjawab

sejumlah pertanyaan pokok yang telah penulis kemukakan pada Bab I penelitian ini.

Sebagai langkah awal dalam pembahasan, penulis akan terlebih dulu merangkum tiga

level analisis mikro, meso, dan makro, yakni dengan menghubungkan temuan penulis

pada analisis teks, discourse practice, dan sosiocultural practice. Pembahasan

kemudian dilanjutkan dengan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pokok penulis

dengan mengacu pada hasil pembahasan awal.

Level Mikro. Secara umum, analisis teks pada sampel menunjukkan intensnya

penggunaan bahasa asing dalam Majalah Trax. Ini juga menyiratkan mitos bahwa

bahasa asing dianggap memiliki daya lebih baik dalam mengungkapkan makna pesan

komunikasi. Mitos ini pula lah yang kemudian malah memosisikan Bahasa Indonesia

ke dalam struktur hierarki yang lebih rendah dari bahasa asing, hingga berujung pada

pemiskinan dan peminggiran Bahasa Indonesia dalam praktik berbahasa dalam

Majalah Trax.

Page 70: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

61

Level Meso. Analisis konsumsi teks menunjukkan Majalah Trax dikonsumsi

oleh kalangan muda di Indonesia yang memiliki karakter tertentu, yakni dapat

dikatakan sebagai karakter generasi pemuda Indonesia yang telah mengalami

pergeseran budaya ke dalam kerangka budaya global. Ini sejalan dengan konsep

‘anak global’ yang kini tengah menjadi fenomena tersendiri di dunia, termasuk

Indonesia.

Level Makro. Secara situasional, ada upaya pemerintah dan Pusat Bahasa

untuk menanggulangi peminggiran Bahasa Indonesia lewat undang-undang. Namun

karena adanya tegangan tarik menarik antara yang mendukung dan menentang RUU

Kebahasaan, penulis memahami bahwa situasi kebahasaan dan upaya pelestarian

Bahasa Indonesia di negeri ini menjadi kian kompleks karena di satu sisi upaya

pelestarian bahasa Indonesia perlu dilakukan, yakni salah satunya lewat undang-

undang. Namun di sisi lain, RUU tersebut dikhawatirkan akan membunuh kreativitas

dan inovasi masyarakat dalam berbahasa, serta mengancam kebebasan pers. Secara

institusional, Majalah Trax merupakan bagian praktik korporasi media asing yang

hendak menyebarkan nilai-nilai budaya asing (global), termasuk kebiasaan

berbahasanya, kepada khalayak di Indonesia. Secara sosial, meluasnya pragmatisme

pendidikan membuat penggunaan bahasa Inggris di Indonesia cukup intens akibat

kompleksnya bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya di Indonesia dalam

kerangka globalisasi dunia, yang berujung pada peminggiran Bahasa Indonesia oleh

generasi muda Indonesia. Salah satu gambaran konkrit mengenai hal ini merupa

dalam praktik Majalah Trax yang diproduksi oleh generasi muda Indonesia sendiri.

Page 71: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

62

Berangkat dari ketiga level analisis tersebut, tampak jelas betapa

terpinggirkannya Bahasa Indonesia dalam praktik wacana Majalah Trax edisi Tahun

2008 terbentuk dari kompleksnya kondisi ekonomi, sosial, politik, dan budaya di

Indonesia. Landasan teori wacana Foucault dalam penelitian ini yang memandang

bahasa sebagai praktik kekuasaan, membawa penulis pada pembahasan mengenai

relasi kekuasaan yang bagaimana yang beroperasi di balik permasalahan kebahasaan

ini.

Penulis memandang ada dua pola relasi kekuasaan yang tengah berlangsung

dalam hal ini, relasi kekuasaan yang tampaknya mengalami tegangan satu sama lain

secara oposisional, yakni globalitas dan lokalitas kebudayaan. Globalitas lebih

mengacu pada relasi kekuasaan yang berlandaskan pada terciptanya kondisi kesaling-

bergantungan dan kesaling-terhubungan berbagai budaya yang mengarah pada sifat

penyatuan karakter budaya-budaya tersebut ke dalam satu standard. Sedangkan

lokalitas merupakan relasi kekuasaan yang hendak menghidupkan kembali berbagai

fragmen identitas lokal lewat revitalisasi dan restorasi.

Dalam kaitannya dengan pertentangan globalitas dan lokalitas budaya, Yasraf

Amir Piliang mengungkapkan:

Dalam kehidupan sehari-hari terdapat pengaruh yang amat kuat dari apa yang disebut sebagai pola-pola kehidupan masyarakat global (global society) dan budaya global (global culture). Lewat berbagai produk (komoditi, barang, tontonan, hiburan) budaya global telah menjelajah ke dalam jantung masyarakat lokal atau etnis, yang mempengaruhi cara hidup, gaya hidup (life style) bahkan pandangan hidup (world view) mereka, yang pada satu titik nanti akan

Page 72: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

63

mengancam eksistensi budaya mereka sendiri.13

Penjelasan Piliang di atas dapat diterjemahkan dalam konteks penelitian ini,

yakni bahwa merasuknya penggunaan bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris, di

tengah masyarakat Indonesia merupakan dominasi budaya global yang kini tengah

mengancam keberadaan Bahasa Indonesia sebagai budaya lokal bangsa ini yang

dipinggirkan dari masyarakatnya sendiri. Sehingga yang kemudian terjadi seperti apa

yang disebut oleh Jerry Mander sebagai bentuk dari imperialisme budaya, yakni

’refreksi dari visi korporasi budaya untuk melayani kepentingan ekonomi Barat’.14

Sebagai kesimpulan, penulis memandang bahwa imperialisme budaya inilah

yang menampakkan dirinya sebagai bentuk imperialisme media seperti yang terlihat

pada praktik wacana Majalah Trax di Indonesia. Proses ’MTV-isasi’ dunia tersebut

yang kini tengah memangsa budaya, khususnya Bahasa Indonesia, lewat mekanisme

pasar dan nilai-nilai budaya Barat yang dibawanya. Imperialisme media yang jika

dibiarkan begitu saja, kelak menjadikan generasi muda Indonesia di masa depan

sebagai generasi yang tak hanya asing dengan budaya asalnya, tetapi juga lupa untuk

menyelamatkan bahasa leluhurnya sendiri dari kepunahan.

                                                            

13 Yasraf Amir Piliang, Op.Cit., hal.44

14 Ibid., hal.46

Page 73: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

64

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkembangan ilmu pengetahuan di era pasca positivisme telah kian marak.

Salah satu kecenderungan yang menarik ialah ketika disiplin ilmu kini mengalami

banyak konvergensi, klaim spesialisasi ilmu menjadi perdebatan. Batas-batas ilmu

pengetahuan yang dulu ditarik dengan tegas oleh para ilmuwan, kini mulai

mengalami keruntuhan. Dalam kata lain, wajah ilmu pengetahuan kita belakangan

hari ini kian disemaraki dengan berkembangnya kajian ilmu yang bercorak multi

disipliner.

Tak terkecuali bagi ranah ilmu sosial yang menjadi induk dari ilmu

komunikasi, dan khususnya lagi ilmu jurnalistik yang menempati wilayah ilmu

praktika komunikasi. Dengan membongkar berbagai klaim spesialisasi ilmu

komunikasi dan jurnalistik, kajian multi disipliner pun dapat mulai digagas. Salah

satu upaya yang telah penulis lakukan lewat penelitian ini adalah menjembatani

bidang ilmu linguistik dan komunikasi massa dengan menekankan pada aspek

analisis praktik wacana media massa dalam satu kajian sosiolinguistik.

Penulis memandang hal ini cukup kontekstual dilakukan di Indonesia,

mengingat terpinggirkannya Bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat kita

tengah menjadi permasalahan tersendiri. Perkembangan media massa yang cukup

pesat di Indonesia juga mesti dilihat bak dua sisi mata pisau. Media bisa membangun

Page 74: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

65

masyarakat dan budayanya, namun dapat pula meminggirkan, memangsa, hingga

akhirnya menghancurkan suatu masyarakat berikut elemen-elemen budayanya. Untuk

itu dibutuhkan ide-ide besar yang sekiranya mampu mengkritisi sekaligus memberi

solusi demi mengatasi persoalan yang kian pelik ini.

Sejatinya, kajian media dalam kerangka paradigma kritis merupakan ragam

penelitian ilmiah yang emansipatoris dan bertujuan membela pihak tertentu yang

dipinggirkan dalam pemberitaan media, khususnya praktik marjinalisasi terhadap

kelompok masyarakat yang lemah, semisal kaum tani, perempuan, mahasiswa

demonstran, atau kalangan marjinal lainnya di masyarakat bawah.

Asumsi paradigma kritis yang menolak pemisahan teori dengan praksis,

memang menyaratkan peneliti selayaknya seorang aktivis, advokat, dan

transformative intellectual dalam upayanya membela kelompok masyarakat lemah

tadi. Kacamata kritis sendiri telah sepakat memandang media bukan lagi sebagai

pihak pelapor peristiwa objektif yang bebas dari relasi kuasa, tetapi sebagai agen

pembentuk realita yang konstruktif menciptakan makna di bawah relasi kuasa tertentu

yang dominan dalam masyarakat.

Maka dengan melakukan ragam kajian media di bawah payung paradigma ini,

seorang peneliti akan melihat praktik media yang tidak berimbang dan memihak satu

kelompok bukan sebagai kekeliruan atau bias, tetapi memang seperti itulah praktik

yang dijalankan media sebagai efek ideologi. Karenanya, tujuan penelitian bukan lagi

mencari sebanyak apa bias pemberitaan dalam media tersebut, tetapi lebih

ditempatkan sebagai wahana kritik ideologi dominan demi mengupayakan perubahan

Page 75: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

66

transformasi sosial yang timpang dan tidak adil seperti yang tercermin dalam praktik

media yang diteliti.

Untuk itu, penelitian ini memang penulis maksudkan tak hanya

menggambarkan kondisi kebahasaan yang ironis di negeri ini, namun juga sebagai

wahana kritik ideologi dominan yang diperankan oleh Majalah Trax sebagai media

penyebar nilai-nilai budaya global. Penulis juga berpendapat perlunya kesadaran

kritis baru di tengah-tengah masyarakat kita akan kondisi kebahasaan yang demikian,

sehingga upaya penyelamatan Bahasa Indonesia dari kepunahannya bisa turut

didukubng oleh segenap masyarakat. Bahasa Indonesia pun diharapkan agar mampu

dikembang lewat sebuah transformasi kebudayaan yang sehat. Sehingga pada tahun-

tahun berikutnya, peringatan Kebangkitan Nasional di Indonesia tetap diwarnai upaya

revitalisasi Budaya dan Bahasa Indonesia sebagai agenda penting bagi segenap

elemen masyarakat Indonesia.

B. Saran

Pada kesempatan penutup ini penulis mengajukan saran sebagai berikut.

Mengingat keberadaan media massa di tengah-tengah masyarakat kita telah

sedemikian lekatnya, perlu kiranya Pusat Bahasa untuk tidak mengendurkan

perhatiannya dalam menyimak praktik media massa dalam negeri sebagai wahana

penyebaran budaya global lewat berbagai sajian, tontonan, dan hiburan yang dengan

mudah merasuki masyarakat kita. Namun penulis berpendapat bahwa upaya-upaya

represif (semisal pemberlakuan izin atatu semacam SIUPP) dalam mengatasi hal ini,

Page 76: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]  

 

67

bukan menjadi satu-satunya solusi. Terlebih lagi RUU Kebahasaan yang sekiranya

akan disahkan pemerintah masih memunculkan polemik berkepanjangan hingga

penelitian ini dilakukan.

Justru yang hendak penulis tekankan di sini adalah bagaimana upaya

penyelamatan Budaya dan Bahasa Indonesia lewat cara-cara yang ideologis, dalam

artian, kita membutuhkan pengerakan nilai-nilai Budaya dan Bahasa Indonesia yang

diakui secara ideologis (bukan represif melalui undang-undang semata) oleh segenap

elemen masyarakat kita, khususnya generasi muda Indonesia.

Cara yang konkrit dalam mewujudkan hal ini menurut hemat penulis adalah

dengan membentuk media massa tandingan yang mempromosikan kekayaan budaya

dan bangsa kita. Saran ini sendiri berangkat dari pengamatan penulis terhadap peran

majalah Pujangga Baru yang terbit di tahun 1933 hingga 1945. Majalah yang

dikomandoi sastrawan besar Indonesia, yakni Sutan Takdir Alisyahbana, penulis

pandang sangat berhasil mempromosikan terbentuknya bahasa melayu sebagai cikal

bakal bahasa pemersatu nasional, Bahasa Indonesia.

Page 77: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

68

DAFTAR PUSTAKA Buku:

Alisyahbana, Sutan Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia, PT Dian Rakyat, Jakarta, tt

Anwar, Rosihan, Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi, Media Abadi,

Yogyakarta, 2004 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Certakan ke-4, LKiS,

Yogyakarta, 2005 Hamad, Ibnu, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa; Sebuah Studi

Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik, Penerbit Granit, Jakarta, 2004

Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung,

2000 Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2000 Ramlan, M., Tata Bahasa Indonesia Penggolongan Kata, Andi Offset, Yogyakarta,

tt Sobur, Alex, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,

Analisis Semiotik, dan Analisis Semiotik, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2001

Sudibyo, Agus, Ibnu Hamad dan Muhamad Qadari, Kabar-Kabar Kebencian:

Prasangka Agama di Media Massa, ISAI, Jakarta, 2001 Zaenal, Arifin, E. dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk

Perguruan Tinggi, Akademika Pressindo, Jakarta, 2000 Skripsi: Niken Prathivi, Peta Ideologi dalam Produk Jurnalistik Majalah MTV Trax

(Skripsi), Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Jurnalistik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta, 2005

Page 78: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

69

Artikel: Fairclough, Norman “Critical Discourse Analysis and the Marketization of Public

Discourse: The Universities”, dalam Critical Discourse Analysis, London and New York, Longman, 1998 dalam Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Certakan ke-4, LKiS, Yogyakarta, 2005

Budianta, Melani, “Teori Sastra Sesudah Strukturalisme dari Studi Teks ke Studi Wacana Budaya”, dalam Bahan Pelatihan Teori dan Kritik Sastra, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, tt

Huda, Mh. Nurul, “Ideologi Sebagai Praktek Kebudayaan”, dalam Jurnal Filsafat

Driyarkara, Edisi Th.XXVII No.3/2004 Hidayat, Dedy N., “Politik Media, Politik Bahasa Dalam Proses Legitimasi dan

Delegitimasi Rejim Orde Baru”, artikel dalam Sandra Kartika dan M. Mahendra (Ed), Dari Keseragaman Menuju Keberagaman; Wacana Multikultural Dalam Media, Penerbit Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), Jakarta, 1999

Emy Susanti Hendrarso, “Penelitian Kualitatif: Sebuah Pengantar”, dalam Bagong

Suyanto dan Sutinah (Ed.), Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Penerbit Kencana, Jakarta, 2005

Piliang, Yasraf Amir, “Paradoks Globalisasi: Kritik Globalisdasi di Indonesia

Dalam Perspektif Sosial Budaya”, artikel dalam Jurnal Dialektika, Vol.3 No.1, Lembaga Pengkajian dan Pengabdian Masyarakat Demokratis, Bandung, 2003

Berita: ”Demokrasi dan Kesejahteraan”, Dialog Jumat Tabloid Republika, Edisi 25

Januari 2008 “Kami Tak Tahu Mau Kemana...”, dalam Harian Kompas Minggu, Jakarta, edisi 21

September 2003 ”Memprihatinkan, Gejala Pemiskinan Bahasa di Media”, dalam Harian Warta

Kota, Jakarta, 11 Januari 2003

Page 79: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

70

“Mendesak Undang-Undang Kebahasaan”, www.fpks-dpr-ri.com, diakses pada 24 November 2007

“Pikiran Represif”, Tajuk Rencana Harian Media Indonesia, Selasa, 27 Mei 2008 ”PWI Jaya Risaukan Pemakaian Bahasa Media Massa”, dalam Harian Suara

Pembaruan, Jakarta, 1 November 2002 “Profesi Idaman Kaum Sarjana”, Majalah Berita Mingguan Tempo, Edisi Khusus

Perguruan Tinggi, 28 April – 4 Mei 2008 “RUU Bahasa Membunuh Kreativitas”, Harian Media Indonesia Edisi 02 Nov

2007 “UU Kebahasaan Dirancang”, www.beritaindonesia.co.id, diakses pada 15

November 2007 “UU Menentukan Pengembangan Bahasa”, 8 April 2008,

www.suarapembaruan.com, diakses pada 20 April 2008 Laman: www.mra.co.id www.myspace.com/traxmagz

Page 80: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

71

SURAT KETERANGAN SAYEMBARA

Page 81: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

72

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Priyono Santosa Jenis Kelamin : Pria Tmp/ Tgl Lahir : Jakarta, 31 Juli 1982 Status : Lajang Agama : Islam Kewarganegaraan : Indonesia Alamat : Jl. Haji Atun No 11A, RT 009/08, Durensawit, Jakarta Timur Nomor Telp : 021.924.82453 Alamat Pos-el : [email protected] Alamat Blog : http://prys3107.blogspot.com Orang Tua Ayah : Agus Santosa Ibu : Sri Marheini Pendidikan Formal 1988 – 1994 SDN 12 Pondokbambu, Jakarta Timur 1994 – 1997 SMPN 117 Pondokbambu, Jakarta Timur 1997 – 2000 SMUN 71 Durensawit, Jakarta Timur 2000 – 2008 Program studi Ilmu Jurnalistik di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik (IISIP) Jakarta

Pengalaman Organisasi 2005 – sekarang Divisi Harian Kelompok Seni dan Diskusi (KOMPOSISI) 2006 – 2007 Dewan Redaksi Bulletin ISSUE 2006 – 2007 Ketua Umum UKM Teater Kinasih 2006-2007 2007 Sekretaris Harian Tim Panitia Khusus KM IISIP Jakarta Pengalaman Kerja 2002 – 2003 Kontributor Majalah Outmagz, Jakarta 2003 – 2004 Kuliah Kerja Lapangan di Harian Radar Bogor 2005 – 2006 Dewan Redaksi Jurnal Sastra ‘RuangMelati’ 2007 Sekretaris Redaksi Penerbit Komunitas Kertas 2007 Reporter Tabloid Ekonomi ‘Margin’ 2007 – 2008 Redaktur Naskah Tabloid KUNCI 2008 – Sekarang Layouter Koran Jualbeli

Page 82: WACANA MEDIA

http://prys3107.blogspot.com [email protected]

73

Prestasi 2005 Pemenang Harapan I ‘Lomba Menulis Cerita’ Gramedia

(cabang Depok) pada 14 Februari 2005 2005 Pemenang Pertama Lomba Penulisan Esai ‘Potret Perempuan

Dalam Era Globalisasi’ FISIP EXPO 2005 – IISIP Jakarta pada Desember 2005

2007 Penulis Proposal Terbaik Kategori Mahasiswa Tingkat Nasional dalam ‘Sayembara Bahasa dan Sastra September 2007’ oleh Pusat Bahasa dan Sastra, Depdiknas

Jakarta, Mei 2008

Penulis

Priyono Santosa