vol. 3, no. 01, nopember 2014 -...

21
ISSN: 1979-27439 771979274310 Jurnal Pendidikan Islam, Sosial dan Keagamaan SOSIO AKADEMIKA Vol. 3, No. 01, Nopember 2014 Pendidikan Multikultural Menuju Pendidikan Islam yang Humanis Maisah لمعاصرة القضايالجة ا في معامس منهج ا وأهليةبحثها وأصول بحثها المتصدي لH. M. Joni Role Play in Teaching Speaking Mardalena Urgensi Budaya Akademik Menyinari Kehidupan Kampus Berbudaya Educatif Ibrahim Teori Psikologi Psikodinamik dan Implikasinya dalam Belajar dan Pembelajaran M. Syahran Pemikiran Abu Yusuf Tentang Hukum Islam Rafikah Analisis Istinbath Terhadap Kontroversi Zakat Penghasilan Ainul Mardhiah Kebijakan Pemerintah Terhadap Pendidikan Islam Setelah Masuk Era Reformasi dan Implikasinya Masruri Diterbitkan oleh: STAI SYEKH MAULANA QORI BANGKO-JAMBI

Upload: others

Post on 27-Jan-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • ISSN: 1979-27439 771979274310

    Jurnal Pendidikan Islam, Sosial dan Keagamaan

    SOSIO AKADEMIKA Vol. 3, No. 01, Nopember 2014

    Pendidikan Multikultural Menuju Pendidikan Islam yang Humanis

    Maisah

    منهج اإلسالم في معالجة القضايا المعاصرةالمتصدي لبحثها وأصول بحثهاوأهلية

    H. M. Joni

    Role Play in Teaching Speaking Mardalena

    Urgensi Budaya Akademik Menyinari Kehidupan Kampus Berbudaya Educatif

    Ibrahim

    Teori Psikologi Psikodinamik dan Implikasinya dalam Belajar dan Pembelajaran

    M. Syahran

    Pemikiran Abu Yusuf Tentang Hukum Islam Rafikah

    Analisis Istinbath Terhadap Kontroversi Zakat Penghasilan

    Ainul Mardhiah

    Kebijakan Pemerintah Terhadap Pendidikan Islam Setelah Masuk Era Reformasi dan Implikasinya

    Masruri

    Diterbitkan oleh:

    STAI SYEKH MAULANA QORI BANGKO-JAMBI

  • ii Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014

    Vol. 3/No. 01/November 2014 ISSN: 1979-27439 771979274310 Jurnal Pendidikan Islam, Sosial dan Keagamaan

    SOSIO AKADEMIKA Penanggung Jawab

    Ketua Yayasan Pendidikan Islam Syekh Maulana Qori Bangko Drs. H. Mawardi Sadin (Ketua STAI Syekh Maulana Qori Bangko)

    Dr. H. M. Joni, Lc., MA (Pembantu Ketua I STAI SMQ Bangko) M. Thoiyibi, S. Sos (Pembantu Ketua II STAI SMQ Bangko)

    Drs. Hamdan, M.Pd.I (Pembantu Ketua III STAI SMQ Bangko)

    Pimpinan Redaksi Ibrahim, S.Pd., M.Pd.I

    Wakil Pimpinan Redaksi

    Al-Husni, S. Ag., M.HI

    Penyunting Pelaksana H. Firdaus Zuhri, S.Sos.I., MA

    Masruri. S.Pd.I., M.Pd.I Drs. H. Zulkifli. M.Pd.I

    Pelaksana Tata Usaha

    Muhammad Nuzli, S.Pd.I Ahmad Saupi, S.HI., M.Pd.I

    Abdul Katar, S.Pd.I

    Alamat Redaksi STAI SYEKH MAULANA QORI BANGKO

    Jln. Prof. Muhammad Yamin SH, Pasar Atas Bangko-Jambi Telp. 081386811457

    e-mail: [email protected]

    mailto:[email protected]

  • iii Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014

    PENGANTAR REDAKSI

    Assalamu’alaikum Wr. Wb

    Salah satu tujuan berdirinya STAI Syekh Maulana Qori sebagaimana secara eksplisit tercermin dalam surat keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor: 488 Tahun 2002 tentang setatus STAI Syekh Maulana Qori adalah untuk mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan agama Islam serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

    Dengan demikian, STAI Syekh Maulana Qori tidak hanya dituntut agar mengembangkan ilmu pengetahuan terutama ilmu-ilmu keislaman dan kemasyarakatan melalui kegiatan pembelajaran, penelitian, dan menyebarluaskannya. Berdasarkan amanat tersebut, pimpinan STAI Syekh Maulana Qori telah mengambil kebijakan yang mengarah kepada peningkatan mutu intelektual akademik dosen STAI Syekh Maulana Qori melalui penerbitan jurnal berkala ilmiah, dan untuk pengelolaannya diberikan pada Pusat Penelitian.

    Sosio Akademika: Jurnal Pendidikan Islam dan Sosial Keagamaan adalah salah satu jurnal ilmiah berkala, yang bertujuan pertama, untuk meningkatkan kemampuan akademik para dosen, karyawan, guru, ilmuan maupun cendikiawan dalam menulis karya ilmiah yang lebih baik sesuai dengan kaedah sistematika jurnal terakreditasi. Kadua, dapat menjadi wadah pembelajaran menulis bagi dosen-dosen pemula dan karyawan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam aspek ketrampilan menulis ilmiah. Ketiga, menambah khazanah jurnal yang ada di lingkungan STAI Syekh Maulana Qori untuk pengembangan citra diri sebagai lembaga perguruan tinggi Islam yang ada di Provinsi Jambi.

  • iv Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014

    Sosio Akademika: Jurnal Pendidikan Islam dan Sosial Keagamaan ini diperuntukkan bagi “mahasiswa baru dan lama”, dosen, karyawan dan peminat informasi-informasi terapan maupun filosofis tentang pendidikan, sosial, bahasa serta budaya yang mengakar pada ilmu keislaman. Oleh karena itu fokus tulisannya lebih banyak menyentuh pada “Pendidikan Islam dalam arti luas dan persoalan sosial kemasyarakatan serta terdapat pula beberapa tulisan yang membahas tentang syari’ah sebagai salah satu keilmuan dalam Islam”.

    Saran dan masukan dari semua pihak sangat kami harapkan demi terwujudnya tujuan dan cita-cita mulia kita bersama. Semoga kita dapat berkarya lebih baik lagi di masa mendatang. Demi kemajuan civitas akademika STAI Syekh Maulana Qori.

    Wassalamu’alaikum Wr. Wb

    Redaksi

  • v Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014

    DAFTAR ISI Halaman Judul ........................................................... i Tim Redaksi ................................................................ ii Pengantar Redaksi ..................................................... iii Daftar isi .................................................................... v

    Pendidikan Multikultural Menuju Pendidikan Islam yang Humanis Maisah ....................................................................... 1

    منهج اإلسالم في معالجة القضايا المعاصرة وأهلية المتصدي لبحثها وأصول بحثهاH. M. Joni ................................................................... 25

    Role Play in Teaching Speaking Mardalena .................................................................. 47

    Urgensi Budaya Akademik Menyinari Kehidupan Kampus Berbudaya Educatif Ibrahim ....................................................................... 69

    Teori Psikologi Psikodinamik dan Implikasinya dalam Belajar dan Pembelajaran M. Syahran ................................................................. 87

    Pemikiran Abu Yusuf Tentang Hukum Islam Rafikah ....................................................................... 101

    Analisis Istinbath Terhadap Kontroversi Zakat Penghasilan Ainul Mardhiah ........................................................... 117

    Kebijakan Pemerintah Terhadap Pendidikan Islam Setelah Masuk Era Reformasi dan Implikasinya Masruri ....................................................................... 135

  • PEMIKIRAN ABU YUSUF TENTANG HUKUM ISLAM

    Rafikah

    Dosen DPK STAI SMQ Bangko

    Abstract

    Abu Yusuf is end Abu Hanifah’ Student. He is the best known work is kitab al-Kharaj. It’s writed at khalifah Harun al-Rasyid. Al-Kharaj has the problems of Islamic law and the problems fiscal and moneter in perspectif Islam, for example, Kharaj (tax), jizyah and shadaqah.

    Key Word: Abu Yusuf and Islamic Law

    Pendahuluan

    Pada abad ke dua dan tiga hijrah, terdapat dua kelompok pemikiran ulama dalam menetapkan hukum Islam. Pertama, para ulama yang menetapkan hukum dengan mengunakan hadis lebih dominan sebagai dasar pemikiran mereka. Kelompok ini dikenal dengan Ahl al-Hadis. Kedua, ulama yang menetapkan hukum dengan melandaskan pemikiran mereka lebih banyak menggunakan ra’yu dan hadis. Kelompok kedua ini dinamakan Ahl al-Ra’yu.

    Dari dua kelompok pemikiran di atas, melahirkan para tokoh mujtahid, baik yang bercorak tradisional maupun yang rasional. Di antara mujtahid rasional yang sangat terkenal adalah Abu Yusuf. Ia adalah murid imam Abu Hanifah yang mendapat gelar Qadhi al-Qudha’, dan ia adalah orang yang pertama menyusun buku mazhab Abu Hanifah. Selain itu ia juga terkenal sebagai tokoh yang menghasilkan hukum praktis dan aplikatif. Dengan demikian, tulisan ini akan coba mengemukakan tentang sosok Abu Yusuf dan pemikirannya tentang hukum Islam.

  • Rafikah

    Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014 102

    Biografi Singkat Abu Yusuf

    Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim al-Anshari. Ia lahir di Kufah pada tahun 112H, dan ada juga yang mengatakan pada tahun 113H. atau 731M (Hafiz Dasuki 1977: 16). Pada usia mudanya, Abu yusuf sudah banyak meriwayatkan hadits, yang diterimanya dari gurunya. Dan menurut Yahya bin Ma’in, hadis yang diriwayatkan oleh Abu Yusuf adalah Shahih (Hafiz Dasuki 1977: 16).

    Selain meriwayatkan Hadis, Abu Yusuf juga mendalami ilmu Fiqh. Ia belajar Fiqh kepada Muhammad bin Abdur Rahman bin Abi Laila (salah seorang ulama dan pejabat Qadhi di Kufah), kemudian ia berguru kepada Abu Hanifah, berkat ketekunan dan kepintaran Abu Yusuf dalam bidang Fiqh, membuat Abu Hanifah bersedia membiayai pendidikan dan biaya hidup keluarganya, karena diharapkan Abu Yusuf dapat melanjutkan dan mengembangkan pemikiran Fiqh Abu Hanifah ke dunia Islam. Hal ini terbukti setelah Abu hanifah wafat, Abu Yusuf menggantikan kedudukan gurunya selama lebih kurang enam belas tahun (Ahmad Amin: 198).

    Beberapa tahun kemudian, Abu Yusuf pindah ke Baghdad dan menjadi qadhi selama tiga periode dimasa khalifah Abbasiyah, yaitu masa al-Mahdi (159-169H), al-Hadi (169-170H. ), dan masa Harun al-Rasyid (170-194H. ), bahkan dimasa khalifah Harunal-Rasyid, Abu Yusuf diangkat menjadi Qadhi al-Qudha’. Ketika memegang jabatan tersebut Abu Yusuf banyak mengembangkan ide-ide Fiqh Hanafi di kalangan pemerintahan Abbasiyah.

    Sebagai orang yang pertama menyusun buku mazhab Abu Hanifah, Abu Yusuf membukukan pokok-pokok pikiran imam tersebut dan mengembangkannya di kalangan umat Islam, namun dalam berbagai persoalan, ia sependapat dengan Abu Hanifah. Abu Yusuf wafat tahun 182H. Dalam usia lebih kurang 70 tahun (Ahmad Amin: 199). Dan menurut salah satu pendapat, Abu Yusuf mulai memusatkan perhatian di bidang

  • Pemikiran Abu Yusuf…

    103 Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014

    hukum Islam adalah sejak ia menggantikan kedudukan gurunya pada perguruan imam Abu Hanifah. Ia mengajarkan ide-ide pokok Abu Hanifah dengan cara mengembangkan metode istinbath imam tersebut yang dipergunakannya untuk memecahkan berbagai persoalan hukum Islam di kalangan muridnya (Hafiz Dasuki 1977: 17). Dan menurut pendapat yang lain, Abu yusuf memulai karirnya adalah ketika ia terlibat langsung dalam jabatan pemerintahan, yaitu ketika ia diangkat menjadi Qadhi pada masa pemerintahan al-Mahdi di Baghdad (Ahmad Amin: 198).

    Sebagai Qadhi al-Qudha’, ia memiliki kewenangan yang lebih luas dalam bidang hukum Islam. Pada masa khalifah al-Mahdi dan al-Hadi, ia hanya diberi wewenang untuk memutuskan perkara yang diajukan dan memberi fatwa bagi yang membutuhkannya saja, tetapi pada masa harun al-Rasyid, ia diberi wewenang untuk memutuskan suatu perkara dan menyusun materi hukum untuk diterapkan oleh para Hakim di Pengadilan. Di samping itu ia juga memiliki kewenangan yang penting lagi, yaitu mengangkat para hakim di seluruh negeri, dan wewenang ini memberi kesempatan yang lebih luas kepadanya untuk memasyarakatkan fiqh mazhab Hanafi dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikannya sebagai suatu sistem hukum yang praktis, sehingga fiqh Hanafi mendapat legitimasi dari khalifah Harun al-Rasyid.

    Pemikiran Abu Yusuf Dalam Bidang Hukum Islam

    Di bidang hukum Islam, Abu Yusuf termasuk ahli Fiqh yang berfaham rasional. Ia lebih banyak menggunakan metode Qiyas daripada Hadits Ahad. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannya, karena sejak usia muda, Abu Yusuf sudah banyak menekuni perawatan hadits. Di samping itu, ia juga pernah secara tidak langsung berguru kepada imam Malik yang membuatnya selalu bersikap kritis dalam menerima

  • Rafikah

    Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014 104

    Hadits Ahad. Tetapi di sisi lain, ia juga selalu menselaraskan ijtihadnya dengan hadits, dalam mengemukakan argumentasinya, terutama hadits shahih (Noel. J. Coulson: 60).

    Dalam menetapkan suatu hukum, Abu Yusuf juga menggunakan metode istihsan. Meskipun metode ini sama dengan metode yang digunakan oleh gurunya, tetapi dalam beberapa hal, ia berbeda pendapat dengan gurunya (Abu Hanifah).

    Adapun pemikiran Abu Yusuf tentang hukum Islam, seperti yang terdapat dalam kitab al- kharaj antara lain adalah sebagai berikut: 1. Masalah Zakat

    Menurut Abu Yusuf hasil lautan (seperti ikan) wajib dikeluarkan zakatnya seperlima, dan yang empat perlima adalah menjadi milik orang yang mendapatkannya. Sementara menurut imam Abu Hanifah, harta tersebut tidak waib dizakatkan, karena hasil tersebut disamakan dengan ikan ((Ahmad Amin: 61). Dan apabila seseorang menemukan sesuatu milik orang lain, maka dikeluarkan seperlima (1/5)nya untuk kas negara (baitul mal) dan empat perlimanya (4/5) untuk orang yang menemukan. Apabila seseorang menemukan barang tambang yang kurang dari dua ratus (200) berat timbangan emas, maka tetap dikeluarkan sperlima (1/5). Ketentuan ini tidak sama dengan zakat, tetapi sama dengan kedudukan harta rampasan perang. Adapun yang dimaksud dengan harta terpendam yang harus dikeluarkan 1/5 (seperlima) adalah emas, perak, intan, besi, tembaga dan timah. Sementara celak, air raksa, belerang dan lumpur merah, semua ini menurut Abu Yusuf tidak wajib dikeluarkan zakatnya, karena barang tersebut disamakan dengan tanah liat dan debu (Abu Yusuf 1352: 70).

  • Pemikiran Abu Yusuf…

    105 Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014

    2. Masalah Riba. Menurut imam Abu Yusuf, orang muslim dan orang

    zimmi yang masuk ke negeri kafir (Dar al-Harbi), tetap berlaku ketentuan-ketentuan hukum Islam, sebagaimana hukum yang berlaku ketika mereka berada di Dar al-Islam. Oleh sebab itu orang muslim dan orang zimmi, tetap diharamkan melakukan perbuatan riba di Dar al-Harbi. Tetapi ia membolehkan mu’amalah secara riba, bila dilakukan antara orang muslim dengan orang non muslim di Dar al-Harbi

    Pendapat Abu Yusuf di atas satu sisi sama dengan pendapat gurunya imam Abu Hanifah, yaitu orang muslim diharamkan bermuamalah secara riba antar sesama muslim, baik di wilayah Islam (Dar-al-Islam) maupun di wilayah kafir Dar al-Harbi, namun Abu Yusuf membolehkan orang muslim bermuamalah/transasksi secara riba jika dilakukan dengan orang kafir. Sementara gurunya (imam Abu Hanifah) tetap melarang bermuamalah secara riba, baik dilakukan di negeri muslim maupun di negeri kafir, baik antar sesama muslim maupun antar muslim dan non muslim.

    3. Hutang Piutang. Menurut Abu Yusuf, apabila seorang muslim atau zimmi

    berada di Dar al-Harbi selaku musta’min (orang yang dijamin keselamatannya), kemudian mengadakan akad hutang piutang, yakni ia berhutang kepada orang kafir, kemudian setelah itu ia kembali ke Dar al-Islam, dan orang kafir tempat ia berhutang itupun ikut juga pindah ke Dar al-Islam selaku musta’min, maka orang yang berada di daerah hukum Dar al-Islam, baik ia bermukim secara tetap seperti orang muslim atau zimmi, maupun bermukim untuk sementara dalam waktu tertentu seperti orang musta’min. Maka baginya berlaku ketentuan sebagaimana orang Islam. Alasannya adalah bahwa seorang Islam diwajibkan melaksanakan hukum Islam, karena zimmahnya yang menjamin keamanan baginya, sementara bagi musta’min juga harus melaksanakan hukum Islam dan

  • Rafikah

    Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014 106

    mentaatinya karena aqad al-amani (akad jaminan keamanan) selama si musta’min menetap di Dar al-Islam.

    Pendapat Abu Yusuf di atas berbeda dengan pendapat imam Abu Hanifah yang menyatakan bahwa seorang hakim tidak dapat mensahkan adanya perjanjian hutang piutang antara mereka, karena tidak ada kuasa hukum atas tempat kejahatan dimana perbuatan hukum akad hutang piutang itu terjadi.

    4. Dasar Hubungan kaum muslimin dengan non muslim (hubungan internasional).

    Menurut Abu Yusuf, dasar hubungan internasional adalah perdamaian. Oleh sebab itu kaum muslimin tidak dibolehkan memerangi orang-orang yang berbeda agama, kecuali bila mereka mulai mengadakan penyerangan terhadap kaum muslimin atau mereka menghalangi dakwah Islam, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Haj ayat 39-40 yang artinya sebagai berikut:

    Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, Karena Sesungguhnya mereka Telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

    Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa terjadinya peperangan dalam Islam adalah dalam rangka mempertahankan jiwa dan agama. Menurut Abu Yusuf apabila umat Islam telah mengadakan perjanjian dengan orang non

  • Pemikiran Abu Yusuf…

    107 Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014

    muslim, maka umat Islam harus konsisten dengan isi perjanjian tersebut, karena Nabi dan para sahabatnya selalu konsisten dengan isi perjanjian tersebut, karena Nabi dan para sahabatnya selalu konsisten dengan perjanjian yang mereka lakukan, seperti dimasaAbu Bakar, Khalid bin Walid pernah mengadakan perjanjian dengan orang non muslim, dalam perjanjian dinyatakan bahwa umat Islam tidak akan merusak tempat ibadah dan istana-istana orang-orang non Islam, dan orang-orang non muslim juga tidak dilarang memukul lonceng-lonceng gereja dan memperlihatkan salib-salib waktu hari raya mereka. Di samping itu mereka harus menjamin orang-orang muslim berkunjung ke tempat mereka, sebab makanan mereka halal bagi kaum muslimin begitu pula minuman mereka.

    Dari paparan di atas dapat dipahami bahwa menurut pendapat Abu Yusuf dasar hubungan internasional adalah perdamaian. Dan mengenai hubungan internasional ini ulama berbeda pendapat, yang dapat dibagi menjadi dua macam (Abdul Wahab Khalaf 1994: 45). Menurut sebagaian pendapat dasar hubungan internasional dalam Islam adalam peperangan, mereka mengemukakan alasan sebagai berikut:

    a. Allah telah menyuruh kaum muslimin untuk memerangi orang-orang non muslim sehingga mereka menyatakan diri masuk Islam atau mereka membayar jizyah (upeti) dan perintah itu bersifat mutlak tidak terkait apakah peperangan itu dalam rangka menolak permusuhan atau karena mereka memulai memerangi. Kemutlakan perintah itu dapat ditunjukkan bahwa Allah SWT memerintah berperang itu merupakan dakwah kepada mereka untuk Islam dan memaksa orang-orang non muslim untuk meninggalkan agama mereka dan mereka harus memeluk agama Islam. Perintah tersebut antara lain terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 216, Ali Imran ayat 28, an-Nisa’ 74, al-maidah ayat 51 dan Attaubah ayat 29,dan 36 surat al-Mumtahanah ayat 1.

  • Rafikah

    Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014 108

    b. Orang-orang yang telah diajak memeluk Islam sesuai dengan cara (bentuk)nya yang benar, maka tidak ada alasan bagi mereka untuk mempertahankan memeluk agama selain Islam, karena Allah SWT telah membantah alasan-alasan yang dikemukakan mereka dengan menunjukkan bukti-bukti yang didasarkan keesaan-Nya dan hal itu telah dibenarkan Rsasul-Nya. Apabila mereka tidak mau menerima dakwah yang dilakukan dengan cara pendekatan (hikmah) dan dengan cara memberikan pelajaran yang baik sedang mereka tidak mempunyai alasan untuk menolaknya, maka wajib diperangi. Disamping itu mereka menambah alasan mereka dengan mengatakan jihad itu wajib dan bagi mereka jihad identik dengan perang.

    Sementara golongan kedua, ulama yang berpendapat bahwa dasar hubungan kaum muslimin dengan non muslimin (hubungan internasional) adalah perdamaian alasannya antara lain adalah sebagai berikut:

    a. Ayat-ayat perang yang terdapat dalam al-Qur’an sebagian besar termasuk surat Makiyah. Sementara surat Madaniyah adalah menjelaskan sebab-sebab diperbolehkan berperang. Hal ini tidak terlepas dari dua perkara yaitu dalam rangka menolak gejala kezaliman, atau membasmi fitnah, melindungi dan atau mempertahankan dakwah. Sebab orang-orang kafir dimasa nabi Muhammad, baik mereka dari golongan musyrik ataupun dari ahl al-kitab. Mereka menyadari tindakan mereka menyakiti kaum muslimin dengan bermacam-macam siksaan. Hal itu mereka lakukan sebagai fitnah dan cobaan sehingga mereka dapat mengembalikan (memurtadkan) orang-orang Islam dari agamanya dan mereka melemahkan semangat orang-orang yang ingin masuk Islam. Sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Anfal ayat 39 dan surat al-haj ayat 39 dan 40.

    b. Telah menjadi konsensus bahwa para wanita, anak-anak, pendeta, orang tua bangka, orang jompo dan orang cacat

  • Pemikiran Abu Yusuf…

    109 Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014

    pisik tidak boleh dibunuh, karena mereka bukan termasuk orang–orang yang memerangi umat Islam, maka apabila perang merupakan alternatif untuk memaksa orang supaya mau menerima dakwah, sehingga tidak terdapat orang-orang yang berbeda memeluk agama, sudah tentu mereka termasuk musuh yang tidak boleh diperangi. Mereka dikecualikan sebagi bukti bahwa perang dalam Islam hanya dalam rangka membela diri dari serangan musuh (orang kafir) (Abdul Wahab Khalaf 1994: 47). Dengan demikian dapat dipahami bahwa Abu Yusuf termasuk pada golongan pendapat yang kedua yang lebih moderat dari golongan pertama.

    5. Sumber Keuangan negara Di antara sumber keuangan negara menurut Abu Yusuf

    adalah tanah rampasan perang (fa’i), karena pada masa umar bin khattab, ia tidak membagikan tanah rampasan kepada pasukan perang, sebagaimana pada masa Nabi dan Abu Bakar. Di masa Umar, tanah tersebut diserahkan kembali kepada pemiliknya dengan mewajibkan mereka membayar pajak tanah itu untuk umat Islam. Menurut Abu Yusuf, tindakan umar yang tidak membagi-bagikan hasil bumi bagi penakluk kota yang tidak ada penjelasannya dalam al-Qur’an, itu merupakan anugerah Allah SWT, kepada Umar bin Khattab. Ia mengajak kelompok Muhajirin yang pertama masuk Islam yaitu Abdur Rahman bin Auf, Usman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah dan Ibnu Umar untuk bermusyawarah tentang pembagian tanah rampasan perang di Syam dan Irak. Dalam musyawarah tersebut, Abdur Rahman bin ‘Auf berpendapat bahwa tanah itu harus dibagi-bagikan sesuai dengan hak mereka. Sementara Usman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah dan Ibnu Umar sependapat dengan Umar yaitu tanah itu tidak dibagi-bagikan, sebab jika dibagi-bagikan, anak-anak kecil dan para janda akan menjadi terlantar.

  • Rafikah

    Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014 110

    Dengan demikian dapat dipahami bahwa Umar bin Khatab dalam mengambil keputusan selalu mengadakan musyawarah terlebih dahulu, walaupun dalam masalah tersebut mayoritas ulama sependapat dengannya, namun ia juga meminta pendapat dari utusan kaum Anshar, lima orang dari suku ‘Aus dan lima orang dari suku Khazraj. Kepada utusan tersebut Umar berkata: “Aku minta agar kalian ikut membicarakan perihal umat dan mengenai urusan yang telah dibebankan kepadaku, karena aku adalah seorang yang seperti kalian semua, dann kuharap pada hari ini kalian akan menilai dengan kebenaran. Siapa yang tidak setuju dengan pendapatku, dan aku harap kalian tidak mengikuti hawa nafsu, sebab di hadapan kalian terdapat al-Qur’an yang datang dari Allah SWT ,berbicara tentang kebenaran, maka demi Allah, sekiranya aku berbicara tentang perkara bukanlah atas keinginanku sendiri melainkan aku menghendaki kebenaran. Para sahahabt berkata: Wahai Amirul Mukminin, kami akan mendengarnya, lalu Umar berkata: Sesungguhnya kalian telah mendengar perkataan orang-orang yang telah menuduh aku telah menganiaya karena telah merampas hak-hak mereka, padahal sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada Allah SWT. Sekiranya aku menganiaya hak mereka walaupun sedikit, kemudian aku berikan kepada orang lain, niscaya aku akan celaka. Akan tetapi aku melihat setelah Kisra ditaklukkan, tidak ada sesuatupun yang tersisa, padahal tanah, harta dan perkebunan mereka sebagai rampasan yang Allah berikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan aku keluarkan seperlima, lalu yang seperlima itu aku pergunakan sesuai dengan semestinya. Sementara sekarang aku melihat tanah-tanah dan perkebunan ini harus ditahan, kemudian mereka dibebaskan membayar pajak, tetapi diwajibkan membayar jizyah, sehingga jizyah itu dapat menjadi barang rampasan (fa’i) bagi kaum muslimin yang berperang dan generasi mereka yang akan datang. Bagaimana pendapat kalian tentang orang yang berada di benteng pertahanan itu

  • Pemikiran Abu Yusuf…

    111 Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014

    apakah mereka memerlukan harta? Dan bagaimana pula tentang kota-kota besar seperti Syiria, Syam, Kufah, Bashrah dan Mesir yang harus dijaga oleh para tentara yang membutuhkan bekal? Darimana mereka diberi bekal dan dapat hidup jika hasil bumi dibagi-bagikan? Setelah mendengar pernyataan Umar tersebut, para sahabat menjadi mengerti dan akhirnya mereka sependapat dengan Umar. Dengan demikian Umar tidak membagi-bagikan hasil bumi kepada para pasukan perang dan meninggalkan tanah tersebut bagi pemiliknya dengan menarik pajak tanah itu untuk umat Islam dan digunakan untuk kepentingan masyarakat umum” (Abu Yusuf: 71).

    Dari paparan di atas, dipahami bahwa Abu Yusuf lebih tertarik menjelaskan secara panjang lebar tentang sejarah fa’i menjadi sumber keuangan negara, ketimbang menjelaskan apa-apa saja yang menjadi sumber keuangan negara Islam. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf bahwa sumber keuangan negara Islam antara lain adalah sebagai berikut: a) Zakat, baik harta, modal perdaganagan, binatang ternak,

    tanaman dan buah-buahan. b) Pajak tanah pertanian, tanah yang dikelola oleh non muslim,

    tanah yang disirami air hujan atau tanah yang disirami melalui irigasi.

    c) Pajak perorangan yang diambil dari ahl al-Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang disebut Jizyah.

    d) Bea Cukai (pajak) yang diambil dari barang-barang eksport dan import.

    e) Seperlima dari harta rampasan perang. f) Harta pusaka dari orang yang tidak meninggalkan ahli waris

    (Rafikah 2009: 23).

    6. Bea Cukai Selain membahas masalah Fa’i, Abu Yusuf juga membahas masalah bea cukai, dengan menyatakan bahwa bagi orang muslim dikenakan bea cukai setiap 40 dirham dikenakan

  • Rafikah

    Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014 112

    4 dirham. Sementara bagi non muslim, dikenakan sepersepuluh dari import dan eksport mereka. Alasannya adalah berdasarkan keputusan Umar bin Khattab ketika menerima surat dari Abu Musa al-Asy’ari yang berisi tentang tindakan orang non muslim terhadap pedagang muslim, mereka memungut sepersepuluh (1/10) dari harta umat Islam. Lalu Umar pun menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari yang menyatakan: “Ambillah dari mereka sebagaimana mereka mengambil dari pedagang Islam. Ambillah seperlima (1/5) dari Ahl al-Zimmi, dan dari umat islam setiap 40 dirham dikenakan 1 dirham, jika mencapai 200 dirham, maka ambillah 5 dirham dan selebihnya diperhitungkan” (Abu Yusuf: 75). Dari penjelasan ini pula Abu Yusuf berpendapat bahwa pajak bea cukai barang eksport dan import mulai diberlakukan dalam Islam adalah sejak pemerintahan Umar bin Khattab.

    7. Tentang Pemerintahan Islam. Abu Yusuf menyatakan bahwa seorang kepala negara

    bukanlah seorang raja yang dapat berbuat secara diktator. Ia hanyalah seorang khalifah yang mewakili Allah di bumi untuk melaksanakan perintah-Nya. Oleh karena itu setiap tindakan kepala negara harus didasarkan pada keridhaan Allah semata. Hak dan tanggung jawab pemerintah terhadap rakyatnya senantiasa terkait dengan kemaslahatan rakyat. Dan mengenai keuangan negara, ia menyatakan bahwa uang negara bukan milik kepala negara, tetapi juga amanat Allah dan rakyat, yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab. Hubungan penguasa dengan kas negara, seperti hubungan wali dengan anak yang diasuhnya.

    Menurut hemat penulis pernyataan Abu Yusuf di atas sangat cocok untuk dijadikan pedoman bagi pejabat negara agar mereka tidak terjerumus ke dalam kasus korupsi yang akhir-akhir ini banyak menimpa pejabat negara Indonesia yang lebih mirisnya lagi kebanyakan dari mereka berasal dari partai Islam. Di dalam kitab al-Kharaj tersebut, Abu Yusuf pernah

  • Pemikiran Abu Yusuf…

    113 Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014

    memberi nasehat kepada Amirul Mukminin Harun al-Rasyid dalam suratnya yang berisi sebagai berikut: “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya puji syukur itu hanya pantas disampaikan kepada Allah maha pencipta, Dialah yang memberikan kedudukan yang terhormat dan kekuasaan yang tinggi di tengah-tengah umat. Tugasmu amat berat namun mulia. Di balik itu terdapat ganjaran yang amat besar, disamping sebagai amanat Allah yang harus engkau jaga dengan kejujuran dan kebenaran. Engkau akan menghadapi banyak cobaan, baik itu langsung dari Allah maupun melalui umat-Nya. Setiap perbuatan yang dibangun bukan karena Allah, lambat atau cepat akan mengalami kehancuran. Tegakkanlah sendi-sendi kekuasaanmu atas dasar takwa kepada Allah, jalankan seluruh pekerjaan selagi engkau memiliki kesempatan. Umat selalu menunggu hasil kerjamu. Tidak ada keberhasilan melainkan bersandar kepada yang maha Kuasa. Dan Allahlah saksi utama atas segala yang engkau jalankan. Janganlah menunda-nunda pekerjaan. Apa yang dapat engkau kerjakan hari ini, jangan ditunggu hingga esok. Segeralah beramal untuk menyambut datangnya maut, karena setiap orang pasti akan mengalaminya” (Abu Yusuf: 76). Selain itu menurut Abu Yusuf kepala negara dan rakyat sama-sama mempunyai hak dan kewajiban kepada Allah. Oleh karena itu menurutnya baik kepala negara maupun rakyat harus melaksanakan dan menyempurnakan hak dan kewajiban itu. Karena menurutnya orang yang paling berbahagia di hadapan Allah adalah penguasa yang telah membahagiakan rakyatnya. Apabila seorang penguasa menyimpang dari ketentuan Allah, maka tentu umatnya akan menyimpang pula. Dan apabila penguasa ingin mengambil suatu keputusan, janganlah disertai dorongan hawa nafsu. Dia juga menyatakan jika penguasa dihadapkan pada suatu dilema antara masalah dunia dan akhirat, maka utamakanlah masalah akhirat. Penguasa dan rakyat harus takut kepada Allah dalam segala urusan agar selamat. Selanjutnya ia berwasiat kepada Harun al-

  • Rafikah

    Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014 114

    Rasyid agar selalu memelihara amanat Allah, karena jika amanat disia-siakan mendapat siksaan dari Allah(Abu Yusuf: 77).

    Kesimpulan Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemikiran

    Abu yusuf dalam bidang hukum Islam menyangkut berbagai bidang antara lain adalah masalah bidang muamalah, dan bidang Siyasah (politik), dan dalam membahas persoalan tersebut ia sangat mandiri, walaupun ia murid imam Abu Hanifah tetapi dalam berbagai persoalan ia tidak sependapat dengan gurunya dengan mengemukakan argumen secara naqli dan aqli. Dalam mengemukakan persoalan negara, nampak Abu Yusuf ingin mewujudkan pemimpin yang bersih, ia banyak memberi pesan kepada penguasa agar jangan bersikap diktator, karena jabatan itu merupakan titipan Allah dan Ia juga yang selalu mengawasi dan akan menguji umatnya.

    Dengan demikian, menurut hemat penulis, walaupun pemikiran Abu Yusuf disampaikan puluhan abad yang silam dan ditujukan kepada khalifah Harun al-Rasyid, tetapi pemikirannya masih sangat relevan untuk masa sekarang terutama bagi pejabat pemerintahan, agar sukses dalam mengembankan amanat .

    Daftar Pustaka

    Amin, Ahmad, TT. Dhuha al-Islam, Juz II, Bairut: Dar al-Fikr.

    Coulson, Noel. J. TT. Conflek and Fensions In Islamic jurisprudence, Chicago Press.

    Dasuki, Hafizdkk, 1977. Ensiklopedi Hukum Islam, PT. Ichtiar Baru Van Houve.

  • Pemikiran Abu Yusuf…

    115 Sosio Akademika/Vol. 3/No. 01/Nopember 2014

    Khalaf, Abdul Wahab, 1994. Politik Hukum Islam, terjemahan jedudl asli al-Siayasah al-Syar’iyah, Yogya, PT Tiara Wacana.

    Rafikah, 2009, Fiqh Politik, Bukittinggi, STAIN Press.

    Yusuf, Abu, Kitab al-Kharaj, Kairo: Maktabah Salafiyah.

  • PETUNJUK PENULISAN ARTIKEL Petunjuk Umum 1. Artikel harus merupakan produk ilmiah orisinil dan belum pernah dipublikasikan

    di media dan terbitan manapun. 2. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia baku (atau bahasa asing) dengan ragam

    tulisan ilmiah atau ilmiah popular, tetapi buka ragam komunikasi lisan. 3. Panjang tulisan antara 15 – 25 halaman kwarto atau A4 dengan simple spasi. 4. Artikel diserahkan dalam bentuk print out dan email. Petunjuk Teknis 1. Kerangka tulisan meliputi judul, abstrak, kata kunci, serta isi. 2. Abstrak memuat inti permasalahan dengan panjang tulisan antara 200 – 250

    kata, atau maksimal satu halaman dalam bentuk bahasa Indonesia, Inggris dan atau bahasa Arab.

    3. Kata kunci bisa berbentuk kata maupun prase. 4. Isi terdiri dari pendahuluan, pokok bahasan dan penutup. 5. Teknik penulisan adalah dengan menggunakan catatan dalam teks (intrateks)

    dengan ketentuan sebagai berikut; nama pengarang, kurung buka, tahun terbit, titik dua, halaman, kurung tutup dan koma. Contoh : Syari’at menurut Mastuhu (1994: 4), memiliki dua pengertian penting, yaitu ketetapan dan hukum Allah yang sempurna.

    6. Setiap tulisan atau kutipan yang memerlukan penjelasan lebih lanjut dengan menggunakan endnotes.

    Hak Penulis Penulis artikel berhak mendapat hard copy sebanyak 2 (dua) eksemplar. Alamat Redaksi STAI SYEKH MAULANA QORI BANGKO Jln. Prof. Muhammad Yamin SH, Pasar Atas Bangko-Jambi Telp. 081386811457 e-mail : [email protected]

    Sosio Akademika: Jurnal Pendidikan Islam, Sosial dan Keagamaan,

    merupakan jurnal ilmiah populer membahas masalah Pendidikan, Sosial dan Keagamaan yang aktual, terbit berdasarkan SK Ketua 1307/29/STAI-

    SMQ/SK/Ak/III/2014 sebagai wahana komunikasi dan informasi antar Peneliti, Ilmuan, Dosen dan Cendikiawan.