varicella dan herpes zoster

18
A. Histologi kulit Kulit manusia tersusun atas tiga lapisan, yaitu epidermis ,dermis, dan subkutis. Epidermis dan dermis dapat terikat satu sama lain akibat adanya papilare dermis. 1. Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda: 400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75- 150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut). Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas lapisan: a. Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses melanogenesis. b. Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang, yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit. c. Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus. d. Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling dalam sebagai berikut: 1) Stratum Korneum, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin. 2) Stratum Lucidum, terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat gepeng, dan

Upload: okti-rahmawati

Post on 22-Jun-2015

28 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Varicella Dan Herpes Zoster

A. Histologi kulit

Kulit manusia tersusun atas tiga lapisan, yaitu epidermis ,dermis, dan subkutis. Epidermis

dan dermis dapat terikat satu sama lain akibat adanya papilare dermis.

1. Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang

berbeda-beda: 400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan

75-150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut).

Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas lapisan:

a. Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses melanogenesis.

b. Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang,

yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan merepresentasikan

antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel Langerhans berperan

penting dalam imunologi kulit.

c. Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan

berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.

d. Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling dalam 

sebagai berikut:

1) Stratum Korneum, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan

sitoplasma yang dipenuhi keratin.

2) Stratum Lucidum, terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat

gepeng, dan sitoplasma terdri atas keratin padat. Antar sel terdapat desmosom.

3) Stratum Granulosum, terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang

sitoplasmanya berisikan granul keratohialin. Pada membran sel terdapat granula

lamela yang mengeluarkan materi perekat antar sel, yang bekerja sebagai

penyaring selektif terhadap masuknya materi asing, serta menyediakan efek

pelindung pada kulit.

4) Stratum Spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum saling terikat

dengan filamen; filamen ini memiliki fungsi untuk mempertahankan kohesivitas

(kerekatan) antar sel dan melawan efek abrasi. Dengan demikian, sel-sel

spinosum ini banyak terdapat di daerah yang berpotensi mengalami gesekan

seperti telapak kaki.

5) Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada epidermis,

terdiri atas selapis sel kuboid. Pada stratum basal terjadi aktivitas mitosis,

Page 2: Varicella Dan Herpes Zoster

sehingga stratum ini bertanggung jawab dalam proses pembaharuan sel-sel

epidermis secara berkesinambungan.

2. Dermis, yaitu lapisan kulit di bawah epidermis, memiliki ketebalan yang bervariasi

bergantung pada daerah tubuh dan mencapai maksimum 4 mm di daerah punggung.

Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak nyata, yaitu stratum papilare

dan stratum reticular.

Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri atas

jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast, makrofag, dan

leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi).

Stratum retikulare, yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas jaringan

ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I)

3. Subkutis

Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu jaringan ikat longgar yang disebut jaringan

subkutan dan mengandung sel lemak yang bervariasi. Jaringan ini disebut juga fasia

superficial, atau panikulus adiposus. Jaringan ini mengandung jalinan yang kaya akan

pembuluh darah dan pembuluh limfe. Arteri yang terdapat membentuk dua plexus,

satu di antara stratum papilare dan retikulare, satu lagi di antara dermis dan jaringan

subkutis. Cabang-cabang plexus tersebut mendarahi papila dermis. Sedangkan vena

membentuk tiga plexus, dua berlokasi seperti arteri, satu lagi di pertengahan dermis.

Adapun pembuluh limfe memiliki lokasi sama dengan pembuluh arteri.

B. Fisiologi Kulit

1. Fungsi kulit

Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh. Fungsi-

fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi,

pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan  pembentukan vitamin D.

1. Fungsi proteksi

Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut:

-  Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia.

Keratin merupakan struktur yang keras, kaku, dan tersusun rapi dan erat seperti batu

bata di permukaan kulit.

- Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan dehidrasi;

selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh melalui kulit.

-   Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari

kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di

Page 3: Varicella Dan Herpes Zoster

permukaan kulit. Adanya sebum ini, bersamaan dengan ekskresi keringat, akan

menghasilkan mantel asam dengan kadar pH 5-6.5 yang mampu menghambat

pertumbuhan mikroba.

-   Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada stratum

basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen

ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari, sehingga materi genetik

dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin,

maka dapat timbul keganasan.

-   Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang pertama

adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap mikroba. Kemudian

ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang masuk melewati keratin

dan sel Langerhans.

2. Fungsi absorpsi

Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti vitamin

A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida. Permeabilitas kulit

terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian

pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl4,

dan merkuri. Beberapa obat  juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga

mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan.

Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban,

metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel atau

melalui muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada

yang melalui muara kelenjar.

3. Fungsi ekskresi

Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya, yaitu

kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:

- Kelenjar sebasea

Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan

melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen. Sebum dikeluarkan

ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan kelenjar sebasea sehingga sebum

dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan

campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolig. Sebum berfungsi

menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi keratin.

Page 4: Varicella Dan Herpes Zoster

- Kelenjar keringat

Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar

dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari. Seorang yang bekerja

dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang yang

aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat juga

merupakan sarana untuk mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul

organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea.

Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar

keringat merokrin.

-   Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis, serta aktif

pada usia pubertas dan menghasilkan sekret yang kental dan bau yang khas. Kelenjar

keringat apokrin bekerja ketika ada sinyal dari sistem saraf dan hormon sehingga sel-

sel mioepitel yang ada di sekeliling kelenjar berkontraksi dan menekan kelenjar

keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin melepaskan sekretnya ke

folikel rambut lalu ke permukaan luar.

-  Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak tangan dan kaki.

Sekretnya mengandung  air, elektrolit, nutrien organik, dan sampah metabolisme.

Kadar pH-nya berkisar 4.0 – 6.8. Fungsi dari kelenjar keringat merokrin adalah

mengatur temperatur permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit serta

melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan agen asing dan

menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat antibiotik.

4. Fungsi persepsi

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan

panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin

diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis, badan taktil Meissner terletak

di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang

terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di

epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.

5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)

Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua cara:

pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler. Pada saat suhu

tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh

darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat

Page 5: Varicella Dan Herpes Zoster

suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh

darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh.

6. Fungsi pembentukan vitamin D

Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi kolesterol dengan

bantuan sinar ultraviolet. Enzim di hati dan ginjal lalu memodifikasi prekursor dan

menghasilkan calcitriol, bentuk vitamin D yang aktif. Calcitriol adalah hormon yang berperan

dalam mengabsorpsi kalsium makanan dari traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah.

Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum memenuhi

kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap

diperlukan.

Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh darah,

kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit.

VARICELLA DAN HERPES ZOSTER

Varicella zoster virus (VZV) merupakan famili human (alpha) herpes virus. Virus

terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang mengandung protein dan

dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini dapat menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella

(chickenpox) dan herpes zoster (shingles). Varicella terutama mengenai anak-anak yang

berusia dibawah 20 tahun terutama usia 3 - 6 tahun dan hanya sekitar 2% terjadi pada orang

dewasa. Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan

biasanya jarang mengenai anak-anak.

PATOGENESIS

Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata- rata 14 - 17 hari) dan

pada anak yang imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang dari 14 hari. VZV

masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet

infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet infection dapat terjadi 2 hari.

Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2 - 4 yang berlokasi pada lymph nodes

regional kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar

limfe, yang mengakibatkan terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4 - 6

setelah infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus

tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan

Page 6: Varicella Dan Herpes Zoster

berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa, yang

mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke

seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14-16, yang mengakibatkan timbulnya

lesi kulit yang khas. Seorang anak yang menderita varicella akan dapat menularkan kepada

yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit. IgG, IgM, IgA

terhadap virus sudah dapat dideteksi pada hari ke 2-5 setelah masa awitan dan mencapai

puncaknya pada minggu II/III, kemudian IgG akan turun perlahan dan menetap seumur

hidup. IgM dan IGA akan turun lebih cepat dan menghilang dalam waktu satu tahun.

Selama terjadinya varicella, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan

mukosa ke ujung syaraf sensoris dan ditransportasikan secara centripetal melalui serabut

syaraf sensoris Pada ganglion tersebut terjadi infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut

tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk

berubah menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi virus tersebut dapat

diakibatkan oleh keadaan yang menurunkan imunitas seluler seperti pada penderita

karsinoma, penderita yang mendapat pengobatan immunosuppressive termasuk kortikosteroid

dan pada orang penerima organ transplantasi. Pada saat terjadi reaktivasi, virus akan kembali

bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion sensoris. Kemudian

virus akan menyebar ke sumsum tulang serta batang otak dan melalui syaraf sensoris akan

sampai kulit dan kemudian akan timbul gejala klinis.

Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa biasanya dengan

gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual dan anoreksia, yang terjadi 1 - 2

hari sebelum timbulnya lesi dikulit sedangkan pada anak kecil (usia lebih muda) yang

imunokompeten, gejala prodormal jarang dijumpai hanya demam dan malaise ringan dan

timbul bersamaan dengan munculnya lesi dikulit. Lesi pada varicella, diawali pada daerah

wajah dan scalp, kemudian meluas ke dada (penyebarannya secara centripetal) dan kemudian

dapat meluas ke ekstremitas. Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada

daerah wajah dan dada, dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12 – 14 jam

menjadi papul dan kemudian berkembang menjadi vesikel yang mengandung cairan yang

jernih dengan dasar eritematosa. Cairan vesikel cepat menjadi keruh disebabkan masuknya

sel radang sehingga pada hari ke 2 akan berubah menjadi pustula. Lesi kemudian akan

mengering yang diawali pada bagian tengah sehingga terbentuk umbilikasi (delle) dan

akhirnya akan menjadi krusta dalam waktu yang bervariasi antara 2-12 hari, kemudian krusta

ini akan lepas dalam waktu 1 - 3 minggu. Pada fase penyembuhan varicella jarang terbentuk

Page 7: Varicella Dan Herpes Zoster

parut (scar), apabila tidak disertai dengan infeksi sekunder bakterial.

Herpes zoster pada anak-anak jarang didahului gejala prodormal. Gejala prodormal

yang dapat dijumpai yaitu nyeri radikuler, parestesia, malese, nyeri kepala dan demam,

biasanya terjadi 1-3 minggu sebelum timbul ruam dikulit. Lesi kulit yang khas dari herpes

zoster yaitu lokalisasinya biasanya unilateral dan jarang melewatii garis tengah tubuh. Lokasi

yang sering dijumpai yaitu pada dermatom T3 hingga L2 dan nervus ke V dan VII. Lesi awal

berupa makula dan papula yang eritematous, kemudian dalam waktu 12 - 24 jam akan

berkembang menjadi vesikel dan akan berlanjut menjadi pustula pada hari ke 3 - 4 dan

akhirnya pada hari ke 7 – 10 akan terbentuk krusta dan dapat sembuh tanpa parut, kecuali

terjadi infeksi sekunder bakterial.

KOMPLIKASI

Varicella

1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri

2. Scar

3. Pneumonia

4. Acute postinfeksius cerebellar ataxia

5. Encephalitis

6. Herpes zoster

Herpes zoster

1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan bakteri.

2. Posherpetic neuralgia (PHN)

Insidennya meningkat dengan bertambahnya umur dimana lebih kurang 50 penderita

PHN berusia lebih dari 60 tahun dan PHN biasanya jarang terjadi pada anak-anak.

3. Pada daerah ophthalmic dapat terjadi keratitis, episcleritis, iritis, papillitis dan

kerusakan syaraf.

4. Herpes zoster yang desiminata yang dapat mengenai organ tubuh seperti otak, paru

dan organ lain dan dapat berakibat fatal.

5. Meningoencephalitis.

6. Motor paresis.

7.Terbentuk scar

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Polymerase chain reaction (PCR)

- Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.

Page 8: Varicella Dan Herpes Zoster

- Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%.

- Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster.

2. Biopsi kulit

Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal

dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis

bagian atas dijumpai adanya lymphocytic infiltrate

PENATALAKSANAAN

1. Lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar tidak mudah

pecah.

2. Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat

diberikan salap antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

3. Obat antivirus

- Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu

penyembuhan akan lebih singkat.

- Golongan antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir dan

- famasiklovir.

- Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48 – 72 jam setelah

erupsi dikulit muncul.

Kekebalan Tubuh Manusia

Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan

terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk virus, bakteri,

protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein

tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang

teraberasi menjadi tumor.

INFEKSI  VIRUS

1. Mengganggu sel khusus tanpa merusak. Virus yang tidak menyebabkan kerusakan sel

disebut virus non sitopatik (non cytopathic virus). Bila terjadi kerusakan sel, maka hal

ini akibat reaksi antigen antibodi. Virus ini dapat menjadi persisten dan akhirnya

menjadi kronik, sebagai contoh adalah virus hepatitis B

Page 9: Varicella Dan Herpes Zoster

2. Virus merusak sel atau mengganggu perkembangan sel kemudian menghilang dari

tubuh, dan virus seperti ini disebut virus sitopatik (cytopathic virus), sebagai contoh

infeksi virus HIV, infeksi hepatitis virus lain, dan sebagainya. 

3. Dapat menginfeksi jaringan tanpa menimbulkan respons inflamasi

4. Dapat berkembang biak dalam sel pejamu tanpa merusak

Mekanisme pertahanan tubuh

Respons imun nonspesifik terhadap infeksi virus

Secara jelas terlihat bahwa respons imun yang terjadi adalah timbulnya interferon dan

sel natural killler (NK) dan antibodi yang spesifik terhadap virus tersebut. Pengenalan

dan pemusnahan sel yang terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi sangat bermanfaat

bagi pejamu. Permukaan sel yang terinfeksi virus mengalami modifikasi, terutama

dalam struktur karbohidrat, menyebabkan sel menjadi target sel NK. Sel NK

mempunyai dua jenis reseptor permukaan. Reseptor pertama merupakan killer

activating receptors, yang terikat pada karbohidrat dan struktur lainnya yang

diekspresikan oleh semua sel. Reseptor lainnya adalah killer inhibitory receptors,

yang mengenali molekul MHC kelas I dan mendominasi signal dari reseptor aktivasi.

Oleh karena itu sensitivitas sel target tergantung pada ekspresi MHC kelas I. Sel yang

sensitif atau terinfeksi mempunyai MHC kelas I yang rendah, namun sel yang tidak

terinfeksi dengan molekul MHC kelas I yang normal akan terlindungi dari sel NK.

Produksi IFN-α selama infeksi virus akan mengaktivasi sel NK dan meregulasi

ekspresi MHC pada sel terdekat sehingga menjadi resisten terhadap infeksi virus. Sel

NK juga dapat berperan dalam ADCC bila antibodi terhadap protein virus terikat pada

sel yang terinfeksi.

Beberapa mekanisme utama respons nonspesifik terhadap virus, yaitu :

1. Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi IFN oleh sel-sel

terinfeksi; IFN berfungsi menghambat replikasi virus

2. Sel NK mampu membunuh virus yang berada di dalam sel, walaupun virus

menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC klas I. IFN tipe I akan

Page 10: Varicella Dan Herpes Zoster

meningkatkan kemampuan sel NK untuk memusnahkan virus yang berada di dalam

sel. Selain itu, aktivasi komplemen dan fagositosis akan menghilangkan virus yang

datang dari ekstraseluler dan sirkulasi.

Respons imun spesifik terhadap infeksi virus

Molekul antibodi dapat menetralisasi virus melalui berbagai cara. Antibodi dapat

menghambat kombinasi virus dengan reseptor pada sel, sehingga mencegah penetrasi

dan multiplikasi intraseluler, seperti pada virus influenza. Antibodi juga dapat

menghancurkan partikel virus bebas melalui aktivasi jalur klasik komplemen atau

produksi agregasi , meningkatkan fagositosis dan kematian intraseluler.

Respons imunitas seluler juga merupakan respons yang penting terutama pada infeksi

virus nonsitopatik. Respons ini melibatkan sel T sitotoksik yang bersifat protektif, sel

NK, ADCC dan interaksi dengan MHC kelas I sehingga menyebabkan kerusakan sel

jaringan. Dalam respons infeksi virus pada jaringan akan timbul IFN (IFN-a dan IFN-

b) yang akan membantu  terjadinya respons imun yang bawaan dan didapat.

Imunomodulator

Imunomodulator adalah obat yang dapat mengembalikan dan memperbaiki sistem

imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang fungsinya berlebihan

Obat golongan imunomodulator bekerja menurut 3 cara, yaitu melalui5:

- Imunorestorasi

- Imunostimulasi

- Imunosupresi

A. Imunorestorasi5

Ialah suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu dengan

memberikan berbagai komponen sistem imun, seperti immunoglobulin dalam bentuk Immune

Serum Globulin (ISG), Hyperimmune Serum Globulin (HSG), plasma, plasmapheresis,

leukopheresis, transplantasi sumsum tulang, hati dan timus.

B. Imunostimulasi5

Imunostimulasi yang disebut juga imunopotensiasi adalah cara memperbaiki fungsi sistem

Page 11: Varicella Dan Herpes Zoster

imun dengan

menggunakan bahan yang merangsang sistem tersebut. Biological Response Modifier (BRM)

adalah bahan-bahan yang dapat merubah respons imun, biasanya meningkatkan.

C. Imunosupresi5

Merupakan suatu tindakan untuk menekan respons imun. Kegunaannya di klinik terutama

pada transplantasi untuk mencegah reaksi penolakan dan pada berbagai penyakit inflamasi

yang menimbulkan kerusakan atau gejala sistemik, seperti autoimun atau auto-inflamasi

Lichenstein R. Pediatrics, Chicken Pox or Varicella , October 21, 2002.

www.emedicine .com

Harper J. Varicella (chicken pox). In : Textbook of Pediatric Dermatology, volume 1

Blackwell Science, 2000 : 336 - 39.

Mehta P N. Varicella, July 1, 2003. www.emedicine. com.\

Mc Cary M L. Varicella zoster virus. American Academy of Dermatology, Inc. 1999.

Driano A N. Zoster - pediatric, October 11, 2002. www.emedicine. com.

Sugito T L. Infeksi Virus Varicella - Zoster pada bayi dan anak. Dalam : Boediardja S

A editor. Infeksi Kulit Pada Bayi & Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta, 2003 : 17 - 33.

Hurwitz S. Herpes zoster. In : Clinical Pediatric Dermatology Texbook of skin

Disease of Childhood and Adolescence, 2nd edition, Philadelphia ; W.B. Saunders Company,

1993 : 324 - 27.

Frieden I J, Penney N S. Varicella - Zoster Infection. In : Schchner L A, Hansen R C

editor. Pediatric Dermatology, second edition, vol 2, Churchill Livingstone, Ney York ,

1995 : 1272-75.