variasi kadar caco3 terhadap pertumbuhan ...digilib.unila.ac.id/60352/20/3. skripsi full tanpa...
TRANSCRIPT
VARIASI KADAR CaCO3 TERHADAP PERTUMBUHAN FASASUPERKONDUKTOR BPSCCO-2223 MENGGUNAKAN METODE
PENCAMPURAN BASAH
(Skripsi)
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
Oleh
Ketut Putra Wijaya
i
ABSTRACT
VARIATION OF CaCO3 AGAINST THE PHASE'S GROWTH OFSUPERCONDUCTOR BPSCCO-2223 USING THE
WET MIXING METHOD
By
Ketut Putra Wijaya
Superconductor BPSCCO-2223 have been synthesized using wet-mixing methodby varying Ca levels. Synthesis was carried out by dissolving the sample usingHNO3 and aquades and then gradually drying it at temperatures of 300, 400, and600℃. The sample were calcined for 10 hours at 800℃ and sintered at 865℃ for10 hours. The results of superconductor synthesis were characterized using XRD,SEM and Meissner effect. The XRD results showed that the addition of Ca levelsaffected the purity of the superconducting phase BPSCCO-2223. In this study, theoptimum Ca content was 2,05 with a volume fraction (Fv) value of 79,98%. Whilethe lowest volume fraction is Ca 1,95 mol of 41,27%. A relatively high degree oforientation was found in the Ca sample 2,10 mol at 7,67% and the lowest in theCa 1,95 mol at 0%. SEM results show that all samples already have layersarranged (oriented) with a relatively small empty space between slabs (voids). TheMeissner-effect results showed that Ca 2,05 have a weak Meissner effect, whilethe other BPSCCO-2223 samples did not show Meissner effect in liquid nitrogen(77 K).
Keywords: BPSCCO-2223, degree of orientation, meissner effect,superconductor, volume fraction.
ii
ABSTRAK
VARIASI KADAR CaCO3 TERHADAP PERTUMBUHAN FASASUPERKONDUKTOR BPSCCO-2223 MENGGUNAKAN
METODE PENCAMPURAN BASAH
Oleh
Ketut Putra Wijaya
Telah dilakukan sintesis superkonduktor BPSCCO-2223 menggunakan metodepencampuran basah dengan memvariasikan kadar Ca. Sintesis dilakukan denganmelarutkan sampel menggunakan HNO3 dan aquades secara perlahan, kemudiandilakukan pengeringan pada suhu 300, 400, dan 600 ℃ secara bertahap. Sampeldikalsinasi selama 10 jam pada suhu 800 ℃ dan disintering pada suhu 865℃selama 10 jam. Hasil sintesis superkonduktor dikarakterisasi menggunakan XRD,SEM dan uji Meissner. Hasil XRD menunjukkan bahwa penambahan kadar Caberpengaruh terhadap tingkat kemurnian fasa superkonduktor BPSCCO-2223.Pada penelitian ini, kadar Ca yang optimum yaitu 2,05 mol dengan nilai fraksivolume (Fv) sebesar 79,98%. Sedangkan fraksi volume terendah adalah kadar Ca1,95 mol sebesar 41,27%. Derajat orientasi yang relatif tinggi terdapat pada kadarCa 2,10 mol sebesar 7,67% dan terendah terdapat pada kadar Ca 1,95 mol sebesar0%. Hasil SEM menunjukkan bahwa semua sampel telah memiliki lapisan-lapisanyang tersusun (terorientasi) dengan ruang kosong antara lempengan (void) relatifkecil. Hasil uji Meissner menunjukkan bahwa kadar Ca 2,05 mol mengalami efekMeissner lemah, sedangkan sampel BPSCCO-2223 yang lain tidak menunjukkanadanya efek Meissner dalam nitrogen cair (77 K).
Kata kunci: BPSCCO-2223, derajat orientasi, fraksi volume, superkonduktor, ujiMeissner.
VARIASI KADAR CaCO3 TERHADAP PERTUMBUHAN FASASUPERKONDUKTOR BPSCCO-2223 MENGGUNAKAN METODE
PENCAMPURAN BASAH
Oleh
KETUT PUTRA WIJAYA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh GelarSARJANA SAINS
pada
Jurusan FisikaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama lengkap Ketut Putra Wijaya, dilahirkan
di Mulyasari pada tanggal 12 Februari 1996 dari pasangan
Bapak Made Taye dan Ibu Wayan Sigati sebagai anak
kedelapan dari delapan bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 01 Mulyasari
pada tahun 2009, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 04 Negeri Agung
pada tahun 2012, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 56 Jakarta pada
tahun 2015. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa di
Universitas Lampung, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam melalui jalur SBMPTN.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi yaitu UKM Hindu
Unila sebagai Sekretaris Umum periode 2017/2018, UKM PSN Perisai Diri Unila
sebagai Kepala Departemen Pembinaan Prestasi periode 2017/2018, Planning
Management dan Inisiator Komunitas Green Active Youth (Speak in Green) tahun
2018-sekarang, Anggota Biro Danus periode 2015/2016 dan Anggota Biro KRT
periode 2016/2017 Himpunan Mahasiswa Fisika Unila dan Anggota Sahabat
Beasiswa cabang Lampung.
viii
Selain itu, penulis pernah menjadi Asisten Dosen Pendidikan Agama Hindu tahun
2017, Asisten Praktikum Fisika Dasar I tahun 2016 dan 2018, Fisika Dasar II
tahun 2018, Eksperimen Fisika tahun 2017, Optika tahun 2018, Fisika
Eksperimen ITERA tahun 2018 dan Fisika Inti tahun 2019. Penulis melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan tahun 2018 di Desa Kaur Gading,
Tanggamus, Lampung.
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) Serpong, Tangerang Selatan pada tahun 2018 dengan judul
“Analisis Struktur Kristal BaFe12O19 dengan Teknik Difraksi Neutron
Metode Rietveld Menggunakan Perangkat Lunak FullProf “.
ix
Motto
(Bhagavad Gita II.47)
karmaṇy evã dhikãras temã phaleṣu kadãcana
mã karma-phala-hetur bhūrmã te sańgo 'stv akarmaṇi
Berbuatlah hanya demi kewajibanmu, bukan hasil perbuatan itu yang kau pikirkan,jangan sekali-kali pahala jadi motifmu dalam bekerja, jangan pula hanya berdiam diri tanpa
kerja.
(Bhagavad Gita IV. 33)
Śreyãn dravya-mayãd yajñãjJñãna yajñah paramtapa
Sarvam karma khilãm pãrthaJñãne parisamãpyate
Persembahan berupa ilmu pengetahuan, wahai Arjuna, lebih mulia daripadapersembahan materi, dalam keseluruhannya semua kerja ini akan mendapatkan apa yang
diinginkan dalam ilmu pengetahuan, wahai Parta.
Memulai dengan penuh keyakinanMenjalankan dengan penuh keikhlasan
Menyelesaikan dengan penuh kebahagiaan
Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut oleh manusiaialah menundukan diri sendiri.
– Ibu Kartini
x
PERSEMBAHAN
Atas asung kerta wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa,kupersembahkan karya ini sebagai tanda cinta dan kasih sayang kepada:
“Ayah dan Ibu Tercinta”Motivator terbesar dalam hidupku, yang tak pernah berhenti mendo’akan danmenyayangiku. Terimakasih atas pengorbanan dan kesabarannya selama ini.
“Kakak-Kakakku”Sosok penyemangat, terimakasih atas nasihat dan arahannya. Semoga kelak kita
menjadi anak yang dapat membanggakan orang tua.
“Bapak dan Ibu Dosen”Terimakasih atas segala bimbingan, arahan, motivasi dan ilmu yang diberikan.
Semoga menjadi bekal untuk keberhasilanku.
“Sahabat-Sahabatku”Terimakasih telah menjadi bagian dari cerita hidupku. Terimakasih atas canda
tawanya, berbagi pengalamanya, kebersamaan serta warna yang kalian ukirdisetiap hari-hariku.
“Fisika 2015”
“Universitas Lampung”Almamater Tercinta
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Variasi Kadar CaCO3 terhadap Pertumbuhan Fasa
Superkonduktor BPSCCO-2223 Menggunakan Metode Pencampuran
Basah”. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu persyaratan
untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains dan juga melatih mahasiswa untuk
berpikir cerdas dan kreatif dalam menulis karya ilmiah.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Desember 2019
Penulis,
Ketut Putra Wijaya
xii
SANWACANA
Penulisan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan semua pihak yang tulus
membantu, membimbing dan mendo’akan. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Suprihatin, S.Si., M.Si., selaku Pembimbing I dan Pembimbing Akademik
atas kesediannya membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan selalu
meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu dan nasihatnya kepada penulis.
2. Bapak Prof. Drs. Posman Manurung, M.Si., Ph.D., selaku Pembimbing II yang
telah membimbing dan memberikan arahan serta masukan demi perbaikan
skripsi penulis.
3. Ibu Dra. Dwi Asmi, M.Si., Ph.D., selaku Pembahas yang telah memberikan
masukan dan koreksi dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Drs. Suratman, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
5. Bapak Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng., selaku Ketua Jurusan Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
6. Terimakasih kepada seluruh Dosen dan Staf Jurusan Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
xiii
7. Ayahku Made Taye dan Ibuku Wayan Sigati, terimakasih sebesar-besarnya
atas cinta dan kasih sayang yang kalian berikan selama ini. Terima kasih juga
atas do’a yang tulus yang selalu kalian panjatkan setiap harinya untuk
keberhasilanku. Terimakasih karena selalu mendukung segala sesuatu padaku
yang menurut kalian sesuatu hal yang baik.
8. Kakak-kakakku, terimakasih atas do’a dan dukungan yang selalu diberikan.
Semoga kita bisa sukses menjadi seorang anak yang mampu membanggakan
orang tua.
9. Teman-temanku satu tim penelitian Ade Setiawan dan Prastiana Tiara Pratiwi.
Terimakasih telah bersedia berbagi pendapat ketika penulis berada dalam
keadaan sulit. Terimakasih juga telah membantu dan memberikan motivasinya
kepada penulis.
10. Sahabat seperjuangan PKL Tri, Nurul, Desi dan Dinda, terimakasih sudah
memberikan semangat dan motivasinya kepada penulis.
11. Sahabat Presidium di UKM Hindu Unila Widya, Dian, dan Dharmaning.
Terimakasih telah berjalan beriringan dan merangkul satu sama lain. Semoga
kekeluargaan kita selalu terjaga selamanya.
12. Teman-teman Fisika Yogi, Yusuf, Bowo, Nanda, Dika, Jadid, Romi, Rio,
Ronal, Wahyu, Eki. Terimakasih atas kebersamaannya, semoga kita kelak
menjadi orang-orang sukses.
13. Teman-teman KKN Kebangsaan Sabar, Aini, Lili, Husna, Nove dan Asido.
Terimakasih atas kesempatannya berbagi cerita dan pengalamannya selama 1
bulan, semoga kita diberikan kesempatan bersilaturahim kembali.
xiv
14. Sahabat Rusunawa Syarif, Agin, Eman, Bagas, Poni, Ira dan Doni,
terimakasih atas bantuan, semangat dan motivasi yang diberikan kepada
penulis.
15. Teman-teman Jurusan Fisika angkatan 2015. Terimakasih kepada kalian
semua atas cerita dan kenangan yang telah kita ukir bersama. Semoga kita
semua berhasil di jalannya masing-masing.
16. Keluarga Hindu 15. Terimakasih atas kebersamaannya, nasihat dan motivasi
yang diberikan kepada penulis.
17. Almamater tercinta, Universitas Lampung. Terimakasih atas segala
pembelajaran berharga di bangku perkuliahan yang telah membuat penulis
menjadi pribadi yang lebih baik.
18. Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga atas segala bantuan, do’a, motivasi, dan dukungan menjadi yang terbaik
untuk penulis, dan kiranya semuanya diridhoi Tuhan Yang Maha Esa. Penulis
berharap kiranya skripsi ini bermanfaat bagi kita semuanya.
Bandar Lampung, Desember 2019
Penulis
Ketut Putra Wijaya
xv
DAFTAR ISI
HalamanABSTRACT .................................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v
PERNYATAAN.............................................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii
MOTTO .......................................................................................................... ix
PERSEMBAHAN........................................................................................... x
KATA PENGANTAR .................................................................................... xi
SANWACANA ............................................................................................... xii
DAFTAR ISI................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................... 1B. Rumusan Masalah................................................................ 5C. Batasan Masalah .................................................................. 6D. Tujuan Penelitian ................................................................. 6E. Manfaat Penelitian ............................................................... 7
xvi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah Superkonduktor....................................................... 8B. Karakteristik Superkonduktor ............................................. 9C. Jenis-jenis Superkonduktor.................................................. 12D. Superkonduktor Sistem BSCCO ......................................... 13E. Sintesis Superkonduktor Sistem BSCCO ............................ 17F. Doping Superkonduktor Sistem BSCCO ............................. 19G. Kalsinasi ............................................................................. 20H. Sintering............................................................................... 21I. Difraksi Sinar-X atau X-Ray Diffraction (XRD).................. 23J. Scanning Electron Microscopy (SEM) ................................. 28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian............................................... 30B. Alat dan Bahan .................................................................... 30C. Preparasi Sampel.................................................................. 31D. Karakterisasi ...................................................................... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
A. Hasil Sintesis BPSCCO-2223............................................... 36B. Identifikasi Fasa Hasil XRD ............................................... 39C. Perhitungan Fraksi Volume, Derajat Orientasi dan Impuritas ....................................................................... 41D. Hasil Uji Scanning Electron Microscopy (SEM) ................ 45E. Hasil Uji Efek Meissner ....................................................... 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan ........................................................................... 48B. Saran ..................................................................................... 49
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Hubungan antara suhu terhadap resistivitas .......................................... 9
2. Efek Meissner pada superkonduktor yang memberikan gejalapenolakan medan magnet luar.............................................................. 11
3. Fluks magnet pada jangkauan medan kritis ........................................ .. 13
4. Struktur kristal BSCCO fase: (a) 2201, (b) 2212 dan (c) 2223............. 14
5. Diagram fase superkonduktor BPSCCO ............................................... 16
6. Skematik tabung sinar-X ....................................................................... 24
7. (a) elektron penembak menumbuk elektron atom pada kulit terdalamhingga keluar dan (b) elektron atom kulit terluar mengisi kekosongandengan memancarkan sinar-X ............................................................... 25
8. Skema dasar XRD ............................................................................... .. 26
9. Difraksi Bragg ..................................................................................... .. 27
10. Diagram skematik alat SEM.............................................................. .. 28
11. Diagram alir penelitian ................................................................... .... 31
12. (a) pemanasan dengan hot plate (b) hasil pemanasan (c) hasilpengeringan (d) penggerusan pertama (e) peletisasi pertama (f)kalsinasi (g) penggerusan kedua (h) peletisasi kedua ................... .... 38
13. Sampel BPSCCO-2223 setelah disintering .................................... .... 40
14. Hasil analisis XRD dengan program PCPDFWIN 1997 padaBPSCCO-2223 ................................................................................ .... 41
15. Hasil perekaman foto SEM pada sampel ....................................... .... 46
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hasil perhitungan fasa BPSCCO-2223 pada variasi kadar Ca.............. 43
2. Fraksi volume impuritas (%) yang terbentuk dari hasil XRDpada variasi kadar Ca ...................................................................... 44
3. Hasil pengujian efek Meissner pada BPSCCO-2223 denganvariasi kadar Ca ................................................................................... .. 48
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring perkembangan teknologi, superkonduktor semakin banyak digunakan,
misalnya dalam bidang perkeretaapian yaitu kereta api super cepat di Jepang yang
dikenal dengan magnetic levitation (Maglev) yang mampu melaju dengan
kecepatan sampai 600 km/jam (Wang dan Wang, 2010). Selain maglev
penggunaan superkonduktor lainnya adalah kabel superkonduktor dengan
pendingin nitrogen untuk menggantikan kabel listrik bawah tanah yang terbuat
dari tembaga (Harsojo, 1998), generator superkonduktor bersuhu kritis tinggi
(SKST) (Barnes et al., 2005) dan di bidang medis digunakan untuk pembuatan
alat diagnosis magnetic resonance imaging (Yamamoto et al., 2015).
Superkonduktivitas didefinisikan sebagai sifat dari suatu material yang memiliki
resistivitas listrik yang menurun secara tiba-tiba hingga hampir mendekati nol
ketika material tersebut diturunkan temperaturnya hingga di bawah temperatur
ktitis (Tc). Tc adalah suhu dimana resistivitas material turun drastis menjadi nol.
Material yang memiliki sifat tersebut dinamakan superkonduktor (Smith, 1996).
Sifat khusus dari superkonduktor yaitu konduktivitas sempurna tanpa adanya
hambatan (ρ = 0), pada temperatur T ≤ Tc dan diamagnetik sempurna dengan
B = 0 pada temperatur T ≤ Tc (Tinkham, 1996).
2
Berdasarkan suhu kritisnya, superkonduktor dibagi menjadi dua yaitu
superkonduktor suhu rendah dan superkonduktor suhu tinggi (SKST).
Superkonduktor suhu rendah memiliki suhu kritis di bawah suhu nitrogen cair
(77 K) sehingga menggunakan media pendingin berupa helium cair, sedangkan
SKST yang suhu kritisnya di atas suhu nitrogen cair menggunakan media
pendingin berupa nitrogen cair (Chu et al., 1987). Berbagai penelitian, telah
menghasilkan superkonduktor temperatur tinggi atau biasa dikenal dengan SKST.
SKST pada umumnya berupa senyawa komponen jamak dan mempunyai fasa
struktur yang jamak pula (Darminto et al., 1999).
Salah satu superkonduktor SKST adalah superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O
(BSCCO). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maeda et al. (1988)
teridentifikasi bahwa superkonduktor BSCCO memiliki 3 fasa yang berbeda yaitu
fasa BSCCO-2201 (Tc~10 K), fasa BSCCO-2212 (Tc~80 K) dan fasa BSCCO-
2223 (Tc~110 K). Di antara superkonduktor berbasis bismut tersebut, fasa
BSCCO-2223 merupakan bahan superkonduktor yang telah banyak dikaji dari
aspek eksperimen. Ditinjau dari suhu kritisnya yang cukup tinggi, fasa BSCCO-
2223 sangat berpotensi untuk diaplikasikan (Chu et al., 1997). Namun, kendala
yang dihadapi dalam mendapatkan fasa 2223 murni adalah ketika mensintesis fasa
2223 masih tercampuri dengan fasa lain dan pengotor seperti Ca2PbO4 sehingga
sulit mendapatkan fasa 2223 murni (Purwati, 2002).
Superkonduktor BSCCO, umumnya disintesis dari bahan awal berupa oksida Bi,
Sr, Ca dan Cu (Cyrot dan Pavuna, 1992). Sintesis superkonduktor BSCCO dapat
dilakukan dengan metode pencampuran basah (Khafifah et al., 2011). Melalui
3
metode pencampuran basah, unsur-unsur penyusun senyawa dapat bercampur
dengan baik sehingga diperoleh senyawa dengan homogenitas tinggi (Sumadiyasa
et al, 2015). Selain metode pencampuran basah, sintesis superkonduktor BSCCO
juga dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: metode sol gel
(Fallaharani et al., 2017), metode lelehan (Marhaendrajaya, 2001) dan metode
padatan (Fauzi, 2017).
Sintesis superkonduktor ditentukan oleh komposisi awal bahan pembentuk
superkonduktor. Hal ini disebabkan karena molekul-molekul bahan pembentuk
mempunyai titik leleh yang berbeda-beda sehingga dapat menyebabkan
berkurangnya unsur-unsur tertentu pada senyawa superkonduktor
(Bi,Pb)2Sr2Ca2Cu3Ox setelah proses sintesis (Huashan Liu et al., 1999). Selain itu,
sifat dan keadaan struktur mikronya sangat dipengaruhi oleh proses pemanasan
(pengontrolan suhu dan waktu) yang merupakan parameter penting dalam sintesis
superkonduktor (Currie dan Forest, 1988).
Salah satu upaya untuk meningkatkan nilai Tc dan fraksi volume (Fv)
superkonduktor BSCCO-2223 dilakukan dengan pemberian suatu doping (Currie
dan Forest, 1988). Pemberian kadar doping merupakan salah satu faktor dalam
sintesis bahan superkonduktor yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan
dan peningkatan Fv. Doping berperan pada pembentukan superkonduktor Tc
tinggi. Hal ini dikarenakan doping dapat menggantikan atom asli di dalam
superkonduktor dengan atom doping yang ukurannya tidak jauh berbeda dengan
ukuran atom aslinya (Mizuno et al., 1988).
4
Pengaruh dari peningkatan doping Pb dapat meningkatkan pertumbuhan fasa
bahan superkonduktor BSCCO-2223 pada Fv dan derajat orientasi (P), seperti
penelitian yang dilakukan oleh Fauzi (2017) yang mensintesis superkonduktor
BSCCO-2223 dengan variasi doping Pb (Pb: 0,0; 0,1; 0,2; 0,3 dan 0,4 mol). Suhu
kalsinasi yang digunakan adalah 800°C dan suhu sintering 855°C, serta kadar Ca
yang dipakai 2,10 menggunakan metode padatan. Hasilnya menunjukkan bahwa
sampel dengan kadar doping Pb 0,4 mol mempunyai nilai Fv tertinggi yaitu
sebesar 62,06%.
Selain penambahan doping Pb, penambahan kadar Ca juga dapat mempengaruhi
pembentukan fasa dalam sistem BSCCO (Ginley et al., 2003). Penambahan kadar
Ca dalam sampel dapat meningkatkan nilai Fv BPSCCO. Afriani (2013),
mensintesis superkonduktor BPSCCO dengan variasi kadar Ca (Ca: 1,95; 2,00;
2,05 dan 2,10 mol). Suhu kalsinasi yang digunakan adalah 800°C dan suhu
sintering 840°C dengan kadar Pb 0,4 mol menggunakan metode padatan. Hasilnya
menunjukkan bahwa penambahan kadar Ca dalam sampel dapat meningkatkan
nilai Fv dan P BPSCCO-2223, ditandai dengan nilai Fv tertinggi pada sampel
dengan kadar Ca 2,10 mol sebesar 86,09%.
Selain itu, suhu dan waktu sintering juga berpengaruh terhadap tingkat kemurnian
fasa superkonduktor BPSCCO-2223. Nilai Fv akan meningkat seiring
bertambahnya suhu sintering (Surahman et al., 2019) dan berkurangnya waktu
sintering (Rahayu et al ., 2019). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Surahman et
al. (2019), menunjukkan bahwa suhu sintering 865°C mempunyai nilai Fv
tertinggi yaitu sebesar 87,20% dibandingkan dengan suhu sintering 850°C, 855°C
5
dan 860°C. Sedangkan, Rahayu et al. (2019) memvariasikan waktu sintering.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa waktu sintering selama 10 jam
mempunyai nilai Fv tertinggi yaitu sebesar 88,88% dibandingkan waktu sintering
20, 30 dan 40 jam.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dilakukan penelitian
tentang variasi CaCO3 terhadap pertumbuhan fasa superkonduktor BPSCCO-2223
menggunakan metode pencampuran basah. Variasi kadar CaCO3 yang digunakan
adalah 1,95; 2,00; 2,05 dan 2,10 mol. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kadar
CaCO3 yang relatif baik dalam pertumbuhan fasa BPSCCO-2223. Hasil yang
diperoleh dikarakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD), Scanning
Electron Microscopy (SEM) dan uji Meissner.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh variasi CaCO3 terhadap pertumbuhan fasa
superkonduktor BPSCCO-2223.
2. Bagaimana tingkat kemurnian fasa superkonduktor BPSCCO-2223 pada
variasi CaCO3 dengan menghitung Fv, P dan impuritas (I).
3. Bagaimana struktur mikro dan sifat superkonduktivititas dari superkonduktor
BPSCCO-2223.
6
C. Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Sintesis superkonduktor BPSCCO-2223 dilakukan dengan metode
pencampuran basah.
2. Variasi CaCO3 yang digunakan adalah 1,95; 2,00; 2,05 dan 2,10 mol.
3. Kalsinasi dilakukan pada suhu 800OC selama 10 jam dan sintering dilakukan
pada suhu 865OC selama 10 jam.
4. Penentuan tingkat kemurnian fasa dilakukan dengan karakterisasi XRD,
mikrostruktur dengan karakterisasi SEM dan sifat superkonduktivitas dengan
uji Meissner.
5. Analisis kuantitatif pola difraksi sinar-X hasil sintesis dilakukan dengan
program PCPDFWIN 1997.
6. Penelitian ini tidak mengkaji rapat arus kritis (Jc) dan temperatur kritis (Tc).
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh variasi CaCO3 terhadap pertumbuhan fasa
superkonduktor BPSCCO-2223.
2. Mengetahui tingkat kemurnian fasa superkonduktor BPSCCO-2223 yang
terbentuk dengan menghitung nilai Fv, P dan I.
3. Mengetahui struktur mikro dan sifat superkonduktivitas superkonduktor
BPSCCO-2223.
7
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini sebagai berikut:
1. Memberikan informasi mengenai kadar CaCO3 yang relatif baik dalam
sintesis superkonduktor fasa BPSCCO-2223.
2. Sebagai referensi ilmiah untuk penelitian lebih lanjut, terutama tentang
superkonduktor fasa BPSCCO-2223.
3. Sebagai referensi di Jurusan Fisika, khususnya bidang Material, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah Superkonduktor
Pada tahun 1911 fisikawan Belanda, Heike Kamerling Onnes menemukan dalam
risetnya, bahwa resistivitas DC dari merkuri tiba-tiba menurun drastis menuju nol
dalam kondisi sampel di bawah 4,2 K yang merupakan titik leleh dari helium cair.
Fenomena ini kemudian dinamakannya sebagai superkonduktivitas (Cyrot dan
Pavuna, 1992). Superkonduktivitas adalah sifat dari suatu material yang memiliki
resistivitas listrik yang menurun secara tiba-tiba hingga hampir mendekati nol
ketika material tersebut diturunkan temperaturnya hingga di bawah temperatur
kritis. Material yang memiliki sifat tersebut dinamakan superkonduktor (Smith,
1996).
Pada tahun 1933 Meissner dan Ochsenfeld menemukan sifat superkonduktor yang
lain yakni diamagnetik sempurna, dimana bahan superkonduktor akan menolak
medan magnet. Kemudian tahun 1987 grup peneliti dari Alabama dan Houston
menemukan bahan superkonduktor berbasis keramik YB2Cu3O7-x dengan
Tc = 92 K, lebih tinggi dari titik leleh nitrogen cair 77 K. Kemudian di awal tahun
1988, Bi- dan Ti- kuprat oksida ditemukan dengan Tc = 110 K dan 125 K. Bahan-
bahan superkonduktor ini disebut sebagai superkonduktor suhu tinggi (SKST)
(Cyrot dan Pavuna, 1992).
9
B. Karakteristik Superkonduktor
Suatu material dikatakan bersifat superkonduktor jika menunjukkan dua sifat
khusus yaitu konduktivitas sempurna tanpa adanya hambatan pada temperatur
T ≤ Tc dan diamagnetik sempurna pada temperatur T ≤ Tc yang lebih dikenal
dengan gejala efek Meissner (Tinkham, 1996).
1. Tanpa resistivitas ρ = 0 pada seluruh T ≤ Tc
Salah satu keunikan dari bahan superkonduktor adalah pada suhu tertentu
resistivitasnya nol (Pikatan, 1989). Material yang didinginkan di dalam nitrogen
cair atau helium cair, resistivitas material ini akan turun seiring dengan penurunan
suhu. Pada suhu tertentu, resistivitas material akan turun secara drastis menjadi
nol. Suhu dimana resistivitas material turun drastis menjadi nol disebut suhu kritis,
yaitu terjadinya transisi dari keadaan normal ke keadaan superkonduktor (Reitz et
al., 1993). Hubungan antara suhu dengan resistivitas terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Hubungan antara suhu terhadap resistivitas.
10
Berdasarkan Gambar 1, saat suhu T > Tc bahan dikatakan berada dalam keadaan
normal, yang artinya bahan tersebut memiliki resistivitas listrik. Keadaan normal
ini dapat berupa konduktor, penghantar yang jelek dan bahkan menjadi isolator.
Untuk suhu T ≤ Tc bahan berada dalam keadaan superkonduktor, yang artinya
bahan akan menolak medan magnet yang datang, disebabkan karena medan
magnet luar yang diberikan selalu sama besar dengan magnetisasi bahan. Hal ini
ditandai dengan resistivitasnya turun drastis menjadi nol (Pikatan, 1989).
2. Tanpa induksi magnetik di dalam superkonduktor
Suatu bahan disebut sebagai superkonduktor jika menunjukkan sifat diamagnetik,
yaitu medan magnet didalam bahan sama dengan nol jika bahan didinginkan
hingga di bawah Tc dan magnet yang diberikan tidak terlalu tinggi (Sukirman et
al., 2003). Hal ini terjadi karena fluks magnetik ditolak oleh bahan
superkonduktor, sehingga induksi magnetik menjadi nol di dalam superkonduktor.
Suhu kritis juga dapat turun dengan hadirnya medan magnet yang cukup kuat.
Kuat medan magnet yang menentukan harga Tc disebut medan magnet kritis (Hc)
(Pikatan, 1989).
Pada bahan superkonduktor umumnya London Penetration Depth () sekitar 100
nm. Setelah itu medan magnet bernilai nol. Peristiwa ini dinamakan efek Meissner
dan merupakan karakteristik dari superkonduktor. Efek Meissner adalah efek
dimana superkonduktor menghasilkan medan magnet dari dalam bahan
superkonduktor. Efek Meissner ini sangat kuat sehingga sebuah magnet dapat
melayang karena ditolak oleh superkonduktor. Medan magnet dari luar juga tidak
boleh terlalu besar. Apabila medan magnetnya terlalu besar, maka efek Meissner
11
ini akan hilang dan material akan kehilangan sifat superkonduktivitasnya (Cyrot
dan Pavuna, 1992). Efek Meissner ditunjukkan oleh Gambar 2.
Gambar 2. Efek Meissner pada superkonduktor.
Penelitian tentang efek Meissner pada superkonduktor BSCCO telah dilakukan
oleh Marhaendrajaya (2001) dengan mensintesis superkonduktor BPSCCO-2223
dengan metode lelehan. Suhu lelehan yang digunakan adalah 863°C dengan waktu
60 dan 120 jam. Hasil yang diperoleh bahwa penambahan waktu sintering
menyebabkan efek Meissner menjadi menurun. Menurut Lusiana (2013)
superkonduktor BPSCCO pada suhu sintering 845°C memiliki efek levitasi yang
lebih besar dibandingkan suhu 800, 820 dan 865°C. Sedangkan Sumadiyasa
(2007) mengamati efek Meissner pada superkonduktor Bi-2223 yang disintering
pada 860°C selama 40 jam. Hasil yang diperoleh yaitu sampel memiliki efek
Meissner yang lemah. Hal ini mengindikasikan bahwa didalam sampel telah ada
fasa superkonduktif pada suhu 77 K.
Kemudian, Susanti (2010) mengamati efek Meissner superkonduktor BSCCO-
2223 pada variasi doping Pb. Hasil yang diperoleh bahwa kedua sampel tidak
menunjukkan adanya efek Meissner, baik sampel saat ditambahan Pb pada
pencampuran awal dan penambahan Pb pada kalsinasi. Hal ini disebabkan karena
kurang tepatnya perbandingan stokiometri Bi dan Pb yang digunakan,
12
kemurniannya kurang dan kurang optimalnya waktu kalsinasi. Selain itu, Yuliati
(2010) juga mengamati efek Meissner pada superkonduktor BSCCO dengan
variasi Ag yaitu 0,5 dan 1,0. Hasil yang diperoleh bahwa sampel dengan Ag 0,5
efek Meissnernya tidak teramati, sedangkan pada sampel dengan Ag 1,0
mengalami pergeseran super magnet oleh sampel tetapi tidak sampai terangkat.
Hal ini dikarenakan adanya pengotor dalam sampel.
C. Jenis-jenis Superkonduktor
Superkonduktor dibagi menjadi dua jenis berdasarkan suhu kritis dan medan
magnet kritis. Berdasarkan suhu kritisnya superkonduktor dibagi menjadi 2, yaitu
superkonduktor suhu rendah dan superkonduktor suhu tinggi (SKST).
Superkonduktor suhu rendah merupakan superkonduktor yang memiliki suhu
kritis di bawah suhu nitrogen cair (77 K), sehingga untuk memunculkan
superkonduktivitasnya, material tersebut menggunakan helium cair sebagai
pendingin. Sedangkan superkonduktor suhu tinggi adalah superkonduktor yang
memiliki suhu kritis di atas suhu nitrogen cair dan untuk media pendinginnya
menggunakan nitrogen cair (Chu et al, 1987).
Berdasarkan medan magnet kritis, superkonduktor dibagi menjadi 2, yaitu
superkonduktor tipe I dan superkonduktor tipe II. Superkonduktor tipe I
merupakan bahan superkonduktor yang sempurna menolak medan magnet sampai
pada batas medan magnet tertentu kemudian berubah menjadi normal. Medan
magnet yang diperlukan untuk menghilangkan superkonduktivitas atau
memulihkan resistivitas normalnya disebut medan kritis (Bc).
13
Superkonduktor tipe II mempunyai dua nilai medan magnet kritis yaitu Bc1 dan
Bc2. Fluks sepenuhnya ditolak hingga Bc1, jadi di bidang yang lebih kecil dari Bc1,
superkonduktor tipe II berperilaku seperti superkonduktor tipe I di bawah Bc. Di
atas Bc1 fluks sebagian menembus ke dalam bahan sampai bidang kritis atas, Bc2
tercapai. Di atas Bc2 material kembali ke keadaan normal. Di antara Bc1 dan Bc2,
superkonduktor dikatakan dalam keadaan campuran (Cyrot dan Pavuna, 1992).
Fluks magnet pada jangkauan medan magnet kritis ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Fluks magnet pada jangkauan medan kritis.
D. Superkonduktor Sistem BSCCO
Superkonduktor BSCCO merupakan salah satu bahan SKST. Penelitian mengenai
superkonduktor sistem BSCCO telah dimulai sejak tahun 1987 dan pertama kali
diprakarsai oleh Maeda et al. (1988). Sistem BSCCO merupakan salah satu SKST
golongan superkonduktor kuprat (CuO). Bahan SKST BSCCO memiliki ciri-ciri
antara lain, suhu tinggi di atas nitrogen cair 77 K dan merupakan bahan kompleks
yang terbentuk dari prekursor Bi2O3, SrCO3, CaCO3, dan CuO. Bahan SKST
BSCCO merupakan bahan superkondukto tipe II (Cyrot dan Pavuna, 1992).
Keadaan campuranBc1 < B < Bc2
Keadaan normalB > Bc2
Keadaan MeissnerB < Bc1
14
Superkonduktor sistem BSCCO memiliki beberapa keunggulan dan keistimewaan
dibandingkan superkonduktor keramik yang lain. Hal ini dikarenakan nilai Tc
yang dimiliki relatif tinggi dan tidak mengandung unsur beracun (Siswanto, 1999).
1. Struktur kristal superkonduktor sistem BSCCO
Dalam superkonduktor BSCCO dikenal 3 fasa superkonduktif yaitu fasa 2201
( Tc ~ 10 K ), fasa 2212 ( Tc ~ 80 K ) dan fasa 2223 ( Tc ~ 110 K ) (Lehndroff,
2001). Masing-masing fasa memiliki struktur kristal yang ditunjukkan pada
Gambar 4.
(a) 2201 (b) 2212 (c) 2223
Gambar 4. Struktur kristal BSCCO fasa: (a) 2201, (b) 2212 dan (c) 2223.
Gambar 4a menunjukkan fasa BSCCO 2201 yang disusun oleh bidang
(BiO)/SrO/CuO/SrO/(BiO), dimana piramida Cu berada diantara dua bidang SrO.
BSCCO 2201 mempunyai parameter kisi a = b = 5,39 Å dan c = 24,6 Å. Bidang
15
BiO berada pada bagian ujung struktur dan atom Cu dihubungkan dengan atom
oksigen dalam struktur oktahedral. Gambar 4b adalah fasa BSCCO 2212 disusun
oleh bidang senyawa (BiO)/SrO/CuO/CaO/CuO/SrO/(BiO), dimana piramida
atom Cu dipisahkan oleh adanya bidang Ca. Struktur kristal berbentuk tetragonal
ini memiliki parameter kisi a = b = 5,4 Å dan c = 30,7 Å. Gambar 4c merupakan
struktur kristal dari Bi-2223 yang membentuk struktur orthorombik. Rantai Sr-Sr
memiliki ikatan yang paling lemah, sedangkan atom Cu(1) sebagai kation yang
paling tidak stabil memiliki tiga ikatan rantai yaitu Cu(1)-Ca, Cu(1)-O(1), dan
Cu(1)-Cu(2). Rantai ikatan Cu(1)-O(1) merupakan ikatan yang paling kuat
Atom oksigen O(3) hanya memiliki satu rantai ikatan dengan atom Bi yang
memiliki panjang ikatan 2,231 Å (Lehndroff, 2001). Hal ini terjadi karena struktur
kristalnya tidak stabil, akibat adanya derajat ketidakteraturan yang tinggi antara
lapisan bidang-bidang CuO, SrO, BiO, dan CaO. Ketidakteraturan ini terjadi
karena reaksi padat pembentukkan fasa berlangsung pada temperatur mendekati
titik leleh senyawa ( 870°C), dimana mobilitas ion penyusun sangat tinggi
(Prasuad et al., 1996).
2. Diagram fasa superkonduktor sistem BSCCO
Diagram fasa menjelaskan tentang fasa yang mungkin terbentuk pada temperatur
atau tekanan tertentu. Menurut Strobel et al. (1992) walaupun pada proses sintesis
senyawa yang diinginkan merupakan fasa dengan komposisi dan struktur tertentu,
namun hasil akhirnya akan menghadirkan beberapa fasa lain dan melibatkan
reaksi peralihan antara fasa yang berbeda. Diagram fasa superkonduktor sistem
BSCCO ditunjukkan pada Gambar 5.
16
Gambar 5. Diagram fasa superkonduktor BPSCCO (Strobel et al., 1992).
Gambar 5 merupakan diagram fasa yang menyatakan hubungan antara suhu dan
komposisi pembentukkan superkonduktor Bi1.6Pb0.4Sr2CuO6-CaCuO2. Dalam
diagram fasa tersebut terdapat tiga daerah yang terjadi pembentukkan fasa 2223,
yaitu daerah fasa Bi-2212+Bi-2223+L1, daerah fasa Bi-2212+Bi-2223 dan daerah
fasa Bi-2223+(Sr,Ca)2 CuO3+CuO. Untuk menghindari fasa impuritas seperti CuO,
(Sr,Ca)2CuO3 dan fasa yang lain, maka daerah fasa Bi-2212+Bi-2223 merupakan
daerah yang paling efektif dalam menumbuhkan fasa 2223 karena hanya
mengandung fasa 2212 dan fasa 2223. Jangkauan suhu pembentukan fasa 2223
dalam daerah tersebut sangat kecil, yaitu antara 860°C sampai dengan 876°C
(Strobel et al., 1992).
17
E. Sintesis Superkonduktor Sistem BSCCO
Superkonduktor BSCCO, umumnya disintesis dari bahan awal berupa oksida Bi,
Sr, Ca dan Cu (Cyrot dan Pavuna., 1992). Proses sintesis senyawa superkonduktor
ditentukan oleh komposisi awal bahan pembentuk superkonduktor (Huashan Liu
et al., 1999). Selain itu, sifat dan keadaan struktur mikronya sangat dipengaruhi
oleh proses pemanasan (pengontrolan suhu dan waktu) yang merupakan parameter
penting dalam sintesis superkonduktor (Currie dan Forest, 1988). Sintesis
superkonduktor BSCCO dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain:
metode sol gel (Fallaharani et al., 2017), metode lelehan (Marhaendrajaya, 2001),
metode padatan (Fauzi, 2017), dan metode pencampuran basah (Rohmawati dan
Darminto, 2012).
Metode sol-gel umumnya menggunakan senyawa ligan ethylenediaminetetraacetit
acid (EDTA) yang dapat membantu mengikat logam. Sedangkan bahan-bahan
dasarnya digunakan garam nitrat, seperti Bi(NO3)3, Pb(NO3)2, Sb(NO3)2,
Ca(NO3)2, Sr(NO3)2, dan Cu(NO3)2. Semua bahan dilarutkan dalam larutan asam
nitrat dalam air (50 ml 0,1 M HNO3) dan dipanaskan pada suhu 50°C sampai
berwarna biru muda. Kemudian EDTA dengan perbandingan molar EDTA
terhadap logam total ion 1 : 1 dilarutkan dalam amonium hidroksida sebagai zat
pengikat. Setelah itu, larutan dipanaskan pada suhu 80°C. Nilai pH larutan antara
6 dan 7. Pengikatan EDTA dengan ion logam tergantung pada pH larutan. Etilena
glikol (EG) sebagai agen polimerisasi, dengan perbandingan molar EG ke ion
logam total 3,5 : 1 disuntikkan ke dalam larutan, sehingga diperoleh larutan biru
gelap. Larutan ini dipanaskan pada suhu 120°C untuk mendapatkan viskositas
18
yang tepat setelah 10 jam. Selanjutnya gel didekomposisi pada suhu 300°C hingga
didapat aglomerat-aglomerat yang lunak dan berpori. Langkah selanjutnya. serbuk
dikalsinasi pada suhu 800 – 830°C. Setelah kalsinasi, serbuk dihaluskan dan
dicetak menjadi pelet di bawah tekanan 5 ton/cm2. Pelet disintering pada suhu
antara 840°C dan 860°C selama 100 jam (Fallaharani et al., 2017).
Metode lelehan menggunakan bahan-bahan oksida penyusun BSCCO-2223
seperti Bi2O3, SrCO3, CaCO3 , CuO, dan doping PbO. Bahan-bahan tersebut
dicampur dengan aquades dan HNO3 sebagai pelarut. Apabila seluruh bahan telah
terlarut, dilakukan pengeringan sehingga didapatkan aglomerat-aglomerat. Setelah
itu dilakukan kalsinasi dan penggerusan. Proses dilanjutkan dengan kompaksi dan
sintering. Pada proses sinteringlah dilakukan pelelehan bahan BSCCO, yaitu
padasuhu sekitar 863°C selama beberapa menit. Kemudian proses dilanjutkan
dengan pemanasan sesuai dengan diagram fasa agar terbentuk BSCCO-2223
(Marhaendrajaya, 2001).
Sintesis BSCCO-2223 metode padatan menggunakan bahan-bahan oksida dan
karbonat penyusun BSCCO-2223 seperti Bi2O3, SrCO3, CaCO3, CuO, dan doping
PbO. Unsur-unsur tersebut dicampurkan sesuai dengan stoikiometri yang
diinginkan. Selanjutnya dilakukan pengadukan, penggerusan dan kompaksi.
Proses dilanjutkan dengan kalsinasi, penggerusan kembali, kompaksi, dan
sintering sesuai dengan diagram fasa. Apabila dibandingkan dengan proses-proses
sintesis yang lainnya, maka proses sintesis BSCCO-2223 dengan metode padatan
merupakan metode yang relatif mudah, dan murah (Fauzi, 2017).
19
Metode pencampuran basah dilakukan dengan penambahan HNO3 (asam nitrat)
sebagai digest agent dan aquades secara perlahan sampai semua bahan terlarut dan
berwarna biru jernih. Proses selanjutnya dipanaskan dengan hot plate dengan suhu
70oC selama 24 jam sampai larutan menjadi mengerak. Setelah itu, bahan
dikalsinasi dan sintering. Senyawa HNO3 dengan solubilitas yang tinggi
diharapkan dapat berfungsi sebagai digest agent yang baik, sehingga ikatan yang
terjadi bukan ikatan antar atom, tetapi ikatan antar ion (Pradhana et al., 2016).
F. Doping Superkonduktor Sistem BSCCO
Berbagai upaya untuk meningkatkan nilai Tc dan Fv superkonduktor BSCCO
telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya adalah:
1. Han et al. (1990) mensintesis superkonduktor sistem BSCCO menggunakan
doping Ce, sehingga terbentuk sistem superkonduktor Bi2Sr2Ca1-xCexCu2Oy.
Doping Ce pada superkonduktor sistem BSCCO dimaksudkan untuk
memberikan doping pada Ca, dimana Ce4+ dan Ca2+.
2. Santosa et al. (2015) mensintesis superkonduktor BSCCO-2223 dengan kadar
doping Pb rendah. Variasi kadar Pb yang digunakan 0,00; 0,02; 0,04; 0,06;
0,08 dan 0,10. Hasil yang diperoleh bahwa doping Pb dengan molaritas 0,06
memiliki Tc tertinggi yaitu sebesar 57,7 K .
3. Imaduddin et al. (2014) mensintesis superkonduktor BSCCO dengan doping
Pb 0,4. Hasil yang diperoleh bahwa terbentuk BPSCCO-2212 dengan Tc
sebesar 79 K.
4. Sihombing dan Nurhayati (2017) mensintesis superkonduktor dengan doping
Mg. Variasi Mg yang digunakan 0,1 dan 0,2 gr. Hasil yang diperoleh bahwa
20
fasa 2212 dan 2223 memiliki Fv tertinggi pada Mg 0,1 gr yaitu sebesar 30,6%
(fasa 2212) dan 68,5%(fasa 2223).
5. Sumadiyasa (2007) mensintesis superkonduktor BSCCO dengan
menggantikan Ca dengan Nd. Hasil yang diperoleh menunjukkan fasa 2212
dan fasa 2223 dengan Tc sebesar 80 – 107 K serta Fv yang diperoleh kurang
dari 45%.
6. Ali et al. (2017) mensintesis superkonduktor BPSCCO-2223 menggunakan
doping Fe. Variasi kadar Fe yang digunakan adalah 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan
0,10. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa Fe 0,0 (tanpa doping Fe)
mempunyai nilai Tc dan Fv tertinggi yaitu berturut-turut sebesar 98 K dan
78,46%.
7. Yuliati (2010) mensintesis superkonduktor BPSCCO dengan doping Ag.
Variasi Ag yang digunakan 0,5 dan 1,0 mol. Hasil yang diperoleh bahwa Ag
1,0 mempunyai nilai Tc tertinggi yaitu sebesar 108 K dengan fasa yang
terbentuk yaitu fasa 2223.
8. Handayani (2013) mensintesis superkonduktor BSCCO-2223 dengan variasi
kadar Ca. Variasi Ca yang digunakan 1,95; 2,00; 2,05 dan 2,10. Hasilnya
menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar dari Ca, maka semakin tinggi juga
nilai Fv. Kadar Ca 2,10 mol pada superkonduktor BSCCO-2223
menghasilkan Fv yang relatif paling tinggi yaitu sebesar 78,17%.
G. Kalsinasi
Salah satu pendekatan yang digunakan untuk transformasi fasa adalah kalsinasi.
Kalsinasi yaitu pemanasan pada temperatur tinggi, tetapi masih berada di bawah
titik leleh. Tujuan kalsinasi untuk membuang komposisi yang tidak dibutuhkan,
21
seperti air (H2O), air kristal (dalam bentuk OH) dan gas (CO2) sehingga
menghasilkan bahan dalam bentuk oksida (Pujaatmaka dan Qadratillah, 1995).
Selain menghilangkan zat-zat yang tidak diperlukan, kalsinasi juga mempengaruhi
Fv dalam sintesis superkonduktor BSCCO. Nilai Fv akan semakin besar dengan
kenaikan suhu dan waktu tahan kalsinasi (Khafifah et al., 2011). Kalsinasi yang
tidak sempurna mengakibatkan sampel menggelembung. Beberapa faktor yang
mempengaruhi kalsinasi, yaitu suhu pemanasan, waktu penahanan suhu dan
kecepatan pendinginan (Suryawan, 2008).
Menurut James (1988) selama kalsinasi terjadi peristiwa pelepasan H2O dan OH
yang berlangsung sekitar suhu 100°C hingga 300°C. Setelah itu terjadi pelepasan
gas-gas seperti CO2 yang berlangsung pada suhu 600°C dan pada tahap ini disertai
terjadinya pengurangan berat yang cukup berarti. Pada suhu lebih tinggi, sekitar
800°C struktur kristalnya sudah terbentuk, dimana pada kondisi ini ikatan diantara
partikel serbuk belum kuat dan mudah lepas.
H. Sintering
Sintering merupakan pembakaran (pemanasan pada temperatur tinggi) yang
secara umum menurunkan energi bebas disertai perubahan dimensional. Sintering
bertujuan untuk mengubah bentuk partikel-partikel kecil atau kelompok-kelompok
kecil yang seragam, sehingga membentuk ikatan yang kuat dan keras. Suhu
sintering biasanya dilakukan di bawah titik leleh bahan dasarnya (Van Vlack,
1989).
22
Sintering berpengaruh cukup besar pada pembentukan fasa kristal bahan. Fraksi
fasa yang terbentuk umumnya bergantung pada waktu dan suhu sintering.
Semakin besar suhu sintering dimungkinkan semakin cepat proses pembentukan
kristal tersebut, sedangkan sintering yang cukup akan menyebabkan partikel halus
menjadi lebih padat (Van Vlack, 1989). Sintering memerlukan suhu tinggi agar
butiran-butiran partikel saling mendekat sehingga menyebabkan transformasi
padatan berpori menjadi padat (Ristic, 1989).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sintering adalah ukuran butir, suhu dan waktu
pembakaran serta tekanan (Van Vlack, 1989). Pada proses ini terjadi perubahan
struktur mikro, seperti perubahan ukuran pori, pertumbuhan butir (grain growth),
peningkatan densitas, dan penyusutan massa (Ristic, 1989). Tinggi rendahnya
suhu juga berpengaruh pada bentuk, ukuran dan struktur pertumbuhan kristal (Van
Vlack, 1989).
Suhu sintesis superkonduktor Bi-2223 yang kurang optimal menyebabkan
terbentuk impuritas, sehingga kemurnian sampel rendah. Dengan demikian,
parameter suhu sintering yang semakin tinggi sampai pada batas optimum akan
diperoleh pembentukkan fasa Bi-2223 dengan kemurnian yang lebih baik
(Reviana, 2014). Semakin tinggi suhu sintering yang digunakan maka diperoleh
Fv yang semakin tinggi (Khafifah et al., 2011). Penelitian Surahman et al. (2019)
dan Lusiana (2013) menunjukkan bahwa pembentukan superkonduktor BSCCO-
2223 terjadi pada suhu 865°C. Sedangkan, penelitian Susanti (2010) menunjukkan
pembentukan superkonduktor BSCCO-2223 sangat pendek, yaitu berkisar antara
835°C sampai 857°C.
23
Selain suhu sintering, pertumbuhan fasa 2223 akan meningkat sejalan dengan
lamanya waktu sintering. Hal ini mengidentifikasikan bahwa pertumbuhan fasa
2223 telah berlangsung (Gunawan et al., 1996). Namun, dipihak lain, peningkatan
waktu sintering mengurangi porositas bahan, meningkatkan konektivitas antar
grain, dan kristal yang terbentuk semakin lebih terorientasi sumbu c yang
memberikan peluang meningkatnya nilai rapat arus Jc (Nurmalita dan Evi Yufita,
2016).
I. Difraksi Sinar-X atau X-Ray Diffraction (XRD)
XRD adalah metode karakterisasi yang digunakan untuk mengetahui senyawa
kristal yang terbentuk. Apabila dalam analisis ini pola difraksi unsur diketahui,
maka unsur tersebut dapat diketahui. Penyebab utama yang menghasilkan bentuk
pola-pola difraksi serbuk tersebut, yaitu ukuran dan bentuk dari setiap selnya serta
nomor atom dan posisi atom-atom didalam sel. Difraksi sinar-X dalam
menganalisis padatan kristalin memegang peranan penting untuk meneliti
parameter kisi dan tipe struktur. Selain itu, dimanfaatkan juga untuk mempelajari
cacat pada kristal individu dengan mendeteksi perbedaan intensitas difraksi di
daerah kristal dekat dislokasi dan daerah kristal yang mendekati kesempurnaan
(Smallman dan Bishop, 1999).
Metode XRD berdasarkan sifat difraksi sinar-X, yaitu sinar-X terjadi jika suatu
bahan ditembakan dengan elektron yang memiliki kecepatan dan tegangan tinggi
dalam tabung vakum. Elektron-elektron dipercepat yang berasal dari filament
(katoda) menumbuk target (anoda) yang berada dalam tabung sinar-X sehingga
24
elektron-elektron tersebut mengalami perlambatan (Cullity, 1978). Skema tabung
sinar-X ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Skema tabung sinar-X.
Radiasi yang dipancarkan oleh sinar-X terbagi menjadi dua komponen, yaitu
spektrum kontinu dan spektrum garis. Spektrum kontinu mempunyai rentang
panjang gelombang yang lebar, sedangkan spektrum garis merupakan
karakteristik dari logam yang ditembak. Spektrum sinar-X kontinu dihasilkan dari
peristiwa bremsstrahlung. Pada saat elektron menumbuk logam, elektron dari
katoda (elektron datang) menembus kulit atom dan mendekati kulit inti atom.
Pada saat mendekati inti atom, elektron ditarik mendekati inti atom yang
bermuatan positif, sehingga lintasan elektron berbelok dan kecepatan elektron
berkurang atau diperlambat. Karena perlambatan ini, maka energi elektron
berkurang. Energi yang hilang ini dipancarkan dalam bentuk sinar-X. Proses
inilah yang dikenal dengan proses bremsstrahlung.
Spektrum karakteristik terjadi apabila elektron terakselerasi mempunyai cukup
energi untuk mengeluarkan satu elektron dalam kulitnya. Misalnya level 1s
25
kosong, kemudian akan diisi dengan elektron lain yang berasal dari level energi
yang lebih tinggi. Pada waktu transisi, terjadi emisi radiasi sinar-X. Apabila
elektron mengalami transisi dari kulit yang berdekatan misalnya dari kulit L ke
kulit K maka radiasi emisi ini disebut radiasi K sedangkan elektron mengalami
transisi dari kulit M ke kulit K maka radiasi emisinya disebut K. Gambar
spektrum karakteristik ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. (a) elektron penembak menumbuk elektron atom pada kulit terdalamhingga keluar dan (b) elektron atom kulit terluar mengisi kekosongandengan memancarkan sinar-X.
Rancangan spektrometer sinar-X didasarkan atas analisis Bragg. Seberkas sinar-X
terarah jatuh pada kristal dengan sudut dan sebuah detektor diletakkan untuk
mencatat sinar yang sudut hamburannya sebesar . Ketika diubah, detektor akan
mencatat puncak intensitas yang bersesuaian dengan orde n yang divisualisasikan
dalam difraktogram. Jika sinar-X mengenai suatu bahan, maka intensitas sinar
yang ditransmisikan akan lebih rendah dibandingkan dengan intensitas sinar yang
datang, karena terjadi penyerapan oleh bahan dan penghamburan atom-atom
dalam bahan tersebut. Berkas difraksi diperoleh dari berkas sinar-X yang saling
26
menguatkan karena mempunyai fase yang sama. Untuk berkas sinar-X yang
mempunyai fase berlawanan maka akan saling menghilangkan. Syarat yang harus
dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan merupakan berkas difraksi maka
dapat dilakukan perhitungan secara matematis sesuai dengan hukum Bragg
(Smallman dan Bishop, 1999). Gambar skema dasar XRD ditunjukkan oleh
Gambar 8.
Gambar 8. Skema mesin XRD.
Menurut Bragg, berkas yang terdifraksi oleh kristal terjadi jika pemantulan oleh
bidang sejajar atom menghasilkan interferensi konstruktif. Pemantulan sinar-X
oleh sekelompok bidang paralel dalam kristal pada hakekatnya merupakan
gambaran dari difraksi atom-atom kristal. Difraksi atom-atom kristal sebagai
pantulan sinar-X oleh sekelompok bidang-bidang paralel dalam kristal seperti
terlihat pada Gambar 9. Arah difraksi sangat ditentukan oleh geometri kisi, yang
bergantung pada orientasi dan jarak antar bidang kristal.
27
Gambar 9. Skema difraksi sinar-X bila mengenai bahan kristal (Cullity, 1978)
Gambar 9 menunjukkan seberkas sinar mengenai atom K pada bidang pertama
dan L pada bidang berikutnya. Jarak antara bidang K dengan bidang L adalah d,
sedangkan adalah sudut difraksi. Berkas-berkas tersebut mempunyai panjang
gelombang , dan jatuh pada bidang kristal dengan jarak d dan sudut . Agar
mengalami interferensi konstruktif, kedua berkas tersebut harus memiliki beda
jarak n. Sedangkan beda jarak lintasan kedua berkas adalah 2d sin . Interferensi
konstruktif terjadi jika beda jalan sinar adalah kelipatan bulat panjang gelombang
, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:
n ML LN (2.1)
denganML LN
sinKL KL
(2.2)
KL d (2.3)
ML LN d sin (2.4) (2.4)
sehingga,
n dsin dsin (2.5) (2.5)
28
2n dsin (2.6) (2.6)
Pernyataan ini adalah hukum Bragg. Pemantulan Bragg dapat terjadi jika λ≤ 2d,
karena itu tidak dapat menggunakan cahaya kasat mata, dengan n adalah bilangan
bulat = 1,2,3, ... (Cullity, 1978).
J. Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM adalah alat untuk menganalisis struktur mikro dan morfologi pada bidang
material sains, kedokteran, dan biologi. SEM dapat membentuk bayangan
permukaan spesimen secara mikroskopik. SEM mempunyai daya pisah sekitar 0,5
nm dengan perbesaran maksimum sekitar 500.000 kali (Gabriel, 1985). Pada
prinsipnya, SEM terdiri dari beberapa komponen, yaitu sumber elektron (electron
gun), sistem lensa, sistem deteksi, sistem scanning, dan sistem vacuum. Skematik
alat SEM ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Diagram skematik alat SEM.
29
Pada Gambar 10, elektron yang dihasilkan oleh SEM berasal dari sumber elektron,
dimana pancaran dari elektron tersebut diteruskan ke anoda. Pada proses ini
elektron mengalami penyearahan menuju titik fokus. Anoda berfungsi membatasi
pancaran elektron yang memiliki sudut hambur yang terlalu besar. Berkas elektron
yang telah melewati anoda diteruskan menuju lensa magnetik, sirkuit pemindaian
dan akhirnya menembak spesimen. Adapun yang berasal dari filamen katoda
ditembakkan menuju sampel. Berkas elektron tersebut kemudian difokuskan oleh
lensa magnetik sebelum sampai pada permukaan sampel. Lensa magnetik
memiliki lensa kondenser yang berfungsi memfokuskan sinar elektron. Berkas
elektron kemudian menghasilkan elektron terhambur balik dan elektron sekunder
menuju sampel, dimana elektron sekunder akan terhubung dengan penguat yang
kemudian dihasilkan gambar pada monitor.
Teknik SEM pada dasarnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan data
atau tampilan yang diperoleh dari permukaan atau lapisan setebal 20 m yang
merupakan gambar topografi dari penangkapan elektron sekunder yang
dipancarkan oleh spesimen. SEM dapat digunakan untuk mengetahui informasi
mengenai:
1. Topografi, yaitu ciri-ciri permukaan dan teksturnya (kekerasan, sifat
memantulkan cahaya, dan sebagainya).
2. Morfologi, yaitu bentuk dan ukuran dari partikel penyusun.
3. Kristalografi, yaitu informasi mengenai bagaimana susunan dari butir-butir di
dalam sampel yang diamati (konduktivitas, sifat elektrik, kekuatan, dan
sebagainya) (Reed, 2005).
31
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2019 di Laboratorium
Fisika Material FMIPA Universitas Lampung, Laboratorium Analitik dan
Instrumentasi Kimia FMIPA Universitas Lampung, SMK-SMTI 1 Bandar
Lampung, Laboratorium Forensik Polda Sumatera Selatan, Universitas Negeri
Padang (UNP) dan Balai Inseminasi Buatan Lampung Tengah.
B. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari: neraca sartorius digital
dengan ketelitian 0,1 mg, gelas kimia, spatula, mortar pestle, cetakan sampel
(die), furnace, alat pressing, crucible, termometer, XRD tipe X’Pert Powder
Diffractometer dan SEM tipe Vega 3 Tescan. Sedangkan bahan dasar yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan oksida dan karbonat dengan
tingkat kemurnian yang tinggi yaitu: Bi2O3 (99,9 %) dari Strem Chemical, PbO
(99,9 %) dari Aldrich, SrCO3 (99,9 %) dari Strem Chemical, CaCO3 (99,95 %)
dari Strem Chemical, dan CuO (99,999 %) dari Merck, HNO3, nitrogen cair dan
aquades.
31
C. Preparasi Sampel
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pencampuran basah
yang terdiri dari pelarutan, peletisasi dan pemanasan (kalsinasi dan sintering).
Diagram alir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 11.
Gambar 11. Diagram alir penelitian
32
1. Penimbangan
Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu ditimbang sesuai
dengan takaran yang telah ditentukan. Semua bahan yang telah ditimbang
ditempatkan pada wadah tersendiri.
2. Pelarutan
Setelah ditimbang, bahan dicampur dan dilarutkan dengan HNO3 dan aquades.
Pelarutan bertujuan agar bahan memiliki homogenitas yang tinggi dengan bahan
yang lain dan tercampur dengan maksimal.
3. Pemanasan
Setelah bahan larut, kemudian dilakukan pemanasan menggunakan hot plate pada
suhu 70°C pada pH 1 sampai bahan menjadi kering. Pemanasan ini bertujuan
untuk menguapkan bahan pelarut.
4. Pengeringan
Setelah dilakukan pemanasan, kemudian dilakukan pengeringan secara bertahap
pada suhu 300°C dengan laju kenaikan suhu 29,5 °C/menit hingga suhu ruang
mencapai 300°C dengan waktu tahan selama 5 jam , 400°C dengan laju kenaikan
suhu 20 °C/menit dari suhu 300°C - 400°C dengan waktu tahan selama 10 jam,
dan 600°C dengan laju kenaikan suhu 13,3 °C/menit dari suhu 400°C - 600°C
dengan waktu tahan selama 20 jam sampai bahan benar-benar kering.
33
5. Penggerusan
Setelah sampel dikeringkan dalam tungku, sampel kemudian digerus dengan
mortar dan pestle selama ±10 jam secara bertahap sampai bahan terasa halus.
Tujuan dari penggerusan selain membuat bahan superkonduktor menjadi semakin
halus, juga diharapkan lebih meningkatkan homogenitas bahan. Dengan bahan
yang halus dan homogen akan terjadi peningkatan efektivitas reaksi padatan yang
membentuk benih-benih senyawa (prekursor).
6. Peletisasi
Metode pencampuran basah bahan superkonduktor BPSCCO-2223 akan lebih
mudah berlangsung jika bahan berukuran kecil dan jaraknya relatif berdekatan
satu dengan yang lain. Dengan demikian agar reaksi padatan lebih optimal, maka
dilakukan peletisasi yaitu proses pemadatan serbuk sehingga tercetak dalam
bentuk lingkaran dengan ukuran tertentu. Pada penelitian ini, peletisasi dilakukan
menggunakan alat pencetakan dengan tekanan 8 ton.
7. Kalsinasi
Bahan yang sudah berbentuk pelet dikalsinasi pada suhu 800°C selama 10 jam
dengan laju kenaikan suhu 15,8 °C/menit hingga suhu ruang mencapai 800°C.
Setelah dikalsinasi, sampel digerus selama ± 10 jam dan dipeletisasi kembali.
Tujuan kalsinasi adalah membentuk senyawa prekursor untuk BPSCCO-2223.
8. Sintering
Sampel hasil kalsinasi belum sempurna, karena adanya porositas, penangkapan
gas sekitar, dan kecilnya luas permukaan kontak. Untuk menghasilkan komposisi
34
dengan fasa tertentu, sampel dipanaskan pada temperatur tertentu yang dikenal
sebagai sintering. Sampel disintering pada suhu 865°C selama 10 jam dengan laju
kenaikan suhu 15,72 °C/menit hingga suhu ruang mencapai 865°C. Suhu sintering
ini akan meningkatkan jumlah fraksi volume dan ukuran kristal. Selama sintering,
gaya kohesi antar partikel-partikel penyusun meningkat dan terjadi pemadatan
yang ditandai dengan berkurangnya porositas.
D. Karakterisasi
Sampel yang telah disintesis kemudian dikarakterisasi menggunakan XRD, SEM
dan Meissner.
1. Difraksi Sinar-X atau X-Ray Diffraction (XRD)
Karakterisasi menggunakan XRD bertujuan untuk mengetahui fasa yang terbentuk
pada sampel, serta menganalisis kemurnian fasa (fraksi volume, derajat orientasi,
dan impuritas). Pola difraksi sampel diperoleh dengan menembak sampel
menggunakan sumber sinar-X dari Cu-K yang mempunyai panjang gelombang
1,54 Å. Data diambil dalam rentang 2θ = 10.0131° sampai 99.9731°, dengan
modus pemindaian kontinu dan ukuran langkah sebesar 2θ = 0.0260 serta waktu
7.1400 detik per tahap. Spektrum XRD terlihat adanya puncak-puncak intensitas
yang terdeteksi tiap sudut difraksi 2θ (Cullity, 1978).
Analisis data XRD dilakukan menggunakan program PCPDFWIN 1997.
Kemudian tingkat kemurnian fasa Bi-2223 yang terbentuk dihitung menggunakan
persamaan (3.1) sampai (3.3) dengan mengasumsikan bahwa yang terbentuk
100% krital.
35
(2223)
( )
100%total
IFv
I
(3.1)
(00 )
(2223)
100%lIP
I
(3.2)
100%I Fv (3.3)
Dengan Fv, P dan I berturut-turut adalah fraksi volume fasa BSCCO-2223, derajat
orientasi dan impuritas. Sedangkan I(total), I(2223) dan I(00l) berturut-turut adalah
intensitas total, intensitas fasa 2223 dan intensitas fasa h = k = 0 ; l bilangan
genap.
2. Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM digunakan untuk menganalisis struktur mikro dari bahan superkonduktor.
Hal ini dilakukan untuk melihat bentuk butir sampel. Bahan superkonduktor
memiliki konduktivitas yang cukup besar, maka sampel tersebut tidak perlu
dilapisi dengan emas (Au) ataupun karbon (C), tetapi cukup menempelkan sampel
tersebut pada pemegang sampel dengan pasta perak.
3. Efek Meissner
Untuk mengetahui keberhasilan sampel yang dibuat, maka cara yang paling
mudah adalah dengan uji efek Meissner. Sampel superkonduktor diberi nitrogen
cair secukupnya, lalu sepotong magnet kecil diletakkan di atasnya. Efek Meissner
dapat diamati dengan ada atau tidaknya levitasi (pengangkatan atau penolakan
magnet). Pada bahan SKST penolakan fluks magnetik terjadi jika bahan berada
dalam keadaan Meissner. Jadi sampel superkonduktor suhu tinggi seharusnya bisa
mengangkat magnet kecil tersebut (Marhaendrajaya, 2001).
50
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Penambahan kadar Ca berpengaruh terhadap tingkat kemurnian fasa
superkonduktor BPSCCO-2223. Pada penelitian ini, kadar Ca yang optimum
yaitu Ca 2,05 mol dengan nilai fraksi volume (Fv) sebesar 79,98%.
2. Berdasarkan hasil SEM, semua sampel superkonduktor BPSCCO-2223 telah
terorientasi serta ruang kosong antar lempengan (void) juga relatif lebih
sedikit. Sampel yang memiliki nilai derajat orientasi terbesar yaitu pada kadar
Ca 2,10 mol sebesar 7,67% dan mempunyai struktur kristal yang lebih baik.
3. Berdasarkan hasil uji-Meissner, sampel BPSCCO-2223/Ca 2,05 mol
mengalami efek Meissner lemah, hal ini dapat dilihat bahwa terjadi
pergeseran magnet oleh sampel tetapi magnet tidak sampai terangkat.
Sedangkan sampel BPSCCO-2223 (Ca 1,95; 2,00 dan 2,10 mol) tidak
menunjukkan adanya efek Meissner dalam nitrogen cair (77 K).
49
B. Saran
Untuk mendapatkan bahan superkonduktor BPSCCO-2223 dengan tingkat
kemurnian fasa yang lebih baik, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
menggunakan kadar Ca 2,05 mol dengan variasi waktu sintering.
DAFTAR PUSTAKA
Afriani, F. 2013. Variasi kadar CaCO3 dalam pembentukkan fase superkonduktorBSCCO-2223 dengan doping Pb (BPSCCO-2223). Skripsi. UniversitasLampung. Bandar Lampung.
Ali, S. M., Hashim, A., Senawi, S. A., Kasim, A., Razali, W. A. W., Mohamed,R., dan Lothfy, F. A. 2017. The effects of Fe-doping on mechanicalproperties in Bi1,6Pb0,4Sr2Ca2Cu3-xFexOy superconductor. MalaysianJournal of Analytical Sciences. Vol. 22. No. 3. Pp. 477- 482.
Barnes, P. N., Sumption, M. D., dan Rhoads, G. L. 2005. Review of high powerdensity superconducting generator: preset state and prospect forincorporating of YBCO windings. Journal Cryogenics. Vol. 45. Pp. 670-686.
Chen, F. H., Koo, H. S., Tseng, T. Y. 1991. Effect of Ca2PbO4 additions on theformation of the 110 K phase in Bi-Pb-Sr-Ca-Cu-O superconductingceramics. Journal Applied Physics. Pp. 637-642.
Chu, C. W., Wu, M. K., Ashburn, J. R., Torng, C. J., Hor, P. H., Meng R. L.,Gao, L., Huang, Z. J., dan Wang, Y. Q. 1987. Superconductivity at 93 k ina new mixed-phase Y-Ba-Cu-O compound system at ambient pressure.Physical Review Letters. Vol. 58, No. 9. Pp. 908-910.
Chu, S. dan McHenry, M. E. 1997. Growth and characterization of(Bi,Pb)2Sr2CaCu3Ox single crystal. Journal of Materials Research. Vol.13. No. 3. Pp. 589-595.
Cullity, B. D. 1978. Element of X-Ray Diffraction: Second Edition. Addison-Wesley Publishing Company, Inc. Philippines.
Currie, D. B. dan Forest, A. M. 1988. Crystal structure and hight Tcsuperconductor in the system Gd1Ba2-xSrxCu3O7-x. Solid StateComunications. Vol. 66. No. 7. Pp. 715-718.
Cyrot, M. dan Pavuna. D. 1992. Introduction to Superconductivity and High-TcMaterial. World Scientific Publishing. London.
Darminto, Nugroho, A. A., Rusyadi, A., Menovsky, A. A., dan Loeksmanto, W.1999. Variasi tekanan oksigen dalam penumbuhan kristal tunggalsuperkonduktor Bi2Sr2CaCu2O8+δ dan pengaruhnya. PROC. ITB. Vol. 31.No. 3. Pp. 121-127.
Diantoro, M. 1997. Studi kinetika pembentukan superkonduktor sistemBi1,6Pb0,4Sr2Ca2Cu3O10+ (2223) melalui prekursor fase (Bi,Pb)-2212.Tesis. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Fallaharani, H., Baghshahi, S., Sedghi, A., Stornaiuolo, D., Tafuri, F., Massarotti,D., dan Riahi-Noori, N. 2017. The influence of head treatment on themicrostructure, flux pinning and magnetic properties of bulk BSCCOsamples prepared by sol gel route. Ceramic International. Vol. 128. No.12. Pp. 5209-5218.
Fauzi, R. M. 2017. Pertumbuhan fase bahan superkonduktor Bi-2223 denganvariasi doping Pb (BPSCCO-2223) pada kadar Ca = 2.10 dan suhusintering 855oC. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Gabriel, B. L. 1985. SEM: A User Manual of Material Science. American Societyfor Metal. Amerika Serikat.
Ginley, D. S. dan Cardwell, D. A. 2003. Handbook of Superconducting Materials.IOP Publishing. London.
Gunawan., Parikin., Prasuad, W. 1996. Penelitian pengaruh waktu sinteringterhadap pertumbuhan fasa 2223 superkonduktor Bi-Pb-Sr-Ca-Cu-Odengan metode rietveld. Prosiding Pertemuan dan Presentasi IlmiahPPNY-BATAN Yogyakarta. Pp. 127-132.
Han, T. S., Sawa, A., Uwe, H., dan Sakudo, T. 1990. Superconductivity inBi2Sr2Ca1-xCexCu2Oy. Advances in Superconductivity II. Pp. 207-210.
Handayani, H. 2013. Sintesis bahan superkonduktor BSCCO-2223 tanpa dopingPb pada berbagai kadar CaCO3. Skripsi. Universitas Lampung. BandarLampung.
Harsojo. 1998. Kawat superkonduktor YBCO dengan Yttrium lokal. Jurnal FisikaIndonesia. Vol. 11. No. 6. Pp. 61-68.
Huashan, L., Libin, L., Hao, Y., Yuelan. Z., dan Zhanpeng, J. 1999. Optimizatianof the composition for synthesizing the high-Tc phase in Bi(Pb)SrCaCuOsystem. Journal of Materials Science. Vol. 34. Pp. 4329-4332.
Imaduddin, A., Yudanto, S. D., Siswayanti, B., dan Hendrik. 2014. Pergeseransuhu kritis superkonduktor Bi-Pb-Sr-Ca-Cu-O pada medan magnet tinggi.Majalah Metalurgi, Vol. 29. No. 3. Pp. 229-234.
James, S. R. 1988. Introduction on The Principles of Ceramics Processing. JohnWiley and Son, Inc. Singapore.
Khafifah, K., Baqiya, M. A., dan Darminto. 2011. NanokristalisasiSuperkonduktor Bi2Sr2Ca2Cu3O10+x Dengan Variasi Kalsinasi dan SinterMelalui Metode Pencampuran Basah. Institut Teknologi SepuluhNovember. Surabaya.
Lehndroff, B. R. 2001. High-Tc Superconductors for Magnet and EnergyTechnology Fundamental Aspects. Spinger-Verlag. Berlin.
Lusiana. 2013. Proses pembuatan bahan superkonduktor BSCCO dengan metodepadatan. Majalah Metalurgi. Vol. 28. No. 2. Pp. 73-82.
Maeda, H., Tanaka, Y., Fukutomi, M., dan Asano, T. 1988. New high-Tcsuperconductors without rare earth element. Japanese Journal ApplicationPhysics. Vol. 27, No. 2. Pp. 8.
Marhaendrajaya, I. 2001. Eksperimen pembentukan kristal BPSCCO-2223 denganmetode lelehan. Berkala Fisika. Vol. 4. No. 2. Pp. 33-40.
Mizuno, M., Endo, H., Tsuchiya, J., Kijima, A., dan Oguri, Y. 1988.Superconductivity of Bi2Sr2Ca2Cu3PbxOy (x = 0,2; 0,4; 0,6). JournalApplication Physics. Vol. 27. Pp. 1225-1227.
Nurmalita dan Yufita, E. 2016. The effect of sintering time on surface morfologyof Pb-doped Bi-2223 oxides superconductors prepared by the solid statereaction methods at 840 oC. Journal of Aceh Physics Society (JAcPS). Vol.5. No. 1. Pp. 1-5.
Pikatan, S. 1989. Mengenal Superkonduktor. http://webcache.googleusercontent.com. Diakses pada tanggal 3 Januari 2019 pukul 20.15 WIB.
Pradhana. I. G. C., Suharta, W. G., dan Widagda, I. G. A. 2016. Pengaruh variasitemperatur sintering terhadap struktur kristal superkonduktorY0,5La0,5Ba2Cu3O7-. Buletin Fisika. Vol. 7. No. 1.
Prasuad, W. dan Sukirman, E. 1994. Identifikasi struktur fasa 2223superkonduktor (Bi-Pb)SrCaCuO menggunakan pendekatan group ruangFMMM (No-69) dengan menggunakan teknik difraksi neutron. PusatPenelitian Sains Material BATAN Puspiptek Serpong. Tangerang.
Prasuad, W., Gunawan, Sukirman, E., Parikin., Hamaguchi, Y., dan Shimono, I.1996. Hubungan suhu transisi kritis (Tc) terhadap perubahan panjang ikat
atom Cu-O pada superkonduktor keramik Bi2Sr2CanCun+O2n+. MakalahSeminar P3FT-LIPI Bandung.
Pujaatmaka, A. H. dan Qadratillah, M. T. 1995. Glosarium Kimia. Balai Pustaka.Jakarta.
Purwati. 2002. Sintesis superkonduktor Bi-Pb-Sr-Ca-Cu-O dengan variasi Bi danPb. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Rahayu, I., Suprihatin, dan Riyanto, A. 2019. Pengaruh waktu sintering terhadaptingkat kemurnian fase superkonduktor BPSCCO-2223 dengan kadar Ca2,10 menggunakan metode pencampuran basah. Jurnal Teori dan AplikasiFisika. Vol. 07. No. 01. Pp. 91-98.
Reed, S. J. B. 2005. Electron Microprobe Analysis and Scanning ElectronMicroscopy In Geology: Second Edition. Cambridge University Press.New York.
Reitz, J. R, Frederick, J., Robert, M., dan Christy, W. 1993. Dasar Teori ListrikMagnet (Edisi Ketiga), alih bahasa oleh Suwarno Wiryosimin. Bandung:ITB. Pp. 395-397.
Reviana, F., Suprihatin, dan Suka, E. G. 2014. Pembentukan fase bahansuperkonduktor Bi-2223 dengan doping Pb (BPSCCO-2223) pada kadarCa=2,10 dengan variasi suhu sintering. Jurnal Teori dan Aplikasi Fisika.Vol. 02. No. 01. Pp. 59-65.
Ristic, M. M. 1989. Sintering new development material science monographs.Proceedings of 4th Internasional Round Table Conference on Sintern. Vol.4. Elseveir Scientif Publishing Company. Yugoslavia.
Rohmawati, L. dan Darminto. 2012. Nanokristalisasi superkonduktor(Bi,Pb)2Sr2Ca2Cu3O8+ dengan metode pencampuran basah. Berkala FisikaIndonesia.Vol. 4. No. 1 dan 2. Pp. 22-26.
Santosa, U., Anwar, F., Imaduddin, A., dan Rahardjo, D. T. 2015. Efek doping pbrendah pada superkonduktor sistem BSCCO–2223. Jurnal Materi danPembelajaran Fisika. Vol. 5, No. 2. Pp. 2089-6158.
Sihombing, E. dan Nurhayati, P. Karakterisasi superkonduktor bahan BSCCOdidoping dengan MgO. Jurnal Einstein. Vol. 5, No. 1. Pp. 32-35.
Siswanto. 1999. Sintesis Superkonduktor Keramik BSCCO Fase Tc Tinggi (2223)Melalui Route Sol-Gel Sitrat. http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-res-1999-siswanto-320-synthesis&PHPSESSID=e99ecec43aeb91a73c0e368ce140cf5f. Diakses pada tanggal 5 Januari 2019 pukul 11.21 WIB.
Smallman, R. E. dan Bishop, R. J. 1999. Modern Physical Metallurgy andMaterials Engineering: Sixth Edition. Reed Educational and ProfesionalPublishing ltd. UK.
Smith, W. F. 1996. Principle of Material Science and Engineering. Mc Graw-HillBook. New York.
Strobel, P., Toledano, J. C., Morin, D., Schneck, J., Vaquir, G., Monnereau, O.,Primot, J., dan Fournier, T. 1992. Phase diagram of the system Bi1,6Pb0,4
Sr2CanCun+1O6+n between 825oC and 1100oC. Journal Physica C 201:Superconductivity. Pp. 27-42.
Sukirman, E., Adi, W. A., Winatapura, D. S., dan Sulungbudi, G. T. 2003. Reviewkegiatan litbang superkonduktor Tc tinggi di P3IB-BATAN. Jurnal SainsMateri Indonesia. Vol. 4. No. 2. Pp. 30-39.
Sumadiyasa, M. 2007. Pengaruh penggantian Ca dengan Nd pada pembentukanfase Bi-2223 pada superkonduktor sistem (Bi-Pb)-Sr-Ca-Cu-O: (Bi1,4Pb0,6)(Sr2Ndx)Cu3O6. Jurnal Ilmu Dasar. Vol. 8. No. 1.
Sumadiyasa, M., Adnyana, I. G. A. P., dan Widagda, I. G. A. 2015. Sintesissuperkonduktor Gd1-xLaxBa2-ySryCu3O7- dengan variasi molar x dan ymenggunakan metode pencampuran basah. Laporan Kemajuan PenelitianFundamental. Universitas Udayana.
Surahman, R. P., Suprihatin, dan Riyanto, A. Pengaruh suhu sintering terhadaptingkat kemurnian fase superkonduktor BPSCCO-2223 pada kadar Ca 2,10menggunakan metode pencampuran basah. Jurnal Teori dan AplikasiFisika. Vol. 7. No. 1. Pp. 63-68.
Suryawan, I. 2008. Pengaruh tebal umpan butiran bola (NH4)2U2O7.(C2H4O)2 danwaktu kalsinasi terhadap densitas U3O8. Prosiding Seminar NasionalPenelitian dan Pengolahan Perangkat Nuklir. Pp. 73-77.
Susanti, H. 2010. Pengaruh variasi perlakuan doping Pb pada Bi dalam sintesissuperkonduktor Bi-2212 dengan doping Pb (BPSCCO-2212) terhadap efekmeissner dan suhu kritis. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Tinkham, M. 1996. Introduction to Superconductivity: Second Edition. McGraw-Hill, Inc. Singapore.
Van Vlack, L. H. 1989. Elements of Materials Science and Engineering. Addison-Wesley Publishing Company. London.
Wang, J. S. dan Wang, S. Y. 2010. High Temperature Superconducting MagneticLevitation. Walter De Gruyber GmbH and Peking University Press.Beijing.
Yamamoto, M., Toyota, H., Kawagoe, S., Hatta, J., dan Tanaka. S. 2015.Development of ultra-low field SQUID-MRI system with an LC resonator.27th International Symposium On Superconductivity. Vol. 65. Pp. 197-200.
Yuliati, T. 2010. Sintesis superkonduktor BPSCCO/Ag menggunakan metodepadatan. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.