value, attitude, and job satisfaction

29

Click here to load reader

Upload: fansisca

Post on 24-Nov-2015

114 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Perilaku organisasi

TRANSCRIPT

Perilaku OrganisasiValues, Attitudes, and Job Satisfaction

Kelompok 1 :

Fansisca Zagita G / 31412141 Angela Calista / 31412081 Yuni Elisa Suyani / 31412113 Yenita Salim H / 31412119 Kerina Marcelina R / 31412123 Gavrila Vania T / 31412172

Kelas : C

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

ValuesNilai-nilai mewakili dasar keyakinan bahwa sebuah spesifikasi modus perilaku atau keberadaan dari end-state secara pribadi maupun sosial lebih baik untuk berlawanan atau kebalikan dari modus perilaku atau wujud end-state. Mereka mengandung unsur menghakimi di dalam membawa ide-ide individu tentang apa yang benar, baik atau diinginkan. value memiliki atribut konten dan intensitas. Atribut konten mengatakan bahwa mode perilaku atau keberadaan dari end-state adalah penting. Atribut intensitas menspesifikasikan bagaimana pentingnya hal tersebut. Ketika kita memberi peringkat pada nilai individu dari segi intensitas, kita mendapatkan sistem dari nilai orang tersebut. Kita semua mempunyai hierarki nilai-nilai yang membentuk sistem nilai kita. Sistem ini diidentifikasi oleh relatif pentingnya kita menetapkan untuk nilai-nilai seperti kebebasan, kesenangan, harga diri, kejujuran, ketaatan, dan kesetaraan.

Values tidak cair dan fleksibel. Nilai-nilai cenderung relatif stabil dan abadi. Porsi yang signifikan dari nilai-nilai yang kita pegang berasal dari orangtua, guru, teman, dan lain-lain. Sebagai anak-anak, kita selalu diberitahu bahwa mengenai perilaku tertentu atau hasil yang selalu diinginkan atau yang tidak diinginkan. Contohnya kita diajarkan untuk jujur, patuh dengan nasihat orangtua, dan menghormati orang yang lebih tua. Kita tidak diajarkan untuk terkadang membantah orang tua atau acuh tak acuh dengan orang yang lebi tua dengan kita. Hal ini adalah mutlak. Pembelajaran mengenai nilai-nilai yang lebih atau kurang akan memperlihatkan kepastian akan kestabilan dan ketahanan mereka. Proses dalam mempertanyakan nilai-nilai dapat mengakibatkan perubahan. Kita mungkin memutuskan bahwa keyakinan tidak lagi dapat diterima, tetapi kita lebih sering mempertanyakan tindakan untuk memperkuat nilai-nilai yang kita pegang.

Importance of ValuesValues penting untuk dipelajari dalam perilaku organisasi karena values meletakkan dasar bagi pemahaman tentang sikap dan motivasi serta dapat mempengaruhi persepsi kita. Individu yang masuk dalam sebuah organisasi dengan praduga dari apa yang harus diperbuat dan apa yang tidak boleh. Praduga yang ada ini tidak bernilai bebas. Sebaliknya, praduga tersebut mengandung interpretasi yang benar dan salah. Selain itu, praduga ini juga menunjukkan bahwa perilaku tertentu atau hasilnya lebih disukai atas yang lain. Sebagai hasilnya maka nilai-nilai bersifat objektivitas dan rasionalita.

Nilai-nilai umumnya mempengaruhi sikap dan perilaku. Contohnya di tempat kerja terdapat rekan kerja kita yang sikap dan perilakunya kurang baik. Rekan kerja ini selalu mengucapkan kata-kata yang kasar. Karena dibesarkan dari keluarga yang broken home sehingga nilai yang tertanam dalam dirinya berdampak negative. Karena nilai yang negative sehingga mempengaruhi sikan dan perilakunya hingga ia dewasa. Sikap dan perilaku ini akan menyebabkan ketidaknyamanan pada rekan kerjanya yang lain. Oleh karena itu, nilai sangat penting dibangun secara benar karena nilai akan mempengaruhi sikap dan perilaku kita seumur hidup.

Types of valuesNilai dapat diklasifikasikan menjadi dua pendekatan untuk mengembangkan typologies nilai. Rokeach value survey Milton Rokeach membuat the Rokeach Value Survey (RVS). RVS terdiri dari dua rangkaian nilai-nilai, dengan setiap rangkaiannya yang mengandung 18 nilai individu. Rangkaian pertama disebut terminal values, mengacu pada keberadaan end-state yang diinginkan. Hal ini merupakan tujuan yang orang ingin capai selama hidupnya. Sedangkan, rangkaian kedua disebut instrumental values, mengacu pada mode perilaku atau sarana untuk mencapai terminal value.

Beberapa penelitian mengkonfirmasikan bahwa nilai RVS bervariasi antar kelompok-kelompok. Orang-orang dalam pekerjaan yang sama atau kategori seperti, pengelola perusahaan, anggota Serikat, orang tua dan siswa, cenderung memegang nilai-nilai yang sama. Misalnya, satu penelitian membandingkan antara eksekutif perusahaan, anggota serikat kerja, dan anggota kelompok aktivis masyarakat. Meskipun banyak tumpang tindih ini ditemui di antara tiga kelompok, ada juga beberapa perbedaan yang sangat signifikan. Para aktivis memiliki nilai preferensi yang cukup berbeda dari dua kelompok yang lain. Mereka menggolongkan equalit sebagai nilai terminal yang paling penting; Eksekutif dan anggota serikat memperingkat nilai ini masing-masing 12 dan 13. Aktivis menggolongkan helpful sebagai peringkat tertinggi kedua nilai instrumental mereka. Dua kelompok yang lain memperingkat nilai tersebut sebesar 14. Perbedaan-perbedaan tersebut penting karena eksekutif, anggota Serikat, dan aktivis semua memiliki kepentingan dalam aktivitas yang dilakukan perusahaan. Ketika perusahaan dan kelompok stakeholder yang kritis seperti kedua lainnya datang bersama-sama dalam negosiasi atau bersaing dengan satu sama lain atas kebijakan ekonomi dan sosial, kemungkinan mereka akan memulai dengan membangun perbedaan-perbedaan dalam preferensi nilai pribadi... mencapai kesepakatan pada setiap masalah tertentu atau kebijakan yang melibatkan nilai-nilai pribadi terbukti cukup sulit.

Cohorts Kontemporer telah melakukan analisis terintegrasi mengenai nilai kerja yang dibagi menjadi empat kelompok yang dicoba untuk menangkap nilai unik dari kelompok yang berbeda atau generasi tenaga kerja di US. Karyawan dapat tersegmentasi oleh era di mana mereka memasuki dunia kerja. Karena kebanyakan orang mulai bekerja antara usia 18 dan 23, era tersebut juga berhubungan erat dengan usia kronologis karyawan.

Pekerja yang hidupnya dipengaruhi oleh depresi besar, Perang Dunia II, para Suster Andrews dan blockade Berlin memasuki dunia kerja pada tahun 1950-an dan awal 1960-an sehingga percaya dengan kerja keras, status quo dan figur otoritas. Kami menyebutnya veteran. Veteran cenderung setia kepada majikan mereka. Dalam hal nilai terminal pada RVS, karyawan tersebut cenderung menginginkan hidupnya nyaman dan keamanan keluarga sebagai hal yang terpenting.

Boomer memasuki dunia kerja dari pertengahan 1960-an hingga pertengahan 1980-an. Kelompok ini telah dipengaruhi oleh gerakan hak-hak sipil, womens lib, the Beatles, Perang Vietnam, dan kompetisi baby-boom. Mereka membawa ukuran besar dari hippie ethic dan ketidakpercayaan otoritas. Tetapi mereka menempatkan banyak penekanan pada keberhasilan pencapaian dan bahan. Mereka adalah pragmatis yang percaya bahwa pada akhirnya dapat berarti membenarkan. Boomer melihat organisasi yang mempekerjakan mereka hanya sebagai kendaraan untuk karir mereka. Nilai-nilai terminal seperti rasa prestasi dan pengakuan sosial yang memperingkat tinggi mereka.

Kehidupan Xers dibentuk oleh globalisasi, dua-karir orangtua, MTV, AIDS, dan komputer. Mereka menghargai fleksibilitas, pilihan kehidupan, dan pencapaian kepuasan kerja. Kelompok ini sangat mementingkan keluarga dan hubungan. Mereka juga menikmati pekerjaan berorientasi kerja sama tim. Uang penting sebagai indikator kinerja karir, tetapi Xers bersedia untuk berkorban demi kenaikan gaji, judul, keamanan, dan promosi untuk meningkatkan waktu senggang dan pilihan gaya hidup yang diperluas. Mereka mencari keseimbangan dalam hidup mereka. Xers kurang mau berkorban untuk pemimpin mereka daripada generasi sebelumnya. Pada RVS, tingkat tinggi mereka berada pada persahabatan sejati, kebahagiaan dan kesenangan.

Nexters merupakan pendatang sebagai tenaga kerja yang dibesarkan selama masa makmur. Mereka cenderung memiliki harapan yang tinggi, percaya diri, dan yakin tentang kemampuan mereka untuk berhasil. Mereka menjadi tidak pernah berakhir untuk mencari pekerjaan ideal sampai mereka melihat tidak ada yang salah dengan pekerjaan konstan mereka dan terus-menerus mencari makna dalam pekerjaan mereka. Nexters telah berada pada kondisi yang nyaman dengan keragaman dan mengambil teknologi dari generasi pertama. Mereka mengisi hidup mereka dengan CD player, VCR, telepon seluler dan internet. Generasi ini sangat berorientasi uang dan berkeinginan hal-hal yang bisa dibeli dengan uang. Mereka mencari kesuksesan finansial. Seperti Xers, mereka menikmati kerjasama tetapi mereka juga sangat mandiri. Mereka cenderung untuk menekankan nilai-nilai terminal seperti kebebasan dan kehidupan yang nyaman.

Pemahaman mengenai nilai-nilai individu berbeda tetapi cenderung mencerminkan nilai-nilai sosial dari periode di mana mereka dibesarkan dapat membantu dalam menjelaskan dan memprediksi perilaku. Karyawan di usia 60-an, misalnya, lebih mungkin untuk menerima otoritas daripada rekan-kerja mereka yang 10 atau 15 tahun lebih muda. Dan pekerja di 30-an, mereka lebih berani daripada orang tua mereka untuk meninggalkan pekerjaan di akhir pekan dan lebih rentan untuk meninggalkan pekerjaan di pertengahan karier untuk mengejar pekejaan lain yang menyediakan lebih banyak waktu luang.

Values, Loyalty, and Ethical BehaviorSelama etika bisnis sedang diperdebatkan, banyak orang berpikir mengenai standart etis mulai mengikis di akhir 1970an. Jika ada penurunan standart etis, mungkin kita harus melihat ke model kelompok angkatan kerja. Setelah semua, manajer akan secara konsisten melaporkan bahwa tindakan bos mereka adalah faktor yang paling penting dalam mempengaruhi perilaku etika dan etis dalam organisasi mereka. Mengingat fakta ini, nilai-nilai mereka dalam manajemen menengah dan atas harus memiliki bantalan signifikan pada seluruh iklim etika dalam sebuah organisasi.

Melalui pertengahan 1970-an, jajaran manajerial didominasi oleh veteran, loyalitas yang adalah majikan mereka. Ketika dihadapkan dengan dilema etika, keputusan yang dibuat dalam hal apapun itu terbaik untuk organisasi mereka. Dimulai pada pertengahan hingga akhir 1970-an, Boomers mulai naik ke tingkat atas manajemen. Awal 1990-an, sebagian besar posisi manajemen menengah dan atas di organisasi bisnis diduduki oleh Boomers.

Loyalitas dari boomers adalah untuk karier mereka. Fokus mereka adalah ke dalam dan perhatian utama mereka adalah dengan melihat keluar untuk menjadi nomor satu. Seperti nilai-nilai self-centred akan konsisten dengan penurunan dalam sebuah standarts.

Potensi kabar baik dalam analisis ini adalah bahwa Xers sekarang dalam proses berpindah ke bagian manajemen menengah dan akan segera bangkit kedalam manajemen puncak. Karena kesetiaan hubungan mereka, mereka akan cenderung mempertimbangkan implikasi etika dari tindakan mereka terhadap sekitar mereka. Kita berharap untuk mengangkat standarts etika dalam bisnis selama dekade berikutnya atau hanya sebagai hasil dari perubahan nilai-nilai dalam jajaran manajerial.

Values Across CulturesNilai berbeda dengan budaya. Pemahaman akan perbedaan ini seharusnya bida diperjelas dari menjelaskan dan memprediksikan perilaku tenaga kerja dari Negara yang berbeda-beda.

Kerangka Hofstede dalam menilai budayaKerangka yang dibuat oleh Hofsede dalam menilai budaya, sabagai berikut: Power distancePower distance adalah Ketidaksejajaran kekuasaan dalam lembaga-lembaga dan organisasi. Dimana beberapa orang dianggap lebih serior dibandingka yang lainnya karena status sosial gender, ras, pendidikan, umur dan sebagainya. Contohnya seperti para pengusaha sukses yang memiliki status sosial lebih tinggi akan lebih berkuasa dibandingkan dengan masyarakat umum.

Individualism versus collectivismIndividualism adalah lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan kelompok. Sedangkan collectivism adalah individualism yang rentah atau lebih mengutamakan kepetingan kelompok dibandingkan kepentingan pribadi. Contohnya adalah di Indonesia lebih mengutamakan collectivism daripada individualism, hal itu dapat dilihat dari semboyannya yaitu gotong royong. Dibandingan negara maju seperti di Barat yang lebih menjunjung individualism daripada collectivism.

Quantity of life versus quality of liveQuantity of life adalah sejauh mana nilai-nilai seperti ketegasan, akuisisi uang dan materi serta kompetisi menang. Sedangkan quality of life adalah sejauh mana hubungan nilai masyarakat dan menunjukan sensivitas dan kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain.

Uncertainty avoidanceBagaimana mereka beradaptasi dengan ketidakpastian dan ambiguitas. Negara yang memiliki uncerainty avoidance yang besar dapat menanggulangi ketidakpatian tersebut dengan menetapkan peraturan yang ketat. Contohnya bagi seorang negosiator dari luar lebih sulit untuk menjalin hubungan dan memperoleh kepercayaan dari mereka.

Long-term versus short-term orientationOrang dalam budaya orientasi long-term melihat kedepan dan nilai penghematan dan persistensi. Nilai orientasi short-term melihat kewajiban masa lalu dan sekarang serta menghargai tradisi dan memenuhi kewajiban sosial.

The GLOBAL Framework for Assessing Culture AssertivenessSejauh mana masyarakat mendorong seseorang untuk menjadi tangguh, konfrontatif, tegas, dan kompetitif dibandingkan sederhana dan lembut. Contohnya adalah seorang bawahan jangan hanya tunduk dengan atasan saat dimarahi padahal dia benar. Sifat assertiveness adalah sang bawahan justru harus lebih tegas mengeluarkan pendapat karena hasil kerjanya benar dan tidak hanya tunduk saat dipersalahkan.

Future orientationFuture orientation adalah berorientasi pada masa depan seperti perencanaan, investasi di masa depan dan menunda kepuasan.

Gender differentiationSejauh mana masyarakat memaksimalkan perbedaan peran jenis kelamin.

Uncertainty avoidanceKetergantungan masyarakat pada norma-norma dan prosedur untuk mengurangi ketidakpastian peristiwa masa depan.

Power distanceTim GLOBE mendefinisikan ini sebagai sejauh mana anggota masyarakat mengharapkan kekuatan untuk tidak terbagi secara merata.

Individualism/collectivismSejauh mana individu didorong oleh lembaga-lembaga sosial untuk diintegrasikan ke dalam kelompok-kelompok organisasi dan perkumpulan sosial.

In-group collectivismDimensi ini meliputi sejauh mana anggota masyarakat bangga kepada keanggotaan dalam kelompok kecil, seperti keluarga mereka, teman-teman dekat dan organisasi di mana mereka bekerja.

Performance orientationMengacu pada pemberian penghargaan kepada kelompok untuk peningkatan kinerja dan keunggulan.Contohnya adalah dengan memberikan reward kepada sales yang berhasil meningkatkan penjualan suatu produk seperti memberi bonus dan komisi.

Humane orientationSejauh mana masyarakat menghargai individu dengan adil, altruistik, murah hati, peduli dan baik kepada orang lain.

Implications for OBSebagian dari konsep ini membenarkan bagian dari pengetahuan yang kita kenal dengan seburan OB (Organizational Behavior). OB diperkenalkan dari US menggunakan Amerika subjek dengan domestik kenteks. Tidak semua teori tentang OB dan konsep tentang OB diketahui semua orang dan dapat diterapkan untuk mengatur semua orang di dunia ini terutama di negara di mana nilai kerjanya sangat berbeda dengan US. Kita juga mempelajari tentang bagaimana pertukaran budaya konsiderasi di dalam pengaturan manajemen dan mencari informasi tentang persilangan budaya. Jadi kita harus memahami tingkah laku orang yang berbeda negara.

AttitudesAttitude adalah penyataan evaluatif (evaluative statements) yang dapat menguntungkan maupun tidak menguntungkan, dan mengenai obyek, manusia, atau kejadian. Atittude menggambarkan bagaimana perasaan dengan suatu hal. Contohnya saat saya berkata saya suka dengan perkerjaan saya, berarti saya mengekspresikan attitude saya mengenai perkerjaan.

Attitude tidak sama dengan value, tetapi dua hal tersebut saling berkaitan. Dapat dilihat dari tiga komponen attitude : cognition, affect, dan behavior. Kepercayaan yang mengatakan diskriminasi adalah hal yang salah itu adalah value statement, pendapat demikian termasuk cognitive component dari attitude. Ini ditetapkan untuk bagian yang lebih kritis dari atitude disebut affective component. Affect adalah emosional atau bagian perasaan dari attitude, selain itu affect dapat menjadi pemicu dari behavioral outcomes (hasil perilaku). Behavioral component dari attitude berhubungan dengan tujuan untuk berperilaku di jalan yang pasti terhadap seseorang atau suatu hal. Melihat attitude yang terdiri dari tiga komponen yaitu cognition, affect, dan behavior yang membantu untuk memahami kerumitannya dan potensi dari hubungan antara attitude dan behavior. Di dalam organisasi, attitude merupakan hal yang penting karena itu mempengaruhi perilaku pekerjaan.

Tipe dari attitudesSeseorang dapat memiliki banyak attitude, namun organization behavior fokus pada perhatian kita yang sangat terbatas yaitu work-related attitude. Work-related attitude tersebut dapat menjadi positif atau negatif evaluasi yang pekerja pegang yang berkaitan dengan aspect dari lingkungan kerjanya. Kebanyakan penelitian di dalam Organization Behavior sudah berkonsentrasi pada tiga attitude yaitu: job satisfaction, job involvement dan organizational commitment.1. Job satisfaction : kondisi dari job satisfaction mengenai sikap dari individu secara umum yang berdasarkan pekerjaan seseorang. Seseorang yang mempunyai tingkatan tinggi pada job satisfaction pasti memiliki sikap yang baik pada pekerjaannya dan sebaliknya. Jika seseorang berbicara tentang sikap pekerja maka kebanyakan dia bermaksud tentang job satisfaction. Contohnya : ada seseorang yang sangat sempurna dalam pekerjaan, dia sangat tidak suka terlambat walaupun hanya beberapa menit saja, maka dia berusaha untuk datang tepat waktu. Oleh karena itu dia merupakan pekerja yang memiliki sifat yang baik karena mempunyai kedisiplinan.1. Job involvement : kondisi job involvement merupakan hal yang lebih baru bagi organization behavior. Job involvement merupakan sejauh mana seseorang mengidentifikasi pekerjaannya dan secara aktif berpartisipasi dalam pekerjaan dan menganggap penampilannya atau kinerjanya untuk harga dirinya. Contohnya : orang yang bekerja pada bagian desain pada perusahaan dalam bidang fashion, kemudian dia berusaha untuk menciptakan desain yang terbaik agar desainnya dapat di released atau di setujui perusahaan agar dapat di pasarkan. Pekerja atau pegawai tersebut tentu memiliki kebanggaan sendiri jika desainnya terpilih.1. Organizational commitment : kondisi sejauh mana karyawan dapat mengidentifikasi dengan sebuah organisasi tertentu dan tujuannya, dan ingin mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Organizational commitment juga berkaitan dengan loyalitas pekerja terhadap pekerjaannya. Contohnya : seseorang yang menyukai pekerjaannya, maka dia akan memberikan kinerja yang terbaik untuk pekerjaannya karena dia memiliki loyalitas kepada pekerjaannya.Attitude and ConsistencyPenelitian umumnya telah menyimpulkan bahwa seseorang konsisten antara sikap-sikap mereka dan antara sikap dan perilaku mereka. Itu berarti bahwa individu berusaha untuk mendamaikan sikap yang berbeda dan menyelaraskan sikap serta perilaku sehingga individu muncul rasional dan konsisten. Jika tidak terjadi konsistensi, maka individu akan memulai kembali dalam keadaan kesetimbangan atau equilibrium dimana sikap dan perilaku individu kembali konsisten.Contohnya : perusahaan yang memproduksi rokok sadar bahwa rokok sangat merusak kesehatan manusia, oleh karena itu perusahaan dalam iklannya pun menyertakan berbagai keterangan yang menyatakan bahwa merokok sangat merugikan penggunanya. Namun, di sisi lain konsumen pun mempunyai kebebasan untuk memilih tetap merokok atau berhenti merokok karena dapat menyebabkan berbagai penyakit.

Cognitive Dissonace TheoryPada tahun 1950 Leon Festinger menjelaskan bahwa ada hubungna antara attitude dengan kebiasaan. Perselisihan berarti adnya ketidak konsistenan. Cognitive dissonance lebih mengarah pada adanya beberapa ketidakcocokan yang menyebabkan individu dapat merasakan beberapa diantara attitude, atau antara attitude dan kebiasaan. Festinger mengatakan bahwa beberapa dari ketidak konsistenan itu membuat tidak nyaman dan individu akan berupaya mengurangi perselisihan dan ketidaknyamanan. Bahkan individu akan bersembunyi pada kondisi yang stabil dimana tingkat prselisihan rendah. Harapan untuk mengurangi perselisihan yang ditentukan dari kepentingan dari elemen-elemen yang membentuk perselisihan, tingkat pengaruh individu percaya pada element dan imbalan mungkin terlibat dalam perselisihan.

Jika element menciptakan perselisihan tidak penting, maka tekanan untuk memperbaiki ketidak seimbangan akan lemah. Contohnya: seorang manager perusahaan Mrs. Simth mengatakan bahwa tidak ada perusahaan yang boleh mencemari lingkungan. Tetapi Mrs. Simth persyaratan dari pekerjaannya, memposisikan dia untuk membuat keputusan yang bertolak belakang dengan attitude-nya terhadap polusi untuk pendapatan perusahaan. Ada beberapa keputusan yang membantu untuk mengatasi dilema tersebut. Yang pertama dia bisa mengubah kebiasaannya (berhenti mencemari lingkungan), yang kedua adalah dia harus mementingkan perusahaannya dari pada urusan lingkungan. Atau yang ketiga dia bisa mengubah attitudenya tentang lingkungan. Masih ada pilihan yang lain yang mungkin digunakan untuk mencari elemen konsonan yang lain untuk mengurangi perelisihan.

Tingkat pengaruh individu percaya pada elemen yang dia miliki akan memiliki dampak bagaimana mereka akan menanggapi perselisihan. Sedangkan penghargaan juga mempengaruhi individu untuk termotivasi mengurangi perselisihan. Factor-factor moderat ini menyarankan bahwa hanya karena pengalaman individu dalam pertikaian ini, mereka tidak harus bergerak langsung secara konsisten untuk mengurangi perselisihan.

Cognitive dissonance theory dapat membantu memrediksi kecenderungan untuk melibatkan dalam perubahan attitude dan kebiasaan. Sebagai contoh individu dalam pekerjaannya diminta untuk melakukan hal yang bertentangan dengan attitude-nya, maka ia akan cenderung untuk memodifikasi attitude-nya agar selaras dengan kesadaran dengan apa yang akan mereka lakukan.

Measuring the A-B relationshipPenelitian tentang attitude saat ini memiliki hubungan causalitas dengan kebiasaan; yaitu attitude yang menentukan apa yang akan mereka lakukan. Masuk akal juga untuk menyarankan sebuah hubungan.

Pada tahun 1960 untuk mengasumsikan hubungan antara attitude dengan kebiasaan (A-B) merupakan sebuah tantangan. Berdasarkan evaluati studi hubungan A-B diambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan attitude dengan kebiasaan atau hanya memiliki hubungan sepintas saja. Semakin sering para peneliti melakukan percobaan bahwa attitude memilki andil yang sangat besar dalam memrediksi kebiasaan yang akan datang dan membenarkan teori Festingerbahwa hubungan dapat terlihat ketika variabel moderat diperhitungkan.

Variabel moderat Perantara yang terkuat telah ditemukan untuk menjadi yang terpenting dalam attitude adalah kekhususan, aksesbilitas, tekanan sosial, ataupun pengalaman langsung mengenai attitude.

Attitude menjadi penting karena:1. mencerminkan nilai dasar. Contohnya kepuasan seorang pegawai dalam pekerjaan terhadap turn over pegawai tersebut;1. kepentingan pribadi. Contohnya kita akan mudah dalam mengingat attitude yang sering diekspresikan. Sehinnga ketika kita mengingat attitude tersebut maka kita dapat membentuk kebiasaan / kelakuan yang harus digunakan dengan mudah;1. penilaian terhadap individu atau kelompok. Ketidak cocokan antara attitude dan kebiasaan akan terjadi ketika ada lingkungan menekan untuk berperilaku tertrntu untuk menahan kekuatan yang tidak biasa. Hal ini cendrung membentuk kebiasaan dalam organisasi. Contohnya pekerja yang menolak keras serikat pekerja menghadiri pertemuan organisasi serikat pekerja.Pertimbangan individu terhadap attitude cendrung menunjukan kekuatan hubungan dengan kebiasaan.

Self-perception theory meskipun studi tentang hubungan antara attitude dengan kebiasaan memiliki hasil yang positif , para peneliti menerima korelasi yang tinggi dengan mengikuti arah yang lain yaitu kebiasaan tidak mempengaruhi attitude. Pandangan ini yang disebut sebagai self-perception theory.

Sudah mendapat dukungan. Ketika hubungan traditional antara attitude-kebiasaan adalah hubungan yang positif, maka hubungan tersebut sangat kuat. Hal ini bisa benar terutama jika attitude lemah dan ambigu. Contohnya ketika kita mengalami penyesalan tentang sebuah issue dari attitude kita, kita akan cenderung untuk menduga attidute anda dari kebiasaan. Meskipun begitu attitude andasudah akan mengkonfirmasi dan memutuskan bahwa sebenarnya attitude anda mengarahkan kebiasaan. Attitude biasanya digunakan setelah fakta untuk membuat masuk akal sebuah tindakan yang sudah terjadi.

An Application: Attitude Survey Memperkenalkan bahwa pengetahuan tentang attitude para pekerja bisa membantu perusahaan untuk memprediksi kebiasaan para pekerja. Bagaimana cara perusahaan mengetahui cara mendapat informasi itu yang disebut dengan attitude survey.

Sebuah penelitian bisa saja membuat terkejut perusahaan. Untuk contohnyta, manajemer pada divisi Heavy-Duty di perusahaan Springfield Remanufacturing semuanya baik-baik saja. Karena pekerja secara aktif masuk dalam mengambil keputusan dan membantu menaikan pendapatan, sehingga manajemen mengasumsikan mereka memiliki moral yang baik. Unutk mengkonformasi hal tersebut manajemen melakukan test singkat attitude survey. Berikut pertanyaan yang di ajukan pada pekerja:1. Dalam bekerja, pendapatmu di hitung. 2. Bagi anda yang ingin menjadi pimpinan mempunyai kesempatan untuk menjadi yang utama. Dan 3. Dalam enam bulan belakangan ini, seseorang yang telah berbicara kepadamu tentang perkembangan pribadimu.

Hasil penelitian ini, 43 % tidak sependapat dengan pernyataan yang pertama, 48% untuk pernyataan kedua, dan 62 % untuk pernyataan ketiga. Manajemen terkejut dengan hasil survey. Selanjutnya yang dilakukan manajemen adalah membuat komite yang anggotanya merupakan representatif dari setiap divisi tersebut. Dan komite ini akan menemukan banyak hal kecil dalam devisi yang dilakukan oleh pegawai yang beresiko. Hasil dari comite ini datang dengan sejumlah masukan setelah dilakukan implentasi, tenyata secara signifikan meningkatkan persepsi karyawan tentang bagaimana mereka membuat keputusan, membuat pengaruh, dan kesempatan dalam devisi.

Attitude survey secara umum memberikan manager tanggapan yang bernilai tentang bagaimana pekerja memahami kondisi pekerja. Jika terjadi penyimpangan seperti pekerja merasa diperlakukan tidak adil, maka pihak manajemen harus tahu. Mengapa? Karena kebiasaan pekerja berdasarkan persepsi bukan realita. Pengggunaan survey ini secara rutin dapat memperingatkan pihak manajemen pada maslah yang mungkin terjadi dan ketegangan antar karyawan lebih cepat, sehingga dapat mengambil tindakan untuk mencegah.

Attitudes and Workforce DiversityManajer meningkatkan perhatian meraka untuk mengubah attitude mereka untuk merefleksikan pergantian perspektif tentang RAS, jenis kelamin, dan issue keragaman lainnya. Pendapat untuk rekankerja yang mermilki jenis kelamin yang berbeda, pada 20 tahun lalu mungkin dianggap sebagai pujian, yang hari ini menjadi syarat pekerjaan. Dengan demikian perusahaan mulai mengeluarkan dana untuk melatih pekerjanya untuk membentuk ulang attitude mereka.

Job SatisfactionMeasuring Job SatisfactionKenyamanan kerja merupakan perilaku dasar terhadap pekerjaan seseorang. Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan kerja dan bos, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standarts kinerja, hidup dengan kondisi kerja yang sering kurang dari ideal, dan sejenisnya. Hal ini berarti bahwa penilaian karyawan tentang bagaimana puas atau tidak puas mereka adalah berasal dari pekerjaannya yang penjumlahan kompleksnya dari sejumlah elemen pekerjaan diskrit.

Dua pendekatan yang paling banyak digunakan adalah peringkat tunggal global (single global rating) dan skor penjumlahan (summation score). Metode peringkat global tunggal tidak lebih dari meminta individu untuk menanggapi satu pertanyaan, seperti "semua hal dipertimbangkan, seberapa puaskah Anda dengan pekerjaan Anda?" Responden kemudian membalas dengan melingkari angka antara satu dan lima yang sesuai dengan jawaban dari "sangat puas untuk sangat puas. Pendekatan lain, penjumlahan dari aspek pekerjaan yang lebih canggih. Ini mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan meminta tentang perasaan karyawan masing-masing. Faktor-faktor khas yang akan dimasukkan adalah sifat pekerjaan, supervisi, gaji sekarang, kesempatan promosi, dan hubungan dengan rekan kerja. Faktor-faktor ini dinilai pada skala standar dan kemudian ditambahkan untuk membuat skor kepuasan kerja secara keseluruhan.

How Satisfied Are People in Their Jobs?Jawaban untuk pertanyaan ini yaitu mendekati kata ya di Amerika Serikat dan hamper semua Negara berkembang. Namun pada tahun 2002 kepuasan kerja menurun menjadi 50,4%. Penurunan ini disebabkan oleh: Tekanan untuk meningkatkan produktivitas dan memenuhi tenggat waktu ketat. Kontrol yang kurang terhadap pekerjaan.

The effect of Job Satisfaction on Employee PerformanceKepentingan manager dalam kepuasan kerja cenderung berpusat pada efeknya terhadap kinerja karyawan. Peneliti telah mengakui ketertarikan ini, jadi kami menemukan sejumlah besar penelitian yang telah dirancang untuk menilai dampak kepuasan kerja terhadap produktivitas karyawan, absensi, dan turnover. Kepuasan dan ProduktivitasPuas pekerja tidak selalu lebih produktif. Produktivitas pekerja yang lebih tinggi dalam organisasi dengan pekerja lebih puas.

Kepuasan dan Absensi Kepuasan karyawan dengan memiliki absen yang sebisa mungkin sedikit dihindari.

Kepuasan dan Perputaran Karyawan puas cenderung untuk berhenti. Organisasi mengambil tindakan untuk mempertahankan pemain yang tinggi dan untuk menyaring pemain yang lebih rendah. Kepuasan negatif terhadap pergantian, namun korelasinya lebih kuat. Faktor lain seperti kondisi pasar tenaga kerja, harapan tentang peluang kerja alternatif, dan panjang masa dengan organisasi adalah kendala penting pada keputusan seseorang yang sebenarnya untuk meninggalkan pekerjaan. Bukti menunjukkan bahwa moderator penting dari hubungan kepuasan-omset adalah tingkat kinerja karyawan.

How Employees Can Express DissatisfactionKetidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Pada tabel Responses to job dissatisfaction menawarkan empat tanggapan yang berbeda satu sama lain sepanjang dua dimensi: konstruktif / destruktif dan aktif / pasif. Mereka didefinisikan sebagai berikut: Keluar: Perilaku diarahkan meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru serta mengundurkan diri. Suara: Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk kegiatan serikat. Loyalitas: pasif tetapi optimis menunggu kondisi membaik, termasuk berbicara untuk organisasi dalam menghadapi kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen untuk "melakukan hal yang benar" Abaikan: pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk abseenteism kronis atau keterlambatan, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.

Job Satisfaction and OCBTampaknya logis untuk mengasumsikan bahwa kepuasan kerja harus menjadi penentu utama perilaku kewargaan organisasional karyawan (OCB). Konsisten dengan pemikiran ini, pembahasan awal OCB diasumsikan bahwa itu terkait erat dengan kepuasan. Ada hubungan keseluruhan sederhana antara kepuasan kerja dan OCB. Tapi kepuasan tidak berhubungan dengan OCB ketika keadilan dikendalikan untuk.

Job Satisfaction and Customer SatisfactionBukti menunjukkan bahwa karyawan puas dengan meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan. Karyawan yang memiliki kontak teratur dengan pelanggan melaporkan bahwa kasar, ceroboh, atau terlalu menuntut pelanggan efek negatif kepuasan kerja karyawan.

SummaryNilai-nilai individu sangat penting untuk dipelajari meskipun tidak bisa langsung berdampak pada perilaku karena nilai sangat mempengaruhi seseorang dalam bersikap. Jadi pengetahuan tentang sistem nilai individu dapat memberikan wawasan pada setiap sikap seseorang.

Mengingat bahwa nilai-nilai seseorang yang berbeda, manajer dapat menggunakan Rokeach Value Survey untuk menilai potensi karyawan dan menentukan apakah mereka menyelaraskan nilai-nilai dengan dominan nilai organisasi. Penampilan dan kepuasan Karyawan kemungkinan besar akan lebih tinggi kalau nilai-nilainya sesuai dengan organisasi. Misalnya, orang yang mementingkan imajinasi, kemerdekaan, dan kebebasan kemungkinan besar akan kurang cocok dengan sebuah organisasi. Manajer lebih menghargai, mengevaluasi positif, dan mengalokasikan reward kepada karyawan yang cocok dengan organisasi dan karyawan yang lebih puas dalam menjalankan kerjaannya. Hal yang dilakukan oleh karyawan ini bisa menjadi pertimbangan bagi manajemen untuk memutuskan selama pemilihan calon karyawan baru untuk mencari pekerjaan yang tidak hanya memiliki kemampuan, pengalaman, dan motivasi untuk melakukan, tapi juga sebuah sistem nilai yang kompatibel dengan organisasi.

Manajer seharusnya tertarik pada sikap karyawan mereka dalam memberikan peringatan terhadap potensi masalah dan karena mereka mempengaruhi perilaku. Karyawan yang puas dan berkomitmen, contohnya, tarif yang lebih rendah dalam memiliki omset dan absensi. Manajer mengingat bahwa mereka menginginkan karyawan untuk menjaga pengunduran diri dan absensi turun terutama di kalangan karyawan yang lebih produktif. Mereka ingin melakukan hal-hal yang akan memberikan pekerjaan pada sikap yang positif.

Manajer juga harus menyadari bahwa karyawan akan mencoba untuk mengurangi disonansi kognitif. Disonansi dapat dikelola. Jika karyawan diminta untuk terlibat dalam kegiatan yang tidak konsisten kepada mereka atau yang bertentangan dengan perilaku, tekanan untuk mengurangi disonansi yang dihasilkan berkurang ketika karyawan merasa bahwa disonansi eksternal dikenakan dan hal tersebut berada di luar kontrolnya atau jika imbalan cukup signifikan untuk mengimbangi disonansi.