v. hasil dan pembahasan -...

22
51 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penanganan Pasca Panen Padi Medium Dough Stage Luas sawah keseluruhan yang digunakan dalam penelitian adalah 31 tumbak (1 tumbak = 14 m 2 ) dan jumlah rumpun padi yang terdapat pada sawah tersebut adalah ±1562 rumpun. Sebelum dilakukan proses penanganan pasca panen padi, dilakukan terlebih dahulu analisis lapangan dengan mengambil sampel rumpun padi di 5 titik sawah. Rumpun tersebut kemudian dihitung jumlah malai per rumpun dan jumlah bulir padi setiap rumpun. Berikut merupakan Tabel 3 hasil perhitungan jumlah malai per rumpun dan jumlah bulir padi setiap rumpun. Tabel 3. Jumlah Malai Per Rumpun dan Jumlah Bulir Padi Setiap Rumpun Jumlah Bulir Padi Setiap Rumpun Tanaman Padi Varietas Ciherang Pada Medium Dough Stage di Usia 105 HST Jumlah Rumpun 1 Rumpun 2 Rumpun 3 Rumpun 4 Rumpun 5 Malai (Anakan produktif) 57 48 46 33 40 Milk Stage (%) 6,80 5,21 6,96 9,61 11,52 Soft Dough Stage (%) 10,74 13,31 11,08 10,91 10,29 Medium Dough Stage (%) 62,11 57,98 62,97 60,23 57,52 Hard Dough Stage (%) 5,72 7,01 3,70 5,79 6,37 Hampa (%) 14,55 16,49 15,08 12,81 13,28 Lainnya (%) 0 0 0,21 0,65 1,02 Berdasarkan jumlah malai per rumpun pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah malai padi varietas Ciherang berada pada kisaran 33-57 buah. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2014), jumlah malai padi varietas Ciherang adalah 14-17 buah. Perbedaan yang cukup besar ini kemungkinan disebabkan oleh

Upload: halien

Post on 23-Mar-2019

246 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

51

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penanganan Pasca Panen Padi Medium Dough Stage

Luas sawah keseluruhan yang digunakan dalam penelitian adalah 31 tumbak

(1 tumbak = 14 m2) dan jumlah rumpun padi yang terdapat pada sawah tersebut

adalah ±1562 rumpun. Sebelum dilakukan proses penanganan pasca panen padi,

dilakukan terlebih dahulu analisis lapangan dengan mengambil sampel rumpun padi

di 5 titik sawah. Rumpun tersebut kemudian dihitung jumlah malai per rumpun dan

jumlah bulir padi setiap rumpun. Berikut merupakan Tabel 3 hasil perhitungan

jumlah malai per rumpun dan jumlah bulir padi setiap rumpun.

Tabel 3. Jumlah Malai Per Rumpun dan Jumlah Bulir Padi Setiap Rumpun

Jumlah Bulir Padi Setiap Rumpun Tanaman Padi Varietas Ciherang Pada

Medium Dough Stage di Usia 105 HST

Jumlah Rumpun

1

Rumpun

2

Rumpun

3

Rumpun

4

Rumpun

5

Malai (Anakan

produktif) 57 48 46 33 40

Milk Stage (%) 6,80 5,21 6,96 9,61 11,52

Soft Dough

Stage (%) 10,74 13,31 11,08 10,91 10,29

Medium Dough

Stage (%) 62,11 57,98 62,97 60,23 57,52

Hard Dough

Stage (%) 5,72 7,01 3,70 5,79 6,37

Hampa (%) 14,55 16,49 15,08 12,81 13,28

Lainnya (%) 0 0 0,21 0,65 1,02

Berdasarkan jumlah malai per rumpun pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa

jumlah malai padi varietas Ciherang berada pada kisaran 33-57 buah. Menurut

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2014), jumlah malai padi varietas Ciherang

adalah 14-17 buah. Perbedaan yang cukup besar ini kemungkinan disebabkan oleh

Page 2: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

52

kondisi lahan yang baik dan semakin berkembangnya cara budidaya padi sehingga

diperoleh pertumbuhan padi yang maksimal. Untuk jumlah bulir padi setiap rumpun

dapat terlihat pada Tabel 3 bahwa persentase bulir medium dough stage adalah yang

tertinggi dengan kisaran 57,52-62,97%. Hal ini merupakan salah satu indikator

bahwa penetapan waktu pemanenan yang dilakukan sudah tepat.

Berikut langkah-langkah yang dilakukan dalam proses penanganan pasca

panen padi:

1. Pemanenan

Padi medium dough stage yang seharusnya dipanen saat 90 HST terpaksa

harus dipanen saat 105 HST. Hal ini disebabkan oleh kondisi cuaca yang sedang

musim hujan. Tingginya curah hujan dan kurangnya cahaya matahari untuk

fotosintesis menyebabkan pengisian bulir gabah dari milk stage ke medium dough

stage melambat sehingga waktu pemanenan menjadi lebih lama. Rumpun padi

tersebut kemudian dipanen secara manual menggunakan sabit. Proses pemanenan

padi dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25. Pemanenan Padi Varietas Ciherang Medium Dough Stage

Page 3: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

53

2. Pengumpulan dan Sortasi

Rumpun padi yang sudah dipanen kemudian dikumpulkan di tengah sawah

yang telah dialasi kain terpal. Pemilihan tempat pengumpulan yang dekat dan

penggunaan terpal akan mengurangi kehilangan saat proses pemanenan. Setelah

padi terkumpul cukup banyak maka mulai dilakukan proses sortasi. Sortasi

dilakukan untuk memisahkan padi medium dough stage dengan padi yang masih

dalam soft dough stage atau sudah memasuki hard dough stage. Pertumbuhan padi

tidak selalu merata dalam satu rumpun sehingga dalam satu malai biasanya terdapat

perbedaan fase tanaman padi.

3. Perontokan dan Pembersihan

Untuk memisahkan gabah dengan batang dan bagian tanaman padi lainnya,

perlu dilakukaan proses perontokan. Perontokan dilakukan dengan cara digebot dan

menggosok-gosokan malai di papan ilesan. Perontokan diiringi dengan proses

pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

untuk memisahkan bulir padi dari jerami, kerikil, gabah hampa, dan lain-lain. Hal

ini dilakukan untuk memudahkan dalam proses pengolahan. Proses perontokan padi

dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 26. Perontokan Padi Varietas Ciherang Medium Dough Stage

Page 4: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

54

4. Pengeringan

Proses pengeringan dilakukan dengan meletakkan gabah padi diatas

permukaan semen tanpa menggunakan alas seperti terpal. Pada umumnya

penjemuran gabah dilakukan selama 2-3 hari, namun disaat pelaksanaannya hanya

dilakukan selama 1 hari. Hal ini dikarenakan cuaca yang sangat mendukung untuk

menjemur gabah. Penjemuran dihentikan ketika kadar air gabah telah mencapai

13%. Selama penjemuran, gabah dibolak-balik agar gabah dapat kering secara

merata. Setelah itu gabah dimasukkan ke dalam karung dan disimpan di dalam

gudang khusus penyimpanan gabah. Proses penjemuran padi dapat dilihat pada

Gambar 27.

Gambar 27. Penjemuran Padi Varietas Ciherang Medium Dough Stage

5. Penyimpanan

Penyimpanan gabah kering giling dilakukan dalam gudang khusus

penyimpanan yang terdapat di SPLPP. Gabah kering giling disimpan di dalam

karung goni yang diletakkan di atas tatakan kayu. Hal ini dilakukan untuk menjaga

gabah kering giling dari serangan hama dan pertumbuhan jamur akibat penyerapan

air dari udara sehingga dapat meminimalisir kerusakan mikrobiologis gabah.

Penyimpanan juga berlaku sebagai proses pendinginan sebelum dilakukannya

penggilingan karena gabah tidak bisa langsung digiling sehabis dijemur. Hal ini

Page 5: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

55

dikarenakan energi panas yang berlebih pada gabah akan menyebabkan gabah

menjadi hancur saat penggilingan.

6. Penggilingan

Penggilingan bertujuan untuk melepas sekam dan lapisan luar dari kulit

padi. Pengupasan sekam dilakukan dengan mesin penggiling (huller) tipe rol karet

(rubber roll). Penggilingan akan menghasilkan beras pecah kulit dengan hasil

samping berupa sekam.

7. Penyosohan

Proses penyosohan dilakukan dengan menggunakan mesin penyosoh

(polisher) yang dilakukan sebanyak dua kali. Tujuan penyosohan ini adalah untuk

melepaskan dedak dan bekatul yang ada pada endosperma sehingga diperoleh beras

berwarna putih (beras sosoh). Penyosohan pertama akan menghasilkan dedak

sementara penyosohan kedua akan menghasilkan bekatul. Jumlah bekatul yang

diperoleh dari penggilingan 30 kg gabah kering giling adalah 2,69 kg, dengan

begitu rendemen bekatul yang diperoleh adalah 8,97%. Menurut Widowati (2001),

bekatul dapat diperoleh sebanyak 8-10% dari hasil penggilingan padi. Rendemen

bekatul dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain derajat penyosohan, derajat

masak padi atau gabah, kadar air gabah, jenis alat penyosoh, dan lubang alat

pemisah (Soemardi, 1975).

5.2 Karakteristik Fisik

5.2.1 Warna

Secara umum, warna didefinisikan sebagai unsur cahaya yang dipantulkan

oleh sebuah benda dan selanjutnya diintrepretasikan oleh mata berdasarkan cahaya

Page 6: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

56

yang mengenai benda tersebut. Koordinat L*, a*, b* dalam CIE-Lab bertujuan

untuk mendefinisikan lokasi suatu warna dalam skala warna uniform. Nilai L*

menyatakan kecerahan (hitam = 0, putih = 100), nilai a* menyatakan warna

kromatik campuran merah/ hijau (+a*/ -a*), dan nilai b* menyatakan warna

kromatik campuran kuning/ biru (+b*/ -b*) (MacDougall, 2002). Berikut

merupakan hasil L*, a*, dan b* bekatul medium dough stage (MDS) pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Beda (Uji t) Dua Rata-rata Berpasangan Terhadap L*, a*,

dan b* Bekatul MDS dan MDS Terstabilisasi

Sampel Rata-rata

L* a* b*

MDS 66,66a -7,32a 18,28a

MDS Terstabilisasi 66,02a -6,92a 23,08a Keterangan: Nilai rata-rata sampel yang ditandai huruf yang sama menyatakan bahwa L*, a*, dan

b* bekatul MDS dan MDS Terstabilisasi tidak berbeda nyata menurut uji beda (uji t)

dua rata-rata berpasangan pada taraf 5%.

Berdasarkan hasil uji beda (uji t) dua rata-rata berpasangan pada Tabel 4

dapat dilihat bahwa proses stabilisasi tidak menyebabkan perbedaan warna L*, a*,

dan b* yang signifikan terhadap bekatul medium dough stage (MDS). Namun tetap

terjadi penurunan nilai L* yang menandakan kecerahan walaupun sedikit yaitu dari

66,66 menjadi 66,02. Hal ini disebabkan oleh reaksi maillard yang terjadi saat

proses stabilisasi. Reaksi maillard adalah reaksi antara gula reduksi dan protein

yang membentuk senyawa coklat melanoidin yang berkaitan dengan warna

(Ramezanzadeh, dkk., 1999). Proses pemanasan dalam stabilisasi akan memberikan

kelebihan energi termal sehingga meratakan reaksi browning dalam bahan dan

menjadikan warna bekatul menjadi lebih gelap (Kim, dkk., 2014).

Proses stabilisasi juga menaikkan nilai a* yaitu dari -7,32 menjadi -6,92

dimana bekatul memiliki warna kehijauan yang ditandai dengan nilai -a*,

Kenaikkan nilai a* pada bekatul membuat warna hijau bekatul berkurang. Hal ini

Page 7: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

57

dapat disebabkan karena adanya pigmen warna hijau dari klorofil bekatul yang

terdegradasi akibat perlakuan panas selama proses stabilisasi. Menurut Kusnandar

(2010), klorofil merupakan pigmen yang mengalami kerusakan akibat panas.

Degradasi klorofil juga menaikkan nilai b* yaitu dari 18,28 menjadi 23,08.

Kenaikkan nilai b* akan membuat bekatul semakin kekuningan. Hal ini terjadi

karena adanya reaksi peofitinasi pada klorofil. Peofitin adalah bentuk klorofil yang

kehilangan ion Mg2+ sehingga warna yang diekspresikan bukan hijau melainkan

hijau kecoklatan (Andarwulan, dkk., 2010).

5.2.2 Densitas Kamba

Densitas kamba menunjukkan perbandingan antara berat suatu bahan

terhadap volumenya. Densitas kamba merupakan sifat fisik bahan pangan khusus

biji-bijian atau tepung-tepungan yang penting terutama dalam pengemasan dan

penyimpanan karena bahan dengan densitas kamba kecil akan membutuhkan

tempat yang lebih luas dibandingkan bahan dengan densitas kamba besar untuk

berat yang sama. Densitas kamba mempengaruhi jumlah bahan yang bisa

dikonsumsi dan biaya produksi bahan tersebut. Densitas kamba makanan berbentuk

bubuk berkisar 0,30-0,80 g/ml (Wiranatakusumah, 1992). Berikut merupakan hasil

densitas kamba bekatul medium dough stage (MDS) pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Uji Beda (Uji t) Dua Rata-rata Berpasangan Terhadap Densitas

Kamba Bekatul MDS dan MDS Terstabilisasi

Sampel Densitas Kamba Rata-rata (g/ml)

MDS 0,43a

MDS Terstabilisasi 0,42a

Keterangan: Nilai rata-rata sampel yang ditandai huruf yang sama menyatakan bahwa densitas

kamba bekatul MDS dan MDS Terstabilisasi tidak berbeda nyata menurut uji beda

(uji t) dua rata-rata berpasangan pada taraf 5%.

Page 8: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

58

Berdasarkan hasil uji beda (uji t) dua rata-rata berpasangan pada Tabel 5

dapat dilihat bahwa proses stabilisasi pada bekatul medium dough stage (MDS)

tidak berpengaruh nyata terhadap densitas kamba. Hal ini dikarenakan proses

stabilisasi tidak mengubah ukuran partikel dari bekatul, selain itu kedua bekatul

tersebut telah lolos ayakan 80 mesh.

Densitas kamba pada produk tepung-tepungan diharapkan memiliki nilai

yang cukup tinggi sehingga dapat mengurangi biaya pengiriman, pengemasan, dan

gudang yang digunakan untuk penyimpanan. Tepung dengan densitas kamba yang

tinggi dapat mengurangi kelengketan pada pasta (Udensi dan Okoronkwo, 2006)

sehingga mempermudah dalam proses pencetakan dan sangat cocok untuk produk

makanan bagi balita. Sementara itu, tepung dengan densitas kamba yang rendah

atau yang memiliki ukuran partikel halus akan menghasilkan produk roti yang baik.

5.2.3 Rendemen

Rendemen hasil pembuatan bekatul medium dough stage terstabilisasi

adalah sebesar 94,00%. Kehilangan yang terjadi akibat proses stabilisasi cukup

sedikit, kehilangan ini antara lain berupa berkurangnya kadar air, komponen kimia

yang terdegradasi, serta kehilangan selama proses pengerjaan stabilisasi.

5.3 Karakteristik Kimia

5.3.1 Kadar Air

Bekatul pada umumnya memiliki sifat higrokopsis yang mampu menyerap

dan kehilangan kandungan air. Kandungan kadar air yang rendah pada suatu bahan

dapat meningkatkan umur simpan dan dapat mencegah kontaminasi pertumbuhan

Page 9: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

59

mikroba. Kadar air terbaik adalah berkisar antara 3-7% dimana pada kadar tersebut

disamping dapat menghalangi pertumbuhan mikroba juga berfungsi mengurangi

reaksi kimiawi yaitu dapat menghambat reaksi browning serta hidrolisis dan

oksidasi lemak yang menyebabkan ketengikan pada bekatul (Winarno, 2008).

Berikut merupakan hasil kadar air (bb) bekatul medium dough stage (MDS) pada

Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Uji Beda (Uji t) Dua Rata-rata Berpasangan Terhadap Kadar

Air (bb) Bekatul MDS dan MDS Terstabilisasi

Sampel Kadar Air (bb) Rata-rata (%) SNI 01-4439-1998

MDS 11,00a

Maksimum 12 MDS Terstabilisasi 6,67b

Keterangan: Nilai rata-rata sampel yang ditandai huruf yang berbeda menyatakan bahwa kadar air

(bb) bekatul MDS dan MDS Terstabilisasi berbeda nyata menurut uji beda (uji t) dua

rata-rata berpasangan pada taraf 5%.

Berdasarkan hasil uji beda (uji t) dua rata-rata berpasangan pada Tabel 6

terlihat bahwa bekatul medium dough stage (MDS) non-stabilisasi berbeda nyata

dengan bekatul medium dough stage (MDS) terstabilisasi. Proses stabilisasi efektif

menurunkan kadar air bekatul. Stabilisasi dengan autoklaf menggunakan suhu yang

cukup tinggi yaitu 121oC dengan tekanan 1,3 bar. Maka dari itu panas dan tekanan

selama proses stabilisasi akan membuat molekul-molekul air dalam bekatul

bergerak cepat sehingga ikatan antar molekul air terputus dan molekul air keluar

menjadi molekul-molekul air yang bebas. Menurut Kusnandar (2010), bila suhu

pemanasan semakin tinggi maka molekul air akan bergerak dengan sangat cepat

sehingga suhu dan tekanan yang cukup tinggi ini berperan dalam mempercepat

proses pelepasan molekul air dalam bekatul.

Jika kadar air bekatul tinggi maka akan membuat kemungkinan terjadinya

reaksi hidrolisis lemak oleh enzim lipase yang menyebabkan terbentuknya asam

Page 10: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

60

lemak bebas penyebab awal kerusakan bekatul. Menurut Kusnandar (2010),

beberapa enzim seperti lipase, protease, invertase, dan lipoksigenase, aktivitasnya

dipengaruhi oleh keberadaan air. Semakin tinggi jumlah air bebas maka semakin

banyak air yang dapat digunakan untuk aktivitas enzim. Namun, menurut SNI 01-

4439-1998 kadar air bekatul ialah maksimum 12%, sehingga meskipun kadar air

bekatul medium dough stage non-stabilisasi tergolong cukup tinggi yaitu 11% tetap

memenuhi syarat SNI bekatul.

5.3.2 Kadar Abu

Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan makanan.

Kadar abu memiliki hubungan dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat

dalam suatu bahan dapat berupa garam organik dan anorganik. Berikut merupakan

hasil kadar abu (bb) bekatul medium dough stage (MDS) pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Uji Beda (Uji t) Dua Rata-rata Berpasangan Terhadap Kadar

Abu (bb) Bekatul MDS dan MDS Terstabilisasi

Sampel Kadar Abu Rata-rata (bb) (%) SNI 01-4439-1998

MDS 11,00a

Maksimum 10 MDS Terstabilisasi 11,00a

Keterangan: Nilai rata-rata sampel yang ditandai huruf yang sama menyatakan bahwa kadar abu

(bb) bekatul MDS dan MDS Terstabilisasi tidak berbeda nyata menurut uji beda (uji

t) dua rata-rata berpasangan pada taraf 5%.

Berdasarkan hasil uji beda (uji t) dua rata-rata berpasangan pada Tabel 7

dapat dilihat bahwa proses stabilisasi ternyata tidak berpengaruh terhadap

perubahan kadar abu pada bekatul medium dough stage (MDS). Hal ini sesuai

dengan penelitian Nordin, dkk., (2014) yang menyatakan bahwa perlakuan

stabilisasi berupa pemanasan ternyata tidak mempengaruhi perubahan secara

signifikan pada kadar abu bekatul. Abu merupakan mineral-mineral anorganik yang

Page 11: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

61

memiliki ketahanan cukup tinggi terhadap suhu pemasakan sehingga

keberadaannya dalam bahan pangan cenderung tetap (Astawan, dkk., 2013).

Menurut Orthoefer (2001), konsentrasi mineral pada bekatul bergantung pada

proses penggilingan, iklim, tanah, varietas, dan lokasi biji. Houston (1972)

menyatakan bahwa kandungan mineral utama bekatul adalah fosfor, kemudian

diikuti potasium, magnesium, dan silikon.

5.3.3 Kadar Protein

Protein merupakan zat gizi yang berperan penting untuk pertumbuhan

jaringan dan pemeliharaan jaringan. Kandungan protein bekatul lebih rendah

dibandingkan dengan telur dan protein hewani, tetapi lebih tinggi dari kedelai,

jagung, dan terigu. Asam amino sebagai unsur penyusun protein pada bekatul juga

lebih lengkap dibandingkan beras. Berikut merupakan hasil kadar protein bekatul

medium dough stage (MDS) pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Uji Beda (Uji t) Dua Rata-rata Berpasangan Terhadap Kadar

Protein Bekatul MDS dan MDS Terstabilisasi

Sampel Kadar Protein Rata-rata (%) SNI 01-4439-1998

MDS 13,73 a

Minimum 8 MDS Terstabilisasi 14,02a

Keterangan: Nilai rata-rata sampel yang ditandai huruf yang sama menyatakan bahwa kadar

protein bekatul MDS dan MDS Terstabilisasi tidak berbeda nyata menurut uji beda

(uji t) dua rata-rata berpasangan pada taraf 5%.

Berdasarkan hasil uji beda (uji t) dua rata-rata berpasangan pada Tabel 8

terlihat tidak ada perbedaan yang nyata antara bekatul medium dough stage (MDS)

terstabilisasi dan non-stabilisasi. Namun, proses stabilisasi akan menaikkan kadar

protein yaitu dari 13,73% menjadi 14,02%. Menurut Anggraini (2012), kadar

protein bekatul akan meningkat dengan adanya perlakuan stabilisasi, hal ini

Page 12: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

62

dikarenakan adanya ikatan antara polisakarida dan protein yang menyebabkan N

bahan bertambah dan penentuan kadar protein ditunjukkan dengan adanya jumlah

% nitrogen. Penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl merupakan metode

empiris (secara tidak langsung) yaitu melalui penetapan kadar N dalam bahan

sehingga senyawa-senyawa bernitrogen yang lain juga terukur sebagai protein

(Winarno, 2008).

Tinggi rendahnya protein pada bekatul dipengaruhi oleh komposisi embrio

(germ) pada bekatul. Tingginya konsentrasi embrio pada bekatul dapat

meningkatkan protein bekatul karena embrio mempunyai kadar protein lebih tinggi

dari lapisan lain yaitu sebesar 14,1-20,6% (Champagne, 1994). Bagian embrio dari

gabah mengandung amino N empat kali lebih banyak dibandingkan dengan bekatul.

5.3.4 Kadar Lemak

Kandungan lemak bekatul yang relatif tinggi menyebabkan bekatul mudah

rusak, kurang tahan lama, cepat berbau, dan menjadi tengik. Menurut Widowati

(2001), ketidakstabilan pada bekatul terjadi akibat lipase yang menghidrolisis

lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak bebas dioksidasi oleh enzim

lipoksigenase menjadi bentuk peroksida, keton, dan aldehid, sehingga bekatul

menjadi tengik. Berikut merupakan hasil kadar lemak bekatul medium dough stage

(MDS) pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Uji Beda (Uji t) Dua Rata-rata Berpasangan Terhadap Kadar

Lemak Bekatul MDS dan MDS Terstabilisasi

Sampel Kadar Lemak Rata-rata (%) SNI 01-4439-1998

MDS 15,14a

Minimum 3 MDS Terstabilisasi 9,74b

Keterangan: Nilai rata-rata sampel yang ditandai huruf yang berbeda menyatakan bahwa kadar

lemak bekatul MDS dan MDS Terstabilisasi berbeda nyata menurut uji beda (uji t)

dua rata-rata berpasangan pada taraf 5%.

Page 13: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

63

Berdasarkan hasil uji beda (uji t) dua rata-rata berpasangan pada Tabel 9

dapat dilihat bahwa proses stabilisasi dapat menurunkan kadar lemak bekatul

medium dough stage (MDS) yaitu dari 15,14% menjadi 9,74%. Stabilisasi bekatul

akan menginaktifkan aktivitas lipase dan lipoksigenase dengan cara merubah

susunan molekul enzim sehingga tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya

(Orthoefer, 2001). Penurunan kadar lemak ini juga berhubungan dengan penurunan

kadar air akibat pemanasan. Air yang berlebihan dalam bekatul akan menjadi

pemicu hidrolisis lemak.

Penanganan bekatul terstabilisasi juga perlu dilakukan secara cermat untuk

mencegah kerusakan lebih lanjut. Bekatul terstabilisasi dapat dikemas

menggunakan bahan polyethylene (PE), yang mampu memberikan perlindungan

terhadap pencemaran dan kerusakan fisik, serta mampu menahan perpindahan gas

dan uap air (Marsh dan Bugusu, 2007). Selain itu, untuk melindungi bekatul

terstabilisasi dari mikroorganisme perusak, bekatul sebaiknya disimpan pada

tempat yang dingin dan kering, dengan kadar air berkisar 6-7% (Oliveira, dkk.,

2012).

5.3.5 Bilangan TBA

Sifat kimia lemak ditentukan berdasarkan reaksi spesifik antara komponen

lemak dengan pereaksi tertentu. Parameter sifat kimia lemak adalah bilangan iod,

bilangan asam (FFA/ free fatty acid), bilangan peroksida, dan bilangan TBA

(thiobarbituric acid). Bilangan TBA (thiobarbituric acid) dapat mengidentifikasi

kerusakan lemak. Asam thiobarbituric merupakan salah satu parameter untuk

menentukan derajat ketengikan bahan pangan yang ditandai dengan bau tengik dari

Page 14: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

64

produk. Berikut merupakan hasil bilangan TBA bekatul medium dough stage

(MDS) pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Analisis Bilangan TBA Bekatul

Sampel Hari ke- Bilangan TBA (mg malonaldehid/Kg)

MDS

1 0,15

3 0,16

5 0,18

MDS Terstabilisasi

1 0,12

3 0,13

5 0,14

Berdasarkan hasil analisis bilangan TBA pada Tabel 10 dapat terlihat bahwa

bilangan TBA akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya lama

penyimpanan. Bilangan TBA ini meningkat mengikuti jumlah malonaldehid yang

terbentuk karena terurainya lipida menjadi peroksida dan selanjutnya menjadi

aldehid tidak jenuh yang merupakan hasil pemecahan hidroperoksida. Bekatul

terstabilisasi mengalami peningkatan bilangan TBA lebih rendah dikarenakan

stabilisasi akan menginaktivasi lipase yang dapat menghambat hidrolisis dan

oksidasi lemak sehingga pembentukan aldehid pun terhambat. Semakin tinggi

bilangan TBA (kandungan malonaldehid) maka semakin tinggi tingkat oksidasi

lemak.

5.3.6 Kadar Serat Kasar

Bekatul merupakan sumber serat larut dan serat tidak larut yang baik. Serat

yang terdapat dalam bekatul sebagian besar terdiri atas karbohidrat antara lain

selulosa, hemiselulosa, pektin, dan lignin. Serat ini tidak dapat dihidrolisis oleh

enzim pencernaan. Bahan yang mengandung banyak serat akan mempercepat

transit time sisa makanan di dalam usus sehingga menjadi lebih pendek. Selain itu

Page 15: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

65

serat pangan juga dapat menurunkan kolesterol dalam darah (Rimbawan dan

Siagian, 2004). Berikut merupakan hasil kadar serat kasar bekatul medium dough

stage (MDS) pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Uji Beda (Uji t) Dua Rata-rata Berpasangan Terhadap Kadar

Serat Kasar Bekatul MDS dan MDS Terstabilisasi

Sampel Kadar Serat Kasar Rata-rata (%) SNI 01-4439-1998

MDS 9,75a

Minimum 10 MDS Terstabilisasi 9,81a

Keterangan: Nilai rata-rata sampel yang ditandai huruf yang sama menyatakan bahwa kadar serat

kasar bekatul MDS dan MDS Terstabilisasi tidak berbeda nyata menurut uji beda (uji

t) dua rata-rata berpasangan pada taraf 5%.

Berdasarkan hasil uji beda (uji t) dua rata-rata berpasangan pada Tabel 11

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara bekatul medium

dough stage (MDS) terstabilisasi dan non-stabilisasi. Hal tersebut dikarenakan serat

kasar sukar diuraikan walaupun dengan perlakuan suhu pemanasan yang tinggi dan

dalam waktu yang lama. Menurut Winarno (2008), selulosa dan hemiselulosa lebih

sukar untuk diuraikan dan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut, yaitu memberi

bentuk atau struktur pada tanaman, tidak larut dalam air dingin maupun air panas,

tidak dapat dicerna oleh cairan pencernaan manusia sehingga tidak dapat

menghasilkan energi, dapat membantu melancarkan pencernaan makanan, dan

dapat dipecah menjadi satuan-satuan glukosa oleh enzim dan mikroba tertentu.

5.3.7 Kadar Klorofil

Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga, dan

bakteri fotosintetik. Pigmen ini berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan

dengan menyerap dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Klorofil

mempunyai rantai fitil (C20H39O) yang akan berubah menjadi fitol (C20H39OH) jika

Page 16: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

66

terkena air dengan katalisator klorofilase. Fitol adalah alkohol primer jenuh yang

mempunyai daya afinitas yang kuat terhadap O2 dalam proses reduksi klorofil

(Muthalib, 2009). Berikut merupakan hasil kadar klorofil bekatul medium dough

stage (MDS) pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Analisis Kadar Klorofil Bekatul

Sampel Klorofil (mg/l)

a b Total

MDS 0,1478 1,6994 1,8484

MDS Terstabilisasi 0,0487 1,1233 1,1725

Berdasarkan hasil analisis kadar klorofil pada Tabel 12 terlihat bahwa kadar

total klorofil tertinggi terdapat pada bekatul medium dough stage (MDS) non-

stabilisasi. Hal ini dikarenakan proses stabilisasi akan mendegradasi klorofil

sehingga kadar total klorofil akan menurun. Menurut Gross (1991), pigmen klorofil

memiliki sifat karakteristik yang tidak stabil. Klorofil sangat rentan terhadap

cahaya, panas, proses oksidasi, dan degradasi secara kimia. Selain itu klorofil juga

bersifat larut dalam lemak serta zat pelarut seperti acetone, methanol, bahkan larut

dalam air.

5.4 Karakteristik Organoleptik

5.4.1 Uji Hedonik

Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan produk

bekatul yang dapat diterima oleh konsumen, maka dari itu diperlukan adanya uji

hedonik. Uji hedonik merupakan pengujian terhadap tanggapan pribadi panelis

tentang suka atau tidak suka berdasarkan tingkatannya. Tujuan dilakukan uji

penerimaan adalah untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau sifat sensorik

Page 17: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

67

tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, tanggapan senang atau

suka harus pula diperoleh dari sekelompok orang yang dapat mewakili pendapat

umum atau mewakili suatu populasi masyarakat tertentu (Soewarno, 1985).

Pengujian hedonik ini dilakukan dengan memberikan sampel bekatul

kepada panelis untuk diberi nilai dari 1 (sangat tidak suka) hingga 5 (sangat suka).

Nilai-nilai tersebut kemudian akan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam.

Data hasil uji hedonik terhadap bekatul medium dough stage (MDS) dapat dilihat

pada Tabel 13.

Tabel 13. Rata-rata Hasil Karakteristik Organoleptik Uji Hedonik Bekatul

MDS dan MDS Terstabilisasi

Karakteristik MDS MDS Terstabilisasi

Warna 3,33a 3,27a

Aroma 2,91a 3,09a

Tekstur 3,76a 3,47a Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil yang sama menyatakan bahwa

karakteristik bekatul tidak berbeda nyata menurut analisis sidik ragam.

.

Berdasarkan hasil karakteristik organoleptik uji hedonik bekatul medium

dough stage (MDS) pada Tabel 13, panelis memiliki anggapan bahwa produk

bekatul medium dough stage terstabilisasi tidak memiliki perbedaan karakteristik

yang signifikan jika dibandingkan dengan produk bekatul non-stabilisasi.

a. Warna

Berdasarkan karakteristik warna, nilai rata-rata kesukaan tertinggi terdapat

pada bekatul medium dough stage non-stabilisasi (3,33), dan kemudian diikuti oleh

bekatul medium dough stage terstabilisasi (3,27). Nilai-nilai tersebut menandakan

panelis agak suka dengan karakteristik warna dari bekatul yang diujikan. Warna

bekatul pada umumnya adalah krem atau coklat muda (Nursalim dan Yetti, 2007

dikutip Arnisam, dkk., 2013), sementara warna bekatul yang diujikan adalah kuning

Page 18: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

68

kehijauan dan kekuningan, sedikit warna hijau ini berasal dari klorofil yang

terkandung pada bekatul medium dough stage.

b. Aroma

Berdasarkan karakteristik aroma, nilai rata-rata kesukaan tertinggi terdapat

pada bekatul medium dough stage terstabilisasi (3,09), dan kemudian diikuti oleh

bekatul medium dough stage non-stabilisasi (2.91). Nilai-nilai tersebut menandakan

panelis agak suka dengan karakteristik aroma dari bekatul yang diujikan. Selain itu

walaupun perbedaannya tidak signifikan, bekatul terstabilisasi cenderung memiliki

aroma yang lebih baik dibandingkan bekatul non-stabilisasi. Hal ini dikarenakan

proses stabilisasi akan meniadakan aktivitas enzim lipase penyebab ketengikan

pada bekatul.

c. Tekstur

Berdasarkan karakteristik tekstur, nilai rata-rata kesukaan tertinggi terdapat

pada bekatul medium dough stage non-stabilisasi (3,76), dan kemudian diikuti oleh

bekatul medium dough stage terstabilisasi (3,47). Nilai-nilai tersebut menandakan

panelis agak suka dengan karakteristik tekstur dari bekatul yang diujikan. Tekstur

bekatul cenderung akan lebih kasar dibandingkan dengan tepung pada umumnya.

Hal ini dikarenakan kandungan serat kasar pada bekatul yang cukup tinggi yaitu

sebesar 7-11,4% (Luh, 1991).

5.4.2 Uji Deskripsi

Uji deskripsi merupakan penilaian sensorik yang berdasarkan sifat-sifat

sensorik yang lebih kompleks, meliputi banyak sifat sensorik yang dinilai dan

dianalisis secara keseluruhan menggunakan grafik majemuk. Uji deskripsi ini

Page 19: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

69

dinyatakan dengan uji skalar garis, yaitu menggunakan suatu garis lurus yang

mempunyai titik pangkal dan arah sepanjang garis itu dibuat skala dengan jarak

yang sama.

Setelah diperoleh hasil uji hedonik yang ternyata cukup seragam

kesukaannya yaitu agak suka baik dari segi warna, aroma, dan tekstur, selanjutnya

dilakukan uji deskripsi supaya lebih menunjukkan perbedaan karakteristik dari

bekatul yang diujikan. Hasil uji deskripsi bekatul medium dough stage (MDS) dapat

dilihat pada Tabel 14 dan Gambar 28.

Tabel 14. Rata-rata Hasil Karakteristik Organoleptik Uji Deskripsi Bekatul

MDS dan MDS Terstabilisasi

Karakteristik MDS MDS Terstabilisasi

Warna 5,03 3,15

Aroma 3,94 4,26

Tekstur 5,20 4,93

Gambar 28. Hasil Karakteristik Organoleptik Uji Deskripsi Bekatul MDS

dan MDS Terstabilisasi

a. Warna

Dari grafik hasil uji deskripsi pada Gambar 28 dapat terlihat bahwa bekatul

medium dough stage non-stabilisasi (5,03) memiliki keunggulan dari segi warna

0

2

4

6Warna

AromaTekstur

Grafik Uji Deskripsi

MDSMDS Terstabilisasi

Page 20: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

70

yaitu kuning kehijauan dikarenakan garis grafiknya berada di bagian paling luar

dibandingkan dengan bekatul medium dough stage terstabilisasi (3,15) yaitu

kekuningan.

b. Aroma

Untuk segi aroma, semakin garis grafik berada di luar maka aromanya akan

semakin segar dan sebaliknya jika garis grafik berada di dalam maka aromanya

akan semakin tengik. Bekatul medium dough stage terstabilisasi (4,26) memiliki

aroma lebih segar dibandingkan dengan bekatul medium dough stage non-

stabilisasi (3,94). Hal ini dikarenakan stabilisasi dapat menginaktivasi enzim lipase

penyebab ketengikan.

c. Tekstur

Untuk segi tekstur, semakin garis grafik berada di luar maka teksturnya akan

semakin halus dan sebaliknya jika garis grafik semakin di dalam maka teksturnya

akan semakin kasar. Bekatul medium dough stage non-stabilisasi (5,20) memiliki

tekstur lebih halus dibandingkan dengan bekatul medium dough stage terstabilisasi

(4,93). Sebenarnya nilai yang diberikan oleh panelis untuk uji deskripsi tekstur

hampir seragam, hal ini cukup sesuai dikarenakan semua sampel telah lolos ayakan

80 mesh.

5.5 Hasil Perlakuan Terbaik Karakteristik Bekatul

Setelah bekatul medium dough stage diuji karakteristiknya baik secara fisik,

kimia, dan organoleptik, selanjutnya dibuat tabel hasil perlakuan terbaik sehingga

diperoleh bekatul medium dough stage yang memiliki karakteristik paling baik.

Page 21: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

71

Berikut merupakan hasil perlakuan terbaik bekatul medium dough stage (MDS)

pada Tabel 15.

Tabel 15. Hasil Perlakuan Terbaik Karakteristik Bekatul MDS dan MDS

Terstabilisasi

Parameter

Bekatul

MDS MDS

Terstabilisasi

Karakteristik Fisik

Warna L* 66,66a 66,02a

Warna a* -7,32a -6,92a

Warna b* 18,28a 23,08a

Densitas Kamba (g/ml) 0,43a 0,42a

Rendemen (%) - 94,00

Karakteristik Kimia

Kadar Air (bb) (%) 11,00a 6,67b

Kadar Abu (bb) (%) 11,00a 11,00a

Kadar Protein (%) 13,73a 14,02a

Kadar Lemak (%) 15,14a 9,74b

Bilangan TBA (mg malonaldehid/Kg) 0,18 0,14

Kadar Serat Kasar (%) 9,75a 9,81a

Kadar Klorofil (mg/l) 1,8484 1,1725

Karakteristik Organoleptik

Warna Hedonik 3,33a 3,27a

Deskripsi 5,03 3,15

Aroma Hedonik 2,91a 3,09a

Deskripsi 3,94 4,26

Tekstur Hedonik 3,76a 3,47a

Deskripsi 5,20 4,93

Total 8 10

Berdasarkan hasil perlakuan terbaik bekatul medium dough stage (MDS)

pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa bekatul medium dough stage terstabilisasi

memiliki karakteristik lebih baik dibandingkan dengan bekatul medium dough stage

non-stabilisasi. Hal ini memperlihatkan proses stabilisasi sebagian besar akan

meningkatkan kualitas bekatul yang diinginkan sehingga proses stabilisasi telah

tepat untuk dilakukan.

Page 22: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2011/240210110105_5_4588.pdf · pembersihan. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan ayakan dan nampah

72

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Karakteristik bekatul medium dough stage terstabilisasi dan non-stabilisasi

berbeda nyata pada kadar air dan kadar lemak.

2. Karakteristik bekatul medium dough stage terstabilisasi dan non-stabilisasi

tidak berbeda nyata atau dianggap sama pada warna, densitas kamba, kadar

abu, kadar protein, dan kadar serat kasar.

3. Bekatul medium dough stage terstabilisasi memiliki karakteristik fisik,

kimia, dan organoleptik lebih baik dibandingkan dengan bekatul medium

dough stage non-stabilisasi.

4. Karakteristik bekatul medium dough stage terstabilisasi yang dihasilkan

antara lain: warna (L*: 66,02, a*: -6,92, b*: 23,08), densitas kamba (0,42

g/ml), rendemen (94,00%), kadar air (6,67%), kadar abu (11,00%), kadar

protein (14,02%), kadar lemak (9,74%), bilangan TBA (0,14 mg

malonaldehid/Kg), kadar serat kasar (9,81%), dan kadar klorofil (1,8484

mg/l).

6.2 Saran

Proses stabilisasi pada bekatul medium dough stage memiliki hasil yang

lebih baik apabila ditunjang dengan lamanya waktu penyimpanan. Maka dari itu

perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui hubungan antara proses

stabilisasi dengan umur simpan bekatul.