usaha tani dan sejarah
DESCRIPTION
tttTRANSCRIPT
MAKALAH PENGANTAR USAHA TANI
Usaha Tani dan Sejarah
Disusun oleh:
Kelompok: 4
Kelas: C / Agroekoteknologi
Intan Mindy Permata (135040201111224)
Suci Ayu Fatmawati (135040201111263)
Fetrisari Syamrusdianti (135040201111295)
Eva Saulina Br. Sihotang (135040201111306)
Fathir Muhammad Tarigan (135040201111330)
Evi Yulia Elimawati (135040207111023)
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian adalah suatu proses produksi secara biologis yang
didasarkan pada tumbuhan dan hewan. Tumbuhan sendiri merupakan
pabrik pertanian primer. Tumbuhan dapat mengambil gas karbondioksida
dari udara melalui daun. Akar tumbuhan menyerap hara dari dalam tanah.
Selanjutnya dengan memanfaatkan sinar matahari, tanaman melakukan
proses fotosintesis yang mana dalam proses fotosintesis tersebut terjadi
reaksi kimia pada tanaman yang dapat menghasilkan biji, buah, serat dan
minyak. Adapun hewan ternak merupakan pabrik pertanian sekunder,
sebab pakan ternak sangat bergantung pada tumbuhan. Ternak sendiri
dapat memakan bagian tanaman yang tidak dapat dimakan oleh manusia,
contohnya seperti, batang, akar, dan daun rumput-rumputan. Selanjutnya,
hewan ternak akan mengubah bahan pangan tersebut menjadi produk
peternakan seperti daging, kulit, telur, susu, dan lain-lainnya.
Ragam tumbuhan dan hewan di dunia telah banyak mengalami
perubahan sebagai akibat dari reaksi perbedaan intensitas sinar matahari,
suhu, kelembaban, serta perubahan sifat-sifat tanah. Tiap jenis tumbuhan
yang menghendaki syarat tumbuh khusus pun akan mengalami perubahan
akibat perubahan tersebut. Tumbuhan yang hidup dan berkembang di
suatu daerah akan menentukan jenis hewan apakah yang dapat bertahan
hidup, hal ini dikarenakan tumbuhan merupakan sumber makanan utama
bagi hewan.
Berdasarkan karakteristik tersebut peran dari ilmu usahatani sangat
penting dalam membentuk suatu sistem pertanian. Oleh karena itu, untuk
mengetahui ilmu usahatani itu sendiri, harus mengetahui lebih dahulu
pengertian dari usahatani, sejarah ilmu usaha tani dan bagaimana perannya
terhadap sistem pertanian, yang mana nantinya dapat berpengaruh
terhadap petani dan bahkan masyarakat dalam berusaha dibidang
pertanian.
1.2 Rumusan Masalah
Ada empat rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana definisi dari ilmu usahatani dan usahatani?
2. Bagaimana sejarah dan perkembangan usahatani di Indonesia?
3. Apa perbedaan dari usahatani keluarga dan perusahaan
pertanian?
4. Apa yang dimaksudkan dengan klasifikasi usahatani?
1.3 Tujuan
Ada empat tujuan yang disampaikan dalam makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi dari usahatani dan ilmu usahatani.
2. Untuk mengetahui sejarah dan proses perkembangan usahatani.
3. Untuk mengetahui perbedaan dari usahatani keluarga dan
perusahaan pertanian.
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari usahatani.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Usahatani dan Ilmu Usahatani
Sebagian orang menganggap dengan membuka tanah dan
menanaminya dengan satu atau beberapa jenis tanaman, memelihara
tanaman, dan kemudian menghasilkan apa yang telah ditanamnya
merupakan suatu hal yang lumrah, sehingga hakekat daripada pekerjaan
yang dilakukannya adalah hal yang biasa. Beberapa orang mengatakan
bahwa pertanian dan petani adalah suatu kesatuan yang memiliki makna
atau definisi yang memiliki hubungan, yang mana bahwa Petani adalah
orang yang melakukan kegiatan pertanian, sedangkan Pertanian adalah
kegiatan manusia mengusahakan tanah dengan maksud untuk memperoleh
hasil tanaman ataupun hasil hewan, tanpa mengakibatkan berkurangnya
kemampuan tanah yang bersangkutan untuk mendatangkan hasil
selanjutnya.
Ilmu usahatani sendiri, adalah Ilmu Usaha yang mempelajari
bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif
dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu
(Soekartawi, 1995). Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan
sumber daya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya, dan dapat
dikatakan efisien apabila dalam pemanfaatan sumberdaya tersebut
mengeluarkan output yang melebihi input (Shinta, 2011).
Selain itu, ilmu usahatani adalah ilmu menyelidiki segala sesuatu yang
berhubungan dengan kegiatan orang melakukan pertanian dan
permasalahan yang ditinjau secara khusus dari kedudukan pengusahanya
sendiri atau ilmu usahatani, yaitu menyelidiki cara-cara seorang petani
sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur dan menjalankan
perusahaan itu (Adiwilaga, 1982).
Selanjutnya, Usahatani sendiri adalah suatu tempat atau sebagian
tempat dari permukaan bumi di mana pertanian diselenggarakan oleh
petani tertentu, apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang
digaji himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat pada tempat itu
yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan-
perbaikan yang dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-
bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan sebagainya (Mosher, 1968).
Adapun pengertian usahatani yang lain adalah sebagai tempat seseorang
atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti
alam, tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan berproduksi
untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian (Kadarsan, 1993).
Berdasarkan dari beberapa pengertian tersebut, maka dapat
disederhanakan bahwa pengertian dari ilmu usahatani adalah ilmu terapan
yang membahas dan mempelajari bagaimana mengelola dan menggunakan
sumber daya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar
memperoleh hasil maksimal. Sumber daya yang dimaksudkan meliputi
lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen (Shinta, 2011). Ilmu usahatani
(farm management), merupakan bagian dari ilmu ekonomi pertanian yang
mempelajari cara-cara petani dalam menyelenggarakan usaha tani (Isaskar,
2014).
Sedangkan, usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam
yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian
seperti tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas tanah
itu, sinar matahari, bangunan yang didirikan di atas tanah dan sebagainya.
Farm, adalah suatu tempat atau bagian dari permukaan bumi dimana
pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu, baik sebagai
seorang pemilik, penyakap, ataupun manager yang digaji (Isaskar, 2014).
Tujuan dari usahatani yaitu bagaimana cara petani dapat memperbesar
hasil sehingga kehidupan seluruh keluarganya menjadi lebih baik. Untuk
mencapai tujuan ini petani selalu memperhitungkan untung dan ruginya
walau tidak secara tertulis. Dalam ilmu ekonomi dikatakan bahwa petani
membandingkan antara hasil yang diharapkan akan diterima pada waktu
panen (penerimaan, revenue), dengan biaya (pengorbanan, cost) yang
harus dikeluarkan. Hasil yang diperoleh petani pada saat panen disebut
produksi, dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya produksi. Agar tujuan
usahatani tercapai maka usahataninya harus produktif dan efisien (Isaskar,
2014). Produktif yang dimaksud adalah produktifitasnya tinggi.
Produktifitas secara teknis adalah perkalian antara efisien (usaha) dan
kapasitas (tanah). Efisien fisik mengukur banyaknya hasil produksi
(output) yang diperoleh dari satu kesatuan input. Kapasitas tanah
menggambarkan kemampuan tanah itu menyerap tenaga dan modal
sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesar-besarnya pada
tingkat teknologi tertentu (Isaskar, 2014).
2.2 Sejarah dan Proses Perkembangan Usahatani di Indonesia
Pertanian di Indonesia diawali dengan sistem ladang berpindah-
pindah, dimana masyarakat menanam apa saja, hanya untuk memenuhi
kebutuhan pangan. Kemudian sistem bersawah di temukan, orang mulai
bermukim ditempat yang tetap, tanaman padi yang berasal dari daerah
padang rumput dan kemudian juga diusahakan di daerah-daerah hutan
dengan cara berladang yang berpindah diatas tanah kering. Dengan
timbulnya persawahan, orang mulai tinggal tetap disuatu lokasi yang
dikenal dengan nama “kampong” walaupun usaha tani persawahan sudah
dimulai, namun usaha tani secara “berladang yang berpindah-pindah”
belum ditinggalkan.
Di Jawa, sejak VOC menguasai di Batavia kebijakan pertanian bukan
untuk tujuan memajukan pertanian di Indonesia, melainkan hanya untuk
memperoleh keuntungan sebesarbesarnya bagi VOC. Tahun 1830, Van
Den Bosch sebagai gubernur Jendral Hindia Belanda mendapatkan tugas
rahasia untuk meningkatkan ekspor dan muncullah yang disebut tanam
paksa. Sebenarnya Undang-undang Pokok Agraria mengenai pembagian
tanah telah muncul sejak 1870, namun kenyataanya tanam paksa baru
berakhir tahun 1921. Setelah Indonesia merdeka, maka kebijakan
pemerintah terhadap pertanian tidak banyak mengalami perubahan.
Pemerintah tetap mencurahkan perhatian khusus pada produksi padi
dengan berbagai peraturan seperti wajib jual padi kepada pemerintah.
Namun masih banyak tanah yang dikuasai oleh penguasa dan pemilik
modal besar, sehingga petani penggarap atau petani bagi hasil tidak
dengan mudah menentukan tanaman yang akan ditanam dan budidaya
terhadap tanamannya pun tak berkembang.
Pada permulaan tahun 1970-an pemerintah Indonesia meluncurkan
suatu program pembangunan pertanian yang dikenal secara luas dengan
program Revolusi Hijau yang dimasyarakat petani dikenal dengan program
BIMAS. Tujuan utama dari program tersebut adalah meningkatkan
produktivitas sektor pertanian. Pada tahun 1998 usahatani di Indonesia
mengalami keterpurukan karena adanya krisis multidimensi. Pada waktu
itu telah terjadi perubahan yang mendadak bahkan kacau balau dalam
pertanian kita. Kredit pertanian dicabut, suku bunga kredit membumbung
tinggi sehingga tidak ada kredit yang tersedia ke pertanian. Keterpurukan
pertanian Indonesia akibat krisis moneter membuat pemerintah dalam hal
ini departemen pertanian sebagai stakeholder pembangunan pertanian
mengambil suatu keputusan untuk melindungi sektor agribisnis yaitu
“pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing,
berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi”.
Di propinsi lain di Indonesia, sektor pertanian di wilayah Aceh
Darussalam mulai berkembang sejak tahun 1607-1636 melalui kegiatan
perdagangan hasil bumi sektor pertanian seperti cengkeh, kopra, dan pala
kepada pedagang asing, dan pada tahun 1960 selama masa penjajahan
Belanda, sektor pertanian menjadi mata pencaharian utama masyarakat
Aceh. Meskipun sektor pertanian mulai meningkat pada tahun 1960 dan
menyusut peranannya sejak tahun 1980-an, namun masih sangat penting
kedudukannya bagi rakyat Aceh karena kesanggupannya menyediakan
lapangan kerja bagi sebagian penduduk dan merupakan penunjang
pendapatan utama mereka. Pada masa yang akan datang, Propinsi Aceh
masih tetap dan berusaha mempertahankan surplus produksi pangannya
karena masih terbukanya peluang perluasan areal baru, walaupun begitu
pengelolaan usaha taninya secara umum masih belum bisa dikatakan
berjalan secara optimal.
Untuk sektor pertanian di daerah Bengkulu telah hadir sebelum abad
ke-15, dan produksinya hanya terbatas untuk memenuhi kebutuhan
setempat. Sementara pada jaman penjajahan Belanda, kegiatan pertanian
rakyat lebih ditekankan dengan diadakannya sistem tanam paksa kopi.
Dalam perkembangannya penggunan lahan produktif pada masa pelita I
sampai III, ternyata masih belum optimal yang hasilnya hanya mencapai
6,65% dati total luas daerah. Pertanian tersebut masih dikembangkan
dengan tradisional berupa pertanian ladang, sawah, kebun campuran dan
pekarangan. Dilihat dari kondisinya sampai saat ini banyaknya kendala
yang masih dihadapi sektor pertanian Bengkulu diantaranya:
1. Terbatasnya lahan yang mendapat pengairan teknis sempurna dan
masih banyaknya lahan yang mempunyai sifat derajat keasaman
tinggi.
2. Intensifikasi umum lebih besar daripada intensifikasi khusus sehingga
produktifitas per satuan luas masih rendah.
3. Lambatnya pelaksanaan percetakan sawah baru dan lokasi pencetakan
sawah yang sudah dilaksanakan terpencar-pencar.
4. Lahan usaha tani umumnya bergelombang.
5. Tingkat pengetahuan petani rata-rata masih rendah terutama dalam
pengelolaan usaha tani antara lain karena kurangnya informasi pasar
dan pengetahuan petani dalam pemasaran hasil pertanian.
Perkembangan sektor pertanian di wilayah Lampung diawali didaerah
Tulang Bawang sebagai penghasil komoditas lada hitam. Sejak Jaman
Kerajaan Sriwijaya, Kota Menggala dan alur Sungai Tulang Bawang
tumbuh menjadi pusat perdagangan beragam komoditas, khususnya lada
hitam. Seiring dengan merosotnya pamor lada hitam, sektor pertaniannya
digantikan oleh komoditas karet. Perkebunan karet ini selain dimiliki
perkebunan swasta, mayoritasnya adalah milik rakyat. Hasil olahan karet
tersebut didistribusikan ke daerah Palembang. Sementara ubi kayu
merupakan komoditas utama tanaman pangan. Sebagai salah satu sentra
produksi ubi kayu di Lampung yang mampu menunjang perekonomian
rakyat. Namun, sekarang harganya yang semakin turun dan eksport yang
berkurang karena sedikitnya permintaan membuat tanaman singkong tidak
lagi diminati. Pamor ubi kayu pun kini tenggelam beriringan dengan
turunnya minat Negara pengimpor yang dahulunya sering mengekspor. Di
daerah Tulang Bawang, perkebunan besar tebu dan pabrik gula,
perkebunan sawit dan singkong, serta industri pengolahan hasilnya juga
dimiliki lebih banyak oleh daerah ini dibandingkan daerah lain di
Lampung.
Oleh karena itu, puluhan ribu petani yang ikut serta dalam pola
kemitraan benar-benar menyandarkan hidupnya pada perkebunan besar
dan pabrik pengolahan hasil-hasil perkebunan di daerah tersebut. Lain
halnya dengan daerah Karawang, Jawa Barat, keadaan pertanian di daerah
ini sudah dimulai jauh sebelum penjajah datang. Ladang sebagai bentuk
miniatur dan hutan tropis telah lama dikembangkan. Begitu juga dengan
model sawah yang telah dikembangkan oleh kerajaan. Seiring dengan
datangnya Belanda ke Indonesia adalah untuk memperoleh produk
pertanian yang dipasarkan di Dunia dan di daerah Karawang ini pertanian
berkembang adalah persawahan dengan jenis tanaman padi. Sejak tempo
dulu Karawang terkenal sebagai lumbung padi Jawa Barat, luas lahan
sawah 93.590 hektar atau sekitar 53% dari luas kabupaten dan tersebar
diseluruh kecamatan, dan pada tahun 2001 kabupaten ini menghasilkan 1,1
juta ton padi sawah, selain padi sawah juga dihasilkan padi ladang 1.516
ton dari 740 hektar lahan di kecamatan pangkalan. Sampai saat ini
Produksi padi Karawang tidak lepas dari sistem pengairan yang memadai.
Saluran irigasi di Karawang terdiri dari Saluran Induk Tarum Utara dari
Bendungan Walahar, Saluran Induk Tarum Barat dan Saluran Induk
Tarum Timur dari Bendungan Curug. Selain tiga saluran irigasi tersebut
daerah ini memiliki saluran irigasi yang sumber airnya berasal dari
Bendungan Barugbu, dan Pundog di Kabupaten Purwakarta. Di daerah
Yogyakarta sendiri, disimpulkan dalam tiga jaman, yaitu sebagai berikut:
a. Masa sebelum perubahan hukum tanah tahun 1918
Dimasa ini petani hanya memiliki kewajiban dan tidak mempunyai
hak sama sekali. Semua yang hidup di luar istana adalah Abdi Sultan
yaitu Kawulo Dalem. Seorang kawula dalem sanggup dan setuju
menggarap tanah bagi penguasa, dia diperkenankan mengambil
separoh dari hasil panen untuk diri sendiri dan keluarganya.
b. Antara tahun 1918-1951
Di masa ini para petani mempunyai kewajiban dan hak. Seiring
dengan dihapuskannya “sistem tanam paksa”. Program land reform
telah diterima ditahun 1912 atas dasar bahwa kaum tani tidak boleh
hanya dibebani dengan berbagai kewajiban akan tetapi mereka juga
harus diberi hak-hak.
c. Masa ketika pajak tanah mulai dihapuskan yaitu tahun 1951
Dalam perekonomian sektor pertanian pada masa ini belum
memberikan sumbangan yang berarti. Ada beberapa alasan yang bisa
dikemukakan, diantaranya: Luas tanah milik sangat terbatas,
sehingga perluasan usaha tani juga terbatas, Kewajiban-kewajiban
yang bersifat paksanaan atas kaum tani bukannya berkurang, karena
kewajiban lama ditambah dengan kewajiban kewajiban kerja gotong-
royong baru untuk kepentingan desa. Beda dengan daerah
Yogyakarta, Lombok semakin mendapat tempat khusus di bidang
pertanian dan perdagangan, terutama sejak Gunung Tambora, yang
berada di wilayah Kabupaten Bima dan Dompu, Pulau Sumbawa,
meletus dahsyat tahun 1815.
Lekker (1920) menyebutkan, tahun 1839 Lombok menjadi produsen kapas
berkualitas baik, kayu Sepang, dan beras. Pada tahun itu, tercatat
sedikitnya 18.000 ton beras dikeluarkan dari Lombok untuk dikirim ke
Jawa, Madura, dan Makassar, bahkan sampai ke Mauritius dan Cina.
Komoditas perdagangan dari sektor pertanian tidak bisa lepas dari peran
Lombok Barat bagian timur. Topografi yang datar dan diapit bukit serta
gunung di bagian utara dan selatan, cocok untuk pengembangan
hortikultura dan perkebunan. Didukung lahan pertanian 107.429 hektar,
pertanian tanaman pangan menjadi andalan, dan pada tahun 2001, tanaman
pangan menyumbang Rp 362,4 milyar, menduduki posisi pertama kegiatan
perekonomian.
Untuk masyarakat Bali sendiri, mengenal organisasi pengairan yang
disebut subak. Subak adalah kesatuan dari pemilik atau penggarap sawah
yang menerima air irigasinya dari satu sumber atau bendungan tertentu.
Pengembangan sektor pertanian di Bali mengalami perkembangan yang
cukup pesat selama empat pelita pertama terutama setelah dilakukannya
penerapan teknologi modern di bidang pertanian tanaman pangan. Pada
tahun 1974, propinsi Sulawesi Utara memiliki hamparan dataran yang
cukup potensial untuk pertanian dan perkebunan yang masih dalam tahap
pendatang, tetapi sekarang wilayah-wilayah itu sudah menjadi lahan
pertanian yang subur dan telah memegang peranan penting dalam
perekonomian daerah. Sejak Pelita I dan Pelita V sektor pertanian
merupakan sektor yang paling besar sumbangannya dalam pembentukan
pendapatan daerah. Demikian pula peranan dalam penyerapan tenaga
kerja. Kendati semakin lama peranannya berangsur-angsur menurun tetapi
sector pertanian masih belum dapat digantikan oleh sektor lainnya.
Pembangunan pertanian selama Pelita I sampai Pelita IV menunjukkan
hasil yang menggembirakan baik dilihat dari skala pengesahaan maupun
produktivitas. Di dukung berbagai program seperti intensifikasi,
ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi serta pembangunan prasarana
irigasi, perkembangan masing-masing subsektor terus meningkat seperti
tercermin dari semakin luasnya areal tanaman perkebunan, semakin
banyaknya jumlah rumah tangga petani yang terlibat dalam usahatani
secara luas. Untuk jangka panjang, peluang pengembangan wilayah masih
sangat terbuka dimana orientasi produksi untuk tujuan ekspor bagi
komoditi-komoditi yang memiliki daya saing kuat dapat dijadikan
prioritas.
Propinsi Sulawesi Tengah, sebelum tahun 1974, kondisi pertanian
penduduk terbatas sekali. Pada periode itu sekitar 45% dari jumlah
penduduk Sulawesi Tengah (tahun 1971 berjumlah 913.662 jiwa)
menggantungkan hidupnya dari hasil tanaman kelapa. Penguasaan tanah di
Sulawesi Tengah, dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Tanah yang dikuasai oleh masyarakat merupakan tanah-tanah yang
telah diwarisi secara turun temurun, baik yang dikuasai oleh
perorangan maupun komunal desa (tanah adat), ada pula lahan yang
dikuasai oleh masyarakat karena kebijakan pemerintah misalnya
lahan yang dicadangkan untuk lokasi transmigrasi, lahan
perkebunan, dan lain-lain.
2. dan Tanah yang dikuasai oleh negara, meliputi kawasan hutan (kawasan
Tata Guna Kesepakatan) dan tanah-tanah lainnya untuk pembangunan
kepentingan umum, seperti jalan-jalan, kuburan, sekolah dan lainlain.
Saat ini pertanian di Sulawesi Tengah sudah mulai berkembang ke
pertanian yang lebih modern, sehingga jumlah produksi pertanian yang
dihasilkan juga bertambah, namun akibat maraknya perkelahian antar
suku di daerah ini, masyarakat mengalami kemunduran di bidang
usahatani, sehingga perekonomian di daerah ini menjadi tidak stabil
(Saeful, 2012).
Sehingga, Sejarah dan perkembangan usahatani dapat dibagi menjadi 5
kelompok berdasarkan sejarah dan perkembangan diatas, yaitu:
1. Pengumpul
Yaitu kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan
cara mengumpulkan apa-apa yang dihasilkan oleh alam berupa hasil-
hasil hutan, mineral-mineral serta kekayaan laut. Pada taraf pengumpul
ini manusia dalam berusa untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas
dari usahataninya. Pada taraf pengumpul ini tujuannya adalah untuk
memenuhi kebutuhan keluarga, berarti semakin banyak anggota
keluarga maka semakin semakin banyak pula yang dibutuhkan dalam
memenuhi kebutuhan keluarganya.
2. Pertanian
Kegiatan manusia untuk mengembangbiakan tumbuh-tumbuhan
ataupun hewan dengan maksud agar tumbuh-tumbuhan dan hewan
tersebut dapat lebih baik dalam memenuhi kebutuhan manusia. Lebih
baik dalam artian kuantitatif, kualitatif dan ekonomis. Artinya dengan
biaya produksi yang lebih murah diperoleh jumlah produksi yang lebih
banyak, rasa dan mutu lebi baik serta tahan lama. Pada taraf ini
manusia mulai berusaha untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas
disertai dengan pertimbangan yang ekonomis.
3. Perindustrian
Yaitu kegiatan manusia untuk merubah bentuk dari hasil pertanian
sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia yang lebih baik. Industri
ini ada beberapa jenis, yang paling sederhana yaitu mengubah bentuk
hasil pertanian yang biasanya hanya dikelola dengan menggunakan
tangan diubah menjadi menggunakan mesin yang dikendalikan oleh
manusia secara automatis.
4. Perdagangan
Kegiatan manusia untuk merubah tempat, waktu serta kepemilikan
hasil pertanian dari kelompok pengumpul pertanian dan industri
supaya hasil tersebut lebih baik untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Hasil pertanian paada umumnya berada di pedesaan, sedangkan
sebagian besar konsumen berada di perkotaan, dengan perdagangan
inilah yang menghubungkan antara produsen dan konsumen. Kegiatan
perdagangan meliputi kegiatan sortasi (pengumpulan hasil-hasil
pertanian di pedesaan), menyimpan, pengangkutan dll.
5. Jasa-jasa yang Lain
Yaitu kegiatan manusia untuk memperlancar kegiatan terdahulu
(Isaskar, 2014).
2.3 Usahatani Keluarga dan Perusahaan Pertanian
1. Perusahaan Pertanian
Perusahaan pertanian adalah perusahaan yang memproduksi hasil
tertentu dengan sistem pertanian seragam dibawah sistem manajemen
terpusat dengan berbagai metode ilmiah dan teknik pengolahan yang
efisien, untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya. Di Indonesia,
perusahaan perusahaan pertanian penting dan sudah mempunyai sejarah
yang lama adalah perkebunan (plantation), yang mengusahakan tanah
tanah yang luas berdasarkan hak hak pengusahaan tertentu. Di samping
itu, perusahaan pertanian dapat berbentuk perusahaan eksploitasi hutan,
perusahaan peternakan atau perikanan yang semuanya mempunyai
tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar besarnya.
Perusahaan pertanian dalam arti luas ini dapat berstatus perusahaan
swasta nasional, kerjasama atau perusahaan asing, tergantung pada
siapa pemilik sumber permodalannya.
2. Usaha Tani Keluarga
Usaha Tani Keluarga adalah usahatani dimana terdapat tenaga
kerja yang sebagian besar dari keluarga petani itu sendiri dan sebagian
besar pendapatan petani dalam setahun berasal dari usahataninya.
Usaha Tani Keluarga memiliki ciri-ciri yaitu Sedikitnya separuh dari
seluruh jumlah tenaga kerja pria yang diperlukan usahataninya berasal
dari petani penggarapnya dan anggota keluarga dan Sedikitnya separuh
dari jumlah pendapatan kotor yang diterima oleh keluarga petaninya
berasal dari usaha tani tersebut. Usahatani keluarga dipimpin oleh
kepala keluarga yang memutuskan segala yang bersangkutan dengan
operasi usahatani, tujuan usahatani berhubungan erat dengan
kepentingan hidup keluarganya.
Oleh karena itu pada sebagian besar usahatani keluarga tidak ada
pemisah antara pengeluaran usahatani dengan pengeluaran untuk
keperluan hidup keluarganya. Luas tanah tidak dapat dijadikan ukuran
untuk mendefinisikan usaha tani keluarga. Usaha tani keluarga dapat
pula terdiri dari tanah yang sempit. Karena tiap tanah memberikan sifat
dan kesuburan yang berbeda-beda maka pemakaian luas tanah untuk
mendefinisikan luas tanah tidak mudah. Jumlah kerja yang diperlukan
dan pendapatan kotor tang diterima petani lebih tepat dijadikan dasar
untuk mendefenisikan usahatani keluarga (Isaskar, 2014).
2.4 Klasifikasi Usahatani
a. Pola usahatani
Terdapat dua macam pola usahatani, yaitu lahan basah atau sawah
lahan kering. Ada beberapa sawah yang irigasinya dipengaruhi oleh
sifat pengairannya, yaitu:
Sawah dengan pengairan teknis
Sawah dengan pengairan setengah tehnis
Sawah dengan pengairan sederhana
Sawah dengan pengairan tadah hujan
Sawah pasang surut, umumnya di muara sungai
b. Tipe usahatani
Tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan
pada macam dan cara penyusunan tanaman yang diusahakan.
a) Macam tipe usahatani :
Usahatani padi
Usahatani palawija (serealia, umbi-umbian, jagung)
b) Cara penyusunan tanaman:
1)Usahatani Monokultur:
Satu jenis tanaman sayuran yang ditanam pada
suatu lahan.
Pola ini tidak memperkenankan adanya jenis
tanaman lain pada lahan yang sama. Pola tanam
monokultur banyak dilakukan
Petani sayuran yang memiliki lahan khusus.
Jarang yang melakukannya di lahan yang sempit.
2)Pola tanam tumpangsari
Pola tanam tumpangsari merupakan penanaman
campuran dari dua atau lebih jenis sayuran dalam suatu
luasan lahan. Menurut Suryanto (1990) dan Tono (1991)
prinsip tumpangsari lebih banyak menyangkut tanaman
diantaranya:
1. Tanaman yang ditanam secara tumpangsari, dua
tanaman atau lebih mempunyai umur yang tidak
sama
2. Apabila tanaman yang ditumpangsarikan mempunyai
umur yang hampir sama, sebaiknya fase
pertumbuhannya berbeda.
3. Terdapat perbedaan kebutuhan terhadap air, cahaya
dan unsur hara.
4. Tanaman mempunyai perbedaan perakaran
Beberapa keuntungan dari tumpangsari adalah sebagai
berikut:
1. Mengurangi resiko kerugian yang disebabkan
fluktuasi harga pertanian
2. Menekan biaya operasional seperti tenaga kerja dan
pemeliharaan tanaman.
3. Meningkatkan produktifitas tanah sekaligus
memperbaiki sifat tanah
(Santoso, 1990).
3)Usahatani bergilir/tumpang gilir
Tumpang gilir adalah usahatani yang dilakukan dengan
cara menanami sebidang lahan dengan beberapa jenis
tanaman secara bergilir atau bersamaan waktu tanamnya.
Dengan sistem ini lahan pertanian tetap bersih dari gulma
atau rumput liar, panen dapat dilakukan lebih dari satu kali
setahun dengan hasil beberapa jenis tanaman dan dapat
memenuhi kebutuhan gizi keluarga dengan tersedianya
berbagai sumber bahan makanan. Pergiliran tanaman yang
dapat dilaksanankan adalah palawija-padi-palawija
(Deptan, 1988).
c. Struktur usahatani
Struktur usahatani menunjukkan bagaimana suatu komoditi
diusahakan. Cara pengusahaan dapat dilakukan secara khusus (1
lokasi), tidak khusus (berganti-ganti lahan atau varietas tanaman) dan
campuran (2 jenis atau lebih varietas tanaman, misal tumpangsari dan
tumpang gilir). Ada pula yang disebut dengan “Mix Farming” yaitu
manakala pilihannya antara dua komoditi yang berbeda polanya,
misalnya hortikultura dan sapi perah. Pemilihan khusus atau tidak
khusus ditentukan oleh:
1. Kondisi lahan
2. Musim/iklim setempat
3. Pengairan
4. Kemiringan lahan
5. Kedalaman lahan
d. Corak usahatani
Corak usahatani berdasarkan tingkatan hasil pengelolaan usahatani
yang ditentukan oleh berbagai ukuran/kriteria, antara lain:
1. Nilai umum, sikap dan motivasi
2. Tujuan produksi
3. Pengambilan keputusan
4. Tingkat teknologi
5. Derajat komersialisasi dari produksi usahatani
6. Derajat komersialisasi dari input usahatani
7. Proporsi penggunaan faktor produksi dan tingkat keuntungan
8. Pendayagunaan lembaga pelayanan pertanian setempat
9. Tersedianya sumber yang sudah digunakan dalam usahatani
10. Tingkat dan keadaan sumbangan pertanian dalam
keseluruhan tingkat ekonomi.
e. Bentuk usahatani
Bentuk usahatani dibedakan atas penguasaan faktor produksi oleh
petani, yaitu:
1. Perorangan
Faktor produksi dimiliki atau dikuasai oleh seseorang,
maka hasilnya juga akan ditentukan oleh seseorang
2. Kooperatif
Faktor produksi dimiliki secara bersama, maka hasilnya
digunakan dibagi berdasar kontribusi dari pencurahan faktor
yang lain (Isaskar, 2014).
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat disampaikan, yaitu bahwa ilmu usahatani
merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana cara mengelola dan
menggunakan sumberdaya dengan efektif dan efisien sehingga dapat
menghasilkan keuntungan bagi pengelola, sedangkan usahatani adalah
tempat dalam melakukan usaha produksi pertanian baik tumbuhan maupun
ternak. Dalam usahatani terdapat tiga elemen penting dalam melaksanakan
usahatani yaitu lahan, tanaman atau ternak yang diusahakan dan petani
sebagai pengelola usaha tani dan memiliki keterkaitan satu sama lain
dalam usahatani.
Jika kita melihat jauh ke belakang, sekitar masa penjajahan hingga
sekarang dapat dikatakan bahwa perkembangan usahatani di Indonesia
mengalami perubahan yang signifikan.
Dalam usahatani juga dikenal dengan Usahatani keluarga dan
Perusahaan Pertanian. Usahatani keluarga sendiri adalah usahatani yang
dilakukan secara keseluruhan oleh keluarga petani mulai dari tenaga kerja,
lahan, modal, hingga pendapatan berasal dari usahataninya. Sedangkan
Perusahaan pertanian adalah perusahaan yang memproduksi hasil tertentu
dengan sistem pertanian seragam dibawah sistem manajemen terpusat
dengan berbagai metode ilmiah dan teknik pengolahan yang efisien, untuk
memperoleh laba yang sebesar-besarnya.
3.2 Saran
Dengan keterbatasan atau minimnya pengetahuan para petani di
Indonesia mengenai usahatani yang mereka lakukan, maka diperlukan para
stakeholder dibidang pertanian tentunya pemerintah yang memiliki peran
dalam hal ini untuk lebih memperhatikan secara khusus. Sehingga
usahatani dapat berjalan baik. Karena kunci keberhasilan suatu ekonomi
negara ada pada sektor pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwilaga, Anwar. 1982. Ilmu Usaha Tani. Alumni: IKAPI.
Deptan. 1988. Pola Tanam Tumpang Gilir. Kalimantan Selatan: BIP.
Isaskar, Riyanti. 2013. Modul 1. Pendahuluan: Pengantar Usaha Tani.
Laboratorium Manajemen dan Analisis Agribisnis. Fakultas
Pertanian, Universitas Brawijaya: Malang.
Saeful, Bachraen. 2012. Sistem Usaha Pertanian Di Indonesia. IPB Press:
Bogor
Shinta, Agustina. 2011. Ilmu Usahatani. UB Press: Malang.
Soeharto, Prawirokusumo, 1990. Ilmu Usahatani. BPFE: Yogyakarta
Soekartawi. 1985. Ilmu Usaha Tani. Penerbit Erlangga: Jakarta.