ureum encepalopaty1(1)

Upload: fraymun-wambrauw-arwam

Post on 17-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

emon

TRANSCRIPT

Urea dibentuk di dalam hati dari metabolisme protein (asam amino). Senyawa tersebut berasal terutama dari penguaraian protein yang berasal dari pakan. Pada individu yang mempunyai asupan protein tinggi dapat menyebabkan peningkatan kadar urea dalam darah di atas rentang normal. Urea dapat berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Senyawa ini kemudian akan mengalami pemekatan di urin untuk diekskresikan. Kadar urea dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi urea. Rendahnya kadar urea dalam darah pada umumnya tidak dianggap suatu kelainan karena dapat merupakan tanda rendahnya kadar protein dalam pakan. Namun, apabila kadar urea darah sangat rendah, hal ini dapat mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar urea dapat meningkat seiring dengan bertambahnya umur walaupun tanpa terjadi penyakit ginjal.

Kadar urea dalam tubuh berkaitan dengan protein (katabolisme protein). Protein yang berasala dari pakan akan mengalami perombakan di saluran pencernaan (duodenum) menjadi molekul sederhana yaitu asam amino. Selain asam amino, hasil perombakan protein juga menghsilkan senyawa yang mengandung unsur nitrogen (N), yaitu amonia (NH3). Asam amino tersebut merupakan produk dari perombakan protein yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh sebagai komponen pembangun. Sedangkan amonia merupakan senyawa toksik yang bersifat basa (bersifat kaustik) dan akan mengalami proses detoksifikasi di hati menjadi senyawa yang tidak toksik, yaitu urea melalui siklus urea. Selain itu, urea juga disintesis di hati melalui siklus urea yang berasal dari oksidasi asam amino. Pada siklus urea, kelompok asam amino (amonia dan L-aspartat) akan diubah menjadi urea. Produksi urea di hati diatur oleh N-acetylglutamate. Urea kemudian mempunyai sifat yang mudah berdifusi dalam darah dan diekskresi melalui ginjal sebagai komponen urin, serta sejumlah kecil urea diekskresikan melalui keringat.

Menurut West (1979), urea atau carbamide merupakan senyawa kristalin dengan rumus kimia CO(NH2)2 yang sangat solubel atau mudah larut dalam air dan alkohol. Urea merupakan senyawa sisa metabolisme yang dibuang melalui urine. Urea dibentuk di hati dan dibawa melalui darah ke ginjal. Jumlah urea yang diekskresikan bervariasi sesuai dengan jumlah urea dalam darah. Urea akan diubah secara cepat menjadi amonium karbonat setelah ekskresi dan ketika berkontak dengan udara dan mikroorganisme.

Peningkatan kadar urea disebut dengan uremia. Penyebab dari uremia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu prerenal, renal, dan postrenal. Uremia prerenal disebabkan oleh gagalnya mekanisme sebelum filtrasi glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi penurunan aliran darah ke ginjal (shock, dehidrasi, dan kehilangan darah) dan peningkatan katabolisme protein. Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (gagal ginjal kronis/chronic renal failure atau juga pada kejadian gagal ginjal akut/acute renal failure apabila fungsi ginjal menurun dengan cepat) yang dapat menyebabkan gangguan ekskresi urea sehingga urea akan tertahan di dalam darah, hal ini akan menyebabkan intoksikasi oleh urea dalam konsentrasi tinggi yang disebut dengan uremia. Sedangkan uremia postrenal terjadi oleh obstruksi saluran urinari di bawah ureter (vesica urinaria atau urethra) yang dapat menghambat ekskresi urin. Obstruksi tersebut dapat berupa batu/kristaluria, tumor, serta peradangan.

Selain itu, beberapa jenis obat-obatan juga dapat mempengaruhi peningkatan urea dan penurunan urea dalam darah. Obat yang dapat meningkatkan kadar urea darah adalah obat nefrotoksik, diuretikum (hidroklortiazid, asam etakrinat, furosemid, dan triamteren), antibiotik (basitrasin, sefaloridin pada dosis besar, gentamisin, kanamisin, kloramfenikol, metisilin, neomisin, dan vankomisin), obat antihipertensi (metildopa dan guanetidin), sulfonamide, propanolol, morfin, litium karbonat, serta salisilat. Sedangkan jenis obat yang dapat menurunkan kadar urea dalam darah adalah fenotiazin.

Ureum sebenarnya adalah zat yang tidak toksik, tetapi apabila konsentrasinya sangat tinggi akan menimbulkan bekuan ureum dan menimbulkan bau nafas yang mengandung amonia (NH3). Kadar ureum yang berlebihan akan diubah oleh bakteri menjadi amonia, dan senyawa ini merupakan senyawa toksik bagi tubuh daripada ureum. Efek ureum yang tinggi dalam darah (uremia) adalah terhadap trombosit, trombosit tidak dapat lagi membentuk bekuan sehingga tidak terjadi agregasi trombosit. Akibatnya akan timbul perdarahan dari hidung, diare berdarah, atau bisa juga perdarahan di bawah kulit. Penyebab perdarahan adalah trombopatia uremika.

Menurut Vanholder dan Smet (1999), sindrom uremik merupakan penurunan fungsi biokimia dan fisiologis yang berkaitan dengan gagal jantung. Kondisi ini akan menyebabkan penurunan daya pembersihan ureum oleh ginjal sehingga menyebabkan retensi ureum. Retensi atau tertahannya ureum tersebut dapat menyebabkan perubahan terhadap fungsi biokimia dan fisiologis. Beberapa komponen yang terdapat ketika terjadi retensi ureum adalah senyawa inorganik, urea, oxalic acid, hormon paratiroid (PTH), dan 2-microglobulin yang berperan sebagai toksin uremik.

Uremic encephalopathy

Menurut Lohr (2009), uremic encephalopathy adalah gangguan otak yang disebabkan oleh gagal ginjal kronis. Pada manusia, manifestasi dari kelainan ini meliputi gejala klinis ringan (kelemahan dan kelelahan) sampai gejala yang parah (seizure dan koma). Keparahan dari uremic encephalopathy tergantung dari laju penurunan fungsi ginjal. Uremic encephalopathy mempunyai patofisiologi yang kompleks dan terdapat kaitan dengan toksin yang terjadi pada gagal ginjal. hormon paratiroid (PTH) juga dapat menyebabkan uremic encephalopathy.

Hiperparatiroidisme dapat terjadi pada keadaan gagal ginjal, sehingga pada kondisi ini akan menyebabkan peningkatan kadar kalsium pada korteks cerebri. Mekanisme khusus dari gangguan fungsi otak yang disebabkan oleh PTH masih belum jelas. Namun, terdapat kemungkinan bahwa terjadi peningkatan konsentrasi kalsium di sel-sel otak yang merupakan hasil dari peningkatan kadar kalsium dalam plasma dari kerja PTH yang berlebihan.

Teori lain tehadap penyebab uremic encephalopathy menyatakan bahwa uremic encephalopathy disebabkan oleh ketidakseimbangan nurotransmiter asam amino dalam otak. Selama fase awal uremic encephalopathy, cairan cerebrospinal (CSF) dapat digunakan untuk menentukan terjadinya peningkatan level glisin, level glutamin, serta penurunan GABA. Perubahan yang terjadi pada metabolisme dopamin dan serotonin di otak dapat mengawali dan menyebakan gejala klinis. Peningkatan uremia akan menghasilkan akumulasi komponen guanidino yang dapat menyebabkan aktivasi terhadap reseptor N-methyl-D-aspartate eksitatori serta akan menghambat reseptor GABA yang dapat mengakibatkan terjadinya myoklonus dan seizure.

Menurut Bucurescu (2008), uremia yang menggambarkan gangguan ginjal (insufisiensi ginjal) dan gangguan multiorgan dihasilkan oleh akumulasi metabolit protein, asam amino, serta gangguan proses katabolisme di ginjal, proses metabolik, dan proses endokrin. Tidak ada metabolit tunggal yang menyebabkan uremia. Uremic encephalopathy merupakan salah satu manifestasi dari gagal ginjal. Patofisiologi dari uremic encephalopathy adalah akumulasi senyawa organik seperti metabolit protein dan asam amino yang merusak neuron, antara lain dapat berupa urea, senyawa guanidine, asam urat, asam hippuric, beberapa macam asam amino, polipeptida, polyamine, phenol dan konjugat phenol, asam phenols dan asam indolic, acetoin, asam glukoronat, karnitin, myoinositol, sulfat, fosfat. Selain itu juga akibat dari peningkatan level senyawa guanidine, yang meliputi guanidinosuccinic acid, methylguanidine, guanidine, dan kreatinin. Senyawa guanidino endogenus bersifat neurotoksik.

Abnormalitas yang berkaitan dengan keadaan uremic encephalopathy meliputi asidosis, hiponatremia, hiperkalemia, hipokalsemia, hipermagnesemia, overhidrasi, dan dehidrasi.

Tidak ada abnormalitas tunggal yang dapat menunjukkan lesio pada kejadian uremic encephalopathy. Peningkatan level glisin, asam amino yang berasal dari phenylalanin, tryptophan bebas, dan penurunan level gama-aminobutyric acid (GABA) pada cairan cerebrospinal akan bertanggung jawab terhadap penyakit. Uremic encephalitis juga dipengaruhi oleh faktor hormonal, yang meliputi hormon paratiroid (PTH), insulin, growth hormon, glukagon, thyrotropin hormon, prolactin, luteinizing hormone, dan gastrin. Pada anjing normal, tingginya level PTH akan menyebabkan perubahan CNS karena PTH dapat menyebabkan pemasukan kalsium ke dalam neuron yang kemudian akan menyebabkan perubahan.

Menurut Moe dan Sparague (1994), patofisiologi uremic encephalopathy belum diketahui secara baik dan kemungkinan terjadi oleh adanya toksin uremic. Pada kondisi ini, hormon PTH mempunyai kemungkinan besar terhadap munculnya gejala klinis. Namun, toksin-toksin lain penyebab uremic encephalopathy yang dipengaruhi oleh gagal ginjal juga bertanggung jawab terhadap terjadinya patogenesis gangguan neurologi.

Anemia