upaya peningkatan perolehan emas dengan … · pendulangan merkuri (hg) + au, ag ampas saringan...
TRANSCRIPT
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 83 – 96
83
UPAYA PENINGKATAN PEROLEHAN EMAS
DENGAN METODE AMALGAMASI TIDAK LANGSUNG (Studi Kasus: Pertambangan Rakyat Desa Waluran, Kecamatan Waluran,
Kabupaten Sukabumi)
1Widodo,
2Aminuddin
1Pusat Penelitian Geoteknologi – LIPI . Komplek LIPI, Jln. Sangkuriang Bandung
2Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan, Badan Geologi
Jln. Diponegoro No. 57 Bandung
SARI
Masalah utama yang timbul pada kegiatan penambangan emas skala kecil adalah pemborosan sumber daya
mineral dan terjadinya degradasi lingkungan. Pemborosan sumber daya mineral terjadi karena hanya bijih
emas kadar tinggi yang diambil untuk diolah dengan metode amalgamasi secara langsung. Perolehan emas
yang rendah (<60 %) serta merkuri (Hg) dan logam-logam berat lainnya yang terbuang cukup besar, dan bijih
emas kadar rendah ditimbun di sekitar lubang tambang. Salah satu upaya untuk mengurangi pemborosan
sumber daya mineral emas pada penambangan skala kecil adalah dengan meningkatkan perolehan emas, yaitu
dengan cara melakukan pengolahan bijih emas metode amalgamasi “secara tidak langsung”. Berdasarkan hasil
penelitian di daerah Waluran, Kabupaten Sukabumi, metode amalgamasi dengan cara tidak langsung mampu
meningkatkan perolehan logam emas hingga 14,580 % dan menekan tingkat kehilangan merkuri (Hg) hingga
3,933 %.
Kata kunci: bijih emas, tambang skala kecil, metode amalgamasi tidak langsung
ABSTRACT
The main problems in small-scale gold mining activities is a waste of mineral resources, and environmental
degradation. Mineral resource wastage occurs happened because only high grade gold ore is taken to
proceed by a direct amalgamation method, a large amount of lowgrade gold ore (<60%) as well as mercury
(Hg) and other heavy metals are dumped around the pit. One of the efforts to reduce the waste of gold
resources is to increase the gold gain by carrging out the process of gold ore amalgamation method
indirectly. Based on the results of a research in Waluran, Sukabumi Regency. the method of indirect
amalgamation is better than the direct one, and it is able to increase the gold gain up to 14.580% and
decreases the loss of mercury (Hg) up to 3.933%.
Keywords: gold metal, small-scale mining, amalgamation indirect method
PENDAHULUAN
Kebutuhan dunia akan emas pada saat ini
cukup meningkat seiring dengan kemajuan
teknologi, kecerdasan masyarakat, dan
pengalaman pengolahan bijih emas. Emas
merupakan salah satu sumber daya bahan galian
(mineral) yang bersifat sekali ambil akan habis
(non renewable resources), dan tidak dapat
diperbaharui atau dipulihkan kembali. Untuk itu
diperlukan pengelolaan yang yang tepat dan
terencana, serta memperhatikan konservasi
mineral untuk generasi yang akan datang.
Penambangan dilakukan dengan sistem
tambang bawah tanah, dengan membuat lubang
bukaan mendatar berupa terowongan (tunnel) atau
berupa adit dan lubang bukaan vertikal berupa
sumuran (shaft) sebagai jalan masuk ke dalam
tambang. Penambangan dilakukan secara selektif
untuk memilih bijih yang mengandung emas, baik
yang berkadar rendah maupun yang berkadar
tinggi. Hasil penambangan bijih emas yang
berkadar tinggi diolah dengan metode
amalgamasi, yaitu proses pengikatan logam emas
dari bijih tersebut dengan menggunakan merkuri
(Hg) dalam tabung yang disebut sebagai
gelundung (amalgamator). Amalgamator selain
berfungsi sebagai tempat proses amalgamasi juga
berperan dalam mereduksi ukuran bijih emas dari
yang berukuran kasar (<1 cm) hingga menjadi
berbutir halus (80 - 200 mesh) dengan media gerus
berupa batangan besi. Amalgamator tersebut dapat
diputar dengan tenaga penggerak air sungai
melalui kincir atau tenaga listrik (dinamo).
Selanjutnya dilakukan pencucian dan pendulangan
untuk memisahkan amalgam (perpaduan logam
emas/perak dengan Hg) dari ampas (tailing).
Amalgam yang diperoleh diproses melalui
pembakaran (penggebosan) untuk memperoleh
Upaya Peningkatan Perolehan Emas Dengan Metode Amalgamasi Tidak Langsung
(Widodo dan Aminuddin)
84
perpaduan logam emas-perak (bullion).
Selanjutnya dilakukan pemisahan antara logam
emas (Au) dari logam perak (Ag) dengan
menggunakan larutan perak nitrat.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
hasil proses amalgamasi pada “pertambangan
rakyat” di Waluran, Kabupaten Sukabumi
menimbulkan berbagai permasalahan. Di samping
terjadinya pemborosan sumber daya mineral, juga
menimbulkan terjadinya degradasi lingkungan.
Terjadinya pemborosan sumber daya mineral
karena banyak logam emas yang terbuang bersama
dengan ampas (tailing) yang tercermin oleh
tingkat perolehan (recovery) logam emas yang
masih rendah (< 60 %), walaupun secara teoritis
tingkat perolehan emas dalam amalgamasi jarang
melebihi 85 % (Sevruykov et al, 1960). Akibat
penggunaan metode amalgamasi cara langsung ini
timbul permasalahan, yaitu perolehan emas yang
rendah dan kehilangan merkuri yang cukup tinggi.
Kehilangan merkuri yang cukup tinggi ini telah
mencemari air Sungai Ciliunggunung (Widodo,
2008a).
Untuk itu dilakukan penelitian untuk
mengupayakan meningkatkan perolehan emas
dengan melakukan pengolahan bijih emas metode
amalgamasi secara tidak langsung. Tujuannya
adalah meningkatkan perolehan emas, sehingga
kandungan emas yang ada dalam ampas (tailing)
hasil pengolahan metode amalgamasi menurun,
serta mengurangi adanya dampak pencemaran air
raksa dan logam-logam berat lainnya.
Percobaan menggunakan bahan dan
peralatan yang sama seperti yang dilakukan oleh
pertambangan rakyat di Waluran. Bahan
percobaan menggunakan bijih emas berukuran
<1cm dengan kadar 8,4 gr/t dan 10,32 gr/t,
merkuri, kapur tohor, borax, soda abu, dan perak
nitrat. Sementara peralatan amalgamasi
menggunakan gelundung (amalgamtor) dengan
tenaga penggerak kincir air, pendulang (pan), dan
retorting.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa
perolehan emas (Au) sebesar 38,40-47,98 % untuk
cara langsung dan 44,43-53,33 % untuk cara tidak
langsung. Kehilangan air raksa (Hg) sebesar 6,13-
8,06 % untuk cara langsung dan 4,13-5,26 %
untuk cara tidak langsung. Berdasarkan hasil
percobaan terlihat adanya kecenderungan
kenaikan perolehan emas hingga 14,58 %, dan
menurunkan kehilangan air raksa hingga 3,93 %.
Hasil percobaan pengolahan bijih emas dengan
metode amalgamasi tidak langsung ini diharapkan
dapat diterapkan pada pertambangan rakyat
maupun dalam industri pertambangan emas.
KEADAAN UMUM DAERAH KAJIAN
Lokasi kegiatan penambangan dan
pengolahan bijih emas ”pertambangan skala kecil
(tambang rakyat)” terletak di daerah Waluran,
Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi
(Gambar 1). Lokasi penelitian dapat dicapai
dengan kendaraan roda empat dari Kecamatan
Pelabuhan Ratu ke arah Kiaradua-Surade (Ujung
Genteng). Jarak Kota Bandung - Kota Sukabumi
sekitar 90 km, sedangkan Kota Sukabumi-
Kecamatan Waluran diperkirakan 100 km.
Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 83 – 96
85
Daerah Waluran termasuk kedalam Formasi
Jampang (Tmjv). Formasi Jampang (Gambar 2)
terdiri atas tiga satuan, yaitu bagian utama
sebagian besar adalah breksi gunung api berbutir
halus hingga kasar, Anggota Formasi Cikarang
(Tmjc) yang terdiri atas tufa dan tufa lapili, dan
Anggota Cisereuh (Tmja) terdiri atas aliran andesit
dan basal (Sukamto, 1990). Mineralisasi di daerah
Waluran dijumpai pada lava andesit dan intrusi
dasit, yang ditandai dengan munculnya ubahan
klorit, karbonat, mineral lempung, dan kuarsa.
Kuarsa sering dijumpai dalam bentuk veinlets
maupun urat berukuran tebal antara 0,1 – 1,0 m,
yang kadang-kadang mengandung mineral bijih
sulfida. Jurus urat U 300o T - U 340
o T dengan
kemiringan 50o sampai mendekati 90
o. Kuarsa
veinlets mempunyai ketebalan beberapa cm
dengan arah tidak teratur, yang memotong
kedudukan urat kuarsa. Urat dan veinlets kuarsa
ini terdapat dalam dasit yang kadang-kadang
menerobos lava andesit. Mineralisasi yang terjadi
disebabkan oleh pengaruh intrusi dasit yang
menerobos batuan samping (lava andesit), yang
dapat digolongkan kedalam jenis mineralisasi
sulfida bertipe urat (Indarto drr., 1987).
Berdasarkan pengamatan mineralogi pada
sayatan tipis/poles percontoan urat (Soemarto
drr., 1994) diketahui bahwa bijih emas primer
termasuk bijih sulfida dengan mineral-mineral
penyusun di antaranya: pirit (FeS2), kalkopirit
[(Cu, Fe)S2], spalerit [(Zn, Fe)S], dan kovelit
(CuS). Mineral pirit berukuran 0,1 - 0,2 mm,
bentuk anhedral, tersebar pada urat kuarsa (+ 15
%); kalkopirit berwarna kuning, anhedral, butir
halus ukuran + 0,1 mm dan tersebar tidak
merata (+ 1 %); spalerit
warna kuning keabuan ukuran < 4 mm; kovelit
warna biru muda, anhedral dan jumlahnya + 1 %.
METODOLOGI
Metode yang dipakai dalam penyusunan
makalah ini adalah melakukan pengumpulan dan
pengolahan data sekunder yang berupa data
geologi, bijih emas, dan air sungai. Selain itu juga
dilakukan pengamatan dan pengukuran langsung
di lapangan seperti pengambilan percontoh bijih
emas, ampas (tailing), dan air.
Untuk mengetahui kondisi sebenarnya proses
amalgamasi yang dilakukan pada “pertambangan
rakyat” di Waluran, maka dilakukan percobaan
amalgamasi dengan indikator tingkat perolehan
logam emas dan tingkat kehilangan merkuri (Hg).
Bahan percobaan pengolahan metode
amalgamasi yang digunakan adalah dua kelompok
bijih emas berukuran <1 cm, masing-masing
berkadar Y1 (8,4 gr/t) dan Y2 (10,32 gr/t). Bahan
proses amalgamasi berupa merkuri (Hg), dan
kapur tohor (CaO) untuk pengaturan pH.
Sementara peralatan amalgamasi berupa tabung
amalgamasi (amalgamator) atau penduduk
setempat menyebut dengan istilah gelundung
dengan tenaga penggerak dinamo, pendulang, dan
retorting.
Data prosedur percobaan amalgamasi
dilakukan dengan dua cara, yaitu cara langsung
(Gambar 3) dan cara tidak langsung (Gambar
4) yang dijelaskan sebagai berikut (Widodo,
2008):
Gambar 2. Peta geologi daerah Waluran dan sekitarnya (Sukamto, 1975).
U
Upaya Peningkatan Perolehan Emas Dengan Metode Amalgamasi Tidak Langsung
(Widodo dan Aminuddin)
86
Gambar 3. Pengolahan bijih emas metode amalgamasi cara langsung.
Prosedur cara langsung (X1) :
Kondisi percobaan diatur sebagai berikut :
berat bijih emas 20 kg, berat media giling 9,6 kg,
berat merkuri 150 gr, pH pulp 9 - 10, kecepatan
putar amalgamator pada penghalusan bijih adalah
55 rpm, dan rentang waktu amalgamasi 9 jam
(merkuri dimasukkan bersama-sama dalam proses
penggerusan).
Prosedur cara tidak langsung (X2) :
Kondisi percobaan sama dengan kondisi
cara langsung, perbedaannya cara tidak
langsung ini bahwa bijih emas tidak langsung
dimasukkan ke amalgamator, tetapi dilakukan
pencucian bijih emas terlebih dahulu atau melalui
dua tahap proses (Gambar 4).
Bijih Emas Primer
Pengecilan Ukuran (<1 cm)
Amalgamator
Pendulangan
Merkuri (Hg) + Au, Ag Ampas
Saringan (Kain Parasut)
Amalgam Merkuri
Media gerus, kapur, air
Air raksa
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 83 – 96
87
Gambar 4. Pengolahan bijih emas metode amalgamasi cara tidak langsung.
Tahap pertama dilakukan penghalusan
ukuran butir dalam amalgamator selama 7 jam,
kemudian baru tahap kedua, yaitu amalgamasi
selama 2 jam. Pada tahap amalgamasi ini,
dilakukan pengurangan berat media giling 40-50
%, ditambahkan air untuk mendapatkan
persentase pulp (adonan) menjadi 30 - 40 %,
dimasukkan merkuri dan dilakukan pengecekan
pH (9-10). Setelah persiapan pengolahan selesai,
amalgamator diputar kembali dengan kecepatan
putar sekitar 40 rpm. Pengurangan berat media
giling dan kecepatan putar bertujuan agar proses
yang terjadi hanya proses pengadukan (agitasi),
bukan proses penggerusan. Hasil amalgamasi baik
cara langsung maupun tidak langsung sama -
sama berupa amalgam.
Selanjutnya dengan menambahkan borax,
soda abu, dan nitrat kemudian dibakar dengan alat
emposan (retort), didapatkan bullion. Pemisahan
logam emas terhadap perak dilakukan dengan
menggunakan larutan air keras (asam nitrat) dan
batang tembaga sebagai elektroda, perak akan
bereaksi dengan air keras, dan emas akan
tertinggal.
Untuk mengetahui perkembangan tingkat
pencemaran air sungai telah dilakukan
pemantauan dengan cara mengambil percontoh
air sungai pada titik tetap CLG.07 tahun 2007,
2008 dan 2009. Analisis percontoh air sungai
meliputi unsur-unsur pH, Hg, Fe, Mn, Cu, Zn, Pb,
Cr, dan As.
Bijih Emas Primer
Pengecilan Ukuran (1 cm)
Amalgamator
Pendulangan
Merkuri (Hg) + Au, Ag Ampas
Saringan (Kain Parasut)
Amalgam Merkuri
Tahap 1
Media Gerus, Kapur, Air
Tahap 2
Air, Air Raksa
Upaya Peningkatan Perolehan Emas Dengan Metode Amalgamasi Tidak Langsung
(Widodo dan Aminuddin)
88
Gambar 5. Gelundung (amalgamator) untuk proses pengolahan bijih emas
(Foto diambil di Waluran, 2010).
Gambar 6. Pencucian adonan (pulp) hasil pengolahan bijih emas dengan metode amalgamasi
(Foto diambil di Waluran, 2010).
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 83 – 96
89
ANALISIS PERCOBAAN
Masukkan merkuri (Hg) ke dalam
amalgamator yang dilakukan secara tidak
langsung (2 jam) belakangan, memperoleh
hasil amalgamasi lebih baik jika
dibandingkan dengan cara langsung (9 jam)
bersamaan, sebagaimana yang dilakukan oleh ”
pertambangan rakyat ” di Waluran pada
umumnya. Hasil percobaan amalgamasi baik
dalam bentuk amalgam, bullion, logam emas,
dan kehilangan merkuri disajikan dalam
bentuk tabel seperti disajikan pada Tabel 1,
Gambar 7, dan Gambar 8 (Widodo, 2008)
sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Percobaan Amalgamasi
No. Variabel Percobaan
Hasil Percobaan Amalgamsi (gr) Kehilangan
Merkuri
Amalgam Bullion Emas
1 Cara Langsung X1Y1 8,100 1,666 0,0810 10,60
2 Cara Langsung X1Y1 7,590 1,610 0,0690 9,20
3 Cara Langsung X1Y2 9.610 1,480 0,0785 11,50
4 Cara Langsung X1Y2 9,080 1,724 0,0798 12,10
5 Cara Tidak Langsung X2Y1 9,620 1,760 0,0868 7,10
6 Cara Tidak Langsung X2Y1 9,740 2,075 0,0756 6,80
7 Cara Tidak Langsung X2Y2 11,650 2,532 0,0986 7,90
8 Cara Tidak Langsung X2Y2 11,480 1,886 0,1096 6,20
Keterangan: X1 = pengolahan cara langsung
X2 = pengolahan cara tidak langsung
Y1 = kadar bijih emas 1 (umpan 1)
Y2 = kadar bijih emas 2 (umpan 2)
Upaya Peningkatan Perolehan Emas Dengan Metode Amalgamasi Tidak Langsung
(Widodo dan Aminuddin)
90
Gambar 7. Diagram tingkat perolehan logam emas hasil percobaan amalgamasi.
Gambar 8. Diagram pola kecenderungan tingkat kehilangan merkuri (Hg)
hasil percobaan amalgamasi
0
2
4
6
8
10
Percobaan Ke (n)
Keh
ilan
gan
Hg
(%
)
Cara langsung 7.067 6.134 7.667 8.067
Cara tidak langsung 4.734 4.534 5.267 4.134
1 2 3 4
Menurun
0
10
20
30
40
50
60
Percobaan Ke (n)
Pero
leh
an
Au
(%
)
Cara langsung 47.98 40.88 38.4 38.65
Cara tidak langsung 50.95 44.43 47.95 53.33
1 2 3 4
Meningkat
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 83 – 96
91
Hasil analisis kimia air Sungai Ciliunggunung pada titik (CLG.07), unsur pH dan logam-logam berat
adalah sebagai berikut (Tabel 2):
Tabel 2. Hasil Analisis pH dan Logam Berat Titik CLG.07
No. Parameter
Satuan Hasil Analisis
mg/l 2006*) 2007 2008 2009
1 pH mg/l 5,7 5,7 5,8 6,0
2 Merkuri (Hg) mg/l 0,188 0,020 0,010 0,004
3 Besi (Fe) mg/l 0,320 0,360 0,410 0,280
4 Mangan (Mn) mg/l 0,012 0,008 0,002 ttd
5 Tembaga (Cu) mg/l 0,015 0,010 0,008 0,006
6 Seng (Zn) mg/l 0,022 0,020 0,015 0,008
7 Timbal (Pb) mg/l 0,018 0,015 0,020 ttd
8 Kromium (Cr) mg/l Ttd ttd ttd ttd
9 Arsen (As) mg/l ttd 0,001 ttd ttd
*). Sebelum dilakukan perbaikan cara pengolahan bijih emas (Widodo, 2008).
PEMBAHASAN
Kegiatan pertambangan skala kecil/
pertambangan rakyat (small-scale mining)
dilaksanakan dalam suatu wilayah pertambangan
rakyat (WPR), baik itu pertambangan mineral
logam, pertambangan mineral bukan logam,
pertambangan batuan, dan pertambangan batubara.
Sifat-sifat atau kondisi kegiatan pertambangan
skala kecil umumnya diterapkan pada kondisi
sebagai berikut: tidak melakukan kegiatan
eksplorasi, potensi cadangan terbatas, teknologi
penambangan dan pengolahan bersifat sederhana
(manual), bahan galian yang ditambang/diolah
berkadar/berkualitas tinggi, kualitas bahan galian
dipengaruhi oleh pasar/konsumen, modal kegiatan
penambangan/pengolahan terbatas, tidak (kurang)
memperhatikan kelestarian lingkungan, kesehatan
dan keselamatan kerja, prasarana pendukung
kegiatan penambangan / pengolahan sedang-
cukup, keahlian penambang / pengolah bahan
galian dapat digolongkan ke dalam tingkat
dasar sampai menengah, kegiatan penambangan /
pengolahan dilakukan secara padat karya,
prokduktivitas relatif rendah, kurang
memperhatikan konservasi sumber daya alam
(mineral).
Pengolahan bijih emas dengan metode
amalgamasi adalah cara pengolahan bijih emas
yang paling sederhana dibandingkan dengan
metode pengolahan emas lainnya, seperti metode
flotasi maupun metode pelindian termasuk
sianidasi. Di samping murah biaya operasionalnya,
juga mudah dalam pemasaran produknya karena
baik masih dalam bentuk amalgam, maupun
bullion sudah bisa dipasarkan dengan harga
standar berdasarkan kualitas produk dan harga
pasar logam emas murni dunia internasional pada
saat itu. Oleh karena itu, metode amalgamasi ini
menjadi pilihan utama bagi pertambangan skala
kecil (pertambangan rakyat) pada umumnya.
Perlakuan waktu amalgamasi sehubungan
dengan cara memasukkan merkuri (Hg) ke
dalam amalgamator yang dilakukan secara tidak
Upaya Peningkatan Perolehan Emas Dengan Metode Amalgamasi Tidak Langsung
(Widodo dan Aminuddin)
92
langsung (2 jam) memperoleh hasil amalgamasi
lebih baik jika dibandingkan dengan cara langsung
(9 jam), sebagaimana yang dilakukan oleh
”pertambangan rakyat” di Waluran pada
umumnya.
Pengolahan bijih emas metode amalgamasi
cara langsung memperoleh hasil 38,40-47,98 %,
sehingga emas yang terbuang bersama ampas
sebesar 52,02-62,60 %. Sementara pengolahan
bijih emas metode amalgamasi cara tidak langsung
memperoleh hasil 44,43-53,33 %, sehingga emas
yang terbuang bersama ampas sebesar 46,67-55,57
%. Berdasarkan diagram pada Gambar 3, tampak
bahwa kecenderungan (trend) pengaruh
amalgamasi tidak langsung dapat meningkatkan
perolehan logam emas (Au) rata-rata sebesar
14,580 %, jika dibandingkan dengan cara
langsung. Sementara berdasarkan diagram pada
Gambar 4, tampak bahwa kecenderungan (trend)
pengaruh amalgamasi tidak langsung dapat
menurunkan (menekan) tingkat kehilangan
merkuri (Hg) rata-rata sebesar 3,933 %, jika
dibandingkan dengan cara langsung.
Terjadinya degradasi lingkungan, khususnya
di daerah aliran sungai, disebabkan oleh proses
pencucian dan pendulangan yang dilakukan di
sungai, sehingga ampas (tailing) terbuang ke
dalam sungai. Sebagai akibatnya, air sungai
menjadi keruh dan tercemar oleh merkuri yang
terbuang bersama ampas. Hasil pemantauan Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi
(tahun 2004, 2005) menyebutkan bahwa daerah
aliran sungai di Kecamatan Waluran pada
umumnya telah mengalami pencemaran merkuri
(Hg) akibat kegiatan pertambangan emas di daerah
sekitarnya. Kandungan merkuri pada bulan-bulan
tertentu telah melampaui nilai ambang batas yang
diperkenankan. Hasil pengukuran terhadap
kualitas air pada bulan Agustus 2005
memperlihatkan nilai kandungan merkuri (Hg)
cukup tinggi, yaitu mencapai sekitar 0,2180 mg/l
(Wahyu drr., 2006).
Merkuri termasuk salah satu logam berat,
dengan berat molekul tinggi. Dalam kadar rendah
logam berat ini umumnya sudah beracun bagi
tumbuhan dan hewan, termasuk manusia.
Beberapa logam berat lainnya adalah mangan
(Mn), timbal (Pb), tembaga (Cu), kromium (Cr),
dan besi (Fe). Merkuri (Hg) diperlukan untuk
pertumbuhan kehidupan biologis, tetapi dalam
jumlah berlebihan akan bersifat racun. Oleh
karena itu keberadaan logam berat perlu mendapat
pengawasan terutama dari segi jumlah
kandungannya di dalam air (Noviardi drr., 2007).
Air raksa dalam temperatur kamar berbentuk zat
cair, bila terjadi kontak dengan logam emas akan
membentuk larutan padat (Sevruykov drr., 1960).
Larutan padat biasa disebut amalgam, yaitu
merupakan paduan antara air raksa dengan
beberapa logam (emas, perak, tembaga, timah, dan
seng).
Perolehan emas metode amalgamasi
langsung yang rendah (<60 %) ini juga
menimbulkan masalah pencemaran air sungai dari
merkuri dan logam-logam berat, pemborosan
sumber daya mineral karena bijih emas kadar
rendah tidak diolah dan ampas (tailing) sebagai
sisa pengolahan umumnya masih mengandung
emas. Agar dampak pengolahan yang terjadi dapat
diminimalisasi (ramah lingkungan), maka perlu
dilakukan usaha : (1). pengolahan tidak lagi
dilakukan di sungai dengan tenaga penggerak
kincir air, tetapi menggunakan genset (dinamo)
yang dapat dilakukan jauh dari sungai, (2).
memperkecil kandungan air raksa yang tidak dapat
diambil kembali dengan cara melakukan
pengolahan bijih emas metode amalgamasi tidak
langsung dan meningkatkan tingkat efisiensi
amalgamasi, (3). membuat kolam-kolam/bak
pengendap yang kedap air secara berjenjang untuk
tailing hasil pengolahan dan mencegah infiltrasi
ke dalam air tanah.
Pada awalnya sungai-sungai di daerah
penelitian tidak tercemar merkuri (Hg) dan logam-
logam berat, setelah adanya kegiatan pengolahan
bijih emas metode amalgamasi langsung oleh
penduduk setempat dan sekitarnya, air sungai
menjadi tercemar, khususnya merkuri.
Hasil pemantauan pencemaran merkuri dari
pengolahan bijih emas di Kecamatan Waluran
(Wahyu drr., 2006) yang dilakukan oleh Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi
menunjukkan bahwa air sungai mengandung
merkuri di atas nilai ambang batas terjadi pada
bulan Juni, Juli, Oktober dan Desember 2004,
sementara pada bulan Agustus dan November
2004 konsentrasi merkuri masih di bawah nilai
ambang batas. Untuk percontoh sedimen sungai
konsentrasi merkuri pada tengah sungai dengan
konsentrasi tertinggi pada bulan November yaitu
sebesar 2,5193 ppm. Pada tahun 2005 air Sungai
Ciliunggunung dengan kandungan merkuri
terbesar terjadi pada bulan Agustus (0,2180 mg/l),
kadar maksimal sedimen tengah pada bulan
September (11,022 ppm) dan sedimen pinggir
pada bulan Agustus (11,1933 ppm). Kandungan
merkuri terbesar pada bulan Agustus tahun 2005
pada Sungai Ciliunggunung ini terjadi karena
keberhasilan penambangan bijih emas dengan
kadar yang bagus, sehingga jumlah pengolahan
di sungai tersebut juga meningkat dan bulan
Agustus 2005 adalah musim kemarau. Hasil
pengukuran kualitas/mutu air terhadap
pencemaran merkuri dan logam - logam berat
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 83 – 96
93
dievaluasi sesuai dengan pemanfaatannya
berdasarkan kelas. Perairan yang mengandung
merkuri untuk bahan baku air minum (kelas I)
maksimum 0,001 mg/l, untuk budi daya ikan
air tawar, peternakan, sarana rekereasi air
(kelas II dan III) merkuri maksimum 0,002
mg/l dan untuk pengairan (kelas IV) merkuri
maksimum 0,005 mg/l (Tabel 3).
Pada Agustus 2007-2009 dilakukan analisis
percontoh air Sungai Ciliunggunung pada titik
LG.07 untuk pH, merkuri dan logam berat
lainnya, dimana pada Agustus tahun 2005
pada titik CLG.07 diketahui memiliki konsentrasi
Hg yang terbesar, yaitu 0,2180 mg/l (Wahyu
drr., 2006).
Tabel 3. Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas
(Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001)
Parameter Satuan
Kelas
I II III IV
pH
06-Sep 06-Sep 06-Sep 05-Sep
Besi (Fe) mg/l 0,3 (-) (-) (-)
Mangan (Mn) mg/l 0,1 (-) (-) (-)
Tembaga (Cu) mg/l 0,02 0,02 0,02 0,2
Kadmium (Cd) mg/l 0,01 0,01 0,01 0,01
Seng (Zn) mg/l 0,05 0,05 0,05 2
Timbal (Pb) mg/l 0,03 0,03 0,03 1
Kromium (Cr) mg/l 0,05 0,05 0,05 1
Arsen (As) mg/l 0,05 1 1 1
Merkuri (Hg) mg/l 0,001 0,002 0,002 0,005
Keterangan : Kelas I = bahan baku air minum
Kelas II = sarana rekreasi air, budi daya ikan air tawar, peternakan
Kelas III = budi daya ikan tawar, peternakan
Kelas IV = pengairan
Upaya Peningkatan Perolehan Emas Dengan Metode Amalgamasi Tidak Langsung
(Widodo dan Aminuddin)
94
Gambar 9. Pengolahan bijih emas menggunakan amalgamator yang digerakkan dengan kincir air (Foto diambil
di Sungai Ciliunggunung Waluran, 2010).
Gambar 10. Kolam penampungan/pengendapan lumpur hasil pengolahan bijih emas metode amalgamasi
dilakukan di darat (Foto diambil di Waluran, 2010).
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 83 – 96
95
Adanya penyuluhan dan pembinaan kepada
para penambang/pengolah bijih emas berdampak
positif terhadap peningkatan perolehan emas
menggunakan metode amalgamasi tidak langsung,
dan kecenderungan penurunan pencemaran
merkuri dan logam-logam berat terhadap air
Sungai Ciliunggunung (Tabel 2), sehingga
kualitas air sungai menjadi lebih baik
dibandingkan pada tahun sebelumnya.
Berdasarkan kriteria mutu air untuk pH,
percontoh air Sungai Ciliunggunung pada tahun
2006-2008 tidak memenuhi syarat untuk keperluan
budi daya ikan air tawar dan peternakan (Kategori
Kelas III); sarana rekreasi air, budi daya ikan air
tawar dan peternakan (Kategori Kelas II); dan
bahan baku air minum (Kategori Kelas I); tetapi
memenuhi syarat untuk keperluan pengairan
(kategori Kelas IV). Begitu juga kandungan
merkuri (Hg) pada percontoh air Sungai
Ciliunggunung pada tahun 2006-2008 tidak
memenuhi syarat untuk keperluan dalam kategori
IV, III, II, dan I, tapi pada tahun 2009 percontoh
air sungai dapat digunakan untuk keperluan
pengairan (Kelas IV). Sementara kandungan besi
(Fe) pada percontoh Sungai Ciliunggunung pada
tahun 2006-2008 tidak memenuhi syarat untuk
keperluan dalam kategori I, tapi pada tahun 2009
percontoh air sungai dapat digunakan untuk semua
keperluan, baik itu kategori IV, III, II dan I.
Apabila perbaikan cara penambangan dan
pengolahan bijih emas terus ditingkatkan secara
berkelanjutan, maka kualitas air sungai juga akan
lebih baik, sehingga pencemaran merkuri dan
logam-logam lainnya juga akan menurun.
Peningkatan kualitas air sungai dapat berpengaruh
terhadap kesehatan manusia. Merkuri biasanya
masuk ke dalam tubuh manusia lewat pencernaan,
baik melalui ikan maupun air itu sendiri. Merkuri
dalam bentuk logam sebagian besar dapat
disekresikan, sisanya akan menumpuk di ginjal
dan sistem saraf yang suatu saat akan mengganggu
bila akumulasinya makin banyak. Apabila Hg ini
terhisap dari udara akan berdampak akut atau
dapat terakumulasi dan terbawa ke organ - organ
tubuh lainnya, menyebabkan bronchitis sampai
rusaknya paru - paru.
Pada keracunan merkuri tingkat awal
penderita akan merasa mulutnya kebal, sehingga
tidak peka terhadap rasa dan suhu. Hidung tidak
peka bau, mudah lelah dan sering sakit kepala.
Apabila terjadi akumulasi yang lebih, dapat
berakibat pada degenerasi sel - sel saraf di otak
kecil yang menguasai kondisi saraf, gangguan
pada luas pandang, degenerasi pada sarung selaput
saraf dan bagian otak kecil. Keracunan oleh
merkuri anorganik terutama mengakibatkan
terganggunya fungsi ginjal dan hati, terganggunya
sistem enzim dan mekanisme sintetik apabila
berupa ikatan dengan kelompok sulfur di dalam
protein dan enzim. Merkuri organik jenis metil-
merkuri dapat memasuki placenta dan merusak
janin pada wanita hamil, mengganggu saluran
darah ke otak serta menyebabkan kerusakan otak
(Herman, 2006).
Pengelolaan atau kegiatan penambangan/
pengolahan bahan galian nonlogam (mineral
industri) tidak terlalu rumit apabila dibandingkan
dengan bahan galian logam. Karakteristik dan
kondisi geologi yang berbeda pada setiap jenis
bahan galian, akan memberikan cara pengelolaan
dan penanganan yang berbeda pula, sehingga
penanganan aspek konservasi juga akan
berbeda. Bahan galian yang diusahakan pada
pertambangan skala kecil umumnya merupakan
komoditi pilihan yang dapat dilakukan dengan
cara penambangan / pengolahan yang tidak
rumit, dan hasilnya dapat segera dipasarkan.
Besarnya cadangan bahan galian bagi para
penambang juga bukan merupakan faktor
utama dalam penentuan kegiatan, asalkan
bahan galian yang ditambang/diolah dapat
memberikan pendapatan untuk mencukupi
kebutuhan hidup.
Bahan galian yang telah terganggu
keberadaannya (ditambang, disimpan ditempat
penimbunan), tetapi mempunyai kualitas/kadar
yang belum mempunyai nilai ekonomis pada saat
ini, harus disimpan pada lokasi tertentu dengan
penanganan yang baik dan benar agar tidak turun
nilai ekonominya pada masa mendatang. Apabila
akan dimanfaatkan dapat dengan mudah untuk
diambil (digali) kembali. Sementara untuk bahan
galian in-situ yang karena dimensi (jumlah
cadangan) atau kadarnya belum mempunyai nilai
ekonomi pada saat ini, perlu diamankan, jangan
dimanfaatkan menjadi areal penimbunan waste
atau tailing untuk mencegah turunnya nilai
ekonomi.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil analisis dan pembahasan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengolahan bijih emas dengan metode
amalgamasi tidak langsung dapat
memperoleh hasil logam emas (Au) lebih
besar dan kehilangan merkuri (Hg) lebih
sedikit.
2. Proses amalgamasi tidak langsung dapat
meningkatkan perolehan logam emas hingga
14,580 % dan menekan tingkat kehilangan
merkuri hingga 3,933%.
Upaya Peningkatan Perolehan Emas Dengan Metode Amalgamasi Tidak Langsung
(Widodo dan Aminuddin)
96
3. Hasil pemantauan pencemaran air Sungai
Ciliunggunung (2007-2009) secara umum
mengalami penurunan dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya setelah pengolahan bijih
emas dilakukan dengan amalgamsi tidak
langsung. Hal ini ditunjukkan dengan
konsentrasi logam berat: merkuri 0,004-
0,020 mg/l, besi 0,028-0,410 mg/l, mangan
ttd-0,008 mg/l, tembaga 0,006-0,0150mg/l,
seng 0,008-0,020 mg/l, timbal ttd-0,020
mg/l dan arsen ttd-0,001 mg/l.
4. Nilai pH air di bawah ambang batas
maksimum untuk kriteria air baku air minum
kelas I. Untuk meningkatkan nilai pH
tersebut supaya sesuai dengan syarat yang
ditentukan, dapat ditambahkan kapur.
SARAN
Perlu dilakukan pengolahan kembali
terhadap tailing yang mengandung emas, dan
upaya konservasi terhadap tailing maupun bijih
emas kadar rendah.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Sukabumi dan Kepala UPT Loka Uji
Teknik Penambangan Jampang Kulon-LIPI
Sukabumi yang telah memberikan kesempatan
untuk terlibat dalam Sosialisasi Hasil Pemantauan
Pencemaran Air Raksa Dari Pengolahan Emas Di
Waluran, sehingga salah satunya menghasilkan
makalah ini.
ACUAN
Herman, D.Z., 2006. Tinjauan terhadap tailing
mengandung unsur pencemar Arsen (As),
Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium
(Cd) dari sisa pengolahan bijih logam.
Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 Maret
2006: h. 31-36.
Indarto, S., Dharma, S.K., dan Sudaryanto, 1987.
Penelitian Mineralisasi di Daerah Waluran,
Kabupaten Sukabumi. Laporan Penelitian
No. 11/PPPG/1987, Puslitbang
Geoteknologi-LIPI, Bandung, h. 10-11.
Noviardi, R., Widodo, Astuti, N.M., 2007.
Konsentrasi Logam Berat Pada Air Sungai
Cigaru dan Bahaya Yang Dapat
Ditimbulkan Bagi Manusia. Prosiding
Lokakarya Hasil Penelitian Dan
Pengembangan di Bidang Ilmu Kebumian,
Tasikmalaya, 4 September 2007.
Peele R., 1956. "Mining Engineers" Handbook.
Third Edition, Vol. 2, New York, John
Wiley & Sons Inc., March., p. 33 :2
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001.
Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Sukamto, R., 1975. Geologi Lembar Jampang
Dan Balekambang, Jawa. Skala 1:100.000.
Direktorat Geologi, Bandung.
Sukamto, R., 1990. Geologi Lembar Jampang
Dan Balekambang, Jawa Barat. Pusat
Penelitian dan pengembangan Geologi,
Bandung.
Soemarto, B., Widodo, dan Pujono, 1994. Studi
Mineragrafi dan batuan Ubahan Silikat di
Daerah Prospek Surade, Kabupaten
Sukabumi. Prosiding Hasil-Hasil
Penelitian Puslitbang Geoteknologi-LIPI,
Bandung.
Sevruykov, N., Kuzmin, B., dan Chelishchev, Y.,
1960. General Matallurgy, Peace Publisher,
Moscow, 545 pp.
Wahyu, T., Sudarsono, B., dan Zakiyadin, 2006.
Sosialisasi Hasil Pemantauan Pencemaran
Air Raksa Dari Pengolahan Emas Di
Waluran Tahun 2006, Dinas Pertambangan
dan Energi, Kabupaten Sukabumi, 23
Agustus 2006, h. 5-14.
Widodo, 2008a. Pencemaran air raksa sebagai
dampak pengolahan bijih emas di sungai
Ciliunggunung, Waluran, Kabupaten
Sukabumi, Jurnal Geologi Indonesia, Vol.
3 No. 3 September 2008, Badan Geologi,
Departemen Energi Dan Sumber Daya
Mineral, Bandung, 3:139-149.
Widodo, 2008b. Pengaruh perlakuan amalgamasi
terhadap tingkat perolehan emas dan
kehilangan merkuri, Jurnal RISET Geologi
dan Pertambangan, Jilid 18 Nomor 1
Tahun 2008, Puslit Geoteknologi-LIPI,
Bandung, 18: 47-54.