upaya peningkatan mutu guru

21
Upaya Peningkatan Mutu Guru Oleh : Marijan Guru di SMPN 5 Wates Kulon Progo Yogyakarta dan Anggota KGI Kulon Progo DIY Perubahan kurikulum pendidikan yang berganti- ganti diarahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan kita. Namun apa yang dapat kita saksikan? Perubahan kurikulum belum mampu menunjukkan hasil yang memuaskan. Apabila kita mau jujur, kondisi objektif yang dapat kita saksikan malahan bertambah parah. Upaya pemerintah maupun masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan belum mencapai apa yang diharapkan. Indikator yang digunakan untuk melihat keberhasilan pendidikan tersebut sebenarnya tidak tepat. Pertama, rendahnya hasil perolehan rata-rata nem. Hasil tersebut masih jauh di bawah standard yang diharapkan. Pemerintah terus berusaha menaikkan angka standard kelulusan. Akan tetapi setiap angka standard kelulusan dinaikkan dibarengi dengan penambahan jumlah peserta didik yang tidak lulus. Nilai siswa yang lulus pun rata-ratanya hanya berada sedikit di atas standard minimal kelulusan. Kedua, menurunnya nilai aspek nonakademis. Banyak kritik dilontarkan berkaitan dengan masalah moral, kreativitas, kemandirian, sikap demokratis dan kedisiplinan yang dilakukan masyarakat pelajar maupun orang-orang mantan pelajar. Hal ini sebagai akibat pembelajaran yang terjadi hanya mengejar berkembangnya IQ dan mengesampingkan EQ dan

Upload: melonia-yastika

Post on 26-Jun-2015

618 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Upaya Peningkatan Mutu Guru

Upaya Peningkatan Mutu Guru

Oleh : MarijanGuru di SMPN 5 Wates  Kulon Progo Yogyakarta dan Anggota KGI Kulon Progo DIY

Perubahan kurikulum pendidikan yang berganti-ganti diarahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan kita. Namun apa yang dapat kita saksikan? Perubahan kurikulum belum mampu menunjukkan hasil yang memuaskan. Apabila kita mau jujur, kondisi objektif yang dapat kita saksikan malahan bertambah parah.

Upaya pemerintah maupun masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan belum mencapai apa yang diharapkan. Indikator yang digunakan untuk melihat keberhasilan pendidikan tersebut sebenarnya tidak tepat.

Pertama, rendahnya hasil perolehan rata-rata nem. Hasil tersebut masih jauh di bawah standard yang diharapkan. Pemerintah terus berusaha menaikkan angka standard kelulusan. Akan tetapi setiap angka standard kelulusan dinaikkan dibarengi dengan penambahan jumlah peserta didik yang tidak lulus. Nilai siswa yang lulus pun rata-ratanya hanya berada sedikit di atas standard minimal kelulusan.

Kedua, menurunnya nilai aspek nonakademis. Banyak kritik dilontarkan berkaitan dengan masalah moral, kreativitas, kemandirian, sikap demokratis dan kedisiplinan yang dilakukan masyarakat pelajar maupun orang-orang mantan pelajar. Hal ini sebagai akibat pembelajaran yang terjadi hanya mengejar berkembangnya IQ dan mengesampingkan EQ dan SQ. Padahal dalam kehidupan di masyarakat justru EQ dan SQ lebih penting daripada IQ. Ditegaskan oleh Goleman (1996) dalam penelitiannya bahwa IQ hanya berperan 20 % dan EQ justru berperan 80% untuk menopang kesuksesan hidupnya.

Ketiga, rendahnya kompetensi guru. Rendahnya kompetensi guru ini disebabkan oleh kompleksitas kondisi yang mengelilingi guru. Adapun kondisi yang dimaksud adalah : a) masih banyak guru mengajar bukan pada bidang tugasnya. Hal demikian berakibat pada penguasaan dan penyampaian materi tidak dapat berlangsung secara optimal. Alasannya pun sangat bervariasi yakni, di sekolah tidak ada guru lulusan bidang studi tertentu dan demi pemerataan jam mengajar. b) Guru tidak konsen pada tugasnya. Guru masih mencari uang melalui pekerjaan lain. Hal ini  disebabkan gaji yang diterima tidak mencukupi untuk menopang kebutuhan  hidupnya. Konsentrasi kesibukannya justru lebih tinggi untuk pekerjaan lain, bukan

Page 2: Upaya Peningkatan Mutu Guru

pekerjaan yang berkaitan dengan persiapan proses pembelajaran. c) Masih banyak guru gagap teknologi, wawasan kependidikannya picik, keterampilan mengajar kurang optimal, tidak terampil mengoperasikan komputer, cakrawala pandang wawasan kependidikan yang dapat diakses melalui internet tak dapat tercapai oleh karena belum mengenal internet d) Motivasi kerja guru yang rendah. Motivasi kerja yang rendah ini dapat disimak melalui sikapnya dalam mempersiapkan RPP, silabus, perangkat penilaian dan perangkat pembelajaran lainnya. Pengadaan perangkat pada umumnya hanya berupa foto kopi teman sekolah lain. Hal lain sebagai indikator motivasi kerja rendah adalah belum terciptanya budaya membaca bagi kalangan guru. Artinya, membaca untuk menambah pengetahuan yang berkaitan dengan materi pelajaran dari berbagai referensi ataupun membaca rang berkaitan dengan wawasan kependidikan belum banyak dilakukan oleh sebagian besar guru. Padahal membaca mempunvai kontribusi yang sangat besar bagi pengembangan profesi guru. Berdasarkan kondisi di atas perlu adanya gerakan serentak memperbaiki mutu guru Indonesia. Gerakan ini menyangkut pihak pemerintah, lembaga pencetak guru, kemauan guru itu sendiri dan masyarakat sebagai agen pemasok calon guru maupun pengguna guru. Upaya apa yang seharusnya dilakukan ?

Pertama, rekrutmen calon guru hendaknya bersifat profesional. Rekrutmen dilakukan dengan cara tes baik tertulis, lisan maupun mikroteaching di hadapan penguji. Calon guru yang diiuluskan hendaknya yang benar-benar memenuhi syarat dalam tugas mengajar. Baik kedalaman pengetahuan materi bidang tugasnya maupun strategi dan metodologi mengajar hendaknya bernilai tinggi. Performance sebagai calon guru juga tidak meragukan. Sebagai data pendukung secara administrasi adalah Indeks Prestasi (1P) yang dimiliki dalam transkip nilai. Indeks Prestasi mestinya menjadi bagian dari proses penilaian bagi calon guru. Selama ini indeks prestasi calon guru tidak pernah diperhitungkan dalam penilaian.

Kedua, guru hendaknya diberi motivasi untuk terus belajar. Kepala sekolah diharapkan sangat peduli dengan peningkatan mutu guru melalui peningkatan belajarnya. Guru yang termotivasi untuk terus belajar akan bertambah semangat dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemandu proses pembelajaran yang baik. Ketiga, guru hendaknya diikutkan penataran atau diklat yang berhubungan dengan profesi keguruannya. Penataran atau diklat bagi guru sangat penting dalam upaya peningkatan mutu kaitannya dengan proses pembelajaran, pengetahuan baru dan berbagai strategi dan metode pembelajaran.

Keempat, guru hendaknya diberdayakan menulis. Menulis dimaksud adalah membuat karya ilmiah baik berupa, buku, diktat, laporan penelitian, ilmiah populer maupun ulasan terhadap berbagai buku baik tentaing pendidikan dan kebijakan- kebijakannya yang sering terasa kontroversial. Guru diharapkan mempunyai target menulis dalam jangka waktu tertentu di berbagai wadah karya guru misalnya buletin pendidikan yang diterbitkan oleh dinas pendidikan kabupaten, dinas pendidikan propinsi, dinas pendidikan pusat, majalah-majalah pendidikan , koran harian serta jurnal pendidikan. Di setiap sekolah hendaknya perlu diterbitkan majalah sekolah guna merangsang guru dan murid bisa menulis. Guru yang sering menulis akan termotivasi untuk maju. Motivasi inilah embrio dari terciptanya guru profesional. Sikap ingin mencari pengetahuan lewat

Page 3: Upaya Peningkatan Mutu Guru

tnembaca akan terbentuk dengan sendirinya. Menghargai tulisan orarng lain menjadi bagian dari sikap penulis. Sikap tidak loyo terpantul dari kegigihan menulis yang tak henti-hentinya. Inilah sikap-sikap yang perlu dikembankan dan dibudayakan melalui pembiasaan dan pemberdayaan  untuk menulis karya. ilmiah.

Kelima, guru hendaknya dirangsang untuk meningkatkan mutu mengajar dengan berbagai metode. Pengembangan proses pembelajaran memang patut segera. direalisasikan. Oleh karenanya pihak pemerintah melalui sekolah hendaknya mendukung dengan menyediakan media dan alat pembelajaran yang memadai. Tanpa adanya dukungan media dan alat , pembelajaran belum bisa menarik dan menyenangkan sebagaimana digembor-gemborkan, yakni pembelajaran bernuansa PAIKEM (Produktif, Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Berbagai metode perlu dicoba untuk mendukung tercapainya pembelajaran yang PAIKEM seperti disebut di atas. Guru yang bagus dalam penyampaian materi melalui berbagai metode perlu mendapatkan reward yang bermakna. Kepala sekolah tidak perlu pelit memberikan pujian terhadap guru rang berhasil. Agar tidak terlena dalam nikmatnya pujian, pemantauan terhadap proses pembelajaran di kelas terns diupayakan. Dengan pemantauan yang sering dilakukan akan mendorong semangat guru dalam melakukan proses yang baik .http://www.klubguru.com/2-view.php?subaction=showfull&id=1262029576&archive=&start_from=&ucat=2&

Forum Diskusi Tampilan Topik

Topik: Memingkatkan Kualitas Guru Bahasa Indonesia Ddengan Mengembangkan Kecerdasan Ganda (bagian1)

Menampilkan satu-satunya kiriman.

Dony Hindratmo Memingkatkan Kualitas Guru Bahasa Indonesia Ddengan Mengembangkan Kecerdasan Ganda

Oleh: Yani Paryono

Pendahuluan

Berbagai sinyalemen, dugaan, dan fakta menyatakan bahwa mutu pendidikan dan pembelajaran di Indonesia rendah, bahkan sangat rendah. Data Human Development Index (HDI) tahun 1999 s.d. 2001 menempatkan Indonesia pada posisi 105 s.d. 109 di antara 175 negara jauh di bawah tiga negara tetangga

Page 4: Upaya Peningkatan Mutu Guru

Indonesia.

Hasil survai Political and Economic Rick Consultancy (PERC) yang berpusat di Hongkong menunjukkan bahwa di antara 12 negara yang disurvai, sistem dan mutu pendidikan Indonesia menempati urutan 12 di bawah Vietnam (Tim BBE, 2001).

Salah satu indikasi dapat dilihat dari nilai rata-rata UAN selama sepuluh tahun terakhir juga menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa-siswa Indonesia tergolong rendah. Berbagai sinyalemen dan dugaan banyak kalangan juga relatif senada. Jika semua dugaan dan data tersebut cermat dan benar, hal ini merupakan isyarat keterpurukan mutu pendidikan khususnya mutu pembelajaran Indonesia; isyarat rendahnya mutu dan prestasi pembelajaran di Indonesia. Rendahnya kualitas pendidikan khususnya pembelajaran di Indonesia merupakan cerminan rendahnya atau kurangnya kualitas profesionalnya guru dalam melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pembelajaran, di samping banyak faktor lain. Secara langsung banyak kalangan

Secara langsung banyak kalangan menyatakan bahwa profesionalitas guru-guru Indonesia secara umum termasuk guru bahasa Indonesia masih memprihatinkan dan mengidap penyakit kronis, bahkan sangat memprihatinkan dibandingkan dengan profesionalitas guru-guru di negara lain. Kondisi objektif di lapangan memang menunjukkan tanda-tanda masih kurang atau rendahnya profesional, antara lain:

(1) Masih banyak guru bahasa Indonesia yang bertugas di SD/MI maupun di SMP/MTs dan SMA/MA yang tidak berlatar pendidikan sesuai dengan ketentuan dan bidang studi yang dibinanya. Contoh di sebagian besar Madura masih banyak guru bahasa Indonesia MI yang berlatar belakang lulusan pondok pesantren. Demikian juga, di sebagian besar Jawa Timur juga masih banyak guru MI yang berlatar belakang pondok pesantren;

(2) Masih banyak guru yang memiliki kompetensi keilmuan dan profesionalitas rendah dan memprihatinkan;

(3) Masih banyak guru yang kurang terpacu dan termotivasi untuk memberdayakan diri, mengembangkan profesionalitas diri dan memuthakirkan pengetahuan mereka secara terus menerus- menerus dan berkelanjutan meskipun cukup banyak guru Indonesia yang sangat rajin mengikuti program pendidikan.

(4) Masih banyak guru yang kurang terpacu, terdorong dan tergerak secara pribadi untuk mengembangkan profesi mereka sebagai guru. Para guru umumnya masih kurang mampu menulis karya ilmiah bidang pembelajaran, menemukan teknologi sederhana dan tepat guna bidang, membuat alat peraga pembelajaran, dan atau menciptakan karya seni.

Page 5: Upaya Peningkatan Mutu Guru

(5) Hanya sedikit guru Indonesia yang secara sungguh-sungguh, penuh kesadaran diri dan kontinu menjalin kesejawatan dan mengikuti pertemuan–pertemuan untuk mengembangkan profesi .

Kelima hal di atas setidak-tidaknya merupakan bukti pendukung bahwa mutu profesionalitas guru di Indonesia masih rendah. Kurang memuaskan, bahkan memprihatinkan meskipun berbagai upaya pengembangan dan peningkatan mutu profesionalitas sudah dilakukan oleh pemerintah. Hal itu terjadi karena terdapat berbagai kendala pengembangan dan peningkatan mutu profesionalitas guru di Indonesia, di antaranya adalah;

(a) Kendala personal berupa rendahnya kesadaran guru untuk mengutamakan mutu dalam pengembangan diri, kurang termotivasinya guru untuk memiliki program terbaik bagi pemberdayaan diri, tertanamnya rasa tidak berdaya dan tidak mampu untuk mengembangkan profesi.

(b) Kendala ekonomis berupa terbatasnya kemampuan financial guru untuk swecara berkelanjutan mengembangkan diri, amat rendahnya penghasilan sebagai guru sehingga memaksa mereka bekerja macam-macam, dan banyaknya pungutan dan pembiayaan kepada mereka sehingga mengurangi kemampuan ekonomis untuk mengembangkan profesi.

(c) Kendala struktural berupa banyaknya pihak yang mengatur dan mengawasi guru sehingga mereka tak bisa bekerja dengan tenang, rumitnya jenjang dan jalur pengembangan profesi dan karier sehingga mereka merasa tidak berdaya dan terlalu ketat dan kakunya berbagai birokrasi yang mengikat para guru sehinngga tidak mampu mengembangkan kreativitas.

(d) Kendala sosial berupa rendahnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru, kurangnya partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan profesi guru, dan kurangnya fasilitas sosial bagi pengembangan profesi guru.

(e) Kendala budaya berupa rendahnya budaya kerja berorientasi mutu hingga para guru bekerja seadanya.

Berbagai kendala tersebut berkorelasi dengan faktor-faktor lain di luar bidang pendidikan dan pembelajaran sehingga membuat para guru tidak berdaya, tidak otonomi dan berdaulat. Kendala-kendala tersebut selain dapat diatasi dengan strategi personal, ekonomis, struktural, social, dan kultural juga dapat diatasi dengan mengembangkan kecerdasan ganda (multiple intelligences).

Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences)Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru bahasa Indonesia adalah dengan cara mengembangkan kecerdasan ganda yang telah

Page 6: Upaya Peningkatan Mutu Guru

dicetuskan Howard Gardner. Gardner mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan memecahkan persoalan dan menghasilkan produk baru dalam suatu latar yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata (1983;1993). Suatu kemampuan dapat disebut intelegensi bila menunjukkan suatu kemahiran dan keterampilan seseorang untuk memecahkan persoalan dan kesulitan yang ditemukan dalam hidupnya. Selanjutnya, dapat pula menciptakan suatu produk baru, dan bahkan dapat menciptakan persoalan berikutnya yang memungkinkan pengembangan pengetahuan baru. Dengan demikian ada unsur pengetahuan dan keahlian. Syarat kemampuan itu bersifat universal. Kemampuan pada dasarnya merupakan unsur biologis karena otak seseorang bukan sesuatu yang terjadi karena latihan. Kemampuan sudah ada sejak orang lahir meskipun dalam pendidikan dapat dikembangkan.

Kemampuan manusia memunyai delapan kriteria yang sering digunakan untuk menentukan apakah kemampuan itu merupakan intelegensi. (Gardner dalam Suparno, 22--25) Kriteria tersebut adalah sebagai berikut.

(1) Terisolasi dalam bagian otak tertentu. Kemampuan itu bersifat otonom, lepas dari kemampuan yang lain, terisolasi dari yang lain. Bila kemampuan itu hilang karena kerusakan otak, tidak akan mempengaruhi kerusakan kemampuan lainnya.

(2) Kemampuan itu independen. Kemampuan pada diri seseorang saling independen, tidak terkait secara ketat sehingga dapat dianggap sebagai intelegensi yang berdiri sendiri.

(3) Memuat satuan operasi khusus. Intelegensi mengandung unsur satuan operasi khusus untuk bereaksi terhadap input yang datang. Setiap intelegensi mengandung keterampikan operasi tertentu yang berbeda satu sama dan dengan keterampilan operasi tertentu itu seseorang dapat mengekspresikan kemampuannya dalam menghadapi persoalan.

(4) Memunyai sejarah perkembangan sendiri. Setiap intelegensi memunyai waktu sendiri dalam berkembang, menuju puncak lalu akan turun.

(5) Berkaitan dengan sejarah evolusi zaman dulu. Setiap intelegensi dapat dilihat sejarah evolusinya pada kejadian dulu.

(6) Dukungan psikologi eksperimental. Dari tugas-tugas psikologi yang diberikan tampak bahwa intelegensi bekerja saling terisolasi. Misalnya, yang kuat membaca belum tentu kuat dalam matematika.

(7) Dukungan dari penemuan psikometrik. Hasil dari beberapa tes psikologi standar meyakini bahwa intelegensi yang ditemukan Gardner benar.

(8) Dapat disimbolkan. Salah satu tanda tingkah laku intelegensi manusia adalah kemampuan untuk menggunakan simbol dalam hidup Misalnya intelegensi

Page 7: Upaya Peningkatan Mutu Guru

linguistik dengan bahasa fonetik, intelegensi matematis-logis dengan bahasa komputer, intelegensi visual dengan bahasa ideografik, intelegensi kinestik-badani dengan bahasa tanda, intelegensi musikal dengan sistem notasi musik, intelegensi interpersonal dengan bahasa wajah dan isyarat, dan intelegensi intrapersonal dengan simbol diri.

Howard Gardner dari Manchester Instituite of Technology (MIT) ahli psikologi menemukan bahwa dalam diri manusia terdapat berbagai kecerdasan yang dikenal dengan nama kecerdasan ganda (multiple intelligences, MI). Hasil penelitian Gardner

(dalam Lazier, 1991; Armstrong, 2002) menunjukkan bahwa MI terdiri atas sekurang-kurangnya sembilan macam kecerdasan. Kesembilan macam kecerdasan itu adalah sebagai berikut.

(1) Kecerdasan verbal/bahasa (verbal/linguistic intelligence, yaitu kecerdasan yang berkaitan dengan penguasaan kosakata atau bahasa lisan maupun tulis, dan secara luas, komunikasi. Kecerdasan ini menggambarkan kemampuan memakai bahasa secara jelas melalui membaca, menulis, mendengar, dan berbicara.

(2) Kecerdasan logika/matematika (logical/mathematical intelligence), yaitu kecerdasan yang berkaitan erat dengan berpikir deduktif-induktif/beralasan, numerasi, dan pola-pola berpikir abstrak. Ciri ragam kecerdasan ini adalah pada kemampuan memecahkan berbagai masalah abstrak dan memahami hubungan sebab akibat.

(3) Kecerdasan visual/keruangan (visual/spatial intelligence), yaitu kecerdasan yang berkenaan dengan gambar-gambar. Kecerdasan ini berupa kemampuan merasakan dunia visual secara akurat, membentuk kemampuan menggunakan indera penglihatan dan kesanggupan untuk memvisualisasikan objek, termasuk kemampuan untuk mengkreasi imaji-mental/merlukis.

(4) Kecerdasan tubuh/indera peraba (body/kinesthetic intelligence), yaitu kecerdasan yang berkaitan dengan gerak fisik (gerak tubuh dan anggota tubuh) ; termasuk syaraf otak motorik yang mengontrol gerak tubuh dan anggota tubuh;

(5) Kecerdasan musik/ritmis (musical/rhythmic intelligence), yaitu kecerdasan yang yang berkaitan dengan nada, irama, pola titi nada, dan warna nada. Kecerdasan ini berupa tingkatan sensitivitas pada pola-pola suara dan kemampuan untuk merespon musik secara emosional.

(6) Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence) adalah kecerdasan yang terkait dengan pemahaman social. Kecerdasan ini berupa kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain melalui membaca berbagai suasana hati, temperamen, motivasi, dan tujuan orang lain.

Page 8: Upaya Peningkatan Mutu Guru

(7) Kecerdasan Intrapersonal (intrapersonal intelligence) adalah kecerdasan yang berkenaan dengan pengetahuan-diri. Ciri kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memahami diri sendiri dan kemampuan untuk bertanggung jawab atas konsep-diri, sikap perilaku, perasaan, dan tindakan yang dilakukan.

(8) Kecerdasan naturalis (naturalist Intelligence) adalah kecerdasan yang terkait dengan kemahiran dalam mengenali dan mengklasifikasi banyak spesies-flora dan fauna dalam lingkungan seseorang.

(9) Kecerdasan eksistensial (existensial intelligence), yaitu kecerdasan yang berkenaan dengan kemampuan menempatkan diri dalam jangkauan wilayah kosmos yang terjauh—yang tak terbatas dan menempatkan diri sendiri dalam cirri manusiawi yang paling eksistensial.

Mengembangkan Kecerdasan Ganda bagi Guru Bahasa Indonesia

Kualitas guru dapat ditinjau dari dua segi, dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses guru dikatakan berhasil apabila mampu melibatkan sebagian besar peserta didik secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Di samping itu, dapat dilihat dari gairah dan semangat mengajarnya, serta adanya percaya diri. Adapun dari segi hasil, guru dikatakan berhasil apabila pembelajaran yang diberikannya mampu mengubah perilaku sebagian besar peserta didik ke arah penguasaan kompetensi dasar yang lebih baik (Usman, 2006). Hal itu sesuai dengan UU Guru dan Dosen Bab IV Pasal 8 yang menyatakan bahwa “Guru wajib memiliki kualifikasi akadmik, kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.

Usaha meningkatkan kualitas guru merupakan suatu proses yang kompleks, dan melibatkan berbagai faktor yang saling terkait. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya tidak hanya menuntut keterampilan teknis dari para ahli terhadap pengembangan kompetensi guru, tetapi harus pula dipahami berbagai faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah faktor kecerdasan ganda pada anak yang beragam. Kecerdasan ganda berperan penting dalam keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam dunia pembelajaran dituntut dapat memahami dan mengembangkan kecerdasan ganda sebagai bekal untuk meningkatkan kualitas dalam pembelajaran.

Kualitas guru bahasa Indonesia dalam dunia pendidikan dirasakan masih banyak yang belum memenuhi standar. Parameter profesi bagi seorang guru yang sesuai dengan Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 adalah guru wajib memiliki loyalitas dan dedikasi, kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, tanggung jawab, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Untuk dapat menjadi pendidik yang profesional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, guru perlu mengembangkan kecerdasan ganda sebagai bekal untuk mengabdikan diri

Page 9: Upaya Peningkatan Mutu Guru

dalam dunia pendidikan

Secara ideal guru bahasa Indonesia adalah orang yang memiliki kecerdasan linguistik, yaitu kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan berbahasa baik secara lisan maupun secara tulis. Namun, tidak semua guru bahasa Indonesia memiliki kecerdasan linguistik. Guru bahasa Indonesia berasal dari latar belakang kecerdasan yang berbeda, bahkan ada dari disiplin ilmu yang berbeda (bukan sarjana pendidikan bahasa dan sastra Indonesia). Oleh karena itu, salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas keprofesionalitasnya dengan mengembangkan kecerdasan ganda.

Salah satu teknik yang paling efektif agar dalam menjalankan tugas sebagai guru dapat berhasil. Seorang guru disarankan harus dapat mengetahui semua latar belakang kecerdasan yang dimiliki anak didik, mengembangkan model mengajar dengan berbagai kecerdasan (bukan hanya dengan kecerdasan yang menonjol pada diri guru), dalam mengevaluasi kemajuan siswa, guru perlu menggunakan berbagai model yang cocok dengan kecerdasan ganda.

A. BERBAGAI ORGANISASI PROFESI GURU/KEPENDIDIKANDidalam perkembangannya organisasi guru teah banyak mengalami diferensinya dan di versifikasi. Sebagaiaman telah dinyatakan dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat (6) bahwa “ Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususnya seta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan”. Akan tetapi yang perlu di ingat bahwasannya setiap organisasi kependidikan guru/kependidikan dapatnya memberi manfaat bagi anggotanya, baik melindungi anggotanya dan melindungi masyarakat.

B. MAFAAT ORGANISASI PROFESI BAGI GURUSuatu profesi muncl berawal dari adanya public trust kepercayaan masyarakat (Bigs dan Blocher, 1986: 7). Kepercayaan masyarakat yang menjadi penopang suatu profesi didasari oleh ketiga perangkat keyakinan.1. Kepercayaan terjadi dengan adanya suatu persepsi tentang kompetensi.2. Adanya persepsi masyarakat bahwa kelompok-kelompok profeional mengatur dirinya dan lebih lanjut diatur oleh masyarakat berdasarkan minat dan kepentingan masyarakat .3. Persepsi yang melahirkan kepercayaan masyarakat itu ialah anggota-anggota suatu profesi miliki motivasi untuk memberikan layanan kepada orang-orang dengan siapa mereka bekerja.Konsepsi profesi, seperti diatas merupakan refleksi nurani pihak professional yang pernyataannya tersurat dan tersirat dalam standart difikasi, yang selanjutnya disebut kode etik. Bahwasannya hakikat profesi adalah suatu pernyataan atau suatu janji yang terbuka. Oleh karena itu, seorang profeional yang melanggat standart etis profesinya akan berhadapan dengan sanksi tertentu.

1. Ciri-ciri Profesi

Page 10: Upaya Peningkatan Mutu Guru

Menurut Erick Hoyle (1969 : 80-85) mengemukakan enam cirri profesi, yakni :a. a profession perform on essential social service (suatu profesi menunjukan suatu pelayanan sosial)b. a profession is founded upon a systematic body of academicof knowledge (suatu profesi didasari oelh tubuh keilmuan yang sistematis)c. a profession requires a lengthy period of academic and praticel training (suatu profesi memerlukan suatu pendidikan dan latihan dalam periode waktu cukup lama)d. a profession has a light degree of autonomy (suatu profesi memiliki otonomi yang tinggi)e. a profession has a code of ethies (suatu profesi memiliki kode etik)f. a profession generate in service growth (suatu profesi berkembang dalam proses pemberian layanan)2. Organisasi Profesi PendidikanSeberapa banyak cirri-ciri suatu profesi sudah ada dalam pekerjaan sebagai pendidik/guru. Perlu diketahui bahwa pekerjaan itu menuntut keterampilan tertentu yang dipersiapkan melalui proses pendidikan dan latihan yang relatif lama.

C. FUNGSI ORGANISASI PROFESI KEPENDIDIKANOrganisasi kependidikan selain sebagai cirri suatu profesi kependidikan, sekaligus juga memiliki fungsi sebagai pemersatu seluruh anggota dalam kiprahnya menjalankan tugasnya, dan memiliki fungsi peningkatan kemampuan professional, kedua fungsi tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut :1. Fungsi pemersatuKdorongan yag menggerakkan pada professional untuk membentuk suatu organisasi keprofessian. Secara intrinstik, para professional terdorong oleh keinginanya mendapatkan kehidupan yang layak, sesuai dengan profesi yang diembannya. Kedua motif tersebut sekaligus merupakan tantangan bagi pengembangan suatu profesi yang secara teoritas sangat sulit dihadapi dan diselesaikan.2. Fungsi Peningkatan Kemampuan ProfesionalFungsi ini telah tertuang dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 yang berbunyi ; “ Tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk peningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan professional, martabat, dan kesejahteraan tenaga kependidikan.Menurut Johnson (Abin Syamsuddin, 1999 :72), kompetensi kependidikan dibangun oleh enam perangkat kompetensi berikut ini :a. Performance component, yaitu unsur kemampuan penampilankinerja yang sesuai dengan profesi kependidikanb. Subject component, yaitu unsur kemampuan penguasaan bahan/substansi pengetahuan yang relevan.c. Profesional component, yaitu unsur kemampuan penguasaan subtansi pengetahuan dan ketarampilan teknis profesi kependidikan.d. Process component, yaitu unsur kemampuan penguasaan proses-proses mental mencakup berpikir logis dalam pemecahan masalah.e. Adjustment component, yaitu unsur kemampuan penyerasian dan penyesuaian diri berdasarkan karakteristik pribadi pendidik.f. Attitudes component, yaitu unsur komponen sikap, nilai, kepribadian pendidik/guru.

Page 11: Upaya Peningkatan Mutu Guru

D. TUJUAN ORGANISASI PROFESI KEPENDIDIKAN Menurut visinya secara umum ialah terwujudnya tenaga kependidikan yang professional1. Meningkatkan dan mengembangkan karier anggota, hal itu merupakan upaya organisasi dalam bidang mengembangkan karir anggota sesuai bidang pekerjannya.2. Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan anggota, merupakan upaya terwujudnya kompetensi kependidikan yang handal pada diri tenaga kependidikan3. Meningkatkan dan mengembangkan kewenangan profeional anggota merupakan upaya para professional untuk menempatkan anggota suatu profesi sesuai kemampuan.4. Meningkatkan dan mengembangkan martabat anggota, merupakan upaya organisasi profesi kependidikan agar anggotanya terhindar dari perlakuan tidak manusiawi.5. Meningkatkan dan mengembangkan kesejahteraan merupakan upaya organisasi profesi kependidikan untuk meningkatkan kesejahteraan lahir batin anggotanya.

E. RAGAM BENTUK PARTISIPASU GURUBentuk partisipasi anggota profesi tidak sebatas terdaftar menjadi anggota dengan memberikan sejumlah iuran rutin, namun lebih dalam bentuk nyata yang bersifat professional. Beberapa bentuk partisipasi dalam organisasi profesi guru bias berupa :1. Aktif mengomunikasikan berbagai pikiran dan pengalaman yang mengarah kepada pembaharuan dan perbaikan mutu pendidikan.2. secara aktif melakukan evaluasi diri, baik secara perorangan mapun kelompok dalam hal praktek professional dengan mengacu kepada standart profesi yang telah ditetapkan oleh organisasi3. Bentuk partisipasi mewujudkan perilaku dan sikap professional dalam kehidupan dan lingkungan kerja guru

Diterbitkan di: Januari 29, 2010http://id.shvoong.com/books/dictionary/1968825-organisasi-profesi-guru/

Mengangkat Citra dan Martabat Guru

Ditulis oleh rastodio pada August 9th, 2009 No Comments »

AGAKNYA semua orang sepakat bahwa the children of today are the leaders of tomorrow, dan salah satu cara terbaik untuk mewujudkannya adalah melalui pendidikan. Berkaitan dengan hal ini, guru merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan, sebab inti kegiatan pendidikan di sekolah adalah belajar mengajar yang memerlukan peran guru di dalamnya. Sidi (2000) dalam Mustafa (2005) mengemukakan berdasarkan hasil studi di negara-negara berkembang, guru memberikan sumbangan dalam prestasi belajar siswa (36%), selanjutnya manajemen (23%), waktu belajar (22%), dan sarana fisik (19%).

Page 12: Upaya Peningkatan Mutu Guru

Memang harus diakui maraknya arus informasi dewasa ini, guru bukan lagi satu-satunya sumber informasi tetapi merupakan salah satu sumber informasi. Meskipun demikian perannya dalam proses pendidikan masih tetap diperlukan, khususnya yang berkenaan dengan sentuhan-sentuhan psikologis dan edukatif terhadap anak didik.

Slogan pahlawan tanpa tanda jasa senantiasa melekat pada profesi guru. Hal ini didasarkan pada pengabdiannya yang begitu tinggi dan tulus dalam dunia pendidikan. Tidak hanya itu, sikap kearifan, kedisiplinan, kejujuran, ketulusan, kesopanan serta sebagai sosok panutan menjadikan profesi satu ini berbeda dengan yang lain. Lantaran tanggung jawab dari profesi guru tidak berhenti pada selesai ia mengajar, melainkan keberhasilan siswa dalam menangkap, memahami, mempraktekkan serta mengamalkan ilmu yang diterima dalam kehidupan sehari-hari baik langsung maupun tak langsung. Hal ini membuat citra seorang guru di mata masyarakat selalu berada di tempat yang lebih baik dan mulia. Djamin (1999) mengemukakan citra guru mempunyai arti sebagai suatu penilaian yang baik dan terhormat terhadap keseluruhan penampilan yang merupakan sosok pengembang profesi ideal dalam lingkup fungsi, peran dan kinerja. Citra guru ini tercermin melalui keunggulan mengajar, memiliki hubungan yang harmonis dengan peserta didik, serta memiliki hubungan yang harmonis pula terhadap sesama teman seprofesi dan pihak lain baik dalam sikap maupun kemampuan profesional. Dari sudut pandang peserta didik, citra guru ideal adalah seseorang yang senantiasa memberi motivasi belajar yang mempunyai sifat-sifat keteladanan, penuh kasih sayang, serta mampu mengajar di dalam suasana yang menyenangkan

Dewasa ini citra guru semakin hangat diperbincangkan. Masyarakat sering mengeluh dan menuding guru tidak mampu mengajar manakala putra-putrinya memperoleh nilai rendah, rangkingnya merosot, atau NEM-nya anjlok. Akhirnya sebagian orang tua mengikutsertakan putra-putrinya untuk kursus, privat atau bimbingan belajar. Pihak dunia kerja ikut memprotes guru karena kualitas lulusan yang diterimanya tidak sesuai keinginan dunia kerja. Belum lagi mengenai kenakalan dan dekadensi moral para pelajar yang belakangan semakin marak saja, hal ini sering dipersepsikan bahwa guru gagal dalam mendidik anak bangsa.

Sudjana dalam Mustafa (2005) menjelaskan rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru yang mengakibatkan rendahnya citra guru disebabkan oleh faktor berikut: (1) adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapapun dapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan; (2) kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru; (3) banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya. Syah (2000) menyorot rendahnya tingkat kompetensi profesionalisme guru, penguasaan guru terhadap materi dan metode pengajaran yang masih berada di bawah standar, sebagai penyebab rendahnya mutu guru yang bermuara pada rendahnya citra guru. Secara rinci dari aspek guru rendahnya mutu guru menurut Sudarminta dalam Mujiran (2005) antara lain tampak dari gejala-gejala berikut: (1) lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan; (2) ketidaksesuaian antara bidang studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan lapangan yang diajarkan; (3) kurang efektifnya

Page 13: Upaya Peningkatan Mutu Guru

cara pengajaran; (4) kurangnya wibawa guru di hadapan murid; (4) lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul-betul menjadi guru; (6) kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap dalam cukup banyak guru sehingga dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai pendidik; kebanyakan guru dalam hubungan dengan murid masih hanya berfungsi sebagai pengajar dan belum sebagai pendidik; (7) relatif rendahnya tingkat intelektual para mahasiswa calon guru yang masuk LPTK (Lembaga Pengadaan Tenaga Kependidikan) dibandingkan dengan yang masuk Universitas.

Uraian di atas memberikan penekanan bahwa profesionalisme merupakan salah satu garansi bagi peningkatan citra guru. Hal ini sejalan dengan pesan penting yang muncul dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Pengakuan guru dan dosen sebagai profesi diharapkan dapat memacu tumbuhnya kesadaran terhadap mutu dan gilirannya akan meningkatkan citra guru di tengah masyarakat. Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 7 (1) bahwa profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Sanusi (1991) menunjuk ciri-ciri profesi, mencakup fungsi dan signifikansi sosial dari profesi tersebut, keterampilan para anggota profesi yang diperoleh melalui pendidikan dan atau latihan yang akuntabel, adanya disiplin ilmu yang kokoh, kode etik, dan adanya imbalan finansial dan material yang sepadan. Kemudian, secara teknis penguatan profesionalisme itu dikaitkan dengan pentingnya perhatian terhadap kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan citra guru adalah dengan menguasai kompetensi guru dengan baik.

Daftar Rujukan

Djamin, Awaloedin (1999). Peningkatan Profesionalisme Guru Indonesia Pada Abad 21. [Online] Tersedia: http://bppndik.tripod.com/guru21.htm [15 April 2006]

Mujiran, Paulus. (2005). Prioritaskan Kesejahteraan Guru. [Online] Tersedia: http://www.suarapembaruan.com/News. [15 April 2006]

Mustafa, Falah Y. (2005). Tantangan Guru di Era Global dan Otonomi Daerah. [Online] Tersedia: http://www.jbsward.com/modules.php. [15 April 2006]

Sanusi. A. (1991). Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan. Bandung: IKIP

Syah, Muhibbin. (2000). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.