upaya pemerintah kabupaten merangin dalam …
TRANSCRIPT
1
UPAYA PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN DALAM MENGATASI DAMPAK
PENAMBANGAN EMAS TANPA IZIN (PETI)
(Studi Kasus pada Penambangan Metode Lubang Jarum di Desa Simpang Parit
Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin)
Skripsi
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat guna
memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S.1)
dalam Ilmu Pemerintahan
Oleh:
HIPNI WALHUDA
NIM: SIP. 151983
Pembimbing :
Yuliatin,S.Ag.,M.HI
Tri Endah Karya Lestiyani, S.IP.,M.IP
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2020
2
1 ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “UPAYA PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN DALAM
MENGATASI DAMPAK PENAMBANGAN EMAS TANPA IZIN (PETI) (Studi Kasus
pada Penambangan Metode Lubang Jarum di Desa Simpang Parit Kecamatan Renah
Pembarap Kabupaten Merangin)” bertujuan: pertama, mengetahui dampak
Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) metode lubang jarum di Desa Simpang Parit
Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin terhadap ekonomi masyarakat. Kedua,
mengetahui dampak PETI terhadap lingkungan. Ketiga, upaya pemerintah Kabupaten
Merangin dalam mengatasi dampak negatif PETI metode lubang jarum di Desa Simpang
Parit Kecamatan Renah Pembarap.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis dan Sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Instrumen pengumpulan data yang
digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang
digunakan Menurut Miles & Huberman analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi
secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi.
Hasil penelitian ini adalah pertama, dampak PETI metode lubang jarum terhadap
ekonomi masyarakat terlihat dari adanya perubahan perilaku masyarakat dari yang
semula sebagai petani karet berubah menjadi penambang, secara ekonomi tentunya terjadi
dampak positif dimana adanya peningkatakan kesejahteraan masyarakat. Kedua, dampak
PETI metode lubang jarum terhadap lingkungan terlihat dari dampak negatif yang
ditimbulkan seperti munculnya lubang, pencemaran air dan udara akibat aktivitas
tambang. Ketiga, upaya pemerintah dalam mengatasi dampak Penambangan Emas Tanpa
Izin PETI metode lubang jarum diantaranya memberikan himbauan kepada masyarakat
untuk menghentikan, serta melakukan razia secara rutin dan berkala guna melakukan
pemberantasan yang dilakukan oleh pihak aparat ke polisian, selain itu juga pemerintah
daerah juga melarang penjualan solar ke daerah pertambangan guna menghentikan
aktivitas pertambangan
Kata kunci : Tambang, Emas, Ilegal, Pemda Merangin
3
4
5
6
MOTTO
فاستغفروه ثم تىبىا إليه هى أوشأكم مه الرض واستعمركم فيها
إن ربي قريب مجيب Artinya : Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah
kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (doa hamba-Nya). QS. Hud: 61)
“jangan takut berbeda untuk meraih kesuksesan”
- HIPNI WALHUDA-
“semua mimpi kita dapat menjadi kenyataan.
Bila kita mempunyai keberanian untuk mengejarnya”
-Walt Disney”
7
PERSEMBAHAN
Terima kasih kepada Allah SWT, khusus skripsi ini kupersembahkan untuk yang
amat kucintai dan kasihi kedua orang tuaku yang tersayang, keluarga yang selalu
support dan terima kasih atas semua motivasi, pengorbanan, serta doa yang diberikan,
semoga sebuah pemikiran ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin.
8
2 KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul
UPAYA PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN DALAM MENGATASI DAMPAK
PENAMBANGAN EMAS TANPA IZIN (PETI)
(Studi Kasus pada Penambangan Metode Lubang Jarum di Desa Simpang Parit Kecamatan
Renah Pembarap Kabupaten Merangin) Kemudian tidak luput pula sholawat Beriring salam kepada Nabi Besar
Muhammad SAW, yang telah memberi kita petunjuk dari alam kebodohan menuju alam
yang terang benderang seperti yang kita rasakan pada saat sekarang ini, terang bukan
karna lampu yang menyinari dan bukan pula karna bulan dan matahari akan tetapi
terangnya karna ilmu pengetahuan serta iman dan Islam.
Skripsi ini disusun sebagai sumbangan pemikiran terhadap perkembangan Ilmu
pemerintahan dan memenuhi sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata
Satu (S.I) pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Pada kesempatan kali ini dengan segala kerendahan hati
penulis sampaikan hasil penelitian yang penulis upayakan secara maksimal dengan
segenap keterbatasan dan kekurangan yang penulis miliki sebagai manusia biasa namun
berbekal pengetahuan yang ada serta arahan dan bimbingan,juga petunjuk dari Ibu Dra.
Ramlah, M.Pd.I, selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Maryani, S.Ag, M.HI selaku
pembimbing II yang selalu meluangkan waktu ditengah kesibukan beliau yang luar biasa
untuk memberi bimbingan dengan sabar, saran, dan kritik yang membangun, menebarkan
keceriaan serta optimisme kepada penulis dan akan selalu penulis ingat. Untuk itu penulis
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini, penulis telah berusaha dengan
semaksimal mungkin untuk kesempurnaan skripsi ini, namun karena keterbatasan ilmu
pengetahuan dan pengalaman penulis, sehingga masih terdapat kejanggalan dan
kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA. Rektor UIN STS Jambi
2. Bapak Dr. A.A. Miftah, M.Ag Dekan Fakultas Syari‟ah UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
3. Bapak H.Hermanto Harun, Lc.,M.HI.,Ph.D Wakil Dekan 1 Fakultas Syariah
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
9
4. Ibu Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag.,M.HI, Wakil Dekan ll Fakultas Syariah UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Ibu Dr. Yuliatin, S.Ag.,M.HI Wakil Dekan lll dan Kerjasama Fakultas
Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
6. Ibu Mustiah, RH, S.Ag., M.Sy Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas
Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
7. Ibu Tri Endah Karya Lestiyani, S.IP.,M.IP Sekretaris Jurusan Ilmu
Pemerintahan Fakultas Syari‟ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
8. Ibu Dr. Yuliatin,S.Ag.,M.HI Pembimbing l
9. Ibu Tri Endah Karya, S.IP.,M.IP pembimbing II
10. Bapak / Ibu Dosen, Karyawan dan Karyawati Fakultas Syari‟ah UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
11. Kepada teman-teman seperjuangan Ilmu Pemerintahan 2015 semua pihak
yang telah banyak membantu baik moril maupun materil sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Sepenuhnya hanya dapat memanjatkan do‟a yang sebanyak-banyaknya kepada
kehadirat Allah SWT, semoga jasa-jasa itu menjadi „amal Jariyah bagi mereka semuanya
dan mendapakan ridho Allah SWT.
Demikian semoga Allah SWT senantiasa memberi hidayah-Nya kepada kita
semua. Amiin Yarobbal „alamiiin.
Jambi, Oktober 2019
Penulis
Hipni Walhuda
NIM: SIP. 151983
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i
ABSTRAK .................................................................................................................. ii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ........................................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... v
MOTTO ...................................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................................ viii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 5
C. Batasan Masalah ..................................................................................................... 5
D. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 5
E. Kegunaan Penelitian .............................................................................................. 6
F. Kerangka Teori ....................................................................................................... 6
1. Pertambangan...................................................................................................... 7
2. Izin Usaha Penambangan .................................................................................... 10
3. Kejahatan Lingkungan Hidup ............................................................................. 11
4. Penambang Ilegal ................................................................................................ 14
5. Dampak Aktivitas Pertambangan terhadap Lingkungan ..................................... 15
6. Kebijakan Publik ................................................................................................. 20
7. Ekologi ............................................................................................................... 26
8. Konsep Pembangunan ........................................................................................ 27
9. Manajemen dan Fungsi Manajemen ................................................................... 29
G. Tinjauan Pustaka .................................................................................................... 31
BAB II METODE PENELITIAN ............................................................................. 35
A. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian ................................................................. 35
11
B. Pendekatan Penelitian ............................................................................................. 35
C. Jenis dan Sumber Data ............................................................................................ 36
D. Instrumen Pengumpulan Data ................................................................................ 37
E. Teknik Analisis Data .............................................................................................. 38
F. Teknik Penjamin Keabsahan Data ......................................................................... 41
G. Sistematika Penulisan ............................................................................................ 42
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Desa Simpang Parit .................................................................................... 44
B. Gambaran Umum Desa Simpang Parit.................................................................... 45
C. Struktur Organisasi Pemerintah Desa Simpang Parit ............................................. 49
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Dampak Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) metode lubang jarum di Desa
Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin terhadap sosial
ekonomi masyarakat ............................................................................................... 53
B. Dampak Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) metode lubang jarum di Desa
Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin terhadap lingkungan 64
C. Upaya dan Kendala dalam pemberantasan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI)
metode lubang jarum di Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten
Merangin ................................................................................................................. 71
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 80
B. Saran ...................................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 82
LAMPIRAN-LAMPIRAN......................................................................................... 84
GAMBAR-GAMBAR ................................................................................................ 85
CURCULUM VITAE ................................................................................................ 86
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) adalah salah satu pertambangan
tidak resmi yang kini menjadi ancaman bagi semua pihak, baik dari pihak
pemerintah Kabupaten Merangin khususnya dan pemerintah Provinsi Jambi
pada umumnya maupun masyarakat yang secara langsung terkena dampak
PETI berupa kerusakan lingkungan.
Salah satu kegiatan PETI juga dilakukan di Desa Simpang Parit
Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin yang dikenal dengan
metode lubang jarung. Berdasarkan hasil pengamatan di Desa Simpang Parit
Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin diketahui bahwa selain
menggunakan alat berat, kegiatan penambangan emas juga dilakukan dengan
cara menggali lubang dengan kedalam mencapai 30 hingga ratusan meter,
dimana material diangkut menggunakan derek untuk dilakukan proses
pemisahan bebatuan dengan biji emas, kegiatan ini disebut dengan
penambangan emas metode lubang jarum. Ukuran lubang yang digali cukup
sempit, hanya di depan lubang saja yang ukurannya 1-2 meter, namun ketika
beberapa meter kebawah, lubang sangat kecil, apalagi setelah sampai di dasar
lubang.1
1 Hasil Observasi di Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten
Merangin, tanggal 14 November 2018
13
Di dasar lubang terdapat beberapa lubang lagi, ukuran lubang hanya bisa
jongkok atau menunduk dengan lebar hanya bisa untuk berpaspasan dengan
teman lain ketika ganti tugas atau shif. Dengan penerangan yang terbatas senter
kening dan lampu dari listrik gengset dari atas, kegiatan kikis mengikis dasar
lubang terus dilakukan.
Kasus kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di Kabupaten Merangin
pada saat ini adalah banyaknya kegiatan PETI yang mengakibatkan terjadi
kerusakan lingkungan disekitarnya berupa pencemaran air dan tanah yang
dikarenakan adanya galian-galian pada tanah dan sungai. Awalnya kegiatan
PETI dilakukan secara sederhana dan tidak merusak lingkungan yakni kegiatan
pertambangan secara manual dengan menggunakan alat yang terbuat dari kayu
yang diberi nama “Dulang” sebagai pekerjaan sampingan. Akan tetapi dengan
menurunnya pendapatan di sektor ekonomi karena anjloknya harga karet yang
berkepanjangan membuat masyarakat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari menyebabkan masyarakat mulai melakukan kegiatan PETI dengan
menggunakan mesin atau alat tambang yang berkapasitas lebih besar. Hal ini
yang menjadi penyebab timbulnya dampak negatif berupa kerusakan
lingkungan. Dengan melakukan kegiatan PETI ini penghasilan masyarakat
setiap harinya bisa bertambah tanpa menghiraukan dampak yang ditimbulkan
dari aktifitas PETI yang tidak terkendali.
Kegiatan PETI di Kabupaten Merangin dilakukan masyarakat atas dasar
desakan ekonomi yang semakin sulit untuk dipenuhi, sehingga masyarakat
mengambil jalan pintas untuk mencari mata pencaharian baru dengan cara
14
menambang emas secara ilegal dan tanpa mengikuti aturan yang berlaku.
Padahal pemerintah Kabupaten Merangin beserta aparat telah membuat
peraturan tentang pelarangan melakukan aktivitas PETI yang bersifat ilegal
(tidak resmi) namun masyarakat masih saja melakukannya.
Pertambangan adalah serangkaian kegiatan dalam rangka upaya
pencarian, penggalian, pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian
(mineral, batu bara, panas bumi dan migas). Pertambangan secara hukum ada
dua jenis yaitu pertambangan resmi dan pertambangan tidak resmi.
Pertambangan resmi adalah pertambangan yang memiliki izin dan memiliki
tempat pertambangan yang khusus serta memperhatikan dampaknya terhadap
masyarakat. Sedangkan pertambangan yang tidak resmi adalah pertambangan
yang tidak memiliki izin dari pemerintah dan tidak memiliki tempat yang
khusus serta tidak memperdulikan dampaknya terhadap masyarakat.
Kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini seperti tanah yang dulunya
banyak terdapat areal persawahan sekarang sudah berubah menjadi lubangan,
tanah yang dulunya subur kini menjadi tandus akibat penggalian pertambangan
yang berlebihan yang menyebabkan hilangnya kesuburan tanah. Selain itu
terjadinya penurunan kualitas air dimana banyaknya air sungai yang tercemar
merkuri (Hg) yang apabila dikonsumsi oleh masyarakat dapat mengganggu
kesehatan dan sekaligus merupakan ancaman bagi keberlangsungan hidup
manusia. Dampak terhadap manusia dan lingkungan yang paling parah adalah
adanya sifat biomagnifikasi dimana logam-logam tersebut akan ikut berpindah
15
dari tubuh predator awal sehingga terakumulasi dan terus bertambah didalam
tubuh predator akhir misalnya dari ikan ke manusia.
Berdasarkan informasi yang diperoleh di Desa Simpang Parit Kecamatan
Renah Pembarap Kabupaten Merangin diketahui bahwa Aktivitas Penambang
Emas Tanpa Izin (PETI) model Lubang Jarum yang berada di Desa Simpang
Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin Jambi terus berlanjut
meski beragam musibah terjadi. Belasan orang tewas tertimbun pada tahun
2016 lalu. Dan terbaru tujuh orang tewas pada awal September 2018. 2
Sosialisasi mengenai bahaya penambangan emas model Lubang Jarum
dan razia oleh aparat keamanan juga kerap dilakukan. Namun warga tak jera
tetap saja melakukan aktivitasnya. Alasannya jelas, karena kebutuhan ekonomi.
Mereka mengaku terpaksa melakukan kegiatan ilegal lantaran sektor
perkebunan karet dan kelapa sawit yang selama ini menopang hidup mereka
tak lagi menjanjikan. Harga karet dan kelapa sawit terjun bebas.
Itulah mengapa pinggiran sungai di Desa Simpang Parit, Kecamatan
Renah Pembarap penuh tambang emas lubang jarum yang memiliki kedalaman
ratusan meter. Oleh karena itu, penulis berkeinginan untuk mengangkatnya
dalam bentuk penelitian dengan judul “Upaya Pemerintah Kabupaten
Merangin Dalam Mengatasi Dampak Penambangan Emas Tanpa Izin
(PETI) (Studi Kasus pada Penambangan Metode Lubang Jarum di Desa
Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin)”
2Hasil Wawancara di Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten
Merangin, tanggal 14 November 2018
16
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan Latar Belakang diatas maka peneliti mendapat pokok-pokok
permasalahan penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana dampak Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) metode lubang
jarum di Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten
Merangin terhadap ekonomi masyarakat?
2. Bagaimana dampak Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) metode lubang
jarum di Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten
Merangin terhadap lingkungan?
3. Apa upaya pemerintah dalam mengatasi dampak negatif Penambangan
Emas Tanpa Izin (PETI) metode lubang jarum di Desa Simpang Parit
Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin?
C. Batasan Masalah
Untuk memudahkan dalam penulisan karya ilmiah sehingga
mendapatkan hasil yang diharapkan, maka perlu penulis memberi batasan
permasalahan yang akan dibahas, sehinga tidak keluar dari topik permasalahan
yaitu mengkaji tentang upaya pemerintah dalam mengatasi dampak
Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) metode lubang jarum di Desa Simpang
Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
17
1. Untuk mengetahui dampak Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) metode
lubang jarum di Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap
Kabupaten Merangin terhadap ekonomi masyarakat.
2. Untuk mengetahui dampak Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) metode
lubang jarum di Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap
Kabupaten Merangin terhadap lingkungan.
3. Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam mengatasi dampak negatif
Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) metode lubang jarum di Desa
Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin.
E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini meliputi Tiga
hal, yaitu:
1. Secara praktis kegunaan penelitian diharapkan dapat memberikan
pemahaman kepada masyarakat luas mengenai dampak Penambangan Emas
Tanpa Izin (PETI) metode lubang jarum di Desa Simpang Parit Kecamatan
Renah Pembarap Kabupaten Merangin terhadap lingkungan dan sosial
ekonomi masyarakat.
2. Untuk menambah pengetahuan mengenai dampak Penambangan Emas
Tanpa Izin (PETI) metode lubang jarum di Desa Simpang Parit Kecamatan
Renah Pembarap Kabupaten Merangin terhadap sosial ekonomi masyarakat.
3. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar strata satu (S1) dalam Ilmu
Pemerintahan Fakultas Syari‟ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
18
F. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan uraian ringkas tentang teori yang digunakan
dan cara menggunakan teori itu dalam menjawab pertanyaan penelitian.3 Agar
penelitian ini lebih terarah dan tepat sasaran, maka penulis menganggap perlu
menggunakan kerangka teori sebagai landasan berfikir guna mendapatkan
konsep yang benar dan tepat dalam penyusunan skripsi ini sebagai berikut :
1. Pertambangan
a. Definisi Pertambangan
Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan
ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi (kegiatan
mengeluarkan sumber daya alam dari dalam bumi). Sedangkan
penambangan adalah proses pengambilan material yang dapat di ekstraksi
dari dalam bumi, dan tambang adalah tempat atau lokasi terjadinya kegiatan
penambangan. Dalam hukum positif yang dimaksud dengan pertambangan
adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,
pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, kontruksi, penambangan,
pengelolaan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan
pasca tambang.4 Dari uraian diatas penulis menyimpulkan pertambangan
adalah suatu kegiatan industri maupun perorangan dimana bahan galian
mineral diproses dan dipisahkan dari material pengikut yang tidak
diperlukan.
3 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah, (Jambi: Syariah Press
2014), hlm. 14 4 Undang-undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009 Pasal 1
19
Dalam industri mineral, proses untuk mendapatkan mineral-mineral
yang ekonomis biasanya menggunakan metode ekstraksi, yaitu proses
pemisahan mineral-mineral dari batuan terhadap mineral pengikut yang
tidak diperlukan. Mineral-mineral yang tidak diperlukan akan menjadi
limbah industri pertambangan dan mempunyai kontribusi yang cukup
signifikan pada pencemaran dan dekradasi lingkungan. Industri
pertambangan sebagai industri hulu yang menghasilkan sumberdaya mineral
dan merupakan sumber bahan baku bagi industri hilir yang diperlukan oleh
ummat manusia diseluruh dunia. Adapun jenis dan manfaat sumber daya
mineral bagi kehidupan manusia modren semakin tinggi dan semakin
meningkat sesuai dengan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan suatu
negara. Sementara sumber daya mineral itu sendiri dapat diartikan sebagai
sumber daya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batu-batuan yang ada di
bumi.
b. Dasar Hukum Pertambangan
Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar Tahun 1945 menyebutkan
bahwa bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal ini berarti pemerintah
pada prinsipnya memiliki kewajiban untuk bertindak sebagai pelaksana
kebijakan negara dalam melakukan pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya alam yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dengan kata
lain berdasarkan pasal tersebut pemerintah merupakan pemeran utama
20
dalam optimalisasi pengusahaan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam
sekaligus pemilik sumber daya alam tersebut.
Indonesia merupakan negara kaya akan galian (tambang) emas, perak,
minyak, gas bumi, batubara, dan lain-lain yang dikuasai oleh negara.
Pemanfaatan sumber daya alamnya harus secara berkelanjutan dan
seoptimal mungkin bagi kepentingan rakyat. Dengan demikian, dalam
pengusahaan potensi sumber daya alam tersebut, pemerintah harus
mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Pada dasarnya pertambangan mempunyai karakteristik, yang salah
satunya bersifat non-reneweble (tidak dapat diperbarui). Pertambangan yang
memiliki karasteristik ini beresiko lebih tinggi dan pengusahaannya
memiliki dampak lingkungan baik fisik maupun sosial yang relatif lebih
tinggi pula dibandingkan dengan pengusahaan komoditi pada umumnya.
Mineral dan batubara merupakan sumber daya alam yang dikuasai negara,
oleh karenanya pengelolaannya harus memberi nilai tambah bagi
perekonomian nasional guna mencapai kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat. Untuk mencapai tujuan diatas, maka pengelolaan pertambangan
mineral dan batubara harus berasazkan manfaat, keadilan dan
keseimbangan, serta keberpihakan kepada kepentingan bangsa.
Jadi yang menjadi dasar hukum pertambangan yaitu pasal 33 Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu :
• Ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
21
• Ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
2. Izin Usaha Penambangan
Berdasarkan UU No. 11 tahun 1967, Kuasa Pertambangan (KP)
adalah wewenang yang diberikan kepada badan atau perseroan untuk
melaksanakan usaha pertambangan. Setelah UU No. 4 tahun 2009
diberlakukan, maka KP diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP). KP
yang diberlakukannya sebelum ditetapkannya UU No. 4 tahun 2009 dan PP
No. 23 tahun 2010 tetap diberlakukan sampai jangka waktu terakhir, serta
wajib:5
1. Disesuaikan menjadi IUP atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR) sesuai
dengan ketentuan PP No. 23 tahun 2010 dalam jangka waktu paling
lambat tiga bulan sejak berlakunya PP tersebut.
2. Menyampaikan rencana kegiatan pada seluruh wilayah KP sampai
dengan jangka waktu berakhirnya KP.
3. Melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negri dalam jangka
waktu paling lambat lima tahun sejak berlakunya UU No. 4 tahun 2009.
Sebagaimana diatur dalam pasal 1 (7) UU No. 4 tahun 2009 tentang
pertambangan mineral dan batubara (UU Minerba), Izin Usaha
Pertambangan (IUP) adalah izin usaha yang diberikan untuk usaha
pertambangan. Merupakan wewenang pemerintah, dalam pengolahan
5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan
22
pertambangan mineral dan batu bara, untuk memberikan IUP. Pasal 6
peraturan pemerintah No.23 tahun 2010 tentang pelaksanakan kegiatan
usaha pertambangan mineral dan batubara (PP 23/2010) mengatur bahwa
IUP diberikan oleh menteri, gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya. IUP diberikan kepada:
1. Badan usaha, yang dapat berupa Badan Usaha Swasta, Badan Usaha
Milik Negara. atau Badan Usaha Milik Daerah.
2. Koperasi.
3. Perseorangan, yang dapat berupa perseorangan yang merupakan warga
Negara Indonesia, perusahaan firma, atau perusahaan komanditer.
Pemberian IUP akan dilakukan setelah diperoleh WIUP (Wilayah Izin
Usaha Pertambangan). Dalam satu WIUP dimungkinkan untuk diberikan
satu IUP maupun beberapa IUP. Dalam pasal 36 UU Minerba membagi
IUP kedalam dua tahap, yaitu:
a) IUP Eksploirasi, yang meliputi kegiatan penyelidikan umum,
eksplorasi, dan studi kelayakan.
b) IUP Operasi produksi, yang meliputi kegiatan konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan
penjualan.
3. Kejahatan Lingkungan Hidup
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 disebutkan:
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
23
keadan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Lingkungan sebagai sumber daya merupakan asset yang dapat
diperlukan untuk mensejahterakan masyarakat. Hal ini sesuai dengan
perintah Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan
bahwa, bumi, air dan kekayaan alam terkandung di dalamnya di
pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.6 Dengan
demikian, menurut Soemarwoto sumber daya lingkungan mempunyai daya
regenerasi dan asimilasi yang terbatas. Selama eksploitasi atau permintaan
pelayanan ada di bawah batas daya regenerasi atau asimilasi, sumber daya
terbarui itu dapat di gunakan secara lestari.7
Kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya,
etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut
lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan
lingkungan tetap terjaga. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan
sehubungan dengan penerapan etika lingkungan sebagai berikut:8
a. Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan
sehingga perlu menyayangi semua kehidupan dan lingkungan selain
dirinya sendiri.
6 Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
7 Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, (Gadjah Mada. University,
Yogyakarta, 2010), hlm. 141 8 Sonny Keraf, 2002, Etika Lingkungan, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas)
24
b. Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya
untuk menjaga terhadap pelestarian, keseimbangan dan keindahan alam.
c. Kebijaksanaan penggunana sumber daya alam yang terbatas termasuk
bahan energi.
d. Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk
makhluk hidup yang lain.
Maka dari itu, fokus pada masalah lingkungan yang kita hadapi pada
hakekatnya adalah masalah ekologi manusia. Masalah itu timbul karena
perubahan lingkungan yang menyebabkan lingkungan itu tidak atau kurang
sesuai lagi untuk mendukung kehidupan manusia, akibatnya ialah
terganggunya kesejahteraan manusia9
Selain merupakan pelanggaran terhadap UU yang berlaku, keberadaan
penambangan emas tanpa izin mengakibatkan kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh penggalian tanah dan membuat lubang-lubang raksasa yang
dilakukan. Kerusakan lingkungan tersebut adalah suatu gangguan terhadap
lingkungan alam. Dan menurut Hoefnagels manusia dan lingkungan adalah
terikat secara tak terpisahkan. Gangguan terhadap lingkungan ini adalah
gangguan terhadap manusia itu. Gangguan terhadap lingkungan alam yang
merupakan dampak dari adanya kegiatan penambangan emas tanpa izin
dipandang sebagai pelanggaran terhadap norma kehidupan masyarakat
terutama norma hukum, dan dapat digolongkan sebagai kejahatan, karena
9 Otto Soemarwoto. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. (Jakarta : Penerbit
Djabatan, 1991)
25
kerugian yang diakibatkan sangat merugikan baik itu manusia maupun
lingkungan itu sendiri.10
4. Penambang Ilegal
Pertambangan merupakan kegiatan, teknologi, dan bisnis yang
berkaitan dengan industri pertambangan mulai dari prospeksi, eksplorasi,
evaluasi, penambangan, pengolahan, pemurnian, pengangkutan, sampai
pemasaran. Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya
pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan
penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas). Selain itu,
Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi
mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi. Penambangan adalah
proses pengambilan material yang dapat diekstraksi dari dalam bumi.
Tambang adalah tempat terjadinya kegiatan penambangan.11
Pertambangan liar atau Pertambangan tanpa izin adalah ilegal karena
di sebagian besar negara, sumber daya mineral bawah tanah adalah milik
negara. Karenanya, sumber daya alam tersebut hanya bisa ditambang oleh
operator berlisensi menurut hukum dan peraturan yang ditetapkan oleh
pemerintah.12
Pertambangan yang paling ilegal terjadi di daerah pedalaman atau
situs pertambangan yang ditinggalkan. Rendahnya produktivitas dan
10
Ibid. 11
Iskandar. 2008. Teknik Keberhasilan Reklamasi dan Penutupan Tambang: Keberhasilan
Reklamasi Lahan Bekas Tambang untuk Tujuan Revegetasi. Fakultas Pertanian IPB. Bogor 12
Dyahwanti, N.I. 2007. Kajian Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan
Penambangan Pasir Di Daerah sabuk Hijau Gunung Sumbing (Studi Kasus Di Desa Kwadungan
Gunung) Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung. Thesis. Semarang : Program Magister
Ilmu Lingkungan Pasca Sarjana Universitas Diponegoro
26
produksi yang terbatas adalah karakteristik utama pertambangan ilegal.
Namun demikian, ukuran negara dan frekuensi fenomena tersebut dapat
mengubah mikro-produksi ini menjadi bagian yang terlihat jelas pada
tingkat produksi nasional.13
Adapun dampak yang terjadi akibat pertambangan liar tersebut
diantaranya berkurangnya sumber keseimbangan alam seperti hutan, air dan
tanah yang subur sebagian besar disebabkan oleh kegiatan pertambangan
yang menghasilkan polutan yang sangat besar sejak awal eksploitasi sampai
proses produksi dan hanya mementingkan keuntungan pribadi tanpa
memperhatikan faktor kelestarian lingkungan.14
5. Dampak Aktivitas Pertambangan terhadap Lingkungan
Menurut Salim setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan
pasti menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif
dari kegiatan pembangunan di bidang pertambangan adalah:15
1. Memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi
nasional;
2. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ;
3. Menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang;
4. Meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang;
5. Meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang;
6. Meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang; dan
7. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang.
13
Ibid 14
Suparmoko, M.R.. 2000. Ekonomika Lingkungan. Yogyakarta : Edisi Pertama.BPFE. 15
Abbas Salim. 2007, Asuransi dan Manajemen Risiko, Raja Gramedia Persada. Jakarta
27
Dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah:
1. Kehancuran lingkungan hidup;
2. Penderitaan masyarakat adat;
3. Menurunnya kualitas hidup penduduk lokal;
4. Meningkatnya kekerasan terhadap perempuan;
5. Kehancuran ekologi pulau-pulau; dan
6. Terjadi pelanggaran HAM pada kuasa pertambangan
Meningkatnya kebutuhan sumberdaya mineral di dunia telah memacu
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral serta untuk
mendapatkan lokasi-lokasi sumberdaya mineral yang baru. Konsekuensi dari
meningkatnya eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral harus diikuti
dengan usaha-usaha dalam pencegahan terhadap dampak yang ditimbulkan
sebagai akibat dari eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral tersebut.16
Dampak sosial ekonomi merupakan dampak aktivitas pertambangan
pada aspek sosial ekonomi yang dapat bersifat positif dan negatif. Dampak
positif akibat aktivitas pertambangan diantaranya adalah terjadinya
peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), terciptanya lapangan pekerjaan,
dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat di sekitar wilayah pertambangan
sedangkan dampak negatif dari adanya aktivitas pertambangan adalah
terjadinya penurunan pendapatan bagi masyarakat yang bergerak di sektor
pertanian, karena menurunnya kualitas lahan yang digunakan.
16
Noor, Op.Cit., 183
28
Hasil penelitian Budimanta menunjukkan bahwa aktivitas
penambangan di daerah Bangka Belitung memberikan berbagai dampak
positif dan negatif pada kehidupan warga. Dampak positif akibat aktivitas
penambangan diantaranya adalah meningkatnya penghasilan devisa bagi
Negara, terciptanya lapangan pekerjaan. Selain itu, adanya perbaikan
infrastruktur seperti akses jalan ke Penagan dari Pangkal Pinang menjadi
semakin mudah dan kondisi jalanan semakin baik. Waktu tempuh menjadi
semakin efisien dibandingkan sebelumnya yang membutuhkan waktu hingga
dua hari bagi para pejalan kaki. Pada aspek ekonomi, pendapatan yang
diperoleh warga menjadi semakin meningkat. Hal ini terlihat dari adanya
kemampuan warga untuk mendirikan rumah permanen yang terbuat dari
bahan bata dan semen, dibandingkan kondisi sebelumnya yang hanya terbuat
dari kayu penyangga.17
Perubahan ekologi di wilayah pertambangan terjadi karena adanya
aktivitas eksploitasi terhadap sumberdaya alam tambang. Perubahan ekologi
ini mengakibatkan perubahan sosial di sekitar wilayah pertambangan.
Kerusakan lingkungan seperti pencemaran air, polusi udara dan kekeringan
air, mampu mengubah sistem mata pencaharian masyarakat desa yang
awalnya bergerak di sektor pertanian menjadi sektor non pertanian. Menurut
Noor permasalahan yang sering muncul dari kegiatan eksplorasi dan
17
Budimanta, A. 2007. Kekuasaan dan Penguasaan Sumberdaya Alam Studi Kasus
Penambangan Timah di Bangka. Jakarta: Indonesia center for sustainable development.
29
eksploitasi sumberdaya mineral adalah terjadinya penurunan kualitas
lingkungan hidup seperti pencemaran pada tanah, udara, dan hidrologi air.18
Di Indonesia dapat kita jumpai beberapa contoh lokasi tambang yang
telah mengalami penurunan kualitas lingkungan, antara lain tambang timah di
Pulau Bangka, tambang batu bara di Kalimantan Timur dan tambang tembaga
di Papua. Lubang-lubang bekas penambangan dan pembukaan lapisan tanah
yang subur pada saat penambangan, dapat mengakibatkan daerah yang
semula subur menjadi daerah yang tandus. Diperlukan waktu yang sangat
lama untuk kembali ke dalam kondisi semula. Polusi dan degradasi
lingkungan akan terjadi pada semua tahap dalam aktivitas pertambangan.
Tahap tersebut dimulai pada tahap prosesing mineral dan semua aktivitas
yang menyertainya seperti penggunaan peralatan survei, bahan peledak, alat-
alat berat, limbah mineral padat yang tidak dibutuhkan.
Menurut Noor permasalahan yang ditimbulkan dalam penggunaan batu
bara adalah pencemaran udara berupa kandungan belerang yang dilepaskan
oleh hasil pembakaran batu bara pada pembangkit listrik, dan debu batu bara
(partikel-partikel halus) hasil pembakaran yang masuk ke udara.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Qomariah dampak
akibat aktivitas pertambangan batu bara bukan hanya menimbulkan
pencemaran udara yang mengakibatkan penurunan kesehatan saja, melainkan
juga timbulnya cekungan besar yang dikelilingi tumpukan tanah bekas galian
yang telah bercampur dengan sisa-sisa bahan tambang (tailing). Pada saat
18
Noor, Op.Cit., hal 184
30
musim hujan, cekungan tersebut dialiri air dan berubah menjadi danau. Sisa-
sisa bahan tambang mengalir ke sungai-sungai dan menutupi lahan pertanian
serta areal perkebunan.19
Hal ini mengakibatkan hilangnya vegetasi (tanaman) populasi satwa liar
dan menurunnya kualitas air. Sementara itu di daerah bagian hilir pasca
tambang, rawan terjadinya bencana erosi akibat sedimentasi tanah.
Di beberapa daerah yang memiliki potensi penambangan pasir seperti
Kabupaten Magelang dan Kabupaten Temanggung, aktivitas penambangan
mengakibatkan timbulnya tebing-tebing bukit yang rawan longsor akibat
penambangan yang tidak memakai sistem berteras. Hal ini mengakibatkan
semakin tingginya tingkat erosi di daerah pertambangan, berkurangnya debit
air permukaan atau mata air, menurunnya produktivitas lahan pertanian, dan
tingginya lalu lintas kendaraan drum truk di jalan desa yang kemudian
membuat rusaknya jalan, serta timbulnya polusi udara. Sementara itu, di
beberapa daerah lain di Indonesia seperti Bangka Belitung, Kabupaten
Sumbawa Provinsi NTB dan Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan,
aktivitas pertambangan mengakibatkan terjadinya pencemaran air dan
degradasi lahan. Hilangnya fungsi atas sungai bagi masyarakat seperti air
sungai Tongo-Sejorong yang pada awalnya digunakan warga untuk minum,
membersihkan makanan, mandi, mencuci, minum ternak. Sungai tercemar
oleh limbah yang berasal dari konsentrator aktivitas limbah dan pembukaan
19
Qomariah, R. 2002. Dampak Pertambangan Tanpa Izin Batu Bara Terhadap Kualitas
Sumberdaya Lahan dan Sosial Ekonomi Masyarakat [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor
31
hutan di bagian hulu. Selain itu, terjadinya kekeringan air sumur milik warga
akibat adanya aktivitas pengeboran.
6. Kebijakan Publik
a. Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan Publik Pada dasarnya banyak batasan atau definisi apa
yang dimaksud dengan kebijakan publik (public policy) dalam literatur-
literatur ilmu politik. Masing-masing definisi tersebut memberi
penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan ini timbul karena masing-
masing ahli mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Sementara di
sisi yang lain, pendekatan dan model yang digunakan oleh para ahli pada
akhirnya juga akan menentukan bagaimana kebijakan publik tersebut
hendak didefinisikan.20
Definisi kebijakan publik yang dikemukakan oleh
Thomas R. Dye dalam Syafiie menyatakan bahwa “kebijakan publik
adalah apapun juga yang dipilih pemerintah, apakah mengerjakan sesuatu
atau tidak mengerjakan (mendiamkan) sesuatu itu (whatever government
choose to do or not to do)”.21
Dye dalam Harbani Pasolong mengemukakan bahwa bila
pemerintah mengambil suatu keputusan maka harus memiliki tujuan
yang jelas, dan kebijakan publik mencakup semua tindakan pemerintah,
jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah
atau pejabat pemerintah saja.22
Sementara Carl Friedrich mengemukakan
20
Budi Winarno, Kebijakan Publik :Teori dan Proses, CAPS, Yogyakarta, 2007, hal. 16 21
Inu Kencana Syafiie, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANKRI), Bumi
Aksara, Jakarta, 2006, hal. 106 22
Harbani Pasolong, Teori Administrasi Publik. Alfabeta, Bandung, 2010, hal. 112
32
bahwa: Kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu
yang memberikan hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap
kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam
rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau
suatu maksud tertentu.23
Namun demikian, satu hal yang harus diingat dalam
mendefinisikan kebijakan, adalah bahwa pendefinisian kebijakan tetap
harus mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan
oleh pemerintah, daripada apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai
suatu persoalan tertentu. Definisi mengenai kebijakan publik akan lebih
tepat bila definisi tersebut mencakup pula arah tindakan atau apa yang
dilakukan dan tidak semata-mata menyangkut usulan tindakan. Winarno
mengemukakan bahwa definisi yang lebih tepat mengenai kebijakan
publik adalah sebagaimana definisi yang dikemukakan oleh James
Anderson yaitu “kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai
maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam
mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan”. Konsep kebijakan ini
dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya
dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan oleh
pemerintah.24
23
Budi Winarno, Op.Cit., hal. 17 24
Ibid., hal. 18
33
Amir Santoso dalam Winarno dengan mengkomparasi berbagai
definisi yang dikemukakan oleh para ahli yang menaruh minat dalam
kebijakan publik mengemukakan bahwa pada dasarnya pandangan
mengenai kebijakan publik dapat dibagi ke dalam dua wilayah kategori
yaitu: Pertama, pendapat ahli yang menyamakan kebijakan publik dengan
tindakan-tindakan pemerintah. Para ahli dalam kelompok ini cenderung
menganggap bahwa semua tindakan pemerintah dapat disebut sebagai
kebijakan publik. Kedua, menurut Amir Santoso berangkat dari para ahli
yang memberikan perhatian khusus kepada pelaksanaan kebijakan. Para
ahli yang masuk dalam kategori ini terbagi dalam dua kubu, kubu
pertama melihat kebijakan publik dalam tiga lingkungan, yakni
perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan penilaian dan kubu
kedua memandang kebijakan publik sebagai suatu hipotesis yang
mengandung kondisi-kondisi awal dan akibatakibat yang bisa
diramalkan.25
Lebih lanjut, Effendi mengemukakan bahwa pengertian kebijakan
publik dapat dirumuskan sebagai: Pengetahuan tentang kebijakan publik
adalah pengetahuan tentang sebab-sebab, konsekuensi dan kinerja
kebijakan serta program publik, sedangkan pengetahuan dalam kebijakan
publik adalah proses menyediakan informasi dan pengetahuan untuk para
eksekutif, anggota legislatif, lembaga peradilan dan masyarakat umum
25
Ibid., hal, 17
34
yang berguna dalam proses perumusan kebijakan serta yang dapat
meningkatkan kinerja kebijakan.26
Berdasarkan definisi dan pendapat para ahli di atas, maka dapat
dikemukakan bahwa kebijakan publik merupakan tindakan-tindakan
tertentu yang dilakukan oleh pemerintah ataupun pejabat pemerintah.
Setiap kebijakan yang dibuat pemerintah pasti memiliki suatu tujuan,
sehingga kebijakan publik berguna untuk memecahkan masalah atau
problem yang ada dalam kehidupan masyarakat. Kebijakan publik sangat
perlu adanya karena tugas pemerintah sebagai pelayan masyarakat yang
harus merumuskan tindakan-tindakan untuk masyarakat.
b. Tahap-Tahap Kebijakan Publik
Charles Lindblom dalam Winarno mengemukakan bahwa proses
pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena
melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji oleh aktor
pembuat kebijakan. Oleh karena itu, beberapa ahli politik yang menaruh
minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses
penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tujuan
pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan dalam mengkaji
kebijakan publik.27
Tahap-tahap kebijakan publik yang dikemukakan
oleh Dunn adalah sebagai berikut:28
1) Tahap Penyusunan Agenda
26
Inu Kencana Syafiie, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANKRI), Bumi
Aksara, Jakarta, 2006, hal. 106 27
Budi Winarno, Op.Cit., hal. 32 28
Ibid.
35
Sejumlah aktor yang dipilih dan diangkat untuk merumuskan masalah-
masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini
berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda
kebijakan, karena tidak semua masalah menjadi prioritas dalam
agenda kebijakan publik. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke
agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu
masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah lain
ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah karena
alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.
2) Tahap Formulasi Kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas
oleh para aktor pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut
kemudian didefinisikan untuk kemudian dicari solusi pemecahan
masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai
alternative atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy options)
yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk
ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan
masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai
tindakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini,
masing-masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan
masalah tersebut.
36
3) Tahap Adopsi Kebijakan
Berbagai macam alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para aktor
perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan
tersebut diadopsi untuk tindakan lebih lanjut dalam kebijakan publik
dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur
lembaga atau keputusan peradilan.
4) Tahap Implementasi Kebijakan
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatam elit,
jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu,
keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif
pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan
oleh badan-badan pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah
diambil dilaksanakan oleh badan-badan pemerintah yang
memobilisasi sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap
implementasi ini muncul berbagai kepentingan yang akan saling
bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para
pelaksana (implementors), namun beberapa yang lain mungkin akan
ditentang oleh para pelaksana.
5) Tahap Evaluasi Kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau
dievaluasi, hal ini dilakukan untuk melihat sejauh mana kebijakan
yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik
pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam
37
hal ini, memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena
itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi
dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak
yang diinginkan.
7. Ekologi
Ekologi didefinisikan sebagai ilmu tentang hubungan timbal-balik
antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali
diperkenalkan oleh Haeckel, seorang ahli biologi, pada pertengahan
dasawarsa 1860-an. Ekologi berasal dari bahasa yunani yaitu oikos yang
berarti rumah tangga, dan logos yang berarti ilmu, sehingga secara harfiah
ekologi berarti ilmu tentang rumahtangga makhluk hidup.29
Menurut
Silalahi hal yang paling penting dari ekologi ialah konsep ekosistem.
Ekosistem ialah suatu ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik
antara makhluk hidup dengan lingkungannya.30
Dalam sistem ini, semua komponen bekerja secara teratur sebagai
suatu kesatuan. Ekosistem terbentuk oleh komponen hidup (biotic) dan tak
hidup (abiotic) di suatu tempat yang berinteraksi membentuk suatu kesatuan
yang teratur. Keteraturan terjadi disebabkan oleh adanya arus materi dan
energi yang terkendalikan oleh arus informasi antara komponen dalam
ekosistem itu. Ketentuan ekosistem menunjukkan adanya suatu
keseimbangan tertentu dari ekosistem. Keseimbangan ini bukan statis
melainkan dinamis, karena berubah-ubah. Perubahan ini dapat besar atau
29
Kristanto, P. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi Yogyakarta, hal. 42 30
Silalahi, M.D. 2001. Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan
Indonesia. Bandung: PT. Alumni, hal. 71
38
kecil, dilakukan baik oleh manusia maupun secara alami. Sama halnya
dengan Adiwibowo yang menyatakan bahwa dalam ekologi dipelajari
bagaimana makhluk hidup berinteraksi timbal balik dengan lingkungan
hidupnya baik yang bersifat hidup (biotic) maupun tak hidup (abiotic)
sedemikian rupa, sehingga terbentuk suatu jaring-jaring sistem kehidupan
pada berbagai tingkatan organisasi. Di dalam ekosistem, tumbuhan, hewan,
dan mikro organisme saling berinteraksi melakukan transaksi materi dan
energi membentuk satu kesatuan sistem kehidupan.31
8. Konsep Pembangunan
Konsep pembangunan biasanya melekat dalam konteks kajian suatu
perubahan, pembangunan disini diartikan sebagai bentuk perubahan yang
sifatnya direncanakan; setiap orang atau kelompok orang tentu akan
mengharapkan perubahan yang mempunyai bentuk lebih baik bahkan
sempurna dari keadaan yang sebelumnya; untuk mewujudkan harapan ini
tentu harus memerlukan suatu perencanaan. Pembangunan secara berencana
lebih dirasakan sebagai suatu usaha yang lebih rasional dan teratur bagi
pembangunan masyarakat yang belum atau baru berkembang.32
Adapun pembangunan menurut beberapa ahli yaitu : pembangunan
menurut Rogers adalah perubahan yang berguna menuju sustu sistem sosial
dan ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak suatu bangsa. Selanjutnya
menurut W.W Rostow pembangunan merupakan proses yang bergerak
31
Adiwibowo, S (Editor). 2007. Ekologi Manusia. Bogor: Institut Pertanian Bogor, hal. 17 32
Subandi, Ekonomi Pembangunan (cetakan kesatu), Alfabeta, Bandung, 2011, hal. 9
39
dalam sebuah garis lurus, yakni dari masyarakat terbelakang ke masyarakat
negara yang maju.33
Pembangunan mula-mula dipakai dalam arti pertumbuhan
ekonomi.Sebuah masyarakat dinilai berhasil melaksanakan pembangunan,
bila pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Dengan
demikian, yang diukur adalah produktivitas masyarakat atau produktivitas
negara setiap tahunnya.34
Dalam bidang sosial, usaha-usaha pembangunan pada umumnya
diarahkan untuk mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap dalam
masyarakat yang lebih kondusif bagi pembaharuan, pembangunan,
pembangunan dan pembinaan bangsa. Dalam hal ini termasuk
pengembangan motivasi kegairahan usaha yang bersifat produktif. Dan yang
lebih penting adalah dapat dikembangkan suatu proses pendewasaan
masyarakat melalui pembinaan dan dorongan serta adanya energi.
Pembangunan sebenarnya meliputi dua unsur pokok; pertama, masalah
materi yang mau dihasilkan dan dibagi, dan kedua, masalah manusia yang
menjadi pengambil inisiatif, yang menjadi manusia pembangun.
Bagaimanapun juga, pembangunan pada akhirnya harus ditujukan pada
pembangunan manusia; manusia yang dibangun adalah manusia yang
kreatif, dan untuk bisa kreatif ini manusia harus merasa bahagia, aman, dan
bebas dari rasa takut.
33
Rochajat Harun & Elvinaro Ardianto, Komunikasi Pembangunan dan Perubahan Sosial.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 3 34
Ibid.
40
Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses transformasi
masyarakat dari suatu keadaan pada keadaan yang lain yang makin
mendekati tata masyarakat yang dicita-citakan; dalam proses transformasi
itu ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu keberlanjutan (continuity) dan
perubahan (change), tarikan antara keduanya menimbulkan dinamika dalam
perkembangan masyarakat.
9. Manajemen dan Fungsi Manajemen
Manajemen berasal dari bahasa kata manage yang artinya mengatur.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dan
fungsi-fungsi manajemen itu (Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan,
Pengendalian). Jadi, Manajemen itu merupakan suatu proses untuk
mewujudkan tujuan yang diinginkan. Untuk memperoleh gambaran yang
lebih jelas mengenai manajemen, berikut ini akan diungkapkan oleh para
ahli. Menurut Stoner dan Wankel yang dikutip oleh Siswanto adalah:
Management is the process of planning, organizing, leading, and
controlling, the effort or organizing members and of using all other
organizational resources to achieve stated organi zational goals.
(Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan,
dan upaya pengendalian anggota organisasi dan penggunaan sumber daya
organisasi lainnya demi tercapainya tujuan organisasi yang telah dicapai).
Menurut Hasibuan yaitu: Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur
proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya
secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
41
Dari definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa manajemen adalah
ilmu dan seni untuk melaksanakan funsi-fungsi manajemen, dimana fungsi-
fungsi manajemen tersebut bertujuan untuk mencapai tujuan bersama,
individu, dan masyarakat secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan
sumber daya yang ada.
Menurut Sastrohadiwiryo fungsi-fungsi manajemen terdiri dari:
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah proses dari rangkaian kegiatan untuk
menetapkan terlebih dahulu tujuan yang diharapkan pada suatu jangka
waktu tertentu atau periode waktu yang telah ditetapkan, serta tahapan
yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tersebut.
b. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah proses dan rangkaian kegiatan dalam
pembagian pekerjaan yang direncanakan untuk diselesaikan oleh anggota
kelompok pekerjaan, penentuan hubungan pekerjaan yang baik diantara
mereka, serta pemeliharaan lingkungan dan fasilitas pekerjaan yang
pantas.
c. Pengarahan (Directing)
Pengarahan adalah satu rangkaian kegiatan untuk memberi
petunjuk atau instruksi dari seorang atasan kepada bawahan atau
beberapa bawahan, atau kepada orang yang diorganisasikan dalam
kelompok formal dan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
42
d. Pemotivasian (Motivating)
Pemberian motivasi adalah suatu proses dan rangkaian kegiatan
yang seorang manajer dalam memberikan inspirasi, semangat, dan
kegairahan kerja serta dorongan kepada karyawan untuk dapat
melakukan suatu kegiatan sebagaimana yang diharapkan.
e. Pengendalian (Controlling)
Pengendalian adalah suatu proses dan rangkaian kegiatan untuk
mengusahakan agar suatu pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan dan tahapan yang harus dilalui. Dengan
demikian, apabila ada kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana dan
tahapan, perlu diadakan suatu tindakan perbaikan (corrective action)
G. Tinjauan Pustaka
1. Kresna Wardhna. Dampak lingkungan akibat pertambangan tanpa izin
(PETI) emas (studi kasus tentang efektivitas lembaga lingkungan dalam
pengendalian dampak lingkungan akibat aktivitas PETI di Kalimantan).
Hasil penelitian ini menujukkan bahwa efektivitas kelembangaan
lingkungan dalam penanganan PETI di Kalimantan Barat masih rendah. Hal
tersebut dapat dilihat dari semakin meningkatnya perkembangan PETI dan
semakin meningkatnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh PETI.
Belum efektifnya lembaga-lembaga tersebut dalam melaksanakan
penertiban PETI disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: lokasi, operasi
penertiban, perijinan, penegakan hukum, pendanaan dan faktor kegiatan KK
dan KP. Meningkatnya perkembangan PETI berpengaruh terhadap
43
peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar lokasi PETI. Selain itu,
dampak sosial budaya yang ditimbulkan PETI adalah meningkatnya
kriminalitas, gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat seperti
perjudian, minuman keras dan prostitusi di sekitar lokasi PETI.35
2. Supriadi, Penerapan Ketentuan Pidana Terhadap Tindak Pidana
Penambangan Emas Tanpa Izin (Studi Penelitian di Kabupaten Aceh Jaya).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alasan-alasan tidak diterapkannya
ketentuan pidana terhadap tindak pidana penambangan emas tanpa izin yaitu
dikhawatirkan akan menimbulkan efek baru (konflik sosial) di kalangan
masyarakat dan tidak adanya koordinasi diantara unsur penyelenggara
pemerintah Kabupaten Aceh Jaya guna merumuskan kebijakan hukum
(peraturan daerah) dalam rangka penerapan ketentuan pidana terhadap
tindak pidana penambangan emas tanpa izin. Akibat tidak diterapkannnya
ketentuan pidana terhadap tindak pidana penambangan emas tanpa izin yaitu
terjadi kerusakan lingkungan yang tidak terkendali, mengancam
keselamatan penambangan dan menciptakan kondisi kesehatan yang buruk
bagi pelaku dan masyarakat sekitarnya. Upaya yang ditempuh oleh pihak
terkait dalam pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat
penambangan emas tanpa izin yaitu melakukan pembinaan berupa
pemberian izin di wilayah petambangan rakyat, melakukan penyuluhan
terpadu dengan instansi terkait, melakukan penertiban dan melakukan
35
Kresna Wardhna, 2002. Dampak lingkungan akibat pertambangan tanpa izin (PETI)
emas (studi kasus tentang efektivitas lembaga lingkungan dalam pengendalian dampak lingkungan
akibat aktivitas PETI di Kalimantan). Tesis. Universitas Indonesia
44
sosialisasi kepada pelaku usaha pertambangan mengenai penanganan limbah
pertambangan.36
3. Widya Novita Sari, Penertiban Terhadap Kegiatan Pertambangan Emas
Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Dharmasraya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kegiatan penambangan emas tanpa izin secara
subtansial menunjang pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat di
sekitar lokasi pertambangan. Namun kebanyakan kegiatan penambangan
tersebut menimbulkan kerusakan lingkungan serta mengabaikan
perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan penambangan maupun
masyarakat disekitar lokasi tambang.37
36
Supriadi, 2015. Penerapan Ketentuan Pidana Terhadap Tindak Pidana Penambangan
Emas Tanpa Izin (Studi Penelitian di Kabupaten Aceh Jaya). Skripsi. Fakultas Hukum Universitas
Syiah Kuala 37
Widya Novita Sari, 2016. Penertiban Terhadap Kegiatan Pertambangan Emas Tanpa
Izin (PETI) di Kabupaten Dharmasraya. Skripsi. Hukum Administrasi Negara. Fakultas Hukum
Universitas Andalas
45
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini terfokus di Desa Simpang Parit Kecamatan Renah
Pembarap Kabupaten Merangin. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-
Juli 2019
B. Pendekatan Penelitian
Dalam upaya mencari dan mengumpulkan data yang akurat, penelitian
yang penulis lakukan bersifat kualitatif. Peneliti kualitatif adalah peneliti yang
bermaksud untuk menggambarkan dan memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek peneliti misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan
lain-lain. Secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah.38
Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk
memahami secara mendalam mengenai dampak Penambangan Emas Tanpa
Izin (PETI) metode lubang jarum di Desa Simpang Parit Kecamatan Renah
Pembarap Kabupaten Merangin terhadap lingkungan dan sosial ekonomi
masyarakat.
38
Lexi J. Moleong. Metodelogi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005), Ed. Revisi. hlm.6
34
46
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
sumbernya dialapangan.39
Karena penelitian ini peneliti kualitatif dimana
peneliti merupakan instrumen penelitian maka data primer pada
penelitian ini diperoleh dengan cara observasi dan wawancara. Dalam hal
ini peneliti mencari dan mengumpulkan data yang berkenaan dan
langsung berkaitan dengan pokok permasalahan dalam penelitian. Data
primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hasil wawancara.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber lain
sebagai pendukung data primer yang dipandang berkaitan dengan pokok
kajian yang diteliti. Data sekunder bersumber dari dokumen-dokumen,
baik berupa dokumen-dokumen resmi maupun bahan perpustakaan
lainnya.40
Walaupun data tersebut diperoleh dari orang lain atau
dokumen lain tetapi data tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pendukung
sumber data utama. Adapun data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain arsip, dokumentasi (foto), dan dokumen yang
berhubungan dengan penelitian.
39
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah, (Jambi: Syariah Press
2014), hlm. 178 40
Ibid., hlm. 179
47
2. Sumber Data
Sumber data berupa responden dan informan dikatakan juga sebagai
sumber dat berupa orang (person). Sumber data peristiwa-peristiwa atau
kejadian selama observasi berlangsung dikatakan juga sebagai sumber data
berupa tempat (palce). Sedangkan sumber data berupa dokumen-dokumen
atau berupa literatur-literatur pustaka dikatakan juga sebagai sumber data
berupa huruf, angka, gambar dan simbol-simbol.41
Jadi sumber data yang diambil oleh peneliti adalah manusia dan
materi. Adapun sumber data yang meliputi manusia antara lain : pemerintah
Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin, data
jumlah penambangan ilegal dan data-data lain yang berhubungan dalam
penelitian ini.
D. Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi adalah kegiatan yang berhubungan dengan pengawasan,
peninjauan, penyelidikan riset. Observasi berasal dari bahasa latin yang
berarti “melihat” dan “memperhatikan”. Istilah observasi diarahkan pada
kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul,
dan mempertimbangkan hubungan, antar aspek dalam fenomena tersebut.42
41
Ibid., hlm. 36 42
Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani, Observasi dan Wawancara (Jatim: Bayumedia
Publishing, 2004), hlm. 1
48
Observasi yang berarti pengamatan bertujuan untuk mendapatkan data
suatu masalah, sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat re-
chescking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang
diperoleh sebelumnya. Observasi disini diartikan sebagai kegiatan
mengamati secara langsung Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) metode
lubang jarum di Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap
Kabupaten Merangin.
2. Dokumentasi
Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan metode dokumentasi
atau kepustakaan untuk memperkuat kebenaran data yang akan di analisis.
Metode dokumentasi adalah pengumpulan data melalui data peninggalan
tertulis seperti arsip, dan termasuk buku-buku tentang pendapat, teori, dan
lai-lain yang berhubungan dengan penelitian.43
Penggunaan metode dokumentasi ini sangat berguna untuk
mendapatkan data catatan gambaran yang ada kaitannya dengan penelitian
ini.
3. Wawancara
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya
menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
Pokok-pokok yang menjadi dasar pertanyaan diatur sangat terstruktur.
Wawancara ini bertujuan untuk mencari jawaban terhadap hipotesis kerja.44
43
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2008), Cet 4, hlm.
102 44
Lexy. Op.Cit, hlm. 190
49
Sedangkan wawancara tidak terstruktur pertanyaan tidak disusun
terlebih dahulu. Wawancara ini menemukan informasi yang bukan baku
atau informasi tunggal. Responden biasanya terdiri atas mereka yang
terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas. Biasanya mereka memiliki
pengetahuan dan mendalami situasi, dan mereka lebih mengetahui informasi
yang dibutuhkan.45
Metode wawancara ini digunakan untuk memperoleh data atau
informasi langsung melalui tanya jawab. Peneliti melakukan wawancara ini
dengan Pemerintah Desa dan masyarakat serta penambang yang terdapat di
Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin yang
mengetahui tentang Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) metode lubang
jarum.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses pengumpulan data secara sistematis
untuk mempermudah peneliti dalam memperoleh kesimpulan. Analisis data
menurut Bogdan dalam Sugiyono yaitu proses mencari dan menyusun secara
sistematik data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain.46
Analisis data kualitatif bersifat induktif,
yaitu analisis berdasarkan data yang diperoleh.
Menurut Miles & Huberman analisis terdiri dari tiga alur kegiatan
yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan
45
Ibid., hlm. 192 46
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitataif dan Kombinasi (Mixed
Methods).(Bandung: Alfabeta, 2016), h. 334
50
kesimpulan/verifikasi. Mengenai ketiga alur tersebut secara lebih lengkapnya
adalah sebagai berikut:47
1. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data
kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data
berlangsung terus-menerus selama proyek yang berorientasi penelitian
kualitatif berlangsung. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilan
tahapan reduksi selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menelusur
tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, membuat memo). Reduksi
data/transformasi ini berlanjut terus sesudah penelian lapangan, sampai
laporan akhir lengkap tersusun.
Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Reduksi data
merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data
dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya
dapat ditarik dan diverifikasi. Dengan reduksi data peneliti tidak perlu
mengartikannya sebagai kuantifikasi. Data kualitatif dapat disederhanakan
dan ditransformasikan dalam aneka macam cara, yakni: melalui seleksi
yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkannya
dalam satu pola yang lebih luas, dan sebagainya. Kadangkala dapat juga
47
Milles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1992), h. 16
51
mengubah data ke dalam angka-angka atau peringkat-peringkat, tetapi
tindakan ini tidak selalu bijaksana.
2. Penyajian Data
Miles & Huberman membatasi suatu penyajian sebagai sekumpulan
informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Mereka meyakini bahwa
penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama
bagi analisis kualitatif yang valid, yang meliputi: berbagai jenis matrik,
grafik, jaringan dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan
informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih.
Dengan demikian seorang penganalisis dapat melihat apa yang sedang
terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah
terus melangkah melakukan analisis yang menurut saran yang dikisahkan
oleh penyajian sebagai sesuatu yang mungkin berguna.
3. Menarik Kesimpulan
Penarikan kesimpulan menurut Miles & Huberman hanyalah
sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-
kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu
mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran
penganalisis (peneliti) selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada
catatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi begitu seksama dan
menghabiskan tenaga dengan peninjauan kembali serta tukar pikiran di
antara teman sejawat untuk mengembangkan kesepakatan intersubjektif
52
atau juga upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan
dalam seperangkat data yang lain. Singkatnya, makna-makna yang muncul
dari data yang lain harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan
kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya. Kesimpulan akhir
tidak hanya terjadi pada waktu proses pengumpulan data saja, akan tetapi
perlu diverifikasi agar benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Secara
skematis proses analisis data menggunakan model analisis data interaktif
Miles dan Huberman dapat dilihat pada bagan berikut:
Gambar 2. Teknik Analisis Data
F. Teknik Penjamin Keabsahan Data
1. Perpanjangan Pengamatan
Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke
lapangan, melakukan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan,
melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah
ditemui maupun yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti
hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin terbentuk rapport,
Simpulan atau Verifikasi
Pengumpulan Data Penyajian Data
Reduksi Data
53
semakin akrab (tidak ada jarak lagi), semakin terbuka, saling mempercayai
sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi.48
2. Peningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara
lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian
data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.
Sebagai bekal peneliti untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan cara
membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau
dokumentasi yang terkait dengan temuan yang akan diteliti.
3. Triangulasi
Triangulasi adalah sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data
yang telah ada. Dengan menggunakan triangulasi sebenarnya peneliti telah
melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya
peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredebilitas data,
yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan
data dan berbagai sumber data.49
G. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan penulis dan menyusun pemahaman tentang
sekripsi agar berjalan dengan apa yang telah penulis tentukan sebelumnya,
maka ditentukan susunan dan sitematika penulisan sebagai berikut:
48
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif....h. 117 49
Ibid.
54
Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Batasan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori,
Tinjauan Pustaka.
Bab II Metode Penelitian, yang terdiri dari : Tempat dan Waktu penelitian,
Pendekatan Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Instrumen Pengumpulan Data,
Teknik Analisis Data, Tenik Pemilihan Informan, Sistematika Penulisan dan
Jadwal Penelitian.
Bab III Gambaran Umum Lokasi Penelitian, yang Terdiri dari : Sejarah dan
Geografis Kabupaten Merangin, Struktur Perangkat Desa Simpang Parit
Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin.
Bab IV Temuan Lapangan dan Pembahasan, terdiri dari: dampak Penambangan
Emas Tanpa Izin (PETI) metode lubang jarum di Desa Simpang Parit
Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin terhadap lingkungan, dan
dampak Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) metode lubang jarum di Desa
Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin terhadap
sosial ekonomi masyarakat.
Bab V Penutup, yang terdiri dari: Kesimpulan, Saran dan Kata Penutup.
55
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Desa Simpang Parit
Desa Simpang Parit dikenal sejak tahun 1941, pada masa itu sudah
terbentuk sebuah perkampungan yang waktu itu dipimpin oleh Depati
Malindan yang bernama Datuk Melano. Adapun makna dari nama Desa
Simpang Parit yaitu Parit berarti lobang, dimana terdapat sebuah parit besar
yang digunakan untuk benteng atas penyerangan belanda pada masa itu,
tanjung berarti sebidang tanah yang dikepung oleh Sungai Batang Merangin,
sehingga terbentuklah nama Desa Simpang Parit.
Pada tahun 1984 dibentuklah Desa Simpang Parit, begitupun keberadaan
Pemerintahan Desa Simpang Parit ini dengan perubahan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, maka kepemimpinan atau yang menjabat sebagai
kepala Desa Simpang Parit tetap mengikuti perubahan tersebut, sehingga
sampai saat ini Desa Simpang Parit sudah beberapa kali diganti masa jabatan
kepemimpinan, berikut daftar nama Kepala Desa yang pernah menjabat dan
mempimpin sampai sekarang:
Tabel. 3.1
Daftar Nama Kepala Desa Yang Pernah Menjabat
No Nama Jabatan Masa Bakti
1 H. Ridwan Kepala Desa 1984-1999
2 Seh Samad Kepala Desa 1999-2009
3 Mustarupi Kepala Desa 2009-2015
4 H. Saidina Ali Pjs Kepala Desa 2015-2016
5 Mustarupi Kepala Desa 2016-2022
44
56
B. Gambaran Umum Desa Simpang Parit
Desa Simpang Parit merupakan salah satu desa yang terdapat di
Kecamatan Renah Pembarap. Menurut tutur di Marga Renah Pembarap,
“Puyang” mereka berasal dari Jawa Mataram dan Minangkabau. Yaitu
Panatih Lelo Majnun, Panatih Lelo Baruji dan Panatih Lelo Majanin.
Sedangkan dari Minangkabau Syech Rajo, Syech Beti dan Syech Saidi Malin
Samad. Cerita tentang sejarah Marga Renah Pembarap mengenai “Syech
Rajo, Syech Beti dan Syech Saidi Malin Samad” juga ditemukan di Marga
Senggarahan. 50
Sejarah Mataram merupakan wujud ikrar kedatangan dari Kerajaan-
kerajaan yang mengakui kebesaran Mataram. Sedangkan Minangkabau
merupakan kedatangan masyarakat dari Kerajaan Pagaruyung yang hidup di
ulu Sungai Batanghari.
Penghormatan terhadap “Alam sekato Rajo” dan Ikrar terhadap
Kerajaan Jambi dan Minangkabau ditandai dengan berbagai seloko. Di Marga
Sungai Tenang dikenal seloko “Tegak Tajur, Ilir ke Jambi. Lipat Pandan Ke
Minangkabau. Sedangkan di Marga Jujuhan, Marga VII Koto dan Marga IX
Koto dikenal seloko “Jika mengadap ia ke hilir, jadilah beraja ke Jambi. Jika
menghadap hulu maka Beraja ke Pagaruyung. Barbara Watson Andaya
sendiri memberikan istilah “hubungan otonom Hulu-hilir.51
50
http://musri-nauli.blogspot.com/2017/05/depati-duo-silo.html 51
http://musri-nauli.blogspot.com/2017/05/depati-duo-silo.html
57
Kata Renah Pembarap berasal dari kata Renah dan Pembarap. Renah
adalah tanah yang rendah. Sedangkan “Pembarap” berasal dari kata
“membarap‟ yang berarti “keputusan”.
Versi yang lain menyebutkan “pembarap” artinya tua dimana tempat
Marga Renah Pembarap merupakan tanah kepemimpinan yang tua didalam
Luak XVI. Dengan demikian maka Renah Pembarap adalah Tempat untuk
mengambil keputusan-keputusan penting di Luak XVI. Penghormatan
terhadap Renah Pembarap dapat dijumpai di Marga Senggarahan.
Tembo Marga Renah Pembarap kemudian ditetapkan oleh Raja Jambi
yaitu Sultan Anom Seri Mogoro yang disebut tanah Depati atau Tanah
Batin[3] Yang ditandai dengan Piagam Lantak Sepadan yang menyatakan
wilayah Marga Renah Pembarap[4]. Menurut Datuk H Abubakar didalam
tulisannya “Masyarakat Adat Guguk Jambi”, Piagam Lantak Sepadan
bertarikh 1170 h/1749 Masehi. Dalam silsilah Raja Jambi, periode 1740-1770
dipimpin oleh Sultan Astra Ingologo.
Didalam Peta “Scketskaart Residentie Djambi (Adatgemeenschappen
(Marga‟s). Marga Renah Pembarap berbatasan dengan Marga Pangkalana
Jambu, Marga Tanah Renah, Batin IX Ulu, Marga Senggrahan, Marga Peratin
Tuo dan Marga Serampas.
Menurut Tembo, Marga Renah Pembarap berbatasan dengan Marga
Senggarahan yang ditandai dengan “Dari Muara Sungai jambun terus meniti
jalan ke telun sungai kasen terus ke teluk ske sungai semantung. Sedangkan
dengan Marga Pangkalan Jambu ditandai dengan “Kemulau Rendah, Ulu
58
Sungai Batu Putih, Pematang Punggung Parang. Sedangkan menurut Marga
Pangkalan Jambu, batasnya adalah Bukit Gajah Berani. Dengan Marga Tiang
Pumpung yang ditandai dengan Sungai Kunyit, Bukit Gedang, Bukit Mujo
napal takuk rajo, Dengan Marga Tanah Renah ditandai di Muara Panco di
Sungai Belarik di Sungai .
Hubungan kekerabatan dengan Marga Tiang Pumpung, Marga
Senggrahan ditandai dengan seloko “Gedung di tiang pumpung, Pasak di
Pembarap. Dan kunci di Senggrahan. Mereka mengaku keturunan dari Sri
Saidi Malin Samad. Sri Saidi Malin Samad mempunyai saudara Siti Baiti dan
Syech Raja. Syech Raja diakui sebagai “puyang” Renah Pembarap.
Sedangkan Siti Baiti “puyang” Marga Tiang Pumpung.
Pusat Marga Renah Pembarap terletak di Guguk dan dipimpin Depati
Nan Duo Silo sehingga dikenal Marga nan duo Silo. Silo adalah “duduk
bersila” dua orang yang memimpin Pemerintahan Marga Renah Pembarap.
Yaitu Depati Mangkuyudo dan Depati Mangkurajo.
Marga Renah Pembarap terdiri dari Dusun Palegai Panjang, Dusun Air
Batu, Dusun Baru. Dusun Parit, Dusun Kebun. Dusun Air Batu dipimpin oleh
Depati Karang Seni, Dusun Baru dipimpin Purbogede, Dusun Parit dipimpin
oleh Depati Melindau. Dusun Palegai panjang kemudian dikenal sebagai
Desa Guguk.
Marga Renah Pembarap kemudian menjadi kecamatan Renah Pembarap
Kabupaten Merangin yang terdiri dari Desa Air Batu, Desa Durian Batakuk,
Desa Guguk, Desa Markeh, Desa Muara Bantan, Desa Simpang Parit, Desa
59
Renah Medan, Desa Simpang Muara Panco Timur, Desa Parit Ujung
Tanjung, Desa Simpang Tiga Muara Panco dan Desa Talang Segegah
Adapun Kecamatan Renah Pembarap berdiri berdasarkan Peraturan
Daerah Kabupaten Merangin Nomor 06 Tahun 2006 dan diresmikan pada
tanggal 05 Juli 2007 oleh Bupati Merangin H. Rotani Yutaka, SH dengan luas
wilayah : 333.80 Km2 beribukota Desa Simpang Parit dengan jumlah desa
sebanyak 12 desa terdiri dari :
1. Desa Muara Panco Barat
2. Desa Muara Panco Timur
3. Desa Talang Segegah
4. Desa Durian Betakuk
5. Desa Muara Bantan
6. Desa Parit Ujung Tanjung
7. Desa Guguk
8. Desa Markeh
9. Desa Air Batu
10. Desa Simpang Parit
11. Desa Marus Jaya
12. Desa Renah Medan
Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap dibagi menjadi 5
wilayah dusun yaitu:
1. Dusun Talang Semayam Aur Gading
2. Dusun Kebun
60
3. Dusun Parit
4. Dusun Ujung Tanjung
5. Dusun Tanjung Rendah
Desa Simpang Parit berpenduduk sebanyak 1.246 jiwa yang terdiri dari
laki-laki sebanyak 647 jiwa dan perempuan sebanyak 599 jiwa, dimana
jumlah tersebut terhimpun dalam 219 KK yang tersebut dalam 5 (lima) dusun
sebagaimana disebut di atas tadi.
C. Struktur Organisasi Pemerintah Desa Simpang Parit
Struktur organisasi disini berarti kerjasama atau pembagian tugas
antara personil pemerintah serta masyarakat untuk melakukan
pembangunan. Sebagai organisasi kerja, maka untuk mencapai organisasi
itu harus di susun sebagai tata laksana yang dapat melaksanakan tugasnya
masing-masing, baik tujuan umum maupun tujuan khusus menurut jenis dan
tingkat masing-masing. Agar tujuan yang hendak di capai itu terlaksana,
maka perlu adanya kerjasama antara pemerintahan desa dengan masyarakat
desa, saling memiliki tanggung jawab dalam mengelola desa. Apabila hal
tersebut terlaksana denagan baik, akan terciptalah adanya kerja sama yang
harmonis dan lancar atara masing-masing pengurus sehingga akan dapat
terjamin suksesnya penyelenggaraan program kegiatan pemerintah desa
sesuai dengan yang telah di tetapkan.
Adapun struktur organisasi pemerintahan desa Desa Simpang Parit
Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin adalah sebagai berikut :
61
D. Metode-metode Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI)
Berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai informan diketahui
bahwa terdapat banyak metode yang digunakan oleh masyarakat di
Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin dalam melakukan
penambangan emas tanpa izin (PETI), diantaranya adalah:
1. Menggunakan Alat Berat (Ekskavator)
Bagi meraka yang memiliki modal besar, maka penggunaan alat
berat dalam penambangan emas tanpa izin merupakan hal yang biasa,
dimana mereka biasanya menyewa alat berat dari jasa rental atau bahkan
Kasi
Pemerintahan
Saidina Ali
Kepala Seksi
Kesejahteraan
Ahmad Fahmi
Kepala Desa
Mustarupi
B P D
Sekretaris Desa
Abdul Muzapar
Talang Semayam
Aur Gading
M. Izin
Dusun
Kebun
Hamidi
Dusun Tanjung
Rendah
Adnan
Kaur Umum dan
Perencanaan
Hasan Ali
Kaur Keuangan
Zul Ihsan
Kepala Dusun
Dusun
Parit
Burlian
Dusun Ujung
Tanjung
M. Taufiq
62
mereka membeli sendiri alat berat tersebut yang digunakan untuk
mengeruk sungai atau lahan persawahan/perkebunan untuk mendapatkan
material tambang, material tersebut kemudian dialiri air dalam sebuah
wadah yang mereka sebut asbuk. Kemudian setelah dipisahkan antara
bebatuan dan pasir emas, maka akan disatukan dengan menggunakan
bahan kimia mercuri.
2. Menggunakan Mesin Dompeng
Selain menggunakan alat berat, masyarakat juga ada yang
menggunakan mesin dompeng untuk menambang emas, mesin tersebut
diletakan pada rakit yang terbuat dari kayu.
63
3. Menggunakan Mesin Robbins
4. Menggunakan Dulang
5. Metode Lubang Jarum
64
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN
A. Dampak Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) metode lubang jarum di
Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin
terhadap ekonomi masyarakat.
Aktivitas pertambangan emas tanpa izin merupakan suatu aktivitas
pertambangan yang tidak diperbolehkan berdasarkan undang-undang
pertambangan yang berlaku. Pertambangan tanpa izin tidak hanya terjadi di
Kabupaten Merangin akan tetapi di berbagai daerah lainnya seperti di daerah
Kabupaten Bungo dan Sarolangun juga terdapat penambang tanpa izin,
meskipun dengan metode yang berbeda-beda.
Penambang emas tanpa izin dalam penelitian ini lebih dikenal dengan
sebutan metode lubang jarum yang dilakukan oleh individu atau sekelompok
orang yang memiliki hubungan kekeluargaan dan tidak memiliki izin dalam
beroperasinya. Penggunaan istilah metode lubang jarum dikarena lubang
tambang yang dibuat oleh penambang sangat kecil sekali, hanya bisa memuat
satu orang saja dan tidak bisa dua orang secara bersamaan untuk turun ke
lubang tambang, sehingga dengan lubang yang sangat kecil tersebut
masyarakat biasa menyebutnya dengan metode lubang jarum. Hal ini
sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Mustarupi selaku Kepala Desa Simpang
Parit:
“...masyarakat biasa menyebutnya lubang jarum, karena tambang yang
digali tersebut sangat kecil layaknya seperti lubang jarum, sehingga
menjadi umum bagi masyarakat untuk menyebutnya dengan istilah
tambang lubang jarum, soal siapa yang memberikan nama tersebut kami
53
65
tidak jelas, yang pastinya merupakan istilah saja, karena jenis tambang
itu banyak, ada yang menggunakan mesin dompeng, ada yang
menggunakan ekskavator, ada juga yang menggunakan dulang..”52
Gambaran mengenai penambangan emas ilegal dengan metode lubang
jarum terlihat pada gambar berikut:
Gambar 1.
Mulut Tambang Emas Lubang Jarum
Gambar 2.
Penggalian pada Tambang Emas Lubang Jarum
52
Wawancara dengan Bapak Mustarupi selaku Kepala Desa Simpang Parit, tanggal 2 Juli
2019
66
Pemahaman Masyarakat Terhadap Penambangan Emas Tanpa Izin
(PETI) Metode Lubang Jarum di Desa Simpang Parit Kecamatan Renah
Pembarap Kabupaten Merangin terdapat dua pandangan masyarakat, ada yang
berpandang positif dan ada yang berpandangan negatif. Mereka yang memiliki
sikap positif dalam penelitian ini yaitu masyarakat yang secara tidak langsung
menyetujui bahkan ada yang cenderung setuju terhadap keberadaan aktifitas
PETI di Metode Lubang Jarum di Desa Simpang Parit.
Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan responden, menunjukkan
bahwa masyarakat yang memiliki sikap positif tersebut sebagian besar
merupakan responden yang mempunyai mata pencaharian sebagai pedagang,
peraih dan pengerit. Profesi ini tentu saja berkaitan erat dengan aktifitas PETI
Metode Lubang Jarum di Desa Simpang Parit, mereka secara tidak langsung
telah merasakan dampak ekonomi dari adanya PETI Metode Lubang Jarum di
Desa Simpang Parit. Bagi mereka, selain meningkatkan kesejahteraan para
pekerja tambang, PETI juga menjadi sumber pendapatan berupa uang tunai
bagi mereka. Hal ini tentu saja mempengaruhi sikap para responden ini untuk
tidak ragu-ragu dalam menyikapi keberadaan PETI Metode Lubang Jarum di
Desa Simpang Parit. Semua ini dilakukan semata-mata hanyalah untuk
memenuhi segala kebutuhan hidup mereka. Namun tidak dapat dipungkiri juga
bahwa selain berdampak dari aspek ekonomi, sebagian besar dari mereka juga
prihatin atas dampak dari aktifitas PETI ini terhadap kawasan hutan, satwa dan
aliran sungai.
67
Responden yang memiliki sikap negatif dalam penelitian ini pada
umumnya adalah masyarakat yang sangat tidak setuju dengan adanya PETI
Metode Lubang Jarum di Desa Simpang Parit, mereka beranggapan bahwa
hutan, kebun, sungai di desanya merupakan tanggung jawab mereka juga
dalam menjaganya, kondisi ini ditunjukan dengan antusias sebagian
masyarakat dalam mendukung tindakan penertiban PETI oleh aparat dan
pemerintah, sikap seperti ini merupakan salah satu kepedulian mereka terhadap
kelestarian hutan. Terdapat banyak manfaat yang telah dirasakan oleh
masyarakat dari fungsi hutan serta manfaat ekologisnya, sehingga masyarakat
menyadari akan pentingnya upaya pelestarian lingkungan. Seperti yang
dinyatakan oleh Ratnawati bahwa adanya perhatian dan kepedulian masyarakat
karena diperolehnya manfaat yang signifikan dari hutan sehingga
meningkatkan minat masyarakat untuk menambah pengetahuan mereka
khususnya hal-hal mengenai hutan dan manfaat hutan. Karena pada dasarnya
ketertarikan masyarakat terhadap suatu objek timbul karena adanya manfaat
bagi masyarakat yang diberikan oleh objek tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui mayoritas penambang emas
metode lubang jarum yang berasal dari Desa Simpang Parit dan desa
sekitarnya, mereka pada umumnya berusia muda. Aktivitas penambang metode
lubang jarum telah dimulai sejak harga karet menurun sangat tajam dari harga
normalnya, yakni kisaran tahun 2013. Hal ini sebagaimana diungkapkan Bapak
Ahmad Fahmi selaku Kepala Seksi Kesejahteraan Desa Simpang Parit:
68
“...Dulu orang Desa Simpang Parit bermatapencaharian sebagai petani
dan buruh tani, ada yang motong (menyadap) karet kebun sendiri, namun
ada juga motong kebun orang lain, namun rata-ratanya mereka motong
karet, selain itu juga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka
menanam padi di sawah dan berkebun sayur..”53
Beliau melanjutkan:
“...pada tahun 2012 masyarakat Desa Simpang Parit masih berjaya
dengan harga karet yang mencapai Rp. 20.000,- per kilonya, sehingga
rata-rata masyarakat berpenghasilan 3 hingga 4 juta perbulan, sejak tahun
2013 terjadi penurunan harga yang sangat drastis sehingga harga karet
jatuh pada level Rp. 8000 per kilo, yang tentunya berdampak pada
pendapatan masyarakat sehingga menyebabkan masyarakat beralih
profesi menjadi penambang emas..”54
Pada akhir tahun 2013 masyarakat mulai melakukan penambangan
dengan menggali lubang-lubang kecil di kabun milik warga dengan cara dan
peralatan yang sangat sederhana dan memiliki resiko yang tinggi. Selain itu
masyarakat juga dihadapi dengan masalah ekonomi yang semakin
memprihatinkan sebagai dampak dari penurunan harga karet. Berawal dari
harga bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dari waktu ke
waktu semakin mahal dan jika masih bertumpu pada sektor pertanian tidak
akan cukup untuk menghidupi keluarga. Kondisi tersebut disampaikan oleh
Bapak Asnawi selaku Masyarakat Penambang di Desa Simpang Parit:
“..sejak tahun 2013 banyak masyarakat yang beralih profesi jadi
penambang emas ilegal dengan metode jarum ini, sebenarnya metode
jarum ini bukanlah merupakan metode yang dibuat sendiri oleh
masyarakat di Desa Simpang Parit, namun belajar di desa tetangga
53
Wawancara dengan Bapak Ahmad Fahmi selaku Kepala Seksi Kesejahteraan Desa
Simpang Parit, tanggal 2 Juli 2019 54
Wawancara dengan Bapak Ahmad Fahmi selaku Kepala Seksi Kesejahteraan Desa
Simpang Parit, tanggal 2 Juli 2019
69
seperti Desa Parit Ujung Tanjung dan desa-desa di Kecamatan Sungai
Manau yang terlebih dahulu menerapkan metode ini..”55
Lebih lanjut beliau menjelaskan:
“..penambangan emas ini dilakukan sebagai bentuk dari peralihan profesi
masyarakat dari sebelumnya sebagai penyadap karet namun karena harga
karet sangat mura dan tidak mencukupi untuk kebutuhan rumah tangga,
maka tambang emas ini merupakan salah satu upaya untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi kami..” 56
Kendala yang beragam tersebut menyebabkan banyak petani beralih
bekerja sebagai penambang metode lubang jarum. Hal ini disebabkan juga
karena hasil dari penambangan akan lebih mudah dan cepat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga dan pekerjaan itu yang mempunyai
potensi tinggi untuk mendapatkan penghasilan yang tinggi. Hal ini
sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Mustarupi selaku Kepala Desa Simpang
Parit:
“..dengan melakukan penambangan emas metode jarum ini maka
pendapatan masyarakat mulai membaik dan setiap orang dapat bekerja
sebagai penambang tanpa harus memiliki keahlian tertentu, dan proses
mendapatkan uangnya lebih cepat dan tentunya lebih banyak jika
dibandingkan dengan menyadap karet yang harganya sudah tidak layak
lagi..”57
Mayoritas atau 35% dari penduduk Desa Simpang Parit mempunyai mata
pencaharian sebagai penambang penambangan emas metode lubang jarum
yang di dominasi oleh laki-laki setengah baya usia produktif. Akan tetapi
masih ada yang bekerja sebagai petani atau buruh tani yang atau pekerjaan lain
55
Wawancara dengan Bapak Asnawi selaku Masyarakat Penambang di Desa Simpang
Parit, tanggal 2 Juli 2019 56
Wawancara dengan Bapak Asnawi selaku Masyarakat Penambang di Desa Simpang
Parit, tanggal 2 Juli 2019 57
Wawancara dengan Bapak Mustarupi selaku Kepala Desa Simpang Parit, tanggal 2 Juli
2019
70
seperti pedangan. Mereka adalah orang-orang yang sudah tua yang tidak
mempunyai fisik yang kuat untuk melakukan penambangan
Meskipun telah banyak kejadian yang berakibat hilangnya nyawa
penambang, namun masyarakat tetap saja masih melakoni pekerjaan sebagai
penambang dengan penambangan emas metode lubang jarum, hal ini tidak
terlepas dari hasrat masyarakat yang ingin memenuhi kebutuhan hidupnya
ditengah harga karet yang masih rendah, hal ini sebagaimana diungkapkan oleh
Bapak Adnan selaku Kepala Dusun Tanjung Rendah Desa Simpang Parit:
“..meskipun telah banyak yang meninggal dunia akibat penambangan
metode luabng jarum ini, namun masyarakat masih tetap bertahan dengan
penambangan tersebut, kondisi ini dapat dipahami karena harga karet
masih murah dan belum ada usaha lain yang mampu menggantikan
pekerjaan tersebut..”58
Beliau melanjutkan:
“...tentunya keberadaan penambangan emas metode lubang jarum sangat
berdampak positif bagi ekonomi masyarakat, bukan hanya dibanding
dengan harga karet saat ini saja, bahkan jika dibandingkan dengan
kondisi ekonomi masyarakat ketika harga karet mahal pun masih jauh
menguntungkan dengan melakukan penambangan emas metode lubang
jarum ini, hal ini terlihat dari banyak masyarakat yang telah memiliki
peralatan elektronik seperti TV dan Kulkas serta mesin cuci, bahkan
sudah banyak motor yang dimiliki warga..”59
Hasil wawancara menunjukan bahwa umumnya penambang dilakukan
secara berkelompok dan mereka masih ada hubungan kekeluargaan antara yang
satu dengan yang lain. Pada umumnya penambangan emas metode lubang
jarum merupakan penduduk Desa Simpang Parit, dan desa tetangga yang
berasal dari kalangan anak putus sekolah atau penduduk yang ingin mencoba
58
Wawancara dengan Bapak Adnan selaku Kepala Dusun Tanjung Rendah Desa Simpang
Parit, tanggal 2 Juli 2019 59
Wawancara dengan Bapak Adnan selaku Kepala Dusun Tanjung Rendah Desa Simpang
Parit, tanggal 2 Juli 2019
71
menjadi penambang karena sebelumnya tidak memiliki pekerjaan. Berdasarkan
hasil penelitian, tingginya atau semakin banyaknya penambangan emas metode
lubang jarum yang melakukan penambangan emas dipicu karena ekoomi yang
semakin memburuk yaitu dilihat dari tingkat pendapatan yang tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Tingkat aktivitas penambangan emas metode lubang jarum dalam
melakukan penambangan dilihat dari lama bekerja yaitu biasanya melakukan
penambangan untuk menggali bahan tambang selama satu hari (dari pagi
hingga sore), bahkan ada sebagaian tambang yang beroperasi 24 jam dengan
bergantian shif, hal ini dikarenakan kondisi tambang yang diberi lampu
sehingga tidak ada perbedaan waktu siang dan malam bagi penambang saat
beekerja. Hal ini sebagaimana diungkapkan Bapak Idham selaku Masyarakat
Penambang di Desa Simpang Parit:
“....aktivitas penambangan emas metode lubang jarum sangat bervariasi,
ada yang berlangsung 24 jam, karena di dalam tambang itukan ada lampu
yang dibersumber dari mesin diesel diluar lubang tambang, biasanya
mereka yang bekerja 24 jam adalah penambang yang berbagai shif antara
penmabng satu dengan yang lainnya..”60
Selain melakukan penambangan ada juga yang berperan sebagai
pengolahan dari bahan tambang menjadikan emas dengan cara mendulang atau
melakukan penggabungan dengan bahan merkuri. Dalam melakukan
penambangan emas penambangan emas metode lubang jarum hanya
menggunakan peralatan yang sederhana seperti senter, pahat dan palu serta
karung goni untuk mengumpulkan hasil tambang.
60
Wawancara dengan Bapak Idham selaku Masyarakat Penambang di Desa Simpang Parit,
tanggal 2 Juli 2019
72
Gambar 3.
Aktivitas Penggalian Tambang
Gambar 4.
Aktivitas Pengolahan Hasil Tambang
Berdasarkan aspek sosial ekonomi, kegiatan Peti diharapkan dapat
memberikan manfaat tidak hanya terhadap pembangunan tetapi juga terhadap
masyarakat lokal yang berada di sekitar lokasi penambangan. Dalam skala
makro, Peti dilihat sebagai bahaya dan ancaman bagi investasi pertambangan
di Indonesia. Namun, dalam skala mikro penambangan emas dapat
digolongkan sebagai salah satu gerakan “ekonomi kreatif” yang memenuhi
kebutuhan hidup rakyat kecil. Mereka berusaha menggali dan menemukan
73
butiran emas demi perbaikan hidup ekonomi para penambang. Setiap hari
mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup seperti berbelanja, membayar uang
sekolah anak, berobat, membeli kendaraan bermotor dan meniti masa depan
yang lebih baik.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan informan dan pengamatan
peneliti di lokasi penelitian diketahui bahwa keberadaan Penambang emas
ilegal atau biasa disebut Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa
Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin berdampak
secara sosial terhadap kehidupan masyarakat Desa Simpang Parit Kecamatan
Renah Pembarap Kabupaten Merangin, baik dampak secara positif maupun
dampaknya secara negatif, beberapa dampak tersebut diantaranya adalah:
1. Terjadinya Konflik Lahan
Kehadiran Penambang emas ilegal atau biasa disebut Penambangan
Emas Tanpa Izin (PETI) tepatnya di Desa Simpang Parit pernah
mendapatkan pertentangan dari masyarakat lokal. Pertentangan tersebut
tumbuh menjadi konflik terbuka seiring dengan adanya aktivitas tambang
emas “lubang jarum”. Konflik yang terjadi sekitar tahun 2006 tersebut
merupakan konflik yang melibatkan masyarakat lokal dan masyarakat luar
selaku pemodal. Penyebab terjadinya konflik karena dilatarbelakangi oleh
adanya aktivitas penggalian lubang jarum karena kegiatan tersebut telah
merusak perkebunan masyarakat. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh
Bapak Ahmad Fahmi selaku Kepala Seksi Kesejahteraan Desa Simpang
Parit,, berikut pernyataanya:
74
“...dulu waktu pertamo nian mulai buka penambangan ni ribut juga,
banyak yang marah dan ngamuk di areal, khususnya masyarakat lah,
kareno banyak lahan perkebunan yang rusak, sawah-sawah juga rusak,
selain itu banyak timbul konflik akibat perselihan kepemilikan kebun
...”61
Konflik yang terjadi di Desa Simpang Parit Kecamatan Renah
Pembarap Kabupaten Merangin merupakan konflik terbuka (manifest),
dimana pihak yang berselisih saling melakukan negosiasi terkait
permasalahan kerusakan lingkungan. Hal ini terlihat dengan adanya
kerusakan dari perkebunan masyarakat yang semulanya sebagai sumber
matapencaharaian justru beralih menjadi lahan pertambangan ilegal, dan
ketika rusak tidak dapat dikembalikan fungsinya menjadi lahan
perkebunan atau sawah. Adapun konflik yang terjadi merupakan konflik
yang melibatkan masyarakat lokal dengan pihak penambang.
2. Meningkatkannya kenakalan remaja
Dampak lainnya adalah meningkatnya kenakalan remaja akibat
pengaruh dari minuman keras yang dibawa oleh penambang dari luar
Desa Simpang Parit, dimana minuman tersebut berfungsi sebagai
penghangat badan oleh para penambang. Hal ini sebagaimana
disampaikan oleh Bapak Adnan selaku Kepala Dusun Tanjung Rendah
Desa Simpang Parit:
“...dampak sosialnya kalau yang dirasakan adalah meningkatnya
kenakalan remaja, banyak anak-anak sekolah sudah kenal dengan
minuman keras, minuman ini dibawa oleh penambang dari luar, mereka
menggunakan minuman keras tersebut sebagai penghangat tubuh, karena
61
Wawancara dengan Bapak Ahmad Fahmi selaku Kepala Seksi Kesejahteraan Desa
Simpang Parit, tanggal 2 Juli 2019
75
memang para penambang ini kerja siang dan malam, sehingga banyak
remaja yang mengenal minuman keras...”62
3. Terjadi Perubahan Perilaku
Selain itu terjadi perubahan perilaku masyarakat dari bertani ke
penambang, hal ini terlihat dari banyaknya petani yang tidak lagi
mengolah lahan sawahnya dan beralih ke profesi sebagai pencari emas
dengan bekerja sebagai penambang, hal ini sebagaimana pengamatan
peneliti dilokasi penelitian dan dibenarkan oleh Bapak Adnan selaku
Kepala Dusun Tanjung Rendah Desa Simpang Parit, berikut
keteranganya:
“...sekarang masyarakat sudah kurang berminat untuk menggarap sawah
sehingga banyak sawah yang tidak digarap (tidur), masyarakat lebih
memilih menjadi penambang ketimbang menggarap sawah, diperparah
harga karet yang selalu turun, naik sebentar harga karet setelah itu turun
lagi untuk jangka waktu yang lama, dahulu masyarakat pulang dari
motong/menyadap karet langsung ke sawah, kalau sekarang banyak yan
gmenjadi penambang emas, akhirnya sawah jarang digarap‟‟.63
B. Dampak Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) metode lubang jarum di
Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin
terhadap lingkungan
Berdasarkan infromasi yang diperoleh pada tahun 2018 tepatnya bulan
Agustus 2018 terjadi longsor pada penambangan lubang jarum di Desa
Simpang Parit yang merupakan desa tetangga dari Desa Simpang Parit, dimana
kejadian tersebut menyebabkan tertimbunnya 7 (tujuh) orang penambang di
lubang jarum tersebut, hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Zainal
selaku Tokoh Masyarakat Desa Simpang Parit:
62
Wawancara dengan Bapak Adnan selaku Kepala Dusun Tanjung Rendah Desa Simpang
Parit, tanggal 2 Juli 2019 63
Wawancara dengan Bapak Adnan selaku Kepala Dusun Tanjung Rendah Desa Simpang
Parit, tanggal 2 Juli 2019
76
“...masyarakat di sini bukannya tidak trauma dan tidak mau beralih ke
profesi lain, hanya saja tidak ada pilihan lain yang tepat, padahal jika
merujuk kejadian sebelumnya maka masih terngiang ditelinga masyarakat
kejadian pada tahun 2018 lalu dimana tujuh orang warga Desa Simpang
Parit yang tertimbun akibat longsornya tambang, tentunya resiko seperti
hal tersebut telah dipertimbangkan oleh masyarakat di sini..”64
Lebih lanjut beliau menjelaskan:
“..Diduga penyebab longsornya tanah di dalam lubang diakibatkan
bocornya tempat tambang mereka dari Sungai Merangin hingga air masuk
ke dalam lubang jarum, sehingga pekerja yang sedang melakukan aktivitas
terjebak di dalam lobang tersebut..” 65
Kegiatan PETI memberikan dampak baik itu dampak positif maupun
dampak negatif terhadap aspek ekologi dan sosial-ekonomi kepada masyarakat
lokal. Kegiatan PETI pada umumnya tidak ramah lingkungan, karena hanya
mengejar kepentingan dalam waktu singkat seperti halnya bagaimana untuk
mendapatkan uang. Hal ini disebabkan oleh minimnya kesadaran untuk tetap
melestarikan lingkungan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Bapak Zainal
selaku Tokoh Masyarakat Desa Simpang:
“..Kegiatan Penambangan ilegal ini pastilah berdampak buruk terhadap
lingkungan, perusahaan besar saja yang telah dilakukan analisis dampak
lingkungan (AMDAL) masih saja memiliki dampak terhadap
lingkungannya, apalagi penambangan yang dilakukan sendiri oleh
masyarakat, sudah tentu dampaknya jauh lebih besar, selain tidak ada
kajian penambangan juga dilakukan dengan cara asal-asalan, yang
penting berbiaya mudah dan menghasilkan..”66
64
Wawancara dengan Bapak Zainal selaku Tokoh Masyarakat Desa Simpang Parit, tanggal
2 Juli 2019 65
Wawancara dengan Bapak Zainal selaku Tokoh Masyarakat Desa Simpang Parit, tanggal
2 Juli 2019 66
Wawancara dengan Bapak Zainal selaku Tokoh Masyarakat Desa Simpang Parit, tanggal
2 Juli 2019
77
Pendapat tersebut sama dengan yang disampaikan oleh Bapak Mustarupi
selaku Kepala Desa Simpang Parit:
“...pastilah memiliki dampak terhadap lingkungan, karena kita tahu
bahwa setiap lobang yang digali tersebut tidak pernah ditimbun kembali,
karena material yang digali kemudian diproses dengan air, sehingga
terbuang. Kita bisa bayangkan 10 atau 20 tahun ke depan, lubang tersebut
tentunya berbahaya dan jelas merusak lingkungan karena bekas lokasi
tambang tidak dapat dijadikan kembali lahan pertanian atau
perkebunan..”67
Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Bapak Idham selaku Masyarakat
Penambang di Desa Simpang Parit:
“..kegiatan tambang memang saya akui merusak lingkungan, sebab
kegiatan tersebut membuat lobang yang dalam, selain itu lokasi
pengolahan material tambang juga berdampak pada lingkungannya,
karena kita menggunakan mercury untuk proses pemisahan biji emas
dengan material tambang, tentu berbahaya, namun karena tanahnya
sudah kami beli, tentu bebas mau kami apakan..68
Secara umum masyarakat daerah Merangin diperkiran lebih dari sebagian
penduduknya memiliki kebun karet, lalu kenapa masyarakat lebih memilih
melakukan penambangan emas illegal? Yang jelas nyata akan merusak
lingkungan dalam jangka panjang. Pihak pemerintah juga telah melakukan
berbagai upaya dalam mencegah berlangsungnya aktivitas peti ini, bahkan
telah menelan korban jiwa namun hasilnya nihil, masyarakat hanya berhenti
dari aktivitas penambangan di saat ada petugas melakukan razia, setelah
petugas pulang merekapun kembali melakukan aktivitas tersebut. Hal ini
sebagaimana dikatakan oleh Bapak Mustarupi selaku Kepala Desa Simpang
Parit:
67
Wawancara dengan Bapak Mustarupi selaku Kepala Desa Simpang Parit, tanggal 2 Juli
2019 68
Wawancara dengan Bapak Idham selaku Masyarakat Penambang di Desa Simpang Parit,
tanggal 2 Juli 2019
78
“...sebenarnya Merangin ini masyarakat umumnya merupakan petani
karet, lebih dari separuhnya memiliki kebun karet, namun mengapa
masyarakat sekarang banyak yang menjadi penambang emas ilegal,
padaha mereka tahu dampak jangka panjang maupun pendeknya yang
merusak lingkungan. Jika kita berharap kepada pemerintah Kabupaten
Merangin, tentu mereka telah berusaha mencegah dengan melakukan
razia, masyarakat hanya berhenti dari aktivitas penambangan di saat ada
petugas melakukan razia, setelah petugas pulang merekapun kembali
melakukan aktivitas kembali..”69
Beliau melanjutkan:
“..berapa hektar sudah kebun karet yang dijadikan lokasi penambangan,
entah berapa petak sawah yang hancur akibat penambangan emas ilegal
ini, padahal mereka tahu akibat dari penambangan tersebut bagi
keberadaan kebun mereka, kebun tersebut tidak bisa lagi ditanami karet
akrena sudah banyak lubangnya, dan itu berbahaya untuk jangka panjang,
bisa saja kebun tersebut anjlok ke bawah karena ada lubang di
bawahnya..” 70
Pendapat tersebut dibenarkan oleh Bapak Ahmad Fahmi selaku Kepala
Seksi Kesejahteraan Desa Simpang Parit:
“..semenjak adanya penambangan di simpang parit ini, banyak sekali
dampak terhadap lingkungannya, ratus petak sawah sudah rusak, puluhan
hektar kebun karet sudah rusak, air sungai dari yang terbesar hingga
sungai terkceilpun sudah keruh, tidak bisa digunakan untuk minum lagi,
selain itu berapa banyak ikan sungai yang mati karena keracunan
mercury, masih banyak lagi dampak terhadap lingkungan yang tidak kita
ketahui karena memang belum pernah ada kajian itu di Desa ini..”71
Beliau melanjutkan:
“..Jadi, jika kita tarik kebelakang, akar dari maraknya aktivitas peti
belakangan ini sedikit banyaknya adalah terletak pada merosotnya harga
komoditi karet yang telah baertahun-tahun lamanya, karet tidak lagi bisa
69
Wawancara dengan Bapak Mustarupi selaku Kepala Desa Simpang Parit, tanggal 2 Juli
2019 70
Wawancara dengan Bapak Mustarupi selaku Kepala Desa Simpang Parit, tanggal 2 Juli
2019 71
Wawancara dengan Bapak Ahmad Fahmi selaku Kepala Seksi Kesejahteraan Desa
Simpang Parit, tanggal 2 Juli 2019
79
menjadi mata pencaharian masyarakat untuk mencukupi kebutuhan
sehari-hari, harga karet tidak sebanding dengan harga bahan pokok
seperti beras dll. Dalam hal ini pemerintah tidak mampu mengembalikan
harga karet yang stabil, inilah penyebab masyarakat Merangin beralih
mata pencaharian menjadi penambang emas yang harganya cukup
menggiurkan dan bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkan lebih.”72
Tidak hanya kerusakan lingkungan yang ditimbukan oleh kegiatan Peti
tetapi juga menelan korban jiwa yang jumlahnya lebih besar dibandingkan
perusahaan pertambangan. Menurut Inswiasri (2007), hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kegiatan tambang emas rakyat di berbagai wilayah
mempunyai kesamaan yaitu menggunakan Hg untuk proses amalgamisasi.
Akibat amalgamisasi tersebut, sering muncul pencemaran Hg di lingkungan
pada saat amalgamisasi dan pemijaran sehingga mengkontaminasi sumber air
minum dan ikan yang sangat diperlukan oleh masyarakat sekitar tambang. Oleh
karena itu monitoring lingkungan sangat diperlukan sebagai peringatan dini
bila terjadi pencemaran. disarankan untuk menjaga pencemaran jangan sampai
meluas, perlu ada sentralisasi (tata ruang) kegiatan proses pengolahan tambang
rakyat. Penggunaan alat (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu
dilakukan agar dapat mengurangi pencemaran Hg. Penyuluhan kepada
masyarakat tentang bahayanya Hg perlu dilakukan. Bagi tenaga kesehatan
perlu ada pelatihan surveilans risiko kesehatan masyarakat akibat pencemaran
Hg di wilayah tambang emas rakyat.
72
Wawancara dengan Bapak Ahmad Fahmi selaku Kepala Seksi Kesejahteraan Desa
Simpang Parit, tanggal 2 Juli 2019
80
Bapak Zainal selaku Tokoh Masyarakat Desa Simpang Parit meminta
kepada pemerintah daerah agar memberikan solusi yang terbaik kepada
masyarakat dan jangan hanya melarang saja, berikut kutipannya:
“...Pemerintah daerah tidak hanya melarang penambangan emas tanpa
izin, namun juga berusaha mencarikan solusi bagi masyarakat, karena
kegiatan peti itu berkaitan dengan pendapatan dan ekonomi
masyarakat..”73
Seiring dengan kemajuan zaman, pemenuhan akan tuntutan kebutuhan
hidup sehari-hari menjadi hal yang wajib dipenuhi. Demikian pula halnya bagi
masyarakat daerah Merangin yang sebagian besar masyarakatnya
menggantungkan penghidupan dengan mata pencaharian sebagai penambang
emas atau yang disebut oleh sebagian kalangan sebagai penambang emas tanpa
izin (Peti).
Hal ini jika kita melihat dengan cara pandang dampak lingkungan yang
disebabkan oleh aktivitas peti ini tentulah lebih banyak mudoratnya dari pada
manfaatnya, apalagi untuk waktu jangka panjang. Selain pencemaran
lingkungan seperti air yang menjadi keruh, lokasi bekas tambang/dompeng
tersebut hampir tidak ada yang bisa dimanfaatkan lagi, jangankan akan
digunakan untuk bercocok tanam, digunakan untuk mendirikan bangunan saja
sudah tidak memungkinkan, karena bekas tambang/dompeng tersebut, selain
berbatu, bentuknya juga seperti kubangan besar dengan kedalaman beberapa
meter yang berisi air. Lebih mirisnya lagi, lokasi yang dijadikan
tambang/dompeng tersebut sebagian besar adalah kebun karet dan persawahan
73
Wawancara dengan Bapak Zainal selaku Tokoh Masyarakat Desa Simpang Parit, tanggal
2 Juli 2019
81
yang mana jika sudah ditambang/didompeng kebun karet dan persawahan ini
rusak dan menjadi lahan yang tidak bisa dimanfaatkan lagi.
Langkah dan tindakan yang di ambil pemerintah dalam hal pencegahan
berlangsungnya aktivitas peti dalam kajian peneliti adalah keliru, tindakan
yang di ambil hanya menghabiskan uang dan menyebabkan korban jiwa. Kalau
penulis menganalogikan ibaratkan sebuah Dam di sebuah sungai, tentulah ada
dibangun tempat aliran baru untuk air itu mengalir meski tidak sebesar tempat
mengalir yang seharusnya, jika tidak pastilah air akan melimpah. Artinya jika
ingin mencegah masyarakat dari aktivitas peti tersebut, maka harus ada
alternative mata pencaharian lain yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat
tersebut. Bagaimanapun tidak akan bisa masyarakat di stop langsung dari peti
tanpa sediakan pilahan mata pencaharian yang lain.
Langkah yang mungkin dilakukan adalah mengupayakan harga karet
stabil dan melakukan sosialisasi ke masyarakat secara berkala, jika harga karet
stabil kembali maka masyarakat dengan sendirinya akan perlahan beralih dari
penamabang menjadi pemotong karet tanpa paksaan.
Fakta yang terjadi di masyarakat sekarang adalah karena mereka mau
tidak mau harus melakukan penambangan emas, tidak ada pilihan mata
pencaharian lain yang bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka. Penulis
pernah bertanya dengan masyrakat yang aktivitasnya sebagai penambang emas,
mereka di lubuk hatinya yang paling dalam menyadari bahwa yang
dilakukannya adala merusak lingkungan, dan pekerjaan menambang emas itu
adalah pekerjaan yang berat menguras tenaga, dak tak jarang pula
82
menyebabkan kecelakaan kerja hingga korban jiwa. Pada dasarnya masyarakat
mau di ajak bekerjasama oleh pemerintah dalam menjaga lingkungan agar
tidak rusak dan tercemar jika mereka memiliki pekerjaan lain yang bisa
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
C. Upaya pemerintah dalam mengatasi dampak Penambangan Emas Tanpa
Izin (PETI) metode lubang jarum di Desa Simpang Parit Kecamatan
Renah Pembarap Kabupaten Merangin.
Kilauan emas membuat hampir semua manusia tergiur, dari ingin
memiliki fisiknya hingga menjadikan pundi-pundi rupiah untuk kesejahteraan
hidup di duniawi. Tak jarang manusia menempuh berbagai upaya untuk
memiliki emas tersebut, mulai dari cara paling mudah hingga mampu melewati
cara yang berisiko tinggi. Artinya nyawa di ujung tanduk pun sanggup
dipertaruhkan.
Di Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten
Merangin, ada aktivitas tambang emas ilegal yang ekstrem atau sangat-sangat
berisiko. Adalah tambang emas "lubang jarum" yang hampir umum ada di
Kecamatan Renah Pemberap, Kabupaten Merangin. Penambang emas ilegal
atau biasa disebut Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) tepatnya di Desa
Simpang Parit itu melakukan penambangan dengan metode membuat lubang
galian atau “lubang jarum” sedalam antara 30-50 meter.
Tragisnya lagi lubang yang mereka gali tepat di bawah aliran sungai
dengan arus deras selebar 20 meter yang kedalaman sungainya mencapai tujuh
meter. Sungai itu disebut Sungai Batang Merangin. Lokasi tambang sulit
ditemui masyarakat luar. Kemudian jarak tempuh dua jam kembali dilalui
83
untuk tiba di pelabuhan perahu bermesin (tempek). Dari pelabuhan perahu
harus melawan arus dengan jarak tempuh satu jam untuk bisa sampai di lokasi
tambang. Lubang para penambang emas ilegal itu pertama digali vertikal
sedalam 10-20 meter, kemudian penambang membuat lubang horizontal lagi
yang mengarah di bawah sungai hingga menembus seberang sungai. Bahkan
tepat di bawah sungai itu penambang membuat cabang-cabang lubang lagi. Hal
ini sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Mustarupi selaku Kepala Desa
Simpang Parit:
“..sebenarnya metode lobang jarum ini sangat dan sangat berbahaya
sekali, kita bisa bayangkan bagaimana lobang yang digali hingga
kedalaman puluhan meter ke dalam tanah, dan terkadang lubang tersebut
berada di bawah sungai, tentu hal ini sangat berbahaya sekali. Diperparah
dengan lokasi yang sangat jauh dari pemukiman masyarakat, sehingga
akses bantuan jika terjadi bencana sangat sulit sekali..”74
Selanjutnya beliau menambahkan:
“...Sungguh luar biasa. Jika kita yang tidak pernah mengambil risiko dan
berkesempatan melihat secara langsung bentuk lubang yang hanya
sebesar ukuran tubuh manusia itu, tentu hanya satu pikiran yang terlintas.
Yakni mati. Pribahasa “nyawa di ujung tanduk” hanya saja masyarakat
penambang tidak peduli dengan hal tersebut. Mereka terus menggali dan
menggali mencari butiran emas yang belum tentu ada di lubang yang
mungkin bisa disebut lubang kematian itu..”75
Meskipun telah menelan puluhan korban, namun Penambangan Emas
Tanpa Izin (PETI) metode lubang jarum di Desa Simpang Parit Kecamatan
Renah Pembarap Kabupaten Merangin masih berjalan hingga sekarang.
Pemerintah Daerah telah berupaya melakukan pemberantasan Penambangan
74
Wawancara dengan Bapak Mustarupi selaku Kepala Desa Simpang Parit, tanggal 2 Juli
2019 75
Wawancara dengan Bapak Mustarupi selaku Kepala Desa Simpang Parit, tanggal 2 Juli
2019
84
Emas Tanpa Izin (PETI) metode lubang jarum. Hal ini sebagaimana
disampaikan oleh Bapak Mustarupi selaku Kepala Desa Simpang Parit:
“...padahal metode lubang jarum ini sudah banyak menelan korban jiwa,
namun masyarakat masih saja melakukan penambangan, dikarenakan
telah banyak korban yang berjatuhan maka Pemerintah Daerah
Kabupaten Merangin telah berupaya melakukan pemberantasan
Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) metode lubang jarum. Salah satu
upaya yang dilakukan adalah memberikan peringatan atas tindakan ilegal
yang mereka lakukan, baik dengan memberikan sosialisasi maupun
memasang spanduk yang berisi larangan kegiatan PETI yang ditempel di
beberapa lokasi. Dengan harapan masyarakat secara sadar menghentikan
kegiatannya..” 76
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Kapolsek Sei Manau Iptu
Nursan Subagyo:
“..keberadaan PETI metode lubang jarum ini sungguh sangat
mengkhawatirkan dan menggemaskan, kenapa dibilang menggemaskan
karena sudah banyak kejadian lubang yang longsor hingga menelan jiwa
penambang, namun masih saja kegiatan ini dilakukan. Mengkhawatirkan
karena lubang-lubang yang telah dibuat penambang tersebut tidak
ditimbun lagi. Suatu saat lubang itu membahayakan lingkungan dan
masyarakat sendiri..”77
Selanjutnya beliau menambahkan:
“..oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Merangin bersama
Polres Merangin dan jajarannya hingga ke Polsek telah berupaya
menghentikan kegiatan tersebut dengan memberikan himbauan kepada
masyarakat, baik melalui lisan yang disampaikan oleh Babinkantibmas
kita pada saat pelaksanaan sholat Jumat di masjid yang ada di desa-desa
yang terdapat kegiatan penambangan. Maupun dilakukan secara tertulis
dengan menyebarkan himbauan dan pemasangan spanduk pada beberapa
lokasi yang dapat mejadi perhatian masyarakat..” 78
76
Wawancara dengan Bapak Mustarupi selaku Kepala Desa Simpang Parit, tanggal 2 Juli
2019 77
Wawancara dengan Bapak Iptu Nursan Subagyo selaku Kapolsek Sei Manau, tanggal 4
Juli 2019 78
Wawancara dengan Bapak Iptu Nursan Subagyo selaku Kapolsek Sei Manau, tanggal 4
Juli 2019
85
Beliau menjelaskan lebih lanjut:
“...itu proses hukum kita kesulitan karena setiap kali melakukan razia
selalu informasinya sudah bocor, sehingga saat kita ke lokasi yang ada
hanya lubang-lubang tanpa adanya orang-orang, karena memang
masyarakat di sini kompak. Ketika salah mereka ada melihat orang luar
menuju lokasi mereka selalu memberikan informasi, apalagi zaman
sekarang komunikasi sangat canggih melalui handphone informasi sangat
cepat menyebar..” 79
Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Bapak Ahmad Fahmi selaku Kepala
Seksi Kesejahteraan Desa Simpang Parit:
“..pemerintah dearah bersama kepolisian telah sering melakukan razia
terhadap kegiatan penambangan dengan metode lobang jarum ini, hanya
saja razia tersebut selalu bocor, sehingga kepolisian tidak dapat
menangkap pelaku, setelah ada korban yang meninggal barulah mereka
mengaku sebagai temannya penambang, Cuma terkadang polisi segan
untuk menangkapnya ketika itu, sebab saat ada musibah seperti itu
menjadi dilema bagi polisi untuk menahan orang, sementara disisi lain
polisi diberi tugas untuk melakukan evakuasi korban longsor tersebut..”80
Selain memberikan himbauan dan melakukan razia di lokasi-lokasi
penambangan, pemerintah dearah kabupaten Merangin juga melakukan
kebijakan pelarangan penjualan solar ke daerah penambangan emas ilegal,
daerah tersebut antara lain, Kecamatan Renah Pembarap, Kecamatan Sungai
Manau dan Kecamatan Tabir Barat. Selaian langkah tersebut pemerintah juga
telah menyiagakan aparat di setiap SPBU supaya tidak ada masyarakat yang
kecolongan membeli bahan bakar solar untuk penambangan tersebut, namun
langkah ini juga tidak berhasil, faktanya penambang tidak pernah kekurangan
pasokan bahan bakar.
79
Wawancara dengan Bapak Iptu Nursan Subagyo selaku Kapolsek Sei Manau, tanggal 4
Juli 2019 80
Wawancara dengan Bapak Ahmad Fahmi selaku Kepala Seksi Kesejahteraan Desa
Simpang Parit, tanggal 2 Juli 2019
86
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak Mustarupi selaku Kepala
Desa Simpang Parit:
“..tidak hanya menghimbau dan merazia penambang saja, pemerintah
daerah juga melakukan upaya pemberantasan Pemberantasan
Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) baik metode lubang jarum
maupun menggunakan ekskavator atau mesin dompeng dengan cara
menghentikan penyaluran solar ke daerah penambangan ilegal, karena
solar ini sumber dari kegiatan tersebut..”81
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Bapak Adnan selaku Kepala
Dusun Tanjung Rendah Desa Simpang Parit:
“..saya melihat upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Merangin telah
maksimal dalam melakukan pemberantasan PETI di sini, tidak hanya
upaya dihilir dalam bentuk razia, namun juga dari hulunya seperti
himbauan dan pelarangan penjualan solar, karena kita tahu kegiatan PETI
yang berdampak besar itu adalah penambangan dengan menggunakan
mesin-mesin. Dan kita tahu bahwa mesin yang digunakan umumnya
berbahan bakar solar, dengan adanya pelarangan tersebut tentunya
mengakibatan aktivitas tersebut terhenti..”82
Beliau melanjutkan:
“...hanya saja pelarangan tersebut tidak maksimal menghentikan kegiatan
PETI di sini, karena selalu ada cara bagi penambang untuk memperoleh
minyak solar, bagi penambang dengan metode lubang jarum minyak
solar digunakan untuk menghidupkan mesin diesel yang berfungsi
sebagai penerang dalam lubang dan untuk menyalan mesin blower
sebagai pengganti oksigen dalam lubang, selain keterbatas oksigen di
dalam lubang juga sangat panas. Maka solar sangat penting, oleh sebab
itu mereka berusaha mendatangkan dari luar daerah...”83
Lebih lanjut beliau menjelaskan:
“..salain dari usaha mereka sendiri, penambang juga mendapatkan solar
dari pengumpul solar yang ada di dusun, kelangkaan solar tentunya
81
Wawancara dengan Bapak Mustarupi selaku Kepala Desa Simpang Parit, tanggal 2 Juli
2019 82
Wawancara dengan Bapak Adnan selaku Kepala Dusun Tanjung Rendah Desa Simpang
Parit, tanggal 2 Juli 2019 83
Wawancara dengan Bapak Adnan selaku Kepala Dusun Tanjung Rendah Desa Simpang
Parit, tanggal 2 Juli 2019
87
menjadi peluang bisnis bagi masyarakat di Desa Simpang Parit, banyak
pemuda yang mencari solar di luar desa, meskipun jauh, namun sangat
menguntungkan karena mereka bisa menjual dengan harga tinggi kepada
penambang
Kepala Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten
Merangin mengakui bahwa aktivitas penambangan emas ilegal dengan metode
“lubang jarum” sudah lama terjadi, namun pihaknya tidak mampu berbuat
banyak “Sudah lama sudah bertahun-tahun. Mereka tidak dikontrol, tidak ada
izin sehingga tidak ada Standar Operasi Prosedur (SOP) nya. Artinya mereka
boleh menggali di kedalam berapa, adakah asuransinya. Nah ini nanti akan
tertibkan. Meskipun sudah ada langkah ke depan mungkin ada regulasi dan
program yang mengatur itu”. Kepala Desa Simpang Parit berharap musibah
tersebut menjadi pembelajaran yang sangat berarti bagi seluruh masyarakat
Merangin, khususnya para pelaku penambangan emas di sejumlah kecamatan
dalam Kabupaten Merangin.
Pihak kepolisian Sektor Renah Pembarap, mengakui bahwa pihaknya
sudah lama mengetahui aktivitas ini. Namun akses yang jauh dan tertutupnya
masyarakat dengan aparat kepolisian membuat penindakan sulit dilakukan.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh kepolisian Sektor Renah
Pembarap/Sungai Manau, diketahui bahwa terdapat puluhan lubang jarum di
Desa Simpang Parit dan telah memakan belasan korban jiwa, dengan rincian
sebagai berikut:
88
Tabel. 3
Data Kecelakaan PETI Lobang Jarum di DEsa Simpang Parit
No Tahun Jumlah
Lubang Jumlah Kecelakaan Korban
1 2016 23 1 kejadian, longsor lubang
jarum
4 orang
meninggal
2 2017 36 -
3 2018 44 1 kejadian, longsor lubang
jarum
10 korban:
3 selamat
7 meninggal
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan peneliti di lapangan,
diketahui bahwa keberadaan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Metode
Lubang Jarum di Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten
Merangin terhadap Masyarakat memiliki dampak positif maupun negatif
terhadap masyarakat baik dari ekonomi maupun sosial. Hal ini sebagaimana
diungkapkan juga oleh Bapak Ahmad Fahmi selaku Kepala Seksi
Kesejahteraan Desa Simpang Parit:
“...kegiatan penambangan ini tentulah memiliki dampak positif maupun
negatif. Dampak positifnya tentu memberikan penghasilan lebih bagi
masyarakat dengan kondisi harga karet yang sangat murah, dengan
menambang emas, mereka bisa membangun rumah yang lebih baik, bisa
menyekolahkan anak mereka ke jenjang yang lebih tinggi, bisa beli
motor dan kebutuhan lainnya..”84
Beliau melanjutkan:
“dampak positif lainnya yakni bertambahnya peluang usaha di DEsa
Simpang parit, toko sembako semakin banyak karena melihat peluang
yang ada, selain itu penjual minyak solar juga semakin banyak, karena
adanya permintaan dari penambang, selain itu juga desa menjadi ramai
pendatang dari luar desa sehingga pergaulan masyarakat menjadi luas”85
84
Wawancara dengan Bapak Ahmad Fahmi selaku Kepala Seksi Kesejahteraan Desa
Simpang Parit, tanggal 2 Juli 2019 85
Wawancara dengan Bapak Ahmad Fahmi selaku Kepala Seksi Kesejahteraan Desa
Simpang Parit, tanggal 2 Juli 2019
89
Pernyataan tersebut berkesesuaian dengan hasil pengamatan peneliti,
dimana di Desa Simpang Parit banyak sekali masyarakat yang merehab rumah
mereka untuk menjadi lebiih bagus, dan banyak juga yang membangun rumah
dari awal, selain itu banyak sekali terdapat toko sembako di sepanjang jalan
desa, dan beberapa rumah terlihat galon-galon yang berisikan minyak solar dan
bensin untuk dijual kepada penambang.
Lebih lannjut Bapak Ahmad Fahmi selaku Kepala Seksi Kesejahteraan
Desa Simpang Parit menjelaskan:
“..selain berdampak positif, keberadaan penambangan dengan metode
lubang jarum juga berdampak negatif bagi masyarakat, seperti kerusakan
lingkungan, adanya korban jiwa penambang, serta dampak buruk
terhadap kesehatan penambang untuk jangka panjang, karena didalam
lobang tersebut tidak ada oksigen mereka hanya menghirup oksigen dari
blower, tentunya ini kurang sehat..” 86
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Bapak Mustarupi selaku
Kepala Desa Simpang Parit:
“..menurut saya lebih banyak dampak negatifnya dari yang positif, yang
jelas penambangan ilegal ini telah menelan banyak korban jiwa, Teringat
aku akan 2016 lalu. Selasa, 12 April, sekitar pukul 16.00 WIB tepatnya.
Empat orang pekerja tewas tertimbun di lubang jarum PETI di Desa
Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap. para korban bernama Kamal
, Muklis, Juhardi, dan Siem. Mereka tewas tertimbun di lubang yang
diperkirakan berkedalaman 20 meteran...”87
Beliau melanjutkan:
“kemudian selang 2,5 tahun kemudian, korban berjatuhan lagi Minggu, 2
September 2018. Saat itu lokasi PETI lubang jarum, milik M.Yazid,
warga Kelurahan Pematang Kandis, sedang beroperasi dengan jumlah
pekerja 13 orang. Mereka terdiri, sepuluh orang masuk kedalam tambang
86
Wawancara dengan Bapak Ahmad Fahmi selaku Kepala Seksi Kesejahteraan Desa
Simpang Parit, tanggal 2 Juli 2019 87
Wawancara dengan Bapak Mustarupi selaku Kepala Desa Simpang Parit, tanggal 2 Juli
2019
90
lubang jarum, tiga orang berada di luar tambang. Saat kejadian, air
rembesan bekas tambang lubang jarum bocor, hingga masuk ke lokasi
kejadian. Sepuluh pekerja yang ada di dalam tambang langsung
tenggelam, namun tiga pekerja berhasil selamat dengan kondisi luka-luka
di sekujur tubuhnya, akibat terpental keluar dari lubang jarum yang berisi
air sedalam 28 meter. Dari sepuluh korban itu, tujuh korban masih
tertimbun di dalam lokasi PETI lubang jarum dan dipastikan sudah
meninggal dunia. Tujuh korban yang masih tertimbun tersebut, Gafur,
warga Desa Tanjung Mudo, Kecamatan Renah Pembarab, M.Ali, warga
Desa Sungai Nilau, Kecamatan Sungai Manau, Basri, Maman, Dedi,
Mamat dan Adri, semua warga Jawa Barat. ..”88
Kemudian beliau meneruskan:
“..kalau dampak positifnya palingan ekonomi masyarakat meningkat,
dengan harga karet yang murah tentu tidak sebanding pendapatan mereka
dengan masyarkaat yang hidup sebagai penyadap karet (pemotong
getah), mereka yang ikut nambang bisa beli motor, bangun rumah dan
kebutuhan lain-lain ..”89
Dampak negatif lainya yang peneliti temukan antara lain, beralih
fungsinya sawah dan kebun karet menjadi lokasi penambangan, dibeberapa
lokasi terlihat lubang-lubang yang ditutupi seadanya bekas galian tambang
masyarakat. serta dampak negatif jangka panjang terhadap kesehatan
penambang dan lingkungan bekas tambang.
88
Wawancara dengan Bapak Mustarupi selaku Kepala Desa Simpang Parit, tanggal 2 Juli
2019 89
Wawancara dengan Bapak Mustarupi selaku Kepala Desa Simpang Parit, tanggal 2 Juli
2019
91
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dampak Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) metode lubang jarum di
Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin
terhadap ekonomi masyarakat terlihat dari adanya peralihan profesi
masyarakat dari petani menjadi penambang, hal ini terjadi karena harga
komoditas karet yang turun sangat jauh, selain itu hasil penambangan telah
meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat sehingga mampu memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan membeli perlengkapan elektronik lainnya.
Dampak PETI terhadap sosial masyarakat terlihat dari terjadinya konflik di
masyarakat akibat penggunaan lahan perkebunan dan persawahan sebagai
areal tambang, selain itu meningkatnya kenakalan remaja akibat masuknya
minuman keras yang dibawa penambang, serta terjadinya perubahan
perilaku masyarakat dari petani menjadi penambang.
2. Dampak Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) metode lubang jarum di
Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin
terhadap lingkungan diantaranya lobang yang digali tersebut tidak pernah
ditimbun kembali, karena material yang digali kemudian diproses dengan
air, sehingga terbuang. Kita bisa bayangkan 10 atau 20 tahun ke depan,
lubang tersebut tentunya berbahaya dan jelas merusak lingkungan karena
bekas lokasi tambang tidak dapat dijadikan kembali lahan pertanian atau
perkebunan. Selain itu ratus petak sawah sudah rusak, puluhan hektar kebun
80
92
karet sudah rusak, air sungai dari yang terbesar hingga sungai terkceilpun
sudah keruh, tidak bisa digunakan untuk minum lagi, selain itu berapa
banyak ikan sungai yang mati karena keracunan mercury.
3. Upaya pemerintah dalam mengatasi dampak Penambangan Emas Tanpa Izin
(PETI) metode lubang jarum di Desa Simpang Parit Kecamatan Renah
Pembarap Kabupaten Merangin diantaranya memberikan himbauan kepada
masyarakat untuk menghentikan, serta melakukan razia secara rutin dan
berkala guna melakukan pemberantasan yang dilakukan oleh pihak aparat
ke polisian, selain itu juga pemerintah daerah juga melarang penjualan solar
ke daerah pertambangan guna menghentikan aktivitas pertambangan di
Desa Simpang Parit Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin.
B. Saran
1. Diharapakn Pemerintah daerah tidak hanya melarang penambangan emas
tanpa izin, namun juga berusaha mencarikan solusi bagi masyarakat, karena
kegiatan peti itu berkaitan dengan pendapatan dan ekonomi masyarakat.
2. Diharapkan adanya upaya pemerintah daerah memberikan solusi untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat tanpa harus melakukan penambangan
emas tanpa izin.
93
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abdussalam, Victimology, (Jakarta: PTIK, 2010)
Al-Syaukani, Irsyad al- Fuhu. Bairut: Dar al-Fikr, t.t.
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Akademi Pressindo,. Jakarta, 1989)
Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Korban & Saksi, (Sinar Grafika,.
Jakarta, 2011)
Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani, Observasi dan Wawancara (Jatim:
Bayumedia Publishing, 2004),
Iskandar. 2008. Teknik Keberhasilan Reklamasi Dan Penutupan Tambang:
Keberhasilan Reklamasi Lahan Bekas Tambang untuk Tujuan Revegetasi.
Fakultas Pertanian IPB. Bogor
Lexi J. Moleong. Metodelogi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005), Ed. Revisi
Mustofa, Muhammad.. Kriminologi. (Depok: FISIP UI Press, 2007)
Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, (Gadjah Mada.
University, Yogyakarta, 2010)
Rachmad Syafe‟I, Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999
Said, Ramdhan al Buthi, Dhawabit al-Maslahah Fi al-Shâri’ah al-Islamiyah.
Bairut: Muassah al- Risalah, 1977.
Sayutim Una, Pedoman Penulisan Skripsi, Cet 1 (Jambi: Fakultas Syariah IAIN
STS Jambi dan Syariah Press, 2012)
Sonny Keraf, 2002, Etika Lingkungan, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas)
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2008), Cet 4
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, R dan D, hlm. 349
Suparmoko, M.R.. 2000. Ekonomika Lingkungan. Yogyakarta : Edisi
Pertama.BPFE.
94
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah, (Jambi: Syariah
Press 2014)
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah, (Jambi: Syariah
Press 2014), hlm. 178
Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami. Damaskus: Dâr al-fikr, 1996.
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Nomor 23 Tahun 2010. Tentang.
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
C. Karya Ilmiah
Dyahwanti, N.I. 2007. Kajian Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan
Penambangan Pasir Di Daerah sabuk Hijau Gunung Sumbing (Studi Kasus
Di Desa Kwadungan Gunung) Kecamatan Kledung Kabupaten
Temanggung. Thesis. Semarang : Program Magister Ilmu Lingkungan Pasca
Sarjana Universitas Diponegoro
Kresna Wardhna, 2002. Dampak lingkungan akibat pertambangan tanpa izin
(PETI) emas (studi kasus tentang efektivitas lembaga lingkungan dalam
pengendalian dampak lingkungan akibat aktivitas PETI di
Kalimantan).Tesis. Universitas Indonesia.
Supriadi, 2015. Penerapan Ketentuan Pidana Terhadap Tindak Pidana
Penambangan Emas Tanpa Izin (Studi Penelitian di Kabupaten Aceh Jaya).
Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.
Widya Novita Sari, 2016. Penertiban Terhadap Kegiatan Pertambangan Emas
Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Dharmasraya. Skripsi. Hukum
Administrasi Negara. Fakultas Hukum Universitas Andalas.