upaya hakim dalam memediasi keluarga yang akan
TRANSCRIPT
UPAYA HAKIM DALAM MEMEDIASI KELUARGA YANG
AKAN BERCERAI PADA MASA TUNGGU DI PENGADILAN
AGAMA SUKABUMI
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom. I)
Oleh :
Junaedi Ismu Azis
NIM: 108052000011
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M / 1434 H
UPAYA HAKIM DALAM MEMEDIASI KELUARGA YANG
AKAN BERCERAI PADA MASA TUNGGU DI PENGADILAN
AGAMA SUKABUMI
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
JUNAEDI ISMU AZIS
NIM: 108052000011
Di Bawah Bimbingan:
Dra. Hj. Musfirah Nurlaily , MA
NIP: 19710412 20003 2 001
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
2013 M/1434 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 Oktober 2013
Junaedi Ismu Azis
ABSTRAK
Junaedi Ismu Azis (108052000011)
“Upaya Hakim dalam Memediasi Keluarga yang Akan Bercerai pada Masa
Tunggu di Pengadilan Agama Sukabumi”.
Dibawah Bimbingan Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, MA
Perkawinan merupakan suatu aktifitas yang dijalani oleh suatu pasangan,
maka sudah selayaknya mereka juga mempunyai tujuan tertentu. Tetapi karena
perkawinan itu terdiri dari dua individu, maka sangat ada kemungkinan bahwa
tujuan mereka itu tidak sama. Pernikahan didasari rasa cinta dan kasih sayang dari
seorang pria kepada wanita atau sebaliknya tentu saja memiliki tujuan untuk
membentuk suatu rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah, hidup
bahagia mempunyai keturunan dan lain sebagainya, namun dalam praktek
menjelani rumah tangga tidak jarang terjadi gesekan dan konflik sehingga
menyebabkan rumah tangga itu menjadi hancur dan berantakan dan tidak jarang
semua konflik itu harus berakhir di meja Pengadilan sehingga rumah tangga itu
harus berakhir dengan perceraian.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peranan Bimbingan
dan Konseling Islam Sebagai Bentuk Mediasi bagi keluarga yang akan bercerai.
Khususnya keluarga yang mengajukan gugatan atau yang menggugat di
Pengadilan Agama Sukabumi. Adapun penelitian ini membahas tentang
Bimbingan dan Konseling Islam Sebagai Bentuk Mediasi Keluarga yang akan
bercerai dimana diharapkan dengan adanya Mediasi yang dilakukan oleh
Pengadilan Agama ini bisa mengurangi dari kasus perceraian yang marak terjadi
belakangan ini, khususnya yang ada di kota Sukabumi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun metode
pengumpulan datanya melalui Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi. Subyek
yang diteliti adalah para hakim selaku mediator yang telah diberikan wewengan
dan tugas memberikan Bimbingan Mediasi kepada para keluarga yang akan
bercerai di Pengadilan Agama Sukabumi.
Adapun hasil dari penelitian ini adalah bahwa sebelum proses mediasi itu
dilakukan haruslah melalui beberapa tahapan pertma sebelum proses mediasi
dilaksanakan diantaranya : mengisi formulir persetujuan tentang mediasi,
penentuan hakim atau mediator, proses pelaksanaan mediasi. Adapun tahapan
berikutnya ialah tahap kedua yakni pada saat proses mediasi dilaksanakan
diantaranta : pernyataan pembukaan oleh mediator, pernyataan pembukaan para
pihak, merancang proses pemecahan masalah, pemecahan masalah, tawar
menawar, penyiapan draft dan kesepakatan Akhir.
Kata Kunci : Mediasi
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT.
Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Sebagai suri tauladan yang sempurna bagi
kita semua.
Selama masa perkuliahan hingga tahap akhir penyusunan skripsi ini,
banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis.
Sebagai tanda syukur atas terselesaikannya penulisan skripsi yang berjudul
“Upaya Hakim dalam Memediasi Keluarga yang Akan Bercerai pada Masa
Tunggu di Pengadilan Agama Sukabumi”. Maka pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada Bapak:
1. Dr. Arif Subhan, M.Ag. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, bersama selaku Pembantu Dekan I Dr. Suparto, M.Ed, selaku
Pembantu Dekan II Drs. Jumroni, M.Si, selaku Pembantu Dekan III Drs.
Wahidin Saputra, MA.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam terima kasih atas bantuan dan saran serta kebaikannya
sehingga skripsi ini selai pada waktu yang diharapkan.
3. Drs. Sugiharto, MA selaku sekretaris Jurusan yang selalu memberikan
saran dan motivasi kepada penulis.
ii
4. Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, MA. selaku Pembimbing Skripsi. Yang telah
sabar meluangkan waktunya untuk membimbing penulis. Terima kasih
atas motivasinya Ibu, sehingga bisa terselesaikannya skripsi ini. Dan saya
merasa beruntung bisa mendapatkan pembimbing seperti Ibu yang telah
banyak memberikan Ilmu dan pengalamannya yang dapat berguna dalam
kehidupan saya sehari-hari, dan semoga Ibu selalu dalam lindungan Allah
SWT.
5. Perpustakaan Utama serta Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Yang telah
memberikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi dalam
penulisan skripsi ini.
6. Dr. Suhaimi, M.Si. selaku dosen penasehat akademik yang senantiasa
memberikan arahan dan masukan serta motivasi dalam penulisan skripsi
ini.
7. Seluruh pengajar Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu
Dakwh dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Yang senantiasa tulus dalam mengajar, mendidik, membimbing
dan bersedia mengamalkan ilmu-ilmunya kepada seluruh mahasiswa
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi khususnya bagi penulis.
8. Seluruh pengurus dan staf Perpustakaan Utama serta Perpustakaan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang telah memberikan bantuan berupa
bahan-bahan yang menjadi referensi dalam penulisan skripsi.
9. Secara khusus penulis juga mengucapkan terimakasih yang mendalam
kepada kedua orangtua penulis ayahanda tercinta Muksin dan ibunda
iii
tercinta Jumenah yang senantiasa membimbing dan memotivasi penulis
dengan tulus, serta selalu mendoakan penulis agar penulis selalu sukses
dalam segala hal. Semua yang telah mereka berikan tidak akan dapat
tergantikan dengan apapun di dunia ini, serta keapada adaikku Achmad
Abdul Aziz, yang selalu memberikan rasa riang dan senang disaat penulis
merasakan kejenuhan, selain itu ucapan terimakasih juga penulis ucapkan
kepada Paman Pergu dan semua kelauarga yang telah memberikan
motivasi dan semngat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
sesuai dengan yang diharapkan.
10. Sahabat seperjuangan kosan Geliet, Muklas, Muklis, Doddy, Ijal, Adit,
Faqih, Doli, Andreas, warteg, Sholihin, Ucup, Abhe, dan juga kawan-
kawan yang ada di sukabumi, Ece, Asep, Ahmad, Azri, yang telah
memberikan semangat dan motivasi bagi penulis dalam segala hal dan
khususnya kepada saudara Arifin yang sudah memberikan tumpangan
tempat tinggal selama melakukan penelitian.
11. Sahabat dan teman seperjuangan di jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam, Wisnu, Indah, Venti, Sirli, Netta, Sundus, Havivah, Nila, Ocid,
Danu, Fitri, Try, Oki, Enan, Boy, Janah, Ayu, Eka, Via, yang telah banyak
berkorban membangkitkan semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi
ini dan Seluruh teman-teman BPI (Bimbingan dan Penyuluhan Islam) yang
telah memberikan motivasi dan juga menghilangkan kepenatan dan stress
penulis.
12. Selain itu penulis juga ucapkan banyak terimakasih kepada Ketua
Pengadilan Agama Sukabumi Drs. Kausar Anhar yang telah memberikan
izin penelitian serta kepada jajaran dan stafnya yang telah banyak
iv
memberikan bantuan dan informasi sehingga penulis bisa menyeselaikan
penulisan skripsi ini, khususnya kepada Bapak Dadang Abdul Syukur
S.Ag, Drs. M.G. Zulzamar, S.H.,M.HI., Sugiri Permana, S.Ag. M.H,
Sayuti, S.Ag, Mohamad Gugud, S.HI, dan Hadiansyah S.Kom serta para
petugas dan pengawai Pengadilan Agama Kota Sukabumi yang tidak dapat
penulis sebutkan satu-persatu penulis ucapkan ribuan terimakasih atas
sumbangsih serta bantuan dan fasilitas yang telah diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan yang diharapkan.
13. Tak terlupakan pula ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang turut membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini
yang penulis tidak bisa sebutkan satu-persatu.
Semoga segala kebaikan dan sumbangsihnya dicatat oleh Allah SWT.
Kesempurnaan hanya milik Allah SWT mudah-mudahan semua yang telah
penulis lakukan mendapat Ridha Allah SWT, dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang
membutuhkan pada umumnya dan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam
pada khususnya Aamiin.
Jakarta, 15 Mei 2013
Junaedi Ismu Azis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ………………………………………………...…………. viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................. 8
C. Tujuan dan Manfaat Peneltian .............................................. 9
D. Tinjauan kepustakaan ............................................................ 9
E. Metodelogi Penelitian ........................................................... 11
F. Sistematika Penulisan............................................................ 16
BAB II KAJIAN TEORI
A. Bimbingan dan Konseling Perkawinan ................................. 17
1. Pengertian Bimbingan …………………………..……….19
2. Pengertian Konseling ..................................................... 23
3. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam .................. 28
B. Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling ..................... 32
1. Tujuan Bimbingan dan Konseling ................................. 32
2. Fungsi Bimbingan dan Konseling .................................. 35
C. Macam-macam Bimbingan dan Konseling .......................... 37
D. Mediasi Keluarga ................................................................. 38
1. Definisi Mediasi Keluarga ............................................. 38
2. Tujuan dan Manfaat Mediasi Keluarga .......................... 41
vi
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA
KOTA SUKABUMI
A. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Kota
Sukabumi .............................................................................. 44
B. Sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Kota Sukabumi ....... 45
C. Visi dan Misi Pengadilan Agama Kota Sukabumi ............... 49
D. Lokasi dan Tempat Pengadilan Agama Kota Sukabumi ...... 49
E. Struktur Pengadilan Agma Kota Sukabumi ......................... 50
F. Data Kasus Gugatan Yang Dilaukan Oleh Istri ……….…… 53
G. Data Kasus Talak Yang Dilakukan Oleh Suami …………… 53
BAB IV TEMUAN DAN ANALISISA DATA
A. Temuan dan Analisis Data Upaya Hakim Dalam
Memediasi Keluarga Yang Akan Bercerai Di Pengadilan
Agama Sukabumi ................................................................. 54
1. Pra Mediasi ..................................................................... 59
2. Proses Mediasi ................................................................ 64
B. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung Dalam Upaya
Hakim Dalam Memediasi Keluarga Yang Akan Bercerai ..... 70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 72
B. Saran-saran ............................................................................ 73
vii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Pertama : Permohonan Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi
Kedua : Permohonan Melakukan Penelitian/Wawancara di Pengadilan
Agama Sukabumi
Ketiga : Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara
Keempat : Keterangan Melakukan Penelitian/Wawancara di Pengadilan Agama
Kota Sukabumi
Keenam : Photo hasil penelitian dan photo Pengadilan Agama Sukabumi
Ketujuh : sarana dan prasarana di Pengadilan Agama Sukabumi
Kedelapan : struktur Pengadilan Agama Sukabumi
viii
DAFTAR TABEL
1. Tabel. 1 Nama-nama Ketua Pengadilan Agama Sukabumi …………. 50
2. Tabel. 2 Data kasus gugatan perceraian di Pengadilan Agama Sukabumi
periode Februari-Mei 2013 ………………………………… 53
3. Tabel. 3 data kasus talak di Pengadilan Agama Sukabumi periode bulan
Februari-Mei 2013 ………………………………………..... 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perceraian merupakan bagian dari pernikahan, sebab tidak ada
perceraian tanpa diawali pernikahan terlebih dahulu. Pernikahan merupakan
awal dari hidup bersama antara seorang pria dan seorang wanita yang diatur
dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam semua tradisi
hukum, baik civil law, common law, maupun Islamic Law, perkawinan adalah
sebuah kontrak berdasarkan persetujuan sukarela yang bersifat pribadi antara
seorang pria dan seorang wanita untuk menjadi suami isteri. Dalam hal ini,
perkawinan selalu dipandang sebagai dasar bagi unit keluarga yang
mempunyai arti penting bagi penjagaan moral atau akhak masyarakat dan
pembentukan peradaban.1
Perkawinan sebagai perjanjian atau kontrak („aqd), maka pihak-pihak
yang terikat dengan perjanjian atau kontrak berjanji akan membina rumah
tangga yang bahagia lahir bathin dengan melahirkan anak cucu yang
meneruskan cita-cita mereka. Bila ikatan lahir bathin tidak dapat diwujudkan
dalam perkawinan, misalnya tidak lagi dapat melakukan hubungan seksual,
atau tidak dapat melahirkan keturunan, atau masing-masing sudah mempunyai
tujuan yang berbeda, maka perjanjian dapat dibatalkan melalui pemutusan
1. Rifyal Ka‟bah, Permasalahan Perkawinan, dalam Majalah Varia Peradilan, No 271
Juni 2008, Hal. 7
2
perkawinan (perceraian) atau paling tidak ditinjau kembali melalui
perkawinan kembali setelah terjadi perceraian “ruju’’.2
Bagi orang Islam, perceraian lebih dikenal dengan istilah talak.
Menurut Sayyid Sabiq, talak adalah
ةیجوالز ةقالعال اءھناو اجوالز ةطابر لح
Artinya: melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan.3
Menurut HA. Fuad Sa‟id yang dimaksud dengan perceraian adalah
putusnya perkawinan antara suami dengan isteri karena tidak terdapat
kerukunan dalam rumah tangga atau sebab lain seperti mandulnya isteri atau
suami dan setelah sebelumnya diupayakan perdamaian dengan melibatkan
keluarga kedua belah pihak.4
Dari uraian diatas dapat diketahui, bahwa Pertama; perceraian baru
dapat dilaksanakan apabila telah dilakukan berbagai cara untuk mendamaikan
kedua belah pihak untuk tetap mempertahankan keutuhan rumah tangga
mereka dan ternyata tidak ada jalan lain kecuali hanya dengan jalan
perceraian. Dengan perkataan lain bahwa perceraian itu adalah sebagai way
out bagi suami isteri demi kebahagian yang dapat diharapkan sesudah
terjadinya perceraian terjadi. Kedua; bahwa perceraian itu merupakan sesuatu
yang dibolehkan namun dibenci oleh agama. Berdasarkan sabda Rasul:
(والحاكم داود ابو رواه) قالالط اهلل دنع لالحال ضغبا
Artinya: “Hal yang halal tetapi paling dibenci menurut Allah adalah
perceraian”
2. Rifyal Ka‟bah, Permasalahan Perkawinan, Hal. 7
3. Sayyid Sabiq, Fiqhusunnah, Darul Fikri, Beirut, Jilid II, Hal. 206
4. Abdul Manan, Problematika Perceraian Karena Zina dalam Proses Penyelesaian
Perkara di Lingkungan Peradilan Agama, dalam Jurnal Mimbar Hukum, al-Hikmah &
DITBINBAPERA, Jakarta.No 52 Th XII 2001, Hal. 7
3
Setiap pasangan menginginkan keutuhan dalam membangun rumah
tangga. Namun realitas menunjukkan angka perceraian kian meningkat.
Adanya tekanan sosial di masyarakat (social pressure) bahwa bercerai bukan
merupakan hal yang tabu atau aib di masyarakat, bercerai sudah menjadi hal
yang biasa. Bercerai adalah hal yang halal tetapi di benci oleh Allah SWT.
Bercerai menimbulkan masalah sosial bagi kelangsungan hidup anak-anak dan
orang tua. Perceraian merobohkan tiang rumah tangga. Kepercayaan antar
pasangan semakin rapuh dan rusak.
Angka perceraian di kota Sukabumi tergolong tinggi, angka perceraian
tercatat di Pengadilan Agama Sukabumi pada Februari sampai Mei 2013,
terdapat kasus kurang lebih 370 an kasus perceraian. Penelitian Goleman di
Amerika, menyebutkan dari 10 orang pasangan menikah, hanya 3 pasangan
saja yang mampu mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka. Dari bukti
tersebut, krisis perkawinan berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Hal
yang ditengarahi menjadi polemik yang memicu keretakan rumah tangga
adalah tidak adanya kecerdasan emosi dalam memahami perasaan pasangan.
Menurut Drs. M.G. Zulzamar, S.H.M.HI, seorang Hakim panitera,
hamper setiap hari Pengadilan Agama Sukabumi menggelar sidang cerai.
Biasanya setiap senin, Pengadilan Agama Sukabumi menggelar 5-9 kasus
sidang cerai. Sedangkan hari-hari lain, sidang cerai dibawah angka di atas.
Masih menurut Hakim Panitera di atas, paling banyak yang mengajukan
perceraian, pasangan usia dibawah umur 30 tahun. Penyebab perceraian
dilatarbelakangi karena pernikahan di bawah umur dan persoalan ekonomi.
Fakta tingginya angka perceraian merupakan rapuhnya pondasi rumah tangga
4
di masyarakat. Mengapa masyarakat sedemikian mudah mengajukan gugatan
cerai, setelah mereka mengadakan perjanjian suci dengan Tuhan (baca: akad
nikah) ?. Pertanyaan ini menggelitik penulis untuk sejenak merenungi
fenomena perceraian yang kian marak terjadi.
Melongok penyebab maraknya gugatan cerai kebanyakan dipicu oleh
persoalan sepele, kemudian dibesar-besarkan. Misalnya seorang suami
menggugat cerai istrinya hanya karena si istri menggunakan HP milik suami
tanpa ijin, kemudian suami menuduh istri menelpon laki-laki bukan muhrim
tanpa sepengetahuan suami, Suami marah dan melakukan gugatan cerai ke
Pengadilan Agama. Contoh ini, adalah sebagian kecil masalah emosi yang
menimbulkan prasangka buruk secara terus menerus menyebabkan perceraian.
Pasangan tersebut dibajak emosi. Masalah emosi pasangan antara laki-laki dan
perempuan berbeda, dikarenakan oleh akar pada masa kanak-kanak.
Akar masa kanak-kanak laki-laki dan perempuan tidak sama. Anak-
anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan dalam hal permainan yang
mereka sukai, pola pendidikan emosi, hal bermain, rasa bangga, dan pokok
pembicaraan. Anak laki-laki menyukai permaian yang berhubungan dengan
ketangkasan, kemandirian, saling bersaing, bertahan sedangkan perempuan
cenderung bekerjasama, pokok pembicaraan perempuan berhubungan dengan
emosi, keterampilan bahasa. Sedangkan laki-laki banyak membicarakan
tentang kemandirian, dan rasa bangga pada hal-hal yang berhubungan dengan
ketangkasan, kompetisi, dan kekuatan yang dimiliki.
Laki-laki dan perempuan berbeda dalam menghendel masalah emosi
masing-masing. Hal yang rawan bagi laki-laki ialah laki-laki cenderung
5
mempertahankan ego dan harga diri mereka, dan tidak kuat dikritik istri secara
terus menerus, bersikap membisu atau defensif. Hal yang rawan bagi
perempuan cenderung emosional, suka mengkritik dan menangis. Sikap yang
berbeda tersebut kerapkali memicu pertengkaran apabila tidak memiliki
kecerdasan emosi untuk mengerti perasaan masing-masing pasangan.
Perbedaan pendapat, pertengkaran, percekcokan, perselisihan yang
terus menerus menyebabkan hilangnya rasa cinta dan kasih sayang.
Pertengkaran hanya menyebabkan bersemainya rasa benci dan buruk sangka
terhadap pasangan. Pertengkaran yang meluap-luap akan menyebabkan
hilangnya rasa percaya dan terus memicu perceraian. Sementara perselisihan
yang berakhir dengan baik dengan menyadari dan mengetahui perasaan
masing-masing, bersikap empati dan mau memaafkan kesalahan pasangannya.
Penyebab perceraian juga dipicu maraknya pernikahan di bawah umur.
Pernikahan di bawah umur membuat mereka belum siap mengatasi pernik-
pernik pertikaian yang mereka jumpai. Pernikahan adalah memerlukan
kesatuan tekad, kepercayaan dan penerimaan dari setiap pasangan menjalani
mahligai perkawinan. Ketidaksiapan pasangan tentu berhubungan dengan
tingkat kedewasaan, mengatasi persoalan yang terkait dengan kehidupan,
seperti keuangan, hubungan kekeluargaan, pekerjaan setiap pasangan. Cara
mereka berpikir, bertindak menentukan cara mereka mengambil keputusan
dalam hidup. Menikah di bawah umur yang disertai pendidikan rendah
menyebabkan tidak dewasa.5
5. http://masalahperceraian.blogspot.com/. Pd Kamis 23 Maret 2013 (13.30)
6
Bagaimana mengelola perselisian yang berakhir dengan baik?. Setiap
pasangan bagaikan musuh dalam selimut (intimate enemous). Suami istri
adalah dua pribadi yang berbeda, dan berusaha hidup selaras dalam keutuhan
rumah tangga. Untuk itu dibutuhkan banyak rasa saling mengerti perasaan
pasangan. Hal ini dilakukan dengan cara :
Pertama, menenangkan diri dilakukan guna meredam emosi impulsif.
Menenangkan diri dilakukan dengan cara, misalnya relaksasi, yoga,
bersilaturrahmi, mendatangi tempat-tempat rekreasi, mengheningkan diri
dalam doa-doa, berdzikir (mengingat Allah SWT), melakukan shalat sunnah,
dan membaca al-Qur‟an (kitab suci). Menenangkan diri juga akan
menenangkan jiwa-jiwa yang gelisah, membersihkan racun-racun emosi yang
membajak hati. Dengan menenangkan diri membuat orang sejenak merenung
dan mencari inspirasi serta mendengarkan kata hati. Orang yang tenang tidak
akan mudah terbawa emosi pertengkaran. Sebaliknya, dengan menenagkan
diri, akan mengakhirkan perselisihan dengan menyadari kesalahan masing-
masing.
Kedua, dilaog batin dilakukan dengan berbicara dengan batin,
mengenai apa yang diinginkan dan mengapa keinginan itu tidak terpenuhi
serta bagaimana mengatasi realitas menurut diri. Dialog batin perlu dilakukan
guna membersihkan pikiran-pikiran irasional. Dialog batin dengan
mendengarkan hati nurani dan akal pikiran akan menemukan jalan keluar dari
permasalahan yang dihadapi oleh pasangan.
Ketiga, mintalah nasehat perkawinan. Setiap pasangan perlu mencari
penasehat untuk membantu mengatasi persolan rumah tangga yang sudah
7
akut. Mendatangi para tokoh agamawan, para guru, atau para konselor
perkawinan akan membantu mencari alternatif dari perselisihan yang dihadapi.
Nasehat perkawinan juga bisa dilakukan dengan membaca buku-buku yang
berguna tentang hakekat perkawinan dan tujuan hidup pasangan. Nasehat
perkawinan juga diperoleh dari contoh atau teladan para keluarga sejahtera,
misalnya dengan cara saling berkunjung dan bertukar pengalaman dengan
sesama teman atau sahabat dalam mengatasi konflik rumah tangga. Nasehat
perkawinan yang diperoleh dari teman, sahabat atau ahli akan menguatkan
kembali jiwa yang krisis. Nasehat perkawinan bisa menjadikan tempat
konsultasi para pasangan yang tengah berkonflik.6
Keempat, mendengar dan berbicara secara terbuka dengan pasangan.
Saling mendengarkan keluhan pasangan, mencoba memahami jalan pikiran
masing-masing akan membuat saling pengertian. Mendengarkan pasangan
adalah perlu dalam sebuah relasi keluarga. Setiap orang ingin didengarkan
oleh pasangan tentang kerisauan-kerisauan mereka yang bergejolak. Saling
berbicara secara terbuka tentang masalah yang jumpai oleh setiap pasangan,
bukan membicarakan tentang kepribadian. Karena kepribadian tidak bisa di
rubah. Membicarakan kepribadian negatif masing-masing hanya akan memicu
setiap pasangan menjadi merasa ditolak, tidak dicintai dan dipersalahkan.
Untuk itu dalam membicarakan perlu mempertimbangkan, apakah hal yang
dibicarakan tidak menyinggung kepribadian (baca:bawaan) pasangan?.
Bagaimana perasaan pasangan apabila saya mengatakan hal ini?. Jika setiap
pasangan mampu menimbang rasa maka akan terjadi pembicaraan yang
terbuka, penuh rasa percaya dan meningkatkan rasa cinta. Indah bukan?
6.http://www.polresklungkung.org/index.php/pengetahuan/pengetahuan/266-bimbingan-
dan-konseling-perkawinan-part-1.pd Kamis 23 Maret 2013 (13.30)
8
Melihat fenomena yang terjadi di atas, maka penulis tertarik
melakukan penelitian tentang “Upaya Hakim dalam Memediasi Keluarga
yang Akan Bercerai pada Masa Tunggu di Pengadilan Agama
Sukabumi”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Berpijak pada latar belakang masalah di atas, maka penulis ingin
memberikan batasan masalah agar pembahasan ini memiliki arah dan
tujuan yang jelas sehingga para pembaca dapat memahaminya dengan baik
isi dari penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari-Mei
2013. Adapun batasan masalah pada penelitian ini penulis menitik
beratkan pada upaya hakim dalam memediasi keluarga yang akan bercerai
di Pengadilan Agama Sukabumi, dalam upaya mencegah terjadinya
perceraian, sehingga dengan upaya memediasi yang dilakukan oleh hakim
diharapkan dapat meminimalisir kasus perceraian yang marak terjadi
belakangan ini di Pengadilan Agama Sukabumi.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Bagaimana upaya hakim dalam memediasi keluarga yang akan
bercerai pada masa tunggu di Pengadilan Agama Sukabumi?
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mencari jawaban dari permasalahan
yang dikemukakan di atas. Oleh karena itu, peneliti ini bertujuan:
Untuk mengetahui Upaya Hakim Dalam Memediasi Keluarga
Yang Akan Bercerai Pada Masa Tunggu Di Pengadilan Agama Sukabumi,
dalam meminimalisir jumlah kasus perceraian yang terjadi di Pengadilan
Agama Sukabumi.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
a. Proses pembelajaran bagi penulis dalam melakukan suatu penelitian.
b. Sebagai referensi akademik dan Informasi mahasiswa sebagai bahan
rujukan untuk penelitian selanjutnya, khususnya bagi program studi
Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
D. Tinjauan Kepustakaan
Setelah penulis melakukan peninjauan dan menelusuri beberapa
perpustakaan, yaitu perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Penulis tidak
menemukan judul skripsi yang sama dengan penulis namun penulis
menemukan beberapa skripsi yang membahas tentang bimbingan dan
konseling Dan dari beberapa skripsi tersebut penulis mendapat inpirasi dari
berbagai judul skripsi yang sudah ada membahas tentang Bimbingan dan
konseling diantaranya:7
7 . Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10
1. “Pengaruh Mediasi Terhadap Angka Perceraian ( Studi Analisa Pasca
Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan )”, oleh Syahdan,
mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum jurusan Peradilan Agama, tahun
2009, pada skripsi ini penulis lebih banyak memberikan analisa tentang
pasca peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008, memiliki
kesamaan dalam seberpa jauh mediasi dalam menekan angka perceraian,
dan memiliki perbedaan dalam skripsi ini tidak adanya teori tentang
Bimbingan dan Konseling.
2. “Efektivitas Mediasi Melalui Badan Penasehatan Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam Menekan Angaka Perceraian ( Studi
Kasus BP4 Pusat Tahun 2009 )”, oleh Tubagus Chaerul Laily, mahasiswa
Fakultas Syariah dan Hukum jurusan Peradilan Agama, tahun 2010, dalam
skripsi ini lebih memfokuskan pada efektivitas BP4 dalm memidiasikan
sengketa yang terjadi setelah perkawinan dilangsungkan, sama-sama
berusaha mendamaikan, namun pada skripsi ini tidak adanya pembahasan
tentang Bimbingan dan Konseling.
3. “Upaya Hakim dalam Mendamaikan Pihak-pihak terhadap Perkara
Perceraian ( Studi Kasus Di Pengadilan Agama Depok ) Tahun 2007”
oleh Muslimah, mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum jurusan Peradilan
Agama, tahun 2008, skripsi ini lebih memfokuskan pada upaya dan kiat-
kiat hakim dalam upaya perdamaian sengketa dalam sebuah keluarga tanpa
memfokuskan pada masalah tertentu, memiliki kesamaan upaya
mendamaikan sengketa dalam sebuah keluarga namun memiliki perbedaan
pada skripsi ini tidak memberikan teori tentang Bimbingan dan Konseling.
11
4. “Peran Bimbingan dalam Menanamkan Norma-norma Kehidupan Bagi
Warga Binaan Sosial di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 6
Cengkareng”, oleh Siti Fathimatuz Zahra Al-Hasyim, mahasiswa Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam tahun 2010. Penelitian ini hanya
memfokuskan pada peran bimbingan dalam menanamkan norma-norma
kehidupan pada warga binaan sosial di panti sosial asuhan anak putra
utama 6 cengkareng.
Sedangkan dalam penelitian kali ini peneliti akan melakukan penelitian
dengan judul “Upaya Hakim dalam Memediasi Keluarga yang Akan Bercerai
pada Masa Tunggu di Pengadilan Agama Sukabumi”. Disini peneliti akan
membahas tentang bagaimana upaya dari hakim dalam memediasi kasus
perceraian di Pengadilan Agama Sukabumi dalam upaya pencegahan
perceraian dalam sebuah rumah tangga yang bermasalah.
E. Metodologi Penelitian
Pada penelitian ini penulis menggunakan bentuk penelitian kualitatif
karena penulis menggunakan pendekatan kualitatif dalam mengumpulkan
informasi demi memahami subjek yang akan diteliti seperti, prilaku, motivasi,
persepsi, tindakan, dan lain-lain. Selain itu penelitian ini menggunakan
pendekatan jenis deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh berupa kata-
kata dan gambar bukan data-data berupa angka-angka. Dengan demikian
laporan dari hasil penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan
data dan gambaran penyajian tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari
naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, memo dan
dokumen resmi lainnya. Pada penulisan laporan peneliti menganalisis data
bentuk aslinya.
12
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif.
Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutif oleh Lexy J. Moleong, pendekatan
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.8
1. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah 3 orang pegawai Pengadilan
Agama Sukabumi yakni yang bertugas sebagai Hakim yang memberikan
Bimbingan dalam proses mediasi pada keluarga yang akan bercerai dalam
membantu memberikan solusi dan jalan keluar pada permasalahan yang
ada dalam sebuah keluarga agar memiliki titik temu dan kesepakatan akhir
sebelum perceraian itu bener-bener terjadi. Sedangkan objek penelitian ini
adalah bagaimana proses mengidentifikasi masalah, proses dan metode
yang digunakan dalam proses pelayanan mediasi terhadap keluarga yang
bermasalah.
2. Teknik Pengambilan Data
Untuk mengumpulkan data-data dan informasi yang diperlukan
sesuai dengan penelitian dan permasalahan diatas, maka peneliti
menggunakan teknik pengambilan data dan instrumen9 sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan meliputi kegiatan pemusatan
perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan alat indra.10
Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan cara mengamati
8. Lexy J Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya,
2007, cet. Ke-23, Hal. 6 9 Intrumen adalah alat, pekakas, peralatan atau piagam dalam kamus ilmiah karya
Partanto, A Pius dkk, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya, Arkola, 1994. Hal. 137 10
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT.
Renika Cipta, 1996, Hal. 145
13
kegiatan yang dilakukan oleh subjek yakni kegiatan yang dilakukan
oleh Hakim atau Panitera Pengadilan Agama Sukabumi dalam Upaya
Hakim Dalam Memediasi Keluarga Yang Akan Bercerai Pada Masa
Tunggu Di Pengadilan Agama Sukabumi.
b. Wawancara
Salah satu metode pengumpulan data adalah wawancara yaitu
merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan
komunikasi dan tanya jawab antara pewawancara dengan yang
diwawancara untuk meminta keterangan atau pendapat mengenai suatu
hal dengan sumber data. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog
(tanya jawab) secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung
kepada seorang responden yang diteliti.11
Wawancara ini dilakukan
karena peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang
makna-makna subyektif yang dipahami individu berkenaan dengan
topik yang diteliti. Dalam hal ini, peneliti menggunakan wawancara
secara langsung agar bisa memperoleh informasi dan data yang jelas.
dalam hal ini yang menjadi responden adalah hakim sebagai mediator
dan klien (keluarga) yang memiliki masalah dalam rumah tangganya.
c. Dokumentasi
Dokumentasi didefinisikan data-data yang diperoleh dari
lapangan sebagai sesuatu yang tertulis , tercetak atau terekam yang
dapat dipakai sebagai bukti atau keterangan oleh seorang penyidik atau
peneliti.
11
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung, Alfabeta, 2005. Hal. 72
14
3. Teknik Analisis Data
Yang dimaksud dengan tehnik analisa data adalah suatu proses
penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
diinterpretasikan.12
Menurut Bogdan dan Biklen yang dikutif Lexy J
Moleong mengemukakan bahwa tehnik analisis data kualitatif adalah
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi bahan yang dapat
dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang akan
diceritakan kepada orang lain.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan
tujuan yang ingin dicapai, yaitu dari data yang terkumpul kemudian
dijabarkan secara jelas untuk kemudian diambil kesimpulan akhir.13
Teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman kepada Buku
Penyusunan Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh CEQDA
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
4. Waktu dan Tempat Penelitian
a. Waktu
Adapun waktu penelitian ini dilakukan pada kurun waktu 7
Februari-7 Mei 2013.
b. Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi yang bertempat
di Pengadilan Agama Sukabumi yang beralamat di JL. Taman Bahaga
No 19 Sukabumi 43132. Bandung Propinsi Jawa Barat.
12
Marsi Singaribun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survai, Jakarta, LP3ES, 1995,
cet. Ke-1, Hal. 263 13
.Lexy J Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Hal. 284
15
5. Populasi dan Sampel
Populasi dan Sampel yang peneliti ambil dalam penelitian ini
adalah 3 orang pegawai Pengadilan Agama Kota Sukabumi, dimana pada
hal ini yang menjadi Sampel adalah Hakim yang bertugas memberikan
Bantuan kepada Klien atau keluarga yang mempunyai masalah dalam
biduk rumah tangganya dalam menyelesaikan masalah yang terdapat
didalam keluarganya. Adapun proses pengambilan sampel ini peneliti
lakukan dengan cara langsung meminta kepada petugas pengadilan agama,
setelah populasi dan Sampel diperoleh barulah peneliti melakukan
wawancara kepada para Sampel yang akan diteliti agar memperoleh
informasi yang lebih akurat dan jelas, sehingga dapat menghasilkan
sebuah karya tulis yang baik dan benar.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab pokok
bahasan yang meliputi:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
kepustakaan, metodologi penelitian, sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN TEORITIS
Bab ini penulis akan membahas kajian teoritis diantaranya :
Bimbingan Konseling Perkawinan, pengertian Bimbingan,
pengertian Konseling, pengertian Bimbingan dan Konseling
16
Islam, tujuan dan fungsi Bimbingan dan konseling, macam-
macam Bimbingan dan Konseling, pengertian Mediasi serta
tujuan dan manfaat Mediasi.
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PENGADILAN
AGAMA KOTA SUKABUMI
Bab ini penulis akan membahas tentang profil Pengadilan
Agama Sukabumi diantara : Latar belakang berdirinya
Pengadilan Agama Sukabumi, visi dan misi, struktur
kepengurusan, serta lokasi dan tempat Pengadilan Agama
Sukabumi, data kasus gugatan yang dilakukan oleh istri dan
data kasus talak yang dilakukan oleh suami.
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Bab ini berisi tentang hasil penelitian dilaksanakan serta
pembahasannya yang ada di lapangan meliputi Analisis Data
Yang Ada Dilapangan, pra mediasi, proses mediasi, faktor
penghambat dan pendukung dalam upaya hakim dalam
memediasi keluarga yang akaan bercerai di Pengadilan Agama
Sukabumi.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran. dalterdiri dari kesimpulan
dan saran-saran. Dalam bab ini menyajikan kesimpulan yang
dilakukan oleh penulis, sekaligus jawaban pertanyaan yang
diajukan dalam perumusan masalah. Serta menyampaikan
saran dan lampiran-lampiran yang terkait dengan penulisan.
17
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Bimbingan Konseling Perkawinan
Bimbingan Konseling Perkawinan merupakan salah satu layanan
konseling yang semakin memiliki urgensi penting seiring dengan
kompleksitas masalah manusia. Urgensi Bimbingan Konseling Perkawinan
paling tidak dapat dilihat dari beberapa aspek berikut :
a. Masalah perbedaan individu
1) Perkawinan merupakan pentautan dua individu laki-laki dan
perempuan, dimana secara kodrat dua mahluk ini memanng
memiliki perbedaan menetap. Disisi lain sesuai dengan
perkembangan budaya masyarakat baik laki-laki dan perempaun
memiliki peran yang berbeda yang membutuhkan penyesuain diri
setelah mereka terikat dengan perkawinan.1
2) Masing-masing individu yang unik tersebut memilki perbedaan
yang tidak selamanya bisa disatukan sehingga manakala hal ini
terjadi masalah dalam rumah tangga kerap terjadi. Manakala
problem intern tidak bisa diselesaikan bersama, disinilah mereka
pasangan suami isterimembutuhkan sebuah layanan bimbingan
Konselingperkawinan sebagai salah satu upaya mencari solusi dari
masalah yang sedang dihadapai.
1.Nurihsan, AJ. Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung :
PT Refika Aditama, 2007, Hal. 23
18
3) Masalah kebutuhan Perkawinan pada dasarnya merupakan
manifestasi dari pemenuhan kebutuhan manusia yang beragam,
baikkebutuhan biologis, psikologis, sosial bahkan agama.
4) Kebutuhan-kebutuhan tersebut seyogyanaya bisa terus dipenuhi
dan dilengkapi sebagai bagian dari tugas institusi keluarga.
5) Perkawinan merupakan sebuah proses hidup yang dijalani mansuia
dan mennutut adanya kedewasaan dan kesiapan diri dari pihak
suami maupun isteri.
6) Perkembangan individu baik laki-laki dan perempuan memiliki
irama yang berbeda antara satu dengan lainnya.
b. Masalah latar belakang sosio-kultura
1) Pernikahan merupakan ikatan antara laki-laki dan perempuan yang
syahkan atas nama agama dan hukum Negara.
2) Pernikahan merupakan proses hidup bersama antara dua individu
dengan berbagai latar belakang yang berbeda terutama perbedaan
sosio kultural.
3) Perbedaan ini dapat dijembatani oleh adanya Layanan bimbingan
konseling perkawinan.2
Bimbingan konseling perkawinan adalah proses pemberian bantuan
terhadap individu agar dalam menjalankan perkawinan dan kehidupan
rumah tangganya bisa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah
sehingga dapat mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat.
2. Nurihsan, AJ. 2007. Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan, Hal.
27
19
1. Pengertian Bimbingan
Bila ditelaah dari berbagai referensi akan ditemui banyak
pengertian mengenai bimbingan, baik pengertian secara harfiah
(etimiologi) maupun pengertian istilahnya (terminology). Secara etimologi
(harfiah), kata bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa Iggris
“guidance” yang berarti; “menunjukkan, memberikan jalan, menuntun,
bimbingan, bantuan, arahan, pedoman, dan petunjuk.” Kata dasar atau kata
kerja dari “guidance” adalah “to guide”, yang artinya “menunjukkan,
menentukan, menuntun, mempedomani, menjadi menjadi petunjuk jalan,
dan mengemudikan”. Dari berbagai pengertian itu, maka yang paling
umum digunakan adalah pengertian “memberikan bimbingan, bantuan dan
arahan”.3
Kemudian pengertian yang lebih utuh dari kata bimbingan, adalah
usaha membantu orang lain dengan mengungkapkan dan membangkitkan
potensi yang dimilikinya.4 Sehingga dengan potensi itu, ia akan memiliki
kemampuan untuk mengembangkan dirinya secara wajar dan optimal,
yakni dengan cara memahami dirinya, mengenal lingkungannya,
mengarahkan dirinya, mampu mengambil keputusan untuk dirinya, dan
dengannya ia akan dapat mewujudkan kehidupan yang baik, berguna, dan
bermanfaat di masa kini dan masa yang akan datang.
3. M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, Jakarta,
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. Hal. 6 4. Tohirin, Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah ( Bebasis Integrasi )
Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, Hal. 5
20
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas lagi mengenai arti
bimbingan, berikut ini akan dikutipkan berbagai definisi yang sudah
dirumuskan para ahlinya, yaitu:
a. Menurut Crow and Crow bimbingan adalah Bantuan yang diberikan
oleh seseorang baik pria maupun wanita yang memiliki pribadi yang
baik dan berpendidikan yang memadai kepada seseorang individu dari
setiap usia dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri,
mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihan sendiri
dan memikul bebannya sendiri.5
b. Stoops dan Walguist menagatakan bahwa Bimbingan adalah proses
yang terus menerus dalam membantu perkembangan individu untuk
mencapai kemampuan secarra maksimum dalam mengarahkan manfaat
yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupunn masyarakat.6
c. Menurut Miller, Bimbingan adalah bantuan terhadap individu untuk
mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk
melakukan penyesuaian diri secara maksimal kepada keluarga dan
masyarakat.7
d. Djumhur dan Moh. Surya, mengatakan bimbingan yaitu suatu
pemberian bantuan yang terus menerus, sistematis kepada individu
dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai
kemampuan untuk memahami dirinya sendiri (self understanding),
kemampuan untuk menerima diri sendiri (self acceptance), dan
5 . Menurut Crow and Crow seperti yang dikutip pada buku M. Lutfi, Dasar-Dasar
Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, Hal. 6 6 . Stoops dan Walguist seperti yang dikutip pada buku Hallen A, Bimbingan dan
Konseling, Jakarta, Quantum Teaching, 2005. Hal. 4 7. Miller seperti yang dikutip pada buku Hallen A, Bimbingan dan Konseling, Hal. 4
21
kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri (self direction), dan
kemampuan untuk merealisir diri sendiri (self realization), sesuai
dengan potensi atau kemampuan dalam mencapai penyesuaian diri
dengan lingkungannya, baik lingkungan keluarga maupun
masyarakat.8
e. Menurut Jear Book of Education, bimbingan adalah suatu proses
membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan
mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan
pribadi dan kemamfaatan sosial.9
f. Selanjutnya Prayitno, mengemukakan bahwa bimbingan adalah
bantuan yang diberikan kepada orang lain, baik secara perorangan
(individu) maupun kelompok agar mereka dapat berkembang menjadi
pribadi-pribadi yang mandiri. Yaitu mengenal diri sendiri dan
lingkungannya, menerima diri sendiri dan lingkungannya, secara
positif dan dinamis, mengambil keputusan diri sendiri, mengarahkan
diri sindiri, dan mewujudkan diri sendiri.10
g. Dan Rochman Natawijaja, mengatakan bimbingan dapat diartikan
sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang
dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat
memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup untuk mengarahkan
dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan
keadaan lingkungan keluarga dan masyarakat, serta kehidupan pada
8. Djumhur dan Moh. Surya, Seperti yang dikutip pada buku Hallen A. Bimbingan dan
Konseling. Hal. 6 9. Menurut Jear Book of Education, seperti yang dikutip dalam buku M. Lutfi, Dasar-
Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, Hal. 7 10
. Prayitno, Seperti yang dikutip dalam buku M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan
Penyuluhan (konseling) Islam, Hal, 7
22
umumnya.11
Dengan demikian, dia akan dapat menikmati kebahagiaan
hidupnya dan dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada
kehidupan masyarakat pada umumnya. Bimbingan memabantu
individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai mahluk
sosial.
Melalui definisi-definisi tersebut dapat dipahami bahwa pada dasarnya
esensi atau hakikat bimbingan itu merupakan suatu proses usaha pemberian
bantuan atau pertolongan kepada orang lain (siapa saja) dalam segala usia,
yang dilakukan secara terus-menerus (berkesinambungan) yang mana orang
itu mengalami kesulitan atau hambatan dalam hidupnya (secara praktis),
sehingga dengan bantuan atau pertolongan itu orang yang diberikan bantuan
(terbimbing) dapat mengarahkan dirinya, mampu menerima dirinya, dapat
mengembangkan potensinya untuk kebahagiaan dan kemanfaatan dirinya dan
lingkungan masyarakatnya. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa hal
yang prinsipal dalam bimbingan ialah pemberian bantuan atau pertolongan
yang dilakukan secara terus-menerus kepada siapa saja, tanpa mengenal batas
usia ataupun jenis kelamin. Karena, sesungguhnya hamper tidak ada seseorang
yang secara utuh dan menyeluruh memiliki kemampuan untuk
mengembangkan dirinya dengan optimal tanpa adanya bantuan dan
pertolongan dari orang lain. Untuk itu, sejak lahir hingga akhir hayatnya setiap
orang di dunia ini jelas membutuhkan bimbingan dan bantuan, supaya potensi
(fitrah) yang ada pada dirinya dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan
optimal.12
11
. Rochman Natawijaja, M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (konseling)
Islam, Hal, 8 12
. M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, Hal. 9
23
2. Pengertian Konseling
Konseling (counseling) merupakan bagian integral dari Bimbingan.
Konseling juga merupakan salah satu tehnik dalam Bimbingan. Konseling
merupakan inti dalam Bimbingan. Ada yang mengatakan bahwa konseling
merupakan “ jantungnya ” Bimbingan. Sebagai kegiatan inti atau jantungnya
bimbingan, praktik Bimbingan bisa dianggap belum ada apabila tidak
dilakukan konseling.13
Istilah konseling dahulu diterjemahkan dengan “ penyuluhan ”.
penerjemahan penyuluhan atas kata konseling ternyata menimbulkan
kerancuan dan sering menimbulkan salah persepsi. Dalam praktek pelayanan
Bimbingan dan Konseling di sekolah termasuk di madrasah, konseling dengan
arti penyuluhan tidak dilakukan seperti halnya penyuluhan pertanian, hukum,
keluarga berencana, dan lain-lain; dimana orang dikumpulkan dalam jumlah
yang banyak dan penyuluh memberikan ceramah. Dalam dunia pendidikan (di
sekolah atau madrasah), praktik konseling (yang diterjemahkan penyuluhan)
dilakukan dalam suasana hubungan atau komunikasi yang bersifat individual.
Istilah konseling yang diadopsi dari bahasa Inggris “counseling” di
dalam kamus artinya dikaitkan dengan kata “counsel” memiliki beberapa arti,
yaitu nasihat (to obtain counsel), anjuran (to give counsel), dan pembicaraan
(to take counsel). Berdasarkan arti di atas, Konseling secara etimologi berarti
pemberian nasihat, anjuran, dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.14
13
. Tohirin, Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah ( Bebasis Integrasi ),
Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, Hal. 21 14
. Tohirin, Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah ( Bebasis Integrasi ),
Hal. 22
24
Seperti halnya bimbingan, secara terminology konseling juga dapat
berarti kontak atau hubungan timbal balik antara dua orang (konselor dank
lien) untuk menangani masalah klien, yang didukung oleh keahlian dan dalam
suasana yang laras dan integrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku
untuk tujuan yang berguna bagi klien. Rumusan tentang konseling yang
dikonsepsikan secara beragam dalam berbagai literatur bimbingan dan
konseling, memiliki makna yang satu sama yang lain ada kesamaannya.
Kesamaan makna dalam konseling setidaknya dapat dilihat dari kata kunci
tentang konseling dalam tataran praktik, di mana konseling merupakan: (1)
proses pertemuan tatap muka atau hubungan atau relasi timbale balik antara
pembimbing (konselor) dengan klien, (2) dalam proses pertemuan atau
hubungan timbale balik tersebut terjadi dialog atau pembicaraan yang disebut
dengan wawancara konseling. Kata kunci di atas terdapat dalam hamper semua
rumusan tentang konseling.
Mortensen menyatakan bahwa konseling merupakan proses hubungan
antarpribadi di mana orang yang satu membantu yang lainnya untuk
meningkatkan pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya.15
Dalam
pengertian ini jelas menunjukkan bahwa konseling merupakan situasi
pertemuan atau hubungan antarpribadi (konselor dan konseli atau klien) di
mana konselor membantu konseli agar memperoleh pemahaman dan
kecakapan menemukan masalah yang dihadapinya.
Konseling merupakan situasi pertemuan tatap muka antara konselor
dan klien yang berusaha memecahkan sebuah masalah dengan
15
. Mortensen, Seperti yang dikutip dalam buku Tohirin, Bimbingan Dan Konseling Di
Sekolah Dan Madrasah ( Bebasis Integrasi ), Hal, 24
25
mempertimbangkannya bersama-sama sehingga klien dapat memecahkan
masalahnya berdasarkan penentuan sendiri. Pengertian ini menunjukkan
bahwa konseling merupakan suatu situasi pertemuan tatap muka antara
konselor dengann klien di mana konselor berusaha membantu klien
berdasarkan pertimbangan bersama-sama, tetapi penentuan pemecahan
masalah dilakukan oleh klien sendiri. Artinya bukan konselor yang
memecahkan masalah klien.
Konseling juga berarti relasi atau hubungan timbal balik antara dua
orang individu (konselor dengan klien) di mana konselor berusaha membantu
klien untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungannya
dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada saat ini dan yang akan
datang.
American Personnel and Guidance Association (APGA)
mendefinisikan konseling sebagai suatu hubungan antara seseorang yang
terlatih secara professional dan individu yang memerlukan bantuan yang
berkaitan dengan kecemasan biasa atau konflik atau pengambilan keputusan.
Makna dari pengertian ini adalah bahwa konseling merupakan hubungan
secara professional antara seseorang konselor dengan klien yang mencari
bantuan agar klien dapat mengatasi kecemasan atau konflik atau mampu
mengambil keputusan sendiri atas pemecahan masalah yang dihadapinya.16
Selanjutnya Rochmaan Natawidjaja mendefinisikan bahwa konseling
merupakan suatu jenis layanan yang merupakan bagian terpadu dari
Bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara
16
. Tohirin, Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah ( Bebasis Integrasi ),
Hal. 23
26
dua individu, di mana yang seseorang yaitu konselor berusaha memberikan
bantuan kepada yang lain yaitu klien untuk mencapai pengertian tentang
dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya
pada waktu yang akan datang. ( Rochman Natawidjaja.17
Pakar lain mengungkapkan bahwa: “ konseling itu merupakan upaya
bantuan yang diberikan kepada konseli supaya dia memperoleh konsep diri
dan kepercayaan diri sindiri, untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki
tingkah lakunya pada masa yang akan datang. Dalam pembentukan konsep
yang sewajarnya mengenai (a) dirinya sendiri, (b)orang lain, (c) pendapat
orang lain tentang dirinya, (d) tujuan-tujuan yang hendak dicapai, dan (e)
kepercayaan ”.
Lebih lanjut Prayitno, mengemukakan: “ konseling adalah pertemuan
empat mata antara klien dan konselor yang berisi usaha yang laras, unik dan
human ( manusiawi ), yang dilakukan dalam suasana keahlian yang didasarkan
atas norma-norma yang berlaku ”.18
Surya menyimpulkan tentang konseling berdasarkan beberapa
pengertian yang telah dikemukakan oleh para konseling sebagai berikut:
Pertama, konseling merupakan alat yang paling penting dalam
keseluruhan program bimbingan.
Kedua, dalam konseling terlibat adanya pertalian (hubungan) dua
individu, yaitu konselor dank lien, di mana konselor membantu klien melalui
serangkaian interview dalam serangkaian pertemuan.
17
. Rochmaan Natawidjaja Seperti yang dikutip dalam buku Dewa Ketut Sukardi,
Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah, Jakarta, PT. Renika
Cipta, 2008. Hal. 38 18
. Prayitno seperti yang dikutip dalam buku Dewa Ketut Sukardi, Pengantar
Pelaksanaan Program Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah, Hal. 38
27
Ketiaga, interview merupakan alat utama dalam keseluruhan kegiatan
konseling.19
Keempat, tujuan yang ingin dicapai dalam konseling adalah agar klien:
(a) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dirinya, (b) mengarahkan
dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya kea rah tingkat perkembangan
yang optimal, (c) mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya, (d)
mempunyai wawasan yang lebih realistis serta penerimaan yang objektif
tentang dirinya, (e) memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya dan dapat
menyesuaikan diri secara lebih efektif terhadap dirinya maupun
lingkungannya, (f) mencapai taraf aktualisasi diri dengan potensi yang
dimilikinya, (g) terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan salah suai
(maladjustment).
Kelima, konseling merupakan kegiatan professional, artinya
dilaksanakan oleh orang (konselor) yang telah memiliki kualifikasi
professional dalam pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan kualitas
pribadinya.
Keenam, konseling merupakan suatu proses yang ditandai dengan
adanya perubahan yang bersifat fundamental dalam diri klien terutama
perubahan dalam sikap dan tindakan.
Ketujuh, tanggung jawab utama dalam pengambilan keputusan berada
di tangan klien dengan bantuan konselor.
Kedelapan, konseling lebih menyangkut masalah sikap daripada
tindakan.
19
. Surya seperti yang dikutip dalam buku Tohirin, Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah
Dan Madrasah ( Bebasis Integrasi ), Hal. 24
28
Kesembilan, konseling lebih berkenaan dengan penghayatan emosional
daripada masalah-masalah intelektual.
Kesepuluh, konseling berlangsung dalam suatu situasi pertemuan yang
sedemikian rupa.
Makna bimbingan dan konseling di atas dirumuskan secara terpisah.
Seperti telah disebutkan di atas, dalam praktik, bimbingan dan konseling
sesungguhnya tidak terpisah apalagi jika pahami bahwa konseling merupakan
salah satu tehnik bimbingan. Selain itu, integrasi antara bimbingan dan
konseling dapat kita ketahui dari pernyataan bahwa ketika seseorang sedang
melakukan konseling, berarti ia sedang memberikan bimbingan.20
3. Bimbingan dan Konseling Islam
Bila diformulasikan maka hakikat bimbingan dan penyuluhan
(konseling) islam adalah suatu usaha memberikan bantuan, bimbingan, dan
arahan kepada orang lain yang beragama Islam, di mana nilai-nilai jiwa
keagamaan yang terdapat dalam dirinya tidak berfungsi secara wajar dan
optimal, yang membuatnya mengalami kendala dan kesulitan dalam menjalani
problema-problema hidupnya, karena ketidak mampuannya dalam memahami
dirinya, menerima diri sendiri, mengarahkan diri sendiri, mewujudkan diri
sendiri, sesuai dengan potensi iman dan taqwa yang ada pada dirinya.21
Potensi iman dan taqwa yang ada pada dirinya mestinya dapat menjadi
kekuatan dan sebagai energy pendorong dalam mengatasi kesulitan-kesulitan
hidup, baik lahiriyah maupun batuniyah, dengan pola hidup yang sesuai
dengan aturan-aturan agama Islam.
20
. Tohirin, Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah ( Bebasis Integrasi ),
Hal. 26 21
. M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, Hal. 15
29
Dengan demikian, usaha pelayanan bimbingan dan penyuluhan
(konseling) Islam merupakan ikhtiar untuk membangkitkan orang agar hidup
kembali secara Islami, sesuai dengan tuntunan iman dan taqwa yang menjadi
komitmennya. Karena kedudukan iman dan taqwa yang dimiliki, akan dapat
memberikan makna dan perasaan yang hakiki kepada setiap orang dalam
meraih apa-apa yang diusahakan selama hidupnya. Bagaimanapun hasil usaha
yang diperolehnya, ia tidak merasa kecewa (frustasi) bila dilandasi iman dan
taqwa kepada tuhannya, ia akan mampu menjalani hidup ini dengan penuh
optimis dan dinamis sesuai dengan kemampuannya dan tanggung jawabnya.22
Dengan iman dan taqwa, seseorang tidak akan mudah tersesat ke dalam hidup
yang sia-sia mencelakan dirinya, keluarganya, dan masyarakat yang ada di
sekitarnya. Maka inilah yang menjadi hakikat prinsipal dari pelayanan
bimbingan dan penyuluhan (konseling) Islam, yaitu dengan membangkitkan
dan mengaktualisasikan potensi iman dan taqwa yang ada pada orang lain
secara tepat dan terarah, untuk mengembalikan kepada hakikat pribadi muslim
yang sejati menurut tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Dalam paradigma dan kerangka bimbingan dan penyluhan (konseling)
Islam, selain memaksimalkan perbuatan dan ikhtiar, bisa jadi kompleksitas
persoalan yang dirasakan sebagai bebann dan sesuatu yang berantakan itu
disebabkan rendahnya kualitas iman dan taqwa pada diri seseorang. Artinya,
ketika itu hubungannya dengan yang maha pencipta, pengatur semesta alam,
dan pemberi solusi (Allah Swt) sedang tidak harmonis atau kurang efektif. Hal
ini merupakan indicator utama dari melemahnya iman dan taqwa sebagai
22
. M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, Hal. 15
30
penggerak kehidupan spiritual. Bila kondisi seperti ini sering terjadi maka
pada dasarnya ketika itu seseorang sedang mengalami kerapuhan psikis dan
psiko-spiritual. Oleh karenanya, dia sangat renta bila berhadapan dengan
tugas-tugas atau aktifitas yang membutuhkan ketahanan mental/spiritual.
Ketahanan mental dan spiritual kan senantiasa survive bila aktifitas hidup
senantiasa dibekali dengan akidah (iman), ibadah (amal shaleh) dan kebajikan,
serta dihiasi dengan budi pekerti yang mulia/luhur (al-akhlaqul al-karimat)
dan senantiasa pula dipupuk serta disirami dengan nilai-nilai ketakwaan.
Dengan demikian, konsep dasar yang dijadikan pijakan dalam landasan
dalam tugas-tugas bimbingan dan penyuluhan (konseling) Islam adalah agar
dari unsur-unsur dari sistem ajaran Islam tersebut (aqidah, syari’ah, dan
akhlak) seyogyanya tertata dengan baik dalam rotasi kehidupan setiap insan.
Pada dasarnya, kompleksitas permasalahan yang lazim dihadapi setiap
individu mesti dibekali dengan ketahanan akidah, syari’ah dan akhlak. Adapun
perencanaan dan program atau agenda kehidupan yang akan dilaksanakan
hendaknya memiliki wawasan tuntunan dan nilai-nilai yang sudah diberikan
Tuhan.23
Oleh karena itu, upaya-upaya yang dilakukan melalui bimbingan dan
penyuluhan (konseling) Islam mengakibatkan dan memberdayakan “daya-
daya imani” sebagai pilar-pilar yang dapat memberikan makna kepada hakikat
kehidupan yang sesungguhnya.
Kecuali itu, bimbingan dan penyuluhan (konseling) Islam pada sebagai
usaha pemberian bantuan dan pertimbangan secara terus-menerus agar
seseorang dapat melaksanakan tugas-tugas dan kewajibannya sebagai hamba
Tuhan dalam rangkaian akidah, syari’ah dan akhlak. Attau bisa juga disebut
23
. M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, Hal. 17
31
sebagai bimbingan dalam mengamalkan tugas-tugas yang diperintahkan
Tuhan kepadanya, agar sesuai dengan tuntunan al-Qur’’an dan sunnah Rasul-
Nya. Dalam kaitan ini bisa pula dianalogikan bila seseorang belum bisa
melaksanakan tugas dab kewajibannya sebagai khalifah tuhan maka ketika itu
ia diaggap menggunakan pendekatan konseling Islam. Misalnya, ketika
seseorang sudah Mukallaf (baligh dan berakal) tetapi ia belum bisa mengaji
(baca al-Qur’an) atau belum pandai menunaikan shalat, atau tidak mengerti
akidah dan hakikat ketauhidan maka ia diaggap sedang menghadapi masalah
dengan agamanya. Karenanya, upaya bimbingan dan penyuluhan (konseling)
Islam perlu diberikan kepada orang tersebut, sehingga pada gilirannya ia akan
mampu menjalankan perintah agama sesuai dengan ketentuannya. Bila ia
sudah mampu menunaikan perintah agama (Tuhan) sesuai dengan
ketentuannya, dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang tuhan
maka sesungguhnya ia akan terhindar dari berbagai kesulitan hidup yang dapat
menghanggu kebahagiannya.24
B. Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling
1. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Secara implisit, tujuan Bimbingan dan konseling sudah bisa
diketahui dalam rumusan tentang Bimbingan dan konseling seperti yang
telah dikemukakan di atas. Individu atau klien yang dibimbing, merupakan
individu yang sedang dalam proses perkembangan, oleh karena itu,
merujuk kepada perkembangan individu yang dibimbing, maka tujuan
Bimbingan dan konseling adalah agar tercpainya perkembangan yang
optimal pada individu yang dibimbing.
24
. M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, Hal. 17
32
Maka tujuan tujuan Bimbingan dan konseling adalah agar individu
yang di bimbingan memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan
menemukan masalahnya dan mampu atau cakap memecahkan sendiri
masalah yang dihadapinya serta mampu menyesuaikan diri secara efektif
dengan lingkungannya. Bimbingan dan konseling kerkenaan dengan
prilaku oleh sebab itu tujuan bimbingan dan koonseling adalah sebagai
berikut :
a. Membantu mengembangkan kualitas kepribadian individu yang
dibimbing atau dikonseling.
b. Membantu mengembangkan kualitas kesehatan mental klien.
c. Membantu mengembangkan prilaku-prilaku yang lebih efektif pada
diri individu dan lingkungannya.
d. Membantu klien mengulangi problema hidup dan kehidupannya secara
mandiri.25
Secara lebih rinci, tujuan Bimbingan dan konseling atau tujuan
konseling seperti yang telah disebutkan diatas adalah agar klien :
a. Memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya.
b. Mengarahkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya kea rah
tingkat perkembangan yang lebih optimal.
c. Mampu memecahkan sindiri masalah yang dihadapinya.
d. Mempunyai wawasan yang lebih realistis serta penerimaan yang
objektif tentang dirinya.
25
. Tohirin, Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah ( Bebasis Integrasi ),
Hal. 36
33
e. Dapat menyesuaikabn diri secara lebih efektif baik terhadap dirinya
sindiri maupun lingkungannya sehingga memperoleh kebahagiaan
dalam kehidupannya.
f. Mencapai taraf aktualisasi diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
g. Terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan prilaku salah.
Dalam Islam, sosok individu yang ingin dicapai seperti yang
disebutkan dalam tujuan bimbingan dan konseling di atas identik dengan
individual yang “ kaffah ” atau “ insan kamil ” individu yang kaffah atau
insane kamil merupakan sosok individual atau pribadi yang sehat baik
rohani ( mental atau psikis ) dan jasmaninya ( fisiknya ). Dengan perkataan
lain, sehat fisik dan psikisnya individu atau pribadi yang kaffah tau insan
kamil juga merupakan sosok individu yang mampu mewujudkan potensi
iman, ilmu dan amal serta zikir sesuai kemampuannya dalam kehidupan
sehari-hari. Secara operasional pribadi yang kaffah atau insan kamil adalah
individu yang mampu : pertama, berfikir secara positif sebagai hamba
Allah Swt yang tugas utamanya adalah mengabdi kepada-Nya. Kedua,
berfikir positif tentang diri dan orang lain di lingkungannya. Ketiga,
mewujudkan potensi piker dan zikir dalam kehidupan sehari-hari. Keempat,
mewujudkan akhlak al-karimah dan senantiasa berbuat ikhsan ( baik )
dalam kehidupan sehari-hari baik terhadap diri dan lingkungannya.26
M. Hamdan Bakran Adz Dzaky, merinci tujuan Bimbingan dan
konseling dalam islam sebagai berikut :
26
. Tohirin, Bimbingan dan Konseling Di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi),
Hal. 37
34
Pertama, untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan,
kebersihan jiwa dan mental.
Kedua, untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan
tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik bagi diri sendiri,
lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan sekitarnya.
Ketiga, untuk menghasilkan kecerdasan rasa ( emosi ) pada individu
sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi ( tasammukh),
kesetiakawanan, tolong menolong dan rasa kasih sayang.
Keempat, untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu
sehingga muncul keinginan untuk taat kepada-Nya, ketulusan memenuhi
segala perintah-Nya, serta ketabahan menerima ujian-Nya.27
Kelima, untuk menghasilakn potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi
itu indivudu dapat melakukan tugas-tugasnya sebagai khalifah dengan baik
dan benar.
Dengan demikian tujuan Bimbingan dan konseling dalam Islam
merupakan tujuan yang ideal dalam rangka mengembangkan kepribadian
muslim yang sempurna tau optimal ( kaffah atau insane kamil ).
2. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Ditinjau dari segi sifatnya, layanan Bimbingan da nkonseling dapat
berfungsi sebagai berikut :
a. Pencegahan ( Preventif )
Layanan Bimbingan dapat berfungsi sebagai pencegahan artinya
merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah. Dalam fungsi
27
. M. Hamdan Bakran Adz Dzaky, Seperti yang dikutip dalam buku Tohirin, Bimbingan
Dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah ( Bebasis Integrasi ), Hal. 38
35
pencegahan ini layanan yang diberikaerupa bantuan agar terhindar dari
berbagai masalah yang yang dapat menghambat perkembangannya,
kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi,
program Bimbingan karier, inventarisasi data, dan lain sebagainya.28
b. Fungsi Pemahaman
Melaui fungsi ini, pelayanan Bimbingan dan konseling
dilaksanakan dalam rangka memberikan pemahaman tintang diri klien
beserta permasalahannya dan juga lingkungannya oleh klien itu sendiri dan
oleh pihak-pihak yang membantunya ( pembimbing ).
1) Pemahaman tentang klien
Pemahaman tentang klien merupakan titik totak upaya
pemberian bantuan. Sebelum pembimbing atau konselor ataupun
pihak-pihak lain yang dapat memberikan layanan tertentu kepada klien
memberikan bantuan ( Bimbingan ), mereka perlu terlebih dahulu
memahami individu atau klien yang akan diabntunya. Pemahaman
tentang diri klien harus secara komprehensif yang berkenaan dengan
latar belakang pribadi, kekuatan dan kelemahan, serta kondisi
lingkungannya.
2) Pemahaman tentang masalah klien
Dalam upaya membantu memecahkan masalah klien melalui
pelayanan Bimbingan dan konseling maka pemahaman terhadap
masalah klien oleh pembimbing atau konselor merupakan suatu
keniscayaan. Tanpa pemahaman terhadap masalah yang dialami oleh
28
. Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Dan Konseling Di
Sekolah, Hal. 42
36
klien, tidak mungkin pemecahan terhadap masalah yang dialami klien
dapat dilakukan.29
3) Pemahaman tentang lingkungan
Lingkungan bisa dikonsepsikan segala sesuatu yang ada di
sekitar individu yang secara langsung mempengaruhi individu tersebut
seperti keadaan rumah tempat tinggal, keadaan sosio ekonomi, sosio
emosional keluarga, dan lain sebagainya.
c. Fungsi Perbaikan
Walaupun fungsi pencegahan dan pemahaman telah dilakukan,
namun mungkin saja klien masih menghadapi masalah-masalah tertentu.
Disinilah fungsi perbaiakan itu berperan, yaitu fungsi Bimbingan dan
kosnseling yang akan menghasilkan terpecahnya atau teratasinya berbagai
permasalahan yang dialami klien.
d. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan
Fungsi ini verarti bahwa layanan Bimbingan dan konseling yang
diberikan dapat membantu klien dalam memelihara dan mengembangkan
keseluruhan pribadinya secara mantap, terarah, dan berkelanjutan. Dengan
fungsi ini hal-hal yang dipandang positif dijaga agar tetap baik dan
mantap. Setiap layanan dan Bimbingan dan konseling dilaksanakan
haruslah secara langsung mengacu pada salah satu atau pada beberapa
fungsi itu, agar hasil yang hendak dicapainya secara jelas dapat
diidentifikasi dan dievaluasi.30
29
. Tohirin, Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah ( Bebasis Integrasi ),
Hal. 43 30
. Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Dan Konseling Di
Sekolah, Hal. 43
37
C. Macam-macam Bimbingan dan Konseling
1. Bimbingan Pribadi : Bidang layanan pengembangan kemampuan
mengatasi masalah-masalah pribadi dan kepribadian. Program khusus
berupa bimbingan kehidupan remaja, bimbingan kemandirian, bimbingan
kehidupan sehat, dan lain-lain.31
2. Bimbingan Sosial : Bidang layanan pengembangan kemampuan dan
mengatasi masalah-masalah sosial dalam keluarga, sekolah dan
masyarakat. Program khusus berupa bimbingan mengatasi konflik,
bimbingan pembinaan kerjasama, dan lain-lain.
3. Bimbingan Pendidikan : Bidang layanan yang mengoptimalkan
perkembangan dan mengatasi masalah dalam proses pendidikan. Bidang
ini meliputi aspek bimbingan penjurusan, bimbingan lanjutan studi,
pengenalan perguruan tinggi, dan lain-lain.32
4. Bimbingan Pembelajaran : Bidang layanan untuk mengoptimalkan
perkembangan dan mengatasi masalah dalam proses pembelajaran.
Program khusus berupa bimbingan belajar efektif, pengembangan
bimbingan disiplin belajar, meningkatkan motivasi belajar, dan lain-lain.33
5. Bimbingan Karier : Bidang layanan yang merencanakan dan
mempersiapkan pengembangan karier anak.
31
. Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Dan Konseling Di
Sekolah, hal. 53 32
. tohttp://www.tokoblog.net/2012/01/pengertian-fungsi-tujuan-dan-macam.htmlko blog 33
. Tohirin, Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah ( Bebasis Integrasi ),
Hal.129
38
D. Mediasi Keluarga
1. Definisi Mediasi Keluarga
Pasca diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediasi telah
menjadi salah satu rangkaian penting dari keseluruhan proses penanganan
perkara di pengadilan, termasuk Pengadilan Agama. Adanya klausul-
klausul yang beraksentuasi imperatif, seperti kemestian melakukan proses
mediasi sebelum pemeriksaan pokok perkara, kemungkinan batalnya
putusan pengadilan yang tidak menyertakan pertimbangan mediasi dan
berbagai klausul lainnya mendorong perhatian terhadap mediasi menjadi
semakin intensif.
Semangat yang menginspirasi perlunya mediasi dalam
pemeriksaan perkara di pengadilan adalah kenyataan bahwa perdamaian,
jika mediasi berhasil, memiliki akibat hukum dan efek psikologis yang
sangat baik bagi pihak-pihak berperkara karena dihasilkan dari
kesepakatan pihak-pihak sendiri, sehingga daya ikatnya terhadap
penyelesaian perkara menjadi lebih kuat, dan oleh karenanya kemungkinan
untuk mengajukan proses hukum lebih lanjut semakin menipis, dan bagi
pengadilan dapat mengurangi penumpukan perkara.34
Bagi para pihak yang berperkara, mediasi memberikan nilai-nilai
positif dalam penyelesaian perselisihan, seperti pentingnya penghormatan
terhadap orang lain, kehormatan, kejujuran, keadilan, saling timbal balik,
34. http://mediator-anggoro.blogspot.com/2012/03/mediasi-keluarga-dan-tantangannya-
bagi.html. pd Jumat, 29 November 2013 (00.30)
39
partisipasi individual, kesepakatan dan pengendalian para pihak. Nilai-
nilai mana selanjutnya meng-counter sistem nilai yang berlaku dalam
penyelesaian perkara secara litigasi, seperti proses advesarial, tidak
personal, pengendalian oleh pengacara, dan perintah otoritatif peraturan.
Dan bagi pengadilan agama yang menangani perkara-perkara
keluarga (al-ahwal al-syakhshyiah) yang didominasi oleh perkara-perkara
perceraian, mediasi memberikan keuntungan dengan semakin
bervariasinya bentuk-bentuk upaya damai yang dapat ditawarkan untuk
menghindari terjadinya perceraian. Sejauh ini telah ada upaya damai yang
dilakukan oleh hakim saat dan selama memeriksa perkara, upaya damai
oleh hakam yakni pihak keluarga, khusus dalam perkara syiqaq. Dengan
adanya mediasi, maka upaya damai sebagai building block penting
sebelum perceraian benar-benar terjadi menjadi semakin kokoh.35
Implementasi mediasi sebagai sebuah building block sebelum
terjadinya perceraian merupakan feature yang paling lazim ditemukan di
Pengadilan Agama. Asumsinya, mediasi ditempatkan sebagai forum untuk
mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan terjadinya ishlah
(perdamaian) diantara suami isteri sehingga diharapkan diperoleh suatu
perubahan sikap diantara mereka dan perceraian sebagai alternatif
penyelesaian masalah rumah tangga dapat diurungkan.Dengan terjadinya
35. http://mediator-anggoro.blogspot.com/2012/03/mediasi-keluarga-dan-tantangannya-
bagi.html. pd Jumat, 29 November 2013 (00.30)
40
kesepakatan damai, maka secara formal diharapkan pihak berperkara dapat
mencabut gugatan/permohonannya
Istilah mediasi cukup gencar dipopulerkan oleh para akademisi dan
praktisi akhir-akhir ini. Para ilmuan berusaha mengungkapkan secara jelas
maksa mediasi dalam berbagai literature ilmiah melaui riset dan studi
akademik. Para praktisi juga banyak menerapkan mediasi dalam praktik
penyelesaian sengketa. Perguruan Tinggi, lembaga swadaya masyarakat (
LSM ), dan bebagai lembaga lain cukup banyak menaruh perhatian pada
mediasi ini. Namun istilah mediasi tidak mudah didefinisikan secara
lengkap daa menyeluruh, karena cakupannya cukup luas.
Dalam penjelasan berikut, akan dikemukakan makna mediasi
secara etemologi dan terminology yang diberikan oleh para ahli. Secara
etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti
berada di tengah. Makna ini menunjukkan pada peran yang ditampilkan
pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi
dan menyelesaikan sengketa antara para pihak. “ berada di tengah ” juga
bermakna mediator harus berada pada posisi yang netral dan tidak
memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu menjaga
kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga
menumbuhkann kepercayaan ( trust ) dari para pihak yang bersengketa.36
Dalam Collins English Dictionary and Theasaurus di sebutkan
bahwa mediasi adalah kegiatan menjebatani antara dua pihak yang
bersengketa guna mengahasilakn kesepakatan ( agreement ). Posisi
36
. Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, Dan
Hukum Nasional, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2009. Hal. 1-2
41
mediator dalam hal ini adalah mendorong para pihak untuk mencapai
kesepakatan-kesepakatan yang dapat mengakhiri perselisihan dan
persengketaan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata mediasi diberi
arti sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu
perselisihan sebagai penasihat. Pengertian mediasi yang diberikan kamus
besar bahasa Indonesia mengandung tiga unsur penting. Pertama, mediasi
merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi
antara dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam
penyeselesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari luar yang
bersengketa. Ketiga, oihak yang terlibat dalamm penyelesaian sengketa
tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-
apa dalam mengambil keputusan.37
Garry Goopaster memberikan definisi mediasi sebagai proses
negosiasi pemecahan masalah di mana pihak luar yang tidak memihak (
imparsial ) bekerja sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk
membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.
Goopaster jelas menekankan, bahwa mediasi adalah proses negosiasi, di
mana pihak ketiga melakukan dialog dengan pihak bersengketa dan
mencoba mencari kemungkinan penyelesaian sengketa tersebut.38
Pengertian mediasi ini dapat diklafiaksikan ke dalam tiga unsur
penting yang saling terkait satu sama lain. Ketiga unsur tersebut berupa :
ciri mediasi, peran mediator, dan kewenangan mediator. Dalam ciri
37
. Dalam Collins English Dictionary and Theasaurus, Seprti yang dikutip dalam buku
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, Dan Hukum Nasional,
Hal. 3 38
. Garry Goopaster, Seperti yang dikutp dalam buku Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam
Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, Dan Hukum Nasional, Hal. 4
42
mediasi tergambar bahwa mediasi berbeda dengan berbagai bentuk
penyelesaian sengketa lainnya, terutama dengan terutama dengan alternatif
penyelesaian sengketa diluar pemgadilan seperti arbitrase.39
Dalam
mediasi seorang mediator berperan membantu para pihak yang
bersengketa dengan melakukan identifikasi persoalan yang
dipersengketakan, mediator dalam menjalankan perannya tidak memiliki
kewenangan dan peran menentukan dalam kaitannya dalam isi
persengketaan, ia hanya menjaga bagaimana proses mediasi dapat
berjalan, sehingga menghasilkan kesepakatan ( agreement ).
Di Indonesia pengertian mediasi secara lebih konkrit dapat
ditemukan dalam peraturan Mahkamah Agung RI No. 02 Tahun 2003
tentang prosedur mediasi di Pengadialan. Mediasi adalah penyelesaian
sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu mediator (
pasal 1 butir 6 ). Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak
memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai
kemungkinan penyelesaian sengketa ( pasal 1 butir 5 ). Mediator harus
mampu menemukan alyternatif-alternatif penyelesaian sengketa. Ia tidak
hanya terfokus terikat padadan terfokus pada apa yang dimiliki oleh para
pihak dalam penyelesaian sengketa mereka. Mediator harus mampu
menawarkan solusi lain, ketika para pihak tidak memiliki alternative
penyelesaian sengketa, atau para pihak sudah mengalami kesulitan bahkan
terhenti ( deadlock ) dalam penyelesain sengketa mereka. Disinilah peran
penting mediator dalam membantu penyelesaian sengketa. Oleh karena itu
39
. arbitrase merupakan cara penyelesaian masalah sengketa di luar pengadilan,
berdasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak, dan dilakukan oleh arbiter yang
dipilih dan diberi kewenangan untuk mengambil keputusan.
43
mediator harus memiliki sejumlah skill yang dapat memfasilitasi dan
membantu para pihak dalam penyelesaian sengketa mereka.
2. Tujuan dan Manfaat Mediasi Keluarga
Mediasi merupakan salah satu bentuk dari alternatif penyelesaian
sengketa di luar pengadialan. Tujuan dilakukan mediasi adalah
menyelesaikan sengketa antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga
yang netral dan imparsial.40
Mediasi dapat menagantarkan para pihak pada
perwujudan kesepakatan damai yang permanen dan lestari, menginagat
penyelesaian sengketa melalui mediasi menempatkan keuda pihak pada
posisi yang sama, tidak ada pihak yang dimenangkan tau pihak yang
dikalahkan ( win-win solution ). Dalam mediasi para pihak pro aktif dan
memiliki kewenangan penuh dalam mengambil keputusan. Mediator tidak
memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan, tetapi ia hanya
membantu para pihak dalam menjaga prosees mediasi guna mewujudkan
kesepakatan damai mereka.41
Mediasi dapat memberikan manfaat antara lain :
a. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan
tepat dan relatif murah dibandingkan dengan membawa perselisihan
tersebut ke Pengadilan.
b. Mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan
mereka secara nyata.
40
. Tidak berat sebalah atau tidak memihak sebalah dalam memberikan solusi dan
alternatif dari sengketa yang ada 41
. Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, Dan
Hukum Nasional, Hal. 24-25
44
c. Mediasi memberikan kesempatan para pihak mempartisifasi secara
langsung dalam menyelesaikan permaslahan mereka.
d. Mediasi memberiakan para pihak untuk melakukan control terhadap
proses dan hasilnya.
e. Mediasi dapat merubah hasil.
f. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu
menciptakan salaing pengertian yang lebih baik dari para pihak yang
bersngketa karena mereka sendiri yang memutuskannya.
g. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan diatara
mereka yang bersengketa.
Pertanyaan selanjutnya,apakah mediasi mampu mengatasi
perbedaan dalam posisi tawar-menawar dari para pihak yang bersengketa?
Pada beberapa kasus, dalam proses mediasi cendrung pihak yang lebih
lemah bersedia menyerahkan beberapa hak mereka. Perbedaan kekuatan di
antara para pihak merupakan kenyataan yang ada dibalik banyak konflik
atau persengketaan. Hal ini yang harus difahami oleh mediator, bahwa
hampir seluruh proses penyelesaian sengketa menghadapi kesulitan yang
sama berupa tidak berimbangnya kekuatan tawar dari para pihak, dan
kadang mediator mengalami kesulitan dalam mengatasi perbedaan
tersebut. Namuin adanya perbedaan kekuatan dari para pihak dapat diatasi
mediasi, melalui cara-cara sebagai berikut :
a. Menyediakan suasana yang tidak mengancam,
b. Memberikan setiap pihak kesempatan untuk berbicara dan didengarkan
oleh pihak lainnya secara lebih leluasa,
45
c. Meminimalkan perbedaan di antara mereka dengan menciptakan
situasi informal,
d. Perilaku mediator yang netral dan tidak memihak, sehingga
memberikan kenyamanan tersendiri; dan
e. Tidak menekan para pihak.42
Pertemuan secara terpisah dengan para pihak dapat lebih
meyakinkan pihak yang lemah akan posisi mereka, sehingga mediator
dapat berupaya mengatasinya melalui saran dan pendekatan yang dapat
melancarkan proses penyelesaian sengketa. Proses mediasi dan keahlian
mediator menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan pencegahan
penyalahgunaan kekuasaan.
42
. Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, Dan
Hukum Nasional, Hal. 27-28
46
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA
SUKABUMI
A. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Kota Sukabumi
Dasar Hukum Pembentukan dan Wilayah Pengadilan Agama
Sukabumi Yang menjadi dasar hukum, wilayah dan pembentukan Pengadilan
Agama Sukabumi adalah :
1. Pembentukan Pengadilan Agama Sukabumi berdiri sejak tahun 1870
sebelum Statsblaad 1882 Nomor 137 tentang Pembentukan Pengadilan
Agama di Jawa dan Madura, dengan wilayah hukum Kabupaten Sukabumi
berdasarkan Statsblaad tahun 1882 Nomor 152 dan pendirian daerah
otonom (Kota Kecil) berdasarkan Statsblaad 1926 Nomor 371.1
2. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 18 Tahun 1987 tanggal 27 Februari
1987 tentang Wilayah Hukum Pengadilan Agama Sukabumi adalah
meliputi wilayah Kotamadya DT. II Sukabumi.
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 pasal 4 ayat (1) tentang Peradilan
Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1989 Nomor 49
Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 3400) sebagaimana yang
telah diubah dengan Undang Undang No. 3 tahun 2006 dan diubah lagi
dengan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1995 tentang perubahan batas
wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Sukabumi dan Kabupaten Daerah
1. http://www.pa-sukabumi.go.id/profil-pa. pd Jumat 5 April 2013 (10.00)
47
Tingkat II Sukabumi (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1995
Nomor 8 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3584).
5. Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 2000 tanggal 27 September 2000
tentang pembentukan Kecamatan dan Kelurahan di Kota Sukabumi
(Lembaran Daerah Kota Sukabumi tahun 2000 Nomor 19 Seri D-10).2
B. Sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Kota Sukabumi
Sebagaimana kita ketahui bahwa Pengadilan Agama di Indonesia
berdiri sejak tahun 1882, sesuai dengan keputusan Raja Belanda/Statsblaad
1882 Nomor 152 tanggal 19 Januari 1882 tentang Peraturan Peradilan Agama
di daerah Jawa dan Madura. Berdasarkan data-data yang ada bahwa
Pengadilan Agama Sukabumi telah berdiri sebelum tahun 1882 yaitu tepatnya
pada tahun 1870 dimana sebelumnya Sukabumi disebut Distrik Gunungparang
termasuk afdeling Kabupaten Cianjur yang dikuasi oleh seorang kontroler.
Nama Sukabumi mulai di pakai pada tahun 1815 yang waktu itu belum
mempunyai pemerintahan daerah sendiri.3
Pengadilan Agama Sukabumi pada waktu itu disebut Priester Raad
yang apabila diterjemahkan secara harfiah adalah Pengadilan Pendeta, karena
nama Priester dalam bahasa Belanda berarti pendeta/padri/bhiksu. Hal ini
dapat dimengerti karena pemerintah Belanda pada waktu itu menganggap
bahwa para alim ulama Islam yang menjadi hakim pada Pengadilan Agama
adalah sama dengan pendeta/padri pada agama Kristen. Kemudian Priester
2. http://www.pa-sukabumi.go.id/profil-pa. pd Jumat 5 April 2013 (10.00)
3. http://www.pa-sukabumi.go.id/profil-pa. pd Jumat 5 April 2013 (10.00)
48
Raad mengalami perubahan menjadi Raad Agama berdasarkan Statsblaad
1937 Nomor 116.
Masa penjajahan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942 mengalami
pergantian dengan menyerahnya pemerintah Hindia kepada Jepang, secara
otomatis mulai pada waktu itu Pengadilan Agama pun mengalami perubahan
nama dari Raad Agama menjadi Soorya Hooin.
Kemudian dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu, maka sejak
tanggal 17 Agustus 1945 yaitu tepatnya sejak diproklamasikan negara
Republik Indonesia berdasarkan bunyi Pasal 2 aturan peralihan Undang-
Undang Dasar 1945 maka peraturan perundang-undangan di zaman
penjajahan Belanda yang mengatur Peradilan Agama terus berlaku, hanya
mengenai pengelolaannya baik secara administratif maupun personalia yang
tadinya dibawah pemerintahan daerah, mala sejak berdirinya Departemen
Agama RI tanggal 3 Januari 1946 Pengadilan Agama berpindah menjadi di
bawah Departemen Agama baik administratif maupun personalianya.
Walaupun Pengadilan Agama Sukabumi pada waktu itu sudah beralih
di bawah Departemen Agama, tetapi dengan masuknya kembali pemerintah
Belanda, yang terkenal dengan tentara NICA-nya, maka Pengadilan Agama
Sukabumi pada waktu itu berjalan tidak menentu, karena banyak para
pemimpin daerah maupun para pejabat lainnya termasuk para pejabat
Pengadilan Agama Sukabumi yang pro kepada Republik Indonesia mengungsi
ke hutan.4
4. http://www.pa-sukabumi.go.id/profil-pa, pd Jumat 5 April 2013 (10.30)
49
Maka dengan kekosongan ini personil-personilnya banyak dimasuki
oleh orang yang pro ke NICA sehingga nama Pengadilan Agama Sukabumi
mengalami perubahan pula dari Raad Agama menjadi Pengulu Grachten
berdasarkan keputusan Recomb Jawa Barat No. WJ29/19/72 tanggal 2 April
1948. Sekalipun nama Pengadilan Agama Sukabumi telah dirubah oleh
pemerintah NICA, tetapi hal ini tidak berpengaruh sama sekali pada status
Pengadilan Agama Sukabumi yang sudah ada, karena perubahan ini diluar
pemerintah Republik Indonesia yang sah.
Kemudian situasi mulai berubah lagi setelah berlakunya Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan membawa pengaruh kepada
kelancaran tugas pokok Pengadilan Agama Sukabumi.
Proses lahirnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama banyak menyita perhatian dan saling berbeda pendapat,
tidak saja melibatkan pakar hukum tetapi juga mendapat perhatian dari
berbagai pihak, serta menjadi isu nasional. Kehadiran Undang-Undang Nomor
7 tahun 1989 semata-mata didasarkan atas upaya untuk melaksanakan pasal 24
Undang-Undang Dasar 1945 dan pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 tahun
1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, serta Garis-garis Besar
Haluan Negara yang telah dijabarkan dalam Repelita IV Bab 27 yang
menyatakan perlu penyempurnaan Peradilan Agama kehadirannya untuk
mengakhiri keanekaragaman peradilan agama sebagai akiba dari wawasan
nusantara di bidang hukum khususnya di bidang Peradilan Agama di
Indonesia. Tentang lairnya Pengadilan Agama yang sudah mempunyai
Undang-Undang tersendiri maka ini merupakan sejarah yang sangat berarti
50
dalam sejarah kehidupan bangsa Indonesia terutama masalah yang dihadapi
umat Islam yang mayoritas dan secara politik ini cukup menguntungkan bagi
orang Islam di Indonesia. Sesuai dengan perkembangannya Peradilan Agama
sebagaimana tercantum UU No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok
Kekuasaan Kehakiman pasal 24 ayat (2) bahwa Peradilan Agama di bawah
Mahkamah Agung, dikuatkan dengan UU No. 4 tahun 2004 Bab I pasal 2
serta telah diserah-terimakan berupa Organisasi, Administrasi dan Finansial
pada Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama RI,
Pengadilan Tinggi Agama, Mahkamah Syari’ah Provinsi Nangroe Aceh
Darussalam ke Mahkamah Agung RI, pada hari Rabu tanggal 20 Juni 2004,
berdasarkan pasal 43 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman dan Keputusan Presiden RI Nomor 21 tahun 2004
tentang Pengalihan Organisasi, Administrasi dan Finansial di Lingkungan
Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama ke
Mahkamah Agung.
Tabel 1
Nama-Nama Ketua di Pengadilan Agama Sukabumi dari tahun
1870-2013
NO NAMA TAHUN
1. R.H. Nu'man 1870-1873
2. R.H. Husen 1873-1912
3. R.H. Ahmad Djuwaeni 1912-1940
4. R.H. Machmud 1940-1946
5. R.H. Abdullah Mansur 1946-1970
6. K.H. Iskoti 1970-1976
7. H. Tan Malano, BA. 1976-1978
8. Drs. M. Djupri 1978-1985
51
9. Drs. Ahmad Suja'i 1985-1989
10. Drs. A. Rahman Abror 1989-1993
11. Drs. H. Humaedi Husen 1993-1997
12. Drs. Adam Murtaqi 1997-2002
13. Drs. H. MUkhlis, S.H., M.Hum. 2002-2004
14. Drs. E. Saepudin 2004-2006
15. Drs. H. Amar Komaruddin, S.H. 2006-2008
16. Yusuf Effendi, S.H. 2008-2012
17. Drs. Kausar Anhar, S.H. 2012-Sekarang
Sumber : http://www.pa-sukabumi.go.id/visi-dan-misi. pd Jumat 5 April
2013 (11.00)
C. Visi dan Misi Pengadilan Agama Kota Sukabumi
1. Visi Pengadilan Agama Kota Sukabumi
terwujudnya badan peradilan agama yang agung
2. Misi Pengadilan Agama Kota Sukabumi
a. menjaga kemandirian badan peradilan.
b. memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari
keadilan.5
c. meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan.
d. meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan.
D. Lokasi dan Tempat Pengadilan Agama Kota Sukabumi
Adapun lokasi dan tempat Pengadilan Agama Kota Sukabumi,
beralamat di JL. Taman Bahaga No 19 Sukabumi 43132. Bandung Propensi
Jawa Barat.
5. http://www.pa-sukabumi.go.id/visi-dan-misi. pd Jumat 5 April 2013 (11.00)
52
E. Struktur Kepengurusan Pengadilan Agama Kota Sukabumi
SUSUNAN STRUKTUR ORGANISASI
PENGADILAN AGAMA SUKABUMI KELAS I.B
(Keadaan per 31 April 2013)
Ketua : Drs. Kausar Anhar, S. H.
Wakil Ketua : Drs. Mamat., S. M.H.
Hakim : 1. Drs.M.G. Zulzamar, S.H.M.HI.
2. Drs. H. Suryana, SH.
3. Drs. H.A. Jazuli, M.Ag.
4. Sugiri Permana, S.Ag., M.H.
5. Drs. Abdul Malik
Panitera/sekretaris : B. Subendi, S.Ag.
Wakil Panitera : Achmad Chotib Asmita, S.Ag.
Wakil Sekretaris : Sayuti, S.Ag.
Panitera Muda Gugatan : Pupu Saripuddin, S. Ag.
Panitera Muda Permohonan : Umi Kulsum, S.HI.
Panitera Muda Hukum : Dadang Abdul Syukur, S. Ag.
Kasubbag Kepegawaian : Ike Wachyu Handayani, S.HI.
Kasubbag Perencanaan dan Keuangan : Unang Sanusi
Kasubbag Umum : Mohamad Gugud, S.HI.
Pejabat Fungsional Panitera Pengganti : Purnama Sari, S.Ag.
Pejabat Fungsional Jurusita/
Jurusita Pengganti : 1. M. Sadili Sibromalisi
2. Tuti Irianti, S.Sy.
3. Alfath Ibrahim, S.Sy.
4. Dra. Hj. Siti Mutmainnah
5. Hadiansyah, S.Kom.6
PNS : -
CPNS : -
6. Data langsung dari pegawai Pengadilan Agama Sukabumi, (Hardiansyah, S. Kom.) saat
penelitian pada tanggal 17 April 2013
53
G. Data Kasus Gugat Yang Dilakukan Oleh Istri
Tabel 2
Data kasus gugatan perceraian di Pengadilan Agama Sukabumi
periode bulan Februari-Mei 2013
Bulan Gugat
Oleh Istri
Faktor
Ekonomi
KDRT Tidak
Cocok
Pihak
Ketiga
Lain-lain
Februari 58 Kasus 23 Kasus 17 Kasus 9 Kasus 7 Kasus 4 Kasus
Maret 73 Kasus 37 Kasus 9 Kasus 19 Kasus 5 Kasus 3 Kasus
April 61 Kasus 29 Kasus 13 Kasus 12 Kasus 9 Kasus 8 Kasus
Mei 67 Kasus 33 Kasus 10 Kasus 11 Kasus 7 Kasus 6 Kasus
Sumber : Dokumen Pengadilan Agama Sukabumi periode bulan Februari-Mei
2013.
Data Kasus Talak Yang Dilakukan Oleh Suami
Tabel 3
Data kasus Talak di Pengadilan Agama Sukabumi periode bulan
Februari-Mei 2013
Bulan Talak
Oleh
Suami
Tidak
Cocok
Pihak
Ketiga
Tidak Bisa
Memberikan
Keturunan
Berbeda
Pandang
an
Politik
Lain-
lain
Februari 24 Kasus 13 Kasus 3 Kasus 4 Kasus - 4 Kasus
Maret 32 Kasus 15 Kasus 5 Kasus 5 Kasus 2 Kasus 5 Kasus
April 18 Kasus 7 Kasus 3 Kasus 1 Kasus - 7 Kasus
Mei 37 Kasus 19 Kasus 5 Kasus 3 Kasus 3 Kasus 4 Kasus
Sumber : Dokumen Pengadilan Agama Sukabumi periode bulan Februari-Mei
2013.
54
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Upaya Hakim dalam Memediasi Keluarga yang akan bercerai pada Masa
Tunggu di Pengadilan Agama Sukabumi
Upaya hakim dalam memediasi keluarga yang akan bercerai di
pengadilan sukabumi, merupakan suatu langkah yang dilakukan oleh para
hakim Pengadilan Agama Sukabumi dalam berusaha meminimalisir kasus
perceraian yang marak terjadi belakangan ini di kota Sukabumi, mediasi
merupakan langkah yang harus dilakukan demi menekan jumlah kawin cerai
dikalangan masyarakat sukabumi saat ini.
Menurut data Pengadilan Agama (PA) Sukabumi tingkat perceraian di
wilayah ini tergolong masih cukup tinggi, paling tidak setiap bulan angka
perceraian antara 80-90 kasus, dan selama Februari hingga Mei 2013 tercatat
370 kasus perceraian yang masuk terdaftar di Pengadilan Agama Sukabumi.
Kasus perceraian tersebut didominasi oleh gugatan istri, sementara
dari sisi pemicu perceraian didominasi ketidak harmonisan, walaupun semula
banyak yang menganggap faktor cemburu merupakan pemicu utama tapi
dalam kenyataannya faktor cemburu ini justru sedikit, bahkan selalu
menempati peringkat paling rendah.1
Perceraian yang berawal dari pihak perempuan sebagai penggugat
terjadi biasanya dengan alasan bahwa pihak suami tidak bertanggung jawab,
meninggalkan istri tanpa memberikan nafkah lahir batin dan lain sebagainya.
1. Wawancara Langsung Dengan Bapak Dadang Abdul Syukur, S. Ag. 1 Mei 2013
55
Sedangkan kasus perceraian yang berawal dari pihak laki-laki sebagai
penggugat terjadi biasanya dengan alasan bahwa pihak istri tidak menghargai
suami sampai dengan adanya pihak ke-3 dalam pernikahan mereka.
Dadang Abdul Syukur, S. Ag. Mengungkapkan mengenai kasus hak
asuh anak di tahun 2013 tidak tercatat adanya kasus tersebut. Dan dari
pengalaman-pengalaman ditahun-tahun sebelumnya jika ada kasus sengketa
hak asuh anak biasanya rata-rata kedua belah pihak dapat menerima pihak
manapun yang mengasuh anak tersebut, baik itu suami, maupun istri.
Sedangkan di tahun 2013 terhitung dari Februari hingga Mei tercatat
sebanyak 370 perkara perceraian yang mana pada rinciannya sebagai berikut:
Februari talak 24 kasus dan gugat 58 kasus, sedangkan pada bulan
Maret itu talak sebanyak 32 kasus ,dan gugat 73 kasus, sedangkan pada bulan
April talak sebnayak 18 kasus, dan gugat 61 kasus, sedangkan pada bulan Mei
kasus talak 37 kasus dan gugatan dari istri sebnyak 67 kasus. Sedangkan yang
mencabut perkara hanya 23 kasus saja.
Dalam sidang perkara perceraian tidak memiliki batas berapa kali
sidang akan dilakukan. Hanya saja sidang perdana biasanya mengarah
keperdamaia dari pihak pengadilan kepada kedua belah pihak. Banyaknya
jumlah sidang tergantung dari besar kecilnya masalah yang dihadapi
penggugat dan tergugat.
Pihak pengadilan yang diwakili oleh Dadang Abdul Syukur S. Ag.
yang kami mintai keterangan juga berharap semua keluarga yang mengajukan
gugatan cerai dapat rukun kembali dengan upaya damai dan lain sebagainya
yang ditawarkan oleh pihak pengadilan. Selain itu, staf yang berusia 59 tahun
56
dan sudah 15 tahun bekerja di Pengadilan Agama Sukabumi ini juga
mengungkapkan bahwa dulu mereka sering melakukan sosialisai, namun sejak
3 tahun terakhir ini pihak pengadilan tidak pernah lagi melakukan sosialisasi
ke masyarakat dikarenakan tidak adanya anggaran dari pemerintah daerah. Hal
itu pernah dibicarakan oleh pimpinan mereka untuk kembali menjalin kerja
sama dengan pihak pemerintah namun hingga saat ini belum ada tanggapan
dari yang berarti pemerintah daerah.
Kurang lebih sebanyak 370 kasus perceraian terjadi di Kota Sukabumi
selama kurun waktu Februari hingga Mei 2013 ini. Jumlah tersebut meliputi
cerai gugat (cerai yang diajukan istri) maupun cerai talak (perceraian yang
diajukan suami). Sebagaimana yang diungkapkan oleh salah seorang Hakim
Pengadilan Agama Sukabumi, Drs. M. G. Zulzamar, S. H. M.HI. Ketika
berbincang-bincang di ruang kerjanya, Rabu (1/5) siang, mengatakan, rata-rata
per bulannya mencapai 80-90 kasus (pengajuan percerai) yang masuk di
instansi tempat ia bertugas saat ini.2 Bahkan hingga Mei 2013 ini saja terdapat
sebanyak 370 kasus perceraian yang sedang maupun telah selesai di tangani.
Sementara permohonan perceraian yang baru masuk berjumlah 39 kasus dan
akan segera di sidangkan. Meski jumlah tersebut masih berimbang dengan
tahun-tahun sebelumnya, bukan tidak mungkin hingga akhir tahun nanti akan
terjadi peningkatan. Namun, Pengadilan Agama terus berupaya melakukan
berbagai cara agar perceraian tersebut jangan sampai terjadi.
Upaya penyelesaian dalam setiap kasus perdata proses perceraian,
hakim selalu mengupayakan damai antara kedua belah pihak berseteru.
2. Wawancara Langsung Dengan Drs. M.G. Zulzamar, S.H., M.HI. 1 Mei 2013
57
Ternyata upaya mediasi seperti pada proses dan peristiwa tersebut jarang
berhasil karena mayoritas penggugat dan tergugat memilih melanjutkan
kasusnya melalui jalur pengadilan. Untuk kasus nasional, tentunya pemerintah
harus mempunyai perhatian besar, karena efek dari perceraian tersebut akan
berdampak pada ekonomi dan social (termasuk susila) dan kelangsung
generasi mendatang (menthalitas).
Selain memberikan penyuluhan, cara yang paling sering dilakukan
adalah dengan memberikan pemahaman kepada pasangan keluarga yang
hendak bercerai. Cara itu biasanya dilakukan sebelum sampai pada proses
persidangan. Bahkan seorang hakim pun selalu diikutsertakan dalam
memediasi pertemuan kedua belah pihak (pasangan suami-istri yang ingin
bercerai) di ruang mediasi yang memang sudah tersedia di Pengadilan Agama
Sukabumi.
Jumlah tersebut bisa saja meningkat, tapi kita berharap itu jangan
sampai terjadi. Kasihan kita dengan masyarakat. Makanya sebelum sidang kita
selalu memediasi mereka agar berdamai saja dan ini wajib kita lakukan.
Kadang-kadang sulit juga, karena sudah hampir 90 perses persoalan mereka
tidak teratasi lagi. Kalau pun ada paling-paling hanya berkisar 2-3 persen saja
yang berhasil kita damaikan ucap beliau.
Ketika disinggung mengenai penyebabnya, Drs. M.G. Zulzamar, S.H.
M. HI. mengaku bahwa faktor utama tingginya kasus perceraian di daerah
Sukabumi ini akibat persoalan ekonomi di samping faktor lainnya, seperti
tidak bertanggung jawab, tidak ada keharmonisan di dalam rumah tangga,
kekerasan dalam rumah tangga, adanya Pria Idaman Lain atau adanya Wanita
58
Idaman Lain, poligami, perbedaan pandangan politik, sudah tidaak adanya lagi
cinta diantara mereka, tidak diberikan nafkah lahir dan batin dari sang suami,
serta tidak patuhnya istri kepada suami dan lain sebagainya. Inilah alasan yang
saat ini yang kerap menjadi alasan bagi keluarga yang ingin melakukan talak
atau gugatan perceraian ke Pengadilan Agama Sukabumi, terlebih bagi
pasangan muda.
Bahkan dari kedua kasus perceraian itu, ternyata lebih mendominasi
adalah gugat cerai yang mencapai sekitar 70 persen. Selebihnya barulah kasus
cerai talak. Dan persoalan ini lebih banyak terjadi pada pasangan muda akibat
pernikahan dini.
Kadang-kadang suami tidak punya penghasilan tetap, lalu pergi ke
daerah atau negara lain hingga bertahun-tahun dan tidak pernah memberikan
nafkah. Sang istri tidak tahan lalu mengajukan gugatan perceraian. Tidak
bertanggung jawab dan tidak harmonis dalam berumah tangga juga selalu
menjadi alasan dalam pengajuan permohanan gugat cerai oleh sang istri, sebut
Drs. M.G. Zulzamar, S.H. M.HI. Sambil memaparkan data perceraian yang
masuk per bulannya.
Melihat tingginya angka perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama
Sukabumi, maka dalam hal ini para hakim dan segenap petugas yang ada pada
Pengadilan Agama Sukabumi melakukan upaya pencegahan untuk
meminimalisir tingginya angka perceraian yang terjadi belakangan ini, seperti
memaksimalkan upaya mediasi yang telah disiapkan bagi para keluarga yang
memiliki masalah dalam rumah tangga mereka.
Dalam proses mediasi keluarga yang akan bercerai pada masa tunggu di
Pengadilan Agama Sukabumi, keluarga menjadi sorotan dan fokus utama bagi
59
Hakim untuk memberikan bantuan dan menengahi kasus dan perselisihan yang
terjadi pada mereka, dengan harapan para keluraga yang sedang berselisih dan
mengajukan gugatan atau talak dapat kembali mencabut gugatan mereka dan
kembali menjalin hubungan dan mempertahankan rumah tangga mereka demi
mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.
Melihat fenomena kasus kawin cerai yang terjadi di Kota Sukabumi maka
dengan ini penulis akan memberikan proses prosedur sebelum mediasi itu
dilakukan untuk menekan tingginya angka perceraian yang terjadi antara lain
sebagai berikut :
1. Pra Mediasi
Dalam proses upaya memediasi keluarga yang akan bercerai pada
masa tunggu di Pengadilan Agama Sukabumi, keluarga atau klien diarahkan
secara individual oleh seorang hakim atau panitera Pengadilan Agama yang
ada pada Pengadilan Agama Sukabumi, karena klien (keluarga yang akan
bercerai) umumnya membutuhkan figur yang bijaksana, pandai dan baik
dalam membantu menyelesaikan masalah yang ada di dalam keluarganya.
Maka dengan adanya mediasi yang dilakukan sebelum putusan pengadilan
dijatuhkan diharapkan dapat memberikan solusi atau jalan keluar kepada
keluarga yang akan bercerai dalam menyesaikan permasalahannya, sehingga
suatu permasalahan yang ada dalam kelurganya tidak harus diselesaikan
melalui sebuah perceraian, hal ini dilakukan agar kedua belah pihak tidak
menyesal dikemudian hari.
Setelah penulis melakukan pengamatan dan penelitian serta melakukan
wawancara, maka penulis dapat menggambarkan proses apa saja yang harus
60
dilakukan oleh hakim atau pembimbing yang ada di Pengadilan Agama
Sukabumi terhadap klien atau keluarga yang akan bercerai sebelum proses
mediasi itu dilakukan adalah sebagai berikut: sebagaimana yang didapatkan
oleh peneliti melalui wawancara langsung dengan salah seorang hakim yakni
Drs. M.G. Zulzamar, S.H., M.H.I. beliau adalah salah seorang hakim yang
sudah lama berkarier dan sudah banyak pengalaman bekerja di penggadilan
Agama di berbagai kota di Indonesia, sebelum beliau bertugas di Pengadilan
Agama kota Sukabumi, beliau terlebih dahulu bertugas di Palembang dan
padang dan barulah pada awal tahun 2012 beliau dipindah tugaskan
kepengadilan agama Kota Sukabumi.
M.G. Zulzamar menjelaskan langkah-langkah sebelum proses mediasi
itu dilakukan antara lain sebagai berikut :
a. Bagi keluarga yang akan bercerai mereka terlebih dahulu diberikan surat
pernyataan atau sebuah blanko (formulir) mediasi yang harus mereka isi
dan disetujui oleh kedua belah pihak, namun apabila pada tahap pertama
ini ada salah satu dari kedua belah pihak yang tidak setuju untuk dilakukan
mediasi, maka proses mediasi tidak dapat untuk dilakukan, jika hal ini
yang terjadi maka secara otomatis dari pihak pengadilan tidak bisa
memaksakan untuk diadakan mediasi, maka dengan demikian putusan
pengadilan bisa dapat diambil tanpa harus proses mediasi terlebih dahulu.3
Hal ini kadang sering dijumpai kata beliau karena banyak diantara mereka
yang mengajukan sebuah gugatan perceraian meraka sudah memiliki tekad
yang bulat untuk berpisah atau bercerai, terkadang ada juga yang sudah
3. Wawancara Langsung Dengan Drs. M.G. Zulzamar, S.H., M.HI. 1 Mei 2013
61
menyetujui dan mengisi blanko pendaftaran mediasi namuin setelah
ditentukan jadwal untuk dilakukan mediasi terkadang salah satu dari
mereka ada saja yang tidak datang dan hal ini menyebabkan proses
mediasi tidak dapat untuk dilaksanakan dan jika demikian yang terjadi
maka pengadilan Agama dapat langsung memutuskan gugatan dari kasus
perceraian tersebut.
b. Setelah proses pertama sudah dilakukan maka selanjutnya yang dilakukan
adalah proses menentukan hakim atau mediator, dimana pada tahap kedua
ini akan ditentukan oleh ketua majelis hakim siapa yang akan menjadi
mediator pada proses mediasi kepada sebuah keluarga yang akan bercerai,
dimana proses mediasi ini memiliki batas waktu kurang lebih 40 hari dari
jadwal yang telah ditetapkan atau tanggal penetapan proses mediasi,
selama dalam proses mediasi ini seorang hakim atau mediator berusaha
memberikan solusi dan jalan keluar terhadap permasalahan yang dihadapi
oleh keluarga, namun karena tugas hakim atau mediator hanya sebagai
penengah maka hakim tidak terlalu banyak menekan atau menentukan
langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan oleh keluarga, namun
seorang mediator atau hakim lebih banyak mendengarkan dan menengahi
secara adil dan sedikit memberikan saran kepada keluarga yang
bermasalah. dalam melakukan mediasi pihak penggugat atau pemohon
boleh menentukan tempat dimana yang diaggap mereka merasa nyaman
untuk mendapatkan bantuan mediasi, lebih tegas Drs. M.G. Zulzamar,
S.H., M.HI. mengatakan bahwa proses mediasi itu tidak selamanya harus
dilakukan di pengadilan agama, namun boleh dilakukan dimana saja
62
tergantung dari persetujuan dari kedua belah pihak yang akan dimediasi.
Lebih lanjut beliau mengatkan bahwa dalam kurun waktu 40 hari, bukan
berarti setiap hari harus dilakukan mediasi bagi keluarga yang akan
bercerai namun hanya beberapa hari saja yang digunakan untuk melakukan
mediasi, tergantung dari jadwal dan kesepakatan dari kedua belah pihak.
Selanjutnya beliau mengatakan bahwa kedua belah pihaklah yang
menentukan keputsannya masing-masing apakah mereka tetap
mempertahankan tali pernikahannya atau memutuskan untuk bercerai.
2. Proses Mediasi
Apabila tahap satu dan dua sudah dilakukan maka selanjutnya
yakni proses pelaksanaan mediasi sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak
Dadang Abdul Syukur, S.Ag. didalam pelaksanaan mediasi, selain dari
pihak pengadilan agama telah menyiapkan para hakim atau mediator untuk
membimbing proses mediasi tersebut beliau juga mengatakan bahwa dari
pihak penggugat atau pemohon juga boleh menentukan mediatornya
sendiri, misalkan orang yang merasa mereka tuakan dan mereka percayai,
seperti paman atau tokoh masyarakat dimana mereka tinggal, jadi tidak
mutlak dan harus seorang mediator itu berasal dari petugas pengadilan
agama saja namun boleh juga dari pihak luar yang dari kedua belah pihak
telah menyetujuinya. Selain itu bapak Dadang Abdul Syukur menegas kan
sesungguhnya proses mediasi itu hanyalah proses untuk menengahi
permasalahan dari sebuah keluarga yang memiliki masalah khususnya
didalam masalah perceraian.4 Inilah beberapa tahapan didalam pelaksaan
4 . Wawancara Langsung Dengan Bapak Dadang Abdul Syukur, S.Ag. 1 Mei 2013
63
proses mediasi perceraian seperti beliau katakana pada hari rabu tanggal 1
Mei 2013, pukul 10.00 WIB, di kantor Pengadilan Agama Sukabumi. Dan
setelah proses mediasi itu sudah dilakukan maka berhasil atau tidaknya
kami dari pihak pengadilan agama akan tetap memberikan hasil laporan
dari hasil proses mediasi tersebut, baik itu laporan bahwa proses mediasi
itu berhasil dilaksanakan dan dari kedua belah pihak menumukan
kesepakatan untk berdamai serta tidak jadi untuk bercerai ataupun dari
kedua belah pihak tidak menemukan kesepakatan bersama dan memililih
untuk tetap bercerai.
Hal ini juga senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Sugiri
Permana, S.Ag. M.H. Beliau mengatakan bahwa proses mediasi itu tidak
selamanya harus dilaksanakan di Pengadilan Agama saja, namun proses
mediasi juga dapat dilakukan dimana saja tergantung dengan kesepakatan
yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak, selain itu beliau juga
mengakatan bahwa jika ada dari salah satu dari mereka yang igin untuk
bertemu dan melalukan konsultasi seputar perceraiannya, maka dari pihak
Pengadilan Agama juga akan memberikan fasilitas bagi mereka, yakni berupa
fasilitas menyediakan ruangan bagi kedua belah pihak untuk konsultasi serta
mediator yang siap berkonsultasi bagi kedua belah pihak yang berselisih. Hal
ini ditujukan agar para keluarga yang akan bercerai dapat diminimalisir
jumlahnya, oleh karena itu kami (hakim) selalu berusaha dengan sekuat tenaga
dan pikiran dalam memberikan solusi dan jalan keluar yang terbaik agar
sebuah perceraian itu dapat dihindari.5 Namun kami juga tidak dapat
5. Wawancara Langsung dengan bapak Sugiri Permana, S.Ag. M.H. Tanggal 3 Mei 2013
64
memaksakan kehendak kami kepada para keluarga untuk tetap
mempertahankan tali pernikahan mereka karena kami (hakim) hanya
melakukan tugas kami sebagai mediator atau menengahi dari perseteruan yang
terjadi pada sebuah keluarga yang akan bercerai.
Lebih lanjut Drs. M.G. Zulzamar, SH. M.HI. Menjelaskan bahwa
proses mediasi ini sangatlah penting dilakukan didalam upaya pencegahan
perceraian yang akan terjadi pada sebuah keluarga, demi terwujudnya sebuah
keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Selanjutnya pada pembahasan
berikutnya peneliti akan memberikan tahapan-tahapan pelaksanaan ketika
proses Mediasi.
a. Prosedur pada Proses Mediasi
Berikut ini isi dari prosedur pada proses mediasi itu sebagai berikut :
1. Adapun pernyatan pembuka oleh mediator antara lain berisi
sebagai berikut :
a) Ucapan selamat datang
b) Perkenalkan diri
c) Penjelasan peran mediator; membantu proses dan tidak
berpihak;
d) Penjelasan proses; sifat tidak formal, kesepakatan aturan-aturan
mediasi: (1) tidak boleh menyerang pribadi, (2) kerahasiaan,
segala sesuatu dalam mediasi tidak dapat menjadi alat bukti
litigasi, dan (3) kaukus.
65
2. Sedangkan pernyataan pembuka dari para pihak antara lain berisi
sebagai berikut :
a) Mengungkapkan riwayat masalah / sengketa
b) Mengungkapkan posisi-posisi dan kepentingan
3. Merencanakan Proses Pemecahan Masalah
a) Menyusun jadwal
b) Menyusun agenda (masalah-masalah yang harus
diperundingkan) disimpulkan dari pernyataan para pihak
c) Menyusun rencana pembahasan untuk tiap masalah
4. Pemecahan Masalah
a) Mengetahui dan mengkaji posisi dan kepentingan para pihak
b) Menggali berbagai opsi untuk tiap masalah
c) Membahas tiap opsi
d) Memilih opsi terbaik dari berbagai opsi
5. Tawar Menawar
a) Mengadakan perubahan-perubahan dari opsi
b) Kesepakatan awal
c) Trade off, mengembangkan rencana, pelaksanaan
6. Penyiapan Draf
a) Disiapkan dari kesepakatan awal
b) Bahas ulang draft, perubahan jika perlu
66
7. Kesepakatan Akhir
a) Formalisir :
b) Serahkan kepada majelis hakim untuk dijadikan akta
perdamaian.
Pada tahapan pelaksaan upaya hakim dalam memediasi keluarga yang
akan bercerai di pengadilan agama sukabumi, peneliti melihat bahwa metode
atau cara yang digunakan oleh para hakim dalam proses mediasi ini adalah
berupa metode bimbingan pribadi dimana para metode ini hakim lebih melihat
pada pengembangan kemampuan mengatasi masalah-masalah pribadi dan
kepribadian didalam menyelesaikan segala masalah yang ada pada diri klien
baik yang terjadi secaraa individu pada diri nya atau masalah yang terjadi pada
keluarganya. Bimbingan pribadi ini sangatlah tepat bila digunakan oleh para
hakim dalam membantu menyelesaikan masalah yang terjadi dalam sebuah
keluarga khususnya dalam upaya hakim memediasi keluarga yang akan
bercerai karena pada bimbingan pribadi ini hakim lebih melihat pada potensi
pada diri klien dalam menyelesaikan masalah yang ada pada dirinya ataupun
pada keluarganya.
Dalam proses mediasi ini hakim tidak bisa memaksakan kehendaknya
kepada para keluarga yang memiliki masalah dalam keluarganya, tugas hakim
disini hanyalah memberikan arahan dan memberikan solusi namun semua
keputusan ada pada mereka (keluarga) yang memiliki masalah inilah kata
bapak Drs. M.G. Zulzamar, S.H., M.H.I. Karena kebanyakan dari mereka
yang telah mengajukan perceraian mereka sudah memiliki keputusan yang
bulat untuk bercerai, sehingga terkadang keputusan yang sudah bulat itulah
67
yang menjadi kendala kami sebagai seorang hakim dalam membantu
memperbaiki masalah yang ada dalam rumah tangga mereka namun beliau
berkata kami hanya berusaha membantu semua keputusan ada pada mereka
kami hanya menyembatani atau menengahi saja agar mereka tidak bercerai
dan memperbaiki permaslahan yang ada pada rumah tangga mereka.
Akan tetapi, upaya hakim dalam memediasi keluarga yang akan
bercerai di pengadilan agama sukabumi, tehnik-tehnik yang digunakan
bervariasi, tidak hanya menggunakan tehnik bimbingan pribadi saja. Didalam
upaya kami (hakim) dalam memediasi keluarga yang akan bercerai di
pengadilan agama sukabumi, metode atau tehnik yang saya gunakan didalam
menengahi permasalahan yang ada pada keluarga yang berseteru tidak hanya
tehnik Bimbingan Pribadi saja sebagaimana yang dikatakan oleh bapak Drs.
M.G. Zulzamar, SH. M.H.I. Metode yang kita gunakan tidak selalu metode
bimbingan pribadi saja namun semua metode yang kita pake harus dilihat dari
segi permasalahan yang terjadi atau dilihat dari kasus gugatan yang telah
diajukan kepada pengadilan kata beliau. Karena tidak setiap permaslahan itu
menggukan metode yang sama didalam proses penyelesaiannya, apalagi jika
kasus perceraian ini sangat sensitif sekali kata beliau karena hal ini
berhubungan dengan hati, oleh karena itu kita sebagai hakim harus pandai-
pandai dan jeli didalam menggunakan tehnik penyelesaian permasalahan
tehdapat keluarga yang berseteru. M.G. Zulzamar juga mengatakan tidak
jarang juga saya menemukan keluarga yang sudah sepakat untuk dimediasi
namun ketika praktek proses mediasi dijalankan dari kedua belah pihak tidak
mengikuti prosesnya dengan baik dan seksama, mereka bahkan lebih cendrung
68
dan igin semuanya cepat-cepat untuk diambil keputusan saja agar tidak terlalu
lama menguras pikiran dan tenaga bahkan materi.
Jika sudah demikian, kami para hakim tidak dapat berbuat banyak
didalam membantu mereka untuk menyatukan kembali tali pernikahannya,
namun kami akan selalu berusaha sekuat tenaga dan pikirin untuk
mengupayakan proses mediasi itu berjalan dengan baik dan berharap agar
tidak terjadi perceraian diantara mereka, karena jika sampai terjadi perceraian
maka anak-anak mereka akan menjadi korban dan hal ini sangat
mempengaruhi dari perkembangan psikis dari anak tersebut. Namun kami juga
tidak dapat untuk memaksakan kehendak kami untuk tetap menginkan mereka
tatap bersatu didalam tali pernikahan dan membangun sebuah keluarga yang
sakinah mawaddah warahmah, karena ini semua berkaitan dengan hati dan
jika sudah berbicara soal hati maka itu sangat sensitif sekali ujar beliau.
Karena kata beliau kami hanya sebagai mediator dan penengah saja didalam
kasus perseteruan diantara mereka, dan semua keputusan mereka sendiri yang
menentukan apakah mereka tetap igin untuk bercerai tau kembali untuk
menjalani tali pernikahan mereka, kami sebagai hakim hanya menginginkan
yang terbaik bagi mereka.6
Selain itu bapak Zulzamar juga berharap jika proses mediasi ini agar
bisa diikuti dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh para keluarga
yang akan bercerai, selain itu kami juga menginginkan agar hakim di
pengadilan agama sukabumi agar jumlah petugasnya ditambah agar bisa
melayani masyarakat dengan baik dan maksimal agar tidak memberikan beban
6. Wawancara langsung dengan bapak Drs. M.G. Zulzamar, S.H. M.H.I tanggal 7 Mei
2013
69
yang terlalu banyak bagi para hakim yang ada, kasus perceraian di pengadilan
agama sukabumi memang tidak terlalu tinggi bila dibandingakan dengan kota-
kota lain, kasus perceraian di kota sukabumi masih termasuk rendah tingkat
perceraiannya, Zulzamar mencontohkan seperti kasus perceraian yang ada di
daerah indaramayu itu angka perceraian sangat tinggi bisa mencapai 1000
kasus dalam sebulan saja sedangkan di kota sukabumi dari bulan Februari
hingga Mei 2013 baru sekitar 370 an kasus perceraian, namun bila dilihat dari
kasus perceraian yang ada bila dibandingkan dengan para petugas yang ada
hal ini tentu sangat tidak sesuai oleh karena itu kami berharap ada
penambahan hakim agar bisa memaksimalkan tugasnya didalam memediasi
keluarga yang akan bercerai. Keinginan Drs. Zulzamar, SH., M.HI. Sangatlah
beralasan, hal ini bisa dilihat dari sekian banyak kasus perceraian yang ada
beliau mengatakan hanya 2-3% saja yang berhasil untuk dimediasi atau
dicegah untuk tidak bercerai dan selebihnya berkahir dengan sebuah
perceraian. Hal ini sangat sulit untuk diminimalisir selain masih kurangnya
para petugas yang ada, Zulzamar juga mengatakan memang sangat sulit jika
sudah menyangkut hati dan perasaan.
Kami disini hanyalah berusaha semaksimal mungkin untuk menengahi
dan berusaha membantu agar dapat mencegah dan mengurangi kasus
perceraian yang belakangan ini banyak terjadi di kota sukabumi sehingga bisa
terwujudnya suatau keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.
70
B. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung Dalam Upaya Hakim Dalam
Memediasi Keluarga Yang Akan Bercerai
1. Didalam mediasi keluarga yang akan bercerai tentu memiliki faktor-faktor
penghambat didalam pelaksanaanya, berikut ini ada beberapa faktor
penghambat proses mediasi itu sebagai berikut :
a. Minimnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Pengadilan Agama
Sukabumi.
b. Kurangnya perhatian dan antusias para keluarga yang akan bercerai
didalam mengikuti proses mediasi tersebut.
c. Kurangnya tenaga mediator atau hakim yang dimiliki oleh Pengadilan
Agama Sukabumi.
d. Adanya perasaan malu serta minder bagi keluarga yang akan bercerai
sehingga ada sebagianyang tidak mau mengikuti mediasi.
e. Sering terjadinya penilaian yang miring dari masyarakat terhadap
keluarga yang bercerai yang mengakibatkan para keluarga itu enggan
untuk dimediasi.
2. Adapun yang menjadi faktor pendukung didalam proses mediasi tersebut
ialah sebagai berikut :
a. Adanya ruangan khusus yang disediakan oleh Pengadilan Agama
Sukabumi.
b. Para hakim atau mediator yang dimiliki oleh Pengadilan Agama
Sukabumi merupakan para hakim yang memiliki kemampuan dan skil
yang bagus.
71
c. Diberikannya kebebasan bagi keluarga yang akan bercerai untuk
menentukan mediatornya sendiri, untuk jadi penengah dalam
menjalani proses mediasi perselisihan atau masalah dalam
keluarganya.
d. Tidak adanya tekanan dari pihak Pengadilan Agama Sukabumi bagi
keluarga Yang akan bercerai untuk dilakukannya mediasi.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan penelitian dan menguraikan pembahasan
tentang upaya hakim dalam memediasi keluarga yang akan bercerai pada masa
tunggu di pengadilan agama sukabumi maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Upaya hakim dalam memediasi keluarga yang akan bercerai pada masa
tunggu di pengadilan agama sukabumi akan dilakukan dalam dua tahapan
yakni pra mediasi dan proses mediasi. Bagi keluarga yang akan bercerai
terlebih dahulu mereka akan diberikan sebuah blanko atau formulir yang
berupa surat pernyataan yang harus mereka isi dan harus ditanda tangani
oleh kedua belah pihak bahwa mereka menyetujui untuk dilakukan
Mediasi, setelah mereka menyetujui barulah proses selanjutnya dapat
dilakukan, Namun apabila dari salah satu pihak yang tidak menyetujui
untuk dilakukan Mediasi maka dari pihak pengadilan tidak dapat
melakukan Mediasi dan dapat dilakukan putusan secara langsung atas
perceraian mereka tanpa harus melalui proses mediasi.
2. Apabila proses pertama sudah dilakukan dan para pihak telah menyetujui
untuk dimediasi maka barulah ketua majelis hakim akan menentukan
hakim atau mediator bagi keluarga yang memiliki masalah dalam
keluarganya, setelah proses penentuan hakim sudah ditentukan maka
barulah proses mediasi tersebut dapat dilaksanakan. Adapun jangka waktu
yang diberikan selama proses mediasi yakni selama kurang lebih 40 hari
73
dari jadwal yang telah ditetapkan oleh pihak pengadilan untuk dilakukan
mediasi.
3. Proses selanjutnya yakni proses mediasi, Adapun prosedur pada proses
mediasi yakni sebagai berikut : Pernyataan dari mediator, pernyataan pembuka
dari para pihak, merencanakan proses pemecahan masalah, pemecahan
masalah, tawar menawar, penyiapan draf, kesepakatan akhir.
B. Saran-saran
1. Dari kesimpulan diatas maka penulis memberikan saran untuk pengadilan
agama khususnya pengadilan agama sukabumi, diharapkan bisa
memberikan pelayanan yang baik dan maksimal khususnya didalam
memberikan pelayanan mediasi, sehingga dengan maksimalnya pelayanan
dari proses mediasi yang diterapkan oleh setiap pengadilan agama
khususnya pengadilan agama sukabumi diharapkan tingkat dan jumlah
perceraian bisa ditekan melalui proses mediasi tersebut sehingga angka
percerai bisa berkurang.
2. Mempersiapkan waktu yang lebih banyak lagi untuk proses mediasi,
karena dengan adanya waktu yang lebih banyak yang disediakan untuk
proses mediasi diharapkan mampu menekan dan mengurangi jumlah kasus
perceraian yang terjadi
3. Pihak pengadilan diharapkan menambah tenaga ahli seperti tenaga
konselor atau konseling yang memiliki keahlian khusus dan berkompeten
dibidangnya, yang sekiranya dapat memberikan bimbingan secara
profesional dalam memediasi keluarga yang akan bercerai.
74
4. Selanjutnya penulis berharap agar adanya sebuah metode atau tehnik-
tehnik baru didalam proses mediasi yang diterbitkan oleh pengadilan
agama sukabumi dan metode atau tehnik-tehnik inilah yang menjadi acuan
didalam proses mediasi oleh para hakim atau mediator, sehingga dengan
adanya metode atau tehnik-tehnik ini diharapkan dapat meminimalisir
tingkat perceraian yang terjadi, sehingga adanya keseimbangan antara
kasus yang masuk (perceraian) dengan tingkat pencegahan perceraian.
5. Penulis juga menyarankan jika proses mediasi agar diwajibkan bagi setiap
keluarga tanpa harus ada persetujuan diantara kedua belah pihak yang
akan bercerai sehingga dengan ini diharapkan proses mediasi ini bisa
menekan jumlah angka perceraian yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Syahrizal. Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan
Hukum Nasional, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2009.
Abdul, Manan. Problematika Perceraian Karena Zina dalam Proses
Penyelesaian Perkara di Lingkungan Peradilan Agama, dalam Jurnal
Mimbar Hukum, al-Hikmah & DITBINBAPERA, Jakarta.No 52 Th XII
2001.
Arifin, H. M. Teori-teori Konseling Agama dan Umum, Jakarta Golden Terayon
Press, 1994.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta,
Rineka Cipta, 2000. Cet. Ke-3
Azra, Azyumardi. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi), Ciputat, CeQDA, 2007.
Djamil, Latif. Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia,
1985. Cet. Ke-2
Gunarsa, D. Singgih Yulia. Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman, Jakarta: PT.
BPK Gunung Mulia, 2000.
Hadi, Sutrisna. Metodelogi Research II, Jakarta: Andi offset, 1992, Cet. Ke-21.
Hallen. Bimbingan & Konseling, Jakarta, Quantum Teaching, 2005.
Lutfi, M. Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, Jakarta,
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya, 2006.
Mubarak, Ahmad. Konseling Agama Teori dan Kasus, Jakarta: Erlangga, 2004.
Nurihsan, AJ. Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar
Kehidupan. Bandung : PT Refika Aditama, 2007
Partanto, A. Pius. Dan M, Al Barry. Dahlan. Kamus Ilmiah Populer, Surabaya,
Arkola, 1994.
Qodir, Abdul Djaelani. Keluarga Sakinah, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993.
Rahman, A. Bakri. Dan Ahmad, Sukarja. Hukum Perkawinan Menurut Undang-
undang Perkawinan dan Hukum Perdata BW. Jakarta: Hidakarya Ag Mg,
1981.
Rifyal, Ka’bah, Permasalahan Perkawinan, dalam Majalah Varia Peradilan, No
271 Juni 2008.
Sayyid, Sabiq. Fiqhusunnah, Darul Fikri, Beirut, Jilid II.
Singarimbun, Masri. Dan Sofian, Efendi. Metodelogi Penelitian Survay, Jakarta:
LP3ES, 1989.
Sukardi, Ketut Dewa Ketut Sukardi. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan
Dan Konseling Di Sekolah, Jakarta, PT. Rinika Cipta, 2008.
Tohirin. Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah ( Berbasis
Integrasi ), Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2007.
Internet, makalah, laporan.
http://masalahperceraian.blogspot.com/
http://www.polresklungkung.org/index.php/pengetahuan/pengetahuan/266-
bimbingan-dan-konseling-perkawinan-part-1
http://www.sabda.org/c3i/kesetiaandalamspernikahanbda.org/c3i/kesetiaandalams
pernikahan
http://mediator-anggoro.blogspot.com/2012/03/mediasi-keluarga-dan-
tantangannya-bagi.html
PEDOMAN WAWANCARA DAN HASIL WAWANCARA
Hari/Tanggal : Rabu 1 Mei 2013
Waktu : 10.00 s/d 11.30
Tempat : Pengadila Agama Kota Sukabumi (Ruang Mediasi)
Nama Responden : Drs. M.G. Zulzamar, S.H., M.HI.
Jabatan : Hakim Pengadilan Agama Kota Sukabumi
1. Bagaimana proses Bimbingan dan Konseling Islam dalam mediasi keluarga
yang akan bercerai di Pengadilan Agama Kota Sukabumi?
Jawab:
Pada prinsipnya, proses mediasi itu akan dilakukan jika dari pihak penggugat
atau tergugat sudah sama-sama memiliki kesepakatan untuk dilakukan
mediasi, jika diantara kedua belah pihak sudah sepakat maka kami sebagai
hakim akan melakukan mediasi sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan
serta disepakati bersama.
2. Metode atau tehnik apa saja yang dipakai oleh bapak sebagai mediator
didalam melakukan proses mediasi tersebut?
Jawab:
Pada prinsipnya kami dari pihak mediator tidak memiliki tehnik atau metode
secara khusus seperti lembaga-lembaga lain yang telah memiliki metode dan
tehnik didalam membantu penyelesaian masalah pada diri klien, sebagaimana
misalnya yang ada pada lembaga-lemabaga lain atau yang ada pada panti-
panti sosial, narkoba dan lain-lain, disini kami menggunakan tehnik itu
tergantung dari masalah yang terjadi didalam keluarga yang memiliki
perseteruan tersebut, jadi setiap masalah memiliki cara dan tehnik yang lain
didalam penyelesaiannya.
3. Langkah-langkah apa saja yag dilakukan oleh pihak Pengadilan Agama Kota
Sukabumi sebelum melakukan Mediasi?
Jawab:
Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh pihak Pengadilan Agama Kota
Sukabumi sebelum melakuakan mediasi yakni kami terlebih dahulu akan
memberikan formulir atau sebuah lembar pernyataan yang harus di isi baik itu
oleh pihak penggugat atau dari pihat tergugat, jika dari surat pernyataan itu
sudah mereka isi dan telah disetujui maka barulah proses mediasi itu dapat
untuk dilakukan secara lebih lanjut, namun jika ada dari salah satu pihak yang
tiak menyetujuinya maka kami dari pihak Pengadilan juga tidak dapat
memaksakan jika hal ini yang terjadi maka proses mediasi itu tidak akan
dilakukan karena ada salah satu pihak yang tidak menyetui untuk dilakukan
mediasi.
4. Selama bapak menjadi hakim atau mediator apakah bapak pernah
menagnjurkan secara langsung didalam mediasi untuk para keluarga yang
berseteru untuk bercerai saja tanpa memberikan solusi yang lain?
Jawab:
Jika menganjurkan secara langsung untuk bercerai sih tidak pernah, tapi
terkadang jika bercearai itu jalan terbaik bagi mereka dalam menyelesaikan
perseteruan diantara mereka ya kami dari pihak hakim tidak dapat untuk
mencegahnya, karena hal ini sangat sensitive apalgi ini adalah masalah soal
hati jadi sangat sedikit sekali yang berhasil untuk dimediasi, kebanyakan dari
mereka bahkan ingin cepat-cepat untuk diputuskan agar tidak menguras
tenaga, dan buang materi yang lebih banyak.
5. Apa saja yang menjadi hambtan selama bapak menjadi seorang hakim
didalam menjalankan proses mediasi ini?
Jawab:
ada beberapa faktor yang menjadi hambatan didalam melaksanakan proses
mediasi ini, dimana terkadang dari pihak keluarga itu lebih cenderung tidak
mau mengikuti proses mediasi itu diakarenakan mereka sudah merasa yakin
untuk bercerai sehingga mereka terkadang enggan untuuk di mediasi, selain
ini masih kurangnya ssarana dan prasarana yang ada di Pengadilan Agama
Kota Sukabumi sehingga proses mediasi terkadang menjadi terkendala,
sehingga dari sekian banyak kasus perceraian yang masuk hanya sedikit sekali
yang dapat berhasil untuk mediasi dan dicegah untuk bercerai selebihnya
selalu berakhir dengan sebuah perceraian.
Drs. M.G. Zulzamar, SH,. M.HI
SUSUNAN STRUKTUR ORGANISASI
PENGADILAN AGAMA SUKABUMI KELAS I.B
(Keadaan per 31 April 2013)
Ketua : Drs. Kausar Anhar, S. H.
Wakil Ketua : Drs. Mamat., S. M.H.
Hakim : 1. Drs.M.G. Zulzamar, S.H.M.HI.
2. Drs. H. Suryana, SH.
3. Drs. H.A. Jazuli, M.Ag.
4. Sugiri Permana, S.Ag., M.H.
5. Drs. Abdul Malik
Panitera/sekretaris : B. Subendi, S.Ag.
Wakil Panitera : Achmad Chotib Asmita, S.Ag.
Wakil Sekretaris : Sayuti, S.Ag.
Panitera Muda Gugatan : Pupu Saripuddin, S. Ag.
Panitera Muda Permohonan : Umi Kulsum, S.HI.
Panitera Muda Hukum : Dadang Abdul Syukur, S. Ag.
Kasubbag Kepegawaian : Ike Wachyu Handayani, S.HI.
Kasubbag Perencanaan dan Keuangan : Unang Sanusi
Kasubbag Umum : Mohamad Gugud, S.HI.
Pejabat Fungsional Panitera Pengganti : Purnama Sari, S.Ag.
Pejabat Fungsional Jurusita/
Jurusita Pengganti : 1. M. Sadili Sibromalisi
2. Tuti Irianti, S.Sy.
3. Alfath Ibrahim, S.Sy.
4. Dra. Hj. Siti Mutmainnah
5. Hadiansyah, S.Kom.
PNS : -
CPNS : -
ST
RU
KT
UR
OR
GA
NIS
AS
I
PE
NG
AD
ILA
N A
GA
MA
SU
KA
BU
MI
KE
LA
S I
.B
Ket
eran
gan
:
: G
aris
Str
uktu
ral
: G
aris
Koord
inas
i
KE
TU
A
Drs
. K
ausa
r A
nhar
, S
.H.
WA
KIL
KE
TU
A
D
rs. M
amat
. S
., M
.H.
PA
NIT
ER
A/S
EK
RE
TA
RI
S
B.S
uben
di,
S.A
g.
WA
KIL
PA
NIT
ER
A
A
chm
ad C
hoti
b A
smit
a, S
.Ag.
WA
KIL
SE
KR
ET
AR
IS
S
ayuti
, S
.Ag.
Pan
mu
d H
uk
um
D
adan
g A
bdul
Syukur,
S. A
g
Pan
mu
d
Perm
oh
on
an
Um
i K
uls
um
, S
. H
I.
Pan
mu
d G
ugata
n
P
upu
Sar
ipuddin
,S.A
g.
Kasu
bb
ag
Um
um
M
oham
ad G
ugud,
S.H
I.
Kasu
bb
ag
Kep
eg
Ike
Wac
hyu
Han
dayan
i, S
.HI.
Kasu
bb
ag
Keu
an
gan
U
nan
g S
anusi
Peja
bat
Fu
ngsi
on
al
Hak
im
1. D
rs. M
.G.
Zulz
amar
, S
.H., M
.H.I
.
2. D
rs. H
. S
ury
ana,
SH
.
3. D
rs.
H.A
.Jaz
uli
, M
.Ag.
4. S
ugi
ri P
erm
ana,
S,A
g., M
.H.
5. D
rs. A
bd
ul M
alik
Peja
bat
Fu
ngsi
on
al
Pan
iter
a
Pen
ggan
ti
Purn
ama
Sar
i, S
. A
g.
Peja
bat
Fu
ngsi
on
al
Ju
rusi
ta
Pen
gg
an
ti
1. M
. S
adil
i S
ibro
mal
isi
2. A
lfat
h I
bra
him
, S
.Sy.
3. T
uti
Iri
anti
, S
. S
y.
4. D
ra. H
j. S
iti
Mutm
ainnah
5. H
adia
nsy
ah, S
.Kom
.
Sarana dan Prasarana Pengadilan Agama Sukabumi
No Nama Satuan Jumlah
1 Mini Bus Unit 1
2 Motor Unit 6
3 Mesin Ketik Manual (11-13 inci) Buah 6
4 Lemari Besi/Metal Buah 1
5 Lemari Kayu Buah 23
6 Rak Besi Buah 15
7 Rak Kayu Buah 12
8 Papan Visual/Papan Nama Buah 36
9 Mesin Absensi Buah 1
10 Meja Kerja Kayu Buah 39
11 Kursi Besi/Metal Buah 61
12 Kursi Kayu Buah 32
13 Bangku Panjang Kayu Buah 10
14 Meja Rapat Buah 4
15 Meja Komputer Buah 13
16 Meja Telepon Buah 6
17 Meja Resepsionis Buah 2
18 Televise Buah 6
19 Loundspeaker Buah 8
20 Gamabar Presiden/Wakil Presiden Buah 2
21 Gambar Garuda Pancasila Buah 4
22 Tiang Bendera Buah 3
23 Dispenser Buah 7
24 Palu Sidang Buah 2
25 Lambang Instansi Buah 3
26 Facsimile Buah 1
27 Laptop Buah 8
28 CPU (Peralatan Personal Komputer) Buah 17
29 Monitor Buah 11
30 Printer Buah 17
31 Bangunan Gedung Kantor Permanen Unit 1
32 Bangunan Gedung Tempat Ibadah Permanen Unit 1
33 Gedung Pertokoan/Koperasi/Pasar Permanen Unit 1
34 Gedung Garasi/Pool Darurat Unit 1
35 Wireless Access Point Buah 4
GAMBAR PENGADILAN AGAMA SUKABUMI TAMPAK BAGIAN DEPAN
SELANJUTNYA RUANGAN RESEPSIONIS ATAU RUANGAN PENERIMAAN TAMU
BERIKUTNYA RUANGAN KEPANITERAAN DAN RUANGAN PENDAFTARAN PENGAJUAN KASUS
GUGATAN DAN TALAK
SELANJUTNYA RUANGAN MAJELIS HAKIM
RUANGAN ARSIF PENGADILAN AGAMA SUKABUMI
RUANGAN SIDANG PENGADILAN AGAMA SUKABUMI
RUANGAN TUNGGU PENGADILAN AGAMA SUKABUMI
MUSHOLLA PENGADILAN AGAMA SUKABUMI
RUANGAN MEDIASI PENGADILAN AGAMA SUKABUMI
LAPANGAN OLAH RAGA PENGADILAN AGAMA SUKABUMI
RUANGAN SEKRETARIAT
PENGADILAN AGAMA SUKABUMI TAMPAK DARI BELAKANG