unud 363 185934947 tesis s2 ketut widyani
TRANSCRIPT
TESIS
KOMBINASI ASETOSAL DAN EKSTRAK BUAH
MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) DAPAT
MEMPERPANJANG WAKTU PERDARAHAN DAN
KOAGULASI PADA MENCIT
KETUT WIDYANI ASTUTI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
TESIS
KOMBINASI ASETOSAL DAN EKSTRAK BUAH
MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) DAPAT
MEMPERPANJANG WAKTU PERDARAHAN DAN
KOAGULASI PADA MENCIT
KETUT WIDYANI ASTUTI
NIM 0990761050
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
ii
KOMBINASI ASETOSAL DAN EKSTRAK BUAH MENGKUDU
(Morinda citrifolia L.) DAPAT MEMPERPANJANG WAKTU
PERDARAHAN DAN KOAGULASI PADA MENCIT
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
KETUT WIDYANI ASTUTI
NIM 0990761050
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
iii
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 4 AGUSTUS 2011
Pembimbing I
Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp. FK
NIP.194606191976021001
Pembimbing II
Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si
NIP. 195705131986011001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Bomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila Sp. And. FAACS
NIP. 194612131971071001
Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)
NIP.195902151985102001
iv
Tesis Ini Telah Diuji
Tanggal 4 Agustus 2011
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No: 1334/UN14.4/HK/2011, Tanggal : 1 Agustus 2011
Ketua : Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK
Anggota :
1. Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si
2. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And
3. Dr. dr. I P. G. Adiatmika, M. Kes
4. dr. I B. Ngurah, M.For
v
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, sehingga penulis dapat menyusun tesis yang berjudul
”Kombinasi Asetosal dan Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Dapat
Memperpanjang Waktu Perdarahan dan Koagulasi pada Mencit” . Tesis ini
disusun sebagai syarat untuk meraih gelar magister pada Program Pasca Sarjana Ilmu
Biomedis Kekhususan Ilmu Kedokteran Dasar Bidang Farmakologi Universitas
Udayana. Penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak dalam penyelesaian tesis
ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM) selaku rektor Universitas
Udayana.
2. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) selaku Direktur Program Pasca
Sarjana Universitas Udayana.
3. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila FAACS, Sp. And. selaku Ketua Program
Studi Pasca Sarjana Biomedis Universitas Udayana.
4. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK selaku pembimbing I yang telah
memberi banyak masukan.
5. Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si selaku pembimbing II yang telah
memberi banyak masukan.
vi
6. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And selaku penguji tesis yang telah
banyak memberi masukan.
7. Dr. dr. I P. G. Adiatmika, M. Kes selaku penguji tesis yang telah banyak
memberi masukan.
8. dr. I B. Ngurah, M.For selaku penguji tesis yang telah banyak memberi
masukan.
9. dr. Ketut Suwetra, M.S. AIF., Sp. GK yang telah memberi banyak masukan.
10. Dosen-dosen lain yang telah banyak memberikan saran selama penulisan tesis
ini.
11. Rekan-rekan yang telah banyak memberi masukan selama proses penulisan
tesis berlangsung.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik
dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan tesis ini. Semoga penelitian ini
dapat bermanfaat bagi pendidikan.
Denpasar, 4 Agustus 2011
Penulis
vii
ABSTRAK
KOMBINASI ASETOSAL DAN EKSTRAK BUAH MENGKUDU (Morinda
citrifolia L.) DAPAT MEMPERPANJANG WAKTU PERDARAHAN DAN
KOAGULASI PADA MENCIT
Buah mengkudu telah diteliti memiliki efek meningkatkan waktu perdarahan
dan koagulasi. Adanya kesamaan aktivitas antara ekstrak buah mengkudu dan
asetosal memungkinkan adanya potensiasi aktivitas yang ditandai dengan waktu
perdarahan dan koagulasi yang semakin panjang. Tujuan penelitian ini adalalah untuk
mengetahui adanya peningkatan waktu perdarahan dan koagulasi dalam pemberian
kombinasi ekstrak buah mengkudu dengan asetosal pada mencit. Penelitian ini
dilakukan di Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Penelitian merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan
penelitian pre test-post test control group design. Subjek terdiri dari 3 kelompok
mencit yang tiap kelompok terdiri dari 8 ekor mencit. Kelompok 1 diberi asetosal
dengan dosis 40 mg/kg bb, kelompok 2 diberi ekstrak etanol buah mengkudu dengan
dosis 100 mg/kg bb dan kelompok 3 diberi kombinasi asetosal dengan dosis 40
mg/kg bb dan ekstrak etanol buah mengkudu dengan dosis 100 mg/kg bb satu kali
sehari selama 7 hari. Waktu perdarahan ditetapkan dengan metode tail bleeding
sedangkan waktu koagulasi ditetapkan dengan metode pipa kapiler.
Hasil menunjukkan bahwa kelompok 1 yang menerima asetosal 40 mg/kg bb
mengalami peningkatan waktu perdarahan dari 58,75 + 10,25 detik menjadi 167,12
+ 25,77 detik dan waktu koagulasi 56,25 + 10,60 detik menjadi 133,12 + 16,89 detik.
Kelompok 2 yang menerima ekstrak buah mengkudu 100 mg/ kg bb mengalami
peningkatan waktu perdarahan dari 59,14 + 7,13 detik menjadi 137,86 + 59,92 dan
waktu koagulasi 57,86 + 10,35 detik menjadi 147,86 + 42,80 detik. Kelompok 3
yang menerima kombinasi asetosal 40 mg/kg bb dan ekstrak buah mengkudu 100
mg/kg bb mengalami peningkatan waktu perdarahan dari 63,75 + 8,14 detik menjadi
220,75 + 29,25 dan waktu koagulasi 67,5 + 8,02 detik menjadi 198,75 + 20,83 detik.
Analisis data dilakukan dengan uji One Way Anova dan menunjukkan rerata yang
berbeda secara bermakna pada waktu perdarahan (p = 0,002) dan waktu koagulasi (p
= 0,001) pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan. Waktu perdarahan dan
koagulasi kelompok yang menerima kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu
(Morinda citrifolia L.) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian tunggal asetosal
dan ekstrak buah mengkudu pada mencit.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa kombinasi asetosal dan ekstrak buah
mengkudu (Morinda citrifolia L.) dapat memperpanjang waktu perdarahan dan
koagulasi pada mencit
Kata kunci : asetosal, ekstrak buah mengkudu, waktu perdarahan, waktu koagulasi.
viii
ABSTRACT
COMBINATION OF ACETOSAL AND NONI FRUITS EXTRACT (Morinda
citrifolia L.) COULD PROLONG BLEEDING TIME AND COAGULATION
TIME OF MICE
Noni fruits have been investigated to increase the bleeding time and the
coagulation time. The similar activity between noni fruits extract and acetosal could
potentiatite the activity that prolonged bleeding time and coagulation time. The goal
of this research was to know whether there was a prolonged bleeding time and
coagulation time in a group given combination of acetosal and noni fruit extract. This
research has been done in Pharmacology Department - Medicine Faculty of Udayana
University.
The research was pure experimental with pre test-post test control group
design. The subjects consisted of 3 groups of mice with 8 mice each group. Group 1
was treated with 40 mg/kg body weight acetosal, group 2 was treated with 100 mg/
kg body weight noni fruits extract, and group 3 was treated with combination of 40
mg/ kg body weight and 100 mg / kg body weight once daily for 7 days. The bleeding
time was determined by tail bleeding method and the coagulation time was
determined by capillary pipe method.
The results showed that group 1 treated with 40 mg/kg body weight acetosal
had increased bleeding time from 58,75 + 10,25 to 167,12 + 25,77 seconds and
coagulation time from 56,25 + 10,60 to 133,12 + 16,89 seconds. Group 2 treated with
100 mg/ kg body weight noni fruits extract had increased bleeding time from 59,14 +
7,13 to 137,86 + 59,92 seconds and coagulation time from 57,86 + 10,35 to 147,86
+ 42,80 seconds. Group 3 treated with combination of 40 mg/ kg body weight and
100 mg / kg body weight had increased bleeding time from 63,75 + 8,14 to 220,75
+ 29,25 seconds and coagulation time from 67,5 + 8,02 to 198,75 + 20,83 seconds.
Data were analyzed by One Way Anova and showed a significant difference in mean
of bleeding time (p = 0,002) and coagulation time (p = 0,001) in all three groups after
the treatment. The group treated with combination of acetosal and noni fruits extract
had higher bleeding and coagulation time than group given single acetosal and noni
fruits extract.
This research concluded that combination of acetosal and noni fruits extract
could prolong bleeding time and coagulation time of mice.
Keywords : acetosal, noni fruits extract, bleeding time, coagulation time.
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ............................................................................................ i
PRASYARAT GELAR .................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................ iv
UCAPAN TERIMAKASIH.………………………………………………….. v
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
ABSTRACT.................................................................................................... viii
DAFTAR ISI …………………………….......……………………………….... ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….. xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................... ........................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 4
1.3 Tujuan ......................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................. 4
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................. 4
1.4 Manfaat ........................................................................................ 5
1.4.1 Manfaat Ilmiah ............................................................................ 5
x
1.4.2 Manfaat Aplikasi ......................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................... 6
2.1 Fisiologi Pembekuan Darah ........................................................ 6
2.2 Mengkudu ................................................................................... 11
2.2.1 Deskripsi Tanaman ...................................................................... 12
2.2.2 Kegunaan Empiris ....................................................................... 14
2.2.3 Kandungan Kimia ....................................................................... 15
2.3 Asetosal ...................................................................................... 20
2.3.1 Farmakologi ................................................................................ 20
2.3.2 Efek Samping ............................................................................. 23
2.3.3 Kontraindikasi ............................................................................ 24
2.3.4 Dosis dan Aturan Pakai ............................................................... 24
2.3.5 Parameter Pengawasan ................................................................ 26
2.3.6 Farmakokinetika .......................................................................... 27
2.4 Interaksi Obat dan Produk Herbal .............................................. 28
2.4.1 Interaksi Farmakokinetik ............................................................. 28
2.4.1.1 Absorpsi ....................................................................................... 29
2.4.1.2 Distribusi ...................................................................................... 29
2.4.1.3 Metabolisme .................................................................................. 29
2.4.1.4 Ekskresi ......................................................................................... 29
2.4.2 Interaksi Farmakodinamik ........................................................... 30
xi
2.4.3 Interaksi Asetosal dan Ekstrak Buah Mengkudu ......................... 31
2.5 Hewan Percobaan ........................................................................ 32
2.5.1 Anatomi ....................................................................................... 33
2.5.2 Fisiologi ........................................................................................ 33
2.5.3 Perilaku ......................................................................................... 34
2.6 Simplisia dan Ekstrak .................................................................. 35
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN ............................................................................... 39
3.1 Kerangka Berpikir ....................................................................... 39
3.2 Konsep ......................................................................................... 41
3.3 Hipotesis ..................................................................................... 41
BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................... 42
4.1 Rancangan Penelitian ................................................................... 42
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 43
4.3 Sampel .......................................................................................... 43
4.3.1 Perhitungan Besar Sampel Penelitian .......................................... 43
4.3.2 Kriteria Sampel ............................................................................ 45
4.3.2.1 Kriteria Inklusi ............................................................................. 45
4.3.2.2 Kriteria Eksklusi .......................................................................... 45
4.3.2.3 Kriteria Drop Out .......................................................................... 45
4.4 Variabel Penelitian ........................................................................ 46
xii
4.5 Definisi Operasional Variabel ......................................................... 47
4.6 Alat, Bahan dan Hewan Percobaan ............................................. 47
4.6.1 Alat .............................................................................................. 47
4.6.2 Bahan ........................................................................................... 47
4.6.3 Hewan Percobaan ........................................................................ 48
4.7 Prosedur Kerja ............................................................................ 48
4.7.1 Penetapan Dosis .......................................................................... 48
4.7.1.1 Penetapan Dosis Asetosal ............................................................ 49
4.7.1.2 Penetapan Dosis Ekstrak Buah Mengkudu ................................. 49
4.7.2 Preparasi Simplisia ...................................................................... 49
4.7.3 Ekstraksi ...................................................................................... 50
4.7.4 Identifikasi Kumarin dalam Ekstrak ........................................... 51
4.7.5 Preparasi Hewan Percobaan, Uji Waktu Perdarahan dan Uji Waktu
Koagulasi ................................................................................... 51
4.7.6 Alur Penelitian .......................................................................... 55
4.7.7 Pengolahan Data ......................................................................... 56
4.7.7.1 Analisis Normalitas .................................................................... 56
4.7.7.2 Analisis Homogenitas .................................................................. 56
4.7.7.3 Analisis Komparatif .................................................................... 56
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................ 57
5.1 Pembuatan Simplisia dan Ekstraksi ............................................. 57
xiii
5.2 Identifikasi Kumarin dalam Ekstrak Buah Mengkudu ................ 57
5.3 Analisis Data.......................................... .................................... 58
5.3.1 Uji Normalitas Data .................................................................... 59
5.3.2 Uji Homogenitas Data Antar Kelompok...................................... 59
5.3.3 Analisis Uji Waktu Perdarahan..................................................... 59
5.3.3.1 Uji Komparabilitas Waktu Perdarahan..................................... 59
5.3.3.2 Analisis Efek Perlakuan Pada Waktu Perdarahan ..................... 60
5.3.3.3 Analisis Komparasi Waktu Perdarahan Sebelum - Sesudah
Perlakuan ................................................................................. 63
5.3.4 Analisis Uji Waktu Koagulasi .................................................... 64
5.3.4.1 Uji Komparabilitas Waktu Koagulasi ........................................ 64
5.3.4.2 Analisis Efek Perlakuan Pada Waktu Koagulasi..................... 65
5.3.4.3 Analisis Komparasi Waktu Koagulasi Sebelum - Sesudah
Perlakuan .................................................................................. 68
BAB VI PEMBAHASAN ..................................................................... 70
6.1 Preparasi Simplisia dan Ekstrak .............................................. 70
6.2 Identifikasi Kumarin dalam Ekstrak ........................................ 70
6.3 Uji Waktu Perdarahan dan Waktu Koagulasi ........................... 72
6.4 Analisis Data ............................................................................ 73
6.4.1 Analisis Normalitas ................................................................. 73
6.4.2 Analisis Homogenitas .............................................................. 73
xiv
6.4.3 Analisis Komparatif .................................................................. 73
6.5 Perbandingan Hasil Penelitian Terdahulu ................................. 75
6.6 Interaksi Asetosal dan Ekstrak Buah Mengkudu ....................... 76
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN...................................................... 80
7.1 Simpulan ................................................................................... 80
7.2 Saran ......................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………................ 81
LAMPIRAN ................................................................................................. 84
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hemostasis yang Dimediasi oleh Platelet .................................... 7
Gambar 2.2 Adhesi dan Agregasi Platelet ...................................................... 8
Gambar 2.3 Mekanisme Koagulasi Darah ..................................................... 10
Gambar 2.4 Mekanisme Fibrinolisis ............................................................... 11
Gambar 2.5 Buah Mengkudu .......................................................................... 13
Gambar 2.6 Struktur Kimia Komponen Mengkudu....................................... 18
Gambar 2.7 Struktur Damnakhantol dan Moridin ......................................... 19
Gambar 2.8 Struktur Kimia Turunan Salisilat ................................................ 20
Gambar 2.9 Mekanisme Kerja Asetosal pada Siklooksigenase........................ 22
Gambar 2.10 Asetosal Sebagai Antiagregasi Platelet .................................... 23
Gambar 2.11 Mencit .......................... .............................................................. 33
Gambar 3.1 Konsep ........................................................................................ 41
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian ..................................................... 42
Gambar 4.2 Alur Penelitian ............................................................................... 55
Gambar 5.1 Grafik Waktu Perdarahan Sebelum dan Sesudah Perlakuan......... 61
Gambar 5.2 Grafik Peningkatan Waktu Perdarahan Setelah Pemberian
Perlakuan....................................................................................... 64
Gambar 5.3 Grafik Waktu Koagulasi Sebelum dan Sesudah Perlakuan........... 66
Gambar 5.4 Grafik Peningkatan Waktu Koagulasi Setelah Pemberian
Perlakuan....................................................................................... 69
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Dosis dan Aturan Pakai Asetosal ................................................ 25
Tabel 2.2 Dosis dan Aturan Pakai Asetosal pada Pediatri .......................... 26
Tabel 2.3 Parameter Normal Mencit ........................................................... 34
Tabel 4.1 Faktor Konversi untuk Mengubah Dosis dalam mg/kg Menjadi
mg/m2........................................................................................... 48
Tabel 5.1 Hasil Identifikasi Kumarin .......................................................... 57
Tabel 5.2 Persentase Luas Area di Bawah Kurva ....................................... 58
Tabel 5.3 Rerata Waktu Perdarahan Antar Kelompok Sebelum Diberikan
Perlakuan.................................................................................... 60
Tabel 5.4 Rerata Waktu Perdarahan Antar Kelompok Sesudah Diberikan
Perlakuan.................................................................................... 61
Tabel 5.5 Analisis Komparasi Waktu Perdarahan Sesudah Perlakuan
Antar Kelompok ....................................................................... 62
Tabel 5.6 Analisis Komparasi Waktu Perdarahan Antara Sebelum-Sesudah
Perlakuan ................................................................................. 63
Tabel 5.7 Rerata Waktu Koagulasi Antar Kelompok Sebelum Diberikan
Perlakuan.................................................................................... 64
Tabel 5.8 Rerata Waktu Koagulasi Antar Kelompok Sesudah Diberikan
Perlakuan.................................................................................... 65
xvii
Tabel 5.9 Analisis Komparasi Waktu Koagulasi Sesudah Perlakuan
Antar Kelompok ....................................................................... 67
Tabel 5.10 Analisis Komparasi Waktu Koagulasi Antara Sebelum-Sesudah
Perlakuan ................................................................................. 68
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 : Surat Keterangan Kelaikan Etik................................................... 84
LAMPIRAN 2 : Kromatogram Ekstrak Buah Mengkudu ...................................... 85
LAMPIRAN 3 : Kromatogram dan Spektrum UV Ekstrak Buah Mengkudu ........ 86
LAMPIRAN 4 : Data Hasil Penelitian .................................................................... 87
LAMPIRAN 5 : Uji Normalitas Data ...................................................................... 88
LAMPIRAN 6 : Uji One Way Anova ..................................................................... 90
LAMPIRAN 7 : Uji T-Paired ................................................................................. 93
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sistem hemostasis yang berfungsi normal penting bagi kehidupan untuk
menjaga keseimbangan faktor trombogenik dan mekanisme proteksi. Trombus
berperan sebagai sumbat hemostatik pada saat terjadi injuri dan mekanisme
koagulasi teraktivasi. Sumbat hemostatik ini terdiri dari platelet yang teragregasi,
benang fibrin dan komponen darah lainnya.
Pembentukan sumbatan yang tidak diperlukan dalam pembuluh darah
disebut trombosis dan dapat membahayakan jiwa (Lullman, 2000). Trombus yang
terbentuk pada plak atheroma dalam pembuluh arteri koroner akan menyebabkan
infark miokardia sedangkan trombus pada pembuluh darah vena kaki dapat
menyebabkan pulmonary embolism yang mengganggu aliran darah paru-paru
(Lullman, 2000).
Obat-obatan seperti kumarin dan heparin yang merupakan antikoagulan
dapat digunakan untuk mencegah terjadinya trombosis. Penggunaan obat-obatan
antiagregasi platelet seperti asetosal juga digunakan untuk mencegah terjadinya
agregasi platelet yang dapat membentuk sumbatan dalam pembuluh darah
(Lullman, 2000). Pada pasien yang mengkonsumsi secara rutin obat golongan
antikoagulan (warfarin) atau antiagregasi platelet (asetosal dan klopidogrel) untuk
profilaksis tromboemboli, maka waktu perdarahan dan koagulasi menjadi lebih
panjang (Despopoulos, 2003).
2
Mahalnya harga obat dan lamanya pengobatan secara medis menyebabkan
pasien memilih menggunakan terapi alternatif. Penggunaan produk herbal sebagai
terapi alternatif beberapa penyakit semakin berkembang luas dan populer. Hal ini
disebabkan karena adanya asumsi bahwa obat bahan alam memiliki efek samping
rendah dan aman untuk pengobatan jangka panjang karena alami. Pandangan ini
perlu dibenahi karena setiap bahan yang memiliki aktivitas farmakologi pasti
memiliki efek samping. Perlu diperhatikan juga adanya interaksi produk herbal-
obat sintetik apabila menggunakan produk herbal sebagai terapi tambahan bersama
dengan obat. Produk herbal merupakan campuran lebih dari satu bahan aktif
sehingga kemungkinan interaksi muncul menjadi sangat jelas. Secara teoritis
kemungkinan interaksi produk herbal-obat lebih tinggi dari interaksi obat-obat
karena obat sintetik hanya mengandung satu bahan aktif (Ebadi, 2007).
Beberapa produk bahan alam mengandung senyawa kumarin, salisilat atau
senyawa lain memiliki aktivitas antiplatelet sehingga dapat memperpanjang waktu
perdarahan dan koagulasi. Secara teoritis terdapat kemungkinan potensiasi aktivitas
farmakologi jika produk herbal ini digunakan bersama dengan warfarin atau obat
sejenisnya. Bawang putih memiliki efek kardiovaskular yang menguntungkan
seperti menurunkan tekanan darah tinggi dan serum lipid serta memiliki aktivitas
antitrombosis. Minyak bawang putih telah dilaporkan menghambat sintesis
tromboksan sehingga menghambat fungsi platelet. Ekstrak umbi bawang kapal
(Eleutherine americana (Aubl.) Merr.) juga telah diteliti memiliki aktivitas
antiagregasi platelet (Muttaqien, 2008). Selain itu, telah diteliti daun tanjung
(Mimusops elengi Linn), daun belimbing manis (Avverhoa carambola Linn.), dan
3
rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) memiliki efek antiagregasi
platelet (Rahminiwati dkk, 2009). Bawang putih (Allium sativum), dong quai
(Angelica sinensis), ginkgo (Ginkgo biloba), dan danshen (Salvia miltiorrhiza) jika
diberikan bersamaan dengan warfarin dapat menyebabkan perdarahan spontan
(Ebadi, 2007).
Buah mengkudu telah diteliti memiliki efek antiagregasi platelet sehingga
meningkatkan waktu perdarahan dan koagulasi (Yulinah dkk., 2008). Kandungan
kimia mengkudu adalah kumarin, alizarin, morindin, morindon, prokseronin,
rubidin, skopoletin, asam oktanoat, kalium, vitamin C, vitamin A, terpenoid,
asperulosid, asam kaprilat, asam kaproat, dan rutin (Saludes, 2002; Wang dkk.,
2002; Gunawan, 2001). Kumarin memiliki aktivitas farmakologi sebagai
antikoagulan. Salah satu derivat sintetik dari senyawa kumarin adalah warfarin
(dikumarol) yang digunakan sebagai antikoagulan (Pengelly, 2005). Pasien yang
menggunakan produk herbal yang mengandung kumarin, salisilat atau senyawa
anti platelet lainnya bersamaan dengan obat yang memiliki efek anti koagulan
seperti warfarin atau antiplatelet seperti asam salisilat memerlukan pengawasan
terhadap tanda atau gejala perdarahan (Ebadi, 2007).
Dengan mempertimbangkan kesamaan aktivitas antiagregasi platelet antara
ekstrak buah mengkudu dan asetosal, kemungkinan adanya potensiasi aktivitas
antiagregasi platelet yang ditandai dengan waktu perdarahan dan koagulasi yang
semakin panjang, secara teoritis mungkin terjadi. Hal ini mungkin terjadi pada
pasien yang rutin menggunakan asetosal untuk mencegah terjadinya trombosis dan
secara bersamaan juga mengkonsumsi suplemen mengkudu untuk menurunkan
4
tekanan darah atau kolesterol. Perlu diteliti mengenai adanya peningkatan waktu
perdarahan dan koagulasi dalam pemberian kombinasi ekstrak buah mengkudu
dengan obat golongan salisilat seperti asetosal.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pemberian kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu dapat
memperpanjang waktu perdarahan pada mencit?
2. Apakah pemberian kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu dapat
memperpanjang waktu koagulasi pada mencit?
1.3 Tujuan
Penelitian ini memiliki tujuan umum dan khusus. Tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian
kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu dapat memperpanjang waktu
perdarahan dan waktu koagulasi pada mencit.
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi asetosal dan ekstrak
buah mengkudu terhadap waktu perdarahan pada mencit.
5
2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi asetosal dan ekstrak
buah mengkudu terhadap waktu koagulasi pada mencit.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan terutama mengenai interaksi yang dapat berisiko membahayakan
dalam penggunaan kombinasi obat dan produk herbal.
1.4.2 Manfaat aplikasi
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai penggunaan
kombinasi obat seperti asetosal dan ekstrak buah mengkudu yang dapat
memperpanjang waktu perdarahan dan koagulasi pada mencit.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Fisiologi Pembekuan Darah
Pada saat terjadi perdarahan, secara alami tubuh akan merespon dengan
mekanisme hemostatik untuk menghentikan perdarahan tersebut. Sistem
penghentian perdarahan yang berfungsi normal penting bagi kehidupan
organisme, karena jika hemostasis terganggu maka luka yang kecil sekalipun
dapat menyebabkan perdarahan yang membahayakan jiwa, sebaliknya pada
kencederungan darah untuk membeku akan mempermudah pembentukan trombus
dan meningkan risiko trombosis dan emboli (Despopoulos, 2003).
Pada saat terjadi trauma, platelet, faktor pembekuan darah dalam plasma,
dan dinding pembuluh darah berinteraksi untuk menutup kebocoran pada
pembuluh darah. Pembuluh darah yang rusak akan berkonstriksi melepaskan
endotelin dan platelet akan beragregasi pada situs luka dan menarik platelet lain
untuk menutup bocoran dengan sumbatan platelet. Waktu yang diperlukan untuk
menutup luka tersebut disebut waktu perdarahan yang berkisar pada 2-4 menit.
Selanjutnya, sistem koagulasi akan memproduksi fibrin yang saling berikatan
silang yang membentuk bekuan fibrin atau trombus yang memperkuat proses
penutupan luka. Proses rekanalisasi pembuluh darah dapat dilakukan melalui
fibrinolisis (Despopoulos, 2003).
7
Gambar 2.1 Hemostasis yang Dimediasi oleh Platelet (Despopoulos, 2003)
Pada saat terjadi trauma pada sel endotelial, platelet merupakan sel darah
yang melekat pada serat kolagen subendotelial yang dijembatani oleh faktor von
Willebrand (vWF) yang dibentuk oleh sel endotelial dan bersirkulasi dalam
kompleks plasma dengan faktor VIII. Kompleks glycoprotein GP Ib/ IX pada
platelet merupakan reseptor vWF. Proses adesi akan mengaktivasi pletelet dan
mulai melepaskan senyawa yang meningkatkan daya adesi platelet. Serotonin,
platelet derived growth factor (PDGF) dan tromboxane A2 (TXA2) meningkatkan
vasokonstriksi. Vasokonstriksi dan kontraksi platelet akan memperlambat aliran
darah. Mediator yang dilepaskan oleh platelet meningkatkan aktivasi platelet
sehingga menarik dan mengaktivasi lebih banyak platelet. Hal ini menyebabkan
8
bentuk dari platelet teraktivasi berubah drastis. Platelet diskoid berubah menjadi
sferik dan menghasilkan pseudopodia yang saling terjalin antar platelet. Agregasi
platelet ini ditingkatkan oleh trombin (IIA) yang berikatan dengan reseptor yag
diaktivasi oleh protease (PAR 1 dan PAR 4) dan distabilisasi oleh GP IIb/IIIa
yang diekspresikan pada permukaan platelet, yang mengarah pada ikatan
fibrinogen dan agregasi platelet. Reseptor P2Y1 dan P2Y12 merupakan reseptor
untuk ADP dan ketika terstimulasi akan mengaktivasi GP IIb/IIIa dan COX 1
yang meningkatkan sekresi dan daya adesi platelet sehingga memudahkan untuk
berikatan dengan fibronektin subendotelial. Tromboksan A2 (TXA2) merupakan
produk dari COX 1 yang mengaktivasi agregasi platelet sedangkan PGI2 atau
prostasiklin dihasilkan oleh sel endotehelial untuk menghambat aktivasi agregasi
platelet (Despopoulos, 2003; Brunton, 2006).
Gambar 2.2 Adesi dan Agregasi Platelet (Brunton, 2006)
9
Koagulasi diinisiasi secara in vivo melalui jalur ekstrinsik. Sejumlah faktor
VIIa dalam plasma berikatan dengan faktor jaringan subendotelial setelah adanya
trauma vaskular. Faktor jaringan ini akan mempercepat aktivasi faktor X oleh
faktor VIIa, fosfolipid, and Ca2+
. Faktor VIIa juga dapat mengaktivasi faktor IX
yang menghasilkan efek konvergen antara jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik.
Pembekuan yang disebabkan oleh jalur intrinsik diinisiasi secara in vitro ketika
faktor XII, prekallikrein, dan molekul berbobot besar kininogen berinteraksi
dengan kaolin, kaca atau permukaan lain yang dapat memicu faktor XIIa. Hal ini
akan diikuti dengan aktivasi faktor XI menjadi XIa dan faktor IX menjadi IXa.
Faktor IXa akan mengaktivasi faktor X dalam reaksi yang diakselerasi oleh faktor
VIIIa, fosfolipid dan Ca2+
. Aktivasi faktor X oleh faktor IXa muncul
disebabkan oleh mekanisme yang sama untuk aktivasi protrombin dan dapat
diakselerasi oleh platelet secara in vivo. Aktivasi faktor XII tidak diperlukan
untuk hemostasis, pasien dengan defisiensi faktor XII, prekallikrein, atau senyawa
berbobot molekul tinggi kininogen tidak mengalami perdarahan yang abnormal
walaupun nilai aPTT mengalami perpanjangan. Defisiensi faktor XI dihubungkan
dengan berbagai macam gangguan perdarahan ringan. Mekanisme aktivasi faktor
XI secara in vivo tidak diketahui tetapi trombin mengaktivasi faktor XI in vitro
(Brunton, 2006). Faktor II, VII, IX, dan X membutuhkan vitamin K sebagai
kofaktor dalam proses translasi akhir karboksilasi dari residu glutamat
(Despopoulous, 2003).
g
10
Gambar 2.3 Mekanisme Koagulasi Darah (Brunton, 2006)
Sistem fibrinolitik dalam regulasi untuk menghilangkan trombi fibrin yang
tidak diinginkan, sementara fibrin dalam luka akan tetap dipertahankan untuk
menjaga hemostasis. Tissue plasminogen activator (t-PA) dilepaskan dari sel
endotelial dalam respon terhadap beberapa sinyal termasuk stasis yang dihasilkan
oleh oklusi vaskular. Tissue plasminogen activator (t-PA) akan dihilangkan
dengan cepat dari darah atau dihambat oleh inhibitor sirkulasi seperti plasminogen
activator inhibitor-1 dan plasminogen activator inhibitor-2, sehingga sedikit
berpengaruh pada plasminogen yang bersirkulasi. Tissue plasminogen activator (t-
PA) berikatan dengan fibrin dan mengkonversi plasminogen, yang juga berikatan
dengan fibrin, menjadi plasmin. Plasminogen dan plasmin berikatan dengan
fibrin pada situs ikatan yang kaya akan residu lisin. Situs ini diperlukan untuk
ikatan plasmin dengan inhibitor 2-antiplasmin. Dengan demikian, plasmin yang
11
terikat fibrin akan terlidungi dari proses inhibisi. Plasmin yang lolos dari daerah
ini akan dihambat dengan cepat. Beberapa 2-antiplasmin terikat secara kovalen
dengan fibrin sehingga melindungi fibrin dari lisis prematur. Ketika aktivator
plasminogen diberikan pada terapi trombolitik, fibrinolisis besar-besaran akan
diinisiasi dan kontrol inhibitor akan dilampaui.
Gambar 2.4 Mekanisme Fibrinolisis (Brunton, 2006)
2.2 Mengkudu
Mengkudu dikenal dengan berbagai nama seperti keumeudee (Aceh),
pace, kemudu, kudu (Jawa), cengkudu (Sunda), kodhuk (Madura), tibah (Bali).
Nama lain untuk tanaman ini adalah Noni (bahasa Hawaii), Nono (bahasa Tahiti),
Nonu (bahasa Tonga), ungcoikan (bahasa Myanmar) dan Aceh (bahasa Hindi).
Mengkudu berasal dari daerah Asia Tenggara dan tergolong dalam famili
Rubiaceae.
12
2.2.1 Deskripsi tanaman
Pohon mengkudu tidak begitu besar, tingginya antara 4-6 m. batang
bengkok-bengkok, berdahan kaku, kasar, dan memiliki akar tunggang yang
tertancap dalam. Kulit batang cokelat keabu-abuan atau cokelat kekuning-
kuniangan, berbelah dangkal, tidak berbulu, anak cabangnya bersegai empat.
Tajuknya selalu hijau sepanjang tahun. Kayu mengkudu mudah sekali dibelah
setelah dikeringkan. Bisa digunakan untuk penopang tanaman lada (Bangun,
2002).
Klasifikasi tanaman mengkudu adalah sebagai berikut (Sambamurty,
2005) :
Kerajaan : Plantae
Ordo : Gentianales
Famili : Rubiaceae
Genus : Morinda
Spesies : Morinda citrifolia
Tanaman mengkudu berdaun tebal mengkilap. Daun mengkudu terletak
berhadap-hadapan. Ukuran daun besar-besar, tebal, dan tunggal. Bentuknya
jorong-lanset, berukuran 15-50 x 5-17 cm. tepi daun rata, ujung lancip pendek.
Pangkal daun berbentuk pasak. Urat daun menyirip. Warna hijau mengkilap, tidak
berbulu. Pangkal daun pendek, berukuran 0,5-2,5 cm. ukuran daun penumpu
bervariasi, berbentuk segi tiga lebar. Daun mengkudu dapat dimakan sebagai
sayuran. Nilai gizi tinggi karena banyak mengandung vitamin A (Bangun, 2002).
13
Gambar 2.5 Buah Mengkudu (Sambamurty, 2005)
Perbungaan mengkudu bertipe bonggol bulat, bergagang 1-4 cm. Bunga
tumbuh di ketiak daun penumpu yang berhadapan dengan daun yang tumbuh
normal. Bunganya berkelamin dua. Mahkota bunga putih, berbentuk corong,
panjangnya bisa mencapai 1,5 cm. Benang sari tertancap di mulut mahkota.
Kepala putik berputing dua. Bunga mekar dari kelopak berbentuk seperti tandan.
Bunganya putih dan berbau harum (Bangun, 2002).
Kelopak bunga tumbuh menjadi buah bulat lonjong sebesar telur ayam
bahkan ada yang berdiameter 7,5-10 cm. Permukaan buah seperti terbagi dalam
sel-sel poligonal (segi banyak) yang berbintik-bintik dan berkutil. Mula-mula
buah berwarna hijau, menjelang masak menjadi putih kekuningan. Setelah
matang, warnanya putih transparan dan lunak. Daging buah tersusun dari buah-
buah batu berbentuk piramida, berwarna cokelat merah. Setelah lunak, daging
14
buah mengkudu banyak mengandung air yang aromanya seperti keju busuk. Bau
itu timbul karena pencampuran antara asam kaprik dan asam kaproat (senyawa
lipid atau lemak yang gugusan molekulnya mudah menguap, menjadi bersifat
seperti minyak atsiri) yang berbau tengik dan asam kaprilat yang rasanya tidak
enak. Diduga kedua senyawa ini bersifat aktif sebagai antibiotik (Bangun, 2002).
2.2.2 Kegunaan empiris
Mengkudu (Morinda citrifolia L.) secara umum memiliki aktivitas
analgesik, antiarthritis, antipiretik, antirheumatik, antitumor, antispasmodik,
ascarisida, diuretik, emetik, emmenagogue, fungisida, hipotensif, laxatif, sedatif
dan tonik (Duke, 2002).
Buah mengkudu di masyarakat dimanfaatkan sebagai obat cacing,
sariawan, pelembut kulit, peluruh dahak, obat batuk, peluruh haid, pencegah mual,
kesulitan kencing, penurun tekanan darah, mengobati malaria, cacar, radang
empedu, radang ginjal, dan radang amandel (Gunawan dkk., 2001). Ekstrak buah
mengkudu juga telah diteliti memiliki aktivitas sebagai anti tukak lambung dan
duodenum (Muralidharan dan Srikanth, 2009).
Bagian daun dari tanaman mengkudu digunakan sebagai obat cacing,
pelembut kulit, peluruh dahak, obat batuk, peluruh haid, pencahar, penurun panas,
kejang perut, radang amandel, difteri, masuk angin, beri-beri, setelah bersalin,
kencing manis, radang usus besar sedangkan putik bunganya digunakan untuk
radang usus dan radang lambung (Gunawan dkk., 2001) .
15
Bagian akar mengkudu dimanfaatkan sebagai penyegar badan. Di Eropa,
akar mengkudu digunakan sebagai peluruh air kencing, pencahar dan hipertensi.
Dekokta kulit kayu sebagai astringen pada gangguan perut sedangkan infusa kulit
kayu, akar dan buah untuk mencuci luka (Gunawan dkk., 2001). Bagian daun,
akar dan buah mengkudu memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Zin dkk., 2002)
Kontraindikasi dan interaksi mengkudu belum ada dilaporkan. Uji
uterotonik dari mengkudu memberi hasil negatif dan daun dari Morinda lucida
dapat membunuh jamur penghasil aflatoksin pada dosis 1000 ppm (Duke, 2002).
2.2.3 Kandungan kimia
Kandungan kimia mengkudu adalah morindin, morindon, prokseronin,
rubidin, skopoletin, asam oktanoat, kalium, vitamin C, vitamin A, terpenoid,
asperulosid, asam kaprilat, asam kaproat dan rutin (Saludes, 2002; Wang dkk.,
2002).
Buah dan akar Morinda citrifolia yang diperoleh dari daerah Yogyakarta
mengandung turunan kumarin (Gunawan dkk., 2001). Kumarin merupakan
senyawa lakton dari O- hidroxy cinnamic acid dengan rangka C6C3 siklik .
Kumarin banyak ditemukan pada famili Rubiaceae. Kumarin memiliki aktivitas
farmakologi sebagai antikoagulan, antimicrobial, fungisidal, antispasmodik, dan
antifertilitas. Kumarin dapat larut dalam alkohol. Warfarin merupakan derivat
dari dikumarol yang digunakan sebagai antikoagulan (Pengelly, 2005).
Selain itu buah dan akar Morinda citrifolia yang diperoleh dari daerah
Yogyakarta juga mengandung golongan iridoid (dalam buah terdapat 3 senyawa
16
iridoid sedangkan dalam akar terdapat 2 macam senyawa iridoid, antrakinon,
triterpen, dan saponin, 4-hidroksi flavon tanpa gugus hidroksi pada atom C-5
(Gunawan dkk., 2001).
Mengkudu mengandung senyawa golongan antra kinon berikut turunannya
yaitu 2-metil-3-hidroksiantrakinon, 1-hidroksi-2-metilantrakinon, rubiadin,
lusidin, damnakantol, damnakantal, nor-damnakantal, morindon, soeranjidiol,
alizarin, alizarin-1-metil-eter, alizarin-2-metil-eter (Gunawan dkk., 2001).
Pada jenis Morinda lucida, ditemukan suatu senyawa iridoid yaitu
oruwasin, oruwalol dan asperulosid. Batang dan akar mengadung antrakinon.
Akar mengandung 1,7% nordamnakantal, 0,5% morindon, rubiadin, rubiadin-1-
metileter, soranjidiol, glikosida (morindon, rubiadin, rubiadin-1-metileter
(Gunawan dkk., 2001).
Buah mengandung morindin, asam malat, asam sitrat, glukosa, gum dan
suatu senyawa golongan saponin. Buah yang belum masak mengandung pektin
dengan kadar antara 0,84-1,18%, sedangkan dalam air perasan buah mengkudu
yang telah tua dan masak ditemukan paling sedikit tiga macam golongan senyawa
aldehid atau keton (Gunawan dkk., 2001).
Pada perasan buah mengkudu ditemukan golongan senyawa alkaloid pada
fraksi hidrofil dan senyawa triterpen pada fraksi lipofil. Senyawa hasil isolasi
salah satu komponen alkaloid dari perasan buah mengkudu mempunyai berat
molekul 353 yang terdiri dari gugus inti benzen C=O suatu keton, -C=N, -C-N, C-
O suatu alkil aril eter dari satu gugus metil (Gunawan dkk., 2001).
17
Biji buah yang telah tua dan masak mengandung paling sedikit 3 macam
senyawa alkaloid dan 1 macam senyawa iridoid, tiga macam senyawa
keton/aldehid. Serbuk daun mengkudu mengandung alkaloid yang dengan uji
spektroskopi UV menunjukkan adanya ikatan rangkap terkonjugasi tipe etilenik
dan tipe benzenoik serta kemungkinan memiliki inti indol. Dengan kultur suspensi
sel menghasilkan antrakinon (Gunawan dkk., 2001).
18
Gambar 2.6 Struktur Kimia Komponen Mengkudu (Gunawan dkk., 2001)
19
Gambar 2.7 Struktur Damnakhantol dan Moridin (Gunawan dkk., 2001)
2.2.4 Efek samping
Jus buah mengkudu dapat mempengaruhi keseimbangan elektrolit dan
menyebabkan hiperkalemia. Selain itu jus buah mengkudu juga dapat
menyebabkan gangguan hati karena menyebabkan peningkatan aktivitas enzim
transaminase dan dehidrogenase laktat (Aronson, 2009).
20
2.3 Asetosal
Asetosal atau asam asetil salisilat atau aspirin adalah agen analgesik,
antipiretik, dan anti-inflamasi. Sifat anti-inflamasi berkaitan dengan
penghambatan biosintesis prostaglandin. Struktur kimia asetosal dan turunan
salisilat adalah sebagai berikut :
Gambar 2.8 Struktur Kimia Turunan Salisilat (Brunton, 2006)
2.3.1 Farmakologi
Asetosal menghambat secara nonselektif enzim siklooksigenase-1 (COX-
1), yang berhubungan dengan saluran cerna, ginjal dan menghambat agregasi
platelet. Asetosal juga menghambat enzim siklooksigenase-2 (COX-2) yang
berhubungan dengan respon inflamasi. Tidak seperti obat anti inflamasi
nonsteroid lain, efek antiplatelet dari asetosal tidak dapat diubah dan permanen
karena adanya transasetilasi platelet selama kehidupan platelet (8-11 hari).
Salisilat tanpa gugus asetil (natrium salisilat) pada dasarnya tidak memiliki
aktivitas antiplatelet tetapi tetap memiliki aktivitas analgesik, antipiretik, dan anti-
inflamasi (Anderson, 2001).
21
Pada saat terjadi trauma vaskular, sistem koagulasi akan diaktivasi.
Platelet dan molekul fibrin bergabung membentuk bekuan darah untuk
menyumbat dan menghentikan proses perdarahan atau hemostasis (Lullman,
2000). Bekuan darah yang tidak diinginkan dalam pembuluh darah disebut
trombus. Trombosis biasanya muncul pada saat aliran darah lambat sehingga
faktor pembekuan darah yang teraktivasi terakumulasi dan tidak mengalir.
Masalah yang biasa muncul adalah trombosis pasca operasi pada vena kaki.
Kadang sebagian trombus pecah (emboli) dan dibawa jauh sehingga dapat
menyebabkan kerusakan parah seperti emboli paru-paru. Pada fibrilasi atrial,
kehilangan kontraksi atrial menyebabkan stasis darah dan menstimulasi
pembentukan trombus. Trombus ini dapat lepas dan menyebabkan emboli pada
otak atau yang lebih dikenal sebagai stroke (Neal, 2002)
Asetosal menurunkan risiko infark miokard pada pasien dengan angina
yang tidak stabil dan meningkatkan kelangsungan hidup pasien yang pernah
mengalami infark miokardia akut. Asetosal juga menurunkan risiko stroke pada
pasien dengan serangan iskemia transien. Efek yang menguntungkan dari asetosal
pada penyakit tromboemboli disebabkan oleh inhibisi sintesis platelet
tromboksan-A2 (TXA2). Tromboksan A2 adalah penginduksi kuat terjadinya
agregasi platelet. TXA2 bekerja pada reseptor permukaan dan mengakitivasi
fosfolipase C yang menyebabkan pembentukan inositol trifosfat yang
menyebabkan peningkatan kalsium intraselular. Kalsium mengubah reseptor
GPIIb/IIIa inaktif pada membran platelet menjadi konformasi dengan afinitas
22
tinggi terhadap fibrinogen yang membentuk ikatan silang antar platelet dan
menyebabkan agregasi.
Gambar 2.9 Mekanisme Kerja Asetosal pada Enzim Siklooksigenase
(Ebadi, 2008)
Sel endotel pada dinding pembuluh darah menghasilkan prostaglandin,
PGI2 (prostasiklin), yang merupakan antagonis fisiologis dari TXA2. PGI2
menstimulasi reseptor yang berbeda pada platelet dan mengaktivasi adenilsiklase.
Hasil dari peningkatan cAMP ini berhubungan dengan penurunan kalsium
intraselular dan inhibisi agregasi platelet. Asetosal menghambat pembentukan
TXA2 dengan menghambat siklooksigenase secara ireversibel. Platelet tidak
dapat mensintesis enzim baru tetapi sel endotelial dapat dan pada dosis rendah
(75-300 mg) yang diberikan setiap hari, asetosal dapat memberikan efek inhibisi
23
selektif pada enzim siklooksigenase. Dengan demikian keseimbangan efek
antiagregasi platelet dari PGI2 dan efek proagregasi platelet TXA2 berubah ke
arah yang menguntungkan (Neal, 2002).
Gambar 2.10 Asetosal Sebagai Anti Agregasi Platelet (Ebadi, 2008)
2.3.2 Efek samping
Efek samping dari asetosal adalah penurunan pendengaran, gangguan
saluran cerna, dan pendarahan spontan sering terjadi, dengan perdarahan akut dari
erosi lambung juga mungkin terjadi Seperti dengan obat antiinflamasi nonsteroid
lainnya, asetosal dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal, khususnya pada
mereka yang sudah ada penyakit ginjal atau gagal jantung kronis (Anderson,
2001).
Hepatotoksisitas biasanya terjadi pada anak-anak dengan artritis rematoid,
orang dewasa dengan penyakit lupus atau sudah memiliki gangguan hati. Asetosal
dapat memicu sindrom asma, angioedema, dan polip hidung. Dosis analgesik
24
tunggal dapat menekan agregasi platelet dan memperpanjang waktu perdarahan
hingga 1 minggu sedangkan dosis besar efeknya lebih lama (Anderson, 2001).
2.3.3 Kontraindikasi
Asetosal dikontraindikasikan pada kondisi gangguan perdarahan, asma,
hipersensitif terhadap obat antiinflamasi nonsteroid lain atau pewarna tartrazin.
Untuk tindakan pencegahan, asetosal harus digunakan dengan hati-hati pada
pasien dengan penyakit ginjal, tukak lambung, kecenderungan perdarahan,
hipoprotrombinemia, memiliki sejarah asma, atau sedang menggunakan
antikoagulan. Penggunaan salisilat tidak dianjurkan pada anak-anak dan remaja
yang mengalami infeksi virus dengan gejala seperti flu atau cacar air karena dapat
menyebabkan Reye's syndrome. Asetosal dapat menyebabkan bronkospasme.
(Anderson, 2001).
2.3.4 Dosis dan aturan pakai
Asetosal digunakan pada beberapa penyakit dengan dosis dan aturan pakai
yang berbeda untuk setiap kondisi. Dosis dan aturan pakai asetosal disajikan pada
Tabel 2.1
25
Tabel 2.1
Dosis dan Aturan Pakai Asetosal (Anderson, 2001)
Indikasi Dosis Dewasa Rute
Demam atau nyeri minor 325 - 1000 mg q 4-6 jam, sampai
maksimal 4 g / hari
PO atau PR
Arthritis dan rematik
3,6-5,4 g / hari dalam 3-4 dosis
terbagi
PO
Demam rematik akut
5-8 g / hari dalam dosis terbagi PO
Pencegahan trombosis
atau stroke
81 - 325 mg/hari PO
Pengurangan risiko infark
miokard
Pencegahan primer :
81-325 mg / hari
Pencegahan sekunder :
162-325 mg/hari
PO
Angina tidak stabil 162-325 mg/hari
PO
Pencegahan coroner
artery bypass occlusion
graft
325 mg / hari mulai 6 jam pasca
operasi dan dilanjutkan selama 1
tahun
PO
Fibrilasi atrial
nonrematik
325 mg / hari PO
Penghambatan platelet Dosis optimum belum ditentukan;
dosis serendah 50 mg / hari
menghambat agregasi platelet dan
memberikan efektif
perlindungan terhadap trombosis
PO
Pada pasien geriatri digunakan dosis efektif minimal karena lansia lebih
rentan terhadap perdarahan saluran cerna dan insufisiensi ginjal akut. Untuk
26
pencegahan primer dapat diberikan dosis 81 - 325 mg/hari. Pada kondisi uremia
atau albumin berkurang cenderung menyebabkan ikatan obat berkurang dengan
albumin plasma yang dapat meningkatkan efek farmakologi atauterjadi toksisitas.
Pengurangan dosis mungkin dibutuhkan pada pasien misalnya penyakit ginjal atau
kekurangan gizi (Anderson, 2001).
Dosis dan aturan pakai asetosal pada pasien pediatri sangat bervariasi
bergantung usia atau bobot badan. Pada Tabel 2.2 dicantumkan dosis dan aturan
pakai asetosal untuk anak-anak:
Tabel 2.2
Dosis dan Aturan Pakai Asetosal Pada Pediatri (Anderson, 2001)
Indikasi Dosis Anak-anak Rute
Artritis rematoid 60-110 mg / kg / hari dalam dosis
terbagi
PO
Demam rematik 100 mg / kg / hari dalam dosis terbagi
awalnya selama 2 minggu, kemudian
75 mg / kg / hari di dibagi
dosis untuk 4-6 minggu
PO
Penyakit Kawasaki 80-120 mg / kg / hari; penurunan
sampai 10 mg / kg / hari setelah
demam selesai
PO
Analgesik / antipiretik 10-15 mg / kg / dosis q 4 jam,
maksimum sebesar 60-80 mg / kg /
hari
atau
(2-3 tahun) 162 mg q 4 jam;
(4-5 tahun) 243 mg q 4 jam;
(6-8 tahun) 325 mg q 4 jam;
(9-10 tahun) 405 mg q 4 jam;
(11 tahun) 486 mg q 4 jam;
(>12 tahun) 650 mg q 4 jam.
PO
27
2.3.5 Parameter pengawasan
Pengawasan diperlukan pada kondisi perdarahan abnormal atau
perdarahan pada saluran cerna. Pengawasan terhadap risiko kehilangan darah
(hematokrit periodik) dilakukan pada pasien yang mengkonsumsi salisilat secara
teratur. Penentuan kadar salisilat dalam serum perlu dilakukan pada pemberian
dosis tinggi karena terdapat variasi yang luas pada kadar obat dalam serum.
Pengawasan dilakukan terhadap fungsi ginjal dan perubahan pendengaran
(tinnitus), namun tidak disarankan untuk menggunakan tinnitus sebagai indeks
toleransi salisilat maksimum (Anderson, 2001).
2.3.6 Farmakokinetik
Onset asetosal yang diberikan per oral untuk analgesik adalah 30 menit.
Pada kadar salisilat dalam serum 150-300 mg / L (1,1-2,2 mmol / L) untuk
penyakit rematik, sering disertai dengan gejala ringan keracunan. Tinnitus terjadi
pada dosis 200 - 400 mg / L (1,5-2,9 mmol / L), hiperventilasi pada> 350 mg / L
(2,6 mmol / L), asidosis pada > 450 mg / L (3,3 mmol / L), dan keracunan parah
atau fatal pada > 900 mg / L (6,6 mmol / L) 6 jam setelah dicerna (Anderson,
2001).
Asetosal cepat diserap dari saluran pencernaan dengan bioavailabilitas oral
80-100%. Sediaan dengan lapisan enterik tidak menghambat absorpsi.
Dosis antipiretik/ analgesik menghasilkan kadar puncak 30-60 mg / L (0,22- 0,44
mmol / L). Asetosal 49% terikat protein plasma dan bisa menurun jika terjadi
uremia. Volume distribusi asetosal (Vd) 0,15 ± 0,03 L / kg dan klirens (Cl)
28
sebesar 0,56 ± 0,07 L / jam / kg. Asetosal cepat dihidrolisis menjadi salisilat, yang
juga aktif secara farmakologi. Salisilat dimetabolisme terutama dalam hati
menjadi 4 metabolit yaitu asam salisilurik, glukuronida fenolik, glukuronida asil,
dan asam gentisik (Anderson, 2001).
Ikatan protein plasma salisilat bergantung pada dosis, 95% pada
15 mg / L dan 80% pada 300 mg / L dan mengalami penurunan dalam uremia,
hipoalbuminemia, neonatus, dan kehamilan. Volume distribusi salisilat adalah
0,17 ± 0,03 L / kg. Klirens bergantung pada dosis 0,012 L / jam / kg di 134-157
mg / L dan menurun pada hepatitis dan neonatus. Hanya 1% dosis asetosal
diekskresikan tidak berubah dalam urin. Waktu paruh asetosal adalah 0,25 ± 0,03
jam sedangkan waktu paruh salisilat bergantung pada dosis yaitu 2,4 jam dengan
dosis 0,25 g, 5 jam dengan dosis 1 g, 6,1 jam dengan dosis 1,3 g, 19 jam dengan
dosis 10-20 g (Anderson, 2001).
2.4 Interaksi Obat dan Produk Herbal
Beberapa tanaman obat telah diteliti khasiatnya namun masih ada
kekhawatiran tentang keamanan penggunaan produk herbal bersama obat. Hal ini
disebabkan kurangnya penelitian dan pengetahuan tentang potensi interaksi obat
dan produk herbal yang signifikan. Penggunaan bersama produk herbal dengan
obat memiliki potensi interaksi farmakokinetik atau farmakodinamik meningkat.
Penggunaan bersama produk herbal dan obat biasanya tidak dilaporkan. Hal ini
menimbulkan tantangan bagi profesi kesehatan dan konsumen.
29
2.4.1 Interaksi Farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik dapat terjadi dalam proses absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi (Lam dkk., 2006)
2.4.1.1 Absorpsi
Absorpsi obat dapat menurun karena waktu transit intestinal yang pendek
akibat penggunaan produk herbal mengandung antranoid yang bersifat laksatif
atau pembentukan kompleks senyawa aktif (Lam dkk., 2006).
2.4.1.2 Distribusi
Perubahan distribusi obat dapat terjadi karena berubahnya ikatan protein
dari obat yang terikat kuat dengan protein. Mekanisme interaksi ini biasanya tidak
terlalu berpengaruh kecuali bila disertai gangguan metabolisme atau ekskresi. Hal
ini dapat menyebabkan meningkatnya konsentrasi obat dalam darah (Lam dkk.,
2006).
2.4.1.3 Metabolisme
Sebagian besar obat yang saat ini digunakan dieliminasi melalui proses
metabolisme. Interaksi obat dan produk herbal dapat menginduksi atau
menginhibisi proses metabolisme obat. Interaksi yang berpengaruh pada
metabolisme merupakan interaksi farmakokinetik yang paling banyak dilaporkan.
Jalur metabolisme obat yang lazim adalah oksidasi melalui enzim sitokrom 450
yang berada pada retikulum endoplasma sel hepatosit (Lam dkk., 2006).
Mekanisme induksi metabolisme menyebabkan peningkatan konsentrasi
protein yang berperan aktif dalam katalisis obat pada jaringan. Aktivitas enzim
yang meningkat menyebabkan peningkatan klirens sistemik dan penurunan
30
bioavaibilitas obat yang dimetabolisme. Penurunan konsentrasi obat dapat
menyebabkan kegagalan terapi (Lam dkk., 2006).
2.4.1.4 Ekskresi
Produk herbal dengan efek diuretik biasanya tidak sepotensial furosemid
sehingga tidak menyebabkan peningkatan ekskresi obat. Sebagian besar produk
herbal juga tidak mempengaruhi pH urin secara signifikan sehingga tidak
mempengaruhi reabsorpsi obat pada tubulus renalis (Lam dkk., 2006).
2.4.2 Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik dapat muncul antara produk herbal dan obat.
Interaksi ini dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan efek dari produk
herbal atau obat. Interaksi farmakodinamik banyak dipublikasikan karena adanya
kasus atau studi eksperimental (Lam dkk., 2006).
Pada literatur, interaksi farmakodinamik antara produk herbal dan obat
yang banyak dipublukasikan adalah antikoagulan warfarin. Hal ini disebabkan
adanya pemantauan rutin terhadap waktu koagulasi sebagai parameter pencapaian
terapi. Banyaknya produk herbal yang mengandung antikoagulan atau antiplatelet
menyebabkan warfarin menjadi contoh interaksi farmakodinamik dengan
peningkatan efek farmakologi (Lam dkk., 2006).
Interaksi farmakodinamik antara produk herbal dan obat yang bersifat
antagonis diantaranya adalah koenzim Q10 dan warfarin. Koenzim Q10
menyebabkan terjadinya peningkatan koagulasi. Koenzim Q10 diduga memiliki
mekanisme kerja yang berlawanan dengan warfarin (Lam dkk., 2006).
31
2.4.3 Interaksi Asetosal dan Ekstrak Buah Mengkudu
Interaksi antara asetosal dan ekstrak buah mengkudu diduga merupakan
interaksi farmakodinamik yang bersifat aditif. Asetosal merupakan obat
antiinflamasi nonsteroid yang menghambat enzim siklooksigenase. Penghambatan
enzim siklooksigenase menyebabkan sintesis tromboksan menurun. Tromboksan
merupakan salah satu mediator yang terlibat dalam aktivasi platelet dan
vasokonstriksi pada proses hemostasis yang dimediasi platelet. Jumlah
tromboksan yang menurun akan menyebabkan aktivitas agregasi platelet menurun
dan menyebabkan waktu perdarahan akan semakin panjang (Anderson, 2001).
Kumarin merupakan salah satu senyawa yang ada dalam buah mengkudu
yang memiliki aktivitas farmakologi sebagai antikoagulan. Kumarin merupakan
inhibitor kompetitif vitamin K (faktor II) dalam biosintesis protrombin. Proses
koagulasi membutuhkan perubahan protrombin menjadi trombin. Vitamin K
merupakan kofaktor dalam reaksi konversi ini. Kemiripan struktur vitamin K dan
kumarin menyebabkan kumarin dapat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim
vitamin K reduktase dan vitamin K epoksida reduktase. Hal ini dapat mengganggu
proses koagulasi yang ditandai dengan semakin meningkatnya waktu koagulasi
(Desai, 2000).
Kumarin saat ini diketahui berinteraksi dengan 250 macam obat yang
berbeda. Interaksi dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan international
normalised ratio atau INR. Obat antiplatelet akan memperpanjang waktu
perdarahan dan dapat meningkatkan risiko perdarahan apabila digunakan bersama
kumarin. Perbedaan mekanisme kerja dari antiplatelet dan kumarin menyebabkan
32
nilai INR tidak berubah tetapi terjadi peningkatan risiko perdarahan (Myers,
2002).
Selain itu, risiko perdarahan yang diakibatkan oleh interaksi antara
asetosal dan kumarin dapat terjadi melalui interaksi farmakokinetika yaitu melalui
mekanisme pelepasan kumarin dari albumin dan inhibisi metabolisme kumarin
Kumarin yang terlepas dari albumin menyebabkan kadar kumarin bebas
meningkat dan menyebabkan peningkatan aktivitas kumarin sebagai antikoagulan.
Inhibisi metabolisme kumarin juga menyebabkan akumulasi kumarin dalam
sirkulasi dan menyebabkan peningkatan aktivitas kumarin (Anonim, 2004).
Erosi faktor proteksi lambung berisiko pada terjadinya perdarahan pada
lambung. Hal ini disebabkan karena asetosal berperan menghambat
siklooksigenase yang juga berperan dalam menghasilkan faktor proteksi lambung
(Anonim, 2004).
2.5 Hewan Percobaan
Mencit merupakan hewan yang paling sering digunakan dalam penelitian
menggunakan hewan. Keunggulan mencit untuk penelitian adalah ukuran badan
yang kecil, mudah berkembang biak, harga dan biaya perawatan murah. Selain itu,
seringnya mencit digunakan dalam penelitian membuat hewan ini paling dipahami
dan dikarakterisasi dengan baik secara anatomi, fisiologi dan genetik (Moore,
2000). Berikut klasifikasi taksonomi dari mencit :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
33
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
2.5.1 Anatomi
Mencit memilik rambut yang pendek, ekor panjang dan tidak berambut,
telinga bulat dan berdiri, mata menonjol dan moncong meruncing dengan kumis
yang panjang. Spesies ini memiliki 5 jari pada kaki depan dan belakangnya, tetapi
jari pertama pada kaki depan lebih pendek dari yang lain. Warna rambut mencit
ini bervariasi (Moore, 2000).
Gambar 2.11 Mencit (Moore, 2000)
2.5.2 Fisiologi
Komposisi makanan yang diberikan pada hewan percobaan memegang
peranan penting dalam menjaga hewan percobaan tetap sehat dan menghasilkan
data yang konstan. Mencit menyukai makan rendah serat (5%) dan diberikan
dalam bentuk pelet. Mencit sensitif terhadap ketidakseimbangan vitamin dan
34
mineral. Air yang segar dan bebas dari bakteri dan kontaminasi zat kimia harus
disediakan ad libitum. Air dapat diberikan melalui botol atau sistem air automatis
(Moore, 2000).
Pada tabel di bawah ini dibahas mengenai parameter fisiologi normal
mencit.
Tabel 2.4 Parameter Normal Mencit (Moore, 2000)
Parameter Rentang Normal
Usia harapan hidup 2 tahun
Suhu tubuh 35 – 39 oC
Denyut Jantung 320 – 780 per menit
Respirasi 84 – 240 per menit
Volume urin 0,5 – 1 ml / hari
Berat badan 25 – 40 g
Usia pubertas 35 hari
Usia minimum berkembang biak Jantan : 60 hari
Betina : 50 – 60 hari
Konsumsi makanan 12 g / 100 g bb / hari
Konsumsi air 15 ml / 100 g bb / hari
2.5.3 Perilaku
Mencit merupakan hewan nokturnal dan jika diganggu pada siang hari
dapat menggigit. Mencit dapat dijinakkan jika ditangani secara baik sejak kecil.
35
Setelah jinak, hewan ini akan mudah ditangani dan tidak mudah stres. Hewan
yang sudah biasa menjadi hewan percobaan memiliki daya tahan terhadap rasa
sakit yang lebih tinggi dan tidak mudah stres dalam percobaan. Untuk
mengurangi stres hewan ini harus dapat bergerak bebas (Moore, 2000).
Mencit jantan yang tinggal bersama dalam satu kandang dapat berkelahi
hingga luka atau mati. Pemindahan mencit agresor dapat menghentikan
perkelahian ini. Beberapa mencit betina yang dominan sering merawat pasangan
mereka dan menggigit rambutnya. Rambut yang rontok ini harus dibedakan
dengan rambut rontok karena parasit. Mencit sangat sensitif terhadap perubahan
aroma dalam lingkungan mereka. Perubahan tempat tidur atau mengenalkan
anggota baru dapat mengganggu perilaku dan keadaan fisiologik mereka. Faktor
fisik, biologik dan sosial dapat mempengaruhi integritas percobaan karena
mempengaruhi konsumsi makanan dan minuman, performa reproduksi dan
metabolisme obat serta parameter fisiologi lainnya (Moore, 2000).
2.6 Simplisia dan Ekstrak
Batasan simplisia menurut Farmakope Indonesia adalah bahan alamiah
yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga
dan kecuali dinyatakan lain , berupa bahan yang dikeringkan (Leliqia dkk., 2006).
Simplisia digolongkan menjadi simplisia nabati, hewani dan mineral.
Definisi masing-masing simplisia adalah sebagai berikut:
1. Simplisia nabati ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara
36
spontan keluar dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dikeluarkan
dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni (Leliqia
dkk., 2006).
2. Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan
atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat
kimia murni (Leliqia dkk., 2006).
3. Simplisia pelikan/mineral ialah simplisia yang berupa bahan pelikan/
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan
belum berupa zat kimia murni (Leliqia dkk., 2006).
Diantara ketiga golongan itu, simplisia nabati merupakan jumlah
terbanyak yang digunakan untuk bahan obat. Penyiapan simplisia nabati
merupakan suatu proses memperoleh simplisia dari tanaman sumbernya di alam.
Proses ini meliputi pengumpulan, pemanenan, pengeringan, pemilihan, serta
pengepakan, penyimpanan dan pengawetan (Leliqia dkk., 2006).
Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental dan cair, dibuat
dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, yaitu
maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih. Pembuatan sediaan
ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat simplisia terdapat dalam bentuk kadar
yang tinggi dan hal ini memudahkan agar zat berkhasiat dapat diatur dosisnya
(Ariantari dkk., 2006).
Ekstraksi merupakan proses pemisahan zat aktif dari jaringan tanaman
atau hewan dari bahan inaktif dan inert dengan menggunakan pelarut yang selektif
37
dalam prosedur ekstraksi yang standar (Handa dkk., 2008).
Secara umum terdapat beberapa metode ekstraksi yang paling banyak
digunakan untuk tanaman obat diantaranya:
1. Maserasi
Dalam proses maserasi, serbuk tanaman obat direndam menggunakan
pelarut dalam kontainer tertutup selama 3 hari pada suhu kamar dengan sesekali
diaduk hingga zat terlarut dapat larut. Campuran antara residu dan filtrat
dipisahkan dengan penyaringan atau dekantasi (Handa dkk., 2008).
2. Infusa
Infusa merupakan proses preparasi tanaman obat dengan cara maserasi
dalam waktu singkat dalam air mendidih atau air dingin (Handa dkk., 2008).
3. Digesti
Digesti merupakan proses maserasi yang disertai dengan pemanasan
selama proses berlangsung. Metode ini dapat digunakan jika bahan aktif tahan
terhadap panas. Pemanasan ini meningkatkan efisiensi pelarut (Handa dkk., 2008).
4. Dekoktum
Dalam proses ini, tanaman obat dididihkan dalam volume dan waktu
tertentu kemudian didinginkan lalu disaring atau difiltrasi. Prosedur dekoktum
cocok untuk bahan aktif larut air dan tahan panas. Metode ini digunakan dalam
Ayur Weda. Perbandingan tanaman obat dan air biasanya tetap seperti 1:4 atau
1:16. Volume ini biasanya dipekatkan hingga seperempatnya dengan cara
dididihkan. Ekstrak yang pekat ini kemudian disaring atau difiltrasi (Handa dkk.,
2008).
38
5. Perkolasi
Metode perkolasi ini banyak digunakan untuk pembuatan ekstrak cair dan
tingtur. Perkolasi merupakan proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang
mengalir dalam alat perkolator (Handa dkk., 2008).
6. Hot Continuous Extraction (Soxhlet)
Dalam metode ini, serbuk tanaman obat diletakkan dalam kantong berpori
dari kertas saring yang kuat dan diletakkan dalam alat Soxhlet. Pelarut dipanaskan
dan uapnya dikondensasi dalam kondensor. Pelarut ini kemudian menetes dalam
kantong yang mengandung serbuk tanaman obat dan mengekstraksi pada saat
terjadi kontak. Proses ini berlangsung secara terus menerus hingga diperoleh
ekstrak yang diinginkan (Handa dkk., 2008).
39
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka, maka dapat disusun
kerangka berpikir bahwa waktu perdarahan dan koagulasi dapat menjadi
parameter untuk mengetahui keseimbangan sistem hemostatik. Sistem hemostasis
normal penting bagi kehidupan organisme karena jika hemostasis terganggu dapat
terjadi gangguan perdarahan. Pembentukan sumbatan yang tidak diperlukan dalam
pembuluh darah menyebabkan pembentukan trombosis dan dapat membahayakan
jiwa. Obat-obatan seperti kumarin dan heparin yang merupakan antikoagulan
dapat digunakan untuk mencegah terjadinya trombosis. Penggunaan obat-obatan
antiagregasi platelet seperti asetosal juga digunakan untuk mencegah terjadinya
agregasi platelet yang dapat membentuk sumbatan dalam pembuluh darah
Penggunaan kombinasi obat dan produk herbal memiliki potensi terjadinya
interaksi antar bahan aktif. Produk herbal merupakan campuran lebih dari satu
bahan aktif sehingga kemungkinan interaksi muncul menjadi lebih tinggi.
Interaksi antara ekstrak buah mengkudu dan asetosal dapat mempengaruhi waktu
perdarahan dan koagulasi.
Buah mengkudu telah diteliti memiliki efek anti agregasi platelet sehingga
meningkatkan waktu perdarahan dan koagulasi. Kumarin merupakan salah satu
senyawa yang ada dalam buah mengkudu yang memiliki aktivitas farmakologi
40
sebagai antikoagulan. Kumarin merupakan inhibitor kompetitif vitamin K (faktor
II) dalam biosintesis protrombin. Proses koagulasi membutuhkan perubahan
protrombin menjadi trombin. Vitamin K merupakan kofaktor dalam reaksi
konversi ini. Kemiripan struktur vitamin K dan kumarin menyebabkan kumarin
dapat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim vitamin K reduktase dan
vitamin K epoksida reduktase. Hal ini dapat mengganggu proses koagulasi yang
ditandai dengan semakin meningkatnya waktu koagulasi.
Asetosal merupakan obat antiinflamasi nonsteroid yang menghambat
enzim siklooksigenase. Penghambatan enzim siklooksigenase menyebabkan
sintesis tromboksan menurun. Tromboksan merupakan salah satu mediator yang
terlibat dalam aktivasi platelet dan vasokonstriksi pada proses hemostasis yang
dimediasi platelet. Jumlah tromboksan yang menurun akan menyebabkan aktivitas
agregasi platelet menurun dan menyebabkan waktu perdarahan akan semakin
panjang. Oleh karena itu, pasien yang menggunakan produk herbal bersamaan
dengan obat yang memiliki efek anti koagulan golongan kumarin seperti warfarin
atau antiplatelet golongan salisilat memerlukan pengawasan terhadap tanda atau
gejala perdarahan.
Dengan mempertimbangkan kesamaan aktivitas antara mengkudu dan
asetosal, kemungkinan adanya potensiasi aktivitas farmakologi karena pemberian
ekstrak mengkudu dengan obat seperti asetosal secara teoritis mungkin terjadi.
Potensiasi aktivitas farmakologi ini berisiko menyebabkan meningkatnya waktu
perdarahan dan koagulasi. Oleh karena itu perlu diteliti mengenai adanya
peningkatan waktu perdarahan dan koagulasi karena pemberian kombinasi
41
ekstrak buah mengkudu dengan obat golongan salisilat seperti asetosal pada
mencit.
3.2 Konsep
Gambar 3.1 Konsep
3.3 Hipotesis
1. Kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.)
dapat memperpanjang waktu perdarahan pada mencit.
2. Kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.)
dapat memperpanjang waktu koagulasi pada mencit.
Faktor Eksternal :
- Obat
- Herbal
Faktor Internal :
- Genetik
- Penyakit
Waktu Perdarahan
Waktu Koagulasi
Kombinasi asetosal
dan ekstrak buah
mengkudu
Mencit
42
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan
rancangan penelitian pre test-post test control group design (Pocock, 2008).
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian
P S RA O3 O4
P2
O1 O2 P1
O5 O6 P3
43
Keterangan :
P : Populasi
S : Sampel
RA : Randomisasi Alokasi
P1 : Perlakuan 1 (kelompok diberi asetosal 40 mg / kg bb satu kali sehari)
P2 : Perlakuan 2 (kelompok diberi ekstrak mengkudu 100 mg / kg bb satu kali
sehari)
P3 : Perlakuan 3 (kelompok diberi kombinasi asetosal 40 mg/ kg bb dan ekstrak
etanol buah mengkudu 100 mg/ kg bb satu kali sehari)
O1, O3, O5 : Pengamatan waktu perdarahan dan koagulasi pada hari ke-0
O2, O4, O6 : Pengamatan waktu perdarahan dan koagulasi pada hari ke-7
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Departemen Farmakologi Universitas
Udayana pada bulan Februari – Mei 2011.
4.3 Sampel
Dalam penelitian ini ditetapkan besar sampel penelitian dan kriteria inklusi
dan eksklusi sampel penelitian.
4.3.1 Perhitungan besar sampel penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitis numerik tidak berpasangan
sehingga jumlah sampel ditentukan dengan rumus sebagai Pocock (2008) :
44
Keterangan :
N = jumlah sampel
σ = simpangan baku
α = tingkat kesalahan 1 (α = 0,05)
β = tingkat kesalahan II (β = 0,1)
µ1 = rerata nilai pada kelompok kontrol
µ2 = rerata nilai pada kelompok perlakuan
Nilai α ditetapkan sebesar 0,05 dan β sebesar 0,1 sehingga nilai f (α,β)
adalah 10,5 (Pocock, 2008). Dari penelitian pendahuluan (Astuti, 2011) diperoleh
rerata waktu perdarahan normal mencit adalah 61,13 detik dengan simpangan
baku 4,06 detik dan waktu koagulasi normal mencit 59 detik dengan simpangan
baku 10,56 detik. Peningkatan waktu perdarahan (µ1 - µ2) yang diharapkan adalah
20. Dengan menggunakan rumus (1) maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Dengan demikian jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah 6 ekor. Untuk
mengatasi sampel yang drop out maka sampel dilebihkan 25% sehingga jumlah
sampel tiap kelompok adalah 8.
45
Dengan demikian sampel yang digunakan adalah 24 ekor mencit galur
Balb/c yang berumur 8-12 minggu dengan bobot badan 20-22 g yang terbagi
menjadi 3 kelompok. Sampel dikelompokkan dengan cara acak sederhana.
4.3.2 Kriteria sampel
Sampel yang digunakan sebagai obyek penelitian ini adalah mencit putih
jantan galur Balb/c yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
4.3.2.1 Kriteria inklusi
Yang termasuk kriteria inklusi adalah :
1. Mencit jantan dewasa galur Balb/c
2. Sehat
3. Umur 8-12 minggu
4. Berat badan 20-22 g
4.3.2.2 Kriteria eksklusi
Yang termasuk kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah mencit yang
tidak mau makan.
4.3.2.3 Kriteria drop out
Yang termasuk kriteria drop out dalam penelitian ini adalah mencit yang
mati dalam penelitian.
4.4 Variabel Penelitian
Variabel penelitian dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas, variabel
tergantung dan variabel terkendali.
46
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kombinasi asetosal dan ekstrak
buah mengkudu.
2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah lamanya waktu perdarahan
dan waktu koagulasi.
3. Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah kualitas serta kuantitas
makanan, umur, jenis kelamin, galur dan berat badan mencit.
4.5 Definisi Operasional Variabel
1. Asetosal yang digunakan adalah asam asetil salisilat (Brataco Chemical)
yang dilarutkan dalam aquadest sesuai dengan konsentrasi yang
dibutuhkan .
2. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak buah mengkudu yang telah
dipekatkan dan dilarutkan dalam air sesuai dengan konsentrasi yang
dibutuhkan.
3. Pemberian kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu dilakukan
secara berturut-turut sesuai dengan dosis masing-masing kelompok.
4. Waktu perdarahan adalah interval waktu dari tetes pertama sampai darah
berhenti menetes dalam detik (Vogel, 2002).
5. Waktu koagulasi adalah waktu dari mulai mencit dilukai sampai benang
fibrin muncul pertama kali pada patahan pipa kapiler dalam detik (Yulinah
dkk., 2008; Vogel, 2002).
47
6. Makanan diberikan pada tempat dan jumlah yang sama untuk tiap
kelompok berupa pelet dengan kadar protein 20 – 25 %, pati 45 – 55%,
lemak 10 – 12 % dan serat kasar 4% .
7. Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit jantan berumur 8-12
minggu dengan bobot badan 20-22 g.
4.6 Alat , Bahan dan Hewan Percobaan
Alat, bahan dan hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
4.6.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven Memmert, timbangan
digital, toples maserasi, erlenmeyer, corong gelas, rotary evaporator, pisau cutter,
kertas saring, pipa kapiler, pipet, stopwatch, plat HPTLC silika gel 60 F254
Merck, chamber kromatografi, Camag TLC Scanner dan lampu UV.
4.6.2 Bahan
Bahan utama untuk penelitian ini adalah buah mengkudu berumur 4-5 bulan
dengan tingkat kematangan yang sedang (buah berwarna kuning keputihan) yang
didapatkan dari daerah kabupaten Badung.
Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah asetosal (Brataco
Chemical), etanol 96 %, etanol 70%, kertas saring, metanol p.a., n-heksan p.a., etil
asetat p.a., dan aquades.
48
4.6.3 Hewan percobaan
Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 24 ekor
mencit galur Balb/c yang berumur 8-12 minggu dengan bobot badan 20-22 g.
4.7 Prosedur Penelitian
Prosedur dalam penelitian ini meliputi penetapan dosis, preparasi
simplisia, ekstraksi, identifikasi kumarin dalam ekstrak buah mengkudu, preparasi
hewan uji, uji waktu perdarahan, uji waktu koagulasi dan pengolahan data.
4.7.1 Penetapan dosis
Dosis yang tersedia adalah dosis pada manusia sehingga perlu dikonversi
menjadi dosis mencit. Faktor konversi untuk mengubah dosis dalam mg/ kg
menjadi mg/m2 dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Faktor Konversi Untuk Mengubah Dosis Dalam mg/ kg Menjadi
mg/m2 (Hong dkk., 2010)
Model Faktor Konversi
Mencit 3
Tikus 6
Monyet 12
Anjing 20
Manusia 37
49
4.7.1.1 Penetapan dosis asetosal
Dosis asetosal untuk antitrombosis pada manusia adalah 81 – 325 mg per
hari (Anderson, 2001). Perhitungan dosis asetosal pada mencit adalah sebagai
berikut :
mg/kg bb
Dalam penelitian ini dipilih dosis asetosal pada mencit yaitu 40 mg/kg bb.
4.7.7.2 Penetapan dosis ekstrak buah mengkudu
Dosis ekstrak buah mengkudu dari sediaan yang ada di pasaran untuk
manusia adalah 450-1800 mg per hari. Perhitungan dosis ekstrak buah mengkudu
pada mencit adalah sebagai berikut :
mg/kg bb
Dalam penelitian ini dipilih dosis ekstrak buah mengkudu yaitu 100 mg/kg bb.
4.7.2 Preparasi simplisia
1. Buah mengkudu dicuci bersih di bawah air mengalir.
50
2. Buah mengkudu diiris tipis
3. Irisan buah mengkudu dijemur ditempat teduh hingga irisan buah
mengkudu berubah menjadi kering.
4. Buah mengkudu yang telah kering kemudian dihancurkan hingga
berbentuk serbuk.
4.7.3. Ekstraksi
1. Serbuk mengkudu ditimbang sebanyak 1 Kg dan dimaserasi
menggunakan pelarut etanol 96 % sebanyak 5 L selama 24 jam.
2. Setelah 24 jam, rendaman disaring dengan corong gelas yang telah
dilapisi kertas saring.
3. Residunya dipisahkan dan filtrat I yang diperoleh diuapkan dengan
rotary evaporator sehingga didapat ekstrak etanol kemudian ekstrak
dikeringkan.
4. Residu dimaserasi ulang seperti cara di atas sebanyak tiga kali
perulangan sehingga diperoleh filtrat II dan III lalu diuapkan
menggunakan rotary evaporator.
4.7.4 Identifikasi kumarin dalam ekstrak
1. Chamber dijenuhkan dengan eluen metanol selam 30 menit.
2. Plat kromatografi lapis tipis dielusi dengan eluen metanol di dalam
chamber.
51
3. Plat kromatografi lapis tipis dikeringkan selama 30 menit dalam oven
dengan suhu
4. Sampel ekstrak mengkudu ditimbang sebanyak 50 mg lalu diencerkan
dalam etanol 96% sebanyak 5 mL
5. Sampel diambil sebanyak 10 µL lalu ditotolkan pada plat kromatografi
lapis tipis menggunakan alat nanomat.
6. Chamber dijenuhkan dengan campuran 5 mL n-heksan dan 5 mL etil
asetat selama 30 menit.
7. Plat kromatografi lapis tipis yang berisi sampel dimasukkan dalam
chamber dan dielusi.
8. Plat kromatografi lapis tipis diangkat dan dibiarkan kering
9. Plat kromatografi lapis tipis dilihat dibawah lampu UV dengan
panjang gelombang 366 nm dan dicatat hasilnya.
10. Plat kromatografi lapis tipis dipindai menggunakan alat Camag TLC
scanner dan dicatat hasilnya
4.7.5 Preparasi hewan uji, uji waktu perdarahan dan uji waktu koagulasi
1. Dari populasi mencit dipilih 30 mencit putih jantan dewasa sehat umur
8-12 minggu dengan berat badan 20-22 g.
2. Mencit diadaptasi dalam kandang dan diberi makan selama satu
minggu.
3. Diamati bila ada mencit yang tidak mau makan.
4. Mencit yang tidak mau makan dikeluarkan dari kelompok.
52
5. Dari sisa populasi tersebut dipilih 24 ekor mencit putih jantan dewasa
sehat umur 8-12 minggu dengan berat badan 20-22 g yang mau
makan.
6. Mencit dibagi secara acak menjadi 3 kelompok yang masing-masing
kelompok terdiri dari 8 ekor mencit.
7. Setiap mencit diberi makanan berupa pelet yang biasa diberikan untuk
mencit dan minuman berupa air putih setiap hari secara ad libitum.
8. Sebelum diberi perlakuan, semua mencit diuji waktu perdarahan dan
waktu koagulasi (hari ke-0).
9. Mencit dibaringkan di atas meja uji.
10. Untuk menentukan waktu perdarahan, mencit dimasukkan ke dalam
holder. Ujung ekor mencit dibersihkan dengan alkohol 70% lalu ekor
mencit dilukai dengan jarak 2 cm dari ujung ekor sepanjang 2 mm
dengan pisau cutter.
11. Darah yang menetes diserap dengan menempelkan kertas saring.
12. Diukur waktu dari darah pertama kali menetes sampai berhenti
menetes pada kertas saring. Interval waktu dari tetes pertama hingga
darah berhenti menetes adalah waktu perdarahan (Vogel, 2002).
13. Untuk menguji waktu koagulasi, sampel darah diambil melalui sinus
orbital menggunakan pipa kapiler.
14. Pipa kapiler digores menggunakan pemotong kaca kemudian
dipatahkan sepanjang 0,5 cm setiap 15 detik sekali hingga diperoleh
benang fibrin pada patahan pipa kapiler. Waktu koagulasi adalah
53
waktu dari mulai darah pertama menetes hingga benang fibrin muncul
pertama kali pada patahan pipa kapiler (Yulinah dkk., 2008; Vogel,
2002).
15. Setelah itu mencit diberi makanan dan minuman, mencit mendapat
perlakuan sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
16. Larutan stok asetosal untuk kelompok 1 dibuat dengan cara melarutkan
80 mg asetosal dalam 50 ml aquadest.
17. Larutan stok ekstrak buah mengkudu untuk kelompok 2 dibuat dengan
cara melarutkan 200 mg ekstrak buah mengkudu dalam 50 ml
aquadest.
18. Larutan stok asetosal untuk kelompok 3 dibuat dengan cara melarutkan
80 mg asetosal dalam 25 ml aquadest sedangkan larutan stok ekstrak
buah mengkudu untuk kelompok 2 dibuat dengan cara melarutkan 200
mg ekstrak buah mengkudu dalam 50 ml aquadest.
19. Kelompok 1 diberi asetosal dengan dosis 40 mg/kg bb satu kali sehari
satu kali sehari selama 7 hari. Pemberian dilakukan per oral sebanyak
0,5 ml larutan stok asetosal.
20. Kelompok 2 diberi ekstrak etanol buah mengkudu dengan dosis 100
mg/kg bb satu kali sehari selama 7 hari. Pemberian dilakukan per oral
sebanyak 0,5 ml larutan stok ekstrak buah mengkudu.
21. Kelompok 3 diberi kombinasi asetosal dengan dosis 40 mg/kg bb dan
ekstrak etanol buah mengkudu dengan dosis 100 mg/kg bb satu kali
54
sehari selama 7 hari. Pemberian dilakukan per oral sebanyak 0,25 ml
larutan stok asetosal dan 0,25 ml larutan stok ekstrak buah mengkudu.
22. Perlakuan diberikan selama 7 hari karena pada penelitian pendahuluan
(Astuti, 2011) terjadi peningkatan waktu perdarahan dan koagulasi
pada mencit pada hari ke-7.
23. Pada hari ke- 7 dilakukan uji waktu perdarahan dan koagulasi pada
hewan uji seperti prosedur yang telah disebutkan di atas.
55
4.7.6 Alur Penelitian
Gambar 4.2 Alur Penelitian
Hari ke-0 dan 7
Uji waktu perdarahan dan koagulasi
Analisis data
Kelompok 1
Asetosal
40 mg/ kg bb
Kelompok 3
Kombinasi
Ekstrak Buah
Mengkudu
100 mg/kg bb
+ Asetosal 40
mg/kg bb
Kelompok 2
Ekstrak Buah
Mengkudu
100 mg/kg bb
Populasi Mencit
Dipilih 24 ekor mencit
Dibagi secara acak menjadi 3 kelompok @ 8 ekor mencit dalam kandang
Dipilih 30 ekor mencit sehat
Mencit diadaptasi di kandang selama 1 minggu
Mencit yang tidak mau makan
dikeluarkan dari kelompok
56
4.7.7 Analisis data
Data dianalisis secara statistik dengan uji normalitas data, uji homogenitas
data, dan uji komparabilitas .
4.7.7.1 Analisis normalitas
Analisis normalitas data dilakukan dengan uji Shapiro – Wilk. Uji
normalitas menunjukkan bahwa sebaran data adalah normal dengan nilai p > 0,05.
4.7.7.2 Analisis homogenitas
Analisis homogenitas data dilakukan dengan uji varians (Levene’s test of
varians). Uji varians menunjukkan bahwa data adalah homogen dengan nilai p >
0,05.
4.7.7.3 Analisis komparabilitas
Data normal dan homogen sehingga analisis komparatif data antar
kelompok dilakukan dengan uji One Way Anova dan dilanjutkan dengan uji Least
Significant Difference.
57
BAB V
HASIL PENELITIAN
5. 1 Pembuatan simplisia dan ekstraksi
Dalam proses pembuatan simplisia digunakan 10 kg buah mengkudu segar
yang kemudian dikeringkan hingga diperoleh simplisia buah mengkudu seberat
1,7 kg. Sebanyak 1 kg simplisia kemudian diekstraksi hingga diperoleh 60,2 gram
ekstrak kental yang berwarna kecoklatan.
5.2 Identifikasi kumarin dalam ekstrak buah mengkudu
Identifikasi kumarin secara kromatografi lapis tipis dengan pengembang n-
heksana : etil asetat (1 : 1) di bawah lampu uv pada panjang gelombang 366 nm
memberikan hasil seperti pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Hasil Identifikasi Kumarin
Sampel Rf Warna
Standar baku kumarin 0,31 Berfluoresensi biru (Sukmayati dkk., 2010)
Ekstrak mengkudu 0,28 Berfluoresensi biru
58
Ekstrak buah mengkudu memberikan warna fluoresensi yang sama dengan
standar baku kumarin sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel ekstrak buah
mengkudu mengandung kumarin.
Luas area di bawah kurva dari kromatogram kemudian ditentukan
sehingga diperoleh hasil pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2
Persentase Luas Area di Bawah Kurva
Rf Luas Area Luas Area %
0.02 1844,9 6,94
0.12 1910,8 7,39
0.28 515 1,97
0.48 13726,2 50,73
0.73 26826,6 32,96
Persentase luas area di bawah kurva untuk kumarin dalam ekstrak buah
mengkudu dengan Rf 0,28 adalah sebesar 1,97%.
5.3 Analisis Data
Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 24 ekor mencit galur Balb/c
sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok masing-masing
berjumlah 8 ekor mencit, yaitu kelompk asetosal 40 mg/kg bb, kelompok
Mengkudu 100 mg/kg bb, dan kelompok kombinasi asetosal-mengkudu. Hasil
analisis akan diuraikan dalam uji normalitas data, uji homogenitas data, uji
komparabilitas, dan uji efek perlakuan.
59
5.3.1 Uji normalitas data
Data waktu perdarahan dan waktu koagulasi baik sebelum perlakuan
maupun sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya
dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasil analisis menunjukkan bahwa
beberapa kelompok data tidak berdistribusi normal (p<0,05). Data kemudian
ditransformasi ke dalam fungsi logaritma. Hasil transformasi data diuji
normalitasnya kembali. Hasil analisis terhadap logaritma data menunjukkan
bahwa data berdistribusi normal, dan hasil analisis selengkapnya disajikan pada
Lampiran 5.
5.3.2 Uji homogenitas data antar kelompok
Data waktu perdarahan dan waktu koagulasi antar kelompok baik sebelum
perlakuan maupun sesudah perlakuan diuji homogenitasnya dengan menggunakan
uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada
Lampiran 6.
5.3.3 Analisis uji waktu perdarahan
5.3.3.1 Uji komparabilitas waktu perdarahan
Uji komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata waktu
perdarahan antar kelompok sebelum diberikan perlakuan. Hasil analisis
kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.3.
60
Tabel 5.3
Rerata Waktu Perdarahan Antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan
Kelompok Subjek
Rerata
Waktu
perdarahan
SB F
p
Asetosal 40 mg/kg bb
Mengkudu 100 mg/kg bb
Asetosal 40 mg/kg
bb+Mengkudu 100 mg/kg bb
58,75
58,38
63,75
10,25
6,95
8,14
0,984 0,390
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa rerata waktu perdarahan kelompok
asetosal 40 mg/kg bb adalah 58,75 10,25 detik, rerata kelompok mengkudu 100
mg/kg bb adalah 58,38 6,95 detik, dan kelompok asetosal 40 mg/kg bb +
mengkudu 100 mg/kg bb adalah 63,75 8,14 detik. Analisis kemaknaan dengan
uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 0,984 dan nilai p = 0,390. Hal
ini berarti bahwa ketiga kelompok sebelum diberikan perlakuan, rerata waktu
perdarahannya tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05).
5.3.3.2 Analisis efek perlakuan pada waktu perdarahan
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata waktu perdarahan antar
kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One
Way Anova disajikan pada Tabel 5.4 berikut.
61
Tabel 5.4
Rerata Waktu Perdarahan Antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan
Kelompok Subjek
Rerata
Waktu
perdarahan
SB F
p
Asetosal 40 mg/kg bb
Mengkudu 100 mg/kg bb
Asetosal 40 mg/kg bb +
Mengkudu 100 mg/kg bb
167,12
137,86
220,75
25,77
59,21
29,25
8,47 0,002
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa rerata jumlah waktu perdarahan kelompok
asetosal 40 mg/kg bb adalah 167,12 25,77 detik, rerata kelompok mengkudu
100 mg/kg bb adalah 137,86 59,21 detik, dan kelompok asetosal 40 mg/kg
bb+mengkudu 100 mg/kg bb adalah 220,75 29,25 detik. Analisis kemaknaan
dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 8,47 dan nilai p =
0,002. Hal ini berarti bahwa rerata waktu perdarahan pada ketiga kelompok
sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).
Gambar 5.1 Grafik Waktu Perdarahan Sebelum dan Sesudah Perlakuan
0
50
100
150
200
250
Pre Post
58.75
167.12
58.38
137.86
63.75
220.75
detik
Asetosal 40 mg/kg BB
Mengkudu 100 mg/kg BB
Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB
62
Gambar 5.1 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kombinasi asetosal
dan ekstrak buah mengkudu dapat meningkatkan waktu perdarahan.
Untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda dilakukan uji lanjut
dengan Least Significant Difference – test (LSD). Hasil uji disajikan pada Tabel
5.5.
Tabel 5.5
Analisis Komparasi Waktu Perdarahan Sesudah Perlakuan Antar Kelompok
Kelompok Beda
Rerata P
Asetosal 40 mg/kg bb dengan Mengkudu
100 mg/kg bb 29,27 0,171
Asetosal 40 mg/kg bb dengan Asetosal
40 mg/kg bb + Mengkudu 100 mg/kg bb 53,62 0,014
Mengkudu 100 mg/kg bb dengan
Asetosal 40 mg/kg bb + Mengkudu 100
mg/kg bb
82,89 0,001
Hasil uji lanjutan di atas menunjukan bahwa:
1. Rerata waktu perdarahan kelompok asetosal 40 mg/kg bb tidak berbeda
dengan kelompok mengkudu 100 mg/kg bb tetapi rerata kelompok
mengkudu 100 mg/kg bb lebih rendah daripada rerata kelompok asetosal
40 mg/kg bb.
63
2. Rerata waktu perdarahan kelompok asetosal 40 mg/kg bb berbeda secara
bermakna dengan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg
bb dengan rerata kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg
bb lebih tinggi daripada rerata kelompok asetosal 40 mg/kg bb.
3. Rerata waktu perdarahan kelompok mengkudu 100 mg/kg bb berbeda
secara bermakna dengan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100
mg/kg bb dengan rerata kelompok mengkudu 100 mg/kg bb lebih rendah
daripada rerata kelompok kombinasi asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu
100 mg/kg bb.
5.3.3.3 Analisis komparasi waktu perdarahan sebelum - sesudah perlakuan
Analisis komparasi diuji berdasarkan rerata waktu perdarahan antara
sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan
uji t-paired disajikan pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6
Analisis Komparasi Waktu Perdarahan Antara Sebelum - Sesudah
Perlakuan
Kelompok Beda Rerata
pre - post p
Asetosal 40 mg/kg bb
Mengkudu 100 mg/kg bb
Kombinasi Asetosal + Mengkudu
108,38
78,71
157,00
0,001
0,010
0,001
Berdasarkan uji t-paired didapatkan bahwa ada peningkatan waktu
perdarahan pada kelompok asetosal 40 mg/kg bb sebesar 108,38, sedangkan pada
64
kelompok mengkudu 100 mg/kg bb sebesar 78,71, dan kelompok asetosal 40
mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg bb sebesar 157,00.
Gambar 5.2 Grafik Peningkatan Waktu Perdarahan Setelah Pemberian Perlakuan
5.3.4 Analisis Uji Waktu Koagulasi
5.3.4.1 Uji komparabilitas Waktu Koagulasi
Uji komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata waktu
koagulasi antar kelompok sebelum diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan
dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7
Rerata Waktu Koagulasi antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan
Kelompok Subjek Rerata
Waktu koagulasi SB F
p
Asetosal 40 mg/kg bb
Mengkudu 100 mg/kg bb
Asetosal 40 mg/kgbb +
Mengkudu 100 mg/kgbb
56,25
58,12
67,50
10,61
9,61
8,02
3,239 0,059
050
100150200250
Asetosal 40 mg/kg BB
Mengkudu 100 mg/kg BB
Asetosal 40 mg/kg BB +
Mengkudu 100 mg/kg BB
58.75 58.38 63.75
167.12137.86
220.75detik
Pre
Post
65
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa rerata waktu koagulasi kelompok asetosal
40 mg/kg bb adalah 56,25 10,61 detik, rerata kelompok mengkudu 100 mg/kg
bb adalah 58,12 9,61 detik, dan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu
100 mg/kg bb adalah 67,50 8,02 detik. Analisis kemaknaan dengan uji One
Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 3,239 dan nilai p = 0,059. Hal ini
berarti bahwa ketiga kelompok sebelum diberikan perlakuan, rerata waktu
koagulasinya tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05).
5.3.4.2 Analisis efek perlakuan pada waktu koagulasi
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata waktu koagulasi antar
kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One
Way Anova disajikan pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8
Rerata Waktu Koagulasi Antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan
Kelompok Subjek
Rerata
waktu
koagulasi
SB F
p
Asetosal 40 mg/kg bb
Mengkudu 100 mg/kg bb
Asetosal 40 mg/kg bb +
Mengkudu 100 mg/kg bb
133,12
147,86
198,75
16,89
42,80
20,83
11,74 0,001
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa rerata waktu koagulasi kelompok asetosal
40 mg/kg bb adalah 133,12 16,89 detik, rerata kelompok mengkudu 100 mg/kg
66
bb adalah 147,86 42,80 detik, dan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu
100 mg/kg bb adalah 198,75 20,83 detik. Analisis kemaknaan dengan uji One
Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 11,74 dan nilai p = 0,001. Hal ini
berarti bahwa rerata waktu koagulasi pada ketiga kelompok sesudah diberikan
perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).
Gambar 5.3 Grafik Waktu Koagulasi Sebelum dan Sesudah Pemberian Perlakuan
Gambar 5.3 menunjukkan bahwa pemberian perlakuan asetosal dan
mengkudu dapat meningkatkan waktu koagulasi.
Untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda dilakukan uji lanjut
dengan Least Significant Difference – test (LSD). Hasil uji disajikan pada Tabel
5.9.
0
50
100
150
200
Pre Post
56.25
133.12
58.12
147.86
67.5
198.75
Detik
Asetosal 40 mg/kg BB
Mengkudu 100 mg/kg BB
Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB
67
Tabel 5.9
Analisis Komparasi Waktu Koagulasi Sesudah Perlakuan Antar Kelompok
Kelompok Beda
Rerata p
Asetosal 40 mg/kg bb dengan Mengkudu
100 mg/kg bb 14,73 0,372
Asetosal 40 mg/kg bb dengan Asetosal
40 mg/kg bb + Mengkudu 100 mg/kg bb 65,63 0,001
Mengkudu 100 mg/kg bb dengan
Asetosal 40 mg/kg bb + Mengkudu 100
mg/kg bb
50,90 0,002
Hasil uji lanjutan menunjukan bahwa:
1. Rerata waktu koagulasi kelompok asetosal 40 mg/kg bb tidak berbeda
dengan kelompok mengkudu 100 mg/kg bb tetapi rerata kelompok
mengkudu 100 mg/kg bb lebih tinggi daripada rerata kelompok asetosal 40
mg/kg bb.
2. Rerata waktu koagulasi kelompok asetosal 40 mg/kg bb berbeda secara
bermakna dengan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg
bb dengan rerata kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg
bb lebih tinggi daripada rerata kelompok asetosal 40 mg/kg bb.
3. Rerata waktu koagulasi kelompok mengkudu 100 mg/kg bb berbeda secara
bermakna dengan kelompok asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg
bb dengan rerata kelompok mengkudu 100 mg/kg bb lebih rendah
68
daripada rerata kelompok kombinasi asetosal 40 mg/kg bb + mengkudu
100 mg/kg bb.
5.3.4.3 Analisis komparasi waktu koagulasi sebelum - sesudah perlakuan
Analisis komparasi diuji berdasarkan rerata waktu koagulasi antara
sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan
uji t-paired disajikan pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10
Analisis Komparasi Waktu Koagulasi Antara Sebelum dan Sesudah
Perlakuan
Kelompok Beda Rerata
pre - post p
Asetosal 40 mg/kg bb
Mengkudu 100 mg/kg bb
Asetosal 40 mg/kg bb +
Mengkudu 100 mg/kg bb
76,88
90,00
131,25
0,001
0,001
0,001
Berdasarkan uji t-paired didapatkan bahwa ada peningkatan waktu
koagulasi pada kelompok asetosal 40 mg/kg bb sebesar 76,88, sedangkan pada
kelompok mengkudu 100 mg/kg bb sebesar 90,00, dan kelompok asetosal 40
mg/kg bb + mengkudu 100 mg/kg bb sebesar 131,25.
69
Gambar 5.4 Grafik Peningkatan Waktu Koagulasi Setelah Pemberian Perlakuan
70
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Preparasi Simplisia dan Ekstrak
Dalam penelitian ini, buah mengkudu dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan dan tidak di bawah sinar matahari langsung. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi pengaruh sinar UV yang dapat merusak senyawa aktif. Proses
pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam sampel sehingga sampel
menjadi lebih awet dan dapat dibuat menjadi ekstrak kental.
Dalam proses pembuatan ekstrak digunakan pelarut etanol. Pelarut etanol
dipilih karena mudah diuapkan, tidak bersifat toksik, dan dapat melarutkan
kumarin. Proses ekstraksi yang digunakan adalah proses maserasi atau
perendaman dengan tujuan untuk mengurangi pengaruh pemanasan yang dapat
merusak senyawa aktif. Maserasi dilakukan berulang sebanyak 3 kali dengan
tujuan untuk memperoleh hasil ekstraksi yang maksimal dan menghindari adanya
zat aktif yang belum terekstraksi pada maserasi pertama. Maserat yang diperoleh
lalu dipekatkan dengan rotary evaporator dengan tujuan memperoleh ekstrak
yang kental.
6.2 Identifikasi Kumarin dalam Ekstrak
Keberadaan kumarin di dalam ekstrak buah mengkudu yang digunakan
dalam penelitian ini diidentifikasi menggunakan metode kromatografi lapis tipis.
71
Kromatografi merupakan suatu metode analisis pemisahan dimana suatu fasa
gerak mengelusi sampel pada fasa diam hingga sampel tersebut terpisah menjadi
komponennya masing-masing. Kromatografi lapis tipis merupakan suatu proses
pemisahan secara kromatografi dimana fasa diamnya merupakan suatu lapisan
tipis diatas suatu penyangga. Kromatografi lapis tipis dipilih jika senyawa sampel
tidak mudah menguap, sampel yang rusak jika dianalisis menggunakan
kromatografi cair atau gas, komponen dari senyawa sampel perlu dideteksi dalam
beberapa metode seperti pada skrining obat. Selain itu metode ini juga efektif
dalam hal biaya dan waktu (Hahn-Deinstrop, 2007).
Identifikasi kumarin secara kromatografi lapis tipis dalam penelitian ini
dilakukan dengan pengembang n- heksana : etil asetat (1 : 1) sebagai fasa gerak
dan plat silika GF sebagai fasa diam. Hasil kromatogram menunjukkan adanya
fluoresensi biru pada plat kromatografi lapis tipis dengan Rf 0,28 di bawah lampu
UV panjang gelombang 366 nm yang merupakan ciri khas kumarin. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sukmayati dkk. (2010) menunjukkan bahwa
kumarin memiliki fluoresensi biru pada plat kromatografi lapis tipis dengan Rf
0,31 di bawah lampu UV panjang gelombang 366 nm. Adanya fluoresensi biru
pada kromatogram menandakan adanya kumarin dalam sampel ekstrak buah
mengkudu.
Dalam penelitian ini, kromatogram dievaluasi menggunakan alat Camag
TLC scanner. Dari hasil pemindaian ini diperoleh luas area di bawah kurva.
Berdasarkan perhitungan rasio luas area di bawah kurva dari kromatogram,
persentase kumarin dalam sampel adalah sebesar 1,97%.
72
6.3 Uji Waktu Perdarahan dan Waktu Koagulasi
Sampel dalam bentuk ekstrak kemudian diencerkan dan diberikan per oral
kepada hewan percobaan yaitu mencit. Sampel diberikan per oral menggunakan
sonde. Dipilih rute per oral karena asetosal dan ekstrak buah mengkudu lazim
digunakan per oral.
Pada pengujian ini terdapat dua parameter yang diamati yaitu waktu
perdarahan dan waktu koagulasi. Waktu perdarahan diamati untuk melihat
pengaruh bahan uji terhadap pembentukan sumbat hemostatik sementara yaitu
hemostatik fase platelet. Waktu dari mulai terjadinya luka sampai terbentuknya
sumbat hemostatik sementara pada daerah luka disebut waktu perdarahan. Adanya
efek ditunjukkan oleh waktu perdarahan yang semakin panjang setelah pemberian
bahan uji.
Pengamatan pada waktu koagulasi bertujuan untuk melihat pengaruh
bahan uji terhadap pembentukan sumbat hemostatik sekunder, yaitu proses
hemostasis koagulasi. Selama fase koagulasi berbagai enzim dan proenzim
berinteraksi. Aktivasi pada satu proenzim umumnya membentuk suatu enzim
yang mengaktivasi proenzim kedua dan seterusnya dalam suatu reaksi berantai.
Tahapan dalam fase koagulasi menyebabkan perubahan fibrinogen yang
bersikulasi menjadi fibrin yang menutup permukaan sumbatan platelet. Platelet
diperangkap di dalam suatu struktur yang sangat berserabut membentuk suatu
bekuan darah yang menutup secara efektif bagian yang terluka dari pembuluh.
Adanya efek ditunjukkan oleh waktu koagulasi yang semakin panjang setelah
pemberian bahan uji.
73
6.4 Analisis Data
6.4.1 Analisis Normalitas
Data diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasil
analisis menunjukkan bahwa beberapa kelompok data tidak berdistribusi normal
(p<0,05) sehingga data ditransformasi ke dalam fungsi logaritma. Hasil
transformasi data diuji normalitasnya kembali. Hasil analisis terhadap logaritma
data menunjukkan bahwa data berdistribusi normal, dan hasil analisis
selengkapnya disajikan pada Lampiran 5.
6.4.2 Analisis Homogenitas
Homogenitas data dianalisis dengan Levene’s Test dan hasilnya
menunjukkan bahwa data adalah homogen (p>0,05). Hasil analisis homogenitas
dapat dilihat pada Lampiran 6.
6.4.3 Analisis Komparatif
Hasil pengujian menunjukkan bahwa waktu perdarahan dan koagulasi
menunjukkan adanya peningkatan yang bermakna setelah perlakuan. Kelompok 1
yang menerima asetosal 40 mg/kg bb mengalami peningkatan waktu perdarahan
dari 58,75 + 10,25 detik menjadi 167,12 + 25,77 dan waktu koagulasi 56,25 +
10,60 detik menjadi 133,12 + 16,89 detik. Kelompok 2 yang menerima ekstrak
buah mengkudu 100 mg/ kg bb mengalami peningkatan waktu perdarahan dari
59,14 + 7,13 detik menjadi 137,86 + 59,92 dan waktu koagulasi 57,86 + 10,35
detik menjadi 147,86 + 42,80 detik. Kelompok 3 yang menerima kombinasi
74
asetosal 40 mg/kg bb dan ekstrak buah mengkudu 100 mg/kg bb mengalami
peningkatan waktu perdarahan dari 63,75 + 8,14 detik menjadi 220,75 + 29,25
dan waktu koagulasi 67,5 + 8,02 detik menjadi 198,75 + 20,83 detik.
Uji paired t test menunjukkan bahwa waktu perdarahan kelompok 1, 2 dan
3 hasilnya berbeda bermakna (p<0,05) dengan p berturut-turut 0,001, 0,010 dan
0,001. Ini berarti waktu perdarahan pre dan post pada kelompok 1, 2 dan 3
berbeda bermakna. Uji paired t test menunjukkan bahwa waktu koagulasi
kelompok 1,2 dan 3 hasilnya berbeda bermakna (p<0,05) dengan p berturut-turut
0,001, 0,001 dan 0,001. Ini berarti waktu koagulasi pre dan post pada kelompok
1, 2 dan 3 berbeda bermakna.
Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan pada
kelompok post perdarahan dan koagulasi bahwa hasilnya berbeda (p<0,05)
dengan p = 0,002 dan 0,001 . Ini berarti waktu perdarahan dan koagulasi pada
kelompok post perlakuan berbeda bermakna. Analisis dilanjutkan dengan analisis
Least Significance difference (LSD) dan menunjukkan bahwa rerata waktu
perdarahan dan waktu koagulasi kelompok 3 lebih tinggi dan berbeda bermakna
(p<0,05) dibandingkan dengan kelompok 1 dan 2.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kelompok 3 yang diberi kombinasi
asetosal dan ekstrak buah mengkudu mengalami peningkatan waktu perdarahan
dan koagulasi yang berbeda bermakna dibandingkan kelompok 1 yang hanya
menerima asetosal dan kelompok 2 yang hanya menerima ekstrak buah
mengkudu.
75
6.5 Perbandingan Hasil Penelitian Terdahulu
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yulinah dkk. (2008), kelompok yang
menerima asetosal 42,25 mg/kg bb mengalami peningkatan waktu perdarahan dari
lebih tinggi dibandingkan dalam penelitian ini. Kelompok yang menerima ekstrak
buah mengkudu 100 mg/ kg bb juga mengalami peningkatan waktu perdarahan
yang lebih tinggi dari penelitian ini. Hal ini mungkin disebabkan karena
perbedaan jangka waktu pemberian asetosal dan ekstrak buah mengkudu yaitu
selama 28 hari. Selain itu terdapat perbedaan sumber buah mengkudu yang
berasal dari Jawa Barat. Perbedaan tempat tumbuh mempengaruhi kadar metabolit
dalam buah mengkudu sehingga memberikan efek yang berbeda. Pada penelitian
tersebut tidak dilakukan pengujian waktu perdarahan dengan pemberian
kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu.
Efek peningkatan waktu perdarahan dan waktu koagulasi ekstrak buah
mengkudu lebih rendah dibandingkan dengan efek yang diberikan oleh pemberian
masing-masing ekstrak rimpang jahe merah, kunyit dan bawang putih (Yulinah
dkk., 2008). Hal ini disebabkan perbedaan kandungan kimia antara buah
mengkudu, rimpang jahe merah, kunyit dan bawang putih. Perbedaan kandungan
kimia menyebabkan perbedaan potensi dan mekanisme kerja.
Efek peningkatan waktu perdarahan dan waktu koagulasi ekstrak buah
mengkudu sulit dibandingkan dengan efek dari ekstrak daun tanjung, belimbing
manis dan rimpang temulawak (Rahminiwati dkk., 2009). Hal ini disebabkan
perbedaan metode penelitian yang dilakukan secara in vitro dengan metode
pereaksi ADP.
76
6.6 Interaksi Asetosal dan Ekstrak Buah Mengkudu
Studi farmakodinamik memberikan pengetahuan mengenai dinamika
tingkah laku obat dalam tubuh manusia. Interaksi farmakodinamik dapat
didefinisikan sebagai fluktuasi biovaibilitas suatu senyawa sebagai hasil interaksi
yang bersifat sinergis atau antagonis dari obat dengan produk herbal. Interaksi
farmakodinamik secara umum lebih sulit diprediksi dan dicegah dibandingkan
dengan interaksi farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik antara obat dan
produk herbal paling baik diidentifikasi melalui profil terapi dari obat dan produk
herbal tersebut. Penggunaan obat bersama produk herbal dengan fungsi terapi
yang serupa dapat menyebabkan potensiasi. Dalam beberapa kasus, peningkatan
potensi dalam terapi dapat mengganggu hasil yang diharapkan secara optimal
karena efek yang diharapkan menjadi lebih sulit untuk diprediksi. Interaksi yang
berisiko tinggi dan signifikan terjadi pada obat dan produk herbal dengan efek
simpatomimetik, diuretik, hipoglikemik, antikoagulan dan antiplatelet (Chen,
2007).
Pada saat dua obat digunakan secara bersamaan maka kemungkinan
respon yang diperoleh adalah respon semakin meningkat atau respon justru
berkurang karena salah satu obat menghambat kerja obat lainnya. Interaksi obat
dikatakan aditif jika efek yang diberikan oleh kombinasi obat sama dengan
penjumlahan dari efek masing -masing obat jika diberikan tunggal. Interaksi obat
dikatakan sinergis jika efek yang diberikan oleh kombinasi obat lebih besar
(eksponensial) dari penjumlahan efek masing-masing obat jika diberikan tunggal.
Interaksi obat ini dapat terjadi antara obat dengan obat lainnya atau obat dengan
77
produk herbal (Chen, 2007).
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa waktu perdarahan pada kelompok
yang menerima kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu meningkat yaitu
220,75 + 29,25 detik dibandingkan kelompok yang menerima asetosal tunggal
167,12 + 25,77 detik dan ekstrak buah mengkudu 137,86 + 59,92 detik. Waktu
koagulasi kelompok yang menerima kombinasi asetosal dan ekstrak buah
mengkudu meningkat yaitu 198,75 + 20,83 detik dibandingkan kelompok yang
menerima asetosal tunggal 133,12 + 16,89 detik dan ekstrak buah mengkudu
147,86 + 42,80 detik. Hal ini menunjukkan adanya interaksi yang bersifat aditif
antara asetosal dan ekstrak buah mengkudu.
Kumarin saat ini diketahui berinteraksi dengan 250 macam obat yang
berbeda. Interaksi dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan international
normalised ratio atau INR. INR merupakan perbandingan waktu beku
protrombin yang merupakan ukuran dari jalur ekstrinsik koagulasi. Hemostasis
melibatkan dinding pembuluh darah, platelet dan faktor koagulasi. Interaksi obat
dapat mengubah INR. Obat-obatan dapat mengubah aktivitas platelet dan
memodifikasi hemostasis yang dapat menyebabkan meningkatnya waktu
perdarahan tanpa mempengaruhi nilai INR. Obat antiplatelet akan
memperpanjang waktu perdarahan dan dapat meningkatkan risiko perdarahan
apabila digunakan bersama kumarin. Perbedaan mekanisme kerja dari antiplatelet
dan kumarin menyebabkan nilai INR tidak berubah tetapi terjadi peningkatan
risiko perdarahan (Myers, 2002).
Kombinasi asetosal dan ekstrak buah mengkudu dapat memperpanjang
78
waktu perdarahan dan koagulasi pada mencit. Hal ini disebabkan oleh mekanisme
kerja antiplatelet asetosal dan antikoagulan dari kumarin yang berada dalam
ekstrak buah mengkudu. Asetosal yang merupakan golongan anti inflamasi
nonsteroid dapat memperpanjang waktu perdarahan dan koagulasi melalui
mekanisme inhibisi sintesis tromboksan-A2 (TXA2). Tromboksan A2 adalah
penginduksi kuat terjadinya agregasi platelet. Apabila tromboksan A2 dihambat
maka agregasi platelet akan terhambat sehingga menyebabkan terjadinya
peningkatan waktu perdarahan dan koagulasi (Neal, 2002; Anderson, 2001).
Ekstrak buah mengkudu mengandung kumarin yang merupakan inhibitor
kompetitif vitamin K (faktor II) dalam biosintesis protrombin. Proses koagulasi
membutuhkan perubahan protrombin menjadi trombin. Vitamin K merupakan
kofaktor dalam reaksi konversi ini. Kemiripan struktur vitamin K dan kumarin
menyebabkan kumarin dapat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim vitamin
K reduktase dan vitamin K epoksida reduktase. Hal ini dapat mengganggu proses
koagulasi yang ditandai dengan semakin meningkatnya waktu koagulasi (Desai,
2000).
Selain itu, risiko perdarahan yang diakibatkan oleh interaksi antara
asetosal dan kumarin dapat terjadi dengan cara melepaskan ikatan kumarin
dengan albumin plasma, inhibisi metabolisme kumarin dan terjadi erosi lambung .
Kumarin yang terlepas dari albumin menyebabkan kadar kumarin bebas
meningkat dan menyebabkan peningkatan aktivitas kumarin sebagai antikoagulan.
Inhibisi metabolisme kumarin juga menyebabkan akumulasi kumarin dalam
sirkulasi dan menyebabkan peningkatan aktivitas kumarin. Erosi faktor proteksi
79
lambung berisiko pada terjadinya perdarahan pada lambung. Hal ini disebabkan
karena asetosal berperan menghambat siklooksigenase yang juga berperan dalam
menghasilkan faktor proteksi lambung (Anderson, 2001).
80
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Kombinasi asetosal 40 mg/kg bb dan ekstrak buah mengkudu 100
mg/kg bb dapat memperpanjang waktu perdarahan pada mencit.
2. Kombinasi asetosal 40 mg/kg bb dan ekstrak buah mengkudu 100
mg/kg bb dapat memperpanjang waktu koagulasi pada mencit.
7.2 Saran
1. Penelitian ini dilakukan terhadap mencit sehingga tidak dapat langsung
diterapkan pada manusia sehingga perlu diteliti lebih lanjut efeknya
pada manusia.
2. Perlu diteliti interaksi ekstrak buah mengkudu dengan obat jenis lain
seperti warfarin, clopidogrel dan antiinflamasi nonsteroid yang dapat
memperpanjang waktu perdarahan dan waktu koagulasi.
81
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, P.O., Knoben, J.E., and Troutman, W. G. 2001. Handbook of Clinical
Drug Data. 11th
Ed. Mc Graw Hill. New York. p. 19-20.
Anonim. 2004. Warfarin Interactions With Drugs, Herbals, Foods, and Labs.
Available at URL : http://www.spectrum-health.org/physian/toolkit.
Accesed, June 19, 2011
Ariantari, N.P., Astuti, K.W., Susanti, N.M.P. dan Arisanti C.I.S. 2006. Buku
Ajar Farmasetika. Jurusan Farmasi Universitas Udayana. Jimbaran. hal.
117.
Aronson, J.K. 2009. Meyler’s Side Effect of Herbal Medicine. Elsevier. New
York. p.212 – 213.
Astuti, K. W. 2011. Penelitian Pendahuluan Kombinasi Asetosal dan Ekstrak
Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Dapat Memperpanjang Waktu
Perdarahan dan Koagulasi pada Mencit. Universitas Udayana. Denpasar.
Bangun, A. P. dan Saworno, B. 2002. Khasiat dan Manfaat Mengkudu.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Brunton, L.L. 2006. In: Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis
Therapeutics. 11th
ed. Mc Graw Hill. New York.
Chen, J. 2007. Recognition and Prevention of Herb-Drug Interactions, Part 2:
Pharmacodynamic Interactions. Naturopathy Digest.
Desai, U. R. 2000. Coumarins. Available from URL :
http://www.people.vcu.edu/~urdesai/cou.htm. Accesed, March 11, 2011.
Despopoulos, A. and Silbernagl, S. 2003. Color Atlas of Physiology. 5th Ed.
Thieme. Stuttgart. New York. p. 102-105
Duke, J.A., Bogenschutz-Godwin, M.J., duCellier J., dan Duke, P.K. 2002.
Handbook Of Medicinal Herbal. 2nd
Ed. CRC press. New York. p. 529.
Ebadi, M. 2008. Desk Refrence Of Clinical Pharmacology. 2nd
ed. CRC Press.
New York. p.71-72.
Ebadi, M. 2007. Pharmacodynamic Basis Of Herbal Medicine. 2nd
Ed. CRC
Press. Boca Raton. p. 45, 62, 94, 477-479.
82
Gunawan, D., Sudarsono, Wahyuono, S., Donatus, I. A., dan Purnomo. 2001.
Tumbuhan Obat 2 : Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan. PPOT
UGM. Yogyakarta. hal 124-132.
Handa, S. S., Khanuja, S. P. S., Longo, G., and Rakesh, D. D. 2008. Extraction
Technologies for Medicinal and Aromatic Plants. ICS UNIDO. Trieste.
p.21-22.
Hahn-Deinstrop, E. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography. Wiley VCH.
Weiheim. P.1,2,154.
Hong, W. K., Bast, R. C., Frei, E., Hail, W., Kuff, D. W., Holland, J.F., Pollock,
R. E., and Weidiselbaum, R. R. 2010. Holland Frei Cancer Medicine. Vol.
8. People’s Medical Publishing House. Shelton. p.502.
Lam, Y. W. F., Huang, S. M., and Hall, S. D. 2006. Herbal Supplements-Drug
Interaction. Taylor and Francis. New York. p. 27-38.
Leliqia, N.P., Astuti, K.W., Susanti, N.M.P. dan Arisanti, C.I.S. 2006. Buku Ajar
Farmakognosi. Jurusan Farmasi Universitas Udayana. Jimbaran. hal. 2-3.
Lullman, H., Ziegler, A., Mohr, K., and Bieger, D. 2000. Color Atlas of
Pharmacology, 2nd
Ed. Thieme. Stuttgart. New York. p. 142-150.
Moore, D. 2000. Laboratory Animal Medicine and Science Series II. University of
Washington Health Science Centre. Washingtong. p 1-23.
Muralidharan, P and Srikanth, J. 2009. Antiulcer Activity of Morinda citrifolia
Linn Fruit Extract. J. Sci. Res 1 (2), 345-352.
Muttaqien, S.E. 2008. “Pengaruh Pemberian Ekstrak Air dan Air-Etanol Umbi
Eleutherine Americana (Aubl.) Merr. Terhadap Aktivitas Antiagregasi
Platelet In Vitro Serta Penentuan Kadar Vasodilator Nitrogen Oksida pada
Tikus Wistar Jantan” (Skripsi). Bandung : Institut Teknologi Bandung.
Neal, M.J. 2002.Medical Pharmacology at A Glance. 4th
Ed. Blackwell Science.
Great Britain. p. 44-45.
Pengelly, A. 2005. Constituents of Medicinal Plants. 2nd
ed. Sun Flower Herbal.
Australia. P. 11-12.
Pocock, S.J. 2008. Clinical Trials : A Practical Approach. John Wiley & Sons.
New York. p. 128.
83
Rahman, A. S. 2010. “Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Etanol Buah Mengkudu
(Morinda citrifolia Linnaeus) dan Waktu Penyimpanan Terhadap
Kualitas Daging Sapi”(Skripsi). Semarang: Universitas Sebelas Maret.
Hal 36-37.
Rahminiwati, M., Effendi, M. dan Wijayanto, B. 2009. Agregasi Platelet Mencit
Jantan Galur DDY yang Memperoleh Daun Tanjung (Mimusops lilengi
Linn), Daun Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn), dan Rimpang
Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) Tunggal dan Kombinasinya.
Prosiding Seminar Tumbuhan Obat Indonesia XXXVI. Bengkulu 11-12
November.
Saludes, M.J.G., Franzblau, S.G., Aguinaldo, A.M. 2002. Antitubercular
constituent from the Hexan Fraction of Morinda Citrifolia Linn
(Rubiaceae). Phytotherapy Res : 16(7): 683-685.
Sambamurty, A.V.S.S. 2005. Taxonomy of Angiosperms. I. K. International Pvt
Ltd. New Delhi. p. 404.
Sukmayati, A. dan Isnawati, A. 2010. Identifikasi dan Penetapan Senyawa
Kumarin dalam Ekstrak Metanol Artemisia anna L. secara Kromatografi
Tipis Densitometri. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol. 38. No.1: 17-28.
Vogel, H.G. 2002. Drug Discovery and Evaluation : Pharmacological Assays. 2nd
Ed. Springer. Berlin. 307-308.
Wang, M. Y., West, B. J., Jensen, C. J., Nowicki, D., Su, C., Palu, A. K., and
Anderson G. 2002. Morinda citrifolia (Noni): A Literature Review and
Recent Advances in Noni Research. Acta Pharmacol Sin. 23 (12): 1127 -
1141.
Yulinah, E., Sigit, J.I., dan Fitriyani, N. 2008. Efek Antiagregasi Platelet Ekstrak
Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.), Rimpang Jahe Merah
(Zingiber officinale var Sunti Val) dan Kombinasinya Pada Mencit Jantan
Galur Swiss Webster. JKM. Vol. 7. No.2 Februari: 130-143.
Yulinah, E., Sigit, J.I., dan Fitriyani, N. 2008. Efek Antiagregasi Platelet Ekstrak
Air Bulbus Bawang Putih (Allium Sativum L.), Ekstrak Etanol Rimpang
Kunyit (Curcuma domestica Val.) Dan Kombinasinya Pada Mencit Jantan
Galur Swiss Webster. Majalah Farmasi Indonesia, 19(1), 1 – 11.
Zin, Z. M., Hamid, A. A. and Osman, A. 2002. Antioxidative Activity of Extract
from Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Root, Fruit and Leaf. J. Food
Chemistry 78 : 227-231.
84
LAMPIRAN 1
Surat Keterangan Kelaikan Etik
85
LAMPIRAN 2
Kromatogram Ekstrak Buah Mengkudu
Kromatogram Standar Baku Kumarin (Sukmayanti dkk., 2010)
Kromatogram Ekstrak Mengkudu
86
LAMPIRAN 3
Kromatogram dan Spektrum UV Ekstrak Buah Mengkudu
Kromatogram Ekstrak Buah Mengkudu
Spektrum UV Kumarin dalam Ekstrak Buah Mengkudu
0
10
20
30
40
50
60
70
80
200 250 300 350 400
Inte
nsi
tas
(AU
)
Panjang Gelombang (nm)
87
LAMPIRAN 4
Data Hasil Penelitian
KELOMPOK Waktu Perdarahan Waktu Koagulasi
PRE POST PRE POST
50 212 45 135
80 144 75 165
KELOMPOK 1 65 140 60 120
asetosal 52 175 45 120
40 mg/ kg bb 55 141 60 135
50 191 60 150
55 162 45 120
63 172 60 120
58,75 + 10,25 167,12 + 25,77 56,25 + 10,60 133,12 + 16,89
70 98 45 135
54 107 60 150
KELOMPOK 2 52 123 60 120
Mengkudu 60 137 60 120
100 mg/kgbb 62 149 45 150
65 263 60 120
51 88 75 240
53 - 60 -
59,14 + 7,13 137,86 + 59,92 57,86 + 10,35 147,86 + 42,80
71 183 60 165
KELOMPOK 3 53 219 60 195
asetosal 70 218 60 195
40 mg/kgbb 54 247 75 225
+ 69 217 75 180
mengkudu 55 275 75 210
100 mg/kg bb 70 191 75 195
68 216 60 225
63,75 + 8,14 220,75 + 29,25 67,5 + 8,02 198,75 + 20,83
88
LAMPIRAN 5
Uji Normalitas Data
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statisti
c df Sig.
Statisti
c df Sig.
Perdarahan_
pre
Asetosal 40 mg/kg
BB .268 8 .095 .838 8 .071
Mengkudu 100
mg/kg BB .193 7 .200
* .938 7 .618
Asetosal 40 mg/kg
BB + Mengkudu
100 mg/kg BB
.324 8 .013 .749 8 .008
Perdarahan_
post
Asetosal 40 mg/kg
BB .190 8 .200
* .919 8 .424
Mengkudu 100
mg/kg BB .283 7 .096 .788 7 .031
Asetosal 40 mg/kg
BB + Mengkudu
100 mg/kg BB
.274 8 .079 .913 8 .378
Koagulasi_
pre
Asetosal 40 mg/kg
BB .263 8 .109 .827 8 .056
Mengkudu 100
mg/kg BB .296 7 .063 .840 7 .099
Asetosal 40 mg/kg
BB + Mengkudu
100 mg/kg BB
.325 8 .013 .665 8 .001
Koagulasi_
post
Asetosal 40 mg/kg
BB .281 8 .062 .809 8 .036
Mengkudu 100
mg/kg BB .337 7 .016 .706 7 .004
Asetosal 40 mg/kg
BB + Mengkudu
100 mg/kg BB
.196 8 .200* .931 8 .521
a. Lilliefors Significance
Correction
*. This is a lower bound of the true
significance.
89
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statisti
c df Sig.
Statisti
c df Sig.
Log
Perdarahan Pre
Asetosal 40
mg/kg BB .246 8 .166 .874 8 .164
Mengkudu 100
mg/kg BB .183 7 .200
* .942 7 .655
Asetosal 40
mg/kg BB +
Mengkudu 100
mg/kg BB
.239 8 .200* .853 8 .102
Log
Perdarahan
Post
Asetosal 40
mg/kg BB .195 8 .200
* .926 8 .478
Mengkudu 100
mg/kg BB .208 7 .200
* .898 7 .321
Asetosal 40
mg/kg BB +
Mengkudu 100
mg/kg BB
.250 8 .150 .922 8 .446
Log Koagulasi
Pre
Asetosal 40
mg/kg BB .284 8 .056 .824 8 .051
Mengkudu 100
mg/kg BB .318 7 .031 .835 7 .089
Asetosal 40
mg/kg BB +
Mengkudu 100
mg/kg BB
.154 8 .200* .902 8 .299
Log Koagulasi
Post
Asetosal 40
mg/kg BB .278 8 .068 .884 8 .206
Mengkudu 100
mg/kg BB .214 7 .200
* .817 7 .060
Asetosal 40
mg/kg BB +
Mengkudu 100
mg/kg BB
.190 8 .200* .930 8 .513
a. Lilliefors Significance
Correction
*. This is a lower bound of the true
significance.
90
LAMPIRAN 6
Uji One Way Anova
Descriptives
N Mean
Std.
Deviati
on
Std.
Error
95%
Confidence
Interval for
Mean
Mini
mum
Maxi
mum
Lower
Bound
Upper
Bound
Perdarahan_
pre
Asetosal 40
mg/kg BB 8 58.75 10.250 3.624 50.18 67.32 50 80
Mengkudu 100
mg/kg BB 8 58.38 6.948 2.456 52.57 64.18 51 70
Asetosal 40
mg/kg BB +
Mengkudu 100
mg/kg BB
8 63.75 8.137 2.877 56.95 70.55 53 71
Total 24 60.29 8.549 1.745 56.68 63.90 50 80
Perdarahan_
post
Asetosal 40
mg/kg BB 8 167.12 25.771 9.111 145.58 188.67 140 212
Mengkudu 100
mg/kg BB 7 137.86 59.207
22.37
8 83.10 192.61 88 263
Asetosal 40
mg/kg BB +
Mengkudu 100
mg/kg BB
8 220.75 29.251 10.34
2 196.30 245.20 183 275
Total 23 176.87 51.561
10.75
1 154.57 199.17 88 275
Koagulasi_
pre
Asetosal 40
mg/kg BB 8 56.25 10.607 3.750 47.38 65.12 45 75
Mengkudu 100
mg/kg BB 8 58.12 9.613 3.399 50.09 66.16 45 75
Asetosal 40
mg/kg BB +
Mengkudu 100
mg/kg BB
8 67.50 8.018 2.835 60.80 74.20 60 75
Total 24 60.62 10.354 2.113 56.25 65.00 45 75
Koagulasi_
post
Asetosal 40
mg/kg BB 8 133.12 16.890 5.971 119.00 147.25 120 165
91
Mengkudu 100
mg/kg BB 7 147.86 42.804
16.17
8 108.27 187.44 120 240
Asetosal 40
mg/kg BB +
Mengkudu 100
mg/kg BB
8 198.75 20.831 7.365 181.33 216.17 165 225
Total 23 160.43 39.798 8.298 143.22 177.64 120 240
Test of Homogeneity of Variances
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Perdarahan_pre .571 2 21 .573
Perdarahan_post 1.173 2 20 .330
Koagulasi_pre .284 2 21 .756
Koagulasi_post 1.174 2 20 .330
ANOVA
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Perdarahan_pr
e
Between Groups 144.083 2 72.042 .984 .390
Within Groups 1536.875 21 73.185
Total 1680.958 23
Perdarahan_po
st
Between Groups 26817.377 2
13408.68
8 8.467 .002
Within Groups 31671.232 20 1583.562
Total 58488.609 22
Koagulasi_pre Between Groups 581.250 2 290.625 3.239 .059
Within Groups 1884.375 21 89.732
Total 2465.625 23
Koagulasi_pos
t
Between Groups 18818.420 2 9409.210 11.742 .000
Within Groups 16027.232 20 801.362
Total 34845.652 22
92
Multiple Comparisons
LSD
Dependen
t Variable (I) Kelompok (J) Kelompok
Mean
Differen
ce (I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
Perdaraha
n_post
Asetosal 40
mg/kg BB
Mengkudu
100 mg/kg BB 29.268
20.59
5 .171 -13.69 72.23
Asetosal 40
mg/kg BB +
Mengkudu
100 mg/kg BB
-53.625* 19.89
7 .014 -95.13 -12.12
Mengkudu
100 mg/kg
BB
Asetosal 40
mg/kg BB -29.268
20.59
5 .171 -72.23 13.69
Asetosal 40
mg/kg BB +
Mengkudu
100 mg/kg BB
-82.893* 20.59
5 .001 -125.85 -39.93
Asetosal 40
mg/kg BB +
Mengkudu
100 mg/kg
BB
Asetosal 40
mg/kg BB 53.625
* 19.89
7 .014 12.12 95.13
Mengkudu
100 mg/kg BB 82.893* 20.59
5 .001 39.93 125.85
Koagulasi
_post
Asetosal 40
mg/kg BB
Mengkudu
100 mg/kg BB -14.732
14.65
1 .327 -45.29 15.83
Asetosal 40
mg/kg BB +
Mengkudu
100 mg/kg BB
-65.625* 14.15
4 .000 -95.15 -36.10
Mengkudu
100 mg/kg
BB
Asetosal 40
mg/kg BB 14.732
14.65
1 .327 -15.83 45.29
Asetosal 40
mg/kg BB +
Mengkudu
100 mg/kg BB
-50.893* 14.65
1 .002 -81.45 -20.33
Asetosal 40
mg/kg BB +
Mengkudu
100 mg/kg
BB
Asetosal 40
mg/kg BB 65.625
* 14.15
4 .000 36.10 95.15
Mengkudu
100 mg/kg BB 50.893* 14.65
1 .002 20.33 81.45
*. The mean difference is significant at
the 0.05 level.
93
LAMPIRAN 7
Uji T-Paired
Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation
Std. Error
Mean
Pair 1 Perdarahan_pre 58.75 8 10.250 3.624
Perdarahan_post 167.12 8 25.771 9.111
a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB
Paired Samples Correlationsa
N Correlation Sig.
Pair 1 Perdarahan_pre &
Perdarahan_post 8 -.637 .089
a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB
Paired Samples Testa
Paired Differences
t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Std.
Deviati
on
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
Perdarahan
_pre –
Perdarahan
_post
-108.375 33.252 11.756 -136.174 -80.576 -9.218 7 .000
a. Kelompok = Asetosal 40
mg/kg BB
94
Kelompok = Mengkudu 100 mg/kg BB
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation
Std. Error
Mean
Pair 1 Perdarahan_pre 59.14 7 7.128 2.694
Perdarahan_post 137.86 7 59.207 22.378
a. Kelompok = Mengkudu 100 mg/kg BB
Paired Samples Correlationsa
N Correlation Sig.
Pair 1 Perdarahan_pre &
Perdarahan_post 7 .396 .379
a. Kelompok = Mengkudu 100 mg/kg BB
Paired Samples Testa
Paired Differences
t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Std.
Deviati
on
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
Perdarahan
_pre –
Perdarahan
_post
-78.714 56.765 21.455 -131.213 -26.216 -3.669 6 .010
a. Kelompok =
Mengkudu 100 mg/kg
BB
95
Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation
Std. Error
Mean
Pair 1 Perdarahan_pre 63.75 8 8.137 2.877
Perdarahan_post 220.75 8 29.251 10.342
a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB
Paired Samples Correlationsa
N Correlation Sig.
Pair 1 Perdarahan_pre &
Perdarahan_post 8 -.737 .037
a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB
Paired Samples Testa
Paired Differences
t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Std.
Deviat
ion
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Perdarahan
_pre –
Perdarahan
_post
-157.000 35.677 12.614 -186.827 -127.173 -12.447 7 .000
a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB +
Mengkudu 100 mg/kg BB
96
Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation
Std. Error
Mean
Pair 1 Koagulasi_pre 56.25 8 10.607 3.750
Koagulasi_post 133.12 8 16.890 5.971
a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB
Paired Samples Correlationsa
N Correlation Sig.
Pair 1 Koagulasi_pre &
Koagulasi_post 8 .673 .067
a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB
Paired Samples Testa
Paired Differences
t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Std.
Deviati
on
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
Koagulasi
_pre –
Koagulasi
_post
-76.875 12.518 4.426 -87.340 -66.410 -17.370 7 .000
a. Kelompok = Asetosal
40 mg/kg BB
97
Kelompok = Mengkudu 100 mg/kg BB
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation
Std. Error
Mean
Pair 1 Koagulasi_pre 57.86 7 10.351 3.912
Koagulasi_post 147.86 7 42.804 16.178
a. Kelompok = Mengkudu 100 mg/kg BB
Paired Samples Correlationsa
N Correlation Sig.
Pair 1 Koagulasi_pre &
Koagulasi_post 7 .580 .172
a. Kelompok = Mengkudu 100 mg/kg BB
Paired Samples Testa
Paired Differences
t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Std.
Deviatio
n
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
Koagulasi
_pre –
Koagulasi
_post
-90.000 37.749 14.268 -124.912 -55.088 -6.308 6 .001
a. Kelompok =
Mengkudu 100 mg/kg BB
98
Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation
Std. Error
Mean
Pair 1 Koagulasi_pre 67.50 8 8.018 2.835
Koagulasi_post 198.75 8 20.831 7.365
a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB
Paired Samples Correlationsa
N Correlation Sig.
Pair 1 Koagulasi_pre &
Koagulasi_post 8 .192 .648
a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB + Mengkudu 100 mg/kg BB
Paired Samples Testa
Paired Differences
t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Std.
Deviati
on
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
Koagulasi
_pre –
Koagulasi
_post
-131.250 20.831 7.365 -148.665 -113.835 -17.821 7 .000
a. Kelompok = Asetosal 40 mg/kg BB +
Mengkudu 100 mg/kg BB