untuk cover dalam - the conversation
TRANSCRIPT
i
Untuk COVER DALAM
ii
iii
KATA PENGANTAR
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 70% luas
wilayahnya terdiri atas lautan serta letak geografis yang strategis, Indonesia
harus dapat mengelola dan memanfaatkan potensi kemaritimannya secara
maksimal.
Para pendiri bangsa sepenuhnya menyadari bahwa samudera di
sekeliling Indonesia, lautan dan perairan di antara pulau-pulau nusantara
sebagai suatu kesatuan utuh sehingga sudah sewajarnya Indonesia memiliki
kebijakan dan strategi kemaritiman yang terarah dan terukur untuk
memanfaatkan laut dan seluruh kekayaan yang terkandung didalamnya
bagi kemaslahatan bangsa Indonesia.
Posisi strategis Indonesia, dengan faktor geografis dan kondisi sosial
ekonominya, menempatkan Indonesia dalam posisi penting pada
lingkungan regional yang mampu mempengaruhi kestabilan politik,
ekonomi serta keamanan lingkungan regional dan bahkan pada tingkat
global. Pengakuan internasional terhadap Indonesia sebagai negara
kepulauan telah menambah nilai strategis aspek geografis Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan Visi Nawacita telah
menempatkan 3 (tiga) pilar fokus percepatan pembangunan, yaitu:
infrastruktur, pembangunan manusia, dan kebijakan deregulasi ekonomi.
Di samping itu terdapat 8 (delapan) topik tentang percepatan
pembangunan dalam berbagai dimensi, termasuk salah satunya adalah
Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, yang merefleksikan keinginan kuat
bangsa Indonesia menjadi negara maritim yang berdaulat, maju, mandiri,
kuat serta mampu memberi kontribusi positif bagi keamanan dan
perdamaian dunia.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tentang
Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI), Pemerintah telah menyusun suatu
pedoman umum kebijakan kelautan dan langkah pelaksanaannya melalui
program dan kegiatan kementerian/lembaga di bidang kelautan yang
disusun dalam rangka perwujudan Poros Maritim Dunia. Dalam konteks
ini, salah satu tantangan dari pembangunan kelautan Indonesia adalah
kebutuhan akan penghitungan nilai dan kontribusi ekonomi serta serapan
tenaga kerja di sektor maritim pada tingkat nasional. Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman bertekad untuk mengetahui secara
seksama nilai ekonomi sektor kemaritiman sebagai dasar dalam
perencanaan pembangunan kelautan dan penyusunan intervensi
kebijakan, sehingga sektor maritim Indonesia dapat dikelola dan
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran bangsa.
iv
Sehubungan dengan itu, Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman telah melakukan kerjasama dengan Badan Pusat Statistik
(BPS) dalam bentuk terwujudnya Nota Kesepahaman tentang Penyediaan,
Pemanfaatan, serta Pengembangan Data dan Informasi Statistik di Bidang
Kemaritiman, yang ditandatangani pada tanggal 1 Agustus 2016 dan telah
dilakukan dalam 2 (dua) periode pada tahun 2016 dan 2017. Dengan
mengacu kepada Undang-undang No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan
dan memanfaatkan data dasar yang bersumber pada Klasifikasi Baku
Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), kontribusi sektor maritim
diklasifikasikan dalam 9 kluster yang dijabarkan lebih lanjut dalam data
statistik ProdukDomestik Bruto (PDB) Maritim, Tenaga Kerja Maritim dan
Ekspor Barang Maritim.
Hasil kerjasama antara Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman dengan Badan Pusat Statistik kiranya dapat dijadikan suatu
basis data yang akurat, terukur, dan juga digunakan sebagai rujukan
bersama seluruh pemangku kepentingan di bidang kemaritiman Indonesia.
Akhir kata, kami berharap hasil kerja nyata ini dapat bermanfaat
bagi bangsa Indonesia untuk membangun kekuatan maritimnya dalam
rangka mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Jakarta, Juli 2017
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman,
Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan
v
KATA PENGANTAR
Letak geografis Indonesia berada diantara samudera Hindia dan
samudera Pasifik memberikan keuntungan dan keunggulan dalam
pembangunan kelautan dan poros maritim dunia. Dengan sumber daya
kelautan yang demikian besar diyakini perekonomian Indonesia dapat
tumbuh lebih baik lagi apabila sektor maritim dikembangkan dan
diberdayakan. Potensi sumber daya ekonomi laut yang besar bila dikelola
dan dimanfaatkan secara tepat dapat menjadi tulang punggung
pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk itu
ketersediaan data dan informasi statistik sebagai dasar dalam pengambilan
keputusan, bagi pemerintah maupun pelaku sektor maritim menjadi sangat
penting dan vital.
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan data dan informasi tersebut,
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman bekerjasama dengan Badan
Pusat Statistik (BPS) untuk pertama kalinya melakukan penyusunan
Indikator Maritim Indonesia. Studi penyusunan Indikator Maritim
Indonesia ini antara lain memuat data tentang Produk Domestik Bruto
(PDB) Maritim Indonesia tahun 2010-2016. Melalui kerja sama antara
Pejabat Pembuat Komitmen pada Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan
Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dengan Sekretaris
Utama Badan Pusat Statistik disajikan Laporan Akhir Produk Domestik
Bruto Maritim Indonesia 2010-2016 yang tertuang dalam surat perjanjian
kerja samatertanggal 19 Januari 2017 tentang Penyediaan Indikator
Ekonomi Maritim.
Diharapkan laporan akhir ini dapat dimanfaatkan sebagai alat
analisis terhadap ekonomi maritim yang meliputi, kontribusi dan
pertumbuhan PDB Maritim Indonesia tahun 2010-2016. Sajian data ini
dapat juga dimanfaatkan sebagai alat evaluasi dan perencanaan,
khususnya bagi para pemegang kebijakan yang terkait dengan
pengembangan sektor maritim saat ini maupun di masa mendatang.
Akhirnya, kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam
penyusunan laporan akhir ini, diucapkan terima kasih. Segala saran sangat
diharapkan demi penyempurnaan laporan akhir ini pada masa yang akan
datang. Semoga laporan akhir ini bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Jakarta, Juli 2017
Kepala Badan Pusat Statistik Republik Indonesia
Dr. Suhariyanto
vi
vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................ vii
DAFTAR TABEL .................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... x
GLOSARIUM ....................................................................................... xi
RINGKASAN EKSEKUTIF ..................................................................... xv
HIGHLIGHT PDB MARITIM INDONESIA 2016 ................................. xvii
I. PENDAHULUAN ............................................................................. 3
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 3
1.2. Tujuan .................................................................................... 7
1.3. Ruang Lingkup ........................................................................ 7
II. PEMAHAMAN TENTANG PDB MARITIM ....................................... 11
2.1. Konsep dan Definisi .................................................................. 11
2.2. Tahapan Kegiatan .................................................................... 18
2.3. Metodologi dan Sumber Data ................................................. 23
III. PERKEMBANGAN PDB MARITIM ................................................. 33
3.1. Gambaran Umum Perekonomian Indonesia ............................ 33
3.2. Peranan Industri Maritim dalam Perekonomian Indonesia ........ 35
3.3. Perkembangan PDB Maritim Indonesia .................................... 37
3.4. Perkembangan PDB Maritim Indonesia Menurut Cluster .......... 39
V. PENUTUP ...................................................................................... 55
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Jumlah KBLI 5 Digit Berdasarkan Cluster PDB Maritim ..................... 19
Tabel 3.1. Indikator PDB Indonesia ................................................................... 33
Tabel 3.2. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Perikanan .................................. 41
Tabel 3.3. Indikator Ekonomi MaritimCluster ESDM ......................................... 43
Tabel 3.4. Indikator Ekonomi MaritimCluster Bioteknologi ............................... 44
Tabel 3.5. Indikator Ekonomi MaritimCluster Industri Maritim ......................... 46
Tabel 3.6. Indikator Ekonomi MaritimCluster Jasa Maritim ............................... 47
Tabel 3.7. Indikator Ekonomi MaritimCluster Wisata Bahari ............................. 48
Tabel 3.8. Indikator Ekonomi MaritimCluster Perhubungan Laut ...................... 50
Tabel 3.9. Indikator Ekonomi MaritimCluster Bangunan Laut ........................... 51
Tabel 3.10. Indikator Ekonomi MaritimCluster Pertahanan, Keamanan,
Penegakan Hukum dan Keselamatan di Laut .................................... 52
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Sembilan Cluster PDB Maritim ...................................................... 18
Gambar 2.2. Kerangka Kerja SUT ..................................................................... 20
Gambar 2.3. Tahapan Penyusunan PDB Maritim ............................................... 21
Gambar 2.4. Format Tabel Supply Ekonomi Maritim ........................................ 22
Gambar 2.5. Tahapan Penyusunan PDB Maritim 2011-2016 .............................. 22
Gambar 3.1. Laju PertumbuhanPDB Indonesia ................................................. 34
Gambar 3.2. Struktur PDB Indonesia Tahun 2016 ............................................. 34
Gambar 3.3. Laju Pertumbuhan PDB Maritim dan PDB Nasional ..................... 35
Gambar 3.4. Share PDB Maritim Terhadap PDB Nasional 2016 ........................ 36
Gambar 3.5. Perkembangan PDB Maritim ........................................................ 37
Gambar 3.6. ShareCluster Maritim Terhadap PDB Maritim 2016 ....................... 37
Gambar 3.7. Kontribusi Cluster Perikanan Terhadap PDB Maritim .................. 40
Gambar 3.8. Laju Pertumbuhan Cluster Perikanan ........................................... 40
Gambar 3.9. Kontribusi Cluster ESDM Terhadap PDB Maritim ......................... 42
Gambar 3.10. Laju Pertumbuhan Cluster ESDM .................................................. 42
Gambar 3.11. Kontribusi Cluster Industri Bioteknologi Terhadap PDB Maritim ... 44
Gambar 3.12. Laju Pertumbuhan Cluster Industri Bioteknologi ........................... 44
Gambar 3.13. Kontribusi Cluster Industri Maritim Terhadap PDB Maritim ......... 45
Gambar 3.14. Laju Pertumbuhan Cluster Industri Maritim .................................. 45
Gambar 3.15. Kontribusi Cluster Jasa Maritim Terhadap PDB Maritim ............... 47
Gambar 3.16. Laju Pertumbuhan Cluster Jasa Maritim ........................................ 47
Gambar 3.17. Kontribusi Cluster Wisata Bahari Terhadap PDB Maritim ............. 48
Gambar 3.18. Laju Pertumbuhan Cluster Wisata Bahari ...................................... 48
Gambar 3.19. Kontribusi Cluster Perhubungan Laut Terhadap PDB Maritim ...... 49
Gambar 3.20. Laju Pertumbuhan Cluster Perhubungan Laut ............................... 49
Gambar 3.21. Kontribusi Cluster Bangunan Laut Terhadap PDB Maritim ........... 51
Gambar 3.22. Laju Pertumbuhan Cluster Bangunan Laut .................................... 51
Gambar 3.23. Kontribusi Cluster Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum
dan Keselamatan di Laut Terhadap PDB Maritim ......................... 51
Gambar 3.24. Laju Pertumbuhan Cluster Pertahanan, Keamanan, Penegakan
Hukum dan Keselamatan di Laut .................................................. 52
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. PDB Maritim Atas Dasar Harga Berlaku (miliar rupiah) ................... 59
Lampiran 2. PDB Maritim Atas Dasar Harga Konstan (miliar rupiah) .................. 60
Lampiran 3. Distribusi PDB Maritim Atas Dasar Harga Berlaku (persen) ............. 61
Lampiran 4. Distribusi PDB Maritim Terhadap PDB Indonesia Atas Dasar Harga
Berlaku (persen) .............................................................................. 62
Lampiran 5. Laju Pertumbuhan PDB Maritim Atas Dasar Harga Konstan
(persen) .......................................................................................... 63
Lampiran 6. Laju Pertumbuhan Implisit PDB Maritim (persen) ........................... 64
Lampiran 7. Sumber Pertumbuhan PDB Maritim (persen) .................................. 65
Lampiran 8. Cakupan KBLI 2009 5 Digit Menurut Cluster Maritim Indonesia .... 66
Lampiran 9. Konkordansi Klasifikasi PDB Indonesia dengan PDB Maritim .......... 73
xi
GLOSARIUM
Harga Berlaku
Penilaian yang dilakukan terhadap produk barang dan jasa yang
dihasilkan ataupun yang dikonsumsi pada harga tahun sedang
berjalan.
Harga Konstan
Penilaian yang dilakukan terhadap produk barang dan jasa yang
dihasilkan ataupun yang dikonsumsi pada harga tetap di satu tahun
dasar.
Harga Dasar
Merupakan harga keekonomian barang dan jasa di tingkat produsen
sebelum adanya intervensi pemerintah seperti pajak dan subsidi atas
produk.
Distribusi PDB harga berlaku
Menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian atau peranan
setiap sektor ekonomi dalam suatu negara.
Laju Pertumbuhan
Nilai atas dasar harga konstan pada periode tertentu dibandingkan
dengan periode sebelumnya.
Implisit
Perbandingan antara nilai atas dasar harga berlaku dengan nilai atas
dasar harga konstan pada periode tertentu.
Sumber pertumbuhan (source of growth)
Menunjukkan sektor atau komponen pengeluaran dalam PDB yang
menjadi penggerak perrtumbuhan. Untuk memperoleh sumber-
sumber pertumbuhan, laju pertumbuhan ekonomi ditimbang
dengan masing-masing share sektor atau komponen pengeluaran
terhadap PDB.
xii
Pajak dan Subsidi Atas Produk
Adalah pajak dan subsidi yang dibayar per unit barang atau jasa.
Pajak/subsidi dapat berupa sejumlah uang per kuantitas barang atau
jasa atau dihitung berdasarkan nilai sebagai presentase spesifik dari
harga per unit atau nilai barang dan jasa yang ditransaksikan.
Konsumsi Antara
Input yang dipergunakan habis dalam proses produksi dan terdiri
dari barang tidak tahan lama dan jasa baik yang dibeli dari pihak
lain ataupun yang diproduksi sendiri.
Permintaan Antara
Merupakan permintaan barang dan jasa untuk memenuhi proses
produksi.
Permintaan Akhir
Merupakan permintaan barang dan jasa untuk memenuhi konsumsi
akhir, pembentukan modal dan ekspor.
Input Primer
Disebut juga nilai tambah bruto, terdiri dari balas jasa tenaga kerja,
surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung neto.
Pajak atas Produksi dan Impor Neto
Pajak atas produksi dan impor dikurangi subsidi atas produksi dan
impor.
Pembentukan Modal Tetap
Meliputi pembuatan dan pembelian barang modal baru baik dari
dalam negeri maupun impor, termasuk barang modal bekas dari
luar negeri. Pembentukan modal tetap yang dicakup hanyalah yang
dilakukan oleh sektor-sektor ekonomi di dalam negeri (domestik).
Konsumsi Barang Modal Tetap
Yang dimaksudkan adalah nilai susutnya barang-barang modal tetap
yang digunakan dalam proses produksi.
xiii
Faktor Produksi
Mencakup faktor-faktor yang terlibat dalam suatu proses produksi
baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti: tanah, tenaga
kerja, modal dan keahlian.
Margin Perdagangan dan Biaya Transpor
Merupakan selisih antara nilai penjualan dengan nilai pembelian,
dan biaya transpor yang timbul dalam menyalurkan barang dari
produsen kepada pembeli.
Output Domestik
Nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor
ekonomi tanpa membedakan pelaku produksinya di wilayah
domestik tertentu.
Tahun Dasar
Adalah tahun terpilih sebagai referensi statistik, yang digunakan
sebagai dasar penghitungan tahun-tahun yang lain. Dengan tahun
dasar tersebut dapat digambarkan seri data dengan indikator rinci
mengenai perubahan/pergerakan yang terjadi.
xiv
xv
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan 17.504 pulau,
dan panjang garis pantai 104.000 km, Indonesia memiliki potensi maritim
yang sangat besar untuk dijadikan pendorong pertumbuhan ekonomi yang
lebih tinggi dan inklusif. Pengembangan ekonomi Indonesia berbasis
maritim merupakan bagian dalam memperkuat struktur ekonomi dan
sekaligus menjadi pendorong pertumbuhan. Sinergi kebijakan untuk
mempercepat pengembangan ekonomi berbasis maritim sangat
dibutuhkan, sehingga dapat terus tumbuh secara berkelanjutan.
Ketersediaan data dan informasi statistik merupakan salah satu aspek pada
dasar dalam pengambilan kebijakan dan keputusan, baik bagi pemerintah
maupun pelaku sektor kemaritiman.
Dalam rangka pemenuhan data dan informasi tersebut,
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman bekerja sama dengan
Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan penyusunan Produk Domestik Bruto
(PDB) Maritim Indonesia 2010-2016. Selanjutnya PDB Maritim ini dapat
dijadikan sebagai salah satu indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur perkembangan dan keberhasilan pembangunan sektor maritim.
Selama kurun waktu 2010-2016, aktivitas maritim yang tercakup
dalam sembilan cluster maritim, menunjukkan perkembangan yang cukup
signifikan. Pada tahun 2010 nilai nominal PDB Maritim atas dasar harga
berlaku mencapai 505,0 triliun rupiah meningkat menjadi 749,9 triliun
rupiah pada tahun 2016 atau naik rata-rata 40,8 triliun rupiah pertahun.
PDB maritim Indonesia memberikan kontribusi sebesar 7,36 persen
terhadap perekonomian nasional pada tahun 2010. Kontribusinya
menurun menjadi 6,04 persen di tahun 2016. Penurunan kontribusi PDB
Maritim terhadap PDB Nasional disebabkan oleh melemahnya harga yang
terjadi pada komoditas pertambangan migas yang termasuk dalam Cluster
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Terdapat tiga cluster yang sangat dominan dalam pembentukan
PDB Maritim. Ketiga cluster tersebut adalah Cluster Perikanan, Cluster
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Cluster Perhubungan Laut.
Kontribusi ketiga cluster tersebut mencapai91,89 persen.
Selama kurun waktu 2010-2016 pertumbuhan ekonomi maritim
mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Ekonomi maritim sempat
mengalami kontraksi pertumbuhan di tahun 2011 dan 2012 masing-masing
xvi
sebesar minus 0,45 persen dan minus 0,99 persen. Cluster ESDM
berkontribusi besar terjadinya kontraksi pertumbuhan maritim tersebut.
Kondisi PDB Maritim berangsur-angsur membaik, pada periode 2013-
2016, pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2015 sebesar 4,51 persen.
xvii
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
ii
3
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan posisinya
yang strategis terletak di antara dua benua, yaitu benua Asia dan
Australia, serta di antara 2 samudera yaitu Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik dengan jumlah pulau lebih dari 17.504 pulau
dan wilayahnya secara umum kurang lebih 70 persen terdiri dari
lautan. Indonesia berada di jalur persilangan perdagangan dunia
dimana paling tidak 70 persen angkutan barang melalui laut dari
Eropa, Timur Tengah dan Asia Selatan ke wilayah Pasifik, dan
sebaliknya, harus melalui perairan Indonesia.
Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan satu
kesatuan yang berdaulat serta mempunyai hak dan wewenang
penuh yang diakui dunia internasional, yang mengatur,
mengelola, dan memanfaatkan kekayaan laut yang dimiliki bagi
kepentingan seluruh rakyatnya. Selain itu, Indonesia juga
memiliki hak berdaulat atas sumber kekayaan alam dan berbagai
kepentingan yang berada di atas, di bawah permukaan, dan
lapisan bawah dasar laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas
255 juta km2 yang mengelilingi laut kedaulatan selebar 200 mil
laut.
Selain letak geografis Indonesia yang begitu strategis
dengan berada diantara jalur persilangan perdagangan dunia,
Indonesia juga negara yang kaya akan sumber daya laut. Dengan
kemaritimannya yang sangat luas tersebut, Indonesia memiliki
banyak potensi seperti potensi perairannya yang strategis yaitu
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), potensi sumber daya
kelautan seperti, perikanan tangkap, perikanan budidaya juga
perikanan tambak, potensi sumber daya pertambangan dan
energi lepas lantai serta potensi wisata bahari. Hal tersebut
merupakan modal besar bagi Indonesia untuk mengembangkan
perekonomian Indonesia yang bersumber dari kelautan dan juga
mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim yang merupakan
salah satu target pemerintah. Poros maritim merupakan sebuah
gagasan strategis yang diwujudkan untuk menjamin konektifitas
antar pulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan,
perbaikan transportasi laut, serta fokus pada keamanan maritim.
Indonesia memiliki banyak
potensi perairan dan
kelautan
Indonesia merupakan
negara kepulauan dengan
posisi yang strategis
4 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Pembangunan poros
maritim difokuskan pada 5
pilar utama
Indonesia harus bekerja
keras mengembalikan
Indonesia sebagai negara
maritim
Dalam pidato pelantikannya tanggal 20 Oktober 2014,
Presiden Joko Widodo menyerukan agar Indonesia harus
berorientasi pada laut dengan membangun Indonesia sebagai
poros maritim dunia. Indonesia harus bekerja keras
mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudera,
laut, selat dan teluk merupakan masa depan peradaban
Indonesia. Salah satu misi dalam pemerintahan presiden tersebut
adalah “Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga
kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan
mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan
kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan”.
Konsep Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia tersebut
tertuang dalam agenda pembangunan yang akan difokuskan
pada 5 (lima) pilar utama, antara lain (1) Membangun kembali
budaya maritim Indonesia; (2) Menjaga sumber daya laut dan
menciptakan kedaulatan pangan laut dengan menempatkan
nelayan pada pilar utama; (3) Memberi prioritas pada
pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan
membangun tol laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan,
dan pariwisata maritim; (4) Menerapkan diplomasi maritim,
melalui usulan peningkatan kerja sama di bidang maritim dan
upaya menangani sumber konflik, seperti pencurian ikan,
pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan
pencemaran laut dengan penekanan bahwa laut harus
menyatukan berbagai bangsa dan negara dan bukan
memisahkan. Dan (5) Membangun kekuatan maritim sebagai
bentuk tanggung jawab menjaga keselamatan pelayaran dan
keamanan maritim.
Dengan kondisi geografis yang strategis dan implementasi
pilar pembangunan poros maritim tersebut di atas, maka diyakini
perekonomian Indonesia dapat tumbuh lebih tinggi apabila
industri maritim dioptimalkan, memanfaatkan teknologi
informasi untuk mendukung industri kelautan dan pertahanan
laut, serta pengelolaan arus keluar masuk barang dan manusia
secara efisien antar wilayah maupun kawasan.
Pembangunan nasional yang dilaksananakan dengan
mengedepankan peran ekonomi kelautan dan sinergitas
pembangunan kelautan nasional tersebut dituangkan dalam
5
Kementerian Koordinasi
Bidang Kemaritiman sebagai
koordinator program
kemaritiman
Industri Maritim akan
menjadi pendorong
pertumbuhan ekonomi
Indonesia ke depan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN), dengan
sasaran pembangunan sebagai berikut:
a. Termanfaatkannya sumber daya kelautan untuk
pembangunan ekonomi, kesejahteraan nelayan dan
masyarakat pesisir.
b. Terwujudnya Tol Laut dalam upaya meningkatkan
pelayaran angkutan laut serta meningkatkan konektivitas
laut,
c. Terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
sumber daya hayati laut,
d. Terwujudnya sumber daya manusia, ilmu pengetahuan,
dan teknologi kelautan yang berkualitas yaitu dengan
meningkatnya wawasan dan budidaya bahari, serta
terbangunnya jaringan sarana dan prasarana sebagai
perekat semua pulau dan kepulauan Indonesia.
Peningkatan potensi output dari industri kemaritiman
merupakan suatu peluang dan tantangan bagi Indonesia. Sektor
maritim akan menjadi salah satu sumber pendorong
pertumbuhan ekonomi baru bagi Indonesia dalam beberapa
tahun ke depan, di saat sektor komoditas yang menjadi andalan
perekonomian nasional semakin terbatas produksinya lantaran
dampak ekonomi global dan ketidakstabilan ekonomi dunia.
Untuk membangun kompetensi dengan memanfaatkan potensi
sumber daya maritim yang tersedia sebagai sumber ekonomi baru
bagi Indonesia, diperlukan strategi kebijakan yang tepat dan
menyeluruh oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
daerah untuk berkoordinasi dan berjalan bersama-sama. Selain itu
juga diperlukan kerja sama dan integrasi antara berbagai sektor,
penanggulangan masalah-masalah pada sektor pendukung seperti
perijinan, tanah, dan lain-lain secara terbuka, serta reformasi
kelembagaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia
tersebut, dari sisi kelembagaan pemerintah membentuk
Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman untuk
mengkoordinasikan pelaksanaan beragam program kemaritiman.
Perencanaan program-program dan evaluasi pemerintah dalam
mencapai target yang telah ditetapkan tidak terlepas dari
dukungan ketersediaan data dan informasi berkualitas yang dapat
6 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
menyajikan kondisi potensi sumber daya maritim yang ada, agar
berdampak pada pengambilan keputusan yang informatif serta
perumusan kebijakan yang tepat dalam mengembangkan industri
kemaritiman di Indonesia.
Selain itu pemerintah pada tahun 2015 juga telah
menyusun roadmap menuju Poros Maritim Dunia di antaranya:
(1) Ukuran target tahun 2020 dari sektor kelautan dan perikanan
dapat mencapai sebesar 20 persen dari total Produk Domestik
Bruto (PDB). (2) Ukuran target pada tahun 2030 yaitu
meningkatnya pelayaran laut yang mendorong pertumbuhan
ekonomi di seluruh wilayah pulau Jawa, pengembangan
ekonomi baru baik dari wisata bahari, maupun ekonomi
biodiversity yang semakin bertumbuh, industri bioteknologi laut,
serta industri maritim (industri kapal, jasa pelayaran, dan jasa
maritim lainnya) yang mulai berkembang, serta pertumbuhan
ekonomi daerah yang meningkat. (3) Ukuran target untuk tahun
2045 yaitu PDB sektor kelautan dan perikanan akan mencapai
35-40 persen. Pelayaran nasional sudah semakin efisien yang
ditunjukkan oleh biaya logistik dari Jakarta ke seluruh wilayah
Indonesia secara rata-rata sudah menyamai dengan Jakarta-
Singapura. Beberapa langkah untuk memulainya diantaranya
adalah penguatan dan pengembangan ekonomi kelautan dan
kemaritiman sebagai core pertumbuhan, peningkatan penguasaan
teknologi kelautan dan kemaritiman termasuk kemampuan
sumber daya manusia, meningkatkan peran serta masyarakat dan
kearifan lokal.
Namun, untuk mendukung kebijakan maritim tersebut,
saat ini belum tersedia indikator makro ekonomi yang terukur
yang dapat menunjukkan seberapa besar kontribusi industri
maritim dalam perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Oleh
karena itu, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian
Koordinasi Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim) bekerja
sama untuk menyusun suatu series data yang dapat menyajikan
output dan nilai tambah dari sumber daya maritim yang
tercermin dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Maritim.
7
PDB Maritim Indonesia
terdiri dari 9 cluster dan
159 KBLI
1.2. Tujuan
Penyusunan PDB Maritim ini bertujuan untuk
menghasilkan data dan informasi terkait perkembangan ekonomi
maritim Indonesia, yang meliputi:
PDB Maritim atas dasar harga berlaku 2010-2016
PDB Maritim atas dasar harga konstan 2010-2016
Struktur atau distribusi PDB Maritim tahun 2010-2016
Laju pertumbuhan PDB Maritim tahun 2011-2016
Sumber Pertumbuhan PDB Maritim tahun 2011-2016
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan ini mencakup aktivitas maritim
sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2014 tentang Kelautan. Dalam undang-undang tersebut
yang dimaksud kelautan adalah hal yang berhubungan dengan
Laut dan/atau kegiatan di wilayah Laut yang meliputi dasar Laut
dan tanah di bawahnya, kolom air dan permukaan Laut,
termasuk wilayah pesisir dan pulau-pulau. Selain itu, aktivitas
maritim Indonesia juga merujuk pada studi literatur Dutch
Maritime Cluster yang mengklasifikasikan aktivitas maritim ke
dalam 11 cluster. Berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2014, aktivitas Maritim di Indonesia,
terdiri dari 9 cluster, yaitu:
1. Perikanan
2. Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
3. Industri Bioteknologi
4. Industri Maritim
5. Jasa Maritim
6. Wisata Bahari
7. Perhubungan Laut
8. Bangunan Laut
9. Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum dan Keselamatan
di Laut
Selanjutnya, dari cluster aktivitas tersebut, diidentifikasikan
KBLI aktivitas maritim yang terdiri dari 159 aktivitas.
Selengkapnya aktivitas tersebut dapat dilihat pada lampiran 8.
8 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
9
BAB II
PEMAHAMAN TENTANG
PDB MARITIM
ii
11
Cluster Perikanan
mencakup perikanan laut
dan payau, baik tangkap
maupun budidaya
PEMAHAMAN TENTANG PDB MARITIM
2.1. Konsep dan Definisi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Maritim
adalah berkenaan dengan laut; berhubungan dengan pelayaran
dan perdagangan di laut. Sementara Kemaritiman adalah hal-hal
yang menyangkut masalah maritim. Dalam laporan ini, konsep
maritim mengacu kepada Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, dimana wilayah
maritim adalah semua dasar laut, dibawahnya, kolom air dan
permukaan laut dan tanah dibawahnya, termasuk wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil. Berpedoman pada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan
Studi Dutch Maritime Cluster, maka diturunkan menjadi 9 cluster
maritim berdasarkan KBLI 2009.
2.1.1. Produk Domestik Bruto Maritim
PDB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka
waktu tertentu. Dengan demikian, dari definisi PDB dan definisi
maritim tersebut, maka PDB Maritim adalah Nilai Tambah yang
dihasilkan oleh unit produksi yang tercakup dalam 9 cluster
maritim, yaitu : Perikanan; Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM); Industri Bioteknologi; Industri Maritim; Jasa Maritim;
Wisata Bahari; Perhubungan Laut; Bangunan Laut; Pertahanan
Keamanan, Penegakan Hukum dan Keselamatan di Laut.
2.1.2. Perikanan
Cluster Perikanan mencakup perikanan laut dan payau baik
perikanan tangkap maupun budidaya, dan tidak mencakup
perikanan air tawar. Cluster ini juga mencakup perdagangan hasil
penangkapan dan budidaya ikan laut. Perikanan laut terdiri dari
perikanan pantai dan perikanan laut dalam.
Perikanan pantai merupakan bentuk usaha penangkapan
ikan yang hanya dilakukan di wilayah pantai dan sekitarnya,
dilakukan di kawasan laut dangkal dengan jarak tempuh kurang
dari 60 mil dari pantai. Jenis ikan yang diperoleh di wilayah laut
dangkal yaitu ikan kembung, teri, petek, lemuru, dan cumi serta
ubur-ubur.
12 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Cluster ESDM dalam
PDB Maritim hanya
mencakup kegiatan
industri hulu
Perikanan laut dalam merupakan jenis penangkapan ikan
di laut lepas atau samudra yang biasanya dilakukan oleh nelayan
modern atau perusahaan perikanan dengan peralatan canggih.
Ikan tuna dan cakalang merupakan jenis ikan yang biasanya
diperoleh di laut dalam.
Selain ikan, sumber daya hayati laut lain termasuk dalam
cluster perikanan, seperti siput, kerang, tiram, sotong, gurita,
udang, lobster, bintang laut, teripang, dan rumput laut. Sumber
daya hayati tersebut sangat bermanfaat baik untuk bahan
pangan, farmasi maupun kosmetik. Selanjutnya, Indonesia juga
merupakan wilayah yang kaya akan keanekaragaman rumput
laut dengan jumlah spesies yang beragam. Rumput laut dapat
digunakan untuk bahan pangan karena mengandung serat,
mineral, protein, lipid, vitamin, dan antioksidan. Selain itu
rumput laut juga dimanfaatkan dalam bidang industri kerajinan,
tekstil, kosmetik, farmasi, dan kertas.
Perdagangan yang tercakup dalam Cluster Perikanan yaitu
perdagangan hasil penangkapan maupun budidaya, baik untuk
perdagangan besar maupun eceran.
Di dalam klasifikasi PDB Indonesia, cluster Perikanan
bersumber dari Lapangan Usaha Perikanan dan Lapangan Usaha
Perdagangan dan Eceran Bukan Mobil dan Sepeda Motor dalam
klasifikasi PDB Indonesia.
2.1.3. Energi dan Sumber Daya Mineral
Cakupan cluster Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
terdiri dari pertambangan di laut dan pesisir, yaitu energi
terbarukan yang berasal dari laut dan sumber daya mineral yang
berasal dari laut, dasar laut, dan tanah di bawahnya.
Kegiatan usaha minyak dan gas bumi terdiri dari kegiatan
usaha hulu yang mencakup eksplorasi dan eksploitasi, dan
kegiatan usaha hilir yang mencakup pengolahan, pengangkutan,
penyimpanan dan niaga. Tetapi cakupan dalam cluster ESDM
hanya kegiatan usaha hulu (eksplorasi dan eksploitasi).
Sumber daya mineral adalah endapan mineral yang
diharapkan dapat dimanfaatkan secara nyata. Sumber daya
mineral dapat berubah menjadi cadangan setelah dilakukan
13
Garis besar industri
bioteknologi: Ekstraksi
senyawa aktif; rekayasa
genetik pada hewan dan
tumbuhan; serta rekayasa
genetik mikroorganisme
pengkajian kelayakan tambang dan memenuhi kriteria layak
tambang. Sumber daya mineral dapat berupa emas, intan, timah,
mangan, nikel, bijih besi, bauksit, tembaga, minyak bumi, gas
bumi, batu bara, belerang, fosfat, gipsum, yodium, dan kaolin.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,
pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan
dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral
atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca
tambang. Namun demiikian, seperti pada pertambangan minyak
dan gas bumi dimana yang menjadi cakupan dalam
pertambangan mineral pun hanya pada tahap eksplorasi dan
eksploitasi mineral, atau pada kegiatan usaha hulu saja.
Di dalam klasifikasi PDB Maritim, cluster ESDM berasal dari
beberapa lapangan usaha yaitu lapangan usaha Pertambangan
Migas; Pertambangan Bijih Logam; Pertambangan dan Penggalian
Lainnya; dan Industri Pengilangan Migas.
2.1.4. Industri Bioteknologi
Cluster Industri Bioteknologi mencakup industri yang
bertujuan untuk mencegah punahnya biota laut, menghasilkan
produk baru yang mempunyai nilai tambah, mengembangkan
teknologi ramah lingkungan, dan mengembangkan sistem
pengelolaan sumber daya laut yang berkesinambungan (UU No.
32 Tahun 2014 pasal 26 ayat 3).
Bioteknologi adalah penggunaan komponen makhluk
hidup atau sistem biologi untuk membuat suatu produk atau
proses. Ada dua jenis bioteknologi, yaitu bioteknologi
konvensional dan bioteknologi modern. Bioteknologi
konvensional dilakukan untuk produk-produk fermentasi
misalnya tempe, tape, dan yogurt. Bioteknologi modern misalnya
pada teknologi DNA rekombinan, untuk pembuatan obat-
obatan, cloning domba, dll.
Secara garis besar industri bioteknologi kelautan meliputi
tiga kelompok industri. Pertama adalah ekstraksi (pengambilan)
14 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Cakupan Cluster Industri
Maritim: galangan kapal,
pengadaan dan
pembuatan suku cadang,
peralatan kapal, dan/atau
perawatan kapal
senyawa aktif (bioactive substances) atau bahan alami (natural
products) dari biota laut sebagai bahan dasar (raw materials)
untuk industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik, cat,
perekat, film, kertas, dan berbagai industri lainnya. Kedua,
berupa rekayasa genetik (genetic engineering) terhadap spesies
tumbuhan atau hewan untuk menghasilkan jenis tumbuhan atau
hewan baru yang memiliki karakteristik genotip maupun fenotip
yang jauh lebih baik (unggul) ketimbang spesies yang aslinya.
Ketiga adalah dengan merekayasa genetik dari mikroorganisme
(bakteri), sehingga mampu melumat (menetralkan) bahan
pencemar (pollutants) yang mencemari suatu lingkungan perairan
atau daratan (seperti tumpahan minyak/oil spills), sehingga
lingkungan tersebut menjadi bersih, tidak lagi tercemar. Teknik
pembersihan pencermaran lingkungan semacam ini lazim
dinamakan sebagai bioremediasi (Lundin and Zilinskas, dalam
Dahuri, 2012).
Di dalam klasifikasi PDB Indonesia, Cluster Industri
Bioteknologi berasal dari beberapa Lapangan Usaha, yaitu
Lapangan Usaha Industri Makanan dan Minuman; Lapangan
Usaha Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional; dan
Lapangan Usaha Jasa Perusahaan.
2.1.5. Industri Maritim
Industri maritim adalah perindustrian yang bergerak dalam
bidang pembuatan dan perbaikan kapal dan semua alat-alat
terapung, pembuatan dan perbaikan alat-alat penggerak dan
semua perlengkapan kapal serta pembuatan bahan-
bahan/barang-barang pembantu-pelengkap untuk melaksanakan
pembuatan dan perbaikan kapal dan semua alat-alat terapung
serta salvage.
Cakupan cluster Industri Maritim dapat berupa: galangan
kapal, pengadaan dan pembuatan suku cadang, peralatan kapal,
dan/atau perawatan kapal (UU No.32 Tahun 2014 pasal 27 ayat
4). Galangan kapal merupakan kegiatan pembuatan kapal/alat
terapung, perbaikan atau pemeliharaan kapal/alat terapung
termasuk ke dalam Industri maritim.
Kegiatan yang termasuk dalam salvage yaitu pengangkatan
kerangka-kerangka kapal dan benda-benda lain yang berharga
15
Cluster Jasa Maritim
mencakup pendidikan dan
pelatihan tentang
kemaritiman.
dari dalam lautan; memberi pertolongan untuk menyelamatkan
kapal dan muatannya yang mengalami kecelakaan di tengah laut;
pekerjaan penyelaman (diving works dalam rangka industri
maritim); membantu pekerjaan teknis terhadap kapal-kapal yang
masih mengapung dan mengalami kecelakaan.
Di dalam klasifikasi PDB Indonesia, cluster Industri Maritim
berasal dari Lapangan Usaha Industri Barang Logam, Komputer,
Barang Elektronik, Optik, dan Peralatan Listrik; Industri Mesin
dan Perlengkapan; Industri Alat Angkutan; Industri Pengolahan
Lainnya; Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan;
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang;
dan Konstruksi.
2.1.6. Jasa Maritim
Cakupan cluster Jasa maritim antara lain: pendidikan dan
pelatihan; pengangkatan benda berharga asal muatan kapal
tenggelam; pengerukan dan pembersihan alur pelayaran;
reklamasi; pencarian dan pertolongan; remediasi lingkungan; jasa
konstruksi; Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP)
(UU No. 32 Tahun 2014 pasal 27 ayat 4).
Pengerukan adalah pekerjaan mengubah bentuk dasar
perairan untuk mencapai kedalaman dan lebar yang dikehendaki
atau untuk mengambil material dasar perairan yang digunakan
untuk keperluan tertentu.
Jasa konstruksi yang dicakup dalam cluster Jasa Maritim
yaitu konstruksi selain bangunan pelabuhan untuk perhubungan
(dicakup dalam cluster Perhubungan Laut) dan konstruksi
bangunan laut (dicakup dalam cluster Bangunan Laut).
Di dalam klasifikasi PDB Indonesia, cluster Jasa Maritim
berasal dari Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang; Konstruksi; Angkutan Sungai
Danau dan Penyeberangan; Pergudangan dan Jasa Penunjang
Angkutan; Pos dan Kurir; Jasa Perusahaan; Jasa Pendidikan.
16 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Sumber daya tarik wisata
bahari adalah potensi
bentang laut dan bentang
darat pantai.
Termasuk didalam Cluster
Perhubungan Laut adalah
angkutan laut, jasa
penunjang serta
aktivitasnya.
2.1.7. Wisata Bahari
Wisata Bahari atau Tirta adalah usaha yang
menyelenggarakan wisata dan olahraga air, termasuk penyediaan
sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang dikelola secara
komersial di perairan laut, pantai, sungai, danau, dan waduk
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009).
Wisata bahari mencakup wisata yang memiliki objek dan
daya tariknya bersumber dari potensi bentang laut (seascaped)
maupun bentang darat pantai (coastal landscape), mengandung
unsur alam dan bukan buatan. Cakupan wisata bahari tidak
memasukan penyediaan akomodasi yang mendukungnya.
Di dalam klasifikasi PDB Indonesia, Cluster Wisata Bahari
berasal dari Lapangan Usaha Real Estat; Lapangan Usaha Jasa
Perusahaan; dan Lapangan Usaha Jasa Lainnya.
2.1.8. Perhubungan Laut
Perhubungan Laut mencakup angkutan laut, jasa
penunjang, pelabuhan dan aktivitasnya (UU No.32 Tahun 2014
pasal 29 dan 30). Menurut UU No.17 Tahun 2008 Pelayaran
adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di
perairan, kepelabuhan, keselamatan dan keamanan, serta
perlindungan maritim.
Angkutan di perairan adalah kegiatan mengangkut
dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan
menggunakan kapal. Angkutan laut khusus adalah kegiatan
angkutan untuk melayani kepentingan usaha sendiri dalam
menunjang usaha pokoknya. Angkutan Laut Pelayaran-Rakyat
adalah usaha rakyat yang bersifat tradisional dan mempunyai
karakteristik tersendiri untuk melaksanakan angkutan di perairan
dengan menggunakan kapal layar, kapal layar bermotor,
dan/atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan
ukuran tertentu.
Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang
kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal,
penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan
berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta
17
Cluster Bangunan Laut
terdiri dari bangunan
pantai dan lepas pantai.
Cluster Pertahanan
Keamanan, Penegakkan
hukum, dan Keselamatan
di Laut mencakup.
mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap
memperhatikan tata ruang wilayah.
Di dalam klasifikasi PDB Indonesia, Cluster Perhubungan
Laut berasal dari Lapangan Usaha Konstruksi; Angkutan Laut; dan
Pergudangan dan Jasa Penunjang Penunjang Angkutan; Pos dan
Kurir.
2.1.9. Bangunan Laut
Cakupan cluster Bangunan Laut terdiri bangunan pantai
dan bangunan lepas pantai. Bangunan pantai adalah bangunan
yang bertujuan untuk melindungi pantai terhadap kerusakan
karena serangan gelombang dan arus. Sedangkan bangunan lepas
pantai adalah struktur atau bangunan yang dibangun di lepas
pantai untuk mendukung proses eksplorasi atau eksploitasi bahan
tambang maupun mineral alam. Fungsi utama dari bangunan
lepas pantai adalah untuk eksplorasi dan produksi minyak dan
gas bumi. Semua konstruksi di pantai dan laut yang fungsinya
bukan seperti disebutkan di atas tidak termasuk Bangunan Laut.
Bangunan Laut berdasarkan sistem dan strukturnya terbagi
menjadi 3, yaitu bangunan terpancang, bangunan terikat, dan
bangunan terapung. Bangunan laut berdasarkan fungsinya
diklasifikan menjadi 3, yaitu konstruksi di atas pantai sejajar
dengan garis pantai (revetment), konstruksi yang dibangun kira-
kira tegak lurus pantai dan sambung pantai (groin, jetty), dan
konstruksi yang dibangun di lepas pantai dan kira-kira sejajar
garis pantai (breakwater).
Di dalam klasifikasi PDB Indonesia, cluster Bangunan Laut
berasal dari Lapangan Usaha Konstruksi.
2.1.10. Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan
Keselamatan di Laut
Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan
Keselamatan di Laut mencakup Kementerian Pertahanan, TNI,
Bakamla (UU No.32 Tahun 2014 Tahun 2014). Ditambahkan
dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepolisian (terkait
polisi air), dan Kementerian Perhubungan (terkait Komite
Nasional Keselamatan Transportasi). Cakupan wilayah dari
Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di
Laut adalah perairan, dasar laut, dan sub bawah laut.
18 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Penyusunan klasifikasi
merupakan tahapan
penting dalam
penyusunan PDB
Maritim
Di dalam klasifikasi PDB Indonesia, cluster Pertahanan,
Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di Laut berasal
dari Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib.
2.2. Tahapan Kegiatan
Dalam penyusunan PDB Maritim Indonesia tahun 2010-
2016, terdapat tiga langkah utama yang dilalui, pertama adalah
penyusunan klasifikasi yang mencakup klasifkasi Supply Use
Table (SUT) Maritim dan klasifikasi PDB Maritim. Tahapan
selanjutnya adalah penyusunan SUT Maritim yang digunakan
sebagai benchmark penyusunan PDB Maritim Indonesia.
Penyusunan SUT Maritim ini bertujuan untuk menghasilkan PDB
Maritim tahun 2010. PDB Maritim tahun 2010 yang diperoleh
dari kerangka SUT Maritim menjadi tahun dasar PDB Maritim
Indonesia selanjutnya. Kemudian tahapan berikutnya adalah
penyusunan PDB tahun 2011-2016. Tahapan ini akan
menghasilkan berbagai indikator PDB Maritim seperti PDB harga
berlaku, PDB harga konstan, distribusi, laju pertumbuhan, laju
implisit dan sumber pertumbuhan. Secara rinci, penjelasan untuk
masing-masing tahap diuraikan pada bagian berikut.
2.2.1. Penyusunan Klasifikasi
Penyusunan klasifikasi
akivitas ekonomi maritim
merupakan tahapan awal
yang penting dalam
penyusunan PDB Maritim
Indonesia. Cakupan kegiatan
ekonomi maritim yang
tercakup dalam klasifikasi ini
berperan menentukan nilai
PDB Maritim yang dihasilkan.
Dalam penyusunan
klasifikasi PDB Maritim Indonesia, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan merupakan
salah satu yang dijadikan rujukan disamping studi yang dilakukan
Gambar 2.1. Sembilan Cluster PDB Maritim
19
UU No. 32 Tahun 2014
tentang Kelautan adalah
rujukan dalam
penyusunan cluster
maritim Indonesia.
Pemetaan aktivitas
ekonomi dilakukan
bersama-sama antara
Kemenko Bidang
Kemaritiman dengan BPS
terhadap Dutch Maritime Cluster. Berdasarkan kajian UU No 32
tahun 2014 diperoleh 9 cluster Maritim Indonesia, yaitu:
Perikanan
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Industri Bioteknologi
Industri Maritim
Jasa Maritim
Wisata Bahari
Perhubungan Laut
Bangunan Laut
Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum dan
Keselamatan di Laut
Pemetaan aktivitas ekonomi maritim tersebut kedalam
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) sudah
dilakukan pada tahun 2016. Kegiatan ini merupakan kerja sama
antara Kemenko Bidang Kemaritiman dengan Badan Pusat
Statistik. Hasil dari pemetaan yang dilakukan terdapat 159 KBLI
lima digit yang tercakup dalam sembilan cluster tersebut. Namun
tidak semua lima digit KBLI seluruhnya adalah kegiatan martim,
sehingga ada KBLI-KBLI yang harus dibagi dua yaitu Maritim dan
Non Maritim. Adapun rinciannya dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Jumlah KBLI 5 Digit Berdasarkan Cluster PDB Maritim
No Cluster Jumlah KBLI
5 digit
(1) (2) (3)
1 Perikanan 29
2 Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 24
3 Industri Bioteknologi 10
4 Industri Maritim 12
5 Jasa Maritim 43
6 Wisata Bahari 10
7 Perhubungan Laut 23
8 Bangunan Laut 2
9 Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum dan Keselamatan
di Laut 6
Selanjutnya rincian cakupan 159 kelompok lima digit KBLI
20 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PDB Maritim 2010
disusun menggunakan
kerangka SUT
dapat dilihat pada lampiran. Sementara untuk mengetahui
penjelasan lebih rinci terkait penyusunan klasifikasi cluster
maritim dapat dilihat pada buku Laporan Klasifikasi Aktivitas
Maritim Indonesia Dalam KBLI 2009 yang telah disusun pada
tahun 2016.
2.2.2. Penyusunan PDB Maritim 2010 Melalui Kerangka Supply
Use Table
PDB Maritim tahun 2010 yang akan digunakan sebagai
tahun dasar PDB Maritim disusun melalui kerangka Supply Use
Tabel (SUT) Maritim 2010. Dari tabel SUT Maritim 2010 ini akan
diperoleh PDB Maritim dalam tiga pendekatan yang telah teruji,
yaitu PDB Maritim melalui pendekatan produksi, pengeluaran
dan pendapatan.
Gambar 2.2. Kerangka Kerja SUT
21
SUT menggambarkan
keseimbangan aliran
produksi, konsumsi, dan
penciptaan pendapatan dari
aktivitas produksi
PDB Indonesia tahun
dasar 2010 diturunkan
melalui Tabel SUT
Indonesia tahun 2010
Supply and Use Table (SUT) merupakan kerangka kerja
yang menggambarkan keseimbangan aliran produksi dan
konsumsi (barang dan jasa) dan penciptaan pendapatan dari
aktivitas produksi tersebut yang terdiri dari 2 (dua) komponen
utama yaitu tabel supply dan tabel use. Tabel supply memberikan
gambaran rinci atas penyediaan barang dan jasa yang diproduksi
di domestik dan yang didatangkan dari luar wilayah (impor).
Sedangkan, tabel use menggambarkan penggunaan barang dan
jasa untuk konsumsi antara dan konsumsi akhir. Selain itu, tabel
use juga menggambarkan bagaimana komponen nilai tambah
yang diciptakan oleh industri dalam ekonomi domestik.
Gambar 2.3. Tahapan Penyusunan PDB Maritim 2010
Dalam penyususnan PDB Maritim 2010, terdapat beebrapa
tahapan seperti yang tergambar pada Gambar 2.3. Manfaat
penyusunan SUT adalah memberikan kerangka kerja yang
terintegrasi untuk menganalisis kesenjangan data,
membandingkan dan mengkonfrontasikan data dari berbagai
sumber, serta meningkatkan konsistensi dan koherensi data.
Oleh karena itu, sangat penting dilakukan penyusunan SUT
Maritim untuk meyakinkan kita bahwa level Produk Domestik
Bruto (PDB) ekonomi maritim pada tahun dasar yang dihasilkan
sudah cukup baik dan dapat digunakan sebagai dasar
penyusunan PDB Maritim tahun berikutnya. Proses penyusunan
PDB Maritim ini mengikuti proses yang terjadi pada penyusunan
PDB Indonesia, dimana PDB Indonesia tahun dasar 2010
diturunkan melalui Tabel SUT Indonesia tahun 2010 dan tahun
2010 ini menjadi tahun dasar PDB Indonesia saat ini.
Sebagai informasi tambahan, bahwa Dimensi SUT
Indonesia terdiri atas 81 industri (kolom) dan 244 produk (baris).
Untuk membentuk SUT industri maritim maka aktivitas maritim
yang terdapat dalam 81 industri tersebut dipisahkan dan
dipindahkan kedalam 9 cluster maritim. Sehingga, dimensi SUT
Estimasi tabel
supply maritim
Estimasi use
maritim
SUT maritim
balance
PDB Maritim
2010
22 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Manual yang digunakan
dalam penyusunan PDB
Nasional adalah SNA
2008
industri maritim menjadi 90 industri (9 industri maritim dan 81
non-maritim) dikali 244 produk. Berikut disampaikan format
tabel supply maritim 2010.
Gambar 2.4. Format Tabel Supply Ekonomi Maritim
Kode Klasifikasi
No maritim
Perik
anan
ESD
M
Ind
Bio
tekno
lo
gi
Industri
Maritim
Jasa
Maritim
Wis
ata
Bahari
Perhubunga
n Laut
Bangunan
Laut
Hankan
Output
Do
mestik
To
tal
Im
po
r
M01 ... M81 M82 M83 M84 M85 M86 M87 M88 M89 M90 6000 4019
001
002
003
...
242
243
244
Adjusted Impor
Total Output
2.2.3. Penyusunan PDB Maritim 2011-2016
Melalui kerangka tabel SUT Maritim 2010 diperoleh PDB
Maritim 2010. PDB Maritim 2010 ini merupakan dasar untuk
penyusunan PDB Maritim tahun 2011-2016 atau dapat juga
disebut PDB Maritim tahun dasar. Dalam penyusunan PDB
Nasional, System Nasional Account 2008 merupakan manual
yang digunakan sebagai rujukan. Oleh karena penyusunan PDB
Maritim diturunkan dari PDB Nasional maka Penyusunan PDB
maritim juga sesuai dengan System of National Account (SNA)
2008, yang merupakan standar internasional dan berbasis KBLI
2009. Tahapan penyusunan PDB maritim secara lengkap terdapat
pada gambar 2.5. PDB maritim tahun 2010 diturunkan dari hasil
SUT maritim tahun 2010. level PDB maritim tahun 2010 ini
menjadi basis penyusunan PDB maritim untuk tahun-tahun
berikutnya. Setelah PDB 2010 diperoleh, langkah selanjutnya
adalah melakukan estimasi untuk memperoleh PDB maritim 2011-
2016.
Gambar 2.5. Tahapan Penyusunan PDB Maritim 2011-2016
Penyusunan PDB Maritim
2010 menggunakan
benchmark SUT
Penyusunan PDB Maritim
2011-2016
Linking PDB Maritim
2011-2016
23
PDB terdiri dari dua
jenis, yaitu PDB Atas
Dasar Harga Berlaku
(ADHB) dan Atas Dasar
Harga Konstan (ADHK)
Penyusunan NTB Atas
Dasar Harga Berlaku
menggunakan pendekatn
produksi
Metode penyusunan
NTB Atas Dasar Harga
Konstan, yaitu Revaluasi,
Ekstrapolasi, dan Deflasi
2.3. Metodologi dan Sumber Data
Produk Domestik Bruto (PDB) Maritim terdiri dari dua
jenis, yaitu PDB Maritim Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan
PDB Maritim Atas Dasar Harga Konstan (ADHK).
Dalam penyusunan PDB Maritim Atas Dasar Harga Berlaku
metode yang digunakan adalah produksi, dengan persamaan
sebagai berikut:
Outputb,t = Produksit x Hargat
NTB b,t = Outputb,t — Konsumsi Antarab,t
dimana :
Outputb,t = Ouput/nilai produksi bruto atas dasar harga
berlaku tahunt
NTBb,t = Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku tahun
ke t
Produksit = Kuantum produksi tahun ke t
Hargat = Harga produksi tahun ke t
Sementara dalam penyusunan PDB Maritim Atas Dasar Harga
Konstan, terdapat tiga metode yang dapat digunakan, yaitu:
1. Revaluasi yaitu perkalian kuantum produksi tahun yang
berjalan dengan harga tahun dasar. Dalam rumus dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Outputk,t = Produksit x Harga0
NTBk,t = Outputk,t - Konsumsi Antarak,t
2. Ekstrapolasi yaitu dengan cara mengalikan nilai tahun
dasar dengan suatu indeks kuantum dibagi 100. Dalam
rumus dapat dinyatakan sebagai berikut :
Outputk,t = Outputk,0 x (IKPt / 100)
NTBk,t = Outputk,t - Konsumsi Antarak,t
3. Deflasi yaitu dengan cara membagi nilai pada tahun berjalan
dengan suatu indeks harga dibagi 100. Dalam rumus
dapat dinyatakan sebagai berikut :
Outputk,t = Outputk,0 / (IHt / 100)
NTBk,t = Outputk,t - Konsumsi Antarak,t
Penggunaan metode di atas untuk masing-masing cluster
tergantung kepada ketersediaan data. Lebih rinci, metode yang
digunakan untuk masing-masing cluster dapat dilihat pada bagian
berikut:
24 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
2.3.1. Perikanan
NTB Atas Dasar Harga Berlaku cluster Perikanan yang
berasal dari Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan dihitung menggunakan pendekatan produksi, dimana
output didapat dari produksi dikalikan harga. Selanjutnya nilai
tambah didapat dengan cara mengurangkan output dengan
konsumsi antara. NTB atas dasar harga konstan dihitung
menggunakan metode revaluasi, dimana output harga konstan
dinilai berdasarkan harga pada tahun dasar 2010.
Selanjutnya, perhitungan NTB atas dasar harga berlaku
maupun harga konstan pada cluster Perikanan Laut yang berasal
dari Lapangan Usaha Perdagangan menggunakan pendekatan
commodity flow untuk barang-barang domestik. Output didapat
dengan cara mengalikan output hasil perikanan maritim dengan
rasio marjin perdagangan dari perikanan tangkap laut dan
perikanan budidaya laut dan air payau. Kemudian, nilai tambah
didapat dengan cara mengalikan output dengan rasio nilai
tambah bruto.
Dalam penyusunan Cluster Perikanan ini, data yang
digunakan berasal dari berbagai sumber baik BPS maupun luar
BPS, dia antaranya :
Direktori Perusahaan Kehutanan dan Statistik Perusahaan
Penangkaran Tanaman/ Satwa Liar, Badan Pusat Statistik;
Statistik Perikanan Tangkap Tahunan, Kementerian Kelautan
dan Perikanan;
Statistik Perikanan Budidaya Tahunan, Kementerian Kelautan
dan Perikanan;
Statistik Budidaya Ikan Hias Indonesia, Kementerian
Kelautan dan Perikanan;
Statistik Ekspor Indonesia, BPS;
Statistik Harga Perdesaan, BPS;
Statisitk Harga Produsen, BPS;
Data Sensus Pertanian 2003 dan 2013 Subsektor, BPS;
Struktur Ongkos Perusahaan Perikanan, BPS.
SUT Indonesia tahun 2010
25
Nilai tambah atas harga
konstan ESDM
menggunakan metode
deflasi dan revaluasi
2.3.2. Energi dan Sumber Daya Mineral
NTB atas dasar harga berlaku cluster Energi dan Sumber Daya
Mineral yang berasal dari Lapangan Usaha Pertambangan dan
Penggalian dihitung menggunakan pendekatan produksi. PDB
atas dasar harga konstan didapat dengan metode deflasi dan
revaluasi.
NTB atas dasar harga berlaku cluster Energi dan Sumber Daya
Mineral yang berasal dari Lapangan Usaha Industri Pengolahan
dihitung dengan menggunakan pendekatan produksi. NTB atas
dasar harga konstan dihitung dengan menggunakan metode
deflasi dan ekstrapolasi. Sedangkan nilai tambah didapat dengan
mengalikan output dengan rasio NTB.
Penghitungan NTB Cluster Energi dan Sumber Daya Mineral
yang berasal dari Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas
memanfaatkan data Marine Vessel Power Plant (MVPP) yang
dimulai pada tahun 2015. Output didapat dengan cara
mengalikan proporsi kapasitas total pembangkit MVPP terhadap
kapasitas total pembangkit PLN se-Indonesia dengan output total
ketenagalistrikan atas dasar harga berlaku.
Output harga konstan didapat dengan mengalikan antara
proporsi kapasitas total pembangkit MVPP terhadap kapsitas
total pembangkit PLN se-Indonesia dengan output total
ketenagalistrikan atas dasar harga konstan.
Sumber data yang digunakan untuk menghitung nilai
tambah cluster ESDM, di antanya::
Laporan Tahunan Produksi Minyak Bumi dan Kondensat
Indonesia Tahun 2010 berdasarkan Produksi Lepas Pantai,
Kementerian ESDM;
Produksi dan Pemanfaatan Gas Bumi Indonesia Tahun 2010
berdasarkan Produksi Lepas Pantai, Kementerian ESDM;
Statistik Pertambangan selain Minyak dan Gas Bumi 2010-
2013;
Hasil Pendataan Garam, Kementerian Kelautan dan
Perikanan;
Informasi dari Kementerian dan Instansi terkait;
SUT Indonesia tahun 2010, Badan Pusat Statistik;
Data Marine Vessel Power Plant (MVPP).
26 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Penghitungan Industri
Bioteknologi ADHK
menggunakan metode
deflasi dan ekstrapolasi
Output Industri Maritim
dihitung menggunakan
pendekatan produksi
2.3.3. Industri Bioteknologi
NTB atas dasar harga berlaku Cluster Industri Bioteknologi
yang berasal dari Lapangan Usaha Industri Pengolahan dihitung
dengan menggunakan pendekatan produksi. PDB atas dasar
harga konstan dihitung dengan menggunakan metode deflasi dan
ekstrapolasi. Sedangkan nilai tambah bruto didapat dengan
mengalikan output dengan rasio NTB.
Dalam penyusunan nilai tambah cluster Industri
Bioteknologi, sumber data yang digunakan adalah:
Statistik Industri Besar dan Sedang tahunan, Badan Pusat
Statistik;
Statistik Industri Mikro dan Kecil, Badan Pusat Statistik;
Informasi dari Kementerian dan Instansi terkait;
SUT Indonesia tahun 2010, Badan Pusat Statistik.
2.3.4. Industri Maritim
NTB atas dasar harga berlaku cluster Industri Maritim yang
berasal dari Lapangan Usaha Industri Pengolahan dihitung
dengan menggunakan pendekatan produksi. NTB atas dasar
harga konstan dihitung dengan menggunakan metode deflasi dan
ekstrapolasi. Sedangkan nilai tambah didapat dengan mengalikan
output dengan rasio NTB.
NTB atas dasar harga berlaku Cluster Industri Maritim yang
berasal dari Lapangan Usaha Pengadaan Air dihitung
menggunakan pendekatan produksi, yaitu dengan cara
mengalikan antara jumlah tenaga kerja dengan produktivitas.
Produktivitas didapat dengan cara membagi omset dengan
jumlah tenaga kerja hasil Sensus Ekonomi 2006 pada Lapangan
Usaha Pengadaan Air. PDB atas dasar harga konstan didapat
dengan metode deflasi, yaitu membagi PDB atas dasar harga
berlaku dengan Indeks Harga Produsen (IHP).
NTB atas dasar harga berlaku Cluster Industri Maritim yang
berasal dari Lapangan Usaha Konstruksi dihitung menggunakan
pendekatan produksi, yaitu dengan cara mengalikan antara
jumlah tenaga kerja dengan produktivitas. Produktivitas didapat
dengan cara membagi omset dengan jumlah tenaga kerja hasil
Sensus Ekonomi 2006 pada Lapangan Usaha Konstruksi. NTB
27
Output Jasa Maritim
diperoleh dengan
mengalikan jumlah tenaga
kerja dengan produktivitas
atas dasar harga konstan didapat dengan metode deflasi, yaitu
membagi NTB atas dasar harga berlaku dengan Indeks Harga
Perdagangan Besar (IHPB) konstruksi.
Sumber data dalam penyusunan nilai tambah Cluster Jasa
Maritim:
Statistik Industri Besar dan Sedang tahunan, Badan Pusat
Statistik;
Statistik Industri Mikro dan Kecil, Badan Pusat Statistik;
Informasi dari Kementerian dan Instansi terkait;
SUT Indonesia tahun 2010, Badan Pusat Statistik;
Hasil Sensus Ekonomi 2006, BPS;
Statistik Ketenagakerjaan, BPS.
2.3.5. Jasa Maritim
NTB atas dasar harga berlaku Cluster Jasa Maritim yang
berasal dari Lapangan Usaha Pengadaan Air dihitung
menggunakan pendekatan produksi, yaitu dengan cara
mengalikan antara jumlah tenaga kerja dengan produktivitas.
Produktivitas didapat dengan cara membagi omset dengan
jumlah tenaga kerja hasil SE 2006 pada Lapangan Usaha
Pengadaan Air. PDB atas dasar harga konstan didapat dengan
metode deflasi, yaitu membagi PDB atas dasar harga berlaku
dengan Indeks Harga Produsen (IHP).
NTB atas dasar harga berlaku cluster Jasa Maritim yang
berasal dari Lapangan Usaha Konstruksi dihitung menggunakan
pendekatan produksi, yaitu dengan cara mengalikan antara
jumlah tenaga kerja dengan produktivitas. Produktivitas didapat
dengan cara membagi omset dengan jumlah tenaga kerja hasil SE
2006 pada Lapangan Usaha Konstruksi. PDB atas dasar harga
konstan didapat dengan metode deflasi, yaitu membagi PDB atas
dasar harga berlaku dengan IHPB konstruksi.
NTB atas dasar harga berlaku Cluster Jasa Maritim yang
berasal dari Lapangan Usaha Transportasi dihitung menggunakan
pendekatan produksi. Sedangkan PDB harga konstan dihitung
dengan metode deflasi.
NTB atas dasar harga berlaku Cluster Jasa Maritim yang
berasal dari Lapangan Usaha Jasa Pendidikan dihitung
28 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Nilai tambah atas dasar
harga konstan Cluster
Wisata Bahari menggunakan
metode deflasi
Nilai tambah atas dasar
harga konstan Cluster
Perhubungan Laut
menggunakan metode
deflasi
menggunakan pendekatan produksi, dengan menggunakan
indikator produksi berupa jumlah siswa dan indikator harga
berupa output per siswa. NTB harga konstan didapat dengan
metode deflasi, menggunakan deflator IHK. Selanjutnya, untuk
mendapatkan nilai tambah, output yang sudah didapat dikalikan
dengan rasio NTB.
Sumber data:
Hasil Sensus Ekonomi 2006, BPS;
Statistik Ketenagakerjaan, BPS;
Statistik Transportasi, BPS;
Jumlah penumpang, kendaraan, dan barang (PT. ASDP
Indonesia Ferry;
Laporan Keuangan PT ASDP Indonesia Ferry;
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
Survei Khusus BPS;
SUT Indonesia tahun 2010, BPS.
2.3.6. Wisata Bahari
NTB atas dasar harga berlaku Cluster Wisata Bahari yang
berasal dari Lapangan Usaha Jasa Lainnya dihitung menggunakan
pendekatan produksi, dengan menggunakan indikator produksi
berupa jumlah pengunjung dan indikator harga berupa output
per pengunjung. NTB harga konstan didapat dengan metode
deflasi, menggunakan deflator IHK. Selanjutnya, untuk
mendapatkan nilai tambah, output yang sudah didapat dikalikan
dengan rasio NTB.
Sumber data yang digunakan dalam penyusunan Cluster Wisata
Bahari adalah:
Statistik Kehutanan, BPS;
Statistik Daya Tarik Obyek Wisata, PT Pembangunan Jaya
Ancol;
SUT Indonesia tahun 2010, BPS.
2.3.7. Perhubungan Laut
NTB atas dasar harga berlaku cluster Perhubungan Laut yang
berasal dari Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan
dihitung menggunakan pendekatan produksi. Sedangkan NTB
harga konstan dihitung menggunakan metode deflasi.
29
Output Bangunan Laut
berasal dari Laporan Usaha
Konstruksi diperoleh dengan
mengalikan jumlah tenaga
kerja dengan produktivitas
Nilai tambah harga konstan
Cluster Pertahanan,
Keamanan, Penegakan
Hukum, dan Keselamatan di
Laut menggunakan metode
deflasi
Sumber data yang digunakan:
Statistik Transportasi, BPS;
Laporan tahunan perusahaan Angkutan Laut BUMN;
Laporan tahunan Jasa Penunjang Angkutan BUMN;
Laporan perusahaan Angkutan Laut go public.
2.3.8. Bangunan Laut
NTB atas dasar harga berlaku Cluster Bangunan Laut berasal
dari Lapangan Usaha Konstruksi dihitung menggunakan
pendekatan produksi, yaitu dengan cara mengalikan antara
jumlah tenaga kerja dengan produktivitas. Produktivitas didapat
dengan cara membagi omset dengan jumlah tenaga kerja hasil SE
2006 pada Lapangan Usaha Konstruksi. NTB atas dasar harga
konstan didapat dengan metode deflasi, yaitu membagi NTB atas
dasar harga berlaku dengan IHPB konstruksi.
Sumber data:
Hasil Sensus Ekonomi 2006, BPS;
Statistik Ketenagakerjaan, BPS.
2.3.9. Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan
Keselamatan di Laut
NTB atas dasar harga berlaku Cluster Pertahanan, Keamanan,
Penegakan Hukum dan Keselamatan di Laut yang berasal dari
Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan
Jaminan Sosial Wajib dihitung menggunakan pendekatan cost
basis, dimana pendekatan dilakukan atas biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh lembaga pertahanan dan angkatan bersenjata,
perhubungan laut, dan angkatan laut. Output diperoleh dari
konsumsi antara (terdiri dari belanja barang dan belanja bantuan
sosial) ditambah dengan Nilai Tambah Bruto (NTB). NTB terdiri
dari belanja pegawai dan estimasi penyusutan.
NTB atas dasar harga konstan dihitung menggunakan metode
deflasi, dimana PDB atas dasar harga berlaku di-deflate dengan
jenis belanja yang bersesuaian.
Sumber data yang digunakan adalah:
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2010-2015
Realisasi angggaran 2016, Ditjen Perbendaharaan Negara
Kementerian Keuangan
30 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Anggaran detail 2015, Ditjen Anggaran Kemeterian Keuangan
Jumlah PNS, Kementerian dan Lembaga terkait dan Badan
Kepegawaian Negara
Indeks upah, IHPB, Indeks implisit Pembentukan Modal Tetap
Bruto
31
BAB III
PERKEMBANGAN PDB
MARITIM
ii
33
Sepanjang 2010-2016
nominal PDB Indonesia
mengalami peningkatan
Pertumbuhan PDB
Indonesia mengalami
perlambatan sejak tahun
2013-2015
PERKEMBANGAN PDB MARITIM
3.1. Gambaran Umum Perekonomian Indonesia
Setelah krisis ekonomi global tahun 2008 hingga 2009,
perekonomian Indonesia tahun 2010 mulai menunjukkan
perbaikan. Perbaikan didukung oleh permintaan domestik yang
solid dan kondisi eksternal yang mulai kondusif seiring
pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global. Perbaikan
perekonomian ini tercermin dari peningkatan yang terjadi pada
nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pada tahun 2010
nominal PDB Indonesia atas dasar harga berlaku mencapai
6.864,1 triliun rupiah meningkat menjadi 12.406,8 triliun rupiah
pada tahun 2016. Sementara, PDB atas dasar harga konstan
dalam kurun waktu tersebut juga mengalami peningkatan sejalan
dengan PDB atas dasar harga berlaku.
Tabel 3.1. Indikator PDB Indonesia
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
PDB Harga Berlaku
6.864.133,1 7.831.726,0 8.615.704,5 9.546.134,0 10.569.705,3 11.531.716,9 12.406.809,8 (miliar Rp)
PDB Harga Konstan
6.864.133,1 7.287.635,3 7.727.083,4 8.156.497,8 8.564.866,6 8.982.511,3 9.433.034,4 (miliar Rp)
Laju Pertumbuhan - 6,17 6,03 5,56 5,01 4,88 5,02
(persen)
Laju Indeks Implisit - 7,47 2,75 4,97 5,44 4,03 2,45
(persen)
Bila ditinjau lebih jauh terkait pertumbuhan ekonomi, yang
dihitung berdasarkan PDB harga konstan, maka pada tahun
2011, PDB Indonesia tumbuh 6,17 persen. Perekonomian
Indonesia ini masih tergolong baik dalam situasi perekonomian
global yang masih belum stabil. Fundamental ekonomi indonesia
yang cukup kuat mampu meminimalkan dampak dari gejolak
ekonomi global yang masih terjadi. Selanjutnya pada tahun 2012,
kinerja perekonomian Indonesia masih cukup menggembirakan
di tengah perekonomian dunia yang masih melemah dan diliputi
ketidakpastian. Pertumbuhan tahun 2012 dapat dipertahankan
pada tingkat yang cukup tinggi sebesar 6,03 persen. Namun,
dalam kurun waktu 2013-2015, ekonomi Indonesia terus
mengalami perlambatan, dimana pertumbuhan hanya berada
dibawah 6 persen. Belum pulihnya kondisi perekonomian global
dan harga komoditas yang juga mengalami penurunan
34 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Akselerasi percepatan
pertumbuhan PDB mulai
terjadi pada tahun 2016
Industri Pengolahan
merupakan kontributor
terbesar dalam
pembentukan PDB
Indonesia
berkontribusi dalam perlambatan perekonomian nasional pada
kurun waktu tersebut.
Pada tahun 2016, perekonomian global menunjukkan
peningkatan dan pertumbuhan meskipun belum merata.
Pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju pada umumnya
membaik. Sementara perekonomian di negara-negara
berkembang menunjukan perkembangan yang beragam. Kondisi
ini tentu berpengaruh terhadap perbaikan permintaan eksternal
yang tercermin dari peningkatan nilai ekspor Indonesia.
Dukungan pemulihan ekonomi global dan permintaan domestik
yang masih kuat menyebabkan kinerja perekonomian Indonesia
kembali menggeliat dengan pertumbuhan mencapai 5,02
meningkat dibanding capaian tahun 2015 sebesar 4,88 persen.
Dari sisi produksi pertumbuhan ini didukung oleh seluruh
aktivitas ekonomi dengan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh
Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi.
Menelaah tentang struktur ekonomi Indonesia dalam
kurun waktu 2010-2016, Industri Pengolahan merupakan
lapangan usaha yang memiliki kontribusi terbesar dalam
pembentukan PDB Indonesia. Pada tahun 2010 kontribusi
lapangan usaha ini mencapai 22,04 persen. Selanjutnya
kontributor kedua dicapai oleh Lapangan Usaha Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan dengan kontribusi sebesar 13,93
persen, diikuti oleh Lapangan Usaha Perdagangan sebesar 13,46
persen, dan Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
sebesar 10,46 persen.
6,17
6,03
5,56
5,01
4,88
5,02
4,00
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
7,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
PDB Indonesia
Gambar 3.1. Laju Pertumbuhan PDB Indonesia
(persen)
20,51
13,45
13,19
10,38
42,47
Ind
Pengolahan
Pertanian
Perdagangan
Konstruksi
Lainnya
Gambar 3.2. Struktur PDB Indonesia Tahun 2016
(persen)
35
Nominal PDB maritim
mengalami kenaikan
rata-rata 40,8 triliun
rupiah per tahun
Pada tahun 2016, Lapangan Usaha Industri Pengolahan
masih memberikan kontribusi tertinggi terhadap pembentukan
PDB Indonesia, yaitu sebesar 20,51 persen. Urutan kedua masih
ditempati oleh Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan dengan kontribusi sebesar 13,45 persen. Selanjutnya
Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor dengan kontribusi 13,19 persen. Sementara di
urutan keempat dicapai oleh Lapangan Usaha Konstruksi sebesar
10,38 persen.
Sementara bila dilihat dari penciptaan pertumbuhan PDB
Nasional atau sumber pertumbuhan, maka pada tahun 2016
Industri Pengolahan memberikan sumber pertumbuhan terbesar
0,92 persen, diikuti oleh Perdagangan Besar, Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor 0,53 persen dan Konstruksi sebesar
0,51 persen. Sementara sumber pertumbuhan lapangan usaha
lainnya tidak lebih dari 0,5 persen.
3.2. Peranan Industri Maritim dalam Perekonomian Indonesia
Dalam kerangka
ekonomi maritim, nilai
nominal PDB maritim
atas dasar harga
berlaku selama kurun
waktu tujuh tahun
terakhir (2010-2016)
mengalami peningkatan
yang cukup signifikan.
Pada tahun 2010 nilai
PDB Maritim atas dasar harga berlaku yang dihasilkan oleh
pelaku-pelaku bidang maritim tersebut mencapai 505,0 triliun
rupiah meningkat menjadi 749,9 triliun rupiah pada tahun 2016
atau terjadi kenaikan rata-rata sebesar 40,8 triliun rupiah
pertahun. Sejalan dengan PDB maritim atas dasar harga berlaku,
PDB maritim atas dasar harga konstan juga menunjukan
peningkatan dimana tahun 2010 sebesar 505,0 triliun rupiah
meningkat menjadi 563,0 triliun rupiah tahun 2016.
(0,45) (0,99)
1,58
3,44
4,51
3,03
6,17 6,03 5,56
5,01 4,88 5,02
(2,00)
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
PDB Maritim PDB Nasional
Gambar 3.3. Laju Pertumbuhan PDB Maritim dan
PDB Nasional
(persen)
36 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Kontribusi PDB maritim
terhadap PDB nasional
sebesar 6,04 persen
tahun 2016
Besaran PDB atas
dasar harga berlaku ini
dapat memberikan
gambaran tentang
kontribusi ekonomi
maritim terhadap
perekonomian nasional.
Selama kurun waktu
2010-2016, PDB
maritim memberikan
kontribusi 6,04 persen
sampai 7,95 persen atau secara rata-rata sebesar 7,06 persen.
Kontribusi PDB maritim terhadap PDB Nasional, tertinggi dicapai
pada tahun 2012 sebesar 7,95 persen, dimana kontribusi terbesar
disumbang oleh cluster ESDM sebesar 4,85 persen. Selanjutnya
pada tahun 2013 kontribusi PDB Maritim terhadap PDB nasional
mengalami penurunan menjadi 7,14 persen. Penurunan
kontribusi ini terus berlanjut, dimana pada tahun 2016, kontribusi
PDB maritim terhadap PDB nasional hanya mencapai 6,04
persen. Penurunan kontribusi ini sejalan dengan penurunan
kontribusi Cluster ESDM terhadap PDB Nasional. Pada tahun
2016, ESDM mengalami penurunan kontribusi yang cukup
signifikan dimana hanya mencapai 2,51 persen terhadap PDB
nasional. Sebelumnya pada tahun 2012 mencapai 4,85 persen
yang merupakan capaian tertinggi sepanjang kurun waktu 2010-
2016. Penurunan ini disebabkan oleh terjadinya penurunan harga
pada komoditas minyak, meskipun dari sisi produksi terjadi
peningkatan. Penurunan kontribusi PDB Maritim terhadap PDB
Nasional ini tidak sejalan dengan peningkatan yang terjadi pada
nominal PDB Maritim sepanjang 2010-2016. Situasi ini
mengindikasikan bahwa peningkatan aktivitas-aktivitas produksi
di luar lapangan usaha maritim, lebih cepat dibandingkan
peningkatan aktivitas produksi cluster maritim.
Bila dilihat secara rinci menurut cluster maritim, maka
dalam kurun waktu 2010-2016, terdapat tiga cluster maritim yang
sangat dominan berkontribusi dalam pembentukan PDB maritim,
yaitu cluster Perikanan. Cluster Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) dan cluster Perhubungan Laut. Ketiga cluster ini tentu
sangat berperan dalam menentukan kontribusi industri maritim
6,04
Maritim
Non-maritim
Gambar 3.4. Share PDB Maritim Terhadap PDB
Nasional 2016
(persen)
37
Cluster Perikanan,
Cluster ESDM, dan
Cluster Perhubungan
Laut merupakan
dominan dalam PDB
maritim
terhadap perekonomian nasional. Pada tahun 2016, kontribusi
Perikanan terhadap PDB nasional mencapai 2,52 persen. Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencapai 2,51 persen dan
Cluster Perhubungan Laut mencapai 0,52 persen. Untuk
meningkatkan peranan industri maritim terhadap perekonomian
nasional, maka tiga aktivitas ekonomi ini harus diupayakan
mengalami peningkatan dan memiliki kinerja yang baik sehingga
berdampak positif terhadap perekonomian maritim dan
perekonomian nasional.
3.3. Perkembangan PDB Maritim Indonesia
Selama kurun
waktu 2010-2016,
terdapat tiga cluster
yang sangat dominan
berkontribusi dalam
pembentukan PDB
Maritim. Ketiga cluster
tersebut adalah Cluster
Perikanan, Cluster ESDM
dan Cluster
Perhubungan Laut. Pada tahun 2010, Cluster ESDM memberikan
kontribusi sebesar 57,32 persen Cluster Perikanan sebesar 28,51
persen dan Cluster Perhubungan Laut sebesar 6,68 persen. Seiring
dengan situasi dan kondisi yang terjadi, maka pada tahun 2016
kontribusi ESDM mengalami penurunan, sementara Cluster
Perikanan mengalami peningkatan, dimana Cluster Perikanan
memberikan kontribusi sebesar 41,72 persen atau senilai 312,9
triliun rupiah, dan Cluster Energi dan Sumber Daya Mineral
505,0
606,4
685,0 681,9
719,0 738,5 749,9
7,36 7,74 7,95 7,14 6,80 6,40 6,04
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
-
100,0
200,0
300,0
400,0
500,0
600,0
700,0
800,0
900,0
1.000,0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Nominal (triliun Rp) Kontribusi (persen)
Gambar 3.5. Perkembangan PDB Maritim
(persen)
41,72
41,58
8,59
8,11 Perikanan
ESDM
Perhubungan
Laut
Lainnya
Gambar 3.6. Share Cluster Maritim Terhadap
PDB Maritim 2016
(persen)
38 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Laju Pertumbuhan PDB
Maritim selama 2010-
2016 mengalami
fluktuasi yang cukup
signifikan
Cluster Perikanan
memberikan kontribusi
terbesar terhadap
pertumbuhan PDB
maritim
memberikan kontribusi sebesar 41,58 persen atau senilai 311,8
triliun rupiah, dan Cluster Perhubungan Laut memberikan
kontribusi sebesar 8,59 persen atau senilai 64,4 triliun rupiah.
Sementara cluster lainnya memberikan kontribusi yang relatif
kecil.
Selanjutnya untuk mengukur keberhasilan pembangunan
di bidang maritim, salah satu indikator yang dapat kita gunakan
adalah laju pertumbuhan PDB maritim. Pertumbuhan PDB
maritim dalam kurun waktu 2010-2016 mengalami fluktuasi
yang cukup signifikan. Tahun 2011 dan 2012 terjadi kontraksi
pertumbuhan sebesar minus 0,45 persen dan minus 0,99 persen.
Kontraksi pertumbuhan disebabkan oleh kontraksi pertumbuhan
yang terjadi pada Cluster ESDM, Cluster Industri Maritim dan
Cluster Bangunan Laut. Seiring dengan perbaikan kinerja Cluster
ESDM, kondisi perekonomian maritim berangsur-angsur
membaik. Hal ini ditunjukan oleh capaian PDB Maritim yang
mengalami pertumbuhan positif dalam periode 2013-2016.
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2015 sebesar 4,51
persen mendekati pertumbuhan PDB nasional sebesar 4,88
persen. Pertumbuhan tahun 2015 ini didukung hampir semua
cluster termasuk tiga cluster yang peranannya sangat dominan
terhadap pembentukan PDB Maritim. Pertumbuhan tertinggi
dicapai oleh Cluster Wisata Bahari sebesar 8,45 persen.
Selanjutnya, pergerakan laju pertumbuhan ekonomi cluster
maritim akan berpengaruh terhadap pembentukan pertumbuhan
ekonomi maritim (sumber pertumbuhan). Peranan masing-masing
cluster ekonomi maritim terhadap laju pertumbuhan ekonomi
maritim tergambar pada sumbangan yang diberikan oleh cluster
ekonomi maritim tersebut terhadap pembentukan pertumbuhan
ekonomi maritim. Pada tahun 2011, Cluster Perikanan
memberikan sumbangan terbesar terhadap pembentukan
pertumbuhan PDB Maritm yaitu sebesar 2,20 persen, diikuti oleh
Cluster Perhubungan Laut sebesar 0,57 persen dan Jasa Maritim
sebesar 0,27 persen. Namun, Cluster ESDM dengan share
terbesar, belum memberikan kontribusi yang positif terhadap
pembentukan laju pertumbuhan dengan sumber pertumbuhan
-3,55 persen. Selanjutnya, dalam pembentukan PDB Maritim
tahun 2016, Cluster Perikanan masih memberikan kontribusi
39
Nilai tambah yang
diciptakan cluster
Perikanan tahun 2016
sebesar 312,9 triliun
rupiah
Perikanan menjadi salah
satu cluster yang
berkontribusi besar
terhadap pembentukan
PDB maritim
terbesar sebesar 1,84 persen, diikuti oleh Cluster ESDM dengan
sumber pertumbuhan sebesar 0,93 persen, dan Cluster Bangunan
Laut sebesar 0,15 persen. Sementara Cluster Industri Maritim
adalah cluster yang memberikan peranan terkecil dalam
pembentukan laju pertumbuhan PDB Maritim. Di sisi lain, Cluster
Wisata Bahari mempunyai laju pertumbuhan tertinggi, namun
sumbangannya terhadap pertumbuhan PDB maritim hanya
sebesar 0,01 persen.
3.4. Perkembangan PDB Maritim Indonesia Menurut Cluster
Perkembangan PDB Maritim Indonesia menurut cluster
memberikan gambaran tentang nilai tambah, pertumbuhan,
distribusi, dan sumber pertumbuhan yang tercipta untuk masing-
masing cluster.
3.4.1. Perikanan
Dalam kurun waktu 2010-2016, nilai tambah yang
diciptakan oleh Cluster Perikanan yang mencakup produksi
komoditas perikanan termasuk aktivitas perdagangannya terus
mengalami peningkatan. Pada tahun 2010, nilai tambah yang
tercipta pada aktivitas ini adalah sebesar 143,9 triliun rupiah.
Nilai tambah ini terus meningkat dari tahun ke tahun dimana
pada tahun 2016 nilai tambah Cluster Perikanan atas dasar harga
berlaku mencapai 312,9 triliun rupiah. Sementara bila dilihat dari
harga konstan, maka nilai tambah yang tercipta juga mengalami
peningkatan, dimana pada tahun 2016 nilai tambah Cluster
Perikanan atas dasar harga konstan mencapai 212,4 triliun rupiah
atau tumbuh 4,96 persen dibanding tahun 2015.
Cluster Perikanan merupakan salah satu cluster yang
memberikan kontribusi sangat besar dalam pembentukan PDB
maritim. Peranan cluster ini terhadap pembentukan PDB Maritim
dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2010,
kontribusi Cluster Perikanan terhadap PDB maritim sebesar 28,51
persen, meningkat cukup signifikan menjadi 41,72 persen pada
tahun 2016. Peningkatan peranan cluster ini didukung oleh
peningkatan produksi dan perkembangan harga yang positif dari
tahun ke tahun untuk komoditas-komoditas cluster ini.
40 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Selama kurun waktu
2010-2016 Cluster
Perikanan merupakan
kontributor terbesar
dalam penciptaan PDB
Maritim
Pertumbuhan tertinggi
Cluster Perikanan terjadi
di tahun 2011 sebesar
7,70 persen
Perkembangan harga dapat tercermin dari laju pertumbuhan
implisit. Pertumbuhan implisit Cluster Perikanan tertinggi terjadi
pada tahun 2015 sebesar 8,94 persen. Hal ini mengindikasikan
terjadi kenaikan harga komoditas perikanan laut yang cukup
tinggi pada tahun tersebut.
Untuk mengukur kinerja dari Cluster Perikanan digunakan
indikator laju pertumbuhan. Dalam kurun waktu 2010-2016, laju
pertumbuhan Cluster Perikanan menunjukkan kinerja yang baik.
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 7,70
persen dan terendah pada tahun 2016 sebesar 4,96 persen.
Pertumbuhan Cluster Perikanan ini sejalan dengan Subkategori
Perikanan dalam PDB nasional. Pertumbuhan Cluster Perikanan
didukung oleh produksi perikanan hasil budidaya laut dan air
payau mengalami peningkatan yang signifikan khususnya akibat
melimpahnya produksi rumput laut sebagai dampak El Nino
dimana curah hujan sangat jarang terjadi, sehingga proses
pengeringan rumput laut berjalan dengan baik. Namun di tahun
2016, aktivitas ini terkendala oleh efek La Nina dimana iklim
didominasi oleh kemarau basah yang menyebabkan perlambatan
produksi rumput laut.
Sementara, peningkatan produksi perikanan budidaya laut
dan air payau yang didukung oleh beberapa kebijakan dan
program, di antaranya revitalisasi tambak di beberapa sentra
perikanan budidaya, percepatan pengembangan model
percontohan (demfarm) bagi pembudidaya ikan, diversifikasi
komoditas (misalnya udang vaname) yang dibudidayakan di
keramba jaring apung laut dan pemberian benih yang
menstimulasi pembudidaya untuk meningkatkan produksi.
28,51 26,85 26,49
30,39 33,62
38,30 41,72
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster Perikanan
Gambar 3.7. Kontribusi Cluster Perikanan Terhadap PDB
Maritim
(persen)
7,70
5,78
7,06 7,29 7,40
4,96
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster Perikanan
Gambar 3.8. Laju Pertumbuhan Cluster Perikanan
41
Tahun 2014-2016 nilai
tambah Cluster ESDM
mengalami penurunan
Tabel 3.2. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Perikanan
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 43.942,0 162.810,2 181.468,5 207.217,0 241.720,7 282.819,8 312.876,1
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 143.942,0 155.026,9 163.992,6 175.569,9 188.375,1 202.313,9 212.354,6
(miliar Rp)
Distribusi 28,51 26,85 26,49 30,39 33,62 38,30 41,72
(persen)
Laju Pertumbuhan - 7,70 5,78 7,06 7,29 7,40 4,96
(persen)
Laju Indeks Implisit - 5,02 5,37 6,66 8,72 8,94 5,40
(persen)
Sumber Pertumbuhan - 2,20 1,78 2,33 2,53 2,67 1,84
(persen)
Bila ditinjau dari sumber pertumbuhan, maka dalam kurun
waktu 2010-2016, cluster ini merupakan kontributor terbesar
dalam menyumbang pertumbuhan, dengan rata-rata sumber
pertumbuhan sebesar 2,20 persen dalam pembentukan
pertumbuhan PDB maritim. Pada tahun 2011-2014, di tengah
kondisi Cluster ESDM yang kurang baik, Cluster Perikanan Laut
berperan besar menahan laju penurunan PDB maritim Indonesia
lebih dalam, dengan sumber pertumbuhan masing-masing sebesar
2,20 persen (2011); 1,78 persen (2012); 2,33 persen (2013) dan
2,53 persen (2014). Pada tahun 2016 sumber pertumbuhan yang
tercipta dari Cluster Perikanan sebesar 1,84 persen.
3.4.2. Energi dan Sumber Daya Mineral
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang utamanya
mencakup aktivitas pertambangan minyak mentah lepas pantai,
pada kurun waktu 2010-2016 menghasilkan nilai tambah yang
cukup besar. Pada tahun 2010, nilai tambah yang tercipta oleh
cluster ini mencapai 289,4 triliun rupiah. Nilai ini merupakan
pencapaian tertinggi dibanding cluster lainnya dalam klasifikasi
PDB maritim. Sampai dengan tahun 2013, nilai tambah yang
tercipta terus meningkat. Peningkatan didukung oleh harga
komoditas migas yang cukup baik. Selanjutnya tahun 2014-2016,
nilai tambah yang tercipta dari cluster ini mengalami penurunan.
Pelemahan harga yang terjadi pada komoditas migas berdampak
dalam penciptaan nilai tambah atas dasar harga berlaku untuk
cluster ESDM.
Penciptaan nilai tambah yang besar menjadikan Cluster
ESDM sebagai cluster yang memberikan kontribusi terbesar dalam
42 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Cluster ESDM
memberikan kontribusi
besar dalam
pembentukan
PDBMaritim
Cluster ESDM mengalami
perbaikan pertumbuhan
dari tahun ke tahun
Kurun waktu 2010-2014
Cluster ESDM
berkontribusi negatif
terhadap penciptaan
pertumbuhan PDB
maritim
pembentukan PDB Maritim Indonesia. Rata-rata kontribusi cluster
ini selama kurun waktu 2010-2016 adalah sebesar 53,06 persen.
Namun kontribusi cluster ESDM cenderung menurun dalam
kurun 6 tahun terakhir. Pada tahun 2010 kontribusi cluster ESDM
sebesar 57,32 persen jauh berada diatas cluster Perikanan, namun
pada tahun 2016 kontribusinya turun menjadi 41,58 persen lebih
rendah dibanding cluster Perikanan sebesar 41,72 persen.
Terjadinya penurunan kontribusi ini terutama disebabkan oleh
terjadinya pelemahan harga komoditas tambang, khususnya
migas.
Selanjutnya jika ditinjau dari sisi pertumbuhan, dalam
kurun waktu 2010-2016, terjadi perbaikan pertumbuhan dari
tahun ke tahun, dimana pada tahun 2011 terjadi kontraksi
pertumbuhan cluster ESDM tercatat minus 6,19 persen. Sementara
tahun 2016 terjadi peningkatan, yaitu tumbuh 2,03 persen.
Peningkatan ini didorong oleh kinerja Lapangan Usaha
Pertambangan Migas yang mulai membaik, dimana tercatat
terjadinya pertumbuhan produksi pada komoditas migas. Sebagai
catatan pada tahun 2016, produksi migas secara umum
melampaui produksi yang ditetapkan dalam APBNP.
Meskipun cluster ini memberikan kontribusi terbesar dalam
pembentukan PDB nominal Maritim, namun dalam kontribusinya
terhadap penciptaan pertumbuhan (sumber pertumbuhan)
selama tahun 2010-2014 Cluster ESDM belum memberikan
kontribusi yang positif. Hal ini disebabkan oleh penurunan
produksi minyak mentah dan kondensat. Pada tahun 2015
57,32 60,18 60,97
55,44
50,78
45,18
41,58
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster ESDM
Gambar 3.9. Kontribusi Cluster ESDM Terhadap PDB Maritim
(persen)
(6,19)
(6,68)
(3,41)
(0,22)
3,12
2,03
(8,00)
(6,00)
(4,00)
(2,00)
-
2,00
4,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster ESDM
Gambar 3.10. Laju Pertumbuhan Cluster ESDM
(persen)
43
Meskipun perlahan,
share Industri
Bioteknologi mengalami
peningkatan
kinerja Lapangan Usaha Pertambangan Migas membaik. Cluster
ini mulai memberikan kontribusi positif dalam pertumbuhan
dengan sumber pertumbuhan sebesar 1,46. Sumbangan sumber
pertumbuhan yang cukup besar dari cluster ESDM ini menjadikan
pertumbuhan PDB Maritim tahun 2015 tertinggi disbanding
tahun lainnya, yaitu 4,51 persen. Pertumbuhan tersebut
mendekati pertumbuhan PDB nasional sebesar 4,88 persen pada
tahun 2016. Sumbangan ESDM terhadap pembentukan
pertumbuhan PDB maritim masih cukup baik yaitu sebesar 0,93
persen.
Tabel 3.3. Indikator Ekonomi Maritim Cluster ESDM
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 289.425,2 364.931,3 417.643,2 378.023,8 365.129,8 333.684,5 311.769,3
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 289.425,2 271.500,7 253.372,4 244.720,7 244.183,0 251.804,4 256.910,2
(miliar Rp)
Distribusi 57,32 60,18 60,97 55,44 50,78 45,18 41,58
(persen)
Laju Pertumbuhan - (6,19) (6,68) (3,41) (0,22) 3,12 2,03
(persen)
Laju Indeks Implisit - 34,41 22,63 (6,29) (3,20) (11,38) (8,42)
(persen)
Sumber Pertumbuhan - (3,55) (3,61) (1,74) (0,11) 1,46 0,93
(persen)
3.4.3. Industri Bioteknologi
Dari sembilan cluster yang terdapat dalam aktivitas
maritim. Industri bioteknologi merupakan salah satu cluster yang
dianggap memiliki potensi besar dalam penciptaan
perekonomian Indonesia. Namun sampai saat ini aktivitas-
aktivitas yang terkait dengan industri tersebut belum berkembang
dengan bak. Hal ini dapat dilihat dari nilai tambah yang tercipta
dari industri tersebut. Pada tahun 2010, nilai tambah yang
tercipta dari Industri Bioteknologi adalah 1,4 triliun rupiah.
Meskipun perlahan, namun nilai tambah yang tercipta dari waktu
ke waktu mengalami peningkatan. Dimana pada tahun 2016,
nilai tambah atas dasar harga berlaku yang tercipta dari Industri
Bioteknologi meningkat menjadi 2,8 triliun rupiah. Sejalan
dengan nilai tambah atas dasar harga berlaku, nilai tambah atas
dasar harga konstan yang tercipta dari Industri Bioteknologi juga
mengalami peningkatan. Pada tahun 2016, nilainya mencapai 2
triliun rupiah.
44 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Kontribusi Cluster
Industri Bioteknologi
mengalami peningkatan
setiap tahunnya
Pertumbuhan tertinggi
Industri Bioteknologi
terjadi di tahun 2014,
sebesar 9,33 persen
Nilai tambah yang relatif sangat kecil mengakibatkan
Industri Bioteknologi menjadi cluster yang kontribusinya relatif
kecil terhadap pembentukan PDB Maritim dengan rata-rata
kontribusi sebesar 0,30 persen. Namun bila dilihat selama kurun
waktu 2010-2016, kontribusi cluster ini tiap tahun mengalami
peningkatan, dimana pada tahun 2010 kontribusinya terhadap
PDB Maritim adalah sebesar 0,28 persen, kemudian meningkat
menjadi 0,37 persen pada tahun 2016. Hal ini sejalan dengan
peningkatan yang terjadi pada pembentukan nilai tambah atas
dasar harga berlaku cluster Industri Bioteknologi.
Meskipun kontribusi dari cluster ini relatif kecil, namun
perkembangannya cukup baik dari waktu ke waktu, tercermin
dari laju pertumbuhan. Dalam kurun waktu 2010-2016, cluster
Industri Bioteknologi mencapai pertumbuhan positif setiap tahun.
Pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2014 sebesar 9,33
persen dan terendah pada tahun 2013 sebesar 2,51 persen.
Tabel 3.4. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Industri Bioteknologi
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 1.430,3 1.584,1 1.758,3 1.893,5 2.237,4 2.530,1 2.791,4
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 1.430,3 1.472,3 1.594,7 1.634,8 1.787,3 1.911,9 2.009,4
(miliar Rp)
Distribusi 0,28 0,26 0,26 0,28 0,31 0,34 0,37
(persen)
Laju Pertumbuhan - 2,94 8,31 2,51 9,33 6,97 5,10
(persen)
Laju Indeks Implisit - 7,59 2,48 5,05 8,08 5,71 4,97
(persen)
Sumber Pertumbuhan - 0,01 0,02 0,01 0,03 0,02 0,02
(persen)
0,28 0,26 0,26
0,28
0,31
0,34
0,37
-
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster Industri Bioteknologi
Gambar 3.11. Kontribusi Cluster Industri Bioteknologi
Terhadap PDB Maritim
(persen)
2,94
8,31
2,51
9,33
6,97
5,10
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster Ind Bioteknologi
Gambar 3.12. Laju Pertumbuhan Cluster Industri
Bioteknologi
(persen)
45
Dalam periode 2010-
2016 perkembangan
Industri Maritim
berlangsung cukup baik
Laju pertumbuhan,
Cluster industri maritim
menunjukkan kinerja
yang kurang memuaskan
Sementara bila dilihat kontribusinya terhadap
pembentukan pertumbuhan PDB maritim, maka dalam periode
2010-2016 memberikan kontribusi yang positif. Sumber
pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2014, yaitu sebesar
0,03 persen sejalan dengan laju pertumbuhan yang tinggi.
Pelaku aktivitas di industri ini masih didominasi oleh
Industri Mikro dan Kecil. Hal ini diperkirakan menjadi salah satu
penyebab mengapa kontribusi cluster ini sangat kecil. Disamping
itu maraknya produk impor yang terkait Industri Bioteknologi,
menyebabkan produk-produk domestik bersaing dengan produk
impor tersebut. Hal ini tentu mempengaruhi perkembangan
cluster tersebut.
3.4.4. Industri Maritim
Dalam periode 2010-2016 Cluster Industri Maritim yang
mencakup di antaranya aktivitas yang terkait industri galangan
kapal; peralatan dan perlengkapan kapal menunjukan
perkembangan yang cukup baik. Hal ini tercermin dari terjadinya
peningkatan nilai tambah atas dasar harga berlaku dalam kurun
waktu tersebut. Sejalan dengan harga berlaku, nilai tambah yang
tercipta jika dinilai dengan harga konstan 2010, juga mengalami
kenaikan. Pada tahun 2010 nilai tambah yang tercipta adalah
sebesar 8.916,4 miliar rupiah menjadi 10.630,3 triliun rupiah di
tahun 2016.
Bila ditinjau dari sisi laju pertumbuhan, Cluster Industri
Martim ini menunjukkan kinerja yang kurang memuaskan.
Selama kurun waktu 2010-2016, pertumbuhan positif hanya
1,77
1,45 1,35
1,47 1,41 1,43 1,42
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster Industri Maritim
Gambar 3.13. Kontribusi Cluster Industri Maritim
Terhadap PDB Maritim
(persen)
(0,02)
1,51
4,79
(1,84)
(0,18)
(3,40)
(6,00)
(4,00)
(2,00)
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster Industri Maritim
Gambar 3.14. Laju Pertumbuhan Cluster Industri Maritim
(persen)
46 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Pada tahun 2016 nilai
tambah atas dasar harga
berlaku Cluster Jasa
Maritim mencapai 29,9
triliun rupiah
terjadi di tahun 2012-2013, sementara tahun lainnya mengalami
kontraksi pertumbuhan. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa
kendala yang dihadapi oleh Cluster Industri Maritim, di
antaranya adalah harga produksi domestik lebih tinggi dbanding
produk impor, waktu produksi yang relatif lama menyebabkan
konsumen lebih memilih produk impor dan minimnya dukungan
industri komponen dan penunjang lainnya.
Disamping distribusi dan laju pertumbuhan, maka sumber
pertumbuhan cluster ini dalam penciptaan pertumbuhan PDB
Maritim Indonesia juga relatif kecil. Sumbangan positif terjadi
pada tahun 2012 dan 2013 masing-masing sebesar 0,03 persen
dan 0,09 persen.
Tabel 3.5. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Industri Maritim
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 8.916,4 8.799,2 9.234,8 10.054,4 10.147,1 10.543,3 10.630,3
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 8.916,4 8.915,0 9.050,0 9.483,5 9.309,3 9.292,6 8.976,4
(miliar Rp)
Distribusi 1,77 1,45 1,35 1,47 1,41 1,43 1,42
(persen)
Laju Pertumbuhan - (0,02) 1,51 4,79 (1,84) (0,18) (3,40)
(persen)
Laju Indeks Implisit - (1,30) 3,38 3,90 2,81 4,09 4,38
(persen)
Sumber Pertumbuhan - (0,00) 0,03 0,09 (0,03) (0,00) (0,06)
(persen)
3.4.5. Jasa Maritim
Cluster Jasa Maritim seperti telah disampaikan pada bab
sebelumnya, mencakup beberapa aktivitas diantaranya adalah
Jasa Pendidikan, Konsultasi, Reklamasi Pantai dan lainnya. Nilai
tambah yang tercipta dari aktivitas ini tahun 2010 adalah sebesar
17,2 triliun. Cluster ini mengalami perkembangan yang cukup
baik, dimana selama periode 2010-2016 terjadi peningkatan nilai
tambah yang tercipta. Pada tahun 2016 nilai tambah atas dasar
harga berlaku Cluster Jasa Maritim mencapai 29,9 triliun rupiah.
Kontribusi cluster terhadap pembentukan nilai tambah maritim,
cukup tinggi yaitu rata-rata 3,53 persen pertahun.
47
Sepanjang 2010-2016
Cluster Jasa Maritim
selalu tumbuh positif
Wisata Bahari memiliki
nilai tambah yang masih
cukup kecil
Selanjutnya jika ditinjau dari laju pertumbuhan, maka
selama kurun waktu 2010-2016, cluster ini selalu tumbuh positif,
dengan pertumbuhan yang fluktuatif. Pertumbuhan tertinggi
terjadi pada tahun 2014 sebesar 7,83 persen dan terendah pada
tahun 2015 sebesar 1,32 persen.
Pertumbuhan yang cukup baik mengakibatkan cluster ini
berkontribusi positif terhadap laju pertumbuhan PDB Maritim.
Sumbangan tertinggi terjadi pada tahun 2014 dimana sumber
pertumbuhan mencapai 0,31 persen.
Tabel 3.6. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Jasa Maritim
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 17.158,2 19.186,4 20.355,4 23.115,0 27.226,8 29.415,9 29.926,2
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 17.158,2 18.499,8 18.950,4 20.101,6 21.674,6 21.959,7 22.408,8
(miliar Rp)
Distribusi 3,40 3,16 2,97 3,39 3,79 3,98 3,99
(persen)
Laju Pertumbuhan - 7,82 2,44 6,07 7,83 1,32 2,05
(persen)
Laju Indeks Implisit - 3,71 3,57 7,05 9,24 6,64 (0,30)
(persen)
Sumber Pertumbuhan - 0,27 0,09 0,23 0,31 0,05 0,08
(persen)
3.4.6. Wisata Bahari
Cluster Wisata Bahari yang mencakup wisata dengan objek
dan daya tariknya bersumber dari potensi laut dan darat pantai
menghasilkan nilai tambah yang masih cukup kecil dimana pada
tahun 2010 hanya mencapai 0,5 triliun rupiah. Meskipun
demikian, nilai tambah yang tercipta terus mengalami
peningkatan dalam kurun waktu 2010-2016. Pada tahun 2016,
nilai tambah atas dasar harga berlaku yang tercipta meningkat
menjadi 1 triliun rupiah.
3,40 3,16
2,97
3,39
3,79 3,98 3,99
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster Jasa Maritim
Gambar 3.15. Kontribusi Cluster Jasa Maritim Terhadap
PDB Maritim
(persen)
7,82
2,44
6,07
7,83
1,32
2,05
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster Jasa Maritim
Gambar 3.16. Laju Pertumbuhan Cluster Jasa Maritim
(persen)
48 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Wisata Bahari
memberikan kontribusi
terkecil dalam
pembentukan PDB
maritim
Dari nilai tambah yang tercipta tersebut, menjadikan
Wisata Bahari sebagai cluster yang memberikan kontribusi
terkecil dalam pembentukan PDB maritim Indonesia dalam kurun
waktu 2010-2016 dengan rata-rata kontribusi sebesar 0,1 persen.
Namun demikian, jika dilihat dari laju pertumbuhan, cluster ini
adalah salah satu cluster yang mengalami peningkatan
pertumbuhan yang cukup signifikan dalam tiga tahun terakhir,
dimana pertumbuhan mencapai diatas 8 persen. Pertumbuhan ini
didorong oleh adanya penyelenggaraan event internasional
seperti pada tahun 2014 adalah Sail Raja Ampat. Kegiaan ini
menjadi model percepatan pembangunan daerah kepulauan.
Selanjutnya adanya kegiatan Indonesia International Maritime
Festival (IIMF)yang diselenggarakan di tiga pulau, yaitu Pulau
Batam, Natuna, dan Anambas dan beberapa kegiatan lainnya
yang terkait dengan wisata bahari Indonesia.
Tabel 3.7. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Wisata Bahari
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 468,9 523,2 587,6 660,7 764,1 880,4 976,0
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 468,9 499,7 532,0 558,1 605,0 656,1 710,1
(miliar Rp)
Distribusi 0,09 0,09 0,09 0,10 0,11 0,12 0,13
(persen)
Laju Pertumbuhan - 6,57 6,46 4,91 8,40 8,45 8,23
(persen)
Laju Indeks Implisit - 4,70 5,49 7,18 6,68 6,25 2,43
(persen)
Sumber Pertumbuhan - 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
(persen)
Selanjutnya, meskipun kontribusi nya kecil terhadap
pembentukan nilai tambah Maritim, namun didukung oleh
pertumbuhan yang cukup baik, cluster ini memiliki peranan yang
0,09 0,09 0,09
0,10
0,11
0,12
0,13
-
0,02
0,04
0,06
0,08
0,10
0,12
0,14
0,16
0,18
0,20
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster Wisata Bahari
Gambar 3.17. Kontribusi Cluster Wisata Bahari Terhadap
PDB Maritim
(persen)
6,57 6,46
4,91
8,40 8,45 8,23
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster Wisata Bahari
Gambar 3.18. Laju Pertumbuhan Cluster Wisata
Bahari
49
Nilai tambah
Perhubungan Laut terus
meningkat
Pertumbuhan Cluster
Perhubungan Laut
tertinggi di tahun 2011
mencapai 8,59 persen
8,59 8,58
7,09
7,73
2,85
1,74
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster Perhubungan…
Gambar 3.20. Laju Pertumbuhan Cluster Perhubungan
Laut
positif dalam mendukung pertumbuhan PDB Maritim, dimana
rata-rata sumber pertumbuhan cluster ini adalah sebesar 0,01
persen per tahun.
3.4.7. Perhubungan Laut
Perhubungan Laut yang mencakup aktivitas angkutan
barang dan penumpang serta konstruksi bangunan pelabuhan
bukan perikanan menghasilkan nilai tambah yang cukup besar.
Pada tahun 2010 nilai tambah yang tercipta adalah sebesar 33,7
triliun rupiah. Nilai tambah ini terus meningkat setiap tahun,
dimana pada tahun 2016 nilai tambah yang tercipta mencapai
64,4 triliun rupiah.
Bila dilihat dari kontribusinya terhadap pembentukan PDB
Maritim Indonesia. Dalam kurun waktu 2010-2016 rata-rata
kontribusi cluster ini adalah sebesar 7,29 persen. Dalam tiga
tahun terakhir peranan cluster ini mengalami peningkatan yaitu
diatas 8 persen.
Sementara, dalam kurun waktu 2010-2016, laju
pertumbuhan Cluster Perhubungan Laut cukup baik. Hal ini
ditunjang oleh aktivitas pengangkutan penumpang dan barang.
Pada tahun 2011 pertumbuhan Cluster Perhubungan Laut
mencapai 8,59 persen. Pertumbuhan yang tinggi terus berlanjut
sampai dengan tahun 2014. Pada tahun 2015 dan 2016 terjadi
perlambatan pertumbuhan dimana pertumbuhannya hanya
mencapai 2,85 persen dan 1,74 persen. Perlambatan ini di
antaranya disebabkan oleh terjadinya cuaca ekstrim di
penghujung 2015 disamping adanya peralihan moda angkutan
dari laut ke udara.
6,68 6,21 6,10
6,98
7,96
8,53 8,59
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster Perhubungan Laut
Gambar 3.19. Kontribusi Cluster Perhubungan Laut
Terhadap PDB Maritim
(persen)
50 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Dalam kurun waktu 7
tahun rata-rata
kontribusi Bangunan
Laut terhadap PDB
Maritim hanya 0,67
persen
Cluster Bangunan Laut
selalu mengalami
kontraksi pertumbuhan,
kecuali pada tahun 2013
Tabel 3.8. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Perhubungan Laut
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 33.747,3 37.668,6 41.803,3 47.585,0 57.247,0 62.960,4 64.387,3
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 33.747,3 36.647,4 39.791,8 42.614,4 45.907,9 47.215,1 48.035,7
(miliar Rp)
Distribusi 6,68 6,21 6,10 6,98 7,96 8,53 8,59
(persen)
Laju Pertumbuhan - 8,59 8,58 7,09 7,73 2,85 1,74
(persen)
Laju Indeks Implisit - 2,79 2,21 6,29 11,67 6,94 0,52
(persen)
Sumber Pertumbuhan - 0,57 0,63 0,57 0,65 0,25 0,15
(persen)
Dengan pertumbuhan yang positif setiap tahun, maka
sumbangan cluster ini terhadap laju pertumbuhan PDB maritim
juga menjadi signifikan. Pada tahun 2011 Cluster Perhubungan
Laut menyumbang 0,57 persen terhadap pertumbuhan PDB
Maritim. Sampai dengan tahun 2014, sumbangan cluster ini masih
berada di atas 0,5 persen. Namun dua tahun terakhir terjadi
penurunan dimana sumbangannya hanya mencapai 0,25 persen
(2015) dan 0,15 persen (2016). Hal ini sejalan dengan
perlambatan pertumbuhan Cluster Perhubungan Laut.
3.4.8. Bangunan Laut
Cluster Bangunan Laut yang mencakup bangunan pantai
dan lepas pantai merupakan cluster yang perannya terhadap
perekonomian maritim tidak terlalu besar. Nilai tambah yang
tercipta dari cluster ini dalam kurun waktu 2010-2016 tidak
banyak mengalami perkembangan. Pada tahun 2010 nilai tambah
yang tercipta sebesar 4 triliun rupiah, kemudian meningkat dan
pada tahun 2016 mencapai 4,9 triliun rupiah. Dalam kurun
waktu 7 tahun rata-rata kontribusinya selama 2010-2016
terhadap PDB Maritim hanya 0,67 persen pertahun.
Di samping itu, cluster ini merupakan cluster yang juga
mengalami kontraksi pertumbuhan setiap tahun kecuali tahun
2013 yang mengalami pertumbuhan 3,01 persen. Dalam waktu 7
tahun hanya terjadi kenaikan sebesar lebih kurang 900 miliar
rupiah. Kontribusi cluster ini terhadap pembentukan PDB Maritim
sebesar 0,67 persen. Sementara laju pertumbuhan cluster ini juga
menunjukan kinerja yang kurang menggembirakan. Hampir di
setiap tahun terjadi kontraksi pertumbuhan kecuali pada tahun
2013 terjadi peningkatan pertumbuhan sebesar 3,01 persen.
51
Pertumbuhan Cluster
Pertahanan, Keamanan,
Penegakan Hukum dan
Keselamatan di Laut rata-
rata 6,92 persen
(3,12)
(2,00)
3,01
(1,31)
(0,06)
(2,73)
(4,00)
(3,00)
(2,00)
(1,00)
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster Bangunan Laut
Gambar 3.22. Laju Pertumbuhan Cluster Bangunan
Laut
Dampak dari kecilnya kontribusi dan laju pertumbuhan
yang mengalami kontraksi, maka Cluster Bangunan Laut ini
belum memberikan kontribusi yang positif terhadap
pembentukan laju pertumbuhan PDB Maritim kecuali pada tahun
2013 cluster ini menyumbang 0,02 persen terhadap pertumbuhan
PDB Maritim.
Tabel 3.9. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Bangunan Laut
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 4.032,1 3.999,4 4.079,1 4.382,1 4.710,4 4.921,5 4.931,2
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 4.032,1 3.906,1 3.827,9 3.943,3 3.891,5 3.889,2 3.783,1
(miliar Rp)
Distribusi 0,80 0,66 0,60 0,64 0,66 0,67 0,66
(persen)
Laju Pertumbuhan - (3,12) (2,00) 3,01 (1,31) (0,06) (2,73)
(persen)
Laju Indeks Implisit - 2,39 4,08 4,28 8,92 4,54 3,01
(persen)
Sumber Pertumbuhan - (0,02) (0,02) 0,02 (0,01) (0,00) (0,02)
(persen)
3.4.9. Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum dan
Keselamatan di Laut
Cluster Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum dan
Keselamatan Laut merupakan cluster yang terkait dengan aktivitas
pemerintah dalam bidang maritim. Kontribusi cluster ini terhadap
PDB maritim adalah 1,12 persen per tahun selama kurun waktu
2010-2016. Sementara dalam kurun waktu yang sama laju
pertumbuhan yang tercipta cukup baik dimana pertumbuhan
tertinggi dicapai pada tahun 2011 sebesar 8,34 persen dan
terendah pada tahun 2014 sebesar 5,87 persen.
0,80
0,66 0,60
0,64 0,66 0,67 0,66
-
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
2,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster Bangunan Laut
Gambar 3.21. Kontribusi Cluster Bangunan Laut Terhadap
PDB Maritim
(persen)
52 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
Dari sisi penciptaan pertumbuhan PDB Maritim, cluster ini
memberikan sumber pertumbuhan rata-rata sebesar 0,08 persen.
Tabel 3.10. Indikator Ekonomi Maritim Cluster Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum dan Keselamatan di Laut
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
NTB Harga Berlaku 4.761,7 5.663,8 6.624,9 7.594,8 8.538,1 9.679,6 10.604,8
(miliar Rp)
NTB Harga Konstan 4.761,7 5.159,0 5.536,2 5.906,4 6.252,9 6.665,9 7.112,8
(miliar Rp)
Distribusi 0,94 0,93 0,97 1,11 1,19 1,31 1,41
(persen)
Laju Pertumbuhan - 8,34 7,31 6,69 5,87 6,60 6,70
(persen)
Laju Indeks Implisit - 9,78 9,00 7,45 6,19 6,35 2,67
(persen)
Sumber Pertumbuhan - 0,08 0,08 0,07 0,07 0,08 0,08
(persen)
0,94 0,93 0,97
1,11 1,19
1,31
1,41
-
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
2,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster Pertahanan dan
Keamanan Laut
Gambar 3.23. Kontribusi Cluster Pertahanan,
Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di
Laut Terhadap PDB Maritim
(persen)
8,34
7,31
6,69
5,87
6,60 6,70
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cluster Pertahanan dan
Keamanan Laut
Gambar 3.24. Laju Pertumbuhan Cluster Pertahanan,
Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di Laut
(persen)
53
BAB IV
PENUTUP
ii
55
PENUTUP
Produk Domestik Bruto (PDB) Maritim merupakan suatu
indikator makro ekonomi yang dapat digunakan oleh pemerintah
sebagai landasan pengambilan kebijakan sektor maritim. Melalui
data PDB, pemerintah dapat mengukur tingkat keberhasilannya
dalam pengembangan sektor maritim. Tersedianya data PDB
maritim sebagai salah satu indikator pembangunan bidang
maritim dapat menjadi landasan bagi pemerintah untuk
pengambian kebijakan di bidang maritim Indonesia sehingga cita-
cita Indonesia sebagai poros maritim dunia dapat terwujud.
Sembilan cluster maritim, menunjukkan perkembangan
yang cukup signifikan dalam rentang waktu 2010-2016. Nilai
nominal PDB Maritim atas dasar harga berlaku tahun 2010
mencapai 505,0 triliun rupiah meningkat menjadi 749,9 triliun
rupiah pada tahun 2016 atau naik rata-rata 40,8 triliun rupiah
pertahun. Walaupun nominal PDB Maritim mengalami
peningkatan, namun kontribusi PDB maritim terhadap PDB
Nasional mengalami penurunan yaitu dari 7,36 persen di tahun
2010 menjadi 6,04 persen di tahun 2016. Salah satu penyebab
menurunnya kontribusi tersebut adalah melemahnya harga
komoditas pertambangan migas (Cluster ESDM).
Terdapat tiga cluster yang dominan dalam pembentukan
PDB Maritim yaitu Cluster Perikanan, Cluster Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM) dan Cluster Perhubungan Laut. Cluster
Perikanan memberikan kontribusi sebesar 41,72 persen terhadap
total PDB Maritim, selanjutnya cluster ESDM dan cluster
Perhubungan laut masing-masing memberikan kontribusi sebesar
41,58 persen dan 8,59 persen. Ketiga cluster tersebut
memberikan kontribusi sebesar 91,89 persen terhadap
pembentukan PDB Maritim Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi maritim mengalami fluktuasi yang
cukup signifikan selama tahun 2010-2016. Ekonomi maritim
sempat mengalami kontraksi pertumbuhan di tahun 2011 dan
2012 masing-masing sebesar minus 0,45 persen dan minus 0,99
persen. Cluster ESDM berkontribusi besar terjadinya kontraksi
pertumbuhan maritim tersebut, hal ini disebabkan oleh
penurunan produksi migas, kondisi PDB Maritim berangsur-
56 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
angsur membaik, hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan positif
selama periode 2013-2016. Pertumbuhan tertinggi PDB Maritim
terjadi pada tahun 2015 sebesar 4,51 persen.
Studi penyusunan PDB Maritim dihadapkan pada beberapa
kendala, antara lain ketersediaan data yang minim untuk
beberapa aktivitas maritim, cakupan dan batasan konsep
kemaritiman. Terkait dengan ketersediaan data, sampai saat ini
data dasar yang mencakup kegiatan sektor maritim secara spesifik
belum tersedia secara periodik dan lengkap. Sebagian besar data
tersedia secara agregat, sehingga membutuhkan usaha yang cukup
besar untuk memisahkan aktivitas maritim dalam agregat data
tersebut.
Kendala berikutnya adalah cakupan dan batasan konsep
maritim, dimana dalam studi awal ini cakupan aktivitas maritim
terbagi dalam dalam sembilan cluster maritim yang merujuk pada
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2014
tentang Kelautan. Suatu aktivitas dianggap sebagai aktivitas
maritim apabila bersentuhan dengan air laut atau terencam air
laut. Selain itu, aktivitas dalam sembilan cluster maritim masih
terbatas pada produksi turunan pertama. Sebagai contoh adalah
cakupan aktivitas cluster perikanan hanya sebatas pada
penangkapan ikan di laut, budidaya laut, dan kegiatan
perdagangan hasil perikanan laut, belum termasuk aktivitas
turunan selanjutnya seperti industri pengolahan hasil-hasil
penangkapan ikan.
Selanjutnya yang menjadi kendala berikutnya adalah
konsep coastal area, batasan sampai sejauh mana aktivitas
dianggap aktivitas maritim dihitung dari pinggir laut (daerah
pantai). Dalam studi ini, aktivitas Matirim yang dilakukan di
pantai dan pesisir pantai baru terbatas pada kegiatan ESDM.
Sementara aktivitas lainnya belum dimasukan seperti aktivitas
hotel yang berada di tepi pantai.
Masih banyaknya kendala yang dihadapi dalam studi
penyusunan PDB maritim ini yang perlu ditindak lanjuti pada
studi berikutnya agar menghasilkan indikator PDB maritim yang
lebih baik dan berdaya guna untuk kemajuan pembangunan
khususnya bidang kemaritiman Indonesia.
57
LAMPIRAN
ii
59
Lampiran 1. PDB Maritim Atas Dasar Harga Berlaku (miliar rupiah)
No Uraian
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Perikanan 143.942,0 162.810,2 181.468,5 207.217,0 241.720,7 282.819,8 312.876,1
2 Energi dan Sumber Daya Mineral 289.425,2 364.931,3 417.643,2 378.023,8 365.129,8 333.684,5 311.769,3
3 Industri Bioteknologi 1.430,3 1.584,1 1.758,3 1.893,5 2.237,4 2.530,1 2.791,4
4 Industri Maritim 8.916,4 8.799,2 9.234,8 10.054,4 10.147,1 10.543,3 10.630,3
5 Jasa Maritim 17.158,2 19.186,4 20.355,4 23.115,0 27.226,8 29.415,9 29.926,2
6 Wisata Bahari 468,9 523,2 587,6 660,7 764,1 880,4 976,0
7 Perhubungan Laut 33.747,3 37.668,6 41.803,3 47.585,0 57.247,0 62.960,4 64.387,3
8 Bangunan Laut 4.032,1 3.999,4 4.079,1 4.382,1 4.710,4 4.921,5 4.931,2
9 Pertahanan, Keamanan, Penegakan
Hukum dan Keselamatan di Laut 4.761,7 5.663,8 6.624,9 7.594,8 8.538,1 9.679,6 10.604,8
NTB Maritim Atas Dasar Harga Dasar 503.882,1 605.166,2 683.555,1 680.526,3 717.721,4 737.435,5 748.892,6
Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk Maritim 1.074,0 1.262,9 1.438,0 1.357,1 1.274,0 1.085,3 996,1
PDB Maritim 504.956,1 606.429,1 684.993,1 681.883,4 718.995,4 738.520,8 749.888,7
PDB Nasional 6.864.133,1 7.831.726,0 8.615.704,5 9.546.134,0 10.569.705,3 11.531.716,9 12.406.809,8
60
Lampiran 2. PDB Maritim Atas Dasar Harga Konstan (miliar rupiah)
No Uraian
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Perikanan 143.942,0 155.026,9 163.992,6 175.569,9 188.375,1 202.313,9 212.354,6
2 Energi dan Sumber Daya Mineral 289.425,2 271.500,7 253.372,4 244.720,7 244.183,0 251.804,4 256.910,2
3 Industri Bioteknologi 1.430,3 1.472,3 1.594,7 1.634,8 1.787,3 1.911,9 2.009,4
4 Industri Maritim 8.916,4 8.915,0 9.050,0 9.483,5 9.309,3 9.292,6 8.976,4
5 Jasa Maritim 17.158,2 18.499,8 18.950,4 20.101,6 21.674,6 21.959,7 22.408,8
6 Wisata Bahari 468,9 499,7 532,0 558,1 605,0 656,1 710,1
7 Perhubungan Laut 33.747,3 36.647,4 39.791,8 42.614,4 45.907,9 47.215,1 48.035,7
8 Bangunan Laut 4.032,1 3.906,1 3.827,9 3.943,3 3.891,5 3.889,2 3.783,1
9 Pertahanan, Keamanan, Penegakan
Hukum dan Keselamatan di Laut 4.761,7 5.159,0 5.536,2 5.906,4 6.252,9 6.665,9 7.112,8
NTB Maritim Atas Dasar Harga Dasar 503.882,1 501.626,9 496.648,0 504.532,7 521.986,6 545.708,8 562.301,1
Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk Maritim 1.074,0 1.046,8 1.044,8 1.006,1 926,6 803,1 747,9
PDB Maritim 504.956,1 502.673,7 497.692,8 505.538,8 522.913,2 546.511,9 563.049,0
PDB Nasional 6.864.133,1 7.287.635,3 7.727.083,4 8.156.497,8 8.564.866,6 8.982.511,3 9.433.034,4
61
Lampiran 3. Distribusi PDB Maritim Atas Dasar Harga Konstan (persen)
No Uraian
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (8)
1 Perikanan 28,51 26,85 26,49 30,39 33,62 38,30 41,72
2 Energi dan Sumber Daya Mineral 57,32 60,18 60,97 55,44 50,78 45,18 41,58
3 Industri Bioteknologi 0,28 0,26 0,26 0,28 0,31 0,34 0,37
4 Industri Maritim 1,77 1,45 1,35 1,47 1,41 1,43 1,42
5 Jasa Maritim 3,40 3,16 2,97 3,39 3,79 3,98 3,99
6 Wisata Bahari 0,09 0,09 0,09 0,10 0,11 0,12 0,13
7 Perhubungan Laut 6,68 6,21 6,10 6,98 7,96 8,53 8,59
8 Bangunan Laut 0,80 0,66 0,60 0,64 0,66 0,67 0,66
9 Pertahanan, Keamanan, Penegakan
Hukum dan Keselamatan di Laut 0,94 0,93 0,97 1,11 1,19 1,31 1,41
NTB Maritim Atas Dasar Harga Dasar 99,79 99,79 99,79 99,80 99,82 99,85 99,87
Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk Maritim 0,21 0,21 0,21 0,20 0,18 0,15 0,13
PDB Maritim 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
62
Lampiran 4. Distribusi PDB Maritim Terhadap PDB Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku (persen)
No Uraian
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Perikanan 2,10 2,08 2,11 2,17 2,29 2,45 2,52
2 Energi dan Sumber Daya Mineral 4,22 4,66 4,85 3,96 3,45 2,89 2,51
3 Industri Bioteknologi 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
4 Industri Maritim 0,13 0,11 0,11 0,11 0,10 0,09 0,09
5 Jasa Maritim 0,25 0,24 0,24 0,24 0,26 0,26 0,24
6 Wisata Bahari 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
7 Perhubungan Laut 0,49 0,48 0,49 0,50 0,54 0,55 0,52
8 Bangunan Laut 0,06 0,05 0,05 0,05 0,04 0,04 0,04
9 Pertahanan, Keamanan, Penegakan
Hukum dan Keselamatan di Laut 0,07 0,07 0,08 0,08 0,08 0,08 0,09
NTB Maritim Atas Dasar Harga Dasar 7,34 7,73 7,93 7,13 6,79 6,39 6,04
Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk Maritim 0,02 0,02 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01
PDB Maritim 7,36 7,74 7,95 7,14 6,80 6,40 6,04
PDB Non Maritim 92,64 92,26 92,05 92,86 93,20 93,60 93,96
PDB Nasional 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
63
Lampiran 5. Laju Pertumbuhan PDB Maritim Atas Dasar Harga Konstan (persen)
No Uraian
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (8)
1 Perikanan - 7,70 5,78 7,06 7,29 7,40 4,96
2 Energi dan Sumber Daya Mineral - (6,19) (6,68) (3,41) (0,22) 3,12 2,03
3 Industri Bioteknologi - 2,94 8,31 2,51 9,33 6,97 5,10
4 Industri Maritim - (0,02) 1,51 4,79 (1,84) (0,18) (3,40)
5 Jasa Maritim - 7,82 2,44 6,07 7,83 1,32 2,05
6 Wisata Bahari - 6,57 6,46 4,91 8,40 8,45 8,23
7 Perhubungan Laut - 8,59 8,58 7,09 7,73 2,85 1,74
8 Bangunan Laut - (3,12) (2,00) 3,01 (1,31) (0,06) (2,73)
9 Pertahanan, Keamanan, Penegakan
Hukum dan Keselamatan di Laut - 8,34 7,31 6,69 5,87 6,60 6,70
NTB Maritim Atas Dasar Harga Dasar
(0,45) (0,99) 1,59 3,46 4,54 3,04
Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk Maritim
(2,53) (0,19) (3,70) (7,90) (13,33) (6,87)
PDB Maritim
(0,45) (0,99) 1,58 3,44 4,51 3,03
64
Lampiran 6. Laju Pertumbuhan Implisit PDB Maritim (persen)
No Uraian
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (8)
1 Perikanan - 5,02 5,37 6,66 8,72 8,94 5,40
2 Energi dan Sumber Daya Mineral - 34,41 22,63 (6,29) (3,20) (11,38) (8,42)
3 Industri Bioteknologi - 7,59 2,48 5,05 8,08 5,71 4,97
4 Industri Maritim - (1,30) 3,38 3,90 2,81 4,09 4,38
5 Jasa Maritim - 3,71 3,57 7,05 9,24 6,64 (0,30)
6 Wisata Bahari - 4,70 5,49 7,18 6,68 6,25 2,43
7 Perhubungan Laut - 2,79 2,21 6,29 11,67 6,94 0,52
8 Bangunan Laut - 2,39 4,08 4,28 8,92 4,54 3,01
9 Pertahanan, Keamanan, Penegakan
Hukum dan Keselamatan di Laut - 9,78 9,00 7,45 6,19 6,35 2,67
NTB Maritim Atas Dasar Harga Dasar
20,64 14,09 (2,00) 1,94 (1,72) (1,44)
Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk Maritim
20,64 14,09 (2,00) 1,94 (1,72) (1,44)
PDB Maritim
20,64 14,09 (2,00) 1,94 (1,72) (1,44)
65
Lampiran 7. Sumber Pertumbuhan PDB Maritim Indonesia (persen)
No Uraian
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (8)
1 Perikanan - 2,20 1,78 2,33 2,53 2,67 1,84
2 Energi dan Sumber Daya Mineral - (3,55) (3,61) (1,74) (0,11) 1,46 0,93
3 Industri Bioteknologi - 0,01 0,02 0,01 0,03 0,02 0,02
4 Industri Maritim - (0,00) 0,03 0,09 (0,03) (0,00) (0,06)
5 Jasa Maritim - 0,27 0,09 0,23 0,31 0,05 0,08
6 Wisata Bahari - 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
7 Perhubungan Laut - 0,57 0,63 0,57 0,65 0,25 0,15
8 Bangunan Laut - (0,02) (0,02) 0,02 (0,01) (0,00) (0,02)
9 Pertahanan, Keamanan, Penegakan
Hukum dan Keselamatan di Laut - 0,08 0,08 0,07 0,07 0,08 0,08
NTB Maritim Atas Dasar Harga Dasar
(0,45) (0,99) 1,58 3,45 4,54 3,04
Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk Maritim
(0,01) (0,00) (0,01) (0,02) (0,02) (0,01)
PDB Maritim
(0,45) (0,99) 1,58 3,44 4,51 3,03
66
Lampiran 8. Cakupan KBLI 2009 5 Digit Menurut Cluster Maritim Indonesia
Cluster No KBLI Deskripsi
(1) (2) (3) (4)
Perikanan
1 01702 Penangkaran satwa liar
2 03111 Penangkapan Pisces/Ikan Bersirip di Laut
3 03112 Penangkapan Crustacea di Laut
4 03113 Penangkapan Mollusca di Laut
5 03114 Penangkapan/Pengambilan Algae (Tumbuhan) di Laut
6 03115 Penangkapan/Pengambilan Benih Ikan di Laut
7 03116 Penangkapan Echinodermata di Laut
8 03117 Penangkapan Coelenterata di Laut
9 03118 Penangkapan ikan Hias Laut
10 03119 Penangkapan Biota Air Lainnya di Laut
11 03131 Jasa Sarana Produksi Penangkapan ikan di Laut
12 03132 Jasa Produksi Penangkapan Ikan di Laut
13 03133 Jasa Pasca Panen Penangkapan Ikan di Laut
14 03211 Pembesaran Ikan Laut
15 03212 Pembenihan Ikan Laut
16 03213 Budidaya Ikan Hias Air Laut
17 03214 Budidaya Karang (Coral)
18 03231 Jasa Sarana Produksi Budidaya Ikan Laut
19 03232 Jasa Produksi Budidaya Ikan Laut
20 03233 Jasa Pasca Panen Budidaya Ikan Laut
21 03251 Pembesaran Ikan Air Payau
22 03252 Pembenihan Ikan Air Payau
67
Cluster No KBLI Deskripsi
(1) (2) (3) (4)
Perikanan
24 03262 Jasa Produksi Budidaya Ikan Air Payau
25 03263 Jasa Pasca Panen Budidaya Ikan Air Payau
26 46206 Perdagangan Besar Hasil Perikanan
27 47215 Perdagangan Eceran Hasil Perikanan
28 47753 Perdagangan Eceran Ikan Hias
29 47815 Perdagangan Eceran Kaki Lima Dan Los Pasar Komoditi Hasil Perikanan
ESDM
30 06100 Pertambangan Minyak Bumi
31 06201 Pertambangan Gas Alam
32 06202 Pengusahaan Tenaga Panas Bumi
33 07101 Pertambangan Pasir Besi
34 07102 Pertambangan Bijih Besi
35 07210 Pertambangan Bijih Uranium Dan Thorium
36 07291 Pertambangan Bijih Timah
37 07292 Pertambangan Bijih Timah Hitam
38 07293 Pertambangan Bijih Bauksit
39 07294 Pertambangan Bijih Tembaga
40 07295 Pertambangan Bijih Nikel
41 07296 Pertambangan Bijih Mangan
42 07299 Pertambangan Bahan Galian Lainnya Yang Tidak Mengandung Bijih Besi
43 07301 Pertambangan Emas Dan Perak
44 07309 Pertambangan Bijih Logam Mulia Lainnya
45 08104 Penggalian Pasir
46 08930 Ekstraksi Garam
47 08992 Penggalian Batu Bahan Industri
68
Cluster No KBLI Deskripsi
(1) (2) (3) (4)
ESDM
48 09100 Jasa Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Alam
49 09900 Jasa Pertambangan dan Penggalian Lainnya
50 19211 Industri Pemurnian Dan Pengilangan Minyak Bumi
51 19212 Industri Pemurnian Dan Pengolahan Gas Alam
52 35101 Pembangkitan Tenaga Listrik
53 35103 Distribusi Tenaga Listrik
Indsutri Bioteknologi
54 10215 Industri Peragian/Fermentasi Ikan
55 10295 Industri Peragian/Fermentasi Biota Air Lainnya
56 20115 Industri Kimia Dasar Organik Yang Bersumber Dari Hasil Pertanian
57 20119 Industri Kimia Dasar Organik Lainnya
58 20232 Industri Bahan Kosmetik dan Kosmetik, termasuk Pasta Gigi
59 21011 Industri Bahan Farmasi
60 21012 Industri Produk Farmasi
61 21021 Industri Simplisia (Bahan Obat Tradisional)
62 21022 Industri Produk Obat Tradisional
63 72102 Penelitian dan Pengembangan Ilmu Teknologi dan Rekayasa
64 27403 Industri Peralatan Penerangan Untuk Alat Transportasi
Industri Maritim
65 28111 Industri Mesin Uap, Turbin dan Kincir
66 28113 Industri Komponen dan Suku Cadang Mesin dan Turbin
67 28130 Industri Pompa Lainnya, Kompresor, Kran dan Klep/Katup
68 28140 Industri Bearing, Roda Gigi dan Elemen Penggerak Mesin
69 30111 Industri Kapal dan Perahu
70 30112 Industri Bangunan Lepas Pantai dan Bangunan Terapung
71 30113 Industri Peralatan, Perlengkapan dan Bagian Kapal
69
Cluster No KBLI Deskripsi
(1) (2) (3) (4)
Industri Maritim
72 30120 Industri Pembuatan Kapal Pesiar dan Perahu untuk Olahraga
73 33151 Jasa Reparasi Kapal, Perahu dan Bangunan Terapung
74 38303 Pemotongan Kapal (Ship Breaking)
75 43309 Penyelesaian Konstruksi Bangunan Lainnya
Jasa Maritim
76 39000 Jasa Pembersihan dan Pengelolaan Sampah Lainnya
77 42214 Konstruksi Telekomunikasi Sarana Bantu Navigasi Laut dan Rambu Sungai
78 42913 Konstruksi Bangunan Pelabuhan Perikanan
79 42915 Pengerukan
80 43110 Pembongkaran
81 43120 Penyiapan Lahan
82 43213 Instalasi Navigasi Laut dan Sungai
83 43223 Instalasi Minyak Dan Gas
84 43901 Pemasangan Pondasi Dan Pilar
85 43902 Pemasangan Perancah (Steiger)
86 43903 Pemasangan Atap/Roof Covering
87 43904 Pemasangan Kerangka Baja
88 43905 Penyewaan Alat Konstruksi Dengan Operator
89 43909 Konstruksi Khusus Lainnya Ytdl
90 50211 Angkutan Sungai dan Danau untuk Penumpang dengan Trayek Tetap dan Teratur
91 50212 Angkutan Sungai dan Danau untuk Penumpang dengan Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur
92 50213 Angkutan Sungai dan Danau dengan Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur untuk Wisata
93 50214 Angkutan Penyeberangan Umum Antar Provinsi untuk Penumpang
94 50215 Angkutan Penyeberangan Perintis Antar Provinsi untuk Penumpang
95 50216 Angkutan Penyeberangan Umum Antar Kabupaten/Kota untuk Penumpang
70
Cluster No KBLI Deskripsi
(1) (2) (3) (4)
Jasa Maritim
96 50217 Angkutan Penyeberangan Perintis Antar Kabupaten/Kota untuk Penumpang
97 50218 Angkutan Penyeberangan Umum Dalam Kabupaten/Kota untuk Penumpang
98 50219 Angkutan Penyeberangan Lainnya untuk Penumpang Termasuk Penyeberangan Antar Negara
99 50221 Angkutan Sungai dan Danau untuk Barang Umum dan atau Hewan
100 50222 Angkutan Sungai dan Danau untuk Barang Khusus
101 50223 Angkutan Sungai dan Danau untuk Barang Berbahaya
102 50224 Angkutan Penyeberangan Umum Antar Provinsi untuk Barang
103 50225 Angkutan Penyeberangan Perintis Antar Provinsi untuk Barang
104 50226 Angkutan Penyeberangan Umum Antar Kabupaten/Kota untuk Barang
105 50227 Angkutan Penyeberangan Perintis Antarkabupaten/Kota untuk Barang
106 50228 Angkutan Penyeberangan Umum Dalam Kabupaten/Kota Untuk Barang
107 50229 Angkutan Penyeberangan Lainnya Untuk Barang Termasuk Penyeberangan Antarnegara
108 52222 Jasa Pelayanan Kepelabuhanan Sungai dan Danau
109 52223 Jasa Pelayanan Kepelabuhanan Penyeberangan
110 70202 Jasa Konsultasi Transportasi
111 71202 Jasa Pengujian Laboratorium
112 74909 Jasa Profesional, Ilmiah, dan Teknis Lainnya Ytdl
113 77303 Jasa Persewaan dan Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi Alat Transportasi Air
114 81290 Jasa Kebersihan Bangunan Dan Industri Lainnya
115 85230 Jasa Pendidikan Menengah Kejuruan dan Teknik/Madrasah Aliyah Kejuruan Pemerintah
116 85240 Jasa Pendidikan Menengah Kejuruan dan Teknik/Madrasah Aliyah Kejuruan Swasta
117 85497 Jasa Pendidikan Teknik Swasta
118 85499 Jasa Pendidikan Lainnya Swasta
Wisata Bahari 119 68120 Kawasan Pariwisata
71
Cluster No KBLI Deskripsi
(1) (2) (3) (4)
Wisata Bahari
120 77210 Jasa Persewaan dan Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi Alat Rekreasi dan Olahraga
121 79111 Jasa Agen Perjalanan Wisata
122 79910 Jasa Informasi Pariwisata
123 91034 Taman Wisata Alam (TWA)
124 91036 Taman Laut
125 93232 Taman Rekreasi/Taman Wisata
126 93242 Wisata Selam
127 93243 Dermaga Marina
128 93249 Wisata Tirta Lainnya
Perhubungan Laut
129 42912 Konstruksi Bangunan Pelabuhan Bukan Perikanan
130 50111 Angkutan Laut Domestik Umum Liner untuk Penumpang
131 50112 Angkutan Laut Domestik Umum Tramper untuk Penumpang
132 50113 Angkutan Laut Domestik Khusus untuk Wisata
133 50114 Angkutan Laut Domestik Perintis untuk Penumpang
134 50121 Angkutan Laut Internasional Umum Liner untuk Penumpang
135 50122 Angkutan Laut Internasional Umum Tramper untuk Penumpang
136 50123 Angkutan Laut Internasional Khusus untuk Wisata
137 50131 Angkutan Laut Domestik Umum Liner untuk Barang
138 50132 Angkutan Laut dalam Neger Tramper Untuk Barang
139 50133 Angkutan Laut dalam Neger Untuk Barang Khusus
140 50134 Angkutan Laut dalam Neger Perintis Untuk Barang Khusus
141 50135 Angkutan Laut Domestik Pelayaran Rakyat
142 50141 Angkutan Laut Internasional Umum Liner untuk Barang
143 50142 Angkutan Laut Internasional Umum Tramper untuk Barang
72
Cluster No KBLI Deskripsi
(1) (2) (3) (4)
Perhubungan Laut
144 50143 Angkatan Laut Internasional Khusus untuk Barang
145 50144 Angkutan Laut Internasional Pelayaran Rakyat
146 52221 Jasa Pelayanan Kepelabuhanan Laut
147 52229 Jasa Penunjang Angkutan Air Lainnya
148 52240 Penanganan Kargo (Bongkar Muat Barang)
149 52291 Jasa Pengurusan Transportasi (JPT)
150 52293 Jasa Ekspedisi Muatan Kapal (EMKL)
151 52299 Jasa Penunjang Angkutan Lainnya Ytdl
Bangunan Laut
152 42911 Konstruksi Bangunan Prasarana Sumber Daya Air
153 42914 Konstruksi Bangunan Pengolahan dan Penampungan Barang Minyak dan Gas
Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum
dan Keselamatan Laut
154 84116 Lembaga Pemerintah Non Departemen Dengan Tugas Khusus
155 84131 Kegiatan Lembaga Pemerintahan Bidang Pertanian
156 84137 Kegiatan Lembaga Pemerintahan Bidang Perhubungan
157 84221 Lembaga Pertahanan dan Angkatan Bersenjata
158 84224 Angkatan Laut
159 84231 Kepolisian
73
Lampiran 9. Konkordansi Klasifikasi PDB Indonesia dengan PDB Maritim
58 PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016
PRODUK DOMESTIK BRUTO MARITIM INDONESIA 2010-2016