universitas indonesialontar.ui.ac.id/file?file=digital/20353729-s46109... · universitas indonesia...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN PERFORMA DENGANPENDEKATAN BALANCED SCORECARD: STUDI KASUS BANK
INDONESIA
SKRIPSI
NOVITA DWI MAHARANI0906525573
FAKULTAS EKONOMIPROGRAM STUDI AKUNTANSI
DEPOKJANUARI 2013
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN PERFORMADENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD: STUDI
KASUS BANK INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SarjanaEkonomi
NOVITA DWI MAHARANI0906525573
FAKULTAS EKONOMIPROGRAM STUDI AKUNTANSI
DEPOKJANUARI 2013
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
ii
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
iii
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 15 Januari 2013
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Saya panjatkan rasa syukur yang sangat mendalam kepada Tuhan Yang Maha
Esa, sebab dengan segala kesempatan, kemudahan, dan tantangan yang diberikan-
Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan apa yang saya harapkan
dan telah saya rencanakan. Berbagai halangan yang datang silih berganti selama
proses pengerjaan telah berhasil diatasi demi mencapai keberhasilan hari ini.
Karya ini merupakan penanda berakhirnya masa pendidikan sarjana saya di
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Senang sekali
rasanya saya dapat menuntaskan masa studi selama tujuh semester dengan sebuah
karya tulis yang menjadi buah dari apa yang telah saya pelajari dan seluruh kerja
keras saya selama ini.
Bulan Juni 2012 merupakan fase pembuka yang mengawali penulisan skripsi ini.
Masa penyusunan proposal merupakan pengalaman yang sulit sekaligus berharga.
Proses yang ada di dalamnya mendorong saya untuk mengembangkan tema
penelitian yang menarik, orisinal, realistis, dan tentu saja bermaterikan pokok-
pokok yang relevan dengan pendidikan dan minat saya. Hingga pada bulan Juli
2012, proposal tersebut diterima dan dapat dimulai proses penulisannya sehingga
menjadi sebuah karya akhir yang tercetak pada hari ini. Semoga karya akhir ini
dapat bermanfaat bagi pihak yang membaca, yang berkontribusi, saya sendiri, dan
perkembangan ilmu pengetahuan.
Rasa terimakasih harus saya ucapkan kepada pihak-pihak di bawah ini, sebab
peran mereka sungguh menjadi bantuan yang semakin mendorong kerja keras
saya dalam menyelesaikan skripsi ini:
1) Universitas Indonesia, yang telah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan
tinggi terbaik di Indonesia dan menjadi tempat saya menempuh pendidikan
sarjana yang membuat saya bangga menjadi bagian dari Universitas
Indonesia;
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
v
2) Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi UI, yang telah
menyelenggarakan perkuliahan selama tujuh semester dan dua semester
pendek bagi saya serta mengantarkan saya pada semester ketujuh ini untuk
menyelesaikan karya akhir skripsi;
3) Bank Indonesia, atas kesediaannya menjadi objek penelitian dalam karya
akhir saya, kesempatan ini merupakan salah satu sumber daya terbaik yang
saya peroleh dalam melahirkan sebuah skripsi yang berkualitas, bergitu
banyak pelajaran dan informasi berharga yang saya dapatkan selama
mengunjungi lokasi Bank Indonesia, harapan kesuksesan dari saya selalu
menyertai Bank Indonesia, khususnya bagi orang-orang yang telah banyak
membantu dan memudahkan saya;
4) Pusat Pelatihan dan Pengembangan Akuntansi Fakultas Ekonomi UI, berserta
seluruh anggota proyek “Jasa Konsultan Pengembangan Performance
Measurement untuk Penerapan Performance Based Budgeting di Bank
Indonesia” atas bantuan dan berbagai pelajaran berharga yang mendorong
semangat saya untuk menyelesaikan karya akhir ini;
5) Seluruh dosen yang pernah saya singgahi kelasnya, yang sudah memenuhi
tugasnya dalam menyampaikan materi-materi pendidikan dan pelajaran
melalui proses perkuliahan yang bermutu, setiap pokok yang kalian
sampaikan kepada saya adalah modal saya dalam menjalin konsep
pengetahuan yang luas dan sungguh membangun dasar bagi apa yang saya
lakukan dalam penyusunan skripsi ini;
6) Seluruh petugas yang selalu bersiap sedia di Perpustakaan, PDEB, Lab
Komputer, Departemen Akuntansi, Biro Pendidikan, Kemahasiswaan, dan
semua yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu di sini, tanggung jawab dan
konsistensi kalian dalam melayani saya sebagai mahasiswa adalah salah satu
faktor terpenting yang memberikan kelancaran bagi saya dalam menempuh
masa pendidikan dan menyelesaikan tugas akhir ini;
7) Bp. Thomas Honggo Setjokusumo, selaku dosen pembimbing saya dalam
masa penulisan karya akhir, segala materi baik berupa ide, tanggapan dan
revisi yang sudah bapak berikan telah menjadi bagian yang melekat sebagai
bagian dari kualitas skripsi ini, mohon maaf atas segala kekurangan saya yang
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
vi
sedikit-banyak telah menggangu bapak, serta ucapan terimakasih yang
sungguh besar saya ucapkan atas semua kesediaan, kesempatan, kemudahan,
waktu, dan pengorbanan bapak yang telah didedikasikan sebagai bentuk
tanggung jawab bapak;
8) Keluarga di rumah, Bp. Bambang Setijanto dan Ibu Endang Rusmiasih selaku
kedua orang tua saya, rasa terimakasih yang tulus saya sampaikan atas semua
doa dan restu serta nasihat, masukan dan bantuan yang diberikan kepada saya
dalam menempuh pendidikan, serta Bp. Jaka Rusdianto selaku paman saya
yang telah banyak memberikan bantuan serta nasihat dalam pelajaran hidup
serta seluruh dukungan yang diberikan kepada saya, semoga kewajiban saya
untuk membahagiakan kalian dapat terpenuhi salah satunya dengan
menyelesaikan masa pendidikan sarjana ini;
9) Sahabat-sahabat saya selama menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Yurinda Afifah, Iga Trisna, M. Riko, Devin A., M.
Aziis, Pascal, Joshua M., Rizki A., Praditya. Berbagai kelas telah kita lalui
bersama, banyak sekali pembelajaran baik tentang perkuliahan dan kehidupan
telah saya dapatkan dari kalian. Suka dan duka telah kita lewati bersama.
Terimakasih atas segala bentuk dorongan dan semangat yang telah kalian
berikan. Semoga kita semua dapat segera menyelesaikan pendidikan ini dan
harapan kesuksesan di masa mendatang selalu menyertai kita semua.
10) Rekan – rekan seperjuangan dalam menyelesaikan karya akhir skripsi di
bawah bimbingan Bp. Thomas Honggo Setjokusumo. Kepada Evelina
Pramana dan Natasha Amanda Thamrin yang telah bersama-sama melalui
berbagai proses bimbingan, pengurusan surat, hingga sidang kelulusan, saya
ucapkan terimakasih. Semoga pengalaman ini menjadi salah satu momen
berharga dalam kehidupan kita dan semoga kesuksesan di masa mendatang
selalu menyertai kita.
11) Seluruh rekan saya: teman-teman yang pernah berkuliah bersama saya,
teman-teman seorganisasi, teman-teman sekegiatan yang tidak bisa saya
sebutkan satu per satu di sini, dan kawan-kawan seperjalanan, bersama kalian
adalah masa yang memberikan banyak hal untuk berbagi ide, merajut sebuah
perjalanan hingga saya sampai ke hari ini, baik secara langsung maupun tidak
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
vii
langsung dengan segala kekurangannya, semua itu telah menjadi bagian dari
apa yang saya miliki dan capai sekarang;
12) Mochammad Riko Yurisdiarto, saya mengucapkan terimakasih atas semua
bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama ini. Segala kebaikan dan
kekurangan yang kita alami bersama telah mengantarkan saya pada hari ini.
Seluruh upaya dalam menempuh dan menyelesaikan pendidikan tinggi ini
tidak akan lengkap tanpa semangat yang telah diberikan olehmu.
Semoga berkah terus datang kepada semua pihak yang benar ikhlas dan tulus
membantu saya berjalan menuju keberhasilan.
Demikian kata pengantar ini saya sampaikan. Terima kasih.
Depok, 04 Desember 2012
Penulis
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
viii
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
ix Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Novita Dwi MaharaniProgram Studi : AkuntansiJudul : Analisis Penerapan Manajemen Performa dengan
Pendekatan Balanced Scorecard Studi Kasus: BankIndonesia
Skripsi ini dirancang untuk secara komprehensif menganalisis mengenaipenerapan manajemen performa menggunakan pendekatan Balanced Scorecardpada Bank Indonesia. Kerangka penelitian yang digunakan adalah model eksekusistrategi dan kesesuaiannya dengan operasional sehari-hari berdasarkan kerangkaexecution premium. Tujuannya adalah untuk mendapatkan suatu gambaran yangmenyeluruh atas implementasi Balanced Scorecard di Bank Indonesia. Analisiskualitatif yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwakarakteristik sektor publik yang melekat di Bank Indonesia telah membentuksuatu implementasi Balanced Scorecard yang unik serta memiliki peran pentingdalam manajemen performa.
Kata kunci: Balanced Scorecard, Bank Indonesia, execution premium.
ABSTRACT
Name : Novita Dwi MaharaniStudy Program : AccountingTitle : Analysis of Performance Management Implementation
using Balanced Scorecard Approach a Study Case at BankIndonesia
The aim of this research is to develop a compehensive analysis of performancemanagement implementation in Bank Indonesia using Balanced Scorecardapproach. The research framework used in this research is the execution strategymodel and its alignment with the daily operation based on execution premiumframework. The purpose is to create a complete picture from the implementationof Balanced Scorecard in Bank Indonesia. The qualitative method employedbrings conslusion that the public sector characteristic in Bank Indonesia has beencreate an unique implementation of Balanced Scorecard that has an important rolein performance management.
Keywords: Balanced Scorecard, Bank Indonesia, execution premium.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
x Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... iHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS......................................... . iiHALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iiiKATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH ......................... ivLEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................viiiABSTRAK/ABSTRACT ................................................................................ ixDAFTAR ISI ................................................................................................... xDAFTAR TABEL ........................................................................................... xiiDAFTAR GAMBAR .....................................................................................xiiiDAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xiv
1. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang................................................................................ 11.2. Rumusan Masalah........................................................................... 51.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 61.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 61.5. Metode Penelitian ........................................................................... 71.6. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 81.7. Sistematika Penulisan ..................................................................... 8
2. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Balanced Scorecard ........................................................................ 10
2.1.1. Balanced Scorecard sebagai Suatu Sistem Pengukuran .... 112.1.2. Balanced Scorecard sebagai Suatu Sistem
Manajemen Strategis.......................................................... 172.1.3. Balanced Scorecard sebagai Suatu Alat Komunikasi........ 18
2.2. Eksekusi Strategi pada Sektor Publik ............................................. 202.2.1. Develop the Strategy .......................................................... 232.2.2. Plan the Strategy ................................................................ 282.2.3. Align the Organization....................................................... 312.2.4. Plan the Operation............................................................. 322.2.5. Monitor and Learn ............................................................. 342.2.6. Test and Adapt.................................................................... 35
2.3. Permasalahan dalam Penyusunan dan ImplementasiBalanced Scorecard ........................................................................ 36
3. GAMBARAN UMUM BANK INDONESIA3.1. Profil Bank Indonesia ..................................................................... 38
3.1.1. Sejarah Bank Indonesia...................................................... 383.1.2. Landasan Hukum................................................................ 413.1.3. Visi, Misi, Nilai Strategis, dan Sasaran Strategis............... 423.1.4. Tujuan dan Status Bank Indonesia..................................... 43
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
xi Universitas Indonesia
3.1.5. Tugas Pokok....................................................................... 443.1.6. Struktur Organisasi ............................................................ 473.1.7. Hubungan Kelembagaan .................................................... 513.1.8. Tatakelola Bank Indonesia................................................. 52
3.2. Kondisi Terkini Balanced Scorecard Bank Indonesia ................... 553.2.1. Balanced Scorecard Bank Indonesia – wide...................... 563.2.2. Balanced Scorecard DKM................................................. 603.2.3. Balanced Scorecard DPSI ................................................. 62
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN4.1. Analisis Proses Pengembangan Strategi dalam
Balanced Scorecard Bank Indonesia.............................................. 654.2. Analisis Proses Perencanaan Strategi dengan Pendekatan
Balanced Scorecard pada Bank Indonesia ..................................... 724.2.1. Prinsip dan Perspektif Balanced Scorecard BI.................. 724.2.2. Proses dalam Tahapan Perencanaan Strategi ..................... 83
4.3. Analisis Proses Alignment Balanced Scorecard BI........................ 924.4. Analisis Proses Perencanaan Operasi dengan Pendekatan
Balanced Scorecard pada Bank Indonesia .....................................1044.4.1. Proses Perencanaan Kapasitas Sumber Daya.....................1054.4.2. Analisis Hubungan Strategi dan Anggaran BI ...................107
4.5. Analisis Proses Pemantauan dan PengawasanBalanced Scorecard Bank Indonesia..............................................115
4.6. Analisis Proses Tes dan Adaptasi Balanced ScorecardBank Indonesia................................................................................124
4.7. Analisis Mengenai Permasalahan yang Dihadapi oleh BI terkaitPenyusunan dan Implementasi Balanced Scorecard……………..125
5. PENUTUP5.1. Kesimpulan .....................................................................................1285.2. Keterbatasan Penelitian...................................................................130
DAFTAR REFERENSI ..................................................................................132LAMPIRAN ....................................................................................................139
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
xii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Analisis Permasalahan Performance Drivers BI....................... 74Tabel 4.2. Analisis Prinsip dan Perspektif Balanced Scorecard
Bank Indonesia.......................................................................... 82
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Balanced Scorecard untuk Sektor Publik dan Nonprofit.......... 12Gambar 2.2. Balanced Scorecard sebagai Sistem Pengukuran,
Sistem Manajemen Strategis, dan Alat Komunikasi................. 19Gambar 2.3. Pengaruh Proses Eksekusi Strategi Formal terhadap
Performa Perusahaan ................................................................ 20Gambar 2.4. The Management System: Linking Strategy to Operations....... 22Gambar 2.5. Balanced Scorecard Mentranslasikan Misi, Nilai,Visi,
dan Strategi................................................................................ 23Gambar 2.6. Stakeholders pada Organisasi Sektor Publik............................. 25Gambar 2.7. Berbagai Metodologi Pendukung Proses Formulasi Strategi.... 27Gambar 3.1. Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia................................. 44Gambar 3.2. Struktur Organisasi Bank Indonesia.......................................... 48Gambar 3.3. Peta Strategi Bank Indonesia – wide tahun 2012...................... 57Gambar 3.4. Peta Strategi Direktorat Riset dan Kebijakan Moneter
Bank Indonesia tahun 2012....................................................... 60Gambar 3.5. Peta Strategi Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi
Bank Indonesia tahun 2012....................................................... 62Gambar 4.1. Siklus Manajemen Stratejik Bank Indonesia............................. 65Gambar 4.2. Analisis Lingkungan Strategis Bank Indonesia......................... 67Gambar 4.3. Kerangka Perumusan Strategi Bank Indonesia ......................... 69Gambar 4.4. Destination Statement Bank Indonesia tahun 2013................... 71Gambar 4.5. Matriks Perencanaan dan Pengendalian Strategis
Bank Indonesia.......................................................................... 84Gambar 4.6. Usulan Matriks Perencanaan dan Pengendalian Strategis
Bank Indonesia.......................................................................... 88Gambar 4.7. Horizontal and Vertical Alignment ........................................... 93Gambar 4.8. Cascading of the Balanced Scorecard ...................................... 94Gambar 4.9. Tahapan Penyusunan Peta Strategi Satuan Kerja...................... 96Gambar 4.10. Sampel Penurunan Balanced Scorecard Direktorat Riset
dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia ................................... 98Gambar 4.11. Sampel Penurunan Balanced Scorecard Direktorat
Pengelolaan Sistem Informasi Bank Indonesia......................... 99Gambar 4.12. Penurunan Indikator Kinerja Individu Bank Indonesia.............103Gambar 4.13. Aplikasi Manajemen Kinerja (QPR) Bank Indonesia...............105Gambar 4.14. Siklus Sistem Perencanaan Anggaran dan Manajemen
Kinerja (SPAMK) Bank Indonesia ...........................................111Gambar 4.15. Pemetaan Rapat Bank Indonesia ...............................................117Gambar 4.16. Agenda Rapat Koordinasi Bank Indonesia Triwulan III
tahun 2012.................................................................................121
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
xiv Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Obyektif Pengumpulan Data dan Daftar Pertanyaan ................139Lampiran 2 Peta Strategis BI wide tahun 2012.............................................143Lampiran 3 Indikator Kinerja Utama Outcome BI.......................................146Lampiran 4 Tabel Pencapaian Indikator Kinerja Utama Outcome BI..........145Lampiran 5 Tabel Penyempurnaan Sistem Perencanaan, Anggaran,
dan Manajemen Kinerja BI tahun 2012 ....................................146
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seperti yang diungkapkan oleh Kinni dan Ries (2000); Christensen dan
Raynor (2003), globalisasi, deregulasi, inovasi teknologi dan ekspektasi
konsumen yang tinggi secara berkelanjutan membentuk kembali pemetaan bisnis
secara internasional. Untuk dapat berkompetisi secara sukses, perusahaan
membutuhkan fokus, inovasi, dan kecerdasan untuk berubah secara cepat
(Rhodes, Walsh, and Lok, 2008, p. 1170). Salah satu cara yang digunakan untuk
membangun keunggulan yang berkesinambungan adalah dengan menggunakan
Balanced Scorecard. Penggunaan Balanced Scorecard yang telah diperkenalkan
lebih dari satu dekade yang lalu (Kaplan dan Norton 1992; 1993), pada awalnya
adalah suatu sistem yang menyediakan pengecekan terhadap kesehatan
perusahaan. Dengan objektif strategis yang menghubungkan matriks ini terhadap
empat perspektif, yaitu Financial, Customer, Business Process, dan Learning and
Growth, generasi pertama Balanced Scorecard tidak bertujuan untuk
menampilkan suatu analisis strategi yang komprehensif atau memeriksa customer
value proposition. Sementara dalam generasi kedua scorecard, strategi secara
langsung menginformasikan apa yang akan diukur dengan menggunakan suatu
Strategy Map yang menghubungkan pengembangan kemampuan strategi dengan
customer value proposition dan shareholder value (Kaplan dan Norton, 2004).
Matriks dan target diturunkan dari suatu strategy map scorecards yang
mengkomunikasikan strategi ke seluruh bagian perusahaan, termasuk di dalamnya
review performa yang memberikan masukan untuk melaksanakan pengendalian
strategi.
Dalam perkembangannya, penggunaan Balanced Scorecard juga semakin
meluas. Dunia bisnis yang semakin berkembang di seluruh belahan dunia
membuat berbagai entitas bisnis memiliki keakraban tersendiri dengan Balanced
Scorecard. Kini tidak hanya perusahaan-perusahaan kelas dunia yang
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
2
Universitas Indonesia
menggunakannya, namun juga berbagai jenis entitas usaha seperti perusahaan
berorientasi profit, perusahaan non-profit, instansi pemerintah, hingga lembaga
independen. Hal yang berbeda adalah munculnya tren dari beberapa institusi
pemerintah yang mencoba menggunakan Balanced Scorecard untuk
meningkatkan performanya. Begitu pula beberapa badan independen seperti Bank
Sentral. Berkembangnya pemanfaatan konsep Balanced Scorecard membuat
terjadinya berbagai modifikasi yang unik bagi setiap entitas yang
mengaplikasikan konsep ini. Bank Sentral sebagai salah satu entitas yang
menerapkan konsep Balanced Scorecard tentu memiliki karakteristik unik yang
berbeda dengan entitas lainnya, sehingga membuat konsep Balanced Scorecard
Bank Sentral menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Bank Indonesia sendiri yang berkedudukan sebagai Bank Sentral
Indonesia telah menerapkan beberapa kerangka pemikiran yang berbeda dalam
pengelolaan kinerjanya. Sejarah perjalanan penerapan kerangka pemikiran
tersebut dimulai pada pertengahan tahun 1980-an, dengan Management by
Objectives (MBO) sebagai pilihannya. Namun permasalahan muncul pada saat
implementasi dilaksanakan, hal ini dikarenakan muncul pemahaman bahwa
pengelolaan kinerja berbasis MBO terlalu menekankan pada hasil akhir sehingga
kurang menghargai proses atau aktivitas yang diperlukan dalam pencapaiannya.
Pada tahun 1990-an, Bank Indonesia menerapkan konsep Program Kerja
Strategis (PKS). Berdasarkan konsep PKS, penilaian kinerja ditekankan pada
kedisiplinan satuan kerja dalam melaksanakan aktivitas yang telah disetujui.
Pelaksanaan aktivitas program kerja tersebut dengan baik, diyakini akan
memberikan hasil akhir yang baik. Program PKS mampu menutupi kelemahan
MBO, namun di sisi lain program ini juga menimbulkan kelemahan baru yang
justru dapat diatasi dengan MBO, yaitu penilaian yang hanya berdasarkan
pelaksanaan program kerja atau aktivitas semata yang menciptakan paradigma
bahwa hasil akhir kurang penting.
Hal penting lainnya adalah sebelum Undang-Undang Nomor 23 tahun
1999 diberlakukan, Bank Indonesia tidak mempunyai independensi dalam
melaksanakan tugas seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 13
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
3
Universitas Indonesia
tahun 1968. Pada saat itu kewenangan penyusunan kebijakan moneter berada di
tangan Dewan Moneter yang diketuai oleh Menteri Keuangan, sedangkan
Gubernur BI hanya berperan sebagai anggota. Sejak tahun 1983, Gubernur BI
diangkat sebagai pejabat tinggi setara Menteri Negara dan termasuk dalam jajaran
kabinet pemerintah. Dengan demikian, posisi BI pada saat itu adalah sebagai
bagian dari pemerintah, dan sebagai implikasi adalah tiadanya status independensi
dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan moneter (Djiwandono, 2001).
Ketiadaan independensi tersebut dipandang sebagai kelemahan struktural. Peran
pemerintah dan Dewan Moneter sangat mempengaruhi pengambilan keputusan di
bidang moneter dan pengawasan perbankan. Demikian pula dalam perubahan
manajemen sangat diwarnai oleh intervensi pemerintah sehingga menurunkan
kinerja BI.
Setelah mengalami guncangan cukup berat pasca krisis moneter pada
tahun 1997 yang menyebabkan hilangnya kepercayaan publik terhadap kinerja
Bank Indonesia, munculah tekad untuk melakukan perbaikan secara menyeluruh
dalam tubuh BI. Proses ini kemudian dinamakan dengan Transformasi Bank
Indonesia yang mulai digagas sejak tahun 1999 sebagai jawaban atas amanat UU
No. 23/1999 dengan membentuk Tim Transformasi berdasarkan Keputusan
Gubernur Bank Indonesia (SK No. 3/5/KEP.GBI/INTERN/2001 dan No.
4/4/KEP.GBI/INTERN/2001).
Transformasi Bank Indonesia ini merupakan ujung tombak perubahan
manajemen kinerja yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Setelah penerapan
konsep-konsep sebelumnya yang dianggap kurang berhasil, perjalanan
pengelolaan kinerja Bank Indonesia secara perlahan telah mempra-kondisikan
pimpinan dan keryawan Bank Indonesia untuk menuju organisasi berbasis kinerja.
Hingga pada akhirnya, untuk menyeimbangkan antara ‘hasil’ (yang ditekankan
oleh konsep MBO) dan proses kerja (yang ditekankan oleh PKS), dipilihlah suatu
sistem yang dirasa paling sesuai untuk diterapkan di Bank Indonesia, yaitu
Balanced Scorecard.
Kini Bank Indonesia merupakan suatu badan independen yang bertugas
untuk menetapkan kebijakan moneter. Misi yang diemban oleh Bank Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
4
Universitas Indonesia
adalah untuk ‘memelihara kestabilan nilai rupiah dengan memelihara kestabilan
moneter dan meningkatkan stabilitas sistem keuangan untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan Indonesia dalam jangka panjang’. Sebagai bagian
yang independen dalam pemerintahan, Bank Indonesia memiliki peranan yang
cukup strategis. Sejak tahun 2001dan diimplementasikan mulai tahun 2002, Bank
Indonesia telah mengembangkan suatu sistem manajemen performa yang
mengintegrasikan perencanaan, penganggaran dan pengukuran performa untuk
menciptakan transparansi dan akuntabilitas dalam operasinya. Manajemen
performa dengan menggunakan Balanced Scorecard dipandang menjadi suatu
bagian penting dalam solusi untuk merealisasikan perencanaan dan penganggaran
secara tepat. Untuk itu Bank Indonesia telah membentuk suatu Tim Sistem
Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja (SPAMK) yang memiliki
amanat untuk melaksanakan cita-cita tersebut. Proyek pengembangan Balanced
Scorecard di Bank Indonesia sendiri menjadi suatu momentum yang
menggambarkan upaya Bank Indonesia untuk meningkatkan kinerjanya. Sebagai
badan regulator tentunya Balanced Scorecard yang dikembangkan oleh Bank
Indonesia memiliki karakteristik tersendiri dan berbeda dengan Balanced
Scorecard yang umumnya digunakan oleh perusahaan – perusahaan komersial
berorientasi profit maupun organisasi non-profit lainnya, terutama berkaitan
dengan output yang dihasilkan oleh Bank Indonesia yang berbeda dengan instansi
lain. Selama hampir 11 tahun, penerapan Balanced Scorecard Bank Indonesia
terus mengalami perubahan guna menuju penyempurnaan. Selama kurun waktu
itu pula, beberapa institusi pemerintah lainnya ikut serta mengembangkan
pendekatan Balanced Scorecard sebagai alat penerapan sistem pengukuran dan
manajemen performa.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini diberi judul “ANALISIS
PENERAPAN MANAJEMEN PERFORMA DENGAN PENDEKATAN
BALANCED SCORECARD: STUDI KASUS BANK INDONESIA”. Bank
Indonesia merupakan objek penelitian yang menarik karena kedudukannya dalam
sistem ketatanegaraan yang unik. Independensi Bank Indonesia merupakan salah
satu faktor yang dianggap menjadi kunci keberhasilan kinerja Bank Indonesia
sekaligus merupakan tanggung jawab yang cukup berat. Selain itu, output yang
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
5
Universitas Indonesia
dihasilkan oleh Bank Indonesia yang sulit untuk diukur menjadikan konsep
Balanced Scorecard yang diterapkan menjadi berbeda dengan instansi lainnya,
terutama perusahaan yang berorientasi profit. Penelitian ini membahas secara
mendalam mengenai konsepsi Balanced Scorecard Bank Indonesia secara
menyeluruh yang dilanjutkan dengan implementasinya. Permasalahan selama
proses penerapan juga akan dianalisis sehingga dapat diketahui beberapa aspek
yang masih dapat disempurnakan serta berbagai upaya perbaikan yang telah
dilakukan oleh Bank Indonesia selama penerapan Balanced Scorecard. Lebih
lanjut penelitian membahas mengenai saran-saran aplikatif yang dapat diterapkan
dalam Balanced Scorecard Bank Indonesia tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Telah diuraikan sebelumnya bahwa penerapan Balanced Scorecard dalam
suatu entitas akan memiliki peran penting untuk mengimplementasikan rencana
strategis entitas yang seimbang guna memastikan bahwa entitas tersebut mampu
beroperasi dengan baik. Hal ini berlaku bagi seluruh entitas bisnis, baik
perusahaan berorientasi profit, organisasi non-profit, institusi pemerintah, hingga
lembaga independen. Dalam kasus Bank Indonesia sebagai bank sentral yang
memiliki peranan strategis, keberadaan Balanced Scorecard juga sangat penting
untuk memastikan Bank Indonesia dapat menjalankan fungsinya secara baik.
Untuk menjawab pertanyaan besar: “Bagaimana implementasi Balanced
Scorecard sebagai bentuk sistem manajemen performa yang efektif pada Bank
Indonesia sebagai suatu badan regulator kebijakan moneter di Indonesia?”,
diajukan rumusan-rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pengembangan strategi dalam Balanced Scorecard Bank
Indonesia?
2. Bagaimana proses perencanaan strategi dengan pendekatan Balanced
Scorecard pada Bank Indonesia?
3. Bagaimana proses alignment Balanced Scorecard pada Bank Indonesia?
4. Bagaimana proses perencanaan operasi dengan pendekatan Balanced
Scorecard pada Bank Indonesia?
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
6
Universitas Indonesia
5. Bagaimana proses pemantauan dan pengawasan Balanced Scorecard Bank
Indonesia?
6. Bagaimana proses tes dan adaptasi Balanced Scorecard Bank Indonesia?
7. Apa saja permasalahan yang dihadapi oleh Bank Indonesia terkait
penyusunan dan implementasi Balanced Scorecard?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang
komprehensif melalui analisis terhadap penyusunan dan penerapan Balanced
Scorecard yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Beberapa poin penting yang
dianalisis secara mendalam dan menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses pengembangan strategi dalam Balanced Scorecard
Bank Indonesia
2. Untuk mengetahui proses perencanaan strategi dengan pendekatan Balanced
Scorecard pada Bank Indonesia
3. Untuk mengetahui proses alignment Balanced Scorecard pada Bank Indonesia
4. Untuk mengetahui proses perencanaan operasi dengan pendekatan Balanced
Scorecard pada Bank Indonesia
5. Untuk mengetahui proses pemantauan dan pengawasan Balanced Scorecard
Bank Indonesia
6. Untuk mengetahui proses tes dan adaptasi Balanced Scorecard Bank
Indonesia
7. Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh Bank Indonesia terkait
dengan penyusunan dan implementasi konsep Balanced Scorecard
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
Bagi Bank Indonesia
Memberikan masukan mengenai penyusunan dan alignment antara strategy map
dan Balanced Scorecard serta operasional, penilaian atas implementasi Balanced
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
7
Universitas Indonesia
Scorecard serta penyempurnaannya yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia
dalam upaya untuk meningkatkan akuntabilitas dan kinerja Bank Indonesia
sebagai badan regulator.
Bagi Institusi Pemerintah Lain
Memberikan wawasan dan pemahaman mengenai penyusunan dan impementasi
Balanced Scorecard dalam institusi pemerintahan sebagai salah satu komitmen
untuk meningkatkan akuntabilitas dan kinerja.
Bagi Peneliti
Memberikan pemahaman baru mengenai bagaimana penerapan Balanced
Scorecard di salah satu badan pemerintahan serta hubungannya dengan
peningkatan akuntabilitas dan kinerja.
1.5 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah metode
penelitian kualitatif atau yang lebih spesifik berupa analisis deskriptif yang
berfokus pada ruang lingkup penelitian sebagaimana dijelaskan dalam Bab 1.
Analisis deskriptif dalam studi ini dilakukan untuk mengetahui dan menjadi
mampu untuk menjelaskan karakteristik variabel yang diteliti dalam suatu situasi
(Sekaran, 2009).
Penggunaan metode kualitatif dalam penelitian ini didasari pada tujuan
untuk mencapai pemahaman mengenai alignment perspektif strategi dan
manajemen performa operasional dalam Balanced Scorecard. Untuk mendapatkan
hasil penelitian yang maksimal akan dilakukan proses wawancara dengan
narasumber terkait dan observasi lapangan untuk memperoleh data dan informasi
yang dibutuhkan dalam membangun pemahaman mengenai Balanced Scorecard
dalam suatu instansi. Selain itu, juga dilakukan studi literatur baik melalui
berbagai karya cetak maupun sumber online demi mendapatkan pemahaman dan
mendapatkan informasi yang lebih lengkap. Selain menggunakan berbagai sumber
tersebut, penelitian juga akan didasarkan dengan merujuk pada beberapa peraturan
terkait, baik peraturan perundang-undangan maupun peraturan internal entitas
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
8
Universitas Indonesia
seperti Peraturan Dewan Gubernur maupun Surat Edaran. Berdasarkan berbagai
informasi tersebut, akan dilakukan analisis untuk mencapai kesimpulan mengenai
implementasi Balanced Scorecard yang akan menjawab permasalahan-
permasalahan dalam studi kasus ini.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bersifat sebagai studi kasus terkait penyusunan dan
penerapan Balanced Scorecard pada Bank Indonesia sebagai suatu badan
independen yang berkedudukan sebagai Bank Sentral Indonesia. Penelitian yang
dilakukan dengan menggunakan data internal Bank Indonesia yang dimiliki dalam
kurun waktu dari tahun 2001 hingga tahun 2012 untuk mendapatkan gambaran
secara komprehensif mengenai penyusunan, implementasi, permasalahan dan
perubahan yang mungkin terjadi selama jangka waktu tersebut.
Adapun penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk menganalisis
penerapan suatu teori yang telah ada sebelumnya. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini sendiri merujuk pada suatu teori yang
dikembangkan oleh Kaplan dan Norton dalam buku yang berjudul Execution
Premium (2008). Penelitian ini berfokus pada analisis mengenai perbandingan
antara praktik yang dilakukan oleh objek penelitian dengan teori yang ada (gap
analysis).
1.7 Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan dipaparkan dalam sistematika berikut:
BAB 1: Pendahuluan
Bab pertama ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian. Topik yang
diambil adalah Balanced Scorecard, sebagai perangkat utama untuk mengupas
masalah alignment antara strategi Bank Indonesia dan implementasinya dalam
operasional sehari-hari. Perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
ruang lingkup, serta sistematika penulisan juga diungkapkan dalam bab ini.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
9
Universitas Indonesia
BAB 2: Tinjauan Pustaka
Bab ini memaparkan referensi-referensi yang menjadi landasan teori dalam
pembahasan penelitian ini. Teori yang digunakan dalam kerangka penelitian ini
adalah: Balanced Scorecard, sistem pengukuran performa, sistem manajemen
strategis, alat komunikasi, eksekusi strategi, dan Balanced Scorecard untuk
pemerintah dan organisasi nonprofit lainnya.
BAB 3: Gambaran Umum Bank Indonesia
Pada Bab ini akan dijelaskan mengenai profil Bank Indonesia sebagai Bank
Sentral yang meliputi sejarah singkat, landasan hukum, visi, misi, nilai dan
sasaran strategis, tujuan dan status, tugas pokok, struktur organisasi, hubungan
kelembagaan, tatakelola, dan juga mengenai kondisi terkini atas implementasi
Balanced Scorecard Bank Indonesia.
BAB 4: Analisis dan Pembahasan Penelitian
Bab utama yang berisikan pokok-pokok penelitian dan pembahasan secara rinci
menurut kerangka dan proses penelitian. Pembahasan dimulai dengan merangkum
Balanced Scorecard Bank Indonesia dan melakukan analisis atas
implementasinya, mengidentifikasi dan menganalisis berbagai perspektif dengan
menggunakan perangkat yang sudah dipilih untuk kemudian menarik kesimpulan
mengenai eksekusi strategi pada instansi yang terdiri atas enam langkah, juga
memberikan pendapat-pendapat kritis peneliti dalam saran-saran yang aplikatif
baik secara strategis maupun operasional bagi Bank Indonesia.
BAB 5: Penutup
Bab terakhir dalam skripisi ini berisi: i) kesimpulan umum yang didasarkan pada
hasil analisis mengenai implementasi Balanced Scorecard di Bank Indonesia; dan
ii) keterbatasan penelitian terkait proses yang dijalankan selama penulisan dan
ruang lingkup penelitian itu sendiri.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
10 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Balanced Scorecard
Kaplan (1983) mengungkapkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir,
baik praktisi maupun peneliti menekankan kebutuhan entitas bisnis untuk
menggunakan konsep selain pengukuran finansial dalam operasi serta
menggunakan variasi yang jauh lebih luas selain matriks keuangan dalam
pelaporan performa dan sistem bagi hasil (Banker, Chang, Janakiraman, dan
Konstans, 2004). Hal ini menggambarkan awal mula munculnya pemikiran atas
ketidakpuasan beberapa pihak, baik dari sisi pelaku bisnis maupun akademisi atas
ketergantungan sistem pengukuran performa yang hanya dilihat dari aspek
finansial saja. Pemikiran mengenai hal ini kemudian mengalami perkembangan
hingga melahirkan suatu konsep Balanced Scorecard.
Konsep mengenai Balanced Scorecard sendiri pertama kali dicetuskan
oleh Robert Kaplan, seorang profesor akuntansi di Harvard dan David Norton,
seorang konsultan di wilayah Boston. Pada tahun 1990 keduanya melakukan
serangkaian riset untuk menemukan suatu solusi atas permasalahan yang dihadapi
oleh banyak perusahaan mengenai pengukuran performa yang dirasa masih
memiliki banyak kelemahan (Niven, 2003). Berdasarkan hasil riset yang
diperoleh, Kaplan dan Norton kemudian memperkenalkan suatu konsep
pengukuran performa yang tidak hanya mendasarkan pada aspek pengukuran
finansial namun juga non-finansial, berusaha memasukkan konsep strategi jangka
panjang dan jangka pendek, serta aspek internal dan eksternal perusahaan yang
kemudian dikenal dengan istilah Balanced Scorecard (Kaplan dan Norton, 1992).
Pada awal kemunculannya, Balanced Scorecard menekankan pada konsep
“Balance” atau keseimbangan dalam seluruh aspek dan ditujukan untuk
pengukuran performa perusahaan (Norton et al., 1997). Ada empat perspektif
pengukuran performa yang diperkenalkan pada saat itu yaitu, perspektif financial,
customer, internal business process, dan learning and growth.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
11
Universitas Indonesia
Pada perkembangannya, konsep Balanced Scorecard yang awalnya
dibangun atas dasar kebutuhan untuk melakukan pengukuran performa dengan
lebih baik kemudian tidak lagi dipandang hanya sekedar sebagai alat pengukuran
performa. Balanced Scorecard diperkenalkan ulang dengan menekankan
peranannya sebagai suatu sistem manajemen strategis yang menghubungkan
strategi perusahaan dengan operasional sehari-hari, dengan menggunakan konsep
Strategy Map Scorecard untuk mengkomunikasikan strategi ke seluruh bagian
perusahaan (Dalvis & Albright, 2004; Kaplan dan Norton, 2004a, 2004b).
Kemudian muncul pertanyaan mendasar mengenai peranan Balanced Scorecard
dalam perusahaan. Ada tiga pandangan berbeda mengenai kedudukan Balanced
Scorecard dalam dunia bisnis, yaitu sebagai sistem pengukuran, sistem
manajemen strategis, dan alat komunikasi (Niven, 2003). Berikut adalah
penjelasan terperincinya:
2.1.1. Balanced Scorecard sebagai Suatu Sistem Pengukuran
Rue dan Byars (2005) mengusulkan bahwa pengukuran performa meliputi
cara karyawan memilah pekerjaan dan bagaimana mereka menetapkan
pengambilan keputusan serta mengkomunikasikan proses rencana perbaikan.
Sebagai suatu sistem pengukuran, Balanced Scorecard berusaha menutupi
kelemahan aspek finansial yang lazim digunakan sebagai indikator tunggal
pengukuran kinerja perusahaan. Indikator finansial mampu menyediakan evaluasi
atas performa masa lampau perusahaan namun kurang mampu menggambarkan
mekanisme value-creation yang bergantung pada aset tidak terlihat yang tidak
mampu digambarkan oleh indikator finansial. Untuk itu, indikator finansial
dikenal sebagai lag indicators, dan Balanced Scorecard berusaha memasukkan
unsur lead indicators untuk menyempurnakan pengukuran performa yang ingin
dicapai. Adapun dalam konsep ini umumnya dikenal empat perspektif yang
dianggap mampu merepresentasikan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam
penilaian atas kinerja perusahaan. Namun apabila dikaitkan dengan konteks
pemerintah atau perusahaan nonprofit, maka terdapat perbedaan mengenai
beberapa perspektif serta kedudukannya dalam Balanced Scorecard. Berikut
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
12
Universitas Indonesia
adalah gambaran komponen Balanced Scorecard pemerintah dan organisasi
nonprofit:
2.1. Balanced Scorecard untuk Sektor Publik dan Nonprofit
Sumber: Niven (2003).
Berdasarkan gambar tersebut, beberapa poin penting yang membedakan konsep
Balanced Scorecard pemerintah dan organisasi nonprofit dengan perusahaan
profit adalah:
1. Misi Berada di Puncak Balanced Scorecard
Dalam perusahaan profit, model Balanced Scorecard yang dibangun
menggambarkan bahwa seluruh ukuran yang ada di dalamnya bertujuan untuk
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
13
Universitas Indonesia
mendukung perbaikan performa dasar. Peningkatan shareholder value menjadi
tujuan akhir dan tanggung jawab kepada stakeholders finansial hanya untuk
melakukan hal tersebut. Berbeda halnya dengan pemerintah dan organisasi
nonprofit, dimana keduanya dituntut untuk mengalokasikan dana secara efisien
(dari segi finansial), namun demikian hal tersebut bukan menjadi aspirasi mutlak
(akhir). Keduanya bekerja untuk tujuan yang lebih tinggi yang digambarkan oleh
misi.
2. Strategi Tetap Menjadi Inti Balanced Scorecard
Strategi tetap menjadi inti dalam sistem Balanced Scorecard, terlepas dari apakah
institusi tersebut merupakan perusahaan besar, kecil, berorientasi profit maupun
tidak, atau pemerintah. Pemerintah dan organisasi nonprofit seringkali
menghadapi kesulitan dalam menetapkan strategi yang tepat dan ringkas.
Mayoritas, berusaha mengembangkan pernyataan strategi yang tidak lebih
merupakan rincian program serta inisiatif untuk mengamankan pemasukan dana
(Niven, 2003).
Sementara itu keberadaan perspektif yang pada umumnya dimiliki oleh
pemerintah dan organisasi nonprofit dalam konsep Balanced Scorecard adalah:
a. Customer Perspective
Perbedaan mendasar dari perusahaan profit dan nonprofit adalah
penempatan misi dalam puncak kerangka Balanced Scorecard. Selanjutnya,
dalam perusahaan nonprofit atau pemerintah, komponen yang umumnya berada
pada tingkatan kedua setelah misi bukanlah perspektif finansial melainkan
perspektif konsumen. Dalam pencapaian misi, perusahaan atau pemerintah harus
dapat menentukan pihak yang ingin dituju. Fokus dari keduanya adalah konsumen
dan bagaimana pemenuhan kebutuhan konsumen dapat dilaksanakan guna
mencapai misi. Pertanyaan mengenai siapa konsumen dari perusahaan nonprofit
atau pemerintah adalah suatu pertanyaan yang biasanya sulit untuk dijawab. Hal
ini disebabkan adanya perbedaan antara kelompok yang mendesain pelayanan,
kelompok yang membayar pelayanan, dan kelompok yang mendapatkan manfaat
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
14
Universitas Indonesia
atas pelayanan. Sehingga penentuan konsumen dalam pemerintah maupun
organisasi nonprofit menjadi tantangan tersendiri.
Terlepas dari hal tersebut, Balanced Scorecard tidak memaksa
pengambilan keputusan yang sulit. Memasukkan seluruh konsumen diperbolehkan
dalam konsep kerangka Balanced Scorecard sektor publik. Tidak hanya
dimungkinkan, namun hal ini juga disarankan mengingat pencapaian misi
membutuhkan tercapainya pemenuhan kepuasan setiap kelompok konsumen yang
menentukan kesuksesan pemerintah atau organisasi nonprofit. Setiap kelompok
konsumen akan menghasilkan pengukuran yang berbeda dalam ketiga perspektif
yang lain. Sehingga setelah penentuan konsumen selesai dilakukan maka
penentuan ukuran dalam perspektif lain dapat dilaksanakan.
b. Financial Perspective
Perspektif ini merupakan perspektif yang sangat penting dalam konsep
Balanced Scorecard. Tidak ada satupun organisasi, terlepas dari statusnya, dapat
sukses beroperasi dan memenuhi kebutuhan konsumen tanpa sumber daya
finansial. Bagi perusahaan berorientasi profit, perspektif finansial mampu
menggambarkan mengenai kemajuan eksekusi strategi yang telah dilakukan dan
menjadi ukuran outcome sebagai tujuan akhir yang ingin dicapai atas pencapaian
beberapa perspektif lain sebelumnya. Bagi perusahaan non profit atau sektor
publik, perspektif ini memastikan perusahaan mampu mencapai hasil yang
diinginkan dengan biaya yang minimal.
Pengukuran finansial bagi sektor publik dalam Balanced Scorecard
berperan, baik sebagai komponen yang mendukung (enablers) pencapaian
kesuksesan dalam perspektif konsumen maupun sebagai hambatan yang harus
diatasi oleh setiap organisasi dalam operasinya. Karakteristik yang unik dalam
sektor publik adalah mengenai kedudukan perspektif finansial, serta penggunaan
beberapa ukuran finansial yang sulit diterapkan dalam Balanced Scorecard
dibandingkan dengan perusahaan berorientasi profit. Contohnya adalah
pengukuran jasa yang dihasilkan oleh suatu organisasi nonprofit yang terkadang
sulit untuk diukur dalam satuan mata uang. Selain itu karakteristik ukuran
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
15
Universitas Indonesia
finansial yang berbeda dengan yang lazim digunakan dalam Balanced Scorecard
perusahaan profit menjadi karakteristik lainnya.
Pembahasan mengenai kedudukan perpektif finansial dalam perusahaan
berorientasi profit tentu berbeda dengan organisasi pemerintah maupun
perusahaan berorientasi non profit. Namun bukan berarti karena keduanya tidak
mengedepankan pencapaian performa finansial maka perspektif ini menjadi
dihilangkan. Keberadaan perspektif finansial yang begitu penting dalam Balanced
Scorecard membuat keduanya tetap mempertahankan perspektif ini dengan
melakukan diferensiasi mengenai kedudukan serta elemen di dalamnya sesuai
dengan tujuan dan karakteristik usaha yang dilakukan.
c. Internal Business Process Perspective
Dalam perspektif ini perusahaan dituntut untuk dapat mengidentifikasi
proses-proses kunci yang dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen. Proses
kunci inilah yang kemudian harus senantiasa ditingkatkan kualitasnya.
Setiap organisasi, mulai dari lingkup lokal hingga departemen besar dalam
pemerintahan pusat akan memiliki dokumentasi mengenai proses yang dilakukan
untuk mencapai tujuan. Kunci kesuksesan Balanced Scorecard adalah terletak
pada pemilihan dan pengukuran proses-proses tertentu yang mengarahkan
perusahaan pada peningkatan outcome bagi konsumen, serta memungkinkan
pencapaian misi. Salah satu aspek yang membedakan Balanced Scorecard dengan
sistem pengukuran manajemen tradisional adalah, pada sistem tradisional
perusahaan cenderung melakukan kontrol dan perbaikan atas proses yang telah
ada sebelumnya. Sementara dalam Balanced Scorecard, perusahaan didorong
untuk mengembangkan suatu rangkaian proses internal yang benar-benar baru
serta penyempurnaan proses internal antar departemen. Bukan merupakan hal
yang tidak lazim bahwa perspektif ini memiliki jumlah objektif dan pengukuran
yang cukup banyak dalam Balanced Scorecard (Niven, 2003).
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
16
Universitas Indonesia
d. Learning and Growth Perspective
Organisasi yang memiliki visi besar dan ambisi kuat untuk terus tumbuh
tentu tidak cukup hanya dengan mengandalkan perspektif konsumen, proses
internal, dan juga finansial. Setelah organisasi dapat mengidentifikasi perspektif
finansial, konsumen dan proses internal dengan baik, maka langkah selanjutnya
adalah menemukan kekurangan dari infrastuktur organisasional yang ada saat ini
(keahlian karyawan, sistem informasi, dan budaya organisasi) dibandingkan
dengan level yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan oleh
organisasi. Berdasarkan hal ini organisasi dapat mengatur strategi mengenai
proses pembelajaran yang akan dilakukan oleh internal organisasi untuk terus
tumbuh menjadi lebih baik.
Perspektif learning and growth menyediakan suatu infrastruktur yang
memungkinkan organisasi untuk mencapai objektif yang ambisius dalam tiga
perspektif sebelumnya. Tiga komponen penting yang berusaha dibangun dalam
perspektif ini adalah kapabilitas karyawan, kapabilitas sistem informasi, dan
budaya organisasi (motivasi, pelimpahan wewenang, dan alignment).
Aspek pertama adalah membangun kompetensi karyawan dengan tujuan
untuk menciptakan karyawan yang kompeten untuk melaksanakan strategi yang
telah disusun. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa organisasi yang menerapkan
Balanced Scorecard seringkali menghadapi perubahan yang radikal. Karyawan
dituntut untuk mengemban tanggung jawab baru untuk membantu organisasi
mencapai objektif dalam tiga perspektif sebelumnya. Untuk itu pembangunan
kompetensi karyawan menjadi kunci utama yang harus dilakukan oleh organisasi.
Aspek kedua adalah infrastruktur informasi. Seperti yang diketahui karyawan
yang kompetitif tetap membutuhkan informasi yang akurat dan tepat waktu untuk
memaksimalkan kinerjanya. Kebutuhan informasi bagi setiap karyawan pun
berbeda, disinilah tantangan organisasi untuk membangun suatu infrastruktur
informasi yang sesuai bagi kebutuhan setiap karyawan. Aspek ketiga adalah
pembangunan budaya kerja. Kompetensi dan sistem informasi yang mumpuni
tidak akan berjalan maksimal tanpa disertai dengan motivasi karyawan. Dengan
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
17
Universitas Indonesia
motivasi yang besar dan disertai pelimpahan wewenang karyawan dapat bekerja
dengan lebih maksimal. Sentuhan terakhir adalah bagaimana organisasi
mendorong karyawan untuk melakukan alignment antara objektif dan insentif
individual dengan strategi organisasi.
2.1.2. Balanced Scorecard sebagai Suatu Sistem Manajemen Strategis
Bagi banyak organisasi, Balanced Scorecard telah berubah dari sekedar
alat pengukuran performa menjadi suatu konsep yang membantu organisasi dalam
mengimplementasikan strategi. Dalam perkembangannya, kedudukan Balanced
Scorecard kemudian dianggap mampu mengatasi beberapa hambatan yang
muncul dalam proses eksekusi strategi. Adapun beberapa hambatan tersebut:
a. Hambatan visioner: Secara ideal, konsep Balanced Scorecard mampu
mengubah strategi organisasi menjadi objektif, pengukuran, target, dan
initiatives sehingga memberikan pemahaman bagi tim eksekutif mengenai
hal-hal yang masih belum jelas terungkap dalam strategi organisasi. Selain itu
juga memberikan fokus bagi karyawan dalam mengerjakan tugas
kesehariannya guna membantu organisasi mencapai tujuannya.
b. Hambatan orang: Proses penurunan konsep Balanced Scorecard ke dalam
unit bisnis atau unit pendukung memberikan gambaran yang lebih jelas bagi
seluruh karyawan mengenai bagaimana mereka dapat berkontribusi dalam
pelaksanaan strategi organisasi.
c. Hambatan sumber daya: Dalam pelaksanaan strategi organisasi, tentunya
keterbatasan sumber daya menjadi salah satu hambatan utama. Konsep
Balanced Scorecard mampu memberikan fokus bagi manajer maupun
karyawan mengenai apa yang harus mereka lakukan sehingga sumber daya
yang tersedia dapat digunakan dengan maksimal.
d. Hambatan manajemen: Konsep Balanced Scorecard mampu memberikan
gambaran yang lebih jelas bagi manajemen dalam mengatasi akar
permasalahan sebenarnya yang terjadi apabila timbul hambatan dalam
implementasi strategi.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
18
Universitas Indonesia
2.1.3. Balanced Scorecard sebagai Suatu Alat Komunikasi
Dalam hal ini, Balanced Scorecard dianggap mampu mentranslasikan
strategi yang telah disusun oleh organisasi, mengubahnya ke dalam aspek
terperinci dan menurunkannya ke setiap bagian organisasi sehingga dapat
dikomunikasikan dengan lebih efektif kepada semua pihak yang ada di dalam
organisasi.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
19
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
20
Universitas Indonesia
2.2. Eksekusi Strategi pada Sektor Publik
Berdasarkan Global Survey tahun 2006, prioritas pertama yang dimiliki
oleh senior eksekutif adalah eksekusi strategi (strategy execution). Menempatkan
suatu prioritas yang tinggi terhadap eksekusi strategi yang efektif, dapat ditelusuri
merupakan permasalahan yang cukup dipertimbangkan dan didokumentasikan
dengan baik oleh mayoritas organisasi yang memiliki pengalaman dalam
usahanya mengimplementasikan strategi. (Kaplan dan Norton, dalam bukunya
yang berjudul The Execution Premium, 2008) telah melakukan survei pada tahun
1996 mengenai eksekusi strategi. Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa
mayoritas organisasi tidak memiliki suatu sistem formal yang membantu mereka
dalam mengeksekusi strategi.
2.3. Pengaruh Proses Eksekusi Strategi Formal terhadap Performa
Organisasi
Sumber: Kaplan dan Norton (2006). Telah diolah kembali.
Sementara berdasarkan gambar di atas yang menunjukkan hasil suatu follow-up
survey pada tahun 2006, diketahui bahwa 54% dari responden telah memiliki
suatu proses eksekusi strategi yang formal, dan 70% di antaranya memiliki
performa yang memuaskan.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
21
Universitas Indonesia
Adapun perbedaan proses eksekusi strategi antara organisasi yang
menggunakan sistem eksekusi strategi formal dengan tidak terletak pada enam
aspek, yaitu:
- Translate the Strategy: pada tahap ini, organisasi yang menggunakan sistem
formal memiliki artikulasi yang lebih jelas mengenai strategi organisasi dan
pengukurannya.
- Manage Strategic Initiatives: organisasi dengan sistem formal mampu
mengelola strategic initiatives dalam jumlah kecil dan penting.
- Align Organizational Units with the Strategy: proses alignment atas unit
bisnis atau unit pendukung terhadap strategi dengan menggunakan sistem
formal akan lebih baik.
- Communicate the Strategy: proses komunikasi strategi dengan menggunakan
sistem formal dapat lebih terarah dan efektif.
- Review the Strategy: sistem formal akan membantu organisasi dalam
perencanaan rapat rutin untuk melaporkan dan mengelola strategi.
- Update the Strategy: sistem formal memperhitungkan adanya kebutuhan
untuk memperbaharui strategi secara rutin guna menyesuaikan dengan
perubahan kondisi.
Fokus penting yang perlu digarisbawahi adalah bahwa masih terdapat gap
antara formulasi strategi yang direncanakan pada tingkat atas organisasi dengan
eksekusi yang dilakukan oleh departemen maupun karyawan. Hal ini disebabkan
adanya perbedaan alat yang digunakan dalam proses formulasi strategi dan
peningkatan operasional. Semakin banyaknya jumlah alat penyusunan strategi dan
penerapan operasi di organisasi merupakan hal baik bagi organisasi, namun
kurangnya suatu kerangka teoritis untuk memandu proses integrasi dari berbagai
alat yang digunakan tersebut yang menjadi kelemahan mendasar yang masih
dihadapi oleh organisasi.
Berdasarkan hal tersebut, Kaplan dan Norton (The Execution Premium,
2008) memformulasikan suatu kerangka yang komprehensif dan
mengintegrasikan sistem manajemen yang menghubungkan formulasi dan
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
22
Universitas Indonesia
perencanaan strategi dengan eksekusi operasional. Kerangka tersebut terdiri atas
enam tahapan yang dapat digambarkan sebagai berikut:
2.4.The Management System: Linking Strategy to Operations
Sumber: Kaplan dan Norton (2008).
Pada dasarnya sistem eksekusi strategi tersebut diperuntukkan bagi organisasi
berorientasi profit. Sehingga beberapa komponen yang ada di dalamnya kurang
relevan dalam konteks pemerintah atau organisasi nonprofit, seperti sales
planning, sales forecast, dan profitability analysis. Sistem yang dirancang oleh
Kaplan dan Norton tersebut memiliki enam tahapan penting. Penjelasan terperinci
mengenai keenam tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
23
Universitas Indonesia
2.2.1. Develop the Strategy
Tahap pertama yang dilakukan oleh organisasi dalam proses eksekusi
strategi adalah mengembangkan strategi. Dalam tahapan ini,Balanced Scorecard
berperan penting mentranslasikan misi, nilai, visi, dan strategi organisasi.
2.5.Balanced Scorecard Mentranslasikan Misi, Nilai, Visi, dan Strategi
Sumber: Niven (2003).
Terdapat tiga hal penting yang mendorong munculnya pengembangan strategi
organisasi, yaitu:
1. Memperjelas Pernyataan Misi, Nilai, dan Visi
Sebelum memformulasikan strategi, organisasi harus memiliki satu suara
atas tujuan yang dimiliki (misi), panduan internal yang mengarahkan tindakan
yang akan dilakukan (nilai), dan aspirasi organsisasi terhadap hasil yang dicapai
di masa mendatang (visi). Sebelum proses formulasi strategi dilakukan, baik
badan pemerintah maupun organisasi nonprofit yang bersangkutan terlebih dulu
me-review dan mengkonfirmasi ulang pernyataan misi, nilai, dan visi yang
dimiliki. Hal penting lainnya setelah mengklarifikasi pernyataan misi, nilai, serta
visi tersebut adalah melakukan suatu agenda untuk memberikan inisiatif atas
perubahan visi jika dirasa perlu dilakukan. Proses mendorong pembentukan visi
yang lebih sempurna merupakan titik awal penting bagi organisasi. Visi yang baik
meliputi empat sub-strategi yaitu, dampak dan komunitas, pelayanan dan kualitas,
efisiensi dan lingkungan, serta orang dan pembelajaran.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
24
Universitas Indonesia
2. Melakukan Analisis Strategi
Setelah organisasi memiliki visi yang jelas dan baik, maka organisasi telah
memiliki suatu gambaran yang jelas mengenai apa yang harus dicapai oleh
organisasi. Konsep strategi dalam organisasi sektor publik mendapatkan perhatian
yang berbeda dengan organisasi profit pada umumnya. Kaplan, menyatakan
bahwa strategi dapat menjadi suatu konsep yang asing bagi organisasi sektor
publik, karena agensi tersebut memiliki insentif yang kecil untuk mempunyai
pandangan jangka panjang terhadap peran mereka, mereka berusaha melakukan
semuanya untuk semua orang dan dapat berakhir tanpa melakukan apapun (Niven,
2003). Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan dalam proses pengembangan
strategi adalah dengan melakukan analisis terhadap strategi organisasi. Analisis
yang dilakukan dibagi menjadi dua jenis, yaitu analisis eksternal dan analisis
internal. Analisis eksternal bertujuan untuk mengetahui dampak dari tren industri
pada level mikro dan makro terhadap strategi dan operasi organisasi. Analisis
PESTEL maupun Michael Porter’s Five Forces dapat digunakan sebagai
perangkat analisis eksternal. Sementara analisis internal bertujuan untuk menilai
performa organisasi serta kemampuan organisasi. Perangkat seperti Value Chain
Analysis atau SWOT Analysis dapat digunakan dalam analisis internal.
Hal penting yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik dalam
tahap analisis strategi adalah melakukan analisis terhadap stakeholder yang
berhubungan dengan organisasi tersebut. Karakteristik stakeholder yang dimiliki
oleh organisasi sektor publik tentunya berbeda dengan organisasi profit pada
umumnya. Berikut adalah gambaran mengenai sebagian stakeholder organisasi
publik.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
25
Universitas Indonesia
2.6.Stakeholders pada Organisasi Sektor Publik
Sumber: Bryson (1995).
3. Memformulasikan Strategi
Pada tahap ini organisasi mencapai titik dimana proses pengembangan
disiplin strategi formal bertemu dengan seni dari formulasi strategi. Manajer
organisasi harus menentukan bagaimana mereka akan mencapai agenda
berdasarkan analisis mengenai waktu, objektif, themes, isu-isu kritis, peluang, dan
ancaman.
Lebih lanjut dalam proses memformulasikan strategi, organisasi memiliki
dua aspek penting dalam menentukan formula strategi yang paling tepat bagi
kebutuhan mereka. Adapun dua aspek tersebut adalah:
a. Menstimulasi Strategi Kreatif
Berdasarkan gambar di bawah, dapat dilihat bahwa proses stimulasi
strategi kreatif yang dilakukan oleh organisasi dapat dilakukan dengan
menghubungkan antara berbagai pendekatan strategis, operasional, dan
manajemen risiko yang divisualisasikan oleh Strategy Map. Beberapa jenis
strategi yang dapat dibangun oleh organisasi bisa dipacu dari pendekatan
keuangan dan portofolio, manajemen risiko, fokus konsumen, kepedulian akan
tanggung jawab sosial, inovasi, produktivitas/kualitas, hingga bagaimana
penempatan yang ingin dibentuk oleh organisasi.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
26
Universitas Indonesia
b. Menggunakan Strategy Map untuk Memandu Pemilihan Strategi
Strategy Map yang ditunjukkan dalam gambar 2.3. tersebut mampu memandu
organisasi dalam proses pemilihan strategi.
Setelah organisasi berhasil menentukan strategi yang dianggap tepat, maka
langkah selanjutnya adalah mengkodifikasikan strategi tersebut supaya dapat
dengan mudah dikomunikasikan kepada seluruh manajer dan karyawan. Elemen
penting yang harus diperhatikan adalah pernyataan strategi tersebut harus
mengandung tiga elemen fundamental, yaitu objective, advantage, dan scope.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
27
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
28
Universitas Indonesia
2.2.2. Plan the Strategy
Proses perencanaan strategi ini bertujuan untuk mengubah pernyataan arah
strategis menjadi objektif, pengukuran, target, initiatives, dan budget yang
spesifik guna mengarahkan dan menghubungkan organisasi untuk eksekusi
strategi yang efektif. Strategi yang telah ditetapkan oleh organisasi ditranslasikan
dalam objektif. Adapun objektif adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan baik
oleh organisasi untuk dapat mengimplementasikan strategi secara efektif (Niven,
2003). Ada lima langkah yang dilakukan pada tahap ini, yaitu:
1. Membuat Strategy Map
Kaplan dan Norton (1996a, 1996b, 1996c) memperkenalkan tiga prinsip
yang menghubungkan Balanced Scorecard dengan strategi organisasi: (1)
hubungan sebab-akibat, (2) performance drivers, (3) keterkaitan dengan tujuan
finansial. Strategy Map menggambarkan hubungan sebab-akibat tersebut secara
berkesinambungan yang menghubungan seluruh faktor (indikator performa)
melalui empat perspektif dan menggambarkan perubahan strategi secara dinamis
serta mengindikasikan bagaimana organisasi menghasilkan suatu nilai (Kaplan
dan Norton, 2004a, 2004b). Suatu strategi meliputi berbagai dimensi perubahan
organisasi, mulai dari perbaikan produktivitas jangka pendek hingga inovasi
jangka panjang. Menurut Banker et al. (2004) Strategy Map menyediakan suatu
kerangka visual yang meringkas deskripsi strategi organisasi, serta mengubah
asset yang tak berwujud menjadi tangible outcomes. Suatu Strategy Map
merupakan suatu bentuk arsitektur dalam satu halaman yang memberikan
gambaran atas seluruh dimensi strategi yang dikenal dengan strategic themes
(Kaplan dan Norton, 2008). Strategic themes sendiri mengelompokkan beberapa
objektif yang berkaitan yang ingin dicapai oleh organisasi, sehingga memudahkan
organisasi dalam merencanakan dan mengelola setiap komponen kunci strategi
secara terpisah namun tetap mengoperasikan secara koheren. Setiap strategic
themes memberikan manfaat dalam jangka waktu yang berbeda bagi organisasi.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
29
Universitas Indonesia
2. Memilih Pengukuran dan Target
Dalam tahap ini, organisasi mengubah objektif yang telah ditentukan
dalam Strategy Map dan strategy themes menjadi suatu Balanced Scorecard yang
terdiri atas pengukuran, target, dan gap. Gap tersebut digambarkan oleh suatu visi
ambisius yang dicanangkan dalam proses pengembangan strategi, yang kemudian
dibagi ke dalam gap pada setiap strategic themes untuk dicapai dalam kurun
waktu tiga hingga lima tahun. Pemilihan pengukuran dan target yang ingin dicapai
oleh organisasi merupakan aspek penting dalam eksekusi strategi menjadi
operasional keseharian. Untuk setiap objektif strategi yang terdapat dalam
Strategy Map, manajer membutuhkan setidaknya satu pengukuran. Sementara
penentuan target dapat dilakukan melalui proses pembagian gap sehingga
memberikan gambaran target yang logis dan konsisten bagi matriks yang ada
dalam perspektif konsumen, proses, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Proses
penetapan target dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu dengan
menggunakan logika sebab-akibat atau dengan menggunakan benchmarking baik
secara eksternal maupun internal.
3. Memilih Strategic Initiatives
Jika proses penentuan strategic themes, objectives, pengukuran dan target
telah menentukan “apa” yang ingin dicapai oleh organisasi, maka strategic
initiatives menentukan “bagaimana” organisasi mencapainya. Strategic initiatives
adalah sekumpulan proyek dan program aksi dalam durasi tertentu, di luar
aktivitas operasional keseharian organisasi yang membantu dalam mencapai
performa yang telah ditargetkan dalam Strategy Map objectives. Proses pemilihan
strategic initiatives merupakan hal penting dalam organisasi. Initiatives tidak
dapat dipandang sebagai sesuatu yang terpisah satu sama lain. Permasalahan yang
sering dihadapi oleh organisasi adalah initiatives explosion dimana terlalu banyak
pilihan initiatives yang dirasa peru untuk dijalankan, untuk itu pemilihan
initiatives yang tepat sangat diperlukan. Suatu strategic themes membutuhkan
suatu portofolio terintegrasi dan strategic initiatives yang mendukung pencapaian
objektif. Organisasi sebaiknya melakukan suatu proses rasionalisasi initiatives
untuk mengeliminasi initiatives yang tidak memberikan kontribusi terhadap
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
30
Universitas Indonesia
strategic themes atau juga untuk mengetahui jika masih ada strategic themes yang
belum didukung oleh initiatives tertentu.
4. Menetapkan STRATEX
Proses eksekusi strategi membutuhkan suatu portofolio initiatives yang
dapat dijalankan secara berkesinambungan secara terkoordinasi. Hal ini tentunya
membutuhkan suatu penganggaran eksplisit. Sistem penganggaran tradisional
fokus pada sumber daya yang disediakan untuk fungsi organisasi dan unit bisnis,
dan akuntabilitas serta performa dari setiap unit. Investasi strategis untuk
initiatives yang bersifat lintas fungsi dan unit bisnis harus dikeluarkan dari
anggaran operasional dan dikelola secara terpisah oleh tim pelaksana. Pembuatan
anggaran kategori khusus yang dikenal dengan istilah STRATEX (strategic
expenditures) dapat memfasilitasi proses ini. Proses penentuan anggaran yang
dikhususkan untuk pelaksanaan strategi ini terdiri atas dua komponen yaitu top-
down process untuk menentukan level pendanaan total yang dibutuhkan dan
bottom-up process untuk memilih strategic initiatives yang akan diberikan
pendanaan. Keberadaan STRATEX yang dianggap penting membutuhkan suatu
bentuk otorisasi terpisah dalam sistem pendanaan internal organisasi.
5. Menetapkan Akuntabilitas dalam Pelaksanaan Strategic Initiatives
Setelah keempat proses tersebut berhasil dilakukan, organisasi
memperkenalkan suatu struktur akuntabilitas baru untuk mengeksekusi strategi
melalui strategic themes. Organisasi kemudian menugaskan beberapa eksekutif
untuk menjadi theme owner, memfasilitasi dengan STRATEX, dan mendukung
dengan theme teams yang dibentuk di seluruh bagian organisasi. Theme owner
dan tim memiliki akuntabilitas dan memberikan umpan balik pada saat eksekusi
strategi dari setiap tema dilaksanakan. Karena keberadaan strategic themes yang
biasanya memiliki elemen lintas fungsi, sehingga pemilihan theme owner perlu
diperhatikan. Sementara itu theme teams adalah sekumpulan individu yang terdiri
atas berbagai unit bisnis, regional, maupun pendukung yang bertugas untuk
menghubungkan antara objektif strategi dengan tugas operasional. Sementara itu,
proses pelimpahan wewenang untuk melakukan eksekusi strategi dari setiap
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
31
Universitas Indonesia
themes dapat dilimpahkan kepada unit organisasi yang terkait dengan objektif
tersebut, atau apabila pencapaian objektif melibatkan beberapa unit organisasi
maka theme teams dapat melaksanakan sendiri proses eksekusi strategi.
2.2.3. Align the Organization
Untuk dapat memperoleh manfaat yang maksimal atas pelaksanaan
strategi yang telah dibentuk oleh organisasi, maka organisasi yang memiliki
multibusiness, atau organisasi dengan multifungsi, harus dapat menghubungkan
strategi organisasi dengan strategi dari setiap bisnis individu dan unit fungsinya.
Seluruh karyawan harus memahami strategi dan termotivasi untuk membantu
organisasi mencapai strategi tersebut. Guna dapat mencapai itu semua, organisasi
dapat menerapkan tiga jenis alignment antara strategi organisasi secara
keseluruhan dengan unit bisnis, unit pendukung, dan karyawan.
1. Align Business Unit
Strategi biasanya ditentukan dalam level bisnis unit individu. Namun
demikian, suatu organisasi biasanya terdiri atas beberapa unit bisnis atau unit
operasi. Strategi level korporasi menentukan bagaimana strategi dari bisnis
individu dapat diintegrasikan untuk mencapai sinergi namun tidak tersedia bagi
unit bisnis yang beroperasi secara independen. Strategi korporasi digambarkan
oleh suatu Strategy Map, dimana manajer dapat melakukan cascading atau
penurunan secara vertikal kepada setiap unit bisnis. Setiap strategi dapat
mencerminkan (1) objektif yang berkaitan dengan strategi lokal, dan (2) objektif
yang terintegrasi dengan strategi organisasi dan strategi unit bisnis lainnya.
2. Align Support Unit
Manajemen organisasi memiliki tendensi untuk memperlakukan unit
pendukung dan fungsi staf organisasi sebagai suatu sumber pengeluaran yang
terpisah, sehingga di satu sisi organisasi memiliki kecenderungan untuk
meminimalisir biaya yang dikeluarkan oleh unit pendukung tersebut. Hal ini
kemudian menyebabkan strategi dan operasi yang dilakukan oleh unit-unit
pendukung menjadi tidak sejalan dengan strategi organisasi maupun unit bisnis
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
32
Universitas Indonesia
yang berhubungan dengannya. Eksekusi strategi yang baik, membutuhkan unit
pendukung untuk menyesuaikan strategi yang dibentuknya menjadi strategi value-
creation bagi organisasi maupun unit bisnis.unit pendukung juga perlu melakukan
negosiasi dengan unit bisnis yang didukungnya mengenai level jasa yang akan
diberikan. Pembuatan Strategy Map dan scorecards bagi unit pendukung,
membantu setiap unit untuk menentukan dan mengeksekusi strategi yang dapat
meningkatkan strategi yang diterapkan oleh unit bisnis maupun organisasi.
3. Align Employees
Keberadaan karyawan menjadi sangat penting karena karyawan adalah
pihak yang mampu melaksanakan proyek, program, dan initiatives yang
dibutuhkan dalam pengimplementasian strategi. Pemahaman yang baik oleh
karyawan atas strategi sangat dibutuhkan guna menjamin operasi sehari-hari yang
dilakukan sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan. Karyawan tidak akan
dapat membantu proses implementasi strategi yang tidak mereka sadari atau
ketahui. Untuk itu, organisasi menggunakan suatu program komunikasi formal
untuk membantu karyawan dalam memahami strategi dan memotivasi mereka
untuk mencapainya. Manajer dapat melaksanakan program komunikasi dengan
menghubungkan objektif dan insentif personal karyawan dengan objektif yang
ingin dicapai oleh unit bisnis dan organisasi. Selain komunikasi yang baik,
pelatihan dan progam pengembangan karier menjadi kunci yang dapat membantu
memberikan keuntungan bagi karyawan jika eksekusi strategi berjalan dengan
sukses.
2.2.4. Plan Operation
Bagian berbeda dan cukup penting yang ingin diungkapkan oleh Kaplan
dan Norton dalam The Execution Premium, 2008 adalah adanya suatu sistem
manajemen komprehensif yang menggambarkan hubungan eksplisit antara
strategi jangka panjang dengan operasi harian. Organisasi menghubungkan proses
aktivitas perbaikan dengan prioritas strategi serta anggaran yang dibutuhkan untuk
menyediakan sumber daya yang diperlukan dalam operasional sehingga konsisten
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
33
Universitas Indonesia
dengan strategi yang telah direncanakan. Ada dua hal penting yang dilaksanakan
oleh perusahan dalam proses perencanaan operasional, yaitu:
1. Memperbaiki Proses-Proses Penting
Objektif yang digambarkan dalam strategy map menunjukkan bagaimana
eksekusi strategi akan dilakukan. Beberapa tema yang telah ditentukan dalam
strategy map menggambarkan proses-proses kunci yang harus diperhatikan dan
dilaksanakan dengan baik oleh organisasi. Setelah mengidentifikasi berbagai
proses kunci yang diperlukan guna perbaikan, organisasi dapat mendukung tim
manajemen proses dengan membentuk suatu dashboard yang terkustomisasi yang
berisikan indikator-indikator kunci dari performa. Dashboard tersebut
memberikan fokus dan umpan balik bagi karyawan yang melaksanakan proses
perbaikan.
2. Mengembangkan Suatu Resource Capacity Plan
Proses perencanaan perbaikan dan pengukuran serta target level tinggi atas
strategi organisasi yang ada dalam Balanced Scorecard harus diubah ke dalam
suatu rencana operasi tahunan. Rencana operasi dalam sektor publik terdiri atas
dua komponen, yaitu:
a. Resource capacity plan. Organisasi dapat menggunakan perangkat model
time-driven activity based costing (TDABC) untuk mentranslasikan sales
forecast ke dalam estimasi kapasitas sumber daya yang dibutuhkan untuk
periode yang diperkirakan. Model TDABC menggunakan capacity drivers,
typically time, untuk menggambarkan biaya sumber daya yang diperlukan
dalam transaksi, produk, konsumen yang dilakukan pada setiap proses. Model
ini dapat menggambarkan secara mudah perkiraan penjualan dan proses
perbaikan ke dalam kuantitas sumber daya seperti orang, peralatan, dan
fasilitas yang dibutuhkan untuk mewujudkan rencana.
b. Operating and capital budgets. Setelah manajer menyetujui kuantitas dan
formulasi sumber daya yang dibutuhkan untuk periode mendatang,
penghitungan mengenai implikasi finansial dan anggaran operasional serta
modal dapat dilakukan dengan mudah. Jumlah pengalian antara kuantitas
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
34
Universitas Indonesia
sumber daya yang diperlukan dengan biaya dari setiap sumber daya dapat
menggambarkan anggaran biaya yang diperlukan untuk memasok sumber
daya guna perencanaan penjualan dan operasi. Beban yang harus dikeluarkan
oleh organisasi dibagi ke dalam dua tipe, yaitu operating expense (OPEX)
atau biaya yang dikeluarkan dalam rangka melaksanakan kegiatan operasi dan
capital expenditure (CAPEX) guna peningkatan kapasitas sumber daya
peralatan.
2.2.5. Monitor and Learn
Setelah strategi ditentukan, direncanakan, dan dihubungkan dengan suatu
rencana operasional yang komprehensif, organisasi mulai melakukan eksekusi
atas rencana strategis dan operasional tersebut, memonitor hasil yang diperoleh,
dan mengambil tindakan untuk memperbaiki operasi dan strategi berdasarkan
suatu informasi baru dan pembelajaran. Dalam tahap pengawasan dan
pembelajaran ini, organisasi menggunakan dua pendekatan yang bertujuan untuk
mengetahui bagaimana pelaksanaan strategi dan operasi, permasalahan yang
dihadapi, serta berbagai aspek yang mempengaruhi atau bahkan mengubah
strategi dan operasi di masa depan. Dua pendekatan yang dapat dilakukan oleh
organisasi adalah:
1. Operational Review Meeting
Rapat yang dilaksanakan oleh organisasi ini bertujuan untuk mengevaluasi
performa jangka pendek organisasi (operasional) dan merespon permasalahan-
permasalahan yang baru-baru ini dihadapi oleh organisasi yang membutuhkan
penanganan dengan segera. Rapat untuk mengevaluasi operasi organisasi ini
berkorespondensi dengan frekuensi data yang dihasilkan oleh operasi dan tingkat
kecepatan respon yang ingin dicapai oleh organisasi atas berbagai isu taktis yang
muncul. Banyak organisasi melakukan rapat ini setiap seminggu sekali, dua kali
seminggu, bahkan rapat harian untuk mengevaluasi dashboard operasional atas
penjualan, pemesanan, dan pengiriman dan untuk menyelesaikan isu-isu yang
baru terjadi, komplain dari konsumen penting, keterlambatan pengiriman,
kerusakan produk, kerusakan mesin produksi, kekurangan kas, permasalahan
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
35
Universitas Indonesia
absensi karyawan hingga peluang penjualan baru. Sifat dari rapat ini adalah
departmental dan fungsional, dengan mengumpulkan beberapa karyawan ahli dari
berbagai departemen guna menyelesaikan masalah secara bersama. Rapat ini
memiliki ciri khas dilaksanakan secara cepat, fokus tinggi terhadap hal yang
sedang dibahas, dipicu oleh data, dan berorientasi pada aksi.
2. Strategy Review Meeting
Rapat ini dilaksanakan organisasi untuk mendiskusikan indikator dan
initiatives dari Balanced Scorecard dan menilai kemajuan serta hambatan yang
terjadi selama proses eksekusi strategi. Organisasi biasa melakukan rapat ini
sebulan sekali dengan mengumpulkan pemimpin tim. Para pemimpin tim
mendiskusikan apakah eksekusi strategi berjalan sesuai dengan rencana,
mendeteksi permasalahan yang terjadi selama implementasi, usaha yang
dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, tindakan yang
direkomendasikan untuk memperbaiki penyebab masalah, dan menetapkan
tanggung jawab untuk mencapai target performa yang telah ditetapkan.
Dengan memisahkan rapat untuk mengevaluasi operasi dan strategi,
organisasi menghindari kesalahan untuk tidak memperhitungkan operasi jangka
pendek dan isu-isu taktis dalam diskusi mengenai implementasi dan adaptasi
strategi.
2.2.6. Test and Adapt
Sebagai tambahan selain melakukan rapat untuk mengevaluasi strategi dan
operasi, organisasi perlu untuk melaksanakan suatu rapat terpisah yang bertujuan
untuk menguji apakah asumsi yang digunakan untuk membangun strategi masih
valid digunakan. Hal penting yang dibahas dalam tahap ini adalah mengenai
apakah strategi yang ditetapkan oleh organisasi masih relevan jika diterapkan saat
ini. Berbagai perubahan yang terjadi baik dari sisi internal maupun eksternal
organisasi tentu mendorong adanya suatu penyesuaian yang dilakukan secara
terus-menerus terhadap strategi organisasi. Melalui rapat untuk mengevaluasi dan
memperbaharui strategi, organisasi memiliki akses tambahan data yang berasal
dari dashboard operasi dan matriks bulanan Balanced Scorecard, informasi baru
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
36
Universitas Indonesia
mengenai perubahan lingkungan kompetitif dan regulasi, serta ide atau peluang
baru yang dikontribusikan oleh karyawan.
2.3. Permasalahan dalam Penyusunan dan Implementasi Balanced
Scorecard
Kaplan dan Norton (2000) mengungkapkan mengenai tiga isu yang dapat
menyebabkan kegagalan (pitfall) dalam adopsi Balanced Scorecard yang
dilakukan oleh beberapa organisasi atau entitas nonprofit. Tiga kelompok
permasalahan yang menghambat penciptaan Strategy-Focused Organizations
tersebut adalah:
1. Transitional Issues
Permasalahan transisional terjadi saat terjadi perubahan yang sangat
drastis dalam organisasi. Beberapa organisasi yang sebelumnya telah menerapkan
Balanced Scorecard dengan baik, terkadang mengalami akuisisi atau merger,
sementara tim manajemen senior dalam organisasi baru tidak memiliki
ketertarikan terhadap pendekatan baru (Balanced Scorecard) dan
mengabaikannya. Masalah lainnya adalah saat organisasi menerapkan strategi
minimalisasi biaya, maka pendekatan Balanced Scorecard yang membutuhkan
dana dalam jumlah cukup banyak dipandang sebagai sesuatu yang tidak perlu
dilakukan. Permasalahan lainnya adalah saat Balanced Scorecard dianggap
memenangkan perang lokal namun kalah dalam perang yang lebih besar.
Maksudnya adalah kondisi dimana Balanced Scorecard mampu memberikan
umpan balik bahwa strategi yang sedang diterapkan oleh direktur organisasi salah,
hal ini berarti Balanced Scorecard mampu memberikan gambaran kepada
organisasi mengenai kesalahan strategi. Namun demikian, hal ini kemudian
menyebabkan direktur lama dipecat dan digantikan dengan yang baru, dan
direktur baru tidak memiliki ketertarikan terhadap Balanced Scorecard sehingga
menyebabkan organisasi tidak menggunakannya lagi.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
37
Universitas Indonesia
2. Design Failures
Beberapa kegagalan terjadi karena organisasi membangun Balanced
Scorecard yang buruk. Contoh yang ada, adalah ketika terlalu sedikit ukuran yang
digunakan (satu atau dua untuk setiap perspektif) dan gagal menyeimbangkan
outcome yang ingin dicapai dengan performance drivers untuk menciptakan
outcome tersebut, atau sebaliknya terlalu banyak ukuran yang digunakan dan tidak
pernah mengidentifikasi hal-hal yang penting. Terutama organisasi yang
membangun KPI Scorecards, yang tidak dapat membantu pencapaian
performance breakthroughs, namun hanya meningkatkan performa operasional.
Begitu pula dengan Stakeholder Scorecards yang hanya fokus pada
mempertahankan kepuasan konsumen, karyawan, supplier, dan komunitas
biasanya kurang memiliki suatu strategi untuk menciptakan keunggulan yang
berkelanjutan (sustainable competitive advantage). Kegagalan juga dapat terjadi
saat unit bisnis dan unit pendukung tidak berhubungan (aligned) dengan strategi
secara keseluruhan.
3. Process Failures
Kegagalan yang paling umum terjadi adalah proses organisasi yang buruk.
Setidaknya terdapat tujuh tipe kesalahan proses dalam Balanced Scorecard, yaitu
kurangnya komitmen dari manajemen senior terhadap pelaksanaan proyek, terlalu
sedikit individu yang terlibat dalam pembangunan Balanced Scorecard, menjaga
scorecard hanya di level atas organisasi, proses pengembangan yang terlalu
panjang (dianggap sebagai suatu proyek dalam satu waktu atau tidak
berkesinambungan), memperlakukan Balanced Scorecard sebagai suatu proyek
sistem, mempekerjakan konsultan yang tidak handal, dan memperkenalkan
scorecard hanya sebagai alat pendekatan perhitungan kompensasi.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
38 Universitas Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM BANK INDONESIA
3.1. Profil Bank Indonesia1
3.1.1. Sejarah Bank Indonesia
Sejarah perkembangan dunia perbankan di Indonesia dimulai sejak zaman
penjajahan Hindia Belanda, dimana pada saat itu kondisi keuangan Hindia
Belanda dianggap membutuhkan penertiban dan pengaturan sistem pembayaran
serta didukung oleh kebutuhan para pengusaha di Batavia. Hal ini ditindaklanjuti
dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Nomor 28 mengenai Oktroi dan
Ketentuan-ketentuan mengenai De Javasche Bank (DJB). Kemudian pada 24
Januari 1828 berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda
Nomor 25 ditetapkan Akte Pendirian DJB sekaligus menjadi cikal bakal bank
sirkulasi di nusantara. Pada periode revolusi kemerdekaan (1945-1950) terdapat
dua bank yang bertugas sebagai bank sirkulasi, yaitu DJB dan Bank Nasional
Indonesia (BNI) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No.2/1946. Mata uang yang berlaku pada saat itu adalah mata
uang Belanda dan Jepang yang kemudian digantikan oleh ORI (Oeang Repoeblik
Indonesia). Sementara itu, pada tahun 1951, setelah diadakannya Konferensi Meja
Bundar yang kemudian mengakhiri Agresi Militer Belanda II, diterbitkanlah
Undang-Undang Nomor 24 tahun 1951untuk menasionalisasi DJB hingga menjadi
suatu lembaga yang kini dikenal sebagai Bank Indonesia. Sedangkan BNI 1946
diubah fungsinya menjadi bank pembangunan.
Pada tahun 1953, pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 11 tahun
1953 tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia. Dalam Undang-
Undang tersebut dijelaskan bahwa Bank Indonesia (BI) didirikan dengan tujuan
1 Keterangan mengenai profil Bank Indonesia ini diperoleh melalui hasil pengolahan informasiyang didapatkan dalam publikasi profil Bank Indonesia dari situs resmi BI (www.bi.go.id),Laporan Keuangan Tahunan BI tahun 2011, Undang-Undang BI, Indonesian Banking Booklet(Vol. 8, March 2011), serta materi perkuliahan Kebanksentralan dari Pusat Pendidikan dan StudiKebanksentralan-BI yang disampaikan di FEUI
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
39
Universitas Indonesia
untuk menggantikan De Javasche Bank N.V. sekaligus berperan sebagai bank
sentral Indonesia. Kedudukan BI pada saat itu sebagai badan hukum milik negara
menjadikan BI berhak melakukan tugas-tugas berdasarkan Undang-Undang Bank
Sentral. Tugas yang diemban oleh BI pada saat itu adalah menjaga stabilitas
rupiah, menyelenggarakan peredaran uang di Indonesia, memajukan
perkembangan urusan kredit, dan melakukan pengawasan pada urusan kredit
tersebut. Adapun hubungan BI dengan pemerintah pada saat itu telah ditetapkan
sesuai dengan UU No. 11 tahun 1953 (sekaligus mencabut De Javasche Bankweet
1922 dan UU tanggal 31 Maret 1922), bahwa BI wajib menyelenggarakan kas
umum negara dan berperan sebagai pemegang kas pemerintah Republik Indonesia
(RI). Selain itu, BI juga memberikan uang muka dalam rekening koran kepada
pemerintah. Berdasarkan pasal 21 UU tersebut, pimpinan BI adalah Dewan
Moneter, Direksi, dan Dewan Penasihat. Sementara Dewan Moneter terdiri atas
Menteri Keuangan, Menteri Perekonomian, dan Gubernur BI yang bertugas
menetapkan kebijakan umum moneter dan memberikan petunjuk kepada direksi
berkaitan dengan kebijakan bank.
Pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 tahun 1968 mengenai Bank Sentral yang sekaligus mencabut Undang-
Undang Nomor 11 tahun 1953. Berdasarkan UU No. 13 tahun 1968, tugas pokok
Bank Indonesia adalah mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai
rupiah; mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas
kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Sementara peran Dewan
Moneter masih sama dengan yang telah diatur dalam undang-undang sebelumnya.
Pada tahun 1999, negara Indonesia mengalami gejolak perekonomian yang
cukup keras yang disebabkan dampak kondisi ekonomi global pada saat itu. Bank
Indonesia merupakan lembaga tinggi negara yang mengalami perubahan cukup
drastis akibat krisis moneter pada saat itu. Status dan peranan Bank Indonesia
berdasarkan UU No. 13 tahun 1968 dianggap sudah tidak sesuai lagi untuk
menghadapi tuntutan perkembangan dan dinamika perekonomian nasional dan
internasional, untuk itulah ditetapkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999
tanggal 17 Mei 1999 tentang Bank Indonesia. Perubahan mendasar yang
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
40
Universitas Indonesia
dilakukan adalah status bank sentral yang independen yang diberikan kepada
Bank Indonesia. Dengan demikian BI bebas dari campur tangan pemerintah
dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam
undang-undang. Selain itu tugas BI yang diarahkan pada satu sasaran (single
objective), yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam hal ini
Bank Indonesia masih tetap didukung oleh tiga pilar utama lainnya yaitu
pengendalian moneter dengan prinsip kehati-hatian, pengaturan sistem
pembayaran yang cepat dan tepat, serta pengawasan sistem perbankan dan
keuangan yang sehat. Perubahan lainnya adalah keputusan untuk menghapus
Dewan Moneter, sehingga tugas pengelolaan moneter sepenuhnya berada pada
Bank Indonesia.
Penerapan UU No. 23 tahun 1999 dinilai masih mengalami beberapa
kelemahan, salah satunya mengenai independensi Bank Indonesia yang dinilai
terlalu luas. Dengan menitikberatkan pada koordinasi yang lebih baik antara
penyusunan kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal dan sektor riil, serta
terwujudnya prinsip keseimbangan antara independensi Bank Indonesia dalam
melaksanakan tugas dan wewenangya dengan pengawasan dan tanggung jawab
atas kinerjanya yang harus memenuhi akuntabilitas publik yang transparan,
dipandang perlu untuk melakukan penyesuaian dengan mengubah dan
menyempurnakan UU. No. 23 tahun 1999. Pemerintah melakukan amandemen
dengan menetapkan UU No. 3 tahun 2004 sebagai jawabannya. Selain berkaitan
dengan independensi, beberapa poin penting yang diubah adalah pembentukan
lembaga pengawasan bank yang mengawasi sektor jasa keuangan secara
independen selambat-lambatnya 31 Desember 2010, dan pembentukan Badan
Supervisi terhadap Bank Indonesia untuk membantu DPR dalam melaksanakan
fungsi pengawasannya.
Goncangan krisis ekonomi secara global pada tahun 2008 kemudian
mendorong pemerintah untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 sebagai perubahan kedua atas UU No. 23
tahun 1999. Peraturan ini membahas mengenai kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia kepada bank untuk mengatasi
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
41
Universitas Indonesia
kesulitan pendanaan jangka pendek. Kebijakan ini terjadi karena pelaksanaan
fungsi Bank Indonesia sebagai the Lender of the Last Resort (LoLR) melalui
pemberian fasilitas kredit pada bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka
pendek (FPJP) dan dijamin dengan agunan berkualitas tinggi dan mudah dicairkan
terutama mengenai kriteria agunan dirasakan sudah tidak sejalan dengan kondisi
ekonomi pada saat itu. Pada tahun 1999, pemerintah kemudian menerbitkan
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2009 mengenai penetapan Perpu Nomor 2 tahun
2008.
3.1.2. Landasan Hukum
Landasan hukum pertama Bank Indonesia telah diamanatkan sesuai
dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Pendirian Bank
Indonesia memiliki landasan hukum sebagaimana telah diatur di dalam Undang-
Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah
mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 tahun
2004 dan terakhir kali diamandemen menjadi Undang-Undang Republik
Indonesia No. 6 tahun 2009. Penyusunan undang-undang tersebut mengacu pada
beberapa dasar hukum, yaitu:
Pasal 23 D UUD 1945 (Amandemen keempat, tahun 2002),
“Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan,
kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan
undang-undang”
TAP MPR No. X/MPR/1998 (Bab IV Huruf A Butir 1a)
“Penanggulangan krisis di bidang ekonomi bertujuan untuk mengatasi
krisis ekonomi dalam waktu sesingkat-singkatnya dengan sasaran
terkendalinya nilai kurs rupiah pada tingkat yang wajar, tersedianya
kebutuhan sembilan bahan pokok dan obat-obatan dengan harga yang
terjangkau serta berputarnya roda perekonomian nasional.
Agenda yang harus dijalankan adalah sebagai berikut:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
42
Universitas Indonesia
a. Mewujudkan nilai tukar rupiah yang stabil dan wajar melalui
pemilihan dan penetapan sistem nilai tukar untuk mengendalikan
fluktuasi kurs. Karena itu, perlu diambil tindakan alternatif dari
kebijakan yang telah dilaksanakan. Otoritas moneter harus
membangun sistem kelembagaan yang kuat dan independen yang
dikukuhkan oleh Undang-undang tentang Bank Sentral yang memuat
substansi mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan devisa, yang
paling sesuai dengan situasi dan kondisi sekarang.
TAP MPR No. XVI/MPR/1998 (Pasal 9)
“Dalam rangka pengelolaan ekonomi keuangan nasional yang sehat,
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral harus mandiri, bebas dari campur
tangan pemerintah dan pihak luar lainnya dan kinerjanya dapat diawasi
dan dipertanggungjawabkan.”
3.1.3. Visi, Misi, Nilai Strategis, dan Sasaran Strategis
Visi
“Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara
nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang
dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.”
Misi
“Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan
kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk
pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan.”
Dalam rangka mencapai visi dan misi tersebut, BI menetapkan nilai-nilai
strategis yang terdiri atas Kompetensi - Integritas - Transparansi - Akuntabilitas –
Kebersamaan atau dikenal dengan sebutan (KITA - Kompak).
Selain itu Bank Indonesiamenetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang,
yaitu :
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
43
Universitas Indonesia
1. Terpeliharanya Kestabilan Moneter
2. Terpeliharanya Stabilitas Sistem Keuangan
3. Terpeliharanya kondisi keuangan Bank Indonesia yang sehat dan akuntabel
4. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen moneter
5. Memelihara SSK: (i) melalui efektifitas pengaturan dan pengawasan bank,
surveillance sektor keuangan, dan manajemen krisis serta (ii) mendorong
fungsi intermediasi
6. Memelihara keamanan dan efisiensi sistem pembayaran
7. Meningkatkan kapabilitas organisasi, SDM dan sistem informasi
8. Memperkuat institusi melalui good governance, efektivitas komunikasi dan
kerangka hukum
9. Mengoptimalkan pencapaian dan manfaat inisiatif Bank Indonesia.
3.1.4. Tujuan dan Status Bank Indonesia
Tugas Bank Indonesia diarahkan untuk mencapai satu tujuan tunggal
(single objective), yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Stabilitas nilai rupiah dalam hal ini terdiri atas dua komponen, yaitu stabilitas
rupiah terhadap harga barang dan jasa (stabilitas domestik/nasional) serta
stabilitas rupiah dibandingkan dengan mata uang negara lain (stabilitas
internasional). Kestabilan nilai rupiah terhadap harga barang dan jasa tercermin
dalam laju inflasi, sedangkan kestabilan terhadap mata uang negara lain tercermin
dalam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Terhitung sejak tahun 2005,
Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai
sasaran utamanya, atau yang dinamakan dengan Inflation Targeting Framework
serta menganut nilai tukar mengambang (free floating). Tujuan tunggal yang
dianut oleh Bank Indonesia berbeda dengan multi-tujuan yang harus dicapai oleh
Bank Indonesia sebelum reformasi, yaitu untuk menjaga stabilitas nilai rupiah
serta berperan sebagai kas negara. Tujuan tunggal yang kini dianut oleh Bank
Indonesia sendiri memberikan kejelasan bagi Bank Indonesia untuk fokus dalam
pemeliharaan stabilitas nilai rupiah.
Status dan kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral telah
mengalami perubahan pasca reformasi. Sebelum reformasi, status Bank Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
44
Universitas Indonesia
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 1968 menyatakan bahwa BI
termasuk ke dalam Pemerintah di bawah Departemen Keuangan. Sementara itu
Dewan Moneter berperan melakukan perencanaan dan penetapan kebijakan
moneter dan peran Bank Indonesia adalah melaksanakan kebijakan moneter yang
telah disusun oleh Dewan Moneter tersebut. Setelah reformasi, status, kedudukan
dan peranan Bank Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1999
yang memberikan status dan kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral
yang melaksanakan fungsi otoritas moneter. BI ditetapkan sebagai suatu lembaga
negara yang independen dan tidak berada dalam campur tangan pemerintah/pihak
lainnya. Hubungan pemerintah dan BI terbatas pada koordinasi dalam penetapan
dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.
3.1.5. Tugas Pokok
Instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam rangka mencapai
tujuan tunggalnya yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah disebut
dengan tugas pokok Bank Indonesia. Ada tiga pilar utama tugas pokok BI yang
dilaksanakan guna mencapai tujuan tunggal Bank Indonesia yang digambarkan
sebagai berikut:
3.1. Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia
Sumber: www.bi.go.id diunduh pada tanggal 14 September 2012 pukul 10.03 WIB
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
45
Universitas Indonesia
1. Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
Pilar pertama yang kokoh menjaga tujuan tunggal Bank Indonesia adalah
penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Kebijakan ini berkaitan dengan
pengaturan jumlah uang beredar guna menjaga tingkat inflasi yang dikenal dengan
Inflation Targeting Framework. Dalam pelaksanaan kebijakan moneter, terdapat
beberapa upaya yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
OPT merupakan salah satu instrumen pengendalian moneter
dengan cara mengatur jumlah uang beredar. Mekanisme pengendalian
uang primer melalui OPT dilakukan melalui penjualan Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), pembelian surat berharga, serta intervensi dalam pasar
valuta asing.
b. Penetapan Cadangan Wajib Minimum (Minimum Requirement Reserve)
Pengaturan Giro Wajib Minimum ditetapkan dalam Peraturan
Bank Indonesia No. 12/19/PBI/2010 tentang Giro Wajib Minimum Bank
Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing. Kebijakan
ini merupakan instrumen penentuan pencadangan sejumlah aktiva lancar
oleh setiap bank kepada Bank Indonesia, yang besarannya dihitung
berdasarkan persentase kewajiban segeranya. Pengendalian moneter
dapat dilakukan oleh BI dengan menaikkan atau menurunkan besaran
Giro Wajib Minimum yang harus dicadangkan oleh setiap bank.
c. Penetapan Tingkat Diskonto (Discount Rate)
Instrumen ini merupakan salah satu upaya Bank Indonesia dalam
menjalankan fungsinya sebagai Lender of the Last Resort. Kebutuhan
perbankan dalam memiliki buffer untuk menyerap risiko saat terjadi
guncangan dalam kondisi perekonomian atau terkena dampak krisis
membuat BI berkepentingan untuk menciptakan mekanisme pertahanan
perbankan yang kuat.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
46
Universitas Indonesia
d. Pengaturan Kredit atau Pembiayaan
Merupakan kebijakan penetapan pertumbuhan atas penyaluran
kredit atau pembiayaan oleh lembaga perbankan secara keseluruhan yang
berkaitan dengan pengendalian moneter.
e. Pengelolaan Devisa
Kebijakan moneter pengelolaan cadangan devisa dilaksanakan
dengan menerapkan sistem diversifikasi, baik berdasarkan jenis valuta
asing maupun jenis investasi surat berharga. Pengelolaan cadangan
devisa ini lebih mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan
keamanan dibandingkan maksimalisasi keuntungan. Dengan instrumen
kebijakan ini, diharapkan penurunan nilai dalam salah satu mata uang
dapat dikompensasi dengan jenis mata uang lainnya atau penempatan lain
yang memiliki kinerja yang lebih baik.
Selain kelima instrumen tersebut, Bank Indonesia juga menerapkan
kebijakan nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilisasi nilai rupiah terhadap nilai
mata uang asing. Dalam perjalanannya, Bank Indonesia telah melakukan
perubahan terhadap sistem nilai tukar. Selama kurun waktu 1970-1978, Bank
Indonesia menerapkan sistem nilai tukar tetap. Pada tahun 1978 hingga 1997
berubah menjadi sistem nilai tukar mengambang, dan terakhir sejak 14 Agustus
1997, Bank Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas. Hal ini
berarti, nilai tukar rupiah sepenuhnya ditentukan oleh kondisi pasar sehingga kurs
benar-benar mencerminkan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan
permintaan. Akan tetapi, untuk tetap menjaga stabilitas nilai tukar, Bank
Indonesia melakukan upaya sterilisasi pada pasar valuta asing pada saat-saat
tertentu yang diperlukan.
2. Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
Tugas pengaturan dan penjagaan atas kelancaran sistem pembayaran yang
diemban oleh Bank Indonesia merupakan pilar kedua yang mendukung
tercapainya tujuan tunggal Bank Indonesia. Dalam hal ini, kelancaran sistem
pembayaran yang dimaksud adalah untuk jenis transaksi tunai maupun non-tunai.
Untuk mengurangi risiko pembayaran antar bank dan meningkatkan efisiensi
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
47
Universitas Indonesia
pelayanan sistem pembayaran, Bank Indonesia telah menetapkan kebijakan-
kebijakan tertentu. Untuk jenis pembayaran tunai, berdasarkan Peraturan Bank
Indonesia No. 14/7/PBI/2012 tentang Pengelolaan Uang Rupiah, Bank Indonesia
merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang dalam mengeluarkan dan
mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dari
peredaran. Sementara untuk jenis pembayaran non-tunai, Bank Indonesia
menyediakan sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
yaitu layanan pembayaran berbasis elektronik. Selain itu, Bank Indonesia juga
memiliki wewenang memberikan izin kepada instansi tertentu untuk
menyelenggarakan jasa sistem pembayaran seperti sistem kliring, transfer,
maupun sistem pembayaran lainnya.
3. Mengatur dan Mengawasi Bank
Tugas pokok mengatur dan mengawasi bank, merupakan pilar ketiga yang
dijalankan oleh Bank Indonesia. Dalam hal ini, Bank Indonesia memiliki
wewenang untuk menetapkan peraturan, mengeluarkan dan mencabut izin atas
kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan fungsi
pengawasan, serta memberikan sanksi terhadap bank.
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2004 yang
merupakan amandemen dari Undang-Undang Nomor 23 thaun 1999, ditetapkan
mengenai pengalihan tugas pengawasan dan pengaturan bank dari Bank Indonesia
kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam kurun waktu paling lambat 31
Desember 2010. Akan tetapi, Undang-Undang OJK tersebut baru disahkan pada
tanggal 27 Oktober 2011 dan menyatakan bahwa pengalihan tugas tersebut akan
dilakukan pada 1 Januari 2013. Adapun OJK sendiri akan menjadi leburan
Bapepam-LK dan Direktorat Pengawasan Bank di Bank Indonesia.
3.1.6. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Bank Indonesia (BI) terdiri atas Dewan Gubernur yang
membawahi Komite, Direktorat (Satuan Kerja), dan jaringan kantor. Berdasarkan
perkembangan terbaru, struktur organisasi BI difokuskan kepada dua tujuan utama
yakni pencapaian stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan. Selain kedua
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
48
Universitas Indonesia
bidang tersebut yang mewakili tujuan utama, BI juga memiliki fungsi manajemen
intern sebagai unit pendukung strategis (strategic support unit) yang terdiri atas
manajemen strategis dan manajemen pendukung guna menjamin agar pelaksanaan
tugas dari bidang-bidang utama tersebut dapat berjalan secara lancar, efektif, dan
efisien. Selain itu, BI juga memiliki jaringan kantor yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia. Jaringan kantor tersebut terdiri atas dua jenis, yaitu Kantor
Bank Indonesia (KBI) dan beberapa Kantor Perwakilan (KPw)
3.2. Struktur Organisasi Bank Indonesia
Sumber: Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2011
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
49
Universitas Indonesia
Penjelasan lebih jauh mengenai komponen dalam struktur organisasi BI adalah
sebagai berikut:
a. Dewan Gubernur
Pada bagian teratas struktur organisasi BI adalah Dewan Gubernur sebagai
pimpinan. Dalam UU No. 23 Tahun 1999 pasal 36 hingga 51 terdapat Peraturan
terkait Dewan Gubernur dan Rapat Dewan Gubernur (RDG). Dewan Gubernur
terdiri dari satu orang Gubernur, satu orang Deputi Gubernur Senior, dan empat
hingga tujuh orang Deputi Gubernur. Masa jabatan Dewan Gubernur adalah lima
tahun dan dapat diangkat kembali pada jabatan yang sama untuk satu periode
berikutnya. Dewan Gubernur diusulkan dan diangkat oleh presiden dengan
persetujuan DPR melalui mekanisme fit and proper test. Untuk Deputi Gubernur,
pengusulan nama calon oleh presiden didasarkan pada rekomendasi Gubernur.
RDG memiliki wewenang atas pengambilan keputusan tertinggi dalam
menetapkan kebijakan-kebijakan Bank Indonesia yang bersifat prinsipil dan
strategis. Pengambilan keputusan dalam RDG dilakukan secara musyawarah
untuk mencapai mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur yang
memiliki kewenangan akhir untuk memutuskan. RDG dilaksanakan sekurang-
kurangnya satu kali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang
moneter yang dapat dihadiri oleh seorang menteri atau lebih yang mewakili
Pemerintah dengan hak bicara tanpa hak suara. RDG juga dilaksanakan sekurang-
kurangnya satu kali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan
moneter atau menetapkan kebijakan lain yang prinsipil dan strategis.
b. Komite-Komite
Komite berkedudukan sebagai penghubung Dewan Gubernur dan
manajemen (direktorat-direktorat). Komite merupakan forum yang beranggotakan
beberapa Anggota Dewan Gubernur dan Pimpinan Satuan Kerja. Komite ini
dibentuk untuk memfasilitasi dan mendukung hal-hal yang akan dibahas dan
diputuskan dalam RDG atau ditindaklanjuti oleh Anggota Dewan Gubernur.
Tujuan pembentukan komite ini antara lain: (1) meningkatkan kualitas dan
mempercepat proses pengambilan keputusan; (2) meningkatkan akuntabilitas dan
transparansi pengambilan keputusan; dan (3) mendukung pengembangan
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
50
Universitas Indonesia
kepemimpinan dan kompetensi sumber daya manusia. Komite-komite tersebut
terdiri dari:
- Komite Kebijakan Moneter
- Komite Stabilitas Sistem Keungan
- Komite Pengaturan dan Pengawasan Perbankan
- Komite Internasional
- Komite Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja
- Komite Sumber Daya Manusia
Adapun tugas Komite adalah membahas, mematangkan dan memberikan
rekomendasi atas materi yang bersifat Kebijakan Prinsipil dan Strategi (Strategic
Policy) dan Kebijakan Operasional (Operational Policy) untuk memfasilitasi dan
mendukung hal-hal yang akan diputuskan dalam RDG atau akan ditindaklanjuti
oleh Anggota Dewan terkait lainnya. Sedangkan wewenang Komite adalah
memberikan rekomendasi atas materi yang bersifat Kebijakan Prinsipil dan
Strategi (Stategic Policy) dan Kebijakan Operasional (Operational Policy) kepada
RDG atau Dewan Gubernur.
c. Satuan Kerja (Direktorat)
BI mengelompokkan tiga bidang utama yang menggambarkan tugas
pokoknya yaitu moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Pengelompokan
juga dilakukan secara fungsional yakni stabilitas moneter dan stabilitas sistem
keuangan, dimana bidang pengawasan perbankan dan sistem pembayaran berada
di bawah fungsi stabilitas sistem keuangan sedangkan kebijakan moneter berada
di bawah fungsi stabilitas moneter. Sebagai tambahan, terdapat satu kelompok
bidang yang menjalankan fungsi manajemen intern sebagai pendukung strategis
(strategic support). Tiga sektor utama dan satu sektor pendukung dalam
organisasi BI membawahi direktorat-direktorat sebagai satuan kerja. Direktorat ini
terdiri dari biro, bagian, dan tim sebagai unit kerja direktorat. Direktorat dipimpin
oleh seorang Direktur.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
51
Universitas Indonesia
d. Jaringan Kantor
Bank Indonesia memiliki jaringan kantor yang membantu pelaksanaan
tugasnya baik di dalam maupun di luar negeri. Jaringan kantor di seluruh wilayah
Indonesia disebut dengan Kantor Bank Indonesia (KBI) yang saat ini jumlahnya
mencapai 41 kantor dan jaringan kantor sebagai perwakilan di luar negeri yang
disebut Kantor Perwakilan (KPw) yang saat ini mencapai jumlah 4 kantor yang
terletak di New York, London, Tokyo, dan Singapura.
3.1.7. Hubungan Kelembagaan
Dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan Bank
Indonesia memiliki posisi yang unik yaitu, berada di luar pemerintahan dan tidak
sejajar dengan BPK, DPR, MA, atau kementerian. Namun demikian, BI
merupakan suatu lembaga negara yang masih memiliki hubungan kerja dan perlu
melakukan koordinasi dengan badan pemerintahan lainnya. Berdasarkan UU
Nomor 17 tahun 2003 pasal 21 ayat (1) telah dibahas mengenai hubungan bank
sentral dengan pemerintahan, yakni pemerintah pusat dan bank sentral
berkordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.
Koordinasi yang dilakukan oleh BI diantaranya adalah dengan presiden dan DPR
yaitu dalam hal penyampaian informasi tertulis mengenai evaluasi perlaksanaan
kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter. Sementara koordinasi yang
dilakukan dengan pemerintah dan DPR adalah salam penyampaian rencana dan
realisasi anggaran tahunan, serta koordinasi dengan BPK dalam penyampaian
laporan keuangan tahunan.
Sementara dalam hal hubungan keuangan dengan pemerintah, BI berperan
membantu penerbitan dan penempatan surat-surat utang negara guna membiayai
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa diperbolehkan untuk
membeli sendiri surat-surat utang negara tersebut. Sedangkan dalam hal kerja
operasional, BI bertindak sebagai pemegang kas pemerintah, menatausahakan
seluruh rekening pemerintah, dan membantu pemerintah dalam urusan pinjaman
luar negeri.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
52
Universitas Indonesia
3.1.8. Tatakelola Bank Indonesia
Pasca reformasi setelah adanya krisis ekonomi 1997, Bank Indonesia
merupakan salah satu lembaga negara yang mengalami tuntutan untuk
meningkatkan tatakelola (good governance). Tantangan kelembagaan dan
tatakelola tersebut terjadi karena beberapa faktor, diantaranya adalah perubahan
struktural serta globalisasi ekonomi dan keuangan, meluasnya demokratisasi
sistem sosial politik di banyak negara, sistem ekonomi yang dianut oleh
Indonesia, berkembangnya peran, tugas, dan tantangan bank sentral, teori dan
kebijakan bank sentral yang terus berkembang (reformasi bank sentral), serta
adanya penyempurnaan Undang-Undang bank sentral. Adapun reformasi
kelembagaan dan penguatan tatakelola dalam BI sendiri terdiri atas beberapa
aspek, yaitu kepemimpinan bank sentral, proses perumusan kebijakan,
independensi bank sentral, serta akuntabilitas dan transparansi bank sentral.
Sementara itu, Amtebrink (2004) menyampaikan tiga pilar tatakelola bank
sentral, yaitu independensi, akuntabilitas, dan transparansi (Ahsan, Skullym dan
Wickramanayke, 2006). Berdasarkan penjelasan UU No. 23 tahun 1999 tentang
Bank Indonesia dinyatakan bahwa agar independensi BI dilaksanakan dengan
penuh tanggung jawab, maka BI dituntut untuk transparan dan memenuhi prinsip
akuntabilitas publik.
1. Independensi Bank Indonesia
Independensi bank sentral diartikan sebagai kebebasan untuk dapat
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneternya yang bebas dari
pertimbangan politik dan campur tangan dari pihak lain. Fukuyuma (2004)
mengungkapkan bahwa sebuah bank sentral harus dibangun dan diposisikan
dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak dipengaruhi oleh tekanan
“demokratis” politik jangka pendek Terdapat tiga poin mengenai independensi BI,
yaitu:
a. Dari sisi principal-agent theory, pemberian mandat yang jelas dari publik
(principal) kepada BI (agent) untuk pemfokusan tujuan pada pencapaian
inflasi yang rendah dan stabil.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
53
Universitas Indonesia
b. Dengan mandat yang jelas yang diatur dalam UU, BI perlu diberikan
kewenangan penuh dalam kebijakan moneternya untuk mencapai tujuan yang
telah dimandatkan.
c. Dengan kewenangan yang penuh, perlu ada suatu mekanisme bagi
pertanggung-jawaban pelaksanaan kebijakan melalui akuntabilitas kepada
DPR dan transparansi kepada publik.
Adapun berdasarkan UU No, 23 tahun 1999 (PPSK, 2010) indpendensi bank
sentral telah diatur dengan penjelasan sebagai berikut:
Legal independence, sesuai pasal 4 ayat 2
Goal independence, sesuai pasal 10 ayat 1(a)-penjelasan
Instrument independence, sesuai pasal 10 ayat 1b
Personal independence, sesuai pasal 9
Budget independence, sesuai pasal 60 ayat 2
2. Transparansi Bank Indonesia
Tuntutan mengenai peningkatan transparansi BI karena adanya beberapa
pertimbangan, yaitu:
a. Meningkatnya independensi BI seiring dengan meluasnya demokratisasi
politik.
b. Penetapan kebijakan moneter dengan Inflation Targeting Framework yang
menuntut transparansi yang lebih luas.
c. Pentingnya transparansi dan komunikasi kepada pasar dan para pelaku
ekonomi untuk pengelolaan ekspektasi terhadap arah kebijakan BI.
Adapun transparansi yang dilakukan oleh BI ditujukan kepada Parlemen,
pemerintah, pasar, para pemerhati bank sentral, dan media masa. Sementara
strategi komunikasi yang dilakukan oleh BI adalah melalui konferensi dan siaran
pers, publikasi laporan dan hasil penelitian, diskusi dengan perbankan, dunia
usaha dan para pakar, serta seminar dan program komunikasi lainnya,.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
54
Universitas Indonesia
Berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU
No. 3 tahun 2004, transparansi yang dilakukan oleh BI diantaranya:
Penyampaian informasi kepada masyarakat luas pada setiap awal tahun,
mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan tahun sebelumnya, serta rencana
kebijakan dan penetapan sasaran-sasaran moneter untuk tahun yang akan
datang.
Komunikasi secara berkala atas keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG)
baik melalui press release amupun press conference.
Penerbitan berbagai publikasi seperti Tinjauan Kebijakan Moneter Bulanan,
Perkembangan Ekonomi dan Moneter Triwulanan, dan Laporan Tahunan,
juga statistik dan hasil-hasil penelitian.
Penyampaian laporan triwulanan dan tahunan kepada Pemerintah sebagai
informasi
Diskusi dan program sosialisasi lainnya dengan pakar, dunia udaha,
perbankan, dan media di pusat dan daerah.
Pengembangan kurikulum kebanksentralan di dunia pendidikan.
3. Akuntabilitas Bank Indonesia
Berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia, akuntabilitas BI kepada DPR dan
publik secara langsung. Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa instrumen,
yaitu:
a. Audit Kinerja
Penyampaian laporan tertulis mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang
secara tahunan dan triwulanan kepada DPR, Pemerintah, dan masyarakat
(melalui media massa).
Laporan tersebut digunakan DPR sebagai bahan evaluasi/penilaian tahunan
terhadap kinerja Dewan Gubernur dan BI sejalan dengan fungsi pengawasan
yang diemban oleh DPR.
DPR dapat meminta penjelasan mengenai pelaksanaan tugas dan
wewenangnya, termasuk penilaian kinerja BI.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
55
Universitas Indonesia
b. Audit Anggaran – Keuangan
Penyampaian anggaran secara operasional untuk mendapatkan persetujuan
DPR dan penyampaian anggaran kebijakan secara khusus kepada DPR.
Pemeriksaan keuangan oleh BPK dan penyampaian laporannya kepada DPR
sebagai bahan untuk evaluasi kinerja keuangan BI.
Penyampaian laporan keuangan tahunan kepada masyarakat (melalui media
massa).
c. Pengawasan Lainnya
Pembentukan Badan Supervisi untuk membantu DPR dalam melaksanakan
fungsi pengawasan di bidang tertentu, yaitu Badan Supervisi Bank Indonesia.
3.2. Kondisi Terkini Balanced Scorecard Bank Indonesia
Gambaran mengenai konsep Balanced Scorecard BI sendiri dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu gambaran mengenai Balanced Scorecard BI-wide, serta
Balanced Scorecard yang telah diturunkan ke beberapa unit organisasi BI. Dalam
penggambaran mengenai kondisi terkini Balanced Scorecard BI, diambil dua
satuan kerja BI sebagai sampel gambaran cascading atas Balanced Scorecard BI-
wide. BI sendiri mengelompokkan satuan kerja utama di dalamnya berdasarkan
tugas pokok yang harus dilaksanakan oleh BI, yaitu menetapkan kebijakan
moneter, mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjaga kelancaran sistem
sistem pembayaran. Sementara sebagai tambahan terdapat satu kelompok bidang
yang berfungsi sebagai unit pendukung (strategic support) yang disebut sebagai
manajemen internal.
Untuk unit satuan kerja utama, Direktorat Riset dan Kebijakan Ekonomi
Moneter (DKM) menjadi sampel penelitian, sementara untuk unit pendukung
dipilih Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi (DPSI). Pemilihan kedua satuan
kerja tersebut sebagai sampel penelitian didasarkan pada tujuan untuk
mendapatkan gambaran mengenai konsep Balanced Scorecard dan penurunannya
di tingkat satuan kerja, baik itu pada satuan kerja utama (dalam hal ini diwakili
oleh DKM) dan satuan kerja pendukung (dalam hal ini diwakili oleh DPSI).
Adapun pemilihan sampel untuk satuan kerja utama dan pendukung dilakukan
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
56
Universitas Indonesia
secara acak untuk mendapatkan sampel yang lebih obyektif dan menghindari bias.
Sementara itu pengambilan sampel mengenai kantor perwakilan baik dalam
negeri maupun luar negeri tidak dilakukan mengingat keterbatasan waktu
penelitian dan fokus yang diharapkan dapat dibentuk melalui tiga sampel yang
digunakan. Berikut adalah gambaran mengenai Balanced Scorecard BI dan satuan
kerja terkait:
3.2.1. Balanced Scorecard Bank Indonesia – wide
Balanced Scorecard BI-wide atau yang juga dikenal dengan parenthal
balanced scorecard adalah suatu gambaran strategis yang komprehensif mengenai
visi, misi, nilai strategis, hingga diturunkan ke dalam berbagai sasaran strategis,
indikator kinerja utama, dan program kerja yang ingin dicapai oleh BI. Sejak
pertama kali disusun dan diimplementasikan pada tahun 2002, telah terjadi
berbagai evolusi terkait dengan Balanced Scorecard BI-wide yang bertujuan
untuk menyempurnakan konsep dan implementasinya. Untuk tahun 2012 sendiri,
BI telah menyusun suatu peta strategis yang memberikan gambaran mengenai
konsep Balanced Scorecard yang dianut oleh BI. Peta strategis ini disusun pada
periode sebelumnya, yaitu pada tahun 2011. Berikut adalah gambaran peta
strategis BI pada tahun 2012:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
57
Universitas Indonesia
3.3. Peta Strategi Bank Indonesia-wide tahun 2012
Sumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Startegis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia,
23 Oktober 2012. Telah diolah kembali.
Dalam peta strategis tersebut hanya digambarkan mengenai sasaran strategis yang
ingin dicapai oleh BI pada tahun 2012. Peta strategis tersebut disusun pada tahun
2011 dan menggambarkan lima perspektif yang digunakan dalam Balanced
Scorecard BI, yaitu:
1. Perspektif Stakeholders, merupakan perspektif yang menjadi outcome dalam
Balanced Scorecard BI. Hal ini mengingat aktivitas utama BI sebagai bank
sentral Indonesia yang melayani para stakeholders, sehingga perspektif
terhadap stakeholders menjadi perspektif yang menjadi hasil akhir
pencapaian seluruh aktivitas yang dilakukan oleh BI (lag indicator).
2. Perspektif Proses Internal merupakan perspektif yang fokus dalam
penyempurnaan proses-proses internal yang menjadi kunci bagi keberhasilan
BI.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
58
Universitas Indonesia
3. Perspektif Finansial, merupakan perspektif yang membahas mengenai aspek
keuangan dalam BI yang juga diperlukan dalam pelaksanaan tugas dan
wewenang BI sebagai bank sentral.
4. Perspektif Good Governance, adalah perspektif yang mendukung perspektif
internal yang membahas mengenai pentingnya tatakelola yang baik dalam
tubuh BI sebagai bentuk tanggung jawab atas independensi BI.
5. Perspektif Learning and Growth, merupakan perspektif yang memfokuskan
pada aspek pembelajaran dan peningkatan kualitas internal BI ke depannya.
Sementara itu terkait dengan sasaran strategis (SS) yang ada di level BI-
wide, terdapat 17 sasaran strategis dengan penjelasan sebagai berikut:
SS1: (Stabilitas Nilai Rupiah) adalah sasaran strategis akhir yang menjadi
final outcome Bank Indonesia, dimana pencapaian dari seluruh sasaran
strategis yang ada dalam setiap perspektif diharapkan dapat membantu
pencapaian SS ini.
SS2: (Bauran Kebijakan Moneter yang Efektif) adalah SS yang berada di
bawah tanggung jawab beberapa direktorat yang menangani masalah moneter
(DKM, DPM, DSM, DPD) dengan fokus mengenai pembentukan dan
pelaksanaan kebijakan moneter sebagai salah satu tugas pokok BI. Dimana
SS ini akan diturunkan kepada satker yang terkait.
SS3: (Sistem Perbankan yang Sehat, Stabil, dan Efisien) adalah SS yang
berada di bawah beberapa direktorat yang menangani masalah stabilitas
sistem keuangan dengan fokus pada pengaturan dan pengawasan bank
sebagai salah satu tugas pokok BI. Dimana SS ini akan diturunkan kepada
satker yang terkait.
SS 4: (Sistem Pembayaran yang Aman dan Efisien) adalah SS yang berada di
bawah beberapa direktorat yang menangani masalah stabilitas sistem
keuangan dengan fokus pada pengaturan dan pemeliharaan kelancaran sistem
pembayaran sebagai salah satu tugas pokok BI. Dimaana SS ini akan
diturunkan kepada satker terkait.
SS 5 – SS 12: adalah SS yang ada dalam perspektif proses internal, dimana
SS tersebut akan diturunkan kepada beberapa satker terkait yang memiliki
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
59
Universitas Indonesia
relevansi dengan tujuan dari pelaksanaan SS tersebut dan mendukung
pencapaian dalam SS pada perspektif stakeholders.
SS 13: (Mengelola Keuangan BI secara Optimal) adalah SS tunggal yang ada
dalam perspektif finansial dimana SS ini fokus dalam pengelolaan
pendapatan serta penggunaan anggaran yang efisien dalam mencapai strategi
BI. Adapun SS ini sendiri akan diturunkan kepada setiap satker.
SS 14: (Meningkatkan Good Governance BI) adalah SS tunggal dalam
perspektif tatakelola dimana SS ini akan diturunkan kepada setiap satker.
SS 15: (Mempercepat Pemenuhan Kuantitas & Kualitas SDM) adalah SS
yang ada dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, dimana SS ini
sendiri berada di bawah tanggung jawab Direktorat Sumber Daya Manusia
(DSDM) dan diturunkan kepada setiap satker.
SS 16: (Menata Organisasi dan Proses Kerja yang Terintegrasi) adalah SS
yang ada dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, dimana SS ini
akan diturunkan kepada seluruh satker.
SS 17: (Mengintegrasikan Sistem Informasi) adalah SS terakhir yang ada
dalam konsep Balanced Scorecard level BI-wide di bawah tanggung jawab
Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi (DPSI) dan diturunkan kepada
setiap satker.
Sementara itu gambaran konsep Balanced Scorecard untuk dua direktorat sampel
adalah sebagai berikut:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
60
Universitas Indonesia
3.2.2. Balanced Scorecard Direktorat Riset dan Kebijakan Ekonomi
Moneter (DKM)
3.4. Peta Strategi Direktorat Riset dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia
tahun 2012
Sumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia,
23 Oktober 2012. Telah diolah kembali.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
61
Universitas Indonesia
Sama halnya dengan Balanced Scorecard yang ada pada level BI-wide,
dalam Direktorat Riset dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia (DKM), juga
terdapat lima perspektif yang membangun konsep Balanced Scorecard unit bisnis
BI, yaitu:
1. Perspektif Stakeholders, yang berkedudukan sebagai outcome. Dimana untuk
DKM sendiri stakeholders yang menjadi sasaran pencapaian strategi adalah
dunia usaha, perbankan, dan masyarakat dengan SS.1. sebagai tujuan akhir
yang ingin dicapai melalui pencapaian berbagai sasaran strategis dalam
perspektif lainnya.
2. Perspektif Internal Process, merupakan perspektif yang fokus pada upaya BI
untuk memperbaiki proses internalnya guna mendukung pencapaian outcome.
3. Perspektif Financial, adalah perspektif yang bertujuan mendukung perspektif
internal process dengan fokus untuk mengoptimalkan pengelolaan keuangan
DKM.
4. Perspektif Learning and Growth, merupakan perspektif yang berada di
tingkat paling bawah dengan tujuan meningkatkan proses pembelajaran dan
pengembangan di DKM.
5. Perspektif Good Governance, merupakan perspektif yang mendukung
perspektif learning and growth sebagai bentuk keinginan DKM untuk
menciptakan tatakelola yang baik.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
62
Universitas Indonesia
3.2.3. Balanced Scorecard Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi (DPSI)
3.5. Peta Strategi Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi Bank Indonesia
tahun 2012
Sumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia,
23 Oktober 2012. Telah diolah kembali.
Sementara di Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi (DPSI) BI sendiri terdapat
lima perspektif yang membangun Balanced Scorecard, yaitu:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
63
Universitas Indonesia
1. Perspektif Stakeholders, dalam perspektif ini terdapat dua sasaran strategis
yang ingin dicapai oleh DPSI sebagai outcome (lag indicators).
2. Perspektif Internal Process, sama dengan konsep Balanced Scorecard di
level BI-wide maupun DKM, perspektif ini bertujuan untuk meningkatkan
proses internal DPSI guna mendukung pencapaian sasaran strategis dalam
perspektif stakeholders.
3. Perspektif Financial, merupakan perspektif yang bertujuan memaksimalkan
pengelolaan keuangan di DPSI. Sama halnya seperti di tingkat BI-wide dan
DKM.
4. Perspektif Learning and Growth, merupakan perspektif yang bertujuan
meningkatkan pembelajaran dan pengembangan di DPSI guna menunjang
sasaran strategis dalam perspektif sebelumnya.
5. Perspektif Good Governance, merupakan perspektif yang muncul dengan
tujuan menciptakan tatakelola yang baik di DPSI. Sama halnya dengan level
BI-wide dan DKM.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
64 Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan bab utama yang berisi analisis secara mendalam
mengenai konsep Balanced Scorecard Bank Indonesia serta implementasi strategi
ke dalam operasional sehari-hari. Pembahasan akan dibagi menjadi tujuh topik
besar sesuai dengan rumusan masalah yang telah diajukan dalam Bab 1 mengenai
eksekusi strategi dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard. Hal ini
bertujuan agar didapatkan suatu gambaran yang komprehensif mengenai konsepsi
Balanced Scorecard hingga implementasi serta berbagai permasalahan yang
dihadapi oleh Bank Indonesia.
Berdasarkan kerangka teoritis mengenai eksekusi strategi ke dalam operasi
organisasi yang diungkapkan oleh Kaplan dan Norton (2008) dan telah
disesuaikan dengan konteks pemerintahan atau organisasi non profit, maka dapat
digambarkan enam langkah yang dimulai dengan pengembangan strategi hingga
proses tes dan adaptasi, seperti yang telah dibahas dalam Bab 2.
Sementara dalam BI sendiri telah dikembangkan suatu siklus yang
dinamakan siklus manajemen stratejik. Dalam siklus ini terdapat lima langkah
yang dilakukan oleh BI setiap tahunnya, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
65
Universitas Indonesia
4.1. Siklus Manajemen Stratejik Bank Indonesia
Sumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank
Indonesia, 23 Oktober 2012. Telah diolah kembali.
Pada dasarnya kegiatan atau langkah-langkah yang ditempuh oleh BI
dalam eksekusi strateginya sama dengan kerangka yang dikembangkan oleh
Kaplan dan Norton. Berikut adalah analisis yang telah dilakukan untuk setiap
tahapan eksekusi strategi dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard
di BI:
4.1. Analisis Proses Pengembangan Strategi dalam Balanced Scorecard
Bank Indonesia
Dalam tahapan pengembangan dan perencanaan strategi, BI melakukan
suatu rangkaian kegiatan yang dinamakan Forum Strategis (FORSTRA), di
dalamnya terdapat Board Retreat dan komunikasi Forstra yang menghasilkan
produk-produk seperti visi, misi, nilai strategis, dan peta strategis BI yang terdiri
atas sasaran strategis, indikator kinerja utama, dan target indikator kinerja utama
serta draf program kerja. Forstra sendiri dihadiri oleh Dewan Gubernur untuk
bertemu dan melakukan diskusi guna pengambilan keputusan strategis BI.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
66
Universitas Indonesia
Forstra merupakan suatu rangkaian kegiatan yang sangat penting
keberadaannya di BI. Diawali dengan rangkaian kegiatan pra-Forstra, dimana
dibentuk tim kerja yang bertugas membantu Dewan Gubernur dalam
mempersiapkan berbagai materi yang akan dibahas dalam Forstra yang
dilaksanakan pada bulan Juli setiap tahunnya. Setelah rangkaian kegiatan pra-
Forstra dilalui hingga seluruh materi yang diperlukan telah siap, maka
dilaksanakanlah rangkaian kegiatan Forstra. Forstra sendiri pada dasarnya adalah
rapat yang dihadiri oleh Dewan Gubernur untuk merumuskan dan
mengembangkan strategi. Dalam pelaksanaannya Dewan Gubernur dapat
mengundang mitra diskusi, yaitu beberapa Pimpinan Satuan Kerja tertentu.
Setelah Forstra dilakukan dan diperoleh strategi yang akan dilaksanakan pada
tahun mendatang, rangkaian kegiatan selanjutnya pasca-Forstra adalah
komunikasi Forstra, yang bertujuan untuk menyampaikan hasil Forstra kepada
seluruh individu di BI secara bertahap. Terdapat enam kegiatan yang dilakukan
dalam Forstra, yaitu:
1. Penetapan misi, visi, dan nilai strategis BI
2. Analisis lingkungan strategis
3. Kerangka perumusan strategis (destination statement)
4. Penyusunan matriks perencanaan dan pengendalian strategis BI
5. Penyusunan peta strategi BI
6. Penyusunan program kerja inisiatif BI
Dalam tahap pengembangan strategi terdapat beberapa proses yang
dilakukan oleh Bank Indonesia. Proses pertama yang dilakukan adalah
pengembangan misi, visi, dan nilai strategis. Dalam tahap ini relatif tidak
dilakukan perubahan terhadap misi, visi, dan nilai strategis BI terutama sejak BI
mendapatkan mandat untuk mencapai tugas tunggal (single objective) yaitu
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah pasca krisis moneter. Karena BI
merupakan suatu lembaga keuangan negara yang berkedudukan sebagai bank
sentral Indonesia menyebabkan keberadaan dan kedudukan BI relatif dalam
kondisi yang stabil dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan berorientasi
profit yang lebih sering mengalami perubahan karena tuntutan untuk
PengembanganStrategi BI
PerencanaanStrategi BI
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
67
Universitas Indonesia
mempertahankan posisinya dalam persaingan pasar. Keberadaan dan tujuan
pendirian BI sebagai bank sentral yang relatif konstan ini membuat tahapan
penilaian ulang mengenai misi, visi, dan nilai strategis relatif berjalan singkat
tanpa perubahan berarti.
Proses kedua yang dijalankan oleh BI dalam tahapan pengembangan
strategi adalah analisis strategi. Hal ini perlu digarisbawahi karena meskipun
posisi BI dalam pemerintahan negara yang relatif stabil tanpa mendapatkan
tuntutan untuk berkompetisi dengan lembaga lainnya, hal ini bukan berarti BI
dapat mengabaikan berbagai faktor lain yang mempengaruhi kinerja dan
keberhasilan pencapaian tujuan BI. Setiap tahunnya, BI tetap melakukan proses
analisis strategi yang dikenal sebagai Analisis Lingkungan Strategis
(environmental scanning). Berikut adalah gambaran analisis lingkungan strategis
BI:
4.2. Analisis Lingkungan Strategis Bank Indonesia
Sumber: Hasil Forum Strategis (FORSTRA) Bank Indonesia. Telah diolah kembali.
Dalam analisis lingkungan strategis ini beberapa komponen yang menjadi bahan
pembahasan adalah review keadaan makroekonomi Indonesia hingga saat
dilakukan analisis tersebut, berbagai usulan isu strategis yang diajukan oleh
satuan kerja BI, serta berbagai aspek lain yang mempengaruhi kinerja BI.
Terdapat lima aspek yang dianalisis dalam tahapan ini, yaitu:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
68
Universitas Indonesia
1. Aspek Hukum, sebagai lembaga keuangan negara yang menempati
kedudukan tertinggi dalam posisinya sebagai bank sentral, keberadaan BI
sangat lekat dengan aspek hukum. Hal ini baik berupa aturan hukum atau
undang-undang terkait yang mengatur tentang BI maupun berbagai produk
hukum yang dihasilkan oleh BI seperti peraturan, ketetapan, dan keputusan.
Setiap tahunnya BI mempertimbangkan produk hukum yang dianggap
memiliki pengaruh terhadap posisi dan kinerja BI yang dikelompokkan ke
dalam tiga bagian, yaitu Amandemen UU BI, UU lainnya dan RUU terkait.
2. Aspek Internasional, berkaitan dengan kedudukan BI sebagai bank sentral
tentunya tugas dan kebijakan yang dikeluarkan oleh BI akan sangat
bergantung dan dipengaruhi oleh kondisi eksternal, salah satunya adalah
kondisi internasional.
3. Aspek Regional, adalah berkaitan dengan kondisi Indonesia dalam
konteksnya sebagai anggota beberapa kerjasama multilateral yang dibentuk
berdasarkan kondisi geografis. Beberapa wacana dalam aspek regional serta
kondisi regional tempat Indonesia berada tentu memiliki pengaruh yang
cukup kuat terhadap kondisi Indonesia yang pada akhirnya juga
mempengaruhi kebijakan BI sebagai bank sentral.
4. Aspek Nasional, merupakan aspek penting yang memberikan pengaruh
langsung terhadap kebijakan yang diproduksi oleh BI selaku bank sentral.
Aspek ini meliputi kondisi perekonomian, politik, serta berbagai isu nasional
penting lainnya yang dianggap perlu mendapat sorotan karena ditengarai
berpengaruh cukup signifikan.
5. Aspek Internal, adalah aspek yang berkaitan dengan kondisi internal BI pada
tahun berjalan. Hal ini juga dianggap mempengaruhi kebijakan BI.
Sementara berdasarkan analisis yang dilakukan dengan dihadiri oleh perwakilan
dari setiap satuan kerja, BI kemudian dapat meringkas dan mensortir puluhan isu
yang diajukan menjadi beberapa isu penting yang dianggap relevan dalam tahun
berjalan.
Langkah ketiga yang dilakukan dalam tahapan ini adalah formulasi
strategi BI. Strategi yang diformulasikan dalam langkah ini khususnya adalah
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
69
Universitas Indonesia
strategi tahunan yang akan dilaksanakan oleh BI. Selain itu BI juga menggunakan
pendekatan pernyataan tujuan (Destination Statement (DS)) sebagai gambaran
(snapshot) atas apa yang ingin dicapai oleh organisasi dalam beberapa tahun ke
depan (jangka menengah). Penggunaan pernyataan tujuan bermanfaat untuk
menggambarkan suatu kondisi yang lebih spesifik daripada visi ditetapkan untuk
dicapai dalam target waktu tertentu. Berikut adalah kerangka perumusan strategis
yang disusun oleh BI:
4.3. Kerangka Perumusan Strategi Bank Indonesia
Sumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia,
23 Oktober 2012. Telah diolah kembali.
BI sendiri mulai menerapkan pendekatan pernyataan tujuan dari tahun
2008, dengan mengembangkan suatu kerangka perumusan strategi seperti
gambaran di atas diharapkan meningkatkan kapabilitas BI dalam menerjemahkan
visi, misi, dan nilai strategis BI ke dalam suatu tujuan yang lebih jelas dan terarah
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
70
Universitas Indonesia
untuk ditargetkan mampu dicapai dalam kurun waktu lima tahun mendatang yang
disesuaikan dengan masa jabatan Dewan Gubernur. Pernyataan tujuan BI sendiri
difokuskan dalam tiga hal sesuai dengan tugas pokok BI, yaitu menciptakan dan
memelihara stabilitas nilai rupiah yang ditunjang oleh tiga pilar yaitu menetapkan
dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan mengawasi perbankan, serta
mengatur dan mnejaga kelancaran sistem permbayaran. Hal ini juga diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan BI dalam menyusun strategi tahunan yang lebih
baik dan terarah sesuai dengan pernyataan tujuan yang ditetapkan dalam jangka
menengah.
Penyusunan kerangka perumusan strategis yang demikian dirasakan telah
mampu memberikan gambaran yang lebih jelas oleh seluruh bagian BI
dibandingkan dengan pada saat awal penyusunan Balanced Scorecard BI. Berikut
adalah gambaran pernyataan tujuan BI hingga tahun 2013:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
71
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
72
Universitas Indonesia
4.2. Analisis Proses Perencanaan Strategi dengan Pendekatan Balanced
Scorecard pada Bank Indonesia
Tahapan perencanaan strategi dalam eksekusi strategi sebenarnya beririsan
dengan tahapan pengembangan strategi. Hal ini dikarenakan BI memutuskan
untuk menggabungkan keduanya dalam satu rangkaian kegiatan Forstra. Hal ini
terkait dengan mekanisme birokrasi di BI, dimana segala keputusan harus diambil
oleh Dewan Gubernur sebagai pemegang keputusan tertinggi di BI. Sehingga
walaupun rangkaian kegiatan melibatkan banyak pihak, namun langkah terakhir
yang harus dilakukan merupakan tanggung jawab dan wewenang Dewan
Gubernur yang dilaksanakan melalui Forstra. Kegiatan keempat hingga keenam
yang dilakukan dalam Forstra termasuk dalam tahapan perencanaan strategi.
Dalam tahapan pengembangan strategi terdapat beberapa komponen yang
menjadi fokus pembahasan, diantaranya: (1) peta strategis, (2) ukuran dan target,
(3) portofolio inisiatif, dan (4) pendanaan (STRATEX). Sementara itu
pembahasan yang dilakukan meliputi dua bagian, yaitu mengenai prinsip dan
perspektif Balanced Scorecard BI yang tercermin dalam Peta Strategis BI serta
mekanisme pengembangan strategi yang dilakukan oleh BI.
4.2.1. Prinsip dan Perspektif Balanced Scorecard Bank Indonesia
Gambaran mengenai konsep Balanced Scorecard BI sendiri sebagaimana
telah dikemukakan dalam Bab 3 direpresentasikan oleh Peta Strategis BI tahun
2012. Peta strategis tersebut menggambarkan lima perspektif yang dimiliki oleh
Balanced Scorecard BI, dimana setiap perspektif memiliki sasaran strategis yang
ingin dicapai. Kaplan dan Norton (1996a, 1996b, 1996c) memperkenalkan tiga
prinsip yang menghubungkan Balanced Scorecard dengan strategi organisasi: (1)
hubungan sebab-akibat, (2) performance drivers, (3) keterkaitan dengan tujuan
finansial. Sementara berdasarkan gambaran Peta Strategis BI sendiri keberadaan
tiga prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hubungan sebab-akibat, dalam Peta Strategis BI telah digambarkan hubungan
sebab-akibat antara sasaran strategis dalam satu perspektif dengan sasaran
strategis yang berada dalam perspektif lain atau perspektif yang sama. Hal ini
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
73
Universitas Indonesia
menunjukkan hipotesis yang dibangun mengenai keterkaitan antar sasaran
strategis. Semua sasaran strategis bermuara pada sasaran strategis yang
menjadi tujuan akhir (final outcome) yang ingin dicapai, baik di level BI-wide
maupun satuan kerja. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam Peta
Strategis BI-wide dan DKM hubungan sebab-akibat ini sudah tergambar
dengan jelas melalui alur tanda panah, dimana perspektif Financial, Good
Governance, dan Learning and Growth disusun untuk mendukung seluruh
sasaran strategis dalam perspektif Internal Process. Sementara setiap sasaran
strategis dalam perspektif Internal Process memiliki keterkaitan dengan
sasaran strategis dalam perspektif Stakeholders dan yang ada dalam
perspektif itu sendiri begitu pula dengan sasaran strategis yang ada dalam
perspektif Stakeholders. Namun demikian hubungan sebab-akibat tidak
digambarkan dalam metode yang sama untuk Peta Strategis DPSI. Setiap
sasaran strategis tidak digambarkan kaitan satu dengan yang lain dengan
menggunakan tanda panah. Hal ini sebenarnya dapat dibenarkan, karena
penggambaran hubungan sebab-akibat antar sasaran strategis tidak harus
melalui penggambaran tanda panah. Namun demikian hal ini perlu
digarisbawahi karena masih adanya kelemahan berupa inkonsistensi
penggambaran hubungan sebab-akibat dalam Peta Strategis di BI.
2. Performance Drivers, dalam mencapai Sasaran strategis yang telah
ditentukan dalam setiap perspektif, BI sendiri telah mengembangkan
Indikator Kinerja Utama (IKU) yang digunakan sebagai ukuran pencapaian
target-target yang disusun guna mendukung pencapaian sasaran strategis
tersebut. IKU tersebut kemudian diterjemahkan dalam Program Kerja (PK),
yaitu strategi yang mendeskripsikan aktivitas yang harus dilaksanakan oleh
BI maupun satuan kerja. PK sendiri kemudian dibagi menjadi PK inisiatif dan
non-inisiatif yang akan dibahas lebih lanjut dalam sub pokok pembahasan
berikutnya. Sementara masing-masing PK dijabarkan ke dalam detail PK
yang menggambarkan rincian kegiatan yang harus dilaksanakan untuk
mendukung PK. Secara prinsip, BI telah mengembangkan perangkat
performance drivers yang bertujuan mendorong pencapaian sasaran strategis.
Penyusunan komponen Peta Strategis BI sendiri terdiri dari sasaran strategi
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
74
Universitas Indonesia
(baik level BI maupun Satuan Kerja) dan performance drivers, yang terdiri
atas IKU, PK dan detail PK. Keterkaitan antara sasaran strategis dan IKU
sendiri telah cukup baik, begitu pula dengan PK. Namun demikian, masih
terdapat beberapa masalah terkait dengan performance drivers. Berikut ini
adalah pemetaan beberapa contoh permasalahan dalam performance drivers:
Tabel 4.1. Analisis Permasalahan Performance Drivers
No. Permasalahan Contoh
1.Ketidaksesuaian
linkage antara
detail PK dan PK
Contohnya adalah detail PK “Pengadaan Jasa
Konsultan Microsoft PSS” dikaitkan dengan PK
75 “Pelaksanaan Operasional TI”, padahal ada
PK 77 “Pengadaan Barang dan Jasa TI”.
2.Inkonsistensi
kode dan nama
PK
Beberapa PK yang memiliki nama ganda untuk
kode PK yang sama di DKM, seperti PK 01 di
DKM yang memiliki dua nama, yaitu PK 01
“Penguatan framework bauran kebijakan
moneter dan makroprudensial (termasuk
penguatan TPI/TPID)” dan PK 01 “Analisis dan
kajian isu-isu strategis terkait ekonomi dan
moneter” serta PK 05 yang dinamakan
“Pelaksanaan koordinasi Tim Pengendali Inflasi”
dan “Pemanfaatan Crisis Management
Protocol”.
3.Detail PK Satker
yang sama namun
dikaitkan dengan
PK yang berbeda
antara suatu
Satker dengan
Satker lainnya
Contohnya detail PK “Kerajsama dengan
stakeholders”, “Evaluasi telkomex”, “Pengadaan
Jasa Konsultan Microsoft PSS”, “Pelaksanaan
Knowledge Sharing (Kamisan)”, dan beberapa
detail PK lain yang dikaitkan dengan PK 49
“Pengelolaan Sistem Informasi Bank Indonesia”
di DPSI sementara di DTI terkait dengan PK 75
“Pelaksanaan Operasional TI”.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
75
Universitas Indonesia
3. Keterkaitan dengan tujuan finansial, tidak diterapkan dalam Balanced
Scorecard BI mengingat BI bukan merupakan perusahaan yang berorientasi
profit, sehingga tujuan akhir yang ingin dicapai oleh BI bukanlah perspektif
finansial melainkan perspektif stakeholders. Dalam Peta Strategis BI sendiri
telah dapat tergambar bahwa sasaran strategis yang menjadi lag indicators
berada dalam perspektif stakeholders, dimana SS.1. menjadi final outcome
yang ingin dicapai oleh BI. Hal ini dapat dilihat dalam Peta Strategis level BI-
wide dan DKM, sementara dalam Peta Strategis DPSI sendiri final outcome
tidak tergambar dengan menggunakan alur tanda panah apakah SS.1. atau
SS.2. dalam perspektif stakeholders yang menjadi tujuan akhir, ataukah
kedua Sasaran strategis tersebut. Hal ini kembali menunjukkan adanya
masalah inkonsistensi dalam Peta Strategis BI yang harus ditangani.
Salah satu peran Balanced Scorecard dalam perusahaan adalah sebagai
sistem pengukuran yang menggambarkan empat perspektif yang dapat digunakan
oleh perusahaan untuk menggambarkan tujuan akhir serta value creation untuk
mencapainya, yaitu perspektif financial, customer, internal process, dan learning
and growth (Kaplan dan Norton, 2000). Hal yang menarik dalam Balanced
Scorecard BI adalah karakteristiknya yang berbeda dengan Balanced Scorecard
perusahaan berorientasi profit pada umumnya. Perspektif yang dibangun dalam
Balanced Scorecard BI berbeda, pun demikian dengan perspektif yang menjadi
tujuan utama pencapaian strategi BI. Berdasarkan sampel yang digunakan dalam
penelitian, yaitu Balanced Scorecard level BI-wide, DKM, dan DPSI dapat
terlihat perspektif-perspektif yang ada serta kedudukannya.
Dalam peta strategis tersebut dapat digambarkan adanya lima perspektif
yang menjadi komponen pembentuk Balanced Scorecard level BI-wide dan
satuan kerja. Jika diruntut ke belakang, pada masa awal pembentukan Balanced
Scorecard BI, perspektif yang diajukan oleh Tim Pamka pada waktu itu adalah
empat perspektif, yaitu perspektif stakeholders (stakeholders perspective),
perspektif proses internal (internal process perspective), perspektif keuangan
(financial perspective), dan perspektif pembelajaran dan pengembangan (learning
and growth perspective), sesuai dengan pedoman LAN (2008). Namun demikian
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
76
Universitas Indonesia
seiring dengan berjalannya waktu implementasi Balanced Scorecard, BI
merasakan perlunya suatu perspektif baru yang dianggap cukup penting
keberadaannya dalam penyusunan dan pencapaian sasaran strategis BI, yaitu
perspektif tatakelola (good corporate governance perspective). Adapun analisis
mendalam mengenai masing-masing perspektif yang ada dalam Balanced
Scorecard level BI-wide dan satuan kerja adalah sebagai berikut:
1. Perspektif Stakeholders (Stakeholders Perspective)
Perspektif stakeholders merupakan perspektif outcome yang ada dalam
Balanced Scorecard BI dan berada pada lapisan paling atas (top). Hal ini tentu
berbeda dengan perusahaan berorientasi profit yang menggunakan perspektif
keuangan sebagai perspektif outcome, karena seluruh kegiatan dan pencapaian
dari perspektif lainnya dibentuk guna mewujudkan sasaran strategis dalam
perspektif keuangan seperti pencapaian profit dalam jumlah tertentu. Jika
dikaitkan dengan isu tatakelola sendiri, terdapat dua paradigma yang berlawanan
antara share-holding dan stake-holding (Letza, Sun dan Kirkbride, 2004). Di BI
sendiri sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah dibentuk berdasarkan
Undang-Undang, maka berdiri dan terselenggaranya bank sentral di Indonesia
bertujuan untuk melayani dan memenuhi kebutuhan stakeholder-nya, sehingga
dapat disimpulkan bahwa BI menganut pola stake-holding governance. Untuk itu
pencapaian sasaran strategis dalam perspektif ini menjadi tujuan akhir yang ingin
dicapai oleh BI terkait dengan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh BI guna
mencapai berbagai perspektif yang lain. Stakeholders BI sendiri dikelompokkan
ke dalam dua kategori, yaitu stakeholders primer dan sekunder. Stakeholders
primer terdiri dari masyarakat umum (publik), DPR, Pemerintah, dan kalangan
perbankan. Sementara stakeholders sekunder meliputi institusi keuangan
internasional dan sektor bisnis.
Perspektif stakeholders BI menggantikan perspektif customer yang lazim
digunakan oleh perusahaan berorientasi profit. Kaplan dan Norton (2000)
menyebutkan bahwa ada dua ukuran yang lazim digunakan dalam perspektif
customer, yaitu customer core measurement dan value proposition. Sementara
dalam perspektif stakeholders BI sendiri juga terdapat stakeholders core
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
77
Universitas Indonesia
measurement, yang digambarkan dalam SS.1. level BI-wide dan DKM serta
performance drivers yang digambarkan oleh SS lain dalam perspektif
stakeholders.
Dalam perspektif stakeholders BI tahun 2012 sendiri terdapat empat
sasaran strategis yang ingin dicapai. Hal yang menarik adalah bahwa sasaran
strategis utama atau tujuan akhir (final outcome) yang ingin dicapai oleh BI
adalah SS.1. yaitu tercapainya stabilitas nilai rupiah. Sasaran strategis utama ini
sesuai dengan amanat Undang-Undang mengenai tugas pokok BI yaitu mencapai
dan mempertahankan stabilitas nilai rupiah. Seluruh sasaran strategis lain yang
ada di semua perspektif diarahkan guna mencapai sasaran strategis akhir tersebut.
Dalam perspektif stakeholders sendiri, untuk membantu pencapaian SS.1., BI
menetapkan tiga sasaran strategis lainnya, yang ketiganya merupakan sasaran
strategis yang ingin dicapai oleh setiap satuan kerja utama BI, yang berkaitan
dengan tugas pokok BI yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjaga menciptakan dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Sementara dalam level DKM, juga dapat
tergambar bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai adalah SS.1. yaitu “tersedianya
rekomendasi bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang kredibel dan
efektif mendukung pencapaian sasaran tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah”.
Dimana pencapaian sasaran strategis tersebut didukung oleh berbagai sasaran
strategis lainnya.
Guna membentuk perspektif stakeholders, tentunya sangat bergantung
pada amanat Undang-Undang yang menentukan tujuan pembentukan dan
penyelenggaraan BI. Karena BI berdiri berdasarkan amanat Undang-Undang, hal
ini membuat sasaran strategis yang ada dalam perspektif stakeholders menjadi
relatif tetap, namun demikian BI tetap memperhitungkan berbagai kemungkinan
perubahan yang terjadi. Selain Undang-Undang, faktor lain yang tak kalah penting
adalah kondisi eksternal seperti kondisi ekonomi atau pasar yang membentuk
ekspektasi stakeholders. Hal ini sangat penting untuk diketahui dan dipahami oleh
BI dalam rangka menyusun sasaran strategis (SS), indikator kinerja utama (IKU),
dan program kerja (PK) yang ada dalam perspektif ini. Untuk dapat mengetahui
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
78
Universitas Indonesia
ekspektasi stakeholders, BI melakukan dua kegiatan, yaitu survei dan focus group
discussion (FGD) yang ditujukan kepada stakeholders yang menerima dampak
langsung dari kebijakan BI. Survei dilaksanakan terhadap stakeholders dengan
mekanisme tertentu terkait penentuan stakeholders, pemilihan sampel, hingga
pelaksanaan survei. Hasil survei penilaian kinerja BI juga digunakan untuk
mengetahui isu-isu eksternal yang strategis dan kritis yang perlu dipertimbangkan
dalam proses perencanaan strategis. Salah satu contoh survei yang dilakukan
adalah survei mengenai tingkat kepercayaan pelaku pasar terhadap kredibilitas
kebijakan moneter. Selain menggunakan survei, BI juga melakukan FGD untuk
menangkap ekspektasi stakeholders terkait beberapa hal, contohnya dengan
mengundang para ekonom, atau perwakilan dari pihak perbankan guna membahas
kondisi dan rencana sasaran strategis dalam perspektif terkait.
2. Perspektif Proses Internal (Internal Process Perspective)
Kaplan dan Norton (2008) mengungkapkan tuntutan perusahaan untuk
dapat megidentifikasi proses-proses kunci yang dapat memberikan nilai tambah
bagi konsumen dalam perspektif ini. Di BI sendiri proses kunci yang dilakukan
bertujuan untuk memberikan nilai tambah bagi stakeholders. Perspektif proses
internal BI sama halnya dengan perspektif proses bisnis internal yang ada dalam
perusahaan berorientasi profit. Perspektif proses internal disusun bersamaan
dengan perspektif keuangan dan tatakelola yang menjadi satu tingkatan dengan
perspektif ini dalam Balanced Scorecard level BI-wide. Dalam perspektif ini,
kaitan stakeholders juga cukup besar. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa
dinamika eksternal yang kompleks juga mempengaruhi jalannya beberapa proses
di tubuh BI, selain upaya yang dilakukan oleh internal BI. Contohnya adalah
tindakan perbankan dan pelaku bisnis yang dapat mempengaruhi efektivitas
kebijakan bank sentral pada perekonomian.
Perbedaan yang ada adalah terkait proses yang ada di dalamnya. Jika
dalam perusahaan berorientasi profit proses internal lazimnya dikelompokkan
menjadi tiga bagian (inovasi, proses produksi, dan servis setelah penjualan), maka
di BI tidak ada pembagian seperti demikian. Hal ini didasarkan dari kegiatan
pokok yang dilakukan oleh BI yang memiliki karakteristik berbeda dengan
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
79
Universitas Indonesia
perusahaan berorientasi profit. Dalam perspektif ini, BI mengidentifikasi proses
penting apa saja yang harus dilakukan oleh BI guna menunjang pencapaian
sasaran strategis dalam perspektif stakeholders. Secara konsepsional, proses
strategis dimaksud harus mampu dijabarkan ke dalam level governance di dalam
organisasi (Shaw, 2003).
3. Perspektif Keuangan (Financial Perspective)
Hal yang juga membedakan BI dengan perusahaan berorientasi profit
adalah perspektif keuangan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya jika dalam
perusahaan berorientasi profit perspektif keuangan berada di puncak Balanced
Scorecard sebagai outcome, tidak halnya dengan di BI yang menjadikan
perspektif stakeholders sebagai outcome. Walaupun BI tidak didirikan dengan
tujuan untuk memperoleh profit, namun keberadaan perspektif keuangan cukup
penting keberadaannya di BI guna membantu pencapaian perspektif proses
internal dan perspektif stakeholders. Perspektif keuangan di sini bukanlah sasaran
ekonomi makro Indonesia, melainkan merujuk pada keuangan internal BI sendiri.
Perspektif keuangan BI menggambarkan upaya BI untuk tetap menjaga sumber-
sumber keuangan bagi pembiayaan kegiatan dalam rangka mewujudkan visinya.
Indikator yang digunakan dalam perspektif ini adalah efektivitas, efisiensi,
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan keuangan,
hasil penilaian terhadap laporan keuangan oleh BPK.
Selain itu, perspektif keuangan yang ada di BI relatif stabil, atau dengan
kata lain cenderung tidak mengalami perubahan setiap tahunnya. Hal ini berbeda
dengan perusahaan berorientasi profit, dimana perspektif keuangan dapat disusun,
disesuaikan dengan level siklus bisnis perusahaan. Di BI sendiri perspektif
keuangannya fokus pada dua hal, yaitu pendapatan (revenue) dan efektivitas serta
efisiensi pengelolaan anggaran. Aspek pendapatan sejalan dengan wewenang
tunggal BI dalam mengelola cadangan devisa negara dimana hasilnya digunakan
untuk membiayai perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter BI. Sementara
aspek pengelolaan anggaran dimunculkan dari tuntutan supaya BI mampu
memanfaatkan anggaran yang ada secara efektif dan efisien dalam mencapai
sasaran strategis BI. Hal yang dapat membedakan ukuran-ukuran yang digunakan
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
80
Universitas Indonesia
dalam pengukuran perspektif finansial adalah kondisi keuangan yang dialami oleh
BI. Apabila BI diperkirakan akan mengalami kondisi defisit, maka target yang
disusun dalam aspek pendapatan tidak setinggi apabila berada dalam kondisi
keuangan normal.
4. Perspektif Tatakelola (Corporate Governance Perspective)
Merupakan perspektif terbaru yang dimunculkan dalam Balanced
Scorecard. Kebutuhan untuk melibatkan perspektif tatakelola dalam mendukung
pencapaian sasaran strategis outcome BI adalah sejalan dengan kesadaran BI akan
pentingnya tatakelola BI sebagai pilar penting dalam keberhasilan pencapaian
tujuan tunggal BI. Penekanan akan aspek tatakelola sebenarnya sudah muncul
sejak reformasi Indonesia tahun 1999, dimana BI merupakan salah satu lembaga
negara yang dituntut untuk memiliki tatakelola yang baik guna menimbulkan dan
mengembalikan kepercayaan masyarakat. Sementara itu, BI sendiri memiliki
komponen tatakelola bank sentral seperti yang dikemukakan oleh Amtebrink
(2004), yaitu independensi, akuntabilitas, dan transparansi (Ahsan, Skullym dan
Wickramanayke, 2006).
Hal yang perlu dicermati dalam perspektif ini adalah sasaran strategis yang
dibangun di dalamnya hanya mencantumkan tujuan pencapaian akuntabilitas,
tanpa memasukkan komponen independensi dan transparansi sebagai pilar lainnya
dalam tatakelola bank sentral. Sementara hal yang penting adalah adanya
ketidakkonsistensian kedudukan dari perspektif tatakelola BI. Jika dilihat dalam
Peta Strategis level BI-wide, perspektif ini bertujuan untuk mendukung
pencapaian dalam perspektif proses internal, sedangkan pada level satuan kerja
(DKM dan DPSI) perspektif ini bertujuan untuk mendukung pencapaian sasaran
strategis dalam perspektif pembelajaran dan pengembangan. Hal ini tentunya
perlu dicermati untuk memastikan kedudukan, fungsi dan tujuan utama dari
keberadaan perspektif ini. Apabila memang perspektif ini sengaja dijadikan
menjadi suatu perspektif tersendiri karena dianggap keberadaannya cukup penting
dan memerlukan perhatian khusus, maka pertanyaan selanjutnya adalah dimana
posisi dari perspektif ini dalam Balanced Scorecard BI? Apa tujuan yang ingin
dicapai dari perspektif ini dan perspektif mana yang didukung oleh pencapaian
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
81
Universitas Indonesia
sasaran strategis dalam perspektif ini? Hal ini yang masih menjadi pertanyaan dan
perlu diperjelas, karena perspektif sebagai komponen utama pembentuk Balanced
Scorecard harus tepat sebelum organisasi dapat mengimplementasikannya dalam
operasional sehari-hari.
Berdasarkan permasalahan terkait inkonsistensi perspektif tatakelola, perlu
dicermati bahwa perspektif ini memiliki keterkaitan yang erat dengan perspektif
proses internal. Keberadaan sasaran strategis dalam perspektif tatakelola sesuai
apabila diterapkan untuk mendukung pencapaian sasaran strategis dalam
perspektif proses internal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaiknya BI
melakukan penyamaan perspepsi dalam Balanced Scorecard baik di level BI-wide
maupun satker mengenai perspektif tatakelola sehingga inkonsistensi mengenai
kedudukan dan fungsi perspektif ini menjadi konsisten.
5. Perspektif Pembelajaran dan Pengembangan (Learning and Growth
Perspective)
Merupakan perspektif yang ditentukan paling akhir dalam penyusunan
Balanced Scorecard level BI-wide. Namun demikian terkait dengan tidak
konsistennya keberadaan perspektif tatakelola antara yang ada di level BI-wide
dan satuan kerja menyebabkan hubungan keduanya masih belum jelas. Apakah
perspektif tatakelola memang disusun sebelum perspektif ini? Hal itu masih harus
dicari jawabannya. Selain itu sama halnya dengan perusahaan berorientasi profit,
perspektif ini dibentuk akan adanya kesadaran bahwa untuk membantu BI
mencapai berbagai sasaran strategis yang ambisius dalam empat perspektif
sebelumnya (dengan asumsi perspektif tatakelola disusun sebelum perspektif ini),
BI memerlukan suatu proses pembelajaran dan pengembangan yang
berkelanjutan.
Aspek yang dibangun dalam perspektif ini di level BI-wide adalah
karyawan, infrastruktur teknologi, dan budaya kerja, yang digambarkan dalam
tigasasaran strategis. Hal ini sejalan dengan aspek enablers dalam perspektif
pembelajaran dan pengembangan yang dikemukakan oleh Kaplan dan Norton
(2000). Ketiga aspek tersebut diharapkan dan mencakup aspek penting yang harus
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
82
Universitas Indonesia
senantiasa disempurnakan oleh BI untuk menunjang berbagai sasaran strategis
dalam perspektif lainnya. Namun demikian di level satuan kerja (DKM dan DPSI)
hanya terdapat 2 sasaran strategis dalam perspektif ini, dimana aspek karyawan
dan budaya kerja (organisasi) melebur menjadi satu.
Berdasarkan analisis tersebut dapat dipetakan kondisi Balanced Scorecard
BI jika dilihat dari aspek prinsip dan perspektif yang dibangun dalam tabel berikut
ini:
Tabel 4.2. Analisis Prinsip dan Perspektif Balanced Scorecard BI
No. Prinsip atau
Perspektif
Kondisi Saat Ini
1 Prinsip hubungan
sebab-akibat
Prinsip sebab-akibat antar sasaran strategis baik
dalam satu perspektif maupun dengan perspektif
lainnya sudah tergambar jelas dalam Peta Strategis
level BI-wide dan DKM. Namun demikian masih
ada inkonsistensi dalam penggambaran hubungan
sebab-akibat di level DPSI.
2 Prinsip Performance
Drivers
Sudah tergambar dalam Peta Strategis BI baik di
level BI-wide, DKM, dan DPSI mengenai
penjabaran masing-masing Sasaran Strategis
menjadi Indikator Kinerja Utama, Program Kerja
dan detail PK. Namun demikian linkage antara
performance drivers (detail PK) terhadap PK dan
Sasaran strategis masih dipertanyakan, serta masih
adanya inkonsistensi mengenai penamaan PK.
3 Prinsip menunjang
tujuan finansial
Tidak diterapkan di BI, karena karakteristiknya
yang berbeda dengan perusahaan profit. Namun
seluruh Sasaran strategis yang ada ditujukan untuk
menunjang pencapaian Sasaran strategis dalam
perspektif stakeholders
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
83
Universitas Indonesia
No. Prinsip atau
Perspektif
Kondisi Saat Ini
4 Stakeholders
Perspective
Merupakan outcome dan lag indicators yang ingin
dicapai dan berada di puncak Balanced Scorecard
BI. Stakeholders telah ditetapkan sesuai amanat
UU sehingga tidak dilakukan kegiatan seperti
penetapan target konsumen (seperti dalam
perusahaan komersial). Untuk menangkap
ekspektasi stakeholders digunakan survei dan
focus group discussion.
5 Internal Process
Perspective
Sama halnya dengan perusahaan berorientasi
profit, untuk mengidentifikasi proses kunci guna
memberi nilai tambah bagi stakeholders. Sudah
digambarkan dengan baik.
6 Financial Perspective Merupakan perspektif ketiga dalam Balanced
Scorecard BI. Fokus pada pengelolaan pendapatan
serta anggaran.
7 Good Governance
Perspective
Merupakan perspektif yang paling baru
dimunculkan dalam Balanced Scorecard BI.
Hanya fokus pada akuntabilitas. Terdapat
inkonsistensi mengenai kedudukan perspektif ini
dalam Balanced Scorecard.
8 Learning and Growth
Perspective
Sama halnya dengan perusahaan berorientasi
profit. Mendorong penyempurnaan pada aspek
karyawan, budaya organisasi, dan sistem
informasi
4.2.2. Proses dalam Tahapan Perencanaan Strategi
Produk pertama yang dihasilkan dalam langkah ini adalah matriks
perencanaan dan pengendalian strategis BI, yang disusun di tingkat Direktorat
Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat (DPSHM) BI berdasarkan
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
84
Universitas Indonesia
usulan dari berbagai satuan kerja. Matriks ini sendiri baru dikembangkan pada
tahun 2012 sebagai kertas kerja yang membantu Tim Perencanaan Strategis dalam
penyusunan peta strategi BI. Sebelumnya BI tidak melakukan kegiatan ini dan
langsung melakukan penyusunan peta strategi BI. Matriks ini sendiri bertujuan
untuk mempermudah BI dalam menetapkan kompenen-komponen yang
diperlukan dalam penyusunan peta strategi yaitu sasaran strategis (SS), indikator
kinerja utama (IKU), dan program kerja (PK) supaya keseluruhannya memiliki
keterkaitan dan sejalan dengan strategi BI secara keseluruhan. Hal ini tidak lepas
dari pengalaman-pengalaman sebelumnya dimana tim penyusun mengalami
kesulitan dalam menetapkan SS, IKU, dan PK yang sesuai dan memiliki linkage
dengan strategi BI. Terlebih berkaitan dengan pembuktian hubungan sebab akibat
yang disusun dalam hipotesis perspektif Balanced Scorecard. Berikut adalah
gambaran matriks perencanaan dan pengendalian strategis BI:
4.5. Matriks Perencanaan dan Pengendalian Strategis Bank Indonesia
Sumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI, 9 Oktober
2012. Telah diolah kembali.
Proses perencanaan dan pengendalian strategis yang dilakukan oleh BI
ditelaah dengan menggunakan matriks tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan
gambaran yang lebih mendalam mengenai setiap komponen yang pada akhirnya
memudahkan Tim Perencanaan Strategis dalam menyusun Strategy Map BI
secara komprehensif. Adapun beberapa komponen yang dianalisis dalam matriks
ini adalah:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
85
Universitas Indonesia
1. Kondisi yang diharapkan
Pada komponen pertama, Tim Perencanaan Strategis berusaha untuk
mengidentifikasi kondisi-kondisi apa yang diharapkan mampu dicapai oleh BI
pada tahun mendatang. Analisis ini dilakukan berdasarkan data yang telah disusun
dalam Destination Statement. Yang dimaksudkan dengan Destination Statement
BI adalah suatu alat pernyataan tujuan yang ingin dicapai oleh BI pada jangka
waktu menengah. Hal ini dimaksudkan untuk menjembatani antara misi, visi, dan
nilai strategis yang memberikan gambaran jangka panjang dengan strategi
tahunan. Pencapaian yang ingin diperoleh dalam Destination Statement
disesuaikan dengan masa jabatan Gubernur BI yaitu lima tahun. Berdasarkan
Destination Statement, Tim Perencanaan Strategis kemudian menganalisis
kondisi-kondisi apa yang sebenarnya ingin dicapai oleh BI pada tahun mendatang.
2. Isu strategis
Komponen kedua dalam matriks ini adalah isu strategis, yang diturunkan dari
kondisi yang diharapkan oleh BI. Isu strategis membahas mengenai apa yang
seharusnya dilakukan oleh BI untuk dapat mencapai kondisi yang diharapkan
tersebut. Sehingga apabila dalam komponen pertama dibahas mengenai “apa”
yang ingin dicapai, maka dalam komponen kedua dibahas mengenai “bagaimana”
supaya kondisi tersebut dapat terealisasi, atau tahap-tahap apa saja yang harus
dilakukan supaya kondisi yang diharapkan dapat dicapai.
3. Target
Selanjutnya berdasarkan kondisi yang diharapkan dan isu-isu strategis yang telah
diidentifikasi, Tim Perencanaan Strategis kemudian menetapkan target apa saja
yang harus dicapai oleh BI. Target ini bertujuan untuk memberikan gambaran
yang lebih tajam mengenai apa saja yang harus dicapai oleh BI supaya pada
akhirnya dapat merealisasikan kondisi yang diharapkan. Hal ini tidak lepas dari
kebutuhan BI untuk mengidentifikasi “jembatan-jembatan” yang harus dibangun
dalam rangka mencapai tujuan akhir. Dengan adanya target maka diharapkan
pelaksanaan yang nantinya dilakukan dapat lebih terarah.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
86
Universitas Indonesia
4. Kondisi saat ini
Pada komponen keempat, Tim Perencanaan Strategis mengidentifikasi kondisi
apa saja yang kini dihadapi oleh BI. Hal ini bertujuan untuk memberikan
gambaran mengenai posisi BI saat ini dan dapat memberikan perbandingan
dengan kondisi yang diharapkan ke depannya. Dengan mengetahui kondisi saat
ini, BI dapat mengetahui hal apa saja yang harus diperbaiki dan sejauh apa kondisi
saat ini dengan yang harus dicapai.
5. Kendala
Tim Perencanaan Strategis juga mengidentifikasi kendala apa saja yang dihadapi
oleh BI dalam rangka mencapai target yang telah ditentukan sebelumnya.
Kendala-kendala yang telah diidentifikasi ini mempunyai gambaran cukup
penting bagi BI, dengan harapan apabila kendala tersebut telah diidentifikasi
maka BI dapat merencanakan dan melakukan tindakan preventif untuk mencegah
kendala tersebut sehingga tidak menghambat proses pencapaian target.
6. Rencana Strategis
Berdasarkan kondisi dari lima komponen sebelumnya, tim kemudian dapat
memperoleh gambaran mengenai jarak antara kondisi ideal yang ingin dicapai
dengan kondisi pada saat ini, strategi yang ingin dijalankan serta kendala yang
dihadapi. Kemudian Tim Perencanaan Strategis menyusun suatu Rencana
Strategis yang menggambarkan rencana yang disusun oleh BI selama kurun waktu
dua tahun mendatang.
7. Action Plan
Selanjutnya setelah Rencana Strategis dua tahun mendatang telah disusun, maka
BI menetapkan action plan yang harus dilaksanakan oleh BI pada tahun
mendatang. Hal ini bertujuan untuk mengubah gambaran strategis menjadi
gambaran yang lebih riil mengenai aksi-aksi apa saja yang harus dilaksanakan
oleh BI pada tahun mendatang.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
87
Universitas Indonesia
8. Satker
Komponen berikutnya adalah penetapan satuan kerja apa saja yang terlibat dalam
pencapaian sasaran strategis tersebut. Direktorat Perencanaan Strategis dan
Hubungan Masyarakat (DPSHM) BI bertugas untuk mengidentifikasi satuan kerja
mana saja yang menjadi pengampu dalam pencapaian sasaran strategis terkait. Hal
ini penting, karena identifikasi satker terkait akan sangat menentukan pihak mana
saja yang nantinya dilibatkan dalam setiap isu strategis yang telah disusun oleh
BI. Identifikasi satker terkait merupakan langkah awal untuk menetapkan peran
dan tanggung jawab setiap satker dalam menunjang pencapaian kondisi yang
diharapkan.
9. Indikator keberhasilan
Komponen ini merupakan gambaran sistematis mengenai hal apa saja yang
digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pencapaian target. Indikator ini
dapat ditetapkan dengan berdasarkan pada action plan yang direncanakan pada
tahun mendatang baik dengan menggunakan ukuran eksak, proxy, maupun
aktivitas.
10. Sasaran strategis
Komponen berikutnya adalah sasaran strategis yang merupakan intisari dari
berbagai proses analisis komponen sebelumnya. Sasaran strategis inilah yang
kemudian digunakan untuk membangun Strategy Map BI, yang menggambarkan
suatu blueprint mengenai berbagai sasaran strategis, program kerja, serta IKU
yang harus dicapai oleh BI.
11. Penjabaran Program Kerja
Sasaran strategis yang telah diidentifikasi kemudian dijabarkan secara lebih
terperinci mengenai program kerja apa saja yang harus dilakukan oleh BI. Untuk
kondisi saat ini, beberapa sasaran strategis BI akan langsung terkait dengan
program kerja yang dilakukan dalam tingkat BI-wide maupun satker. Program
kerja (PK) yang dilakukan oleh BI dibagi ke dalam dua jenis, yaitu PK inisiatif
dan PK non-inisiatif. Berkaitan dengan Forstra, PK yang ditetapkan pada saat itu
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
88
Universitas Indonesia
hanyalah PK inisiatif, sementara non-inisiatif ditetapkan oleh masing-masing
satuan kerja saat proses cascading.
12. IKU BI-wide
Komponen terakhir yang diperoleh atas analisis berbagai komponen sebelumnya
adalah Indikator Kinerja Utama (IKU) BI-wide. IKU menggambarkan mengenai
apa saja yang menjadi ukuran keberhasilan pencapaian sasaran strategis BI. Setiap
IKU terkait dengan PK tertentu. Satu IKU dapat terkait dengan lebih dari satu PK.
Untuk saat ini IKU dapat diidentifikasi berdasarkan PK maupun kendala yang
telah diidentifikasi sebelumnya.
Hal yang perlu dicermati adalah terlepas dari keberadaan matriks
perencanaan dan pengendalian strategis sebagai kertas kerja DPSHM BI, masih
terdapat kelemahan yang dimiliki, yaitu keberadaan komponen indikator
keberhasilan dan IKU BI-wide yang overlap. Dalam matriks yang sebenarnya
telah disusun oleh BI untuk tahun anggaran 2013, jika diteliti maka kedua
komponen tersebut sebenarnya memiliki tujuan yang sama sehingga sebaiknya
dihilangkan salah satu komponennya, begitu pula dengan komponen Action Plan
dan Sasaran Strategis yang overlap. Selain itu penetapan IKU BI-wide masih ada
inkonsistensi kemunculannya. Salah satu contoh terkait dengan isu Stabilitas
Sistem Keuangan (SSK), IKU yang disusun ada yang muncul berdasarkan PK,
namun ada juga yang muncul dari kendala (link dari setiap komponen masih
kurang jelas). Berdasarkan hal tersebut, usulan matriks yang lebih tepat adalah
sebagai berikut:
4.6. Usulan Matriks Perencanaan dan Pengendalian Strategis Bank
Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
89
Universitas Indonesia
Berdasarkan analisis, matriks di atas adalah usulan yang diajukan untuk
memperbaiki beberapa kelemahan matriks sebelumnya. Komponen penting yang
menjadi masukan bagi BI adalah bahwa sebaiknya dilakukan breakdown atas
pernyataan tujuan BI yang ditetapkan untuk jangka waktu lima tahun menjadi
tujuan-tujuan tahunan yang lebih spesifik pada masa awal setelah penetapan
pernyataan tujuan. Hal ini bermanfaat untuk memberikan gambaran bagi BI
mengenai tujuan apa saja yang direncanakan untuk dicapai setiap tahunnya selama
lima tahun mendatang. Selain itu, berdasarkan usulan dapat dilihat bahwa matriks
tersebut dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu kolom 1 hingga 5 menggambarkan
pemetaan arah dan rencana pencapaian BI serta kolom 6 hingga 10
menggambarkan penjabaran berbagai komponen yang ada dalam Peta Strategis
BI.
Selanjutnya setelah matriks perencanaan dan pengendalian strategis
dibentuk maka BI akan menyusun suatu peta strategi yang merupakan blue-print
atas Balanced Scorecard BI. Penyusunan peta strategi sebenarnya menjadi sangat
mudah dan terarah karena sebelumnya telah disusun matriks, sehingga langkah
selanjutnya hanya mengubah detail matriks ke dalam suatu gambaran yang
komprehensif. Dalam peta strategi BI sendiri digambarkan hubungan sebab-akibat
antar sasaran strategis yang berada dalam berbagai perspektif yang berbeda,
sehingga dapat menunjukkan hipotesis yang dibangun mengenai keterkaitan antar
satu sasaran strategis dengan yang lain, yang pada akhirnya bertujuan untuk
mencapai sasaran strategis utama, yaitu SS.1. Hal yang perlu dicermati dalam peta
strategis BI adalah bahwa pada saat ini BI tidak menggunakan konsep strategic
themes guna mengelompokkan beberapa sasaran strategis yang memiliki
kesamaan karakteristik. Sebenarnya BI pernah mencoba menerapkan konsep
strategic themes beberapa tahun lalu, namun hal ini dirasakan kurang membawa
manfaat bagi BI karena justru menimbulkan kerancuan atas pengelompokkan
sasaran strategis, sehingga kini penggunaan konsep strategic themes
ditiadakan.Selain itu produk ketiga dalam tahapan ini, yaitu program kerja yang
telah tercakup dalam matriks perencanaan dan pengendalian strategis BI menjadi
lebih mudah disusun dalam peta strategis BI.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
90
Universitas Indonesia
Selain pembentukan matriks perencanaan dan pengendalian strategis yang
digunakan sebagai landasan dalam penyusunan peta strategi BI, hal lain yang
ditetapkan dalam tahap ini adalah penentuan ukuran dan target BI. Berdasarkan
wawancara yang telah dilakukan dengan pihak Direktorat Perencanaan Strategis
dan Hubungan Masyarakat (DPSHM) BI, sampai saat ini BI belum menetapkan
batasan atas penggunaan ukuran dan target yang digunakan untuk membangun
Balanced Scorecard BI. Faktor utama yang dinilai menyebabkan penuhnya
(corwded) Balanced Scorecard BI adalah karena banyaknya inisiatif, ukuran dan
target yang diusulkan oleh beberapa satuan kerja guna menilai pencapaian sasaran
strategis. Pihak PSHM melakukan mekanisme negosiasi dengan satuan kerja
terkait untuk mendiskusikan dan mengarahkan penggunaan beberapa ukuran dan
target yang dirasa dapat memberikan gambaran yang cukup bagi pencapaian
sasaran strategis, namun hasil akhirnya adalah mengikuti kemauan satuan kerja
terkait setelah diskusi dilaksanakan. Hal ini menimbulkan suatu indikasi bahwa
terjadi masalah initiative explosion dalam penyusunan Balanced Scorecard BI.
Terkait dengan program kerja yang ada dalam Balanced Scorecard BI
sendiri dikenal sebagai program kerja strategis (PK Strategis), yaitu program kerja
yang terkait dengan BI atau berada dalam level BI-wide. PK Strategis sendiri
dikelompokkan menjadi dua jenis PK, yaitu PK insiatif dan PK non-inisiatif. PK
inisiatif adalah program kerja yang ditentukan oleh BI terkait dengan pencapaian
indikator kinerja utama (IKU), di luar program kerja rutin yang dilaksanakan oleh
setiap satuan kerja yang menunjang pencapaian strategi BI. PK inisiatif ditetapkan
melalui Forstra yang menentukan SS, IKU, serta PK inisiatif BI. Sementara PK
non-inisiatif adalah program kerja yang memang menjadi tanggung jawab satuan
kerja untuk dilaksanakan secara rutin. PK non-inisiatif baru ditetapkan oleh
masing-masing satuan kerja setelah Forstra selesai dilaksanakan pada saat proses
cascading ke tingkat satuan kerja berlangsung.
Sementara itu, isu yang cukup disoroti dalam pembahasan mengenai
langkah perencanaan strategi, adalah kecenderungan instansi pemerintah yang
menyusun sasaran strategis dalam bentuk output (seperti jumlah kebijakan yang
dihasilkan, jumlah peraturan, dan sebagainya). Namun demikian di BI sendiri,
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
91
Universitas Indonesia
sasaran strategis sudah disusun dalam bentuk outcome atau kebermanfaatan,
seperti dampak dan efektivitas kebijakan. Hal ini merupakan langkah yang baik
dalam penyusunan Balanced Scorecard, namun demikian topik ini menimbulkan
isu menarik lainnya, yaitu bagaimana strategi BI untuk mengatasi kesulitan dalam
pengukuran outcome tersebut supaya tidak menimbulkan missing measurement.
Pada awalnya BI memang mengalami hambatan dalam pengukuran outcome,
namun seiring dengan berjalannya waktu, BI terus berupaya untuk merumuskan
suatu pendekatan terbaik dalam pengukuran outcome, yaitu dengan membentuk
formulasi. Misalnya adalah dengan menyusun formula untuk menghitung tingkat
efektivitas kebijakan moneter, sehingga didapatkan suatu cara yang mampu
mengkuantifisir ukuran yang abstrak tersebut.
Sementara terkait dengan akuntabilitas inisiatif yang diusulkan dalam
Balanced Scorecard, BI menunjuk initiative sponsor. Mekanisme
penunjukkannya adalah melalui Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan
Masyarakat (PSHM) BI, yang mendiskusikan dan mengusulkan penunjukkan
Anggota Dewan Gubernur Bidang terkait (DG Bidang) yang membawahi satuan
kerja koordinator inisiatif. Alasan penunjukkan juga diuraikan dan diajukan
kepada Dewan Gubernur BI (GBI) sebagai pengambil keputusan terakhir.
Penunjukkan DG Bidang dari satuan kerja koordinator bertujuan untuk
mempermudah proses komunikasi dan pelaporan satuan kerja tersebut atas
kemajuan atau permasalahan dalam pelaksanaan insiatif.
Mengenai aspek anggaran, yaitu strategy expense (stratex), dalam tahapan
ini BI belum melakukan pembahasan mengenai besaran anggaran strategi. Di BI
sendiri tidak ada pembagian anggaran berdasarkan strategi yang dilaksanakan.
Penetapan anggaran dan strategi BI sendiri dibawah tanggung jawab dua
direktorat yang berbeda. Anggaran di bawah kendali Direktorat Keuangan Internal
(DKI) dan strategi ditangani oleh DPSHM. Anggaran yang dikenal di BI sendiri
sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 3 tahun 2004 (diperbaharui UU No. 6
tahun 2009) pasal 60 adalah sistem penganggaran internal berdasarkan unit bisnis
dan unit pendukung. Penyusunan anggaran dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
anggaran kebijakan dan anggaran operasional yang nanti lebih dibahas dalam
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
92
Universitas Indonesia
tahapan perencanaan operasi. Sementara di dalam anggaran tersebut dimasukkan
unsur strategi dalam penetapan plafon anggaran. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak ada suatu sistem anggaran strategi yang bersifat lintas fungsi dan unit
bisnis yang memiliki otorisasi terpisah dengan sistem anggaran internal.
4.3. Analisis Proses Alignment Balanced Scorecard Bank Indonesia
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pihak Direktorat
Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat (DPSHM) selaku SMO,
diketahui bahwa tahapan ketiga dan keempat dalam eksekusi strategi di BI sendiri
hampir menyatu dalam prosesnya, sama seperti tahapan pertama dan kedua.
Tahap ketiga dalam eksekusi strategi adalah menurunkan strategi yang telah
dibentuk dalam Balanced Scorecard BI-wide ke tingkat unit bisnis, unit
pendukung, dan individu (karyawan). Dalam penurunan Balanced Scorecard BI
sendiri terbagi ke dalam dua proses, yaitu vertical alignment dan horizontal
alignment. Tahap penurunan (cascading) yang dilakukan di BI masih dipandu
oleh Tim Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja (Pamka) yang
berperan sebagai Strategic Management Officer (SMO). Proses pembimbingan
yang dilakukan oleh Tim Pamka untuk setiap satuan kerja dalam penurunan
Balanced Scorecard ini disebut dengan Klinik Cascading. Hal ini pada dasarnya
mengarahkan seluruh satuan kerja terkait untuk melakukan penurunan sesuai
dengan kerangka yang telah disusun oleh Tim Pamka, apabila satuan kerja terkait
memiliki keraguan mengenai penurunan, maka Tim Pamka bertugas melakukan
penjelasan dan meyakinkan satuan kerja tersebut. Berikut adalah gambaran
penurunan Balanced Scorecard BI secara horisontal dan vertikal:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
93
Universitas Indonesia
4.7. Horizontal and Vertical Alignment
Sumber: Presentasi mengenai Implementasi Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen
Kinerja di Bank Indonesia, 1 Maret 2012.
Untuk tahapan vertical alignment sendiri merupakan suatu proses
mendesain dan menghubungkan kegiatan satuan kerja secara vertikal untuk
mendukung pencapaian sasaran strategis BI. Sejak tahun 2012, BI telah
mengembangkan suatu pedoman cascading strategi level BI ke level satuan kerja
untuk program kerja inisiatif. Hal ini bertujuan untuk menyamakan persepsi dan
mempermudah proses cascading, sehingga kontribusi setiap satuan kerja dalam
pencapaian sasaran BI semakin jelas dan segenap program yang dilakukan oleh
satuan kerja semakin fokus pada strategi. Proses ini dilakukan dengan
mendelegasikan Balanced Scorecard BI-wide kepada Balanced Scorecard satuan
kerja guna memastikan seluruh sasaran strategis, indikator kinerja utama, dan
program kerja inisiatif pada Balanced Scorecard BI-wide terdistribusi habis ke
satuan kerja sesuai dengan fungsi dan tugas. Berikut adalah gambaran penurunan
Balanced Scorecard BI:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
94
Universitas Indonesia
4.8. Cascading of the Balanced Scorecard
Sumber: Hasil Wawancara Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat
Bank Indonesia, 23 Oktober 2012. Telah diolah kembali.
Dalam penurunan Balanced Scorecard BI, objek yang diturunkan adalah
komponen-komponen yang terdapat di dalamnya, yaitu sasaran strategis (SS),
indikator kinerja utama (IKU), dan program kerja (PK). Terdapat empat prinsip
yang digunakan dalam penurunan ini, yaitu:
1. Penurunan dilakukan antar objek yang sama, hal ini berarti SS akan
diturunkan menjadi SS satuan kerja, IKU menjadi IKU satuan kerja dan PK
menjadi PK satuan kerja.
2. Penurunan dilakukan antar perspektif yang sama atau perspektif di atasnya.
Maksudnya adalah perspektif process dapat diturunkan menjadi perspektif
outcome namun tidak boleh diturunkan menjadi perspektif learning and
growth).
3. Penurunan SS yang berasal dari perspektif internal, keuangan, governance,
dan learning and growth dalam Balanced Scorecard BI-wide ke SS perspektif
stakeholders dalam Balanced Scorecard satuan kerja maka akan mengalami
penyesuaian kalimat menjadi kalimat yang menggambarkan kondisi.
4. Setiap objek (SS, IKU, maupun PK) dapat diturunkan dengan metode yang
berbeda.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
95
Universitas Indonesia
Adapun metode yang digunakan dalam menurunkan objek Balanced Scorecard BI
dibagi menjadi empat cara, yaitu:
1. Identik (Identical) atau fully cascade, yaitu pendelegasian objek Balanced
Scorecard BI-wide kepada suatu satuan kerja tertentu tanpa mengalami
perubahan sama sekali, termasuk kalimat, ukuran, dan target yang ingin
dicapai.
2. Berbagi tanggung jawab (Shared) atau partially cascade, yaitu pendelegasian
suatu objek Balanced Scorecard BI-wide kepada beberapa satuan kerja
tertentu sesuai dengan ruang lingkupnya masing-masing, dilakukan dengan
menambahkan nama satuan kerja terkait setelah nama SS yang diturunkan.
3. Kontribusi (Contributory), yaitu pendelegasian suatu objek Balanced
Scorecard BI-wide kepada beberapa satuan kerja terkait sesuai dengan tugas
dan fungsinya, dimana kalimat dari objek yang diturunkan berbeda sesuai
dengan kontribusi satuan kerja. Hal yang perlu dilakukan adalah menentukan
komponen pembentuk SS, IKU, dan PK serta satuan kerja mana saja yang
terkait.
4. Prioritas Lokal (Unique), yaitu prioritas dari beberapa satuan kerja yang tidak
memiliki kaitan langsung dengan strategi BI namun dibutuhkan untuk mampu
mencapai SS lainnya dalam perspektif yang sama atau berbeda atau oleh
satuan kerja berbeda. Metode ini biasanya muncul akibat adanya horizontal
alignment dengan satuan kerja lainnya.
Dalam pelaksanaan vertical alignment atas Balanced Scorecard BI-wide, telah
disusun suatu pedoman mengenai langkah-langkah penurunan yang harus
dilakukan, yaitu:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
96
Universitas Indonesia
4.9. Tahapan Penyusunan Peta Strategi Satuan KerjaSumber: Aulia Pohan dan Tim SPAMK-BI. Towards High Performance Organization,
2006, p.44. Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat, 1
Maret 2012. Telah diolah kembali.
Dalam perjalanan implementasi Balanced Scorecard BI telah dilakukan
beberapa perubahan guna mencapai penyempurnaan. Salah satu perubahan yang
telah dilakukan oleh BI adalah dalam hal penurunan (cascading) Balanced
Scorecard BI-wide kepada Balanced Scorecard satuan kerja (baik unit bisnis
maupun pendukung). Pada tahun 2006, penurunan dilakukan melalui sepuluh
tahapan yang kemudian diringkas serta diperdalam pada tahun 2012 menjadi
enam tahapan, yang terdiri atas:
1. Tahap 1, tahapan ini menyederhanakan langkah 1 sampai 4, yaitu
mempelajari misi, visi, rencana strategis, struktur organisasi dan tugas pokok
serta output dari BI dan juga satuan kerja. Hal ini bertujuan untuk
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
97
Universitas Indonesia
mendapatkan gambaran umum mengenai komponen-komponen pembentuk
peta strategis.
2. Tahap 2, tahapan ini baru disusun pada tahun 2012 dimana terlebih dulu
akan dilakukan proses mempelajari Balanced Scorecard BI secara mendalam.
Hal ini penting untuk dilakukan supaya penyusun mengetahui secara
mendalam mengenai Balanced Scorecard BI-wide yang akan diturunkan di
tingkat satuan kerja.
3. Tahap 3, meringkas langkah 5 hingga 7 yang berupa serangkaian identifikasi
secara menyeluruh atas sasaran strategis (SS), indikator kinerja utama (IKU),
target, serta inisiatif strategis BI yang menjadi kewenangan satuan kerja
tertentu.
4. Tahap 4, adalah tahapan yang cukup penting yang baru dikembangkan pada
tahun 2012. Pada tahapan ini dilakukan analisis mengenai kewenangan satuan
kerja secara mendalam dan menentukan metode penurunan yang akan
digunakan di antara empat pilihan metode yang tersedia. Selain itu pada tahap
ini dilakukan tabulasi mengenai metode penurunan yang dipilih sehingga
mempermudah dalam penelusuran kembali (traceability).
5. Tahap 5, menyederhanakan langkah 8 hingga 10 yaitu tahapan pembangunan
peta strategis pada tingkat Satker secara terperinci yang terdiri atas SS
(menggambarkan sasaran yang ingin dituju oleh satuan kerja), IKU
(mencerminkan ukuran yang digunakan untuk menilai keberhasilan
pencapaian tujuan), dan PK (merefleksikan berbagai aktivitas yang harus
dilakukan oleh satuan kerja untuk mendukung pencapaian SS dan IKU).
6. Tahap 6, merupakan tahapan terakhir dalam penurunan Balanced Scorecard
dimana disusun suatu hubungan sebab-akibat pada peta strategis satuan kerja.
Hal ini sangat penting untuk membangun linkage sehingga hipotesis yang
dibangun dalam berbagai perspektif yang ada menjadi jelas dan dapat diuji
kebenarannya.
Sebagai sampel dalam penelitian ini, diambil dua contoh penurunan
Balanced Scorecard BI-wide ke tingkat satuan kerja. Contoh pertama adalah
penurunan kepada salah unit bisnis utama (business unit) BI yaitu Direktorat Riset
dan Kebijakan Moneter (DKM).
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
98
Universitas Indonesia
4.10. Sampel Penurunan Balanced Scorecard Direktorat Riset dan
Kebijakan Moneter Bank IndonesiaSumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank
Indonesia, 23 Oktober 2012.
Contoh di atas menggambarkan penurunan atas salah satu sasaran strategis
yang ada dalam perspektif stakeholders (outcome) dimana stakeholders yang
dituju adalah para pelaku pasar. Penurunan ini dilakukan dengan metode adopsi
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
99
Universitas Indonesia
penuh atau identik, dimana sasaran strategis (SS.2.) mengenai bauran kebijakan
moneter yang efektif dengan IKU.2. mengenai efektivitas transmisi bauran
kebijakan moneter yang ada pada tingkat BI-wide diturunkan secara penuh kepada
DKM dalam perspektif yang sama. Hal ini dapat terjadi karena sasaran strategis
serta indikator kinerja utama yang ada dalam tingkat BI-wide memang
sepenuhnya berasal dari unit bisnis Moneter dalam hal ini DKM. Penurunan
dilakukan secara identik, namun demikian terdapat perbedaan kalimat yang tidak
sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Contoh berikutnya adalah penurunan yang dilakukan ke tingkat unit
pendukung (support unit), yaitu Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi (DPSI)
BI, yaitu:
4.11. Sampel Penurunan Balanced ScorecardDirektorat Pengelolaan
Sistem Informasi Bank IndonesiaSumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank
Indonesia, 23 Oktober 2012.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
100
Universitas Indonesia
Contoh di atas menggambarkan penurunan yang dilakukan kepada tingkat
unit pendukung, dimana penurunan yang dilakukan juga menggunakan metode
identik. Yang sedikit berbeda dengan contoh penurunan dalam unit bisnis
sebelumnya adalah bahwa dalam sampel ini penurunan dilakukan dari sasaran
strategis yang ada dalam perspektif learning and growth pada tingkat BI-wide
menjadi sasaran strategis dalam perspektif stakeholders dalam tingkat DPSI. Hal
yang kurang konsisten dengan prinsip dasar penurunan Balanced Scorecard
adalah bahwa pada tingkat DPSI tidak dilakukan perubahan kalimat menjadi
kalimat kondisi karena berada dalam perspektif stakeholders.
Sementara itu horizontal alignment antar satuan kerja bertujuan untuk
menghubungkan kegiatan satuan kerja dengan keseluruhan kegiatan satuan kerja
secara horisontal. Dalam vertical alignment yang telah dilakukan sebelumnya,
terkandung risiko “silo-thinking” yaitu suatu peristiwa yang terjadi ketika satuan
kerja secara eksplisit tidak mampu mengenali isu koordinasi antar satuan kerja
dan isu ketergantungan dalam Balanced Scorecard mereka yang sebenarnya harus
dikelola guna mencapai visi dan misi BI. Sebenarnya hal ini telah berusaha
diminimalisir dengan melakukan tahapan analisa harapan stakeholders internal
(dalam tahapan penyusunan peta strategis satuan kerja), namun untuk memastikan
sinergi yang menyeluruh di semua satuan kerja, maka perlu dilakukan komunikasi
horisontal.
Di BI sendiri, proses aligning yang dilakukan secara horisontal dikenal
dengan istilah “synergizing”. Hal ini mampu memperjelas peran serta tanggung
jawab antar satuan kerja dalam mencapai sasaran strategis BI, bahwa setiap satuan
kerja harus saling mendukung dalam rangka pencapaian sasaran strategis BI.
Proses horizontal alignment ini dilakukan terutama untuk memperjelas hubungan
antara unit bisnis dan unit pendukung. Penurunan yang dilakukan pada tingkat BI-
wide kepada tingkat manajemen internal (unit pendukung) lebih sulit jika
dibandingkan dengan unit bisnis, karena seringkali sasaran strategis atau indikator
kinerja utama yang ada pada tingkat BI-wide tidak berkaitan langsung dengan unit
pendukung. Salah satu contohnya adalah penurunan yang dilakukan kepada unit
Museum yang lebih banyak diambil dari tugas pokok unit bersangkutan dalam
pembangunan peta strategis unit tersebut. Namun demikian dalam pencapaian
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
101
Universitas Indonesia
sasaran strategis tersebut keberadaan unit pendukung sangat penting untuk
membantu unit bisnis mencapai sasaran strategisnya. Sehingga seringkali
memunculkan sasaran strategis baru di tingkat unit pendukung yang tidak ada di
tingkat BI-wide namun harus dicapai untuk bisa mencapai sasaran strategis
lainnya. Hal ini berkaitan dengan metode prioritas lokal yang merupakan metode
keempat dalam penurunan Balanced Scorecard.
Konsep yang diusung adalah kemitraan (partnership), dimana antar satuan
kerja terkait melakukan kerjasama saling mendukung. Peran mitra di sini
didefinisikan sebagai koordinasi, dukungan, atau kerjasama. Secara umum,
metodologi yang digunakan adalah sebagai berikut:
Masing-masing satuan kerja menguji peta strateginya dan untuk setiap
saasaran strategis diajukan pertanyaan, “Manakah satuan kerja utama yang
perlu kami ajak bermitra untuk mencapai sasaran strategis kami?”
Pada saat setiap satuan kerja mempresentasikan peta strategi dan IKU-nya,
satuan kerja yang memerlukan mitra strategis internal memberikan komentar
mengenai harapan mereka dan menanyakan apakah harapan tersebut dapat
dipenuhi oleh mitra strategis. Berdasarkan masukan yang didapatkan, para
satuan kerja kemudian memepertajam scorecard mereka masing-masing
berdasarkan harapan-harapan tersebut, lalu mendiskusikannya.
Proses ini dilakukan secara bergiliran oleh semua satuan kerja sehinggaa
internal negosiasi antar satuan kerja yang menjadi “supplier” dan satuan
kerja yang menjadi “customer” dapat terjadi.
Selain penurunan yang dilakukan kepada tingkat unit bisnis dan unit
pendukung baik secara vertikal maupun horisontal, BI juga telah melakukan
penurunan hingga kepada tingkat individual. Meskipun sampai saat ini penurunan
hingga ke tingkat individu dirasakan masih sangat sulit terutama terkait dengan
sistem penghargaan yang diberikan dan disinergikan dengan strategi guna
mendorong insentif karyawan untuk membantu pencapaian sasaran strategis BI.
Hal yang menarik adalah bahwa proses penurunan peta strategis hingga ke
level individu baru dilakukan setelah tahapan keempat dalam eksekusi strategi
selesai dilaksanakan. Setelah dilakukan negosiasi kesepakatan kerja antara
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
102
Universitas Indonesia
Pimpinan Satuan Kerja dan Dewan Gubernur Bidang, dilanjutkan dengan
penandatanganan kontrak kerja, maka barulah karyawan membuat Rencana Kerja
Individu (RKI) yang digunakan sebagai panduan bagi setiap individu dalam
melaksanakan tugas yang menunjang pencapaian strategi. Namun demikian perlu
ditekankan bahwa belum ada kepastian mengenai linkage antara strategi dengan
RKI maupun Indikator Kinerja Individu (IKI), karena BI belum melakukan
evaluasi secara menyeluruh.
Penurunan yang dilakukan hingga ke tingkat individu menjadi tanggung
jawab Direktorat Sumber Daya Manusia (DSDM) BI. Dalam hal ini telah
dikembangkan suatu Indikator Kinerja Individual (IKI) untuk menurunkan strategi
BI secara tidak langsung kepada individu dalam BI. IKI sendiri dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu:
1. IKI outcome, adalah indikator kinerja individu yang menggambarkan hasil
yang ingin dicapai atas seluruh aktivitas kinerja yang dilakukan oleh individu
yang bersangkutan. Setiap karyawan maksimal memiliki dua IKI outcome.
2. IKI process, menggambarkan indikator mengenai aktivitas yang harus
dilakukan oleh setiap karyawan guna mendukung pencapaian IKI outcome.
Setiap karyawan maksimal memiliki empat IKI process.
3. IKI pengembangan, adalah indikator kinerja individu yang berkaitan dengan
human development seperti kewajiban mengikuti kursus, pelatihan, atau
sertifikasi tertentu yang berkaitan dan mendukung kinerjanya. Setiap individu
maksimal memiliki dua IKI pengembangan.
Pembatasan jumlah IKI bertujuan untuk memfokuskan karyawan terhadap
IKI yang dianggap penting serta bersifat strategis yang keberadaannya dipandang
sangat penting guna membantu pencapaian sasaran strategis BI, walaupun pada
kenyataannya tanggung jawab atau tugas yang harus dilakukan oleh setiap
individu melebihi batas maksimal jumlah IKI. Sementara itu penurunan IKI yang
dilakukan di BI dapat dilihat melalui skema berikut:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
103
Universitas Indonesia
4.12. Penurunan Indikator Kinerja Individu Bank IndonesiaSumber: Hasil Wawancara Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat
Bank Indonesia, 23 Oktober 2012. Telah diolah kembali.
Hingga saat ini BI masih terus melakukan penyempurnaan terkait dengan
IKI. Pengembangan IKI sendiri sebenarnya telah sampai kepada level individu
serta dilengkapi dengan sistem informasi terintegrasi yang dapat diakses oleh
setiap karyawan, sehingga karyawan dapat mengetahui IKI-nya masing-masing
dan memantau pencapaian IKI tersebut. Hal ini sangat penting guna mencapai
prinsip mengubah strategi menjadi pekerjaan setiap orang setiap harinya yang
harus dicapai oleh Strategy-Focused Organization. Namun demikian
keterkaitannya dengan strategi level BI-wide masih belum dapat dipastikan.
Hingga akhir tahun 2012 direncanakan akan dilakukan evaluasi mengenai
keterkaitan IKI dan strategi BI hingga pada level kepala divisi dengan
menggunakan mekanisme Scoring Alignment, yang menilai tiga komponen, yaitu:
1. Kelengkapan komponen
2. Jenis IKI dan substansi kesesuaian dari level atas hingga level bawah
3. Kesesuaian IKI dengan peran jabatan berdasarkan UTPPJ (Uraian Tugas
Pokok dan Persyaratan Jabatan)
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
104
Universitas Indonesia
4.4. Analisis Proses Perencanaan Operasi dengan Pendekatan Balanced
Scorecard pada Bank Indonesia
Dalam tahapan perencanaan operasi, langkah yang dilakukan oleh BI
adalah perbaikan proses-proses penting (key process improvement), resource
capacity planning dan operating and capital budgets. Dalam tahapan identifikasi
proses-proses penting yang ada guna mendukung pencapaian strategi BI, perlu
diingat bahwa BI tidak menggunakan konsep strategic themes sehingga proses
identifikasi proses penting tidak dilakukan berdasarkan dengan panduan tersebut.
Hal ini dapat dilakukan oleh suatu instansi apabila konsep strategic themes
memang dipandang kurang cocok diterapkan. Sementara untuk umpan balik yang
diberikan kepada karyawan untuk mengetahui indikator-indikator kunci dari
performa yang pada akhirnya dapat memberikan fokus bagi karyawan untuk
melakukan perbaikan, telah digunakan suatu sistem dashboard yang disebut
Aplikasi Manajemen Kinerja dengan menggunakan produk QPR. Berikut adalah
gambaran QPR di BI:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
105
Universitas Indonesia
4.13. Aplikasi Manajemen Kinerja (QPR) Bank IndonesiaSumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank
Indonesia, 1 Maret 2012.
Setiap triwulanan, Manajer Indikator Kinerja Utama (Manajer IKU) dari setiap
satuan kerja akan melakukan pengisian data IKU pada Aplikasi Manajemen
Kinerja yang bersifat on-line. Aplikasi ini sendiri berfungsi sebagai Scorecard dan
Dasboard System yang berperan menjadi alat bantu dalam memonitor dan
mengukur kinerja BI dan satuan kerja.
4.4.1. Proses Perencanaan Kapasitas Sumber Daya
Sementara secara umum, tanggung jawab dalam pelaksanaan resource
capacity planning berada di tangan Direktorat Perencanaan Strategis dan
Hubungan Masyarakat (DPSHM) BI selaku SMO. Dalam rencana pengalokasian
kapasitas sumber daya tersebut, BI membagi beberapa komponen sumber daya
yang dialokasikan sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan. Beberapa
komponen sumber daya tersebut adalah logistik, anggaran, manusia, dan sistem
informasi. Berikut adalah penjelasan terperinci atas setiap komponen terkait:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
106
Universitas Indonesia
1. Logistik
Alokasi logistik yang dilakukan berdasarkan strategi yang telah disusun oleh BI
sampai saat ini masih berada di bawah kendali DPSHM. Namun demikian
dirasakan adanya kelemahan dalam proses ini, dimana alokasi logistik ditengarai
belum maksimal dikarenakan belum ada suatu mekanisme baku untuk memandu
pengalokasian logsitik. Untuk itu, direncanakan adanya pembentukan suatu
Forum yang bertugas untuk membantu pengalokasian logsitik sesuai dengan
kebutuhan setiap satuan kerja sesuai dengan strategi yang harus dicapainya.
2. Anggaran
Proses pengalokasian anggaran berada di bawah kendali Direktorat Keuangan
Internal (DKI) BI. Proses ini sudah lebih terstruktur dan memiliki porsi tersendiri
terkait pembahasan anggaran yang disusun oleh BI. Namun demikian terkait
dengan agenda DPR dalam rangka pengajuan anggaran dan pemisahan
pengendalian anggaran dan strategi menyebabkan alignment di antara keduanya
masih dipertanyakan yang nanti akan dibahas dalam sub pokok pembahasan
berikutnya.
3. Manusia
Salah satu masalah yang sampai saat ini dihadapi oleh BI adalah terkait alokasi
sumber daya manusia dalam pelaksanaan strategi BI. Pengalokasian sumber daya
manusia berada di bawah wewenang Direktorat Sumber Daya Manusia (DSDM),
namun demikian hingga saat ini, penentuan alokasi sumber daya manusia lebih
diserahkan kepada satuan kerja terkait. Penentuan mengenai kebutuhan dan proses
sebenarnya telah ditetapkan, misalnya untuk melaksanakan strategi X, maka
DPSHM menyatakan kebutuhan sekian orang dalam satuan kerja terkait untuk
bertanggung jawab dalam implementasinya. Namun belum ada suatu mekanisme
baku dalam penentuan pihak yang bertanggung jawab atas pencapaian strategi
tersebut. Sehingga person in charge (PIC) strategi belum ditetapkan serta belum
adaanya suatu mekanisme untuk mengevaluasi perimbangan antar satuan kerja.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
107
Universitas Indonesia
4. Sistem Informasi
Untuk alokasi sumber daya sistem informasi, direktorat yang memegang peranan
penting adalah Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi (DPSI) BI. Dalam
pengalokasian sistem informasi, sudah terdapat suatu mekanisme baku yang
cukup baik, yaitu melalui pelaksanaan Forum Manajemen Sistem Informasi.
Forum ini bertujuan untuk mewadahi dan menganalisa hingga menghasilkan
alokasi sistem informasi yang dibutuhkan oleh setiap satuan kerja. Melalui forum
ini, seluruh program kerja yang terkait dengan sistem informasi dikumpulkan dan
diseleksi, dimana program kerja disertai dengan target deliverables yang
diinginkan oleh satuan kerja pengguna (user requirement). Semua inisiatif terkait
sistem informasi selain inisiatif yang berasal dari DPSI BI sendiri, dimasukkan
dalam forum ini. Berdasarkan berbagai usulan dan permintaan yang diajukan, Tim
Pelaksana (Teknis) akan menyeleksi program kerja mana saja yang diterima,
dilakukan pengadaan dan pengembangan sistem informasinya, serta program
kerja mana yang dapat ditunda pelaksanaannya. DPSI sendiri telah menyusun
Rencana Strategis Sistem Informasi Bank Indonesia (Renstra SIBI), dimana
dibentuk suatu alat yang dikenal dengan sebutan Rumah SIBI untuk
menggambarkan infrastruktur sistem informasi di BI. Seluruh pengembangan
terkait sistem informasi yang diminta oleh satuan kerja lain harus sesuai dengan
infrastruktur tersebut.
4.4.2. Analisis Hubungan Strategi dan Anggaran Bank Indonesia
Salah satu hal yang menjadi karakteristik di BI adalah terkait dengan
anggaran. Karena anggaran BI telah ditetapkan sesuai Undang-Undang hanya
terdiri atas dua jenis anggaran yaitu anggaran kebijakan dan anggaran operasional,
maka penyusunan anggaran diklasifikasikan berdasarkan ketentuan tersebut.
Anggaran yang digunakan baik bersifat operasional (untuk beban keseharian
pelaksanaan kegiatan) maupun modal (untuk pembelian barang-barang seperti
asset tetap) keduanya melebur dalam setiap jenis anggaran, baik itu operasional
maupun kebijakan.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
108
Universitas Indonesia
Hal tersebut menjadi menarik untuk dijadikan salah satu fokus dalam
penelitian mengenai penerapan konsep Balanced Scorecard BI, yaitu terkait
dengan hubungan anggaran dan strategi yang telah disusun sesuai dengan
pendekatan Balanced Scorecard. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya,
keberadaan dan pelaksanaan tugas BI selalu menggunakan Undang-Undang
sebagai pedoman. Hal ini tidak terlepas dari kedudukan BI dalam negara yang
didorong karena kebutuhan akan terselenggaranya pemerintahan dan sistem
ketatanegaraan yang baik, sehingga seluruh hal yang berkaitan dengan BI
tercantum dalam Undang – Undang. UU No. 23 tahun 1999 yang terakhir kali
direvisi menjadi UU No. 6 tahun 2009 mengatur mengenai Bank Indonesia,
termasuk dalam penentuan tujuan dan tugas BI yang kemudian didefinisikan
dalam rangkaian SS dan IKU BI dalam konsep Balanced Scorecard. Sementara
UU No. 17 tahun 2003 mengenai Keuangan Negara, menetapkan penyusunan
anggaran yang berdasarkan rencana kerja, atau dengan kata lain mewajibkan
penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) atau Performance Based
Budgenting (PBB). Dimana di antara kedua komponen tersebut harus terdapat
suatu alignment yang secara bersamaan menyusun Anggaran Tahunan Bank
Indonesia (ATBI).
Hal ini sejalan dengan konsep Balanced Scorecard sebagai double-loop
learning yang diungkapkan oleh Kaplan dan Norton (2000) yang menghubungkan
strategi melalui konsep Balanced Scorecard (manajemen strategi) dengan operasi
melalui konsep anggaran (manajemen operasi), sehingga keduanya menjadi satu
kesatuan. Sesuai dengan permintaan DPR pada tahun 2010 supaya BI dapat
melaksanakan sistem Anggaran Berbasis Kinerja (ABK), maka penyusunan
anggaran diharapkan memiliki keterkaitan dengan manajemen kinerja BI.
Sementara sehubungan dengan penggunaan konsep Balanced Scorecard BI,
muncul pertanyaan mengenai kaitannya dengan sistem penganggaran di BI.
Karena BI merupakan salah satu lembaga negara yang memiliki
independensi, maka dalam pelaksanaan fungsi dan wewenangnya, BI berada
dalam pengawasan DPR. Salah satu komponen yang perlu
dipertanggungjawabkan kepada DPR adalah masalah anggaran. Sesuai dengan
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
109
Universitas Indonesia
agenda DPR, setiap tahunnya direncanakan akan dilakukan penyerahan rencana
anggaran untuk tahun mendatang pada akhir bulan September. Hal ini
dimaksudkan agar DPR memiliki waktu selama dua bulan untuk melakukan
pembahasan mengenai rencana anggaran yang diajukan oleh BI, yaitu pada bulan
Oktober dan November. Sehingga pada akhirnya rencana anggaran tersebut dapat
disetujui oleh DPR pada bulan Desember sebelum tahun anggaran dimulai.
Untuk itu, BI dituntut melakukan penyusunan strategi yang kemudian akan
menjabarkan dalam bentuk rencana kegiatan dan selanjutnya dapat diperhitungkan
menjadi berbagai pengeluaran yang diperlukan. Sehingga untuk dapat
menyesuaikan dengan agenda pembahasan rencana anggaran oleh DPR, BI
kemudian melakukan perubahan jadwal Forstra sebagai langkah penetapan
strategi. Jika dulu Forstra dilaksanakan pada bulan Agustus, kini BI menetapkan
pelaksanaan Forstra pada bulan Juli sehingga ada waktu yang lebih banyak untuk
menyusun rencana anggaran berdasarkan strategi yang telah ditetapkan. Sehingga
pada bulan September, BI telah memiliki rencana anggaran yang siap diajukan
kepada DPR beserta draft SS, IKU, dan PK inisiatif yang masih dapat mengalami
perubahan.
Adapun anggaran yang dikenal di BI sendiri sesuai dengan amanat
Undang-Undang No. 3 tahun 2004 (diperbaharui UU No. 6 tahun 2009) pasal 60
adalah sistem penganggaran internal berdasarkan unit bisnis dan unit pendukung.
Penyusunan anggaran dibagi menjadi dua kelompok, yaitu anggaran kebijakan
dan anggaran operasional adalah anggaran kebijakan dan anggaran operasional.
Untuk anggaran kebijakan adalah anggaran yang dimiliki oleh tiga satuan kerja
utama BI, yaitu moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Anggaran kebijakan
hanya perlu disampaikan kepada DPR tanpa perlu mendapat persetujuan.
Sementara yang kedua adalah anggaran operasional, yaitu berbagai anggaran yang
dibutuhkan oleh unit pendukung serta kantor perwakilan dalam negeri dan luar
negeri. Jenis anggaran ini yang kemudian harus disampaikan dan mendapat
persetujuan dari DPR.
Kelemahan yang dirasakan terkait dengan agenda DPR dalam penyusunan
anggaran dan strategi adalah perubahan kondisi yang terjadi ditengah proses
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
110
Universitas Indonesia
pengajuan strategi dapat menyebabkan perubahan dalam inisatif yang diajukan
oleh satuan kerja. Hal ini seringkali menyebabkan mismatch antara pembaharuan
yang sudah dilakukan di tingkat satuan kerja (operasional) dengan tingkat PSHM.
Selain itu jika dikaitkan dengan anggaran, maka perubahan yang terjadi dalam
komponen strategi sudah tidak dapat disesuaikan dengan anggaran, karena
anggaran telah diproses melalui mekanisme yang berbeda oleh DPR. Hal yang
paling penting adalah terkait dengan pengajuan rencana anggaran yang dilakukan
oleh BI hanya berdasarkan hasil Forstra yang baru mencakup anggaran berbasis
draft SS, IKU, dan PK insiatif, sementara PK non-inisiatif yang merupakan PK
rutin satuan kerja baru ditetapkan setelah rencana anggaran diajukan.
Pembahasan mengenai keterkaitan Balanced Scorecard sebagai sistem
manajemen performa BI dengan anggaran, dapat dimulai dengan siklus Sistem
Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja (SPAMK) yang telah disusun
oleh BI sebagai berikut:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
111
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
112
Universitas Indonesia
Siklus SPAMK ini diatur dalam PDG No. 12/9/PDG/2010, sementara
petunjuk teknis mengenai sistem ini dijelaskan dalam Surat Edaran No.
12/85/INTERN. Tujuan dari penerapan SPAMK sendiri adalah untuk
mengintegrasikan tiga hal penting yaitu perencanaan, penganggaran, dan
manajemen kinerja BI sehingga mendukung penyusunan ABK. SPAMK
dipandang sebagai bagian dari reformasi ketiga sistem tersebut (Walsh, Luis dan
Lok, 2004). Integrasi ketiga hal ini sendiri telah mendapatkan momentum dengan
dilahirkannya bebrerapa produk hukum pemerintah, seperti Inpres 7/1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, UU No. 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, UU No. 33 tahun 2004 mengenai Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah, UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No.
15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan
Negara, PP No. 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah, PP No. 21
tahun 2004 mengenai Rencana Kegiatan dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga, PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Negara,
PP No. 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah, Surat Edaran Menpan No. SE/31/M.PAN/12/2004 perihal Penetapan
Kinerja, Permpenpan No. 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan
Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, serta Perpres
No. 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi tahun 2010 – 2025.
Di antara ketiga komponen tersebut, perencanaan dan penganggaran
merupakan proses yang terintegrasi, oleh karenanya output dari perencanaan
adalah penganggaran (Bastian, 2006). Sedangkan manajemen kinerja merupakan
tatakelola pencapaian tujuan organisasi sesuai dengan dokumen perencanaan dan
penganggaran yang telah ditetapkan oleh organisasi, atau dalam istilah lain
manajemen kinerja sebagai tatakelola perilaku dan hasil kerja seseorang dalam
pencapaian tujuan organisasi (Brumbach, 1988; Amstrong, 1994; Bates dan
Holton, 1995; Waal, 2007). Secara umum terdapat paling tidak empat manfaat
yang diharapkan dapat dicapai melalui proses SPAMK, yaitu (a) untuk
meningkatkan orientasi kepada stakeholders, (b) untuk meningkatkan transparansi
dan akuntabilitas menuju tatakelola yang lebih baik, (c) untuk menciptakan
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
113
Universitas Indonesia
strategy focused organization, (d) untuk membangun organisasi yang berbudaya
berbasis kinerja (Simanjuntak, 2004).
BI sendiri kendati sudah berusaha menerapkan SPAMK sebagai wujud
intergrasi strategi dan anggaran, masih mengalami beberapa kelemahan di
dalamnya. Fungsi SPAMK BI dilaksanakan oleh dua satuan kerja, yaitu DPSHM
sebagai pelaksana sistem perencanaan dan manajemen kinerja serta DKI sebagai
pelaksana sistem anggaran. DPSHM sepenuhnya bertanggung jawab terhadap
penyusunan dan implementasi strategi BI yang dituangkan dalam Balanced
Scorecard melalui rangkaian Forstra, penurunan ke setiap satuan kerja hingga
evaluasi. Sementara DKI bertanggung jawab atas penyusunan anggaran dimana
setiap tahunnya DKI menetapkan plafon anggaran untuk masing-masing satuan
kerja dengan mengacu pada data historis satker dan penentuannya berupa
inkremental dari jumlah kebutuhan satker pada periode sebelumnya (konsep
anggaran tradisional), bukan pada program kerja yang disusun oleh satker
tersebut. Hal ini disebabkan karena rencana anggaran sudah harus diajukan oleh
BI kepada DPR pada bulan September, dimana anggaran disusun hanya mengacu
pada hasil Forstra, sementara penurunan strategi ke tingkat satker masih terus
berlangsung setelahnya (dalam tahap 4 baru dilakukan penetapan Peta Strategi
Satker).
Selain itu, sistem aplikasi yang digunakan oleh kedua satker tersebut
terpisah, dimana DKI memiliki dua sistem aplikasi penunjang anggaran, yaitu
PPA dan BI-SOSA sementara DPSHM menggunakan AMK. PPA (Proyeksi dan
Penyusunan anggaran) adalah suatu aplikasi yang digunakan oleh DKI dalam
perencanaan dan penyusunan anggaran sedangkan aplikasi BI-SOSA (Sentralisasi
Otomatisasi Sistem Akunting) digunakan untuk melakukan pencatatan dan dalam
kaitannya dengan sistem akuntansi. Saat ini, aplikasi PPA dan BI-SOSA berada di
bawah kontrol DKI dan hanya sebatas aplikasi untuk anggaran dengan alignment
yang masih lemah atas manajemen kinerja. Dalam aplikasi PPA, telah
dimasukkan komponen manajemen kinerja seperti SS, IKU, dan PK yang menjadi
dasar pernyusunan anggaran, namun demikian karena adanya pemisahan aplikasi
AMK dan PPA, pembaharuan komponen AMK seringkali terlambat di up-date di
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
114
Universitas Indonesia
PPA (lag time). Sementara AMK (Aplikasi Manajemen Kinerja) yang digunakan
oleh DPSHM juga tidak memasukkan indikator penyerapan anggaran dalam
penilaian kinerja, melainkan penilaian berdasarkan pencapaian IKU BI.
Sampai saat ini, BI masih belum memiliki suatu mekanisme baku untuk
menerapkan ABK yang baik. Belum adanya sistem pengukuran output BI serta
metode alokasi biaya menjadi fakor penghambat dalam penyusunan ABK. Sesuai
dengan konsep ABK, maka seharusnya setiap anggaran disusun berdasarkan
rencana kerja yang telah dibuat. Namun karena BI menerapkan konsep Balanced
Scorecard, maka penyusunan anggaran harus sesuai dengan SS dan IKU yang
telah ditetapkan sebelumnya. Masalah utama yang dihadapi oleh BI adalah
membangun alignment antara komponen strategi dalam Balanced Scorecard
dengan anggaran.
Sebelum melakukan pembahasan mengenai keterkaitan Balanced
Scorecard dan anggaran, maka perlu dilakukan analisis mengenai komponen
Balanced Scorecard BI sendiri. Analisis dimulai dengan menelaah pola hubungan
PK dan SS yang ada baik di level BI-wide maupun satuan kerja. Hubungan antara
Peta Strategis (SS dan IKU) di level BI-wide dan Peta Strategis (SS dan IKU) di
level satuan kerja adalah one-to-many, artinya satu SS atau IKU di level BI-wide
dapat diturunkan kepada lebih dari satu SS atau IKU satuan kerja. Sementara
hubungan SS dan IKU satuan kerja terhadap PK pada saat ini adalah many-to-
many, artinya satu SS Satker dapat memiliki lebih dari satu PK, sebaliknya satu
PK Satker dapat terkait dengan lebih dari satu SS Satker. Terakhir, adalah pola
hubungan PK dan anggaran yang berupa one-to-one, artinya anggaran disusun
dalam level PK.
Dalam penetapan linkage SS Satker ke PK, BI melakukannya secara tidak
langsung, yaitu melalui Tugas Pokok Satuan Kerja (TPSatker) dan Tugas Pokok
Unit Kerja (TPUker). Hal ini menyebabkan akurasi di level satker menjadi
meningkat. Namun demikian permasalahan yang terjadi adalah linkage antara SS
BI dan SS Satker, yang dinilai masih memiliki banyak kelemahan. Beberapa SS
Satker yang muncul akibat adanya horizontal alignment terkesan hanya berupa
‘pajangan’ tanpa dilanjutkan dengan pembentukan PK. Selain itu linkage
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
115
Universitas Indonesia
beberapa SS Satker tersebut dengan SS BI terkesan dipaksakan, sehingga level
akurasi di tingkat BI-wide lebih rendah. Pada akhirnya, by system, anggaran
menjadi terserap habis pada Peta Strategi BI-wide dan hubungan PK-SS dalam
ATBI secara keseluruhan lebih menekankan pada kelengkapan (external reporting
oriented). Hal ini menggambarkan kondisi trade-off yang dialami oleh BI antara
akurasi dan kelengkapan. Jika BI ingin meningkatkan akurasi, maka tidak semua
SS Satker dipaksakan untuk dihubungkan dengan SS BI-wide sehingga ada
beberapa anggaran yang memang menjadi bagian Peta Strategis Satker saja.
Anggaran Berbasis Kinerja fokus pada keterkaitan yang kuat antara
informasi kinerja dan anggaran sehingga pengukuran kinerja tidak terlepas dari
pengukuran anggaran (OECD, 2007). Sampai saat ini BI masih berupaya untuk
membangun suatu sistem ABK yang terstruktur dan lebih baik yang terkait
dengan kepentingan internal serta kepentingan eksternal berupa laporan
pertanggungjawaban kepada DPR. Sementara salah satu hal yang ingin dicapai
oleh BI adalah dapat menerapkan suatu pengukuran biaya yang terstandardisasi
(standard cost). Sehingga tantangan terbesar BI adalah membangun suatu sistem
standar biaya yang ilmiah.
4.5. Analisis Proses Pemantauan dan Pengawasan Balanced Scorecard
Bank Indonesia
Dalam tahap pemantauan dan pengawasan terdapat dua kegiatan yang
lazimnya dilakukan oleh perusahaan atau entitas yang menggunakan pendekatan
Balanced Scorecard dalam sistem manajemen performa. Dua kegiatan tersebut
adalah review operasional (operational review) dan review strategis (strategic
review). Kaplan dan Norton dalam beberapa literaturnya (1992, 1996, 2000, 2008)
menekankan pentingnya keberadaan review strategis dalam penyusunan dan
pengimplementasian Balanced Scorecard.
Berbagai sampel yang digunakan oleh keduanya menyebutkan bahwa
perusahaan-perusahaan maupun organisasi nonprofit yang diteliti cenderung
hanya fokus pada review operasional. Setiap rapat yang dilakukan bertujuan untuk
melakukan pembahasan mengenai performa yang telah dicapai sebelumnya,
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
116
Universitas Indonesia
didominasi dengan presentasi oleh perwakilan berbagai unit mengenai pencapaian
yang mereka raih, selisih antara target dan pencapaian, serta upaya untuk menutup
selisih tersebut. Hal ini dinilai terlalu fokus terhadap isu-isu jangka pendek yang
dialami oleh perusahaan dan membutuhkan penanganan dengan cepat. Namun
demikian, terpusatnya perhatian dan tersitanya waktu rapat untuk pembahasan
lingkup operasional membuat organisasi lupa akan review strategis yang
seharusnya juga perlu mendapatkan perhatian khusus. Isu jangka panjang terkait
strategi seringkali dikesampingkan, seperti isu mengenai validitas asumsi-asumsi
yang digunakan untuk membangun startegi, kondisi eksternal maupun internal
yang terus berubah dan berpotensi besar mengubah strategi, serta ketepatan
hipotesis yang dibangun dalam hubungan antar perspektif yang digunakan sebagai
landasan pembangunan strategi. Masalah yang sangat sering terjadi adalah
organisasi cenderung menggabungkan review operasional dan strategis dalam satu
waktu rapat. Terkadang rapat operasional dilakukan pada awal hari (pagi hingga
siang) sementara review strategi pada akhir hari (siang hingga sore). Namun
demikian hal ini menjadikan organisasi terlalu fokus pada aspek operasional, tak
jarang pembahasan operasional kemudian terus berlangsung hingga akhir rapat
dan menyebabkan aspek strategis menjadi tidak terbahas dalam rapat. Untuk
itulah keduanya mengusulkan adanya pemisahan antara rapat operasional dan
strategis.
Di BI sendiri telah dilakukan lima jenis rapat yang rutin dilaksanakan. Hal
ini dapat dipetakan menjadi suatu gambaran pelaksanaan berbagai rapat serta
arahan pembahasan yang dilakukan di dalamnya:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
117
Universitas Indonesia
4.15. Pemetaan Rapat di Bank IndonesiaSumber: Olahan sendiri
1. Rapat Dewan Gubernur (RDG)
Rapat Dewan Gubernur merupakan rapat yang dihadiri oleh para Dewan
Gubernur BI yang memiliki keputusan tertinggi atas penentuan segala kebijakan
yang ada di BI. RDG sendiri wajib dihadiri oleh Dewan Gubernur BI yang
memenuhi kuorum guna dapat melakukan pengambilan keputusan. Jumlah
maksimal Dewan Gubernur BI sendiri adalah 9 orang, sementara pada tahun ini
terdapat 5 orang Dewan Gubernur BI. Sehingga untuk memenuhi persyaratan
keabsahan pengambilan keputusan maka setidaknya rapat harus dihadiri oleh 3
orang Dewan Gubernur BI. Rapat ini dilaksanakan dengan frekuensi mingguan,
bulanan, triwulanan, dan tahunan yang berfungsi sebagai penentu keputusan akhir
dalam isu-isu penting yang terjadi di BI. Sesuai dengan amanat Undang-Undang,
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
118
Universitas Indonesia
maka untuk hal yang bersifat strategis juga harus diputuskan melalui persetujuan
Dewan Gubernur BI.
Namun demikian kekurangan yang dirasakan hingga saat ini adalah
pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dirasakan kurang memiliki
hubungan dengan peta strategi BI. Sehingga perubahan yang ingin dilakukan
adalah:
a. Mengarahkan Board Seminar dalam pembahasan dan penyampaian informasi
kepada Dewan Gubernur yang mendalam (kedalaman topik dapat dirasakan),
pengecekan tingkat pencapaian setiap target dan hambatannya.
b. Mengarahkan pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang melakukan
pembahasan yang berhubungan (link) dengan peta strategi BI (topik-topik
yang berkaitan dengan SS dan IKU BI).
Selain itu keluhan yang diajukan adalah adanya tugas tambahan yang
selalu diberikan berdasarkan keputusan RDG kepada satuan kerja tanpa
memperhitungkan beban kerja dari satuan kerja terkait. Hal ini menimbulkan
hilangnya fokus dari satuan kerja mengenai tugas yang perlu diprioritaskan dalam
pencapaian strategi BI. Hal lain yang terjadi dalam rapat evaluasi di BI sendiri
adalah belum adanya sistem reward and punishment dalam menindaklanjuti
pencapaian setiap satuan kerja. Terlepas dari kelebihan dan kekurangan sistem ini,
penghargaan kepada satuan kerja yang memiliki kinerja baik selayaknya
mendapatkan apresiasi dari BI sehingga memacu setiap satuan kerja untuk
meningkatkan upaya dalam pencapaian kinerjanya (membangun intensif
eksternal).
2. Board Seminar
Rapat ini dilaksanakan sebagai bentuk persiapan untuk melangsungkan
RDG. Mengingat kewenangan yang tinggi dalam RDG berkaitan pengambilan
keputusan di BI, maka diperlukan suatu persiapan terlebih dulu apabila disinyalir
perlu dilakukan pendalaman terhadap beberapa topik tertentu yang akan dibahas
dalam RDG. Apabila RDG yang akan dilaksanakan membahas topik penting yang
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
119
Universitas Indonesia
perlu didalami, maka dilaksanakanlah Board Seminar untuk membantu proses
pendalaman materi.
3. Rapat Koordinasi Triwulanan
Rapat ini dilaksanakan secara triwulanan yang dilakukan oleh DG Bidang
yang bertemu dengan Pimpinan Satuan Kerja, yang dikenal dengan sebutan Rapat
Koordinasi (Rakor) Triwulanan. Setiap triwulan akan dilaksanakan rapat sebagai
berikut:
Triwulan I, dilaksanakan pada bulan April (secara tatap muka)
Triwulan II, dilaksanakan pada bulan Juli (secara tertulis)
Triwulan III, dilaksanakan pada bulan Oktober, (secara tatap muka) dan;
Triwulan IV, dilaksanakan pada bulan Januari (secara tertulis)
Penyempurnaan yang dilakukan oleh BI adalah meningkatkan frekuensi
penyelenggaraan rapat pembahasan strategis, dimana jika dulu rapat dilakukan
formal setiap dua kali dalam satu tahun (semesteran) dengan DG Bidang, maka
kini rapat dilaksanakan empat kali dalam satu tahun. Untuk setiap triwulan,
pembahasan yang dilakukan serupa kecuali untuk triwulan kedua dan keempat.
Pada triwulan kedua rapat yang dilaksanakan secara tertulis, sehingga tidak ada
pertemuan untuk pembahasan melainkan hanya menghasilkan laporan tertulis. Hal
ini karena pelaksanaannya bersamaan dengan pengembangan strategi BI untuk
tahun ke depan (Forstra) sehingga waktu yang ada digunakan untuk melakukan
pembahasan lebih menitikberatkan pada perencanaan dan pengembangan strategi
BI dalam Frostra. Sementara untuk triwulan empat juga serupa dengan triwulan
dua, hal ini dikarenakan waktu pelaksanaannya bersamaan dengan evaluasi
eksternal tahunan yang dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban BI
terhadap DPR.
Rapat triwulanan tersebut merupakan pembahasan yang dilakukan oleh
setiap satuan kerja yang diwakili oleh Pimpinan Satuan Kerja terkait dengan tim
Pamka dan DG Bidang. Tim Pamka sendiri diwakili oleh Direktorat Perencanaan
Strategis dan Hubungan Masyarakat (DPSHM) selaku tim yang memegang
kontrol atas penyusunan, implementasi dan kontrol strategi, Direktorat Keuangan
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
120
Universitas Indonesia
Internal (DKI) selaku tim yang bertanggung jawab atas penyusunan anggaran
keseluruhan di BI, Direktorat Sumber Daya Manusia (DSDM) selaku tim yang
bertanggung jawab atas pengalokasian sumber daya yang ada di BI, serta
Direktorat Audit Internal (DAI) selaku tim yang bertanggung jawab terhadap
tercipta dan terpeliharanya tatakelola yang baik di tubuh BI.
Selain itu penyempurnaan lain yang telah dilakukan oleh BI terkait dengan
rapat ini, yaitu jika dulu rapat tersebut dilaksanakan dengan diwakili oleh Manajer
IKU Satker sebagai perwakilan dari pihak satuan kerja terkait, maka kini mulai
tahun 2012 BI memiliki kebijakan bahwa Pimpinan Satuan Kerja terkait harus
menghadiri rapat tersebut untuk berdiskusi langsung dengan Tim Pamka dan DG
Bidang mengenai kemajuan serta permasalahan operasional yang dihadapi selama
implementasi strategi. Hal ini bertujuan untuk mengatasi kelemahan yang
dirasakan dalam praktik sebelumnya, yaitu pengetahuan dan pemahaman yang
lebih mendalam atas satuan kerja terkait yang dimiliki oleh Pimpinan Satuan
Kerja diharapkan dapat memaksimalkan hasil pembahasan serta brainstorming
atas evaluasi operasional satuan kerja terkait. Begitu pula dengan kekhawatiran
mengenai beberapa poin yang mungkin tidak disampaikan kepada Pimpinan
Satuan Kerja dikarenakan kelalaian Manajer IKU Satker ataupun sebab lainnya.
Selain itu hal terpenting yang ingin dicapai adalah bahwa dengan keterlibatan
langsung Pimpinan Satuan Kerja dalam pembahasan operasional diharapkan
Pimpinan terkait memiliki keterikatan lebih terhadap strategi dan operasional
satuan kerjanya serta membentuk komitmen yang lebih baik di dalamnya.
Selain pihak yang terlibat dalam pembahasan, materi bahasan yang dikaji
dalam rapat evaluasi operasional tersebut juga mendapat sorotan. Jika dulu
pembahasan sangat menitikberatkan pada aspek kesesuaian anggaran dimana
Direktorat Keuangan Internal mendominasi jalannya rapat dengan mengevaluasi
penggunaan anggaran satuan kerja dan setiap satuan kerja terkait diarahkan untuk
meminimalisir anggarannya, maka kini pembahasan lebih mengarah kepada aspek
strategis. Hal ini menyebabkan peran Direktorat Perencanaan Strategis dan
Hubungan Masyarakat menjadi lebih banyak terutama terkait dengan fokus rapat
untuk mensinergikan anggaran dan program kerja yang diusung oleh satuan kerja
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
121
Universitas Indonesia
terkait (aspek kelayakan). Ini berarti satuan kerja tidak lagi didorong untuk
menekan anggarannya, melainkan menyusun anggaran yang sesuai dengan
berbagai inisiatif dan program kerja yang disusun. Satuan kerja diperbolehkan
untuk mengajukan anggaran dalam jumlah yang cukup besar selama anggaran
tersebut dirasa relevan dan program kerja yang diusulkan penting untuk
dilaksanakan guna mendukung strategi BI-wide.
Sebagai contoh pembahasan adalah agenda rapat triwulanan BI pada
triwulan ketiga tahun 2012 sebagai berikut:
4.16. Agenda Rapat Koordinasi Bank Indonesia Triwulan III tahun 2012Sumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank
Indonesia, 23 Oktober 2012.
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa fokus pembahasan dalam
rapat koordinasi triwulanan yang diselenggarakan di BI sangat menekankan pada
pembahasan tingkat pencapaian BI secara keseluruhan dan setiap satuan kerja.
Mulai dari pencapaian indikator kinerja utama dan pelaksanaan PK strategis di
tingkat BI-wide, pencapaian kinerja satuan kerja, realisasi anggaran satuan kerja
dan pelaksanaan manajemen risiko BI. Hal ini megindikasikan suatu temuan
menarik yaitu pelaksanaan rapat koordinasi triwulanan tersebut cenderung hanya
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
122
Universitas Indonesia
fokus pada pembahasan operasional di tingkat BI yang merupakan kelanjutan
progress report dalam tingkat satuan kerja yang kemudian disampaikan ke tingkat
BI. Sementara untuk porsi pembahasan strategi yang ada dalam level BI-wide
maupun level satuan kerja cenderung tidak ter-cover dalam rakor triwulanan ini.
Rapat mengenai isu strategis hanyalah yang berada di tingkat Dewan Gubernur BI
(GBI), dengan alasan bahwa RDG memegang wewenang tertinggi dalam
pengambilan keputusan termasuk yang bersifat strategis. Namun demikian masih
sangat perlu dilakukan pembahasan strategis di tingkat Pimpinan Satuan Kerja,
Tim Pamka, dan DG Bidang sebagai masukan dalam pelaksanaan RDG nantinya.
Sementara itu selain pembahasan operasional yang dilakukan dalam rakor
ini, BI juga melakukan pembahasan bersifat strategis di sela-sela pembahasan
operasional. Penyempurnaan yang telah dilakukan oleh BI adalah dengan
melakukan filter atau pemilihan topik penting yang perlu dibahas dalam rakor
triwulanan tersebut. Jika dulu topik yang muncul dapat beragam sehingga fokus
pembahasaan dirasakan kurang didapat. Kini topik yang dimunculkan hanya
beberapa yang dianggap sangat penting. Selain itu pembahasan diarahkan pada
topik yang terkait dengan strategi BI-wide yang porsinya semakin meningkat dari
tahun ke tahun. Hal ini penting karena sebagian dari rapat tersebut dilaksanakan
untuk melakukan pembahasan dalam ranah BI dan bukan satuan kerja secara
individual.
Terlepas dari penyelenggaraan rapat pembahasan strategi dan operasional
yang masih overlap, dimana terdapat fakta terkait bahwa pembahasan strategis
seringkali digabungkan ke dalam pembahasan operasional yang membuat BI
kurang memiliki fokus tersendiri dalam pembahasan strategi, BI telah melakukan
suatu langkah penyempurnaan yang cukup baik. Penyempurnaan yang dilakukan
adalah dengan membentuk suatu output atas rakor triwulanan dalam bentuk
laporan eksekutif (executive report). Jika dulu output yang dihasilkan hanya
berupa catatan review yang disampaikan kepada Anggota Dewan Gubernur (DG
Bidang) terkait dengan pencapaian satuan kerja yang berada di bawah
pengawasannya, kini BI menetapkan diproduksinya laporan eksekutif yang
memungkinkan seluruh DG bidang memiliki laporan terintegrasi dimana mereka
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
123
Universitas Indonesia
tidak lagi hanya mengetahui review atas satuan kerja di bawahnya namun seluruh
satuan kerja yang ada di BI.
Laporan eksekutif triwulanan merupakan suatu ringkasan progress
pencapaian BI (baik berupa IKU dan PK terkait), penilaian risiko, dan realisasi
anggaran yang disusun oleh Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan
Masyarakat (DPSHM) dan disampaikan kepada Anggota Dewan Gubernur
(ADG). Dalam rakor triwulan I dan III diadakan rakor yang mempertemukan DG
dan Pimpinan Satuan Kerja untuk melakukan pembahasan atas laporan eksekutif
triwulan I dan III serta isu-isu lainnya yang dianggap penting untuk dibahas. Guna
meningkatkan efektivitas waktu, pembahasan pendalaman hanya menitikberatkan
pada pencapaian yang berada di bawah target. BI sendiri memiliki ketetapan
bahwa pencapaian PK akan digambarkan dalam bentuk warna, yaitu hijau (jika
pencapaiannya sesuai atau di atas target), kuning (jika pencapaian kurang dari
target yang ditetapkan). Jika dulu juga digunakan indikator warna merah untuk
pencapaian target yang buruk, sekarang BI memiliki kebijakan untuk tidak
menggunakan warna merah karena dianggap terlalu menekan satuan kerja yang
memperoleh penilaian tersebut. Berikut ini adalah daftar isi laporan eksekutif BI:
a. Perkembangan pencapaian IKU BI
b. Perkembangan pelaksanaan PK Strategis (PK Inisiatif dan non-inisiatif yang
mendukung IKU BI, serta penugasan tindak lanjut Rapat Dewan Gubernur
(RDG))
c. Analisis Enterprise Wide Risk Management (EWRM)
d. Realisasi Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI)
4. Rapat Internal Satuan Kerja
Rapat ini dilaksanakan setiap minggu atau dua minggu sekali yang dilakukan
oleh setiap bagian, dimana setiap bulannya Kepala Bagian akan melakukan
pelaporan kepada Pimipinan Satuan Kerja. Rapat pembahasan operasional
menjadi wewenang satuan kerja terkait, begitu pula dalam pembahasannya
mengenai angka pencapaian berada dalam lingkup satuan kerja.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
124
Universitas Indonesia
5. Evaluasi Tahunan (Annual Evaluation)
Setiap tahunnya BI akan melakukan evaluasi eksternal atas implementasi
strategi yang telah dijalankan selama satu tahun. Rapat evaluasi ini merupakan
suatu bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan oleh BI kepada salah satu
stakeholder-nya yaitu DPR. Dalam rapat ini dilakukan pembahasan mengenai
keberadaan IKU-outcome, yaitu IKU yang berada dalam perspektif stakeholders.
4.6. Analisis Proses Tes dan Adaptasi Balanced Scorecard Bank Indonesia
Untuk tahapan tes dan adaptasi mengenai implementasi Balanced
Scorecard sendiri dikenal beberapa pendekatan yang dapat dilakukan oleh entitas
terkait untuk menguji kesesuaian serta validitas komponen yang membangun
Balanced Scorecard tersebut (Kaplan dan Norton, 2008). Beberapa pendekatan
tersebut antara lain adalah:
1. Profitability analysis
2. Strategy correlations
3. Emerging strategies
Selain itu dalam Kaplan dan Norton (2000) dijelaskan mengenai beberapa cara
yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan umpan balik atas
strategi yang telah disusun dan diimplementasi, yaitu:
1. Correlation analysis
2. Management gaming
3. Anecdotal reporting
4. Initiative review
5. Peer review
6. Emergent strategy
Karena BI sendiri merupakan suatu lembaga independen dalam
pemerintahan yang bukan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, maka
pendekatan profitability analysis tidak digunakan dalam pengujian strategi yang
dibangun dalam Balanced Scorecard. Pendekatan yang digunakan oleh BI dalam
pengujian dan adaptasi strategi adalah dengan menggunakan pendekatan emerging
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
125
Universitas Indonesia
strategy, dimana perubahan yang didorong dari faktor eksternal BI tidak jarang
menyebabkan BI harus melakukan penyesuaian terkait dengan strategi yang telah
ditetapkan sebelumnya. Perubahan kondisi, bahkan di tengah periode pengajuan
strategi dapat menyebabkan perubahan insiatif yang diajukan guna menyesuaikan
dengan kondisi yang menjadi asumsi dalam membangun strategi tersebut.
Selain dengan menggunakan pendekatan emergent strategy, BI juga
melakukan initiative review, yaitu dengan mempertemukan initiative sponsor (DG
Bidang terkait) dengan pelaksana sesuai dengan timeline yang telah ditetapkan.
Misalnya saja apabila dalam pelaksanaan strategi ditetapkan bahwa salah satu
target harus dicapai pada bulan Mei, maka pada bulan Juni dilakukan review atas
inisiatif tersebut. Untuk management gaming, anecdotal review, dan peer review
memang tidak diterapkan dan kurang sesuai dengan karakteristik BI, namun
demikian correlation analysis yang seharusnya menjadi alat utama yang dapat
digunakan oleh BI sebagai umpan balik atas pengujian hipotesis dari berbagai
sasaran strategis yang telah dibentuk dalam lima perspektif Balanced Scorecard
tidak dilaksanakan. Hal ini tentu sangat disayangkan karena melalui correlation
analysis seharusnya dapat diketahui apakah berbagai sasaran strategis yang telah
disusun serta keterkaitannya dapat dibuktikan kebenarannya.
4.7. Analisis Mengenai Permasalahan yang Dihadapi oleh Bank Indonesia
Terkait Penyusunan dan Implementasi Balanced Scorecard
Terkait dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam perusahaan
atau entitas nonprofit dalam menerapkan konsep Balanced Scorecard, Kaplan dan
Norton (2000) mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat tiga kelompok masalah
yang dapat memicu kegagalan bagi perusahaan, yaitu (1) Transitional Issues, (2)
Design Failures, dan (3) Process Failures. Analisis mengenai berbagai
permasalahan yang terjaid dalam penyusunan dan implementasi konsep Balanced
Scorecard BI sendiri adalah:
1. Transitional Issues
Secara umum, permasalahan ini terjadi karena didorong atas perubahan
yang cukup drastis dalam perusahaan, baik disebabkan oleh sikap senior manajer
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
126
Universitas Indonesia
yang tidak mendukung konsep ini atau konsep Balanced Scorecard dipandang
tidak sesuai dengan strategi perusahaan. Penolakan-penolakan yang terjadi saat
penyusunan maupun implementasi Balanced Scorecard BI sendiri tidak
dirasakan. Pada awal penyusunannya tahun 2001 sendiri, sempat timbul keraguan
dari pihak internal BI serta adanya penolakan dari beberapa pihak yang
disebabkan adanya pesimisme mengenai keberhasilan pengimplementasian
konsep Balanced Scorecard. Namun demikian isu tersebut berhasil ditepis dengan
upaya dari pihak-pihak BI yang mencoba meyakinkan pihak internal BI yang
lainnya. Sehingga pada akhirnya konsep ini terus dibangun dan diterapkan oleh BI
sampai saat ini.
2. Design Failures
Untuk kegagalan desain Balanced Scorecard pada dasarnya terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menyempurnakan desain sehingga
tidak menyebabkan permasalahan yang berujung pada kegagalan implemetasi.
Permasalahan desain yang pertama adalah konsistensi perspektif yang ada dalam
Balanced Scorecard. Seperti yang telah dibahas dalam sub bab sebelumnya,
diketahui bahwa perspektif tatakelola (good governance) belum jelas penempatan
dan kedudukannya dalam Balanced Scorecard BI. Di level BI-wide perspektif ini
setingkat dengan perspektif proses internal dan keuangan sementara di level
satuan kerja (DKM dan DPSI) berada satu tingkat dengan perspektif pembelajaran
dan pengembangan. Hal ini penting untuk dipastikan kedudukan serta peran dari
perspektif tersebut. Selain itu indikasi terlalu penuhnya (crowded) Balanced
Scorecard BI dikarenakan belum adanya pembatasan ukuran dan target yang
dicantumkan dalam Balanced Scorecard juga harus mendapatkan perhatian,
sehingga hal-hal yang dicantumkan dalam Balanced Scorecard memang
merupakan hal yang bersifat strategis.
Di samping kedua hal tersebut, isu ketiga yang harus diperhatikan adalah
keterkaitan (alignment) antara seluruh satuan kerja baik utama maupun
pendukung terhadap strategi BI-wide. DPSHM telah berusaha menciptakan suatu
mekanisme baku mengenai tahapan penurunan (cascading) secara vertikal untuk
PK inisiatif, namun demikian harus benar-benar dikaji kembali implementasinya
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
127
Universitas Indonesia
sehingga proses penurunan dapat dilakukan secara tepat. Selain itu horizontal
alignment yang dapat memunculkan SS baru tingkat Satker yang tidak
berhubungan langsung dengan SS BI-wide juga harus diperhatikan supaya SS
yang dibentuk benar-benar bermanfaat keberadaannya, bukan sekedar ‘ditempel’
tanpa tindak lanjut. Pun demikian dengan alignment pada unit pelengkap seperti
Museum BI yang keterkaitannya sangat jauh dengan strategi BI harus
diperhatikan.
3. Process Failure
Merupakan permasalahan yang paling sering dihadapi oleh perusahaan-
perusahaan yang menerapkan konsep Balanced Scorecard. Begitu pula dengan
BI, yang mengalami beberapa permasalahan terkait dengan implementasi
Balanced Scorecard yang bersumber dari kesalahan proses di dalamnya.
Berdasarkan tujuh tipe kegagalan proses yang diperkenalkan oleh Kaplan dan
Norton (2000), tidak satupun kriteria yang dialami oleh BI. Permasalahan proses
yang dialami oleh BI sendiri merupakan berbagai kekurangan-kekurangan yang
masih ada disertai dengan kendala teknis baik yang disebabkan oleh faktor
eksternal maupun internal BI seperti yang telah diuraikan dalam sub pokok
pembahasan sebelumnya.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
128 Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Setelah menyelesaikan pembahasan di Bab 4 dengan menggunakan konsep
eksekusi premium disertai dengan beberapa perangkat yang ada di dalamnya,
penelitian ini pada akhirnya sampai pada kesimpulan yang dapat menjawab
perumusan masalah yang telah diajukan di Bab 1. Jawaban untuk ketujuh rumusan
masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahapan pertama dalam eksekusi strategi, yaitu mengenai proses
pengembangan strategi dalam Balanced Scorecard Bank Indonesia telah
dianalisis dengan kesimpulan bahwa Bank Indonesia memiliki proses
pengembangan strategi yang melekat dengan proses perencanaan strategi
yang dilakukan dalam Forstra. Analisis yang dilakukan dapat memberikan
gambaran mengenai proses dalam tahapan ini secara menyeluruh, dimana
berdasarkan analisis tersebut terlihat bahwa Bank Indonesia telah melakukan
proses pengembangan strategi dengan baik.
2. Tahapan kedua adalah proses perencanaan strategi. Analisis yang dilakukan
terbagi menjadi dua langkah, yaitu analisis mengenai prinsip dan perspektif
Balanced Scorecard Bank Indonesia serta analisis tentang proses dalam
tahapan perencanaan strategi. Analisis mengenai prinsip dan perspektif
Balanced Scorecard menghasilkan kesimpulan bahwa masih terdapat
kelemahan dalam prinsip performance drivers pada Balanced Scorecard
Bank Indonesia, sementara dari sisi perspektif Good Corporate Governance
masih terdapat inkonsistensi mengenai kedudukannya dalam Balanced
Scorecard. Analisis mengenai tahapan dalam proses perencanaan strategi
menghasilkan kesimpulan bahwa alat yang digunakan dalam proses ini, yaitu
Matriks Perencanaan dan Pengendalian Strategis, masih memiliki beberapa
kekurangan.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
129
Universitas Indonesia
3. Tahapan ketiga adalah proses alignment Balanced Scorecard Bank Indonesia,
dimana berdasarkan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Bank
Indonesia telah menyusun suatu pedoman yang lengkap mengenai penurunan
Balanced Scorecard baik secara horizontal maupun vertikal hingga ke level
satuan kerja untuk PK inisiatif. Namun demikian dalam praktiknya masih
terdapat inkonsistensi dalam penerapan pedoman yang dibuat. Sementara
untuk penurunan hingga ke tingkat individual telah dilakukan, namun
keterkaitannya dengan strategi level BI-wide masih belum dapat dipastikan.
4. Tahapan keempat merupakan proses perencanaan operasi. Berdasarkan
analisis yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa masih belum ada
suatu prosedur yang baku dalam melakukan proses pengalokasian sumber
daya logistik, anggaran, dan manusia ke dalam setiap objektif strategi yang
telah ditetapkan sebelumnya. Lebih lanjut mengenai keterkaitan antara
strategi dan anggaran di Bank indonesia masih belum ada suatu mekanisme
baku dalam penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja.
5. Tahapan kelima adalah analisis pemantauan dan pengawasan Balanced
Scorecard. Analisis yang dilakukan telah berhasil memetakan berbagai rapat
yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan hal ini disimpulkan
bahwa sebagian besar rapat yang dilakukan hanya fokus dalam pembahasan
penilaian kinerja operasional. Sementara materi mengenai review strategi
dinilai sangat kurang. Selain itu belum ada suatu mekanisme untuk
memisahkan rapat yang bertujuan untuk melakukan pembahasan dalam ranah
operasional dengan pembahasan yang bersifat strategis.
6. Tahapan keenam dalam eksekusi premium adalah mengenai proses tes dan
adaptasi Balanced Scorecard. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa
Bank Indonesia hanya menggunakan pendekatan emergent strategy dan
initiative review dalam proses ini.
7. Terkait dengan permasalahan yang dapat memicu kegagalan terhadap konsep
Balanced Scorecard yang dialami oleh BI sendiri lebih kepada kelemahan
desain yang masih terjadi, seperti masih terdapat inkonsistensi perspektif,
beberapa kekurangan yang ditemukan dalam hubungan PK dan detail PK,
serta penurunan ke tingkat unit bisnis maupun pendukung.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
130
Universitas Indonesia
Ketujuh rumusan masalah tersebut dapat memberikan suatu gambaran
menyeluruh mengenai proses eksekusi strategi dengan menggunakan pendekatan
Balanced Scorecard dengan kaitannya terhadap operasional sehari-hari.
5.2. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu studi yang dilakukan untuk menganalisis
implementasi sistem manajemen performa dengan pendekatan Balanced
Scorecard pada Bank Indonesia. Pemahaman atas proses eksekusi strategi tersebut
diperoleh dengan melakukan kunjungan di Bank Indonesia.
Penelitian ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan karena berbagai
kekurangan yang terdapat di dalamnya. Adapun beberapa keterbatasan yang ada
dalam penelitian ini adalah:
Durasi yang ditempuh untuk mendokumentasikan segala aktivitas dalam
objek penelitian dirasakan terlalu cepat untuk memperoleh suatu pemahaman
yang mendalam mengenai seluruh proses yang ada di dalamnya.
Peneliti tidak melakukan analisis terhadap seluruh Balanced Scorecard yang
ada di direktorat dan tingkat kantor perwakilan baik dalam negeri maupun
luar negeri. Analisis hanya dilakukan terhadap tiga sampel, yaitu Balanced
Scorecard level BI-wide, Direktorat Riset dan Kebijakan Moneter, serta
Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi. Namun demikian, penelitian ini
tetap berusaha untuk mendapatkan informasi yang lengkap dari perwakilan di
kantor pusat Bank Indonesia.
Bank Indonesia tidak memperkenankan untuk mengakses data secara
keseluruhan, terutama yang berkaitan dengan program kerja. Hal ini
menyebabkan penelitian hanya dilakukan berdasarkan sampel indikator
kinerja utama dan program kerja yang dapat diakses datanya.
Kedua orang yang menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah orang-
orang yang kompeten dalam mendeksripsikan masing-masing proses eksekusi
strategi Bank Indonesia. Namun hal ini bukan berarti mampu memberikan
gambaran yang sempurna dalam proses tersebut. Penelitian ini
mengupayakan proses perolehan informasi dan data yang secara akurat
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
131
Universitas Indonesia
mampu menggambarkan dan melengkapi keterangan dari narasumber
tersebut.
Menginterpretasikan proses eksekusi strategi sangat bergantung dari arus
komunikasi dan pemahaman antara kedua belah pihak; dalam hal ini
narasumber sebagai pengirim informasi dan peneliti sebagai penerima
informasi. Selalu ada celah kesenjangan antara informasi yang berusaha
dijelaskan oleh narasumber dengan apa yang berhasil diinterpretasikan dalam
penelitian ini. Hal ini berusaha diminimalisir dengan penggunaan metode dan
desain penelitian yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas informasi.
Keterbatasan ruang lingkup juga menjadi keterbatasan dalam penelitian ini.
Penelitian ini mengambil data antara tahun 2001 hingga tahun 2012, beberapa
dari data-data tersebut bukan merupakan data yang paling terbaru yang
dimiliki oleh objek penelitian. Untuk itu dengan segala keterbatasan yang ada
dalam penelitian ini diharapkan penelitian ini tetap dapat menghasilkan
informasi yang komprehensif.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
132 Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Ahsan, A., Skully, M., Wickramanayake, J. (2006). Determinants of Central Bank
Independence and Governance: Problems and Policy Implications. Journal
of Administration and Governance.
Amstrong, M. (1994).Performance Management. London: Kogen Page. Ltd.
Amtenbrink, Fabian. (2004). Three Pillars of Central Bank Governance –
Towards A Model Central Bank Law or A Code of Governance?
Banker, R. D., Chang, H. M., Janakiraman, S. N., Konstans, C. (2004). A
Balanced Scorecard Analysis of Performance Metrics. European Journal
of Operation Research, 154, 423 – 436.
Banker, R.D., Chang, H. M., and Pizzini, J. (2004). The Balanced Scorecard:
Judgemental Effects of Performance Measures Linked to Strategy. The
Accounting Review, 79(1), 1 – 23.
Bastian, Indra.(2006). SistemPerencanaandanPenganggaranPemerintah Daerah
di Indonesia. Jakarta: PenerbitSalembaEmpat.
Bates, R.A., Holton, E.F. (1995). Computerized Performance Monitoring: Review
of Human Issues. Human Resources Management Review, Winter, p. 267
– 288.
Brumbach, G.B. (1988). Some Ideas, Issues, and Predictions about Performance
Management.Public Personnel Management, Winter, p. 387 – 404.
Christensen, C., and Raynor, M. (2003). The Innovator’s Solution. Boston, MA:
Harvard Business School Press.
Cooper, D.J., and Morgan, W. (2008). Case Study Research in Accounting.
Accounting Horizons, Vol. 22, No. 2, p. 159 – 178.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
133
Universitas Indonesia
Djiwandono, J. Soedradjad. (2001). Bergulat dengan Krisis dan Pemulihan
Ekonomi Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Fukuyuma, F. (2004). State-building: Governance and World Order in the
Twenty-first Century, Profile Books, London.
Indonesian Banking Booklet, Vol. 8, March, 2011.
John, M. Bryson. (1995). Strategic Planning for Public and Nonprofit
Organization. San Francisco: Jossey-Bass.
Kaplan, R. S. (1983). Measuring Manufacturing Performance: A New Challenge
for Managerial Accounting Research. The Accounting Review, 58, 686 –
705.
Kaplan, R.S., Norton, D. (1992). The Balanced Scorecard – Measures that Drive
Performance. Harvard Business Review, Jan/Feb, 71 – 79.
Kaplan, R.S., Norton, D. (1993). Putting the Balanced Scorecard to Work.
Harvard Business Review, Sept/Oct, 134 – 147.
Kaplan, R. S., and Norton, D. (1996a). Using the Balanced Scorecard as a
Strategic Management System, Harvard Business Review, 74(1), 75 – 85.
Kaplan, R.S., and Norton, D. (1996b). The Balanced Scorecard: Translating
Strategy into Action. Boston: Harvard Business School Press.
Kaplan, R. S., and Norton, D. (1996c). Link the Balanced Scorecard to Strategy.
California Management Review, 39(1), 53 – 79.
Kaplan, R.S., and Norton, D. (2000). The Strategy Focused Organization – How
Balanced Scorecard Companies Thrive in the New Business Environment.
Boston, MA: Harvard Business School Press.
Kaplan, R. S., and Norton, D. (2001a). Transforming the Balanced Scorecard
from Performance Measurement to Strategic Management: Part I.
Accounting Horizons. Vol. 15, No. 1, March 2001, p. 87 – 104.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
134
Universitas Indonesia
Kaplan, R. S., and Norton, D. (2001a). Transforming the Balanced Scorecard
from Performance Measurement to Strategic Management: Part II.
Accounting Horizons. Vol. 15, No. 2, June 2001, p. 147 – 160.
Kaplan, R.S., Norton, D. (2004a). Strategy Maps: Converting Intangible Assets
into Tangible Outcomes. Boston, MA: Harvard Business School Press.
Kaplan, R. S., Norton, D. (2004b). The Strategy Map: Gudie to Aligning
Intangible Asset. Strategy and Leadership, 32(5), 10 – 17.
Kaplan, R.S., Norton, D. (2008). The Execution Premium – Lingking Strategy to
Operations for Competitive Advantage. Boston: MA, Harvard Business
Press.
Kinni, T., and Ries, A. (2000).Future Focus. Oxford: Capstone.
LAN. (2008). Kajian Penyusunan Pedoman Penerapan Manajemen Kinerja pada
Instansi Pemerintah. Jakarta: LAN.
Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia tahun 2011.
Letza, S., Sun, X. dan Kirkbride, J. (2004). Shareholding Versus Stakeholding: a
Critical Review of Corporate Governance, Corporate Governance: an
International Review, Vol. 12, no. 3, p. 242 – 262.
Lukviarman, N. (2005). Sistem Perencanaan Anggaran dan Manajemen Kinerja
Bank Indonesia: Sudut pandang governance.
Niven, Paul R. (2003). Balanced Scorecard Step-by-Step for Government and
Nonprofit Agencies. US: John Wiley.
Organization for Economic Co-operation and Development/OECD. (1998).
Corporate Govvernance: Improving Competitivenuess and Access to
Capital in Global Markets, the Business Sector Advisory Group on
Corporate Governance, the OECD, Paris.
Organization for Economic Co-operation and Development/OECD. (2007).
Performance Budgeting in OECD Countries.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
135
Universitas Indonesia
Pohan, Aulia., dan Tim SPAMK – Bank Indonesia. (2006). Towards High
Performance Organization, Perjalanan Bank Indonesia dalam Mengelola
Startegi dan Kinerja.
Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia. Bank Sentral:
Status, Kedudukan, Tujuan, dan Tugas Pokok. Disampaikan dalam Mata
Kuliah Kebanksentralan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Rodhes, Jo., Walsh, Paul., and Lok, Peter. (2008). Convergence and Divergence
Issues in Strategic Management – Indonesia’s Experience with the
Balanced Scorecard in Human Resource Management. The International
Journal of Human Resource Management, Vol. 19, 1170 – 1185.
Rue, L. W., and Byars, L .L. (2005). Management Skillss and Application (11th
ed.). Homewood: McGraw-Hill.
Sekaran, Uma. (2003). Research Method for Business (4th ed.). US: John Wiley.
Shaw, R. (2003). Coreporate Governance and Risk: a System Approach, John
Wiley & Sons, Hoboken.
Simanjuntak, R. (2004). Strengthening BI Transformation with Strategic Planning
Based BSC: Learning and Sharing Experience, Strategic Planning and
Performance Management Forum; Improving Strategic Planning
Performance Management as a Journey Toward Better Governance in
Public Sector, Bali (Indonesia), December 14 – 15.
Simons, R. (2000). Performance Management and Control Systems for
Implementing Startegy: Text and Cases, Prentice – Hall.
Somantri, Gumilar R. (2005). Memahami Metode Kualitatif. Makara, Sosial
Humaniora, Vol. 9, No.2.
Stake, R.E. (2000). Handbook of Qualitative Research. 2nd edition. N Dezin and
Y. Lincoln, eds. Thousand Oaks. CA: Sage.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
136
Universitas Indonesia
Treacy, M., and Wiersema, F. (1995). The Discipline of Market Leaders. Reading:
MA, Perseus Books.
Waal, Andre de. (2007). Strategic Performance Management: A Managerial and
Behavioural Approach. New York: Palgrave Macmillan, p. 19.
Walsh, P., Luis, S., Lok, P. (2004). The Balanced Scorecard at the Central Bank
of Indonesia: Reform in Progress, Bank Indonesia, Jakarta.
Referensi Undang – Undang dan Produk Hukum Lainnya:
Instruksi Presiden Republik Indonesia 7/1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam
rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai
Haluan Negara, Bab IV Huruf A Butir 1a.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi
Ekonomi, pasal 9.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2004 mengenai Rencana Kegiatan dan
Anggaran Kementrian Negara/Lembaga.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 sebagai
perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
137
Universitas Indonesia
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/7/PBI/2012 tentang Pengelolaan Uang
Rupiah.
Permpenpan Nomor 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan
Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi tahun 2010 – 2025.
Surat Edaran Menpan No. SE/31/M.PAN/12/2004 perihal Penetapan Kinerja.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Amandemen
keempat, tahun 2002, pasal 23D.
Undang – Undang Nomor 24 tahun 1951.
Undang-Undang No. 11 tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang Pokok
Bank Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1968 mengenai Bank
Sentral.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2004 mengenai
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
138
Universitas Indonesia
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2009 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008
sebagai perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia Menjadi Undang-Undang.
Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
139
Lampiran 1
Obyektif Pengumpulan Data dan Daftar Pertanyaan
Obyektif pengumpulan data dalam penelitian ini terbagi dalam tujuh bagian besar
sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Berikut ini adalah ketujuh
obyektif yang ada dalam penelitian ini:
1. Develop the Strategy
2. Plan the Strategy
3. Align the Business
4. Plan Operations
5. Monitor and Learn
6. Test and Adapt
7. Problem Analizing
Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini adalah daftar pertanyaan acuan yang dibuat
sebagai basis pengumpulan data. Jawaban-jawaban dari setiap pertanyaan ini
dapat diperoleh baik melalui wawancara, presentasi oleh narasumber, observasi,
maupun ketiganya. Oleh sebab itu, pertanyaan ini bukan bentuk yang secara
langsung ditanyakan kepada narasumber, melainkan merupakan struktur logika
yang harus dijawab oleh peneliti untuk selanjutnya diolah dalam analisis.
Pengajuan pertanyaan saat wawancara sangat bergantung pada konteks saat
wawancara dilakukan dengan menggunakan pertanyaan acuan yang bersumber
dari daftar di bawah ini. Pertanyaan yang muncul dalam wawancara juga dapat
timbul akibat proses diskusi dua arah yang dilakukan dengan narasumber. Di
bawah ini adalah daftar pertanyaan acuan yang digunakan dalam penelitian ini:
Develop the Strategy
1. Bagaimana proses penyusunan hingga implementasi Balanced Scorecard BI
secara keseluruhan?
2. Apakah misi, visi, nilai strategis, dan sasaran strategis BI?
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
140
3. Bagaimana proses penetapan misi dan visi BI, serta bagaimana upaya BI
untuk terus memperbaharui misi dan visinya?
4. Bagaimana proses pengembangan strategi di BI?
5. Apa saja kegiatan dan output yang dihasilkan dari proses pengembangan
strategi BI (Forstra)?
6. Pendekatan apa yang digunakan oleh bI dalam melakukan analisis atas
strategi?
7. Faktor utama apa yang dapat menentukan atau mengubah strategi BI?
8. Bagaimana proses formulasi strategi BI?
Plan the Strategy
1. Bagaimana proses perencanaan strategi BI secara umum?
2. Apa saja kegiatan dan output yang dihasilkan dari proses perencanaan strategi
(Forstra)?
3. Perpsektif apa saja yang ada dalam konsep Balanced Scorecard BI?
4. Bagaimana obyektif, kedudukan dan hubungan antar perspektif dalam konsep
Balanced Scorecard BI?
5. Bagaimana keterkaitan antar elemen dalam peta strategi BI?
6. Perangkat utama apa yang digunakan oleh BI dalam proses perencanaan
strategi?
7. Bagaimana proses penentuan inisiatif, ukuran, dan target Balanced Scorecard
BI?
8. Bagaimana penentuan pihak yang bertanggung jawab dalam melaksanakan
setiap inisatif dalam Balanced Scorecard BI?
9. Bagaimana gambaran umum proses penetapan anggaran strategi BI?
Align the Organization
1. Bagaimana proses penurunan Balanced Scorecard BI secara umum?
2. Pada tingkat mana saja penurunan Balanced Scorecard BI dilakukan?
3. Prinsip apa saja yang digunakan dalam penurunan Balanced Scorecard BI?
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
141
4. Apakah terdapat metode atau pedoman dalam melakukan penurunan
Balanced Scorecardlevel BI-wide kepada tingkat unit bisnis atau tingkat yang
lebih bawah?
5. Bagaimana tahapan terperinci atas proses penurunan Balanced Scorecard BI?
6. Bagaimana proses penurunan Balanced Scorecard BI hingga ke level
individu (jika ada)?
Plan the Operation
1. Langkah apa saja yang dilakukan oleh BI dalam melakukan perencanaan
operasi?
2. Sistem apakah yang digunakan oleh BI untuk membantu proses penyusunan
dan implementasi Balanced Scorecard BI?
3. Bagaimana gambaran proses perencanaan kapasitas sumber daya?
4. Bagaimana hubungan antara konsep anggaran dan strategi yang
dikembangkan berdasarkan konsep Balanced Scorecard BI?
5. Bagaimana mekanisme penyusunan anggaran berbasis kinerja yang dilakukan
oleh BI?
6. Bagaimana proses pembagian delegasi atau wewenang dalam penentuan
penyusunan anggaran dan strategi?
Monitoring and Learn
1. Rapat apa saja yang dilaksanakan di BI?
2. Bagaimana frekuensi pelaksanaan masing-masing jenis rapat?
3. Apa saja agenda yang dibahas dalam setiap jenis rapat?
4. Apa tujuan utama penyelenggaraan setiap rapat?
Test and Adapt
1. Proses analisis apa saja yang digunakan oleh BI untuk menguji konsep
Balanced Scorecard yang telah diimplementasikan sebelumnya?
2. Bagaimana proses analisis tersebut dilakukan dan waktu pelaksanaannya?
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
142
Problem Analyzing
1. Apa saja kelemahan yang masih dimiliki dalam konsep Balanced Scorecard
BI?
2. Kelemahan terbesar apa yang dapat memicu kegagalan dalam penerapan
konsep Balanced Scorecard BI?
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
143
Lampiran 2
Peta Strategi Bank Indonesia 2012
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
144
Lampiran 3
Peta Strategi dan Daftar Indikator Kinerja Utama (IKU) Outcome Bank Indonesia 2012
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
145
Lampiran 4
Tabel Pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) Outcome Bank Indonesia
TabelPencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) Bank Indonesia
Posisi Agustus 2012
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama(IKU)
Target Pencapaians.d.
Agustus
1 Stabilitas NilaiRupiah
IKU 1 Tingkat Inflasi IHK (yoy) 4,5 % ± 1 4,58%
2 Bauran KebijakanMoneter yangEfektif
IKU 2 Efektifitas Transmisi BauranKebijakan Moneter *
100 100(Efektif)
IKU 3 Rata-rata Volatilitas Nilai TukarRp/USD
Angkatertentu
Sesuai target
IKU 4 Indeks Keyakinan StakeholderTerhadap KredibilitasKebijakan Moneter**
Min 4(skala 1-6)
4,58
3 Sistem Perbankanyang Stabil, Sehatdan Efisien
IKU 5 Indeks Stabilitas SistemKeuangan (SSK)
Maks 2 1,65
Rasio Net Performing Loans(NPL)
≤ 5% 2,19% ***
Rasio Capital AdequacyRatio (CAR)
≥ 8 % 17,24% ***
IKU 6 Indeks Keyakinan Stakeholdersterhadap Stabilitas SistemKeuangan**
Min 4(skala 1-6)
4,64
4 SistemPembayaran yang Aman danEfisien
IKU 7 Kecepatan setelmen antarbank di Systemically ImportantPayment System (SIPS)
Min 99%transaksiharian
terselesaikan
99,9%
IKU 8 Indeks Kepuasan terhadapUang Layak Edar**
Min 4(skala 1-6)
4,49
* Pengukuran melalui 4 jalur transmisi kebijakan moneter yaitu suku bunga, nilai tukar,likuiditas dan ekspektasi inflasi
** Pengukuran melalui survey lembaga independen pada akhir tahun. Pencapaian pada Agustusmerupakan hasil Focus Group Discussion (FGD) triwulan 2
*** Data posisi Juli 2012
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
146
Lampiran 5
Tabel Penyempurnaan Pelaksanaan Sistem Perencanaan, Anggaran, dan
Manajemen Kinerja (SPAMK) Bank Indonesia tahun 2012
Aspek Sebelumnya Saat ini (2012)
a. Cascading Strategy
Map BI (SS, IKU, PK
Inisiatif)
PSHM mengidentifikasi
Satker yang menjadi
pengampu, namun belum
menggunakan metode
yang konsisten.
Telah disusun metode
cascading yang
memastikan bahwa setiap
komponen SM tersebut
dialokasikan ke Satker
terkait (kecuali IKU
InflasidanIndeks SSK
yang merupakan domain
langsung DG).
b. Penetapan SS, IKU,
PK
dananggaranSatker
- Pembahasan SS, IKU,
PK dan anggaran Satker
dilakukan terpisah oleh
PSHM dan DKI dan
terkonsentrasi di level
Manajer IKU (bukan
pimpinan Satker, kecuali
Satker tertentu).
- Kendala keterbatasan
SDM sering diutarakan
oleh Satker, namun tidak
semua Satker mau
mengurangi rencana PK
yang banyak.
- Pembahasan SS, IKU,
PK dan anggaran Satker
dilakukan bersama-sama
oleh Satker Komite
PAMK (PSHM, DSDM,
DKI) + DAI dengan
Pemimpin Satker.
- Sesuai arahan GBI,
PSHM telah menghimbau
Satker untuk mengurangi
kegiatan yang tidak jelas
relevansinya dengan
kondisi saat ini.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
147
c. Capacity Planning - Anggaran Saat ini
penetapan anggaran
dilakukan oleh DKI
terutama berdasarkan data
historis realisasi anggaran
Satker.
- Sistem Informasi Saat
ini seleksi PK yang
membutuhkan dukungan
sistem informasi telah
dilakukan oleh Forum
Manajemen SI (FMSI).
DSDM telah dilibatkan
dalam pembahasan PK
dan anggaran dengan
Pemimpin Satker,
khususnya untuk aspek
kebutuhan SDM
(Permintaan Satker vs.
ketersediaan baik melalui
rekrutmen PCPM, MLE,
mutasi, atau promosi).
d. Alignment antar PK PSHM melakukan
alignment IKU dan PK
antar satker dalam
pembahasan dengan
Manajer IKU.
Khusus untuk PK kajian
dan riset di area tugas
pokok BI, PSHM dibantu
oleh satker terkait (DKM).
Sampai dengan Agustus
2012, proses alignment
belum optimal karena
deadline pengajuan
RATBI ke DPR
menyebabkan PK Satker
disusun secepatnya.
PSHM akan melakukan
pertemuan antar Satker
untuk meningkatkan
alignment PK antar
Satker.
e. Review
pelaksanaanStrategi,
Program Kerja,
danAnggaranSatker
- Progress Review
pencapaian IKU dan
PKARI per satker
dilaporkan ke ADG
Bidang setiap semester.
- Laporan Progress
Review satker dan PK
Inisiatif tetap sama.
- Rakor dilakukan pada
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
148
Dapat dilakukan tatap
muka antara ADG dengan
satker yang dihadiri pula
oleh DKI, PSHM, DAI,
dan DSDM.
- Progress PK Inisiatif BI
dilaporkan ke Initiative
Sponsor tiap
triwulan/semester.
- Progress IKU outcome
BI dan PK Inisiatif BI
wide serta beberapa isu
topikal terkait anggaran
dan pelaksanaan strategi
satker dibahas dalam
Rakor Triwulanan antara
seluruh pimpinan satker
dengan DG.
Triwulan I dan III dengan
fokus pada progress
kinerja BI (IKU, PK
Strategis, dan Anggaran).
Kinerja dan anggaran per
satker tidak dibahas
f. RDG/Board
Seminar (BS)
- RDG dan BS membahas
berbagai topik baik terkait
SS/IKU BI maupun usulan
Satker lainnya.
- Sering terjadi tambahan
tugas kepada Satker dari
RDG tanpa
memperhitungkan beban
kerja yang sudah ada (tidak
direprioritisasi)
- PSHM mendata usulan
topik RDG/BS yang
terkait dengan strategi BI-
wide.
- Porsi topik RDG/BS
yang terkait dengan
strategi BI-wide makin
meningkat.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013