universitas sebelas maret - digilib.uns.ac.id/pengaruh... · i pengaruh ekstrak kulit apel rome...
TRANSCRIPT
i
PENGARUH EKSTRAK KULIT APEL ROME BEAUTY TERHADAP
PENINGKATAN KADAR ALANINE AMINOTRANSFERASE MENCIT
YANG DIPAPAR CCL4
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Fajar Novianto
G.0005009
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
ii
DAFTAR ISI
PRAKATA ………………………………………………………………….. vi
DAFTAR ISI ………………………………………………………………... vii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………... ix
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. ix
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………. ix
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………… 3
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………. 3
D. Manfaat Penelitian …………………………………………... 3
BAB II LANDASAN TEORI …………………………………………... 4
A. Tinjauan Pustaka …………………………………………….. 4
1. Mekanisme Radikal Bebas dan Antioksidan di Dalam
Tubuh ……………………………………………………
4
2. Taksonomi dan Kandungan Kimia Buah Apel Rome
Beauty (Malus sylvestris Mill) …………………………..
6
3. Metode Ekstraksi ……………………………………….. 9
4. Anatomi dan Fisiologi Hati ……………………………... 11
5. Biokimiawi Enzim Alanine Aminotransferase (ALT) ….. 13
6. Mekanisme CCl4 (Karbon Tetraklorida) dalam
Menyebabkan Peroksidasi Lemak ………………………
14
7. Taksonomi Mencit ……………………………………… 15
iii
B. Kerangka Pemikiran …………………………………………. 16
C. Hipotesis …………………………………………………….. 17
BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………… 18
A. Jenis Penelitian ………………………………………………. 18
B. Lokasi Penelitian …………………………………………….. 18
C. Subyek Penelitian ……………………………………………. 18
D. Teknik Sampling …………………………………………….. 18
E. Rancangan Penelitian ………………………………………... 19
F. Identifikasi Variabel Penelitian ……………………………… 20
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ……………………. 21
H. Alat dan Bahan Penelitian …………………………………… 22
I. Cara Kerja …………………………………………………… 22
J. Teknik Analisis Data ………………………………………… 26
BAB IV HASIL PENELITIAN …………………………………………. 27
BAB V PEMBAHASAN ………………………………………………... 30
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN …………………………………….. 33
A. Simpulan …………………………………………………….. 33
B. Saran ………………………………………………………… 33
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 34
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rata-rata berat badan mencit sebelum perlakuan ……………… 27
Tabel 2. Rata-rata kadar ALT darah mencit setelah pemberian CCl4 ……… 28
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kadar ALT mencit masing-masing kelompok ……………… 29
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Penentuan Jumlah Sampel
Lampiran B Perhitungan Dosis Karbon Tetraklorida (CCl4), Minyak
Kelapa, dan Ekstrak Kulit Apel
Lampiran C Nilai Koversi Dosis Manusia Ke Hewan
Lampiran D Uji Hipotesis
Lampiran E Data Berat Badan Mencit
Lampiran F Hasil Analisis Data SPSS 15.0 for Windows
Untuk Normalitas Data Berat Badan Mencit
Lampiran G Kadar ALT Mencit
Lampiran H Hasil Analisis Data SPSS 15.0 for Windows Untuk Kadar
ALT Mencit
Lampiran I Buah Apel Rome Beauty (Malus sylvestris Mill) atau Apel
Malang
Lampiran J Foto-Foto Kegiatan Penelitian
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit hati adalah permasalahan dunia dengan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi. Meskipun manajemen kedokteran sudah bagus, tetapi
belum ada pemberian terapi yang sukses hingga saat ini. Bahkan
perkembangan pengobatan yang terbaru untuk mengatasinya sering
menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan (Madani et al., 2008).
Maka dari itu di era perkembangan industri yang maju saat ini sikap selektif
dalam memilih komoditas yang memiliki nilai kesehatan yang tinggi
cenderung untuk kembali ke alam (back to nature) (Handajani, 2007) dan
lebih memilih untuk memakai substansi bioaktif alami untuk agen terapeutik
(Son et al., 2004).
Metabolisme di dalam hati mempunyai fungsi untuk melindungi
jaringan-jaringan lain dari senyawa kimia yang berpotensi berbahaya yang
terlarut dalam darah. Tetapi ironisnya hasil dari detoksifikasi itu justru
membuat kerusakan kronis hati itu sendiri (Yu et al., 2002). Sehingga hati
menjadi organ yang potensial untuk terjadinya jejas mematikan oleh
senyawa-senyawa kimia termasuk CCl4 (Karbon Tetraklorida) (Middleton et
al., 2000). CCl4 menginduksi terjadinya kerusakan hati seperti yang
diakibatkan oleh radikal bebas. CCl4 bukan hanya menginduksi terjadinya
nekrosis tetapi juga apoptosis (Lee et al., 2004).
1
vi
Salah satu penyebab yang mempunyai hubungan penting dengan
terjadinya kerusakan jaringan pada keadaan-keadaan patologi termasuk
penyakit hati adalah oleh adanya radikal bebas (Dalgic et al., 2005). Radikal
bebas akan menginduksi terjadinya kerusakan sel yang akan berdampak pada
banyak munculnya patobiologi, keganasan, proses penuaan, timbulnya
penyakit degeneratif dan lain-lain (Chitra and Devi, 2008).
Pertahanan terhadap radikal bebas di dalam tubuh manusia tidak
sempurna sehingga stres oksidatif masih bisa terjadi (Boyer and Liu, 2004).
Komponen yang bisa menetralisir bahaya radikal bebas adalah antioksidan
(Marcovitch, 2005). Buah-buahan dan sayuran mengandung antioksidan yang
tinggi (Wolfe and Liu, 2003; Jones and Kubow, 2006). Mengkonsumsi tinggi
buah-buahan dan sayuran bisa menurunkan risiko terjadinya penyakit kronik,
kanker (Ding et al., 2003; Boyer and Liu, 2004), diabetes (Boyer and Liu,
2004; Noyan, 2005), asma (Boyer and Liu, 2004), penyakit hati yang
disebabkan alkohol (Kono, 2000; Arteel, 2002) dan penyakit kardiovaskuler
(Boyer and Liu, 2004; Jones and Kubow, 2006).
Apel memiliki aktivitas antioksidan dan kemopreventif terhadap
kanker (Ding et al., 2003). Dalam penelitian epidemiologi didapatkan
hubungan antara mengkonsumsi apel dengan penurunan risiko terjadinya
kanker, penyakit kardiovaskuler, dan diabetes (Boyer and Liu, 2004). Apel
merupakan sumber senyawa phenol yang baik ( Wolfe and Liu, 2003; Lotito
and Frei, 2003). Senyawa phenol dapat berfungsi sebagai antioksidan (Grassi
et al., 2005). Senyawa phenol pada apel lebih banyak terdapat pada kulitnya
vii
dibandingkan daging buahnya (Wolfe and Liu, 2003; Boyer and Liu, 2004).
Ini berarti konsentrasi fitokimia dan antioksidan pada kulit lebih tinggi
daripada daging buahnya (Wolfe and Liu, 2003).
Ekstraksi merupakan salah satu cara untuk mengungkap potensi
senyawa antioksidan dalam tumbuhan seperti phenol (Savitri, 2008).
Ekstraksi kulit apel dengan menggunakan pelarut etanol dapat menarik
komponen/zat aktif yang terkandung di dalamnya sehingga akan didapatkan
senyawa-senyawa kimia yang diinginkan (Harborne, 1987).
B. Rumusan Masalah
Adakah pengaruh ekstrak kulit Apel Rome Beauty terhadap
peningkatan kadar Alanine Aminotransferase mencit yang dipapar CCl4?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh ekstrak kulit Apel Rome Beauty terhadap
peningkatan kadar Alanine Aminotransferase mencit yang dipapar CCl4.
D. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
pengaruh ekstrak kulit Apel Rome Beauty terhadap peningkatan kadar
Alanine Aminotransferase mencit yang dipapar CCl4?
2. Memberikan pembuktian mengenai kulit Apel Rome Beauty dalam
melindungi hati akibat serangan radikal bebas.
viii
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Mekanisme Radikal Bebas dan Antioksidan di Dalam Tubuh
Radikal bebas adalah sebuah atom atau molekul yang karena
proses oksidasi biologi menyebabkan molekul tersebut kehilangan
pasangan elektron pada orbitnya (Marcovitch, 2005; Dalgic et al., 2005;
Zweier and Talukder, 2006). Radikal bebas dihasilkan oleh aktivitas
intraseluler pada berbagai macam penyakit, keracunan, radiasi, asap rokok,
dan bahan polutan lain (Marcovitch, 2005). Sehingga radikal bebas akan
menimbulkan terjadinya stres oksidatif dalam tubuh (Thomas, 2006; Wu et
al., 2008). Stres oksidatif bisa menyebabkan kerusakan pada asam
hyaluronat (Thomas, 2006), jejas myocardium (Zweier and Talukder,
2006), kerusakan asam nukleat/DNA, protein, dan lemak tak jenuh pada
membran sel (Middleton et al., 2000; Frei and Higdon, 2003; Zweier and
Talukder, 2006; El-Sayed et al., 2006; Thomas, 2006).
Pengaruh radikal bebas terhadap makromolekul (Thomas, 2006):
a. Karbohidrat
1) Mengambil satu atom hidrogen dari atom karbon dan memutus rantai
karbohidrat, misalnya pada molekul asam hialuronat.
2) Akibatnya mengurangi cairan sinovial pada sendi.
4
ix
b. Asam Nukleat
1) Dapat mengenai molekul pentosanya.
2) Juga dapat mengenai basa purinnya menjadi 8-hydroxy-guanosine,
thymine glycol dan 5-hydroxymethyl uracil.
c. Protein
1) Radikal yang reaktif dapat memecah protein plasma.
2) Radikal bebas bereaksi dengan metal yang ada di dalam molekul
protein.
3) Protein intraseluler dapat dioksidasi oleh oksidan.
d. Lemak
Pada asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid) lemak akan
mengalami peroksidasi melalui tahap initiation, propagation, dan
termination.
(initiation) Lemak + R-/OH- à Lemak-
(propagation) Lemak- + O2 à Lemak-OO-
Lemak-OO- + Lemak à Lemak-OOH + Lemak-
(termination) Lemak- + Lemak- à Lemak-Lemak
Lemak-OO- + Lemak- à Lemak-OO-Lemak
Antioksidan adalah molekul yang dapat menetralisasi radikal bebas
atau memberikan elektron kepada radikal bebas di dalam tubuh.
Antioksidan dapat mencegah dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh
radikal bebas. Apabila mekanisme antioksidan terganggu maka radikal
bebas akan terakumulasi di dalam lemak, karbohidrat, protein, dan asam
x
nukleat yang bisa menyebabkan kerusakan bahkan kematian sel (Thomas,
2006).
2. Taksonomi dan Kandungan Kimia Buah Apel Rome Beauty (Malus
sylvestris Mill)
a. Taksonomi
Klasifikasi tanaman :
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klas : Dicotyledonae
Ordo : Rosales
Famili : Rosaceae
Genus : Malus
Spesies : Malus sylvestris Mill
(Prihatman, 2000; Sufrida, 2007).
b. Kandungan Kimia
Apel memiliki kandungan flavonoid yang sangat tinggi (Boyer and
Liu, 2004). Flavonoid sebagai antioksidan inilah yang melindungi hati
dari kerusakan akibat radikal bebas (Nakagawa et al., 2000). Terdapat
perbedaan yang mencolok antara konsenterasi fitokimia yang
dikandung di dalam kulit apel dan daging buahnya (Wolfe and Liu,
2003; Boyer and Liu, 2004). Senyawa phenol pada kulit lebih banyak
daripada daging buahnya (Chinnici, 2004). Karena kulit apel
xi
mengandung lebih banyak komponen antioksidan maka aktivitas
antioksidan dan bioaktivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan
daging buahnya (Boyer and Liu, 2004).
1) Quercetin
Polifenol seperti flavonoid di dalam diet memberikan manfaat
terhadap kesehatan manusia. Quercetin merupakan salah satu derivat
dari flavonoid (Nakagawa et al., 2000; Moon et al., 2000) yang banyak
terdapat pada sayuran dan buah-buahan (Moon et al., 2000).
Quercetin banyak terkandung di dalam tumbuhan bawang (Wolffram
et al., 2002; Graf et al., 2005), teh (Mc Anlis et al., 1999; Nakagawa et
al., 2000), kacang-kacangan, rempah-rempah (Mikamo et al., 2000),
apel,dan anggur merah (Mc Anlis et al., 1999; Walle et al., 2000).
Quercetin berpengaruh sangat baik dalam pencegahan suatu
penyakit kardiovaskuler (Boer, 2005) seperti penyakit jantung koroner
(Moon et al., 2000; Walle et al., 2000) karena dapat menghambat
oksidasi Low Density Lipoprotein (LDL) (Olthof et al., 2000).
Quercetin merupakan fitokimia yang mempunyai aktivitas antioksidan,
menghambat protein kinase, menghambat DNA topoisomerase, dan
meregulasi ekspresi gen (Moskaug et al., 2004). Quercetin dapat
digunakan sebagai media pembelajaran yang bagus untuk mengetahui
aktivitas flavonoid sebagai anti radikal bebas secara invitro (McNiven
and Richardson, 2006). Maka dari itu quercetin merupakan satu dari
banyak jenis flavonoid yang sering dipelajari pada diet makanan
xii
(Walle et al., 2000). Quercetin diabsorbsi di traktus gastrointestinal
(Graf et al., 2005).
2) Catechin
Catechin dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit jantung
koroner (Bell et al., 2000), kanker (Koga and Meydani, 2001) dan
penyakit serebrovaskuler (Arts, 2001). Catechin juga dapat mencegah
LDL dalam menimbulkan kerusakan oksidatif dan mencegah dari
bahaya radikal bebas (Arts., 2001). Catechin banyak terdapat di dalam
buah-buahan, teh, dan cokelat (Prior, 2006).
Catechin berfungsi sebagai penghambat faktor transkripsi redoks-
sensitif, menghambat enzim prooksidan seperti nitric oxide synthase,
lipoxigenase, cyclooxygenase, dan xanthine oxidase. Selain itu juga
menginduksi enzim antioksidan seperti glutathione S-transferases dan
superoxide dismutases (Prior, 2006).
3) Procyanidin
Procyanidin merupakan salah satu flavonoid yang terkandung pada
apel (Manach et al., 2004). Procyanidin dapat menghambat enzim
lipoxigenase, mencegah LDL dalam menimbulkan kerusakan oksidatif,
dan menurunkan risiko terjadinya kanker (Prior, 2006)
4) Chlorogenic acid
Chlorogenic acid banyak terdapat di dalam sayuran dan buah-
buahan (Prior, 2006). Apel merupakan salah satu buah yang
mengandung chlorogenic acid (Manach et al., 2004). Chlorogenic acid
xiii
dapat menghambat peningkatan besi non-hem di dalam tubuh akibat
konsumsi alkohol (Wood and Ronnenberg, 2006).
5) Vitamin C
Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air dan sangat
dibutuhkan oleh kesehatan manusia. Vitamin C sudah banyak
diketahui manfaatnya sebagai antioksidan dengan fungsinya sebagai
elektron donor (Levine et al., 2006).
Konsumsi vitamin C yang dianjurkan adalah 60 miligram setiap
hari dari kebutuhan tubuh 48 miligram setiap hari. Vitamin C melalui
kemampuan antioksidannya bisa mereduksi terjadinya penyakit
jantung koroner (Losonczy et al., 1996), penyakit kanker, katarak
(Carr and Frei, 1999), mencegah peroksidasi lemak, mencegah
terjadinya atherosclerosis (Huang et al., 2002), dan melindungi dari
serangan jantung iskhemik (Wannamethee et al., 2006).
3. Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif suatu
simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Prinsip ekstraksi adalah
melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar
dalam pelarut non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-
turut mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu pelarut yang
kepolarannya menengah (diklormetan atau etilasetat) kemudian pelarut
yang bersifat polar (methanol atau etanol) (Harborne, 1987). Sedangkan
xiv
ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dari proses ekstraksi (Mustafa,
2008).
Ada beberapa metode ekstraksi yang umumnya digunakan yaitu:
a. Maserasi
Adalah ekstraksi dengan cara merendam serbuk simplisia dalam
cairan ekstraksi. Digunakan untuk mengekstraksi zat aktif yang mudah
larut dalam cairan ekstraksi, tidak mengembang dalam cairan ekstraksi,
dan tidak mengandung benzoin dan stirak. Cairan ekstraksi yaitu berupa
air dan etanol. Kelemahan dari metode ini yaitu membutuhkan waktu
yang lama dan dengan hasil ekstraksi yang kurang sempurna (Mustafa,
2008).
b. Perkolasi
Adalah ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan cairan
ekstraksi melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Serbuk simplisia
ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi
sekat berpori. Cairan ekstraksi dialirkan dari atas ke bawah melalui
serbuk tersebut, sehingga akan melarutkan zat aktif dari sel-sel yang
dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Cairan akan bergerak ke bawah
karena beratnya sendiri dan cairan di atasnya (Mustafa, 2008).
c. Sokletasi
Menggunakan soklet dengan pemanasan dan pelarut. Untuk
senyawa-senyawa yang tidak terpengaruh oleh panas (Darwis, 2000).
xv
d. Destilasi Uap
Digunakan untuk senyawa organik yang tahan terhadap suhu cukup
tinggi, yang lebih tinggi dari titik didih pelarut yang digunakan.
Biasanya untuk minyak atsiri (Darwis, 2000).
e. Pengempaan
Sering digunakan dalam industri minyak kelapa sawit. Ekstraksi ini
tidak membutuhkan pelarut (Darwis, 2000).
4. Anatomi dan Fisiologi Hati
Lokasi hati yang strategis di hipokondrium kanan, sangat sesuai
dengan fungsinya yang sangat besar dalam memelihara homeostasis
metabolisme tubuh. Darah vena dari lambung dan usus mengalir melalui
vena portal dan kemudian melalui hati, sebelum akhirnya masuk ke dalam
sistem sirkulasi. Hati adalah organ pertama yang dilalui oleh nutrien yang
tercerna, vitamin, mineral, obat-obatan, dan zat toksik dari lingkungan.
Hati akan melakukan uptake yang efisien untuk mengabsorbsi material-
material dari darah untuk katabolisme, simpanan, atau diekresikan ke
dalam empedu (Treinen and Moslen, 2003).
Unit struktural hati terdiri atas lobulus-lobulus dengan panjang 1,5 –
2 mm dan lebar 1 – 1,2 mm. Pada pemotongan melintang lobulus-lobulus
akan nampak gambaran berbentuk poligonal seperti sarang lebah dengan
vena central terlihat pada bagian tengah poligonalnya. Pada hati terdapat
sinusoid-sinusoid dan sel kupfer. Karena tiap lobulus hati dibungkus oleh
xvi
sebuah kapsul yang disebut kapsula glison sehingga akan tampak
gambaran triad diantara lobulus hati (Kuehnel, 2003).
a. Fungsi Hati
Hati memiliki banyak fungsi seperti (Amirudin, 2007):
1) Metabobolisme: Karbohidrat, apolipoprotein, asam lemak, asam
amino transaminasi dan deaminasi, simpanan vitamin larut dalam
lemak, obat-obatan dan konjugasinya.
2) Sintesis: Urea, albumin, faktor pembekuan, komplemen C3 dan C4,
feritin dan transferin, protein C reaktif, haptoglobin, α1-antitripsin,
α-fetoprotein, α2-makroglobulin, seruloplasmin.
3) Ekskresi: sintesis empedu, metabolit obat.
4) Endokrin: sintesis 25-hidroksilase vitamin D.
5) Imunologi: Perkembangan limfosit B fetus, pembuangan kompleks
imun sirkulasi, pembuangan limfosit T CD8 teraktivasi, fagositosis
dan presentasi antigen, transpor Ig A.
6) Lain-lain: Kemampuan untuk regenerasi sel-sel hati, pengaturan
angiogenesis.
b. Tes Fungsi Hati
Karena faal hati dalam tubuh mempunyai multifungsi maka tes
faal hatipun beraneka ragam sesuai dengan apa yang hendak kita nilai.
Untuk fungsi sintesis seperti protein, zat pembekuan darah dan lemak
biasanya diperiksa albumin, masa protrombin dan kolesterol. Fungsi
ekskresi/transportasi, diperiksa bilirubin, alkali fosfatase. ∂-GT.
xvii
Kerusakan sel hati atau jaringan hati, diperiksa SGOT (AST), SGPT
(ALT). Adanya pertumbuhan sel hati yang muda (karsinoma sel hati),
alfa feto protein. Kontak dengan virus hepatitis B yaitu; HBsAg,
AntiHBs, HBeAg, anti HBe, Anti HBc, HBVDNA, dan virus hepatitis
C yaitu; anti HCV, HCV RNA, genotype HCV (Widjaja, 2008).
5. Biokimiawi Enzim Alanine Aminotransferase (ALT)
Enzim ini mengkatalisis pemindahan satu gugus amino antara lain
alanin dan asam alfa ketoglutarat (Sacher and McPerson, 2002; Rodwel,
2003). Produk dari reaksi transaminasi adalah reversibel, yaitu piruvat dan
glutamat (Giboney, 2005). Terdapat banyak di hepatosit dan
konsentrasinya relatif rendah di jaringan lain. Kadar normal dalam darah
5- 35 IU/ liter (Sacher and McPerson, 2002; Amirudin, 2007) dan ALT
lebih sensitif dibandingkan AST (Aspartat Aminotransferase) ( Sacher and
McPerson, 2002).
ALT atau dahulu disebut SGPT (Serum Glutamic-Piruvic
Transaminase) adalah lebih spesifik untuk kerusakan hati. ALT adalah
enzim yang dibuat dalam sel hati (hepatosit) dan terdapat di dalam
sitoplasma hati, jadi lebih spesifik untuk penyakit hati dibandingkan
dengan enzim lain. Peningkatan ALT yang tinggi di dalam darah terjadi
bila ada kerusakan akut pada selaput/membran sel hati dan hanya
meningkat sedikit ketika hati telah mengalami sirosis (Widman, 1995;
Yayasan Spiritia, 2007). Half life ALT di dalam darah adalah antara 37 –
xviii
57 jam (Widman, 1995). Setiap jenis peradangan hati dapat menyebabkan
peningkatan pada ALT (Lehrer, 2007). Peradangan pada hati dapat
disebabkan oleh hepatitis virus, beberapa obat, penggunaan alkohol, dan
penyakit pada saluran cairan empedu (Batey and Farrel, 2004; Yayasan
Spiritia, 2007). ALT juga sering digunakan sebagai prediktor NAFLD
(Non-Alcoholic Fatty Liver Disease) (Targher et al., 2007; Chang et al.,
2007).
6. Mekanisme CCl4 (Karbon Tetraklorida) dalam Menyebabkan
Peroksidasi Lemak
CCl4 merupakan hepatotoksin yang telah dipelajari luas terutama
bekerja melalui metabolit reaktifnya. Aktivasi metabolit CCl4 berlangsung
dalam retikulum endoplasma dan interaksi dengan transpor oleh NADPH-
Sitokrom P450 (Robbins and Kumar, 1995). Mekanisme CCl4 merusak
organ secara ringkas adalah CCl4 bereaksi dengan radikal bebas akan
membentuk CCl3- yang selanjutnya akan bereaksi dengan O2 membentuk
triklorometil peroksida (CCl3O2-). Triklorometil peroksida (CCl3O2
-) akan
bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh dan kemudian akan berubah
menjadi peroksida lemak (Hodgson and Levi, 2000).
CCl4 sering digunakan sebagai model kerusakan hati baik akut
ataupun kronik pada tikus (Yu et al., 2002). CCl4 akan mereduksi
konsentrasi VLDL pada tikus dan mereduksi lemak membran sel bersama
radikal bebas (Mayes and Botham, 2003). Pada manusia CCl4
xix
menyebabkan hepatotoksisitas (Katzung, 1997), nekrosis sentrolobuler dan
degenerasi lemak (Goodman and Gilman, 2001), serta kerusakan sel
parenkim pada hati (Murray, 2003).
7. Taksonomi Mencit
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Sub Kelas : Placentalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus Musculus
(Sugiyanto,1995)
Mencit termasuk hewan percobaan yang paling banyak digunakan
dalam penelitian karena memiliki struktur anatomi pencernaan yang mirip
dengan manusia. Harga yang relatif murah dibandingkan dengan hewan uji
lain. Mencit yang sering digunakan adalah mencit laboratorium dengan
galur yang sama dan berat sekitar 18 – 22 gram (Mangkoewidjojo, 1998).
xxi
C. Hipotesis
Ekstrak kulit apel rome beauty (Malus sylvestris Mill) dapat
menghambat peningkatan kadar Alanine Aminotransferase mencit yang
dipapar CCl4.
: Mengandung
Hitung kadar ALT
Mencit
Biotransformasi CCl4 di hati
CCl3-
CCl3O2-
Bereaksi dengan lemak tak jenuh
membran sel hepar
Peroksidasi lemak
Kerusakan membran sel hati
Mencit
Biotransformasi CCl4 di hati
CCl3-
CCl3O2-
Hambatan bereaksi dengan lemak tak
jenuh membran sel hepar
Peroksidasi lemak terhambat
Penghambatan kerusakan membran sel hati
NADPH-Sitokrom P-
Pemberian CCl4 dosis
toksik
Hitung kadar ALT
bandingkan
Catechin
Procyanidin
Chlorogenic acid
Quercetin
Vitamin C
Ekstrak Kulit Apel
xxii
BAB III
METODE PENELITIAN
K. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Penelitian ini merupakan
langkah awal dalam penelitian sebelum hasil penelitian diterapkan pada
manusia (trial clinic). Peneliti memberikan perlakuan terhadap subyek yang
berupa hewan coba di laboratorium (Taufiqqurohman, 2004).
L. Lokasi Penelitian
xxiii
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan di laboratorium Universitas
Setia Budi (USB) Surakarta.
M. Subyek Penelitian
Mencit ( Mus musculus L.) jenis kelamin jantan, berumur dua sampai tiga
bulan dengan berat badan ± 20 gram.
N. Teknik Sampling
Teknik sampling yang dilakukan adalah secara random. Hewan uji coba
sebanyak 30 ekor dibagi menjadi tiga kelompok dan masing-masing kelompok
terdiri atas sepuluh ekor mencit yang dipilih secara random. Besar sampel ini
ditetapkan berdasarkan rumus federer (Suryana, 2001) :
( t – 1 ) ( n – 1) > 15
(Perhitungan dapat dilihat di lampiran A)
O. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian menggunakan The Post Test Only Controlled
Group’s Design, yaitu merupakan rancangan eksperimental sederhana dengan
membagi subyek menjadi tiga kelompok secara random (randomize) dan salah
satu kelompok dijadikan sebagai kontrol (plasebo) (Taufiqqurohman, 2004).
Lebih jelasnya bisa dilihat sebagai berikut:
18
xxiv
Keterangan
K : Kelompok kontrol
P1 : Kelompok perlakuan I
P2 : Kelompok perlakuan II
HK : Hasil perhitungan kadar Alanine Aminotransferase kelompok kontrol (A)
HP1 : Hasil perhitungan kadar Alanine Aminotransferase kelompok perlakuan I (B)
HP2 : Hasil perhitungan kadar Alanine Aminotransferase kelompok perlakuan II (C)
P. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Sampel Mencit 30 ekor
Dipilih secara random (randomize)
K P1 P2
HK HP1 HP2
Bandingkan dengan uji one way anova
Hasil bermakna/signifikan
uji post-hoc multiple comparisons
xxv
Ekstrak kulit apel dan CCl4 (variabel kategorik skala nominal)
(dapat dilihat di lampiran D)
2. Variabel Terikat
Kadar Alanine Aminotransferase mencit (variabel numerik skala rasio)
(dapat dilihat di lampiran D)
3. Variabel Luar
a. Variabel luar yang terkendali
Makanan, minuman, genetik, jenis kelamin, umur, berat badan, dan
suhu udara.
b. Variabel luar yang tidak terkendali
Kondisi psikologis hewan percobaan
Q. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Ekstrak Kulit Apel
Ekstrak kulit apel adalah ekstrak yang diperoleh dari proses ekstraksi kulit
apel dengan metode perkolasi menggunakan pelarut etanol. Ekstrak kulit
apel diberikan kepada kelompok perlakuan II mulai hari pertama hingga hari
kesepuluh. Kelompok kontrol dan kelompok perlakuan I tidak diberi.
2. Larutan CCl4 (Karbon Tetraklorida)
Larutan CCl4 diperoleh dengan cara melarutkan senyawa kimia CCl4 yang
bersifat non polar ke dalam minyak kelapa yang bersifat non polar juga.
Larutan CCl4 diberikan kepada kelompok perlakuan I dan kelompok
xxvi
perlakuan II pada hari kedelapan. Kelompok kontrol tidak diberi CCL4 tetapi
hanya diberikan minyak kelapa pada hari kedelapan.
3. Kadar Alanine Aminotransferase (ALT)
Kadar ALT adalah besaran yang diperoleh dari pengukuran serum darah
mencit menggunakan teknik Kinetic UV Methode menggunakan alat KIT
GO F400 CH. Semua kelompok (kelompok kontrol, kelompok perlakuan I,
dan kelompok perlakuan II) dihitung kadar Alanine Aminotransferase-nya
pada hari kesebelas. Penghitungan kadar enzim Alanine Aminotransferase
untuk semua mencit dilakukan di laboratorium klinik Universitas Setia Budi
(USB) Surakarta.
R. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat
a. Kandang mencit tiga buah
b. Timbangan duduk
c. Sonde lambung
d. Tabung mikrokapiler
e. Rak tabung reaksi
f. Tabung reaksi kecil
g. Gelas ukur dan pengaduk
h. Labu takar
xxvii
i. Alat KIT GO F400 CH
2. Bahan
a. Makanan hewan percobaan (pelet dan air PAM)
b. CCl4
c. Ekstrak kulit apel
d. Aquades
e. Monoreagent F 400
S. Cara Kerja
1. Persiapan Percobaan
a. Sampel
Sampel diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan
Universitas Setia Budi (USB) Surakarta, kemudian dilakukan adaptasi di
Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
(UNS) Surakarta selama tujuh hari dan dilakukan pengelompokan secara
random menjadi tiga kelompok. Tiap kelompok terdiri atas sepuluh ekor
mencit. Pada minggu pertama dilakukan penimbangan dan penandaan
untuk menentukan dosis dan dilakukan perlakuan.
b. Uji Homogenitas Sampel
Sampel yang berupa mencit sebelum digunakan dalam percobaan
terlebih dahulu dilakukan uji homogenitas dari data berat badan mencit
yang diperoleh. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan berat badan mencit secara bermakna atau tidak.
xxviii
c. Pembuatan Ekstrak Kulit Apel
Ekstrak kulit apel diperoleh dari Balai Besar Penelitian Tanaman
Obat dan Obat Tradisional, Tawangmangu. Ekstrak kulit apel diolah
dengan metode perkolasi dengan pelarut etanol, yaitu proses melewatkan
pelarut organik pada sampel sehingga pelarut akan membawa senyawa
organik bersama-sama pelarut (Darwis, 2000). (perhitungan dosis dapat
dilihat di lampiran B).
d. Minyak Kelapa
Minyak kelapa disini berfungsi untuk melarutkan CCl4. Pada
penelitian ini semua kelompok diberi minyak kelapa agar kerusakan hati
yang terjadi pada kelompok perlakuan benar-benar disebabkan oleh CCl4.
Minyak kelapa yang diberikan sebesar 0,093 ml/20 gram BB mencit
(perhitungan dapat dilihat di lampiran B).
e. Pembuatan Larutan CCl4
Karena sulitnya mengambil dosis CCl4 yang diperlukan maka CCl4
akan dilarutkan dalam minyak kelapa sehingga terbentuk larutan CCl4-
minyak kelapa (perhitungan dapat dilihat di lampiran B).
2. Pelaksanaan Percobaan
Percobaan mulai dilakukan setelah dilakukan adaptasi selama tujuh
hari, dan percobaan berlangsung sepuluh hari. Sebelum ditimbang dan
diadaptasikan untuk membagi mencit menjadi tiga kelompok dilakukan
xxix
randomisasi dengan memberikan nomor pada setiap mencit kemudian
diundi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi subyektifitas peneliti.
Pengelompokan subyek :
K : Kelompok kontrol, terdiri dari sepuluh mencit. Dalam
kelompok ini mencit diberi diet standar selama sepuluh hari dan
pada hari kedelapan diberi minyak kelapa 0,093 ml/20 gram BB
mencit dengan sonde lambung (perhitungan dapat dilihat di
lampiran B).
P1 : Kelompok perlakuan I, terdiri dari sepuluh mencit, diberi diet
standar selama sepuluh hari. Pada hari kedelapan diberikan dosis
tunggal larutan CCl4-minyak kelapa sebesar 0,1 ml peroral
dengan menggunakan sonde lambung (perhitungan dapat dilihat
di lampiran B).
P2 : Kelompok perlakuan II, terdiri dari sepuluh mencit, Larutan
Ekstrak kulit apel-aquades sebanyak 0,1 ml/20 gram BB
mencit/hari (mengandung 0,35 mg ekstrak) diberikan peroral
selama sepuluh hari dengan menggunakan sonde lambung. Pada
hari kedelapan, selang 15 menit setelah diberikan ekstrak kulit
apel, mencit diberi larutan CCl4-minyak kelapa dosis tunggal
sebesar 0,1 ml dengan menggunakan sonde lambung
(perhitungan dapat dilihat di lampiran B).
3. Pengukuran Hasil
xxx
Pada hari kesebelas setelah perlakuan pertama diberikan, semua
mencit diambil darahnya melalui sinus orbitalis dengan menggunakan
tabung mikrokapiler sebanyak 2 ml kemudian disentrifuge dengan
kecepatan 3000 rpm selama 60 menit hingga didapatkan serum.
Pemeriksaan Alanine Aminotransferase dengan menggunakan
teknik kinetik UV Method menggunakan alat KIT GO F400 CH (di
laboratorium klinik Universitas Setia Budi). Hitung kadar Alanine
Aminotransferase masing-masing kelompok dan bandingkan dengan uji
one way anova. Bila hasilnya memiliki perbedaan yang bermakna maka
dilanjutkan dengan uji post-hoc multiple comparisons test/LSD.
Untuk mengurangi unsur kesubyektifan dalam penelitian maka
pengukuran hasil dilakukan dengan sistem single blind (tersamar tunggal)
dengan memberikan label pada tiap tabung untuk kelompok kontrol
dengan kode “A”, kelompok perlakuan I dengan kode “B”, dan kelompok
perlakuan II dengan kode “C”. Sehingga dengan sistem ini pengukur kadar
Alanine Aminotransferase tidak mengetahui serum darah mana yang
merupakan serum darah kontrol atau bukan kontrol.
T. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini jenis hipotesis yang digunakan adalah hipotesis
komparatif tidak berpasangan lebih dari dua kelompok. Karena variabel yang
akan dicari asosiasinya adalah variabel kategorik skala nominal (pemberian
ekstrak kulit apel dan CCl4) dengan variabel numerik skala rasio (kadar
xxxi
Alanine Aminotransferase) maka masalah skala pengukuran dalam penelitian
ini adalah masalah skala pengukuran numerik. Dengan demikian data yang
didapat akan dianalisis secara statistik dengan uji statistik one way anova.
Apabila ada perbedaan rata-rata yang bermakna dilanjutkan uji post-hoc
multiple comparisons test/LSD (tabel uji statistik dapat dilihat di lampiran D)
(Dahlan, 2003).
Derajat kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Data diolah dengan
menggunakan program SPSS version 15.0 for Windows.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan selama delapan belas hari di Laboratorium
Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan di
Laboratorium Universitas Setia Budi (USB) Surakarta. Mencit (Mus musculus)
berasal dari Universitas Setia Budi (USB) Surakarta sebanyak tiga puluh ekor dan
dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok K sebagai kelompok kontrol, kelompok
xxxii
P1 sebagai kelompok perlakuan I, dan kelompok P2 sebagai kelompok perlakuan
II.
Sebelum mencit dibagi menjadi tiga kelompok, semua mencit ditimbang
terlebih dahulu. Hasil penimbangan berat badan mencit dianalisis secara statistik
dan didapatkan rata-rata berat badan mencit. Rata-rata berat badan mencit dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata berat badan mencit sebelum perlakuan
Kelompok Jumlah Rata-rata BB mencit ± SD (gram)
Kontrol / A
Perlakuan I / B
Perlakuan II / C
Total
10
10
10
30
19,9 ± 1,370
19,8 ± 1,549
20,2 ± 1,032
19,966 ± 1,299
Data primer : Out put data SPSS 15.0 for Windows
Perhitungan analisis statistik berat badan mencit dengan Uji Kolmogorov-
Smirnov menunjukkan nilai α untuk kelompok kontrol, perlakuan I, dan perlakuan
II adalah 0,589, 0,832, 0,900. Dari data tersebut dapat disimpulkan sebaran data
untuk ketiga kelompok adalah normal, karena α > 0,05. Dari hasil analisis dengan
uji Homogeneity of Variances di dapatkan nilai α = 0,535, ini berarti varians data
dalam penelitian ini adalah sama, karena α yang didapat > 0,05 (lampiran F).
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan secara bermakna untuk berat
badan mencit antar kelompok maka uji statistik dilanjutkan dengan uji one way
27
xxxiii
anova dan didapatkan α = 0,786. Karena α > 0,05 maka tidak ada perbedaan berat
badan mencit secara bermakna (lampiran F).
Pada hari ketiga setelah pemberian CCl4, serum darah mencit diperiksa
kadar ALT-nya di laboratorium Universitas Setia Budi (USB) Surakarta dengan
hasil pada lampiran G. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Rata-rata kadar ALT darah mencit setelah pemberian CCl4
Kelompok Jumlah Rata-rata kadar ALT darah (IU/L) ± SD
Kontrol / A
Perlakuan I / B
Perlakuan II / C
10
10
10
11,50 ± 1,58
51,70 ± 3,50
12,10 ± 2,02
Data primer : Out put data SPSS 15.0 for Windows
Tabel 2 di atas menunjukkan adanya perbedaan kadar rata-rata ALT antar
kelompok. Analisis statistik memperlihatkan α = 0,000 (α < 0,05). Hal tersebut
menunjukkan adanya pengaruh jenis perlakuan terhadap kadar ALT darah mencit
secara bermakna yaitu terjadi peningkatan kadar ALT pada kelompok P1 dan P2
dibandingkan kelompok K. Peningkatan kadar ALT kelompok P2 lebih rendah
dibanding kelompok P1. Perbedaan antar kelompok perlakuan dilanjutkan dengan
uji post-hoc multiple comparisons test/LSD (Lampiran H), diperoleh hasilnya
yaitu:
1. Kelompok K dan kelompok P1 didapatkan perbedaan rata-rata kadar ALT
secara bermakna α = 0,000 (α < 0,05)
xxxiv
2. Kelompok K dan kelompok P2 didapatkan perbedaan rata-rata kadar ALT
secara tidak bermakna α = 0,597 (α > 0,05)
3. Kelompok P1 dan kelompok P2 didapatkan perbedaan rata-rata kadar ALT
secara bermakna α = 0,000 (α < 0,05)
Gambar 1. Kadar ALT mencit masing-masing kelompok.
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan ekstrak kulit apel rome beauty. Dipilihnya
kulit apel dalam bentuk ekstrak karena senyawa yang terkandung dalam ekstrak
akan lebih spesifik bila dibandingkan dalam air perasan/jus. Etanol
dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif. Selain itu jamur dan
xxxv
kuman lebih sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral,
absorbsinya baik dan dapat bercampur dengan air. Etanol dapat melarutkan
alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon,
flavonoid, steroid, dammar, dan klorofil. Dengan etanol 70% sangat sering
dihasilkan suatu hasil bahan yang optimal, dimana bahan pengotor hanya dalam
skala kecil turut dalam cairan pengekstraksi (Shibghatulloh, 2009).
Untuk membagi kelompok penelitian menjadi kelompok K, Kelompok P1,
dan kelompok P2 dilakukan randomisasi dengan cara memberi nomor kepada
masing-masing mencit lalu diundi menggunakan kocokan. Pengalokasian hewan
uji berdasarkan randomisasi dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi bias
seleksi karena pemilihannya berdasarkan peluang (Pudjirahardjo,1993). Sebelum
dilakukan perlakuan mencit diadaptasikan terlebih dahulu selama satu minggu
agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan pecobaan. Selain itu mencit juga
ditimbang untuk menyingkirkan dugaan faktor berat badan dalam mempengaruhi
hasil penelitian.
Pemberian dosis karbon tetraklorida 7 x 10-3 ml/20 gram BB mencit
bersifat toksik terhadap hati dengan ditandai terjadinya peningkatan kadar ALT
pada kelompok P1 dan P2 dibandingkan kelompok K. Hal ini disebabkan oleh
sifat kimia dari karbon tetraklorida yang merupakan zat kimia golongan
hidrokarbon alifatik terhalogenasi yang bersifat toksik terhadap hati (Katzung,
1997; Olson, 2004). Untuk melarutkan CCl4 digunakan minyak kelapa merek
Bimoli. Pemilihan minyak sebagai pelarut CCl4 karena CCl4 merupakan senyawa
kimia yang bersifat non polar sehingga akan larut pada senyawa non polar juga
30
xxxvi
dan minyak adalah merupakan senyawa non polar. Untuk menyingkirkan dugaan
minyak kelapa dapat mempengaruhi penilaian hasil penelitian maka selain
kelompok P1 dan P2 yang diberikan larutan CCl4-minyak kelapa, kelompok K
juga diberikan tetapi hanya minyak kelapa saja dengan jumlah yang sama dengan
yang diberikan pada kelompok P1 dan P2. Sehingga apapun merek minyak kelapa
yang digunakan tidak akan mempengaruhi perbandingan hasil masing-masing
kelompok penelitian.
Meskipun kadar ALT kelompok P2 mengalami kenaikan menjadi 12,10 ±
2,02 IU/L tetapi berdasarkan uji statistik post-hoc multiple comparisons test/LSD
tidak ada perbedaan secara bermakna bila dibandingkan dengan kelompok kontrol
yang mempunyai kadar 11,50 ± 1,58 IU/L. Berbeda dengan kelompok P1 (51,70 ±
3,50 IU/L) yang tidak diberi ekstrak kulit apel terjadi peningkatan kadar ALT
secara bermakna bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Demikian juga
kadar ALT antara kelompok P1 dengan P2 didapatkan perbedaan secara
bermakna.
Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak kulit apel dapat menghambat
peningkatan kadar ALT yang disebabkan oleh senyawa toksik CCl4 di dalam hati.
Ekstrak kulit apel ini berperan sebagai antioksidan dalam melindungi kerusakan
oksidatif yang ditimbulkan oleh radikal bebas derivat karbon tetraklorida.
Kemampuan antioksidan ekstrak kulit apel ini diperankan oleh senyawa yang
xxxvii
terkandung di dalam kulit apel yaitu seperti catechin, querceetin, procyanidin,
chlorogenic acid, dan vitamin C.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
xxxviii
A. Simpulan
Pemberian ekstrak kulit apel rome beauty (Malus sylvestris Mill) dapat
menghambat peningkatan kadar Alanine Aminotransferase (ALT) mencit
yang dipapar karbon tetraklorida.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian penggunaan ekstrak kulit apel sebagai
hepatoprotektor pada manusia.
2. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan berbagai agen toksik dan
penambahan kelompok perlakuan yang menunjukkan variasi dosis ekstrak
kulit apel sehingga dapat diketahui dosis yang paling efektif, serta melihat
pengaruh ekstrak kulit apel terhadap berbagai organ dalam tubuh selain
hati.
33
xxxix
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, N. 2007. Kelainan Enzim pada Penyakit hati. In: Sudoyo Aru W., Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, K. Marcellus Simadibrata (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, pp: 424 – 426.
Amirudin R. 2007. Fisiologi dan Biokimiawi Hati. In: Sudoyo Aru W., Setiyohadi
Bambang, Alwi Idrus, K. Marcellus Simadibrata (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, pp: 415 – 419.
Arteel G. E. 2002. Oxidants and antioxidants in alcohol-induced liver disease.
Gastroenterology Official Journal of the AGA Institute 124(3): 778 – 790.
Arts I.C.W., Hollman P.C.H., Feskens E.J.M., Mesquita H. Bas B. de, Kromhout
D. 2001. Catechin intake might explain the inverse relation between tea consumption and ischemic heart disease: the Zutphen Elderly Study. The American Journal of Clinical Nutrition 74: 227 – 32.
Batey B. and Farrel G. 2004. Liver Function Testing.
http://www.britishlivertrust.org.uk/home/the-liver/liver-disease-tests-explained/liver-function-tests.aspx. (24 Oktober 2008)
Bell J.R.C., Donovan J.L., Wong R., Waterhouse A.L., German J.B., Walzem
R.L., Kasim K.E. 2000. (+)- Catechin in human plasma after ingestion of a single serving of reconstituted red wine. The American Journal of Clinical Nutrition 71: 103 – 8.
Boer V.C. J., Dihal A.A., Woude H., Arts I.C.W., Wolffram S., Alink G.M.,
Rietjens I.M.C.M., Keijer J., Hollman P.C.H. 2005. Tissue Distribution of Quercetin in Rats and Pigs. The Journal of Nutrition 135: 1718 – 1725.
Boyer J. and Liu R.H.. 2004. Apple Phytochemicals and Their Health Benefit.
Nutrition Journal 3: 5. Carr A.C. and Frei B. 1999. Toward a new recommended dietary allowance for
vitamin C based on antioxidant and health effects in humans. The American Journal of Clinical Nutrition 69: 1086 – 107.
34
xl
Chang Y., Seungho R., Eunju S., Yumi J. 2007. Higher concentrations of alanine aminotransferase within the reference interval predict nonalcoholic fatty liver disease. Clinical Chemistry 53: 686 – 692.
Chinnici F. 2004. Radical scavenging activities of peels and pulps from cv. golden
delicious apples as related to their phenolic composition. Journal Agriculture and Food Chemistry. 52(15): 4684 – 4689.
Chitra S. and Devi C.S. 2008. Effect of [alpha]-tocopherol on pro-oxidant and
antioxidant enzyme status in radiation-treated oral squamous cell carcinoma. Indian Journal of Medical Sciences 62(4): 141.
Dahlan M.S. 2003. Statistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: PT.
Arkans kerjasama dengan PT. Mahakam Beta Farma. Dalgic B., Sonmez N., Biberoglu G., Hasanoglu A., Erbas D. 2005. Evaluation of
oxidant stress in Wilson's disease and non-Wilsonian chronic liver disease in childhood. The Turkish Journal of Gastroenterology 16(1): 7-11.
Darwis.D. 2000. Teknik Dasar Laboratorium dalam Penelitian Senyawa Bahan
Alam Hayati dalam Workshop Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati. Padang: FMIPA Universitas Andalas.
Ding M., Lu Y., Bowman L., Huang C., Leonard S., Wang L., Vallyathan V.,
Castranova V., Shi X. 2003. Inhibition of AP-1 and neoplastic transformation by fresh apple peel extract. The Journal of Biological Chemistry 279(11): 10670 – 10676.
El-Sayed I.H., Lotfy M., El-Khagawa O.A.Y., Nasif W.A., El-Shahat M. 2006.
Prominent free radicals scavenging activity of tannic acid in lead-induced oxidative stress in experimental mice. Toxicology and Industrial Health 22: 157 -163.
Frei B. and Higdon J.V. 2003. Antioxidant activity of tea polyphenols in vivo:
Evidence from animal studies. The Journal of Nutrition 10th ed 133: 3275S
Giboney P.T. 2005. Mildly Elevated Liver Transaminase Levels in the
Asymptomatic Patient. California : American Academy of Family Physicians. http://www.aafp.org/afp/20050315/1105.html. (24 Oktober 2008).
Goodman and Gilman’s. 2001. The Pharmecological Basic of Therapeutics. 6th
ed. MacMilan Publishing Co, Inc. pp : 701 – 704.
xli
Graf B.A., Mullen W., Caldwell S.T., Hartley R.C., Duthie G.G., Lean M.E.J., Crozier A., Edwards C.A. 2005. Dispotition and metabolism of [2-14C]quercetin-4’-glucoside in rats. The American Society for Pharmacology and Experimental Therapeutics 33(7): 1036 – 1043.
Grassi D., Lippi C., Necozione S., Desideri G., Ferri C.. 2005. Short-term
administration of dark chocolate is followed by a significant increase in insulin sensitivity and a decrease in blood pressure in healthy persons. The American Journal of Clinical Nutrition 81:611 – 4.
Handajani. 2007. The Queen of Seeds: Potensi Agrobisnis Komoditas Wijen.
Yogyakarta : Andi. Harborne I.B., 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan K. Radmawinata, dan I.
Soediso. Bandung: ITB, pp: 69-94, 142-158, 234-238. Hodgsons E. and Levi P.E., 2000. A Text Book of Modern Toxicology. 2nd ed.
New York: McGraw-Hill, pp: 207 – 210. Huang H.Y., Lawrence J.A., Kevin D.C., Edgar R. M., Trevor A.M., Ian B.
Puddey. 2002. Effects of vitamin C and vitamin E on in vivo lemak peroxidation: results of a randomized controlled trial. The American Journal of Clinical Nutrition 76: 549 – 55.
Husadha, Y. 1996. Fisiologi dan Pemeriksaan Biokimiawi Hati. In: Sjaifoellah
Noer (ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3rd. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, pp: 237 - 241.
Jones P.J.H. and Kubow S. 2006. Lemaks, sterols, and their metabolites. In: Shils
Maurice E., Shike M., Ross A.C., Caballero B., Cousins R.J. (eds). Modern Nutrition in Health and Disease. New York: Lippincott William and Wilkins, pp: 104 - 119.
Katzung B.G. 1997.Farmakologi Dasar dan Klinik. 6th ed. Jakarta: EGC, pp: 54-
917 Koga T. and Meydani M. 2001. Effect of plasma metabolites of (+)- catechin and
quercetin on monocyte adhesion to human aortic endothelial cells. The American Journal of Clinical Nutrition 73: 941 – 8.
Kono H., Rusyn I., Yin M., Gäbele E., Yamashina S., Dikalova A., Kadiiska M.B.,
Connor H.D., Mason R.P., Segal B.H., Bradford B.U., Holland S.M., Thurman R.G. 2000. NADPH oxidase–derived free radicals are key oxidants in alcohol-induced liver disease. The Journal of Clinical Investigation 106(7): 867 – 872.
xlii
Kuehnel W. 2003. Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy. 4th ed. Newyork: Thieme Stuttgart, pp: 318 – 328.
Lee K.., Terada K., Oyadomari S., Inomata Y., Mori M., Gotoh T.. 2004.
Induction of molecular chaperones in carbon tetrachloride–treated rat liver: implications in protection against liver damage. Cell Stress & Chaperones 9(1): 58 – 68.
Lehrer J.K. 2007. ALT (Alanine Aminotransferase).
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003473.htm. (24 Oktober 2008)
Levine M., Katz A., Padayatty S.J. 2006. Vitamin C. In: Shils M.E., Shike M.,
Ross A.C., Caballero B., Cousins R.J. (eds). Modern Nutrition in Health and Disease. New York: Lippincott William and Wilkins, pp: 507 – 522.
Losonczy K.G., Harris T.B., Havlik R.J. 1996. Vitamin E and vitamin C
supplement use and risk of all cause and coronary heart disease mortality in older persons: the Established Populations for Epidemiologic Studies of the Elderly. The American Journal of Clinical Nutrition 64: 190 – 6.
Lotito S.B. and Frei B. 2003. Relevance of apple polyphenols as antioxidants in
human plasma: contrasting in vitro and in vivo effects. Free Radical Biology and Medicine 36(2): 201 – 211.
Madani H., Talebolhosseini M., Asgary S., Naderi G.H. 2008. Hepatoprotective
activity of Silybum marianum and Cichorium intybus against thioacetamide in rat. Pakistan Journal of Nutrition 7(1): 172 – 176.
Manach C., Scalbert A., Morand C., Rémésy C., Jiménez L.. 2004. Polyphenols:
food sources and bioavailability. The American Journal of Clinical Nutrition 79(5): 727 – 747.
Mangkoewidjojo S. 1998. Pemeliharaan, pembiakan dan penggunaan hewan
percobaan di daerah tropis. UI press. Jakarta. Hal : 10- 18. Marcovitch H.. 2005. Black’s Medical Dictionary. 41st ed. London: A & C Black,
p: 523. Mayes P.A. and Botham K.M. 2003. Cholesterol Synthesis,Transport, &
Excretion. In: Murray R.K., Granner D.K., Mayes P.A., Rodwel V.W. (eds). Harper’s Illustrated Biochemistry. 26th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill pp: 222 - 223.
xliii
McAnlis G.T., McEneny J., Pearce J., Young I.S. 1999. Absorption and antioxidant effects of quercetin from onions, in man. European Journal of Clinical Nutrition 53: 92 – 96.
McNiven M.A, Richardson G.F. 2006. Effect of Quercetin on Capacitation Status
and Lemak Peroxidation of Stallion Spermatozoa. Cell Preservation Technology 4(3): 169-177
Middleton E., Kandaswami C., Theoharides T.C. 2000. The effect of plant
flavonoid on mammalian cells: implication for inflammation, heart disease, and cancer. Pharmacol Reviews 52: 673-751.
Mikamo E., Okada Y., Semma M., Ito Y., Morimoto T., Nakamura M. 2000.
Studies on structural-correlation with antioxidant activity of flavonoids. School of Pharmaceutical Science, Mukogawa Women's University, pp: 1 – 2.
Moon J.H., Nakata R., Oshima S., Inakuma T., Terao J. 2000. Accumulation of
quercetin conjugates in blood plasma after the short-term ingestion of onion by women. The American Journal of Physiology - Regulatory, Integrative and Comparative Physiology 279: 461 – 467.
Moskaug J.O., Carlsen H., Myhrstad M., Blomhoff R. 2004. Molecular imaging
of the biological effects of quercetin and quercetin-rich foods. Mechanisms of Ageing and Development 125: 315 – 324.
Muhammad A.I. 2003. Skripsi Pengaruh Pemberian Teh Hijau Terhadap
Hepatotoksisitas CCl4 Pada Mencit. Surakarta: UNS Murray R.K. 2003. Porphyrins and Bile Pigments. In: Murray R.K., Granner
D.K., Mayes P.A., Rodwel V.W. (eds). Harper’s Illustrated Biochemistry. 26th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill p: 283
Mustafa. 2008. Fitofarmaka. http://fkuii.org/tiki-
download_wiki_attachment.php?attId=193&page=pengobatan_rasional_handout (24 Oktober 2008)
Nakagawa K., Kawagoe M., Yoshimura M., Arata H., Minamikawa T., Nakamura
M., Matsumoto A. 2000. Differential effects of flavonoid quercetin on oxidative damages induced by hydrophilic and lipophilic radical generators in hepatic lysosomal fractions of mice. Journal of Health Science 46(6): 509 – 512.
xliv
Ngatidjan. 1991. Petunjuk Laboratorium Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi UGM. Yogyakarta. pp: 23-5.
Noyan T., Balaharoglu R., Komuroglu U. 2005. The oxidant and antioxidant
effects of 25-hydroxyvitamin D3 in liver, kidney and heart tissues of diabetic rats. Clin Exp Med 5: 31 – 36.
Olson K.R. 2004. Poisioning and Drug Overdose. 5th ed. Boston: Mc Graw Hill
Co. Olthof M.R., Hollman P.C.H., Vree T.B., Katan M.B. 2000. Bioavailabilities of
quercetin-3-glucoside and quercetin-4’-glucoside do not differ in humans. The Journal of Nutrition 130: 1200 – 1203.
Prihatin E. 2007. Skripsi Pengaruh Pemberian Air Rebusan Meniran (Phyllanthus
niruri Linn.) Terhadap Hepatotoksisitas Karbon Tetraklorida (CCl4) pada Mencit (Mus musculus L.). Surakarta: UNS.
Prihatman K. (ed). 2000. Apel (Malus sylvestris Mill). Jakarta: Bappenas, pp: 1 –
18. Prior R.L. 2006. Phytochemical. In: Shils M.E., Shike M., Ross A.C., Caballero
B., Cousins R.J. (eds). Modern Nutrition in Health and Disease. New York: Lippincott William and Wilkins, pp: 583 – 593.
Pudjirahardjo.1993. Metode Penelitian dan Statistik terapan. Airlangga
University Press. Surabaya pp: 46-47. Robbins S.L, Kumar V. 1995. Buku Ajar Patologi I. 4th ed. Jakarta: EGC, pp: 9-
14. Rodwell V.W. 2003. Catabolism of Proteins & of Amino Acid Nitrogen. In:
Murray R.K., Granner D.K., Mayes P.A., Rodwel V.W. (eds). Harper’s Illustrated Biochemistry. 26th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill, pp: 243 - 244.
Sacher and McPerson. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. h:369-370. Savitri W. 2008. Ekstraksi Bahan Alam.
http://winasavitri.multiply.com/journal/item/12. (2 Desember 2008)
xlv
Shibghatulloh A. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Meniran (Phyylantus niruri Linn.) Terhadap Kadar SGOT dan SGPT Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diinduksi Dengan Asetaminofen. Surakarta: UNS.
Son Y.O., Lee K.Y., Kook S.H., Lee J.C., Kim J.G., Jeon Y.M., Jang Y.S. 2004. Selective effects of quercetin on the cell growth and antioxidant defense system in normal versus transformed mouse hepatic cell lines. European Journal of Pharmacology 502: 195– 204.
Sufrida Y. 2007. Khasiat dan Manfaat apel. Jakarta: PT Agromedia Pustaka, pp:
23-24. Sugiyanto. 1995. Petunjuk Praktikum Farmakologi. 4th ed. Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Suryana P. 2001. Penelitian Pengaruh Isolat Galaktomannan Kelapa terhadap
Penurunan Kadar Kolesterol Serum Kelinci. Warta Litbang Kesehatan 5: 3 – 4.
Targher G., Franchini M., Guidi G.C., Muggeo M., Lippi G.. 2007. Alanine
aminotransferase as an independent predictor of incident nonalcoholic fatty liver disease. Clinical Chemistry 53: 1159.
Taufiqurrohman M.A. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu
Kesehatan. Klaten : CSGF (the Community of Self Help Group Forum).
Thomas J.A. 2006. Oxidant defense in oxidative and nitrosative stress. In: Shils
M.E., Shike M., Ross A.C., Caballero B., Cousins R.J. (eds). Modern Nutrition in Health and Disease. New York: Lippincott William and Wilkins, pp: 685 - 693.
Treinen and Moslen, 2003. Toxic responses of the liver. In: Klaasen (eds).
Essentials of Toxicology. Boston: The Mc. Grow-Hill Companies inc. pp: 195,199,202-3.
USDA Database for the Flavonoid Content of Selected Foods.
http://www.nal.usda.gov/fnic/foodcomp ( 8 Agustus 2008) Walle T., Otake Y., Walle U.K., Wilson F.A. 2000. Quercetin glucosides are
completely hydrolyzed in ileostomy patients before absorption. The Journal of Nutrition 130: 2658 – 2661.
Wannamethee S.G., Gordon D.O. Lowe, Ann R., Richard B., Peter H. Whincup.
2006. Associations of vitamin C status, fruit and vegetable intakes, and
xlvi
markers of inflammation and hemostasis. The American Journal of Clinical Nutrition 83: 567 – 74.
Widjaja S. 2008. Gangguan Faal (Fungsi) Hati Yang Sering Ditanyakan Oleh
Penderita. http://www.medistra.com/index.php?option=com_content&view=article&id=106. (24 Oktober 2008)
Widmann F.K. 1995. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium
(Clinical Interpretation of Laboratory Test). 9th ed. Penerjemah: Siti B.K., R. Gandasubrata, J. Latu. Jakarta: EGC.
Wolfe K.L and Liu R.H. 2003. Apple pells as a value-added food ingredient.
Journal Agriculture and Food Chemistry. 51: 1676 – 1683. Wolffram S., Block M., Ader P. 2002. Quercetin-3-glucoside is transported by the
glucose carrier SGLT1 across the brush border membrane of rat small intestine. The Journal of Nutrition 132: 630 – 635.
Wood R.., Ronnenberg A.G. 2006. Iron. In: Shils M.E., Shike M., Ross A.C.,
Caballero B., Cousins R.J. (eds). Modern Nutrition in Health and Disease. New York: Lippincott William and Wilkins, pp: 248– 268.
Wu J.L., Wu Q.P., Yang X.F., Wei M.K., Zhang J.M., Huang Q., Zhou X.Y.
2008. L-malate reverse oxidative stress and antioxidative defense in liver and heart of age rats. Physiological Research 57: 261
Yayasan Spiritia. 2007. Tes Fungsi Hati. Jakarta: Yayasan Spiritia. Yu C., Wang F., Jin C., Wu X., Chan W., McKeehan W.L. 2002. Increased
carbon tetrachloride-induced liver injury and fibrosis in FGFR4-deficient mice. American Journal of Pathology 161(6): 2003 – 2010.
Zweier J.L. and Talukder M.A.H. 2006. The role of oxidants and free radicals in
reperfusion injury. Cardiovascular Research 70 : 181 – 190.
xlvii
Lampiran A
Penentuan Jumlah Sampel
Rumus Federer: ( t – 1 ) ( n – 1) > 15 Keterangan :
t : jumlah kelompok n : jumlah mencit dalam 1 kelompok maka : ( t – 1 ) ( n – 1) > 15 (3 – 1 ) ( n – 1 ) > 15 2 ( n – 1 ) > 15 n – 1 > 7,5 n > 8,5
Menurut rumus ini besar sampel dalam satu kelompok minimal yang harus dipenuhi adalah 8,5 mencit untuk setiap kelompok. Peneliti akan menggunakan sepuluh mencit dalam setiap kelompok.
xlviii
Lampiran B
Perhitungan Dosis Karbon Tetraklorida (CCl4), Minyak Kelapa, dan Ekstrak Kulit Apel
a. Dosis karbon tetraklorida (CCl4)
· Dosis fatal pada manusia = 5 ml/70 kg BB orang dewasa (Olson, 2004). · Faktor konversi dosis dari manusia terhadap mencit = 0,0026 (Ngatidjan,
1991). à dosis fatal CCl4 mencit = 0,0026 x 5 ml/70 kg BB orang dewasa = 0,013 ml/20 gram BB mencit = 13 x 10 -3 ml/ 20 gram BB mencit
· Dosis yang akan digunakan dalam penelitian ini = 7 x 10 -3 ml untuk setiap mencit (Prihatin, 2007) yang akan dilarutkan dalam minyak kelapa sehingga volume larutan CCl4-minyak kelapa = 0,1 ml
b. Minyak kelapa · Volume larutan CCl4-minyak kelapa untuk setiap mencit yang akan
digunakan dalam penelitian ini = 0,1 ml. Minyak kelapa yang digunakan adalah dari produksi PT Intiboga Sejahtera, Tbk Jakarta.
· Volume minyak kelapa = 0,1 ml – dosis CCl4 = 0,1 ml – 7 x 10-3 ml = 93 x 10-3 ml/mencit = 0,093 ml/mencit
c. Pembuatan larutan CCl4-minyak kelapa · Karena dosis CCl4 sangat kecil maka akan dibuat dosis untuk 250 mencit
(disesuaikan dengan volume labu takar ukuran 25 ml), jadi volume CCl4
yang dibutuhkan = 250 x 7 x 10-3 ml = 1,75 ml · Volume minyak kelapa yang dibutuhkan = 250 x 0,093 ml = 23,25 ml · Jadi total volume larutan CCl4-minyak kelapa untuk 250 mencit = 25 ml
dan diambil 0,1 ml untuk setiap pemberian pada satu mencit. d. Dosis ekstrak kulit apel
· Untuk menentukan besar dosis ekstrak kulit apel yang akan digunakan dalam penelitian ini, peneliti mengacu pada dosis hepatoprotektor teh hijau.
· Dosis hepatoprotektor teh hijau kering = 0,06 gram/20 gram BB mencit dalam 20 ml air (Muhammad, 2003).
· Pemberian cairan peroral maksimal pada mencit = 1 ml/20 gram BB. · Jadi kadar teh hijau kering maksimal yang dapat masuk ke dalam tubuh
mencit untuk hepatoprotektor = 1/20 x 0,06/20 gram BB mencit = 0,003 gram/20 gram BB mencit
· Kandungan catechin dalam teh hijau = 0,33 mg/gram (USDA, 2003) sedangkan pada kulit apel = 23 mg/gram (Wolfe and Liu, 2003). à berarti kandungan catechin dalam kulit apel = 69,7 x teh hijau.
xlix
· Jadi kadar kulit apel kering yang dibutuhkan supaya mempunyai efek hepatoprotektor sebagaimana teh hijau = 1/69,7 x 0,003 gram
= 4,3 x 10 -5 gram = 0,043 mg ≈ 0,05 mg/20 gram BB mencit
· Kulit apel kering 0,05 mg/20 gram BB mencit akan diekstrak, sehingga akan didapatkan ekstrak dalam bentuk semi padat. Peneliti akan memberikan 0,1 ml larutan ekstrak yang di dalamnya terkandung kulit apel kering 0,05 mg/20 gram BB mencit (0,05 mg kulit kering dalam 0,1 ml larutan ekstrak).
· Telah diketahui bahwa dalam satu buah apel (± 62,5 gram) didapatkan kulit apel basah ± 12,25 gram, dan setelah dikeringkan di dapatkan ± 2,75 gram kulit apel kering. Diketahui besarnya rendemen kulit apel dengan metode perkolasi dan pelarut etanol 70% adalah 70,82 %. Setelah diekstrak 0.05 mg kulit apel kering menjadi 0,035 mg ekstrak (0,035 mg ekstrak dalam 0,1 ml larutan ekstrak). (Data primer penelitian, 2009).
· Pada penelitian ini peneliti memberikan 0,1 ml larutan ekstrak (ekstrak + aquadestilata) yang di dalamnya terkandung kulit apel kering 0,05 mg/20 gram BB mencit. Berdasarkan data di atas maka untuk membuat larutan ekstrak 0,1 ml yang di dalamnya terkandung kulit apel kering 0,05 mg dibutuhkan kulit apel basah ± 0,31 mg atau berupa ekstrak seberat 0,035 mg..
· Cara membuat larutan ekstrak kulit apel: 1. Timbang 0,035 mg ekstrak. Karena terlalu kecil maka ditimbang untuk
1000 dosis. Jadi kita timbang ekstrak 35 mg. 2. Taruh 35 mg ekstrak ke gelas ukur dan dilarutkan dengan aquades
hingga volume 100 ml. 3. Ambil 0,1 ml larutan ekstrak-aquades untuk sekali pemberian untuk
setiap mencit. · Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan orientasi dengan uji
percoboaan/trial untuk mencari dosis ekstrak kulit apel yang berpengaruh terhadap kadar ALT mencit dengan tetap mengacu pada hasil perhitungan diatas. Mencit pertama (K) sebagai kontrol tidak diberikan ekstrak kulit apel tetapi hanya diberikan CCl4. Mencit kedua (A) diberikan dosis ekstrak kulit apel sebesar x (0,035 mg/20 gram BB mencit) dan CCl4. Mencit ketiga (B) diberikan dosis ekstrak kulit apel sebesar 10x (0,35 mg/20 gram BB mencit) dan CCl4. Mencit keempat (C) diberikan dosis ekstrak kulit apel sebesar 20x (0,7 mg/20 gram BB mencit) dan CCl4. Dengan melihat hasil perhitungan ALT di laboratorium Budi Sehat Surakarta didapatkan dosis yang berpengaruh dalam menurunkan kadar ALT terhadap kontrol positif (K) diantara ketiga dosis yang diberikan adalah dosis sebesar 10x. Jadi dosis ekstrak kulit apel yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 0,35 mg/20 gram BB mencit.
liv
Lampiran C
Nilai Koversi Dosis Manusia Ke Hewan
Mencit 20 g
Tikus 200g
Marmot 400 g
Kelinci 1,5 kg
Kucing 2 kg
Kera 4kg
Anjing 12 kg
Manusia 70 kg
Mencit 20 g
1,0 7,0 12,25 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9
Tikus 200 g
0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0
Marmot 400 g
0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
Kelinci 1,5 kg
0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2
Kucing 2 kg
0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0
Kera 4 kg
0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
Anjing 12 kg
0,008 0,06 0,1 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
Manusia 70 kg
0,0026 0,018 0,031 0,07 0,0076 0,10 0,32 1,0
(Ngatidjan, 1991)
lv
Lampiran D
Uji Hipotesis
Variabel Kategori Derajat Antar
Kategori Skala Variabel
Ekstrak kulit
apel dan CCl4
- Diberi
- Tidak diberi
Sederajat Kategorik
(Nominal)
- - Bertingkat Kategorik
(Ordinal)
- - - Numerik
(Interval)
Kadar ALT - -
Numerik
(Rasio)
(Dahlan, 2003) Lampiran E
lvi
Data Berat Badan Mencit
N0 Kel. Kontrol (A) Kel. Perlakuan I (B) Kel. Perlakuan II (C)
1 21 21 20 2 20 18 21 3 19 19 20 4 19 23 19 5 20 19 22 6 22 19 19 7 19 18 21 8 18 20 19 9 22 20 20 10 19 21 21
Total 199 198 202 Rata-rata 19,9 19,8 20,2
Lampiran F
Hasil Analisis Data SPSS 15.0 for Windows Untuk Normalitas Data Berat Badan Mencit
Kelompok Kontrol
lvii
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
10
19.9000
1.37032
.244
.244
-.156
.773
.589
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parametersa,b
Absolute
Positive
Negative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Kontrol
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Kelompok Perlakuan I
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
10
19.8000
1.54919
.197
.197
-.123
.624
.832
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parameters a,b
Absolute
Positive
Negative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
PerlakuanI
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Kelompok Perlakuan II
lviii
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
10
20.2000
1.03280
.181
.177
-.181
.571
.900
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parameters a,b
Absolute
Positive
Negative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
PerlakuanII
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Hasil Analisis Data SPSS 15.0 for Windows Untuk Berat Badan Mencit
One Way Anova
Descriptives
BB
10 19.9000 1.37032 .43333 18.9197 20.8803 18.00 22.00
10 19.8000 1.54919 .48990 18.6918 20.9082 18.00 23.00
10 20.2000 1.03280 .32660 19.4612 20.9388 19.00 22.00
30 19.9667 1.29943 .23724 19.4815 20.4519 18.00 23.00
Kontrol
PerlakuanI
PerlakuanII
Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
BB
.641 2 27 .535
LeveneStatistic df1 df2 Sig.
ANOVA
BB
.867 2 .433 .243 .786
48.100 27 1.781
48.967 29
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Hipotesis: H0 : Tidak terdapat perbedaan berat badan mencit secara bermakna H1 : Terdapat perbedaan berat badan mencit secara bermakna
lix
Pengambilan Keputusan: α < 0,05 : H0 ditolak α > 0,05 : H0 diterima Keputusan: Hasil yang didapat menunjukkan nilai α = 0,786 (α > 0,05) sehingga H0 diterima, dengan demikian tidak terdapat perbedaan berat badan mencit secara bermakna. Lampiran G
lxii
One Way anova Hipotesis: H0 : Tidak terdapat pengaruh jenis perlakuan terhadap kadar ALT mencit secara
bermakna. H1 : Terdapat pengaruh jenis perlakuan terhadap kadar ALT mencit secara
bermakna. Pengambilan keputusan: α < 0,05 : H0 ditolak α > 0,05 : H0 diterima Keputusan: Hasil yang didapat menunjukkan nilai α = 0,000 (α < 0,05) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, dengan demikian terdapat pengaruh jenis perlakuan terhadap kdar ALT mencit secara bermakna. Post Hoc Multiple Comparisons Test/LSD Hipotesis: H0 : Tidak terdapat perbedaan kadar ALT mencit secara bermakna. H1 : Terdapat perbedaan kadar ALT mencit secara bermakna. Pengambilan keputusan: α < 0,05 : H0 ditolak α > 0,05 : H0 diterima Keputusan:
lxiii
1. Kelompok K dan kelompok P1 didapatkan perbedaan rata-rata kadar ALT secara bermakna α = 0,000 (α < 0,05) H0 ditolak, H1 diterima
2. Kelompok K dan kelompok P2 didapatkan perbedaan rata-rata kadar ALT secara tidak bermakna α = 0,597 (α > 0,05) H0 diterima, H1 ditolak
3. Kelompok P1 dan kelompok P2 didapatkan perbedaan rata-rata kadar ALT secara bermakna α = 0,000 (α < 0,05) H0 ditolak, H1 diterima
Lampiran I
lxiv
Buah Apel Rome Beauty (Malus sylvestris Mill) atau Apel Malang
(Prihatman, 2000). Lampiran J
Foto-Foto Kegiatan Penelitian