universitas indonesialib.ui.ac.id/file?file=digital/20219218-s163-studi penambahan.pdf ·...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI PENAMBAHAN INHIBITOR “X” HASIL EKSTRAK
UBI UNGU SEBAGAI INHIBITOR ORGANIK DALAM
LINGKUNGAN NaCl 3.5% PADA LEMBARAN BAJA
KARBON RENDAH
SKRIPSI
GRACIO PLORENTINO
0706268511
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
JUNI 2011
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI PENAMBAHAN INHIBITOR “X” HASIL EKSTRAK UBI
UNGU SEBAGAI INHIBITOR ORGANIK DALAM LINGKUNGAN
NaCl 3.5% PADA LEMBARAN BAJA KARBON RENDAH
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
GRACIO PLORENTINO
0706268511
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
JUNI 2011
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah
memberikan berkat serta bimbingan-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan sebaik mungkin. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka
untuk memenuhi salah satu syarat untuk menggapai gelar Sarjana Teknik jurusan
Metalurgi dan Material di Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas
Teknik Universitas Indonesia.
Skripsi ini mengambil tema korosi dengan judul “Studi Penambahan
Inhibitor X Hasil Ekstrak Ubi Ungu Sebagai Inhibitor Organik Dalam
Lingkungan NaCl 3,5% Pada Lembaran Baja Karbon Rendah”. Skripsi ini
berisi penelitian tentang ekstrak ubi ungu dimana merupakan salah satu bahan
organik yang dimanfaatkan sebagai inhibitor organik dan juga umtuk melihat
pengaruh serta efisiensinya dengan memvariasikan waktu pengujian pada
lingkungan NaCl 3,5%. Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan ubi ungu
bisa menjadi bahan alami yang berpotensial sebagai salah satu inhibitor organik
dalam perlindungan korosi.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi Soedarsono, DEA, selaku dosen pembimbing
yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Prof. Dr-Ing. Ir. Bambang Suharno, selaku Kepala Departemen Teknik
Metalurgi dan Material FTUI.
3. Dra. Sari Katili M.S., selaku Pembimbing Akademis.
4. Ir. Ahmad Herman Yuwono, Phd, selaku Koordinator Mata Kuliah Spesial
Departemen Metalurgi dan Material FTUI
5. Prof. Dr. Ir. Dewa Ngurah Suprapta, M.Sc selaku penyedia produk minuman
merk “X”
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
v Universitas Indonesia
6. Orangtua saya tercinta (Paskalis B Dura dan Mathilda Sri W), yang telah
memberikan bantuan dukungan moral dan materi hingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman – teman yang telah banyak membantu saya :
a. Rekan tugas akhir saya yang memulai dan mengakhiri penelitian bersama
- sama: Idham, Bastino dan Chandra, serta Loorentz yang membantu
mendownload jurnal dari korea.
b. Rekan tugas akhir yang sudah lulus terlebih dahulu Fahmi, Fadil, Farhan.
Kalian pembuka jalannya.
c. Bang riko, Dika, dan Dito, sebagai “mentor” dalam hal korosi.
d. Rekan kerja praktek saya yang asik dan kompak: Andhi, Dito, dan Farhan
Mari menuju Oil and Gas Industry
e. Rekan – rekan asisten laboratorium Korosi dan Perlindungan logam:
Andika, Dito, Loorentz, Farhan, Ridwan, Hasbi, Kiki, Ricky, Sutan,
Idham, dan Bret.
f. Teman – teman main, Loorentz, Bastino, Idham, Miska. Kapan main
bareng kumpul-kumpul lagi?
g. Kawan - kawan seperjuangan di Metalurgi dan Material angkatan 2007
sejak masa PPAM sampai sekarang. Tetap menjadi 2007 karena banyak
kenangan yang indah, ada yang slek, cinta lokasi, hina-hinaan. Tapi tetep
“no hard feeling guys”
h. Tim basket Metalurgi dan Material, pokoknya keren lah.
i. Dan seluruh teman – teman yang tidak bisa disebutkan semuanya.
Akhir kata, saya hanya bisa mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya
kepada semua pihak baik yang telah disebut maupun tidak, saya hanya berharap
Tuhan YME akan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.
Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu metalurgi dan
material ke depannya.
Depok, Juni 2011
Penulis
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
vii
ABSTRAK
Nama : Gracio Plorentino
NPM : 0706268511
Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material
Judul Skripsi : Studi Penambahan Inhibitor “X” Hasil Ekstrak Ubi
Ungu Sebagai Inhibitor Organik Dalam Lingkungan
NaCl 3,5% Pada Lembaran Baja Karbon Rendah
Ubi ungu mempunyai senyawa antosianin yang merupakan suatu antioksidan,
Sifat ubi ungu yang ramah lingkungan, murah, dan mudah didapat menjadikan ubi
ungu berpotensial untuk menjadi salah satu inhibitor untuk menggantikan
inhibitor lain yang bersifat tidak ramah linkungan dalam lingkungan NaCl 3,5%
pada lembaran baja karbon rendah. Metode kehilangan berat digunakan dalam
penelitian kali ini, dengan menggunakan variasi lama waktu pengujian (3,6,9, dan
12 hari) dan penggunaan inhibitor X sebanyak 2 ml. Hasil yang didapat cukup
baik dimana efisiensi tertinggi didapat pada waktu pengujian 9 hari dengan
efisiensi 37,16%.
Kata kunci :
Korosi; Baja Karbon Rendah; Ubi Ungu; Inhibitor organik; Antosianin
Metode kehilangan berat; NaCl 3,5%
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
viii
ABSTRACT
Name : Gracio Plorentino
NPM : 0706268511
Major : Metallurgy and Material Engineering
Title : Study of Addition of Inhibitor X Extract From
Sweet Potatoes As an Organic Inhibitor in 3.5%
NaCl Environment at Low Carbon Steel Plate
Anthocyanin from sweet potatoes acts as an antioxidant, the caracteristics of
antosianin which is environmental friendly, inexpensive, and easy to get makes
sweet potatoes very potential to become one of an organic inhibitor to replcae
other inhibitor that are not environmental friendly in 3.5% NaCl environment at
low carbon steel plate. Weight loss method used in this study, using a variety of
testing time (3,6,9, and 12 days) and the use of inhibitors X is 2 ml. The result is
good enough where the highest efficiency obtained at the time of testing 9 days
with 37.16% efficiency.
Keywords :
Corrosion; Low carbon steel; Sweet potatoes; Organic inhibitors; Anthocyanin
weight loss method; 3.5% NaCl
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ....................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR RUMUS ................................................................................................ xv
DAFTAR NOTASI ............................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii
1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3
1.4. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ........................................................ 4
1.5. Sistematika Penulisan ................................................................................ 5
2. DASAR TEORI ................................................................................................. 6
2.1. Pengantar Korosi ........................................................................................ 6
2.2. Korosi Pada Material ................................................................................. 8
2.2.1 Elektrokimia Korosi ........................................................................... 9
2.2.2 Termodinamika Korosi...................................................................... 11
2.3. Laju Korosi ............................................................................................. 13
2.4. Korosi Air Laut ........................................................................................ 15
2.5 . Inhibitor ................................................................................................... 15
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
x
2.5.1 Pengantar Inhibitor ........................................................................... 16
2.5.2 Klasifikasi Inhibitor ......................................................................... 16
2.6. Antosianin ................................................................................................ 22
3. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... 23
3.1. Diagram Alir Penelitian ........................................................................... 23
3.2. Alat dan Bahan ......................................................................................... 24
3.2.1. Alat .................................................................................................. 24
3.2.2. Bahan .............................................................................................. 24
3.3. Prosedur Kerja ......................................................................................... 25
3.3.1. Preparasi Sampel ............................................................................. 25
3.3.2 Pembuatan Larutan Rendam NaCl 3,5% ......................................... 26
3.3.3 Pembuatan Inhibitor Ekstrak Ubi Ungu ........................................... 26
3.3.4 Uji Rendam ...................................................................................... 27
3.3.5 Pembersihan Sampel ........................................................................ 27
3.3.6 Pengambilan Data ............................................................................ 28
3.3.7 Analisa Data ..................................................................................... 29
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................. 31
4.1. Hasil Penelitian ........................................................................................ 31
4.1.1 Komposisi Kimia ............................................................................. 31
4.1.2 Data Potensial .................................................................................. 31
4.1.3 Data pH ............................................................................................ 33
4.1.4 Data Kehilangan Berat ..................................................................... 34
4.1.5 Data Laju Korosi .............................................................................. 35
4.1.6 Data Efisiensi Inhibitor .................................................................... 36
4.2. Pembahasan .............................................................................................. 37
4.2.1. Analisis Pengujian Spectroscopy Baja SPCC ................................. 37
4.2.2. Pengamatan Visual .......................................................................... 37
4.2.3. Analisa Waktu Rendam Terhadap Nilai Potensial .......................... 40
4.2.4. Analisa Perendaman Terhadap Nilai pH ......................................... 42
4.2.5. Analisa Nilai Potensial dan pH Kedalam Diagram Pourbaix ........ 43
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
xi
4.2.6 Analisa Pengaruh Waktu Uji Rendam Terhadap Pengurangan Berat
Logam, Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor ............................................. 49
5. KESIMPULAN ............................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 54
LAMPIRAN .......................................................................................................... 56
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Gambaran Permukaan Logam Yang Menunjukkan Anoda dan
Katoda ............................................................................................. 7
Gambar 2.2. Sel Elektrolitik Pada Permukaan Baja ............................................... 8
Gambar 2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Korosi Pada Baja ...................... 9
Gambar 2.4. Skema Sederhana Yang Menunjukkan Reaksi Elektrokimia Pada
Proses Korosi .................................................................................. 9
Gambar 2.5. Kurva Potensial vs Current Density .................................................. 11
Gambar 2.6. Profil Energi Termodinamika Untuk Logam Dan Senyawa-
Senyawanya .................................................................................. 12
Gambar 2.7. Diagram Pourbaix Fe ...................................................................... 13
Gambar 2.8. Grafik Kadar NaCl Terhadap Oksigen ............................................ 15
Gambar 2.9. Klasifikasi Inhibitor ........................................................................ 16
Gambar 2.10. Diagram Polarisasi Pada Kurva Passivasi Logam Dipengaruhi Oleh
Konsentrasi Dari Inhibitor ............................................................ 18
Gambar 2.11. Kurva Polarisasi Dengan Adanya Kehadiran Inhibitor Katodik .... 19
Gambar 2.12. Adsoprsi Inhibitor Bermuatan Negatif Pada Lapisan Logam yang
Bermuatan Positif .......................................................................... 20
Gambar 2.13. Molekul Inhibitor yang Bermuatan Postif Tidak Berinteraksi
Dengan Lapisan Logam yang Bermuatan Positif ......................... 21
Gambar 2.14. Adsorpsi Sinergus Inhibitor yang Bermuatan Postif dan Anion Pada
Lapisan Logam yang Bermuatan Positif ....................................... 21
Gambar 2.15. Struktur Dasar Antosianin .............................................................. 22
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian................................................................... 23
Gambar 3.2 Dimensi Sampel .............................................................................. 24
Gambar 4.1 Kondisi Lingkungan Sistem Inhibisi Dan Non-Inhibisi ................. 38
Gambar 4.2 Pengamatan Visual Untuk Sampel Setelah Perendaman ................ 39
Gambar 4.3 Pengamatan Visual Untuk Sampel Setelah Pembersihan ................ 40
Gambar 4.4 Grafik Nilai Potensial pada Masing-masing Sampel ..................... 41
Gambar 4.5 Diagram Perubahan Nilai Potensial ................................................ 41
Gambar 4.6 Diagram Nilai pH Kupon Non-inhibisi ........................................... 42
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
xiii
Gambar 4.7 Diagram Nilai pH kupon Non-inhibisi ............................................ 43
Gambar 4.8 Diagram Pourbaix Untuk Kupon Non-Inhibisi Waktu 3 Hari (NA) 44
Gambar 4.9 Diagram Pourbaix Untuk Kupon Non-Inhibisi Waktu 6 Hari (NB) . 45
Gambar 4.10 Diagram Pourbaix Untuk Kupon Non-Inhibisi Waktu 9 Hari (NC) 45
Gambar 4.11 Diagram Pourbaix Untuk Kupon Non-Inhibisi Waktu 12 Hari (ND)
....................................................................................................... 46
Gambar 4.12 Diagram Pourbaix Untuk Kupon Inhibisi Waktu 3 Hari (A) .......... 46
Gambar 4.13 Diagram Pourbaix Untuk Kupon Inhibisi Waktu 6 Hari (B) ......... 47
Gambar 4.14 Diagram Pourbaix Umtuk Kupon Inhibisi Waktu 9 Hari (C) ........ 47
Gambar 4.15 Diagram Pourbaix Untuk Kupon Inhibisi Waktu 12 Hari (D) ........ 48
Gambar 4.16 Grafik Weight Loss Terhadap Waktu ............................................... 49
Gambar 4.17 Grafik Laju Korosi Terhadap Waktu ............................................... 50
Gambar 4.18 Grafik Efisiensi Inhibitor Terhadap Waktu ..................................... 52
Gambar 6.1. Foto Alat Pemotong Sampel ........................................................... 57
Gambar 6.2. Foto Mesin Bor ............................................................................... 57
Gambar 6.3. Foto Alat Timbangan Sampel .......................................................... 58
Gambar 6.4. Foto Inhibitor X Ektrak Ubi Ungu .................................................. 58
Gambar 6.5. Proses perendaman .......................................................................... 59
Gambar 6.6. Pengambilan Data pH Larutan ....................................................... 59
Gambar 6.7. Pengambilan Data Potensial Logam ............................................... 59
Gambar 6.8. Foto Sampel Setelah Pickling Pada Pengujian 3 Hari Untuk Sistem
Inhibisi .......................................................................................... 60
Gambar 6.9. Foto Sampel Setelah Pickling Pada Pengujian 3 Hari Untuk Sistem
Non-Inhibisi .................................................................................. 60
Gambar 6.10. Foto Sampel Setelah Pickling Pada Pengujian 6 Hari ................... 61
Gambar 6.11. Foto Sampel Setelah Pickling Pada Pengujian 6 Hari.................... 61
Gambar 6.12. Foto Sampel Setelah Pickling Pada Pengujian 9 Hari Untuk Sistem
Inhibisi .......................................................................................... 62
Gambar 6.13. Foto Sampel Setelah Pickling Pada Pengujian 9 Hari Untuk Sistem
Non-Inhibisi ................................................................................. 62
Gambar 6.14. Foto Sampel Setelah Pickling Pada Pengujian 12 Hari ................. 63
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Komposisi baja SPCC ......................................................................... 4
Tabel 2.1. Derajat Laju Korosi ............................................................................ 13
Tabel 2.2. Konstanta Laju Korosi ....................................................................... 14
Tabel 4.1. Komposisi baja SPCC ........................................................................ 31
Tabel 4.2. Data Potensial Kupon Non-Inhibisi ................................................... 31
Tabel 4.3. Data Potensial Kupon Inhibisi ........................................................... 32
Tabel 4.4. Data Perubahan Potensial Kupon non-inhibisi .................................. 32
Tabel 4.5. Data Perubahan Potensial Kupon inhibisi .......................................... 33
Tabel 4.6. Data pH Kupon Non-Inhibisi ............................................................. 33
Tabel 4.7. Data pH Kupon Inhibisi ..................................................................... 34
Tabel 4.8. Data Kehilangan Berat Untuk Kupon non-inhibisi ............................ 34
Tabel 4.9 Data Kehilangan Berat Untuk Kupon Inhibisi .................................. 35
Tabel 4.10 Data Laju Korosi Untuk Kupon Non-inhibisi ................................... 35
Tabel 4.11 Data Laju Korosi Untuk Kupon Inhibisi ........................................... 36
Tabel 4.12 Data Efisiensi Inhibitor Terhadap Waktu ......................................... 36
Tabel 4.13 Nilai rata-rata pH dan Potensial ........................................................ 44
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
xv
DAFTAR RUMUS
1. Persamaan 2.12.
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑘𝑜𝑟𝑜𝑠𝑖 = 𝐾. 𝑊
𝐷. 𝐴. 𝑇
Ket : K = konstanta (3.65 x 106)
W = kehilangan berat (gram)
D = densitas (gram/cm3)
A = luas permukaan yang terendam (cm2)
T = waktu (jam)
2. Persamaan 3.1.
𝜌 = 𝑚
𝑝 𝑥 𝑙 𝑥 𝑡
Ket : 𝜌 = massa jenis (gr/cm3)
m = berat sampel (gram)
p = panjang (cm)
l = lebar (cm)
t = tinggi (cm)
3. Persamaan 3.2.
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 = 0,4 𝑥 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
4. Persamaan 3.4.
𝑝𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑎𝑙 𝑉 𝑣𝑠 𝑆𝐻𝐸 = 𝑝𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑎𝑙 𝑉 𝑣𝑠𝐴𝑔/𝐴𝑔𝐶𝑙 + 0,222
5. Persamaan 3.5.
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑖𝑛𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 = 𝑋𝐴− 𝑋𝐵
𝑋𝐴 𝑥 100%
Ket :
XA = laju korosi tanpa penambahan inhibitor (mpy)
XB = laju korosi dengan penambahan inhibitor (mpy)
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
xvi
DAFTAR NOTASI
ρ = Massa jenis (gr/cm3)
W0 = Berat awal sampel baja karbon rendah (gr)
W1 = Berat akhir sampel baja karbon rendah (gr)
∆W = Pengurangan berat sampel baja karbon rendah (gr)
CR = Corrosion rate (mpy)
E0 = Potensial awal sampel baja karbon rendah (V vs SHE)
E1 = Potensial akhir sampel baja karbon rendah (V vs SHE)
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Foto Alat-alat Percobaan ......................................................... 57
LAMPIRAN 2. Foto Proses Percobaan ............................................................ 59
LAMPIRAN 3. Foto Sampel ............................................................................ 60
LAMPIRAN 4. Hasil Spectroscopy Baja SPCC di CMPFA ............................. 64
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
1 Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat adanya reaksi logam
dengan lingkungan (kimia atau elektrokimia). Pada dunia industri, korosi dapat
menyebabkan kerusakan pada alat-alat, kegagalan sistem/shutdown plant,
kerugian secara ekonomi serta dapat membahayakan keselamatan kerja bagi para
pekerja. Banyak kasus-kasus yang terjadi menyebabkan jatuhnya korban jiwa
akibat kecelakaan kerja yang disebabkan oleh peristiwa korosi. Oleh sebab itu
masalah korosi ini harus diperhatikan dengan seksama dalam bidang
perindustrian.
Korosi pada logam tidak dapat dihentikan lajunya, namun korosi dapat
dikurangi/dikendalikan dengan banyak cara, tergantung dari aplikasi dan
kebutuhannya. Secara umum, ada 4 metode dasar untuk pengendalian dan
perlindungan pada korosi, yaitu[1]:
1. Pemilihan material, yaitu pemilihan material berdasarkan ketahanan
korosinya untuk aplikasi pada lingkungan kerja.
2. Pelapisan (coating), yaitu pembentukan suatu lapisan yang memisahkan
permukaan logam dengan lingkungannya.
3. Proteksi katodik, yaitu dengan memperlakukan logam yang akan dilindungi
sebagai katoda
4. Inhibitor, suatu zat kimia yang dapat mengubah lingkungan kerja dan
ditambahkan dalam jumlah sedikit, baik secara kontinu maupun periodik.
Saat ini inhibitor berperan besar dalam dunia industri. Inhibitor yang
digunakan pada industri sebagaian besar merupakan inhibitor kimia sintetis,
inhibitor-inhibitor tersebut merupakan suatu senyawa yang mempunyai gugus
kromat, nitrat, sulfat, dll. Namun, senyawa – senyawa tersebut merupakan suatu
zat yang beracun dan tidak ramah lingkungan. Untuk kepentingan lingkungan
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
2
Universitas Indonesia
hidup, maka akhir-akhir ini banyak dikembangkan berbagai inhibitor organik
yang ramah lingkungan.
Banyak Penelitian yang telah dilakukan, diantaranya adalah oleh Von
Fraunhofer dkk (2001)[2] dengan menggunakan ekstrak tembakau sebagai
inhibitor pada logam aluminium dan baja yang dilapisi dengan tembaga (galvanis)
dalam media NaCl 3,5 %. Ekstrak tembakau dengan konsentrasi 100 ppm mampu
menghambat korosi sebesar 90 % pada baja yang dilapisi tembaga, sedangkan
untuk Aluminium yang berlapis tembaga efisiensi yang dihasilkan sebesar 79 %.
Ekstrak Azadirachta indica digunakan sebagai inhibitor korosi pada baja lunak
dalam media NaCl 3 %, dan memberikan hasil yang efektif yaitu efisiensinya
sebesar 98 % (Quraishi dkk, 1999)[3]. Ekstrak Lawsonia, yang digunakan sebagai
inhibitor pada baja karbon dalam media NaCl 3,5 % memberikan efisiensi sebesar
91,01 % pada konsentrasi 800 ppm (El-Etre dkk, 2005)[4]. Minyak biji kapuk yang
digunakan sebagai inhibitor pada baja asutenik 304 dalam media NaCl 3,5%
memberikan efisiensi sebesar 68,75% (Rosita Dwi C dkk, 2009)[5]. Serta Esktrak
Uncaria gambir pada mild steel dalam larutan HCl pada konsentrasi 1000 ppm
(M. Hazwan Hussin, 2010)[6].
Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, maka diadakan suatu pengujian
dalam skala laboratorium dengan menggunakan baja SPCC dalam lingkungan air
laut, dengan menggunakan inhibitor X yang merupakan produk minuman dari
ekstrak ubi ungu.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Air laut merupakan media yang korosif. Kandungan klorida (Cl-) yang cukup
tinggi dan mikrobakteri yang hidup di laut merupakan penyebab terjadinya korosi
pada lingkungan ini. Namun, mengingat ketersediaan air laut yang sangat banyak
serta mudah untuk didapat dan dipakai, banyak industri-industri yang
menggunakan media ini sebagai penyokong kinerja suatu sistem produksi. Sistem
konstruksi yang berhubungan langsung dengan air laut seperti cooling system
berkemungkinan besar mengalami korosi dengan cepat. Maka dari itu, diperlukan
penanganan yang tepat supaya tidak terjadi kegagalan. Salah satu caranya adalah
pemilihan material yang digunakan untuk aplikasi di lingkungan air laut haruslah
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
3
Universitas Indonesia
material yang memiliki ketahanan terhadap korosi yang tinggi. Penanganan yang
juga dapat dilakukan adalah treatment terhadap air laut yang akan masuk pada
cooling box. Penanganan ini dapat dilakukan dengan menambahkan inhibitor,
yaitu suatu zat yang ditambahkan ke dalam larutan sebagai penghambat laju
korosi pada air laut dalam cooling box secara berkala atau kontinu. Umumnya
inhibitor yang ditambahkan berbasis nitrat dan kromat yang memang efektif untuk
baja dan lingkungan air laut[1], Namun inhibitor – inhibitor tersebut merupakan
bahan-bahan yang beracun dan tidak ramah lingkungan. Belakangan ini dengan
semakin maraknya concern tentang lingkungan hidup, maka berkembanglah
penelitian-penelitian mengenai bahan alam sebagai organic inhibitor/green
inhibitor dalam fluida yang korosif.
Beberapa ekstrak tanaman mengandung senyawa organik yang dapat
mengurangi laju korosi, salah satunya yaitu ubi ungu, yang memiliki suatu zat
yang bernama antosianin (zat warna ungu alami) yang merupakan suatu
antioksidan[7]. Antioksidan dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat
memperlambat proses oksidasi.
Sifat ekstrak ubi ungu yang tidak beracun, biodegradable, dan memiliki
kelarutan yang baik dalam air, serta ditambah dengan melimpahnya bahan baku
serta proses pembuatan yang murah dan sederhana membuat produk ini dapat
menjadi green inhibitor yang baik dan memiliki potensi besar untuk diteliti,
dikembangkan, kemudian diaplikasikan dalam suatu sistem dengan media air laut.
Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, maka diadakan suatu pengujian
dalam skala laboratorium dengan menggunakan baja SPCC dalam lingkungan
NaCl 3,5%, dengan menggunakan inhibitor dari produk minuman ekstrak ubi
ungu merk “X”.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh produk minuman ekstrak ubi ungu merk “X”
sebagai inhibitor pada lingkungan air laut.
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
4
Universitas Indonesia
2. Mengetahui mekanisme penghambatan produk minuman ekstrak ubi ungu
merk “X” sebagai green inhibitor.
3. Mengetahui efisiensi produk minuman ekstrak ubi ungu merk “X” sebagai
suatu inhibitor organik terhadap waktu pengujian.
4. Mengetahui waktu efektif produk minuman ekstrak ubi ungu merk “X”
sebagai inhibitor organik.
1.4 RUANG LINGKUP PENELITIAN
1. Material yang digunakan adalah baja SPCC dengan dimensi 30mm x
20mm x 1 mm dengan komposisi seperti pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Komposisi baja SPCC
Kode Sampel C Si Mn Cr Al Ni
Sample Code (%) (%) (%) (%) (%) (%)
0.054 <0.005 0.064 0.016 0.05 <0.005
SPCC Mo Ti Cu Nb V Fe
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
<0.003 0.055 0.011 <0.003 <0.002 99.7
2. Larutan rendam adalah larutan NaCl 3,5% dengan volume yang
disesuaikan dengan batas minimum volume kontak larutan terhadap
permukaan sampel disesuaikan dengan standar ASTM G31-72.
3. Inhibitor organik yang digunakan adalah inhibitor X yang merupakan
minuman ekstrak ubi ungu dengan volume 2 ml untuk masing-masing
wadah.
4. Perhitungan corrosion rate menggunakan metode kehilangan berat (weight
loss) yang dilakukan sesuai dengan standar ASTM G1-03.
5. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kehilangan berat/weight
loss dengan variabel waktu perendaman yaitu selama 3, 6, 9 dan 12 hari.
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
5
Universitas Indonesia
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penelitian ini, sistematika penulisan disusun agar konsep dalam
penulisan skripsi menjadi berurutan sehingga akan didapat kerangka alur
pemikiran yang mudah dan praktis. Sistematika tersebut dapat diuraikan dalam
bentuk bab-bab yang saling berkaitan satu sama lain, diantaranya ialah:
Bab I Pendahuluan
Membahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan
penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Dasar Teori
Membahas mengenai teori korosi, korosi baja pada lingkungan air laut, serta
pembahasan teori penghambatan korosi dengan cara inhibitor.
Bab III Metodologi Penelitian
Membahas mengenai diagram alir penelitian, alat, bahan, prosedur penelitian, dan
pengujian sampel.
Bab IV Pengolahan Data dan Pembahasan
Membahas mengenai pengolahan data yang didapat dari hasil pengujian yang
telah dilakukan, baik berupa angka, gambar, maupun grafik. Serta pembahasan
mengenai analisa dari hasil pengujian dan membandingkannya dengan teori serta
hasil penelitian lain sebelumnya.
Bab V Kesimpulan
Membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
6 Universitas Indonesia
BAB II
DASAR TEORI
2.1 PENGANTAR KOROSI
Korosi secara umum didefinisikan sebagai suatu reaksi kimia antara
material dengan lingkungan yang akan mengakibatkan suatu material mengalami
suatu reaksi oksidasi yang jika dibiarkan terus menerus akan menyebabkan
material terdegradasi.
Dalam bidang metalurgi, peristiwa korosi dapat dipandang sebagai suatu
peristiwa atau reaksi senyawa logam kembali ke bentuk asalnya yaitu menjadi
bentuk ion, dimana dibutuhkan jumlah energi yang sama untuk mengekstraksi
logam tersebut[1]
. Sehingga dapat dikatakan proses korosi merupakan kebalikan
dari proses metalurgi ekstraksi.
2Fe2O3 + 3C → 4Fe + 3CO………………………...………………(2.1)
Fe + O2 + H2O → Fe2O3.H2O…………………………………..…..(2.2)
Reaksi pada Persamaan 2.1 merupakan proses ekstraksi besi dan hanya dapat
terjadi pada temperatur yang sangat tinggi, selain itu produk dari reaksi tersebut
tidak stabil dan jika terpapar pada udara, air atau oksigen, besi tersebut akan
mengalami oksidasi dan kembali lagi ke bentuk asalnya yang lebih stabil yaitu
Fe2O3 atau biasa disebut dengan karat seperti yang terlihat pada Persamaan 2.2[8]
.
Korosi logam secara sederhana dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu,
korosi basah (aqueous corrosion) dan korosi kering/korosi temperatur tinggi
(oxidation corrosion). Pada korosi basah, akan ditimbulkan arus listrik sehingga
jenis korosi ini disebut sebagai korosi elektrokimia. Korosi elektrokimia adalah
reaksi pelepasan elektron (reaksi oksidasi) dan penerimaan elektron (reaksi
reduksi) dimana korosi dapat terjadi jika terekspos dalam suatu sel elektrolitik.
Sel elektrolitik sendiri terdiri atas 4 komponen yaitu anoda (logam yang
mengalami reaksi oksidasi), katoda (logam yang mengalami proses reduksi),
suatu konduktor yang menghubungkan kedua elektroda serta suatu elektrolit
(larutan yang dapat menghantarkan arus atau ion)[9]
.
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
7
Universitas Indonesia
Ketika suatu logam diekspos kedalam suatu elektolit, ada bagian yang
menjadi anoda dan bagian yang menjadi katoda. Hal tersebut karena stuktur
logam tersebut bersifat heterogen, hal tersebut terjadi karena adanya
ketidakseragaman, antara lain[10]
:
1. Skala Atomik, seperti ; adanya point defect seperti vacany, pengotor,
adanya molekul yang tidak tersusun rapih karena dislokasi
2. Skala Mikroskopik, seperti : batas butir yang biasanya lebih terkorosi
dari matriksnya, perbedaan fasa, dll.
3. Skala Makroskopik, seperti : adanya cacat pada permukaan logam
(contoh: goresan)
Ketidakseragaman tersebut dapat menimbulkan perbedaan potensial
seperti tampak pada Gambar 2.1. Jika ada elektrolit seperti air atau embun pada
permukaan baja maka akan terbentuk sel elektrolitik dimana akan terjadi reaksi
oksidasi dan reduksi seperti pada Gambar 2.2[8]
.
Gambar 2.1 Gambaran Permukaan Logam, Yang Menunjukkan Anoda dan
Katoda[8]
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
8
Gambar 2.2 Sel Elektrolitik Pada Permukaan Baja[11]
Suatu reaksi korosi melibatkan dua reaksi setengah sel, yaitu reaksi
oksidasi pada anoda dan reaksi reduksi pada katoda. Contoh yang paling umum,
yaitu kerusakan logam besi dengan terbentuknya karat (oksida) pada lingkungan
udara lembab dengan reaksi sebagai berikut[1]
:
Anode : Fe(s)→ Fe2+
(aq) + 2e- ( x2)……………………… (2.3)
Katode : O2(g) + 2H2Ol) + 4 e → 4OH- ( x1) +………………(2.4)
Redoks : 2 Fe(s) + O2 (g)+ 2H2Oaq)→ 2 Fe2+
+ 4OH-…………………..(2.5)
2.2 KOROSI PADA MATERIAL
Semua material akan terkorosi dan korosi tidak dapat dihentikan lajunya.
Untuk itu kita perlu mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi korosi
pada baja. Ketahanan korosi pada suatu material dipengaruhi oleh beberapa faktor,
faktor-faktor tersebut antara lain ditunjukkan oleh Gambar 2.3
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
9
Gambar 2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Korosi Pada Baja[12]
Faktor termodinamik dan elektrokimia adalah hal yang paling penting
untuk dipahami dalam upaya untuk mengontrol laju korosi pada suatu material.
Kedua hal tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam suatu subbab selanjutnya.
Sedangkan untuk faktor metalurgis penting juga untuk mengetahuinya, tetapi
biasanya hanya lebih kepada mikrostruktur serta pemilihan paduan yang cocok
untuk mengurangi serangan korosi. Sedangkan untuk faktor fisika kimia lebih
kepada mempelajari mekanisme reaksi-reaksi yang terjadi selama korosi, kondisi
permukaan logam dan sifat-sifat pokok lainnya[12]
.
2.2.1 Elektrokimia Korosi
Prinsip dasar dari korosi adalah selama terjadi korosi pada logam, laju
oksidasi sama dengan laju reduksi[12]
.
Gambar 2.4 Skema Sederhana Yang Menunjukkan Reaksi Elektrokimia Pada Proses
Korosi[13]
Corrosion
Resistance
Metalurgis
Termodinamik
Elektrokimia
Fisika Kimia
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
10
Universitas Indonesia
Logam M mengalami oksidasi sehingga bertransformasi menjadi ion
logam M dan elektron. Elektron hasil reaksi oksidasi tersebut digunakan untuk
mereduksi oksigen. Korosi Besi pada lingkungan NaCl 3,5% merupakan proses
elektrokimia. Reaksi yang dapat dibagi menjadi dua atau lebih proses parsial
reaksi oksidasi dan reduksi dinamakan reaksi elektrokimia[12]
.
Jika dilihat dari reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi, semua reaksi
korosi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa reaksi yang umum. Reaksi anodik
adalah reaksi oksidasi logam menjadi ionnya[1]
.
Oksidasi Logam : M → M+
+ e- ………………… (2.6)
Ada beberapa Reaksi katodik (reduksi) yang mungkin terjadi selama proses korosi
logam, yaitu[1]
:
Pelepasan gas hidrogen : 2H+ + 2e
- → H2……………….. (2.7)
Reduksi oksigen (asam) : O2 + 4H+ +4e
- → 2H2O………. (2.8)
Reduksi oksigen (netral/basa) : O2 + H2O + 4e- → 4 OH
-………(2.9)
Reduksi ion logam : Mn+
+ e- → M
n-1……………... (2.10)
Deposisi logam : M+ +
e
- → M ……...……..…..(2.11)
Reaksi korosi melibatkan transfer elektron dan ion antara logam dengan
larutan elektrolit dengan laju transfer yang sebanding dengan arus (electric
currents). Laju dari reaksi tersebut bergantung kepada perbedaan potensial antara
logam dengan larutan atau dengan potensial logam lainnya.
Perbedaan potensial sel tersebut mengakibatkan polarisasi. Polarisasi yaitu
perubahan/penyimpangan potensial sel, yang disebabkan oleh reaksi setengah sel
dari logam. Polarisasi elektrokimia berguna untuk mengerti sifat korosi dari
berbagai logam dengan berbagai potensial yang berbeda. Polarisasi
mengendalikan reaksi yang terjadi pada daerah anoda dan katoda. Hal tersebut
digambarkan seperti pada Gambar 2.5.
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
11
Universitas Indonesia
Gambar 2.5 Kurva Potensial vs Current Density[13]
Pada Gambar 2.5 terlihat terjadi penyimpangan potensial menjadi 2 buah
kurva yaitu, satu kurva yang menanjak keatas (kurva anodik), dimana terjadi
reaksi oksidasi dan kurva yang menurun kebawah (kurva katodik), dimana terjadi
reaksi reduksi. Pada kurva anodik terjadi proses korosi karena reaksi oksidasi
tersebut. Dapat dilihat bahwa semakin tinggi potensial maka current akan semakin
tinggi. Sehingga laju korosi juga menjadi semakin cepat.
2.2.2 Termodinamika Korosi
Pada alam bebas, kebanyakan logam berikatan dengan suatu
unsur/senyawa lain atau biasa kita sebut dengan Bijih atau ore. Bijih ini
biasanya berupa senyawa oksida, sulfida, karbonat, dll. Dalam hukum
termodinamika bijih berada dalam titik energi terendah. Untuk membuatnya
menjadi suatu logam, dibutuhkan energi yang sangat tinggi untuk memisahakan
dengan unsur pengikutnya, dibutuhkan temperatur sampai 1600oC pada sebuah
tanur. Sehingga suatu logam berada pada titik tertinggi karena menerima energi
yang begitu besar. Profil perubahan energi termodinamika untuk logam dari
bentuk bijih sampai ke bentuk karatnya ditunjukkan oleh Gambar 2.6. Hukum
termodinamika menggambarkan Energi selalu bergerak dari energi yang tinggi
menuju energi rendah. Karena itu suatu logam tidaklah stabil, karena logam
tersebut akan kembali menjadi bentuk dari bijih-nya (karat) atau biasa disebut
dengan peristiwa korosi.
Selisih energi bebas antara logam dengan produk korosinya (∆G) dalam
Gambar 2.6 hanya menggambarkan logam yang mengalami korosi bukan
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
12
Universitas Indonesia
penentuan laju korosinya. Energi bebas merupakan faktor satu-satunya yang
menentukan suatu korosi berlangsung spontan atau tidak. Setiap energi bebas
suatu unsur dinyatakan sebagai G dan perubahan energi dinyatakan sebagai ∆G.
Peralihan energi tinggi ke energi rendah , yang menyebutkan bahwa energi yang
diberikan dengan tanda negatif dan energi yang diserap oleh sistem dengan tanda
positif. Jadi agar suatu reaksi dapat berjalan spontan maka ∆G harus negatif.
Gambar 2.6 Profil Energi Termodinamika Untuk Logam Dan Senyawa-Senyawanya[1].
Diagram yang dapat menunjukkan suatu reaksi korosi dapat terjadi secara
termodinamika adalah diagram kesetimbangan E-pH atau biasa dikenal dengan
pourbaix diagram. Diagram ini disusun berdasarkan kesetimbangan
termodinamika antara logam dengan air dan dapat menunjukkan kestabilan dari
beberapa fasa secara termodinamika. Diagram ini sangat berguna untuk
memprediksi suatu reaksi korosi secara termodinamika, sehingga kita dapat
memperkirakan kondisi yang akan terjadi pada logam dalam suatu lingkungan.
Tetapi kelemahannya adalah kita tidak dapat menyajikan informasi untuk laju
korosi. Dalam suatu diagram pourbaix, keadaan suatu logam terbagi 3, yaitu[1]
.
1. Immun
Adalah daerah dimana logam dalam berada dalam keadaan aman
dan terlindung dari peristiwa korosi.
2. Passive
Adalah daerah dimana logam akan membentuk suatu lapisan pasif
pada permukaannya dan terlindung dari peristiwa korosi.
3. Corrosion
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
Adalah daerah dimana logam akan mengalami peristiwa korosi
pada potensial dan pH yang ada.
Dengan adanya diagram pourbai
logam dalam potensial dan Ph tertentu.
pourbaix dari Fe.
2.3 LAJU KOROSI
Laju korosi merupakan ukuran untuk menentukan besarnya degradasi
material akibat korosi dengan lingkungannya. Semakin besar nilai laju korosi,
maka material tersebut mengalami degradasi akibat korosi yang semakin besar.
Derajat laju korosi dari suatu material dapat dilihat pada tabel berikut.
Relative
Corrosion
Resistance
mpy
Outstanding
Excellent
Good 5
Fair 20
Poor 50
Unacceptable 200+
Adalah daerah dimana logam akan mengalami peristiwa korosi
pada potensial dan pH yang ada.
Dengan adanya diagram pourbaix ini, kita dapat memprediksi keadaan suatu
logam dalam potensial dan Ph tertentu. Gambar 2.7 menunjukkan
Gambar 2.7 Diagram Pourbaix Fe[1]
Laju korosi merupakan ukuran untuk menentukan besarnya degradasi
material akibat korosi dengan lingkungannya. Semakin besar nilai laju korosi,
maka material tersebut mengalami degradasi akibat korosi yang semakin besar.
Derajat laju korosi dari suatu material dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Derajat Laju Korosi[1]
mpy mm/yr µm/yr mm/h
< 1 < 0.02 < 25 < 2
1-5 0.02-1 25-100 2-10
5-20 0.1-0.5 100-500 10-50
20-50 0.5-1 500-1000 50-150
50-200 1-5 1000-5000 150-500
200+ 5+ 5000+ 500+
13
Adalah daerah dimana logam akan mengalami peristiwa korosi
x ini, kita dapat memprediksi keadaan suatu
diagram
Laju korosi merupakan ukuran untuk menentukan besarnya degradasi
material akibat korosi dengan lingkungannya. Semakin besar nilai laju korosi,
maka material tersebut mengalami degradasi akibat korosi yang semakin besar.
pm/s
< 1
1-5
20-50
20-50
50-200
200+
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
14
Universitas Indonesia
Ada 3 metode yang digunakan untuk menyatakan laju korosi dari suatu
material[14]
:
a) Polarisasi
b) Kehilangan berat per unit area dan unit waktu (weight loss)
c) Reduksi ketebalan material per unit waktu
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk menghitung laju
korosi adalah weight loss. Standar yang digunakan untuk metode weight loss
adalah ASTM G1 – 03 dan ASTM G 31 – 72.
Laju korosi suatu material ditunjukkan oleh Persamaan 2.12[1]
:
= .
.. ......................................................(2.12)
Dimana : K = konstanta (mpy)
W = kehilangan berat (gram)
D = densitas (gram/cm3)
A = luas permukaan yang terendam (cm2)
T = waktu (jam)
Dimana konstanta yang digunakan tergantung dari unit satuan yang akan
digunakan, ditunjukkan pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Konstanta Laju Korosi[15]
Satuan Laju Korosi Konstanta (K)
mils per year (mpy) 3.45 x 106
inches per year (ipy) 3.45 x 103
inches per month (ipm) 2.87 x 102
millimeters per year (mm/y) 8.76 x 107
micrometers per year (µm/y) 8.76 x 104
picometres per second (pm/s) 2.78 x 106
grams per square meter per hour (g/m2.h) 1.00 x 10
4 x D
A
milligrams per square decimeter per day (mdd) 2.40 x 106
x DA
Micrograms per square meter per second (µg/m2.s) 2.78 x 10
6 x D
A
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
15
Universitas Indonesia
2.4 KOROSI AIR LAUT
Air laut merupakan media yang korosif dan banyak sekali dilakukan
pengujian-pengujian. Namun karena keterbatasan, Larutan NaCl 3,5% sering
digunakan dalam percobaan skala laboratorium sebagai pengganti air laut. Pada
larutan NaCl dengan kadar 3 – 3,5 %, laju korosi mencapai titik tertinggi, tampak
pada Gambar 2.7[1]
. Ada beberapa faktor yang menyebabkan lingkungan air laut
memiliki laju korosi yang tinggi[16]
.
1. Konduktifitas tinggi (Tahanan jenis air laut cukup tinggi, ± 25 Ωcm).
2. Kandungan ion klorida yang cukup tinggi, yaitu 19,535 gr / kg air
laut.yang merupakan partikel agresif yang dapat menyebabkan korosi.
3. Kandundan oksigen berada pada paling tinggi ketika kandungan NaCl
3.5%, karena seperti diketahui oksigen memiliki peran penting dalam
proses korosi suatu material.
Gambar 2.8 Grafik Kadar NaCl Terhadap Oksigen[1]
2.5 INHIBITOR
Secara umum, ada 4 metode dasar untuk pengendalian dan perlindungan pada
korosi, yaitu[1]
:
1. Pemilihan material, yaitu pemilihan material berdasarkan ketahanan
korosinya untuk aplikasi pada lingkungan kerja.
2. Pelapisan (coating), yaitu pembentukan suatu lapisan yang memisahkan
permukaan logam dengan lingkungannya.
3.5 % Kadar NaCl ,
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
16
Universitas Indonesia
3. Proteksi katodik, yaitu dengan memperlakukan logam yang akan dilindungi
sebagai katoda
4. Inhibitor, suatu zat kimia yang dapat mengubah lingkungan kerja dan
ditambahkan dalam jumlah sedikit, baik secara kontinu maupun periodik.
Dalam penelitian ini menggunakan metode inhibitor untuk mengontrol laju korosi
dari baja SPCC.
2.5.1 Pengantar Inhibitor
Inhibitor korosi merupakan suatu senyawa kimia yang ditambahkan dalam
konsentrasi kecil kedalam suatu lingkungan untuk meminimalkan atau mencegah
korosi. Inhibitor korosi digunakan untuk melindungi logam dari korosi, termasuk
korosi yang bersifat sementara baik itu selama masa penyimpanan atau transfer.
Efisiensi inhibitor, P dinyatakan dengan [17]
P = (XA – XB)/XA x 100% …………………(2.13)
Dimana XA adalah laju korosi dari lingkungan non-inhibisi dan XB adalah laju
korosi pada lingkungan inhibisi.
2.5.2 Klasifikasi Inhibitor
Gambar 2.9 Klasifikasi Inhibitor (* membentuk lapisan 3 dimensi pada antarmuka, sehingga dapat
disebut interphase inhibitors)[17]
Klasifikasi Inhibitor
Interface Inhibitors Environmental Conditioners
(Scavengers)
Vapour Phase Liquid Phase
Anodic
(Passivator)*
Cathodic
Poison Precipitators*
Mixed (adsorption)
Physical Chemical Film
forming*
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
17
Universitas Indonesia
Penjelasan dari klasifikasi inhibitor tersebut adalah berikut:
1. Environmental Conditioners (scavengers)
Korosi dapat dikontrol dengan menghilangkan partikel korosif
pada lingkungan tersebut. Inhibitor yang dapat menurunkan korosifitas
dengan cara mengikat partikel agresif dinamakan environmental
conditioners atau scavengers. Contohnya adalah senyawa hydrazine dapat
berperan sebagai oxygen scavenger dengan cara mengikat oksigen[18]
.
O2 + 2H2O + 4e- → 4OH
- cathodic reaction …………..….(2.14)
5O2 + 2N2H4 → 2H2O + 4H+ + 4NO2 oxygen scavenging..(2.15)
2SO2 + O2 → 2SO42-
………………………………….…..(2.16)
2. Interface Inhibitors
Interface inhibitors mengontrol korosi dengan cara membentuk
suatu lapisan pada antarmuka logam dengan lingkungan. Interface
inhibitor dapat diklasifikasikan menjadi inhibitor fasa cair/liquid dan
uap[17]
.
2.1 Liquid-phase Inhibitors
Liquid-phase inhibitors diklasifikasikan menadi inhibitor anodik,
katodik atau campuran dari keduanya, dimana tergantung pada
penghambatan reaksi elektrokimia pada anodik, katodik atau keduanya.
2.1.1 Inhibitor Anodik
Inhibitor anodik biasanya digunakan dalam larutan netral atau
hampir netral di mana produk korosi yang larut sedikit, seperti
terbentuk oksida, hidroksida, atau garam. Mereka membentuk, atau
memfasilitasi pembentukan, lapisan pasif yang menghambat reaksi
anodik pembongkaran logam. Inhibitor anodik sering disebut Inhibitor
passivator.
Bila konsentrasi inhibitor anodik tidak cukup, korosi malah dapat
dipercepat, ketimbang terinhibisi, ditunjukkan pada Gambar 2.10.
Konsentrasi kritis untuk keektifan inhibitor tergantung pada sifat dan
konsentrasi ion agresif[17]
.
Penelitian tentang inhibitor anodik yang ada sebelumnya telah
dilakukan oleh Matjazˇ Finšgar dkk, yang meneliti Polyethyleneimine
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
18
Universitas Indonesia
pada ASTM 420 stainless steel pada media NaCl. Dengan efisiensi
13,5 % pada 10 ppm dan 81,9% pada 1000 ppm.
Gambar 2.10 Diagram Polarisasi Pada Kurva Passivasi Logam Dipengaruhi Oleh
Konsentrasi Dari Inhibitor[18]
2.1.2 Inhibitor Katodik
Inhibitor katodik mengontrol korosi dengan cara mengurangi laju
reduksi (racun katodik) atau dengan presipitasit selektif pada daerah
katodik (katodik presipitator). Racun katodik, seperti sulfida dan
selenida, teradsorpsi di permukaan logam; sedangkan senyawa arsenik,
bismut, dan antimon direduksi pada katoda dan membentuk lapisan
logam. Dalam larutan netral/dekat netral dan basa, anion anorganik,
seperti fosfat, silikat, dan Borat, membentuk lapisan pelindung yang
mengurangi laju reaksi katodik dengan membatasi difusi oksigen ke
permukaan logam[17]
.
Racun katodik dapat menyebabkan hydrogen blister dan hydrogen
embrittlement karena penyerapan hidrogen kedalam baja. Masalah ini
dapat terjadi dalam larutan asam, di mana reaksi reduksi yang terjadi
adalah evolusi hidrogen.
Presipitator katodik meningkatkan alkalinitas pada daerah katodik
dan mengendapkan senyawa tidak larut pada permukaan logam.
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
19
Universitas Indonesia
Presipitator katodik yang paling banyak digunakan adalah kasium
karbonat dan magnesium karbonat.
Gambar 2.11 Kurva Polarisasi Dengan Adanya Kehadiran Inhibitor Katodik[18]
2.1.3 Mixed inhibitors
Sekitar 80% dari inhibitor adalah senyawa organik yang tidak
dapat dikhususkan sebagai anodik atau katodik dan dikenal sebagai
inhibitor campuran. Efektivitas organik inhibitor ini berkaitan dengan
sejauh mana mereka menyerap dan menutupi permukaan logam.
Adsorpsi tergantung pada struktur inhibitor, muatan pada permukaan
logam, dan jenis elektrolit[17]
.
Inhibitor campuran melindungi logam melalui tiga cara yang
mungkin, yaitu : adsorpsi fisik, chemisorption dan pembentukan
lapisan film. Adsorpsi fisik (atau elektrostatik) merupakan hasil tarik -
menarik elektrostatik antara inhibitor dan permukaan logam. Ketika
permukaan logam bermuatan positif, adsorpsi inhibitor yang
bermuatan negatif (anion) terjadi, ilustrasi seperti pada Gambar 2.12.
Molekul bermuatan positif bertindak dalam proses kombinasi
dengan muatan negatif sehingga dapat menginhibisi logam yang
bermuatan positif. Anion, seperti ion halida, dalam larutan menyerap
muatan positif pada permukaan logam, dan kation organik kemudian
menyerap pada dipol, ilustrasi pada Gambar 2.13 dan Gambar 2.14.
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
20
Universitas Indonesia
Inhibitor adsorpsi fisik berinteraksi dengan cepat, tetapi mereka
juga mudah dipindahkan dari permukaan. Peningkatan suhu umumnya
memfasilitasi desorpsi molekul inhibitor adsoprsi fisik. Inhibitor yang
paling efektif adalah mereka yang menyerap secara kimia (chemisorb),
suatu proses yang melibatkan bagi muatan atau transfer muatan antara
molekul inhibitor dan permukaan logam[17]
.
Chemisorption berlangsung lebih lambat dari adsorpsi fisik.
Seiring dengan peningkatan suhu, adsorpsi dan hambatan juga
meningkat. Chemisorption bersifat khusus dan tidak sepenuhnya
reversibel.
Molekul inhibitor teradsorpsi mungkin mengalami reaksi
permukaan, menghasilkan film/lapisan polimer. Perlindungan Korosi
meningkat sebagai tumbuhnya lapisan film dari lapisan adsorpsi dua
dimensi menjadi lapisan film tiga dimensi sampai beberapa ratus
angstrom tebalnya. Penghambatan hanya efektif ketika film ini
melekat, tidak larut, dan mencegah akses dari larutan menuju logam.
Lapisan film pelindung mungkin bersifat non-konduktor (kadang-
kadang disebut inhibitor ohmik karena mereka meningkatkan
ketahanan sirkuit, sehingga menghambat proses korosi).
Saad Ghareba dan Sasha Omanovic telah melakukan penelitian
terhadap 12-Aminododecanoic acid yang beperan sebagai mixed
inhibitor pada baja karbon dalam 0.5M NaCl dengan efisiensi sebesar
62%.
Gambar 2.12 Adsoprsi Inhibitor Bermuatan Negatif Pada Lapisan Logam Yang
Bermuatan Positif[17]
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
21
Universitas Indonesia
Gambar 2.13 Molekul Inhibitor yang Bermuatan Postif Tidak Berinteraksi Dengan
Lapisan Logam yang Bermuatan Positif[17]
Gambar 2.14 Adsorpsi Sinergus Inhibitor yang Bermuatan Postif dan Anion Pada Lapisan
Logam yang Bermuatan Positif[17]
2.2 Vapor-Phase Inhibitors
Perlindungan sementara dari korosi atmosferik, terutama di
lingkungan tertutup bisa dilakukan dengan menggunakan vapor-phase
inhibitor (VPI). Zat yang rendah tetapi dengan tekanan signifikan uap
dengan sifat penghambat yang efektif. VPI digunakan dengan meresapi
kertas pembungkus atau dengan menempatkan mereka secara longgar di
dalam sebuah wadah tertutup. Lambatnya penguapan inhibitor melindungi
terhadap udara dan kelembaban. Secara umum, VPI lebih efektif untuk
besi dari logam non-ferrous[18]
.
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
22
Universitas Indonesia
2.6 Antosianin
Antosianin adalah senyawa flavonoid dan merupakan glikosida dari
antosianidin yang terdiri dari 2-phenyl benzopyrilium (Flavium) tersubstitusi,
memiliki sejumlah gugus hidroksil bebas dan gugus hidroksil termetilasi yang
berada pada posisi atom karbon yang berbeda. Pada umumnya seluruh antosianin
memiliki struktur dasar kation flavilium (AH+)[19]
, seperti pada Gambar 2.15
Gambar 2.15 Struktur Dasar Antosianin[19]
Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik
tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan
penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi dan glikosilasi.
Antosianin stabil pada pH 3,5 dan suhu 50°C mempunyai berat molekul 207,08
gram/mol dan rumus molekul C15H11O.[19]
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
23 Universitas Indonesia
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Percobaan
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Mulai
Preparasi
Sampel
Pembuatan
larutan
Pembuatan
Inhibitor
Wadah A Wadah B Wadah C Wadah D
Wadah A
Penambah
an 2 ml
inhibitor
Wadah NA
Tanpa
Inhibitor
Wadah B
Penambah
an 2 ml
inhibitor
Wadah NB
Tanpa
Inhibitor
Wadah C
Penambah
an 2 ml
inhibitor
Wadah NC
Tanpa
Inhibitor
Wadah D
Penambah
an 2 ml
inhibitor
Wadah
ND
Tanpa
Inhibitor
Pencelupan
Sampel 3 hari
Pencelupan
Sampel 6 hari
Pencelupan
Sampel 9 hari
Pencelupan
Sampel 12 hari
Pengambilan data
akhir
Analisa data dan
pembahsan
Selesai
Literatur
Pengambilan data awal
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
24
Universitas Indonesia
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
1. Alat pemotong sampel
2. Mesin bor dan mata bor diameter 4 mm
3. Mesin dan kertas amplas
4. Timbangan digital
5. Jangka sorong
6. Magnetic stearer
7. pH meter digital
8. Multimeter dan capit buaya
9. Jirigen
10. Benang
11. Wadah plastik (Aqua 1.5 L) dan kertas label
12. Cutter dan gunting
13. Elektroda standar Ag/AgCl
14. Penggaris dan pensil
15. Kamera digital Blackberry
16. Beaker glass 1000 ml
17. Jarum suntik 1 ml
18. Hair dryer
19. Ultrasonic agitator
3.2.2. Bahan
1. Low carbon steel (baja SPCC)
a. Dimensi : 30 mm x 20 mm x 1 mm
b. Densitas : Dimensi logam dianggap sama, dan dihitung berat rata-
ratantya. Sehingga densitasnya adalah :
Gambar 3.2 Dimensi sampel
p = 30 mm
l = 20 mm t = 1 mm d= 4 mm
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
25
Universitas Indonesia
=
……………………………….……….. (3.1)
= 4.63268
3 2 0.1
= 7.721137 gr/cm3
2. Aquadesh
3. Garam teknis/NaCl
4. HCl 37 % Merck
5. Ekstrak ubi ungu (dengan merk X)
6. Sabun
7. Acetone
8. NaHCO3
9. Inhibitor baracor
3.3. Prosedur Kerja
3.3.1. Preparasi Sampel
1. Pemotongan sampel
Untuk penelitian ini, material low carbon steel (baja SPCC) yang didapat
berupa lembaran berdimensi 200 mm x 200 mm x 1 mm. Kemudian dipotong
menjadi berukuran 30 mm x 20 mm x 1 mm sebanyak 24 buah (6 sampel
untuk uji rendam selama 3 hari, 6 sampel untuk uji rendam selama 6 hari, 6
sampel untuk uji rendam selama 9 hari dan 6 sampel untuk uji rendam 12
hari).
2. Pengeboran sampel
Sampel yang telah dipotong, kemudian dibor dengan menggunakan mata bor
berdiameter 4 mm pada bagian atas untuk penggantungan sampel.
3. Pengamplasan sampel
Sampel diamplas untuk menghilangkan oksida yang ada dipermukaan sampel.
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
26
Universitas Indonesia
4. Penimbangan berat awal sampel
Masing-masing sampel ditimbang berat awalnya menggunakan timbangan
digital.
3.3.2. Pembuatan Larutan Rendam NaCl 3,5%
Siapkan 35 gram NaCl, lalu dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi
aquadesh 1000 ml. Larutkan menggunakan magnetic stearer sampai larut dengan
sempurna. Selanjutnya larutan tersebut disimpan didalam wadah yang besar
(jirigen). Berdasarkan ASTM G31-72, untuk pengujian rendam skala
laboratorium, volume larutan minimal untuk pengujian adalah :
= 0,4 ……………….(3.2)
Luas permukaan sampel (ukuran sampel 30 x 20 x 1 mm) :
= (2 x p x l) + (2 x p x t) + (2 x l x t) - (2πr2) + (t x 2πr)
= (2 x 30 x 20) + (2 x 30 x 1) + (2 x 20 x 1) - (2 x 3,14 x 22) + (1 x 2 x 3,14 x 2)
= 1.287,44 mm2
Volume minimal = 1,287,44 x 0,4
= 514,976 ml ≈ 515 ml
Volume larutan minimal untuk sebuah sampel dengan luas permukaan sebesar
1.287,44 mm2 adalah 515 ml. Dalam pengujian, volume yang digunakan adalah
520 ml. Karena dalam satu wadah plastik dibutuhkan 520 ml larutan rendam,
3.3.3. Pembuatan Inhibitor Ekstrak Ubi Ungu
Ekstrak ubi ungu dibuat dengan mencuci dan mengupas umbi ubi ungu
segar sampai bersih. Umbi ubi ungu selanjutnya dipotong-potong dengan ukuran
2x2x2 cm. Kedalam 100 gr potongan umbi ubi jalar kemudian ditambahkan 1 L
aquades dan dihomogenisasi dengan blender selama 5 menit. Homogenat umbi
ubi jalar lalu disaring dengan 3 lapis kain kasa dan dipanaskan pada suhu
mendidih selama 45 menit. Ekstrak ini kemudian didinginkan dan siap digunakan
untuk penelitian. Namun, peneliti tidak melakukan proses-proses ekstraksi
tersebut karena memperoleh inhibitor organik dalam bentuk yang dapat digunakan
secara langsung. Dalam penelitian ini, ekstrak ubi ungu yang digunakan bermerk-
X dengan komposisi antosianin 0,6 gr/ml dan kandungan alkohol 5%.
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
27
Universitas Indonesia
3.3.4. Uji Rendam (Immersion Test) Selama 3, 6, 9, dan 12 Hari
Sampel yang telah dipreparasi, digantung dengan benang dan kemudian
dicelupkan kedalam wadah plastik yang telah berisi larutan NaCl 3.5% ± 520 ml
pada temperatur ruang, dimana setiap satu sampel direndam pada 1 wadah.
Sebelum dilakukan pencelupan, setiap wadah diukur pH awal larutan dan
potensial awal logam. Kemudian, setiap wadah diberi penomoran, dengan
perlakuan yang berbeda pada setiap nomornya. Berikut penomoran dan perlakuan:
1. Wadah A (1, 2, 3) dan NA (1, 2, 3) dengan perendaman sampel selama 3 hari.
a. NA1, NA2, NA3; pada larutan yang tidak ditambahkan inhibitor
b. A1, A2, A3; pada larutan yang ditambahkan 2 ml inhibitor
2. Wadah B (1, 2, 3) dan NB (1, 2, 3) dengan perendaman sampel selama 6 hari.
a. NB1, NB2, NB3; pada larutan yang tidak ditambahkan inhibitor
b. B1, B2, B3; pada larutan yang ditambahkan 2 ml inhibitor
3. Wadah C (1, 2, 3) dan NC (1, 2, 3) dengan perendaman sampel selama 9 hari.
a. NC1, NC2, NC3; pada larutan yang tidak ditambahkan inhibitor
b. C1, C2, C3; pada larutan yang ditambahkan 2 ml inhibitor
4. Wadah D (1, 2, 3) dan ND (1, 2, 3) dengan perendaman sampel selama 12
hari.
a. ND1, ND2, ND3; pada larutan yang tidak ditambahkan inhibitor
b. D1, D2, D3; pada larutan yang ditambahkan 2 ml inhibitor
3.3.5. Pembersihan Sampel
Setelah dilakukan uji rendam, proses selanjutnya adalah pembersihan
sampel untuk menghilangkan minyak, scale, dan produk korosi. Langkah-langkah
pembersihan sampel adalah sebagai berikut :
a. Keluarkan sampel
b. Celupkan sampel kedalam air sabun untuk menghilangkan minyak atau
paraffin pada permukaan sampel. Bilas dengan air, lalu cuci dengan acetone
kemudian keringkan dengan hair dryer.
c. Masukkan sampel kedalam beaker glass berisi larutan HCl 37% merck 100 ml
diencerkan dengan aquades sampai 200ml, dan sudah ditambahkan 2ml
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
28
Universitas Indonesia
inhibitor baracor untuk pickling dan menghilangkan scale dan produk korosi.
Masukkan beaker glass tersebut kedalam mesin Ultrasonic Agitator selama 2
menit tiap sampel.
d. Celupkan sampel kedalam larutan NaHCO3 lewat jenuh untuk menghilangkan
suasana asam kemudian bilas dengan aquadesh.
e. Cuci sampel dengan acetone dan keringkan dengan hair dryer.
f. Foto sampel dan hitung beratnya sesudah melakukan pembersihan.
3.3.6. Pengambilan Data
Langkah selanjutnya adalah pengambilan data-data akhir penelitian, yang
akan dianalisis berdasarkan data-data yang diperoleh selama melakukan penelitian
dari awal sampai dengan selesai. Data akhir yang diperoleh diantaranya :
1. pH larutan
Pengambilan data pH awal dan akhir larutan, dilakukan dengan cara
mencelupkan sensor pH meter digital pada larutan.
2. Potensial logam
Pengukuran potensial awal dan akhir logam dilakukan dengan menggunakan
multimeter, dimana bagian positif dihubungkan dengan sampel dan bagian
negatif dengan elektroda standar Ag/AgCl, sehingga didapat potensial vs
Ag/AgCl.
3. Pengambilan foto sampel
Pengambilan foto akhir sampel dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu : pada saat
sampel dikeluarkan dari wadah dan setelah dilakukan proses pembersihan.
4. Berat akhir sampel
Setelah dilakukan proses pembersihan dan pengambilan foto, sampel
ditimbang dalam timbangan digital untuk mengetahui berat akhir setelah
perendaman.
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
29
Universitas Indonesia
3.3.7 Analisa Data
Dari pengambilan data pada bagian 6.3.6., dilakukan analisa data untuk
menjawab tujuan penelitian yang telah disebutkan pada bagian 3.
1. Analisa penambahan inhibitor terhadap laju korosi
Untuk mengetahui laju korosi digunakan metode kehilangan berat (weight
loss), sesuai dengan ASTM G1-03:
! " = #.$
%.&.'……………………… (3.3)
Dimana : K = konstanta (mpy 3,45 x 106)
W = kehilangan berat (gram)
D = densitas (gram/cm3)
A = luas permukaan yang terendam (cm2)
T = waktu (jam)
2. Analisa pengaruh inhibitor terhadap perubahan lingkungan
Untuk mengetahui pengaruh inhibitor terhadap perubahan
lingkungan, parameter yang dilihat hanyalah pH larutan dan potensial
logam sebelum dan sesudah penambahan inhibitor. pH dan potensial ini
kemudian diplot pada diagram pourbaix Fe untuk mengetahui pengaruh
inhibitor terhadap perubahan lingkungan, apakah membuat logam ke
daerah imun (daerah Fe), pasif (daerah Fe2O3 dan Fe3O4), atau aktif
(daerah Fe2+
, Fe3+
, dan HFeO2-
).
Karena pengukuran potensial logam menggunakan Ag/AgCl, maka
diperlukan persamaan agar potensial yang didapat adalah potensial vs
SHE.
" ()* +,- = " ()* .//./1 − 0,222 ) ..(3.4)
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
30
Universitas Indonesia
3. Analisa pengaruh waktu terhadap efektifitas inhibitor
Untuk mengetahui pengaruh waktu terhadap efektifitas inhibitor, dapat dilihat
pada laju korosi di wadah A, B, dan C. Untuk tiap wadah, dihitung efisiensi
inhibitor dengan:
-3""" "ℎ"5" = 678 69
67 100%.............................(3.5)
Dimana XA adalah laju korosi pada wadah tanpa inhibitor (A, B, C dan D)
dan XB adalah pada wadah dengan inhibitor (NA, NB, NC dan ND).
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
31 Universitas Indonesia
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Komposisi Kimia
Pengujian komposisi kimia baja SPCC dilakukan pada laboratorium
CMPFA menggunakan alat optical emission spectrometer.
Tabel 4.1 Komposisi baja SPCC
Kode Sampel C Si Mn Cr Al Ni
Sample Code (%) (%) (%) (%) (%) (%)
0,054 <0,005 0,064 0,016 0,05 <0,005
SPCC Mo Ti Cu Nb V Fe
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
<0,003 0,055 0,011 <0,003 <0,002 99,7
4.1.2 Data Potensial
Tabel 4.2 Data Potensial Kupon Non-Inhibisi
Nama
Kupon
Waktu
Celup
Eo vs
Ag/AgCl
(volt)
Eo vs
SHE
(volt)
Eo vs
SCE
(volt)
E1 vs
Ag/AgCl
(volt)
E1 vs
SHE
(volt)
E1 vs
SCE
(volt)
NA 1 3 hari -0,471 -0,249 -0,49 -0,656 -0,434 -0,675
2 -0,455 -0,233 -0,474 -0,67 -0,448 -0,689
3 -0,486 -0,264 -0,505 -0,673 -0,451 -0,692
NB 1 6 hari -0,492 -0,27 -0,511 -0,67 -0,448 -0,689
2 -0,473 -0,251 -0,492 -0,689 -0,467 -0,708
3 -0,475 -0,253 -0,494 -0,688 -0,466 -0,707
NC 1 9 hari -0,493 -0,271 -0,512 -0,698 -0,476 -0,717
2 -0,488 -0,266 -0,507 -0,688 -0,466 -0,707
3 -0,474 -0,252 -0,493 -0,709 -0,487 -0,728
ND 1 12 hari -0,455 -0,233 -0,474 -0,685 -0,463 -0,704
2 -0,483 -0,261 -0,502 -0,68 -0,458 -0,699
3 -0,48 -0,258 -0,499 -0,689 -0,467 -0,708
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
32
Universitas Indonesia
Tabel 4.3 Data Potensial Kupon Inhibisi
Nama
Kupon
Waktu
Celup
Eo vs
Ag/AgCl
(volt)
Eo vs
SHE
(volt)
Eo vs
SCE
(volt)
E1 vs
Ag/AgCl
(volt)
Eo vs
SHE
(volt)
Eo vs
SCE
(volt)
A 1 3 hari -0,472 -0,250 -0,491 -0,663 -0,441 -0,682
2 -0,490 -0,268 -0,509 -0,655 -0,433 -0,674
3 -0,486 -0,264 -0,505 -0,653 -0,431 -0,672
B 1 6 hari -0,471 -0,249 -0,490 -0,687 -0,465 -0,706
2 -0,470 -0,248 -0,489 -0,685 -0,463 -0,704
3 -0,445 -0,223 -0,464 -0,686 -0,464 -0,705
C 1 9 hari -0,480 -0,258 -0,499 -0,656 -0,434 -0,675
2 -0,476 -0,254 -0,495 -0,671 -0,449 -0,69
3 -0,479 -0,257 -0,498 -0,679 -0,457 -0,698
D 1 12 hari -0,468 -0,246 -0,487 -0,686 -0,464 -0,705
2 -0,458 -0,236 -0,477 -0,699 -0,477 -0,718
3 -0,468 -0,246 -0,487 -0,683 -0,461 -0,702
Tabel 4.4 Data Perubahan Potensial kupon non-inhibisi
Nama
Kupon
Waktu
Celup
Eo vs SHE
(volt)
rata-rata Eo vs
SHE (volt)
E1 vs SHE
(volt)
rata-rata E1 vs
SHE (volt)
Perubahan
Potensial
NA 1 3 hari -0,249 -0,2486 -0,434 -0,44433 0,1956
2 -0,233 -0,448
3 -0,264 -0,451
NB 1 6 hari -0,270 -0,2580 -0,448 -0,46033 0,2023
2 -0,251 -0,467
3 -0,253 -0,466
NC 1 9 hari -0,271 -0,2630 -0,476 -0,47633 0,2133
2 -0,266 -0,466
3 -0,252 -0,487
ND 1 12 hari -0,233 -0,2506 -0,463 -0,46267 0,2120
2 -0,261 -0,458
3 -0,258 -0,467
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
33
Universitas Indonesia
Tabel 4.5 perubahan potensial kupon inhibisi
Nama
Kupon
Waktu
Celup
Eo vs
SHE
(volt)
rata-rata Eo vs
SHE (volt)
E1 vs
SHE
(volt)
rata-rata E1 vs
SHE (volt)
Perubahan
Potensial
A 1 3 hari -0,250 -0,2606 -0,441 -0,435 0,1743
2 -0,268 -0,433
3 -0,264 -0,431
B 1 6 hari -0,249 -0,2400 -0,465 -0,464 0,2240
2 -0,248 -0,463
3 -0,223 -0,464
C 1 9 hari -0,258 -0,2563 -0,434 -0,44666667 0,1903
2 -0,254 -0,449
3 -0,257 -0,457
D 1 12 hari -0,246 -0,2426 -0,464 -0,46733333 0,2246
2 -0,236 -0,477
3 -0,246 -0,461
4.1.3 Data pH
Tabel 4.6 Data pH Kupon Non-Inhibisi
Nama
Kupon
Waktu
Celup pH awal pH akhir
rata-rata
pH akhir
Rata-Rata
Perubahan pH
NA 1 3 hari 7,2 8,2 8,13 0,9333
2
7,2 8,1
3
7,2 8,1
NB 1 6 hari 7,2 8,2 8,2 1
2
7,2 8,2
3 7,2 8,2
NC 1 9 hari 7,2 9 8,97 1,7667
2
7,2 8,8
3
7,2 9,1
ND 1 12 hari 7,2 9,4 9,37 2,1667
2
7,2 9,2
3 7,2 9,5
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
34
Universitas Indonesia
Tabel 4.7 Data pH Kupon inhibisi
Nama
Kupon
Waktu
Celup pH awal pH akhir
rata-rata pH
akhir
Rata-Rata
Perubahan pH
A 1 3 hari 6,7 6,6 6,5667 -0,1333
2
6,7 6,7
3
6,7 6,4
B 1 6 hari 6,7 6,7 6,7667 0,0667
2
6,7 6,7
3 6,7 6,9
C 1 9 hari 6,7 6,9 6,9 0,2
2
6,7 6,9
3
6,7 6,9
D 1 12 hari 6,7 7 7,0333 0,3333
2
6,7 7
3 6,7 7,1
4.1.4 Data Kehilangan Berat
Tabel 4.8 Data Kehilangan Berat Untuk Kupon Non-Inhibisi
Nama
Kupon
Waktu
Celup
Wo
(gr)
W1
(gr)
weight loss
(gr)
rata-rata
(gr)
NA 1 3 hari 4,4903 4,4705 0,0198 0,0182
2 4,6779 4,6612 0,0166
3 4,7329 4,7147 0,0182
NB 1 6 hari 4,7923 4,7611 0,0312 0,0274
2 4,5732 4,5481 0,0251
3 4,7019 4,6758 0,0261
NC 1 9 hari 4,6313 4,59445 0,0368 0,0392
2 4,4627 4,42485 0,0378
3 4,7167 4,67355 0,0431
ND 1 12 hari 4,6902 4,6416 0,0486 0,0499
2 4,4934 4,4421 0,0513
3 4,5976 4,5478 0,0498
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
35
Universitas Indonesia
Tabel 4.9 Data Kehilangan Berat Untuk Kupon Inhibisi
Nama Kupon
Waktu Celup
Wo (gr)
W1 (gr)
weight loss (gr)
rata-rata (gr)
A 1 3 hari 4,6487 4,6328 0,0159 0,0151
2 4,5624 4,5463 0,0161
3 4,5914 4,5781 0,0133
B 1 6 hari 4,7221 4,7004 0,0217 0,0219
2 4,7973 4,77435 0,0229
3 4,7743 4,7532 0,0211
C 1 9 hari 4,6846 4,65965 0,0249 0,0246
2 4,6143 4,5886 0,0257
3 4,2899 4,2665 0,0234
D 1 12 hari 4,6583 4,6174 0,0409 0,0431
2 4,8350 4,791 0,0440
3 4,5889 4,5444 0,0445
4.1.5 Data Laju Korosi
Tabel 4.10 Data Laju Korosi Untuk Kupon Non-Inhibisi
Nama Kupon
Waktu Celup
weight loss (gr)
Corrosion Rate (mpy)
Rata - rata CR (mpy)
NA 1 3 hari 0,0198 9,5456 8,7823
2 0,0166 8,0270
3 0,0182 8,7743
NB 1 6 hari 0,0312 7,5208 6,6209
2 0,0251 6,0504
3 0,0261 6,2914
NC 1 9 hari 0,0368 5,9218 6,3129
2 0,0378 6,0825
3 0,0431 6,9343
ND 1 12 hari 0,0486 5,8576 6,0142
2 0,0513 6,1830
3 0,0498 6,0022
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
36
Universitas Indonesia
Tabel 4.11 Data Laju Korosi Untuk Kupon Inhibisi
Nama
Kupon
Waktu
Celup
weight
loss (gr)
Corrosion
Rate (mpy)
Rata - rata CR
(mpy)
A 1 3 hari 0,0159 7,6654 7,2798
2 0,0161 7,7619
3 0,0133 6,4120
B 1 6 hari 0,0217 5,2308 5,2830
2 0,0229 5,5321
3 0,0211 5,0862
C 1 9 hari 0,0249 4,0095 3,9666
2 0,0257 4,1300
3 0,0234 3,7604
D 1 12 hari 0,0409 4,9295 5,1987
2 0,0440 5,3031
3 0,0445 5,3634
4.1.6 Data Efisiensi Inhibitor
Tabel 4.12 Data Efisiensi Inhibitor Terhadap Waktu
Waktu
celup
Laju korosi non-
inhibisi (mpy)
Laju korosi
inhibisi (mpy)
Efisiensi
Inhibitor (%)
3 8,7823 7,2797 17,10
6 6,6209 5,2830 20,20
9 6,3129 3,9666 37,16
12 6,0142 5,1987 13,56
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
37
Universitas Indonesia
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisa pengujian spectroscopy SPCC
Dari hasil pengujian spectroscopy pada baja spcc seperti pada Tabel 4.1,
dapat disimpulkan bahwa baja spcc tergolong kedalam baja karbon rendah (low
carbon steel). Karena kandungan karbon dari baja spcc hanya 0.054%, dimana
kandungan karbon maksimal untuk karbon rendah adalah ≤0.3%[20]
. Low carbon
steel memiliki ketahanan korosi yang lebih rendah dibandingkan dengan stainless
steel. Namun 85% konsumsi baja di dunia dikuasai oleh carbon steel[21]
. Hal
tesebut dikarenakan baja karbon memiliki harga yang relatif murah.
Dilihat dari komposisinya, memang ada beberapa unsur paduan yang dapat
meningkatkan ketahanan korosi dari material tersebut. Unsur tersebut antara lain,
Cr, Ni dan Cu[14]
. Contohnya Cr, yang dapat membentuk lapisan pasif yang stabil.
Namun karena jumlahnya yang kecil sehingga adanya unsur-unsur tersebut tidak
meningkatkan ketahanan korosi pada baja karbon secara signifikan.
4.2.2 Pengamatan visual
Setelah masa perendaman, dilakukan pengamatan secara visual baik
dengan indera mata atau menggunakan camera digital. Pengamatan visual yang
dilakukan adalah untuk melihat kondisi yang terjadi pada lingkungan kerja dan
kondisi pada permukaan sampel. Pertama-tama yang dilihat adalah kondisi
lingkungan kerja.
Setelah masa perendaman, pengamatan visual yang diamati adalah kondisi
lingkungan pada botol yang tidak terinhibisi airnya sedikit lebih jernih, namun
endapan/produk korosi yang ada di dasar botol lebih banyak dan berwarna
kecoklatan, sedangkan untuk lingkungan yang terinhibisi airnya sedikit lebih
butek dan berminyak, endapan/produk korosi yang ada di dasar botol juga lebih
sedikit seperti tampak pada Gambar 4.1. Sedangkan untuk lamanya waktu
perendaman,dimana lingkungan sampel dengan waktu perendaman 12 hari produk
korosinya paling banyak, sedangkan lingkungan sampel dengan waktu 3 hari
produk korosinya paling sedikit.
Menurut H. Möller dkk (2006), Produk korosi yang terbentuk pada
pencelupan low carbon steel dalam larutan NaCl 3.5% adalah terbentuknya
deposit oksi-hidroksida yang meliputi magnetite (Fe3O4) and lepidocrocite (γ-
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
38
Universitas Indonesia
FeOOH)[23]
. Sehingga dapat disimpulkan hasil pengamatan pada penelitian ini
yang dilakukan pada lingkungan NaCl 3,5% adalah terbentuknya magnetite dan
lepidocrocite, dimana endapan/deposit yang dihasilkan pada lingkungan non-
inhibisi lebih banyak. Sedangkan pada lingkungan inhibisi, dengan hadirnya
senyawa antosianin sehingga membentuk suatu lapisan tipis yang cukup stabil
pada sampel yang menghambat pembentukan magnetite dan lepidocrocite yang
berlebih. Sehingga produk korosi yang dihasilkan didasar botol lebih sedikit.
(a)
(na)
(b)
(nb)
(c)
(nc)
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
39
Universitas Indonesia
(d)
(nd)
Gambar 4.1 Kondisi Lingkungan Sistem Inhibisi Dan Non-Inhibisi
Sedangkan untuk pengamatan visual pada sampel, tidak ada perbedaan
yang cukup mencolok antara sampel pada lingkugan yang terinhibisi dan
lingkungan non-inhibisi. Dilihat dari bentuk permukaannya, korosi yang terjadi
pada sampel pada kedua lingkungan adalah korosi seragam. Keduanya sama-sama
membentuk deposit/lapisan berwarna kecoklatan pada sampel seperti tampak pada
Gambar 4.2. Namun sifat kelekatan dari deposit tersebut terdapat perbedaan.
Deposit pada sampel pada sistem non-inhibisi lebih mudah lepas. Berbeda dengan
deposit pada sampel pada sistem inhibisi dimana depositnya tidak mudah lepas,
ketika akan dilakukan proses pembersihan sampel atau pickling, deposit/lapisan
tersebut ketika dogosokkan dengan tangan tidak langsung hilang tetapi harus
menggunakan sabun baru bisa hilang. Sehingga dapat dikatakan deposit/lapisan
pada sampel inhibisi kelekatannya lebih baik sehingga lebih stabil.
a b
Gambar 4.2 Pengamatan Visual Untuk Sampel Setelah Perendaman (a) Non-inhibisi (b) Inhibisi
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
40
Universitas Indonesia
a b
Gambar 4.3 Pengamatan Visual Untuk Sampel Setelah Pembersihan (a) Non-inhibisi (b) Inhibisi
4.2.3 Analisa waktu rendam terhadap nilai potensial
Nilai potensial dari baja spcc diukur pada awal perendaman dan akhir
perendaman. Hal tersebut dilakukan untuk melihat perubahan nilai potensial
terhadap waktu perendaman yang diberikan. Pengukuran menggunakan elektroda
pembanding Ag/AgCl. Kemudian nilai potensial yang didapat dikonversikan
kedalam satuan SHE seperti pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5
Dilihat dari data yang didapat, baik dari nilai potensial awal, potensial
akhir maupun perubahan potensial. Nilai potensial dari kupon inhibisi dan non-
inhibisi tidak mengalami perbedaan yang signifikan. Nilai potensial awal yang
didapat besarannya selalu berada dalam rentang 0,47x – 0,49x volt vs Ag/AgCl
kemudian setelah perendaman (3,6,9, dan 12 hari) nilainya turun menjadi 0,65x –
0,69x volt vs Ag/AgCl seperti tampak pada Gambar 4.4. Sehingga dapat
dikatakan perubahan potensial yang dihasilkan pada masing-masing sampel
nilainya tidak terlalu berbeda. Secara garis besar semakin lama waktu perendaman
perubahan potensial semakin besar, namun hal tersebut tidak berlaku pada sampel
B dan C dimana potensialnya mengalami penurunan (Gambar 4.5).
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
41
Universitas Indonesia
Gambar 4.4 Grafik Nilai Potensial Pada Masing-Masing Sampel
Gambar 4.5 Diagram Perubahan Nilai Potensial
Jika dilihat dari nilai potensial yang didapat, hal tersebut berlawanan
dengan literatur. Karena dengan logam mengalami peristiwa oksidasi, seharusnya
nilai potensial menjadi lebih positif karena logam melepaskan elektron.
Fe → Fe2+
+ 2e-
Ketidakseusaian dengan literatur tersebut bisa disebabkan karena dalam
pengukuran potensial, ada suatu lapisan/deposit pada permukaan sampel.
Sehingga dimungkinkan potensial yang terukur terhalangi oleh lapisan tersebut.
-0.5
-0.45
-0.4
-0.35
-0.3
-0.25
-0.2
-0.15
-0.1
-0.05
0
Eo E1NA
NB
NC
ND
A
B
C
D
Po
ten
sia
l (V
vs
SH
E)
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
3 hari 6 hari 9 hari 12 hari
Non-Inhibitor
Inhibitor
Pe
rub
ah
an
Po
ten
sia
l
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
42
Universitas Indonesia
4.2.4 Analisa perendaman terhadap nilai pH
Nilai pH awal yang didapat untuk lingkungan non-inhibisi adalah 7,2,
sedangkan untuk lingkungan inhibisi nilai pH turun menjadi 6,7. pH dari ubi ungu
adalah 1,6, sehingga ketika ditambahkan, nilai pH dari lingkungan inhibisi
menjadi turun.
Untuk linkungan non-inhibisi, nilai pH selalu naik pada setiap masa
perendaman (3,6,9 dan 12 hari). Setelah perendaman 3 hari nilai pH naik menjadi
8,13, untuk 6 hari naik lagi menjadi 8,2, kemudian 9 hari naik lagi menjadi 8,97
dan 12 hari naik lagi menjadi 9,37, seperti pada Gambar 4.6.
Sedangkan untuk kupon inhibisi, pada waktu 3 hari nilai pH turun menjadi
6,56, untuk waktu 6 hari naik menjadi 6,76, untuk 9 hari naik menjadi 6,9 dan 12
hari naik lagi menjadi 7,03, seperti pada Gambar 4.7.
Gambar 4.6 Diagram Nilai pH Kupon Non-inhibisi
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
3 hari 6 hari 9 hari 12 hari
pH awal
pH akhir
waktu pengujian
pH
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
43
Universitas Indonesia
Gambar 4.7 Diagram Nilai pH Kupon Non-inhibisi
Nilai pH yang didapat sudah sesuai dengan literatur yang ada, karena nilainya
selalu naik, kecuali pada kupon inhibisi dengan waktu 3 hari yang mengalami
penurunan, penurunan tersebut disebabkan karena larutan mengalami penyesuaian
pH dengan inhibitor ubi ungu yang memiliki pH 1,6. Nilai pH yang selalu naik
terhadap variabel waktu disebabkan karena reaksi katodik yang terjadi pada
lingkungan NaCl 3,5% adalah reduksi air dan oksigen dan menghasilkan ion OH-.
2H2O + O2 + 4e- → 4OH
-
Walaupun nanti ion OH- tersebut akan berikatan dengan Fe+ menjadi senyawa
Fe(OH)2[24
, tetap saja nilai pH lingkungan akan menjadi semakin basa.
4.2.5 Analisa nilai potensial dan pH kedalam diagram pourbaix
Nilai potensial dan pH yang didapat, kemudian diplot kedalam diagram
pourbaix untuk melihat kondisi yang akan terjadi pada masing-masing sampel.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
3 hari 6 hari 9 hari 12 hari
pH awal
pH akhir
waktu pengujian
pH
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
44
Universitas Indonesia
Tabel 4.13 Nilai rata-rata pH dan potensial
Sampel
rata-rata
pH
rata-rata
potensial
NA 8,13 -0,444
NB 8,2 -0,46
NC 8,97 -0,476
ND 9,37 -0,462
A 6,57 -0,435
B 6,77 -0,464
C 6,99 -0,447
D 7,03 -0,467
Gambar 4.8 Diagaram Pourbaix Untuk Kupon Non-Inhibisi Waktu 3 Hari (NA)
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
45
Universitas Indonesia
Gambar 4.9 Diagram Pourbaix Untuk Kupon Non-Inhibisi Waktu 6 Hari (NB)
Gambar 4.10 Diagram Pourbaix Untuk Kupon Non-Inhibisi Waktu 9 Hari (NC)
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
46
Universitas Indonesia
Gambar 4.11 Diagram Pourbaix Untuk Kupon Non-Inhibisi Waktu 12 Hari (ND)
Gambar 4.12 Diagram Pourbaix Untuk Kupon Inhibisi Waktu 3 Hari (A)
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
47
Universitas Indonesia
Gambar 4.13 Diagram Pourbaix Untuk Kupon Inhibisi Waktu 6 Hari (B)
Gambar 4.14 Diagram Pourbaix Untuk Kupon Inhibisi Waktu 9 Hari (C)
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
48
Universitas Indonesia
Gambar 4.15 Diagram Pourbaix Untuk Kupon Inhibisi Waktu 12 Hari (D)
Dari diagram pourbaix pada Gambar 4.8 – Gambar 4.15, kita dapat
memperkirakan kondisi yang terjadi pada masing-masing sampel. Untuk sistem
non-inhibisi, untuk sampel NA dan NB (waktu rendam 3 dan 6 hari) berada
sedikit diluar daerah Fe(OH)2, sedangkan untuk sampel NC dan ND berada pada
daerah Fe(OH)2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada sistem non-inhibisi
sampel berada pada daerah pasif, dimana sampel membentuk lapisan/depost
Fe(OH)2. Sesuai dengan yang penelitian yang dilakukan oleh H. Möller dkk
(2006), dimana deposit yang paling banyak terbentuk adalah Magnetite (Fe3O4)
yang merupakan bentuk kering dari Fe(OH)2[15]
.
Sedangkan untuk sistem inhibisi, sampel A,B,C, dan D semuanya berada
pada daerah agak diluar dari Fe(OH)2. Tapi dapat disimpulkan pada sistem inhibisi
masih membentuk deposit Fe(OH)2.
Sehingga dapat dikatakan kehadiran inhibitor X bukanlah bersifat
Environmental conditioner karena inhibitor ini tidak merubah kondisi lingkungan
kerja pada sampel.
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
49
Universitas Indonesia
4.2.6 Analisa pengaruh Waktu Uji Rendam Terhadap Pengurangan Berat
Logam, Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor
Data kehilangan berat dicatat untuk menentukan laju korosi logam (ASTM
G1-03). Dari data pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9, pengurangan berat pada sampel
dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu penambahan inhibitor dan waktu perendaman.
Untuk sampel non-inhibisi dan inhibisi semakin lama waktu perendaman maka
semakin banyak kehilangan berat yang terjadi, dimana rata-rata pengurangan berat
sampel non-inhibisi lebih besar dari sampel inhibisi, seperti yang terlihat pada
Gambar 4.16
Untuk sampel non-inhibisi, kehilangan berat menunjukkan grafik yang
linear terhadap waktu dimana pada waktu 3 hari kehilangan berat sebanyak 0,018
gr, waktu 6 hari sebanyak 0,027 gr, waktu 9 hari sebanyak 0,039 gr dan waktu 12
hari sebanyak 0,049 gr.
Untuk sampel inhibisi, grafik yang dihasilkan tidak linear, tetapi tetap
menunjukkan hubungan yang berbanding lurus antara kehilangan berat dan waktu
rendam. Pada waktu 3 hari kehilangan berat sebesar 0,015 gr, waktu 6 hari naik
menjadi 0,021 gr. Waktu 9 hari sedikit menjadi 0,024 gr dan waktu 12 hari naik
tajam lagi menjadi 0,043 gr.
Gambar 4.16 Grafik Weight Loss Terhadap Waktu
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
3 6 9 12
Non - Inhibitor
Inhibitor
We
igh
t lo
ss (g
r)
waktu (hari)
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
50
Universitas Indonesia
Dari data kehilangan berat tersebut, dimasukkan kedalam persamaan 4.1
untuk menentukan laju korosi dari logam[1]
.
= .
.. ……………………………………..(4.1)
Ket : K = konstanta (mpy = 3,45 x 106)
W = kehilangan berat (gram)
D = densitas (gram/cm3)
A = luas permukaan yang terendam (cm2)
t = waktu (jam)
Perilaku laju korosi dari logam untuk sistem inhibisi maupun non-inhibisi
terdapat sedikit perbedaan, namun secara keseluruhan laju korosi sistem inhibisi
lebih rendah dibanding sistem non-inhibisi seperti tampak pada Gambar 4.17.
Dimana untuk sistem non-inhibisi laju korosi berbanding terbalik dengan waktu
perendaman, pada waktu 3 hari laju korosinya paling tinggi yaitu 8,7 mpy, waktu
6 hari turun menjadi 6,6 mpy, pada 9 hari turun menjadi 6,3 mpy, dan pada 12
hari turun lagi menjadi 6,0 mpy.
Sedangkan untuk sistem inhibisi, laju korosi paling tinggi pada waktu 3
hari sebesar 7,2 mpy, waktu 6 hari turun menjadi 5,2 mpy, waktu 9 hari turun lagi
menjadi 3,9 mpy, sedangkan waktu 12 hari naik menjadi 5,1 mpy.
Gambar 4.17 Grafik Laju Korosi Terhadap Waktu
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
3 6 9 12
Non-Inhibitor
Inhibitor
Laju
Ko
rosi
(m
py)
Waktu (hari)
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
51
Universitas Indonesia
Untuk sistem non-inhibisi, pengurangan laju korosi terhadap waktu sudah
sesuai dengan literatur. Hal tersebut dikarenakan, dalam larutan netral atau sedikit
basa reaksi yang terjadi adalah
Reaksi oksidasi (anoda) : Fe → Fe2+
+ 2e-...............................(4.2)
Reaksi reduksi (katoda) : 2H2O + O2 + 4e- → 4OH
-……….……(4.3)
Laju korosi dari logam pada kondisi netral/agak basa ditentukan oleh laju difusi
H2O/O2 kedalam permukaan logam[16]
. Dengan semakin lamanya waktu rendam,
maka semakin banyak terbentuk lapisan Fe(OH)2 yang menghalangi difusi
H2O/O2 ke permukaan sampel, sehingga laju korosi semakin lama semakin turun.
Sedangkan untuk sampel inhibisi, laju korosi pada semua masa rendam (3,
6, 9, dan 12 hari) lebih rendah dibandingkan dengan sampel non-inhibisi,
sehingga dapat dikatakan inhibitor yang ditambahkan sudah bekerja dengan baik.
Inhibitor X yang merupakan ekstrak ubi ungu mengandung antosianin yang
merupakan suatu antioksidan, yang merupakan zat penghambat oksidasi.
Inhibitor X hasil ekstrak ubi ungu ini, tergolong dalam interface inhibitor,
dimana inhibitor ini akan membentuk suatu lapisan tipis yang stabil yang akan
menghalangi akses larutan menuju logam[10]
. Interface inhibitor terbagi kedalam
3 tipe, yaitu inhibitor anodik, inhibitor katodik, dan inhibitor campuran. Dimana
ketiga tipe tersebut dibagi berdasarkan pengaruh penambahan inhibitor terhadap
reaksi elektrokimia logam (anoda dan katoda). Untuk melihat inhibitor X
tergolong kedalam tipe apa, perlu dilakukan pengujian polarisasi pada sampel
SPCC untuk melihat pengaruh inhibitor terhadap reaksi elektrokimia yang terjadi
pada daerah anodik dan katodik.
Jika dilihat pada Gambar 4.18, laju korosi pada sampel inhibisi dengan
waktu rendam 12 hari mengalami kenaikan. Hal tersebut menandakan inhibitor
sudah tidak bekerja dengan baik lagi. Hal tersebut dikarenakan senyawa
antosianin sudah terurai seiring dengan waktu perendaman yang lama.
Untuk melihat efisiensi inhibitor terhadap waktu, dapat digunakan
Persamaan 4.4
ℎ =
100%..........................................(4.4)
Ket : XA adalah laju korosi pada wadah tanpa inhibitor (mpy)
XB adalah laju korosi pada wadah dengan inhibitor (mpy)
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
52
Universitas Indonesia
Pada waktu 3 hari efisiensi yang diperoleh adalah 17,10 %, waktu 6 hari
20,2 %, 9 hari 37,16 % dan 12 hari dengan efisiensi terkecil yaitu 13,56 %.
Sehingga dapat dikatakan Inhibitor X bekerja paling baik pada waktu 9 hari yaitu
dengan efisiensi sebesar 37,16%.
Gambar 4.18 Grafik Efisiensi Inhibitor Terhadap Waktu
Peneliti sebelumnya, Farhan Arief (2010) meneliti teh hijau
sebagai inhibitor organik karena sifat teh hijau sebagai anti oksidan, Penelitian
tersebut dilakukan dalam media air laut pada baja SPCC. Efisiensi yang didapat
oleh peneliti tersebut adalah 30,9% dengan mekanisme inhibisi adalah Interface
Inhibitor melalui kontrol katodik dan Oxygen Scavengers. Sedangkan Fahmi
Abdurahman dan Fadillah Iman (2010), telah meneliti Inhibitor X hasil ekstrak
ubi ungu dalam lingkungan asam (HCl) pada baja SPCC, dengan efisiensi yang
baik (>80%).
Efisiensi dari Inhibitor X pada media NaCl 3.5% tidak sebagus efisiensi
yang dihasilkan pada lingkugan asam, hal tersebut dikarenakan antosianin lebih
stabil dalam pH asam ketimbang pH basa[24]
, selain itu antosianin kehilangan
sifatnya sebagai pewarna ungu alami pada pH diatas 6[17]
. Dimungkinkan hal
tersebut mempengaruhi kinerja antosianin sebagai antioksidan.
17.10887466
20.20631068
37.16588884
13.56045424
0
5
10
15
20
25
30
35
40
3 6 9 12
Efisiensi Inhibitor
Efi
sie
nsi
In
hib
ito
r (%
)
Waktu (hari)
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
53
BAB V
KESIMPULAN
1. Inhibitor X dapat menurunkan laju korosi dalam lingkungan NaCl 3,5%
pada baja SPCC.
2. Inhibitor X menghambat laju korosi dengan mekanisme interface
inhibitor. Diperlukan pengujian polarisasi untuk mengetahui pengaruh
inhibitor terhadap reaksi anodik, katodik atau keduanya.
3. Inhibitor X sebanyak 2 ml dalam 520 mL NaCl 3,5% pada baja SPCC
memiliki efisiensi sebesar 17,10 % untuk waktu 3 hari, 20,2 % untuk
waktu 6 hari, 37,16 % untuk waktu 9 hari, dan 13,56 % untuk waktu 12
hari.
4. Waktu efektif untuk penggunaan Inhibitor X dalam lingkungan NaCl 3,5%
pada baja SPCC adalah 6 sampai 9 hari.
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
54
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
1. Jones, Denny A, “Principle And Prevention Of Corrosion Second
Edition”, Simon & Schutster (Asia) Pte Ltd, 1997.
2. Von Fraunhofer, J.A., G.D. Davis, L.A. Krebs, C.M.Dacres, (2001), The
Use of Tobacco Extract as Corrosion Inhibitor, Corrosion Paper, No. 1558
3. Quraishi, I.H Farouqi, Saini P.A, (1999), Investigation of Some Green
Compound as Corrosion and Scale Inhibitor for Cooling System, Journal
of Corrosion, Vol. 55, No. 5, pp. 493 – 497
4. El-Etre, A.Y. and Abdallah, M. “Corrosion inhibition of some metals
using lawsonia extract” – Elsevier Science, 2004.
5. Dwi C, Rosita. And Harmami, MS. “Studi inhibisi korosi baja austenitik
304 dalam media NaCl 3% dengan menggunakan inhibitor asam-asam
lemak hasil hidrolisis minyak biji kapuk” – Institut Teknologi Sepuluh
November Surabaya, 2010
6. Hazwan Hussin, M and Jain Kassim, M. “The corrosion inhibition and
adsorption behavior of uncaria gambir extract on mild steel in 1 M HCl” –
Elsevier Science, 2010
7. Artikel Flona Majalah Kompas Gramedia, Edisi 97/Februari 2011
8. Bayliss, D. A. and D. H. Deacon, “ Steelwork Corrosion Control Second
edition”, Taylor & Francis e-Library, 2004.
9. Ahmad, Zaki, “Principles Of Corrosion Engineering And Corrosion
Control” Elsevier Science & Technology Books, 2006.
10. Shreir , LL, “Corrosion Metal/Environment Reactions Volume I 3rd
Edition”, Butterworth-Heinemann, 2000.
11. Corus Construction & Industrial,”The prevention of corrosion onstructural
steelwork”.
12. Fontana, Mars G., Corrosion Engineering, 3rd Ed., McGraw-Hill Book
Company, New York: 1987.
13. http://www.corrosionexperts.co.uk/electrochemistry.htm, diunduh pada 28
Mei 2011.
14. Bardal ,Einar, “Corrosion And Protection” , Springer, December 2003.
15. ASTM Handbook, ASTM G1-03.
16. Plorentino, Gracio dan Iandiano, Dito. “Proteksi korosi pada kaki-kaki
Platform SBU” Laporan Kerja Praktek, Universitas Indonesia, 2010
17. Papavinasam, S. "Corrosion Inhibitors", Canmet Materials Technology
Laboratory,
18. Sastri, V.S, Ghali, Edward & Elboujdaini, Mimoun, "Corrosion Preventive
and Proteciton Practical Solution", John Wiley & sons Ltd, 2007.
19. http://lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/04530008.ps
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
55
Universitas Indonesia
20. Callister, Jr and William, D. “Material Science and Engineering”, 6th
edition, John Wiley, 2003.
21. http://www.keytometals.com/Articles/Art60.htm, diunduh pada 30 mei
2011
22. Suharno, Bambang. (2009). Diktat Mata Kuliah Proses Pembuatan Besi
dan Baja, Depok.
23. Moller, H. and Froneman, H. “The corrosion behavior of a low carbon
steel in natural and synthetic seawaters” – The Journal of the South
American Institue of Mining And Metalurgy, 2006.
24. Andijani, Ismaeel and Turgoose, S. “Studies on corrosion of carbon steel
in deaerated saline solutions in presence of scale inhibitor” - Elsevier
Science, 1999.
25. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17037/4/Chapter%20II.pd
f, diunduh pada 20 Mei 2011
26. Ghareba, Saad and Omanovic, Sasha. “12-Aminododecanoic acid as a
corrosion inhibitor for carbon steel” – Elsevier Science, 2011
27. Heakal, El-Taib and Fouda, A.S. “Inhibitive effect of some thiadiazole
derivatives on C-steel in neutral sodium chloride solution” – Elsevier
Science, 2010
28. Amar, H. and Braisaz, T. “Thiomorpholin-4-ylmethyl-phosphonic acid and
morpholin-4-methyl-phosponic acid as corrosion inhibitors for carbon
steel in natural seawater” – Elsevier Science, 2007
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
56
LAMPIRAN
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
57
1. Foto Alat-alat percobaan
Gambar 6.1 Alat Pemotong Sampel
Gambar 6.2 Mesin Bor
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
58
Gambar 6.3 Alat Timbangan Sampel
Gambar 6.4 Inhibitor X Estrak Ubi Ungu
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
59
2. Foto Proses Penelitian
Gambar 6.5 Proses perendaman
Gambar 6.6 Pengambilan data pH larutan
Gambar 6.7 Pengambilan Data Potensial Logam
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
60
3. Foto Sampel
Gambar 6.8 Foto Sampel Setelah Pickling Pada Pengujian 3 Hari Untuk Sistem Inhibisi
Gambar 6.9 Foto Sampel Setelah Pickling Pada Pengujian 3 Hari Untuk Sistem Non-Inhibisi
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
61
Gambar 6.10 Foto Sampel Setelah Pickling Pada Pengujian 6 Hari
Gambar 6.11 Foto Sampel Setelah Pickling Pada Pengujian 6 Hari
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
62
Gambar 6.12 Foto Sampel Setelah Pickling Pada Pengujian 9 Hari Untuk Sistem Inhibisi
Gambar 6.13 Foto Sampel Setelah Pickling Pada Pengujian 9 Hari Untuk Sistem Non-Inhibisi
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
63
Gambar 6.14 Foto Sampel Setelah Pickling Pada Pengujian 12 Hari
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011
64
4. Hasil Spectroscopy Baja SPCC di CMPFA
Studi penambahan ..., Gracio Plorentino, FT UI, 2011