universitas indonesia pengaruh...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH PENAMBAHAN INHIBITOR
ORGANIK EKSTRAK UBI UNGU TERHADAP LAJU
KOROSI PADA MATERIAL BAJA LOW CARBON
DI LINGKUNGAN NaCl 3,5 %
SKRIPSI
ADHI NUGROHO
0706268190
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
JUNI 2011
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH PENAMBAHAN INHIBITOR
ORGANIK EKSTRAK UBI UNGU TERHADAP LAJU
KOROSI PADA MATERIAL BAJA LOW CARBON
DI LINGKUNGAN NaCl 3,5 %
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
ADHI NUGROHO
0706268190
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
JUNI 2011
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena
dengan berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
sebaik-baiknya. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Inhibitor
Organik Ekstrak Ubi Ungu Terhadap Laju Korosi Pada Material Baja Low
Carbon Di Lingkungan NaCl 3,5%” ini disusun untuk memenuhi sebagian
persyaratan akademis dalam meraih gelar Sarjana Teknik di Departemen
Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari
bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan
sampai penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi Soedarsono, DEA, selaku dosen pembimbing
yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Prof. Dr-Ing. Ir. Bambang Suharno, selaku Kepala Departemen Teknik
Metalurgi dan Material FTUI.
3. Prof. Dr. Ir. Anne Zulfia Syahrial, M.Sc, selaku Pembimbing Akademis
penulis.
4. Prof. Dr. Ir. Dewa Ngurah Suprapta, M.Sc, selaku penyedia inhibitor ekstrak
ubi ungu.
5. Kedua orang tua tercinta Ir. Sudiyono, MM dan Aslinda Darwis, SE yang
senantiasa mendukung, mendoakan, dan selalu ada untuk saya, serta adik saya
Eliestya Rakhmanda.
6. Teman-teman seperjuangan dan seperjalanan di Metalurgi dan Material FTUI:
a. Bang Riko, Dito dan Andika (asisten korosi tercinta) dan rekan-rekan
“lantai 3” yang telah banyak membantu dan memberi bimbingan hingga
akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
b. Rekan-rekan seperjuangan tugas akhir : Arri, Rangga, Andhi, Bibsy,
Wildan, Dobiet, Koresy, dan laskar pejuang “John’s Gank” lainnya.
Sukses buat kita semua!
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
v
c. Rekan-rekan Laboratorium Metalografi dan Heat Surface Treatment :
Rangga, Andhi, Bibsy, Wildan, Miska, Umar, Kennedi, Ryan, serta Kepala
Laboratorium kami tercinta Ibu Myrna. Terima kasih bu, telah membuat
kami para asisten menjadi “gendut”.
d. “Alay-alay dota” : Ja’ul (freak), Arya (tegal SS), Benny (excalibur), Arri
(bristleback), Kennedi (ini bukan jokes!!), Abud (A- bud?), Andra (dubidu
bae), Bastian (si bijak), Rangga (poldur), Dika (jagoan solo kami) serta
“geng pondok Lambang” yang orangnya itu-itu juga ditambah Halwan
(anak terminal).
e. Rekan-rekan di akademi “tidar” : ayolah jangan pada saling bercermin.
f. Rekan-rekan di kantin teknik (kantek) : Prabu, Bating, Mika, Bipay,
Haruman, Mika, Dik Mendo, Rian (Gichi), Habib, Insan, Rahardian Om,
terima kasih atas “obat awet muda”nya selama ini.
g. Serta untuk teman-teman seperjalanan di Metalurgi dan Material angkatan
2007 yang memulai kekeluargaan sejak dikumpulkan di masa PPAM
hingga saat ini dan membuat kenangan indah dan pengalaman tidak
terlupakan. Semoga ikatan keluarga ini akan bertahan terus hingga kita tua
nanti.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu metalurgi dan material ke depannya.
Depok, Juni 2011
Penulis
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
vii
ABSTRAK
Nama : Adhi Nugroho
NPM : 0706268190
Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material
Judul Skripsi : Pengaruh Penambahan Inhibitor Organik Ekstrak
Ubi Ungu Terhadap Laju Korosi Pada Material Baja
Low Carbon Di Lingkungan NaCl 3,5%
Ubi ungu merupakan salah satu bahan organik yang dapat dikembangkan sebagai
inhibitor untuk mengurangi laju korosi pada baja karbon rendah di lingkungan air
laut. Inhibitor ubi ungu diharapkan akan menjadi inhibitor yang aman digunakan,
ramah lingkungan, murah serta bio-degradable. Metode polarisasi digunakan
untuk mengetahui kadar penggunaan yang optimal dari inhibitor ubi ungu dengan
variasi konsentrasi 2ml, 4ml, 6ml, dan 8ml. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa ekstrak ubi ungu cukup efektif sebagai inhibitor dalam menghambat laju
korosi baja karbon rendah di lingkungan NaCl 3,5%. Ekstrak ubi ungu bekerja
cukup optimal dan mampu menghambat laju korosi hingga 79,4%.
Kata kunci :
Korosi; Baja Karbon Rendah; Ubi Ungu; Inhibitor organik;
Metode Polarisasi; Konsentrasi; Air laut
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
viii
ABSTRACT
Name : Adhi Nugroho
NPM : 0706268190
Major : Metallurgy and Material Engineering
Title : Effects of Green Inhibitors Concentration of Purple
Potatoes for Low carbon Steel in NaCl 3,5%
Purple potatoes is one of the organic material that can be developed as an inhibitor
to reduce the rate of corrosion in low carbon steel in sea water environment.
Inhibitors of purple potatoes extract are expected to be safe to be used,
environmentally friendly, cheap and bio-degradable. Polarization method is used
to determine optimal levels of use of inhibitors of purple potatoes with various
concentration of 2ml, 4ml, 6ml and 8ml. The results showed that the purple
potatoes extract is effective as an inhibitor in inhibiting low carbon steel corrosion
rate in environment of 3.5% NaCl. Purple potatoes extract works are optimal and
can inhibit the corrosion rate up to 79.4%.
Keywords :
Corrosion; Low carbon steel; Purple Potatoes; Organic inhibitors;
Polarization methode; concentration; Sea water
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ..................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................iii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................. vi
ABSTRAK ........................................................................................................ vii
ABSTRACT ....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv
DAFTAR RUMUS............................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
1.4. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ...................................................... 4
1.5. Sistematika Penulisan .............................................................................. 5
2. TEORI PENUNJANG ................................................................................... 6
2.1. Prinsip Dasar Korosi ............................................................................... 6
2.2. Jenis – jenis Korosi.................................................................................. 6
2.3. Korosi Pada Air Laut .............................................................................. 9
2.4. Korosi Pada Baja Karbon Rendah............................................................ 11
2.5. Pengaruh pH Terhadap Laju Korosi Pada Baja........................................ 12
2.6. Pengaruh Oksigen Terlarut Terhadap Proses Korosi................................ 14
2.7. Perlindungan Terhadap Korosi ............................................................... 15
2.7.1. Proteksi Katodik ........................................................................... 15
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
x
2.7.2. Pelapisan (Coating) ...................................................................... 16
2.7.3. Pemilihan Material.......................................................................... 17
2.7.4. Inhibitor ........................................................................................ 15
2.8 . Klasifikasi Inhibitor .............................................................................. 18
2.8.1. Inhibitor Katodik............................................................................. 18
2.8.2. Inhibitor Anodik.............................................................................. 19
2.8.3. Inhibitor Presipitasi......................................................................... 19
2.8.4. Green Inhibitor................................................................................ 19
2.9. Penghitungan Laju Korosi dengan Metode Polarisasi............................. 20
2.10. Pasifitas dan Kerusakannya ................................................................. 22
3. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 25
3.1. Diagram Alir Penelitian ......................................................................... 25
3.2. Alat dan Bahan ...................................................................................... 26
3.2.1. Alat ............................................................................................... 26
3.2.2. Bahan ........................................................................................... 26
3.3. Prosedur Penelitian ................................................................................ 27
3.3.1. Preparasi Sampel .......................................................................... 27
3.3.2. Persiapan Larutan ......................................................................... 28
3.3.3. Pembuatan Inhibitor...................................................................... 28
3.3.4. Pengukuran Nilai pH .................................................................... 28
3.3.5. Pengujian Polarisasi ...................................................................... 29
3.3.6. Pengambilan Data ......................................................................... 29
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................ 30
4.1. Kurva Polarisasi .................................................................................... 30
4.1.1. Kurva Polarisasi Baja Karbon Rendah Tanpa Inhibitor .................. 30
4.1.2. Kurva Polarisasi Dengan Penambahan 2ml atau 0,67% Inhibitor .. 31
4.1.3. Kurva Polarisasi Dengan Penambahan 4ml atau 1,33% Inhibitor .. 32
4.1.4. Kurva Polarisasi Dengan Penambahan 6ml atau 2% Inhibitor ....... 33
4.1.5. Kurva Polarisasi Dengan Penambahan 8ml atau 2,67% Inhibitor .. 34
4.1.6. Kurva Polarisasi Keseluruhan ....................................................... 35
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
xi
4.2. Pembahasan Hasil Pengujian Polarisasi ................................................. 35
4.2.1. Pembahasan Hasil Pengujian Polarisasi Terhadap Laju Korosi ...... 35
4.2.2. Efisiensi Inhibitor ......................................................................... 38
4.3. Pengukuran pH ...................................................................................... 39
4.4. Mekanisme Inhibitor korosi ................................................................... 41
4.5. Perbandingan Dengan Variabel Pengujian Sama Inhibitor Berbeda ........ 42
5. KESIMPULAN ............................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 46
LAMPIRAN ...................................................................................................... 49
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Contoh Uniform Corrosion ............................................................ 7
Gambar 2.2. Contoh Galvanic Corrosion ........................................................... 7
Gambar 2.3. Contoh Pitting Corrosion .............................................................. 8
Gambar 2.4. Contoh Stress Corrosion Cracking................................................. 8
Gambar 2.5. Pengaruh kadar ion Cl- terhadap laju korosi ................................. 11
Gambar 2.6. Diagram Pourbaix Fe pada 25oC .................................................. 12
Gambar 2.7. Pengaruh pH pada korosi aqueous baja, menggunakan HCl dan
NaOH untuk mengontrol pH di dalam air yang mengandung
oksigen terlarut ........................................................................... 13
Gambar 2.8. Pengaruh oksigen terlarut pada korosi baja karbon rendah di air
destilasi (temperatur 25oC dan perendaman 48 jam) yang
mengandung 162 ppm CaCl2 ....................................................... 15
Gambar 2.9. Kurva polarisasi dengan adanya penambahan inhibitor katodik ... 18
Gambar 2.10. Ilustrasi skema penggambaran dari potensial E, dengan logaritma
dari rapat arus (i)......................................................................... 20
Gambar 2.11. Daerah aktif, pasif, dan kerusakan pasifitas (pitting) pada kurva
polarisasi .................................................................................... 23
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian .............................................................. 25
Gambar 4.1. Kurva polarisasi tanpa inhibitor .................................................. 30
Gambar 4.2. Kurva polarisasi dengan penambahan 2 ml atau 0,67 % inhibitor 31
Gambar 4.3. Kurva polarisasi dengan penambahan 4 ml atau 1,33 % inhibitor 32
Gambar 4.4. Kurva polarisasi dengan penambahan 6 ml atau 2 % inhibitor..... 33
Gambar 4.5. Kurva polarisasi dengan penambahan 8 ml atau 2,67 % inhibitor 34
Gambar 4.6. Kurva polarisasi dengan penambahan 0 %, 0,67 %, 1,33 %, 2 %,
dan 2,67 % inhibitor ................................................................... 35
Gambar 4.7. Pengujian Polarisasi.................................................................... 37
Gambar 4.8. Grafik perubahan laju korosi seiring dengan penambahan kadar
inhibitor ...................................................................................... 38
Gambar 4.9. Grafik perubahan pH seiring dengan penambahan inihibitor ....... 40
Gambar 4.10. Pengujian pH larutan .................................................................. 41
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
xiii
Gambar 4.11. Grafik perubahan laju korosi yang diakibatkan oleh penambahan
kadar inhibitor ubi ungu dan rosela ............................................. 44
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kandungan di dalam air laut .............................................................. 9
Tabel 2.2. Faktor yang mempengaruhi laju korosi di lingkungan air laut .......... 10
Tabel 3.1. Spesifikasi baja low carbon ............................................................. 27
Tabel 3.2. Volume penambahan inhibitor ......................................................... 29
Tabel 4.1. Data tafel polarisasi tanpa inhibitor ................................................. 30
Tabel 4.2. Data tafel polarisasi dengan penambahan 2 ml atau 0,67 % inhibitor31
Tabel 4.3. Data tafel polarisasi dengan penambahan 4 ml atau 1,33 % inhibitor32
Tabel 4.4. Data tafel polarisasi dengan penambahan 6 ml atau 2 % inhibitor .... 33
Tabel 4.5. Data tafel polarisasi dengan penambahan 8 ml atau 2,67 % inhibitor34
Tabel 4.6. Tabel efisiensi inhibitor ................................................................... 39
Tabel 4.7. Perubahan pH terhadap penambahan kadar inhibitor ....................... 39
Tabel 4.8. Perbedaan laju korosi antara inhibitor ubi ungu dan bunga rosela .... 43
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
xv
DAFTAR RUMUS
1. Persamaan 2.12.
𝜂 = 𝑎 + 𝑏 log 𝑖
Ket : 𝜂 = potensial
i = rapat arus
a dan b = konstanta spesifik
2. Persamaan 2.13.
Ket : D = berat jenis (g/cm3)
icor = rapat arus korosi (μA/cm2)
M = berat ekivalen (g/mol.equ)
3. Persamaan 2.14.
Ket : iL = rapat arus batas
Dz = koefisien difusi ion terlarut
F = konstanta Faraday
CB = konsentrasi pada larutan
δ = ketebalan gradien konsentrasi dalam larutan
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
xvi
4. Persamaan 2.15.
Ket : 𝜂k = potensial polarisasi konsentrasi
R = konstanta gas (8,314 J/mol.K)
T = temperatur absolut (273 K)
5. Persamaan 2.16.
𝑖 = 𝑛𝐹𝑘exp ±αF∆V
RT
Ket : i = rapat arus
n = elektron yang terlibat pada reaksi elektroda
F = konstanta faraday
α = koefisen transfer muatan
ΔV = potensial
R = konstanta gas universal
T = temperatur
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Foto Sampel Polarisasi .......................................................... 49
LAMPIRAN 2. Foto Inhibitor Ekstrak Ubi Ungu ........................................... 49
LAMPIRAN 3. Spesifikasi Baja Low Carbon ................................................ 50
LAMPIRAN 4. Hasil Pengujian Polarisasi ..................................................... 50
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
1 Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Korosi merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian khususnya di
bidang industri. Kerugian yang dapat diakibatkan oleh terjadinya korosi sangat
berbahaya dan fatal. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan di bidang korosi sangat
penting mengingat perkembangan industri yang terjadi dewasa ini.
Korosi adalah suatu proses degradasi material dan penurunan kualitas
suatu material akibat pengaruh reaksi kimia dan elektrokimia dengan keadaan
lingkungannya.[1]
Korosi merupakan suatu fenomena yang kerap dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Desain proteksi korosi yang tepat serta pemeliharaan yang
berkelanjutan merupakan faktor penting dalam pencegahan terjadinya korosi.
Reaksi korosi terbagi dalam beberapa jenis, dan jenis-jenis korosi tersebut
dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya seperti Korosi Uniform, Korosi Pitting,
Korosi SCC, Korosi Tempratur Tinggi.[1]
Secara umum, ada empat metode dasar untuk pengendalian dan
perlindungan pada korosi, yaitu:
1. Pemilihan material, yaitu pemilihan material berdasarkan ketahanan ketahanan
korosinya pada lingkungan kerja.
2. Pelapisan (coating), yaitu membatasi permukaan dengan lingkungannya.
3. Proteksi katodik, meliputi aplikasi pemberian arus searah (DC) dari sumber
eksternal untuk melindungi logam dari serangan korosi.
4. Inhibitor, suatu zat kimia yang dapat mengubah linkungan kerja dan ditambahkan
dalam jumlah sedikit, baik secara kontinu maupun periodik.
Salah satu metode pengendalian korosi yang cukup efektif untuk
dikembangkan adalah inhibitor. Inhibitor korosi merupakan suatu zat kimia yang
jika ditambahkan ke dalam suatu lingkungan korosif sehingga dapat menurunkan
laju korosi dari suatu logam.[3]
Beberapa mekanisme inhibitor antara lain :
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
2
Universitas Indonesia
1. Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam dan membentuk suatu lapisan tipis
dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor.
2. Melalui pengaruh lingkungan (misal pH) menyebabkan inhibitor dapat
mengendap dan selanjutnya teradsopsi pada permukaan logam serta melidunginya
terhadap korosi. Endapan yang terjadi cukup banyak, sehingga lapisan yang
terjadi dapat teramati oleh mata.
3. Inhibitor akan mengkorosi logamnya lebih dulu dan menghasilkan suatu zat kimia
yang kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi tersebut membentuk
suatu lapisan pasif pada permukaan logam.
4. Inhibitor dapat menghilangkan konstituen yang agresif dari lingkungannya.
Inhibitor terdiri dari inhibitor anorganik dan organik. Inhibitor anorganik
seperti fosfat, kromat, silikat, dan arsenat merupakan jenis bahan kimia
berbahaya, mahal, dan tidak ramah lingkungan.[4]
Hal ini menyebabkan
pengaplikasian inhibitor tersebut menjadi terbatas. Penggunaan inhibitor jenis ini
dapat dapat menyebabkan polusi pada lingkungan dan pada akhirnya juga dapat
berdampak bagi makhluk hidup. Oleh karena itu, penggunaaan inhibitor dengan
ekstrak bahan alam (organik) disarankan agar dapat menggantikan pengaplikasian
jenis inhibitor yang beracun.
Inhibitor ekstrak bahan alam (organik) mengandung atom N, O, P, S, dan
atom-atom yang memiliki pasangan elektron bebas. Unsur-unsur yang
mengandung pasangan elektron bebas ini akan membentuk senyawa kompleks
dengan logam.[4]
Efektivitas ekstrak bahan alam sebagai inhibitor korosi tidak
terlepas dari kandungan nitrogen yang terdapat dalam senyawaan kimianya seperti
daun tembakau yang mengandung senyawa-senyawa kimia antara lain nikotin,
hidrazin, alanin, quinolin, anilin, piridin, amina, dan lain-lain (Reynolds, 1994).
Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa “ekstrak daun tembakau, teh, dan
kopi dapat efektif sebagai inhibitor pada sampel logam besi, tembaga, dan
alumunium dalam medium larutan garam.” (Fraunhofer, J.A. 1996. From
Dentistry to Anti-Freeze and Paint. From R&D Innovator Volume 5, Number 8.
August 1996). Keefektifan ini diduga karena ekstrak daun tembakau, teh, dan kopi
memiliki unsur nitrogen yang berfungsi sebagai pendonor elektron terhadap
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
3
Universitas Indonesia
logam Fe2+
untuk membentuk senyawa kompleks. Penelitian lain juga
mengemukakan bahwa “ekstrak daun tembakau, lidah buaya, daun pepaya, daun
teh, dan kopi dapat efektif menurunkan laju korosi mild steel dalam medium air
laut buatan yang jenuh CO2.”(Sudrajat dan Ilim. 2006. Studi Penggunaan
Inhibitor Organik yang Mengandung Nitrogen dari Ekstrak Bahan Aam terhadap
Laju Korosi Baja Lunak dengan Metode Gravimetri. Universitas Lampung.
Bandar Lampung).
Pada umumnya, jenis Green Inhibitor yang digunakan oleh para peneliti
mengandung senyawa-senyawa antioksidan. Secara kimia, pengertian senyawa
antioksidan adalah senyawa pemberi elektron. Antioksidan bekerja dengan cara
mendonorkan elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan, sehingga
aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat.[5]
Ubi ungu yang akan
digunakan pada penelitian ini merupakan salah satu tanaman yang mengandung
zat antioksidan.[6]
Dari pemaparan tersebut, maka penelitian uji inhibitor menggunakan
ekstrak ubi ungu ini perlu dilakukan agar kita dapat memperoleh suatu zat
inhibitor organik yang dapat bermanfaat secara luas. Pengujian ini akan dilakukan
pada skala laboratorium dengan menguji penambahan kadar volume ekstrak ubi
ungu terhadap laju korosi pada baja low carbon di lingkungan NaCl 3,5%.
1.1.Perumusan Masalah
Salah satu lingkungan yang rentan akan terjadinya korosi adalah pada
lingkungan air laut. Hal ini karena dalam air laut terdapat berbagai macam ion
elektrolit, seperti ion klorida, natrium (penyusun utama air laut) magnesium,
sulfat, magnesium, kalsium, carbonat, dan lain-lain. Pada percobaan biasanya
digunakan air laut buatan dimana air laut buatan ini memiliki agresifitas yang
lebih besar dibandingkan dengan air laut alami. Hal ini karena pada air laut alami
masih terdapat ion Mg2+
dan Ca2+
.Keberadaan ion ini bisa memperkecil laju
korosi akibat kemampuannya dalam membentuk lapisan CaCO3 dan Mg (OH)2
dipermukaan material hasil dari reaksi katodik oksigen dipermukaan logam.[7]
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
4
Universitas Indonesia
Dari paparan di atas, maka pencegahan korosi pada lingkungan air laut
dengan menggunakan inhibitor organik sangat diperlukan karena air laut juga
merupakan suatu ekosistem yang penuh dengan berbagai macam makhluk hidup.
Inhibitor yang akan diteliti adalah inhibitor ekstrak dari ubi ungu yang
merupakan tumbuhan yang kaya akan zat anti-oksidan.[6]
Penelitian ini akan
dilakukan pada air laut buatan. Pemilihan inhibitor sirup ubi ungu ini didasarkan
karena penggunaannya yang aman, mudah didapat, bersifat biodegradable,
murah, dan ramah lingkungan.
1.2.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh ekstrak ubi ungu sebagai inhibitor pada lingkungan
NaCl 3,5% dengan metode polarisasi.
2. Mengetahui mekanisme penghambatan ekstrak ubi ungu sebagai inhibitor
organik.
3. Mengetahui jumlah kadar optimal ekstrak ubi ungu sebagai inhibitor
organik.
1.3.Ruang Lingkup Penelitian
Material yang digunakan adalah baja low carbon dengan kondisi
awal yang dianggap sama untuk variabel volume inhibitor uji yang
berbeda;
Perhitungan corrosion rate menggunakan metode polarisasi yaitu
dengan software GAMRY 5.06.
Pengujian polarisasi sesuai dengan standar ASTM-G3, G5, G59, dan
G102.
Inhibitor organik yang digunakan adalah ekstrak ubi ungu wine no
sugar dengan variasi volume 2 ml atau 0,67 %, 4 ml atau 1,33 %, 6
ml atau 2 %, dan 8 ml atau 2,67 %.
Larutan yang digunakan adalah NaCl 3,5 % (kondisi air laut).
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
5
Universitas Indonesia
1.5. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini, sistematika penulisan disusun agar konsep dalam
penulisan skripsi menjadi berurutan sehingga akan didapat kerangka alur
pemikiran yang mudah dan praktis. Sistematika tersebut dapat diartikan dalam
bentuk banyak bab-bab yang saling berkaitan dengan yang lain. Bab-bab tersebut
diantaranya :
Bab 1 Pendahuluan
Membahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah,
tujuan penelitian, ruang lingkung penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab 2 Teori Penunjang
Membahas mengenai teori korosi secara umum baik pengertian dan jenis
– jenis korosi perlindungan terhadap korosi, polarisasi, aspek dan teoritis
inhibitor, dan korosi pada lingkungan air laut
Bab 3 Metodologi Penelitian
Membahas mengenai diagram alir penelitian, alat dan bahan yang
diperlukan untuk penelitian, dan prosedur penelitian.
Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Membahas mengenai pengolahan data yang didapat dari penelitian serta
menganalisa hasil penelitian baik berupa angka, gambar, dan grafik, serta
membandingkan dengan teori dan literatur.
Bab 5 Kesimpulan
Membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan serta saran-saran yang bisa dimanfaatkan berdasarkan hasil penelitian.
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
6 Universitas Indonesia
BAB II
TEORI PENUNJANG
2.1. Prinsip Dasar Korosi
Korosi adalah suatu proses degradasi material dan penurunan kualitas
suatu material akibat pengaruh reaksi kimia dan elektrokimia dengan keadaan
lingkungannya.[1]
Untuk menyebabkan terjadinya suatu korosi, maka ada beberapa
syarat komponen yang harus dipenuhi, seperti[8]
:
1. Adanya katoda, yaitu suatu material yang mengalami reaksi reduksi karena
memiliki potensial yang lebih positif jika diukur dengan perhitungan
potensial. Reaksi katodik pada korosi logam antara lain[9]
:
a) Reduksi oksigen (asam) : O2 + 4H+ + 2e
- 2H2O (2.1)
b) Reduksi oksigen (basa) : O2 + 2H2O + 4e- 4OH
- (2.2)
c) Evolusi hidrogen (asam) : 2H+ + 2e
- H2 (2.3)
d) Evolusi hidrogen (basa) : 2H2O + 2e- H2 + 2OH-
(2.4)
e) Deposisi logam : M2+
+ 2e- M (2.5)
f) Reduksi ion logam : M3+
+ e- M
2+ (2.6)
2. Adanya anoda, yaitu suatu material yang mengalami reaksi oksidasi dan
mengalami kehilangan material (loss material) karena memiliki potensial yang
lebih negatif jika diukur dengan penghitungan potensial. Reaksi anodik pada
korosi logam antara lain[9]
:
a) Korosi logam : M Mn+
+ ne-
(2.7)
b) Oksidasi ion ferrous : Fe2+
Fe3+
+ e-
(2.8)
c) Evolusi oksigen : 2H2O O2 +4H+ + 4e
- (2.9)
3. Media elektrolit (elektronik/ionik), sebagai media penghantar arus listrik.
4. Adanya arus listrik antara katoda dan anoda.
2.2. Jenis-Jenis Korosi
Adapun jenis-jenis korosi menurut mekanisme terjadinya korosi adalah
sebagai berikut[1]
:
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
7
Universitas Indonesia
2.2.1 Uniform Corrosion
Korosi ini adalah korosi yang terjadi secara menyeluruh dipermukaan. Bentuk
korosi ini mudah diprediksi karena kecepatan atau laju korosi di setiap
permukaan adalah sama. Dalam upaya pencegahan biasanya kita dapat
melakukan pelapisan (coating) di permukaan yang terpapar oleh lingkungan.
Gambar 2.1. Contoh uniform corrosion
2.2.2 Galvanic Corrosion
Korosi ini terjadi akibat dua logam atau lebih yang memiliki potensial reduksi
(Eored) yang berbeda baik dihubungkan atau terhubung. Berdasarkan deret
volta / deret galvanik, material yang memiliki potensial reduksi yang lebih
kecil akan mengalami korosi.
Gambar 2.2. Contoh Galvanic Corrosion
2.2.3 Crevice Corrosion
Korosi ini terjadi karena terdapat celah antara 2 logam sejenis yang
digabungkan. Sehingga terbentuk kadar oksigen yang berbeda diantara area di
dalam celah dan diluarnya, sehingga akan menyebabkan korosi.
2.2.4 Pitting Corrosion
Korosi yang terjadi akibat rusaknya lapisan pasif di satu titik karena pengaruh
dari lingkungan korosif. Contoh lingkungan korosif tersebut seperti pada air
laut. Air laut yang mengandung Ion Cl- akan menyerang lapisan pasif dari
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
8
Universitas Indonesia
logam. Ketika terjadi permulaan pitting pada satu titik di permukaan lapisan
pasif, maka ion Cl- akan terkonsentrasi menyerang pada permukaan lapisan
pasif yang terjadi pitting terlebih dahulu sehingga pitting akan menjadi
dalam. Pecahnya lapisan pasif mengakibatkan gas hidrogen dan oksigen
mudah masuk dan mengkorosikan material tersebut.
Gambar 2.3. Contoh pitting corrosion
2.2.5 Stress Corrosion Cracking (SCC)
Korosi terjadi karena adanya tegangan beban tarik pada suatu material di
lingkungan korosif. Logam pertama-tama akan terkena korosi pada suatu
titik, dan kemudian akan terbentuk retakan. Retakan ini akan menjalar dan
dapat menyebabkan kegagalan pada komponen tersebut. Sifat yang khas dari
korosi ini adalah crack yang berbentuk akar serabut.
Gambar 2.4. Contoh stress corrosion cracking
2.2.6 Corrosion Fatigue Cracking (CFC)
Korosi terjadi karena adanya tegangan beban fatik pada suatu material di
lingkungan korosif. Hal ini sewaktu-waktu akan menyebabkan material
tersebut akan terkena korosi pada satu titik yang menyebabkan crack yang
menjalar berbentuk tidak serabut.
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
9
Universitas Indonesia
2.2.7 Erosion-Corrosionand Fretting
Korosi ini terjadi karena adanya fluida korosif yang mengalir pada
permukaan material. Fluida tersebut dapat berupa liquid (Erosion Corrosion)
maupun gas (Fretting Corrosion) dengan kecepatan tinggi. Karena kecepatan
tinggi dari fluida korosif yang mengalir, terjadi efek keausan mekanis atau
abrasi. Lapisan pasif atau pun coating pada permukaan material akan terkikis,
sehingga kemungkinan terjadinya korosi semakin besar.
2.2.8 Hydogen Induced Cracking (HIC)
Korosi terjadi karena adanya tegangan internal pada suatu material karena
adanya molekul-molekul gas hidrogen yang berdifusi ke dalam struktur atom
logam. Hidrogen dapat terbentuk akibat reduksi H2O ataupun dari asam.
Penetrasi hidrogen ini akan menyebabkan korosi pada material, dan kemudian
terjadi perpatahan getas.
2.2.9 Intergranular Corrosion (Korosi Batas Butir)
Korosi terjadi akibat adanya chrome pada sekitar batas butir yang membentuk
presipitat kromium karbida di batas butir. Kemudian akan terjadi crack yang
menjalar sepanjang batas butir.
2.3. Korosi Pada Air Laut
Lingkungan air laut merupakan salah satu lingkungan dengan tingkat
korosivitas yang tinggi. Pengaplikasian pengendalian terhadap korosi sangat
diperlukan di lingkungan air laut. Tingkat korosivitas yang tinggi ini disebabkan
oleh kandungan-kandungan yang terdapat di dalam air laut seperti :
Tabel 2.1. Kandungan di dalam air laut[7]
Constituent Water of
salinity,35 0/00
Cation(%) Anion(%)
Chloride 19,353 Na+ (1,056) Cl- (1,898)
Sodium 10,76 Mg ++
(0,127) SO4-
(0,265)
Sulphate 2,712 Ca++
(0,04) HC03- (0,014)
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
10
Universitas Indonesia
Magnesium 1,294 K + (0.038) Br- (0,0065)
Calcium 0,413 Sr++
(0.001) F- (0,0001)
Potassium 0,387 Total 1,262
Bicarbonate 0,142
Bronide 0,067
Strontium 0,008
Boron 0,004
Flouride 0,001
Pada percobaan biasanya digunakan air laut buatan dimana air laut
buatan ini memiliki agresifitas yang lebih besar dibandingkan dengan air laut
alami. Hal ini karena pada air laut alami masih terdapat ion Mg2+
dan Ca2+
.
Keberadaan ion ini bisa memperkecil laju korosi akibat kemampuannya dalam
membentuk lapisan CaCO3 dan Mg (OH)2 dipermukaan material hasil dari reaksi
katodik oksigen dipermukaan logam.[7]
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi laju korosi di lingkungan
air laut adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2. Faktor yang mempengaruhi laju korosi di lingkungan air laut[7]
Kimiawi Fisik Biologis
Dissolved gases
Oksigen
CO2
Velocity
Biofouling
Kesetimbangan Kimia
Salinity
pH
Kandungan
Carbonat
Temperatur Plant life
Tekanan Animal life
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
11
Universitas Indonesia
Jika kita bandingkan antara air demineral dengan air laut, maka air
demineral memiliki konduktifitas larutan yang lebih rendah dibandingkan air
laut[10]
, sehingga pada umumnya laju korosi logam dalam air laut lebih tinggi
daripada air demineral.
Pada beberapa literatur disebutkan bahwa kelarutan optimum oksigen
dalam air untuk terjadinya proses korosi berada pada konsentrasi ion Cl 3%.
Kondisi tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.5. dimana suatu percobaan
membuktikan bahwa laju korosi optimum baja karbon berada pada konsentrasi
NaCl sebesar 3 – 3.5% berat.
Gambar 2.5. Pengaruh kadar ion Cl- terhadap laju korosi[11].
2.4.Korosi Pada Baja Karbon rendah
Baja Karbon Rendah Baja karbon rendah adalah baja dengan kadar
karbon sekitar 0,05-1%. Untuk meningkatkan sifat mekanisnya, baja karbon
rendah dapat ditambahkan paduan lain. Baja karbon rendah sering digunakan
karena harganya relatif murah, namun sifat mekanisnya dapat disesuaikan.
Penambahan elemen paduan pada baja karbon rendah seperti Cu, Ni, dan
Cr dapat meningkatkan ketahanan baja karbon rendah terhadap korosi.[12]
Sedangkan penambahan unsur seperti Si, Ti, S, Se, dan C akan menurunkan
ketahanan korosi[12]
.
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
12
Universitas Indonesia
2.5.Pengaruh pH Terhadap Laju Korosi Pada Baja
pH merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap laju korosi
dari suatu baja. Pada diagram Pourbaix, terlihat bahwa ada dua faktor penting
yang mempengaruhi proses korosi pada baja yaitu pH (tingkat keasaman) dan
potensial (volt). Contoh diagram Pourbaix adalah seperti di bawah ini,
Gambar 2.6. Diagram Pourbaix Fe pada 25oC[13]
Gambar di atas menunjukkan bahwa semakin rendah pH (pH < 4), maka
kemungkinan logam tersebut untuk terkorosi semakin besar, karena daerah logam
terurai menjadi ion logam yang berada di lingkungan asam. Sedangkan pada
daerah pH 4-10, laju korosi baja tidak tergantung dari pH, namun tergantung dari
cepat lambatnya difusi oksigen ke permukaan logam. Pada daerah asam, deposit
besi oksida terlarut, pH akan menurun ketika baja kontak langsung dengan
larutan. Sedangkan pada pH di atas 10, laju korosi akan berkurang sebab baja
membentuk lapisan pasif di permukaannya[14]
.
Pengaruh pH terhadap korosi pada baja di lingkungan air teraerasi juga
dapat dilihat pada gambar 2.7. berikut ini :
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
13
Universitas Indonesia
Gambar 2.7. Pengaruh pH pada korosi aqueous baja, menggunakan HCl dan NaOH untuk
mengontrol pH di dalam air yang mengandung oksigen terlarut[12]
Difusi pelarutan oksigen, mengontrol laju korosi pada level konstan di
range pH 4-10. Dengan demikian, variabel metalurgi yang mempengaruhi reaksi
anodik baja karbon tidak memberikan dampak terhadap laju korosi. Namun Hal
ini tidak berlaku untuk pH < 4, dimana reaksi katodik H+ berada di bawah kondisi
aktivasi. Fasa karbida menunjukkan overvoltage yang rendah (laju korosi lebih
tinggi) untuk reduksi H+. Pada larutan yang lebih asam dengan pH < 4 (ada
oksigen terlarut), oksida akan terlarut dan laju korosi akan meningkat, mengarah
pada reduksi H+, reaksinya sebagai berikut
[1,15] :
2H+ + 2e
- H2 (2.10)
Kekurangan deposit di permukaan metal dapat meningkatkan akses
pelarutan oksigen, sehingga menyebabkan laju korosi baja meningkat. Pelarutan
oksigen merupakan reaksi reduksi katodik dalam asam dengan penambahan
oksigen terlarut berdasarkan reaksi[1,15]
:
O2 + 4H+ + 4e
- 2H2O (2.11)
Evolusi H2 mulai
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
14
Universitas Indonesia
Sedangkan pada pH > 10, laju korosi menjadi rendah mengarah ke pembentukan
film besi oksida dengan adanya pelarutan oksigen. Sedangkan pada pH di atas 14
dengan tidak adanya oksigen yang terlarut, laju korosi kemungkinan meningkat
karena ion ferrite HFeO2-
terbentuk[1,14]
. Pada range pH 4-10, laju korosi tidak
tergantung oleh pH yang dikontrol difusi oksigen. Pada pH < 4 evolusi hidrogen
merupakan faktor pengontrol laju korosi. Sedangkan pada pH > 10, laju korosi
menurun karena pasivasi di permukaan yang disebabkan oleh adanya oksigen dan
alkalis[15,16]
.
2.6. Pengaruh Oksigen Terlarut Terhadap Proses Korosi
Oksigen dan karbon dioksida merupakan gas terlarut yang paling penting
di air. Oksigen merupakan penerima elektron yang dihasilkan oleh logam untuk
terjadinya reaksi korosi logam pada air, sehingga jika jumlah oksigen yang
terlarut terbatas maka laju korosi terbatas.[17]
Laju oksigen yang mencapai permukaan logam mengontrol laju korosi.
Untuk korosi logam pada air biasanya oksigen terlarut sekita 25-45 ppm. Namun
dengan konsentrasi oksigen yang lebih tinggi dapat melambatkan laju korosi
karena terjadi pasifasi pada logam oleh oksigen. Dengan adanya kenaikan
temperatur dan tekanan, maka kelarutan oksigen akan menurun.Kelarutan oksigen
menurun dengan peningkatan temperatur dan peningkatan tekanan. [18]
Adapun pengaruh dari kelarutan oksigen terhadap laju korosi dapat
dilihat pada gambar 2.8. berikut ini :
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
15
Universitas Indonesia
Gambar 2.8. Pengaruh oksigen terlarut pada korosi baja karbon rendah di air destilasi (temperatur
25oC dan perendaman 48 jam) yang mengandung 165 ppm CaCl2[16]
2.7.Perlindungan Terhadap Korosi
Untuk mengurangi bahkan menghindari kerugian yang diakibatkan oleh
proses korosi, maka perlu dilakukan perlindungan terhadap korosi. Ada beberapa
metode yang dapat dikembangkan untuk memperlambat laju korosi. Adapun
beberapa metode untuk perlindungan terhadap korosi adalah sebagai berikut[19]
:
2.7.1. Proteksi Katodik (Cathodic Protection)
Proteksi katodik merupakan salah satu cara perlindungan terhadap korosi
yaitu dengan pemberian arus searah (DC) dari suatu sumber eksternal untuk
melindungi permukaan logam dari korosi. Metode ini efektif dan berhasil
melindungi logam dari korosi khusus di lingkungan yang terbenam air maupun di
dalam tanah, seperti perlindungan pada kapal laut, instalasi pipa bawah tanah, dan
sebagainya. Untuk memberikan arus searah dalam sistem proteksi katodik,
terdapat dua cara yaitu dengan cara menerapkan anoda korban (sacrificial anode)
atau dengan cara menerapkan arus tanding (impressed current)[20]
.
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
16
Universitas Indonesia
Metode anoda korban menggunakan prinsip galvanik, dimana logam
yang ingin dilindungi dihubungkan dengan logam lain yang akan menjadi
pelindung, dengan syarat logam pelindung tersebut bersifat lebih anodik (lebih
negatif) dibandingkan dengan logam yang ingin dilindungi, sehingga logam yang
ingin dilindungi akan bersifat katodik dan tidak terkorosi.
Sedangkan metode arus tanding (impressed current) dilakukan dengan
memberikan arus listrik searah dari suatu sumber eksternal, untuk melindungi
suatu struktur logam yang saling berdekatan. Pada metode ini, kita memberikan
suplai elektron kepada struktur yang diproteksi secara katodik agar tidak terjadi
kebocoran elektron. Proses ini memerlukan penyearah (rectifier) dengan kutub
negatif dihubungkan ke logam yang akan dilindungi dan kutub positif
dihubungkan ke anoda. Anoda yang digunakan biasanya adalah anoda inert.
2.7.2. Pelapisan (Coating)
Coating merupakan proses pelapisan permukaan logam dengan cairan
atau serbuk, yang akan melekat secara kontinu pada logam yang akan dilindungi.
Adanya lapisan pada permukaan logam akan meminimalkan kontak antara logam
dengan lingkungannya, yang kemudian akan mencegah proses korosi pada logam.
Pelapisan yang paling umum digunakan adalah dengan cat. Pelapisan biasanya
dimaksudkan untuk memberikan suatu lapisan padat dan merata sebagai bahan
isolator atau penghambat aliran listrik diseluruh permukaan logam yang
dilindungi. Fungsi dari lapisan tersebut adalah untuk mencegah logam dari kontak
langsung dengan elektrolit dan lingkungan sehingga reaksi logam dan lingkungan
terhambat.
Secara umum, coating dibagi menjadi tiga jenis, yaitu[19]
:
1. Pelapis Logam: electroplating, electroless-plating, hot dip galvanizing, pack
cementation, cladding, thermal spraying, dan physical vapor deposition.
2. Pelapis Anorganik: anodizing, chromate filming, phosphate coating, nitriding,
dan lapisan pasif.
3. Pelapis Organik, dengan tiga metode proteksi, yaitu barrier effect, sacrificial
effect, dan inhibition effect.
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
17
Universitas Indonesia
2.7.3. Pemilihan Material (Material Selection)
Prinsip dasar dari pemilihan material ini adalah mengenai tepat atau
tidaknya pengaplikasian suatu material terhadap suatu lingkungan tertentu.
Pemilihan material yang sesuai dengan kondisi lingkungan, dapat meminimalisir
terjadinya kerugian akibat proses korosi. Deret Galvanik merupakan suatu acuan
yang penting dalam melakukan pemilihan material.
2.7.4. Inhibitor
Mekanisme kerja dari inhibitor dapat dibagi menjadi[3]
:
1. Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam, dan membentuk suatu lapisan
tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini tidak dapat
dilihat oleh mata biasa, namun dapat menghambat penyerangan lingkungan
terhadap logamnya.
2. Melalui pengaruh lingkungan (misal pH) menyebabkan inhibitor dapat
mengendap dan selanjutnya teradsopsi pada permukaan logam serta
melidunginya terhadap korosi. Endapan yang terjadi cukup banyak, sehingga
lapisan yang terjadi dapat teramati oleh mata.
3. Inhibitor lebih dulu mengkorosi logamnya, kemudian menghasilkan suatu zat
kimia yang kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi tersebut
membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan logam.
4. Inhibitor menghilangkan konstituen yang agresif dari lingkungannya.
Berdasarkan sifat korosi logam secara elektrokimia, inhibitor dapat
mempengaruhi polarisasi anodik dan katodik. Bila suatu sel korosi dapat
dianggap terdiri dari empat komponen yaitu: anoda, katoda, elektrolit dan
penghantar elektronik, maka inhibitor korosi memberikan kemungkinan
menaikkan polarisasi anodik, atau menaikkan polasisasi katodik atau
menaikkan tahanan listrik dari rangkaian melalui pembentukan endapan tipis
pada permukaan logam. Mekanisme ini dapat diamati melalui suatu kurva
polarisasi hasil pengujian.
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
18
Universitas Indonesia
2.8. Klasifikasi Inhibitor
Berdasarkan fungsi, inhibitor terbagi menjadi[20]
:
2.8.1. Inhibitor Katodik
Inhibitor katodik dapat memperlambat reaksi katodik suatu logam dan
membentuk presipitat di wilayah katoda yang dapat meningkatkan impedansi
permukaan sekaligus membatasi difusi pereduksi untuk melindungi logam
tersebut.
Terdapat tiga jenis inhibitor katodik, yaitu[20]
:
1. Racun katoda, dapat menghambat reaksi evolusi hidrogen. Contohnya seperti
sulfida, selenida, arsenat, dan antimonat.
2. Presipitat katoda, dapat mengendap membentuk oksida sebagai lapisan
pelindung pada logam. Contohnya seperti kalsium, seng, dan magnesium.
3. Oxygen scavengers, yang dapat mengikat oksigen terlarut sehingga mencegah
reaksi reduksi oksigen pada katoda. Contohnya seperti hidrasin, natrium sulfit,
dan hidroksil amin HCl.
Adapun perubahan prilaku dari kurva polarisasi juga terlihat dengan
adanya inhibitor katodik ini ditunjukkan oleh gambar 2.9. di bawah ini.
Gambar 2.9. Kurva polarisasi dengan adanya panambahan inhibitor katodik[22]
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
19
Universitas Indonesia
2.8.2. Inhibitor Anodik
Inhibitor anodik dapat memperlambat reaksi elektrokimia di anoda
melalui pembentukan lapisan pasif di permukaan logam tersebut sehingga logam
terlindung dari korosi.
Terdapat dua jenis inhibitor anodik, yaitu[20]
:
1. Oxidizing anions, yang dapat membentuk lapisan pasif pada baja tanpa
kehadiran oksigen. Contohnya antara lain kromat, nitrit, dan nitrat.
2. Non-oxidizing ions, yang dapat membentuk lapisan pasif pada baja dengan
kehadiran oksigen. Contohnya antara lain phosphat, tungstat, dan molybdat.
Inhibitor anodik merupakan inhibitor yang paling efektif serta paling
banyak digunakan diantara jenis inhibitor yang lain[20].
2.8.3. Inhibitor Presipitasi
Inhibitor presipitasi dapat membentuk presipitat di seluruh permukaan
suatu logam yang berperan sebagai lapisan pelindung untuk menghambat reaksi
anodik dan katodik logam tersebut secara tidak langsung. Contoh dari inhibitor
jenis ini adalah silikat dan fosfat.
2.8.4. Green Inhibitor
Saat ini pengembangan terhadap green inhibitor atau inhibitor alami
sangat diperlukan. Inhibitor jenis ini sangat menguntungkan dunia industri
dikarenakan harganya yang relatif tidak mahal dan pengaplikasiannya yang ramah
lingkungan.
Efektifitas inhibitor ini sangat bergantung kepada komposisi kimia yang
dimilikinya, struktur molekul, dan afinitasnya terhadap permukaan logam. Karena
pembentukan lapisan merupakan proses adsorbsi, maka temperatur dan tekanan
dalam sistem memegang peranan penting. Inhibitor organik akan teradsorbsi
sesuai dengan muatan ion-ion inhibitor dan muatan permukaan.
2.9. Penghitungan Laju Korosi dengan Metode Polarisasi
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
20
Universitas Indonesia
Dengan metode polarisasi, laju korosi ditentukan dengan menggunakan
arus untuk menghasilkan suatu kurva polarisasi (tingkat perubahan potensial
sebagai fungsi dari besarnya arus yang digunakan) untuk permukaan yang laju
korosinya sedang ditentukan. Ketika potensial pada permukaan logam
terpolarisasi menggunakan arus pada arah positif, maka hal ini disebut sebagai
terpolarisasi secara anodik. Apabila potensial pada permukaan logam terpolarisasi
menggunakan arus pada arah negatif maka disebut terpolarisasi secara katodik.
Tingkat polarisasi adalah ukuran dari bagaimana laju dari reaksi pada
anoda dan katoda dihambat oleh bermacam lingkungan (konsentrasi dari ion
logam, oksigen terlarut) atau disebut juga polarisasi konsentrasi serta faktor
proses permukaan (adsorbsi, pembentukan lapisan, kemudahan dalam melepaskan
elektron) atau disebut juga polarisasi aktivasi. Variasi dari potensial sebagai
fungsi dari arus (kurva polarisasi) memungkinkan untuk mengetahui pengaruh
dari proses konsentrasi dan aktivasi pada tingkat dimana reaksi anoda maupun
katoda dapat memberi atau menerima elektron. Karenanya, pengukuran polarisasi
dapat menentukan laju reaksi yang terlibat dalam proses korosi.
Gambar 2.10. Ilustrasi skema penggambaran dari potensial E, dengan logaritma dari rapat arus,
(i)[23]
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
21
Universitas Indonesia
Gambar 2.10. di atas menunjukan kurva polarisasi anoda dan katoda
yang menunjukan reaksi anoda (logam menjadi ionnya) atau reaksi katoda
(reduksi oksigen, evolusi hidrogen). Pada gambar tersebut potensial, E, digambar
sebagai fungsi dari logaritma rapat arus, i. Ketika reaksi korosi dikontrol dengan
polarisasi aktifasi, kelakuan polarisasi akan menunjukan garis lurus pada
penggambaran mengikuti persamaan Tafel.[1]
𝜂 = 𝑎 + 𝑏 log 𝑖 (2.12)
Dimana 𝜂 adalah potensial dan i adalah rapat arus. a dan b menunjukan
konstanta spesifik dari sistem elektroda. b adalah kemiringan Tafel yang
memberikan informasi tentang mekanisme reaksi. a adalah konstanta yang
memberikan informasi konstanta laju dari reaksi dan perubahan rapat arus.
Polarisasi logam dalam larutan akan mencapai potensial kesetimbangan
yang tergantung pada pertukaran elektron oleh reaksi anodik dan katodik. Suatu
logam tidak berada dalam kesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion-
ionnya, sehingga potensial elektroda akan berbeda dari potensial korosinya, dan
selisih keduanya disebut overpotensial atau polarisasi[1]
.
Pada gambar 2.10. kecepatan korosi material dapat dikalkulasi dalam bentuk
mpy (mils per year; 1 mil = 0,001 inci = 0,0254 mm), dengan rumusan sebagai
berikut[1]
:
(2.13)
di mana : D = berat jenis (g/cm3)
icor = rapat arus korosi (μA/cm2)
M = berat ekivalen (g/mol.equ)
Polarisasi konsentrasi terjadi akibat ketergantungan reaksi terhadap
koefisien difusi ion terlarut (Dz) dan konsentrasinya pada larutan (CB). Hal ini
berakibat semakin cepat reaksi yang melibatkan ion tersebut pada permukaan,
konsentrasi ion akan semakin menipis sehingga terjadi pembatasan kecepatan reaksi
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
22
Universitas Indonesia
itu sendiri. Hubungan yang terjadi antara koefisien difusi, konsentrasi larutan dengan
kecepatan reaksi yang diwakilkan oleh rapat arus batas (iL) adalah[2]
:
(2.14)
dengan δ adalah ketebalan gradien konsentrasi dalam larutan. Besaran iL
meningkat dengan peningkatan konsentrasi, temperatur, dan pergerakan larutan yang
lebih cepat. Jika diasumsikan sebuah elektroda tidak mengalami polarisasi aktivasi,
maka persamaan untuk polarisasi konsentrasi dapat ditunjukkan sebagai persamaan
2.15.
(2.15)
di mana : R : konstanta gas (8,314 J/mol.K)
T : temperatur absolut (273 K)
Polarisasi konsentrasi terutama terjadi pada reaksi katodik dalam korosi,
karena pada reaksi anodik terdapat suplai atom logam yang tak terbatas pada
permukaannya[1].
2.10. Pasifitas dan Kerusakannya
Dalam proses pembentukan lapisan pasif, kita membutuhkan arus yang
dapat menahan agar arus korosi pada permukaan logam bernilai cukup rendah
sehingga kerusakan lanjutan oleh korosi dapat diminimalisasikan. Lapisan yang
efektif adalah yang dapat menahan penembusan (disebut kerusakan-breakdown)
dari lapisan pasif. Proses kerusakan menghasilkan korosi terlokalisasi seperti
korosi sumuran, korosi celah, korosi batas butir, dan stress corrosion cracking.
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
23
Universitas Indonesia
Gambar 2.11. Daerah aktif, pasif, dan kerusakan pasifitas (pitting) pada kurva polarisasi[22]
Dari gambar 2.11. di atas, dapat kita lihat bahwa lapisan pasif terjadi
pada saat terjadinya penurunan nilai rapat arus. Lapisan pasif merupakan lapisan
pelindung yang membatasi kontak antara permukaan logam dengan
lingkungannya (elektrolit), sehingga laju transfer elektron dari logam ke
lingkungannya menjadi terhambat. Sesuai dengan persamaan Tafel[1]
:
𝑖 = 𝑛𝐹𝑘exp ±αF∆V
RT (2.16)
Dengan, i = rapat arus
n = elektron yang terlibat pada reaksi elektroda
F = konstanta faraday
α = koefisen transfer muatan
ΔV = potensial
R = konstanta gas universal
T = temperatur
Persamaan 2.16. di atas menunjukan bahwa besarnya rapat arus setara
dengan elektron yang terlibat pada reaksi di elektroda, i ≈ n. Sehingga, dengan
adanya lapisan pasif yang membatasi kontak antara permukaan logam dengan
lingkungannya, semakin sedikit juga elektron yang terlibat pada reaksi di
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
24
Universitas Indonesia
elektroda sehingga nilai rapat arus kecil, seperti yang terlihat pada gambar 2.11. di
atas.
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
25 Universitas Indonesia
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Diagram Alir Penelitian
Adapun diagram alir penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian
Mulai
Preparasi
sampel
Pembuatan
larutan NaCl
3,5 %
Pemotongan,
soldering,
mounting, amplas.
Pembuatan
larutan inhibitor
Pengujian
polarisasi
Pengukuran pH
Penambahan
inhibitor 2ml
Penambahan
inhibitor 4ml
Penambahan
inhibitor 6ml
Penambahan
inhibitor 8ml
Penambahan
inhibitor 0ml
Pengambilan
data
Analisa data dan
pembahasan Literatur
Selesai
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
26
Universitas Indonesia
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan untuk penelitian, antara lain:
Alat pemotong sampel
Mesin gerinda
Amplas #120 dan #240 #400 #600
Timbangan digital
pH meter digital
Kabel tembaga
Multimeter
Solder
Jangka sorong
Software GAMRY 5.06 dan peralatan polarisasi
Elektroda standar KCl
Kapas
Jarum Suntik
Kamera Digital
Beaker Glass
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian, antara lain:
Baja low carbon
o Dimensi: lingkaran dengan luas = ± 1 cm2 .
Adapun spesifikasi dari baja low carbon yang digunakan
adalah :
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
27
Universitas Indonesia
Tabel 3.1. Spesifikasi low carbon
Sampel C(%) Si(%) S(%) P(%) Mn(%) Ni(%) Cr(%)
Low
Carbon
0,057 0,007 0,003 0,007 0,160 0,031 0,023
Mo(%) Ti(%) Cu(%) Nb(%) V(%) Pb(%) Fe(%)
<0,0052 <0,002
2 0,121 <0,002
2 <0,002
2 <0,025
2 Bal.
Garam NaCl teknis
Aquades
Ekstrak ubi ungu
Resin
Hardener
3.3.Prosedur Penelitian
3.3.1 Preprasi Sampel
Dalam preparasi sampel dilakukan beberapa hal, antara lain:
Pemotongan sampel
Material dipotong menjadi ukuran 1,5cm x 1,5cm. Kemudian
dilakukan gerinda sehingga menjadi lingkaran dengan ukuran luas ±
1cm2.
Pemotongan sampel ini dilakukan dengan alat pemotong yang
terdapat di laboratorium TPB Departemen Teknik Metalurgi dan
Material FTUI. Untuk mendapatkan sampel berbentuk lingkaran,
maka terlebih dahulu sampel dipotong menjadi persegi. Kemudian
sampel digerinda sehingga tepinya membentuk lingkaran.
Penyolderan sampel
Untuk menyambungkan kawat tembaga pada sampel polarisasi,
maka perlu dilakukan penyolderan dengan menggunakan timah
sebelum sampel di-mounting.
Mounting sampel
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
28
Universitas Indonesia
Sampel polarisasi yang telah disolder di-mounting agar
mempermudah pengamplasan permukaan sampel.
Pengamplasan sampel
Sampel diamplas untuk menghilangkan oksida, meratakan, dan
menghaluskan permukaan sampel. Pengamplasan dimulai dari kertas
amplas #120, #240, #400 dan #600.
Pengujian arus
Aliran arus pada sampel diuji dengan menggunakan multimeter.
Apabila arus tidak dialirkan dengan baik, maka harus dilakukan
proses mulai dari penyolderan kembali.
3.3.2. Persiapan Larutan
Larutan yang digunakan pada penelitian ini adalah NaCl 3,5 % (air laut).
Larutan ini dibuat dari Aquades yang dicampur dengan garam NaCl
teknis. Misalkan untuk volume 1 liter aquades, maka kita dapat
menambahkan 35 gram NaCl teknis agar dihasilkan larutan NaCl 3,5%.
3.3.3. Pembuatan Inhibitor
Inhibitor ekstrak ubi ungu adalah inhibitor yang digunakan secara
langsung, yaitu berupa sirup ekstrak ubi ungu (tanpa gula). Volume
Inhibitor yang digunakan adalah 2 ml, 4ml, 6ml, dan 8ml untuk tiap
pengujian polarisasi. Kandungan ekstrak ubi ungu yang terdapat dalam
inhibitor sirup ekstrak ubi ungu adalah 0,6 gr/ml.
3.3.4. Pengukuran Nilai pH
Berhubungan dengan kestabilan inhibitor organik dalam menahan laju
korosi. Pengukuran nilai pH dilakukan dengan menggunakan pH meter
untuk setiap penambahan volume inhibitor ke dalam larutan NaCl 3,5%.
Pada pengukuran pH ini, cukup dilakukan sekali saja untuk setiap
perubahan volume karena pada proses polarisasi, pH sebelum dan
sesudah pengujian relatif tidak akan berubah.
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
29
Universitas Indonesia
3.3.5. Pengujian Polarisasi
Pengujian polarisasi dilakukan dengan menggunakan software GAMRY
5.06 yang dimiliki oleh laboratorium Korosi Departemen Metalurgi dan
Material FTUI. Selain software, peralatan uji polarisasi melingkupi
sistem sambungan arus, grafit, elektroda KCl, dan sebagainya juga
diperisapkan sebaik mungkin. Pengujian dilakukan dengan mengikuti
standar ASTM-G3,G5,G59, dan G102. Kemudian kita akan mendapatkan
kurva polarisasi dan laju korosi sebagai hasil dari pengaruh inhibitor
terhadap tingkat korosi pada sampel tersebut. Untuk melakukan
pengujian kembali, boleh digunakan sampel polarisasi yang sama, namun
permukaan sampel harus dibersihkan terlebih dahulu dengan cara
diamplas.
Pada proses pengujian polarisasi, volume NaCl 3,5% di dalam tabung
adalah 300ml. Maka untuk penambahan volume inhibitor ekstrak ubi
ungu selanjutnya adalah setara dengan :
Tabel 3.2. Volume penambahan inhibitor
Volume Inhibitor Konversi Dalam %
2ml 2ml/300ml = 0,67 %
4ml 4ml/300ml = 1,33 %
6ml 6ml/300ml = 2%
8ml 8ml/300ml = 2,67 %
3.3.6. Pengambilan Data
Data yang didapatkan dari pengujian polarisasi tersebut adalah berupa
kurva polarisasi serta laju korosi (corrosion rate).
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
30 Universitas Indonesia
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Kurva Polarisasi
4.1.1. Kurva Polarisasi Baja Karbon Rendah Tanpa Inhibitor
Gambar 4.1. Kurva polarisasi tanpa inhibitor
Data Tafel
Tabel 4.1. Data tafel polarisasi tanpa inhibitor
Icorr 22,30e-6 A-cm2
Ecorr -406,0 mV
Corrosion Rate 10,2 mpy
-8,00E-01
-7,00E-01
-6,00E-01
-5,00E-01
-4,00E-01
-3,00E-01
-2,00E-01
-1,00E-01
0,00E+00
1,00E-07 1,00E-05 1,00E-03 1,00E-01
Pote
nsi
al (m
V)
vs
SC
E
Log Current Density (A/m2)
Tanpa Inhibitor
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
31
Universitas Indonesia
4.1.2. Kurva Polarisasi Dengan Penambahan 2 ml atau 0,67 % Inhibitor
Gambar 4.2. Kurva polarisasi dengan penambahan 2 ml atau 0,67 % inhibitor
Data Tafel
Tabel 4.2. Data tafel polarisasi dengan penambahan 2 ml atau 0,67 % inhibitor
Icorr 10,30e-6 A-cm2
Ecorr -456,0 mV
Corrosion Rate 4,7 mpy
-8,00E-01
-7,00E-01
-6,00E-01
-5,00E-01
-4,00E-01
-3,00E-01
-2,00E-01
-1,00E-01
0,00E+00
1,00E-07 1,00E-06 1,00E-05 1,00E-04 1,00E-03 1,00E-02 1,00E-01 1,00E+00
Po
ten
sial
(mV
) vs
SC
E
Log Current Density (A/m2)
2 ml
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
32
Universitas Indonesia
4.1.3. Kurva Polarisasi Dengan Penambahan 4 ml atau 1,33 % Inhibitor
Gambar 4.3. Kurva polarisasi dengan penambahan 4 ml atau 1,33 % inhibitor
Data Tafel
Tabel 4.3. Data tafel polarisasi dengan penambahan 4 ml atau 1,33 % inhibitor
Icorr 7,580e-6 A-cm2
Ecorr -734,0 mV
Corrosion Rate 3,5 mpy
-1,20E+00
-1,00E+00
-8,00E-01
-6,00E-01
-4,00E-01
-2,00E-01
0,00E+00
1,00E-07 1,00E-06 1,00E-05 1,00E-04 1,00E-03 1,00E-02 1,00E-01 1,00E+00
Po
ten
sia
l (m
V)
vs S
CE
Log Current Density (A/m2)
4 ml
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
33
Universitas Indonesia
4.1.4. Kurva Polarisasi Dengan Penambahan 6 ml atau 2 % Inhibitor
Gambar 4.4. Kurva polarisasi dengan penambahan 6 ml atau 2 % inhibitor
Data Tafel
Tabel 4.4. Data tafel polarisasi dengan penambahan 6 ml atau 2 % inhibitor
Icorr 4,590e-6 A-cm2
Ecorr -533,0 mV
Corrosion Rate 2,1 mpy
-8,00E-01
-7,00E-01
-6,00E-01
-5,00E-01
-4,00E-01
-3,00E-01
-2,00E-01
-1,00E-01
0,00E+00
1,00E-07 1,00E-06 1,00E-05 1,00E-04 1,00E-03 1,00E-02 1,00E-01 1,00E+00
Po
ten
sial
(mV
) vs
SC
E
Log Current Density (A/m2)
6 ml
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
34
Universitas Indonesia
4.1.5. Kurva Polarisasi Dengan Penambahan 8 ml atau 2,67 % Inhibitor
Gambar 4.5. Kurva polarisasi dengan penambahan 8 ml atau 2,67 % inhibitor
Data Tafel
Tabel 4.5. Data tafel polarisasi dengan penambahan 8 ml atau 2,67 % inhibitor
Icorr 5,300e-6 A-cm2
Ecorr -472,0 mV
Corrosion Rate 2,4 mpy
-8,00E-01
-7,00E-01
-6,00E-01
-5,00E-01
-4,00E-01
-3,00E-01
-2,00E-01
-1,00E-01
0,00E+00
1,00E-07 1,00E-06 1,00E-05 1,00E-04 1,00E-03 1,00E-02 1,00E-01 1,00E+00
Po
ten
sial
(mV
) vs
SC
E
Log Current Density (A/m2)
8 ml
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
35
Universitas Indonesia
4.1.6. Kurva Polarisasi Keseluruhan
Gambar 4.6. Kurva polarisasi dengan penambahan 0 %, 0,67 %, 1,33 %, 2 %, dan 2,67 %
inhibitor
4.2. Pembahasan Hasil Pengujian Polarisasi
4.2.1. Pembahasan Hasil Pengujian Polarisasi Terhadap Laju Korosi
Dari hasil pengujian, kita mendapatkan bahwa benar, ekstrak ubi ungu
adalah suatu inhibitor korosi. Hal ini terlihat dari nilai laju korosi yang mengalami
penurunan setelah kita menambahkan inhibitor tersebut ke dalam larutan NaCl
3,5%.
-1,20E+00
-1,00E+00
-8,00E-01
-6,00E-01
-4,00E-01
-2,00E-01
0,00E+00
1,00E-07 1,00E-06 1,00E-05 1,00E-04 1,00E-03 1,00E-02 1,00E-011,00E+00
Pote
nsi
al (m
V)
vs
SC
E
Log Current Density (A/m2)
0 % inh
0,67 % inh
1,33 % inh
2 % inh
2,67 % inh
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
36
Universitas Indonesia
Kemudian kita dapat melihat juga perubahan nilai laju korosi dalam setiap
penambahan kadar inhibitor ke dalam larutan NaCl 3,5%. Ketika dilakukan
percobaan polarisasi low carbon tanpa penambahan inhibitor, maka laju korosi
yang didapatkan adalah senilai 10,2 mpy. Kemudian ketika kita beri penambahan
inhibitor sebesar 2 ml atau 0,67 % volume larutan, maka didapatkan nilai laju
korosi sebesar 4,7 mpy. Tentu hal ini menunjukkan perubahan yang cukup
signifikan dalam nilai laju korosi terhadap material low carbon. Kemudian kita
lakukan kembali penambahan kadar inhibitor sebesar 4 ml atau 1,33 % ke dalam
larutan NaCl 3,5 % dan didapatkan nilai laju korosi yang kembali menurun yaitu
sebesar 3,5 mpy. Perubahan nilai laju korosi yang didapatkan tidak sebesar
perubahan laju korosi ketika pengujian dilakukan tanpa penambahan inhibitor.
Penurunan laju korosi kembali terlihat ketika diberikan penambahan inhibitor
sebanyak 6 ml atau 2 % volume larutan. Nilai yang didapatkan adalah sebesar 2,1
mpy. Penambahan kadar inhibitor kembali dilakukan yaitu sebesar 8 ml atau 2,67
% volume larutan. Namun nilai laju korosi yang didapatkan ternyata relatif sedikit
meningkat menjadi 2,4 mpy. Berdasarkan hasil percobaan ini, kita dapat melihat
bahwa laju korosi yang bernilai paling kecil didapatkan pada penambahan
inhibitor sebesar 6 ml atau 2 % volume larutan. Pada aplikasinya, diharapkan
penggunaan inhibitor ini dapat efektif dalam skala volume yang kecil. Sehingga
kita dapat menyatakan bahwa pada penambahan kadar inhibitor sebesar 6 ml atau
2 % volume larutan merupakan jumlah kadar yang optimal dan paling efektif
dalam aplikasi pengurangan laju korosi dari material low carbon dalam
lingkungan NaCl 3,5 %.
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
37
Universitas Indonesia
Gambar 4.7. Pengujian polarisasi
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
38
Universitas Indonesia
Adapun grafik perubahan laju korosi tersebut ditunjukkan oleh gambar di
bawah ini :
Gambar 4.8. Grafik perubahan laju korosi seiring dengan penambahan kadar inhibitor
Selanjutnya, kita juga bisa melihat pengaruh inhibitor pada kurva
polarisasi keseluruhan. Berdasarkan literatur, dengan semakin besarnya
penambahan kadar inhibitor dalam larutan, maka rapat arus yang dihasilkan akan
cenderung bergeser ke kiri atau bernilai semakin kecil.[20]
Hal ini dapat terlihat
pada grafik kurva polarisasi gabungan tersebut bahwa semakin besar kadar
penambahan inhibitor, maka titik rapat arus (I) cenderung bergeser ke kiri. Jika
rapat arus semakin mengecil, maka tentu saja nilai aliran arus juga akan mengecil
sehingga laju korosi juga akan ikut menurun.[1]
4.2.2. Efisiensi Inhibitor
Untuk menghitung efisiensi inhibitor maka digunakan perhitungan
sebagai berikut[26]
:
0
2
4
6
8
10
12
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Laju
Ko
rosi
(mp
y)
Volume Inhibitor (%)
Perubahan Laju Korosi
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
39
Universitas Indonesia
Efisiensi (%) = Laju korosi tanpa inhibitor – Laju korosi dengan inhibitor x 100%
Laju korosi tanpa inhibitor
Maka kemudian didapatkanlah nilai efisiensi dari penambahan inhibitor
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6. Tabel efisiensi inhibitor
Volume Inhibitor
(%)
Laju Korosi
(mpy)
Efisiensi Inhibitor
(%)
0 % 10,2 -
0,67 % 4,7 53,9
1,33 % 3,5 65,9
2 % 2,1 79,4
2,67 % 2,4 76,2
Berdasarkan nilai efisiensi tersebut, maka kita dapat melihat bahwa
efisiensi laju korosi akan cenderung meningkat seiring dengan penambahan kadar
volume inhibitor ke dalam larutan. Namun efisiensi paling tinggi adalah pada saat
penambahan 6 ml atau 2 % volume inhibitor yaitu sebesar 79,4 %. Terjadi sedikit
penurunan nilai efisiensi inhibitor pada penambahan 2,67 % volume inhibitor
yaitu menjadi 76,2 %. Namun nilai efisiensi ini masih cukup tinggi sehingga kita
dapat menyatakan bahwa pada kadar penambahan volume inhibitor yang paling
efisien adalah sebesar 6 ml atau 2% volume inhibitor.
4.3. Pengukuran pH
Hasil pengukuran pH larutan pengujian adalah sebagai berikut :
Tabel 4.7. Perubahan pH terhadap penambahan kadar inhibitor
Kadar Inhibitor pH sebelum
ditambahkan
pH setelah
ditambahkan
0 % 7,1 7,1
0,67 % 7,1 6,2
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
40
Universitas Indonesia
1,33 % 7,1 6,1
2 % 7,1 5,8
2,67 % 7,1 5,8
Berdasarkan tabel di atas, kita dapat melihat pengaruh penambahan kadar
volume inhibitor terhadap perubahan pH larutan. Terdapat sedikit penurunan nilai
pH ketika dilakukan penambahan kadar inhibitor dalam larutan. Sebelum
ditambahkan inhibitor, pH larutan NaCl 3,5 % adalah sebesar 7,1. Kemudian
ketika penambahan kadar sebesar 0,67 % volume larutan, maka nilai pH berubah
menjadi 6,2. Namun ketika dilakukan penambahan kadar inhibitor sebesar 1,33 %
volume larutan, perubahan nilai pH dapat dikatakan relatif tidak mengalami
perubahan karena hanya turun sebesar 0,1 menjadi 6,1. Kemudian pada
penambahan kadar inhibitor sebesar 2 % volume larutan, maka terjadi penurunan
nilai pH yang relatif kecil menjadi 5,8. Begitu pula dengan penambahan kadar
inhibitor sebesar 2,67 % volume larutan menghasilkan nilai pH yang tidak
berubah yaitu 5,8. Adapun grafik perubahan nilai pH tersebut dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
Gambar 4.9. Grafik perubahan pH seiring dengan penambahan kadar inhibitor
Berdasarkan data di atas, perubahan nilai pH bernilai paling besar adalah
ketika dilakukan penambahan 0,67 % volume larutan. Perubahan ini dikatakan
besar karena hampir menurunkan nilai pH sebanyak 1 angka. Untuk penambahan
kadar inhibitor selanjutnya, memang terjadi perubahan nilai pada pH larutan.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Tin
gkat
Kea
sam
an (p
H)
Volume Inhibitor (%)
Perubahan pH vs Penambahan Kadar Inh
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
41
Universitas Indonesia
Gambar 4.10. Pengujian pH larutan
Namun perubahan nilai pH ini relatif kecil melihat perubahan terbesar
adalah hanya sekitar 0,3 range pH. Pada temperatur dimana volume penambahan
inhibitor optimal yaitu sebesar 2 % volume larutan, nilai ph berada pada angka 5,8
yang menunjukkan kondisi larutan tersebut adalah asam. Hal ini sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa kandungan zat anti oksidan berupa antosianin
yang terkandung di dalam ekstrak ubi ungu wine no sugar, cukup stabil dalam
kondisi asam.[25]
Pada pH lebih kecil dari 4, maka antosianin akan bersifat stabil,
namun pada range sampai sekitar 6, antosianin masih dapat bekerja dengan baik.
4.4. Mekanisme Inhibitor Korosi
Pada dasarnya, ketika kita melakukan pengujian mengenai inhibitor
organik, maka akan sulit untuk menentukan suatu mekanisme korosi pasti yang
terjadi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya zat-zat organik yang terkandung dalam
tumbuh-tumbuhan tertentu yang bisa saja menimbulkan perilaku yang berbeda-
beda terhadap sifat korosi suatu baja low carbon misalnya. Namun zat yang
disorot pada penelitian pengaruh penambahan kadar inhibitor ekstrak ubi ungu ini
adalah zat antosianin yang juga merupakan zat anti oksidan.
Dari kurva polarisasi yang diperoleh kita juga bisa melihat bahwa terjadi
perlambatan reaksi katodik terlihat dari nilai Ecorr dan Icorr pada daerah
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
42
Universitas Indonesia
polarisasi katodik. Hal ini menunjukkan adanya penghambatan dari reaksi di
katoda pada polarisasi.
Adapun reaksi tersebut adalah :
Anoda (-) : Fe(s) Fe2+
(aq) + 2e- (4.1)
Katoda (+) : 2 H2O(l) + O2(g) + 4e- 4 OH
-(aq) (4.2)
Pengendapan 2 Fe(s) + 2 H2O + O2 2 Fe2+(aq) + 4OH-(aq) (4.3)
Apabila kadar oksigen berkurang di dalam larutan NaCl 3,5 %, maka
reaksi reduksi-oksidasi korosi di dalam air laut buatan NaCl 3,5 % akan
terhambat. Apabila jumlah kadar oksigen turun, maka otomatis hal ini akan
mempengaruhi reaksi reduksi pembentukan Fe2+
yang akan mengalami penurunan
juga. Sehingga pembentukan produk korosi akan menjadi terhambat dan juga laju
korosi akan semakin menurun. Mekanisme inhibitor ini biasa disebut sebagai
Oxygen Scavenger. Mekanisme ini termasuk jenis mekanisme dari inhibitor
katodik dimana terjadi perlambatan dari reaksi katodik suatu logam. Hal ini juga
sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa, zat antosianin memiliki
kecenderungan mudah berikatan dengan oksigen.[25]
Dengan kecenderungan
tersebut, maka memungkinkan bagi antosianin dapat mengikat oksigen yang ada
di dalam larutan pengujian NaCl 3,5 %.
Namun mekanisme tersebut tentu bukanlah satu-satunya mekanisme
yang mungkin terjadi oleh pemberian inhibitor ekstrak ubi ungu tersebut. Faktor
zat-zat organik lain yang terkandung mungkin memberikan perlindungan dengan
mekanisme yang berbeda sehingga memungkinkan terjadi lebih dari satu
mekanisme korosi pada pemberian inhibitor ekstrak ubi ungu terhadap baja low
carbon di lingkungan NaCl 3,5 %.
4.5. Perbandingan Dengan Variabel Pengujian Sama Inhibitor Berbeda
Untuk melakukan perbandingan antara inhibitor ekstrak ubi ungu dengan
inhibitor lain, maka saya membandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
43
Universitas Indonesia
saudara Arri Prasetyo mengenai “Pengaruh Penambahan Inhibitor Organik Teh
Rosella Terhadap Laju Korosi Pada Material Baja Low Carbon Di Lingkungan
NaCl 3,5%”.[28]
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka didapatkan bahwa
kedua jenis inhibitor organik ini sama-sama mampu menurunkan laju korosi
terhadap baja low carbon dengan signifikan.
Adapun perbedaan perubahan laju korosi tersebut ditunjukkan oleh tabel
4.8. berikut ini :
Tabel 4.8. Perbedaan laju korosi antara inhibitor ubi ungu dan bunga rosela
Volume Inhibitor
(ml)
Laju Korosi Inhibitor Ubi
Ungu (mpy)
Laju Korosi Inhibitor
Rosela (mpy)
0 10,2 10,2
2 4,7 4,4
4 3,5 4,1
6 2,1 4,3
8 2,4 4,3
Serta grafik perubahan laju korosi antara dua inhibitor tersebut
ditunjukkan oleh gambar 4.12. di bawah ini :
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
44
Universitas Indonesia
Gambar 4.11. Grafik perubahan laju korosi yang diakibatkan oleh penambahan kadar inhibitor
ubi ungu dan rosela
Pada kadar penambahan 2 ml atau 0,67 % larutan inhibitor, kita
mendapatkan bahwa laju korosi yang didapatkan hampir sama yaitu sebesar 4,7
mpy untuk inhibitor ekstrak ubi ungu dan 4,4 mpy untuk inhibitor rosela. Namun
pada penambahan kadar inhibitor sebesar 4 ml, 6 ml, dan 8 ml maka kita
mendapatkan bahwa inhibitor ekstrak ubi ungu dapat menurunkan nilai laju korosi
terhadap baja low carbon menjadi lebih kecil dibandingkan dengan nilai laju
korosi inhibitor bunga rosela. Hal ini menunjukkan bahwa inhibitor ekstrak ubi
ungu lebih efektif dan optimal dalam menekan laju korosi pada baja low carbon di
lingkungan NaCl 3,5%.
0
2
4
6
8
10
12
0 2 4 6 8 10
Laju
Korosi
(m
py
)
Volume Inhibitor (ml)
Ubi Ungu
Rosela
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
45 Universitas Indonesia
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian pengaruh penambahan kadar inhibitor ekstrak
ubi ungu terhadap laju korosi baja low carbon, maka didapatkan kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pengujian penambahan kadar inhibitor ekstrak ubi ungu dengan metode
polarisasi cukup efektif dalam menurunkan nilai laju korosi pada baja low
carbon di lingkungan air laut buatan NaCl 3,5%. Selanjutnya terjadi
penurunan laju korosi dari 10,2 mpy menjadi 4,7 mpy pada penambahan 2
ml atau 0,67 % volume larutan inhibitor. Selanjutnya pada penambahan
inhibitor sebesar 4 ml atau 1,33 % volume larutan, menghasilkan
penurunan laju korosi kembali menjadi 3,5 mpy. Kemudian dengan
penambahan kadar inhibitor sebesar 6 ml atau 2 % volume larutan
inhibitor, maka nilai laju korosi yang dihasilkan semakin mengecil yaitu
menjadi 2,1 mpy. Pada penambahan 8 ml atau 2,67 % volume larutan
inhibitor, maka didapatkan nilai laju korosi sebesar 2,4 mpy, dimana
terjadi sedikit peningkatan nilai laju korosi dibandingkan dengan
penambahan sebesar 6 ml atau 2 % volume larutan inhibitor.
2. Kadar optimal dan efektif dalam penggunaan inhibitor ekstrak ubi ungu
adalah sebesar 2 % volume larutan. Atau setara dengan 2 ml / 300 ml
larutan.
3. Inhibitor ekstrak ubi ungu yang digunakan merupakan jenis inhibitor
katodik, dimana mekanisme yang terjadi dalam penghambatan laju
korosinya adalah oxygen scavenger.
4. Inhibitor ekstrak ubi ungu dapat lebih efektif menurunkan laju korosi yaitu
sampai sebesar 2,1 mpy dibandingkan dengan inhibitor ekstrak bunga
rosela yang mampu menurunkan laju korosi hingga 4,4 mpy.
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Jones, Denny. 1992. “Principles and Prevention of Corrosion”. New York:
Macmillan Publishing Company.
2. Fontana, G. 1986. “Corrossion Engineering”. New York: McGraw-Hill Book
Company.
3. Dalimunthe, Indra Surya. “Kimia dari Inhibitor Korosi”. Program Studi Teknik
Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Hermawan, Beni. “Ekstrak Bahan Alam sebagai Alternatif Inhibitor Korosi”.
22 April 2007.
5. Winarsi, Heri. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta :
Kanisius
6. http://ptp2007.wordpress.com/2008/07/08/ekstraksi-antosianin-dari-ubi-jalar/.
Diakses Juni 2011
7. Scumacher M, Seawater Corrosion Handbook, Noyes Data Corp. New York,
1999.
8. Manganon, Pat L. (1999). The Principles Of Material Selection For
Engineering Design. Florida: Prentice Hall
9. http://www.unene.ca/un1001/UN1001_General%20Corrosion.ppt Diakses Juni
2011
10. Charles W. Keenan, Donald C. Kleinfelter, dan Jesse H. Wood, Ilmu Kimia
untuk Universitas, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1996.
11. Iswahyudi. “Desain Sistem Proteksi Katodik Anoda Korban pada Jaringan
Pipa Pertamina UPms V” . Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
12. ASM Handbook Volume 13B, Corrosion : Materials (USA : ASM
International, 2005)
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
47
13. Corrosion of Iron” www.corrosion-doctors.org (Diakses 19 Mei 2008)
14. ASM Handbook Volume 13A, Corrosion : Fundamentals, Testing, and
Protection.USA : ASM International, 2003
15. Abdurahman, Fahmi. “Pengaruh Waktu Perendaman Baja Karbon Rendah
Dengan Penambahan Ekstrak Ubi Ungu Sebagai Green Corrosion Inhibitor Di
Lingkungan HCL 1M”, Skripsi, Program Sarjana Fakultas Teknik UI, Depok,
2010.
16. Elsevier Science & Technology Books, “Principle of Corrosion Engineering
and Corrosion Control”. ( IChem Publisher, September 2006)
16. ASM Handbook Volume 13B, Corrosion : Materials (USA : ASM
International, 2005)
17. Laurie S, McNeill, dan Marc Edwards, "Chapter 3: The Importance of
Temperature in Assessing Iron Pipe Corrosion in Water Distribution System",
16 Juni 2008.
18. Carbon and Alloy Steel, ASM Speciality Handbook, 1996.
19. ASM International. (1992). Metals Handbook Volume 13: Corrosion (4th
ed.).
Philadelphia: Korb, Lawrence J., & David L. Olson
20. Roberge,Pierre R. Handbook of Corrosion Engineering. Mc Graw-Hill Book
Company.New York ,1999
21. Chodijah, Siti.2008. “Efektifitas Penggunaan Pelapis Epoksi Terhadap
Ketahanan Korosi Pipa Baja ASTM A53 Di Dalam Tanah”. Depok: Teknik
Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik Universitas Indonesia
22. Sastri, V.S, Ghali, Edward & Elboujdaini, Mimoun.”Corrosion Preventive
and Protection Practical Solution”. John Wiley & sons Ltd. 2007.
23. J. Chamberlain dan K.R. Trethewey, “Korosi untuk Mahasiswa dan
Rekayasawan”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991.
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
48
24. Mario, Marcelleus. “Studi Penambahan Beras Ketan Hitam Sebagai Inhibitor
Organik Dengan Konsentrasi 500GPL Pada Baja SPCC Pada Lingkungan Air
Tanah”. Skripsi, Program Sarjana Fakultas Teknik UI, Depok, 2010.
25. Kim, Youngmok and Goodner, Kevin. “Factors Influencing Quick Oxidation
Of Purple Potatoes”. 2009.
26. Pratesa, Yudha. “Pengaruh Penambahan Inhibitor Natrium Sulfit terhadap
laju Korosi Baja UNS 10180 Pada Lingkungan Nacl 3,5% Dengan Metode
Polarisasi Menggunakan Alat Rotating Cylinder Electrode (RCE) Pada
Keadaan Fluida Statis (0 RPM) dan Fluida Bergerak (1000 RPM)”. Skripsi,
Program Sarjana Fakultas Teknik UI. Depok. 2010
27. Shreir, L. L, "Corrosion Metal/Environment Reactions Volume 1 3rd edition",
Butterworth-Heinemann, 2000.
28. Prasetyo, Arri. “Pengaruh Penambahan Inhibitor Organik Teh Rosella
Terhadap Laju Korosi Pada Material Baja Low Carbon Di Lingkungan NaCl
3,5% “. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Teknik UI. Depok. 2011.
29. Ahmad, Zaki, "Principles of Corrosion Engineering and Corrosion Control",
Elsevier Science & Technology Book, 2006.
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
49
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Sampel Polarisasi
Lampiran 2. Foto Ekstrak Ubi Ungu Wine No Sugar
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
50
Lampiran 3. Spesifikasi Baja Low Carbon
Lampiran 4. Hasil Pengujian Polarisasi
4.1. Tanpa Inhibitor
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
51
4.2. Inhibitor 2 ml
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
52
4.3. Inhibitor 4 ml
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
53
4.4. Inhibitor 6 ml
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
54
4.5. Inhibitor 8 ml
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011
55
Pengaruh penambahan ..., Adhi Nugroho, FT UI, 2011