unand prpsal
TRANSCRIPT
-
5/25/2018 Unand Prpsal
1/34
1
I. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacaoL.) paling terkenal dengan produk turunannya,
berupa coklat. Produk-produk ini dikonsumsi di seluruh dunia, diminati karena
rasa yang unik dan aroma yang tidak bisa digantikan oleh produk tanaman
lainnya. Kakao merupakan sumber makanan yang kaya polifenol dan dilaporkan
memiliki aktivitas antioksidan tinggi daripada teh dan anggur merah. Kakao dan
produk turunannya mengandung polifenol yang bervariasi dan memiliki berbagai
tingkat potensi antioksidan. Beberapa efek menguntungkan dari polifenol adalah
seperti anti-karsinogenik, anti-aterogenik, anti-maag, anti-trombotik, anti-
inflamasi, kekebalan modulasi, anti-mikroba, efek vasodilatasi dan analgesik (Hii,
Suzannah, Misnawi dan Cloke, 2009).
Tanaman kakao merupakan komoditi ekspor non migas yang cukup berarti
bagi perekonomian Indonesia. Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah
dengan kakao dunia, bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita
rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana dan kakao Indonesia
mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai
untuk blending. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao
Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Dengan
kata lain, potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu
pendorong pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan cukup terbuka.
Permasalahan yang dihadapi untuk meningkatkan produksi kakao nasional
adalah tanaman kakao yang ada saat ini sebagian besar sudah berumur sekitar 30
tahunan, sehingga produktivitasnya sudah menurun. Selain itu penurunan
-
5/25/2018 Unand Prpsal
2/34
2
produktivitas kakao juga disebabkan oleh meluasnya serangan hama dan penyakit
(Penggerek Buah Kakao/PBK dan Vascular Streak Dieback/VSD). Pada
perkebunan rakyat penurunan produktivitas diindikasikan terjadi karena mutu
benih yang digunakan rendah, banyak petani yang menggunakan benih tidak
bersertifikat dan teknik budidaya tidak sesuai standar.
Walaupun telah dilakukan upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut
namun hasilnya belum optimal karena masih dilakukan secara parsial dan dalam
skala kecil. Oleh karena itu Pemerintah melalui Kementerian Pertanian melakukan
upaya percepatan peningkatan produktivitas tanaman dan mutu hasil kakao
nasional dengan memberdayakan secara optimal seluruh potensi pemangku
kepentingan serta sumber daya yang ada melalui kegiatan Gerakan Peningkatan
Produksi dan Mutu Kakao Nasional (GERNAS) 2009 - 2011.
Kegiatan GERNAS kakao tentunya membutuhkan benih kakao bermutu
yang bersertifikat dan berlabel dalam jumlah yang besar. Untuk mendapatkan
benih bermutu yang bersertifikat dan berlabel tentunya para petani harus
mendatangkan benih dari perkebunan yang telah ditunjuk pemerintah sebagai
penyedia benih bersertifikat. Jika daerah petani konsumen jauh dari perkebunan
penyedia benih, ini merupakan suatu masalah. Permasalahan yang dihadapi dalam
pengiriman benih kakao adalah sifat benih yang rekalsitran. Copeland dan
McDonald (1995), mengemukakan bahwa benih rekalsitran mempunyai masa
hidup yang singkat dan sukar untuk disimpan, karena kadar airnya yang tinggi
menyebabkan benih mudah terkontaminasi mikroba dan lebih cepat mengalami
kemunduran.
Kandungan air benih dan kelembaban ruang penyimpanan merupakan
kendala utama dalam penyimpanan benih kakao yang bersifat rekalsitran.
-
5/25/2018 Unand Prpsal
3/34
3
Perlakuan pengeringan untuk menurunkan kadar air dan kondisi penyimpanan
dengan kelembaban yang rendah dapat merusak dan menurunkan viabilitas benih
di penyimpanan, bahkan dapat menyebabkan kematian benih. Pengaruh merugikan
dari penurunan kadar air di bawah kritis disebabkan oleh dua faktor yaitu secara
langsung akan menyebabkan stress fisik karena kehilangan air dan kerusakan
psikokimiawi jaringan sebagai akibat dari gangguan metabolik pada saat
pengeringan (Liang dan Sun, 2002).
Penyimpanan benih rekalsitran memiliki tantangan tersendiri. Benih ini
dapat mati dalam beberapa hari, namun jika diupayakan penyimpanannya dapat
bertahan lebih lama dan itu pun hanya beberapa minggu saja. Kunci umur benih
ditentukan oleh sejauh mana kadar air benih dapat dipertahankan tetap tinggi
yakni diatas 25% (King dan Robert, 1980).
Salah satu usaha untuk mempertahankan kadar air benih agar tetap optimal
adalah melapisi benih dengan kitosan. Menurut Pramuliono (1999), kitosan
merupakan salah satu jenis pelapis edible dari kelompok polisakarida selain
selulosa, pektin, pati, karagenan dan gum. Menurut Khochta dalam
Anityoningrum (2005) edible coating adalah lapisan tipis yang terbuat dari bahan
yang dapat dimakan dan digunakan di atas atau di dalam lapisan produk pangan
yang berfungsi sebagai penahan (barrier) perpindahan massa (uap air, O2 dan
CO2) atau sebagai pembawa makanan tambahan, seperti zat antimikrobial dan
antioksidan.
Kitosan termasuk salah satu jenis polisakarida yang dapat bersifat sebagai
penghalang (barrier) yang baik karena pelapis polisakarida dapat membentuk
-
5/25/2018 Unand Prpsal
4/34
4
matrik yang kuat dan kompak (Grenner dan Fennema dalam Susanto, 1998).
Kitosan menginduksi tanaman untuk meningkatkan biosintesis lignin dan
lignifikasi dinding sel tanaman sehingga menjadi lebih kuat dan menghambat
penetrasi cendawan pengganggu (Reddy, Arul, Angers, dan Couture, 1999).
Kitosan menyebabkan disorganisasi (mengacaukan) sel-sel cendawan secara
cepat, seperti meningkatnya vakuolasi, penebalan dinding sel, distorsi hifa dan
agregasi sitoplasma (Laflamme, Benhamou, Bussieres, dan Dessureault, 1999).
Kitosan selain berperan khusus sebagai anti jamur juga dapat memperkuat sistem
akar dan batang berperan sebagai pupuk yang dapat memperkuat perkecambahan
dan pertumbuhan (Wulandini, 2002).
Berbagai penelitian untuk menentukan kadar air kritis dan
mempertahankan viabilitas benih kakao telah dilakukan, namun masih diperlukan
penelitian lanjutan untuk mendapatkan berapa sebenarnya kadar air kritis benih
kakao yang sesungguhnya. Karena dari penelitian terdahulu didapatkan hasil yang
beragam. Kadar air perlakuan akan dipertahankan dengan pemberian kitosan.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis bermaksud melakukan penelitian
dengan judul Pengaruh Pemberian beberapa Konsentrasi Kitosan dan
Tingkat Kadar Air Benih terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kakao
Selama Dalam Penyimpanan.
1.2. Identifikasi dan Rumusan MasalahBerdasarkan permasalahan yang diidentifikasi dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaruh Kitosan dalam mempertahankan kadar air benihkakao selama dalam penyimpanan.
-
5/25/2018 Unand Prpsal
5/34
5
2. Berapakah kadar air benih kakao yang optimal untuk penyimpanan3. Bagaimanakah pengaruh pemberian kombinasi perlakuan Kitosan dan
tingkat kadar air terhadap viabilitas benih kakao selama dalam
penyimpanan.
1.3. Tujuan PenelitianTujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. untuk mengetahui pengaruh pemberian Kitosan terhadap kadar air dankandungan kimia benih kakao selama dalam penyimpanan.
2. untuk mengetahui kadar air benih kakao yang optimal untuk penyimpanan3. untuk mengetahui pengaruh kombinasi perlakuan terhadap viabilitas benih
kakao selama dalam penyimpanan.
1.4. Kegunaan PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi alternatif untuk
mempertahankan viabilitas benih kakao selama dalam penyimpanan, sehingga
dapat dijadikan sebagai rekomendasi bagi petani atau perusahaan benih kakao
dalam teknik penyimpanan benih kakao saat benih akan didistribusikan ke tempat
yang membutuhkan.
1.5. Kerangka PemikiranBenih kakao yang tergolong benih rekalsitran tidak memiliki masa
dormansi, sehingga setelah dikeluarkan dari buahnya benih harus segera di
kecambahkan. Hal ini menjadi masalah ketika benih harus dikirim ke suatu tempat
yang jauh dari tempat benih diproduksi, yang mungkin membutuhkan waktu
-
5/25/2018 Unand Prpsal
6/34
6
berminggu-minggu. Menurut Susanto (1994), penyimpanan benih kakao yang
baik adalah di dalam buahnya sendiri. Namun itupun hanya bertahan sekitar 20
hari saja dan bila untuk dikirim ke tempat yang jauh cara ini kurang
menguntungkan, karena butuh tempat yang banyak dan terlalu berat.
Cara penyimpanan benih yang praktis dan murah dapat diupayakan
asalkan tetap memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hilangnya
viabilitas benih, seperti suhu, kelembaban relatif, kadar air benih, aerasi dan
aktifitas jamur. Benih yang bersifat rekalsitran ketika masak fisiologis memiliki
kadar air yang tinggi, yaitu lebih dari 40% sehingga tidak tahan disimpan lama.
Jika kadar air benih diturunkan dari ambang batas sekitar 25%, maka benih akan
mengalami kerusakan atau viabilitasnya akan menurun (Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia, 2004). Hasil penelitian Esrita (2000), menunjukan bahwa pada
kadar air 17% diperoleh daya kecambah 50% (titik kritis kadar air), kadar air 18%
daya kecambah 64,9%, dan kadar air > 35% daya kecambah 98,7%. Untuk
mendapatkan kadar air optimal penyimpanan penulis akan melakukan penelitian
dengan range kadar air dari 22% sampai 43%.
Viabilitas dari benih yang disimpan dengan kadar air yang tinggi akan
cepat sekali mengalami kemunduran, karena sifat benih yang higroskopis, benih
sangat mudah menyerap uap air dari udara di sekitarnya sampai kandungan airnya
seimbang dengan lingkungan sekitar. Kandungan air yang tinggi akan
meningkatkan kegiatan enzim-enzim yang akan mempercepat proses respirasi,
sehingga perombakan bahan cadangan makanan menjadi makin besar. Akhirnya
benih akan kehabisan bahan bakar pada jaringan-jaringan yang penting
(meristem). Energi yang terhambur dalam bentuk panas ditambah keadaan yang
lembab akan merangsang perkembangan mikroorganisme yang dapat merusak
-
5/25/2018 Unand Prpsal
7/34
7
benih (Sutopo, 2002). Oleh karena itu perlu dilakukan suatu upaya untuk
mempertahankan kandungan air benih agar benih dapat mempertahankan
viabilitasnya. Salah satunya adalah dengan melapisi benih dengan kitosan.
Kitosan adalah senyawa organik turunan kitin, berasal dari biomaterial
kitin yang dewasa ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain
membersihkan dan menjernihkan air, immobilasi enzim sel bakteri, dan pengawet
bahan makanan. Kitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat
yang dimilikinya yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak
dan sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi yang
minimal antara produk dan lingkungannya.
Beberapa hasil penelitian menggunakan kitosan menunjukan hasil yang
beragam. Pelapis kitosan dapat menghambat laju pengeringan buah pada stroberi
(Harianingsih, 2010), kitosan 1,5% merupakan bahan pelapis terbaik yang mampu
mempertahankan daya simpan buah manggis (Inayati, 2009), kitosan 3%
merupakan konsentrasi yang terbaik pada viabilitas benih dan pertumbuhan awal
bibit kakao (Kurniawan, 2011), kitosan 2 % merupakan konsentrasi terbaik dalam
mempertahankan viabilitas benih kedele selama dalam penyimpanan (Hadmoko,
2011).
1.6. HipotesisHipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
1. Perbedaan konsentrasi Kitosan yang diberikan akan mempengaruhiviabilitas dan daya simpan benih kakao
2. Penyimpanan benih kakao pada tingkat kadar air yang berbeda akanmempengaruhi viabilitas dan daya simpan benih kakao.
-
5/25/2018 Unand Prpsal
8/34
8
3. Interaksi antara konsentrasi Kitosan dan tingkat kadar air benih akanmempengaruhi viabilitas dan daya simpan benih kakao.
II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Botani Tanaman Kakao
Theobroma cacao L. adalah nama yang diberikan ke pohon kakao,
termasuk dalam family Sterculiaceae. Pohon kakao ditemukan liar di hutan hujan
pada belahan bumi barat dari 18 N ke 15 S, yaitu dari Meksiko sampai ke ujung
selatan dari hutan Amazon. Theobroma cacao adalah satu-satunya spesies yang
dibudidayakan secara komersial di negara-negara penghasil utama seperti Pantai
Gading, Ghana, Nigeria, Kamerun, Brasil, Ekuador, Indonesia dan Malaysia (Hii,
et al, 2009).
Kakao diklasifikasikan dalam dua jenis, kakao bulk dan kakao fine
flavour. Kakao bulk atau kakao lindak berasal dari pohon-pohon forastero yang
ditemukan di seluruh Afrika Barat dan Brasilia, sedangkan kakao fine flavour
pada umumnya berasal dari pohon-pohon Criollo dan Trinitario yang ditemukan
di Karibia, Venezuela, Indonesia dan Papua Nugini (Spillina , 1995).
Pada awal perkecambahan benih, akar tunggang tumbuh cepat dari
panjang 1 cm pada umur satu minggu, mencapai 16-18 cm pada umur satu bulan,
dan 25 cm pada umur tiga bulan. Setelah itu laju pertumbuhannya menurun dan
untuk mencapai panjang 50 cm memerlukan waktu dua tahun. Pada saat
berkecambah, hipokotil memanjang dan mengangkat kotiledon yang masih
menutup ke atas permukaan tanah. Fase ini disebut dengan fase serdadu. Fase
kedua ditandai dengan membukanya kotiledon diikuti dengan memanjangnya
-
5/25/2018 Unand Prpsal
9/34
9
epikotil dan tumbuhnya empat lembar daun pertama. Keempat daun tersebut
sebetulnya tumbuh dari setiap ruasnya, tetapi buku-bukunya sangat pendek
sehingga tampak tumbuh dari satu ruas. Pertumbuhan berikutnya berlangsung
secara periodik dengan interval waktu tertentu (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia, 2004).
Pertumbuhan batang kakao bersifat dimorfisme yang berarti memiliki dua
macam bentuk pertumbuhan vegetatif. Pertama, kecambah yang membentuk
batang utama yang bersifat ortotrop pada umur tertentu akan membentuk
perempatan atau jorquette dengan 4-6 cabang primer tumbuh ke samping atau
yang disebut cabang plagiotrop (Poedjiwidodo, 1996).
Daun kakao memiliki dua persendian atau cartilation yang terikat pada
pangkal dan tangkai daun. Tangkai daun bersisik halus dan membentuk sudut 30-
60o dan berbentuk silinder. Warna daun muda kemerahan sampai merah
bergantung pada varietasnya (Siregar, Riyadi, dan Nuraeni, 2000). Pada tunas
ortotrop, tangkai daunnya panjang yaitu 7,5-10 cm sedangkan pada tunas
plagiotrop, panjang tangkai daunnya hanya 2,5 cm. Tangkai daun berbentuk
silinder dan bersisik halus, bergantung pada tipenya (Susanto, 1994).
Jumlah bunga tanaman kakao dalam satu pohon mencapai antara 5000-
12000 bunga dalam satu tahun. Akan tetapi jumlah bunga matang yang dihasilkan
hanya 1% saja. Bunga kakao terdiri dari dari 5 helai daun kelopak dan 10 helai
benang sari. Diameter bunga 1,5 cm dan panjang tangkai bunga 2-5 cm (Wood
and Lass, 1987).
Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua
macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika
-
5/25/2018 Unand Prpsal
10/34
10
masak berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna merah,
setelah masak berwarna jingga (oranye). Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan
dangkal yang letaknya berselang-seling. Buah akan masak setelah berumur 6
bulan dan akan berukuran 10-30 cm, tergantung kultivarnya (Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
2.2. Benih kakaoPada umur 143-170 hari buah telah mencapai ukuran maksimal dan mulai
masak yang ditandai dengan perubahan warna kulit buah yang semula berwarna
hijau muda dan hijau akan berubah menjadi kuning sedang buah yang berwarna
merah atau merah muda berubah menjadi jingga. Lamanya pemasakan buah
tergantung jenis kakao dan ketinggian tempat tumbuhnya (Poedjiwidodo, 1996).
Benih kakao termasuk golongan benih rekalsitran, sehingga memerlukan
penanganan yang khusus. Arti dari benih rekalsitran sebagai berikut: ketika masak
fisiologis kadar airnya tinggi, yakni lebih dari 40 %; viabilitas benih akan hilang
di bawah ambang kadar air yang relatif tinggi (lebih dari 25%); sifat benih ini
tidak mengikuti kaidah Harrington yang berbunyi Pada kadar air 4-15%,
peningkatan kadar air 1% dapat menurunkan periode hidup benih setengahnya.
Demikian pula halnya dengan suhu, peningkatan 5oC pada kisaran 0-50oC dapat
menurunkan umur simpan benih setengahnya; untuk bertahan dalam penyimpanan
memerlukan kadar air yang tinggi (sekitar 30%) (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia, 2004).
Kelemahan fisiologis benih rekalsitran yang tidak tahan kering adalah
pada ketidak mampuan pengembalian organel selnya (recovery dan repairing
mechanism) yang mengalami deformasi akibat menurunnya kadar air benih
-
5/25/2018 Unand Prpsal
11/34
11
(Berjak dan Pammenter, 2004). Ketidak mampuan ini berdampak pada kegagalan
sel melakukan metabolisme untuk keperluan pemeliharaan dirinya (maintenance)
maupun proses perkecambahan (McDonald, 2004).
Untuk budidaya kakao perbanyakan tanaman kakao secara generatif
dengan menggunakan benih yang berasal dari sembarang biji tidak dibenarkan.
Benih diambil dari tanaman kakao yang sudah berproduksi, baik dari pertanaman
kakao klonal maupun kakao hibrida. Biji kakao yang baik untuk benih adalah
berukuran besar, bernas (tidak kosong), bebas dari hama penyakit dan biji tidak
kadaluarsa (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
2.3. Penyimpanan benih KakaoUntuk mendapatkan benih yang baik, sebelum disimpan biji harus benar-
benar masak di pohon dan sudah mencapai kematangan fisiologis. Karena selama
masa penyimpanan yang terjadi hanyalah kemunduran dari viabilitas awal
tersebut, yang tidak dapat dihentikan lajunya (Sutopo, 1985).
Kondisi penyimpanan selalu mempengaruhi daya hidup biji.
Meningkatnya kelembaban biasanya mempercepat hilangnya daya hidup, tetapi
beberapa biji dapat hidup lama bila terendam dalam air (misalnya juncus sp.
terbenam selama tujuh tahun atau lebih). Berbagai biji lokal seperti biji kapri dan
kedelai, tetap mampu tumbuh lebih lama bila kandungan airnya diturunkan dan
biji disimpan pada suhu rendah. Penyimpanan dalam botol pada suhu sedang
sampai tinggi biasanya menyebabkan biji kehilangan air, dan sel akan pecah bila
biji diberi air. Pecahnya sel melukai embrio dan melepaskan hara yang merupakan
bahan yang baik bagi pertumbuhan patogen (Salisbury and Ross, 1995).
-
5/25/2018 Unand Prpsal
12/34
12
Kadar air benih selama penyimpanan merupakan faktor yang paling
mempengaruhi masa hidupnya. Oleh karena itu benih yang sudah masak dan
cukup kering penting untuk segera dipanen, atau benihnya masih berkadar air
tinggi yang juga harus segera dipanen. Kehilangan viabilitas benih Kentucky
blugrassyang baru dipanen berkorelasi dengan kadar air benihnya serta lamanya
benih disimpan pada suhu tertentu. Benih berkadar air 54% disimpan pada suhu
30oC selama 45 jam kehilangan daya kecambah sebanyak 20%. Tetapi benih
berkadar air 44% akan tahan pada suhu 45oC selama 36 jam tanpa kehilangan
viabilitasnya. Benih berkadar air 22% dan 11% tidak menunjukkan kehilangan
viabilitas pada suhu 50oC selama 45 jam (Justice dan Bass, 1994).
Pengiriman benih kakao yang banyak dilakukan adalah dengan
menghilangkan daging buah (pulp), menyucihamakan dan mencampurnya dengan
serbuk arang lembab, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik yang diberi
lubang aerasi. Dengan cara seperti ini, ternyata masih banyak benih yang
berkecambah selama penyimpanan atau pengiriman. Penyebabnya adalah faktor
lingkungan seperti air dan oksigen masih berpengaruh (Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia, 2004).
Benih sebagai organisme hidup, penyimpanannya sangat ditentukan oleh
kadar air benih, jenis benih, tingkat kematangannya serta temperatur
penyimpanan. Jadi dalam penyimpanannya (sebagai organisme hidup yang
melakukan respirasi), dimana respirasi ini menghasilkan panas dan air dalam
benih maka makin tinggi kadar airnya respirasi dapat berlangsung dengan cepat
yang dapat berakibat: berlangsungnya perkecambahan, karena didukung oleh
kelembaban lingkungan yang besar atau tinggi; kelembaban lingkungan yang
-
5/25/2018 Unand Prpsal
13/34
13
tinggi merupakan lingkungan yang cocok bagi organisme perusak misalnya jamur,
dengan demikian benih akan banyak mengalami kerusakan (Kartasapoetra, 2003).
Selama dalam penyimpanan benih akan mengalami kemunduran yang
dapat menyebabkan turunnya kualitas dan sifat benih, jika dibandingkan pada saat
benih tersebut mencapai masak fisiologinya. Kemunduran benih merupakan
proses penurunan mutu secara berangsur-anngsur dan kumulatif serta tidak dapat
balik (irreversible) akibat perubahan fisisologis yang disebabkan oleh faktor
dalam. Kemunduran benih beragam, baik antarjenis, antarvarietas, antarlot,
bahkan antarindividu dalam suatu lot benih. Kemunduran benih dapat
menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih dan berakibat pada
berkurangnya viabilitas benih (kemampuan benih berkecambah pada keadaan
yang optimum) atau penurunan daya kecambah. Proses penuaan atau mundurnya
vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan
jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field
emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat
menurunkan produksi tanaman (Copeland dan Donald, 1985).
Menurut Sadjad (1977), indikasi fisiologis benih yang mengalami
kemunduran adalah terjadinya perubahan warna benih, tertundanya
perkecambahan, menurunnya toleransi terhadap kondisi lingkungan sub optimum
selama perkecambahan, rendahnya toleransi terhadap kondisi simpan yang kurang
sesuai, peka terhadap radiasi, menurunnya pertumbuhan kecambah, menurunnya
daya berkecambah dan meningkatnya jumlah kecambah abnormal. Gejala
fisiologis ini dipengaruhi oleh aktivitas enzim yang menurun, respirasi menurun,
-
5/25/2018 Unand Prpsal
14/34
14
bocoran metabolit meningkat (menjadikan nilai daya hantar listrik meningkat dan
gula terlarut meningkat), kandungan Asam Lemak Bebas meningkat (benih kapas
dengan kandungan Asam Lemak Bebas 1% sudah tidak mampu berkecambah).
Indikasi biokimia dalam benih yang mengalami kemunduran viabilitas
adalah perubahan aktivitas enzim, perubahan laju respirasi, perubahan di dalam
cadangan makanan, perubahan di dalam membran, kerusakan kromosom dan
akumulasi bahan toksin (Baki dan Anderson, 1972 dalam Yuniarti, Naning,
Dida,dan Aam, 2008). Menurut Toruan (1986), indikasi kemunduran benih secara
biokimia yang disebabkan oleh penurunan kadar air adalah terjadinya peningkatan
asam lemak bebas dan terjadinya kebocoran membran.
2.4. KitosanKitosan merupakan senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin,
suatu senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa. Kitin ini
umumnya diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari kelompok Arthopoda
sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari
kelompok jamur. Selain dari kerangka hewan invertebrate, juga banyak ditemukan
pada bagian insang ikan, trachea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi. Sebagai
sumber utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting,
dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal laut (Shofyan, 2010).
Kitosan dapat larut dalam beberapa larutan asam organik tetapi tidak larut
dalam pelarut organik. Kitosan tidak larut dalam air, larutan basa kuat dan larutan
yang mengandung konsentrasi ion hidrogen diatas pH 6.5, tetapi kitosan dapat
larut dalam asam hidroklorat dan asam nitrat pada konsentrasi 0.15-1.1 % dan
-
5/25/2018 Unand Prpsal
15/34
15
tidak larut pada konsentrasi asam 10 %. Kitosan juga tidak larut dalam asam
sulfur tetapi larut sebagian pada asam ortofosfat dengan konsentrasi 0.5 %
(Ornum dalam Ferdiansyah, 2005). Menurut Knorr (1982) pelarut kitosan yang
baik dan umum digunakan adalah asam asetat dengan konsentrasi 1-2 %.
Menurut Pramuliono (1999) kitosan merupakan salah satu jenis pelapis
edible dari kelompok polisakarida selain selulosa, pektin, pati, karagenan dan
gum. Menurut Khochta dalam Anityoningrum (2005) edible coating adalah
lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan dan digunakan di atas
atau di dalam lapisan produk pangan yang berfungsi sebagai penahan (barrier)
perpindahan massa (uap air, O2 dan CO2) atau sebagai pembawa makanan
tambahan, seperti zat antimikrobial dan antioksidan. Kitosan termasuk salah satu
jenis polisakarida yang dapat bersifat sebagai penghalang (barrier) yang baik
karena pelapis polisakarida dapat membentuk matrik yang kuat dan kompak
(Grenner dan Fennema dalam Susanto, 1998).
Kitosan mempunyai banyak kegunaan diantaranya, dalam industri pangan,
kitin dan kitosan bermanfaat sebagai pengawet dan penstabil warna produk.
Beberapa contoh aplikasi kitin dan kitosan dalam bidang nustrisi (suplemen dan
sumber serat), pangan (flavor, pembentuk tekstur, emulsifier, penjernih
minuman), medis (mengobati luka, contact lens, membran untuk dialisis darah,
antitumor), kesehatan kulit dan rambut), lingkungan dan pertanian (penjernih air,
menyimpan benih, fertilizer dan fungisida) dan lain- lain seperti proses finishing
kertas, menyerap warna pada produk cat (Hidayat, 2007).
Penggunaan khitosan sebagai bahan pengawet dan edible coating yang
efektif untuk mencegah kerusakan kualitas dan memperpanjang umur simpan
-
5/25/2018 Unand Prpsal
16/34
16
produk pangan sangatlah potensial (No, Meyers, Prinyawiwatkul, dan Xu, 2007).
Kitosan bersifat hidrofobik, dimana ia mampu mengikat air sehingga kandungan
air dapat dipertahankan. Oleh karena itu Kitosan banyak diteliti kegunaannya
sebagai pelapis buah-buahan atau benih.
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan WaktuPenelitian ini akan dilaksanakan di Labor Teknologi Benih, labor
Teknologi dan Hasil Pertanian dan Rumah Kawat Fakultas Pertanian Universitas
Andalas Padang, dari bulan November 2011 sampai Februari 2012. Jadwal
pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.2. Bahan dan AlatBahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao Klon ICS
60 yang dibeli dari PT Inang Sari, abu gosok, asam asetat 1-2%, kitosan, air steril
(aquades), tanah, fungisida Delsene MX-200.
Alat yang digunakan adalah neraca analitik, oven, gelas ukur, spatula,
tabung reaksi, cawan aluminium, pisau, polibag hitam, kemasan plastik tidak
berlubang, karung goni sebagai media perkecambahan, sprayer, label, amplop
kertas dan kardus karton. Ruang simpan yang digunakan adalah ruang simpan
tidak terkendali (ambient condition) dengan kisaran suhu 2530 C.
3.3. Rancangan PercobaanRancangan percobaan yang digunakan adalah Faktorial dalam Rancangan
Acak Lengkap. Faktor pertama yaitu taraf kadar air benih kakao yaitu:
-
5/25/2018 Unand Prpsal
17/34
17
A1 = 22% - 25%
A2 = 28% - 31%
A3 = 34% - 37%
A4 = 40% - 43%
Faktor yang kedua adalah taraf konsentrasi kitosan yaitu:
B1 = 0%
B2 = 1,5%
B3 = 3%
B4 = 4,5%
Total kombinasi perlakuan adalah 16 kombinasi dan diulang sebanyak 3
kali sehingga diperoleh 48 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan
terdiri dari 75 benih, disimpan selama 6 minggu, diuji setiap satu minggu sekali,
sehingga total kebutuhan benih adalah 21.600 benih.
Data dianalis dengan uji F, apabila hasilnya menunjukkan pengaruh yang
nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%
dan dilanjutkan dengan polinomial ortogonal.
3.4. Pelaksanaan Penelitian3.4.1. Persiapan
a. Persiapan BenihBenih yang akan digunakan berasal dari tanaman yang sehat dan buah
yang telah masak fisiologis. Ciri-ciri buah yang masak fisiologis antara
lain, kulit buah sudah kuning merata, jika diguncang menimbulkan bunyi
yang menandakan biji kakao telah terlepas dari kulit bauh. Buah yang akan
digunakan dipecah dengan alat pemukul kayu agar biji tidak terluka, biji
-
5/25/2018 Unand Prpsal
18/34
18
yang dipakai berupa biji bernas pada 2/3 bagian tengah. Daging buah atau
pulp dibuang dengan menggunakan abu gosok. Benih dicampur dengan
abu gosok dan diremas-remas agar pulpnya terlepas dari benih, setelah itu
testa (kulit bagian dalam benih) dikupas, dibilas dengan air bersih dan
langsung dikeringkan dengan kain lap.
b. Mengukur Kadar Air AwalBenih yang telah bersih dan dikeringkan dengan kain lap dimasukkan ke
dalam cawan aluminium sebanyak 5 benih, ditimbang untuk mendapatkan
bobot basahnya (BB), kemudian cawan yang berisi benih tersebut dioven
selama 24 jam pada suhu 105oC, setelah itu didinginkan dalam desikator
dan ditimbang bobot keringnya (BK). Perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
Kadar air benih dihitung dengan rumus :
Kadar air = BBBK x 100%
BK
c. Persiapan PerlakuanKitosan yang akan dijadikan sebagai perlakuan dibuat dalam 4 konsentrasi
yaitu 0%, 1,5%, 3% dan 4,5%. Untuk mendapatkan larutan kitosan dengan
konsentrasi 1,5% dilakukan dengan cara, serbuk kitosan ditimbang
sebanyak 1,5 gram dan dilarutkan dalam larutan asam asetat 1-2%
secukupnya, kemudian ditambah air steril sampai 100 ml dan begitu
seterusnya.
3.4.2. Pemberian Perlakuana. Penetapan Kadar Air Benih
-
5/25/2018 Unand Prpsal
19/34
19
Benih yang telah dicuci bersih ditetapkan kadar airnya masing-masing
menjadi 22-25%, 28-31%, 34-37% dan 40-43%. Penetapan kadar air ini
dilakukan dengan cara benih yang siap dicuci dikeringkan dengan lap,
ditimbang berat basahnya, kemudian dikeringkan dengan oven. Untuk
menentukan lamanya waktu pengeringan dan suhu yang diberikan akan
dilakukan percobaan pendahuluan.
b. Aplikasi KitosanBenih yang telah ditetapkan kadar airnya dicelupkan ke dalam larutan
kitosan dengan konsentrasi sesuai perlakuan sampai seluruh bagian benih
terlapisi selama lebih kurang 30 detik, kemudian benih ditiriskan dan
dikering anginkan. Setelah kering benih dimasukkan ke dalam kantong
plastik yang telah disiapkan.
3.4.3. PenyimpananBenih yang telah diberi perlakuan akan disimpan dalam wadah kantong
plastik bening berklip berukuran 10x15 cm tanpa dilobangi. Masing-
masing kantong akan diisi 75 benih. Kantong-kantong berisi benih
disimpan dalam kotak karton. Satu kotak berisi 6 kantong benih. Kotak
diletakkan dalam ruangan tidak terkendali dengan kisaran suhu 25 30oC.
Penyimpanan dilakukan selama 6 minggu. Pengujian viabilitas dan vigor
dilakukan setiap 1 minggu sekali.
3.4.4. Pengamatana. Daya Berkecambah sebelum disimpan
Sebelum disimpan dilakukan uji daya berkecambah benih. Benih yang
sudah dibersihkan dan ditetapkan kadar airnya langsung dikecambahkan
-
5/25/2018 Unand Prpsal
20/34
20
pada media karung goni yang dibasahkan dan telah direndam dalam
larutan fungisida. Jumlah benih yang dikecambahkan adalah 10 benih
untuk masing - masing kadar air. Daya berkecambah benih dihitung pada
hari ke-12 setelah benih dikecambahkan dengan rumus:
DB = Jumlah benih berkecambah normal x 100%
Jumlah benih dikecambahkan
b. Peubah setelah PenyimpananPeubah yang diamati setelah penyimpanan adalah :
1. Kadar Air Benih (%)Kadar air benih dari masing-masing perlakuan setelah disimpan akan
diukur dengan menggunakan metode oven. Berat basah (BB)
ditimbang, kemudian benih dioven selama 24 jam pada suhu 105oC
untuk mendapatkan berat keringnya (BK). Kadar air benih dihitung
dengan rumus :
KA = BBBK x 100%BK
2. Persentase Benih yang Berkecambah Selama Penyimpanan (%)Penghitungan persentase benih berkecambah dari masing-masing
perlakuan dilakukan dengan menghitung seluruh benih yang
berkecambah selama penyimpanan dan dihitung dengan rumus :
Persentase berkecambah = Jumlah benih berkecambah x 100%
Jumlah benih yang disimpan
c. Peubah pada saat pengecambahan dan setelah penanaman1. Viabilitas Benih1.1 Daya Berkecambah (DB)
-
5/25/2018 Unand Prpsal
21/34
21
Daya berkecambah adalah tolak ukur untuk viabilitas potensial benih.
Daya berkecambah menunjukan jumlah kecambah normal yang
dihasilkan benih pada kondisi lingkungan tertentu. Daya berkecambah
dihitung berdasarkan % benih yang berkecambah normal terhadap
banyaknya benih yang ditabur (Sutopo, 2004). Sebanyak 10 benih dari
masing-masing perlakuan dikecambahkan pada media karung goni
basah yang telah direndam dalam larutan fungisida. Daya berkecambah
benih dihitung pada hari ke-12 setelah benih dikecambahkan
Penghitungan DB dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
DB = Jumlah benih berkecambah normal x 100%
Jumlah benih dikecambahkan
2. Vigor Benih2.1 Uji Hitung Pertama
Tujuannya adalah untuk mengetahui kekuatan tumbuh (vigor) dan
daya kecambah benih melalui kecepatan atau kekuatan berkecambah
benih pada hari pertama pengamatan. Pengamatan dilakukan hanya
satu kali yaitu pada hari ke-4 setelah benih dikecambahkan (benih
kakao mulai berkecambah umur 4-5 hari setelah dikecambahkan, Pusat
penelitian kopi dan kakao Indonesia, 2004). Kecambah yang diamati
adalah kecambah normal. Uji hitung pertama dihitung dengan rumus :
DB = Jumlah benih berkecambah normal x 100%
Jumlah benih dikecambahkan
2.2 Nilai IndeksTujuannya adalah untuk menentukan kekuatan tumbuh benih. Benih
dikecambahkan seperti uji viabilitas, pengamatan dilakukan setiap hari
-
5/25/2018 Unand Prpsal
22/34
22
terhadap kecambah normal mulai hari kedua setelah dikecambahkan
sampai tidak ada lagi benih yang berkecambah. Nilai indeks dihitung
dengan rumus :
Nilai Indeks = Jumlah kecambah normal
Hari berkecambah
2.3 Panjang Akar dan Batang Kecambah (mm)Pengamatan terhadap panjang akar dan batang berguna untuk
menentukan kecepatan pertumbuhan bibit. Kecambah dari uji
viabilitas diukur panjang akar dan batangnya. Panjang akar diukur dari
leher akar sampai ke ujung akar terpanjang dan panjang batang diukur
dari leher akar sampai ke titik tumbuh. Pengamatan dilakukan setiap 2
hari sekali mulai hari ke-2 setelah benih dikecambahkan sampai hari
ke-12. Data hasil pengamatan akan ditampilkan dalam bentuk grafik.
2.4 Uji Muncul TanahTujuannya adalah untuk menentukan kekuatan tumbuh benih pada
medium tanah. Sebanyak 10 benih dari masing-masing perlakuan
dikecambahkan dalam polibag.Pengamatan dilakukan pada hari ke-12
setelah benih dikecambahkan, karena sebagian besar benih kakao
telah berkecambah dalam waktu 12 hari sejak dikecambahkan (Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Pengamatan dilakukan
dengan cara menghitung jumlah bibit yang telah muncul kepermukaan
tanah setinggi 0,5-1 cm. Uji muncul tanah ini dihitung dengan rumus :
DB = Jumlah benih berkecambah normal x 100%
Jumlah benih dikecambahkan
2.5 Pertumbuhan Bibit
-
5/25/2018 Unand Prpsal
23/34
23
Benih untuk uji muncul tanah langsung ditanam dalam polibag yang
telah diisi tanah dan disusun di bawah naungan di dalam rumah kawat.
Setelah pengamatan uji muncul tanah, bibit dibiarkan tumbuh untuk
melihat perkembangan pertumbuhannya. Pengamatan pertumbuhan
bibit dilakukan pada hari ke-28 setelah tanam terhadap tinggi bibit dan
jumlah daun.
d. Peubah kandungan kimia benihPengujian kandungan kimia dilakukan untuk mengetahui tingkat
kemunduran benih akibat respirasi yang terjadi di dalam benih selama
disimpan. Pengujian kandungan kimia dilakukan sebelum benih disimpan
dan setelah penyimpanan terhadap sampel benih kakao pada perlakuan
kadar air benih tertinggi dan kadar air terendah. Kandungan yang diuji
adalah kadar asam lemak bebas. Uji kandungan kimia benih dilakukan di
labor Teknologi dan Hasil Pertanian.
Prosedur kerja uji asam lemak bebas (FFA) (Mehlenbacher, 1960
dalam Sudarmadji, S., Bambang, H., dan Suhardi, 1984)
1. Benih dihaluskan, bahan halus diaduk merata dan berada dalamkeadaan cair pada waktu diambil contohnya.
2. Timbang sebanyak 28,2 0,2 g contoh dalam Erlenmeyer3. Tambahkan 50 ml alkohol netral yang panas dan 2 ml indikator
phenolphthalein (pp).
4. Titrasilah dengan larutan 0,1 N NaOH yang telah distandarisir sampaiwarna merah jambu tercapai dan tidak hilang selama 30 detik.
-
5/25/2018 Unand Prpsal
24/34
24
5. Persen asam lemak bebas dinyatakan sebagai oleat pada kebanyakanminyak dan lemak.
6. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai % FFA :% FFA = ml NaOH x N x Berat molekul asam lemak x 100
Berat contoh x 1000
Untuk merubah % FFA menjadi angka asam, kalikan % FFA dengan
faktor : Berat molekul KOH
Berat molekul asam lemak/10
Angka asam = mgKOH yang dibutuhkan untuk menetralkan 1 g
contoh.
IV. ANALISIS STATISTIKA
Percobaan ini menggunakan Faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan tiga ulangan. Faktor pertama terdiri atas empat taraf dan faktor
kedua terdiri dari tiga taraf, sehingga didapatkan 36 satuan percobaan, mempunyai
model linier : Yijk= + i+ j + ()ij+ ijk
i = 1,2,..,4; j = 1,2,3; k = 1,2,3
Dengan :
Yijk : observasi pada taraf ke i faktor A , taraf ke j faktor B dan ulangan ke k
: rataan umumi : pengaruh taraf ke i faktor A
j : pengaruh taraf ke j faktor B
()ij : pengaruh interaksi taraf ke i faktor A dan taraf ke j faktor B
ijk : pengaruh galat percobaan.
Digunakan model tetap dengan asumsi :
ii =0 ; jj= 0 ; i()ij= j()ij= 0
-
5/25/2018 Unand Prpsal
25/34
25
ijk menyebar normal dengan rata-rata 0 dan variansi . Hasil pengamatan
dianalisis dengan Uji F dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata
Jujur (BNJ) pada taraf 5 % dan dilanjutkan dengan uji polinomial orthogonal.
Tabel 1. Sidik Ragam
Sumber
keragamanDb JK KT F hit
F tab
5% 1%
Faktor A (A-1) = 3 JK A KTA KTA/KTS 3.01 4.72
Faktor B (B-1) = 2 JK B KTB KTB/KTS 3.44 5.67
Interaksi (AB) (A-1) (B-1) = 6 JK (AB) KT(AB) KT(AB)/KTS 2.51 3.67
Sisa AB (r-1) = 24 JK S KTSTotal (ABr -1) =35 JK T
Tabel 2. Dasar Faktorial dalam RAL
Kombinasi
Perlakuan
Ulangan
Total Rata-rataI II III
A1B1 X111 X112 X113 X11.
X11.
A1B2 X121 X122 X123 X12.X12.
A1B3 X131 X132 X133 X13.
X13.
A2B1 X211 X212 X213 X21.
X21.
A2B2 X221 X222 X223 X22.
X22.
A2B3 X231 X232 X233 X23.
X23.
A3B1 X311 X312 X313 X31. X31.
A3B2 X321 X322 X323 X32.
X32.
A3B3 X331 X332 X333 X33.
X33.
A4B1 X411 X412 X413 X41.
X41.
A4B2 X421 X422 X423 X42.
X42.
A4B3 X431 X432 X433 X43.
X43.
-
5/25/2018 Unand Prpsal
26/34
26
Total X
X
Tabel 2. Dua Arah
Perlakuan Taraf B Total Rata-rataB1 B2 B3
A
A1 X11. X12. X13. X1.. X1..
A2 X21. X22. X23. X2.. X2..
A3 X31. X32. X33. X3.. X3..
A4 X41. X42. X43. X4.. X4..
Total X.1. X.2. X.3 X X
Rata-rata X.1. X.2. X.3 X
Perhitungan
-
5/25/2018 Unand Prpsal
27/34
27
15. Lihat table F untuk taraf nyata 5 % dan 1 %
16. Bandingkan dengan F table untuk taraf nyata 5 % dan 1 %
17. Tarik kesimpulan, jika :
F hit. > F table 5 % = berbeda nyata, H0 ditolak F hit. > F table 5 % = tidak berbeda nyata, H0 diterima F hit. > F table 1 % = berbeda sangat nyata, (* *)
18. Tentukan koefisien keragaman (KK) = x 100Apabila hasil perhitungan terhadap pengaruh yang berbeda nyata
dilanjutkan dengan uji BNJ pada taraf 5 %.
BNJ 5% = Q0,05(p:db sisa)x
Setelah didapat nilai BNJ 5%, cari selisih masing-masing rata-rata perlakuan dan
bandingkan dengan nilai BNJ 5% tersebut, kemudian dibuat tabel kesimpulan.
Susun rata-rata perlakuan dari yang besar sampai yang kecil.
Prosedur Uji Polinomial Ortogonal
Berdasarkan tabel 1 dapat ditentukan faktor mana saja yang nyata
(significant) yang mempengaruhi respon yang diamati. Faktor yang nyata tersebut
kemudian dilakukan uji kontras orthogonal untuk menentukan regresi polinomial
orthogonal pendekatannya.
-
5/25/2018 Unand Prpsal
28/34
28
Bila faktor A nyata, maka dapat dibentuk 3 buah kontras arthogonal yaitu
Linier (AL), Kuadratik (AK), dan Qubic (AC). Koeffisien dari kontras-kontras
dapat ditentukan berdasarkan tabel koeefisien polinomial orthogonal.
Jumlah kuadrat faktor A (JKA) dapat dipecah menjadi JKAL, JKAK, dan JKAC
yang masing-masing berderajat bebas satu dan dicari dengan cara sebagai berikut :
Total taraf faktor A
Koeffisien kontras orthogonal
Linier Kuadratik Qubic
Y1..
Y2..
Y3..
Y4..
-3
-1
1
3
+1
-1
-1
+1
-1
+3
-3
1
Effect : Ci. Yi.. EAL EAK EAC
JK= (effect) / (b.n.
Ci2)
(EAL) /(3x3x
20)
(EAk) /(3x3
x4)
(EAC) /(3x3x
20)
Bila faktor B nyata, maka dapat dibentuk dua buah kontras rothogonal
yaitu Linier (BL) dan Kuadratik (BK). Jumlah kuadrat faktor B (JKB) dapat
dipecah menjadi JKBLdan JKBKyang masing-masing berderajat bebas satu, dan
dicari dengan cara sebagai berikut :
Total taraf faktor B
Koeffisien kontras orthogonal
Linier Kuadratik
Y.1.
Y.2.
Y.3.
-1
0
1
1
-2
1
Effect : Cj. Y.j. EBL EBK
JK= (effect)2/ (a.n. Ci2) (EBL) / (4x3x2) (EBK)
/ (4x3x6)
Bila faktor interaksi AB nyata , maka dapat dibentuk 6 buah kontras
orthogonal yaitu : ALBL, AKBL, ACBL, ALBK, AKBK, dan ACBK. Jumlah kuadrat
interaksi AB (JKAB) dipecah menjadi : JK(ALBL), JK(AKBL), JK(ACBL),
JK(ALBK), JK(AKBK), dan JK(ACBK) yang masing-masing berderajat bebas satu.
Penentuan jumlah kuadrat kontras ini kontras faktor utama A dan B, dalam hal ini
-
5/25/2018 Unand Prpsal
29/34
29
diberikan salah satu ilustrasi kontras dari interaksi tersebut dan yang lain
ditentukan secara analog , misalnya di sini akan menentukan JK(ALBL) sebagai
berikut :
AL BL
-1 0 1
-3
-1
1
3
3
1
-1
-3
0
0
0
0
-3
-1
1
3
ALBL= Cjj. Yij.
= (3)xY11.+ (0)xY12.+ (-3)xY13.+ (1)xY21.+ (0)xY22.+ (-1)xY23.+
(-1)xY31.+ (0)xY32.+(1)xY33.+(-3)xY41.+(0)xY42.+ (3)xY43.
JK(ALBL) = (ALBL)2/(nx Cjj
2) = (ALBL)2/(3x(32 + 02 ++32) = (ALBL)
2/
(3x20)
Tabel 1 dapat disusun kembali menjadi tabel 4 berikut :
Tabel 4. Tabel Anova
Sumber
Variasi
Der.
Bebas
JK KT FHITUNG FTABEL
A
AL
AK
AC
B
BL
BK
AB
ALBL
AKBL
(3)
1
1
1
(2)
1
1
(6)
1
1
(JKA)
JKAL
JKAK
JKAC
(JKB)
JKBL
JKBK
(JKAB)
JKALBL
JKAKBL
KTAL
KTAK
KTAC
KTBL
KTBK
KTALBL
KTAKBL
KTAL/KTG
KTAK/KTG
KTAC/KTG
KTBL/KTG
KTBK/KTG
KTALBL/KTG
KTAKBL/KTG
F1;28;()
-
5/25/2018 Unand Prpsal
30/34
30
ACBL
ALBK
AKBK
ACBK
Galat
1
1
1
1
24
JKACBL
JKALBK
JKAKBK
JKACBK
JKG
KTACBL
KTALBK
KTAKBK
KTACBK
KTG
KTACBL/KTG
KTALBK/KTG
KTAKBK/KTG
KTACBK/KTG
Total 35 JKT
Dari tabel 4 tersebut dapat ditentukan bentuk dan derajat polinomial
orthogonal berdasarkan kontras-kontras yang nyata. Bentuk umum polinomial
orthogonal dengan menotasikan A sebagai X1 dan B sebagai X2 adalah sebagai
berikut
:
20
73
121
1
21
:
32
221231
21110201
3020)(
100
2
3
33
2
2
22
11
0
,
2
,21^
2213
^
2212
^
2211
^
2113
^
2112
^
2111
^
22
^
21
^
13
^
12
^
11
^^^
ad
XXP
adXXP
P
P
XPXP
XPXPY
XPXP
XPXPXPXPXPXP
XPXPXPXPXPXP
XPXPXPY
d
XXX
X
d
XXX
X
jjii
ijDengan
ji
jijjiiij
Dalam hal ini : a = banyaknya taraf faktor
d = jarak antar taraf faktor
i = ditentukan dalam tabel (lampiran 1)
-
5/25/2018 Unand Prpsal
31/34
31
DAFTAR PUSTAKA
Anityoningrum, H. 2005. Pengaruh Edible Coating Kitosan terhadap Mutu
Organoleptik Ikan Asin Kering di Muara Angke Jakarta Utara. Skripsi.Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Berjak, P. and N.W. Pammenter. 2004. Recalcitrant Seed in Handbook of Seed
Phyisiology. Arnold, B., Sanchez, R.A (Eds) pp: 305-345
Copeland, L.O. and M.B. McDonald. 1995. Principles of Seed Science and
Technology. Chapman and Hall Press. New York. 409 p.
Esrita. 2000. Pengaruh Kecepatan Pengeringan dan Tingkat Kadar Air Terhadap
Viabilitas dan Tingkat Kadar Air Kritis Benih Kakao (Theobroma cacao
L.). Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ferdiansyah, Venol. 2005. Pemanfaatan Kitosan Dari Cangkang Udang SebagaiMatriks Penyangga Pada Imobilisasi Enzim Protease. Skripsi. Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Harianingsih. 2010. Pemanfaatan Limbah Cangkang Kepiting Menjadi Kitosan
Sebagai Bahan Pelapis (Coater) Pada Buah Stroberi. Tesis. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Hadmoko, Effendy. 2011. Pengaruh Pelapisan Chitosan Pada Benih Kedelai
Kuning Dan Hitam Terhadap Viabilitas Benih Setelah Disimpan. Tesis.
Fakultas Pertanian Universitas Jember.
-
5/25/2018 Unand Prpsal
32/34
32
http://digilib.unej.ac.id/gdl42/gdl.php?mod=browse&op=read&id=gdlhub-
gdl-effendyhad-3445.
Hidayat, Nur. 2007. Pemanfaatan Kitosan.
http://ptp2007.wordpress.com/2007/11/29/pemanfaatan-kitosan/
Hii, C.L., C.L. Law, S. Suzannah, Misnawi and M. Cloke. 2009. Polyphenols in
cocoa (Theobroma cacao L.). Asian Journal of Food and Agro-Industry.
ISSN 1906-3040.
Inayati, Uli Khusna dan Roedhy Purwanto. 2009. Pengaruh Kombinasi BA dan
Berbagai Jenis Bahan Pelapis Untuk Memperpanjang Daya Simpan Buah
Manggis (Garcinia mangostana L.). Makalah Seminar Departemen
Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Justice, Oren L dan Louis N Bass. 1994. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih.
PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Kartasapoetra, AG. 2003. Teknologi Benih. Rineka Cipta. Jakarta.
King, M.W and E.H. Robert. 1980. Maintenance of Recalcitrant Seed in Storage
in Chin H.F. and E.H Robert (Eds). Tropical Press. SDN. Malaysia.
Knorr, D. 1982. Functional Properties Of Chitin And Chitosan. Journal Food Sci.
47, 593-595.
Kurniawan, Hendri Dewi. 2011. Pengaruh Pelapisan Chitosan dan Lama
Penyimpanan terhadap Viabilitas Benih dan Pertumbuhan Bibit Kakao
(Theobroma cacao L.). Tesis. Fakultas Pertanian Universitas Jember.
http://digilib.unej.ac.id/gdl42/gdl.php?mod=browse&op=read&id=gdlhub-gdl-henrydwiku-5209.
Kuswanto, H. 2003. Teknologi pemrosesan pengemasan dan penyimpanan benih.
Penerbit Kanisius,Jakarta.
Laflamme P., Benhamou N., Bussires G., Dessureault M., 1999. Differential
Effects Of Chitosan On Root Rot Fungal Pathogens In Forest Nurseries.
Canadian Journal Of Botany, 2000, 77:(10) 1460-1468, 10.1139/B99-111.
Liang, Y. and W. Q. Sun. 2002. Rate of dehydration and cumulative desiccation
stress interacted to modulate desiccation tolerance of recalcitrant cacao
and ginkgo embryonic tissue. Journal Plant Physiology. 128(4) : 1323
1331
Mc. Donald, M.B. 2004. Ortodhox Seed Deterioration and Its Repair in Arnold,
R.B.L., and Sanchez (Eds). Handbook of Seed Physiology. pp: 273-304
No, H. K., S. P. Meyers, W. Prinyawiwatkul, and Z. Xu. 2007. Applications of
Chitosan for Improvement of Quality and shelf Life of Foods: A Review.
Journal of Food Science Vol. 72. No. 5 p87-98.
Pramuliono. 1999. Kajian Awal Daya Hambat Kitosan Terhadap Penyakit Karat
Putih (Puccia Horiana P. Henn) Pada Tanaman Krisan (Chrysanthenum
Morifolium). Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Ipb, Bogor.
42 Hal.
http://digilib.unej.ac.id/gdl42/gdl.php?mod=browse&op=read&id=gdlhub-gdl-effendyhad-3445http://digilib.unej.ac.id/gdl42/gdl.php?mod=browse&op=read&id=gdlhub-gdl-effendyhad-3445http://ptp2007.wordpress.com/2007/11/29/pemanfaatan-kitosan/http://digilib.unej.ac.id/gdl42/gdl.php?mod=browse&op=read&id=gdlhub-gdl-henrydwiku-5209http://digilib.unej.ac.id/gdl42/gdl.php?mod=browse&op=read&id=gdlhub-gdl-henrydwiku-5209http://digilib.unej.ac.id/gdl42/gdl.php?mod=browse&op=read&id=gdlhub-gdl-henrydwiku-5209http://digilib.unej.ac.id/gdl42/gdl.php?mod=browse&op=read&id=gdlhub-gdl-henrydwiku-5209http://ptp2007.wordpress.com/2007/11/29/pemanfaatan-kitosan/http://digilib.unej.ac.id/gdl42/gdl.php?mod=browse&op=read&id=gdlhub-gdl-effendyhad-3445http://digilib.unej.ac.id/gdl42/gdl.php?mod=browse&op=read&id=gdlhub-gdl-effendyhad-3445 -
5/25/2018 Unand Prpsal
33/34
33
Program gernas kakao :http://aciar.gov.au/files/node/757/ACRC206_layout.pdf.
Poedjiwidodo, Y. 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya, Ungaran.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Panduan Lengkap Budidaya
Kakao. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.Reddy Mvb, Arul J, Angers P, Couture L. 1999. Chitosan Treatment Of Wheat
Seeds Induces Resistance To Fusarium Graminearum And Improves
Seeds Quality. Journal Of Agricultural And Food Chemistry. 47(3):6772.
Doi: 10.1021/Jf981225k.
Sadjad, S. 1977. Penyimpanan Benih-benih Tanaman Pangan. Bahan Kuliah
Latihan Pola Pertanaman LP3IRRI. Departemen Agronomi IPB. Bogor.
Salisbury, F. B. dan W.Ross. 1995. Fisiologi tumbuhan.Diterjemahkan oleh D.R.
Lukman dan Sumartono. ITB. Bandung
Shofyan, Mohamad. 2010. Sifat Kitosan.(http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=15647.0).
Siregar, T. H. S., S. Riyadi dan L. Nuraeni, 2000. Budidaya, Pengolahan dan
Pemasaran Cokelat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Spillina, J. 1995. Komoditi Kakao Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sudarmadji, Slamet, Bambang Haryono dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisis
untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi ketiga. Liberty Yogyakarta.
Yogyakarta.
Susanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao, Budidaya dan Pengolahan Hasil. Kanisus.Yogyakarta.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Cetakan ke-5. PT. RajaGrafindo Persada.
Jakarta.
Toruan, N. 1986. Pengaruh kondisi penyimpanan terhadap kandungan metabolit
dan viabilitas benih Coklat ( Theobroma cacao L.). Menara Perkebunan
53(6): 68-75
Wood, G.A.R. and R.A. Lass. 1985. Cocoa. Longman Scientific and Technical.
New York.
Wulandini, Rahayu. 2002. Pemanfaatan Chitosan Dan Trichoderma HarzianumUntuk Peningkatan Mutu Benih Pinus Merkusii. Tesis. Ipb. Bogor.
Yuniarti, Naning., Dida Syamsuwida dan Aam Aminah. 2008. Pengaruh
penurunan kadar air terhadap perubahan fisiologi dan kandungan kimia
benih Eboni ( Diospyros celebica Bakh.). Jurnal penelitian Tanaman
Hutan. Vol 5. no 3. 191-198.
http://aciar.gov.au/files/node/757/ACRC206_layout.pdfhttp://aciar.gov.au/files/node/757/ACRC206_layout.pdf -
5/25/2018 Unand Prpsal
34/34
34
Assalamu'alaikum wr.wb
perkembangan Tesis : pada tgl 3 nov 2011 kemaren alhamdulillah saya telahselesai melakukan seminar proposal penelitian/ kolokium. sekarang sedang
melakukan penelitian. judul fix penelitian saya adalah :
PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA KONSENTRASI KITOSAN DAN
TINGKAT KADAR AIR BENIH TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR
BENIH KAKAO (Theobroma cacao L.) SELAMA DALAM PENYIMPANAN
Salam BGF
Ritawati, SP