uji kandungan taurin dari ekstrak makroalga hijau …digilib.unila.ac.id/58276/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
-
UJI KANDUNGAN TAURIN DARI EKSTRAK MAKROALGA HIJAU
(Halimeda opuntia L.), MAKROALGA COKELAT (Sargassum sp.), DAN
MAKROALGA MERAH (Eucheuma cottonii L.)
(Skripsi)
Oleh
ULFAH AZZIZAH
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
http://www.kvisoft.com/pdf-merger/
-
1
ABSTRAK
UJI KANDUNGAN TAURIN DARI EKSTRAK MAKROALGA HIJAU
(Halimeda opuntia L.), MAKROALGA COKELAT (Sargassum sp.), DAN
MAKROALGA MERAH (Eucheuma cottonii L.)
Oleh
ULFA AZZIZAH
Makroalga merupakan salah satu potensi biota laut di perairan Indonesia.
Makroalga diduga memiliki kandungan taurin alami. Taurin berperan penting
dalam menjaga kelancaran berbagai proses tubuh. Makroalga yang berpotensi
memiliki kandungan taurin alami diantaranya adalah makroalga hijau (Halimeda
opuntia L.), makrolga cokelat (Sargassum sp.), dan makroalga merah (Eucheuma
cottonii L.). Tujuan dari penelitian ini adalah menguji kandungan taurin dari
ekstrak etanol makroalga hijau (Halimeda opuntia L.), makrolga cokelat
(Sargassum sp.), dan makroalga merah (Eucheuma cottonii L.). Senyawa taurin
dalam makroalga hijau (Halimeda opuntia L.), makrolga cokelat (Sargassum sp.),
dan makroalga merah (Eucheuma cottonii L.) diekstraksi menggunakan metode
maserasi dengan pelarut etanol 96%. Kandungan taurin alami dari sampel
makroalga diuji menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis dengan standar
baku taurin siap pakai sebagai pembanding. Data dalam penelitian ini dianalisis
secara kuantitatif dan disajikan dalam bentuk tabulasi data. Berdasarkan hasil
-
iii
penelitian didapat panjang gelombang maksimum taurin yaitu 630 nm. Hasil
kurva standar taurin 0,1 M dan 1 M memiliki koefesien korelasi r = 1. Dan
diperoleh persamaan regresi y = 0,001x+0.033. Hasil analisis sampel ekstrak
makroalga menunjukkan bahwa semua sampel mengandung taurin. Sampel
pertama ekstrak makroalga hijau (Halimeda opuntia L.) mengandung taurin
sebesar 7,85 mg/100g, sampel kedua makroalga cokelat (Sargassum sp.)
mengandung taurin sebesar 1,21 mg/100g, dan sampel ketiga makroalga merah
(Eucheuma cottonii L.) mengandung taurin sebesar 4,61 mg/100g.
Kata kunci : makroalga, spektrofotometri UV-Vis, taurin
-
UJI KANDUNGAN TAURIN DARI EKSTRAK MAKROALGA HIJAU
(Halimeda opuntia L.), MAKROALGA COKELAT (Sargassum sp.), DAN
MAKROALGA MERAH (Eucheuma cottonii L.)
Oleh
ULFAH AZZIZAH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA SAINS
pada
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
-
1
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kalirejo, Lampung Tengah
pada tanggal 08 Oktober 1997 sebagai anak pertama
dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Widodo
dan Ibu Anisah. Penulis mulai menempuh
pendidikan pertama di Taman Kanak-Kanak (TK)
Aisiyah Kalirejo, Lampung Tengah pada tahun
2002. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan
pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri 1 Sukosari, Kecamatan Kalirejo,
Kabupaten Lampung Tengah. Kemudian melanjutkan pendidikan ke Madrasah
Tsanawiyah Al-Muhsin Metro pada tahun 2009. Setelah itu pada tahun 2012
penulis melanjutkan pendidikannya di Madrasah Aliyah Negeri 1 Pringsewu.
Kemudian pada tahun 2015 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui
jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama
menjadi mahasiswa di Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung, penulis
pernah menjadi anggota di Organisasi Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO)
FMIPA Universitas Lampung, Bidang Sains dan Teknologi tahun 2016-2017.
-
ix
Penulis melaksanakan Kerja Praktik (KP) pada bulan Januari-Februari 2018 di
PT. Great Giant Pineapple (GGP) Lampung Tengah dengan judul “Sebaran
Volume Akar Tanaman Nanas GP3 Asal Bibit Sucker Umur 3 Bulan di PT. Great
Giant Pineapple Lampung Tengah”. Pada bulan Juli-Agustus 2018 penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Marga Mulya, Kecamatan
Bumi Agung, Kabupaten Lampung Timur. Penulis melaksanakan penelitian pada
bulan Mei - Juni 2019 di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA
Universitas Lampung.
-
Kupersembahkan sebuah karya kecilku ini untuk Ayahanda dan
Ibundaku tercinta, yang tiada henti mendoakan dan memberiku
dorongan
Terimakasih ku ucapkan teruntuk,
Ayahanda dan Ibunda
Untuk segala pengorbanan yang tak tergantikan…
Untuk setiap peluh keringat yang menetes…
Untuk berjuta kasih sayang yang tercurah…
dan
Untuk setiap lantunan doa yang terpanjatkan…
-
MOTTO
Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam
-Nabi Muhammad SAW-
Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan -QS. Al-Insyirah:5-
Sesuatu yang belum dikerjakan, sekalipun tampak mustahil, kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik
-Evelyn Underhill-
Mereka tak mengerti bagaimana hidupmu, bagaimana kesulitanmu, apa saja yang telah kamu lewati, yang bisa
mereka lakukan hanya menilaimu -Anonim-
-
1
SANWACANA
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh…
Alhamdulillahirabbil’alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas limpahan rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Kandungan Taurin dari Ekstrak
Makroalga Hijau (Halimeda opuntia L.), Makroalga Cokelat (Sargassum sp.),
dan Makroalga Merah (Eucheuma cottonii L.)” sebagai syarat untuk mencapai
gelar sarjana sains.
Penulis menyadari dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini terdapat banyak
kekurangan. Akan tetapi berkat doa, bimbingan, dan dukungan dari berbagai
pihak baik secara moril maupun materil kepada penulis sehingga penulisan skripsi
ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat
dan ucapan terima kasih dengan ketulusan hati kepada :
1. Kedua Orang Tuaku, Ayahanda Widodo dan Ibunda Anisah serta adik-adikku
Alfiah Nurul Faizah, Muhammad Faiz Adlan, dan Ahmad Yusron Al-fatih
yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dukungan moral, material, dan
selama ini menjadi inspirasi terbesar untuk maju.
-
xiii
2. Ibu Endang Linirin Widiastuti, Ph.D. selaku Pembimbing 1 yang dengan
sabarnya telah membimbing, mengarahkan, dan memberi saran dalam
penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk waktu yang diluangkan serta
ilmu yang diberikan sehingga menjadi inspirasi dan pembelajaran untuk lebih
baik bagi penulis.
3. Ibu Henni Wijayanti Maharani, S.P., M.Si. selaku Pembimbing 2 atas
kesediaannya dan kesabarannya untuk membimbing, meluangkan waktu,
memberi masukan dan arahan kepada penulis.
4. Bapak Drs. Tugiyono, Ph.D. selaku Pembahas yang telah memberikan
arahan, kritik, saran dan masukan kepada penulis.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas
Lampung.
6. Bapak Drs. Suratman, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
7. Bapak Drs. M. Kanedi, M.Si. selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas MIPA
Universitas Lampung.
8. Bapak Ir. Zulkifli, M.Sc. selaku Pembimbing Akademik atas arahan,
dukungan, dan bimbingan selama penulis menjadi mahasiswa.
9. Ibu Dra. Eti Ernawati, M.Si. selaku Kepala Laboratorium Botani dan Bapak
Hambali selaku Laboran yang telah mengizinkan dan membantu penulis
dalam melaksanakan penelitian di laboratorium tersebut.
10. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Lampung yang telah banyak memeberikan ilmunya dan pengalaman yang
berharga serta membantu dalam sarana prasarana.
-
xiv
11. Hajar Rifa’i, yang selalu memberi dukungan, semangat dan motivasi,
menemani dengan sabar serta menjadi teman berbagi keluh kesah dalam
perjalanan ini.
12. Sahabat-sahabatku, Rina Maryani, Novita Herliani, Septika Nurhidayah dan
sahabat-sahabat terbaikku yang lainnya dimanapun kalian berada, yang selalu
memotivasi untuk tetap semangat dan selalu ada untuk berbagi cerita.
13. Teman-teman mahasiswa Biologi angkatan 2015.
14. Rekan-rekan KKN Desa Marga Mulya, Kecamatan Bumi Agung, Kabupaten
Lampung Timur, atas pengalaman selama 32 hari bersama.
15. Almamater tercinta dan semua pihak yang terlibat dan telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
Semoga Allah SWT mengganti semua kebaikan mereka dan mencatatnya sebagai
amal sholeh yang tak terbatas.
Bandar Lampung, 2 Agustus 2019
Penulis
Ulfa Azzizah
-
1
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN ......................................................................................... i
ABSTRAK ..................................................................................................... ii
SAMPUL DALAM ........................................................................................ iv
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... v
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... vi
SURAT PERNYATAAN .............................................................................. vii
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... x
MOTTO ......................................................................................................... xi
SANWACANA .............................................................................................. xii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xx
I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
-
xvi
C. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
D. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 7
A. Halimeda opuntia L. .......................................................................... 7
B. Sargassum sp. .................................................................................... 9
C. Eucheuma cottonii L. ......................................................................... 11
D. Taurin ................................................................................................ 13
E. Spektrofotometri UV-Vis .................................................................. 21
III. METODE PENELITIAN ................................................................... 26
A. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 26
B. Alat dan Bahan Penelitian ................................................................. 26
C. Pelaksanaan Penelitian ...................................................................... 27
D. Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 30
E. Parameter Penelitian .......................................................................... 31
F. Analisis Data Penelitian ..................................................................... 31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 32
A. Hasil Penelitian .................................................................................. 32
B. Pembahasan ....................................................................................... 34
V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 45
LAMPIRAN ...................................................................................................... 52
........................................................................................ 44
B. Saran .................................................................................................. 44
A. Simpulan
-
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil uji linearitas larutan standar taurin .......................................... 33
Tabel 2. Hasil penentuan kadar taurin ekstrak etanol makroalga ................... 34
-
xix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Morfologi Halimeda opuntia L. .................................................... 8
Gambar 2. Morfologi Sargassum sp. .............................................................. 10
Gambar 3. Morfologi Eucheuma cottonii L. ................................................... 12
Gambar 4. Struktur kimia taurin ..................................................................... 14
Gambar 5. Diagram alir proses desulphydrasi sistin pada γ-sistationase ........ 15
Gambar 6. Diagram alir biosintesis sistein dari metionin dalam jaringan
tubuh mamalia .............................................................................. 16
Gambar 7. Diagram alir peranan sistationin pada metabolism sistein dan
metionin ........................................................................................ 17
Gambar 8. Diagram alir proses desulphydrasi sistin pada γ-sistationase ........ 17
Gambar 9. Diagram alir biosintesis taurin dari sistein .................................... 18
Gambar 10. Skema kerja spektrofotometri UV-Vis ........................................ 21
Gambar 11. Proses ekstraksi makroalga ......................................................... 27
Gambar 12. Proses pembuatan larutan standar taurin ..................................... 28
Gambar 13. Proses pembuatan larutan sampel ekstrak makroalga ................. 29
Gambar 14. Diagram alir penelitian ................................................................ 30
Gambar 15. Panjang gelombang maksimum larutan standar taurin ............... 32
Gambar 16. Kurva standar taurin .................................................................... 33
-
xix
Gambar 17. Penampang histologi jaringan makroalga ................................... 41
Gambar 18. Jalur sintesis taurin ...................................................................... 43
Gambar 19. Prosoes pencucian makroalga ..................................................... 58
Gambar 20. Proses penjemuran makroalga ..................................................... 58
Gambar 21. Proses pengeringan makroalga dengan oven .............................. 58
Gambar 22. Sampel makroalga kering ............................................................ 59
Gambar 23. Hasil penggilingan makroalga menjadi serbuk ........................... 59
Gambar 24. Proses penimbangan serbuk makroalga ...................................... 59
Gambar 25. Proses maserasi makroalga .......................................................... 60
Gambar 26. Proses penyaringan hasil maserasi makroalga ............................ 60
Gambar 27. Filtrat hasil penyaringan makroalga ............................................ 60
Gambar 28. Proses pemekatan larutan dengan rotatory evaporator ............... 61
Gambar 29. Ekstrak etanol makroalga dalam bentuk pasta ............................ 61
Gambar 30. Proses pengenceran ekstrak makroalga ....................................... 61
Gambar 31. Hasil pengenceran ekstrak makroalga ......................................... 62
Gambar 32. Proses pembuatan larutan standar taurin ..................................... 62
Gambar 33. Proses uji kandungan taurin dengan spektrofotometri ................ 62
-
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan konsentrasi awal larutan standar taurin .................. 53
Lampiran 2. Perhitungan konsentrasi larutan standar taurin ........................... 54
Lampiran 3. Perhitungan penentuan kadar taurin total ekstrak makroalga .... 55
-
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia terkenal sebagai salah satu megacenter keanekaragaman hayati
dunia termasuk keanekaragaman hayati biota lautnya. Salah satu potensi
biota laut perairan Indonesia adalah makroalga. Secara taksonomi
makroalga dikelompokkan ke dalam divisi Thallophyta karena memiliki
akar, batang, dan daun semu yang disebut thallus (Waryono, 2008).
Menurut United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)
makroalga merupakan salah satu sumber daya hayati yang sangat melimpah
di perairan Indonesia yaitu sekitar 8,6% dari total biota di laut (Suparmi,
2008). Indonesia juga memiliki jumlah makroalga tidak kurang dari 628
jenis dari 8000 jenis makroalga yang ditemukan di seluruh dunia. Sebagian
besar jenis makroalga di Indonesia bernilai ekonomis tinggi (Luning, 1990).
Dari segi produktivitas makroalga lebih menguntungkan karena tidak terjadi
variasi musiman, lebih mudah diekstraksi, dan bahan mentah yang
berlimpah (Oktarina, 2017).
-
2
Menurut Dawes (1981) makroalga dapat dibagi menjadi tiga divisi
berdasarkan pigmen mereka yaitu Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophycae
(alga coklat), dan Rhadophyceae (alga merah) (Marianingsih et al., 2013).
Rumput laut yang menempati urutan terbanyak dari jumlah jenis yang
tumbuh di perairan laut Indonesia yaitu dari kelas alga merah
(Rhodophyceae) sekitar 452 jenis, setelah itu alga hijau (Chlorophyceae)
sekitar 196 jenis dan alga coklat (Phaeophyceae) sekitar 134 jenis (Suparmi,
2008).
Hasil penelitian Kawasaki et al., (2017) membuktikan bahwa terdapat
kandungan taurin pada beberapa spesies makroalga di Jepang. Diantara 29
jenis makroalga yang diteliti, makroalga merah memiliki kandungan taurin
yang relatif tinggi sedangkan makroalga hijau dan makroalga cokelat tidak
mengandung taurin.
Taurin merupakan salah satu zat stimulan yang dapat memicu stamina
tubuh, sehingga banyak digunakan dalam suplemen energi. Taurin juga
berperan penting dalam menjaga kelancaran berbagai proses tubuh
(Militante dan Lombardini, 2002).
Taurin ditemukan dalam beberapa organ tubuh manusia, mamalia dan
hewan laut (Yancey, 2005).
-
3
Hewan laut yang biasa dikonsumsi manusia seperti ikan, kerang, dan cumi-
cumi sangat kaya akan kandungan taurin (Kawasaki et al., 2017).
Sebaliknya, kandungan taurin jarang ditemukan pada tanaman terestrial.
Pengembangan taurin di Indonesia maupun dunia masih didominasi oleh
pembuatan taurin sintetis yang memiliki efek samping dapat membahayakan
kesehatan (Tafu and Matsuda, 2001). Taurin sintetis ini didistribusikan
secara internasional sebagai bahan dalam pembuatan suplemen makanan
dan minuman energi (Higgins et al., 2010), sehingga diperlukan produksi
taurin yang berasal dari bahan alami untuk meminimalisasi efek negatif
tersebut.
Hingga saat ini penelitian mengenai potensi makroalga yang mengandung
taurin di Indonesia masih sangat sedikit, untuk itu peneliti menguji
kandungan taurin dari ekstrak etanol makroalga hijau (Halimeda opuntia
L.), makrolga cokelat (Sargassum sp.), makroalga merah (Eucheuma
cottonii L.).
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji kandungan taurin dari ekstrak etanol
makroalga hijau (Halimeda opuntia L.), makrolga cokelat (Sargassum sp.),
makroalga merah (Eucheuma cottonii L.).
https://translate.googleusercontent.com/translate_f#8
-
4
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada mahasiswa
dan masyarakat mengenai kandungan taurin alami yang dimiliki makroalga
hijau (Halimeda opuntia L.), makroalga cokelat (Sargassum sp.), dan
makroalga merah (Eucheuma cottonii L.).
D. Kerangka Pemikiran
Taurin merupakan jenis asam amino non esensial yang mengandung sulfur,
tetapi tidak digolongkan sebagai protein karena tidak memiliki gugus
karboksil untuk membentuk ikatan peptida.
Fungsi taurin yaitu untuk membantu penyerapan lemak dan vitamin yang
larut dalam lemak dan mengatur kadar kolesterol. Taurin menjadi faktor
penting untuk mengontrol berbagai perubahan biokimia yang terjadi selama
proses penuaan dan kerusakan sel oleh radikal bebas.
Peran taurin sangatlah penting dalam tubuh manusia. Kandungan taurin
selama ini banyak ditemukan pada mamalia dan hewan laut saja, sedangkan
pada tanaman kandungan taurin sangatlah terbatas.
Penelitian terbaru membuktikan bahwa makroalga mengandung taurin.
Kandungan taurin tertinggi ditemukan pada makroalga merah sedangkan
untuk makroalga hijau dan makroalga cokelat tidak ditemukan kandungan
taurin.
-
5
Halimeda opuntia L., Sargassum sp., dan Eucheuma cottonii L. merupakan
jenis makroalga yang berpotensi mengandung taurin. Jenis makroalga ini
selain mudah untuk diekstraksi juga mudah ditemukan di perairan
Indonesia.
Halimeda opuntia L. memiliki kandungan kalsium karbonat yang cukup
tinggi. Selain memiliki kandungan protein yang cukup tinggi Halimeda
opuntia L. juga kaya akan kandungan protein, lemak, senyawa fenolik, dan
lainnya. Habitat Halimeda opuntia L. berada pada daerah pasang surut
dengan tingkat salinitas berbeda-beda, menempel pada terumbu karang, dan
hidup berkoloni.
Sargassum sp. mengandung alginat dalam jumlah besar. Alginat merupakan
asam alginik. Asam alginik dalam bentuk derivat garam dinamakan garam
alginat. Sargassum sp. juga mengandung protein, abu (mineral), lemak,
vitamin A, dan vitamin C . Habitat Sargassum sp. berada didaerah intertidal,
subtidal sampai daerah tubir dengan ombak besar dan arus deras.
Makroalga merah (Eucheuma cottonii L.) mempunyai kandungan nutrisi
yang cukup lengkap. Secara kimia makroalga merah terdiri dari air, protein,
karbohidrat, lemak, serat, dan abu.
Habitat dari Eucheuma cottonii L. berada pada kedalaman sejauh sinar
matahari masih mampu mencapainya.
-
6
Pengambilan senyawa aktif dalam makroalga dapat dilakukan dengan
ekstraksi pelarut. Pemilihan jenis pelarut untuk ekstraksi disesuaikan dengan
kepolaran senyawa yang digunakan. Pelarut polar akan cenderung
melarutkan senyawa polar dan sebaliknya.
Taurin merupakan senyawa yang besifat polar. pelarut polar yang biasa
digunakan untuk ekstraksi salah satunya adalah etanol.
Ekstrak etanol dari makroalga hijau (Halimeda opuntia L.), makrolga
cokelat (Sargassum sp.), dan makroalga merah (Eucheuma cottonii L.)
diharapkan memiliki kandungan taurin alami.
-
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Halimeda opuntia L.
a. Klasifikasi Halimeda opuntia L.
Klasifikasi Halimeda opuntia L. adalah sebagai berikut (Guiry, 2007) :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Bryopsidophyceae
Bangsa : Bryopsidales
Suku : Halimedaceae
Marga : Halimeda
Jenis : Halimeda opuntia L.
b. Morfologi Halimeda opuntia L.
Memiliki thallus berbentuk bulat pipih (Kadi, 1966), bersegmen-segmen
dengan percabangan membentuk segitiga (trikotom), tinggi thallus
mencapai 4 cm. Halimeda opuntia L. memiliki alat perekat berupa
filamen yang keluar dari segmen bagian basal yang berfungsi untuk
mencengkram substrat. Setiap segmen tersusun secara tumpang tindih
dan tidak beraturan (Charles et al., 2018).
-
8
Gambar 1. Morfologi Halimeda opuntia L. (Nurhayati et al., 2017)
c. Habitat Halimeda opuntia L.
Halimeda opuntia L. banyak dijumpai pada daerah terumbu karang yang
kondisi pantainya tenang, agak terlindung, dan hidup berkoloni
(Romimohtarto and Juwana, 2001), dengan kedalaman 1 sampai 200 m
pada substrat pasir, lumpur, dan fragmen karang mati (Kadi, 1966).
d. Kandungan Halimeda opuntia L.
Berpotensi sebagai sumber kalsium alami yang dapat dimanfaatkan untuk
bahan fortifikasi. Peningkatan asupan kalsium dalam bahan makanan
lebih aman dari pada suplemen, karena dalam pencernaan konsentrasi
kalsium yang tinggi justru akan menekan remodeling tulang (Lee et al.,
1995). Memiliki pigmen hijau dan apabila kering akan berubah menjadi
hijau keputihan dan mudah hancur. Selain itu, kandungan protein, lemak,
senyawa fenolik, dan lainnya menjadikan biota ini memiliki bioaktivitas
antioksidan (Novoa et al., 2011).
-
9
B. Sargassum sp.
a. Klasifikasi Sargassum sp.
Klasifikasi Sargassum sp. sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 2011) :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Thallophyta
Kelas : Phaeophyceae
Bangsa : Fucales
Suku : Fucaceae
Marga : Sargassum
Jenis : Sargassum sp.
b. Morfologi Sargassum sp.
Sargassum sp. merupakan salah satu jenis rumput laut yang dapat
tumbuh dengan panjang mencapai 12 meter. Rumput laut ini berwarna
cokelat kuning kehijauan, dengan struktur tubuh terbagi atas sebuah
holdfast yang berfungsi sebagai struktur basal, sebuah stipe atau batang
semu, dan sebuah frond yang berbentuk seperti daun (Guiry, 2007).
Sargassum sp. memiliki percabangan yang mirip dengan pepohonan di
darat, thallus berbentuk gepeng, bangun daun melebar, tiap-tiap
percabangan terdapat gelembung udara berbentuk bulat yang disebut
“bladder”, berguna untuk menopang cabang-cabang thallus agar
terapung ke arah permukaan air untuk mendapatkan intensitas cahaya
-
10
matahari, gelembung udara yang umumnya soliter, memiliki batang
utama berbentuk bulat agak kasar, pinggir daun bergerigi jarang, ujung
daun melengkung atau meruncing, dan holdfast yang berbentuk cakram
(Anggadiredja et al., 2008).
Gambar 2. Morfologi Sargassum sp. (Aslan, 2003)
c. Habitat Sargassum sp.
Habitat dari Sargassum sp. berada di perairan jernih dengan substrat
dasar batu karang, karang mati, batuan vulkanik dan benda-benda yang
bersifat masif yang berada di dasar perairan. Kedalaman untuk
pertumbuhan Sargassum sp mulai dari 0,5 sampai 10 m. Sargassum sp.
tumbuh dari daerah intertidal, subtidal sampai daerah tubir dengan
ombak besar dan arus deras (Boney, 1965).
Sargassum sp. tersebar luas di Indonesia dan tumbuh di perairan yang
terlindung maupun yang berombak besar pada habitat bebatuan (Aslan,
1998). Sargassum sp. tumbuh subur pada daerah tropis. Kebutuhan
intensitas cahaya matahari lebih tinggi karena kandungan klorofil pada
-
11
Sargassum sp. lebih banyak dan klorofil tersebut berperan dalam
fotosintesis (Kadi, 2005).
d. Kandungan Sargassum sp.
Kandungan terbesar dari Sargassum sp. adalah alginat yang merupakan
asam alginik. Asam alginik dalam bentuk derivat garam dinamakan
garam alginat yang terdiri dari natrium alginat, sodium alginat dan
ammonium alginat. Sargassum sp. memiliki komponen kimia seperti
hidrokarbon atau karbonil yang terdiri dari absiric acid, 1,4
naphtoquinone, pigmen klorofil a dan c, polisakarida, dan laminarin
(Kadi, 2005).
C. Eucheuma cottonii L.
a. Klasifikasi Eucheuma cottonii L.
Klasifikasi Eucheuma cottonii L. sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 2011) :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigartinales
Suku : Solieriaceae
Marga : Eucheuma
Jenis : Eucheuma cottonii L.
-
12
b. Morfologi Eucheuma cottonii L.
Makroalga merah (Eucheuma cottonii L.) pada umumnya dapat
melakukan interaksi dengan makromolekul yang bermuatan seperti
protein sehingga mempengaruhi peningkatan viskositas, pengendapan,
dan pembentukan gel. Makroalga merah (Eucheuma cottonii L.)
memiliki percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi
nodulus (tonjolan-tonjolan), berwarna merah-cokelat, thallus berbentuk
silindris (gepeng), cartilageneus (menyerupai tulang rawan atau muda),
percabangan bersifat alternates (berseling), dichotomus (percabangan
dua-dua) atau dapat trichotomus (sistem percabangan tiga-tiga).
Eucheuma cottonii L. (Anggadiredja, 2006).
Gambar 3. Morfologi Eucheuma cottonii L. (Anggadiredja, 2011)
c. Habitat Eucheuma cottonii L.
Eucheuma cottonii L. umumnya tersebar luas di daerah pantai terumbu
yang memperoleh aliran air laut yang tetap, variasi suhu yang kecil, dan
substrat karang mati (Aslan, 1991).
-
13
Eucheuma cottonii L.umumnya tumbuh di daerah pasang surut atau yang
selalu terendam air. Melekat pada substrat di daerah perairan berupa
karang batu mati, karang batu hidup, batu gamping dan cangkang
molusca (Atmadja et at., 1996).
d. Kandungan Eucheuma cottonii L.
Mengandung zat-zat nutrisi penting yang diperlukan bagi tubuh manusia,
seperti protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin C (BPPT, 2011).
Eucheuma cottonii L. juga mengandung keragian yang sangat tinggi.
Keragian merupakan suatu senyawa polisakarida yang didalamnya
terdapat kandungan serat yang sangat tinggi yang apabila berinteraksi
dengan air panas akan terbentuk gel (Anggadiredja, 2011).
D. Taurin
a. Pengertian Taurin
Taurin (2-aminoethanesulfonic acid) merupakan asam organik turunan
dari asam amino sistein yang mengandung sulfur (sulfihidril). Taurin
tidak digolongkan sebagai asam amino karena tidak memiliki gugus
karboksil. Namun, taurin memiliki gugus sulfonat sehingga disebut asam
sulfonat amino (Burhan, 2004).
Taurin atau asam 2-aminoethanesulfonik acid merupakan asam amino
semi esensial yang banyak ditemukan pada jaringan otot jantung dan otak
manusia. Kebutuhan taurin dalam konsentrasi tinggi dapat diperoleh
-
14
dari jaringan otot mamalia (daging kerbau), ikan laut, dan tiram (Arouma
et al., 1988).
Taurin membantu penyerapan lemak dan vitamin yang larut dalam
lemak. Taurin juga membantu mengatur detakan jantung, menstabilkan
membran sel, dan memelihara kelangsungan sel-sel otak (Arouma et al.,
1988).
Gambar 4. Struktur kimia taurin (Burhan, 2004)
b. Sumber Taurin
Taurin terdapat dalam daging, ikan, telur dan produk susu. Karena
manusia dewasa mampu memproduksi zat ini sendiri, asupan dari
makanan bisa dijadikan alternatif bila kadar produksi taurin dalam tubuh
mulai menurun.
Tubuh manusia dapat mensintesis taurin dari asam amino sistein dan
metionin. Sistein dapat ditemukan dalam bentuk sistein dan sistin. Sistin
merupakan 2 sistein yang terikat secara kovalen oleh jembatan disulfida
yang dibentuk oleh oksidasi gugus tiol (-SH). Skema pembentukan sistin
dari sistein dapat dilihat pada Gambar 5.
-
15
Gambar 5. Diagram alir proses desulphydrasi sistin pada
γ-sistationase (Martinez et al., 2004)
Enzim CSAD (Cysteine Sulfinic Acid Decarboxylase) dibantu oleh
pyridoxal-5’-phosphate (bentuk koenzim vitamin B6) berperan pada
pengubahan sistein menjadi taurin (Martinez et al., 2004). Aktivitas
enzim CSAD pada manusia lebih rendah dibandingkan pada hewan
sehingga kemampuan manusia untuk mensintesis taurin relatif rendah.
Oleh karena itu, manusia tidak dapat mengharapkan kebutuhan taurin
terpenuhi hanya dari hasil sintesis di dalam tubuh. Atas dasar inilah
beberapa ahli mengelompokkan taurin sebagai asam amino semi esensial
(Siagian, 2003). Taurin memiliki tahapan reaksi sintesis yang bervariasi
berdasarkan spesies dan tipe jaringan. Berikut skema pembentukan taurin
dalam metabolisme tubuh manusia dan mamalia.
-
16
Dapat dilihat pada Gambar 6 metionin S-adenosyl diubah oleh metil
transferase dengan aseptor metil membentuk homosistein S-adenosyl.
Ketika persediaan metionin rendah dalam tubuh menyebabkan
homosistein mengalami proses remetilasi membentuk metionin dengan
bantuan homosisteinmetil transferase. Selanjutnya metionin dikonversi
menjadi metionin S-adenosyl kembali oleh S-adenosyl transferase.
Ketika proses remetilasi dari homosistein ke metionin berkurang,
homosistein berikatan dengan serin membentuk sistationin.
Gambar 6. Diagram alir biosintesis sistein dari metionin dalam
jaringan tubuh mamalia (Bender, 1975)
-
17
Sama dengan pemutusan ikatan β sistationin pada bakteri yang
menghasilkan homosistein, reaksinya disebut sintesis-β-sistationin dan
enzim pengkatalisnya disebut sistationin-β-sintetase. Pada hewan, γ-
sistationase memecah sistationin menjadi sistein dan α-oxo-butirat.
Sistationin dapat dipecah menjadi 2 cara yaitu dengan pemutusan ikatan
γ menghasilkan sistein dan pemutusan ikatan β menghasilkan
homosistein yang dilibatkan dalam sintesis metionin (Gambar 7).
Gambar 7. Diagram alir peranan sistationin pada metabolisme sistein
dan metionin (Bender, 1975)
Enzim γ-sistationase pada mamalia dapat mengkatalis reaksi
desulphydration cystine yang ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Diagram alir proses desulphydrasi sistin pada
γ-sistationase (Bender, 1975)
-
18
Reaksinya adalah dengan eliminasi α-β membentuk tiosistein (persulfida
sistein), piruvat dan amonia. Tiosistein secara spontan kehilangan sulfur
untuk menghasilkan sistein. Ketika sistein ada dalam medium inkubasi
dalam jumlah yang layak, sulfur tereduksi membentuk hidrogen sulfida,
dan sistein dioksidasi menjadi sistin. Kehadiran awal beberapa sistein
dalam campuran reaksi menyebabkan hilangnya sisa sulfur sampai
konsentrasi sistein cukup sebagai produk untuk mengkatalis
penghilangan sulfur tersebut. Ketika sistein sebagai substrat
membutuhkan dalil yang cukup bahwa sistin diproduksi karena oksidasi
udara yang memperkenankan reaksi pertama kali terjadi (Bender, 1975).
Asam sistein sulfonat diproduksi oleh aktivitas sistein oksidase
menghasilkan sistein. Asam sistein sulfonat dapat mengalami
dekarboksilasi menjadi hipotaurin yang selanjutnya akan teroksidasi
menjadi taurin atau oksidasi asam sisteat yang mengalami dekarboksilasi
menjadi taurin. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Diagram alir biosintesis taurin dari sistein (Bender, 1975)
-
19
c. Fungsi Taurin
Taurin dibutuhkan untuk pertumbuhan otak dan susunan saraf juga
penting untuk pertumbuhan retina. Pada hewan percobaan dengan
defisiensi taurin akan berakibat kegagalan pertumbuhan, kegagalan
fungsi sistem saraf, kerja asam empedu dan terjadinya gangguan pada
retina mata (Fatimah, 2005).
Aktivitas taurin untuk meregulasi tekanan osmotik sel. Taurin digunakan
oleh hewan air dalam beradaptasi terhadap perbedaan salinitas
lingkungan. Untuk proses regulasi ini, tubuh lebih menggunakan asam
amino non esensial seperti taurin dibandingkan asam amino esensial
(Okuzumi and Fujii, 2000).
Taurin juga membantu pergerakan ion kalium, natrium, kalsium, dan
magnesium keluar masuk sel yang berperan dalam penghantaran impuls
sel saraf sehingga bila ada rangsangan dari Sistem Saraf Pusat (SSP)
maka rangsangan ini akan diteruskan dengan cepat ke sel-sel efektor
(Ismail et al., 2005).
Taurin dalam metabolisme manusia memiliki dua peran, yaitu sebagai
penghambat neurotransmiter dan sebagai pengemulsi asam empedu.
Konjugasi taurin dengan asam empedu memberikan efek yang signifikan
untuk melarutkan kolesterol dan juga meningkatkan ekskresinya. Secara
-
20
medis, taurin dipakai untuk menangani kasus gagal jantung, diabetes dan
epilepsi (Nurachman, 2004).
Taurin berfungsi sebagai perangsang (stimulan) pembentukan energi.
Taurin dan kafein menjadi senyawa primadona yang sering dikombinasi
dalam produk yang dikenal sebagai food suplemen dan energy drink.
Minuman suplemen energi atau energy drink berawal dari smart drink
(minuman pintar) di Amerika. Minuman ini dibuat dari senyawa asam
amino seperti phenilalanine, choline dan taurin (Hamzah, 2004).
Dalam minuman energi kombinasi taurin dan kafein akan merangsang
sistem saraf pusat untuk memicu reaksi katabolisme (reaksi untuk
menghasilkan energi) di otot (Nurachman, 2004).
Menurut Redmon et al., (1983), taurin memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Taurin untuk meningkatkan performa mental. Tingkat taurin yang
tinggi dalam tubuh akan membuat memori dan fungsi mental menjadi
lebih baik.
2. Taurin berguna untuk mencegah penuaan dini. Misal dengan cara
mengontrol berbagai perubahan biokimia yang terjadi selama proses
penuaan dan membantu pembuangan radikal bebas.
3. Taurin berguna untuk mencegah gagal jantung.
4. Efektif untuk melawan obesitas.
-
21
E. Spektrofotometri UV-Vis
a. Pengertian Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrum dan fotometer.
Spektrum berfungsi untuk mengukur energi secara relatif jika energi
tersebut diemisikan, ditransmisikan, dan direfleksikan dengan panjang
gelombang tertentu. Sedangkan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang di absorbs (Khopkar, 2008).
Spektroskopi UV-Vis melibatkan absorpsi radiasi elektromagnetik dari
kisaran 200-800 nm dan kemudian eksitasi elektron ke tingkat energi
lebih tinggi. Absorbsi cahaya ultraviolet (cahaya tampak) oleh molekul
organik terbatas hanya untuk beberapa gugus fungsi (kromofor) yang
mengandung elektron valensi dari energi eksitasi yang rendah (Hunger
and Weitkamp, 2001).
Gambar 10. Skema kerja spektrofotometri UV-Vis (Skoog et al., 1998)
-
22
Komponen spektrofotometri UV-Vis terdiri atas beberapa bagian sebai
berikut (Gholib and Abdul, 2007) :
1. Cahaya
Fungsi cahaya deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang
gelombang 190-380 nm, sementara cahaya halogen digunakan untuk
daerah visible pada panjang gelombang 380-780 nm.
2. Monokromator
Digunakan untuk mendispersikan sinar kedalam komponen-komponen
yang selanjutnya akan dipilih oleh celah. Monokromator berfungsi
untuk memisahkan radiasi cahaya putih menjadi cahaya
monokromatis.
3. Kuvet
Wadah untuk menempatkan suatu larutan.
4. Detektor
Berfungsi untuk mengubah energy radiasi yang mengenainya menjadi
suatu besaran yang dapat diukur.
5. Amplifer
Berfungsi untuk memperkuat sinyal listrik.
6. Rekorder
Berfungsi sebagai alat pencatat gambar atau angka.
Spektrofotometer UV-Vis dapat melakukan pengujian terhadap sampel
yang berupa larutan, gas, atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan
-
23
perlu diperhatikan pelarut yang dipakai (Mulja and Suharman, 1995)
antara lain:
1. Pelarut yang dipakai tidak berwarna dan tidak mengandung sistem
ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya.
2. Tidak berinteraksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.
3. Kemurniannya harus tinggi untuk analisis.
Persyaratan suatu sampel dapat dianalisa menggunakan spektrofotometri
UV-Vis adalah (Harmita, 2006) :
1. Bahan memiliki gugus kromofor.
2. Bahan tidak memiliki gugus kromofor tapi berwarna.
3. Bahan tidak memiiliki gugus kromofor dan tidak berwarna, maka
ditambahkan pereaksi warna.
4. Bahan tidak memiliki gugus kromofor dibuat turunannya yang
mempunyai gugus kromofor.
b. Keuntungan Spektrofotometri UV-Vis
Menurut Munsn (1991), keuntungan-keuntungan penggunaan
spektrfotometri adalah sebagai berikut :
1. Dapat digunakan untuk analisis zat dalam jumlah kecil.
2. Cukup sensitif dan selektif.
3. Cara kerja yang mudah dan sederhana.
4. Biaya yang relatif murah.
5. Kepekaan dalam analisis yang tinggi.
-
24
Pada umumnya dalam analisis senyawa organik menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis adalah untuk:
1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan
auksokrom dari suatu senyawa organik.
2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang
serapan maksimum suatu senyawa.
3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).
Adapun hal–hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri
UV-Vis adalah sebagai berikut :
1. Pemilihan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk
memperoleh panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan
dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang
gelombang dari suatu larutan standar pada konsentrasi tertentu.
2. Pembuatan kurva kalibrasi
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan
berbagai konsentrasi. Masing–masing absorbansi larutan dengan
berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan
hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum
Lambert-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi berupa garis lurus.
-
25
3. Hukum Lambert Beer
Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap
konsentrasi, yang ditulis dalam persamaan A = a.b.C.
Dimana:
A = serapan (tanpa dimensi)
a = absorptivitas
b = ketebalan sel
C = konsentrasi.
-
1
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2019.
Pembuatan ekstrak makroalga hijau (Halimeda opuntia L.), makrolga
cokelat (Sargassum sp.), dan makroalga merah (Eucheuma cottonii L.) dan
proses uji kandungan taurin menggunakan Spektrofotometri UV-Vis
dilakukan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Univeristas Lampung.
B. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometri UV-Vis,
oven, rotary evaporator, erlenmeyer, beaker glass, vortex, gelas ukur,
tabung reaksi, rak tabung reaksi, corong buchner, pipet volum, pipet tetes,
kertas saring, kertas karbon, alat pengaduk, blender, karet, kertas label, alat
tulis, dan kamera untuk dokumentasi.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah makroalga
hijau (Halimeda opuntia L.), makroalga cokelat (Sargassum sp.), makroalga
merah (Eucheuma cottonii L.), etanol 96%, taurin siap pakai , dan aquades.
-
27
C. Pelaksanaan Penelitian
a. Persiapan Ekstrak Makroalga
Bahan uji berupa makroalga hijau (Halimeda opuntia L.), makroalga
cokelat (Sargassum sp.), makroalga merah (Eucheuma cottonii L.) yang
diperoleh dari Pantai Ketapang Lampung. Tahapan ekstraksi makroalga
hijau (Halimeda opuntia L.), makroalga cokelat (Sargassum sp.),
makroalga merah (Eucheuma cottonii L.) sebagai berikut :
Makroalga hijau (Halimeda opuntia L.), makroalga cokelat (Sargassum sp.), makroalga merah (Eucheuma cottonii L.)
terbaik dicuci dengan air mengalir
Makroalga hijau (Halimeda opuntia L.), makroalga cokelat (Sargassum sp.), dan makroalga merah (Eucheuma cottonii
L.) dikeringkan dalam oven dengan suhu 40˚C
Makroalga yang telah dikeringkan dihaluskan menggunakan
blender
Makroalga yang telah halus di maserasi selama 48 jam
dengan pelarut etanol (1:10) hingga diperoleh maserat
Maserat disaring menggunakan kertas saring
Filtrat dari maserat dipekatkan dengan rotary evaporator
pada suhu 50˚C hingga di dapat ekstrak kental, kemudian
dimasukkan ke dalam oven hingga diperoleh ekstrak dalam
bentuk pasta
Gambar 11. Proses ekstraksi makroalga (Indriani, 2014)
-
28
b. Persiapan Uji Taurin dengan Spektrofotometri
Kandungan taurin ditentukan dengan menggunakan spektrofotometri
UV-Vis yang terdiri atas 5 tahap yaitu sebagai berikut :
1. Pembuatan larutan standar taurin
Pembuatan larutan standar taurin dilakukan dengan 2 konsentrasi
yang berbeda yaitu 0,1 M dan 1 M.
Gambar 12. Proses pembuatan larutan standar taurin (Warono, 2013)
2. Penentuan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang maksimum ditentukan dari deteksi nilai
absorbansi salah satu larutan standar taurin pada rentang panjang
gelombang 400-800 nm menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
Sebanyak 12,5 g taurin siap pakai, dilarutkan dalam 10 ml
aquades dan dihomogenkan
Dilakukan pengenceran 10 kali dengan aquades untuk
mendapatkan konsentrasi 1 M dan dihomogenkan
Larutan diuji menggunakan spektrofotometri pada panjang
gelombang 630 nm dengan 3 kali replikasi
Dari larutan diatas dilakukan pengenceran kembali sebanyak
10 kali dengan aquades untuk mendapatkan konsentrasi
0,1 M dan dihomogenkan
Larutan diuji menggunakan spektrofotometri pada panjang
gelombang 630 nm dengan 3 kali replikasi
-
29
Larutan standar taurin 1 M diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 400-800 nm
dengan blangko serapan aquades (Porra et al., 1989).
3. Pembuatan kurva standar taurin
Kurva standar taurin dibuat dengan menghubungkan nilai absorbansi
dengan konsentrasi masing-masing larutan standar taurin pada
panjang gelombang maksimum. Jika hukum Lambert-Beer terpenuhi
maka kurva standar taurin berupa garis lurus.
4. Pembuatan larutan sampel ekstrak etanol makroalga
Pembuatan larutan sampel ekstrak etanol makroalga :
`
Gambar 13. Proses pembuatan larutan sampel ekstrak makroalga
Ekstrak etanol makroalga hijau (Halimeda opuntia L.),
makroalga cokelat (Sargassum sp.), dan makroalga merah
(Eucheuma cottonii L.) masing-masing ditimbang sebanyak
1 g dan dilarutkan dalam 10 ml aquades hingga homogen
Dilakukan pengenceran 10 kali dengan aquades hingga
homogen
Larutan diuji menggunakan spektrofotometri pada panjang
gelombang 630 nm dengan blangko serapan aquades
Dari larutan diatas dilakukan pengenceran kembali sebanyak
10 kali dengan aquades hingga homogen
Larutan diuji menggunakan spektrofotometri pada panjang
gelombang 630 nm dengan blangko serapan aquades
-
30
5. Penentuan kadar taurin ekstrak etanol makroalga
Kadar taurin dari masing-masing larutan sampel ekstrak etanol
makroalga dapat dihitung menggunakan persamaan regresi y = ax+b
dari kurva standar taurin yang telah dibuat (Alwi, 2017).
D. Diagram Alir Penelitian
Keseluruhan tahapan penelitian ini dapat dilihat pada diagram alir penelitian
pada Gambar 14.
Persiapan sampel makroalga
Ekstraksi makroalga hijau (Halimeda opuntia L..), makroalga cokelat
(Sargassum sp.), dan makroalga merah (Eucheuma cottonii L.)
dengan pelarut etanol (1:10) hingga diperoleh dalam bentuk pasta
Pembuatan larutan standar taurin dengan konsentrasi 1 M, 0,1 M, dan diuji menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 630 nm
dengan 3 kali replikasi
Pembuatan kurva standar taurin yang menghubungkan nilai absorbansi
dengan konsentrasi
Pembuatan larutan sampel taurin dari ekstrak etanol makroalga hijau
(Halimeda opuntia L.), makroalga cokelat (Sargassum sp.), dan
makroalga merah (Eucheuma cottonii L.) dengan menimbang
sebanyak 1 g ekstrak dalam 10 ml aquades
Penentuan kadar sampel taurin ekstrak etanol makroalga dengan
spektrofotometri pada panjang gelombang 630 nm menggunakan
blangko serapan aquades dengan 3 kali replikasi
Melakukan analisis data
Gambar 14. Diagram alir penelitian
-
31
E. Parameter Penelitian
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar taurin dari ekstrak
etanol makroalga hijau (Halimeda opuntia L.), makroalga cokelat
(Sargassum sp.), makroalga merah (Eucheuma cottonii L.).
F. Analisis Data Penelitian
Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan disajikan dalam bentuk
tabulasi data. Data primer yang didapatkan dari nilai absorbansi larutan
pembanding taurin dibuat kurva standar sehingga diperoleh persamaan
regresi linear. Kadar total taurin dalam sampel ekstrak etanol makroalga
hijau (Halimeda opuntia L.), makroalga cokelat (Sargassum sp.), makroalga
merah (Eucheuma cottonii L.) dihitung dengan memasukkan nilai
absorbansi kedalam persamaan regresi linear (model interpolasi) y = ax+b,
yang diperoleh dari kurva standar taurin sebagai pembanding dan hasilnya
dinyatakan dalam satuan mg dalam gram.
-
V. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan
makroalga hijau (Halimeda opuntia L.) mengandung taurin sebesar 7,85
mg/100g, makroalga cokelat (Sargassum sp.) mengandung taurin sebesar
1,21 mg/100g, dan makroalga merah (Eucheuma cottonii L.) mengandung
taurin sebesar 4,61 mg/100g.
B. Saran
Perlu dilakukan uji kandungan taurin dari ekstrak etanol makroalga hijau
(Halimeda opuntia L.), makroalga cokelat (Sargassum sp.), makroalga
merah (Eucheuma cottonii L.) dengan menggunakan metode lain dan
membandingkan hasilnya dengan metode spektrofotometri UV-Vis.
A. Simpulan
-
44
DAFTAR PUSTAKA
A. Melis, H.C. Chen. 2005. Chloroplast sulfate transport in green algae-genes,
protein and effects, photosynth. Res 86 299-307.
Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Penerbit
Andi. Yogyakarta.
Alwi, Heriati. 2017. Validasi metode analisis flavonoid dari ekstrak etanol
kasumba terate secara spektrofotometri UV-Vis. Skripsi. Universitas
Islam Negeri Alauddin. Makassar.
Anggadiredja. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Anggadiredja, T.J., Zatnika, A., Purwanto, H., dan Istini, S. 2006. Rumput Laut.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Anggadiredja, J.T., Zatnika, A., Purwanto, H., dan Istini, S. 2008. Rumput Laut,
pembudidayaan, pengolahan dan pemasaran komoditas perikanan
potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Arisandi, Apri., Marsoedi., Nursyam, Happy, dan Sartimbul, Aida. 2011.
Pengaruh salinitas yang berbeda terhadap morfologi, ukuran dan jumlah
sel pertumbuhan serta rendemen keraginan Kappaphycus alvarezi. Jurnal
ilmu kelautan. 16 (3)143-150.
Arouma, O.I., B. Halliwell, B.M. Hoey dan J. Butler. 1988. The Antioxidant
Action Of Taurin, Hypotaurin And Their Metabolic Precursors. Biochem
J. 256:251-255.
Aslan, L.M. 2003. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta.
Association of Analytical Commubities. 2002. AOAC Guidelines for Single
Laboratory Validation of Chemical Methods for Dietary Suplement and
Botanicals.
-
46
Association of Analytical Commubities. 2002. AOAC Guidelines for Single
Laboratory Validation of Chemical Methods for Dietary Suplement and
Botanicals.
Ate, J.N.B., Junet, F.d.C., Theresia, P.E.S. 2017. Nutrition Content Analysis To
Gracilaria edule (S.G. Gmelin) P.C. Silva and Gracilaria coronopifolia J.
Agardh For Economic Development Of Coastal Communities. Jurnal
Ilmu Kesehatan Vol. 5 No. 2.
Bender, D.A., 1957. Amino Acid Metabolism. The Middlesex Hospital Medical
School, Courtauld Institute of Biochemistry. London.
Boney, A.D. 1965. Aspect of the biology of the seaweeds of economic
importance. Mar. Bot. 3: 2005-253.
Burhan, E. 2004. Angka Tahan Hidup Penderita Kanker Paru Jenis Karsinoma
Bukan Sel Kecil yang Layak Dibedah. (Tesis). Departemen Pulmonologi
dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI. Jakarta.
Choi, T.S., E.J. Kang., J.H. Kim, dan K.Y. Kim. 2010. Effects of salinity on
growth and nutrient uptake of Ulva pertusa (Chlorophyta) from an
eelgrass bed. Algae, 25 (1): 17-25.
Darmawati. 2014. Analisa Histology Sel Euchema cottonii pada kedalaman
berbeda. Octopus jurnal ilmu perikanan, Vol.3 No.1.
Day, R.A., Underwood, A. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Ke-6.
Erlangga. Jakarta.
Dhewani, N.M.S. 1990. Beberapa Catatan Mengenai Rumput Laut Gracilaria.
Oseana. Volume XV. Nomor 4 : 147 – 155.
Erich, S.K. and G. Pierre. 1999. Micro environmental control on
biomineralization: superficial processes of apatite and calcite
precipitation in Quaternary soil Reussillon, France. Sedimentology.
46(3).463-476.
Fatimah N. 2005. Mengenal senyawa lain yang diklaim sebagai nutrient Institut
Teknologi Bandung. http://www.percikaniman.com, diakses pada tanggal
10 Januari 2019 pukul 08.30 WIB.
Guiry. 2007. Algabase. National University of Ireland Galway. Irlandia.
H. Takahashi., S. Kopriva., M. Giordano., K. Saito., dan R. Hell. 2011. Sulfur
assimilation in photosynthetic organisms : molecular functions and
regulations of transporters and assimilatory enzymes, annu. Rev. Plant
biol. 62 157-184.
http://www.percikaniman.com/
-
47
Hamzah, A. 2004. Minuman suplemen, apa manfaatnya. Indonesian
Pharmaceutical Watch (IPhW). http://www.republika.co.id/koran. 10
Januari 2019.
Handayani, T., Sutarno, Ahmad, D.S. 2004. Analisis Komposisi Nutrisi Rumput
Laut Sargassum crassifolium J. Agardh. Biofarmasi 2 (2): 45-52,
Agustus 2004, ISSN: 1693-2242.
Hatta, A.M. 2002. Caulerpa Racemosa (Forsek) J. Agarh in Prud ‘homme`van
Reine, W.F and Trono Jr. G. C (editor) Plant Resources of South-East
Asia 15 (1) Cryptogams: Algae. Porsea Fondation, Bogor, Indonesia.
Helmenstine, Anne merie. 2019. Filtration definition and Processes (Chemistry).
Science, Tech, Math. Thoughtco.com.
Higgins, J.P., Tuttle, T.D., Higgins, C.L. 2010. Energy beverages: content and
safety. Mayo Clin Proc 85:1033-1041.
Indriani, M. 2014. Ekstraksi Rumput Laut Cokelat Sargassum sp. (cp 02) dan
Pengujian Ekstrak sebagai Inhibitor Tirosinase (Tesis). Institut pertanian
bogor. Bogor.
Ismail NE, Suheryanto R, Kustomo S, Harsono WJB. 2005. Efektivitas extrajoss
dalam memperbaiki kinerja ketahanan kerja. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
J.G. Jacobsen., L.H. Smith. 1968. Biochemistry and Physiology of taurine and
taurine derivates. Physiol. Rev. 48 424-511.
Jana, T. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kadi, A. 1986. Beberapa catatan tentang algae berzat kapur. Balai Penelitian
Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI.
Jakarta.
Kadi, A. 1987. Cara Mengenal Jenis-jenis dari Makroalga Halimeda. Oseana,
Volume XII, No.1:1-12.
Kadi, A. 2005. Beberapa Catatan Tentang Gelidium (Rhodophyta). Puslitbang
Oseanologi-LIPI. Jakarta.
Kadi, A. 2015. Karakteristik Makro Algae Berzat Kapur di Perairan Tanjung Sira
Lombok-Barat. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI. Jakarta.
Kevin, J. Flynn., Kenneth, J. Jones., Robin, Raine., Jacolyn, Richard., Krystyna,
Flynn. 1994. Use of intracellular amino acid analysis as an indicator of
http://www.republika.co.id/koran.%2010%20Januari%202019http://www.republika.co.id/koran.%2010%20Januari%202019
-
48
the physiological status of natural dinoflagellate populations, Mar. Ecol.
Prog. Ser. 103, 175-186.
Kawasaki, A., A. Ono., S. Mizuta., M. Kamiya., T. Takenaga., S. Murakami.
2017. The Taurine Content of Japanese Seaweed. Taurin 20, Advances in
Experimental Medicine and Biology 975.
Lau, Oi-Wah., Lukt, Shiu-Fai, dan Chiu, Teresa P.Y. 1990. Spectrophotometric
determination of taurine in food samples with phenol and sodium
hypochlorite as reagents and ion-exchanges clean-up. Department of
Chemistry, Chinese University of Hongkong, Shatin, N.T., Hong Kong.
115.
Lee, M. H., Hettiarachchy, N. S., Gnanasambandam, R. & McNew, R. W. 1995.
Physicochemical properties of calcium-fortified rice. Cereal Chemistry,
72, 352- 355.
Littler, D.S., Littler, M.M., Bucher, K.E., dan Norris, J.N. 1989. Marine Plants of
The Caribbean, A Field Guide from Florida to Brazil. Smithsonian
Institution Press. Washington D.C.
Luning. 1990. Seaweeds, Their Environment, Biogeography And Ecophysiology.
John Wiley and Sons. New York.
Machlin, L.J., P.B, Pearson., C.A, Denton. 1955. The utilization of sulfate sulfur
for the synthtesis of taurine in the developing chick embryo. Jurnal
biology chem.. 212 : 534-538.
Marianingsih, P., E. Amelia., T. Suroto. 2013. Inventarisasi dan Identifikasi
makroalga di Perairan Pulau Utung Jawa. Prosiding Semirata FMIPA
Universitas Lampung, 2013.
Martinez, J.B., Stavros, C., Pascal, D., Takeuchi, T. 2004. Effect of dietary taurine
supplementation on growth performance and feed selection of sea bass
Dicentrarchus labrax fry feed with demand feeders. Fish Sci 70 (1): 74-
79.
Marwita, R.S.P. 2013. Efek sinergis taurin lintah laut (Discodoris sp.) dan
temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) dalam serbuk minuman
fungsional. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Matsuuara, K.. O. Sumadhiharga and K. Tsukamoto. 2006. Field Guide to
Lombok Island. 393-449.
Militante, J.D., Lombardini, J.B. 2002. Taurine: evidence of phsyological function
in the retina. J. Nutrition Neurosci. 5 (2):75-90.
-
49
Novoa, A. V., Andrade-Wartha, E. R., Linares, A. F., Genovese, M. I., González,
A. E. B., Vuorela, P., Costa A. & Mancini-Filho, J., (2011). Antioxidant
activity and possible bioactive components in hydrophilic and lipophilic
fractions from the seaweed Halimeda incrassata. Revista Brasileira de
Farmacognosia, 21(1), 53-57.
Nurachman, Z. 2004. Minuman energy. http://www.kompas.com, diakses pada
tanggal 10 Januari 2019 pukul 08.00 WIB.
Nur, M.A., Adijuwana, H. 1989. Teknik Pemisahan dalam Analisis Biologi.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bogor. Pusat Antar
Universitas Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nurhayati., Siti, N.K.A., Rodiah, N., Murdiah. 2017. Komposisi Nutrisi Rumput
Laut Calcareous Halimeda opuntia pada Lingkungan Perairan Indonesia.
JPB Kelautan dan Perikanan Vol. 12 No.1. 13-22.
Odum, H.T., and E.P. Odum. 1955. Trophic structure and productivity of
windward coral reef community on Eniwetoll Atoll. Ecol. Monogr.
25:281-320.
Okuzumi, M., Fuji, T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and
Cuttlefish. Tokyo University of Fisheries. Jepang.
R.J. Huxtable. 1992. Physiological actions of taurine. Physiol. Rev. 72 101-163.
Pamungkas, Widiya. 2016. Pemberian senyawa osmolit organik taurin pada pakan
buatan terhadap respon pertumbuhan cobia di BBPBL Lampung. Digital
Repository Unila.
Pramesti, R., Nirwani. 2007. Studi organ reproduksi Gracilaria gigas harvey pada
fase karposporofit. Ilmu Kelautan 12: 0853 – 7291.
Preisy, W.M.M., Rene, C.K., Lawrence, J.L.L. 2016. Inventarisasi Makroalga di
Perairan Pesisir Pulau Mantehage Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa
Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Jurnalilmiahplatax Vol 4:(2), 2302-3589.
Redmon, H., P. Stapkleton, and David. 1983. Immunustrition. The role of Taurine
Nutrition 14. 559-604.
Romimohtarto, K., dan Juwana, S. 2001. Biologi Laut- Ilmu Pengetahuan Tentang
Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI.
Jakarta.
Siagian A. 2003. Taurin melindungi arteri dari radikal bebas rokok. Universitas
Sumatera Utara.
http://www.kompas.com/
-
50
Silva, M., Vieira, L., Almeida, A.P., Kijjoa, A. 2013. The marine macroalgae of
the genus ulva: chemistry, biological activities and potential applications.
Oceanography 1(1): 1-6.
Strange, K., dan P.S. Jackson. 1997. Swelling Activated Organic Osmolyte Effucks
: A New Role for Anion Channel. Kidney International Vol. 48. The
International Society of Nephrology. Massachussets. USA.
Sulastri, E., Cristadeolia, O., dan Yusriadi. 2015. Formulasi Mikroemulsi Ekstrak
Bawang Merah dan Uji Antioksidan. Jurnal Pharmascience. Vol.2(2).
Hal: 2:9.
Suparmi, Sahri A. 2008. Mengenal potensi rumput laut : kajian pemanfaatan
sumber daya rumput laut dari aspek industri dan kesehatan. Sultan
Agung. XLIV(118): 95-116.
Tafu, S., Matsuda, Y. 2001. High mineral oyster extract and process for
manufacturing the same. United States Patent Application Publication US
2001/0041212A1.
Tevatia, Rahul., Allen, James., Rudrappa, Deepak., White, Derrick., Clemente,
Thomas E., Cerutti, Heriberto., Demirel, Yasar., and Blum, Paul H. 2015.
The Taurine 2015. The Taurine Biosynthetic Pathway of Microalgae.
Faculty Publications from the Center for Plant Science Innovation.166,
pp. 21-26.
Tjitrosoepomo, G. 2011. Taksonomi Tumbuhan : Schizophyta, Thallophyta,
Bryophyta, Pterydophyta. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Triastinurmiatiningsih., Ismant., Ertina. 2011. Variasi Morfologi dan Anatomi
Sargassum sp. di Pantai Bayah Banten. Ekologia, Vol.11 No. 2: 1-10.
Warono, Dwi., Syamsudin. 2013. Unjuk Kerja Spektrofotometer untuk Analisa
Zat Aktif Ketoprofen. Konversi. Vol. 2 No. 2. 2252-7311.
Waryno, T. 2008. Biogeografi Alga Makro (Rumput) Laut di Kawasan Pesisir
Indonesia. Kumpulan Makalah Periode 1987-2008.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Yaich, H., Garna, H., Besbes, S., Paquot, M., Blecker, C., Attia, H. 2011.
Chemical compositon and functional properties of Ulva lactuca seaweed
collected in Tunisia. Food Chemistry 128: 895-901.
Yancey, P.H. 2005. Organic osmolytes as compatible, metabolic and
counteracting cytoprotectants in high osmolarity and other stresses.
Experimental Biology 208 (10): 2819-2830.
-
51
Yang, Jiao., Zhou, Cai-Rong, dan Shi, Xiao-Hua. 2010. Determination and
Correlation of the Solubility for Taurine in Water and Organic Solvent
Systems. American Chemical Society. 55,7, 2620-2623.