uji efek hipoglikemik infus daun pletekan ( pada …
TRANSCRIPT
UJI EFEK HIPOGLIKEMIK INFUS DAUN PLETEKAN (Ruellia tuberose L.)
PADA MENCIT (Mus musculus) dan RESPON TERHADAP SUSUNAN SARAF OTONOM
WA ODE YULIASRI PUTRI N111 07 639
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2012
UJI EFEK HIPOGLIKEMIK INFUS DAUN PLETEKAN (Ruellia tuberose L.)
PADA MENCIT (Mus musculus) dan RESPON TERHADAP SUSUNAN SARAF OTONOM
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
WA ODE YULIASRI PUTRI N111 07 639
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2012
UJI EFEK HIPOGLIKEMIK INFUS DAUN PLETEKAN (Ruellia tuberose L.)
PADA MENCIT (Mus musculus) dan RESPON TERHADAP SUSUNAN SARAF OTONOM
WA ODE YULIASRI PUTRI
N111 07 639
Disetujui oleh :
Pembimbing Utama,
Usmar, S.Si., M.Si., Apt. NIP. 19710109 199702 1 001
Pembimbing Pertama,
Drs. H. Burhanuddin Taebe, M.Si., Apt NIP. 19480727 1979031 1 001
Pembimbing Kedua, Drs. H. Kus Haryono, MS., Apt. NIP19501126 197903 1 002
Pada tanggal,12 Desember 2012
PENGESAHAN
UJI EFEK HIPOGLIKEMIK INFUS DAUN PLETEKAN (Ruellia tuberose L.)
PADA MENCIT (Mus musculus) dan RESPON TERHADAP SUSUNAN SARAF OTONOM
Oleh : WA ODE YULIASRI PUTRI
N111 07 639
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pada Tanggal, 12 Desember 2012
Panitia Penguji Skripsi
1. Ketua
Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, MS., Apt. :………………..
2. Sekretaris
Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt : ……………….
3. Anggota
Drs. H. Hasyim Bariun, M.Si., Apt. : …………….....
4. Ex Officio
Usmar, S.Si, M.Si., Apt. : ……………….
5. Ex Officio
Drs. H. Burhanuddin Taebe, M.Si., Apt. : ……………….
6. Ex Officio
Drs. H. Kus Haryono, MS., Apt : ……………….
Mengetahui : Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt. NIP. 19560114 198601 2 001
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum. Makassar, 12 Desember 2012 Penyusun, Wa Ode Yuliasri Putri
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, tiada kata yang lebih patut diucapkan oleh seorang
hamba yang beriman selain ucapan puji syukur ke hadirat Allah SWT.
Tuhan Yang Maha Mengetahui, Pemilik segala ilmu, karena atas petunjuk-
Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan.
Sungguh banyak kendala yang penulis hadapi dalam rangka
penyusunan skripsi ini. Namun berkat dukungan dan bantuan berbagai
pihak, akhirnya penulis dapat melewati kendala-kendala tersebut. Oleh
karena itu, penulis dengan tulus menghanturkan banyak terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Ayahanda H. La Ode Muhammad Sjafei kahar dan Ibunda. Hj. Wa Ode
Salmatiah. Terima kasih telah membesarkan serta mendidik Ananda
penuh kasih sayang dan tanggung jawab serta seluruh keluarga besar
yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan dan semangat
2. Pembimbing utama Usmar, S.Si, M.Si., Apt., pembimbing pertama
Drs.H. Burhanuddin Taebe, M.Si., Apt. dan pembimbing kedua Drs. H.
Kus Haryono, MS,. Apt. yang telah meluangkan waktu dalam memberi
petunjuk dan menyumbangkan pikiran dan tenaganya dalam
membimbing mulai saat perencanaan penelitian sampai selesainya
penulisan skripsi ini.
3. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Elly
Wahyudin, DEA., Apt., Wakil Dekan I Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt
Wakil Dekan II Prof. Dr.rer.nat Marianti A. Manggau, Apt., dan Wakil
Dekan III Drs. Abd. Muzakkir Rewa, M.Si., Apt.
4. Ketua Peogram Studi Farmasi Fakultas Farmasi UNHAS
beserta seluruh staf atas segala fasilitas yang diberikan dalam
menyelesaikan penelitian ini.
5. Drs. H. Kus Haryono, MS,. Apt. selaku Penasehat Akademik dan
pembimbin yang telah meluangkan waktu dan memberi petunjuk serta
nasehat dalam menempuh pendidikan di Jurusan Farmasi Fakultas
Farmasi Universitas Hasanuddin.
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin.
7. Kepada teman seperjuangan Akmal, Aksan, Masdhar Agung, Ivan,
Fitri, Eki, Geby, Elita yang banyak memberikan support dan bantuan
selama penelitian, Riri, Nia, dan Milka yang telah berbaik hati
meminjamkan alat-alatnya. serta seluruh teman seangkatan Eksudat
07 yang selalu memberikan dukungan semangat
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, namun besar harapan penulis kiranya karya ini dapat
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga apa yang
telah kita lakukan bernilai ibadah di sisi Allah SWT dan kita senantiasa
mendapatnya ridha-Nya. Amin.
Makassar, 12 Desember 2012
Penulis
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian uji efek hipoglikemik dari infus daun pletekan (Ruellia tuberose L.) dan respon terhadap sistem saraf otonom pada mencit (Mus muscullus). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konsentrasi infus daun pletekan (Ruellia tuberose L.) yang efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah dan responnya terhadap sistem saraf otonom pada mencit (Mus muscullus). Penelitian ini menggunakan 24 ekor mencit yang dibagi dalam 2 pengujian, yaitu uji efek hipoglikemik dan uji respon otonomik. Pada pengujian hipoglikemik terbagi atas 5 kelompok tiap kelompok terdiri atas 3 ekor. Kelompok I adalah kelompok kontrol yang diberi air suling, kelompok II adalah kelompok pembanding yang diberi suspensi glibenklamid 0,02 mg/ml, kelompok III, IV dan V adalah kelompok perlakuan yang diberi infus sampel dengan konsentrasi 1,5%, 3%, dan 6% b/v. Sedangkan untuk uji otonomik terbagi atas 3 kelompok tiap kelompok terdiri atas 3 ekor. Kelompok I, II, dan III diberi infus daun pletekan dengan konsentrasi 1,5%, 3%, dan 6% b/v. Pemberian dilakukan secara peroral dengan volume pemberian 1 ml /30 g BB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infus dengan konsentrasi 1,5%, 3%, dan 6% b/v. memiliki respon otonomik dan efek penurunan glukosa darah pada mencit (Mus muscullus) jantan.
ABSTRACT
The research about hypoglycemic effect of infusion of pletekan leaves (Ruellia tuberose L.) and response of the autonomic nervous systemic mice (Mus muscullus). The research was conducted with the aim to determine the concentration of the infusion of pletekan leaves (Ruellia tuberose L.) to decreas blood glucose levels and its response to the autonomic nervous system in mice (Mus muscullus). The research used 24 mice were divided into 2 test, the test of the effects of hypoglycemic and autonomic response testing. On testing hypoglycemic divided into 5 groups each group consisting of 3 tails. The first group as control that given aquadest, the second group as comparator that was administered 0,02 mg/ml glybenclamide suspension, the the third, fourth and fifth group as treatment group that given infusion sample in concentration of 1,5%, 3%, and 6% w/v. As for the test autonomic devided into 3 groups each group consisting of 3 tails. The first, second, and third group that given infusion sample in concentration of 1,5%, 3%, and 6% w/v. Administrations were orally in a dose of 1 ml/ 30 gram of body weight. The result of the research indicated that the sample infusion 1,5%, 3%, and 6% w/v had autonomic response and hypoglycemic effect in male mice (Mus muscullus).
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... iv
PERNYATAAN ........................................................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................... viii
ABSTRACT ............................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 4
II.1UraianTanaman .......................................................................... 4
II.1.1 Klasifikasi ............................................................................... 4
II.1.2 Nama Daerah ......................................................................... 4
II.1.3 Morfologi Tanaman................................................................. 4
II.1.4 Pemanfaatan dan Kegunaan .................................................. 5
II.1.5 Kandungan Senyawa ............................................................. 5
II.2 Diabetes Mellitus ....................................................................... 5
II.2.1 Pengertian Diabetes Mellitus .................................................. 5
II.2.2 Penyebab Diabetes Mellitus .................................................. 5
II.2.3 Klasifikasi Diabetes Mellitus .................................................. 7
II.2.4 Gejala Diabetes Mellitus ........................................................ 9
II.2.5 Komplikasi Diabetes Mellitus ................................................ 12
II.2.6 Pengobatan Diabetes Mellitus .............................................. 14
II.2.7 Metode Analisis Glukosa ...................................................... 19
II.3 Susunan Saraf Otonom ........................................................... 20
II.3.1 Fungsi ................................................................................... 20
II.3.2 Neurotransmiter .................................................................... 21
II.3.3 Reseptor Kolinergik .............................................................. 21
II.4 Ekstraksi dan Metode Ekstraksi .............................................. 22
II.4.1 Metode Ekstraksi .................................................................. 22
II.4.2 Metode Infudasi .................................................................... 23
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN .................................................. 24
III.1 Penyiapan Alat dan Bahan ..................................................... 24
III.2 Pengambilan dan Penyiapan Sampel .................................... 24
III.3. Pembuatan Sediaan Uji ......................................................... 24
III.3.1 Pembuatan Larutan Glukosa 15 % b/v ................................ 24
III.3.2 Pembuatan Larutan Koloidal Na CMC 1% .......................... 25
III.3.3 Pembuatan Suspensi Glibenklamid ..................................... 25
III.3.4 Variasi Dosis Pemberian dan Pembuatan Infus .................. 25
III.4 Pemilihan dan Penyiapan Hewan Uji ..................................... 26 III.5 Perlakuan terhadap Hewan Uji .............................................. 26
III.6 Pengukuran Glukosa Darah Hewan Uji .................................. 27
III.7 Pengamatan Efek Terhadap Susunan Saraf Otonom ............ 27
III.8 Pengumpulan dan Analisis Data ............................................ 27
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 28
IV.1 Hasil Penelitian ...................................................................... 28
IV.2 Pembahasan .......................................................................... 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 34
V.1 Kesimpulan ............................................................................. 34
V.2 Saran ...................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 35
LAMPIRAN .............................................................................................. 37
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kadar Glukosa Darah Rata-rata Mencit Akibat Pemberian Infus daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) dengan Kontrol dan Pembanding 28
2. Hasil Pengamatan respon terhadap susunan saraf otonom setelah pemberian Infus daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) pada mencit (Mus muscullus). 30
3. Analisis statistika dengan metode Rancangan Acak Lengkap
(RAL) laju penurunan kadar glukosa darah pada hewan coba mencit (Mus muscullus) jantan akibat pemberian air suling, Infus daun pletekan 1,5% b/v, Infus daun pletekan 3% b/v, Infus daun pletekan 6% b/v, dan glibenklamid 0,02mg/ml 42
4. Tabel Anova atau Analisis Statistik Ragam 44
5. Uji Beda Jarak Nyata Duncan (BJND) 45
DAFTAR GAMBAR Gambar halaman 1. Rumus Bangun Glibenklamid ............................................................. .17
2. Profil penurunan kadar glukosa darah mencit akibat pemberian Infus daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) dengan pembanding glibenklamid dan kontrol negatif air suling................................................................29
3. Tanaman Pletekan (Ruellia tuberosa L.) . ............................................ 47
4. Tablet Glibenklamid ............................................................................. 48
5. Alat Pengukur Glukosa Darah (GukoDr) dan contoh strip...................48
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema kerja uji efek hipoglikemik 2. Skema kerja uji respon susunan saraf otonom 3. Perhitungan dosis 4. Hasil pengukuran kadar glukosa darah pada mencit jantan
sebagai efek pemberian sediaan uji infus daun pletekan (Ruellia tuberose L.) dengan Pembanding glibenklamid dan control negatif air suling
5. Analisis statistik data 6. Foto sampel dan alat
37
38
39
41
42
46
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut data WHO, lebih dari 220 juta orang di seluruh dunia
mengidap diabetes melitus. Pada tahun 2005 diperkirakan 1,1 juta orang
meninggal akibat diabetes melitus. Berdasarkan kasus kematian tersebut,
80% berasal dari negara-negara berkembang. Hampir setengah kematian
tersebut terjadi pada penderita dibawah usia 70 tahun, diperkirakan jumlah
ini akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2030 (1). Menurut data dari
Poliklinik diabetes di seluruh Indonesia menunjukkan pada tahun 2000
diperkirakan terdapat 4 juta jiwa menderita penyakit ini (2). Diabetes
melitus adalah sekumpulan dari gangguan metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemi dan abnormalitas metabolisme dari karbohidrat, lemak, dan
protein (3).
Sistem saraf otonom tersebar luas di seluruh tubuh dan fungsinya
adalah mengatur secara otomatis keadaan fisiologi yang konstan, seperti
suhu badan, tekanan dan peredaran darah, serta pernapasan. Sistem
saraf otonom dapat di bagi menjadi kolinergik dan adrenergik. adrenergik
merupakan neuron postganglioner dari simpatis meneruskan impuls dari
sistem saraf pusat dengan melepaskan neurohormon adrenalin dan atau
noradrenalin pada ujungnya, neuron ini dinamakan saraf adrenergis.
Adrenalin juga dihasilkan oleh bagian dalam (medulla) dari anak ginjal (4).
Kadar glukosa darah sangat di pengaruhi oleh fungsi hepar
pankreas adenohipofisis dan adrenal (5). Adrenalin dapat menghambat
sekresi insulin yang merupakan hormon pembawa gula dari darah ke sel
tubuh yang membutuhkan mengubahnya menjadi energi (6).
Dalam dunia pengobatan banyak orang memilih menggunakan obat
modern sebagai terapi, akan tetapi efek sampingnya yang timbul dapat
mempengaruhi kesehatan karena obat tersebut berupa bahan sintesis.
Oleh karena itu masyarakat akhirnya cenderung untuk memakai obat
tradisional karena selain mudah diperoleh relatif lebih aman karena efek
sampingnya lebih kecil dibandingkan dengan obat sintetis.
Daun pletekan (Ruellia tuberose L.), suku Acanthaceae
mengandung senyawa aktif saponin, flavanoid, juga mengandung serat
kasar 13,55%, tanin 3,25% dan mineral seng 3,55 ppm. Saponin,
flavanoid dan tanin merupakan antioksidan, serat berpengaruh terhadap
penurunan kadar glukosa dan lemak darah karena dapat menyerap
kolesterol (7).
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang timbul adalah
apakah infus daun pletekan (Ruellia tuberose L.) dapat menurunkan kadar
glukosa darah dan apakah efek tersebut berkaitan dengan respon
terhadap sistem saraf otonom pada mencit. Untuk memecahkan masalah
tersebut maka dilakukan penelitian uji efek hipoglikemik infus daun
pletekan (Ruellia tuberose L.) pada mencit (Mus musculus) dan respon
terhadap susunan saraf otonom.
Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk menguji efek
pemberian infus daun pletekan (Ruellia tuberose L.) terhadap penurunan
kadar glukosa darah dan responnya terhadap sistem saraf otonom pada
mencit (Mus muscullus), sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui
konsentrasi infus daun pletekan (Ruellia tuberose L.) yang efektif untuk
menurunkan kadar glukosa darah dan responnya terhadap sistem saraf
otonom pada mencit (Mus muscullus).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tanaman
II.1.1 Klasifikasi Tanaman (8)
Dunia : Plantae
Anak Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta, Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Anak Kelas : Asteridae
Bangsa : Scrophulariales
Suku : Acanthaceae
Marga : Ruellia
Jenis : Ruellia tuberosa L.
II.1.2 Nama daerah
Ruellia tuberosa L. memiliki nama daerah diantaranya: Pletekan,
ceplikan (Jawa), dan kabote-bote (Buton).
II.1.3 Morfologi Tanaman (8)
Tanaman Pletekan tergolong tanaman semusim, tumbuh tegak, tanaman
ini biasanya tumbuh di tepi jalan, pematang, semak-semak dsb. Batang pletekan
tegak atau pangkalnya sedikit berbaring, berbentuk segi empat tumpul dan
berwarna hijau. Daun pletekan tunggal, tersusun bersilang berhadapan, helaian
daun bentuk memanjang hingga bulat telur terbalik, dengan pangkal runcing dan
ujung tumpul, tepi bergigi, panjang 6-18 cm. lebar 3-9 cm, permukaan daun licin,
II.1.4 Pemanfaatan dan Kegunaan
Di masyarakat daunnya digunakan sebagai obat diabetes
II.1.5 Kandungan Senyawa (7,9)
Kandungan senyawa daun pletekan adalah saponin, flavonoid, juga
mengandung serat kasar tanin dan mineral seng.
II.2 Diabetes Mellitus
II.2.1 Pengertian Diabetes Mellitus (10)
Diabetes Mellitus adalah suatu kondisi dimana seseorang mempunyai
kadar gula darah (glukosa) melebihi kondisi normal, baik disebabkan karena
tubuh tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup, atau karena sel-sel
tubuh tidak merespon secara baik terhadap insulin yang diproduksi. Insulin
adalah suatu hormon yang diproduksi oleh pankreas, yang memungkinkan sel-
sel tubuh untuk menyerap glukosa dan selanjutnya digunakan sebagai sumber
energi. Apabila sel-sel tubuh tidak dapat menyerap glukosa, maka glukosa
tersebut akan terakumulasi dalam darah (kondisi ini disebut sebagai
hiperglikemia), yang akan menyebabkan timbulnya komplikasi pada saluran
darah, syaraf dan lain-lain.
II.2.2 Penyebab Diabetes Mellitus (11, 12, 13)
Diabetes mellitus penyakit yang disebabkan kadar gula darah lebih tinggi
dari kondisi biasa atau normal. Kadar gula darah normal adalah 60 mg/dl – 145
mg/dl. Penyakit ini dapat terjadi karena tidak dapatnya gula memasuki sel-sel
akibat kekurangan atau resistensi insulin. Kondisi kadar gula darah yang tinggi
juga sangat dipengaruhi oleh pola makan. Ada beberapa faktor yang dapat
berperan dalam timbulnya diabetes mellitus antara lain:
1. Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan resiko
kena diabetes. Kurang gizi dapat merusak pankreas, sedangkan obesitas
mengakibatkan gangguan kerja insulin.
2. Kelebihan karbohidrat
Tingginya jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia
diakibatkan pola makan orang Indonesia yang terlalu banyak mengonsumsi
karbohidrat. Dengan nasi sebagai makanan pokok banyak mengandung glukosa
dalam kuantitas banyak dan glukosa yang berlebihan merupakan salah satu
penyebab penyakit diabetes mellitus.
3. Kelainan genetika
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
diabetes, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat
menghasilkan insulin dengan baik.
4. Usia
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis
menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah
seseorang memasuki usia 45 tahun dan pada mereka yang berat badannya
berlebih sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin.
5. Stres
Stres kronis yang cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar lemak serotonin
otak.
6. Pankreas.
Adanya mutasi pada pankreas sehingga menghasilkan insulin yang tidak
normal, terlalu banyak dihasilkan proinsulin yang tidak dapat diubah menjadi
insulin dan adanya gangguan sekresi insulin.
7. Makanan dan kebiasaan
Teh manis, gorengan, ngemil, kurang tidur, malas beraktifitas fisik, sering
stres, kecanduan rokok, menggunakan pil kontrasepsi, takut kulit jadi hitam,
keranjingan soda
8. Penyebab diabetes lainnya
Kadar kortikosteroid yang tinggi, kehamilan, obat-obat yang dapat
merusak pankreas, racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari
insulin.
II.2.3 Klasifikasi Diabetes Mellitus (12)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui 3 bentuk DM, yaitu:
1. Diabetes Mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 disebut juga insulin-dependent diabetes mellitus
(IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin), atau diabetes anak-anak,
dicirikan dengan rusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau
Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes
tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Kebanyakan
penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat
penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respon tubuh
terhadap insulin umumnya normal, terutama pada tahap awal. Penyebab
terbanyak dari rusaknya sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi
autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas
tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Saat ini, diabetes tipe 1
hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang
teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.
Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun,
adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis
dapat menyebabkan koma, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Penekanan
juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari
pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin 24 jam
sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan. Juga dimungkinkan pemberian
dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta
dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui “inhaled powder”.
2. Diabetes Mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 disebut juga non-insulin-dependeny diabetes
mellitus (NIDDM, “diabetes yang tidak bergantung pada insulin”) terjadi karena
kombinasi dari “kecacatan dalam produksi insulin” dan “resistensi terhadap
insulin” (adanya efek respon jaringan terhadap insulin) yang melibatkan reseptor
insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah
berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya
kadar insulin di dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi dengan
berbagai cara dan disertai obat anti diabetes yang dapat meningkatkan
sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hati.
3. Diabetes Gestasional
Diabetes mellitus pada kehamilan atau sering disebut diabetes mellitus
gestasional merupakan penyakit diabetes yang terjadi pada ibu-ibu yang sedang
hamil. Gejala utama dari kelainan ini pada prinsipnya sama dengan gejala utama
pada penyakit diabetes mellitus lainnya yaitu sering buang air kecil (poliuria),
selalu merasa haus (polidipsia) dan sering merasa lapar (polifagia). Yang
membedakannya adalah keadaan pasien saat ini sedang hamil.
II.2.4 Gejala Diabetes Mellitus (14, 15, 16)
Gejala-gejala yang terjadi pada penderita diabetes mellitus dapat
digolongkan menjadi 2 yaitu:
1. Gejala akut
Gejala penyakit diabetes mellitus dari suatu penderita ke penderita
lainnya tidaklah selalu sama. Gejala yang disebutkan di bawah ini adalah
gejala yang umumnya timbul dengan tidak mengurangi kemungkinan
adanya variasi gejala lain. Bahkan, ada penderita diabetes mellitus yang
tidak menunjukkan gejala apa pun sampai pada saat tertentu.
Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi :
(1) Polifagia (banyak makan)
Kadar glukosa darah yang tidak masuk ke dalam sel, menyebabkan
timbulnya rangsangan ke otak untuk mengirim pesan rasa lapar.
Akibatnya penderita semakin sering makan. Kadar glukosa pun makin
tinggi, tetapi tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan tubuh karena tidak bisa
masuk ke sel tubuh.
(2) Poliuria (banyak kencing)
Kadar glukosa darah yang berlebihan akan dikeluarkan melalui
urin. Akibat tingginya kadar glukosa darah, penderita merasa ingin buang
air terus, dan dalam volume urin yang banyak.
(3) Polidipsia (banyak minum)
Makin banyak urin yang dikeluarkan, tubuh makin kekurangan air,
Akibatnya timbul rasa haus dan ingin minum terus. Bila keadaan tersebut
tidak cepat diobati, lama kelamaan mulai timbul gejala yang disebabkan
oleh kurangnya insulin, bahkan kadang-kadang disusul dengan mual jika
kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dl.
Gejala yang ditimbulkan yaitu banyak minum, banyak
berkemih,mudah lelah, berat badan turun dengan cepat (dapat turun 5-10
kg dalam waktu 2 - 4 minggu), dan bila tidak lekas diobati, akan timbul
rasa mual, bahkan penderita akan mengalami koma (tidak sadarkan diri)
dan disebut koma diabetik. Koma diabetik adalah koma pada penderita
diabetes mellitus akibat kadar glukosa darah terlalu tinggi, biasanya
melebihi 600 mg/dI. Dalam praktek, gejala dan penurunan berat badan
inilah yang paling sering menjadi keluhan utama penderita untuk pergi
berobat ke dokter.
2. Gejala kronik
Kadang-kadang penderita penyakit diabetes mellitus tidak
menunjukkan gejala akut, tetapi penderita tersebut baru menunjukkan
gejala sesudah beberapa bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit
diabetes mellitus. Gejala ini disebut gejala kronik atau menahun.
Gejala kronik yang sering timbul adalah
(1) kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum
(2) kesemutan, kram, capek, mudah mengantuk
(3) mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
(4) gatal disekitar kemaluan, terutama wanita
(5) gigi mudah goyah dan mudah lepas
(6) kemampuan seksual menurun, bahkan impotent
(7) rasa tebal di kulit, sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal
(8) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.
II.2.5 Komplikasi Diabetes Mellitus (17, 18)
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan
komplikasi akut dan kronik. Berikut ini beberapa komplikasi yang sering
terjadi dan harus diwaspadai.
a. Hipoglikemia
Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita akan
merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam
(pandangan menjadi gelap), keluar keringat dingin, detak jantung
meningkat, bahkan hilang kesadaran. Apabila penderita tidak segera
ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya menyebabkan
kematian. Pada hipoglikemia, kadar glukosa darah penderita kurang dari
50 mg/dl, walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan
gejala hipoglikemia pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar
glukosa darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak
mendapat pasokan energi sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat
rusak. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1,
yang dapat dialami 1 – 2 kali perminggu.
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak
secara tiba-tiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress,
infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan
poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan
pandangan kabur. Apabila diketahui dengan cepat, hiperglikemia dapat
dicegah tidak menjadi parah. Hipergikemia dapat memperburuk
gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis, disfungsi ereksi,
dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia yang berlangsung lama
dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara
lain ketoasidosis diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA) yang dapat
berakibat fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat dicegah
dengan kontrol kadar gula darah yang ketat.
c. Ketoasidosis diabetik
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia,
glukosuria berat, kehilangan energi, turunnya berat badan, dan rasa letih. Tubuh
mulai membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya, yang disertai
pembentukan zat perombakan seperti asetoasetat, asam hidroksibutirat, dan
aseton, yang membuat darah menjadi asam. Peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketoasidosis yang amat berbahaya karna akhirnya dapat
menyebabkan pingsan (koma diabetikum) dan nafas penderita yang berbau
khas.
d. Makrovaskular
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada
penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease=
CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer
(peripheral vaskular disease= PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat
juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang paling sering terjadi komplikasi
makrovaskular adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi,
dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi
makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain Cardiac dysmetabolic
Syndrome, hyperinsulinemic syndrome, atau Insuline Resistance syndrome.
e. Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.
Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk
HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh
sehingga terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal ini
yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, yaitu lesi
spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati
Diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), dan saraf-saraf perifer (neuropati
diabetik).
II.2.6 Pengobatan Diabetes Mellitus (17,19,20)
Obat antidiabetik oral dibagi dalam beberapa golongan yaitu :
1. Sulfonilurea
Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian
sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin pankreas. Sifat
perangsangan sulfonilurea berbeda dengan perangsangan oleh glukosa,
dan ternyata pada saat hiperglikemia gagal merangsang sekresi insulin
dalam jumlah yang mencukupi, tetapi obat-obat tersebut masih mampu
meninggikan sekresi insulin. Itulah sebabnya obat-obat ini bermanfaat
pada penderita diabetes yang pankreasnya masih mampu memproduksi
insulin. Sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan pada penyakit hati, ginjal,
dan tiroid. Absorpsi derivat sulfonilurea melalui usus baik, sehingga dapat
diberikan per oral, setelah diabsorpsi obat ini tersebar ke seluruh cairan
ekstrasel dalam plasma, dan sebagian terikat pada protein plasma
terutama albumin (70-90%). Pemilihan preparat tergantung dari lama, cara
kerja dan kerja ikatannya.
Sulfonilurea Generasi Pertama
a. Tolbutamid
Tolbutamid diabsorbsi dengan baik tetapi cepat dimetabolisme
dalam hati. Sediaan ini bekerja singkat dengan kadar maksimal dicapai
dalam 3-5 jam dengan waktu paruh eliminasi 4-5 jam, durasi obat
bertahan 6-12 jam. Oleh karena itu merupakan sulfonilurea yang paling
aman digunakan untuk pasien diabetes berusia lanjut. Utamanya diberikan
pada penderita yang teratur jam makannya, atau puasa. Dalam darah,
tolbutamid terikat protein plasma, di dalam hati obat ini diubah menjadi
karboksitolbutamid untuk diekskersi melalui ginjal. Tolbutamid paling baik
diberikan dalam dosis terbagi (misalnya 500 mg sebelum makan &
sesudah ); namun beberapa pasien hanya memerlukan satu atau dua
tablet sehari. Reaksi toksik yang akut jarang terjadi. Jarang dilaporkan
terjadinya hipoglikemia yang berlangsung lama, terutama hanya terjadi
pada pasien yang menerima obat tertentu (misalnya dicumarol,
phenylbutazone, atau sulfonamid tertentu) yang menghambat
metabolisme tolbutamid.
b. Klorpropamid
Klorpropamid memiliki waktu paruh 32 jam dan dimetabolisme
dengan lambat menjadi produk yang masih mempertahankan beberapa
aktivitas biologisnya. Sekitar 20-30 % diekskresi dalam bentuk tidak
berubah di dalam urin. Rata-rata dosis pemeliharaannya adalah sebesar
250 mg sehari yang diberikan dalam dosis tunggal pada pagi hari. Reaksi
hipoglikemik yang berlangsung dalam waktu panjang lebih lazim terjadi
dibandingkan dengan tolbutamid. Golongan Sulfonilurea Generasi
Pertama lainnya adalah asetoheksamid & Tolazamid.
Beberapa efek samping golongan sulfonilurea yaitu Mual, muntah,
sakit kapala, vertigo,demam,kelainan pada kulit, dermatitis, pruritus,
kelainan hematologik : lekopeni, trombositopeni, anemia, dan Ikterus
kolestatik.
Sulfonilurea Generasi Kedua
1. Glibenklamid
Obat ini 200 kali lebih kuat dari pada Tolbutamid, tetapi efek
hipoglikemiknya maksimal mirip dengan sulfonilurea lainnya.
Dimetabolisme di hati hanya 25%, metabolit diekskresi melalui urin dan
sisanya diekskresi melalui empedu dan tinja. Mekanisme kerja sediaan ini
yaitu merangsang sel β pankreas untuk melepaskan insulin. Glibenklamid
efektif pada pemberian dosis tunggal, bila pemberian dihentikan, obat
akan bersih dari serum sesudah 36 jam, waktu paruh eliminasinya 10 jam
dan durasi obat dapat bertahan sampai 24 jam.
Rumus bangun glibenklamid (Gambar 1), yaitu:
Senyawa sulfonilurea generasi kedua lainnya yaitu glipizid, dan
glimepirid. Jenis obat ini seyogyanya digunakan dengan hati-hati pada
pasien dengan penyakit kardiovaskular ataupun pada pasien usia lanjut
karena hipoglikemia akan sangat berbahaya bagi mereka.
2. Biguanid
Derivat Biguanid mempunyai mekanisme kerja yang berlainan
dengan derivat sulfonilurea, obat-obat tersebut kerjanya tidak melalui
perangsangan sektesi insulin, tetapi langsung menurunkan kadar glukosa
darah menjadi normal dan istimewanya tidak pernah menyebabkan
hipoglikemia. Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat
CO–NH-CH2-CH2 SO2-NH-CO-NH
Cl
OCH3
perubahan glukosa menjadi lemak. Pada penderita diabetes yang gemuk
ternyata pemberian biguanid menurunkan bobot badan dengan
mekanisme yang belum jelas. Penyerapan biguanid oleh usus baik sekali
dan obat ini dapat dipakai bersama-sama dengan insulin atau sulfonilurea.
Sebagai besar penderita diabetes yang gagal diobati dengan sulfonilurea
dan dapat ditolong dengan biguanid. Efek samping biguanid yang sering
terjadi adalah maul, muntah-muntah, dan kadang-kadang diare. Oleh
karena itu lebih baik obat ini diberikan pada penderita yang gemuk agar
sekaligus menurunkan bobot badan.
3.Thiazolidindion
Merupakan golongan obat antidiabetes baru yang ada pada tahun
1996 dan dipasarkan di AS dan Inggris. Kegiatan berupa penurunan kadar
glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin dari
otot, jaringan lemak dan hati. Sebagai efeknya penyerapan glukosa ke
dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Begitupula asam lemak bebas
dan mengurangi glukoneogenesis dalam hati. Zat ini tidak mendorong
pankreas untuk meningkatkan pelepasan insulin seperti pelepasan insulin
seperti sulfonilurea. Di samping itu troglitazon bekerja antihipertensif, yaitu
dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Mekanisme
kerjanya meningkatkan sensivitas insulin pada otot dan jaringan adipose
dan menghambat glukoneogenesis hepatik. Obat ini khusus dianjurkan
sebagai obat tambahan pada pasien NIDDM yang perlu diobati dengan
insulin. Dua anggota dari golongan tersebut tersedia secara komersial
yaitu Rosiglitazon dan Pioglitazon.
4. Penghambat alfa-glukosidase
Obat-obat ini termasuk kelompok obat baru, mekanisme kerjanya
yaitu akarbosa menghambat alfa-glukosidase sehingga mencegah
penguraian sukrosa dan karbohidrat kompleks dalam usus halus sehingga
dapat memperlambat dan menghambat penyerapan karbohidrat. Dengan
demikian glukosa dilepaskan lebih lambat dan absorbsinya ke dalam
darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga
memuncaknya kadar gula darah dihindarkan. Tidak ada kemungkinan
hipoglikemia dan terutama berguna pada penderita kegemukan, dimana
tindakan diet tidak menghasilkan efek. Kombinasi dengan obat-obat lain
memperkuat efeknya.
5. Miglitinida
Kelompok obat terbaru ini (1999) bekerja menurut suatu
mekanisme khusus, yakni mencetuskan pelepasan insulin dari pankreas
segera sesudah makan. Miglitinida harus diminum tepat sebelum makan
dan karena resorbsinya cepat, maka mencapai kadar darah puncak
dalam 1 jam. Insulin yang dilepaskan menurunkan kadar glukosa darah
secukupnya. Ekskresinya juga cepat sekali, dalam waktu 1 jam sudah
dikeluarkan dari tubuh.
II.2.7 Metode Analisis Glukosa (21)
Pengukuran glukosa darah dengan glukometer menggunakan
metode elektrokimia, yaitu berdasarkan pada pengukuran potensial (daya
listrik) yang disebabkan oleh reaksi dari glukosa dengan bahan pereaksi
glukosa pada elektroda strip. Strip uji mengandung bahan kimia : glukosa
oksidase 29,1% b/b, Kalium heksasianoferat [III] 32,0% b/b, dan bahan-
bahan tidak aktif 38,9% b/b.
Prinsip kerja alat glukometer adalah sampel darah diserap masuk
ke dalam ujung strip berdasarkan reaksi kapiler. Apabila darah mengisi
ruang reaksi pada strip uji, kalium ferisianida / kalium heksasianoferat [III]
diuraikan dan glukosa sampel dioksidasi oleh enzim glukosa oksidase
menyebabkan penurunan bilangan oksidasi (kalium heksasianoferat [III]
menjadi kalium heksasianoferat [II]). Aplikasi jumlah voltase yang konstan
dari meteran, mengoksidase kalium heksasianoferat [II] kembali menjadi
kalium heksasianoferat [III], dan memberikan elektron. Elektron yang
dihasilkan untuk menimbulkan arus sebanding dengan kadar glukosa
pada sampel. Setelah waktu 60 detik, konsentrasi glukosa pada sampel
darah ditayangkan pada layar monitor dengan satuan mg/dl.
II.3 Susunan Saraf Otonom
II.3.1 Fungsi (4, 15)
Susunan saraf otonom adalah bagian susunan saraf yang
mengurus perasaan viseral dan semua gerakan involuntar reflektorik,
seperti vasodilatasi-vasokontriksi, bronkodilatasi-bronkokontriksi,
peristaltik, berkeringat dan merinding.
Susunan saraf otonom juga disebut susunan saraf vegetatif,
meliputi antara lain saraf-saraf ganglia yang merupakan persarafan ke otot
polos dari berbagai organ (bronchia, lambung, usus, pembuluh darah, dan
lain-lain). Termasuk kelompok ini pula adalah otot, jantung serta beberapa
kelenjar (ludah, keringat dan pencernaan).
Susunan saraf otonom dapat dipecah lagi dalam dua cabang, yakni
susunan simpatis dan susunan parasimpatis. Pada umumnya dapat
dikatakan bahwa kedua susunan ini bekerja antagonis, bila satu sistem
merintangi fungsi tertentu, maka sistem lainnya justru menstimulasinya.
Tetapi dalam beberapa hal, efek kerjanya berlainan sama sekali atau
bahkan bersifat sinergis.
II.3.2 Neurotransmiter (4, 22)
Asetilkolin dan norepinefrin merupakan neurotransmitter yang
diproduksi oleh neuron-neuron susunan saraf otonom. Asetilkolin
merupakan neurotransmitter yang digunakan oleh bagian parasimpatis
dan norepinefrin oleh bagian simpatis dalam penyaluran impuls melalui
sinaps-sinaps.
Jika transmisi diperantarai oleh asetilkolin, saraf ini disebut
kolinergik. Asetilkolin menghantarkankan transmisi impuls saraf melintasi
ganglion otonom pada sistem simpatis dan parasimpatis. Jika norepinefrin
atau epinefrin adalah transmiter, serabut disebut adrenergik. Pada saraf
simpatis, norepinefrin menghantarkan transmisi inpuls saraf dari saraf
otonom pasca ganglion ke organ efektor
III.3.3 Reseptor Kolinergik (4, 22)
Ada berbagai reseptor kolinergik yaitu reseptor nikotinik dan
reseptor muskarinik. Reseptor nikotinik terdapat pada ganglia otonom,
adrenal medulla, otot dan susunan saraf pusat sedangkan reseptor
muskarinik terdapat pada otot-otot polos, kelenjar eksokrin dan jantung.
Pemberian senyawa kolinergik dapat memperlihatkan efek :
1. Stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi
kelenjar ludah, getah lambung dan sekresi air mata.
2. Memperlambat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung,
vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.
3. Memperlambat pernapasan, antara lain dengan menciutkan bronchi,
sedangkan sekresi dahak diperbesar.
4. Kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis).
5. Kontraksi kandung kemih dan ureter dengan efek memperlancar
pengeluaran urin.
6. Dilatasi pembuluh dan kontraksi otot kerangka.
II.4 Ekstraksi dan Metode Ekstraksi
II.4.1 Ekstraksi (23)
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari
bagian tumbuhan obat, hewan dan beberapa jenis ikan dan termasuk
biota laut. Zat-zat aktif tersebut berada di dalam sel, namun sel tumbuhan
dan hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan
metode ekstraksi dan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya.
Umumnya, zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan maupun
hewan lebih larut dalan pelarut organik. Proses terekstraksinya zat aktif
dalam tumbuhan adalah pelarut organik akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan
terlarut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di
dalam sel dan pelarut organik diluar sel. Maka larutan terpekat akan
berdifusi ke luar sel, dan proses ini berulang terus sampai terjadi
keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam sel dan di luar sel.
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat dalam bahan alam baik dari tumbuhan, hewan dan biota laut
dengan pelarut organik tertentu. Proses ekstraksi ini berdasarkan pada
kemampuan pelarut organik untuk menembus dinding sel dan masuk
dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dalam
pelarut organik dan karena adanya perbedaan antara konsentrasi di dalam
dan konsentrasi di luar sel, mengakibatkan terjadinya difusi pelarut organik
yang mengandung zat aktif keluar sel. Proses ini berlangsung terus
menerus sampai terjadi keseimbangan konsentrasi zat aktif di dalam dan
di luar sel.
II.4.2 Metode Infudasi (23)
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia
degan air pada suhu 900C selama 15 menit. Infudasi adalah proses
penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif
yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini
menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan
kapang. Oleh karena itu, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh
disimpan lebih dari 24 jam.
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Penyiapan Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah gelas ukur, gelas piala, lumpang
dan alu, glukometer, spoit oral 1 ml, labu tentukur 100 ml, strip gluco,
pengaduk elektrik, termometer, kain flanel, panci infus, timbangan analitik
dan timbangan hewan.
Bahan-bahan yang digunakan adalah air suling, daun pletekan
(Ruellia tuberose L), glukosa, tablet glibenklamid® (generik), hewan coba
yang digunakan adalah mencit (Mus musculus).
III.2 Pengambilan dan Pengolahan Sampel
Sampel penelitian yang digunakan adalah daun pletekan (Ruellia
tuberose L) yang diambil di kota Makassar.
Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari. Sampel yang telah
dikumpulkan dibersihkan dan dicuci dengan air. Setelah dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan tanpa terkena sinar matahari langsung,
kemudian sampel dipotong kecil-kecil hingga setara dengan derajat halus
4/18.
III.3 Pembuatan Sediaan Uji
III.3.1 Pembuatan Larutan Glukosa 15 % b/v
Glukosa sebanyak 15 g dilarutkan dengan air suling dan
dicukupkan volumenya hingga 100 ml.
II.3.2 Pembuatan Larutan Koloidal Na CMC 1%
Air suling sebanyak 180 ml dipanaskan kemudian Na CMC
sebanyak 2 g dimasukkan sedikit demi sedikit dan diaduk dengan
pengaduk elektrik hingga homogen, kemudian volumenya dicukupkan
dengan air suling panas hingga 200 ml.
III.3.3 Pembuatan Suspensi Glibenklamid
Tablet glibenklamid ditimbang sebanyak 20 tablet, kemudian
dihitung bobot rata-ratanya. Sejumlah tablet dimasukkan ke dalam
lumpang lalu digerus hingga halus dan homogen kemudian ditimbang
sampai diperoleh bobot 81,36 mg (mengandung 0,02 mg glibenklamid
yang setara dengan 5 mg glibenklamid dosis manusia) dan disuspensikan
dengan Na CMC 1% hingga volume 100 ml.
III.3.4 Variasi Dosis Pemberian dan Pembuatan Infus
Untuk pemberian dengan dosis 0,5 mg/g, 1 mg/g, dan 2 mg/g
bobot badan, dibuat infus daun pletekan dengan konsentrasi masing-
masing 1,5%, 3%, dan 6% b/v. Untuk membuat infus 1,5% b/v, sampel
sebanyak 1,5 g dimasukkan ke dalam panci infus, ditambahkan air suling
(2 kali bobot simplisia), diaduk hingga semua permukaan simplisia
menjadi basah, dibiarkan 10 menit lalu ditambahkan air 100 ml. sampel
dipanaskan dalam panci infus selama 15 menit terhitung mulai suhu
mencapai 90oC sambil sekali-sekali diaduk. Selanjutnya diserkai selagi
panas melalui kain flanel. Kemudian dicukupkan volumenya dengan air
suling panas melalui ampas hingga diperoleh infus 100 ml.
Untuk pembuatan sampel dengan konsentrasi 3% dan 6% b/v,
dilakukan dengan cara yang sama dengan pembuatan pada konsentrasi
1,5% b/v. Sampel yang ditimbang masing-masing 3 g dan 6 g.
III.4 Pemilihan dan penyiapan hewan uji
Hewan uji yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) yang
sehat dan dewasa dengan bobot badan 20-30 g, sebanyak 24 ekor yang
dibagi dalam 8 kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 3 ekor.
III.5 Perlakuan terhadap Hewan Uji
Pada perlakuan untuk efek hipoglikemik, hewan uji yang digunakan
sebanyak 15 ekor yang dibagi dalam 5 kelompok perlakuan, sebelum
diberi perlakuan terlebih dahulu mencit ditimbang, diukur kadar glukosa
darah normalnya. Mencit dipuasakan selama 8 jam. Setelah dipuasakan
masing-masing diberi glukosa 15% peroral sebanyak 1 ml/30 g bobot
badan. Satu jam setelah pemberian glukosa 15%, diambil darahnya pada
bagian ekor dengan cara disayat. Kelompok I diberi air suling, kelompok II
diberi suspensi glibenklamid , kelompok III, IV dan V diberi per oral infus
daun pletekan dengan konsentrasi masing-masing 1,5%, 3%, dan 6% b/v
sebanyak 1 ml/30 g bobot badan.
Pada perlakuan untuk efek terhadap sistem saraf otonom
disediakan 3 kelompok tiap kelompok terdiri dari 3 ekor mencit. Sebelum
diberi perlakuan terlebih dahulu mencit ditimbang dan dipuasakan selama
8 jam. Kemudian mencit kelompok I, II, & III diberi per oral infus daun
pletekan dengan konsentrasi masing-masing 1,5%, 3%, dan 6% b/v
sebanyak 1 ml/30 g bobot badan. Setelah diberi perlakuan pada semua
hewan uji, kemudian diamati efek yang terjadi.
III.6 Pengukuran Kadar Glukosa Darah Hewan Uji
Sebelum pengambilan darah terlebih dahulu glukometer diaktifkan
dengan menekan tombol alat tersebut dan dikalibrasi kemudian
dimasukkan strip pada alat tersebut. Darah mencit diambil melalui ekor
kemudian diteteskan diatas strip, dan kadar glukosa akan terukur secara
otomatis yang akan ditampilkan pada layar monitor.
III.7 Pengamatan Efek Terhadap Sistem Saraf Otonom
Setelah mencit diberi perlakuan kemudian diamati efeknya
terhadap saraf otonom yaitu salivasi, diare, diuresis, vasodilatasi (warna
telinga merah) dan miosis (pupil mata menyempit)
III.8 Pengumpulan dan Analisis Data
Data hasil pengukuran glukosa darah normal, glukosa awal
(puasa), setelah pemberian larutan glukosa 15% b/v, setelah pemberian
infus daun pletekan dan setelah pemberian air suling. Data dikumpulkan
dan ditabulasi kemudian dianalisis secara statistika.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Penelitian
Dari hasil infudasi daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) dengan berat
1,5 , 3, dan 6 g diperoleh infus dengan konsentrasi 1,5% ,3%, dan 6% b/v.
Hasil pengukuran kadar glukosa darah mencit selama 5 jam
diperoleh rata-rata penurunan kadar glukosa darah akibat pengaruh
pemberian infus daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) pada mencit (Mus
musculus) jantan dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1 . Kadar Glukosa Darah Rata-rata Mencit Akibat Pemberian Infus daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) dengan Kontrol dan Pembanding
Perlakuan
Kadar Glukosa
Awal/ puasa (mg/dl)
Kadar Glukosa Setelah induksi (mg/dl)
Kadar Glukosa Tiap Jam Setelah pemberian
Perlakuan Sediaan Uji (mg/dl)
Laju
Penurunan Kadar
glukosa, K (mg/dl.
jam) 1 2 3 4 5
Air Suling 88,0 207,7 197,0 195,0 191,7 190,0 187,7 20,0
Glibenklamid 0,02 mg/ml
92,7 183,0 104,0 86,7 80,7 75,3 56,0 127,0
Infus kons. 1,5%
91,3 203,0 148,7 124,7 107,0 100,6 67,3 135,6
Infus kons. 3%
87,3 254,6 172,0 139,3 120,6 93,7 76,3 178,3
Infus kons. 6%
90,7 250,0 134,3 101,0 95,3 89,0 82,3 167,6
28
Data dari tabel 1 diplot dalam diagram sehingga diperoleh profil
penurunan kadar glukosa darah mencit sebagai efek pemberian Infus
daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) yang disertai dengan kontrol negatif
dan pembanding, seperti terlihat pada gambar 2.
Gambar 2. Profil penurunan kadar glukosa darah mencit akibat pemberian Infus daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) dengan pembanding glibenklamid dan kontrol negatif air suling
Hasil pengamatan sistem saraf otonom setelah pemberian infus
daun pletekan (Ruellia tuberose L.) menunjukkan efek berupa vasodilatasi
pada telinga mencit serta terjadi urinasi pada hewan coba.
Tabel 2 . Hasil Pengamatan respon terhadap susunan saraf otonom setelah pemberian Infus daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) pada mencit (Mus muscullus).
Dosis Waktu
Parameter yang diamati
Urinasi Salivasi Vasodilatasi pada
telinga Diare
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Infus daun pletekan 1,5% b/v
5 - - - - - - - - - - - -
10 + + - - - - + + + - - -
15 + - - - - - + + - - - -
30 - - - - - - - - - - - -
60 - - - - - - - - - - - -
120 - - - - - - - - - - - -
Infus daun pletekan 3% b/v
5 + + + - - - + - + - - -
10 + + - - - - + + + - - -
15 - - - - - - - - - - - -
30 - + - - - - - - - - - -
60 - - - - - - - - - - - -
120 - - - - - - - - - - - -
Infus daun pletekan 6% b/v
5 + + + - - - + + + - - -
10 - - + - - - + + - - - -
15 - - - - - - - - - - - -
30 + + - - - - - - - - - -
60 - - - - - - - - - - - -
120 - - - - - - - - - - - -
IV.2 Pembahasan
Diabetes mellitus adalah sekumpulan dari gangguan metabolik
yang ditandai oleh hiperglikemik dan abnormalitas metabolisme dari
karbohidrat, lemak dan protein.
Hiperglikemik adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa darah
tinggi, sedangkan Hipoglikemik adalah suatu keadaan dimana kadar
glukosa darah rendah atau dibawah normal.
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui konsentrasi
infus daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) yang efektif untuk menurunkan
kadar glukosa darah dan responnya terhadap sistem saraf otonom pada
mencit (Mus muscullus). Penelitian ini menggunakan infus dari daun
pletekan dengan konsentrasi 1,5 %, 3 %, dan 6 % b/v. Air suling
digunakan sebagai kontrol negatif dan sebagai kontrol positif digunakan
glibenklamid 0,02 mg/ml.
Efek hipoglikemik ditentukan dengan menggunakan metode
toleransi glukosa dan kondisi perlakuan diusahakan agar tetap seragam
dengan tujuan untuk mengurangi faktor-faktor yang mungkin dapat
mempengaruhi hasil percobaan.
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit
(Mus musculus) yang berjenis kelamin jantan, dalam kondisi sehat, dan
makanan yang diberikan pada saat adaptasi jenisnya harus sama. Mencit
betina tidak digunakan karena sistem hormonalnya tidak stabil
dibandingkan dengan mencit jantan. Walaupun demikian, faktor variasi
biologis dari hewan uji tidak dapat dihilangkan sehingga dapat
mempengaruhi hasil penelitian.
Sebelum perlakuan, mencit terlebih dahulu dipuasakan selama
8 jam untuk menghindari pengaruh makanan pada saat dilakukan
pengukuran kadar glukosa darah dan untuk meningkatkan kecepatan
absorpsi obat dan memudahkan pemberian sediaan secara oral. Selama
dipuasakan, sekam dikeluarkan dari kandang, agar tidak termakan oleh
hewan coba.
Sebagai penginduksi naiknya kadar glukosa darah digunakan
larutan glukosa 15 % b/v diberikan pada mencit 1 jam sebelum perlakuan
dengan tujuan untuk menaikkan kadar glukosa darah (kondisi
hiperglikemik) sehingga kemampuan menurunkan kadar glukosa dari
sampel/sediaan uji dapat diamati secara jelas.
Pengukuran kadar glukosa darah pada mencit dilakukan selama
5 jam dengan interval waktu 1 jam. Hal ini berdasarkan literatur yang
menyatakan bahwa absorbsi glukosa dalam tubuh memerlukan waktu
sekitar 30 – 60 menit dan akan menurun setelah 2 – 3 jam, maka untuk
melihat penurunan kadar glukosa yang lebih jelas digunakan jangka waktu
selama 5 jam setelah pemberian sediaan uji.
Setelah dilakukan pengukuran kadar glukosa darah selama 5 jam,
dari diagram terlihat bahwa pengaruh terbesar ditunjukkan oleh infus
konsentrasi 3%, melebihi efek dari pembanding glibenklamid 0,02 mg/ml.
Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi pada kelompok kontrol
negatif (Air suling) disebabkan karena adanya penggunaan glukosa oleh
tikus dalam pembentukan energi dan terjadinya absorpsi glukosa ke
dalam sel yang disimpan sebagai gula cadangan.
Penurunan kadar glukosa darah pada setiap jenis perlakuan
memperlihatkan hasil yang berbeda-beda. Pada kelompok kontrol (air
suling) laju penurunan kadar glukosa darahnya adalah 20 mg/dL.jam,
kelompok pembanding (glibenklamid 0,02 mg/ml) laju penurunannya 127
mg/dL.jam dan kelompok perlakuan dengan pemberian infus sampel
konsentrasi 1,5%, 3%, dan 6% b/v laju penurunannya masing-masing
adalah 135,667 mg/dL.jam, 178,333 mg/dL.jam dan 167,667 mg/dL.jam.
Nilai penurunan kadar glukosa tersebut dianalisis dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang memperlihatkan perbedaan yang
sangat nyata (sangat signifikan) antara perlakuan dengan kelompok
kontrol negatif (air suling). Hal ini dapat dilihat pada tabel ANAVA yaitu F
hitung < F tabel pada taraf 5% dan 1%.
Berdasarkan dari penelitian uji efek hipoglikemik infus daun
pletekan (Ruellia tuberose L.) terhadap mencit (Mus muscullus) dengan
beberapa variasi dosis menunjukkan bahwa infus daun pletekan memiliki
perbedaan efek yang sangat nyata terhadap penurunan kadar glukosa
darah pada mencit (Mus muscullus) jantan.
Pada pengujian sampel untuk mengetahui respon terhadap
susunan saraf otonom menggunakan infus dari daun pletekan dengan
konsentrasi 1,5%, 3%, dan 6% b/v. Setelah dilakukan pengamatan selama
2 jam, hasil yang diperoleh yaitu terjadi diuresis dan vasodilatasi pada
mencit (mus muscullus).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa :
1) infus daun pletekan (Ruellia tuberosa L.) pada konsentrasi 1,5%, 3%
dan 6% b/v memiliki potensi menurunkan kadar glukosa darah, dengan
efek terbesar diberikan oleh infus dengan konsentrasi 3% b/v.
2) infus daun pletekan (Ruellia tuberose L.) menunjukkan efek
parasimpatis berupa vasodilatasi pada telinga mencit serta terjadi
diuresis pada hewan coba.
V.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian mengenai isolasi dan identifikasi
komponen kimia dari infus daun pletekan (Ruellia tuberose L.) yang
berefek sebagai obat hipoglikemik.
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Diabetes. Med.Cen [serial on the internet]. November 2009 [dikutip 28 November 2010]. Available from: http://www.who.int/mediacenter/factsheets/fs312/en.
2. Siagan RA. Indeks Glikemik Pangan. Penebar Swadaya. Jakarta. 2004. Hal 53.
3. Priyanto dan Bimed M. Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi. Jakarta. 2009. Hal. 165.
4. Tan, HT dan Rahardja, K. Obat-Obat Penting. Ed 6. PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta. 2007. hal. 480-483, 505
5. Suharti, K.S. Insulin dan Antidiabetik Oral. Di dalam : Ganiswara SG, Editor.
Farmakologi Dan Terapi Ed.5. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008. Hal 484
6. Harkness, R. Interaksi Obat. Terjemahan Oleh Agoes, G. Dan Widianto, M. Bandung. Penerbit ITB. 1989. Hal.14a-15a 99.
7. Cintari, L. Swamedikasi Diabetes Melitus (DM) dengan daun ceplikan (Ruellia tuberose L). Jurnal Skala Husada 2009. (20 Desember 2011). 6 (1). Hal 74 – 65
8. Anonim, Tanaman obat Ruellia tuberosa L. [serial on the internet]. [diakses tanggal 19 Juli 2012]. Available from: http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/tanaman_obat/depkes/4-079.pdf
9. Hariana A. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2. Penebar Swadaya. Jakarta. 2008. Hal. 179.
10. Muchtadi D. Karbohidrat Pangan dan Kesehatan. Alfabeta CV. Bandung. 2011. Hal.79
11. Sutanto dan Hariwijaya M. Pengetahuan Praktis Tentang Penyakit Obat-Obatan. Bandaliko Praktis. Jogjakarta. 2006. Hal.107-105.
12. Fitria, A. Diabetes Tips Pencegahan Preventif dan Penanganan. Venus. Yokyakarta. 2009. Hal. 32-21.
13. Hasanah. Pengaruh pemberian ekstrak buah labu parang (Cucurbita moschata Duch) terhadap kadar glukosa darah dan asam urat pada kelinci (Oryctolagus cuniculus). Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Hasanuddin. Makassar. 2011. Hal.6-16.
14. Noer SHM. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Ed.3. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1996. Hal. 572-91
15. Price SA. dan Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2005.Hal.1267-70
16. Viswanath K. Dan McGavin DDM. Diabetic retinopathy: clinical findings and management. JCEH. [serial on the internet] 2003; 16: 21-4. [cited 2011 Desember 28th]. Available from: http://www.cehjournal.org/download/ceh_16_46_021.pdf
17. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2005. Hal. 21-47. Available as PDF file.
18. Brunton,L., Parker K., Blumenthel D., dan Buxton I. Goodman & Gillman’s: Manual of Pharmacology and Therapeutics. The Mc-Graw Hill Company. New York. 2008. Hal.1041
19. Handoko T dan Suharto B. Insulin, Glukagon dan Anti Diabetik Oral. Di dalam : Ganiswara SG, Editor. Farmakologi dan Terapi. Ed. 5. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007. Hal.471,476-7.
20. Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik. Ed. 8. Salemba Medika. Jakarta. 2002. Hal.696-705.
21. Mahmudatussadeh. Metode analisis kadar glukosa darah. [serial on the internet]. 2005 [dikutip 10 Oktober 2009]. Available from: www.scribd.com
22. Arini setiawati dan Sulistia Gan. Susunan Saraf Otonom dan Transmisi Neurohumoral. Di dalam : Ganiswara SG, Editor. Farmakologi Dan Terapi Ed.5. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008. Hal 36-34
23. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 1986. Hal. 10 - 1
35
LAMPIRAN I
SKEMA KERJA UJI EFEK HIPOGLIKEMIK DARI PEMBERIAN INFUS DAUN PLETEKAN (Ruellia tuberose L)
PADA MENCIT (Mus musculus)
Infus daun pletekan 1,5%, 3% dan 6% b/v
Mencit jantan 15 ekor
Pengambilan darah setiap 1 jam selama 5 jam
Dipelihara, Ditimbang, Dikelompokkan, Dipuasakan
Dibersihkan, Dikeringkan, Dipotong kecil-kecil. Diinfudasi
Daun pletekan
Kelompok I Kontrol
Air suling
Pengukuran kadar glukosa darah
Pengukuran kadar glukosa darah awal (Puasa)
larutan glukosa 15% b/v secara oral
Pengukuran kadar glukosa darah hiperglikemik
Setelah 60 menit
Perlakuan terhadap Mencit
Pengumpulan data
Analisis data
Kelompok II Pembanding
Suspensi Glibenklamid
Kelompok III Infus daun pletekan 1,5% b/v
Kelompok IV Infus daun
pletekan 3% b/v
Kelompok V Infus daun
pletekan 6% b/v
Pembahasan dan Kesimpulan
LAMPIRAN II
SKEMA KERJA UJI RESPON SISTEM SARAF OTONOM TERHADAP PEMBERIAN
INFUS DAUN PLETEKAN (Ruellia tuberose L.) PADA MENCIT (Mus musculus)
Infus daun pletekan 1,5%, 3% dan 6% b/v
Mencit jantan 9 ekor
Perlakuan terhadap Mencit
Pembahasan
Pengamatan efeknya terhadap system saraf otonom: Salivasi, urinasi, vasodilatasi, miosis, & diare
Kesimpulan
Dipelihara, Ditimbang, Dikelompokkan, Dipuasakan
Dibersihkan, Dikeringkan, Dipotong kecil-kecil. Diinfudasi
Daun pletekan
Kelompok III Infus daun pletekan 1,5% b/v
Kelompok IV Infus daun
pletekan 3% b/v
Kelompok V Infus daun
pletekan 6% b/v
LAMPIRAN III
PERHITUNGAN DOSIS
A. Perhitungan Dosis dan Pemberian Glibenklamid Perhitungan Dosis Obat untuk Kontrol Positif
a. Perhitungan suspensi glibenklamid
Dosis lazim untuk manusia: 5 mg
Faktor konversi dosis manusia ke dosis mencit (BB 20 g): 0,0026
Acuan volume pemberian maksimal per oral untuk mencit: 1 ml (30 g)
Dosis untuk mencit dengan BB 20 g adalah = 5 mg x 0,0026
= 0,013 mg/20 g BB
Dosis untuk mencit dengan BB 30 g = 0,013 mg x 30/20
= 0, 02 mg/30 g BB
Sediaan yang dibuat: 100 ml
Glibenklamid yang dibutuhkan = 0,02 mg/ml x 100
= 2 mg
b. glibenklamid yang ditimbang
Bobot rata-rata 20 tablet = 4,068 g/20 tablet
= 4068 mg/20 tablet
= 203,4 mg
Bobot yang ditimbang = 2 mg/5 mg x 203,4 mg
= 81,36 mg
B. Perhitungan Glukosa
Dosis untuk kelinci adalah 1 gram / kg BB
Faktor konversi dari kelinci (1,5 kg) = 0,04 ke mencit (20 g)
Dosis untuk mencit 20 g = 1500 mg x 0,04 = 60 mg
Dosis untuk mencit 30 g = 60 g x 30/20 = 90 mg
Dibuat 100 ml glukosa = 90 mg/ml x 100 ml
= 9 gram / 100 ml
= 9,0 % b / v
C. Perhitungan Konversi Volume Pemberian Sediaan/Sampel
Volume maksimal pemberian sediaan : 1 ml secara oral pada mencit (Mus musculus)
Hewan Uji dengan BB yang tertinggi : 30 gram
Volume pemberian sediaan/sampel : 1 ml / 30 gram BB
BB (gram) Untuk Hewan Uji dengan BB < 30 gram : x 1 ml 30 gram
LAMPIRAN IV
Hasil pengukuran kadar glukosa darah pada mencit jantan sebagai efek pemberian sediaan uji infus daun pletekan (Ruellia tuberose L.) dengan Pembanding glibenklamid dan control negatif air suling
Perlakuan
Re
pli
ka
si
Glu
ko
sa
P
ua
sa
(m
g/d
L)
Glu
ko
sa
In
du
ks
i (m
g/d
L)
Penurunan kadar glukosa darah selama 5 jam (mg/dL)
Penurunan Kadar
glukosa darah
setelah 5 jam
1 2 3 4 5
Air suling
1 82 205 199 197 195 195 192 13
2 89 207 196 193 190 188 185 22
3 93 211 196 195 190 187 186 25
Rata-rata 88 207.67 197 195 191.66 190 187.67 20
Infus daun pletekan 1,5% b/v
1 88 207 141 113 107 98 85
122
2 90 186 153 138 120 118 63
123
3 96 216 152 123 94 86 54
162
Rata-rata 91,33 203 148,66 124,66 107 100,66 67,33 135.67
Infus daun pletekan 3%
b/v
1 83
186 160 117 110 76 64 122
2 89
253 171 131 117 106 79 174
3 90
325 185 170 135 99 86 239
Rata-rata 87,33 254,66 172 139,33 120,66 93,66 76,33 178.34
Infus daun pletekan 6%
b/v
1 87 290 135 109 102 98 92 198
2 90 198 138 120 114 105 96 102
3 95 262 130 74 70 64 59 203
Rata-rata 90,66 250 134,33 101 95,33 89 82,33 167.67
Glibenklamid 0,02 mg/ml
1 87 210 98 87 81 70 58 152
2 93 167 106 86 83 81 74 93
3 98 172 108 87 78 75 36 136
Rata-rata 92,66 183 104 86,66 80,66 75,33 56 127
LAMPIRAN V
Tabel 3. Analisis statistika dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) laju penurunan kadar glukosa darah pada hewan coba mencit (Mus muscullus) jantan akibat pemberian air suling, Infus daun pletekan 1,5% b/v, Infus daun pletekan 3% b/v, Infus daun pletekan 6% b/v, dan glibenklamid 0,02mg/ml.
Analisis Sidik Ragam (ASR) A. Sumber Keragaman Sumber keragaman adalah :
1. Perlakuan (P) 2. Kesalahan/Galat (G) 3. Total Percobaan (T)
B. Perhitungan Derajat Bebas (Db)
1. DbT = (r.t) – 1 = ( 3 x 5 ) – 1 = 14 2. DbP = t – 1 = 5 – 1 = 4 3. DbG = DbT – DbP = 14 - 4 = 10
C. Perhitungan Jumlah Kuadrat (JK) 1. Faktor Koreksi (FK)
Kelompok / Perlakuan Replikasi
Jumlah Rata-rata 1 2 3
Kelompok I (air suling)
13,00 22,00 25,00 60,00 20
Kelompok II ( Infus daun pletekan 1,5% b/v)
122,00 123,00 162,00 407,00 135,66
Kelompok III ( Infus daun pletekan 3% b/v)
122,00 174,00 239,00 535,00 178,33
Kelompok III ( Infus daun pletekan 6% b/v)
192,00 102,00 203,00 497,00 165,66
Glibenklamid 0,02 mg/ml 153,00 93,00 136,00 382,00 127,33
Jumlah 1881 125,4
42
Tij2 (1881)2 FK = = = 235877,4 r . t 3 x 5 2. Jumlah Kuadrat Total (JKT)
JKT = T(Yij2) – FK = (13,002 + 22,002 + 25,002 + 122,002 +….+ 136,002) – FK
= 298847 – 235877,4
= 62969,6
3. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP)
JKP = r
TP2
– FK
60,002 + 407,002 + 535,002 + 497,002 + 3822 = – FK 3 848407 = – 235877,4 3 = 282802,33 – 235877,4 = 46924,93 4. Jumlah Kuadrat Galat (JKG)
JK Galat = JK Total – JK Perlakuan = 62969,6 – 46924,93
= 16044,67
D. Perhitungan Kuadrat Tengah
1. Kuadrat Tengah Perlakuan ( KTP )
KTP = DbP
JKP =
4
46924,93 = 11731,23
2. Kuadrat Tengah Galat ( KTG )
KTG = DbG
JKG =
10
16044,67 = 1604,47
42
E. Perhitungan Distribusi F (Fh)
Fh = KTG
KTP =
1604,47
11731,23 = 7,31
Tabel 4. Tabel Anova atau Analisis Statistik Ragam
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
F Tabel Ket.
5 % 1 %
Perlakuan 4 46924,93 11731,23 7,31 3,47 5,99 SS
Galat 10 16044,67
1604,47
Total 14 62969,60
Ket : F Hitung > F Tabel = Sangat signifikan Kesimpulan : Pada pemberian perlakuan dengan konsentrasi yang berbeda memberikan efek yang sangat nyata terhadap penurunan kadar glukosa darah.
Nilai tengah =
= = 125,4
Koefisien Keragaman (KK)
KK = x100%γ
KTG
= x 100%
= 31,93% Uji Beda Jarak Nyata Duncan (BJND)
JNTD = P (p.v) . S
S = replikasi
KTG =
3
47,1604
= 82,534
= 23,12
Tabel 5. Uji Beda Jarak Nyata Duncan (BJND)
Perlakuan Laju
Penurunan
beda nyata pada jarak p =
2 3 4 5
Air Suling 20,0 -
Glibenklamid 0,58 mg /20 ml
127,3 107,3SS
-
Infus Daun Pletekan 1,5% b/v
135,7 8,4NS 115,7SS -
Infus Daun Pletekan 6 % b/v
165,7 30NS
38,4NS
145,7SS
-
Infus Daun Pletekan 3 % b/v
178,3 12,6NS 42,6NS 51NS 158,3SS
P0,05;10
3,15 3,29 3,38 3,43
P0,01;10
4,48 4,67 4,79 4,87
BJND0,05;10 (p . s )
72,82 76,06 78,14 79,30
BJND0,01;10 103,57 107,97 110,74 112,59
Keterangan: ss : Sangat signifikan s : Signifikan ns : Tidak signifikan
Kesimpulan: Perbedaan konsentrasi infus memberikan efek yang tidak berbeda nyata dan tidak berbeda nyata dengan efek control positif. Infus 1,5% - 6% b/v memberikan efek yang tidak berbeda nyata dengan dengan efek glibenklamid pada dosis lazim.
LAMPIRAN IV
GAMBAR SAMPEL
Gambar Sampel: pletekan (Ruellia tuberose L.)
Gambar 5. Tablet Glibenklamid 5 mg
Gambar 6. Alat Pengukur Glukosa Darah (GukoDr) dan contoh strip
Strip
Layar