uin syarif hidayatullah jakarta pengaruh...
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK AIR SARANG
BURUNG WALET PUTIH (Collocalia fuchipaga thunberg.)
TERHADAP AKTIVITAS ENZIM KATALASE PADA TIKUS
PUTIH JANTAN GALUR Sprague Dawley
SKRIPSI
MUHAMMAD HUDA ARDO
1112102000011
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
JUNI 2017
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK AIR SARANG
BURUNG WALET PUTIH (Collocalia fuchipaga thunberg.)
TERHADAP AKTIVITAS ENZIM KATALASE PADA TIKUS
PUTIH JANTAN GALUR Sprague Dawley
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
MUHAMMAD HUDA ARDO
1112102000011
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
JUNI 2017
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
Nama : Muhammad Huda Ardo
Program Studi : Farmasi
Judul : Pengaruh Pemberian Ekstrak Air Sarang Burung Walet
Putih (Collocalia fuchipaga thunberg.) terhadap Aktivitas
Enzim Katalase pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague
Dawley
Sarang burung walet merupakan sarang yang dapat dikonsumsi (Edible nest).
Sarang tersebut dihasilkan dari air liur burung walet. Salah satu komponen
utamanya yaitu glikoprotein. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pemberian ekstrak air sarang burung walet putih (Collocalia fuchipaga
Thunberg, 1821). terhadap aktivitas enzim katalase pada Tikus Putih. Hewan uji
tikus Sprague-Dawley jantan dibagi menjadi enam kelompok yaitu kelompok
normal, kelompok positif, kelompok negatif, kelompok perlakuan dosis
10mg/kgBB, 20mg/kgBB, dan 40mg/kgBB. Ekstrak air sarang burung walet putih
(Collocalia fuciphaga T.) diberikan selama 32 hari lalu diinduksi dengan H2O2 1%
v/v (1mg/kgBB) pada hari ke-31 dan 32. Parameter yang digunakan adalah
parameter biokimia yaitu aktivitas enzim katalase. Hasil yang diperoleh kemudian
dianalisa dengan menggunakan analisa One Way ANOVA yang menunjukan
bahwa kelompok perlakuan dosis setelah induksi H2O2 terjadi peningkatan
aktivitas katalase secara tidak bermakna (p≥0,05) terhadap kelompok positif
kecuali pada kelompok perlakuan dosis 20mg/kgBB. Hasil analisa Paired-Sample
T-Test menunjukan bahwa peningkatan aktivitas katalase hari ke-30 pada
kelompok perlakuan dosis 10mg/kgBB, 20mg/kgBB, dan 40mg/kgBB secara
bermakna (p≤0,05). Pada dosis 20mg/kgBB menunjukan peningkatan aktivitas
katalase yang bermakna (p≤0,05) pada hari ke-30 dan hari ke-33 setelah di
diinduksi H2O2 . Berdasarkan hasil penelitian tersebut pada dosis 20mg/kgBB
ekstrak air sarang burung walet putih memiliki pengaruh yang baik terhadap
aktivitas katalase dan berpotensi sebagai agen antioksidan endogenous enzimatik
yang dapat dikembangkan.
Kata Kunci : CAT, Collocalia fuciphaga T, ROS, Ekstrak Air, Tikus Sprague-
Dawley Jantan.
vii
ABSTRACT
Name : Muhammad Huda Ardo
Programme of Study : Pharmacy
Title : Study of Water Extract Edible Nest Bird Effect
(Collocalia fuciphaga Thunberg, 1821) Against Catalase
Enzyme Activity in Male Albino Rats strain Sprague-
Dawley
Swiftlest nest is a nest that can be consumed (Edible nest). The nest was produced
from swiftlest saliva. One of its main component called the glycoprotein. The
purpose this Study of Water Extract Edible Nest Bird Effect (Collocalia fuciphaga
Thunberg, 1821) Against Catalase Enzyme Activity in Male Albino Rats.
Sprague-Dawley rats that were used as testers were devided into six groups;
normal group, positive group, negative group, the treatment group dose of
10mg/kgBB, 20mg/kgBB, dan 40mg/kgBB.. Extract of water edible bird nest
(Collocalia fuciphaga T.) were given for 32 days and after that were induced with
H2O2 1% v/v (1mg/kgBB) on the day 31th and 32th. Catalase enzyme levels were
used as the parameters. The obtained results were then analyzed using One Way
ANOVA analysis which showed that the catalase activity levels from the
treatment group dose increased insignificantly (p≥0,05) to the positive group.
Results of analysis Paired-Sample T-Test showed that the elevated levels of
Catalase activity on th 30th day in the treatment group with the dose of 10
mg/kgBB, 20 mg/kgBB, dan 40 mg/kgBB were significant. In the experimental
group dose of 10mg/kgBB are significantly increase (p≤0,05) on the 30th day that
were induced with H2O2. Based on these results, extract of water edible bird nest
has potential as a agent of antioxidant endogeneous enzymatic were increased
the catalase activity and that can be developed.
Keywords : CAT , Collocalia fuciphaga T, ROS, Water Extract, Male Sprague-
Dawley Rats.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT
yang selalu melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi yang berjudul “ Pengaruh
Pemberian Ekstrak Air Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuchipaga)
Terhadap Aktivitas Enzim Katalase Pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague
Dawley” bertujuan untuk memenuhi persyaratan awal untuk melanjutkan
penelitian guna menyelesaikan gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis
menyadari bahwa, keberhasilan pengerjaan penelitian dan penulisan skripsi ini
tidak lepas dari bantuan dan bimbingan serta do’a dari berbagai pihak, dari masa
penelitian hingga skripsi ini selesai. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih dan penghargaan sebesar – besarnya kepada :
1. Lina Elfita, M.Si., Apt dan Dr. Endah Wulandari, S.Si, M.Biomed., selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran,
waktu , tenaga dan dukungan untuk penelitian ini.
2. Drs. Umar Mansun, M.Sc., Apt., selaku pembimbing akademik.
3. Seluruh dosen Program Studi Farmasi FKIK dan Pusat Laboratorium
Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
kesempatan dan kemudahan selama penulis melakukan penelitian.
4. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Saepuloh Ace dan ibunda Leni
Suhyawati yang selalu memberikan cinta, kasih saying, dukungan baik
moril dan materil, serta do’a yang tiada henti. Terimakasih ayah dan
mama. Tiada apapun di dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan
yang telah kalian berikan, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan
dengan surga-Nya.
5. Adik – adik tersayang, Siti Hanifa Raal dan Muhada Ridho Muslim
Naafilah Tussadiyah yang selalu memberikan bantuan, do’a dan dukungan
sehingga skripsi ini berjalan dengan lancar.
6. Keluarga besar Happy Family yang memberikan dukungan sehingga
skripsi ini dapat diseleaikan.
ix
7. Teman – teman seperjuangan Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis.
8. Serta pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan dukungan hingga skripsi ini selesai.Penulis menyadari dalam
penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap
semoga skripsi ini dapat menjadi bermanfaat untuk umat bangsa dan
negara.
Jakarta, 2 Maret 2017
Muhammad Huda Ardo
x
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………….... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………................ iv
HALAMAN PENGESAHAN .................…………………………................ v
ABSTRAK …………………………………………….................................... vi
ABSTRACT ……………………………………….......................................... vii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH….. x
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. xi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………...…… xiv
DAFTAR TABEL ………………………………………………….………... xv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………... xvi
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang…………………………………………….…... 1
1.2. Rumusan Masalah……………………………..……………… 4
1.3. Tujuan Penelitian……………………………………..………. 4
1.4. Manfaat Penelitia…………..………………………………….. 4
1.5. Hipotesis …...........……………………..…………………….. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… 6
2.1. Sarang Burung Walet …………………………………………… 6
2.1.1. Klasifikasi Sarang Burung Walet Putih ………………….. 7
2.1.2. Morfologi Sarang Burung Walet …………………………. 8
2.1.3. Kandungan Kimia Sarang Burung Walet Putih …………… 9
2.1.4. Khasiat Sarang Burung Walet Putih ………………….…… 12
2.2. Radikal Bebas …………………………………………………… 13
2.2.1. Reactive Oxygen Species (ROS) …………………………. 13
2.2.2. Sumber Radikal Bebas ……………………………………. 13
xii
2.2.3. Hidrogen Peroksida …………………………….…………. 14
2.2.3. Mekanisme Pembentukan Radikal Bebas ………………… 15
2.3. Antioksidan ……………………………………………………... 18
2.3.1. Klasifikasi Antioksidan …………………………………… 18
2.3.2. Mekanisme Pertahanan Antioksidan Pada Mahluk Hidup ... 19
2.3.3. Enzim Katalase Sebagai Antioksidan ……………….…….. 20
2.3.1. Vitamin E ……………………………………….………… 21
2.4. Tinjauan Hewan Percobaan ……………………….………...….. 23
2.4.1. Klasifikasi Tikus Putih ……………………………………. 23
2.4.2. Biologis Tikus Putih (Ratus novergius) …………………… 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………………. 27
3.1. Kerangka Teori…………………………………………………… 27
3.2. Kerangka Konsep……………………………………………… 28
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………………… 29
3.3.1. Tempat Penelitian …………………………………………. 29
3.3.2. Waktu Penelitian …………………………………………. 29
3.4. Alat dan Bahan Penelitian ……………………………………….. 29
3.4.1. Alat Penelitian ……………………………………………. 29
3.4.2. Bahan Penelitian ………………………………………….. 29
3.4.3. Hewan Uji ………………………………….……………… 29
3.5. Prosedur Penelitian.....................…………………………………. 30
3.5.1. Perhitungan Besar Sampel ………………………………… 30
3.5.2. Dosis Perlakuan …………………………………………… 30
3.5.3. Desain Penelitian ……………………………………... 30
3.5.4. Determinasi Sampel …………………...…………………. 35
3.5.5. Penyiapan Sarang Burung Walet ……………………….… 35
3.5.6. Ekstraksi Sarang Burung Walet ………………………….. 35
3.5.7. Uji Kualitatif Ekstrak Sarang Burung Walet ………..……. 35
3.5.8. Penyiapan Dosis Ekstrak Sarang Burung Walet ……….…. 36
xiii
3.5.9. Penyiapan Tikus ………………………………………….. 36
3.5.10. Uji Pendahuluan ………………………………………….. 36
3.5.11. Pemberian Perlakuan ……………………………….…….. 37
3.5.12. Pengambilan Sampel Darah Hewan Uji..........…….……. 37
3.5.13. Pengukuran Aktivitas Enzim Katalase …...…….……….. 38
3.5.14. Rencana Pengolahan dan Analisis Data …………....……. 38
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………….……….. 39
4.1. Hasil Penelitian …………………………………………………. 39
4.1.1 Determinasi Sarang Burung Walet ………….……...…… 39
4.1.2. Ekstraksi Sarang Burung Walet ………………………..... 39
4.1.3. Uji Kualitatif Ekstrak Air Sarang Burung Walet ………... 39
4.1.4. Hasil Pengukuran Aktivitas Katalase Serum Darah ……. 42
4.2. Pembahasan ……………………………………………………… 44
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ………………….………………….. 50
5.1. Kesimpulan ……………………………………………………... 55
5.2. Saran …………………………………………………...……….. 55
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………….………………. 56
LAMPIRAN …………………………………………………………………. 64
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Sarang Burung Walet Putih …………………………………… 6
Gambar 2.2. Bagian-bagian sarang burung walet putih ……………………... 9
Gambar 2.3. Pembentukan ROS....................... ……………………………... 15
Gambar 2.4. Struktur molekul tokoferol alfa ... ……………………………...22
Gambar 4.1. Grafik rata-rata aktivitas katalase sarang Burung Walet Putih….42
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kandungan Kimia Sarang Burung Walet Putih, Sarang Burung
Walet Merah, Rumput Laut Merah dan Jamur Tremel …………. 9
Tabel 2.2. Kandungan Asam Amino pada Sarang Walet Rumah dan Sarang
Walet Gua …………..... ..............................................................11
Tabel 2.3. Data Biologis Tikus ……………………………………………. 25
Tabel 3.1. Desain Pembagian Kelompok Percobaan.................................... 32
Tabel 3.2. Uji Pendahuluan Volume Hidrogen Peroksida …………………. 37
Tabel 4.1. Uji Kualitatif Ekstrak Air Sarang Burung Walet Putih (Collocalia
fuchipaga T)……………...................................................40
Tabel 4.2. Presentasi perubahan aktivitas katalase ...........………….…….... 42
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kinerja Pembuatan Ekstrak ……………….…………………. 64
Lampiran 2. Alur Kerja Pemberian Perlakuan ……………………...……… 65
Lampiran 3. Pengukuran Aktivitas Enzim Katalase ……………………….. 66
Lampiran 4. Hasil Determinasi …………………………………………...… 67
Lampiran 5. Gambar Kegiatan Penelitian ………………………………….. 68
Lampiran 6. Perhitungan Rendeman Ekstrak Air Sarang Burung
Walet Putih ………………………………………………….... 70
Lampiran 7. Perhitungan VAO ………………………………………........... 71
Lampiran 8. Nilai Aktivitas Katalase ……………………………………….. 73
Lampiran 9. Analisa statistik data aktivitas katalase ekstrak air sarang
burung wallet putih (Collocalia fuciphaga T.…………................………….. 74
Lampiran 10. Perhitungan aktivitas katalase ...........………….…………….. 84
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Burung walet merupakan salah satu jenis burung yang
menghasilkan produk sarang. Burung walet membangun sarang dari
sekresi saliva kental oleh kelenjar sativa burung walet jantan. Sarang
tersebut berfungsi sebagai tempat berkembang biak, meletakkan telur
dan merawat burung sampai dapat terbang (Guo et al., 2006). Mayoritas
sarang burung walet yang dapat dimakan dan diperdagangkan di seluruh
dunia berasal dari dua spesies, yaitu burung walet putih (Aerodramus
fuciphagus atau Collocalia fuciphaga) dan burung walet hitam
(Aerodramus maximus atau Collocalia maximus) yang habitatnya di
Kepulauan Nicobar di Samudera Hindia hingga di gua pinggir laut
daerah pesisir Thailand, Vietnam, Indonesia, Kalimantan dan Kepulauan
Palawan di Filipina (Marcone, 2005).
Sarang burung walet digunakan selama ratusan tahun sebagai
makanan suplemen dalam pengobatan tradisional Cina untuk mengatasi
malnutrisi, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan
metabolisme tubuh. Sarang burung walet mengandung glikoprotein yang
tinggi (Norhayati et al., 2010). Komponen karbohidrat pada sarang
burung walet terdiri dari 9% asam sialat, 7,2% galaktosamin, 5,3%
glukosamin, 16% galaktosa, dan 0,7% fukosa. Sedangkan kandungan
asam amino yang paling banyak yaitu Serin (4,56%), Fenilalanin (4,4%)
dan Asam Aspartat (4,48%) (Elfita, 2014). Manfaat yang banyak pada
sarang burung walet menyebabkan berkembangnya penelitian untuk
menentukan efektivitas sarang burung walet terhadap kesehatan,
diketahui bahwa sarang burung walet memiliki aktivitas antioksidan,
anti-inflamasi, dan memperkuat tulang (Chua et al., 2013).
Protein memiliki stuktur dan fungsi yang penting pada semua
organisme hidup. Hidrolisis enzimatik secara luas digunakan untuk
meningkatkan fungsi dan nilai gizi protein pada makanan (Sarmadi dan
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ismail, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Liu et al.,
(2011), peptide rantai pendek (200-6000 Da) yang dihasilkan dengan
hidrolisis enzimatik telah terbukti memiliki aktivitas antioksidan.
Penggunaan senyawa antioksidan semakin berkembang dengan baik
untuk makanan maupun pengobatan seiring dengan bertambahnya
pengetahuan tentang stres oksidatif. (Trilaksani, 2003).
Stres oksidatif berperan penting dalam patofisiologi terjadinya
proses penuaan dan berbagai penyakit degeneratif seperti kanker,
diabetes mellitus dan komplikasinya, serta aterosklerosis yang mendasari
penyakit jantung, pembuluh darah dan stroke (Setiadi, 2003). Menurut
hasil riset Badan Litbangkes (RKD) tahun 2007, penyebab kematian
utama di Indonesia adalah stroke (15,4%), diikuti tuberkulosis,
hipertensi, dan cidera (6,5-7,5%), serta diabetes mellitus dan tumor
(masing-masing 5,7%). Mengetahui bahwa penyakit degeneratif
merupakan masalah kesehatan yang serius dan menjadi salah satu
penyebab kematian tertinggi di Indonesia, maka peneliti melakukan
penelitian yang berkaitan dengan senyawa yang mampu mengatasi
penyakit degeneratif yakni antioksidan.
Antioksidan menjadi banyak perhatian karena khasiatnya terhadap
penyakit yang berhubungan dengan stress oksidatif yang dianggap telah
berkembang secara global. Bahkan, penyakit yang paling kronis telah
dikaitkan dengan stress oksidatif dan menunjukan bahwa penggunaan
antioksidan dapat memainkan peran dalam mengurangi resiko penyakit
tersebut (Aruoma, 1998). Antioksidan dibagi menjadi 2 jenis yaitu
antioksidan endogen dan antioksidan eksogen. Yang termasuk
antioksidan endogen adalah sistem enzim seperti Superoxide Dismute
(SOD), Katalase (CAT), Gluthanione Peroxidase (GPx) dan Gluthanion
Reductase (GRx). Sedangkan yang dimaksud antioksidan eksogen
adalah antioksidan yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh dan terdapat
dalam buah–buahan, sayur–sayuran , kacang–kacangan, biji–bijian dan
beberapa daging. Makanan–makanan tersebut mengandung Vitamin E,
Vitamin C, Beta Karoten dan Flavonoid (Pham-Huy et al., 2008). Tubuh
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih,
sehingga jika terjadi paparan radikal bebas berlebih maka tubuh
membutuhkan antioksidan eksogen (Rohdiana, 2001; Sunarni, 2005).
Katalase sebagai salah satu antioksidan endogen yang termasuk
dalam golongan enzim hidroperoksidase karena dapat mengkatalisis
substrat hidrogen peroksida atau peroksida organik. Enzim ini dapat
ditemui dalam darah, sumsum tulang, membran mukosa, ginjal dan hati
(Kumar et al., 2008).
Peran stimulasi terhadap antioksidan dari sarang burung walet
belum banyak dilakukan, Yida (2014) menguji aktivitas antioksidan
ekstrak air sarang burung walet secara in vitro yang menunjukan bahwa
ekstrak air sarang burung walet yang tidak dihidrolisis dengan enzim
pepsin, pankreatin dan ekstrak empedu memberikan efek aktivitas
antioksidan yang rendah (1% dalam 1000 ppm). Ketika sarang burung
walet dihidrolisis, efek terhadap aktivitas antioksidan meningkat secara
signifikan (50% dalam 1000 ppm). Kandungan bioaktif dari sarang
burung walet dilepas dari matriksnya ketika dicerna dalam usus dan
kemudian akan diserap melalui usus dengan transpor pasif-dimediasi.
Penelitian oleh Lim (2012) mengindikasi bahwa efek terhadap aktivitas
antioksidan dari sarang burung walet sebanding dengan vitamin E atau
α-tocopherol (0,025 mg/mL) ( Elicia et al., 2014 ). Selain itu, penelitiaan
yang dilakukan oleh Muhammad et al., (2015) menunjukan bahwa
protein hidrosilat pada sarang burung walet dengan penambahan enzim
alcalase dan papain menunjukan aktivitas antioksidan yang tinggi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya secara in
vitro, sarang burung walet memiliki efek terhadap aktivitas antioksidan
yang cukup tinggi, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
memastikan kemampuan stimulasi terhadap aktivitas antioksidan dari
sarang burung walet yaitu dengan uji stimulasi terhadap aktivitas
antioksidan sarang burung walet putih secara in vivo. Peneliti tertarik
untuk mengeksplorasi manfaat sarang burung walet putih dikarenakan
habitat sarang burung walet tersebar di Indonesia yang melimpah ,
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sehingga perlu mengeksplorasi dan memanfaatkannya dengan menguji
efek terhadap aktivitas enzim katalase dari sarang burung walet putih
pada tikus putih galur Sprague-dawley yang di induksi dengan H2O2,
dosis sarang burung walet putih yang digunakan pada tikus dalam
penelitian ini berdasarkan skrining dosis yaitu 10 mg/kgBB, 20
mg/kgBB, dan 40 mg/kgBB.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan sarang
burung walet untuk melindungi tubuh dari ROS Hidrogen Peroksida
(H2O2) yang menyebabkan kerusakan jika kadarnya banyak dalam tubuh
yang menjadi salah satu penyebab penyakit degeneratif dan kemampuan
sarang walet menstimulasi aktivitas katalase sebagai bentuk antioksidan
endogen dalam menangkal ROS Hidrogen Peroksida (H2O2) . Parameter
yang diamati dalam penelitian ini adalah Parameter Biokimia yaitu,
aktivitas katalase.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah :
Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak air sarang burung walet
putih terhadap aktivitas katalase pada tikus putih jantan galur Sprague-
Dawley yang diberikan paparan ROS Hidrogen Peroksida (H2O2).
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh ekstrak air sarang
burung walet terhadap aktivitas katalase pada tikus putih jantan galur
Sprague-Dawley yang diberikan paparan ROS Hidrogen Peroksida
(H2O2).
1.4 Manfaat Penelitian
1. Membuka wawasan tentang peran sarang burung walet terhadap
stimulasi aktivitas antioksidan katalase secara in vivo.
2. Data aktivitas katalase dari pengaruh ekstrak air sarang burung walet
dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Memberikan kontribusi di dunia kesehatan untuk dasar tatalaksana
strategi dalam menangani permasalahan ROS dan penyakit terkait.
1.5 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah :
Ekstrak air sarang burung walet putih mampu meningkatkan
aktivitas katalase pada tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang
diberikan paparan ROS Hidrogen Peroksida (H2O2).
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sarang Burung Walet
Sarang burung walet terbuat dari saliva burung walet yang
disekresikan oleh kelenjar ludah burung walet (Liu et al., 2012). Sarang
burung walet mengandung gizi yang lengkap sebagai bahan makanan
dengan nilai yang tinggi. Sarang burung walet mengandung kalori,
protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin, dan mineral. Asam
amino yang dikandung dalam sarang walet juga lengkap, mulai dari
asam amino esensial dan asam amino nonesensial. Sarang walet juga
berkhasiat sebagai obat. Zat yang terkandung dalam sarang walet antara
lain ODA (9-octadecenoic acid) dan HAD (hexadecenoic acid). Zat ini
digunakan tubuh untuk meningkatkan stamina ( Panduan Lengkap
Walet, 2011).
Gambar 2.1. Sarang BurungWalet Putih (Paduan Lengkap Walet,
2011)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Walet berasal dari family Apopidae yang penyebarannya hingga ke
seluruh dunia. Pada dasarnya, family Apopidae terdiri atas dua
kelompok. Kelompok pertama adalah genus Chaetura (walet ekor
berduri), genus Collocalia (walet gua), dan genus Cypseloides (walet
hitam dari Amerika Utara). Walet gua atau Collocalia tercatat memiliki 2
spesies, dan 12 spesies diantaranya ditemukan di Indonesia. Namun, dari
sekian banyak spesies, hanya dua spesies yang namanya terkenal dalam
dunia bisnis walet, yaitu Collocalia fuciphaga dan Collocalia maxima
(Redaksi Agromedia, 2007). Beberapa literatur yang diterbitkan sekitar
tahun 1990-an menyebutkan, Indonesia memiliki tiga spesies walet yang
sarangnya dikategorikan sebagai edible nest swiflets atau bisa
dikonsumsi sebagai makanan antara lain: Collocalia fuciphaga,
Collocalias maxima dan Collocalia esculenta (burung sriti) (Redaksi
Trubus, 2005).
2.1.1. Klasifikasi Burung Walet Putih ( Collocalia fuciphaga )
Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi burung walet penghasil
sarang walet putih adalah sebagai berikut ( Panduan lengkap Walet,
2011 ) :
Kingdom : Animal
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Aves
Ordo : Aodiformes
Famili : Apodidae
Genus : Aerodramus
Species : Aerodramus fuchipagus
(Sinonim : Collocalia fuciphago)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.2. Morfologi Sarang Burung Walet
Sarang burung walet terdiri dari beberapa bagian, yaitu kaki
sarang, fondasi sarang, dinding sarang, dan dasar sarang. Kaki sarang
terletak di kedua ujung sarang walet. Jarak antar kaki berkisar 6-10 cm,
tergantung ukuran sarang. Kaki sarang dibangun dari air liur yang
bertumpuk – tumpuk dan tidak beraturan karena berfungsi sebagai paku
yang menempel pada papan sirip dan tempat sarang menggantung.
Kedua kaki sarang dihubungkan oleh fondasi sarang. Fondasi sarang
juga menempel pada papan sirip. Fungsi pondasi adalah untuk
mendukung kaki dalam memperkuat sarang. Dasar sarang merupakan
bagian alas sarang sebagai tempat untuk bertelur, mengeram, dan kasur
bagi anak walet (pinyik). Pada bagian ini, terdapat ronggga yang
suhunya lebih hangat dan berguna saat pengeraman. Akan tetapi, bagian
rongga ini sering dijadikan oleh kutu busuk atau kepiding untuk
berkembang biak. Di dasar sarang ini pula, banyak pecahan cangkang
telur yang terselip. Dinding sarang berbentuk lekukan, seperti mangkuk
dan berfungsi untuk menampung telur atau piyik. Ukuran dinding sarang
bervariasi, berkisar 2-5 cm dengan ketebalan 1-2 mm. dinding sarang
dibangundari serat – serat air liur yang sejajar dan melekat satu sama
lain. Oleh karena serat yang sejajar dan jalinan serat padat dan kuat
maka dinding sarang mampu menampung telur atau piyik. Bibir sarang
merupakan bagian luar dari sarang yang berbentuk huruf U, seperti
setengah lingkaran. Ketebalan bibir sarang sekitar 1-2 mm untuk bagian
muka, sedangkan untuk bagian samping yang menghubungkan bagian
kaki lebih besar. Fungsi bibir sarang yaitu sebagai batas sehingga telur
atau piyik tidak mudah jatuh dari sarang. Selain itu, bibir sarang juga
merupakan tempat untuk induk menggantung menyuapi piyik ( Panduan
Lengkap Walet , 2011 ).
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.2. Bagian - bagian Sarang burung walet putih (Panduan
Lengkap Walet, 2011).
2.1.3. Kandungan Kimia Sarang Burung Walet
Tabel 2.1 Kandungan Kimia Sarang Burung Walet Putih, Sarang
Burung Walet Merah, Rumput Laut Merah dan Jamur Tremella.
Sarang walet
putih
Sarang
walet merah
Rumput
laut merah
Jamur
Tremella
Kadar air ( % ) 7,50 8,00 44,63 4,50
Kadar abu (%) 2,10 2,10 33,94 7,64
Lemak (%) 0,14 1,28 2,32 2,22
Protein (%) 62,0 63,00 0,40 8,60
Karbohidrat (%) 27,26 25,62 18,71 77,04
Analisis unsur (ppm)
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Natrium 650 700 50,350 180
Kalium 110 165 31,64 26,440
Kalsium 1298 798 1840 190
Magnesium 330 500 6100 520
Fosfor 40 45 90 4060
Besi 30 60 20 20
Analisis asam lemak (%)
(P) Palmitat C16:0 23 26
(O) Stearat C18:0 29 26
(L) Linoleat C18:1 22 22
(Ln) Linolenat
C18:2
26 26
Triasilgliserol (%)
PPO 16 14
OOL 13 15
PLnLn 19 18
Monogliserida 31 27
Digliserida 21 26
Sumber : Marcone, 2005.
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.2. Kandungan Asam Amino pada Sarang Walet Rumah dan Sarang
Walet Gua
Asam Amino Mean dan standar deviasi (%
w/w)
Sarang burung walet rumah
(%)
Sarang burung walet
gua (%)
Asam aspartat 4,64 ± 0,57 4,94 ± 0,22
Serin 4,16 ± 0,39 4,57 ± 0,63
Asam
glutamate
3,75 ± 0,52 3,83 ± 0,25
Glisisn 1,80 ± 0,18 1,83 ± 0,15
Histidin 1,82 ± 0,14 1,59 ± 0,24
Arginin 3,27 ± 0,28 3,56 ± 0,44
Treonini 3,15 ± 0,30 3,34 ± 0,44
Alanin 1,34 ± 0,16 1,68 ± 0,07
Prolin 3,39 ± 0,35 3,57 ± 0,36
Sistein 0,73 ± 0,06 0,46 ± 0,02
Tirosin 2,49 ± 0,19 2,41 ± 0,32
Valin 3,51 ± 0,35 3,53 ± 0,40
Metonin 0,27 ± 0,02 0,20 ± 0,01
Lisin 2,30 ± 0,30 1,79 ± 0,24
Isoleusin 1,62 ± 0,17 1,72 ± 0,18
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Leusin 3,32 ± 0,34 3,48 ± 0,29
Fenilalanin 2,68 ± 0,21 2,67 ± 0,30
Sumber : Ismail et al, 2013.
2.1.4. Khasiat dan Kandungan Sarang Walet Putih
Sarang burung walet merupakan makanan yang berkhasiat yang
dihormati oleh bangsa Cina yang telah terbukti memiliki nutrisi yang
baik (protein, karbohidrat, besi, garam anorganik, dan serat) dan manfaat
dari sisi medis (anti-aging, antikanker, dan meningkatkan imunitas).
Sarang walet dari genus Aerodramus mengandung lemak (0,14 – 1,28%)
, abu (2,1 %), karbohidrat (25,62-27,26%), dan protein (62-63%)
(Marcone, 2005). Salah satu glikonutrien utama pada sarang walet
adalah asam sialat (9%) (Colombo et al., 2003; Kathan & Weeks, 1969).
Asam sialat memiliki peran penting pada perkembangan neurologi dan
intelektual pada bayi (Chau et al., 2003). Selain itu, asam sialat juga
mempengaruhi hambatan aliran lender untuk mengusir bakteri, virus dan
mikroba berbahaya. Dalam hal kandungan nutrisi, komponen utama dari
sarang burung walet meliputi protein yang larut dalam air, karbohidrat,
elemen seperti kalsium, fosfor, besi, natrium, dan kalium dan asam
amino yang memainkan peran penting dalam meningkatkan kekuatan
tubuh. Sarang burung walet mengandung jumlah tertinggi dari kalsium
dan natrium dibandingkan dengan mineral lain. Telah dilaporkan bahwa
jumlah kandungan kalsium dalam olahan sarang burung walet berkisar
antara 503,6 sampai 2071,3 mg/g dan natrium konten berkisar antara
39,8 sampai 509,6 mg/g yang lebih tinggi dari mineral lainya (Norhayati
et al, 2010). Sarang burung walet terbukti dapat menghambat
hemaglutinasi terhadap virus influenza (Howe, 1961; Howe, Lee dan
Rose, 1960) dan sebagai faktor pertumbuhan epidermal burung (Kong et
al., 1987). Selain itu, Matsukawa (2011) menemukan bahwa pemberian
oral ekstrak sarang burung walet meningkatkan kekuatan tulang dan
kadar kalsium tulang.
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2. Radikal Bebas
2.2.1. Reactive Oxygen Species (ROS)
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai
elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya dan dapat berdiri
sendiri (Clarkson dan Thompson, 2000). Kebanyakan radikal bebas
bereaksi secara cepat dengan atom lain untuk mengisi orbital yang tidak
berpasangan, sehingga radikal bebas normalnya berdiri sendiri hanya
dalam periode waktu yang singkat sebelum menyatu dengan atom lain.
Simbol untuk radikal bebas adalah sebuah titik yang berada di dekat
simbol atom (R·). ROS (Reactive Oxygen Species) adalah senyawa
pengoksidasi turunan oksigen yang bersifat sangat reaktif yang terdiri
atas kelompok radikal bebas dan kelompok nonradikal. Kelompok
radikal bebas antara lain superoxide anion (O2·-), hidroxyl radicals
(OH·), dan peroxyl radicals (RO2·). Yang nonradikal misalnya hidrogen
peroksida (H2O2), dan organic peroxides (ROOH) (Halliwell &
Whiteman, 2004). Senyawa oksigen reaktif ini dihasilkan dalam proses
metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi
makanan menjadi energi. ROS yang paling penting secara biologis dan
paling banyak berpengaruh pada sistem reproduksi antara lain
superoxide anion (O2·-), hydroxyl radicals (OH·), peroxyl radicals
(RO2·) dan hydrogen peroxide (H2O2). Bentuk radikal bebas yang lain
adalah hydroperoxyl (HO2·), alkoxyl (RO·), carbonate (CO3·-), carbon
dioxide (CO2·-), atomicchlorine (Cl·), dan nitrogen dioxide (NO2·)
(Halliwell dan Whiteman, 2004).
2.2.2. Sumber Radikal Bebas
Sumber radikal bebas bisa berasal dari proses metabolisme dalam
tubuh (internal) dan dapat berasal dari luar tubuh (eksternal). Dari dalam
tubuh mencakup superoksida (O2*), hidroksil (*OH), peroksil (ROO*),
hidrogen peroksida (H2O2), singlet oksigen (1O2), oksida nitrit (NO*),
dan peroksinitrit (ONOO*). Dari luar tubuh antara lain berasal dari asap
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
rokok, polusi, radiasi, sinar UV, obat, pestisida, limbah industri, dan
ozon (Siswono, 2005).
Radikal bebas pada umumnya mempunyai efek yang sangat
menguntungkan, seperti membantu destruksi sel-sel mikroorganisme dan
kanker. Akan tetapi, produksi radikal bebas yang berlebihan dan
produksi antioksidan yang tidak memadai dapat menyebabkan kerusakan
sel-sel jaringan dan enzim-enzim. Kerusakan jaringan dapat terjadi
akibat gangguan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas asam
lemak atau dikenal sebagai peroksidasi lipid. Aktivitas radikal bebas
dapat menjadi penyebab atau mendasari berbagai keadaan patologis. Di
antara senyawa-senyawa oksigen reaktif, radikal hidroksil (‘OH)
merupakan senyawa yang paling berbahaya karena mempunyai tingkat
reaktivitas sangat tinggi. Radikal hidroksil dapat merusak tiga jenis
senyawa yang penting untuk mempertahankan integritas sel yaitu:
(1) Asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) yang merupakan komponen
penting fosfolipid penyusun membran sel
(2) DNA, yang merupakan piranti genetik dari sel.
(3) Protein, yang memegang berbagai peran penting seperti enzim,
reseptor, antibodi, pembentuk matriks, dan sitoskeleton (Halliwell dan
Gutteridge, 2000 ; Papas, 1999)
2.2.3. Hidrogen Peroksida
Hidrogen peroksida dikenal sebagai dihidrogen dioksida, hidrogen
dioksida, oksidol dan peroksida, dengan rumus kimia H2O2, pH 4.5,
cairan bening, tidak berwarna dan tidak berbau, dan lebih kental dari air.
Memiliki sifat oksidator yang sangat kuat dan digunakan sebagai bahan
pemutih, juga sebagai desinfektan menurut (Bariqina dan Ideawati,
2001) Hidrogen peroksida mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Bukan asam, tetapi dapat mengubah warna lakmus menjadi merah.
b. Larutan pekat hidrogen peroksida dapat merusak kulit.
c. Memiliki daya desinfektan
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
H2O2 adalah suatu senyawa yang iritan terhadap mata, membran
mukosa dan kulit. Inhalasi pada kadar yang tinggi akan
menyebabkan iritasi yang berat pada hidung dan saluran napas. Bila
tertelan, maka akan terjadi iritasi sampai kerusakan berat pada
saluran cerna. Keracunan sistemik akan menyebabkan sakit kepala,
pusing, muntah, diare, tremor,mati rasa, kejang, edema paru,
kehilangan kesadaran sampai syok (Halliwell, et al., 2000).
2.2.4. Mekanisme Pembentukan Radikal Bebas
Berbagai jaringan yang dapat mengalami kerusakan akibat ROS di
antaranya adalah Deoxyribo Nucleic Acid (DNA), lipid, dan protein.
Interaksi ROS dengan basa dari DNA dapat merubah struktur kimia
DNA, apabila tidak direparasi akan mengalami mutasi yang dapat
diiturunkan, terutama bila terjadi pada DNA sel germinal baik didalam
ovarium maupun testis, sedangkan kerusakan DNA pada sel somatik
dapat mengarah pada inisiasi keganasan atau kanker.
Gambar 2.3. Pembentukan ROS (Valko, et al., 2007)
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pembentukan ROS, melibatkan proses peroksidasi lipid dan peran
glutathione (GSH) serta antioksidan lainnya (Vitamin E, Vitamin C,
asam lipoat) dalam pengelolaan stres oksidatif.
Reaksi 1 : Radikal anion superoksida dibentuk oleh proses reduksi
molekul oksigen yang dimediasi oleh NAD(P)H oksidase dan xantin
oksidase atau non-enzimatik oleh senyawa reaktif redoks seperti
senyawa semi-ubiquinone dari rantai transpor elektron mitokondria .
Reaksi 2 :Radikal superoksida mengalami dismutasi oleh
superokside dismutase (SOD) menjadi hidrogen peroksida.
Reaksi 3 : Hidrogen peroksida sangat mudah dibersihkan oleh enzim
glutation peroksidase (GPx) dengan bantuan GSH sebagai donor
elektron.
Reaksi 4 : Glutathion teroksidasi (GSSG) direduksi kembali menjadi
GSH oleh enzim glutation reduktase (Gred) yang menggunakan NADPH
sebagai donor elektron.
Reaksi 5 : Beberapa logam transisi (misalnya Fe2 +, Cu + dan lain –
lain) dapat merusak hidrogen peroksida menjadi radikal hidroksil reaktif
(reaksi Fenton).
Reaksi 6 : Radikal hidroksil dapat tidak terbentuk dengan electron
dari asam lemak tak jenuh ganda (LH) menjadi radikal karbon lipid (L•).
Reaksi 7 : Radikal lipid (L •) berinteraksi dengan molekul oksigen
untuk membentuk radikal lipid peroxyl (LOO •). Jika radikal lipid
peroxyl LOO • tidak direduksi oleh antioksidan, akan trjadi proses
peroksidasi lipid (reaksi 18-23 dan 15-17).
Reaksi 8 : Radikal lipid peroxyl (LOO •) tereduksi dalam membran
oleh reduksi yang dibentuk vitamin E (T-OH) yang mengakibatkan
pembentukan hidroperoksida lipid dan radikal vitamin E (TO •).
Reaksi 9 : Regenerasi Vitamin E dengan Vitamin C: Vitamin E
radikal (TO •) direduksi kembali menjadi vitamin E (T-OH) oleh asam
askorbat (pembentukan fisiologis askorbat adalah askorbat monoanion,
Asch) meninggalkan radikal ascorbyl yang (Asc • -).
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Reaksi 10 : Regenerasi vitamin E dengan GSH: oksidasi radikal
vitamin E (TO) yang direduksi dengan GSH.
Reaksi 11 : Glutathion teroksidasi (GSSG) dan radikal ascorbyl (Asc•
-•) direduksi kembali menjadi GSH dan askorbat monoanion,AscH-.
Masing-masing asam dihydrolipoic (DHLA) mengkonversi dirinya
sendiri menjadi asam α-lipoat (ALA).
Reaksi 12 : Regenerasi DHLA dari ALA menggunakan NADPH.
Reaksi 13 : Lipid hidroperoksida direduksi menjadi alkohol dan
dioksigen oleh GPx menggunakan GSH sebagai donor elektron. Proses
peroksidasi lipid.
Reaksi 14 : Lipid hidroperoksida dapat bereaksi cepat dengan Fe2+
untuk membentuk radikal lipid alkoxyl (LO•), atau bereaksi lebih lambat
dengan Fe untuk membentuk radikal lipid peroxyl (LOO•).
Reaksi 15 : Derivat radikal lipid alkoxyl (LO•) misalnya dari asam
arakidonat mengalami reaksi siklisasi untuk membentuk enam cincin
hidroperoksida.
Reaksi 16 : Hyperoxide cincin 6 kemudian akan mengalami reaksi
lebih lanjut (termasuk β-scission) untuk membentuk 4-Hydroxyl-nonenal
Reaksi 17 : 4-Hydroxyl-nonenal berubah menjadi GST
Reaksi 18 : Radikal perokxyl yang terletak pada posisi rantai Lipid
berubah secara cyclisation menjadi siklik peroxide dengan radikal
dengan inti karbon.
Reaksi 19 : Radikal tersebut dapat bebah menjadi Hydroperoxide atau
dapat mengalami cyclisation kedua unruk membentuk perokside bisiklik
Reaksi 20 : Terbentuk produk yang merupakan produk antara dalam
pembentukan MDA.
Reaksi 21 : MDA bereaksi dengan Cytosine yang membentuk M1C
Rekasi 22 : MDA bereaksi dengan Adenine yang membentuk M1A
Reaksi 23 : MDA bereaksi dengan Guanine yang membentuk M1G
(Valko, et al., 2007)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3. Antioksidan
2.3.1. Klasifikasi Antioksidan
Antioksidan adalah suatu senyawa yang pada konsentrasi rendah
secara signifikan dapat menghambat atau mencegah oksidasi substrat
dalam reaksi rantai (Halliwell dan Whitemann, 2004; Leong dan Shui,
2002). Antioksidan dapat melindungi sel-sel dari kerusakan yang
disebabkan oleh molekul tidak stabil yang dikenal sebagai radikal bebas.
Antioksidan dapat mendonorkan elektronnya kepada molekul radikal
bebas, sehingga dapat menstabilkan radikal bebas dan menghentikan
reaksi berantai. Radikal bebas berusaha menstabilkan diri dengan
mengambil elektron dari molekul lain. Pada keadaan normal terjadi
keseimbangan antara pembentukan Radikal bebas dan aktivitas
antioksidan di dalam sel (Harju T et.al, 2004). Jika keseimbangan
tersebut terganggu akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat
menyebabkan kerusakan komponen-komponen sel (Halliwell, 2007).
Salah satu kerusakan yang diakibatkan oleh kondisi stres oksidatif
adalah peroksidasi lipid yang akan menghasilkan peroksida lipid.
Peroksida lipid akan terurai menghasilkan sejumlah senyawa seperti
epoksida, hidrokarbon dan aldehid. Di antara senyawa aldehid yang
dihasilkan adalah malondialdehyde (MDA). Contoh antioksidan antara
lain β karoten, likopen, vitamin C, vitamin E (Sies, 1997). Antioksidan
dikelompokkan menjadi antioksidan enzim dan vitamin. Antioksidan
enzim meliputi Superoksida Dimustase (SOD), Katalase dan Glutathione
Peroxidase (GSH.Prx). Enzim antioksidan atau antioksidan endogenous
enzimatik adalah metaloenzim yang mengkatalis dismutasi radikal anion
superoksida (O2’) menjadi hydrogen peroksida (H2O2) dan oksigen (O2)
di dalam mitokondria. Selanjutnya H2O2 didalam mitokondria akan
mengalami detoksifikasi oleh enzim katalase menjadi senyawa H2O dan
O2, sedangkan H2O2 yang berdifusi ke dalam sitosol akan didetoksifikasi
oleh enzim glutation peroksidase (Ihnat, et al., 2007).
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antioksidan vitamin meliputi alfa tokoferol (vitamin E), beta karoten
dan asam askorbat (vitamin C). Berdasarkan modifikasi (Sies,1997),
antioksidan dapat diklasifikasikan berdasarkan peranannya yaitu :
1. Antioksidan yang bertindak sebagai pencegah radikal bebas. Cara
kerja antioksidan ini adalah dengan mencegah pembentukan radikal
bebas melalui penguraian senyawa non radikal seperti H2O2
(contohnya katalase, glutathione peroxidase dan S-tranferase),
chelation (Proses di mana molekul logam berikatan dengan radikal
bebas) (contohnya Transferrin, ceruloplasmin, albumin, haptoglobin)
dan mencegah O2 yang aktif (contohnya superoxide dismutase dan
carotenoid).
2. Antioksidan yang bertindak sebagai pemusnah radikal bebas. Cara
kerja antioksidan ini adalah dengan memusnahkan radikal bebas
untuk menghalang rantai initiation dan menghancurkan rantai
propagation. Contoh dari antioksidan ini adalah ubiquinol, vit A, vit
E, carotenoid yaitu bersifat lipofilik sedangkan yang bersifat
hipofilik adalah uric acid, asam askorbat, albumin dan bilirubin.
3. Antioksidan yang bertindak sebagai senyawa perbaikan jaringan.
Cara kerja antioksidan ini adalah dengan memperbaiki membran
jaringan yang rusak. Contoh dari antioksidan ini adalah DNA repair
enzymes, protease, transferase dan lipase.
2.3.2. Mekanisme Pertahanan Antioksidan Pada Mahluk Hidup
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan
satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas
tersebut dapat diredam. Antioksidan sebagai senyawa yang dapat
menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam
arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah
terbentuknya reaksi radikal bebas (peroksida) dalam oksidasi lipid
(Dalimartha dan Soedibyo, 1999). Untuk kehidupannya, manusia
maupun hewan tergantung pada oksigen. Oksigen yang esensial berguna
untuk kehidupan, bekerja melalui mekanisme reaksi berurutan di dalam
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sel-sel tubuh, mempunyai batasan fungsi dan kemudian dapat
memberikan efek samping. Reaksi oksidasi yang lebih kompleks akan
menghasilkan radikal bebas, yang apabila tidak terdapat sistem
antioksidan, akan menghancurkan elemen vital sel -sel tubuh. Semua
penyakit yang menimpa manusia melibatkan oksidasi pada tingkat
subseluler dari sel, sebagai penyebab atau sebagai reaksi lanjutan.
Selanjutnya kerusakan jaringan akan merupakan bagian atau keseluruhan
gejala patologi (Muchtadi, 2013). Radikal bebas yang berlebihan dapat
merusak sel-sel di dalam tubuh. Dengan adanya antioksidan sebagai
salah satu sistem pertahanan tubuh, maka radikal bebas yang ada akan
ternetralisir. Kondisi jaringan periodonsium dipengaruhi oleh
antioksidan internal yang diproduksi tubuh untuk menghindari terjadinya
stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan oksigen radikal dan non-radikal
yang dapat merusak sel-sel dengan berbagai mekanisme. kadar
antioksidan tidak mencukupi, maka jaringan periodonsium tidak lagi
mampu untuk mengatasi stres oksidatif, melindungi jaringan yang
normal dan tidak mampu untuk mengontrol kerusakan yang dilakukan
oleh bakteri sehingga hal ini menunjukkan pentingnya antioksidan bagi
kesehatan tubuh (Muchtadi, 2013).
2.3.3. Enzim Katalase Sebagai Antioksidan
Salah satu antioksidan endogen yang berperan mencegah
terjadinya kerusakan oksidatif adalah Katalase (Halliwell, 2007).
Katalase ( CAT ) adalah enzim yang disusun oleh lebih dari 500 asam
amino dan memiliki gugus forfirin atau dikenal sebagai hemoprotein.
Enzim katalase bersifat antioksidan ditemukan pada hampir sebagian
besar sel (Nagwa et al., 2012). Enzim ini terutama terletak di dalam
organel peroksisom. Katalase ditemukan di semua jaringan, aktivitasnya
yang tinggi ditemukan di hati dan ginjal, sedangkan di otak aktivitasnya
rendah (Murray et al., 2003). Enzim ini dapat ditemui dalam darah,
sumsum tulang, membran mukosa, ginjal dan hati (Kumar et al., 2008).
Aktivitas katalase yang terdapat dalam peroksisom, langsung mendegradasi
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hidrogen peroksida (2H2O2 → O2 + 2H2O) (Richard et al., 2010). Enzim
katalase mampu mengkatalasis reaksi penguraian hidrogen peroksida
(H2O2) melalui dua mekanisme kerja yaitu katalitik dan peroksidatik.
Mekanisme enzim katalase sebagai antioksidan melalui proses katalitik
terjadi bila enzim katalase menggunakan molekul H2O2 sebagai substrat
atau donor elektron dan molekul H2O2 yang lain sebagai oksidan atau
akseptor elektron (Silvia, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa substrat
dari enzim katalase tersebut adalah H2O2. Jika H2O2 tidak dirombak
dengan enzim katalase, maka dapat menyebabkan kematian pada sel.
Oleh karena itu enzim katalase berperan penting merombak hidrogen
peroksida menjadi air dan oksigen ( Kumar et al, 2008 ). Enzim katalase
akan mengkatalis dekomposisi salah satu spesies oksigen reaktif ( ROS )
yakni hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen sehingga dapat
melindungi sel dari kerusakan oksidatif (Mirsa et al., 2009). Menurut
Haliwell dan Gutteridge (2000), aktivitas CAT optimal pada pH 7 dan
meningkat dengan meningkatnya akumulasi H2O2. Enzim CAT mampu
mengkonversi 40 juta molekul hidrogen peroksida menjadi molekul air
dan oksigen setiap detiknya. Disamping itu, enzim CAT juga mampu
mendetoksifikasi senyawa formaldehid, fenol dan alkohol.
2.3.4. Vitamin E
Vitamin E ditemukan pada tahun 1922, oleh Evans dan Bishop,
dengan istilah tokoferol. Vitamin E adalah nama umum untuk semua
metil-tokol, jadi istilah tokoferol bukan sinonim dari vitamin E, namun
pada praktek sehari-hari, kedua istilah tersebut disinonimkan. Struktur
kimia tokoferol alfa diperlihatkan pada Gambar 2.1 (Landvik et al., 2002
di dalam Cadenas dan Packer, 2002) .
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Vitamin E tidak larut di dalam air tetapi larut dalam minyak dan
lemak. Terdapat delapan bentuk vitamin E yaitu berupa tokoferol alfa,
beta, gamma, dan delta serta empat bentuk tokotrienol homolog (alfa,
beta, gamma, dan delta). Dari delapan bentuk tersebut, alfa tokoferol
memiliki aktivitas biologis yang paling tinggi (Landvik et al., 2002 di
dalam Cadenas dan Packer, 2002). Sumber vitamin E di alam banyak
dijumpai pada minyak bunga matahari, minyak biji kapas, taoge,
kacang-kacangan dan kentang manis (Kumalaningsih, 2006).
Fungsi vitamin E di dalam tubuh adalah melindungi asam-asam
lemak tak jenuh pada membran sel, mampu meningkatkan respon imun,
sebagai zat pengatur (regulasi) pada aktivasi Protein Kinase C, fungsi
mitokondria, metabolism protein dan produksi hormon. Vitamin E juga
melindungi vitamin A dari kerusakan yang terjadi di dalam tubuh.
Fungsi vitamin E sangat penting bagi tubuh seperti dapat mencegah
kanker, penyakit kardiovaskuler, proses penuaan, osteoporosis dan
meningkatkan kinerja sistem kekebalan tubuh (Landvik et al., 2002 di
dalam Cadenas dan Packer, 2002). Vitamin E atau α-tokoferol
digunakan untuk mencegah kerusakan oksidatif dengan cara
menghentikan tahap propagasi dari oksidasi asam lemak tak jenuh ganda
(Bharrhan, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad et al., (2006) menyatakan
bahwa vitamin E memiliki aktivitas antioksidan dalam mengurangi
degradasi tirosin akibat fotosensitisasi Psoralen in vitro. Hasil penelitian
Gambar 2.4. Struktur molekul tokoferol alfa
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Chow 1999 menduga bahwa Vitamin E secara langsung dapat mengatur
produksi hidrogen peroksida dalam mitokondria, dan menyatakan bahwa
kelebihan produksi reaktif oksigen spesies (ROS) di mitokondria
merupakan penyebab utama kerusakan jaringan yang diamati pada tikus
dengan defisiensi vitamin E (Chow et al., 1999). Kushi et al., (1996) dan
Yochum et al., (2000) melaporkan adanya hubungan terbalik antara
asupan vitamin E dengan kejadian kematian karena kardiovaskuler.
Sebagai antioksidan, vitamin E berfungsi melindungi senyawa-senyawa
yang mudah teroksidasi, antara lain ikatan rangkap dua pada UFA
(Unsaturated Fatty Acid), DNA, dan RNA dan ikatan atau gugus – SH
(sulfhidril) pada protein. Vitamin E akan bertindak sebagai reduktor dan
menangkap radikal bebas tersebut. Vitamin E dalam hal ini berperan
sebagai scavenger. Scavenger yang lain selain vitamin E adalah vitamin
C, enzim glutation reduktase, dismutase, dan peroksidase yang bersifat
larut dalam air. Scavenger yang larut dalam lemak adalah vitamin E dan
ß-karoten (Traber, 2002 di dalam Cadenas dan Packer, 2002).
2.4. Tinjauan Hewan Percobaan
2.4.1. Klasifikasi Tikus Putih
Menurut Krinke ( 2000 ) klasifikasi Tikus Putih ( Rattus norvegius )
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Species : norvegius
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.2. Biologis Tikus Putih ( Rattus norvegius )
Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang
sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model
guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu
dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium. Tikus termasuk
hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan
mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainya. Selain
itu, penggunaan tikus sebagi hanya 2-3 tahun dengan lama reproduksi 1
tahun.
Kelompok tikus laboratorium pertama – tama dikembangkan di
Amerika Serikat antara tahun 1877 dan 1893. Keunggulan tikus putih
disbanding tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak
memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat
berkembang biak. Kelebihan lainya sebagi hewan laboratorium adalah
sangat mudah ditangani, dan berukuran cukup besar sehingga
memudahkan pengamatan. Secara umum, berat badan tikus laboratorium
lebih ringan dibandingkan berat tikus liar. Biasanya pada umur empat
minggu beratnya 35-40 g, dan berat dewasa rata-rata 200-250 g tetapi
bervariasi tergantung pada galur. Galur Sprague Dawley merupakan
galur yang paling besar diantara galur yang lain.
Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam
penelitian. Galur – galur tersebut antara lain : Wistar, Sprague-Dawley,
Long Evans, dan Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur
Sprague-Dawley dengan ciri – ciri berwarna putih, berkepala kecil dan
ekornya lebih panjang daripada badanya (Smith dan Mangkoewidjodjo,
1988). Tikus ini pertama kali diproduksi oleh peternakan Sprague
Dawley. Tikus Sprague Dawley merupakan jenis outbred tikus albino
serbaguna secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan utamanya
adalah ketenangan dan kemudahan penangananya. Adapus data biologis
tikus sebagai berikut :
Tabel 2.3. Data Biologis Tikus (Smith dan Mangkoewidjodjo, 1988).
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lama hidup 2 -3 tahun, dapat sampai 4
tahun
Lama produksi
ekonomis
1 tahun
Lama bunting 20 – 22 hari
Umur dewasa 40 – 60 hari
Umur dikawinkan 8 – 10 minggu ( Jantan dan
betina )
Berat dewasa 300-400 g jantan; 250 – 300 g
betina
Suhu ( rektal ) 360-39
0 ( rata – rata 37,5
0 C )
Pernapasan 65-115/menit, turun menjadi
50 dengan anestesi, naik
sampai 150 dalam stress
Denyut Jantung 330-480/menit, turun menjadi
250 dengan anestesi, naik
sampai 550 dalam stress
Tekanan darah 90-180 sistol, 60-145 diastol,
turun menjadi 80 sistol, 55
diastol dengan anestesi
Konsumsi Oksigen 1,29-2,68 ml/g/jam
Sel darah merah 7,2-9,6 x 106/mm3
Sel darah putih 5,0-130x103/mm3
Kromosom 2n=42
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Aktivitas Nocturnal (malam)
Konsumsi
Makanan
15-30 g/hari (dewasa)
Konsumsi
Minuman
20-45 ml/hari ( dewasa )
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Teori
Enzim Antioksidan
Endogen :
Supreoxidase
(SOD)
Glutation
Peroksidase
(GPx)
Katalase (CAT)
Antioksidan
Eksogen (Alami):
Vitamin E
Vitamin C
Beta Karoten
Antosianin
Flavonoid
Polifenol
Antioksidan
Aktivitas Enzim
Katalase Radikal Bebas
Faktor Eksogen :
Variasi Suhu
Radioaktifitas
Hidrogen
Peroksida
(H2O2 )
Radiasi
Ultraviolet
Faktor Endogen :
Kelainan
Metabolik
Penyakit
Herediter
Penyakit
Deregeneratif
Perlakuan sampel hewan Ekstrak Air Sarang
Burung Walet
Sarang Walet Putih
Kandungan Sarang
Burung Walet :
Protein
Karbohidrat
Lemak
Kadar air
Kadar abu
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.2. Kerangka Konsep
EKSTRAK AIR
SARANG BURUNG
WALET
Mempunyai senyawa metabolit aktif
Senyawa Protein dan Asam Amino
( Berperan sebagai antioksidan ) Contoh H2O2
Radikal Bebas
( Endogen / Eksogen )
Senyawa Antioksidan mengikat
radikal bebas
Senyawa protein dan asam amino meningkatkan aktivitas
enzim – enzim endogen alami didalam tubuh dan mecegah
terjadinya kerusakan akibat radikal bebas
ANTIOKSIDAN MENSTIMULASE ENZIM ENDOGEN
Gluthanione Poroxidase
(GPx)
Supreoxidase
(SOD)
Katalase ( CAT )
Pemberian ekstrak air sarang burung walet
pada hewan uji
Perlakuan kontrol positif dan negatif terhadap
serum hewan uji serta pembuatan kurva standar
Uji statistik dilakukan dengan One-way
ANNOVA
Penghitungan aktivitas katalase dengan Elisa
Reader
Hasil peningkatan aktivitas katalase berupa
bagan dan statistik serta perhitungan dosis
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1. Tempat Penelitian
Pembuatan ekstrak air sarang burung walet dilakukan di
Laboratorium Kimia obat, Laboratorium penelitian I, dan Laboratorium
penelitian II. Persiapan, aklimatisasi, perawatan, dan perlakuan terhadap
hewan uji dilakukan di Animal House. Uji aktivitas katalase dilakukan di
Laboratorium Biokimia. Analisis data dilakukan di Laboratorium
penelitian I Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian sudah dilakukan selama 6 bulan dari bulan Juli 2016 hingga
Desember 2016.
3.4. Alat dan Bahan Penelitian
3.4.1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan
Hewan, kandang hewan percobaan, neraca analitik AND GX-200,
blender, beaker glass, gelas ukur, labu ukur, hot plate stirrer, batang
pengaduk, sentrifugator, tabung Eppendorf, vortex, freeze dry,
mikropipet 100-1000μl, pipet tetes, water bath TRW-42 TP, sonde oral,
spuit dan Microplate Reader (ELISA Reader).
3.4.2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan adalah sarang burung walet putih
diperoleh dari Padang Sumatra Barat, H2O2, Aqua bidestilata, Aqua
destilata, Catalase Activity Colorimetric/ Fluorometric Assay Kit,
Vitamin E, NaCMC, Tikus putih jantan galur Sprague dawley sebagai
hewan uji yang diperoleh dari Institut Pertanian Bogor dan makanan
hewan percobaan (pellet).
3.4.3. Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih
jantan galur Sprague-Dawley yang sehat berumur 5-6 minggu dengan
berat 150-200 gram yang diperoleh dari Animal Facility and Modelling
Provider Institut Pertanian Bogor (IPB).
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.5. Prosedur Penelitian
3.5.1. Perhitungan Besar Sampel
Jumlah sampel ditentukan menurut WHO , yaitu minimal lima ekor
tikus untuk setiap kelompok. Penelitian ini menggunakan enam
kelompok tikus tiap masing – masing terdiri dari enam ekor. Cara
pengambilan sampel dilakukan dengan metode randomisasi sederhana
dari populasi yang ada.
3.5.2. Dosis Perlakuan
Hasil penelitian terdahulu (Ageng , 2015) menunjukkan bahwa
ekstrak air sarang burung walet putih dengan dosis 1 mg/kgBB tidak
menghasilkan efek pada hewan uji, sedangkan pada dosis 100 mg/kgBB
, ekstrak air sarang burung walet putih menyebabkan hepatotksik dan
pada dosis 10 mg/kgBB, ekstrak menghasilkan efek. Sehingga pada
penelitian ini dosis ekstrak air sarang burung walet putih untuk hewan
uji yaitu 10 mg/kgBB, 20 mg/kgBB, 40 mg/kgBB.
3.5.3. Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah The Pre and Post Test Control
Group Design, yaitu desain ekperimen yang dilaksanakan pada semua
kelompok uji dengan kelompok pembanding dengan pengambilan di
awal sebelum perlakuan dan diakhir setelah pemberian treatmen . Skema
model penelitian The Pre and Post Test Control Group Design, sebagai
berikut :
01 - x1 - 02 - x2 - 03
01 adalah hasil pengukuran (observasi) yang dilakukan sebelum
perlakuan (treatment) dengan cara pengambilan sampel darah pada hari
ke-0 , x1 adalah pemberian perlakuan (treatment) berupa pemberian
sampel selama 30 hari, 02 hasil pengukuran (observasi) ke-2 atau
pengambilan sampel darah pada hari ke-31, x2 adalah pemberian sampel
dan pemberian perlakuan selama 2 hari, dan 03 adalah hasil pengukuran
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(observasi ) setelah pemberian treatment ada hari ke-33. (Sugiyono,
2008). Mengacu pada (Periyar et al., 2013) dan (Hasna , 2015) Uraian
lebih lanjut mengenai perlakuan pada hewan percobaan, yakni :
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tab
el 3
.1.
Des
ain P
embag
ian
Kel
om
pok P
erco
baa
n
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan :
KIp : Pembagian hewan uji (tikus)
KO : Tikus normal Pemberian NaCMC 0,5% 10 ml/kgBB
Kn : Kontrol negatif
Kp : Kontrol positif
Ku1 : Kelompok uji 1
Ku2 : Kelompok uji 2
Ku3 : Kelompok uji 3
- : Tanpa perlakuan apapun
A : Aquabidestilata
H : H2O2 1 % v/v dosis 1,0 mg/kgBB
E : Vitamin E (1000 IU, 4,08 ml/g)
N : NaCMC 0,5% 10 ml/kgBB
: Pengambilan sampel darah untuk uji kadar Katalase. (Pada hari ke-0
dan ke-30)
: Terminasi, pengambilan sampel darah untuk uji kadar Katalase (Pada
hari ke-33)
α : Ekstrak sarang burung walet dosis 10 mg/kgBB
β : Ekstrak sarang burung walet dosis 20 mg/kgBB
γ : Ekstrak sarang burung walet dosis 40 mg/kgBB
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a. KO : Tikus normal, diberi NaCMC 0,5% dengan dosis 5,0 ml/kgBB
selama 30 hari, dan pada hari ke-31 dan ke-32 diberi H2O2 1% v/v
dosis 1,0 mg/kgBB secara intraperitoneal.
b. Kn : Sebagai kontrol negative, tikus diberi Aquabidest selama 30
hari dan pada hari ke-31 dan ke-32 diberi H2O2 1% v/v dosis 1,0
mg/kgBB secara intraperitoneal.
c. Kp : Sebagai kontrol positif, tikus diberi vitamin E dengan dosis 50
IU/kgBB peroral (p.o) selama 30 hari dan pada hari ke-31 dan ke-32
diberi H2O2 1% v/v dosis 1,0 mg/kgBB secara intraperitoneal. Darah
dianalisa pada hari ke 0, 30, dan 33 untuk mengamati aktivitas
Katalase.
d. Ku 1 : sebagai kelompok uji 1, diberikan larutan sarang burung
walet dengan dosis 10 mg/kgBB peroral (p.o) selama 32 hari. Pada
hari ke-31 dan ke-32 diberi H2O2 1% v/v dosis 1,0 mg/kgBB secara
intraperitoneal (i.p). darah dianalisa pada hari ke 0, 30 dan 33 untuk
mengamati aktivitas Katalase.
e. Ku2 : sebagai kelompok uji 2, diberikan larutan sarang burung walet
dengan dosis 20 mg/kgBB peroral (p.o) selama 32 hari. Pada hari ke-
31 dan ke-32 diberi H2O2 1% v/v dosis 1,0 mg/kgBB secara
intraperitoneal (i.p). darah dianalisa pada hari ke 0, 30 dan 33 untuk
mengamati aktivitas Katalase.
f. Ku3 : sebagai kelompok uji 3, diberikan larutan sarang burung walet
dengan dosis 40 mg/kgBB peroral (p.o) selama 32 hari. Pada hari ke-
31 dan ke-32 diberi H2O2 1% v/v dosis 1,0 mg/kgBB secara
intraperitoneal (i.p). darah dianalisa pada hari ke 0, 30 dan 33 untuk
mengamati aktivitas Katalase.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.5.4. Determinasi Sampel
Sampel sarang burung walet putih yang diperoleh dari Painan,
Sumatra Barat, kemudian dideterminasi di Laboratorium Omithologi,
Puslit Biologi Bidang Zoologi LIPI Kebon Raya, Bogor, Jawa Barat.
3.5.5. Penyiapan Sarang Burung Walet
Sampel yang telah dideterminasi, kemudian dibersihkan dari bulu
burung walet yang menempel pada sampel dengan menggunakan pinset.
Selanjutnya sarang burung walet dibersihkan dibawah air mengalir
selama ± 5 menit, kemudian dikeringkan pada suhu ruang. Setelah
bersih, sampel dihaluskan dengan menggunakan blender.
3.5.6. Ekstraksi Sarang Burung Walet
Sampel yang sudah dihaluskan sebanyak 150 gram dilarutkan dalam
aqua bidestilata (1 gram dalam 30 mL), kemudian dipanaskan pada suhu
600C selama 30 menit dan dihomogenkan dengan kecepatan 800 rpm
selama 15 menit. Setelah homogen, campuran disonikasi selama 30
menit dan kemudian disaring untuk memisahkan ampas sarang burung
walet dengan menggunakan 2 lapis kain kasa. Filtrat yang diperoleh
kemudian dikeringkan dengan metode pengeringan freeze dry dan
disimpan pada -200C (Liu et. al., 2012).
3.5.7. Uji Kualitatif Ekstrak Sarang Burung Walet
1. Reaksi Biuret
Sebanyak 2 ml sample ditambahkan 2 ml larutan NaOH 2 M, kocok
perlahan. Kemudian tambahkan 10 tetes larutan CuSo4 0,1 M. Amati
perubahan yang terjadi. Reaksi positif mengandung protein jika
terjadi perubahan warna menjadi warna ungu (Autheroff, 2002).
2. Reaksi Molish
Sebanyak 2 ml larutan sampel ditambahkan 5 tetes larutan naftol
3% dalam metanol, dikocok perlahan selama 5 detik, miringkan
tabung dan ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung
secara hati-hati, kemudian tegakkan kembali tabung. Hasil positif
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengandung karbohidrat bila terlihat adanya cincin ungu diperbatasan
kedua cairan (Auterhoff, 2002).
3. Reaksi Xantoprotein
Sebanyak 2 ml larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan
hati-hati kedalam larutan sampel, dikocok dan amati perubahan
warnanya. Setelah dicampurakan terjadi endapan putih yang dapat
berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi positif
menandakan adanya asam amino yang bergugus benzene pada sampel
(Sumardjo, 2009).
3.5.8. Penyiapan Dosis Ekstrak Sarang Burung Walet
Dosis pemberian ekstrak air sarang burung walet pada tikus
dibedakan dalam tiga dosis yaitu 10 mg/kgBB, 20 mg/kgBB dan 40
mg/kgBB kemudian disuspensikan dalam NaCMC 0,5%. Perhitungan
terdapat pada lampiran 7.
3.5.9. Persiapan Tikus
Tikus diperoleh dari Institut Pertanian Bogor sebanyak 40 ekor.
Disiapkan tempat pemeliharaan hewan coba yang meliputi kandang,
sekam, tempat makan dan tempat minum.Tikus diaklimatisasi selama 14
hari di Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Jakarta, agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang
baru.Selama adaptasi, tikus diberi makan dan minum standar ad libitum,
dilakukan pengamatan kondisi umum. Pada hari ke-15 dilakukan
penimbangan untuk menetukan dosis dan dilakukan perlakuan.
3.5.10. Uji Pendahuluan
Pada penelitian ini dilakukan uji pendahuluan terlebih dahulu
untuk menentukan volume hidrogen peroksida yang menyebabkan
gangguan atau kerusakan didalam tubuh. Parameternya dapat dilihat dari
kadar antioksidan yang menurun minimal 30%.
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.2. Uji pendahuluan volume hidrogen peroksida
Keterangan :
H : H2O2 1 % v/v dosis 1,0 mg/kgBB
- : Tanpa perlakuan apapun
: Pengambilan sampel darah untuk uji kadar katalase
sebelum perlakuan
: Pengambilan sampel darah untuk uji kadar katalse
setelah induksi
3.5.11. Pemberian Perlakuan
Penelitian ini menggunakan 36 ekor tikus jantan galur Sprague
dawley yang diberikan 6 perlakuan yang berbeda. Masing – masing
perlakuan terdiri atas 6 ekor tikus putih jantan. Ekstrak air sarang burung
walet yang diperoleh didispersikan dalam pembawa (NaCMC 0,5%)
dengan dosis yang telah ditentukan, diberikan secara oral dengan alat
pencekok oral (sonde). Pemberian ekstrak diberikan peroral satu kali
sehari dan dilakukan selama 32 hari.
3.5.12. Pengambilan Sampel Darah Hewan Uji
Pengambilan darah pada hewan uji dilakukan pada hari ke-0, 30 dan
33. Pada hari ke-30 pengambilan darah dilakukan setelah pemberian
ekstrak sarang burung walet. Darah tikus diambil sebanyak 2-3 ml
melalui begian pleksus retro-orbital dan sebelumnya dibius terlebih
dahulu menggunakan eter. Darah kemudian ditampung dalam tabung
mikrosentrifugasi untuk diambil pengujian terhadap aktivitas Katalase.
Hewan Uji Perlakuan hari ke-
0 1 2 3
Tikus 1 - H H -
Tikus 2 - H H -
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sampel darah disentrifugasi pada 5000 rpm selama 5 menit. Kemudian
supernatant diambil dan dimasukan kedalam tube. (Ahmadvand, 2014)
3.5.13. Pengukuran Aktivitas Katalase
Pengukuran aktivitas katalase serum darah dilakukan dengan
menggunakan Catalase Activity Assay Kit dari Biovision.
I. Persiapan :
a. Sampel Serum
Serum diperoleh dari darah tikus yang kemudian disentrifugasi
5000 rpm, 5 menit.
b. Kontrol positif dan negative (high control/HC)
Sudah tersedia pada kit katalase.
c. Pembuatan kurva standar
5 µl H2O2 0,88 M diencerkan dengan akuabides 215 µl sehingga
konsentrasi menjadi 20 mM H2O2. Lalu dibuat pengenceran 0, 2,
4, 8, 10 mM H2O2.
d. Uji Aktivitas Katalase
Dimasukan sampel serum, kontrol positif dan negatif serta
larutan standar masing-masing kedalam well, sebanyak 78 µl.
Diinkubasi pada suhu 25°C selama 30 menit, setelah itu
ditambahkan 10 µl Stop Solution pada setiap well.
Ditambahkan 50 µl larutan HRP (campuran reagen) kemasing-
masing well. Lalu baca OD pada panjang gelombang 570 nm.
Hasil perhitungan aktivitas katalase dikonversi dengan bantuan
kurva standar.
3.5.14. Rencana Pengolahan dan Analisa Data
Data kuantitatif dipresentasikan secara statistik dengan SPSS
(Statistical Product and Service Solution) untuk windows. Uji statistic
dilakukan analisis one-way ANOVA bila distribusi normal dan
homogen, dan bila distribusi tidak normal atau tidak homogen dilakukan
analisis Kruskal Wallis.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Determinasi Sampel
Sampel sarang burung walet putih diperoleh dari Painan Sumatra
Barat, dideterminasi di Laboratorium Ornithologi, Puslit Biologi bidang
Zoologi LIPI Cibining Bogor, Jawa Barat. Hasil menunjukan bahwa
sampel merupakan sarang burung walet putih dari burung walet putih
(Collocalia fuchipaga Thunberg,1821). Hasil determinasi dapat dilihat
pada lampiran 4.
4.1.2. Ekstraksi Sarang burung walet
Sebanyak 511 gram serbuk sarang burung walet putih diekstraksi
dengan aquabidest melalui beberapa tahapan sesuai metodelogi. Filtrat
yang diperoleh dilakukan pengeringan dengan metode Freeze Dry yang
dilakukan di LIPI Cibinong, Bogor. Hasilnya, didapat ekstrak sebanyak
26,607 gram dengan rendemen 5,199%.
4.1.3. Uji Kualitatif Ekstrak Air Sarang Burung Walet Putih
Uji kualitatif ekstrak air sarang burung walet putih (Collocalia
fuchipaga T) dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit aktif.
Hasil uji kualitatif ekstrak air sarang burung walet putih dapat dilihat
pada tabel 4.1
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.1 Uji Kualitatif Ekstrak Air Sarang Burung Walet Putih
(Collocalia fuchipaga T)
Uji Kualitatif Hasil Keterangan
Reaksi Biuret
Terjadi perubahan
warna dari yang
biru bening
menjadi warna biru
keunguan.
Menunjukan positif
adanya Protein.
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Reaksi Molish
Terbentuk cincin di
kedua cairan.
Menunjukan positif
adanya
Karbohidrat.
Reaksi
Xantoprotein
Terdapat adanya
endapan putih.
Menunjukan positif
adanya asam amino
bergugus benzene.
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.4. Hasil Pengukuran Aktivitas Katalase Serum Darah
Hasil pengukuran aktivitas katalase serum darah yakni pada
kelompok Kontrol Normal (Kip), Kelompok Negatif (KN), Kelompok
Positif (KP), Kelompok Uji 1 (1 mg/kgBB), Kelompok Uji 2 (10
mg/kgBB) dan Kelompok Uji 3 (100 mg/kgBB) yakni dapat dilihat pada
Gambar 4.1
Gambar 4.1 Grafik rata-rata aktivitas katalase
Hasil pengukuran aktivitas katalase menunjukan bahwa adanya
peningkatan dan penurunan aktivitas katalase antara hari ke-0, hari ke-
30 dan hari ke-33 dari setiap kelompok dapat dilihat pada grafik rata-rata
aktivitas katalase pada gambar 4.1
Tabel 4.2. Persentase perubahan aktivitas katalase
Kelompok
tikus
% perubahan aktivitas
katalase dari hari 0-30
% perubahan aktivitas
katalase dari hari 30-32
KO 8% -62%
KN 5% -84%
Normal Negatif PositifDosis 10mg/kgBB
Dosis 20mg/kgBB
Dosis 40mg/kgBB
rata-rata Aktivitas Katalase(mU/ml) Harike-0
723 775 599 603 507 584
rata-rata Aktivitas Katalase(mU/ml) Hari ke-30
732 780 757 735 676 752
rata-rata Aktivitas Katalase(mU/ml) Hari ke-33
669 696 782 767 740 779
0100200300400500600700800900
Akt
ivit
as K
atal
ase
Grafik rata-rata aktivitas katalase
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KP 158% 25%
Dosis 10
mg/kgBB 132% 32%
Dosis 20
mg/kgBB 169% 64%
Dosis 40
mg/kgBB 168% 28%
Keterangan : K0 (Kontrol Normal) , KN (Kontrol Negatif), KP (Kontrol Positif), Dosis
10 mg/kgBB (Kelompok Uji 1), Dosis 20 mg/kgBB (Kelompok Uji 2), Dosis 40
mg/kgBB (Kelompok Uji 3)
(-) minus menunjukan penurunan aktivitas katalase
(+) positif menunjukan peningkatan aktivitas katalase
Data yang telah diperoleh kemudian diolah secara statistik dengan
menggunakan uji Paired samples T-Test. Peningkatan aktivitas katalase
secara tidak bermakna terjadi pada kelompok normal antara hari ke-0
sampai hari ke-30, dan terjadi penurunan secara tidak bermakna antara
hari ke-30 sampai hari ke-33. Kelompok negatif terjadi peningkatan
aktivitas katalase secara tidak bermakna antara hari ke-0 sampai hari ke-
30, dan penurunan aktivitas katalase secara tidak bermakna terjadi antara
hari ke-30 sampai hari ke-33. Peningkatan aktivitas katalase secara
bermakna terjadi pada kelompok positif antara hari ke-0 sampai hari ke-
30, dan peningkatan secara tidak bermakna antara hari ke-30 sampai hari
ke-33. Kelompok dosis rendah (10 mg/kgBB) terjadi peningkatan
aktivitas secara bermakna (p≤0,05) antara hari ke-0 sampai hari ke-30,
dan peningkatan secara tidak bermakna terjadi antara hari ke-30 sampai
hari ke-33. Kelompok dosis sedang (20 mg/kgBB) terjadi peningkatan
aktivitas katalase secara bermakna antara hari ke-0 sampai hari ke-30,
dan peningkatan secara bermakna antara hari ke-30 sampai hari ke-33.
Kelompok dosis tinggi (40 mg/kgBB) terjadi peningkatan aktivitas
katalase secara bermakna antara hari ke-0 sampai hari ke-30, dan
peningkatan secara tidak bermakna antara hari ke-30 sampai hari ke-33.
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kelompok dosis sedang (20 mg/kgBB) berbeda secara bermakna
terhadap kelompok negatif sedangkan untuk kelompok dosis rendah (10
mg/kgBB) dan kelompok dosis tinggi (40 mg/kgBB) tidak berbeda
secara signifikan terhadap kelompok negatif. Hal ini menunjukan bahwa
ekstrak air sarang burung walet putih dapat mempengaruhi aktivitas
katalase dan tergantung dengan dosis. Hasil analisa statistika dapat
dilihat pada lampiran 8.
4.2. Pembahasan
Sarang burung walet merupakan bahan yang terkenal dalam
bidang makanan dan untuk penggunaan pengobatan di Cina sejak abad
ke-16. Sarang burung walet telah diketaui efeknya yang bermanfaat
dalam bidang kesehatan di Cina selama ratusan tahun (Chua et al.,
2013). Pada penelitian ini sarang burung walet diperoleh dari Painan,
Sumatra Barat. Sarang burung walet ini berwarna putih dihasilkan dari
burung walet putih (Collocalia fuchipaga T).
Proses ekstraksi dilakukan setelah sarang burung walet bersih
dari kotoran. sarang burung walet dibersihkan dari kotoran-kotoran bulu
burung dan kotoran dengan menggunakan pinset, kemudian dibersihkan
dibawah air mengalir. Setelah bersih sarang burung walet dikeringkan
pada suhu ruangan lalu dihaluskan menggunakan blender. Tujuan untuk
memperbesar luas permukaan sarang burung walet dan memperkecil
partikel, sehingga bisa mempermudah proses ekstraksi dan optimal,
karena permukaan yang terkena pelarut lebih besar. Kemudian
didapatkan sebanyak 511 gram serbuk sarang burung walet. Sebanyak
511 gram serbuk sarang burung walet ditambahkan larutan aqabides
sebanyak 15,5 liter (1 gram dalam 0 ml), kemudian dipanaskan pada
suhu 60 C selama 0 menit. Digunakan aquabidest dengan tujuan
miminimalisir adanya kontaminasi bakteri dan logam-logam yang bisa
bereaksi dengan protein yang ada dalam ekstrak. Setelah dilakukan
pemanasan, Penelitian Oda (1983) dalam Ma dan Daicheng (2012)
menyebutkan adanya mukoprotein yang terekstraksi setelah diekstraksi
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan air mendidih. Berdasarkan penelitian tersebut diharapkan
kandungan utama sarang burung walet tetap terekstraksi dengan
pemanasan tanpa kerusakan. kemudian dihomogenkan menggunakan
homogenzer dengan kecepatan 800 rpm. Untuk optimalisasi proses
ekstraksi, setelah pemanasan kemudian dilakukan sonikasi selama 30
menit (Liu et al., 2012). Tujuan sonikasi untuk memberikan getaran
sehingga menghasilkan efek yang menyebabkan sel pecah dan isi keluar
(Lacoma, 2009). Setelah dilakukan sonikasi dilakukan penyaringan
dengan menggunakan kasa untuk memisahkan endapan. Hasil filtrat
kemudian dipekatkan dengan cara pengeringan freezer dry selama 14
hari yang dilakukan di LIPI Cibinong, Bogor. Hasil ekstraksi diperoleh
sebanyak 511,76 gram dengan rendemen 5,199 %.
Diketahui bahwa kandungan utama sarang burung walet adalah
glikoprotein. Maka sarang burung walet memiliki sifat-sifat protein
serta karbohidrat (Ma dan Daicheng, 2012). Maka dilakukan uji
kualitatif untuk mengetahui kandungan yang terkandung dalam sarang
burung walet dan memastikan adanya kandungan protein dan
karbohidrat.
Uji reaksi biuret dilakukan untuk menunjukan adanya ikatan
peptide dari suatu sampel dan untuk mengetahui protein pada ekstrak air
sarang burung walet. Hasil pengujian terbentuk warna biru keungunan
setelah penambahan larutan NaOH dan larutan CuSO4. Terjadi reaksi
warna merah juda sampai violet disebut reaksi biuret sebab warna
senyawa yang terbentuk sama dengan warna senyawa biuret bila
ditambahkan larutan natrium hidroksida dan tembaga sulfat (Sumardjo,
2009).
Uji reaksi molish dilakukan untuk menunjukan adanya karbohidrat
yang terdapat di ekstrak air sarang burung walet. Hasil pengujian berupa
terbentuknya cincin warna ungu dikedua cairan. Pada proses ini,
karbohidrat akan mengalami hidrolisis menjadi protein sederhana dan
karbohidrat. Karbohidrat yang terbentuk dengan alfa-naftol dalam
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
alkohol dan asam sulfat akan memberikan warna violet (Sumardjo,
2009).
Uji reaksi xantoprotein merupakan uji kualitatif pada protein
yang digunakan untuk menunjukan adanya gugus benzene (cincin fenil).
Hasil pengujian berupa terbentuknya endapan putih setelah penambahan
larutan HNO3 pekat yang berfungsi untuk memecahkan protein menjadi
gugus benzene dan endapan berubah menjadi warna kuning setelah
dipanaskan. Reaksi xantoprotein positif untuk protein yang mengandung
asam amino dengan bergugus benzene seperti fenilalanin, triptofan dan
tirosin (Sumardjo, 2009).
Hasil Uji Kualitatif menunjukan bahwa ekstrak air sarang burung
walet mengandung protein, karbohidrat, dan asam amino yang
mempunyai gugus benzene seperti fenilalanin, triptofan, dan tirosin.
Sarang burung walet mengandung glikoprotein yang tinggi, dan juga
mengandung asam amino, karbohidrat, kalsium, natrium, dan kalium
(Norhayati et al., 2010). Komponen karbohidrat pada sarang burung
walet terdiri dari 9% asam sialat, 7,2% galaktosamin, 5,3% glukosamin,
16% galaktosa, dan 0,7% fucose. Sedangkan kandungan asam amino
yang paling banyak yaitu serin (4,56%), fenilalanin (4,4%) dan asam
aspartate (4,48%) (Elfita, 2014).
Penelitian lain menunjukan bahwa sarang burung walet dari
Indonesia memiliki kandungan protein yang tinggi sekitar 59.8% -
65,8% (Hamzah et al., 2013). Menurut Marcone, 2005 sarang burung
walet memiliki kandungan terbanyak asam amino yang bergugus
benzene yaitu fenilalanin dan tyrosin (Ma dan Liu, 2012). Asam amino
yang terdapat dalam sarang burung walet yaitu aspartate dan asparagine,
treonin, serin, glutamic dan glutamin, glicin, alanine, valin, metionin,
isoleusin, tirosin, fenilalanin, lisin, histidin, arginine, tryptophan, sistein,
prolin (Lu et al., 1995: Marcone., 2005 dalam Ma dan Liu, 2012).
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah 36 ekor
tikus putih jantan galur Sprague dawley berusia 3-6 bulan. Alasan
menggunakan tikus putih jantan galur Sprague dawley dipilih karena
harga lebih ekonomis dibandingkan dengan tikus galur lainnya, lebih
mudah diperoleh dan memiliki sifat lebih tenang disbanding galur
lainnya, pertumbuhan yang pesat dipilihnya jantan dikarenakan sistem
hormonal jantan lebih stabil disbanding betina sehingga meminimalisir
variasi biologis karena factor hormonal (Nugraha et al., 2008 dalam
Anggraini, 2014). Tikus dibagi menjadi 6 kelompok yaitu kelompok
normal, kelompok negative, dan 3 kelompok uji yaitu kelompok positif,
kelompok dosis rendah (10 mg/kgBB), kelompok dosis sedang (20
mg/kgBB), dan kelompok dosis tinggi (40 mg/kgBB). Setiap kelompok
masing-masing terdiri dari enam ekor tikus hal ini dilebhkan 1 ekor pada
masing-masing kelompok berfungsi sebagai tikus cadangan jika ada
tikus yang mati. Masing-masing kelompok minimal terdiri dari 5 ekor
tikus, penentuan jumlah tikus berdasarkan World Health Organization
(WHO).
Pada penelitian ini zat sebagai ROS (Reactive Oxygen Species)
adalah H2O2 hal ini dikarenakan salah satu senyawa oksigen reaktif
berbentuk non radikal yang terbentuk apabila terjadi reaksi oksidasi yang
paling penting secara biologis yang dikatalisis oleh oksidase, yang
terjadi dalam retikulo endoplasmik (mikrosom) khususnya peroksisom.
Hidrogen peroksida merupakan senyawa oksidan yang sangat kuat dan
dapat mengoksidasi bermacam-macam senyawa yang terdapat dalam sel.
Menurut Liochev dan Fridovich (1999) dalam Muchtadi, (2012),
dismutasi anion superoksida akan menghasilkan hidrogen peroksida,
kemudian selanjutnya direduksi menjadi air dan oksigen oleh enzim
katalase maka dari itu H2O2 berkaitan erat dengan aktivitas katalase.
Pada penelitian ini metode pemberian sampel dilakukan selama 30
hari (Periyar et al., 2013). Sebelum dilakukan perlakuan, tikus ditimbang
terlebih dahulu untuk menentukan volume yang akan diberikan ke tikus.
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sediaan ekstrak air sarang burung walet putih dibuat dengan cara
mendispersikan antara ekstrak dan NaCMC, Hal ini dikarenakan
NaCMC memiliki sifat mudah larut dalam air panas maupun air dingin
sehingga mudah saat membuat ekstrak dan membuat ekstrak sarang
burung walet dapat terdispersi dan larut saat di berikan pada tikus, selain
itu Na-CMC yang merupakan derivat dari selulosa memberikan
kestabilan pada produk dengan memerangkap air dengan membentuk
jembatan hydrogen dengan molekul Na-CMC yang lain (Belitz dan
Grosch, 1986).
Pada hari ke-0, hari ke-30 dan hari ke 33 (dua hari setelah
pemberian H2O2) dilakukan pengambilan darah melalui bagian pleksus
retro-orbital menggunakan mikrohematokrit bersih yang sebelumnya
dibius menggunakan eter (Sari Azizahwati dan Retno Ariani, 2008).
Pada hari ke-30 dilakukan pengambilan darah sebelum pemberian H2O2
pada hari pertama. Tujuan pengambilan darah pada hari ke-0 yaitu
sebagai nilai normal untuk masing-masing kelompok, namun data hasil
aktivitas katalase pada hari ke-0 menunjukan setiap kelompok memiliki
nilai aktivitas yang berbeda-beda antar kelompok, hal ini dikarenakan
faktor lingkungan dari habitat tikus yang berbeda-beda yaitu posisi
kandang yang diletakan secara berbeda-beda, ditambah faktor stres dari
tikus pada saat pertama kali pengambilan darah serta faktor perbedaan
individu tikus pada saat pertama kali masa aklitimasi ada yang sampai
berkelahi antar individu tikus. Pengambilan darah pada hari ke-30 untuk
melihat kemampuan sarang burung walet mempengaruhi aktivitas
katalase. Tujuan pengambilan darah pada hari ke-33 untuk melihat
kemampuan sarang walet dalam menstimulasi aktivitas katalase
melindungi tubuh dari ROS H2O2 setelah pemberian paparan radikal
bebas (H2O2) dan pengaruhnya pada aktivitas katalase dalam mereduksi
ROS H2O2 . Kemudian darah ditampung dan disentrifugasi. Supernatan
diambil karena mengandung beberapa komposisi air, oksigen,
karbondioksida, nitrogen, protein, albumin, fibrinogen, latosa piruvat
(Dukes, 1955).
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengukuran aktivitas katalase dilakukan parameter biokimia yang
sesuai dengan metode Catalase Activity Assay Kit dari Biovision. Serum
yang diperoleh setelah disentrifugasi kemudian dilakukan metodelogi
sesuai dengan metode Catalase Activity Assay Kit dari Biovision
kemudian dibaca pada panjang gelombang 594 nm, Katalase merupakan
enzim yang mengatalisis dismutase hidrogen peroksida (H2O2 ) menjadi
air dan oksigen. Enzim katalase memecah H2O2 menjadi H2O dan ½ O2 .
Enzim ini berperan sebagai peroksidasi khusus dalam reaksi dekompisisi
hidrogen peroksida menjadi oksigen dan air. Enzim tersebut dapat
mengoksidasi 1 molekul hidrogen peroksida menjadi oksigen,
selanjutnya enzim ini akan mereduksi molekul hidrogen peroksida kedua
menjadi air secara simultan. (Winarsi, 2007). Aktivitas katalase yang
terdapat dalam peroksisom, langsung mendegradasi hidrogen peroksida
(2H2O2 → O2 + 2H2O) (Richard et al.,2010). Enzim katalase mampu
mengkatalasis reaksi penguraian hidrogen peroksida (H2O2) melalui dua
mekanisme kerja yaitu katalitik dan peroksidatik. Mekanisme enzim
katalase sebagai antioksidan melalui proses katalitik terjadi bila enzim
katalase menggunakan molekul H2O2 sebagai substrat atau donor
elektron dan molekul H2O2 yang lain sebagai oksidan atau akseptor
elektron (Silvia, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa substrat dari enzim
katalase tersebut adalah H2O2.
Analisa statistika hasil uji normalitas (one-sample Kolmogorov-
smirnov Test) menunjukan aktivitas katalase pada hari ke-0, hari ke-30,
dan hari ke-33 darah tikus terdistribusi normal (p≥0,05) dan uji
homogenitas (Levene) menunjukan aktivitas katalase pada hari ke-0, 30
dan hari ke-33 bervariasi secara homogen (p≥0,05), karena syarat
normalitas dan homogenitas sudah terpenuhi maka dilanjutkan dengan
analisa uji One-way ANOVA. Hasil uji statistik One-way ANOVA
menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna (p≤0,05) pada hari ke-0,
hari ke-30, dan hari ke-33. Hasil uji statistik One-way ANOVA
menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna (p≤0,05) pada hari ke-
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30 dan hari ke-33, tetapi hari ke-0 menunjukan tidak terdapat perbedaan
yang bermakna (p≥0,05).
Hasil data untuk aktivitas katalase pada kontol positif hari
setelah diberikan sampel ekstrak sarang burung walet (pada hari ke-30)
memiliki aktivitas katalase yang tinggi dan meningkat dibandingkan
dengan kontrol negatif. Nilai normal aktivitas katalase untuk tikus putih
yaitu 0,013-13.000 mU/ml (Roberta J Ward, 2001). Penelitian-penelitian
lain uji efek terhadap aktivitas katalase juga menunjukan aktivitas
katalase yang tinggi dan meningkat setelah diberikan ekstrak sampel
seperti penelitian Pengaruh Pemberian Ekstrak Rosella (Hibiscus
sabdariffa Linn) Terhadap Kadar Malondialdehid dan Aktivitas
Katalase Tikus yang Terpapar Karbon Tetraklorida (Zuraida, et al.,
2015).
Berdasarkan data yang diperoleh untuk aktivitas katalase kelompok
normal hari ke-30 mengalami peningkatan sebanyak 8% dan pada hari
ke-33 mengalami penurunan sebanyak 84%. Nilai aktivitas katalase pada
kelompok normal terjadi peningkatan pada hari ke-30 sebesar 8,026
mU/ml dan pada hari ke-33 terjadi penurunan sebesar 62,4 mU/ml. nilai
aktivitas katalase pada kelompok normal cenderung menurun setelah
pemberian ROS H2O2 hal ini dikarenakan pada kelompok normal ini
hanya diberikan NaCMC selama 30 hari dan tidak diberikan zat
antioksidan eksogen yang mampu menangkal ROS H2O2. Karena
berkurangnya zat yang mampu menghidrolisis H2O2 menjadi air dan
oksigen dan diberikan paparan pada ROS hari ke-30 maka aktivitas
katalase menjadi menurun. Kelompok normal selama 32 hari diberikan NaCMC. Tujuan yaitu
untuk membuktikan bahwa pemberian NaCMC tidak dapat
meningkatkan atau menurunkan nilai kadar H2O2. Namun hasil
menunjukan adanya pengaruh pemberian NaCMC dan aquadest terhadap
aktivitas katalase yakni pada hari 0-30 terjadi peningkatan aktivitas
katalase dan pada hari 30-33 terjadi penurunan aktivitas katalase yang
masing-masing tidak signifikan. Maka hal ini tidak dapat disimpulkan
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
karena belum adanya penelitian lebih lanjut yang menyatakan bahwa
NaCMC akan memberikan nilai yang berpengaruh terhadap aktivitas
katalase.
Kelompok negatif setelah pemberian H2O2 selama dua hari,
pada hari ke-30 aktivitas katalase mengalami peningkatan sekitar 8%
dan pada hari ke-33 setelah pemberian ROS H2O2 mengalami menurunan
sebesar 84%. Mengalami peningkatan sebesar 4,478 mU/ml pada hari 0-
30 dan mengalami penurunan sebesar 84,104 mU/ml pada hari 30-33.
Berdasarkan hasil tersebut, menunjukkan bahwa pemberian ROS H2O2
dapat mengakibatkan penurunan aktivitas katalase. Hal ini sesuai dengan
uji pendahuluan yang membuktikan bahwa pemberian H2O2 1% v/v
1mg/kgBB selama 2 hari akan mengalami penurunan aktivitas katalase
sebesar 32%. H2O2 dengan ion oksigen dan radikal bebas termasuk
dalam reactive oxygen species (ROS). ROS adalah produk metabolisme
oksigen dalam tubuh normal yang bersifat sangat reaktif, yang disebut
radikal bebas adalah radikal superoksid (O2- ), radikal hidroksil, (OH- )
dan radikal hidroperoksil (HO2- ). H2O2 sendiri bukan suatu radikal
bebas (Yilmaz T et al, 2004). Nilai produksi dan pembersihan ROS
berada dalam keadaan seimbang pada tubuh yang sehat. Bila ada
penambahan oksidan eksogen seperti asap rokok, polusi udara, sinar
ultraviolet, radiasi, obat seperti cisplatin dan aminoglikosida, atau
asupan kalori yang berlebihan, maka keseimbangan ini akan bergeser ke
arah pembentukan ROS yang lebih banyak (Nindl, et al., 2004). Efek
berbahaya dari ROS adalah kerusakan deoxyribonucleic acid (DNA),
oksidasi polyunsaturated fatty acid lemak atau peroksidasi lipid, dan
oksidasi asam amino protein yang berujung pada kematian sel
(Campbell, 2003) . Jika H2O2 tidak dirombak dengan enzim katalase,
maka dapat menyebabkan kematian pada sel. Oleh karena itu enzim
katalase berperan penting merombak hidrogen peroksida menjadi air dan
oksigen ( Kumar et al, 2008 ).
Kelompok positif pada hari ke-30 mengalami peningkatan
yang drastis sebesar 158%. Setelah pemberian H2O2 selama 2 hari tetap
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengalami peningkatan namun lebih rendah dibanding pada peningkatan
dari hari 0-30 yaitu sebesar 25%. Dan mengalami peningkatan yang
drastis sebesar 158,148 mU/ml pada hari 0-30 dan terjadi peningkatan
yang lebih kecil pada hari 30-33 yaitu sebesar 24,87 mU/ml.
Peningkatan aktivitas katalase jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan
kelompok negatif. Antioksidan vitamin yang digunakan sebagai kontrol
positif pada penelitian ini yaitu Vitamin E. Fungsi vitamin E sangat
penting bagi tubuh seperti dapat mencegah kanker, penyakit
kardiovaskuler, proses penuaan, osteoporosis dan meningkatkan kinerja
sistem kekebalan tubuh (Landvik et al., 2002 di dalam Cadenas dan
Packer, 2002). Menurut penelitian yang dilakukan Yustini (2009)
pemberian vitamin E dapat menghambat penurunan jumlah eritrosit dan
aktivitas enzim katalase tikus yang terpapar sinar ultraviolet. Penelitian
yang dilakukan oleh Ahmad et al., (2006) menyatakan bahwa vitamin E
memiliki aktivitas antioksidan dalam mengurangi degradasi tirosin
akibat fotosensitisasi Psoralen in vitro.
Kelompok uji 1 (10 mg/kgBB) pada hari 0-30 mengalami
peningkatan yang drastis sebesar 132% dan setelah pemberian H2O2
selama 2 hari tetap mengalami peningkatan namun lebih rendah
dibanding pada peningkatan dari hari 0-30 yaitu sebesar 32% .
Mengalami peningkatan yang drastis sebesar 131,922 mU/ml pada hari
0-30 dan terjadi peningkatan yang lebih kecil pada hari 30-33 yaitu
sebesar 32,433 mU/ml.
Kelompok uji 2 (20 mg/kgBB) pada hari 0-30 mengalami
peningkatan yang drastis sebesar 169% dan setelah pemberian H2O2
selama 2 hari tetap mengalami peningkatan namun lebih rendah
dibanding pada peningkatan dari hari 0-30 yaitu sebesar 64% .
Mengalami peningkatan yang drastis sebesar 169,226 mU/ml pada hari
0-30 dan terjadi peningkatan yang lebih kecil pada hari 30-33 yaitu
sebesar 63,643 mU/ml.
Kelompok uji 3 (40 mg/kgBB) pada hari 0-30 mengalami
peningkatan yang drastis sebesar 168% dan setelah pemberian H2O2
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
selama 2 hari tetap mengalami peningkatan namun lebih rendah
dibanding pada peningkatan dari hari 0-30 yaitu sebesar 28%.
Mengalami peningkatan yang drastis sebesar 167,983 mU/ml pada hari
0-30 dan terjadi peningkatan yang lebih kecil pada hari 30-33 yaitu
sebesar 27,922 mU/ml.
Kelompok uji secara keseluruhan mengalami peningkatan
aktivitas katalase pada hari ke 0-30 dan pada hari 30-33 mengalami
peningkatan yang lebih rendah dibanding hari 0-30. Hasil ini
menunjukan hal sama dengan kontol positif. Kelompok uji 2
(20mg/kgBB) pada hari ke-30 dapat meningkatkan aktivitas katalase
sebelum dan sesudah pemaparan ROS H2O2 lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok uji 1, kelompok uji 3 dan kelompok positif. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena sarang burung walet memiliki
kandungan protein yang tinggi (Kathan dan weeks dalam Atiqah, 2012).
Komponen utama yaitu glikoprotein (Marcone dalam Atiqah, 2012),
yang berfungsi sebagai antioksidan dan agen protektif (Murray dalam
Atiqah, 2012).
Menurut Klompong et al. (2009) asam amino dapat berpotensi
sebagai antioksidan. Asam amino aromatik yaitu tirosina, histidina, dan
fenilalanina, serta asam amino hidrofobik yaitu valina, alanina, prolina,
dan leusina, juga metionina dilaporkan dapat menangkal senyawa radikal
bebas (Rajapakse et al. 2005). Sehingga diprediksikan mekanisme kerja
ekstrak air sarang burung walet putih yaitu glikoprotein dapat menangkal
ROS H2O2 sehingga proses peningkatan radikal bebas berkurang dan
aktivitas antioksidan katalase meningkat. Kemampuan Vitamin E
(kelompok positif) untuk melindungi dari ROS H2O2 lebih rendah dari
pada kelompok uji (dosis 20 mg/kgBB). Efektivitas vitamin E dalam
mencegah oksidatif stress ditunjukkan oleh hasil penelitian yang
dilakukan Acker et al., (2003) terhadap indikator stres oksidatif seperti
pengukuran kerusakan DNA, bahwa pemberian vitamin E dosis 400 IU
selama 48 hari dapat membantu menurunkan kerusakan otot oleh radikal
bebas. Diduga dosis vitamin E yang digunakan pada penelitian ini hanya
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50 IU selama 32 hari sehingga efektifitas vitamin E yang dihasilkan
lebih rendah.
Kelompok uji 1 (10 mg/kgBB) kemampuan meningkatkan
aktivitas katalase lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok uji 2.
Kemungkinan hal ini disebabkan karena dosis kelompok uji 1 terlalu
kecil, sehingga dengan dosis tersebut kurang memberikan efek
farmakologi sarang burung walet dalam meningkatkan aktivitas katalase
dan menghidrolisis H2O2 . Hasil data juga menunjukan bahwa Kelompok
uji 3 (40mg/kgBB) persentase peningkatan aktivitas katalase lebih kecil
dibandingkan dengan kelompok uji 2 (10mg/kgBB). Hal ini diduga
karena sarang burung walet mengikuti model farmakokinetik nonlinear,
yaitu dengan peningkatan dosis maka berbanding terbalik dengan efek
farmakologi yang ditimbulkan (Smith, 1993).
Pada penelitian ini, ekstrak air sarang burung walet dapat
mempengaruhi aktivitas katalase. Pada dosis 20mg/kgBB mampu
mencegah penurunan aktivitas katalase akibat pemberian H2O2 jika
dibandingkan dengan kelompok uji dosis 10mg/kgBB, dan 40mg/kgBB.
Dari hasil penelitian ini maka ekstrak air sarang burung walet dapat
berpotensi sebagai antioksidan eksogen dan agen stimulator antioksidan
endogenous enzimatik yang dapat dikembangkan. Hal ini sesuai dengan
yang dilakukan Para peneliti mengatakan bahwa aktivitas enzim katalase
bisa diinduksi oleh asupan antioksidan (Wijaya, 2006 dalam kesuma dan
Rina, 2015).
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian uji efek ekstrak air sarang burung walet putih
(Collocalia fuciphaga T.) terhadap aktivitas katalase pada tikus putih
jantan, ekstrak dengan dosis sedang (20mg/kgBB) meningkatkan
aktivitas katalase secara bermakna terhadap kelompok negatif.
5.2. Saran
1. Penelitian ini perlu dikaji lebih lanjut tentang aktivitas spesifik daris
arang burung walet, apakah sarang burung walet ini sebagai
antioksidan eksogen atau sebagai agen stimulator antioksidan
endogenous enzimatik khususnya enzim katalase.
2. Perlu dikaji lebih lanjut glikoprotein yang yang mana memberikan
efek antioksidan paling tinggi dan yang paling berpengaruh terhadap
aktivitas katalase
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Acker S, Koymansm LM, dan Bast A. 2003. Molecular Pharmacology of Vitamin
E Structural Aspects of Antioxidant Activity. Ncbi.nlm.com . 213-217.
Ahmad, I et al. 2006. ModernPhytomedicine. India; Wiley-VCH.
Andarwaulan, N, H. Wijaya, dan D.T Cahyono. (1996). Aktivitas Antioksidan
dari Daun Sirih (Piper betle L). Tekhnologi dan Industri Pangan VII, 29-
30.
Anggraini, Julia. 2014. Uji Aktivitas Hepatoprotektif dan Hepatokuratif Madu
Hutan Sumbawa terhadap Hati Tikus Putih Jantan Galur Sprague-dawley
Secara In VIVO.
Aruoma, O.I. 1998. Free Radicals, Oxidative Stress, and Antioxidants in Human
Health and Disease. JAOCS. Vol. 75, no. 2.
Aswir AR, Nazaimoon WMW. 2011. Effect of edible bird’s nest on cell
proliferation and tumor necrosis factor - alpha (TNF-α) realese in vitro,
International Food Research Journal.18(3): 1123-27.
Atiqah, Salehatul. 2012. Physical Characterisations and Antioxidant Properties of
Freeze Dried Edible Bird’s Nest and White Fungus Hydrolysates. Final Year
Project Report Submitted in Partial Fulfillment of the Requirements for the
Degree of Bachelor of Science (Hons.) Food Science and Technology in the
Faculty of Applied Sciences Universiti Teknologi MARA.
Auterhoff, Harry. 2002. Identifikasi Obat, terbitan ke-5, diterjemahkan oleh N.C.
Sugiarso. Bandung : Penerbit ITB.
Bariqina, E., dan Ideawati, Z. 2001. Perawatan & Penataan Rambut. Yogyakarta:
Adi Cita Karya Nusa. Hal. 1-12, 83-86.
Belitz, H. D. dan W. Grosch. 1986. Food Chemistry. New York : Springer
Veralag Berlin Heldenberg.
Cadenas dan Packer. 2002. Senyawa Fenolik Pada Sayuran Indegenous. Diunduh
pada tanggal 20 Desember 2016 melalui www.ipb.ac.id.
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Campbell K. 2003. Ototoxicity: Understanding Oxidative Mechanisms. J Am
Acad Audiol 14(3):121-3.
Chau, Q., et al. 2003. Cost effectiveness of the bird’s nest filter for preventing
pulmonary embolism among patients with magligant brain tumors and deep
venous thrombosis of the lower extremities. Support Care Cancer, 11: 795-
799.
Chua,KH et al. 2013. Edible Bird’s Nest Extract As A Chondro-Protective Agent
For Human Chondrocytes Isolated From Osteoarthritic Knee: In Vitro
Study. BMC Complement Alternat Med 2013, 13(1):19.
Chow, C.K., et al. 1999. Vitamin E regulated mitochondrial hydrogen peroxide
generation. Free Radical Biology & Medicine, (5-6), 580.
Colombo, J.P., et al. 2003. Potential effects of supplementation with amino acids,
choline or sialic acid on cognitive development in young infants. Acta
Paediatr Suppl, 46:92.
Clarkson, P.M. dan Thomson, H.S. 2000. Antioxidants: What role do they play in
physical activity and health, Am J Clin Nutr. 729 (Suppl): 637-346.
Dalimartha, S. dan Soedibyo, M. 1999. Awet Muda Dengan Tumbuhan Obat dan
Diet Supleme,Jakarta : Trubus Agriwidya hal. 36-40.
Dukes, H. H. 1955. The Physiology of Domestic Animal. New York : Comstock
Publishing Associates.
Elfita, Lina. 2014. Analisis Profil Protein dan Asam Amnino Sarang Burung
Walet (Collocalia fuchiphaga) Asal Painan. Valensi Vol.4 No. 1, (61-69).
Elicia, T.Y.M., Nurfatin, M.H., Farahniza, Z., Norhasidah, S., Etty Syarmila, I.K
& Babji, A.S. Effect of Enzymatic Hydrolysis on the Antioxidant Activity of
Edible Bird’s Nest. The 16th
Food Innovation Asia Conference 2014. 12 –
13 June 2014. BITEC Bangna, Bangkok,Thailand.
Trilaksani, W .2003. Antioksidan: Jenis, Sumber, Mekanisme Kerja dan Peran
Terhadap Kesehatan. Bogor: Institut Pertanian Bogor, 1-12.
Goldberg, D.E. 2003. Kimia Untuk Pemula. Terjemahan oleh Sherly Affandy.
2004. Jakarta: Penerbit Erlangga.
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Guo, CT , et al. 2006. Edible bird nest extract inhibits influenza virus infection.
Antiviral Research 70: 140-146.
Gutteridge JM, Halliwell B. 2000. Free Radicals And Antioxidants In The Year
2000. A Historical Look To The Future. Royal Brompton Hospital, London,
UK : Oxygen Chemistry Laboratory.
Halliwell B, et al .2000. Hydrogen Peroxide In The Human Body. FEBS,
486(1):10-3.
Halliwell, B. dan Whiteman, M. 2004. Measuring reactive species and oxidative
damage in vivo and in cell culture: how should you do it and what do the
results mean?., Br Pharmacol,142,231-55.
Halliwell B dan Gutteridge JMC. 2007. Cellular Respones to Oxidative Stress:
Adaptation, Damage,Repair, Senescence and Death. In Free radicals in
biology and medicine. 4th ed. London: Oxford. University Press, 187-267.
Hamzah Z, et al. 2013. Nutritional Properties of Edible Bird Nest. Journal of
Asian Scientific Research.; 3 (6): 600-7.
Harju T, et al. 2004. Manganese superoxide dismutase is incresed in the airways
of smokers’ lungs. Eur Respir J, 24:765-71.
Hasna, Ageng Fauziah. 2015. Uji Aktivitas Hepatoprotektif Ekstrak Air Sarang
Burung Walet Putih (Collocalia fuciphaga Thunberg 1821.) Terhadap
Aktivitas SGPT & SGOT Pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague Dawley
FKIK UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Hidari, D. Miyamoto et al. 2006. Edible bird nest extract inhibits influenza virus
infection. Antiviral Research 70: 140-146.
Howe, C., et al. 1960. Influenza virus sialidase. Nature,188, 251 – 252.
Howe, C., et al. 1961. Collocalia mucoid : a substate for Myxovirus
neuraminidase. Archives of Biochemistry and Biphysiscs, 95, 512 – 520.
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ihnat MA, et al. 2007. Reactive Oxygen Species Mediate A Cellular 'Memory' Of
High Glucose Stress Signalling. Department of Cell Biology, University of
Oklahoma Health Sciences Center, Oklahoma City, OK, USA.
Ikatan Apoteker Indonesia. 2012. ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia.
Volume 46 – 2011 s/d 2012. Jakarta : PT. ISFI.
Ismail, et al. 2013. Using amino acids composition combined with principle
component analysis differentiae house and cave bird’s nest. Current Trends
in Technology and Science, Volume II, Issue VI.
Jacob, R. A, dan Burri. 1996. Oxidative Damage and Defense. Food Chem., 84,
23-28.
Klompong V, et al. 2006. Antioxidative Activity And Functional Properties Of
Protein Hydrolysate Of Yellow Stripe Trevally (Selaroides Leptolepis) As
Influenced By The Degree Of Hydrolysis And Enzyme Type. Food
Chem. 2007;102:1317–1327. doi: 10.1016/j.foodchem.
Kathan, R.H. dan D.I. Weeks. 1969. Structure Studies Of Collocalia Mucoid. I.
Carbohydrate And Amino Acid Composition. Arch Biochem Biophys, 134:
572-576.
Krinke, G.J. 2000. The Laboratory Rat. San Diego, CA: Academic Press. Hal :
150 – 152.
Kumar, V., et al. 2008. Robbins and Cotran Pathologic Basic of Disease. Eight
edition. Cellular Adaptations,Cell Injury, and Cell Death, 1:16-18
Kong Y.C. et al. 1987. Evidence that epidermal growth factor is present in
swiftlet’s (Collocalia) nest. Comparative Biochemistry and Phisiology 87 :
221-226.
Kumar, V., et al. 2008. Pathologic Basic of Disease. Eight edition. Cellular
Adaptations,Cell Injury, and Cell Death, 1:16-18
Lacoma, Tyler. How Does Sonication Work?. Diakses dari:
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
http://www.ehow.com/how-does_5171302_sonication-work.html. Diakses
tanggal 19 Desember 2016.
Lehninger. 1992. Dasar Dasar Biokimia. Maggy Thenawijaya, penerjemah.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Leong L.P dan Shui, G. 2002. An Investigation of Antioxidant Capacity of Fruits
in Singapore Markets, Food Chemistry 76: 69-75.
Liu, J-H., et al. 2011. Characterization and in vitro antioxidant of papain
hydrolysate from black bone silky fowl (Gallus gallus domesticsus Brisson)
muscle and its fractions. Food Research International 44: 133-138.
Lim M. H. 2012. Penentuan Dan Pengurangan Kandungan Nitrit Dalam Sarang
Burung Walit. Tesis Sarjana Muda Sains, Universiti Kebangsaan Malaysia
Liu, Xiaoqing, et al. 2012. Proteomic Profile of Edible Bird’s Nest Proteins.
Journal of Agricultural and Food Chemistry, 60, 12477 – 12481.
Lu,Q., et al.. 1995. Both Pbx1 And E2A–Pbx1 Bind The DNA Motif ATCAATCAA
Cooperatvely With The Products Of Multiple Murine Hox Genes, Some Of
Which Are Themselves Oncogenes. Mol. Cell. Biol., 15, 3786–3795.
Ma, Fucui dan Daicheng Liu. 2012. Sketch of The Edible Bird’s Nest and Its
Important Bioavtivities. Food Research International, 48 (2012) 559-567.
Marcone, M.F. 2005. Characterization of edible bird’s nest “caviar of the east”.
Food Research International, 38(11); 25-1134.
Marks D, et al. 1996. Biokimia kedokteran dasar: sebuah pendekatan klinis.
Jakarta: EGC
Matsukawa, Matsumoto et al. 2011. Improvement of bone strength and dermal
thickness due to dietary edible bird’s nest extract in ovariectomized rats.
Biosciene, Biotechnology and Biochemistry, 75(3), 590-592.
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Misra, D.S, et.al. 2009. Protection of swimming-induced , oxidative stress in
some vital organs by the treatment of composite extract of Withania
somnifera, Ocimum Sanctum and Zingiber officinalis in male rat. African
Journal Traditional, 6(4), 534 – 543.
Muchtadi, Deddy. 2012. Antioksidan dan Kiat Sehat di Usia
Produktif.Alfabeta.Bandung.
Muhammad, et al. 2015 . Antioxidative Activities of Hydrolysate from edible Birds
Nest Hydrolysis. AIP Conference Proceedings, Vol.1678 Issue 1,p1.
Murray RK, et al. 2003. Oksidasi Asam Lemak: Ketogenesis. Biokimia
Harper.Edisi 26. Jakarta. EGC.. p.230-41.
Nagwa AI, et al. 2012 . Glutathione Peroxidase,Superoxide Dismutase And
Catalase Activities In Children With Chronic Hepatitis. Medical
Biochemistry Department,Faculty of Medicine, Cairo University, Cairo,
Egypt. 2012. (3). p. 972-7.
Nindl G. 2004. Hydrogen peroxide from oxidative stressor to redox regulator.
Cell Sci Rev 1(2):1-12.
Norhayati, M.K et al. 2010. Preliminary study of the nutritional content of
Malaysian edible bird’s nest. Malaysian Journal of Nutrition, 16(3), 389 -
396.
Tim Penulis PS. 2011. Panduan Lengkap Walet. Jakarta: Penebar Swadaya.
Pham-Huy, et al. 2008. Free Radicals, Antioxidants in Diseases and Health, Int J
Biomed Sci, 4, 2, 89-96.
Pendyala G, et al. 2008.The challenge of antioxidants to free radicals in
periodontitis. J Indian Soc Periodontol. 2008 Sep-Dec; 12(3): 79–83.
Selvam Sellamuthu, Periyar et al. 2013. Protective Nature of Mangiferin on
Oxidative Stressand Antioxidant Status in Tissues of Streptozotocin-Induced
Diabetic Rats. Serdang, Selangor, Malaysia ; Faculty of Medicine and
Health Sciences, Department of Human Anatomy, Universiti Putra
Malaysia.
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rajapakse, R. G. A. S., et al. 2005. Studies On Fruit Diseases Of Uguressa.
Annual Report On Exploration, Collection, Conservation
Andcharacterization Of Underutilized Fruits. Pp 41.
Redaksi AgroMedia. 2007. Budi Daya Walet. Jakarta Selatan : PT. AgroMedia
Pustaka.
Redaksi Trubus. 2005. Panduan Praktis Sukses Memikat Walet.
Roberta J Ward, et al. 2001.Taurine Modulates Ctalase , Aldehyde
Dehydrogenase and Ethanol Elimination Rates in Rat Brain. Belgium;
Biologie du Comportement Universite de Louvain. Vol 36 No.1, pp. 39 –
43, 2001.
Rohdiana, D. 2001. Aktivitas Daya Tangkap Radikal Polifenol Dalam Daun The.
Majalah Jurnal Indonesia, 12 (1), 53-58.
Sari, Azizahwati dan Retno Ariani. 2008. Efek Hepatoprotektif Rebusan Akar
TapakLiman Pada Tikus Putih Yang Diinduksi Dengan Karbon
Tetraklorida. JurnalFarmasi Indonesia Vol. 4 No. 2 Juli 2008: 75-81
Sarmadi, B. H., dan Ismail, A., 2010. Antioxidative peptides from food proteins: a
review, Peptides. 31 (10),./http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20600423.
Setiadi S. 2003. Radikal Bebas, Antioksidan, Dan Proses Menua. Tinjauan
Pustaka. Medika Jakarta.
Sies S. 1997. Oxidative stress: oxidants and antioxidants. Experimental
Physiology.82: 291-5.
Smith, J.B., dan Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Tikus Laboratorium
(Rattus norvegicus): 37-57. Penerbit Universitas Indonesia.
Smith, D. 1993. Pharmacokinetics and bioavailability of medroxyprogesterone
acetate in the dog and the rat. May;14(4):341-55.
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung.
Sunarni, T. 2005. Aktivitas Antioksidan Penangkap Radikal Bebas Beberapa
Kecambah dari Biji Tanaman Familia Papilionaceae.Jurnal Farmasi
Indonesia (2), 53-61.
Syahmani. 2010. Penuntun Praktikum Biokimia. Banjarmasin: FKIP Unlam
Tim Penulis PS. 2011. Panduan Lengap Walet. Jakarta: Penebar Swadaya.
Valko, M., et al. 2006. Free radicals,metals and antioxidants in oxidative stress-
induced cancer. Chem. Biol. Interact.,160, 1–40
Wijaya, A. 2006. Radikal Bebas dan Parameter Status Antiosidan. Forum
Diagnosticum. Lab Klinik Prodia 1:1-126.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Yida, Zhang et al. 2014. In Vitro Bioaccessibility and Antioxidant Properties of
Edible Bird’s Nest Following Simulated Human Gastro-Intestinal Digestion.
BMC Complementary & Alternative Medicine. 14 : 468.
Yilmaz T, et al. 2004. The Role Of Oxidants And Antioxidants In Otitis Media
With Effusion In Children. Otolaryngol Head Neck Surgery. 131(6):797-
803.
Yustini, Alioes. 2009. Efek Pemberian Vitamin E Terhadap Jumlah Erytrosit
Dan Aktivitas Enzim Katalase Tikus Akibat Paparan Sinar Ultraviolet.
Majalah Kedokteran Andalas no.2,Vol.34 Juli – Desember 2009.
Zuraida, et al. 2015. Pengaruh Pemberian Ekstrak Rosella (Hibiscus sabdariffa
Linn) Terhadap Kadar Malondialdehid dan Aktivitas Katalase Tikus yang
Terpapar Karbon Tetraklorida. Jurnal Kesehatan Andalas; 4(3).
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Kinerja Pembuatan Ekstrak
Disiapkan Sarang Burung
Walet yang akan dijadikan
ekstrak
Dibersihkan dari bulu Ditimbang
Dihaluskan Dilarutkan dalam
aquabidest Dipanaskan pada suhu 60 C
selama 30 menit
Dihomogenizer pada 800
rpm selama 15 menit Disonikasi selama 30 menit Disaring dengan 2
lapis kain kassa
Freeze dry Serbuk ekstrak sarang
burung walet
Dilakukan Uji Kualitatif ekstrak
sarang burung walet : Uji
Molish , Biuret, dan
Xantoprotein
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Alur Kerja Pemberian Perlakuan
36 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley masing-masing
kelompok terdiri dari 6 ekor tikus
Kelompok 1
Tikus normal
Na CMC p.o selama 32 hari
Kelompok 2
Tikus kontrol negatif
Aquadest selama 30 hari dan H2O2 1% 1,0 mg/kgBB i.m pada hari ke-31 dan 32
Kelompok 3
Tikus Kontrol
positif
Vitamin E 50 IU/kgBB (p.o)
selama 30 hari dan H2O2 1%
1,0 mg/kgBB i.m pada hari ke-31
dan 32
Kelompok 4
Tikus Uji 1
Larutan sarang burung walet 10 mg/kgBB
(p.o) selama 30 hari dan H2O2
1% 1,0 mg/kgBB i.m
pada hari ke-31 dan 32
Kelompok 5
Tikus Uji 2
Larutan sarang burung
walet 20 mg/kgBB
(p.o) selama 30 hari dan H2O2 1%
1,0 mg/kgBB i.m pada
hari ke-31 dan 32
Kelompok 6
Tikus Uji 3
Larutan sarang
burung walet 40 mg/kgBB (p.o) selama 30 hari dan
H2O2 1% 1,0 mg/kgBB i.m pada hari ke-
31 dan 32
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Pengukuran Aktivitas Enzim Katalase
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Hasil determinasi
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Gambar Kegiatan Penelitian
Penyiapan Simplisia dan pembuatan ekstrak air sarang burung walet burung
walet putih (Collocalia fuchipaga T.)
Gambar 5.1
Sarang burung walet putih
(Collocalia fuchipaga T.)
Gambar 5.2
Sarang burung walet
setelah dibersihkan
Gambar 5.3
Sarang yang sudah
dihaluskan
Gambar 5.4
Proses Pemanasan
Gambar 5.5
Proses
Homogenisasi
Gambar 5.6
Proses sonikasi
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 5.7
Hasil penyaringan
Gambar 5.8
Hasil freeze dry
Gambar 5.9
Warna Reaksi standar H2O2
pada Well Plate
Gambar 5.10
Warna Reaksi pada Well Plate
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Perhitungan Rendeman Ekstrak Air Sarang Burung Walet Putih
Berat ekstrak = 26,607 gram
Berat simplisisa = 511,76 gram
Rendemen % =
x 100%
= 5,199%
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Perhitungan Volume Administrasi (VAO)
VAO (mL) =
a. Dosis Rendah (10 mg/kgBB)
3 ml =
Konsentrasi = 1 mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 50 mL, maka ekstrak yang
dibutuhkan sebanyak :
Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x Volume (mL)
Ekstrak = 1 mg/mL x 50 mL
= 50 mg
b. Dosis Sedang (20 mg/kgBB)
3 ml =
Konsentrasi = 2 mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 50 mL, maka ekstrak yang
dibutuhkan sebanyak :
Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x Volume (mL)
Ekstrak = 2 mg/mL x 50 mL
= 100 mg
c. Dosis Tinggi (40 mg/kgBB)
3 ml =
Konsentrasi = 4 mg/mL
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 50 mL, maka ekstrak yang
dibutuhkan sebanyak :
Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x Volume (mL)
Ekstrak = 4 mg/mL x 50 mL
= 200 mg
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Nilai Aktivitas Katalase
Kelompok
Tikus
Hari ke-0 Hari ke-30 Hari ke-33
Aktivitas katalase (mU/ml)
Rata-rata
Aktivitas katalase (mU/ml)
Rata-rata
Aktivitas katalase (mU/ml)
Rata-rata
Negatif
1 742,696
723,591
782,826
731,617
825,783
669,217
2 711,609 770,957 661,870
3 758,522 757,957 565,217
4 774,913 672,609 637,000
5 630,217 673,739 656,217
Positif
1 819,565
775,478
778,870
780,226
841,043
696,122
2 785,652 774,348 483,261
3 696,913 819,565 639,261
4 787,913 746,087 691,826
5 787,348 782,261 825,217
Normal
1 456,696
599,130
763,609
757,278
781,696
782,148
2 485,522 795,261 667,522
3 792,435 700,870 847,261
4 610,435 757,957 819,565
5 650,565 768,696 794,696
Dosis rendah (
10 mg/kgBB)
1 406,957
602,974
711,043
734,896
815,043
767,339
2 838,217 780,565 799,217
3 522,826 772,087 774,348
4 410,913 747,783 682,783
5 835,957 663,000 765,304
Dosis 20 mg/kgBB
1 385,478
507,226
703,696
676,452
810,522
740,096
2 438,043 739,870 776,609
3 554,478 666,391 765,870
4 498,522 546,000 554,478
5 659,609 726,304 793,000
Dosis tinggi 40 mg/kgBB
1 705,957
583,530
816,739
751,513
806,000
779,435
2 396,217 802,043 688,435
3 575,391 655,087 781,696
4 599,130 741,000 822,957
5 640,957 742,696 798,087
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Analisa statistik data aktivitas katalase ekstrak air sarang burung
walet putih (Collocalia fuciphaga T.)
Analisa statistik dilakukan dengan membandingkan aktivitas katalase
di dalam kelompok yang sama pada hari yang berbeda yakni hari ke-0, hari
ke-30 dan hari terminasi menggunakan uji Paired samples T-Test. Selain itu
dibandingkan juga nilai aktivitas katalase hari ke-0, hari ke-30 dan hari
terminasi setiap kelompok dengan kelompok lainnya menggunakan uji One-
way ANNOVA.
1. Paired samples T-Test Hipotesis :
Ho : Data aktivitas katalase tidak berbeda secara signifikan
Ha : Data aktivitas katalase berbeda secara signifikan
Pengambilan keputusan
Jika nilai signifikansi > 0.05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0.05 maka Ho ditolak
A. Kelompok Normal
a. Hari ke-0 dan ke-30
aktifitas katalase untuk kelompok normal pada hari ke-0
dan ke-30 tidak berbeda secara signifikan.
b. Hari ke-30 dan ke-33
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
aktifitas katalase untuk kelompok normal pada hari ke-30
dan ke-33 tidak berbeda secara signifikan.
B. Kelompok Negatif
a. Hari ke-0 dan ke-30
aktifitas katalase untuk kelompok negatif pada hari ke-0
dan ke-30 tidak berbeda secara signifikan
b. Hari ke-30 dan ke-33
aktifitas katalase untuk kelompok negatif pada hari ke-
30 dan ke-33 tidak berbeda secara signifikan
C. Kelompok Positif
a. Hari ke-0 dan ke-30
aktifitas katalase untuk kelompok positif pada hari ke-
0 dan ke-30 berbeda secara signifikan
b. Hari ke-30 dan ke-33
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
aktifitas katalase untuk kelompok positif pada hari ke-
30 dan ke-33 tidak berbeda secara signifikan
D. Kelompok Perlakuan 1 (dosis rendah 10 mg/kgBB)
a. Hari ke-0 dan ke-30
aktifitas katalase untuk kelompok dosis rendah pada
hari ke-0 dan ke-30 berbeda secara signifikan
b. Hari ke-30 dan ke-33
aktifitas katalase untuk kelompok dosis sedang pada
hari ke-30 dan ke-33 tidak berbeda secara signifikan
E. Kelompok Perlakuan 2 (dosis sedang 20 mg/kgBB)
a. Hari ke-0 dan ke-30
aktifitas katalase untuk kelompok positif pada hari ke-
0 dan ke-30 berbeda secara signifikan
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Hari ke-30 dan ke-33
aktifitas katalase untuk kelompok dosis sedang pada
hari ke-30 dan ke-33 berbeda secara signifikan
F. Kelompok Perlakuan 3 (dosis tinggi 40 mg/kgBB)
a. Hari ke-0 dan ke-30
aktifitas katalase untuk kelompok dosis tinggi pada
hari ke-0 dan ke-30 berbeda secara signifikan
b. Hari ke-30 dan ke-33
aktifitas katalase untuk kelompok dosis tinggi pada
hari ke-30 dan ke-33 tidak berbeda secara signifikan.
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Uji Paired T-Tes Kelompok Dosis Rendah (10 mg/kgBB) terhadap semua
kelompok
ata perbandingan aktifitas katalase untuk kelompok dosis
rendah terhadap semua kelompok didapat signifikan terhadap kelompok
dosis rendah.
- Uji Paired T-Tes Kelompok Dosis Sedang (10 mg/kgBB) terhadap semua
kelompok
ata perbandingan aktifitas katalase untuk kelompok dosis
sedang terhadap semua kelompok didapat signifikan terhadap kelompok
semua kelompok.
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Uji Paired T-Tes Kelompok Dosis Tinggi (10 mg/kgBB) terhadap semua
kelompok
ata perbandingan aktifitas katalase untuk kelompok dosis
tinggi terhadap semua kelompok didapat signifikan terhadap kelompok
dosis sedang.
2. One way ANNOVA
A. Uji Normalitas
a. Hari ke-0
Tujuan : Untuk distribusi normal data aktivitas katalase
Hipotesis : Ho : Data aktivitas katalase terdistribusi normal
Ha : Data aktivitas katalase tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
Bila nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Bila nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keputusan : data kadar aktivitas katalase seluruh kelompok uji pada hari ke-
0 terdistribusi normal
b. Hari ke-30
Keputusan : data kadar aktivitas katalase seluruh kelompok uji pada hari ke-
30 terdistribusi normal
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Hari ke-33
Keputusan : data kadar aktivitas katalase seluruh kelompok uji pada hari ke-
33 terdistribusi normal
B. Uji Homogenitas
Tujuan : Untuk melihat data aktivitas katalase homogen atau tidak
Hipotesis : Ho : Data aktivitas katalase terdistribusi homogen
Ha : Data aktivitas katalase tidak terdistribusi tidak
homogen
Pengambilan keputusan :
Bila nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Bila nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
82
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keputusan : data aktivitas katalase seluruh kelompok homogen (p≥0,05)
sehingga bisa dilanjutkan dengan uji ANOVA.
Keputusan : data aktivitas katalase seluruh kelompok homogen (p≥0,05)
sehingga bisa dilanjutkan dengan uji ANOVA.
Keputusan : data aktivitas katalase seluruh kelompok homogen (p≥0,05)
sehingga bisa dilanjutkan dengan uji ANOVA
C. Uji ANNOVA
Tujuan : untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data aktivitas
katalase yang bermakna
Hipotesis : Ho : Data aktivitas katalase tidak berbeda secara bermakna
Ha : Data aktivitas katalase berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
Bila nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
83
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bila nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
Keputusan : data aktivitas katalase tidak berbeda secara bermakna
Keputusan : data aktivitas katalase berbeda secara bermakna
Keputusan : data aktivitas katalase berbeda secara bermakna.
84
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10 Perhitungan Aktivitas katalase .
Aktivitas Katalase =
x Faktor Pengenceran
= nmol/min/ml
= mU/mL
B = Jumlah H2O2 yang terurai dari Kurva standar H2O2
V = Jumlah volume sampel yang dimasukan pada well untuk bereaksi
30 = Waktu reaksi selama 30 menit
Faktor pengenceran yang digunakan 7,8
Dikarenakan volume maksimal sampel yang harus dimasukan 78 µl
yang dimasukan pada well 10 µl = 0,01 ml
Faktor pengenceran =
= 7,8
Kurva standar H2O2
Kurva standar H2O2
Kadar H2O2 (nmol) Absorbansi
0 0
2 0,056
4 0,104
6 0,148
8 0,198
10 0,233
Kurva standar Y= 0,023 x + 0,074 (didapat dari kurva standar H2O2)
y = 0.0234x + 0.0744 R² = 0.9963
0
0.1
0.2
0.3
0 2 4 6 8 10 12
OD
594
nm
H2O2 (nmol)
Kurva standar
85
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sumbu x = Kadar H2O2 / sampel (nmol)
Sumbu y = Absorbansi pada λ/OD 594
Delta Absorbansi = Absorbansi HC (high control) – Absorbansi
sampel
Y = Delta A
B =
Data Absorbansi sampel secara duplo
kelompok
hari ke-0 hari ke-30 hari ke-33
A 1st A 2rd A sampel A 1st A 2rd A sampel A 1st A 2rd A sampel
OI1 0,203 0,161 0,182 0,161 0,132 0,1465 0,107 0,11 0,109
OI2 0,303 0,116 0,210 0,166 0,148 0,157 0,232 0,275 0,254
OI3 0,211 0,125 0,168 0,185 0,152 0,1685 0,347 0,331 0,339
OII1 0,153 0,154 0,154 0,363 0,125 0,244 0,314 0,237 0,276
OII2 0,431 0,132 0,282 0,337 0,149 0,243 0,295 0,222 0,259
NI1 0,139 0,089 0,114 0,167 0,133 0,150 0,08 0,11 0,095
NI2 0,148 0,14 0,144 0,15 0,158 0,154 0,465 0,358 0,412
NI3 0,322 0,123 0,2225 0,108 0,12 0,114 0,316 0,231 0,274
NII1 0,161 0,123 0,142 0,267 0,091 0,179 0,237 0,217 0,227
NII2 0,163 0,122 0,1425 0,144 0,15 0,147 0,103 0,115 0,109
PI1 0,49 0,38 0,435 0,18 0,147 0,164 0,146 0,149 0,1475
PI2 0,429 0,39 0,410 0,151 0,12 0,136 0,394 0,103 0,2485
PI3 0,122 0,154 0,138 0,292 0,146 0,219 0,1 0,079 0,0895
PII1 0,334 0,264 0,299 0,212 0,125 0,169 0,118 0,11 0,114
PII2 0,277 0,25 0,264 0,186 0,132 0,159 0,14 0,132 0,136
DRI1 0,514 0,444 0,479 0,29 0,13 0,210 0,114 0,122 0,118
DRI2 0,096 0,099 0,098 0,202 0,095 0,149 0,131 0,133 0,132
DRI3 0,396 0,357 0,377 0,161 0,151 0,156 0,164 0,144 0,154
DRII1 0,527 0,424 0,476 0,199 0,156 0,178 0,258 0,212 0,235
DRII2 0,089 0,11 0,100 0,146 0,359 0,253 0,191 0,133 0,162
DSI1 0,568 0,428 0,498 0,264 0,169 0,217 0,138 0,106 0,122
DSI2 0,472 0,431 0,452 0,209 0,16 0,185 0,156 0,148 0,152
DSI3 0,354 0,343 0,349 0,391 0,108 0,250 0,17 0,153 0,1615
DSII1 0,429 0,367 0,398 0,448 0,264 0,356 0,387 0,31 0,3485
DSII2 0,288 0,223 0,256 0,254 0,139 0,197 0,14 0,135 0,1375
DTI1 0,232 0,197 0,215 0,129 0,104 0,117 0,138 0,114 0,126
DTI2 0,483 0,494 0,489 0,151 0,108 0,130 0,173 0,287 0,23
DTI3 0,368 0,292 0,330 0,334 0,185 0,260 0,159 0,136 0,1475
DTII1 0,331 0,287 0,309 0,215 0,152 0,184 0,109 0,113 0,111
DTII2 0,283 0,261 0,272 0,22 0,144 0,182 0,131 0,135 0,133
86
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Data perhitungan Hari ke- 0
Kelompok
Hari ke-0
A sampel A HC delta A B CAT Rata-rata
CAT
OI1 (Normal) 0,182 0,913 0,731 28,565 742,696
723,591
OI2 0,210 0,913 0,704 27,370 711,609
OI3 0,168 0,913 0,745 29,174 758,522
OII1 0,154 0,913 0,760 29,804 774,913
OII2 0,282 0,913 0,632 24,239 630,217
NI1 (Negatif) 0,114 0,913 0,799 31,522 819,565
775,478
NI2 0,144 0,913 0,769 30,217 785,652
NI3 0,223 0,913 0,691 26,804 696,913
NII1 0,142 0,913 0,771 30,304 787,913
NII2 0,143 0,913 0,771 30,283 787,348
PI1 (positif) 0,435 0,913 0,478 17,565 456,696
599,130
PI2 0,410 0,913 0,504 18,674 485,522
PI3 0,138 0,913 0,775 30,478 792,435
PII1 0,299 0,913 0,614 23,478 610,435
PII2 0,264 0,913 0,650 25,022 650,565
DRI1 (Dosis 10 mg/kgBB)
0,479 0,913 0,434 15,652 406,957
602,974 DRI2 0,098 0,913 0,816 32,239 838,217
DRI3 0,377 0,913 0,537 20,109 522,826
DRII1 0,476 0,913 0,438 15,804 410,913
DRII2 0,100 0,913 0,814 32,152 835,957
DSI1 (Dosis 20 mg/kgBB)
0,498 0,913 0,415 14,826 385,478
507,226 DSI2 0,452 0,913 0,462 16,848 438,043
DSI3 0,349 0,913 0,565 21,326 554,478
DSII1 0,398 0,913 0,515 19,174 498,522
DSII2 0,256 0,913 0,658 25,370 659,609
DTI1 (Dosis 40 mg/kgBB)
0,215 0,913 0,699 27,152 705,957
583,530 DTI2 0,489 0,913 0,425 15,239 396,217
DTI3 0,330 0,913 0,583 22,130 575,391
DTII1 0,309 0,913 0,604 23,043 599,130
DTII2 0,272 0,913 0,641 24,652 640,957 Keterangan:
A = Absorbansi
CAT = Aktivitas katalase (mU/mL)
B =
Delta A = Absorbansi HC (High Control) – Absorbansi sampel
87
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Data perhitungan Hari ke-30
Kelompok
Hari ke-30
A sampel A HC delta A B CAT Rata-rata CAT
OI1 (Normal) 0,147 0,913 0,767 30,109 782,826
731,617
OI2 0,157 0,913 0,756 29,652 770,957
OI3 0,169 0,913 0,745 29,152 757,957
OII1 0,244 0,913 0,669 25,870 672,609
OII2 0,243 0,913 0,670 25,913 673,739
NI1 (Negatif) 0,150 0,913 0,763 29,957 778,870
780,226
NI2 0,154 0,913 0,759 29,783 774,348
NI3 0,114 0,913 0,799 31,522 819,565
NII1 0,179 0,913 0,734 28,696 746,087
NII2 0,147 0,913 0,766 30,087 782,261
PI1 (positif) 0,164 0,913 0,750 29,370 763,609
757,278
PI2 0,136 0,913 0,778 30,587 795,261
PI3 0,219 0,913 0,694 26,957 700,870
PII1 0,169 0,913 0,745 29,152 757,957
PII2 0,159 0,913 0,754 29,565 768,696
DRI1 (Dosis 10 mg/kgBB)
0,210 0,913 0,703 27,348 711,043
734,896 DRI2 0,149 0,913 0,765 30,022 780,565
DRI3 0,156 0,913 0,757 29,696 772,087
DRII1 0,178 0,913 0,736 28,761 747,783
DRII2 0,253 0,913 0,661 25,500 663,000
DSI1 (Dosis 20 mg/kgBB)
0,217 0,913 0,697 27,065 703,696
676,452 DSI2 0,185 0,913 0,729 28,457 739,870
DSI3 0,250 0,913 0,664 25,630 666,391
DSII1 0,356 0,913 0,557 21,000 546,000
DSII2 0,197 0,913 0,717 27,935 726,304
DTI1 (Dosis 40 mg/kgBB)
0,117 0,913 0,797 31,413 816,739
751,513 DTI2 0,130 0,913 0,784 30,848 802,043
DTI3 0,260 0,913 0,654 25,196 655,087
DTII1 0,184 0,913 0,730 28,500 741,000
DTII2 0,182 0,913 0,731 28,565 742,696
Keterangan:
A = Absorbansi
CAT = Aktivitas katalase (mU/mL)
B =
Delta A = Absorbansi HC (High Control) – Absorbansi sampel
88
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Data perhitungan Hari ke-33
Kelompok
Hari ke-33
A sampel A HC delta A B CAT Rata-rata CAT
OI1 (Normal) 0,109 0,913 0,805 31,761 825,783
669,217
OI2 0,254 0,913 0,660 25,457 661,870
OI3 0,339 0,913 0,574 21,739 565,217
OII1 0,276 0,913 0,638 24,500 637,000
OII2 0,259 0,913 0,655 25,239 656,217
NI1 (Negatif) 0,095 0,913 0,818 32,348 841,043
696,122
NI2 0,412 0,913 0,502 18,587 483,261
NI3 0,274 0,913 0,640 24,587 639,261
NII1 0,227 0,913 0,686 26,609 691,826
NII2 0,109 0,913 0,804 31,739 825,217
PI1 (positif) 0,148 0,913 0,766 30,065 781,696
782,148
PI2 0,249 0,913 0,665 25,674 667,522
PI3 0,090 0,913 0,824 32,587 847,261
PII1 0,114 0,913 0,799 31,522 819,565
PII2 0,136 0,913 0,777 30,565 794,696
DRI1 (Dosis 10 mg/kgBB)
0,118 0,913 0,795 31,348 815,043
767,339 DRI2 0,132 0,913 0,781 30,739 799,217
DRI3 0,154 0,913 0,759 29,783 774,348
DRII1 0,235 0,913 0,678 26,261 682,783
DRII2 0,162 0,913 0,751 29,435 765,304
DSI1 (Dosis 20 mg/kgBB)
0,122 0,913 0,791 31,174 810,522
740,096 DSI2 0,152 0,913 0,761 29,870 776,609
DSI3 0,162 0,913 0,752 29,457 765,870
DSII1 0,349 0,913 0,565 21,326 554,478
DSII2 0,138 0,913 0,776 30,500 793,000
DTI1 (Dosis 40 mg/kgBB)
0,126 0,913 0,787 31,000 806,000
779,435 DTI2 0,230 0,913 0,683 26,478 688,435
DTI3 0,148 0,913 0,766 30,065 781,696
DTII1 0,111 0,913 0,802 31,652 822,957
DTII2 0,133 0,913 0,780 30,696 798,087
Keterangan:
A = Absorbansi
CAT = Aktivitas katalase (mU/mL)
B =
Delta A = Absorbansi HC (High Control) – Absorbansi sampel