uin syarif hidayatullah jakarta official website€¦ · perbandingan proporsi antara teks yang...
TRANSCRIPT
iii
ABSTRAK
Latar belakang penelitian ini adalah pemberitaan di media massa dan riset-riset
yang menyebutkan bahwa buku teks PAI SMA mengandung muatan radikalisme,
intoleransi dan kekerasan. Penelitian memiliki dua tujuan. Pertama: untuk mengetahui
teks-teks yang bermuatan radikal, toleransi dan demokrasi. Kedua: untuk melakukan
perbandingan proporsi antara teks yang bermuatan radikal dengan teks yang bermuatan
toleransi dan demokrasi. Penelitian ini menggunakan metode analisis isi dan analisis
wacana. Obyek penelitian ialah buku teks PAI SMA terbitan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, Erlangga, dan Yudistira.
Penelitian ini menemukan bahwa ketiga buku teks mengandung pesan yang
berlawanan. Pada satu sisi, buku teks mengandung stigma negatif terhadap kelompok
agama yang berbeda, membid’ahkan pandangan yang berbeda dan mengklaim diri paling
benar, mengusung khilafah Islamiyah, menolak demokrasi, dan memiliki stigma negatif
terhadap Barat. Pada sisi lain, ketiga buku teks menekankan kedamaian, mengutamakan
persatuan, mengedepankan sikap saling menghargai dan saling menghormati,
mengutamakan musyawarah, menekankan kebebasan berpendapat dan beragama. Yang
penting dicatat bahwa buku teks terbitan Erlangga mengandung banyak muatan toleransi
dan demokrasi. Sedangkan buku teks terbitan pemerintah mengandung banyak muatan
radikalisme.
Penelitian ini menguatkan riset Abu Rochmad tahun 2012 yang menyatakan
bahwa buku rujukan dan lembar kerja siswa (LKS) PAI SMA mengandung pemahaman
yang dapat mendorong siswa untuk membenci agama ataupun bangsa lain. Penelitian ini
juga selaras dengan hasil Riset PPIM tahun 2016 yang menyebutkan bahwa buku teks PAI
SMA mengandung pesan ambigu dan kontradiktif. Hal tersebut terlihat dari adanya teks-
teks radikal, intoleran, anti demokrasi di samping teks-teks toleransi dan demokrasi.
Selanjutnya, tesis ini membantah pendapat Syarif Abdurrahmanul Hakim tahun 2014 yang
menyatakan bahwa tidak terdapat unsur-unsur radikalisme dalam kurikulum PAI.
Kata kunci: buku teks PAI, radikalisme, toleransi dan demokrasi
iv
ABSTRACT
The background of this research is the news in media and researh which the says that
Islamic Religious Studies (PAI) textbook of Senior High School are radicalism, intolerance
and violence content. The research has two goals. Firstly, to understand the texts
radicalism, tolerance and democracy. Secondly, to compare proportion of texts that
radicalism, tolerance and democracy content. This research uses content analysis and
discourse analysis. And, the object of this research is Islamic Religious Studies (PAI)
textbook of Senior High School that is published by The Ministry of Education and
Culture of Republic Indonesian.
This research found contradiction massage in the three books. In other hand, there is
negative stigma in the different religion in the text book, justifying a different view and
claimed self-righteous, carrying the Caliphate Islamiyah, refused to democracy, and having
negative stigma to Western. In other hand, the three books presses peacefull and
prioritying unity. Priority of unitalism, priority deliberation, promoting mutual respect and
mutual respect, pressing liberalism opinion and religion. It’s so importand to noted that
book from Erlangga, so much tolerance and democracy content in the book. While, the
book is published by Goverment are a lot of radicalism content.
This research will be strengthent Abu Rocmad, 2012 which the says that book reference
and student worksheet (LKS) Islamic Religious Studies (PAI) textbook contains idealism
that motivating the student for hating of religion and other nation. This research suitabel
with PPIM research on 2016. It mentioned that text book of Islamic Religious Studies
(PAI) of Senior High School contains ambiguism massages and contradiction. It is seen
from radicalism, un-tolerance, un-democracy, in other hand tolerance and democracy
content. So, this research denies syrif Abdurrahmanul Hakim’s arguments on 2014. That
arguements say that is not radicalism unsures in the Islamic Religious Studies (PAI)
curriculum.
Key words: PAI textbook, radicalism, tolerance, and democracy.
v
البحث تجريد على خلفية هذا البحث هي تقارير في وسائل الإعلام والبحوث التي تنص على أن الكتب
المدرسية عالية تحتوي بي أي تهمة التطرف والتعصب والعنف. وكانت الدراسة هدفين. أولا: أن نفهم النص مع التسامح النصوص اتهم المتطرفين والتسامح والديمقراطية. ثانيا: لا مقارنة بين النسب بين لادن
الديمقراطي الجذري النص لادن. تستخدم هذه الدراسة تحليل المحتوى وتحليل الخطاب. كائن من بحوث التعليم الديني الإسلامي عند الكتب المدرسية عالية نشرت من قبل وزارة التربية والتعليم والثقافة لجمهورية
.Yudistiraو Erlangga اندونيسيا، اللاعبحث إلى أن الكتب الثلاثة لها رسالة من ناحية المعاكس ، والكتب المدرسية لديها وخلص الب
الوصمة السلبية ضد الجماعات الدينية المختلفة، وعبر بدعة من جهة نظرة مختلفة وادعت الذاتي الصالحين، ى، والكتب وتحمل الخلافة الإسلامية، ورفض الديمقراطية، ولها وصمة عار سلبي ضد الغرب. من ناحية أخر
الثلاثة تؤكد السلام، وتعزيز الوحدة، وتعزيز الاحترام المتبادل والاحترام المتبادل والتشاور الأولوية، مع التركيز على حرية التعبير والدين. من المهم أن نلاحظ أن منح كتاب إلى التسامح مضمونها والديمقراطية. بينما
تطرف.الكتب التي نشرتها الحكومة لاحتواء تهمة الوطالب التي تنص على أن الكتب المرجعية 2102تعزز هذه الدراسة البحثية أبو رحمد في عام ينطوي تفاهم لتشجيع الطلاب على الكراهية الدينية أو أي دولة أخرى. PAI SMA (LKS) ورقة العمل
أي كتاب الذي ينص على أن بي 2102البحوث في عام PPIM متسقة مع نتائج الدراسة هي أيضا هذهعلى رسائل غامضة ومتناقضة. ويبدو من نصوص متطرفة، غير متسامح، الثانوية تحتوي مدرسي المدارس
والديمقراطية. وعلاوة على ذلك، دحض شريف عبد إلى نصوص التسامح معادية للديمقراطية بالإضافة لامي.منهج التطرف الإس أن وجود عناصر في مشيرا إلى الرحمن الحكيم هذه الفرضية
، التطرف والتسامح والديمقراطية.PAI كلمات البحث: الكتب المدرسية
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan
salam semoga senantiasa tertuju keharibaan junjungan Nabiyullah Muhammad SAW, Nabi
yang telah mengajarkan manusia prinsip-prinsip perdamaian dan kemaslahatan dalam
menjalani kehidupan masyarakat yang diwarnai dengan berbagai perbedaan melalui sebuah
undang-undang konstitusi pertama dunia yaitu Piagam Madinah. Mengiringi ucapan
syukur penulis, Ucapan terima kasih yang tak terhingga Penulis sampaikan kepada kedua
orang tua Penulis yaitu Abba (Badawi) dan Emma (Mujjiza) yang telah begitu sabar
mendidik dan membesarkan penulis selama ini sekaligus memberikan dorongan moril
maupun materil demi selesainya studi Penulis.
Penulis sadar bahwa menulis tesis tidaklah mudah,, karena pertolongan Allah
serta bantuan dari beberapa pihaklah maka tesis ini dapat Penulis selesaikan. Oleh karena
itu, dalam hal ini, Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya
kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Thib Raya MA Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. H.Sapiudin Shidiq., M.Ag. Ketua prodi magister PAI FITK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Didin Syafruddin, Ph.D, Pembimbing dalam penelitian ini, yang dengan penuh
kesabaran dan perhatian telah membimbing dan memberikan petunjuk-petunjuk
kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Kepala dan staf perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas
kesabarannya melayani Penulis mencari dan meminjam buku-buku perpustakaan.
6. Kepala dan staf perpustakaan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas
kesabarannya melayani Penulis mencari dan meminjam buku-buku perpustakaan.
7. Kepala dan staf perpustakaan sekolah pasca sarjana Syarif Hidayatullah Jakarta,
atas kesabarannya melayani Penulis mencari dan meminjam buku-buku
perpustakaan.
8. Saudara-saudaraku yaitu Alimuddin dan Istri Muspida, Muliati, S.H.I dan suami
Matturiang, S,Pd., Sinarwati, S.Pd.I dan suami Wardiman, Basir, S.Pd dan
Mulchoiri, S.Ag., S.Pd dan suami Dr. Alimin Mesra, MA yang telah memberikan
bantuan moril maupun materil guna penyelesaian tesis ini.
9. Muh. Abrar Amiruddin., S.Hum, M.Hum yang telah membantu Penulis dalam
penyelesaian tesis ini.
10. Rohillah, S.E dan Roni, S.H.I yang memberikan dorongan moril demi selesainya
tesis ini.
11. Teman-teman magister FITK prodi PAI angkatan 2014 yang menjadi teman
seperjuangan Penulis. Terima kasih atas dukungan morilnya selama ini.
12. Semua Pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian dengan pahala yang berlimpah.
Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat menambah wawasan pembaca
tentang kajian radikalisme, toleransi dan demokrasi.
Jakarta, 17 Januari 2017
Hasniati
vii
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan Penguji ........................................................................................ i
Lembar Pernyataan Keaslian Skripsi ........................................................................... ii
Abstrak ........................................................................................................................ iii
Kata Pengantar............................................................................................................. vi
Daftar Isi ...................................................................................................................... vii
Pedoman Transliterasi ................................................................................................. ix
BAB I Pendahuluan ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Permasalahan .................................................................................................. 4
1. Identifikasi Masalah ................................................................................. 4
2. Pembatasan Masalah ................................................................................ 4
3. Rumusan Masalah .................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 5
E. Kerangka Konseptual ..................................................................................... 5
F. Metodologi Penelitian .................................................................................... 6
G. Penelitian-penelitian Terdahulu yang Relevan ............................................... 7
BAB II Tipologi Pemikiran Islam, Toleransi dan Demokrasi ............................... 11
A. Tipologi Pemikiran Islam ............................................................................... 11
1. Islam Radikal ............................................................................................ 11
a. Konsep Islam Radikal .......................................................................... 11
b. Karakteristik Islam Radikal .................................................................. 15
c. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Radikalisme ................................. 20
B. Islam Moderat ................................................................................................. 24
1. Konsep Islam Moderat ............................................................................. 24
2. Karakteristik Islam Moderat ................................................................... 25
C. Islam Liberal ................................................................................................... 29
1. Konsep Islam Liberal ............................................................................... 29
2. Karakteristik Islam Liberal ..................................................................... 31
3. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Liberalisme ..................................... 32
D. Toleransi dan Demokrasi ............................................................................... 34
BAB III Muatan Radikalisme, Toleransi dan Demokrasi dalam
Buku Teks PAI SMA .................................................................................... 39
A. Materi Buku Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Atas
(SMA) ............................................................................................................. 39
1. Buku PAI Terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia .................................................................................. 39
2. Buku PAI Terbitan Erlangga ................................................................... 47
3. Buku PAI Terbitan Yudistira ................................................................... 54
B. Muatan Radikalisme, Toleransi dan Demokrasi dalam Buku PAI SMA ....... 61
1. Buku PAI Terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia .................................................................................. 61
2. Buku PAI Terbitan Erlangga ................................................................... 76
3. Buku PAI Terbitan Yudistira ................................................................... 84
viii
BAB IV Analisis Komparasi Muatan Radikalisme, Toleransi dan Demokrasi
dalam Buku Teks Pendidikan agama Islam (PAI) SMA ......................... 93
A. Analisis Komparasi Muatan Radikalisme dengan Muatan Toleransi,
Demokrasi Dalam Buku Pendidikan Agama Islam SMA Terbitan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
Erlangga dan Yudistira ............................................................................ 93
B. Analisis Komparasi Riset Buku Teks PAI SMA ..................................... 109
C. Deradikalisasi Paham Islam Radikal di Sekolah ..................................... 115
BAB V Penutup.......................................................................................................... 119
A. Kesimpulan .............................................................................................. 119
B. Saran ........................................................................................................ 119
Daftar Pustaka ............................................................................................................. 121
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
b be ب
t te ت
ts te dan es ث
j je ج
h h dengan garis dibawah ح
kh ka dan ha خ
d de د
dz de dan zet ذ
r er ر
z zet ز
s es س
sy es dan ye ش
s es dengan garis bawah ص
d de dengan garis bawah ض
t te dengan garis bawah ط
z zet dengan garis bawah ظ
koma terbalik di atas, menghadap ke kanan ‘ ع
gh ge dan ha غ
f ef ف
q ki ق
k ka ك
l el ل
n em م
n en ن
w we و
h ha ه
apostrog , ء
y ye ي
2. Vokal
a. Vokal Tunggal
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
__ a fathah
__ i kasrah
____ u dammah
b. Vokal Rangkap
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ai a dan i __ ي
au a dan u __ و
x
c. Vokal Panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dengan topi di atas ىا
î i dengan topi di atas ىي
û u dengan topi di atas ىو
3. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu
dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf
qamariyyah. Contoh: جال .al- rijâl bukan ar-rijâl = الر
ي وان .al-dîwân bukan ad-dîwân = الد
Adapun jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf
kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.
Contoh: Abu Hâmid al-Ghazâlî bukan Abu Hamid Al-Ghazâlî
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jauh sebelum Indonesia merdeka, agama telah menjadi bagian terpenting
dalam perjalanan bangsa Indonesia. Oleh karena itu tidak heran jika agama akhirnya
diakomodasi oleh konstitusi negara sebagai bagian yang tidak terpisah dari sektor
pendidikan. Komitmen bahwa agama merupakan elemen penting pendidikan dapat
dilihat dari undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan
nasional yang berbunyi: pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang
maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU No.20 Tahun 2003)
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dalam sistem pendidikan nasional,
keberagamaan dan kebangsaan harus diarahkan untuk saling menguatkan, bukan malah
sebaliknya justru saling menyalahkan. Kompatibilitas itu harus tercermin pada setiap
komponen yang ada baik kurikulum, buku teks, guru, kepala sekolah, dan lingkungan
pendidikan. karena setiap komponen pendidikan Islam memiliki misi dan tanggung
jawab untuk membentuk pribadi yang taat ibadah, toleran, adil dan demokratis. (PPIM,
2016)
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menunjang tercapainya tujuan
pendidikan nasional yaitu dengan memasukkan agama sebagai salah satu mata
pelajaran yang harus ada dalam setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan. Adapun
salah satu mata pelajaran yang harus diajarkan dalam setiap jenis, jenjang dan jalur
pendidikan yaitu pendidikan agama Islam. Namun sangat disayangkan bahwa
keberadaan pendidikan agama Islam kini kembali dipertanyakan. Belakangan banyak
orang yang menggugat bahwa pendidikan agama Islam justru mengajarkan intoleransi,
anti demokrasi dan kekerasan.
Gugatan-gugatan yang dilayangkan sebenarnya bukanlah tanpa sebab karena
berdasarkan beberapa temuan di beberapa daerah di Indonesia, menunjukkan bahwa
pendidikan agama Islam mengalami berbagai masalah mulai dari lingkungan sekolah,
kurikulum, guru dan buku ajar hingga buku LKS itu sendiri.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Maarif Institute pada tahun 2001
tentang pemetaan problem radikalisme di kalangan sekolah menengah umum (SMU)
negeri yaitu di empat daerah Pandeglang, Cianjur, Yogyakarta dan Solo (Gaus AF:
2012: 175) menunjukkan bagaimana sekolah dapat menjadi tempat masuknya paham
radikalisme. Keberadaan sekolah dan lembaga pendidikan sebagai ruang terbuka bagi
semua organisasi-organisasi keagamaan seringkali dimanfaatkan oleh segelintir orang
untuk memasukkan paham-paham keagamaan mereka mulai dari paham yang moderat
hingga paham keagamaan yang radikal. Kondisi seperti ini mempunyai konsekuensi
makin banyaknya siswa yang terpengaruh pada paham-paham radikal keagamaan.
Selaras dengan riset maarif Institute, hasil riset yang dilakukan oleh Abu
Rocmad menunjukkan bahwa banyaknya unit-unit kajian keislaman di sekolah yang
proses belajarnya diserahkan kepada pihak ketiga menyebabkan unit kajian keislaman
rentan terhadap penyebaran paham radikal. Selanjutnya adanya beberapa pernyataan
dalam buku ajar dan buku lembar kerja siswa (LKS) yang dapat mendorong lahirnya
sikap intoleran dan eksklusif dalam diri siswa.
2
Berbeda dengan Abu Rochmad, Maarif Institute menurut hasil riset Syarif
Abrurrahmanul Hakim, Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bahwa penyebaran paham radikal bukan semata karena faktor kurikulum pendidikan
agama Islam, guru ataupun buku teks akan tetapi faktor lingkungan tempat tinggal
justru menjadi faktor utama penyebab seseorang menganut paham radikal. Sebagai
contoh, meskipun dalam kurikulum pendidikan agama Islam di SMA tempat dani
permana sekolah tidak mengandung radikalisme, akan tetapi karena adanya pengaruh
lingkungan menyebabkan dani menjadi pelaku aksi radikalisme dan terorisme.
Sementara itu, Berdasarkan hasil riset terbaru dari PPIM tahun 2016 tentang
diseminasi paham eksklusif dalam buku ajar pendidikan agama Islam SD sampai SMA
menunjukkan bahwa beberapa teks dalam buku PAI memang mengandung unsur
radikalisme dan intoleransi. Hal tersebut tercermin dalam bunyi teks yang senang
menyalahkan pendapat atau praktik ibadah yang berbeda, mempromosikan pendapat
yang satu tanpa menghadirkan pendapat lainnya, memuat pandangan negatif tentang
umat lain tanpa menegaskan Islam menghormati kebebasan berkeyakinan dan tanpa
menegaskan bahwa antar umat beragama harus rukun dan secara sosial harus bahu
membahu sebagaimana Islam ajarkan.
Selaras dengan riset PPIM. Beberapa pengaduan tentang buku PAI
menunjukkan bahwa buku PAI memang bermasalah. Di tahun 2014, buku SMK
terbitan Erlangga di gugat karena disinyalir mengandung muatan syi’ah. Selanjutnya di
tahun 2015, buku PAI SMA terbitan kementerian pendidikan dan kebudayaan RI juga
dilaporkan oleh berbagai kalangan karena di anggap mengandung muatan radikal. Di
tahun yang sama buku SMP juga dilaporkan karena dianggap memuat konten yang
salah dimana menyebutkan sholat jum’at sebagai sholat sunnah. Selanjutnya buku SD
pun dilaporkan karena dianggap melakukan pembodohan publik sebab menempatkan
Nabi Muhammad dalam urutan 13 sementara Nabi Isa diurutan terakhir. Tidak sampai
disitu, di tahun 2016, masyarakat kembali dihebohkan dengan berita ditemukannya
konten radikal dalam buku TK.
Berdasarkan laporan dan beberapa pemberitaan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa permasalahan dalam PAI begitu kompleks mulai dari lingkungan,
guru, buku ajar hingga lembar kerja siswa (LKS). Untuk itu penulis merasa tertarik
untuk meneliti buku ajar PAI karena pemberitaan dan riset menyebutkan bahwa buku
PAI telah terkontaminasi paham radikal,intoleransi dan kekerasan. Untuk itu, penulis
ingin membuktikan benarkah buku pendidikan agama Islam SMA mengajarkan paham
radikal, intolerasi seperti yang diberitakan di media cetak, online, TV Nasional pada
tahun 2015 dan riset yang dilakukan oleh Abu Rochmad dan PPIM tahun 2016. Jika
dibandingkan dengan teks-teks toleransi dan demokrasi, yang manakah yang lebih
banyak: Apakah teks yang bermuatan radikal ataukah toleransi demokrasi?
Berbagai kasus dan riset di atas menjadi alasan terbesar mengapa peneliti
mengangkat judul tersebut. Materi buku PAI di samping mengajarkan toleransi dan
demokrasi, sebagian kalangan menganggap bahwa buku PAI juga mengajarkan
radikalisme dan intoleransi. Oleh karena itu, Penulis dalam hal ini ingin teks-teks yang
dikatakan radikal itu seperti apa dan penulis juga ingin membandingkan muatan yang
lebih banyak dalam buku teks PAI: radikalisme atau toleransi demokrasi.
Dalam hal ini peneliti memilih mengambil buku SMA dan bukan buku MA
atau pesantren. Karena sebagian besar remaja Indonesia memilih melanjutkan
pendidikan di bangku SMA, di samping itu, nilai tawar dan pengetahuan agama siswa
3
SMA lebih rendah dibanding siswa MA ataupun pesantren. Sehingga dengan demikian
lebih mudah terpengaruh ideologi yang mengatasnamakan agama.
Adapun buku teks PAI SMA yang penulis pilih untuk di analisis yaitu buku
pendidikan agama Islam untuk SMA terbitan Kementrian pendidikan dan kebudayaan
Republik Indonesia, buku pendidikan agama Islam untuk SMA terbitan Erlangga dan
buku pendidikan agama Islam terbitan Yudistira. Ada beberapa alasan penulis memilih
buku teks ini untuk digunakan sebagai obyek penelitian penulisan tesis yaitu karena
ketiga penerbit ini merupakan penerbit yang sama-sama bukunya pernah digugat karena
mengajarkan paham radikal. Untuk buku pendidikan agama Islam SMA kelas XI
terbitan Kementrian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia di tahun 2015
sempat santer diberitakan karena mengandung paham Wahabi. Sementara itu, buku
pendidikan agama Islam SMK/MAK terbitan Erlangga sebelumnya juga pernah digugat
karena dianggap menyebarkan paham Syiah. Begitupun dengan Yudistira, buku SMP
terbitan Yudistira juga pernah digugat karena dianggap mengajarkan paham Syi’ah.
Berikut ini gambar buku-buku yang menuai kontroversi di kalangan masyarakat.
Gambar. 1
Buku PAI SMA/SMK yang menuai kontroversi
4 B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, penulis memetakan beberapa masalah yang
berhubungan dengan buku pendidikan agama Islam yaitu:
a. Pada tahun 2014 buku pendidikan agama Islam kelas XI terbitan Erlangga
dilaporkan karena dianggap menyebarkan paham syi’ah.
b. Pada tahun 2015 buku pendidikan agama Islam untuk SMP terbitan Yudistira
dilaporkan karena dianggap melakukan pembodohan dan penyesatan dengan
menyebutkan sholat jum’at sebagai sholat sunnah.
c. Pada tahun 2015 buku pendidikan agama Islam untuk SD dilaporkan karena
dianggap melakukan pembodohan dan penyesatan publik karena menempatkan
Nabi Muhammad pada urutan ke 13 dan Nabi Isa pada urutan terakhir.
d. Pada awal Maret 2015 lalu buku pendidikan agama Islam kelas XI terbitan
kemendikbud dilaporkan karena dianggap memuat paham radikal, intoleransi
dan kekerasan.
2. Batasan Masalah
Kajian tentang buku yang bermuatan radikalisme sangat luas. Karena itu
penulis ingin membatasi hanya pada buku teks PAI SMA. Adapun buku PAI SMA
yang akan penulis teliti ada tiga penerbit. Pertama: Buku PAI SMA terbitan
Kementrian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia (RI) yang digunakan
SMA Negeri 9 Tangerang Selatan. Kedua: Buku PAI SMA terbitan Erlangga yang
digunakan di SMA Islam Terpadu Al-Qur’aniyyah. Ketiga: Buku PAI SMA terbitan
Yudistira yang digunakan di SMA Adzkia Islamic School.
Adapun yang dimaksud dengan buku PAI SMA yaitu buku PAI kelas X,
XI dan XII yang digunakan di sekolah menengah umum (SMA). Sementara yang
dimaksud paham radikal dalam buku PAI SMA yaitu teks yang bersifat tersurat
maupun tersirat yang menunjukkan penolakan terhadap demokrasi dan toleransi
seperti pembauran antar umat beragama, kepemimpinan non muslim dan
perempuan, pluralisme, kekerasan hingga dukungan terhadap pemberlakuan syariat
Islam dan khilafah Islamiyah.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, maka adapun rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana teks-teks radikal, toleran dan demokrasi dalam buku pendidikan
agama Islam SMA terbitan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI,
Erlangga dan Yudistira?
2. Bagaimana analisis komparasi muatan radikal, toleran dan demokrasi dalam
buku pendidikan agama Islam SMA terbitan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan RI, Erlangga dan Yudistira?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui teks-teks yang
bermuatan radikal, toleransi dan demokrasi serta melakukana analisis komparasi
muatan radikal, toleran dan demokrasi dalam buku pendidikan agama Islam SMA
terbitan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Erlangga dan Yudistira
5
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Penulis: Secara formal-akademis, sebagai syarat untuk meraih gelar “Magister”
pada Program Magister FITK UIN Jakarta di bidang pendidikan agama Islam.
2. Secara langsung menambah wawasan peneliti terkait radikalisme, toleransi dan
demokrasi dalam buku PAI SMA.
3. Menjadi salah satu sumbangan untuk memperkaya khazanah ilmiah dalam kajian
keilmuan Islam khususnya dalam bidang pengembangan buku ajar pendidikan
agama Islam di sekolah menengah umum.
4. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dan lembaga pendidikan dalam
menyusun dan mengembangkan buku teks pendidikan agama Islam sekolah
menengah umum di masa mendatang.
E. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual pada dasarnya dapat dibuat dalam bentuk skema dan
narasi. Dalam hal ini, penulis memilih membuat dalam bentuk skema. Adapun skema
dari penelitian ini yaitu:
Skema 1.1
Kerangka Pikir
Berdasarkan skema tersebut di atas, maka dapat dijelaskan bahwa obyek
penelitian ini yaitu buku PAI SMA yang diterbitkan oleh kementrian pendidikan dan
kebudayaan republik Indonesia, Erlangga dan Yudistira. Dimana ketiga buku tersebut
di samping mengandung muatan toleransi dan demokrasi, buku tersebut juga disinyalir
mengandung muatan radikalisme. Adapun yang akan penulis teliti dalam buku tersebut
yaitu perbandingan teks yang bermuatan radikal, toleransi dan demokrasi. Apakah buku
PAI SMA lebih banyak memuat teks radikal, toleransi ataukah demokrasi. Hal ini
penulis lakukan guna mematahkan atau sebaliknya justru memperkuat argumen yang
Buku PAI SMA
Kemendikbud Erlangga Yudistira
Radikalisme Toleransi Demokrasi
6
selama ini bergulir di tengah masyarakat bahwa buku teks PAI banyak memuat paham
radikal, intoleransi dan kekerasan.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. penelitian
kualitatif adalah suatu penelitian yang tidak menggunakan prosedur matematik atau
data statistic dalam melakukan analisis data.
Dilihat dari segi obyeknya, penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan
(library research). Library research dilakukan dengan menelaaah dokumen, arsip,
koran, majalah, jurnal, maupun buku-buku yang berkaitan dengan topik yang
dibahas.
2. Obyek dan fokus penelitian
Obyek penelitian ini adalah buku teks PAI SMA terbitan Kementrian
pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia, buku teks PAI SMA terbitan
Erlangga dan buku teks PAI SMA terbitan Yudistira. Sedangkan fokus penelitiannya
yaitu isi materi dalam buku pelajaran SMA terbitan Kementrian pendidikan dan
kebudayaan Republik Indonesia, Erlangga dan Yudistira yang berkaitan dengan
radikalisme, toleransi dan demokrasi.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam yaitu
sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah buku PAI SMA terbitan
Erlangga yang digunakan di SMA Islam Terpadu Al-qur’aniyyah, buku PAI SMA
terbitan Yudistira yang digunakan di SMA Adzkia Islamic School, buku PAI SMA
terbitan Kementrian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia yang
digunakan di SMA Negeri 9 Tangerang Selatan. Sedangkan sumber sekunder yaitu
buku-buku, artikel, jurnal, koran, majalah dan tulisan-tulisan sebagai pendukung
untuk menganalisa adanya teks yang bermuatan radikalisme, toleransi, demokrasi
dalam buku PAI SMA.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang akan penulis gunakan dalam
penelitian ini yaitu dokumentasi. Dokumentasi adalah proses pengumpulan data
dengan cara memilih, memilah, menelaah dan menganalisis dokumen-dokumen
seperti buku, jurnal, hasil riset sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini.
5. Metode Analisis Data
Metode Analisis yang penulis gunakan yaitu menggunakan metode content
analisys dan discourse analysis. Content analisys disebut juga analisis isi. Analisis
isi merupakan suatu metode untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan yang
tampak dalam buku. (Syaodih, 2008: 81) Sedangkan discourse analysis disebut juga
analisis wacana. Analisis wacana adalah suatu metode untuk mempelajari dan
menganalisis komunikasi secara sistematik, objektif, dan kualitatif terhadap pesan
yang tidak tampak. (Bungin, 2007: 186) Dengan demikian, terdapat perbedaan yang
jelas dari kedua teknik tersebut yaitu jika content analysis lebih menekankan teks
tersurat atau muatan teks yang kongkrit (nyata) maka discourse analysis lebih
menekankan pada teks tersirat atau muatan teks yang abstrak (tersembunyi. Dengan
demikian, maka kedua teknik content analysis dan discourse analysis akan saling
melengkapi, sehingga penulis dapat mengetahu makna dari isi pesan baik yang
tersurat maupun yang tersirat dalam buku teks PAI SMA kelas X, XI dan XII
7
terbitan Kementrian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia, Erlangga dan
Yudistira yang berkaitan dengan radikalisme, toleransi dan demokrasi.
G. Penelitian-penelitian Terdahulu yang Relevan
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang radikalisme
yaitu:
Tesis Syarif Abdurrahmanul Hakim yang berjudul Unsur Radikalisme
Keislaman dalam Kurikulum pendidikan agama Islam (SMA Yadika 7 Kemang
Kabupaten Bogor). Tesis Syarif Abrurrahmanul Hakim menyatakan bahwa kurikulum
PAI SMA SMA Yadika 7 Kemang Bogor tidaklah mengandung unsur-unsur radikal.
Adapun kasus terorisme yang melibatkan salah satu alumni SMA Yadika 7 Kemang
Bogor, sesungguhnya itu murni perngaruh dari luar dan tidak ada sangkut pautnya
dengan kurikulum PAI SMA Yadika 7 Kemang Bogor.
Kritik yang patut dilayangkan atas penelitian ini yaitu karena dalam
pembahasan, Syarif hanya membahas buku teks pelajaran PAI sebagai bagian dari
komponen kurikulum. Padahal kurikulum PAI itu tidak hanya terbatas pada buku ajar,
guru dan lingkungan sekolah termasuk bagian dari kurikulum PAI. Di samping itu,
penulis melihat bahwa analisis yang Syarif lakukan sangatlah minim hanya terbatas
pada judul dan sub bab buku PAI dan tidak melakukan penelusuran mendalam terhadap
teks-teks yang ada.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Ma’arif Institute yang berjudul
Pemetaan Problem Radikalisme di sekolah menengah umum Negeri di 4 Daerah.
Adapun fokus penelitian tersebut yaitu radikalisme di sekolah menengah umum SMU
di 4 daerah di Indonesia. Penelitian ini menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa paham
radikalisme telah menyusup di sekolah mengah umum. Salah satu hal yang
menyebabkan sekolah rentan terhadap radikalisme karena sekolah sangat terbuka
terhadap berbagai organisasi keagamaan.
Penelitian ini menjadi penting untuk diperhatikan karena hasilnya
menunjukkan bahwa sekolah menjadi lahan empuk penyebaran paham radikal. Di
samping itu, penelitian ini tidak hanya di fokuskan pada satu wilayah saja akan tetapi
mengambil beberapa wilayah di Indonesia. Namun satu kritikan bagi Ma’arif Institute,
seharusnya lokasi penelitian bukan hanya di wilayah Jawa saja akan tetapi sekolah-
sekolah di daerah Timur dan Barat Indonesia seharusnya dijadikan sebagai lokasi
penelitian agar peneliti bisa mendapatkan gambaran yang utuh tentang kemungkinan
penyebaran paham radikal dalam lingkungan SMU.
Berdasarkan paparan di atas, maka jelas terlihat bahwa penelitian ini
berbeda dengan penelitian Syarif Abdurrahmanul Hakim yang fokus penelitiannya
kurikulum PAI. Penelitan ini juga berbeda dengan penelitian Ma’arif Institute yang
fokus penelitiannya lebih kepada lembaga sebagai target penyebaran paham radikal.
Adapun fokus penelitian ini yaitu buku PAI SMA yang diterbitkan oleh kementrian
pendidikan dan kebudayaan, Erlangga dan Yudistira. Dengan objek kajian teks-teks
yang bermuatan radikal, toleransi dan demokrasi.
Di samping riset tentang radikalisme, riset terdahulu yang relevan dengan
penelitian ini yaitu riset buku PAI. Adapun beberapa riset tentang buku PAI yang
relevan dengan penelitian ini yaitu:
8
Riset yang dilakukan oleh Abu Rocmad dengan judul Radikalisme Islam
dan Upaya Deradikalisasi Paham Radikal. Meskipun riset ini judulnya bukan
membahas tentang PAI akan tetapi salah satu poin penting dalam riset ini yaitu buku
ajar PAI dan LKS yang dianggap sebagai salah satu elemen radikalisme. Berdasarkan
hasil risetnya, Abu Rochmad menyebutkan bahwa ada tiga poin yang mengandung
elemen radikalisme yaitu organisasi sekolah, guru dan buku dan LKS PAI. Oleh karena
itu, penelitian ini menjadi penting karena menghasilkan sebuah temuan bahwa di
samping sekolah, guru dan buku PAI, sesungguhnya LKS juga telah menjadi buku
penyemai radikalisme. Namun satu kritikan bagi Abu Rochmad bahwa analisis yang
dilakukan terkait elemen radikalisme dalam buku dan LKS masih sangat minim
sehingga terkesan kurang serius dalam melakukan penelitian.
Penelitian berikutnya yaitu dari Diana Sulaisih dengan judul Pendidikan
Agama Islam,berbasis pluralisme (analisis nilai-nilai pluralisme buku teks tahun 1994-
2004) adapun fokus riset ini yaitu buku teks PAI tahun 1994-2004. Adapun fokus tesis
ini yaitu nilai-nilai pluralisme dalam buku teks PAI SMA tahun 1994-2004. Tesis ini
menyimpulkan bahwa buku-buku teks PAI tahun 1994-2004 banyak mengandung nilai-
nilai pluralisme. Nilai-nilai pluralisme itu tercermin dalam materi PAI yang bercorak
eksklusif pluralis. Kritikan untuk tesis ini adalah peneliti kurang gamblang dalam
menjabarkan nilai-nilai pluralisme dalam buku teks dan lebih banyak memaparkan
pendapat tokoh dibanding melakukan analisis pada buku PAI.
Melihat fokus dan objek penelitian, maka jelas bahwa penelitian ini berbeda
dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Tesis ini fokus dan objek kajiannya yaitu
nilai pluralisme dalam buku PAI SMA tahun 1994-2004 sementara fokus dan objek
kajian penelitian yang akan penulis lakukan yaitu nilai radikalisme, toleransi dan
demokrasi dalam buku PAI SMA dari tiga penerbit yaitu Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, Erlangga dan Yudistira.
Selanjutnya, riset yang relevan dengan penelitian ini yaitu riset yang
dilakukan oleh PPIM tahun 2016 dengan judul Diseminasi paham eksklusif dalam buku
ajar SD sampai SMA. Riset ini menyoroti muatan radikalisme, intoleransi dan
kekerasan dalam buku teks PAI SD-SMA yang sempat menuai kecaman di kalangan
masyarakat. Sebagai kesimpulan dari penelitian ini bahwa buku PAI SD-SMA
mengandung muatan radikalisme dan intoleransi. Kesan intoleransi pada buku teks PAI
tercermin dalam bentuk teks yang sering menyalahkan pendapat atau praktik ibadah
yang berbeda, mempromosikan pendapat yang satu tanpa menghadirkan pendapat yang
lain. Adapun kritikan untuk riset PPIM yaitu riset ini hanya fokus pada muatan
radikalisme saja, dan kurang menggali muatan toleransi dalam buku PAI. Hal tersebut
terlihat dari beberapa teks-teks yang ditampilkan yang dianggap mengandung muatan
radikal. Padahal teks-teks tersebut bisa jadi hanya sebagai contoh dari keragaman
pendapat yang ada. Artinya teks-teks tersebut tidak boleh dipahami secara parsial akan
tetapi harus dipahami secara komprehensif sebagai bagian dari penjelasan yang ada
dalam buku PAI.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa riset yang
dilakukan oleh PPIM berbeda dengan riset yang penulis lakukan. Riset PPIM fokus
pada muatan radikalisme dalam buku PAI SD-SMP. Sementara riset ini, fokus
kajiannya bukan semata muatan radikalisme akan tetapi muatan toleransi dan
demokrasi juga menjadi bagian dari fokus penelitian ini. Objek kajianpun berbeda,
objek kajian dalam riset PPIM adalah buku PAI SD-SMA, sementara riset ini objek
kajiannya fokus pada buku PAI SMA. Akan tetapi riset ini menyasar buku PAI SMA
9
dari tiga penerbit yang berbeda yaitu Erlangga, Yudistira dan Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia yang sempat menuai kecaman di kalangan
masyarakat karena dianggap melakukan pembodohan publik dan menanamkan
radikalisme, intoleransi dan kekerasan.
11
BAB II
TIPOLOGI PEMIKIRAN ISLAM, TOLERANSI DAN DEMOKRASI
A. Tipologi Pemikiran Islam
1. Islam Radikal
a. Konsep Islam Radikal
Dalam kamus bahasa Indonesia, radikalisme berasal dari dua kata yakni
radikal dan isme. Radikal berarti akar, pangkal dan dasar. (KBBI, 1995: 808)
Sedangkan isme berarti paham. Dengan demikian, maka radikal dapat diartikan
paham yang mendasar. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, radikalisme diartikan
sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial
dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; serta sikap ekstrim dalam aliran
politik. (KBBI, 1995: 808)
Radikalisme dalam bahasa arab, disebut tatharruf yang artinya tidak ada
keseimbangan karena tindakan melebih-lebihkan atau mengurangi. Disamping kata
tatharruf, radikalisme sering pula disebut ghuluw. Ghuluw dalam beragama berarti
sikap kasar dan kaku dalam melewati batasan yang diperintahkan dan ditentukan
dalam syari’at.(Yusuf Qardhawy, 2001: 11)
Menurut Azyumardi Azra, radikal adalah suatu kondisi yang mendorong
seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan perubahan sosial maupun politik
dengan cepat dan menyeluruh dengan menggunakan cara-cara kekerasan dan tanpa
kompromi. (Azra, 2002: 112) Sedangkan menurut Agus SB, radikalisme merupakan
paham politik yang menghendaki perubahan ekstrim sesuai dengan
pengejawantahan ideologi yang mereka anut. (Agus SB, 2016: 47) Melihat
perkembangan radikalisme saat ini, maka dapat dikatakan bahwa pendapat Azra dan
Agus tidak sepenuhnya benar. Radikalisme tidak sepenuhnya dapat diartikan sebagai
paham yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan
perubahan sosial maupun politik dengan cepat dan menyeluruh, ataupun dikatakan
sebagai paham yang menggunakan cara-cara kekerasan. Karena dalam
perkembangannya, kelompok radikal memilih cara-cara lain seperti melalui jalur
dakwah ataupun jalur politik untuk menanamkan ideologinya. Perubahan-perubahan
yang terjadipun tidak cepat dan menyeluruh akan tetapi bertahap.
Menurut Simon Tormey sebagaimana dikutip Najib Azca, radikalisme
adalah ideologi yang mempersoalkan atau menggugat sesuatu (atau segala sesuatu)
yang dianggap mapan, diterima, atau menjadi pandangan umum. (Azca, 2012: 24-
25). Seperti mempersoalkan ideologi Pancasila sebagai ideologi negara karena
dipandang tidak sesuai dengan syari’at Islam. Padahal jika ditelisik lebih jauh tidak
satupun isi dari Pancasila yang bisa dianggap bertentangan dengan syari’at Islam.
Menurut Penulis, Pancasila jelas merupakan cerminan dari syari’at Islam. Pendapat
penulis sejalan dengan pendapat Soetrino Hadi bahwa Pancasila sejalan dengan
syari’at Islam. Kesesuaian Pancasila dengan syari’at Islam dapat dilihat dari sila
pertama yang mencerminkan aqidah Islam. Sedangkan sila kedua hingga sila kelima
adalah cerminan dari akhlak dan syari’ah. Dengan demikian, kita tidak perlu
memilih untuk menggunakan atau meninggalkan salah satu dari keduanya karena
keduanya sejalan satu sama lain. (Hadi, 2014: 231)
Adapun yang dimaksud dengan radikalisasi yaitu proses perubahan di
mana kelompok mengalami transformasi ideologi atau perilaku yang mengarah pada
penolakan prinsip-prinsip demokrasi dengan cara menuntut untuk dilakukannya
revolusi di bidang politik dengan jalan kekerasan. (Anshour, 2009: 6) Contohnya:
12
aksi pemberontakan yang dilakukan oleh tentara Islam Indonesia di bawah
Kartosuwiryo ataupun aksi pemberontakan yang dilakukan oleh tentara GAM di
Aceh sebagai bentuk tuntutan agar pemerintah mengganti sistem demokrasi
Pancasila dan menerapkan syari’at Islam di Indonesia.
Dalam bukunya Radical Islam: Medieval Theology and Modern Politics,
Emmanuel Sivan menggunakan istilah Radical Islam untuk menggambarkan
kelompok Islam ekstrim. (Sivan, 1985) Istilah Islam radikal juga digunakan oleh
Wildan untuk menggambarkan kelompok garis keras yang menggunakan isu-isu
agama untuk memperjuangkan ideologinya. (Wildan, 2013)
Kelompok Islam radikal adalah sebuah gerakan politik ekstrim yang
berusaha membentuk negara Islam melalui perjuangan bersenjata. Di mana terdapat
doktrin-doktrin pada kelompok untuk membenarkan tindakan kekerasan untuk
menghilangkan rezim di dunia yang dianggap kafir saat ini. (Cavatorta, 2005:11)
Contohnya: ISIS. ISIS merupakan sebuah kelompok radikal yang ingin membentuk
daulah Islamiyah di seluruh dunia. Untuk mencapai tujuannya, ISIS berusaha
menduduki wilayah-wilayah di bagian Timur Tengah melalui perjuangan bersenjata.
Tidak sampai disitu, ISIS juga melakukan teror bom pada rezim kafir melalui
anggota-anggotanya yang menjadi calon pengantin/ pelaku pengeboman.
Berbeda dengan Cavatorta, menurut Mubarok, Gerakan kelompok Islam
radikal dapat diartikan sebagai tindakan yang secara sadar dilakukan oleh kelompok
Islam radikal, baik berupa aksi, reaksi maupun tanggapan yang dilandasi oleh
ideologi yang dianutnya. Adapun bentuk dari gerakan kelompok ini yaitu bersifat
kolektif dan terorganisir dengan tujuan untuk melakukan perubahan tatanan lama
yang bersifat sekular menjadi bersifat islami. (Mubarok, 2008: 53) Dalam mencapai
tujuan, kelompok ini melakukan proses rekruitmen anggota mulai dari tingkat
sekolah hingga universitas. Umumnya proses indoktrinasi ini dilakukan melalui
kegiatan ekstrakurikuler agama yang ada di sekolah maupun perguruan tinggi.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka
peneliti lebih cenderung pada pendapat Simon Tormey dan Yusuf Qardhawy bahwa
radikalisme adalah suatu ideologi yang berangkat dari sikap fanatisme berlebihan
dan intoleransi yang memiliki kecenderungan untuk menolak dan menggugat
kondisi maupun sistem yang sudah mapan dan menjadi pandangan umum.
Dalam sejumlah literatur, istilah Islam radikal sering kali diganti dengan
istilah Islam fundamentalis dan Islam ekstrim.Untuk memberikan penjelasan yang
mendalam mengenai alasan mengapa kedua istilah tersebut sering kali digunakan
secara bergantian, maka penulis merasa perlu menguaraikan berbagai makna dari
istilah-istilah Islam fundamentalisme dan Islam ekstrim.
a) Islam Fundamentalisme
Istilah fundamentalisme merupakan istilah kedua yang paling sering
disematkan terhadap kelompok Islam yang memperjuangkan ideologi mereka
dengan jalan kekerasan. Menurut bahasa, fundamentalisme merupakan gabungan
dua kata yaitu fundamental dan isme. Fundamental berarti bersifat dasar (pokok).
Sementara itu, isme berarti paham. Dengan demikian, maka fundamentalisme
dapat diartikan sebagai paham yang mendasar. Sedangkan menurut istilah,
fundamentalisme berarti paham yang cenderung untuk memperjuangkan sesuatu
secara radikal. (KBBI: 1995: 281). Oleh karena itu, berdasarkan arti kata,
fundamental dan radikal memiliki makna yang sama yaitu dasar.
13
Istilah fundamentalis pada dasarnya disematkan kepada gerakan
Protestan yang tumbuh di Amerika pada abad 19 M yang menafsirkan melakukan
penafsiran secara harfiah terhadap kitab injil dan teks-teks agama. Sedangkan
dalam kacamata Islam, istilah fundamentalis disamakan dengan kata ussuliyah.
Ushuliyyah berasal dari kata al-ashl yang berarti paling dasar dari suatu
bilangan/hitungan. Adapun jamak dari kata al-ashl yaitu ushul. Istilah ushul
sendiri banyak digunakan dalam istilah bidang ilmu agama seperti ushul ad-din,
ushul fiqh. (Imarah, 1998: 67-71)
Lanjut Imarah, pada dasarnya istilah fundamentalis yang dipahami oleh
barat dan Islam tidaklah sama. Jika dalam pengertian Kristen, istilah
fundamentalisme disematkan pada kaum yang statis dan didominasi oleh sikap
taklid yang memusuhi ilmu pengetahuan, teks alegoris, ta’wil, penalaran akal,
menarik diri dari modernitas, serta berpegang pada penafsiran harfiah terhadap
teks-teks agama. Maka dalam Islam, istilah ushuliyyah disematkan kepada para
ulama ushul fiqh yang mewakili bidang kajian ilmu-ilmu akal, menggunakan
dalil melalui isyarat teks agama (istidlal), ijtihad dan pembaruan (tajdid).
(Imarah, 1998: 71) dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa
fundamentalisme Islam memiliki makna yang lebih baik dari fundamentalisme
Kristen. Pendapat Imarah akan sulit dipahami apabila istilah fundamentalisme
Islam disematkan kepada gerakan Islam politik, karena sebagaimana dipahami
bahwa mayoritas gerakan mereka kerap diwarnai oleh kekerasan dan aksi teror.
(Syu’aibi, 2004: 167)
Menurut Misrawi, ada dua karakteristik fundamentalisme agama yaitu:
fundamentalisme positif dan fundamentalisme negatif. Fundamentalisme positif
yaitu fundamentalisme yang menjadikan teks dan tradisi keagamaan sebagai
sumber moral dan etika kemaslahatan publik. Fundamentalisme positif
mempunyai visi dan misi untuk menjadikan doktrin keagamaan sebagai elan vital
bagi etika sosial dan pemberdayaan masyarakat. Sementara itu, fundamentalisme
negatif adalah fundamentalisme yang menjadikan teks dan tradisi sebagai sumber
dan justifikasi atas kekerasan. (Misrawi, 2007: 189-190)
b) Islam Ekstrim
Kata ekstrim sebenarnya berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata
extreme yang berarti perbedaan yang besar, berbuat keterlaluan, pergi dari ujung
ke ujung, berbalik memutar, mengambil tindakan/jalan sebaliknya. (Kementerian
Agama RI, 2012: 14) Sementara dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)
edisi kedua, ekstrem berarti sangat keras dan fanatik. (KBBI, 1995: 225) Dalam
bahasa arab, ekstrem disebut dengan istilah tatharruf yang berarti berdiri di tepi,
jauh dari tengah. Dengan demikian, sikap, pemikiran maupun tindakan yang
dikategorikan ekstrim selalu bermakna negatif. (Kementerian Agama, 2012: 14)
Di dalam bahasa arab, setidaknya ada dua term yang digunakan untuk
menyebutkan istilah ekstrem yaitu al-guluw dan tatharruf. Ghuluw berasal dari
kata gala-yaglu yang berarti melampaui batas. (Kementerian agama, 2012: 14-
15) Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Q.S An-Nisa:171 yang berbunyi:
14
Artinya:
“Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu,
dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.
Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang
diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan
(dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-
rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari
Ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha
Esa, Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi
adalah kepunyaan-Nya. cukuplah Allah menjadi Pemelihara” (Q.S.An-Nisa:171)
Menurut Quraish Shihab dalam bukunya tafsir Al-Misbah bahwa kata
la taglu di atas meski secara eksplisit ditujukan bagi kaum Nabi Isa agar tidak
berlebih-lebihan dalam beragama, akan tetapi secara implisit mengandung
sebuah pelajaran bagi umat Islam untuk tidak berbuat serupa yakni berlebih-
lebihan dalam agama. Lebih lanjut Quraish Shihab menyatakan bahwa al-ghuluw
mengandung makna melampaui batas dalam kepercayaan, ucapan ataupun
perbuatan. (Shihab, 2000: 646) Sedangkan menurut Buya Hamka dalam tafsir al-
Azhar, ghuluw mengandung makna berlebih-lebihan atau keterlaluan. Kata
ghuluw dalam ayat di atas, ditujukan kepada orang Nasrani yang berlebih-lebihan
dalam memuliakan Nabi Isa alaihissalam, Isa bahkan dikatakan sebagai Tuhan
dan disebut dengan nama Tuhan Yesus. (Hamka, 1984:81)
Dalam bukunya al-Shahwah al-Islamiyah Bain al-Juhud Wa al
Tatharruf, Yusuf Qardhawi menggunakan istilah Islam ekstrim sebagai lawan
dari Islam moderat. (Qardhawi, 2001:12) Selaras dengan Yusuf Qardhawi,
Muhammad Abid Al-Jabiri juga menggunakan istilah Islam ekstrim untuk
menggambarkan kelompok Islam yang menjadi musuh dari kelompok moderat.
Selain Qardhawi dan Al-Jabiri, istilah ekstrimisme juga digunakan oleh
Muhammad Sa’id Al-Asymawi untuk menggambarkan gerakan suatu kelompok
untuk merebut kekuasaan dengan menunggangi isu-isu agama. (Rahmat, 2005:
xvii) Contohnya yaitu DI/TII yang dipimpin oleh Kartosuwiryo.
15
Berdasarkan pemaparan di atas, terlihat bahwa istilah radikal memiliki
makna yang sejalan dengan istilah fundamentalisme maupun ekstrimisme.
Karena itu, tidak heran jika ketiga istilah tersebut sering digunakan secara
bergantian.
2. Karakteristik Radikalisme
Radikalisme dan praktek kekerasan yang mengatasnamakan agama
merupakan ancaman serius bagi kehidupan manusia dewasa ini. Bukan hanya itu,
radikalisme yang dibalut dengan pandangan-pandangan sempit keagamaan yang
kemudian menjelma menjadi sebuah teror bahkan akan mengancam keberadaan
agama itu sendiri. Tidak jarang, orang menjadi skeptik bahkan kehilangan keyakinan
pada agama bahkan Tuhan disebabkan adanya segelintir orang yang menjadikan
agama sebagai alat pembenaran atas tindakan teror maupun kekerasan yang ia
lakukan.
Berikut ini, penulis akan memaparkan karakteristik radikalisme menurut
para ahli. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan penulis dalam mencari dan
menentukan indikator-indikator radikalisme dalam buku teks PAI tingkat SMA.
Adapun karakteristik radikalisme atau ekstrimisme agama menurut Yusuf
al-Qordhowi, adalah sebagai berikut:
a) Fanatisme berlebihan.
Fanatik secara bahasa berasal dari kata ashaba al-aqumu bir rajuli
ashban yang artinya mengepungnya untuk melidunginya. Kata al-ashabah
berarti kelompok yang mengikuti seseorang. Fanatik artinya meliputi dan
menarik. (Az-zuhail, 2012: 139-141) Sikap fanatik pada dasarnya bisa menjadi
filter untuk menangkal aliran sesat maupun berbagai upaya pemurtadan. Akan
tetapi, sikap fanatik akan menjadi momok menakutkan apabila dibarengi sikap
intoleransi yakni tidak menghargai keberadaan kelompok maupun umat agama
lain serta berusaha mengeliminir kelompok maupun penganut agama yang
berbeda.
Perbedaan agama pada hakikatnya telah dijelaskan oleh Allah dalam
Alqur’an karena itu, tidak pantas rasanya jika kita sebagai hambanya
memaksakan kehendak kita kepada yang lainnya karena Allah saja sebagai
pencipta manusia memberikan kebebasan kepada manusia untuk menganut suatu
agama.
b) Memaksakan kehendak
Adapun karakteristik radikalisme yang kedua yaitu memaksakan
kehendak maksudnya memaksakan kepada orang lain untuk melakukan seperti
yang dia inginkan. Contohnya memaksakan membentuk negara Islam dengan
cara merubah ideologi negara seperti yang dilakukan oleh kelompok DI/TII,
memaksa seseorang untuk memeluk agama Islam, memaksa orang untuk
memiliki paham yang sama dengannya seperti yang dilakukan oleh kelompok
wahabi. (Qardhawi, 2001: 34-36)
Perlu diperhatikan bahwa Islam melarang pemeluknya untuk memaksa
pemeluk lain untuk mengikuti ataupun masuk dalam agama Islam sebagaimana
firman Allah dalam Q. S Al-Baqarah: 256 yang berbunyi:
16
Artinya:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa
yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”( Q. S Al-Baqarah: 256)
c) Menganut ideologi kekerasan
Diantara tanda-tanda radikalisme yang ke tiga yaitu memperlakukan
orang secara zalim, melakukan pendekatan dengan kekerasan, serta kaku dalam
menganjak orang untuk masuk dalam Islam. Padahal Allah memerintahkan untuk
mengajak kepada agamanya dengan jalan hikmah bukan dengan jalan kekerasan,
dengan pengajaran yang baik bukan dengan ungkapan yang kasar. (Qardhawi,
2001: 36) sebagaimana firmannya dalam Q.S An-Nahl: 125 yang berbunyi:
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (Q.S An-Nahl: 125)
Perlu diperhatikan bahwa, sikap keras dan kasar justru akan semakin
memupuk rasa kebencian dan permusuhan antar suatu kelompok, dan sebaliknya
lemah lembut dan kasih sayang akan mempererat hubungan antar suatu
kelompok. Oleh sebab itu seyogiya-nya, metode inilah yang digunakan oleh para
juru dakwah dalam menyampaikan seruannya.(Qardhawi, 2001: 37-40)
17
d) Negative Thinking terhadap yang lain
Buruk sangka terhadap orang lain serta memandang mereka sebagai
orang jahat, dan menyembunyikan kebaikan dan membesar-besarkan keburukan
mereka adalah karakteristik radikalisme yang berikutnya. Umumnya kaum
radikal memiliki kebiasaan memburuk-burukkan orang. Kebiasaan memburuk-
burukkan orang tersebut tidak hanya berlaku pada orang awam akan tetapi
mereka tidak segan untuk menuduh ulama, tokoh agama ataupun bahkan imam
mazhab sebagai pelaku bid’ah apabila mereka menemukan fatwa yang berbeda
dengan paham ataupun pendapat mereka. (Qardhawi, 2001: 41-45)
e) Terjerumus dalam jurang pengkafiran (takfiri)
Puncak dari sikap ekstrim adalah pentakfiran. Perbuatan mentakfirkan
seseorang adalah suatu hal yang sangat krusial sebab pentakfiran bukan hanya
berakibat pemutusan hubungan rumah tangga, pemutusan hubungan waris serta
wali nikah akibat perbedaan agama. Akan tetapi, berakibat penghalalan darah
seperti yang dilakukan oleh kaum wahabi yang menghalalkan darah orang yang
kafir seperti musyrik serta non muslim.
Menurut Muhammad Zuhdi sebagaimana dikutip Nurlena rifa’i bahwa
radikalisme memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Klaim kebenaran.
Setiap pemeluk agama percaya bahwa kitab suci dan doktrin agama
mereka adalah yang paling murni dan paling benar. Sementara itu, kitab suci,
sekte maupun agama lain adalah sesat dan salah.
2) Taklid buta dan setia kepada pemimpin mereka.
Umumnya penganut radikalisme memiliki loyalitas dan kesetiaan yang
besar terhadap pemimpin mereka.
3) Memiliki tujuan untuk mendirikan negara dan pemerintahan yang ideal.
Penganut percaya dalam membangun/ menegakkan aturan tuhan di bumi
dengan cara memperbaiki moral serta teologi masyarakat.
4) Memiliki kecenderungan untuk main hakim sendiri. (Muh. Zuhdi dalam Nurlena
Rifai, 2016:3)
Tabel. 2.1
Karakteristik radikalisme menurut para ahli
No Nama Karakteristik Radikalisme
1 John L. Esposito
1. Menganggap Islam sebagai sebuah
pandangan hidup yang komprehensif dan
bersifat total. Karena itu, Islam tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan politik,
hukum dan masyarakat.
2. Menolak ideologi masyarakat Barat
karena menganggap sekuler dan
materialistik.
3. Cenderung mengajak pengikutnya untuk
kembali kepada Islam sebagai bentuk
usaha untuk perubahan sosial.
4. Menolak segala bentuk peraturan-
18
peraturan yang lahir dari tradisi barat.
5. Memiliki keyakinan bahwa islamisasi
pada masyarakat muslim tidak akan
berhasil tanpa menekankan pada aspek
pengorganisasian atau pembentukan
sebuah kelompok yang kuat. (John L.
Esposito, 1992: 207)
2 Abuddin Nata 1. Memiliki sikap rigid dan literlis dari segi
keyakinan.
Kaum radikal lebih menekankan
simbol-simbol agama dari pada
substansinya. Berbeda dengan kaum
moderat yang bukan hanya
mementingkan simbol semata akan tetapi
lebih dari itu yaitu bagaimana supaya
prinsip-prinsip Islam dapat menjadi roh
dalam setiap lini kehidupan masyarakat.
(Nata, 2001: 25)
2. Memiliki sikap dan pandangan yang
eksklusif.
Kaum radikal memiliki pandangan
dan keyakinan yang ekstrem, mereka
menganggap hanya pandangan merekalah
yang benar sementara yang tidak sejalan
dengannya adalah salah. Karena itu,
kaum ini sangat tertutup dan tidak mau
menerima pandangan orang lain. (Nata:
2001, 24)
3. Menolak modernisasi
Kehidupan kaum radikal cenderung
kaku dan kolot mereka cenderung
menolak berbagai produk budaya
modern. (Nata, 2001: 25)
4. Dari segi gerakan cenderung
menggunakan kekerasan.
Kelompok ini cenderung keras
dalam setiap gerakannya seperti dalam
setiap propaganda dan teror hingga aksi
pembunuhan yang mereka lakukan.
(Nata, 2001: 25)
3 Syukron Kamil 1.Cenderung menafsirkan teks-teks
keagamaan secara rigid, literalis, absolut,
dan dogmatis.
2. Cenderung memonopoli kebenaran atas
tafsir agama. Akibatnya, menganggap diri
dan kelompoknya paling benar sedangkan
kelompok lain sebagai kelompok yang
19
sesat.
3. Melakukan perekrutasan secara agresif
serta berusaha mengeliminasi orang lain
dan kelompok lain yang dianggap sebagai
kelompok sesat dan musuh Islam.
4. Meyakini penyatuan agama dan negara
dan menolak sekularisme
5. Memiliki stigma negatif terhadap Barat.
Barat dipandang sebagai monster
imprealis yang mengancam akidah dan
eksistensi umat Islam.
6. Mendeklarisasikan perang terhadap
sekularisme, pluralisme, hedonisme serta
liberalisme.
7.Cenderung radikal dalam memperjuangkan
ideologinya. (Kamil, 2013: 251-252)
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa setidaknya
tokoh-tokoh di atas memiliki beberapa pandangan yang sama dengan orang-orang
barat tentang karakteristik orang maupun kelompok yang berpaham radikal.
Radikalisme umumnya dilukiskan sebagai paham yang intoleran, fanatik
berlebihan, mengklaim diri paling benar, memiliki stigma buruk terhadap barat,
mengusung khilafah Islamiyah serta syari’at Islam, menolak modernisasi,
cenderung anarkis dalam memperjuangkan ideologinya, terkesan rigid dan
tekstual dalam menafsirkan ayat maupun hadits.
Karakteristik yang disampaikan oleh para tokoh di atas bisa jadi tidak
sepenuhnya benar. Terutama dalam beberapa hal seperti: Pertama, klaim
kebenaran. Menyatakan bahwa klaim kebenaran sebagai karakter radikalisme
adalah sesuatu yang tidak benar. Karena seseorang yang memeluk agama tertentu
haruslah meyakini kebenaran agamanya dan sebaliknya meyakini bahwa yang
bertentangan dengannya adalah sesuatu yang salah. Meyakini kebenaran mutlak
agama adalah syarat dari keimanan. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa
klaim kebenaran bisa menjadi pemicu bibit-bibit radikalisme manakala klaim
kebenaran diikuti kecenderungan untuk menafikkan keberadaan pemeluk agama
lain serta memaksakan kepada pemeluk agama yang berbeda untuk mengikuti
agamannya.
Kedua, menolak modernisasi. Mengeneralisasi kaum radikal sekarang
seperti kaum radikal masa lalu sebagai kaum kolot tak berpendidikan serta
menolak modernisasi adalah pernyataan yang kurang tepat. Karena dalam
perkembangannya, kelompok radikal sekarang sangat terbuka dalam penggunaan
produk modern termasuk penggunaan IT. Bahkan dalam sistem perekrutan dan
sebagainya kini mereka lebih banyak memanfaatkan media yang ada.
Ketiga, memiliki stigma negatif terhadap barat. Menggeneralisasi setiap
orang yang memiliki pandangan negatif terhadap barat adalah sesuatu yang picik.
Karena tidak semua orang yang memiliki stigma negatif terhadap barat khususnya
dalam persoalan hegemoni barat terhadap dunia Islam dapat dipandang sebagai
penganut radikalisme. Karena meskipun sebagian orang mengamini hegemoni
20
politik barat terhadap sebagian wilayah Islam akan tetapi mereka tetap bijak dalam
menjalin interaksi dengan orang-orang maupun dunia barat.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kriteria
orang atau kelompok radikal tidak berdiri sendiri. Artinya seorang/ kelompok tidak
serta merta dapat dinyatakan radikal hanya karena memiliki salah satu dari
karakteristik yang dipaparkan oleh tokoh di atas. Karena pada dasarnya, indikator
radikalisme saling terkait satu sama lain. Namun demikian, kepemilikan atas satu
karakteristik menunjukkan bahwa seseorang memiliki bibit-bibit radikalisme
dalam dirinya. Bibit-bibit radikalisme tersebutlah yang harus dan dikelola dengan
bijak agar tidak berubah menjadi radical action.
Terlepas dari perdebatan tentang pengklasifikasian orang maupun
kelompok yang dapat disebut radikal dan tidak, maka penulis lebih cenderung
sepakat pada karakteristik radikalisme yang dipaparkan oleh Yusuf Qordhowi dan
Syukron Kamil. Karena karakteristik tersebutlah yang bisa mewakili
pengelompokan orang-orang radikal masa kini.
3). Faktor-faktor Penyebab Berkembangnya Radikalisme.
Persoalan radikalisme tidak boleh dipandangan dari sudut internal agama
saja tetapi memerlukan kajian literatur yang mendalam untuk mengetahui faktor-
faktor penyebab kemunculannya. (Sirry, 2003: 28) Radikalisme tidak hadir dalam
ruang kosong. Setidaknya ada beberapa konteks dan keadaan yang turut melahirkan
fenomena radikalisme seperti, kondisi ekonomi yang tidak adil, kondisi sosial yang
penuh dengan ketidakpastian, kondisi hukum yang penuh dengan penyimpangan,
kekumuhan politik yang terus dibayangi dengan penyakit korupsi, kesalahan dalam
penanaman pendidikan agama pada masyarakat menyebabkan masyarakat rentan
terhadap pengaruh paham radikal. (Darraz, 2013; 155)
Menurut Saeed Rahnema, munculnya gerakan-gerakan Islam radikal
dipengaruhi oleh beberapa yaitu faktor sosial, ekonomi dan politik seperti
pertumbuhan penduduk yang cepat, persoalan gaji kelas menengah, kesenjangan
antara kaya dan miskin, kegagalan program modernisasi dan kebijakan
pembangunan, pemerintahan yang korup, rezim yang diktator dan tidak demokratis,
gerakan-gerakan sekuler dan liberal, gagalnya gerakan nasionalis, serta adanya
dorongan langsung dari imprealisme dan kekuatan asing. Karena itu, gerakan radikal
hanya dapat dikalahkan jika faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik yang
menimbulkan lahirnya gerakan ini dapat di eliminasi. (Rahnema, 2008: 2).
Berbeda dengan Rahnema, menurut Hilmy ada dua faktor yang
menyebabkan munculnya ideologi Islam radikal yakni:
1. Faktor internal
Adanya pandangan yang berbeda dalam persoalan ideologi jihad.
Kalangan Islam moderat menilai bahwa makna jihad tidak terbatas dalam arti
perang fisik. Perang melawan hawa nafsu juga dapat dikategorikan jihad, perang
melawan kebodohan juga termasuk dalam kategori jihad. Berbeda dengan
kalangan Islam radikal yang memiliki pandangan sempit terkait makna jihad.
Kalangan radikal cenderung memaknai jihad sebatas perang fisik.
2. Faktor eksternal
Munculnya Islam radikal merupakan salah satu bentuk perlawanan
terhadap kolonialisme, hegemoni politik negara-negara tertentu terhadap negara
Islam serta penyitaan tanah-tanah Islam oleh negara-negara non Islam. (Hilmy,
2013: 12) Seperti yang dialami oleh negara Palestina yang tanahnya di ambil oleh
21
negara Israel. Perbuatan Israel ini telah melahirkan kelompok Islam militan di
Palestina yang berusaha untuk memperjuangkan tanah mereka.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diambil sebuah kesimpulan
bahwa dalam pandangan Hilmy, kelompok Islam yang muncul sebagai reaksi
atas kolonialisme dan hegemoni politik negara barat disebut kelompok radikal.
Termasuk para pejuang Palestina. Namun dalam pandangan penulis, istilah
kelompok Islam radikal tidaklah tepat disematkan terhadap kelompok Islam yang
muncul untuk melawan kolonialisme seperti pejuang Palestina. Karena pada
hakikatnya kelompok Islam radikal mengandung makna negatif sebagai
kelompok militan. Sementara itu, pejuang palestina mengandung makna positif
sebagai pembela negara Palestina dari penjajahan Israel.
Pendapat Hilmy ini, sejalan dengan Abuddin Nata, bahwa menguatnya
ideologi radikalisme Islam di Indonesia dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:
1. Faktor eksternal
a. Adanya konflik primordial antar suku maupun umat beragama seperti:
pengusiran kelompok Islam Syi’ah oleh kelompok Islam Sunni di Sampang,
Madura. Pembakaran serta pembunuhan umat Islam oleh umat Kristen di
Ambon.
b. Adanya konstalasi politik Amerika yang menyudutkan Islam sebagai agama
terorisme.
2. Faktor internal
a. Doktrin ajaran
Timbulnya sikap radikal tidak lepas dari faktor doktrin agama. Setiap agama
pada dasarnya mengklaim dirinya sebagai agama yang paling benar dan
setiap agamapun memiliki doktrin ajaran masing-masing. (Nata, 2001:56)
Dalam ajaran Islam disebutkan bahwa Allah itu satu dan Islam tidak
mengenal istilah trinitas seperti ajaran Kristen. Sebagaimana disebutkan
dalam Q.S al-Maidah: 73 yang artinya: “Sungguh telah kafir orang-orang
yang menyatakan bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal
tidak ada (Tuhan yang berhak disembah) selain Tuhan yang Maha Esa.”
(Q.S al-Maidah: 73)
b. Kurangnya ilmu pengetahuan
Kurangnya pemahaman ilmu agama seringkali menyebabkan seseorang
dengan gampang mengkafirkan saudara sesama muslim. (Nata, 2001:56)
Seperti ajaran wahabi yang begitu mudah mengkafirkan orang atau kelompok
yang tidak sama dengannya.
c. Sejarah
Sejarah mencatat peperangan yang terjadi antara umat Islam dengan umat
Nasrani yang berlangsung selama perang salib kurang lebih tiga abad yaitu
tahun 1095-1292 yang menyebabkan kerugian yang besar bagi kedua umat
tersebut. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab sikap radikal bahwa
sejarah memang telah mencatat perjalan panjang sentimen antar umat
beragama. (Nata, 2001:56)
22
Menurut Wasisto Raharjo Jati, ada tiga cara yang dapat ditempuh untuk
menganalisis munculnya gerakan Islam radikal di Indonesia yakni:
a) Dalam konteks historis. Islam radikal di Indonesia memiliki hubungan dengan
kolonialisme pada masa lalu serta gerakan islamisme kontemporer di Timur
Tengah.
Gerakan-gerakan radikal yang muncul dewasa ini tak lain bersumber dan tertular
dari gerakan radikalisme yang ada di timur tengah. Ide gerakan diimpor dari
kalangan Islam radikal Indonesia yang selama dekade 1980 dan 1990 telah
berhubungan dengan para radikalis di Timur Tengah melalui jalur studi. Mereka
kemudian terpengaruh dengan pemikiran gerakan ikhwan al-muslimin dan al-
qaeda. (Darraz, 2013: 156)
b) Kebangkitan gerakan jihad dalam konteks yang lebih besar.
Ideologi Islam radikal pada dasarnya berasal dari adanya konflik yang terjadi di
Timur Tengah yaitu konflik antara Palestina dan Israel.
c) Implementasi syariat Islam sebagai ideologi negara dianggap sebagai alat dalam
mengatasi berbagai bencana dan berbagai krisis di Indonesia.( Jati, 2013: 283)
Para penganut paham radikal meyakini bahwa berbagai persoalan yang terjadi di
Indonesia dapat di atasi apabila sistem pemerintahan di Indonesia menerapkan
syariat Islam oleh karena itu tidak heran jika berbagai gerakan radikal di
Indonesia menginginkan syariat Islam diterapkan di Indonesia.
Menurut Khamami Zada ada dua faktor yang menyebabkan hadirnya Islam
radikal. Pertama: Faktor internal yaitu terkait dengan carut marutnya persoalan
bangsa yang mendorong mereka menawarkan alternatif yaitu urgensi sosialisasi dan
penerapan syariat Islam secara totalitas (kaffah). Kedua: Faktor eksternal yaitu
terkait dengan tantangan yang datang dari barat. Segala bentuk produk budaya barat
yang sekuler harus dilawan dan ditentang. (Zada, 2002)
Table 2.2
Faktor-faktor Penyebab Berkembangnya Radikalisme
Faktor Internal Faktor Eksternal
1. Doktrin Agama
Timbulnya paham radikal pada
dasarnya disebabkan oleh
pemahaman terhadap doktrin agama
yang terlalu rigid dan literal.
Sebagaimana dipahami bahwa setiap
agama mempunyai klaim kebenaran
(claim truth). Oleh kalangan radikal,
doktrin Islam sebagai agama paling
benar dan sempurna membuat kaum
radikal beranggapan menyalahkan
dan menafikkan keberadaan agama
lain. Bahkan tidak sampai disitu,
umat Islam yang lain mazhab serta
organisasipun bahkan sering dianggap
sebagai kelompok yang sesat dan
telah menyimpang dari ajaran Islam.
2. Situasi politik Indonesia
Terbukanya kran kebebasan
1. Adanya kontalasi politik Amerika
yang seringkali menyudutkan Islam
sebagai agama teroris ikut andil
terhadap pertumbuhan paham radikal.
Di samping itu, Adanya sentimen
terhadap Amerika yang dianggap
berusaha menghancurkan Islam
dengan berbagai agendanya seperti
menyudutkan Islam, menyerang dan
menaklukkan negara-negara Islam
serta menebar paham sekularisme,
hedonisme mendorong sebagian umat
Islam berpaham keras untuk
melakukan perlawanan terhadap
Amerika dan negara sekutunya.
2. Adanya pengaruh dari Timur Tengah.
Menjamurnya gerakan serta
pemikiran radikal di Indonesia pada
hakikatnya tidak lepas dari pengaruh
23
sejak tumbangnya rezim Soeharto
telah membuka peluang bagi
berkembangnya radikalisme serta
terorisme di Indonesia. Hal tersebut
dapat kita lihat dari begitu banyaknya
tindak terorisme yang terjadi 15 tahun
belakangan ini. Mulai dari peristiwa
Bom Bali hingga penemuan bom di
Tangerang Selatan tanggal 22-12-
2016.
3. Situasi ekonomi
Kondisi ekonomi yang sulit
membuat seseorang dengan mudah
terpengaruh dengan iming-iming
kesejahteraan. Sebagaimana di lansir
dalam sebuah surat kabar ternama
bahwa anggota ISIS dijanjikan
sebuah salary + 12-14 juta perbulan.
4. Situasi sosial
Adanya dekadensi moral yang
ditandai dengan meningkatnya
kenakalan remaja, kemaksiatan,
kekerasan, ketimpangan hukum serta
menjamurnya KKN di kalangan
aparat pemerintahan ikut mendorong
para kaum radikal untuk berjuang
keras memerangi serta meruntuhkan
berbagai rantai kejahatan dan
kemaksiatan dengan jalan kekerasan
hingga penegakan syariat Islam.
5. Kurangnya pengetahuan agama
Kurangnya pengetahuan agama
menjadi celah masuknya paham
radikal. Karena kurangnya
pengetahuan agama menyebabkan
daya analisis seseorang menjadi
kurang, sehingga akan mudah
menerima doktrin yang salah.
gerakan dan pemikiran radikal timur
tengah. Hal tersebut dapat kita lihat
dari tujuan yang sama yaitu
menegakkan khilafah Islamiyah serta
syari’at Islam di seluruh muka bumi.
Berdasarkan paparan pada tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor radikalisme tidaklah berdiri sendiri, akan tetapi saling terkait satu sama
lain. Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa kondisi sosial tidaklah serta
merta membuat orang menjadi radikal. Akan tetapi, faktor-faktor lain seperti
ekonomi, politik maupun agama ikut berkontribusi dalam menumbuhkan paham
radikal dalam diri seseorang.
24
B. ISLAM MODERAT
1. Konsep Moderat
Secara etimologis, kata moderat berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata
“moderare” yang berarti mengurangi atau mengontrol. Sedangkan secara
terminologis, moderat diartikan dengan selalu menghindarkan perilaku atau
pengungkapan yang ekstrem; cenderung ke arah dimensi atau jalan tengah. (KBBI,
1995: 662).
Dalam bahasa arab, ada beberapa term yang biasa dimaknai dengan
moderat yaitu Wasat, al-Wazn, dan al-Adl. (Kemenag RI, 2012: 8-14) Term
wasatiyyah menurut bahasa berasal dari kata wasat yang berarti pertengahan
sedangkan menurut istilah wasatiyyah dimaknai sebagai berada di tengah-tengah
antara dua hal. Disamping istilah wasathiyah, moderat juga sering disebut dengan
istilah tawazun. (Qardhawi, 2004: 249)
Tawazun menurut bahasa berasal dari kata al-Wazn yang berarti
timbangan. Sedangkan menurut istilah tawazun berarti sikap pertengahan dan
seimbang antara dua kutub yang berlawanan dan bertentangan, dimana salah satunya
tidak berpengaruh sendirian, akan tetapi kutub lawannya pun tidak dinafikkan,
dimana salah satu dari kedua kutub ini tidak diambil melebihi haknya atapun
melanggar dan menzholimi kutub lawannya. (Qardhawi, 2004: 250)
Disamping istilah wasatiyah dan tawazun, term moderat juga sering
disebut dengan istilah al-Adl. al-Adl sendiri selain bermakna adil juga bermakna
keseimbangan/keserasian. (Kemenag RI, 2012: 12-13) Namun terlepas dari
banyaknya term yang dimaknai dengan moderat. Dalam pandangan penulis, term
wasatlah yang paling sesuai karena term wasat ini sesuai dengan firman Allah dalam
Q.S Al-Baqarah:143 yang berbunyi:
Artinya”
“dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat
yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak
menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami
mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.
dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang
yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada
manusia.”( Q.S al-Baqarah:143)
25
Muhammad Imârah dalam bukunya ma’rakatul mushthalahat baina al-
gharbi wal Islami menyatakan bahwa term moderat dalam Islam tidaklah sama
moderat dalam konsep barat. Jika dalam konsep barat, moderat diartikan sebagai
sebuah sikap diam dalam menghadapi problema serta persoalan-persoalan yang
kompleks. Maka dalam konsep Islam, term moderat memiliki kandungan makna
yang sangat penting dan mulia, yang mencerminkan karakter dan jati diri Islam.
Moderat dalam Islam dimaknai sebagai kebenaran di tengah-tengah dua kebathilan,
keadilan di tengah dua kedzholiman, dan dua ekstrimitas yang saling bertentangan,
dan menolak eksageritas (sikap berlebihan) pada salah satu pihak yang pada
akhirnya menimbulkan keberpihakan pada salah satu dari dua kutub yang
bertentangan. (Imarah, 1998: 265-266)
Selaras dengan Qardhawi dan Imarah, menurut Mahmud Yunus dalam
bukunya Tafsir Qur’an Karim, wasat berarti pertengahan antara berlebih-lebihan
dan ketaksiran (kelalaian), seimbang antara urusan dunia dan akhirat. (Yunus,
2004:29)
Berdasarkan pendapat tokoh di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Islam
moderat adalah Islam yang selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang
ekstrem dan cenderung kepada jalan tengah.
2. Karakteristik Islam moderat
Islam adalah agama yang moderat dalam artian Islam tidak mengajarkan
sikap esktrim dalam berbagai aspeknya. Umatnya disebut sebagai ummatan
wasatan, yaitu umat pertengahan,umat yang adil, tidak memihak ke kiri atau ke
kanan. Karena itu, umat ini bisa berdiskusi dan berinteraksi dengan pihak mana
saja. (Kemenag RI, 2012: 44)
Adapun karakteristik Islam moderat menurut Kementerian Agama RI
adalah:
1. Memahami realitas
Manusia adalah makhluk yang beraneka ragam baik suku, bangsa, ras,
bahasa dan agama. Perbedaan yang ada membuat kita harus realistis dalam
menetapkan hajat hidup orang banyak. Berdasarkan hal inilah para ulama
kemudian membagi ajaran Islam menjadi dua macam yaitu ajaran Islam yang
berisikan ketentuan-ketentuan yang tetap, dan hal-hal yang dimungkinkan untuk
berubah sesuai dengan perubahan ruang dan waktu. (Kemenag RI, 2012: 45)
Sejarah mencatat bahwa sejak awal perkembangan Islam, banyak fatwa
yang berbeda disebabkan oleh realitas kehidupan masyarakat yang berbeda.
Sebut saja khalifah Umar yang dalam memutuskan suatu perkara yang secara
lahiriyah terkadang terlihat tidak sesuai dengan teks Alqur’an maupun hadits hal
ini disebabkan karena berdasarkan ijtihad beliau yang melihat sesuatu tidak
hanya pada dalil qathi akan tetapi melihat juga realitas yang ada. (Kemenag RI,
2012: 45-46)
Atas dasar realistislah, maka para tokoh pendiri bangsa akhirnya
menerima keberadaan pancasila sebagai ideologi negara. Mereka menyadari
bahwa kurang realistis jika bangsa Indonesia memaksakan untuk menganut
ideologi Islam karena negara Indonesia didirikan hasil dari perjuangan semua
rakyat Indonesia yang bersatu meraih kemerdekaan. Kemerdekaan Indonesia
26
adalah hasil perjuangan semua rakyat Indonesia bukan hanya umat Islam akan
tetapi juga umat yang lain.
2. Memahami fiqh prioritas
Karakteristik kedua dari Islam moderat adalah prioritas dalam beramal.
Setiap muslim harus mengetahui tingkatan prioritas amal karena dengan
mengetahui tingkatan prioritas amal maka seorang muslim akan dapat memilih
mana amal yang paling penting di antara yang penting, yang utama diantara yang
biasa dan yang wajib diantara yang sunnah. (Kemenag RI, 2012: 53)
Sebagai contoh dalam hal ini adalah khilafiyah dalam masalah amalan-
amalan ajaran agama. Khususnya yang berkaitan dengan masalah fikih.
Seringkali kita menemukan seseorang yang bersikap ekstrim dalam berpegang
kepada salah satu mazhab fikih untuk amalan yang hukumnya sunnah sehingga
menyebabkan mereka tidak segan-segan menyalahkan hingga memusuhi pihak
yang lain yang berbeda dengan mereka. Kalau orang tersebut memahami fikih
prioritas dengan baik maka hal tersebut tidak akan terjadi, karena mereka akan
mengetahui bahwa menjaga persaudaraan itu hukumnya wajib sedangkan apa
yang mereka pertentangkan itu hukumnya adalah sunnah. Intinya, sikap moderat
akan sulit terwujud manakala seseorang tidak memahami fikih prioritas dengan
baik. (Kemenag RI, 2012: 55-56)
3. Menghindari fanatisme berlebihan
Pada dasarnya semua umat beragama fanatik terhadap ajaran agama
mereka. Namun bukan berarti sikap fanatisme tersebut membuat mereka
memperlakukan orang lain yang tidak seagama dengan perlakukan yang tidak
baik. Fanatisme seperti inilah yang dilarang karena hal tersebut bukan tidak
mungkin akan memicu permusuhan hingga perkelahian diantara umat beragama.
Untuk menghindari fanatisme yang berlebihan maka kerukunan hidup antar umat
beragama dalam masyarakat yang plural harus terus diperjuangkan dengan
catatan tidak mengorbankan akidah. (Kemenag RI, 2012: 57) Sebagaimana
firman Allah dalam Q.S Al-Kafirun: 5-6 yang berbunyi:
Artinya:
“Bagimu agamamu dan bagiku agamaku” (Q.S Al-Kafirun: 5-6)
Ungkapan ayat di atas mengandung makna pengakuan eksistensi
secara timbal balik, sehingga masing-masing pihak dapat melaksanakan apa yang
dianggapnya benar dan baik, tanpa memutlakkan pendapat kepada orang lain
sekaligus tanpa mengabaikan keyakinan masing-masing. (Kemenag RI, 2012:
57)
4. Mengedepankan prinsip kemudahan dalam beragama.
Islam adalah agama yang mudah, mencintai dan menganjurkan
kemudahan. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-baqarah: 185 yang
berbunyi:
27
Artinya:
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Q.S Al-baqarah: 185)
Adapun contoh-contoh kemudahan yang diberikan Islam yaitu
bolehnya tidak berpuasa karena sakit, bolehnya menjamak sholat karena safar
ataupun bolehnya tayammum sebagai ganti dari wudhu. Prinsip-prinsip di atas,
seharusnya cukup untuk menjadikan umat Islam menjadi umat yang moderat
bukan umat yang radikal.
5. Memahami teks-teks keagamaan secara komprehensif
Ajaran Islam yang bersumber dari Alqur’an dan hadits akan dapat
dipahami dengan baik apabila dilakukan secara komprehensif dan tidak parsial.
Ayat-ayat Alqur’an dan hadits harus dipahami secara utuh karena antara ayat satu
dengan yang lainnya saling terkait dan saling menafsirkan. Untuk memahami
ajaran Islam secara komprehensif, kita bisa menggunakan metode tematik, salah
satu metode tafsir yang dinilai paling objektif dalam menjawab setiap persoalan
yang diarahkan kepadanya. (Kemenag RI, 2012: 63)
Umat Islam dianjurkan untuk memahami teks-teks keagamaan secara
komprehensif, karena dengan memahami teks-teks agama secara komprehensif
maka mereka dapat melihat wajah Islam yang moderat. Sebaliknya apabila ayat
Alqur’an seperti Q.S at-Taubah: 123 yang berbunyi:
28
k
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di
sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan
ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.” (Q.S At-
taubah: 123)
Dipahami secara parsial maka akan menghasilkan kesimpulan yang
keliru bahwa semua orang kafir harus diperangi.
6. Keterbukaan dalam menyikapi perbedaan (intern dan antar umat beragama).
Islam yang moderat sangat terbuka dalam menyikapi setiap perbedaan
baik inter maupun antar umat beragama. Prinsip ini didasari pada realitas bahwa
perbedaan pandangan dalam kehidupan manusia adalah sebuah keniscayaan.
(Kemenag RI, 2012: 65) Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Yunus: 99 yang
berbunyi:
Artinya:
“dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang
yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia
supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya.”( Q.S. Yunus:
99)
Ayat di atas mengandung makna bahwa pada dasarnya Allah memiliki
kemampuan untuk membuat manusia beriman kepadanya namun dalam hal
tersebut, Allah tidaklah memaksa akan tetapi Allah memberikan kebebasan
beriman dan tidak beriman kepada manusia. Dengan ayat di atas, semestinya
menjadikan umat Islam untuk dapat selalu bersikap toleran dalam
mengeskpresikan sikap keberagamaanya, karena jika Allah saja tidak bersikap
memaksa maka pantaskah kita hambanya tuk berlaku berlebihan. (Kemenag RI,
2012: 63)
7. Komitmen terhadap keadilan dan kebenaran.
Islam yang moderat memiliki komitmen untuk menegakkan kebenaran
dan keadilan, bukan saja eksklusif untuk umat Islam akan tetapi bagi seluruh
umat manusia. Komitmen ini selaras dengan firman Allah dalam Q.S al-Maidah:
8 yang berbunyi:
29
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (Q.S al-Maidah: 8)
Berdasarkan ayat di atas maka dapat kita simpulkan bahwa keadilan
dimanapun dan kapanpun harus senantiasa ditegakkan. Setiap orang yang diberi
kekuasaan harus senantiasa berlaku adil karena perintah menegakkan keadilan
dan larangan mengikuti hawa nafsu pada hakikatnya adalah upaya pemeliharaan
martabat kemanusiaan agar tidak berbuat salah. Adapun sebuah kepemimpinan
bukan hanya sekedar hasil kesepakatan semata akan tetapi kepemimpinan adalah
sebuah tanggung jawab dan komitmen untuk selalu menegakkan keadilan dan
kebenaran. (Kemenag RI, 2012: 73-78)
Sedangkan menurut Imarah, moderat memiliki karakteristik yaitu
memadukan antara ruh dan jasad, dunia dan akhirat, agama dan negara, subjek
dan objek, individu dan masyarakat, pemikiran dan realitas, materi dan idealisme,
yang riil dan ideal, tujuan dan cara, akal dan naql, lokal dan global, ijtihad dan
taklid, agama dan ilmu, yang umum dan khusus, dan seterusnya. (Imarah, 1998:
265-266)
C. ISLAM LIBERAL
1. Konsep Liberal
Defenisi liberal hingga saat ini sesungguhnya masih menjadi sebuah
perdebatan. Terlebih lagi, ketika kata liberal dikaitkan dengan kata “Islam”, dua
entitas yang sesungguhnya bertentangan secara diametral. Frase “Islam liberal” tidak
hanya mengandung kontradiksi dalam peristilahan (contradiction in terms) tetapi
juga absurd. Islam dalam makna generic-nya menuntut kepasrahan, yaitu sikap
pasrah seorang hamba kepada Allah dengan mengikuti seluruh perintah dan
menjauhi larangan-Nya. Sedangkan kata “liberal”, menunjuk pada kebebasan, lepas
dari tuntutan atau perintah dan seterusnya. Oleh karena itu, hampir tidak mungkin
untuk mempertemukan dua entitas yang bertentangan ini (Islam dan liberal) menjadi
sebuah istilah yang berdiri sendiri. (Zuhdi, 2014: 178) Meskipun dua kata ini
bertentangan akan tetapi sekelompok orang seperti Charles Kruzman, Leonard
Binder, Greg Barton, Luthfi As-Syaukanie, dan Ulil Abshar Abdalla tetap saja
menyandingkan dua kata ini menjadi sebuah peristilahan untuk menunjukkan diri,
pikiran serta agenda-agendanya.
30
Menurut bahasa, term liberal berasal dari bahasa inggris yaitu dari kata
liberal yang berarti bebas. Sedangkan menurut istilah liberal mengandung makna
berpandangan bebas, luas dan terbuka. (KBBI, 1995:591). Dalam bahasa arab, term
liberal dimaknai dengan hurriyah yang berarti kebebasan/kemerdekaan. (Imarah,
1998: 141) Liberalisme menurut istilah berarti falsafah politik yang menekankan
nilai -nilai kebebasan individu dan peran negara dalam melindungi hak-hak
warganya. (Salim, 2013: 182)
Kurzman menyebut Islam liberal sebagai sebuah gerakan keagamaan yang
berusaha menghadirkan kembali kejayaan Islam masa lalu untuk kepentingan
modernitas, kemajuan ekonomi, demokrasi, hak-hak hukum dan sebagainya.
(Kruzman, 2001: xvii) Sementara itu, Leonard Binder men-definisikan Islam liberal
sebagai “ for Islamic liberal the language of the Alquran is coordinate with the
essence of revelation, but the content and meaning of the revelation is not essentially
verbal. Since the words of the Alquran do not exhaust the meaning of revelation,
there is a need for an effort beyond them, seeking that which is represented or
revealed by language.”( Binder: 2014: 178)
Muhammad Imârah dalam bukunya mengulas term kebebasan (hurriyah)
ini dari sudut pandang Islam dan barat. Dalam konsep Islam, kebebasan bertolak
belakang dengan yang teologi kebebasan yang dianut oleh filsuf barat. Islam tidak
memandang iffah sebagai sebuah ikatan yang mengurangi kebebasan berbeda yang
dipahami oleh kalangan barat yang memandang bahwa sikap iffah sebagai
penghambaan. Oleh karena itu, tidak heran jika barat mengusung slogan kebebasan
seksual. (Imarah, 1998: 35)
Menurut Setiawan, liberalisme adalah sebuah ajaran yang menekankan
pada kebebasan manusia baik kebebasan beragama, berfikir, berpendapat,
berperilaku dan kebebasan-kebebasan lainnya. (Setiawan, 2008: 19) Senada dengan
Setiawan, menurut Luthfi Assyaukanie istilah Islam liberal mengandung dua makna.
Pertama: Pembebasan kaum muslim dari dari kolonialisme yang melanda dunia
Islam saat ini. Kedua: Pembebasan kaum muslim dari cara-cara berpikir dan
berperilaku keberagamaan yang menghambat kemajuan. (Assyaukanie, 2007: 61)
Menurut Khalimi, Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu
atas Islam dengan landasan sebagai berikut:
(1) Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam.
Islam liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atas teks-teks
keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bisa bertahan
dalam segala cuaca. Penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas atau secara
keseluruhan adalah ancaman atas Islam itu sendiri, sebab dengan demikian
Islam akan mengalami pembusukan. Islam liberal percaya bahwa ijtihad bisa
diselenggarakan dalam semua segi, baik segi muamalat, ubudiyyah dan
ilahiyyat. (Khalimi, 2010: 222)
(2) Mengutamakan semangat religio-etik, bukan makna literal-teks.
Ijtihad yang dikembangkan oleh Islam liberal adalah upaya menafsirkan Islam
berdasarkan semangat religio-etik qur’an dan sunnah nabi, bukan menafsirkan
Islam semata-mata berdasarkan makna literal sebuah teks. Penafsiran yang
literal hanya akan melumpuhkan Islam. Dengan penafsiran yang berdasarkan
semangat religio-etik, Islam akan hidup dan berkembang secara kreatif menjadi
bagian dari peradaban kemanusiaan universal. (Khalimi, 2010: 223)
31
(3) Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural.
Islam liberal mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenaran (dalam
penafsiran keagamaan) sebagai sesuatu yang relatif, sebab sebuah penafsiran
adalah kegiatan manusia yang terkungkung oleh konteks tertentu, terbuka, sebab
setiap bentuk penafsiran mengundang kemungkinan salah, selain kemungkinan
benar, plural, sebab penafsiran keagamaan, dalam satu dan lain cara adalah
cerminan dari kebutuhan seorang penafsir di suatu masa dan ruang yang terus
berubah-ubah. (Khalimi, 2010: 223)
(4) Memihak pada yang minoritas dan tertindas.
Islam liberal berpijak pada penafsiran Islam yang memihak kepada kaum
minoritas yang tertindas dan dipinggirkan. Setiap struktur sosial-politik yang
mengawetkan praktek ketidakadilan atas yang minoritas adalah berlawanan
dengan semangat Islam. Minoritas disini dipahami dalam maknanya yang luas,
mencakup minoritas agama, etnik, ras, gender, budaya, politik dan ekonomi.
(Khalimi, 2010: 223)
(5) Meyakini kebebasan beragama.
Islam liberal meyakini bahwa urusan beragama dan tidak beragama adalah hak
perorangan yang harus dihargai dan dilindungi. Islam liberal tidak membenarkan
penganiayaan atas dasar suatu pendapat atau kepercayaan. (Khalimi, 2010: 223)
(6) Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi serta otoritas keagamaan dan politik.
Islam liberal yakin bahwa kekuasaan keagamaan dan politik harus dipisahkan.
Islam liberal menentang negara agama. Islam liberal yakin bahwa bentuk negara
yang sehat bagi kehidupan agama dan politik adalah negara yang memisahkan
kedua wewenang tersebut. Agama adalah sumber inspirasi yang dapat
mempengaruhi kebijakan publik, tetapi agama tidak punya hak suci untuk
menentukan segala bentuk kebijakan publik. Agama berada di ruang privat, dan
urusan publik harus diselenggarakan melalui proses konsensus. (Khalimi, 2010:
223)
Dari beberapa pendapat di atas, Penulis cenderung sependapat dengan
pendapat Zuhdi, Khalimi, dan Imarah. Penulis cenderung menolak penafsiran Binder
tentang Islam liberal. Karena, jika kita merujuk pada definisi yang diberikan oleh
Binder, maka, ulama-ulama juga masuk dalam kategori liberal karena bagi Binder
penafsiran liberal itu tidak hanya berpegang pada aspek tekstualitas Alqur’an,
namun juga melihat makna yang terkandung di dalam al-Qur’an. Oleh karena itu,
penulis menolak makna Islam liberal seperti yang didefenisikan oleh Binder karena
dalam pandangan penulis Islam liberal mengandung makna negatif sebagai Islam
yang bebas dalam menafsirkan ayat serta Islam yang melakukan pemisahan agama
dengan politik.
2. Karakteristik Islam Liberal
Adapun karakteristik pemikiran Islam liberal yaitu:
1. Islam liberal berangkat dari preposisi bahwa kebenaran adalah relatif, terbuka
dan plural. Oleh karena itu, Islam liberal berusaha melakukan dekonstruksi atas
segala bentuk teks dan penafsiran atasnya yang sebelumnya telah dianggap final.
Islam liberal berangkat dari keyakinan bahwa kebenaran tidaklah tunggal. Selalu
tersedia ruang untuk melakukan tafsir ulang terhadap seluruh bahasa Alqur’an
yang berkaitan erat dengan esensi pewahyuan. Karena, isi dan makna dari
32
wahyu itu sendiri tidaklah verbal secara esensial. Kata-kata Alqur’an tidak
menjelaskan secara mendalam makna yang dikandung oleh wahyu, maka
dibutuhkan usaha untuk mencari makna yang diwahyukan oleh Alqur’an dan
Hadis sekalipun. Menurut mereka, penafsiran tunggal akan mematikan
kreativitas akal budi manusia yang semestinya mendapatkan tempat terhormat
dalam jagad pemikiran. (Zuhdi, 2014: 181)
2. Paralel dengan kecenderungan pertama di atas, Islam liberal menggugat
ortodoksi keagamaan yang dianggap mapan dan melakukan dekonstruksi
terhadapnya. Dalam berbagai kesempatan, para pendukung Islam liberal sering
melontarkan gugatan terhadap pendapat para ulama yang dianggap mapan
(established) dan dianggap sebagai sumber ke-jumûd-an Islam. (Zuhdi, 2014:
181)
3. Para pendukung kelompok liberal sering menyuarakan teologi pembebasan,
yaitu satu bentuk teologi yang menolak segala bentuk penindasan terhadap
kebebasan manusia, seperti kebebasan beragama atau kebebasan untuk tidak
beragama, kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat. Mereka juga
mengklaim berpihak kepada kalangan minoritas. Oleh karenanya, dalam kasus-
kasus tertentu seperti tuntutan pembubaran Jamaah Ahmadiyah oleh mayoritas
umat Islam, kalangan liberal berdiri di barisan paling depan untuk menentang
pembubaran tersebut. (Zuhdi, 2014: 181-182)
4. Kelompok liberal mengusung paham sekularisme yaitu satu bentuk ideologi
yang mengusung pemisahan otoritas duniawi dan ukhrawi, serta otoritas
keagamaan dan politik. Bagi pendukungnya, agama tidak mempunyai hak untuk
menentukan segala bentuk kebijakan publik. Dalam bidang politik misalnya,
Islam liberal meyakini bahwa bentuk negara yang sehat adalah negara yang
kehidupan agama dan politik terpisah. (Zuhdi, 2014: 182) Sehingga dengan
demikian, tidak heran jika kaum liberal berada pada garda terdepan mendukung
kepemimpinan non muslim dengan alasan keadilan dan anti diskriminatif.
Adapun karakteristik Islam liberal menurut Azra yaitu memiliki
kecenderungan untuk mendukung pemisahan agama dan politik, karena bagi mereka
Islam hanya terbatas pada masalah moral dan pribadi. Senada dengan Azra menurut
Halid Alkaf, kaum liberal memiliki karakteristik yaitu mendukung upaya pemisahan
agama dan negara, menolak pandangan bahwa Tuhan melaknat kebebasan
berkehendak manusia dan Tuhan tidak mengurus hal-hal khusus. (Alkaf, 2011: 17)
Dalam konteks Islam, pemikiran liberal pada hakikatnya merupakan
pengaruh pandangan hidup barat dan hasil perpaduan antara paham modernisasi
yang menafsirkan Islam sesuai dengan modernitas dan paham postmodernisme yang
anti kemapanan. Upaya merombak segala yang sudah mapan kerap dilakukan
termasuk memanfaatkan modal murah dan ekstrimisme yang terjadi di sebagian
kecil kaum muslimin dan sekaligus tidak segan mengambil ajaran HAM versi
humanisme barat, falsafah sekularisme dan paham lainnya yang bertentangan
dengan Islam. (Salim, 2013: 182-183)
3. Faktor-faktor Penyebab Berkembangnya Pemikiran Islam Liberal
Menurut Charles Kruzman, Islam liberal muncul sebagai bentuk
perlawanan akibat berkembangnya paham radikal. Adapun menurut Khalimi, sekitar
abad ke 18 dikala kerajaan Turki Utsmani, Dinasti Safawi dan Dinasti Mughal
berada di ambang kehancuran. Pada saat itu, tampillah gerakan pemurniaan agama
33
yang dipelopori para ulama. Untuk menandingi hak tersebut maka lahirlah gerakan
Islam liberal.
Menurut Zuly Qadir, ada beberapa faktor-faktor penyebab berkembangnya
pemikiran Islam liberal di Indonesia yaitu:
1. Faktor Internasional (konteks global)
Kemunculan Islam liberal di Indonesia tidak lepas dari perkembangan
yang terjadi di negara-negara lain yang secara umum menuntut adanya perubahan
besar terkait masalah-masalah demokrasi politik, persamaan hak, dan kesetaraan
gender. Maraknya gelombang gerakan demokratisasi di barat ikut mendorong
kalangan intelektual Islam untuk ikut memperjuangkan hak-hak minoritas yang
selama ini kurang diperhatikan, mengusung demokrasi politik dan kesetaraan
gender hingga mendiskusikan isu-isu liberalisme seperti plernikahan beda agama
dan sesama jenis. (Qadir, 2010: 89-92)
2. Faktor regional dan nasional
Di tingkat regional, beberapa isu penting turut mempengaruhi laju
pertumbuhan dan perkembangan pemikiran Islam liberal. Seperti isu liberalisme
yang melanda Filipina, China, Korea, India, Thailand, dan Malaysia menjadi
bagian tak terpisahkan dari gelombang perubahan yang terjadi di Asia. Apa yang
terjadi di beberapa negara Asia dan Asia Tenggara secara tidak langsung
berpengaruh terhadap perkembangan pemikiran Islam liberal di Indonesia.
Seperti adanya isu pelegalan dan penolakan LGBT di beberapa wilayah di Asia.
Gerakan penolakan LGBT di Malaysia, pelegalan pernikahan sesama jenis di
Thailand. Peristiwa-peristiwa ini ikut memberikan gejolak penolakan di kalangan
mayoritas masyarakat Indonesia, meski tidak dipungkiri ada pula pihak-pihak
yang mendukung bahkan ikut-ikutan mengadakan seminar-seminar tentang
LGBT.
Dalam konteks internal Islam di Indonesia, ada beberapa faktor yang
menyebabkan lahirnya pemikiran Islam liberal yaitu:
a. Islam liberal muncul sebagai respon dari para intelektual Islam Indonesia.
Kalangan intelektual muslim Indonesia memandang bahwa Islam sebagai agama
rahmat. Oleh karena itu, Islam harus bersifat rasional, harus mampu
mengimbangi materialisme ilmu pengetahuan dan teknologi, mampu
mengimbangi relativisme barat, mampu menghidupkan nilai-nilai spiritualisme di
hati masyarakat modern, serta tidak ketinggalan zaman.
b. Pemikiran Islam liberal merupakan refleksi kritis atas kekebalan teologi Islam
dalam menjawab masalah-masalah modern yang terus berkembang. Seperti
mengimbangi munculnya semangat fundamentalisme Islam yang mengusung
semangat pemberlakuan syariat Islam, kurang mengapresiasi hak-hak minoritas,
dan wacana teologis yang tidak pluralis.
c. Maraknya wacana globalisasi, demokrasi, pluralisme dan kesetaraan gender
mendorong para intelektual Islam untuk melakukan perubahan pemikiran dalam
negara dan agama sehingga masyarakat memiliki pemahaman agama yang lebih
inklusif terhadap perubahan.
d. Pemikiran Islam liberal tidak lepas dari terjadinya mobilitas sosial akibat
pengaruh pendidikan ataupun lingkungan pergaulan. (Qodir, 2010: 89-114)
Adapun faktor-faktor penyebab munculnya gerakan Islam liberal di
Indonesia yaitu modernisasi pendidikan Islam yang mengadopsi model pendidikan
34
barat, terjadinya proses sekularisasi pendidikan Islam serta kebuntuan Islam dalam
merespon berbagai masalah yang terjadi dalam masyarakat. (Qodir, 2010: 115)
Berbeda dengan Qodir, menurut Khalimi, munculnya gerakan Islam liberal sebagai
rekasi atas bangkitnya Islam radikal, fundamentalis, atau ekstrimis yang anti barat
dan masih memegang teguh ajaran dakwah dan jihad. (Khalimi, 2010: 213)
Pembaharuan pemikiran Islam liberal terus berkembang termasuk di
Indonesia, adapun beberapa nama intelektual Islam liberal di Indonesia yaitu
Nurcholis Majid, Ulil Abshar Abdalla, Musdah Mulia, Ratna Megawangi dan lain-
lain. Sebagai tokoh dan pemikir Islam, kehadiran mereka ikut memberikan
kontribusi besar terhadap berkembangnya pemikiran Islam liberal di Indonesia.
Adapun wacana-wacana yang mereka usung yaitu pluralisme, toleransi, kesetaraan
gender dan lain-lain. Meski wacana yang mereka usung baik akan tetapi tidak sedikit
yang menuduh mereka sebagai antek-antek barat hal ini disebabkan karena gerakan
demokratisasi merupakan bagian dari kampanye Amerika kepada negara-negara di
dunia termasuk Indonesia. (Qodir, 2010: 114-120)
D.Toleransi dan Demokrasi
Pada dasarnya, agama memuat esensi berupa tuntutan hidup damai secara
komprehensif, termasuk kehidupan yang penuh toleransi dalam masyarakat yang plural.
Dalam kaidah-kaidah kehidupan beragama, terdapat tuntutan hidup yang harmonis
dalam realitas kehidupan yang plural. Dalam rangka membangun toleransi dan
demokrasi di negara yang plural (Rufaidah, 2008: 29) seperti ini, pemerintah dan
seluruh praktisi pendidikan perlu memberikan perhatian penuh terhadap ajaran agama
yang bisa mendorong tumbuhnya sikap tumbuhnya sikap toleran dalam diri siswa
khususnya dalam materi pendidikan agama Islam dan kewarganegaraan.
Pelajaran agama dalam masyarakat yang plural seperti bangsa Indonesia,
hendaknya lebih menekankan kepada materi pelajaran kontekstual dan toleran untuk
saling menghormati perbedaan. Menanamkan sikap toleransi dan saling menghargai
antar umat beragama sangat mungkin dilakukan melalui materi pelajaran agama dan
kewarganegaraan. Sebab, pintu gerbang pengajaran adalah sarana yang paling baik
untuk menumbuhkan semangat toleransi.
Dalam menanamkan semangat toleransi dalam diri siswa, setidaknya perlu
digalangkan upaya dialog agama serta diupayakan penguatan materi toleransi
beragama. (Rufaidah, 2008: 29) Materi toleransi mutlak diperlukan dalam memberikan
alternatif pemikiran dalam rangka menyiapkan relitas kemajemukan, baik dalam
lingkup intra agama maupun antar agama. Paham keagamaan sejak dahulu merupakan
paham yang bersifat dinamis dan sistesis. Hampir tidak ada paham keagamaan yang
bersifat otoriter, karena itu, para ulama senantiasa mengakhiri pendapatnya dengan
ungkapan wallahu a’lam bi al-shawab sebagai tanda sikap rendah hati dan asketis
bahwa yang maha benar dan maha tahu hanyalah Allah. (Misrawi, 2007: 226)
Dalam skala yang lebih luas, materi toleransi beragama sejatinya dapat menyentuh
tiga wilayah. Pertama; pada level diskursus keagamaan. Dalam hal ini, harus
dimunculkan kesadaran massif bahwa hakikatnya agama membawa pesan toleransi,
perdamaian dan anti kekerasan. (Misrawi, 2007: 226) Pesan toleransi dalam Alqur’an
diantaranya:
35
1. Adanya kebebasan beragama
Allah Swt berfirman dalam Q.S al-Kahfi: 29 yang artinya:
“Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barang siapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) hendaklah ia
kafir. (Q.S al-Kahfi: 29)
Q.S al-Kahfi: 29 mempunyai makna yang penting untuk membangun kesadaran
tentang bagaimana seharusnya kita menyikapi realitas keberagamaan dan
ketidakberagamaan. Secara eksplisit Q.S al-Kahfi: 29 menggambarkan bagaimana
keagungan sikap Allah dalam menyikapi realitas keberagamaan dan
ketidakberagamaan makhluk ciptaanya. Sikap Allah inilah yang patut kita tiru
sebagai hambanya. Bahwa manusia itu diberikan kebebasan beragama. Karena itu
tidak heran jika kita menjumpai manusia dalam keragamaan keyakinan bahkan
keragaman dalam kekufuran. Q.S al-Kahfi: 29 juga mengandung makna yang
sangat penting bahwa Allah merupakan sumber kebenaran. Manusia tidak memiliki
wewenangan mengatasnamakan dirinya sebagai sumber kebenaran dengan dalih
dan cara apapun termasuk menganggap dirinya sebagai satu-satunya pemeluk
kebenaran. (Misrawi, 2007: 316-317)
Satu hal yang perlu diketahui bahwa kebenaran sesungguhnya milik dan
bersumber dari Allah. Karena itu, semua pihak harus berbesar hati bila terdapat
perbedaan pendapat dalam menyikapi suatu persoalan. Misalnya dalam masalah
demokrasi. Menurut Maududi, demokrasi adalah sistem kafir. Pernyataan ini
tentunya menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan, terutama terkait penolakan
terhadap sistem demokrasi. Karena, sebagian ilmuan Islam seperti Yusuf Qardhawi
menilai bahwa nilai-nilai demokrasi tidaklah bertentang dengan Islam, menganggap
bahwa demokrasi adalah sistem kafir adalah sesuatu yang salah. (Misrawi, 2007:
317).
2. Larangan menebar kebencian dan kerusakan
Menebar kebencian dan kekerasan adalah perbuatan yang di larang oleh
Allah sebagaimana firman-Nya dalam Q. S al-Hujurat: 11 dan Q.S. al-Qashahsh: 77
yang artinya:
“Wahai orang yang beriman, hendaklah suatu kaum tidak menghina kaum
yang lain” (Q. S al-Hujurat: 11)
“ Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. al-Qashahsh: 77 )
Secara implisit, kedua ayat ini menegaskan adanya larangan menebar
kebencian dan kerusakan.
Dalam tataran sosial, paham dan sikap mengaggap diri sebagai pihak yang
benar dan orang lain salah adalah perkara yang tidak bisa dihindari. Sikap seperti
ini seringkali menyebabkan seseorang menafikkan keberadaan orang lain,
menghina bahkan melakukan berbagai tindak kekerasan. Fenomena sekarang ini
menunjukkan adanya sekelompok masyarakat yang senantiasa melakukan upaya
mendiskreditkan kelompok lain dengan berbagai ungkapan yang tidak pantas.
Seolah-olah, kelompoknya merupakan kelompok yang paling benar. (Misrawi,
2007: 324- 325).
Q.S al-Hujurat: 11 dan Q.S. al-Qashahsh: 77 merupakan dua ayat yang
sangat penting sebagai upaya membangun etika sosial. Sejatinya dalam ranah
sosial, harus dibangun kehidupan sosial yang harmonis baik antara pemeluk agama
36
yang satu maupun yang lainnya, antara kelompok yang satu maupun yang lainnya,
serta antara mazhab yang satu dengan mazhab yang lainnya.
Perbedaan adalah sebuah keniscayaan, karenanya perbedaan harus
dibangun di atas persaudaraan dan kebersamaan bukan sebaliknya di bangun di atas
kebencian karena hal ini akan menjuruskan kepada konflik.
Kedua; pada level legal formal. Harus disadari bahwa toleransi bukanlah
konsep kosong, melainkan sebuah konsep yang meniscayakan persatuan dan
perdamaian. Sebagai contoh, dalam rangka mengukuhkan misi toleransi, Nabi
Muhammad senantiasa melakukan kesepakatan/ perjanjian yang dibangun atas
dasar prinsip toleransi. Piagam Madinah dan perjanjian Hudaibiyah adalah dua
contoh perjanjian yang dibangun Rasulullah atas dasar prinsip toleransi. Perjanjian
ini menunjukkan bahwa Rasulullah memilih toleransi sebagai upaya membangun
masyarakat madinah. (Misrawi, 2007: 226-227).
Toleransi berasal dari bahasa latin, yaitu tolerantia yang berarti
kelonggaran, kelembutan hati, keringanan dan kesabaran. (Misrawi, 2007: 181)
Sedangkan menurut Istilah, toleransi adalah sikap toleran (bersikap menenggang,
menghargai, membiarkan, membolehkan) pendapat, pandangan, kepercayaan,
kebiasaan, kelakuan, dsb yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
(KBBI, 1995: 1065)
Menurut Rufaidah, toleransi adalah kerukunan sesama warga negara
dengan saling menenggang berbagai perbedaan yang ada diantara mereka baik
perbedaan ras, suku, bahasa, budaya maupun agama. (Rufaidah, 2008, 29) Misrawi
membagi toleransi menjadi dua model. Pertama: Model toleransi pasif. Dalam
toleransi pasif, yang menonjol adalah sikap menerima perbedaan sebagai sesuatu
yang faktual. Sebab, setiap manusia berbeda, baik dari segi pemikiran maupun
tindakan, maka tidak ada pilihan lain kecuali setiap kelompok bersikap toleran
terhadap kelompok yang lain. Kedua: Model toleransi aktif. Dalam toleransi aktif,
ada kemajuan dari sekedar toleransi pasif. Sikap aktif ditunjukkan dengan cara
melibatkan diri ditengah-tengah kelompok yang berbeda dan beragama. (Misrawi,
2007: 186)
Menurut Michael Walzer sebagaimana dikutip Misrawi bahwa ada lima
hal yang menjadi subtansi toleransi yaitu: Pertama, menerima perbedaan untuk
hidup damai. Kedua, menjadikan keseragaman menuju perbedaaan artinya
membiarkan segala kelompok berbeda dan eksis dalam dunia. Ketiga, membangun
moral stoisisme, yaitu menerima bahwa orang lain mempunyai hak, kendatipun
dalam prakteknya haknya kurang menarik simpati orang lain. Keempat,
mengeskpresikan keterbukaan terhadap yang lain, ingin tahu, menghargai, ingin
belajar dari orang lain. Kelima, dukungan yang antusias terhadap perbedaan serta
menekankan aspek otonomi. (Misrawi, 2007: 181)
Demokrasi menurut bahasa, berasal dari dua kata Yunani yaitu demos yang
berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan. Sedangkan menurut istilah,
Demokrasi adalah gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan
hak dan kewajiban serta perlakukan yang sama bagi semua warga negara. (KBBI,
1995: 220)
Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi adalah sistem yang
menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-
wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala
yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
37
terjaminnya kebebasan politik. (Ubaedillah, 2010: 36) Adapun nilai-nilai demokrasi
menurut Henry B. Mayo, Zamroni, Nurcholis Madjid, dan Asykuri Ibn Chamim
yaitu kebebasan berpendapat, saling menghargai, kesadaran akan pluralisme,
prinsip musyawarah, kesetaraan dan keadilan. (Winarno, 2013: 111-112)
Sebuah pengalaman berdemokrasi telah dicontohkan oleh bangsa
Indonesia. Aksi 212 bisa dijadikan sebagai contoh berdemokrasi yang baik. Karena,
pada aksi 212 tidak ditemukan aksi anarkis atas nama agama oleh para peserta aksi.
Aksi demonstrasi dapat dikatakan berjalan dengan sangat tertib, aman dan damai
dan bahkan bisa dikatakan mematahkan berbagai pendapat yang berseliweran
selama ini bahwa umat Islam itu anarkis. Pelaksanaan aksi demonstrasi yang seperti
ini dapat menjadi contoh yang baik dalam menyalurkan pendapat, ide maupun
gagasan warga negara. Bahwa dalam menyampaikan aspirasi tidak selalu harus
berakhir dengan bentrok maupun tindakan anarkis.
39
BAB III
TEKS-TEKS BERMUATAN RADIKALISME, TOLERANSI DAN DEMOKRASI
DALAM BUKU AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SMA
Pada dasarnya pendidikan agama memiliki peran penting dalam menanamkan
nilai-nilai dan pemahaman agama pada peserta didik. Perilaku siswa akan dipengaruhi oleh
nilai-nilai dan pemahaman agama yang dia terima. Jika nilai-nilai dan pemahaman agama
yang radikal dan intoleran yang ia terima maka perilaku keagamaan siswa akan cenderung
radikal dan intoleran sebaliknya jika pemahaman agama yang liberal yang ia terima maka
perilaku keagamaannya pula akan cenderung liberal dan bebas. Akan tetapi jika nilai-nilai
dan pemahaman agama yang moderat yang di ajarkan padanya maka perilaku
keagamaannya pula akan cenderung moderat.
Di tengah keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh guru, buku memiliki
posisi penting sebagai penunjang sekaligus sumber pengetahuan kedua bagi siswa.
Sayangnya beberapa tahun belakangan keberadaan buku sebagai media pembelajaran
kembali dipersoalkan. Pada tahun 2015, buku pendidikan agama Islam digugat oleh
berbagai kalangan pemerhati pendidikan karena dianggap mengandung muatan intoleran,
mengajarkan kekerasan serta memuat ajaran Wahabi. Pada tahun yang sama, buku
pendidikan agama Islam untuk SMP juga digugat karena dianggap bermasalah dan
mengandung muatan Syi’ah di dalamnya. Permasalahan dalam buku pendidikan tidak
hanya sampai di situ, di tahun yang sama, pemerintah kembali menemukan buku ajar
bermasalah yang menempatkan Nabi Muhammad pada urutan ke 13 dan Nabi Isa pada
urutan terakhir. Di tahun 2016 teks bermuatan radikal kembali ditemukan dalam buku baca
TK.
Berdasarkan beberapa persoalan di atas. Maka pada bab ini, Pertama: penulis
akan memaparkan tentang isi materi yang terdapat dalam buku pendidikan agama Islam
SMA terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Erlangga dan
Yudistira. Kedua: Penulis akan menguraikan muatan radikalisme, toleransi dan demokrasi
dalam buku pendidikan agama Islam SMA terbitan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, Erlangga dan Yudistira.
A. Materi Buku pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Atas (SMA)
1. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam SMA Terbitan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia
a) Buku Teks Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas X, Penulis: Endi Suhendi Zen
dan Nelty Khairiyah.
Tabel 3.1
Materi Buku Pendidikan Agama Islam Kelas X
No Bab Judul bab Materi pembahasan
1 I Aku selalu dekat
dengan Allah
Pengertian asma’ul husna, dalil asma’ul
husna dan makna asma’ul husna: Al-Karim,
Al-Mu’min, Al-Wakil, Al-Matin, Al-Jami’,
Al-Adl dan Al-Akhir.
2 II Berbusana muslim
dan muslimah
merupakan cermin
kepribadian dan
keindahan diri.
Makna busana muslim/ muslimah dan
menutup aurat, ayat-ayat Al-Qur’an dan
hadits tentang perintah berbusana
muslim/muslimah.
40
Sumber: Buku PAI Kelas X terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI
Dari tabel di atas, maka dapat dijelaskan bahwa dalam buku ajar PAI kelas
X terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, materi
pelajaran terbagi menjadi dua belas bab. Bab pertama menjelaskan tentang
pengertian asma’ul husna, dalil asma’ul husna dan makna asma’ul husna: al-Karim,
al-Mu’min, al-Wakil, al-Matin, al-Jami’, al-adl dan al-Akhir. Dari pembahasan
materi pada bab satu maka penulis menemukan bahwa bahwa materi ini
mengandung muatan toleransi dan demokrasi. Hal tersebut tercermin dari perilaku
yang dapat diperoleh dari mempelajari sifat-sifat Allah. Bab kedua menjelaskan
3 III Mempertahankan
kejujuran sebagai
cermin kepribadian
Makna kejujuran, ayat-ayat Al-Qur’an dan
hadits tentang perintah berlaku jujur
4 IV Al-Qur’an dan
hadits adalah
pedoman hidupku.
Kedudukan Al-Qur’an , hadits dan ijtihad
sebagai sumber hukum Islam.
5 V Meneladani
perjuangan
Rasulullah di
Mekkah
Substansi dakwah nabi di Mekkah, strategi
dakwah Rasulullah Saw di Mekkah, reaksi
kafir quraisy terhadap dakwah Rasulullah
Saw, contoh-contoh penyiksaan Quraisy
terhadap Rasulullah Saw dan para
pengikutnya, perjanjian aqabah.
6 VI Meniti hidup dengan
kemulian
Makna pengendalian diri, prasangka baik dan
husnuzzan, ayat-ayat Al-Qur’an tentang
pengendalian diri, prasangka baik dan
persaudaraan.
7 VII Malaikat selalu
bersamaku
Makna iman kepada malaikat dan tugas-
tugasnya,hikmah beriman kepada malaikat.
8 VIII Sayang, patuh dan
hormat kepada
orang tua dan guru
Sayang, hormat dan patuh kepada orang tua,
hormat dan patuh kepada guru.
9 IX Mengelola wakaf
dengan penuh
amanah
Makna wakaf sebagai syari’at Islam, harta
wakaf dan pemanfaatannya, pengelolaan
wakaf dan problematikannya, prinsip-prinsip
pengelolaan wakaf.
10 X Meneladani
perjuangan dakwah
Rasulullah Saw di
Madinah
Perjuangan dakwah Nabi Muhammad Saw,
substansi dakwah Nabi di Madinah, strategi
dakwah Nabi di Madinah.
11 XI Nikmatnya mencari
ilmu dan indahnya
berbagi pengetahuan
Makna menuntut ilmu dan keutamaannya,
ayat-ayat Al-Qur’an tentang ilmu
pengetahuan, hadits tentang mencari ilmu
dan keutamaannya.
12 XII Menjaga martabat
manusia dengan
menjauhi pergaulan
bebas dan zina
Makna larangan pergaulan bebas dan zina,
ayat-ayat Al-Qur’an tentang hadits larangan
mendekati zina.
41
tentang makna busana muslim/ muslimah dan menutup aurat, ayat-ayat al-Qur’an
dan hadits tentang perintah berbusana muslim/muslimah. Dari pembahasan materi
pada bab dua maka penulis menemukan adanya bibit-bibit intoleransi dan
radikalisme. Hal tersebut tercermin dari hukum wajibnya menutup aurat bagi
perempuan. Bab ketiga menjelaskan tentang makna kejujuran, ayat-ayat al-Qur’an
dan hadits tentang perintah berlaku jujur. Dari pembahasan materi, secara implisit
bab tiga mengandung indikator demokrasi. Hal tersebut tercermin dari perintah
untuk berlaku jujur. Jujur adalah sikap yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin
sebagai penentu kebijakan.
Adapun pokok pembahasan pada bab empat yaitu kedudukan al-Qur’an
hadits dan ijtihad sebagai sumber hukum Islam. Pembahasan ini di samping dapat
menumbuhkan sikap toleransi dan demokrasi dengan penerimaan al-Qur’an, hadits
dan ijtihad sebagai sumber hukum Islam, materi ini juga dapat memicu tumbuhnya
sikap intoleransi dan radikalisme. Hal tersebut tercermin dari adanya penolakan
ijtihad sebagai sumber hukum Islam di samping al-Qur’an dan hadits karena al-
Qur’an dianggap sudah sempurna. Selanjutnya pada bab lima, dijelaskan tentang
Substansi dakwah Nabi di Mekkah, strategi dakwah Rasulullah Saw di Mekkah,
reaksi kafir quraisy terhadap dakwah Rasulullah Saw, contoh-contoh penyiksaan
quraisy terhadap Rasulullah SAW dan para pengikutnya, dan perjanjian aqabah.
Baik secara eksplisit maupun implisit, materi ini mengandung muatan toleransi dan
demokrasi. Hal tersebut tercermin dari pemaparan materi tentang bagaimana cara
Rasulullah menghadapi kafir Qurays, bagaimana cara Rasulullah berdakwah
sehingga dapat dijadikan contoh bagi para dai dan mubaligh tentang bagaimana
seharusnya contoh berdakwah yang baik. Pembahasan materi ini juga dapat menjadi
contoh bagaimana seharusnya manusia berinteraksi dengan manusia lain.
Pembahasan pada bab ke enam menjelaskan tentang makna pengendalian
diri, prasangka baik dan husnuzzan, ayat-ayat al-Qur’an tentang pengendalian diri,
prasangka baik dan persaudaraan. Secara eksplisit, materi ini mengandung muatan
toleransi dan demokrasi. Hal tersebut tergambar dari materi tentang anjuran untuk
berprasangka baik (husnuzzan) dan ayat-ayat tentang pengendalian diri dan
persaudaraan sehingga orang akan lebih toleran terhadap orang lain. Bab berikutnya
yaitu bab tujuh membahas tentang makna iman kepada malaikat dan tugas-tugasnya,
dan hikmah beriman kepada malaikat. Secara implisit, materi ini mengandung
muatan demokrasi. Hal tersebut terdapat pada perilaku jujur yang dapat tumbuh dari
keyakinan bahwa manusia selalu diawasi oleh malaikat. Dengan meyakini adanya
malaikat, maka orang akan selalu bersikap jujur dimanapun dan kapanpun. Bab
berikutnya yaitu bab ke delapan. Bab delapan menjelaskan tentang sayang, hormat
dan patuh kepada orang tua, hormat dan patuh kepada guru. Secara implisit, materi
ini juga memuat unsur toleransi yaitu anjuran untuk sayang dan hormat kepada
orang tua dan guru.
Bab Sembilan menjelaskan tentang makna wakaf sebagai syari’at Islam,
harta wakaf dan pemanfaatannya, pengelolaan wakaf dan problematikannya, prinsip-
prinsip pengelolaan wakaf. Bab berikutnya yaitu bab sepuluh. Bab sepuluh
memaparkan perjuangan dakwah Nabi Muhammad saw, substansi dakwah Nabi di
Madinah, strategi dakwah Nabi di Madinah. Secara implisit, materi ini mengandung
muatan toleransi dan demokrasi. Hal tersebut tercermin dari hubungan yang terjalin
antara orang muslim dan non muslim di Madinah. Dalam rangka menjalin hubungan
42
yang baik antara penduduk Madinah, Rasulullah membentuk sebuah perjanjian yang
disebut Piagam Madinah. Bab selanjutnya yaitu bab sebelas yang menjelaskan
tentang makna menuntut ilmu dan keutamaannya, ayat-ayat al-Qur’an tentang ilmu
pengetahuan, hadits tentang mencari ilmu dan keutamaannya. Secara implisit, materi
ini mengandung muatan toleransi. Hal tersebut terdapat uraian tentang hadits
mencari dan menuntut ilmu. Pada hadits tersebut diuraikan tentang persamaan hak
antara laki-laki dan perempuan dalam menuntut ilmu. Bab terakhir yaitu bab dua
belas memaparkan makna larangan pergaulan bebas dan zina, ayat-ayat al-Qur’an
tentang hadits larangan mendekati zina.
b). Buku teks Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas XI, Penulis: Mustahdi dan
Mustakim
Tabel 3.2
Materi Buku Pendidikan Agama Islam Kelas XI
No Bab Judul bab Materi Pembahasan
1 I Al-Qur’an sebagai
pedoman hidup
Pentingnya mengimanai kitab-kitab Allah
SWT, pengertian kitab dan suhuf, kitab-kitab
Allah Swt dan para penerimanya.
2 II Hidup nyaman
dengan perilaku
jujur
Pentingnya perilaku jujur, keutamaan perilaku
jujur, macam-macam kejujuran, petaka
kebohongan dan hikmah perilaku jujur.
3 III Kepedulian umat
Islam terhadap
jenazah
Perawatan jenazah, memandikan jenazah,
mengkafani jenazah, menyalati jenazah,
menguburkan jenazah, ta’ziyyah (melayat),
dan ziarah kubur.
4 IV Sampaikan dariku
walau satu ayat
Pengertian khutbah, tabligh dan dakwah,
pentingnya khutbah, tabligh dan dakwah,
ketentuan khutbah, tabligh dan dakwah.
5 V Masa kejayaan
Islam yang
dinantikan kembali
Periodesasi sejarah Islam, masa kejayaan
Islam, tokoh-tokoh pada masa kejayaan
Islam.
6 VI Membangun bangsa
melalui perilaku
taat, kompetisi
dalam kebaikan,
dan etos kerja
Pentingnya taat kepada aturan, kompetisi
dalam kebaikan, etos kerja.
7 VII Rasul-rasul itu
kekasih Allah Swt
Pengertian iman kepada rasul-rasul Allah
Swt, sifat rasul-rasul Allah Swt, tugas rasul-
rasul Allah Swt, hikmah beriman kepada
rasul-rasul Allah Swt.
8 VIII Hormati dan
sayangi orang tua
dan gurumu
Pentingnya hormat dan patuh kepada orang
tua, hormat dan patuh kepada guru.
9 IX Prinsip dan praktik
ekonomi Islam
Pengertian mu’amalah, macam-macam
mu’amalah, syirkah, perbankan dan asuransi
syari’ah.
43
10 X Bangun dan
bangkitlah wahai
pejuang Islam
Islam masa modern (1800-sekarang), tokoh-
tokoh pembaharuan dunia Islam pada masa
modern.
11 XI Toleransi sebagai
alat pemersatu
bangsa
Pentingnya perilaku toleransi, menghindarkan
diri dari perilaku tindak kekerasan.
Sumber: Buku PAI Kelas XI terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI
Dari tabel di atas, maka dapat dijelaskan bahwa dalam buku ajar PAI kelas
XI terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, materi
pelajaran terbagi menjadi sebelas bab. Bab pertama menjelaskan tentang pentingnya
mengimani kitab-kitab Allah SWT, pengertian kitab dan suhuf, kitab-kitab Allah
Swt dan para penerimanya. Secara eksplisit, materi ini mengandung indikator
toleransi. Hal tersebut tercermin dari sikap menerima perbedaan kitab sebagai
pedoman hidup. Akan tetapi, materi ini juga dapat menjadi penumbuh sikap radikal
dan toleran apabila seseorang tidak mau menerima perbedaan yang ada dan hanya
memandang bahwa ajaran dan kitabnyalah yang paling benar. Bab ke dua
menjelaskan tentang Pentingnya perilaku jujur, keutamaan perilaku jujur, macam-
macam kejujuran, petaka kebohongan dan hikmah perilaku jujur. Secara implisit,
materi ini memuat indikator toleransi dan demokrasi bahwa setiap manusia harus
mengutamakan kejujuran karena kebohongan hanya akan membuat manusia menjadi
dibenci. Bahkan pentingnya kejujuran, maka wajar jika jujur menjadi slogan dari
komisi pemberantasan korupsi (KPK). Bab ke tiga menjelaskan tentang perawatan
jenazah, memandikan jenazah, mengkafani jenazah, menyalati jenazah,
menguburkan jenazah, ta’ziyyah (melayat), dan ziarah kubur. Materi ini secara
implisit, di samping mengandung indikator toleransi yaitu anjuran melayat sebagai
bentuk empati kepada keluarga mayat. Materi ini juga mengandung indikator
radikalisme yaitu aperbedaan pendapat tentang anjuran ziarah. Di satu sisi, terdapat
kelompok yang melarang ziarah kubur, namun disisi lain terdapat pula kelompok
yang menganjurkan ziarah kubur. Jika materi ini tidak dijelaskan secara gamblang
maka akan memicu perdebatan bahkan bukan tidak mungkin akan memicu
perpecahan.
Bab keempat memaparkan tentang pengertian khutbah, tabligh dan
dakwah, pentingnya khutbah, tabligh dan dakwah, ketentuan khutbah, tabligh dan
dakwah. Materi ini bukan hanya mengandung toleransi akan tetapi juga bisa memicu
tumbuhnya paham radikalisme. Muatan toleransi dapat dilihat dari bagaimana cara
berdakwah yang dianjurkan dalam Islam. Dakwah haruslah disampaikan dengan
baik. Selanjutnya, indikator radikalisme juga ditemukan dalam bab ini, indikator
radikalisme dapat dilihat dari hadits nabi tentang bagaimana cara menghentikan
kemungkaran yang ada. Apabila hadits tersebut dipahami secara literal maka akan
menimbulkan intoleransi dan kekerasan. Selanjutnya bab lima, pada bab ini
menjelaskan tentang periodesasi sejarah Islam, masa kejayaan Islam, tokoh-tokoh
pada masa kejayaan Islam. Materi ini secara implisit mengandung bibit-bibit
permusuhan dengan negara dan agama lain. Bibit permusuhan terkandung pada
muatan materi sejarah Islam. Akan tetapi, pemaparan lebih banyak mengungkap
tentang tokoh-tokoh Islam yang berjasa dalam bidang ilmu pengetahuan sehingga
bibit-bibit permusuhan dan kekerasan dapat dinetralisir. Bab berikutnya yaitu bab
enam. Pada bab ini dijelaskan tentang pentingnya taat kepada aturan, kompetisi
44
dalam kebaikan, etos kerja. Berdasarkan pokok bahasan materi, maka dapat
disimpulkan bahwa bab ini mengandung muatan toleransi. Hal tersebut terlihat dari
adanya bahasan tentang kompetisi dalam kebaikan. Hal ini menunjukkan bahwa
manusia itu pada hakikatnya memiliki kedudukan yang sama, baik buruknya
manusia ditentukan oleh amal baiknya. Karena itu, manusia dianjurkan untuk
berlomba-lomba dalam kebaikan.
Bab ketujuh menjelaskan tentang pengertian iman kepada rasul-rasul Allah
Swt, sifat rasul-rasul Allah Swt, tugas rasul-rasul Allah Swt, hikmah beriman kepada
rasul-rasul Allah Swt. Pembahasan pada bab ini juga menunjukkan bahwa materi-
materi ini mengandung muatan toleransi. Hal tersebut tercermin dari hikmah
mengimani rasul-rasul Allah. Dengan mengimani hal tersebut, maka orang akan
menerima bahwa Allah telah mengutus beberapa rasul kepada umat manusia. dengan
demikian, maka dapat meminimalisir sikap suka menyalahkan umat lain yang
berbeda. Bab kedelapan menjelaskan tentang pentingnya hormat dan patuh kepada
orang tua, hormat dan patuh kepada guru. Materi pada bab ini juga secara implisit
mengandung muatan toleransi yaitu pentingnya hormat dan patuh pada guru dan
orang tua. Bab selanjutnya yaitu bab Sembilan. Bab Sembilan memaparkan
pengertian mu’amalah, macam-macam mu’amalah, syirkah, perbankan dan asuransi
syari’ah. Secara implisit, materi ini di samping mengandung muatan toleransi
tentang mu’amalah, materi ini juga mengandung bibit-bibit pertentangan. Hal
tersebut tercermin dari adanya perbedaan pendapat tentang status bank
konvensional. Di satu sisi, bank konvensional dikatakan haram karena menganut
sistem bunga, namun disisi lain mengatakan syubhat bahkan mubah. Bab sepuluh.
Bab ini menjelaskan Islam masa modern (1800-sekarang), tokoh-tokoh
pembaharuan dunia Islam pada masa modern. Dilihat dari pokok pembahasan,
materi ini sesungguhnya tidaklah mengandung muatan radikalisme tetapi lebih
kepada demokrasi. Akan tetapi, materi ini bisa saja memuat bibit radikal, intoleran
dan kekerasan apabila pembahasan materi masuk pada ide-ide pembaharuan dari
para tokoh pembaharuan Islam yang sarat nuansa politik. Bab terakhir yaitu bab
sebelas. Bab ini menjelaskan tentang pentingnya perilaku toleransi, menghindarkan
diri dari perilaku tindak kekerasan. Secara eksplisit, materi ini mengandung muatan
toleransi. hal tersebut tergambar dari pembahasan materi tentang pentingnya
toleransi sebagai bentuk upaya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.
c). Buku Teks Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas XII, Penulis: Feisal Ghozaly dan
HA. Sholeh Dimyati
Tabel 3. 3
Materi Buku Pendidikan Agama Islam Kelas XII
No Bab Judul bab Materi pembahasan
1 I Semangat beribadah
dengan meyakini
hari akhir
Memahami makna beriman kepada hari
akhir, periode hari akhir, hakikat hari
akhir, dan hikmah beriman kepada hari
akhir.
2 II Meyakini qada dan
qadar melahirkan
semangat bekerja
Hakikat qada dan qadar, makna beriman
kepada qada dan qadar, hikmah beriman
kepada qada dan qadar.
3 III Menghidupkan
nurani dengan
Perintah berpikir kritis, hakikat berpikir
kritis, dan manfaat berpikir kritis.
45
berpikir kritis
4 IV Bersatu dalam
keragaman dan
demokrasi
Demokrasi dalam Islam, demokrasi dalam
syura, pandangan ulama (intelektual
muslim) tentang demokrasi.
5 V Cerahkan nurani
dengan saling
menasehati
Perintah saling menasehati, adab dan
metode menyampaikan nasihat (dakwah),
hikmah dan manfaat nasihat.
6 VI Meraih kasih Allah
dengan ihsan
Perintah berlaku ihsan, ruang lingkup
ihsan, hikmah dan manfaat ihsan.
7 VII Indahnya
membangun
mahligai rumah
tangga
Anjuran menikah, ketentuan pernikahan
dalam Islam, pernikahan menurut UU
perkawinan Indonesia (UU No.1 tahun
1974), hak dan kewajiban suami istri,
hikmah pernikahan.
8 VIII Meraih berkah
dengan mawaris
Pengertian hukum waris atau kewarisan,
dasar-dasar hukukm waris, ketentuan
mawwaris dalam Islam, menerapkan
syari’ah Islam dalam pembagian warisan,
manfaat hukum waris Islam.
9 IX Rahmat Islam bagi
nusantara
Masuknya Islam ke nusantara (Indonesia),
strategi dakwah Islam di nusantara,
perkembangan dakwah Islam di nusantara,
kerajaan Islam, gerakan pembaharuan
Islam di Indonesia.
10 X Rahmat Islam bagi
alam semesta
Perkembangan Islam di dunia, masa
kemajuan peradaban Islam di dunia, masa
kemunduran peradaban Islam.
Sumber: Buku PAI Kelas XII terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI
Dari tabel di atas, maka dapat dijelaskan bahwa dalam buku ajar PAI kelas
XII terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, materi
pelajaran terbagi menjadi sebelas bab. Bab pertama menjelaskan makna beriman
kepada hari akhir, periode hari akhir, hakikat hari akhir, dan hikmah beriman kepada
hari akhir. Berdasarkan materi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
sesungguhnya poin-poin pembahasan sifatnya netral, tidak mengandung muatan
kekerasan maupun radikalisme. Bab kedua menjelaskan hakikat qada dan qadar,
makna beriman kepada qada dan qadar, hikmah beriman kepada qada dan qadar.
Materi ini secara implisit mengandung muatan intoleransi dan kekerasan. Hal
tersebut tercermin dari contoh-contoh perilaku beriman kepada qadha dan qadar.
Pengambilan contoh yang sifatnya sensitif seperti lesbian bisa memicu bibit-bibit
ekslusivisme, fundamentalisme hingga liberalisme. Bab ketiga menjelaskan
perintah berpikir kritis, hakikat berpikir kritis, dan manfaat berpikir kritis. Bab
keempat menjelaskan demokrasi dalam Islam, demokrasi dalam syura, pandangan
ulama (intelektual muslim) tentang demokrasi. Secara eksplisit materi ini
mengandung muatan demokrasi. Hal tersebut tergambar dari demokrasi sebagai
pokok pembahasan utama. Akan tetapi, materi ini juga bisa menjadi penyemai
46
radikalisme apabila pembahasan materi demokrasi justru lebih banyak mengutip
pendapat dari tokoh berpaham radikal yang menganggap demokrasi sebagai sebuah
sistem yang salah. Selanjutnya, muatan toleransi juga bisa saja tumbuh pada
pembahasan ini, apabila materi ini disajikan dengan benar dengan menampilkan
berbagai pendapat tokoh terkait makna demokrasi. Sehingga murid dapat
membandingkan pendapat dari para tokoh.
Bab kelima menjelaskan perintah saling menasehati, adab dan metode
menyampaikan nasihat (dakwah), hikmah dan manfaat nasihat. Materi ini disamping
mengandung muatan toleransi tentang adab dan metode menyampaikan nasihat yang
baik. Materi ini juga mengandung muatan radikalisme. Hal tersebut tercermin dari
anjuran menghilangkan kemungkaran yang ada. Bab keenam menjelaskan perintah
berlaku ihsan, ruang lingkup ihsan, hikmah dan manfaat ihsan. Materi ini sarat
muatan toleransi. hal tersebut dapat dilihat dari anjuran untuk berlaku baik kepada
sesama manusia tanpa memandang perbedaan ras, suku, bangsa maupun agama.
poin toleransi juga diperjelas dengan adanya hadits nabi yang menyatakan bahwa
tidak akan beriman manusia yang tetangganya tidak aman dari gangguannya. Secara
implisit, hadits ini menganjurkan manusia tuk berbuat baik terhadap sesame
manusia. Bab ketujuh menjelaskan anjuran menikah, ketentuan pernikahan dalam
Islam, pernikahan menurut UU perkawinan Indonesia (UU No.1 tahun 1974), hak
dan kewajiban suami istri, hikmah pernikahan. Materi ini pada dasarnya bersifat
pengetahuan atau doktrin. Akan tetapi, adanya materi-materi yang bersifat eksklusif
seperti larangan pernikahan beda agama dalam Al-Qur’an maupun UU perkawinan
di Indonesia, adanya persyaratan Islam bagi calon mempelai menjadi sebuah
indikator bahwa materi ini mengandung bibit radikalisme dan eksklusivisme.
Bab kedelapan memaparkan pengertian hukum waris atau kewarisan,
dasar-dasar hukukm waris, ketentuan mawaris dalam Islam, menerapkan syari’ah
Islam dalam pembagian warisan, manfaat hukum waris Islam. Indikator radikalisme
terdapat pada ketentuan warisan dalam Islam. Adanya perbedaan pendapat tentang
bagian laki-laki dan perempuan serta adanya pembagian warisan dalam masyarakat
yang tidak sesuai dengan tuntutan Islam dapat memicu bibit-bibit eksklusivisme
maupun liberalisme. Bab Sembilan menjelaskan proses masuknya Islam ke
nusantara (Indonesia), strategi dakwah Islam di Nusantara, perkembangan dakwah
Islam di Nusantara, kerajaan Islam, gerakan pembaharuan Islam di Indonesia.
Indikator toleransi tercermin dari proses masuknya Islam di Indonesia yang
dilakukan baik melalui jalur perdagangan, pendidikan hingga perkawinan. Indikator
toleransi juga terdapat pada poin pembahasan strategi dakwah para ulama dalam
menyebarkan agama Islam yang sangat akomodatif terhadap budaya masyarakat
Indonesia. Bab sepuluh menjelaskan perkembangan Islam di dunia, masa kemajuan
peradaban Islam di dunia, masa kemunduran peradaban Islam. Indikator intoleransi
dan kekerasan sangat mewarnai pembahasan ini. Adanya fakta sejarah yang
menunjukkan hubungan yang tidak baik dengan barat serta agama lain dapat
memicu tumbuhnya sikap eksklusif dan permusuhan.
47
2. Buku Ajar Pendidikan agama Islam SMA terbitan Erlangga
a) Buku Teks Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas X, Penulis: Drs. H. Syamsuri
Tabel 3.4
Materi Buku Pendidikan Agama Islam Kelas X
No Bab Judul Bab Materi Pembahasan
1 I al-Qur’an surah al-
Baqarah, 2: 30, al-
Mu’minun, 23: 12-
14, az-Zariyat, 51-
56, dan an-Nahl,
16:78
al-Baqarah, 2: 30 tentang peranan manusia
sebagai khalifah, al-Mu’minun, 23: 12-14
tentang kejiadian manusia, az-Zariyat, 51: 56
tentang tugas manusia, an-Nahl, 16: 78
tentang kewajiban manusia untuk bersyukur.
2 II Al-Qur’an surah al-
An’am, 6: 162-163
dan al-Bayyinah,
98:5
al-An’am, 6: 162-163 tentang keikhlasan
beribadah, al-Bayyinah, 98: 5 tentang
keikhlasan beribadah.
3 III Iman kepada Allah
Swt
Pengertian iman kepada Allah Swt, sifat-sifat
Allah Swt dalam asma’ul husna, perilaku
orang beriman terhadap 10 sifat Allah dalam
al-asma’ul husna.
4 IV Berperilaku terpuji Pengertian perilaku husnuzzan, contoh-
contoh perilaku husnuzzan terhadap
Allah,diri sendiri dan terhadap sesama,
membiasakan diri berperilaku husnuzzan.
5 V Sumber hukum
Islam, hukum taklifi
dan hukum wad’i
Sumber hukum Islam, pengertian hukum
taklifi, kedudukan hukum taklifi, fungsi
hukum taklifi penerapan hukum taklifi dalam
kehidupan sehari-hari dan pengertian hukum
wad’i, kedudukan hukum wad’i, fungsi
hukum wad’i dan penerapan hukum wad’i
dalam kehidupan sehari-hari.
6 VI Keteladanan
Rasulullah Saw
periode Mekkah
Sejarah dakwah Rasulullah Saw periode
Mekkah, substansi dan strategi dakwah
Rasulullah Saw periode Mekkah.
7 VII Al-Qur’an surah Ali
Imran, 3: 159 dan
asy-Syura, 42: 48
Ali Imran, 3: 159 tentang musyawarah, asy-
Syu’ra, 42: 38 tentang anjuran
bermusyawarah.
8 VIII Iman kepada
Malaikat
Pengertian iman kepada malaikat, tanda-
tanda beriman kepada malaikat, contoh-
contoh perilaku beriman kepada malaikat,
penerapan beriman kepada malaikat dalam
sikap dan perilaku.
9 IX Berperilaku terpuji Perilaku terpuji, Adab berpakaian dan
berhias, adab dalam perjalanan, adab dalam
bertamu dan menerima tamu.
48
10 X Perilaku tercela Pengertian hasad, riya, aniya dan
diskriminasi, contoh-contoh perilaku hasad,
riya, aniya dan diskriminasi, menghindari
perilaku hasad, riya, aniya dan diskriminasi.
11 XI Zakat, haji dan
wakaf
Perundang-undangan tentang zakat, haji dan
wakaf, pengelolaan zakat, haji dan wakaf.
12 XII Keteladanan
Rasulullah Saw
periode Mekkah
Sejarah dakwah Rasulullah Saw periode
Madinah, strategi dakwah Rasulullah Saw
periode Madinah.
Sumber: Buku PAI Kelas X terbitan Erlangga
Dari tabel di atas, maka dapat dijelaskan bahwa dalam buku ajar PAI kelas
X terbitan Erlangga, materi pelajaran terbagi menjadi dua belas bab. Bab pertama
menjelaskan surah al-Baqarah, 2: 30 tentang peranan manusia sebagai khalifah, al-
Mu’minun, 23: 12-14 tentang kejadian manusia, az-Zariyat, 51: 56 tentang tugas
manusia, an-Nahl, 16: 78 tentang kewajiban manusia untuk bersyukur. Materi ini di
samping memuat unsur demokrasi, materi ini juga memuat unsur radikalisme. Hal
tersebut terdapat materi peranan manusia sebagai khalifah.
Khalifah seringkali dimaknai sempit sebagai pemimpin politik. Dalam persoalan
tersebut, status agama seringkali dijadikan dasar penolakan terhadap kepemimpinan
seseorang. Bab kedua membahasa surah al-An’am, 6: 162-163 tentang keikhlasan
beribadah, al-Bayyinah, 98: 5 tentang keikhlasan beribadah. Materi ini mengandung
muatan toleransi. ikhlas menjadi salah satu indikator toleransi. Bab ketiga
menjelaskan pengertian iman kepada Allah Swt, sifat-sifat Allah Swt dalam asma’ul
husna, perilaku orang beriman terhadap 10 sifat Allah dalam al-asma’ul husna. Poin
pembahasan pada bab ini mengandung muatan toleransi dan demokrasi. Hal tersebut
tercermin dari hikmah beriman kepada sifat-sifat Allah.
Bab keempat menjelaskan pengertian perilaku husnuzzan, contoh-contoh
perilaku husnuzzan terhadap Allah, diri sendiri dan terhadap sesama, membiasakan
diri berperilaku husnuzzan. Materi ini mengandung muatan toleransi. hal tersebut
tercermin dari perintah untuk berbuat baik kepada sesama manusia tanpa
membedakan status agama, suku dan ras. Bab kelima menjelaskan sumber hukum
Islam, pengertian hukum taklifi, kedudukan hukum taklifi, fungsi hukum taklifi
penerapan hukum taklifi dalam kehidupan sehari-hari dan pengertian hukum wad’i,
kedudukan hukum wad’i, fungsi hukum wad’i dan penerapan hukum wad’i dalam
kehidupan sehari-hari. Materi ini mengandung muatan islamisme yaitu penguatan
pemahaman Islam, akan tetapi materi ini juga bisa berubah menjadi ekstrim apabila
memuat unsur fanatisme dan claim truth. Bab keenam menjelaskan sejarah dakwah
Rasulullah Saw periode Mekkah, substansi dan strategi dakwah Rasulullah Saw
periode Mekkah. Muatan toleransi dalam materi ini jelas tergambar dari bagaimana
strategi Rasulullah dalam berdakwah.
Bab ketujuh menjelaskan surah Ali Imran, 3: 159 tentang musyawarah,
asy-syu’ra, 42: 38 tentang anjuran bermusyawarah. Muatan demokrasi terlihat pada
poin pembahasan musyawarah. Pengambilan keputusan dengan jalan musyawarah
menjadi salah satu indikator dari demokrasi. Bab delapan menjelaskan pengertian
iman kepada malaikat, tanda-tanda beriman kepada malaikat, contoh-contoh
perilaku beriman kepada malaikat, penerapan beriman kepada malaikat dalam sikap
49
dan perilaku. Iman kepada malaikat secara implisit mengandung muatan demokrasi.
Dengan mengimani malaikat maka seseorang akan senantiasa berbuat baik kepada
sesama. Bab sembilan menjelaskan perilaku terpuji, adab berpakaian dan berhias,
adab dalam perjalanan, adab dalam bertamu dan menerima tamu. Materi ini sarat
muatan toleransi. indikator toleransi dalam materi ini tergambar dari anjuran untuk
memperlakukan tamu dengan baik. Bab sepuluh menjelaskan pengertian hasad, riya,
aniya dan diskriminasi, contoh-contoh perilaku hasad, riya, aniya dan diskriminasi,
menghindari perilaku hasad, riya, aniya dan diskriminasi. Indikator toleransi dan
demokrasi pun terlihat jelas dari larangan berikap aniya dan diskriminasi. Bab
sebelas menjelaskan perundang-undangan tentang zakat, haji dan wakaf,
pengelolaan zakat, haji dan wakaf. Indikator toleransi juga tergambar dari hikmah
zakat dan wakaf. Salah satu dari hikmah zakat dan wakaf yaitu membantu sesama
manusia yang membutuhkan.Bab kedua belas menjelaskan sejarah dakwah
Rasulullah Saw periode Madinah, strategi dakwah Rasulullah Saw periode Madinah.
Materi ini pun sarat dengan unsur toleransi. indikator toleransi dapat dilihat dari
kehidupan umat muslim dan non muslim di Madinah.
b). Buku ajar pendidikan agama Islam (PAI) kelas XI, penulis: Drs. H. Syamsuri
Tabel 3. 5
Materi buku pendidikan agama Islam Kelas XI
No Bab Judul bab Materi pembahasan
1 I Ayat al-Qur’an
surah al-Baqarah, 2:
148 dan surah Fatir,
35:32
Surah al-Baqarah tentang anjuran berlomba
dalam kebaikan, surah Fatir, 32, adanya tiga
kelompok umat Islam.
2 II Ayat al-Qur’an
surah al-Isra, 17: 26-
27 dan surah al-
Baqarah, 2: 177
Surah al-Isra, 26-27 tentang anjuran
membantu kaum dhuafa, surah al-Baqarah:
177 tentang anjuran menyantuni kaum
dhuafa.
3 III Iman kepada rasul-
rasul Allah
Pengertian iman kepada rasul-rasul Allah,
tanda-tanda beriman kepada rasul-rasul
Allah, contoh-contoh perilaku beriman
kepada rasul-rasul Allah, perilaku yang
mencerminkan keimanan kepada rasul-rasul
Allah.
4 IV Berperilaku sifat-
sifat yang terpuji
Pengertian tobat dan raja’, contoh-contoh
perilaku tobat dan raja’ dan pembiasaan
tobat dan raja’ dalam kehidupan sehari-hari.
5 V Hukum Islam
tentang muamalah
Pengertian muamalah, asas-asas transaksi
ekonomi dalam Islam dan contohnya,
penerapan transaksi ekonomi dalam Islam.
6 VI Perkembangan
Islam pada abad
pertengahan
Sekilas tentang dunia Islam pada abad
pertengahan, perkembangan ajaran Islam,
perkembangan ilmu pengetahuan,
perkembangan kebudayaan, manfaat
mempelajari perkembangan Islam pada
abad pertengahan.
50
7 VII Al-Qur’an surah ar-
Rum, 30: 41-42,
surah al-A’raf, 7:56-
58
Surah ar-Rum: 41-42 tentang larangan
berbuat kerusakan di bumi, surah al-A’raf:
56-58 tentang larangan berbuat kerusakan
di bumi, surah Sad: 27-28 tentang
keburukan kaum yang berbuat kerusakan di
bumi.
8 VIII Iman kepada kitab-
kitab Allah Swt
Pengertian iman kepada kitab-kitab Allah
Swt, sikap dan perilaku beriman kepada
kitab-kitab Allah Swt, hikmah beriman
kepada kitab-kitab Allah Swt.
9 IX Berperilaku terpuji Etika Islam dalam berkarya dan tujuannya,
maksud menghargai karya orang lain,
perilaku menghargai karya orang lain,
membiasakan perilaku menghargai karya
orang lain.
10 X Berperilaku tercela Pengertian dosa besar, contoh-contoh
perbuatan dosa besar, mampu menghindari
perbuatan dosa besar.
11 XI Perawatan jenazah Hal-hal yang dilakukan sebelum meninggal
dunia, perawatan jenazah, praktik
perawatan jenazah.
12 XII Khotbah, tabligh
dan dakwah
Pengertian khotbah, tabligh dan dakwah,
tata cara khotbah, tabligh dan dakwah,
praktik khotbah, tabligh dan dakwah.
13 XIII Perkembangan
Islam pada masa
modern
Sekilas tentang dunia Islam pada masa
modern, perkembangan ajaran Islam pada
masa modern, perkembangan ilmu
pengetahuan pada masa modern, hikmah
mempelajari sejarah perkembangan Islam
pada masa modern.
Sumber: Buku PAI Kelas XI terbitan Erlangga
Dari tabel di atas, maka dapat dijelaskan bahwa dalam buku ajar PAI Kelas
XI terbitan Erlangga, materi pelajaran terbagi menjadi tiga belas bab. Bab pertama
menjelaskan surah Al-baqarah tentang anjuran berlomba dalam kebaikan, surah
Fatir, 32, adanya tiga kelompok umat Islam. Indikator toleransi terdapat pada
anjuran berlomba dalam kebaikan. Bab kedua menjelaskan surah Al-isra, 26-27
tentang anjuran membantu kaum du’afa, surah Al-baqarah: 177 tentang anjuran
meyantuni kaum du’afa. Indikator toleransi pun terlihat dari anjuran untuk
membantu orang yang membutuhkan seperti kaum dhuafa. Bab ketiga menjelaskan
pengertian iman kepada rasul-rasul Allah, tanda-tanda beriman kepada rasul-rasul
Allah, contoh-contoh perilaku beriman kepada rasul-rasul Allah, perilaku yang
mencerminkan keimanan kepada rasul-rasul Allah. Muatan toleransi dalam bab ini
terdapat pada keyakinan bahwa Allah mengutus beberapa rasul kepada setiap
kaumnya. Bab keempat menjelaskan pengertian tobat dan raja’, contoh-contoh
perilaku tobat dan raja’ dan pembiasaan tobat dan raja’ dalam kehidupan sehari-hari.
51
Bab kelima menjelaskan pengertian muamalah, asas-asas transaksi
ekonomi dalam Islam dan contohnya, penerapan transaksi ekonomi dalam Islam.
Bab ini juga mengandung muatan toleransi, hal tersebut tercermin dari prinsip-
prinsip muamalah dalam Islam bahwa Islam tidak melarang umat Islam tuk
bermuamalah dengan non muslim. Bab enam menjelaskan dunia Islam pada abad
pertengahan, perkembangan ajaran Islam, perkembangan ilmu pengetahuan,
perkembangan kebudayaan, manfaat mempelajari perkembangan Islam pada abad
pertengahan. Indikator radikalisme dalam bab ini yaitu pada pembahasan
perkembangan Islam abad pertengahan yang penuh dengan intrik dan pergolakan
yang menyebabkan kemunduran dalam Islam. Bab tujuh menjelaskan surah Ar-rum:
41-42 tentang larangan berbuat kerusakan di bumi, surah Al-a’raf: 56-58 tentang
larangan berbuat kerusakan di bumi, surah Sad: 27-28 tentang keburukan kaum yang
berbuat kerusakan di bumi. Bab kedelapan menjelaskan pengertian iman kepada
kitab-kitab Allah Swt, sikap dan perilaku beriman kepada kitab-kitab Allah Swt,
hikmah beriman kepada kitab-kitab Allah Swt. Indikator toleransi dalam bab ini
yaitu hikmah dari beriman kepada kitab-kitab Allah. Meyakini keberadaan kitab-
kitab Allah akan menghindarkan orang dari fanatisme yang berlebihan serta klaim
kebenaran.
Bab sembilan menjelaskan etika Islam dalam berkarya dan tujuannya,
maksud menghargai karya orang lain, perilaku menghargai karya orang lain,
membiasakan perilaku menghargai karya orang lain. Menghargai karya orang lain
menjadi salah satu indikator toleransi bahwa manusia harus saling menghormati,
mengasihi dan menghargai agar tidak timbul perselisihan yang berujung pada
perpecahan. Bab kesepuluh menjelaskan pengertian dosa besar, contoh-contoh
perbuatan dosa besar, mampu menghindari perbuatan dosa besar. Materi ini lebih
mengandung muatan Islamisme yaitu pemahaman agama agar umat Islam terhindari
dari perbuatan yang tidak baik. Bab sebelas menjelaskan hal-hal yang dilakukan
sebelum meninggal dunia, perawatan jenazah, praktik perawatan jenazah. Indikator
toleransi terdapat dari hikmah melayat. Salah satu hikah melayat adalah membantu
sesama yang terkena musibah. Bab dua belas menjelaskan pengertian khotbah,
tabligh dan dakwah, tata cara khotbah, tabligh dan dakwah, praktik khotbah, tabligh
dan dakwah. Indikator toleransi tergambar dari praktik dakwah dalam Islam yang
lebih mengedepankan persaudaraan. Bab tiga belas menjelaskan tentang dunia Islam
pada masa modern, perkembangan ajaran Islam pada masa modern, perkembangan
ilmu pengetahuan pada masa modern, hikmah mempelajari sejarah perkembangan
Islam pada masa modern.
c). Buku ajar pendidikan agama Islam (PAI) kelas XII, penulis: Drs. H. Syamsuri
Tabel 3.6
Materi buku pendidikan agama Islam kelas XII
No Bab Judul bab Materi pembahasan
1 I Al-Qur’an surah al-
kafirun, 109: 1-6,
surah yunus, 10:40-
41 dan surah al-
kahfi, 18: 29
Al-Qur’an surah al-kafirun, 109: 1-6
tentang tidak ada toleransi dalam hal
keimanan dan peribadahan, surah Yunus,
10: 40-41 tentang sikap orang yang
berbeda pendapat, dan surah al-kahfi, 18:
29 tentang kebebasan beragama.
52
2 II Al-Qur’an surah al-
mujadalah, 58: 11
dan surah al-
jumu’ah, 62: 9-10
Al-Qur’an surah al-mujadalah, 58: 11
tentang keunggulan orang yang beriman
dan berilmu, al-Qur’an surah al-jumu’ah,
62: 9-10 tentang dorongan agar rajin
beribadah dan giat bekerja.
3 III Iman kepada hari
akhir
Hari kiamat sebagai hari pembalasan
hakiki, perilaku sebagai pencerminan
keimanan terhadap hari akhir, hikmah
beriman pada hari akhir.
4 IV Perilaku terpuji Adil, rida dan amal shaleh.
5 V Munakahat Pengertian munakah, hukum nikah, tujuan
nikah, rukun nikah, muhrim, kewajiban
suami istri, perceraian, iddah, rujuk,
hikmah nikah, hikmah talak, hikmah rujuk,
perkawinan menurut perundang-undangan
di Indonesia.
6 VI Perkembangan
Islam di Indonesia
Perkembangan Islam di Indonesia, contoh
perkembangan Islam di Indonesia, hikmah
perkembangan Islam di Indonesia.
7 VII Al-Qur’an surah
yunus, 10: 101 dan
surah al-baqarah, 2:
164
Al-Qur’an surah Yunus, 10:101 tentang
IPTEK, al-Qur’an surah al-baqarah, 2: 164
tentang dorongan untuk mengembangkan
IPTEK.
8 VIII Iman kepada qada
dan qadar
Pengertian qada dan qadar, tanda-tanda
keimanan kepada qada dan qadar, hikmah
beriman kepada qada dan qadar.
9 IX Perilaku terpuji Pengertian dan maksud Persatuan dan
kerukunan, contoh-contoh perilaku
persatuan dan kerukunan, membiasakan
perilaku persatuan dalam kehidupan
sehari-haridan menunjukkan perilaku
rukun dalam pergaulan.
10 X Perilaku tercela Menjelaskan pengertian israf, tabzir, gibah,
dan fitnah, contoh-contoh israf, tabzir,
gibah, dan fitnah, menghindari perilaku
pengetian israf, tabzir, gibah, dan fitnah,
memahami dan menunjukkan akibat buruk
dari israf, tabzir, gibah, dan fitnah.
11 XI Mawaris Ketentuan mawaris, harta benda sebelum
di waris, ahli waris, hijab, perhitungan
waris, warisan menurut perundang-
undangan waris di Indonesia, pelaksanaan
waris menurut adat.
12 XII Perkembangan
Islam di dunia
Perkembangan Islam di dunia, contoh-
contoh perkembangan Islam di dunia dan
manfaat dari perkembangan Islam di dunia.
Sumber: Buku PAI Kelas XII terbitan Erlangga
53
Dari tabel di atas, maka dapat dijelaskan bahwa dalam buku ajar PAI Kelas
XII terbitan Erlangga, materi pelajaran terbagi menjadi tiga belas bab. Bab pertama
menjelaskan surah Al-kafirun, 109: 1-6 tentang tidak ada toleransi dalam hal
keimanan dan peribadahan, surah Yunus, 10: 40-41 tentang sikap orang yang
berbeda pendapat, dan surah Al-kahfi, 18: 29 tentang kebebasan beragama. Indikator
toleransi tergambar dari penjelasan surah Al-kafirun dan Yunus bahwa tidak ada
paksaan dalam beragama, orang diberikan kebebasan untuk beribadah sesuai agama
yang dianutnya. Bab dua menjelaskan tentang surah Al-mujadalah, 58: 11 tentang
keunggulan orang yang beriman dan berilmu, Al-Qur’an surah Al-jumu’ah, 62: 9-10
tentang dorongan agar rajin beribadah dan giat bekerja. Indikator toleransi terlihat
dari anjuran untuk berlaku seimbang dalam artian bekerja dan beribadah. Bab tiga
menjelaskan hari kiamat sebagai hari pembalasan hakiki, perilaku sebagai
pencerminan keimanan terhadap hari akhir, hikmah beriman pada hari akhir.
Hikmah dari beriman kepada hari akhir yaitu orang akan berlaku adil dan senantiasa
berbuat kebaikan. Adil dan berbuat baik adalah bagian dari indikator toleransi. Bab
empat menjelaskan pengertian adil, rida dan amal shaleh. Sikap adil sebagaimana
dijelaskan sebelumnya bahwa adil merupakan salah satu indikator dari toleransi dan
demokrasi.
Bab lima menjelaskan pengertian munakah, hukum nikah, tujuan nikah,
rukun nikah, muhrim, kewajiban suami istri, perceraian, iddah, rujuk, hikmah nikah,
hikmah talak, hikmah rujuk, perkawinan menurut perundang-undangan di Indonesia.
Indikator radikalisme terdapat dalam rukun nikah. Syarat perkawinan yaitu Islam
menjadi salah satu dasar penolakan pernikahan beda agama, peraturan undang-
undang di Indonesia yang melarang perkawinan beda agama juga menjadi salah satu
indikator radikalisme. Bab enam menjelaskan perkembangan Islam di Indonesia,
contoh perkembangan Islam di Indonesia, hikmah perkembangan Islam di Indonesia.
Indikator toleransi tergambar jelas pada perkembangan Islam di Indonesia. Proses
masuknya Islam yang sangat akomodatif terhadap budaya di Indonesia menunjukkan
indikator toleransi. Bab tujuh menjelaskan surah Yunus, 10:101 tentang IPTEK, Al-
Qur’an surah al-baqarah, 2: 164 tentang dorongan untuk mengembangkan IPTEK.
Bab delapan menjelaskan pengertian qada dan qadar, tanda-tanda keimanan kepada
qada dan qadar, hikmah beriman kepada qada dan qadar.
Bab Sembilan menjelaskan pengertian dan maksud persatuan dan
kerukunan, contoh-contoh perilaku persatuan dan kerukunan, membiasakan perilaku
persatuan dalam kehidupan sehari-hari dan menunjukkan perilaku rukun dalam
pergaulan. Indikator toleransi tampak jelas dari judul pembahasan persatuan dan
kesatuan. Bab sepuluh menjelaskan pengertian israf, tabzir, gibah, dan fitnah,
contoh-contoh israf, tabzir, gibah, dan fitnah, menghindari perilaku pengertian israf,
tabzir, gibah, dan fitnah, memahami dan menunjukkan akibat buruk dari israf, tabzir,
gibah, dan fitnah. Indikator intoleransi adalah israf, gibah dan suka menebar fitnah.
Hikmah dari materi ini adalah akan mendorong siswa untuk berkelakuan baik dan
menghindari sikap-sikap buruk seperti israf, tabzir, gibah serta suka menebar fitnah.
Bab sebelas menjelaskan ketentuan mawaris, harta benda sebelum di waris, ahli
waris, hijab, perhitungan waris, warisan menurut perundang-undangan waris di
Indonesia, pelaksanaan waris menurut adat. Indikator radikalisme terdapat pada
adanya perbedaan pandangan terkait ketentuan pembagian harta warisan. dalam al-
54
Qur’an dijelaskan bahwa laki-laki mendapat lebih banyak dari perempuan. Oleh
kalangan liberal, hal inilah yang digugat karena dianggap melakukan diskriminasi.
Bab dua belas menjelaskan perkembangan Islam di dunia, contoh-contoh
perkembangan Islam di dunia dan manfaat dari perkembangan Islam di dunia.
Indikator radikalisme juga dapat lahir dari pembahasan tokoh-tokoh pembaharuan
Islam di dunia.
2. Buku Ajar Pendidikan agama Islam SMA terbitan Yudistira
a) Buku Teks Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas X, penulis: Drs. Margiono,
M.Pd, Drs. Junaidi Anwar, dan Dra. Latifah
Tabel 3.7
Materi Buku Pendidikan Agama Islam Kelas X
No Bab Judul bab Materi pembahasan
1 I Ayat-ayat al-Qur’an
tentang manusia dan
tugasnya sebagai
khalifah
Al-baqarah, 2: 30 tentang peranan manusia
sebagai khalifah, al-mu’minun, 23: 12-14
tentang kejiadian manusia, az-zariyat, 51:
56 tentang tugas manusia, an-nahl, 16: 78
tentang kewajiban manusia untuk
bersyukur, sikap dan perilaku yang
mencerminkan penghayatan akan tugas
khalifah di muka bumi.
2 II Ayat-ayat al-Qur’an
tentang keikhlasan
dan jalan beribadah
Al-an’am, 6: 162-163 tentang keikhlasan
beribadah, al-bayyinah, 98: 5 tentang
keihklasan beribadah, sikap dan dan
perilaku yang mencerminkan penghayatan
tentang keikhlasan dalam beribadah.
3 III Iman kepada Allah
sifat-sifat Allah Swt dan asma’ul husna
penjelasan mengenai asmaul husna, tanda
penghayatan iman kepada Allah, hikmah
beriman kepada Allah.
4 IV Perilaku terpuji
Pengertian husnuzzan, contoh-contoh
perilaku husnuzzan terhadap allah, diri
sendiri, dan sesama manusia,
membiasakan perilaku husnuzzan dalam
kehidupan sehari-hari.
5 V Hukum dan ibadah
dalam Islam
Pengertian, kedudukan, dan fungsi al-
Qur’an, hadis dan ijtihad sebagai sumber
hukum Islam, pengertian kedudukan, dan
fungsi hukum taklifi dalam hukum Islam,
menerapkan hukum taklifi dalam
kehidupan sehari-hari, hikmah ibadah
salat, puasa, zakat dan haji.
6 VI Dakwah Rasulullah
periode Mekkah
Latar belakang masyarakat Mekkah,
penyebaran Islam di Mekkah, reaksi kaum
quraisy terhadap dakwah Rasulullah di
Mekkah, substansi dan strategi dakwah
Rasulullah Saw periode Mekkah, hikmah
55
sejarah dakwah periode Mekkah, sikap
dan perilaku.
7 VII Ayat-ayat al-Qur’an
tentang demokrasi
Ali Imran, 3: 159 tentang musyawarah,
asy-Syu’ra, 42: 38 tentang anjuran
bermusyawarah.
8 VIII Iman kepada
Malaikat Allah
Pengertian, nama dan tugas malaikat,
penghayatan iman kepada malaikat,
hikmah penghayatan iman kepada
malaikat.
9 IX Tata karma pribadi Perilaku terpuji, adab berpakaian dan
berhias, adab dalam perjalanan, adab
dalam bertamu dan menerima tamu.
10 X Perilaku tercela Pengertian hasad, ria, aniya dan
diskriminasi, contoh perilaku hasad, ria,
aniya, dan diskriminasi, menghindari
perilaku hasad, ria, aniya, dan diskriminasi
dalam kehidupan sehari-hari.
11 XI Hukum Islam
tentang zakat, haji
dan wakaf
Perundang-undangan tentang pengelolaan
zakat, haji dan wakaf, contoh-contoh
pengelolaan zakat, haji dan wakaf,
ketentuan perundang-undangan tentang
pengelolaan zakat, haji dan wakaf.
12 XII Dakwah Rasulullah
periode Madinah
Sejarah dakwah Rasulullah Saw periode
madinah, strategi dakwah Rasulullah Saw
di Madinah.
Sumber: Buku PAI Kelas X terbitan Yudistira
Dari tabel di atas, maka dapat dijelaskan bahwa dalam buku ajar PAI kelas
X terbitan Yudistira, materi pelajaran terbagi menjadi sebelas bab. Bab pertama
menjelaskan surah al-Baqarah, 2: 30 tentang peranan manusia sebagai khalifah, al-
Mu’minun, 23: 12-14 tentang kejadian manusia, az-Zariyat, 51: 56 tentang tugas
manusia, an-Nahl, 16: 78 tentang kewajiban manusia untuk bersyukur, sikap dan
perilaku yang mencerminkan penghayatan akan tugas khalifah di muka bumi. Bibit-
bibit radikalisme dapat ditemui dalam pembahasan tentang makna khalifah.
Pemaknaan khalifah yang terlalu sempit dan ketentuan pengangkatan khalifah yang
terlalu ketat akan mendorong lahirnya pemahaman yang radikal. Bab kedua
menjelaskan surah Al-an’am, 6: 162-163 tentang keikhlasan beribadah, al-Bayyinah,
98: 5 tentang keikhlasan beribadah, sikap dan dan perilaku yang mencerminkan
penghayatan tentang keikhlasan dalam beribadah. Adanya keikhlasan dalam
beribadah akan mendorong seseorang untuk lebih toleran terhadap orang lain. Bab
tiga menjelaskan sifat-sifat Allah Swt dan asma’ul husna penjelasan mengenai
asmaul husna, tanda penghayatan iman kepada Allah, hikmah beriman kepada Allah.
Hikmah dari beriman kepada asma’ul husna adalah menjadikan seseorang akan
lebih toleran. Bab empat menjelaskan pengertian husnuzzan, contoh-contoh perilaku
husnuzzan terhadap Allah, diri sendiri, dan sesama manusia, membiasakan perilaku
husnuzzan dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku husnuzzan adalah salah satu
indikator toleransi.
56
Bab lima menjelaskan pengertian, kedudukan, dan fungsi al-Qur’an, hadis
dan ijtihad sebagai sumber hukum Islam, pengertian kedudukan, dan fungsi hukum
taklifi dalam hukum Islam, menerapkan hukum taklifi dalam kehidupan sehari-hari,
hikmah ibadah salat, puasa, zakat dan haji. Perkara sholat bisa menjadi salah satu
pemicu lahirnya sikap eksklusivisme apabila tidak disajikan dengan baik. Perbedaan
dalam persoalan bacaan hingga qunut dalam masyarakat hendaknya disajikan dalam
materi kelas X. Bab enam menjelaskan latar belakang masyarakat Mekkah,
penyebaran Islam di Mekkah, reaksi kaum quraisy terhadap dakwah Rasulullah di
Mekkah, substansi dan strategi dakwah Rasulullah Saw periode Mekkah, hikmah
sejarah dakwah periode Mekkah, sikap dan perilaku. Penjelasan materi pada bab
enam dapat digunakan sebagai salah satu upaya dalam menanamkan sikap toleransi
dalam diri siswa. Bab tujuh menjelaskan surah Ali Imran, 3: 159 tentang
musyawarah, asy-Syu’ra, 42: 38 tentang anjuran bermusyawarah. Indikator
demokrasi dapat dilihat dari pembahasan materi musyawarah. Musyawarah adalah
bagian dari demokrasi.
Bab delapan menjelaskan pengertian, nama dan tugas malaikat,
penghayatan iman kepada malaikat, hikmah penghayatan iman kepada malaikat.
Mengimani malaikat akan menjadi salah satu indikator bagi seseorang tuk berbuat
adil dan jujur. Sikap adil dan jujur adalah salah satu indikator dari toleransi. Bab
Sembilan menjelaskan perilaku terpuji, adab berpakaian dan berhias, adab dalam
perjalanan, adab dalam bertamu dan menerima tamu. Indikator toleransi dapat
dijumpai pada pembahasan adab bertamu dan menerima tamu. Memperlakukan
tamu dengan baik adalah salah satu bentuk toleransi. Bab sepuluh menjelaskan
pengertian hasad, ria, aniya dan diskriminasi, contoh perilaku hasad, ria, aniya, dan
diskriminasi, menghindari perilaku hasad, ria, aniya, dan diskriminasi dalam
kehidupan sehari-hari. Larangan untuk bersikap diskriminatif menjadi sah satu
indikator toleransi. Bab sebelas menjelaskan perundang-undangan tentang
pengelolaan zakat, haji dan wakaf, contoh-contoh pengelolaan zakat, haji dan wakaf,
ketentuan perundang-undangan tentang pengelolaan zakat, haji dan wakaf. Hikmah
dari zakat adalah membantu orang yang membutuhkan, hal tersebut juga
mengandung muatan toleransi yaitu saling menbantu antar sesama. Bab dua belas
menjelaskan sejarah dakwah Rasulullah Saw periode Madinah, strategi dakwah
Rasulullah Saw di Madinah. Sejarah dakwah Islam di madinah mengandung muatan
toleransi yang sangat kental. Apalagi dalam sejarah Islam dimadinah, umat Islam
dapat hidup rukun antar pemeluk agama lainnya seperti Yahudi dan Nasrani. Bahkan
untuk mengokohkan hal tersebut maka di buatlah Piagam Madinah yang mengatur
hubungan antar umat Islam, Yahudi dan Nasrani.
b). Buku Teks Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas XI, Penulis: Drs. Margiono, M.Pd,
Drs. Junaidi Anwar, dan Dra. Latifah
Tabel 3.8
Materi Buku Pendidikan Agama Islam Kelas XI
No Bab Judul bab Materi pembahasan
1 I Ayat-ayat al-Qur’an
tentang kompetisi
dalam kebaikan
al-Baqarah, 2: 30 tentang peranan manusia
sebagai khalifah, al-Mu’minun, 23: 12-14
tentang kejiadian manusia, az-Zariyat, 51:
56 tentang tugas manusia, an-Nahl, 16: 78
tentang kewajiban manusia untuk
bersyukur, sikap dan perilaku yang
57
mencerminkan khalifah di muka bumi.
2 II Ayat-ayat al-Qur’an
tentang perintah
menyantuni kaum
dhuafa
Ali Imran, 3: 159 tentang musyawarah, asy-
Syu’ra, 42: 38 tentang anjuran
bermusyawarah, menampilkan perilaku
hidup demokrasib seperti terkandung dalam
al-Qur’an surah ali Imran 159 dan asy-
Syu’ra: 38 dalam kehidupan sehari-hari.
3 III Iman kepada rasul
Allah
Pengertian rasul Allah, nama-nama dan
fungsi rasul Allah, tanda penghayatan
terhadap iman kepada rasul Allah.
4 IV Perilaku terpuji Pengertian tobat dan raja, contoh-contoh
perilaku tobat dan raja’, membiasakan
perilaku bertobat dan raja dalam kehidupan
sehari-hari.
5 V Hukum Islam
tentang muamalah
Pengertian muamalah, asas-asas kerja sama
ekonomi dalam Islam, penerapan sikap dan
perilaku.
6 VI Perkembangan
Islam pada abad
pertengahan
Perkembangan agama, politik, ekonomi,
ilmu pengetahuan dan teknologi,
perkembangan seni dan budaya, hikmah
perkembangan Islam pada abad
pertengahan.
7 IV Ayat-ayat al-Qur’an
tentang menjaga
kelestarian
lingkungan hidup
Surah ar-Rum: 41-42 tentang larangan
berbuat kerusakan di bumi, surah al-A’raf:
56-58 tentang larangan berbuat kerusakan di
bumi, surah Sad: 27-28 tentang keburukan
kaum yang berbuat kerusakan di bumi.
8 V Iman kepada kitab-
kitab Allah
Pengertian dan nama-nama kitab, tanda
penghayatan terhadap iman kepada kitab-
kitab Allah, hikmah penghayatan terhadap
iman kepada kitab-kitab Allah.
9 VI Perilaku tercela
Pengertian dosa besar dan macam-macam
dosa besar.
10 VII Tata karma pribadi Menghargai karya orang lain, perlindungan
terhadap hak karya cipta, penerapan sikap
dan perilaku.
11 VIII Hukum Islam
tentang pengurusan
jenazah
Hukum pengurusan jenazah, tata cara
pengurusan jenazah, dan hal-hal yang
berkaitan dengan pengurusan jenazah.
12 IX Khotbah, tabligh
dan dakwah
Pengertian khotbah, tabligh, dakwah dan
tata cara khotbah, tabligh dan dakwah.
13 X Perkembangan
Islam pada masa
modern
Perkembangan agama, politik,
ekonomi,ilmu pengetahuan dan teknologi,
perkembangan seni budaya dan hikmah
perkembangan Islam pada masa modern.
Sumber: Buku PAI Kelas XI terbitan Yudistira
58
Dari tabel di atas, maka dapat dijelaskan bahwa dalam buku ajar PAI kelas
XI terbitan Yudistira, materi pelajaran terbagi menjadi sebelas bab. Bab pertama
menjelaskan surah al-Baqarah, 2: 30 tentang peranan manusia sebagai khalifah, al-
Mu’minun, 23: 12-14 tentang kejadian manusia, az-Zariyat, 51: 56 tentang tugas
manusia, an-Nahl, 16: 78 tentang kewajiban manusia untuk bersyukur, sikap dan
perilaku yang mencerminkan khalifah di muka bumi. Makna dan syarat khalifah
yang terlalu sempit menjadi indikator radikalisme. Bab dua menjelaskan surah Ali
Imran, 3: 159 tentang musyawarah, asy-Syu’ra, 42: 38 tentang anjuran
bermusyawarah, menampilkan perilaku hidup demokrasi seperti terkandung dalam
al-Qur’an surah ali Imran 159 dan asy-Syu’ra: 38 dalam kehidupan sehari-hari.
Anjuran untuk bermusyawarah menjadi indikator demokrasi. Bab tiga menjelaskan
pengertian rasul Allah, nama-nama dan fungsi rasul Allah, tanda penghayatan
terhadap iman kepada rasul Allah. Menerima keberadaan rasul-rasul Allah yang lain
menjadi salah satu indikator toleransi. Bab empat menjelaskan pengertian tobat dan
raja, contoh-contoh perilaku tobat dan raja’, membiasakan perilaku bertobat dan raja
dalam kehidupan sehari-hari. Bab lima menjelaskan pengertian muamalah, asas-asas
kerja sama ekonomi dalam Islam, penerapan sikap dan perilaku. Dalam muamalah
terdapat indikator toleransi yaitu melakukan kerja sama dalam bidang ekonomi
tanpa memandang adanya perbedaan suku, ras, bangsa, negara dan agama.
Bab enam menjelaskan perkembangan agama, politik, ekonomi, ilmu
pengetahuan dan teknologi, perkembangan seni dan budaya, hikmah perkembangan
Islam pada abad pertengahan. Indikator toleransi terlihat dari adanya kerjasama
yang baik dalam masyarakat dalam upaya mengembangkan agama, politik,
ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi. Bab tujuh menjelaskan Surah ar-Rum:
41-42 tentang larangan berbuat kerusakan di bumi, surah al-A’raf: 56-58 tentang
larangan berbuat kerusakan di bumi, surah Sad: 27-28 tentang keburukan kaum yang
berbuat kerusakan di bumi. Bab delapan menjelaskan pengertian dan nama-nama
kitab, tanda penghayatan terhadap iman kepada kitab-kitab Allah, hikmah
penghayatan terhadap iman kepada kitab-kitab Allah. Salah satu hikmah dari
beriman kepada kitab-kitab Allah adalah menerima keberadaan pemeluk agama lain.
Bab Sembilan menjelaskan pengertian dosa besar dan macam-macam dosa
besar. Pembahasan dosa besar akan menantarkan siswa pada perilaku yang baik.
Toleransi adalah salah satu perilaku yang baik yang harus dimiliki oleh bangsa
Indonesia yang notabene merupakan bangsa yang plural. Bab sepuluh menjelaskan
menghargai karya orang lain, perlindungan terhadap hak karya cipta, penerapan
sikap dan perilaku. Menghargai orang lain adalah salah satu indikator dari sikap
toleransi. Bab sebelas menjelaskan hukum pengurusan jenazah, tata cara pengurusan
jenazah, dan hal-hal yang berkaitan dengan pengurusan jenazah. Muatan toleransi
tercermin dari hukum pengurusan jenazah bahwa setiap orang harus saling
membantu. Bab dua belas menjelaskan pengertian khotbah, tabligh, dakwah dan tata
cara khotbah, tabligh dan dakwah. tata cara berdakwah yang baik dan tanpa paksaan
menjadi dalah satu indikator sikap toleransi. Bab tiga belas menjelaskan
perkembangan agama, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi,
perkembangan seni budaya dan hikmah perkembangan Islam pada masa modern.
Adanya kerjasama dalam masyarakat untuk mengembangkan politik, ekonomi, ilmu
pengetahuan dan teknologi mengandung indikator toleransi.
59
c). Buku Teks Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas XII, Penulis: Drs. Margiono,
M.Pd, Drs. Junaidi Anwar, dan Dra. Latifah
Tabel 3.9
Materi Buku Pendidikan Agama Islam Kelas XII
No Bab Judul bab Materi pembahasan
1 I Ayat-ayat al-Qur’an
tentang toleransi
Al-Qur’an surah al-Kafirun, 109: 1-6
tentang tidak ada toleransi dalam hal
keimanan dan peribadahan, surah Yunus,
10: 40-41 tentang sikap orang yang
berbeda pendapat, dan surah al-Kahfi, 18:
29 tentang kebebasan beragama.
2 II Ayat-ayat al-Qur’an
tentang etos kerja
Al-Qur’an surah al-Mujadalah, 58: 11
tentang keunggulan orang yang beriman
dan berilmu, al-Qur’an surah al-jumu’ah,
62: 9-10 tentang dorongan agar rajin
beribadah dan giat bekerja.
3 III Iman kepada hari
akhir
Pengertian hari akhir, hal-hal yang
berhubungan dengan alam akhirat, tanda
penghayatan iman kepada hari akhir,
hikmah penghayatan iman kepada hari
akhir.
4 IV Perilaku terpuji Pengertian adil, bijaksana, rida dan amal
shaleh, contoh-contoh perilaku adil,
bijaksana, rida dan amal shaleh,
membiasakan perilaku adil, bijaksana, rida
dan amal saleh.
5 V Munakahat Ketentuan hukum Islam tentang
perkawinan, ketentuan perkawinan di
Indonesia, hikmah perkawinan, hikmah
talak dan rujuk.
6 VI Perkembangan Islam
di Indonesia
Perkembangan agama. politik, ekonomi,
ilmu pengetahuan dan teknologi,
perkembangan seni dan budaya serta
hikmah perkembangan Islam di Indonesia.
7 VII Ayat-ayat al-Qur’an
tentang
mengembangkan
IPTEK
Al-Qur’an surah Yunus, 10:101 tentang
IPTEK, al-Qur’an surah al-Baqarah, 2:
164 tentang dorongan untuk
mengembangkan IPTEK.
8 VIII Iman kepada qada
dan qadar
Pengertian qada dan qadar, tanda
penghayatan iman kepada qada dan qadar,
hikmah penghayatan qada dan qadar.
9 IX Tata karma
pergaulan
Makna persatuan dan kesatuan, contoh
perilaku menjaga persatuan dan kesatuan,
membiasakan perilaku menjaga persatuan
dan kesatuan.
60
10 X Akhlak tercela Pengertian israf, tabzir, gibah, dan fitnah,
contoh-contoh perilaku israf, tabzir,
gibah, dan fitnah,menghindari perilaku
israf, tabzir, gibah, dan fitnah.
11 XI Hukum Islam
tentang mawaris
Hukum Islam tentang mawaris, ketentuan
tentang harta dalam mawaris, contoh
pelaksanaan hukum waris, hikmah
mawaris.
12 XII Perkembangan Islam
di dunia
Perkembangan Islam di dunia, contoh
perkembangan Islam di dunia dan hikmah
dari perkembangan Islam di dunia.
Sumber: Buku PAI Kelas X terbitan Yudistira
Dari tabel di atas, maka dapat dijelaskan bahwa dalam buku ajar PAI kelas
XII terbitan Yudistira, materi pelajaran terbagi menjadi sebelas bab. Bab pertama
menjelaskan surah al-Kafirun, 109: 1-6 tentang tidak ada toleransi dalam hal
keimanan dan peribadahan, surah Yunus, 10: 40-41 tentang sikap orang yang
berbeda pendapat, dan surah al-Kahfi, 18: 29 tentang kebebasan beragama. Muatan
toleransi terpampang jelas dari pembahasan materi yang menekankan adanya
kebebasan dalam beragama. Bab dua menjelaskan surah al-Mujadalah, 58: 11
tentang keunggulan orang yang beriman dan berilmu, al-Qur’an surah al-jumu’ah,
62: 9-10 tentang dorongan agar rajin beribadah dan giat bekerja. Bab tiga
menjelaskan pengertian hari akhir, hal-hal yang berhubungan dengan alam akhirat,
tanda penghayatan iman kepada hari akhir, hikmah penghayatan iman kepada hari
akhir. Penghayatan iman kepada hari akhir adalah senantiasa berbuat naik. Toleransi
adalah bagian dari sikap yang baik. Bab empat menjelaskan pengertian adil,
bijaksana, rida dan amal shaleh, contoh-contoh perilaku adil, bijaksana, rida dan
amal shaleh, membiasakan perilaku adil, bijaksana, rida dan amal saleh. Adil dan
bijaksana adalah sikap yang harus dimiliki oleh setiap manusia khusunya seorang
pemimpin. Seorang pemimpin haruslah berbuat adil kepada rakyatnya. Setiap kasus
harus diproses dengan baik tanpa ada unsur tebang pilih. Dalam materi ini, sikap
adil dan bijaksana jelas mengandung muatan toleransi dan demokrasi.
Bab lima menjelaskan ketentuan hukum Islam tentang perkawinan,
ketentuan perkawinan di Indonesia, hikmah perkawinan, hikmah talak dan rujuk.
Ketentuan perkawinan di Indonesia yang mengharuskan mempelai memiliki agama
yang sama menjadi salah satu perdebatan yang apik. Di satu sisi menolak dan disisi
lain menerima. Pembahasan yang kontroversial seperti ini perlu pemaparan yang
jelas guna menghindari timbulnya pemahaman yang radikal maupun pemahaman
yang liberal. Bab enam menjelaskan perkembangan agama. politik, ekonomi, ilmu
pengetahuan dan teknologi, perkembangan seni dan budaya serta hikmah
perkembangan Islam di Indonesia. Hikmah dari upaya mengembangkan agama.
politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan seni dan budaya
adalah terjalinya kerja sama yang baik antar masyarakat, bangsa dan negara. Bab
tujuh menjelaskan surah Yunus, 10:101 tentang IPTEK, al-Qur’an surah al-Baqarah,
2: 164 tentang dorongan untuk mengembangkan IPTEK. Bab delapan menjelaskan
pengertian qada dan qadar, tanda penghayatan iman kepada qada dan qadar, hikmah
penghayatan qada dan qadar.
61
Bab sembilan menjelaskan makna persatuan dan kesatuan, contoh perilaku
menjaga persatuan dan kesatuan, membiasakan perilaku menjaga persatuan dan
kesatuan. Sikap intoleransi akan melahirkan perpecahan di kalangan masyarakat dan
sebaliknya sikap toleransi, saling menghormati dan menerima perbedaan dalam
masyarakat akan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. Bab sepuluh
menjelaskan pengertian israf, tabzir, gibah, dan fitnah, contoh-contoh perilaku israf,
tabzir, gibah, dan fitnah,menghindari perilaku israf, tabzir, gibah, dan fitnah.
Perilaku israf, gibah dan suka mengfitnah akan menjadi salah satu sumber
perpecahan. Dengan menghindari perilaku tersebut maka persatuan dan kesatuan
dapat terjaga. Bab sebelas menjelaskan Hukum Islam tentang mawaris, ketentuan
tentang harta dalam mawaris, contoh pelaksanaan hukum waris, hikmah mawaris.
Perbedaan pendapat tentang bagian wanita dan laki-laki dalam harta warisan dapat
memicu timbulnya sikap intoleransi. Bab dua belas menjelaskan perkembangan
Islam di dunia, contoh perkembangan Islam di dunia dan hikmah dari perkembangan
Islam di dunia. Indikator radikalisme akan tampak apabila materi pembahasan
diwarnai dengan pemahaman yang ekstrim seperti menampakkan tokoh-tokoh Islam
yang memiliki pemahaman yang ekstrim.
B. Muatan Radikalisme, Toleransi dan Demokrasi dalam Buku PAI SMA
Mengklasifikasikan teks sebagai sebuah teks bermuatan radikal, moderat
maupun liberal sesungguhnya bukanlah perkara mudah. Pengklasifikasian teks sangat
dipengaruhi oleh sudut pandang serta metode yang digunakan. Perbedaan sudut
pandang serta paradigma berfikir membuat teks menjadi multi makna. Oleh karena itu,
tidak heran jika satu teks yang sama memiliki banyak karena adanya perbedaan
paradigma antara satu dan yang lain.
1. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam SMA Terbitan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan
a) Radikalisme
Radikalisme merupakan suatu paham keagamaan yang berangkat dari
sikap fanatisme yang berlebihan sehingga cenderung ekstrim dalam memandang
setiap perbedaan yang ada. Berdasarkan analisis yang penulis lakukan, terdapat
beberapa teks yang bermuatan radikalisme dalam buku PAI SMA terbitan
kemendikbud RI. Berikut ini beberapa teks yang bermuatan radikalisme dalam
buku PAI SMA terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia yaitu:
Pada buku PAI kelas X bab IV: Al-Qur’an dan hadits adalah pedoman
hidupku, halaman 57 terdapat teks kalimat sebagai berikut:
62
Apabila diperhatikan secara seksama teks tersebut sesungguhnya tidak
mengandung paham radikalisme. akan tetapi, teks tersebut akan bisa menyulut
sikap intoleransi apabila teks tersebut dipahami secara tekstual oleh siswa atau
malah justru jatuh di tangan guru yang sedikit berpaham fundamental. Namun
sebaliknya, teks tersebut bisa menumbuhkan sikap toleransi manakala jatuh pada
tangan guru yang berpaham moderat dan memiliki pemahaman yang luas tentang
agama sehingga dapat memberikan penjelasan yang memadai bahkan dapat
menampilkan perbedaan pandangan tokoh-tokoh agama tentang makna musyrik
serta bagaimana menyikapi perbedaan agama.
Sejatinya teks yang bisa menimbulkan penafsiran ganda perlu diberikan
penjelasan yang komprehensif bukan parsial. Seperti halnya teks di atas, apabila
dipahami secara tekstual dan jatuh di tangan guru yang fundamental maka bisa
menyulut paham yang radikal dan intoleran. Makna musyrik bahkan bisa jadi
dikembangkan bukan sebatas pada orang yang menyembah selain Allah, para
ahli kitab, ataupun bahkan orang Islam yang memiliki paham, mazhab maupun
aliran yang berbedapun bisa divonis sebagai musyrik. Oleh karena itu, sejatinya
teks di atas dihadirkan dengan penjelasan yang komprehensif tentang siapa yang
dimaksud dengan musyrik dalam hal tersebut. Selanjutnya dipaparkan pula
makna kotor dalam teks tersebut. karena tanpa pemaparan yang jelas dan
komprehensif maka teks tersebut bisa menimbulkan penafsiran yang salah.
Apalagi, penjelasan teks tersebut ambigu dalam memaparkan makna kotor.
keambiguan teks tersebut terlihat dari lanjutan teks yang menyatakan bahwa
“Mendengar kata-kata adiknya tersebut, Umar segera bergegas untuk bersuci.
Kemudian Fatimah menyerahkan lembaran ayat-ayat al-Qur’an surah Taha.”
Pernyataan bahwa Fatimah menyerahkan surah taha kepada umar setelah bersuci
menimbulkan sebuah pertanyaan tentang makna kotor dalam teks di atas. Kotor
dalam arti apa? Jasad atau hati? Bagaimana cara menyucikannya?. Ketidak
adanya penjelasan tentang semua ini bisa menimbulkan sebuah tanda tanya baru,
yang bisa mendorong siswa menafsirkan teks tersebut secara serampangan.
Oleh karena itu, sejatinya, teks dihadirkan secara komprehensif agar tidak
menimbulkan penafsiran yang salah dan dangkal. Di samping itu, teks-teks
agama sebagai salah satu bagian dari upaya mengembangkan karakter bangsa
maka harus selalu diupayakan untuk menghadirkan teks-teks moderat yang
bukan hanya menampilkan suatu sisi akan tetapi menghadirkan sisi lain sebagai
pembanding.
63
Teks-teks inklusif juga perlu dikembangkan seperti melarang memvonis
orang lain sebagai orang kotor tanpa dalil serta pemaparan yang jelas. Karena
menentukan baik buruknya manusia itu adalah hak prerogatif Tuhan. Manusia
tidak berhak untuk mengatakan orang buruk, karena bisa jadi orang yang kita
katakan buruk malah sebaliknya lebih baik dari kita sendiri. Sebagaimana
ditegaskan Allah dalam Q.S. Al-hujurat: 11 yang berarti bahwa: “Wahai orang
yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena)
boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka yang (yang
mengolok-olok),dan janganlah pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan)
perempuan yang lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan)
lebih baik dari perempuan yang (mengolok-olok).” (Q.S. Al-hujurat: 11)
Pada buku PAI kelas XI bab 4: Sampaikan dariku walau satu ayat,
halaman 58 terdapat teks kalimat sebagai berikut:
Hadits di atas jika dipahami secara tekstual maka akan berakhir pada
kesimpulan bahwa mencegah segala bentuk kejahatan dengan cara kekerasan
maupun melalui kekuasaan lebih utama dibandingkan melalui lisan seperti
dakwah ataupun melalui dialog. Interpretasi yang seperti ini tentunya akan
memperburuk citra Islam sebab akan timbul penafsiran baru bahwa Islam lebih
mengutamakan penyelesaian masalah dengan menggunakan kekerasan dari pada
dialog. Padahal, sejatinya Islam adalah agama yang sangat mengutamakan
kedamaian. selama ini, perang yang dilakukan oleh Rasululullah hanyalah
sebagai salah satu upaya menjaga eksistensi umat Islam. Oleh karena itu, hadits
maupun ayat al-Qur’an yang mengandung kesan ambigu perlu penjabaran yang
baik guna menghindari timbulnya intrepretasi yang ekstrim.
Pada buku PAI kelas XI bab 10: bangun dan bangkitlah wahai pejuang
Islam, halaman 168 terdapat teks kalimat sebagai berikut:
64
Seperti halnya teks sebelumnya, teks di atas bisa menjadi penyulut paham
radikal. Apalagi secara eksplisit, bunyi teks di atas terkesan mengusung paham
kaum salaf. Menyalahkan praktek ibadah yang berbeda dari kaum salaf serta
cenderung mengusung ideologi kekerasan. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya
pertanyaan memerangi orang-orang yang menyimpang dari aqidah kaum salaf
seperti kemusyrikan, khurafat, bid’ah, taqlid dan tawasul. Kata memerangi secara
harfiah mengandung konotasi negatif yaitu membenarkan tindak kekerasan atas
nama agama atau membenarkan tindak kekerasan untuk menumpas setiap orang
maupun kelompok yang menyimpang dari ideologi kaum Salafi.
Teks seperti ini apabila jatuh kepada guru yang fundamental yang ataupun
ditafsirkan oleh siswa secara tekstual serta dangkal hanya perang dalam arti
mengangkat senjata maka bisa menjadi salah satu bentuk pembenaran tindak
kekerasan atas nama agama. Namun sebaliknya apabila teks tersebut jatuh
kepada guru yang moderat yang menafsirkan kata perang bukan sebatas perang
fisik, melainkan sebagai sebuah upaya memerangi setiap bentuk penyimpangan
dalam Islam melalui dunia pendidikan dan dakwah maka teks tersebut akan
menghindarkan umat Islam dari kemungkinan pengaruh-pengaruh aliran sesat
tanpa mengganggu aktivitas keberagamanaan orang lain.
Di samping kata memerangi yang terkesan intoleran, teks intoleran yang
bisa memicu berkembangnnya paham radikal dalam diri siswa yaitu pemaparan
teks yang bersifat parsial. Pemaparan parsial tentang tawassul sebagai sebuah
perbuatan menyimpang. Padahal sejatinya, tawassul masih dalam perdebatan. Di
satu sisi terdapat kelompok yang menolah tawassul. Namun disisi lain, terdapat
kelompok yang membenarkan praktek tawassul.
Senada dengan teks di atas, penyalahan praktek tawassul kembali
ditemukan pada buku PAI kelas XI Bab 10: Bangun Dan Bangkitlah Wahai
Pejuang Islam. Halaman 170.
Pada poin c di atas, disebutkan bahwa menyebut nama nabi, syekh atau
malaikat sebagai perantara doa merupakan tindakan syirik. Secara implisit, teks
ini membenturkan dua pandangan yang berbeda tentang praktek tawassul dalam
kalangan umat Islam. Dalam pandangan kalangan NU, perbuatan tawassul
65
dianjurkan untuk dilakukan. Karena itu, dapat kita lihat bersama bahwa
masyarakat NU sering melakukan tawassul baik langsung kepada Nabi
Muhammad, para sahabat maupun kepada para ulama. Sementara itu, dalam
pandangan kalangan ulama Muhammadiyyah tawassul sesuatu yang tidak
dibenarkan dan untuk itu kalangan Muhammadiyah diminta untuk menghindari
hal tersebut. Agar terhindar dari sikap pengkultusan seperti yang dialami oleh
kaum Yahudi dan Nasrani yang begitu mengkultuskan Nabi Isa.
Pada buku PAI SMA Negeri 9 Tangsel, Kelas XI, halaman 176 dijelaskan
tentang ide-ide pemikiran hukum Rashid Ridho bahwa:
Teks di atas, mengindikasi muatan radikalisme. hal tersebut terlihat jelas
dari pernyataan perlunya menghidupkan kembali sistem khalifah. Teks di atas
mengindikasi masuknya muatan radikalisme dengan masuknya cita-cita para
kelompok Islam Radikal yang menginginkan umat Islam menghidupkan kembali
sistem khalifah di seluruh belahan dunia. Teks seperti ini apabila dipahami secara
tekstual maka bisa mengganggu ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Upaya perubahan ideologi Pancasila akan semakin menguat. Apalagi, adanya
segelintir orang yang menginginkan Indonesia menjadi sebuah negara Islam
tentunya bisa menjadi salah satu upaya merubah ideologi bangsa yang telah
disepakati oleh founding father bangsa ini.
Di samping indikasi radikalisme, indikasi intoleransi juga akan semakin
menguat dengan adanya pernyataan bahwa khalifah adalah penguasa di seluruh
dunia Islam yang mengurusi bidang agama dan politik. Kemudian adanya syarat
mutlak bahwa khalifah haruslah mujtahid besar dan harus menerapkan hukum
Islam. Dalam konteks ke indonesiaan, teks ini bisa menjadi pemicu konflik antar
umat beragama. khalifah yang dimaknai sebagai penguasa serta adanya prasyarat
mujtahid dan harus menerapkan hukum Islam mengindikasi bahwa adanya
penolakan terhadap pemimpin non muslim.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa wacana kepemimpinan non
muslim menjadi salah topik perdebatan yang apik dalam bangsa ini. Di satu sisi
bergulir penolakan atas kepemimpinan non muslim dan disisi lain mengalir pula
dukungan terhadap kepemimpinan non muslim. Adanya pro kontra terhadap
kepemimpinan non muslim tersebut kini bukan lagi menjadi perdebatan di meja
publik akan tetapi telah berkembang menjadi konflik antar mapun inter agama.
Oleh karena itu, sejatinya teks-teks kontoversial yang menjadi perdebatan dalam
masyarakat perlu disajikan dengan baik dengan menampilkan berbagai sudut
pandang yang berbeda tentang apakah sebenarnya yang dimaksud dengan
khalifah? Apa saja syarat khalifah?
66
Karena tanpa menghadirkan perbedaan pendapat tentang makna dan syarat
khalifah maka teks tersebut bukan hanya akan memicu sikap intoleransi akan
tetapi akan menjadi penyubur paham radikal.
Pada buku PAI kelas XII Bab 4: Bersatu Dalam Keragaman dan
Demokrasi, halaman 67 terdapat teks sebagai berikut:
Secara eksplisit teks di atas memuat pandangan kaum radikal terhadap
demokrasi bahwa demokrasi berasal dari barat dan termasuk produk kafir karena
itu demokrasi harus di tolak. Dengan demikian, jika kita melihat teks ini secara
parsial maka kita akan berakhir pada kesimpulan bahwa teks ini adalah
mengandung muatan radikalisme yaitu penolakan terhadap demokrasi serta
pengusungan terhadap teo-demokrasi. Akan tetapi, jika teks dipahami secara
komprehensif, maka kita akan menyimpulkan hal sebaliknya bahwa teks ini
bermuatan toleransi dan demokrasi. Indikator kedemokratisan teks tersebut
terlihat dari adanya paparan tentang perbandingan konsep demokrasi menurut
para intelektual Islam baik yang berpaham radikal, moderat hingga liberal.
Pada buku PAI SMA Negeri 9 Tangsel, kelas XII halaman 201, penulis
memaparkan bahwa:
67
Teks di atas merupakan teks yang menarik. Penggambaran tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh umat Hindu terhadap umat Islam di India
menunjukkan bahwa kekerasan atas nama agama atau dikenal dengan nama
radikalisme agama ternyata bukan hanya dilakukan oleh penganut agama Islam.
Akan tetapi, kekerasan agama juga dilakukan oleh pemeluk agama lainnya dunia.
Karena itu, memjudge Islam sebagai agama kekerasan adalah tindakan yang
tidak benar karena sejatinya agama Islam tidak mengajarkan kekerasan.
Kalaupun ada tindak kekerasan maka itu kembali pada personalnya. Teks di atas
membuktikan bahwa umat Islampun menjadi korban dari radikalisme agama.
Karena itu, sebagai pengembangn karakter sejatinya buku pelajaran agama
lebih banyak Memberikan gambaran tentang keharmonisan kehidupan
masyarakat beragama.bukan malah sebaliknya, karena hal seperti ini, hanya akan
memicu lahirnya sentimen keberagamaan. Seperti halnya teks di atas,
penggambaran kondisi umat Islam yang ditekan dan ditindas oleh penguasa dan
umat Hindu di India bisa memicu sentimen agama. Bahkan bukan tidak mungkin
akan memicu pemikiran dan tindak radikal sebagai balasan atas tindakan yang
diterima kaum Muslim dari kaum Hindu. Sebagai mana telah dipaparkan oleh
Irfan Ahmad dalam bukunya Islamism and Democracy in India: The
Transformation of Jamaat e-Islami bahwa konflik antara umat Hindu dan India
yang berakhir dengan peristiwa 1992 yang menyebabkan pembunuhan besar-
besaran rezim Hindu yang berkuasa terhadap ratusan umat Islam menjadi salah
satu faktor penyebab berkembangnya kelompok radikal Islamic Salvation Front
(FIZ) di India. (Ahmad; 2009: 166)
Pada buku PAI SMA Negeri 9 Tangsel, kelas XII halaman 210 dinyatakan
bahwa:
Indikator radikalisme dari teks ini yaitu adanya stigma negatif terhadap
Amerika. Secara Implisit, teks di atas menyebutkan bahwa Amerikalah yang
bertanggung jawab terhadap penyebaran isu terorisme yang menyudutkan agama
dan umat Islam. Teks-teks seperti ini apabila diyakini sebagai sebuah kebenaran
akan menyebabkan sebuah masalah, sebab akan menyulut konflik dan
memunculkan ledakan aksi-reaksi yang keras.
Tugas dan tantangan muslim dewasa ini adalah membalikkan dinamika
yang semakin memperkuat diri, bukan malah mengkampanyekan nilai-nilai
intoleran untuk membalas kebencian Amerika. Tugas Muslim yang
68
sesungguhnya adalah berupaya untuk tidak terjerumus atau menjerumuskan
orang lain dalam perang gagasan yang simplistik, tidak akurat, ekstrem dan
sangat berbahaya. Sadar atau tidak, bahwa teks-teks yang cenderung
menggambarkan Islamphobia Amerika, akan menyuburkan ideologi ekstrim
yang merestui pembunuhan. (Rauf, 2013: 230-232)
b) Toleransi dan demokrasi
Indikator toleransi, berikutnya terdapat pada buku kelas X halaman 7 yang
berbunyi sebagai berikut:
Salah satu indikator toleransi adalah terciptanya kedamaian. Dalam teks ini
disebutkan bahwa salah satu hikmah dari beriman kepada asma’ul husna adalah
menjadikan pribadi yang baik yang senantiasa mencintai kedamaian. dengan
menjadikan orang-orang disekitarnya aman dari segala macam gangguan baik
secara lisan maupun perbuatan. Sebagai masyarakat sosial, tidak dipungkiri
bahwa konflik sosial seringkali mewarnai interaksi sosial, akan tetapi sebagai
masyarakat beragama, kita dituntut untuk bersikap bijak dalam menghadapi
setiap persoalan. Melakukan dialog terbuka sebagai bentuk upaya penyelesaian
masalah sangatlah ditekankan.
Indikator toleransi, berikutnya terdapat pada buku kelas X halaman 86
yang berbunyi sebagai berikut:
69
Indikator toleransi dan demokrasi adalah prinsip persaudaraan. Ukhwah itu
terbagi menjadi tiga yaitu ukhwah basyariyah, Islamiyah dan wathaniyah. Ketiga
persaudaraan tersebut telah dicontohkan oleh Rasulullah dengan cara mengikat
tali persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar, antara penduduk Madinah
yang terdiri dari berbagai suku dan agama.
Indikator toleransi, berikutnya terdapat pada buku kelas X halaman 96
yang berbunyi sebagai berikut:
Indikator toleransi dan demokrasi adalah menghargai perbedaan. Bagi
sebagian yang lain, keragaman adalah sebuah rahmat yang dapat meruntuhkan
paham monoisme yang melekat dalam baju kesukuan, kebangsaan dan
keagamaan. Namun sebaliknya, bagi sebagian kalangan, keragaman merupakan
sebuah ancaman. Oleh karena itu, tidak heran jika ada pihak yang berbeda
dengan komunitasnya dianggap sebagai musuh yang harus dihadapi secara kursif.
Di tengah masyarakat yang majemuk seperti bangsa indonesia, keragaman
haruslah dilirik sebagai sebuah keniscayaan. Sebab keragaman bukanlah semata-
mata kehendak alam akan tetapi, yang pasti keragaman adalah kehendak sang
pencipta. Bahkan Allah telah menyatakan hal tersebut dengan jelas bahwa jikalau
ia menghendaki, niscaya dijadikannya umat manusia itu menjadi umat yang
seragam, umt yang satu dan monolitik, tapi Allah menghendaki yang sebaliknya
yaitu menjadikan umat manusia itu sebagai umat yang beragam. (Misrawi, 2007:
301-302) Oleh karena itu, sepatutnya umat manusia menghargai setiap perbedaan
suku, bangsa, agama dan budaya sebagai sebuah keunikan tersendiri yang
diciptakan oleh Allah.
70
Indikator toleransi, berikutnya terdapat pada buku kelas X halaman 153
yang berbunyi sebagai berikut:
Salah satu indikator toleransi dalam teks ini adalah teks yang menegaskan
adanya kebebasan beragama. Islam merupakan agama yang sangat menghargai
kebebasan beragama. Hal tersebut dapat dilhat dari Q.S Al-Kahfi: 29 yang berarti
bahwa: “Barang siapa yang ingin beriman maka hendaklah ia beriman, dan
barang siapa yang ingin kafir, maka biarlah ia kafir”. (Q.S Al-Kahfi: 29)
Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa Allah memiliki sikap yang sangat
agung dan patut diperhatikan dalam menyikapi realtas perbedaan agama. ada satu
hal yang tidak terbantahkan bahwa manusia itu diciptakan dalam keragaman
termasuk dalam persoalan keyakinan. Dalam hal ini, Allah memberikan
kebebasan kepada manusia untuk memilih antara beriman atau tidak beriman.
dengan sebuah catatan bahwa iman adalah jalan terbaik untuk mencapai ridho-
Nya dan kufur adalah jalan yang buruk. (Misrawi, 2007: 317)
Buku kelas X halaman 155 yang berbunyi:
71
Indikator toleransi juga tergambar jelas dari teks di atas. Pemaparan teks
tentang sejarah perjalanan hidup nabi Muhammad dalam membangun masyarakat
di Madinah menunjukkan semangat toleransi yang tinggi. Hal tersebut ditegaskan
oleh bentuk kebijakan yang sarat nilai toleransi dan demokrasi seperti piagam
Madinah. Piagam Madinah adalah konstitusi yang sangat modern pada
zamannya. Bahkan, di era sekarang ini, piagam Madinah bisa dijadikan salah satu
contoh cara membangun masyarakat yang memiliki latar belakang kemajemukan.
(Misrawi, 2007: 32)
Pada buku PAI kelas XI Bab 10: Bangun dan Bangkitlah Wahai Pejuang
Islam, halaman 192 terdapat kalimat sebagai berikut:
Indikator toleransi secara eksplisit tergambar dari paparan tentang larangan
bermusuhan dan melakukan tindakan kekerasan. Permusuhan berasal dari rasa
benci yang dimiliki oleh setiap manusia. sebagaimana cinta, benci berasal dari
nafsu yang bertumpu di atas pondasi akal. Permusuhan di antara manusia
terkadang karena persoalan wanita, harta namun terkadang pula karena persoalan
ideology/ keyakinan. Persolan ideologi merupakan persoalan yang sangat sensitif
yang paling sering menjadi pemicu terjadinya konflik atas nama agama. Konflik
apapun itu, pada dasarnya hanya akan menimbulkan kepedihan, kesengsaraan
serta penderitaan. Oleh karena itu, Islam melarang menabur kebencian. Karena
kebencian merupakan sumber konflik. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S al-
Hujurat: 11 yang berbunyi: “ Wahai orang yang beriman, hendaklah suatu kaum
tidak menghina kaum yang lain.”( Q.S al-Hujurat: 11)
72
Indikator demokrasi, terdapat pada buku kelas XI, bab 10 halaman 174
yang berbunyi:
Secara implisit, nilai demokrasi terlihat dari poin C. Berdasarkan kalimat
di atas, maka dapat diketahui bahwa kekuasaan negara harus dibatasi oleh
konstitusi menunjukkan sistem demokrasi yang baik. Adanya pembatasan
kekuasaan akan menjadi salah satu pengontrol pemerintah dalam menjalankan
kekuasaannya. Tanpa adanya batasan kekuasaan maka pemerintah bisa saja
berbuat sekehendak hatinya tanpa memperhatikan ketetapan dan ketentuan yang
ada.
Indikator toleransi, berikutnya terdapat pada buku kelas XI halaman 196
yang berbunyi sebagai berikut:
Secara eksplisit, nilai tolerasi dalam teks ini ialah adanya kebebasan
beragama. Islam adalah agama yang menjujung tinggi kebebasan beragama. hal
tersebut tercermin dari firman Allah dalam Al-Qur’an yang berbunyi:
73
ayat di atas menegaskan bahwa Islam mengajarkan kebebasan beragama.
Umat Islam tidak boleh mengusik atau mengganggu umat non Islam baik dengan
cara mengucapkan kata-kata yang tidak menyenangkan (mencela, menghina
atupun menistakan) maupun dengan melakukan perbuatan yang merugikan
(meneror, menyerang, ataupun merusak). (Ismail, 2014: 7) Sebaliknya, umat non
muslim juga harus berlaku sama yaitu memberikan kebebasan beragama terhadap
umat muslim, tidak boleh mengusik atau mengganggu umat Islam baik dengan
cara mengucapkan kata-kata yang tidak menyenangkan (mencela, menghina
atupun menistakan) maupun dengan melakukan perbuatan yang merugikan
(meneror, menyerang, ataupun merusak).
Nilai toleransi dalam teks ini yaitu menghargai perbedaan. Dalam
toleransi, setidaknya ada satu poin penting yang harus diperhatikan yaitu
mengakui adanya perbedaan. Perbedaan manusia bukan hanya dalam persoalan
ras, suku, bangsa dan agama. sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Hujurat:
11. Dari ayat di ini, maka dapat kita pahami bahwa Al-Qur’an telah menegaskan
adanya fenomena multikulturalisme. Oleh karena itu, hendaknya disadari bahwa
perbedaan adalah sebuah realitas kehidupan sosial yang harus diterima dan
dijadikan sebagai sebuah kekuatan.
Selanjutnya pada buku PAI kelas XI halaman 188 terdapat kalimat sebagai
berikut:
74
Dari teks di atas secara eksplisit tergambar muatan toleransi. penekanan
akan pentingnya menjaga toleransi dalam teks ini mengandung makna bahwa
hal inilah yang harus ditekankan bagi bangsa yang majemuk. karena, dalam
bangsa yang majemuk, sikap toleransi menjadi awal untuk kita semua
menerima bahwa perbedaan itu adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat
dipungkiri keberadaannya. Perbedaan bukanlah perkara yang salah yang harus
disikapi secara arogan karena perbedaan adalah sunnatullah, sehingga
sepantasnya disikapi secara bijak demi menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa.Sebagaimana disebutkan dalam Q.S Al-hujurat: 13 yang berarti bahwa:
“ Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seornag
perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal.” (Q.S. al-hujurat: 13)
Indikator toleransi, berikutnya terdapat pada buku kelas XII halaman 63
yang berbunyi sebagai berikut:
Muatan demokrasi secara implisit terlihat dari adanya penekanan akan
pentingnya musywarah dalam pengambilan keputusan. Muatan demokrasi pada
teks di atas terdapat pada proses musyawarah yang dilakukan oleh rasulullah
dengan para sahabat dalam mengambil sebuah keputusan. Sebagaimana
disebutkan dalam sistem demokrasi, pengambilan keputusan dilakukan dengan
jalan musyawarah.
\
75
Muatan toleransi terdapat pada buku kelas XII halaman 88:
Indikator toleransi dan demokrasi dalam teks ini yaitu menghargai
perbedaan. Perbedaan adalah sunnatullah yang harus diterima. Menolak
perbedaan sama artinya menolak kodrat Allah. Karena Allahlah yang
menciptakan dan menginginkan adanya perbedaan tersebut. sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya dalam Q.S. al-Hujurat: 13 bahwa manusia itu terdiri dari
berbagai macam ras, dan suku bangsa. Oleh karena itu, manusia tidak akan bisa
menghindar dari perbedaan karena perbedaan merupakan sebuah ketentuan
tuhan. Manusia setidaknya harus bersikap bijak menghadapi setiap perbedaan
dalam realitas sosial.
Kalimat yang mengandung indikator toleransi berikutnya terdapat pada
buku kelas XII, bab 5 cerahkan hati nurani dengan saling menasehati, halaman 91
yang menegaskan bahwa:
Kisah di atas, sarat akan muatan demokrasi. Muatan demokrasi tercermin
dari adanya hak menyampaikan pendapat. Setiap orang berhak menyampaikan
aspirasinya termasuk dalam hal mengkritik penguasa. Penguasa yang bijak
adalah yang mendengarkan aspirasi rakyatnya. Sebaliknya, rezim yang tiran
76
adalah yang menjalankan kekuasaan sekehendak hatinya, tidak mau mendengar
aspirasi dari bawah serta lebih mengutamakan kepentingan elit politik.
Muatan toleransi juga ditemukan pada buku kelas XII bab VI meraih kasih
Allah dengan ihsan pada halaman 108 :
Indikator toleransi terdapat pada anjuran untuk berlaku ihsan kepada
tetangga baik tetangga yang merupakan saudara sedarah, seagama maupun
sebangsa. Berbuat baik tanpa memandang perbedaan agama, suku maupun
bangsa menunjukkan indikator toleransi. Muatan toleransi juga diperkuat dengan
hadits nabi yang berbunyi demi Allah, tidak beriman orang yang tetangganya
tidak nyaman dari gangguannya.
2. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam SMA Terbitan Erlangga
a) Radikalisme
Buku kelas 2 halaman 5 yang berbunyi:
77
Salah satu indikator radikalisme menurut Zuhdi adalah klaim kebenaran.
Dengan demikian, maka secara implisit teks di atas, mengandung muatan
radikalisme. Hal tersebut dapat dilihat dari Q.S. Ali-imran:19 dan Ali Imran: 85.
Selaras dengan pendapat Zuhdi, menurut Muhammad Ali, Q.S. Ali-imran:19 dan
Ali Imran: 85 apabila dipahami secara parsial dan tekstual maka akan
menumbuhkan pemahaman radikal. Karena itu, lanjutnya, kegiatan misi agama
yang penuh dengan prasangka teologis seperti pemberian label kufur pada agama
lain dan ungkapan tidak ada penyelamatan selain agamanya perlu dibenahi dan
kemudian dikembangkan sikap saling menghargai (mutual respect), saling
mengakui eksistensi (mutual recognition) serta relatively absolute bahwa yang
saya miliki memang benar, akan tetapi kebenaran itu sifatnya relative. perlu
Indikatornya yaitu menganggap agamanya sebagai paling benar.
Berbeda dengan Zuhdi dan Ali, menurut Adian Husaini bahwa Q.S. Ali-
imran:19 dan Ali Imran: 85 memang perlu dipahami secara eksklusif. Karena
dalam tatara teologis, semestinya keyakinan eksklusif akan kebenaran agama
harus dibangun. Karena apabila tidak maka akan sangat berbahaya. Orang yang
meragukan kebenaran agamanya tentunya dengan mudah akan melepaskan diri
dari aturan-aturan (syariat agamanya), sehingga dengan mudah akan melepaskan
agamanya. (Husaini, 2002: 101-102)
Senada dengan Husaini, menurut penulis, klaim kebenaran sangat
dibutuhkan sebagai upaya meneguhkan keimanan. Karena itu, tidak etis jika
klaim kebenaran dimasukkan sebagai indikator radikalisme karena pada dasarnya
setiap agama meyakini akan kebenaran agamanya. Meski demikian, tidak penulis
pungkiri bahwa klaim kebenaran bisa berubah menjadi bibit radikalisme apabila
diikuti dengan sifat yang berlebihan. Indikator berlebihan ditunjukkan dengan
kecenderungan mengeliminir setiap agama, mazhab, aliran maupun organisasi
yang berbeda dari diri dan kelompoknya adalah salah.
Dalam Buku PAI SMA Islam Terpadu Al-Qur’aniyyah kelas XI pada
halaman 188 lembar biografi tokoh Sayyid Ahmad Khan dikemukan pandangan
tokoh yang terkesan intoleran seperti:
Indikator intoleransi dalam teks ini jelas tergambar dari masuknya teks
larangan pembauran umat beragama tanpa adanya penjelasan tentang alasan dan
faktor penyebab larangan pembauran umat Hindu dan umat Islam di India.
Karena sadar atau tidak, ketidak adanya pemaparan yang komprehensif bisa
menimbulkan penafsiran yang salah bahwa umat Islam tidak boleh berbaur
dengan penganut agama lainnya karena itu, umat Islam harus punya negara
78
sendiri. Penafsiran seperti ini tentunya bukan hanya menyebabkan perpecahan di
kalangan umat beragama bahkan akan merusak kesatuan dan persatuan bangsa.
Sejatinya buku pelajaran agama bukan hanya dituntut untuk memupuk
rasa keimanan akan tetapi buku pelajaran agama juga dituntut mengupayakan
terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa. dengan demikian, buku pelajaran
agama harus memberikan gambaran yang jelas bahwa dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, perbedaan adalah sebuah keniscayaan karena itu
perbedaan harus diterima sebagai sebuah kekayaan bangsa. Melarang pembauran
umat beragama tentunya akan bisa memecah bangsa. Jika konteks kalimat
dibawa dalam kehidupan bangsa Indonesia tentunya teks ini akan bisa memicu
perpecahan dikalangan umat beragama di Indonesia. Umat Islam tidak akan mau
hidup berdampingan dengan rukun dengan umat Hindu bahkan dengan umat-
umat beragama lainnya seperti Budha, Kristen Katolik, Protestan dan
Konghuchu.
Bangsa Indonesia harus sadar betul bahwa Indonesia adalah negara
multikultural terbesar dunia yang terdiri dari berbagai etnis, suku, bahasa,
maupun agama. Oleh karena itu, guna menjaga kesatuan dan persatuan bangsa
Indonesia, setiap warga negara harus memiliki semangat toleransi yang tinggi.
Lanjutnya teks bermuatan radikal penulis juga temukan dalam buku kelas
3 halaman 174 yang berbunyi:
Teks di atas sesungguhnya sangat menarik, di satu sisi teks tersebut bisa
menjadi filter bagi penyemaian aliran sesat di kalangan siswa. Namun disisi lain
bisa menyemai sikap eksklusif, radikal dan intoleran dalam diri siswa.
Pernyataan yang bernada menyudutkan, menyalahkan dengan menganggap
sebagai aliran sesat sesungguhnya bisa menimbulkan sikap intoleransi terhadap
kelompok Ahmadiyah. Namun sebaliknya, ketidak tegasan buku pelajaran dan
guru dalam memaparkan tentang berbagai penyimpangan dalam agama Islam bis
menyebabkan lemahnya tingkat pengetahuan dan keimanan siswa sehingga
dengan mudah akan terpengaruh pada aliran-aliran sesat. Oleh karena itu, teks
seperti ini sejatinya di jelaskan secara komprehensif dan kontekstual agar siswa
dapat lebih bijak dalam menyikapi berbagai fenomena keberagamaan di
sekitarnya. Hal ini penting dilakukan guna menghindari timbulnya pemahaman
yang radikal hingga pemahaman yang sekuler
79
2. Toleransi Dan Demokrasi
Buku kelas X, halaman 37 yang berbunyi:
Hadits di atas dapat menjadi landasan teologis sekaligus sosiologis
(Misrawi, 2007: 244) untuk menjalin interaksi sosial yang baik antar umat
manusia. bahwa iman bukan semata habluminallah akan tetapi iman juga
ditentukan oleh habluminannas. Hadits di atas menjadi landasan sosiologis untuk
berperilaku baik kepada sesama manusia tanpa membedakan warna kulit, suku,
bangsa dan agama.
Buku kelas X halaman 80:
Sikap toleransi merupakan fondasi utama dalam menjalin ukhuwah
(persaudaraan) baik saudara sesama manusia, saudara sesama muslim maupun
saudara sebangsa. Tanpa sikap toleransi, niscaya persaudaraan akan sulit
diwujudkan. Begitupun dengan persatuan, karena landasan utama menjaga
persatuan umat, bangsa dan negara adalah semangat persaudaraan. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan guna menumbuhkan semangat persaudaraan yaitu
dengan menanamkan keyakinan bahwa manusia berasal dari satu nenek moyang
80
yang sama yaitu Nabi Adam as dan Siti Hawa. Oleh karena itu, sepatutnya
manusia saling menyayangi dan menghormati satu sama lain.
Buku kelas XI, halaman 174:
Penyampaikan materi dakwah yang bernuansa politis yang menyudutkan
tokoh maupun kelompok masyarakat sering kali kita jumpai dalam kehidupan
masyarakat dewasa ini. Sebagai bangsa yang plural, tentunya materi dakwah
yang bisa menyulut api kebencian dan permusuhan tentunya akan membawa
pengaruh buruk bagi keberlangsungan hidup bangsa dan negara. Pernyataan yang
bernuansa sara akan memicu perpecahan di tengah masyarakat.
Etika berdakwah telah dijelaskan secara gamblang dalam Q.S An-
Nahl:125. Dalam surah tersebut dijelaskan bahwa dakwah tidak hanya cukup
berbekal penampilan yang hanya mampu membangkitkan emosi kolektif umat.
Sejatinya, dakwah menjadi media menyampaikan pesan-pesan universal agama
sekaligus mengajak umat untuk memahami ajaran, tradisi dan konteks kehidupan
beragama yang baik dan benar.
Buku kelas XII, halaman 12 yang berbunyi:
81
Tuhan telah menggaris bawahi sebuah landasan bahwa keimanan tidak
dibangun di atas paksaan, melainkan atas dasar pengetahuan dan pertimbangan
matang untuk memilih agama tertentu. (Misrawi, 2007: 253) Pentingnya ajaran
tentang tidak adanya paksaaan dalam agama diperkuat oleh Q.S Yunus: 99.
Secara eksplisit Q.S Yunus: 99 memperkuat dan meneguhkan larangan paksaan
dalam agama, karena tidak sesuai dengan kehendak tuhan yang memberikan
kebebasan kepada manusia untuk beriman dan tidak beriman. (Misrawi, 2007:
253) Senada dengan firman Allah dalam Q.S Yunus: 99, Deklarasi Cairo juga
menegaskan tentang kebebasan beragama sebagai bagian dari hak asasi manusia
yang harus dilindungi.
Buku kelas XII halaman 43 yang berbunyi:
Secara eksplisit, ayat ini menjelaskan bahwa setiap orang yang beriman
harus berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Tuhan, khususnya yang berkaitan
dengan mewujudkan keseimbangan dan keadilan sosial. Tuhan menciptakan
manusia bukan untuk memapankan kezaliman dan kediktatoran, melainkan
sebagai khalifah yang mampu menegakkan kemanusiaan yang beriorientasi pada
keadilan sosial. Karena itu, keharmonisan dan kelanggengan di tengah-tengah
masyarakat yang plural tidak akan tercapai bilamana kezaliman dan
ketidakadilan sosial masih tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat. (Misrawi,
2007: 322-323)
82
Buku kelas XII halaman 121 yang berbunyi:
Persatuan dan kerukunan merupakan landasan utama dalam menjalin
interaksi sosial. Rasulullah telah memberikan contoh persatuan dan kesatuan
umat dengan mampu menyatukan masyarakat Madinah yang memiliki latar
belakang yang berbeda baik dari segi agama, sosial, politik, geografis maupun
dari segi budaya. Oleh karena itu, sejatinya teladan yang ditunjukkan Rasulullah
haruslah kita jadikan contoh dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
semboyan bhineka tunggal ika benar-benar harus kita wujudkan dalam kehidupan
sehari-hari.
83
Buku kelas XII halaman 125:
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang plural bukan hanya dari segi suku,
budaya, bahasa tapi juga dalam hal agama. Setidaknya ada enam agama yang
diakui di Indonesia yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Budha, Hindu dan
Konghuchu. Dari hal tersebut, menunjukkan bahwa Indonesia sangat menjunjung
84
tinggi prinsip kebebasan beragama. Hal tersebut juga diperkuat dengan adanya
jaminan kebebasan beragama sebagimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 29
ayat 2.
Namun sungguh sangat disayangkan bahwa jaminan kebebasan beragama
yang tertuang dalam konstitusi negara seolah hanya peraturan yang tak memiliki
kekuatan hukum sedikitpun karena pelanggaran-pelanggaran atas nama agama
tetap saja terjadi. Perusakan tempat ibadah, penjarahan, hingga pembunuhan
kerap dilakukan terhadap kelompok-kelompok agama yang dianggap sesat dan
menyimpang. Padahal sejatinya, Rasulullah telah mencontohkan bagaimana
menjalin hubungan antar umat manusia. bahkan dalam berdakwahpun Rasulullah
sangat mengutamakan prinsip kasih sayang dan perdamaian. Adapun perang
adalah alternatif terakhir untuk menjaga eksistensi diri.
3. Buku Teks Pendidikan Agama Islam SMA Terbitan Yudistira
a) Radikalisme
Indikator radikalisme juga terdapat dalam buku kelas XI pada halaman 79:
Indikator intoleransi juga tampak dari pada terhadap tasawuf. Tasawuf
dalam teks ini dimaknai secara negatif yaitu sebagai sebuah praktik-praktik
mistik yang menyimpang dari al-Qur’an dan hadits. Teks seperti ini apabila
dipahami secara literal dan parsial maka akan berada pada sebuah kesimpulan
bahwa tasawuf adalah suatu perbuatan yang menyimpang. Padahal dalam sejarah
Islam, tasawuf memiliki makna positif yaitu upaya mendekatkan diri kepada
Allah. Pelaku tasawuf dikenal sebagai sufi/orang suci. Oleh karena itu, perlu
pemaparan yang jelas dan komprehensif tentang makna dari tasawuf dan tarekat.
Dengan demikian siswa dapat berpikir secara bijak mana tasawuf yang benar dan
mana yang salah.
Muatan radikalisme juga ditemukan dalam buku PAI kelas XI pada
halaman 122:
Indikator radikal dari teks di atas yaitu menampilkan teks secara tekstual
sehingga bisa menimbulkan penafsiran yang parsial. Ketidak adanya penjelasan
tentang pengklasifikasian musyrik pada teks di atas, bisa menimbulkan polemik
ditengah masyarakat. Setiap orang yang dianggap musyrik akan dilarang untuk
masuk ke dalam masjid bahkan bukan tidak mungkin dilarang masuk ke dalam
rumah orang Islam karena dianggap najis sehingga apabila mereka masuk ke
dalam rumah maka apa-apa saja yang disentuh dan didudukinya harus di
bersihkan sebagaimana membersihkan kotoran maupun benda bekas kena ludah
anjing.
85
Sadar atau tidak, Pelabelan najis kepada orang musyrik bukanlah sesuatu
yang baik dan bisa berpotensi konflik. Oleh karena itu, teks yang terkesan
ekstrim dan fundamental seperti ini hendaknya dihindari karena hanya akan
menciptakan jarak antar umat beragama, bahkan bukan tidak mungkin akan
memupuk bibit-bibit permusuhan diantara umat beragama. kalaupun hal tersebut
tidak bisa dihindari, maka teks tersebut harus disikapi dan disajikan secara tepat
dan komprehensif dengan memasukkan asbabun nuzul ayat sehingga konteks
dari ayat tersebut tidak kabur. Karena tanpa menghadirkan asbabun nuzulnya
ataupun menghadirkan pandangan para intelektual Islam tentang makna musyrik
dalam ayat tersebut serta pandangan para intelektual dalam menyikapi larangan
bagi orang musyri masuk kedalam tempat ibadah umat Islam.
Seperti dengan menghadirkan pandangan Imam Syafi tentang makna
larangan ayat di atas. yang dikutip oleh Syaikh Ahmad bin Mustafa bahwa, orang
musyrik boleh menginap di masjid manapun kecuali Masjidil Haram. (Mustafa,
2006: 28)
Teks berpotensi radikal juga ditemukan dalam buku PAI kelas XI pada
halam 184:
Teks serupa juga ditemukan dalam buku teks PAI kelas XI terbitan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Menurut penulis,
adapun teks yang berpotensi radikal dalam teks di atas yaitu adanya pendapat yang
suka menyalahkan praktek keberagamaan umat yang berbeda seperti praktek tasawul
yang senantiasa dilakukan oleh golongan Nahdiyin.
86
Indikator radikalisme berikutnya terdapat dalam buku teks PAI SMA kelas
185:
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa indikator intoleransi
yang bisa memicu lahirnya radikalisme yaitu adanya stigma buruk pada barat,
penolakan terhadap konsep nasionalisme serta nation-state. Pernyataan ini
menunjukkan bahwa bukan hanya anti terhadap barat, akan tetapi anti terhadap
nasionalisme serta nation-state. Dengan demikian, apabila paham seperti
berkembang maka bisa menjadi ancaman bagi kesatuan bangsa dan negara, sebab
negara nasional dianggap sebagai produk barat yang seharusnya di tolak.
2. Toleransi dan demokrasi
Buku kelas X, halaman 118:
87
Indikator demokrasi pada teks ini tercermin jelas dari pemaparan akan
makna demokrasi. Selama ini, makna demokrasi seolah mengalami pendangkalan
sebab demokrasi cenderung hanya dimaknai sebagai kekuasaan memutus perkara
atas dasar suara mayoritas. Dalam pemaknaan tersebut, demokrasi cenderung
direduksi menjadi sekedar soal kuantitas diamana mekanisme pengambilan
keputusan berdasarkan pada voting suara. Padahal, sejatinya demokrasi bermakna
kekuatan dan kemampuan kolektif untuk mewujudkan kebaikan bersama dalam
artian bahwa voting suara dilakukan untuk kemaslahatan bersama. Oleh karena
demokrasi tidak seharusnya hanya dimaknai suara mayoritas melainkan pada
kualitasnya. (Benget Silitonga, 2012: XIV-XV) Berdasarkan hal tersebut, maka
jelas bahwa demokrasi memuat prinsip-prinsip musyawarah yaitu bukan hanya
menetapkan keputusan berdasarkan suara mayoritas semata, akan tetapi memiliki
makna yang dalam yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.
Buku kelas X, halaman 164:
Indikator toleransi dan demokrasi dalam teks ini yaitu larangan berlaku
diskriminatif. Perlakukan diskrimintif seringkali kita jumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Tindakan diskriminasi bukan hanya terjadi dalam lingkungan
kehidupan berbangsa, akan tetapi diskriminasi juga tidak jarang kita temukan
dalam kehidupan keluarga, sekolah, bangsa dan negara. Terkadang tanpa sadar
orang tua berlaku diskriminasi dengan lebih perhatian terhadap anaknya,
terkadang guru berlaku diskriminasi dengan lebih sayang pada murid yang pintar
dari pada murid yang terbelakang, tidak jarang pula kita melihat bahwa hukum
berlaku berat sebelah, tajam kebawah dan tumpul ke atas. Intinya perlakuan
diskriminasi bukan hal baru dalam kehidupan. Diskriminasi adalah suatu realitas
nyata, buruknya perilaku manusia. Sebagai umat Islam sekaligus bangsa yang
plural, kita harus menghindari perilaku diskriminatif, karena hal tersebut
merupakan salah satu pemicu tumbuhnya kebencian yang bisa memicu
perpecahan bangsa dan umat manusia.
88
Buku kelas XI halaman 2:
Selanjutnya, indikator toleransi dalam teks di atas yaitu anjuran untuk
saling menghargai perbedaan yang ada. Sebagaimana penulis jelaskan
sebelumnya bahwa perbedaan itu adalah sebuah sunnatullah yang harus diterima.
al-Qur’an telah menjelaskan tentang berbagai perbedaan yang ada dalam diri
manusia termasuk dalam perbedaan kiblat. Perbedaan kiblat bukan semata-mata
bermakna arah sholat akan tetapi kiblat juga bisa bermakna syari’at bahkan
agama. Jika kiblat diartikan sebagai arah sholat, maka jelas bahwa terdapat
perbedaan arah sholat dalam umat manusia. Jika Islam, sholat dengan mengarah
ke kiblat (Ka’bah), maka Yahudi dan Nasrani mengarah ke Yerussalam
(Palestina). Pernyataan tersebut di atas, menunjukkan bahwa Allah telah
89
menjadikan perbedaan sebagai alat bagi manusia untuk berpacu dalam kebaikan.
Bukan malah sebaliknya, menjadikan perbedaan sebagai sumber perpecahan.
Buku kelas XI halaman 34:
Indikator toleransi pada teks di atas yaitu penyebutan berbagai ayat-ayat
yang mengandung muatan toleransi. Ayat-ayat di atas menarik untuk dieksplor
lebih jauh, terutama dalam konteks yang berkaitan dengan upaya membangun
toleransi. Menebar kebencian, mengolok-olok orang lain ataupun menghina
Tuhan orang lain bukanlah perbuatan yang terpuji. karena sadar atau tidak,
perbuatan tersebut akan menjadi pemicu tumbuhnya permusuhan.
Buku kelas XII, halaman 2:
90
Dari hal tersebut di atas, maka diketahui bahwa perbedaan dan keragaman
sesungguhnya tidak hanya dalam hal pendapat, usaha, keadaan, pekerjaan, jenis
kelamin, suku akan tetapi juga dalam hal agama. Dalam aspek agama kita
mengenal agama Budha, Hindu, Kristen, Katolik, Konghuchu dan juga agama
Islam. Dalam Islam sendiri, tercatat berbagai macam gerakan, aliran maupun
mazhab seperti Syafi’i, Maliki, Hambali, Hanafi serta Ja’fari. Perbedaan dan
keragaman tersebut, apabila dipahami secara bijak tentunya akan menjadi salah
satu aspek yang akan memperkaya khazanah keislaman serta menjadi salah satu
poin penting untuk menegaskan pentingnya berkompetisi dalam kebaikan.
Sebaliknya apabila di sikapi negatif justru akan semakin memicu timbulnya
pertikaian dan disintegrasi.
Buku kelas XII, halaman 10:
Pesan toleransi dalam Al-Qur’an begitu banyak, diantaranya Q.S.Al-
Kafirun: 6, Yunus: 40-41, Al-Kahfi: 29, al-Baqarah: 256 dan masih banyak
lainnya. Hal ini menjelaskan bahwa Al-Qur’an adalah kitab toleransi, kitab yang
sangat mengedepankan perdamaian dan kasih sayang antar sesama manusia.
(Misrawi, 2007: 229) oleh karena itu, umat Islam mempunyai tanggung jawab
yang besar untuk menghadirkan ajaran cinta kasih sebagaimana di ajarkan dalam
Al-Qur’an.
91
Buku kelas XII, halaman 127:
Salah satu indikator dari sikap toleransi adalah menjaga persatuan.
Banyaknya menekankan pentingnya menjaga persatuan dan kerukunan
menegaskan bahwa pemerintah mempunyai perhatian besar terhadap keberadaan
buku PAI sebagai salah satu alat membangun karakter bangsa.
92
Buku kelas XII halaman 174 yang berbunyi:
Perbedaan paham/ aliran di kalangan umat Islam sangat banyak. Dalam
ranah fikih saja, setidaknya kita mengenal lima macam mazhab yaitu mazhab
Maliki, Hanafi, Syafi’i, Hambali serta Ja’fari. Kelima mazhab ini memiliki
paradigma yang berbeda dalam memahami hukum Islam. Adanya fakta ini,
seharusnya menjadikan kita sadar bahwa perbedaan itu adalah sebuah
keniscayaan yang seharusnya dijadikan sebagai rahmat. Sebagaimana sabda
Rasulullah bahwa “ Perbedaan di antara umatku itu adalah rahmat”.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa di
samping mengandung muatan radikalisme, buku teks PAI juga mengandung
muatan toleransi dan demokrasi. dengan demikian, hasil riset ini membuktikan
kebenaran dari berbagai riset-riset sebelumnya yang menyatakan bahwa buku
teks PAI mengandung muatan radikalisme, intoleransi dan kekerasan.
93
BAB IV
ANALISIS KOMPARASI MUATAN RADIKALISME, TOLERANSI DAN
DEMOKRASI DALAM BUKU TEKS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) SMA
Buku pendidikan agama Islam, di samping bertujuan untuk menguatkan
keimanan siswa akan agamanya, buku pendidikan Islam juga bertujuan untuk membentuk
karakter peserta didik yang bisa menerima setiap perbedaan yang ada dan menghargainya
sebagai bagian dari sunnatullah. Oleh karena itu, materi-materi pendidikan agama Islam, di
samping memuat materi penguatan iman, juga memuat materi-materi toleransi dan
demokrasi sebagai salah satu upaya menumbuhkan menumbuhkan semangat pluralisme.
Berdasarkan analisis yang telah penulis lakukan, penulis menemukan bahwa
materi-materi pendidikan agama Islam di SMA, di samping memuat toleransi dan
demokrasi, buku teks pendidikan agama Islam SMA juga memuat radikalisme.
Berikut ini, penulis akan memaparkan analisis komparasi muatan radikalisme,
toleransi, demokrasi dalam buku pendidikan agama Islam SMA terbitan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (RI), Erlangga dan Yudistira.
A. Analisis Komparasi Muatan Radikalisme, Toleransi Dan Demokrasi Dalam Buku
Teks Pendidikan Agama Islam SMA Terbitan Kementerian Pendidikan Dan
Kebudayaan Ri, Erlangga Dan Yudistira.
1. Buku Teks Pendidikan agama Islam SMA terbitan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan RI.
Tabel 4.1
Komparasi teks-teks bermuatan radikalisme, toleransi dan demokrasi
dalam buku teks PAI SMA kelas X, XI dan XII terbitan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Radikalisme Toleransi dan Demokrasi
“……………, Umar lalu berkata “
Berikan kepadaku lembaran-lembaran
ayat-ayat yang kalian baca
itu!........................
“………….., Kata Fatima dengan
lembut. “Engkau adalah kotor karena
engkau adalah musyrik. Sedangkan al-
Qur’an tidak boleh disentuh oleh orang
yang kotor.” (Kelas X)
“Demi Allah tidak
beriman,…………………, orang yang
tetangganya tidak aman dari
gangguannya.” (Kelas X)
“……………………….., “Barang
siapa yang melihat kemungkaran,
maka ubahlah dengan tangannya,
Apabila tidak mampu maka ubahlah
dengan lisannya…………………...”
(Kelas XI)
“Persaudaraan dalam Islam bukan
sebatas hubungan
kekerabatan…………………….., yaitu
mempersaudarakan kaum Muhajirin dan
Ansar, serta menjalin hubungan
persaudaraan dengan suku-suku yang
lain yang tidak seiman dan melakukan
kerjasama dengan mereka.” (Kelas X)
“Memerangi orang-orang yang
menyimpang dari aqidah kaum salaf
seperti kemusyrikan, khurafat, bid’ah,
taklid dan tawassul.” (Kelas XI)
“Persaudaraan (ukhwah)
………………………………………….
.
5. Menghargai perbedaan suku, bangsa,
94
agama, dan budaya teman/orang lain.”
(Kelas X)
“Menyebut nama Nabi, Syekh atau
Malaikat sebagai perantara dalam doa
juga termasuk syirik.” (Kelas XI)
“Tujuan ajaran yang dibawa Nabi
Muhammad Saw adalah memberikan
ketenangan kepada penganutnya dan
memberikan dan memberikan jaminan
kebebasan kepada kaum Muslimin,
Yahudi, dan Nasrani dalam menganut
kepercayaan agama masing-masing.”
(Kelas X)
“g. Perlu menghidupkan kembali
sistem khalifah.
h. Khalifah adalah penguasa di seluruh
dunia Islam yang mengurusi bidang
agama dan politik.
i. Khalifah haruslah seorang mujtahid
besar……….. “(Kelas XI)
“………………………………………
Menjalin persahabatan dengan pihak-
pihak lain yang nonmuslim. Untuk
menjaga stabilitas di Madinah. Nabi
menjalin persahabatan dengan orang-
orang Yahudi dan Arab yang masih
menganut agama nenek moyangnya.
Sebuah piagam pun dibuat yang
kemudian dikenal dengan piagam
Madinah. Dalam piagam itu ditegaskan
persamaan hak dan menjamin
kebebasan beragama bagi orang-orang
Yahudi. ………………………………”
(Kelas X)
“Al-Maududi secara tegas menolak
demokrasi. Menurutnya, Islam tidak
mengenal paham demokrasi yang
memberikan kekuasaan besar pada
rakyat…………………….
karenanya, al-Maududi menganggap
demokrasi modern (Barat)
merupakan sesuatu yang bersifat
syirik. Menurutnya, Islam menganut
paham teokrasi………….. “ (Kelas
XII)
“………………………………………
…….Islam melarang perilaku kekerasan
terhadap siapapun.” (Kelas X)
“Umat Islam di India nasibnya juga
sama dengan dengan negara-negara
lain yang umat Islamnya minoritas.
Mereka ditindas, ditekan oleh
penguasa. Sebagai contoh
penghancuran Masjid Babry, Ayodia,
India……………….terjadinya
pembunuhan besar-besaran terhadap
sekitar 100 ribu jiwa, oleh partai
ekstrimis Hindu yang berkuasa.”
(Kelas XII)
“………………………………………
…………
c. Kekuasaan Negara harus dibatasi oleh
konstitusi yang telah dibuat oleh Negara
yang bersangkutan.” (Kelas XI)
“………………………………..., “Toleransi sangat penting dalam
95
Amerikalah yang sengaja menciptakan
kampanye tersebut di dunia Islam, dan
isu teroris dihembuskan untuk
menyudutkan dunia Islam.” (Kelas
XII)
kehidupan
masyarakat……………………………
………, diharapkan manusia bisa
mempunyai sikap toleransi terhadap
segala perbedaan yang ada, dan
berusaha hidup rukun, baik individu dan
individu, individu dan kelompok
masyarakat, serta kelompok masyarakat
dan kelompok masyarakat yang
lainnya.” (Kelas XI)
“1.Saling menghargai perbedaan
keyakinan…….
2.Saling menghargai adanya perbedaan
pendapat….. ………….
3. Belajar empati…………
Dengan toleransi yaitu sikap saling
menghargai dan saling menghormati,
akan terbina kehidupan yang rukun,
tertib dan damai.”(Kelas XII)
“Sebab-sebab turunnya ayat 159 surat
Ali-
Imran……………………………………
menjelaskan bahwasanya setelah terjadi
perang badar Rasulullah mengadakan
musyawarah dengan Abu Bakar r.a dan
Umar bin Khattab r.a untuk meminta
pendapat mereka tentang para tawanan
perang Badar.” (Kelas XII)
“…………………………………….,
Dakwah adalah mengajak dengan cara
santun, bukan memaksa. Karena
Rasulullah pun dilarang memaksa “
kamu bukanlah pemaksa bagi mereka”
(Q.S. al-Ghassiyah: 22)” (Kelas XII)
“Suatu saat, Umar r.a. seorang diri
tengah pulang dari kunjungan ke Syam
Syiria menuju Madinah untuk melihat
kehidupan rakyatnya dari dekat. Ia
bertemu dengan seorang nenek tengah
beristirahat di gubuknya, lalu umar
bertanya kepada nenek itu.
…………………………………………
……
“Bagaimana menurutmu tentang
pemerintahannya?” Tanya Umar r.a
lagi.
“ Tentang ini, aku berharap semoga
96
Allah Swt, tidak membalasnya dengan
kebaikan,” (Kelas XII)
“Ihsan kepada tetangga dekat meliputi
tetangga dekat dari kerabat atau yang
berada di dekat rumah, serta tetangga
jauh………...”(Kelas XII)
Dari tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teks bermuatan
radikalisme paling banyak ditemukan dalam buku kelas XI sedangkan muatan
toleransi dan demokrasi paling banyak ditemukan pada buku ajar kelas X.
Adapun nilai-nilai radikalisme dalam buku PAI SMA terbitan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yaitu:
1. Memuat pandangan negatif terhadap umat yang lain. Hal tersebut tercermin dari
pernyataan pada buku teks kelas X yang menyatakan bahwa “ ……………,
Umar lalu berkata “ Berikan kepadaku lembaran-lembaran ayat-ayat yang kalian
baca itu!........................
“………….., Kata Fatima dengan lembut. “Engkau adalah kotor karena
engkau adalah musyrik. Sedangkan al-Qur’an tidak boleh disentuh oleh orang
yang kotor.”
2. Mengusung Ideologi Kekerasan dan ideologi salafi. Hal tersebut tercermin dari
dua pernyataan yang tertulis pada buku teks kelas kelas XI yang berbunyi:
“……………………….., “Barang siapa yang melihat kemungkaran, maka
ubahlah dengan tangannya, Apabila tidak mampu maka ubahlah dengan
lisannya…………………... “(Kelas XI)
“Memerangi orang-orang yang menyimpang dari aqidah kaum salaf
seperti kemusyrikan, khurafat, bid’ah, taklid dan tawassul.” (Kelas XI)
3. Suka menyalahkan pendapat maupun praktek ibadah yang berbeda. Hal tersebut
tercermin dari pernyataan berikut ini :
“Menyebut nama Nabi, Syekh atau Malaikat sebagai perantara dalam doa juga
termasuk syirik.” (Kelas XI)
4. Mengusung khilafah Islamiyah. Hal tersebut tercermin dari pernyataan di bawah
ini:
Perlu menghidupkan kembali sistem khalifah.
Khalifah adalah penguasa di seluruh dunia Islam yang mengurusi
bidang agama dan politik.
Khalifah haruslah seorang mujtahid besar……….. (Kelas XI)
5. Menolak Demokrasi. Hal tersebut tergambar dari pernyataan pada buku teks
kelas XI yang berbunyi:
“Al-Maududi secara tegas menolak demokrasi. menurutnya, Islam tidak
mengenal paham demokrasi yang memberikan kekuasaan besar pada
rakyat……………………. karenanya, Al-maududi menganggap demokrasi
modern (Barat) merupakan sesuatu yang bersifat syirik. Menurutnya, Islam
menganut paham teokrasi…………..” (Kelas XII)
6. Memiliki stigma negatif terhadap umat lain. Hal tersebut tergambar dari
pernyataan pada buku teks kelas XII yang berbunyi:
“Umat Islam di India nasibnya juga sama dengan dengan negara-negara lain
yang umat Islamnya minoritas. Mereka ditindas, ditekan oleh penguasa. Sebagai
contoh penghancuran masjid Babry, Ayodia, India……………….terjadinya
97
pembunuhan besar-besaran terhadap sekitar 100 ribu jiwa, oleh partai ekstrimis
Hindu yang berkuasa.” (Kelas XII)
7. Memiliki stigma negatif terhadap Barat khususnya Amerika. Hal tersebut
tergambar dari pernyataan pada buku teks kelas XI yang berbunyi:
“………………………………..., Amerikalah yang sengaja menciptakan
kampanye tersebut di dunia Islam, dan isu teroris dihembuskan untuk
menyudutkan dunia Islam.” (Kelas XII)
Adapun nilai-nilai toleransi dan demokrasi dalam buku teks PAI SMA
terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yaitu:
menekankan pentingnya menjaga ketentraman dan kedamaian dalam kehidupan
bermasyarakat, mengusung persatuan, mengedepankan sikap saling menghargai dan
menghormati, mengutamakan musyawarah dalam mencapai mufakat,
mengutamakan prinsip toleransi dalam berdakwah serta memberikan kebebasan
beragama.
1. Menekankan pentingnya menjaga kedamaian dan keamanan dalam kehidupan
bermasyarakat. Hal tersebut tercermin dari dua pernyataan berikut ini:
“Demi Allah tidak beriman,…………………, orang yang tetangganya
tidak aman dari gangguannya.” (Kelas X)
“Ihsan kepada tetangga dekat meliputi tetangga dekat dari kerabat atau
yang berada di dekat rumah, serta tetangga jauh………...”(Kelas XII)
2. Mengusung persatuan. Hal tersebut tercermin dari pernyataan berikut ini:
“Persaudaraan dalam Islam bukan sebatas hubungan
kekerabatan…………………….., yaitu mempersaudarakan kaum muhajirin dan
ansar, serta menjalin hubungan persaudaraan dengan suku-suku yang lain yang
tidak seiman dan melakukan kerjasama dengan mereka.” (Kelas X)
3. Mengedepankan sikap saling menghargai dan saling menghormati. Hal tersebut
tercermin dari pernyataan berikut ini:
“1. Saling menghargai perbedaan keyakinan…….
2. Saling menghargai adanya perbedaan pendapat….. ………….
3. Belajar empati…………
Dengan toleransi yaitu sikap saling menghargai dan saling menghormati, akan
terbina kehidupan yang rukun, tertib dan damai.”(Kelas XII)
4. Mengutamakan musyawarah dalam mencapai mufakat. Hal tersebut tercermin
dari pernyataan berikut ini:
“Sebab-sebab turunnya ayat 159 surat Ali-
Imran……………………………………………
Menjelaskan bahwasanya setelah terjadi Perang Badar Rasulullah mengadakan
musyawarah dengan Abu Bakar r.a dan Umar bin Khattab r.a untuk meminta
pendapat mereka tentang para tawanan perang Badar.” (Kelas XII)
5. Menekankan prinsip toleransi dalam berdakwah. Hal tersebut tercermin dari
pernyataan berikut ini:
“……………………………………., ……………………………………., Dakwah
adalah mengajak dengan cara santun, bukan memaksa. Karena Rasulullah pun
dilarang memaksa “ kamu bukanlah pemaksa bagi mereka” (Q.S. Al-Ghassiyah:
22)” (Kelas XII)
98
6. Adanya kebebasan berpendapat. Hal tersebut tercermin dari pernyataan berikut
ini:
“Suatu saat, Umar r.a. seorang diri tengah pulang dari kunjungan ke Syam Syiria
menuju Madinah untuk melihat kehidupan rakyatnya dari dekat. Ia bertemu
dengan seorang nenek tengah beristirahat di gubuknya, lalu umar bertanya
kepada nenek itu.
………………………………………………
“Bagaimana menurutmu tentang pemerintahannya?” Tanya Umar r.a lagi.
“ Tentang ini, aku berharap semoga Allah Swt, tidak membalasnya dengan
kebaikan,”
…………………………………………………………..”(Kelas XII)
Dari tabel tersebut di atas, maka dapat disimpulkan pula bahwa materi-
materi toleransi dan demokrasi dalam buku PAI SMA terbitan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sesungguhnya cukup banyak, akan
tetapi materi-materi yang mengandung indikator radikalisme juga cukup banyak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pesan toleransi dan demokrasi dalam
buku teks PAI SMA terkesan ambigu karena disamping mengajarkan paham
inklusif, toleran dan demokratis, buku teks PAI SMA juga ternyata mengajarkan
paham eksklusif, intoleran dan anti demokrasi.
2. Buku Teks Pendidikan Agama Islam Terbitan Erlangga
Tabel 4.2
Komparasi teks-teks bermuatan radikalisme, toleransi dan demokrasi dalam
buku teks PAI SMA kelas X, XI dan XII terbitan Erlangga.
Radikalisme Toleransi dan Demokrasi
“Ditinjau dari segi kiblatnya atau
agama yang dianutnya, umat
manusia di dunia terbagi menjadi
beberapa golongan………………..
Alhamdulillah, sebagai umat Islam
kita menganut agama yang
sempurna dan diridhoi oleh
Allah……………..
Begitupun juga dalam ayat yang
lain…………………..
“Barang siapa mencari agama
selain Islam, maka sekali-kali tidak
akan diterima (agama itu) dari
padanya……….. Q.S. Ali-
Imran:3:85” (Kelas XI)
“Penghayatan terhadap sifat dan nama
Allah SWT seperti tersebut hendaknya
mendorong setiap orang beriman untuk
berusaha agar senantiasa bersikap dan
berperilaku baik kepada sesama manusia,
tanpa membedakan warna kulit, suku
bangsa dan agama……………………..”
(Kelas X)
“…………………………………..,
Umat Islam tidak mungkin bersatu
dengan umat Hindu dalam satu
negara, karenanya umat Islam India
harus mempunyai negara sendiri
terpisah dari umat Hindu.” (Kelas
XI)
“Persaudaraan mempunyai hubungan
yang erat dengan persatuan, bahkan
persaudaraan adalah landaan bagi
persatuan………………”(Kelas X)
99
“……………………………………
., Ahmadiyah termasuk aliran sesat
dan menyesatkan.” (Kelas XI)
“Dalam berdakwah hendaknya
menggunakan metode dakwah yang telah
dijelaskan Allah dalam Q.S.an-Nahl: 125
yaitu:
a. Metode Al-hikmah yang artinya
menyampaikan dakwah terlebih
dahulu mengetahui tujuannya dan
sasaran dakwahnya.
b. Metode Wal mau’izah al-
hasanah yakni memberikan
keputusan kepada orang atau
masyarakat yang menjadi sasaran
dakwah dengan cara memberikan
nasihat, pelajaran
dan…………………..
c. Metode mujadalah bi al-lati hiya
ahsan ialah bertukar pikiran
(berdiskusi) dengan cara-cara
yang terbaik. Metode ini
digunakan bagi sasaran dakwah
tertentu, misalnya bagi orang-
orang yang berpikir kritis dan
kaum pelajar.” (kelas XI)
“Kebebasan memilih agama merupakan
Hak Asasi Manusia. Hal tersebut
tercantum dalam piagam PBB tentang hak
asasi manusia yang biasa disebut the
universal declaration of human
right……………………………………
………Ajaran Islam melarang
pengikutnya memaksa orang lain masuk
Islam…………….., sehingga kerukunan
hidup antarumat beragama dapat
terwujud.” (Kelas XII)
“…………………………………
………………..,
Perintah Allah kepada orang-orang
beriman agar betul-betul menegakkan
keadilan tercantum dalam Q.S. An-Nisa:
135.” (Kelas XII)
“Pepatah dalam bahasa Indonesia
mengatakan bersatu kita teguh bercerai
kira runtuh. Sebagai ilustrasi, setiap
individu manusia itu diibaratkan sebatang
lidi, yang digunakan untuk membersihkan
sampah-sampah yang berserakan, di
halaman sebuah rumah yang cukup luas.
100
Tentu sebatang lidi itu, tidak akan mampu
membersihkan sampah-sampah yang
berserakan di halaman sebuah rumah yang
luas. Akan tetapi jika ratusan batang lidi
diikat menjadi satu dan digunakan untuk
membersihkan sampah-sampah yang
berserakan tersebut,…………………….”
(Kelas XII)
“a..………………………….
b…………………..
c. Tatkala Rasulullah dan para sahabatnya
sedang berkumul, tiba-tiba lewatlah
sekelompok orang mengusung
jenazah. Ketika jenazah itu lewat,
seraya Nabi SAW berdiri sebagai
tanda hormat. Lalu ada seorang
sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah
bukankan itu mayat Yahudi?”
Rasulullah menjawab, “bukankah itu
nyawa juga?” “Ya,” jawab orang itu.
Selanjutnya Rasulullah menjawab
SAW
bersabda………………………………
….
Artinya: “Setiap nyawa menurut
Islam, harus dihormati dan
mempunyai tempat.”
d. Abu Thalib adalah paman
Nabi………………………………….
setelah Nabi Muhammad SAW
diangkat menjadi Rasul ia mengajak
pamannya tersebut masuk Islam. Tapi
ajakan Nabi SAW tidak dipenuhi
sehingga pamannya itu tetap kafir.
Walaupun begitu, hubungan Nabi
SAW tetap terjalin baik…………….”
(Kelas XII)
Dari tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teks bermuatan
radikalisme paling banyak ditemukan dalam buku kelas XI sedangkan muatan
toleransi dan demokrasi paling banyak ditemukan pada buku ajar kelas XII.
Adapun nilai-nilai radikalisme dalam buku PAI SMA terbitan Erlangga
yaitu:
1. Klaim kebenaran dan keselamatan. Hal tersebut terlihat dari pernyataan di
bawah ini:
“Ditinjau dari segi kiblatnya atau agama yang dianutnya, umat manusia di dunia
terbagi menjadi beberapa golongan………………..
Alhamdulillah, sebagai umat Islam kita menganut agama yang sempurna dan
diridhoi oleh Allah……………..
101
Begitupun juga dalam ayat yang lain…………………..
“Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima
(agama itu) dari padanya……….. (Q.S. Ali-Imran: 85)” (Kelas XI)
2. Melarang pembauran antar umat beragama. Hal tersebut secara eksplisit
tercermin dari pernyataan berikut ini:
“…………………………………..,
Umat Islam tidak mungkin bersatu dengan umat Hindu dalam satu negara,
karenanya umat Islam India harus mempunyai negara sendiri terpisah dari umat
Hindu. (Kelas XI)
3. Memiliki kecenderungan menganggap kelompok atau aliran lain sebagai aliran
yang sesat. Hal tersebut terlihat dari pernyataan berikut ini:
“……………………………………., Ahmadiyah termasuk aliran sesat dan
menyesatkan. (Kelas XI)
Sementara itu, adapun nilai-nilai toleransi dan demokrasi dalam buku teks
PAI SMA terbitan Erlangga yaitu :
1. Melarang diskriminasi. Hal tersebut secara eksplisit terlihat dari pernyataan di
bawah ini:
Penghayatan terhadap sifat dan nama Allah SWT seperti tersebut hendaknya
mendorong setiap orang beriman untuk berusaha agar senantiasa bersikap dan
berperilaku baik kepada sesama manusia, tanpa membedakan warna kulit, suku
bangsa dan agama…………………….. (Kelas X)
2. Mengutamakan persatuan. Hal tersebut terlihat dari teks di bawah ini:
Persaudaraan mempunyai hubungan yang erat dengan persatuan, bahkan
persaudaraan adalah landaan bagi persatuan………………(Kelas X)
3. Mengedepankan prinsip toleransi dalam berdakwah. Hal tersebut secara implisit
terlihat dari pernyataan di bawah ini:
Dalam berdakwah hendaknya menggunakan metode dakwah yang telah
dijelaskan Allah dalam Q.S.An-Nahl: 125 yaitu:
a. Metode Al-hikmah yang artinya menyampaikan dakwah terlebih dahulu
mengetahui tujuannya dan sasaran dakwahnya.
b. Metode Wal mau’izah al-hasanah yakni memberikan keputusan kepada orang
atau masyarakat yang menjadi sasaran dakwah dengan cara memberikan
nasihat, pelajaran dan…………………..
c. Metode mujadalah bi al-lati hiya ahsan ialah bertukar pikiran (berdiskusi)
dengan cara-cara yang terbaik. Metode ini digunakan bagi sasaran dakwah
tertentu, misalnya bagi orang-orang yang berpikir kritis dan kaum pelajar.
(Kelas XI)
4. Memberikan kebebasan beragama.
Kebebasan memilih agama merupakan Hak Asasi Manusia. hal tersebut tercantum
dalam piagam PBB tentang hak asasi manusia yang biasa disebut the universal
declaration of human right……………………………………………Ajaran Islam
melarang pengikutnya memaksa orang lain masuk Islam…………….., sehingga
kerukunan hidup antarumat beragama dapat terwujud. (Kelas XII)
102
5. Mengusung persatuan.
Pepatah dalam bahasa Indonesia mengatakan bersatu kita teguh bercerai kira
runtuh. Sebagai ilustrasi, setiap individu manusia itu diibaratkan sebatang lidi,
yang digunakan untuk membersihkan sampah-sampah yang berserakan, di
halaman sebuah rumah yang cukup luas. Tentu sebatang lidi itu, tidak akan
mampu membersihkan sampah-sampah yang berserakan di halaman sebuah
rumah yang luas. Akan tetapi jika ratusan batang lidi diikat menjadi satu dan
digunakan untuk membersihkan sampah-sampah yang berserakan
tersebut,………………………. (Kelas XII)
6. Menghormati pemeluk agama yang berbeda.
a..………………………….
b…………………..
c. Tatkala Rasulullah dan para sahabatnya sedang berkumul, tiba-tiba lewatlah
sekelompok orang mengusung jenazah. Ketika jenazah itu lewat, seraya Nabi
SAW berdiri sebagai tanda hormat. Lalu ada seorang sahabat bertanya,
“Wahai Rasulullah bukankan itu mayat Yahudi?” Rasulullah menjawab,
“bukankah itu nyawa juga?” “Ya,” jawab orang itu. Selanjutnya Rasulullah
menjawab SAW bersabda………………………………….
Artinya: “Setiap nyawa menurut Islam, harus dihormati dan mempunyai
tempat.”
d. Abu Thalib adalah paman Nabi………………………………….setelah Nabi
Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul ia mengajak pamannya tersebut
masuk Islam. Tapi ajakan Nabi SAW tidak dipenuhi sehingga pamannya itu
tetap kafir. Walaupun begitu, hubungan Nabi SAW tetap terjalin
baik……………. (Kelas XII)
Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan pula bahwa materi-materi
toleransi dan demokrasi dalam buku PAI SMA terbitan Erlangga cukup banyak,
sedangkan muatan radikalismenya sangat sedikit.
3. Buku Teks Pendidikan Agama Islam Terbitan Yudistira
Tabel 4.3
Komparasi teks-teks bermuatan radikalisme dalam buku teks PAI SMA
kelas X, XI dan XII terbitan Yudistira:
Radikalisme Toleransi dan Demokrasi
“Dalam kehidupan beragama, tasawuf
yang sudah muncul pada zaman
kejayaan Islam mulai mengambil
bentuk tarikat yang telah pula
melahirkan bentuk-bentuk praktis mistik
yang aneh-aneh dan menyimpang dari
Al-Qur-an dan Hadits. (Kelas XI)
“……………………………………
…penekanan demokrasi dalam ajaran
Islam adalah musyawarah dalam
mengambil keputusan atas suatu
masalah (persoalan). Pada saat
pelaksanaan musyawarah, pasti akan
muncul berbagai
pendapat……………………perbeda
an pendapat yang tajam dan sulit
dipecahkan, hendaknya tidak
dilanjutkan dengan berselisih
103
pendapat yang akan menimbulkan
perpecahan………”
“Orang musyrik adalah najis dan haram
masuk masjidil haram.” (Kelas XI)
“……………………….Diskriminasi
merupakan perbuatan tercela yang
harus dihapuskan……………….. “
(Kelas XI)
Menyebut nama Nabi, Syekh atau
Malaikat sebagai perantara dalam doa
juga dikatakan sebagai syirik. (Kelas XI)
“Allah tidak pernah memerintahkan
manusia untuk saling bermusuhan,
saling
membunuh…………………………
Allah memerintahkan manusia
untuk………………….., dan
berlomba-lomba berbuat baik kepada
sesama makhluk, khususnya kepada
manusia tanpa membedakan jenis
kelamin, agama, suku,…………….”
(Kelas XI)
……………………………Pendapat
ulama tidak merupakan sumber. (Kelas
XI)
“Menjauhi perbuatan yang dilarang
Allah seperti berikut ini:
a. Dengki…………….
b. Berselisih……………
c. Membenci……….
d. Bermusuhan………..
e…………
f…………
g…………..
h………….
i. Memaki Tuhan orang
lain…………”(Kelas XI)
Menurut Al-Afgani, Umat Islam harus
menyatukan barisan dan kekuatannya
dalam Satu bentuk Pan-Islamisme. Hal
ini menjadi snagat penting untuk
menbentengi diri umat Islam dari
dominasi penjajahan Barat. Konsep
Nasionalisme, yang membuat umat
Islam terpecah-pecah dan terkotak-kotak
dalam sekian banyak nation-
state,…………………………………….
“Ajaran Islam tidak pernah
memerintahkan umat manusia untuk
saling bermusuhan, membenci
terhadap orang yang berbeda
pendapat, bahkan manusia
diwajibkan untuk menghargai dan
melindungi orang-orang yang
memohon perlindungan meskipun
mereke bukan beeragama
Islam………………” (Kelas XII)
“1. Tidak suka menganggap diri
paling benar dan berusaha
bersikap terbuka terhadap
keberadaan agama atau keyakinan
lain di luar dirinya.
2. Tidak membeda-bedakan orang
lain dan bersikap adil meskipun
terhadap keluarga dan diri sendiri.
104
3. Tidak memaksakan kehendak,
kepercayaan, atau keyakinan
terhadap orang lain apalagi
dengan jalan kekerasan.
4. Tidak menjelek-jelekkan Tuhan
dan agama lain karena hal tersebut
justru akan menimbulkan
kebencian dan rasa antipasti
terhadap Islam.
5. Menunjukkan bahwa Islam adalah
rahmat bagi seluruh alam dengan
tidak mengintimidasi kelompok
yang minoritas atau beragama
lain.” (Kelas XII)
“Ada pepatah mengatakan, “bersatu
kita teguh, bercerai kita runtuh.”
Memang betul pepatah ini, tidak
sedikit negara di belahan bumi yang
seharusnya makmur dan dami, tetapi
kini sedang diancam krisis
kekerasan, perpecahan, atau perang
antarkepentingan dan hawa nafsu.
Ketidakdilan dan ketidakrukunan
telah membuat sulit terjalinnya
persatuan negeri tersebut…………..”
(Kelas XII)
“Perbedaan paham atau aliran di
kalangan umat Islam dunia ternyata
sangat banyak. Apabila hal itu
diwarnai oleh toleransi, maka yang
terjadi adalah kemajuan dan
kehidupan yang damai. Akan tetapi,
apabila perbedaan itu
dipertentangkan atau diperselisihkan,
maka yang terjadi adalah
kemunduran.” (Kelas XII)
Dari tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teks bermuatan
radikalisme paling banyak ditemukan dalam buku kelas XI sedangkan muatan
toleransi dan demokrasi paling banyak ditemukan pada buku teks kelas XII. Adapun
nilai-nilai radikalisme dalam buku PAI SMA terbitan Yudistira yaitu:
1. Suka menyalahkan praktek ibadah kelompok yang berbeda. Hal tersebut terlihat
dari pernyataan berikut ini:
“Dalam kehidupan beragama, tasawuf yang sudah muncul pada zaman kejayaan
Islam mulai mengambil bentuk tarikat yang telah pula melahirkan bentuk-
bentuk praktis mistik yang aneh-aneh dan menyimpang dari Al-Qur-an dan
Hadits.” (kelas XI)
105
2. Memiliki stigma negatif terhadap pemeluk agama lain. Hal tersebut terlihat dari
pernyataan berikut ini:
Orang musyrik adalah najis dan haram masuk masjidil haram. (kelas XI)
Secara eksplisit pernyataan di atas, mengandung stigma negatif kepada orang
musyrik. Konsep musyrik yang masih dalam perdebatan melahirkan stigma
negatif kepada non Islam termasuk umat Islam yang berbeda aliran ataupun
mazhab.
3. Mengusung ajaran Wahabi. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyatakaan berikut
ini:
Menyebut nama Nabi, Syekh atau Malaikat sebagai perantara dalam doa juga
dikatakan sebagai syirik. (Kelas XI)
4. Menolak fatwa ulama sebagai sumber hukum Islam. Hal tersebut tercermin dari
pernyataan berikut ini:
……………………………Pendapat ulama tidak merupakan sumber. (Kelas XI)
5. Stigma negatif pada barat dan menolak nasionalisme. hal tersebut tercermin dari
pernyataan berikut ini:
Menurut Al-Afgani, Umat Islam harus menyatukan barisan dan kekuatannya
dalam Satu bentuk Pan-Islamisme. Hal ini menjadi snagat penting untuk
menbentengi diri umat Islam dari dominasi penjajahan Barat. Konsep
Nasionalisme, yang membuat umat Islam terpecah-pecah dan terkotak-kotak
dalam sekian banyak nation-state,……………………………………. (Kelas
XII)
Sementara itu, nilai-nilai toleransi dan demokrasi dalam buku teks PAI
SMA yaitu:
1. Menekankan prinsip musyawarah mufakat. Hal tersebut tercermin dari
pernyataan berikut ini:
“………………………………………penekanan demokrasi dalam ajaran
Islam adalah musyawarah dalam mengambil keputusan atas suatu masalah
(persoalan). Pada saat pelaksanaan musyawarah, pasti akan muncul berbagai
pendapat……………………perbedaan pendapat yang tajam dan sulit
dipecahkan, hendaknya tidak dilanjutkan dengan berselisih pendapat yang
akan menimbulkan perpecahan………”
2. Melarang diskriminasi. Hal tersebut dapat dilihat pada pernyataan di bawah
ini:
“…………………………………….Diskriminasi merupakan perbuatan tercela
yang harus dihapuskan……………….. “(Kelas XI)
3. Larangan saling bermusuhan. Hal tersebut tercermin dari dua pernyataan
berikut:
“Allah tidak pernah memerintahkan manusia untuk saling bermusuhan,
saling membunuh…………………………Allah memerintahkan manusia
untuk………………….., dan berlomba-lomba berbuat baik kepada sesama
makhluk, khususnya kepada manusia tanpa membedakan jenis kelamin,
agama, suku,…………….” (Kelas XI)
“Ajaran Islam tidak pernah memerintahkan umat manusia untuk saling
bermusuhan, membenci terhadap orang yang berbeda pendapat, bahkan
manusia diwajibkan untuk menghargai dan melindungi orang-orang yang
106
memohon perlindungan meskipun mereke bukan beeragama
Islam……………… “(kelas XII)
4. Melarang perbuatan dengki, permusuhan dan menghina Tuhan pemeluk agama
lain. Hal tersebut tergambar dari teks berikut ini:
Menjauhi perbuatan yang dilarang Allah seperti berikut ini:
“a. Dengki…………….
b. Berselisih……………
c. Membenci……….
d. Bermusuhan………..
i. Memaki Tuhan orang lain…………” (Kelas XI)
5. Tidak menganggap diri paling benar, tidak berlaku diskriminatif, tidak egois,
tidak menjelek-jelekkan tuhan dan agama lain. Hal tersebut tergambar dari
pernyataan berikut ini:
1. Tidak suka menganggap diri paling benar dan berusaha bersikap terbuka
terhadap keberadaan agama atau keyakinan lain di luar dirinya.
2. Tidak membeda-bedakan orang lain dan bersikap adil meskipun terhadap
keluarga dan diri sendiri.
3. Tidak memaksakan kehendak, kepercayaan, atau keyakinan terhadap orang
lain apalagi dengan jalan kekerasan.
4. Tidak menjelek-jelekkan Tuhan dan agama lain karena hal tersebut justru
akan menimbulkan kebencian dan rasa antipasti terhadap Islam.
5. Menunjukkan bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam dengan tidak
mengintimidasi kelompok yang minoritas atau beragama lain. (Kelas XII)
6. Mengutamakan persatuan. Hal tersebut secara ekpslisit terlihat dari pernyataan
berikut ini:
“Ada pepatah mengatakan, “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.” Memang
betul pepatah ini, tidak sedikit negara di belahan bumi yang seharusnya
makmur dan dami, tetapi kini sedang diancam krisis kekerasan, perpecahan,
atau perang antarkepentingan dan hawa nafsu. Ketidakdilan dan
ketidakrukunan telah membuat sulit terjalinnya persatuan negeri
tersebut…………..” (Kelas XII)
7. Menerima perbedaan. Hal tersebut secara eksplisit terlihat dari teks di bawah
ini:
“Perbedaan paham atau aliran di kalangan umat Islam dunia ternyata sangat
banyak. Apabila hal itu diwarnai oleh toleransi, maka yang terjadi adalah
kemajuan dan kehidupan yang damai. Akan tetapi, apabila perbedaan itu
dipertentangkan atau diperselisihkan, maka yang terjadi adalah kemunduran.”
(kelas XII)
Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan pula bahwa materi-materi
toleransi dan demokrasi dalam buku PAI SMA Yudistira sesungguhnya cukup
banyak, akan tetapi materi-materi yang mengandung indikator radikalisme juga
cukup banyak. Hal ini disebabkan karena penyajian materi pembelajaran pendidikan
agama Islam dalam buku terbitan Yudistira lebih bersifat ekslusif, dikotomis dan
parsial, padahal seharusnya pembelajaran pendidikan agama Islam lebih bersifat
inklusif, integralistik dan holistik agar dapat mencerminkan visi dan misi pendidikan
agama Islam.
107
108
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diambil dua kesimpulan bahwa:
Pertama, muatan toleransi dan demokrasi dalam buku PAI tingkat SMA sebenarnya
lebih banyak di banding muatan radikalisme. Kedua, nilai-nilai radikalisme paling
banyak ditemukan dalam buku teks PAI terbitan Kementerian pendidikan dan
kebudayaan, dilanjutkan oleh buku PAI terbitan Yudistira dan terakhir yaitu buku
PAI terbitan Erlangga.
Fakta bahwa muatan radikalisme paling banyak ditemukan dalam buku
terbitan Kementerian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia, Tentunya
sangat mengejutkan karena bagaimana mungkin buku terbitan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia lebih banyak memuat radikalisme
di bandingkan Erlangga dan Yudistira. Bukankah buku terbitan Kementerian
pendidikan dan kebudayaan merupakan buku rujukan bagi penerbit lainnya.
Sehingga buku terbitan Kementerian pendidikan dan kebudayaan harusnya lebih
baik dan lebih bisa mengakomodir perbedaan yang ada dalam bangsa Indonesia.
Jika di telusuri lebih jauh faktor penyebab buku PAI terbitan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia lebih banyak memuat radikalisme
dibanding buku terbitan Erlangga dan Yudistira, maka penulis berasumsi bahwa bisa
jadi pendistribusian buku ke sekolah-sekolah yang terlalu cepat tanpa proses seleksi
dan editing buku yang matang. Penulis buku untuk tiap tingkatanpun berbeda
sehingga pesan yang ingin disampaikan dalam buku juga sedikit berbeda mengikuti
ideolog penulisnya. Perbedaan penerbit yang memiliki latar belakang paham
keagamaan yang berbeda. Perbedaan kurikulum, perbedaan zaman, waktu dan rezim
yang berkuasa juga menjadi salah satu faktor penentu perbedaan muatan buku PAI
terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Erlangga dan
Yudistira.
Pemerintah harus lebih kritis dan teliti sebelum menerbitkan buku teks
PAI. Pemerintah harus memastikan isi buku teks PAI bersendikan Islam rahmatan
lil `alamin dan menguatkan nilai-nilai kebangsaan yang menghargai perbedaan,
kebebasan, persatuan, dan mengokohkan keadilan. Tujuannya ialah untuk
memastikan bahwa bahan ajar tersebut bukan saja berkontribusi kepada
pembentukan moral masyarakat tapi juga warga negara yang baik. (PPIM, 2016) Di
samping itu, pemerintah juga harus memberikan perhatian penuh terhadap guru.
Karena sadar atau tidak, sebenarnya penyebaran paham radikal dan intoleran bukan
hanya melalui buku ajar sekolah akan tetapi melalui proses pengajaran di kelas
dalam artian melalui guru. Apabila seorang guru mempunyai paradigma pemahaman
keberagamaan yang eksklusif dan radikal maka dia akan cenderung mengajarkan
dan mengimplementasikan nilai-nilai keberagamaan tersebut terhadap siswa di
sekolah. Namun sebaliknya, jika guru mempunyai paradigma pemahaman
keberagamaan yang inklusif dan moderat maka Dia akan memiliki kecenderungan
mengajarkan dan mengimplementasikan nilai-nilai keberagamaan tersebut terhadap
siswa di sekolah. (Yaqin, 2005: 61)
Guru mempunyai peran penting dalam pendidikan agama karena dia
merupakan salah satu target dari strategi pendidikan. berikut peran guru dalam
menanamkan nilai-nilai keberagamaan yang inklusif dan moderat yaitu:
1. Seorang guru harus mampu untuk bersikap demokratis dalam artian segala
tingkah lakunya, baik sikap maupun perkataannya tidak diskriminatif. Ketika
guru agama menjelaskan tentang konflik agama yang melibatkan kaum Muslim
dengan Kristen, maka dia harus mempu bersikap tidak memihak terhadap salah
109
satu kelompok yang terlibat dalam pertikaian. Meskipun agama yang dianutnya
sama dengan salah satu kelompok yang terlibat di dalamnya. Karena apabila
seorang guru memihak terhadap salah satu kelompok agama yang terlibat
dalam perang tersebut, tentunya analisa dan penjelasannya akan menjadi sangat
subyektif.
2. Guru seharusnya mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kejadian-
kejadian tertentu yang ada hubungannya dengan konflik agama. Contohnya
ketika terjadi pengrusakan dan pembakaran tempat ibadah serta pengusiran
kaum Ahmadiyah, maka guru harus mampu menjelaskan kasus tersebut dengan
menggunakan paradigma pemahaman keberagamaan yang inklusif tanpa
sedikitpun mengurangi eksistensi agama. Seorang guru harus mampu
menjelaskan bahwa inti ajaran agama adalah menciptakan kedamaian dan
kesejahteraan seluruh umat manusia. pengrusakan, pembakaran, pengeboman
dan segala bentuk kekerasan adalah sesuatu yang dilarang agama karena
kekerasan hanya akan menimbulkan masalah baru. Dialog dan musyawarah
adalah cara-cara penyelesaian segala bentuk masalah yang sangat dianjurkan
oleh agama. (Yaqin, 2005: 61-62)
B. Analisis Komparasi Riset Buku Teks PAI
1. Riset Abu Rochmad
Riset yang dilakukan oleh Abu Rocmad dengan judul Radikalisme Islam dan
Upaya Deradikalisasi Paham Radikal. Meskipun riset ini judulnya bukan membahas
tentang PAI akan tetapi salah satu poin penting dalam riset ini yaitu buku ajar PAI
dan LKS yang dianggap sebagai salah satu elemen radikalisme. Berikut beberapa
materi yang dianggap mengandung elemen radikal oleh Abu Rocmad:
Materi pembahasan ayat-ayat al-Qur’an tentang manusia dan tugasnya sebagai
khalīfah di bumi, diuraikan ayat-ayat al-Baqarah [2]: 30, al-Mu’minun [23]: 12-14,
al-Dzariyat [51]: 56 dan al-Nahl [16]: 78. Pada materi ini terdapat pernyataan “tugas
pokok manusia sebagai khalīfah adalah mengolah bumi untuk diperoleh manfaatnya
bagi kehidupan manusia itu sendiri secara berkelanjutan. Dari satu sisi, penugasan
tersebut dapat merupakan pelimpahan kekuasaan politik kepada manusia. Di sisi lain
karena yang menjadikan dan menugaskan itu adalah Allah SWT. Maka para petugas
dalam menjalankan tugasnya harus memperhatikan kehendak dan aturan yang
memberi tugas.” Dalam pandangan Rocmad, kalimat ini bisa melahirkan pandangan
ekstrem apabila aturan tersebut dianggap aturan Allah. Sehingga akan kurang
menguntungkan bagi meraka yang memiliki pemahaman berbeda dengan kelompok
Islam yang menghendaki penegakkan aturan atau syari’at Islam.
Materi pembahasan ayat-ayat al-Qur’an tentang manusia dan tugasnya sebagai
khalīfah di bumi sebenarnya penulis juga temukan dalam materi buku PAI terbitan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Erlangga dan
Yudistira. Dalam pandangan Peneliti, pembahasan materi ini masih wajar, kalaupun
ada teks yang terkesan radikal, dalam pandangan Peneliti hal tersebut tidaklah bisa
langsung dinyatakan radikal, karena pada dasarnya pernyataan tersebut hanyalah
potongan-potongan teks yang sebelumnya telah dijelaskan tentang tindakan-tindakan
yang harus dilakukan sebagai upaya menumbuhkan toleransi dan menerima berbagai
perbedaan.
Selanjutnya materi kedua yang dianggap mengandung elemen radikalisme
yaitu ayat-ayat al-Qur’an tentang keikhlasan beribadah, yaitu ayat-ayat al-An’am:
110
162-163, dan al-Bayyinah: 5. Pada materi ini terdapat kalimat yang menyebutkan
“Ayat tersebut dari segi redaksional terkait dengan Ahli Kitab, yaitu orang Yahudi
dan Nasrani. Mereka disuruh Allah untuk shalat dan membayar zakat, sebab itulah
cara beragama yang benar. Tetapi mereka menyimpang dan menyekutukan Allah,
padahal mereka sudah mengetahui perintah-perntah itu dari isi kitab-kitab yang
mereka miliki yaitu kitab Taurat dan Injil.” Dalam pandangan Rocmad, Pernyataan
ini jika dibawa di luar konteks ayat maka akan melahirkan persoalan terkait dengan
hubungan antar pemeluk agama, karena image negatif yang mungkin dapat
terbangun di benak siswa.
Materi berikutnya yaitu materi pembahasan ayat al-Qur’an tentang demokrasi.
Dalam pembahasan materi ini, terdapat pernyataan yang dianggap mengandung
dimensi radikalisme yaitu “tidak boleh bermsyawarah untuk memilih pemimpin bagi
kaum Muslimin yang bukan Muslim” ini didasarkan pada ayat 51 surat Al-Maidah.
Ayat tersebut diartikan sebagai berikut: ““Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani teman setia(mu),
mereka satu sama lain saling melindungi. Barangsiapa di antara kamu menjadikan
mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka.” Dalam
pandangan Rocmad, menjadikan ayat ini sebagai rujukan untuk tidak boleh
menjadikan orang yang bukan Muslimin sebagai pemimpin adalah diskriminatif,
jika tanpa menyebutkan kepemimipinan apa yang dimaksudkan. Dalam batas
tertentu, pemahaman atas ayat di atas dapat memicu timbulnya kebencian antar umat
beragama.
Selaras dengan pendapat Rocmad, menurut Penulis. Pembahasan tentang
kepemimpinan haruslah dijabarkan secara jelas, komprehensif dan kontekstual.
Persoalan kepemimpinan non muslim khususnya kepemimpinan di sektor politik
merupakan persoalan sensitif yang banyak menuai pro dan kontra di kalangan
masyarakat. Oleh karena itu, sejatinya persoalan ini dibahas secara komprehensif
bagaimana pendapat para intelektual Islam dalam menyikapi persoalan ini.
Berikut ini, penulis paparkan beberapa perbedaan pendapat tentang
kepemimpinan non muslim di sektor politik. Sebagaimana disebutkan oleh Alusi
yang dikutip oleh Syarif bahwa orang muslim dilarang untuk mengangkat non
muslim menjadi karyawan hingga kepala negara. Bahkan lebih lanjut ia menyatakan
bahwa dilarangan mengangkat non muslim juga mengakomodasi larangan
penghormatan kepadanya seperti memanggil dengan gelar kehormatan hingga
memberi salam kepada mereka. Karena menurutnya suatu penghormatan dianggap
sebagai pemberian loyalitas kepada non muslim. (Mujar; 2006: 96)
Selaras dengan pandangan Alusi, menurut al-Shabuni sebagaimana dikutip
oleh Mujar bahwa Allah melarang orang muslim untuk menjalin keakraban penuh
cinta kepada orang-orang kafir. Tiada pada tempatnya jika orang-orang mu’min
bekerjasama dengan musuh-musuh Allah. Sebab tidak logis, bila dalam diri
seseorang dapat berpadu perasaan sinta kepada Allah dan kepada musuh-musuhnya
sekaligus. Ini suatu perpaduan dari dua hal yang saling kontradiktif secara diametral.
Seseorang yang mencintai Allah, seharusnya membenci musuh-musuh Allah.
Karena itu, tidak boleh seseorang muslim bekerjasama dan menjadikan orang-orang
kafir sebagai pemimpin yang diakrabi, dicintai dan dimintai pertolongan dengan
meninggalkan saudara-saudaranya sesame mu’min, sebab keimanan dan kekafiran
itu dua hal yang tidak mungkin dipertemukan satu sama lain. (Mujar; 2006: 101-
102)
111
Larangan mengangkat non muslim sebagai pemimpin juga diutarakan oleh al-
Zamakhsyari, menurutnya orang-orang kafir merupakan musuh umat Islam karena
itu sangat tidak logis jika umat Islam justru mengangkat musuhnya sebagai
pemimpinnnya. Senada pula dengan Al-Zamakhsyari, ali al-sayis menyatakan
bahwa dengan mengangkat orang kafir sebagai pemimpin umat Islam maka umat
Islam seolah memandangan bahwa jalan yang ditempuh oleh orang-orang kafir itu
adalah hal yang baik. Hal seperti ini tidak boleh terjadi, sebab dengan meridhoi
kekafiran berarti bahwa seseorang telah menjadi kafir pula. (Mujar; 2006: 102)
Senada dengan Alusi, al-Zamaksyari, Ali al-sayis, menurut thabathaba’i
bahwa mengangkat orang kafir sebagai pemimpin muslim lebih berbahaya dari pada
kekafiran kaum kafir dan kemusyrikan kaum musyrik. Karena menurutnya, kaum
kafir merupakan musuh umat Islam dan apabila musuh dijadikan teman, maka ia
akan menjadi musuh dalam selimut yang jauh lebih sulit untuk dihadapi ketimbang
menghadapi musuh yang berada di luar lingkungan umat Islam. Oleh karena itu,
menurut thabathaba’I, jika umat Islam tidak ingin mengalami kehancuran maka
umat Islam tidak boleh menjadikan non muslim sebagai pemimpin mereka. (Mujar;
2006: 101-103)
Adapun dalil-dalil yang sering digunakan oleh kaum radikal untuk menolak
kepemimpinan non muslin yaitu :
Q.S Ali Imran: 118 yang
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman
kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak
henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa
yang menyusahkan kamu. telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa
yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh telah
Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. (Q.S Ali
Imran: 118)
Al-maidah: 51 dan 57 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-
orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka
adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu
mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk
golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-
orang yang zalim.” (Al-maidah: 51)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil Jadi
pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu Jadi buah ejekan dan
permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan
orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). dan bertakwalah kepada Allah
jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.” (Al-maidah: 57)
Di kalangan sebagian kaum muslim, ayat tersebut bermakna tidak
bolehnya menjadikan kaum muslim mengangkat kaum non muslim sebagai
pemimpin atau sebaliknya tidak bolehnya kaum muslim berpartisipasi dalam
pemerintahan non muslim. Sebagaimana ditegaskan oleh Al-Maududi yang
dikutip oleh Mujar bahwa semua muslim yang ada di negara sekuler haruslah
menjauhkan diri dari proses pemerintahan. Karena barangsiapa yang melanggar
maka mereka akan menjalani kehidupan yang bergelimang dosa sehingga dengan
demikian mereka halal untuk di bunuh.(Mujar; 2006: 111)
112
Senada dengan Al-Maududi, pentolan Ikhwanul Muslimin Sayyid Quthub
dengan tegas menolak kepemimpinan non muslim bahkan kaum muslim bukan
hanya dilarang menjadikan non muslim sebagai pemimpin akan tetapi juga di
larang untuk bekerjasama atau mengadakan perjanjian persahabatan ataupun
persekutuan dengan non muslim karena mereka pada dasarnya, non muslim itu
adalah penghianat dan musuh umat Islam. (Mujar; 2006: 114) sama dengan Al-
Maududi dan Sayyid Quthub, menurut Taqi al-din Al-Nabhani, haram hukumnya
bagi kaum muslim menjadikan orang kafir sebagai penguasa/ pemimpin mereka.
(Mujar; 2006:138)
Berdasarkan hal di atas, tidak heran jika sebagian kalangan menolak
kepemimpinan Basuki Cahaya Purnama atau Ahok di Jakarta serta berusaha
mencegah dan melunturkan popularitas Ahok agar tidak terpilih menjadi gubernur
Jakarta periode 2017-2022. Penolakan atas kepemimpinan Ahok bukan tanpa
dasar karena Ahok merupakan pemeluk agama Kristen sehingga dianggap sebagai
kafir. Bahkan berita terbaru yang di muat di sebuah Koran Ibukota menyebutkan
bahwa Ahok adalah seorang kafir yang bisa memicu terjadinya konflik di
Indonesia.
Berbeda dengan al-Maududi, Sayyid Qutbh, dukungan terhadap
kepemimpinan non muslim mengalir dari Mahmoud Muhammad Thoha,
Abdullah Ahmad Na’im, Thariq al-bishri, Asghar Ali Enginer dan Muhammad
Sa’id Al-Ashmawi.
Menurut Muhammad Thoha, kaum minoritas non muslim memiliki hak
yang sama antara umat Islam untu menjadi seorang pemimpin. Karena itu,
pandangan fiqh klasik yang bercorak diskriminatif terhadap non muslim, yang
menganggap bahwa non muslim tidak boleh menjadi seorang pemimpin harus
segera di reformasi. Dukungan kepemimpinan non muslim tersebut juga
diutarakan oleh Abdullah Ahmad Na’im, menurut Na’im bahwa pandangan fiqh
klasik yang menolak presiden non muslim dapat dibenarkan pada konteks
historisnya karena pada waktu itu, belum dibentuk konsepsi hak-hak asasi
manusia universal di dunia ini. Akan tetapi, untuk konteks sekarang hal tersebut
tidak dapat dibenarkan mengingat bahwa setelah konsepsi hak-hak asasi manusia
dibentuk maka diskrimiasi atas dasar agama seperti penolakan kepemimpinan
non musli itu jelas melanggar penegakan hak asasi manusia sehingga bisa
menyulut konflik baik pada skala lokal maupun internasional. (Mujar; 2006: 144-
145)
Senada dengan Muhammad Thoha, menurut Asghar Ali enginer,
Penolakan kepemimpinan non muslim atas mayoritas muslim adalah suatu
bentuk perlakukan diskriminasi. Melakukan diskriminasi karena alasan
perbedaan agama, kasta maupun kelas bukan lagi jamannya. Untuk itu, seseorang
tidak boleh menjadikan agama sebagai focus dalam memilih pemimpin akan
tetapi, memilih pemimpin haruslah didasarkan pada kecakapan memerintah dan
kemampuan menegakkan keadilan, menentang kezaliman dan kesewenang-
wenangan. (Mujar; 2006: 155)
Dalam kondisi politik dan social budaya yang semakin terbuka dan
menuntut diperlakukannya setiap orang, apapun agamanya atas dasar prinsip
persamaan, sudah sewajarnyalah jika hukum Islam mengenai kedudukan non
muslim perlu diredefisi. Orientasinya hendaknya pada prestasi dan kemampuan
menjalankan pekerjaan sebagai amanah, sehingga tidak akan didiskriminasikan
113
apakah muslim atau non musli dalam menjalankan amanah itu. Yang paling
penting adalah mana atau siapa yang mampu melaksanakan amanah dengan
prestasi yang terbaik. Dengan kata lain, maka yang menjadi ukuran adalah
profesionalisme, untuk menduduki jabatan gubernur: muslim yang tidak mampu
atau non muslim yang mampu? Maka jawabannya adalah yang mampu,
meskipun dia adalah non muslim. ((Mujar; 2006: 156)
Pernyataan di atas, selaras dengan ungkapan ibnu taimiyah yang berarti
bahwa: “Allah dapat membuat bangsa non Muslim menang atas bangsa Muslim
jika mereka adil sedang bangsa Muslim berbuat sebaliknya” (Mernissi; 2000:
224).
Dari ungkapan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam sistem
demokrasi tidak ada istilah diskriminasi dan setiap masyarakat punya hak yang
sama dalam pemerintahan termasuk di dalamnya hak memilih dan dipilih sebagai
pemimpin. Berbeda dengan negara Islam yang tidak membolehkan mengangkat
pemimpin dari kalangan non muslim sebab dalam negara Islam, pemimpin
wilayah juga sebagai pemimpin agama. Oleh karena itu, bagi kaum liberal, status
agama maupun jenis kelamin seorang tidak menjadi persoalan selama pemimpin
tersebut bisa berlaku adil terhadap rakyatnya dan bisa membawa kemajuan bagi
Negara.
Materi berikutnya yaitu perkembangan Islam pada masa modern yang
diawali pada tahun 1800 sampai sekarang. Dalam pembahasan materi ini terdapat
pernyataan yang dianggap mengandung dimensi radikalisme yang berakar dari
sikap anti barat. Adapun pernyataan yang dianggap anti barat tersebut adalah
“Faktor lain yang mempengaruhi kemunduran umat Islam saat ini yaitu adanya
pengaruh kebudayan Barat. Pengaruh tersebut banyak ditiru oleh para pemuda
Islam tanpa memilih mana yang layak dan sesuai dengan etika Islam. Hal ini
menyebabkan krisis moral di kalangan umat Islam, baik terhadap pemuda, atau
terhadap penguasa sekalipun. Menurut Rocmad, tidak ada penjelasan secara rinci
bisa mendorong siswa untuk anti terhadap barat. Sebab seolah-olah, Barat-lah
yang merusak generasi muda Islam.
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa Bom Bali
adalah Kebencian terhadap Barat. Sebagaimana pengakuan dari pelaku Bom
Bali yaitu Imam Samudra bahwa “Berdasarkan niat atau target, jelas bom Bali
merupakan jihād fī sabīlillāh, karena yang jadi sasaran utama adalah bangsa-
bangsa penjajah seperti AS dan sekutunya. (Abu rocmad, 2011: 18)
Di samping materi-materi di atas, materi-materi yang menurut Rocmad
mengandung muatan radikalisme yaitu materi tentang toleransi dalam Q.S. Al-
Kafirun:1-6, nikah beda agama serta negara-negara Islam. Dalam pandangan
Rocmad, materi seperti ini bisa memicu radikalisme apabila materi ini jatuh di
tangan guru yang menganut ideologi radikal.
Hasil riset Abu Rochmad menyebutkan organisasi sekolah, guru, buku
ajar dan LKS mengandung elemen radikalisme. Berdasarkan hal tersebut, maka
dapat penulis simpulkan bahwa hasil riset Abu rocmad memiliki kesamaan
dengan hasil riset yang peneliti lakukan. Titik temu dari riset Abu Rocmad
dengan riset peneliti yaitu pada hasil riset yang menyimpulkan bahwa buku teks
PAI mengandung elemen radikalisme.
Perbedaan riset Rocmad dengan riset yang penulis lakukan yaitu subyek
penelitian. Jika Rocmad mengkaji buku ajar PAI terbitan Karya Toha Putra
114
Semarang, maka peneliti mengkaji buku PAI terbitan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, Erlangga dan Yudistira.
2. Riset PPIM 2016
Riset yang dilakukan oleh PPIM tahun 2016 dengan judul Diseminasi paham
eksklusif dalam buku ajar SD sampai SMA. Riset ini menyoroti muatan radikalisme,
intoleransi dan kekerasan dalam buku teks PAI SD-SMA yang sempat menuai
kecaman di kalangan masyarakat. Sebagai kesimpulan, riset ini menyatakan bahwa
buku PAI SD-SMA mengandung muatan radikalisme dan intoleransi. Kesan
intoleransi pada buku teks PAI tercermin dalam bentuk teks yang sering
menyalahkan pendapat atau praktik ibadah yang berbeda, mempromosikan pendapat
yang satu tanpa menghadirkan pendapat yang lain. Berikut ini contoh teks buku PAI
SMA yang tidak akomodatif, dengan perbedaan dalam Islam yaitu:
Buku PAI SMA Pernyataan yang terkesan eksklusif,
intoleran dan tidak akomodatif pada
perbedaan.
Kelas 10, hal. 56 “Kau adalah kotor karena kau kafir”
Kelas 10, hal. 22 “Menutup aurat wajib hukumnya bagi
perempuan muslim”
Kelas 11, hal. 181 Penegasan pelaksanaan syariah
mensyaratkan khilafah
Kelas 12, hal. 129 Permusuhan terhadapa kafir dan musyrik.
Kelas 12, hal. 68 Demokrasi sebagai syirik,
merujuk pendapat Abul A’la
Maududi
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dipaparkan bahwa bagi kalangan PPIM
bahwa kalimat yang menggambarkan non muslim (umar sebelum masuk Islam)
sebagai najis. Menunjukkan bahwa buku PAI tidak akomodatif pada perbedaan
karena kalimat-kalimatnya dapat memancing kebencian sehingga terkesan ambigu
terhadap toleransi. Seharusnya buku PAI memberikan gambaran positif tentang
Yahudi, Nasrani dengan menampilkan ayat yang mendukung kebebasan beragama
agar kesan toleransi menjadi jelas.
Kalimat yang menekankan konsep tentang kewajiban bagi perempuan untuk
menutup aurat termasuk saat berada di ruang publik. Oleh PPIM juga dianggap
terkesan intoleran pada perbedaan. Karena di samping ada perbedaan paham tentang
konsep aurat dalam masyarakat, terdapat juga perbedaan penggunaan busana di
kalangan umat Islam. Sehingga dengan demikian, penegasan kalimat ini akan
berbenturan langsung dengan realitas lapangan yang menunjukkan masih banyak
kalangan perempuan muslim yang tidak menutup aurat. Lebih lanjut menurut PPIM,
terdapat perbedaan pandangan tentang konsep menutup aurat bahwa menutup aurat
kecuali muka dan telapan tangan hanya berlaku saat sholat dan bukan di ruang
publik.
Berbeda dengan PPIM, menurut penulis, teks tentang konsep menutup aurat
dalam buku kelas X halaman 22 tidaklah menyiratkan muatan radikal j meustru ini
lebih menyuratkan toleransi. toleransi dalam hal ini terlihat dari adanya kebebasan
dalam berbusana. Selama ini, pengekangan bagi wanita muslim untuk masuk dalam
115
ranah militer terlihat sangat jelas. Indikasinya yaitu adanya larangan bagi polisi
wanita untuk menggunakan hijab. Namun seiring dengan perjalanan zaman,
semuanya mulai bergeser. Kesempatan terbuka lebar bagi wanita muslim untuk
berkarir di bidang apa saja.
Di samping itu, penekanan tentang wajibnya menutup aurat bukanlah hal
mengada-ada akan tetapi berdasarkan firman Allah. Dengan demikian, terlalu dini
jika mengatakan bahwa adanya perintah wajib menutup aurat adalah indikator
radikalisme. Dalam pandangan penulis, anjuran menutup aurat adalah sesuatu hal
yang sangat tepat karena di samping menjaga pemakainya dari pandangan nakal dan
niat-niat jahat yang mungkin muncul dari penggunaan pakaian yang minim,
penggunaan hijab juga menjadi sebagai sebuah kewajiban bagi umat muslim.
Kalimat selanjutnya yang dipersoalkan oleh PPIM adalah penegasan
pelaksanaan syariah mensyaratkan khilafah. Bagi kalangan PPIM, penegasan
kalimat ini, akan berdampak pada pengetahuan siswa pada pancasila. Pancasila bisa
jadi dianggap bertentangan dengan syari’at Islam. Padahal sejatinya, Pancasila
tidaklah sama sekali bertentangan dengan Islam bahkan pengamalan Pancasila
dengan sebaik-baiknya merupakan bentuk dari pengamalan Islam.
Kalimat yang menegaskan adanya permusuhan kepada kafir dan musyrik.
Bagi kalangan PPIM termasuk kalimat intoleran. Tujuan PAI adalah pada
hakikatnya bukan hanya mengukuhkan menyampaikan konsep habluminallah akan
tetapi juga habluminannas. Sehingga seharusnya pernyataan-pernyataan dalam buku
PAI tidak memberikan gambaran permusuhan akan tetapi lebih pada toleransi dan
kebebasan berkeyakinan.
Bagi PPIM, kalimat yang menegaskan demokrasi sebagai syirik dengan
merujuk pendapat Abul A’la Maududi dianggap sebagai kalimat yang tidak
akomodatif terhadap perbedaan.
Berdasarkan hasil analisis penulis, apa yang disampaikan oleh PPIM bahwa
pesan toleransi dalam buku PAI terkesan ambigu adalah benar adanya. Hal tersebut
dapat dilihat dari adanya teks-teks bermuatan radikalisme disamping teks-teks
bermuatan toleransi dan demokrasi dalam buku PAI.
Dengan demikian, maka dapat dijelaskan bahwa adapun persamaaan antara
penelitian ini dengan penelitian PPIM yaitu di samping pada objek penelitian yaitu
pada kesimpulan penelitian bahwa buku teks PAI mengandung muatan radikalisme.
sementara itu, adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian dari PPIM adalah
objek penelitian. Jika PPIM meneliti buku teks PAI SD-SMA, maka peneliti sendiri
mengambil objek kajian buku PAI tingkat SMA yang diterbitkan oleh tiga penerbit
yang berbeda yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
Erlangga dan Yudistira. Perbedaan juga terdapat pada fokus penelitian, jika PPIM
fokusnya hanya pada muatan radikalisme, maka peneliti memilih untuk meneliti
muatan toleransi dan demokrasi di samping muatan radikalisme.
C. Deradikalisasi Paham Islam Radikal di Sekolah
Untuk mencegah penyebaran ideologi Islam radikal di kalangan siswa-siswi,
Deradikalisasi merupakan sesuatu yang harus dilakukan. Pendidikan sebagai pusat
pembelajaran siswa-siswi yang sedang berkembang dan mencari identitas adalah tempat
yang paling strategis untuk menangkal paham radikalisme dan sebaliknya
menumbuhkan pemahaman yang moderat. Ditemukan muatan radikalisme yang
mengajak siswa-siswi untuk bersikap anti-Barat, intoleran, fanatik, anti demokrasi di
116
samping muatan toleransi dan demokrasi dalam buku ajar (buku paket dan LKS) yang
saling bertentangan ini membutuhkan kebijaksanaan guru untuk menjelaskannya secara
utuh dan komprehensif. (Rocmad, 2012) Karena posisi guru sangat strategis untuk
mempengaruhi pikiran para siswa-siswi baik pengaruh positif maupun negatif.
Untuk mengantisipasi penyebaran radikalisme, para guru PAI mesti memiliki
strategi yang baik untuk menangkal radikalisme. Adapun strategi-strategi yang dapat
dilakukan oleh guru dalam upaya deradikalisasi yaitu:
1. Melakukan kontra-ideologi dan mendoktrin siswa bahwa Islam adalah agama
damai yang menempatkan Muslim lain sebagai saudara sekalipun akidahnya
menyimpang.
2. Menjadikan akhlak sebagai determinan penting dalam kehidupan sesuai dengan Al-
Qur’an dan Hadits. “Menjelaskan Islam sesuai al-Qur’an dan Hadits” pasti
dilakukan oleh setiap umat Islam. Termasuk orang-orang yang berdakwah dengan
cara kekerasan pun merasa tindakannya sudah sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits.
Akan tetapi, adanya kekakuan dalam memahami Al-Qur’an dan hadits mendorong
seseorang untuk berpikir dan berperilaku keras. Sehingga menyebabkan munculnya
benturan di kalangan umat Islam karena mereka kaku dalam tafsir dan penerapan
hukum.
3. Memberikan penjelasan terhadap teks-teks agama secara komprehensif dan
kontekstual. Dalam menanamkan pemahaman yang inklusif pluralis pada siswa
maka guru harus menyelipkan penjelasan tentang perbandingan mazhab serta
perbandingan pandangan para alama maupun intelektual Islam terhadap ajaran
Islam. Karena hal tersebut akan membuka horizon siswa bahwa Islam memang satu
dan sumber pegangannya juga sama (Al-Qur’an dan Hadits). Tetapi dalam hal
memahami ajaran Islam, setiap ulama mungkin berbeda cara pandangnya. Inilah
yang menyebabkan banyaknya mazhab-mazhab ulama dalam Islam. Dengan
memahami banyaknya aliran mazhab, siswa -siswi menjadi tidak fanatik hanya satu
mazhab saja. Di samping itu, peserta didik juga menjadi toleran atas perbedaan
pandangan yang mungkin terjadi di antara para ulama.
4. Melakukan dialog persuasif terkait persoalan-persoalan yang ada.
5. Memberikan tambahan jam pelajaran pendidikan agama agar guru dapat
menjelaskan hakikat Islam yang sebenarnya kepada siswa. Sebab, akan sangat
sulit mengkaji hakikat Islam dengan waktu yang terbatas.
6. Memberikan pelatihan kepada guru PAI tentang pendidikan agama yang inklusif
pluralis bukan hanya pendidikan agama yang bersifat teologis-normatif.
Guru memiliki peran penting dalam menanamkan paham keagamaan yang inklusif-
moderat bahwa Islam sesungguhnya agama yang cinta damai, mengutamakan
toleransi.
7. Melakukan tracking anak yang terindikasi radikal dengan cara bertanya kepada
guru-guru yang lain. Termasuk menanyakan kepada siswa yang bersangkutan dari
mana mereka mendapatkan ajaran demikian. Setelah semua informasi diketahui,
guru agama, pihak sekokah bersama keluarga pihak keluarga duduk bersama untuk
mencari solusi bagi siswa yang terkena paham radikal tersebut. (Rocmad, 2012).
Untuk mengantisipasi radikalisme berkembang di kalangan siswa. Pihak
sekolah perlu memberikan pemahaman yang benar kepada yang siswa tentang bahaya
radikalisme. di samping itu, peran serta orang tua untuk mengawasi perilaku dan
kegiatan anak-anaknya juga sangat diperlukan. Karena, tanpa kerja sama yang baik
117
antara pihak sekolah dan orang tua, upaya deradikalisasi paham radikal tidak akan
maksimal. (Rocmad, 2012).
119
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Nilai-nilai radikalisme dalam buku teks terbitan Kementerian Pendidikan dan
kebudayaan Republik Indonesia, Erlangga dan Yudistira ialah memiliki
stigma negatif terhadap kelompok agama yang berbeda, membid’ahkan
pandangan yang berbeda dan memonopoli kebenaran, mengusung khilafah
Islamiyah, menolak demokrasi, dan memiliki stigma negatif terhadap Barat.
Sedangkan nilai-nilai toleransi dan demokrasi dalam buku teks yang
diterbitkan oleh ketiga penerbit di atas ialah menekankan pentingnya
perdamaian, persatuan, sikap saling menghargai dan saling menghormati,
musyawarah, kebebasan berpendapat dan beragama.
2. Buku teks yang diterbitkan oleh terbitan Kementrian Pendidikan dan
kebudayaan Republik Indonesia, Erlangga dan Yudistira pada dasarnya
banyak mengandung muatan toleransi dan demokrasi. Akan tetapi, tidak
dipungkiri bahwa buku teks PAI dari ketiga penerbit tersebut juga
mengandung muatan radikalisme. Yang paling miris, ternyata muatan
radikalisme paling banyak ditemukan dalam buku terbitan Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
B. Saran
1. Pemerintah dan penerbit harus selektif dalam memilih penulis dan
menerbitkan buku agama. Karena, buku PAI memiliki pengaruh terhadap
perkembangan pemahaman maupun pola pikir peserta didik.
2. Pemerintah, penerbit, penulis, pihak sekolah, guru maupun orang tua harus
menjalin kerja sama yang baik guna mengkonter penyemaian paham radikal
terhadap generasi muda.
120
121
121
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
AF, Ahmad Gaus. (2005). Islam Negara dan Civil Society: Gerakan dan
Pemikiran Islam Kontemporer, Jakarta: Paramadina.
Ahmad, Irfan. ( 2009). Islamism and Democracy in India: The Transformation
of Jamaat e-Islami, British: Pricenton University Press and Pricenton
And Oxford.
Alkaf, Halid. (2011). Quo Vadis Liberalisme Islam Indonesia. Jakarta: PT.
Kompas Media Nusantara.
Anwar, Junaidi., Latifah., & Margiono. (2007). Pendidikan Agama Islam Kelas
X. Jakarta: Yudistira.
--------. (2007). Pendidikan Agama Islam Kelas XI. Jakarta: Yudistira.
--------. (2007). Pendidikan Agama Islam Kelas XII. Jakarta: Yudistira.
Arofah, Arief . (2004). Diskursus Politik Islam. Jakarta: Lembaga Studi Islam
Progresif dan Yayasan Tifa Jakarta.
Assyaukanie, Luthfi. (2007). Islam Benar Versus Islam Salah. Depok: Katakita.
Azra, Azyumardi. (2002). Konflik Baru Antar Peradaban: Globalisasi,
Radikalisme, dan Pluralitas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Bakti, Agus Surya. (2016). Deradikalisasi Nusantara: Perang Semesta Berbasis
Kearifan Lokal Melawan Radikalisasi dan Terorisme. Jakarta: Daulat
Press.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1995). Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dimyati, Sholeh., & Feisal, Ghozaly. (2015). Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti Kelas XII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaa Republik Indonesia.
Al-Farran, Syaikh Ahmad bin Mustafa. Tafsir Imam Syafi’I (surah an-nisa-
surah Ibrahim) 2. Riyadh: Dar at-tadmuriyyah, 2006
Fauziah, A., Sri, H., & Syukron, K. (2010). Pandangan Sivitas Akademika UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Atas Radikalisme Islam. Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Sarif Hidayatullah Jakarta.
Hadi, Soetrisno. (2014). Pemikiran Politik Islam di Indonesia Pasca Soeharto
1998-200: Studi Partai-partai Islam. Magelang: PKBM Ngudi Ilmu.
Hamka. (1984). Tafsir al-Azhar Juz 6: An-Nisa- al-Maidah. Jakarta: PT.Pustaka
Panjimas.
Hasbi, Artani. (2001). Musyawarah dan Demokrasi (Analisis Konseptual
Aplikatif dalam Lintasan Sejarah Pemikiran Politik Islam). Jakarta:
Gaya Media Pratama.
Hassan, Rifat., & Fatima Mernissi. (2000). Setara Dihadapan Allah.
Yogyakarta: LSPPA.
Hidayat, Kamaruddin. ( 2005). Islam Negara dan Civil Society: Gerakan dan
Pemikiran Islam Kontemporer. Jakarta: Paramadina.
Husaini, Adian dan Nuim Hidayat. (2002). Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi,
Penyimpangan dan Jawaban. Jakarta: Gema Insani Press, 2002.
122
Husaini, Adian. (2002). Penyesatan Opini: Sebuah Rekayasa Mengubah Citra.
Jakarta: Gema Insani Press, 2000.
Imarah, Muhammad. (1998). Perang Terminologi Islam Versus Barat, di
terjemahkan dari Ma’rakatul Mushthalahat Baina Al-Gharbi Wal
Islami oleh Musthalah Maufur. Jakarta: Robbani Press.
Ismail, Faisal. (2014). Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama: Konflik,
Rekonsiliasi dan Harmoni. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Kamil, Syukron. (2013). Pemikiran Politik Islam Tematik: Agama dan Negara,
Demokrasi, Civil Society, Syari’ah dan HAM, Fundamentalisme, dan
Antikorupsi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Kemenag RI. (2012). Moderasi Islam (Tafsir Al-Qur’an Tematik). Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
Khalimi. (2010). Ormas-ormas Islam. Jakarta: Gang Persada Press.
Khairiyah, Nelty., & Endi Suhendi Zen. (2015) Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaa
Republik Indonesia.
Kibil, Gills., & Ali, Syu’aibi. (2004). Meluruskan Radikalisme Islam. Ciputat:
Pustaka Azhary.
Kurzman, Charles. (2003). Wacana Islam Lliberal Pemikiran Islam
Kontemporer Tentang Isu-isu Global, di terjemahkan dari Liberal
Islam: A Sourcebook oleh Bahrul Ulum dan Heri Junaidi. Jakarta:
Paramadina.
Lewis, Bernard. (2002) Islam Liberlisme Demokrasi: Membangun Sinerji
Warisan Sejarah, Doktrin dan Konteks Global. Jakarta: Paramadina.
Misrawi, Zuhairi. (2007). Al-Qur’an Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme,
dan Multikulturalisme. Jakarta: Fitrah.
Mubarok, Zaky. (2008). Geneologi Islam Radikal di Indonesia: Gerakan,
Pemikiran, dan Prospek Demokrasi. Jakarta: Pustaka LP3ES.
Mulkhan, Abdul Munir., & Bilveer Singh. (2012). Jejaring Radikalisme Islam
Di Indonesia: Jejak Sang Pengantin Bom Bunuh Diri. Yogyakarta:
Jogja Bangkit Publisher.
Mustahdi., & Mustakim. (2014). Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
Kelas XI. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaa Republik
Indonesia.
Nata, Abuddin.( 2001). Peta Keragaman Pemikiran Islam Di Indonesia. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Qodir, Zuly. (2010). Islam Liberal: Varian-Varian Liberalisme Islam Di
Indonesia 1991-2002. Yogyakarta: PT.LkiS Printing Cemerlang.
Qardhawy, Yusuf. (2001). Sistem Pengetahuan Islam, Diterjemahkan dari
Madkhal Li Ma’rifah Al-Islam oleh Ahmad Barmawi. Jakarta: Restu
Ilahi, 2004.
--------, (2010). Membedah Islam Ekstrem, diterjemahkan dari Al-Shahwah Al-
Islamiyah Bain Al-Juhud Wa al-Tatharruf, oleh Alwi A.M. Bandung:
Mizan.
123
123
Rauf, Feisal Abdul. (2013). Islam di Amerika: Refleksi Seorang Imam di
Amerika Tentang Keislaman dan Keamerikaan. Bandung: Al-Mizan.
Razak, Yusron. (2010). Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran
Sosiologis Perspektif Islam. Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama.
Rifai, Nurlena. 2015. Preventing Terrorism At School: An Evluation Of The
Indonesian Ministry of Religiuous Affairs’ Policies Concerning
Terrorism, Radical Religious Movements in curriculum content and
pedagogy of secondary Education. Makalah ini di sampaikan dalam
konferens “Building Network and Sharing Best Practices For
Strengthening Quality of Education in Muslim Society”, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 11 November 2015.
Rozak, Abdul., & Ubaedillah. (2010). Pendidikan Kewarganegaraan:
Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta:
ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Rufidah, Any, dkk. (2008). Agama dan Demokrasi. Malang: Averroes Press.
Sabirin, Rahimi. (2004). Islam & Radikalisme. Jakarta: Ar Rasyid.
Salim, Fahmi. (2013). Tafsir Sesat: 58 Essai Kritis Wacana Islam di Indonesia.
Jakarta: Gema Insani.
Sihbudi, Riza., & Endang, Turmudi. (2005). Islam dan Radikalisme di
Indonesia. Jakarta: LIPI Press.
Sivan, Emmanuel. (1985). Radical Islam: Medieval Theology and Modern
Politics. New Haven.
Sirry, Mun’im A. (2003). Membendung Militansi Agama (Iman dan Politik
dalam Masyarakat Modern). Jakarta: Erlangga.
Syafruddin, Didin. Police brief: Tanggung Jawab Negara Terhadap Pendidikan
Agama Islam. Di Sampaikan Dalam Seminar Hasil Penelitian
PPIM“Paham Eksklusif dan Radikalisme di Sekolah: Meninjau Ulang
Kebijakan Negara dan Politik Pendidikan Islam, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 29 September 2016.
Syamsuri. (2007). Pendidikan Agama Islam Kelas X. Jakarta: Erlangga.
--------. (2007). Pendidikan Agama Islam Kelas XI. Jakarta: Erlangga.
--------. (2007). Pendidikan Agama Islam Kelas XII. Jakarta: Erlangga.
Syarif, Ibnu Mujar. (2006) Presiden Non Muslim di Negara Muslim: Tinjauan
dari Perspektif Politik Islam dan Relevansinya dalam Konteks
Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Winarno. (2013). Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan: Panduan
Kuliah di Perguruan Tinggi. Jakarta: Sinar Grafika.
Yunus, Mahmud,. 2004. Tafsir Qur’an Karim, Jakarta: PT. Hidakarya Agung
Jakarta.
Zada, Khamami. (2002). Islam Radikal: Pergulatan Ormas-ormas Islam Garis
Keras di Indonesia. Jakarta: Teraju.
--------. (2004). Diskursus Politik Islam. Jakarta: Lembaga Studi Islam Progresif
dan Yayasan Tifa Jakarta.
Az-Zuhaili, Muhammad. (2012). Moderat Dalam Islam, (Penerjemah Kuwais
dan Ahmad Yunus Naidi). Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.
124
B. Jurnal
Anshour, Omar. The Radicalization, di akses dari http://icsr.info/wp-
content/uploads/2012/10/1264507559VotesandViolenceIslamistsandthePr
ocessesofTransformationOmarAshour.pdf tanggal 25 September 2015
AF, Ahmad Gaus. ―Pemetaan Problem Radikalisme di SMU Negeri di 4
Daerah‖ Jurnal Maarif, Vol. 8, No. 1 (Juli 2013): 172-191. Diakses dari
http://maarifinstitute.org/ images/xplod/jurnal/vol%20viii%20no%201
%20juli%202013.pdf tanggal 25 September 2015
Akmaliah, Muhammad, Wahyudi dan Khelmy K. Pribadi “Anak Muda,
Radikalisme, dan Budaya Populer” Jurnal Maarif, Vol. 8, No. 1 (Juli
2013): 14-41. Diakses dari http://maarifinstitute.org/
images/xplod/jurnal/vol%20viii %20no%201%20juli %202013.pdf
tanggal 25 September 2015
Azca, Muhammad Najib. “Yang Muda, Yang Radikal: Refleksi Sosiologis
Terhadap Fenomena Radikalisme Kaum Muda Muslim di Indonesia Pasca
Orde Baru” Jurnal Maarif, Vol. 8, No. 1 (Juli 2013): 14-41. Diakses dari
http://maarifinstitute.org/ images/xplod/jurnal/vol%20viii
%20no%201%20juli %202013.pdf tanggal 25 September 2015.
Cavatorta, Francesco, (2005). The ‘War on Terrorism’—Perspectives from
Radical Islamic Groups. Journal of Irish Studies in International Affairs,
Vol. 16 (2005). Diakses dari http://doras.dcu.ie/488/1/isia_16_1_2005.pdf
Darraz, Muhd. Abdullah.“Radikalisme dan Lemahnya Peran Pendidikan
Kewargaan” Jurnal Maarif, Vol. 8, No. 1 (Juli 2013): 14-41. Diakses
darihttp://maarifinstitute.org/ images/xplod/jurnal/vol%20viii
%20no%201%20juli %202013.pdf tanggal 25 September 2015
Farikhatin, Anis. “Membangun Keberagamaan Inklusif-Dialogis di SMA PIRI I
Yogyakarta (Pengalaman Guru Agama Mendampingi Peserta Didik di
Tengah Tantangan Radikalisme)” Jurnal Maarif, Vol. 8, No. 1 (Juli 2013):
102 – 129. Diakses dari http://maarifinstitute.org/images/xplod/
jurnal/vol%20viii%20no%201%20juli%202013.pdf tanggal 25 September
2015.
Qodir, Zuly. “Perspektif Sosiologi tentang Radikalisasi Agama Kaum Muda”
Jurnal Maarif, Vol. 8, No. 1 (Juli 2013): 14-41. Diakses
darihttp://maarifinstitute.org/ images/xplod/jurnal/vol%20viii
%20no%201%20juli %202013.pdf tanggal 25 September 2015
Rahnema, Saeed. “Radical Islamism and Failed Developmentalism”. Journal of
third world quarterly volume 29, issue 3, 2008. Diakses dari
http://courses.arch.vt.edu/courses/wdunaway/gia5524/rahnema08.pdf pada
tanggal 25 September 2015
Rokhmad, Abu. ―Radikalisme Islam dan Upaya Deradikalisasi Paham Radikal.
Jurnal Walisongo, Vol. 20, No. 1, (Mei 2012): 79–114. Diakses dari
http://eprints.walisongo.ac.id/1931/1/Abu_Rokhmad-Radikalisme_
Islam.pdf tanggal 25 September 2015.
125
125
Wildan, Muhammad. “The Nature of Radical Islamic Groups In Solo”. Jurnal of
Indonesia Islam, Vol.07, No.I (June 2013): 49-69. Diakses pada tanggal 25
September 2015
Zubadki, Zora A. “Kaum Muda dan Radikalisme” Jurnal Maarif, Vol. 8, No. 1
(Juli 2013): 14-41. Diakses dari http://maarifinstitute.org/
images/xplod/jurnal/vol%20viii %20no%201%20juli %202013.pdf
tanggal 25 September 2015.