tutorial infeksi

93
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman DEMAM THIFOID DAN KEJANG DEMAM SEDERAHANA DENGAN RIWAYAT ENSEFALITIS Oleh: Destina Ribkah St 0708015022 Nurul Hidayati 013026800016 Pembimbing: 1

Upload: wuwun-nurulhidayati

Post on 06-Aug-2015

46 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tutorial Infeksi

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

DEMAM THIFOID DAN KEJANG DEMAM SEDERAHANA DENGAN

RIWAYAT ENSEFALITIS

Oleh:

Destina Ribkah St 0708015022

Nurul Hidayati 013026800016

Pembimbing:

dr. Hj. Sukartini, Sp.A

LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FK UNMUL – RSUD A. W. SJAHRANIE

SAMARINDA

2012

1

Page 2: Tutorial Infeksi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demam tifoid adalah suatu infeksi demam sistemik akut yang disebabkan

oleh Salmonella typhi melalui asupan makanan atau minuman yang

terkontaminasi.1-3 Sampai saat ini demam tifoid masih merupakan masalah

kesehatan, hal ini disebabkan antara lain oleh pertumbuhan penduduk yang cepat,

meningkatnya arus urbanisasi, kesehatan lingkungan yang kurang memadai,

penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, tingkat sosial ekonomi rendah

dan masalah pada pelayanan kesehatan meliputi keterlambatan diagnosis.4-6

Diperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan

insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.2

Demam tifoid endemik di negara berkembang seperti di subkontinen India,

Asia Tenggara, Amerika Selatan dan Amerika Tengah serta Afrika. Di India,

memberikan insiden tahunan lebih dari 900 per 100.000 populasi.4 Surveilans

Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia

menunjukkan angka yang terus meningkat, pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan tahun

1994 menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Insiden demam tifoid bervariasi di setiap

daerah, di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan

di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk.7 Di Samarinda, selama

tahun 2007 terdapat lebih dari 3000 kasus demam tifoid, persentasinya sebesar

24,23% dibandingkan dengan penyakit infeksi pada usus, data ini berdasarkan

laporan bulanan 14 Puskesmas kota Samarinda.8

Kemampuan mengenali manifestasi klinis demam tifoid sangat penting

untuk membantu menegakkan diagnosis secara dini,7 tetapi ditemukannya gejala

klinis yang sama pada beberapa penyakit infeksi lainnya membuat diagnosis

klinik demam tifoid menjadi cukup sulit.2 Diagnosis pasti demam tifoid adalah

dengan isolasi atau kultur Salmonella typhi dari darah, sumsum tulang, atau lesi

anatomis yang spesifik,2 dengan waktu yang dibutuhkan untuk identifikasi

2

Page 3: Tutorial Infeksi

biasanya sekurang-kurangnya tiga hari, sedangkan keputusan untuk memberikan

terapi harus dilakukan segera. Serologi dapat membantu dalam menegakkan

diagnosis.9 Uji Widal merupakan uji serologi yang paling banyak dipakai untuk

menunjang diagnosis termasuk di Indonesia, tetapi uji ini memiliki tingkat

sensitivitas dan spesifisitas sedang dan seringkali menghasilkan positif atau

negatif palsu.2,6,10

Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal lebih dari, 38oC) akibat suatu proses ekstra kranial, biasanya

terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun. Setiap kejang kemungkinan dapat

menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak, sehingga mencemaskan orang tua..

Kejang merupakan gangguan syaraf yang sering dijumpai pada anak. Insiden

kejang demam 2,2-5% pada anak di bawah usia 5 tahun. Anak laki-laki lebih

sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,2–1,6:1. Saing B (1999),

menemukan 62,2%, kemungkinan kejang demam berulang pada 90 anak yang

mengalami kejang demam sebelum usia 12 tahun, dan 45% pada 100 anak yang

mengalami kejang setelah usia 12 tahun..

Penggolongan kejang demam menurut kriteria Nationall Collaborative

Perinatal Project adalah kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.

Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang lama kejangnya kurang dari

15 menit, umum dan tidak berulang pada satu episode demam. Kejang demam

kompleks adalah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit baik bersifat fokal

atau multipel. Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada

lebih dari satu episode demam.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya kejang pada anak

adalah Infeksi: meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik: hipoglikemia,

hiponatremia, hipoksemia, hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi

piridoksin, gagal ginjal, gagal hati, gangguan metabolik bawaan, trauma kepala,

keracunan: alkohol, teofilin, penghentian obat anti epilepsi, enselopati hipertensi,

tumor otak dan perdarahan intrakranial.

3

Page 4: Tutorial Infeksi

Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai

mikroorganisme seperti bakteri,virus,parasit,fungus dan riketsia. Secara umum

gejala ensefalitis berupa demam, kejang dan kesadaran menurun. Penyakit ini

dapat dijumpai pada semua umur mulai dari anak-anak sampai orang dewasa.

Dalam laporan kasus tutorial ini akan dibawakan kasus Demam thifoid

dan kejang demam sederhana dengan riwayat ensefalitis.

1.2. Tujuan

Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah :

1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.

2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan yang

terdapat pada kasus.

3. Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang didapat.

4

Page 5: Tutorial Infeksi

BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas pasien :

• Ruang perawatan : Melati

• Nama : An. Az

• Jenis kelamin : Perempuan

• Umur : 3 tahun

• Masuk Rumah Sakit : 11 November 2012

Identitas Orang Tua

• Nama Ayah : Tn.Ab

• Umur : 34 tahun

• Pekerjaan : PNS

• Pendidikan Terakhir : S1

• Ayah perkawinan ke : 1

• Nama Ibu : Ny.Lwd

• Umur : 34

• Pekerjaan : PNS

• Pendidikan Terakhir : S1

• Ibu perkawinan ke : 1

Anamnesis

Alloanamnesis dilakukan terhadap ibu pasien pada tanggal 12 November

2012

Keluhan utama

Demam

5

Page 6: Tutorial Infeksi

R i wayat Penyakit Sekarang

Demam sudah dialami sejak 5 hari SMRS disertai sakit kepala. Pasien

sempat dibawa ke Puskesmas dan diberi obat penurun demam sehingga demam

sempat turun selama 2 hari. kemudian pasien kembali demam. Pasien juga

mengalami batuk tidak berdahak dan pilek. Pasien merasa mual tapi tidak muntah.

BAB dan BAK pasien dalam batas normal. Pasien masih mau makan dan tidak

ada nyeri tenggorokan

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien mengalami kejang demam saat berusia 4 bulan dirawat d RS

Pada bulan juni 20012 pasien mengalami kejang demam kembali dan pada

saat itu di diagnosa Ensefalitis

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama.

Riwayat Saudara-Saudaranya :

Hamil

ke

Kondisi

saat Lahir

Jenis

PersalinanUsia

Sehat/

Tidak

Umur

Meninggal

Sebab

Meninggal

1 Aterm Spontan 7 tahun sehat - -

2 Aterm Spontan 3 tahun sehat - -

Genogram

Pasien merupakan anak ke 2 dari2 bersaudara

Keterangan :

= Laki-laki = menunjukkan pasien

= Perempuan

6

Page 7: Tutorial Infeksi

Riwayat Kehamilan

• Pemeliharaan Prenatal : sejak mengetahui kehamilan tiap

bulan sekali

• Periksa di : bidan Puskesmas

• Penyakit kehamilan : tidak ada

• Obat-obatan yang sering diminum : tablet penambah darah dan vitamin.

Riwayat Kelahiran :

• Lahir di : rumah sakit

• di tolong oleh : bidan

• Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan

• Jenis partus : Spontan

• Pemeliharaan postnatal : ya

• Periksa di : Puskesmas

Pertumbuhan dan perkembangan anak :

• Berat badan lahir : 3400 gram

• Panjang badan lahir : 48 cm

• Tersenyum : 2 bulan

• Miring : 3 bulan

• Tengkurap : 4 bulan

• Duduk : 8 bulan

• Gigi keluar : 9 bulan

• Merangkak : 9 bulan

• Berdiri : 12 bulan

• Berjalan : 12 bulan

• Berbicara dua suku kata : 6 bulan

• Masuk TK : -

• Masuk SD : -

7

Page 8: Tutorial Infeksi

Riwayat Makan Minum anak :

• ASI : dari lahir sampai berusia 2 tahun

• Dihentikan : ya

• Alasan : ibu ingin menghentikan

• Susu sapi/buatan : ya sejak usia 9 bulan

• Jenis susu buatan : susu SGM

• Takaran : 2 sendok takar dalam 60 cc air

• Frekuensi : 5 kali/hari

• Buah : 4 bulan

• Bubur susu : 4 bulan

• Tim saring : 9 bulan

• Makanan padat dan lauknya : 1 tahun

Riwayat Imunisasi :

ImunisasiUsia Saat Imunisasi

I II III IV

BCG 1 bulan //////// /////// ///////

Polio +

1 bln

+

2 bln

+

3 bln

+

4 bln

Campak 9 bln ///////// //////// ///////

DPT +

2 bln

+

3 bln

+

4 bln///////

Hepatitis B +

1 bln

+

2 bln

+

3 bln///////

Keadaan Sosial Ekonomi :

• Pasien tinggal dan dirawat oleh ayah dan ibu kandung.

• Konsumsi untuk keluarga pasien berasal dari penghasilan ayah dan ibu

pasien sebagai PNS.

• Pasien dan keluarga tinggal di rumah sendiri yang berdinding tembok,

beratap seng dan lantai dari keramik. Ventilasi dan pencahayaan cukup.

8

Page 9: Tutorial Infeksi

• Dalam satu rumah dihuni oleh 4 orang, yaitu: ayah, ibu dan 2 anaknya.

• Kamar mandi dan toilet berada di dalam rumah.

• Sumber air: air PDAM

• Listrik: PLN

• Tempat sampah : tidak ada tempat khusus, sampah dikumpulkan dalam

jumlah banyak di sekitar rumah, kemudian dibakar.

• Pasien memiliki jaminan ASKES PNS.

Pemeriksaan Fisik IGD ( 11 November 2012)

Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital

• Tekanan Darah :110/70

• Nadi : 112 x/menit (reguler,isi cukup, kuat angkat)

• Frekuensi napas : 30 x/menit

• Suhu aksiler : 37,8⁰C

Kepala/leher

Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pembesaran KGB (-/-),pupil bulat

isokor, diameter 3mm/3mm, Reflek cahaya +/+, Napas Cuping Hidung (-/-)

Pulmo

• Inspeksi : pergerakan dada simetris, retraksi (-),

• Palpasi : krepitasi (-), fremitus raba dekstra = sinistra

• Perkusi : Dekstra dan Sinistra =Sonor

• Auskultasi : suara napas vesikuler

Jantung

• Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak

• Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba

• Perkusi : Batas Kiri = ICS V Midclavicula line sinistra

Batas Kanan = ICS III Parasternal line dextra

• Auskultasi : S1/S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Abdomen

• Inspeksi : flat, venektasi (-), penonjolan massa (-)

9

Page 10: Tutorial Infeksi

• Palpasi : soefl, organomegali (-), nyeri tekan (+)

• Perkusi : Hipertimpani

• Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

Ekstremitas

• Akral Hangat, sianosis (-), edema (-), KGB inguinal (-)

• Edema (-)

Pemeriksaan Fisik Ruangan

Dilakukan pada tanggal : 11 November 2012

Antropometri

• Berat badan : 14 kg

• Panjang Badan : 94 cm

• BMI : 15.8 Kg/m2

• Lingkar Kepala : -

• Lingkar Lengan Atas : -

Tanda Vital

• Nadi : 80 x/menit (reguler,isi cukup, kuat angkat)

• Frekuensi napas : 40 x/menit

• Suhu aksiler : 36,5⁰C

Keadaan Umum

• Kesan sakit : Sakit sedang

• Kesadaran : compos mentis

• Status Gizi : baik

Rumus Behrman

BB ideal= ((umur dalam tahun x 2) +8 = ((3 x 2) + 8 = 14 kg

Status gizi = BB sekarang/BB ideal x 100%

= 14 kg/14 kg x 100%

= 100 % (gizi baik 80 - 100%)

10

Page 11: Tutorial Infeksi

Kepala

• Rambut : hitam

• Mata : cowong (-), edema pre orbita (-/-), anemis (-), ikterik (-),

pupil 3mm/3mm, Reflek cahaya +/+

• Hidung : sumbat (-), bau (-), selaput putih (-)

• Telinga : Bersih, Bau (-), sakit (-)

• Mulut : lidah bersih, tonsil dan faring hiperemi

Leher

• Pembesaran kelenjar : (-)

Kulit

Dalam batas normal

Pulmo

• Inspeksi : simetris, seirama gerakan nafas, retraksi (-),

• Palpasi : krepitasi (-), fremitus raba dekstra = sinistra

• Perkusi : sonor pada lapang paru

• Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

• Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak

• Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba

• Perkusi : Batas Kiri = ICS V Midclavicula line sinistra

Batas Kanan = ICS III Parasternal line dextra

• Auskultasi : S1/S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Abdomen

• Inspeksi : cembung, venektasi (-), penonjolan massa (-)

• Palpasi : soefl, organomegali (-), nyeri tekan (+)

• Perkusi :timpani

• Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

11

Page 12: Tutorial Infeksi

Ekstremitas

• Akral Hangat, sianosis (-), edema (-), KGB inguinal (-)

Pemeriksaan Neurologis

Meningeal Sign

Kaku kuduk : -

Brudzinski I : -

Brudzinski II: -

Kernig : -

Refleks Fisiologis

Biceps : +/+

Triceps: +/+

Patella: +/+

Achilles: +/+

Refleks Patologis

Babinski: -/-

Chaddock: -/-

Oppenheim: -/-

Gordon: -/-

Gonda:-/-

Schuffer: -/-

Pemeriksaan Nervus cranialis

Nervus I : normal

Nervus II : visus normal

Nervus III/IV/VI : strabismus (-), mata dapat melirik ke segala arah, pupil

isokor 3 mm/3 mm, ptosis (-)

Nervus V : pasien bisa mengunyah

Nervus VII : mengerutkan dahi (+), saat tersenyum sudut bibir tertarik

ke arah kanan saat tersenyum

Nervus VIII : respon terhadap suara (+)

Nervus IX : deviasi palatum (-)

Nervus X : refleks muntah (+), suara serak (-)

Nervus XI : pasien dapat menoleh dan mengangkat bahu

Nervus XII : lidah deviasi ke kiri, disartria (-), atrofi lidah (-)

12

Page 13: Tutorial Infeksi

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah :

11/11/2012 13/11/2012

Hemoglobin : 11,6 g/dl

Leukosit : 13.300/mm3

Trombosit : 431.000/mm3

Hematrokit : 36,8%

Natrium : 135

Kalium : 4,2

Chloride : 102

GDS : 125

BJ: 1,010

Warna: kuning

Kejernihan : Jernih

Ph : 7,0

Sel Epitel: +

Leukosit: 0-2

Eritrosit: 0-1

Hasil Tes Widal :

tanggal 13/11/2012

1/80 1/160 1/320

- Salmonela typhi – O (+) (+) Negatif

- Salmonela typhi – H Negatif

- Salmonela paratyphi A - O (+) Negatif

- Salmonela paratyphi A – H Negatif

- Salmonela paratyphi B – O (+) Negatif

- Salmonela paratyphi B – H (+) (+) Negatif

- Salmonela paratyphi C – O (+) Negatif

- Salmonela paratyphi C - H (+) Negatif

13

Page 14: Tutorial Infeksi

Diagnose kerja sementara : Demam Tifoid

Diagnosa lain : Kejang Demam Sederhana

Penatalaksanaan:

IVFD Kaen 4A 10 tpm

Sanmol syr 3x1/2 cth

Amoxan syr 3x11/2 cth

Prognosa : dubia et bonam

14

Page 15: Tutorial Infeksi

FOLLOW UP

Tanggal S O A P Pemeriksaan Penunjang

12-11-2012 Kejang 1x,

demam (+),

batuk (+),

pilek (+),

faring

hiperemi

compos mentis

N: 88 x/menit

RR: 24x/menit

T: 35oC

BB: 15 kg

Kejang Demam

Sederhana

+observasi febris

Oksigen 2 L/menit jika

sesak

IVFD D5½ NS 14 tpm

Sanmol syr 3x1/2 cth

Amoxan syr 3x11/2 cth

CTM 1,5mg Efedrin 7,5

DMP 3,5 mf. Pulv 3x1

Pemeriksaan darah 11-11-2012

Leukosit 13.300/ul

Hb 11,6 g/dl

Ht 36,8 %

Trombosit 431.000/ul

GDS 135

Pemeriksaan Kimia Darah 11-11-

2012

Na 135mmol/L

K 4,2 mmol/L

Cl 102 mmol/L

Usul penatalaksanaan: EEG 1 mgg

stlh kejang

13-11-2012 kejang (-) ,

demam (+),

batuk (+)

pilek (+)

faring

compos mentis

N: 90 x/menit

RR: 30x/menit

T: 37,3oC

BB: 14 kg

Kejang demam

sederhana+dema

m tioid

- terapi lanjut

- Amoksilin 3x 500mg

- Amoxan syr 3x11/2 cth

(Stop)

Tes Widal 13-11-2012

Tes salmonella typhi O positif

(1/160)

Pemeriksaan Urin 12-11-2012

BJ 1,010

15

Page 16: Tutorial Infeksi

hiperemi Warna kuning

Kejernihan : Jernih

Ph : 7,0

Sel Epitel +

Leukosit 0-2

Eritrosit 0-1

14-10-2012 kejang (-) ,

demam (+),

batuk (+)

pilek (+)

faring

hiperemi (+)

compos mentis

N: 90 x/menit

RR: 30x/menit

T: 37,3oC

BB: 14 kg

Kejang demam

Sederhana +

demam thifoid

- terapi lanjut

15-10-2012 kejang (-) ,

demam (-),

batuk ()

pilek (-)

faring

hiperemi (-)

compos mentis

N: 82 x/menit

RR: 40x/menit

T: 36,6oC

BB: 14 kg

Kejang Demam

Sederhana +

demam thifoid

- terapi lanjut

16-10-2012 Demam (-),

batuk (-)

compos mentis

N: 80 x/menit

Kejang Demam

Sederhana +

- terapi lanjut

16

Page 17: Tutorial Infeksi

Pilek (-)

Faring

hiperemi (-)

RR: 36x/menit

T: 37,0oC

BB: 15,5 kg

Demam Thifoid

17-120-2012 Kejang (-)

demam (-)

batuk (-)

pilek (-)

compos mentis

N: 80 x/menit

RR: 36x/menit

T: 37,0oC

BB: 15,5 kg

Kejang Demam

Sederhana +

demam Thyfoid

Kontrol ke poli anak

17

Page 18: Tutorial Infeksi

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Ensfalitis22

Pengertian

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro

organisme lain yang non purulent.

Patogenesis Ensefalitis

Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk

ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:

Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ

tertentu.

Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah

Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.

Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di

Permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.

Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing,

muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .

Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang.

Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis,

Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.

Penyebab Ensefalitis:

Penyebab terbanyak : adalah virus

Sering : - Herpes simplex

- Arbo virus

Jarang : - Entero virus

- Mumps

- Adeno virus

18

Page 19: Tutorial Infeksi

Post Infeksi : - Measles

- Influenza

- Varisella

Post Vaksinasi : - Pertusis

Ensefalitis supuratif akut :

-Bakteri penyebab Esenfalitis adalah :

Staphylococcusaureus,Streptokok,E.Coli,Mycobacterium dan T. Pallidum.

- Patogenesis

Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media,mastoiditis,sinusitis,atau

dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam paru, bronchiektasi, empiema,

osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan

tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema,

kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah

yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila

kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel.

- Manifestasi klinis

Secara umum gejala berupa trias ensefalitis ;

1.Demam

2.Kejang

3.Kesadaran menurun

Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi

umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala

yang kronik dan progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran

menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda

deficit neurologist tergantung pada lokasi dan luas abses

ENSEFALITIS SIPHYLIS

- Patogenesis

Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan

tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui

epithelium yang terluka, kuman tiba di sistim limfatik, melalui kelenjar

limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini

19

Page 20: Tutorial Infeksi

berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat.

Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian bagian

lain susunan saraf pusat.

- Manifestasi klinis

Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian :

1. Gejala-gejala neurologist

Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan, afasia, apraksia,

hemianopsia, kesadaran mungkin menurun,sering dijumpai pupil Agryll-

Robertson,nervus opticus dapat mengalami atrofi. Pada stadium akhir

timbul gangguanan-gangguan motorik yang progresif.

2. Gejala-gejala mental

Timbulnya proses dimensia yang progresif, intelgensia yang mundur

perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada kurang efektifnya kerja,

daya konsentrasi mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian

terganggu.(2,4,5)

ENSEFALITIS VIRUS

Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :

1. Virus RNA

Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili

Rabdovirus : virus rabies

Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue)

Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)

Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria

2. Virus DNA

Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus, virus Epstein-

barr

Poxvirus : variola, vaksinia

Retrovirus : AIDS

- Manifestasi klinis

Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea,

kesadaran menurun, timbul serangan kejang-kejang, kaku kuduk,

20

Page 21: Tutorial Infeksi

hemiparesis dan paralysis bulbaris.

ENSEFALITIS KARENA PARASIT

a. Malaria serebral

Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral.

Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah

yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama lainnya sehingga

menimbulkan penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal

yang tersebar secara difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak. Gejala-gejala

yang timbul : demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma. Kelainan neurologik

tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.

b. Toxoplasmosis

Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejalagejala

kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam

tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot

dan jaringan otak.

c. Amebiasis

Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika

berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis

akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri

kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.

d. Sistiserkosis

Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa

dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva

dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan

parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau tersebar

didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula

disekitarnya.

Gejaja-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.

ENSEFALITIS KARENA FUNGUS

Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans,

21

Page 22: Tutorial Infeksi

Cryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor

mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat

ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya

infeksi adalah daya imunitas yang menurun.

RIKETSIOSIS SEREBRI

Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat

menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang

terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh

darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan

terjadi trombosis.

Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian

mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi

yang tersebar.

Gejala-Gejala yang mungkin terjadi pada Ensefalitis :

- Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy ,kadang

disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.

- Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan

penglihatan ,pendengaran ,bicara dan kejang.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM / PEMERIKSAAN PENUNJANG23

Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu

membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit.

Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.

Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila

terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat

dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal,

biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi

virus Herpes Simplex.

22

Page 23: Tutorial Infeksi

DIAGNOSA BANDING

Pada kasus ensefalitis supurativa diagnosa bandingnya adalah :

- Neoplasma

- Hematoma subdural kronik

- Tuberkuloma

- Hematoma intraserebri

Prognosa

Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan. Disamping itu perlu

dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan penyulit yang dapat muncul selama

perawatan. Edema otak dapat sangat mengancam kehidupan penderita.

Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada etiologi penyakit

dan usia penderita. Bayi biasanya mengalami penyulit dan gejala sisa yang berat.

Encephalitis yang disebabkan oleh VHS memberi prognosis yang lebih buruk daripada

prognosis virus entero. Kematian karena encephalitis masih tinggi berkisar antara 35-50

%. Dari penderita yang hidup 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa.

Penderita yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam perkembangan

selanjutnya masih menderita retardasi mental, epilepsi dan masalah tingkah laku.

Kejang Demam

2.1. Definisi

Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh (380C, rektal), biasanya terjadi pada bayi dan anak antara umur 6 bulan dan

5 tahun, yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, dan tidak terbukti adanya

penyebab tertentu.1,2

Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada

anak-anak, terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Menurut Consensus

statement on febrile seizures (1980), kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak

yang berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi

intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi

berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam

harus dibedakan dengan epilepsi,yaitu yang ditandai denagn kejang berulang tanpa

demam.3,4

23

Page 24: Tutorial Infeksi

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti

meningitis, ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis

berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem

susunan saraf pusat.

2.2. Klasifikasi19

2.2.1) Klasifikasi menurut Livingston

Livingston (1954-1963) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2

golongan, yaitu :

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Convulsioní).

a. Kejang bersifat umum

b. Waktu singkat (kurang dari 15 menit)

c. Umur serangan pertama kurang dari 6 tahun

d. Frekuensi serangan 1-4 kali pertahun

e. EEG normal

2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever)

2.2.2) Klasifikasi menurut Prichard dan Mc Greal

Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:

1. Kejang demam sederhana

2. Kejang demam tidak khas

Ciri-ciri kejang demam sederhana ialah:1,2

1. Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang

kejang sama seperti yang kanan.

2. Usia penderita antara 6 bulan – 4 tahun

3. Suhu 100 oF (37,78 oC ) atau lebih

4. Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit

5. Keadaan neurology (fungsi saraf) normal atau setelah kejang juga tetap normal

6. EEG (electro encephalography – rekaman otak) yang dibuat setelah tidak

demam adalah normal.

24

Page 25: Tutorial Infeksi

Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkannya

sebagai kejang demam tidak khas.

2.2.3) Klasifikasi menurut Fukuyama

Fukuyama juga membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu:

1. Kejang demam sederhana

2. Kejang demam kompleks

Kejang demam sederhana harus memenuhi semua kriteria berikut, yaitu:

1. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat Epilepsi

2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun

3. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun

4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit

5. Kejang tidak bersifat fokal

6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang

7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas

perkembangan

8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat

Bila kejang demam tidak memenuhi kriteria tersebut di atas, maka

digolongkannya sebagai kejang demam jenis kompleks.

Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)

Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat,

kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk

umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam

waktu 24 jam.

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut

ini: berlangsung lebih lama dari 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi, atau

kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24

jam.

25

Page 26: Tutorial Infeksi

2.3. Epidemiologi20

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika serikat, Amerika selatan

dan Eropa Barat. Di Negara Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 80% dan mungkin

mendekati 90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Beberapa

studi prospektif menunjukkan bahwa kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam

kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan).

Kejang demam sedikit lebih sering pada anak laki-laki.

2.4. Faktor Resiko

Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam. Selain itu

juga terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,

perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam pengawasan

khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak

akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali

rekurensi atau lebih. Resiko rekurensi meningkat pada usia dini, cepatnya anak

mendapat kejang setelah demam timbul, temperature yang sangat rendah saat kejang,

riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.

Dua puluh sampai 25% penderita kejang demam mempunyai keluarga dekat

(orang-tua dan saudara kandung) yang juga pernah menderita kejang demam. Tsuboi

mendapatkan bahwa insiden kejang demam pada orang tua penderita kejang demam

ialah 17% dan pada saudara kandungnya 22%. Delapan-puluh persen dari kembar

monosigot dengan kejang demam adalah konkordans untuk kejang demam. Kebanyakan

peneliti mendapat kesan bahwa kejang demam diturunkan secara dominan dengan

penetrasi yang mengurang dan ekspresi yang bervariasi, atau melalui modus poligenik.

Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya untuk mendapat

kejang demam ialah 10%. Namun bila satu dari orang-tuanya dan satu saudara pernah

pula mengalami kejang demam, kemungkinan ini meningkat menjadi 50% .

Penelitian  Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing juga memperoleh data riwayat keluarga

pada 231 penderita kejang demam. Dari mereka ini 60 penderita merupakan anak

tunggal waktu diperiksa. Sedang 221 penderita lainnya - yang mempunyai satu atau

lebih saudara kandung - 79 penderita (36%) mempunyai satu atau lebih saudara

kandung yang pemah mengalami kejang yang disertai demam. Jumlah seluruh saudara

26

Page 27: Tutorial Infeksi

kandung dari 221 penderita ini ialah 812 orang, dan 119 (14,7%) di antaranya pernah

mengalami kejang yang disertai demam.

2.5. Etiologi

Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada

beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam,yaitu:

1. Demamnya sendiri

2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak

3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi

4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit

5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang tidak diketahuo

atau ensefalopati toksik sepintas.

6. Gabungan semua faktor di atas.

Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang

demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak

sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi pertusis

(DPT) dan morbili (campak).

Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada 297

penderita   kejang    demam,  66(±22,2%)   penderita   tidak  diketahui penyebabnya.

Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Ada penderita

yang mengalami kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilo-

faringitis dan otrtis media akut. (lihat tabel ).

Tabel 1. Penyebab demam pada 297 penderita KD

Penyebab demam Jumlah penderita

Tonsilitis dan/atau faringitis

Otitis media akut (radang liang telinga

tengah)

Enteritis/gastroenteritis (radang saluran

cerna)

Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasi

100

91

22

44

27

Page 28: Tutorial Infeksi

Bronkitis (radang saiuran nafas)

Bronkopeneumonia (radang paru dan

saluran nafas)

Morbili (campak)

Varisela (cacar air)

Dengue (demam berdarah)

Tidak diketahui

17

38

12

1

1

66

Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering di-sertai kejang demam

daripada infeksi lainnya. Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oteh kuman

Shigella mengaiami kejang demam dibanding gastroenteritis oieh kuman penyebab

lainnya di mana angka kejadian kejang demam hanya sekitar 1%.

Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian kejang demam

pada shigellosis dan salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun

yang dihasilkan kuman bersangkutan.

2.6. Patogenesis21

Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor

fisiologis dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang

Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang

didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting

adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan

perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jika

sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2

dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam berupa

lipid dan permukaan luar berupa ionik. Dalam keadaan normal membrane sel neuron

dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion

natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+

dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel

neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam

dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari

28

Page 29: Tutorial Infeksi

sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial membran ini diperlukan energi dan

bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan

potensial membrane ini dapat diubah dengan adanya:

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler

Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran

listrik dari sekitarnya.

Perubahan dari patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau

keturunan.

Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan

suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron,

dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan

listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran

tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi

rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh

tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada

suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat

terjadi pada suhu 40oC atau lebih.19

Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea,

meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot

pernafasan tidak efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi

hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme

anaerob, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh

yang semakin meningkat oleh karena meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya

menyebabkan metabolisme otot meningkat.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia

sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang

mengakibatkan kerusakan sel neuron.

29

Page 30: Tutorial Infeksi

Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih

sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya

perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang.

2.7. Manifestasi Klinis20

Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat

dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 380C atau lebih (rectal).

Umumnnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang

yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau

kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan

atau kekakuan fokal.

Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang

berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat

pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur

pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode

mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak

terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.

Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal

atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca

serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang

unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang

yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.

2.8 Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Pada kejang demam beberapa peneliti mendapatkan kadar yang normal pada

pemeriksaan laboratorium tersebut, oleh karenanya tidak diindikasikan pada kejang

demam, kecuali bila didapatkan kelainan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bila

dicurigai adanya meningitis baktrialis, lakukan pemeriksaan kultur darah dan kultur

cairan serebrospinal. Bila dicurigai adanya ensefalitis, lakukan pemeriksaan polymerase

chain reaction (PCR) terhadap virus herpes simpleks.

30

Page 31: Tutorial Infeksi

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,

tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau

keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Macam pemeriksaan

laboratorium ditentukan sesuai kebutuhan. Pemeriksaan laboratorium yang dapat

dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.

Beberapa peneliti lain menganjurkan standar pemeriksaan laboratorium : darah

tepi lengkap, elektrolit serum, glukosa, ureum, kreatinin, kalsium dan magnesium.

b. Pungsi Lumbal

Pungsi lumbal dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kejang disertai

penurunan status kesadaran/mental, perdarahan kulit, kaku kuduk, kejang lama, gejala

infeksi paresis, peningkatan sel darah putih, atau tidak adanya faktor pencetus yang

jelas. Pungsi lumbal ulang dapat dilakukan dalam 48 atau 72 jam untuk memastikan

adanya infeksi SSP. Bila didapatkan kelainan neuroligis fokal dan adanya peningkatan

tekanan intracranial, dianjurkan pemeriksaan CT Scan kepala terlebih dahulu, untuk

mencegah terjadinya resiko herniasi.

The American Academy of Pediatric merekomendasikan pemeriksaan pungsi

lumbal pada serangan pertama kejang disertai demam pada anak usia di bawah 12 bulan

sangat dianjurkan, karena gejala klinis yang berhubungan dengan meningitis sangat

minimal bahkan tidak ada. Pada anak usia 12 – 18 bulan lumbal pungsi dianjurkan,

sedangankan pada usia lebih dari 18 bulan lumbal pungsi dilakukan bila ada kecurigaan

adanya infeksi intracranial (meningitis).

c. Neuroimaging

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)

atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya

atas indikasi seperti:

1. kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2. paresis nervus VI

3. papiledema.

Neuroimaging tidak berguna pada anak anak dengan kejang demam,

berdasarkan kasus pada 71 anak dengan kejang demam tidak ditemukan adanya suatu

kondisi kelainan intrakranial seperti adanya lesi, perdarahan, hidrochephalus, abses atau

edema serebri.

31

Page 32: Tutorial Infeksi

d. Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya

kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.

Oleh karenanya tidak direkomendasikan.Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada

keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak

usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.

2.9 Diagnosis

Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang telah

dimodifikasi,

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu setelah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan.

7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam,

dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala

neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa

kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya

pada radang selaput otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis).

Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan

dengan usia kurang dari 1 tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang

mempunyai nilai diagnostik, EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan

kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang demam berulang si kemudian hari. Saat

ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana.

Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber

infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan keseimbangan cairan dapat

diduga terdapat gangguan  metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit

32

Page 33: Tutorial Infeksi

diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab

timbulnya demam.21

2.10 Diagnosis Banding

Menghadapi seorang anak yang menderita kejang dengan demam, harus

dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat

(otak).

Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, encephalitis,

abses otak dan lain-lain. Oleh karena itu perlu waspada untuk menyingkirkan apakah

ada kelainan organis di otak. Baru sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini

tergolong dalam kejang demam sederhana atau kejang demam kompleks.

Tabel 2. Diagnosis banding infeksi susunan saraf pusat.

Klinis/Lab Ensefalitis

herpes

simpleks

Meningitis

bacterial/

purulenta

Meningitis

serosa

tuberkulosa

Meningitis

serosa

virus

Kejang

demam

Awitan

Demam

Tipe kejang

Singkat/lama

Kesadaran

Pemulihan

kesadaran

Tanda

rangsang

meningeal

Akut

< 7 hari

Fokal/umum

Singkat

Sopor-koma

Lama

-

Akut

< 7 hari

Umum

Singkat

Apatis-som

Cepat

++/-

Kronik

>7 hari

Umum

Singkat

Som-sopor

Lama

++/-

Akut

< 7 hari

Umum

Lama>15

menit

Sadar-apatis

cepat

+/-

Akut

< 7 hari

Umum/fokal

Somnolen

Cepat

-

33

Page 34: Tutorial Infeksi

Tekanan

intrakranial

Paresis

Pungsi

lumbal

Etiologi

Terapi

Sangat

meningkat

+++/-

Jernih

Normal/limfo

Virus HS

Antivirus

Meningkat

+/-

Keruh/opalesen

Segmenter/limfo

Bakteri

Antibiotik

Sangat

meningkat

+++

Jernih/xanto

Limfo/segmen

M.

tuberculosis

Anti TBC

Normal

-

Jernih

Normal

Virus

Simtomatik

Normal

-

Jernih

Normal

Di luar SSP

Penyakit dasar

Sumber: Kepustakaan No. 4

2.11 Penatalaksanaan

Menurut dr. Dwi P. Widodo, neurolog anak RSUPN Cipto Mangunkusumo

Jakarta, dalam seminar "Kejang Demam pada Anak" beberapa waktu lalu, tindakan

awal yang mesti dilakukan adalah menempatkan anak pada posisi miring dan hangat.

Setelah air menguap, demam akan turun. Tidak perlu memasukkan apa pun di antara

gigi. Jangan memasukkan sendok atau jari ke dalam mulut anak untuk mencegah

lidahnya tergigit. Hal ini tidak ada gunanya, justru berbahaya karena gigi dapat patah

atau jari luka. Miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersedak air liurnya. Jangan

mencoba menahan gerakan anak. Turunkan demam dengan membuka baju dan

menyeka anak dengan air sedikit.

Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang demam yaitu:

1. Pengobatan fase akut

2. Mencari dan mengobati penyebab

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pengobatan fase akut

Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau

muntahan dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan

34

Page 35: Tutorial Infeksi

keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi jantung.

Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian

antipiretik.

Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan

adalah mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obat –

obatan antipiretik sangat diperlukan. Obat – obat yang dapat digunakan sebagai

antipiretik adalah asetaminofen 10 - 15 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6 jam atau ibuprofen 5

– 10 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6 jam.

Diazepam adalah obat yang paling cepat menghentikan kejang. Efek terapeutik

diazepam sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan efek toksik yang serius

hampir tidak dijumpai apa bila diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50

mg persuntikan. Diazepam  dapat  diberikan secara intravena dan intrarectal. Dosis

diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis

maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan,

tunggu sebentar dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut.

 Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang kejang seringkali

menyulitkan, cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif melalui rektum telah

dibuktikan keampuhannya (Knudsen, 1979; Ismael dkk., 1981; Kaspari dkk., 1981).

Pemberian dilakukan pada anak/bayi dalam posisi miring/ menungging dan dengan

rektiol yang ujungnya diolesi vaselin, dimasukkaniah pipa saluran keluar rektiol ke

rektum sedalam 3 - 5 cm. Kemudian rektiol dipijat hingga kosong betul dan selanjutnya

untuk beberapa menit lubang dubur ditutup dengan cara merapatkan kedua muskulus

gluteus. Dosis diazepam intrarectal yg dapat digunakan adalah 5 mg (BB<10 kg) atau

10 mg (BB>10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian,

bila tidak berhenti juga berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara

intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus

dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan

menyebabkan iritasi vena.

Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital yang

langsung diberikan setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan – 1 tahun  50

mg  dan 1 tahun keatas 75 mg secara intramuscular. Lalu 4 jam kemudian diberikan

fenobarbital dosis rumatan. Untuk 2 hari pertama diberikan dosis 8-10 mg/kgBB/hari

35

Page 36: Tutorial Infeksi

dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis  4-5 mg/kgBB/hari dibagi

2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah

membaik peroral. Harus diperhatikan bahwa dosis total tidak boleh melebihi 200

mg/hari karena efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi

pernafasan.21

Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian

kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai

meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung

lama.

Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu:

1.       Profilaksis intermiten

Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang

menderita kejang demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk profilaksis

intermiten dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam.

36

Page 37: Tutorial Infeksi

Diazepam dapat juga diberikan secara intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB<10 kg)

dan 10 mg (BB>10kg) setiap pasien menunjukan suhu lebih dari 38,5°C.

Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk

menderita kejang demam sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.

2.     Profilaksis jangka panjang

Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik

yang stabil  dan cukup  didalam  darah  penderita  untuk  mencegah  terulangnya kejang

demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah

terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan

fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan

adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus

menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama

1-2 bulan.

Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1

atau 2) yaitu:

1.  Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal, retardasi mental).

2.   Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis

sementara atau menetap.

3.   Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.

4.   Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang

multipel dalam satu episode demam.

Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka

panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam

oral alau rektal tiap 8 jam di samping antipiretik.

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang

mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah

sebagai berikut :

Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan

terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau

penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.

37

Page 38: Tutorial Infeksi

Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan

khusus.

Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke

fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke

fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber

yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin

tanpa menyatakan batasan menit.

Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter

untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-

muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas.

Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain

poin-poin di atas adalah sebagai berikut :

Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat

Pemberian oksigen melalui face mask

Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika

telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti

kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan

pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan

pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan.

2.12 Komplikasi

Walaupun kejang demam dapat menyebabkan kekhawatiran dan perhatian yang

besar dari orang tua, banyak kejang demam menimbulkan efek yang tidak menetap.

Kejang demam sederhana tidak menyebabkan kerusakan otak, retardasi mental atau

gangguan belajar, dan ini tidak berarti bahwa anak memiliki gangguan dasar yang lebih

serius atau epilepsi.

38

Page 39: Tutorial Infeksi

Komplikasi paling sering dari kejang demam adalah kemungkinan kejang

demam lagi. Kira-kira sepertiga anak yang pernah kejang demam akan mengalaminya

pada saat demam berikutnya. Resiko kambuh lebih tinggi jika anak demam tidak terlalu

tinggi pada saat pertama kali mengalami kejang demam, jika waktu antara permulaan

demam dan kejang adalah pendek atau jika ada anggota keluarga yang memiliki riwayat

kejang demam. Tetapi faktor besar yang berpengaruh adalah usia. Pada anak yang lebih

muda saat kejang demam pertama kali terjadi, kemungkinan besar dia akan mengalami

lagi.

2.13 Prognosis

Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan

tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya

kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.

Apabila melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal

(1973) mendapatkan:

Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50%

dan pria 33%.

Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya

kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.

Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya

Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Living-ston

(1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi

epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang

menjadi epilepsi.

Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam

tergantung dari faktor:

1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.

2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita

kejang demam.

3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

39

Page 40: Tutorial Infeksi

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari

akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya

terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam

hanya 2% - 3% saja ("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981") Pada penelitian

yang dilakukan oleh The National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat,

dalam hal mana 1.706 anak pasca kejang demam diikuti  perkembangannya sampai usia

7 tahun, tidak didapatkan  kematian sebagai   akibat   kejang   demam.  Anak  dengan 

kejang  demam  ini  lalu dibandingkan dengan saudara kandungnya yang normal,

terhadap tes iQ dengan menggunakan WISC. Angka rata-rata untuk iQ total ialah 93

pada anak yang pernah mendapat kejang demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari

saudara kandungnya (kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya kejang demam sudah

abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala yang abnormal, rnempunyai skor yang

lebih rendah daripada saudara kandungnya. Hasil yang diperoleh the National

Collaborative Perinatal Project ini hampir serupa dengan yang didapatkan di Inggris

oleh The National Child Development-Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah

mengalami KD kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes pada usia

7 dan 11 tahun.

Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ waktu

diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya yang tanpa kejang

demam

Demam Tifoid

Defenisi Demam Tifoid

Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever.

Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran

pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan

pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran .11

2.2. Infectious Agent 4

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella

paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak

membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut

getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam

40

Page 41: Tutorial Infeksi

air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama

15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.

Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu : 12

1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.

Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin.

Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.

2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari

kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap

formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.

3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi

kuman terhadap fagositosis.

Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan

menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

2.3. Patogenesis

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia

melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam

lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak.

Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan

menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina

propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh

makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya

dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening

mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam

makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang

asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan

limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian

berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam

sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai

tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit

kepala dan sakit perut.

41

Page 42: Tutorial Infeksi

2.4. Gejala Klinis14

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan

penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari. Setelah masa inkubasi maka

ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing

dan tidak bersemangat.

Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :

a. Demam

Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan

suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur

meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore

dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam.

Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada

akhir minggu ketiga.

b. Ganguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden) .

Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang

disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung

(meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya

didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.

c. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis

sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.

2.5. Epidemiologi Demam Tifoid 2.5.1. Distribusi dan Frekwensi 11,12,17

a. Orang

Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata

antara insiden pada laki-laki dan perempuan.

42

Page 43: Tutorial Infeksi

Insiden pasien demam tifoid dengan usia 12 – 30 tahun 70 – 80 %, usia 31 – 40 tahun

10 – 20 %, usia > 40 tahun 5 – 10 %.

Menurut penelitian Simanjuntak, C.H, dkk (1989) di Paseh, Jawa Barat terdapat 77 %

penderita demam tifoid pada umur 3 – 19 tahun dan tertinggi pada umur 10 -15 tahun

dengan insiden rate 687,9 per 100.000 penduduk. Insiden rate pada umur 0 – 3 tahun

sebesar 263 per 100.000 penduduk.

b. Tempat dan Waktu

Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden rate demam tifoid di

Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per 100.000

penduduk.6 Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta

Utara pada tahun 2001, insiden rate demam tifoid 680 per 100.000 penduduk dan pada

tahun 2002 meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.

2.5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi (Determinan)

a. Faktor Host

terercemar berat coliform beresiko 6,4 kali lebih besar terkena penyakit demam tifoid

dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar berat coliform

(OR=6,4) .

2.6. Sumber Penularan (Reservoir)

Penularan penyakit demam tifoid oleh basil Salmonella typhi ke manusia melalui

makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses atau urin dari penderita tifoid.4

Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu :

2.6.1. Penderita Demam Tifoid

Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan

mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang menderita sakit maupun yang

sedang dalam penyembuhan. Pada masa penyembuhan penderita pada umumnya masih

mengandung bibit penyakit di dalam kandung empedu dan ginjalnya.

2.6.2. Karier Demam Tifoid.

Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau urin) mengandung

Salmonella typhi setelah satu tahun pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis.

43

Page 44: Tutorial Infeksi

Pada penderita demam tifoid yang telah sembuh setelah 2 – 3 bulan masih dapat

ditemukan kuman Salmonella typhi di feces atau urin. Penderita ini disebut karier pasca

penyembuhan.

Pada demam tifoid sumber infeksi dari karier kronis adalah kandung empedu dan ginjal

(infeksi kronis, batu atau kelainan anatomi). Oleh karena itu apabila terapi medika-

mentosa dengan obat anti tifoid gagal, harus dilakukan operasi untuk menghilangkan

batu atau memperbaiki kelainan anatominya.

Karier dapat dibagi dalam beberapa jenis.21

a. Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak pernah

menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi mengandung unsur

penyebab yang dapat menular pada orang lain, seperti pada penyakit poliomyelitis,

hepatitis B dan meningococcus.

b. Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam masa tunas, tetapi

telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/ sebagai sumber penularan, seperti

pada penyakit cacar air, campak dan pada virus hepatitis.

c. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru sembuh dari

penyakit menulat tertentu, tetapi masih merupakan sumber penularan penyakit tersebut

untuk masa tertentu, yang masa penularannya kemungkinan hanya sampai tiga bulan

umpamanya kelompok salmonella, hepatitis B dan pada dipteri.

d. Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama seperti

pada penyakit tifus abdominalis dan pada hepatitis B.

2.7. Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :

2.7.1. Komplikasi Intestinal13

a. Perdarahan Usus

Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak

membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita

mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat

perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.

44

Page 45: Tutorial Infeksi

b. Perforasi Usus

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu

ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan

perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah

yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat,

tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.

2.7.2. Komplikasi Ekstraintestinal

a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis,

trombosis dan tromboflebitis.

b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler

diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.

c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis

d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis

e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis

f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis

g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer,

psikosis, dan sindrom katatonia.

2.8. Pencegahan Demam Tifoid

Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit, yaitu

pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.13

2.8.1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar

tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat

dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin

tifoid, yaitu :

a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang

diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin

ini kontraindikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang

mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.b. Vaksin parenteral

45

Page 46: Tutorial Infeksi

sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine

(Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol

preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan

anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu.

Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada

tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada

pemberian pertama. c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur

Merrieux. Vaksin diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3

tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang

demam dan anak umur 2 tahun. Indikasi vaksinasi adalah bila hendak

mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan penderita

karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.

Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh,

memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup

bersih dan sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan

memakai sabun, peningkatan higiene makanan dan minuman berupa

menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan

penyajian makanan, sejak awal pengolahan, pendinginan sampai

penyajian untuk dimakan, dan perbaikan sanitasi lingkungan.

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini

dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat.

Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3

metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu :2,5,6

a.Diagnosis klinik

Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang khas pada

demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada

penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada

penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis

demam tifoid.

46

Page 47: Tutorial Infeksi

b. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman

Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90%

penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positip dalam minggu pertama. Hasil ini

menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%.

Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu

90% positip. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur

urin meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4.

Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan

kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya

untuk jangka waktu yang lama.

c.Diagnosis serologik12

c.1. Uji Widal

Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).

Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita

demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang

pernah mendapatkan vaksin demam tifoid.

Antigen yang digunakan pada uij Widal adlah suspensi Salmonella typhi yang sudah

dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan

adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid.25

Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan

titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula

kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer

aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling

sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu

memastikan diagnosis demam tifoid.

Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :12

a. Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut

b. Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah

menderita infeksi

c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.

47

Page 48: Tutorial Infeksi

Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal antara lain :11,18

1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penderita

a. Keadaan umum gizi penderita

Gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.

b. Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit

Aglutinin baru dijumnpai dalam darah setelah penderita mengalami sakit selama satu

minggu dan mencapai puncaknya pada minggu kelima atau keenam sakit.

c. Pengobatan dini dengan antibiotik

Pemberian antibiotik dengan obat antimikroba dapat menghambat pembentukan

antibodi.

d. Penyakit-penyakit tertentu

Pada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi pembentukan

antibodi, misalnya pada penderita leukemia dan karsinoma lanjut.

e. Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat menghambat pembentukan

antibodi.

f. Vaksinasi

Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan H meningkat. Aglutinin

O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H

menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada

seseorang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.

g. Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya

Keadaan ini dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun titer aglutininnya rendah.

Di daerah endemik demam tifoid dapat dijumpai aglutinin pada orang-orang yang sehat.

2. Faktor-faktor teknis

48

Page 49: Tutorial Infeksi

a. Aglutinasi silang

Karena beberapa spesies Salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama,

maka reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat juga menimbulkan reaksi aglutinasi pada

spesies lain. Oleh karena itu spesies Salmonella penyebab infeksi tidak dapat ditentukan

dengan uji widal.

b. Konsentrasi suspensi antigen

Konsentrasi suspensi antigen yang digunakan pada uji widal akan mempengaruhi

hasilnya.

c. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen Daya aglutinasi suspensi

antigen dari strain salmonella setempat lebih baik daripada suspensi antigen dari strain

lain.

c.2. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)12

a. Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi belakangan ini

mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak

langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen

yang dipakai.

b. Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi

Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau urine)

secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji

ELISA yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam

spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich ELISA.

Pencegahan sekunder dapat berupa :

a. Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha surveilans

demam tifoid.

b. Perawatan umum dan nutrisi

Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis jelas sebaiknya dirawat di rumah sakit

atau sarana kesehatan lain yang ada fasilitas perawatan.

49

Page 50: Tutorial Infeksi

Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah

komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis berat, penderita harus

istirahat total. Bila penyakit membaik, maka dilakukan mobilisasi secara bertahap,

sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita. Nutrisi pada penderita demam tifoid

dengan pemberian cairan dan diet.

Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral.

Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi penurunan

kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang

optimal.

Sedangkan diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah

serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita tifoid biasanya

diklasifikasikan atas : diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa.

c. Pemberian anti mikroba (antibiotik)

Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah dibuat. Kloramfenikol

masih menjadi pilihan pertama, berdasarkan efikasi dan harga. Kekurangannya adalah

jangka waktu pemberiannya yang lama, serta cukup sering menimbulkan karier dan

relaps.

Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada wanita hamil, terutama pada trimester III

karena dapat menyebabkan partus prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh

karena itu obat yang paling aman diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau

amoksilin.

2.8.3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat

komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya

tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat

terhindar dari infeksi ulang demam tifoid.

Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium

pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.

50

Page 51: Tutorial Infeksi

BAB III

PEMBAHASAN

Anamnesis:

Fakta Teori

• Demam 5 hari sebelum MRS.

• Mengigau 2 hari SMRS

• Sakit kepala 5 hari sebelum

MRS.

• Mual 4 hari sebelum MRS.

• BAB dan BAK dalam batas

normal.

• Tampak sangat lemah

• Pasien mempunyai riwayat

kejang demam pada umur 4

bulan

• Kejang kurang dari 15 menit

• EEG normal

Pada bulan juni pasien di

diagnosa Ensefalitis +

Hemiparese sinistra

• Pasien mengalami kejang

yang didahului demam

• Pasien mengalami penurunan

Demam tifoid:

Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai

suhu tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu

kedua demam terus menerus tinggi. Anak sering

mengigau (derilium), malaise, anoreksia, nyeri

kepala, nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah,

perut kembung. Pada demam tifoid berat dapat

dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan

ikterus.

Kejang demam sederhana:

• Kejang bersifat umum

• Waktu singkat (kurang dari 15 menit)

• Umur serangan pertama kurang dari 6 tahun

• Frekuensi serangan 1-4 kali pertahun

• EEG normal

Ensefalitis:

• Demam

• Kejang

• Kesadaran menurun

• Kadang-kadang disertai tanda Neurologis

tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia,

51

Page 52: Tutorial Infeksi

kesadaran Ataksia, Paralisis syaraf otak.

Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi dari yang ringan bahkan asimtomatik

sampai dengan berat. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang

timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam satu minggu atau lebih, (2)

gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan kesadaran.17

Dalam kasus ini timbul gejala klinis berupa demam, sakit kepala, mual, dari hari

pertama sakit. Berdasarkan literatur, pada minggu pertama gejala klinis penyakit demam

tifoid ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya

yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau

diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis.7

Dalam minggu kedua pasien terlihat toksik dan lemah, gejala-gejala menjadi lebih

jelas berupa demam, pada saat demam sudah tinggi, dapat disertai gejala sistem saraf

pusat, seperti kesadaran berkabut atau derilium atau obtundasi, atau penurunan

kesadaran mulai apati sampai koma.7 Pada kasus diketahui bahwa pasien mulai

mengigau dua hari sebelum masuk rumah sakit bersamaan dengan kondisi tubuh pasien

yang panas sekali dan pasien tampak sangat lemah.

Pada minggu ketiga gejala akan kelihatan lebih jelas lagi yaitu perut terasa sakit

sekali, tidak buang air besar, denyut nadi cepat dan lemah, kesadaran menurun dan

kadang-kadang sampai tidak sadar. Pada stadium ini dapat terjadi perdarahan usus, lalu

disusul kematian.19 Pada pasien yang bertahan sampai minggu keempat, demam, status

mental, dan distensi abdomen secara perlahan mulai membaik tetapi komplikasi saluran

cerna masih terjadi. Pemulihan biasanya berlangsung lambat.15

52

Page 53: Tutorial Infeksi

Pemeriksaan fisik:

Fakta Teori

Compos mentis

TD = 110/70 mmHg

Nadi = 30x/menit

Suhu = 37,80C

Kepala/leher(dbn)

Thorax(dbn)

Abdomen: hepar dan lien tidak

teraba, tympani, BU (+) normal

• Pasien mengalami kejang yang

disertai deman dengan suhu

39,0oC

• Kejang kurang dari 15 menit

• Mata melihat ke atas

• Tangan dan kaki kaku

• Setelah kejang pasien sadar

kembali

Kesadaran menurun, derilium

Suhu badan meningkat

Bradikardi relatif jarang dijumpai pada

anak

Bibir kering dan pecah-pecah

Lidah tampak kotor dengan putih di

tengah sedangkan tepi dan ujungnya

kemerahan.

Rose spot

Ronkhi dapat terdengar

Hepatomegali,splenomegali,

meteorismus

Kejang demam sederhana

• kenaikan suhu yang cepat dan biasanya

mencapai 380C atau lebih

• Umumnnya kejang berlangsung singkat,

berupa serangan tonik atau klonik.

• mata terbalik keatas dengan disertai

kekakuan atau kelemahan

Pada pemeriksaan fisik seharusnya didapatkan suhu badan meningkat, karena

selama minggu kedua penyakit, demam tinggi bertahan. Tetapi, dalam kasus ini suhu

badan pasien dalam batas normal. Hal ini dapat disebabkan karena pasien telah minum

obat penurun panas sebelum dilakukannya pemeriksaan. Pada pasien perlu dilakukan

pemeriksaan suhu pada sore atau malam hari sebelum diberikannya antipiretik untuk

mencari bukti kebenaran laporan orangtua pasien bahwa suhu lebih meningkat

menjelang malam hari.

53

Page 54: Tutorial Infeksi

Bradikardi relatif dibandingkan dengan tingginya suhu tubuh dapat menjadi

petunjuk klinis pada tifoid, tetapi hanya ditemukan pada sebagian kecil pasien.

Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali

per menit) jarang dijumpai pada anak.1,18

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah.

Lidah tifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat dengan tanda-tanda

antara lain, lidah nampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih

pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif akan

terjadi desquamasi epitel, sehingga papilla lebih prominen.5

Bintik merah muda (rose spot), lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama

dan awal minggu kedua. Ruam ini muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3

hari. Rose spots yang disebabkan oleh embolisasi bakteri di mana didalamnya

mengandung kuman Salmonella merupakan suatu ruam makulopapular yang berwarna

merah pucat dengan ukuran 2-4 mm, yang dapat menghilang jika ditekan, sering kali

dijumpai pada daerah abdomen, torak, ekstremitas, dan punggung orang kulit putih.

Bintik merah muda juga dapat berubah menjadi perdarahan kecil yang tidak mudah

menghilang yang sulit dilihat pada pasien berkulit gelap. Tidak pernah dilaporkan

ditemukan pada anak Indonesia.5,18

Bronkitis banyak dijumpai pada demam tifoid sehingga buku ajar lama bahkan

menganggap bronkitis sebagai bagian dari penyakit demam tifoid. Limpa umumnya

membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu pertama dan harus dibedakan

dengan pembesaran oleh karena malaria, pembesaran limpa pada demam tifoid tidak

progresif dengan konsistensi lebih lunak.18

Pemeriksaan penunjang:

Fakta Teori

11/11/2012

Hemoglobin : 11,6 g/dl

Leukosit : 13.300/mm3

Trombosit : 431.000/mm3

Anemia

Leukopenia

Limfositosis relatif

Trombositopenia

54

Page 55: Tutorial Infeksi

Hematrokit : 36,8%

Natrium : 135

Kalium : 4,2

Chloride : 102

GDS : 125

12/11/2012

BJ 1,010

Warna kuning

Kejernihan : Jernih

Ph : 7,0

Sel Epitel +

Leukosit 0-2

Eritrosit 0-1

Serologi Widal: kenaikan titer Salmonella

typhi O

Biakan darah terutama pada minggu 1-2

dari perjalanan penyakit.

Biakan feses dan urin positif biasanya pada

minggu kedua, ketiga.

Biakan sumsum tulang masih positif sampai

minggu ke-4.

13/11/2012

Tes Widal 13-11-2012

Tes salmonella typhi O positif

(1/160)

Hasil CT Scan kepala pada bulan juni

2012:

Kesan: Susp bleeding lama

Kesimpulan: susp. Ensefalitis + obs

kejang

Diagnosa : Ensefalitis + Hemiparese

sinistra

pada kasus ensefalitis herpes simpleks, CT-scan kepala biasanya menunjukan adanya perubahan pada lobus temporalis atau frontalis,tapi kurang sensitif dibandingkan MRI. Kira-kira sepertiga pasienensefalitis herpes simpleks mempunyai gambaran CT-scan kepala yang normal.

55

Page 56: Tutorial Infeksi

Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia,

dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi

walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan

dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia

maupun limfopeni. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.7 Penelitian

oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju

endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup

tinggi untuk dipakai membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, tetapi

adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid.

Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid.

Uji serologi Widal merupakan suatu metode serelogik untuk mendeteksi antibodi

aglutinasi terhadap antigen O dan H. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O (pada

hari ke 6-8), kemudian diikuti dengan aglutinin H (pada hari 10-12). Pada orang yang

telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H

menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Antibodi Vi secara khas meningkat kemudian,

setelah 3 sampai 4 minggu sakit, dan kurang berguna pada diagnosis dini infeksi. Peran

widal dalam diagnosis demam tifoid sampai saat ini masih kontroversi dan uji Widal

bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.1,2,5,7

Ada 2 metode yang sampai saat ini dikenal yaitu Widal cara tabung

(konvensional) dan cara slide. Tidak ada kepustakaan yang menyebutkan nilai titer

Widal yang absolut untuk memastikan diagnosis demam tifoid. Hasil negatif palsu

pemeriksaan Widal disebabkan karena pengaruh antibiotik sebelumnya. Epitop

Salmonella typhi juga bereaksi silang dengan Enterobacteriaceae lain sehingga

menyebabkan hasil positif palsu. Hasil positif palsu juga dapat terjadi pada kondisi

klinis yang lain misalnya malaria dan sirosis. Spesifisitas pemeriksaan widal kurang

begitu baik karena Salmonella yang lain juga memiliki antigen O dan H.2 Sensitivitas

pemeriksaan widal kurang begitu baik karena adanya sejumlah penderita dengan hasil

biakan positif tetapi tidak pernah dideteksi adanya antibodi dengan tes ini.5

Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu pengobatan dini dengan

antibiotik, gangguan pembentukan antibodi dan pemberian kortikosteroid, waktu

pengambilan darah, daerah endemik atau non-endemik, riwayat vaksinasi, reaksi

56

Page 57: Tutorial Infeksi

anamnestik yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat

infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi, dan faktor teknik pemeriksaan antar

laboratorium.7

Diagnosis pasti dengan ditemukan kuman Salmonella typhi pada salah satu

biakan darah, feses, urin, sumsum tulang, cairan duodenum, atau dari rose spots. Kultur

darah adalah metode diagnosis standar (golden standard) tetapi pada kasus ini kultur

darah ataupun pemeriksaan bakteriologis lainnya tidak dilakukan, hal ini dapat

dikarenakan karena pada saat masuk rumah sakit pasien memberikan respon yang baik

terhadap pemberian terapi antibiotik dan pasien sudah tidak mengalami demam. Waktu

pengambilan darah yang paling baik adalah pada saat demam tinggi atau sebelum

pemakaian antibiotik. Karena 1-2 hari setelah diberi antibiotik kuman sudah sukar

ditemukan dalam darah. Metode biakan darah mempunyai spesifisitas tinggi (95%) akan

tetapi sensitivitasnya rendah (± 40%) terutama pada anak dan pada pasien yang sudah

mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya.10,17

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil

negatif tidak menyingkirkan demam tifoid.7 Hasil negatif mungkin disebabkan beberapa

hal sebagai berikut:

1. Telah mendapat terapi antibiotik yang menyebabkan pertumbuhan kuman dalam

media biakan terhambat.7 Hal ini dapat diminimalisasi dengan menggunakan sistem

kultur darah otomatis dengan media kultur yang dilengkapi dengan resin untuk

mengikat antibiotik.20

2. Volume darah yang kurang. Bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa

negatif. 2

3. Riwayat vaksinasi.7

4. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin

meningkat.7

Jadi, pada kasus ini hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

menunjang sangat mendukung diagnosis demam tifoid, walaupun pemeriksaan golden

standard tidak dilakukan.

57

Page 58: Tutorial Infeksi

Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis

dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis, dan

bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme

intraselular seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis,

dan malaria juga perlu dipikirkan.18

Penatalaksanaan:

Fakta Teori

IVFD D5½ NS 14 tpm

Sanmol syr 3x1/2 cth

Amoxicilin Inj. 3x500mg iv

CTM 1,5mg Efedrin 7,5

DMP 3,5 mf. Pulv 3x1

Pada saat pasien kejang diberikan stesolid suppos 5 mg

Medikamentosa

Antibiotik: kloramfenikol (drug of

choice), amoksisilin, kotrimoksazol,

seftriakson, sefiksim

Kortikosteroid diberikan pada kasus

berat dengan gangguan kesadaran

Bedah

Pada penyulit perforasi usus.

Suportif

Tirah baring

Isolasi memadai

Kebutuhan cairan dan kalori dicukupi

o Beri Diazepam (Valium) iv pelan-

pelan (dalam 2-3 menit) dengan

dosis:

o BB < 10 kg:0,5 mg/ kg BB

minimal 2,5 mg atau Stesolid

suppos. 5 mg

o BB > 10 kg;0,5 mg/ kg BB

minimal 7,5 mg atau stesolid

suppos. 10 mg

58

Page 59: Tutorial Infeksi

o Bila dalam 20 menit tidak

berhenti dapat diulangi

dengan dosis yang sama dan

bila dalam 20 menit tidak

juga berhenti -> ulangi

dengan dosis yang sama

tetapi im.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Pada pasien An Az, umur 3 tahun dari anamnesa, pemeriksaan fisik, hasil laboratorium

sudah memenuhi kriteria untuk diagnosa demam typoid. Berdasarkan tipe kejang yang

dialami pasien adalah kejang demam sederhana. Pada pasien ini mempunyai riwayat

Ensefalitis, namun kejang yang ditimbulkan bukan dari Ensefalitis. Karena pasien tidak

mengalami penurunan kesadaran. Adapun gejala sisa dari Ensefalitis pada pasien ini

adalah adanya perubahan perilaku pasien yang sering membenturkan kepala ke tembok

apabila sedang marah.

59

Page 60: Tutorial Infeksi

SARAN

Pemeriksaan EEG

Pemeriksaan LCS

Pemeriksaan CT Scan kepala

Memberikan edukasi pada keluarga pasien mengingat pasien mempunyai riwayat

kejang demam,sehingga apabila pasien demam segera di turunkan demamnya, agar

tidak sampai terjadi kejang

DAFTAR PUSTAKA

1. Keusch GT. Salmonelosis. Dalam: Asdie A (Ed.), Harisson Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 2 E/13. Jakarta: EGC; 1999. Hal. 755-758.

2. World Health Organization. Background Document: The diagnosis, Treatment and Prevention of Typhoid Fever. Initiative for Vaccine Research of the Department of Vaccines and Biologicals in collaboration with Epidemic Disease of the Control Department of Communicable Disease Surveillance and Response. (online); 2003. (http://www.who.int/vaccines-documents/

3. Davey P. Tifoid. Dalam: Safitri A (Ed.), At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga; 2005. Hal. 298.

4. Pegues DA, Ohl ME, Miller SI. Salmonella Species, Including Salmonella Typhi. Dalam: Mandell, Douglas, and Bennett’s Principles and Practice of Infectious Disease Edisi 6 Volume 2. United States of America: Elsevier Churchill Livingstone; 2005. Hal. 2638.

60

Page 61: Tutorial Infeksi

5. Rampengan TH, Laurents IR. Demam Tifoid. Dalam: Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC; 1993. Hal. 53-71.

6. Muliawan SY, Surjadwijaja JE. Tinjauan Ulang Peranan Uji Widal sebagai Alat Diagnostik Penyakit Demam Tifoid di Rumah Sakit. Cermin Dunia Kedokteran. (online); 1999. No. 124,(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08.html

7. Widodo D. Demam Tifoid. Dalam: Sudoyo AW dkk (Eds.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. Hal. 1774-1779.

8. Laporan Bulanan Data Kesakitan Tahun 2007. 2008. Dinas Kesehatan Kota Samarinda bagian Pelayanan Kesehatan.

9. Cleary TG, Ashkeazi S. Infeksi Salmonella. Dalam: Behrman RE, KliegmanRM, Jenson HB (Eds.), Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta: EGC; 1999. Hal. 970-973.

10. Hadinegoro SR. Demam Tifoid pada Anak. Makalah disajikan dalam simposium Masalah Alergi dan Penyakit Infeksi pada Anak. IDAI Cabang Jawa Timur Komisariat Kalimantan Timur: IDAI Wilayah Propinsi Kalimantan Timur; 2004. Hal. 1-8.

11. Lesser CF, Miller SI. Salmonellosis. Dalam: Kasper DL (Ed.), Harrison’s Principles of Internal Medicine Edisi 15 Volume 1. New York: McGraw-Hill; 2004. Hal. 970-973.

12. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. (Eds.). Demam Tifoid. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2000. Hal. 421-423.

13. Jawetz E, Melnick J, Adelberg E. Batang Gram Negatif Enterik. Dalam: Irawati S (Ed.), Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta: EGC; 1996. Hal. 243-245.

14. Gillespie S. Salmonella Infections. Dalam: Cook G, Zumla A (Eds.), Manson’s Tropical Disease. London : ELST; 2003. Hal : 937-943.

15. Lee TP, Hoffman SL. Typhoid Fever. Dalam: Strickland GT. Hunter’s Tropical Medicine and Emerging Infectious Disease. United States of America: W.B. Saunders Company; 2000. Hal. 471-483.

16. Tumbelaka AR. Tata Laksana Demam Tifoid pada Anak. Dalam: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IDAI Jaya. Malang: IDAI Cabang Jawa Timur; 2005. Hal. 37-43.

17. Soedarmo SP. Demam Tifoid. Dalam: Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta: Sagung Seto; 2002. Hal. 338-345.

18. Novianti T. Pemeriksaan Anti Salmonella Typhi IgM untuk Diagnosis Demam Tifoid. Informasi Laboratorium Klinik Prodia. (online)

19. Westbrook GL. Seizures and epilepsy. Dalam: Kandel ER, Scwartz JH, Jessel TM, ed. principal of neural science. New York: MCGraw-Hill, 2000. h. 940-55.

61

Page 62: Tutorial Infeksi

20. Najm I, Ying Z, Janigro D. Mechanisms of epileptogenesis. Neurol Clin North Am 2001; 19:237-50.

21. Hanhan UA, Fiallos MR, Orlowski JP. Status epilepticus. Pediatr Clin North Am 2001;48:683-94.

22. Chusid,J.G. NEUROANATOMI KORELATIF dan NEUROLOGI FUNGSIONAL.Gajah Mada University Press.Bagian Dua. 1990. Hal. 579-583

23. Mardjono,Mahar dan Sidarta,Priguna. NEUROLOGI KLINIS DASAR. Dian Rakyat. 2003. Hal. 313-314, 421, 327-333.

24. Markam,Soemarmo. KAPITA SELEKTA NEUROLOGI. Gajah Madah University Press. Edisi Ke Dua.2003. Hal.155-162

62