tugas terstruktur an peserta didik
TRANSCRIPT
TUGAS TERSTRUKTUR PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
PERKEMBANGAN EMOSI
DISUSUN OLEH:
EKA F021100
LIA HERMAWATI F02110002
PAUL SIMBOLON F02110001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2011
BAB I
PEMBAHASAN
A.Pengertian Perkembangan Emosi
Banyak definisi mengenai emosi yang dikemukakan oleh para ahli, berikut beberapa
definisi menurut para ahli:
1. Daniel Goleman (1995) mendefinisikan emosi secara harfiah yang diambil dari “Oxford
English Dictionary” yang memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan
pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dn meluap-luap. Sehingga
Daniel Goleman menyimpulkan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan dan
pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak.
2. Chaplin (1989) dalam “Dictionary of Psycology” mendefinisikan emosi sebagai suatu
keadaan yang teransang dari organism mencakup perubahan-perubahan yang disadari,
yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku, dan beliau membedakan antara emosi
dan perasaan (feelings). Beliau mendefinisikan perasaan sebagai pengalaman disadari
yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh macam-macam keadaan
jasmaniah.
3. Syamsudin (2005) mendefinisikan emosi sebagai sesuatu suasana atau perasaan yang
kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa ( a strid up state ) yang menyertai
atau munculnya sebelum dan sesudah terjadinya perilaku.
4. Crow (1958) mendefinisikan emosi sebagai pengalaman afektif yang disertai penyesuaian
dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku
yang tampak.
Dari beberapa definsi diatas dapat disimpulkan, emosi adalah suatu respons (tingkah laku
yang tampak) terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis (fisik) disertai
perasaan (mental) yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus, respons
tersebut dapat terjadi baik terhadap perangsang-perangsan eksternal maupun internal.
Dengan demikian semakin jelas perbedaan antara emosi dan perasaan serta tampak bahwa
perasaan termasuk ke dalam emosi atau menjadi bagian dari emosi.
B.Bentuk-bentuk Emosi
Meskipun emosi itu sedemikian kompleksnya, namun Daniel Goleman sempat
mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu;
1. Amarah, meliputi beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu,
rasa pahit, berang,tersinggung, bermusuhan, tindakan kekerasan, dan kebencian patologis.
2. Kesedihan, meliputi pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian,
ditolak, putus asa, dan depresi.
3. Rasa takut, meliputi cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, sedih,
waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, panik, dan fobia.
4. Kenikmatan, meliputi bahagia, gembira, ringan puas, riang, senag, terhibur, bangga,
kenikmatan indrawi, takjub, terpesona, puas, rasa terpenuhi, girang, senang sekali, dan
mania.
5. Cinta, meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,
hormat, kasih saying, dan kasmaran.
6. Terkejut, meliputi terkesiap, takjub, dan terpana.
7. Jengkel, meliputi hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, dan mau muntah.
8. Malu, meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, hina, aib, dan hati hancur
lebur.
Dari deretan emosi tersebut, berdasarkan temuan penelitian Paul Ekman dari University
of California di Francisco, ternyata ada bahasa emosi yang dikenal oleh bangsa-bangsa di seluruh
dunia, yakni emosi yang diwujudkan dalam bentuk ekspresi wajah yang di dalamnya
mengandung emosi takut, marah, sedih, dan senang. Sehingga ekspresi wajah ini merupakan
representasi dari emosi yang memiliki universalitas.
C. Hal-hal yang Menyebabkan Timbulnya Emosi Pada Diri Remaja
Terdapat beberapa pendapat mengenai penyebab timbulnya emosi, yaitu:
1. James & Lange menyatakan bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan
jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya, menangis itu karena sedih, tertawa itu karena
gembira.
2. Lindsley menyatakan bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari
susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan
syaraf bekerja sangat keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang
dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi.
D.Hubungan antara Emosi dan Tingkah Laku
Terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan hubungan atau pengaruh emosi terhadap
tingkah laku, yaitu:
1) Teori Kecerdasan Emosional
Melalui teori “kecerdasan emosional” yang dikembangkannya, Daniel Goleman
mengemukakan sejumlah ciri utama pikiran emosional sebagai bukti bahwa emosi memainkan
peranan penting dalam pola berpikir maupun tingkah laku individu. Kecerdasan emosi dapat
diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk
untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan
orang lain. Jelas bila seorang individu mempunyai kecerdasan emosi tinggi, dapat hidup lebih
bahagia dan sukses karena percaya diri serta mampu menguasai emosi atau mempunyai
kesehatan mental yang baik. Adapun ciri utama pikiran emosional tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Respons yang cepat tetapi ceroboh
Pikiran yang emosional jauh lebih cepat daripada pikiran yang rasional karena pikiran
emosional sesungguhnya langsung melompat bertindak tanpa mempertimbangkan apapun yang
dilakukan. Karena kecepatannya itu sehingga sikap hati-hati dan proses analitis dalam berpikir
dikesampingkan begitu saja sehingga tidak jarang menjadi suatu kecerobohan. Pikiran emosional
ini memiliki suatu kelebihan, yakni membawa rasa kepastian yang sangat kuat dan di luar
jangkauan normal sebagaimana yang dilakukan oleh pikiran rasional. Misalnya, seorang wanita
yang karena sangat takut dan terkejut melihat binatang yang selama ini sangat ditakutinya, maka
dia mampu melompati parit yang menurut ukuran pikiran rasional tidak akan mungkin dapat
melakukannya .
2. Mendahulukan perasaan baru kemudian pikiran
Dalam urutan respon yang cepat, perasaan mendahului atau minimal berjalan serempak
dengan pikiran. Reaksi emosional gerak cepat ini lebih tampak menonjol dalam situasi-situasi
yang mendesak dan membutuhkan tindakan penyelamatan diri.
3. Memperlakukan realitas sebagai realitas simbolik
Logika pikiran emosional, yang disebut juga sebagai logika hati, itu bersifat asosiatif.
Artinya memandang unsur-unsur yang melambangkan suatu realitas itu sama dengan realitas itu
sendiri. Misalnya, para ulama penyiar agama umumnya dalam penyampaiannya senantiasa
berusaha menyentuh hatu para pengikutnya dengan berbicara dalam bahasa emosi, melalui
perumpamaan kisah-kisah yang sangat menyentuh perasaan.
4. Masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang
Pikiran emosional bereaksi terhadap keadaan sekarang seolah-olah keadaan itu adalah
masa lampau. Misalnya, seseorang yang pada masa kanak-kanaknya sering mendapat pukulan
yang menyakitkan, maka setelah dewasa akan bereaksi terhadap hardikan atau kemarahan dengan
perasaan sangat takut atau dengan kebencian, meskipun sebenarnya hardikan atau kemarahan itu
tidak lagi menimbulkan ancaman seperti yang dialaminya pada masa lampau.
5. Realitas yang ditentukan oleh keadaan
Pikiran emosional dalam bekerja sebenarnya ditentukan oleh keadaan didiktekan oleh
perasaan tertentu. Misalnya, cara seseorang berpikir saat merasa senang sangat berbeda dengan
perilakunya dalam keadaan sedih, marah, atau cemas.
2) Teori Sentral
Teori ini dikemukakan oleh Walter B. Canon, menurut teori ini gejala kejasmanian
termasuk tingkah laku merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu. Jadi, individu
mengalami emosi lebih dahulu, baru kemudian mengalami perubahan-perubahan dalam
jasmaninya atau tingkah lakunya.
3) Teori Peripheral
Teori ini dikemukakan oleh James dan Lange, menurut teori ini gejala kejasmanian atau
tingkah laku bukanlah akibat dari emosi, melainkan emosi yang dialami individu itu sebagai
akibat dari gejala kejasmanian atau tingkah laku itu sendiri.
4) Teori Kepribadian
Menurut teori ini, emosi merupakan suatu aktivitas pribadi yang tidak dapat dipisah-
pisahkan. Maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan jasmani. Jadi antara emosi dengan
tingkah laku hanya dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisah-pisahkan.
5) Teori Kedaruratan Emosi
Teori ini dikemukakan oleh Canon, menurut teori ini reaksi yang mendalam dari
kecepatan jantung yang semakin bertambah akan menambah cepatnya aliran darah menuju ke
urat-urat, hambatan pada pencernaan, pengembangan kantung paru-paru dan proses lainnya yang
mencirikan secara khas keadaan emosional seseorang.
D.Karakteristik Perkembangan Emosi Pada Anak dan Remaja
1) Karakteristik Perkembangan Emosi pada Anak
Perkembangan emosi pada anak sebenarnya sulit diukur. Variasi emosi pada anak juga
banyak. Variasi ini sangat bergantung dengan kondisi lingkungan anak, jadi emosi itu
menentukan respon apa yang diberikan pada lingkungannya. Berikut beberapa karakteristik
perkembangan emosi pada anak, yaitu:
a. Berlangsung singkat dan berakhir tiba-tiba
b. Terlihat lebih hebat atau kuat
c. Bersifat sementara atau dangkal.
d. Lebih sering terjadi
e. Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya.
f. Reaksi mencerminkan individualitas
2) Karakteristik Perkembangan Emosi Pada Remaja
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa
dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Menurut
Hurlock (2002 :213) meningginya emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada
dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia
kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Tetepi tidak semua remaja
mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami
ketidak stabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola
prilaku baru dan harapan sosial yang baru.
Pola atau karakteristik emosi remaja adalah sama dengan pola atau karakteristik emosi
anak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah cinta/kasih sayang, gembira, amarah,
takut dan cemas, cemburu, sedih, dan lain-lain. Perbedaan yang terlihat terletak pada macam dan
derajat rangsangan yang mengakibatkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang
dilakukan individu terhadap ungkapan emosi remaja.
Biehler (1972) dalam (Sunarto, 2002:155) membagi karakteristik emosional remaja
menjadi dua rentang usia, yaitu: usia 12–15 tahun dan usia 15–18 tahun
1. Karakteristik emosional remaja usia 12-15 tahun:
a) Pada usia ini seorang siswa/anak cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka.
b) Siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa
percaya diri.
c) Ledakan-ledakan kemarahan mungkin saja terjadi.
d) Seorang remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan
pendapatnya sendiri yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri.
e) Remaja terutama siswa-siswa SMP mulai mengamati orang tua dan guru-guru
mereka secara lebih obyektif.
2. Karakteristik emosional remaja usia 15–18 tahun:
a) “Pemberontakan” remaja merupakan pernyataan-pernyataan/ekspresi dari perubahan
yang universal dari masa kanak-kanak ke dewasa.
b) Karena bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik
dengan orang tua mereka.
c) Siswa pada usia ini seringkali melamun, memikirkan masa depan mereka. Banyak di
antara mereka terlalu tinggi menafsirkan kemampuan mereka sendiri dan merasa
berpeluang besar untuk memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu.
E.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Pada Remaja
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja, yaitu:
1. Perubahan jasmani
Perubahan jasmani ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan yang cepat dari anggota
tubuh dan memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan emosi remaja karena tidak
semua remaja dapat menerima perubahan kondisi tubuh seperti itu. Hal ini seringkali
menimbulkamn masalah dalam perkembangann emosi para remaja.
2. Perubahan pola interaksi dengan orang tua
Pola interaksi orang tua dengan anak, termasuk remaja sangat bervariasi, seperti
memaksakan kehendaknya kepada anak, memanjakan anak, atau ada juga yang penuh cinta kasih
terhadap anaknya. Perbedaan pola interaksi orang tua terhadap anaknya ini berpengaruh terhadap
perbedaan perkembangan emosi remaja.
3. Perubahan interaksi dengan teman sebaya
Perubahan ini ditandai dengan kecenderungan para remaja untuk membentuk suatu
kelompkok atau perkumpulan yang biasanya disebut dengan “geng”. Sedangkan faktor yang
sering mendatangkan masalah emosi pada masa remaja adalah hubungan cinta dengan teman
lawan jenis. Gejala ini sebenarnya sehat bagi remaja, tetapi juga dapat menimbulkan konflik atau
gangguan emosi pada remaja jika tidak diikuti dengan bimbingan orang tua atau orang yang lebih
dewasa.
4. Perubahan pandangan luar
Selain perubahan-perubahan yang terjadi pada dalam diri remaja, juga terjadi perubahan
diluar diri remaja yang dapat mempengaruhi perkembangan emosinya, yaitu:
a.Sikap dunia luar yang tidak konsisten kepada remaja, seperti kadang-kadang mereka
dianggap seperti sudah dewasa dan kadang-kadang mereka dianggap seperti anak kecil.
Hal ini yang menimbulkan kejengkelan pada diri remaja, sehingga mengubah tingkah
laku mereka menjadi tingkah laku yang emosional.
b.Masyarakat masih membedakan penerapan nilai-nilai yang berlaku pada remaja laki-
laki dan perempuan, penerapan nilai yang berbeda jika tidak disertai dengan pemberian
pengertian secara bijaksana dapat menyebabkan remaja bertingkah laku emosional.
c.seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung
jawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut kedalam kegiatan-kegiatan yang
merusak dirinya dengan melanggar nilai-nilai moral.
5. Perubahan interaksi dengan sekolah
Para guru merupakan tokoh yang sangat penting dalam kehidupan remaja karena selain
tokoh intelektual, guru juga merupakan tokoh otoritas bagi para peserta didiknya, sehingga tidak
jarang anak-anak akan lebih percaya, lebih patuh, bahkan lebih takut kepada guru ketimbang
kepada orang tuanya hal ini sangat strategis untuk mengembangkan emosi anak melalui
penyampaian nilai-nilai luhur, positif, dan konstruktif. Tetapi tidak jarang guru memberikan
ancaman kepada peserta didiknya. Peristiwa semacam ini tidak disadari akan memberikan
stimulus negatif bagi perkembangan emosi anak karena akan menambah rasa permusuhan dalam
diri remaja.
Menurut Hurlock (2002:214) perkembangan emosi mereka bergantung kepada faktor
kematangan dan faktor belajar. Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan tidak
berarti tidak ada, reaksi tersebut mungkin akan muncul dikemudian hari, dengan berfungsinya
sistem endokrin. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lainnya dalam mempengaruhi
perkembangan emosi. Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh
gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun caranya adalah
dengan membicarakan pelbagai masalah pribadinya dengan orang lain. Keterbukaan, perasaan
dan masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa aman dalam hubungan sosial dan sebagian
oleh tingkat kesukaannya pada “orang sasaran”.
1.Peran Pematangan
Perkembangan kelenjar endokrin penting untuk mematangkan perilaku emosional. Bayi
secara relatif kekurangan produksi endokrin yang diperlukan untuk menopang reaksi fisiologis
terhadap stres. Kelenjar adrenalin memainkan peran utama dalam emosi yang mengecil secara
tajam ketika bayi baru lahir. Tidak lama kemudian kelenjar itu mulai membesar lagi, dan
membesar dengan pesat saat anak berusia 5 tahun. Pembesarannya melambat pada usia 5 sampai
11 tahun, dan membesar leih pesat lagi sampai anak berusia 16 tahun. Pada usia 16 tahun kelenjar
tersebut kembali keukuran semula seperti pada saat anak lahir. Hanya sedikit adrenalin yang
diproduksi dan dikeluarkan sampai saat kelenjar itu membesar. Pengaruhnya penting terhadap
keadaan emosional pada masa kanak-kanak.
2.Peran Belajar
Lima jenis kegiatan belajar turut menunjang pola perkembangan emosi pada masa kanak-
kanak. Terlepas dari metode yang digunakan, dari segi perkembangan anak harus siap untuk
belajar sebelum tiba saatnya masa belajar. Sebagai contoh, bayi yang baru lahir tidak mampu
mengekspresikan kemarahan kecuali dengan menangis. Dengan adanya pematangan system saraf
dan otot, anak-anak mengembangkan potensi untuk berbagai macam reaksi. Pengalaman belajar
mereka akan menentukan reaksi potensial mana yang akan mereka gunakan untuk menyatakan
kemarahan.
F. Perbedaan Individual Dalam Perkembangan Emosi
Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak
karenamereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan,
sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya. Selain itu
karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi emosi mereka, emosi tersebut cenderung
bertahan lebih lama daripada jika emosi itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh sebab itu,
ekspresi emosional mereka menjadi berbeda-beda. Perbedaan itu sebagian disebabkan oleh
keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf kemampuan intelektualnya, dan sebagian lagi
disebabkan oleh kondisi lingkungan. Anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan
dengan anak yang kurang sehat. Ditinjau kedudukannya sebagai anggota suatu kelompok, anak-
anak yang pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai macam rangsangan dibandingkn
dengan anak-anak yang kurang pandai. Tetapi sebaliknya, mereka juga cenderung lebih mampu
mengendalikan ekspresi emosi.
Ditinjau kedudukannya sebagai anggota suatu kelompok keluarga, anak laki-laki lebih
sering dan lebih kuat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis kelamin mereka.
Misalnya marah bagi laki-laki, dibandingkan dengan emosi takut, cemas, dan kasih sayang yang
dianggap lebih sesuai bagi perempuan. Rasa cemburu dan marah lebih umum terdapat di
kalangan keluarga besar, sedangkan rasa iri lebih umum umum terdapat di kalangan keluarga
kecil. Rasa cemburu dan ledakan marah juga lebih umum dan lebih kuat di kalangan anak
pertama dibandingkan dengan anak yang lahir kemudian dalam keluarga yang sama.
G.Upaya Pengembangan dan Pengelolaan Emosi serta Implikasinya dalam
Penyelenggaraan Pendidikan
Rasa marah, kesal, sedih atau gembira adalah hal yang wajar yang tentunya sering dialami
remaja meskipun tidak setiap saat. Pengungkapan emosi itu ada juga aturannya. Supaya bisa
mengekspresikan emosi secara tepat, remaja perlu pengendalian emosi. Akan tetapi,
pengendalian emosi ini bukan merupakan upaya untuk menekan atau menghilangkan emosi
melainkan:
a. Belajar menghadapi situasi dengan sikap rasional.
b. Belajar mengenali emosi dan menghindari dari penafsiran yang berlebihan terhadap situasi
yang dapat menimbulkan respon emosional.
c. Bagaimana memberikan respon terhadap situasi tersebut dengan pikiran maupun emosi yang
tidak berlebihan atau proporsional, sesuai dengan situasinya, serta dengan cara yang dapat
diterima oleh lingkungan sosial.
d. Belajar mengenal, menerima, dan mngekspresikan emosi positif (senang, sayang, atau bahagia)
dan negatif(khawatir, sedih, atau marah).
Kegagalan pengendalian emosi biasanya terjadi karena remaja kurang mau bersusah
payah menilai sesuatu dengan kepala dingin. Bawaannya main perasaan. Kegagalan
mengekspresikan emosi juga karena kurang mengenal perasaan dan emosi sendiri sehingga jadi
“salah kaprah” dalam mengekspresikannya. Karena itu, keterampilan mengelola emosi sangatlah
perlu agar dalam proses kehidupan remaja bisa lebih sehat secara emosional. Keterampilan
mengelola emosi misalnya sebagai berikut:
a. Mampu mengenali perasaan yang muncul
b. Mampu mengemukakan perasaan dan dapat menilai kadar perasaan
c. Mampu mengelola perasaan
d. Mampu mengendalikan diri sendiri
e. Mampu mengurangi stress.
Dalam keseharian remaja juga harus berlatih untuk melakukan dialog dengan diri sendiri
dalam menghadapi setiap masalah, bersikap positif dan optimistis, serta mampu mengembangkan
harapan yang realistis. Remaja juga harus mampu menafsirkan isyarat-isyarat sosial. Artinya,
mengenali pengaruh sosial terhadap perilaku remaja dan melihat dampak perilaku remaja, baik
terhadap diri sendiri maupun masyarakat dimana remaja berada. Remaja juga harus dapat
memilih langkah-langkah yang tepat dalam setiap penyelesaian masalah yang remaja hadapi
dengan mempertimbangkan resiko yang akan terjadi.
Meskipun demikian, pendekatan dan pemecahan dari pendidikan merupakan salah satu
jalan yang paling strategis, karena bagi sebagaian besar remaja bersekolah dengan para
pendidikan, khususnya gurulah yang paling banyak mempunyai kesempatan berkomunikasi dan
bergaul.
Dalam kaitannya dengan emosi remaja awal yang cenderung banyak melamun dan sulit
diterka, maka satu-satunya hal yang dapat dilakukan oleh guru adalah konsisten dalam
pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab.
Guru-guru dapat membantu mereka yang bertingkah laku kasar dengan jalan mencapai
keberhasilan dalam pekerjaan sekolah sehingga mereka menjadi anak yang lebih tenang dan lebih
mudah ditangani. Salah satu cara yang mendasar adalah dengan mendorong mereka untuk
bersaing dengan diri sendiri.
Apabila ada ledakan kemarahan sebaiknya kita memperkecil ledakan emosi tersebut,
misalnya dengan jalan tindakan yang bijaksana dan lemah lembut, mengubah pokok
pembicaraan, dan memulai aktivitas baru. Jika kemarahan siswa tidak juga reda, guru dapat
meminta bantuan kepada petugas bimbingan penyuluhan. Dalam diskusi kelas, tekankan
pentingnya memperhatikan pandangan orang lain dalam meningkatkan pandangan sendiri. Kita
hendaknya waspada terhadap siswa yang sangat ambisisus, berpendirian keras, dan kaku yang
suka mengintimidasi kelasnya sehingga tidak ada seseorang yang berani tidak sependapat
dengannya.
Pemberian tugas-tugas yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab, belajar
menimbang, memilih dan mengambil keputusan yang tepat akan sangat menunjang bagi
pembinaan kepribadiannya. Cara yang paling strategis untuk ini adalah apabila para pendidik
terutama para orang tua dan guru dapat menampilkan pribadi-pribadinya yang dapat merupakan
objek identifikasi sebagai pribadi idola para remaja.
H.Peran Keluarga dan Sekolah Terhadap Perkembangan Emosi
Emosi dapat dikembangkan oleh keluaraga, sekoah dan lingkungan. Untuk
mengembangkan emosi agar berdampak positif maka perlu dilakukan upaya proses belajar yang
salah satunya dengan menggunakan metode atau kegiatan bermain. Melalui bermain anak dapat
menumpahkan seluruh perasaannya, seperti: marah, takut, sedih, cemas atau gembira. Dengan
demikian, bermain dapat merupakan sarana yang baik untuk pelampiasan emosi, sekaligus
relaksasi. Misalnya saja pada saat anak bermain pura-pura atau bermain dengan bonekanya.
Selain itu bermain juga dapat memberi kesempatan pada anak untuk merasa kompeten dan
percaya diri. Dalam bermain, anak juga dapat berfantasi sehingga memungkinkannya untuk
menyalurkan berbagai keinginan-keinginannya yang tidak dapat direalisasikan dalam kehidupan
nyata ataupun menetralisir berbagai emosi-emosi negatif yang ada pada dirinya seperti rasa takut,
marah dan cemas.
John Mayer, psikolog dari University of New Hampshire, mendefinisikan kecerdasan
emosi yaitu kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi diri
sendiri. Lebih lanjut pakar psikologi Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan
emosional kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan
kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi
menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang
lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan
sehari-hari. Jelas bila seorang individu mempunyai kecerdasan emosi tinggi, dapat hidup lebih
bahagia dan sukses karena percaya diri serta mampu menguasai emosi atau mempunyai
kesehatan mental yang baik. Guru dan keluarga dapat mengembangkan keterampilan kecerdasan
emosional seorang anak dengan memberikan beberapa cara yaitu:
1. Mengenali emosi diri anak , mengenali perasaan anak sewaktu perasaan yang dirasakan terjadi
merupakan dasar kecerdassan emosional. kemampuan untuk memantau peraaan dari waktu
kewaktu merupakan hal penting bagi pemahahaman anak.
2. Mengelola emosi, menangani perasan anak agar dapat terungkap dengan tepat kemampuan
untuk menghibur anak , melepasakan kecemasan kemurungan atau ketersinggungan, atau
akibat – akibat yang muncul karena kegagalan.
3. Memotivasi anak, penataan emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat
penting dalam keterkaitan memberi perhatian dan kasih sayang untuk memotivasi anak dalam
melakukan kreasi secara bebas.
4. Memahami emosi anak.
5. Membina hubungan dengan anak, Setelah kita melakukan identifikasi kemudian kita mampu
mengenali, hal lain yang perlu dilakukan untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional
yaitu dengan memelihara hubungan.
6. Berkomunikasi “dengan jiwa “, Tidak hanya menjadi pembicara terkadang kita harus
memberikan waktu lawan bicara untuk berbicara juga dengan demikian posisikan diri kita
menjadi pendengar dan penanya yang baik dengan hal ini kita diharapkan mampu
membedakan antara apa yang dilakukan atau yang dikatakan anak dengan reaksi atau
penilaian.
BAB II
KESIMPULAN
1. Emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Emosi
adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan
mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
2. Jenis emosi yang secara normal dialami antara lain: cinta, gembira, marah, takut, cemas, sedih
dan sebagainya.
3. Sejumlah penelitian tentang emosi remaja menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka
bergantung kepada faktor kematangan dan faktor belajar.
4. Suasana emosional yang penuh tekanan di dalam keluarga berdampak negatif terhadap
perkembangan remaja. Sebaliknya suasana penuh kasih sayang, ramah, dan bersahabat amat
mendukung pertumbuhan remaja menjadi manusia yang bertanggung jawab terhadap keluarga. .
5. Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karena mereka
telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu
berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya.
6. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan, guru dapat melakukan beberapa upaya dalam
pengembangan emosi remaja misalnya: konsisten dalam pengelolaan kelas, mendorong anak
bersaing dengan diri sendiri, pengelolaan diskusi kelas yang baik, mencoba memahami remaja,
dan membantu siswa untuk berprestasi.
7. Pemberian tugas - tugas yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab, belajar menimbang,
memilih dan mengambil keputusan yang tepat akan sangat menunjang bagi pembinaan
kepribadiannya. Cara yang paling strategis untuk ini adalah apabila para pendidik terutama para
orang tua dan guru dapat menampilkan pribadi-pribadinya yang dapat merupakan objek
identifikasi sebagai pribadi idola para remaja.