tugas ria
DESCRIPTION
wordTRANSCRIPT
TUGAS KLIPING
KESEHATAN LINGKUNGAN
Oleh :
Riya Hanaza Ramadini
1061050191
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE 11 MEI – 25 JULI 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
1. Waspada, Polusi Udara Picu Autisme pada Bayi
Sabtu, 20 Desember 2014 | 11:00 WIB
http://health.kompas.com/read/2014/12/20/16312414/wapada.polusi.
udara .picu.autisme.pada.bayin
KOMPAS.com - Anak-anak yang ketika ibunya saat hamil terpapar polusi udara beresiko
dua kali lebih besar menderita autisme dibandingkan dengan ibu hamil yang hidup di
lingkungan berudara bersih.
Partikel halus yang dilepaskan dari pembakaran, kendaraan, dan asap pabrik merupakan zat
berbahaya yang berkaitan erat dengan autisme. Demikian kesimpulan penelitian yang
dilakukan tim dari Harvard School of Public Health.
Penelitian awal juga menemukan kaitan antara polusi dan autisme. Termasuk studi tahun
2010 yang menyebutkan bahwa risiko bayi mengalami autisme meningkat dua kali lipat jika
saat hamil trimester tiga ibu hidup di dekat jalan raya yang polusi udaranya tinggi.
Dalam studi yang dilakukan tim dari Harvard ini, ditemukan bukti tambahan kaitan antara
polusi dan autisme itu. Pemerintah AS menemukan autisme di negeri tersebut meningkat
pesat menjadi 1 dari 68 anak dari sebelumnya 1 dari 150 anak di tahun 2000.
Para ahli meyakini peningkatan jumlah tersebut menggambarkan kesadaran masyarakat akan
gangguan tumbuh kembang ini.
Walau gangguan tersebut sangat terkait dengan genetik, peningkatan insiden ini membuat
para ahli tertarik untuk menyelidiki apakah faktor lingkungan turut berperan.
Studi tim Harvard melibatkan anak-anak dari 116.430 wanita dalam Nurse's Health Study II
yang dimulai tahun 1989. Tim peneliti mengumpulkan data di mana para wanita itu tinggal
saat hamil dan level polusi. Kemudian dibandingkan dengan riwayat kelahiran dari 245 anak
yang mengidap autisme dan 1.522 anak yang tumbuh kembangnya normal. Semua anak lahir
antara tahun 1990-2002.
Ternyata tidak ada kaitan antara autisme dengan polutan partikel halus sebelum atau usia
kehamilan awal, atau setelah bayi lahir. Namun, paparan polusi yang tinggi saat ibu hamil
trimester tiga meningkatkan risiko autisme dua kali lipat.
Belum jelas bagaimana partikel halus itu memicu autisme, tetapi partikel polutan ini
diselubungi banyak sekali kontaminan dan bisa masuk ke sel-sel sehingga mengganggu
perkembangan otak bayi.
KESIMPULAN :
Polusi udara menimbulkan berbagai macam penyakit dan gangguan terhadap manusia, salah
satu hasil penelitian yang dicermati dalam artikel diatas adalah polusi udara mentyebabkan
autisme pada bayi. Berbagai penelitian telah dilakukan dan mendapatkan hasil sebagi berikut
bahwa tidak ada kaitan antara autisme dengan polutan partikel halus sebelum atau usia
kehamilan awal, atau setelah bayi lahir. Namun, paparan polusi yang tinggi saat ibu hamil
trimester tiga meningkatkan risiko autisme dua kali lipat.
2. Higiene dan Sanitasi Jajanan Anak Perlu Perhatian
Penulis : Asep Chandra| Selasa, 22 Januari 2013 16:31 WIB
http://health.kompas.com/read/2013/01/22/16312414/
Higiene.dan.Sanitasi.Jajanan.Anak.Perlu.Perhatian
JAKARTA, KOMPAS.com - Higiene dan sanitasi merupakan dua faktor utama keamanan
pangan yang patut menjadi perhatian. Saat ini, sebagian besar jajanan anak khususnya di
sekolah-sekolah dasar belum sepenuhnya memenuhi syarat kedua faktor tersebut, sehingga
perlu terus diawasi dan diperbaiki.
Demikian diungkapkan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Roy Sparingga dalam roadshow Kampanye
Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) BPOM bertajuk 'Sehatnya Duniaku - Menuju Generasi
Emas yang Sehat dan Berkualitas', Selasa (22/1/2013) di Jakarta.
"Masalah utama bagi jajan anak, terutama anak Sekolah Dasar adalah higiene sanitasi yang
belum baik, sehingga harus ada perhatian," ujar Roy.
Dalam roadshow yang kali ini berlangsung di SDN 01 Tebet Timur Jakarta itu, Roy
mengatakan masih ada faktor lainnya yang menjadikan jajanan anak menjadi berbahaya
untuk dikonsumsi, yaitu bahan kimia berbahaya, seperti pewarna tekstil, pengawet, serta
pemanis buatan.
Masalah higiene dan sanitasi, menurut Roy, menjadi paling utama karena efeknya dapat
langsung dirasakan setelah mengonsumsi makanan tidak bersih. Efek dari higiene sanitasi
adalah jangka pendek, sedangkan, bahan kimia berbahaya berefek jangka panjang.
Sakit akibat makanan, disebut Roy sebagai kejadian luar biasa (KLB) pangan di Indonesia.
Sebanyak 35 persennya adalah dari jajanan anak sekolah, dan 80 persen dari angka itu berasal
dari jajanan anak Sekolah Dasar.
Hal inilah yang mendasari BPOM perlu untuk mengadakan roadshowtentang pentingnya
keamanan pangan. SDN 01 Tebet Timur menjadi tempat pertama dilaksanakannya Road
Show 'Sehatnya Duniaku'.
Rencananya selanjutnya, BPOM akan melanjutkan ke 25 Sekolah Dasar masing-masing di
dua kota besar yaitu Jakarta dan Bandung.
"BPOM hanya dapat mengadakan penyuluhan tentang keamanan pangan jajanan anak,
namun pelaku pengawasannya tentu saja komunitas sekolah, yaitu guru, murid, orang tua
murid, pengelola kantin, serta pedagang makanan sekitar sekolah," jelas Roy.
KESIMPULAN :
Higiene dan sanitasi merupakan dua faktor utama keamanan pangan yang patut menjadi
perhatian. Saat ini, sebagian besar jajanan anak khususnya di sekolah-sekolah dasar belum
sepenuhnya memenuhi syarat kedua faktor tersebut, sehingga perlu terus diawasi dan
diperbaiki. Efek dari higienis dan sanitasi diterima dalam jangka pendek sedangkan untuk
bahan kimia berbahaya berefek jangka panjang. Oleh karena itu kita harus melakukan
penyuluhan tentang higine dan santiasi tersebut secara terus menerus dan berkelanjutan.
Masalah sanitasi makanan merupakan sesuatu yang sangat penting dan rentan apabila tidak di
perhatikan, karena efek dari ketidak higienisan makanan memiliki onset yang akut sehingga
sangat berbahaya apabila tidak di perhatikan. Khusus dalam artikel yang saya ambil ini juga
sanitasi makanan pada murid SD lebih harus di perhatikan lagi karena pada anak anak system
imun nya belum sempurna sehingga lebih rentan terkena dampak dari makanan yang tidak
higienis. Menurut saya akan sulit apabila hanya BPOM yang mengawasi tentang makanan
dan obat-obatan ini karena pasti akan di temukan masalah tenaga dan waktu berhubung
besarnya geografis Negara kita. Oleh karena itu untuk mengantisipasi ini kita perlu
melakukan edukasi kepada masyarakat agar masyarakat mengerti mengenai sanitasi
makanan, karena selama ini pelaku kasus makanan yang tidak higienis itu banyak di dominasi
oleh produsen rumahan masyarakat yang tidak peduli akan sanitasi makanan karena hanya
memerhatikan keuntungan ekonomi belaka. Selain pendidikan, tindak hukum yang tegas dari
aparat juga dapat member efek jera bagi pelaku ini.
3. PENYEDIAAN AIR BERSIH DAN SEHAT
http://www.smallcrab.com/makanan-dan-gizi/609-penyediaan-air-bersih-dan-sehat
Air merupakan zat yang memiliki peranan sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia
dan makhluk hidup lainnya. Manusia akan lebih cepat meninggal karena kekurangan air
daripada kekurangan makanan. Di dalam tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari
air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60 % berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar
65 % dan untuk bayi sekitar 80%. Air dibutuhkan oleh manusia untuk memenuhi berbagai
kepentingan antara lain: diminum, masak, mandi, mencuci dan pertanian.
Menurut perhitungan WHO, di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120
liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, tiap orang
memerlukan air 30-60 liter per hari. Diantara kegunaan-kegunaan air tersebut yang sangat
penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum air harus
mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia.
Air Bersih dan Sehat
Air minum harus steril (steril = tidak mengandung hama penyakit apapun). Sumber-sumber
air minum pada umumnya dan di daerah pedesaan khususnya tidak terlindung sehingga air
tersebut tidak atau kurang memenuhi persyaratan kesehatan. Untuk itu perlu pengolahan
terlebih dahulu. Pengolahan air untuk diminum dapat dikerjakan dengan 2 cara, berikut:
1. Menggodok atau mendidihkan air, sehingga semua kuman¬kuman mati. Cara ini
membutuhkan waktu yang lama dan tidak dapat dilakukan secara besar-besaran.
2. Dengan menggunakan zat-zat kimia seperti gas chloor, kaporit, dan lain-lain. Cara ini
dapat dilakukan secara besar¬besaran, cepat dan murah.
Agar air minum tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya diusahakan
memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan, setidaknya diusahakan mendekati persyaratan
tersebut. Air yang sehat harus mempunyai persyaratan sebagai berikut:
1. Syarat fisik
Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tak berwarna), tidak berasa,
suhu dibawah suhu udara diluarnya sehingga dalam kehidupan sehari-hari. Cara mengenal air
yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar.
2. Syarat bakteriologis
Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri
patogen. Cara untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen
adalah dengan memeriksa sampel (contoh) air tersebut. Dan bila dari pemeriksaan 100 cc air
terdapat kurang dari 4 bakteri E. coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.
3. Syarat kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu didalam jumlah yang tertentu pula.
Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia didalam air akan menyebabkan gangguan
fisiologis pada manusia. Sesuai dengan prinsip teknologi tepat guna di pedesaan maka air
minum yang berasal dari mata air dan sumur dalam adalah dapat diterima sebagai air yang
sehat dan memenuhi ketiga persyaratan tersebut diatas asalkan tidak tercemar oleh kotoran-
kotoran terutama kotoran manusia dan binatang. Oleh karena itu mata air atau sumur yang
ada di pedesaan harus mendapatkan pengawasan dan perlindungan agar tidak dicemari oleh
penduduk yang menggunakan air tersebut.
Sumber-sumber Air Minum
Pada prinsipnya semua air dapat diproses menjadi air minum. Sumber-sumber air ini, sebagai
berikut:
1. Air hujan
Air hujan dapat ditampung kemudian dijadikan air minum, tetapi air hujan ini tidak
mengandung kalsium. Oleh karena itu, agar dapat dijadikan air minum yang sehat
perlu ditambahkan kalsium didalamnya.
2. Air sungai dan danau
Air sungai dan danau berdasarkan asalnya juga berasal dari air hujan yang mengalir
melalui saluran-saluran ke dalam sungai atau danau. Kedua sumber air ini sering juga
disebut air permukaan. Oleh karena air sungai dan danau ini sudah terkontaminasi
atau tercemar oleh berbagai macam kotoran, maka bila akan dijadikan air minum
harus diolah terlebih dahulu.
3. Mata air
Air yang keluar dari mata air ini berasal dari air tanah yang muncul secara alamiah.
Oleh karena itu, air dari mata air ini bila belum tercemar oleh kotoran sudah dapat
dijadikan air minum langsung. Tetapi karena kita belum yakin apakah betul belum
tercemar maka alangkah baiknya air tersebut direbus dahulu sebelum diminum.
4. Air sumur
Air sumur dangkal adalah air yang keluar dari dalam tanah, sehingga disebut
sebagai air tanah. Air berasal dari lapisan air di dalam tanah yang dangkal.
Dalamnya lapisan air ini dari permukaan tanah dari tempat yang satu ke yang
lain berbeda-beda. Biasanya berkisar antara 5 sampai dengan 15 meter dari
permukaan tanah. Air sumur pompa dangkal ini belum begitu sehat karena
kontaminasi kotoran dari permukaan tanah masih ada. Oleh karena itu perlu
direbus dahulu sebelum diminum.
Air sumur dalam yaitu air yang berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah.
Dalamnya dari permukaan tanah biasanya lebih dari 15 meter. Oleh karena itu,
sebagaian besar air sumur dalam ini sudah cukup sehat untuk dijadikan air
minum yang langsung (tanpa melalui proses pengolahan).
Pengolahan air minum
Ada beberapa cara pengolahan air minum antara lain sebagai berikut:
1. Pengolahan Secara Alamiah
Pengolahan ini dilakukan dalam bentuk penyimpanan dari air yang diperoleh dari berbagai
macam sumber, seperti air danau, air sungai, air sumur dan sebagainya. Di dalam
penyimpanan ini air dibiarkan untuk beberapa jam di tempatnya. Kemudian akan terjadi
koagulasi dari zat-zat yang terdapat didalam air dan akhirnya terbentuk endapan. Air akan
menjadi jernih karena partikel-partikel yang ada dalam air akan ikut mengendap.
2. Pengolahan Air dengan Menyaring
Penyaringan air secara sederhana dapat dilakukan dengan kerikil, ijuk dan pasir. Penyaringan
pasir dengan teknologi tinggi dilakukan oleh PAM (Perusahaan Air Minum) yang hasilnya
dapat dikonsumsi umum.
3. Pengolahan Air dengan Menambahkan Zat Kimia
Zat kimia yang digunakan dapat berupa 2 macam yakni zat kimia yang berfungsi untuk
koagulasi dan akhirnya mempercepat pengendapan (misalnya tawas). Zat kimia yang kedua
adalah berfungsi untuk menyucihamakan (membunuh bibit penyakit yang ada didalam air,
misalnya klor (Cl).
4. Pengolahan Air dengan Mengalirkan Udara
Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak,
menghilangkan gas-gas yang tak diperlukan, misalnya CO2 dan juga menaikkan derajat
keasaman air.
5. Pengolahan Air dengan Memanaskan Sampai Mendidih
Tujuannya untuk membunuh kuman-kuman yang terdapat pada air. Pengolahan semacam ini
lebih tepat hanya untuk konsumsi kecil misalnya untuk kebutuhan rumah tangga. Dilihat dari
konsumennya, pengolahan air pada prinsipnya dapat digolongkan menjadi 2 yakni:
Pengolahan Air Minum untuk Umum
Penampungan Air Hujan. Air hujan dapat ditampung didalam suatu dam (danau
buatan) yang dibangun berdasarkan partisipasi masyarakat setempat. Semua air hujan
dialirkan ke danau tersebut melalui alur-alur air. Kemudian disekitar danau tersebut
dibuat sumur pompa atau sumur gali untuk umum. Air hujan juga dapat ditampung
dengan bak-bak ferosemen dan disekitarnya dibangun atap-atap untuk mengumpulkan air
hujan. Di sekitar bak tersebut dibuat saluran-saluran keluar untuk pengambilan air untuk
umum. Air hujan baik yang berasal dari sumur (danau) dan bak penampungan tersebut
secara bakteriologik belum terjamin untuk itu maka kewajiban keluarga-keluarga untuk
memasaknya sendiri misalnya dengan merebus air tersebut.
6. Pengolahan Air Sungai
Air sungai dialirkan ke dalam suatu bak penampung I melalui saringan kasar yang dapat
memisahkan benda-benda padat dalam partikel besar. Bak penampung I tadi diberi saringan
yang terdiri dari ijuk, pasir, kerikil dan sebagainya. Kemudian air dialirkan ke bak
penampung II. Disini dibubuhkan tawas dan chlor. Dari sini baru dialirkan ke penduduk atau
diambil penduduk sendiri langsung ke tempat itu. Agar bebas dari bakteri bila air akan
diminum masih memerlukan direbus terlebih dahulu.
7. Pengolahan Mata Air
Mata air yang secara alamiah timbul di desa-desa perlu dikelola dengan melindungi sumber
mata air tersebut agar tidak tercemar oleh kotoran. Dari sini air tersebut dapat dialirkan ke
rumah-rumah penduduk melalui pipa-pipa bambu atau penduduk dapat langsung
mengambilnya sendiri ke sumber yang sudah terlindungi tersebut.
8. Pengolahan Air Untuk Rumah Tangga
Air sumur pompa terutama air sumur pompa dalam sudah cukup memenuhi persyaratan
kesehatan. Tetapi sumur pompa ini di daerah pedesaan masih mahal, disamping itu teknologi
masih dianggap tinggi untuk masyarakat pedesaan. Yang lebih umum di daerah pedesaan
adalah sumur gali.
Agar air sumur pompa gali ini tidak tercemar oleh kotoran di sekitarnya, perlu adanya syarat-
syarat sebagai berikut:
Harus ada bibir sumur agar bila musim huujan tiba, air tanah tidak akan masuk ke
dalamnya.
Pada bagian atas kurang lebih 3 m dari ppermukaan tanah harus ditembok, agar air
dari atas tidak dapat mengotori air sumur.
Perlu diberi lapisan kerikil di bagian bbawah sumur tersebut untuk mengurangi
kekeruhan.
Sebagai pengganti kerikil, ke dalam sumur ini dapat dimasukkan suatu zat yang dapat
membentuk endapan, misalnya aluminium sulfat (tawas).
Membersihkan air sumur yang keruh ini dapat dilakukan dengan menyaringnya
dengan saringan yang dapat dibuat sendiri dari kaleng bekas.
9. Air Hujan
Kebutuhan rumah tangga akan air dapat pula dilakukan melalui penampungan air hujan.
Tiap-tiap keluarga dapat melakukan penampungan air hujan dari atapnya masing¬masing
melalui aliran talang. Pada musim hujan hal ini tidak menjadi masalah tetapi pada musim
kemarau mungkin menjadi masalah. Untuk mengatasi keluarga memerlukan tempat
penampungan air hujan yang lebih besar agar mempunyai tandon untuk musim kemarau.
KESIMPULAN :
Air merupakan zat yang memiliki peranan sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia
dan makhluk hidup lainnya. Manusia akan lebih cepat meninggal karena kekurangan air
daripada kekurangan makanan. Di dalam tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari
air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60 % berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar
65 % dan untuk bayi sekitar 80%. Air dibutuhkan oleh manusia untuk memenuhi berbagai
keperluan
Air minum harus steril (steril = tidak mengandung hama penyakit apapun). Sumber-sumber
air minum pada umumnya dan di daerah pedesaan khususnya tidak terlindung sehingga air
tersebut tidak atau kurang memenuhi persyaratan kesehatan. Untuk itu perlu pengolahan
terlebih dahuluentingan antara lain: diminum, masak, mandi, mencuci dan pertanian.Jadi
Pengolahan air harus dilaksanakan derngan serius dan dengan baik sehingga akan
menghasilakan air yang sehat.
4. Makin Tak Mutu lantaran Tinja
Senin, 28 Maret 2011 | 21:03 WIB
SURABAYA, KOMPAS.com — Pencemaran limbah tinja yang dilakukan warga di sekitar
Kali Surabaya telah menurunkan kualitas air kali tersebut dalam waktu lebih dari 10 tahun
terakhir dan berdampak bagi kesehatan warga.
Direktur Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) Prigi Arisandi di
Surabaya, Senin (28/3/2011), mengemukakan, pencemaran limbah tinja di Kali Surabaya
sudah sangat mengkhawatirkan. "Sejauh ini belum ada tindakan nyata dari Pemerintah
Provinsi Jatim, termasuk Pemkot Surabaya untuk mengatasi masalah itu," katanya.
Menurut Prigi, Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya berkewajiban menyediakan sarana dan
prasarana sanitasi yang layak bagi permukiman di sekitar daerah aliran sungai (DAS). Ia
menambahkan, bagus tidaknya kualitas air Kali Surabaya sangat tergantung pada kualitas air
Sungai Brantas.
"Tercemarnya Kali Surabaya selama 13 tahun terakhir sangat dipengaruhi kualitas air Sungai
Brantas. Faktanya, Sungai Brantas dan Kali Surabaya digunakan sebagai tempat pembuangan
tinja," ujarnya.
Mengutip data Bappenas dan Ditjen Permukiman dan Perumahan pada tahun 2010, Prigi
Arisandi menyebutkan, sekitar 14 juta warga Jatim masih melakukan buang air besar (BAB)
di tempat terbuka yang secara langsung dan tidak langsung mengontaminasi air sungai.
"Angka 14 juta itu merupakan yang tertinggi secara nasional dibanding daerah lain,"
tambahnya. Prigi juga mengemukakan, terdapat lebih dari 1.000 desa yang berada di DAS
Brantas dengan total sekitar 59.096 kepala keluarga. Dari jumlah tersebut, sekitar 15,8 persen
rumah tangga tidak memiliki kakus atau tempat BAB dan umumnya membuang tinja
langsung ke sungai dan media lingkungan.
"Cara pembuangan seperti itu jelas dapat menyebarkan kuman penyakit yang terbawa aliran
air sungai dan berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat," katanya.
Karena itu, Ecoton yang selama ini sangat peduli terhadap kondisi Kali Surabaya mendorong
Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya untuk memprioritaskan pengendalian pencemaran dan
penanganan dampak pencemaran limbah tinja tersebut.
KESIMPULAN :
Pencemaran limbah tinja yang dilakukan warga di sekitar Kali Surabaya telah menurunkan
kualitas air kali tersebut dalam waktu lebih dari 10 tahun terakhir dan berdampak bagi
kesehatan warga.
Kebiasaan masyarakat yang buang air besar di tempat terbuka dapat mengotori sungai dan
membawa penyakit sesuai dengan aliran air sungai. Oleh karena itu hal ini perlu perhatian
khusus sehingga pencemaran tinja ini dapat kita selsaikan, tidak berlarut-larut dan akan
menimbulkan penyakit di masyarakat.
5. Permasalahan Limbah Cair Rumah Tangga yang Tak Menentu
26 Mei 2013 13:23:34 Dibaca : 1,704
Di daerah-daerah sekitar pemukiman, adanya sungai selain sebagai saluran alamiah air,
sering pula pada sungai digunakan sebagai tempat pembuangan air limbah. Aktifitas rumah
tangga atau industri selalu membutuhkan tempat kosong untuk membuang benda-benda tidak
berguna, bekas kegiatannya. Sungai pun tidak terlepas dari sampah yang dihasilkan manusia.
Beragam limbah sering dibuang oleh manusia ke sungai, menjadikan sungai kotor dan keruh.
Air limbah yang dibuang secara langsung ke sungai tanpa proses pengolahan dapat
membahayakan kehidupan biota di dalamnya dan penurunan kualitas air. Disadari atau tidah
limbah detergen yang dihasilkan dari perumahan telah menimbulkan kerusakan yang tidak
terlihat. Umumnya, air tercemar dapat terlihat dari fisiknya, yaitu semula jernih menjadi
keruh atau kehitaman-hitaman bahkan sering menimbulkan bau tidak enak. Masyarakat
umumnya tidak mengetahui dari efek bahaya dari detergen yang dibuang ke sungai.
Kurangnya sosialisasi dari produsen dan pemerintah tentang bahaya dari sisa detergen ke
lingkungan memperlihatkan ketidakpedulian pada masyarakat dan alam. Sekali lagi
kepentingan ekonomi dan keuntungan pribadi menjadi alasan pokok permasalahan tersebut.
Dibandingkan dengan negara maju di Eropa yang membangun tempat pengolahan limbah
rumah tangga pada setiap daerah penduduk, pemerintah Indonesia tidak banyak berbuat
apapun. Memang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan rata-rata
pendapatan per kapita warganya hanya US$ 3.452 per orang per tahun, namun hal ini jangan
menjadi alasan Indonesia dalam mengatasi limbah buangan pemukiman penduduk. Sebelum
permasalahan bertambah serius, seharusnya pemerintah bersedia untuk menggelontorkan
dana mengatasi limbah cair rumah. Orang pemerintahan yang pernah menjalani pendidikan
hingga perguruan tinggi seharusnya sudah mengetahui bahwa limbah rumah tangga yang
dibuang ke sungai mengandung bahan kimia berbahaya yang berasal dari pemakaian
detergen dan produk lain seperti personal cleaning service produck. Tanpa adanya
pengolahan limbah cair rumah tangga, bisa dibayangkan dampak yang dihadapi masyarakat
yang menggunakan air tanah.Sisa detergen bekas pakai dapat begitu saja terbuang tanpa
pengolahan lebih lanjut. Detergen adalah pembersih sintetis campuran berbagai bahan, yang
digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunanminyak
bumi. Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni surfaktan dan builders,
diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap manusia dan
lingkungannya. Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya kelembaban
alami yamg ada pada permukan kulit dan meningkatkan permeabilitas permukaan luar. Hasil
pengujian memperlihatkan bahwa kulit manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak
dengan bahan kima dengan kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat iritasi ‘sedang’
pada kulit. Surfaktan kationik bersifat toksik jika tertelan dibandingkan dengan surfaktan
anionik dan non-ionik. Sisa bahan surfaktan yang terdapat dalam deterjen dapat membentuk
chlorbenzene pada proses klorinisasi pengolahan air minum PDAM. Chlorbenzene
merupakan senyawa kimia yang bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan.kandungan
deterjen yang digunakan masyarakat Indonesia umumya mengandung ABS (alkyl benzene
sulphonate) yang merupakan deterjen tergolong keras. Alkil Benzana Sulfonat adalah bahan
kimia yang sukar dirusak oleh mikroorganisme (nonbiodegradable) sehingga dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan perairan yang tercemar limbah deterjen
kategori keras ini dalam konsentrasi tinggi akan mengancam dan membahayakan kehidupan
biota air dan manusia yang mengkonsumsi biota tersebut. Selain itu, deterjen dalam badan air
dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan yang mengakibatkan toleransi ikan terhadap
badan air yang kandungan oksigennya rendah menjadi menurun.Keberadaan busa-busa di
permukaan air juga menjadi salah satu penyebab kontak udara dan air terbatas sehingga
menurunkan oksigen terlarut.Beberapa negara di dunia secara resmi telah melarang
penggunaan zat ABS ini dalam pembuatan deterjen dan memperkenalkan senyawa kimia
baru yang disebut Linier Alkyl Sulfonat. Namun pemerintah Indonesia belum mengikuti jejak
tersebut dan masih membiarkan beberapa perusahaan menambahalan ABG dalam poses
pembuatan detergen. Detergen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari bagi
lingkungan karena dari beberapa kajian menyebutkan bahwa detergen memilki kemampuan
untuk melarutkan bahan bersifat karsinogen, misalnya 3,4 Benzonpyrene.Proses oenguraian
detergen akan menghasilkan sisa benzena yang apabila bereaksi dengan khlor akan
membentuk senyawa klorobenzena yang sangat berbahay. Kontak benzena dan klor sangat
mungkin terjadi pada pengolahan air minum. Kandungan detergen dalam air minum akan
menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Dalam jangka panjang, air minum yang telah
terkontaminasi limbah detergen berpotensi sebagai salah satu penyebab penyakit kanker.
Masyarakat selaku pelaku perusak lingkungan tidak dapat banyak berbuat terhadap sisa
limbah cair rumah tangga karena kekurangan fasilitas yang disediakan pemerintah. Sisa bekas
cucu akan langsung dialirkan ke selokan dan terbuang ke sungai. Jika menghitung debit
limbah cair yang dibuang sekitar 150 liter/orang/hari ke selokan, dapat dibayangkan
kerusakan yang terjadi jika 242. 325.638 orang Indonesia melakukannya setiap hari.
KESIMPULAN :
limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai mengandung bahan kimia berbahaya yang
berasal dari pemakaian detergen dan produk lain seperti personal cleaning service
produck. Tanpa adanya pengolahan limbah cair rumah tangga, bisa dibayangkan dampak
yang dihadapi masyarakat yang menggunakan air tanah.Sisa detergen bekas pakai dapat
begitu saja terbuang tanpa pengolahan lebih lanjut.
Dapat kita ketahui diatas bahwa limbah ruma tangga haruslah dikelola dengan baik sehingga
efek negatif dari pembuangan itu dapat kita hindari.Untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk pengelolaan limbah ini kita perlu memberikan penyuluhan-penyuluhan dan
pemberitahuan apa efek dari hal tersebut.
6. Pengendalian Nyamuk Diprioritaskan
Seberapa Ampuh Fogging Cegah DBD?
Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) bisanya dilakukan dengan 3 M yakni menutup,
menguras, dan mengubur. Tapi, fogging selalu menjadi pilihan masyarakat. Ampuhkan cara
tersebut?
Dalam acara `SOHO #BetterU: Waspadai Kebocoran Plasma Saat DBD` di Jakarta, ditulis
Kamis (12/6/2014), Dokter Spesialis Penyakit Dalam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM), Dr. dr. Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI mengatakan bahwa fogging hanya
membunuh nyamuk dewasa dan tidak membunuh larva (jentik-jentik). Sebab, untuk
membunuh jentik harus diberikan larvasida.
"Karena nyamuk dewasa yang bisa menyebabkan demam berdarah maka fogginglah yang
harus diberikan. Sedangkan jentik-jentik tidak, karena keberadaannya di genangan air," kata
Leonard.
Meski fogging masih menjadi salah satu cara pencegahan populer, Leonard mengingatkan
agar kita lebih waspada dan hati-hati karena banyak efek sampingnya. Bila terhirup akan
membuat saluran napas kita terganggu dan jika terhirup terlalu banyak akan membuat kita
sesak napas.
"Kalau kita menggunakan larvasida untuk membunuh jentik tidak juga ditambah fogging
maka tidak akan bisa mencegah dengan sangat baik," kata Leonard menerangkan.
Tapi kini, mengetahui fogging memiliki efek samping bagi kesehatan, pemerintah
mengeluarkan fogging fokus.
"Kalau dulu fogging saja. Jika ada seseorang yang kena demam berdarah dan ada surat dari
rumah sakit bahwa si A benar-benar DBD, secara otomatis dari radius 100 meter sudah harus
di-fogging. Sekarang tidak lagi," kata Leonard mencontohkan.
Untuk fogging fokus, lanjut Leonar, jika di suatu wilayah ada warga yang terkena DBD
sampai harus dirawat di rumah sakit, maka petugas medis akan memeriksa apakah ada jentik
nyamuk di wilayah tersebut. Bisa saja warga yang menderita DBD itu, terkenanya bukan di
rumah melainkan di tempat lain.
"DBD ini di lantai berapa pun bisa terkena. Karena sifat nyamuk yang sebagai vektor adalah
multiple byte, tak menutup kemungkinan si nyamuk terikut di dalam lift," kata Leonard.
Maka itu, ketika tim medis benar-benar menemukan ada jentik, barulah dilakukan fogging.
Jika tidak ditemukan dan diduga pasien itu terkena tidak di wilayahnya melainkan wilayah
lain, maka tidak akan difogging. "Mengingat efek samping yang ditibulkan oleh fogging,
maka sekarang lebih selektif," kata Leonard menekankan. - See more at:
http://health.liputan6.com/read/2061961/seberapa-ampuh-fogging-cegah-
dbd#sthash.KYUHu7za.dpuf
KESIMPULAN :
Pengendalian vektor adalah semua usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau
menurunkan populasi vektor dengan maksud mencegah atau pemberantas penyakit yang
ditularkan vektor atau gangguan yang diakibatkan oleh vektor.
Secara umum, vektor mempunyai peranan yaitu sebagai pengganggu dan penular
penyakit. Vektor yang berperan sebagai pengganggu yaitu nyamuk, kecoa/lipas, lalat, semut,
lipan, kumbang, kutu kepala, kutu busuk, pinjal, dll. Penularan penyakit pada manusia
melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau
sering juga disebut sebagai vector – borne diseases. Agen penyebab penyakit infeksi yang
ditularkan pada manusia
Pemberantasan nyamuk lewat fogging tidak efektif karena hanya membunuh vektor
dewasanya saja. Dengan fogging fokus yaitu melakukan fogging sekaligus pencarian jentik
akan lebih efektif di banding fogging saja.
7. Perumahan dan Lingkungan Pemukiman
http://sosbud.kompasiana.com/2015/02/09/lebih-bijaksana-memandang-fenomena-sosial-perumahan-elit-722267.html
Lebih Bijaksana Memandang Fenomena Sosial Perumahan Elit
09 February 2015 | 17:43
Dampak globalisasi telah mendorong perubahan besar bagi kehidupan manusia, baik dalam
aspek fisik maupun aspek non-fisik. Aspek fisiik dapat dilihat dari produk fisik yang ada di
dunia modern sekarang ini, seperti pesatnya kemajuan teknologi, alat transportasi, dan
berbagai bangunan dengan arsitektur modern. Aspek non-fisik dapat dilihat dari
perkembangan kebudayaan dan bentuk-bentuk organisasi sosial. Kedua aspek ini dalam
beberapa kasus sering saling berhubungan erat. Contoh yang jelas terlihat di beberapa kota
besar adalah fenomena pembangunan perumahan elit atau real estate. Dapat dikatakan bahwa
perumahan elit merupakan produk globalisasi yang menjawab tuntutan dan kebutuhan
masyarakat kelas menengah atas dan atas mengenai gaya hidupnya, keinginannya,
kepribadiannya, kondisi lingkungannya, dan organisasi sosialnya. Rasa akan kepemilikan
ruang dan material yang dirasakan oleh penghuni perumahan elit akan mendorong terciptanya
karakteristik hubungan sosial yang unik diantara penghuni didalamnya. Namun seringkali
hubungan sosial yang unik pada konteks perumahan elit dikonotasikan secara negatif sebagai
individualistik, eksklusivisme, dan jauh dari nilai-nilai budaya lokal. Penilaian ini mungkin
akan selalu muncul jika kita melihat dari sudut pandang keberadaan perumahan elit dengan
daerah atau lingkungan di sekelilingnya. Hal ini kemudian melahirkan istilah gated
community atau komunitas berpagar (Sunyoto, 2014). Sebenarnya terdapat kajian menarik
tentang bagaimana sebenarnya profil dan kegiatan yang ada di dalam suatu perumahan elit itu
sendiri. Bagaimana hubungan sosial individu-individu di dalamnya, bagaimana kegiatan
sosial yang terjadi di dalamnya, dan bagaimana upaya-upaya dalam mengkolaborasikan unsur
globalisasi dengan nilai-nilai budaya lokal. Dengan memahami berbagai unsur tersebut, kita
dapat lebih bijaksana dalam memandang perumahan elit tertentu sebagai sebuah lingkungan
sosial. Terdapat setidaknya tiga parameter yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas
sosial dalam sebuah perumahan elit, yaitu identitas komunal, proses sosial, dan konstruksi
sosial (Sunyoto, 2014) yang berada di dalam lingkungan perumahan elit tersebut. Identitas
komunal berkaitan dengan kultur (budaya) penghuni atau kelompok penghuni dalam
perumahan tersebut, struktur sosial yang terbangun didalamnya, dan kepribadian atau aktor
sosial dibalik terbangunnya sistem sosial dalam sebuah perumahan elit. Proses sosial
berkaitan dengan transformasi sosial yang terjadi dalam lingkup penghuni perumahan elit,
ataupun keterkaitannya dengan masyarakat diluar kompleks perumahan ini. Proses sosial
mencakup interdependence (ketergantungan antar penghuni), figuration (perspektif baru
penghuni mengenai lingkungan perumahannya), habitus (kebiasaan-kebiasaan baru pada
penghuni), dan involvement - detachment (penerimaan atau penolakan dari masyarakat
sekitar). Sedangkan konstruksi sosial berkaitan dengan material and ideational (gagasan
penghuni dalam bertempat tinggal), desire & belief (bagaimana proses pemenuhan kebutuhan
mereka hingga dampak yang terjadi setelahnya), dan perubahan lingkungan (tatanan makro)
yang terjadi di lingkungan perumahan elit. Konsep-konsep tersebut masih terlihat abstrak
kecuali kita bisa masuk ke dalam lingkungan perumahan elit dan mendalami berbagai
informasi di dalamnya. Beberapa perumahan elit di kota-kota besar yang memiliki tradisi
budaya yang kuat dapat menjadi objek yang sangat representatif untuk dikaji ataupun diteliti.
Misalnya di Yogyakarta, perumahan elit menjadi menarik dikaji karena lokasinya yang
berada di pusat kota sehingga bersinggungan dengan budaya lokal yang kental. Yang menjadi
pertanyaan adalah apakah ditengah-tengah “atmosfer mewah” yang ada pada sebuah
perumahan elit terdapat kegiatan sosial, perkumpulan pengikat antar penghuni, ataupun
upaya-upaya dalam mempertahankan budaya lokal. Kegiatan sosial yang “positif” dan respon
terhadap budaya lokal tersebut bila diperhatikan atau diimplementasikan dalam sebuah
perumahan elit sebenarnya dapat mengurangi stigma negatif yang ada di masyarakat non
penghuni perumahan elit dalam memandang keberadaan perumahan elit tersebut. Bahkan hal
ini dapat menambah daya tarik sebuah perumahan elit karena tidak hanya menawarkan
lingkungan yang serba mewah, namun juga lingkungan sosial budaya yang terbangun positif
di dalamnya. Selain itu, ikatan sosial-budaya yang diupayakan dapat menekan rasa
individualistik dan eksklusivisme bagi pihak penghuni perumahan elit.
KESIMPULAN :
Berdasarkan artikel di atas, kita sebagai pembaca sebaiknya bisa memandang secara
bijaksana permuahan elit.Kita bisa lihat dari tiga parameter yaitu identitas komunal, proses
sosial, dan konstruksi sosial.Proses sosial mencangkup interdependence, figuration, habitus
dan involvement detachment sedangkan konstruksi sosial mencangkup material and
ideational, desire and belief, dan perubahan lingkungan
8. Pengolahan Sampah
Artikel Sosial Sabtu, 07/03/2011 - 14:09 WIB Oleh : Zennis Helen,SH* 2807 klik
Ternyata tidak saja penebangan hutan secara liar yang mendatang kan bencana banjir dan
menelan korban jiwa, harta. Akan tetapi pengelolaan sampah yang bencana banjir dan
menelan korban jiwa, harta. Akan tetapi pengelolaan sampah yang tidak ramah lingkungan
juga bisa bendatangkan bencan dan menelan korban jiwa. Kasus yang terjadi di Zona III A
yang masih aktif di TPA Bantar Gebang-Bekasi dapat dijadikan pelajaran. Dalam kasus itu
sebanyak 3 orang pemulung menjadi korban akibat ditimbun oleh tumpukan sampah setinggi
gunung di lokasi TPA itu. Mereka sedang mengais-ngais sampah untuk memenuhi kebutuhan
hidup keluarga. Kasus yang terjadi di Zona III A Bantar Gebang semakin menambah daftar
panjang jumlah korban akibat ditimmbun sampah ini dan sebelumnya pernah terjadi kasus
serupa di TPA Leuwigajah-Bandung yang menewaskan sebanyak 10 orang.
Selama ini pembicaraan yang terkait dengan sampah ketinggalan dan luput dari perhatian.
Penyebab ketertinggalannya dari pergulatan wacana adalah karena pemerintah terlalu
memforkuska penanganan tentang korupsi, kemiskinan, politik, otonomi daerah sehingga
sampah menjadi terlupakan. Artinya, pengelolaannya sampah menjadi barang yang benilai
guna dan ekonomis tidak lagi menjadi konsentrasi perhartian akan sampah akan bangkit
ketika jika terjadi bencana dan mendatangkan korban dan itu pun waktunya sebentar
kemudian hilang ditelan oleh wacana-wacana lain yang lebih aktual.
Peduli Lingkungan
Terjadinya berbagai bencana lingkungan akhir-akhir ini merupakan akumulasi dan dampak
dari sikap dan karakter buruk kita terhadap lingkungan. Kondisi lingkungan hidup yang sehat
tidak lagi menjadi cita-cita dan tujuan bersama. Kita yang menyebabkan lingkungan itu
tercemar. Beberapa sikap dibawah ini bisa menguatkan kan ketidak pedulian kita terhadap
lingkungan. Misalnya, membuang plastik sembarangan, membuang puntung rokok tidak
beraturan, membuang sampah keluarga ke sungai. Pada hal, sampah-sampah yang dibuang
yang dibuang akan berdampak negatif terhadap lingkungan dan akibatnya akan dirasakan
oleh generasi-generasi mendatang.
Dari sisi landasan Yuridis kita sudah mempunyai instrumen hukum yaitu pasal 9UU No.
39/1999 tentang HAM menyebutkan bahwa lingkungan hidup yang bersih dan sehat
merupakan bagian dari hak hidup di samping hak-hak lain yang harus dipenuhi
pemenuhannya. Akan tetapi harapan untuk mendapatkan lingkungan hidup yang bersih dan
sehat itu belum kita wujudkan dalam tindakan konkrit dalam kehidupan baru hanya sebatas
yang tertulis di UU dan dalam wilayah permainan kata-kata (retorika).
Pemerintah selalu pengambil keputusan (decision maker) belum lagi mempunyai konsentrasi
perhatian yang serius dalam mengelola lingkungan khususnya dalam hal pengelolaan
sampah. Buktinya, setiap tahun bangsa ini tertimpa bencana. Bukti ketidakseriusan
pemerintah itu dapat terlihat dari kecilnya anggaran yang dialokasikan untuk pemerintah itu
dapat telihat dari kecilnya anggaran yang dialokasikan untuk penangganan sampah ini.
Menurut data dari bank dunia selama dekade 1990-an, pemerintah hanya mengalokasikan 0,4
% Produk Domestik Bruto (PDB) untuk insfrastruktur umum perkotaan. Dari jumlah itu
hanya 8 persen atu sekitar 0,03 % dari PDB yang dianggarkan untuk penanganan sampah
(Kompas, 16/16/9).
Dari data itu menggambarkan bahwa betapa rendahnya tingkat perhatian pemerintah dalam
hal penanganan sampah ini. Semestinya, sebagai birokrat pemerintahan memberikan
pelayanan terbaik kepada masyarakat dan sesitif terhadap kemungkinan-kemungkinan
terburuk yang akan dihadapi oleh masyarakt. Perlukah reformasi berokrasi? Menurut penulis
perlu sehingga birokrat-biroktar yang ada menjadi pelayan abagi masyarakt dan sensitif
terdahap persoalan masyarakat. Memang mewujudkannya tidak mudah butuh waktu dan
proses yang panjang.
Desain Baru
Kita seharusnya memiliki teknologi pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Kalau tidak
persoalan sampah akan tetap menjadi bumerang bagi masyarakat yang hidup di wilayah
perkotaan. Dapat kita bayangkan setiap keluarga memeliki sampah dan berapa ton sampah
yang dihasilkan dari samph keluarga setiap tahunnya. Apabila tidak diikuti denan niat baik
dan serius dari pihak yang relevan dengan persoalan sampah, dan lingkungan maka rentetan
jumlah korban berikutnya akan menyusul.
Menurut penulis untuk mengatasi persoalan ini paling tidak ada 3 (tiga) usul yang penulis
tawarkan. pertama, mesti ada perangkat UU yang khusus mengatur persoalan sampah, selama
ini hanya diatur lewat peraturan daerah sehingga tidak efektif karena tidak dipayungi oleh
instrumen hukum yang lebih tinggi. Kedua, mesti ada pengelolaan sampah berbasis
masyarakat dengan memberikan pendidikan bagi masyarakat tentang pengelolaan sampah
yang baik dan ramah lingkungan, Ketiga, mesti ada tanggung jawab perusahaan yang
memakai kemasan dari bungkus palstik dalam bentuk materil dan moril dalam memakai
kemasan dari bungkus plastik dalam bentuk materil dan moril dalam memperbaiki keadaan
ligkungan yang tidak sehat ini.
Dan akhirnya setiap kita mestinya peduli terhdap lingkungan dengan merubah sikap dan etika
dan harapan akan kondisi lingkungan yang sehat dan bersih khususnya dalam penanganan
masalah sampah mestinya menjadi cita-cita, tujuan dan harapan berasama tapi kalu tidak
bersiaplah kita untuk menerima korban berkutnya
Substansi :
Pengelolaan sampah yang tidak ramah lingkungan telah beberapa kali mendatangkan bencana
dan menelan korban, namun beritanya jarang sekali dipublikasikan karena dianggap tidak
penting oleh berbagai pihak. Pemerintah bahkan undang undang pun belum kuat untuk
menerapkan peraturan pemberantasan sampah dan kebijakan bagi yang melanggarnya. Maka
dari itu, dibutuhkan kepedulian yang tinggi akan lingkungan dari diri sendiri. Dengan
menetapkan 3 poin penting ini sebagai landasan pemberantasan sampah dan
mengaplikasikannya, pastilah mungkin sampah dapat teratasi dengan baik, yaitu 1. membuat
UU khusus yang mengatur masalah sampah, dimana UU ini harus kuat dan diberlakukan
secara menyeluruh tidak pandang bulu. 2. Pendidikan bagi setiap masyarakat akan sampah
dan pemberantasannya, 3. Bantuan secara materi dan moril dari perusahaan yang memakai
kemasan plastik untuk memperbaiki lingkungan saat ini, 4. Kepedulian masing masing
pribadi akan sampah melalui sikap dan etika kita.
KESIMPULAN :
Sangat miris sekaligus menggelikan mendengar berita, beberapa pemulung tewas akibat
tertimbun sampah. Lalu pertanyaannya adalah siapa yang harus disalahkan? Sampah,
pemulungnya atau pemerintah?
Hingga saat ini saya masih sependapat dengan penulis tersebut, bahwa pemerintah tidak
serius menangani bahkan terkesan tidak tegas, bukan hanya pemerintah kota tetapi juga
pemerintah nasional belum mampu mengatasi masalah sampah. Menunggu terjadi bencana
dahulu, baru dilakukan tindakan. Seharusnya pemerintah harus mulai memutar otak dari
sekarang untuk mengatasi sampah. Bukan hanya tentang sampah ini mau diapakan saja, tetapi
juga berpikir tentang TPA, kebijakan/ undang undangnya, cara pengelolaan dan pekerja, dan
pemulung serta anggaran besar untuk mengatasi sampah tersebut. TPA seyogyanya jauh dari
perumahan penduduk, bahkan dari perumahan dari pemulung tersebut. TPA juga dibagi
jenisnya; sampah yang dapat didaur ulang dan yang tidak serta TPA untuk limbah; sehingga
mempermudah proses dan sistemnya. Undang undang ditetapkan bagi setiap orang dan
lembaga. Setiap orang/ lembaga yang melanggar dikenakan sanksi yang berat, sehingga
merasa kapok untuk mengulanginya. Bila diperlukan pemerintah membentuk suatu pabrik
khusus untuk pengelolaan sampah; tujuannya selain menghasilkan limbah ramah lingkungan
juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Pengelolaan sampah juga harus mulai dibenahi;
menentukan sistem yang tepat untuk mengelola sampah sehingga pada akhirnya
menghasilkan limbah yang ramah lingkungan pula. Sedangkan untuk pekerja dan pemulung,
sebaiknya diberikan gaji yang layak, asuransi kesehatan, dan kemudahan transportasi untuk
mencapai area TPA sehingga dalam penerapan pemberantasan sampah tidak ada yang jatuh
pada sakit penyakit tertentu. Dengan demikian persoalan akan sampah pun dapat teratasi;
setiap area termasuk area pantai yang kini banyak ditemukan sampah, dapat kembali ke
keadaannya semula; asri, sejuk dan indah untuk dipandang. Jika suasana nyaman tersebut
terjadi di seluruh wilayah negara ini, tidak mustahil Indonesia dipandang negara lain bahkan
mengalami peningkatan wisatawan asing.