tugas praktikum 1 partisipatif

35
TUGAS PRAKTIKUM 1 MATA KULIAH PERENCANAAN PARTISIPATIF TSL 565 PERENCANAAN PARTISIPATIF DAN PARADIGMA PEMBANGUNAN OLEH : HENDRICK KASMADIHARJA NRP. A 156140184 PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH

Upload: hendrickkasmadiharjarasoel

Post on 07-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Dosen : Fredian Tony, M.Si

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

TUGAS PRAKTIKUM 1

MATA KULIAH

PERENCANAAN PARTISIPATIF TSL 565

PERENCANAAN PARTISIPATIF DAN PARADIGMA

PEMBANGUNAN

OLEH :

HENDRICK KASMADIHARJANRP. A 156140184

PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH

( KELAS KHUSUS BAPPENAS )

SEKOLAH PASCASARJANA, INSTITUT PERTANIAN BOGOR

TAHUN 2015

Page 2: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

PERENCANAAN PARTISIPATIF DAN PARADIGMA PEMBANGUNAN

Paradigma Pembangungan dan Pergeserannya

D.C Korten dan Sjahrir (2003) dalam tulisannya yang berjudul Pembangunan Berdimensi Kerakyatan mengemukakan bahwa konsep utama dari pembangunan yang berpusat pada rakyat merupakan suatu pendekatan pembangunan yang memandang inisifatif dan kreatifitas rakyat sebagai sumberdaya utama dengan memandang kesejahteraan material dan spiritual sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh suatu proses pembangunan. Salah satu konsep dari paradigma pembangunan yang hingga saat ini masih dipakai adalah paradigma pembangunan yang bersifat konvensional baik itu sosialis maupun kapitalis yang dipandang sebagai suatu konsep pembangunan yang lebih mengutamakan pemusatan kepada produksi (Production Centered Development).

Dalam artikelnya, Korten mengambil contoh kasus pada pertumbuhan pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan produksi di negara-negara dunia ketiga yang terjadi di Filipina. Dimana pertumbuhan produksi yang mempunyai nilai terukur terus digenjot oleh pemerintah Filipina dengan adanya bantuan dari negara-negara maju berupa bantuan modal dan teknologi dengan keyakinan bahwa adanya pertumbuhan produksi yang tinggi, maka secara tak langsung akan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya sebagai sebuah paham yang mereka anut hingga saat ini. Kondisi ini tidak menutup kemungkinan bagi penerapannya diluar negara Filipina, akan tetapi hal ini juga dapat berlaku bagi negara-negara berkembang lainnya. Pembangunan yang ditopang oleh pertumbuhan ekonomi telah meningkatkan taraf kehidupan masyarakat negara yang baru merdeka melalui eksploitasi sumber daya alam yang digunakan untuk kebutuhan industri yang terus berkembang dengan alasan pembangunan. Akan tetapi para perencana tidak menyadari bahwa dengan peningkatan produksi, maka lambat laun kehidupan masyarakat yang dinilai dengan ukuran-ukuran yang telah dibuat oleh para ahli dalam bentuk angka-angka numerik lambat laun akan menimbulkan kemiskinan, pengangguran dan berbagai kesenjangan sosial lainnya. Hingga pada akhirnya, para ahli perencanaan memiliki kesimpulan bahwa pembangunan yang bertumpu pada produksi telah mengenyampingkan peranan masyarakat dalam pembangunan itu sendiri dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Secara prinsipnya, kebutuhan dasar manusia bukan hanya terbatas pada pemenuhan akan sandang, pangan dan papan semata, melainkan juga diperlukan adanya interaksi nilai-nilai sosial yang memperkuat ikatan mereka sebagai makhluk sosial.

Konsep pembangunan dengan pemusatan kepada produksi memiliki tujuan utama pada kepentingan produksi dimana sumberdaya produksi mendapatkan tempat utama dalam sistem pembangunan konvensional sementara perhatian dan pengakomodasian kepentingan masyarakat didalam perencanaan menjadi terabaikan. Sehingga, proses kehidupan menjadi dikuasai oleh sekelompok golongan tertentu yang membatasi akses bagi masyarakat kecil terhadap sumber-sumber daya dan peluang prakarsa dan individu kreatif. Hal ini menjadikan

Page 3: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

sebagian besar masyarakat tidak ikut berperan serta dalam proses pembangunan dan kegiatan pembangunan, sehingga pembangunan menjadi lebih mengarah kepada penghancuran basis sumberdaya alam dan membahayakan ekosistem yanng secara keseluruhan menjadi tempat hidup semua makhluk hidup.

Secara sederhana, Korten (2003) menyatakan bahwa pembangunan yang berpusat pada produksi lebih memusatkan perhatian pada:

1. Pengembangan industri dan bukan pertanian, sementara mayoritas penduduk dunia memiliki sumber mata pencaharian dari pertanian;

2. Pembangunan daerah perkotaan dan bukan daerah pedesaan ; 3. Pemilikan aset produktif terutama sumberdaya secara terpusat, dan

bukan aset produktif yang luas; 4. Investasi-investasi pembangunan yang menguntungkan kelompok

tertentu terutama pemilik modal dan penguasa, bukan masyarakat secara umum;

5. Penggunaan modal yang optimal dan bukan penggunaan sumber daya manusia yang optimal, sehingga sumber daya modal dimanfaatkan sedangkan sumber daya manusia sering diabaikan;

6. Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan untuk mencapai peningkatan kekayaan fisik jangka pendek tanpa pengelolaan untuk menopang dan memperbesar hasil-hasil sumber daya, dengan menimbulkan kehancuran lingkungan dan penguasaan basis sumber daya alami secara cepat;

7. Efisiensi satuan-satuan produksi skala besar yang saling tergantung dan didasarkan pada perbedaan keuntungan internasional, dengan meninggalkan keanekaragaman dan daya adaptasi dari satuan-satuan skala kecil yang diorganisasi guna mencapai swadaya lokal, sehingga menghasilkan perekonomian yang tidak efisien dalam hal energi;

8. Kurang daya adaptasi dan mudah mengalami gangguan yang serius karena kerusakan atau manipulasi politik dalam suatu bagian sistem tersebut.

Konsep pembangunan konvensional yang berpusat pada produksi dan didorong oleh sistem ekonomi terbuka memandang bahwa orang dan lingkungan sebagai objek eksternal sumberdaya produksi dengan biaya sosial yang dibebankan kepada masyarakat umum. Berdasarkan teori perkembangan atau pembangunan suatu Negara hanya dinilai dari indikator dan prasyarat yang telah ditetapkan dan penilaiannya hanya didasarkan kepada sistem capital sehingga konsekwensi dari peningkatan produksi hanya akan dinikmati oleh sebagian orang dimana hasil distribusi sumber daya bukan mengalir kepada masyarakat banyak tetapi justru hanya ke sedikit golongan sehingga mereka yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.

Proses pembangunan yang tidak berkeadilan oleh pembangunan konvensional telah melahirkan berbagai alternatif dan kajian terhadap konsep-konsep perencanaan dengan lebih mengutamakan prinsip-prinsip partisipasi dan keadilan melalui pendefinisian kembali masalah-masalah pembangunan dan reorientasi yang melibatkan lembaga kemasyarakatan dalam pengelolaan

Page 4: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

sumberdaya produksi berupa sumberdaya alam dengan mengembalikan pengawasannya kepada rakyat. Dimana, pembangunan yang berpusat kepada produksi bukanlah suatu pendekatan yang efektif dalam mewujudkan potensi produktif keseluruhan masyarakat sebagai sasaran pembangunan maupun dalam menciptakan suatu sistem produksi yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat itu sendiri.

Melihat kondisi tersebut, maka diperlukan adanya pergeseran paradigma pembangunan alternatif yang berpusat pada rakyat dengan mempertimbangkan prakarsa dan perbedalan lokal dengan pandangan bahwa logika suatu ekologi manusia sebagai suatu yang seimbang dalam akses sumberdaya dengan memandang suatu individu bukan sebagai objek pembangunan, melainkan sebagai subjek/ aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumberdaya dan mengarahkan prosesnya melalui swaorganisasi yang dikembangkan melalui komunitas-komunitas masyarakat. Sehingga pembangunan tidak lagi menempatkan kebutuhan rakyat dibawah kebutuhan produksi melalui desentralisasi penetapan kebijakan yang dikembalikan kepada rakyat dengan cara mengurangi pertanggung jawaban pemimpin lokal terhadap pusat dan lebih menitik beratkan pertanggung jawaban tersebut kepada masyarakatnya.

Tantangan terbesar bagi pembangunan yang berpusat pada rakyat adalah mengubah orientasi birokrasi pembangunan dari pemerintah agar menjadi organisasi yang menghargai dan memperkuat nilai kerakyatan masyarakatnya sebagai warga negara yang harus dilayani. Swadaya lokal sebagai strategi pembangunan meliputi pemberian prioritas kepada penciptaan kondisi-kondisi yang memungkinkan rakyat suatu daerah memenuhi dengan lebih baik kebutuhan mereka sendiri dengan menggunakan sumber daya lokal yang berada dibawah kontrol lokal.

Menurut Diana Conyers (1994) dalam tulisannya “Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga, Suatu Pengantar” menyatakan bahwa perencanaan tingkat lokal akan menjadi lebih efektif bila ada proses desentralisasi implementasi rencana tersebut, dimana masyarakat tersebut juga memiliki kontrol langsung terhadap alokasi anggaran dan sumber daya yang ada. Hal inilah yang disebut sebagai perencanaan partisipatif, dimana pembangunan dicirikan dengan melibatkan berbagai jenis kegiatan yang dibuat guna menaikkan standar hidup serta mengembangkan taraf hidup masyarakat tersebut. Pemilihan bentuk kegiatan dan cara pelaksanaan kegiatan tersebut merefleksikan metode pendekatan tertentu ke arah pembangunan yang secara implisit sudah ada dalam konsep pembangunan masyarakat itu sendiri. Salah satu komponen pendekatan itu ialah adanya penekanan yang diarahkan pada fungsi kemandirian, terutama pada sumber-sumber dan tenaga setempat serta kemampuan organisasi dan manajemen lokal. Lalu adanya penekanan pada penyatuan masyarakat sebagai suatu kesatuan. Selanjutnya adalah adanya keyakinan umum mengenai situasi dan arah perubahan sosial serta masalah-masalah yang ditimbulkannya.

Conyers didalam tulisannya juga menyatakan ada tiga alasan mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat penting dalam perencanaan, yaitu :

Page 5: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

a. Pertama partispasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi kebutuhan dan sikap atau keinginan masyarakat, tanpa kehadiran atau tanpa partisipasi masyarakat program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal, 

b. Alasan kedua adalah bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap poyek tersebut. 

c. Alasan ketiga yang mendorong adanya partisiapsi umum dibanyak negara karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. 

Adapun bentuk-bentuk partisipasi yang dapat dilakukan dalam suatu prose perencanaan meliputi proses survai dan konsultasi lokal, penggunaan petugas lapangan yang terampil, perencanaan yang desentralisasi, pemerintahan yang bersifat lokal komunitas dan pembangunan masyarakat.

Dari dua tulisan tersebut dapat disimpulkan bahwa pelibatan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan merupakan sesuatu yang sangat diperlukan dalam menentukan jenis dan model pembangunan yang akan dilaksanakan pada suatu daerah untuk menghindari adanya penguasaan terhadap sumberdaya oleh golongan tertentu. Dimana hal tersebut akan menimbulkan ketimpangan pembangunan sebagaimana terjadi pada pembangunan konvensional yang berpusat pada produksi (Production Centered Development) dengan sebagain besar masyarakat hanya dijadikan objek pembangunan tanpa dilibatkan dalam proses perencanaannya, sehingga pembangunan yang tumbuh hanya bersifat semu tanpa dirasakan oleh masyarakat sebagai sasaran pembangunan. Dengan demikian sudah semestinya pembangunan konvensiaonal dimana fokus utama adalah peningkatan produksi (Product Centered Development) bergeser kearah paradigma pembangunan alternatif yang berfokus kepada manusia (Man Centered Development) dimana pembangunan lebih diarahkan untuk perbaikan nasib manusia dengan memandang suatu individu sebagai subjek/ aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumberdaya dan mengarahkan prosesnya melalui desentralisasi kebijakan yang menitik beratkan pertanggung jawaban pemimpin lokal kepada masyarakatnya dan tidak lagi sekedar sebagai alat pembangunan.

Perencanaan Partisipatif

Ernan Rustiadi (2014) dalam matakuliah Sistem Perencanaan Wilayah menyatakan bahwa, perencanaan bukan istilah yang dipahami secara sama oleh banyak orang, termasuk juga oleh para profesional perencana, dimana rencana sebagai dasar dari suatu perencanaan merupakan representasi fisik dari sesuatu yang ingin dicapai, metode untuk mengerjakan sesuatu / tahapan-tahapan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu ataupun suatu penataan teratur atas komponen-komponen dari suatu tujuan (menyangkut proses perencanaan). Perencanaan adalah proses, aktivitas yang bertahap untuk mencapai tujuan

Page 6: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

tertentu yang memuat statement-statement berkaitan dengan hal yang ingin dicapai dan tahapan untuk mencapainya. Perencanaan memuat proyeksi-proyeksi statistik, formulasi matematik, ilustrasi diagram sebagai gambaran keterkaitan komponen-komponen (antar kegiatan) perencanaan.

Berkaitan dengan teori perencanaan, salah satu mazhab yang menjadi topik bahasan dalam praktikum kali ini adalah mazhab advokasi berupa perencaan partisipatif yang dikemukakan oleh Paul Davidoff. Davidoff (1965) meyakini bahwa perencanaan untuk masa depan adalah sebagai praktek yang bersifat terbuka terhadap nilai-nilai politik dan sosial yang dapat diuji dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemecahan masalah tentang ketimpangan kesejahteraan serta nilai sosial dalam masyarakat yang selama ini secara teknis tidak dapat dijelaskan, akan tetapi kita dapat mencari solusinya berdasarkan dari perilaku sosial yang ada di masyarakat tersebut.

Abe dalam Wibowo (2009) mengemukakan bahwa perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak langsung). Tujuan dan cara harus dipandang sebagai satu kesatuan. Suatu tujuan untuk kepentingan rakyat dan bila dirumuskan tanpa melibatkan masyarakat, maka akan sulit dipastikan bahwa rumusan akan berpihak pada rakyat.

Norman Long dalam tulisannya “Sosiologi Pembangunan Pedesaan” yang mengambil contoh di India, menyebutkan ada dua keputusan dasar yang telah diubah sebagai langkah untuk menggerakkan pertumbuhan di kawasan pedesaan. Pertama, melalui penghapusan masalah land ordism yaitu tuan-tuan tanah sebagai pemungut pajak yang berada diantara pemerintah dengan penggarap tanah yang menjadi warisan dari kejayaan kolonialisme di India yang harus diperbaiki. Beberapa hal yang dapat dikembangkan dalam mengatasi masalah penguasaan tanah diantaranya adalah dengan cara peningkatan alokasi pada faktor- faktor produksi berupa pengalokasian kembali sumberdaya-sumberdaya produktif yang ada, pemberian bantuan modal dan peralatan pertanian guna mendorong peningkatan daya produksi dan orientasi pasar produk pertanian secara perlahan untuk meningkatkan taraf hidup para petani dan mengurangi ketimpangan sosial para petani dengan penguasa lahan di daerah pedesaan, serta perlu adanya reformasi agraria dengan menyusun kembali struktur sosio ekonomi kawasan pedesaan terhadap kepemilikan sumberdaya lahan.

Keputusan kedua yaitu mengenai keberadaan Program Pembangunan Komunitas melalui peningkatan partisipasi masyarakat untuk berorganisasi dengan memperhatikan faktor-faktor sosial berupa komposisi sosial masyarakat, diferensiasi etnik dan budaya serta kekuatan hubungan pemimpin dengan masyarakat dalam suatu komunitas. Gambaran umum yang tersirat dalam pendekatan ini adalah untuk mengembangkan program-program yang dapat mengarahkan penduduk pedesaan ke arah penggunaan sumber daya manusia dan alam secara lebih baik guna meningkatkan kesejahteraan hidup didaerah pedesaan. Dalam hal ini, partisipasi masyarakat dijadikan sebagai instrumen dalam penyusunan suatu perencanaan pembangunan dengan fokus bahasan

Page 7: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

mengenai pemecahan masalah tentang ketimpangan kesejahteraan serta nilai sosial dalam suatu masyarakat yang sulit dijelaskan untuk mencari solusi berdasarkan perilaku sosial yang ada ditengah masyarakat tersebut. Dimana masyarakat diarahkan untuk ikut berperanserta dalam pengidentifikasian masalah yang tengah berkembang dalam masyarakat melalui bentuk-bentuk partisipasi yang menurut Conyes (1994) dapat dilakukan dalam bentuk proses survai dan konsultasi lokal, penggunaan petugas lapangan yang terampil, perencanaan yang desentralisasi, pemerintahan yang bersifat lokal komunitas dan pembangunan masyarakat. Dengan demikian, perencanaan partisipatif dalam pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses, tahapan-tahapan dan metode-metoda yang digunakan dalam penyusunan suatu rencana dengan memperhatikan faktor-faktor yang berada didalamnya (sumberdaya, ruang dan manusia) dengan melibatkan peran serta atau partisipasi mereka tanpa mengabaikan faktor interaksi sosial yang ada didalamnya terhadap suatu tujuan yang ingin dicapai dari proses pembangunan.

Dari beberapa uraian dan pendapat yang dikemukakan mengenai paradigma pembangunan dan perencanaan partisipatif diatas, dapat diperoleh gambaran bahwa secara teoritis perencanan partisipati dalam konteks pergeseran paradigma pembangunan merupakan upaya merubah cara pandang kita sebagai perencana dalam menyusun suatu perencanaan yang tidak selalu berpatokan tentang keruangan dalam lingkup sumberdaya dalam suatu ruang semata yang seringkali memandang bahwa manusia yang berada didalamnya sebagai objek dari sumberdaya dan perencanaan pembangunan itu sendiri. Dimana manusia dalam suatu perencanaan lebih perlu diperhatikan sebagai subjek/ aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumberdaya dan mengarahkan prosesnya melalui desentralisasi kebijakan yang menitik beratkan pertanggung jawaban pemimpin lokal kepada masyarakatnya dan tidak lagi sekedar sebagai alat dari pembangunan. Manusia sebagai individu juga memiliki interaksi sosial yang harus diperhatikan, karna akan sangat berpengaruh dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan suatu perencanaan pembangunan. Sehingga pembangunan konvensional dimana fokus utama adalah peningkatan produksi (Product Centered Development) sudah saatnya bergeser ke arah paradigma pembangunan alternatif yang berfokus kepada manusia (Man Centered Development) dimana pembangunan lebih diarahkan untuk perbaikan nasib melalui pengembangan potensi-potensi yang dimiliki manusianya.

Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pada dasarnya merupakan suatu bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya dalam keseluruhan proses kegiatan perencanaan yang bersangkutan. Partisipasi masayarakat dalam perencanaan bukanlah mobilisasi masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan adalah kerja sama antara masyarakat dengan perencana, pemerintah dan pihak lain dalam merencanakan, melaksanakan dan membiayai perencanaan proyek atau pembangunan.

Dalam pendekatan partisipasi, peran serta masyarakat tidak hanya terbatas dalam pengertian ikut serta secara fisik, tetapi keterlibatan yang memungkinkan mereka melaksanakan penilaian terhadap masalah dan potensi yang terdapat

Page 8: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

dalam lingkungan sendiri, kemudian menentukan kegiatan yang mereka butuhkan. Keterlibatan masyarakat ini adalah keterlibatan yang mengarah pada tumbuhnya kemampuan-kemampuan mereka untuk lebih berdaya dalam menghadapi tantangan hidup tanpa harus bergantung dengan orang lain. Ketika masyarakat kuat, peran orang luar semakin dikurangi. Itulah sebabnya pendekatan partisipasi disebut juga dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat.

Tahap paling ideal dari partisipasi masyarakat adalah tahap dimana masyarakat selain dapat memilih dan menentukan dengan kemampuannya sendiri terhadap segala bentuk kegiatan yang sesuai dan menentukan apa yang terbaik bagi kesejahteraan hidupnya, masyarakat juga mampu melakukan kontrol terhadap pelaksanaannya. Pada tahap ideal ini, kegiatan direncanakan, dilaksanakan, serta dinilai bersama masyarakat. Dan untuk mendapatkan partisipasi yang baik diperlukan sebuah pendekatan dan teknik-teknik partisipasi yang sesuai dengan karakter masyarakat.

Tujuan dari pendekatan partisipatif adalah adanya perubahan sosial, dimana masyarakat mampu menentukan yang terbaik bagi dirinya. Masyarakat memberikan segenap kemampuannya, baik fisik, pemikiran dan harta untuk kebutuhan memperkuat dan mengembangkan kapasitasnya (capacity building). Dengan demikian, pendekatan partisipatif merupakan bagian dari penguatan civil society.

Untuk mencapai keberhasilan perencanaan, partisipasi masyarakat dalam kegiatan perencanaan sangat diperlukan. Perencanaan yang dilakukan dapat berjalan terus menerus tetapi hasilnya akan sangat berbeda apabila perencaan tersebut didukung dengan partisipasi masyarakat. Partisipasi dalam perencanaan harus dilaksanakan sebagai bagian penting dari perencanaan itu sendiri.

Pierre Lefevre et.al. (2000) dalam tulisannya Comprehensive Participatory Planning and Evaluation (CPPE) menjelaskan bahwa dalam perencanaan partisipatif dan evaluasi secara komprehensif terdapat dua unsur utama yang menjadi dasar dalam penyusunan suatu perencanaan, yang pertama adalah hal-hal yang berkaitan dengan penyusunan perencanaan partisipatif, dan kedua adalah tindakan evaluasi terkait dengan perencanaan partisipatif itu sendiri. Hal ini dimulai dengan penganalisaan dan pengenalan masalah yang terjadi dilapangan, pengorganisasian dan penyusunan model perencanaan melalui asumsi-asumsi dan dilanjutkan dengan penilaian terhadap masalah-masalah, kemungkinan dilakukannya intervensi, dan tujuan dari proses identifikasi masalah.

Didalam penyusunan perencanaan partisipatif secara komprehensif hal pertama yang dilakukan adalah penilaian masalah dengan tahapan-tahapan :

a. Tahapan pertama berupa analisa objektif terhadap nilai-nilai pembobotan untuk mengklasifikasikan tingkat permasalahan. Kemudian dilakukan penyusunan analisa kausal untuk mengidentifikasi permasalahan dan menentukan penyebabnya guna penentuan solusi permasalahan.tahapan ketiga adalah pengumpulan data dari informasi-informasi yang diperoleh untuk merumuskan hipotesis dan

Page 9: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

mengestimasi faktor penting yang menjadi pokok permasalahan.tahapan ke empat adalah penyampaian hasil analisa.

b. Tahapan kedua penyusunan perencanaan adalah proses identifikasi dan pemilihan intervensi melalui formulasi dan rioritas objektif dari intervensi, identifikasi terhadap kebijakan masa lalu, mengidentifikasi kelemahan dan memasukkannya ke dalam model, mengidentifikasi intervensi yang relevan dengan perencanaan dan perumusan bersama terhadap kebijakan yang relevan terkit perencanaan.

c. Tahapan ketiga adalah penyusunan perencanaan melalui penyusunan HIPPOPOC Tabel yang terdiri dari proses, hasil, keluaran dan input dari komponen-komponen perencanaan serta membangun suatu model yang dinamis berdasarkan HIPPOPOC Tabel tersebut.

d. Tahapan ke empat adalah penyusunan sistem pengawasan dan evaluasi terhadap perencanaan, diikuti

e. Tahapan ke lima berupa penyusunan materi proposal perencanaan.

Tahapan kedua dari CPPE adalah evaluasi partisipatif secara komprehensif dengan tahapan berupa :

a. Pemilihan keraktieristik utama dalam proses evaluasib. Tahapan evaluasi, dalam hal ini terdapat fase-fase berupa persiapan,

penyusunan konseptual evaluasi, pembangunan model evaluasi, penyusunan pertanyaan-pertanyaan evaluasi.

c. Pengumpulan data evaluasid. Menganalisa hasil evaluasi

Berdasarkan kedua tahapan diatas, maka tahapan ketiga yang harus dilakukan adalah penyusunan sistem pengawasan dan evaluasi terkait evaluasi perencanaan itu sendiri.

Mahbub Ul Haq (1983) dalam tulisannya mengenai Tujuh Dosa Perencana terkait perencanaan pembangunan menyatakan bahwa, terkadang perencanaan meskipun sudah didukung oleh berbagai kemudahan dan metodologi yang kompeten seringkali diaplikasikan tidak sesuai dengan tujuan awal disusunnya suatu rencana. Hal ini seringkali terjadi dilembaga-lembaga pemerintahan kita saat ini. Beberapa dosa perencana tersebut adalah : (1). permainan angka-angka seperti nilai pertumbuhan ekonomi melalui PDRB dan GNP seperti halnya yang terjadi di Pakistan dimana dalam penyusunan suatu perencanaan hanya menganalisa objek dengan mengeneralisiasi angka-angka pertumbuhan, sementara setiap daerah pada kenyataannya memiliki nilai yang berrbeda-beda. (2). Adanya upaya pengendalian berlebih dalam suatu perencanaan yang mengungkung kebebasan masyarakat melalui kebijakan-kebijakan seperti perekonomian liberal yang menimbulkan ketimpangan dalam masyarakat. (3). Adanya upaya penanaman modal khayalan yang sibuk dengan menghitung tingkat inestasi tanpa menghitung pengaruh suatu investasi terhadap masyarakat dan lingkungan disekitarnya. (4). Adanya mode-mode perencanaan yang cenderung ikut-ikutan tanpa memperhatikan kesesuaian model dengan kondisi wilayah yang menjadi objek pembangunan itu sendiri. (5). Perencanaan yang dipisahkan dari pelaksanaannya yang menimbulkan ketidaksuaian antara apa yang direncanakan dengan apa yang terlaksana dilapangan. (6). Sumberdaya manusia yang diabaikan,

Page 10: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

dimana manusia diangga sebagai objek tidak bergerak pada suatu ruang, padahal secara nyata mereka memiliki nilai-nilaai sosial yang mempengaruhi suatu perencanaan. (7). Pertumbuhan tanpa keadilan yang menciptakan juran-jurang perbedaan ditengah masyarakat dan antar daerah yang semakin lebar karena hanya teerfokus pada angka-angka pertumbuhan tanpa melihat tujuan utama dari pembangunan yang direncanakan itu sendiri.

CPPE sebagai alat dalam dalam penyusunan suatu perencanaan diharapkan mampu menghasilkan suatu rencana pembangunan yang lebih baik dibandingkan dengan rencana-rencana pembangunan sebelumnya. Karena, dalam penyusunan rencananya telah menggunakan metodologi perencanaan yang mempunyai tahapan-tahapan penyusunan perencanaan sebagaimana yang telah dirumuskan diatas serta mekanisme penyusunannya yang berazaskan partisipatif dengan melibatkan semua stakeholder dalam penyusunan suatu rencana pembangunan. Selain menyusun suatu rencana, CPPE juga sekaligus dirancang untuk menyusun suatu model dalam melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan perencanaan. Sehingga, diharapkan mampu memberikan input baru sebagai perbaikan bagi penyusunan perencanaan pada tahun berikutnya. Hal inilah yang menjadikan CPPE sebagai alat perumusan bagi penyusunan perencanaan partisipatif dan evaluasi komprehensif dalam perencanaan pembangunan.

Melalui CPPE juga diharapkan dapat memperhatikan kesalahan-kesalaha terkait perencanaan dimasa lalu dengan memperhatikan tujuan utama dari penyusunan suatu perencanaan guna menghindari terjadinya ketimpangan-ketimpangan baru yang akan memperbesar dosa perencana terhadap pembangunan dimasa datang.

Page 11: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

Studi Kasus

“Perencanaan Pembangunan Wilayah Berbasis Perikanan Tangkap secara Terpadu di Kecamatan Tanjung Mutiara, Kabupaten Agam, Propinsi

Sumatera Barat

Oleh : DEVI MILASARI

Skripsi, Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultass Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 2004

ABSTRAK

Kecamatan Tanjung Mutiara secara geografis terletak pada posisi 99047' BT - 0013'LS sampai 10001'BT - 0025'LS dengan luas wilayah 234,74 km2. Terdapat 7 desa dari 13 desa yang terletak di garis pantai sepanjang 43 Km. Luas lautan 275,2 km2 termasuk di dalamnya dua buah pulau kecil yaitu Pulau Tengah dan Pulau Ujung.

Pembangunan perikanan tangkap di Kecamatan Tanjung Mutiara membutuhkan sebuah perencanaan secara terpadu agar terjamin keberlanjutan dan kebersinambungan dengan sektor lain di wilayah pesisir. Perencanaan pembangunan perikanan tangkap dimulai dari menentukan peranan, komponen-komponen dan berakhir dengan menghasilkan kebijakan pembangunan perikanan tangkap.

Perikanan tangkap di Kecamatan Tanjung Mutiara berperan dalam meningkatkan pendapatan daerah dan memberikan kesempatan pekerjaan bagi masyarakat. Komponen-komponen perikanan tangkap terdiri dari unit sumberdaya dan lingkungan, unit penangkapan, sarana dan prasarana, unit pengolahan, unit pemasaran dan unit pembinaan. Peranan dan komponen perikanan tangkap di Kecamatan Tanjung Mutiara dapat ditingkatkan dengan merumuskan kebijakan yang tepat. Kebijakan yang dihasilkan berdasarkan analisis SWOT adalah (1) Penyediaan data yang akurat; (2) Pembuatan peta tata ruang pembangunan perikanan tangkap; (3) Peningkatan sumberdaya manusia baik aparatur maupun nelayan; (4) Pengembangan prasarana dan sarana pelabuhan; (5) Penegakan sistem monitor dan evaluasi; (6) Pengembangan pemasaran yang terpadu dan pengembangan penanganan dan pengolahan yang ramah lingkungan; (7) Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya perikanan teritorial dengan meningkatkan teknologi penangkapan jaring insang: (8) Mengembangkan sistem hukum wilayah pesisir, penguatan lembaga baik formal dan informal, penutupan daerah penangkapan di dalam wilayah 3 mil yang sudah mengalami over’ fishing serta penanaman hutan mangrove dan terumbu karang.

Page 12: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangBergulirnya Otonomi Daerah merupakan tantangan dan harapan bagi

daerah untuk dapat membangun dan men selola wilayahnya. UU Nomor 22/1999 tentang otonomi daerah menerangkan bahwa pemerintah di daerah telah diberikan wewenang oleh pemerintah pusat secara lebih luas dalam menata pembangunan dan pemerintahan.

Salah satu tantangan yang dihadapi pemerintah daerah adalah masalah keuangan yaitu bagamana membiayai kegiatan pembangunan di daerah karena kucuran dana yang berasal dari pusat semakin terbatas. Oleh karena itu, upaya dan kejelian pemerintah daerah untuk melirik sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat diperlukan agar program otonomi daerah dapat dilaksanakan secara efektif. Salah satu potensi yang menjadi sumber PAD adalah perikanan tangkap.

Kecamatan Tanjung Mutiara merupakan satu-satunya kecamatan di wilayah yang memiliki potensi dan menitikberatkan pembangunannya pada sektor perikanan tangkap. Daerah ini secara geografis terletak di wilayah pesisir berbatasan dengan Samudera Hindia dan mempunyai garis pantai sepanjang 43 km serta luas lautan ± 275,2 km2. Wilayah pesisir ini menyimpan berbagai sumberdaya alam hayati dan non hayati (Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Again, 2001).

Potensi perikanan pantai barat laut Sumatera Barat termasuk perairan pantai Kecamatan Tanjung Mutiara adalah sebesar 538.457 ton/tahun. Jumlah nelayan karena lebih sebesar l4% dari jumlah penduduk di Kecamatan Tanjung Mutiara.

Sedangkan dan data yang ada tingkat pemanfaatannya mencapai 70% (JTB) terhadap potensi Lestari Sumberdaya Ikan Laut. Hal ini menjadikan perikanan tangkap merupakan sumber utama dalam memenuhi konsumsi ikan taut (Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Again, 2001)

Kecamatan Tanjung Mutiara memerlukan perencanaan secara terpadu untuk pembangunan wilayah dengan memanfaatkan potensi perikanan tangkap. Perencanaan yang sukses haruslah terpadu yaitu seimbang dari dua atau lebih sektor.

Perencanaan terpadu diharapkan dapat menjamin keberlanjutan dati pengoptimalan pola pembangunan. Sehingga dengan dibangunnya perikanan tangkap sebagai sektor andalan di wilayah pesisir Kecamatan Tanjung Mutira dapat memperlancar pembangunan sektor yang Iain.

Kecamatan ini mempunyai pelabuhan tipe D yaitu Pangkalan Pendaratan Ikan Tiku, yang tidak memiliki dermaga dan kolain perikanan. Di Kecamatan Tanjung Mutiara, selain pangkalan pendaratan ikan pemerintah pusat telah membangun sarana untuk menunjang kegiatan perikanan tangkap diantaranya tempat pelelangan ikan, cold storage, koperasi, pos keamanan taut. Adapun alat tangkap yang ada di wilayah tersebut antara lain bagan, payang, trammel net,

Page 13: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

pukat pantai dan pancing. Wilayah ini mempunyai dua pulau, habitat terumbu karang dan mangrove.

Perikanan tangkap di wilayah ini mempunyai beberapa permasalahan ditinjau dari segi fisik, lingkungan, sosial, politik, budaya dan ekonomi. Permasalahan dari kondisi fisik diantaranya adalah pelabuhan dan fasilitas di dalamnya seperti cold storage tempat pelelangan ikan dan pos keamanan laut tidak berfungsi dengan baik. Pantai di kawasan pelabuhan mengalami sedimentasi sehingga keberadaan dermaga sebagai tempat bersandamya kapal yang terletak di tepi pantai menjadi tidak berfungsi. Hal ini menyebabkan kapal berlabuh di laut yang beijarak kurang lebih 200 meter dari garis pantai dan mengakibatkan banyak kapal yang tenggelam karena terjangan ombak setiap tahun.

Nelayan merasa dirugikan karena penurunan hasil tangkapan yang disebabkan oleh aktivitas. kapal trawl dari daerah lain yang melakukan penangkapan di perairan Kecamatan Tanjung Mutiara. Keberadaan pencuri ikan yang dilakukan oleh nelayan asing dan aktivitas penangkapan dengan mengunakan bom yang diduga dilakukan oleh nelayan di luar daerah setempat juga menjadi permasalahan perikanan di wilayah Kecamatan Tanjung Mutiara. Oleh karena itu stakeholders khususnya nelayan membutuhkan kapal patroli untuk menjaga keamanan di taut dari aktivitas penangkapan yang merugikan. Selain itu keberadaan kapal patroli ini juga dibutuhkan dalam mengantisipasi terjadinya kecelakaan di laut.

Kondisi lingkungan di wilayah pesisir mengalaini penurunan diantaranya rusaknya terumbu karang. penebangan mangrove secara liar dan terjadi sedimentasi dan abrasi disepanjang pantai. Potensi ikan pelagis kecil diduga mengalami penurunan sehingga mengakibatkan banyaknya keluhan nelayan akibat hasil tangkapan berkurang dan ukuran hasil tangkapan semakin kecil. Keberadaan pabrik sawit pada tahun belakangan ini membuat nelayan khawatir karena limbah dari olahan sawit yang mengalir kelaut dapat mencemarkan lingkungan.

Kondisi sosial masyarakat nelayan masih di bawah garis kemiskinan. Hal ini mengindikasikan bahwa perikanan tangkap belum dapat mensejahterakan nelayan. Rata-rata nelayan tersebut hanya mengandalkan profesinya sebagai nelayan sehingga apabila musim paceklik tiba mereka tidak mempunyai profesi lain yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Peran serta nelayan dalam mengelola wilayah pesisir belum optimal karena kebijakan perikanan tangkap tidak dibentuk dari aspirasi nelayan.

Koperasi tidak berfungsi sehingga bantuan pennodalan kepada nelayan belum terkelola dengan baik. Lembaga keuangan yang lain pun belum ada untuk mendukung sektor perikanan. Keberadaan lembaga tersebut perlu diperhatikan karena akan membantu nelayan dalam pemanfaatan perikanan tangkap.

Jika kondlsi tersebut dibiarkan berlarut-larut akan mengancam usaha perikanan di masa yang akan datang. Oleh karena itu dibutuhkan suatu perencanaan terpadu untuk dapat memecahkan masalah tersebut dan membangun perikanan tangkap di Kecamatan Tanjung Mutiara. Pentingnya perencanaan terpadu adalah untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang

Page 14: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

berkelanjutan dan terpadu dengan sektor lain yang berada di wilayah pesisir. Perencanaan terpadu diperlukan agar perikanan tangkap dapat menunjang sektor lainnya dan diharapkan menjadi leading sector untuk wilayah Kecamatan Tanjung Mutiara. Oleh karcna itu perlu dilakukan penelitian untuk menyusun sebuah perencanaan pembangunan wilayah berbasis perikanan tangkap secara terpadu di Kecamatan Tanjung Mutiara.

1.2. Tujuan Penelitian(1) Menentukan peranan sektor perikanan tangkap di wilayah

Kecamatan Tanjung Mutiara;(2) Menentukan komponen-komponen perikanan tangkap di wilayah

Kecamatan Tanjung Mutiara; dan(3) Merumuskan kebijakan untuk mengembangkan sektor perikanan

tangkap secara terpadu di wilayah Kecamatan Tanjung Mutiara.

1.3. Manfaat PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai acuan dalam

menentukan prioritas dan perencanaan terpadu bagi masyarakat dan pemerintah daerah setempat untuk membangun perikanan tangkap di wilayah Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan TempatPenelitian di lapang dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2002

bertempat di Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat.

Metode Penelitian dan Pengumpulan DataPenelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode survei. Data yang

dikumpulkan bersifat kuantitatif dan kualitatif yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer mengenai komponen-komponen perikanan tangkap baik dari kondisi fisik, aktivitas maupun pengelolaannya yang dikumpulkan dengan metode observasi, wawancara dan pengisian kuesioner. Observasi dilakukan terhadap komponen- komponen perikanan tangkap dari segi kondisi fisik, kapasitas, ukuran, pemanfaatan dan pengelolaanya. Wawancara ditujukan kepada stakeholder sektor perikanan tangkap, diantaranya Dinas Perikanan, pengelola pelabuhan, nelayan dan masyarakat yang terlibat. Pengisian kuesioner hanya ditujukan kepada nelayan.

Data sekunder diperolch melalui studi pustaka berupa laporan, arsip dan dokumen di lingkungan kampus IPB, Dinas Perikanan Kabupaten Agam, Badan Perencanaan dan Pembangunan Wilayah Kabupaten Agam, Badan Pusat Statistik Kabupaten Agam dan Pemerintahan Daerah Kecamatan Tanjung Mutiara. Secara lengkap data tersebut disajikan pada Tabel 1.

Page 15: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

Tujuan Metodeanalisis

Data yang diperlukan Sumber data

Menganalisis komponen-kompo nen perikanan tangkap

Deskriptif PrimerI .Unit peiikananSarana perikananPelabuhanPemasaranPengolahanPembinaan7.Lingkungan

SekunderI . Jumlah kapalJumlah nelayanJumlah alat tangkap4. Jenis spesies5. Jumlah konsumsi ikanPrasarana pelBbuhanUnit pens lahanUnit pemasaranTeknologiPembinaanCialangan kapal

Nelayan, dinas, observantNelayan, dinas, observasi Nelayan, dinas, pelabuhanNelayan, dinas, observasiNelayan, dinas, observant Nelayan, dinas, observasi Nelayan, dinas, observasi

Dinas Perikanan Dinas Perikanan Dinas Perikanan Dinas Perikanan Dinas Perikanan Dinas Perikanan Dinas Peru:ananDinas PerikananDinas Pe.rikananDinas Penkanan Dinas Perikanan

Menentukan peranan sekor pcrikanan tangkap

MetodeLoca tion Quo tien

Sekunder :Pendapatan total wilayahPendapatan rata-rata sektor perikanan tangkap tingkat kabupatenPendapatan total kabupatenJumlah tenaga kerja sektor perik:anantingkat wi1ayahJumlah tenaga kerja total wilayahJumlah tenaga kerja sektor peril:anantangkap tin%at kabupatenJumlah tenaga kerja totalkabupaten

Badan Pusat SatistikDinas Perikanan

Badan Pusat SatistikDinas Perikanan Agam

Badan Pusat SatistikDinas Perikanan

Badan Pusat Statistik Agam

Merumus kan kebijakanperencanaan pembangu nan

Analisis SWOT

PrimerI . Wawancara dengan pemerintahsetempat2. Wawancara dengan masyarakat

Sekunder :1. RUTR2. Peraturan yang pernah dikeluarkan3. Kebijakan yang ada4. Renstra Kabupaten Again

Dinas PerikananMasyarakatPelabuhan

BappedaDinas PerikananDinas PerikananBappeda

Tabel 1. Metode penelitian dan pengumpulan data 

Pengambilan sampcl dilakukan dengan metode purposive sampling atau pemilihan responden dengan sengaja (tidak secara acak) dan dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuisoner. Adapun cara pengambilan sampel ini adalah dengan meniilih 5subb kelompok dari populasi yang sedemikian rupa sehingga sampel yang dipilih mempunyai sifat yang mewakili dengan sifat-sifat populasi berdasarkan pengalaman atau kriteria lain. (Singarimbun 1989 dalam Rahmawati, 2001).

Page 16: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

Pengambilan sampel dilakukan terhadap nelayan di Kecamatan Tanjung Mutiara dan pemilik kapal yang dianggap memiliki sifat-sifat dari keseluruhan nelayan di Kecamatan Tanjung Mutiara, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Agam,pedagang, pihak pelabuhan peri kanan serta pihak terkait lainnya.

Metode Analisis DataData yang dikumpulkan kemudian dianalisis untuk menentukan peranan

perikanan dalam pembangunan wilayah Kecamatan Tanjung Mutiara. Data yang terkumpul kemudian dianal isis komponen-komponen perikanan tangkap yang ada di Kecamatan Tanjung Mutiara dan pengembangannya dengan mengacu pada indikator penting dalam pengembangan perikanan tangkap. Tahap selanjutnya dirumuskan suatu perencanaan perikanan tangkap yang matang untuk dapat dihasilkan suata kebijakan pengembangan sektor perikanan tangkap sehingga dicapai pembangunan perikanan tangkap terpadu di wilayah Kecamatan Tanjung Mutiara.

1. Analisis deskriptifAnalisis deskriptif ini digunakan untuk menganalisis komponen -

komponen perikanan tangkap dan bagaimana perencanaannya untuk membangun perikanan tangkap di Kecamatan Tanjung Mutiara. Analisis deskriptif digunakan sekaligns untuk menjawab permasalahan penkanan tangkap yang ada di Kecamatan Tanjung Mutiara dalam aspek sosial ekonomi dan lingkungan. Komponen-lcomponen perikanan tangkap di Kecamatan Tanjung Mutiara yang dianalisis antara lain:

a. Sarana dan prasarana perikanan;b. Sumberdaya ikan dan lingkungan:c. Unit penangkapan;d. Pengolahan. e. Distribusi dan pemasaran; danf. Kelembagaan (unit pembinaan dan kebijakan).Pendeskrlpsian ini dilakukan melalui data tabulasi dan analisis

secara ilmiah berdasarkan pada studi pustaka (Nasir, 1998). Pendeskripsian juga dapat menjawab permasalahan, jenis dan knantitas, manajemen komponen perikanan tangkap dan pengembangan sistim agribisnis perikanan tangkap di Kecamatan Tanjung Mutiara. Adapun hal yang dideskripsikan mengenai pembangunan sistim agribisnis perikanan tangkap antara lain:

(1) Bagaimana optimalisasi tingkat penangkapan;(2) Penanganau dan pengolahan hasil perikanan,(3) Transportasi dan pemasaran hasil perikanan;(4) Pengembangan prasarana dan sarana;(5) Hubungan sistim perikanan tangkap; dan(6) Sistim usaha kemitraan perikanan secara terpadu dan saling

menguntungkan.

Page 17: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

2. Analisis Location QuotientAnalisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengetahui kondisi

awal perikanan tangkap sehingga dapat ditentukan bagaimana mengarahkan pembangunan selanjutnya. Lebih jelasnya digunakan untuk mengetahui besamya peranan perikanan tangkap dalam menunjang pembangunan wilayah di Kecamatan Tanjung Mutiara.

Peranan tersebut berupa besarnya sumbangan perikanan tangkap terhadap pembangunan wilayah, dimana dalam metode ini sumbangan tersebut berupa kemampuan perikanan tangkap dalam penyerapan tenaga kerja. Besar kecilnya peranan perikanan tangkap dilihat dari apakah perikanan merupakan sektor basis atau non basis.

Hoover (1975) dalam Tanasale (1993) menyatakan bahwa sektor basis adalah sektor yang pertumbuhannya akan mendorc›ng dan menentukan pembangunan wilayah secara keseluruhan. Sektor non basis adalah sektor yang pertumbuhannya hanva merupakan akibat dan pembangunan wilayah secara keseluruhan. Jika nilai LQ kurang dari satu maka perikanan tangkap bukan merupakan sektGr hasis. Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan yang terpadu dengan sektor lainnya untuk menjadikan sektor perikanan menjadi sektor basis karena wilayah tersebut memiliki potensi perikanan tangkap. Jika nilai LQ lebih besar atau sama dengan satu maka perikanan tangkap merupakan

sektor basis di wilayah tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu pengembangan lebih lanjut untuk membangun perikanan tangkap di Kecamatan Tanjung Mutiara. Adapun pembangunan perikanan tangkap tetap harus memperhatikan sektor di wilayah pesisir Kecamatan Tanjung Mutiara dan dapat mengembangkan sektor tersebut sehingga menjadikan sektor perikanan sebagai leading scctor.

Metode LQ merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah terhadap tenaga kerja total wilayah pangsa relatif tenaga kerja total wilayah dengan pangsa relatif tenaga kerja pada tingkat nasional terhadap tenaga kerja nasional. Hal tersebut secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut (Budiharsono 2000)

3. Analisis Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT)Perencanaan pembangunan wilayah herbasis perikanan tangkap secara

terpadu di Kecamatan Tanjung Mutiara dapat dirumuskan melalui analisis SWOT. Hasil analisls SWOT dapat digunakan untuk menetapkan suatu kebijakan pengeinbangan perikanan tangkap di wilayah Kecamatan Tanjung Mutiara dalam jangka pendek. Analisis ini dapat menjawab permasalahan perikanan tangkap dan

Page 18: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

menghindari permasalahan baru. Pada gilirannya pembangunan terpadu dapat meningkatkan produksi ikan, konsumsi ikan, pemasaran hasil perikanan, pendapatan nelayan, memperluas lapangan kerja. memberikan dukungan terhadap pembangunan bidang industri. tanpa melupakan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan ash daerah.

Analisis SWOT adalah ideritifikasi secara sistimatik antara kekuatan dan kelemahan dari faktor internal (seperti keadaan sumberdaya, lingkungan, operational dan pemasaran) serta kesempatan dan ancaman dari faktoT ék5temal (seperti analisis pasar, masyarakat, pemerintah, sektor lain di wilayah pesisir dan kelembagaan) yang dihadapi suatu sektor. Analisis SWOT umumnya memiliki kelebihan yakni sederhana, fleksibel, menyeluruh, menyamkan, mengkolaborasi dan menghasilkan perencanaan terpadu. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor di dalam dan di luar komponen atau sistem perikanan secara sistimatis untuk merumuskan strategi perencanaan terpadu. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksiirialkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat ineminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan tiijuan. strategi dan kebijakan pemerintah.

Tujuan pembangunan perencanaan perikanan tangkap adalah untuk meningkatkan produksi ikan, konsumsi ikan, pemasaran hasil perikanan, pendapatan nelayan, inemperluas lapangan kerja, memberikan dukungan terhadap pembangunan bidang industri tanpa melupakan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan serta memperhatikan sektor lain di wilayah pesisir Kecamatan Tanjung Mutiara. Dengan demiklan strategi perencanaan terpadu harus menganalisis faktor-faktor strategi perikanan tangkap (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat inI atau disebut dengan analisis situasi.

Faktor-faktor SWOT ini didapatkan dari analisis deskriptif, analisis LQ dan kebijakan yang ada. Semua faktor tersebut diasumsikan berpengaruh terhadap perencanaan perikanan tangkap terpadu, dengan tidak menutup kemiungkinan ada faktor-faktor SWOT lain yang berpengaruh dan tidak atau belum teramati oleh penelitl. Kemudian dibuat suatu alternatif strategi pengembangan. Pemilihan alternatif strategi diberi bobot sebagai berikut:

5 - sangat penting4 - penting3 - cukup penting Faktor-faktor diatas2 - tidak penting1 - sangat tidak pentingFaktor-faktor diatas kemiidian disusun dalam bentuk matrik SWOT

(Kiriner dan Taylor 1983 dalam Purba, 1997). Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) yang dihadapi dapat disesualkan dengan kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses) yang dimiliki(Tabel 2).

Page 19: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

Internal EkstemalStrengths (S) Tentukan faktor-faktor kekuatan internalWeakness (W) Tentukan faktor-faktor kelemahan internal

Opportunities (O)Tentukan peluang eksternal

I. Strategi SOCiptakan sliategi yang menggunakan kekuatan un- tuk memanfaatkan peluang

ID. Strategi WOCiptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkanluang

Threats (T)Tentukan ancaman eksternaJ

D. Strategi STCiptakan strategi yanu menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

IV. Strategi WTCiptakan 5trategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

Tabel 2. Matrik SWOT

Matrik SWOT merupakan suatu matching tool yang penting untuk membantu para pengambil keputusan mengembangkan tipe-tipe strategi, antara lain adalah strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT. Bagian yang paling sulit dalam menyusun dan mengembangkan matrik SWOT ini adalah mencocokkan antara faktor eksternal dan internal untuk menghasilkan strategi SO, WO, ST dan WT. Sehingga didapatkan altematif pilihan strategi perencanaan pembangunan perikanan tangkap secara terpadu di Kecamatan Tanjung Mutiara (Rangkuti, 2001).

1. Strategi SO; Merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perikanan tangkap memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus ditetapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif

2. Strategi ST; Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perikanan tangkap masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produksi/pemasaran)

3. Strategi WO; Wilayah inenghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perencanaan adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. Misalnya dengan peninjauan kembali teknologi yang dipergunakan dengan cara menawarkan produk-produk pengolahan.

4. Strategi WT; Merupakan sitiiasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Strategi yang digunakan adalah strategi defensif.

Pada proses penyusunannya dilakukan melalui pendekatan-pendekatan sebagai berikut (Bappeda Propinsi Jawa Barat dan PKSPL. 2001): (1) Pendekatan pelaku; yang mengutamakan fungsi dan peran pelaku

Page 20: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

pembangunan dalam perikanan tangkap (pemberdayaan kemampuan para pelaku); (2) Pendekatan substantif, perhatian utama adalah permasalahan perikanan tangkap; (3) Pendekatan proses; yang dipandang sebagai upaya untuk membangun kesadaran, pemahaman dan kemampuan para pelaku pembangunan(4) Pendekatan implementatif, yang menekankan agar setiap pemikiran hendaknya didasarkan pada kemampuan untuk mengimpleinentasikannya

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulanPerikanan tangkap di Kecamatan Tanjung Mutiara berperan untuk meningkatkan pendapatan daerah dan mensejahterakan masyarakat pesisir khususnya nelayan. Peningkatan pendapatan diperoleh melalui peningkatan konsumsi ikan perkapita, yaitu sebesar Rp. 223.700.000,-. Perikanan tangkap juga mampu menyediaikan kesempatan kerja khususnya untuk masyarakat wilayah pesisir. Komponen-komponen perikanan tangkap yang menjadi perhatian pembangunan terdiri dari:

a. Sarana dan prasarana terdiri dari pelabuhan, teiiipat pelelangan ikan, cold storage, syahbandar, pos keamanan laut dan galangan. Sarana dan prasarana tersebut tidak beroperasi secara optimal.

b. Sumberdaya ikan dan lingkungan mengalami cub fishing dan kerusakan sehingga mengakibatkan penurunan produksi perikanan.

c. Unit penangkapan seperti nelayan, kapal dan alat tangkap berfluktuasi dengan kecenderungan terjadi penurunan setiap tahun.

d. Pengolahan masih dilakukan dengan can tradisional seperti penggaraman danpengeringan sedangkan penanganan diatas kapal tidak menggunakan es karena nelayan melakukan one dciy fi.slung.

e. Unit pemasaran terdiri dari nelayan, pengumpul, grosir dan konsumenf. Kelembagaan terdiri dari Dinas Peternakan Perikanan dan

Kelautan, Balai penyuluhan pertanian dan LSM.Peranan perikanan tangkap di wilayah Kecamatan Tanjung

Mutiara dapat ditingkatkan melalui perencanaan pembangunan wilayah berbasis perikanan secara yang dikelompokkan menjadi 8, yaitu :

1. Penyediaan data yang akurat terpadu yang diperoleh melalui analisis SWOT dan didapatkan 13 rencana strategis

2. Pembuatan peta tata ruang pembangunan perikanan tangkap 3. Peningkatan sumberdaya manusia baik aparatur maupun nelayan4. Pengembangan prasarana dan sarana pelabuhan 5. Penegakan sistem monitor dan evaluasi 6. Pengembangan pemasaran yang terpadu7. Pengembangan proses penanganan dan pengolahan yang ramah

lingkungan dengan meningkatkan pemanfaatan sumberdaya perikanan teritorial dengan meningkatan teknologi penangkapan jaring insang.

8. Mengembangkan sistem hukum wilayah pesisir

Page 21: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

Penguatan lembaga baik lembaga formal maupun informal untuk pengelolaan perikanan tangkap. Penutupan daerah penangkapan dibawah 3 mil dari pantai yang sudah overfishing serta penanaman hutan mangrove dan perbaikan terumbu karang

SaranPerlu penelitian lebih mendalam pada setiap komponen perikanan tangkap

untuk mendapatkan data dalam rangka pengembangan sektor perikanan tangkap di Kecamatan Tanjung Mutiara. Perlu penelitian lebih lanjut pada setiap sektor guna tercapainya pembangunan terpadu di wilayah pesisir Kecamatan Tanjung Mutiara.

PEMBAHASAN STUDI KASUS

Berdasarkan pembahasan pada materi praktikum yang berjudul perencanaan partisipatif dan paradigma pembangunan yang apabila dikaitkan dengan studi kasus yang terjadi dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah Berbasis Perikanan Tangkap secara Terpadu di Kecamatan Tanjung Mutiara, Kabupaten Agam, Propinsi Sumatera Barat. Maka secara garis besar dapat dilihat bahwa dalam penyusunan perencanaan telah melibatkan berbagai stakeholder mulai dari nelayan hingga pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan pengembangan suatu wilayah. Dimana dalam proses penyusunannya, berbagai permasalahan terlebih dahulu diidentifikasi, dianalisa dan kemudian dirumuskan suatu model perencanaan terkait dengan kebutuhan bagi arahan penyusunan perencanaan pengembangan perikanan di Kabupaten Agam.

Akan tetapi dalam penyusunannya terdapat ada kekurangan berdasarkan metodologi CPPE (Comprehensive Participatory Planning and Evaluation) yang dipelajari, dimana penyusunan perencanaan telah memperlihatkan adanya tahapan penyusunan perencanaan yang partisipatif dan memiliki sistem monitoring dan evaluasi komprehensif terhadap perencanaan itu sendiri. Akan tetapi, perencanaan ini masih kurang bersifat Man Center Development karna lebih berfokus pada peningkatan produksi (Production Center Development) yang memerlukan pergeseran paradigma dalam perencanaan pembangunan. Hal ini tentunya akan menjadikan sebuah perencanaan hanya sebagai perencanaan dengan masyarakat nelayan sebagai objek perencanaan, dan bukan subjek perencanaan pembangun didaerah tersebut.

Page 22: Tugas Praktikum 1 Partisipatif

SUMBER REFERENSI

David C Korten dan Sjahrir (Penyunting). 1988. Pembangunan Berdimensi Kerakyatan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. (Hal 261-272 dan 373-388)

Davidoff, Paul. (1965). “Advocacy and Pluralism in Planning”, http://www.scoop.it/t/urban-landscape-science-practice-and-design/p/ 3994841376/advocacy-and-pluralism-in-planning-paul-davidoff-pages-331-338, Journal of the American Institute of Planners, (Hal 331-338).

Diana Conyers. 1994. Perencanaan Sosial Di Dunia Ketiga Suatu Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press (Hal 153-184)

Norman Long (1987) “Sosiologi Pembangunan Pedesaan.” Jakarta: PT. Bina Aksara (Hal 198-253)

Haq, Mahbub Ul. 1983. Tirai Kemiskinan, Tantangan-Tantangan untuk Dunia Ketiga. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Milasari, D. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah Berbasis Perikanan Tangkap secara Terpadu di Kecamaan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat. IPB. Bogor.

Pierre Lefevre et.al. 2000. Comprehensive Participatory Planning and Evaluation. Antwerp: Nutrition Unit Tropical Medicine Nationalestraat Belgium (pp 1-25)

Rustiadi, Ernan dan Andrea Emma Pravitasari (2014). Sistem-sistem Perencanaan Wilayah Di Indonesia, Matakuliah Sistem Perencanaan Wilayah. Sekolah Pasca Sarjana, Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Institut Pertanian Bogor.

Wibowo A.H. 2009. Analisis Perencanaan Partisipasipatif (Studi Kasus Di Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang. Thesis Magister Administrasi Publik Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.