tugas patof

23
BAB I TINJAUAN PUSTAKA Definisi Pneumoni merupakan infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang mengenai parenkim paru (Alveolus dan jaringan interstial). Pada anak penyakit pneumoni di bedakan menjadi 3 : 1) Pneumoni lobaris 2) Pneumoni interstial (bonkitis) 3) Pneumoni lobularis (bronkopneumoni) Penyakit-penyakit ini salah satu penyakit yang bisa menyebabkan kematian utama pada balita dan diperkiran pneumoni sendiri banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan. Bronkopneumoni atau pneumoni lobaris adalah peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir biasaya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) seperti terlihat pada gambar, yang sering menimpa anak-anak dan balita disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Beberapa factor yang dapat meningkatkan resio untuk terjadinya dan beraatnya pneumonia antara lain adalah defek anatomi bawaan, deficit imunologi, polusi, aspirasi, GER, dll. Klasifikasi 1

Upload: chchchchk

Post on 07-Dec-2015

227 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hihihih

TRANSCRIPT

Page 1: tugas Patof

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pneumoni merupakan infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang mengenai parenkim paru

(Alveolus dan jaringan interstial). Pada anak penyakit pneumoni di bedakan menjadi 3 :

1) Pneumoni lobaris

2) Pneumoni interstial (bonkitis)

3) Pneumoni lobularis (bronkopneumoni)

Penyakit-penyakit ini salah satu penyakit yang bisa menyebabkan kematian utama pada balita

dan diperkiran pneumoni sendiri banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan.

Bronkopneumoni atau pneumoni lobaris adalah peradangan pada parenkim paru yang

terlokalisir biasaya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya berupa

distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) seperti terlihat pada gambar, yang

sering menimpa anak-anak dan balita disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti

bakteri, virus, jamur dan benda asing. Beberapa factor yang dapat meningkatkan resio untuk

terjadinya dan beraatnya pneumonia antara lain adalah defek anatomi bawaan, deficit

imunologi, polusi, aspirasi, GER, dll.

2.2 Klasifikasi

2.3 Etiologi

Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri mampu

menyebabkan sepsis. Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat

menyebabkan infeksi berat yang mengarah kepada terjadinya sepsis. Pola kuman penyebab

sepsis pun berbeda-beda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Bahkan di

negara berkembang sendiri ditemukan perbedaan pola kuman, walaupun bakteri gram negatif

rata-rata menjadi penyebab utama dari sepsis neonatorum. Penyebab paling sering dari sepsis

ialah Escherichia coli dan SGB (dengan angka morbiditas sekitar 50 – 70 %). Diikuti dengan

1

Page 2: tugas Patof

malaria, sifilis, dan toksoplasma. Streptococcus grup A, dan streptococcus viridans, patogen

lainnya gonokokus, Candida alibicans, virus herpes simpleks (tipe II) dan organisme listeria,

rubella, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza dan parotitis. Pola penyebab sepsis ternyata

tidak hanya berbeda antar klinik dan antar waktu, tetapi terdapat perbedaan pula bila awitan

sepsis tersebut berlainan.4

Dari survei yang dilakukan oleh NICHD Neonatal Network Survey pada tahun 1998-

2000 terhadap 5447 pasien BBLR (BL<1500 gram) dengan SAD dan pada 6215 pasien

BBLR dengan SAL, didapatkan hasil bakteremia sebanyak 1,5% pada SAD dan 21,1% pada

SAL. Pada SAD, ditemukan bakteri gram negatif pada 60,7% kasus bakteremia, dan pada

SAL bakteremia lebih sering disebabkan oleh bakteri gram positif (70,2%). Bakteri gram

negatif tersering pada SAD adalah E.coli (44%) sedangkan Coagulase-negative

Staphylococcus merupakan penyebab tersering (47,9%) pada SAL. Selain itu, faktor lain

seperti pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan,

kelahiran kurang bulan, BBLR dan cacat bawaan dapat menyebabkan terjadinya infeksi dan

kemudian sepsis.4

2.4 Faktor Resiko4

Faktor resiko ada yang membaginya menjadi 3 bagian besar yaitu berdasarkan onsetnya,

berdasarkan subjeknya (ibu dan anak) dan ada pula yang membaginya sebagai faktor resiko

mayor dan minor.

Faktor resiko yang terkait dengan early onset neonatal sepsis adalah:

1. Bayi prematur

2. Ibu dengan infeksi saluran kencing

3. Chorioamnionitis

4. Bayi dengan apgar skor rendah (<6 pada 1 atau 5 menit pertama)

5. Ibu yang mengalami demam > 38˚C

6. Nutrisi ibu yang rendah

7. Riwayat ibu dengan aborsi

8. Bayi dengan BBLR

9. Bayi lahir dengan asfiksia

10. Anomali kongenital

2

Page 3: tugas Patof

Faktor resiko yang terkait dengan late onset neonatal sepsis adalah:

1. Bayi lahir prematur

2. Kateterisasi vena sentral (>10 hari)

3. Pemakaian nasal kanul dan CPAP yang kontinue

4. Gangguan pada GIT

Faktor resiko ibu :

1. Ketuban pecah dini2. Infeksi peripartum3. Partus lama4. Infeksi intrapartum

Faktor resiko anak:

1. Berat badan lahir rendah2. Prematuritas3. Defek kongenital4. Tindakan resusitasi saat melakukan intubasi

FAKTOR RISIKO MAYOR FAKTOR RISIKO MINOR

Ketuban pecah dini >18 jam Ketuban pecah dini >12jamDemam intrapartum >38 C Demam intrapartum >37,5 CKorioamnionitis Skor APGAR rendahKetuban berbau BBLSRDenyut jantung janin >160 x/menit Usia kehamilan <37 minggu

KembarKeputihanInfeksi Saluran kemih

2.5 Patofisiologi 4

Selama dalam kandungan, janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena

terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, korion, dan beberapa

faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian, kemungkinan kontaminasi

kuman dapat timbul melalui berbagai jalan. Blanc (1961) membaginya dalam 3 golongan,

yaitu:

1. Masa antenatal atau sebelum lahir

3

Page 4: tugas Patof

Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus, masuk

kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah

mikroorganisme yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo,

koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain

malaria, sifilis dan toksoplasma, triponema pallidum dan listeria.

2. Masa intranatal atau saat persalinan

Infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain. Infeksi saat

persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan

amnion, akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus

masuk ke tubuh bayi. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan

lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam rongga

uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan ataupun saluran

cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila

ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada

janin dapat terjadi melalui kontak langsung pada kuman saat bayi melewati jalan lahir yang

terkontaminasi seperti herpes genitalis, Candida albicans dan gonorea.

Infeksi akibat chorioamnionitis

4

Page 5: tugas Patof

3. Masa pasca natal atau sesudah persalinan

Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi yang diperoleh

(acquired infection) yaitu infeksi nosokomial dari lingkungan diluar rahim misalnya melalui

alat-alat; pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik dan botol minuman.

Bayi yang mendapat prosedur neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam

ventilator, kurang memperhatikan tindakan anti sepsis, rawat inap yang terlalu lama dan

hunian terlalu padat juga mudah mendapat infeksi nosokomial ini. Kapsul polisakarida yang

merupakan bagian dari bakteri dapat menempel sangat baik pada platik polimer pada kateter

dan juga protein (At1E dan SSP-1) yang ditemukan di bakteri membuat bakteri lebih mudah

menempel pada permukaan kateter. Perlekatan bakteri ke kateter menyebabkan terbentuknya

kapsul antara bakteri dan kateter. Hal ini menyebabkan kuman sulit difagosit.

Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat juga menyebabkan

terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi pascanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah.

Hal ini penting karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi lahir di

rumah sakit terkena infeksi dengan kuman-kuman yang sudah tahan terhadap banyak jenis

antibiotika, sehingga menyulitkan pengobatannya. Bila paparan kuman pada kelompok ini

berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi respons tubuh yang berupaya untuk

mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan

5

Page 6: tugas Patof

pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit,

gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan selain

pemberian antibiotika, harus memperhatikan pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat

beratnya penyakit.

Respons inflamasi

Sepsis terjadi akibat interaksi yang kompleks antara patogen dengan pejamu.

Meskipun memiliki gejala klinis yang sama, proses molekular dan selular yang memicu

respon sepsis berbeda tergantung dari mikroorganisme penyebab, sedangkan tahapannya

sama dan tidak bergantung pada organisme penyebab.

Respon sepsis terhadap bakteri gram negatif dimulai dengan pelepasan

lipopolisakarida (LPS), yaitu endotoksin dari dinding sel bakteri. Lipopolisakarida

merupakan komponen penting pada membran luar bakteri gram negatif dan memiliki peranan

penting dalam menginduksi sepsis. Lipopolisakarida mengikat protein spesifik dalam plasma

yaitu lipoprotein binding (LPB). Selanjutnya kompleks LPS-LPB ini berikatan dengan CD14,

yaitu reseptor pada membran makrofag. CD14 akan mempresentasikan LPS kepada Toll-like

receptor 4 (TLR4) yaitu reseptor untuk transduksi sinyal sehingga terjadi aktivasi makrofag.

Bakteri gram positif dapat menimbulkan sepsis melalui dua mekanisme, yaitu dengan

menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen dan dengan melepaskan fragmen

dinding sel yang merangsang sel imun.

Superantigen mengaktifkan sejumlah besar sel T untuk menghasilkan sitokin

proinflamasi dalam jumlah yang sangat banyak. Bakteri gram positif yang tidak

mengeluarkan eksotoksin dapat menginduksi syok dengan merangsang respon imun non

spesifik melalui mekanisme yang sama dengan bakteri gram negatif. Kedua kelompok

organisme diatas, memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan pelepasan mediator inflamasi

sepsis. Mediator inflamasi primer dilepaskan dari sel-sel akibat aktivasi makrofag. Pelepasan

mediator ini akan mengaktivasi sistem koagulasi dan komplemen. Infeksi akan dilawan oleh

tubuh, baik melalui sistem imunitas selular yang meliputi monosit, makrofag, dan netrofil

serta melalui sistem imunitas humoral dengan membentuk antibodi dan mengaktifkan jalur

komplemen.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pengenalan patogen oleh CD14 dan TLR-2 serta

TLR-4 di membran monosit dan makrofag akan memicu pelepasan sitokin untuk

6

Page 7: tugas Patof

mengaktifkan sistem imunitas selular. Pengaktifan ini menyebabkan sel T akan

berdiferensiasi menjadi sel T helper-1 (Th1) dan sel T helper-2 (Th2). Sel Th1

mensekresikan sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF), interferon γ (IFN-

γ), interleukin 1-β (IL-1β), IL-2, IL-6 dan IL-12. Sel Th2 mensekresikan sitokin antiinflamasi

seperti IL-4, -10, dan -13. Pembentukan sitokin proinflamasi dan anti inflamasi diatur melalui

mekanisme umpan balik yang kompleks. Sitokin proinflamasi terutama berperan

menghasilkan sistem imun untuk melawan kuman penyebab.

Namun demikian, pembentukan sitokin proinflamasi yang berlebihan dapat

membahayakan dan dapat menyebabkan syok, kegagalan multi organ serta kematian.

Sebaliknya, sitokin anti inflamasi berperan penting untuk mengatasi proses inflamasi yang

berlebihan dan mempertahankan keseimbangan agar fungsi organ vital dapat berjalan dengan

baik. Sitokin proinflamasi juga dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau secara

tidak langsung melalui mediator sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, Platelet

Activating Factor (PAF), prostaglandin), dan komplemen. Kerusakan utama akibat aktivasi

makrofag terjadi pada endotel dan selanjutnya akan menimbulkan migrasi leukosit serta

pembentukan mikrotrombin sehingga menyebabkan kerusakan organ.

Aktivasi endotel akan meningkatkan jumlah reseptor trombin pada permukaan sel

untuk melokalisasi koagulasi pada tempat yang mengalami cedera. Cedera pada endotel ini

juga berkaitan dengan gangguan fibrinolisis. Hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah

reseptor pada permukaan sel untuk sintesis dan ekspresi molekul antitrombik. Selain itu,

inflamasi pada sel endotel akan menyebabkan vasodilatasi pada otot polos pembuluh darah.

PMN (polimorfo nuclear) merupakan substansi imunologi yang penting dan sangat

efektif untuk membunuh bakteri ketika infeksi terjadi didalam tubuh. Namun, pada neonatus,

PMN dan substansi imunologi belum terbentuk sempurna sehingga kemampuannya untuk

membunuh bakteri tidak maksimal.

Respon jantung-paru terhadap sepsis

Sepsis yang berat ditandai dengan terjadinya hipertensi pulmonal, menurunnya

cardiac output dan hipoksemia. Gangguan cardiopulmonary ini disebabkan oleh aktivitas

mediator biokimia bagian dari granulosit yaitu radikal hidroksil dan tromboksan B2

(metabolik asam arakidonat). Mediator biokimia tersebut menyebabkan terjadinya

vasokonstriksi saat berada dalam jaringan paru sehingga terjadi lah hipertensi pulmonal.

7

Page 8: tugas Patof

Keterlibatan gastrointestinal pada sepsis

Usus dapat dipenuhi koloni kuman oleh organisme dalam rahim atau saat melahirkan

melalui infeksi akibat tertelannya cairan ketuban. Pertahanan imunologi dari saluran

pencernaan yang belum matang, terutama pada bayi prematur. Limfosit berkembang biak

dalam usus sebagai respon terhadap rangsangan mitogen. Namun, proliferasi ini tidak

sepenuhnya efektif dalam memberikan respon terhadap mikroorganisme karena respon

antibodi dan pembentukan sitokin yang belum matang sampai kira-kira 46 minggu.

Necrotizing enterocolitis telah dikaitkan dengan adanya sejumlah spesies bakteri di usus yang

imatur. Pertumbuhan berlebih dari organisme ini dalam lumen neonatal merupakan

komponen patofisiologi multifaktorial dari Necrotizing enterocolitis.

8

Page 9: tugas Patof

2.6 Manisfestasi Klinis 4

Gambaran klinis pasien sepsis neonatus tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang

ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan dalam

menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis yang terlihat

sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap

masuknya kuman. Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia

dan memerlukan resusitasi karena nilai Apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan

tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang

hiperglikemia, tampak tidak sehat dan malas minum. Selanjutnya akan terlihat berbagai

kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat

(letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi

menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi, takikardi,

bradikardi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin). Bayi dapat pula memperlihatkan

kelainan hematologik (ikterus, splenomegali, ptekie, dan pendarahan), kelainan

gastrointestinal (distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare dan hepatomegali), ataupun

gangguan respirasi (apnea, dispnea, takipnea, napas cuping hidung, merintih dan sianosis).

Selain itu, menurut Buku Pedoman Integrated Management of Childhood Illnesses

tahun 2000 mengemukakan bahwa kriteria klinis sepsis neonatorum berat bila ditemukan satu

atau lebih dari gejala-gejala berikut ini: laju napas > 60 kali per menit, retraksi dada yang

dalam, pernapasan cuping hidung, bayi merintih, ubun-ubun besar menonjol, bayi

mengalami kejang, keluar pus dari telinga, kemerahan di sekitar umbilikus yang melebar ke

kulit, suhu >37,7°C (atau akral teraba hangat) atau < 35,5°C (atau akral teraba dingin), letargi

atau tidak sadar, penurunan aktivitas atau gerakan, tidak dapat minum. Bervariasinya gejala

klinik ini merupakan penyebab sulitnya diagnosis pasti pada pasien. Oleh karena itu,

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus

lainnya perlu dilakukan.

Keadaan umum Demam, hipotermia, “tidak merasa baik”,tidak mau makan, sklerema

Sistem Gastointestinal Perut kembung, muntah, diare,

9

Page 10: tugas Patof

hepatomegali

Sistem Pernapasan Apnea, dispnea, takipnea, retraksi, grunting, sianosis

Sistem Saraf Pusat Iritabilitas, lesu, tremor, kejang, hiporefleksia, hipotonia, refleks Moro abnormal, pernapasan tidak teratur, fontanela menonjol, tangisan nada tinggi

Sistem Kardiovaskuler Pucat, mottling, dingin,kulit lembab, takikardi, hipotensi, bradikardi

Sistem Hematologi Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan

Sistem Ginjal Oliguria

2.7 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang 1,4

Berbagai penelitian dan pengalaman para ahli telah digunakan untuk menyusun

kriteria sepsis neonatorum ini baik berdasarkan anamnesis (termasuk adanya faktor resiko ibu

dan neonatus terhadap sepsis), gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Kriteria sepsis

ini berbeda tergantung pada karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap

masuknya kuman ini. Kriteria sepsis juga berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya.

Perjalanan penyakit infeksi pada neonatus

Bila ditemukan dua atau lebih keadaan:

Laju nafas >60x/m dengan/tanpa retraksi dan

desaturasi oksigen(O2)

Suhu tubuh tidak stabil (<36ºC atau >37.5ºC)

Waktu pengisian kapiler > 3 detik

Hitung leukosit <4000x109/L atau

>34000x109/L CRP >10mg/dl IL-6 atau IL-8

>70pg/ml 16 S rRNA gene

PCR : Positif

SIRS

10

Page 11: tugas Patof

Terdapat satu atau lebih kriteria SIRS disertai

dengan gejala klinis infeksi

SEPSIS

Sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ

tunggal

SEPSIS BERAT

Sepsis berat disertai hipotensi dan kebutuhan

resusitasi cairan dan obat-obat inotropik

SYOK SEPTIK

Terdapat disfungsi multi organ meskipun

telah mendapatkan pengobatan optimal

SINDROM DISFUNGSI MULTIORGAN

Sumber: Haque KN.Pediatr Crit Care Med 2005; 6(3): S45-9

Sesuai dengan proses tumbuh kembang anak, variabel fisiologis dan laboratorium

pada konsep SIRS akan berbeda menurut umur pasien. Pada International Concensus

Conference on Pediatric Sepsis tahun 2002, telah dicapai kesepakatan mengenai definisi

SIRS, Sepsis, Sepsis berat, dan Syok septik. Berdasarkan kesepakatan tersebut, definisi sepsis

neonatorum ditegakkan bila terdapat SIRS yang dipicu oleh infeksi, baik tersangka infeksi

(suspected) maupun terbukti infeksi (proven).

Kriteria SIRS

Usia Neonatus Suhu Laju Nadi per

menit

Laju napas per

menit

Jumlah

leukosit X

103/mm3

Usia 0-7 hari >38,5ºC atau

<36ºC

>180 atau <100 >50 >34

Usia 7-30 hari >38,5ºC atau

<36ºC

>180 atau <100 >40 >19,5 atau <5

11

Page 12: tugas Patof

Sumber: Goldstein B, Giroir B, Randolph A.Pediatr Crit Care Med 2005; 6(1): 2-8

Kriteria infeksi, sepsis, sepsis berat, syok septik

Infeksi Terbukti infeksi (proven infection) bila

ditemukan kuman penyebab atau tersangka

infeksi (suspected infection) bila terdapat

sindrom klinis (gejala klinis dan pemeriksaan

penunjang lain).

Sepsis SIRS disertai infeksi yang terbukti atau

tersangka.

Sepsis berat Sepsis yang disertai disfungsi organ

kardiovaskular atau disertai gangguan napas

akut atau terdapat gangguan dua organ lain

(seperti gangguan neurologi, hematologi,

urogenital, dan hepatologi).

Syok septik Sepsis dengan hipotensi (tekanan darah

sistolik <65 mmHg pada bayi <7 hari dan

<75 mmHg pada bayi 7-30 hari).

Sumber: Goldstein B, Giroir B, Randolph A.Pediatr Crit Care Med 2005; 6(1): 2-8

Untuk pemeriksaan penunjang dilakukan berbagai pemeriksaan termasuk

pemeriksaan darah rutin untuk memeriksa hemoglobin (Hb), leukosit, trombosit, laju endap

darah (LED), Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT), dan Serum Glutamic

Pyruvic Transaminase (SGPT). Analisa kultur urin dan cairan sebrospinal (CSS) dengan

lumbal fungsi dapat mendeteksi kuman. Laju endap darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan

meningkat menandakan adanya inflamasi. Tetapi sampai saat ini pemeriksaan biakan darah

merupakan baku emas dalam menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai

12

Page 13: tugas Patof

kelemahan karena hasil biakan baru akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Kultur

darah dapat dilakukan baik pada kasus sepsis neonatorum awitan dini maupun lanjut.

2.8 Penatalaksanaan

Penanganan sepsis dilakukan secara suportif dan kausatif. Tindakan suportif antara

lain ialah dilakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa, koreksi jika terjadi

hipovolemia, hipokalsemia dan hipoglikemia, atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolik,

awasi adanya hiperbilirubinemia dan pertimbangkan nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat

menerima nutrisi enteral. Tidakan kausatif dengan pemberian antibiotik sebelum kuman

penyebab diketahui. Pada fase inisial antibiotik yang diberikan dapat berupa:6

- Ampicilin (200 mg/kgBB/hari/i.v dalam 4 dosis) dikombinasi dengan aminoglikosida

(garamisin 5-7 mg/kgBB/hari/i.v atau amikasin 15-20 mg/kgBB/hari/i.v atau

netilmisin 5-6 mg/kgBB/hari/i.v dalam 2 dosis).

- Kombinasi lain adalah ampisilin dengan dosis diatas dengan sefotaksim 100

mg/kgBB/hari/i.v dalam 3 dosis.

Pada sepsis nosokomial, antibiotik diberikan dengan mempertimbangkan flora di

ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial biasanya diberikan vankomisin dan

aminoglikosida atau sefalosforin generasi ketiga. Setelah didapat hasil biakan dan uji

sistematis, diberikan antibiotik yang sesuai. Terapi dilakukan selama 10-14 hari, bila terjadi

meningitis, antibiotik diberikan selama 14-21 hari dengan dosis sesuai untuk meningitis. 1,2,4

2.9 Komplikasi

Komplikasi sepsis neonatorum antara lain ialah meningitis, neonatus dengan

meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan/atau leukomalasia periventrikular,

asidosis metabolik, koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial dan

pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS). Selain itu ada komplikasi yang berhubungan dengan

penggunaan aminoglikosida, seperti ketulian dan/atau toksisitas pada ginjal, komplikasi

akibat gejala sisa berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan sampai

dengan retardasi mental dan komplikasi kematian. 1,2,4

13

Page 14: tugas Patof

2.10 Prognosis

Angka kematian pada sepsis neonatal berkisar antara 10-40 %. Angka tersebut

berbeda-beda tergantung pada cara dan waktu awitan penyakit, agen etiologik, derajat

prematuritas bayi, adanya dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang

bayi atau unit perawatan. Angka kematian pada bayi BBLR adalah 2 kali lebih besar. Dengan

diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik, tetapi bila tanda dan gejala awal

serta faktor resiko sepsis neonatorum terlewat, akan meningkatkan angka kematian. Pada

meningitis terdapat gejala sisa gangguan neurologi pada 15-30% kasus neonatus. Rasio

kematian pada sepsis neonatorum 2–4 kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dibandingkan

bayi cukup bulan. Presentase kematian neonatus 50 % jika tidak diterapi. Rasio kematian

pada sepsis awitan dini adalah 15 – 40% (pada infeksi SGB pada SAD adalah 2 – 30 %) dan

pada sepsis awitan lambat adalah 10 – 20.

BAB III

KESIMPULAN

Sepsis merupakan suatu penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada bayi-bayi

yang dirawat di rumah sakit dan pada bayi-bayi prematur. Terlihat dari masih tingginya

angka kejadian sepsis neonatorum baik secara global di dunia maupun di Indonesia.

Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu

sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis neonatorum awitan

lambat (late-onset neonatal sepsis). Penyebab tersering dari sepsis neonatorum adalah

Escherichia coli dan SGB. Gambaran klinis dari sepsis neonatorum ini adalah bayi tampak

lemah, hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia, tampak tidak sehat

dan malas minum. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ

tubuh.

Penanganan sepsis dilakukan secara suportif dan kausatif. Tindakan suportif antara

lain ialah dilakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa, koreksi jika terjadi

hipovolemia, hipokalsemia dan hipoglikemia, atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolik,

awasi adanya hiperbilirubinemia dan pertimbangkan nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat

14

Page 15: tugas Patof

menerima nutrisi enteral. Tindakan kausatif dengan pemberian antibiotik sebelum kuman

penyebab diketahui. Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik,

tetapi bila tanda dan gejala awal serta faktor resiko sepsis neonatorum terlewat, akan

meningkatkan angka kematian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pola Kuman dan Sensitifitas Antibiotik diruang Perinatologi. 2000. [April

2015]. Diunduh dari : http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-6-3.pdf

2. Nelson. Textbook of Pediatrics, Ilmu Kesehatan Anak, edisi 18. Sepsis dan

Meningitis Neonatus. Jakarta : EGC, 2004, hal 653-663.

3. Shefali Oza, Joy E Lawn. Neonatal Cause of Death estimates For The Early

and Late Neonatal Periods For 194 Countries: 2000-2013. 2014. [1 April

2015]. Diunduh dari:

http://www.who.int/bulletin/volumes/93/1/14-139790/en/.

4. Anderson L Ann. Neonatal Sepsis. 2014.[27 Maret 2015]. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/978352-overview#showall

5. James L. Time for a Neonatal-Spesific Consensus Definition for Sepsis. 2014.

[27 Maret 2015] Pediatr Crit Care Med. 2014;15(6):523-528. Diunduh dari:

http://www.medscape.com/viewarticle/828787.

6. Soedarmo Sumarmo, Garna Herry. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.

Edisi 3. Badan penerbit IDAI. Jakarta: 2012, Hal: 358-363.

15

Page 16: tugas Patof

16