tugas mlp

28
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan wilayah, pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa, serta menjadi penarik bagi pertumbuhan industri hulu dan pendorong pertumbuhan untuk industri hilir yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Peranan tanaman pangan telah terbukti secara empiris, baik dikala kondisi ekonomi normal maupun saat menghadapi krisis. Pertanian tanaman pangan sangat relevan untuk dijadikan sebagai pilar ekonomi di daerah, mengingat sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap daerah yang siap didayagunakan untuk membangun ekonomi daerah adalah sumber daya pertanian tanaman pangan, seperti sumber daya alam (lahan, air, keragaman hayati, agro-klimat). Sumber daya manusia dibidang agribisnis, teknologi dan lain – lain. Struktur ekonomi hampir disetiap daerah, terutama diluar Pulau Jawa sebagian besar di sumbang dari sektor pertanian, khususnya tanaman pangan. Oleh karena itu, modernisasi pembangunan pertanian khususnya tanaman pangan di setiap daerah akan secara langsung dapat meningkatkan perekonomian daerah dan memecahkan sebagian besar persoalan ekonomi seperti ketimpangan kota dandaerah, ketimpangan antar daerah dan antar sektor, serta perluasan lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja.

Upload: andy-prasetyo

Post on 09-Jul-2016

222 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

lahan gambut dan ketahanan pangan

TRANSCRIPT

Page 1: tugas MLP

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakangSub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian

memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan wilayah, pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa, serta menjadi penarik bagi pertumbuhan industri hulu dan pendorong pertumbuhan untuk industri hilir yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Peranan tanaman pangan telah terbukti secara empiris, baik dikala kondisi ekonomi normal maupun saat menghadapi krisis. Pertanian tanaman pangan sangat relevan untuk dijadikan sebagai pilar ekonomi di daerah, mengingat sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap daerah yang siap didayagunakan untuk membangun ekonomi daerah adalah sumber daya pertanian tanaman pangan, seperti sumber daya alam (lahan, air, keragaman hayati, agro-klimat). Sumber daya manusia dibidang agribisnis, teknologi dan lain – lain. Struktur ekonomi hampir disetiap daerah, terutama diluar Pulau Jawa sebagian besar di sumbang dari sektor pertanian, khususnya tanaman pangan. Oleh karena itu, modernisasi pembangunan pertanian khususnya tanaman pangan di setiap daerah akan secara langsung dapat meningkatkan perekonomian daerah dan memecahkan sebagian besar persoalan ekonomi seperti ketimpangan kota dandaerah, ketimpangan antar daerah dan antar sektor, serta perluasan lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja.

Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha mencukupi kebutuhannya dengan berbagai cara. Dalam perkembangan peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup yang maju, mandiri, dalam suasana tentram serta sejahtera lahir dan bathin, semakin dituntut penyediaan pangan yang cukup, berkualitas dan merata. Oleh karena itu, kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis. Undang – undang no. 7 tahun

Page 2: tugas MLP

1996 tentang pangan mengamanatkan bahwa pemerintah bersama masyarakat berkewajiban mewujudkan ketahanan pangan. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk menjamin ketahanan pangan bagi penduduknya. Indikator ketahanan pangan juga menggambarkan kondisi yang cukup baik.

Terdapat 3 (tiga) pilar ketahanan pangan yaitu :1. Ketersediaan Pangan;2. Keterjangkauan Pangan/Akses Pangan;3. Kualitas Makanan dan Nutrisi Pangan adalah kebutuhan yang paling mendasar dari suatu

bangsa. Banyak contoh negara dengan sumber ekonomi cukup memadai tetapi mengalamikehancuran karena tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduknya. Sejarah juga menunjukkan bahwa strategi pangan banyak digunakan untuk menguasai pertahanan musuh. Dengan adanya ketergantunganpangan, suatu bangsa akan sulit lepas dari cengkraman penjajah/musuh.Dengan demikian upaya untuk mencapai kemandirian dalam memenuhikebutuhan pangan nasional bukan hanya dipandang dari sisi untung rugi ekonomi saja tetapi harus disadari sebagai bagian yang mendasar bagiketahanan nasional yang harus dilindungi.Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 216 juta jiwa dengan angkapertumbuhan 1.7 % per tahun. Angka tersebut mengindikasikan besarnya bahan pangan yang harus tersedia. Kebutuhan yang besar jika tidak diimbangi peningkatan produksi pangan justru menghadapi masalah bahaya latent yaitu laju peningkatan produksi di dalam negeri yang terus menurun.

Pertumbuhan dan produksi tanaman pangan selain ditentukan oleh kesesuaian iklim mikro, juga ditentukan oleh sebaran dari akar tanaman. Akar yang padat akan menghambat perkembangan akar tanaman sela, kondisi demikian akan menjadi kendala dalam

Page 3: tugas MLP

pengusahaan tanaman pangan apabila pengolahan tanah tidak dilakukan dengan tepat. Pengolahan tanah adalah perlakuan terhadap tanah untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah merupakan kebudayaan yang sudah sangat tua dalam budaya pertanian dan masih tetap dilakukan dalam sistem pertanian modern. Meskipun pekerjaan mengolah tanah secara teratur dianggap penting, tetapi pengolahan tanah intensif dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah, mempercepat erosi dan menurunkan kadar bahan organik di dalam tanah. pengolahan tanah secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi pertumbuhan dan produksinya. Contohnya pada tanaman pisang diantara, pengolahan tanah menyeluruh menghasilkan pertumbuhan dan produksi pisang ternyata lebih baik dibandingkan tanpa olah tanah. sedangkan pada tanaman kopi di antara, pengolahan tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksikopi. Perbedaan cara pengolahan tanah diantara diduga akan memberikan respon yang berbeda terhadap tanaman pangan.

Usaha di bidang budidaya pertanian pada awalnya/umumnya dilaksanakan pada lahan yang tidak mempunyai karakteristik keterbatasan prasyarat budidaya pertanian atau lahan yang sesuai dengan kebutuhan lahan usaha tani. Nampaknya makin hari lahan yang tersedia bagi usaha tani makin terbatas sebagai lahan yang sesuai harapan bertani. Berkurangnya lahan-lahan produktif yang tersedia saat ini serta banyaknya lahan yang beralih fungsi menyebabkan produktifitas menjadi terbatas, disisi lain penamabahan penduduk menyebabkan permintaan pasar menjadi meningkat khususnya didalam negeri. Hal ini membuat desekan untuk segera memberikan inovasi guna menyikapi permasalah tersebut sehingga perlu dilakuakn upaya perluasan lahan pertanian baru (Ekstensifikasi) yang kemudian dapat diolah secara maksimum dan optimal (Intensifikasi). Salah satu inovasi yang bisa digunakan dengan memanfaatkan lahan gambut yang tersedia saat ini untuk dikelola menjadi lahan pertanian. Lahan yang tersedia untuk perluasan areal

Page 4: tugas MLP

pertanian seluas 30,67 juta ha saat ini masih terlantar, ditumbuhi semak belukar, merupakan hutan sekunder dan padang alang-alang, dan berada di kawasan budi daya pertanian dan kehutanan. Luas lahan tersedia yang berada di kawasan budi daya pertanian sekitar 10,30 juta ha.

Pemanfaatan lahan gambut didorong oleh karena konversi lahan, kebutuhan pangan, kebutuhan devisa, kebutuhan energi (biofuel) untuk  menghidupi seperempat milyar (237,5 juta jiwa) penduduk yang setiap tahun bertambah 350 ribu jiwa. Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian, khususnya tanaman pangan banyak dikenal pada wilayah transmigrasi dan secara terbatas pada beberapa wilayah lokal yang tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Pengembangan tanaman pangan di lahan gambut berkembang dimulai dari upaya masyarakat lokal setempat yang sehari-harinya hidup di kawasan gambut. Masyarakat setempat di lahan gambut tidak mempunyai pilihan lain atau terbatas, kecuali berupaya memberdayakan lahan gambut tersebut sebaik-baiknya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bertanam,  beternak, menangkap ikan atau berburu. Beberapa wilayah lahan gambut telah berkembang menjadi pusat produksi tanaman hortikultura yang cukup baik dan maju.

1.2 Tujuan PenulisanPenulisan ini dilakukan untuk mengetahui cara pengelolaan tanah

dan air pada lahan gambut untuk pengembangan tanaman pangan.

Page 5: tugas MLP

BAB 2. DESKRIPSI LAHAN GAMBUT

2.1. Pembentukan gambutMenurut Agus dkk. (2008), gambut terbentuk dari timbunan sisa-

sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik.

Pembentukan gambut diduga terjadi antara 10.000-5.000 tahun yang lalu (pada periode Holosin) dan gambut di Indonesia terjadi antara 6.800-4.200 tahun yang lalu. Gambut di Serawak yang berada di dasar kubah terbentuk 4.300 tahun yang lalu, sedangkan gambut di Muara Kaman Kalimantan Timur umurnya antara 3.850 sampai 4.400 tahun. Berdasarkan carbon dating (penelusuran umur gambut menggunakan teknik radio isotop) umur gambut di Kalimantan Tengah lebih tua lagi yaitu 6.230 tahun pada kedalaman 100 cm sampai 8.260 tahun pada kedalaman 5 m. Dari salah satu lokasi di Kalimantan Tengah. Dapat dipahami bahwa pembentukan gambut memerlukan waktu yang sangat panjang. Gambut tumbuh dengan kecepatan antara 0-3 mm tahun-1. Di Barambai Delta Pulau Petak, Kalimantan Selatan laju pertumbuhan gambut sekitar 0,05 mm dalam satu tahun, sedangkan di Pontianak sekitar 0,13 mm tahun-1. Di Sarawak Malaysia, laju pertumbuhan berjalan lebih cepat yaitu sekitar 0,22 –0,48 mm per tahun.

Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal yangsecara perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang mati dan melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang

Page 6: tugas MLP

kemudian menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dengan substratum (lapisan di bawahnya) berupa tanah mineral. Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan secara membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga danau tersebut menjadi penuh. Bagian gambut yang tumbuh mengisi danau dangkal tersebut disebut dengan gambut topogen karena proses pembentukannya disebabkan oleh topografi daerah cekungan. Gambut topogen biasanya relatif subur (eutrofik) karena adanya pengaruh tanah mineral. Bahkan pada waktu tertentu, misalnya jika ada banjir besar, terjadi pengkayaan mineral yang menambah kesuburan gambut tersebut. Tanaman tertentu masih dapat tumbuh subur di atas gambut topogen. Hasil pelapukannya membentuk lapisan gambut baru yang lama kelamaan memberntuk kubah (dome) gambut yang permukaannya cembung. Gambut yang tumbuh di atas gambut topogen dikenal dengan gambut ombrogen, yang pembentukannya ditentukan oleh air hujan. Gambut ombrogen lebih rendah kesuburannya dibandingkan dengan gambut topogen karena hampir tidak ada pengkayaan mineral.

Page 7: tugas MLP

2.2 Karakteristik Lahan Gambut2.2.1 Sifat Fisik Gambut

Karakteristik fisik gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian meliputi kadar air, berat isi (bulk density, BD), daya menahan beban (bearing capacity), subsiden (penurunan permukaan), dan mengering tidak balik (irriversible drying). Beberapa sifat fisik yang perlu diperhatikan kaitannya dengan konservasi tanah gambut adalah kadar air serta kapasitas memegang air. Kadar air tanah gambut berkisar antara 100 – 1.300% dari berat keringnya(13 kali bobotnya) menyebabkan BD menjadi rendah. Bulk density terkait dengan tingkat kematangan dan kandungan bahan mineral, dimana

Page 8: tugas MLP

semakin matang dan semakin tinggi kandungan bahan mineral maka BD akan semakin besar dan tanah gambut semakin stabil (tidak mudah mengalami kerusakan). Sajarwan (2007) mengemukakan bahwa terjadi penurunan nilai BD dari pinggir sungai ke arah kubah gambut. Nilai BD tanah gambut fibrik di Indonasia kurang dari 0,1 g/cm3(0,06 - 0,15 g/cm3)dan gambut saprik lebih dari 0,2 g/cm3 dan gambut hemik/saprik antara 0,1 - 0,3 g/cm (Ratmini, 2012a).

2.2.2 Sifat Kimia GambutKarakteristik kimia lahan gambut di Indonesia sangat ditentukan

olehkandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang dari 5% dan sisanya adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa-senyawa humat sekitar 10 hingga 20% dan sebagian besar lainnya adalah senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin, suberin, protein, dan senyawa lainnya. Lahan gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3 - 5. Gambut oligotropik yang memiliki substratum pasir kuarsa di Berengbengkel, Kalimantan Tengah memiliki kisaran pH 3,25 – 3,75. Sementara itu gambut di sekitar Air Sugihan Kiri, Sumatera Selatan memiliki kisaran pH yang lebih tinggi yaitu antara 4,1 sampai 4,3. Gambut oligotropik, seperti banyak ditemukan di Kalimantan, mempunyai kandungan kation basa seperti Ca, Mg, K, dan Na sangat rendah terutama pada gambut tebal. Semakin tebal gambut, basa-basa yang dikandungnya semakin rendah dan reaksi tanah menjadi semakin masam. Disisi lain kapasitas tukar kation (KTK) gambut tergolong tinggi, sehingga kejenuhan basa (KB) menjadi sangat rendah.

Muatan negatif (yang menentukan KTK) pada tanah gambut seluruhnyaadalah muatan tergantung pH (pH dependent charge), dimana KTK akan naik bila pH gambut ditingkatkan. Muatan negatif yang terbentuk

Page 9: tugas MLP

adalah hasil dissosiasi hidroksil pada gugus karboksilat atau fenol. Oleh karenanya penetapan KTK menggunakan pengekstrak amonium acetat pH 7 akan menghasilkan nilai KTK yang tinggi, sedangkan penetapan KTK dengan pengekstrak amonium klorida (pada pH aktual) akan menghasilkan nilai yang lebih rendah. KTK tinggi menunjukkan kapasitas jerapan (sorption capacity) gambut tinggi, namun kekuatan jerapan (sorption power) lemah, sehingga kation-kation K, Ca, Mg dan Na yang tidak membentuk ikatan koordinasi akan mudah tercuci.Secara alamiah lahan gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karenakandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara. Karakteristik dari asam-asam organik ini akan menentukan sifat kimia gambut.

Untuk mengurangi pengaruh buruk asam-asam organik yang beracun dapat dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan yang banyak mengandung kation polivalen seperti Fe, Al, Cu dan Zn. Kation-kation tersebut membentuk ikatan koordinasi dengan ligan organik membentuk senyawa komplek/khelat. Oleh karenanya bahan-bahan yang mengandung kation polivalen tersebut bisadimanfaatkan sebagai bahan amelioran gambut.

Tanah gambut juga mengandung unsur mikro yang sangat rendah dan diikatcukup kuat (khelat) oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu adanya kondisi reduksi yang kuat menyebabkan unsur mikro direduksi ke bentuk yang tidak dapat diserap tanaman. Kandungan unsur mikro pada tanah gambut dapat ditingkatkan dengan menambahkan tanah mineral atau menambahkan pupuk mikro. Gambut di Indonesia (dan di daerah tropis lainnya) mempunyai kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan gambut yang berada di daerah beriklim sedang, karena terbentuk dari pohon-pohohan.

Page 10: tugas MLP

2.3 Potensi lahan gambutIndonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis,

yaitu sekitar 21 juta ha atau 10.8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat di empat pulau besar yaitu di Sumatera 35%, Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmaera dan Seram 3% Pemanfaatannya sebagai lahan pertanian memerlukan perencanaan yang cermat dan teliti, penerapan teknologi yang sesuai, dan pengelolaan yang tepat karena ekosistemnya yang marginal dan fragile. Lahan gambut sangat berpotensi besar untuk lahan pertanian karena lahan ini banyak mengandung bahan organik yang tinggi (Ratmini, 2012b). Pengembangan lahan gambut sebagai lahan pertanian terdapat berbagai kendala baik fisik, kimia maupun biologis. Lahan gambut merupakan lahan yang sangat fragile dan produktivitasnya sangat rendah. Kendala sifat fisik gambut yang paling utama adalah sifat kering tidak balik (irriversible drying), sehingga gambut tidak dapat berfungsi lagi sebagai koloid organik. Produktivitas lahan gambut yang rendah karena rendahnya kandungan unsur hara makro maupun mikro yang tersedia untuk tanaman, tingkat kemasaman tinggi, serta rendahnya kejenuhan basa. Tingkat marginalitas dan fragilitas lahan gambut sangat ditentukan oleh sifat-sifat gambut yang inherent, baik sifat fisik, kimia maupun biologisnya. pemanfaatan lahan gambut tetaplah harus disesuaikan dengan tipologinya, misalnya (a) lahan potensial, bergambut, aluvial bersulfida dalam, gambut dangkal (≤ 75 cm) dapat ditata menjadi lahan sawah atau untuk sistem usahatani padi sawah, (b) gambut dengan kedalaman 75-150 cm dapat dimanfaatkan untuk usahatani hortikultura semusim, padi gogo, palawija, dan tanaman tahunan, (c) gambut dengan kedalaman 150- 250 cm dapat ditata untuk usahatani tanaman perkebunan, seperti karet, kelapa, dan kelapa sawit, (d) gambut dengan kedalaman lebih dari 250 cm dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman

Page 11: tugas MLP

kehutanan, seperti sengon, sungkai, jelutung, meranti, pulai, dan ramin.2.4 Kesesuaian Lahan

Disamping persyaratan kualitas/ karakteristik lahan untuk tanaman tertentu , ada dua faktor penting yang membatasi tipe penggunaan lahan yaitu ketebalan gambut dan lapisan sulfidik (pirit) serta jenis bahan mineral yang ada dibawah gambut, yaitu liat marine atau pasir kuarsa. Berdasarkan ketentuan, maka lahan gambut dangkal dengan kedalaman pirit > 50 cm tergolong sesuai untuk tanaman padi maupun palawija dengan syarat tetap memperhatikan persyaratan kualitas/karakteristik lahan lainnya yang diperlukan oleh tanaman tersebut.

Page 12: tugas MLP

BAB 3. POTENSI LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN

Indonesia memiliki daratan seluas 188,20 juta ha, yang terdiri atas 144 juta ha lahan kering dan 44,20 juta ha lahan basah (Hidayat dan Mulyani 2002). Dari luas total daratan tersebut, yang sesuai untuk pertanian sekitar 94,07 juta ha. Lahan tersebut berada pada kawasan rawa seluas 7,88 juta ha, yang terdiri atas 4,06 juta ha untuk tanaman semusim dan 3,82 juta ha untuk tanaman tahunan, dengan penyebaran terluas di Sumatera dan Kalimantan. Lahan untuk pertanian di kawasan nonrawa seluas 86,19 juta ha, yang terdiri atas lahan yang sesuai untuk sawah 21,62 juta ha, lahan kering tanaman semusim 24,83 juta ha, dan lahan kering tanaman tahunan 39,74 juta ha. Meskipun lahan yang sesuai cukup luas, sebagian besar lahan telah dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, baik di sektor pertanian maupun nonpertanian (Mulyani dkk., 2011).

Potensi lahan gambut sebagai lahan pertanian di Indonesia cukup luas. Menurut Ratmini (2012), Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha atau 10.8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat di empat pulau besar yaitu di Sumatera 35%, Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmaera dan Seram 3% Pemanfaatannya sebagai lahan pertanian memerlukan perencanaan yang cermat dan teliti, penerapan teknologi yang sesuai, dan pengelolaan yang tepat karena ekosistemnya yang marginal dan fragile. Lahan gambut sangat berpotensi besar untuk lahan pertanian karena lahan ini banyak mengandung bahan organik yang tinggi. Tetapi yang jadi kendala untuk lahan ini adalah pHnya yang sangat rendah sehingga tidak baik untuk lahan pertanian. Tetapi tidak ada yang tidak mungkin pH tanah yang rendah bisa di tingkatkan dengan teknologi teknologi pengolahan lahan petanian yang ada. pengaruh buruk asam asam organik dapat dikurangi dengan cara teknologi pengolahan air dan menambahkan bahan bahan yang banyak mengandung kation. Sehingga lahan gambut berpotensi besar untuk

Page 13: tugas MLP

pertanian perkebunan dan holtikultura. Karena jika tidak di lakukan pemanfaatan lahan ini akan menjadi lahan tidur yang luas di Indonesia.

Pemanfaatan lahan gambut didorong oleh karena konversi lahan, kebutuhan pangan, kebutuhan devisa, kebutuhan energi (biofuel) untuk  menghidupi seperempat milyar (237,5 juta jiwa) penduduk yang setiap tahun bertambah 350 ribu jiwa. Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian, khususnya tanaman pangan banyak dikenal pada wilayah transmigrasi dan secara terbatas pada beberapa wilayah lokal yang tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

3.1. Potensi dan pengelolaan lahan gambut untuk tanaman pangan3.1.1. Potensi lahan gambut untuk tanaman pangan semusim

Sesuai dengan arahan Departemen Pertanian, lahan gambut yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan disarankan pada gambut dangkal (< 100 cm). Dasar pertimbangannya adalah gambut dangkal memiliki tingkat kesuburan relatif lebih tinggi dan memiliki risiko lingkungan lebih rendah dibandingkan gambut dalam. Lahan gambut dengan kedalaman 1,4 - 2 m tergolong sesuai marjinal (kelaskesesuaian S3) untuk berbagai jenis tanaman pangan. Faktor pembatas utama adalah kondisi media perakaran dan unsur hara yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman. Tanaman pangan yang mampu beradaptasi antara lain padi, jagung, kedelai, ubikayu, kacang panjang dan berbagai jenis sayuran lainnya.3.1.2. Pengelolaan tanah3.1.2.1. Ameliorasi

Kondisi tanah yang menjadi kendala budidaya dilahan gambut yaitu kondisi tanah yang memiliki tingkat kemasaman yang tinggi dan status ketersediaan unsur hara tanah yang rendah. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengkondisikan tanah yang sesuai untuk pertanian yaitu dengan menambahkan input yang tinggi dengan bahan amelioran dan pupuk. Manfaat penambahan bahan amelioran yaitu dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara, memperbaiki pH tanah dan mendukung kemampuan adsorpsi tanah. Penambahan unsur

Page 14: tugas MLP

mikro, pupuk dan pengapuran dapat membantu dalam mengkondisikan lahan yang lebih mendukung pertumbuhan tanaman dan dapat membantu meningkatkan produksi. Bahan amelioran juga dapat diambil dengan memanfaatkan abu bakaran limbah kayu ataupun seresah tanaman yang dapat membantu dalam meningkatkan pH, KB dan basa- basa tanah.3.2.1.2. Pembuatan Surjan

Pemanfaatan lahan gambut dangkal (< 75 cm) untuk budidaya pertanian dengan sistem surjan sudah sejak lama dikenal dan diterapkan petani di beberapa lokasi di Sumatera dan Kalimantan. Walaupun teknik budidayanya masih tradisional sehingga produksinya tidak memadai, namum sistem ini mempunyai kearifan tradisional yang ramah lingkungan. Surjan dibangun untuk memperoleh/membentuk lahan sawah yang bisa ditanami padi dan lahan kering yang bisa ditanami palawija, sayuran, atau tanaman tahunan dalam waktu yang bersamaan. Sistem penataan lahan ini sering dibuat petani karena lahan tidak terluapi air atau pasokan air terbatas sehingga tidak dapat membuat sawah pada seluruh lahan. Keuntungan pembuatan surjan adalah petani dapat menganekaragamkan komoditas sehingga mengurangi resiko kegagalan. Selain itu, surjan juga dapat digunakan sebagai sarana suksesi dari pertanaman Padi dan Palawija menjadi tanaman perkebunan kelapa/kebun karet/pohon buah-buahan dan perikanan. Pembuatan surjan dilakukan dengan cara merendahkan/menggali sebagian permukaan tanah dan meninggikan permukaan tanah lainnya secara beraturan. Bagian yang direndahkan disebut tabukan atau sawah, digunakan untuk bertanam padi terutama di musim hujan. Pada musim kemarau, lahan sawah masih dapat digunakan untuk bertanam Palawija atau sayuran. Bagian yang ditinggikan disebut guludan atau baluran untuk bertanamPalawija, sayuran, Padi gogo, atau tanaman tahunan seperti Pisang, Kelapa,Kelapa sawit dan Karet. Apabila bagian guludan surjan digunakan

Page 15: tugas MLP

untuktanaman tahunan, penataan lahan ini disebut pula sebagai sistem lorongatau wanatani (Najiyati dkk..

Lahan gambut akan lebih produktif dengan menggunakan sistem surjan, karena pada lahan tersebut akan tersedia dua dataran lahan yaitu: lahan tabukan yang tergenang digunakan untuk budidaya padi, dan lahan guludan sebagai lahan kering di gunakan untuk

budidaya contohnya palawija.Gambar 1. Model Surjan Palawija Dengan Padi

Gambar 2. Pola Tanam Surjan Palawija Dengan PadiPembuatan saluran drainase sangat penting untuk

mendistribusikan air agar merata dan mencuci senyawa-senyawa beracun. Saluran drainase terdiri atas saluran kolektor dan saluran cacing. Saluran kolektor berukuran sekitar 40 cm x 40 cm yang dibuat mengelilingi lahan dan tegak lurus saluran kuarter pada setiap jarak 20-25 cm. Saluran cacing dibuat berukuran 30 cm x 30 cm pada setiap jarak 6-12 cm, tegak lurus dengan saluran kolektor. Jarak saluran cacing tersebut dapat diperpanjang sesuai dengan umur pengelolaan sawah. Secara ilustrasi sistem tata air sawah sistem surjan pada lahan gambut disajikan pada Gambar 3.

Page 16: tugas MLP

3.1.3. Pengelolaan airBudidaya tanaman pangan di lahan gambut harus menerapkan

teknologipengelolaan air, yang disesuaikan dengan karakteristik gambut dan jenis tanaman. Pembuatan saluran drainase mikro sedalam 10 - 50 cm diperlukan untuk pertumbuhan berbagai jenis tanaman pangan pada lahan gambut. Tanaman padi sawah pada lahan gambut hanya memerlukan parit sedalam 10-30 cm. Fungsi drainase adalah untuk membuang kelebihan air, menciptakan keadaan tidak jenuh untuk pernapasan akar tanaman, dan mencuci sebagian asam-asam organik. Semakin pendek interval/jarak antar parit drainase maka hasil tanaman semakin tinggi. Walaupun drainase penting untuk pertumbuhan tanaman, namun semakin dalam saluran drainase akan semakin cepat laju subsiden dan dekomposisi gambut

Nurida dkk. (2014) menyatakan, pengelolaan air pada lahan gambut mutlak diperlukan karena dalam kondisi alami/ tidak terganggu, gambut selalu tergenang. Pengelolaan air dapat dilakukan dengan menggunakan pintu-pintu air (canal blocking) pada saluran drainase, salah satunya dengan sistem tabat yang berfungsi untuk mengatur tinggi muka air tanah sesuai dengan keperluan tanaman.

Page 17: tugas MLP

Pengelolaan air dimulai dengan menahan air/tabat pada saat pembukaan lahan sebelum dibuat saluran-saluran drainase agar terhindar dari drainase berlebihan yang dapat menyebabkan gambut menjadi kering tak balik. Pemasangan tabat pada muara saluran dapat mempertahankan cadangan air pada lahan di sekitarnya. Namun pada kenyataannya pembuatan saluran drainase tidak selalu dibarengi dengan pemasangan pintu-pintu air, sehingga pembukaan lahan gambut akan menimbulkan dampak terhadap tanah dan lingkungan. Oleh karena itu, pemasangan pintu air bersamaan dengan pembuatan saluran drainase perlu dilakukan dan merupakan komponen penting dalam pengaturan tata air. Misalnya sistem tata air yang sesuai dan teruji baik di lahan pasang surut adalah sistem aliran satu arah dan sistem tabat. Pada lahan dengan tipe luapan A, pengelolaan air dilakukan dengan sistem aliran satu arah, sedangkan pada lahan bertipe luapan B dengan sistem aliran satu arah dan tabat, karena pada musim kemarau air pasang seringkali tidak masuk ke petakan lahan. Sistem tabat juga diterapkan pada lahan dengan tipe luapan C dan D. Sumber air hanya berasal dari hujan sehingga pengelolaan air ditujukan untuk konservasi. Penerapan sistem ini disesuaikan dengan tipe luapan dan komoditas yang ingin diusahakan.

Page 18: tugas MLP

Sistem aliran satu arah dirancang agar air yang dikelola dapat masuk dan keluar dalam saluran tersier/handil yang berlainan (Gambar 4 dan 5). Berbeda dengan sistem tata air dua arah (Gambar 6), dimana air yang berasal dari pasang surut laut/sungai ataupun curah hujan, masuk dan keluar dari/ke lahan pertanian melalui saluran yang sama, sehingga kualitas air rendah pada sebagian besar persawahan. Peningkatan kualitas air dapat ditingkatkan dengan penerapan sistem tata air satu arah. Membuka saat surut Menutup saat pasang Stoplog

Gambar 6. Sistem tata air dua arah (Sumber: Balitbang Pertanian)

Page 19: tugas MLP

Pada sistem tata air satu arah, dipasang pintu-pintu air otomatis (flapgate) pada muara saluran tersier. Pintu air pada saluran irigasi dirancang secara semi otomatis hanya membuka bila air pasang dan menutup bila air surut. Pada saluran drainase dipasang pintu air yang membuka keluar sehingga hanya akan mengeluarkan air yang masuk tersier apabila terjadi surut. Air yang masuk melalui saluran irigasi ke dalam petak-petak persawahan didistribusikan dalam satu arah untuk kemudian keluar melalui saluran drainase. Selanjutnya pada pintu-pintu kuarter dipasang pengatur air (stoplog) yang dapat dibuka dan ditutup secara manual apabila diperlukan. Sistem tata air satu arah memungkinkan beragam pola tanam dengan pengelolaan air pada petak lahan (Gambar 7). Pengelolaan air sistem aliran satu arah ini dapat mengakomodir pertanaman padi dua kali setahun, baik pola padi-padi maupun padipalawija atau palawija-palawija, karena irigasi secara kontinyu dapat dilakukan. Untuk mendukung pengembangan pola padi-palawija perlu dibuat kemalir dengan interval jarak 2,5-5 m. Sedangkan untuk pola palawija-palawija di lahan bertipe luapan B harus disertai drainase dangkal dengan membuat saluran keliling di petakan lahan secara berlapis. Sistem ini dirancang untuk dapat menurunkan muka air tanah antara 0,4-0,6 m dari permukaan tanah. Pada sistem ini dibuat beberapa saluran dangkal pada jarak 10 m dengan ukuran saluran 0,6 m x 0,4 m. Gambar 8 memperlihatkan pola tanam padi-padi dan padi-palawija pada lahan tipe luapan B di kawasan PLG Desa Rawa Makmur C3 Dadahup, Kalimantan Tengah.

Page 20: tugas MLP

Gambar 7. Pengelolaan air pada petak persawahan (sumber: Balitbang Pertanian)

Gambar 8. Pola tanam padi-padi dan padi-palawija pada lahan gambut tipe luapan B

Pengelolaan air pada skala petakan lahan yang di dalamnya terdapat goronggorong (pipa PVC dengan tutupnya atau berbahan kayu/papan) dimaksudkan untuk memperlancar aliran air masuk dan keluar petakan sehingga mempermudah pencucian dan meningkatkan kualitas air (Gambar 9). Selain itu, pengelolaan air dimaksudkan untuk mendukung penerapan berbagai pola tanam. Saluran cacing/kemalir dan saluran keliling pada petakan lahan dibuat dengan ukuran 25-30 cm x 25-30 cm dan jaraknya antara 3 sampai 12 m, tergantung pada sifat tanah atau tingkat masalah fisiko-kimia lahan dan tipe luapan air serta pola tanam yang akan dikembangkan. Untuk berbagai jenis tanaman pangan dilahan gambut, pembuatan saluran drainase sedalam 10-50 cm. Khusus padi sawah memerlukan saluran sedalam 10-30 cm (Agus dan Subiksa, 2008).

Page 21: tugas MLP

Gambar 9. Pengelolaan air pada petakan lahan Pada lahan dengan tipe luapan C, selama musim hujan akan

berlebihan air sedangkan pada musim kemarau kekurangan air. Pada tipe luapan D, lahan seringkali mengalami kekeringan. Sistem pengelolaan air yang sesuai dengan kondisi ini adalah sistem tabat karena dapat mengkonservasi air. Prinsip kerja sistem ini adalah memanen air hujan dan menampungnya dalam saluran tersier untuk dialirkan ke petak-petak sawah atau pematang. Pada saluran tersier ini dipasang pintu tabat (stoplog) yang ketinggiannya dapat diatur. Pada saat hujan, pintu-pintu dibiarkan terbuka untuk membuang unsur beracun, setelah 4 sampai 6 minggu kemudian pintu tabat mulai difungsikan. Gambar 10 dan 11 memperlihatkan pengelolaan air sistem tabat. Penerapan sistem tabat yang dikombinasikan dengan kultur teknis lainnya, dapat mendukung pola tanam padi-padi, padi-palawija, dan palawija-palawija asal disertai pengelolaan air di petakan lahan. Untuk pertanaman palawija, saluran yang diperlukan mempunyai kedalaman antara 20-40 cm dan lebar 50 cm dengan jarak antar saluran 5-7,5 m.

Page 22: tugas MLP

Gambar 10. Skema sistem tabat Gambar 11. Pengelolaan air sistem tabat

Pada lahan lebak, pengelolaan air secara makro memerlukan tanggul keliling dalam skala luas (5.000-10.000 ha) yang berfungsi mengeluarkan dan memasukkan air untuk dapat mempertahankan muka air sesuai dengan keperluan. Sistem pengelolaan air secara makro ini disebut sistem polder. Sistem polder Alabio yang dibangun sejak tahun 1950 pada kawasan rawa lebak DAS Nagara (6.000 ha) belum sepenuhnya berhasil. Sejak tahun 2010 telah diadakan perbaikan dengan penambahan saluran-saluran dan pintu-pintu air, namun belum dapat operasional secara penuh. Tabat atau drainase bersekat merupakan salah satu contoh teknologi pengelolaan air untuk mempertahankan tinggi muka air pada musim kemarau. Tabat dapat dibuat secara sederhana atau dengan permanen dengan ketinggian muka air yang kita inginkan (Gambar 12). Drainase bersekat dibuat pada saluran tersier dengan kemiringan lahan <5%. Tinggi tabat dibuat 20 cm di bawah muka tanah dengan jarak ≤ 100 m. Lebar pintu tabat disesuaikan dengan lebar parit yang ada.

Page 23: tugas MLP

Gambar 12. Tabat yang dibuat secara sederhana, dapat berfungsi sebagai tabat konservasi

Page 24: tugas MLP

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., dan I.G. Made Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Bogor : Balai Penelitian Tanah

Anny Mulyani, S. Ritung, Dan Irsal Las. 2011. Potensi Dan Ketersediaan Sumber Daya Lahan Untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Litbang Pertanian, 30 (2) : 73-80

Najiyati, S., L. Muslihat, I N. N. Suryadiputra. 2005. Panduan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan. Bogor : Wetlands International

Nurida, L., N. Dan A. Wihardjaka. 2014. Panduan Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi. Bogor : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian

Ratmin, Sri. 2012. Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pengembangan Pertanian. Jurnal Lahan Suboptimal, 1 (2) : 197-206