tugas makalah energi sektor transportasi
DESCRIPTION
TugasTRANSCRIPT
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangDasawarsa terakhir ini Negara Republik Indonesia mengalami perkembangan yang
pesat di berbagai bidang, terutama perkembangan dibidang ekonomi. Hal ini ditandai
dengan jumlah dan jenis usaha yang dilakukan oleh badan usaha maupun perorangan
semakin meningkat. Dengan demikian, kebutuhan akan barang dan jasa pun semakin
meningkat.
Sektor industri, perdagangan dan pertambangan saling berhubungan erat dengan
pertambangan sangat diperlukan. Penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk bidang
transportasi bakal melampau sektor industry. Ini terjadi kalau tidak ada upaya antisipasi.
Disektor transportasi yang banyak menggunakan energy , transportasi darat, khususnya
angkutan jalan raya . Sektor transportasi darat mengkonsumsi sekitar 85 % dari total
konsumsi energy untuk transportasi . ini jelas menunjukan bahwa pemakaian energy
menjadi sangat tidak efisien.
Menurut Direktur Jenderal Listrik dan Pengembangan Energy (LPE) Deptabem , Ir
Endro Utomo Notodisuryo, dikatakan banyak cara untuk mengantisipasi tingginya
konsumsi energy di sektor transportasi. Tingginya konsumsi energy untuk keperluan
transportasi darat juga sangat mengancam mutu udara di kota-kota besar seperti Jakarta.
Artinya sumber pencemaran udara yang paling dominan adalah dari sektor industry dan
transportasi yang mana setiap tahun semakin meningkat. Dengan demikian penghematan
energy menjadi salah satu jalan selain untuk menghemat konsumsi energy juga
memperkecil polusi udara. Pengguna energy pada bangunan komersil pun perlu dihemat
dan peluang untuk menghemat energy dibangunan komersil cukup besar.
Sementara pada zaman sekarang ini, dari waktu ke waktu, masyarakan tentunya
ingin lebih baik. Hal ini terbukti dengan adanya kemajuan teknologi yang diperlukan saat
ini, misalnya dulu apabila masyarakat hendak berpergian, mereka akan menggunakan
sarana transportasi umum karena mereka belum memiliki kendaraan pribadi. Tetapi
dengan kehidupan yang lebih baik, mereka berusaha memiliki kendaraan pribadi, maka
makin besar pula kebutuhan BBM yang dibutuhkan oleh masyarakat tersebut.
Semakin banyak kendaraan pribadi yang miliki oleh masyarakat, maka masyarakat
seringkali menghadapi masalah kekurangan BBM pada suatu SPBU sedang habis (SPBU
kehabisan stock untuk dijual) didaerah tertentu. Menghadapi keadaan yang demikian itu
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
tentunya masyarakan akan kecewa. Selain itu juga kurangnya sarana SPBU pada suatu
daerah tertentu yang juga menyebabkan masyarakat merasa kesulitan mendapatkan
BBM yang mereka butuhkan. Tidak diragukan lagi bahwa prospek perkebangan
kebutuhan BBM pada masa yang akan datang sangat akan lebih diutamakan lagi
mengingat akan kebutuhan BBM yang makin banyak.
Dengan semakin banyaknya pertambahan penduduk, maka sudah jelas kebutuhan
akan BBM juga semakin besar. Hal ini mengingat bahwa semakin banyaknya orang yang
bekerja untuk menuju sukses. Dengan kedudukan seseorang yang semakin sukses
tersebut, maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa semakin banyak juga masyarakat kita
yang akan memiliki kendaraan bermotor, dengan demikian pastilah mereka akan
memerlukan BBM.
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
BAB IILANDASAN TEORI
Sektor transportasi tumbuh dan berkembang seiring dengan peningkatan
perekonomian nasional. Transportasi merupakan sarana yang penting bagi masyarakat
modern untuk memperlancar mobilitas manusia dan barang. Saat ini BBM merupakan
andalan utama bahan bakar di sektor transportasi. Pada tahun delapan puluhan,
pemakaian bahan bakar minyak (BBM) di sektor transportasi telah mengalami
pertumbuhan sebesar 6,8 % per tahun. Mengingat sumber daya minyak bumi semakin
terbatas maka perlu diupayakan diversifikasi energi untuk sektor transportasi. Gas buang
sisa pembakaran BBM mengandung bahan-bahan pencemar seperti SO2 (Sulfur
Dioksida), NOx (Nitrogen Oksida), CO (Karbon Monoksida), VHC (Volatile hydrocarbon),
SPM (Suspended Particulate Matter) dan partikel lainnya. Bahan-bahan pencemar
tersebut dapat berdampak negatif terhadap manusia ataupun ekosistem bila melebihi
konsentrasi tertentu. Dengan peningkatan penggunaan BBM untuk sektor transportasi
maka gas buang yang mengandung polutan juga akan naik dan akan mempertinggi kadar
pencemaran udara. Oleh karena itu perlu suatu strategi yang tepat dalam penggunaan
energi di sektor transportasi untuk mengurangi emisi polutan ini sehingga penggunaan
energi dapat tetap ramah terhadap lingkungan. Dalam makalah ini akan dibahas strategi
pengunaaan energi di sektor transportasi
. Proyeksi kebutuhan energi ini tidak memperhitungkan kondisi krisis ekonomi
yang melanda ASEAN, termasuk Indonesia yang terjadi sejak bulan Juni 1997 hingga
saat ini. Diasumsikan bahwa krisis ekonomi tersebut hanya berpengaruh terhadap
perekonomian untuk jangka pendek sedangkan untuk jangka panjang, Indonesia sudah
akan mampu mencapai pertumbuhan seperti dalam proyeksi ini. Kebutuhan energi saat
ini masih didominasi oleh sektor rumah tangga. Mulai tahun 2001 pangsa kebutuhan
energi yang terbesar bergeser dari sektor rumah tangga ke sektor industri dan sektor
transportasi menduduki urutan yang ketiga. Pada tahun 2006 sektor transportasi
menduduki pangsa terbesar yang kedua (30 %) setelah sektor industri (51 %). Untuk
jangka panjang sektor transportasi tetap memegang pangsa terbesar yang kedua.
Gambar 1 memberikan gambaran proyeksi kebutuhan energi di Indonesia untuk tiap-tiap
sektor. transportasi udara dengan pangsa 9 % pada tahun 2021. Pangsa transportasi
dengan menggunakan kereta api diperkiraan masih sangat rendah. Kebutuhan bahan
bakar untuk sektor transportasi secara keseluruhan didominasi oleh minyak diesel diikuti
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
oleh bensin. Kedua bahan bakar tersebut dikonsumsi lebih dari 85 % dari total kebutuhan.
Sisanya adalah minyak tanah dan FO. Konsumsi BBM akan meningkat dengan
pertumbuhan sebesar 6.2 % per tahun. Pada tahun 2021 sektor ini memerlukan BBM
sebesar 83 % dari total produksi BBM nasional. Untuk jangka panjang bahan bakar gas
(BBG) yang dapat digunakan untuk mobil LPG (Liquid Petroleum Gas) dan CNG
(Compressed Natural Gas) mempunyai potensi untuk dikembangkan seperti yang
dinyatakan dengan bahan bakar lainlain pada Gambar 3. Bahan bakar lain-lain di sini
termasuk konsumsi energi listrik untuk kereta api
Beberapa kebijaksanaan pemerintah yang telah dilaksanaan untuk mengurangi
emisi polutan dan diversifikasi penggunaan energi di sektor transportasi ditunjukkan pada
Tabel 2. Bensin yang saat ini beredar yaitu Premium RON 92, Premix RON 94, Premium
TT dan Super TT. Dengan adanya bensin tanpa Pb ini maka terbuka peluang untuk
pemasangan katalitik converter yang dapat mengurangi emisi polutan dari gas buang
kendaraan bermotor. Sedangkan penggunaan kendaraan berbahan bakar gas (CNG
maupun LPG) disamping akan mengurangi emisi juga untuk menunjang program
diversifikasi. Pada skenario ERC pengurangan emisi ditekankan pada penggunaan
katalitik converter pada kendaraan berbahan bakar bensin dan penggunaan mesin diesel
yang beremisi rendah. Dengan skenario ERC dapat mengurangi emisi rata-rata sebesar
85 % bila dibandingkan dengan skenario DNC. Pengurangan emisi SO2, NO2, VHC dan
SPM pada tahun 2021 di Jawa masingmasing adalah sebesar 0.07 juta ton per tahun,
0.65 juta ton per tahun, 0.20 juta ton per tahun dan 0.01 juta ton per tahun. Pengurangan
terbesar emisi NO2 dan VHC karena penggunaan katalitik konverter.
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
Dengan skenario ERC beberapa rekomendasi untuk mengurangi emisi polutan
dapat diajukan sebagai berikut :
2.1 Penggunaan Teknologi Pengurangan Emisi Teknologi yang dapat digunakan untuk mengurangi emisi gas buang adalah
penggunaan katalitik konverter pada kendaraan yang berbahan bakar bensin dan
penggunaan mesin diesel yang beremisi rendah. Beberapa Negara maju telah melakukan
penelitian serta menggunakan katalitik konverter untuk mengurangi emisi NOx, CO dan
VHC dari gas buang kendaraan yang menggunakan BBM. Pemasangan katalitik
konverter untuk mobil baru dapat menurunkan emisi NOx, CO dan VHC sebesar 90 %.
Persentasi penurunan emisi NOx dapat berkurang sampai menjadi 70 % untuk mobil yang
sudah beroperasi lebih dari 80.000 km. Katalitik konverter ini hanya bisa diterapkan untuk
kendaraan yang menggunakan BBM yang tidak mengandung Pb (tanpa TEL). Biaya
tambahan untuk pemasangannya adalah sebesar 5 % dari rata-rata harga mobil.
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
2.2 Penetapan Standar Emisi dan Kualitas Udara Penetapan suatu standar yang berupa undang-undang atau surat keputusan
diperlukan sebagai upaya untuk pengendalian pencemaran. Sampai saat ini sudah ada
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Keputusan Menteri KLH tahun 1988 tentang Pedoman Baku Mutu Lingkungan,
Keputusan Menteri KLH tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak
dan untuk DKI Jakarta ada SK Gubernur tahun 1996 tentang Baku Mutu Udara Ambien
dan Tingkat Kebisingan. Dengan adanya standar ini diperlukan pelaksana pengawasan
sehingga baku mutu yang telah ditetapkan dapat tercapai.
2.3 Meningkatkan Efisiensi dan Konservasi Energi Dengan meningkatkan efisiensi penggunaan energi maka energi yang dibutuhkan
per unit output akan berkurang sehingga akan mengurangi besarnya emisi per unit
operasi kendaraan tiap kilometer. Peluang untuk meningkatkan efisiensi dan konservasi
masih terbuka untuk sektor transportasi.
2.4 Substitusi Bahan Bakar Penggunaan BBG dapat mengurangi dampak lingkungan karena mempunyai
koefisien emisi yang jauh lebih rendah dibandingkan BBM. Dari Tabel 4 terlihat bahwa
dengan menggunakan BBG emisi CO dapat diturunkan 95 % dari emisi kendaraan
berbahan bakar bensin. Sedangkan emisi VHC dapat diturunkan 87 % dan emisi NOx
dapat diturunkan 67 %.
2.5 Pengurangan Ketidakmurnian Bahan Bakar Untuk membuat bahan bakar bersih lingkungan dapat dilakukan dua cara yaitu :
desulfurisasi minyak diesel dan minyak tanah di kilang khususnya untuk minyak mentah
import serta membuat bensin tanpa TEL supaya dapat digunakan katalitik konverter pada
kendaraan berbahan bakar bensin.
2.6 Penggunaan Kebijaksanaan Bidang Perekonomian Kebijaksanaan dalam bidang perekonomian telah digunakan di negara-negara
maju untuk pengendalian lingkungan hidup. Kebijaksanaan tersebut dapat berupa pajak
dan insentif, seperti :
- pajak yang besarnya tergantung dari emisi yang ditimbulkan.
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
- pajak barang atau sumber energi yang besarnya tergantung dari karakteteristik
Lingkungan dari barang atau sumber energy tersebut, misalnya kandungan
belerang.
- memberikan pajak yang besar bagi penggunaan teknologi yang lebih banyak
menghasilkan polutan.
- memberikan insentif yang dapat berupa bantuan investasi untuk menerapkan
teknologi bersih lingkungan.
2.7 Sanksi untuk Pengendalian yang Efektif Sanksi bagi pelanggar ketentuan merupakan alat yang efektif untuk pengendalian
pencemaran. Kendaraan bermotor harus dioperasikan dengan benar dan konsisten
sehingga emisi yang ditimbulkan tidak melebihi standar yang diperbolehkan. Unjuk kerja
dari kendaraan bermotor harus diperiksa secara periodik. Sanksi bagi pelanggar
ketentuan dapat berupa pencabutan surat ijin mengemudi atau sanki ekonomis bagi
industri yang memproduksi kendaraan bermotor yang tidak memenuhi standar.
2.8 Penerangan dan PendidikanPenerangan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup
serta penerangan tentang cara-cara yang tepat untuk mengurangi emisi perlu dilakukan.
Program ini sangat berguna untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan lingkungan
hidup. Lebih jauh dapat dilakukan pendidikan atau pelatihan untuk berbagai lapisan
masyarakat.
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
BAB IIIPERMASALAHAN
Kegiatan transportasi adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan dalam rangka
pelaksanaan kegiatan sosial ekonomi masyarakat seperti bekerja, sekolah, berbelanja,
rekreasi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu maka hambatan pada sektor transportasi
akan otomatis menghambat kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Sama seperti sektor-
sektor yang lain, sektor transportasi juga membutuhkan energi. Bahkan dewasa ini
diperkirakan sektor transportasi telah menyerap sekitar 40% dari total kebutuhan energi
primer. Padahal kegiatan transportasi tidak bisa dibatasi, dan akan terus meningkat dari
tahun ke tahun seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan intensitas
kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan untuk
membangun sistem transportasi yang hemat energi. Sistem transportasi hemat energi
pada dasarnya hanya dipengaruhi oleh tiga hal pokok yaitu (1) konsumsi energi per
individu kendaraan, (2) jumlah kendaraan yang beroperasi, dan (3) perilaku berkendara
(driving behaviour). Oleh karena itu untuk mendapatkan sistem transportasi yang hemat
energi maka ketiga hal tersebut di atas harus dapat diminimumkan atau dioptimumkan.
Dalam uraian berikut ini, bahasan hanya ditekankan untuk moda angkutan jalan,
khususnya di daerah perkotaan. Oleh karena itu maka untuk penerapannya pada sistem
transportasi nasional yang terdiri dari berbagai moda (darat, sungai / danau /
penyeberangan, kereta api, laut dan udara), maka perlu modifikasi seperlunya dengan
mengambil ide dasar dari sistem transportasi perkotaan yang pada umumnya berbasis
jalan.
Proyeksi kebutuhan energi untuk sektor transportasi termasuk di dalamnya
subsector transportasi darat, udara, air dan kereta api ditunjukkan pada Gambar 2.
Kebutuhan energy yang terbesar didominasi oleh angkutan darat sebesar 80 % dari total
kebutuhan. Transportasi darat diperkirakan akan tumbuh sebesar 5.2 % per tahun
sedangkan untuk transportasi air dan udara naik masing-masing sebesar 7.1 % dan 6.6 %
pertahun. Transportasi air yang tumbuh paling cepat hanya mempunyai pangsa 14 %
sedangkan yang tumbuh sebesar 6.5 % per tahun. Pangsa konsumsi energi listrik ini
masih sangat kecil yaitu sebesar 0.2 % pada tahun 2021 atau sebesar 5 PJ/tahun.
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
3.2 DAMPAK LINGKUNGAN Berdasarkan skenario DNC dapat dihitung emisi polutan yang ditimbulkan oleh
penggunaan energi di sektor transportasi berdasarkan koefisien emisi kendaraan
bermotor. Untuk menentukan koefisien emisi dilakukan pengambilan sampel gas buang
kendaraan bermotor pada saat diam. Dilakukan juga observasi dengan menggunakan
kamera video pada berbagai jenis kondisi lalu lintas. Pengambilan sampel dilakukan pada
350 kendaraan secara random di berbagai tempat di Jakarta. Dengan tambahan informasi
dari literature dan dengan menggunakan data hasil pengukuran dapat ditentukan
koefisien emisi seperti ditampilkan pada Tabel 1. Yang termasuk dalam perhitungan ini
adalah emisi NO2, SO2, SPM dan VHC untuk wilayah Jawa.
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
Emisi polutan di sektor transportasi ditunjukkan pada Gambar 4. Pangsa emisi
NO2 di sektor transportasi saat ini mencapai 66 % dari total emisi akibat penggunaan
energi. Pada tahun 2021 emisi NO2 mencapai 5 kali dari pada kondisi saat ini. Emisi SPM
untuk sektor transportasi masih relatif kecil bila dibandingkan dengan total emisi (0.5 %),
sedangkan untuk emisi SO2 mempunyai pangsa sebesar 4 % pada saat ini dan naik
pangsanya naik sebesar 6 % pada tahun 2021. Sedangkan untuk emisi VHC sektor
transportasi mempunyai pangsa yang cukup besar yaitu sebesar 50 % dari total emisi
pada tahun 1996 dan naik menjadi 71 % pada tahun 2021. Pada saat ini emisi NO2 dan
VHC dari sektor transportasi mempunyai andil yang besar bagi pencemaran udara dan
ditambah dengan emisi SPM untuk jangka panjang. Dengan skenario DNC ini, beberapa
wilayah di Jawa akan mengalami pencemaran lingkungan untuk jangka panjang bila tidak
ada tindakan pencegahan. Dampak polutan seperti : SO2, NO2, CO, VHC dan partikel
lainnya (Pb/Timah Hitam) pada kesehatan manusia dan ekosistem dapat bermacam-
macam. CO merupakan gas beracun yang sangat berbahaya terhadap manusia. Gas CO
pada konsentrasi rendah bila terhirup dalam jangka lama akan menyebabkan gangguan
daya pikir, memperlambat reflek dan menimbulkan kantuk. NO2 pada konsentrasi sedang
dengan pemaparan yang lama dapat menyebabkan bronkhitis dan menimbulkan bisul
berair pada paru-paru, sedangkan dengan konsentrasi tinggi akan menyebabkan
kematian. SO2 dapat menyebabkan iritasi pada mata, saluran pernapasan dan bronkhitis.
Pb dapat mempengaruhi sistem sirkulasi, reproduksi, syaraf dan ginjal serta dapat
menyebabkan hiperaktif. Terhadap ekosistem SO2 dan NO2 merupakan pencemar yang
menyebabkan kenaikan pH air hujan yang sering disebut hujan asam.
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
BAB IVPEMBAHASAN
Konsumsi energi di sektor transportasi dari tahun ke tahun telah meningkat secara
signifikan, sehingga diperlukan upaya untuk mendapatkan sistem transportasi yang hemat
energi. Pada dasarnya penghematan energi tersebut dapat dilakukan melalui 3 (tiga) hal
yaitu (1) penghematan konsumsi energi per individu kendaraan dengan cara optimasi
konsumsi energi pada motor penggerak, optimasi kapasitas mesin, dsb, (2) optimasi
jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi dengan cara mendorong penggunaan
angkutan umum, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, dan mendorong
penggunaan kendaraan Tidak bermotor, (3) memperbaiki perilaku berkendara baik
dengan cara rekayasa, sosial, penegakan hukum, dll.
4.1 Optimasi konsumsi energi per individu kendaraanKonsumsi energi per individu kendaraan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
konsumsi energi pada motor penggerak, lamanya waktu operasi kendaraan, dan
besarnya hambatan. Konsumsi energi pada motor penggerak dipengaruhi oleh kapasitas
mesin, kondisi mesin, jenis dan kualitas bahan bakar, serta penggunaan teknologi seperti
electrronic fuel injection, dan lain-lain. Hal-hal yang mempengaruhi lamanya waktu
operasi kendaraan adalah jarak/waktu tempuh dan iddle-time. Sedangkan besarnya
hambatan yang terjadi selama kendaraan dalam kondisi bergerak dipengaruhi oleh
kecepatan kendaraan dan bentuk aero dinamis dari kendaraan itu sendiri. Berdasarkan
uraian tersebut di atas, langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk optimasi konsumsi
energi per individu kendaraan adalah sebagai berikut:
4.1.1. Meningkatkan efisiensi bahan bakar pada motor penggerak (mesin kendaraan)Konsumsi bahan bakar tergantung dari kondisi mesin kendaraan. Semakin
baik kondisi mesin, proses pembakaran semakin sempurna, sehingga dapat
menghasilkan tenaga gerak yang maksimum. Namun demikian, kesempurnaan
proses pembakaran juga tergantung dari jenis dan kualitas bahan bakar serta bahan
additive yang mungkin digunakan. Efisiensi konsumsi bahan bakar dapat dibantu oleh
teknologi yang dapat mengoptimalkan pasokan bahan bakar ke ruang bakar (seperti
electronic fuel injection), atau teknologi yang terkait dengan proses pembakaran di
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
ruang bakar. Agar tenaga gerak yang dihasilkan dapat dimanfaatkan secara
maksimum, maka kehilangan energi akibat proses transmisi (dari mesin sampai ke
roda) juga harus minimum.
4.1.2. Optimasi kapasitas mesin kendaraanKonsumsi bahan bakar juga tergantung dari kapasitas mesin. Semakin tinggi
kapasitas mesin, semakin tinggi pula konsumsi bahan bakar. Berdasarkan hal
tersebut maka diperlukan inovasi-inovasi baru agar dapat dihasilkan mesin dengan
kapasitas kecil yang hemat energi, tetapi yang dapat menghasilkan tenaga yang
cukup besar.
4.1.3. Optimasi hambatan udaraHambatan udara terjadi pada saat kendaraan bergerak. Besarnya hambatan
dipengaruhi oleh kecepatan operasi dan bentuk aerodinamis kendaraan yang
bersangkutan. Sampai batas kecepatan tertentu, hambatan udara masih tidak
signifikan, tetapi lebih tinggi dari batas tersebut besarnya hambatan udara akan
meningkat secara eksponensial seiring dengan peningkatan kecepatan kendaraan.
Oleh karena itu perlu dicari kecepatan maksimum di mana hambatan udara belum
meningkat secara eksponensial.
4.1.4. Meminimumkan waktu tempuhUntuk meminimumkan waktu tempuh, cara yang paling signifikan adalah
meminimumkan tingkat kemacetan lalu lintas. Selain itu dapat pula dilakukan dengan
cara memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi serta memperbaiki kondisi
permukaan jalan yang kesemuanya dapat dijelaskan sebagai berikut: Meminimalkan
kemacetan lalu lintas Pada dasarnya kemacetan lalu lintas terjadi karena volume lalu
lintas lebih besar dari pada kapasitas prasarana (jalan). Sehingga untuk mengurangi
tingkat kemacetan lalu lintas dapat dilakukan dengan cara mengurangi volume lalu
lintas, meningkatkan kapasitas prasarana, atau kombinasi dari keduanya. Upaya-
upaya tersebut dapat lebih diefektifkan dengan memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi sehingga pelaku perjalanan dapat menghindar dari ruas-ruas yang
tingkat kepadatannya relatif tinggi, atau menghindar dari titik-titik kemacetan.
Pengurangan volume lalu lintas dapat diupayakan dengan teknik manajemen lalu
lintas misalnya dengan pemasangan rambu lalu lintas dan atau marka jalan. Dengan
demikian maka arus lalu lintas dapat diatur dan diarahkan sedemikian rupa sehingga
penumpukan beban lalu lintas pada suatu ruas jalan tertentu dapat dihindari, dengan
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
kata lain, beban lalu lintas dapat disebar secara lebih merata, sehingga tidak melebihi
kapasitas yang tersedia. Apabila arus lalu lintas sudah tertata dengan baik, maka
solusinya adalah meningkatkan kapasitas parasarana. Dalam konteks tersebut, titik
yang paling kritis biasanya terdapat di persimpangan, karena pada umumnya
kapasitas persimpangan lebih kecil dari kapasitas ruas. Untuk meningkatkan
kapasitas persimpangan hal yang dapat dilakukan adalah memperlebar kaki
persimpangan, membangun pulau lalu lintas dan memasang lampu pengatur lalu
lintas. Namun apabila upaya-upaya tersebut masih tidak dapat menyelesaikan
masalah, maka alternatifnya adalah solusi dengan biaya pembangunan yang lebih
mahal yaitu pembangunan persimpangan tidak sebidang, baik berupa underpass, fly-
over atau simpang susun.
Untuk peningkatan kapasitas ruas, ada kalanya cukup dilakukan dengan
pelebaran ruas jalan pada titik-titik yang merupakan bottle-neck, sehingga kapasitas
jalan menjadi lebih seragam. Namun apabila tidak terdapat bottle-neck, maka
pelebaran ruas jalan harus dilakukan secara menyeluruh. Namun seperti telah
dijelaskan di atas, pelebaran ruas jalan harus disesuaikan dengan fungsi jalan (arteri,
kolektor, lokal) dan harus mempertimbangkan kapasitas persimpangan, agar
pelebaran jalan tidak menyebabkan terjadinya bottle-neck di persimpangan.
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi Teknologi informasi dan
komunikasi juga dapat dimanfaatkan untuk mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas.
Teknologi ini banyak digunakan di luar negeri yang dikenal dengan nama inteligent
transportation system (ITS). Dalam sistem ini pelaku perjalanan diberikan informasi
tentang kondisi lalu lintas di beberapa ruas jalan atau persimpangan tertentu,
sehingga yang bersangkutan dapat memilih rute yang optimum, baik dalam konteks
waktu/jarak tempuh yang terpendek, maupun biaya perjalanan yang minimum.
Memperbaiki kondisi permukaan jalan Kondisi permukaan jalan juga mempunyai
andil dalam peningkatan waktu perjalanan. Semakin jelek kondisi permukaan jalan
waktu tempuh akan menjadi semakin lama karena kendaraan harus berjalan secara
perlahan-lahan. Dampak dari hal tersebut adalah konsumsi bahan bakar yang lebih
banyak karena (1) mesin kendaraan harus beroperasi lebih lama, dan (2) tenaga
gerak yang dihasilkan juga tidak dapat dimanfaatkan secara optimum, karena
kendaraan harus dioperasikan pada gigi rendah.
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
4.1.5. Meminimumkan iddle timeYang dimaksud dengan iddle time adalah waktu di mana kendaraan dalam
kondisi “menganggur”, misal pada saat (1) mengantri di persimpangan, (2)
menaikkan/menurunkan penumpang di halte/ stasiun, (3) menunggu giliran di
terminal/stasiun akhir, (4) mencari lokasi parkir dan bermanouver di lokasi parkir, dan
lain sebagainya. Kalau iddle time ini bisa diminimumkan, maka konsumsi bahan
bakar juga dapat dihemat. Berdasarkan uraian tersebut, maka solusi yang bisa
ditawarkan adalah perbaikan manajemen lalu lintas, perbaikan manajemen
operasional angkutan umum dan perbaikan manajemen perparkiran.
4.1.6. Meminimumkan jarak tempuhJarak tempuh dalam suatu daerah, sangat erat terkait dengan struktur tata
ruang di daerah yang bersangkutan. Mengingat bahwa jumlah perjalanan terbesar
pada umumnya dilakukan untuk maksud bekerja dan sekolah, maka jarak perjalanan
akan minimum apabila jarak antara lokasi permukiman (lokasi asal perjalanan)
dengan lokasi perkantoran/industri/sekolah (lokasi tujuan perjalanan) dibuat
minimum. Untuk itu diperlukan struktur tata ruang yang kompak, yang dapat
meminimumkan jarak perjalanan, baik untuk maksud bekerja, sekolah, belanja,
sosial, rekreasi atau untuk maksud-maksud yang lain. Untuk mendukung struktur
tata kota yang kompak, diperlukan jaringan prasarana transportasi yang terstruktur
dengan baik, yang sesuai dengan pola asal tujuan perjalanan. Dalam konteks
jaringan prasarana jalan (di daerah perkotaan), struktur jaringan dapat dikembangkan
mengikuti sistem grid, sistem radial, atau kombinasi dari keduanya sesuai kebutuhan.
Pada sistem grid, jalan yang lurus membagi kota menjadi beberapa daerah yang tiap
bagiannya berbentuk kotak-kotak bujur sangkar atau empat persegi panjang.
Sedangkan pada sistem radial seluruh perjalanan diarahkan menuju ke pusat kota,
dan untuk menghubungkan daerah-daerah yang berlokasi di daerah pinggiran kota
dibangun satu atau lebih jalan lingkar. Selain mempertimbangkan struktur jaringan
seperti tersebut di atas, kapasitas prasarana harus disesuaikan dengan fungsinya,
baik sebagai arteri, lokal atau kolektor. Pembedaan kapasitas berdasarkan fungsi ini
sama seperti aliran air sungai, yang bermula dari saluran-saluran kecil di daerah hulu,
kemudian membentuk sungai yang lebih besar di daerah yang lebih rendah, dan
menjadi semakin besar di daerah hilir. Identik dengan hal tersebut maka arus lalu
lintas di daerah pemukiman dikumpulkan pada jalan kolektor yang kapasitasnya
relatif kecil. Arus lalu lintas dari jalan kolektor ditampung pada jalan lokal yang
mempunyai kapasitas lebih besar, yang akhirnya bermuara di jalan arteri yang
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
didisain dengan kapasitas yang paling besar. Dalam konteks transportasi multi
moda, koridor yang tingkat kebutuhannya (level of demand) sudah sangat tinggi
(trunk line) dapat dilayani oleh moda angkutan umum masal (Mass Rapit Transit –
MRT) yang berkapasitas besar. Sedangkan koridor yang membutuhkan kapasitas
transportasi yang lebih kecil dapat dilayani oleh bus (bus rapid transit - BRT), dan
yang paling kecil dapat dilayani oleh bus biasa dan bahkan bus kecil (angkot) sesuai
kebutuhan. Namun dalam praktek, penyusunan struktur jaringan jalan tidak begitu
mudah, karena pada umumnya kota/daerah- sudah terbentuk lebih dulu dengan
struktur yang tidak tertata dengan baik. Dalam banyak kasus, jaringan jalan
dikembangkan dari “jalan setapak” yang dilebarkan tanpa mempertimbangkan fungsi
dan pola/struktur jaringan. Akibatnya, jaringan yang terbentuk tidak sesuai dengan
pola asal tujuan perjalanan penduduk, kapasitas jalan tidak sesuai dengan fungsi,
dan jarak perjalanan menjadi lebih panjang dari yang seharusnya. Dalam kasus
tersebut diperlukan re-strukturisasi jaringan dengan meluruskan dan atau
memperlebar ruas jalan tertentu agar sesuai dengan fungsinya (arteri atau kolektor)
dan menghilangkan missing-link dengan membangun jalan-jalan baru, sehingga pada
akhirnya bisa didapatkan struktur jaringan jalan yang lebih tertata dengan baik.
4.2 Optimasi jumlah kendaraan bermotor yang beroperasiSistem transportasi perkotaan di Indonesia pada umumnya lebih didominasi oleh
moda angkutan pribadi yang karena tingkat okupansinya relatif rendah, maka jumlah
kendaraan yang beroperasi menjadi sangat banyak. Karena tingkat okupansinya yang
rendah, maka konsumsi energi per unit angkutan per kilometer bagi moda angkutan
pribadi relatip lebih tinggi dibandingkan dengan moda angkutan umum. Oleh karena itu
dalam rangka penghematan energi, maka pengguna kendaraan pribadi perlu didorong
untuk berpindah ke angkutan umum sehingga total jumlah kendaraan yang beroperasi
dapat dioptimumkan dan konsumsi energi dapat diminimumkan. Memang disadari bahwa
pengguna moda angkutan pribadi tidak begitu mudah untuk berpindah ke moda angkutan
umum, hal ini disebabkan karena moda angkutan umum tidak tersedia setiap saat, tidak
bisa memberikan privacy bagi penumpangnya, dan kurang bergengsi dibandingkan
dengan moda angkutan pribadi. Oleh karena itu maka kebijakan untuk mendorong
penggunaan angkutan umum perlu dibarengi dengan kebijakan-kebijakan lain seperti
misalnya pembatasan penggunaan kendaraan pribadi, mendorong penggunaan
kendaraan tidak bermotor, dan penyediaan prasarana jalan kaki yang dapat mendorong
pengguna angkutan umum untuk melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki ke tempat
tujuan akhir. Namun demikian, perlu diingat bahwa kebijakan ini tidak boleh berdampak
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
pada terhambatnya mobilitas masyarakat, karena akan berdampak buruk terhadap
intensitas kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Sehingga oleh karenanya perlu ada
upaya optimasi, agar terdapat proporsi yang tepat antara moda angkutan pribadi dan
angkutan umum. Untuk maksud tersebut, langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:
4.2.1. Mendorong penggunaan angkutan umumMasyarakat dapat didorong untuk menggunakan angkutan umum, sejauh
tersedia angkutan umum yang memadai baik dalam konteks kapasitas maupun
kualitas. Angkutan umum akan lebih menarik apabila ada jaminan keamanan dan
ketepatan waktu. Selain itu juga perlu adanya integrasi, sehingga setiap moda tidak
saling berkompetisi, tetapi sebaliknya, dapat saling melengkapi antara satu moda
dengan moda yang lain. Integrasi dapat dilakukan baik dalam konteks rute/trayek
maupun dalam konteks pembayaran (tiket).
4.2.2. Mendorong pembatasan penggunaan kendaraan pribadiSeperti telah disebutkan di atas, penyediaan angkutan umum yang memadai
tidak otomatis menyebabkan pelaku perjalanan berpindah dari moda angkutan
pribadi ke angkutan umum. Oleh karena itu untuk mendorong pelaku perjalanan
berpindah dari moda angkutan pribadi ke moda angkutan umum perlu adanya
semacam “pemaksaan”. Adapun salah satu bentuk “pemaksaaan” yang dikenal
adalah kebijakan pembatasan lalu lintas (traffic restraint) yang dapat berupa
kebijakan non-fiskal maupun kebijakan fiskal. Contoh-contoh kebijakan non-fiskal
adalah kebijakan nomor ganjil genap, kebijakan “3 in 1”, dsb. Untuk kebijakan nomor
ganjil genap, pada hari tertentu kendaraan pribadi dengan nomor ganjil dilarang
memasuki kawasan tertentu dan pada hari berikutnya nomor genap dilarang
memasuki kawasan yang sama, sehingga kendaraan yang beroperasi pada kawasan
yang bersangkutan hanya sekitar 50% dari yang biasanya. Kebijakan “3 in 1” sudah
lama diterapkan di Jakarta, di mana kendaraan pribadi yang beroperasi di koridor
tertentu pada jam-jam sibuk pagi dan sore diwajibkan mengangkut minimal 3 orang
per kendaraan. Kebijakan fiskal adalah bentuk-bentuk “pemaksaan” seperti road
pricing dan pajak atau retribusi yang dikaitkan dengan pembelian bahan bakar,
perparkiran, pembelian atau kepemilikan kendaraan bermotor, dsb. Maksud dari
pengenaan pajak atau restribusi tersebut adalah agar supaya beban penggunaan
kendaraan pribadi menjadi sedemikian berat sehingga pelaku perjalanan lebih
memilih menggunakan angkutan umum dari pada kendaraan pribadi. Karena tujuan
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
pemungutan pajak atau retribusi tersebut adalah agar masyarakat berpindah dari
moda angkutan pribadi ke angkutan umum, maka uang yang terkumpul harus
didedikasikan untuk subsidi dan atau perbaikan sistem angkutan umum, baik dalam
konteks pemberian subsidi, perluasan daerah layanan, peningkatan kapasitas
maupun peningkatan kualitas layanan.
4.2.3. Mendorong penggunaan kendaraan tidak bermotorSelain mendorong penggunaan angkutan umum dan membatasi penggunaan
kendaraan pribadi, upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi
pengoperasian jumlah kendaraan bermotor adalah dengan mendorong penggunaan
kendaraan tidak bermotor. Untuk maksud tersebut diperlukan penyediaan infratruktur
bagi pengoperasian kendaraan tidak bermotor dan bagi pejalan kaki. Selain itu
diperlukan juga fasilitas penyimpanan (parkir) bagi kendaraan tidak bermotor (misal
sepeda) di titik-titik simpul jasa distribusi seperti stasiun, terminal, dsb. Hal dini
dimaksudkan agar pelaku perjalanan dapat melanjutkan perjalanan dengan
menggunakan kendaraan tidak bermotor (misal: sepeda) atau dengan berjalan kaki.
4.3 Memperbaiki perilaku berkendara (driving behaviour)Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, perbaikan perilaku berkendara juga
mempunyai andil yang cukup signifikan dalam mengurangi konsumsi bahan bakar.
Beberapa contoh perilaku berkendara yang boros bahan bakar adalah:
mengemudi dengan berpindah-pindah lajur, mengemudi dengan kecepatan terlalu rendah
atau terlalu tinggi, ngetem, tidak tertib di persimpangan, dsb. Mengemudi dengan cara
berpindah-pindah lajur cenderung bersifat agresif. Mengemudi dengan cara yang agresif
membutuhkan tenaga yang lebih besar, sehingga otomatis mengkonsumsi bahan bakar
lebih banyak dibandingkan dengan pengemudi yang tertib. Selain itu, pada saat
berpindah lajur, memotong arus pada lajur lain, otomatis akan mengganggu arus lalu
lintas pada lajur yang bersangkutan, karena membuat pengemudi yang lain harus
mengerem laju kendaraannya, yang diikuti oleh kendaraan-kendaraan lain di
belakangnya. Hal seperti ini dapat mengurangi efisiensi konsumsi bahan bakar.
Mengemudi dengan kecepatan terlalu rendah atau terlalu tinggi juga cenderung boros
bahan bakar. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat kecepatan yang optimum, di mana
konsumsi bahan bakar berada pada titik minimum. Pada kecepatan yang lebih rendah
konsumsi bahan bakar akan lebih tinggi karena pengemudi mengoperasikan kendaraan
dengan gigi rendah, sedangkan pada kecepatan tinggi, konsumsi bahan bakar juga
menjadi boros akibat adanya tahanan angin sudah menjadi sangat besar, yang meningkat
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
secara eksponensial seiring dengan meningkatnya kecepatan kendaraan. Ngetem
biasanya dilakukan oleh pengemudi angkutan umum yang memberhentikan
kendaraannya untuk menunggu penumpang. Perilaku seperti ini sangat memboroskan
bahan bakar, karena mesin terus hidup sementara kendaraan tetap tidak bergerak.
Kendaraan yang ngetem juga berdampak pada terganggunya arus lalu lintas, sehingga
dapat menyebabkan kemacetan yang juga berakibat pada pemborosan bahan bakar.
Perilaku buruk yang lain adalah ketidak disiplinan pengemudi di persimpangan. Antrian
yang tidak tertib dan saling serobot dapat menyebabkan arus lalu lintas menjadi saling
terkunci, sehingga berakibat pada kemacetan lalu lintas yang pada gilirannya
menyebabkan pemborosan bahan bakar. Dalam rangka menyikapi hal-hal tersebut di
atas, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki perilaku berkendara adalah
rekayasa sosial, pendidikan/pelatihan, penyuluhan masyarakat dan penegakan hukum.
4.4 Dukungan Riset Yang Di ButuhkanBerdasarkan uraian seperti tersebut di atas, maka dapat dipahami perlunya
dukungan riset pada beberapa bidang tertentu. Dukungan riset dapat dikelompokkan
menjadi 5 golongan besar yaitu
(1) riset terkait dengan penyediaan energy untuk sektor transportasi,
(2) riset terkait dengan efesiensi penggunaan energi pada motor penggerak,
(3) riset terkait dengan lingkungan pengoperasian kendaraan bermotor,
(4) riset terkait dengan perbaikan perilaku berkendara, serta
(5) riset terkait dengan peraturan perundang-undangan.
Riset terkait dengan penyediaan energy dan riset terkait dengan efisiensi
penggunaan energi pada motor penggerak bersifat universal, tidak tergantung dari
daerah. Sedangkan riset terkait dengan lingkungan pengoperasian kendaraan bermotor,
perilaku berkendara serta peraturan perundangundangan bisa berbeda antara satu
daerah dengan daerah yang lain. Kebijakan energi untuk sektor transportasi sangat
diperlukan oleh industri untuk menentukan disain motor penggerak yang sesuai. Adapun
cakupan dari riset yang dimaksud (antara lain) adalah:
(1) kebijakan tentang jenis dan kualifikasi
energi yang digunakan untuk sektor transportasi dengan mempertimbangkan
emisi gas buang yang ditimbulkannya,
(2) prediksi kebutuhan tiap jenis energi untuk sektor transportasi,
(3) sistem distribusi untuk masing-masing jenis energi dan
(4) skala ekonomi untuk masing-masing jenis energi.
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
Sistem distribusi dan skala ekonomi perlu dipertimbangkan dengan cermat, karena
akan sangat berpengaruh terhadap harga jual serta kesinambungan pasokan. Jenis
energi yang dimaksud bisa berupa minyak, gas, batu bara, atau listrik. Dalam konteks
transportasi perkotaan, riset terkait dengan efisiensi penggunaan energi pada motor
penggerak sangat erat terkait dengan industri otomotif. Tetapi dalam konteks transportasi
regional (antar kota), keterkaitan tersebut disa diperluas ke industri perkapalan, industri
pesawat terbang, dan industri perkeretaapian. Adapun cakupan dari riset yang dimaksud
(antara lain) adalah:
(1) teknologi motor penggerak yang hemat energi yang mencakup rekayasa dan
rancang bangun motor bakar, penyempurnaan proses pembakaran dan optimasi
pasokan bahan bakar,
(2) teknologi motor propulsi yang hemat energi,
(3) sisem transmisi yang dapat meminimumkan kehilangan energi,
(4) pengaruh bentuk aerodinamis terhadap penghematan bahan bakar, serta
(5) kecepatan optimum pengoperasian kendaraan dimana konsumsi energi dapat
diminimumkan.
Riset terkait dengan lingkungan pengoperasian kendaraan bermotor ditujukan
untuk menimimumkan jumlah kendaraan yang beroperasi, serta meminimumkan
jarak/waktu tempuh masing-masing kendaraan. Riset yang dimaksud mencakup (antara
lain):
(1) optimasi peran masing-masing moda transportasi dalam rangka meminimumkan
jumlah kendaraan yang beroperasi,
(2) optimasi struktur jaringan transportasi,
(3) struktur tata ruang yang dapat meminimumkan jarak perjalanan,
(4) estimasi kebutuhan infrastruktur dan kebutuhan biaya investasi untuk masing-
masing moda,
(5) integrasi antar moda, dan
(6) kebijakan pendukung terkait dengan optimasi peran masing-masing moda seperti
traffic restraint (road pricing, fuel pricing, parking pricing), pajak kendaraan
bermotor, kebijakan subsidi angkutan umum, dll.
Dukungan riset yang juga dibutuhkan adalah riset sosial terkait dengan perbaikan
perilaku berkendara. Dalam hal ini tujuan riset adalah untuk mencari solusi bagaimana
agar perilaku berkendara dapat diperbaiki, sehingga disiplin lalu lintas dapat ditegakkan.
Dengan demikian maka lalu lintas dapat menjadi lebih tertib dan lebih lancar dan
konsumsi bahan bakar dapat dioptimumkan. Riset yang dimaksud mencakup (antara
lain):
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
(1) gambaran tingkat pemahaman pelaku perjalanan terhadap peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku,
(2) gambaran kelengkapan marka jalan, rambu-rambu lalu lintas dan sinyal lalu
lintas,
(3) gambaran kedisiplinan pelaku perjalanan terhadap marka jalan, rambu lalu
lintas dan sinyal lalu lintas, dan
(4) gambaran penegakan hukum di lapangan yang kesemuanya bermuara pada
strategi perbaikan perilaku berkendara.
Yang tidak kalah penting dari ke-empat riset tersebut di atas adalah riset di bidang
peraturan perundang-undangan. Hal ini diperlukan mengingat bahwa dalam beberapa
kasus, terdapat produk kebijakan yang belum memiliki payung hukum yang memadai,
sehingga tidak bisa diterapkan di lapangan.
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KesimpulanAdapun cara mengatasi penghematan energy disektor transportasi antara lain
sebagai berikut:
Promosi penggunaan dan revitalisasi angkutan umum, termasuk mempromosikan
gaya hidup “smart life” yang berorientasi pada efisiensi konsumsi energi;
Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi, termasuk upaya untuk mengurangi
konsumsi BBM per kendaraan
Manajemen lalu lintas untuk mengurangi kemacetan lalu lintas;
Diversifikasi energi bagi kendaraan bermotor, termasuk pemakaian bahan bakar
yang semakin bersih, seperti penggunaan unleaded premium gasoline, biofuel,
dan BBG.
Optimasi peran masing-masing moda transportasi dalam rangka meminimumkan
jumlah kendaraan yang beroperasi,
Optimasi struktur jaringan transportasi,
Struktur tata ruang yang dapat meminimumkan jarak perjalanan,
Estimasi kebutuhan infrastruktur dan kebutuhan biaya investasi untuk masing-
masing moda,
Integrasi antar moda, dan
Kebijakan pendukung terkait dengan optimasi peran masing-masing moda seperti
traffic restraint (road pricing, fuel pricing, parking pricing), pajak kendaraan
bermotor, kebijakan subsidi angkutan umum, dll.
5.2 SaranDalam pelaksanaan lebih baik melibatkan pula institusi terkait misal riset di bidang
otomotif (motor penggerak) melibatkan industri kendaraan bermotor, Departemen
Perindustrian dan Departemen Perhubungan; riset di bidang energi dan bahan bakar
melibatkan Pertamina beserta Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral; optimasi
moda transportasi dan struktur jaringan transportasi melibatkan Departemen
Perhubungan, Departemen Pekerjaan Umum dan Pemerintah Daerah. Implementasi
konsep transportasi hemat energi secara lengkap akan membutuhkan waktu yang lama,
bisa lebih dari 5 tahun, dan membutuhkan biaya yang besar. Hanya untuk perbaikan
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
struktur jaringan jalan saja misalnya, bias membutuhkan waktu sekitar 2-3 tahun. Begitu
juga untuk penerapan kebijakan pembatasan lalu lintas dan lain-lain, juga membutuhkan
waktu yang lama, karena membutuhkan payung hukum terlebih dahulu. Oleh karena itu
membutuhkan komitmen yang tinggi, baik dalam konteks kesinambungan program,
maupun kesinambungan pendanaan. Sebagai langkah awal, langkah-langkah untuk
penghematan energi di sektor transportasi tidak perlu dilakukan semuanya, tetapi bisa
dilakukan beberapa saja di antaranya. Untuk mengukur dampak dari langkah yang telah
dilakukan dapat dilakukan studi kasus di suatu kota/daerah tertentu. Melalui kerjasama
dengan Pemerintah Daerah dan institusi terkait, dapat dilakukan (misal) penerapan sistem
angkutan umum masal (Mass Rapit Transit atau Bus Rapit Transit), restrukturisasi
jaringan transportasi, pembatasan lalu lintas, perbaikan perilaku berkendara (misal
melalui penegakan disiplin lalu lintas), dan lain sebagainya.
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
DAFTAR PUSTAKA
1. Buletin Energi KNI WEC, Maret 1996
2. BPPT (2004): Studi Sistem Transportasi Berwawasan Lingkungan.
3. Dewan Riset Nasional (2006): Agenda Riset Nasional 2006-2009,
4. Dieter Kattge and Hans-Werner Seffler, Exhaust Systems for Motor Vehicles :
Catalytic Converters for Otto Cycle Engine, Verlag Moderne Industrie, Germany,
1991.
5. Kantor Menko Bidang Perekonomian (2008): Roundtable Discussion tentang
“Penyelenggaraan Transportasi Nasional yang Mampu Mendorong Penghematan
Energi” pada tanggal 9 September 2008 di Jakarta,
6. Manfred Kleeman (Editor), Energy Use and Air Pollution in Indonesia, Avebury
Studies in Green Research, 1994.
7. PTE, Laporan Tim Kecil Pengkajian Kemungkinan Pemanfaatan CNG bagi
Kendaraan Bermotor di Indonesia, Jakarta, 1990.
8. P.L. Puppung, W. Kaslan dan W. Wiromartono, Penggunaan Bahan Bakar Gas untuk
Transportasi dengan Tingkat Polusi Rendah, Dipresentasikan pada Seminar
Pengendalian Pencemaran Udara Akibat Gas Buang Kendaraan Bermotor,
Departemen Perhubungan, Jakarta, 1991
9. Suyono Dikun, PhD (2008): “Fuel Efficient Transport, the Future of City & New
Research Ideas”, dalam Workshop tentang Global Warming yang diselenggarakan
oleh DRN Komisi Teknis Teknologi dan Manajemen Transportasi pada tanggal 17 Juli
2008 di Jakarta,
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
II. LANDASAN TEORI2.1 Penggunaan Teknologi Pengurangan Emisi ............................................. 52.2 Penetapan Standar Emisi dan Kualitas Udara .......................................... 62.3 Miningkatkan Efisiensi dan Konservasi Energi .......................................... 6
2.4 Subtitusi Bahan Bakar ............................................................................... 62.5 Pengurangan Ketidakmurnian Bahan Bakar ............................................. 62.6 Penggunaan Kebijaksanaan Bidang Perekonomian ................................. 62.7 sanksi Untuk Pengendalian Yang Efektif .................................................. 72.8 Penerangan dan Pendidikan ..................................................................... 7
III. BAB III PERMASALAHAN ................................................................................ 83.1 Dampak Lingkungan ................................................................................... 9
IV. BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 11
4.1 Optimasi Konsumsi energy per individu kendaraan ................................... 114.2 Optimasi Jumlah Kendaraan Bermotor Yang Beroperasi .......................... 154.3 Memperbaiki perilaku berkendara .............................................................. 174.4 Dukungan Riset yang butuhkan ................................................................. 18
V. BAB IV Kesimpulan dan Saran ......................................................................... 21
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 12
5.2 Saran .......................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ iii
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat,
karunia penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Upaya Penghematan Energi
Di Sektor Transportasi.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, dukungan serta bimbingan kepada penulis sehingga makalah ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Pontianak, Juni 2012
Kelompok 3
Tugas Pengelolan dan Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
i
UPAYA PENGHEMATAN ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI
Pengelolaan & Pengembangan Sistem Energi dan Telekomunikasi
Dr. Eng. Ir. Hardiansyah, MT
Oleh:
1. ENDANG SAVITRI /D11211005
2. FADIAH / D11211006
3. YUTIA RAKHMAH / D11211016
4. ALFRED YD /D11211017
MAGISTER TEKNIK SIPILPENGELOLA DAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR
UNIVERSITAS TANJUNG PURATAHUN 2012