tugas kelompok kimia pangan2

16
TUGAS KELOMPOK KIMIA PANGAN 1. Ada perbedaan dalam masalah pangan dari negara sedang berkembang (developing countries) dan negara industri (developed countries). Jelaskan 4 perbedaan cara produksi dan penanganan pangan serta pengaruhnya terhadap kualitas pangan! a. Pertanian Teknologi yang digunakan pada pertanian di negara berkembang seperti negara Indonesia adalah teknologi konvensional. Para petani di Indonesia masih menggunakan sapi dan kerbau untuk membajak sawahnya, penanaman bibit padi masih menggunakan tenaga manusia, traktor yang digunakan memakai awak, tidak ada pengembangan baru dalam cara bertani di Indonesia guna meningkatkan produksi pangan dan memenuhi kebutuhan pangan di negara sendiri. Meskipun Indonesia tergolong negara yang agraris dengan tanahnya yang luas dan subur, akan tetapi Indonesia masih mempunyai kendala dalam hal transfer teknologi hasil penelitian dari badan penelitian ke petani itu sendiri yang disebabkan oleh kurangnya minat petani Indonesia untuk mempelajari teknologi baru karena tingkat pendidikan dan daya beli petani selain itu bisa disebabkan karena kebijakan pemerintah mengimpor beras dari negara lain. Seperti yang dilansir

Upload: broken22

Post on 23-Sep-2015

233 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Matakuliah Kimia Pangan

TRANSCRIPT

TUGAS KELOMPOK KIMIA PANGAN

1. Ada perbedaan dalam masalah pangan dari negara sedang berkembang (developing countries) dan negara industri (developed countries). Jelaskan 4 perbedaan cara produksi dan penanganan pangan serta pengaruhnya terhadap kualitas pangan!a. Pertanian Teknologi yang digunakan pada pertanian di negara berkembang seperti negara Indonesia adalah teknologi konvensional. Para petani di Indonesia masih menggunakan sapi dan kerbau untuk membajak sawahnya, penanaman bibit padi masih menggunakan tenaga manusia, traktor yang digunakan memakai awak, tidak ada pengembangan baru dalam cara bertani di Indonesia guna meningkatkan produksi pangan dan memenuhi kebutuhan pangan di negara sendiri. Meskipun Indonesia tergolong negara yang agraris dengan tanahnya yang luas dan subur, akan tetapi Indonesia masih mempunyai kendala dalam hal transfer teknologi hasil penelitian dari badan penelitian ke petani itu sendiri yang disebabkan oleh kurangnya minat petani Indonesia untuk mempelajari teknologi baru karena tingkat pendidikan dan daya beli petani selain itu bisa disebabkan karena kebijakan pemerintah mengimpor beras dari negara lain. Seperti yang dilansir di Tabloid Sinar Tani, Indonesia saat ini masih merencanakan membangun Agro Techno Park di 15 provinsi sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan petani dalam metode bertani modern berbasis teknologi. Gambar 01.1 Metode konvensional masih digunakan di Indonesia, menggunakan sapi dan kerbau untuk membajak sawah dan penanaman bibit masih menggunakan tenaga manusia

Akibat rendahnya teknologi pertanian di Indonesia seperti kualitas mesin penggiling, menyebabkan para petani mengalami berbagai masalah terutama masih tingginya kehilangan hasil selama penanganan pasca panen yang besarnya sekitar 20%, rendahnya mutu gabah dan beras yang dihasilkan. Hal ini semua disebabkan belum optimalnya penanganan pada setiap tahapan pasca panen padi tersebut. Sebagai contoh, terjadi kehilangan hasil pada tahapan pemanenan yang mencapai 9,19%, pada tahapan perontokan sebesar 4,98% dan pada tahap penggilingan 3,25%. Untuk itu, diperlukan adanya upaya optimasi pada setiap tahap kegiatan pasca panen padi baik melalui perbaikan teknologi maupun manajemen, tentunya termasuk pada tahap penggilingan gabah yaitu dengan mengoptimalkan mekanis penggilingan padi/RMU (Rice Mailling Unit). Data survei yang ada, menunjukkan bahwa penggilingan padi yang ada di lapangan mempunyai kapasitas giling dengan kualitas dan kuantitas rendemen beras yang masih rendah. Hal ini menunjukkan masih terjadi kehilangan hasil pada proses penggilingan gabah, yang berdasarkan penelitian sebesar 3,25%. Penggilingan yang ada di lapangan yang sebagian besar merupakan penggilingan padi kecil (PPK) dengan kapasitas di bawah 1.500 kg/jam.Saat Indonesia masih mengupayakan bagaimana cara meningkatkan pengetahuan petaninya dan mengoptimasi alat alat pendukung pertanian, negara maju seperti Jepang justru telah banyak inovasi baru yang telah dilakukan untuk meningkatkan teknologi pertanian dan produktivitasnya. Pertanian di negara ini sangat diatur secara detail, dikerjakan secara serius, mengutamakan teknologi namun tetap ramah lingkungan. Dengan porsi lahan pertanian hanya 25 % saja, masyarakat Jepang benar-benar memanfaatkan lahan mereka secara efisien, mereka menanam di pekarangan, ruang bawah tanah, pinggiran rel kereta, di atas gedung, pokoknya setiap lahan yang dapat dimanfaatkan mereka optimalkan. Pasca Tsunami yang meluluh lantahkan sebagian lahan pertaniannya, jepang merencanakan sitem pertanian yang lebih modern. Sistem pertanian yang dijalankan oleh robot, seperti traktor tanpa awak, mesin tanam dan mesin panen. Karena menanam padi berada di bawah tanah, menyebabkan sinar matahari tidak dapat langsung masuk di wilayah pertanian, oleh karena itu Jepang menciptakan lampu LED dan high-pressure sodium vapor lamps sebagai pengganti matahari. Gambar 01.2 Teknologi pertanian di Jepang sudah menerapkan teknologi modern, yaitu dengan memanfaatkan lampu LED sebagai pengganti sinar matahari dan mereka menggunakan penanam padi otomatis (Rice transplanter)

Penanam Padi Otomatis (Rice transplanter) adalah mesin modern untuk menanam bibit padi dengan sistem penanaman yang serentak. Cara menggunakan mesin ini sangat mudah. Bibitkan gabah dalam petakan sawah seluas 2080 cm. Setelah tumbuh menjadi bibit dan sudah berumur 15 hari, bibit tersebut ditaruh di atas mesin rice transplater. Selanjutnya, mesin siap beroperasi. Dalam sekali gerak, mesin ini dapat membuat 4 jalur dengan jarak antar jalur 30 cm. Hanya dalam waktu 4 jam, satu ton bibit padi yang digendongnya sudah habis ditanam. Berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian membuat petani harus lebih efisien dalam bertani dengan modernisasi alat-lat pertanian dan teknologi pertanian. Sekarang ini, semua jenis mesin tanam bibit padi di Jepang adalah berpenggerak sendiri (self-propulsion type), dioperasikan dengan cara dituntun (walking type) atau dikendarai (riding type). Jenis mesin yang dituntun umumnya memiliki alur tanam 2 hingga 6 alur, sedangkan tipe yang dikendarai memiliki 4 hingga 12 alur tanam dalam sekali lintasan penanaman. Jarak antar alur tanam dibuat tetap yaitu 30 cm, dan jarak antar bibit dalam alur dapat disesuaikan antara 11 hingga 18 cm. Bibit yang umum dipergunakan memiliki tinggi/panjang 10 hingga 30 cm, memiliki 2 hingga 5 daun. Jumlah bibit yang ditancapkan pada setiap titik adalah 3 hingga 5 bibit.Pembuatan bibit padi dilakukan dengan menyemaikan 200 gram benih dalam kotak berukuran 60 x 30 x 3 cm. Benih ini disemai di dalam ruang gelap hingga berkecambah, kemudian di berikan sinar matahari selama dua hari hingg berwarna hijau merata. Setelah itu bibit dipelihara hingga ukuran atau ketinggian yang diinginkan. Di pusat pembibitan padi di Jepang, bibit untuk lahan seluas 50 samapi 200 ha (sekitar 7000 hingga 30000 kotak) dibuat dengan seragam, dimana di dalamnya juga dilengkapi dengan proses desinfektan benih, pencampuran pupuk, pengepakan media tanam/tanah ke kotak semai bibit, kendali suhu, penyemprotan. Oleh karena itu, kualitas pangan yang dihasilkan oleh negara ini sangat tinggi sehingga FAO memasukkan negara Jepang dalam daftar Warisan Penting Sistem Pertanian Global (GIAHS).b. Peternakan Industri peternakan sangat penting terhadap keberadaan pangan dunia. Ada perbedaan yang sangat mencolok antara peternakan di dalam negeri dengan negara maju (developed countries) seperti negara dengan sebutan negara kanguru yaitu Australia. Para peternak di Australia telah menerapkan teknologi budidaya yang tinggi, antara lain teknologi breeding, nutrisi ternak, budidaya tanaman pakan (rumput), dan lain-lain. Padang penggembalaan sapi di Australia tepatnya di Hamilton sangat luas dengan sapi dan dombanya yang gemuk, sehat, dan gagah. Setiap petani umumnya memiliki lahan untuk padang penggembalaan sekitar 1.000 ha dengan populasi sekitar 1.000 ekor. Lahan seluas ini dikelola oleh 2 orang petani dibantu oleh 3-5 ekor anjing pengembala, atau setiap petani dapat memelihara sekitar 500 ekor sapi.

Mekanisasi pertanian di Australia menggunakan alat alat seperti traktor untuk membantu pengolahan tanah, pemupukan dan penanaman benih. Ternak sapi juga dilakukan perawatan yang intensif dengan daerah yang khusus yaitu untuk melakukan tes kehamilan, pengobatan termasuk vaksinasi dan pemberian nutrisi khusus. Selain itu setiap ekor sapi juga dilengkapi dengan mark (sensor) yang ditempelkan di punggungnya. Sensor ini berfungsi agar pertumbuhan dan pergerakan sapi di ladang penggembalaan dapat dideteksi di layar monitor. Hal ini sangat penting terutama untuk memonitor umur dan berat sapi serta bila ada sapi sakit atau mati bisa langsung ditanggulangi. Peternakan sapi dan domba di negara ini sangat baik karena selain mempunyai produktivitas tinggi, juga mempunyai kualitas yang sulit ditandingi terutama oleh negara-negara berkembang.

Peternakan sapi di negara berkembang seperti Indonesia terutama di Jawa, umumnya hanya memiliki 2-5 ekor sapi. Sapi umumnya dipelihara di dalam kandang dengan perawatan intensif dalam hal tenaga kerja, tapi produktivitasnya masih rendah. Di Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi Tengah memang ada padang penggembalaan sapi yang relatif luas, tapi petani disini umumnya membiarkan lahan dan sapinya hidup apa adanya, sehingga produktivitasnya juga rendah. Petani di tanah air hampir tidak menggunakan alat-alat mekanisasi, apalagi untuk ternak sapi dan domba. Bahkan sebaliknya, justru banyak sapi yang digunakan seperti alat mekanisasi untuk mengolah tanah sawah (membajak dan menggaru).Gambar 01.3. Peternakan kambing perah di Indonesia yang masih menggunakan tenaga manusia untuk produksi susu kambing dan memelihara ternak kambing dibelakang rumah

Selain peternakan sapi, Indonesia juga mempunyai peternakan kambing perah. Memelihara ternak kambing biasa ditempatkan di belakang atau sekitar halaman rumah, tentu saja jumlah ternak yang dipelihara terbatas pada jumlah kecil. Rupanya faktor keamanan juga berperan dengan cara menempatkan ternak yang dekat rumah pemilik, sehingga memudahkan dalam hal pengawasan. Kandang dibuat cukup sederhana dari bahan bambu atau kayu beratap genting, alang-alang atau asbes. Cara memelihara tersebut cenderung dipertahankan hingga saat ini, sehingga agak sulit menjumpai peternak yang memiliki ternak skala besar. Pemahaman yang terbatas tentang teknik budidaya kambing perah, menyebabkan masih rendahnya kemampuan peternak untuk memproduksi susu kambing kualitas layak konsumsi. Pola pemeliharaan sederhana, sebagai sambilan, jumlah yang tidak ekonomis serta masih rendahnya kesadaran akan kebersihan dan kesehatan ternak membuat proses produksinya tidak menunjang. Rangkaian akumulasi hal tersebut bermuara pada rendahnya mutu produk susu kambing yang dihasilkan. c. Di negara maju gandum dan padi padian hanya separo yang dikonsumsi manusia, sisanya dijadikan pakan ternak dan unggas, sehingga akan diperoleh susu, daging dan telur, yang merupakan sumber gizi pula. Di negara berkembang produksi beras dan padi padian lain tidak cukup dimakan manusia. Di negara yang maju kebutuhan akan kalori dan gizi rakyat miskin boleh dikatakan telah terpenuhi (misalnya di Amerika Serikat 3.000 kalori dan 90 gram protein per hari). Sebaliknya, di negara miskin hidup dibawah standar. d. Di negara maju produksi pangan dinaikkan dengan cara meningkatkan produktivitas (ton per hektar), sedangkan di negara berkembang adalah dengan cara menambah atau memperluas areal ladang dan sawah.

2. Beri contoh produksi penanganan dan penyimpanan pangan pada : a. BerasProduksi, Penanganan, dan penyimpanan beras dicontohkan pada negara Jepang tepatnya di kota Higashimatsushima. Jadwal panen padi para petani di Jepang biasanya dilakukan pada bulan September Oktober, begitu juga para petani di kota Higashimatsushima. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan mesin panen dan secara berkelompok. Hal ini dilakukan untuk efisiensi dan lebih memaksimalkan penggunaan mesin. Membutuhkan waktu sekitar beberapa jam saja untuk memanen padi pada sawah yang cukup luas. Setelah dipanen, padi akan otomatis dipisahkan dari batangnya dan kemudian petani mendistribusikannya ke mobil pick-up untuk kemudian dibawa ke gudang untuk proses selanjutnya. Gambar 01.4. Setelah dipanen, padi langsung di masukkan ke pick up untuk proses selanjutnya

Di gudang penyimpanan terdapat fasilitas mesin penggiling padi dimana padi yang berasal dari sawah langsung dimasukkan ke mesin kemudian diolah menjadi beras. Namun pada lokasi yang kami kunjungi hanya terdapat fasilitas dimana padi diolah menjadi beras yang masih berwarna kecoklatan. Dibutuhkan satu proses lagi pada mesin yang berbeda untuk dapat menghasilkan beras yang berwarna putih. Para petani biasanya menyimpan beras yang kecoklatan ini dan baru mengolahnya menjadi putih ketika akan dimasak di rumah mereka masing-masing.Ada 4 jenis beras yang biasa ditanam oleh para petani di Higashimatsushima, terdiri dari tiga jenis beras utama yang biasa digunakan sebagai makanan pokok yaitu: Hitomebore, Sashanishiki dan Tsuyahime. Dan satu jenis beras yang biasa digunakan untuk membuat kue mochi, jenis beras ini dikenal dengan Mochigome.

Hasil panen untuk ukuran tanah 300 Tsubo (satuan tradisional Jepang yang setara dengan 10.000 m2 atau 1 hektar) adalah sekitar 5000 6000 kg. Pemasaran dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama dapat dijual langsung ke konsumen dan yang kedua dapat dijual kepada pihak asosiasi petani yang disebut JA (Japan Agriculture). Sangat menarik melihat tatacara para petani di Jepang dalam mengolah sawahnya. Semua harus dilakukan pada waktu yang tepat dan terjadwal, mengingat Jepang memiliki 4 musim dan cuaca dapat berubah dengan cepat. Mengenai hasil padi yang diperoleh di Jepang pada umunya hampir sama dengan yang diperoleh oleh para petani di Indonesia.

Gambar 01.5. Kondisi pertanian di Jepang

Dari keterangan diatas jelas sekali bahwa para petani di Jepang telah menggunakan teknologi yang jauh lebih maju daripada para petani di Indonesia. Ini disebabkan bahwa para petani di Jepang telah menggunakan mesin di setiap kegiatan, mulai dari penyiapan bibit, membajak sawah, menanam, hingga proses panen. Hal ini membuat para petani di Jepang dapat bekerja lebih cepat, mampu mengelola lahan yang lebih luas secara lebih efektif dan efisien jika dibandingkan dengan para petani di Indonesia.b. SusuDi negara berkembang seperti Indonesia lebih mengenal pengolahan susu bubuk. Namun, susu bubuk telah mulai ditinggalkan oleh negara maju di dunia karena proses pengolahan susu bubuk akan mengurangi gizi dari susu tersebut. Hal ini juga diimbangi dengan konsumsi susu bubuk di negara maju sudah mulai berkurang. Namun, di Indonesia konsumsi susu bubuk masih unggul. Adanya penurunan konsumsi susu bubuk dinegara maju disebabkan oleh kesadaran mereka terhadap keberadaan gizi pada susu segar.

Adapun teknik pengolahan susu segar di dunia yaitu UHT (Ultra High Temperature) dan pasteurisasi. Pengolahan susu secara pasteurisasi itu biasanya dengan memberi perlakuan panas sekitar 63-72 derajat Celcius selama 15 detik. Tujuannya membunuh bakteri patogen. Jika Anda penggemar susu ini mesti konsisten dalam penyimpanannya. Susu hasil pasteurisasi ini hanya memiliki umur simpan sekitar 14 hari dan harus disimpan pada susu rendah (5-7 derajat celcius). Untuk susu UHT (ultra high temperature), pengolahan susu segar ini menggunakan pemanasan suhu tinggi (135-145 derajat celcius) dalam waktu yang relatif singakt 2-5 detik. Porses pemasanan seperti itu selain dapat membunuh seluruh mikroorganisme (bakteri pembusuk maupun patogen) dan spora (jamur) juga untuk mencegah kerusakan nilai gizi. Bahkan dengan proses UHT, warna, aroma dan rasa relatif tidak berubah dari aslinya sebagai susu segar.

c. Jeruk 1) PemanenanSetelah diketahui bahwa buah sudah cukup tua untuk dipanen, panen dapat segera dilakukan dan produk harus dikumpulkan dilahan secepat mungkin, dengan kerusakan produk sekecil mungkin dan biaya semurah mungkin. Umumnya panen masih dillakukan secara manual menggunakan tangan dan peralatan-peralatan sederhana. Meskipun memerlukan banyak tenaga kerja, panen secara manual masih akurat, pemilihan sasaran penen juga dapat lebih baik dilakukan, kerusakan fisik yang berlebihan dapat dihindari dan membutuhkan biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan panen menggunakan peralatan mekanis.Umumnya panen dilakukan pagi hari ketika matahari baru saja terbit karena hari sudah cukup terang tetapi suhu lingkungan masih cukup rendah sehingga dapat mengurangi kerusakan akibat respirasi produk dan juga meningkatkan efisiensi pemanenan. Hal ini dapat menggurangi luka bakar seperti mengeluarkan minyak.2) Penanganan Bila jeruk akan dikirim keluar kota, buah jeruk yang diangkut dengan peti akan lebih aman dari pada dengan keranjang bambu atau karung karena keranjang atau karung tidak dapat meredam goncangan selama penggangkutan. Peti jeruk harus di paku kuat-kuat, bagian ujung dan tengah-tengahnya diikat tali kawat atau bahan pengikat kain yang kuat.Bahan peti dipilih yang ringan dan murah misalnya kayu senggon laut (albazia falcata) atau kayu pinus. Bentuk peti disesuaikan dengan bak angkutan, disarankan persegi panjang (60 x 30 x 30 cm) atau bujur sanggkar (30 x 30 x 30 cm), tebal papan 0,5 cm, lebar 8 cm, jarak antar 1,5 cm agar udara di dalam peti tidak lembab tetapi juga tidak terlalu panas. Bobot maksimal setiap peti sebaiknya tidak melebihi 30 kg. Buah jeruk lebih baik jika dibungkus dengan kertas tissue (potongan/sobekan kertas) kemudian peti diberi tanda diantaranya yaitu nama barang, jumlah buah setiap peti, berat peti dan jeruk, kualitas, tanda merek dagang, daerah/negara asal.

3) PenyimpananPenyimpanan buah jeruk dilakukan di ruang dingin sehingga dapat mengurangi aktivitas respirasi dan metabolisme, pelunakan, kehilangan air dan pelayuan, kerusakan karena aktivitas mikroba (bakteri, kapang/cendawan). Jeruk yang disimpan hendaknya bebas dari lecet kulit, memar, busuk dan kerusakan lainnya. Untuk mendapatkan hasil yang baik, suhu ruang penyimpanan dijaga agar stabil. Suhu optimum untuk penyimpanan buah jeruk adalah 5 10oC. Jika suhu terlalu rendah dapat menyebabkan kerusakan buah (chiling injury). Jika kelembaban rendah akan terjadi pelayuan atau pengkeriputan dan jika terlalu tinggi akan merangsang proses pembusukan, terutama apabila ada variasi suhu dalam ruangan. Kelembaban nisbi antara 85-90% diperlukan untuk menghindari pelayuan dan pelunakan pada beberapa jenis sayuran. Beberapa produk bahkan memerlukan kelembaban sekitar 90-95%. Kelembaban udara dalam ruangan pendinginan dapat dipertinggi antara lain dengan cara menyemprot lantai dengan air. Kelembaban yang tepat akan menjamin tingkat keamanan bahan yang disimpan terhadap pertumbuhan mikroba. Sirkulasi udara diperlukan secukupnya untuk membuang panas yang berasal dari hasil respirasi atau panas yang masuk dari luar.