tugas final fisika teknik i
DESCRIPTION
mTRANSCRIPT
TUGAS FINAL
FISIKA TEKNIK I
“GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK”
OLEH
JORDY APRILLIANZA BUDIANG D41114308
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PRODI ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
BAB 33
GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK
33-2. Pelangi Maxwell
Pencapaian tertinggi James Clerk Maxwell adalah ia berhasil menunjukkan bahwa sorotan
cahaya itu merupakan gelombang berjalan medan dan medan listrik - gelombang
elektromagnetik - sehingga optik yang merupakan ilmu mengenai cahaya tampak, merupakan
sehingga cabang dari elektromagnetisme.
Pada zaman Maxwell (pertengahan 1880-an), cahaya yang diketahui hanyalah cahaya tampak,
infra merah dan ultraviolet. Terdorong dengan kerja Maxwell ini, Heinrich Hertz menemukan
gelombang radio dan memberikan verifikasi bahwa gelombang tersebut berjalan di laboratorium
dengan kecepatan yang setara dengan kecepatan cahaya.
Pada skala panjang gelombang Gbr 33-1, setiap tanda skala mewakili suatu perubahan dalam
panjang gelombang dengan kelipatan 10. Skala ini tak terbatas artinya gelombang
elektromagnetik tidak memiliki batas atas maupun batas bawah. spektrum elektromagnetik pada
Gbr diidentifikasikan oleh label yang familiar seperti sinar x dan gelombang radio. Label-label
ini menunjukkan secara kasar mengenai kisaran
panjang gelombang tertentu yang mana sumber dan
detektor gelombang elektromagnetik tipe tertentu
banyak digunakan. Semua gelombang
elektromagnetik, di mana pun letak spektrumnya
berjalan melalui ruanghampa (vakum) dengan
kecepatan yang sama c.
Batas spektrum cahaya tampak ini tidak pasti
karena kurva sensitivitas m mendekati garis
sensitivitas nol secara asimptotik baik itu pada
panjang gelombang pendek maupun yang panjang.
Jika kita mengambil batas secara acak karena
panjang gelombang di mana sensitivitas mata jatuh 1% dari nilai maksimal maka batas sekitar
430 dan 690 nm. Namun mata dapat mendeteksi gelombang elektromagnetik melebihi batas
tersebut jika gelombangnya cukup kuat.
33-3 Gelombang Elektromagnetik yang Merambat secara Kualitatif
Beberapa gelombang elektromagnetik seperti sinar X, sinar gamma dan cahaya tampak
diradiasikan (diemisikan) oleh sumber-sumber yang memiliki ukuran atom atau nuklir (di mana
fisika kuantum berlaku). Disini kita mendiskusikan mengenai bagaimana gelombang
elektromagnetik dihasilkan. Untuk alasan penyederhanaan, kita membatasi pembahasan pada
area spektrum (panjang gelombang lambda=1 m) di mana sumber radiasinya (gelombang yang
dipancarkan) adalah makroskopik dan pada dimensi yang masih dapat diukur.
Gambar 33-3 menunjukkan bagaimana gelombang dihasilkan. Sebagai pusat yaitu osilator LC
yang mengeluarkan suatu frekuensi sudut LC. Muatan dan arus dalam sirkuit ini bervariasi
secara sinusoidal pada frekuensi ini (seperti dalam Gbr. 31-1). Suatu sumber energi tambahan
(misalnya generator AC harus disertakan untuk menambahkan energi dalam rangka mengganti
hilangnya energi karena panas (temperatur pada sirkuit dan mengganti energi yang terbawa oleh
gelombang elektromagnetik yang teradiasi.
Gambar 33-4 menunjukkan bagaimana medan listrik E
dan medan magnet B berubah seiring waktu karena
satu panjang gelombang dari gelombang tersebut
melewati titik jauh P pada Gbr. 33-3. Pada setiap
bagian di Gbr. 33-4, gelombang berjalan secara
langsung ke arah luar. (Kita memilih satu titik jauh
sehingga lengkungan gelombang pada Gbr. 33-3
menjadi kecil dan bisa diabaikan. Pada titik tersebut,
gelombangnya dinamakan gelombang bidang atau
gelombang daar (plane wave). Dengan demikian
diskusi mengenai gelombang ini menjadi lebih
sederhana).
Perhatikan beberapa ciri pada Gbr. 33-4, itu semuanya
ada tanpa memperhatikan bagaimana gelombang dibuat
1. Medan listrik E dan medan magnet B selalu
tegak terhadap arah di mana gelombang
merambat. Maka dari itu gelombangnya
merupakan gelombang transversal sebagaimana
dijelaskan di Bab 16.
2. Medan listrik selalu tegak lurus terhadap medan magnet.
3. Hasil perkalian E x B selalu memberikan arah di mana gelombang berialan.
4. Kedua medan selalu bervariasi secara sin seperti halnya gelombang transversal di bab 16.
Selain itu, kedua medan juga bervariasi dalam frekuensi sama dan sefase satu sama lain.
Dengan ciri-ciri tersebut, kita dapat berasumsi bahwa gelombang elektromagnetik bergerak
menuju P pada arah positif suatu sumbu x. Medan listrik dalam Gbr. 33-4 berosilasi secara
sejajar pada sumbu y dan medan magnet berosilasi secara sejajar pada sumbu z (tentunya dengan
menggunakan sistem koordinasi tangan kanan). Dengan begitu kita dapat menulis medan listrik
dan medan magnet sebagai fungsi- fungsi sinusoidal posisi x dan waktu t:
di mana E dan B adalah amplitudo medan, adalah frekuensi sudut sedangkan k adalah bilangan
gelombang. Dari persamaan ini, kita melihat bahwa kedua medan tidak hanya membentuk
gelombang elektromagnetik tapi juga membentuk gelombang masing-masing.
Dari Pers. 16-13 kita tahu bahwa kecepatan gelombang adalah ω/k. Namu karena ini adalah
suatu gelombang elektromagnetik, kecepatannya (dalam ruang vakum) diberikan simbol c bukan
v. Pada bagian berikutnya kita dapat melihbahwa c mempunyai nilai sekitar 3,0 x 10 m/s.
Semua gelombang elektromagnetik termasuk cahaya tampak memiliki kecepatan c yang sama
di dalam ruangan vakum.
Kita juga akan melihat bahwa kecepatan gelombang c dan amplitudo medan listrik serta medan
magnet memiliki hubungan seperti berikut ini:
Jika kita membagi Pers. 33-1 dengan 33-2 dan mensubstitusikannya dengan Pers. 33-4, maka
kita menemukan bahwa magnitudo pada waktu dan pada titik tertentu berhubungan seperti
berikut ini
Kita dapat menggambarkan gelombang elektromagnetik dalam Gbr 33-5a dengan suatu sinar
(garis langsung yang menunjukkan arah gerak gelombang) atau dengan muka gelombang
(permukaan imajiner di mana gelombang tersebut memiliki magnitudo medan listrik yang sama)
atau keduanya. Kedua muka yang ditunjukkan pada Gbr. 33-5a dipisahkan oleh satu panjang
gelombang tersebut. (Gelombang yang berjalan dalam arah yang sama membentuk suatu sinar
misalnya laser, yang dapat digambarkan sebagai berkas).
Pertama perhatikan suatu medan magnet. Karena medan magnet bervariasi secara sinusoidal,
maka medan magnet menginduksikan (melalui hukum induksi Faraday) medan listrik yang tegak
lurus yang juga bervariasi secara sinusoidal. Kemudian, karena medan listrik bervariasi secara
sinusoidal, maka medan listrik menginduksikan (melalui hukum induksi Maxwell) medan
magnet yang tegak lurus yang juga bervariasi secara sinusoidal, dan seterusnya. Dua medan ini
secara terus menerus saling membentuk satu sama lain melalui induksi. Hasil variasi sinusoidal
dalam medan-medan ini bergerak sebagai gelombang-gelombang elektromagnetik. Tanpa hasil
yang menakjubkan ini, sungguh kita tidak akan bisa melihat karena kita memerlukan gelombang
elektromagnetik dari sinar Matahari untuk menjaga temperatur bumi. Tanpanya kita juga tidak
akan pernah ada.
Suatu Gelombang yang Paling Aneh
gelombang elektromagnetik berbeda sama sekali karena tidak memerlukan medium untuk bisa
bergerak. Tentu gelombang ini bisa bergerak melalui medium udara atau kaca, namun
gelombang dapat juga bergerak melalui ruang hampa di luar angkasa dari bintang-bintang
menuju kita di bumi.
Ketika teori relativitas diterima, setelah Einstein menemukan nya tahun 1905, kecepatan
gelombang cahaya menjadi penting. Alasan yang mendasarinya adalah karena cahaya memiliki
kecepatan yang sama walaupun diukur berbeda. Jika anda mengirim cahaya sepanjang suatu
sumbu dan meminta beberapa pengamat untuk mengukur kecepatannya sementara mereka juga
bergerak dengan kecepatan berbeda sepanjang sumbu tersebut, baik itu pada arah cahaya atau
berlawanan, mereka semua sungguh akan mendapati
bahwa cahaya tersebut memiliki kecepatan yang sama.
Ukuran kecepatan pada masa kini telah ditetapkan
sehingga kecepatan cahaya di ruang hampa adalah:
c= 299 729 458 m/s
Kecepatan ini dapat digunakan sebagai standar. Saat
ini jika kita mengukur waktu berjalannya suatu cahaya
dari titik lainnya, menghitung kecepatan cahayanya
namun menghitung jarak antara dua titik tersebut.
33-4 Gelombang Elektromagnetik yang Merambat, secara Kuantitatif
Sekarang kita akan menurunkan Pers. 33-3 dan 33-4, lebih lagi, mengeksplorasi induksi ganda
medan magnet dan medan listrik yang menghasilkan cahaya bagi kita.
Pers. 33-4 dan Medan Listrik yang Terinduksi
Persegipanjang putus - putus berdimensi dx dan h pada Gbr. 33-6 diletakkan pada titik P sumbu
x dan bidang xy (ditunjukkan di sebelah kanan Gbr 33-5b) Ketika gelombang elektromagnetik
bergerak ke sebelah kanan melalui persegipanjang, maka fluks magnetik melalui persegipanjang
berubah dan sebagaimana menurut hukum Faraday tentang induksi, medan listrik yang
terinduksi muncul seluruh bagian persegipanjang. Kita menetapkan E dan E dE menjadi medan-
medan yang terinduksi di sepanjang kedua sisi persegipanjang. Medan-medan listrik yang
terinduksi ini, sesungguhnya adalah komponen listrik gelombang elektromagnetik.
Medan magnet yang melalui titik-titik persegipanjang ada pada arah positif sumbu z dan
magnitudonya berkurang (magnitudo lebih besar sesaat sebelum bagian merah tiba). Karena
medan magnetnya berkurang, fluks magnetik yang melalui persegipanjang juga berkurang.
Menurut hukum Faraday, perubahan pada fluks ini akan dilawan oleh medan listrik yang
terinduksi, yang menimbulkan medan magnet B pada arah z positif.
Menurut hukum Lenz, hal ini berarti bahwa jika kita membayangkan batas persegipanjang
sebagai loop konduksi, arus terinduksi yang berlawanan dengan arah jarum jam akan muncul.
Mari kita aplikasikan hukum induksi Faraday ini Berlawanan arah jarum jam di sekeliling
persegipanjang di Gbr. 33-6.
Tidak ada kontribusi pada integral dari atas atau bawah persegipanjang karena E dan ds saling
tegak lurus satu sama lain. Nilai integral tersebut adalah:
Fluks yang melalui persegipanjang ini adalah:
di mana B adalah magnitudo rata-rata B di dalam persegipanjang dan h dx adalah luas dari
persegipanjang. Mendiferensiasikan Pers. 33-8 terhadap t memberikan
Jika kita mensubstitusikan Pers. 33-7 dan 33-9 ke Pers, 33-6 maka diperoleh:
Atau
Dalam menentukan dB/dt kita harus mengasumsikan bahwa x itu konstan karena berkenaan
dengan tingkat perubahan waktu B pada titik tertentu, titik P di Gbr 33-5b. Turunan dalam
keadaan ini adalah turunan parsial dan Pers. 33-10 harus ditulis:
Tanda negatif dalam persamaan tersebut cocok dan penting karena walaupun E bertambah
bersama x pada sisi persegi panjang di Gbr. 33-6. B berkurang bersama t.
Dari Pers. 33-1 kita memperoleh:
dan dari Pers. 33-2:
Lalu Pers. 33-11 dikurangi menjadi
Rasio ω/k untuk gelombang yang merambat adalah kecepatannya yang kita sebut dengan c.
Persamaan 33-12 kemudian menjadi:
yang mana sama dengan Pers. 33-4.
Pers. 33-3 dan Medan Magnet yang Terinduksi
Gambar 33-7 menunjukkan persegipanjang putus-putus yang lain pada t titik P di Gbr 33-5b; ini
berada di bidang xz. Karena gelombang elektromagnetik bergerak ke arah kanan melewati
persegipanjang baru ini, maka fluk listrik yang melalui persegipanjang berubah, dan- menurut
hukum induksi Maxwell- maka medan-medan magnet yang terinduksi muncul di seluruh bagian
persegipanjang. Medan magnet yang terinduksi ini adalah komponen magnetik dari gelombang
elektromagnetik.
Karena kedua medan tersebut sefase, medan listrik pada Gbr. 33-7 harusnya juga berkurang,
begitu pula dengan fluks listrik yang melalui persegipanjang. Dengan mengaplikasikan
penjelasan yang sama di Gbr. 33-6, kita melihat bahwa perubahan fluks akan menginduksi
medan magnet dengan vektor B dan B dB yang diorientasikan Gbr. 33-7, di mana B dB lebih
besar daripada B
kita aplikasikan hukum induksi Maxwell:
dengan memprosesnya berlawanan arah jarum jam mengelilingi persegipanjang putus-putus pada
Gbr. 33-7. Hanya sisi panjang persegipanjang yang berkontribusi terhadap integral dengan nilai
Fluks yang melalui persegipanjang adalah
di mana E adalah magnitudo rata-rata dari vektor E di dalam persegipanjang. Dengan
menurunkan Pers. 33-16 terhadap t maka diperoleh:
Jika persamaan ini dan Pers. 33-15 kita substitusikan ke Pers. 33-14 maka didapatkan:
atau dengan menuliskannya sebagai turunan parsial seperti pada Pers. 33-11 maka kita
memperoleh
Tanda negatif pada persamaan tersebut penting karena, walau pun B meningkat bersama x pada
titik P di persegipanjang Gbr 33-7, E menurun bersama dengan t.
Dengan menghitung Pers. 33-7 dengan menggunakan Pers. 33-1 dan Pers. 33.2 maka kita
dapatkan:
yang mana dapat ditulis menjadi:
Dengan mengkombinasikan persamaan ini dengan Pers. 33-13 maka didapatkan:
.
Persamaan tersebut persis sama dengan Pers. 33-3.
33-5 Transpor Energi dan Vektor Poynting
Tingkat energi per unit luas dalam gelombang tersebut digambarkan oleh vektor S yang disebut
vektor Poynting menurut nama seorang fisikawan yaitu John Henry Poynting (1852-1914) yang
pertama membahas hal ini. Vektor ini didefinisikan sebagai berikut:
Magnitudo S dihubungkan dengan tingkat energi yang dibawa oleh gelombang di sepanjang unit
luas pada waktu (ins) tertentu
Dari sini kita tahu bahwa unit SI untuk vektor S adalah watt/meter persegi (W/m2)
Arah vektor Poynting s suatu gelombang elektromagnetik pada titik tertentu memberikan arah
gerak gelombang dan dan arah transportasi energi di titik tersebut.
Karena vektor E dan B saling tegak lurus dalam suatu gelombang elektromagnetik, magnitudo
dari vektor E x B adalah EB. Maka magnitudo vektor S adalah
di mana S, E dan B adalah nilai pada saat tertentu (instan). Magnitudo E dan B sangat rapat satu
sama lain sehingga kita hanya perlu menggunakan salah satunya. Dengan menggunakan B=E/c
dari Pers. 33-5 maka kita dapat menulis Pers. 33-21 sebagaimana berikut ini:
Dengan mensubstitusikan E=Em sin (kx-wt) ke dalam Pers. 33-21 kita dapat memperoleh suatu
persamaan untuk laju transportasi energi sebagai fungsi waktu. Dengan demikian dari Pers. 33-
20, intensitas I adalah:
Dari Pers. 33-21 kita menemukan
Selain itu, kita mendefinisikan suatu kuantitas baru, Erms yaitu nilai root-mean-square dari
medan listrik, yang didefinisikan sebagai:
Kemudian kita dapat menulis Pers.33-23 menjadi:
Karena E=cB dan c adalah jumlah yang sangat besar, kita biasanya menyimpulkan bahwa energi
yang terkait dengan medan listrik jauh lebih besar dari energi yang terkait dengan medan
magnetnya. Namun kesimpulan tersebut tidak benar, kedua energi tersebut setara. Untuk
membuktikannya kita bisa mulai dengan Pers. 25-25 yang menunjukkan densitas energi di dalam
suatu medan magnet, dan dengan mensubstitusikan cB untuk E maka diperoleh:
Jika kita sekarang mensubstitusikan c dengan Pers. 33-3 maka kita dapatkan:
Namun, Pers. 30-54 memberitahu kita bahwa B2/2µo adalah densitas energi µB dari medan
magnet B; sehingga kita bisa melihat bahwa µE=µB di manapun di sepanjang gelombang
elektromagnetik.
Variasi Intensitas dengan jarak
Kita asumsikan bahwa energi gelombang
dikonservasikan saat menyebar dari sumbernya.
Mari kita juga memusatkan suatu bola imajiner
bejarijari r pada sumber sebagaimana
ditunjukkan Gbr. 33-8. Seluruh energi yang
dilepaskan oleh sumber harus melewati bola.
Dengan demikian energi yang melewati bola
melalui radiasi harus sama dengan energi yang
dipancarkan oleh sumber, yaitu daya sumber Ps.
Intensitas I pada bola harus dari Pers. 33-23,
di mana 4πr2 adalah luas bola. Pers, 33-25 memberitahu kita bahwa intensitas radiasi
elektromagnetik dari sumber titik isotropis berkurang sebanding dengan sumbernya.
33-6 Tekanan Radiasi
Gelombang-gelombang elektromagnetik memiliki momentum linier dan juga energi. Hal ini
berarti bahwa kita dapat menerapkan suatu tekanan tekanan radiasi pada objek yang disinari
cahaya.
Untuk menemukan pernyataan yang tepat mengenai tekanan ini, kita coba pancarkan sinar
radiasi elektromagnetik misalnya cahaya pada objek dengan interval waktu delta t lebih jauh lagi.
Kita asumsikan bahwa objeknya bebas bergerak dan radiasi seluruhnya diserap oleh objek ini. Ini
artinya bahwa selama interval delta t, objek memperoleh suatu energi ∆U dari radiasinya.
Maxwell menunjukkan bahwa objek juga memperoleh momentum linier. Magnitudo ∆p dari
perubahan momentum objek dihubungkan dengan perubahan energi ∆U dengan
di mana c adalah kecepatan cahaya. Arah perubahan momentum objek adalah arah dari sinar
datang (insiden) yang diserap objek.
Selain diserap, radiasi dapat dipantulkan oleh objek; dengan demikian radiasi dapat dikirimkan
dengan arah baru seperti halnya memantul terhadap objek. Jika radiasi seluruhnya dipantulkan
kembali sepanjang lintasan asalnya, magnitudo perubahan momentum objek dua kali dari yang
disebutkan di atas, atau :
Jika radiasi sinar datang sebagiannya diserap dan sebagiannya dipantulkan, maka perubahan
momentum objek tersebut adalah antara ∆U/c dan 2∆U/c.
Dari hukum Newton kedua dalam bentuk momentum linier (bagian 9-4), kita tahu bahwa
perubahan momentum dihubungkan kepada suatu gaya dengan
Untuk menemukan persamaan bagi gaya yang dikerahkan oleh radiasi dalam kaitannya dengan
intensitas radiasi I, maka kita pertama-tama harus memperhatikan bahwa:
Berikutnya, kita misalkan bahwa sebuah permukaan seluas A tegak lurus terhadap lintasan
radiasi dan memotong radiasinya. Pada waktu interval ∆t, energi yang ditangkap oleh luas A
adalah:
Jika energi itu seluruhnya diserap, maka Pers. 33-28 memberitahu kita bahwa ∆p=IA ∆t/c dan
dari Pers. 33-30 kita memperoleh magnitudo gaya pada luas A adalah
sama halnya jika energi seluruhnya dipantulkan
kembali sepanjang lintasannya, maka Pers. 33-29
menyatakan bahwa ∆p= 2IA ∆t/c dan dari Pers.
33-30 kita dapatkan:
Jika radiasi sebagian diserap dan sebagian
dipantulkan, maka magnitudo gaya pada luas
A ini berada di antara nilai IA/c dan 2IA/c.
Gaya per unit luas pada objek yang diakibatkan
oleh radiasi adalah tekanan radiasi (p,). Kita dapat
menemukan ini pada keadaan Pers. 33-32 dan Pers.
33-33 dengan membagi kedua sisi masing-masing
persamaan tersebut dengan A Dengan demikian
kita dapatkan
dan
33-7 Polarisasi
Gambar 33-9a menunjukkan sebuah gelombang elektromagnetik dengan medan listriknya yang
berosilasi sejajar pada sumbu y vertikal. Bidang ini lainnya terdiri vektor E yang disebut bidang
osilasi gelombang (maka dari itu gelombangnya dikatakan berpolarisasi bidang pada arah y).
Kita dapat merepresentasikan polarisasi gelombang (keadaan sedang berpolarisasi) dengan
menunjukkan arah medan listrik osilasi di bagian depan bidang osilasi seperti pada Gbr. 33-9b.
Tanda panah ganda vertikal dalam gambar tersebut mengindikasikan bahwa gelombang bergerak
melewati kita, medan listriknya berosilasi secara vertikal dan terus berubah antara diarahkan ke
atas dan ke arah bawah sumbu y.
Cahaya yang Berpolarisasi
Gelombang-gelombang elektromagnetik yang dipancarkan stasiun televisi semuanya memiliki
polarisasi yang sama, namun gelombang-gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh
sumber-sumber cahaya yang umum (seperti sinar Matahari atau bohlam) berpolarisasi secara
acak, atau tidak berpolarisasi (kedua istilah ini maksudnya sama). Dengan demikian medan
listrik pada titik tertentu selalu tegak lurus pada arah jalannya gelombang namun berubah
arahnya secara acak.
Pada prinsipnya, kita dapat menyederhanakan keacakan ini dengan memisahkan setiap medan
listrik pada Gbr. 33-10a ke dalam komponen y dan z. Kemudian seiring gelombang bergerak
melewati kita, jaring komponen y berosilasi sejajar pada sumbu y dan jaring komponen z
berosilasi sejajar pada sumbu z. Kemudian kita dapa mewakili cahaya yang tidak berpolarisasi
dengan sepasang panah ganda seperti pada Gbr. 33-10b. Panah ganda sepanjang sumbu y
mewakili osilasi komponen y medan listrik. Panah ganda sepanjang sumbu z mewakili osilasi
komponen z medan listriknya. Dalam melakukan hal ini, kita secara efektif mengubah cahaya
yang tidak berpolarisasi ke dalam superposisi dari dua gelombang yang berpolarisasi yang mana
bidang osilasinya saling tegak lurus, satu bidang terdiri dari sumbu y dan bidang lainnya terdiri
dari sumbu z. Satu alasan untuk mengubah hal ini adalah bahwa Gbr 33-10b lebih mudah
digambarkan daripada Gbr.33-10a.
Lembaran tersebut secara komersil disebut polaroid
atau filter polaroid yang ditemukan oleh Edwin Land
ketika dia masih menjadi mahasiswa. Suatu bidang
polarisasi terdiri dari molekul panjang tertentu yang
melekat pada plastik. Ketika lembaran ini diproduksi,
lembaran ini direntangkan untuk mengatur molekul-
molekul dalam barisan sejajar, seperti sawah yang
sedang dibajak. Ketika cahaya dikirimkan melalui
lembaran ini, komponen medan listrik sepanjang arah
tertentu melewati lembaran ini, sementara itu
komponen yang tegak lurus arah tersebut diserap
oleh molekul-molekulnya dan kemudian menghilang.
Suatu komponen medan listrik sejajar pada arah polarisasi dilewatkan (diuransmisikan) oleh
bidang polarisasi; suatu komponen yang tegak lurus pada yang diserapnya.
Intensitas Cahaya Berpolarisasi yang Ditransmisikan
Cahaya yang tidak berpolarisasi yang osilasi medan listriknya bisa kita pecah menjadi
komponen-komponen y dan z sebagaimana digambarkan Gbr 33-10b. Lebih jauh lagi kita dapat
menyusun sumbu y agar sejajar A pada arah polarisasi bidang. Namun hanya komponen y medan
listrik cahaya yang dilewatkan bidang; komponen z-nya diserap. Seperti ditunjukkan oleh Gbr
33-10b, *jika gelombang-gelombang asalnya diarahkan secara acak, maka jumlah komponen-
komponen y dan jumlah komponen-komponen z adalah sama. Ketika komponen- komponen z
diserap, setengah intensitas Io cahaya asalnya menghilang. Intensitas Io cahaya berpolarisasi
yang muncul itu adalah:
Katakanlah bahwa sekarang ini cahaya yang polarisasi sudah berpolarisasi. Gambar 33-12
menunjukkan suatu bidang polarisasi pada bidang bagian depan dan medan listrik E gelombang
dari suatu gelombang cahaya berpolarisasi bergerak menuju bidang tersebut. Kita dapat
memecah E menjadi dua komponen yang relatif terhadap arah polarisasi bidang komponen
sejajar Ey yang dipancarkan oleh bidang, dan komponen tegak lurus E yang diserap. Karena teta
adalah sudut antara E dan arah polarisasi bidang, maka komponen sejajar yang dipancarkan
adalah:
Ingat bahwa intensitas gelombang
elektromagnetik (seperti gelombang cahaya)
bersifat proposional pada kuadrat magnitudo
medan listriknya (Pers. 33-26). Dalam kasus ini,
intensitas I dari gelombang yang muncul bersifat
proposional terhadap E dan intensitas Io
gelombang asalnya proposional terhadap E. Maka
dari itu dari Pers. 33-37 kita dapat menulis
Mari kita sebut hal tersebut sebagai hukum
kosinus kuadrat, kita dapat menggunakan nya
hanya ketika cahaya yang mencapai bidang
polarisasi sudah berpolarisasi Kemudian intensitas
I yang ditransmisikan itu akan maksimum dan
sama dengan intensitas lo asalnya ketika gelombang asal berpolarisasi sejajar terhadap arah
polarisasi bidang. Intensitas yang ditransmisikan itu nol ketika gelombang asal berpolarisasi
tegak lurus terhadap arah bidang.
3.8 Pemantulan dan Pembiasan (Refraksi)
Perjalanan cahaya melalui suatu permukaan (atau antarmuka) yang memisahkan dua media
disebut pembiasan (refraksi) , dan cahayanya disebut terefraksi. Kalau suatu sinar datang tidak
tegak lurus terhadap permukaan, refraksi mengubah
arah perjalanan cahaya. Perhatikan di Gbr 33-17a
bahwa pembelokan terjadi hanya di permukaanya, di
dalam gelas cahayanya bergerak secara lurus.
Di Gbr. 33-16b, sinar di dalam foto diwakili dengan
sinar datang, sinar terpantul, dan sinar terefraksi (dan
muka gelombang). Setiap sinar diorientasikan ke arah
garis yang disebut garis normal, yang mana ini tegak
lurus terhadap permukaan pada titik pantul dan
refraksi. Di dalam Gbr 33-16b, sudut datang adalah
θ1, sudut pantul adalah θ'1 dan sudut bias adalah θ2,
dan seluruhnya diukur relatif terhadap garis normal. Bidang yang terdiri dari sinar datang dan
garis normal adalah bidang datang, yang berada dalam bidang halaman buku ini pada Gbr 33-
16b.
Eksperimen menunjukkan bahwa refleksi dan refraksi diatur oleh dua hukum:
Hukum Refleksi (Pemantulan): Suatu sinar yang terpantul terletak di dalam bidang datang dan
memiliki sudut pantul sama dengan sudut datang. Di dalam Gbr. 33-16b hal ini berarti bahwa:
Hukum Refraksi (Pembiasan): Seberkas sinar yang terefraksi terletak di dalam bidang datang dan
memiliki sudut bias θ2 yang berhubungan dengan sudut datang , seperti berikut ini:
Di sini tiap-tiap simbol n1 dan n2 adalah konstanta tak berdimensi yang disebut indeks bias, ini
dihubungkan dengan material (medium) yang termasuk ke dalam refraksi. Kita menurunkan
persamaan ini menjadi hukum Snell.
Tabel 33-1 menunjukkan indeks bias ruang hampa dan beberapa zat yang umum. Untuk ruang
hampa, n diberi nilai 1: untuk udara, n sangat mendekati 1,0 (suatu perkiraan yang kita akan
sering gunakan). Tidak ada indeks bias di bawah 1.
Kita dapat menyusun Pers. 33-40 sebagai
untuk membandingkan sudut bias dengan sudut datang. Kemudian kita dapat melihat bahwa
nilai relatif dari θ2 tergantung pada nilai relatif n1 dan n1. Bahkan kita dapat memperoleh tiga
hasil dasar berikut ini:
1. Jika n2 sama dengan n1, maka sama dengan dan refraksi tidak membelokkan sinar, ini
berlanjut di dalam arah sinar yang tidak terbelokkan seperti di Gbr 33-17a.
2. Jika n2 lebih besar dari n1, maka θ2 lebih kecil dari θ1.Dalam hal ini, refraksi membelokkan
sinar menjauhi arah sinar yang tak terbelokkan dan menuju ke garis normal seperti di Gbr 33-17b
3. Jika n2 lebih kecil dari n1, maka θ2l ebih besar dariθ1 . Dalam hal ini, refraksi membelokkan
sinar menjauhi arah sinar yang tak terbelokkan dan menjauhi garis normal seperti di Gbr 33-17c
Refraksi tidak dapat membelokkan suatu sinar sedemikian tajam sehingga sinar yang terefraksi
menjadi di sisi yang sama terhadap garis normal seperti sinar datang.
Dispersi Kromatik
Indeks bias n cahaya di medium selain ruang hampa tergantung dari panjang gelombang cahaya.
Ketergantungan n terhadap panjang gelombang mengimplikasikan bahwa ketika seberkas sinar
terdiri dari serangkaian panjang gelombang yang berbeda, sinar tersebut akan direfraksikan pada
sudut-sudut berbeda oleh permukaan; sehingga cahaya akan disebarkan oleh refraksi ini.
Penyebaran cahaya ini disebut dispersi kromatik, di mana kromatik merujuk pada penyebaran
cahaya berdasarkan panjang gelombang atau warnanya.
Seberkas cahaya putih terdiri dari komponen komponen semua (hampir semua) warna dalam
spektrum tampak dengan intensitas yang rata-rata seragam. Ketika kita melihat sinar tersebut,
kita lebih melihat warna putih daripada warna lainnya.
Pada Gbr. 33-19a, sinar putih di udara langsung menuju permukaan kaca. (Karena warna kertas
di buku ini putih, sinar putih diwakili dengan sinar abu-abu. Cahaya monokromatik juga
biasanya diwakili dengan sinar merah). Cahaya yang terefraksi di Gbr. 33-19a, hanya komponen
merah dan biru yang ditunjukkan. Karena komponen biru lebih dibelokkan daripada komponen
merah, maka sudut sudut bias untuk komponen biru lebih kecil daripada sudut bias komponen
merah. (Ingat bahwa sudut diukur relatif terhadap garis normal). Pada Gbr. 33 sinar putih di
dalam kaca merupakan sinar datang pada kaca-permukaan udara).
Komponen biru lebih dibelokkan daripada komponen merah namun sekarang θ2b lebih besar
dari θ2r.
Untuk meningkatkan pemisahan warna, kita dapat menggunakan prisma kaca padat dengan
penampang melintang segitiga
Pelangi
Contoh yang paling menarik dari dispersi kromatik adalah pelangi. Ketika sinar Matahari (yang
terdiri dari semua warna tampak) berpotongan dengan air hujan yang turun, sebagian cahaya
berefraksi pada tetesan air tersebut, kemudian memantul dari permukaan dalam tetesan air
kemudian berefraksi keluar dari tetesan tersebut. Gambar 33-21a menunjukkan suatu keadaan
ketika matahari pada posisi kiri horizontal (dan saat sinar matahari berada dalam posisi
horizontal). Refraksi pertama memisahkan sinar matahari menjadi komponen-komponen
warnanya, dan refraksi kedua meningkatkan pemisahan ini. (hanya sinar merah dan biru
ditunjukkan di gambar). Jika banyak tetesan air disinari dengan cerah, kita dapat melihat warna-
warna terpisah yang dihasilkannya pada sudut 42° dari arah titik antisolar A, yaitu titik
berlawanan langsung dengan matahari dari pandangan kita.
Untuk melihat tetesan air, hadapkan wajah kita berlawanan dengan matahari dan ulurkan kedua
tangan kita berlawanan dengan matahari menuju bayangan kepala kita. Kemudian gerakan
tangan kanan kita ke atas arah kanan, atau pada arah langsung manapun sehingga sudut antara
tangan kita adalah 42°. Jika tetesan yang tersinari itu terjadi pada arah tangan kanan kita, maka
kita dapat melihat warna pada arah tersebut.
Karena setiap tetesan dengan sudut 42° dan pada arah apapun dari A dapat menyebabkan pelangi,
maka pelangi selalu berbentuk lengkungan 42° sekitar A (Gbr. 33-21b) dan puncak matahari
lebih besar dari 42° di atas garis horizontal. Ketika Matahari berada di atas garis horizontal, arah
A berada di bawah garis horizontal dan lengkungan pelangi mungkin hanya akan terjadi singkat
dan pendek (Gbr. 33-21c).
Karena pelangi terbentuk dengan melibatkan satu pemantulan cahaya di dalam setiap tetesan,
pelangi sering disebut pelangi utama (primer). Pelangi kedua (sekunder) melibatkan dua
pemantulan di dalam setiap tetesan, sebagaimana digambarkan Gbr. 33-21d. Warna-warna
muncul di pelangi kedua pada sudut 52° dari arah A. Pelangi kedua lebih lebar dan lebih muram
daripada pelangi utama sehingga lebih sulit dilihat. Selain itu, urutan warna di dalam pelangi
kedua terbalik dari urutan pelangi pertama, seperti yang dapat kita lihat dengan membandingkan
bagian-bagian a dan d di Gbr. 33-21.
Pelangi melibatkan tiga atau empat pemantulan yang terjadi pada arah matahari dan tidak bisa
dilihat dengan melawan kilauan sinar matahari di langit. Pelangi yang melibatkan lebih banyak
pemantulan di dalam tetesan-tetesan air dapat terjadi di bagian-bagian lain langit tapi selalu
sangat buram untuk bisa dilihat.
33-9 Pemantulan Internal Total
Gambar 33-23 menunjukkan berkas sinar monokromatik dari suatu sumber titik S di dalam kaca
datang ke antarmuka antara kaca dan udara. Untuk sinar a yang tegak lurus terhadap permukaan,
sebagian sinar memantul pada permukaan dan sisanya bergerak melaluinya dengan tanpa
perubahan arah.
Untuk sinar b yang melalui e, yang memiliki sudut datang lebih besar pada permukaan
bertambah, ada juga dan refraksi pada permukaan. Karena sudut datang maka sudut biasnya
bertambah: untuk sinar e yaitu 90° yang berarti bahwa sinar yang berefraksi langsung menuju
permukaan. Sudut datang menjadikan situasi ini sebagaimana yang disebut sudut kritis θc.
Untuk sudut-sudut datang yang lebih besar dari θc seperti untuk sinar f dan g, tidak ada sinar
yang berefraksi dan semua cahaya dipantulkan; efek ini disebut pemantulan internal total.
Untuk menemukan θc , kita menggunakan Pers. 33-44; kita dengan bebas menghubungkan
subskrip 1 dengan kaca dan subskrip 2 dengan
udara, dan kemudian kita mensubstitusikan θc
untuk θ1 dan 90° untuk θ2. dengan demikian
maka:
Karena sinus suatu sudut tidak melebihi
gabungannya, maka n2 tidak bisa melebihi n1,
pada persamaan ini. Pembatasan ini memberitahu
kita bahwa pemantulan internal total tidak bisa
terjadi ketika sinar datang berada di dalam
medium dengan indeks bias yang lebih kecil. Jika
sumber S berada di udara pada Gbr 33-23, semua
sinar yang masuk ke udara-permukaan kaca
(termasuk f dan g) akan dipantulkan dan
direfraksikan pada permukaan.
33-10 Polarisasi Karena Pemantulan
Kita dapat mengubah sorotan sinar matahari yang
telah dipantulkan (misalnya) air dengan melihatnya melalui bidang polarisasi (seperti suatu lensa
kacamata polarisasi) dan kemudian memutar sumbu polarisasi bidang sekitar garis pandangan
kita. Kita dapat melakukan hal tersebut karena setiap cahaya yang dipantulkan dari suatu
permukaan baik itu seluruhnya ataupun sebagian berpolarisasi karena pemantula (refleksi)
Gambar 33-25 menunjukkan cahaya yang tidak berpolarisasi datang pada permukaan kaca. Mari
kita pecah vektor-vektor medan listrik cahaya menjadi dua komponen. komponen tegak lurus
posisinya tegak lurus terhadap bidang datang dan halaman buku ini di Gbr. 33-25; komponen-
komponen ini diwakili oleh titik-titik (seolah kita melihat ujung-ujung vektor). Komponen-
komponen sejajar, sejajar terhadap bidang datang dan halaman buku ini, ini semua diwakili oleh
anak panah bermata dua. Karena cahayanya tidak berpolarisasi, kedua komponen ini memiliki
magnitudo yang sama.
Secara umum, cahaya atau sinar yang memantul juga memiliki dua komponen tersebut namun
dengan magnitudo yang berbeda. Hal ini berarti bahwa cahaya yang memantul berpolarisasi
sebagian medan medan magnet yang berosilasi sepanjangarah yang satu memiliki amplitudo
yang lebih besar daripada yang berosilasi sepanjang arah lainnya. Namun, ketika cahaya datang
dengan sebuah sudut datang tertentu. yaitu sudut Brewster θB maka sinar yang memantul hanya
memiliki komponen- komponen yang tegak lurus seperti pada Gbr. 33-25. Sinar yang memantul
kemudian seluruhnya berpolarisasi tegak lurus terhadap bidang datang. Komponen-komponen
sejajar dari sinar datang tidak menghilang tapi (bersama komponen-komponen tegak lurus)
berefraksi dengan kaca.
Kaca, air dan material materi dielektrikum lain dapat berpolarisasi sebagian dan seluruhnya
karena pemantulan.
Hukum Brewster
Untuk sinar yang datang pada sudut Brewster, kita menemukan eksperimen bahwa sinar-sinar
yang memantul dan berefraksi itu tegak lurus satu sama lain. Karena sinar yang memantul itu
memantul pada sudut θB di Gbr. 33-25 dan sinar yang berefraksi itu pada sudut θr maka
Kedua sudut ini juga dapat dihubungkan dengan Pers. 33-44. Dengan secara sembarang
menempatkan subskrip 1 di dalam Pers. 33-44 pada material di mana sinar datang dan sinar
memantul itu bergerak maka kita memperoleh :
Dengan menggabungkan dua persamaan tersebut maka kita memperoleh:
Menghasilkan
Jika sudut datang dan sinar yang memantul bergerak di udara, kita dapat memperkirakan n1
sebagai satu dan n mewakili n2 untuk menulis Pers. 33-49 menjadi:
Persamaan ini adalah penyederhanaan Pers. 49 dan disebut Hukum Brewster. Seperti θB hukum
ini juga dinamai menurut Sir David Brewster yang menemukan keduanya melalui eksperimen
pada tahun 1812.