tugas das brantas fauziyah
TRANSCRIPT
A. Karakteristik DAS Brantas
Berdasarkan Pola Pengelolaan Sumberdaya Air WS Brantas merupakan
Wilayah Sungai terbesar kedua di Pulau Jawa, terletak di Propinsi Jawa Timur pada
110°30′ BT sampai 112°55′ BT dan 7°01′ LS samp ai 8°15′ LS. Sungai Brantas
mempunyai panjang ± 320 km dan memiliki luas wilayah sungai ± 14.103 km2 yang
mencakup ± 25% luas Propinsi Jawa Timur atau ± 9% luas Pulau Jawa. WS Brantas
terdiri dari 4 (empat) Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Brantas, DAS Tengah
dan DAS Ringin Bandulan serta DAS Kondang Merak.
Dalam pembahasan mengenai potensi sumberdaya air ini menggunakan
satuan DAS. DAS Brantas berada di dalam wilayah administrasi 9 Kabupaten dan 6
Kota, yaitu: Kab. Nganjuk, Kab. Tulungagung, Kab. Malang, Kab. Blitar, Kab.
Sidoarjo, Kab. Mojokerto, Kab. Jombang, Kab. Probolinggo, Kab. Lumajang, Kota
Surabaya, Kota Sidoarjo, Kota Malang, Kota Blitar, Kota Kediri, dan Kota Pasuruan.
DAS brantas sendiri memiliki luas lebih kurang 11.988 km2, yang terdiri dari 6 Sub
DAS dan 32 basin block.
Tabel Pembagian Sub DAS Brantas
Karakteristik Lingkungan Fisik
Karakteristik lingkungan fisik dari DAS Brantas antara lain :
Geologi dan Geomorfologi
- Geologi
Informasi mengenai geologi DAS Brantas memberikan penjelasan bahwa kawasan
DAS brantas terbentuk oleh formasi geologi yang terdiri dari:
Alluvium, berada di daratan yang meliputi Kota Surabaya, Kab. Sidoarjo, Kab.
Mojokerto, Kab. Jombang, Kota Kediri, dan Kota Tulungagung.
Andesit, banyak ditemukan di utara DAS Brantas terutama di sekitar Sub DAS
Bluwek.
Hasil Gunung Api Kwarter Muda, tersebar di sekitar Gunung Kelud, Gunung
Kawi, Gunung Butak, dan Gunung Penanggungan.
Hasil Gunung Api Kwarter Tua, tersebar di sisi timur DAS secara lokal antara
lain di daerah Gunung Arjuno, Jabung, Poncokusumo dan di lereng timur
Gunung Penanggungan.
Hasil Gunung Api Tak Terurai, merupakan hasil erupsi Gunung Api Wilis
yang berada di sisi Barat DAS.
Miosen Fasies Batu Gamping, batuan gamping berumur miosen terdapat di sisi
selatan DAS dan tersebar di sebagian Kab. Tulungagung, Kab. Blitar, dan Kab.
Malang.
Miosen Fasies Batu Sedimen, sedikit berada di Kab. Boyolali
Pliosen Fasies Batu Gamping, tersebar secara lokal di antara geologi pleistosen
fasies Gunung Api yang berada di Sub DAS Bluwek.
Pliosen Fasies Batu Sedimen, sedimen hasil pengendapan berumur pliosen
banyak terdapat di daerah dataran Trenggalek.
Pleistosen Fasies Gunung Api, berada di sekitar Sub DAS Bluwek.
Pleistosen Fasies Batu Sedimen, batuan hasil pengendapan berumur pleistosen
banyak terdapat di lereng-lereng di Sub DAS Bluwek.
- Geomorfologi
Gunung api - gunung api yang ada mempengaruhi pembentukan lahan di DAS
Brantas antara lain : Gunung Kawi, Gunung Butak, Gunung Kelud, Gunung Wilis,
Gunung Anjasmoro, Gunung Arjuno, Gunung Welirang, Gunung Penanggungan,
Gunung Semeru, dan sedikit bagian dari Gunung Bromo. Hasil erupsi gunungapi
tersebut kemudian mengalami proses erosi dan sedimentasi sehingga menghasilkan
bentuklahan asal proses vulkanik yang berupa perbukitan, pegunungan, dataran,
maupun lembah.
Selain proses geomorfologi, kondisi permukaan DAS Brantas juga
dipengaruhi oleh kondisi relief, topografi, dan kemiringan lahan. Secara umum
kemiringan lahan DAS Brantas sangat kompleks dan terbagi dalam lima (5) kelas.
(1) Kemiringan lereng 0 – 8 % (datar) yang terdapat di dataran aluvial gunungapi.
(2) Kemiringan lereng 8 – 15 % (landai) yang membentuk lereng kaki dan lereng
bawah gunungapi.
(3) Kemiringan Lereng 15 – 25 % (agak curam) yang dijumpai pada lereng tengah
gunungapi.
(4) Kemiringan lereng 25 – 40 % (curam) dan (5) kemiringan lereng > 40 % yang
membentuk lereng atas gunungapi.
Daerah-daerah dengan kemiringan tingga (>40%) terutama di sub DAS Borek
Glidik, sedangkan daerah yang berada di kemiringan rendah/datar (<8%) banyak
terdapat di sub DAS Widas dan Lahar.
Tabel . Kemiringan Lahan di Wilayah DAS Brantas
• Jenis Tanah
Kondisi tanah di DAS Brantas sangat kompleks. Hal ini dipengaruhi oleh
kompleksnya batuan penyusun DAS Brantas sebagai bahan induk tanah yang berasal
dari sumber yang berbeda dan adanya pengaruh iklim dan waktu pembentukan yang
berbeda. Tipe tanah yang terdapat di DAS Brantas secara umum antara lain :
1. Alluvial
Tanah alluvial termasuk tanah muda, belum mengalami diferensiasi horison.
Sifat tanah ini dipengaruhi langsung oleh bahan asalnya yaitu aluvium.
Material aluvium ini menampakkan morfologi berlapis – lapis karena adanya
periodisasi pengendapan. Keterdapatan tanah jenis ini berada pada topografi
dataran dengan solum tanah yang dalam. Tanah ini berpotensi untuk
pengembangan pertanian dan perikanan.
2. Litosol
Tanah berbatu-batu. Bahan pembentuknya berasal dari batuan keras yang
belum mengalami pelapukan secara sempurna. Jenis tanah ini juga disebut
tanah azonal. Tanaman yang dapat tumbuh di tanah litosol adalah rumput
ternak, palawija, dan tanaman keras
3. Latosol
Merupakan jenis tanah yang telah mengalami perkembangan lanjut, sehingga
telah terjadi pencucian unsur basa, bahan organik dan silika dengan
meninggalkan sekuioksida sebagai sisa berwarna merah. Tekstur geluh
lempung berpasir, struktur remah sampai gumpal lemah, konsistensi gembur,
Terdapat selubang lempung pada agregat tanah bawah. Kesuburan tanah
rendah – sedang dan tidak mudah tererosi maupun longsor.
4. Grumusol
Tanah Grumusol atau disebut juga tanah margalith adalah tanah yang
terbentuk dari material halus berlempung. Jenis tanah ini berwarna kelabu
hitam dan bersifat subur. Tanaman yang tumbuh di tanah grumusol adalah
padi, jagung, kedelai, tebu, kapas, tembakau, dan jati.
5. Regosol
Jenis tanah ini belum mengalami diferensiasi horison meskipun pada tanah
regosol tua horison sudah mulai terbentuk dengan horison Al lemah berwarna
kelabu. Tekstur kasar, struktur kersai atau remah, konsistensi lepas-lepas
sampai gembur. Pada jenis tanah ini belum terbentuk agregat sehingga mudah
tererosi, dalam hal ini erosi oleh angin. Tanah regosol dapat dijumpai di
daerah pesisir dengan bahan induk batuan vulkanik. Daya simpan air pada
jenis tanah ini kecil.
6. Andosol
Tanah andosol berasal dari abu gunungapi. Tanah andosol di DAS Brantas
berasosiasi dengan tanah regosol hasil erupsi gunungapi yang belum
mengalami pelapukan.
7. Mediteran
Merupakan hasil pelapukan batuan kapur keras dan batuan sedimen. Warna
tanah kemerahan hingga coklat. Jenis tanah ini kurang subur tetapi cocok
untuk tanaman palawija, jati, tembakau, dan jambu mete.
Tabel. Jenis Tanah di Wilayah DAS Brantas
Hidrologi
Neraca air DAS Brantas menunjukkan bahwa dengan catchment area 11.800
Km2 DAS Brantas memiliki potensi air permukaan dan airtanah sebesar 16.472,46
(106 m3). Kebutuhan air (pasisiva) domestik sebesar 2.308,56 (106 m3), pertanian
2.770,39 (106 m3), dan industri 50,26 (106 m3). Total kebutuhan air di berbagai
sektor tersebut sebesar 31,14% dari potensi air yang dimiliki DAS Brantas.
Kondisi hidrologi permukaan DAS Brantas dapat dilihat dari sungai-sungai
yang mengalir di wilayah Sungai Brantas, baik pada orde 1,2,3 dari sungai utama.
Terdapat 40 sungai yang bermuara di Sungai Brantas. Sungai-sungai besar seperti
K. Lesti, K. Metro, K. Dawir, K. Parit Agung, K. Ngasinan, K. Konto, K.Widas,
dan K.Kuncir berpotensi membawa air dari hulu dalam jumlah yang besar
sehingga mempengaruhi debit sungai utama (K.Brantas). Sungai-sungai tersebut
membentuk pola aliran dendritik. Hal tersebut menunjukkan bahwa aliran pada
sungai-sungai di DAS Brantas berpotensi untuk mengerosi lahan di sekitarnya.
B. Lokasi Wilayah DAS Brantas
DAS Brantas terletak di propinsi Jawa Timur, luas Daerah Aliran Sungai
seluas kurang lebih 12.000 km2 dan total panjang sungai 320 km. Sungai Brantas
mengalir dar imata air di pegunungan Arjuna-Anjasmara pada ketinggian 1.547 meter
diatas permukaan laut. DAS sungai Brantas memiliki anakan sungai sebanyak 485
anakan dan melewati 14 kabupaten/kota.
DAS hulu Brantas berada di kabupaten Blitar, kota Malang dan kota Batu.
Daerah tersebut banyak terjadi penebangan liar dan banyak pengelolaan lahan yang
tidak sesuai dengan konservasi tanah. Perubahan tata guna lahan pada hulu DAS
Brantas menyebabkan degradasi lahan. Akibatnya laju erosi semakin meningkat.
Permasalahan yang muncul di hulu Brantas seperti sedimentasi pada bendungan,
karena sedimen yang seharusnya terangkut oleh aliran air terhenti di perairan waduk
sehingga menyebabkan morfologi sungai, Kekeringan pada saat musim kemarau dan
penurunan kualitas air.
Tabel data luasan hutan di DAS hulu Brantas
DAS tengah Brantas berada di kabupaten/kota Kediri, kabupaten
Tulungagung, Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Jombang. Kerusakan yang terjadi
karena aktifitas manusia seperti pengerukan pasir yang berlebihan, hal ini
mengakibatkan dasar sungai semakin tergerus dan tanggul yang fungsinya penahan
erosi sungai dapat longsor.
DAS hilir Brantas berada di Kabupaten/kota Mojokerto, kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Gresik dan kota Surabaya. Wilayah ini banyak terdapat pencemaran dari
limbah industri, pertisida pertanian, perikanan dan limbah manusia.
Gambar Peta Kerusakan DAS Hulu Brantas
C. Bangunan yang terdapat di DAS Brantas
Terdapat 349 buah bendung di Wilayah Sungai Brantas, diantaranya terdiri
atas Bendung Karet dan Barrage, yaitu :
- Bendung Karet
- Bendung Gerak atau Barrage
Berdasarkan rencana induk, berbagai infrastruktur pengairan telah dibangun.
Pertama-tama, ada sejumlah bendungan di ruas hulu sungai ini yang berfungsi untuk
menampung banjir, menyimpan air dan membangkitkan energi listrik, yakni:
Bendungan Sengguruh, Sutami, Lahor, Wlingi, Selorejo, Bening dan Wonorejo.
Kemudian, pada ruas tengah Sungai Brantas dibangun berbagai bendung yang
berfungsi sebagai pengatur alokasi air dan pengambil air permukaan untuk irigasi
maupun pengguna lainnya. Beberapa bendung yang telah dibangun adalah Bendung
Gerak Lodoyo, Mrican, Lengkong Baru, Segawe, Tiudan, serta Bendung Karet
Menturus dan Jatimlerek.
Terakhir, pada ruas hilir dari Sungai Brantas dibangun sejumlah bendung
yang berfungsi mengendalikan elevasi dasar sungai, mengatur pelepasan debit pada
saat terjadi banjir dan menahan intrusi air laut, yakni Bendung Karet Gubeng,
Bendung Gerak Lengkong Baru dan Gunungsari serta Pintu Air Mlirip, Jagir dan
Wonokromo
D. Erosi dan Sedimentasi
Tingkat bahaya erosi dan sedimentasi relatif tinggi terutama di daerah DAS
Tengah, Ringin Bandulan, Kondang Merak serta DAS Brantas di bagian hulu dan
tengah, disebabkan karena terdapat banyak keruntuhan lereng, khususnya di daerah
dengan kemiringan lereng yang curam. Sedangkan DAS Brantas dibagian hilir
kondisi lereng relatif stabil dan tingkat bahaya erosi dan sedimentasi relatif rendah.
Di sisi lain penambangan pasir yang berlebihan di WS Brantas terutama bagian
tengah (Tulungagung sampai Mojokerto) mengakibatkan terjadinya degradasi dasar
sungai.
E. Bentuk Morfologi DAS Brantas
Akibat pembangunan bendungan-bendungan di DAS Brantas maka sebagian
besar sedimen yang seharusnya terangkut dalam sistem aliran permukaan, akhirnya
terhenti (mengendap) di perairan waduk. Sebaliknya untuk pada rezim aliran di
sungai yang terletak di sebelah hilir dari bendungan-bendungan tersebut, sehingga
terjadi defisit angkutan sedimen yang mengakibatkan penggerusan penampang
sungai.
Ketidakseimbangan sedimen inilah menjadi penyebab dari morfologi sungai,
yang terjadi secara sistematis di DAS Brantas dalam beberapa tahun terakhir ini.
Perubahan morfologi sungai di DAS Brantas khususnya di ruas tengah sampai hilir,
termasuk Sungai Porong, telah menjadi bahaya yang mengancam keberlanjutan
fungsi sarana dan prasarana (jembatan, revetment , intake dan pondasi bangunan air)
telah tampak saat ini. Pada beberapa ruas sungai terlah terjadi degradasi yang
menimbulkan longsoran, destabilisasi dan kerusakan bangunan seperti bendung karet,
pilar jembatan, bendung, siphon , Intake . Rehabilitasi kerusakan-kerusakan tersebut
akan memerlukan biaya yang sangat besar.
Selain itu, penambangan pasir dari Sungai Brantas juga menjadi salah satu
penyebab degradasi dasar sungai. Berdasarkan studi yang dilakukan pada 1996 di
Sungai Brantas ruas tengah dan Sungai Porong, diketahui volume penambangan pasir
per-tahun sebesar 2,12 juta m3. Pada 2004 volume ini meningkat menjadi 2,92 juta
m3. Sampai 2012 angka ini sudah turun namun belum signifikan. Meskipun beberapa
kabupaten menetapkan dengan tegas penghentian kegiatan penambangan pasir di
Sungai Brantas namun penambangan secara mekanis masih dilakukan penduduk
secara illegal.
F. Pengelolaan DAS Brantas
Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air WS Brantas, aspek tata ruang
merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan yaitu dari segi pengembangan
pemanfaatan ruang untuk pemanfaatan sumber daya air bagi masyarakat perkotaan
dan pedesaan.
*) Keterangan :
1. Kota Batu
2. Kabupaten Malang
3. Kota Malang
4. Kabupaten Kediri
5. Kota Kediri
6. Kota Blitar
7. Kabupaten Blitar
8. Kota Surabaya
9. Kabupaten Nganjuk
10. Kabupaten Tulungagung
11. Kabupaten Trenggalek
12. Kabupaten Jombang
13. Kabupaten Mojokerto
14. Kota Mojokerto
15. Kabupaten Sidoarjo
Kewenangan pengelolaan sumber daya air ditentukan berdasarkan batasan
satuan wilayah sungai atau WS (untuk air permukaan) dan cekungan air tanah (untuk
air tanah). Pembagian kewenangan pengelolaan sungai diatur dalam UU No. 7 Tahun
2004 Pasal 13 sampai dengan 19.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/INFPROP/jatim/brantas_06/
kondisi_wilayah.pdf
https://www.academia.edu/5055482/Pola_pengelolaaan_SDA_Brantas
https://www.academia.edu/7355043/
Tantangan_dalam_Pengelolaan_Sumberdaya_Air_untuk_Mencapai_Lingkungan_Les
tari_Berkelanjutan_Potret_DAS_Brantas
https://www.academia.edu/9852680/PENGELOLAAN_DAS_SUNGAI_BRANTAS