tugas analisis jurnal kebijakan bencana

48
TUGAS ANALISIS JURNAL “Kebijakan Pemerintah tentang Bencana” KELOMPOK 7 Anggota: 1. Aulia Zahra Rasyida (15228) 2. Jessica Claudia A A (15229) 3. Nia Anggraeni (15235) 4. Rochma Dwi Rahayu (15237) 5. Rizky Fadhilah (15240) 6. Ratna Dwi Wijayanti (15244) 7. Yuninda Kurniawati (15246) 8. Jeki Rahmawati (15255) 9. Nanang Arif K (15257) 10. Redita Elva F (15262) 11. Wahyu Nitari (15264)

Upload: nanangnangarif

Post on 13-Jul-2016

23 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana by PSIK FK UGM

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

TUGAS ANALISIS JURNAL“Kebijakan Pemerintah tentang Bencana”

KELOMPOK 7

Anggota:

1. Aulia Zahra Rasyida (15228)

2. Jessica Claudia A A (15229)

3. Nia Anggraeni (15235)

4. Rochma Dwi Rahayu (15237)

5. Rizky Fadhilah (15240)

6. Ratna Dwi Wijayanti (15244)

7. Yuninda Kurniawati (15246)

8. Jeki Rahmawati (15255)

9. Nanang Arif K (15257)

10. Redita Elva F (15262)

11. Wahyu Nitari (15264)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2016

Page 2: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dunia tidak pernah luput dari bencana. Bencana merupakan peristiwa

atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya

korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan

dampak psikologis (Undang-undang Nomor 24, 2007).

Dari semua wilayah di dunia, Asia-Pasifik merupakan wilayah yang

paling rawan terhadap bencana. Selama periode 2005-2014 dilaporkan ada

sekitar 1.625 kejadian bencana, atau sekitar 40% dari total bencana di dunia.

Diperkirakan 500.000 orang meninggal dunia dan sekitar 1,4 milyar orang

terkena dampaknya. Selain itu, kerugian ekonomi diperkirakan mencapai 523

milyar dolar atau sekitar 45% dari kerusakan global. Bencana yang paling

sering terjadi di Asia-Pasifik adalah banjir dan badai, namun pada periode

2005-2014 bencana yang paling banyak memakan korban jiwa adalah gempa

bumi dan tsunami, yaitu mencapai 200.000 korban jiwa. Selain itu juga suhu

ekstrim juga menimbulkan cukup banyak korban jiwa yaitu gelombang panas

di Asia Utara dan Tengah pada tahun 2010 yang mengakibatkan 56.000

korban meninggal dunia (ESCAP, 2015).

Kesadaran akan pentingnya upaya pengurangan risiko bencana telah

mulai muncul pada dekade 1990-1999 yang dicanangkan sebagai Dekade

Pengurangan Risiko Bencana Internasional. Upaya untuk mengurangi risiko

bencana secara sistematik membutuhkan pemahaman dan komitmen bersama

dari semua pihak terkait terutama para pembuat keputusan (decision makers).

Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam

Resolusi Nomor 63 tahun 1999 menyerukan kepada Pemerintah di setiap

negara untuk menyusun dan melaksanakan Rencana Aksi Pengurangan risiko

Page 3: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

Bencana Nasional untuk mendukung dan menjamin tercapainya tujuan dan

sasaran pembangunan berkelanjutan (UNDP Indonesia, 2006).

Indonesia yang berlokasi di tengah “ring of fire” tidak pernah lepas dari

ancaman bencana, baik itu bencana vulkanik, gempa bumi, banjir, dan

tsunami. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan frekuensi

dan jumlah bencana yang paling banyak. Berbagai macam bencana alam

maupun buatan sering terjadi. Selama kurun waktu 5 tahun antara tahun 2010

– 2014 jumlah kejadian bencana di Indonesia mencapai 1.907 kejadian

bencana, terdiri dari 1.124 bencana alam, 626 bencana non alam dan 157

bencana sosial (Kementriam Kesehatan, 2015). Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNPB, 2016) menunjukkan jumlah kejadian

bencana pada tahun 2016 telah mencapai 176 dengan korban meninggal 20

jiwa, dan korban menderita serta mengungsi sejumlah 733.650 jiwa. Data

tersebut menunjukkan masih banyaknya korban akibat dari bencana.

Kesiapsiagaan bencana tidak jauh dari peran pemerintah. Alur birokrasi,

penataan jalur evakuasi, serta perundang-undangan.

Tsunami 2004 menjadi titik awal bagi Indonesia untuk memiliki

kerangka hukum yang lebih komprehensif dalam manajemen bencana.

Tsunami pada tahun 2004 memiliki dampak yang mendalam dan signifikan

dalam pembaruan kelembagaan dalam penanganan bencana. Sebelum

terjadinya bencana tersebut, Indonesia tidak memiliki dasar hukum

manajemen bencana yang menyeluruh dan tidak ada prosedur yang jelas

untuk memandu masuknya bantuan internasional (IFRC, 2015). Oleh karena

itu, Indonesia memerlukan kebijakan atau prosedur yang jelas untuk

manajemen bencana.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana kebijakan yang diterapkan pemerintah dalam menghadapi

bencana?

2. Bagaimana peran perawat terhadap kebijakan pemerintah dalam

manajemen bencana?

Page 4: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

C. TUJUAN

1. Mahasiswa mampu mengetahui kebijakan yang diterapkan pemerintah

dalam menghadapi bencana.

2. Mahasiswa mampu mengetahui peran perawat terhadap kebijakan

pemerintah dalam manajemen bencana.

Page 5: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

1. Bencana

Menurut WHO tahun 2002, bencana merupakan suatu kejadian

yang mengganggu kondisi normal dan menyebabkan adanya kerugian

yang melampaui kapasitas lokal. Sedangkan menurut Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan

masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor

nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya

korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan

dampak psikologis.

Bencana dibedakan menjadi tiga macam, yaitu bencana alam,

nonalam, dan sosial. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara

lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan,

angin topan, dan tanah longsor. Bencana nonalam merupakan bencana

yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang

antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan

wabah penyakit. Sedangkan bencana sosial adalah bencana yang

diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan

oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau

antarkomunitas masyarakat, dan terror (UU No 24, 2007).

Menurut American College of Emergency Physicians (ACEP),

2012 terdapat pula medical disaster yang bisa terjadi ketika efek dari

kejadian alam atau buatan manusia yang melampaui kemampuan suatu

komunitas untuk mencukupi kebutuhan pelayanan kesehatan.

2. Kebijakan

Page 6: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kebijakan adalah

rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana

dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak

(tentang pemerintahan, organisasi, dan sebagainya). Selain itu kebijakan

juga merupakan serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu

yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok

pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu (Anderson, 2015)

B. Kebijakan di Indonesia

Setelah adanya bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh pada akhir

tahun 2004 dan gempa bumi di Yogyakarta pada tahun 2006, pemerintah

Indonesia sangat serius membangun legalisasi, lembaga, maupun budgeting.

Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan

Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan

Bencana (BNPB). BNPB terdiri atas kepala, unsur pengarah penanggulangan

bencana, dan unsur pelaksana penanggulangan bencana. BNPB memiliki

fungsi pengkoordinasian pelaksanaan kegiataan penanggulangan bencana

secara terencana, terpadu, dan menyeluruh (BNPB, 2016).

Pemerintah Indonesia mengeluarkan undang-undang tentang

penanggulangan bencana, yaitu Undang-undang Nomor 24 tahun 2007.

Materi muatan Undang-undang ini berisikan ketentuan-ketentuan pokok

sebagai berikut (UU No 24, 2007):

1. Penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab

dan wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah, yang dilaksanakan

secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh.

2. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam tahap tanggap darurat

dilaksanakan sepenuhnya oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana

dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Badan penanggulangan

bencana tersebut terdiri dari unsur pengarah dan unsur pelaksana. Badan

Page 7: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana

Daerah mempunyai tugas dan fungsi antara lain pengkoordinasian

penyelenggaraan penanggulangan bencana secara terencana dan terpadu

sesuai dengan kewenangannya.

3. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan

memperhatikan hak masyarakat yang antara lain mendapatkan bantuan

pemenuhan kebutuhan dasar, mendapatkan perlindungan sosial,

mendapatkan pendidikan dan keterampilan dalam penyelenggaraan

penanggulangan bencana, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

4. Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memberikan

kesempatan secara luas kepada lembaga usaha dan lembaga

internasional.

5. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan pada tahap pra

bencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana, karena masingmasing

tahapan mempunyai karakteristik penanganan yang berbeda.

6. Pada saat tanggap darurat, kegiatan penanggulangan bencana selain

didukung dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah, juga disediakan dana siap pakai dengan

pertanggungjawaban melalui mekanisme khusus.

7. Pengawasan terhadap seluruh kegiatan penanggulangan bencana

dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat pada

setiap tahapan bencana, agar tidak terjadi penyimpangan dalam

penggunaan dana penanggulangan bencana.

8. Untuk menjamin ditaatinya undang-undang ini dan sekaligus

memberikan efek jera terhadap para pihak, baik karena kelalaian maupun

karena kesengajaan sehingga menyebabkan terjadinya bencana yang

menimbulkan kerugian, baik terhadap harta benda maupun matinya

orang, menghambat kemudahan akses dalam kegiatan penanggulangan

bencana, dan penyalahgunaan pengelolaan sumber daya bantuan bencana

dikenakan sanksi pidana, baik pidana penjara maupun pidana denda,

dengan menerapkan pidana minimum dan maksimum.

Page 8: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

Selain itu pada tahun 2008 pemerintah juga mengeluarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan

penanggulangan bencana. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007

memberikan keseimbangan perhatian dalam penyelenggaraan

penanggulangan bencana dari semula cenderung pada pertolongan dan

pemberian bantuan kepada upaya-upaya penanganan sebelum terjadi

bencana. Oleh karenanya peraturan pemerintah tentang penyelenggaraan

penanggulangan bencana ini ditetapkan untuk melaksanakan UU No 24

Tahun 2007. Ruang lingkupnya meliputi (PP No 21, 2008):

1. Semua upaya penanggulangan bencana yang dilakukan pada saat

prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana

2. Penitikberatan upaya-upaya yang bersifat preventif pada prabencana

3. Pemberian kemudahan akses bagi badan penanggulangan bencana pada

saat tanggap darurat

4. Pelaksanaan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pada pascabencana.

C. Arah Kebijakan Penanggulangan Bencana di Indonesia 2010-2014

Menurut BNBP (2010), penanggulangan bencana masuk ke dalam

prioritas lingkungan hidup dan pengelolaan bencana. Dimana lebih diarahkan

kepada pengarusutamaan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas

nasional dan daerah, penguatan kapasitas penanggulangan bencana di pusat

dan daerah, optimalisasi instrumen pengendalian pemanfaatan ruang dalam

aspek pengurangan risiko bencana, mendorong keterlibatan dan partisipasi

masyarakat dalam upaya penanggulangan bencana, peningkatan sumber daya

penanganan kedaruratan dan bantuan kemanusiaan, serta percepatan

pemulihan wilayah yang terkena dampak bencana.

D. Kebijakan terkait Bencana di Luar Negeri (Jepang)

Dalam pemerintahan nasional Jepang, Dewan Penanggulangan Bencana

Pusat dibentuk oleh Kabinet sesuai dengan The Disaster Counter measures

Basic Act atau UU Penanggulangan Bencana Dasar. Dewan tersebut diketuai

Page 9: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

oleh Perdana Menteri dan melibatkan Menteri Manajemen Bencana Negara,

seluruh Menteri Negara, Kepala Lembaga Publik dan ahli bencana. Dewan

Penanggulangan Bencana ini bertanggung jawab dalam koordinasi dan

mempertimbangkan kebijakan manajemen bencana (Kato et al., 2012).

Menurut Organization of the Central Disaster Management Council

(2014), peran dari Dewan Penanggulangan Bencana Pusat di Jepang:

- Untuk merumuskan dan mempromosikan pelaksanaan Basic Disaster

Management Plan and Earthquake Plans

- Mempertimbangkan isu-isu penting manajemen bencana sesuai dengan

permintaan dari Perdana Menteri atau Menteri Manajemen Bencana

Negara (kebijakan manajemen bencana dasar, koordinasi keseluruhan

penanggulangan bencana dan deklarasi keadaan darurat bencana)

- Untuk menawarkan pendapat tentang manajemen bencana kepada

Perdana Menteri dan Menteri Manajemen Bencana Negara.

UU Penanggulangan Bencana Dasar adalah hukum manajemen bencana

nasional di Jepang yang mencakup (Kato et al., 2012):

1. Definisi tanggung jawab disaster management

2. Organisasi penanggulangan bencana

3. Sistem perencanaan penanggulangan bencana

4. Disaster prevention and preparedness

5. Disaster emergency response

6. Disaster recovery and rehabilitation

7. Pendanaan

8. Keadaan darurat bencana

Berdasarkan UU Penanggulangan Bencana Dasar, Basic Disaster

Management Plan telah disiapkan oleh Dewan Penanggulangan Bencana

Pusat. Rencana ini bersama-sama dibentuk sebagai sistem manajemen

bencana yang komprehensif di Jepang yang berkaitan dengan semua tahapan

penanggulangan bencana: pencegahan; mitigasi dan kesiapsiagaan; respon

darurat; dan, pemulihan dan rehabilitasi (Kato et al., 2012).

Page 10: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

Di tingkat kota, di bawah Local Disaster Management Plan yang

disiapkan oleh Dewan Manajemen Bencana lokal, walikota/kepala desa dan

pemerintah kota menerapkan langkah-langkah kerjasama dengan polisi,

pemadam kebakaran, kelompok masyarakat, sekolah dan pihak terkait

lainnya. Rincian langkah-langkah penanganan bencana berdasarkan jenis

bencana, serta kompetensi dan tugas pemegang lembaga/saham telah

dijelaskan oleh masing-masing hukum khusus (misalnya Flood Control Act,

Landslide Prevention Act, UU Tindakan Khusus untuk Gunung berapi aktif,

dan UU tindakan Khusus untuk Pencegahan Bencana di Daerah rawan

Typhoon).

Pada Januari 2014, Jepang membuat Amandemen Basic Disaster

Management Plan. Di dalam Amendment of Basic Disaster Management

Plan (2014) terdapat beberapa penguatan upaya penanggulangan bencana

berskala besar yang dilakukan Jepang:

1. Klarifikasi prinsip-prinsip dasar manajemen bencana

- Menjelaskan ide-ide tentang "pengurangan risiko bencana" untuk

meminimalkan kerusakan dan pemulihan segera

- Promosi penanggulangan bencana dengan upaya bersama oleh

Pemerintah Nasional, Pemerintah Daerah, sektor swasta dan warga

Negara.

2. Meningkatkan upaya penanggulangan bencana berskala besar dengan

cakupan wilayah yang luas

- Mengembangkan Pedoman Dasar untuk memperkenalkan langkah-

langkah tanggap bencana dan menjaga ketertiban ekonomi nasional

dengan upaya terpadu oleh pemerintah secara keseluruhan di saat

Deklarasi Situasi Darurat Bencana

- Peningkatan sistem pendukung dengan upaya pemerintah nasional

dalam memberikan bantuan dan sebagai cakupan dari upaya tanggap

darurat bagi pemerintah daerah yang terkena dampak ketika fungsi

administratif mereka lumpuh

3. Memastikan evakuasi warga lancar dan aman

Page 11: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

- Memastikan keselamatan warga di saat darurat dengan mendesain

papan penunjuk arah menuju tempat evakuasi darurat

- Sesuai dengan pedoman evakuasi dan perbaikan sistem konfirmasi

keselamatan dengan membuat dan memanfaatkan daftar orang yang

membutuhkan bantuan evakuasi, seperti orang tua dan difable.

4. Perbaikan tindakan dalam melindungi korban

- Memperbaiki lingkungan penampungan korban sebagai tempat

tinggal sementara

5. Memperkuat kesiapsiagaan bencana di waktu normal

- Menjalin kemitraan antara pemerintah nasional/lokal dengan

perusahaan swasta yang terlibat tanggap darurat

- Promosi kegiatan pencegahan bencana di daerah perumahan dengan

mengembangkan District Disaster Management Plans dan

implementasi latihan pencegahan bencana dengan warga dan sektor

swasta

6. Rekonstruksi cepat dan bebas hambatan

- Menerapkan prinsip-prinsip dasar rekonstruksi (menghormati

pendapat warga terkait rekonstruksi)

- Promosi dan koordinasi komprehensif langkah-langkah yang

dilaksanakan oleh markas rekonstruksi yang didirikan oleh

pemerintah nasional

- Rekonstruksi sistematis berdasarkan rencana rekonstruksi kota.

Page 12: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

BAB III

PEMBAHASAN

A. ISI JURNAL

1. Jurnal 1

Judul : Pakistan 2010 floods. Policy gaps in disaster

preparedness and response

Penulis : Samar Deen

Tahun : 2015

Tujuan :Mengungkapkan adanya beberapa kesenjangan

kelembagaan dan kelemahan peraturan dalam kesiapsiagaan

dan respon terhadap bencana

Pakistan merupakan negara rawan bencana. Tahun 1997 terjadi bencana

banjir, tahun 1999 terjadi kekeringan, tahun 2005 dan 2008 terjadi gempa

bumi, dan tahun 2010 terjadi lagi bencana banjir yang dahsyat yang belum

pernah terjadi sebelumnya. Akibatnya terjadi kerusakan rumah, infrastruktur,

peternakan, sanitasi, kesehatan, energi, kesehatan, perlindungan sosial, dan

layanan publik. Menurut Multi-cluster Rapid Assesment Mechanism

(McRAM) dilaporkan bahwa 57% kehilangan matapencaharian (seperti:

pertanian dan peternakan) sehingga pendapatan mereka tidak pulih dan

mengalami kemiskinan terutama penduduk yang tinggal di pedesaan, dan

77% dilaporkan muncul mengenai masalah kesehatan yang terkait dengan

banjir (seperti: diare, kekurangan gizi, gatal-gatal, dll).

Mengingat besarnya skala bencana banjir ini, pemerintah tidak siap

dalam menanggapi bencana. Dari 135 negara, Pakistan adalah negara yang

lemah dalam penanggulangan bencana, pemberian bantuan bencana dan

rehabilitasi bencana. Tahun 2011 dibentuk Local Governance Ordinance

(LGO) ditingkat desa. Kemudian di tahun 2009 dikembangkan oleh

pemerintah provinsi LGO digantikan Distric Coordination Officers (DCOs)

dan pergantian tersebut mengakibatkan melemahnya jaringan politik.

Page 13: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

Sehingga hal tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah Pakistan dalam

pemenuhun kebutuhan penduduk dalam pengungsian.

Dalam respon bencana kesiapan banjir, pemerintah Pakistan masih

terdapat kekurangan yaitu:

1. Bantuan yang disumbangkan oleh NGOs disalah gunakan.

2. Beberapa titik distribusi bantuan pangan diperlukan kartu identitas

nasional.

3. Masih kurangnya dukungan kelembagaan dalam pemberian bantuan.

4. Pemerintah juga tidak mempunyai strategi dalam sistem penyaluran

bantuan.

5. Tentara pakistan juga tidak mencukupi dalam penanganan bencana.

Adanya wawancara dari beberapa lembaga yang berperan dalam

kebencanaan di Pakistan, mengungkapkan bahwa adanya kelemahan dalam

mengidentifikasi kesiapan terjadinya banjir. Banjir di Pakistan terjadi setiap

musiman sehingga pemerintah susah dalam memantau manajemen banjir.

Kemudian juga terjadi hilangnya wewenang pemerintah dan sering kali

terjadi pergeseran kebijakan.

Hal tersebut menimbulkan munculnya rekomendasi kebijakan-

kebijakan dari pemerintah Pakistan. Berikut terdapat rekomendasi yang

didasarkan pada wawancara dengan pemerintah dan contoh yang sebelumnya

terkait dengan strategi dalam mengatasi banjir yang berhasil diambil dari

negara-negara berkembang:

1. Meskipun rekomendasi dan pengalaman berdasarkan gempa bumi pada

2005, 2008, Pakistan masih tetap kurang dalam melakukan strategi

mitigasi, kesiapsiagaan, dan kelembagaan. Dalam Strategic Framework

2010-2015, FAO mengidentifikasi pencegahan bencana, mitigasi,

kesiapsiagaan, dan bantuan pasca darurat serta rehabilitasi sebagai area

prioritas yang diterapkan melalui pengembangan pemberian bantuan

berkelanjutan, yang termasuk dalam 8 fase yaitu, pencegahan,

kesiapsiagaan, early warning, dampak dan penilaian kebutuhan, bantuan,

rehabilitasi, rekonstruksi, dan pemulihan yang berkelanjutan.

Page 14: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

Dalam kejadian covariate and idiosyncratic shocks bergantung

pada mekanisme koping individu dan yang lebih penting terletak pada

institutional support. Lembaga yang berhubungan seharusnya dilengkapi

dengan kemampuan untuk menyediakan mekanisme koping yang segera

dan kemampuan untuk kemudian membangun kembali apa yang telah

rusak akibat bencana. Hal ini termasuk dalam memperkuat jaringan

jaminan sosial baik swasta maupun secara umum, kesiapsiagaan bencana

dan penyelarasan bantuan, rekonstruksi dan pembangunan jangka

panjang.

Oleh karena itu, dalam rangka untuk merubah respon bencana

jangka pendek dengan tujuan pembangunan jangka panjang, pemerintah

Pakistan perlu memperkuat lembaga penanggulangan bencana di tingkat

kabupaten, meningkatkan kemampuan manajemem banjir, dan ikatan

dalam program bantuan dan rekontruksi dengan program pembangunan

jangka panjang. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah

dengan memperkuat jaringan jaminan sosial secara umum untuk

membentuk respon tanggap bencana yang sesuai. Pada banjir di

Bangladesh tahun 1998, pemerintahan dengan cepat mengerahkan

adanya program jaminan (pengiriman makanan kepada 4 jutaan rumah

tangga) seperti program Gratuitous Relief (untuk rumah tangga yang

terkena banjir secara serius), Vulnerable Group Feeding (VGF),

Vulnerable Group Development (VGD) dab Foor for Work (FFW), yang

mencegah adanya kelaparan dan korban banjir, anak malnutrisi dan

wabah penyakit.

Pakistan tidak memiliki program jaringan jaminan nasional.

Mengembangkan progam jaringan jaminan sosial yang kuat akan

memungkinkan Pakistan untuk memenuhi tujuan pembangunan jangka

panjang, selain untuk memenuhi kebutuhan darurat jangka pendek pada

kelompok rentan. Program Pakistan’s WATAN card merupakan sebuah

contoh kasus, dimana terdapat tantangan yang berkaitan dengan

mengidentifikasi penerima bantuan dan memastikan dana logistik

Page 15: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

terkirim secara efisien kepada daerah yang terkena bencana. Saat terjadi

bencana, selalu ada kelambatan antara menyiapkan program pengiriman

bantuan tunai maupun bantuan makanan serta pencairan dari bantuan-

bantuan tersebut. Respon terhadap bencana alam dibutuhkan reaksi yang

segera. Pemerintah seharusnya memiliki tempat pelayanan dan program

yang diperuntukkan untuk menanggapi bencana.

Pakistan Poverty Alleviation Fund (PPAF) merupakan sebuah

lembaga dan program multidonor yang didanai dari program kerja

publik. Dalam merespon banjir pada tahun 2010, PPAF mengeluarkan Rs

1000 million, untuk bantuan terhadap bencana, membantu penjangkauan,

distribusi makanan, cakupan medis, tempat tinggal, dan layanan

peternakan. PPAF dapat berpotensi diperluas sebagai program jaringan

keamanan sosial dalam menanggapi covariate shocks. PPAF telah

membentuk kemitraan dengan 85 lembaga komunitas berbasis organisasi

yang telah terlibat dalam lebih dari 200.000 masyarakat dalam 127

kabupaten provinsi yang ada di Pakistan.

Di Bangladesh juga diamati terkait dengan terdapat penurunan

kerentanan dan kemiskinan di antara partisipan dalam program micro

credit. Lembaga keuangan mikro dapat membantu masyarakat yang

terkena dampak bencana dengan merestrukturisasi atau memberikan

pinjaman untuk pembelian benih, melalui produk pinjaman darurat

seperti pinjaman konsumen, perbaikan rumah, dan modal kerja. Lembaga

keuangan mikro Pakistan seharusnya memiliki dana kontingensi darurat

untuk memungkinkan pemberian respon yang segera. Dana tersebut

dapat memungkinkan korban yang terkena banjir untuk mudah

meminjam uang guna membangun kehidupan mereka yang hilang. Salah

satu lembaga keuangan mikro di Pakistan, Akhuwat Foundation

membantu keluarga yang terkena dampak banjir dengan mengumpulkan

mereka di tempat ibadah, seperti masjid. Pemberian pinjaman tanpa

bunga kepada keluarga yang terkena dampak banjir, dapat secara efektif

menurunkan kemiskinan dan kerentanan. Dengan adanya pinjaman tanpa

Page 16: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

bunga tersebut dapat membantu mereka untuk membangun kehidupan

mereka kembali melalui jalan entrepreneur atau membuka usaha.

Organisasi-organisasi seperti Punjab Rural Support Progrmme (PRSP)

juga telah termasuk dalam implementasi dari intervensi keuangan mikro.

2. Konsep pembangunan pemerintah membutuhkan tinjau ulang. Negara-

negara dengan lembaga yang baik, akan berkaitan dengan sistem politik

yang lebih baik pula. Negara-negara tersebut akan berkaitan dengan

penurunan jumlah kematian akibat bencana. Sebaliknya, pemerintah,

voters, dan komunitas internasional lebih memilih menghabiskan dana

bantuan bencana dibandingkan dengan pengeluaran untuk pencegahan

bencana jangka panjang.

Pembentukan National Disaster Management Authority

(NDMA)/ Provincial Disaster Management Authority (PDMA) dan

pelayanan yang mengalokasikan dana untuk bantuan bencana bukan

merupakan investasi terhadap pencegahan bencana. NDMA/PDMA perlu

diberikan keuangan, kekuatan, dan kekuatan politik yang lebih besar

untuk mampu memastikan dilakukannya langkah-langkah pencegahan

yang diperlukan. Pencegahan dapat dilakukan melalui langkah-langkah

seperti pemetaan risiko dan penilaian bahaya, pengurangan risiko,

transfer risiko (asuransi), dan kesiapsiagaan bencana (sistem peringatan

dini, pelatihan masyarakat, kesadaran tentang risiko, dan pencegahan).

Situasi di Pakistan sehubungan dengan fokus pada pengeluaran

bantuan, dan langkah-langkah pencegahan bencana tidak berbeda dari

negara-negara berkembang lainnya seperti Kolombia, Meksiko, Nepal

dan Indonesia. Mantan Sekretaris Irrigation and Power, Mr.Nawaz

menyoroti adanya beberapa kelemahan dalam perencanaan bila terjadi

banjir dan standar prosedur manajemen operasi yang ada di Pakistan.

Pemerintah federal, melalui Federal Flood Commission (FFC) perlu

untuk menyediakan pembiayaan yang memadai untuk perlindungan

terhadap banjir. Peran FFC perlu diperkuat sehingga dapat memainkan

peran yang lebih besar dalam koordinasi manajemen banjir; dapat

Page 17: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

mengalokasikan lebih banyak sumber daya ke arah daerah yang terjadi

bencana dan desain struktur yang tepat; dapat menerapkan jaminan mutu

melalui ketiga validasi pihak untuk memastikan infrastruktur

perlindungan banjir memenuhi standar kualitas; mengatur dan

mendorong pembentukan undang-undang yang mengatur penggunaan

lahan pribadi dan milik negara di dataran banjir aktif. Hukum harus

diberlakukan untuk mengatur dataran sungai dan menghentikan

pembangunan ilegal perumahan permanen, industri, dan infrastruktur

publik milik pemerintah di dataran banjir.

3. Sesuai dengan Amandemen yang ke 18, penyediaan pelayanan kesehatan

sekunder dan primer jatuh di bawah tanggung jawab pemerintah daerah.

Mengingat kurangnya pelayanan kesehatan yang memadai, banyak

masyarakat yang terkena penyakit dan infeksi yang berhubungan dengan

kulit. Hepatitis juga umum di antara wanita dan anak-anak. Konsep

higienis pribadi hampir tidak ada, dan kesehatan masyarakat sebagian

besar kuratif, bukan pencegahan.

Sering kali dilakukan perubahan dalam kebijakan dan tata kelola

yang lemah menjadi kesenjangan di sektor kesehatan. Sektor kesehatan

perlu diserahkan melalui pendekatan yang bertahap untuk pelayanan

yang lebih baik di tingkat kabupaten dalam situasi pra dan pasca

bencana. Selain itu, lembaga penelitian seperti Lembaga Kesehatan

Masyarakat, harus memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk

melakukan penelitian yang berkualitas.

4. Deklarasi Paris tentang Aid Effectiveness disahkan sebagai perjanjian

internasional untuk meningkatkan upaya dalam harmonisasi, keselarasan

dan pengelolaan. Perjanjian Deklarasi Paris dapat diimplementasikan di

tingkat Negara yaitu untuk negara pemberi dan penerima bantuan melalui

penyusunan strategi bantuan negara bersama. Pakistan juga telah

mengikuti Deklarasi Paris meskipun Pakistan belum menyiapkan Joint

Country Assistance Strategy.

Page 18: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

Pemerintah harus menyelaraskan bantuan dan rekonstruksi

dengan bantuan dari NDMA dan PDMAs dan juga sudah seharusnya

membangun kemitraan yang kuat dengan LSM yang beroperasi di tingkat

mikro, badan-badan bantuan internasional, dan organisasi tanggap

bencana negara.

Kapasitas pemerintah daerah untuk manajemen risiko bencana

dapat dikembangkan melalui mekanisme keuangan publik yang

sepenuhnya transparan, akuntabel, dan diawasi secara ketat oleh sebuah

badan independen seperti halnya membangun kredibilitas yang

didasarkan pada kebijakan 'tidak ada korupsi'.

5. Menurut FAO’s Strategic Objective A3: Kesiapsiagaan dan respon yang

efektif yang berkelanjutan dalam kegiatan pemberian bantuan benih

pangan dan pertanian darurat, harus (a) memenuhi kebutuhan petani yang

mendesak untuk akses ke bahan tanam dan (b) memberikan kontribusi

untuk pemulihan jangka panjang , rehabilitasi, atau perbaikan sistem

pertanian.

Populasi yang terkena dampak harus diidentifikasi, sehingga

sumber daya dapat didistribusikan secara adil, dan penyediaan bantuan

bibit yang aman dapat diakses oleh semua petani. Sebelum menyiapkan

program bantuan benih pemerintah harus melakukan penilaian kebutuhan

benih secara rinci. The Catholic Relief Service (CRS) di Pakistan telah

mengidentifikasi untuk menilai status kebutuhan sistem benih untuk

membantu badan-badan pemberi bantuan. CRS menyarankan agar petani

diberikan voucher benih sehingga mereka dapat mengelola recovery dari

mereka sendiri. FAO mengusulkan bahwa agar petani mendapatkan

Agri-packages yang terdiri dari bibit, pupuk, pestisida, alat-alat dan

instrumen. Namun, dengan tidak adanya penilaian kebutuhan benih per

provinsi, intervensi kebijakan tidak akan efektif kecuali diketahui secara

jelas yang menjadi penyebab dan sifat krisis yang dialami. Sehingga,

diperlukan undang-undang yang mengatur kebijakan guna

Page 19: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

memberdayakan departemen pertanian untuk menerapkan skema bantuan

bibit berdasarkan data yang benar.

6. Program Inovatif asuransi ternak dapat diadaptasi untuk menjamin

adanya resiko kematian ternak yang berkaitan dengan terjadinya banjir

terhadap penduduk yang menetap di Pakistan.

2. Jurnal 2

Judul : Bridging the gaps: the role of local government capability and

the management of a natural disaster in Bantul, Indonesia

Tahun : 2011

Oleh : Bevaola Kusumasari dan Quamrul Alam

Penelitian ini membahas tentang kemampuan pemerintah daerah dalam

mengelola pra bencana, saat bencana, dan paska bencana di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus di daerah Bantul yang

memiliki pengalaman dalam mengelola gempa bumi tahun 2006.

Kemampuan pemerintah daerah dan kebutuhan untuk mengelola bencana

merupakan masalah yang sangat penting untuk menjelajahi peran penting dari

pemerintah daerah dalam kegiatan mitigasi, kesiapsiagaan, respon, dan

menejemen pemulihan bencana.

Metode penelitian ini menggunakan informan sebanyak 40 orang yang

diklasifikasikan menjadi 6 kelompok yang masing-masing mewakili

pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah daerah, tokoh masyarakat,

LSM lokal maupun internasional.

Pada jurnal ini manajemen bencana pada tahun 2006 sangat dipengaruhi

oleh semangat pada masa desentralisasi yang dimulai pada tahun 2001 dan

menuju pada perubahan yang signifikan dalam sistem politik dan

administratif. Penerapan konsep baru yaitu otonomi daerah tercantum pada

UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang mempunyai

wewenang dalam memimpin provinsi dan pemerintahan daerah. Dalam hal

Page 20: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

lain, untuk mengetahui masing-masing daerah mempunyai kemampuan dan

kendala-kendala dalam sumber daya manusia, serta area jangkauan bencana

di setiap daerah, dibentuklah Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan

Bencana (Bakornas PB), yang diatur dalam Keputusan Presiden No. 111

tahun 2001. Untuk mendukung fungsi Bakornas PB, pemerintah pusat

membentuk Satkorlak PB (Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan

Bencana) yang berada di tingkat provinsi berada di bawah Gubernur. Sebagai

tambahan, untuk menangani bencana yang terjadi di suatu wilayah atau

kabupaten, dibentuklah Satlak PB (Satuan Pelaksana Penanggulangan

Bencana) yang berada di bawah Bupati atau Walikota. Satlak PB terdiri dari

Satgas (Satuan Tugas) yang berisi institusi-institusi yang berhubungan

dengan bencana seperti kesehatan, search and rescue (SAR), TNI, POLRI,

pekerja umum dan sosial, Palang Merah Indonesia (PMI) dan

Nongovernmental Organization (NGO). Unit Wilayah menjadi garda

terdepan dalam memobilisasi semua sektor dalam masing-masing

kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan, bersama dengan organisasi

komunitas. Keputusan ini juga dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah

dalam menyusun struktur Satkorlak PB dan Satlak PB berdasarkan kebutuhan

daerah.

Page 21: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

Dalam sejumlah workshop nasional berkala yang melibatkan

Satkorlak PB dan diselenggarakan oleh Bakornas PB, masuknya manajemen

bencana ke dalam rencana pembangunan provinsi bersangkutan telah

dipertimbangkan dan diterima. Sementara wacana manajemen bencana di

tingkat nasional dan daerah telah mendorong dalam menerima kebutuhan

untuk memasukkannya dalam rencana pembangunan secara keseluruhan, dan

juga menerima bahwa kesiapan bencana sangat penting untuk mengurangi

dampak bencana, aplikasi dari program-program tersebut tidak bisa

menjangkau komunitas. Bakornas PB mengenalkan konsep manajemen

bencana berbasis komunitas (Community-based disaster management)

melalui Sistem Manajemen Bencana yang diinisiasi diri sendiri (Self-

Initiative Disaster Management System). Konsep ini lalu dikembangkan

Satkorlak PB

(Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana)

Dibawah Gubernur

Bakornas PB

(Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana)

Dibawah Wakil Presiden

Satlak PB

(Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana)

Dibawah Bupati/Walikota

Wakil Pimpinan:

Kementerian Koordinasi Kesejahteraan rakyat

Kementerian Dalam Negeri

Anggota:

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Kementerian Sosial Kementerian Kesehatan Menteri Pekerjaan Umum Menteri Keuangan Menteri Perhubungan Menteri Komunikasi dan

Informasi Panglima TNI Kapolri Ketua PMI

Sekretaris:

Chief Executive Officer

Page 22: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

untuk meningkatkan kepedulian komunitas terhadap potensi bencana yang

mungkin terjadi di area tersebut.

Koordinasi strategi dan kebijakan dalam pencegahan dan mitigasi

bencana ditangani oleh Bakornas PB. Dalam penerapannya, tiap-tiap

kementerian setuju dengan tugas masing-masing. Pada saat terjadi bencana,

dalam kasus penyelamatan, bantuan emergency penanganan diarahkan

langsung oleh Satlak PB pada tingkat kabupaten/kota, Satkorlak PB di tingkat

provinsi, dan Bakornas PB di tingkat nasional. Setelah terjadi bencana, dalam

kasus rehabilitasi, ditangani oleh Satlak atau Satkorlak PB, bekerja sama

dengan biro kementerian terkait dan di bawah koordinasi Pemerintah Pusat.

Dalam sistem koordinasi tersebut, semua kegiatan, pemetaan daerah rawan

bencana, serta pengkajian risiko ditangani secara langsung oleh tiap-tiap

kementerian sesuai dengan kebijakan. Untuk menunjukkan respon paska

bencana, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan

Bakornas PB, membentuksuatu biro/tim untuk kejadian tertentu yang

berhubungan dengan tahap pemulihan (recovery).

Namun, kemampuan yang ada di Pemda Bantul pada saat gempa

tahun 2006, masih sangat lemah karena fakta bahwa Satlak PB di Bantul yang

dibawah Bupati, belum terlatih manejemen pre, saat, dan paska bencana. Tim

pelaksana ini berperan sangat penting pada sebelum, saat, dan setelah

bencana. Namun, dikarenakan unit tersebut tidak pernah mendapatkan

pengalaman dalam kondisi yang rumit dan tidak mempunyai pengetahuan

mengenai meanajemen bencana, hambatan tersebut menjadi kendala bagi

Pemda Bantul dalam menanggulangi bencana. Tidak ada program-program

dari Pemda untuk mengidentifikasi daerah rawan bencana di kecamatan-

kecamatan di Bantul. Meskipun Bantul berada dalam daerah rawan bencana

seperti tanah longsor, tornado, kekeringan, banjir, kebakaran, dan gempa

bumi, tidak ada tanda kesiapsiagaan bencana di Pemda ataupun komunitas.

Ditambah lagi, ketersediaan Sistem Peringatan Dini (Early Warning System)

dan kapasitas untuk memahami sistem tersebut masih terbatas.

Page 23: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

Manajemen bencana di Bantul tidak terlepas dari implementasi

kebijakan yang ada di Kabupaten Bantul, hal tersebut merupakan salah satu

dari kemampuan Pemda Bantul dalam menanggulangi bencana. Kemampuan

Pemerintah Daerah Bantul digambarkan sebagai berikut:

Kemampuan Gambaran

Faktor institusional Pemda Bantul tidak memiliki SPO yang baku dalam menghadapi bencana, tidak adanya pelatihan dan pendidikan mengenai bencana, tetapi Pemkab sudah mengadopsi sistem mitigasi bencana ke dalam rencana pengembangan wilayah jangka menengah

Sumber daya manusia SDM di Bantul tidak memiliki pengalaman dikarenakan kurangnya tugas yang diberikan dan pembagian tugas yang tidak jelas tetapi telah memiliki tugas tambahan untuk memahami lebih baik kebutuhan lokal atau komunitas.

Kebijakan Tidak ada kebijakan nasional dan daerah yang diterapkan dalam penanggulangan bencana, tidak tersedianya peta daerah rawan bencana dan early warning system, serta tidak ada program mitigasi bencana untuk karyawan dan komunitas

Finansial Dana yang disediakan untuk penanggulangan bencana masih terbatas, walaupun demikian, Pemkab Bantul mampu mengalokasikan dana dari alokasi kebutuhan lain untuk bencana. Selain itu, Pemkab Bantul juga mendapat bantuan dana dari

Page 24: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

Nasional, Provinsi, dan Internasional

Teknis Pemkab Bantul sangat peduli terhadap kebutuhan anak-anak dan perempuan, secara logistic telah mampu mengelola dengan baik

Kepemimpinan Bupati Bantul menunjukkan tanggung jawab dan kepedulian terhadap warganya dan melibatkan banyak pemangku kebijakan dalam satu kepemimpinan

B. PEMBAHASAN

Pembahasan kali ini, akan membandingkan kebijakan pemerintah

dalam penanggulangan bencana yang ada di Pakistan dan di Bantul. Pada

tahun 2010 di Pakistan terjadi banjir yang sangat dahsyat dan menimbulkan

banyak kerugian untuk kalangan masyarakat yang ada di Pakistan, seperti

hilangnya rumah, harta benda, dan mata pencaharian; rusaknya sistem

pertanian, sanitasi air, dan sistem irigrasi sehingga menyebabkan hilangnya

panen dan terjadi kemiskinan. Selain terjadinya banjir pada tahun 2010, pada

tahun 1997 juga terjadi banjir tetapi tidak dahsyat, pada tahun 2005, 2008

Pakistan juga pernah mengalami bencana gempa bumi, dan pada tahun 1999

terjadi kekeringan.

Hal tersebut di atas seharusnya menjadi bentuk pelajaran untuk

pemerintah Pakistan dalam menyusun dan membentuk kebijakan. Akan

tetapi, meskipun Pakistan pernah mengalami kekeringan pada tahun 1999,

gempa bumi pada tahun 2005 dan 2008, banjir di tahun 1997 dan 2010,

Pakistan masih tetap kurang dalam melakukan strategi mitigasi,

kesiapsiagaan, dan kelembagaan bencana. Maka dari itu, pemerintah Pakistan

perlu memperkuat lembaga penanggulangan bencana, meningkatkan

kemampuan manajemem banjir, dan ikatan dalam program bantuan dan

rekontruksi untuk pembangunan jangka panjang.

Page 25: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

Keadaan di Pakistan sehubungan dengan langkah-langkah pencegahan

bencana tidak berbeda dari negara-negara berkembang lainnya seperti

Kolombia, Meksiko, Nepal dan Indonesia. Di Pakistan sendiri, masih terdapat

kelemahan dalam perencanaan managemen banjir, sehingga diperlukan

sebuah pembentukan undang-undang yang mengatur penggunaan lahan

pribadi dan milik negara di dataran banjir aktif untuk menghentikan

pembangunan ilegal perumahan, industri, dan infrastruktur publik milik

pemerintah di dataran banjir aktif. Selain itu, dalam hal penyediaan pelayanan

kesehatan sekunder dan primer jatuh di bawah tanggung jawab pemerintah

daerah sehingga menyebabkan kurangnya pelayanan kesehatan masyarakat

yang memadai.

Pemerintah Pakistan telah mengikuti Deklarasi Paris tentang Aid

Effectiveness, akan tetapi belum menyiapkan Joint Country Assistance

Strategy. Selain itu, pemerintah Pakistan telah memiliki kesiapsiagaan dan

respon efektif yang berkelanjutan dalam kegiatan pemberian bantuan benih

pangan dan pertanian darurat di mana sebelum menyiapkan program bantuan

benih, pemerintah harus melakukan penilaian kebutuhan benih secara rinci.

The Catholic Relief Service (CRS) menjadi badan yang telah melakukan

penilaian tersebut.

Salah satu bentuk rekomendasi kebijakan yang bisa diadaptasi di

Pakistan adalah bentuk Program Inovatif asuransi ternak yang menjamin

adanya resiko kematian ternak yang berkaitan dengan terjadinya banjir

terhadap penduduk yang menetap di Pakistan.

Sedangkan yang di Bantul, sebuah kebijakan untuk implementasi yang

efektif terkait dengan kapabilitas merupakan gabungan dari kebijakan,

peraturan, dan regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah lokal untuk

mengatur dan menyediakan guideline untuk tingkatan menejemen bencana

yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini ingin menunjukkan ketidakadanya

penetapan legislasi hampir di semua tingkat pemerintahan pada tahun 2006.

Sejak tidak tersedianya legislasi pada saat itu, tidak ada perintah dari

pemerintah lokal untuk menyelenggarakan adopsi dari mekanisme koordinasi

Page 26: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

bencana, pemberian edukasi pada masyarakat, serta birokrasi dalam

kesadaran bencana, identifikasi daerah yang rentan dan memaksimalkan

peringatan dini terhadap bencana pada level lokal. Pemerintah Kabupaten

Bantul juga mengidentifikasi kekurangan, Bantul merupakan daerah yang

rawan terjadi bencana tetapi regulasi tentang kesadaran bencananya masih

kurang, tidak ada badan lokal untuk menejemen bencana, mekanisme

koordinasi bencana juga belum optimal, organisasi masyarakat tidak

diberdayakan, tim SAR juga terlalu sedikit, dan peralatan SAR yang tidak

memadai, belum adanya identifikasi daerah rawan bencana pada peta Bantul,

belum optimalnya sistem peringatan dini bencana, dan tidak adanya upaya

mitigasi untuk birokrasi dan masyarakat.

Bagaimanapun, salah satu rancangan kebijakan nasional tentang

menejemen bencana melalui implementasi Undang-Undang No. 24 Tahun

2007 pada menejemen bencana setelah gempa Bantul tahun 2006 yang

dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah lokal. Mengingat Kabupaten Bantul

merupakan daerah rawan bencana, pemerintah menyusun Midle-Term

Development Plan untuk mengklasifikasikan daerah yang rawan bencana

dalam 4 kategori, yaitu: rawan banjir, rawan longsor, rawan gempa, dan

daerah rawan abrasi pantai. Setiap daerah telah dirancang program mitigasi

dan kesiapsiagaan, seperti menyebarkan informasi tentang kesadaran

bencana, melakukan simulasi tsunami, mempersiapkan evakuasi, dan

penghijauan pantai untuk mencegah tsunami dengan menanam mangrove.

Upaya mitigasi juga telah diterapkan pada Bantul Midle-Term Development

Plan (RPJMN) 2006-2010, dengan alokasi dana yang memadai untuk

program ini. Kemauan untuk mengadopsi upaya mitigasi bencana pada

Midle-Term Development Plan menunjukkan upaya besar sebagai bukti

pemerintah daerah menjadi lebih tanggung jawab untuk melindungi

masyarakat. Bupati Bantul juga menerapkan kabijakan Nomor 166 Tahun

2006 tentang Satlak PB. Kebijakan ini menekankan bahwa semua organisasi

masyarakat di Bantul harus mendukung aktivitas Satlak PB sehingga setiap

organisasi memiliki kesadaran bencana. Ini memungkinkan pemerintah

Page 27: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

daerah Bantul untuk menjadi lebih terlibat dalam manajemen bencana.

Sebagai respon terhadap dampak gempa, pemerintah daerah Bantul dan

masyarakat saat ini menjadi lebih sadar setiap potensi risiko bencana di

daerah mereka. Kebijakan tersebut secara teoritis dapat mempercepat upaya

pengurangan bencana, seperti yang dibuktikan oleh rencana bencana formal

yang telah menjadi universal untuk tingkat lokal di banyak negara bencana

rentan (Gopalakrishnan dan Okada 2007).

Page 28: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

BAB 1V

IMPLIKASI KEPERAWATAN

a. Pra-Bencana

1. Perawat berkoordinasi dengan berbagai dinas pemerintahan, organisasi

lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga

kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi

kesiapsiagaan menghadapi bencana seperti melakukan pengkajian

masalah kesehatan pada suatu wilayah yang memiliki resiko bencana.

2. Perawat membantu menyusun rencana strategis terkait masalah

kesehatan sesuai dengan hasil pengkajian dalam bidang kesehatan.

3. Perawat memberi masukan untuk pengembangan kebijakan terkait

penganggulangan bencana.

4. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan

oleh dinas pemerintahan dalam penanggulangan ancaman bencana.

b. Saat Bencana

1. Perawat membantu mengkaji dan menatalaksana permasalahan

kesehatan yang mungkin timbul pada saat bencana.

2. Perawat melakukan triase pada korban bencana.

3. Perawat melakukan dokumentasi setiap pemberian tindakan.

c. Pasca Bencana

1. Perawat memberikan input permasalahan kesehatan yang didapatkan

saat fase bencana untuk perencanaan aktifitas pelayanan kesehatan

lanjutan.

Page 29: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

2. Perawat memberikan treatment lanjutan kepada korban-korban yang

mengalami trauma akibat bencana seperti PTSD (Post Traumatic

Stress Disorder).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor

manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Kesiapsiagaan

bencana tidak jauh dari peran pemerintah. Alur birokrasi, penataan jalur

evakuasi, serta perundang-undangan.

Dalam konteks bencana, pemerintah Pakistan telah memiliki

kesiapsiagaan dan respon efektif yang berkelanjutan dalam kegiatan

pemberian bantuan benih pangan dan pertanian darurat di mana sebelum

menyiapkan program bantuan benih, pemerintah harus melakukan penilaian

kebutuhan benih secara rinci dan program Inovatif asuransi ternak yang

menjamin adanya resiko kematian ternak yang berkaitan dengan terjadinya

banjir terhadap penduduk yang menetap di Pakistan.

Pemerintah Indonesia khususnya di Bantul, sebuah kebijakan untuk

implementasi yang efektif terkait dengan kapabilitas merupakan gabungan

dari kebijakan, peraturan, dan regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah

lokal untuk mengatur dan menyediakan guideline untuk tingkatan menejemen

bencana yang berbeda. Pemerintah Kabupaten Bantul implementasi Undang-

Undang No. 24 Tahun 2007 pada menejemen bencana setelah gempa Bantul

tahun 2006 yang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah lokal. Mengingat

Page 30: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

Kabupaten Bantul merupakan daerah rawan bencana, pemerintah menyusun

Midle-Term Development Plan untuk mengklasifikasikan daerah yang rawan

bencana dalam 4 kategori, yaitu: rawan banjir, rawan longsor, rawan gempa,

dan daerah rawan abrasi pantai. Setiap daerah telah dirancang program

mitigasi dan kesiapsiagaan, seperti menyebarkan informasi tentang kesadaran

bencana, melakukan simulasi tsunami, mempersiapkan evakuasi, dan

penghijauan pantai untuk mencegah tsunami dengan menanam mangrove.

Upaya mitigasi juga telah diterapkan pada Bantul Midle-Term Development

Plan (RPJMN) 2006-2010.

Oleh karena itu, sebagai perawat harus mampu berkolaborasi dengan

pemerintah untuk membantu menyusun rencana strategis terkait masalah

kesehatan sesuai dengan hasil pengkajian memberi masukan untuk

pengembangan kebijakan terkait penganggulangan bencana.

B. SARAN

1. Pemerintah

a. Pemerintah membuat kebijakan sesuai analisis resiko bencana.

b. Pemerintah

2. Perawat

a. Perawat diharapkan dapat terlibat dilembaga atau organisasi

penanggulangan bencana agar dapat memberi masukan kepada

pemerintah dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan

kesehatan.

b. Perawat diharapkan dapat menjalankan perannya sesuai dengan

kebijakan yang dibuat pemerintah.

3. Masyarakat

a. Masyarakat diharapkan meningkatkan kesadaran untuk terlibat dalam

penanggulangan bencana di daerahnya

b.

Page 31: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

DAFTAR PUSTAKA

Addis Ababa. 2002. Disaster and Emergencies. www.who.int diakses pada 16

Februari 2016 pukul 19.48 WIB.

American College of Emergency Physicians. 2012. Disaster Medical Service.

www.acep.org Diakses pada Selasa, 16 Februari 2016 pukul 21.02 WIB.

Anderson, J. E. 2015. Public Policymaking: Eight Edition. USA: Cengage

Learning.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2010. Rencana Strategis Badan

Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2010-2014. Jakarta: BNPB.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Sejarah, Visi, dan Misi Lembaga

BNPB. www.bnpb.go.id Diakses pada Selasa, 16 Februari pukul 20.37

WIB.

ESCAP. 2015.The Asia-Pacific Disaster Report 2015 – Disasters without

Borders. UN Economic and Social Commission for Asia and the Pacific.

Government of Japan. 2014. Amendment of Basic Disaster Management Plan.

http://www.cao.go.jp/en/disaster.html diakses pada 16 Februari 2016

21:43.

IFRC. 2015. World Disaster Report 2015. Geneva: The International Federation

of Red Cross and Red Crescent Societies.

Kato, Y., Cipullo, L., Disaster Law programme, & International Federation of

Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC). 2012. Law and Regulation

for the Reduction of Risk from Natural Disasters in Japan, A National

Law Desk Survey. Switzerland: IFRC.

Page 32: Tugas Analisis Jurnal Kebijakan Bencana

Presiden Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007

Tentang Penanggulangan Bencana. Diakses pada tanggal 16 Februari

2016 pukul 20.09 WIB.

Presiden Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008

Tentang Penyelenggaaan dan Penanggulangan Bencana. Diakses pada

tanggal 16 Februari 2016 pukul 20.37 WIB.

UNDP Indonesia. 2006. Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana

2006-2009.

World Health Organization. (2002). Disaster and Emergencies.