trend supply demand energi dan masalah lingkungan (rev.150605)

28
050801 KECENDERUNGAN SUPLAI dan PERMINTAAN ENERGI serta MASALAH LINGKUNGAN I. KONDISI ENERGI DUNIA 1. KOMPOSISI ENERGI PRIMER dan POSISI BATUBARA Konsumsi energi primer dunia terus mengalami peningkatan secara drastis setelah revolusi industri yang dimulai pada abad ke 18, khususnya meningkat pesat di sekitar tahun 1950 an. Jumlah pendudukpun semakin meningkat, setelah revolusi industri selama 100 tahun tersebut, meningkat hampir dua kali lipat nya ,Untuk negara- negara berkembang selama 40 tahun saja sejak tahun 1950 jumlah penduduk sudah mencapai dua kali lipat nya. Berdasarkan survey PBB, pada bulan oktober tahun 1999 telah mencapai 6 milyar orang. Apabila kondisi ini terus berlanjut maka pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai 7,85 milyar jiwa, tahun 2050 akan mencapai sekitar 8,9 milyar jiwa (Fig. 1). Dengan kenaikan jumlah penduduk yang drastis seperti ini, ditambah dengan meningkatnya standar kehidupan dan pesatnya perkembangan industri, akan berkaitan erat dengan volume energi yang dikonsumsi. Pada tahun 1950 total permintaan energi dunia adalah 1,3 milyar Kl (konversi minyak bumi, sama seperti dibawah), sementara kebutuhan energi per orang adalah 0,52 Kl. Pada tahun 2000 masing masing meningkat 10,8 milyar Kl, 1,73 Kl. Dan di masa depan diperkirakan peningkatan konsumsi energi melebihi rasio kecepatan pertambahan penduduk (Fig. 2). Volume konsumsi energi primer berdasarkan jenis bahan bakarnya bisa dilihat di Tabel-1. Dengan kata lain, di tahun 2002, minyak bumi; batubara; gas alam masing-masing 37,5%; 25,5%; 24,3%, berikutnya tenaga nuklir 6% dan terus akan berkurang. Dengan kata lain bahan bakar dari fosil memenuhi porsi sekitar 90%. Dan batubara yang merupakan energi yang sangat penting memenuhi porsi 1/4 dari konsumsi energi primer dunia. Di Asia, batubara yang merupakan sumber energi yang paling penting dengan menempati posisi yang hampir sama dengan minyak bumi yaitu sekitar 40%. 1

Upload: andowtarigan

Post on 14-Sep-2015

11 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

batu-bara

TRANSCRIPT

050801

KECENDERUNGAN SUPLAI dan PERMINTAAN ENERGI serta MASALAH LINGKUNGAN

I. KONDISI ENERGI DUNIA1. KOMPOSISI ENERGI PRIMER dan POSISI BATUBARAKonsumsi energi primer dunia terus mengalami peningkatan secara drastis setelah revolusi industri yang dimulai pada abad ke 18, khususnya meningkat pesat di sekitar tahun 1950 an. Jumlah pendudukpun semakin meningkat, setelah revolusi industri selama 100 tahun tersebut, meningkat hampir dua kali lipat nya ,Untuk negara-negara berkembang selama 40 tahun saja sejak tahun 1950 jumlah penduduk sudah mencapai dua kali lipat nya. Berdasarkan survey PBB, pada bulan oktober tahun 1999 telah mencapai 6 milyar orang. Apabila kondisi ini terus berlanjut maka pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai 7,85 milyar jiwa, tahun 2050 akan mencapai sekitar 8,9 milyar jiwa (Fig. 1). Dengan kenaikan jumlah penduduk yang drastis seperti ini, ditambah dengan meningkatnya standar kehidupan dan pesatnya perkembangan industri, akan berkaitan erat dengan volume energi yang dikonsumsi. Pada tahun 1950 total permintaan energi dunia adalah 1,3 milyar Kl (konversi minyak bumi, sama seperti dibawah), sementara kebutuhan energi per orang adalah 0,52 Kl. Pada tahun 2000 masing masing meningkat 10,8 milyar Kl, 1,73 Kl. Dan di masa depan diperkirakan peningkatan konsumsi energi melebihi rasio kecepatan pertambahan penduduk (Fig. 2).

Volume konsumsi energi primer berdasarkan jenis bahan bakarnya bisa dilihat di Tabel-1. Dengan kata lain, di tahun 2002, minyak bumi; batubara; gas alam masing-masing 37,5%; 25,5%; 24,3%, berikutnya tenaga nuklir 6% dan terus akan berkurang. Dengan kata lain bahan bakar dari fosil memenuhi porsi sekitar 90%. Dan batubara yang merupakan energi yang sangat penting memenuhi porsi 1/4 dari konsumsi energi primer dunia.

Di Asia, batubara yang merupakan sumber energi yang paling penting dengan menempati posisi yang hampir sama dengan minyak bumi yaitu sekitar 40%.

2. PERKIRAAN SUPLAI dan PERMINTAAN ENERGI PRIMERDi masa depan, antara tahun 2010 hingga 2025 diperkirakan negara berkembang akan memenuhi porsi 60% dari seluruh penambahan konsumsi energi primer dunia.Fig. 3Rasio konsumsi energi primer di masa yang akan datang apabila dibandingkan dengan tahun 2000, maka pada tahun 2030 Gas Alam akan meningkat 5%, dan sebaliknya Minyak Bumi mengalami penurunan 1.5%, Batubara mengalami penurunan sekitar 2%, namun dari secara keseluruhannya dipredisikan rasio bahan bakar fosil tetap meningkat. (Tabel-2).

1) Potensi Suplai Energi PrimerTabel 3 menunjukkan, seberapakah jumlah cadangan yang masih tersisa dari bahan bakar fosil yang menjadi kekhawatiran ini. Apabila dihitung jumlah konsumsi pada tahun 1999, minyak bumi masih menyisakan cadangan selama 41 tahun, gas alam 62 tahun, sedangkan batubara masih menyisakan cadangan untuk sekitar 230 tahun lagi. Disini yang harus diperhatikan adalah, penghitungan didasarkan pada jumlah konsumsi di tahun 1999, bukan penghitungan berdasarkan jumlah konsumsi di masa depan, berarti selama sumber tersebut tidak bertambah cenderung akan lebih cepat habis. Satu hal lagi, apabila energi primer tersebut digunakan dengan asumsi pemakaian seperti pada tahun 1999, maka minyak bumi akan tersisa 16,6 tahun, gas alam 14,9 tahun dan batubara 58 tahun, sehingga total keseluruhan hanyalah 90 tahun. Apabila jumlah pemakaian semakin meningkat tentu saja akan lebih cepat habis. Begitulah kita ketahui bahwa batubara memiliki potensi sebagai sumber energi primer yang masih menyediakan cadangan untuk jangka waktu yang lama, meskipun demikian bukan berarti tidak diliputi masalah. Mengenai hal ini akan dijelaskan secara lebih terperinci di bawah.

II. KONDISI BATUBARA DUNIA 1. PENGERTIAN DASAR BATUBARAJenis-jenis batubara yang dipakai sebagai pokok bahasan disini antara lain :antrasit, bituminous, sub bituminous, brown coal, dan peat, tetapi yang banyak digunakan adalah jenis hard coal (antrasit, bituminous, termasuk sub bituminous tergantung dari negaranya, selanjutnya disebut batubara) 2. KONDISI PERMINTAAN dan SUPLAI BATUBARA SAAT INI dan PERKIRAAN MASA DEPAN1) Kondisi Poduksi BtubaraDi (Fig.-4) bisa dilihat produksi batubara dunia dari tahun 1980 hingga tahun 2000. Karakteristik kecenderungannya adalah1 Amerika Latin selama 20 tahun terakhir produksinya meningkat sekitar 5 kali lipat.2 Asia mengalami peningkatan produksi yang paling besar, dimana pada tahun 1980 813 juta ton, pada tahun 2002 meningkat menjadi 1,887 milyar ton (47,18% dunia). Didalamnya yang paling banyak mengalami peningkatan adalah Cina (dari 620 juta ton menjadi 1,398 milyar ton). Sedangkan Indonesia meskipun pada awalnya nol, sekarang sudah mencapai 103,4 juta ton dan India dari 111 juta ton meningkat menjadi 337 juta ton.

Tetapi jumlah produksi batubara Cina yang dilaporkan oleh badan terkait, menunjukkan angka yang berbeda dengan angka di atas. Dibawah ini memperlihatkan produksi dan konsumsi batubara Cina menurut laporan Biro Statistik Nasional Cina.

(unit dalam juta ton)199719981999200020012002

Produksi Batubara (Mentah) 1372.81250.01045.0 998.01160,81393.4

Konsumsi Batubara1342.51294.91263.61245.41262,1

Ekspor (yearbook) 30.72 32.29 37.41 55.0585.983.3

Import Batubara (yearbook)2.001.521.652.122,7010.81

Kekurangan supply

(penghitungan dari referensi)- 1.5975.66254.36304.12184,5

Tentang angka-angka ini, dalam Laporan Batubara Cina edisi Bulan September tahun 2002 menyebutkan bahwa, Ada juga seorang pengamat ahli yg mengatakan bahwa jumlah produksi batubara pertahunnya sebenarnya lebih dari 150 juta ton bila dilihat dari jumlah konsumsi dalam beberapa tahun belakangan ini.3 Di negara-negara Soviet lama termasuk Rusia dan Eropa Timur, bersamaan dengan runtuhnya paham sosialis, produksi batubara pun mengalami penurunan yang sangat tajam. Di wilayah ini, total produksi batubara tahun 1980 dan tahun 2002 turun drastis dari 1.029,2 juta ton menjadi 585,8 juta ton.4 Hampir semua negara negara-negara produsen batubara di Eropa Barat juga mengalami hal yang sama , yaitu penurunan produksi dari 270 juta ton di tahun 1980 menjadi 74 juta ton di tahun 2002. 5 Sedangkan Afrika dan Australia yang merupakan wilayah utama Oceania, secara pasti mengalami peningkatan produksi yang cukup signifikan.

2) Kondisi Konsumsi Batubara dan Perkiraan Konsumsi di Masa Depan

Konsumsi batubara di dunia secara konsisten mengalami peningkatan, tetapi sempat menurun setelah mencapai puncaknya di tahun 1997, setelah itu kembali pulih sejak tahun 2000.

Tahun 1997 terjadi krisis ekonomi di Asia, sedangkan tahun 1998 Rusia juga mengalami krisis ekonomi sehingga terjadi default. Pertama-tama apabila kita lihat jumlah konsumsi dunia berdasarkan areanya di bumi pada tahun 2002 akan tampak seperti terlihat pada (Tabel-6). Asia memenuhi porsi 52,89% dari konsumsi dunia, sedangkan Amerika Utara memenuhi porsi sekitar 1/4 dari konsumsi dunia.

Menurut angka (data) statistik yang dikeluarkan IEA tentang perubahan (konsumsi batubara) setiap tahunnya, dalam kurun waktu 2-3 tahun belakangan ini terjadi koreksi angka berulang kali. Koreksi terbesar adalah angka untuk Cina, seperti contoh di dalam Coal Information edisi tahun 2000, jumlah konsumsi batubara dunia pada tahun 1999 turun drastis menjadi 3,464 milyar ton, dari angka tersebut jumlah konsumsi batubara Cina adalah sebesar 1,002 milyar ton. Lalu pada Laporan Data Statistik yang sama edisi tahun 2004 jumlah konsumsi batubara Dunia dan Cina, data tahun 1999 masing-masing dikoreksi naik menjadi 3,642 milyar ton dan 1,229 milyar ton.3. POTENSI SUMBER DAYA BATUBARA1) Jumlah Cadangan BatubaraJumlah cadangan batubara dunia ditunjukan pada (Tabel-7).Seperti yang sudah dikemukakan diatas pada I. 2. 1), bahwa jumlah cadangan yang menjadi dasar penghitungan batas waktu penggunaan sumberdaya alam adalah cadangan batubara proved-minable (proved-minable coal reserve), angka yang menjadi acuan adalah angka yang dilaporkan oleh Badan Energi Dunia di dalam tabel-7. Berdasarkan data-data ini diketahui bahwa di dunia ini masih tersedia cadangan batubara terbukti-tertambang (proved-minable coal reserve) sebesar 520 milyar ton batubara bituminus dan 465 milyar batubara sub-bituminus & lignit. Diperkirakan angka-angka ini merupakan laporan apa adanya yang dikirimkan oleh masing-masing pemerintahan negara-negara di dunia kepada WEC, tapi yang menjadi permasalahan di sini adalah standard perhitungan masing-masing negara tidak sama.

2) Perbedaan antara Jumlah Sumberdaya Batubara dan Cadangan BatubaraTabel-8 memperlihatkan standard untuk menetapkan cadangan batubara terbukti-tertambang (proved-minable coal reserve) menurut WEC. Klasifikasi cadangan yang diterapkan oleh negara China, Vietnam, Rusia Lama dan lain-lain menggunakan dasar perhitungan dengan konsep yang berbeda.

Gambar-4 menunjukkan perbandingan metode klasifikasi cadangan yang digunakan oleh China dan Amerika. Seperti terlihat dalam gambar bahwa, Cadangan Mewah batubara China dan Cadangan Sumberdaya Terbukti Amerika meski menunjukkan hal yang tidak sama persis, namun memiliki konsep yang hampir sama. Klasifikasi yang digunakan China adalah Cadangan , sedangkan klasifikasi yang digunakan Amerika adalah Jumlah Sumberdaya.

Gambar-5 memperlihatkan konsep yang berkaitan dengan Jumlah Sumberdaya dan Cadangan. Dari hasil survey yang lebih detail, seperti terlihat dalam gambar kolom batubara yang terdapat di suatu wilayah tambang , katakanlah disitu dipastikan adanya beberapa lapisan batubara. Jika batubara tersebut berada di atas permukaan tanah hingga kedalaman yang dangkal, maka batubara tersebut boleh dikatakan semuanya bisa ditambang. Tapi, kalau batubara tersebut berada di kedalaman yang cukup dalam, maka harus ditambang dengan menggunakan sistem underground/tambang dalam. Dalam hal ini, Tidak semua lapisan batubara nya dapat ditambang dan tergantung dari kondisi kedalaman lapisan batubara nya, kondisi atap dan tekanan (stress) nya serta nilai ekonomis nya. Selain itu, obyek batubara yang ditambang itupun belum tentu bisa menjadi produk, misalnya karena kemiringannya yang cukup tajam, ada sebagian lapisan yang tipis, kandungan sulfur terlalu tinggi, dll. Kemudian dari lokasi yang bisa ditambang hingga ke permukaan, batubara yang dapat ditambang secara ekonomis bisa dikatakan rata-rata 50%.

Jika dikatakan secara sederhana, semua batubara yang berada di lokasi tambang disebut Jumlah Sumberdaya, diantaranya adalah seperti yang ditunjukkan dalam tabel-8, yaitu bahwa Cadangan Terbukti Tertambang atau Proved-Minable Reserve adalah jumlah tonase yang secara aktual dapat diambil dalam bentuk batubara dengan menggunakan teknologi saat ini yang bisa digunakan, serta dibawah persyaratan ekonomi saat ini maupun rencana di kemudian hari dari masing-masing negara.

Akhir-akhir ini di Australia diterbitkan Guide Line baru yang berkaitan dengan Sumberdaya dan Cadangan Batubara. Berdasarkan (Fig.-6), ditetapkan bahwa cadangan batubara, dari awal harus sudah ditentukan mengenai Jumlah Tonase Batubara yang Diperkirakan Bisa Ditambang, selain itu harus dilaporkan juga tentang Cadangan yang Bisa Dijual (marketable reserve).

Seperti ini, yang menjadi masalah dalam angka yang dikeluarkan oleh WEC adalah, apakah angka itu dihitung sudah berdasarkan pada kondisi ekonomis yang sama dan kondisi teknologi yang sama. Diperkirakan, pasti akan ada perbedaan di masing-masing negara. Di Jepang sendiri sudah tidak memiliki syarat ekonomis sehingga banyak produksi yang dihentikan, menurut WEC jumlah cadangan batubara yang dapat ditambang (proved-minable coal reserve) di Jepang masih ada sekitar 359 juta ton. Namun cadangan ini sudah tidak ekonomis, sehingga hampir seluruh tambang batubara yang ada mengalami penutupan tambang, dari fakta tersebut dapatlah dikatakan bahwa jumlah cadangan batubara yang dapat ditambang di Jepang adalah nol. Suatu hal yang mesti disadari, bahwa meskipun masih terdapat cadangan batubara , jumlah yang bisa diambil sangatlah terbatas. Di dalam laporan tentang cadangan batubara di negara bagian NSW yang dipublikasikan di dalam Workshop Jepang-Australia tahun 1998, disitu banyak terdapat penjelasan tentang kondisi tersebut. Dijelaskan bahwa, cadangan batubara yang ada di situ sekitar 150 milyar ton, tetapi cadangan ekonomis yang bisa dikembangkan dalam pengembangan proyek baru hanyalah sekitar 6% atau kurang lebih 9 milyar ton. Apabila termasuk proyek yang sudah adapun, tidak akan lebih dari 18 %. (Fig.-7Hal yang sama juga bisa dikatakan terhadap Indonesia. Indonesia diperkirakan memiliki cadangan batubara sekitar 50 milyar ton, tetapi cadangan yang bisa ditambang (minable reserve) sekitar 5 milyar ton. Diketahui bahwa angka-angka ini diperoleh dari laporan tentang jumlah total penghitungan angka hasil eksplorasi yang dilakukan oleh masing-masing pemegang hak konsesi tambang. Tetapi banyak hal-hal yang tidak begitu jelas, misalnya apakah hasil penghitungan itu berdasarkan suatu standard penghitungan yang sama, dan apakah juga termasuk wilayah yang dilarang untuk kegiatan penambangan.

Negara Cina, di dalam makalah tentang, Masalah Pelik Kekurangan Sumberdaya di Cina, yang termuat di dalam Laporan Batubara Cina tahun 2002 edisi bulan November, Mr. Shohokyo melaporkannya sebagai berikut. Dari hasil perhitungan, Cadangan Total Batubara Cina adalah sebesar 5,57 trilyun ton, dengan kondisi Prospecting Reserve 1 trilyun ton, Minable Reserve 206,4 milyar ton, Effective Reserve 103,7 milyar ton dan Recovery Possible Reserve sebesar 31,1 milyar ton. Kemudian, saat itu Terdapat asumsi secara buta, bahwa Cina memiliki sumber batubara yang berlimpah ruah. Kalau pemahaman ini tidak diubah, hal ini akan dapat mempengaruhi perkembangan industri batubara yang berkelanjutan, pertumbuhan ekonomi nasional bahkan bisa mempengaruhi kestabilan masyarakat. Ini dipakai sebagai titik momen bagi Cina untuk melakukan pemikiran ulang mengenai cadangan batubara (coal reserve) sebenarnya yang bisa digali dari bumi secara ekonomis, belakangan ini diketahui bahwa hasil laporan mengenai hal itu sedang diumumkan. Mengenai dasar/standard perhitungan apa yang digunakan, masih belum jelas sehingga belum bisa dikomentari, tetapi dari hasil perhitungan ulang oleh China diperoleh informasi bahwa Cadangan Batubara Terbukti-Tertambang (Proved-Minable Reserve) Cina adalah sebesar 188,6 milyar ton, jauh melebihi angka yang dilaporkan ke WEC selama ini.

Di satu sisi, angka total dunia pada tabel-7 adalah sekitar 909,1 milyar ton, tetapi angka sebelumnya yang dilaporkan tahun 2001 adalah 984,5 milyar ton. Angka penurunan ini diantaranya adalah karena perubahan angka Jerman sekitar 59,3 milyar ton (dari 66 milyar ton menjadi 6,7 milyar ton), dengan alasan merupakan hasil penilikan ulang sisi ekonomi.

Dari kondisi diatas kita bisa mengambil suatu kesimpulan. Bahwa konsep tentang cadangan batubara di dunia ini tidak seragam, dan seberapa jumlah cadangan batubara yang sebenarnya bisa diambil (recovery reserve), tidak bisa diketahui secara pasti. Jadi, sekilas tampak bahwa tingkat potensi (potensialitas) batubara di masa mendatang, jauh lebih besar dibandingkan dengan bahan bakar yang lain, namun apabila kita pertimbangkan perbedaan yang ada yaitu perbedaan tentang jumlah cadangan minable reserve maupun recovery reserve dan peraturan perundang-undangan serta nilai ekomomis seperti yang telah dikemukakan di atas, selanjutnya kita perlu untuk memahami dengan benar seberapa jumlah cadangan batubara yang bisa diproduksi, yang benar-benar memiliki nilai eknomis.

3) Sumber Batubara Non KonvensionalDi masa mendatang selain sumber batubara konvensional seperti yang disebut diatas, akan muncul konsep sumber batubara non konvensional. Seperti pengubahan batubara dalam bentuk gas, pengembangan gas metan dari lapisan batubara dan proses fiksasi CO2 pada lapisan batubara. Diperkirakan di masa mendatang penelitian tentang hal ini akan semakin berkembang, misalnya Badan Geologi Amerika telah melakukan penelitian tidak hanya kajian tentang CBM saja, melainkan mencakup item lain yang lebih luas mengenai batubara.

4. KONDISI PERDAGANGAN BATUBARA SAAT INI dan PERKIRAAN MASA DEPAN1) Volume Perdagangan Batubara Dunia

Berikut ini akan dijelaskan secara spesifik mengenai Volume Ekspor Batubara Dunia (Table 8), dan Volume Impor Batubara Dunia (Table 9)

2) Negara Pengekspor Batubara (Table 8)

1 Daerah Eropa Timur maupun Barat, seperti yang telah dikemukakan di atas mengalami penurunan produksi yang sangat besar sehingga menurunkan volume ekspor. Pada tahun 1980 mengekspor sekitar 56,2 juta ton dan pada tahun 2000 menurun hingga 41,9 juta ton, kondisi penurunan ini diperkirakan akan terus berlangsung. Kalau kita lihat kondisi negara-negara seperti : Jerman: Pada tahun 1980 mengekspor 12,7 juta ton, sedangkan pada tahun 2002 turun menjadi 0,1 juta ton atau hampir mendekati nol. Inggris : Pada tahun 1980 mengekspor 4 juta ton, sedangkan pada tahun 2002 hanya 0,53 juta ton. Polandia Pada tahun 1980 mengekspor 31.1 juta ton, sedangkan pada tahun 2002 turun menjadi 22,6 juta ton. Di masa mendatang diperkirakan akan terus menurun.2 Mengenai Rusia pada tahun 1980 tidak ada data yang jelas. Pada tahun 1985 mengekspor sekitar 60,3 juta ton, tetapi setelah tahun 1991 saat runtuhnya Uni Soviet, volume ekspor mengalami penurunan drastis. Setelah itu produksi batubaranya, volume ekspornya mengalami pemulihan. Terutama di wilayah Timur Jauh, harapan besar jatuh di Tambang Elga dan Tambang Batubara Denisov yang katanya telah dibuka, akan tetapi masalah yang dihadapi adalah keterbatasan kemampuan pengangkutan (shipment) yang ada diwilayah Timur Jauh. Untuk itu nantinya, pelabuhan Vostochny akan diperbesar dan rencana akan dibangun dermaga khusus batubara di pelabuhan Wanino. Banyak yang mengharapkan hal ini terlaksana.

3 Amerika merupakan negara pengekspor batubara terbesar di dunia, terutama Appalachia coal field (batubara AP) yang merupakan pengekspor utama. Dunia perbatubaraan Amerika mengalami perubahan besar setelah diterapkannya Clean Air Act th 1995, yaitu pembatasan SOx. Sebagai akibatnya batubara produksi Illinois Coal Field yang meskipun kalorinya tinggi tetapi kadar sulfurnya juga tinggi sehingga kurang diminati, dibandingkan Powder River Coal Field (batubara PRB) meskipun kalorinya rendah tetapi kadar sulfurnya juga rendah, sehingga jumlah produksinya terus meningkat. Batubara PRB diproduksi dengan biaya murah kualitas bagus, sebaliknya batubara AP diproduksi dengan biaya tinggi sehingga sulit bersaing di pasaran. Kemudian masalah penanganan lingkungan (rusaknya pemandangan, masalah pembatasan pengelolaan tanah dan pengelolaan air limbah) menjadi sangat ketat sekali, membuat Appalachia Coal Field mengalami penurunan kemampuan produksi secara drastis. Pada tahun 1999 musim gugur, harga batubara sangat berfluktuasi dan penyebabnya adalah karena pada tahun 1997 1998 Appalachia coal field telah kehilangan kemampuannya mengekspor 71 juta ton, hal ini mengakibatkan Amerika kehilangan sekitar 20 juta ton volume ekspornya. Sekarang penurunan ekspor batubara (coking coal) Amerika sudah berhenti, sedangkan penurunan ekspor untuk steam coal masih sangat tajam, sehingga volume impor steam coal terus meningkat, alhasil di tahun 2003 Amerika kini telah menjadi negara pengimpor batubara steam coal.4 Australia pada tahun 1980 mengekspor 43,2 juta ton dan pada tahun 2002 menjadi 204,8 juta ton, peningkatan yang luar biasa ini membuat Australia menjadi negara pengekspor batubara nomor satu di dunia. Jenis batubaranya pun mulai dari antrasit, caking coal, batubara PCI hingga steam coal. Infrastruktur senantiasa terus dikembangkan mulai dari jalur rel hingga ke pelabuhan, sehingga di masa mendatang Australia diperkirakan akan mendominasi negara pengekspor batubara.

5 Afrika selatan pada tahun 1980 mengekspor 28,6 juta ton dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 69,7 juta ton. Richards Bay Coal Terminal merupakan pelabuhan muat batubara terbesar di Afrika dengan kapasitas muat yang telah dikembangkan menjadi 72 juta ton per tahunnya, selain itu di tempat yang berdampingan telah dipastikan juga pembangunan South Dunes Coal Terminal (dengan kapasitas penanganan batubara 10 juta ton pertahun). Permasalahannya adalah jalur kereta api yang sudah tua , karena produksi ladang batubara yg saat ini menjadi basis ekspor sedang mengalami masa puncaknya, maka tingkat kemungkinan menjadi basis produksi batubara ekspor di masa mendatang dan semakin jauhnya lokasi, merupakan hal yang dikhawatirkan.

6 Kanada apabila dilihat dari segi perdagangan batubara, yang dikembangkan adalah batubara coking coal. Pada tahun 1980 volume ekspornya 15,3 juta ton dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 31,7 juta ton. Tetapi antara tahun 2000 hingga 2001, ada 3 tambang batubara pengekspor coking coal yang ditutup, ditambah 1 tambang batubara yang telah ditutup pada tahun 2003, sehingga produksinya pun menjadi semakin turun. Sebagai bahan evaluasi di masa mendatang, dari publikasi yang mengindikasikan bertambah banyaknya rencana pengembangan tambang baru coking coal akibat melonjaknya harga coking coal saat ini, ada kemungkinan peningkatan produksi yang besar, hal ini tergantung juga dari kondisi pasar coking coal.

7 Volume ekspor batubara Cina pada tahun 1980 sekitar 6,3 juta ton, dan pada tahun1999 mencatat rekor 37,4 juta ton. Yang paling mengejutkan adalah setelah itu, yaitu pada tahun 2000 tiba-tiba menjadi 55,0 juta ton, dan pada tahun 2001 sudah mencapai sekitar 85,9 juta ton, sehingga (Cina) menjadi negara kedua pengekspor batubara terbesar di dunia.

Cina sampai saat ini telah dengan jelas menulis rencana 5 tahunan ke-10, dalam kebijakannnya, Cina banyak melakukan penutupan tambang berskala kecil seperti tambang rakyat dan lain-lain, lalu melakukan penggabungan perusahaan-perusahaan batubara dan mendorong pembesaran skala perusahaan batubara, sehingga mampu memperbesar ekspor batubara sebagai kelompok tambang batubara raksasa yang memiliki daya saing internasional yang kuat, sehingga semakin lama semakin kuat keinginan ekspor. Kenyataan sampai tahun 2003, ekspor Cina cenderung mengalami peningkatan drastis.

Disisi lain, Dengan Dipublikasikan nya thesis oleh 2 orang peneliti Pusat Penelitian Pengembangan Industri Batubara Cina yang telah dipresentasikan Pada tahun 2003, Dapat diperkirakan bahwa apabila hanya melihat kapasitas Tambang batubara saat ini saja, maka kekurangan suplai pada tahun 2010 dan 2020 adalah masing-masing 270 juta ton / 620 780 juta ton. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut maka setiap tahunnya harus dikembangkan kapasitas produksi baru sebesar 48.88 juta ton, namun dikarenakan keterlambatan eksplorasi maka terekpresikan kritis bahwa pada tahun 2010 nanti terjadi kekurangan cadangan survey mendetil sekitar 30 milyar ton.

Kemudian, pada bulan Agustus 2003 di Shanxi terjadi kecelakaan tambang batubara skala besar yang menerus, karena itu produksi batubara di propinsi tersebut mulai macet. Sehingga kebutuhan energi Cina yang sangat besar sebagai penyangga ekonomi Cina yang sedang maju pesat akan timbul kekurangan energi di dalam negeri Cina secara drastis. Sebagai penanganannya, pemerintah Cina memprioritaskan suplai batubara dalam negeri sehingga ekspor mendadak macet, sehingga Korea dan negara-negara lain yang memiliki ketergantungan tinggi pada suplai batubara Cina sampai saat itu harus segera mencari sumber pensuplai batubara dari negara lain yang membuat mengencangnya suplai dan melonjaknya harga batubara dunia.

Setelah itu pemerintah Cina melakukan pemotongan sejenis dana subsidi ekspor yang diterapkan selama ini, untuk mengusahakan kemajuan suplai batubara ke dalam negeri, tetapi akhirnya pada bulan April 2004 pemerintah Cina mengumumkan Metode Manajemen Pembagian Ekspor Batubara, yang memperjelas adanya perubahan suatu kebijakan dorongan ekspor yang selama ini dijalankan. Ini juga dapat dianalisa bahw ada maksud untuk menjaga sumber daya batubara dalam negeri nya.

Cina yang merupakan negara pengekspor terbesar no 2 di dunia,Secara kuantitas jumlah ekspor nya cenderung berkurang, Dan sebaliknya, Apabila estimasi bahwa jumlah impor nya akan meningkat secara drastis, pengaruh Cina ini akan memberikan efek yang sangat besar pada perdagangan Batubara dunia nanti. Dan akan menjadi pusat perhatian dunia mengenai bagaimana perkembangan berikutnya.

Akibat dari terus meningkatnya konsumsi batubara China yang melampaui estimasi, seperti dalam thesis yang telah dipublikasikan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan batubara China ahir ahir ini, diperkirakan akan terjadi kekurangan kapasitas produksi sebesar 500 juta ton / 1,3 milyar ton terhadap permintaan Batubara pada tahun 2010 dan 2020 yang masing masing sebesar 2,5 milyar ton / 2,9 milyar ton.Dan pada bulan November tahun lalu, anggota komite rencana pengembangan nasional mengatakan bahwa mereka akan meng anggarkan sebesar 50 milyar yuan untuk memenuhi permintaan pada tahun 2020, karena ada nya kekurangan jumlah cadangan yang tereksplorasi secara detail sebesar 170 milyar ton. Tergantung dari hasil nya, saat ini belum bisa menetapkan kemungkinan kedepan nya apakah China akan menjadi negara peng ekspor Batubara atau negara peng impor Batubara.

8 Indonesia yang pada tahun 1980 mengekspor 112 ribu ton, tahun 2002 telah

mencatat rekor 74,2 juta ton. Tidak ada contoh lain dalam suatu industri ekspor batubara yang mengalami peningkatan sedrastis ini. Perkembangan yang sangat fantastis ini, lebih disebabkan karena kebijakan pengembangan investasi di tambang batubara dilakukan dengan tepat, selain itu sumberdaya alam tersebut memiliki produktifitas dan nilai ekonomis yang tinggi

Berikutnya, banyak orang yang meragukan pekembangan selanjutnya. Alasannya adalah sebagai berikut.

Setelah berdirinya pemerintahan demokrasi pada tahun 1999, pemerintah pusat yang selama ini memegang peranan penting sekarang telah berkurang kekuatannya, karena berpindah kepada kebijakan otonomi daerah. Di dalam dunia tambang pun proses perijinan usaha diserahkan kepada pemerintah daerah, sehingga wilayah konsesi, pajak dan sebagainya menjadi tidak jelas, hal ini menyebabkan banyaknya penghentian investasi di bidang pertambangan. Di dalam bidang batubara saja, setelah tahun 1998 dalam kurun waktu 4 tahun, 33 perusahan berhenti melakukan investasi, total investasi tersebut mencapai kurang lebih 1 milyar dolar. Penyebab utamanya adalah adanya ketidakseragaman aturan, hak dan kewajiban , perbedaan pendapat antara pemerintah pusat dan daerah dan lain-lain. Banyak contoh yang menggambarkan kondisi seperti ini. Disamping itu, alasan yang menyebabkan investor asing tidak mau melakukan investasi di Indonesia adalah karena adanya tambang rakyat, kadangkala tambang rakyat menuntut banyak hal kepada perusahaan tambang dan jika tidak dipenuhi mereka akan menghalangi produksi atau bahkan seringkali melakukan perusakan, hal ini terjadi terutama setelah jatuhnya pemerintahan Suharto. Karena perbuatan itu belum tentu berada di dalam jalur hukum, maka pihak perusahaan tambang berada pada posisi yang sulit, tidak tahu berapa kerugian maupun pengeluaran yang diakibatkan oleh karena perbuatan tersebut. Akibatnya investor asing tidak berani mengambil resiko untuk melakukan investasi di tempat yang tidak memiliki supremasi hukum.

Dengan situasi dan kondisi seperti ini, menyebabkan investasi ke infrastrukturdalam skala besar yang nantinya berhubungan dengan pengangkutan, berhenti, dengan keadaan saat ini Indonesia hanya akan mampu memproduksi batubara 130-140 juta ton saja. Disamping itu, jumlah konsumsi batubara untuk kebutuhan ketenaga-listrikan dalam negeri sendiri diperkirakan akan terus meningkat, hal ini mengakibatkan ekspor batubara Indonesia akan mencapai batas limitnya.

Tetapi, setelah itu muncul perkembangan pembelian hak tambang batubara berskala besar dan penyatuan dari perusahaan Banpu dari Thailand, perusahaan PMA Bumi Resources, perusahaan nasional Indika Inti Corpindo dll. Masalah yang ada seperti di atas berusaha untuk diatasi bersama Adaro dll yang telah ada untuk mencapai rencana peningkatan produksi tinggi. Perkembangan tambang batubara nasional berskala kecil pun mulai berjalan, Indonesia sebagai negara penting apakah dapat mencukupi permintaan perdagangan batubara yang nanti terus bertambah, perlu dikaji ulang.9 Kolombia juga merupakan negara yang mengembangkan produksi batubaranya dengan cepat dengan tujuan utama ekspor. Ekspor batubara, yang pada tahun 1980 hanya sekitar 95 ribu ton meningkat menjadi 34,5 juta ton pada tahun 2000. Bersama dengan Afrika, menutupi lubang ekspor akibat penurunan ekspor yang terjadi di Amerika dan Eropa. Di masa mendatang, produksi batubara di wilayah Eropa diperkirakan akan mengalami penurunan dan impor Amerika akan mengalami peningkatan, sehingga ekspor batubara Kolombia diharapkan akan meningkat pesat.

3) Negara-negara Pengimpor Batubara di DuniaNegara-negara pengimpor batubara di dunia dan volume impor ditunjukkan pada Tabel 9.1 Secara mengejutkan, besarnya volume impor batubara di wilayah Amerika Utara disebabkan karena wilayah Kanada bagian Timur dengan melewati Godaiko (Great Lakes) mengimpor batubara dalam jumlah yang besar dari Amerika. Dan ini menjadi seperti pasar dalam negeri, di dalam data statistik di negara Amerika pun perlakuannya berbeda dengan negara lain. Dilain pihak Amerika Serikat juga mengalami peningkatan impor sejak tahun 1990. Pada tahun 1991 Amerika Serikat mengekspor 98,86 juta ton, dan mengimpor 3 juta metrik ton batubara.

Di spot news price tahun 2003, yaitu ekspor 31,8 juta ton (coking coal 20,0 / steam coal 11,8), impor 19,4 juta ton (coking coal 1,6 / steam coal 17,8), Amerika kemungkinan benar-benar akan menjadi negara pengimpor steam coal, dan selama tidak terjadi kenaikan harga pasar yang sangat tinggi maka kecenderungan ini diperkirakan akan terus berlanjut.

2 Asia juga merupakan pengimpor batubara yang besar, memenuhi porsi sekitar 1/2 dari seluruh volume impor batubara dunia. Khususnya Jepang menjadi negara pengimpor batubara terbesar di dunia, yang menutup sekitar 1/4 dari seluruh volume impor dunia. Pada tahun 2002 Jepang mengimpor lebih dari 160 juta ton. Peningkatan volume impor seluruh dunia dari tahun 1990 ke tahun 2000 yaitu sebesar 274,1 juta ton, sedangkan peningkatan volume impor seluruh Asia 180,8 juta ton, ini berarti peningkatan volume impor Asia menutup sekitar 66 % dari peningkatan volume impor seluruh dunia.

3 Soviet Lama ketika Uni Soviet mengalami keruntuhan, sampai saat itu terjadi, banyak melakukan perdagangan batubara didalam negeri Soviet, tetapi setelah masa itu berlalu, impor dari negara selain Soviet menunjukkan peningkatan yang drastis. Sedangkan Rusia yang saat itu merupakan wilayah Soviet Bagian Tengah, mengalami penurunan impor yang cukup tajam, tetapi pada jaman Uni Soviet berdasarkan System Pembagian Industri , Soviet Bagian Timur menjadi tumpuan bagi Polandia dan Chekoslovakia sebagai tujuan suplai batubara dalam jumlah yang besar, dan setelah dijual ke Soviet, kemudian di re-ekspor ke negara-negara Eropa Bagian Timur.

Diperkirakan sejak runtuhnya Uni Soviet, transaksi semacam ini sudah tidak ada lagi sehingga impor Rusia juga menurun secara drastis.

Mengenai ekspor batubara Rusia di masa yang akan datang, kebutuhan batubara untuk keperluan pembangkit tenaga listrik diprediksikan akan meningkat tergantung dari pengendalian harga gas di dalam negeri (yang tertahan di harga yang jauh lebih rendah dibandingkan batubara), sehingga kecenderungan meningkatnya volume ekspor saat ini diperkirakan akan terhambat.

4 Produksi dan konsumsi batubara di Eropa barat, dua-duanya sedang mengalami penurunan, tetapi meskipun volume impor (yang selama ini) dalam kondisi stabil/tidak berfluktuasi diperkirakan akan semakin terus mengalami kenaikan di masa yang akan datang.

Kecenderungan Eropa Timur menurun perlahan-lahan terus berlanjut, tetapi mulai memulih setelah mencapai titik terendah di tahun 1999.

4) Perkiraan Perdagangan Batubara di Masa Mendatang.

Mengenai hal ini ditunjukkan di dalam International Energy Outlook 2004 yang dikeluarkan oleh EIATabel 111 Sebagai negara pengekspor, Australia adalah negara pengekspor kuat yang posisinya tidak tergeserkan. Amerika, meski posisinya di tahun 1999 hampir tidak mengalami perubahan, ada keraguan dengan kondisi itu. Ada pandangan yang mengatakan bahwa bukannya malah (level/posisi tersebut) lebih rendah. Indonesia apabila bisa mengendalikan kekacauan seperti yang telah dikemukakan diatas, bukan tidak mungkin bisa mencapai posisi angka tersebut. Cina mengharapkan untuk peningkatan jumlah yang besar, namun dari berbagai macam situasi yang ada maka terdapat perasaan khawatir apakah bisa atai tidak mewujudkan angka seperti ini.

Pada akhirnya yang menjadi pengendalian ekspor dan impor dunia dilakukan oleh Australia seperti yang diharapkan, namun perlu untuk disadari bahwa hal itupun ada batasnya.2 Negara-negara pengimpor (batubara) ditunjukkan berdasarkan wilayah. Hal ini disebabkan karena banyaknya negara pengimpor batubara, Eropa pada tahun 2010 akan mengalami sedikit peningkatan, tetapi bisa dilihat adanya kemungkinan penurunan sampai tahun 2025. Hal ini disebabkan karena peningkatan penggunaan Gas Alam dan Energi Daur Ulang dalam jangka waktu yang lama. Kemudian bisa dilihat bahwa volume impor batubara Asia akan terus mengalami peningkatan. Hingga tahun 2025 impor oleh Asia diperkirakan akan mengalami peningkatan sebesar 210 shot ton (190 juta metrik ton) dari tahun 2002, peningkatan volume ini sangat besar sekali. Dapat dilihat pula bahwa Jepang, Korea, Taiwan, India, Malaysia, Thailand dan negara lainnya akan menaikkan volume impornya. 3 Terutama India, kemungkinan terjadi peningkatan impor yang besar yang hampir tidak bisa diprediksikan tergantung dari produksi India kedepan nya.India yang selama ini tidak ada kejelasan mengenai prediksi energi nya, Tahun lalu telah mengeluarkan estimasi kedepan mengenai Batubara karena perkembangan ekonomi nya yang begitu pesat.berdasarkan publikasi tersebut, diperkirakan supply demand tahun anggaran 2011 yaitu jumlah konsumsi sebesar 620 juta ton, produksi 525 juta ton dan impor sebesar 95 juta ton (Tahun anggaran 2004 yaitu produksi 351 juta ton dan impor 34 juta ton).Permasalahn nya adalah 246 juta ton dalam estimasi produksi sebesar 525 juta ton didapatkan dari Tambang Batubara baru yang sama sekali belum ada perencanaan nya.Pemerintah mengatakan, karena tidak ada modal pengembangan di dalam negeri, akan dibuat undang undang privatisasi tambang batubara, untuk menarik modal (invest) dari luar negeri yang diperlukan dalam pengembangan tambang batubara.tetapi dalam 5 tahun kedepan, akan menjadi pertanyaan besar apakah kemampuan produksi yang sebanding dengan kapasitas produksi negara Australia itu akan tercapai dengan kondisi tersebut

4 Dapat disimpulkan bahwa point utama ketidakpastian dalam perdagangan Batubara yang akan datang adalah bergantung pada seberapa besar skala produksi China dan India kedepan nya .

5. Kecenderungan Harga Batubara1) Pada dasarnya kecenderungan harga batubara merujuk pada siklus suplai dan permintaan (supply and demand).

Dalam hal ini, permintaan meningkatsuplai kurangharga meningkatinvestasi meningkatperalatan & fasilitas produksi menguatproduksi meningkatkelebihan suplaiharga menuruninvestasi berkurangproduksi stagnanpermintaan meningkatkembali ke awal

Kondisi Kurangnya Suplai atau Kelebihan Suplai ini bukan hanya merupakan suatu kondisi yang menggambarkan siklus ekonomi saja, melainkan sesuatu yang bisa terjadi secara tiba-tiba.

Fig.-7 menunjukkan fluktuasi/perubahan harga impor batubara berdasarkan Catatan Aktual Instansi Pajak Jepang di masa lalu. 2) Situasi Hingga Musim Semi tahun 2000Harga pasaran batubara sejak tahun 1995 mulai memperlihatkan penurunan. Kemudian pada tahun 1997, mulai terjadi krisis ekonomi yang menyerang negara-negara Asia. Hingga saat itu perkembangan ekonomi dan peningkatan konsumsi energi di Asia sungguh menakjubkan, dan prediksi tentang konsumsi batubara masa depan masing-masing negara yang digambarkan berada di atas perpanjangan garis tersebut, benar-benar luar biasa besarnya. Mengantisipasi kondisi ini, Australia dan Indonesia melakukan pembukaan tambang baru skala besar dan memperbesar skala tambang yang sudah ada. Tetapi dengan adanya krisis ekonmi menyebabkan kondisi ekonomi jadi stagnan dan konsumsi energi juga tidak meningkat seperti yang diperkirakan, dan harga batubara dunia pun jatuh. Penurunan harga itu sangat drastis, sehingga berdampak pada perekonomian. Harga batubara di pasar dunia mendobrak dasarnya kira-kira pada bulan September 1999 di Eropa, sedangkan di Asia kira-kira pada bulan Maret-April 2000, saat itu harga bergulir naik dengan cepat. (Fig.-8)

Alasan paling utama meningkatnya harga di Eropa di musim gugur 1999 tersebut, diperkirakan karena pada tahun itu ekspor batubara Amerika mengalami penurunan sebanyak 20 juta Short Ton (ST).

Sampai saat itu semua produksi batubara dan struktur suplai dalam negeri mengalami banyak perubahan. (Fig.- 9) Appalachia coal field yang merupakan basis ekspor Amerika, yang pada pertengahan tahun 1990-an memiliki kemampuan produksi sebesar 500 juta ton, pada tahun 1998 dan tahun 1999 dalam kurun waktu 2 tahun telah kehilangan kemampuan produksinya sebesar 71 juta ton, hal ini diperkirakan karena lesunya harga ekspor batubara dunia dan banyaknya tambang yang ditutup serta diperkecil skalanya karena lesunya haga pasar domestik yang dipengaruhi oleh rendahnya harga batubara Powder River.

MenurutIEA Coal Information 2000, kehilangan kemampuan produksi ini disebabkan karena pembatasan open pit yang dinilai banyak merusak lingkungan serta masalah perijinansehingga diperkirakan akan sangat sulit untuk bisa bangkit kembali dari keterpurukan ini.Di satu sisi, Australia yang merupakan negara pensuplai terbesar di pasar Asia, banyak melakukan penutupan tambang dan penjualan hak usaha tambang, hal ini disebabkan karena rendahnya harga batubara dalam jangka waktu yang lama, yang mengakibatkan pihak manajemen tambang berada dalam posisi yang sangat sulit. Ekonomi Asia mulai tahun 2000 sedikit demi sedikit membaik, namun kekurangan investasi akibat penurunan harga batubara dalam periode lama membuat melemahnya tambang terutama di Australia, sehingga walau permintaan impor berguling meningkat pun, sudah tidak memiliki daya untuk dapat menjawabnya, sehingga harga naik pesat.

3) Perubahan Setelah Musim Semi 2001 sampai 2002Dengan latar belakang situasi seperti ini, berikutnya di California Amerika juga mengalami krisis listrik, sehingga tahun 2001 harga batubara lebih mengalami lonjakan, terutama di Amerika. (ref. Fig.-8). Akan tetapi ketika produksi meningkat oleh karena peningkatan harga dan oleh karena kemunduran ekonomi Amerika, saat harga batubara di pasaran mulai menunjukkan penurunan, terjadilah tragedi teror di WTC tanggal 11 September, selanjutnya harga batubara meluncur turun dengan cepat. Faktor-faktor di bawah ini juga turut mempengaruhi kondisi tersebut. Dengan kata lain faktor ini yang paling besar dibanding faktor lainnya pengaruhnya terhadap harga pasar batubara adalah pengaruh meningkatnya ekspor batubara Cina yang sebelumnya tidak pernah diperkirakan. Ekspor batubara Cina pada tahun 2000, dari 55,0 juta ton, pada tahun 2001 menjadi 85,9 juta ton, naik pesat sekitar 30 juta ton. Hal ini dapat menjadi kekuatan yang dapat sekaligus memperlunak /meregangkan/mengharmoniskan hubungan antara pemasaran dan permintaan. Dengan menerima pengaruh itu, dalam negoisasi perdagangan di tahun 2002 , pertama dalam sejarah harga Slightly Caking Coalf dan Steam Coal sudah bisa ditetapkan lebih dulu dibandingkan harga Coking Coal, yaitu masing-masing turun 10% dan 8%. Kebalikannya, harga coking coal naik US$ 6 /ton, hal ini dikatakan karena praktek oligopoli yang dikembangkan oleh produsen Coking Coal.

4) Perubahan dari tahun 2003 sampai sekarang

Tahun 2003 merupakan tahun pergerakan besar bagi batubara. Awalnya dimulai dari kecenderungan penurunan sedikit, tapi pada musim panas di Eropa sedikit terjadi hujan, dan tercatat panas yang sangat tinggi membuat kebutuhan listrik meningkat drastis sehingga harga batubara di pasar Eropa mulai meningkat pesat. Di sisi lain Cina yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat kebutuhan energi meningkat drastis, selain itu pada bulan Agustus terjadi kecelakaan besar yang memakan korban jiwa yang berpusat di Propinsi Sansei. Untuk itu, pemerintah Cina memberhentikan seluruh operasi tambang di Prop. Sansei sementara untuk melakukan penyajian ulang segi keselamatan sehingga ekspor Cina menurun drastis. Pemberhetian sementara ini telah selesai, tapi kali ini kebutuhan dalam negeri Cina meningkat pesat sehingga batubara untuk ekspor kurang, dan lagi tambang di Australia, Indonesia, Amerika, Kanada dll terjadi kecelakaan tambang, cuaca buruk, kerusakan mesin dll yang berkelanjutan. Untuk itu keseimbangan supply & demand pada pasar ekspor-impor batubara goyang, sehingga Juli 2004 ini, tak terkecuali coking coal, steming coal, kokas naik sangat drastis yang selama ini tidak pernah terjadi. Setelah itu harga batubara cenderung mengalami penurunan, yaitu bertahan sekitar 2 kali dibandingkan bulan agustus tahun 2003 yang lalu,

Masalahnya apakah ini hanya sementara atau akan berlangsung lama, dari informasi yang diberikan oleh pihak yang terkait dengan pemerintah Cina dikatakan bahwa supply & demand batubara Cina tahun 2004 memburuk dibandingkan tahun 2003, diperkirakan bahwa kondisi pemulihan keseimbangan penawaran dan permintaan (supply & demand) yang cepat, tidak begitu diharapkan.

Dan lagi, mengenai harga di masa yang akan datang secara jangka panjang, IEA dan lain-lain melihat bahwa kecenderungan kenaikan harga batubara akan relatif kecil (Fig.-10), dilihat dari potensi cadangannya yang lebih besar dibandingkan dengan sumber energi yang lain.

6. PERMASALAHAN BATUBARA1 Kestabilan SuplaiBagi manusia , makanan dan energi merupakan hal yang mutlak dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Energi merupakan infrastruktur dari kehidupan masyarakat dan industri.80 % energi yang dikonsumsi Jepang tergantung dari impor. Negara seperti ini bukan hanya Jepang saja. Bagi negara-negara tersebut permasalahan yang harus diprioritaskan adalah terjaganya kestabilan suplai energi. Bagi negara-negara di Asia pun, hal ini bukanlah sesuatu yang asing. Menurut perkiraan terkini, dalam waktu yang tidak terlalu lama Asia tidak bisa mensuplai energinya secara mandiri. Terutama untuk minyak bumi sebagai sumber bahan bakar yang terbesar, tingkat ketergantungan Asia terhadap suplai dari Timur Tengah sudah mencapai 72 %, dan ini diperkirakan akan semakin besar di masa mendatang, kondisi yang sulit untuk dihindari. Maka jika terjadi krisis suplai energi dari Timur Tengah dampaknya akan menimpa seluruh Asia.

Oleh sebab itu, Jepang dilihat dari sudut pandang Energy Security, dalam kebijakan energinya selalu memasukkan kerjasama internasional, dan terus berupaya untuk memberikan kontribusi bukan hanya untuk satu negara Jepang saja tapi Asia, bahkan untuk energy security seluruh dunia. Oleh karena itu, sebagai salah satu (upaya itu) saudara sekalian duduk di disini. Saat ini sering terlihat kondisi yang sepertinya menjadi suatu ancaman bagi Energy Security secara global. Misalnya masalah Palestina dan struktur yang bertentangan antara Eropa Barat, Amerika dengan Irak sebagai poros salah satu negara-negara Timur Tengah. Menyadari hal itu, Amerika misalnya mengambil langkah untuk melakukan investasi besar-besaran di bidang Clean Coal Technology (CCT), sementara Komisi Eropa mengeluarkan Green Paper yang bertajuk (Menjaga Keamanan Suplai Energi) dengan melakukan pendekatan Energy-Mix (pencampuran energi) yang memberikan keseimbangan dalam mengatasi ketergantungan yang berlebihan terhadap penggunaan minyak bumi dan gas alam. Jelasnya, semuanya ini adalah untuk menekankan pentingnya batubara. Di masa mendatang, setiap negara Asia perlu terus membina kerja sama di bidang energi secara menyeluruh dan bekerja sama untuk menjaga kestabilan suplai batubara.

2 Mengatasi Masalah LingkunganBegitulah, disatu pihak betapa besar arti pentingnya batubara, dilain pihak semakin kuat angin balik (tantangan) yang harus dihadapi batubara. Tantangan itu adalah dampak lingkungan yang ditimbulkan batubara. Mengenai masalah ini, diantara negara industri maju dan negara berkembang memiliki perhatian dan kebijakan yang berbeda. Yaitu yang disebut sebagai Local Issue danGlobal Issue.

Mengenai hal ini akan dijelaskan di bab selanjutnya.

7. KESTABILAN SUPLAI BATUBARA1) Kecenderungan ProduksiMengenai angka produksi batubara telah dijelaskan di muka di bab II.2.1) tentang Kondisi Produksi Batubara

Disini akan dijelaskan 2 hal tentang gejala spesifik yang dimiliki produsen. 1 Scrap & Buildpembesaran skala

Dalam dunia perbatubaraan, gejala spesifik yang terjadi sekitar 15 tahun yang lalu adalah Srcap and Build dan Pembesaran Skala Bisnis Tambang Batubara. Akan dijelaskan secara sederhana berdasarkan negara masing-masing.Amerika : Pertama kali terjadi di Amerika, dimana pada tahun 1990, 10 besar (top ten) perusahaan batubara memenuhi rasio produksi sebesar 37%, dan pada tahun 1998 sudah mencapai 68%. Rusia : Setelah runtuhnya Uni Soviet, karena jatuhnya ekonomi, Rusia mengalami penurunan konsumsi energi secara drastis, dan tambang batubara pun mengalami kelesuan produksi akibat jatuhnya ekonomi pasar. Yang paling besar adalah dampaknya ke masyarakat, akibat ketidakmampuan membayar upah. Untuk keluar dari kondisi seperti ini, Bank Dunia mengulurkan bantuan dengan memberikan modal untuk membangun kembali industri batubaradengan syarat harus menutup tambang yang kurang produktif dan hanya membangun yang produktif saja. Sekarang hasilnya terlihat sudah mulai berbuah, swastanisasi perusahaan tambang maju pesat, produksi pun telah mulai meningkat. Dikatakan, dengan latar belakang seperti ini, ada indikasi yang kuat bahwa telah terjadi pembelian maupun penggabungan (merger) hak dan keuntungan batubara (kepemilikan saham usaha tambang batubara) melalui usaha permodalan.

Jerman : Jerman yang merupakan negara produsen batubara yang dapat mewakili Eropa melakukan penggabungan tambang-tambang batubara di dalam negeri, dan akhirnya menyatukannya (integrasi) menjadi satu.Kanada : Kelompok eksportir Coking Coal bergabung menjadi satu pada bulan Januari 2003 (Elk Valley Coal Corp). Setelah itu, sesuai kenaikan harga coking coal yang pesat, mulailah berkembang proyek tambang baru oleh perusahaan industri lainnya, tetapi keberuntungan absolut kelompok tersebut tidak berubah.Cina : Diperkirakan saat ini Cina merupakan negara pertama di dunia yang bisa memajukan kekuatannya. Penutupan tambang batubara berskala kecil dan yang tidak produktif sangat pesat, di sisi lain telah banyak lahir tambang batubara skala super besar yang memiliki sendiri jalur rel serta pelabuhan. Dan lagi, belakangan ini, pemerintah menunjuk 13 pangkalan batubara raksasa, sehingga akan lebih mempercepat peraksasaan industri batubara.

Dikatakan bahwa, gejala seperti ini merupakan ujud dari proses globalisasi ekonomi dunia dan upaya untuk tetap bisa hidup di alam ekonomi pasar yaitu dengan cara menghilangkan yang lemah, meningkatkan produktifitas serta memangkas biaya manajemen (management cost). 2 OligopolisasiAkhir-akhir ini, oligopoli dari pemilik hak/keuntungan tambang di negara-negara pengekspor batubara, terjadi kemajuan pesat. Yang terjadi adalah, pada akhir tahun 1990 akibat rendahnya harga pasar yang berkepanjangan, membuat perusahaan minyak menyerah karena profit yang tidak dapat mereka raih dari hasil investasinya di batubara, secara beruntun mereka menjual hak dan keuntungan (kepemilikan saham) tambang batubaranya. Hasilnya adalah, di Australia sekali waktu dijual sekitar separuh dari hak dan keuntungan (kepemilikan saham) batubara, atau sampai-sampai dikatakan bahwa, sudah saatnya untuk dijual. Kondisi tidak ada pembeli yang berminat sempat berlangsung beberapa lama, namun tiba-tiba muncul feeling, beberapa perusahaan tambang tertentu melakukan pembelian secara besar-besaran, akhirnya muncullah kondisi yang pantas disebut sebagai oligopolisasi. Perusahaan-perusahaan tertentu itu adalah Rio Tinto Glencore (saat ini sebagian besar hak kepemilikan tambang batubaranya telah dibeli oleh Extrata), Anglo American dan Billiton.

Keempat perusahaan ini tidak hanya di Australia, tetapi bahkan di negara-negara pengekspor batubara yang lainpun mereka terus melakukan pembelian hak dan keuntungan (kepemilikan saham) tambang batubara yang menitikberatkan produksinya untuk ekspor. Kemudian Billiton bergabung (merger) dengan BHP yang merupakan perusahaan tambang terbesar di Australia, yang akhirnya mendapatkan hak atas batubara BHP. Hasilnya adalah, volume ekspor keempat perusahan yang berada di negara-negara utama pengekspor batubara tersebut, pada tahun 2000 diperkirakan menempati porsi sebagai berikut (dihitung berdasarkan volume total ekspor dari tambang batubara dimana mereka sebagai pemegang saham mayoritas = rasio hak untuk dapat mengontrol tambang batubara).Australia

lebih 70%Afrika Selatansekitar 85%Kolombia

sekitar 68%Indonesia

sekitar 40%Kondisi ini merupakan hasil upaya Scrap and Build tambang batubara seperti yang telah dikemukakan di atas agar tetap dapat bertahan hidup, dikatakan bahwa ke 4 perusahaan tersebut berupaya untuk meningkatkan sinergi (multiplier effect) tambang batubara, tetapi ada indikasi bahwa mereka sedang mengincar share market pasar ekspor.

Saat ini kondisi pembelian saham yang dilakukan keempat perusahaan ini di Australia masih terus berlangsung, sehingga share ekspor keempat perusahaan tersebut diperkirakan sudah meningkat hampir mendekati 80 %. Sedangkan di Indonesia , share ekspor 4 perusahaan ini saat ini boleh dikatakan mendekati nol, karena di Indonesia batubara kualitas tinggi sudah susah didapatkan, lalu masalah yang timbul dengan pemerintah daerah dan penduduk setempat, mengakibatkan mereka melepas saham-sahamnya.

8. Mengatasi Masalah Lingkungan1 Masalah Lingkungan LokalMasalah lingkungan bagi negara berkembang, lebih merupakan masalah lingkungan hidup yang disebabkan oleh karena kemiskinan. Dengan kata lain, akumulasi masalah yang timbul yang harus diselesaikan misalnya, masalah populasi penduduk, air minum, makanan, pengobatan dan lain-lain. Terutama dengan meningkatnya jumlah penduduk masalah air minum akan menjadi semakin serius, menurut perkiraan di tahun 2050 akan ada 7 milyar penduduk yang akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan air minum. Sedangkan di negara industri maju pun, tidak bisa terhindar dari masalah lingkungan yang sangat pelik dan sulit untuk ditangani, misalnya polusi udara, polusi tanah (soil pollution), pemanasan global, pembakaran ladang, pembabatan hutan dan lain-lain. Masalah lingkungan lokal ini tidak hanya memberikan dampak yang merugikan bagi orang-orang yang tinggal di sekitar lokasi tersebut, melainkan bisa pula mempengaruhi munculnya masalah polusi atmosfir , sungai, laut dan lain-lain polusi yang bersifat global. 2 Masalah Lingkungan GlobalUntuk pertama kali, masalah pencemaran lingkungan yang menimbulkan permasalahan global adalah masalah hujan asam. Saat itu di Eropa, setelah pembongkaran tembok Berlin, masalah tersebut telah diselesaikan dengan melakukan perbaikan lingkungan di Eropa, yaitu di Jerman Timur, Chekoslovakia dan Hutan Hitam (Black Forest) yang melewati Jerman Barat, sedangkan masalah hujan asam yang terjadi di Amerika dan Kanada (Godaiko/Great Lakes) telah diselesaikan dengan dijalankannya Aksi Udara Bersih (Clean Air Act) oleh Amerika. Untuk mengatasi masalah SOx yang terbang terbawa angin dari Cina ke Jepang dan Korea, bersamaan dengan masalah pasir kuning, telah diputuskan konferensi penanganan kerjasama 4 negara termsauk Mongolia.

Saat ini permasalahan global yang paling besar adalah masalah pemanasan global. Menurut IPPC (panel pemerintah yang berkaitan dengan perubahan iklim), diperkirakan bahwa akhir-akhir ini suhu bumi mengalami peningkatan (Fig.-11)sampai tahun 2100 suhu udara diperkirakan akan naik sebesar 1,4- 5,8. Hal ini mengakibatkan level permukaan air laut naik, sehingga banyak pulau yang akan terendam air.

Diantara Gas GHG yang sudah ditentukan, yang memberikan kontribusi terjadinya pemanasan global adalah CO2 ( 60,7%Methane ( 19,8%.Fig.-12

Memasuki tahun 1990, negara-negara di dunia melalui PBB, melakukan pengkajian secara serius tentang upaya pencegahan pemanasan global tersebut, pada tahun 1997 dengan meniadakan proses yang berbelit-belit akhirnya ditandatanganilah Perjanjian Kyoto (Kyoto Protocol). Isinya adalah sebagai berikut, negara-negara maju dan negara-negara peralihan/transisi ekonomi (Economic Transition Countries) seperti Rusia Lama serta negara-negara di Eropa Timur menetapkan suatu target kemudian mengendalikan emisi gas efek rumah kaca. Aktualnya adalah, bila dibandingkan dengan tahun 1990, rata-rata antara tahun 2008-2012, harus diturunkan keseluruhan sebesar 5%.

Target penurunan negara-negara utama adalah Uni Eropa total 8%, Amerika 7%, Jepang 6%.

Jumlah emisi CO2 pada tahun 1999 ditunjukkan di (Fig.-13).

Persyaratan protokol Kyoto dapat dijalankan adalah disahkan oleh 55 negara anggotanya atau lebih, dan jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan di tahun 1990 melebihi 55%. Sampai saai ini tujuan pencapaiannya belum terlihat. Alasan utamanya adalah, Amerika sebagai penghasil emisi gas paling besar, menolak perjanjian ini, dan Rusia demi kepentingan negaranya, juga tidak meratifikasi perjanjian ini. Namun baru belakangan ini akhirnya Rusia mau menyetujuinya di parlemen dan Kyoto Protokol dinyatakan dapat diefektifkan tanggal 18 Pebruari 2005.

Persentase emisi gas rumah kaca oleh negara-negara berkembang di masa depan terlihat makin bertambah, dan pada tahun 2010 diperkirakan akan melebihi negara-negara OECD (Fig.-15). Khususnya di Asia diperkirakan emisi tersebut akan bertambah besar (Fig.-16).

Jepang yang memiliki riwayat detail dalam kebijakan hemat energinya, kalau dibandingkan dengan negara maju lainnya emisi CO2 per orang lebih kecil, selain itu konsumsi energi per GDP juga jauh lebih kecil (Fig.-17). Apabila seluruh dunia bisa mencapai tingkat efisiensi energi seperti yang dimiliki Jepang saat ini, maka diperkirakan akan jauh lebih mudah untuk mencapai target yang tertuang di dalam Perjanjian Kyoto (Kyoto Protocol). Kondisi gas buangan (emisi) CO2 yang dikeluarkan oleh negara-negara lain dapat dilihat di (Fig.-18). Seperti ini, sudah jelas bahwa langkah antisipasi untuk menghentikan pemanasan global di masa yang akan datang tidak akan bisa tercapai apabila hanya dilakukan dengan mengurangi gas buangan/emisi yang terjadi di negara-negara maju saja, untuk itu diperlukan kerjasama antara negara maju dan negara berkembang untuk menghentikannya. Disini, langkah yang bisa dimungkinkan adalah suatu sistem yang disebut dengan Mekanisme Kyoto (Kyoto Mechanism). Diantaranya yang berhubungan dengan saudara-saudara sekalian adalah sesuatu yang disebut denganClean Development MechanismCDM yaitu suatu mekanisme dimana, negara maju apabila melakukan suatu proyek pengurangan emisi gas efek rumah kaca di negara berkembang dengan menggunakan teknologi negara maju tersebut, maka hal itu dapat diperhitungkan sebagai suatu usaha untuk mengurangi GHG di negaranya sendiri. Dengan demikian negara berkembang dapat belajar teknologi maju tersebut. Yang menjadi masalah disini adalah pembakaran batubara. Untuk menghasilkan kalori yang sama, batubara mengeluarkan CO2 yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan minyak bumi dan gas alam (secara kasar, perbandingannya adalah batubara : minyak bumi : gas alam = 5 : 4 : 3). Untuk mengatasi hal ini sudah barang tentu Jepang mengembangkan teknologi pembakaran yang lebih efektif, disamping itu Jepang juga melakukan alih teknologi ke luar negeri , yaitu teknologi CCT termasuk proses preparasi dan juga mengembangkan teknologi Fiksasi CO2. Saat ini, dalam upaya menjalankan CDM, Jepang juga sedang melakukan penelitian tentang penggunaan methane gas tambang batubara yang terbuang ke udara, secara efisien.

Yang terakhir, akan dijelaskan mengenai salah satu arti penting CDM. Misalnya Jepang yang telah mencapai standard tertinggi dalam efisiensi energi, apabila ditambah dengan keharusan untuk mengurangi emisi CO2, biaya/cost yang dikeluarkan akan tinggi sekali. Dengan demikian industri yang tidak ekonomis akan tutup, atau mungkin akan terjadi pemindahan lokasi produksi ke luar negeri yang lebih murah biaya produksinya. Kebanyakan negara tujuan untuk mengalihkan lokasi produksi adalah negara berkembang yang tidak terkena aturan untuk mengendalikan buangan/emisi CO2. Hasilnya, buangan/emisi CO2 akan lebih meningkat, dibandingkan kalau produksi masih dilakukan di Jepang. Tetapi jika kita mengambil langkah dengan merujuk pada mekanisme CDM, maka perusahaan tersebut sambil terus melakukan produksi dengan emisi rendah di Jepang, dapat juga merealisasikan proyek pengurangan emisi CO2 nya di negara berkembang melalui mekanisme CDM. Saya kira perbedaan yang sangat besar ini bisa dipahami oleh saudara-saudara sekalian.PAGE 15