transition model of highly competitive technology...
TRANSCRIPT
Business Conference (BC) 2012
Yogyakarta, 6 Desember 2012
1
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, FISIP, UPN ”Veteran” Yogyakarta 4-
ISBN 978-602-17067-0-1
TRANSITION MODEL OF HIGHLY COMPETITIVE
TECHNOLOGY ACQUISITION OF SMALL BUSINESS
Edy Wahyudi
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis dan Pascasarjana,
FISIP universitas Jember
Jl. Kalimantan Kampus Tegalboto, Jember
Email: [email protected]
Abstract
Small business had given GDP of 6.3% and 5.3 million workers in creative
industry in 2008. Based on the research by Wahyudi and Julianto (2012), it is
found that small businesses in East Java still apply simple technology (non high
tech), so they find it very unstable to improve their competitiveness. Based on
the research results, it can be seen that the acquisition of technology often
encounters obstacles because small business get problems in terms of capital,
unstable market access, raw material shortages, lack of human resources in the
operation and low risk taking. It is important to accelerate the acquisition of the
use of technology to improve the competitiveness of small business in a
sustainable manner. The results of this research find a model of transition to
acquire the applicable technology and the required steps to internally enhance
the competitiveness of small business
Keywords: competitiveness improvement, technology acquisition, small
business
I.Pendahuluan
Banyak perusahaan mengakuisisi teknologi yang terbukti meningkatkan
kemampuan bertahan atau tumbuh, meningkatkan daya saing, atau meningkatkan
kemampuan berinovasi (Burca et al, 2005). Usaha kecil mengakuisisi teknologi
dengan alasan yang berbeda, diantaranya karena memiliki fungsi dan lingkungan
yang berbeda (Macpherson et al, 2003) dan mereka memiliki operasional yang
berbeda dan implikasi yang berbeda pula. Beberapa argumen menunjukkan bahwa
akuisisi teknologi adalah sebagai respon atau reaksi dari keinginan melakukan
perubahan sebagai tuntutan keinginan pelanggan dan keinginan untuk melakukan
efisiensi (Corso et al, 2003). Argumentasi lain menyebutkan bahwa akuisisi
teknologi dipengaruhi faktor internal dan eksternal organisasi (Morel and
Ramanujaman, 1999).
Inovasi dimaknai bagaimana perusahaan berkembang dan secara
berkelanjutan meningkatkan daya saingnya dalam lingkungan yang semakin
kompetitif. Ketidak mampuan usaha kecil dalam berinovasi, dalam riset yang
Business Conference (BC) 2012
Yogyakarta, 6 Desember 2012
2
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, FISIP, UPN ”Veteran” Yogyakarta 4-
ISBN 978-602-17067-0-1
dilakukan Julianto dan Wahyudi (2010) menemukan bahwa pelaku usaha seringkali
kesulitan dalam mengakuisisi teknologi karena tidak memiliki kemampuan
sumberdaya yang cukup dan kesulitan dalam mengelola perubahan teknologi yang
senantiasa berkembang.
Usaha kecil perlu membentuk budaya belajar dan membentuk networking
informasi untuk dapat meningkatkan kapabilitas teknis. Pemimpin memegang
faktor penting dalam proses ini. Perusahaan memiliki keinginan yang kuat untuk
belajar, dan juga memiliki keinginan yang kuat untuk memenuhi strategi yang di
adopsinya.
Penelitian yang dilakukan Wahyudi dan Julianto (2008) juga menemukan
bahwa interfirm lingkage yang dibangun pada level usaha kecil harus didukung
akses pasar yang jelas. Wahyudi dan Julianto (2008) juga menegaskan bahwa
bantuan teknologi dari pemerintah kepada usaha kecil menjadi tidak efektif jika
mengesampingkan kultur kerja masyarakat. Permasalahan budaya kerja berperan
dalam proses akuisisi teknologi.
Penelitian ini difokuskan pada usaha kecil yang ada di Jawa Timur.
Pertimbangan mendasarnya adalah bahwa berdasar hasil survey Bank Indonesia
tahun 2007 yang menyebutkan bahwa survey di 13 kabupaten/ Kota di Jawa TImur
menemukan potensi bahwa beberapa Kabupaten/ Kota Usaha masih menggunakan
teknologi sederhana (Wahyudi dan Julianto, 2012) dalam usaha kecil makanan dan
minuman khas (mamin khas), konveksi dan border, mebelair, dan kerajinan tangan
yang masih menggunakan teknologi rendah di Jawa Timur, yaitu meliputi Kabupaten/
Kota: 1) Kabupaten Tulungagung, 2) Kabupaten Blitar, 3) Kota Kediri dan 4)
Kabupaten Kediri.
Penelitian ini menjadi menarik untuk dilakukan untuk melihat secara alamiah
permasalahan mendasar yang seringkali muncul pada proses akuisisi teknologi pada
usaha kecil, langkah langkah dalam proses akuisisi teknologi dan bagaimana impact
agar akuisisi teknologi mampu meningkatkan kualitas produk dan kinerja usaha kecil
di Jawa Timur. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“bagaimanakah model transisi akuisisi teknologi usaha kecil berdaya saing tinggi?”
Business Conference (BC) 2012
Yogyakarta, 6 Desember 2012
3
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, FISIP, UPN ”Veteran” Yogyakarta 4-
ISBN 978-602-17067-0-1
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi permasalahan
akusisi teknologi dan langkah langkah internal akuisisi teknologi, 3) menemukan
model transisi akuisisi teknologi usaha kecil agar berdaya saing tinggi.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah 1) usaha kecil dapat belajar dari lanskap
permasalahan kegagalan akusisi teknologi, 2) memiliki dasar dasar pengambilan
keputusan yang matang untuk meng-upgrade teknologi sehingga dapat meningkatkan
kinerja bisnis, 3) usaha kecil mampu meningkatkan daya saing dengan mengakusisi
teknologi yang berdaya guna.
II. Kajian Pustaka
Kapabilitas Teknologi Usaha Kecil
Perusahaan dapat berinovasi, jika mereka mempunyai kapabillitas dan
kompetensi untuk dapat memanfaatkan apa yang dipelajari. Usaha kecil dapat
memanfaatkan apa yang dipelajari, dan dapat memiliki kemampuan untuk
menggunakan asset secara efektif, baik sumberdaya ataupun pengetahuan untuk
meningkatkan kapabillitasnya. Kapabilitas yang dimaksud adalah kompetensi
fungsional dan keahlian untuk dapat mengoptimalkan peluang-peluang yang
dimiliki.
Proses pembelajaran pada usaha kecil memungkinkan mereka
meningkatkan kapasitas menyerap informasi dan/ atau mengetahui bagaimana
cara mempelajari, sehingga dapat memperkuat akses dengan usaha kecil lain/
atau perusahaan besar lainnya.
Kemampuan usaha kecil menyerap (absorptive capacity) penting untuk
memperoleh nilai dari informasi baru, berproses (assimilate) dan
mengaplikasikan untuk di komersialisasikan. Pembelajaran teknologi menjadi hal
penting dalam keberhasilan inovasi, namun tidak mudah ditengah keterbatasan
usaha kecil. Sumber pembelajaran teknologi adalah dengan meningkatkan
networking. Networking memungkinkan usaha kecil berinteraksi dengan
perusahaan lain yang lebih bervariasi dan berkelanjutan. Interaksi dengan
Business Conference (BC) 2012
Yogyakarta, 6 Desember 2012
4
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, FISIP, UPN ”Veteran” Yogyakarta 4-
ISBN 978-602-17067-0-1
supplier ataupun konsumen, dan juga infrakstruktur teknologi adalah kunci
mengelola inovasi sebagai proses pembelajaran sosial. Networking dalam konteks
ini adalah adanya hubungan kerjasama yang saling menguntungkan secara
kelembagaan, dan bukan secara individu. Tingkatan dari kerjasama ini dapat
secara non formal ataupun formal. Penguatan network dapat mengembangkan
market linkage yang lebih luas, diantaranya jumlah pelanggan dan supplier.
Networks dapat mendukung pembelajaran teknologi, yang ditentukan dari
daya serap perusahaan dalam mengetahui bagaimana belajar. Proses
pembelajaran tidak dapat mengabaikan kapasitas termasuk diantaranya motivasi
untuk belajar. Dalam konteks cepatnya perubahan teknologi dan meningkatnya
kecepatan berinovasi, mengakuisisi teknologi eksternal menjadi hal penting yang
harus diperhatikan dalam merger dan akuisisi. Akuisisi teknologi dapat
memperkuat kompetensi teknologi. Kompetensi yang dimiliki dapat meningkatkan
daya saing dalam pertumbuhan pasar yang cepat (Husinger, 2010).
2.1. Akuisisi Teknologi
Akuisisi teknologi menjadi hal penting dalam usaha kecil. Teknologi dapat
menekan biaya produksi dan tenaga kerja, meningkatkan nilai produk dan jasa
dan meningkatkan keunggulan bersaing perusahaan (Corso et al., 2003). Beberapa
penelitian terdahulu menunjukkan bahwa teknologi informasi dapat
meningkatkan proses bisnis (Acar et al, 2005). Teknologi tidak hanya sebagai alat,
namun juga teknik yang harus dipahami sebelum investasi modal dialokasikan.
Memperhatikan pentingnya kontribusi teknologi dalam bisnis, banyak studi
yang membuktikan bahwa justru banyak kegagalan implementasi teknologi dan
rendahnya akuisisi teknologi pada usaha kecil. Hal ini di indikasikan ada beberapa
alasan, yaitu: 1) manajemen tidak memahami mengapa dan bagaimana mereka
mengadopsi teknologi sebagai hal yang utama (Levy et al, 2001), 2) ada
miskonsepsi proses akuisisi teknologi yang disebabkan manajer/ owner tidak
memahami hubungan antara teknologi dengan perusahaannya (Bull, 2003), atau
tidak yakin terhadap kemampuan teknolgi yang digunakan, 3) perusahaan tidak
memiliki kapabilitas untuk memperluas sumberdaya teknologi mereka (Acar et al,
2005), karena ketidaksesuaian antara strategi bisnis dengan teknologi,
Business Conference (BC) 2012
Yogyakarta, 6 Desember 2012
5
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, FISIP, UPN ”Veteran” Yogyakarta 4-
ISBN 978-602-17067-0-1
keterbatasan akses modal, dan keterbatasan sumberdaya dalam system informasi
(Bhagwat and Sharma, 2007).
Usaha kecil yang ada seringkali mengadopsi teknologi tanpa kesiapan
perencanaan sehingga seringkali tidak menghasilkan dampak yang tinggi dalam
proses implementasi. Carson and Gilmore (2000) mengatakan bahwa usaha kecil
seringkali ragu dalam hal ini, disebabkan mereka selalu kesulitan dalam
mengembangkan secara fungsional aspek produksinya. Hal ini disebabkan
rendahnya sumberdaya financial, teknikal dan manajerial (Bhagwat and Sharma,
2007).
Riset yang dilakukan Bruque and Moyano (2007) menemukan bukti adanya
pengaruh intangible factor akuisisi teknologi terhadap perilaku manajemen,
sumberdaya internal dan eksternal, dan penggunaan konsultan professional.
Perubahan internal meliputi siklus atau kematangan perusahaan dan
perubahan eksternal adalah kemampuan bertahan dan kestabilan dalam pasar.
Perubahan yang terjadi dalam berjalannya siklus atau kematangan perusahaan
membuat perusahaan harus beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Perubahan
perubahan adaptasi yang dilakukan melibatkan manajerial secara internal, dan
inilah yang seringkali tergantung dari kekuatan internal perusahaan, dan sulit
diprediksi. Kondisi ini juga dipengaruhi daya serap perusahaan. Daya serap
memegang peranan penting dalam pertumbuhan mereka. Hal ini didukung
pendapat Zahra and George (2002) yang mengatakan daya serap perusahaan
meningkatkan daya saing perusahaan.
Perubahan eksternal mengarah pada teknologi push dan market pull
(Andries and Debachere, 2006). Technology push dimaknai bahwa inovasi yang
dapat dikembangkan dan memiliki tekanan daya serap yang kuat untuk
memanfaatkan teknologi. Disisi lain, market pull lebih kepada kebutuhan sosial
dimana pengembangan teknologi untuk memenuhi kebutuhan. Seringkali market
pull dilakukan oleh innovator atau pemain baru dalam pasar (Landon and Landon,
2007). Market pull juga memberikan kepastian penyusunan standar oleh industry.
Dalam konteks yang sama, akuisisi teknologi juga terukur melalui daya
saing dan daya inovasi. Inovasi selalu identik dengan inspirasi, ide baru untuk
meningkatkan pertumbuhan dan profitabilitas. Sementara itu survival dimaknai
Business Conference (BC) 2012
Yogyakarta, 6 Desember 2012
6
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, FISIP, UPN ”Veteran” Yogyakarta 4-
ISBN 978-602-17067-0-1
kemampuan bertahan dalam pasar, menjadi stabil atau hanya bertahan (Jones,
2003).
Inovasi dihasilkan dari proses interaksi antara pengetahuan internal dan
pengetahuan eksternal. Kemampuan perusahaan menyerap informasi dari
lingkungan eksternal ditransformasikan ke dalam pengetahuan. Simmie (2002)
mengatakan bahwa pengetahuan di ciptakan dari network yang mentransfer
informasi melalui data, dokumen, software dan standardisasi. Dalam perspektifr
yang berbeda, inovasi usaha kecil dapat digambarkan sebagai proses manajemen
yang berimplikasi pada kinerja bisnis. Ada 3 tahapan dalam proses inovasi;
strategi inovasi, pengembangan inovasi dan komersialisasi.
Kerjasama eksternal dapat meningkatkan pengembangan pengetahuan
usaha kecil, sehingga pengetahuan dapat di transfer dan mendukung inovasi.
Keunggulan bersaing terkait dengan kemampuan perusahaan belajar dari
pengalaman yang diperolehnya. Hal ini membutuhkan konsentrasi penciptaan dan
keberlanjutan kemampuan usaha kecil agar mampu selalu di depan (Jones, 2003).
Faktor eksternal seperti kolaborasi interfirm mempengaruhi kemampuan
meningkatkan daya saing usaha kecil, atau dipengaruhi oleh berbagai kondisi
lainnya. Strategi bersaing dapat dilihat dari 3 dimensi: potensial (kondisi internal
dan eksternal), proses (kompetensi entrepreneurial) dan kinerja (firm
performance) dan empat karakteristik kualifikasi: orientasi jangka panjang,
controllability, relativity, dan dinamisasi. Model ini lebih focus pada jangka
panjang dari pada jangka pendek seperti usia, pendidikan, pengalaman dan latar
belakang.
2.2. Faktor faktor yang mempengaruhi akuisisi teknologi
Berbagai perspektif dapat diidentifikasi faktor yang mempengaruhi akuisisi
teknologi, kebanyakan teori yang berkembang lebih focus pada manajemen,
karyawan, faktor eksternal dan penyedia teknologi, kapabilitas perusahaan untuk
mengendalikan teknologi baru, budaya, dan perusahaan lain dalam networking.
Pendekatan yang berbeda adalah dalam perspektif organisasi, networking, faktor
eksternal dan teknologi itu sendiri.
Business Conference (BC) 2012
Yogyakarta, 6 Desember 2012
7
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, FISIP, UPN ”Veteran” Yogyakarta 4-
ISBN 978-602-17067-0-1
2.3. Organisasi
Organisasi adalah faktor utama dalam lingkungan internal, termasuk
ukuran dan tujuan perusahaan, karyawan dalam perusahaan, perilaku mereka,
budaya, identitas, struktur dan pengetahuan (Watson, 2002). Elemen elemen ini
memiliki hubungan langsung dengan perusahaan. Beberapa riset menunjukkan
budaya usaha kecil sangat dipengaruhi oleh sikap owner/ manajer, personality
dan nilai (Denison et al, 2004)
2.4. Budaya
Budaya perusahaan mempengaruhi perusahaan dan dapat membentuk
kompetensi inti organisasi (Barney, 1986). Budaya organisasi adalah faktor
organisasional yang meliputi karakteristik sumberdaya manusia dan tingkatan
keterbukaan terhadap perubahan . usaha kecil sangat resisten terhadap
perubahan. Denison (2004) mengatakan bahwa usaha kecil sangat dipengaruhi
budaya dari nilai nilai dan system kepercayaan (value beliefs) owner manajer
dalam menjalankan bisnisnya.
2.5. Top manajemen
Manajemen usaha kecil memiliki kecenderungan di pimpin oleh owner
manajer yang dalam proses pengambilan keputusan mendominasi. Hal ini sangat
berpengaruh terhadap proses akuisisi teknologi. Hal ini juga berpengaruh
terhadap keputusan membuat perencanaan, implementasi dan juga perawatan dan
up grading system. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa kebutuhan
teknologi dapat disesuaikan dengan tujuan organisasi untuk memaksimalkan
produksi dan menjaga kualitas produk dan jasa (bruque and Moyano, 2007)
2.6. Karyawan
Karyawan memberikan kontribusi yang sangat penting dalam kinerja
perusahaan. Karyawan berperan penting dalam sukses atau jatuhnya perusahaan.
Karyawan adalah asset dan memiliki kekuatan untuk dikembangkan. Memberikan
informasi dan kepedulian kepada karyawan tentang teknologi baru dapat
mengarahkan mereka untuk memaksimalkan sumberdaya agar semakin produktif.
Memperlakukan karyawan sebagai bagian dari keberhasilan perusahaan
menjadi sangat penting. Peran pemimpin dalam memberikan kesadaran tentang
pentingnya teknologi dalam proses produksi menjadi sangat penting dilakukan.
Business Conference (BC) 2012
Yogyakarta, 6 Desember 2012
8
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, FISIP, UPN ”Veteran” Yogyakarta 4-
ISBN 978-602-17067-0-1
Proses akuisisi teknologi yang dilakukan juga akan berdampak terhadap perilaku
karyawan, sehingga informasi kepada karyawan juga perlu diberikan sebelum,
selama dan setelah akuisisi teknologi dilakukan. Sosialisasi akuisisi teknologi
menjadi penting, agar karyawan dapat segera belajar beradaptasi dengan
teknologi yang didatangkan.
Pelatihan-pelatihan perlu diberikan, agar karyawan merasa yakin bahwa
dengan teknologi baru, pekerjaan mereka menjadi lebih produktif. Kendala
perbedaan persepsi negative biasanya muncul, ragu-ragu terhadap kemampuan
teknologi apakah dapat lebih produktif. Hal ini dapat diantisipasi dengan pelatihan
operasionalisasi teknologi. Berasarkan hasil penelitian, ketidak efektifan
operasionalisasi teknologi diakibatkan karena karyawan tidak dapat
mengoperasionalkan dengan tepat.
2.7. Daya serap perusahaan
Daya serap perusahaan adalah kapabilitas menyerap pengetahuan dari
perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan perubahan, transformasi
pengatahuan, dan menciptakan pengetahuan baru dan meningkatkan keunggulan
bersaing (Zakra and George, 2002). Keterkaitan antara pertumbuhan usaha kecil
dengan daya serap perusahaan terhadap pengatahuan sangat tinggi.
Peran akuisisi pengetahuan internal, melakukan trasnformasi dan
diseminasi pengetahuan internal sangat penting dilakukan. Kemampuan
menyerap pengatahuan sebagai asset lahirnya inovasi, produk baru dan kinerja
bisnis sangat dipengaruhi oleh manajer dan karyawan sebagai pelaku utama
dalam proses ini. Dukungan dari top manajemen, proses komunikasi yang jelas
kepada karyawan, dan kesiapan karyawan dalam perkembangan teknologi yang di
adopsi perusahaan menjadi sebuah sinergi untuk meningkatkan kinerja (Jones,
2006).
2.8. Networking
Networking usaha kecil dapat dilakukan dengan melakukan interaksi antara
perusahaan, kerjsama bisnis, vendors, supplier dan konsumen, atau dalam bahasa
lain stakeholders. Melalui network ini, perusahaan dapat bertukar, berkolaborasi
berbagi pengetahuan, informasi dan komunikasi.
Business Conference (BC) 2012
Yogyakarta, 6 Desember 2012
9
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, FISIP, UPN ”Veteran” Yogyakarta 4-
ISBN 978-602-17067-0-1
Networking juga berbagi risiko, mendapatkan teknologi dan pasar baru,
produk lebih cepat sampai ketangan konsumen, dan saling melengkapi keahlian.
Networking membuka akses pengetahuan eksternal yang lebih luas meliputi
vendors, partner, pesaing dan teknologi.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses akuisisi teknologi terdiri
dari 4 faktor: organisasional, networking, eksternal expert dan kapabilitas
teknologi. 1) organisasional meliputi budaya karyawan dan transfer pengetahuan
perusahaan, 2) networking meliputi hubungan perusahaan dengan lingkungan
eksternal. Hal ini termasuk supplier, vendors, pelanggan, stakeholder, pemerintah,
dan lembaga penelitian. Pengetahuan dan pembelajaran dari networking ini
menjadi bagian penting dari transfer pengetahuan dan inovasi usaha kecil. 3)
eksternal expert mengisi kesenjangan antara kemampuan teknologi dan
pengalaman dalam lingkup usaha kecil. 4) kapabilitas teknologi meliputi
kemampuan dan kapasitas perusahaan ketika teknologi tersebut di akuisisi.
Dalam skala industry tradisional (Liu et al, 2012) mengatakan bahwa
mengakuisisi teknologi untuk meningkatkan dan merevitalisasi efisiensi produksi.
Beberapa kasus, akuisisi teknologi mendukung terhadap perkembangan dan
kematangan mereka. Akuisisi dapat berdampak terhadap perencanaan inovasi,
implementasi inovasi, platform inovasi dan kinerja inovasi.
Perencanaan inovasi adalah desain keseluruhan terkait inovasi teknologi
pada usaha kecil. Implementasi inovasi adalah perilaku invasi dari beragamnya
fungsi bisnis pada usaha kecil. Platform inovasi lebih kepada mengkondisikan
lingkungan yang kondusif agar strategi inovasi teknologi dapat berjalan dengan
baik pada usaha kecil. Kinerja inovasi adalah hasil dari inovasi teknologi pada
usaha kecil.
III. Metode Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada, metode penelitian ini adalah deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Metode ini diliha untuk dapat melihat secara alamiah
proses akuisisi teknologi pada usaha kecil. Obyek riset dalam penelitian ini adalah
usaha kecil di jawa Timur yang bergerak dalam usaha kecil makanan dan minuman
khas (mamin khas), konveksi dan border, mebelair, dan kerajinan tangan.
Business Conference (BC) 2012
Yogyakarta, 6 Desember 2012
10
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, FISIP, UPN ”Veteran” Yogyakarta 4-
ISBN 978-602-17067-0-1
Berdasarkan karakterisitk tersebut, lokasi penelitian ini adalah usaha kecil di Jawa
Timur, yaitu meliputi Kabupaten/ Kota: 1) Kabupaten Tulungagung, 2) Kabupaten
Blitar, 3) Kota Kediri dan 4) Kabupaten Kediri.
Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini untuk dapat mengidentifikasi
proses akuisisi teknologi secara alamiah, sehingga mampu mengidentifikasi langkah
langkah internal akusisi teknologi dan menemukan model transisi akuisisi teknologi
agar dapat meningkatkan daya saing usaha kecil.
IV. Hasil dan Pembahasan
4.1. Pertimbangan Internal Akuisisi Teknologi pada Usaha Kecil
Berdasarkan hasil penelitian karakterisitik usaha kecil dalam
mengakuisisi teknologi sangat beragam. Faktor kematangan usaha kecil dalam
akses pasar dan stabilnya permintaan pasar menjadi dasar kuat proses akuisisi
teknologi dilakukan. Hal ini terjadi pada usaha konveksi, krupuk rambak,
mebelair di Tulungagung, dan juga olahan blimbing di Kota Blitar. Meskipun
tidak full high tech, namun upaya usaha kecil dalam menginvestasikan teknologi
merupakan keputusan strategis untuk dapat meningkatkan kinerja bisnis.
Kemampuan mengakuisisi teknologi juga dipengaruhi bagaimana manajer/owner
berfikir untuk mengembangkan bisnisnya. Kemampuan belajar baik dari
lingkungan internal maupun eksternal juga mempengaruhi akuisisi teknologi.
Kendala akuisisi teknologi juga terjadi karena keengganan manajer/ owner
untuk melakukan inovasi. Inovasi identik dengan inspirasi, ide baru untuk
meningkatkan pertumbuhan dan profitabilitas. Berdasarkan hasil riset, nampak
usaha kecil dengan teknologi sederhana, hanya menjalankan kegiatan usaha apa
adanya, tidak termotivasi untuk berkembang. Sehingga hal ini berdampak
terhadap kemampuan berinovasi. Akuisisi teknologi baru tidak terjadi pada
usaha kecil yang secara mindset hanya menjalankan usaha apa adanya.
Faktor organisasi juga berdampak dalam proses akuisisi teknologi.
Berdasar hasil penelitian, sebagian besar usaha kecil masih dikelola secara
tradisional, dan faktor pemimpin usaha yang dalam hal ini adalah pemilik sangat
mendominasi dalam hal pola manajerial, model pengembangan, termasuk
investasi teknologi produksi maupun administrasi bisnis.
Business Conference (BC) 2012
Yogyakarta, 6 Desember 2012
11
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, FISIP, UPN ”Veteran” Yogyakarta 4-
ISBN 978-602-17067-0-1
Pemimpin usaha memberikan kontribusi besar terhadap budaya kerja
yang ada pada usaha kecil. Pemimpin usaha yang memiliki keinginan kuat dalam
berinovasi, memiliki kemampuan menyerap informasi eksternal menjadi
kekuatan untuk melakukan perubahan. Berdasarkan hasil riset, kemampuan
menyerap informasi di wujudkan dengan menerima masukan dari pelanggan
terhadap produk yang selama ini mereka produksi. Tidak jarang juga keluhan
pelanggan, ataupun pesanan pelanggan menjadi basis informasi dalam
memperbaiki kualitas produk, melakukan inovasi produk ataupun mengakuisisi
teknologi baru untuk menghasilkan produk berorientasi pelanggan.
Permasalahan akusisi ternyata juga dipengaruhi oleh kemampuan usaha
kecil membentuk networking antar sesama usaha kecil (interfirm), dengan
perusahaan besar (as a partner) dan pemerintah. Kerjasama ataupun kolaborasi
dengan sesama usaha kecil dapat membagi pekerjaan, pemenuhan permintaan
pelanggan dengan lebih cepat, lebih efisien dalam pengadaan bahan baku, dan
meningkatkan akses pasar. Kolaborasi ini juga akan berdampak terhadap
penguatan usaha kecil yang ada. Berdasarkan hasil penelitian, usaha kecil yang
kuat ternyata telah menjalin kerjasama dengan sesama usaha kecil. Meskipun
alasan yang dikemukakan adalah karena keinginan untuk membantu lingkungan
sekitar dan mengurangi pengangguran, sesungguhnya secara tidak langsung
kekuatan usaha mereka justru nampak dari adanya kolaborasi itu. Usaha kecil
yang mampu melakukan kolaborasi dengan sesama usaha kecil diantaranya
adalah usaha makanan dan minuman, konveksi, dan kerajinan. Pada umumnya
mereka melakukan kerjasama dalam pengadaan bahan baku, proses produksi
dengan berbagi order, ataupun pemasaran produk mereka.
Kerjasama dengan perusahaan besar lebih kepada usaha kecil yang
memproduksi barang setengah jadi, untuk kemudian di kirim ke pemesan.
Pemesan dalam hal ini yang memiliki akses pasar luas, sehingga pengusaha lokal
hanya mengerjakan sesuai pesanan. Apapun itu, kemampuan usaha kecil
menjalin partner dengan perusahaan besar adalah linkage yang memungkinkan
mereka meningkatkan daya saing secara berkelanjutan, karena terjaganya
kontinyuitas produksi dan kestabilan akses pasar. Usaha konveksi, craft (mebel
Business Conference (BC) 2012
Yogyakarta, 6 Desember 2012
12
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, FISIP, UPN ”Veteran” Yogyakarta 4-
ISBN 978-602-17067-0-1
bambu), alat musik tradisional, adalah usaha kecil yang mampu menjalin partner
dari level nasional hingga eksport.
Peran pemerintah juga menjadi faktor penting dalam proses akusisi
teknologi. Dukungan pemerintah dalam memberikan akses pasar, menyediakan
sarana promosi ataupun ekshibisi produk menjadi sangat penting bagi
pengusaha lokal untuk dapat meningkatkan akses pasar. Pemerintah juga
menyediakan semacam laboratorium riset, pelatihan manajerial dan sarana
promosi bagi usaha kecil. Hasil riset menemukan bahwa hanya Kabupaten
Tulungagung yang memiliki sarana pendukung usaha kecil yaitu dengan
dibangunnya gedung klinik dan sarana promosi. Gedung ini berfungsi tidak
hanya sebagai sarana promosi produk, namun juga berupaya memberikan
pelatihan manajerial bagi pelaku usaha. Proses learning and supporting dari
pemerintah secara tidak langsung berorientasi jangka panjang pada peningkatan
kapabilitas usaha kecil untuk mengembangkan kemampuannya, memotivasi
mereka untuk berkembang, memperkenalkan teknologi baru dan meningkatkan
akses pasar.
4.2. Model transisi Akuisisi Teknologi Usaha Kecil
Berdasarkan hasil penelitian, model transisi akuisisi teknologi usaha
kecil dapat dilihat dari perspektif internal. Dimana kunci dari akuisisi teknologi
terletak dari daya inovasi (innovativeness). Kapabilitas internal perusahaan
dalam melakukan inovasi sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan, strategi dan
budaya organisasi yang ada pada usaha kecil. Karakteristik inilah yang tidak
dimiliki semua usaha kecil, dimana faktor kepemimpinan memegang peranan
penting dalam berinovasi.
Daya dukung internal lainnya adalah sumberdaya yang dimiliki
perusahaan, baik tenaga kerja maupun teknologi yang digunakan. Hal ini
berdampak terhadap proses dan system kerja yang lebih berorientasi pada pasar
(market orientation). Orientasi pasar adalah dimana perusahaan tidak saja
mengembangkan usahanya berdasarkan pada permintaan pelanggan (customer
orientation), namun juga berorientasi pada pesaing (competitor orientation).
Orientasi pasar yang kuat membutuhkan koordinasi internal yang kuat dalam
Business Conference (BC) 2012
Yogyakarta, 6 Desember 2012
13
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, FISIP, UPN ”Veteran” Yogyakarta 4-
ISBN 978-602-17067-0-1
fungsi-fungsi organisasi (coordination interfunctional). Keputusan usaha kecil
dalam mengakuisisi teknologi sangat dipengaruhi oleh sinergisitas faktor faktor
itu. Dasar inilah yang memperkuat apa yang disampaikan oleh Goyal and Pitt
(2007) yang menemukan pentingnya beberapa variabel internal itu dalam proses
akuisisi teknologi dan meningkatkan kapabilitas inovasi dan daya saing usaha
kecil
Gambar 1. Model akuisisi teknologi dan peningkatan kapabilitas inovasi usaha kecil
(diadaptasi dari Goyal and Pitt, 2007)
Adapun proses akuisisi/adopsi teknologi pada usaha kecil pada
kenyataannya tidak dapat dipisahkan dari pengaruh internal dan eksternal. Secara
internal, faktor kepemimpinan, strategi, budaya, resources, orientasi pasar, dan
system sangat mempengaruhi akuisisi teknologi. Sedangkan dari faktor eksternal,
akuisisi/ adopsi teknologi sangat dipengaruhi lingkungan kompetitif perusahaan,
baik berupa inovasi-inovasi yang dilakukan pesaing ataupun dorongan pelanggan
untuk melakukan inovasi. Hasil riset ini mendukung framework konseptual yang
dirancang Nguyen (2009) yang mengatakan bahwa usaha kecil dapat mengadopsi
teknologi secara internal dan eksternal. Faktor faktor yang mempengaruhi transisi
akuisisi teknologi usaha kecil dapat digambarkan dalam gambar 2.
Business Conference (BC) 2012
Yogyakarta, 6 Desember 2012
14
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, FISIP, UPN ”Veteran” Yogyakarta 4-
ISBN 978-602-17067-0-1
Gambar 2. Model transisi akuisisi/ adopsi teknologi usaha kecil (diadaptasi dari Nguyen, 2009)
V. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan penelitian ini adalah 1)
permasalahan akuisisi teknologi adalah dari sisi internal yaitu kematangan
organisasi, keberanian pemimpin menginvestasikan teknologi, kemampuan belajar,
keengganan berinovasi. Permasalahan lain kemampuan menjalin kerjasama
(networking). Secara eksternal peran pemerintah dan lingkungan persaingan juga
berdampak terhadap akuisisi teknologi. 2) model transisi akuisisi teknologi usaha
kecil dilihat dari faktor internal dan eksternal secara lebih komprehensif.
VI. Daftar Pustaka
Acar, E. Sevy., Arditi, D. 2005. Use Of Information And Communication Technologies
By Small And Medium Sized Enterprises (Smes) In Building Construction.
Construction Management And Economic. Vol. 23. No 7, Pp. 713-22
Burca, S. Fynes, B. And Marshal, D. 2005. Strategy Technology Adoption: Extending
ERP Across The Supply Chain. Journal Of Enterprise Information Management,
Vol. 18 No. 4, Pp. 427-41
Business Conference (BC) 2012
Yogyakarta, 6 Desember 2012
15
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, FISIP, UPN ”Veteran” Yogyakarta 4-
ISBN 978-602-17067-0-1
Carson, D And Gilmore, A. SME Marketing Management Competencies. International
Business Review. Vol 9, No. 3, Pp. 363-82
Corso, M., Martini, A., Pellegrini, L. And Paolucci, E. 2003. Technology And
Organizational Tools For Knowledge Management: In Search Of Configurations.
Small Business Economics. Vol 21, No. 4, Pp. 397-408
Goyal , S. And Pitt, M. 2007. Determining The Role Of Innovation Management In
Facilities Management. Facilities, Vol. 25. No. 1/ 2, Pp. 48-60
Julianto, D. E Dan Wahyudi, E. 2010. Model Peningkatan Kapabilitas Daya Saing Usaha
Kecil Di Tulungagung. Dikti. Hibah Strategis Nasional
Liu, M., Li, M., And Zhang, T. 2012. Empirical Research On China Smes Technology
Innovation Engineering Strategy. System Engineering Procedia 5, Pp. 372-378
Macpherson, A. Jones, O. Zhang, M. And Wilson, A. 2003. Re- Conceptualizing Learning
Spaces: Developing Capabilities In High Tech Small Firm. Journal Of Workplace
Learning. Vol. 15, No. 6, Pp. 259-70
Morel And Ramanujaman. 1999. Trough The Looking Glass Of Complexity: The
Dynamics Of Organizations As Adaptive And Evolving System. Organization
Science, Vol. 10. No. 3, Pp. 278-93
Nguyen, H. 2009. Information Technology Adoption In Smes: An Integrated
Framework. International Journal Of Entrepreneurial Behavior And Research. Vol.
15 No. 2, Pp 162-186
Wahyudi, E Dan Julianto, D. E. 2012. Model Sistemik Inovasi Berkelanjutan Dan
Kapabilitas Daya Saing Usaha Kecil Teknologi Rendah (Non High Tech) Di Jawa
Timur. Hibah Strategis Nasional. Dikti, DP2M
Wahyudi, E Dan Julianto, D.E. 2008. Interfirm Linkage Dan Model Pemberdayaan
Usaha Kecil Nelayan Pasuruan Berbasis Potensi Lokal. Dikti. Dp2M. Hibah
Bersaing
Business Conference (BC) 2012
Yogyakarta, 6 Desember 2012
16
Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, FISIP, UPN ”Veteran” Yogyakarta 4-
ISBN 978-602-17067-0-1