transient visual loss
DESCRIPTION
makalahTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Transient visual loss (TVL) adalah kehilangan penglihatan mendadak, baik
parsial atau komplit, pada kedua mata atau sebelah mata yang yang berlangsung
selama beberapa detik atau beberapa menit, namun kurang dari 24 jam. Penyebab
tersering berasal dari kelainan vaskuler yang bersifat sementara ataupun kelainan
pada jalur afferent visual di otak. (1, 2)
Pada orang dewasa, TVL seringkali disebabkan oleh proses iskemik, yang
antara lain disebabkan giant cell arteritis, iskemia serebrovaskular, emboli arteri
retina dan Amaurosis Fugax Syndrome. Transient visual loss dapat merupakan
pertanda adanya gangguan penglihatan serius yang memerlukan investigasi dan
terapi segera, atau dapat juga hanya gejala ringan yang menyertai migren. TVL
pada anak jarang terjadi, dan biasanya menyertai keluhan migraine atau
bersamaan dengan gejala epilepsi.(3)
Penentuan TVL terjadi monokular atau binokular penting untuk
mengetahui lokasi lesi. Pada kelainan yang monokular, permasalahan sering
terjadi di daerah prekiasma, sementara kelainan binokular kelainan terjadi di
daerah kiasma atau retrokiasma. Persepsi monokular atau binokular sering
diragukan dengan homonymous visual loss. Apabila pasien mengatakan
kehilangan pandangan di daerah temporal hanya pada sebelah mata,
pertimbangkan bahwa defisit yang terjadi adalah transient homonymous
hemianopia yang terjadi disebelah mata.(1, 4)
TVL baik monokular atau binokular merupakan sekelompok kelainan
dengan gejala bervariasi. Anamnesa mendalam dan pemeriksaan fisik penting
untuk menentukan lokasi kelainan di jalur visual pathway, menentukan etiologi,
dan jika ada indikasi melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi
dan menyingkirkan diagnosa diferensial. Pada makalah ini akan dibahas mengenai
anatomi dan fisiologi visual pathway, TVL monokular dan binokular, serta
pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa.(5)
1
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI VISUAL PATHWAY
Visual pathway bermula di retina dan berakhir pada area kortikal. Ada
tujuh bagian yang dilewati oleh impuls visual, yaitu retina, nervus optikus,
chiasma optikum, traktus optikus, badan genikulatum lateral, radiasio optik, dan
kortex visual (Gambar 1,2).(6, 7)
Gambar 1. Komponen Visual Pathway.1
2
Gambar 2. Skema Visual Pathway dan komponen persyarafannya.(8)
2.1. Retina
Retina merupakan lapisan terdalam dari bola mata, terletak di antara
koroid dan vitreous. Pada retina terdapat makula di polus posterior yang berguna
dalam penglihatan sentral dan penglihatan warna. Retina meluas dari pinggir
nervus optikus ke ora serrata. Ketebalan retina kira-kira 0,12 mm pada ora serata
dan 0,56 mm di sekeliling papil nervus optik. (9-11)
Lapisan retina pada potongan melintang tersusun dalam sepuluh lapisan
yaitu : epitel pigmen retina, fotoreseptor yaitu sel batang dan kerucut, membrana
limitans eksterna, lapisan nuklear luar, lapisan pleksiform luar, lapisan nuklear
dalam, lapisan pleksiform dalam, lapisan sel ganglion, lapisan serabut saraf, dan
membrana limitans interna. (12-14)
Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama
pembiasan cahaya, hal ini terjadi apabila cahaya melalui perantara yang berbeda
kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, aquous humor, lensa dan
3
vitreous. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau
cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi
pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina sehingga
penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu terang
melewatinya dan ini penting untuk melindungi mata dari paparan cahaya yang
tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan yaitu pergerakan bola mata
sedemikian rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke arah objek yang sedang
dilihat. (2,8)
2.2. Nervus Optikus
Nervus optikus merupakan bagian dari Sistem Saraf Pusat (SSP) yang
memiliki lebih sedikit sel neuron dan terisolasi dari sel lain yang umumnya berada
di otak. Nervus optikus terdiri dari akson sel ganglion retina dan sel glia. Jumlah
akson cenderung tetap, sedangkan jumlah sel glia dan mielin relatif bervariasi di
berbagai tempat dibandingkan akson. Nervus optikus membentang dari retina
melewati foramen sklera posterior hingga ganglion genikulatum lateral di
thalamus.(15)
Pada manusia, panjang nervus optikus yang terbentang dari belakang bola
mata hingga kiasma optikum adalah sekitar 50 mm dan terdiri dari empat
bagian(15):
1) Bagian intraokuler (head nervus optikus) memiliki panjang sekitar 1 sampai
1.5 mm dengan diameter transversal terhadap sklera sebesar 1,5 mm.
2) Bagian intraorbital dimulai dari bagian posterior permukaan sklera, memiliki
panjang sekitar 30-40 dan diameter 3-4 mm. Bagian ini memiliki sinous course
sehingga tetap memungkinkan gerakan excursi bola mata. Sekitar 8-15 mm
dibelakang bola mata, a.centralis retina berpenetrasi kedalam nervus optikus.
3) Bagian intrakanalikuler yang memiliki panjang sekitar 5-8 mm terfiksasi erat di
dalam kanalis optikus.
4) Bagian intrakranial memiliki panjang sekitar 10 mm dan bergabung dengan
nervus kontralateral membentuk kiasma optikum. Karena merupakan bagian
dari SSP, bagian intarorbita nervus optikus diselubungi pula oleh lapisan
piamater, araknoid, dan duramater.
4
2.3. Kiasma Optikum
Kiasma optikum berlokasi di depan hipotalamus, di atas ventrikel tiga,
membentang di daerah circle of Willis, mempunyai lebar 12 mm, panjang 8 mm,
dan tebal 4 mm. Kiasma optikum disuplai oleh cabang kecil arteri serebri anterior
proksimal dan arteri komunikata anterior. Nervus Optikus bertemu di kiasma
optikum yang terletak di anterior hipofise. Di kiasma, serat saraf dari bagian nasal
satu mata bertemu dengan serat saraf dari bagian temporal mata lain, dan
kemudian bersama-sama masuk ke traktus optikus.(9, 15)
2.4. Traktus Optikus
Traktus optikus merupakan suatu bundel serat syaraf berbentuk silindris
yang berjalan keluar dari kiasma optikum ke arah posterolateral. Masing-masing
traktus optikus berisi serat saraf dari retina bagian temporal dan retina bagian
nasal dari mata yang berlawanan. Di posterior mata, masing-masing serabut ini
berakhir di badan genikulatum lateral. Serat saraf yang membawa impuls reflek
pupil melewati area nukleus pretektal di midbrain, yang masuk sampai ke daerah
brachuim superior, dan beberapa serat berakhir di colliculus superior.(7)
2.5. Badan Genikulatum Lateral (BGL)
Merupakan suatu struktur berbentuk oval, yang terletak di bagian posterior
talamus. Masing-masing badan genikulatum terdiri dari enam lapisan saraf grey
matter yang diselingi lapisan white matter yang dibentuk oleh serat optik.
Informasi dari semua sistem sensoris kecuali dari olfaktori, berjalan melewati
thalamus sebelum ditransfer ke kortek serebri, kemudian informasi visual diproses
di BGL selanjutnya di teruskan ke area kortikal yang lebih tinggi.(7, 16, 17)
2.6. Radiasio Optik
Radiasio optik membentang dari badan genikulatum lateral ke arah kortek
visual, yang berlokasi di sebelah medial lobus oksipital, diatas dan di bawah
fissura calcarina. Radiasio optik mengandung akson dari neuron ke tiga visual
pathway yang berasal dari badan genikulatum lateral.(16, 17)
5
2.7. Kortek Visual
Kortek visual mempunyai ketebalan sekitar 2mm, terletak didaerah medial
dari lobus oksipital, diantara fissura Calcarina. Kortek visual termasuk dalam area
visuosensory (striate area 17), yang menerima serabut saraf dari radiasio optik,
dan dikelilingi area visuopsychic (peristriate area 18 dan parastriate
area 19).(16, 17)
6
BAB III
TRANSIENT VISUAL LOSS
2.1. Transient Monocular Visual Loss (TMVL)
Penyebab tersering dari transient Monocular Visual Loss antara lain adalah
penyebab okular, orbital, dan kelainan sistemik. (Tabel 1)(9)
Tabel 1. Penyebab Transient Monocular Visual Loss.(1)
a. Okular
Pasien dengan blefarospasme yang tidak dapat membuka matanya dapat
mengalami kehilangan penglihatan sesaat, yang disebabkan irregulariti permukaan tear
film kornea. Pada pemeriksaan slit lamp dapat ditemukan permukaan tear film dan kornea
yang abnormal, dengan tear breakup time memendek dan punctate keratopathy mengarah
ke keratitis sicca, pemeriksaan schirmer dapat mengkonfirmasi produksi tear film yang
inadekuat. Inflamasi atau perdarahan juga dapat berhubungan dengan penurunan visus.
7
TMVL yang diikuti melihat cahaya terang (sunlight) mengindikasikan adanya
gangguan pada makula, seperti detachment atau age related macula degeneration atau
iskemia okular. Transient visual loss yang diikuti melihat halo dan nyeri harus selalu
dilakukan pemeriksaan gonioskopi untuk mencari kemungkinan glaukoma sudut tertutup.
Kadang, pasien dengan papiledem mengeluh melihat bayangan abu-abu atau bayangan
hitam, yang berlangsung selama 10 detik, yang sering dipengaruhi perubahan posisi.(2, 4, 9)
b. Orbital
Pasien dengan massa di orbital, seperti hemangioma atau meningioma, dapat
mengalami obstruksi penglihatan sementara didaerah tertentu. Obstruksi ini disebabkan
penyumbatan pembuluh darah di posisi tertentu, dan merupakan petunjuk adanya
keterlibatan orbital.(9, 18)
c. Sistemik
Pada TMVL, jika faktor penyebab okular dan orbital telah disingkirkan, maka
penyebab retinovaskular atau kardiovaskular perlu dipertimbangkan. Amaurosis fugax
merupakan jenis TMVL yang disebabkan iskemia atau insufisiensi vaskular, dengan
gejala mendadak, tidak ada rasa nyeri, kehilangan penglihatan temporer selama 2-30
menit, diikuti oleh pemulihan sempurna. Pemeriksaan anatomi mata dapat normal atau
ditemukan kelainan di vaskular retina.(2, 4)
d. Emboli
Pada tahun 1950, Miller Fisher mengadakan penelitian untuk melihat material
emboli yang melewati sirkulasi retina, yang hasilnya emboli retina merupakan penyebab
signifikan TMVL. Emboli yang menjadi penyebab TMVL selalu berjalan didalam
pembuluh darah yang mensuplai nervus optikus,retina atau keduanya, dan kemudian
menetap disana. Emboli dapat diperiksa dengan jelas menggunakan oftalmoskop,
sehingga kemungkinan lokasi emboli tersebut dapat menjadi petunjuk untuk evaluasi
pasein.(1, 18)
Ada tiga tipe emboli tersering yang ditemukan yaitu colesterol, platelet fibrin
dan kalsium. Penyebab emboli lainnya bervariasi, yaitu cardiac tumor (myxoma), lemak
(fraktur tulang panjang, pakreatitis), sepsis, udara, silikon dan deposit obat
(kortikosteroid). Pembentukan ateroma sering ditemukan di bifurkasio arteri karotis
internal dan eksternal. Ateroma bersifat statis, berkembang menjadi fibrin, ulserasi,
progresif, dan menyebabkan lumen pembuluh darah menjadi sempit dan tersumbat.
8
Hipertensi, diabetes, hiperkolesterol dan merokok juga merupakan faktor resiko yang
dapat dicegah.(1, 3, 10)
e. Vaskulitis
TMVL pada pasien usia tua (selalu diatas 50 tahun) dapat disebabkan Giant Cell
Arteritis, oleh karena itu pemeriksaan diagnostik harus mencakup pemeriksaan
sedimentasi westergen dan C-reaktif protein. Pada anamnesa pasien harus di tanyakan
apakah ada keluhan sakit kepala, rambut rontok, penurunan berat badan penurunan nafsu
makan, nyeri sendi proksimal. Gejala koroidal hipoperfusi atau perubahan pada
pemeriksaan fluorescein angiography dapat merupakan petunjuk adanya vaskulitis.
Namun walaupun telah dilakukan pengobatan dini dengan kortikosteroid, Giant Cell
Areritis yang didahului dengan TMVL kadang-kadang dapat berkembang menjadi
kehilangan penglihatan permanen.(1, 8)
f. Hipoperfusi
Hipoperfusi dapat menyebabkan TMVL pada beberapa situasi. Pertama pada
pasien dengan penyakit oklusi sistem vena retina. Beberapa pasien dengan oklusi vena
retina sentral mengeluhkan gangguan penglihatan selama beberapa detik hingga beberapa
menit, dan kemudian kembali ke visus normal.(9)
Kondisi kedua adalah penurunan penglihatan perifer, pasien dapat mengalami
kehilangan penglihatan selama 1-2 menit. Keluhan TMVL dapat dicetuskan oleh
perubahan posisi dari duduk ke berdiri. Hipoperfusi juga dapat disebabkan aritmia
kardiak atau stenosis pembuluh darah besar yang berat. Kondisi ketiga pasien dengan
TMVL yang disebabkan hipoperfusi adalah sindrom iskemik okular, dengan karakteristik
hipotensi, iskemik retinopati dengan tekanan arteri retina yang rendah, perfusi yang tidak
baik dan retinopati area mid perifer.(9)
2.2. Transient Binocular Visual Loss
Penyebab tersering transient binocular vision loss antara lain migren,
massa di oksipital (tumor, malformasi arterio-vena), iskemia oksipital (emboli,
vaskulitis, hipoperfusi), dan kejang oksipital.(19)
a. Migren
9
Penyebab tersering transient binocular vision loss adalah defek
homonymus hemianopsia yang disebabkan oleh migren. Kadang-kadang kejadian
ini dapat berlanjut menjadi defek lapangan pandang yang progresif dan
diklasifikasikan sebagai komplikasi migren.(19, 20)
b. Massa di oksipital
Pada pasien dengan keluhan sakit kepala episodik dan visual loss, jika
serangan selalu terjadi pada sisi yang sama atau jika keluhan visual diikuti oleh
onset sakit kepala, harus dicurigai adanya suatu lesi di kepala, yang biasanya
adalah malformasi arterio-vena oksipital atau tumor. Pasien sebaiknya dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan MRI kepala dengan kontras dan jika
memungkinkan melakukan angiografi kepala.(16, 19, 21)
c. Iskemia oksipital
Biasanya saat pasien dengan migren beranjak dewasa intensitas sakit
kepala akan berkurang atau sakit kepala terjadi setelah gejala visual. Dilema untuk
menegakkan diagnosa terjadi jika jika pasien yang mengalami migren untuk
pertama kalinya adalah orang dewasa. Membedakan antara vasospasme migren
dan insufisiensi vertebrobasilar sulit. Pasien harus melakukan beberapa
pemeriksaan seperti MRI dan MRA untuk mengevaluasi sirkulsi kepala, jika
hasilnya negatif, maka biasanya prognosis adalah baik.(3, 19)
Transient reccurent bilateral visual blurring merupakan gejala tersering
dari insuf vertebrobasilar. Sistem vertebrobasilar yang terdiri dari arteri serebral
posterior, vertebral dan basilar mensuplai area kortex oksipital, brainstem dan
serebelum. Pasien dengan insufisiensi vertebrobasilar biasanya akan menunjukkan
gejala oftalmologi, yaitu keluhan gangguan visual dan keluhan okular motor.(3, 9)
d. Kejang Oksipital
Kejang oksipital biasanya menghasilkan sebuah fenomena visual, seperti
penglihatan berwarna, cahaya berputar-putar, yang biasanya terjadi selama 1-2
menit. Pada orang dewasa, kejang oksipital biasanya menunjukkan adanya
struktural lesi seperti tumor, trauma, atau malformasi arteri-vena, sementara pada
10
anak-anak, kejang biasanya merupakan proses yang jinak. Pemeriksaan penunjang
yang dilakukan antaralain elektroensefalogram (EEG), dan pengobatan yang
diberikan adalah terapi antikonvulsi.(7, 16)
2.3. Pemeriksaan
Setiap pasien dengan transient visual loss, penting untuk diketahui status sistem
visualnya. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan untuk mengetahui
status refraksi, analisis sistem visual ekstra fovea (perimetri), dan identifikasi defek
aferen pupil. Pemeriksaan funduskopi juga penting untuk memeriksa kelainan di optik
disk seperti drusen nervus optikus, coloboma, atrofi optik, atau tanda-tanda oklusi
vaskular (cotton woll spot, hemoragi, penipisan vaskular) (Gambar 2). (1, 21)
Pemeriksaan radiologi non invasif sering digunakan untuk screening. Ada tiga
jenis pemeriksaan yang sering dilakukan yaitu Ultrasonografi Karotis (duplex scanning),
Magnetic Resonance Angiography (MRA), dan Computed Tomographic Arteriography
(CTA). Ultrasonografi merupakan pemeriksaan sensitif untuk mendeteksi plak ulseratif.
MRA dan CTA bermanfaat untuk memprediksi tingkat stenosis, yang kemudian di
bandingkan dengan pemeriksaan angiografi konvensional.(1, 21)
11
Gambar 3. Alur Diagnostik Transient Visual Loss.(8)
12
BAB IV
KESIMPULAN
1. Transient visual loss (TVL) adalah kehilangan penglihatan mendadak, parsial
atau komplit, pada kedua mata atau sebelah mata yang yang berlangsung
selama beberapa detik atau beberapa menit, namun kurang dari 24 jam.
2. Pada kelainan yang monokular, permasalahan sering terjadi di daerah
prekiasma, sementara kelainan binokular kelainan terjadi di daerah kiasma atau
retrokiasma.
3. Penyebab tersering dari Transient Monocular Visual Loss antara lain adalah penyebab
okular, orbital, dan kelainan sistemik.
4. Penyebab tersering Transient Binocular Vision Loss antara lain migren, massa
di oksipital (tumor, malformasi arterio-vena), iskemia oksipital (emboli,
vaskulitis, hipoperfusi), dan kejang oksipital
5. Anamnesa mendalam dan pemeriksaan fisik penting untuk menentukan lokasi
kelainan di jalur visual pathway, menentukan etiologi, dan pemeriksaan radiologi
non invasif sering digunakan untuk screening, yaitu Ultrasonografi Karotis (duplex
scanning), Magnetic Resonance Angiography (MRA), dan Computed Tomographic
Arteriography (CTA).
Jmm nj
13
DAFTA
nnnnnnnnnR PUSTAKA
1. Gregory L. Skuta LBC, Jayne S. Weiss. The Patient With Transient Visual Loss. San Francisco: American Academy of Ophthalmology; 2011-2012. p. 173-86.
2. Grant T. Liu NJV, Steven L. Galetta. Transient Visual Loss. Neuro-Ophthalmology, Diagnosis and Management. Philadelphia: Saunders; 2010. p. 363-74.
3. Tatham AJ. Transient Loss of Vision. . wwwmedscapecom/public. 2015.4. Amick A, Caplan LR. Transient monocular visual loss. Comprehensive
ophthalmology update. 2007;8(2):91-8; discussion 9-100.5. Syndee Givre GPVS. Amaurosis fugax (transient monocular or binocular
visual loss). http://www.uptodate.com/; 2014.6. Amar Agarwal AA. Visual Pathway. Manual of NeuroOpthalmology. India:
Jaypee Brothers Medical Publisher; 2008. p. 73-103.7. Khurana A. Neuro-ophthalmology Comprehensive Opthalmology. India:
New Age Publisher; 2007. p. 287-312.
8. Ulrich Schifer HW, William Hart. Functional Anatomy of Human Visual Pathway. Clinical Neuro-Opthalmology. New York: Springer; 2007. p. 19.
9. Skuta GL CL. The Eye Fundamental and Principles of Ophthalmology. Singapore: American Academi Ophthalmology,; 2011-2012.
10. Lang GK. n, : :. Edition textbook atlas. Ophtalmology pocket. Germany: Appl Aprinta Druk; 2006. p. 305-10.
11. Kincaid MC GW. Anatomy of The Vitreous, Retina and Choroid. Vitreoretinal Disease The Essentials. New York: Thieme; 1995.
12. JM M. Ocular Embryology and Anatomy. Retina. 4th ed. Philadelpia: Elservier Mosby 2006.
13. DM K. Anatomic Correlates of The Retina. In: Tasman W JE, editor. Duane`s Clinical Ophthalmology. 3: Lippincott-Raven; 1997.
14. Crick RP KP. A Textbook of Clinical Ophthalmology. Singapore: Word Scientific Publishing; 2003.
15. Monkhouse S. The Optic Nerve. Cranial Nerve, Functional Anatomy. New York: Cambridge University Press; 2006. p. 115-20.
16. Kansky JJ. Neuropothalmology. In: Edward R, editor. Clinical Opthalmology. USA: Elsevier; 2007. p. 785-836.
17. Remington LA. Visual Pathway. Clinical Anatomy of the Visual System. USA: Elsevier; 2012. p. 230-40.
18. Chan JW. Ischemic Optic Neuropathies. Optic Nerve Disorders. USA: Springer; 2007. p. 30-60.
14
19. Asbury V. Neuro-Opthalmology. In: Paul Riordan-Eva JPW, editor. General Ophthalmology London: Lange; 2007.
20. Gerhard K. Lang M. Disorders of the Visual Pathway. Ophthalmology, A Pocket Textbook Atlas. New York: Thieme; 2006. p. 404-8.
15