tradisi saweran pengantin perkawinan di...
TRANSCRIPT
TRADISI SAWERAN PENGANTIN PERKAWINAN DI KECAMATAN
CIKUPA KABUPATEN TANGERANG MENURUT HUKUM ISLAM
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
MUHAMAD ARIS MUNANDAR
NIM : 11140440000058
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1439 H
iv
ABSTRAK
Muhamad Aris Munandar. NIM 11140440000058. Tradisi Saweran
Pengantin Perkawinan Di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang Menurut
Hukum Islam. Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018 M/1439 H. (viii
halaman, 83 halaman dan 46 halaman lampiran).
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktik saweran
pengantin yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Cikupa, memahami makna
filosofi syair dalam saweran pengantin dan kaitannya dengan kehidupan
masyarakat Kecamatan Cikupa, menjelaskan dan mengetahui pandangan Islam
terhadap saweran pengantin serta bagaimana tokoh agama Kecamatan Cikupa
memandang tradisi saweran pengantin.
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian lapangan (field research)
yang sumber datanya terutama diambil dari objek penelitian (masyarakat atau
komunitas sosial) secara langsung di daerah penelitian. Metodologi penelitian
yang penulis gunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan antropologi
hukum yaitu melihat dan mengamati secara langsung sawer pengantin yang
berada di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang. Sedangkan untuk teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara secara langsung dan
mendalam, observaasi lapangan, studi dokumentasi, dan studi pustaka.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa tradisi saweran pengantin adalah
prosesi pemberian nasihat untuk kedua pengantin yang dilantunkan dengan cara di
syaikan, teks syair saweran merupakan hasil turun temurun dari keluarganya,
tradisi saweran pengantin yang dilaksanakan oleh masyarakat Kecamatan Cikupa
Kabupaten Tangerang tidaklah bertentangan dengan ajaran agama Islam karena
memenuhi persyaratan ‘urf dan maslahah mursalah.
Kata Kunci : Adat Sunda, Saweran Pengantin, Hukum Islam.
Pembimbing : Arip Purkon, S.HI., M.A
Daftar Pustaka : Tahun 1981-Tahun 2017
v
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt. Tuhan semesta alam, yang telah
memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada umat manusia di muka
bumi ini, khususnya kepada penulis. Shalawat beriringan salam disampaikan
kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga, serta para sahabatnya, yang merupakan
suri tauladan bagi seluruh umat manusia.
Dalam proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan, sehingga dapat terselesaikan atas izin-Nya. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil, khususnya kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta
Wakil Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.
2. Dr. H. Abdul Halim, M.A. Ketua Program Studi Hukum Keluarga
beserta Indra Rahmatullah, S.HI., M.A., Sekretaris Program Studi
Hukum Keluarga, yang terus mendukung dan memotivasi penulis untuk
segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
3. Arip Purkon, S.HI., M.A selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah
membagi ilmu, memberikan nasihat, dan terus memberikan arahannya
untuk membimbing penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.
4. Hj. Rosdiana, M.A. selaku dosen penasehat akademik penulis, yang
telah sabar mendampingi, memberikan bimbingan dan motivasi kepada
penulis.
5. Dr. H. A. Juaini Syukri, Lc., M.A dan H. Qosim Arsadani, S.Ag., M.A
selaku dosen penguji dalam sidang munaqasah yang telah memberikan
arahan, masukan, dan bimbingannya kepada penulis.
6. Segenap Bapak dan Ibu dosen serta staf pengajar di Fakultas Syariah
dan Hukum terkhusus pada prodi Hukum Keluarga yang telah
memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama kuliah.
vi
7. Paling istimewa untuk kedua orang tua penulis, ayahanda Muhamad
Husen dan ibunda Amsinah, yang tak pernah jenuh dan tak menyerah
untuk memberikan dukungan serta tak henti-hentinya mendoakan
penulis dalam menempuh pendidikan. Adikku tersayang Ahmad Kamil
Mahdum, dan seluruh Keluarga Besar yang berada di Tangerang.
8. Para narasumber yang telah meluangkan waktu dan turut mendukung
suksesnya penelitian ini: Hj. Siti Hamamah, Hj. Sunipah, Ust.
Samsyudin, Aja Sarja, Saepul Hupad, S.sy, S.H, Siti Maswah, S.Sos,
M.Si, H. Abdul Halip, H. Ahyani, Ust. Endang Nasrudin, Ust.
Kholiluddin, Haetami, Lia Rosnawati, dan Amah.
9. Seluruh teman-teman mahasiswa/i Hukum Keluarga angkatan 2014,
yang telah menemani penulis selama menempuh pendidikan di Program
Studi Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10. Lembaga, perhimpunan, dan organisasi yang telah memberikan banyak
ilmu dan pengalaman kepada penulis, FOSKAL Jakarta, KMSGD
JABODETABEK, IRMAFA, HMI KOMFAKSY, DEMA Fakultas
Syariah dan Hukum, HMPS Hukum Keluarga, dan KKN Hibria.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih perlu mendapatkan perbaikan.
Oleh karena itu, saran dan kritik akan penulis perhatikan dengan baik. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, pembaca pada umumnya
serta dicatat sebagai amal baik di sisi Allah Swt. Aamiin.
Ciputat, 20 Agustus 2018
Muhamad Aris Munandar
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN ..............................................................................iii
ABSTRAK .........................................................................................................iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................v
DAFTAR ISI ......................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah .......................................... 4
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 5
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ........................................ 6
F. Kerangka Teori dan Konseptual ............................................... 7
G. Metode Penelitian ..................................................................... 10
H. Rancangan Sistematika Penulisan ............................................ 12
BAB II TRADISI SAWERAN PENGANTIN PERKAWINAN DI
KECAMATAN CIKUPA
A. Deskripsi Kecamatan Cikupa ................................................... 14
B. Makna Saweran Pengantin ....................................................... 24
C. Praktik Saweran Pengantin di Kecamatan Cikupa ................... 27
BAB III MAKNA FILOSOFIS SAWERAN PENGANTIN
A. Teks Syair Saweran Pengantin ................................................. 32
B. Makna Filosofis Dalam Saweran Pengantin ............................. 58
C. Pendapat Masyarakat Tentang Saweran Pengantin .................. 66
viii
BAB IV SAWERAN PENGANTIN MENURUT HUKUM ISLAM
A. Tradisi Saweran Pengantin Menurut Hukum Islam ................. 70
B. Pendapat Tokoh Agama Tentang Saweran Pengantin .............. 76
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 79
B. Saran-saran ............................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 81
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut hukum adat, perkawinan bisa merupakan urusan kerabat,
keluarga, persekutuan, martabat, bisa merupakan urusan pribadi,
tergantung tata susunan masyarakat yang bersangkutan, bagi kelompok-
kelompok wangsa yang menyatakan diri sebagai kesatuan-kesatuan,
sebagai persekutuan-persekutuan hukum, perkawinan para warganya
adalah sarana untuk melangsungkan hidup kelompoknya secara tertib dan
teratur, sarana yang dapat melahirkan generasi baru yang melanjutkan
garis hidup kelompoknya, namun di dalam lingkungan persekutuan
kerabat perkawinan juga selalu merupakan cara meneruskan (yang diharap
dapat meneruskan) garis keluarga tertentu yang termasuk persekutuan
tersebut, jadi merupakan urusan keluarga, urusan bapak-ibunya selaku inti
keluarga yang bersangkutan.1
Berbagai fungsi perkawinan itu bermanifestasi di dalam campur
tangan kepala-kepala kerabat, orang tua, kepala desa (adat). Perkawinan
sebagai peristiwa hukum harus mendapat tempatnya di dalam tata hukum.
Perbuatannya haus terang, para kepala persekutuan yang bersangkutan
dalam hal ini juga menerima imbalan jasa atas legalitasnya.2
Upacara perkawinan merupakan salah satu bentuk kekayaan budaya
di Indonesia. Proses perkawinan pada masyarakat di Indonesia pada
umumnya disesuaikan dengan asal adat istiadat, misalnya proses
perkawinan adat Sunda khususnya ada serangkaian acara adat yang selalu
dilakukan misalnya tradisi sawer. Sawer merupakan prosesi pemberian
nasihat kepada kedua pengantin. proses ini melambangkan kedua
pengantin beserta keluarga berbagi rizki dan kebahagiaan. Kata sawer
1 Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, (Yogyakarta: Liberty, 1981, Cet.
Kedua), h., 107. 2 Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, h., 108.
2
pengantin sendiri memiliki makna luas. Sawer berasal dari kata
penyaweran, yang dalam bahasa Sunda berarti tempat jatuhnya air dari
atap rumah atau ujung genting bagian bawah. Sedangkan pengantin adalah
meresmikan sepasang pengantin (pria dan wanita) menjadi suami istri
dalam sebuah acara perkawinan. Kata sawer diambil dari tempat
berlangsungnya upacara adat tersebut, yaitu panyaweran (teras atau
halaman). Disamping itu, kata sawer juga diambil dalam prosesi saweran,
benda-benda sebagai simbol tertentu dilemparkan ke atas payung yang
menaungi pengantin. Sehingga, barang yang dilemparkan akan jatuh
terlebih dahulu ke payung tersebut sebelum jatuh ke tanah untuk
diperebutkan oleh para pengunjung (penonton atau tamu undangan).
Sawer yang merupakan adat kebisaaan itu merupakan upacara ritual
yang erat hubungannya dengan proses inisiasi, yakni upacara pelantikan.
Sawer pada umumnya mempergunakan bentuk syair sawer, yakni
semacam syair yang disampaikan dengan cara ditembangkan atau
dilagukan. Syair sawer mempunyai nilai kerohanian, juga merupakan
khasanah sastra Sunda dan dapat difungsikan sebagai alat pendidikan.3
Syair Sawer yang merupakan tembang dalam upacara perkawinan
adat sunda dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu syair untuk upacara
sawer dan syair untuk upacara buka pintu. Biasanya syair-syair itu
ditembangkan atau dilagukan oleh dua pengantin, tetapi pada saat
sekarang sudah jarang yang dapat melagukannya. Oleh karena itu dalam
pelaksanaan diwakilkan oleh orang yang ahli.4 Sawer pangantin
merupakan karya sastra khazanah budaya Sunda. Karya sastra ini
dipandang memiliki struktur fisik yang sesuai dengan konvensi sastra
Indonesia. Di samping itu cakupan isinya sangat sarat dengan fatwa-fatwa
yang berkaitan dengan bidang keagamaan, moral, etika, kedisiplinan, dan
3 Susi Susanti, Elmustian Rahman, dan Hadi Rumadi, ” Syair Nasihat Dalam
Sawer Pengantin, (Riau), h., 3. 4 Thomas Wiyasa Bratawidjaja, Upacara Perkawinan Adat Sunda, (Jakarta: Sinar
Harapan, 1990), h., 65.
3
ekonomi, sehingga resepsi atau tanggapan masyarakat terhadap sawer ini
sangat baik.5
Upacara sawer pangantin mempergunakan bahasa sebagai alatnya.
Dalam Kamus Umum Bahasa Sunda (1954) seperti dikutip oleh Aam
Masduki istilah sawer itu mempunyai dua arti yaitu:
1. Sawer artinya air hujan yang masuk ke rumah karena terhembus
angin (tempias); kasaweran, kena tempias; panyaweran, tempat jatuhnya
air dari bubungan (taweuran).
2. Sawer (nyawer), menabur (pengantin) dengan beras dicampur
uang tektek (lipatan sirih), dan irisan kunir. Menurut Kamus Umum
Bahasa Sunda yang dikeluarkan oleh Lembaga Basa dan Sastra Sunda,
sawer berarti petuah untuk pengantin dalam bentuk syair, diiringi dengan
tembang berisi nasihat orang tua.6
Sebagaimana pengertian dari saweran pengantin yaitu prosesi
pemberian nasihat kepada kedua pengantin bagaimana membangun rumah
tangga yang bahagia, tentram, dan memberikan tahu akan kewajiban
suami dan istri, nasihat itu disampaikan ketika pada proses setelah akad
maupun ketika walimatul ursy (pesta perkawinan) seperti penggalan teks
saweran berikut:
Ujang boga pamajikan Akang punya istri
Serta boga kawajiban Serta punya kewajiban
Anu kudu di tohonan Yang harus dilaksanakan
Ujang kudu ikhlas niat Abang harus berniat ikhlas
Pan kawin teh seja to’at Akad nikah itu untuk beribadah.
Rejeung seja nyiar rohmat Dan kita mengharapkan rahmat
Lain rek ngalajor syahwat Bukan untuk melampiaskan syahwat
Ujang ulah laepat angkeh Akang jangan buruk sangka
5 Susi Susanti, Elmustian Rahman, dan Hadi Rumadi, h., 3. 6 Aam Masduki, “Sawer Panganten Tuntunan Hidup Berumah Tangga di
Kabupaten Bandung”, Patanjala, VII, 3 (3 September, 2015), h., 433.
4
Nyai kudu age-age Istri harus benar-benar
Ngaladenan ka caroge Melayani suami
Hadi parangi sing hade Dengan perilaku yang baik
Sing tiasa ngelep hate Harus bisa menyimpan hati.
Menurut beberapa uraian singkat di atas dapat kita tarik benang
merah tentang apa itu saweran dalam tradisi perkawinan suku sunda,
kemudian di dalam upacara sawer pengantin menggunakan syair-syair
yang di lantunkan ketika proses berlangsung. Ketika prosesnya pun
menggunakan koin, beras, kunyit sebagai penambahan benda dalam proses
saweran. Dari permasalahan ini penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang akan dituangkan dalam bentuk karya ilmiah, untuk itu
permasalahan ini akan di angkat sebagai kajian dalam bentuk skripsi yang
berjudul “TRADISI SAWERAN PENGANTIN PERKAWINAN DI
KECAMATAN CIKUPA KABUPATEN TANGERANG MENURUT
HUKUM ISLAM”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, penulis
membatasi masalah yang akan dibahas untuk menghindari kemungkinan
tumpang-tindih dengan permasalahan diluar tema penelitian. Disini
penulis hanya akan membahas mengenai tradisi saweran pengantin
perkawinan di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.
Adapaun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik saweran pengantin perkawinan di Kecamatan
Cikupa Kabupaten Tangerang?
2. Apa makna filosofi syair dalam saweran pengantin perkawinan di
Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang?
3. Bagaimana saweran pengantin menurut hukum Islam?
5
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari sebuah penelitian ialah mengungkapkan secara jelas
sesuatu yang hendak dicapai pada penelitian yang akan dilakukan. Dari
pemahaman tersebut, maka tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui praktik saweran pengantin perkawinan di
Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.
2. Untuk mengetahui makna filosofi syair dalam saweran pengantin
perkawinan di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.
3. Untuk mengetahui bagaimana saweran pengantin menurut hukum
Islam.
D. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai, demikian pula
dengan penelitian yang penulis adakan ini diharapkan dapat bermanfaat
sebagai berikut;
1. Penulisan skripsi ini diharapkan mampu mengembangkan
pengetahuan, memperkaya khazanah keilmuan bagi peneliti mengenai
kajian tradisi saweran pengantin perkawinan untuk dapat
dikembangkan kemudian.
2. Penelitian ini diharapkan akan menjadi pelengkap penelitian-
penelitian sebelumnya.
3. Memberikan sumbangan kepada mahasiswa atau siapa saja yang
konsen dengan permasalahan ini.
4. Diharapkan dapat memberikan sebuah khazanah keilmuan tentang
tradisi saweran pengantin perkawinan bagi masyarakat, dan bagi
semua pihak yang mempunyai kepentingan dengan tradisi saweran
pengantin perkawinan dan hasil penelitian ini akan menjadi dokumen,
terkhusus bagi masyarakat suku Sunda.
6
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Untuk menemukan pembahasan dan penulisan skripsi ini penulis
menelaah literatur yang sudah membahas tentang judul yang akan penulis
sampaikan dalam penulisan skripsi, diantaranya yaitu:
1. Skripsi Sulaeman, Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota
Cirebon, Jawa Barat. Program Studi Hukum Keluarga Tahun 2008.
Skripsi ini memaparkan tentang tradisi pernikahan adat jawa yang
berada di Cirebon yang meliputi pembahasan persiapan pernikahan
sebelum terjadinya akad perkawinan. Sedangkan skripsi ini membahas
tentang tradisi sawer pengantin perkawinan di Kecamatan Cikupa
Kabupaten Tangerang.
2. Skripsi Aep Saepudin, Makna Filosofis Tembang Sawer Dalam
Upacara Perkawinan Adat Sunda. Program Studi Aqidah Filsafat
2010. Skripsi ini memaparkan tentang makna filosofis secara
mendalam mengenai tembang sawer . Sedangkan skripsi ini
membahas mengenai tradisi sawer pengantin perkawinan di
Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.
3. Skripsi Muhamad Ilman, Tradisi Uang Pelangkah Dalam Perkawinan
(Studi Kasus di Desa Legok, Kecamatan Legok Kabupaten
Tangerang) 2015. Skripsi ini memaparkan tentang perkawinan yang
melangkahi kaka kandungnya yang harus dibayar sesuai kesepakatan.
Sedangkan skripsi ini memaparkan mengenai tradisi sawer pengantin
perkawinan di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.
4. Jurnal Pien Supinah, Sawer: Komunikasi Simbolik pada Adat Tradisi
Suku Sunda dalam Upacara Setelah Perkawinan, Mediator, Vol. 7,
No 1, Tahun 2006. Artikel ini membahas tentang makna syair
saweran sebagai simbol komunikasi atau berdoa untuk meminta
keberkahan dengan pencipta dan nasihat yang dimaksudkan kepada
para pasangan pengantin. Sedangkan penelitian penulis mengkaji
mengenai praktik saweran pengantin perkawinan di Kecamatan
Cikupa Kabupaten Tangerang.
7
5. Jurnal Aam Masduki, Sawer Penganten Tuntunan Hiidup Berumah
Tangga di Kabupaten Bandung, Patanjala, Vol. 7, No 3, September
Tahun 2015. Membahas tentang konteks puisi saweran pengantin
kemudian nasihat yang diberikan kepada pasangan pengantin sebagai
tuntunan hidup mereka dalam berumah tangga. Sedangkan penelitian
penulis mengkaji mengenai praktik saweran pengantin perkawinan di
Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.
F. Kerangka Teori dan Konseptual
Ada beberapa teori yang digunakan yaitu:
1. Al-‘Urf
‘Urf ialah sesuatu yang telah sering dikenal oleh manusia dan telah
menjadi tradisinya, baik berupa ucapan atau perbuatannya dan atau hal
meninggalkan sesuatu juga disebut adat,7 ‘Urf dan adat termasuk dua
kata yang sering dibicarakan dalam literatur Ushul Fiqh. Keduanya
berasal dari bahasa arab. Kata adat sudah diserap kedalam bahasa
Indonesia yang baku.8
‘Urf disebut pula dengan al-a’dah, artinya kebiasaan, hanya saja,
di dalam ‘urf ada yang berpendapat tidak ada kebiasaan yang
menyimpang dari nash-nash Al-Quran dan Hadis yang shahih,
sedangkan dalam adat kebiasaan yang sahih dan ada pula yang fasid,
yakni yang bertentangan dengan syariat Islam yang telat ditetapkan
kedudukan hukumnya oleh Al-quran dan As-Sunnah.
Menurut “Rachmat Syafi’i seperti dikutip Amir Syarifuddin
menjelaskan adat disebut juga dengan istilah ‘urf yang secara harfiyah
adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan atau ketentuan yang telah
dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melaksanakannya atau
7 Abdul Wahhab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2000, Cet. Ketujuh) h., 130. 8 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009, Cet.
Kelima), h., 386.
8
meninggalkannya”. Setiap adat atau ‘urf akan mengalami perubahan
sesuai dengan perkembangan zamannya.9
Kata ‘Urf pengertiannya tidak melihat dari segi berulang kalinya
suatu perbuatan dilakukan, tetapi dari segi bahwa perbuatan tersebut
sudah sama-sama dikenal dan diakui oleh orang banyak. Adanya dua
sudut pandang berbeda ini (dari sudut berulang kali, dan dari sudut
dikenal) yang menyebabkan timbulnya dua nama tersebut. Dalam hal
ini sebenarnya tidak ada perbedaan yang prinsip karena dua kata itu
pengertiannya sama, yaitu suatu perbuatan yang telah berulang-ulang
dilakukan menjadi dikenal dan diakui orang banyak, sebaliknya karena
perbuatan itu sudah dikenal dan diakui orang banyak, maka perbuatan
itu dilakukan orang secara berulang kali. Dengan demikian meskipun
dua kata tersebut dapat dibedakan tetapi perbedaannya tidak berarti.10
Para ulama mazhab Fiqh, pada dasarnya bersepakat untuk menjadikan
‘Urf secara global sebagai dalil hukum Islam (Hujjah syar’iyyah).11
2. Al-Maslahah al-Mursalah
Al-Maslahah al-Mursalah perpaduan dua kata menjadi “Maslahah
Mursalah” yang berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan) yang
dipergunakan menetapkan suatu hukum Islam, juga dapat berarti suatu
perbuatan yang mengandung nilai baik (manfaat).
Dalam “kamus besar bahasa Indonesia seperti dikutip Ahmad
Mukri Aji disebutkan bahwa maslahat artinya sesuatu yang
mendatangkan kebaikan, faedah dan kegunaan. Sedangkan kata
“kemaslahatan” berarti kegunaan, kebaikan, manfaat, kepentingan.
Sementara kata “manfaat”, dalam buku tersebut diartikan dengan:
9 Beni Ahmad Saebani, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), h.,
190. 10 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009, Cet.
Kelima), h., 387-388. 11 Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2011), h., 162.
9
kegunaan dan faedah. kata "manfaat" juga diartikan sebagai kebalikan
atau lawan kata “kemudharatan” yang berarti rugi atau buruk”.12
Pengertian maslahah dalam bahasa Arab berarti “perbuatan-
perbuatan yang mendorong kepada kebaikan manusia”. Dalam artinya
yang umum adalah setiap segala sesuatu yang bermanfaat bagi
manusia, baik dalam arti menarik atau menghasilkan seperti
menghasilkan keuntungan atau kesenangan atau dalam arti menolak
atau menghindarkan seperti menolak kemudaratan atau kerusakan. Jadi
setiap yang mengandung manfaat patut disebut maslahah. Dengan
begitu maslahah itu mengandung dua sisi, yaitu menarik atau
mendatangkan kemaslahatan dan menolak atau menghindarkan
kemudaratan.13
Metode Maslahah al-Mursalah ini merupakan salah satu cara
dalam menetapkan hukum yang berkaitan dengan masalah-masalah
yang ketetapannya sama sekali tidak disebutkan dalam nash dengan
pertimbangan untuk mengatur kemaslahatan hidup manusia.
Prinsipnya adalah menarik manfaat dan menghindarkan kerusakan
dalam upaya memelihara tujuan hukum yang lepas dari ketetapan dalil
syara’.
Maslahah al-Mursalah dapat dijadikan dasar dalam menetapkan
hukum bila: 1) masalah itu bersifat esensial atas dasar penelitian,
observasi dan melalui analisis dan pembahasan yang mendalam,
sehingga penetapan hukum terhadap masalah benar-benar memberi
manfaat dan menghindarkan mudarat; 2) masalah itu bersifat umum,
bukan kepentingan perseorangan, tetapi bermanfaat untuk orang
banyak; 3) masalah itu tidak bertentangan dengan nash dan
12 Ahmad Mukri Aji, Urgensi Maslahat Mursalah dalam Dialektika Pemikiran
Hukum Islam, Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2012, Cet. Kedua), h., 43-44. 13 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009, Cet.
Kelima), h., 345.
10
terpenuhinya kepentingan hidup manusia serta terhindar dari
kesulitan.14
G. Metode Penelitian
Metodologi penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta seni.15 Untuk itu
maka penulis dalam hal ini menggunakan metodologi penelitian sebagai
berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini bersifat ilmiah dan dituangkan dalam bentuk skripsi,
maka untuk menunjang penelitian ini penulis berusaha mendapatkan
data yang akurat dan bukti-bukti yang benar. Penulis dalam penelitian
ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti
adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.16 Penelitian
ini menggunakan pendekatan antropologi hukum. Antropologi hukum
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia dengan
kebudayaan yang khusus dibidang hukum.17 Penelitian ini dengan cara
melihat dan mengamati secara langsung sawer pengantin yang berada
di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.
2. Jenis Penelitian
14 Beni Ahmad Saebani, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), h.,
188. 15 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011, Cet.
ketiga), h., 17. 16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung,
Alfabeta, 2006), h. 9. 17 Tommy Simatupang, “Pengertian Antropologi Hukum” Artikel diakses pada 28
Agustus 2018 dari https://www.berandahukum.com/2017/03/pengertian-antropologi-
hukum.html
11
Jenis penelitian yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini adalah
penelitian Kualitatif lebih khususnya dengan menggunakan penelitian
lapangan (field research). Penelitian lapangan ini adalah penelitian
yang sumber datanya terutama diambil dari objek penelitian
(masyarakat atau komunitas sosial) secara langsung di daerah
penelitian.18
3. Sumber Data
Pada umunya sumber data dalam sebuah penelitian terbagi menjadi
beberapa sumber. Pembagian ini dapat dibedakan antara data yang di
peroleh dari lapangan dan dari bahan perpustakaan, adapun sumber
data yang penulis gunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
a. Data Primer, yaitu data-data yang diperoleh secara langsung
dari wawancara dengan para tokoh yang ahli dalam
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dan kesaksian
dari masyarakat secara langsung tradisi sawer pengantin.
b. Data Sekunder, yaitu data yang berupa dokumen-dokumen
yang terdapat pada buku, jurnal, artikel, majalah, surat kabar,
internet, dan sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan
yang diangkat dalam penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data
yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian.
Umumnya cara mengumpulkan data dapat menggunkan teknik:
wawancara (interview), angket (questioner), pengamatan (observation),
studi dokumentasi, dan Focus Group Discussion (FGD).19 Penulis
menggunakan teknik sebegai berikut:
18 Yayan Sopyan, Buku Ajar Pengantar Metode Penelitian, (Ciputat, Buku Ajar,
2010), h., 32. 19 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), h. 37.
12
a. Wawancara, dalam hal ini adalah percakapan yang diarahkan
kepada empat orang tukang sawer pengantin, empat orang
tokoh agama, dan lima orang masyarakat untuk mendapatkan
informasi tentang tradisi sawer pengantin.
b. Observasi, dilakukan untuk mendapatkan data langsung
dengan melihat proses saweran pengantin yang dilakukan oleh
kalangan masyarakat.
c. Dokumentasi, penelitian dalam hal ini mengumpulkan data
melalui berkas-berkas, buku, jurnal, artikel, majalah surat
kabar, internet, dan dokumen penting lainnya yang
berhubungan dengan skripsi ini.
5. Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif analisis yaitu suatu teknik analisis data di
mana penulis menjabarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara
dilapangan. Kemudian menganalisanya dengan pedoman pada sumber
tertulis yang didapatkan dari perpustakaan. Setelah itu disusun secara
sistematis, untuk kemudian dianalisis secara kualitatif dalam bentuk
uraian, agar bisa ditarik kesimpulan supaya dapat dicapai kejelasan
mengenai permasalahan yang sedang diteliti.
6. Teknik Penulisan Skripsi
Secara teknis penulisan ini berpedoman pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”.
H. Rancangan Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan skripsi ini, maka
penulis menyusun penulisan skripsi ini dengan sistematika sebagai berikut;
a. Bab kesatu, merupakan bab pendahuluan yang diuraikan tentang latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
13
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, kerangka
teori dan konseptual, serta metode penelitian.
b. Bab Kedua, membahas mengenai potret Kecamatan Cikupa yaitu
sejarah Kecamatan Cikupa, pendidikan, suku, agama, dan pendidikan
di Kecamatan Cikupa, pengertian dari saweran pengantin dan praktik
saweran pengantin yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan
Cikupa.
c. Bab Ketiga, membahas mengenai teks saweran pengantin yang di
gunakan oleh tukang sawer, makna filsofis saweran pengantin beserta
makna dari masing-masing benda saweran pengantin, dan pendapat
masyarakat Kecamatan Cikupa tentang saweran pengantin.
d. Bab Keempat, membahas mengenai tradisi saweran pengantin
menurut hukum Islam dengan menggunakan teori ‘urf dan maslahah
mursalah dan bagaimana respon dan pendapat tokoh agama di
Kecamatan Cikupa tentang saweran pengantin.
e. Bab Kelima, merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan
saran terkait kajian yang dimaksud dari awal sampai akhir
pembahasan beserta lampiran-lampiran terkait.
14
BAB II
TRADISI SAWERAN PENGANTIN DI KECAMATAN CIKUPA
A. Deskripsi Kecamatan Cikupa
Kecamatan Cikupa telah menjadi pusat perdagangan komoditas
pertanian, perkebunan dan kerajinan anyaman bambu berupa kipas, topi
bambu, dan suvenir dari anyaman sejak tahun 1926.
1. Sejarah Kecamatan Cikupa
Pada mulanya kecamatan Cikupa memiliki luas wilayah 78,34 km2
terdiri dari 20 desa karena wilayah yang cukup luas dan penduduk
yang semakin bertambah kemudian pada tahun 1999 berdasarkan PP
No. 48 Tahun 1999 kecamatan Cikupa di mekarkan yaitu kecamatan
Cikupa dengan luas 43.407 km2 terdiri dari 14 desa dan kecamatan
Panongan di sebelah selatan dengan luas wilayah 34.93 km2 terdiri
dari 8 desa dengan pusat di desa Panongan.
Sejak tahun 1926 daerah Cikupa telah menjadi pusat perdagangan
hasil perkebunan dan pertanian warga sekitar bahkan dari daerah lain,
ditandai dengan dibangunnya pasar Cikupa oleh tokoh masyarakat
pada masa itu diantaranya H. Sapri, H. Pengki, Ki Galeong dan kepala
desa bapak Muderi. Pasar Cikupa merupakan salah satu pasar tertua di
Kabupaten Tangerang. Seiring berjalannya waktu, Cikupa mengalami
perkembangan yang sangat pesat.1
2. Letak Geografis
Letak Kecamatan Cikupa berada diantara kecamatan lain yang
memiliki potensi ekonomi antara lain sektor industri, real estate,
perdagangan, jasa, dan penyedia makanan/kuliner. Infrastruktur jalan
yang memadai membuat akses penduduk menjadi mudah dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Kemudahan akses tersebut menjadi
1 Selayang Pandang Kecamatan Cikupa 2017, (Tangerang: Pemerintah
Kabupaten Tangerang Kecamatan Cikupa, 2017), h., 7.
15
salah satu magnet bagi pengusaha untuk menjalankan aktivitas
bisnisnya di Cikupa. Terdapat lebih dari 4 kawasan industri dan
pergudangan di Kecamatan Cikupa, hal tersebut didukung dengan
keberadaan tol Cikupa, gerbang tol Balaraja timur di Desa Cibadak
yang menjadi jalur transportasi dan pengangkutan barang yang di
hasilkan dari kawasan industri di Kecamatan Cikupa.
Letak Kecamatan Cikupa di apit oleh Kecamatan Panongan
disebelah selatan sebagai Kecamatan dengan fokus pembangunan di
bidang perumahan dan perdagangan, Kecamatan Curug dan Kota
Tangerang di sebelah timur sebagai sentra industri, Kecamatan Pasar
Kemis dan Sindang Jaya di sebelah utara dengan fokus pengembangan
industri, perumahan dan kawasan bisnis modern, Tigaraksa di sebelah
barat sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang dan Balaraja
di sebelah barat dengan fokus pembangunan bidang industri dan
perumahan. Wilayah Kecamatan Cikupa memiliki luas 43.407 km2
dikelilingi oleh Kecamatan berpotensi yang sangat mendukung
berkembangnya aktivitas ekonomi. Potensi geografis yang strategis
menjadi salah satu faktor pendukung kemajuan ekonomi di
Kecamatan Cikupa.2
Tabel 3.1
Batas Wilayah Desa
No Letak Batas Kecamatan
1 Sebelah Utara Kecamatan Pasar Kemis dan Kecamatan Sindang Jaya
2 Sebelah Selatan Kecamatan Panongan
3 Sebelah Barat Kecamatan Balaraja dan Kecamatan Tigaraksa
4 Sebelah Timur Kota Tangerang dan Kecamatan Curug
Sumber Data: Monografi Kecamatan Cikupa
2 Selayang Pandang Kecamatan Cikupa 2017, h., 8.
16
Panjang jalan negara di Kecamatan Cikupa adalah 12,6 km
membentang dari Kampung Kadu Kelurahan Bunder sampai kampung
Kawidaran Desa Cibadak membelah Cikupa menjadi dua sisi yaitu
sebelah utara dan selatan. Sementara jalan tol ruas Jakarta-Merak yang
melintas di wilayah Kecamatan Cikupa adalah sepanjang 9,4 km.
Pintu gerbang kawasan pemda Kabupaten Tangerang terletak di
Kecamatan Cikupa tepatnya di perbatasan antara Desa Bojong dengan
Kelurahan sukamulya. Wilayah Kecamatan Cikupa yang membentang
sepanjang jalan raya Serang KM 10 sampai KM 22 menjadi potensi
tersendiri.
Kecamatan Cikupa menempati wilayah sekitar 4,45 persen dari
luas total wilayah Kabupaten Tangerang atau urutan terluas ke-7 dari
29 Kecamatan di Kabupaten Tangerang. Kelurahan Bunder
merupakan keluarahan terluas yang menempati 11,98 persen dati total
luas Kecamatan Cikupa yaitu 520 Ha. Terluas kedua adalah desa
Sukadamai kemudian desa Pasir Jaya, sementara persentase terkecil
adalah desa Bitung Jaya yaitu hanya 4,31 persen dari luas total
Kecamatan Cikupa.3
3. Kondisi Demografis
Penduduk di wilayah Kecamatan Cikupa terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Faktor utama yang mempengaruhi
pertumbuhan penduduk di Cikupa adalah adanya migrasi masuk dari
daerah lain ke Kecamatan Cikupa kemudian tinggal dan menetap.
Keberagaman suku bangsa ini disebabkan oleh urbanisasi yang
menjadi faktor meningkatnya jumlah penduduk di Kecamatan Cikupa
setiap tahun.
Jumlah penduduk Kecamatan Cikupa pada pertengahan tahun 2016
mencapai 279.785 jiwa meningkat 3,38% dibandingkan tahun 2015.
Jumlah penduduk dibeberapa desa/kelurahan mengalami peningkatan
3 Selayang Pandang Kecamatan Cikupa 2017, h., 8-11.
17
seperti Bojong, Dukuh, Talaga, dan Sukamulya. Kondisi tersebut
didorong oleh menggeliatnya sektor ekonomi diwilayah tersebut
sehingga memancing migrasi masuk dari luar daerah.4
Tabel 3.2
Suku Bangsa di Kecamatan Cikupa
No Suku Jumlah
1 Sunda 53,70%
2 Jawa 28,74%
3 Banten 7%
4 Lampung 3,84%
5 Betawi 2,90%
6 Bima 1,12%
7 Suku Lain 2,70%
Sumber Data: Monografi Kecamatan Cikupa
Tabel 3.3
Jumlah Penduduk Kecamatan Cikupa Tahun 2013 Sampai Dengan 2016
No Desa/Kelurahan 2013 (Jiwa) 2014 (Jiwa) 2015 (Jiwa) 2016 (Jiwa)
1 Budimulya 4.877 4.910 4.916 4.892
2 Bojong 17.272 17.570 17.827 18.048
3 Sukamulya 25.694 27.278 28.777 30.386
4 Cikupa 21.322 22.810 24.359 25.978
5 Dukuh 16.082 16.607 17.108 17.589
6 Bitung Jaya 15.370 15.314 15.208 15.060
7 Bunder 16.989 16.833 16.624 16.373
8 Suka Damai 22.177 22.481 22.735 22.944
9 Pasir Jaya 26.324 28.733 31.314 34.088
10 Pasir Gadung 20.788 22.050 23.346 24.681
11 Talagasari 22.285 23.274 24.258 25.244
12 Talaga 19.304 19.773 20.206 20.607
13 Sukanagara 11.624 11.686 11.708 11.692
14 Cibadak 12.210 12.249 12.244 12.203
15 Kecamatan Cikupa 252.318 261.568 270.630 279.785
Sumber Data: Monografi Kecamatan Cikupa
4 Selayang Pandang Kecamatan Cikupa 2017, h., 20.
18
Pertumbuhan di sektor-sektor ekonomi di Kecamatan Cikupa
menjadi magnet tersendiri bagi para pencari kerja. Tak hanya dari
wilayah Kabupaten Tangerang namun dari berbagai wilayah
Indonesia. Tidak sedikit pula pekerja asing yang bekerja di Cikupa
khususnya sektor industri pengolahan. Sektor perdagangan dan jasa
juga cukup menarik bagi para pencari kerja untuk datang ke
Kecamatan Cikupa kemudian bekerja di sektor tersebut.
Desa Pasir Jaya dengan jumlah penduduk mencapai 34.088 jiwa
pada tahun 2016 merupakan desa dengan jumlah penduduk terbanyak,
desa ini berbatasan dengan kawasan industri Jatake-Bunder dan Pasar
Kemis, seperti diketahui bahwa Pasar Kemis juga merupakan
Kecamatan dengan jumlah penduduk yang cukup besar. Di posisi
kedua desa/kelurahan dengan jumlah penduduk terbesar adalah
Sukamulya, keberadaan komplek perumahan dan rumah sewa di
kelurahan ini menjadi salah satu penyebab tingginya jumlah penduduk
di Sukamulya. Selain itu Sukamulya berbatasan langsung dengan
kawasan komersil Citraraya di desa Cikupa yang merupakan sentra
ekonomi sektor jasa dan perdagangan.5
Rasio jenis kelamin adalah perbandingan antara jumlah penduduk
pria dan jumlah penduduk wanita pada suatu daerah dan pada waktu
tertentu, yang biasa dinyatakan dalam banyaknya penduduk pria per
100 wanita.
Tabel 3.4
Jumlah Penduduk Dan Rasio Jenis Kelamin Di Kecamatan Cikupa
No Desa/Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis
Kelamin
1 Budimulya 2.559 2.333 4.892 109,69
2 Bojong 9.135 8.913 18.048 102,49
3 Sukamulya 15.551 14.835 30.386 104,83
4 Cikupa 12.957 13.021 25.978 99,51
5 Selayang Pandang Kecamatan Cikupa 2017, h., 21.
19
5 Dukuh 8.978 8.611 17.589 104,26
6 Bitung Jaya 8.019 7.041 15.060 113,89
7 Bunder 8.994 7.379 16.373 121,89
8 Suka Damai 11.870 11.074 22.944 107,19
9 Pasir Jaya 17.481 16.607 34.088 105,26
10 Pasir Gadung 12.736 11.945 24.681 106,62
11 Talagasari 12.989 12.255 25.244 105,99
12 Talaga 10.762 9.845 20.607 109,31
13 Sukanagara 6.074 5.618 11.692 108,12
14 Cibadak 6.360 5.843 12.203 108,85
15 Kecamatan Cikupa 144.465 135.320 279.785 106,76
Sumber Data: Monografi Kecamatan Cikupa
Rasio jenis kelamin Kecamatan Cikupa adalah 106,76 artinya
setiap 100 penduduk laki-laki. Jumlah penduduk laki-laki lebih
banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan, hanya desa
Cikupa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan laki-
laki. 6
Tabel 3.5
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
No Kelompok Umur Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
1 0-4 15.155 14.892 30.047
2 5-9 12.370 12.031 24.401
3 10-14 9.510 9.047 18.557
4 15-19 10.573 11.208 21.781
5 20-24 16.712 16.784 33.496
6 25-29 18.559 17.674 36.233
7 30-34 17.804 17.198 35.002
8 35-39 14.916 13.038 27.954
9 40-44 10.920 8.143 19.063
10 45-49 6.584 5.048 11.632
11 50-54 4.433 3.488 7.921
12 55-59 2.833 2.542 5.375
6 Selayang Pandang Kecamatan Cikupa 2017, h., 21-24.
20
13 60-64 1.770 1.669 3.439
14 65-69 1.086 1.048 2.134
15 70-74 1.240 1.510 2.750
16 Jumlah 144.465 135.320 279.785
Sumber Data: Monografi Kecamatan Cikupa
4. Kondisi Sosial Kecamatan Cikupa
Kondisi Sosial masyarakat Kecamatan Cikupa masih memegang
adat istiadat daerah dengan ciri-ciri budaya sunda yang masih terlihat
dengan kegotong-royongan. Kondisi sosial inilah yang selalu di
jadikan dasar dan modal dalam melakukan setiap proses pembangunan
yang senantiasa dijaga, dipelihara dan dikembangkan oleh masyarakat
Kecamatan Cikupa.
a. Keadaan Ekonomi
Ekonomi dan bisnis di Cikupa sebagai wilayah dengan posisi
geografis yang sangat strategis, mendukung berkembangnya kegiatan
ekonomi diberbagai subsektor industri, perdagangan, jasa, hiburan,
restoran, dan real estate merupakan sektor-sektor pembanguan.7
Sensus ekonomi 2016 mencatat terdapat lebih dari 21 ribu
perusahaan kegiatan sektor ekonomi yang tersebar di seluruh
desa/kelurahan di Kecamatan Cikupa. Jika diklasifikasi menurut
jumlah tenaga kerja, perusahaan dengan jumlah tenaga kerja >20
orang mencapai 1.096 perusahaan. 69% merupakan perusahaan
dengan kegiatan produksi yaitu industri pengolahan, konstruksi,
pengolahan limbah, penyedia air, listrik dan gas. Kemudian 27%
merupakan sektor non keuangan yaitu perdagangan, perhubungan,
penyedia akomodasi/rumah makan, restorant, kos, jasa, pendidikan,
kesehatan, hiburan, perawatan kendaraan, dan real estate. Serta sektor
keuangan sebesar 4% yang meliputi asuransi, perbankan dan aktivitas
keuangan lainnya. Dari segi penyerapan tenaga kerja, 70,18% diserap
7 Selayang Pandang Kecamatan Cikupa 2017, h., 30.
21
pada industri pengolahan, 13,76% bekerja disektor perdagangan besar
dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor, 16,06%
pada sektor lainnya yaitu real estate, perhubungan, konstruksi,
keuangan, rumah makan, kesehatan, hiburan, pendidikan,
telekomunikasi.8
Populasi usaha sektor perdagangan dan jasa terus meningkat seiring
bertumbuhnya kawasan komersil di Kecamatan Cikupa, terdapat
sekitar 13 kawasan industri, perdagangan, dan jasa dalam bentuk
kawasan terpadu yang terdapat di Cikupa. Sensus ekonomi 2016 yang
dilaksanakan bulan Mei 2016 mencatat sektor perdagangan di
Kecamatan Cikupa mencapai 9.199 usaha dengan penyerapan tenaga
kerja sekitar 23.534 orang. Sementara sektor jasa, perhubungann
rekreasi, kesehatan, pendidikan, infokom, dan keuangan mencapai
2.740 usaha dengan penyerapan tenaga kerja sekitarr 14.036.
pertumbuhan sektor niaga dan jasa diikuti oleh pertumbuhan sektor
niaga dan jasa diikuti oleh pertumbuha populasi usaha sektor
perumahan penyedia akomodasi seperti rumah makan, kedai, dan
warung makan lainnya.
b. Sarana Kesehatan
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Kecamatan Cikupa di
wujudkan dengan berbagai program, salah satunya adalah relokasi
fasilitas kesehatan yang baru yaitu puskesmas Cikupa semula berada
di Jalan Raya Serang kini kini menempati gedung baru yang lebih
representatif yaitu di jalan Raya Otonom Cikupa-Pasar Kemis desa
Talagasari. Cikupa memiliki dua puskemas yaitu puskesmas Pasir
Jaya yang terletak di perumahan Bukit Tiara desa di Pasir Jaya dan
puskesmas Cikupa di desa Talagasari.
Kesehatan sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan
manusia menjadi fokus yang tak kalah penting untuk diselenggarakan
8 Selayang Pandang Kecamatan Cikupa 2017, h., 31.
22
baik dari segi sarana dan prasarana maupun SDMnya. Terdapat 141
posyandu (pusat pelayanan terpadu) untuk memenuhi kebutuhan
layanan kesehatan bagi wanita, anak-anak dan ibu hamil. Akses
terhadap pelayanan kesehatan di upayakan untuk menjadi sedekat
mungkin dengan masyarakat.9
Tabel 3.6
Fasilitas Kesehatan Menurut Desa/Kelurahan
No Desa/Kelurahan Rumah
Sakit
Rumah
Sakit
Bersalin
Puskesmas Poliklinik Posyandu
1 Budimulya 0 0 0 2 5
2 Bojong 1 0 0 4 9
3 Sukamulya 1 0 0 7 14
4 Cikupa 0 0 0 7 5
5 Dukuh 0 0 0 3 11
6 Bitung Jaya 0 0 0 3 9
7 Bunder 0 0 0 5 8
8 Suka Damai 0 1 0 4 14
9 Pasir Jaya 0 0 1 1 9
10 Pasir Gadung 1 0 0 3 10
11 Talagasari 0 0 1 9 12
12 Talaga 0 0 0 4 10
13 Sukanagara 0 0 0 5 12
14 Cibadak 0 0 0 5 13
15 Jumlah 3 1 2 62 141
Sumber Data: Monografi Kecamatan Cikupa
Tabel 3.7
Fasilitas Kesehatan Lainnya Menurut Desa/Kelurahan
No Desa/Kelurahan Praktek
Dokter
Praktek
Bidan Poskesdes Apotek
Toko
Obat
1 Budimulya 0 2 0 0 0
2 Bojong 0 4 0 0 0
3 Sukamulya 2 8 0 2 3
9 Selayang Pandang Kecamatan Cikupa 2017, h., 32.
23
4 Cikupa 4 4 0 6 4
5 Dukuh 0 2 0 0 1
6 Bitung Jaya 2 2 1 1 3
7 Bunder 5 9 0 0 2
8 Suka Damai 5 14 0 0 0
9 Pasir Jaya 3 9 0 1 2
10 Pasir Gadung 4 10 0 1 1
11 Talagasari 4 7 0 1 0
12 Talaga 2 3 0 0 1
13 Sukanagara 0 3 0 1 0
14 Cibadak 1 7 0 0 1
15 Jumlah 32 84 1 13 18
Sumber Data: Badan Pusat Statistik
c. Sarana Ibadah
Sarana ibadah di Kecamatan Cikupa ini meliputi Masjid dan
Mushola saja, karena mayoritas agama yang di anut oleh masyarakat
Kecamatan Cikupa adalah Agama Islam.
Tabel 3.8
Fasilitas Peribadatan Di Kecamatan Cikupa
No Desa/Kelurahan Masjid Mushola Gereja Kelenteng Vihara
1 Budimulya 3 28 0 0 0
2 Bojong 4 26 0 0 0
3 Sukamulya 6 32 0 0 0
4 Cikupa 3 12 0 0 0
5 Dukuh 3 22 0 0 0
6 Bitung Jaya 3 9 0 0 0
7 Bunder 5 15 0 0 0
8 Suka Damai 6 32 0 0 0
9 Pasir Jaya 7 37 0 0 0
10 Pasir Gadung 5 30 0 0 0
11 Talagasari 4 20 0 0 0
12 Talaga 3 24 0 0 0
13 Sukanagara 3 17 0 0 0
14 Cibadak 4 15 0 0 0
15 Jumlah 59 319 0 0 0
Sumber Data: Monografi Kecamatan Cikupa
24
d. Sarana Pendidikan
Pera pemerintah Kecamatan Cikupa dalam meningkatkan
pelayanan dibidang pendidikan terwujud dalam bentuk pembangunan
gedung-gedung sekolah serta peningkatan sarana dan prasarana
pendukung pendidikan. Keberadaan sekolah negeri dan swasta di
Kecamatan Cikupa tersebar di 12 desan dan 2 kelurahan.10
Tabel 3.9
Sarana Pendidikan di Kecamatan Cikupa
No Sarana Pendidikan Negeri Swasta Jumlah
1 TK 0 29 29
2 SD 41 18 59
3 SMP 4 17 21
4 SMA 1 5 6
5 SMK 0 10 10
6 Perguruan Tinggi 0 3 3
Sumber Data: Monografi Kecamatan Cikupa
B. Makna Saweran Pengantin
Salah satu bagian dari rangkaian prosesi perkawinan adat Sunda
adalah sawer.11 Dalam budaya Sunda, sawer itu sendiri sesungguhnya
tidak hanya terdapat pada upacara perkawinan, tetapi juga pada syukuran
khitanan. Namun sawer dalam prosesi perkawinan memiliki karakter yang
khas yakni diiringi dengan tembang atau lagu berbahasa Sunda yang
biasanya berisi nasihat-nasihat yang ditujukan khususnya kepada kedua
mempelai dan umumnya kepada semua hadirin yang turut serta dalam
prosesi perkawinan tersebut.
10 Selayang Pandang Kecamatan Cikupa 2017, h. 30-33. 11 Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Sunda,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h., 70.
25
Hal ini disebabkan oleh pandangan dunia orang Sunda yang
menganggap bahwa sebuah pernikahan merupakan suatu ikatan suci dan
harus dipelihara dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah, kedua
mempelai harus melalui proses sawer sebagai sarana pendidikan nilai
sebelum menjalankan kehidupan sebagai pasangan suami istri.12
Dalam hal ini, tembang sawer dapat dikatakan sebagai sarana dalam
mempertahankan nilai-nilai adat Sunda sebab salah satu karakter budaya
adalah berupaya mempertahankan eksistensi nilai-nilai dan norma-
normanya dengan cara mewariskannya dari generasi ke generasi. Dari segi
pelaksanaannya saja, sawer biasanya dilakukan di halaman rumah, sebab
bagian halaman rumah ini sering disebut dengan istilah “panyaweran”,
artinya tempat yang biasa terkena air hujan yang terbawa hembusan angin.
Karakter halaman rumah yang semacam inilah yang memunculkan istilah
sawer yang berasal dari kata awer, yang mempunyai arti “air jatuh
menciprat.” Oleh karena itu, praktik sawer dilakukan dengan menabur-
naburkan sejumlah benda yang dianalogikan seolah menciprat-cipratkan
air kepada kedua mempelai wanita dan pria.
Sawer itu sendiri mempunyai beberapa arti, “menurut R. Satjadibrata
seperti dikutip Aep Saepudin menjelaskan istilah sawer itu mempunyai
arti mendasar, yakni: Pertama, air hujan yang masuk kerumah karena
terhembus angin (tempias); kasaweran= kena tempias; panyaweran=
tempat jatuhnya air dari bubungan (taweuran). Kedua, nyawer; menabur
(pengantin) dengan beras dicampur uang, tek-tek (lipatan sirih), dan irisan
kunyit”.13 Pengertian lain sawer itu adalah taweuran, yang artinya
perkerjaan itu dilaksanakan di dalam panyaweran atau cucuran atap.
Berhubung pengertiannya seperti itu yakni air jatuh menciprat atau
cucuran atap, maka pelaksanaannya pun yang dilakukan oleh tukang sawer
12 Aep Saepudin, Makna Filosofis Tembang Sawer Dalam Upacara Perkawinan
Adat Sunda. (Skripsi S-1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2010), h., 2. 13 Aep Saepudin, Makna Filosofis Tembang Sawer Dalam Upacara Perkawinan
Adat Sunda, h., 3.
26
seperti itu. Misalnya kalau pengertiannya sebagai air jatuh menjiprat,
sesuai dengan pelaku tukang sawer menjiprat-jipratkan atau menabur-
naburkan perlengkapan benda-benda sawer ke arah pengantin yang
dipayungi dengan payung besar kerajaan yang penuh hiasan yang
menawan. Tukang sawer selain menjiprat-jipratkan atau menabur-
naburkan benda-benda perlengkapan sawer ke arah mempelai atau
pengantin, dan tukang sawer pun tak lupa pula menjiprat-jipratkan atau
menabur-naburkan benda-benda perlengkapan sawer itu kepada hadirin
yang ikut hadir memeriahkan di dalam pelaksanaan saweran. Yang
akhirnya semua mendapat bagian dari benda-benda perlengkapan sawer,
dengan cara berebutan untuk mendapatkannya serta dibarengi dengan
sorak-sorai kegembiraan penuh ceria.
Selanjutnya, kalau pengertiannya sebagai panyaweran atau cucuran
atap, maka sesuai dengan pengertiannya, tukang sawer pun melaksanakan
saweran tersebut selalu di panyaweran atau di cucuran atap. Oleh karena
pengertiannya sebagai air jatuh menjiprat dari panyaweran atau cucuran
atap, maka pelaksanaan yang dilakukan oleh tukang sawer pun seperti itu,
menjiprat-jipratkan atau menabur-naburkan benda-benda perlengkapan
sawer ke arah pengantin dan hadirin, juga tempatnya selalu di atas
panyaweran atau cucuran atap.14 Di balik kata nyawer memiliki makna
yang lebih dalam, yaitu menyampaikan nasihat, karena kedua pengantin
sebentar lagi akan mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga.15 Proses
sawer ini juga melambangkan kedua pengantin beserta keluarga berbagi
rezeki dan kebahagian.16
Upacara sawer pengantin dipimpin oleh tukang sawer, yang
melakukannya adalah seniman atau orang yang mahir menyanyi kawih
14 Pien Supinah, Sawer: Komunikasi Simbolik pada Adat Tradisi Suku Sunda
dalam Upacara Setelah Perkawinan, Mediator, Vol. 7, No 1, (Tahun 2006), h., 86-87. 15 Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Sunda,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h., 71. 16 Aep S Hamidin, Buku Pintar Adat Perkawinan Nusantara, (Joogjakarta: Diva
Press, 2012), h., 89.
27
dan tembang Sunda. Tentu saja syarat lainnya harus paham dan hapal betul
seluk beluk makna dari setiap kata dan kalimat puisi sawer serta benda-
benda yang disawerkan berupa uang logam, kunyit, beras, dan permen .
Adapun barang-barang yang akan disawerkan yaitu beras, kunir,
uang logam dan sebagainya disatukan dan ditempatkan dalam bokor.
Dilihat dari isi bokor tersebut semuanya mengandung siloka, maknanya
diutarakan melalui kidung sawer yang dibawakan oleh tukang sawer.
Maksud dan tujuan isi sawer, intinya memberikan nasihat kepada kedua
pengantin. Ritual sawer pengantin merupakan bagian dari rangkaian
upacara perkawinan di tatar sunda. Secara garis besar rangkaian upacara
perkawinan di tatar sunda yang saat ini kerap dilaksanakan terbagi menjadi
dua, yaitu pra dan pasca pernikahan. Upacara nyawer biasanya
dilaksanakan setelah selesai akad nikah.17
Ketika akan melakukan proses saweran tukang sawer menyiapkan
bahan-bahan dan alat-alat saweran. Kemudian mempersilahkan pengantin
untuk duduk di kursi yang sudah disiapkan dan disaksikan oleh kedua
belah pihak orang tuanya. Kemudian tukang sawer menerangkan makna
dan tujuan dari pelaksanaan upacara saweran. Sebelum acara dimulai
terlebih dahulu tukang sawer memanjatkan doa agar mendapat ridho dari
Tuhan Yang Maha esa.18
C. Praktik Saweran Pengantin di Kecamatan Cikupa
Dalam prosesi perkawinan adat sunda, ada beberapa rangkain yang
harus dilakukan oleh calon pengantin. Rangkaian-rangkaian tersebut
merupakan prosesi ritual yang memberikan makna tersendiri, dimana
ritual-ritual yang ada di dalamnya dapat di artikan sebagai penyembahan
17 Aam Masduki, Upacara Perkawinan Adat Sunda Di Kecamatan Cicalengka
Kabupaten Bandung, Patanjala, Vol. 2, No. 3, (Tahun 2010), h., 389. 18 Aam Masduki, Upacara Perkawinan Adat Sunda Di Kecamatan Cicalengka
Kabupaten Bandung, h. 391.
28
kepada Tuhan sang maha pencipta serta penghormatan kepada orang-
orang tua dari kedua mempelai, sehingga menjadikannya amat sakral.19
Sebagaimana layaknya budaya yang saling berpengaruh antara
budaya satu dengan yang lain, rangkaian upacara maupun pakaian adat
perkawinan sunda ini juga tidak lepas dari pengaruh budaya-budaya lain.
sebelumnya baju pengantin pria sunda (baju kampret) itu tidak
mengenakan kancing baju sehingga bagian depannya agak terbuka. Akibat
pengaruh agama Islam yang masuk di abad ke-14 di daerah Jawa Barat,
maka baju pengantin pun berubah. Rasanya tidak pantas bagi orang Islam
yang bertakwa untuk mengenakan baju yang terbuka seperti itu. Sejak
itulah pengantin sunda mengenakan jas takwa.
Seperti tata upacara perkawinan adat lain umunya, proses upacara
perkawinan adat sunda melalui beberapa tahap. Sebagai wisuda
kehidupan, wajar kalau pada akhirnya untuk merayakannya dilalui
tahapan-tahapan prosesi yang sangat panjang dan penuh simbol. Di mulai
dengan tahap penjajakan yang antara lain berupa neundeun omong, acara
umumnya dilanjutkan dengan tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap
puncak acara, dan tahap akhir.20 Upacara setelah nikah dikemas
sedemikian rupa sehingga menarik untuk ditonton dan nyaman untuk
didengar. Upacara nyawer misalnya, adalah rangkaian nasihat bagi kedua
mempelai yang akan memasuki bahtera rumah tangga. Sebagai nasihat,
materi pantun dan gendingnya dikemas sedemikian rupa sehingga enak di
tonton dan nyaman didengar.21
Pada saat akan dilaksanakannya upacara pekawinan masyarakat
Kabupaten Tangerang khususnya Kecamatan Cikupa hampir sama dengan
adat sunda yang berada di daerah lainnya. Jadi pelaksanaan perkawinan
dalam masyarakat Kecamatan Cikupa tidak bisa dilakukan dengan
19 Aep Hamidin, Buku Pintar Adat Perkawinan Nusantara, (Joogjakarta: Diva
Press, 2012), h., 67. 20 Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Sunda,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h., 4-5. 21 Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Sunda, h., 70.
29
sembarangan dan tanpa persiapan yang matang. Salah satunya adalah tata
cara pelaksanaan saweran pengantin perkawinan yang berlaku di
masyarakat Kecamatan Cikupa.
Sawer pengantin perkawinan merupakan salah satu ritual dalam
rangkaian acara pernikahan adat suku sunda. Praktik ritual saweran berupa
peralatan yang akan digunakan dalam ritual sawer serta penyelenggara
atau orang-orang yang terlibat dalam ritual sawer. Saweran dilakukan
setelah proses akad nikah sehingga persiapannya pun merupakan bagian
dari rangkaian acara pernikahan itu sendiri.22
Proses saweran pengantin perkawinan yang dilaksanakan oleh
masyarakat Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang penulis bagi ke
dalam beberapa bagian, yaitu persiapan waktu, tempat pelaksanaan, benda-
benda saweran, dan orang yang menyawer. Pembagian ini digunakan agar
pembaca lebih memahami mengenai detail dari saweran pengantin yang
dilaksanakan.
1. Persiapan Waktu
Pada tahap ini merupakan tahapan kelanjutan yaitu nendeun
omongan, mengenai waktu berlangsungnya saweran biasanya terlebih
dahulu dibicarakan ketika penentuan hari acara pernikahan yaitu
bersama kedua orang tua dari masing-masing pengantin yang pada
proses lamaran. Seminggu sebelum hari pernikahan, salah satu pihak
orang tua dari mempelai wanita mengundang tukang sawer untuk
mengundang pada acara pernikahan anaknya untuk jadi tukang sawer.
2. Tempat Pelaksanaan
Tempat dilaksanakannya proses saweran biasanya tergantung
dimana pesta pernikahan itu dilakukan. Apabila pernikahan dilakukan
di rumah mempelai permpuan, maka ritual sawer akan dilaksanakan
disana. Demikian juga bila acara pernikahan dilakukan di gedung atau
22 Lia Rosnawati, Ibu Rumah Tangga, Interview Pribadi, Tangerang, 23 Maret
2018.
30
tempat tertentu maka ritual sawer pun diadakan di gedung atau tempat
tersebut. Namun sekarang ini tempat saweran selalu di kediaman
mempelai perempuan, karena pesta pernikahan berada di tempat
kediaman pengantin perempuan dan tempat sawer biasanya di halaman
rumah dimana tempat diadakan pesta pernikahan.
3. Benda-benda Saweran
Sebelum proses saweran, pihak keluarga pasangan menyiapkan
terlebih dahulu benda-benda yang akan digunakan pada proses
saweran, Dulu benda-benda yang dipergunakan unyuk nyawer adalah
hasil pertanian yang berupa biji-bijian (kacang tanah, jagung, kedelai,
kapri, kecipir, dan sebagainya), dedaunan (daun sirih, daun
miyana/jawer kotok dan sebagainya), umbi-umbian (kunyit, banglai,
jahe dan sebagainya), dan uang receh. Semua ini mengandung maksud
agar pengantin itu rajin bercocok tanam dan bekerja keras agar bisa
hidup mandiri.23
Namun keadaan sekarang tentu sudah mempunyai perbedaan, di
Kecamatan Cikupa. Persiapan benda-benda yang akan digunakan pada
proses saweran nantinya adalah payung untuk menaungi pasangan
pengantin yang akan di sawer agar tidak terkena benda-benda saweran
ketika proses berlangsung, dua pasang kursi untuk tempat duduk
pasangan pengantin yang akan di sawer dan bokor atau sejenisnya
untuk wadah yang digunakan menyimpan benda-benda yang akan di
sawerkan kepada pasangan mempelai. Benda-benda yang akan
disawerkan berupa uang logam, kunyit yang di iris-iris kemudian
dicampuri dengan beras, dan permen.24
4. Pelaksanaan Saweran
Pada pelaksanaannya kedua pengantin baru ini didudukkan dikursi
yang telah dipersiapkan dihalaman rumah dimana tempat diadakan
23 Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Sunda,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h 73. 24 Siti Hamamah, Tukang Sawer, Interview Pribadi, Tangerang, 23 Maret 2018.
31
pesta pernikahan. Posisi wanita disebelah kiri dan pria disebelah kanan,
dibelakang kursi tersebut sudah ada sebuah payung besar yang sudah
dihias indah dengan pegangan kayu panjang yang di pegangi oleh sanak
saudara untuk menaungi kedua mempelai. Sementara kedua orang tua
dan mertua berdiri didepan pengantin menghadap ke arah pengantin.
Dahulu, saweran biasanya dilakukan oleh orang tua kandung
pengantin, tetapi saat ini lebih sering dilakukan oleh tukang sawer
karena tidak semua orang dapat menyanyikan kidung sawer. Apabila
persiapan saweran sudah siap, maka tukang sawer akan segera
memulai. Tukang sawer biasanya adalah orang dituakan yang bisa
memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dan juga dari turun-
temurun dari keluarganya.
Maka tukang sawer memulai dengan terlebih dahulu mengucapkan
sambutan kepada masyarakat yang hadir dan hadiah puji kepada sang
Maha Pencipta. Masyarakat yang hadir adalah para tetangga dan
keluarga dari kerabat kedua mempelai pengantin. Tukang sawerpun
melantunkan syair saweran. syair yang dilantunkan tersebut berisi
nasihat-nasihat kehidupan berumah tangga untuk pasangan pengantin.
Karena sepasang pengantin akan membangun kehidupan yang baru,
orang tua bertanggung jawab untuk memberikan bekal kepada kedua
mempelai untuk membangun rumah tangga yang baik.
Sawer diberikan secara puitis dan dilantunkan dengan tembang-
tembang syair yang indah. Setelah bait perbait selesai, maka pihak
keluarga dari salah satu pasangan pengantin akan menyawerkan ke atas
payung pengantin. Para tamu yang hadir lalu akan berebut
mendapatkannya. Konon yang berhasil mendapatkannya barang-barang
saweran akan mendapatkan kemudahan mencari rezeki dan bagi yang
masih lajang akan mendapatkan kemudahan mendapatkan jodoh.
Filosofi upacara ini adalah agar kedua mempelai kalau dilimpahi rezeki
yang cukup tidak segan-segan berbagi dengan sanak keluarga, handai
taulan dan fakir miskin.
32
BAB III
MAKNA FILOSOFIS SAWERAN PENGANTIN
A. Teks Syair Saweran Pengantin
Teks syair sawer pengantin perkawinan di Kecamatan Cikupa,
Kabupaten Tangerang yang dilantunkan oleh tukang sawer umunya
merupakan warisan turun temurun dari keluraganya, isi dari teks saweran
pada umumnya terdiri atas tiga bagian: pembuka, isi, dan penutup. Apabila
kita kaji, di setiap bagian naskah sawer panganten, kita dapat menemukan
berbagai macam nilai yang bisa kita aplikasikan dalam hidup.
Peneliti akan melampirkan teks saweran pengantin yang akan
dinyanyikan oleh tukang sawer dalam bahasa Sunda beserta dengan
bahasa Indonesia.
Teks Saweran Pengantin Ust. Syamsuddin.1
1. Pembuka
Hamdan lillah ‘aladdawam Segala puji bagi Allah
Summashalatu wassalam Juga shalawat serta salam
Alan nabi khoirul anam Atas Nabi sebaik-sebaik makhluk
Wal ali washohbil kirom Dan keluarga serta sahabat yang
dimuliakan
Salam ta’dzim ka sadaya Salam penghormatan pada semua
Para wargi jeng baraya Kepada saudara dan saudari
Para kanca nu marulya Para warga yang berbahagia
Nu sami didieu aya Yang sama-sama ada disini
Sim kuring neda paralun Saya mohon maaf
Reh ayeuna kumawantun Sekarang belajar berani
Ngadeg ka sadaya mayun Berdiri di depan semuanya
1 Syamsudin, Tukang Sawer, Interview Pribadi, Tangerang, 28 April 2018.
33
Bari ngadangding keun pantun Sambil mensyairkan pantun
Pantun nu mangrupi sawer Pantun yang merupakan saweran
Minangka di ajar wanter Supaya berani jangan jadi pemalu
Ulah ngeplek teing jawer Namun jangan kaget
Mung pamugi ulah geger Tapi mudah-mudahan tidak kaget
2. Isi
Nyawer kanu nembe nikah saweran untuk yang baru menikah
Eusina wungkul papatah Isinya hanya pepatah
Pibekelen imah-imah Untuk bekal dalam rumah tangga
Sangkan runtut tuma’ninah Supaya sakinah mawaddah
warohmah
Lulus banglus laki rabi Supaya sejahtera rumah tangga
Cara rumah tangga Nabi Seperti rumah tangga kanjeng Nabi
Jauh tibala cocobi Jauh dari bahaya dan cobaan
Deket kana rahmat Rabbi Dekat dengan rahmat Allah SWT.
Nasihat saweran untuk pengantin laki-laki
Ayeuna urang ngawitan Sekarang kita mulai
Mangga geura saraksian Silahkan disaksikan
Bilih aya kalelepatan Takutnya ada kesalahan
Lereusken ku para ikhwan Benarkan oleh para saudara
Panganten lalaki heula Pengantin laki-laki dahulu
Heungregepken masing rela Silahkan dengarkan dengan seksama
Ulah bari ngarasula Jangan sambil kesal
Da wayahna moal lila Dan waktunya tidak akan lama
Ujang ulah gegelendeung Kamu jangan menggerutu
34
Da nyawer teuh tara mindeng Dan saweran juga tidak sering
Beut moal sapeting jempling Dan tidak semalam penuh
Moal datang ka leleundeung Tidak sampai selamanya
Anaking cikeneh pisan Kamu barusan banget
Ku panaib di repafalan Sama panaib dikasih tau
Ijab qabul pernikahan Ijab qabul pernikahan
Jeung ikdalkeun patalekan Dan perjanjian pernikahan
Ku ayana ijab qabul Dengan adanya ijab qabul
Ujang halal campur gaul Kamu halal campur gaul
Jeung istri anu ngajentul Sama istri yang ada
Digigireun ujang tungkul Disamping ujang
Tah istri teh bojo ujang Itu istri punyamu
Pibaturen dina ranjang Buat temanmu dikasur
Jeung batur hirup sakandang Dan teman hidup satu tempat
Sakawirang sakasenang Baik susah maupun senang
Ti waktu ayeuna pisan Dari waktu mulai sekarang
Hidep boga pamajikan Kamu punya istri
Serta boga kawajiban Dan punya kewajiban
Anu kudu di tohonan Yang harus dilakukan
Ujang kudu ikhlas niat Kamu harus ikhlas niat
Pang kawin teuh seja to’at Kawin itu harus taat
Kejeng seja nyiar rahmat Serta mencari rahmat
Lain rek ngalajur syahwat Bukan untuk mengumbar syahwat
Lamun ujang lepat angkeh Kalau kamu lupa janji
Sok gampang laas kadedeh Suka gampang ilang kemesraan
35
Batan senang kalah riweh Dari senang malah susah
Akibatna tijalikeh Akibatnya keseleo
Pan bojoh hidep singarti Kan istri harus mengerti
Rengkek polah kudu rintih Pekerjaan harus rapih
Ulah sok resep cirigih Jangan suka aneh-aneh
Somawona mun bibintih Misalnya untuk bibintih
Anaking hidep sing ngarti Anakku kamu harus mengerti
Bojo teuh amanat gusti Istri itu amanat Allah
Heg ku hidep pusti-pusti Silahkan dijaga oleh kamu
Anggap jimat anu sakti Anggap jimat yang sakti
Lamun sang eta amanat Apabila amanat itu
Ku ujang henteu di rawat Tidak dipelihara olehmu
Pinasti hidep kawalat Nanti kamu kualat
Cilaka dunia akhirat Celaka dunia akhirat
Ari peta ngarawatna Cara merawatnya
Lain ngeun ngurus pakena Tidak hanya mengurusi pakaiannya
Teu cukup gede imahna Tidak cukup besar rumahnya
Nu penting mah agamana Yang penting agamanya
Bojo teh ku ujang tuntung Istri dituntun oleh suami
Papatahan shalat rukun Mengajarinya rukun shalat
Ibadahna sina tekun Juga ibadah yang rajin
Ulah jadi istri buhun Jangan jadi istri yang durhaka
Kabojo ulah sok ngantep Jangan menelantarkan istri
Bisina sakarep-karep Jangan seenaknya
Sapedah bogoh jeung resep Dengan alasan cinta dan suka
36
Bising nyilakaken hidep Takutnya itu akan mencelakai kamu
Sabab dauhan Allah geh Karena Allah juga berfirman
Bojo teh musuh caroge Istri itu menjadi musuh suami
Mun ngurusna kurang hade Jika tidak dipelihara dengan baik
Najan loba mere pake Meskipun ia diberi banyak hal
Lamun bojo sok cerentang Jika istri suka marah
Sok nyarekan ngagantawang Suka ngasih peringatan
Eta teh tamaha urang Itu tergantung suami
Lantaran asuhan kurang Karna kurang memberi bimbingan
Bongan urang sok taledor Akibat suami suka teledor
Atawa sok colowedor Atau suka gegabah
Salingkuh jeng toloheor Selingkuh dengan kejelakan
Pantes ku bojo di tegor Pantas ditegur istri
Coba lamun urang bener Kalo suami benar
Nyekel papanggan Memegang teguh
Nu pangker tineng bojo geuh bager Perhatikan saja, istri juga pasti
baik
Nurut kalawan jalingher Menjadi penurut dan tanggap
Nu mantak mun bojo wera Makanya kalau istri cerita
Ujang ulah rek nyawara Suami jangan bicara
Mun nembal sok uru ara Kalau menimpali jangan marah-
marah
Antukna ujang nu era Ujungnya kamu yang malu
Lamun rumah tangga ujang Kalau rumah tangga kamu
Beres raes herang mencrang Rapih bersih dan indah
37
Tangtu ujang anu senang Tentu kamu yang senang
Mun kusut ujang nu nguwirang Kalau jelek kamu yang malu
Hirup jeng bojo sing layeut Hidup sama istri harus rukun
Kudu silih pi kadedeuh harus saling tergoda
Ibarat gula jeung peet Seperti gula dan biang gula
Amisna mening ka reet Sehingga manis banget
Imah imah sing merenah Buatlah rumah yang nyaman
Supaya karasa ngenah Agar terasa enak
Dina sakur laku lampah Dalam semua perilaku
Ulah tinggal musyawarah Jangan meninggalkan musyawarah
Bojo ajakan badami Istri diajak berbicara
Peta kitu teh utami Kelakuan begitulah yang utama
Teu cara lampah sambuni Tidak kaya kelakuan tersebunyi
Peta kitu mah teu uni kelakuan begitu tidak bagus
Lamun ujang menang milik Jika suami mendapat rizki
Koma Ulah Arek Licik Jangan kamu mau curang
Angguran ka imah balik Lebih baik pulang kerumah
Ameh duaan mutrik-trik Biar berdua tidak makan
Rejeng Kade Pisan Ujang Dan juga hati-hati kepada suami
Rek boga mata karanjang Jangan mata keranjang
Teu kaop nenjo nu leunjang Lihat yang cantik sedikit
Sok poho dilarang wirang Lupa menjaga kemaluan
Ujang ulah hayang nyandung Kamu jangan mau berpoligami
Akhirna matak kaduhung Akhirnya menimbulkan penyesalan
Sanajan nyandung teh menang Meskipun poligami itu boleh
38
Tapi syaratna teu hampang Tapi syaratnya tidak ringan
Teu cukup ku pedah hayang Tidak cukup hanya karna keinginan
Ulah pedah loba uang Jangan karna banyak uang
Syaratna nyandung teh adil Syarat poligami itu adil
Mun teu adil tangtu jail Jika tidak adil maka jadi aniaya
Nu jail sok tigurawil Yang aniaya suka terpeleset
Jadi baturna idajil Menjadi temannya syetan
Sing bisa ngujur ka kujur Harus bisa mengukur diri
Sing ngaragap hate batur Harus bisa merasakan perasaan orang
lain
Nafsu ulah sok di abur Jangan suka mengumbar nafsu
Kaduhung mah sok ti ungkur Penyesalan itu datangnya belakangan
Ujang sing bisa ngalesu Suami harus bisa menahan
Ngejed pangajakna nafsu Meredam hawa nafsu
Bisi cara sato asup Takutnya seperti cara hewan
Gorengna turun ka incu Kejelekannya menurun pada cucu
Nu kudu di pahing pisan Yang harus dijaga sekali
Ngadeukeutan palacuran Mendekati perzinahan
Lacur hiji kalakuan Zina itu suatu perbuatan
Pang gedena kajahatan Yang paling besar kejahatannya
Lacur pang gede dosa Zina itu paling besar dosanya
Sabab tanda sama nusa Sebab tanda manusia
Kahormatan di perkosa Kehormatan diperkosa
Mantak ngarusak kabangsa Yang merusak bangsa
Satuluyna ka anaking Selanjutnya wahai anakku
39
Salawasna kudu eling Selamanya harus sadar
Ulah gampang lang ling Jangan mudah bingung
Teu kaop manggih ka pusing Tidak dapat menemukan masalah
Teu kaop manggih teu genah Tidak dapat menemukan hal yang
tidak enak
Gancang nimbaken pamasah Mudah meminta berpisah
Ragrag tolak terus pisah Turun talak kemudian bercerai
Peta kitu laku salah Perilaku demikian itu tidak benar
Ulah sok kejat borosot Jangan mudah kaget
Ulah sok babari sewot Jangan mudah tersulut emosi
Ngke nu susahmah kolot Nanti yang kesulitan orang tua
Mertuana geuh melu repot Juga mertua ikut repot
Rampaan heula sing pangker Diraba dulu dengan baik-baik
Kalawan hate nu teger Dengan hati yang kuat
Sarta pikiran nu seger Juga dengan pikiran yang jernih
Ulah gampang kabalingher Jangan mudah goyah
Iwal mun ges beak dengkak Kecuali kalau sudah kehabisan cara
Jalan damai ges di incak Juga jalan perdamaiannya sudah
dilalui
Awet geuh kalah karusak Dipertahankan malah merusak
Ja paksa ragrag tolak Terpaksa menjatuhkan talak
Tolak teh sanajan halal Talak meskipun halal
Tapi mun teu aya pasal Tapi jika tidak ada perkara
Anu kaharti ku akal Yang tidak dimengerti akal
Akibatna teu halal Akibatnya menjadi tidak halal
40
Nganyeyeri popotongan Menyakiti istri
Ku mertua di rehengan Sama mertua dimarahi
Ku panaib di seksekan Sama penghulu di nasihati
Ku allah geh di benduan Sama Allah juga di benci
Ujang ulah celup celek kawin Suami jangan suka bermain kawin
Sabab kawin lain ulin Karna pernikahan itu bukan main-
main
Celup celek teuh ngarusak batin Celup celak merusak batin
Ima mantak beki rudin Dapat membuat sempit
Sakitu cukup pi wejang Cukup sekian nasihat yang diberikan
Di tunjuken ka si ujang Di utarakan untuk suami
Tinggal si nyai nu lenjang Tinggal si istri yang cantiik
Urang sodoran pi wejang Kita sajikan nasihat-nasihat
Nasihat saweran untuk pengantin perempuan
Nasihat buat istri Nasihat untuk istri
Ti mimiti iye waktu Di mulai dari sekarang
Nyai tehh jadi minantu Kamu sudah jadi menantu
Gaduh panutan nu estu Punya panutan yang benar
Putra mertua nu tantu Putra mertua yang jelas
Caroge nyai santri Suami kamu adalah imam
Bager pinter suci arti Baik, pintar juga suci
Ker kasep teuh jeng resep Sudah tampan, disukai pula
Ka nyai tangtu nu pasti Yang pasti oleh istri
Nyai kudu age-age Istri harus benar-benar
Ngaladenan ka caroge Melayani suami
Hadi parangi sing hade Dengan perilaku yang baik
41
Sing tiasa ngelep hate Harus bisa menyimpan hati
Si nyai teuh ku umum mah Istri itu sama masyarakat
Disebut patih gawah Di sebut ratu
Tukang ngatur tukang olah Yang mengatur dan mengelola
Olahkeun di jero imah Mengelola rumah
Ari cek zaman kiwari Kalau zaman sekarang
Caroge perdana menteri Suami itu perdana menteri
Nyai menteri dalam negeri Istri menteri dalam negerinya
Nu ngaheyeuk di jero puri Yang mengisi di dalam hati
Rumah tangga bakal subur Rumah tangga akan subur
Mun papatih bisa ngatur Kalau memerintah bisa ngatur
Laki rabi mantak unjur Suami istri bakal hancur
Umpama nyai teu jujur Kalau istri tidak jujur
Nyai sing boga duduga Istri harus punya dugaan
Jeung budi anu prayoga Juga akhlak yang mulia
Pikeun ngatur rumah tangga Untuk mengatur rumah tangga
Teu cukup ungkul kulaga Tidak cukup hanya dengan bergaya
Mun caroge nyaba jauh Kalau suami bepergian jauh
Nyai poma rek salingkuh Jangan sampai istri selingkuh
Karunya caroge ripuh Kasian suami kelelahan
Ngahasilken pangabutuh Menghasilkan untuk menafkahi
Umpama si akang sumping Jika kalau suami datang
Angka ribug jang jang jing jing Membawa barang bawaan
Gewat papagkeun sing ginding Cepat sambut dengan senyum
42
Jeung sengit minyak meleding Dengan wangi parfum yang
menyengat
Mun ninggal sing nyai endah Jika istri indah dipandang
Caroge tangtuna bungah Suami tentu akan senang
Poho ka cape jeung susah Melupakan lelah dan kesulitannya
Di imah geh beki betah Di rumah juga semakin nyaman
Coba mun tos dag dag dig dig Coba kalau sudah berpergian
Nenjo bojo ruwag ruwig Melihat istri berantakan
Susu rayud bari rawig Tidak bakal sambil sembrawut
Moal teu ngabirigidig Tidak akan merinding
Nyai ngaluwis jeung dandan Istri berdandan
Ulah keur medang ka jalan Jangan untuk keluar rumah
Tapi keur caroge pisan Tapi hanya untuk suami saja
Ngarah hatena katawan Supaya hati suami tertawan
Mun si akang nuju pusing Jika suami sedang kesulitan
Anaking wayahna jempling Istri harus menjadi tenang
Lamun si nyai nu rungsing Jika istri yang kepusingan
Jejebris kudu di pahing Itu pasti harus di tenangkan
Ngan sakumaha ambek Sebagaimanapun marahnya
Wayahna ku nyai penggep Waktunya sama istri tahan
Koma nyai jujak jejek Jangan istri marah-marah
Atawana hubak habek Atau kesal tidak mau diam
Nyai ulah sok serentak Jangan suka main sentak
Ulah menta nu teu layak Jangan meminta yang tidak
semestinya
43
Pangpangna ulah sok galak Utamanya jangan galak
Galak kana menta tolak Apalagi dalam meminta talak
Dosa lain enteng-enteng Dosanya tidak ringan
Mun nyai wani ngareheng Kalau istri berani meminta
Kasalaki sasangereng Ke suami sambil sinis
Ka tatanggga jadi gandeng kedengaran sampai ke tetangga
Di nalika tiiseun Ketika sedang luang
Nyai ulah sok cicingen Istri jangan diam saja
Angguran sing daek lekeun Lebih baik menekuni sesuatu
Kupat kaput juan jien Menjait sesuatu atau membuat
sesuatu
Nyien baju ngaput rok Membuat baju membuat rok
Ngaputan keur baju orok Menjahit baju bayi
Ulah sok resep ngahekop Jangan suka berdiam
Da moal nambahan montok Tidak akan menambah cantik
Ngajaga bilih jeung bisi Barangkali nanti
Nyai mah ngabogaan bayi Istri punya bayi
Mun ges sadiya mah nyai Kalo istri sudah mempersiapkan
Tangtu moal hese dai Nanti tidak akan kesulitan
Jeung hak sadiya bebengkung Sama suka menabung
Bisi ka parengan untung Barangkali disertai keberuntungan
Di percantem kunu agung Dipercaya oleh Allah
Nyai teh ngajadiin indung Istri menjadi seorang ibu
Si nyai kudu ujatna Si istri harus serius
Mun ngapareng jadi ema Di iringi menjadi Ibu
44
Najan kacida bungahna Meskipun bahagia tak terkira
Tapi gede resikona Tapi resikonya besar
Anak teuh hiji titipan Pertama, anak itu titipan
Ti allah nu maha heman Dari Allah yang maha pengasih
Bisa jadi ka buhangan Bisa menjadi sumber bahagia
Bisa jadi ka susahan Bisa menjadi sumber kesulitan
Mun bener ngasuh jeng ngurus Jika dididik dan dipelihara dengan
baik
Tangtu mantak jadi mulus Tentu akan menjadi sempurna
Mun asuhan kurang urus Jika kurang dididik dan dipelihara
Anak sok mawa ti gubrus Anak akan membuat jatuh
Ka anak teh kudu nya’ah Harus sayang kepada anak
Ngan kade nya’ahna salah Tapi hati-hati menyayanginya jangan
salah
Kade anak eta warah Anak dididik
Nyai nu nandangan susah Istri yang menahan kesusahan
Bager anak gumantung Baiknya anak tergantung
Kanalika ti indung Baik waktu di orang tua
Lamun anak kurang palung Kalau anak kurang perhatian
Indungna bakal kaduhung Ibunya akan menyesal
Gening aya hadis resmi Karena Ada hadis resmi
Kasawuran kanjeng nabi Cerita kanjeng Nabi
Yen syurga anu utami Bahwa surga yang utama
Handapen dampalna umi Ada dibawah telapak kaki ibu
3. Penutup
45
Saterasna loba keneh Selanjutnya masih banyak
Nu perlu di ulangken teh Yang perlu diulangken
Papatah anu araneh Nasihat-nasihat yang aneh
Ngan bisi sawan koleseh Cuma takut tidak pakai
Nyawer urang tutup bae Nyawer ini kita akhiri saja
Moga akibatna sae Mudah-mudahan berakibat baik
Panganten lalaki awewe Untuk pengantin laki-laki juga
perempuan
Boga rarapih harade Mudah-mudahan sholeh dan sholeha
Runtut rawuh salamina Selanjutnya datang selamanya
Henteu aya kuciwana Tidak ada kejelakannya
Tebih bala cilakana Dijauhkan dari celaka dan bahaya
Dunia rawuh akhiratna. Dunia juga akhiratnya.
Teks Saweran Pengantin Hj. Siti Hamamah dan Hj. Sunipah.2
1. Pembukaan
Hamdan lillah ‘aladdawam Segala puji bagi Allah
Summashalatu wassalam Juga shalawat serta salam
Alan nabi khoirul anam Atas Nabi sebaik-sebaik makhluk
Wal ali washohbil kirom Dan keluarga serta sahabat yang
dimuliakan
Salam ta’dzim ka sadaya Salam penghormatan pada semua
Para wargi jeng baraya Kepada saudara dan saudari
Para kanca nu marulya Para warga yang berbahagia
Nu sami didieu aya Yang sama-sama ada disini
2 Siti Hamamah, Tukang Sawer, Interview Pribadi, Tangerang, 23 Maret 2018.
46
Sim kuring neda paralun Saya mohon maaf
Reh ayeuna kumawantun Sekarang belajar berani
Ngadeg ka sadaya mayun Berdiri di depan semuanya
Bari ngadangding keun pantun Sambil mensyairkan pantun
Pantun nu mangrupi sawer Pantun yang merupakan saweran
Minangka di ajar wanter Supaya berani jangan jadi pemalu
Ulah ngeplek teing jawer Namun jangan kaget
Mung pamugi ulah geger Tapi mudah-mudahan tidak kaget
2. Isi
Nyawer kanu nembe nikah Saweran untuk yang baru menikah
Eusina wungkul papatah Isinya hanya pepatah
Pibekelen imah-imah Untuk bekal dalam rumah tangga
Sangkan runtut tuma’ninah Supaya sakinah mawaddah
warohmah
Lulus banglus laki rabi Supaya sejahtera rumah tangga
Cara rumah tangga nabi Seperti rumah tangga kanjeng Nabi
Jauh tibala cocobi Jauh dari bahaya dan cobaan
Deket kana rohmat rabbi Dekat dengan rahmat Allah swt.
Ayeuna urang kawitan Sekarang kita mulai
Mangga geura saraksian Ayo silahkan disaksikan
Panganten lalaki heula Pengantin laki-laki dulu
Heug regeupkeun masing rela Silahkan dengarkan dengan rela
Ayeuna urang ngawitan Sekarang kita mulai
Mangga geura saraksian Silahkan disaksikan
Bilih aya kalelepatan Takut ada kesalahan
Lereusken ku para ikhwan Benarkan oleh para saudara
47
Nasihat saweran untuk pengantin laki-laki
Panganten lalaki heula Pengantin laki-laki dahulu
Heungregepken masing rela Silahkan dengarkan dengan seksama
Ulah bari ngarasula Jangan sambil kesal
Da wayahna moal lila Dan waktunya tidak akan lama
Ujang ulah gegelendeung Kamu jangan menggerutu
Da nyawer teuh tara mindeng Dan saweran juga tidak sering
Beut moal sapeting jempling Dan tidak semalam penuh
Moal datang ka leleundeung Tidak sampai malam
Anaking cikeneh pisan Kamu barusan banget
Ku panaib di repafalan Sama panaib di kasih tau
Ijab qabul pernikahan Ijab qabul pernikahan
Jeung ikdalkeun patalekan Dan perjanjian pernikahan
Ku ayana ijab qabul Dengan adanya ijab qabul
Ujang halal campur gaul Kamu halal campur gaul
Jeung istri anu ngajentul Sama istri yang ada
Digigireun ujang tungkul Disamping suami duduk
Tah istri teh bojo ujang Itu istri punyamu
Pibaturen dina ranjang Buat temanmu di kasur
Jeung batur hirup sakandang Dan teman hidup satu tempat
Sakawirang sakasenang Baik susah maupun senang
Ti waktu ayeuna pisan Dari mulai waktu sekarang
Hidep boga pamajikan Kamu punya istri
Serta boga kawajiban Dan punya kewajiban
Anu kudu di tohonan Yang harus di lakukan
48
Ujang kudu ikhlas niat Kamu harus ikhlas niat
Pang kawin teuh seja to’at Kawin itu harus taat
Kejeng seja nyiar rahmat Serta mencari rahmat
Lain rek ngalajur syahwat Bukan untuk mengumbar syahwat
Lamun ujang lepat angkeh Kalau kamu lupa janji
Sok gampang laas kadedeh Suka gampang ilang kemesraan
Batan senang kalah riweh Dari senang malah susah
Akibatna tijalikeh Akibatnya keseleo
Pan bojoh hidep singarti Kan istri harus mengerti
Rengkek polah kudu rintih Pekerjaan harus rapih
Ulah sok resep cirigih Jangan suka aneh-aneh
Somawona mun bibintih Misalnya untuk bibintih
Ulah bari ngarasula Jangan sambil terpaksa
Wayahna da moal lilla Waktunya tidak akan lama
Ujang ulah gegelendeung Abang jangan menggerutu
Da nyaweer teuh tara mindeng Saweran juga jarang
Beut moal sapoe jempleng Tidak akan sampai seharian
Moal datang kalaleneng Tidak sampai pusing
Anaking cikeneh pisan Anakku barusan
Ku panaib di rapalan Di akad nikahkan
Ijab qobul pertikahan Ijab qabul pernikahan mengikrarkan
Jeung ngaikdalkeun patalekan Mengikararkan talak nikah
Ku ayana ijab qobul Dengan adanya ijab qabul
Ujang boga pamajikan Abang halal campur gaul
49
Jeung istri anu ngajeuntul Dengan istri yang berdiri
Di gigireun ujang tungkul Disamping abang yang menunduk
Ti waktu ayeuna pisan Mulai sekarang
Ujang boga pamajikan Akang punya istri
Serta boga kawajiban Serta punya kewajiban
Anu kudu di tohonan Yang harus dilaksanakan
Ujang kudu ikhlas niat Abang harus berniat ikhlas
Pan kawin teh seja to’at Akad nikah itu untuk beribadah.
Rejeung seja nyiar rohmat Dan kita mengharapkan rahmat
Lain rek ngalajor syahwat Bukan untuk melampiaskan syahwat
Ujang ulah laepat angkeh Abang jangan buruk sangka
Sok gampang laas kadedeuh Suka mudah tergoda
Batan senang kalah riweuh Bukan bahagia malah hancur
Akibatna tijalikeuh Akibatnya jadi celaka
Kabojo hidep sing layet Ke istri itu harus kita sayang
Kudu silih pikagegeut Harus saling sayang menyayang
Saibarat gula jeung peiut Seperti gula dan biang gula
Amisna meni kareut Sehingga manis banget
Imah-imah sing merenah Buatlah rumah yang nyaman
Supaya karasa ngenah Agar terasa enak
Dina sakur laku lampah Dalam semua perilaku
Ulah tinggal musyawarah Jangan meninggalkan musyawarah
Kabojo hidep sing harti Kamu harus mengerti istri
Bojo teh amanat gusti Istri itu titipan Allah
Heung ku hidep pusti-pusti Silahkan dijaga oleh kalian
50
Kudu di anggap jumat anu sakti Harus kita anggap barang berharga
Mun seng eta amanat Kalau kita menghianati amanat
Ku ujang henteu di rawat Berarti abang mengingkari
Pinasti hidep kawalat Pasti kamu celaka
Cilaka dunia akherat Celaka dunia akhirat
Kumaha peta ngarawatna Bagaimana cara merawatnya
Lain ngan ngurus pakena Bukan hanya mengurus pakaiannya
Teu cukup gedong imahna Tidak mesti rumahnya besar
Tapi nu penting agamana Yang penting agamanya
Bojo teh ku ujang tungtun Abang membimbing istri
Papatahan syarat rukun Di ajari syarat rukun
Nasihat saweran untuk pengantin perempuan
Ibadahna sina teukun Ibadahnya harus rajin
Ulah jadi istri buhun Jangan jadi istri tak ada manfaatnya
Hartiken eulis ayeuna Silahkan dengarkan istri
Lebetkeun kana manahna Dimasukkan kedalam hatinya
Manawi aya gunana Barangkali ada manfaatnya
Nu di teda manfaatna Dan ada faidahnya
Manfaatna lahir batin Manfaat lahir batin
Eulis masing prihatin Istri harus prihatin
Ayeuna aya nu mingpin Sekarang ada yang membimbing
Kacaroge masing tigin Ke suami harus nurut
Eulis kudu pireupen Istri harus menyenangkan suami
Caroge ngarah betahen Supaya suami nyaman
Ka eulis tambah nya’aheun Semakin sayang kepada istri
Ulah nyien pika ijideun Jangan kita buat suami kesal
51
Eulis tong loba kahayang Istri jangan menuntut banyak
keinginan
Dimana si akang ker bimbang Saat suami sedang bimbang
Engke na teh osok sumbang Nantinya pikiran tidak tenang
Jeung caroge tara aman Juga suami tidak menjadi aman
Lamun menta ka salaki Jika meminta sesuatu pada suami
Kudu bari amis budi Harus dengan akhlak yang baik
Nemtongkeun budi parangi Memperlihatkan raut wajah yang
baik
Supaya ngeunah salaki Agar bisa menyenangkan suami
Ulah sok nganggo anggoan Jangan menggunakan pakaian
Nu bubututan Yang jelek
Eta kitu kalakuan Perbuatan seperti itu
Kacarage ente sonoeun Kelakuan tidak sopan
Ulah ngan saukur dangdan Jangan sekedar berhias
Ka pasar ejeung kondangan Ketika pergi ke pasar dan ke pesta
undangan
Komo mun mejeng di jalan Apalagi sambil nongkrong di jalan
Lola batur rejeung bujang Banyak orang dan laki-laki muda
Eta kitu kalakuan Perbuatan seperti itu
Bakal loba timburuan Akan menimbulkan kecemburuan
Jeung salaki pacekcokan Juga pertengkaran dengan suami
Bakal loba henteu aman Akan menjadi berbahaya
Hartikeun masing karaos Artikan supaya masuk hati
Ulah luwas lewis leos Jangan sampai mundar mandir
52
Sumawona poporongor Apalagi kita gemes
Pilari jalan nu raos Carilah jalan yang mudah
Ujang ulah hayang nyandung Suami jangan ingin berpoligami
Sebab lain matak untung Karena itu tidak membuat beruntung
Malahan sok tambah bingung Justru biasanya menambah
kebingungan
Akhirna matak kaduhung Yang akhirnya menjadi penyesalan
Lalaki mun hayang nyandung Jika seorang laki-laki ingin
berpoligami
Omat ulah waka pundung Hati-hati jangan dulu marah
Komo lamun bari bingung Apalagi sambil kebingungan
Keun antep sina ngabereung Biarkan saja berjalan
Ngaberung tong di halangan Jalan jangan dihalang-halangi
Asal cukup sandang pangan Asalkan cukup sandang dan
pangannya
Suna lilir ku sorangan Biar sadar dengan sendirinya
Sangkan panggih kasenangan Supaya menemukan kesenangan
Ujang ulah sok pasea jeung pamajikan jangan suka bertengkar
dengan istri
Tetep dina karugian Tetap dalam kerugian
Teu ngajadi kauntungan Tidak akan menguntungkan
Nafsu syetan babarengan Nafsu syetan bersamaan
Rugi lamun ngumbar nafsu Rugi jika mengumbar nafsu
Nafsu pangajak na palsu Nafsu mengajak kepada yang palsu
Ngaranjing ngajadi asu Bakal jadi berantakan
53
Nu tangtu badan kalangsu Yang tentunya rumah tangga
berantakan
Kalangsu bongan sorangan Suka kumpul yang tidak benar
Osok daek ririungan Suka berkumpul yang benar
Mimitina hehereuyan Awalnya bercanda
Dina tempat pamaenan Di tempat bermain
Maen dadu maen kartu Main dadu dan kartu
Eleh menang tacan tangtu Yang menang kalahnya belum pasti
Mun menang udud surutu Kalau menang menghabiskan roko
Mun kalah ngobral sapatu Kalau kalah mengobral sepatu
Haarta benda di jualan Harta benda dijualan
Ngobral barang kawalahan Kewalahan mengobral barang-barang
Di imah aut-autan Rumah berantakan
Lir hancur bebeakan Seperti hancur habis-habisan
Beak duit dipikiran Memikirkan kondisi ekonomi
Eleh maen kawalahan Sebab kewalahan saat kalah bermain
Tapi kekeuh panasaran Tapi tetap saja penasaran
Nafsu teu beunang di tahan Tidak bisa menahan nafsu
Tah kitu ujang regeupken Maka dengarkan oleh tuan
Papatah iyeu kudu di tengeutken Nasihat ini haruslah diingat
Serta kudu di amalkeun Juga harus diamalkan
Papatah iye pi bekeleun Nasihat ini adalah bekal
Ujang sareng eulis Suami dan istri
Eta dina soal rumah tangga Dalam berumah tangga
Masing kenging bahagia Semoga mendapat kebahagiaan
54
Bahagia tinu kawasa Kebahagiaan dari yang maha
berkuasa
3. Penutup
Duh gusti nu langkung heman Wahai Allah yang maha pengasih
Mugi sadaya sing iman Semoga semua selalu beriman
Nganetepan ka islaman Tetap dalam keislaman
Mugi maot mawa iman Semoga meninggal dengan keimanan
Rupina nyawer parantos Sepertinya nyawer sudah selesai
Mung kantun bari mawartos Kalau mau pergi jangan lupa pamit
Kaundangan nu ngarantos Pada para tamu undangan yang
menunggu
Sami-sami pada ngartos Sama-sama saling mengerti
Teks Saweran Pengantin Aja Sarja.3
1. Pembuka
Bismillah damar wiwitan Bismillah dimulai dari awal
Nyabut asma ning pangeran Menyebut nama asma Allah
Eling-eling dulur kabeh Ingat-ingat saudara semua
Ka ibadah ulah campoleh Ke ibadah jangan lalai
2. Isi
Berang peting ulah weleh Siang malam jangan lupa
Bising kaburu ruku paeh Takut cepat keburu mati
Sebab urang bakal paeh Soalnya kita bakal mati
Nyawa di pungut ku gusti Nyawa diambil sama yang maha suci
Manan kudu ati-ati Makanya harus hati-hati
3 Aja Sarja, Tukang Sawer, Interview Pribadi, Tangerang, 13 Maret 2018.
55
Ka ibadah singgumantri Sama ibadah harus mengerti
Ngarasana keur sakarat Merasakan yang sekarat
Anjakal kaliwat-liwat Menyesal kalau terlewat
Kaduhung kaliwat langkung Menyesal tiada terkira
Nyembah kahayang agung Tidak menyembah kepada yang
maha suci
Sakarat nyeri kalangkung Di ambil nyawa sakit sekali
Urang teh teu menang embung kita semua mau engga mau
Badan anu sari ajur Seluruh badan terasa ancur lebur
Ku labbi Rabbi gofur Di cabut nyawa oleh Allah yang
agung
Samaneh nu nyencerikan Sebelumnya ada yang menangisi
Aya ogeh anu jajartitan Ada juga yang menjerit
Dek hudang gera ka cai Cepat bangun ambil air
Ulah rek cadengkul heula Jangan suka diam diri
Dunaeh radi tiris keneh Karena tadi masih dingin
Di harudang jeng kuliat Di barengi sama bergerak
Kanulan jeung mumulan Kotoran sama kemalasan
Peta nu sarupa kitu Kamu harus bisa mengsirnya
Kumanehna kudu singkahan Sama kamu harus istighfar
Di imah kuring indit Di rumah kita pergi
Manggul pacul mawa arit Mikul pacul bawa arit
Di huma napi kaburit Di ladang sampai sore
Sugan pareng Kapan bisa
Buncit leit Penuh gudang
56
Mun urang loba pikiran Kalau kita banyak pikiran
Ulah jongjon lalamunan Jangan suka ngelamun
Anggur hag nyien karangan Mending kita bikin karangan
Sugan aya nu molangan Siapa tau ada yeng menolong
Dipasar kemis tempatna Di pasar kemis tempatnya
Sakola tani ngarana Sekolah tani namanya
Mampirang-pirang muridna Banyak-banyak muridnya
Sarua bada suhudna Sama-sama nurutnya
Lampah benter ku urang ulah ditiru Kelakuan jelek jangan kita
tiru
Odoh barang hakan Jangan sembarangan makan
Cacing ngarengkol disantok Cacingnya menipu
Teu nyahoen jeng jeruana aya usupan Cacingan kita menyangkut di
mulut
Saksana aris kang ibu Pergi menghadap ibu
Arum datang ingkang siwi Datang dan bertemu
Adih anak isun atma jiwa Anak saya titip sama allah
Mura sira gusti range Maka mohon doanya
Si biang Si ibu
Gaganti laning ati Tercantum dari hati ibunya
Ya gusti anak isun Ya Allah anak saya
Isun titip akan ingwiji Saya titip sama yang punya
wewenang
Pacuan linyok sira Jangan berbohong
Kasepinting Sifat tahu
Sukmajati Allah yang sejati
Dadi mengko angan isun Jadi saya menghadap Allah
57
Anu gal tersandung wiji Sendirian saja menghadap Allah
Ten ana te katinggalan Semuanya tidak ada ketinggalan
Omong pangeran sejati Berbicara sama dengan yang bagus
Sakata hing kang maujudat Lagi berupa yang nyata
Kabeh hus kada kawinting Semua juga sudah pada mengerti
Tanah air Indonesia Tanah air Indonesia
Pusaka ibu pertiwi dari warisan ibu pertiwi
Jawa, Borneo, Sunda, Sumatera Jawa, Borneo, Sunda, Sumatera
Sulawesi, Irian, Lombok Sulawesi, Irian, Lombok,
Bali, Madura, Maluku Madura, Maluku
Ka utara tanah kaya Ke Utara tanah kaya.
Mantak betah hari resa Mantak betah di tempat
Paribasa endahna mutiara Seperti yang di tinggal seperti
mutiara
3. Penutup
Heh begal weruhan wira Heh begal pertanyaan kamu
Duking wasma isun Saya dapat amanah
Due perjanji Dua perjanjian
Satuhune ibun isun Sebenar-benarnya ibu saya
Asru-asru wewekas Pesan-pesan sudah lama
Akon cenagah linyok Jangan banyak bohong
Lan isun ora khianat Dan saya tidak berhianat
Mari ubahyaning bibi Pesan sama ibu.
Dalam teks puisi sawer pengantin, secara jelas disebutkan bahwa
tembang tersebut ditujukan bagi kedua pengantin. Akan tetapi, secara
implisit, tujuan pencipta menciptakan teks tersebut yaitu untuk semua orang
yang mendengarkan. Yang hadir dalam acara tersebut tentu saja beragam,
58
para ibu (istri), bapak (suami), dan remaja putra/putri. Jadi, secara tidak
langsung tembang tersebut ditujukan untuk masyarakat luas.
Selain fungsi pendidikan, dalam sawer panganten terdapat juga fungsi
hiburan. Dalam teks puisi sawer panganten, terdapat nada-nada dan irama
yang tercipta dari tembang tersebut. Dengan mendengar alunan
tembang tersebut, pendengar sudah merasa terhibur. Akan tetapi fungsi
hiburan yang diperoleh dari teks puisi sawer panganten ini pun tidak
berbeda dengan fungsi pendidikan. Namun demikian, secara umum, selain
prosesi adat, saweran juga merupakan suatu hiburan.4
Setelah menerima nasihat saweran, pengantin wanita dan laki harus
dapat menjalankan roda rumah tangga, wanita diibaratkan sebagai kemudinya
yang akan mengemudikan rumah tangga, dan suami berikhtiar mencari
rezeki untuk menafkahi sang istri. Perlu diingat, kekuatan dalam
pembinaan rumah tangga itu, laki-laki harus menjadi patoknya, dan wanita
harus kuat talinya. Kalau kedua hal itu benar-benar dapat dipegang oleh
suami dan istri, insya Allah rumah tangganya akan menghasilkan rumah
tangga mereka akan membentuk rumah tangga yang sakinah, mawadah,
dan warohmah selamanya.5
B. Makna Filosofis dalam Saweran Pengantin
Budaya nyawer atau saweran dalam adat pernikahan sunda menjadi
acara yang menambah semarak dan kemeriahan prosesi pernikahan. Selain
itu, nyawer juga mampu menciptakan suasana hangat dan akrab diantara
keluarga kedua mempelai. Ya, karena tidak hanya anak-anak, orang
dewasa juga ada yang masih sangat bersemangat untuk mengambil benda-
benda saweran. Sebagian percaya, benda-benda saweran tersebut dapat
membuat orang yang mendapatkannya enteng jodoh dan murah rezeki.
4 Aam Masduki, Upacara Perkawinan Adat Sunda Di Kecamatan Cicalengka
Kabupaten Bandung, Patanjala, Vol. 2, No. 3, (Tahun 2010), h., 443. 5 Pien Supinah, Sawer: Komunikasi Simbolik pada Adat Tradisi Suku Sunda dalam
Upacara Setelah Perkawinan, Mediator, Vol. 7, No 1, (Tahun 2006), h., 91.
59
Nyawer atau saweran merupakan budaya menaburkan berberapa
benda-benda kecil yang dilakukan oleh orang tua kedua mempelai. Konon
dengan menaburkan benda-benda tersebut dapat memberikan petunjuk
kepada kedua calon mempelai agar dapat menjalankan kehidupan rumah
tangga yang bahagia dan tidak lupa untuk senantia bersedekah kepada
orang yang membutuhkan. Dalam prosesi pernikahan adat Sunda, nyawer
atau saweran dilakukan setelah upacara akad nikah. Jika biasanya acara
nyawer dilakukan di luar ruangan.6
Benda-benda atau perlengkapan yang digunakan untuk saweran
itu, benar-benar memiliki makna yang dalam sebagai nasihat dari orang tua
kepada kedua mempelai yang akan mengarungi hidup berumah tangga
untuk hidup mandiri,7 Barang-barang yang disiapkan dalam tempat, yang
sering disebut Bokor. Isinya terdiri dari uang recehan, beras, irisan kunyit,
permen dan lipatan daun sirih. Masing-masing mempunyai makna
tersendiri,8 adapaun makna dari masing-masing benda tersebut sebagai
berikut:
1. Beras
Makna dari beras merupakan bahan makanan pokok dari Indonesia
melambangkan kebahagiaan masalah pangan. Pengantin yang akan
mengarungi samudra luas, membentuk rumah tangga baru, yang sudah
lepas dari tanggung jawab orang tua harus hidup sejahtera sebagaimana
kita harapkan bersama, dengan istilah petatah- petitih orang Sunda harus
bro di panto bru di juru ngalayah di tengah imah. Yang artinya lubak-
libuk (banyak dengan kekayaan) yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha
Esa.
6 Di Akses Pada Tanggal 13 Februari 2018 di http://mahligai-
indonesia.com/pernikahan-nusantara/prosesi-adat/prosesi-nyawer-atau-saweran-dalam-
pernikahan-adat-sunda-4346 7 Pien Supinah, Sawer: Komunikasi Simbolik pada Adat Tradisi Suku Sunda dalam
Upacara Setelah Perkawinan, h., 88. 8 Di Akses Pada Tanggal 07 April 2018 di
https://www.kompasiana.com/topherwanto/5a1246e43c2c7504ca629542/saweran-
budaya-atau-gengsi
60
2. Kunyit
Makna dari kunyit melambangkan emas adalah perlambang
kemuliaan. Orang yang reunceum (banyak memakai emas perhiasan
bagaikan toko mas berjalan) itu pertanda orang tersebut sudah kaya raya
alias mulia. Sandang, pangan, dan papan sudah tertutupi sebagai
kebutuhan sehari-hari, ada uang berlebih dibelikan kepada emas
perhiasan. Itu yang diharapkan oleh orang tuanya yang disimbolkan di
dalam upacara sawer.
3. Uang recehan atau uang logam
Uang logam melambangkan rizki atau harta. Setiap manusia hidup
pasti memerlukan uang untuk keperluan hidupnya, karena tidak cukup
dengan apa adanya di rumah, tentu ada keinginan lain, yang
didapatkannya dengan cara membelinya dengan uang. Jadi, selain apa
yang ada pada seseorang karena hasil kerjannya, membutuhkan pula
uang hasil kerja yang dibuat pemerintah. Uang adalah alat beli atau jual
yang sah yang dibuat pemerintah, untuk digunakan oleh rakyatnya
sebagai alat tukar menukar barang yang diganti dengan uang , dengan
nilai yang sama.9
4. Permen
Makna dari permen adalah umumnya rasa permen adalah manis.
seperti permen, supaya rumah tangga itu manis bagi rumah tangganya
dan bagi orang yang melihat menjadi suka,10
Benda-benda atau perlengkapan yang digunakan untuk saweran itu,
memiliki makna yang dalam sebagai nasihat dari orang tua kepada kedua
mempelai yang akan mengarungi hidup berumah tangga untuk hidup
mandiri, jangan lupa harus senang tanam-tanaman mengingat negara kita
adalah negara agraris, seperti contoh-contoh pada benda yang disawerkan
yang berupa benih-benihan baik yang berupa biji-bijian (padi), daun-
9 Pien Supinah, Sawer: Komunikasi Simbolik pada Adat Tradisi Suku Sunda dalam
Upacara Setelah Perkawinan, h., 87-88. 10 Siti Hamamah, Tukang Sawer, Interview Pribadi, Tangerang, 23 Maret 2018.
61
daunan (sirih), umbi-umbian (kunyit), bunga-bungaan (melati). Itu semua
kalau ditanamkan akan menghasilkan uang sebagai bekal hidup berpisah
dengan orang tua.
Begitu pula makna dari menjiprat-jipratkan, menabur-naburkan, atau
melemparkan-lemparkan benda-benda perlengkapan saweran tersebut, itu
melambangkan bahwa kelak pengantin kalau sudah memiliki harta
kekayaan bukan hanya sekadar menabur-naburkan secara percuma, tetapi
memberi petunjuk kepada mempelai, agar nanti kalau mereka sudah kaya
mulia dan bahagia, jangan sekali-kali menjadi orang yang tamak. Tetapi
harus tolong-menolong dan memberikan sedekah kepada siapa saja yang
memerlukan, lebih-lebih kepada sanak keluarga sendiri baik dari pihak
istri maupun suami.11
Pernikahan memang salah satu upacara sakral yang diharapkan
sekali seumur hidup. Bentuk pernikahan banyak sekali macamnya dari
yang paling sederhana sampai yang paling lengkap karena memakai
upacara adat suatu daerah tertentu.
Orang Indonesia jika menikah niscaya tidak pernah meninggalkan
adatnya. Kalau tidak mengikuti adat dari pengantin pria biasanya
mengikuti adat pengantin wanita. Inti dari pernikahan sejatinya sama yaitu
ingin mendapat restu dari orangtua dan masyarakat luas. Banyaknya adat
dan budaya di Indonesia, tentunya menjadikan banyak pula macam prosesi
pernikahan adat yang berbeda-beda. Seperti prosesi pernikahan adat sunda
ini, kekayaan budaya tatar sunda dapat kita lihat lewat prosesi pernikahan
adatnya yang diwarnai dengan humor namun tidak menghilangkan nuansa
sakral dan khidmat.
Dalam pernikahan adat sunda hampir sama dengan adat pernikahan
Jawa dan daerah lainnya.12 Ada beberapa rangkaian yang harus dilakukan
oleh calon pengantin. Rangkaian-rangkaian tersebut merupakan prosesi
11 Pien Supinah, Sawer: Komunikasi Simbolik pada Adat Tradisi Suku Sunda
dalam Upacara Setelah Perkawinan, h., 88. 12 Di Akses Pada Tanggal 07 April 2018 di https://cara.pro/pernikahan-adat-sunda/
62
ritual yang memberikan makna tersendiri, dimana ritual-ritual yang ada di
dalamnya dapat diartikan sebagai penyembahan kepada Tuhan sang
pencipta serta penghormatan kepada orang tua dari kedua mempelai,
sehingga menjadikannya amat sakral.
a. Jauh Hari Sebelum Perkawinan
1. Neundeun Omong (Menyimpan Ucapan)
Neundeun Omong adalah kedatangan orang tua pihak pria
kepada pihak wanita untuk pertama kalinya, dengan maksud ingin
mempersunting seorang gadis. Kedatangan orang tua pihak pria ini
disambut oleh orang tua pihak gadis dengan tangan terbuka.13
2. Narosan (Lamaran)
Narosan biasanya dilaksanakan oleh orang tua calon pengantin
pria beserta keluarga dekatnya yang datang ke rumah pengantin
wanita. Sedangkan di rumah pengantin wanita, orang tua calon
pengantin wanita beserta keluarga dekatnya juga sudah di siapkan
untuk menyambut kedatangan keluarga calon pengantin pria.
3. Tunangan
Adapaun tempat pelaksanaan prosesi tunangan yang
dilaksanakan pada acara tertentu, terpisah dengan prosesi lamaran.
Adapun tempat pelaksanaan prosesi tunangan ini berlangsung di
rumah orang tua calon pengantin wanita.
b. Sehari Menuju Hari Perkawinan
Rangkain-rangkaian acara tersebut sarat dengan makna, baik bagi
calon pengantin maupun orang tua calon pengantin. Sebab
bagaimanapun orang tua sebentar lagi akan melepaskan anak mereka
untuk hidup berumah tangga.
1. Ngencagkeun Aisan (Melepaskan Gendongan)
13 Aep S. Hamidin, Buku Pintar Perkawinan Adat Nusantara, (Joogjakarta: Diva
Press, 2012), h., 67.
63
Ngencagkeun aisan memiliki makna melepaskan tanggung
jawab orang tua kepada si anak gadis yang selama ini berada dalam
tanggung jawab (gendongan) mereka. Sehingga mulai saat itu,
secara simbolis (disimbolkan dengan gendongan terakhir sang ibu)
merupakan tanggung jawab terakhir kalinya orang tua terhadap
anak gadis mereka.
2. Ngaras
Ngaras merupakan acara sungkeman dan mencuci kaki orang
tua oleh calon pengantin yang akan menikah, sebagai ungkapan
rasa hormat anak kepada ayah dan ibunya.14
3. Ngibakan
Ngibakan atau siraman merupakan salah satu rangkaian
upacara dalam perkawinan adat sunda yang dilaksanakan sehari
sebelum hari perkawinan. Kedua calon pengantin mengadakan
acara siraman di rumah orang tua mereka masing-masing.
Biasanya, upacara siraman dilangsungkan pada pagi atau siang
hari.15
4. Suapan Terakhir
Setelah calon pengantin selesai di rias, calon pengantin keluar
dari kamarnya dengan didampingi oleh kedua orang tuanya menuju
tempat dimana tumpeng yang disiapkan sebelumnya berada.16
c. Pelaksanaan Upacara Perkawinan
Setelah seluruh prosesi menjelang hari perkawinan dilaksanakan,
tibalah hari yang di tunggu-tunggu. Kini kedua calon pengantin akan
melangsungkan acara puncak yang paling sakral, yaitu akad nikah
1. Seserahan (Prosesi serah terima)
Seserahan adalah menyerahkan calon pengantin pria oleh
keluarga calon pengantin pria kepada keluarga calon pengantin
14 Aep S. Hamidin, Buku Pintar Perkawinan Adat Nusantara, h,. 70-75. 15 Aep S. Hamidin, Buku Pintar Perkawinan Adat Nusantara, h., 75-76. 16 Aep S. Hamidin, Buku Pintar Perkawinan Adat Nusantara , h., 79.
64
wanita untuk dinikahkan. Upacara seserahan merupakan awal
rangkaian prosesi perkawinan, dimana jauh-jauh hari pada saat
lamaran berlangsung, kedua keluarga telah menyepakati bahwa
hari ini adalah hari perkawinan anak-anak mereka.
2. Ngeuyeuk Seureuh
Ngeuyeuk Seureuh merupakan salah satu rangkaian upacara
perkawinan, dimana kedua calon pengantin meminta doa restu
kepada orang tua masing-masing dengan disaksikan sang
keluarga.17
3. Akad Nikah
Akad nikah merupakan acara yang paling sakral dan di tunggu-
tunggu oleh kedua calon pengantin dan orang tuanya. Sebab,
dengan akad nikah tersebut, pasangan pengantin resmi menjadi
suami istri serta mulai saat itu dan seterusnya akan hidup bersama.
4. Sabda Nikah
Akad nikah merupakan penanda telah sahnya kedua pengantin
menjadi suami istri. Dan mulai saat itu mereka resmi untuk hidup
bersama. Hal tersebut dibuktikan dengan terucapnya akad nikah
serta rukun dan syarat nikah yang menyertainya.
d. Pelaksanaan Setelah Akad Nikah
1. Sembah Sungkem
Prosesi sembah sungkem dilakukan persis setelah upacara akad
nikah selesai dilaksanakan. Sembah sungkem sebenarnya mirip
dengan prosesi ngaras. Perbedaannya ngaras dilakukan oleh
kedua pengantin kepada kedua orang tua dirumahnya masing-
masing sehari sebelum acara perkawinan, dengan cara mencuci
kaki orang tuanya dan meminta maaf. Sedangkan pada acara
sembah sungkem, karena kedua pengantin sudah resmi menjadi
17 Aep S. Hamidin, Buku Pintar Perkawinan Adat Nusantara, h., 81.
65
suami istri, maka sungkeman dilakukan bersama-sama di hadapan
kedua orang tua mereka.18
2. Sawer Pengantin
Setelah upacara akad nikah dan sembah sungkem maka para
anggota kerabat keluarga yang berada di halaman melakukan
penyambutan terhadap kedua pengantin untuk di sawer pengantin
yang dilakukan oleh tukang sawer, ditengah-tengah keramaian itu
tukang sawer menaburkan beras kuning sesajian yang bercampur
uang logam sehingga menjadi rebutan kerabat keluarga.19
3. Nincak Endog (Menginjak Telur) dan Mencuci Kaki Suami
Pada prosesi ini, pengantin pria menginjak telur dibalik papan
dan elekan (batang bambu muda). Kemudian, pengantin wanita
mencuci kaki pengantin pria dengan air kendi, lalu mengelapnya
sampai kering.
4. Meuleum Harupat (Membakar Harupat)
Meuleum Harupat memiliki makna sebagai nasihat kepada
kedua pengantin untuk senantiasa bersama-sama dalam
memecahkan persoalan dalam rumah tangga.
5. Buka Pintu
Upacara buka pintu memiliki makna yang mendalam,
khususnya dalam bertetangga. Sebab, sebelum bergaul dengan
tetangga, tentunya harus membuka pintu terlebih dahulu untuk
dapat diterima sebagai bagian dari lingkungan di sekitar kita.
6. Huap Lingkung dan Huap Deudeuh
Huap Lingkung dan Huap Deudeuh adalah prosesi dimana
kedua pengantin disuapi oleh kedua orang tua mereka masing-
masing, dilanjutkan dengan masing-masing pengantin saling
menyuapi.
18 Aep S. Hamidin, Buku Pintar Perkawinan Adat Nusantara, h., 82-88. 19 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1990, Cet. IV), h., 133.
66
7. Pabetot Bakakak (Menarik Ayam Bakar)
Pada prosesi ini, kedua pengantin duduk berhadapan sambil
tangan kanan mereka memegang kedua paha ayam bakakak di atas
mea. Kemudian, pemandu acara memberi aba-aba untuk saling
menarik paha ayam itu.20
C. Pendapat Masyarakat Tentang Saweran Pengantin
1. Pendapat Masyarakat Tentang Saweran Pengantin
Menurut Syamsuddin’ sawer itu artinya air hujan yang masuk ke
dalam rumah karena terhembus sama angin. Karena saweran diambil
dari kata sawer atau awer yah artinya seperti itu.21 Sedangkan menurut
Haetami’ saweran pengantin yaitu tradisi suku sunda tentang adat
pernikahan, saweran itu mempunyai arti memberikan nasihat kepada
para pengantin laki-laki dan perempuan, nasihatnya itu tentang
berkeluarga nanti biar menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan
rohmah.22
Tradisi perkawinan yang berada di Kecamatan Cikupa merupakan
bentuk komunikasi, dengan tradisi tersebut tanpa disadari informasi
tersebut disampaikan secara turun temurun salah satunya dengan
saweran pengantin. Sebab saweran pengantin merupakan bagian
bentuk komunikasi yang disampaikan dengan menggunakan syair
yang mempunyai makna untuk membina rumah tangga. Saweran
pengantin inipun bisa dijadikan sebagai rasa bentuk syukur kita dan
warga karena ada tradisi seperti ini.23 Kemudian diketahui juga
20 Aep S. Hamidin, Buku Pintar Perkawinan Adat Nusantara, (Joogjakarta: Diva
Press, 2012), h. 89-93. 21 Syamsuddin, Wiraswasta, Interview Pribadi, Tangerang, 28 April 2018. 22 Haetami, Wiraswasta, Interview Pribadi, Tangerang, 8 April 2018. 23 Siti Maswah, Kasubag Umum dan Kepegawaian Kecamatan Cikupa, Interview
Pribadi, Tangerang, 12 April 2018.
67
bilamana ibu atau bapak mempunyai nadzhar, maka anaknya akan di
sawer, jadi di sawer merupakan bentuk nadzhar.24
Tradisi adat saweran pengantin ini dilakukan sejak zaman dari
nenek moyang sampai dengan zaman sekarang, namun di waktu
sekarang sudah mulai jarang dipraktikan dan dilakukan.25
Makna benda-benda saweran jelas mengandung makna, seperti
permen, karena permen itu manis harapannya atau tandanya yaitu
supaya keluarga itu dalam menjalani kehidupan rumah tangganya
selalu manis dan bagi orang yang melihatnya pun ikut senang, beras itu
mempunyai tanda sebagai bahan makanan pokok orang Indonesia,
maksudnya yaitu supaya kebutuhan makanannya supaya terpenuhi dan
tidak kekurangan, kunyit menyerupai warna seperti emas maksudnya
agar makmur, uang koin atau receh mempunyai makna agar hartanya
selalu tercukupi.26 Bahan-bahan untuk menyawer adalah uang logam,
beras, irisan kunyit tipis dan permen, tentu saja bahan-bahan tersebut
tidak lepas dari simbol yang memiliki tujuan. Beras memiliki simbol
kemakmuran, artinya merupakan doa orang tua kepada anaknya agar
dalam mengarungi kehidupan berumah tangga dapat hidup makmur
dan kebutuhan pangannya terpenuhi, uang receh atau logam simbol
dalam perjalanan berumah tangga kelak mendapatkan kemakmuran
dan rizki yang berlimpah dan keluarga tersebut harus ikhlas berbagi
dengan fakir miskin dan anak yatim, permen memiliki makna agar
dalam membangun rumah tangga dapat merasakan manisnya hidup
berumah tangga, kunyit merupakan simbol kejayaan, maksdunya agar
dalam hidup berumah tangga pasangan bisa meraih kejayaan.27
2. Praktik Saweran
24 Aja Sarja, Tokoh Adat/Tukang sawer, Interview Pribadi, Tangerang, 13 Maret
2018. 25 Siti Maswah, Kasubag Umum dan Kepegawaian Kecamatan Cikupa, Interview
Pribadi, Tangerang, 12 April 2018. 26 Siti Hamamah, Tukang Sawer, Interview Pribadi, Tangerang, 23 Maret 2018. 27 Aep S. Hamidin, Buku Pintar Perkawinan Adat Nusantara, (Joogjakarta: Diva
Press, 2012), h. 90.
68
Praktiknya ketika setelah akad nikah, ketika acara resepsi
pernikahan yang dihadiri oleh para tamu undangan serta besan dari
pihak mempelai laki-laki, pihak keluarga perempuan menyiapkan uang
receh, permen, beras, dan kunyit, kalau kunyit dicampur dengan beras
agar berasnya berubah warna supaya jadi warna kuning yang tandanya
emas. Kemudian tukang sawer yang menaburkan atau mengawerkan
atau dari dari pihak keluarga yang mengawerkan ke arah pengantin.
Pada saat mengawerkannya menunggu tanda dari tukang sawer dengan
tanda sapun atau sawer, kalau uang recehnya sudah habis, maka
prosesi saweran telah selesai.28 Kemudian besaran uang saweran sama
sekali tidak ada batas minimal dan maksimal, semampunya kedua
keluarga tersebut, kalau orang tersebut mampu mungkin lebih besar.29
Tujuan dari saweran itu sendiri ya untuk memberikan nasihat atau
petuah-petuah untuk pengantin laki-laki dan perempuan bagaimana
cara membangun rumah tangga yang baik, sakinah, mawaddah dan
rohmah seperti kehidupan rumah tangga Nabi Muhammad SAW,
disamping untuk nasihat juga memberikan kebahagiaan untuk
pengantin dan masyarakat yang hadir, keluarga bisa memberikan
manfaat untuk masyarakat dan sekaligus melestarikan adat sunda.30
3. Sikap Masyarakat Terhadap Saweran Pengantin
Tradisi saweran pengantin ini memang harus tetap dilaksanakan
dan dilestarikan, lagipula tradisi macam hal ini tidak memberatkan
pihak keluarga karena pastinya mereka sudah meniatkan untuk
melakukan saweran ini, saya setuju bila ada kerabat yang
melaksanakan saweran karena saya pribadi dulu melaksanakan hal itu.
Apalagi kita kan suku sunda jadi harus melaksanakan. Karena dengan
adanya saweran ini kan kita kembali ke zaman dulu sehingga untuk
28 Haetami, Wiraswasta, Interview Pribadi, Tangerang, 8 April 2018. 29 Lia Rosnawati, Ibu Rumah Tangga, Interview Pribadi, Tangerang, 10 Maret
2018. 30 Sunipah, Tukang Sawer, Interview Pribadi, Tangerang, 12 Maret 2018.
69
melestarikan lagipula kan banyak pesan moral yang di sampaikan
dalam proses saweran pengantin ini.31
Menurut Haetami’ ketika saweran pengantin tetap dilaksanakan
merupakan kebanggaan, karena masih dipraktikan dari dulu sampai
sekarang, harapannya adalah pernikahan di Cikupa ini selalu
mempraktikan saweran pengantin di dalam acara pernikahannya agar
tidak punah nantinya dan agar generasi mudanya agar mengetahui
saweran adalah adat sunda. Kalau dilihat dari isinya saweran banyak
mengandung nilai-nilai positif apalagi nasihat dari syair tersebut.32
31 Saepul Hupad, Penghulu KUA Kecamatan CIkupa, Interview Pribadi,
Tangerang, 11 April 2018. 32 Haetami, Wiraswasta, Interview Pribadi, Tangerang, 8 April 2018.
70
BAB IV
SAWERAN PENGANTIN MENURUT HUKUM ISLAM
A. Tradisi Saweran Pengantin Menurut Hukum Islam
Islam merupakan agama yang fleksibel dan dinamis, cocok untuk
semua kalangan, untuk semua waktu dan kondisi. Islam juga sebenarnya
mengatur tentang kehidupan bermasyarakat. Mengenai masyarakat, dalam
fiqih tidak detail membahas tentang cara bermasyarakat. Namun itulah
fungsi manusia diberikan akal supaya dapat berfikir penyelesaian
bermasyarakat dengan cara yang Islami.1
Begitupun hukum adat di Indonesia. Seperti halnya dengan semua
sistem hukum dibagian lain dunia ini, maka hukum adat itu senantiasa
tumbuh dari sesuatu kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan
pandangan hidup, yang keseluruhannya merupakan kebudayaan
masyarakat tempat hukum adat itu berlaku. Tidak mungkin suatu hukum
adat tertentu yang asing bagi masyarakat itu dipaksakan atau dibuat,
apabila hukum tertentu yang asing itu bertentangan dengan kemauan orang
terbanyak dalam masyarakat yang bersangkutan atau tidak mencukupi rasa
keadilan rakyat yang bersangkutan, pendeknya: bertentangan dengan
kebudayaan rakyat yang bersangkutan.2
Fiqih memang tidak menjelaskan mengenai tradisi saweran
pengantin perkawinan, karena memang itu merupakan hukum adat sunda.
Pada dasarnya adat yang sudah memenuhi syarat dapat diterima secara
prinsip. Bahkan di dalam fiqih menyebutkan,
العا د ة حمكمة “Sebuah adat kebiasaan itu bisa dijadikan sandaran hukum”
1 Muhamad Ilman, “Tradisi Pembayaran Uang Pelangkah Dalam Perkawinan”
(Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2016), h., 57. 2 Bushar Muhammad, Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta: PT Balai Pustaka, 2013,
Cet. Keempat belas), h., 3-4.
71
Ulama sepakat dalam menerima adat yang dalam perbuatan itu
terdapat unsur manfaat dan tidak ada unsur mudharatnya atau unsur
manfaatnya lebih banyak dibanding mudharatnya serta adat yang pada
prinsipnya secara subtansial mengandung unsur maslahat, namun di dalam
pelaksanaanya tidak dianggap baik oleh Islam. Adat dalam bentuk itu
dikelompokan kepada adat atau ‘urf yang shahih.3
‘Urf itu sendiri adalah sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia
karena telah menjadi kebiasaan atau tradisi baik bersifat perkataan,
perbuatan atau dalam kaitannya dengan meninggalkan perbuatan tertentu,
sekaligus disebut sebagai adat.
Masalah hubungan hukum adat dengan hukum Islam ini mungkin
pula dapat dikategorikan ke jaiz (mubah) agaknya adat dan bagian-bagian
hukum adat itu dapat dimasukkan baik yang telah ada sebelum Islam
datang ke tanah air kita maupun yang tumbuh kemudian, asal saja tidak
bertentangan dengan akidah Islam. Melihat hubungan hukum adat dengan
hukum Islam. Menurut “T.M Hasbi Ash-Shiddieqy seperti dikutip
Mohammad Daud Ali, hukum yang dibina atas dasar ‘urf atau adat sebagai
salah satu alat atau metode pembentukan hukum Islam”.4
Adapun dasar hukum yang menjadi rujukan untuk ‘urf sebagai
berikut:
)١٩٩ :األعراف ) ن اجلاهلني #لعرف وأعرض ع خذ العفو وأمر
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang
makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-
‘Araf: 199).5
3 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2009), h., 395. 4 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), h., 229. 5 Muliadi Kurdi, Ushul Fiqh: Sebuah Pengelanan Awal, (Aceh: 2015), h., 229.
72
ثـنا عاصم، عن زر بن حبـيش، ثـنا أبو بكر، حد عن عبد هللا بن حد :مسعود، قال إن ا= نظر يف قـلوب العباد، فـوجد قـلب حممد صلى ا=
عليه وسلم خري قـلوب العباد، فاصطفاه لنـفسه، فابـتـعثه برسالته، مث نظر باد بـعد قـلب حممد، فـوجد قـلوب أصحابه خري قـلوب يف قـلوب الع
العباد، فجعلهم وزراء نبيه، يـقاتلون على دينه، فما رأى المسلمون (رواه يئ.حسنا،فـهو عند هللا حسن، وما رأوا سيئا فـهو عند هللا س
6)امحد
“Abu Bakar telah menceritakan kami, Asim telah menceritakan
kami, dari Djir bin khubais, dari Abdullah bin Masud, beliau berkata:
sesungguhnya Allah melihat kehati para manusia, lalu Allah mendapati
bahwa hatinya Nabi Muhammad adalah sepaling bagusnya hati para
hamba, lalu Allah mensucikan hatinya untuk-Nya, lalu Allah mengutusnya
dengan risalah-Nya, kemudian Allah melihat ke hati para hamba setelah
hati Nabi Muhammad, lalu Alah mendapati hati para sahabat itu sepaling
bagus hati para hamba, lalu Allah menjadikan mereka para penjaga Nabi,
mereka berperang membela agamanya, maka apa yang dipandang baik
oleh orang-orang Islam maka baik pula di sisi Allah, dan apa saja yang
dipandang buruk oleh orang Islam maka menurut Allah pun digolongkan
sebagai perkara yang buruk”.(HR. Ahmad).
Hadist lain menerangkan;
6 Musnad Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Beirut: ‘Alim
al-Kutub (1998 M) Jld. 1, H. 379.
73
ثـنا أبو كريب، قال ثـنا إمساعيل، عن :وحد ثـنا أبو معاوية ، قال: حد حدعن سعد، عن النيب صلى ا= عليه وسلم قال: ال تـزال طائفة من قـيس،
7البازر) رواه (أميت على احلق ظاهرين إىل يـوم القيامة.
“Abu Kuraib telah menceritakan kami, beliau berkata, Abu
Muawiyah telah menceritakan kami, beliau berkata: Ismail telah
menceritakan kami dari Qais, dari As’ad, dari Nabi Muhammad
Shollallahu alaihi wassalam berkata: akan tetap ada sekelompok umatku
dalam kebenaran mereka jelas sampai datang ketentuan Allah (kiamat)”.
(HR. Al-Bazar).
Kadiah menerangkan:
ا تـعترب العا دة اذا اضطردت او غلبت 8 امن“Adat yang dianggap (sebagai pertimbangan hukum) itu hanyalah
adat yang terus-menerus berlaku atau berlaku umum”
التـعيني #لعرف كالتـعيني #لنص 9“Ketentuan berdasarkan ‘urf seperti ketentuan berdasarkan Nash”10
Berdasarkan pemahaman dari kaidah ini bahwa kedudukan ‘urf jika
telah memenuhi syarat-syarat untuk menjadi sebuah dasar hukum. Maka
posisinya sama ada dengan hukum berdasarkan Nash.11
Agar dapat dijadikan hukum Islam, beberapa syarat harus dipenuhi.
“Menurut Sobhi Mahmassani seperti dikutip Mohammad Daud Ali, syarat-
syarat tersebut adalah:
1. Adat itu dapat diterima oleh perasaan dan akal sehat serta diakui
oleh pendapat umum.
7 Musnad al- Bazzar, Ahmad bin Amr al-Bazzar, Madinah: Maktabah al-Ulum wa
al- Hukm, (2009 M) Jld. 4, h. 54 8 Abul Kalam Syafiq Al-Qosimi Al-Mazohiri, Al- Qoidah Fiqhiyyah Al-
Mahmudah, Mesir: Maktabah Zakariya, h. 69. 9 Abul Kalam Syafiq Al-Qosimi Al-Mazohiri, h. 72. 10 Muliadi Kurdi, Ushul Fiqh: Sebuah Pengelanan Awal. h, 230. 11 Muliadi Kurdi, Ushul Fiqh: Sebuah Pengelanan Awal. h, 231.
74
2. Sudah berulangkali terjadi dan telah pula berlaku umum dalam
masyarakat yang bersangkutan.
3. Telah ada pada waktu transaksi dilangsungkan.
4. Tidak ada persetujuan atau pilihan lain antara kedua belah pihak.
5. Tidak bertentangan dengan nash.12
Di dalam pembahasan lain ada beberapa persaratan lain.
1. Adat itu bernilai maslahat.
2. Adat itu berlaku umum dan merata dikalangan orang-orang yang
berada dalam lingkungan tertentu.
3. Adat itu berlaku sebelum kasus yang di tetapkan hukumnya.
4. Adat itu tidak bertentangan dengan nash.13
Dari beberapa syarat di atas menunjukkan bahwa tradisi saweran
pengantin perkawinan suku Sunda masih dapat diterima menjadi suatu
hukum adat dan tidak bertentangan dengan hukum Islam karena
memenuhi persayaratan ‘urf.
Penulis menganalisis mengenai pengertian saweran pengantin
perkawinan tersebut bahwa dalam praktik saweran tersebut banyak nilai,
pesan, dan moral yang sangat baik yang terkandung di dalam isi teks
saweran pengantin, karena tujuan dari saweran pengantin perkawinan
tersebut memberikan nasihat kepada para pasangan pengantin bagaimana
membangun rumah tangga yang bahagia, tentram, dan penuh dengan kasih
sayang.
Selain metode ‘urf dalam menentukan tradisi saweran pengantin
perkawinan ini, penulis menggunakan metode lainnya yaitu maslahah al-
mursalah. Al-Maslahah al-Mursalah perpaduan dua kata menjadi
“Maslahah Mursalah” yang berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan) yang
dipergunakan menetapkan suatu hukum Islam, juga dapat berarti suatu
12 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia, h., 230. 13 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1 (Jakarta: Logos, 1996), h.,144.
75
perbuatan yang mengandung nilai baik (manfaat).14
Secara bahasa maslahah ialah manfaat, faedah, bagus, baik.15
Kemudian secara istilah maslahah adalah sebuah gambaran perbuatan
yang bermanfaat yang dimaksudkan oleh syara’ (Allah) untuk setiap
hambanya dalam memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta
benda secara teratur.16 Sementara “Imam Abu Zahrah seperti dikutip
Ahmad Mukri Aji, bahwa yang dimaksud dengan maslahat ialah
pandangan mujtahid tentang perbuatan yang mengandung kebaikan yang
jelas dan bukan perbuatan yang berlawanan dengan hukum syara”.17
Persyaratan untuk menggunakan maslahah mursalah sebagai hukum
terdapat beberapa syarat tertentu yang harus dipenuhi, syarat itu ialah
sebagai berikut:
1. Bahwa maslahah tersebut dapat diterima oleh akal, bahwa semua
kriterianya sesuai dan dapat diterima oleh akal yang normal. Karena
pembentukan hukum itu harus didasarkan pada maslahah yang dapat
mendatangkan kemanfaatan dan menolak mudharat.
2. Bahwa maslahah harus bersifat umum dan menyeluruh kepada semua
orang. Artinya tidak khusus untuk orang tertentu dan tidak khusus
untuk sekelompok orang saja.
3. Bahwa maslahah itu harus dengan tujuan syara’. Artinya tidak
bertentangan dengan nash atau dalil-dalil yang sudah qath’i.18
Penulis akan menganalisis dengan menggunakan metode maslahah
mursalah, dari beberapa syarat maslahah mursalah dalam menetapkan
hukum. Pertama, saweran pengantin masih dapat diterima oleh ajaran
agama Islam. Sebab di dalam praktik saweran pengantin perkawinan tidak
ada dalil yang menolak maupun mengakuinya, karena saweran merupakan
14 Romli SA, Muqaranah Mazahib Fil Ushul, (Jakarta: Gaya Media Pratama,
1999), h. 165. 15 Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah 2011), h. 128. 16 Muliadi Kurdi, Ushul Fiqh: Sebuah Pengelanan Awal. h. 210. 17 Romli SA, Muqaranah Mazahib Fil Ushul, h. 165. 18 Muliadi Kurdi, Ushul Fiqh: Sebuah Pengelanan Awal. h. 216.
76
hukum adat perkawinan suku Sunda. Kedua, saweran bukan perbuatan
yang samar-samar maupun rekayasa belaka, melainkan jelas praktinya dan
dapat disaksikan oleh masyarakat umum. Ketiga kemaslahatan saweran
bersifat umum artinya kemanfaatan yang terkait dengan kepentingan orang
banyak, karena pada praktiknya melibatkan masyarakat dan para keluarga
dari pasangan pengantin untuk memeriahkan proses saweran pengantin,
bagi masyarakat bisa bersilaturahim dengan keluarga dari pasangan
pengantin dan bahan-bahan saweran pengantin yang berupa uang logam
yang telah di pungut oleh masyarakat dan keluarga pada proses saweran
bisa di dimanfaatkan oleh mereka untuk keperluan yang lain.
B. Pendapat Tokoh Agama Tentang Saweran Pengantin
1. Pendapat Tokoh Agama Tentang Tradisi Saweran Pengantin
Saweran pengantin mempunyai beberapa pengertian, seperti
pendapat dari Ahyani salah seorang tokoh agama, “saweran
merupakan hukum adat sunda, prosesnya dengan cara diawerkan ada
pula yang diberikan dengan menggunakan amplop kepada tukang
sawer dan keluarganya.”19
Menurut Abdul Halip tokoh agama “saweran merupakan adat
sunda yang sudah ada sejak zaman dulu. Bahan yang digunakan dalam
prosesi saweran menggunakan koin, beras, kunyit dan permen yang
nantinya di awerkan ke pengantin. Pada umumnya praktik saweran
sama dengan di daerah Tangerang lainnya, yaitu ditempat kediaman
pengantin perempuan.”20
2. Pendapat Tokoh Agama Tentang Hukum Saweran Pengantin
Salah satu tokoh agama Endang Nasrudin mengungkapkan bahwa
“Hukum adat dalam ajaran agama Islam memang diakakui asalkan
tidak keluar dari ajaran agama Islam dan tidak melanggar syariat.
19 Ahyani, Tokoh Agama, Interview Pribadi, Tangerang, 12 Maret 2018. 20 Abdul Halip, Tokoh Agama, Interview Pribadi, Tangerang, 11 April 2018.
77
Saweran pengantin boleh dan sah saja selama tidak bertentangan dan
melanggar ajaran agama Islam, lagipula saweran mendatangkan
kebahagian bagi pengantin, keluarga dan masyarakat yang hadir.”21
Sedangkan menurut pendapat Abdul Halip “adat istiadat selalu ada
dalam lingkungan msyarakat, contohnya setiap panen padi masyarakat
selalu melaksanakan acara syukuran, hal itu merupakan suatu adat
istiadat asalkan tidak bertentangan dengan hukum Islam”.22
Menurut Ahyani “Saweran pengantin menggunakan benda-benda
diperbolehkan. Masalah tersebut di dalam Islam itu disebut tafa’ul.
Tafa’ul itu sendiri yaitu mengharapkan sesuatu dari yang sama atau
dari yang lain agar mempunyai sifat yang sama dari apa yang
ditafaulinya. Contohnya seorang anak diberi nama dengan menyerupai
nama seorang ulama, harapannya anak tersebut sifat dan perilakunya
sama seperti ulama yang di tafaulinya, Saweran juga seperti itu, tafa’ul
dengan menggunakan beras, agar kehidupan rumah tangganya
tercukupi semua kebutuhan pangannya.”23
3. Sikap Tokoh Agama Terhadap Saweran Pengantin
Menurut Kholiluddin tokoh agama “bahwa saweran pengantin
apabila terus dilaksanakan maka sah-sah saja karena saweran
pengantin tidak bertentangan dengan hukum Islam, maka tidak
masalah bila ada keluarga yang melakukan praktik saweran
pengantin.”24 Sedangkan respon dari Ahyani “Tidak masalah, karena
saweran berdasarkan hukum tafa’ul yaitu menyerupai atau meniru,
walaupun tetap dilaksanakan maka boleh, karena berdasarkan hukum
menyerupai dan tidak bertentangan dengan hukum Islam. Saweran
21 Endang Nasrudin, Tokoh Agama, Interview Pribadi, Tangerang, 11 April 2018. 22 Abdul Halip, Tokoh Agama, Interview Pribadi, Tangerang, 11 April 2018. 23 Ahyani, Tokoh Agama, Interview Pribadi, Tangerang, 12 Maret 2018. 24 Abdul Halip, Tokoh Agama, Interview Pribadi, Tangerang, 11 April 2018.
78
juga merupakan salah satu bentuk kesenangan dan kebahagiaan dan
rasa syukur.”25
25 Ahyani, Tokoh Agama, Interview Pribadi, Tangerang, 12 Maret 2018.
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang terdapat pada beberapa bab
sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut,
diantaranya:
1. Tradisi saweran pengantin merupakan pemberian nasihat kepada
pasangan pengantin yang baru menikah melalui sebuah rangkaian
acara adat yang dipimpin oleh tukang sawer dengan cara
ditembangkan atau dilagukan, dimana pada saat prosesi upacara
saweran menggunakan benda-benda sebagai simbol tertentu untuk
dilemparkan ke arah pasangan pengantin. Adapun benda-benda untuk
saweran yaitu uang logam atau koin, permen, beras, dan irisan kunyit.
Bahan-bahan tersebut nantinya dicampurkan dan dimasukkan ke
dalam baskom.
2. Pelaksanaan saweran pengantin dalam perkawinan masyarakat
kecamatan Cikupa adalah keinginan pribadi dari setiap masyarakatnya
dan tanpa ada paksaan dari siapapun. Tradisi saweran pengantin
merupakan karya sastra dan sebagai media komunikasi antar generasi.
Dan syair saweran pengantin yang dilantunkan oleh tukang sawer di
Kecamatan Cikupa merupakan hasil turun temurun dari keluarganya.
3. Tradisi saweran pengantin ini tidak bertentangan dengan syariat Islam
karena di anggap membawa kemaslahatan bagi masyarakat banyak
yang sesuai dengan syarat maslahah mursalah dan sesuai juga dengan
‘urf yang shahih sebab keberadannya tidak membatalkan yang wajib
dan tidak meninggalkan yang haram.
4. Dalam hal ini, tembang sawer dapat dikatakan sebagai sarana dalam
mempertahankan nilai-nilai adat Sunda sebab salah satu karakter
budaya adalah berupaya mempertahankan eksistensi nilai-nilai dan
norma-normanya dengan cara mewariskannya dari generasi ke
80
generasi. Dari segi pelaksanaannya, sawer biasanya dilakukan
dihalaman rumah, sebab bagian halaman rumah ini sering disebut
dengan istilah panyaweran.
B. Saran-saran
Setelah melihat dan mempelajari pembahasan-pembahasan diatas,
maka penulis memberikan saran kepada masyarakat, pemerintah
Kabupaten Tangerang, dan teman-teman yang tertarik untuk meneliti lebih
jauh tentang tradisi saweran pengantin. Saran penulis antara lain:
1. Kepada masyarakat Kecamatan Cikupa bagi yang mampu
melaksanakan saweran agar tetap melestarikan karena dengan tradisi
tersebut maka komunikasi antar generasi tidak terputus, kekayaan
budaya lokal akan tetap terjaga dan bisa diwariskan kepada generasi
selanjutnya.
2. Untuk pemerintah Kabupaten Tangerang khususnya Kecamatan
Cikupa, agar lebih mengoptimalkan dalam hal pendokumentasian
budaya dan tradisi masyarakatnya khususnya tradisi saweran
pengantin, dan ikut mendukung secara aktif dalam hal mengangkat dan
memperkenalkan tradisi lokal kepada masyarakat nasional.
3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema tradisi saweran
pengantin yang ada dalam perkawinan masyarakat Kecamatan Cikupa
penulis menyarankan agar memperluas wilayah penelitian dan
membuat analisis perbandingan dari setiap daerah yang melaksanakan
tradisi saweran pengantin.
81
DAFTAR PUSTAKA
Al-quran dan Terjemahannya, Departemen Agama RI.
Agoes, Artati, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Sunda, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Aji, Ahmad Mukr, Urgensi Maslahat Mursalah dalam Dialektika Pemikiran
Hukum Islam, Cet. Kedua, Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2012.
Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009.
Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Cet. Ketiga, Jakarta: Sinar Grafika,
2011.
Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, Jakarta: Amzah 2011.
Bratawidjaja, Thomas Wiyasa, Upacara Perkawinan Adat Sunda, Jakarta: Sinar
Harapan, 1990.
Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Adat, Cet. Sembilan, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1990.
Hamidin, Aep S, Buku Pintar Adat Perkawinan Nusantara, Joogjakarta: Diva
Press, 2012.
Haroen, Nasrun, Ushul Fiqh 1, Jakarta: Logos, 1996.
Khalaf, Abdul Wahhab, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fiqih, Cet.
Ketujuh, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.
Kurdi, Muliadi, Ushul Fiqh: Sebuah Pengelanan Awal, Aceh: 2015.
Muhammad, Bushar, Asas-Asas Hukum Adat, Cet. Keempat belas, Jakarta: PT
Balai Pustaka, 2013.
Musnad Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Jilid 1, Beirut:
‘Alim al-Kutub,1998 M.
Mazohiri, Abul Kalam Syafiq Al-Qosimi, Al- Qoidah Fiqhiyyah Al-Mahmudah,
Mesir: Maktabah Zakariya.
Musnad al- Bazzar, Ahmad bin Amr al-Bazzar, Jilid 4, Madinah: Maktabah al-
Ulum wa al- Hukm, 2009 M.
82
Romli SA, Muqaranah Mazahib Fil Ushul, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999.
Saebani, Beni Ahmad, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009.
Soekanto, Soerjono dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat indonesia, Cet. Ketiga,
Jakarta: 1986.
Sopyan, Yayan, Buku Ajar Pengantar Metode Penelitian, Ciputat, Buku Ajar,
2010.
Sudiyat, Iman, Hukum Adat Sketsa Asas, Cet. Kedua,Yogyakarta: Liberty, 1981.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung,
Alfabeta, 2006.
Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007.
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Cet. Kelima, Jakarta: Prenada Media Group,
2009.
Skripsi
Ilman, Muhamad, Tradisi Pembayaran Uang Pelangkah Dalam Perkawinan,
Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2016.
Saepudin, Aep, Makna Filosofis Tembang Sawer Dalam Upacara Perkawinan
Adat Sunda. Skripsi S-1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010.
Artikel dan Wawancara
Masduki, Aam, Upacara Perkawinan Adat Sunda Di Kecamatan Cicalengka
Kabupaten Bandung, Patanjala, Vol. 2, No. 3 2010.
Selayang Pandang Kecamatan Cikupa 2017, Tangerang: Pemerintah Kabupaten
Tangerang Kecamatan Cikupa, 2017.
Supinah, Pien, Sawer: Komunikasi Simbolik pada Adat Tradisi Suku Sunda dalam
Upacara Setelah Perkawinan, Mediator, Vol. 7, No 1, 2006.
Susanti, Susi, dkk, Syair Nasihat Dalam Sawer Pengantin, Riau.
83
Tommy Simatupang, “Pengertian Antropologi Hukum” Artikel diakses pada 28
Agustus 2018 dari https://www.berandahukum.com/2017/03/pengertian-
antropologi-hukum.html
Di Akses Pada Tanggal 13 Februari 2018 di http://mahligai-
indonesia.com/pernikahan-nusantara/prosesi-adat/prosesi-nyawer-atau-
saweran-dalam-pernikahan-adat-sunda-4346
Di Akses Pada Tanggal 07 April 2018 di
https://www.kompasiana.com/topherwanto/5a1246e43c2c7504ca629542/sa
weran-budaya-atau-gengsi
Interview Pribadi dengan Lia Rosnawati, Ibu Rumah Tangga, Tangerang, 10
Maret 2018.
Interview Pribadi dengan Endang Nasrudin, Tokoh Agama, Tangerang, 11 Maret
2018.
Interview Pribadi dengan Sunipah, Ustadzah/Tukang Sawer, Tangerang, 12 Maret
2018.
Interview Pribadi dengan Ahyani, Tokoh Agama, Tangerang, 12 Maret 2018.
Interview Pribadi dengan Aja Sarja, Tokoh Adat/Tukang sawer, Tangerang, 13
Maret 2018.
Interview Pribadi dengan Siti Hamamah, Ustadzah/Tukang Sawer, Tangerang, 23
Maret 2018.
Interview Pribadi dengan Amah, Ibu Rumah Tangga, Tangerang, 23 Maret 2018.
Interview Pribadi dengan Kholiludddin, Tokoh Agama, Tangerang, 24 Maret
2018.
Interview Pribadi dengan Haetami, Wiraswasta, Tangerang, 8 April 2018.
Interview Pribadi dengan Abdul Halip, Tokoh Agama, Tangerang, 11 April 2018.
Interview Pribadi dengan Saepul Hupad, Penghulu KUA Kecamatan CIkupa,
Tangerang, 11 April 2018.
Interview Pribadi dengan Siti Maswah, Kasubag Umum dan Kepegawaian
Kecamatan Cikupa, Tangerang, 12 April 2018.
Interview Pribadi dengan Syamsuddin, Wiraswasta/Tukang Sawer, Tangerang, 28
April 2018.
LAMPIRAN
WAWANCARA DENGAN TUKANG SAWER KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG
Nama : Hj. Sunipah
Alamat : Waru RT. 13/09 Desa Pasir Jaya Kecamatan Cikupa
Waktu : 12 Maret 2018 15.15-15.40 WIB
Pekerjaan : Ustadzah/Tukang Sawer
PENGETAHUAN
Pertanyaan : Dalam proses pernikahan adat sunda terdapat banyak tahapan yang
dilakukan, salah satunya yaitu tradisi sawer pengantin. Apa yang ibu
ketahui mengenai tradisi ini?
Jawaban : Itu mah jadi yang punya hajat ada kaul hayang di saweran,
panganten bahagia, mengadakan kebahagian pengantin.
Pertanyaan : Bagaimana bentuk tradisi saweran pengantin yang terdapat pada
masyarakat di kecamatan Cikupa?
Jawaban : Adat kebiasan orang sunda bila ada pengantin suka ada saweran
Pertanyaan : Hingga saat ini, saweran masih dipraktikan. Sebetulnya sejak
kapan tradisi saweran di Kecamatan Cikupa ini berlangsung?
Jawaban : Sudah lama
Pertanyaan : Saweran dilakukan dengan menggunakan syai-syair tertantu, lantas
dari mana asal teks syair saweran yang bapak/ibu lantunkan
tersebut?
Jawaban : Dari turun temurun,
Pertanyaan : Apa yang mendasari atau makna filosofis saweran pengantin
menggunakan koin?
Jawaban : Jadi supaya rame, dan juga senang yang mungut.
Pertanyaan : Apakah besaran uang saweran pengantin dipengaruhi oleh
tingkatan ekonomi yang ada di tengah-tengah masyarakat?
Jawaban : Tergantung kemauan masyarakat, tidak ada batasan.
Pertanyaan : Apakah ada perbedaan antara saweran yang dilakukan pada zaman
dulu dengan zaman sekarang?
Jawaban : tidak ada, sama saja
Pertanyaan : Di dalam praktik saweran, terdapat benda-benda tertentu yang ikut
serta digunakan. Apakah benda tersebut memiliki makna atau
maksud tersendiri? Mohon penjelasannya.
Jawaban : Uang receh untuk kebutuhan keluarga, beras ya buat pangan,
permen supaya hidupnya manis, kunyit di campuri beras yah supaya
menjadi kuning, artinya emas, kehidupan materinya terpenuhi
Pertanyaan : Bagaimanakah proses persiapan saweran pengantin? mohon
dijelaskan secara rinci.
Jawaban : uang, permen, beras, dan kunyit.
Pertanyaan : Di dalam pernikahan adat sunda terdapat saweran pengantin,
apabila tidak melakukan tradisi tersebut, apakah ada dampak ke
perkawinan tersebut?
Jawaban : Tidak ada, itu mah hanya carek.
Pertanyaan : Menurut ibu, apa tujuan saweran pengantin dalam proses
pernikahan?
Jawaban : Tujuan saweran ya untuk memberikan nasihat atau petuah-petuah
untuk pengantin laki-laki dan perempuan agar kehidupan rumah
tangganya baik, sakinah, mawaddah dan rohmah seperti kehidupan
rumah tangga Nabi Muhammad SAW, disamping untuk nasihat inni
juga memberika kebahagiaan untuk pengantin dan masyarakat yang
hadir, keluarga bisa memberikan manfaat untuk masyarakat dan
sekaligus melestarikan adat sunda
Pertanyaan : Apakah ada ritual lain setelah saweran berlangsung, mohon
paparkan sepengetahuan ibu?
Jawaban : Tidak ada.
Pertanyaan : Selama ini, apakah ibu/bapak pernah menemukan pasangan yang
berbeda pendapat tentang tradisi saweran pengantin?
Jawaban : Tidak ada.
Pertanyaan : Apakah suatu waktu pernah datang kepada ibu seseorang yang
paham agama untuk mengomentari tradisi saweran, mengingat
tradisi ini mempunyai kepercayaan terhadap benda-benda saweran?
Jawaban : Tidak ada
Pertanyaan : Bagaimana dengan tokoh agama yang ada di Kecamatan Cikupa?
Apakah ada yang mempermasalahkan tradisi saweran ini?
Jawaban : Tidak ada.
WAWANCARA DENGAN TUKANG SAWER KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG
Nama : Aja Sarja
Alamat : Bunut RT. 01/02 Desa Pasir Gadung Kecamatan Cikupa
Waktu : 13 Maret 2018 10.37-11.04 WIB
Pekerjaan : Tokoh Adat/Tukang Sawer
PENGETAHUAN
Pertanyaan : Dalam proses pernikahan adat sunda terdapat banyak tahapan yang
dilakukan, salah satunya yaitu tradisi sawer pengantin. Apa yang
bapak ketahui mengenai tradisi ini?
Jawaban : Di ketahui bilamana ibu bapak punya nadzhar anak punya jodoh
mau di sawer, jadi orang tuanya punya nadzhar anaknya di sawer
kalau dapat jodoh
Pertanyaan : Bagaimana bentuk tradisi saweran pengantin yang terdapat pada
masyarakat di kecamatan Cikupa?
Jawaban : Bentuk saweran pertama-tama pengantin laki-laki dan perempuan
duduk di kursi lalu di sawer, kemudian yang di siapkan yaitu uang
dan beras, tapi beras kuning suapaya rizkinya makmur itu tradisinya.
Pertanyaan : Hingga saat ini, saweran masih dipraktikan. Sebetulnya sejak
kapan tradisi saweran di Kecamatan Cikupa ini berlangsung?
Jawaban : Ya mungkin tradisinya dari nenek moyang kita dan memang sudah
lama.
Pertanyaan : Saweran dilakukan dengan menggunakan syai-syair tertantu, lantas
dari mana asal teks syair saweran yang bapak/ibu lantunkan
tersebut?
Jawaban : Dari Ayah, turun temurun.
Pertanyaan : Apa yang mendasari atau makna filosofis saweran pengantin
menggunakan koin?
Jawaban : Dari leluhur, jawa, zaman purbakala sudah ada. Dari nenek moyang
kita.
Pertanyaan : Apakah besaran uang saweran pengantin dipengaruhi oleh
tingkatan ekonomi yang ada di tengah-tengah masyarakat?
Jawaban : Tidak, itu semunya tergantung kemampuan masyarakat aja.
Pertanyaan : Apakah ada perbedaan antara saweran yang dilakukan pada zaman
dulu dengan zaman sekarang?
Jawaban : Ada bedanya, kalau dulu bahasa sansakerta, kalau bahasa sekarang
bahasanya nyata, bahasa jawa dan bahasa sunda.
Pertanyaan : Di dalam praktik saweran, terdapat benda-benda tertentu yang ikut
serta digunakan. Apakah benda tersebut memiliki makna atau
maksud tersendiri? Mohon penjelasannya.
Jawaban : Makna dan syarat hakikat, maha kuasa. Beras arti supaya kedua
mempelai masa depannya makmur rizkinya karena beras makanan
Indonesia, permen karena ada manis biar keluarganya manis dalam
membina rumah tangga.
Pertanyaan : Bagaimanakah proses persiapan saweran pengantin? mohon
dijelaskan secara rinci.
Jawaban : Yah persiapnnya hanya itu saja. Permen, beras, kunyit, dan uang
logam
Pertanyaan : Di dalam pernikahan adat sunda terdapat saweran pengantin,
apabila tidak melakukan tradisi tersebut, apakah ada dampak ke
perkawinan tersebut?
Jawaban : Tidak ada.
Pertanyaan : Menurut bapak/ibu, apa tujuan saweran pengantin dalam proses
pernikahan?
Jawaban : Supaya berkah selamat sakinah mawaddah warahmah
Pertanyaan : Apakah ada ritual lain setelah saweran berlangsung, mohon
paparkan sepengetahuan bapak/ibu?
Jawaban : Tidak ada sih
Pertanyaan : Selama ini, apakah ibu/bapak pernah menemukan pasangan yang
berbeda pendapat tentang tradisi saweran pengantin?
Jawaban : Tidak ada, akur-akur saja.
Pertanyaan : Apakah suatu waktu pernah datang kepada bapak/ibu seseorang
yang paham agama untuk mengomentari tradisi saweran, mengingat
tradisi ini mempunyai kepercayaan terhadap benda-benda saweran?
Jawaban : Tidak ada.
Pertanyaan : Bagaimana dengan tokoh agama yang ada di Kecamatan Cikupa?
Apakah ada yang mempermasalahkan tradisi saweran ini?
Jawaban : Tidak ada.
WAWANCARA DENGAN TUKANG SAWER KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG
Nama : Hj. Siti Hamamah
Alamat : Gebang RT. 01/05 Desa Sukadamai Kecamatan Cikupa
Waktu : 23 Maret 2018 13.10-13.40 WIB
Pekerjaan : Ustadzah/Tukang Sawer
PENGETAHUAN
Pertanyaan : Dalam proses pernikahan adat sunda terdapat banyak tahapan yang
dilakukan, salah satunya yaitu tradisi sawer pengantin. Apa yang
ibu ketahui mengenai tradisi ini?
Jawaban : Yang punya rencana tentang pernikahan, yang kedua susah
jodohnya maka di sawer. Di sawer biar masyarakat tau dan sekaligus
shadaqoh.
Pertanyaan : Hingga saat ini, saweran masih dipraktikan. Sebetulnya sejak
kapan tradisi saweran di Kecamatan Cikupa ini berlangsung?
Jawaban : Sudah lama adanya.
Pertanyaan : Saweran dilakukan dengan menggunakan syai-syair tertantu, lantas
dari mana asal teks syair saweran yang ibu lantunkan tersebut?
Jawaban : Dari hikmah kitab Uqudulujain dan karena syair ini dari turun
temurun.
Pertanyaan : Apakah ada perbedaan antara saweran yang dilakukan pada zaman
dulu dengan zaman sekarang?
Jawaban : Tidak ada,sama sama mengunakan permen, uang logam, kunyit
yang di iris-iris kemudian di campuri dengan beras
Pertanyaan : Di dalam praktik saweran, terdapat benda-benda tertentu yang ikut
serta digunakan. Apakah benda tersebut memiliki makna atau
maksud tersendiri? Mohon penjelasannya.
Jawaban : Jelas mengandung makna, seperti permen, karena permen itu manis
harapannya atau tandanya yaitu supaya keluarga itu dalam menjalani
kehidupan rumah tangganya selalu manis dan bagi orang yang
melihatnya pun ikut senang, beras itu mempunyai tanda sebagai
bahan makanan pokok orang indonesia, maksudnya yaitu supaya
kebutuhan makanannya terlebih beras supaya terpenuhi agar tidak
kekurangan, kunyit itu kan warnanya kuning seperti emas
maksudnya agar makmur, uang koin atau receh yah itu punya
makna agar hartanya selalu tercukupi.
Pertanyaan : Bagaimanakah proses persiapan saweran pengantin? mohon
dijelaskan secara rinci.
Jawaban : Sesudah akad atau ketika proses resepsi. Pengantin dipayungi
ketika proses berlangsung. Menggunakan bantal juga agar khusus
mendengarkan saweran yang dijadikan pedoman hidup.
Pertanyaan : Menurut ibu, apa tujuan saweran pengantin dalam proses
pernikahan?
Jawaban : Supaya disamping meriah dan supaya diambil hikmahnya dari kata
kata saweran.
Pertanyaan : Apakah ada ritual lain setelah saweran berlangsung, mohon
paparkan sepengetahuan ibu?
Jawaban : Ada, misalkan boga carek susah jodoh, setelah itu nincak dodol dan
dipayungi sama bakakak ayam, karena tujuannya sudah terkabul.
Atau tidak mau menikah akhirnya menikah, supaya kesana rumah
tangganya mulus.
Pertanyaan : Selama ini, apakah ibu pernah menemukan pasangan yang berbeda
pendapat tentang tradisi saweran pengantin?
Jawaban : Tidak ada. Karena ketika mengundang tukang sawer sudah tau
kedua mempelainya
Pertanyaan : Apakah suatu waktu pernah datang kepada ibu seseorang yang
paham agama untuk mengomentari tradisi saweran, mengingat
tradisi ini mempunyai kepercayaan terhadap benda-benda saweran?
Jawaban : Sementara ini tidak ada yang mengomentari. Karena masalah ini
adalah nadzar.
Pertanyaan : Bagaimana dengan tokoh agama yang ada di Kecamatan Cikupa?
Apakah ada yang mempermasalahkan tradisi saweran ini?
Jawaban : Sementara ini tidak ada yang mempermasalahkan.
WAWANCARA DENGAN TUKANG SAWER KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG
Nama : Ust. Samsyudin
Alamat : Talaga RT. 003/03 Desa Talaga Kecamatan Cikupa
Waktu : 28 April 2018 15.10-15.26 WIB
Pekerjaan : Wiraswasta/Tukang Sawer
PENGETAHUAN
Pertanyaan : Dalam proses pernikahan adat sunda terdapat banyak tahapan yang
dilakukan, salah satunya yaitu tradisi sawer pengantin. Apa yang
bapak ketahui mengenai tradisi ini?
Jawaban : Sawer itu artinya air hujan yang masuk ke dalam rumah karena
terhembus sama angin. Karena saweran di ambil dari kata sawer
atau awer yah artinya seperti itu
Pertanyaan : Bagaimana bentuk tradisi saweran pengantin yang terdapat pada
masyarakat di kecamatan Cikupa?
Jawaban : Yah bentuknya pihak pengantin di sawer oleh tukang sawer, ya
yang menyiapkan yaitu pihak perempuan karena acaranya ada di
tempat perempuan.
Pertanyaan : Hingga saat ini, saweran masih dipraktikan. Sebetulnya sejak
kapan tradisi saweran di Kecamatan Cikupa ini berlangsung?
Jawaban : Ya sudah lama ya, dari nenek moyang juga sebenarnya sudah ada,
tapi saat ini sudah jarang dilaksanakan.
Pertanyaan : Saweran dilakukan dengan menggunakan syai-syair tertantu, lantas
dari mana asal teks syair saweran yang bapak/ibu lantunkan
tersebut?
Jawaban : Teks saweran yang saya lantunkan ya dapat dari Ayah saya, saya
hanya meneurkan saja.
Pertanyaan : Apa yang mendasari atau makna filosofis saweran pengantin
menggunakan koin?
Jawaban : Karena materi itu identik dengan uang, semoga pengantin itu selalu
di berkahi dengan rizki yang berlimpah.
Pertanyaan : Apakah besaran uang saweran pengantin dipengaruhi oleh
tingkatan ekonomi yang ada di tengah-tengah masyarakat?
Jawaban : Tergantung yang punya hajat saja dan semampunya saja
Pertanyaan : Apakah ada perbedaan antara saweran yang dilakukan pada zaman
dulu dengan zaman sekarang?
Jawaban : Tidak ada, sama saja.
Pertanyaan : Di dalam praktik saweran, terdapat benda-benda tertentu yang ikut
serta digunakan. Apakah benda tersebut memiliki makna atau
maksud tersendiri? Mohon penjelasannya.
Jawaban : Untuk makna permen ya mudah-mudahan rumah tangganya selalu
manis, kalau beras kebutuhan pokoknya selalu terpebuhi, kalau koin
supaya selalu diberikan rizki yang berlimpah
Pertanyaan : Bagaimanakah proses persiapan saweran pengantin? mohon
dijelaskan secara rinci.
Jawaban : Yang perlu di persiapkan yaitu koin, beras, permen, payung, kursi,
hanya itu saja.
Pertanyaan : Di dalam pernikahan adat sunda terdapat saweran pengantin,
apabila tidak melakukan tradisi tersebut, apakah ada dampak ke
perkawinan tersebut?
Jawaban : Tidak ada,
Pertanyaan : Menurut bapak, apa tujuan saweran pengantin dalam proses
pernikahan?
Jawaban : Yah memberi nasihat kepada pengantin dan memberikan
kebahagian terhadap keluarga dan masyarakat yang hadir
Pertanyaan : Apakah ada ritual lain setelah saweran berlangsung, mohon
paparkan sepengetahuan bapak?
Jawaban : Tidak ada.
Pertanyaan : Selama ini, apakah ibu/bapak pernah menemukan pasangan yang
berbeda pendapat tentang tradisi saweran pengantin?
Jawaban : Tidak ada.
Pertanyaan : Apakah suatu waktu pernah datang kepada bapak/ibu seseorang
yang paham agama untuk mengomentari tradisi saweran, mengingat
tradisi ini mempunyai kepercayaan terhadap benda-benda saweran?
Jawaban : Tidak ada.
Pertanyaan : Bagaimana dengan tokoh agama yang ada di Kecamatan Cikupa?
Apakah ada yang mempermasalahkan tradisi saweran ini?
Jawaban : Tidak ada.
WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG
Nama : Lia Rosnawati
Alamat : Bukit Tiara 14/03 Desa Pasir Jaya Kecamatan CIkupa
Waktu : 10 Maret 2018 14.15-14.35 WIB
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
A. PENGETAHUAN
Pertanyaan : Dalam proses pernikahan adat sunda terdapat banyak tahapan yang
dilakukan, salah satunya yaitu tradisi sawer pengantin. Apa yang ibu
ketahui mengenai tradisi ini?
Jawaban : Saweran yaitu ciri khas orang sunda di dalam pernikahannya.
Pertanyaan : Bagaimanakah proses persiapan saweran pengantin tersebut?
Mohon dijelaskan secara rinci
Jawaban : Persiapan saweran yaitu berupa persiapan waktu, tempat,
persiapan peralatan yang akan digunakan serta penyelenggara atau
orang-orang yang terlibat dalam ritual sawer. Saweran dilakukan
setelah proses akad nikah dan saweran pun merupakan bagian dari
rangkaian acara pernikahan itu sendiri.
Pertanyaan : Apakah besaran uang saweran pengantin dipengaruhi oleh
stratifikasi sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat? Jika iya,
apa komentar ibu akan hal itu?
Jawaban : Besaran uang saweran sama sekali tidak ada batas minimal dan
maksimal, semampunya kedua keluarga tersebut, yah kalau orang
tersebut mampu mungkin lebih besar.
Pertanyaan : Menurut ibu, apa tujuan saweran pengantin dalam proses
pernikahan?
Jawaban : Kalau ada jodoh anak mau di sawer jadi sudah di niatkan.
B. PRAKTIK Pertanyaan : Bagaimana pernikahan ibu dulu? Apakah menyertakan tradisi
saweran dalam prosesnya?
Jawaban : Iya, saya menyertakan tradisi saweran pengantin
Pertanyaan : Siapakah diantara suami/istri yang harus menyiapkan proses
saweran pengantin?
Jawwaban : Mempelai wanita, karena acara pernikahannya berada di tempat
wanita, maka wanita yang menyiapkannya
Pertanyaan : Berapakah jumlah uang saweran pengantin yang ibu siapkan saat
menikah?
Jawaban : Saya menyiapkan tiga ratus lima puluh ribu rupiah.
Pertanyaan : Apakah ada ritual lain setelah saweran berlangsung, mohon
paparkan sepengetahuan ibu?
Jawaban : Tidak ada, hanya menyambut tamu yang datang.
C. SIKAP
Pertanyaan : Apakah saweran pengantin tersebut memberatkan mempelai laki-
laki/perempuan? Mohon tanggapannya.
Jawaban : Tidak, soalnya sudah di niatkan ada proses saweran dan biar orang
lain juga tau
Pertanyaan : Bagaimana respon ibu jika ada keluarga atau kerabat yang
melaksanakan saweran?
Jawaban : Bagus, karena tradisi sunda tetap di lakukan dan di lestarikan
Pertanyaan : Dari zaman dulu sampai saat ini, saweran masih tetap dilakukan,
bagaimana respon ibu mengenai hal ini, setuju atau tidak?
Jawaban : Harus di lestarikan, karena kan sejak zaman dulu dan itu ciri khas
orang sunda, ketika ada nikahan maka ada berlangsung saweran
pengantin.
WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG
Nama : Amah
Alamat : Pasir Awi RT. 16.07 Desa Pasir Jaya Kecamatan Cikupa
Waktu : 23 Maret 2018 10.13-10.35 WIB
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
A. PENGETAHUAN
Pertanyaan : Dalam proses pernikahan adat sunda terdapat banyak tahapan yang
dilakukan, salah satunya yaitu tradisi sawer pengantin. Apa yang ibu
ketahui mengenai tradisi ini?
Jawaban : Yaitu tradisi perkawinan adat sunda.
Pertanyaan : Bagaimanakah proses persiapan saweran pengantin tersebut?
Mohon dijelaskan secara rinci
Jawaban : Bahan yang di persipkan adalah uang, permen, dan beras yang di
kasih kunyit.
Pertanyaan : Apakah besaran uang saweran pengantin dipengaruhi oleh
stratifikasi sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat? Jika iya,
apa komentar ibu akan hal itu?
Jawaban : Tidak, semampunya orang hajat. Misalkan ada uang dua ratus ribu,
maka yang di sawer adalah dua ratus ribu.
Pertanyaan : Menurut ibu, apa tujuan saweran pengantin dalam proses
pernikahan?
Jawaban : Perniatan anak untuk acara pernikahan. Karena punya nadzar yah
di sawer, sekaligus untuk memberikan kesenangan untuk orang lain.
B. PRAKTIK Pertanyaan : Bagaimana pernikahan ibu dulu? Apakah menyertakan tradisi
saweran dalam prosesnya?
Jawaban : Tidak, namun anak di sawer
Pertanyaan : Siapakah diantara suami/istri yang harus menyiapkan proses
saweran pengantin?
Jawwaban : Yang menyiapkan adalah pihak istri. Namun terkadang pihak dari
mempelai pria membantu dari segi uangnya.
Pertanyaan : Berapakah jumlah uang saweran pengantin yang ibu siapkan saat
menikah?
Jawaban : Anak saya seratus lima puluh ribu rupiah
Pertanyaan : Apakah ada ritual lain setelah saweran berlangsung, mohon
paparkan sepengetahuan ibu?
Jawaban : Setelah proses saweran maka sang pengantin dibawa ke dalam
untuk di bawa ke tengah pintu, anak cwo di gandeng sama pihak
perempuan, pihak laki-laki di gandeng bersama pihak perempuan,
maka setelah itu ninjak dodol dan uang. Uangnya adalah lembaran.
Setelah itu huap lingkung, yaitu saling menyuapkan makanan,
makanannya nasi dan ayam bakar.
C. SIKAP
Pertanyaan : Apakah saweran pengantin tersebut memberatkan mempelai laki-
laki/perempuan? Mohon tanggapannya.
Jawaban : Tidak memberatkan, karena menyuruh kepada tukang sawer.
Dalam menyaipakan proses saweran juga gak memberatkan.
Pertanyaan : Bagaimana respon ibu jika ada keluarga atau kerabat yang
melaksanakan saweran?
Jawaban : Senang, karena ikut memeriahkan proses saweran sekaligus
sebagai hiburan
Pertanyaan : Dari zaman dulu sampai saat ini, saweran masih tetap dilakukan,
bagaimana respon bapak/ibu mengenai hal ini, setuju atau tidak?
Jawaban : Sejak zaman dulu emang sudah ada, sejak zaman uyut ibu sudah
ada saweran berlangsung. Kalau misalkan di suruh untuk saweran
maka ibu senang saja. Senang misalkan anak dan cucu masih
melakukan saweran ketika menikah.
WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG
Nama : Haetami
Alamat : Pasir Awi RT. 16/ 07 Desa Pasir Jaya Kecamatan Cikupa
Waktu : 8 April 2018 16.40-15.15 WIB
Pekerjaan : Wiraswasta
A. PENGETAHUAN
Pertanyaan : Dalam proses pernikahan adat sunda terdapat banyak tahapan yang
dilakukan, salah satunya yaitu tradisi sawer pengantin. Apa yang
bapak ketahui mengenai tradisi ini?
Jawaban : Saweran pengantin yaitu tradisi suku sunda tentang adat
pernikahan, saweran itu mempunyai arti memberikan nasihat
kepada para pengantin laki-laki dan perempuan, nasihatnya itu
tentang berkeluarga nanti biar menjadi keluarga sakinah, mawaddah
dan rohmah.
Pertanyaan : Bagaimanakah proses persiapan saweran pengantin tersebut?
Mohon dijelaskan secara rinci
Jawaban : Praktiknya ya ketika setelah akad nikah, biasanya ketika acara
resepsi pernikahan yang dihadiri oleh para tamu undangan serta
besan dari pihak mempelai laki-laki, pihak keluarga perempuan
menyiapkan uang receh, permen, beras, dan kunyit, kalau kunyit di
campur dengan beras agar berasnya berubah warna supaya jadi
warna kuning yang tandanya emas. Lalu tukang sawer yang
menaburkan atau mengawerkan bisa juga dari pihak keluarga
mempelai pengantin ke arah pengantin yang sudah duduk dikursi
yang telah di sediakan, tukang sawer menyanyikan kidung sambil
mengawerkan uang logamnya. Pada saat mengawerkannya
menunggu tanda dari tukang sawer dengan tanda sapun atau sawer,
kalau uang recehnya sudah habis, maka prosesi saweran telah
selesai.
Pertanyaan : Apakah besaran uang saweran pengantin dipengaruhi oleh
tingkatan ekonomi yang ada di tengah-tengah masyarakat?
Jawaban : Tidak, semampunya dari pihak mempelai wanita, biasanya pihak
laki-laki juga menambahkan buat saweran.
Pertanyaan : Menurut bapak, apa tujuan saweran pengantin dalam proses
pernikahan?
Jawaban : Ya tujuannya melestarikan adat sunda, kemudian memberikan
nasihat buat para pengantin dalam berumah tangga, serta untuk
memeriahkan acara pernikahan sama kadang ada juga yang
bernadzar untuk saweran kalau anaknya berjodoh nanti.
Pertanyaan : Di dalam pernikahan adat sunda terdapat saweran pengantin,
apabila tidak melakukan tradisi tersebut, apakah ada dampak ke
perkawinan tersebut?
Jawaban : Tidak ada, itu hanya adat yang gak harus di laksanakan, mau
melaksanakan ya silahkan, gak melaksanakan juga tidak ada-apa,
tapi kalau yang nadzar ya harus melaksanakannya.
B. PRAKTIK Pertanyaan : Bagaimana pernikahan bapak dulu? Apakah menyertakan tradisi
saweran dalam prosesnya?
Jawaban : Ya melaksanakan
Pertanyaan : Siapakah diantara suami/istri yang harus menyiapkan proses
saweran pengantin?
Jawwaban : Ya pihak istri, karena acaranya di kediaman istri
Pertanyaan : Berapakah jumlah uang saweran pengantin yang bapak siapkan
saat menikah?
Jawaban : Dua ratus ribu
Pertanyaan : Apakah ada ritual lain setelah saweran berlangsung, mohon
paparkan sepengetahuan bapak/ibu?
Jawaban : Yah ada, waktu itu nincak dodol
C. SIKAP
Pertanyaan : Apakah saweran pengantin tersebut memberatkan mempelai laki-
laki/perempuan? Mohon tanggapannya.
Jawaban : Tidak memberatkan, karena itu juga kan buat memeriahkan pesta
pernikahan dan melestarikan adat sunda.
Pertanyaan : Bagaimana respon bapak jika ada keluarga atau kerabat yang
melaksanakan saweran?
Jawaban : Yah senang, karena masih di praktikan tradisi sunda dulu sampai
sekarang, saya sih berharap supaya pernikahan di Cikupa ini selalu
mempraktikan saweran di acara pernikahannya agar tidak punah
nantinya dan agar generasi mudanya juga tau akan saweran itu adat
sunda.
Pertanyaan : Dari zaman dulu sampai saat ini, saweran masih tetap dilakukan,
bagaimana respon bapak mengenai hal ini, setuju atau tidak?
Jawaban : Yah setuju sekali, memang harus tetap di lakukan agar generasi
muda tau tentang tradisi ini.
WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG
Nama : Saepul Hupad, S.sy, S.H
Alamat : KUA Cikupa
Waktu : 11 April 2018 14.30-15.10 WIB
Pekerjaan : Penghulu Kec. Cikupa
A. PENGETAHUAN
Pertanyaan : Dalam proses pernikahan adat sunda terdapat banyak tahapan yang
dilakukan, salah satunya yaitu tradisi sawer pengantin. Apa yang
bapak ketahui mengenai tradisi ini?
Jawaban : Ya itu kan sudah tradisi, memang bagus karena sangat meriah dan
kerumunin sama anak-anak, asal tidak bertentangan dengan ajaran
agama kita, yah sah-sah saja.
Pertanyaan : Bagaimanakah proses persiapan saweran pengantin tersebut?
Mohon dijelaskan secara rinci
Jawaban : Di awali dengan lagu kidung sunda, setelah kidung dilantunkan
maka benda sawer dilemparkan, biasanya beras kuning, di campur
dengan permen dan uang logam.
Pertanyaan : Apakah besaran uang saweran pengantin dipengaruhi oleh
tingkatan ekonomi yang ada di tengah-tengah masyarakat?
Jawaban : Yah jelas, karena apabila ekonominya tinggi pasti
mengeluarkannya lebih tinggi lagi, kalau masyarakat biasa-biasa
saja. Contohnya kalau masyarakat menengah mungkin seratus ribu,
tapi kalau masyarakat ke atas mungkin lebih tinggi lagi
Pertanyaan : Menurut bapak, apa tujuan saweran pengantin dalam proses
pernikahan?
Jawaban : Tujuannya yah biar meriah, sebagai pesan moral, dan menjaga
tradisi juga agar tidak hilang.
Pertanyaan : Di dalam pernikahan adat sunda terdapat saweran pengantin,
apabila tidak melakukan tradisi tersebut, apakah ada dampak ke
perkawinan tersebut?
Jawaban : Tidak ada, itu kan hanya ssebagai tradisi saja. Mau melaksanakan
dan tidak melaksanakan juga tidak apa-apa.
B. PRAKTIK Pertanyaan : Bagaimana pernikahan bapak dulu? Apakah menyertakan tradisi
saweran dalam prosesnya?
Jawaban : Iya ada, waktu itu saya dibawa ke suatu tempat di halaman rumah
duduk berdua sama istri lalu di payungin.
Pertanyaan : Siapakah diantara suami/istri yang harus menyiapkan proses
saweran pengantin?
Jawwaban : Biasanya pihak istri karena acaranya di tempat istri
Pertanyaan : Berapakah jumlah uang saweran pengantin yang bapak siapkan
saat menikah?
Jawaban : Waktu itu kurang lebih seratus ribu rupiah, karena pada zaman itu
ukuran segitu cukup besar.
Pertanyaan : Apakah ada ritual lain setelah saweran berlangsung, mohon
paparkan sepengetahuan bapak?
Jawaban : Tidak ada, waktu itu setelah saweran selesai langsung duduk lagi
di tempat pelaminan untuk menyambut para tamu undangan.
C. SIKAP
Pertanyaan : Apakah saweran pengantin tersebut memberatkan mempelai laki-
laki/perempuan? Mohon tanggapannya.
Jawaban : Saya rasa tidak, Tradisi saweran pengantin ini memang harus tetap
di laksanakan dan di lestarikan, lagipula acara macam hal ini tidak
memberatkan pihak keluarga karena pastinya mereka sudah
meniatkan untuk melakukan saweran ini
Pertanyaan : Bagaimana respon bapak jika ada keluarga atau kerabat yang
melaksanakan saweran?
Jawaban : Saya setuju karena saya pribadi dulu melaksanakan hal itu. Apalagi
kita kan suku sunda jadi harus melaksanakan. Dengan adanya
saweran ini kan kita kembali ke zaman dulu sehingga melestarikan.
Lagipula kan banyak pesan moral yang di sampaikan.
Pertanyaan : Dari zaman dulu sampai saat ini, saweran masih tetap dilakukan,
bagaimana respon bapak/ibu mengenai hal ini, setuju atau tidak?
Jawaban : Respon saya sangat setuju, karena itu tadi kembali lagi jangan-
jangan masyarakat tidak tau tradisi ini, ketika dia melihat kan jadi
tahu, jadikan kalau punya anak mau juga ada tradisi ini. Jadi kan
pada tau sama tradisi ini. Penting juga kan tradisi ini kan nantinya
akan terkenang.
WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG
Nama : Siti Maswah, S.Sos, M.Si
Alamat : Kecamatan Cikupa
Waktu : 12 April 2018 09.20-09.40 WIB
Pekerjaan : Kasubag Umum dan Kepegawaian Kec. Cikupa
A. PENGETAHUAN
Pertanyaan : Dalam proses pernikahan adat sunda terdapat banyak tahapan yang
dilakukan, salah satunya yaitu tradisi sawer pengantin. Apa yang ibu
ketahui mengenai tradisi ini?
Jawaban : Kalau menurut saya saweran pengantin ini bisa dijadikan rasa
bentuk syukur yang berupa rasa syukur kita dan warga sekitar juga
merasakan kebahagiaan sama tradisi ini.
Pertanyaan : Bagaimanakah proses persiapan saweran pengantin tersebut?
Mohon dijelaskan secara rinci
Jawaban : Kalau di Sunda yang saya tahu itu beras, permen, uang, dan kunyit.
Pertanyaan : Apakah besaran uang saweran pengantin dipengaruhi oleh
tingkatan ekonomi yang ada di tengah-tengah masyarakat?
Jawaban : Tergantung kesanggupan masyarakat itu sendiri. Kalau menurut
saya tidak ada batasan yang di pengaruhi oleh seorang tokoh atau
kekayaan seseorang.
Pertanyaan : Menurut ibu, apa tujuan saweran pengantin dalam proses
pernikahan?
Jawaban : Kalau secara umumnya yah pesta pernikahan, disamping itu kan
benda-benda saweran kan ada makna tertentu seperti yang saya
sampaikan tadi, beras melambangkan apa, permen melambangkan
apa.
Pertanyaan : Di dalam pernikahan adat sunda terdapat saweran pengantin,
apabila tidak melakukan tradisi tersebut, apakah ada dampak ke
perkawinan tersebut?
Jawaban : Tidak ada, karena kalau secara sahnya nikah itu kan hanya ijab
qaabul, kalau itu kan hanya sebagai pesta pernikahan saja.
B. PRAKTIK Pertanyaan : Bagaimana pernikahan ibu dulu? Apakah menyertakan tradisi
saweran dalam prosesnya?
Jawaban : Iya saya menyiapkan saweran, karena saya anak pertama jadi anak
Pertanyaan : Siapakah diantara suami/istri yang harus menyiapkan proses
saweran pengantin?
Jawwaban : Pihak istri
Pertanyaan : Berapakah jumlah uang saweran pengantin yang ibu siapkan saat
menikah?
Jawaban : Saya mempersiapkannya sebesar 500 ribu, karena habis di sawer
keluarga membagikan kepada sanak saudara.
Pertanyaan : Apakah ada ritual lain setelah saweran berlangsung, mohon
paparkan sepengetahuan ibu?
Jawaban : Tidak ada
C. SIKAP
Pertanyaan : Apakah saweran pengantin tersebut memberatkan mempelai laki-
laki/perempuan? Mohon tanggapannya.
Jawaban : Tidak, itu kan semampunya dan sebagai kebahagian juga.
Pertanyaan : Bagaimana respon ibu jika ada keluarga atau kerabat yang
melaksanakan saweran?
Jawaban : Saya senang, karena memerihakan dan melestarikan sunda.
Pertanyaan : Dari zaman dulu sampai saat ini, saweran masih tetap dilakukan,
bagaimana respon ibu mengenai hal ini, setuju atau tidak?
Jawaban : Setuju, karena melestarikan adat sunda.
WAWANCARA DENGAN TOKOH AGAMA KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG
Nama : Ust. Kholiluddin
Alamat : Kp. Batu Nunggul Rt. 03/Rw. 10 Desa Sukatani.
Waktu : 24 Maret 2018 14.25-14.50 WIB
Pekerjaan : Tokoh Agama
A. PENGETAHUAN
Pertanyaan : Secara umum, bagaimanakah kehidupan keagamaan di Kecamatan
Cikupa menurut bapak?
Jawaban : Menurut ke agamaan di Kecamatan Cikupa biasa saja, lancar-
lancar saja, jadi memang dari segi ke agamaan tidak ada yang di
khawatirkan
Pertanyaan : Menurut bapak, bagaimana sebenarnya posisi adat istiadat dalam
Agama Islam?
Jawaban : Adat istiadat di dalam agama Islam mungkin rukun-rukun saja,
perselisihan mungkin ada, perbedaan, namun di dalam perbedaan itu
tidak menimbulkan perpecahan.
Pertanyaan : Apa yang bapak ketahui mengenai bentuk tradisi saweran
pengantin yang terdapat pada masyarakat di kecamatan Cikupa saat
ini?
Jawaban : Tradisi saweran memang sudah menjadi tradisi dikalangan
masyarakat secara umum, memang saweran ini sudah umum dan
tidak bisa dihilangkan, jadi saweran sudah tradisi dari nenek
moyang
Pertanyaan : Menurut bapak, bagaimana Agama Islam memandang tradisi
saweran pengantin? Sementara dalam tradisi saweran terdapat
benda-benda yang digunakan sebagai kepercayaan tertentu,
misalnya permen untuk agar kehidupan rumah tangganya manis dan
tentram?
Jawaban : Jadi pandangan di dalam agama tentang tradisi saweran kurang
baik, karena pada orang saweran masyarakat dengan sendirinya
akan memungut dengan desak-desakkan nah itu lah yang tidak di
bolehkan oleh Nabi, asal pokok dari pada mencegah adalah haram.
Pertanyaan : Jika tradisi sawer tidak bertentangan dengan syariat islam, lantas
metode hukum Islam yang manakah yang telah
memperbolehkannya?
Jawaban : Intinya mah tidak jadi masalah asalkan dengan norma-norma
agama Islam, mungkin para ulama mengqiyaskan membolehkan
saweran untuk kedua mempelai agar memperoleh kesenangan dan
katanya dari pihak keluarga carek (suatu janji) kalau ini anak ada
jodoh, mau di sawer. Karena memang sudah menjadi tradisi, tapi
sekarang mah sudah mulai berkurang. Tapi kalau menurut hukum
Islam tidak mendatangkan kemafsadatan itu tidak apa-apa.
B. PRAKTIK
Pertanyaan : Bagaimana pernikahan bapak dulu? Apakah menyertakan tradisi
saweran dalam prosesnya?
Jawaban : Waktu pernikahan bapak mah tidak ada saweran-saweran seperti
sekarang-sekarang ini. Mungkin masyarakat disana tidak memakai
atau tidak tahu, karena waktu bapak menikah mah tidak disini, tapi
di pandeglang.
Pertanyaan : Apakah ada ritual lain setelah saweran berlangsung, mohon
paparkan sepengetahuan bapak/ibu?
Jawaban : Tidak ada ritual-ritual setelah saweran.
C. SIKAP
Pertanyaan : Bagaimana respon bapak jika ada keluarga atau kerabat yang
melaksanakan saweran?
Jawaban : Biasa-biasa saja. Saweran yah setuju-setuju saja, asal tidak
merusak norma-norma agama.
Pertanyaan : Dari zaman dulu sampai saat ini, saweran masih tetap dilakukan,
bagaimana respon bapak mengenai hal ini, setuju atau tidak?
Jawaban : Setuju dan tidak. Setujunya karena memang sudah menjadi adat
kebiasaan. Adapun tidak setuju karena nabi mengatakan bahwa
saweran itu tidak boleh, karena dengan saweran mengeluarkan koin
dan sebagainya. kalau masalah itu kan kalau ingin sodaqohmah ada
tempatnya seperti ada zakat, infaq, dan shadaqah kemudian di kita
juga banyak masyarakat miskin yang perlu kita perhatikan untuk
shadaqoh tersebut. Tapi untuk saweran tidak apa-apa.
WAWANCARA DENGAN TOKOH AGAMA KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG
Nama : H. Ahyani
Alamat : Kp. Gebang Desa Pasir Jaya Kecamatan Cikupa
Waktu : 12 Maret 2018 19.35-20.45
Pekerjaan : Pimpinan Pondok Pesantren Ibnul Marzuq Al Gibani
A. PENGETAHUAN
Pertanyaan : Secara umum, bagaimanakah kehidupan keagamaan di Kecamatan
Cikupa menurut bapak?
Jawaban : Kehidupan agama di Kecamatan Cikupa sangat harmonis,
walaupun terdapat perbedaan aliran, namanya juga daerah
urbanisasi banyak pendatang, namun saat ini masih harmonis.
Pertanyaan : Menurut bapak, bagaimana sebenarnya posisi adat istiadat dalam
Agama Islam?
Jawaban : Adat istiadat boleh saja, selama tidak bertentangan dengan syariat
agama Islam, kalau memang bertentangan dengan syariat Islam,
maka hukum adat harus dihilangkan yang diambil hukum Islamnya.
Pertanyaan : Dalam proses pernikahan adat sunda terdapat banyak tahapan yang
dilakukan, salah satunya yaitu tradisi sawer pengantin. Apa yang
bapak ketahui mengenai tradisi ini?
Jawaban : Jadi saweran itu merupakan hukum adat sunda, prosesnya ada yang
di awerkan ada juga yang di kasih pake amplop biasanya ini kepada
keluarganya, biasanya sama tukang sawer prosesinya.
Pertanyaan : Bagaimana bentuk tradisi saweran pengantin yang terdapat pada
masyarakat di kecamatan Cikupa?
Jawaban : Kebanyakan seperti itu, disawerkan di awurkan, bentuk tradisinya
menggunakan permen, beras, koin. dan kunyit.
Pertanyaan : Menurut bapak, bagaimana Agama Islam memandang tradisi
saweran pengantin? Sementara dalam tradisi saweran terdapat
benda-benda yang digunakan sebagai kepercayaan tertentu,
misalnya permen untuk agar kehidupan rumah tangganya manis dan
tentram?
Jawaban : Boleh-boleh saja dalam agama Islam, hukumnya dibolehkan tidak
dilarang. Masalah itu kan kalau dalam Islam itu disebut tafa’ul,
seperti anak kecil di kasih madu supaya kata-kata yang keluar dari
mulutnya itu kata-kata manis dan indah. Saweran itu juga seperti itu
jadi pake beras supaya subur kebutuhan pangan dan biar barokah
juga, jadi tafa’ul itu diperbolehkan. Contoh lagi nama anak
menggunakan nama ulama, harapannya supaya anak itu besarnya
seperti ulama tersebut. Jadi permen itu kan manis, yah supaya
keluarganya manis, uang logam ya supaya keluarganya banyak rezki
yang berlimpah.
Pertanyaan : Jika tradisi sawer tidak bertentangan dengan syariat islam, lantas
metode hukum Islam manakah yang telah memperbolehkannya,
misal dengan menggunakan kaidah ushul fiqh atau mungkin dengan
yang lainnya?
Jawaban : Ya tidak keluar dari kaidah ushul fiqih, salah satunya ada maslahah
mursalah, yaitu kemnafaatan bagi masyarakat, nah di saweran kan
mendatangkan kemanfaatan bagi orang yang memungut yangnya
dan mendatangkan kebahagiaan sebagai hiburan.
B. PRAKTIK Pertanyaan : Bagaimana pernikahan bapak dulu? Apakah menyertakan tradisi
saweran dalam prosesnya?
Jawaban : Ya ada, karena orang tua bernadzar kalau ada jodohnya maka di
sawer.
Pertanyaan : Apakah ada ritual lain setelah saweran berlangsung, mohon
paparkan sepengetahuan bapak?
Jawaban : Ada, makan bakakak ayam sambil tarik-tarikan, siapa yang paling
mendapatkan paling besar maka besar miliknya, kemudian ada juga
nincak dodol.
C. SIKAP
Pertanyaan : Bagaimana respon bapak jika ada keluarga atau kerabat yang
melaksanakan saweran?
Jawaban : Ya tidak apa-apa, biasa-biasa saja karena berdasarkan hukum
bolehnya tadi, bahkan ya kita mendukung juga salah karena itu salah
satu bentuk kesenangan dan kebahagiaan dan rasa syukur juga
karena uang koinnya itu kita niatkan untuk shadaqah.
Pertanyaan : Dari zaman dulu sampai saat ini, saweran masih tetap dilakukan,
bagaimana respon bapak mengenai hal ini, setuju atau tidak?
Jawaban : Setuju saja, selama tidak keluar dari syariat agama islam, kalau
saweran dangdut yah tidak boleh, jaipongan yah tidak boleh, kalau
saweran pengantin itu boleh karena tidak bertentangan dengan
ajaran agama Islam.
WAWANCARA DENGAN TOKOH AGAMA KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG
Nama : H. Abdul Halip
Alamat : Kp. Gintung Desa Pasir Jaya Kecamatan Cikupa
Waktu : 11 April 2018 19.00-19.48 WIB
Pekerjaan : Tokoh Agama
A. PENGETAHUAN
Pertanyaan : Secara umum, bagaimanakah kehidupan keagamaan di Kecamatan
Cikupa menurut bapak?
Jawaban : Ke agamaan di kita sudah berkembang, karena dari masyarakat
sudah banyak yang hadir pada acara pengajian-pengajian entah itu
dari laki-laki maupun perempuan.
Pertanyaan : Menurut bapak, bagaimana sebenarnya posisi adat istiadat dalam
Agama Islam?
Jawaban : Memang adat istiadat dalam agama islam sebagaimana kebiasaan
kita, Kebiasaan yang sudah jadi kebiasaan harus di pertahankan.
Contohnya kalau dulu seperti setiap panen padi maka hajatan atau
resepsi syukuran, karena itu sudah jadi adat terus hari hajatnya hari
Sabtu sama Minggu, kemudian asalakan adat itu tidak bertentangan
dengan hukum Islam maka sah-sah saja
Pertanyaan : Dalam proses pernikahan adat sunda terdapat banyak tahapan yang
dilakukan, salah satunya yaitu tradisi sawer pengantin. Apa yang
bapak ketahui mengenai tradisi ini?
Jawaban : Saweran merupakan adat sunda dan sudah ada sejak zaman dulu.
Bahan-bahan saweran menggunakan bahan-bahan seperti koin,
beras, kunyit dan perme yang nanti di awerkan ke pengantin.
Pertanyaan : Bagaimana bentuk tradisi saweran pengantin yang terdapat pada
masyarakat di kecamatan Cikupa?
Jawaban : Yah praktiknya sama saja seperti di daerah lain, tempatnya di
kediaman mempelai wanita dan yang harus disiapkan yaitu beras,
permen, kunyit, dan uang logam. Buat yang menyawernya yaitu ada
orang khusus yang biasa di sebut tukang sawer.
Pertanyaan : Menurut bapak, bagaimana Agama Islam memandang tradisi
saweran pengantin? Sementara dalam tradisi saweran terdapat
benda-benda yang digunakan sebagai kepercayaan tertentu,
misalnya permen untuk agar kehidupan rumah tangganya manis dan
tentram?
Jawaban : Islam memandang adat yah selama itu tidak bertentangan dengan
hukum Islam maka sah-sah saja, diperbolehkan dan tidak
melanggar. Menggunakan benda itu kan hanya perantara saja, hanya
simbol dan simbol itu kan mempunyai makna. Contohnya beras
mempunyai simbol bahan makanan pokok indonesia jadi supaya
kebutuhan pokoknya itu selalu terpenuhi dan tidak kekurangan.
Harapan buat keluarga yang di sawer begitu.
Pertanyaan : Jika tradisi sawer tidak bertentangan dengan syariat islam, lantas
metode hukum Islam manakah yang telah memperbolehkannya,
misal dengan menggunakan kaidah ushul fiqh atau mungkin dengan
yang lainnya?
Jawaban : Yah pastinya ada cara dalam menentukannya, yah hadis juga dan
ushul fiqih juga bisa, salah satunya dengan ‘urf itu, kalau ‘urf itu kan
disebutnya hukum adat. Kalau tidak bertentangan maka boleh saja.
B. PRAKTIK Pertanyaan : Bagaimana pernikahan bapak dulu? Apakah menyertakan tradisi
saweran dalam prosesnya?
Jawaban : Tidak di sawer
Pertanyaan : Apakah ada ritual lain setelah saweran berlangsung, mohon
paparkan sepengetahuan bapak?
Jawaban : Tidak ada.
C. SIKAP
Pertanyaan : Bagaimana respon bapak jika ada keluarga atau kerabat yang
melaksanakan saweran?
Jawaban : Yah karena saweran pengantin tidak bertentangan dengan hukum
Islam, maka tidak masalah dan senang-senang saja kalau ada
keluarga yang di sawer.
Pertanyaan : Dari zaman dulu sampai saat ini, saweran masih tetap dilakukan,
bagaimana respon bapak mengenai hal ini, setuju atau tidak?
Jawaban : Yah setuju, karena dari zaman dulu di sudah praktikan dan bagus
juga kalau tetap dilakukan karena supaya lestari saweran pengantin
ini.
WAWANCARA DENGAN TOKOH AGAMA KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG
Nama : Ust. Endang Nasrudin
Alamat : Pasir Awi Desa Pasir Jaya
Waktu : 11 April 2018 14. 10-14.40 WIB
Pekerjaan : Tokoh Agama
A. PENGETAHUAN
Pertanyaan : Secara umum, bagaimanakah kehidupan keagamaan di Kecamatan
Cikupa menurut bapak?
Jawaban : Kehidupaan agama Islam di Cikupa ya tentram-tentram saja tidak
ada konflik dan bagus ya karena banyak pengajian-pengajian entah
itu bapak-bapak maupun ibu-ibu.
Pertanyaan : Menurut bapak, bagaimana sebenarnya posisi adat istiadat dalam
Agama Islam?
Jawaban : Hukum adat di ajaran agama Islam ya ada, asalkan tidak keluar dari
ajaran agama Islam dan tidak melanggar syariat.
Pertanyaan : Dalam proses pernikahan adat sunda terdapat banyak tahapan yang
dilakukan, salah satunya yaitu tradisi sawer pengantin. Apa yang
bapak ketahui mengenai tradisi ini?
Jawaban : Saweran pengantin ya ketika orang menikah maka di sawer,
saweran pengantin kan memang sudah lama diterapkan dan
memang adat Sunda.
Pertanyaan : Bagaimana bentuk tradisi saweran pengantin yang terdapat pada
masyarakat di kecamatan Cikupa?
Jawaban : Prosesinya ya mengggunakan koin, beras, kunyit, dan permen.
Pelaksanaannya pas hari pernikahannya.
Pertanyaan : Menurut bapak, bagaimana Agama Islam memandang tradisi
saweran pengantin? Sementara dalam tradisi saweran terdapat
benda-benda yang digunakan sebagai kepercayaan tertentu,
misalnya permen untuk agar kehidupan rumah tangganya manis dan
tentram?
Jawaban : Yah boleh saja, karena itu kan cuma simbol saja ya. Bukan ke
percayaan.
Pertanyaan : Jika tradisi sawer tidak bertentangan dengan syariat islam, lantas
metode hukum Islam manakah yang telah memperbolehkannya,
misal dengan menggunakan kaidah ushul fiqh atau mungkin dengan
yang lainnya?
Jawaban : Yah selama tidak bertentangan dan melanggar ajaran agama Islam
itu boleh dan sah-sah saja, lagipula saweran kan mendatangkan
kebahagian bagi pengantin, keluarga dan masyarakat yang hadir.
B. PRAKTIK Pertanyaan : Bagaimana pernikahan bapak dulu? Apakah menyertakan tradisi
saweran dalam prosesnya?
Jawaban : Tidak di sawer.
Pertanyaan : Apakah ada ritual lain setelah saweran berlangsung, mohon
paparkan sepengetahuan bapak?
Jawaban : Mungkin ada ya, tapi saya kurang tau hal itu.
C. SIKAP
Pertanyaan : Bagaimana respon bapak jika ada keluarga atau kerabat yang
melaksanakan saweran?
Jawaban : Yah senang-senang saja, karena keluarga pastinya senangkan.
Pertanyaan : Dari zaman dulu sampai saat ini, saweran masih tetap dilakukan,
bagaimana respon bapak mengenai hal ini, setuju atau tidak?
Jawaban : Yah setuju saja, kan itu tidak melanggar syariat Islam.
PROSESI SAWERAN PENGANTIN PERKAWINAN