tpl - laporan 1 limbah tahu

32
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH KUNJUNGAN PABRIK TAHU KALISARI oleh: Siska Dwi Carita A1H009055 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2012

Upload: siska-dwi-carita

Post on 25-Jul-2015

788 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Uploaded from Google Docs

TRANSCRIPT

Page 1: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH

KUNJUNGAN PABRIK TAHU KALISARI

oleh:

Siska Dwi Carita

A1H009055

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri tahu dan tempe merupakan industri kecil yang banyak tersebar di

kota-kota besar dan kecil. Tempe dan tahu merupakan makanan yang digemari

oleh banyak orang. Pada tahun 2010, sampai bulan Mei, tercatat jumlah industri

tahu di indonesia mencapai 84.000 unit usaha, dengan produksi lebih dari 2,56

juta ton per hari. Penyebaran industri tahu, sekitar 80 % terdapat di pulau Jawa,

sehingga limbah yang dihasilkan diperkirakan 80% lebih tinggi dibandingkan

industri tahu di luar pulau Jawa (Sadzali, 2010).

Pada dasarnya terdapat dua macam limbah pada proses pembuatan tahu

yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat bisanya dimanfaatkan untuk

pakan ternak. Limbah cair yang dikeluarkan oleh industri tahu masih menjadi

masalah bagi lingkungan sekitarnya, karena pada umumnya industri rumah tangga

ini mengalirkan air limbahnya langsung ke selokan atau sungai tanpa diolah

terlebih dahulu. Keadaan ini disebabkan masih banyak pengrajin tahu yang belum

mengerti akan kebersihan lingkungan, disamping tingkat ekonomi yang masih

rendah sehingga pengolahan limbah akan menjadi beban yang cukup berat bagi

mereka.

Limbah cair industri tahu mengandung zat organik yang cukup tinggi

sehingga akan berbau busuk jika dibiarkan begitu saja. Kandungan senyawa

organik ini memiliki potensi untuk menghasilkan biogas melalui proses an-

aerobik. Pada umumnya, biogas mengandung 50-80% metana, CO2, H2S dan

sedikit air, yang bisa dijadikan sebagai pengganti minyak tanah atau LPG.

Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-

bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi tanpa udara (anaerob). Potensi

biogas yang dihasilkan dapat dimurnikan dengan cara melakukan pencucian

terhadap unsur-unsur uap air (H2O), hidrogen sulfida (H2S) dan karbon dioksida

Page 3: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

(CO2) untuk menghasilkan gas biometan dengan kualitas yang setara dengan gas

alam (natural gas).

Dengan mengkonversi limbah cair pabrik tahu menjadi biogas, pemilik

pabrik tahu tidak hanya berkontribusi dalam menjaga lingkungan tetapi juga

meningkatkan pendapatannya dengan mengurangi konsumsi bahan bakar pada

proses pembuatan tahu.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses pengolahan

limbah tahu menjadi biogas.

Page 4: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

II. TINJAUAN PUSTAKA

Industri tahu merupakan industri kecil yang banyak tersebar di kota-kota

besar dan juga di pedesaan. Tahu adalah makanan padat yang dicetak dari sari

kedelai (Glycine spp) dengan proses pengendapan protein pada titik isoelektriknya,

yaitu suatu kondisi dimana telah terbentuk gumpalan (padatan) protein yang

sempurna pada suhu 50 0C, dan cairan telah terpisah dari padatan protein tanpa

atau dengan penambahan zat lain yang diizinkan antara lain, bahan pengawet dan

bahan pewarna (Hartati, 1994).

Pada umumnya tahu dibuat oleh para pengrajin atau industri rumah tangga

dengan peralatan dan teknologi yang sederhana. Urutan proses atau cara

pembuatan tahu ada semua industri kecil tahu pada umumnya hampir sama dan

kalaupun ada perbedaan hanya pada urutan kerja atau jenis zat penggumpal

protein yang digunakan.

Pemilihan (penyortiran) bahan baku kedelai merupakan pekerjaan paling

awal dalam pembuatan tahu. Kedelai yang baik adalah kedelai yang baru atau

belum tersimpan lama digudang. Kedelai yang baru dapat menghasilkan tahu yang

baik (aroma dan bentuk). Untuk mendapatkan tahu yang mempunyai kualitas yang

baik, diperlukan bahan baku biji kedelai yang sudah tua, kulit biji tidak keriput,

biji kedelai tidak retak dan bebas dari sisa-sisa tanaman, batu kerikil, tanah, atau

biji-bijian lain. Kedelai yang digunakan biasanya berwarna kuning, putih, atau

hijau dan jarang menggunakan jenis kedelai yang berwarna hitam. Tujuan dari

penyortiran ini adalah agar kualitas tahu tetap terjaga dengan baik.

Proses yang kedua adalah perendaman. Pada proses ini kedelai direndam

dalam bak atau ember yang berisi air selama ± 3-12 jam. Tujuan dari perendama

ini adalah untuk membuat kedelai menjadi lunak dan kulitnya mudah dikelupas.

Setelah direndam, kemudian dilakukan pengupasan kulit kedelai dengan jalan

meremas-remas dalam air, kemudian dikuliti.

Page 5: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

Setelah direndam dan dikuliti kemudian dicuci. Pencucian sedapat

mungkin dilakukan dengan alir yang mengalir. Tujuan pencucian ini adalah untuk

menghilangkan kotoran yang melekat maupun tercampur dalam kedelai.

Setelah kedelai direndam dan dicuci bersih, selanjutnya dilakukan

penggilingan. Proses penggilingan dilakukan dengan mesin, karena penggunaan

mesin akan memperhalus hasil gilingan kedelai. Pada saat penggilingan diberi air

mengalir agar bubur kedelai terdorong keluar. Hasil dari proses penggilingan

berupa bubur kedelai. Bubur kedelai yang sudah terdorong keluar kemudian

ditampung dalam ember. Pada proses pencucian dan perendaman kedelai ini

menggunakan banyak sekali air sehingga limbah cair yang dihasilkan akan banyak

pula. Tetapi sifat limbah ini belum mempunyai kadar pencemaran yang tinggi.

Proses selanjutnya adalah perebusan bubur kedelai dengan tujuan untuk

menginaktifkan zat antinutrisi kedelai yaitu tripsin inhibitor dan sekaligus

meningkatkan nilai cerna, mempermudah ekstraksi atau penggilingan dan

penggumpalan protein serta menambah keawatan produk. Bubur kedelai yang

telah terbentuk kemudian diberi air, selanjutnya dididihkan dalam tungku

pemasakan. Setelah mendidih sampai ± 5 (lima) menit kemudian dilakukan

penyaringan.

Dalam keadaan panas cairan bahan baku tahu (bubur kedelai yang sudah

direbus) kemudian disaring dengan kain blaco atau kain mori kasar sambil dibilas

dengan air hangat, sehingga susu kedelai dapat terekstrak keluar semua. Proses ini

menghasilkan limbah padat yang disebut dengan ampas tahu. Ampas padat ini

mempunyai sifat yang cepat basi dan busuk bila tidak cepat diolah sehingga perlu

ditempatkan secara terpisah atau agak jauh dari proses pembuatan tahu agar tahu

tidak terkontaminasi dengan barang yang kotor. Filtrat cair hasil penyaringan yang

diperoleh kemudian ditampung dalam bak. Kemudian filtrat yang masih dalam

keadaan hangat secara pelan-pelan diaduk sambil diberi asam (catu). Pemberian

asam ini dihentikan apabila sudah terlihat penggumpalan. Selanjutnya dilakukan

penyaringan kembali. Proses penggumpalan juga menghasilkan limbah cair yang

banyak dan sifat limbahnya sudah mempunyai kadar pencemaran yang tinggi

karena sudah mengandung asam.

Page 6: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

Untuk menggumpalkan tahu bisa digunakan bahan-bahan seperti batu tahu

(sioko) atau CaSO4 yaitu batu gips yang sudah dibakar dan ditumbuk halus

menjadi tepung, asam cuka 90%, biang atau kecutan dan sari jeruk. Biang atau

kecutan yaitu sisa cairan setelah tahap pengendapan protein atau sisa cairan dari

pemisahan gumpalan tahu yang telah dibiarkan selama satu malam.

Tetapi biasanya para pengrajin tahu memakai kecutan dari limbah itu

sendiri yang sudah didiamkan selama satu malam. Disamping memanfaatkan

limbah, secara ekonomi juga dapat menghemat karena tidak perlu membeli.

Tahap selanjutnya yaitu pencetakan dan pengepresan. Proses ini dilakukan

dengan cara cairan bening diatas gumpalan tahu dibuang sebagian dan sisanya

untuk air asam. Gumpalan tahu kemudian diambil dan dituangkan ke dalam

cetakan yang sudah tersedia dan dialasi dengan kain dan diisi sampai penuh.

Cetakan yang digunakan biasanya berupa cetakan dari kayu berbentuk segi empat

yang dilubangi kecil-kecil supaya air dapat keluar. Selanjutnya kain ditutupkan ke

seluruh gumpalan tahu dan dipres.

Semakin berat benda yang digunakan untuk mengepres semakin keras tahu

yang dihasilkan. Alat pemberat/pres biasanya mempunyai berat ± 3,5 kg dan lama

pengepresan biasanya ± 1 menit, sampai airnya keluar. Setelah dirasa cukup

dingin, kemudian tahu dipotong-potong sesuai dengan keinginan konsumen

dipasar. Tahu yang sudah dipotong-potong tersebut kemudian dipasarkan.

Dalam pembuatan tahu biasanya pengrajin menambahkan bahan tambahan

atau bahan pembantu antara lain yaitu batu tahu (batu gips yang sudah dibakar dan

ditumbuk halus menjadi tepung), asam cuka 90%, biang/kecutan, yaitu sisa cairan

setelah tahap pengendapan protein atau sisa cairan dari pemisahan gumpalan tahu

yang telah dibiarkan selama satu malam, kunyit yang digunakan untuk

memberikan warna kuning pada tahu, garam yang digunakan untuk memberikan

rasa sedikit asin ke dalam tahu.

Proses produksi tahu secara rinci dapat dilihat pada diagram alir proses

produksi tahu dibawah ini :

Page 7: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

Limbah industri tahu pada umumnya dibagi menjadi 2 (dua) bentuk

limbah, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat pabrik pengolahan tahu

berupa kotoran hasil pembersihan kedelai (batu, tanah, kulit kedelai, dan benda

padat lain yang menempel pada kedelai) dan sisa saringan bubur kedelai yang

disebut dengan ampas tahu. Limbah padat yang berupa kotoran berasal dari proses

Page 8: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

awal (pencucian) bahan baku kedelai dan umumnya limbah padat yang terjadi

tidak begitu banyak (0,3% dari bahan baku kedelai). Sedangkan limbah padat

yang berupa ampas tahu terjadi pada proses penyaringan bubur kedelai. Ampas

tahu yang terbentuk besarannya berkisar antara 25-35% dari produk tahu yang

dihasilkan.

Limbah cair pada proses produksi tahu berasal dari proses perendaman,

pencucian kedelai, pencucian peralatan proses produksi tahu, penyaringan dan

pengepresan/pencetakan tahu. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh

industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu

yang disebut dengan air dadih (whey). Cairan ini mengandung kadar protein yang

tinggi dan dapat segera terurai. Limbah ini sering dibuang secara langsung tanpa

pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari

lingkungan.

Limbah cair tahu dapat dimanfaatkan menjadi biogas. Biogas adalah gas

mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan

organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap

udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk

menghasilkan biogas, akan tetapi yang paling cepat bereaksi adalah kotoran dan

urin ternak yang hanya membutuhkan waktu reaksi 2 minggu.

Kandungan 1 m3 biogas setara dengan 0,62 kg minyak tanah, 0,46 liter

LPG, 0,5 liter minyak solar, 0,80 bensin dan 3,50 kg kayu bakar. Nilai kalori dari

1 meter kubik biogas sekitar 6.000 Kkal/m3 yang setara dengan setengah liter

minyak diesel. Oleh karena itu, biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan

bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana,

batubara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil.

Page 9: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Alat tulis

2. Kamera

B. Prosedur Kerja

1. Melakukan kunjungan ke lokasi pembuatan tahu.

2. Mengamati proses pembuatan tahu

3. Mengamati dan mencatat tahapan-tahapan pengolahan limbah tahu

menjadi biogas

Page 10: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

IV. PEMBAHASAN

A. Hasil

-terlampir-

B. Pembahasan

Limbah cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemaran

lingkungan. Beban pencemaran yang ditimbulkan menyebabkan gangguan serius

terutama untuk perairan di sekitar industri tahu. Dampak yang ditimbulkan oleh

pencemaran bahan organik limbah industri tahu adalah gangguan terhadap

kehidupan biotik dan turunnya kualitas air perairan akibat meningkatnya

kandungan bahan organik.

Selama proses metabolisme oksigen banyak dikonsumsi, sehingga apabila

bahan organik dalam air sedikit, oksigen yang hilang dari air akan segera diganti

oleh oksigen hasil proses fotosintesis dan oleh reaerasi dari udara. Sebaliknya jika

konsentrasi beban organik terlalu tinggi, maka akan tercipta kondisi anaerobik

yang menghasilkan produk dekomposisi berupa amonia, karbondioksida, asam

asetat, hirogen sulfida, dan metana. Senyawa-senyawa tersebut sangat toksik bagi

sebagian besar hewan air, dan akan menimbulkan gangguan terhadap keindahan

(gangguan estetika) yang berupa rasa tidak nyaman dan menimbulkan bau.

Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun

terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan

menimbulkan gangguan terhadap kesehatan karena menghasilkan zat beracun atau

menciptakan media untuk tumbuhnya kuman penyakit atau kuman lainnya yang

merugikan baik pada produk tahu sendiri ataupun tubuh manusia. Bila dibiarkan,

air limbah akan berubah warnanya menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk.

Page 11: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

Bau busuk ini mengakibatkan sakit pernapasan. Apabila air limbah ini merembes

ke dalam tanah yang dekat dengan sumur maka air sumur itu tidak dapat

dimanfaatkan lagi. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari

sungai dan bila masih digunakan akan menimbulkan gangguan kesehatan yang

berupa penyakit gatal, diare, kolera, radang usus dan penyakit lainnya, khususnya

yang berkaitan dengan air yang kotor dan sanitasi lingkungan yang tidak baik.

Suhu limbah cair yang berasal dari rebusan kedelai mencapai 70°C.

Apabila setiap hari perairan memperoleh pasokan limbah cair dengan suhu yang

tinggi maka akan membahayakan kehidupan organisme air. Suhu yang optimum

untuk kehidupan dalam air adalah 25-30°C. Air sungai yang suhunya naik akan

mengganggu kehidupan hewan maupun tanaman air karena kadar oksigen terlarut

akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu (Wardhana, 2004).

Tumbuhan air akan terhenti pertumbuhannya pada suhu air dibawah 10°C

atau diatas 40°C . Terdapat hubungan timbal balik antara oksigen terlarut dengan

laju pernapasan mahkluk hidup. Meningkatnya suhu akan menyebabkan

peningkatan laju pernapasan makhluk hidup dan penurunan oksigen terlarut dalam

air. Laju penurunan oksigen terlarut (DO) yang disebabkan oleh limbah organik

akan lebih cepat karena laju peningkatan pernapasan makhluk hidup yang lebih

tinggi (Connel dan Miller, 1995).

Limbah cair dari proses perebusan dan perendaman kedelai, mempunyai

nilai TDS dan TSS yang jauh melewati standart baku mutu limbah cair. Pengaruh

Padatan tersuspensi (TSS) maupun padatan terlarut (TDS) sangat beragam,

tergantung dari sifat kimia alamiah bahan tersuspensi tersebut. Pengaruh yang

berbahaya pada ikan, zooplankton maupun makhluk hidup yang lain pada

prinsipnya adalah terjadinya penyumbatan insang oleh partikel partikel yang

menyebabkan afiksiasi. Disamping itu juga adanya pengaruh pada perilaku ikan

dan yang paling sering terjadi adalah penolakan terhadap air yang keruh, adanya

hambatan makan serta peningkatan pencarian tempat berlindung. Pola yang

ditemukan pada sungai yang menerima sebagian besar padatan tersuspensi, secara

umum adalah berkurangnya jumlah spesies dan jumlah individu makhluk hidup

(Connel dan Miller, 1995).

Page 12: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

Derajat keasaman limbah cair dari air rebusan kedelai telah melampaui

standart baku mutu. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang

dibuang ke perairan akan mengubah pH air, dan dapat mengganggu kehidupan

organisme air. Air normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan mempunyai

pH berkisar antara 6,5 - 7,5 (Wardhana, 2004).

Proses anaerobik pada hakikatnya adalah proses yang terjadi karena

aktivitas mikroba yang dilakukan pada saat tidak terdapat oksigen bebas. Proses

anaerobik dapat digunakan untuk mengolah berbagai jenis limbah yang bersifat

biodegradable, termasuk limbah industri makanan salah satunya adalah limbah

tahu.

Proses biologi anaerobik merupakan sistem pengolahan air limbah tahu

yang banyak digunakan. Pertimbangan yang dilakukan adalah mudah, murah dan

hasilnya bagus. Proses biologi anaerobik merupakan salah satu sistem pengolahan

air limbah dengan memanfaatkan mikroorganisme yang bekerja pada kondisi

anaerob. Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat dalam

transformasi senyawa komplek organik menjadi metana. Selebihnya terdapat

interaksi sinergis antara bermacam-macam kelompok bakteri yang berperan dalam

penguraian limbah.

Secara umum proses anaerobik akan menghasilkan gas Methana (Biogas).

Biogas (gas bio) adalah gas yang dihasilkan dari pembusukan bahan-bahan

organik oleh bakteri pada kondisi anaerob (tanpa ada oksigen bebas). Biogas

tersebut merupakan campuran dari berbagai macam gas antara lain : CH4 (54%-

70%), CO2 (27%-45%), O2 (1%-4%), N2 (0,5%-3%), CO (1%), dan H2 (KLH,

2006). Sifat penting dari gas metan ini adalah tidak berbau, tidak berwarna,

beracun dan mudah terbakar. Karena sifat gas tersebut, maka gas metan ini

termasuk membahayakan bagi keselamatan manusia.

Penggunaan biogas ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi

pencemaran lingkungan, karena dengan fermentasi bakteri anaerob (bakteri

metan) maka tingkat pengurangan pencemaran lingkungan dengan parameter

BOD, COD akan berkurang sampai 90%. Sistem ini banyak dipakai dengan

pertimbangan ada manfaat yang bisa diambil yaitu pemanfaatan biogas yang

Page 13: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

sangat memungkinkan digunakan sebagai bahan sumber energi karena gas metan

sama dengan gas elpiji (liquid petroleum gas/LPG), perbedaannya adalah gas

metan mempunyai satu atom C, sedangkan elpiji lebih banyak. Contoh

pemanfaatan biogas misalnya untuk memasak, lampu penerangan, listrik

generator, dan dapat menggantikan bahan bakar yang lain, dan sebagainya. (KLH,

2006).

Dengan sistem anaerobik-biogas, gas yang dihasilkan tergantung pada

kandungan protein, lemak dan karbohidrat yang terkandung dalam limbah,

lamanya waktu pembusukan minimal 30 hari karena semakin lama pembusukan

semakin sempurna prosesnya, suhu di dalam digester yaitu 15°C-35°C, kapasitas

kedelai minimal untuk dapat menghasilkan biogas adalah ± 400 kg, untuk

produksi tahu dengan kapasitas kedelai 700 kg/hari dihasilkan tidak kurang dari

10.500 liter gas bio per hari, kebutuhan satu rumah tangga dengan 4-5 orang

anggota ± 1.200 – 2.000 liter gas bio per hari (KLH, 2006).

Pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang terdapat di Desa

Kalisari menggunakan digester tipe Floating (terapung) karena digester berada di

permukaan tanah. IPAL Unit I ini berketinggian setara dengan tempat industri

tahu sehingga diperlukan pemompaan dari tempat penampungan limbah ke

digester.

Gambar 1. IPAL Unit I

Page 14: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

Limbah cair tahu dipompakan ke dalam digester melalui inlet dengan

pompa listrik setiap jam 07.00 dan 15.00. Didalam digester, limbah cair akan

melewati potongan-potongan bambu yang sebelummnya telah direndam dengan

kotoran ternak dan berfungsi sebagai rumah bakteri. Bakteri akan memproses

limbah cair tahu dengan proses anaerob dan akan menghasilkan metana (biogas).

Akibat perbedaan masa jenis, gas hasil tersebut akan mengalir menuju gas

houlder melalui pipa dan water trap. Water trap digunakan untuk menjebak air

yang terdapat dalam biogas sehingga gas yang masuk dalam gas houlder lebih

baik.

Gas houlder ini dapat menampung gas hasil hingga 10 m3 dan apabila

terjadi overload akan disalurkan ke gas houlder tambahan yang berbentuk seperti

bantal. Dari gas houlder, biogas kemudian disalurkan ke rumah penduduk dan

dimanfaatkan untuk memasak. Sedangkan sisa hasil reaksi anaerob di dalam

digester akan keluar melalui outlet dan dibuang ke aliran sungai. Meskipun warna

dari limbah cair belum sepenuhnya jernih, kan tetapi kandungan BOD dan COD

dari limbah yang sudah terfermentasi menurun signifikan.

Gambar 2. Gas Houlder 2 dan Inlet

Gambar 3. Outlet

IPAL Unit II pada Desa Kalisari terletak tidak jauh dari Unit I dan

berukuran lebih kecil, hanya dapat menampung m3. Akan tetapi IPAL Unit II ini

terletak lebih rendah dibandingkan industri tahu sehingga tidak diperlukan

pemompaan. Akibat masukan limbah tahu yang secara langsung ke digester, maka

limbah tahu perlu didinginkan dalam bak pendingin sebelum masuk ke digester.

Page 15: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

Prosesnya yang berlangsung secara continous membuat IPAL Unit II dapat

menghasilkan biogas lebih banyak dibandingkan dengan unit I.

Gambar 4. IPAL Unit II

Untuk mengurangi dampak limbah cair tahu terhadap lingkungan maka

perlu dilakukan pengolahan limbah cair tahu. Berbagai upaya untuk mengolah

limbah cair industri tahu telah dicoba dan dikembangkan. Secara umum, metode

pengolahan yang dikembangkan tersebut dapat digolongkan atas 3 jenis metode

pengolahan, yaitu secara fisika, kimia maupun biologis.

Cara fisika, merupakan metode pemisahan sebagian dari beban

pencemaran khususnya padatan tersuspensi atau koloid dari limbah cair. Dalam

pengolahan limbah cair industri tahu secara fisika, proses yang dapat digunakan

antara lain adalah filtrasi dan pengendapan (sedimentasi). Filtrasi (penyaringan)

menggunakan media penyaring terutama untuk menjernihkan dan memisahkan

partikel-partikel kasar dan padatan tersuspensi dari limbah cair. Padatan

tersuspensi yang lolos dari penyaringan selanjutnya disisihkan dalam unit

sedimentasi dengan menambahkan koagulan sehinggga terbentuk flok. Proses ini

termasuk proses kimia. Dalam sedimentasi, flok-flok padatan dipisahkan dari

aliran dengan memanfaatkan gaya gravitasi.

Cara kimia, merupakan metode penghilangan atau konversi senyawa-

senyawa polutan dalam limbah cair dengan penambahan bahan-bahan kimia atau

Page 16: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

reaksi kimia lainnya (MetCalf & Eddy, 2003). Beberapa proses yang dapat

diterapkan dalam pengolahan limbah cair industri tahu diantaranya termasuk

koagulasi-flokulasi dan netralisasi.

Cara biologi, dapat menurunkan kadar zat organik terlarut dengan

memanfaatkan mikroorganisme atau tumbuhan air. Pada dasarnya cara biologi

adalah pemutusan molekul kompleks menjadi molekul sederhana oleh

mikroorganisme. Proses ini sangat peka terhadap faktor suhu, pH, oksigen terlarut

(DO) dan zat-zat inhibitor terutama zat-zat beracun. Mikroorganisme yang

digunakan untuk pengolahan limbah adalah bakteri, algae, atau protozoa (Ritmann

dan McCarty, 2001). Sedangkan tumbuhan air yang mungkin dapat digunakan

termasuk gulma air (aquatic weeds) (Lisnasari, 1995).

Metode pengolahan biologis yang juga patut dipertimbangkan untuk

mengolah limbah cair tahu di antaranya adalah proses aerob dan anaerob.

Pengolahan limbah cair dengan proses aerobik adalah memanfaatkan aktivitas

mikroorganisme atau metabolisme sel untuk menurunkan atau menghilangkan

substrat tertentu terutama senyawa-senyawa organik biodegradable yang terdapat

dalam air limbah. Proses metabolisme sel dapat dipisahkan atas dua jenis proses

yaitu, katabolisme dan anabolisme (Manahan, 1994; Rittmann dan McCarty,

2001; Suriawiria, 1996).

Berdasarkan pemanfaatan oksigen dalam proses metabolisme sel,

pengolahan limbah cair secara biologis dapat dibagi atas dua kelompok yaitu,

proses aerob dan anaerob. Sistem aerob membutuhkan pemakaian oksigen dari

atmosfer atau sumber oksigen murni. Pada proses aerob katabolisme senyawa

organik berlangsung dengan memanfaatkan oksigen bebas yang terdapat dalam

lingkungan sebagai penerima elektron terakhir. Pada proses anaerob katabolisme

senyawa organik berlangsung tanpa oksigen bebas dalam lingkungan dan

penguraian terjadi dengan memanfaatkan senyawa organik sebagai penerima

elektron terakhir.

Dalam perlakuan biologis, prinsip biologi diterapkan untuk mengolah

limbah cair dengan bantuan mikroorganisme yang dapat diperoleh secara alamiah

atau seleksi. Sistem ini cukup efektif dengan biaya pengoperasian rendah dan

Page 17: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

dapat mereduksi BOD hingga 90%. Oleh karena itu, pengolahan limbah cair

secara biologis merupakan cara yang sangat menarik dan menguntungkan.

Limbah padat industri tahu meliputi ampas tahu yang diperoleh dari hasil

pemisahan bubur kedelai. Ampas tahu masih mengandung protein yang cukup

tinggi (Tabel 1) sehingga masih dapat dimanfaatkan kembali. Ampas tahu masih

mengandung protein 27 gram, karbohidrat 41,3 gram, maka dimungkinkan untuk

dimanfaatkan kembali menjadi kecap, taoco, tepung yang dapat digunakan dalam

pembuatan berbagai makanan (kue kering, cake, lauk pauk, dan kerupuk).

Pada pembuatan kue dan aneka makanan, pemakaian tepung tahu tersebut

dapat disubstitusikan ke dalam gandum. Pemakaian tepung ampas tahu sebagai

bahan substitusi gandum mempunyai manfaat antara lain dihasilkannya suatu

produk yang masih mempunyai nilai gizi dan nilai ekonomi serta lingkungan

menjadi bersih.

Karena sifat penggunaan tepung limbah tahu ini sifatnya sebagai bahan

pengganti, maka pada proses pembuatan makanan maupun pakan ternak, selalu

diawali dengan pembuatan tepung limbah padat tahu terlebih dahulu.

Tabel 1. Komposisi Kimia Ampas Tahu

Unsur Nilai

Kalori 414 kal

Protein 26,6 g

Lemak 18,3 g

Karbohidrat 41,3 g

Kalsium 19 mg

Fosfor 29 mg

Besi 4,0 mg

Vitamin B 0,20 mg

Air 9,0 g

Sumber : KLH 2006

Proses pembuatan tepung serat ampas tahu yaitu sejumlah limbah padat

tahu (ampas tahu), diperas airnya selanjutnya dikukus ± 15 menit. Ampas yang

sudah dikukus, diletakkan diatas nyiru atau papan, selanjutnya dijemur diterik

Page 18: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

matahari ataupun dikeringkan dengan oven. Apabila dilakukan pengeringan

dengan oven, dipakai temperatur 100°C selama 24 jam. Setelah kering dihaluskan

dengan cara digiling atau diblender dan diayak. Simpan tepung tahu ditempat

yang kering. Bentuk tepung seperti ini tahan lama, dan siap menjadi bahan baku

pengganti tepung terigu atau tepung beras untuk berbagai makanan. Penambahan

bahan lain disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan produk apa yang

akan dibuat.

Ampas tahu kebanyakan oleh masyarakat digunakan sebagai bahan

pembuat tempe gembus. Hal ini dilakukan karena proses pembuatan tempe

gembus yang mudah (tidak perlu keterampilan khusus) dan biayanya cukup murah.

Selain tempe gembus ampas tahu juga diolah untuk dijadikan pakan ternak. Proses

pembuatannya yaitu campuran ampas tahu dan kulit kedelai yang sudah tidak

digunakan dicampur dengan air, bekatul, tepung ikan dan hijauan, lalu diaduk

hingga tercampur rata, kemudian siap diberikan ke hewan ternak.

Beberapa produk makanan dan aneka kue yang dibuat dengan penambahan

tepung serat ampas tahu adalah lidah kucing, chocolate cookie, cake (roti bolu),

dan kerupuk ampas tahu.

Terdapat indikator yang menentukan suatu air tercemar air limbah atau tidak.

Indikator tersebur antara lain indikator kimia dan fisika. Indikator kimia antara lain

derajat keasaman (pH), BOD, COD, lemak dan minyak, dan nitorgen amoniak.

Sedangkan indikator fisika antara lain suhu, TDS dan TSS.

Derajat keasaman adalah ukuran untuk menentukan sifat asam dan basa.

Perubahan pH di suatu air sangat berpengaruh terhadap proses fisika, kimia,

maupun biologi dari organisme yang hidup di dalamnya. Derajat keasaman diduga

sangat berpengaruh terhadap daya racun bahan pencemaran dan kelarutan

beberapa gas, serta menentukan bentuk zat didalam air. Nilai pH air digunakan

untuk mengekpresikan kondisi keasaman (kosentrasi ion hidrogen) air limbah.

Skala pH berkisar antara 1-14. Kisaran nilai pH 1-7 termasuk kondisi asam, pH 7-

14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah kondisi netral.

Biological (biochemical) Oxygen Demand (BOD) adalah banyaknya

oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan

Page 19: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

organiknya yang mudah terurai. Jika BOD tinggi maka dissolved oxygen (DO)

menurun karena oksigen yang terlarut tersebut digunakan oleh bakteri, akibatnya

ikan dan organisme air yg bernafas dengan insang terancam nyawanya. Bahan

organik yang tidak mudah terurai umumnya berasal dari limbah pertanian,

pertambangan dan industri. Parameter BOD ini merupakan salah satu parameter

yang di ukur dalam pemantauan parameter air, khusunya pencemaran bahan

organik yang tidak mudah terurai. BOD menunjukkan jumlah oksigen yang

dikosumsi oleh respirasi mikro aerob yang terdapat dalam botol BOD yang

diinkubasi pada suhu sekitar 20 oC selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya.

Chemical Oxigen Demand (COD) adalah kapasitas air untuk

menggunakan oksigen selama peruraian senyawa organik terlarut dan

mengoksidasi senyawa anorganik seperti amonia dan nitrit. Kebutuhan oksigen

kimiawi atau COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara

biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O.

Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah

tangga dan industri. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan

bagi kepentingan perikanan dan petanian. Nilai COD pada perairan yang tidak

tercemar biasanya kurang dari 29 mg/liter. Sedangkan pada perairan yang

tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter pada limbah industri dapat mencapai

60.000 mg/liter.

Lemak dan minyak merupakan zat pencemar yang sering dimasukkan

kedalam kelompok padatan, yaitu padatan yang mengapung di atas permukaan air.

Lemak tergolong benda organik yang relatif tidak mudah teruraikan oleh bakteri.

Terbentuknya emulsi air dalam minyak akan membuat lapisan yang menutup

permukaan air dan dapat merugikan, karena penetrasi sinar matahari ke dalam air

berkurang serta lapisan minyak menghambat pegambilan oksigen dari udara

sehingga oksigen terlarut menurun. Untuk air sungai kadar maksimum lemak dan

minyak 1 mg/l.

Nitrogen Amoniak (NH3-N) merupakan salah satu parameter dalam

menentukan kualitas air, baik air minum maupun air sungai. Amoniak berupa gas

Page 20: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

yang berbau tidak enak sehingga kadarnya harus rendah, pada air minum

kadarnya harus nol sedangkan air surgai kadarnya 0.5 mg/l.

Suhu dari suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitute),

ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

awan, dan aliran serta kedalaman badan air; adalah salah satu faktor yang sangat

penting bagi kehidupan organisme, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas

metabolisme maupun pengembangbiakan dari organisme-organisme tersebut

Total Suspended Solid (TSS) atau padatan tersuspensi adalah padatan yang

menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap. Padatan

tersuspensi terdiri dan partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil

dari pada sedimen, seperti bahan-bahan Organik tertentu, tanah liat dan lainnya.

Partikel menurunkan intensitas cahaya yang tersuspensi dalam air umumnya

terdiri dari fitoplankton, zooplankton, kotoran hewan, sisa tanaman dan hewan,

kotoran manusia dan limbah industri.

Total Dissolved Solid (TDS) atau padatan terlarut adalah padatan-padatan

yang mempunyai ukuran lebih kecil dari padatan tersuspensi. Bahan-bahan

terlarut pada perairan alami tidak bersifat toksik, akan tetapi jika berlebihan dapat

meningkatkan nilai kekeruhan yang selanjutnya akan menghambat penetrasi

cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses

fotosintesis diperairan.

Selain pemanfaatan limbah cair industri tahu untuk biogas, limbah tersebut

juga dapat digunkan untuk bahan pembuatan puding tahu, dan pupuk pada jenis

tanaman mikroalga terutama Spirulina. Limbah cair tahu tersebut dapat dijadikan

alternatif baru yang digunakan sebagai pupuk sebab di dalam limbah cair tahu

tersebut memiliki ketersediaan nutrisi yang dibutuhkan oleh Spirulina sp.

Page 21: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran bahan organik limbah industri

tahu adalah gangguan terhadap kehidupan biotik dan turunnya kualitas air

perairan akibat meningkatnya kandungan bahan organik.

2. Proses pembuatan biogas dilakukan dengan mereaksikan limbah cair tahu

dengan bakteri didalam digester dan terjadi proses anaerobik (tanpa

oksigen) yang akan menghasilkan gas metana.

3. Terdapat 3 metode pengolahan limbah cair yang dikembangkan yaitu

secara fisika, kimia dan biologis. Sedangkan menurut penggunaan oksigen

dibedakan menjadi sistem aerobik, anaerobik dan kombinasi aerobik-

anaerobik.

4. Pemanfaatan limbah padat tahu antara lain untuk pakan ternak, bahan

pembuatan kecap, taoco, dan tepung yang dapat digunakan dalam

pembuatan berbagai makanan seperti kue kering, cake, lauk pauk, dan

kerupuk.

5. Manfaat dari biogas antara lain untuk memasak, lampu penerangan, dan

listrik generator.

6. Indikator yang menentukan pencemaran air antara lain indikator kimia dan

fisika. Indikator kimia antara lain derajat keasaman (pH), BOD, COD,

lemak dan minyak, dan nitorgen amoniak. Sedangkan indikator fisika

antara lain suhu, TDS dan TSS.

7. Selain pemanfaatan limbah cair industri tahu untuk biogas, limbah tersebut

juga dapat digunakan untuk bahan pembuatan puding tahu, dan pupuk

pada jenis tanaman mikroalga terutama Spirulina.

Page 22: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

B. Saran

Sebaiknya pengamatan dilakukan secara terperinci mulai dari proses

pembuatan tahu, proses pengolahan limbah menjadi biogas dan pemanfaatan

biogas secara langsung.

Page 23: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

DAFTAR PUSTAKA

Connell, D.W. dan G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Lingkungan. UI

Press. Jakarta.

Hartati. 1994. Tahu Makanan Bergizi. Kanisius : Yogyakarta.

Kaswinarni, Fibria. 2007. Kajian teknis pengolahan limbah padat dan cair industri

tahu : Studi kasus industri tahu Tandang Semarang, Sederhana Kendal dan

Gagak Sipat Boyolali. Tesis. Program Studi Magister Ilmu Lingkungan

Universitas Diponegoro. Semarang. Tidak dipublikasikan.

Lisnasari. 1995. Pemanfaatan gulma air (aquatic weeds) sebagai upaya

pengolahan limbah cair industri pembuatan tahu. Tesis. Program Pasca

Sarjana USU. Medan. Tidak dipublikasikan.

Metcalf dan Eddy. 2003. Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and

Reuse 4th edition. McGraw Hill Book Co. New York.

Pohan, Nurhasmawaty. 2008. Pengolahan limbah cair industri tahu dengan proses

biofilter aerobik. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Medan. Tidak dipublikasikan.

Sadzali, Imam. 2010. Potensi limbah tahu sebagai biogas, Jurnal UI Untuk

Bangsa Seri Kesehatan, Sains, dan Teknologi. Vol 1. 62-69.

Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi.

Yogyakarta.

Wiryani, Erry. 2009. Analisis Kandungan Limbah Cair Pabrik Tempe.

Laboratorium Ekologi dan Biosistematik Jurusan Biologi Fakultas MIPA

Universitas Diponegoro. Semarang.

Page 24: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

LAMPIRAN

A. Hasil

Page 25: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu
Page 26: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu
Page 27: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

B. Foto

Gambar 5. Kerupuk Ampas Tahu

Gambar 6. Instalasi Pengolahan Air Limbah Unit I

Page 28: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

Gambar 7. Gas Houlder I

Gambar 8. Tricking Filter dan Outlet

Page 29: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

Gambar 9. Gas Houlder 2 IPAL Unit I

Gambar 10. Potongan Bambu

Page 30: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

Gambar 11. Inlet IPAL Unit I

Gambar 12. Instalasi Pengolahan Air Limbah Unit II

Page 31: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

Gambar 13. Bak Pendingin IPAL Unit II

Gambar 14. Digester IPAL Unit II

Page 32: TPL - Laporan 1 Limbah Tahu

Gambar 15. Gas Houlder 1 IPAL Unit II

Gambar 16. Outlet IPAL Unit II