tokyo kyoto osaka nagoya

140
Pitra Satvika 1 Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya Tokyo Kyoto Osaka Nagoya Pitra Satvika www.media-ide.com

Upload: pitra-satvika

Post on 28-Jan-2015

134 views

Category:

Travel


0 download

DESCRIPTION

Di awal September 2013 kemarin, bersama dua orang teman, Didut dan Ipi, sempat berjalan-jalan ke 4 kota di Jepang selama 9 hari. Lebih tepatnya 7 hari di Jepang dan 2 hari di perjalanan sih. Ebook Tokyo – Kyoto – Osaka – Nagoya ini merupakan ebook jalan-jalan ke-5 dari blog media-ide.com. Silakan simak ebook lainnya di tautan ini. http://media-ide.bajingloncat.com/category/book/

TRANSCRIPT

Page 1: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika1

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Tokyo Kyoto Osaka

Nagoya

Pitra Satvikawww.media-ide.com

Page 2: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

2Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 3: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika3

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Tokyo Kyoto Osaka

Nagoya

Page 4: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

4Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Saya, Didut, dan Ipi kali ini bersama-sama melakukan perjalanan ke Jepang. Berangkat tanggal 2 September 2013 menggunakan maskapai Air Asia dari Jakarta, dan akan kembali lagi ke Jakarta pada tanggal 10 September 2013. Tiket penerbangan ini sudah kami pesan sejak akhir Januari. Pilihan rentang tanggal menyesuaikan dengan harga tiket termurah saat itu.

Didut terakhir ke Jepang 10 tahun lalu dan sempat intern-ship di negeri matahari terbit itu selama sebulan. Ipi belum pernah menginjak Jepang sama sekali. Saya sendiri pernah sekali ke Jepang saat dulu masih SD. Sudah lupa sama sekali apa yang dulu saya alami. Makanya, saya anggap perjalanan ini adalah perjalanan pertama saya pula ke Jepang.

Penerbangan menuju bandara Haneda, Tokyo, harus terlebih dahulu transit di bandara LCCT, Kuala Lumpur, Malaysia. Demikian pula saat nanti kembali ke tanah air,

Page 5: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika5

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

kami pun harus singgah sejenak di LCCT. Singgah dalam artian harus menunggu 2-3 jam sebelum terbang kembali.

Kami tiba di Haneda tanggal 2 September 2013 hampir tengah malam. Setelah melewati pemeriksaan imigrasi, kami hanya bisa menunggu hingga pagi keesokan harinya. Malam itu sudah tak ada lagi kereta yang beroperasi. Lagi pula kami baru mulai menginap di hotel keesokan harinya. Pilihan yang tersisa adalah menginap di bandara.

Awalnya kami sempat ragu akan pilihan ini. Namun ternyata kami tidak sendiri. Saya melihat banyak penump-ang pesawat, baik itu warga negara Jepang maupun asing, yang mulai memilih-milih bangku panjang yang tersedia di dua lantai terminal kedatangan. Beberapa dari mereka bahkan sudah mengambil posisi tidur. Rupanya memang sudah menjadi hal yang wajar, terminal kedatangan ini di-pakai untuk menginap penumpang. Semuanya menunggu hingga pagi, saat kereta mulai beroperasi kembali.

Page 6: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

6Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 7: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika7

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Tokyo - Ayase3 September 2013

Page 8: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

8Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Pagi di Nakano

Petualangan di Jepang pun dimulai. Pagi hari tanpa mandi kami bertiga mulai meninggalkan Haneda. Sebelum ber-jalan-jalan, kami terlebih dahulu harus mampir ke tempat menginap kami, hostel bernama Yadoya Guesthouse, di daerah Nakano. Lebih aman bila kami bisa check in dan menitipkan koper, sebelum kami lanjut berjalan-jalan.

Dari Haneda kami menggunakan kereta Keikyu Line hingga stasiun Shinigawa, lalu lanjut dengan JR Yaman-ote Line hingga stasiun Shinjuku. Kemudian lanjut lagi dengan kereta JR Chuo Line hingga stasiun Nakano. Dari stasiun ini kami berjalan kaki mengikuti petunjuk yang diberikan oleh hostel. Lokasinya tak jauh, hanya sekitar 5 menit berjalan kaki dari stasiun.

Sayangnya begitu kami tiba di lokasi, hostel masih tutup. Kami cek lagi ternyata jam operasional resepsionis baru dibuka pukul 10:00. Saat itu masih pukul 08:00 dan kami butuh tempat untuk menunggu hingga buka. Tentunya

Page 9: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika9

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

nggak mungkin kalau kami nongkrong bengong di tepi jalan di depan hostel.

Kami lalu kembali ke arah stasiun Nakano, lalu duduk-duduk di dekat halte bus umum. Saya jadi memperhatikan warga sekitar yang menunggu bus. Setiap bus datang di waktu yang tepat. Ada rambu yang menunjukkan tempat perhentian bus untuk nomor tertentu. Mereka yang hendak naik bus terlihat antri dalam satu baris di dekat rambu, lalu naik satu per satu setelah bus datang. Pintu keluar penumpang berbeda dengan pintu masuknya, sehingga tidak terlihat berebut.

Setelah agak lama menunggu, Didut menemukan KFC di dekat stasiun. Kami pun mencari sarapan di sana sambil menunggu pukul 10:00. Saya agak malu di KFC, karena meninggalkan bekas makanan dan minuman di meja. Un-tungnya Didut membantu membereskannya sebelum kami benar-benar meninggalkan KFC. Di Jepang (dan juga di banyak negara lain), mereka yang makan di KFC, McDon-ald’s, atau restoran cepat saji lainnya, diharapkan untuk membereskan sendiri sisa makanannya, dengan membu-angnya ke tempat sampah yang tersedia. Tidak seperti di Indonesia yang terbiasa dibereskan oleh petugas restoran.

Kami lalu kembali ke Yadoya Guesthouse. Kali ini resep- sionis sudah buka, dan kami langsung check in. Kami baru bisa masuk ke kamar pukul 02:00 siang, jadi kami menitipkan saja koper kami. Sayangnya, kami belum bisa mengambil kunci. Jadi malam nanti sebelum pukul 09:00 kami harus sudah kembali ke hostel dulu, mengambil kun-ci, karena lewat dari jam tersebut, resepsionis sudah tutup.

Hostel ini tidak terlihat besar. Ruang resepsionis penuh

Page 10: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

10Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

sesak dengan beragam barang, dan terkesan berantakan. Di belakangnya terdapat ruang bersama, juga tidak terlalu besar, tempat para penginap bisa saling mengobrol dan beraktivitas. Kami sempat mampir ke 7-Eleven di se-berang hostel, mencari cemilan sarapan dan minum, sebe-lum berjalan kembali menuju stasiun Nakano.

Ayase, Pertanian di Luar Tokyo

Di stasiun Nakano saya dan Ipi berkenalan dengan Kuri, seorang perempuan teman Didut saat dulu ia internship di Jepang. Ini adalah pertemuan mereka yang pertama setelah 10 tahun tak saling bertatap mata. Mereka pun asyik mengobrol sambil mengenang cerita lama. Berbeda dengan kebanyakan orang Jepang, Kuri sangat fasih ber-bahasa Inggris. Logatnya pun enak didengar dan mudah dipahami.

Page 11: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika11

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Rencananya di hari pertama ini, kami akan mengunjungi perkebunan kecil yang dimiliki mantan atasan Didut 10 tahun lalu. Kuri yang akan mengantar kami ke lokasi. Perjalanannya lumayan jauh, namun bisa ditempuh dengan nyaman menggunakan angkutan umum. Dari stasiun Nakano kami kembali lagi ke Shinjuku menggunakan JR Chuo Line, lalu berpindah menggunakan Odakyu Line hingga tiba di stasiun Ebina.

Dari Ebina kami berganti menggunakan bus umum hingga tiba di Ayase. Total perjalanan sekitar 40 menit. Dari sini kami harus menggunakan taksi hingga sampai ke perke-bunan. Tidak terlalu jauh sebenarnya, tapi lumayan juga kalau harus berjalan kaki.

Di perkebunan ini Nishizawa-san, mantan atasan Didut dulu, menyapa kami. Beliau sudah lama meninggalkan pekerjaan lamanya, dan kini lebih banyak mengelola perkebunan miliknya. Beliau banyak bercerita tentang perkebunan dan kehidupannya. Terkadang bercerita dalam

Page 12: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

12Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

bahasa Inggris, terkadang dalam bahasa Jepang dengan Kuri membantu menerjemahkan.

Perkebunan miliknya tak berbeda jauh dengan banyak perkebunan di Indonesia. Saat itu udara pun tak berbeda dengan Jakarta, sangat panas. Langit terlihat biru bersih, dengan sesekali berlalu pesawat militer. Sepertinya me-mang ada basis militer Jepang (atau mungkin Amerika?) tak jauh dari lokasi ini.

Tak lama Mukasa-San, yang dahulu menjabat sebagai wakil direktur Nishizawa-San datang. Beliau juga pernah bertemu dengan Didut 10 tahun lalu. Mereka berdua, yang saat ini sudah berusia 80-an tahun terlihat sangat sehat. Menjelang siang, saat kami hendak berpamitan, Muka-sa-San malah menawarkan untuk mengantar kami kembali hingga Ebina dengan mobilnya. Sekaligus searah perjala-nannya pulang, katanya.

Page 13: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika13

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Stasiun Ebina berseberangan dengan pusat perbelanjaan dengan plaza terbuka di hadapannya. Kami menyem-patkan makan siang terlebih dahulu di food court pusat perbelanjaan itu. Kami mencoba menu makanan Jepang untuk makan siang. Usai makan, kali ini saya tidak lupa mengembalikan piring dan nampan ke kios tempat kami membeli. Tidak seperti di Indonesia, yang selalu mening-galkan begitu saja untuk dibereskan petugas.

Page 14: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

14Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Saat kami berjalan menuju stasiun Ebina, kami melihat kolam buatan di plaza dengan banyak anak kecil bermain bebas di sana. Lucu sekali melihat anak-anak itu mandi di kolam sambil ditegur ibu mereka dari kejauhan. Saya sem-pat memotret mereka sebelum kembali lagi kami berjalan ke stasiun.

Keindahan Taman Inokashira

Dari Ebina kami kembali ke Shinjuku dengan Odakyu Line, lalu dengan kereta JR Chuo Line kami berangkat menuju Kichijoji. Kuri mengajak kami ke Taman Ino-kashira yang berlokasi di daerah ini.

Taman Inokashira bukan sekedar taman. Mungkin lebih tepat bila disebut hutan, dan ini ada di tengah kota Tokyo. Taman ini luas sekali, lengkap dengan danau yang bersih. Tidak ada biaya yang harus dikeluarkan. Setiap orang bebas menggunakan fasilitas taman. Katanya taman ini

Page 15: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika15

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

selalu terlihat indah di bulan Maret dan April ketika bunga sakura mulai bermunculan.

Kami menyusuri tepian danau, melewati hutan kota, hingga tembus di sisi lainnya. Sebenarnya Museum Ghibli berada tak jauh dari sini. Hanya saja kami tidak bisa ma-suk begitu saja. Tiket museum hanya bisa dibeli sejak jauh hari di Lawson. Sebenarnya kami sudah mencoba titip ke teman kami di Jepang untuk membelikannya terlebih dahulu, namun saat ia memesan, kuota tiket sudah habis. Memang sangat disayangkan sih, tapi untuk perjalanan ke Jepang kali ini, kami tak akan sempat melihat isi Museum Ghibli. Yang kami lakukan saat ini hanyalah melewati ger-bang masuknya saja. Lokasinya berada di tepi jalan raya, namun masih masuk sebagai bagian taman, dilindu-ngi pohon-pohon lebat.

Hari mulai menjelang sore. Tak terasa sepanjang hari itu kami sudah berjalan kaki dengan sangat jauh. Kami berjalan kaki kembali ke pintu masuk Taman Inokashi-

Page 16: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

16Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

ra, melewati lapangan luas yang jadi tempat berkumpul warga. Ada yang sekedar duduk-duduk, ada yang bermain dengan anjing peliharaan mereka. Sekeliling lapangan tersebut dipakai warga untuk lari sore.

Sebelum kembali ke stasiun Kichijoji, Kuri mengantar kami terlebih dahulu ke Lawson terdekat. Meski kami sudah tak mendapatkan kesempatan ke Museum Ghibli, namun mungkin kami masih bisa memesan tiket masuk ke Museum Fujiko F. Fujio. Tiket hanya bisa dibeli di mesin yang tersedia di Lawson. Kuri yang membantu membe-likan karena petunjuk layar menggunakan huruf kanji. Tinggal pilih tanggal dan jam. Tiket hanya berlaku di tanggal dan rentang jam tersebut.

Karena memasuk jam pulang kantor, perjalanan kereta kembali ke Shinjuku penuh dengan banyak orang. Akhir-nya merasakan juga berdesakan di dalam kereta di Jepang. Tetap saja sih, masih lebih nyaman berdesakan di sini daripada berdesakan di bus kota di Jakarta. Dari Shinjuku,

Page 17: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika17

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

kami langsung lanjut ke Nakano. Di stasiun ini kami ber-pisah dengan Kuri, berterima kasih sudah menjadi peman-du di hari itu.

Hanya sejenak kami di hostel. Kami hanya mengambil kunci kamar lalu segera kembali ke stasiun Nakano, lalu lanjut lagi ke Shinjuku. Di sana, teman lama kami di Ja-karta, Toni dan Sofi, sudah lama menunggu.

Makan Malam di Shinjuku

Sudah lebih dari setahun saya dan Didut tidak melihat Toni dan Sofi. Mereka berdua pindah ke Jepang sejak Toni mendapat pekerjaan di Tokyo. Anak mereka, yang diberi nama Keitaro pun lahir di Tokyo, dan mendapat fasilitas yang nyaman dan aman, meski mereka bukan warga nega-ra Jepang. Ipi sendiri baru pertama kali berkenalan dengan Toni dan Sofi, meski sudah lama tahu mereka melalui Twitter.

Page 18: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

18Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Toni dan Sofi mengajak kami menikmati ramen seafood. Sangat jarang menemukan restoran ramen yang dianggap halal, karena kebanyakan ramen di Jepang menggunakan kuah atau minyak yang mengandung babi. Di tempat ini, isi ramen, termasuk kuahnya, menggunakan seafood. Harganya sekitar 825 Yen. Enak dan mengenyangkan. Kuahnya hangat dan agak pedas, menghangatkan perut yang sudah kelaparan sejak tadi.

Kami berencana untuk ke Odaiba keesokan harinya. Ke-betulan Toni dan Sofi bisa ikut menemani di sore hari. Rencananya, kami akan berangkat lebih dulu ke Odaiba, lalu mereka berdua akan menyusul dan betemu kami di sana.

Usai makan malam kami berpamitan dengan mereka berdua, lalu kembali ke Yadoya Guesthouse di Nakano. Sesampai di hostel, koper yang sebelumnya kami titipkan, langsung kami bawa ke kamar. Seperti hostel pada umum-nya, satu kamar terdiri dari banyak tempat tidur tingkat. Hari pertama ini sungguh melelahkan. Sungguh tak sabar rasanya menanti perjalanan kami berikutnya di hari-hari mendatang di Jepang.

Page 19: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika19

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 20: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

20Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 21: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika21

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Tokyo4 September 2013

Page 22: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

22Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Pagi di Shinjuku

Hari kedua di Tokyo, Jepang. Pagi ini kami mendapat sambutan getaran gempa langsung di Jepang. Saat itu saya masih berada di atas tempat tidur tingkat. Goyangan-nya sangat terasa. Awalnya saya sempat mengira ini ulah penginap yang tidur di tempat tidur bawah, hingga saya mengecek tweet yang membahas tentang gempa di Jepang. Meski terasa, namun gempa ini tidak lama. Saat saya turun ke lobi hostel pun, reaksi orang-orang biasa saja. Sepertinya gempa kecil seperti ini sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari.

Rencana hari ini adalah berjalan-jalan ke Odaiba, seka-ligus bertemu dengan Toni dan Sofi kembali. Namun sebelumnya, kami harus mampir dulu ke Shinjuku, untuk mengecek bus Willer Express yang akan membawa kami nanti malam ke Osaka. Sebelum kami berangkat ke Je-pang, Didut sudah melakukan pemesanan tiket bus, dan sudah langsung dibayar. Namun tentu kami perlu memas-tikan, siapa tahu masih ada kekurangan. Lebih baik dicek pagi hari sehingga kami bisa mengantisipasi bila terjadi masalah.

Setelah mandi dan sarapan (makan onigiri di 7-Eleven seberang hostel), kami langsung check out dari Yadoya Guesthouse. Kami kembali berjalan kaki menuju stasiun Nakano, lalu menggunakan kereta JR Chuo Line. Lalu kami pindah menggunakan kereta JR Yamanote Line ke stasiun Shinjuku.

Untungnya petunjuk yang diberikan oleh Willer Express sungguh jelas. Ternyata lokasi titik keberangkatan ini tidak berada di stasiun Shinjuku. Kami berjalan cukup jauh,

Page 23: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika23

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

melewati lorong panjang hingga sampai di daerah pusat bisnis. Mengikuti arah, kami terus berjalan hingga sampai di Sumitomo Building. Kantor Willer Express berada di lantai dasar, terbagi menjadi dua ruangan, ruang tiket dan keberangkatan. Semua terlihat rapih dan bersih. Didut sempat menanyakan proses check in, dan ternyata itu tidak diperlukan. Kami cukup datang saja nanti, menunjukkan paspor, dan bisa langsung naik ke bus.

Kami lalu berjalan kembali ke arah stasiun Shinjuku, un-tuk melanjutkan perjalanan menuju Odaiba. Kami kembali melewati terowongan panjang. Untungnya, untuk arah yang menuju stasiun tersedia travellator sehingga kami tidak terlalu capai berjalan kaki.

Berjalan-jalan di Odaiba Dari Shinjuku kami menggunakan kerata JR Yamanote Line hingga sampai ke stasiun Shimbashi. Stasiun kereta di Odaiba hanya bisa dicapai menggunakan kereta mono-

Page 24: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

24Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

rail Yurikamome Line dari stasiun Shimbashi. Kereta bergerak melewati gedung-gedung modern, melewati jembatan penyeberangan raksasa (yang juga dilewati oleh mobil dan bus), hingga sampai di pulau buatan Odaiba.

Yang menarik dari daerah ini adalah terpisahnya ruang un-tuk pedestrian dan kendaraan bermotor. Hampir semua ja-lur pejalan kaki berada di atas, saling sambung dari ge-dung ke gedung, sementara jalan mobil berada di ting-kat bawah. Odaiba merupakan pusat perbelanjaan dan hiburan. Bangunan kantor pusat Fuji TV yang berdesain futuristik pun juga bisa ditemukan di sini.

Kami turun di stasiun Odaiba-kaihinkoen. Lalu masih di lantai atas, kami berjalan kaki hingga sampai ke pusat perbelanjaan Decks Tokyo Beach. Pertokoan ini tidak terlihat ramai, padahal di dalamnya banyak sekali atraksi wisata terkenal seperti Legoland, museum lilin Madame Tussauds, Tokyo Joypolis, dan museum Trick Art.

Page 25: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika25

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Lokasi Legoland dan Madame Tussauds saling bersebela-han. Tiket masuk ke masing-masing atraksi seharga 1.900 Yen, namun kalau beli paket dua atraksi sekaligus menjadi seharga 2.500 Yen. Didut tidak berminat untuk masuk, maka hanya saya dan Ipi saja yang akhirnya membayar tiket dan melihat isinya.

Museum lilin Madame Tussauds tersebar di banyak neg-ara. Setiap museum menampilkan berbagai tokoh dunia yang dibuat dengan lilin dengan ukuran 1:1 sesuai aslinya. Ini adalah museum Madame Tussauds kedua yang saya datangi, setelah beberapa tahun lalu sempat mendatangi yang di Hong Kong.

Bila dibandingkan, rasanya isi museum yang di Hong Kong jauh lebih banyak daripada yang di Tokyo. Beber-apa tokoh yang bisa dilihat dan “diajak” berfoto bersama antara lain: Barack Obama, Bruce Willis, Johnny Depp, David Beckham, Madonna, Atsuko Maeda, Yuko Oshima, L’Arc-en-Ciel, dll.

Page 26: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

26Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Selanjutnya saya dan Ipi berpindah ke Legoland. Mungkin ini versi mini Legoland yang di Malaysia (belum pernah ke sana juga sih). Saat pertama kali masuk, kami bisa mengukur tinggi dan berat kami dengan menggunakan satuan brick Lego. Lalu kami melewati diorama kota Lego yang selalu berganti nuansa siang dan malam. Isi kota terlihat hidup, karena mobil-mobil di kota dibuat bergerak.

Di Legoland kami bisa menonton animasi 4D, lengkap dengan efek air dan angin. Sayangnya animasi menggu-nakan bahasa Jepang, jadi kami tak memahami dialognya. Ada pula permainan tembak-tembakan. Kami naik dalam kereta yang berkeliling lalu menembaki semua target yang bermunculan di layar dan dinding.

Page 27: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika27

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Atraksi di Legoland ini lebih ditujukan untuk para kelu-arga. Di dalamnya tersedia pula kantin, toilet, dan ruang nursery. Berbagai brick Lego tersedia bebas untuk dimain-kan anak-anak. Belum lagi ada taman bermainnya yang bisa membuat anak-anak lupa waktu di dalamnya.

Page 28: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

28Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Hari sudah lewat siang, dan kami pun kelaparan. Masih di Decks Tokyo Beach, kami lalu turun ke lantai dasar yang berbatasan dengan jalan raya. Di lantai ini tersedia Yoshinoya dan McDonald’s. Akhirnya kami memutuskan untuk mencoba Yoshinoya versi Jepang. Menu makanan di Yoshinoya Jepang lebih beragam. Selain dua menu standar yang biasa ditemukan di Jakarta, ada pula menu yang menggunakan daging ayam dan juga babi. Semua menu tersedia dalam 3 ukuran porsi. Harganya berkisar antara 440-480 Yen.

Sudah mendekati pukul 03:00 siang, dan kami sudah berjanji bertemu kembali dengan Toni dan Sofi di depan patung Gun-dam raksasa di DiverCity Tokyo Plaza. Kami bertiga pun berjalan kaki melewa-ti gedung Fuji TV, hingga sampai ke bulevar taman yang luas. Pertokoan DiverCity Tokyo Plaza berada di akhir bulevar ini. Dari jauh langsung terlihat patung Gundam yang didesain 1:1 sesuai ukuran aslinya.

Banyak pengunjung mengabadikan momen Odaiba mere-ka di sini, termasuk kami tentunya. Di sekitar patung ter-dapat Gundam Café yang menjual beragam merchandise yang berhubungan dengan Gundam. Saya sempat mampir

Page 29: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika29

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

masuk, meski tak melihat sesuatu yang membuat saya tertarik untuk membeli.

Akhirnya kami bertemu dengan Toni, Sofi, dan putra mereka Keitaro, yang lalu langsung mengajak kami untuk makan di food court DiverCity. Karena kami sudah lebih dulu makan, kami pun hanya menemani sambil mengobrol saja.

Sambil menunggu sore, Toni dan Sofi mengajak kami semua naik ke lantai atas, ke sebuah toko yang menjual pernik-pernik dengan harga murah. Sepertinya hanya Ipi yang akhirnya berbelanja, sementara kami semua berada di luar toko, melihat Keitaro yang asyik belajar berjalan kaki.

Menjelang sore, kami pun ke luar dari pertokoan dan ber-jalan kaki ke arah laut. Kami masih tetap berjalan di lantai atas, yang memang difungsikan khusus untuk para pejalan kaki, hingga sampai di gardu pandang berbentuk setengah lingkaran.

Page 30: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

30Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Di hadapan saya, di kejauhan terlihat jem-batan raksasa yang menghubungkan Odaiba dan Tokyo. Jembatan yang tadi kami lalui saat menggunakan monorail. Laut bersih membentang dengan beberapa kapal ferry terlihat berlalu. Di bawah saya terlihat ta-man luas yang langsung berbatasan dengan laut. Tak jauh dari saya berdiri, di sebelah kanan terlihat miniatur patung Liberty. Lampu-lampu

sudah mulai menyala menerangi patung tersebut. Tak lama lampu dengan beragam warna mulai terlihat menerangi jembatan raksasa. Karena variasi lampu inilah, maka jem-batan itu dikenal dengan sebutan Rainbow Bridge.

Saya mengambil banyak foto di sini, pemandangan Tokyo dan jembatannya, lalu bangunan pertokoan di Odaiba dengan lampu-lampu yang meneranginya, hingga jalur pedestrian di lantai atas ini yang terang oleh banyak lampu taman. Saya merasakan angin malam yang mulai bertiup cukup kencang, seakan menutup udara yang saat itu panas.

Sekitar jam 18:00 kami pun sudah meninggalkan Odaiba. Kali ini kami naik kereta monorail Yurikamome Line dari stasiun yang lebih dekat, stasiun Daiba, untuk kembali ke Shimbashi. Dari sini Didut berpisah, karena sudah ada janji dengan teman lamanya, sementara saya, Ipi, Toni,

Page 31: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika31

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Sofi, dan Keitaro akan makan malam bersama. Saya dan Ipi akan langsung bertemu Didut malam nanti di titik keberangkatan bus di Shinjuku.

Merasakan Padatnya Shibuya

Dari Shimbashi kami menggunakan kereta JR Yamanote Line dan berhenti di stasiun Shibuya. Kami keluar dari stasiun menuju pusat kota Shibuya, yang penuh sesak den-gan ribuan orang. Benar-benar penuh. Belum pernah saya melihat orang sebanyak ini di tengah kota.

Toni mengajak kami ke patung perak yang menjadi landmark Shibuya, yakni patung anjing bernama Hachi-ko. Terlihat beberapa orang mengabadikan diri dengan berfoto bersama Hachiko. Karena ini tem-pat terbuka, banyak pula yang merokok sambil mengobrol. Sofi bersa-ma Keitaro berdiri agak menjauh dari Hachiko karena kumpulan asap rokok ini.

Toni dan Sofi lalu mengajak kami untuk makan malam. Kami melewati perempatan Shibuya yang terkenal itu. Perempatan yang sering muncul di banyak film Holly-wood, dari Resident Evil hingga Fast and Furious. Ti-

Page 32: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

32Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 33: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika33

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

dak banyak mobil yang berlalu di jalan raya, meskipun demikian para pejalan kaki bersabar menunggu lampu penyeberangan berganti warna hijau. Pemandangan luar biasa terjadi saat lampu berganti hijau. Seketika saja perempatan Shibuya penuh dengan para pejalan kaki yang saling menyeberang ke berbagai sisi. Ramai seramai-ra-mainya.

Saya dan Ipi diajak makan malam di restoran Gusto. Meski namanya berbau Itali, menunya bermacam-macam. Dari selera Jepang, Itali, barat, dll. Yang menjadi kekhasan Gusto adalah minuman yang bebas ambil. Terserah mau ambil minum apa, pilih sendiri, dan racik sendiri. Meski-pun minum gratis, tetap saja makan malam di Gusto bisa menghabiskan 900-1.000 Yen.

Usai makan malam, kami kembali ke stasiun Shibuya. Saya dan Ipi berpamitan dengan Toni, Sofi, dan Keitaro,

Page 34: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

34Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

berucap terima kasih sudah mau menemani kami jalan-jalan di hari ini. Selanjutnya saya dan Ipi menggunakan JR Yamanote Line untuk pergi kembali ke stasiun Shinjuku.

Dari stasiun Shinjuku kami menelusuri ulang jalan yang sudah kami lalu tadi pagi, menuju titik perhentian Willer Express di Sumitomo Building. Sekitar 1 jam sebelum keberangkatan bus, Didut pun akhirnya tiba juga. Kami kembali memastikan tiket kami. Oleh petugas, diminta untuk menunggu saja hingga informasi keberangkatan bus diumumkan.

Bus Willer Express menuju Osaka ini memang berjalan di malam hari. Buat kami, lumayan irit, karena kami tak per-lu lagi mencari penginapan. Bus inilah tempat kami ber-malam saat ini. Busnya sendiri bagus, ruang duduk cukup lega. Suasana bus dibuat segelap mungkin. Semua jendela ditutup. Lampu dimatikan. Mau nggak mau kami memang diharapkan untuk bisa beristirahat sepanjang perjalanan.

Page 35: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika35

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 36: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

36Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 37: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika37

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Kyoto5 September 2013

Page 38: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

38Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Perjalanan Menuju Kyoto

Bus Willer Express tiba pagi hari di Osaka. Sejujurnya kami buta sama sekali, saat ini bus berada di lokasi apa, karena bus berhenti di sebuah lahan parkir, lalu lanjut kembali. Kami ke luar lokasi lahan parkir, menyusuri tro-toar, sambil mengandalkan Google Maps. Kami melewati gedung Umeda Sky Building, dan baru menyadari kalau kantor bus Willer Express berada di gedung ini.

Kami terus menyusuri jalan menuju stasiun pusat Osaka. Di depan Umeda Sky Building, kami melihat jalur under-pass untuk pejalan kaki. Namun kami ragu akan ujung underpass ini. Kami lalu mengandalkan arah yang diberi-kan Google Maps, yang ternyata lebih jauh dan mengitar, hingga akhirnya kami melewati terminal bus umum. Kami telah tiba di stasiun Osaka, yang menjadi titik konsentrasi beragam lini transportasi, baik itu bus, kereta di atas tanah hingga bawah tanah.

Page 39: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika39

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Kami langsung mencari tiket ke Kyoto. Anggaplah Osaka dan Kyoto ini bagai Jakarta dan Bogor. Bisa dibilang luar kota, meski sebenarnya tidak terlalu jauh. Kami menggu-nakan kereta JR Tokaido/Sanyo Main Line seharga 540 Yen. Berbeda dengan kereta dalam kota yang menyisakan ruang luas untuk orang berdiri, sebaliknya kereta ini mem-prioritaskan pada ketersediaan bangku. Kami pun bisa duduk nyaman hingga tiba di Kyoto.

Kami lalu berjalan kaki menuju Piece Hostel yang berlo-kasi tak jauh dari stasiun. Petunjuk yang diberikan hotel sebelumnya sangat membantu. Setelah berjalan sekitar 10 menit, kami pun tiba di hostel. Bangunan yang tak terlalu besar ternyata menyembunyikan interior yang cukup luas dan nyaman.

Setiap hostel umumnya memiliki ruang bersama, tempat setiap orang yang menginap bisa bertemu, ngobrol, dan beraktivitas. Piece Hostel ini memiliki ruang bersama yang luas, sangat berbeda dengan ruangan sederhana hos-tel tempat kami menginap di Tokyo hari sebelumnya.

Di ruang bersama Piece Hostel tersedia dua Mac dengan layar besar. Tersedia pula banyak sofa dan meja untuk tempat berkumpul atau bekerja. Ada pula bar yang terbu-ka hingga malam hari. Ruang makan pun terpisah, meski tetap tersambung dengan ruang bersama.

Kami sudah bisa langsung check in, meski kami belum bisa memasukkan barang ke kamar. Barang bawaan kami titipkan, lalu kami ikut sarapan bersama tamu hotel lainnya. Meski kami belum bisa masuk, namun kami tetap diperbolehkan untuk mandi. Lumayan segar setelah cukup berkeringat setelah perjalanan sebelumnya.

Page 40: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

40Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Bersepeda di Kyoto

Dengar-dengar kota Kyoto termasuk salah satu kota di Jepang yang nyaman dan aman dipakai untuk bersepeda. Kami pun memutuskan untuk menggunakan sepeda berke-liling Kyoto. Kebetulan Piece Hostel menyewakan sepeda dengan biaya 500 Yen hingga malam. Tersedia keranjang untuk setiap sepeda yang disewakan. Juga disediakan kun-ci untuk roda depan dan belakang.

Kami pun mulai merasakan sendiri bersepeda di kota Kyo-to. Umumnya sepeda melewati jalur trotoar, bergabung dengan jalur pejalan kaki. Namun karena trotoar lumayan lebar dan tersedia ramp untuk naik turun trotoar, maka bersepeda pun terasa nyaman. Tentunya kami tetap harus mengikuti aturan lalu lintas. Saat lampu lalu lintas bagi pejalan kaki hijau, barulah kami ikut menyeberang.

Saya amati sepeda yang banyak berlalu kebanyakan adalah sepeda santai. Kebanyakan memasang keranjang

Page 41: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika41

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

di depannya. Ada pula yang menyediakan tempat duduk khusus anak kecil di bangku belakang. Lumayan banyak terlihat ibu dengan membonceng anaknya di sepeda. Se-tiap sepeda juga memiliki plat nomor. Katanya sih, setiap sepeda hanya boleh dikendarai oleh pemiliknya sendiri. Bisa dibilang, setiap orang yang ingin bersepeda harus memiliki sepedanya sendiri.

Bersepeda tidak berarti lepas dari masalah teknis. Tak lama sejak kami meninggalkan hostel, sepeda Ipi meng-hadapi masalah. Rantainya lepas saat mengganti gigi di tanjakan. Didut pun akhirnya kembali ke hostel untuk meminta penukaran sepeda. Sementara menunggu, Ipi ma-sih saja penasaran memutar pedal supaya bisa kembali ke posisi semula. Akhirnya rantai pun bisa kembali ke posisi benar, bahkan sebelum pihak hostel datang. Namun tetap diputuskan untuk menukar saja sepeda, karena Ipi mera-sa ada yang janggal memang di gigi sepeda sejak awal keberangkatan tadi.

Page 42: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

42Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Higashi Honganji

Kyoto memiliki banyak sekali kuil yang tersebar di seluruh penjuru kota. Salah satu yang terbesar yang merupakan peninggalan masa lalu adalah Higashi Hon-ganji.

Kami memarkir sepeda di depan kompleks kuil, lalu melanjutkan jalan kaki ke dalam. Bangunan lama ini ma-sih dalam proses renovasi. Beberapa bangunan kuil yang dalam proses perbaikan tersembunyi di dalam bangunan baru sementara yang menyerupai hanggar. Kami tentu tidak bisa masuk ke dalamnya.

Bangunan utama terlihat megah sekali. Detil konstruksi atap, kolom kayu berdiameter raksasa, membuat bangunan kuil ini terlihat sungguh menakjubkan. Luar biasa sekali bila bangunan ini sudah ada sejak abad ke-12. Bangunan ini juga menjadi tempat ibadah. Kami harus melepas alas kaki sebelum masuk ke dalamnya. Diingatkan pula untuk tidak sembarangan duduk di barisan depan, karena akan

Page 43: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika43

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

dipakai untuk warga yang akan beribadah.

Kami keluar melalui sisi samping bangunan utama, melalui selasar berpindah ke bangunan sebelah. Ternyata ada pula bagian dari kompleks kuil yang dijadikan sebagai tempat pameran. Ada pula bangunan yang isinya dipakai sebagai tempat belajar bersama.

Setelah berkeliling kompleks, kami pun kembali ke pintu utama. Dengan bersepeda kami pun melanjutkan perjala-nan.

Kyoto International Manga Museum

Tujuan kami berikutnya adalah museum manga terbesar di Jepang, Kyoto International Manga Museum. Tiket masuknya cukup mahal, 800 Yen. Seperti nama museum-nya, pengunjung bisa melihat ribuan manga pilihan sejak era perang dunia. Museum ini menyajikan hampir 300.000 dokumen historikal hingga budaya pop. Bila diperlukan

Page 44: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

44Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

untuk kepentingan riset, museum ini juga menyimpan ribuan koleksi manga, yang memang tidak semuanya ditampilkan di area pameran.

Museum menyajikan beragam aktivitas yang bisa diikuti. Ada kegiatan kelas manga, pertunjukan picture-story yang ditujukan untuk anak-anak, pameran khusus untuk manga-ka (pengarang manga) tertentu, hingga ruang audio visual yang biasanya dipakai untuk beragam kegiatan. Kalau datang di hari Sabtu, Minggu, atau hari libur nasional, katanya akan selalu ada seorang mangaka yang mende-monstrasikan proses pembuatan manga.

Di ruang pameran utama di lantai dua, saya bisa membaca sejarah perkembangan manga di Jepang. Di bagian tepi ruangan lemari-lemari berisi manga disajikan secara kro-nologis per tahunnya. Tidak semua memang, hanya manga yang dianggap mewakili saja. Di sisi tengah, sejarah perkembangan manga disajikan dalam runutan berbahasa Inggris, yang diakhiri dengan lemari kaca yang menampil-kan manga-manga lain dari beragam negara. Saya melihat komik terbitan Malaysia dan Thailand di sini, namun sa-yang tak ada sama sekali komik terbitan Indonesia masuk di lemari kaca ini.

Suvenir yang berhubungan dengan museum bisa ditemu-kan dekat pintu keluar. Beberapa manga yang sudah diter-jemahkan ke dalam bahasa Inggris juga bisa ditemukan di sini. Selebihnya berupa kartu pos, kain, kipas, kaos, pin, magnet, dan pernik-pernik lainnya yang menggunakan visual manga.

Page 45: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika45

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Kyoto Palace

Kami melanjutkan perjalanan bersepeda, melewati entah berapa blok, hingga akhirnya tiba di sebuah taman yang sangat luas. Terlihat tanda kalau sepeda tidak boleh dipa-kai. Kami pun memarkir sepeda di tepi taman, dan melan-jutkan jalan kaki ke dalam.

Taman yang berada di hadapan Kyoto Palace ini luas seka-li, didesain dengan grid yang kuat, seperti taman-taman di Eropa. Setelah sampai di daerah tengah, barulah keta-huan kalau ternyata sepeda diperbolehkan. Entah apa arti penanda yang kami lihat sebelumnya. Taman ini dibelah oleh jalan-jalan yang sangat lebar. Meskipun lebar, tidak terlihat satu kendaraan bermotor pun di sini. Semua orang berjalan kaki atau bersepeda.

Kami terus berjalan mendekati Kyoto Palace. Pagar tinggi membatasi kompleks bangunan, menyisakan satu sisi saja untuk pintu keluar masuk. Sayang kami datang terlalu sore, sehingga gerbang sudah terlanjur ditutup. Kami pun

Page 46: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

46Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

lalu kembali berjalan kaki menuju tempat sepeda kami di-parkir, lalu mengayuhnya kembali menyusuri kota Kyoto.

Gion

Perjalanan bersepeda kali ini menyusuri sungai. Lebar sungai ini tak beda jauh dengan Banjir Kanal Timur di Jakarta. Airnya bersih. Di beberapa bagian yang tidak terlalu dalam disediakan batu-batu besar untuk loncatan. Orang bisa menyeberang sungai melewati batu-batu ini. Saat itu terlihat beberapa siswi sekolah yang bermain meloncat-loncat batu di tengah sungai. Lucu juga melihat aktivitas seperti ini di tengah kota.

Tepian sungai tersedia trotoar lebar yang bisa dilalui nyaman dengan bersepeda. Saya sempat melihat beberapa orang yang duduk mengobrol, bahkan ada yang sambil memancing. Di sisi seberang, terlihat fasade-fasade bangu-nan dengan balkon terbuka. Beberapa di antaranya terlihat

Page 47: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika47

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

seperti restoran, dengan bangku-bangku dan meja terlihat di balkon, membiarkan pengunjungnya untuk menikmati pemandangan sungai.

Kami mengayuh sepeda hingga sampai ke perempatan Gion, titik wisata malam di kota Kyoto. Trotoar di sepan-jang jalan Gion dikasih pagar dan atap. Lampion juga terlihat setiap beberapa meter di atas trotoar. Kami menyu-suri jalan ini, mencari tempat untuk parkir sepeda.

Karena Didut hendak mencari tumbler Starbucks khas Kyoto, kami pun memarkirkan sepeda tak jauh dari kafe tersebut. Jalan Gion ini berujung di sebuah kuil. Namanya Yasaka Shrine. Kami menyempatkan sejenak melihat-lihat kompleks kuil ini sebelum melanjutkan jalan kaki menuju jalan Hanamikoji Dori.

Gion dikenal akan geisha-nya. Bila menunggu hingga malam, katanya akan terlihat geisha dengan pakaian yukata-nya berjalan di sini menemani tamunya. Kami tak

Page 48: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

48Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

lama di jalan ini. Setelah melihat geisha satu kali saja, kami langsung lan-jut melangkah pergi.

Senja sudah mulai turun. Lampion-lampion yang menerangi trotoar kini sudah mulai menyala. Kami kembali mengayuh sepeda, kali ini mengarah kembali ke hostel. Sore yang menyenangkan. Udara masih bersih, langit pun tidak terlalu berawan, dan udara tidak terlalu panas.

Kyoto Tower

Dalam perjalanan pulang, kami melewati Kyoto Tower. Menara dengan ketinggian 231 meter ini sudah berman-dikan cahaya lampu. Batang menara hingga kepala terlihat terang. Senja di Jepang terasa lama. Sejak perjalanan dari Gion hingga Kyoto Tower, biru gelap langit masih tetap terlihat. Kyoto Tower pun terlihat indah di hadapannya.

Kami lalu memutuskan untuk naik ke puncak Kyoto Tower. Sepeda kami parkirkan di belakang gedung. Lalu kami masuk ke dalam langsung naik ke lantai teratas ba-ngunan. Kami harus membeli tiket di mesin yang tersedia dulu seharga 770 Yen sebelum bisa masuk ke dek obser-vasi.

Page 49: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika49

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Di dek observasi saya bisa berjalan berkeliling melihat ke segala penju-ru Kyoto. Pegunungan Higashiyama dan Arashi-yama terlihat dari sini. Cahaya lampu terlihat menerangi bangunan-ba-ngunan di Kyoto.

Setelah puas mengambil gambar, kami pun turun. Masih di gedung yang sama, namun dari sisi luar terdapat McDon-ald’s. Kami pun makan malam sejenak sebelum lanjut kembali mengayuh sepeda hingga Piece Hostel. Sisa malam kami habiskan dengan istirahat dan mengobrol di ruang bersama hostel.

Page 50: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

50Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 51: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika51

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Osaka6 September 2013

Page 52: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

52Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Tiba di Osaka

Setelah menikmati jatah sarapan, pagi hari kami langsung check out dari Piece Hostel, Kyoto. Kami berjalan kaki menuju stasiun utama Kyoto, lalu menggunakan kereta JR Tokaido/Sanyo Main Line ke Osaka. Biayanya 540 Yen. Perjalanan kereta memakan waktu hampir satu jam. Untungnya kami bisa duduk dengan nyaman. Kereta antar-kota memiliki desain yang berbeda dengan kere-ta dalam kota yang pernah kami gunakan sebelumnya. Bangku di kereta ini menghadap ke depan dan belakang. Jarak antara bangku pun cukup lega, sehingga saya bisa duduk nyaman sambil meluruskan kaki.

Sesampai di Osaka, kami langsung menuju Toyo Hotel. Agak lama juga mencarinya, karena petunjuk arah menuju hotel tidak disediakan dengan jelas. Apalagi stasiun Osaka sangatlah besar, dengan banyak pintu keluar. Kami tidak tahu pintu keluar mana yang terdekat dengan hotel. Meski kesulitan di awal, namun kami bisa menemukan lokasi hotel dengan bantuan Google Maps.

Agak jauh juga kami berjalan, hingga akhirnya kami menemukan Toyo Hotel. Kami juga menemukan kalau ternyata stasiun kereta yang terdekat dengan hotel adalah stasiun Dobutsuenmae. Seandainya saja Toyo Hotel bisa memberikan arahan lebih jelas, mungkin kami tak perlu jalan kaki terlalu jauh.

Seperti biasanya, check in baru bisa dilakukan setelah pukul 14:00. Saat itu belum pula pukul 12:00. Kami pun menitipkan barang terlebih dahulu sebelum lanjut mengek-splorasi kota Osaka.

Page 53: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika53

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Melalui stasiun Dobut-suenmae, kami lalu bergerak ke stasiun pusat Osaka. Kami lalu men-datangi pusat informasi turis, ingin menanyakan tentang tiket wisata harian bagi turis. Ternya-ta tersedia dua macam tiket, untuk wisata sehari penuh dan dua hari penuh. Khusus kunjung-an ke Osaka Aquarium Kaiyukan hanya ber-laku untuk tiket wisata yang dua hari penuh. Kami masing-masing lalu membeli tiket wisata sehari penuh. Syaratnya hanya menunjukkan passport dan membayar biaya 2.000 Yen. Biaya itu sudah mencakup lebih dari 20 titik wisata dan gratis menggu-nakan kereta ke manapun (asalkan bukan kereta dari JR).

Osaka Jo dan Sekitarnya

Kunjungan pertama kali di kota ini adalah Osaka Jo (kastil Osaka). Dengan kereta bawah tanah Midosuji Line, lalu lanjut dengan Chuo Line, kami pun akhirnya turun di stasiun Osaka Business Park. Kami keluar di dekat Osaka Convention Hall, sebuah gedung konvensi megah yang sering dipakai untuk konser. Saat itu terlihat antrian yang luar biasa panjang. Sepertinya memang akan ada perhela-tan musik di gedung tersebut sore ini.

Kami berjalan terus, melewati taman luas dengan banyak

Page 54: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

54Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

orang beraktivitas. Lapangan softball juga terlihat, meski saat itu tampak kosong. Dari kejauhan terlihat puncak kastil. Lumayan jauh juga jarak dari stasiun ke kastil. Untunglah udara saat itu cukup sejuk, sehingga nyaman dipakai berjalan kaki.

Sesampainya di pintu masuk kami menunjukkan tiket wisata harian. Petugas mengecek tanggal yang tertera di tiket, lalu mempersilakan kami masuk. Tanpa tiket wisata harian ini, pengunjung harus membayar 600 Yen.

Meski bangunan lama, namun kastil ini sudah direnovasi. Fasade luarnya masih sesuai asli, meski interiornya sudah banyak yang diubah. Apalagi kini disediakan lift, meski cuma sampai lantai ketiga. Ruang pamer yang terbu-ka untuk umum memang disediakan mulai dari lantai ketiga hingga atas.

Meski menceritakan seja-rah, namun isi museum ini dikemas dengan menarik. Teknologi ikut bermain

membuat penceritaan menjadi atraktif. Setiap bagian sejarah diceritakan melalui video yang diproyeksikan ke diorama. Misalnya, diorama menampilkan jembatan dan hutan terbuat dari materi fisik, namun orang-orang yang bercakap-cakap di depan jembatan itu adalah rekaman video yang diproyeksikan.

Page 55: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika55

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Ruang pamer lainnya menampilkan maket kastil Osaka dan lingkungannya, sejarah para penguasa sebelumnya, hingga replika beragam seragam, senjata tradisional dan senjata api yang dipakai kala itu.

Lantai teratas Osaka Jo dipakai sebagai gardu pemandang-an. Tersedia balkon yang mengelilingi lantai untuk me-lihat pemandangan kota Osaka yang mengelilingi kastil. Kawat-kawat kisi mengelilingi balkon untuk menjaga bila ada barang pengunjung yang jatuh ke luar balkon, tidak terus jatuh ke lantai dan membahayakan pengunjung lain di bawahnya.

Bila tertarik mencari oleh-oleh, bisa mampir ke lobi kastil untuk membeli suvenir Osaka Jo ataupun khas Osaka lainnya.

Seharusnya usai dari kastil, kami kembali lagi ke stasiun Osaka Business Park. Namun berawal dari papan petunjuk

Page 56: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

56Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

arah yang sedikit menipu, kami malah mencoba alur jalan lain. Mengingat sebelumnya kami berjalan kaki cukup jauh dari stasiun ke kastil, kami lalu berpikir kalau mun-gkin saja ada stasiun lain yang lebih dekat.

Ternyata mencoba jalan lain bukanlah pilihan yang tepat. Yang ada kami malah semakin jauh dari stasiun. Kami malah berjalan kaki lebih jauh daripada sebelumnya. Setelah bertanya-tanya, akhirnya kami menemukan stasiun kereta bawah tanah terdekat.

Keramaian di Daerah Kita

Kami keluar ke daerah Kita melalui stasiun kereta bawah tanah Umeda. Daerah Kita merupakan pusat keramaian kota Osa-ka. Ribuan orang terlihat lalu lalang berjalan kaki memenuhi seluruh pen-juru kota. Mengingakan akan stasiun Shinjuku di Tokyo.

Kami masih ada waktu untuk berkunjung ke dua titik wisata di daerah ini, yakni HEP Ferris Wheel dan Floating Garden

Observatory. Kebetulan HEP Ferris Wheel tak jauh dari stasiun Umeda, berlokasi di lantai teratas gedung per-tokoan HEP FIVE. Kami sekali lagi memanfaatkan tiket

Page 57: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika57

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

wisata harian, sehingga tak perlu membayar tiket seharga 500 Yen.

Di atas HEP Ferris Wheel, kami bisa melihat kota Osaka dari ketinggian. Yang saya kagumi adalah betapa banyak-nya jalur kereta terlihat dari atas. Baik itu yang keluar dari stasiun Umeda, maupun yang tampak di kejauhan. Satu putaran HEP Ferris Wheel ini menghabiskan waktu sekitar 15 menit.

Menjelang sore kami lalu berjalan kaki ke Floating Gar-den Observatory yang berlokasi di Umeda Sky Building. Sebenarnya kami sudah ke lokasi ini hari sebelumnya, karena menjadi perhentian bus Willer Express saat kami berangkat dari Tokyo ke Osaka.

Kami menyusuri plaza yang luas dengan banyak orang duduk berisitirahat. Kalau hari sebelumnya kami jalan ber-putar dari Umeda Sky Building ke stasiun Umeda, kali ini

Page 58: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

58Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

kami melewati underpass khusus pejalan kaki. Memotong waktu lebih banyak. Hari sebelumnya, sebetulnya kami melihat underpass ini, namun kami ragu-ragu, dan malah memutuskan untuk mencari jalan memutar.

Tiba di Umeda Sky Building, kami langsung meman-faatkan tiket wisata harian. Lumayan, tidak perlu lagi membayar 700 Yen. Floating Garden Observatory berada di puncak gedung, terdiri dari dua lantai. Sangat banget direkomendasikan untuk datang ke lokasi ini menjelang pergantian sore ke malam. Kami bisa melihat lampu-lam-pu menyala di kota Osaka, menerangi setiap bangunan dan jembatan.

Lantai pertama berupa ruangan tertutup. Katanya, Floating Garden Observatory ini sering dipakai untuk para pa-sangan kekasaih. Makanya tersedia pula pigura hati raksa-sa untuk mereka yang ingin berpose bersama. Di lantai ini juga dijual beragam merchandise khas Osaka.

Lantai paling atas yang juga adalah atap gedung dide-sain terbuka. Kami bisa jalan berkeliling tepian bangu-nan dengan aman. Ada petugas yang mengingatkan agar pengunjung tidak membawa makanan atau mengenakan topi atau payung. Kami berada di lokasi tepat ketika langit menjelang senja. Saya habiskan waktu untuk memotret Osaka dari setiap sisi bangunan. Cantik banget, teruta-ma lampu-lampu yang menerangi setiap jembatan yang memotong sungai di tengah kota.

Menjelang gelap, kami pun turun dan kembali berjalan kaki menuju stasiun Umeda. Didut malam ini janji ber-temu dengan temannya di Umeda, jadi kami akan janji untuk bertemu langsung saja nanti di penginapan.

Page 59: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika59

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 60: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

60Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Makan Malam di Namba

Sementara Didut bertemu dengan temannya, saya dan Ipi melanjutkan perjalanan ke daerah Namba. Dari stasiun Umeda ke Namba bisa menggunakan Midosuji Line, ha-nya beda 4 stasiun.

Daerah Namba ini bisa dibilang mirip Pasar Baru Jakarta, tentunya dengan konteks lebih rapih, bersih, dan ramai ya. Daerah pertokoan di Namba ini berada di tepian jalan yang hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki. Atap tambahan yang membentang antara-gedung melindungi pejalan kaki yang berlalu di bawahnya.

Sebuah sungai memotong daerah Namba ini. Sebetulnya kami bisa memanfaatkan tiket wisata harian Osaka untuk menikmati Tombori River Cruise, sebuah kapal ferry kecil yang akan menyusuri sungai ini. Sayangnya, saat kami tiba, waktu tak mengizinkan.

Page 61: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika61

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Di salah satu jembatan yang membentang di sungai ini terlihat bangunan dengan neon sign logo Glico dan gam-bar orang berlari yang melegenda itu. Di sekitarnya juga terlihat banyak sekali neon sign beragam logo dan iklan. Titik lokasi ini menjadi landmark daerah Namba, karena bisa dipastikan orang-orang selalu berfoto di depan logo Glico ini.

Di lokasi ini pula Ipi sudah berjanji bertemu dengan salah seorang saudara dari teman kami di Jakarta. Namanya Melly, kini sedang melanjutkan studi S2 di Osaka. Ia berbaik hati untuk menemani kami makan malam dan berjalan-jalan di Namba.

Melly mengajak kami menikmati okonomiyaki dan ya-kisoba di restoran Fugetsu. Okonomiyaki adalah semacam pancake dengan beragam isinya, sementara yakisoba adalah mie goreng. Di meja tersedia hot plate luas, dan dua menu ini dimasak langsung di atas hot plate. Biasanya okonomiyaki mengandung babi, namun kami bisa me-minta supaya tidak memasukkannya ke dalam adonan

Page 62: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

62Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

saat akan dimasak. Lucu juga melihat proses memasak okonomiyaki yang dibolak-balik, lalu dikasih saus di atasnya. Rasanya pun juga enak.

Usai makan malam, Melly mengantar kami berkeliling Namba. Saya khusus meminta bantuan ke Melly untuk mencari teater NMB48 yang memang berlokasi di sekitar sini. Ternyata agak susah juga mencarinya. Sepertinya, kalau saya diminta untuk datang lagi sendiri, belum tentu bisa menemukan-nya lagi.

Teater NMB48 berlokasi di besmen. Hanya ada satu ger-bang yang terlihat muncul di permukaan. Lokasinya agak jauh memang dari jembatan dengan logo Glico tadi. Se-perti sudah diduga, teater saat itu tutup. Entah karena sudah terlalu malam, atau memang sedang tidak ada per-tunjukan. Nggak masalah, karena saya hanya ingin tahu lokasinya saja.

Kami semua kembali berjalan kembali ke jembatan, lalu bersama-sama ke stasiun Namba. Di sini saya dan Ipi pun berpisah dan mengucapkan terima kasih kepada Melly yang sudah berbaik hati menemani malam ini. Saya dan Ipi kembali ke hotel menggunakan Midosuji Line hingga tiba di stasiun Dobutsuenmae.

Page 63: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika63

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Sesampai di hotel, kami pun check in dan mengambil barang yang kami titipkan pagi tadi. Meski namanya Toyo Hotel, namun jangan bayangkan ini sebagai hotel mewah. Masing-masing dari kami memang memiliki kamar sendi-ri, meski terlihat sederhana dengan televisi kecil dan kasur di lantai.

Bila dibandingkan, sebenarnya masih terasa kalau pengi-napan di Kyoto lebih nyaman daripada di Osaka. Yang paling penting, hotel ini aman. Internet cepat pun tersedia melalui jaringan wifi di setiap lantai. Jadi, saya tak ter-lalu memikirkan kenyamanan hotelnya. Lagi pula cuma kami pakai sejenak, sebelum besok paginya kami kembali melanjutkan perjalanan.

Page 64: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

64Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 65: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika65

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Osaka - Nagoya7 September 2013

Page 66: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

66Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Pagi Terakhir di Osaka

Masih ada sisa waktu di Osaka hingga siang nanti. Siapa tahu tiket wisata harian turis 2.000 Yen ini masih bisa kami manfaatkan. Kami check out langsung dari Toyo Ho-tel. Pagi itu Didut sudah ada janji dengan teman lamanya. Saya dan Ipi akan berangkat ke daerah Osakako, untuk melihat sisi laut kota Osaka. Siang ini kami akan bertemu kembali di titik keberangkatan bus Willer Express. Selan-jutnya, memang kami akan bergerak ke kota Nagoya.

Tiket wisata harian yang seharusnya masih bisa dipakai untuk perjalanan kereta ternyata sudah tidak valid lagi. Maka kami pun mengeluarkan uang tambahan sebesar 270 Yen untuk membayar tiket kereta dari Dobutsuenmae menuju Osakako.

Saya dan Ipi tiba di Osaka-ko sekitar pukul 09:30, se-mentara atraksi wisata baru mulai buka pukul 10:00. Langit saat itu mendung tertutup awan. Enak sih tidak terlalu panas, tapi nggak asyik untuk memo-tret. Sekitar pukul 10:00 kami naik Tempozan Ferris Wheel, melihat peman-dangan daerah pelabuhan Osakako dari atas. Terlihat sungai yang bersih dengan kapal-kapal boat kecil berkeliling, serta jembatan raksasa yang menghubung-

Page 67: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika67

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

kan bagian kota Osaka yang terpisah oleh sungai. Meski bisa dibilang menarik, namun pemandangan dari Tem-pozan Ferris Wheel masih kalah dibandingkan dari HEP Ferris Wheel yang berada di pusat kota Osaka.

Selain Tempozan Ferris Wheel, daerah ini juga memiliki wisata Osaka Aquarium Kaiyukan, wisata laut dengan kapal Santa Maria atau kapal ferry Captain Line. Kami ti-dak masuk ke dalam Kaiyukan, karena tidak masuk dalam tiket wisata harian. Bila ada yang tertarik untuk masuk, siapkan 2.000 Yen untuk tiketnya.

Tiket wisata harian bisa dipakai untuk kapal ferry Captain Line untuk menyeberangi sungai, namun hanya berlaku satu arah. Kapal Santa Maria baru mulai berlayar pukul 11:00. Tiket wisata harian juga berlaku untuk kapal Snata Maria, yang akan berkeliling di sungai selama 45 menit. Sambil menunggu, saya berjalan-jalan di sekitar dermaga. Menarik sekali, dermaga bisa diakses oleh umum gratis. Saya melihat orang-orang bersepeda melintas keliling

Page 68: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

68Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

dermaga. Ada pula seorang perempuan yang membawa anjingnya berjalan-jalan.

Sisi berlawanan dengan saya, di seberang sungai, adalah terminal peti kemas. Ratusan container beragam warna terlihat bertumpuk. Meski penuh dengan peti kemas, terminal ini sangat jauh dari kotor. Semua terlihat rapih, bersih, enak dilihat.

Menjelang pukul 11:00 dari kejauhan saya melihat kapal Santa Maria mendekat. Desainnya mengingatkan akan kapal yang dipakai oleh Columbus saat menjelejah benua baru. Memang, nama kapal pun diambil sama dengan kapal yang dipakai oleh Columbus saat itu.

Tepat pukul 11:00 kapal Santa Maria yang berisi ratusan orang ini pun berangkat. Saya amati kebanyakan adalah turis dari China. Penumpang bebas duduk di mana saja. Mau di geladak, buritan, di tengah, ataupun di bawah. Di bagian bawah juga ada museum mini yang menampilkan

Page 69: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika69

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

cerita tentang kapal ini. Kami menyusuri sungai, mele-wati bagian bawah jembatan, melihat Universal Studios dari kejauhan, mengamati kesibukan terminal peti kemas, hingga akhirnya kembali lagi ke titik keberangkatan. Tepat pukul 11:45 saya sudah berada di luar kapal kembali.

Menuju Nagoya

Saya dan Ipi pun bergegas meninggalkan Osakako. Waktunya lumayan pas-pasan karena bus Willer Express menuju Nagoya akan berangkat pukul 13:15. Kami sempat mampir beli cemilan di 7-Eleven untuk kami makan sam-bil berjalan. Dari Osakako kami naik kereta ke Umeda, lalu berjalan kaki lumayan jauh ke titik keberangkatan bus Willer Express di Umeda Sky Building. Gedung yang sama dengan Floating Garden Observatory yang kami kunjungi kemarin petang.

Perjalanan dari Osaka ke Nagoya sekitar 3 jam. Bus yang

Page 70: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

70Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

kami gunakan kali ini sedikit berbeda dengan sebelum-nya. Jarak antara bangku lebih jauh, dan setiap bangku dilengkapi dengan televisi dan headphone, seperti yang umum terlihat di pesawat. Bus sempat berhenti satu kali di tempat peristirahatan. Isinya tak jauh berbeda dengan titik peristirahatan jalan tol di Indonesia. Ada tempat makan, supermarket, dan toilet.

Sesampai di Nagoya, ternyata bus Willer Express tidak berhenti di kantornya, seperti yang terjadi di Tokyo dan Osaka. Bus berhenti di tepi jalan. Kami harus berjalan kaki sekitar 2 blok untuk sampai ke stasiun Nagoya.

Di stasiun, Ipi berpisah dari kami, karena akan bertemu dengan saudaranya. Saya dan Didut melanjutkan perjala-nan ke tempat penginapan, Kyoya Ryokan. Kami harus menggunakan bus, lalu lanjut dengan berjalan kaki.

Tempat menginap kali ini memang lebih mahal daripada malam-malam sebelumnya. Kalau biasanya di hostel, kali

Page 71: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika71

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

ini di penginapan ala tradisional Jepang, ryokan. Satu ka-mar tetap dipakai bersama-sama seperti di hostel, namun semua kasur diletakkan di lantai, di atas karpet bambu. Di sebelah kasur terdapat satu meja panjang.

Kamar mandi ryokan pun berbeda. Lokasinya terpisah dari bangunan utama. Saya harus melewati taman terbuka dulu sebelum masuk ke bangunan yang khusus berisi pemandi-an. Di ryokan ini terpisah antara laki-laki dan perempuan, meski katanya banyak pula yang pemandiannya campur.

Di ryokan, untuk mandi ada aturan tersendiri. Ruang per-tama adalah tempat menanggalkan pakaian, menaruhnya di keranjang. Ruang ini juga dipakai untuk mengeringkan rambut setelah mandi. Sebelum memasuki ruang kedua, pakaian harus murni ditanggalkan terlebih dahulu. Di ruang kedua, badan harus dibasuh dulu di bawah keran. Mandinya sambil duduk. Di ryokan ini ada 3 tempat man-di yang saling bersebelahan. Di dekat tempat mandi ini terdapat kolam air hangat untuk berendam bersama. Pasti-

Page 72: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

72Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

kan badan sudah bersih terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam kolam ini.

Saya agak ragu juga saat melihat tempat mandinya. Nggak enak juga kali mandi bersama-sama seperti ini. Akhirnya saya putuskan untuk menunda mandi sampai malam saja. Saat semua penghuni penginapan ryokan ini sudah tidur.

Malam itu Ipi datang ke penginapan Kyoya Ryokan bersa-ma kedua saudaranya. Ia memutuskan untuk menginap di sana. Saya dan Didut tetap menginap di ryokan.

Page 73: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika73

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 74: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

74Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 75: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika75

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Nagoya8 September 2013

Page 76: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

76Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Melihat-lihat Nagoya Jo

Pagi hari kami langsung check out dari Kyoya Ryokan, karena memang jadwal check out pukul 09:30. Agak-agak licik ya. Kalau telat bangun, bagaimana coba? Karena Ipi semalam menginap di rumah saudaranya, saya dan Didut langsung saja berangkat menuju stasiun Nagoya dengan menggunakan bus. Langit Nagoya saat itu terlihat mend-ung, dan beberapa kali gerimis pun turun.

Di stasiun Nagoya, saya dan Didut membeli tiket bus wisata seharga 500 Yen yang bisa dipakai sehari penuh. Tiket ini bisa dibeli langsung di depan halte bus nomor 8. Bus wisata ini akan berputar keliling Nagoya dan berhenti di setiap titik wisata utama. Untuk jadwal bus, bisa dilihat di halte perhentian masing-masing. Jumlah bus yang bergerak di hari Sabtu dan Minggu lebih banyak daripada hari biasa.

Bus wisata ini berkeliling, dan kami sendiri yang memu-tuskan akan turun di mana. Perhentian pertama kali di

Page 77: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika77

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Nagoya Jo (atau kastil Nagoya). Tiket masuk ke kompleks Nagoya Jo seharga 500 Yen. Kompleks kastil ini cukup luas, namun kami hanya masuk ke dua bangunan utama di dalamnya.

Bangunan pertama adalah Hommaru, yang merupakan bekas hunian penguasa yang kini sudah direvitalisasi. Ben-tuk bangunan asli tetap dipertahankan, meski saya perhati-kan sebagian besar dinding, lantai, dan struktur diperbaiki namun tetap mempertahankan nuansa aslinya.

Saat masuk ke dalam Hommaru, kami diminta untuk melepas sepatu dan menyimpan tas di locker yang ter-sedia. Bau bambu tercium dari lantai yang kami lewati. Meski tidak ada AC, ruangan tidak terasa panas. Di dalam hunian ini terlihat pula lukisan yang menjadi bagian dari dinding.

Usai mengunjungi Hommaru, kami pun berjalan menuju kastil Nagoya. Udara kembali mendung dan rintik gerimis pun membasahi perjalanan kami menuju kastil.

Page 78: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

78Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Bangunan kastil terdiri dari beberapa lantai. Lantai-lantai bawah kini digunakan untuk menceritakan sejarah dan perkembangan kastil. Ada model maket yang mencerita-kan kondisi kastil di era-era awal. Ada pula beberapa con-toh tampilan interior hunian, perpustakaan, tempat makan, yang ditampilkan dalam skala asli. Di lantai teratas, kami bisa melihat kota Nagoya dari semua sisi kastil.

Pada masa itu, para pekerja harus memiliki fisik yang kuat untuk menarik batu-batu raksasa yang menjadi bahan ban-gunan kastil. Di salah satu lantai di kastil ini bisa ditemu-kan 3 patung pekerja yang menarik batu besar.

Pengunjung bisa ikut merasakan berapa besar beban yang sanggup ia tarik. Caranya dengan ikut menarik tali yang berada di belakang 3 patung pekerja ini. Semakin kuat tarikan, maka 3 patung pekerja dan batu di hadapannya akan ikut tertarik. Di salah satu sisi dinding terlihat grafik yang menunjukkan besaran kilogram yang berhasil ditarik oleh pengunjung.

Page 79: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika79

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Kami mengelilingi isi kastil, meski sebenarnya saya tidak terlalu menyimak tulisan penjelasan yang menempel di setiap barang yang dipamerkan. Nggak apa-apa ya, yang penting kan bisa merasakan berada di dalamnya.

Sakae, Pusat Kota Nagoya

Sakae menjadi pusat hiburan dan belanja di Nagoya. Beberapa landmark di Sakae yang patut didatangi antara lain: Oasis 21, Nagoya TV Tower, Hidaya-Odori Park, dan Sunshine Sakae.

Saya dan Didut mendatangi Sakae menggunakan bus wisata harian yang berangkat dari stasiun Nagoya. Setelah sebelumnya kami berhenti di Nagoya Jo, kami lalu lanjut lagi sampai akhirnya berhenti di Sakae. Tepatnya turun di depan Oasis 21. Sebelum kami berputar-putar di Sakae, kami mengisi perut terlebih dahulu di Yoshinoya. Kali ini

Page 80: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

80Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

saya memesan menu yang menggunakan ayam. Seperti biasanya, saya cuma menunjuk gambar di menu untuk menjelaskan pesanan saya ke pelayan.

Usai makan, kami ber-jalan mencari gedung Sunshine Sakae. Saya baru tahu kalau gedung ini menjadi salah satu landmark di daerah ini, dengan ferris wheel di atas gedungnya. Tujuan saya mencari gedung ini adalah untuk melihat lokasi teater SKE48 yang terkenal itu. Rupanya lebih mudah mencari lokasi teater SKE48 daripada teater NMB48 di Osaka.

Lokasi teater SKE48 di lantai 2 Sunshine Sakae, langsung naik eskalator dari depan pintu masuk. Karena tidak ada pertunjukan, gerbang teater pun tutup. Lantai 3 gedung berisikan toko CD, DVD, manga, dan photobook.

Saya naik satu lantai lagi dan menemukan SKE48 Café & Shop. Di dinding luar dipajang menu-menu favorit anggo-ta SKE48. Ada pula papan tulis yang memberitahu siapa saja yang ulang tahun di bulan September ini.

Toko berisikan beragam merchandise namun bagi saya pribadi, tak ada yang menarik, karena pilihan merchan-dise-nya lebih cocok dibeli oleh konsumen perempuan.

Page 81: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika81

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Desainnya lebih cenderung untuk target perempuan. Saya akhirnya hanya melihat-lihat saja, tanpa membeli apapun.

Meninggalkan Sunshine Sakae, kami berjalan kembali ke arah Oasis 21. Bangunan pertokoan ini memiliki atap datar berbentuk elips. Dari samping berkesan kalau atap elips ini miring, meski kenyataannya sih tidak. Kami naik ke atas atap Oasis 21, dan melihat kolam air luas di tengahnya. Kolam air yang dangkal ini berada di atas atap berbahan kaca. Jadi, kami bisa me-

Page 82: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

82Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

lihat aktivitas pertokoan di bawah kolam, menembus air dan kaca. Di bawah, terlihat pertokoan Oasis 21 ini sedang menyelenggaran perhelatan musik, dengan para penonton-nya duduk lesehan di atas potongan kain-kain perca.

Saya dan Didut beristirahat sejenak di taman buatan yang dibangun di salah satu bagian atap Oasis 21. Batas antara atap dan lantai semakin berbaur, mengingat taman di atas Oasis 21 ini pun langsung berhubungan dengan trotoar jalan di sisi lainnya.

Menjelang senja, kami pun berjalan ke Nagota TV Tow-er. Lokasinya berdekatan sekali. Untuk masuk ke dalam menara setinggi 180 meter dan seberat 3.300 ton ini, pengunjung harus membayar tiket 600 Yen. Seperti ko-ta-kota lainnya, Nagoya pun ingin bisa menunjukkan isi kotanya 360 derajat kepada pengunjung. Lift berhenti di ruang yang tertutup kaca. Kalau mau, bisa pula naik lagi ke lantai atas yang lebih terbuka. Kami bisa melihat kota Nagoya dari keliling menara. Kami menunggu hingga

Page 83: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika83

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

matahari sore menyinari kota, lalu senja muncul, dan lam-pu-lampu mulai menerangi kota.

Pemandangan yang amat menarik. Apalagi melihat Hidaya-Odori Park yang membentang sepanjang 2 kilo-meter, dengan Nagoya TV Tower ini berada di porosnya. Lampu-lampu yang menerangi taman dan atap Oasis 21 sungguh menarik untuk dilihat.

Tak terasa waktu pun berlalu. Kami harus kembali lagi ke stasiun Nagoya. Sayangnya bus wisata harian yang berke-liling kota Nagoya hanya beroperasional hingga sore hari. Tidak ada pilihan lain bagi kami, selain menggunakan kereta Higashiyama Line dari Sakae ke Nagoya. Ongkosn-ya hanya 200 Yen.

Menunggu di Stasiun Nagoya

Malam ini kami akan kembali ke Tokyo, masih menggu-nakan bus Willer Express. Berbeda dengan kota sebelum-nya, bus tidak berangkat dari kantornya, namun langsung

Page 84: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

84Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

dari stasiun Nagoya. Itu pun tidak berangkat dari halte resmi yang memang sudah disiapkan.

Berdasarkan petunjuk yang kami terima via email, kami diminta untuk menunggu di dekat halte resmi. Nanti akan ada petugas dengan logo Willer Express yang akan menunggu tak jauh dari situ. Mendekati jam keberangka-tan, terlihat beberapa orang (sepertinya masih mahasiswa) yang mengenakan jaket serupa. Mereka memegang beber-apa tiang dengan logo beberapa perusahaan bus tertulis di atasnya. Salah satunya adalah Willer Express.

Agak tidak yakin, kami pun menanyakan ke salah satu dari mereka apakah benar kami berangkat dari lokasi ini. Mereka meminta kami untuk menunggu sejenak, sampai dipanggil untuk keberangkatan.

Tak lama salah satu dari mereka, dengan bahasa Jepang, menyebutkan nomor bus keberangkatan kami. Mereka meminta kami berkumpul di hadapannya. Lalu masih de-ngan bahasa Jepang, memberikan petunjuk arah kebera-daan bus. Para penumpang diminta bergerak ke salah satu arah, meninggalkan arah stasiun. Kami yang tak paham sama sekali yang ia katakan, hanya mengikuti saja ke arah mana para penumpang berjalan.

Kami berjalan sedikit jauh dari stasiun, hingga mene-mukan beberapa orang dengan seragam serupa yang lalu meminta kami untuk menunggu. Bus Willer Express pun akhirnya datang. Satu persatu saya, Didut, dan Ipi, menyebutkan nama masing-masing dan menitipkan koper untuk dimasukkan ke bagasi bus. Perjalanan dari Nagoya ke Tokyo pun berlangsung sekitar 6 jam. Waktu kami habiskan untuk beristirahat di dalam bus.

Page 85: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika85

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 86: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

86Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 87: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika87

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Tokyo9 September 2013

Page 88: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

88Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Tiba di Kita-Fuchu

Bus Willer Express mengantar kami tak jauh dari stasiun Shinjuku, Tokyo. Lokasi perhentian berbeda dengan lokasi keberangkatan kami dari Tokyo beberapa hari lalu.

Para penumpang lalu berjalan kaki mendekati stasiun, dan pagi itu suasananya masih terlihat sepi. Malam ini kami akan menginap di rumah Dina dan Gandjar, teman Ipi. Mereka menawarkan penginapan di rumahnya di daerah Fuchu. Dina memberikan petunjuk detil untuk mencapai tujuan.

Pertama-tama kami harus mencari kereta Keio Line yang akan langsung mengantar kami ke stasiun Fuchu. Dari sana kami diminta untuk melanjutkan kembali dengan bus nomor 46, dan berhenti di halte ketiga. Kali ini adalah pengalaman kami menggunakan bus lokal pertama kali sendiri. Tidak sulit kok. Sesampainya di stasiun Fuchu, kami cukup mencari halte bus dengan nomor sesuai petun-juk yang diberikan. Biasanya di halte bisa ditemukan jam keberangkatan berikutnya. Sudah pasti tepat waktu. Jadi tunggu saja dengan sabar.

Rumah Dina dan Gandjar tak jauh dari halte ketiga. Kami melewati sederetan gedung 4 lantai dengan nomor-nomor besar tertulis di dinding atasnya. Kami lalu mencari nomor gedung sesuai petunjuk yang diberikan, lalu mencari no-mor rumah yang tertera di setiap pintu.

Kami pun disapa oleh Gandjar yang saat itu sudah bersiap mengantar putrinya ke sekolah. Kebetulan Dina masih be-lum diizinkan keluar dari rumah sakit karena belum selang seminggu sejak ia melahirkan anak keduanya. Rumahnya

Page 89: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika89

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

cukup compact, dengan 3 kamar tidur, ruang duduk yang bergabung dengan dapur, dan kamar mandi. Semua lantai tertutup karpet. Kasur di setiap kamar diletakkan menem-pel dengan lantai. Meja yang digunakan di ruang duduk pun pendek, kami bisa menggunakannya sambil selonjo-ran di lantai.

Kami beristirahat sejenak sebelum kembali melanjutkan trip ke museum Fujiko F. Fujio di Kawasaki City. Ternyata rumah Dina dan Gandjar dikelilingi oleh banyak stasiun kereta. Yang terdekat adalah stasiun Kita-Fuchu (berbe-da dengan stasiun Fuchu asal kedatangan kita). Cukup berjalan kaki sekitar 5 menit dari rumah. Untuk mencapai museum ini kami berpindah-pindah kereta hingga sampai di stasiun Noborito. Lalu dari sana kami bisa menggu-nakan bus yang khusus mengantar tujuan ke museum.

Museum Fujiko F. Fujio

Profesor Fujiko F. Fujio adalah mangaka dan animator senior yang menelurkan banyak karya yang dikenal hampir di seluruh dunia. Pastinya kenal dengan serial Doraemon, P-Man, dan Kiteretsu Daihyakka kan? Nah, Profesor Fu-jiko inilah pembuatnya.

Tiket masuk ke Museum Fujiko F. Fujio hanya

Page 90: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

90Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

bisa dibeli melalui mesin yang tersedia di beragam toko Lawson di Tokyo. Sayangnya tak ada pilihan bahasa Ing-gris di mesin ini. Jadi akan butuh bantuan seseorang yang bisa membaca huruf kanji yang bisa memesankannya. Tinggal tentukan tanggal dan jam kedatangan ke museum. Mesin tersebut akan memberi tahu apakah pada tanggal dan jam tersebut kuota masih tersedia. Harga per tiketnya 1.000 Yen, yang bisa langsung dibayarkan di kasir Law-son. Selain untuk membeli tiket masuk Museum Fujiko F. Fujio, melalui mesin ini pula, kita bisa memesan tiket masuk ke Museum Ghibli, juga dengan harga sama, 1.000 Yen.

Setiba di stasiun Noborito carilah bus mini berwarna biru dengan gambar karakter Doraemon di sisinya. Bus mini ini akan mengantar langsung ke tujuan. Museum Fujiko F. Fujio berlokasi tak jauh dari stasiun, di tepian kota Tokyo, dengan biaya 200 Yen. Di depan museum sudah menung-gu beberapa petugas perempuan dengan seragam yang lucu sekali. Ipi bilang kalau seragamnya mengingatkan

Page 91: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika91

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

akan seragam yang dikenakan oleh salah satu karakter di serial Doraemon.

Kami pun antri masuk dan menunjukkan tiket. Di dalam tiket ini akan ditukar dengan sebuah alat dengan keypad dan layar kecil. Alat yang mereka sebut dengan Ohanashi Denwa ini akan menjadi peman-du setiap pengunjung museum. Tersedia dalam bahasa Jepang, Inggris, Korea, dan China. Saya memilih bahasa Inggris karena jelas saya tidak paham bahasa lainnya.

Ketika saya menemukan nomor yang menempel di dekat sebuah karya, saya cukup mengetikkan nomor tersebut di Ohanashi Denwa. Tempelkan Ohanashi Denwa di dekat telinga seperti saat mendengarkan telpon, maka akan terdengar suara pemandu yang menjelaskan tentang karya tersebut.

Kelebihan Ohanashi Denwa tidak hanya itu. Ada beberapa video dipamerkan di museum. Saat saya mengetikkan ang-ka sesuai yang tertera di dekat layar video, maka Ohanashi Denwa akan melakukan sinkronisasi waktu sehingga suara yang terdengar pun mengikuti video yang diputar. Mena-rik sekali konsep Ohanashi Denwa ini. Pengunjung bisa mendengarkan dengan privat dan jelas setiap informasi,

Page 92: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

92Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

tanpa perlu mengganggu kenikmatan pengunjung lain.

Tidak diizinkan untuk memotret karya-karya yang dipa-jang di dalam museum. Kebetulan pula, saat ini museum masih merayakan ulang tahun yang ke-2. Beberapa karya yang biasanya dipajang merupakan hasil reproduksi, namun tidak kali ini. Khusus selama masa perayaan ulang tahun, hampir semua yang dipajang adalah karya asli Profesor Fujiko.

Museum menampilkan banyak lembaran kertas artwork asli Profesor Fujiko. Manga yang di-buat benar-benar manual. Dengan pensil, tinta, tone, dan pena putih. Untuk teks masih ditempel di atas ba-lon yang digambar manual. Pewarnaan sampul manga masih dikerjakan dengan menggunakan cat air.

Ada salah satu bagian mu-seum yang menceritakan tentang proses pengerjaan

manga. Uniknya, lembaran kertas dengan coretan manga ini dikombinasikan dengan tembakan proyektor karakter Doraemon dan Nobita. Mereka berdua seakan-akan men-jadi narator proses penggambaran manga. Elemen digital dikombinasikan dengan analog untuk membantu penceri-taan.

Museum juga menampilkan beragam benda yang menjadi

Page 93: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika93

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

inspirasi Profesor Fujiko, sejarah manga yang dikerjakan olehnya, hingga kehidupan keluarganya. Salah satu yang sempat menarik perhatian adalah, Profesor Fujiko bersama seorang rekan pernah membuat manga indie saat beliau masih di SMA. Digambar manual, dijadikan buku, dan diedarkan untuk dibaca oleh teman-temannya. Manga ini yang katanya sempat ditunjukkan ke mangaka senior, Osamu Tezuka, yang langsung kagum melihat karya yang sudah terlihat matang untuk ukuran seorang pelajar. Osamu Tezuka ini pula yang menjadi inspirasi bagi Profe-sor Fujiko untuk terus berkarya hingga akhir hayat.

Museum bukan sekedar tempat menikmati karya. Museum yang menarik adalah bisa mengajak pengunjung untuk terlibat lebih aktif lagi. Taman bacaan manga, tempat bermain dan berinteraksi anak, taman terbuka dengan ikon-ikon Doraemon, hingga kafe dan toko yang menjadi pelengkap aktivitas. Museum Fujiko F. Fujio juga menya-jikan pemutaran anime yang khusus disajikan hanya di tempat ini. Ceritanya apalagi kalau bukan seputar Dorae-

Page 94: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

94Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

mon dan Nobita, yang masuk ke dalam televisi dan berpe-tualang bersama dengan P-Man dan teman-temannya.

Saya bisa belajar banyak dari Museum Fujiko F. Fujio ini. Memamerkan karya manga yang berbasis kertas pun bisa disajikan dengan cara modern. Setiap pengunjung bisa me-nikmati penjelasan audio yang privat sesuai keinginannya masing-masing. Yang tak kalah penting adalah, museum tidak diciptakan untuk membosankan. Aktivitas peleng-kap menjadi penting. Bahkan museum bisa mendapatkan keuntungannya sendiri melalui penjualan di kafe dan merchandise khas museum. Jumlah pengunjung yang bisa masuk ke museum dalam suatu periode pun dibatasi, se-hingga saya tetap merasa nyaman di dalamnya.

Roppongi

Setelah mengunjungi Museum Fujiko F. Fujio, kami kem-bali lagi ke stasiun Noborito dengan manggunakan bus mini. Lalu kami mencari kereta yang akan membawa ke

Page 95: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika95

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

stasiun Roppongi untuk berjumpa dengan seorang teman, Ivan Prakasa. Ia kini sedang mengambil studi di Tokyo, dan baru berkesempatan bertemu dengan kami di hari ini.

Katanya Roppongi ini adalah salah satu pusat bisnis dan komersial terbesar dan termahal di Tokyo. Sudah bisa dipastikan, kalau ada yang bisa tinggal di daerah ini, ia pastilah orang yang sangat kaya.

Sejujurnya saya sendiri kurang begitu suka daerahnya. Tak terlalu banyak yang dilihat, kecuali kalau memang ada keinginan untuk berbelanja merk terkenal yang mahal ya. Kami sempat melangkah melalui Midtown Tokyo, kom-pleks komersial yang terbagi menjadi beberapa gedung. Kantor Konami ternyata berada di kompleks ini.

Ivan lalu mengajak kami berputar-putar sekitar Roppongi. Ia mengajak kami melewati Roppongi Hills, yang beru-pa juga kompleks perkantoran dengan taman terbuka di depannya. Tamannya tak terlalu luas. Saat itu juga sedang

Page 96: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

96Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

dibuka pameran Harry Potter, namun karena kami tak ter-lalu tertarik, kami pun memutuskan untuk melewatkannya.

Saat itu pula di salah satu area plaza Roppongi Hills diselenggarakan perheletan Belgian Beer Festival. Pe-ngunjung bisa membeli beragam merk bir, lalu meminum-nya sambil mengobrol berdiri di depan meja-meja kecil yang tersebar di seluruh penjuru area.

Ivan lalu mengantar kami masuk ke gedung Asahi TV, yang saat itu sedang merayakan ulang tahun ke-55. Di lobi gedung, Asahi TV menyajikan pameran produk program televisi yang pernah dan kini sedang tayang. Salah satunya adalah Doraemon yang tak pernah putus tayang hingga saat ini.

Tak lama kami pun berpisah dengan Ivan yang sudah punya janji dengan seseorang di daerah Roppongi pula. Kami pun meninggalkan area ini dan berangkat ke stasiun Shinjuku untuk bersiap makan malam bersama teman-teman Didut.

Page 97: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika97

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Makan Malam di Shinjuku

Satu hal yang menyebalkan dari Shinjuku, salah satu stasiun terbesar di Jepang, ini adalah mencari pintu keluar yang diinginkan. Kebetulan Didut diajak oleh teman-teman lamanya di Jepang untuk makan malam bersama. Titik yang dijadikan tempat bertemu adalah pintu selatan.

Yang jadi masalah adalah saat kami keluar dari gerbang tiket, mencari pintu selatan tersebut. Tidak semua pintu disebutkan, dan kami harus menduga-duga arah sisi mana yang menuju selatan. Kalau stasiun cuma sebesar Gambir atau Blok M tidak menjadi masalah, namun stasiun Shin-juku ini besar sekali. Belum lagi lantainya berlapis-lapis, dan semua tersambung satu sama lain.

Seorang teman Didut pernah berkata, kalau ia ingin janjian dengan seseorang, ia memilih untuk bertemu di stasiun lain yang lebih kecil yang lebih sedikit pintu keluarnya. Shinjuku terlalu besar dan membingungkan.

Page 98: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

98Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Menarik juga memperhatikan kalau setiap titik pintu kel-uar stasiun di Jepang itu selalu dijadikan titik pertemuan. Bila orang Jepang ingin kumpul bareng, mereka akan janjian terlebih dahulu di pintu keluar stasiun sebelum lanjut pergi makan atau minum bersama-sama. Inilah yang kami lakukan. Kami menunggu teman-teman Didut datang di pintu selatan stasiun. Kami juga menunggu Toni, teman kami dari Jakarta yang mengantar kami di hari kedua di Tokyo datang.

Sambil menunggu, saya jadi mengamati orang yang ramai berlalu lalang. Lebih tepatnya, memperhatikan gaya ram-but dan berpakaian mereka. Sepertinya kalau mau pakai model baju atau rambut seaneh apapun, tidak akan lalu menjadi penarik perhatian, karena saking banyaknya yang aneh.

Gaya rambut perempuan yang terlihat mendominasi adalah poni rata depan, panjang lurus, dan dicat warna ja-gung. Mereka umumnya mengenakan celana pendek atau

Page 99: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika99

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

rok pendek, sehingga paha mereka terlihat menyolok. Pipi mereka terlihat merah merona oleh blush-on. Yang terlihat lebih menarik adalah gaya mereka berpakaian. Ada yang saling tabrak warna.

Yang paling absurd selama saya duduk menunggu adalah melihat seorang perempuan mengenakan pakai gaun yang mirip handuk yang menutup dari dada ke paha, dengan topi hijau berbentuk seperti handuk yang digulung. Saya dan Didut sampai berpikir, ini orang seperti keluar dari kamar mandi ya?

Toni pun akhirnya datang. Ia tak bisa lama-lama. Minggu sebelumnya, saat kami bertemu, kami memang meminta tolong kepada Toni dan istrinya, Sofi, untuk membelikan beberapa oleh-oleh, yang memang lebih mudah ditemukan di dekat rumah mereka. Kali ini Toni datang membawakan oleh-oleh tersebut. Ia pun tak bisa lama-lama, karena ha-rus segera pulang. Kami pun sekalian berpamitan, karena kemungkinan besar kami tak akan bisa menemuinya lagi karena harus kembali ke Jakarta esok malam.

Selanjutnya teman-teman Didut datang satu per satu. Ada Yossy yang kini bekerja di Kementrian Kehutanan Jepang yang sangat lancar berbahasa Indonesia. Ia sudah sering bolak-balik masuk hutan lindung di Indonesia. Bila berada di Semarang, ia sering berjumpa dan bahkan menginap di rumah Didut.

Hadir pula Kuri yang mengantar kami keliling Tokyo di hari pertama kemarin. Lalu ada Rumi yang kini bekerja di perusahaan ekspor dan impor. Kalau melihat wajah-nya yang cantik, nggak akan menyangka kalau olahraga favoritnya sejak dulu adalah rugbi. Bahkan ia kini menjadi

Page 100: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

100Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

pelatih rugbi di sela kesibukan kantornya sehari-hari.

Teman-teman Didut lainnya yang juga datang adalah Hi-daka, Tsuneta, dan Eriko. Kami menikmati makan malam khas Jepang. Bukan hanya makanannya, namun juga ca-ranya. Kami semua duduk lesehan di depan meja pendek. Memulainya dengan saling toast gelas minuman dengan bersama-sama menyebut “Kanpai!” Saat ada teman yang baru datang dan berkenalan, kami pun kembali melakukan toast.

Makanan muncul satu per satu, dari ayam crispy pe-das, salad khas Jepang, dan macam-macam. Satu menu makanan muncul setelah menu sebelumnya habis. Bila minum habis, tidak usah ragu untuk meminta ulang. Inti dari makan malam ini adalah aktivitas ngobrol santainya. Tak terasa 3 jam berlalu selama kami makan malam dan ngobrol.

Setelah berfoto bersama, kami pun pulang. Kami semua kembali berjalan kaki menuju stasiun Shinjuku. Beberapa

Page 101: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika101

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

yang searah naik kereta yang sama. Pamitan pun terjadi di stasiun dan di dalam kereta. Hal lumrah untuk masyarakat yang hidupnya sehari-hari menggunakan transportasi umum.

Menginap di Kita-Fuchu

Sudah menjelang tengah malam saat saya, Didut, dan Ipi kembali ke rumah Dian dan Gandjar di Fuchu. Kereta di Tokyo masih aktif hingga pukul satu malam, dan masih banyak pula warga Tokyo yang memenuhi kereta di ten-gah malam itu.

Dari Shinjuku kami menggunakan kereta JR Chuo Line, turun di stasiun Nishi- kokubunji, lalu berpindah ke kereta Musashino Line sampai di stasiun Kita-Fuchu. Di kereta terakhir ini, kami disapa oleh seorang warga Indonesia. Katanya ia baru pulang dinas dari luar Tokyo dan pulang ke arah yang sama. Ternyata ia pun mengenal Gandjar, tempat kami menginap malam ini. Ia juga bercerita kalau banyak sekali orang Indonesia yang tinggal di daerah Fuchu. Mungkin karena sering ada pertemuan sesama warga Indonesia, maka mereka pun bisa kenal satu dengan lainnya.

Sesampainya di stasiun Kita-Fuchu, kami berjalan kaki hingga ke rumah. Meski tengah malam, pencahayaan di jalur pedestrian tetap terang. Perasaan tetap aman, meski jalan yang kami lalui cukup sepi. Sesekali terlihat bebera-pa pekerja dengan tas jinjingnya yang juga berjalan pulang dari stasiun.

Page 102: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

102Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 103: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika103

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Tokyo10 September 2013

Page 104: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

104Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Seputar Shinjuku

Hari ini adalah hari terakhir kami bertiga di Jepang. Malam nanti kami sudah harus kembali pulang ke Jakarta melalui bandara Haneda. Rencananya hari ini memang akan kami habiskan untuk menjelajah Shinjuku, Akihaba-ra, dan Harajuku. Oleh-oleh dan titipan akan kami cari di sana semua. Rencana awal kami adalah berangkat pagi-pa-gi ke Asakusa, lalu siang hingga sore menghabiskan waktu di 3 tempat di atas.

Namun rencana tinggal rencana, kalau ujung-ujungnya baru bisa berangkat dari rumah pukul 10 lewat. Rencana ke Asakusa pun kami batalkan. Ipi pagi ini bersama den-gan Gandjar ke rumah sakit untuk menjenguk Dina yang masih belum boleh pulang sejak melahirkan. Saya dan Didut membereskan sedikit hutang pekerjaan, lalu kami akan bertemu dengan Ipi di Shinjuku.

Kami sedikit mengelilingi Shinjuku demi mencari se-buah toko alat selam. Kebetulan ada seorang teman yang menitipkan fin selam merk tertentu. Mencari toko dengan modal Google Maps ternyata tidaklah cukup. Apalagi ka-lau tidak diketahui koordinat pastinya. Meski kami sampai ke daerah yang dimaksud, toko pun tidak berhasil ditemu-kan. Satu-satunya cara adalah dengan bertanya. Sekali lagi Didut dengan bahasa Jepangnya yang terbatas bisa mendapatkan info dari seorang petugas di halte bus.

Semakin lama saya di Jepang, semakin saya menyadari kalau ada baiknya saya belajar percakapan bahasa Jepang dasar sebelum saya datang ke negeri ini lagi. Agak susah memang berhadapan dengan masyarakat yang mayoritas-nya tidak bisa berbahasa Inggris.

Page 105: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika105

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Di Shinjuku kami mencoba makan siang di restoran. Sekali lagi, saya melakukan tebak-tebak buah manggis untuk menu yang tidak mengandung babi. Paling aman seperti biasanya, menu yang berhubungan dengan ayam atau seafood.

Didut memutuskan untuk melanjutkan berputar-putar Shinjuku, sementara saya dan Ipi akan ke Akihabara. Bila waktu mencukupi, akan ke Harajuku. Yang pasti, kami akan kumpul kembali pukul 19:00 di pintu timur Shinjuku. Karena kami sudah pernah ke pintu ini di hari kedua kami di Jepang, sudah dipastikan kami tidak akan sulit mene-mukannya. Gandjar juga akan bertemu dengan kami di sini, untuk makan malam bersama. Kebetulan ia juga akan menuju bandara Haneda untuk menjemput ibu dan mertu-anya yang akan datang dari Indonesia. Jadi kami akan be-rangkat bersama-sama ke bandara setelah makan malam.

Page 106: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

106Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Berkeliling Akihabara

Stasiun Akihabara bisa dicapai dari Shinjuku dengan menggunakan JR Chuo Line. Sesampainya di Akihaba-ra, saya tak menyangka kalau ini ternyata adalah stasi-un lama. Terlihat dari cat bangunan yang mulai kusam. Meskipun demikian, stasiun ini termasuk salah satu yang teramai di Tokyo. Akihabara telah lama menjadi pusat elektronik. Kini tempat ini telah menjelma menjadi surga para otaku.

Masih di stasiun Akihabara, di sisi luar, terlihat AKB48 Café & Shop. Dua buah toko menghapit kafe yang berada di sisi tengah. Isi toko tak jauh berbeda sebetulnya dengan SKE48 Café & Shop di Sakae, Nagoya. Para penjaganya mengenakan seifuku yang bernada sama dengan yang biasa dipakai oleh AKB48. Beragam merchandise dengan foto para anggota AKB48 menjadi jualan utama. Gan-tungan kunci, kipas, holder, map, magnet, hanyalah seba-gian dari isinya. Buat saya pribadi, isi toko ini tidak terlalu

Page 107: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika107

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

menarik. Bisa jadi karena saya sendiri bukan pengoleksi merchandise seperti ini.

Saat itu saya juga meli-hat cukup panjang juga antrian masuk ke dalam kafe. Sebenarnya kafe ini tak berbeda jauh dengan kafe-kafe lainnya. Se-perti kafe di SKE48 Café & Shop, menu makanan dan minuman mendapat rekomendasi dari bebera-pa anggota AKB48.

Sementara Didut masih tetap di Shinjuku, saya dan Ipi menyusuri jalan utama Akihabara. Isi toko-toko di jalan ini sungguh kontras dengan daerah Tokyo lain yang sudah kami datangi. Sepanjang jalan bisa ditemukan toko-toko yang spesifik hanya menjual manga (baik umum maupun dewasa), JAV, mainan, suvenir, game, hingga yang khusus hanya berjualan photopack.

Biasanya setiap beberapa minggu sekali, AKB48 akan merilis serial photopack dengan tema tertentu. Model rilis photopack ini yang juga diadaptasi oleh JKT48 di Jakarta. Hanya bedanya, skala fandom di Akihabara ini jauh berlipat lebih banyak. Banyak toko yang memajang koleksi photopack dari yang satuan, satu set, hingga yang serial terbatas. Harga bervariasi dari hanya 100 Yen hingga 3.000-an Yen. Kadang tidak semua photopack dipajang. Biasanya di dekat kasir bisa ditemukan folder berisikan

Page 108: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

108Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

koleksi photopack. Silakan pilih dan bayar.

Saya juga memasuki beberapa toko yang spesifik menjual manga. Di lantai satu dan dua biasanya yang dipajang hanyalah manga umum. Manga dewasa hingga yang kelas porn berat bisa ditemukan di lantai tiga ke atas. Saya sam-pai nggak menyangka, hingga sebanyak ini serial manga, baik itu berupa buku atau majalah, memenuhi setiap toko. Toko manga terbesar di Akihabara, yang saya lihat, adalah KBooks. Tokonya luas dan terdiri dari 2 lantai. Selain manga umum dan dewasa, toko ini juga menjual beragam manga artbook.

Itu baru manga. Saya bahkan sempat masuk ke sebuah toko yang isinya dari lantai dua ke atas hanya menjual koleksi JAV. Semua rak dengan jarak antaranya yang pa-dat, dipenuhi koleksi DVD dan Bluray JAV. Layar televisi kecil menyempil di beberapa rak, memutar potongan iklan video JAV.

Hampir di setiap perempatan bisa ditemukan perempuan

Page 109: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika109

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

yang mengenakan kostum tertentu. Ia biasanya mempro-mosikan toko atau restoran berlokasi tak jauh dari situ.

Akhirnya saya dan Ipi menemukan gedung Don Quijote. Di lantai 8 gedung inilah, teater AKB48 dimulai. Sepan-jang eskalator tertempel beragam poster raksasa AKB48. Terlihat beberapa poster lama dengan anggota yang kini sudah tidak lagi berada di AKB48.

Rupanya di lantai 2-4 gedung Don Quijote ini dijual be-ragam barang unik. Campuran antara pasar swalayan yang menyajikan segala jenis makanan, minuman, perlengkapan rumah tangga, sampai segala hal yang berhubungan den-gan AKB48, cosplay, pakaian dalam, dan entah apa lagi. Mau cari lightstick murah, ada. Mau cari kupluk dengan beragam bentuk model binatang, ada. Mau cari kostum french maid, perawat, seifuku sekolah, hingga yang terlihat kinky pun ada. Tinggal pilih dari yang harga 3.000 Yen hingga 9.000 Yen. Aksesoris hiasan yang lucu pun terse-dia. Terlihat beragam usia, laki-laki dan perempuan, ber-belanja di 3 lantai ini. Hampir setiap pojok pasar swalayan ini diputar lagu-lagu AKB48.

Sebagian lantai 5 berisikan toko resmi AKB48. Yang jaga hanya satu orang, dengan setumpuk dus di belakang meja kasir. Kalau mau berbelanja, cukup amati dinding kiri dan kanan yang menampilkan foto-foto merchandise beserta kode masing-masing. Cukup sebutkan kode yang diing-inkan ke penjaga kasir, dan ia akan mengambilkannya. Variasi merchandise memang jauh lebih beragam daripada toko JKT48, meski tidak bisa dibilang menarik juga. Toko ini juga menjual koleksi DVD lengkap AKB48. Caranya sama, tinggal sebutkan kode, lalu akan diambilkan oleh penjaga kasir.

Page 110: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

110Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Lantai 6 dan 7 berisikan game arcade. Eskalator menuju teater AKB48 di lantai 8 saat itu dijaga oleh petugas. Lucu juga, tali penghalang rupanya tak cukup untuk membatasi, sampai perlu ada petugas yang menunggu di depan eska-latornya.

Sebenarnya masih banyak keunikan lain di Akihabara, namun sayang saya tidak sempat menjelajah semua titik-nya. Sekitar jam 17:00 kami pun meninggalkan Akihabara, untuk melihat nuansa daerah Harajuku.

Menjelang Malam di Harajuku

Harajuku berlokasi tak jauh dari Shinjuku, dan bisa dicapai dengan menggunakan kereta JR Yamanote Line. Dari Akihabara bisa menggunakan JR Chuo Line, turun di Yoyogi lalu ganti dengan JR Yamanote Line.

Page 111: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika111

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Harajuku berada di satu jalan yang menurun yang hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki. Kiri kanan berjejer toko-toko dan restoran. Barang-barang yang dijual di toko lebih banyak berupa pakaian dan suvenir.

Buat saya, yang menarik dilihat di Harajuku bukanlah pertokoannya, tapi justru pengunjungnya. Banyak sekali laki-laki dan perempuan yang berpakaian tidak biasa. Ada yang mengenakan baju dan celana dengan warna yang sa-ling tabrak, ada pula yang berdandan gotik, dan entah apa lagi. Sepertinya, pakaian semacam ini sudah wajar terlihat, karena tak ada yang sampai serius mengamati orang lain karena pakaian yang dikenakannya (kecuali saya, mung-kin).

Karena keterbatasan waktu, saya dan Ipi tidak bisa me-nyusuri hingga ujung jalan terakhir. Pukul 18:45 kami su-dah harus bergerak kembali ke Shinjuku, untuk berkumpul kembali dengan Didut sekitar pukul 19:00.

Page 112: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

112Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Makan Malam Terakhir di Shinjuku

Saya, Ipi, dan Didut sudah berkumpul di pintu timur Shin-juku, tak jauh dari kantor polisi, sekitar pukul 19:00. Kami menunggu Gandjar datang untuk makan malam bersama.

Gandjar lalu mengajak kami ke yatai, tempat makan murah di Shinjuku. Bisa dibilang ini kaki limanya versi Jepang. Kami memasuki suatu gang dengan kios-kios makanan kecil di dalamnya. Ada yang makan sambil berdiri, ada pula yang menyediakan tempat duduk. Kare-na yang makan harus bergantian, kami diharapkan untuk menghabiskan makanan secepat mungkin.

Gandjar meminta kami mencoba tendama soba (soba telur mata sapi) yang dilengkapi dengan tempura dan telur setengah matang. Harganya 380 Yen. Ini adalah makanan termurah yang kami makan selama di Jepang. Bahkan sekali makan di Yoshinoya pun masih lebih mahal daripa-da ini.

Page 113: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika113

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Rasanya enak, namun saat menjelang habis, mulai terasa agak eneg. Mungkin karena saya agak banyak minum kuahnya. Gandjar baru berkata saat kami usai makan, kalau orang Jepang pada umumnya jarang menghabiskan kuahnya. Pantes saja.

Usai makan, kami kembali pintu timur Shinjuku. Kuri, salah satu teman Didut yang mengantar kami di hari pertama di Tokyo, ingin bertemu untuk terakhir kalinya. Kami pun menunggu Kuri, sebelum lalu mencari tempat nongkrong sambil minum kopi bareng.

Kami masih punya waktu hingga pukul 21:00 sebelum kami harus berangkat ke Haneda. Waktu ini kami habiskan sambil ngobrol santai di Chelsea Café. Teman lama Didut lainnya, seorang pria bernama Hirotaka, menyusul ke tempat kami. Buat Didut, ajang ini adalah saat terakhir bernostalgia dengan teman-teman lamanya. Buat saya dan Ipi, adalah hal menarik mendengar cerita-cerita tentang kehidupan mereka di Jepang.

Kembali ke Haneda

Saat-saat menjelang keberangkatan pulang ke Jakarta pun tiba. Saya, Didut, dan Ipi pun berpamitan dengan Kuri, mengucapkan terima kasih atas segala bantuannya. Hiro-taka ternyata belum puas ngobrol dengan Didut, sehingga akhirnya ia pun ikut mengantar kami semua ke bandara. Gandjar juga ikut ke bandara, karena ia harus menjemput ibu dan mertuanya yang datang menggunakan pesawat Air Asia. Pesawat sama yang akan menerbangkan kami kembali ke Jakarta.

Page 114: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

114Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Dari Shinjuku kami menggunakan JR Yamanote Line ke stasiun Shinagawa. Lalu kami ganti menggunakan Keikyu Line hingga Haneda. Perjalanan dengan kereta yang cukup lama. Sepanjang perjalanan terlihat Didut dan Hirotaka asyik mengobrol.

Kereta membawa kami langsung di bawah bandara. De-ngan menggunakan lift, kami langsung sampai di tak jauh dari lobi terminal keberangkatan. Saya, Didut, dan Ipi pun kembali mengucapkan terima kasih atas bantuan Gandjar dan Hirotaka, dan berjanji akan mengontak mereka kem-bali bila ada kesempatan datang ke Jepang kembali.

Setelah memasuki pemeriksaan imigrasi, saya berencana menghabiskan sisa Yen saya untuk membeli oleh-oleh di toko duty free. Terbelilah sudah oleh-oleh legendaris Tokyo yang selalu dicari itu, Tokyo Banana dan Kit Kat beragam rasa.

Tak lama kami menunggu sebelum akhirnya kami di-panggil untuk boarding. Usai sudah pengalaman kami berjalan-jalan selama 9 hari di Jepang. Penuh dengan beragam cerita, pengalaman, dan masukan, yang semoga saja bisa memperkaya hidup dan pandangan kami. Kami banyak belajar dari pengalaman orang Jepang langsung, orang-orang Indonesia yang membangun keluarga di Je-pang, senior Jepang yang kini hidup bertani, hingga cerita dari sesama turis yang mendatangi Jepang.

Masih banyak kota menarik di Jepang yang belum sempat kami kunjungi. Semoga saja akan masih ada kesempatan bagi kami untuk menjelajahnya di tahun-tahun mendatang.

Jepang, negeri yang bisa dibilang berhasil menjaga budaya

Page 115: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika115

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

tradisional dan menghidupkan budaya pop hingga men-dunia. Negeri yang penuh dengan kecanggihan modern, yang entah kapan bisa tersusul oleh Indonesia.

Sayangnya, di balik kemajuan dan kemakmuran negeri-nya, Jepang mulai kehilangan makna berkeluarga dan le-bih suka hidup menyendiri, akibat sangat fokusnya mereka dengan profesionalisme. Sesuatu yang untungnya masih menjadi kelebihan bangsa Indonesia. Semoga saja seiring dengan semakin majunya Indonesia, masyarakat negeri ini pun tak lantas kehilangan pula makna hidup berkeluarga.

Terima kasih ya sudah menyimak cerita perjalanan di Jepang hingga sejauh ini. Semoga ada manfaat yang bisa diambil dari pengalaman saya dan teman-teman selama di Jepang ini.

Page 116: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

116Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 117: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika117

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Tips Berkelana di Jepang

Page 118: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

118Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Internet

Hidup tak akan lengkap tanpa listrik dan internet. Jangan lupa bawa converter colokan listrik versi Jepang, yang berbentuk pipih. Juga jangan lupakan untuk kebutuhan charge sekaligus ponsel, kamera, powerbank, dll.

Untuk pengguna XL bisa manfaatkan fitur XL One Tariff yang bekerja sama dengan operator lokal Softbank. Namun tetap saja, jangan terus-terusan menggunakan 3G roaming, karena masih ada alternatif lainnya yang lebih murah.

Di Jepang banyak yang menawarkan sewa router wi-fi. Salah satunya yang kami pakai kemarin, eConnect (www.

Page 119: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika119

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

econnectjapan.com). Masuk saja ke situsnya, lalu pesan kapan penggunaannya. Pembayaran bisa dilakukan meng-gunakan kartu kredit. Router wi-fi akan dikirimkan ke alamat di Jepang. Khusus untuk kasus kami, router wi-fi tersebut dikirim ke hostel tempat kami menginap perta-ma kali di Tokyo. Menjelang kepulangan, akan ada email reminder. Router wi-fi tinggal dikirim via pos di stasiun, tanpa perlu bayar lagi.

Kalau untuk kebutuhan perorangan, harganya memang jadi relatif mahal. Namun menjadi sangat masuk di akal ketika router wi-fi ini bisa dipakai berbagi dengan minimal 3 orang. Koneksi dengan router wi-fi jauh lebih cepat dari-pada menggunakan koneki 3G roaming. Bayangkan saja, kami bisa melakukan streaming video YouTube saat kami sedang dalam perjalanan bus ke luar kota.

Penginapan

Di Jepang, seperti juga banyak di negara lainnya, tersedia penginapan hostel. Untuk bayangan, yang disebut hos-tel itu biasanya satu kamar terdiri dari beberapa tempat tidur tingkat. Yang disewakan adalah tempat tidur, bukan kamarnya. Beberapa hotel menyediakan kamar yang ter-pisah antara laki-laki dan perempuan, meski kebanyakan campur. Untuk toilet dan kamar mandi terpisah, dipakai bergantian. Biasanya di hostel juga disediakan common room, tempat berkumpul bersama dengan sesama pengi-nap. Ada dapur kecil tempat memasak, ada tempat makan, dan tempat duduk bersama.

Sebelum berangkat ke Jepang, kami sudah melakukan booking terlebih dahulu. Salah satu cara paling mudah

Page 120: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

120Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

dengan membuka Hostel World (www.hostelworld.com). Untuk booking diperlukan kartu kredit karena akan ada bi-aya 10% dari biaya sewa hostel. Pelunasan 90% dilakukan saat tiba di hostel dan mulai menginap.

Kebanyakan penginapan di Jepang baru memulai aktivitas kerja pukul 10:00. Check in baru bisa dilakukan pukul 14:00, dan check out dilakukan pukul 12:00 keesokan harinya. Bila datang ke penginapan lebih cepat, check in awal bisa tetap dilakukan, namun kunci baru bisa diberi-kan setelah pukul 14:00. Barang-barang yang dibawa me-mang bisa dititipkan di resepsionis hostel, namun belum bisa dibawa masuk ke dalam kamar.

Bus

Saya tidak banyak menggunakan bus selama berada di Jepang, karena informasi yang ditampilkan kebanyakan menggunakan huruf kanji. Saat pertama kali kami di Tokyo, kebetulan ada teman dari Jepang yang memandu. Agak unik juga cara membayar ongkosnya. Bus Jepang hanya dijaga oleh seorang pengemudi. Pintu masuk dan keluar selalu berbeda.

Biasanya penumpang akan masuk terlebih dahulu. Ongkos bus akan terlihat di layar di atas supir. Per titik halte yang dilewati, ongkos akan bertambah. Bila ingin berhenti di halte tersebut, maka bayarlah sesuai ongkos yang terli-hat di layar. Pembayaran harus menggunakan uang pas. Namun jangan khawatir, di sebelah pengemudi juga ada mesin penukar uang. Tinggal masukkan koin 100 atau 500 Yen, maka mesin akan memecahkannya menjadi kepingan 10 Yen. Gunakan pecahan ini untuk membayar ongkos bus

Page 121: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika121

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

dengan pas.

Beberapa kota juga menawarkan tiket bus harian. Di Nagoya ada penawaran tiket harian untuk berkeliling kota menggunakan bus khusus wisata. Bus ini akan berhenti di setiap titik wisata Nagoya. Saat membeli tiket terusan seharga 200 Yen ini, kami mendapatkan kartu. Tunjukkan kartu ini di bus untuk akses gratis keliling Nagoya dari pagi hingga sore.

Untuk mengirit biaya penginapan, kami sengaja berpindah antar-kota saat malam hari. Kami meggunakan bus Willer Express (www.willerexpress.com/en) saat pindah dari kota Tokyo ke Osaka, Osaka ke Nagoya, lalu Nagoya ke Kyoto. Beberapa bus berjalan di malam hari, sehingga bisa kami pakai sekaligus untuk tidur. Kami menggunakan paket Japan Bus Pass 3 hari dengan harga 10.000 Yen (www.illerexpress.com/st/3/en/pc/buspass/course.php). Bisa dipakai untuk perjalanan dalam maksimum 5 hari. Jadi sebaiknya pertimbangkan ketentuan layanan dari paket ini

Page 122: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

122Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

saat menyiapkan rencana perjalanan.

Kereta

Jepang memiliki jalur kereta yang luar biasa. Jalur antara kota terhubung dengan kereta. Jalur di dalam kota pun nggak kalah lengkap. Semua sudut kota bisa dijangkau dengan jalur kereta yang sangat banyak. Mayoritas rakyat Jepang di kota memang mengandalkan kereta ke arah manapun, karena cepat, tepat waktu, dan harganya jelas.

Jalur kereta di Jepang dikelola oleh swasta, dengan harga yang tak pernah berubah bertahun-tahun. Bila berpindah jalur ke pengelola yang berbeda, maka tarif akan lebih mahal. Ada kereta yang dibangun di atas jalan, ada pula yang berupa subway.

Sistem tiket yang dipakai sama. Pengguna bisa mendatangi mesin tiket, dan membeli seharga jarak yang diinginkan. Panduan harga biasanya terpasang di dinding dekat mesin tiket. Hanya saja, terkadang panduan tersebut tertulis dalam bahasa Jepang. Kalau bingung, beli saja harga tiket terendah, biasanya 130 Yen. Lalu gunakan kereta seperti biasa. Nan-ti saat keluar dari stasiun

Page 123: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika123

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

tujuan, akan ada mesin bertuliskan “fare adjustment” di dekat pintu keluar. Masukkan tiket dan mesin akan meng-hitung sisa kekurangan pembayaran. Gunakan tiket baru yang dikeluarkan oleh mesin ini untuk keluar dari stasiun.

Bila memang akan berkeliling di dalam kota menggu-nakan kereta dengan jumlah perjalanan banyak, ada baik-nya membeli daily pass. Ini bisa dicari di loket informasi dekat pembelian tiket.

Untuk menemukan jalur kereta yang tepat, ada beberapa aplikasi yang bisa membantu. Yang paling umum bisa menggunakan Google Maps, baik itu versi web maupun aplikasi. Sayangnya, ternyata data dari Google Maps tidak mencakup semua stasiun. Untuk alternatif lainnya bisa menggunakan aplikasi Hyperdia (untuk Android) dan Trains.jp (untuk iOS). Kedua aplikasi ini menggunakan bahasa Inggris.

Taksi

Angkutan ini sebaiknya menjadi prioritas terakhir karena ongkosnya sangat mahal. Sempat kemarin menggunakan taksi dengan waktu tempuh tidak sampai 10 menit, biaya yang dikeluarkan mencapai 700 Yen.

Yang menarik di taksi (dan sebetulnya di semua mobil Jepang) adalah fasilitas GPS dan tracking lokasinya. Pe-numpang tinggal menunjukkan alamat dan nomor telpon penginapan, restoran, toko, atau apapun yang merupakan fasilitas umum. Pengemudi taksi lalu akan mengetikkan nomor telpon itu di GPS, dan seketika itu pula lokasi tujuan bisa langsung ditemukan.

Page 124: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

124Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Si pengemudi taksi lalu tinggal menyetir taksi mengikuti patokan petunjuk jalan yang diinformasikan oleh GPS. Beberapa lokasi bahkan bisa lengkap ditampilkan dalam bentuk visual 3D. Yang lebih menakjubkan, biaya tol yang dibutuhkan (bila ada) akan langsung keluar pula.

Koper

Saat pergi ke luar negeri, saya selalu punya dilema, apa-kah saya perlu membawa koper beroda atau tas punggung saja. Kesannya pakai tas punggung praktis, tapi pastinya nggak bisa muat banyak (apalagi kalau tujuan pergi adalah sekaligus untuk berbelanja). Kalau ke Jepang, tidak usah khawatir membawa koper sedang atau besar. Hanya pasti-kan saja, koper tersebut memiliki roda ya.

Sepanjang saya berjalan-jalan di 4 kota di Jepang, saya hampir tidak menemukan kesulitan mendorong koper saya kemana-mana. Melalui trotoar dan jalan yang hampir

Page 125: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika125

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

semuanya rata, tentu tidak menyulitkan. Saat memasuki stasiun memang akan berhadapan dengan banyak tangga. Kalau tidak sedang terburu-buru, bisa saja mencari lift yang biasanya berlokasi tak jauh dari tangga. Meski ke-nyataannya, buat saya masih lebih cepat menjinjing koper saat naik dan turun tangga.

Rekomendasi saya sih, kalau memang akan berangkat ke Jepang dan berniat untuk berbelanja, lebih baik bawa koper saja. Bukan hal yang aneh pula kok melihat orang-orang berjalan kaki di sana sambil mendorong atau mena-rik koper. Atau kalau memang harus berjalan jauh, koper bisa dititipkan di locker stasiun.

Locker

Yang perlu diperhatikan saat menginap di Jepang, keba-nyakan hotel atau hostel baru bisa check in pukul 14:00, namun harus check out sebelum pukul 12:00. Jam opera-sional resepsionis baru dibuka pukul 10:00. Bahkan saat saya menginap di salah satu ryokan di Nagoya, check out harus dilakukan pukul 09:30.

Tentu agak merepotkan saat sudah tiba di salah satu kota Jepang, tapi belum bisa masuk ke hotel. Atau harus keluar dari hotel padahal waktu keberangkatan kita dari kota itu masih nanti malam. Pasti yang jadi pikiran adalah, bagaimana dengan koper yang saya bawa? Nggak mung-kin dong saya berjalan-jalan sambil menyeret koper ke-mana-mana? Alternatifnya, koper memang bisa dititipkan di hotel, namun agak melelahkan kalau demi koper, saya harus berjalan kaki kembali ke hotel.

Page 126: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

126Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Solusi menyenang-kan yang ditawarkan di banyak stasiun di Jepang adalah penye-waan locker. Jumlahnya sangat banyak, tersebar di banyak sudut stasiun. Ukurannya bervariasi, dari yang hanya muat tas kecil hingga koper ukuran besar. Harga se-wanya antara 300 – 600 Yen. Biasanya sih ini berlaku harian hing-ga 24:00, meski ada beberapa tempat yang memberlakukan penye-waan per 6 jam sekali.

Siapkan koin 100 Yen sebanyak mungkin, karena keba-nyakan locker hanya bisa menggunakan koin tersebut. Di Shinjuku ada pula locker yang lebih canggih, yang murni digital. Pembayaran bisa dilakukan dengan koin 100 Yen, 500 Yen, atau lembaran 1.000 Yen. Setelah membayar, mesin akan mengeluarkan lembaran dengan nomor pin. Gunakan nomor ini untuk membuka lagi locker nanti.

Toilet

Salah satu fasilitas umum yang keren dan canggih di Jepang adalah toilet umum. Sepertinya kakus memang didesain supaya tangan kita nggak perlu terkena kotor. Di tembok tepi kakus biasanya ada beberapa tombol. Saya

Page 127: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika127

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

sempat menduga-duga sih awalnya. Ada tombol yang mengatur derasnya air yang dipakai untuk membilas. Di sebelahnya ada tombol stop untuk menghentikan laju deras air.

Saat kami berjalan-jalan ke Odaiba, lebih tepat-nya di pertokoan Decks Tokyo Beach, urinoir di dalam toilet pria punya keunikan tersendiri. Sega memanfaatkan urinoir itu untuk permainan. Di atas urinoir ada layar monitor yang menampilkan game orang menyemprotkan air dari mulut. Semakin banyak kencing yang di-jatuhkan ke urinoir, maka semakin kencang pula semburan air dari mulut si karakter game.

Page 128: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

128Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 129: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika129

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Rincian Biaya Perjalanan

Page 130: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

130Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Penasaran nggak sih dengan biaya perjalanan kami di 4 kota Jepang selama 8 hari? Mudah-mudahan rincian biaya ini bisa memberikan gambaran ya.

Tiket pesawat yang kami pakai adalah Air Asia yang sudah dibeli sejak masa promo di akhir Januari. Itu pun per orang pulang pergi dan masing-masing makan sekali sudah menghabiskan Rp. 4.800.000,00. Plus pajak bandara Soekarno-Hatta Rp. 150.000,00.

Pesawat Air Asia yang kami gunakan harus transit terlebih dahulu di bandara LCCT Kuala Lumpur. Saya juga me-nyiapkan 500 Ringgit Malaysia untuk membeli makan siang saat keberangkatan dan sarapan saat pulang.

Biaya di Jepang saya kategorikan dalam 4 bagian: kon-sumsi (sarapan, makan siang, makan malam, hingga cemi-lan), transportasi (kereta, bus, taksi), akomodasi (pengi-napan, penitipan tas di locker, internet), dan juga hiburan (saat masuk ke tempat wisata tertentu).

Ada beberapa hal yang menjadi catatan. Saat di Osaka, kami membeli tiket tourist daily pass seharga 2.000 Yen yang memberikan akses gratis selama 24 jam ke hampir semua titik wisata dan juga gratis untuk akses kereta dan bus (asalkan bukan menggunakan jalur kereta milik JR). Jumlah titik wisata yang saya datangi adalah seharga 4.100 Yen, dan dengan tourist daily pass ini saya bisa irit hingga 2.100 Yen. Saya masukkan tourist daily pass ini di kategori hiburan, sementara transportasinya saya anggap gratis semua.

Kami berada di Jepang selama 8 malam. Sebanyak 1 malam kami menginap di bandara Haneda, 4 malam kami

Page 131: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika131

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

menginap di hotel, 2 malam kami menginap di dalam bus Willer Express, dan 1 malam terakhir menginap di rumah teman. Ada pula saat kami tidak mengeluarkan uang untuk 2 kali sarapan dan 1 kali makan malam karena disediakan oleh hotel dan ditraktir oleh teman.

Total biaya yang saya keluarkan selama di Jepang se-banyak 53.939 Yen, dengan komposisi 24% untuk kon-sumsi, 38% untuk transportasi, 19% untuk akomodasi, dan 19% untuk hiburan.

Kon-sumsi

Trans-portasi

Ako-modasi

Hibu-ran

2 September 2013

Cemilan roti dan minum Lawson

300

Router wi-fi 3.000

3 September 2013Haneda - Shinigawa 400Shinigawa - Shinjuku 160Shinjuku - Nakano 150Sarapan KFC 440Yadoya Guesthouse for Backpackers

2.200

Nakano - Shinjuku 150Shinjuku - Ebina 480Ebina - Ayase (bus) 290Makan siang di Ebina 730Ebina - Shinjuku 480

Page 132: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

132Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Kon-sumsi

Trans-portasi

Ako-modasi

Hibu-ran

Shinjuku - Ichijoji 210Tiket Museum Fujiko F. Fujio

1.000

Ichijoji - Nakano 160Nakano - Shinjuku 150Makan malam di Shin-juku

825

Shinjuku - Nakano 150Cemilan roti dan minum 7-Eleven

300

4 September 2013Sarapan onigiri 7-Eleven 210Nakano - Shinjuku 150Locker 500Shinjuku - Shimbashi 210Shimbashi - Odaiba 410Madame Toussau + Legoland

2.500

Makan siang Yoshinoya 480Gundam 0Odaiba - Shimbashi 410Shimbashi - Shibuya 190Makan malam Gusto 931Shibuya - Shinjuku 150Locker 500

Page 133: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika133

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Kon-sumsi

Trans-portasi

Ako-modasi

Hibu-ran

5 September 2013Willer Bus (3 trip) 10,000Osaka - Kyoto 540Piece Hostel Kyoto 2.300Sepeda 500Minum vending machine 110Makan siang Yoshinoya 440Shrine 0Kyoto International Manga Museum

800

Kyoto Palace 0Gion 0Kyoto Tower 770Makan malam McDonald's

633

6 September 2013Kyoto - Osaka 540Tourist Daily Pass 2.000Cemilan Family Mart 252Makan siang Subway 700Osaka Jo 0Minum vending machine 100Cemilan Family Mart 126HEP Ferris Wheel 0Floating Garden Observatory

0

Page 134: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

134Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Kon-sumsi

Trans-portasi

Ako-modasi

Hibu-ran

Makan malam Fugetsu, Namba

1.010

Cemilan Family Mart 215Toyo Hotel 1.600

7 September 2013

Dobutsuenmae - Osakako

270

Tempozan Ferris Wheel 0St Maria Boat Cruise 0Sandwich 7-Eleven 290Osakako - Umeda 270Minum vending machine

120

Cemilan 7-Eleven 467Nagoya ke ryokan (bus) 200Kyoya Ryokan 3.000

8 September 2013

Ryokan ke Nagoya (bus) 200Sightseeing bus 500Cemilan di stasiun Nagoya

350

Nagoya Jo 500Makan siang Yoshinoya 440Minum vending machine

120

Nagoya TV Tower 500

Page 135: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika135

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Kon-sumsi

Trans-portasi

Ako-modasi

Hibu-ran

Sakae - Nagoya 200Makan malam di stasiun Nagoya

980

Cemilan Lawson 580

9 September 2013

Shinjuku - Fuchu 270Fuchu - Kita-fuchu 190Kita-fuchu - Noborito 210Noborito - Museum Fujiko F. Fujio

200

Museum Fujiko F. Fujio - Noborito

200

Makan siang Yoshinoya 440Noborito - Hibiya 400Hibiya - Roppongi 160Roppongi - Shinjuku 210Shinjuku - Nishi-kokubunji

380

Nishi-kokubunji - Kita-fuchu

130

10 September 2013

Kita-fuchu - Nishi-kokubunji

130

Nishi-kokubunhi - Shinjuku

380

Locker di Shinjuku 800

Page 136: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

136Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Kon-sumsi

Trans-portasi

Ako-modasi

Hibu-ran

Makan siang di Shinjuku

840

Shinjuku - Akihabara 130Akihabara - Harajuku 160Minum vending machine

200

Harajuku - Shinjuku 130Makan malam Tenda Masoba

380

Ngopi Chelsea Café 600Shinjuku - Shinigawa 160Shinigawa - Haneda 400

TOTAL 13.609 21.360 10.900 11.07024% 38% 19% 19%

Page 137: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

Pitra Satvika137

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Page 138: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

138Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Yang Ikutan Berjalan-jalan ke Jepang

@pitra @didut @ipimaripi

Tentang Penulis

Pitra Satvika sejak awal karirnya, bersama rekannya, meniti membangun perusahaan digital bernama Stratego (www.strategocorp.com). Sehari-hari banyak bergelut di dunia interaktif dan social media. Di kala senggang, men-coba menyempatkan diri untuk berjalan-jalan ke beberapa pelosok nusantara dan dunia.

Tak ada kenangan menarik dalam setiap perjalanan bila tak didokumentasikan. Melalui foto dan tulisan, kenangan bisa kembali diingat. Syukurlah bila ternyata cara untuk membangkitkan kenangan ini bisa ikut membantu teman-teman lainnya yang membutuhkan info perjalanan.

Page 140: Tokyo Kyoto Osaka Nagoya

140Pitra Satvika

Tokyo - Kyoto - Osaka - Nagoya

Tokyo Kyoto Osaka

Nagoya

Pitra Satvikawww.media-ide.com