titrasi iodometri

8
Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium. Titrasi iodometri termasuk jenis titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk menetapkan senyawa- senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O Berbeda dengan titrasi iodimetri yang mereaksikan sample dengan iodium (langsung), maka pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida (KI) berlebihan dan akan menghasilkan iodium (I2) yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium thiosulfat (Na2S2O3). Banyaknya volume Natrium Thiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan banyaknya sampel. Contoh reaksi dengan Cu2+: 2 Cu 2+ + 4I- 2CuI + I2 I2 + 2S2 O32- 2I- + S4O62- Perhatian Pada titrasi iodometri perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pHnya lebih kecil dari 8 karena dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi dengan hidroksida membentuk iodida dan hipoiodit dan selanjutnya terurai menjadi iodida

Upload: ayu-marisa-al-rahman

Post on 05-Dec-2014

144 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Titrasi iodometri

Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium. Titrasi iodometri

termasuk jenis titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk menetapkan senyawa-

senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida

atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti

CuSO4.5H2O

Berbeda dengan titrasi iodimetri yang mereaksikan sample dengan iodium (langsung), maka

pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida (KI)

berlebihan dan akan menghasilkan iodium (I2) yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku

natrium thiosulfat (Na2S2O3). Banyaknya volume Natrium Thiosulfat yang digunakan

sebagai titran setara dengan banyaknya sampel.

Contoh reaksi dengan Cu2+:

2 Cu 2+            +          4I-                 2CuI   +          I2

I2         +          2S2 O32-                    2I-        +          S4O62-

 

Perhatian

Pada titrasi iodometri perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pHnya lebih kecil

dari 8 karena dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi dengan hidroksida membentuk

iodida dan hipoiodit dan selanjutnya terurai menjadi iodida dan iodat yang akan

mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif. Adanya

konsentrasi asam yang kuat dapat menaikkan oksidasi potensial anion yang mempunyai

oksidasi potensial yang lemah sehingga direduksi sempurna oleh iodida. Dengan pengaturan

pH yang tepat dari larutan maka dapat diatur jalannya reaksi dalam oksidasi atau reduksi dari

senyawa.

Indikator

Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah amylum. Amylum tidak mudah larut dalam

air serta tidak stabil dalam suspensi dengan air, membentuk kompleks yang sukar larut dalam

air bila bereaksi dengan iodium, sehingga tidak boleh ditambahkan pada awal titrasi.

Penambahan amylum ditambahkan pada saat larutan berwarna kuning pucat dan dapat

Page 2: Titrasi iodometri

menimbulkan titik akhir titrasi yang tiba-tiba. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya

hilangnya warna biru dari larutan menjadi bening.

Sumber : http://catatankimia.com/catatan/titrasi-iodometri.html diakses 16 Mar. 13 dtlis S

hamdani

Iodometri adalah analisa titrimetri yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat

oksidator seperti besi (III), tembaga (II), termasuk untuk mengetahui kadar klor dan brom,

dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Metode titrasi

iodometri (tak langsung) menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai titran untuk menentukan

kadar iodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks.Garam ini biasanya berbentuk

sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan

secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer, larutan natrium tiosulfat

tidak stabil untuk waktu yang lama. Tembaga murni dapat digunakan sebagi standar primer

untuk natrium tiosulfat.

Dalam iodometri I- dioksidasi oleh suatu oksidator. Jika oksidatornya kuat tidak apa – apa,

tetapi jika oksidatornya lemah maka oksidasinya berlangsung sangat lambat dan mungkin

tidak sempurna, ini harus dihindari. Cara menghindarinya :

·         Memperbesar [H+], jika oksidasinya kuat dengan menambah H+ atau menurunkan pH.

·         Memperbesar [I-], misalnya oksidasi dengan Fe3+.

·         Dengan mengeluarkan I2 yang berbentuk dari campuran reaksi : misalnya dikocok

dengan kloroform, karbon tetra klorida atau bisulfida, maka I2 akan masuk dalam pelarut

organik ini, sebab I2 lebih mudah larut dalam senyawa solven organic daripada dalam air.

Sumber : http://salsabila-ravina.blogspot.com/2012/11/titrasi-iodimetri-dan-iodometri.html

IODOMETRI

Iodometri merupakan  analisa titrimetrik secara tidak langsung untuk zat yang

bersifatoksidator seperti besi III / Fe(III), tembaga II / Cu

Page 3: Titrasi iodometri

(II). Titrasi  iodometri  dapat  digunakan untukmenetapkan  senyawa-senyawa  yang  mempu

nyai  potensial  oksidasi  yang lebihbesar  daripada  sistem  iodium-iodida  atau  senyawa-

senyawa  yang  bersifat oksidator seperti CuSO4.%H2O.

Pada metode iodometri ini,sampel yang bersifat Oksidator akan direduksi oleh KI (kalium

iodida)secara berlebih dan akan menghasilkan I2 (Iodium) yang selanjutnya akan di ttrasi

oleh Na2S2O3 ( natrium thiosulfat).Banyakknya volume Na2S2O3 ( natrium thiosulfat) yang

digunakan sebagai titran itu setara dengan I2 (iodium) yang dihasilkan dan setara dengan

kadar sampel.

Larutan standard yang digunakan dalam metode iodometri adalah Na2S2O3( natrium

thiosulfat). Garam ini biasanya berbentuk dalam bentuk pentahidrat

atauNa2S2O3.5H2OLarutan tidak boleh distandaarisasi dengan cara penimbangan secara

langsung,tetapi harus distandarisasi dengan standard primer.Karena Na2S2O3.5H2O tidak

stabil dalam jangka penyimpanan yang lama.

Pada pemeriksaan metode iodometri perlu dijaga kestabilan pH (pondus hydrogen).Larutan

harus dijaga pada pH kurang dari 8.Karena jika pH lebih dari 8 atau dalam suasana

alkalis I2akan bereaksi dengan Hidroksida(OH-) membentuk Iodida dan hyphoiodit yang

selanjutnya terurai menjadi Iodida dan Iodidat yang dapat mengoksidasi thiosulfat menjadi

sulfat.Sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif.

Indikator pada metode ini menggunakan amylum 1%.Amylum ini memiliki sifat sukar larut

dalam air serta tidak stabil dalam suspensi air membentuk senyawa kompleks yang sukar

larut dalam air jika bereaksi dengan iodium.Sehingga penanbahan amylum sebagai Indikator

tidak boleh ditambahkan pada awal reaksi.penambahan amylum sebagai indicator sebaiknya

diberikan menjelang titik akhir titrasi (pada saat larutan berwarna kuning pucat).

Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna biru menjadi larutan bening(dari warna

biru sampai warna biru hilang.Jadi penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik

akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan

amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan

sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod

yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan

perubahannya sangat jelas.  Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna

larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi.  Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut

Page 4: Titrasi iodometri

yang digunakan.  Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air,

sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi.  Jika larutan iodium dalam KI pada

suasana netral dititrasi dengan natrium thiosulfat, maka :

I3- +   2S2O32- 3I- +   S4O62-

S2O32- +   I3- S2O3I- +   2I-

2S2O3I- +  I- S4O62- +  I3-

S2O3I- +  S2O32- S4O62- +  I-

Natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O)dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian

yang tinggi, namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat,

karenaNa2S2O3.5H2O meiliki sifat flouresen atau melapuk-lekang dari garam itu dan tidak

stabil dalam penyimpanan jangka lama.Oleh karena itu, zat ini tidak memenuhi syarat untuk

dijadikan sebagai larutan baku standar primer.  Natrium

tiosulfat(Na2S2O3.5H2O)  merupakan suatu zat pereduksi, dengan persamaan reaksi sebagai

berikut  :

2S2O32- S4O62- +   2e-

Pembakuan larutan natrium tiosulfat ( Na2S2O3.5H2O) dapat dapat dilakukan dengan

menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer,

atau dengan kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar

sekundernya.  Namun pada percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses pembakuan

natrium tiosulfat( Na2S2O3.5H2O)  adalah kalium iodat (KIO3) standar.

Larutan natrium thiosulfat ( Na2S2O3.5H2O) sebelum digunakan sebagai larutan standar

dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu  oleh kalium iodat(KIO3) yang

merupakan standar primer.  Larutan kalium iodat(KIO3)  iniharus ditambahkan dengan asam

sulfat pekat, warna larutan menjadi bening.  Dan setelah ditambahkan dengan kalium

iodide(I2), larutan berubah menjadi coklat kehitaman.  Fungsi penambahan asam sulfat pekat

(H2SO4 PA) dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang

terdiri dari kalium iodat (KIO3) dan klium iodide (KI)  berada dalam kondisi netral atau

memiliki keasaman rendah. 

Page 5: Titrasi iodometri

Reaksinya adalah sebagai berikut :

IO3- +  5I- +  6H+ →          3I2 +  3H2O

Penentuan Kadar Cu2+ dengan Larutan Baku Na2S2O3

Pada penentuan kadar Cu dengan larutan baku Na2S2O3 akan terjadi beberapa perubahan

warna larutan sebelum titik akhir titrasi.  Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar

primer untuk natrium thiosulfat dan direkomendasikan jika thiosulfat harus digunakan untuk

menetapkan tembaga.  Potensial standar pasangan Cu(II) – Cu(I) adalah +0,15 V dan karena

itu iod merupakan pengoksidasi yang lebih baik dari pada ion Cu(II).  Tetapi bila ion iodida

ditambahkan ke dalam larutan Cu(II) akan terbentuk endapan Cu(I).

2Cu2+ +  4I- 2CuI(s) +  I2

Penentuan kadar Cu2+ dalam larutan dengan bantuan larutan natrium tiosulfat yang

dilakukan mengencerkan 5 mL sampel garam hingga 100 mL dan mengambil 10 mL hasil

pengenceran tersebut untuk ditambahkan dengan larutan KI 10% dan menitrasi dengan

larutan baku natrium tiosulfat hingga larutan yang semula berwarna coklat tua menjadi

larutan yang berwarna kuning muda.  Kemudian larutan tersebut ditambahkan dengan 2 mL

larutan amilum 1 % menghasilkan larutan yang semula berwarna kuning muda menjadi biru

tua, Penambahan indikator amilum 1% ini dimaksudkan agar memperjelas perubahan warna

yang terjadi pada larutan tersebut. kemudian larutan tersebut dititrasi kembali dengan larutan

natrium tiosulfat hingga warna biru pada larutan tepat hilang.  Untuk lebih memperjelas

terjadinya reaksi tersebut, ke dalam larutan ditambahkan amilum.Bertemunya I2 dengan

amilum ini akan menyebabakan larutan berwarna biru kehitaman.Selanjutnya titrasi

dilanjutkan kembali hingga warna biru hilang dan menjadi putih keruh.

I2 +  amilum                         I2-amilum

I2-amilum  +  2S2O32- 2I- +  amilum  +  S4O6-

Hal yang perlu diperhatikan setelah penambahan amilum adalah adanya sifat adsorpsi pada

permukaan endapan tembaga(I) iodida. Sifat ini menyebabkan terjadinya penyerapan iodium

dan apabila iodium ini dihilangkan dengan cara titrasi, maka titik akhir titrasi akan tercapai

terlalu cepat. Oleh karena itu, sebelum titik akhir titrasi tercapai, yaitu pada saat warna

Page 6: Titrasi iodometri

larutan yang dititrasi dengan Na2S2O3akan berubah dari biru menjadi bening, dilakukan

penambahan kalium tiosianat KCNS.

Sumber ; http://ineshapuspita.blogspot.com/2012/06/praktek-iodometri-penentuan-kadar-

cuso4.html judul iodometri by inesya disini puspita