tipologi penggunaan lahan oleh masyarakat...

13
TIPOLOGI PENGGUNAAN LAHAN OLEH MASYARAKAT PADA ZONA PENYANGGA TAMAN NASIONAL AKETAJAWE LOLOBATA DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR ( ) Typology of Land Use by Community on Buffer Zone of Aketajawe Lolobata National Park in East Halmahera Regency Lis Nurrani , M. Bismark & Supratman Tabba Balai Penelitian Kehutanan Manado, Jl. Raya Adipura, Kel. Kima Atas, Kec. Mapanget Kota Manado, Indonesia, e-mail: [email protected]. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Jl. Gunung Batu No 5 PO Box 165 Bogor, Indonesia; e-mail: [email protected] iterima 4 April 2014, direvisi 17 Juli 2014, disetujui 4 Agustus 2014 Peran zona penyangga sangat vital bagi konservasi dan kelestarian sebuah taman nasional, wilayah ini merupakan penyangga bagi aktivitas negatif masyarakat ke dalam kawasan konservasi. Penelitian ini dilakukan pada zona penyangga Taman Nasional Aketajawe Lolobata. Bertujuan untuk memperoleh model pengelolaan lahan yang ideal berdasarkan parameter pola penggunaan lahan, kondisi biofisik lahan dan habitat satwa. Desa sampel dan responden ditentukan secara , dengan intensitas 10%. Metode pengambilan data menggunakan kombinasi teknik wawancara semi terstruktur dan survei lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zona penyangga Lolobata terdiri dari jalur hijau, jalur interaksi dan jalur budidaya. Wilayah ini didominasi oleh jalur interaksi berupa pola kebun campuran, kebun murni dan kebun tumpangsari dengan tanaman utama kelapa. Hutan rakyat jati yang seharusnya menjadi jenis tanaman utama penyusun jalur interaksi justru ditemukan pada jalur budidaya. Satwa yang diketahui melakukan aktivitas pada penggunaan lahan masyarakat yaitu sekitar 39 jenis burung, lima jenis mamalia, tujuh jenis reptilia, dua jenis amfibi dan selebihnya serangga dan satwa air lainnya. Kebun campuran merupakan pola penggunaan lahan paling ideal berdasarkan kriteria konservasi biologi lahan dan ketersediaan lingkungan sebagai habitat satwa Penggunaan lahan, masyarakat lokal, zona penyangga, Taman Nasional Aketajawe Lolobata. 1 2 1 1 2 D . Kata kunci: ABSTRACT Role of buffer zone is vital for conservation and sustainability of a national park, because it can hinder from negative activity of the community to the conservation area. This research was conducted in Aketajawe Lolobata National Park buffer zone. Aimed to obtain the ideal model of land management based on land use patterns, biophysical condition and wildlife habitat parameters. Sample villages and respondents determined by purposive sampling, with sampling intensity 10%. Research methods using combination of semi-structured interview technique and field survei. Scrutiny results revealed that Aketajawe Lolobata National Park buffer zone composed of green lane, interaction pathways and cultivation pathways. This zone is dominated by interaction pathway in the form of mixed garden, monoculture garden and intercropping garden with coconut as a major plant. While teak community forests which should be the main plant species on interaction pathways, it was found on cultivation pathways. Wildlife on community land use consists of 39 species of birds, five species of mammals, seven species of reptiles, two species of amphibians and various of insects and other water animals. Mixed garden is the most ideal land use patterns based on the criteria of land biological conservation and environmental availability as a wildlife habitat. Land use, local community, buffer zone, Aketajawe Lolobata National Park. purposive sampling sampling Keywords: ABSTRAK 223 Tipologi Penggunaan Lahan oleh Masyarakat pada Zona Penyangga Taman Nasional ... (Lis Nurrani ) et al. I. PENDAHULUAN Permasalahan yang dihadapi untuk mengaman- kan kawasan hutan dari intervensi masyarakat dalam pengelolaan taman nasional, menyebabkan keberadaan daerah penyangga menjadi sangat penting. Desakan ekonomi dan keperluan akan perluasan lahan pertanian di sekitar taman nasional menjadi problematika kawasan konservasi dan merupakan legitimasi pentingnya optimalisasi daerah penyangga. Daerah penyangga (buffer zone) berperan sangat penting bagi kelestarian taman

Upload: buiphuc

Post on 06-Feb-2018

234 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

TIPOLOGI PENGGUNAAN LAHAN OLEH MASYARAKAT PADA ZONAPENYANGGA TAMAN NASIONAL AKETAJAWE LOLOBATA DI

KABUPATEN HALMAHERA TIMUR(

)Typology of Land Use by Community on Buffer Zone of Aketajawe

Lolobata National Park in East Halmahera Regency

Lis Nurrani , M. Bismark & Supratman TabbaBalai Penelitian Kehutanan Manado, Jl. Raya Adipura, Kel. Kima Atas, Kec. Mapanget Kota Manado, Indonesia,

e-mail: [email protected] Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Jl. Gunung Batu No 5 PO Box 165 Bogor,

Indonesia; e-mail: [email protected]

iterima 4 April 2014, direvisi 17 Juli 2014, disetujui 4 Agustus 2014

Peran zona penyangga sangat vital bagi konservasi dan kelestarian sebuah taman nasional, wilayah inimerupakan penyangga bagi aktivitas negatif masyarakat ke dalam kawasan konservasi. Penelitian ini dilakukan padazona penyangga Taman Nasional Aketajawe Lolobata. Bertujuan untuk memperoleh model pengelolaan lahan yangideal berdasarkan parameter pola penggunaan lahan, kondisi biofisik lahan dan habitat satwa. Desa sampel danresponden ditentukan secara , dengan intensitas 10%. Metode pengambilan datamenggunakan kombinasi teknik wawancara semi terstruktur dan survei lapangan. Hasil penelitian menunjukkanbahwa zona penyangga Lolobata terdiri dari jalur hijau, jalur interaksi dan jalur budidaya. Wilayah ini didominasi olehjalur interaksi berupa pola kebun campuran, kebun murni dan kebun tumpangsari dengan tanaman utama kelapa.Hutan rakyat jati yang seharusnya menjadi jenis tanaman utama penyusun jalur interaksi justru ditemukan pada jalurbudidaya. Satwa yang diketahui melakukan aktivitas pada penggunaan lahan masyarakat yaitu sekitar 39 jenis burung,lima jenis mamalia, tujuh jenis reptilia, dua jenis amfibi dan selebihnya serangga dan satwa air lainnya. Kebuncampuran merupakan pola penggunaan lahan paling ideal berdasarkan kriteria konservasi biologi lahan danketersediaan lingkungan sebagai habitat satwa

Penggunaan lahan, masyarakat lokal, zona penyangga, Taman Nasional Aketajawe Lolobata.

1 2 1

1

2

D

.

Kata kunci:

ABSTRACT

Role of buffer zone is vital for conservation and sustainability of a national park, because it can hinder from negative activity ofthe community to the conservation area. This research was conducted in Aketajawe Lolobata National Park buffer zone. Aimed to obtainthe ideal model of land management based on land use patterns, biophysical condition and wildlife habitat parameters. Sample villages andrespondents determined by purposive sampling, with sampling intensity 10%. Research methods using combination of semi-structuredinterview technique and field survei. Scrutiny results revealed that Aketajawe Lolobata National Park buffer zone composed of greenlane, interaction pathways and cultivation pathways. This zone is dominated by interaction pathway in the form of mixed garden,monoculture garden and intercropping garden with coconut as a major plant. While teak community forests which should be the main plantspecies on interaction pathways, it was found on cultivation pathways. Wildlife on community land use consists of 39 species of birds, fivespecies of mammals, seven species of reptiles, two species of amphibians and various of insects and other water animals. Mixed garden isthe most ideal land use patterns based on the criteria of land biological conservation and environmental availability as a wildlife habitat.

Land use, local community, buffer zone, Aketajawe Lolobata National Park.

purposive sampling sampling

Keywords:

ABSTRAK

223Tipologi Penggunaan Lahan oleh Masyarakat pada Zona Penyangga Taman Nasional ... (Lis Nurrani )et al.

I. PENDAHULUAN

Permasalahan yang dihadapi untuk mengaman-kan kawasan hutan dari intervensi masyarakatdalam pengelolaan taman nasional, menyebabkankeberadaan daerah penyangga menjadi sangat

penting. Desakan ekonomi dan keperluan akanperluasan lahan pertanian di sekitar taman nasionalmenjadi problematika kawasan konservasi danmerupakan legitimasi pentingnya optimalisasidaerah penyangga. Daerah penyangga (buffer zone)berperan sangat penting bagi kelestarian taman

224JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 3 September 2014, Hal. 223 - 235

biofisik daerah penyangga sangat diperlukan gunamendapatkan model pengelolaan yang sesuai.Penelitian ini merupakan kajian yang dilakukanpada zona penyangga Lolobata dengan tujuanuntuk memperoleh model pengelolaan yang idealberdasarkan parameter penggunaan lahan, kondisibiofisik lahan dan habitat satwa

Penelitian dilakukan pada desa-desa yangberada di sekitar daerah penyangga Lolobatakawasan TNAL. Secara keseluruhan kawasan iniberada pada wilayah administrasi KabupatenHalmahera Timur Provinsi Maluku Utara. DesaBangul di Kecamatan Maba Tengah dan DesaPeka-ulang di Kecamatan Maba yang merupakanwilayah SPTN II Maba, Desa Tutuling Jaya diKecamatan Wasile Timur dan Dusun Tukur-Tukurdi Kecamatan Wasile yang merupakan wilayahSPTN III Subaim dipilih sebagai lokasi penelitian.Pengambilan data hingga analisis data dilaksanakanpada bulan Mei-September 2012.

Alat yang digunakan adalah daftar pertanyaan,, , GPS, peta kerja TNAL,

kamera, altimeter, papan data, , ringtanah, sekop mini, plastik sampel, teropongdan alat tulis. Bahan yang menjadi obyek dalamkegiatan penelitian ini adalah lahan dan mas-yarakat yang berada di sekitar zona penyanggaLolobata.

Desa sampel dan responden ditentukan secaraberdasarkan pola pemanfaatan

lahan masyarakat, dengan intensitas10% dari jumlah populasi kepala keluarga yangmemanfaatkan lahan di dalam dan di sekitarzona penyangga Lolobata.Metode pengambilan data dilakukan denganmenggunakan kombinasi teknik wawancarasemi terstruktur dan survei lapangan.Untuk mengamati perbedaan kandungan sifatkimia tanah pada tiap pola penggunaan lahandilakukan pengambilan sampel tanah terusik.

.

II. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

B. Bahan dan Alat Penelitian

C. Metode Penelitian

tally sheet milimeter blockpersonel use

purposive samplingsampling

1.

2.

3.

nasional, sebab zona ini dapat menjadi pilar utamadalam mengurangi tekanan penduduk terhadapkawasan. Menurut Beckman (2004) daerahpenyangga berfungsi untuk melindungi kawasankonservasi terhadap gangguan dari luar dangangguan yang berasal dari wilayah pemukiman.

Pengelolaan daerah penyangga adalah sinergi-sitas manajemen hutan dan pertanian sesuai dengankondisi fisik daerah untuk mendapatkan hasiloptimal guna menunjang sistem perekonomianmasyarakat lokal. Penetapan kawasan konservasidan pengelolaan daerah penyangga seyogyanyamengolaborasikan aspek ekologi, ekonomi dansosial budaya masyarakat (Bismark & Sawitri, 2007),sehingga daerah penyangga memiliki kontribusiekonomi yang dapat meningkatkan taraf hidup danmampu membangun persepsi masyarakat untukmenjaga kelestarian kawasan konservasi, khususnyapada masyarakat desa sekitar kawasan yangberinteraksi intensif terhadap kawasan hutan.

Kawasan Lolobata yang berada di KabupatenHalmahera Timur Provinsi Maluku Utaramerupakan bagian dari kawasan Taman NasionalAketajawe Lolobata (TNAL), dan menjadi salahsatu wilayah konservasi potensial konflik denganmasyarakat sekitarnya. Kawasan ini menjadi wilayahpenting dan sumber mata air beberapa DAS diPulau Halmahera yaitu Akelamo, Akegagaili,Aketutuling, Akedodaga, Ake-gau, Akeluwau,Akebawas, Akeonat, Akelili dan Akemabulan (BalaiTNAL, 2011). Kawasan Lolobata telah dizonasinamun masih berstatus penunjukan dan saat inisedang menunggu keputusan dari MenteriKehutanan (Simajuntak, 2012).

Penguasaan lahan merupakan polemik yangmenjadi permasalahan pada TNAL, di manamasyarakat mengklaim batas dan sebagian wilayahkawasan tersebut sebagai lahan pertanian warisanleluhur. Sebagai contoh masyarakat melakukanpengavelingan lahan pada hulu Sungai Dodaga yangmerupakan wilayah Seksi Pengelolaan TamanNasional (SPTN) III Subaim (Balai TNAL, 2010).Taman nasional rawan terhadap ancaman olehperubahan tata guna lahan atau gangguan lainnya,sehingga harus dibentuk zona penyangga dan zonatransisi untuk melindungi kawasan dari gangguanyang berasal dari luar maupun dari dalam tamannasional (Wiratno,1994).

Data dan informasi mengenai karakteristikmasyarakat dan bentuk-bentuk aktivitasnya dalammengelola lahan dan hasil hutan serta kondisi

tanaman kehutanan yang tidak saja untuk meng-hasilkan produk tunggal namun dikembangkanuntuk tujuan-tujuan yang multi produk, bukanhanya menghasilkan kayu melainkan juga produknon kayu (Suharjito 2000).

Kebun campur adalah penggunaan lahanpada satu hamparan luas, yang ditanami berbagaimacam tanaman keras tanpa pengaturan jaraktanam dan pembagian wilayah. Penggunaanlahan ini diterapkan sekitar 88,89% masyarakatDesa Woda yang merupakan penduduk lokalPulau Halmahera di wilayah penyangga hutanAketajawe. Masyarakat mengombinasikan ber-bagai tanaman pokok seperti pala (

), palem serdang ( ),kakao ( ), nangka (

), pisang ( ) dan langsat( ) dengan kelapa ( )sebagai tanaman pokok (Nurrani ,2012).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebuncampur diterapkan oleh sebanyak 64,71% pen-duduk di Desa Pekaulang, 44,44% penduduk DesaBangul, 33,33% masyarakat Desa Tutuling Jaya dan66,67% masyarakat Tukur-Tukur. Tipologi peng-gunaan lahan daerah penyangga Lolobata disajikanpada Tabel 1.

et al.,

Myristicalepidota Livistonia rotundifolia

Theobroma cacao Arthocarpusintegra Musa paradisiacaLansium domesticum Cocos nucifera

et al.

4. Untuk mengetahui perbedaan jenis-jenis satwakhususnya avifauna yang beraktivitas pada tiappola penggunaan lahan, dilakukan denganpencatatan langsung di lapangan berdasarkanperjumpaan dan informasi dari masyarakat.Peng-amatan satwa dilakukan secara audio vi-sual berdasarkan frekuensi pertemuan danidentifikasi jenis menggunakan buku panduan(Coates , 2000).

Data hasil wawancara dan pengamatan satwaditabulasi dan dianalisis secara deskriptif kuantitatifdan kualitatif. Analisis tanah dilakukan diLaboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah JurusanIlmu Tanah Fakultas Pertanian UniversitasHasanuddin Makassar.

Mayoritas masyarakat memanfaatkan lahan per-tanian sebagai kebun campur dan hanya sebagiankecil yang mengetahui teknologi hutan rakyat.Hutan rakyat merupakan pola penggunaan lahanmasyarakat dengan mengembangkan jenis-jenis

et al.

D. Analisis Data

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pola Penggunaan Lahan

225

Sumber ( ):Source Nurrani . (2012).et al

Gambar 1. Peta lokasi penelitianFigure 1. Research sites map

Tipologi Penggunaan Lahan oleh Masyarakat pada Zona Penyangga Taman Nasional ... (Lis Nurrani )et al.

Lahan hortikultura dan persawahan hanyaditemukan pada Desa Bangul dan Desa TutulingJaya, sebab pola ini membutuhkan keterampilan danpengetahuan khusus yang tidak dimiliki olehmasyarakat lokal. Pengelolaan hortikultura dansawah merupakan ciri khas pertanian masyarakat diPulau Jawa, sehingga penggunaan lahan ini hanyadijumpai pada desa yang memiliki dominansikomunitas masyarakat Jawa. Jenis komoditastanaman yang diusahakan oleh para petani padamasing-masing penggunaan lahan dapat dilihatpada Tabel 2.

Potensi vegetasi pola kebun campuranmendekati stratum vegetasi hutan sekunder denganlebih banyak variasi tanaman seperti kelapa, pala,pisang, rambutan, mangga, jeruk, nangka, sayurandan tumbuhan seperti ubi rambat (

) paku-pakuan ( ) serta herba lain-cover crop Ipomoea

batatas , Pterophyta

nya. Vegetasi yang mempunyai struktur tajukberlapis mampu menurunkan kecepatan terminalair hujan dan memperkecil diameter tetesan airhujan, faktor vegetasi ini juga meningkatkaninfiltrasi, memperlambat laju limpasan, danmeningkatkan kondisi fisik, kimia dan biologitanah (Asdak, 2004).

Pola kebun murni yang diterapkan masyarakat(kelapa dan jeruk) menggunakan cara pengelolaanintensif, artinya bersih dari tumbuhan bawah. Darisisi perlindungan tanaman pola ini sangat rentanterhadap serangan penyakit, begitu pula dari sisikonservasi tanah dan air pola ini akanmenyebabkan lahan pertanian rentan terhadaperosi permukaan karena tidak adanya tumbuhanbawah. Salah satu kelebihan pola pertanamancampuran dibanding sistem tanam monokulturadalah pemberantasan hama dan penyakit. Sistem

226

Tabel 1. Persentase tiap pola penggunaan lahan masyarakat.Table 1. Percentage of each community land use pattern.

Desa (Villages)

Pola penggunan lahan (Land use pattern) (%)

Hutan rakyat(Community

forest)

Kebuncampuran

(Mixedgarden)

Kebun murni(Monoculture

garden)

Kebuntumpangsari(Intercropping

garden)

Hortikultura(Horticultural)

Sawah(Ricefield)

Bangul 0 44,44 5,56 11,11 11,11 27,78Pekaulang 17,65 64,71 11,76 5,88 0 0Tutuling Jaya 0 33,33 7,41 11,11 29,63 18,52Tukur-Tukur 0 66,67 0,00 33,33 0 0

Tabel 2. Jenis komoditas pada tiap pola penggunaan lahan.Table 2. Commodities of each land use patterns.

Pola (Pattern)Desa (Villages)

Bangul Pekaulang Tutuling Jaya Tukur-TukurHutan rakyat(Community forest)

Jati Jati, pala - -

Kebun campuran (Mixedgarden)

Kelapa, pala, pisang,rambutan, mangga, jeruk,nangka dan sayuran

Kelapa, pala, pisangdan sagu

Kelapa, pala,pisang, coklat,sagu dan langsat

Kelapa, pala,pisang, kasbi danbatatas

Kebun murni (Monoculturegarden)

Kelapa Kelapa Kelapa dan jeruk -

Kebun tumpangsari(Intercropping garden)

Kelapa, kacang tanah Kelapa, jagung Kelapa, cabe,kedelai, jagung

Kelapa, pala,cengkeh, pisang,rica, tomat,kacang tanah,jagung

Hortikultura(Horticultural)

Kacang tanah, kacangpanjang, terong,ketimun, cabe

- Cabe, tomat,terong, kol,bawang merah,pare.

-

Sawah (Rice field) Padi - Padi -

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 3 September 2014, Hal. 223 - 235

ini menekan populasi hama dan penyakit karenamemutuskan siklus hidup hama dan penyakit ataumengurangi sumber makanan serta tempat hiduphama dan penyakit (Arsyad, 1989). Dengandemikian tutupan lahan pada pola kebun campuranlebih baik dibandingkan dengan pola kebun murnidan kebun tumpangsari serta pola lainnya.

Beberapa argumentasi masyarakat yangmelatarbelakangi pemilihan pola penggunaan lahankebun campuran dan jenis tanamannyadibandingkan hutan rakyat adalah sebagai berikut:

Masih melimpahnya ketersediaan kayu di sekitarpemukiman dan hutan di sekitarnya sehinggamasyarakat mengambil kayu pada hutanproduksi, hutan produksi terbatas, hutan lindungbahkan seringkali mengambil kayu ke dalamkawasan taman nasional.Masih luasnya ketersediaan lahan di sekitarpemukiman, sehingga masyarakat terusmenambah lahan pertaniannya dalam rangkameningkatkan pendapatan. Pembukaan lahandilakukan pada areal penggunaan lain (APL),hutan produksi, hutan produksi terbatas, hutanlindung dan konservasi.Keterampilan dan pengetahuan petani lokalyang cenderung lebih menguasai teknologibudidaya tanaman tahunan dibanding tanamanhortikultura dan sawah.

4. Pemasaran yang terbatas pada komoditi tertentusaja, serta keterbatasan sarana transportasi yangmengakibatkan sulitnya distribusi hasil panenmusiman. Hal ini berimplikasi pada banyaknya

1.

2.

3.

hasil panen yang membusuk dalam jumlah besarsaat panen raya karena tidak langsung terdistri-busikan ke pasar. Akibatnya masyarakat cen-derung mengusahakan tanaman tahunan yanglebih awet dan dapat didistribusikan tidak hanyalokal namun hingga keluar daerah. Hal inimemberikan pengaruh pada harga yang se-makin tinggi pada hasil produksi jenis tanamantahunan.

Berdasarkan hasil identifikasi bentuk-bentukpenggunaan lahan, diketahui bahwa model daerahpenyangga kawasan Lolobata terdiri dari jalurhijau, jalur interaksi dan jalur budidaya yang tertatasebagaimana Gambar 2. Jalur hijau terdiri darihutan lindung dan hutan produksi terbatas.Tutupan lahan kedua kawasan ini masih cenderungalami, sehingga sangat dimungkinkan berfungsisebagai habitat bagi berbagai satwa liar danpengatur tata air (pemasok air bersih kepemukiman dan lahan pertanian masyarakat). Jalurini berfungsi sebagai penyangga terhadap wilayah-wilayah sejauh 0-5,5 km dari batas kawasan. Jalurhijau diperuntukkan sebagai penyangga fisikkawasan dari gangguan, pengaruh jenis eksotiktumbuhan dan sebagai perluasan satwa(Bismark & Sawitri, 2007).

Jalur interaksi berfungsi sebagai penyanggakawasan konservasi dan jalur hijau dari perubahanekosistem yang drastis, gangguan satwa liar ke

B. Tipologi Zona Penyangga Lolobata

homerange

227

Gambar 2. Model zona peyangga Lolobata di Kabupaten Halmahera Timur.Figure 2. Lolobata buffer zone model in East Halmahera regency.

Tipologi Penggunaan Lahan oleh Masyarakat pada Zona Penyangga Taman Nasional ... (Lis Nurrani )et al.

kawasan budidaya dan mendukungmasyarakat (Bismark & Sawitri,

2007). Jalur ini diharapkan menjadi tempatkonservasi tumbuhan bernilai ekonomi dan ekologimelalui pengembangan sistem agroforestri ataupunhutan kemasyarakatan. Pada zona penyanggaLolobata jalur interaksi tersusun oleh pola kebuncampuran, kebun murni dan kebun tumpangsaridengan tanaman utama kelapa. Budidaya tanamankayu belum menjadi pilihan utama, karenamasyarakat beranggapan bahwa pola ini tidak dapatmemberikan manfaat jangka pendek.

Jalur budidaya berfungsi mendukung peningkat-an sosial ekonomi masyarakat, pengembanganwilayah dan wisata. Pada jalur ini dikembangkanprogram pertanian terpadu melalui pembukaanlahan tanpa pembakaran, pemakaian herbisidatanpa dampak negatif serta penetapan pemukimanmasyarakat yang tidak menimbulkan implikasinegatif terhadap kawasan dan masyarakat akibatgangguan satwa liar (Setyawati & Bismark, 2002).

Jalur budidaya didominasi kebun tumpangsari,hortikultura, sawah dan pemukiman penduduk.Jalur ini diperuntukkan sebagai lahan pemenuhankebutuhan hidup utama masyarakat. Menariknyapada jalur ini adalah ditemukan hutan rakyat jatiyang seharusnya berada pada jalur interaksi.Berdasarkan keterangan masyarakat pola inimerupakan adopsi dari pengembangan hutan

peningkatansosial ekonomi

rakyat di Pulau Jawa, di mana masyarakat mencobauntuk mempraktekkan pola ini pada lahan-lahan disekitar lokasi pemukiman. Pengetahuan inididapatkan oleh beberapa masyarakat yang sempatmudik ke Pulau Jawa.

Produktivitas lahan sangat tergantung padakandungan unsur hara tanah, sebagai media tum-buh paling vital bagi keberadaan sebuah lahan.Hasil panen juga sangat tergantung padakemampuan erosivitas dan erodibilitas tanahterhadap erosi permukaan dan pukulan air hujan.

Tekstur pada pola penggunaan lahan didomina-si oleh lempung berdebu, hanya pada penggunaanlahan kebun campuran kelapa, pala dan kakao sertakebun murni jeruk yang memiliki lempung liatberdebu (Tabel 3). Tekstur merupakan perban-dingan relatif antara fraksi pasir, debu dan liat.Selain itu tekstur juga mempengaruhi kapasitasmenahan air, permeabilitas tanah serta sifat kimiadan fisika tanah (Arsyad, 1989). Tekstur lempungberdebu dan lempung berliat menunjukkankemampuan mengikat air yang cukup besar.Menurut Kartasapoetra (2000), tanah dengantekstur lempung baik untuk usahatani, sedangkankandungan debu dan liat tinggi mempunyaikemampuan yang tinggi untuk mengikat air. Polapenggunaan lahan yang memiliki kandungan liat

C. Kondisi Biologi Lahan

228

Tabel 3. Hasil analisis tanah pada tiap pola penggunaan lahan.Table 3. The results of soil analysis for each land use patterns.

NoPenggunaan lahan

(Land use)pH

Tekstur tanah (Soil texture)

Kelas tekstur (Textureclass)Liat

(Clay)Debu(Silt)

Pasir(Sand)

Pasirhalus(Finesand)

1 Kebun campuran kelapa, paladan coklat (Coconut, nutmeg andcocoa mixed garden )

7,95(basa)

34 63 2 1 Lempung liat berdebu

2 Kebun campuran kelapa-pisang(Coconut and bana- na mixedgarden)

6,69 (netral) 23 76 1 0 Lempung berdebu

3 Kebun murni jeruk (Orangemonoculture garden)

6,28(agak masam)

30 65 2 3 Lempung liat berdebu

4 Kebun tumpangsari kelapa,pisang dan cabe (Inter croppingcoconut, banana and chili)

6,40(agak masam)

13 79 4 4 Lempung berdebu

5 Hortikultura dan sawah (Ricefield and horticulture)

6,10(agak masam)

23 76 1 0 Lempung berdebu

6 Kebun campuran Tukur-Tukur(Tukur-tukur mixed garden)

7,71 (basa) 25 73 2 0 Lempung berdebu

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 3 September 2014, Hal. 223 - 235

tertinggi yaitu kebun campuran kelapa, pala dancoklat sebesar 34% serta kebun murni jeruksebesar 30%. Kandungan debu yang paling tinggiyaitu kebun tumpangsari kelapa, pisang, cabedengan nilai 79% dan kebun campuran kelapa-pisang dengan nilai 76%. Tekstur tanah kebuncampuran kelapa, pala, coklat memiliki per-bandingan liat dan debu yang paling kecil, artinyabahwa pada pola ini kemampuan menyerap airnyalebih baik. Pada penggunaan lahan lainnyaperbandingan liat dan debunya cenderung lebihbesar.

Kondisi tanah masam pada kebun murni, kebuntumpangsari dan hortikultura diprediksi akibat ba-nyaknya ion Al yang memfiksasi P yang mem-pengaruhi perkembangan mikroorganisme. PadapH yang terlalu masam, unsur P sulit diserap olehtanaman karena difiksasi oleh Al (Hardjowigeno,2007). Selain itu jenis tanaman pada lahanhortikultura merupakan jenis-jenis tanaman yangbanyak mengambil bahan organik melalui penye-rapan unsur hara tanah ketika memproduksi buah.Secara umum bahan organik dapat memeliharaagregasi dan kelembaban tanah, penyediaan energibagi organisme tanah serta penyediaan haratanaman. Bahan organik memiliki fungsi produktifyang mendukung produksi biomassa tanaman danfungsi protektif sebagai pemelihara kesuburan ta-nah dan stabilitas biotik tanah (Widyasunu, 2002).

Kondisi tanah yang dapat mempertahankan pHyang netral juga dihasilkan oleh kebun campurankelapa dan pisang, sehingga kebun campuranmerupakan pola yang dapat menjaga stabilitaskandungan unsur hara tanah. Nilai pH tanah adalahnilai yang menunjukkan sifat kemasaman ataualkalinitas tanah. Nilai ini menunjukkan banyaknyakonsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam fase cairantanah. Semakin tinggi kadar ion H+ maka tanahsemakin masam (Departemen Kehutanan, 2006).Nilai pH tanah sangat penting untuk menentukankemudahan penyerapan unsur hara oleh tanaman.

Selain itu pada pH yang terlalu rendah menye-babkan unsur hara mikro menjadi mudah larut dantersedia dalam tanah. Unsur mikro dalam jumlahyang berlebih dalam tanah dapat menjadi racun bagitanaman. Tanah yang terlalu masam dapat dine-tralkan atau dinaikkan pH-nya dengan menambah-kan kapur dalam tanah, sedangkan pada tanah basadapat diturunkan pH-nya dengan penambahanbelerang.

Berdasarkan klasifikasi USDA (1998) tipe tanahutama pada kawasan Lolobata adalah Tropepts danRendolls (Dirjen PHKA, 2012). Tropeptsmerupakan bagian dari tanah Inseptisol yanghangat atau panas terus-menerus. UmumnyaInseptisol adalah tanah dengan horisonpengubahan atau pemusatan yang berciripedogenik tetapi tanpa akumulasi material yangmengalami pemindahan selain karbonat atau silika(Foth, 1994).

Rendolls adalah tanah yang berwarna gelap,kejenuhan basah lebih dari 50%, memilikikandungan bahan organik lebih dari 1%, dibawahnya terdapat batuan kapur (DepartemenKehutanan, 2006). Padanan Redolls pada sistemklasifikasi tanah berdasarkan pengategorian pakartanah antara lain adalah Redzina, Chernozem,Brunizem dan Mollisol.

Peran dan fungsi satwa pada suatu ekosistemamatlah penting karena satwa merupakan mahlukyang diciptakan sebagai penyeimbang siklusekosistem dalam rantai makanan dan membantudalam proses permudaan secara alamiah. Satwamerupakan binatang yang masih mempunyai sifat-sifat liar, mempunyai peranan yang penting dalamkeseimbangan ekosistem di suatu wilayah(Achmad, 2011). Secara keseluruhan satwa yangdiketahui melakukan aktivitas pada lahan garapanmasyarakat yaitu sekitar 39 jenis avifauna, lima jenismamalia, tujuh jenis reptilia, dua jenis amfibi danselebihnya serangga serta satwa air lainnya.

Keberadaan satwa khususnya burung padalahan masyarakat memberi gambaran mengenaistabilitas sebuah ekosistem kawasan penyanggataman nasional. Hal ini terlihat dari perbedaan jenisburung yang dijumpai pada tipe penggunaan lahantiap desa, sebanyak 31 jenis avifauna dan limamamalia ditemukan pada pola kebun campuran.Namun terdapat beberapa jenis yang hanyaditemukan dan dominan pada penggunaan lahantertentu (Tabel 4).

Kawanan srigunting jambul rambut () dan srigunting lencana ( )

banyak dijumpai pada lahan kebun campuran dankebun murni kelapa di Desa Pekaulang. Dominasikebun kelapa disinyalir merupakan faktor utamakehadiran satwa tersebut, sebab srigunting meru-pakan salah satu avifauna yang sangat menggemari

D. Habitat Satwa

Dicrurushottentottus D. bracteatus

229Tipologi Penggunaan Lahan oleh Masyarakat pada Zona Penyangga Taman Nasional ... (Lis Nurrani )et al.

Tabel 4. Distribusi dan penyebaran jenis satwa pada lokasi penelitian.Table 4. Distribution and deployment wildlife species on research sites.

230JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 3 September 2014, Hal. 223 - 235

231

serangga sebagai pakan. Di sisi lain serangga cen-derung senang hinggap pada kelapa untuk meng-isap saripati bunga yang baru mekar, selain itukelapa juga mengeluarkan aroma wangi dan manis.

Bidadari halmahera ( ) merupa-kan burung endemik Maluku Utara yang teramatisecara audio pada penggunaan lahan kebuncampuran di Desa Pekaulang. Satwa ini memilikisuara nyanyian sangat khas dan merupakan jeniscenderawasih sejati yang tersebar paling barat dariPulau Papua. Jenis ini hanya ditemukan di PulauHalmahera dan Pulau Bacan. Burung ini merupa-kan satwa utama yang dilindungi taman nasional.Pakan burung ini terdiri dari serangga, artropodadan buah-buahan (palem merah).

Keberadaan burung bidadari hanya diketahuidari suara kicauan, namun sulit untuk didokumen-

Semioptera wallacei

tasikan karena jenis ini sangat sensitif dan perge-rakannya sangat cepat. Burung ini mengindi-kasikan bahwa ekosistem kawasan penyanggacenderung masih baik karena karakteristik dan sifatburung cenderawasih ini amat peka terhadapperubahan habitat. Bidadari halmahera merupakanjenis burung yang sangat sulit dijumpai padakawasan TNAL, umumnya satwa ini dijumpai padakawasan yang masih belum mengalami gangguan.Keberadaan dua marga monotipe burung cendera-wasih yaitu dan

merupakan fakta adanya pengaruhelemen Papua di Kepulauan Maluku (Monk ,2000).

Pengaruh karakteristik penggunaan lahanterhadap kehadiran satwa juga dapat dilihat padakeberadaan burung bondol, mandar dan gosong.

Semioptera wallacei Lycocoraxpyrrhopterus

et al.

Tipologi Penggunaan Lahan oleh Masyarakat pada Zona Penyangga Taman Nasional ... (Lis Nurrani )et al.

Jenis mandar dan burung bondol umumnyaditemukan pada dataran rendah seperti daerah rawadan lahan persawahan masyarakat. Jenis gosong ke-lam ( memerlukan habitatalamiah yang belum terganggu. Gosong kelammerupakan penghuni pola kebun campuran Tukur-Tukur, avifauna ini sangat sensitif terhadap aktivitasgangguan khususnya perusakan habitat, terutamaketika akan bertelur. Perilaku unik burung gosongsaat bertelur adalah menggunakan sarang secarakontinu, namun akan ditinggalkan bila telahmengalami gangguan.

Sensitivitas juga terlihat saat peng-ambilan data di lapangan, avifauna ini teridentifikasisaat beraktivitas pada lantai hutan. Ketika tersadarkarena mendengar langkah kaki peneliti seketika itujuga burung ini berlari sangat kencang, bahkan da-lam sekejap satwa tersebut sudah tidak terlihat.Habitat gosong kelam pada pemukiman Tukur-Tukur mengindikasikan bahwa penggunaan lahandi wilayah ini masih sangat baik.

Keberadaan kakatua putih ( ) danrangkong ( ) di Tukur-Tukurmengindikasikan masih baiknya kualitas kawasanpenyangga di wilayah ini. Rangkong dan jenisburung paruh bengkok ukuran besar gemarmelakukan aktivitas pada tajuk menengah hinggaka-nopi pohon. Berdasarkan pengamatan dilapangan, kakatua putih dan rangkong cenderungsenang mencari makan berupa buah dan saripatibunga serta bermain pada pohon-pohon yang ber-diameter besar dan tinggi. Selain itu ketika musimkawin kedua jenis avifauna ini membutuhkanpohon tinggi untuk membuat sarang guna meng-hindari serangan predator.

Persamaan mendasar antara Desa Bangul danDesa Tutuling Jaya adalah mudahnya dijumpaijenis-jenis burung mandar dan bondol di wilayahini. Adanya lahan persawahan merupakan sumberbagi bondol rawa ( ), bondol taruk( ), mandar maluku (

), mandar besar ( ) danmandar gendang ( ) untuk mencarimakan. Karakteristik burung mandar yang senangmencari makan berupa molusca dan cacing padadaerah berlumpur serta ketersediaan pakan burungbondol berupa biji-biji padi membuat keduaavifauna ini dominan pada kedua desa tersebut.

Sebanyak 39 jenis burung yang teramati padapola penggunaan lahan di lokasi penelitianmerupakan bagian dari 213 jenis burung yang telah

Megapodius freycinet)

M. freycinet

Cacatua albaRhyticeros plicatus

Lonchura malaccaLonchura molucca Gymnocrex

plumbeiventris Porphyrio porphyrioHabroptila wallacii

tercatat di Pulau Halmahera. Menurut Poulsen(1999) sebanyak 126 jenis merupakan burungpenetap, 26 jenis endemik Maluku Utara dan empatjenis endemik Halmahera di mana satu di antaranyaadalah .

Jenis mamalia seperti rusa ( ) danbabi hutan ( ) juga dapat menjadi indikatoruntuk mengukur kualitas suatu habitat terkait baik-buruknya sebuah ekosistem. Kehadiran rusa danbabi pada penggunaan lahan kebun campuran jugamengindikasikan kondisi wilayah penyangga yangmasih baik, karena perilaku rusa yang cukupsensitif pada perubahan fungsi lahan. Beberapajenis satwa yang juga teridentifikasi yaitu tikus,kelelewar, ular sanca, biawak, kupu-kupu, satwa airseperti belut dan udang sungai.

Pola penggunaan lahan memiliki keterkaitanekologis dengan keberadaan jenis satwa, karenasatwa khususnya avifauna sangat tergantung padaketersedian pakan yang ada pada penggunaanlahan. Variasi penggunaan lahan akan berimplikasipada sebaran jenis-jenis burung sebab beragam-nya jenis pakan yang disediakan oleh penggunaanlahan tersebut.

Hutan Lolobata mendukung kehidupan jenis-jenis mamalia besar antara lain rusa, babi hutan,kelelawar ( sp.) dan kuskus halmahera

Rusa dan babi hutan merupakanjenis introduksi (Poulsen , 1999) yang seringdiburu oleh masyarakat untuk keperluan konsumsidan hewan peliharaan. Daging rusa biasanya diolahmenjadi dendeng dan dijual dengan harga Rp20.000-Rp 25.000 per lembar (± 2 kg). Masyarakatjuga seringkali memperdagangkan rusa yang masihhidup dengan harga jual berkisar antara Rp500.000-Rp. 1.200.000 per ekor.

Babi hutan biasanya dijual dalam kondisi hidup,harga babi muda berkisar antara Rp 200.000-Rp500.000 sedangkan babi dewasa berkisar antara Rp750.000-Rp 1.000.000. Kuskus halmahera ataukuso (sebutan masyarakat Halmahera) juga seringdiburu untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu olehmasyarakat sangat tinggi, beberapa jenis yang di-

et al.

H. wallaciiCervus timorensis

Sus scrofa

Fooradoxous(Cuscus ornatus).

et al.

E. Potensi Pemanfaatan Sumber PlasmaNutfah

Sumber Protein Hewani

SumberPangandanObat-obatanTradisional

1.

2.

232JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 3 September 2014, Hal. 223 - 235

manfaatkan oleh masyarakat antara lain rotan,( ) sagu ( ), pala( ), pandan ( sp.), talas( sp.) dan tumbuhan obat. Rotan, daunpandan dan daun dimanfaatkan sebagai bahanbaku kerajinan, pembungkus serta atap rumah.Sagu dan talas digunakan sebagai bahan makanantradisional pengganti karbohidrat oleh masyarakatsuku asli Pulau Halmahera.

Zona penyangga Lolobata menjadi sumberpemanfaatan plasma nutfah bagi masyarakat yangbermukim di sekitarnya. Daerah ini menjadi sumbertumbuhan obat bagi masyarakat suku TogutilTukur-Tukur, Tutuling Jaya dan Toboino(Totodoku) di Kabupaten Halmahera Timur.Masyarakat suku Togutil memanfaatkan sebanyak49 jenis tumbuhan obat sebagai bahan obattradisional (Karim 2006). Pemanfaatantumbuhan sebagai bahan obat merupakan tradisiturun-temurun yang sudah sejak lama dipraktekkanoleh masyarakat suku Togutil.

Ketergantungan masyarakat terhadap kayusangat besar bagi pemenuhan kebutuhan hidup. Halini dapat dilihat dari bahan utama perumahan yanghampir semuanya menggunakan kayu. Zonapenyangga Lolobata merupakan sumber penghasilbahan baku kayu bagi masyarakat, pengambilankayu tidak hanya terbatas pada pemenuhankebutuhan pribadi, namun telah mengarah untuktujuan komersial. Untuk wilayah-wilayah tertentuTNAL telah memberikan toleransi terhadapmasyarakat dalam mengambil kayu yang terbataspada kepentingan pembuatan dan renovasi peru-mahan, di mana pengambilan kayu pun terbataspada zona-zona tertentu saja.

Hal tersebut dilakukan untuk meminimalkankonflik dengan masyarakat yang telah ada sebelumadanya penetapan kawasan TNAL. Tindakan inidiharapkan menjadi solusi yang akan berdampakpada berkurangnya eksploitasi kayu untuk ke-pentingan komersial yang masih dipraktekkan olehmasyarakat di sebagian besar wilayah TNAL.Bahkan berdasarkan hasil wawancara dan temuan dilapangan diketahui bahwa beberapa kelompokmasyarakat menjadikan penebang kayu sebagaimata pencaharian utama ataupun pekerjaan sam-pingan. Cara hidup tradisional disertai mahalnyabahan bakar minyak menyebabkan penggunaankayu sebagai bahan bakar masih sangat populer di

wokaLivistonia rotundifolia , Metroxylon saguMyristica frag-rans PandanusXanthosoma

woka

et al.,

3. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

kalangan masyarakat. Biasanya masyarakatmenggunakan sebanyak 2-3 ikat/penggal selamatiga hari, sedangkan pada perayaan hari tertentu se-perti hari raya dan acara hajatan penggunaan kayubakarpun menjadi meningkat.

Zona penyangga Lolobata juga menjadi sumberpenghasil buah-buahan dan sayuran bagi masya-rakat. Sebagai tumbuhan penghasil kebutuhanserat manusia, sayuran digunakan untuk konsumsikebutuhan hidup sehari-hari. Tidak jarang bebe-rapa jenis sayuran seperti rebung bambu (sp), kangkung ( ), daun kasbi( ), daun batatas ( )dan daun paku ( sp.) diperjualbelikan olehmasyarakat. Masyarakat juga seringkali me-manfaatkan buah-buahan seperti langsat (

) dan rambutan ( )yang tumbuh pada daerah peyangga kawasan.Selain untuk dikonsumsi sendiri dalam skala rumahtangga, umumnya buahbuahan diperdagangkan dipasar tradisional.

Zona penyangga Lolobata terbagi menjadi tigajalur yaitu jalur hijau yang berada pada jarak 0-5,5km dari batas kawasan, jalur interaksi pada 2,5-8km dan jalur budidaya pada 5,5-12 km. Jalur hijauterdiri dari hutan lindung dan hutan produksi ter-batas, jalur interaksi terdiri dari pola pemanfaatanlahan kebun campuran, kebun murni dan kebuntumpangsari, sedangkan jalur budidaya terdiri daripola pemanfaatan lahan kebun tumpangsari, hutanrakyat, hortikultura, sawah dan pemukiman pen-duduk. Pola kebun campuran merupakan polayang paling ideal di zona penyangga Lolobata,ditinjau dari konservasi biologi lahan, penggunaanlahan dan banyaknya perjumpaan jenis avifauna.

Penggunaan lahan kebun campuran sebaiknyalebih disosialisasikan kepada masyarakat sehinggapola ini lebih banyak diterapkan, demi terjaganyaekosistem lahan dan kawasan taman nasional.Mengembangkan konsep dan hutan ke-masyarakatan mengingat kurangnya adopsi ilmu

4. Sumber Buah-buahan dan Sayuran

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

BambusaIpomoea reptans

Mannihot utilisima Ipomoea batatasPterophyta

Lansiumdomesticum Nephelum lappaceum

agroforestry,

233Tipologi Penggunaan Lahan oleh Masyarakat pada Zona Penyangga Taman Nasional ... (Lis Nurrani )et al.

dan teknologi pola ini khususnya pada jalur inter-aksi. Hal ini penting sebab fungsi jalur interaksisebagai tempat konservasi tumbuhan bernilaiekonomi dan ekologi. Diperlukan adanya penyuluh-an dan pelatihan bagi masyarakat setempat tentangteknologi pengolahan pascapanen atas hasil-hasilproduksi pemanfaatan lahan untuk meminimalkankerusakan hasil panen sebelum pemasaran agar nilaijual hasil produksi lebih tinggi.

Achmad, A. (2011).(Cetakan-1). Surabaya: Brilian

Internasional.

Arsyad, S. (1989). . Bogor:

Institut Pertanian Bogor Press

Asdak, C. (2004).. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata. (2010).

. Ternate: DirektoratJenderal Perlindungan Hutan dan KonservasiAlam.

Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata. (2011).

(Bagian 1). Sofifi: Balai Taman NasionalAketajawe Lolobata bekerjasama denganBurung Indonesia Program Halmahera.

Beckman, S. (2004).

(Program Acicis).Malang: FISIP Universitas MuhammadiyahMalang.

Bismark, M. & Sawitri, R. (2007). Pengembangandan pengelolaan daerah penyangga daerahkonservasi (pp. 1-11).

Bogor:Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam.

Coates, B.J. & Bishop, K.D. (2000).

. Bogor: Bird LifeInternasional Indonesian Programme andDove Publication.

DAFTAR PUSTAKA

Rahasia ekosistem hutan BukitKapur

Konservasi tanah dan air

Hidrologi dan pengelolaan daerahaliran sungai

Buku statistik Taman Nasional AketajaweLolobata tahun 2010

Sekilas Taman Nasional Aketajawe Lolobata

Mencari keseimbangan pengelolaaninteraksi antara masyarakat dan kawasan TamanNasional Alas Purwo

Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Konservasi dan Rehabilitasi Sum-berdaya Hutan, Padang 20 September 2006.

Panduan lapanganburung-burung di kawasan Wallacea: Sulawesi,Maluku dan Nusa Tenggara

.

Departemen Kehutanan. (2006).. Makassar: Balai Litbang

Teknologi Pengelolaan DAS IndonesiaBagian Timur.

Dirjen PHKA. (2012).. Jakarta: Direktorat Jenderal

Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.Diunduh dari www.dephut.go.id.(3 Januari2013).

Foth, H.D. (1994). (Edisi-6).S. Adisoemarto, Trans. Jakarta: Erlangga.

Hardjowigeno, S. (2007). (Edisi Baru,Cetakan-6). Jakarta: Akademika Pressindo.

Karim, K.A., Thohari, M., & Sumardjo. (2006).

, (3), 1-12.

Kartasapoetra, G., Kartasapoetra, A.G., & Sutedjo,M.M. (2000).Jakarta: Rineka Cipta.

Monk, K.A., Fretes, Y. D., & Lilley, G.R. (2000).(Seri Eko-

logi Indonesia BukuV). Jakarta:Prenhallindo.

Nurrani, L., Halidah, Tabba, S., & Patandi, S.N.(2012). Karakteristik kualitatif tipepenggunaan lahan di zona peyangga TamanNasional Aketajawe Lolobata.

, (2), 227-244.

Nurrani, L., Mayasari, A., Tabba, S., Asmadi, N., &Mamonto, R. (2012).

. (Laporan HasilPenelitian). Manado: Balai PenelitianKehutanan Manado. (Tidak diterbitkan).

Poulsen, M.K., Lambert, F.R., & Cahyadin, Y.(1999).

Bogor: Departemen Kehutanan,Bird Life International IndonesianProgramme dan Loro Parque Fundacion.

Setyawati, T. & Bismark, M. (2002). Prioritaskonservasi keanekaragaman tumbuhan diIndonesia.

(2), 131-144.

Glossar ypengelolaan DAS

Taman Nasional AketajaweLolobata

Dasar-dasar ilmu tanah

Ilmu Tanah

. MediaKonservasi XI

Teknologi konservasi tanah dan air.

Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku

JurnalPenelitian Kehutanan Wallacea 1

Kajian sosial ekonomipemanfaatan lahan di kawasan penyangga TamanNasional Aketajawe Lolobata

Evaluasi terhadap usulan TamanNasional Lalobata dan Aketajawe dalam konteksprioritas konservasi keanekaragaman hayati diHalmahera.

Buletin Penelitian dan PengembanganKehutanan 3

Pemanfaatan keanekaragaman genetiktumbuhan oleh masyarakat Togutil di sekitarTaman Nasional Aketajawe Lolobata

234JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 3 September 2014, Hal. 223 - 235

Simanjuntak, R. (2012, 24 November). Kebijakanpengelolaan taman nasional dan masyarakatadat p. 18.

Suharjito, D., Khan, A., Djatmiko, W.A., Sirait,M.T., & Evelyna, S. (2000).

.Yogyakarta: FKM-Ford Foundation danAditya Media.

United State Department of Agriculture. (1998).(Eight ed.). Washington

D.C.: NRCS-USDA.

. Harian Maluku Utara Post,

Karakteristikpengelolaan hutan berbasiskan masyarakat

Keys to soil taxonomy

Widyasunu, P. (2002).. Makalah pendidikan

dan pelatihan pupuk terpadu, FakultasPertanian, Universitas Jenderal Soedirman,Purwokerto.

Wiratno. (1994). Taman Nasional Gunung GedePangrango menuju pengelolaan sebagaibiosphere reserve.

(1993/1994), 3-7.

Manfaat pupuk organik bagipertanian berkelanjutan

Majalah KehutananIndonesia 12

235Tipologi Penggunaan Lahan oleh Masyarakat pada Zona Penyangga Taman Nasional ... (Lis Nurrani )et al.