tinjauan yuridis tindak pidana pelaku penipuan …
TRANSCRIPT
TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PELAKU PENIPUAN
DENGAN MODUS OPERANDI HIPNOTIS
(Studi Kasus Kecamatan Rajeg Tangerang)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah
satu persyaratanmemperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
YENI SEPTIANI
11140450000069
PROGRAM STUDI JINAYAH (HUKUM PIDANA ISLAM)
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 M / 2018 H
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Yeni Septiani, NIM 11140450000069. TINJAUAN YURIDIS PELAKU
TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN MODUS OPERANDI HIPNOTIS
(Study Kasus Rajeg Tangerang). Skripsi Program Studi Hukum Pidana Islam,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta. 1439H/2018M.
Salah satu bentuk tindak pidana yang sangat marak terjadi di masyarakat
yaitu penipuan. Penipuan bisa terlaksana cukup dengan bermodalkan kemampuan
berkomunikasi agar korban menuruti semua perintah pelaku, baik melalui
serangkaian kata bohong ataupun fiktif sebagaimana dalam pasal-pasal yang
terdapat dalam KUHP, Pasal 378 jo Pasal 89 KUHP. Pasal 378 KUHP. Salah satu
dari kejahatan tersebut yang sangat banyak terjadi dalam masyarakat pada saat
sekarang ini adalah hipnotis.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk tindak pidana
pelaku penipuan dengan modus operandi hipnotis. Agar dapat mengetahui
bagaimana penyelesaian hukum tindak pidana penipuan dengan menggunakan
modus operandi hipnotis yang akhir-akhir ini sangat marak terjadi di masyarakat.
Serta dapat menganalisa sanksi hukum terhadap pelaku tindak pidana penipuan
dengan modus operandi hipnotis. Dalam metode penelitian, penulis menggunakan
Jenis penelitian yuridis normatif. Metode pendekatan yuridis normatif dalam
penelitian ini adalah meneliti bahan-bahan kepustakaan seperti buku, jurnal, surat
kabar, internet dan bahan kepustakaan lainnya yang berhubungan dengan skripsi
ini. dan juga melihat kasus-kasus yang berkembang di masyarakat sebagai bahan
pelengkap. Adapun teknik pengumpulan data dalam penulisan ini menggunakan
teknik studi pustaka (Library Research). Berupa jurnal, buku, peraturan
perundang-perundangan, internet dan sumber lainnya yang berhubungan dengan
skripsi ini. Sumber data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder.
Adapaun teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif untuk menemukan
jawaban secara ilmiah.
Hasil penelitian menunjukan bahwa hipnotis adalah suatu ilmu yang
bermanfaat bagi manusia, terutama dalam hal hipnoteraphy Setiap sesuatu hukum
asalnya adalah dibolehkan. Namun, harus pula dilihat niat awalnya, cara atau
metode pemakaiannya, dan tujuannya. sedangkan hukum tindak pidana dengan
menggunakan modus operandi hipnotis, jika dilihat dari unsur-unsur terjadinya,
sanksi hukumnya sama halnya dengan tindak pidana penipuan pasal 378 KUHP.
Keyword: Penipuan, bermodus Hipnotis
Dosen Pembimbing: Dr.Alfitra, S.H.,M.Hum.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah wasyukurillah, segala puja dan puji syukur penulis
panjatkan kehadiran Allah SWT. Dengan kuasa-Nya kita dapat bernafas, bergerak
dan berfikir dengan kenikmatan yang indah. Dengan penuh keikhlasan, penulis
bersyukur atas nikmat yang telah diberikan. Alhamdulillah Allah SWT telah
memberikan kita potensi berfikir, bertindak, berusaha, dan berjuang.
Sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada baginda Rasulillah
Muhammad SAW. Nabi yang telah membawah umat islam dari jaman Jahiliyah
menuju zaman Islamiyah yang seperti sekarang ini. Kesejahteraan dan
keselamatan semoga selalu tercurahkan untuknya, para keluarga, seluruh sahabat
dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah, penulis panjatkan kepada Allah SWT. Tidak ada
kemampuan melainkan apa yang Allah SWT telah berikan, atas ridhonya dan
kesungguhan penulis, maka penulis dapat menyelesaikan salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi dan mencapai gelar (S1) Sarjana Strata satu di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan menghasilkan karya tulis
ilmiyah dalam bentuk skripsi yang penulis angkat dengan judul: ‘’TINJAUAN
YURIDIS TINDAK PIDANA PELAKU PENIPUAN DENGAN MODUS
HIPNOTIS (Studi Kasus Kecamatan Rajeg Tangerang)’’.
Selama pembuatan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan kendala yang
dihadapi penulis, namun berkat kesungguhan hati dan kerja keras disertai
dorongan dan bantuan semua pihak. Maka semua kesulitan dan kendala itu dapat
diatasi penulis dangan baik. Oleh karena itu penulis panjatkan syukur sedalam-
dalamnya kehadirat Allah SWT dan mengucapkan terima kasih tiada hingga serta
menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang
telah membantu terselesainya skripsi ini: Dr. Alfitra S.H., M. Hum. yang dengan
tulus, ikhlas dan penuh perhatian telah membimbing, mengarahkan dan memberi
petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat yang sangat berharga pada penulis
Selanjutya ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada yang terhormat.
vii
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, A. Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bapak Dr. Asep Seapudin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berserta para pembantu Dekan.
3. Bapak Dr. H. M. Nurul Irfan M. Ag. Ketua Program Studi Hukum Pidana
Islam.
4. Bapak Nur Rohim Yunus, LL.M, Sekertaris Program Studi Hukum Pidana
Islam.
5. Ibu Dr. Isnawati Rais, MA Sebagai Dosen Penasehat Akademik yang
Telah Memberikan Bimbingan dan Arahan Kepada Penulis.
6. Bapak Dr. Alfitra S.H., M. Hum. Sebagai Dosen Pembimbing yang Telah
Memberikan Arahan dan Bimbingan Serta Saran Kepada Penulis.
7. Kepada Kedua Orang Tua Penulis Bapak H. Supri dan Ibu Hj. Hamdah
atas Semua yang Telah diberikan dan dikorbankan, Termasuk Motivasi
dan Masukan yang diberikan Keduanya Kepada Penulis Dalam
Penyelesaian Skripsi dan Studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8. Hasibudin Selaku Kakak Saya Yang Salalu Memberi Dukungan Kepada
Saya Hingga Selesai Kuliah
9. Siti Maemunah, Siti Ubaidiah, Siti Nur Laila, Siti Nur Ilmiah dan Ghofur
rurohim Yang Salalu Memberi Dukungan Kepada Saya Hingga Selesai
Kuliah.
10. Ferlin Wahyu Pangestu yang selalu membantu, memberi dukungan, dan
memotivasi dengan sepenuh hati dari awal sampai akhir dalam penulisan
skripsi.
11. Kepada Sahabatku yang Setia Menemaniku dalam Pembuatan Skripsi,
Nurma Octaviani, Agnes Fitriantika, dan Zahrati Fadhilah Taufik Saya
Ucapkan Terima Kasih yang sebanyak-banyaknya.
12. Teman-Teman Seperjuangan Hukum Pidana Islam Angkatan 2014 yang
Telah Menemani Perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT memberi mereka
balasan yang jauh lebih besar dari apa yang mereka lakukan dan berikan,
viii
khususnya kepada penulis, umumnya kepada semua pihak, baik yang
menyangkut penulisan skripsi ini atau hal lainnya.
Penulis berharap semoga skripsi ini Allah jadikan wasilah yang dapat
memberikan manfaat khususnya terhadap diri saya sendiri, umumnya bagi
pembaca sekalian.
Amin ya Rabb al-‘Alamin.
Jakarta, 29 Maret 2018
Yeni Septiani
ix
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ......................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 6
D. Review Studi Terdahulu ........................................................... 7
E. Metode Penelitian ..................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ............................................................... 12
BAB II:TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PEMIDANAAN
PELAKU PENIPUAN DENGAN MODUS OPERANDI HIPNOTIS
A. Hukum Pidana .......................................................................... 14
1. Hukum Pidana Menurut Hukum Positif ............................. 14
a. Pengertian hukum pidana positif .................................. 14
b. Tujuan hukum pidana positif ....................................... 20
c. Jenis-jenis hukum pidana positif .................................. 21
2. Hukum Pidana Menurut Hukum Islam .............................. 22
a. Pengertian Hukum Pidana Islam (Jinayah) .................. 22
b. Tujuan Hukum Pidana Islam ........................................ 23
c. Jenis-jenis Hukum Pidana Islam .................................. 25
B. Tindak Pidana ........................................................................... 26
1. Tindak Pidana Menurut Hukum Positif ............................. 26
a. Pengertian tindak pidana positif ................................... 26
b. Unsur-unsur Tindak Pidana Positif .............................. 28
2. Tindak Pidana Menurut Hukum Islam ............................... 30
x
a. Pengertian Jarimah ....................................................... 30
b. Unsur-Unsur Jarimah ................................................... 33
C. Tindak Pidana Penipuan ........................................................... 34
1. Tindak Pidana Penipuan Menurut Hukum Positif ............. 34
a. Pengertian Tindak Pidana Penipuan ............................. 34
b. Unsur-unsur Tindak Pidana Penipuan Perseptif Hukum
Pidana Positif................................................................ 37
2. Tindak Pidana Penipuan Menurut hukum Islam ................ 46
a. Pengertian Tindak Pidana Penipuan ............................. 46
b. Unsur-unsur tindak pidana Penipuan dalam
Hukum Islam ................................................................ 47
D. Tinjauan Umum Tentang Modus Operandi Hipnotis ............... 48
1. Pengertian Modus Operandi ............................................... 48
2. Pengertian Hipnotis ............................................................ 48
BAB III:ASPEK HUKUM DAN PENGARUH TINDAK PIDANA
PENIPUAN DENGAN MODUS OPERANDI HIPNOTIS
A. Tindak Pidana Penipuan Bermodus Operandi Hipnotis ........... 53
B. Upaya-upaya yang dilakukan dalam menanggulangi tindak
pidana Penipuan dengan modus Operandi Hipnotis ................ 56
BAB IV:TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN MODUS OPERAN
DI HIPNOTIS
A. Analisis Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Penipuan Dengan
Modus Operandi Hipnotis ...................................................... 59
1. Bentuk-bentuk Penyalahgunaan Hipnotis ........................ 59
B. Mekanisme Penyelesaian Dalam Tindak Pidana Penipuan
Dengan Modus Operandi Hipnotis ........................................ 62
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 69
B. Saran ...................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 71
LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................... 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Persoalan tindak pidana merupakan gejala sosial yang senantiasa
menarik perhatian berbagi kalangan terutama bagi penegak hukum. Tindak
pidana tidak terlepas dari proses dan struktur sosial ekonomis yang tengah
berlangsung dan mengkoordinasikan bentuk-bentuk setiap prilaku warga
masyarakat. Di mana yang merupakan salah satu dinamika sosial yang
menjadi latar belakang perbuatan jahat atau tindak pidana.
Salah satu bentuk kejahatan yang sangat marak terjadi di masyarakat
yaitu penipuan. Penipuan bisa terlaksana cukup dengan bermodalkan
kemampuan berkomunikasi yang baik sehingga seseorang dapat meyakinkan
orang lain, baik melalui serangkaian kata bohong ataupun fiktif. Sekarang ini
banyak sekali terjadi tindak pidana penipuan, bahkan telah berevolusi secara
apik dengan berbagai macam bentuk. Perkembangan ini menunjukkan
semakin tingginya tingkat intelektualitas dari pelaku kejahatan penipuan yang
semakin kompleks.
Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bila mana
tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan atau norma-norma
yang ada dalam masyarakat itu. Peraturan-peraturan ini di keluarkan dalam
suatu badan yang disebut pemerintah. Walaupun peraturan-peraturan ini telah
dikeluarkan masih ada saja orang yang melanggar peraturan-peraturan.
Terhadap orang ini sudah tentu dikenakan hukuman yang sesuai dengan
perbuatan yang di langgarnya. Di Indonesia segala pelanggaran dan kejahatan
diatur oleh hukum pidana dan dimuat dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) kitab ini terdiri atas tiga buku. Buku 1 memuat ketentuan-
ketentuan umum yaitu ketentuan-ketentuan untuk semua tindak pidana
(perbuatan yang membuatnya dapat dikenai hukuman pidana), baik yang
disebutkan dalam buku II dan buku III maupun yang disebutkan dalam
2
undang-undang lain.1 Salah satu dari kejahatan tersebut yang sangat banyak
terjadi dalam masyarakat pada saat sekarang ini adalah hipnotis.
Secara sederhana, pengertian hipnotis menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah membuat atau menyebabkan sesorang berada dalam
keadaan hipnosis, sedangkan hipnosis adalah keadaan seperti tidur karena
sugesti yang pada taraf permulaan orang itu dibawah pengaruh orang yang
memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya menjadi tidak sadar sama
sekali.2 Setiap orang mempunyai perspektif yang berbeda tentang hipnotis.
Oleh karena itu, begitu banyak pengertian hipnotis yang muncul. Mosby
Medical Encyclopedia mendefinisikan hipnosis sebagai “keadaan pasif dan
trans yang mirip dengan tidur normal ketika persepsi dan ingatan diubah,
sehingga meningkatkan ketanggapan terhadap sugesti”.3
Secara kebahasaan, hipnotis berasal dari bahasa Yunani, yaitu hypnos
yang artinya “tidur”. Dari berbagai sumber, diperoleh sedikit arti dan
perbedaan makna antara hipnotis dan hipnosis. Hipnotis sebagai teknik untuk
menguasai kesadaran orang sehingga orang tersebut tanpa sadar akan taat jika
diberi sugesti atau perintah oleh (pelaku) yang menghipnotis.4
Hypnosis merupakan hal yang akhir-akhir ini menjadi tren di Indonesia.
Penggunaannya pun mulai bervariasi, mulai dari untuk entertainment untuk
menghibur, pengobatan hypnoteraphy, sampai yang paling ekstrim adalah
kejahatan yang menggunakan hypnosis sebagai modus.
“Hypnotheraphy”adalah suatu kondisi rileks, mudah diberi sugesti
positif pada alam bawah sadarnya. Ini yang kemudian dimanfaatkan untuk
kepentingan terapi bagi penderita penyakit penyakit tertentu seperti kecanduan
rokok dan sebagainya.5 Hipnosis untuk pengobatan atau hipnosis yang baik
antara lain adalah proses hipnosis yang dilakukan untuk kepentingan ke
1 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (Bandung: PT Refika
Aditama, 2003), hlm. 4 2 S.Ananda, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Kartika, 2009).
3 Roy Hunter, Seni Hipnosis, Edisi ketiga (Jakarta : PT Indeks, 2010), hlm. 17.
4 Hamsah Hasan, Cara Dahsyat Menangkal Hipnosis (Jakarta: QultumMedia, 2010),
hlm.2.
5 Josh Aldian, Hipnotis dan Kesehatan, (Jakarta : Gramedia Pustaka, 2009), hlm. 17.
3
manusiaan, semisal pengobatan, penyembuhan, terapi, motivasi, dan sugesti
yang diberikan kepada penderita, pasien, anak didik, prajurit, atau karyawan.6
Jadi, Pengertian hipnosis adalah ilmu yang mempelajari pikiran alam
bawah sadar dengan kata lain hipnosis adalah ilmunya sedangkan hipnotis
adalah sebutan orang untuk melakukan hipnosis. Namun kebanyakan orang
Indonesia menyebut hipnosis dengan kata hipnotis. Dalam mengungkap
perkara tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis membutuhkan waktu
yang lama dalam penyidikannya, karena penipuan dengan bermodus hipnotis
tidak begitu terlihat. Oleh karena itu untuk mengantisipasi dalam hal
penyidikan terhadap perkara tindak pidana dengan modus hipnotis
memerlukan koordinasi dan kerja sama terutama polri sebagai pengayom dan
perlindungan masyarakat. Penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam
KUHAP Pasal 7 ayat (1), karena kewajibannya penyidik mempunyai
wewenang: 7
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak
pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka.
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
e. Melakukan pemeriksaan dan penyit
f. aan surat.
g. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
h. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangkaatau
saksi.
i. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara.
j. Mengadakan penghentian penyidikan.
k. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Perkara tindak pidana penipuan dengan cara hipnotis di berlakukan
pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP, Pasal 378 jo Pasal 89 KUHP. Pasal
378 KUHP yakni :
“Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat
6 Hamsah Hasan, Cara Dahsyat Menangkal Hipnosis...,hlm.39.
7 Djoko Prokoso, POLRI Sebagai Penyidik Penegak Hukum,(Jakarta: Bina
Aksara,1987),hlm.70.
4
palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu kepadanya, atau
supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena
penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Dalam Pasal 89 KUHP, yakni:
“Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan
menggunakan kekerasan”.
Kejahatan yang dilakukan akibat melanggar sebuah peraturan
perundang-undangan. Akibat dari pada itu mereka harus mendapat sebuah
sanksi tegas dari negara. Sanksi tersebut dapat berupa kurungan, penjara,
denda atau pidana mati, ini sesuai dengan Pasal 10 KUHP.8
Dalam menjelankan perintah undang-undang penegak hukum selalu
menerapkan pasal-pasal pidana yang di dalamnya mengatur hal-hal apa saja
yang dilarang, yang harus dilaksanakan, dan mengatur mengenai sanksi yang
diberikan kepada setiap orang yang melanggarnya. “sanksi adalah suatu alat
pemaksa guna ditaatinya suatu kaidah, undang-undang, norma-norma hukum
akibat suatu perbuatan atau suatu reaksi dari pihak lain atas sesuatu
perbuatan.9 Jadi sanksi ini merupakan hukuman yang diberikan kepada orang
yang melanggar hukum yang telah di tetapkan baik secara tertulis atau tidak
tertulis yang berlaku kepada siapa saja yang melanggar hukum.
Sebagaimana Dalam hukum pidana dikenal asas legalitas, yakni asas
yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam
dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam undang-undang.“
Dalam bahasa latin, dikenal sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia
lege poenalli yang artinya lebih kurangnya adalah tidak ada delik, tidak ada
pidana tanpa peraturan terlebih dahulu”.10
Asas ini di masa kini lebih sering
diselaraskan dengan asas non retroaktif, atau asas bahwa peraturan perundang-
undangan tidak boleh berlaku surut. Secara mudah, asas ini menyatakan
8 Andi Hamzah, KUHP&KUHAP Cet.19 (Jakarta : Reneka Cipta,2014),hlm. 6.
9 Marwan M – Jimmy P, Kamus Hukum “ Dictionaryof law Complete Edition, Cetakan
Pertama (Surabaya : Reality Publiser, 2009) . 10
C.S.T. Kansil, Cet.II Kitab Undang-Undang: Hukum Acara Pidana (Jakarta: Pradinya
Paramita,2004)
5
bahwa tidak dipidana kalau belum ada aturannya. Syarat pertama untuk
menindak terhadap suatu perbuatan yang tercela, yaitu adanya suatu ketentuan
dalam undang-undang pidana yang merumuskan perbuatan tercela itu dan
memberikan suatu sanksi Hukum Terhadap Pelaku Kejahatan Dengan
Hypnosis.
Asas legalitas juga dikenal dalam fiqih jinayah dengan kaidah tidak ada
jarimah dan tidak ada sanksi bila tidak ada nash yang tegas mengaturnya.
Dalam kaidah lain juga dinyatakan bahwa hukuman hudud tidak bisa
diberlakukan jika tidak ada nash yang tegas menyebutkannya. Rumusan asas
legalitas juga bisa ditemukan dalam fiqih jinayah, diantaranya dikemukakan
oleh Abdul Qadir Audah
ائن الحدد سا باتا بلا اص ف جا عق لا ا تا وا س جا لا
Artinya “tidak ada delik, tidak ada sanksi jika tidak ada nash dalam
jarimah-jarimah hudud”.
Abu Zahra merumuskan konsep asas legalitas lebih singkat, yaitu
حا د ال باص لا
Artinya ”tidak ada had bila tidak ada nash”.11
Dalam Pasal 1 KUHP, menjelaskan kepada kita bahwa “Suatu
perbuatan dapat dipidana kalau termasuk ketentuan pidana menurut undang-
undang“. Didalam pasal 378 KUHP menjelaskan kepada kita bahwa orang
yang melakukan perbuatan yang ditujukan pada orang lain (menyerahkan
benda dan barang. Itu terdapat unsur-unsur objektif yang meliputi perbuatan
(menggerakkan), yang berhutang, dan menghapus piutang), dan cara
melakukan perbuatan menggerakkan dengan memakai nama palsu, memakai
tipu muslihat, memakai martabat palsu, dan memakai rangkaian kebohongan.
Unsur-unsur subjektif yang meliputi maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain dan maksud melawan hukum.
Dengan ini penulis akan menganalisis tentang bentuk-bentuk tindak
pidana penipuan dengan modus hipnotis, Dan upaya para penegak hukum
11
M Nurl Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam (Jakarta:Hamzah,2012),hlm.185-
186.
6
dalam mengahadapi suatu persoalan yang tingkat pembuktiannya sangat
komplek ini seperti apa dalam menyelesaikannya. maka penulis tertarik untuk
membahas dalam skripsi ini yang berjudul “Tinjauan Yuridis Tindak
Pidana Pelaku Penipuan dengan Modus Operandi Hipnotis (Studi Kasus
Kecamatan Rajeg Tangerang)”
B. Batasan Masalah
Merujuk kepada pembahasan diatas, penulis membatasi permasalahan
yang akan dituangkan dalam penulisan skripsi ini agar tidak terlalu luas
didalam pembahasannya. Penulis akan membahas mengenai tinjauan yuridis
tindak pidana penipuan dengan modus operandi hipnotis dalam perspektif
hukum positif dan hukum islam.
C. Rumusan Masalah
Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna, dan
mendalam maka penulis memandang permasalahan penelitian yang diangkat
perlu dibatasi variabelnya. Oleh sebab itu, penulis membatasi diri hanya
berkaitan dengan “Tindak Pidana Penipuan dengan Modus Hipnotis”. Adapun
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk-bentuk tindak pidana penipuan dengan modus
hipnotis?
2. Bagaimana upaya penyelesaian tindak pidana penipuan dengan modus
hipnotis?
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Penulis meneliti hal ini tidak lepas dari beberapa tujuan. Tujuan
tersebut adalah :
1. Untuk dapat mengetahui bentuk-bentuk tindak pidana penipuan dengan
modus hipnotis.
2. Untuk dapat mengetahui penyelesaian tindak pidana penipuan dengan
modus hipnotis.
Sedangkan manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini diharapkan
menjadi bahan informasi dan memberikan khazanah pengetahuan tentang
masalah tindak pidana dengan modus hipnotis terutama bagi wanita-wanita
7
karena kita tahu bahwa korban dari hipnotis itu sendiri kebanyakan dari kaum
hawa. Dan bagi penegak hukum diharapkan dapat memberikan jalan keluar
agar penipuan dengan modus hipnotis dapat di selesaikan dengan jalur hukum
yang seadil-adil
E. Review Studi Terdahulu
No Nama Judul Temuan
1. Bhakti Prasetyo pada
Tahun 2011
Sanksi hukum
terhadap pelaku
kejahatan dengan
hipnotis
Sanksi hukum terhadap pelaku
kejahatan hypnosis adalah berupa
pidana pokok berupa pidana
penjara dan pidana tambahan
berupa perampasan barang
tertentu serta membayar biaya
perkara bagi pelaku tersebut.
Sedangkan untuk barang milik
korban yang masih tersisa akan
dikembalikan kepada korban.
Besaran pidana penjara yang
dijatuhkan variatif antara satu
hakim dengan hakim yang lainya
tetapi mempunyai kesimpulan
yang sama yaitu para pelaku
kejahatan hypnosis ini telah
melanggar hukum menggunakan
hypnosis untuk melakukan
kejahatan dengan tujuan
menguntungkan diri sediri dan
orang lain dengan melawan hak
mengakibatkan merugikan orang
lain. Kendala-kendala yang
dihadapi oleh penegak hukum
khususnya oleh Penyidik
8
Kepolisian adalah masalah pasal
yang dipersangkakan terhadap
tersangka dalam kehajatan
Hypnosis ini, karena dalam
KUHP kita saat ini belum ada
satupun pasal khusus yang unsur-
unsur perbuatannya sesuai dengan
fakta yang terjadi sesungguhnya.
Penggunaan pasal yang saat ini
digunakan oleh penegak hukum
untuk menjerat pelaku dipilih dari
salah satu pasal dalam KUHP kita
dengan cara melakukan
pendekatan yang diambil oleh
penyidik berkoordinasi dengan
Jaksa penuntut umum dan Hakim
serta menggandeng akademsi atau
pakar hukum pidana.
2. Septyyo Dwi Putera
pada Tahun 2015
Tinjauan Kriminologis
Kejahatan Penipuan
Dengan Cara
Hipnotis (Studi Kasus
Bandara Sultan
Hasanuddin Kota
Makassar)
faktor-faktor penyebab terjadinya
kejahatan penipuan dengan cara
hipnotis meliputi: faktor ekonomi
sebagai faktor utama, faktor
lingkungan,faktor kesempatan dan
faktor pendidikan.
Upaya-upaya penanggulangan
kejahatan penipuan dengan cara
hipnotis dapat dilakukan adalah
dengan upaya pre-emtif, seperti :
Memberikan penyuluhan hukum
kepada masyarakat, menyebarkan
informasi berupa tulisan yang
9
dapat dibaca oleh semua orang,
pengawasan dan pemeriksaan
yang ketat oleh pihak kepolisian
terhadap semua pengunjung yang
berada di bandara, serta
melakukan pengumuman secara
langsung dibandara yang
dimaksudkan agar dibandara yang
dimaksudkan agar terus berhati-
hati dan waspada. Dan upaya
represif yaitu langsung diproses
dan dijatuhi hukuman sesuai
dengan pasal dan undang-undang
yang berlaku untuk memberikan
efek jera terhadap pelaku.
3. Roni Arie
Afandi,Uning
Pratimaratri,Yetisma
Saini
Pelaksanaan
penyidikan tindak
pidana penipuan
dengan cara hipnotis
di polresta Padang
pelaksanaan penyidikan tindak
pidana penipuan dengan cara
hipnotis di Polresta Padang adalah
dengan adanya laporan yang
diterima oleh pihak Kepolisian
dan dicantumkan dalam Berita
Acara Pemeriksaan (BAP) dan
dilakukan pemeriksaan
penangkapan terhadap tindak
pidana. Dalam penangkapan
petugas disertai dengan surat
perintah penangkapan, dengan
kata lain penyidikan merupakan
pengumpulan bukti dan bahan-
bahan yang jelas tentang sebuah
kejahatan guna untuk menemukan
10
tersangkanya. kendala-kendala
yang ditemui penyidik dalam
melakukan penyidikan perkara
tindak pidana penipuan dengan
cara hipnotis di Polresta Padang,
dimana dalam perkara tindak
pidana adalah persoalan
pembuktian. Pihak Kepolisian
yang melakukan penyidikan
tentang tindak pidana ini harus
memiliki sebuah bukti yang kuat.
Adanya pembuktian pada saat
tertangkap keterangan tersangka
belum bisa dijadikan pedoman,
terus bukti yang lemah atau tidak
ada yang menjadikan penyidik
masih kurang alat bukti dan
sulitnya keterangan saksi untuk
mendapatkan bukti karena korban
merupakan saksi pada tindak
pidana didalam kasus hipnotis.
Ketiga skripsi di atas, meskipun ada kemiripan dengan skripsi yang
saya teliti namun berbeda secara prinsip dan pembahasannya. Skripsi ini
membahas tentang bagaimana bentuk-bentuk tindak pidana penipuan
bermodus operandi hipnotis yang dikaji dari hukum positif dan hukum islam
beserta bagaimana upaya penyelesaian tindak pidana penipuan dengan modus
operandi hipnotis.
F. Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metode
11
penelitian berfungsi untuk mengemukakan secara teknis tentang metode-
metode yang digunakan dalam sebuah penelitian. Berikut adalah metode
penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis
penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian
hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder belaka.12
Normatif atau yuridis yaitu hukum diidentifikasikan
sebagai norma peraturan atau undang-undang (UU). Metode pendekatan
yuridis normatif dalam penelitian ini adalah meneliti bahan-bahan
kepustakaan seperti buku, jurnal, surat kabar, internet dan bahan
kepustakaan lainnya yang berhubungan dengan skripsi ini dan juga
melihat kasus-kasus yang berkembang di masyarakat sebagai bahan
pelengkap.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penulisan ini menggunakan teknik
studi pustaka (Library Research). Berupa jurnal, buku, peraturan
perundang-perundangan, internet dan sumber lainnya yang berhubungan
dengan skripsi ini.
3. Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan dua jenis sumber data yaitu primer dan skunder:
a. Sumber data primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah peraturan
perundang-undangan, Al-qur’an, hadits dan wawancara terhadap para
korban tindak pidana penipuan dengan modus operandi hipnotis yang
berhubungan dengan skripsi ini. Diantaranya: Siti Humairoh Awalia,
Yulia Rahma, Ramaza Riska, Fadel Premeldy, Isqi Rahmah dan
Mukhlish.
12
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1990), hlm. 13.
12
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
diantaranya berupa buku, kitab, jurnal, surat kabar, dan internet dan
sumber lain yang berhubungan dengan skripsi ini.
4. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan penulis
adalah analisis kualitatif untuk menemukan jawaban secara ilmiah.
5. Teknik Penulisan
Adapun teknik dalam penulisan ini, sesuai pedoman penulisan
skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2017.
F. Sistematika Penulisan
Penulis menyusun dan membagi isi skripsi ini ke dalam lima bab yang
kelimanya memiliki beberapa sub bab agar mempermudah pembaca dalam
memahami isi skripsi ini. Adapun sistematika penulisan dari skripsi ini adalah
sebagai berikut:
Bab pertama, yang berjudul pendahuluan, bab ini meliputi latar belakang
masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, review
kajian terdahulu, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua, yang berjudul tinjauan umum tentang konsep pemidanaan
pelaku penipuan dengan modus operandi hipnotis, bab ini membahas teori dan
konsep tindak pidana penipuan dengan modus operandi hipnotis, tujuan, jenis-
jenis, dan unsur-unsur tindak pidana penipuan bermodus operandi hipnotis
menurut hukum positif dan hukum islam.
Bab ketiga, yang berjudul aspek hukum dan pengaruh tindak pidana
penipuan dengan modus operandi hipnotis, bab ini akan membahas tentang
fenomena dan upaya-upaya yang dilakukan dalam menanggulangi tindak pidana
penipuan bermodus operandi hipnotis.
Bab keempat yang berjudul Analisis tindak pidana penipuan dengan modus
operandi hipnotis yang berisi analisis tentang bentuk-bentuk tindak pidana
penipuan dengan modus operandi hipnotis perspektif hukum positif dan hukum
13
islam dan mekanisme dalam penyelesaian tindak pidana penipuan dengan modus
operandi hipnotis
Bab kelima adalah penutup yang merupakan kesimpulan dari penelitian ini
sekaligus saran-saran yang mendukung terkait kasus tindak pidana penipuan
dengan modus operandi hipnotis.
14
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PEMIDANAAN PELAKU
PENIPUAN DENGAN MODUS HIPNOTIS
A. Hukum Pidana
1. Hukum Pidana Menurut Hukum Positif
a. Pengertian hukum pidana positif
Dalam kepustakaan hukum pidana, tidak ditemukan pengertian
yang seragam tentang hukum pidana. Masing-masing ahli merumuskan
pengertian hukum pidana berdasarkan alam pikiran yang berpengaruh
pada saat para ahli tersebut merumuskan pengertian hukum pidana.
Itulah sebabnya, sehingga belum ada pengertian hukum pidana yang
disepakati sebagai pengertian yang sempurna dan lengkap.
Istilah hukum pidana bermakna jamak. Dalam arti objektif, yang
juga sering disebut ius poenale meliputi :13
1. Perintah dalan larangan, yang atas pelanggarannya atau
pengabaiannya telah ditetapkan sanksi lebih dahulu oleh badan-
badan negara yang berwenang; peraturan yang harus ditaati dan
diindahkan oleh setip orang;
2. Ketentuan-ketentuan yang menetapkan degan cara apa atau alat apa
dapat diadakan reaksi terhadap pelanggaran peratuan-peraturan itu;
d.k.l. hukum penentiair atau hukum sanksi;
3. Kaidah-kaidah yang menentukan ruang lingkup berlakunya
peraturan-peraturan itu pada waktu dan di wilayah negara tertentu.
Disamping itu hukum pidana dipakai juga dalam arti subyektif
yang lazim ouladiseubt ius puniendi, yaitu peraturan hukum yang
menetapkan dan pelaksanaan pidana lanjutan, penuntutan, penjatuhan
dan pelaksanaan pidana.
Hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata
“pidana” berarti hal yang “dipidanakan”, yaitu yang oleh instansi yang
13
Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1 (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 1.
14
15
berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak
enak dirasakan dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.14
Hukum pidana dapat didefinisikan sebagai keseluruhan
peraturaan hukum yang menentukan perbuatan-perbuatan yang pelaku-
pelakunya seharusnya dipidana dan pidana-pidana yang seharusnya
dikenakan. Definisi ini mencakup empat pokok yang terkait erat satu
dengan yang lain, yaitu peraturan, perbuatan, pelaku dan pidana.15
Menurut W.L.G. Lemaire hukum pidana itu terdiri dari norma-
norma yng berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang
oleh pembentuk undang-undang telah dikaitkan dengan suautu sanksi
berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus.
Dengan demikiann dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana
itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap
tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu di mana terdapat suatu keharusan untuk melakukan
sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat
dijatuhkan serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi
tindakan –tindakan tersebut.16
Menurut W.F.C. Van Hattum merumuskan hukum pidana, sebagai
suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti
oleh negara atau suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana
mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum telah
melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar
hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-
14
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia (Bandung:
Eresco,1989), hlm.1 15
Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia (Jakarta: Rajawali
Pers,2013), hlm.2. 16
W.L.G. Lemaire, Het Recht in ndonesia, dalam P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum
Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1997), hlm.1-2.
16
peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa
hukuman.17
W.P.J. Pompe merumuskan pengertian hukum pidana secara
singkat yakni hukum pidana itu sama halnya dengan hukum tata
negara. Hukum perdata dan lain-lain bagian dari hukum, biasanya
diartikan sebagai suatu keseluruhan dari peraturan-peraturan yang
sedikit banyak bersifat umum yang diabstahir dari keadaan-keadaan
yang bersifat konkret.18
Simons mengatakan bahwa hukum pidana itu dapat dibagi
menjadi hukum pidana dalam arti objektif atau strafrecht in objectieve
zin (hukum positif atau ius poenale) dan hukum pidana dalam arti
subjektif atau strafrecht in subjectieve zin (ius puniendi). Hukum
pidana dalam arti objektif menurut Simons yakni keseluruhan dari
larangan-larangan dan keharusan-kesharusan, yang atas
pelanggarannya oleh negara atau oleh suatu masyarakat hukum umum
lainnya telah dikaitkan dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus
yang berupa hukuman, dan keseluruhan dari peraturan dari peraturan-
peraturan dimana syarat-syarat mengenai akibat hukum itu telah diatur
serta keseluruhan dari peraturan-peraturan yang mengatur masalah
penjatuhan dan pelaksaan dari hukumannya itu sendiri. Adapun hukum
pidana dalam arti subjektif itu mempunyai dua pengertian, yakni;
1. Hak dari negara dan alat-alat kekuasannya untuk menghukum,
yakni hak yang telah mereka peroleh dari peraturan-peraturan yang
telah ditentukan oleh hukum pidana dalam arti objektif.
2. Hak dari negara untuk menegakkan pelanggaran terhadap
perturannya dengan hukuman.19
17
W.F.C van Hattum, Leerboek van het Nederlandse Strafrecht, dalam P.A.F. Lamintang
Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia,...hlm.2. 18
W.J.P. Pompe dalam P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana
Indonesia,...hlm.3. 19
Simons dalam P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia,...hlm.3-4.
17
Menurut Van Hemel hukum pidana adalah semua dasar dasar
dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam
menyelenggarakan ketertiban umum (rechtsorde) yaitu dengan
melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan menegakkan suatu
nestapa kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut.20
Van Kant berpendapat bahwa hukum pidana tidak mengadakan
norma-norma baru dan tidak menimbulkan kewajiban-kewajiban yang
dahulunya belum ada. Hanya norma-norma yang sudah ada saja yang
dipertegas, yaitu dengan mengadakan ancaman pidana dan
pemidanaan.21
Van Aveldoorn menyatakan, bahwa hukum pidana dibedakan
dan diberikan arti; hukum pidana materiil yang menunjukan pada
perbuatan pidana dan yang oleh sebab perbuatan itu dapat dipidana,
dimana perbuatan pidana itu mempunyai dua bagian, yaitu;
a. Bagian objektif, merupakan suatu perbuatan atau sikap yang
bertentangan dengan hukum pidana positif, sehingga bersifat
melawan hukum yang menyebabkan tuntutan hukum dengan
ancaman pidana atas pelangggarannya.
b. Bagian subjektif, merupakan kesalahan yang menunjuk kepada
pelaku untuk dipertanggungjawabkan menurut hukum. Selain
hukum pidana materiil, juga dikenal adanya hukum pidana formil,
yang mengatur cara bagaimana hukum pidana materiil dapat
ditegakkan.
Adapun Algra Janssen mengatakan bahwa, hukum pidana
adalah alat yang digunakan oleh seorang penguasa (hakim) untuk
memperingati mereka yang telah melakukan suatu perbuatan yang
tidak dibenarkan, reaksi dari penguasa tersebut
20
Van Hamel dalam Moeljatno, Asaz-Asaz Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1987),
hlm.8. 21
Van Kant dalam Moeljatno, Asaz-Asaz Hukum Pidana...,hlm.8.
18
Mencabut kembali sebagian dari perlidungan yang seharusnya
diminati oleh terpidana atas nyawa, kebebasan dan harta kekayannya,
yaitu seandainya ia telah tidak melakukan suatu tindak pidana.22
Menurut Tirtaamidjaja mengatakan sifat yang primer dari
hukum pidana adalah bahwa dengan tegas ditentukan perbuatan-
perbuatan mana yang dilarang, karena merugikan atau membahayakan
keselamatan seluruh rakyat.23
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. hukum pidana adalah bagian dari
keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan
dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
1. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan,
dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana
tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut;
2. Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi
pidana sebagaimana yang telah diancamkan;
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telsah melanggar
larangan tersebut.24
Menurut Andi Zainal Abidin mengatakan bahwa kewenangan
negara untuk memidana haruslah berdasarkan hukum pidana materiil
dan karena itu adanya kitab KUHAP yang juga disebut sebagai hukum
pidana formiil, memungkinkan berlakunya hukum pidana materiil
dalam kenyataan. Kedua bidang hukum ini berhubungan erat, yang
pertama menentukan apa yang dilarang dana yang diperintahkan untuk
dilakukan, sedangkan yang kedua menentukan pedoman dan cara
menentukan perbuatan (dan pembuatnya itu).25
22
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana...,hlm.6. 23
Tirtaamidjaja dan Moeljatno, Asaz-Asaz Hukum Pidana...,hlm.9. 24
Moeljatno, Asaz-Asaz Hukum Pidana...,hlm.1. 25
Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus “Memahami Delik-Delik di Luar KUHP”
(Jakarta: PT Kharisma Putra Utama, 2016), hlm.18-19.
19
Menurut Mezger, hukum pidana adalah hukum yang mengikat
pada suatu perbuatan, yaitu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat
tertentu suatu akibat berupa pidana. Pengertian hukum pidana tersebut
mengandung dua pokok, yaitu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat
tertentu dan pidana. Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu
dalam hukum positif memilki tiga kriteria, yaitu sebagai berikut:26
1. Memenuhi rumusan tindak pidaa. Suatu perbuatan yag dikatakan
sebagai tindak pidana sebelumya teah diatur dalam suatu atuturan
tertentu. Apabila ada suatu perbuatan yang dilakukan seseorang
memenhui rumuan tidak pidana, maka perbuatan tersebut dapat
dikategorikan sebagai perbuatan pidana.
2. Bersifat melawan hukum. Mengenai sifat melawan hukum,
terdadapat dua doktrin, yaitu dua hal dibawah ini.
a. Doktrin sifat melawan hukum formal. Suatu perbuatan bersifat
melawan hukum bila perbuatan itu diancam pidana dan
dirumuskan sebagai suatu tindak pidana dan undang-undang,
sedangkan sifat melawan hukumnya dapat hapus hanya
berdasarkan ketentuan undang-undnag (hukum tertulis).
b. Doktrin sifat melawan hukum materiil. Suatu perbuatan itu
melawan hukum atau tidak , tidak hanya ditentukan oleh
undang-undang (hukum tertulis) saja, tetapi harus dilihat
berlakunya asa-asas hukum yang tidak tertulis. Sifat melwan
hukum yang masuk dalam rumusan sebagai tindak pdidana
dapat berdaasrkan unang-undang (hukum tertulis atau
berdasarkan aturan yang tidak tertulis.
c. Tidak ada alasan pembenar. Alasan pembenar adalah alasan
yang dapat menghapuskan sifat melawan hukum suatu
peruatan, meskipun telah memenuhi rumusan delik dalam
undang-undang (hukum tertulis).
26
Asadulloh Al Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam (Jakarta: Ghalia
Indonesia,2009), hlm. 2-3.
20
Berdasarkan pandapat para ahli dan pakar hukum di atas
penulis membuat kesimpulan, bahwasanya hukum pidana adalah
sekumpulan peraturan hukum yang dibuat oleh negara, yang
isinya berupa larangan maupun keharusan sedang bagi pelanggar
terhadap larangan dan keharusan tersebut dikenakan sanksi yang
dapat dipaksakan oleh negara.
b. Tujuan hukum pidana positif
Terdapat dua pandangan yang berbeda tentang keberadaan
hukum pidana. Menurut pandangan yang pertama, tujuan hukum
pidana adalah untuk melindungi masyarakat dari kejahatan. Menurut
pandangan yang kedua, tujuan hukum pidana adalah melindungi
individu-individu dari kemungkinan kesewenangan penguasa.27
Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. tujuan dari
hukum pidana ialah untuk memenuhi rasa keadilan. Diantara para
sarjana hukum diutarakan bahwa tujuan hukum pidana adalah:
1. Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan,
baik secara menakut-nakuti orang banyak (generale preventie)
maupun secara menakut-nakuti-nakuti rang tertentu yang sudah
menjalankan kejahatan, agar dikemudian hari tidak melakukan
kejahatan lagi (speciale preventie); atau
2. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah
menanamkan suka melakukan kejahatan, agar menjadi orang yang
baik tabiatnya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat.28
Mengenai tujuan hukum pidana dikenal dua aliran, yaitu:
1. Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan
perbuatan yang tidak baik (klasik);
2. Untuk mendidik orang yang telah pernah meakukan perbuatan
tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam
kehiduoan lingkungannya (aliran modern).
27
Frans Maramis, Hukum Pidana umum dan tertulis di Indonesia...,hlm.12-13. 28
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Islam..., hlm.18.
21
Vos memandang perlu adanya aliran ketiga, yang merupakan
kompromi aliran klasik dan aliran modern. Dengan rancangan KUHP
Juli tahun 2006, tujuan pemidanaan ditentukan dalam pasl 51, yaitu
pemidanaan bertujuan:29
1. Mecegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma
hukum demi pengayoman masyarakat;
2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan
sehingga menjadi orang yag baik dan berguna;
3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,
memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai
masyarakat; dan
4. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
c. Jenis-jenis hukum pidana positif
Menurut ketentuan Pasal 10 KUHP terdapat beberapa jenis
hukuman yang dapat dijatuhkan pada seseorang yang telah melakukan
tindak pidana, dimana hukuman yang akan dijatuhkan itu dapat
berupa:30
1. Pidana Pokok:
a) Pidana Mati
b) Pidana Penjara
c) Kurungan
d) Denda
2. Pidana Tambahan
a) Pencabutan Hak-hak Tertentu
b) Perampasan Barang-barang Tertentu
c) Pengumuman Putusan Hakim
Sistem Hukuman Pidana (Strafstelsel) Dalam title II Buku I
KUHP yang berjudul “Hukuman” (Straffen), tergambar sistem
hukuman pidana yang diturut di Indonesia. Sistem ini sederhana.
29
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana...,hlm.14-15. 30
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana...,hlm.117.
22
Hanya disebutkan dalam pasal 10 empat macam hukuman pokok: (1)
hukuman mati, (2) hukuman penjara, (3) hukuman Kurungan, (4)
denda; dan tiga macam hukuman tambahan: (a) pencabutan hak-hak
tertentu, (b) perampasan barang-barang tertentu, dan (c) pengumuman
putusan hakim. Sifat kesederhanaan ini terletak pada gagasan, bahwa
beratnya hukuman pada prinsipnya digantungkan pada sifat berat atau
ruginya tindak pidana.31
2. Hukum Pidana Menurut Hukum islam
Pada dasarnya sama dengan hukum pidana pada umumnya. Hanya
saja, hukuman pidana islam didasarkan pada sumber hukum islam, yaitu
Al-Quran dan As-Sunah. Karenanya, hukum pidana islam merupakan
suatu hukum yang merupakan bagian dari sistem hukum islam, yang
mengantur tentang perbuatan pidana dan pidanannya berdasarkan Al-
Quran dan As-Sunah.
a. Pengertian Hukum Pidana islam (jinayah)
Pada dasarnya sama dengan hukum pidana pada umumnya.
Hanya saja, hukuman pidana islam didasarkan pada sumber hukum
islam, yaitu Al-Quran dan As-Sunah. Karenanya, hukum pidana islam
merupakan suatu hukum yang merupakan bagian dari sistem hukum
islam, yang mengantur tentang perbuatan pidana dan pidanannya
berdasarkan Al-Quran dan As-Sunah.32
Hukum pidana islam secara istilah fuqoha sebagaimana yang
dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah
فا لجا ت اسن لفعل هحسم شسعا,ساء قع الفعل على فس أ ها ل أ غس ذالك
Artinya:
“jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh
syara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau lainnya”.33
31
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia...,hlm.162. 32
Asadulloh Al Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Pidana Islam (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2009), hlm.5. 33
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm.1.
23
Pengertian hukum pidana islam, hukum pidana islam merupakan
terjemahan dari kata fiqh jinayah, fiqih jinayah adalah segala
ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal
yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani
kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang
terperinci dari Al-Quran dan Hadis.34
b. Tujuan Hukum Pidana Islam
Menurut A. Hanafi, tujuan pokok adanya penghukuman dalam
syariat islam adalah untuk:
a. Pencegahan (al-radd wa al- jazr)
b. Perbaikan (al-„ishlah)
c. Pendidikan (al-ta‟dib)
Sedangkan menurut Abdul Qadir’Audah, bahwa tujuan
penghukuman dalam syariat adalah;
الوقد فى فسض عق بت ععصا ى اهس الشازع اصلح حال البشس حوا
استفازن هي الجالت ازشادن هي الضل لت أكفن عي تون هي الوفا سد
35الوعاةصى بعثن على الطاعت
Artinya: “Maksud di tetapkanya hukuman terhadap pelanggaran perintah
syari (Allah SWT dan Rasulnya) adalah untuk memperbaiki
kondissi manusia menjaga mereka dari kerusakan,
mengeluarkan mereka dari kebodohan, menunjukan mreka dari
kesesatan, menghindarkan mereka daari beruta maksiat dan
mengarahan mereka agar menajdi manuisa yang taat.”
Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah tujuan dari menjalankan
hukuman itu adalah karena adanya sayang kepada makhluk dengan
cara mencegah manusia dari melakukan yang mungkar bukan untuk
menimbulkan kebencian manusia dan berlaku sombong atas sesama
makhluk. Tak ubahnya seperti seseorang ayah, bila ia mau mendidik
anaknya, maka sekiranya ia mengelakan diri dari memberikan teguran
34
Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009), hlm.1. 35
Mardani, Kejahatan Pencurian Dalam Hukum Pidana Islam...,hlm.140.
24
(pecut) atas anaknya itu sebagaimana yang di maui, oleh sementara itu
karena sayang kepada si anak untuk kebaikan dirinya sendiri.36
Tujuan penegakan sistem hukum islam yang paling utama
adalah memenuhi perintah Allah SWT sebagai bagian dari
konsekuensi keimanan orang muslim. Allah SWT berfirman dalam
QS-An-Nisa ayat 14.37
اب را عا ا ل ا ا ا ا ف د ال ا خا از ا ل خ د دا د د ح عا ا ت ا ا ا ل س زا ا ا اعص الل ي ها ا
ي ه
Artinya “Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan
melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah
memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di
dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan”.
Para ahli hukum islam mengklasifikasikan tujuan-tujuan yang
luas dari syariah sebagai berikut:38
1. Menjamin keamanan dari kebutuhan-kebutuhan hidup merupakan
tujuan pertama dan utama dari syariah, kelima kebutuhan hidup
yang primer ini (daruriyyat) dalam kepustakaan hukum islam
disebut dengan istilah al-maqasid al-syari‟ah al khamsah (tujuan-
tujuan syariah), yaitu
a. Hifzh al-din (memelihara Agama)
b. Hifzh al nafsi (memelihara jiwa)
c. Hifzh al mal (memelihara harta)
d. Hifzh al nashli (memelihara keturunan)
e. Hifzh al „aqli (memelihara akal pikiran)
2. Tujuan yang kedua, menjamin keperluan-keperluan hidup
(keperluan sekunder) atau disebut hajiyyat.
3. Tujuan yang ketiga, membuat perbaikan-perbaikan, yaitu
menjadikan hal-hal yang dapat menghiasi kehidupan sosial dan
36
Mardani, Kejahatan Pencurian Dalam Hukum Pidana Islam (Jakarta: CV Indhill CO,
2008), hlm.140-141. 37
Asadulloh Al Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum islam,.. hlm.11-12. 38
Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam (Bandung:Asy Syaamil Press & Grafika,
2001), hlm.130-131.
25
menjadikan manusia mampu berbuat dan urusan-urusan hidup
secara lebih baik (keperluan sekunder) atau tahsinat.
c. Jenis-jenis Hukum Pidana Islam
Terdapat beberapa macam jarimah di dalam hukum islam,
diantaranya:
1) Jarimah Qishash:
Qishash secara bahasa berarti sama rata, sepadan. Kata ini
diambil dari qashsh yang artinya pemotongan, atau dari kata
iqtishash al-atsar (mengikuti jejak). Definisi kisas secara istilah
yaitu menindak pelaku kejahatan; pembunuhan, pemotongan
anggota tubuh, atau melukai anggota tubuh, dengan hal yang
sepadan.39
Jarimah kisas terbagi menjadi dua, yakni karena
melakukan pembunuhan dan penganiayaan.
2) Jarimah hudud:
Menurut syara’, hudud adalah hukuman yang terukur atas
perbuatan tertentu, atau hukuman yang telah dipastikan bentuk
dan ukurannya didalam syariat, baik hukuman itu karena
melanggar hak Allah maupun merugikan hak manusia.40
Jarimah hudud terbagi menjadi tujuh bagian, yaitu: jarimah
zina, jarimah Qadzf (menuduh muslimah baik-baik berbuat zina),
Syurb al-khamr (meminum minuman keras), Al-baghyu
(pemberontakan), Al-riddah (murtad), Al-sariqah (pencurian), Al-
hirabah (perampokan).41
3) Jarimah ta’zir
yaitu semua jenis tindak pidana yang tidak secara tegas
diatur oleh Alqur’an dan hadis. Aturan teknis, jenis, dan
pelaksanaannya ditentukan oleh penguasa setempat. Bentuk
jarimah ini sangat banyak dan tidak terbatas, sesuai dengan
39
Wahbah, Zuhaili, Al-Fiqhu As-Syafi‟I Al-Muyassar, (Beirut: Darul fikr, 2008), hlm. 155 40
Wahbah, Zuhaili, Al-Fiqhu As-Syafi‟I Al-Muyassar..., hlm. 259 41
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah,), hlm. 3
26
kejahatan yang dilakukan akibat godaan setan dalam diri
manusia.42
B. Tindak Pidana
1. Tindak Pidana Menurut Hukum Positif
a. Pengertian Tindak Pidana Positif
Tindak pidana adalah perbuatan yang melanggar larangan yang
diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana. Kata
tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana
belanda, yaitu strafbaar feit, kadang-kadang jugamenggunakan istilah
delict, yang berasal dari bahasa latin delictum.43
dalam KUHPid tidak diberikan definisi terhadap istilah tindak
pidana atau straffbaar feit. Karenanya, para penulis hukum pidana
telah memberikan pendapatnya masing-masing untuk menjelaskan
tentang arti dari istilah tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang pelakunya seharusnya
dipidana.44
Menurut Simons tindak pidana (criminal act) adalah sebagai
suatu perbuatan manusia yang diancam dengan pidana, melawam
hukum, dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang mampu
bertanggung jawab. Perbuatan tersebut bisa bermakna positif maupun
negatif, artinya ia bisa berupa berbuat sesuatu, atau tidak berbuat
sesuatu, atau membiarkan.45
Menurut Wirjono Prodjodikoro tindak pidana yaitu suatu
perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Dan
pelaku ini dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana.46
42
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah,... hlm. 4. 43
M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam (Jakarta: AMZAH, 2012),hlm.23. 44
Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia...,hlm.57. 45
Asadulloh Al Faruq, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam,... hlm.16. 46
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia ...,hlm.55.
27
Menurut G.A.van Hamel, sebagaimana yang diterjemahkan oleh
Moeljatno, “strafbaar feit adalah kelakuan orang (menselijke
gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan
hukum, yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukaan dengan
kesalahan.”47
Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana. Menurut
wujud dan sifatnya, perbuatan-perbuatan yang melawan hukum.
Perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti
bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksanannya tata dalam
pergaulan masyarakat dianggap baik dan adil. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa suatu perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana
apabila perbuatan itu:
a. Melawan hukum;
b. Merugikan masyarakat;
c. Dilarang oleh aturan pidana;
d. Pelakunya diancam dengan pidana.
Butir a dan b menunjukan sifat perbuatan, sedangkan yang
memastikan perbuatan itu menjadi suatu tindak pidana adalah butir c
dan d. Jadi, suatu perbuatan yang bersifat a dan b belum tentu
merupakan tindak pidana, sebelum dipastikan adanya c dan d.
Tindak pidana (starfbepaling) dirumuskan sebagai perbuatan
yang menyebabkan suatu akibat tertentu, tanpa merumuskan wujud
dari perbuatan itu, maka tindak pidana ini dikalangan ilmu
pengetahuan hukum dinamakan “tindak pidana materil”.48
Dan apabila
tindak pidana yang dimaksudkan, dirumuskan sebagai wujud
perbuatan tanpa menyebutkan akibat disebabkan oleh perbuatan itu,
maka ini ada “tindak pidana formil”.49
47
Moeljatno, Asaz-Asaz Hukum Pidana...,hlm.56. 48
Sudradjat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu didalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (Bandung: Remadja Karya,1984), hlm.2. 49
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia ...,hlm.34.
28
Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum
dilarang dan diancam dengan pidana, dimana pengertian perbuatan di
sini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang
sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif
(tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).50
Menurut VOS delik adalah feit yang dinyatakan dapat dihukum
oleh undang-undang. Menurut Simons, delik adalah suatu tindakan
melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja maupun tidak
sengaja oleh seorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas
tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu
perbuatan atau tindakan yang dapat dihukum .51
b. Unsur-unsur Tindak Pidana Positif
Didalam bukunya bapak Prof. Dr. Wirjono Prododikoro, S.H.
ada tiga unsur dari tindak pidana, yang ke-1 perbuatan yang dilarang,
ke-2 akibat dari perbuatan itu yang menjadi dasar alasan kenapa
perbuatan itu dilarang, dan ke-3 sifat melanggar hukum dalam
rangkaian sebab-musabab itu.
Ahli hukum yang langsung melakukan pembagian secara terinci,
misalnya D. Hazewinkel-Suringa, sebagaimana yang dikutip oleh
Bambang Poernomo, mengemukakan unsur-unsur tindak pidana yang
lebih terinci, yaitu:52
1. Tiap delik berkenaan dengan tingkah laku manusia (menselikje
gedranging), berupa berbuat atau tidak berbuat (een doen of
nalaten). Hukum pidana kita adalah hukum pidana perbuatan
(daadstrafrecht). Cogitationis poenam nemo patitur (tidak
seorangpun dapat dipidana hanya atas apa yang dipikirkannya).
50
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), hlm.50. 51
Isnu Gunadi, Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana (Jakarta: PT
Fajar Interpratama Mandiri, 2014), hlm37. 52
Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis Di Indonesia...,hlm.67-68.
29
2. Beberapa delik mengharuskan adanya akibat tertentu. Ini terdapat
pada delik material.
3. Pada banyak delik dirumuskan keadaan psikis, seperti maksud
(oogmerk), sengaja (opzet), dan kealpaan (onach-zaamheid atau
culpa).
4. Sejumlah besar delik mengharuskan adanya keadaan-keadanan
objektif (objektiieve omstandigheden) misalnya penghasutan (Pasal
160) dan pengemisan (Pasal 504 ayat 1) hanya dapat dipidana jika
dilakukan didepan umum (in het openbaar).
5. Beberapa delik meliputi apa yang dinamakan syarat tambahan
untuk dapat dipidana. Misalnya dalam pasal 123 “jika pecah
perang” Pasal 164 dan Pasal 165 “jika kejahatan itu adil
dilakukan”; Pasal 345 “kalau orang itu adil bunuh diri”; Pasal 531
“jika kemudian orang itu meninggal”.
6. Juga dapat dipandang sebagai suatu kelompok unsur tertulis yang
khusus yakni apa yang dirumuskan sebagai melawan hukum, tanpa
wewenang, dengan melampaui wewenang.
7. Umumnya waktu dan tempat tidak merupakan unsur tertulis.
Hanya dalam hal-hal khusus pembentuk undang-undang
mencantumkannya dalam rumusan delik, misalnya dalam pasal
122: dalam waktu perang.
H.B.S Vos, sebagaimana yang dikutip oleh Bambang Poernomo,
mengemukakan bahwa dalam suatu tindak pidana dimungkinkan ada
beberapa unsur (elemen), yaitu;
1. Elemen perbuatan atau kelakuan orang, dalam hal berbuat atau
tidak berbuat (een doen of nalaten)
2. Elemen akibat dari perbuatan, yang terjadi dalam delik selesai.
3. Elemen subjektif yaitu kesalahan, yang diwujudkan dengan kata-
kata sengaja (opzet) atau alpa (culpa);
4. Elemen melawan hukum (wederrechtelikheid);
30
5. Dan sederetan elemen-elemen lain menurut rumusan undang-
undang, dan dibedakan menjadi segi objektif misalnya di dalam
pasal 160 diperlukan elemen dimuka umum dan segi subjektif
misalnya dalam Pasal 340 diperlukan unsur direncanakan lebih
dahulu (voorbedachteraad).
Adapun Unsur-Unsur Tindak Pidana Positif menurut aliran-
aliran atau golongan-golongan;53
1. Aliran Monistis
a. Suatu perbuatan
b. Melawan Hukum
c. Diancam dengan sanksi
d. Dilakukan degan kesalahan
e. Oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan
2. Aliran Dualistis
a. Suatu perbuatan
b. Melawan Hukum (dilarang)
c. Diancam degan sanksi pidana
Unsur-unsur tindak pidana tediri dari atas unsur lahir atau unsur
objektif dan unsur batin atau unsur subjektif, dalam masalah ini
Satochid Kartanegara, mengatakan bahwa unsur-unsur delik, terdiri
dari dua golongan yaitu aliran monistis dan aliran dualistis.
2. Tindak Pidana Menurut Hukum Islam
a. Pengertian Jarimah
Tindak pidana dalam hukum pidana islam dikenal dengan istilah
jinayah dan jarimah, dimana keduannya memiliki pengertian yang
sama. Para ahli hukum islam sering menggunakan kata janayat untuk
menyebut kejahatan. Janayat mengandung pengertian setiap kelakuan
buruk yang dilakukan oleh seseorang.
Abdul Qodir Audah pakar hukum pidana Islam berkebangsaan
Mesir, mengutip pendapat Al-Mawardi, politisi islam bermazhab
53
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana...,hlm.218.
31
Syafi’i, yang mendefinisikan jinayah dengan hal-hal yang dilarang
menurut syariat yang diancam oleh Allah dengan sanksi hukum
berupa hukuman had (sanksi hukum yang kadar dan teknis
pelaksaannya telah diatur secara jelas dalam Al-Quran dan atau Al-
Hadis) dan hukuman takzir (sanksi hukum yang belum diatur secara
tegas, baik dalam Al-Quran maupun hadis sehingga diserahkan
kepada penguasa atau hakim setempat).54
Menurut Prof. Abdul Rahman I.Doi, Ph.D pengertian Hukuman
atau Hukum Pidana dalam Islam disebut “Al-Uqubaat” (tunggalnya
“Al-Uqubaat”) yang meliputi baik hal-hal yang merugikan maupun
tindak kriminal. Hanya ada sedikit perbedaan diantara kedua hal
tersebut. Syariat menekankan dipenuhinya hak-hak semua individu
maupun masyarakat secara umum. Hukum yang memberi kesempatan
penyembuhan kepada masyarakat merupakan perkara pidana, dan
kalau ia ditunjukan kepada perorangan adalah hal yang merugikan
(dan disebut Delik Aduan). Uqubaat sama dikenakan baik kepada
kaum muslim maupun bukan muslim disebut syara islam. Seorang
muslim akan tetap dihukum karena melakukan suatu tindak pidana
sekalipun andaikan hal itu dilakukannya jauh dari negara islam.
Dalam pengertian terakhir, ia merupakan tindak kriminal terhadapat
Allah dan akan dihukum setelah dia kembali ke tempatnya atau
ditangkap oleh petugas Negara islam.55
sebagaimana di dalam Qs. Al-
Maidah ayat 51.
وهي ب أهب الزي آهىا ل تتخزوا الهىد والصبسي أولبء بعضهن أولبء بعض
هن إى كن فإه ه ل هذ القىم الظبلوي تىلهن ه الل
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya bagimu;
sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain.
Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi
54
M. Nurul Irfan, Gratifikasi dan Kriminalitas Seksual dalam Hukum Pidana Islam
(Jakarta: AMZAH; 2014), hlm. 8-9. 55
Abdul Rahman, Tindak Pidana Dalam Syariat Islam (Jakarta: PT Rineka Cipta,
1992),hlm.5.
32
auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan
mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang lalim.”
Dengan demikian, jinayah adalah sebuah tindakan atau
perbuatan seseorang yang mengancam keselamatan fisik dan tubuh
manusia serta berpotensi menimbulkan kerugian pada harga diri dan
harta kekayaan manusia sehingga tindakan atau perbuatan itu
dianggap haram untuk dilakukan bahkan pelakunya harus dikenai
sanksi hukum, baik diberikan di dunia hukuman Tuhan kelak di
akhirat.56
Istilah tindak pidana, didalam hukum pidana islam sendiri ada
dua kata yang cukup mewakili kata tersebut yaitu jinayah dan
jarimah. Istilah Jinayah adalah hasil perbuatan seseorang yang
terbatas pada perbuatan yang dilarang pada umumnya, para fuqaha
menggunakan istilah tersebut hanya untuk perbuatan-perbuatan yang
diancam keselamatan jiwa seperti pemukulan dan pembunuhan. Selain
itu para fuqaha memakai istilah tersebut pada pebuatan-perbuatan
yang diancam dengan hukuman hudud dan qishash.57
Di kalangan fuqaha, yang dimaksud dengan kata-kata jinayah
ialah perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan itu
mengenai (merugikan) jiwa atau harta benda, ataupun lain-lainnya.58
Menururt Al-mawardi sebagaimana yang dikutip oleh Abdul
Qadir Audah, tindak pidana dairtikan sebagai jarimah yaitu
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara yang diancam oleh
Allah Swt. Dengan hukuman hudud atau ta’zir.59
Jadi, berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan
bahwa Jarimah adalah perbuatan yang dilarang syara’ dan pelakunya
56
Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam (Jakarta: Amzah,2012),hlm.68. 57
A. Djazuli, Fiqh Jinayah Upaya menanggulangi Kejahatan dalam Islam, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 1 58
A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), cet. Ke-2,
hlm. 9-10 59
Alie, Yafie, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam I, (Jakarta: PT Kharisma Ilmu), hlm. 87
33
diancam oleh Allah Swt. Dengan hukuman had (bentuk tertentu) atau
ta’zir (pelanggaran yang jenis dan bentuk hukumannnya di
delegasikan syara’ kepada hakim atau penguasa). Yang dimaksud
dengan larangan syara’ adalah melakukan perbuatan yang dilarang
dan diancam hukuman oleh syara’ atau meninggalkan perbuatan yang
diperintahkan dan diancam hukuman oleh syara’ bagi yang
meninggalkannya
b. Unsur-unsur Jarimah
Ditinjau dari unsur-unsur jarimah, objek utama kajian fiqh
jinayah dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu:
1) Al-rukn al-syar‟I atau unsur formil ialah unsur yang menyatakan
bahwa bahwa seseorang dapat dinyatakan sebagai pelaku jarimah
jika ada undang-undang yang secara tegas melarang dan
menjatuhkan sanksi kepada pelaku tindak pidana.
2) Al-rukn al-madi atau unsur materiil ialah unsur yang menyatakan
bahwa sesorang dapat dijatuhkan pidana jika ia benar-benar
terbukti melakukan sebuah jarimah, baik yang bersifat positif
(aktif dalam melakukan sesuatu) maupun yang bersifat negatif
(pasif dalam melakukan sesuatu).
3) Al-rukn al-adabi atau unsur moril ialah unsur yang menyatakan
bahwa seseorang dapat dipersalahkan jika ia bukan orang gila,
anak dibawah umur, atau sedang brada dibawah ancaman.60
Ahmad Dzajuli dalam bukunya juga menyebutkan bahwa
terdapat beberapa unsur yang harus terdapat dalam suatu tindak
pidana sehingga perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu
jarimah menurut para ulama fiqih. Diantaranya adalah:
1) Adanya nash yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu yang
disertai ancaman hukuman atas perbuatan-perbuatannya. Unsur
ini dikenal dengan istilah “unsur formal” (al-rukn al-syar‟i).
60
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh jinayah,... hlm. 2-3
34
2) Adanya unsur perbuatan yang membentuk jinayah, baik berupa
melakukan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan
yang diharuskan. Unsur ini dikenal dengan istilah “unsur
material” (al-rukn al-maddi).
3) Pelaku kejahatan adalah orang yang dapat menerima khitab atau
dapat memahami taklif, artinya pelaku kejahatan tadi adalah
mukalaf, sehingga mereka dapat dituntut atas kejahatan yang
mereka lakukan. Unsur ini dikenal dengan isltilah “unsur
moral”.61
Suatu perbuatan tidak dapat dikategorikan sebagai sebuah
jarimah apabila tidak mengandung tiga unsur tersebut. Disamping
ketiga unsur di atas, setiap jarimah (tindak pidana) mempunyai unsur
khusus atau tersendiri pula yang antara satu bentuk tindak pidana dan
tindak pidana lainnya berbeda-beda. Misalnya, dalam tindak pidana
perzinahan, unsur senggama dalam pengertian sebenarnya harus
terpenuhi. Dalam tindak pidana pencurian, barang yang dicuri itu
mencapai satu nisab dan barang yang dicuri diambil dari tempatnya
secara diam-diam.
C. Tindak Pidana Penipuan
1. Tindak Pidana Penipuan Menurut Hukum Positif
a. Pengertian Tindak pidana penipuan
merupakan kejahatan terhadap harta benda yang diatur dalam
Buku II KUHP dalam Bab XXV dari pasal 378 sampai dengan pasal
395.
Dalam pasal 378 KUHP diatur mengenai tindak-tindak penipuan
(oplichting) dalam arti sempit, sedangkan pasal-pasal laindari Bab
XXV, Buku II KUHP memuat tindak pidana lain yang bersifat
penipuan dalam arti luas, yang berjudul ”bedrog”.
61
A. Djazuli, Fiqh Jinayah Upaya menanggulangi Kejahatan dalam Islam..., hlm.3.
35
Tindak pidana penipuan atau bedrog (penipuan dalam arti luas)
ataupun yang di dalam doktrin juga disebut oplichting (penipuan
dalam arti sempit) dalam bentuk pokok oleh pembentuk undang-
undang telah diatur dalam pasal 378 KUHP, yang rumusan aslinya
dalam bahasa belanda berbunyi sebagai berikut: 62
Hij die, met het oogmerk om zich of een ander wederrechtelijk te
bevoordelen, hetzij door het aannemen van een valse naam of van eene
valse hoedanigheid, hetzij door listige kunstgrepen, het zij door een
samenweefsel van verdichtels, lemand beweegt tot de afgifte van eenig
goed of tot het aangaan van eene schuld of het tenietdoen van eene
inschuld, wordt, als schuldig aan oplichting , gestraft met
gevangenisstraf van ten hoogstevier jaren.
Yang artinya “Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, dengan memakai sebuah nama palsu atau suatu sifat
palsu, dengan memakai tipu muslihat atau dengan memakai
rangkaian kata-kata bohong, menggerakkan seseorang agar orang
tersebut menyerahkan sesuatu benda atau mengadakan peringatan
utang atau meniadakan suatu piutang, karena bersalah telah
melakukan penipuan, dipidana dengan pidana penjara selama-
lamanya empat tahun”.
Penipuan adalah suatu bentuk dari berkicau. Sifat umum dari
perbuatan berkicau itu adalah bahwa orang dibuat keliru dan oleh
karena itu ia rela menyerahkan barang atau uangnya. Kejahatan
penipuan itu termasuk (matterieel delict) artinya untuk
kesempurnaanya harus terjadi akibatnya.
Unsur-unsur penipuan63
1) Ada seseorang yang dibujuk atau digerakkan untuk memasrahkan
suatu barang atau membuat utang atau menghapuskan piutang.
Barang itu serahkan oleh yang punya dengan jalan tipu muslihat.
62
P.A.F. Lamintang, Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta
Kekayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 150. 63
M. Sudradjat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (Bandung: Remaja Karya Cv, 1984),hlm.81-82.
36
Barang yang diserahkan itu tidak usaha kepunyaannya sendiri,
dapat juga kepunyaan orang lain.
2) Penipu itu harus bermaksud untuk menguntungkan dirinya sendiri
atau orang lain tanpa hak. Dari maksud itu ternyata bahwa
tujuannya adalah untuk merugikan orang yang memasrahkan
barang itu.
3) Yang menjadi korban penipuan itu harus digerakkan untuk
memasrahkan barang itu dengan jalan:
a. Pemasrahan barang itu harus akibat dari tindak tipu daya;
b. Si penipu itu harus memperdaya si korban dengan salah satu
akal tersebut dalam pasal 379 KUHP.
Bagian inti delik (delicts bestanddelen) penipuan ialah :
1) Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain;
2) Secara melawan hukum;
3) Degan memakai nama palsu atau martabat palsu, degan tipu
muslihat, ataupun dengan rangkaian perkataan bohong;
4) Menggerakan orang lain;
5) Untuk menyerahkan suatu barang kepadanya atau untuk memberi
uang ataupun menghapus piutang;
Menurut Cleiren delik atau tindak pidana penipuan adalah delik
dengan adanya akibat (govelgsdelicten) dan delik berbuat
(gedragsdelicten) atau delik komisi.
Umumnya delik dalam bab kecurangan adalah dengan akibat
(govelgsdelicten) dan delik dengan berbuat (gedragsdelicten). Pembuat
undang-undang memandang delik penipuan adalah delik kecurangan
yang paling penting. Itu merupakan prototype delik kecurangan
berdasarkan sejarah undang-undang. Rumusan delik penipuan sudah
beberapa kali diubah di Belanda. Di belakang kata-kata “menggerakan
37
orang lain memberikan suatu barang” ada kata-kata “untuk menguasai
data yang mempunyai nilai uang dalam lalu lintas perdagangan”.64
Tindak pidana penipuan yang dalam bentuk pokoknya diatur
dalam pasal 378 KUHP merupakan suatu kejahatan yang harus
dilakukan dengan sengaja. Walaupun pembentuk undang-undang tidak
mensyaratkan unsur kesengajaan bagi pelaku untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang terlarang didalam pasal 378 KUHP, tetapi
dengan melihat pada syarat tentang keharusan adanya suatu bijkomend
oogmerk atau suatu naaste doel atau suatu maksud selanjutnya untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
maka orang dapat menarik kesimpulan bahwa tindak pidana penipuan
merupakan suatu kejahatan yang harus dilakukan dengan sengaja.65
b. Unsur-unsur Tindak Pidana Penipuan Perspektif Hukum Pidana
Positif
Tindak pidana penipuan atau bedrog ataupun yang di dalam
doktrin juga disebut oplichting dalam bentuk pokok oleh pembentuk
undang-undang telah diatur dalam pasal 378 KUHP yang rumusan
aslinya dalam bahasa belanda berbunyi sebagai berikut:
Hij die, met het oogmerk om zich of een ander wederrechtelijk te
bevoordelen, hetzij door het aannemen van een valse naam of van eene
valse hoedanigheid, hetzij door listige kunstgrepen, het zij door een
samenweefsel van verdichtels, lemand beweegt tot de afgifte van eenig
goed of tot het aangaan van eene schuld of het tenietdoen van eene
inschuld, wordt, als schuldig aan oplichting , gestraft met
gevangenisstraf van ten hoogstevier jaren.
Yang artinya “Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
dengan memakai sebuah nama palsu atau suatu sifat palsu, dengan
64
Andi Amzah, Delik-Delik Tertentu di Dalam KUHP (Jakarta: Sinar Grafika,2011),
hlm.112. 65
P.A.F. Lamintang, Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Keahatan Terhadap Harta
Kekayaan, (Jakarta; Sinar Grafika, 2009), hlm.151.
38
memakai tipu muslihat atau dengan memakai rangkaian kata-kata
bohong, menggerakkan seseorang agar orang tersebut menyerahkan
sesuatu benda atau mengadakan peringatan utang atau meniadakan
suatu piutang, karena bersalah telah melakukan penipuan, dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun”.
Tindak pidana penipuan yang dalam bentuk pokoknya diatur
dalam pasal 378 KUHP merupakan suatu kejahatan yang harus
dilakukan dengan sengaja. Walaupun pembentuk undang-undang tidak
mensyaratkan unsur kesengajaan bagi pelaku untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang terlarang didalam pasal 378 KUHP, tetapi
dengan melihat pada syarat tentang keharusan adanya suatu bijkomend
oogmerk atau suatu naaste doel atau suatu maksud selanjutnya untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
maka orang dapat menarik kesimpulan bahwa tindak pidana penipuan
merupakan suatu kejahatan yang harus dilakukan dengan sengaja.
Tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok seperti yang diatur
dalam pasal 378 KUHP terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut:66
1) Unsur subjektif: dengan maksud (met het oogmerk) untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum;
2) Unsur-unsur objektif :
a) Barangsiapa;
b) Menggerakkan orang lain agar orang lain tersebut:
I. menyerahkan suatu benda;
II. mengadakan suatu perikatan utang;
III. meniadakan suatu piutang;
c) Dengan memakai:
I. sebuah nama palsu;
II. suatu sifat palsu;
III. tipu muslihat;
66
P.A.F. Lamintang, Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Keahatan Terhadap Harta
Kekayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.150-170.
39
IV. rangkaian kata-kata bohong.
Untuk dapat menyatakan seorang terdakwa terbukti melakukan
tindak pidana penipuan seperti yang diatur dalam pasal 378 KUHP,
hakim harus melakukan dua macam pemeriksaan, yakni apakah benar
bahwa terdakwa:
1) Terbukti memenuhi unsur kesengajaan untuk melakukan tindak
pidana penipuan seperti yang didakwakan oleh jaksa, dan
2) Terbukti memenuhi semua unsur tindak pidana penipuan seperti
yang didakwakan oleh jaksa.
Maka untuk dapat menyatakan terdakwa terbukti memenuhi
unsur kesengajaan sebagaimana yang dimaksudkan diatas, disidang
pengadilan yang memeriksa perkara terdakwa, harus dapat dibuktikan
bahwa terdakwa memang benar telah :
1) Bermaksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum;
2) Menghendaki menggerakkan orang lain untuk menyerahkan suatu
benda atau untuk mengadakan suatu perikatan utang ataupun
untuk meniadakan suatu piutang;
3) Mengetahui bahwa yang ia gerakkan untuk melawan hukum
orang lain itu ialah agar orang lain tersebut menyerahkan suatu
benda atau mengadakan suatu perikatan utang ataupun
meniadakan suatu piutang;
4) Mengetahui bahwa yang ia pakai untuk menggerakkan orang lain
itu ialah sudah nama palsu, suatu sifat palsu, suatu tipu muslihat
atau suatu rangkaian kata-kata bohong.
Jika maksud, kehendak, dan pengetahuan terdakwa itu
semuanya dapat dibuktikan, barulah orang dapat mengatakan bahwa
terdakwa memang terbukti telah memenuhi unsur kesengajaan untuk
melakukan tindak pidana penipuan seperti yang didakwakan oleh jaksa
terhadap dirinya. Jika salah satu dari maksud, kehendak, atau
pengetahuan-pengetahuan terdakwa itu ternyata tidak dapat
40
dibuktikan, maka hakim harus memberikan putusan bebas dari
tuntutan hukum bagi terdakwa. Pembuktian tentang maksud,
kehendak, dan pengetahuan-pengetahuan terdakwa itu dalam
kenyataannya memang tidak mudah terutama jika terdakwa
menyangkal apa yang didakwakan oleh jaksa. Untuk dapat
menyatakan seorang terdakwa terbukti memenuhi unsur-unsur
sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, dengan sendirinya
hakim harus dapat memberikan arti yang setepat-tepatnya kepada
masing-masing unsur yang bersangkutan, baik menurut undang-
undang, menurut yurisprudensi, maupun menurut doktrin.
Unsur subjektif dari tindak pidana penipuan yang diatur dalam
pasal 378 KUHP ialah met het oogmerk om zich of een ander
wederrechtelijk te bevoordelen atau dengan maksud menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
Sebelum berbicara masalah keuntungan mana yang disebut
sebagai keuntungan yang bersifat melawan hukum, kiranya perlu
diketahui terlebih dahulu tentang apa yang sebenarnya dimaksudkan
dengan secara melawan hukum itu sendiri.
Menurut Prof. Van Bemmelemen dan prof. Van Hattum, suatu
keuntungan dapat disebut bertentangan dengan kepatutan di dalam
pergaulan masyarakat, jika pada keuntungan tersebut masih terdapat
cacat tentang bagaimana caranya keuntungan itu dapat diperoleh, juga
hingga saat orang menikmatinya atau jika keuntungan itu sendiri
sifatnya bertentangan dengan kepatutan didalam pergaulan
masyarakat, tanpa orang perlu memperhatikan tentang bagaimana
caranya keuntungan itu dapat diperoleh.
Yang dikatan oleh Van Bemmelemen dan prof. Van Hattum
diatas perlu mendapat perhatian, karena didalam praktik ternyata
banyak terdapat kesalahpahaman tentang kata-kata dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, seolah-olah yang harus bersifat melawan hukum itu hanyalah
41
perolehan keuntungan yang bersangkutan itu saja, padahal seperti yang
telah dikatakan diatas, suatu keuntungan itu juga dapat disebut bersifat
melawan hukum, jika cara memperoleh keuntungan tersebut ternyata
bertentangan dengan kepatutan didalam pergaulan bermasyarakat.
Unsur Objektif pertama dari tindak pidana penipuan yang
diatur dalam pasal 378 KUHP ialah barangsiapa.
Kata barangsiapa ini menunjukan orang, yang apabila ia
memenuhi semua unsur dari tindak pidana penipuan yang diatur dalam
pasal 378 KUHP, maka ia dapat disebut sebagai pelaku atau dader dari
tindak pidana penipuan tersebut. Pelaku disini tidak semua orang yang
ternyata telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana penipuan
yang diatur dalam pasal 378 KUHP harus disebut sebagai pelaku dari
tindak pidana penipuan yang bersangkutan, karena para mededader
pun atau orang-orang yang turut melakukan suatu tindak pidana
penipuan itu juga harus memenuhi semua unsur tindak pidana
penipuan, agar mereka dapat disebut sebagai mededader atau sebagai
orang-orang yang turut melakukan suatu tindak pidana penipuan.
Unsur objek yang kedua dari tindak pidana penipuan yang
diatur dalam pasal 378 KUHP ialah iemand bewegen atau
menggerakan orang lain agar orang lain tersebut:
a. Mau menyerahkan sesuatu benda, atau
b. Mau mengadakan perikatan utang atau meniadakan suatu piutang.
Yang dimaksud dengan menyerahkan suatu benda di dalam
rumusan pasal 378 KUHP ialah iedere handeling waardoor men
scheidt van een goed dat men onder zich had, op welke wijze, onder
welke omstandigheden, aan wie dan ook atau setiap tindakan
memisahkan suatu benda dengan cara yang bagaimanapun dan dalam
keadaan yang bagaimanapun dari orang yang menguasai benda
tersebut untuk diserahkan kepada siapapun.
Untuk adanya suatu penyerahan seperti yang dimaksudkan
dalam pasal 378 KUHP disyaratkan bahwa benda yang diminta oleh
42
pelaku untuk diserahkan kepadanya harus terlepas dari penguasaan
orang yang diminta untuk menyerahkannya, tetapi tidak perlu bahwa
pada saat yang sama benda tersebut jatuh dalam penguasaan orang
yang lain.
Menurut Hoge Raad yang dimaksud dengan kata schuld ialah
verbintenis atau perikatan, yang dalam hal itu artinya perikatan utang.
menggerakan orang lain untuk perikatan utang. Seorang penerjemah
wetboek van strafrecht telah menerjemahkan schuld itu dengan kata-
kata supaya memberi utang dan adapula yang menerjemahkan dengan
kata-kata supaya membuat hutang. Kata-kata perikatan utang dalam
rumusan pasal 378 KUHP mempunyai arti kata yang sifatnya umum
menurut tata bahasa, dan bukan mempunyai arti menurut burgerlijk
wetboek.
Mengenai hal tersebut diatas maka Mahkamah Agung RI
didalam putusan kasasinya tanggal 11 Agustus 1960 No.66K
K/Kr/1960, telah memutuskan bahwa: “Perbuatan yang merupakan
unsur dari pasal 378 KUHP adalah membujuk orang untuk membuat
utang atau menghapuskan piutang dan bukannya membujuk orang
untuk memberi pinjaman, maka perbuatan yang dituduhkan kepada
penuntut kasasi bahwa ia telah membujuk Teh Tjoe Fat (saksi) untuk
memberikan pinjaman kepadanya, bukan merupakan kejahatan yang
dimaksudkan oleh pasal 378 KUHP”.
Perikatan utang dapat dibuat dalam bentuk perjanjian kredit
didepan notaris, tetapi juga dapat dibuat didalam berbagai bentuk
tulisan, misalnya dalam bentuk kuitansi yang harus ditandatangani
oleh orang yang ditipu seolah-seolah orang tersebut mempunyai utang
sebesar uang yang dituliskan di atas kuitansi tersebut atau dalam
bentuk pengakuan utang diatas kertas segel yang harus ditanda tangani
oleh orang yang ditipu seolah-olah orang tersebut mempunyai utang
sebesar uang yang dinyatakan diatas kertas segel tersebut.
43
Unsur objek yang ketiga dari tindak pidana penipuan yang
diatur dalam pasal 378 KUHP merupakan sarana-sarana penipuan atau
oplichtingsmiddelen yang salah satu diantaranya harus dipakai oleh
pelaku, agar perbuatanya dapat disebut sebagai suatu penipuan.
Sarana-sarana penipuan tersebut masing-masing ialah:
a. Door het aannemen van een valse naam, artinya dengan memakai
sebuah nama palsu;
b. Door het aannemen van valse boedanigheid, artinya dengan
memakai suatu sifat palsu;
c. Door listige kunstgrepen, artinya dengan memakai tipu muslihat
atau;
d. Door een samenweefsel van verdichtsels, dengan memakai
rangkaian kata-kata bohong.
Yang dimaksud dengan nama palsu menurut Prof.Satochid
Kartanegara, suatu nama palsu harus merupakan nama seseorang.
Nama tersebut dapat merupakan nama yang sebenarnya bukan
merupakan nama dari pelaku sendiri, atau memang merupakan nama
dari pelaku sendiri akan tetapi yang tidak diketahui oleh umum. Nama
tersebut juga dapat merupakan sebuah nama yang tidak digunakan oleh
seorangpun.
Yang dimaksud dengan sifat palsu (hoedanigheid), kata sifat
telah diterjemahkan oleh para penerjemah wetboek van strafrecht
dengan berbagai kata yang berbeda. Ada yang telah menerjemahkan
dengan kata keadaan, adapula yang menerjemahkan dengan kata
martabat dan ada juga yang menerjemahkan kata hoedanigheid
tersebut dengan keadaan peri keadaan.
Menurut Prof. Satochid Kartanegara, sifat palsu itu didalam
pasal 378 KUHP tidak perlu merupakan jabatan, pangkat atau sesuatu
pekerjaan yang resmi seperti hakim, jaksa, penyidik, dan sebagainya,
melainkan juga keberadaan dalam suatu keadaan tertentu, sehingga
orang mempunyai hak-hak tertentu, misalnya mengaku sebagai
44
seorang informan atau mengaku sebagai saudara atau kawan baik dari
seorang pejabat tertentu sehingga ia dapat memperoleh kemudahan-
kemudahan dari pejabat tersebut, padahal semuanya sesungguhnya
tidak benar.
Yang dimaksud dengan listige kunstgrepen atau tipu muslihat ,
Menurut Prof. Satochid Kartanegara tipu muslihat adalah tindakan-
tindakan yang sedemikian rupa, sehingga dapat menimbulkan
kepercayaan orang atau memberikan kesan kepada orang yang
digerakkan, seolah-olah keadaanya sesuai dengan kebenaran.
Hoge Raad berpendapat bahwa satu kebohongan saja bukanlah
merupakan tipu muslihat seperti yang dimaksud dalam pasal 378
KUHP. Menurut Mahkamah Agung RI telah dipandang sebagai tipu
muslihat didalam putusan-putusan kasasinya antara lain:
a. Membubuhkan tanda tangan palsu pada sebuah keterangan untuk
menggerakan seorang pegawai negeri memberikan sumbangan;
b. Menyerahkan sebuah cek yang diketahuinya bahwa cek tersebut
tidak dapat diuangkan karena tidak ada dananya;
c. Menandatangani sebuah daftar permintaan derma untuk
mencegah seorang peminta derma tidak mempunyai kesibukan
dalam satu minggu;
d. Melakukan pemesanan barang-barang dengan mempergunakan
nama perusahaan yang dicetak, sehingga menimbulkan kesan
yang bertentangan dengan kebenaran seolah-olah pemesan
mengusahakan suatu perusahaan yang berjalan baik;
e. Membayar dengan lembaran uang lima franc di tempat gelap,
yang ukuran dan warnanya sama dengan lembaran uang satu
ringgit.
Jadi, agar suatu dapat dikatakan sebagai suatu tipu muslihat,
maka perilaku tersebut harus merupakan suatu perbuatan, dan bukan
merupakan serangkaian kata-kata bohong.
45
Yang dimaksud dengan samenweefsel van verdichtsels atau
suatu rangkaian kata-kata bohong menurut Prof. Satochid Kartanegara
adalah serangkaian kata-kata yang terjalin demikian rupa, sehingga
kata-kata tersebut mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang
lain dan dapat menimbulkan kesan seolah-olah kata-kata yang satu itu
membenarkan kata-kata yang lain, padahal semuanya sesungguhnya
tidak sesuai dengan kebenaran.
Menurut Hoge Raad di dalam berbagai arrest-nya, masing-
masing tanggal 8 Maret 1926, NJ 1926 halaman 368, W. 11502,
tanggal 28 juli 1916, NJ 1916 halaman 919, W, 9987 dan tanggal 11
Maret 1929, NJ 1929 halaman 855, W, 11995:
“Er is een samenweefsel van verdichtsels, wanneer tussen
verschillende leugens zodanig verband bestaat, en de ene leugen de
andere zodanig aanvult, dat zig elkaar wederkerig een bedriegelijke
schijn van waarheid geven”.
Artinya : “Dapat dikatakan terdapat suatu susunan kata-kata
bohong bilamana antara beberapa kebohongan itu terdapat
hubungan yang demikian rupa, dan kebohongan satu dengan
kebohongan yang lain itu keadaannya adalah demikian rupa,
sehingga semua kata-kata bohong itu secara timbal balik
memberikan kesan seolah-olah apa yang katakan itu sesuai
dengan kebenaran, padahal keadaan yang sebenarnya adalah
tidak demikian”.
Menurut Hoge Raad di dalam berbagai arrest-nya, masing-
masing tanggal 8 Febuari 1926, NJ 1926 halaman 285, W. 11485, dan
tanggal 23 Maret 1931, NJ 1932 halaman 1547, W, 12309, antara lain
telah memutuskan, bahwa yang harus dipandang sebagai tempat
dilakukannya tindak pidana penipuan seperti yang diatur dalam pasal
378 KUHP ialah tempat di mana pelaku telah melakukan perbuatannya
yang terlarang, dan bukan tempat di mana orang digerakkan oleh
pelaku untuk diserahkan kepadanya.
Tindak pidana dengan modus hipnotis pada umumnya memilki
karakteristik sebagai berkut:
46
1. Secara umum pelaku tindak pidana hipnotis hampir tidak
terkenali namun biasanya mereka memilih target yang sepi dari
perhatian orang banyak. Memilih target atau korban yang
memiliki sugestibilitas (kemampuan fokus tinggi) biasanya
seorang yang sedang sibuk (aktifitas telephone, menghitung uang
dll).
2. Seorang pelaku tindak pidana hipnotis biasanya memiliki tingkat
kepercayaan yang tinggi dalam mendatangi korbannya, dan
membangun kepercayaan agar korban percaya sepenuhnya
kepada pelaku.
2. Tindak pidana penipuan menurut hukum islam
a. Pengertian Tindak Pidana Penipuan
Jarimah penipuan ini dapat diartikan sama dengan dusta, maka
sebagian macam-macam penipuan dan dusta yakni; sumpah palsu,
mengurangi takaran dan timbangan, dan riba.
Penipu adalah suatu yang bersumber dari kemunafikan. Hal ini
merupakan suatu tindak pidana yang berkaitan dengan harta. Jika
ditinjau dari tujuan hukum, yang antara lain seperti yang dikemukakan
diatas, akibat penipuan pihak tertipu dirugikan. Perbedaan kesalahan
bukan hanya pada pihak penipu, melainkan pihak pemilik harta juga
bersalah, yaitu karena kebodohannya, sehingga ia tertipu. Atas dasar
itu sanksi yang dikenakan terhadap penipu lebih ringan jika
dibandingkan dengan pidana pencurian. Namun jika ditinjau dari sisi
pelakunya, penipu lebih memiliki potensi psikis yaitu kepandaian, baik
dalam kata-kata, maupun dalam bidang administrasi. Dampak negatif
yang ditimbulkan, yaitu kerugian dari pihak korban, besar
kemungkinan berlipat ganda daripada kerugian yang ditimbulkan
akibat pencurian. Ditinjau dari ruh syariat menipu adalah
membohongi. Berlaku dusta adalah merupakan ciri munafik.
47
Munafik seperti dinyatakan dalam Quran surah An-Nisaa’ 145.
بس ولي تجذ لهن صشاإى الوبفقي ف الذسك السفل هي ال
Artinya:“Sesungguhnya orang-orang munafik itu
(ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka
dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong
bagi mereka”.
Ayat diatas memberikan penilaian kepada orang munafik lebih
membahayakan daripada orang kafir. Jika merampas atau merampok
harta hukumannya seperti hukuman orang kafir yaitu hukum bunuh,
maka hukuman terhadap orang munafik minimal sama dengan
hukuman yang ditentukan terhadap perampok.67
Islam mengharamkan segala bentuk tindak pidana termasuk
segala bentuk tindak pidana penipuan. Penipuan merupakan kejahatan
yang dilakukan oleh seseorang dengan jalan membohongi orang lain
atau tipu daya melihat secara melawan hak demi untuk memperoleh
keuntungan yang lebih besar bagi pribadinya, baik itu barang maupun
uang. Karena penipuan itu cinderung melakukan kebohongan dan
merugikan orang lain, adapun dalam islam kebohongan itu sama
dengan dusta.68
b. Unsur-unsur tindak pidana penipuan dalam hukum islam
Tiap-tiap jarimah atau jinayah dalam (tindak pidana) harus
mempunyai unsur-unsur yang wajib dipenuhi, yaitu :69
1) Nash yang melarang perbuatan dan mengancam hukuman
terhadapnya dan unsur ini biasa disebut unsur formil (rukun
syar‟i).
2) Adanya tingkah laku yang membentuk jarimah baik berupa
perbuatan-perbuatan nyata atau sikap tidak berbuat dan unsur ini
disebut unsur material (rukun maddi).
67
Zainuddin Ai, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika,2007),hlm.71. 68
Yusuf Qaradhawi, Halal dan Haram, (Bandung: jabal,2007),hlm. 266. 69
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), hlm.6.
48
3) Pembuat adalah orang mukallaf, yaitu orang dapat dimintai
pertanggungjawaban terhadap jarimah atau jinayah yang
diperbuatnya dan unsur ini disebut unsur moril (rukun adabi).
Ketiga unsur ini harus terdapat pada suatu perbuatan untuk
digolongkan kepada jarimah atau dalam setiap tindak pidana.
Disamping unsur umum pada tiap-tiap jarimah juga terdapat unsur-
unsur khusus untuk dapat dikenakan hukuman. Perbedaan unsur-unsur
umum dengan unsur-unsur khusus ialah kalau usur-unsur umum satu
macamnya pada semua jarimah, sedangkan kalau unsur-unsur khusus
dapat berbeda-beda bilangannya dan macamnya menurut perbedaan
jarimah, maka unsur-unsur ini merupakan pembeda antara satu tindak
pidana dengan tindak pidana lainnya.
D. Tinjauan Umum Tentang Modus Operandi Hipnotis
1. Pengertian Modus Operandi Hipnotis
Pengertian modus operandi dalam lingkup kejahatan yaitu operasi
cara atau teknik yang berciri khusus dari seorang penjahat dalam
melakukan perbuatan jahatnya.70
Modus operandi berasal dari bahasa Latin, artinya prosedur atau
cara bergerak atau berbuat sesuatu. Menurut wikipedia modus operandi
adalah cara operasi orang perorang atau kelompok penjahat dalam
menjalankan rencana kejahatannya.
Sedangkan Hipnosis, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
“KBBI” edisi III adalah “membuat atau menyebabkan seseorang berada
dalam keadaan hipnotis; berkenaan dengan hipnotis”.71
Hipnosis dalam kamus bahasa indonesia, dijumpai dalam istilah
kedokteraan dan psikologi. Dalam istilah medis, hipnosis diartikan sebagai
“seperti tidur karena sugesti, yang dalam taraf permulaan, orang itu
70
Alfitra, Modus Operandi Pidana Khusus Di Luar KUHP (Jakarta: RAS/Penebar,2014). 71
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Edisis Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka, 2002
49
dibawah pengaruh orang yang memberikan sugestinya, tetapi pada taraf
berikutnya membuat tidak sadar sama sekali”.72
Secara kebahasaan, hipnotis berasal dari bahasa Yunani, yakni
hypnos yang artinya “tidur”. Adanya perbedaan makna mengenai kata
hipnotis dan hipnosis, hipnotis sebagai teknik untuk menguasai kesadaran
orang sehingga orang tersebut tanpa sadar akan taat jika diberi sugesti atau
perintah oleh pelaku yang menghipnotis.
Kata hipnotis pun dimaknai sebagai (perbuatan “membuat atau
menyebabkan seseorang berada dalam keadaan hipnosis.” Sementara
hipnotisme adalah “ilmu tentang hipnosis atau tindakan yang
menyebabkan hipnotis.” Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
“hipnotis” berada dalam pemaknaan “hipnosis” artinya, setiap perbuatan
hipnotis mengandung unsur hipnosis.
Para pakar hipnotis yang terkumpul dalam U.S. Department Of
Education, Human Services Division, membuat definisi “Hypnosis is the
by-pass of the critical factor of the conscious mind followed by the
establishment of acceptable selective thinking” atau “hipnotis adalah
penembusan faktor kritis pikiran sadar diikuti dengan diterimanya suatu
pemikiran atau sugesti tertentu”.
Didalam bukunya C.Roy Hunter istilah hipnosis berasal dari bahasa
Yunani hypnos yang artinya tidur. Tetapi hypnosis bukanlah keadaan
tidur, namun keadaan yang sama dengan aktivitas yang diperlambat
hingga mencapai frekuensi yang disebut “alfa”, yaitu waktu ketika kita
menuju dan dari keadaan tidur. Banyak ahli yang menyebutnya sebagai
“kesadaran yang diubah” karena akal dari orang yang terhipnosis masih
menyadari hal yang terjadi walaupun ia tampak tertidur. Roy Hunter
sangat sependapat dengan teori yang diajarkan Charles Tebbetts; semua
hipnosis adalah hipnosis-diri, sehingga hipnoterapis lebih tampak seperti
pemandu yang memfasilitasi proses hipnotis. Myron Teitelbaum, M, D.,
72
Hamsah Hasan, Cara Dahsyat Menangkal Hipnotis,(Jakarta: QultumMedia, 2010),
hlm.2.
50
penulis Hypnosis Induction Technics menyimpulkan bahwa “penghipnosis
hanyalah pemandu yang menunjukan dan memimpin subjek menuju
keadaan trans.” Dan menurut C. Roy Hunter sendiri bahwa cara paling
akurat dalam mendefinisikan hipnosis adalah menyebutnya sebagai
meditasi terpandu saja.73
Hipnosis memiliki banyak definisi, menurut Indra Majid, Dalam
bukunya yang berjudul “Hipnotis Modern” menyatakan bahwa, salah satu
dari kejahatan yang sangat banyak terjadi dalam masyarakat pada saat
sekarang ini adalah hipnotis. Dalam bahasa Inggris, hipnotis disebut
sebagai "hypnosis" atau "hypnotism". Istilah "hypnosis" pertama kali
diperkenalkan oleh James Braid, seorang dokter ternama di Inggris yang
hidup antara tahun 1795 - 1860. Sebelum masa James Braid, hipnotis
dikenal dengan nama "Mesmerism" atau "Magnetism".
Istilah nyata hipnosis, yang di ciptakan seorang dokter Inggris paada
abad ke 19, Hypnosis berasal dari kata "hypnos" yang merupakan nama
dewa tidur orang Yunani. Namun perlu dipahami bahwa kondisi hipnotis
tidaklah sama dengan tidur. Orang yang sedang tidur tidak menyadari dan
tidak bisa mendengar suara-suara disekitarnya. Sedangkan orang dalam
kondisi hipnotis, meskipun tubuhnya beristirahat (seperti tidur), ia masih
bisa mendengar dengan jelas dan merespon informasi yang diterimanya.
Beberapa definisi tentang hipnotis yang pernah diungkapnya diantaranya:
a. Hipnotis adalah suatu kondisi yang menyerupai tidur yang dapat secara
sengaja dilakukan kepada seseorang, di mana seseorang yang
dihipnotis bisa menjawab pertanyaan yang diajukan, serta lebih mudah
menerima sugesti.
b. Hipnotis adalah praktek mempengaruhi orang lain agar mengikuti apa
yang diperintahkan oleh ahli hipnotis.
c. Hipnotis adalah suatu kondisi pikiran yang terpusat sehingga tingkat
sugestibilitas (daya terima saran) meningkat sangat tinggi.
73
C.Roy Hunter, Seni Hipnosis Penguasaan Teknik-Teknik Dasar (Jakarta: PT.Indeks,
2015), hlm. 18-19.
51
d. Hipnotis adalah seni komunikasi untuk mempengaruhi seseorang
sehingga mengubah tingkat kesadarannya, yang dicapai dengan cara
menurunkan gelombang otak dari Beta menjadi Alpha/Theta.
e. Hipnotis adalah seni eksplorasi alam bawah sadar.
Menurut Mosby Medical Encyclopedia (edisi 1992) mendefinisikan
hipnosis sebagai “keadaan pasif dan trans yang mirip dengan tidur normal
ketika persepsi dan ingatan diubah, sehingga mengingkatkan ketanggapan
terhadap sugesti”.
Hipnotis dalam islam itu sendiri adalah Ilmu dan pengetahuan yang
memiliki kedudukan yang sangat mulia, namun, islam telah mengingatkan
manusia agar memosisikan ilmu dan pengetahuan sebagai suatu yang
berunjung pada keimanan kepada Allah, kebaikan dan kesalehan hidup,
serta pengelolaan alam secara proporsional untuk kehidupannya.
Qs. Al-Mujadilah ayat 11:
لكن و لس فٱفسحىا فسح ٱلل ا إرا قل لكن تفسحىا ف ٱلوج أهب ٱلزي ءاهى إرا قل
بوب ٱشزوا ت وٱلل ٱلزي ءاهىا هكن وٱلزي أوتىا ٱلعلن دسج فٱشزوا شفع ٱلل
تعولىى خبش
Artinya : “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu:
“Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya
Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
“Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
QS An-Najm ayat 28:
ئب وهب لهن به هي علن إى تبعىى إل الظي وإى الظي ل غ هي الحق ش
Artinya : “Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun
tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan
sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun
terhadap kebenaran”.
Setiap sesuatu hukum asalnya adalah dibolehkan. Namun, harus pula
dilihat niat awalnya, cara atau metode pemakaiannya, dan tujuannya. Jika
52
niat hipnotis untuk kebaikan, dan tidak mengandung unsur syirik maka
islam menyambut baik pengetahuan hipnosis.
Hipnosis yang baik antara lain adalah proses hipnosis yang
dilakukan untuk kepentingan kemanusiaan disini meliputi bentuk bantuan
pengobatan, penyembuhan, terapi, motivasi, dan sugesti yang diberikan
kepada penderita, pasien, anak didik, pprajurit, atau karyawan.
Dengan demikian, hipnotis yang baik sangat ditentukan oleh aspek
proses, efek dan tujuannya. Proses dipastikan harus baik, dan tujuan benar-
benar luhur dan mulia. Sebab jika hanya tujuan yang baik, tanpa proses
yang dilakukan benar, akibatnya dapat mencelakakan pasien, atau
penderita.
Hipnotis yang buruk adalah hipnotis yang dilakukan dengan pola
mengelabui dan untuk sebuah rencana kejahatan besar. Sebab, inti hipnotis
buruk adalah penipuan dan pengkhianatan terhadap sisi baik hipnotis, jadi
dikatakan buruk karena tujuannya memang kekejian. Di dalam skripsi
yang berjudul Hipnotis Perspektif Hukum Islam dan Aplikasi Hipnotis di
Turkie oleh Muhammed Orak hipnotis dibagi dua macam, yang pertama
hipnotis klasik, yakni hipnotis yang merupakan salah satu jenis sihir
(perdukunan). Pada jenis hipnotis ini menggunakan media jin sehingga
pelaku dapat menguasai diri korban, lalu berbicaralah ia melalui
ucapannya dan mendapatkan kekuatan untuk melakukan sebagian
pekerjaan setelah dikuasai dirinya tersebut (gendam).
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Quran Surat Ar-Ruum ayat
41:
ن قا ر اس ل ي ال د ا ت أ با سا ا كا وا س ب ح با ال ا س با اد ف ال فاسا سا ال ا ظا
ىا ع ج س ا ن ل عا ا ا ل ل و ي عا ر طا ال باع
Artinya “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Sedangkan hipnotis modern, tidak menggunakan media jin atau
sejenisnya. Akan tetapi, ia menggunakan kekuatan yang dahsyat yang
53
sebenarnya terdapat pada diri kita manusia yaitu kekuatan alam bawah
sadar.
54
BAB III
ASPEK HUKUM DAN PENGARUH TINDAK PIDANA PENIPUAN
BERMODUS OPERANDI HIPNOTIS
A. Tindak Pidana Penipuan Bermodus Operandi Hipnotis
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan pengaruh
terhadap kehidupan masyarakat yang memberikan dampak positif dan negatif.
Semakin meratanya pembangunan, lancarnya jalur tranportasi, hingga
kemudahan dalam melakukan komunikasi merupakan suatu dampak positif
dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut Di sisi lain
meningkatnya kejahatan tidak dipungkiri merupakan dampak negatif dari
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini.
Dalam kehidupan sehari-hari anggota masyarakat saling berhubungan
antara satu dengan yang lainya sebab masing-masing orang saling mempunyai
kepentingan jiwa raga, harta benda, kemerdekaan diri dan kehormatan.
Adakalanya kepentingan masyarakat itu bersama, karenanya diperlakukan
kerja sama, namun kepentingan itu bisa saja bertentangan sehingga diperlukan
peraturan-peraturan yang membatasi hak-hak dan kewajiban masing-masing
agar jangan saling berbenturan. Setiap orang akan lebih mengutamakan dan
membela kepentiganya atau kebutuhanya sendiri lebih dulu daripada
kepentingan orang lain, yang akan menyebabkan kekacauan dalam peraturan-
peraturan yang ada, baik di agama, kesusilahan, adat istiadat atau hukum
positif yang berlaku di negara hukum Republik Indonesia.
Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bila mana
tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan atau norma-norma
yang ada dalam masyarakat itu. Peraturan-peraturan ini di keluarkan dalam
suatu badan yang disebut pemerintah.Walaupun peraturan-peraturan ini telah
dikeluarkan masih ada saja orang yang melanggar peraturan-
peraturan.Terhadap orang ini sudah tentu dikenakan hukuman yang sesuai
dengan perbuatan yang di langgarnya. Di Indonesia segala pelanggaran dan
54
55
kejahatan diatur oleh hukum pidana dan dimuat dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP).
Kejahatan atau tindak pidana merupakan suatu gejala sosial yang sudah
tua usianya dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan
pertumbuhan penduduk. Hal ini juga terjadi karena perkembangan sosial
masyarakat itu sendiri, karena kejahatan erat hubunganya dengan budaya
dalam masyarakat. Akan tetapi bukan menjadi sebagian dari hasil budaya
masyarakat itu, ini berarti semakin modern suatu bangsa, maka semakin
modern pula kejahatan itu dalam bentuk, sifat dan cara pelaksanaanya.
Salah satu dari kejahatan tersebut yang sangat banyak terjadi dalam
masyarakat pada saat sekarang ini adalah hipnotis. Secara sederhana,
pengertian hipnotis adalah cabang ilmu psikologi yang mempelajari pengaruh
sugesti terhadap pikiran manusia. Hipnotis disebut”hypnosis”atau”hypnos”,
nama dewa tidur mitologi Yunani kuno.
Setiap orang mempunyai prespektif yang berbeda tentang hipnotis.
Oleh karena itu, begitu banyak pengertian hipnotis yang muncul. Ada yang
berpendapat bahwa teknik hipnotis adalah sebuah teknik jahat melalui alam
bawah sadar, teknik hipnotis adalah sebuah teknik menyembukan melalui
alam bawah sadar, ada juga yang berpendapat bawah teknik hipnotis adalah
sebuah teknik yang tidak berbahaya dimana teknik ini bisa merubah hidup
orang yang mengunakannya. Pengertian hipnosis sebenarnya adalah ilmu yang
mempelajari pikiran alam bawah sadar dengan kata lain hipnosis adalah
ilmunya sedangkan hipnotis adalah sebutan orang untuk melakukan hipnosis.
Namun kebanyakan orang indonesia dengan kata hipnotis.
Manfaat hipnotis dan fungsi hipnotis tergantung pada setiap individu
yang melakukan hipnotis, karena hipnotis sendiri erat kaitanya dengan alam
bawah sadar. Sehingga ada sebagian orang yang memanfatkan hipnotis
sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana. Pada saat itu seseorang
memasuki alam bawah sadar mereka karena pengaruh hipnotis, pada saat
pelaku tindak pidana hipnotis ini melakukan penipuan pada korbanya dengan
56
meminta apa yang tindak pidana yang diinginkanya pada orang tersebut,
seperti meminta perhiasan dan uang.
B. Upaya-upaya yang dilakukan dalam menanggulangi tindak pidana
penipuan dengan modus operandi hipnotis
Terkait dengan tugas pokok badan kepolisian, seorang polisi harus
mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa memberikan rasa
aman kepada masyarakat. Seorang polisi harus mampu memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat, sebagai penegak hukum, pengayom masyarakat
dan pelayan masyarakat.
Dalam mengurangi atau menanggulangi kejahatan penipuan dengan
cara hipnotis maka perlu di lakukan upaya-upaya atau tindakan
penanggulangan. Menurut Empirik ada beberapa cara untuk menanggulangi
kejahatan, yaitu:
1. Upaya Pre-emtif
Upaya pre-emtif adalah upaya yang dilakukan dengan kegiatan
pencegahan awal yang dilakukan oleh pihak berwajib dalam hal ini adalah
satuan kepolisian Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang, guna
meminimalisir terjadinya kejahatan penipuan dengan hipnotis yang terjadi
di Desa Lembangsari. Tindakan yang dilakukan dapat berupa :
a. Memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat. Penyuluhan
Hukum adalah kegiatan untuk meningkatkan kesadaran hukum
masyarakat berupa penyampaian dan penjelasan peraturan hukum
kepada masyarakat dalam suasana informal sehingga tercipta sikap dan
perilaku masyarakat yang berkesadaran hukum. Masyarakat diajarkan
untuk sadar dan mengerti akan kewajiban serta hak-haknya dalam
berbangsa dan bernegara. Kesadaran terhadap moral hukum dan
peraturan hukum akan memberikan perlindungan terhadap masyarakat
serta akan menjauhkan seseorang untuk melakukan tindak kejahatan.
Penyuluhan yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap masyarakat
juga dapat berupa penyampaian agar senantiasa berhati-hati terhadap
orang yang baru saja dikenali, tidak mudah begitu saja terbujuk kata-
57
kata dari para penjual yang jika dilihat kurang meyakinkan. Dengan
melakukan penyuluhan seperti ini, maka masyarakat akan lebih
waspada dan mulai membentengi diri dari hal-hal yang buruk,
begitupula dengan para pelaku tindak kejahatan akan sadar terhadap
tindakannya sehingga kesejahteraan masyarakat tercapai.
b. Tidak cukup dengan hanya memberikan penyuluhan kepada
masyarakat. Para pihak kepolisian juga perlu menyebarkan informasi
berupa tulisan yang dapat dibaca oleh semua orang. Membuat poster
atau pamflet yang diedarkan atau dipasang diseluruh kawasan Desa
Lembangsari, dimana isinya mengenai kewaspadaan terhadap tindak
pidana penipuan. Salah satu bentuk cara seperti ini cukup membantu
untuk memberikan informasi kepada masyarakat untuk selalu
meningkatkan kewaspadaan penduduk desa.
c. Pengawasan dan pemeriksaan yang ketat dilakukan oleh pihak
kepolisian terhadap orang-orang yang patut dicurigai. Pengawasan
yang ketat pun dapat meminimalisir tindak kejahatan lain diluar dari
tindak penipuan.
d. Melakukan pengumuman secara langsung diwilayah Desa
Lembangsari yang dimaksudkan agar terus berhati-hati dan waspada.
Seperti contoh ketika kita dipasar atau pusat perbelanjaan yang ramai
maka security akan mengumumkan untuk memperhatikan barang
bawaan agar tetap dijaga.
Dengan melakukan tindak pencegahan awal, maka para pelaku
tindak kejahatan khususnya tindak penipuan dengan cara hipnotis akan
merasa enggan dan takut melakukan tindak kejahatan tersebut, sehingga
dapat meminimalkan usaha tindak kejahatan.
2. Upaya Preventif
Upaya preventif adalah upaya lanjutan dari upaya Pre-emtif. Upaya
preventif disini adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya
kejahatan penipuan dengan cara hipnotis. Hal ini bisa dilakukan oleh
badan kepolisian dengan cara :
58
a. Melakukan patroli keliling disekitar wilayah Desa Lembangsari. Hal ini
dilakukan untuk melihat dan mengawasi segala tindakan yang
dilakukan oleh para penduduk, jika ada tindakan penduduk atau orang
lain yang bukan berasal dari Desa Lembangsari yang mencurigakan
maka pihak kepolisian bisa terus mengawasi orang tersebut. Namun,
patroli keliling ini hendaknya dilakukan oleh beberapa orang polisi
yang dibagi dalam beberapa bagian tempat, untuk mempermudah
pengawasan.
b. Mengeluarkan ultimatum atau pengumuman yang berisi kewaspadaan
terhadap orang yang baru dikenal memalui dengan cara transaksi jual
beli, jangan mudah tergiur dengan tawaran sang penipu, karena pelaku
mengincar pada saat keadaan kita sudah mulai terhipnotis oleh pelaku.
c. Para aparatur desa khususnya desa Lembangsari agar tetap harus
waspada, karena sudah banyak sekali masyarakat menjadi korban
penipuan dengan modus hipnotis. Berbagai modus penipuan, ada
dengan cara menawarkan barang-barang (seles) dan ada juga mengajak
ngobrol korban hingga korban hilang kesadaran dan menuruti apa yang
disuruh oleh pelaku.
Tindakan lanjut seperti diatas dapat menghilangkan kesempatan bagi
pelaku untuk melakukan tindak kejahatan penipuan dengan cara hipnotis
tersebut. Karena sesuai dengan teori Niat + Kesempatan = Kejahatan,
maka untuk meniadakan kejahatan tersebut maka perlu dihilangkan
kesempatan pelaku untuk melakukan tindakan kejahatan tersebut.
3. Upaya Represif
Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana atau
kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law
enforcemmenet) dengan menjatuhkan hukuman. Pelaku tindak pidana
penipuan dengan modus operandi hipnotis yang terjadi di wilayah Desa
Lembangsari dapat langsung diproses dan dijatuhi hukuman sesuai dengan
pasal dan undang-undang yang berlaku untuk memberikan efek jera
terhadap pelaku.
59
Dengan adanya penegakan hukum, maka para pelaku tindak
kejahatan akan merasa takut untuk melakukan tindakan kejahatan tersebut.
Upaya lain yang dilakukan pihak kepolisian adalah bekerja sama dengan
pihak aparatur pemerintah yaitu menempatkan beberapa personil
kepolisian di tiap-tiap daerah atau yang disebut dengan
BAPEMKAMTIBMAS (Badan Pembina Ketertiban dan Keamanan
Masyarakat). Tujuannya adalah untuk mendekatkan masyarakat dengan
Polisi untuk rnemberikan informasi atau bantuan dari pihak kepolisian
untuk mengungkapkan kasus-kasus tindak pidana penipuan dengan modus
operandi hipnotis didaerah masing-masing.
Selain upaya diatas perlu juga dilakukan penyebarluasan ajaran
agama, moral dan perundang-undangan yang baik serta pentingnya
penanaman moral sejak dini di sekolah-sekolah. Hal ini dapat memberikan
pengetahuan dasar kepada masyarakat mengenai moral bermasyarakat.
60
BAB IV
ANALISIS TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN MODUS
OPERANDI HIPNOTIS
A. Analisis bentuk-bentuk tindak pidana penipuan dengan modus operandi
hipnotis
1. Bentuk-bentuk Penyalahgunaan Hipnotis
Dalam hal ini, meskipun telah diketahui banyak masyarakat pada
umumnya bahwa hipnotis merupakan suatu ilmu yang bermanfaat. Akan
tetapi pada kenyataanya masih banyak yang menyalahgunakan untuk
melakukan suatu tindak kriminal, seperti menipu, mencuri bahkan bisa
dikatakan merampok. Karena semua hal tersebut yaitu berupaya untuk
menguntungkan diri sendiri dengan modus operandi hipnotis, adapun
korban hipnotis tersebut yang dalam ketidaksadarannya, sehingga pelaku
tindak kriminal dengan leluasa mengambil harta korban tanpa hambatan
apapun.
Berikut adalah teknik yang digunakan untuk seorang hypnotist untuk
menembus alam bawah sadar korban hipnotis:
a. Confiutions teqnique (teknik membingungkan dengan pertanyaan yang
bertubi-tubi) Confusion tehnique awalnya diperkenalkan oleh Milton
Ericson dan tehnik ini awalnya digunakan untuk hypnotherapi
(pengobatan mental dengan hipnotis) untuk membantu cliens
memasuki kondisi Trance hipnotis (tidur untuk kepentingan terapi)
“for want of a better term, one of these special procedures may be
termed the “confusion technique.” It ha been employed extensively for
the induction of specific phenomena as well as deep trances. Usually,
it is best employed with highly intelligent subjecs interested in the
hypnotic process, or with those consciously unwilling to go into a
trance despite an unconcious willingnes”.74
74
Muhammed Orak, Skripsi yang berjudul “ Hipnotis Dalam Perspektif Hukum Islam
Dan Aplikasi Hipnotis Di Turki” (UIN Jakarta:2012), hlm.36.
60
61
Teknik ini banyak digunakan oleh praktisi hypnoterapi untuk
membantu seseorang memasuki kondisi trance, pada kasus-kasus
tertentu dimana seseorang mengalami kesulitan untuk memasuki
kondisi trance. Namun seiring perkembangan zaman beberapa orang
faham di bidang ini dan memiliki niat buruk untuk
mengaplikasikannya kepada tidak kejahatan maka beberapa orang
tersebut menggunakan tehnik ini untuk kejahatan dengan modus
operandi hipnotis.
b. Shock Inductions/ Rapid Induction (hipnotis dengan tehnik cepat)
Tehnik ini awalnya digunakan untuk kepentingan therapi (hypnoterapi)
membantu seorang cliens memasuki kondisi trance (tidur) dengan cara
yang sangat cepat beberapa macam Rapid indoction adalah:
1) Hand Shock Induction
Adalah dengan cara menarik tangan sesorang dan
mengucapkan “tidur” bersamaan dengan tarikan tangannya. Dalam
hal ini biasanya seorang pelaku kejahatan hipnotis menepuk
punggung atau area tubuh dan kemudian meminta benda/barang
yang dikendakinya.
2) Shock Mentality (meberikan efek kaget kepada korban)
Tehnik ini biasanya digunakan unutk memberikan efek kaget
kepada korban, contoh dengan sms berhadiah, berita menyedihkan,
bahkan berita yang memberikan efek sedih, dari sini pintu alam
alam bawah sadar terbuka dan pelaku kejahtan hipnotis dengan
mudah memaksukkan segusti atau arahan kepada korban, sehingga
korban dengan mudah menuruti semua kemauan dari
penghipnotis.75
Untuk memahami lebih detail bagaimana terjadinya hipnotis,
sehingga bisa dipahami bagimana mekanisme terbukanya pintu gerbang
75
Willy Wong dan Andi Hakim, Dahsyatnya Hipnotis, (Jakarta: Transmedia Pustaka,
2010) cet. Ke-7, hlm.48.
62
pikiran bawah sadar sehingga sugesti atau perintah bisa masuk dan
dilakukan oleh korban hipnotis.
Secara llmiah pintu gerbang pikiran bawah sadar dapat terbuka
atau tertutup. Karena mekanisme itulah setiap hari seorang menambah
pengetahuan dengan menyerap informasi dari luar seperti:
a. Saat seseorang fokus terhadap sesuatu hal yang menarik. Dapat berupa
obyek yang menarik. Contohnya; seseorang ketika berada didalam
sebuah bis dan kemudian diajak komunikasi dengan orang yang baru
dikenal dan seseorang tersebut mengatakan “persamaan” artinya
seseorang tersebut menyamakan maksud dan tujuan dengan orang
pertama, maka secara tidak langsung orang pertama akan fokus kepada
pembicaraan dan tema pembicaraan
b. Saat seseorang berkomunikasi dengan seseorang yang dipercaya dan
seorang yang dihormati, baik dia adalah seorang tokoh, idola, sahabat
dekat, orang tua, guru, atau siapapun juga yang dianggap memilki
pengetahuan, wawasan yang luas, dimana seseorang menaruh respek
yang sangat tinggi.
c. Saat seseorang berhadapan dengan suatu harapan, misalkan harapan
menjadi lebih cantik, harapan untuk menjadi sembuh. Para penjahat
hipnotis bisa mengawali komunikasi dengan “menyentuh” area ini.
d. Seorang pelaku kejahatan hipnotis biasanya memilki komunikasi yang
handal dan terampil dalam mengelabui korbannya.
e. Terdiri dari satu atau lebih dan memilki kemapuan untuk menilai,
memilah, dan milih korban yang tepat dalam menjalankan aksinya.
B. Mekanisme Penyelesaian Dalam Tindak Pidana Penipuan Dengan Modus
Operandi Hipnotis
Berdasarkan hasil penelitian, mekanisme penyelesaian dalam tindak
pidana penipuan dengan modus operandi hipnotis bahwa di Indonesia tidak
mengatur tentang adanya hipnotis. Penggunaan hipnotis untuk kejahatan
adalah modus yang jarang sekali dapat terungkap karena biasanya korban
tidak sadar ketika dalam pengaruh hipnotis ini, dan seolah-olah korban
63
memberikan barang tersebut secara suka rela dan tidak terlihat adanya unsur
kekerasan sehingga sulit terditeksi oleh orang lain yang menyaksikannya.
Hingga saat ini Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang digunakan
belum menjangkau kedalam kejahatan ini sehingga belum ada satupun pasal
yang mengatur dan menggambarkan tentang perbuatan yang terjadi. Dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang kita miliki saat ini tidak
mengatur tentang hal tersebut tetapi melihat apa yang dikemukakan oleh para
ahli hukum bahwa apabila di dalam undang-undang tidak ada unsur yang
cocok maka harusnya memperhatikan norma-norma yang ada dalam
masyarakat.
Adapun kendala-kendala yang dihadapi oleh penegak hukum
khususnya penyidik kepolisian adalah masalah pasal yang dipersangkakan
terhadap tersangka dalam kejahatan hipnotis ini, karena didalam KUHP kita
saat itu belum ada satupun pasal khusus yang unsur-unsur perbuatannya
sesuai dengan fakta yang terjadi sesungguhnya.
Banyaknya kendala-kendala untuk mengungkap kasus tindak pidana
dengan modus hipnotis ini, diantaranya yakni;
1. Polisi sulit mencari barang bukti ataupun alat bukti yang terjadi
pada saat pelaku melakukan aksinya;
2. Sulitnya untuk mendapatkan keterangan saksi, karena korban
merupakan saksi pada tindak pidana dalam kasus hipnotis;
3. Banyak korban yang tidak melapor kekepolisian karena barang
bukti tidak ada.
Mengenai bagaimana penyidikan dalam menyelidiki tindak pidana
penipuan dengan modus operandi hipnotis di wilayah Kecamatan Rajeg
Tangerang. Maka penulis menjelaskan sebagai berikut: Kepolisian Negara
Republik Indonesia pelindung pengayom serta pembimbing masyarakat.
Pihak kepolisian adalah merupakan salah satu pihak yang mempunyai
peranan yang sangat penting dalam upaya untuk menanggulangi kejahatan
64
yang terjadi di suatu daerah. Disamping itu adalah polisi meupakan aparat
penegak hukum di sebuah negara.76
Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
merumuskan:
“Pengertian penyidikan sebagai serangkaian tindakan yang
dilakukan pejabat Kepolisian sesuai dengan cara yang diatur dalam
undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, dan
dengan bukti itu membuat atau menjadi terang tindak pidana yang
terjadi serta menemukan tersangkanya atau pelaku tindak
pidananya”.
Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 2 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian
penyidikan adalah:
1. Penyidikan meupakan serangkaian tindakan yang mengandung tindakan-
tindakan yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan.
2. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut dengan penyidik.
3. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-undagan
4. Tujuan penyelidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang
dengan bukti tersebut membuat terang tindak pidana yang terjadi dan
menemukan tersangkanya.
Penyidikan merupakan salah satu tugas pokok Kepolisian Republik
Indonesia dalam rangka pelaksanaan penegakan hukum yang di dasarkan
pada ketentuan Pasal 13 huruf (b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisan Negara Republik Indonesia, sementara dalam kaitannya
dengan Polri sebagai penyidik didasarkan kepada ketentuan Pasal 14 ayat (1)
huruf (g) UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik
Indonesia yang mengatakan bahwa :
“Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas melakukan
penyidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan
hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya”.
76
Djoko Prokoso, POLRI Sebagai Penyidik Penegak Hukum, (Jakarta:Bina
Aksara,1987),hlm.70.
65
Pihak kepolisian yang menangani kasus-kasus tersebut menerima
laporan dari para korban. Dan mengupayakan bahwa kasus-kasus tersebut
dapat terselesaikan dengan baik. Namun dari beberapa kasus tindak pidana
penipuam dengan modus operandi hipnotis penyidikan belum sempurna. Hal
ini seperti kurangnya penyidik melacak keberadaan pelaku penipuan hal ini
dapat terjadi karena bukti dan saksi yang didapatkan hanya sedikit.
Sehingga penyidik susah menyelesaikan kasus tersebut. Dan ada pun
pihak kepolisian hanya menerima laporan tersebut tapi proses dalam
penyidikannya tidak berjalan. Bahwa pada dasarnya seorang
penyidik/penyelidik menerima laporan atau pengaduan maupun suatu
informasi tentang terjadinya suatu tindak pidana maka polisi wajib segera
melakukan langkah-langkah guna mengetahui sejauh mana kebenaran
laporan/pengaduan/informasi tersebut. Setelah diketahuinya bahwa peristiwa
yang diberitahukan kepadanya itu memang benar-benar telah terjadi, maka
penyidik harus mengumpulkan segala fakta dan data yang berhubungan
dengan tindak pidana penipuan. Berdasarkan data dan fakta yang
diperolehnya itu, penyidik menentukan apakah peristiwa itu benar
merupakan tindak pidana dan apakah terhadap tindak pidana tersebut dapat
dilakukan penyidikan. Hasil-hasil yang diperoleh dengan dilaksanakan
penyidikan tersebut menjadi bahan-bahan yang diperlunakan oleh
penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan.77
Proses penyidikan dimulai setelah dikeluarkannya surat perintah
penyidikan dimana penyidik diperintahkan untuk melakukan penyidikan atas
di duganya telah terjadi tindak pidana, namun apabila tindak pidana tersebut
tertangkap tangan, maka penyidik wajib segera melakukan tindakan
penyidikan yang diperlukan atau seperlunya tanpa harus menunggu perintah
penyidikan. Namun jika tidak tertangkap tangan, maka penggeledahan atau
penangkapan maupun penyitaan harus dikuatkan dengan surat perintah yang
di tanda tangani oleh kepala direktorat dengan nomor, tanggal dan stempel.
77
Hamrat Hamid dan Harun M.Husein, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang
Penyidikan dalam Bentuk Tanya Jawab (Jakarta: Sinar Grafika,1992),hlm.20-21.
66
Apabila ada korban yang datang memberikan laporan, maka kepolisian
yang bertugas di pos jaga meminta korban untuk menceritakan secara jelas
apa permasalahannya dan bagaimana hal tersebut dapat terjadi, siapa yang
melakukan dan dimana tindak pidana tersebut terjadi. Oleh pihak Kepolisian
laporan tersebut di catat dan di tandatangani oleh pihak pelapor serta
diberikan surat tanda penerima laporan. Laporan tersebut merupakan dasar
dari pihak Kepolisian untuk melakukan penyelidikan selanjutnya dilakukan
penyidikan. Setiap proses pemeriksaan harus dicantumkan dalam Bukti
Acara Pemeriksaan (BAP).
Dalam proses pemeriksaan korban penipuan dengan modus operandi
hipnotis, langkah pertama yang dilakukan adalah terlebih dahulu
menanyakan apakah korban mengetahui bagaimana pelaku melakukan
perbuatan tersebut. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap korban dan di
dapati bukti dari korban, maka proses selanjutnya masuk kedalam proses
pemeriksaan tersangka dan saksi. Pada umumnya kita melakukan
penangkapan kepada tersangka yang di duga telah melakukan tindak pidana
tersebut. Dalam pelaksanaan penangkapan, petugas harus disertai dengan
surat perintah penangkapan yang tembusan surat perintah diberikan kepada
tersangka.
Penyidik tindak pidana penipuan dengan modus operandi hipnotis ini,
penyidik tidak pernah mendatangkan atau memanggil ahli hipnotis atau
pakar-pakar hipnotis untuk mengetahui apakah korban benar-benar telah
terhipnotis oleh tersangka. Penyidik hanya menggali informasi dan menanyai
dalam kepada korban dan tersangka untuk mengetahui apa benar cara
hipnotis yang digunakan untuk melakukan penipuan, tanpa harus memanggil
ahli hipnotis.
Keterangan yang di dapatkan oleh penyidik pada saat melakukan
pemerikasaan terhadap pelaku kejahatan hipnotis ini mereka memenuhi
unsur-unsur materiil melakukan unsur pidana:
67
1. Terdapat kerugian akibat perbuatan pelaku dengan cara menghipnotis
korban dan kerugian tersebut adalah harta benda korban yang diserahkan
korban ketika korban terpengaruh hipnotis.
2. Para pelaku sudah merencanakan perbuatannya sebelum menjalankan
aksinya dan dalam hal bekerja secara kelompok mereka membagi tugas
peran masing-masing.
3. Maksud dan tujuan pelaku adalah mengincar harta benda korban.
4. Perbuatan pelaku menguasai harta korban dengan cara yang salah dan
tidak di kehendaki oleh korban
5. Akibat dari metode hipnotis yang digunakan oleh pelaku maka secara
tidak sadar korban memeberikan harta benda kepada pelaku yang mana
merugikan korban.78
Bagian yang terpenting dalam perkara pidana adalah persoalan
pembuktian. Adapun pengertian pembuktian dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata “bukti” terjemahan dari bahasa Belanda, bewijs yang
diartikan sebagai suatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Dalam
kamus hukum, bewijs diartikan sebagai segala sesuatu yang memperlihatkan
kebenaran fakta tertentu atau ketidakbenaran fakta lain oleh para pihak
dalam perkara pengadilan, guna memberi bahan kepada hakim bagi
penilaiannya. Sementara itu, membuktikan berarti memperlihatkan bukti dan
pembuktian diartikan sebagai proses, perbuatan, atau cara membuktikan.
Pengertian bukti, membuktikan, dan pembuktian dalam konteks hukum tidak
jauh berbada dengan pengertian pada umumnya. Pembuktian adalah
perbuatan membuktikan. Membuktikan berarti membari atau
memperlihatkan bukti, melakukan sesuatu sebagai kebenaran, melaksanakan,
menandakan, menyaksikan, dan meyakinkan.79
Yahya Harahap memberi
definisi pembuktian sebagai ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan
dan pedoman tentang tata cara yang dbenarkan undang-undang membuktikan
kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan
78
Bhakti Prasetyo,”Sanksi Hukum Terhadap Pelaku Kejahatan Dengan Hipnosyis”, Jurnal
Ilmu Hukum , Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Vol .7, No.1 Febuari 2011, hlm 40. 79
Eddy O.S. Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian ( Jakarta: Erlangga, 2012), hlm.3.
68
ketentuan yang mengatur mengenai alat butki yang boleh digunakan hakim
guna membuktikan kesalahan terdawa.
Untuk kepentingan tersebut maka benda-benda yang menyangkut
tindak pidana diperlukan sebuah barang bukti. Begitu juga dengan tindak
pidana melalui hipnotis, dimana Kepolisian yang melakukan penyidikan
tindak pidana ini harus juga memiliki sebuah bukti yang otentik kuat untuk
menjerat tersangka.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa :
1. Bentuk tindak pidana penipuan dengan modus operandi hipnotis di
wilayah Kecamatan Rajeg Tangerang itu beragam, adapun teknik yang
sering digunakan oleh pelaku hipnotis yang pertama yaitu Confiutions
teqnique (hipnotis dengan teknik membingungkan dengan pertanyaan yang
bertubi-tubi), Shock Inductions/ Rapid Induction (hipnotis dengan tehnik
cepat), Hand Shock Induction (hipnotis dengan cara menarik tangan
sesorang dan mengucapkan “tidur” bersamaan dengan tarikan tangannya),
Shock Mentality (hipnotis dengan teknik meberikan efek kaget kepada
korban).
2. Berdasarkan hasil penelitian, mekanisme penyelesaian dalam tindak
pidana penipuan dengan modus operandi hipnotis bahwa di Indonesia tidak
mengatur tentang adanya hipnotis. Penggunaan hipnotis untuk kejahatan
adalah modus yang jarang sekali dapat terungkap karena biasanya korban
tidak sadar ketika dalam pengaruh hipnotis ini, dan seolah-olah korban
memberikan barang tersebut secara suka rela dan tidak terlihat adanya
unsur kekerasan sehingga sulit terdeteksi oleh orang lain yang
menyaksikannya. Dan juga hingga saat ini Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana yang digunakan belum menjangkau kedalam kejahatan ini sehingga
belum ada satupun pasal yang mengatur dan menggambarkan tentang
perbuatan yang terjadi. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
kita miliki saat ini tidak mengatur tentang hal tersebut tetapi melihat apa
yang dikemukakan oleh para ahli hukum bahwa apabila di dalam undang-
undang tidak ada unsur yang cocok maka harusnya memperhatikan norma-
norma yang ada dalam masyarakat.
69
70
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan sebagai
berikut:
1. Pihak penyidik Kepolisian khususnya Kecamatan Rajeg Tangerang lebih
efektif lagi dalam menangani kasus penipuan dengan modus operandi
hipnotis, karena tindak pidana penipuan dengan modus hipnotis ini
sangat menghawatirkan dan merugikan bagi masyarakat.
2. Harus diberlakukannya Undang-Undang khusus untuk tindakan hipnotis
agar sanksi yang diberikan kepada pelaku lebih jelas.
3. Dalam menjatuhkan pidana terhadap suatu perkara diharapkan selalu
berpegang teguh pada rasa keadilan di masyarakat dan hukuman
dianggap sebagai penjera agar di masa yang akan datang terpidana
memperbaiki hidupnya dan bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat
agar tidak mengulangi kesalahan yang sama atau sejenisnya demi
tercapai ketentraman dalam masyarakat.
4. Masyarakat diharapkan memiliki keberanian dan keikhlasan dalam
memberikan informasi mengenai suatu kejahatan yang mereka lihat dan
mau menjadi saksi atas peristiwa tersebut untuk membantu aparat
penegak hukum menyelesaikan perkara tersebut.
71
DAFTAR PUSTAKA
A. Djazuli, Fiqh Jinayah Upaya menanggulangi Kejahatan dalam Islam, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 1997.
A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1976
Abidin Zainal Farid, Hukum Pidana 1,Jakarta; Sinar Grafika, 2007.
Al Faruk Asadulloh, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Pidana Islam, Bogor;
Ghalia Indonesia, 2009.
Alfitra, Modus Operandi Pidana Khusus Di Luar KUHP (Jakarta:
RAS/Penebar,2014).
Aldian Josh , Hipnotis dan Kesehatan, Gramedia Pustaka Jakarta, 2009.
Ali Zainudin, Hukum Pidana Islam, Jakarta; Sinar Grafika Offset, 2009.
Ananda S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya; Kartika, 2009.
Amzah Andi, Delik-Delik Tertentu di Dalam KUHP, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
Bassar Sudradjat, Tindak-Tindak Pidana Tertentu didalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, Bandung; Remadja Karya,1984.
Kansil C.S.T., Kitab Undang-Undang: Hukum Acara Pidana, Jakarta: Pradinya
Paramita, 2004.
Gunadi Isnu, Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana,
Jakarta; PT Fajar Interpratama Mandiri, 2014.
Hamid Hamrat dan Harun M.Husein, Pembahasan Permasalahan KUHAP
Bidang Penyidikan dalam Bentuk Tanya Jawab, Jakarta; Sinar Grafika,1992
Hamzah Andi , KUHP&KUHAP, Jakarta: Reneka Cipta, 2014
Hasan Hamsah, Cara Dahsyat Menangkal Hipnosis, Jakarta: QultumMedia, 2010.
Hunter C.Roy, Seni Hipnosis Penguasaan Teknik-Teknik Dasar, Jakarta,
PT.Indeks, 2015.
Irfan M Nurul, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta; Amzah, 2012.
72
M – Jimmy P Marwan, Kamus Hukum “ Dictionaryof law Complete Edition,
Cetakan Pertama, Surabaya : Reality Publiser, 2009.
Maramis Frans, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, Jakarta;
Rajawali Pers, 2013.
Mardani, Kejahatan Pencurian Dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta; CV Indhill
CO, 2008.
Moeljatno, Asaz-Asaz Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1993
Nurul M Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, Jakarta; Amzah, 2014
------, Gratifikasi dan Kriminalitas Seksual dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta;
AMZAH; 2014.
------, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta; AMZAH; 2012.
O.S. Hiariej Eddy, Teori dan Hukum Pembuktian, Jakarta; Erlangga, 2012
Orak Muhammed, Skripsi yang berjudul “Hipnotis Dalam Perspektif Hukum
Islam Dan Aplikasi Hipnotis Di Turki” UIN Jakarta, 2012
Lamintang P.A.F., Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap
Harta Kekayaan, Jakarta; Sinar Grafika, 2009.
Prasetyo Bhakti,”Sanksi Hukum Terhadap Pelaku Kejahatan Dengan Hipnosyis”,
Jurnal Ilmu Hukum , Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Vol .7,
No.1 Febuari 2011
Prasetyo Teguh , Hukum Pidana, Jakarta; PT RajaGrafindo Persada,2011.
Prkoso Djoko, POLRI Sebagai Penyidik Penegak Hukum, Jakarta :Bina
Aksara1987
Prodjodikoro Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia Bandung: PT
Refika Aditama, 2003.
Qaradhawi Yusuf, Halal dan Haram, Bandung; jabal, 2007.
Rahman Abdul, Tindak Pidana Dalam Syariat Islam, Jakarta; PT Rineka Cipta,
1992.
Renggong Ruslan, Hukum Pidana Khusus “Memahami Delik-Delik di Luar
KUHP” Jakarta; PT Kharisma Putra Utama; 2016.
73
Santoso Topo, Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung; Asy Syaamil Press &
Grafika, 2001.
Simons dalam P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia,
Bandung, Sinar Baru, 1997
Sudradjat M Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana, Bandung; Remaja Karya Cv, 1984.
Tirtaamidjaja dalam Moeljatno, Asaz-Asaz Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta,
2000.
Van Hamel dalam Moeljatno, Asaz-Asaz Hukum Pidana, Jakarta; Bina Aksara,
1987.
Van Kant dalam Moeljatno, Asaz-Asaz Hukum Pidana, Jakarta; Bina Aksara,
1987.
W.F.C van Hattum, Leerboek van het Nederlandse Strafrecht, dalam P.A.F.
Lamintang Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, Sinar Baru,
1997.
W.J.P. Pompe dalam P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia,
Bandung, Sinar Baru, 1997.
W.L.G. Lemaire, Het Recht in ndonesia, dalam P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar
Hukum Pidana Indonesia, Bandung, Sinar Baru, 1997.
Wahbah, Zuhaili, Al-Fiqhu As-Syafi‟I Al-Muyassar, Beirut: Darul fikr, 2008.
Wardi Muslich Ahmad, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah,
Jakarta; Sinar Grafika,2004.
Willy Wong dan Andi Hakim, Dahsyatnya Hipnotis, Jakarta: Transmedia
Pustaka,2010.
Yafie Alie, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam I, Jakarta: PT Kharisma Ilmu.
Perundang-Undangan
1. UU RI No.1 Tahun 1946 Tentang KUHP.
2. UU RI No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP.
3. UU RI No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian.
74
Lampiran 1
Transkrip wawancara terhadap Siti Humairoh Awalia M
Wawancara 1
Waktu: Wawancara Pribadi pada tanggal 12 Maret 2018
P: Kapan kejadian itu terjadi kak?
N: Kejadiannya pada hari jumat tanggal 23 tahun 2016.
P: Kerugian apa saja yang kakak alami pada saat kakak dihipnotis?
N: Tas yang berisi Laptop, HP, Dompet dan 2 pasang pakaian.
P: Kronologis kejadiannya seperti apa kak?
N: Pada saat saya turun dari angkutan umum kebetulan saya baru pulang dari
rumah menuju pondok pesantren, ada seorang ibu-ibu yang mengikuti
Saya. Pada saat Saya mau arah pulang, pelaku memanggil saya dan
meminta antar ke kantor pelaku, awalnya saya tidak mau tetapi pelaku
memaksa dan mengiming-ngimingi beasiswa, kebetulan saya sedang butuh
dana untuk pembangunan masjid di pondok saya. Kemudian saya
mengantar pelaku. Disepanjang perjalanan pelaku mengajak berbicara dan
beberapa kali menepuk-nepuk punggung saya. sesampainya di Tanah
Abang, saya disuruh oleh pelaku agar menaruh tas saya ketempat penitipan
tas, saya tidak sadar bahwa saya sudah mulai terhipnotis oleh pelaku,
sampai-sampai apa yang disuruh oleh pelaku saya turuti tanpa pikir
panjang. Selepas itu pelaku membagi-bagikan uang kepada banyak orang
(sepenglihatan saya) padahal itu semua adalah modus yang dilakukan oleh
pelaku, pada saat Saya sudah mulai terpengaruh oleh pelaku tanpa sadar
Saya menuruti semua perintah pelaku, kemudian pelaku membawa semua
barang milik Saya, dan Saya ditinggal begitu saja. Selang 10-15 menit saya
sadar bahwa saya telah menjadi korban tindak penipuan dengan modus
hipnotis.
75
Lampiran 2
Transkrip Wawancara terhadap Yulia Hilma
Wawancara 2
Waktu: Wawancara Pribadi pada tanggal 12 Maret 2018
P: Kapan kejadian itu terjadi?
N: Kejadiannya itu pada hari jumat satu tahun yang lalu, tahun 2017.
P Kerugian apa saja yang kaka alami?
N: Kerugian yang saya alami uang senilai hanya Rp.200.000.
P: Bagaimana Kronologis kejadiannya?
N: Kronologis kejadiannya bermula pada saat saya sedang berbelanja di pasar,
kemudian ada abang-abang yang menawarkan brosur. awalnya saya tidak
mau dan tidak tertarik dengan produk yang ditawarkannya akan tetapi
abang-abang itu langsung menarik tangan saya dan langsung menatap mata
saya dengan amat tajam untuk menawarkan produk jualannya entah kenapa
saya menuruti dan tergiur akan omongan dari pelaku, pada saat saya mulai
tergiur maka pelaku terus menerus mengajak saya untuk berbincang empat
mata sampai-sampai menolehpun tidak boleh oleh pelaku, akhirnya saya
menuruti omongan pelaku untuk memberikan 200.000 sebagai tanda jadi
untuk pembelian produknya, alhasil produk yang diberikan adalah produk
yang tidak berkualitas, pada saat itulah saya menyadari bahwa saya tadi
dihipnotis agar membeli produk jualannya.
76
Lampiran 3
Transkrip wawancara terhadap Ramaza Riska
Wawancara 3
Waktu: Wawancara Pribadi pada tanggal 12 Maret 2018
P: Kapan kejadian itu terjadi?
N: Pada hari minggu pada bulan agustus tahun 2017.
P: Kerugian apa saja yang kakak alami?
N: 1 Handphone
P: Bagaimana kronologis penipuan dengan modus hipnotis yang kakak
Ramaza Riska alami?
N: Kronologis kejadiannya bermula pada saat saya menaiki angkutan umum
sehabis dari PIM (Pondok Indah Mall), didalam angkutan umum ada 5
orang laki-laki, salah satu dari 5 laki-laki tersebut menyebarkan brosur
pengobatan tradisional kepada semua penumpang yang berada dalam angkot
tersebut. Satu persatu orang yang berada didalam angkutan umum itu di cek
dengan memegang tangan orang yang mau dicek atau diperiksa atau
didetekksi apakah ada penyakit atau tidak, setelah saya melihat beberapa
orang yang dicek dengan diperiksa tangannya bahwa benar apa yang
disebutkan oleh pelaku. kemudian saya tergiur untuk mencoba tawaran dari
pelaku, kemudian pelaku memegang pundak saya, kata pelaku dengan aba-
aba “mba rileks ya”, setelah diperiksa, kata pelaku saya itu kurang istirahat
dan kurang tidur. Setelah pelaku melakukan aksinya, pelaku turun dari
angkutan umum. setelah itu saya dikabarkan oleh penumpang yang berada
diangkutan umum bahwa Hp saya telah diambil oleh pelaku yang tadi
menawarkan pengobatan. Tanpa berpikir panjang saya langsung turun dari
angkutan umum itu dan mengejar pelaku tetapi tidak tertangkap. Dan pada
saat saya meminta pertolongan kepada orang yang berada disekitar saya,
dan kata orang tersebut itu semua adalah penipuan, orang yang berada
didalam angkutan umum bekerja sama untuk mengelabui korbannya. Pada
saat itu saya baru sadar bahwa 5 orang yang berada dalam angkutan umum
bersekongkol untuk melakukan aksinya.
77
Lampiran 4
Transkrip wawancara terhadap Fadel Premeldy
Wawancara 4
Waktu: Wawancara Pribadi pada tanggal 12 Maret 2018
P: Kapan terjadinya peristiwa hipnotis yang dialami saudara fadel?
N: Kejadiannya pada tanggal 5 Maret tahun 2017.
P: Apa saja kerugian yang saudara fadel alami?
N: Uang sejumlah Rp.1000.000
P Bagaimana kronologis kejadian bahwa saudara fadel telah mengalami tindak
pidana hipnotis?
N: Kronologis kejadiannya pada waktu itu saya berada di blok M Square
Jakarta Selatan, saya akan melaksankan ibadah sholat magrib dilantai 5,
setelah selesai sholat saya merasa ada yang mengikuti tetapi tidak dihiraukan
oleh saya, pada saat saya mengenakan sepatu orang yang mengikuti saya
tadi menghampiri dan kemudian saya disuruh memperhatikan tangan pelaku,
seketika itu saya tidak sadar bahwa uang sebesar Rp.1000.000 raip digondol
pelaku.
78
Lampiran 5
Transkrip wawancara terhadap Isqi Rahmah
Wawancara 5
Waktu: wawancara pribadi pada tanggal 12 Maret 2018
P: Kapan kejadian itu terjadi?
N: Saya lupa bulannya tapi seingat saya kejadiannya itu pada hari kami satu
tahun yang lalu tepatnya tahun 2017.
P: Kerugian apa saja yang saudari alami pada saat itu?
N: Kerugian uang sebesar Rp.200.000
P: Bagaimana kronologis kejadian tersebut?
N: Kronologis kejadiannya bermula pada saat saya sedang dikereta kemudian
ada seorang mba-mba yang mengajak saya berbicara dan menepuk-nepuk
bahu saya, banyak hal yang mba-mba itu bicarakan seperti kuliah,
kehidupan anak kos-kosan dan lain-lain. Sesampainya ditujuan pelaku
meminta bantuan kepada saya bahwa pelaku lupa membawa dompet, tidak
pikir panjang saya memberikan pinjaman kepada pelaku. Pelaku berjanji
akan menggantinya dan memberikan nomer hp nya kepada saya, setelah
pelaku sudah turun dari kreta saya masih kontekan dengan pelaku tidak
lama saya mencoba menelephone ke nomer pelaku tetapi no handphonenya
tidak aktif. Kerugian yang dialami saya sebesar Rp.200.000.
79
Lampiran 6
Transkrip Wawancara terhadap Mukhlisah
Wawancara 6
Waktu: wawancara pribadi pada tanggal 12 Maret 2018
P: Kapan kejadian itu terjadi?
N: Kapannya saya lupa saya ingat kejadian itu pada tahun 2014
P: Dimana kejadian itu terjadi?
N: Dikampung Tegal Kunir Tangerang
P: Bagaimana kronologis kejadiannya?
N: Kronologis kejadiannya bermula pada saat saya sedang dirumah tiba-tiba
ada nomer baru menelephone saya berdalih bahwa pelaku mau
menginvestigasi saya untuk menginterview, memang saya sedang butuh
pekerjaan dikira saya pelaku tersebut benar-benar orang yang memang mau
menginterview saya tanpa sadar saya menuruti apa yang disuruh oleh
pelaku, pelaku mengajak ketemuan tidak jauh dari tempat tinggal saya dan
pelaku meminta sejumlah uang Rp.1.000.000 kepada saya, saking
percayanya saya beri uang cast sebesar Rp.1000.000 kemudian saya
berbincang-bincang dengan pelaku sampai akhirnya saya menuruti semua
apa yang diminta oleh pelaku, selang beberapa menit saya ditinggalkan
begitusaja oleh pelaku dan saya tidak ingat apa-apa