tinjauan pustaka gemelli zulfa
DESCRIPTION
gemelli obgynTRANSCRIPT
KEHAMILAN KEMBAR
PENDAHULUAN
Kehamilan kembar ialah satu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan tersebut
selalu menarik perhatian wanita itu sendiri, dokter, dan masyarakat pada umumnya.
Kehamilan dan persalinan membawa resiko pada janin. Wanita dengan kehamilan
kembar memerlukan pengawasan dan perhatian khusus bila diinginkan hasil yang
memuaskan bagi ibu dan janin. Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang
nyata pada kehamilan dengan janin ganda. Oleh karena itu mempertimbangkan
kehamilan ganda sebagai kehamilan dengan komplikasi bukanlah hal yang berlebihan.
Frekuensi kembar monozigotik relatif konstan diseluruh dunia, yaitu sekitar satu set per
250 kelahiran, dan umumnya tidak dipengaruhi pada ras, hereditas, usia, dan paritas.
Dahulu diduga tidak ada keterkaitan dengan terapi infertilitas, namun sekarang insiden
meningkat setelah penerapan teknologi reproduksi dengan bantuan (Assisted
Reproductive Technologies). Insiden kembar dizigotik sangat dipengaruhi oleh ras,
hereditas, usia ibu, paritas, dan terutama obat induksi ovulasi.
Angka kematian perinatal pada kehamilan kembar dapat mencapai empat sampai lima
kali lebih besar dibandingkan dengan kehamilan tunggal, terutama yang diakibatkan oleh
persalinan preterm (40% usia kehamilan kurang dari 37 minggu), gangguan pertumbuhan
janin, sindrom transfusi antar kembar, malpresentasi janin, dan kelainan kongenital.
DEFINISI
Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan dengan dua janin atau
lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/ gemelli ( 2 janin ), triplet ( 3
janin ), kuadruplet ( 4 janin ), Quintiplet ( 5 janin ) dan seterusnya dengan frekuensi
kejadian yang semakin jarang sesuai dengan hokum Hellin. Hukum Hellin menyatakan
bahwa perbandingan antara kehamilan ganda dan tunggal adalah 1: 89, untuk triplet 1 :
892, untuk kuadruplet 1 : 893, dan seterusnya.
10
FREKUENSI
Greulich (1930) melaporkan frekuensi kehamilan kembar pada 121 juta persalinan
sebagai berikut : gamelli 1: 85, triplet 1 : 7.629, kuadruplet 1 : 670.743, dan quintiplet 1 :
41.600.000. angka tersebut kira-kira sesuai dengan hukum Hellin yang menyatakan
bahwa perbandingan antara kehamilam kembar dan tunggal adalah 1 : 89, untuk triplet 1 :
892, untuk kuadruplet 1 : 893 , dan seterusnya. Prawirohardjo (1948 ) mengumumkan
diantara 16.288 persalinan terdapat 197 persalinan gamelli dan 6 persalinan triplet.
Berbagai faktor mempengaruhi frekuensi kehamilan kembar, seperti bangsa,
heriditas, umur, dan paritas ibu.
Bangsa Negro di Amerika Serikat mempunyai frekwensi kehamilan kembar yang
lebih tinggi daripada bangsa kulit putih. Frekuensi kehamilan kembar berbeda pada tiap
negara; angka yang tertinggi ditemukan di Finlandia, yang terendah berada di jepang.
Umur tampaknya mempunyai pengaruh terhadap frekuensi kehamilan kembar,
mankin tiggi umur mangkin tinggi frekuensinya. Setelah umur 40 tahun frekuensi
kehamilan kembar menurun lagi.
Frekuensi kehamilan kembar juga meningkat dengan paritas ibu. Dari angka 9,8
per 1000 persalinan untuk primipara frekuensi kehamilan kembar naik sampai 18,9 per
1000 untuk oktipara.
Keluarga tertentu mempunyai kecenderungan untuk melahirkan bayi kembar.
Walaupun pemindahan sifat hereditar kadang-kadang berlangsung secara paternal, tetapi
biasanya hal itu disini terjadi secara maternal dan pada umumnya terbatas pada kehamilan
dizigotik.
FAKTOR PREDISPOSISI
1. Bangsa.
Bangsa Negro di AS mempunyai frekuensi kehamilan lebih tinggi daripada bangsa
kulit putih. Pada sebagian kawasan di Afrika, frekuensi terjadinya kehamilan ganda
sangat tinggi. Knox dan Morley (1960) dalam suatu survey pada salah satu masyarakat
di pedesaan Nigeria, mendapatkan bahwa kehamilan ganda terjadi sekali pada setiap
11
19 kelahiran. Kehamilan ganda diantara orang-orang timur atau oriental tidak begitu
sering terjadi, di Jepang hanya satu diantara 155 kelahiran.
2. Hereditas.
Riwayat keluarga pihak ibu jauh lebih penting daripada riwayat dari pihak ayah. White
da Wyshak (1964) dalam suatu penelitian menemukan bahwa para wanita yang dirinya
sendiri merupakan kembar dizigot ternyata melahirkan bayi kembar dizigot dengan
frekuensi 1 per 58 kelahiran. Sedangkan wanita yang bukan kembar tetapi mempunyai
suami kembar dizigot, melahirkan bayi kembar dengan frekuensi 1 per 126 kelahiran.
3. Usia dan Paritas ibu
Makin tinggi usia ibu, makin tinggi frekuensinya.
4. Obat-obat induksi ovulasi.
Induksi ovulasi dengan menggunakan preparat gonadotropin (follicle stimulating
hormone plus chorionic gonadotropin) atau klomifen, akan meningkatkan secara nyata
kemungkinan ovulasi ovum yang jumlahnya lebih dari satu.1,2
ETIOLOGI JANIN MULTIPEL
Janin kembar umumnya terjadi akibat pembuahan dua ovum yang berbeda yaitu
kembar ovum-ganda, dizigotik atau fraternal. Sekitar sepertiga janin kembar berasal dari
satu ovum yang dibuahi, kemudian membelah menjadi dua struktur serupa, masing-
masing berpotensi berkembang menjadi individu rerpisah, yaitu kembar ovum-ovum
tunggal, monuzigotik atau identik. Salah satu atau kedua proses tersebut mungkin
berperan dalam pembentukan kehamilan multi janin lainnya. Sebagai contoh, kuadruplet
(kembar empat) dapat berasal dari satu sampai empat ovum.
KEMBAR FRATERNAL VERSUS KEMBAR IDENTIK. Kembar dizigotik dalam
arti sebenarnya bukanlah kembar sejati karena mereka berasal dari pematangan dan
pembuahan dua ovum selama satu siklus ovulatorik kembar monozigotik atau identik
juga biasanya tidak identik. Seperti akan dibahas kemudian, proses pembelahan satu
zigot yang sudah dibuahi menjadi dua tidak selalu mengahsilkan pembagian materi
protoplasma yang setara. Lebih lanjut, proses pembentukan kembar monozigotik
sejatinya adalah suatu proses teratogenik dan kembar monozigotik memperlihatkan
12
peningkatan insiden malformasi struktural (sering terjadi ketidaksepadanan).
Bahkan,kembar dizigotik atau fraternal dari jenis kelamin yang sama mungkin tanpak
lebih identik saat lahir daripada kembar monozigotik, sementara pertumbuhan janin
kembar monozigotik mungkin tidak seimbang dan kadang-kadang sedemikan dramatis.
PEMBENTUKAN KEMBAR MONOZIGOTIK. Dasar fisiologis pembentukan
kembar monozigotik perlahan-lahan mulai terkuak. Bukti-bukti yang ada sekarang
mengisyaratkan bahwa pembelahan ovum yang sudah dibuahi dapat terjadi akibat
tertundanya proses-proses perkembangan normal. Karena obat progestogen dan
kontasepsi kombinasi mengurangi motilitas tuba, diperkirakan bahwa tertundanya
transportasi tuba dan implantasi meningkatkan resiko terjadinya kembar pada kehamilan
yang pembuahannya terjadi dekat dengan pemakaian kontrasepsi (Bressers dkk.,1987).
Trauma minor pada blastokista sewaktu tindakan reproduksi dengan bantuan ( assisted
reproduction ) juga mungikn berperan meningkatkan insiden kembar monozigotik yang
dijumpai pada kehamilan dengan cara ini (Wenstrom dkk.,1993).
Hasil akhir proses pembentukan kembar bergantung pada kapan pembelahan terjadi:
Apabila pembelahan terjadi sebelum massa sel dalam (morula) terbentuk dan
lapisan luar blastokista belum pasti menjadi korion, yaitu dalam 72 jam pertama
setelah pembuahan, maka akan terbentuk dua mudigah, dua amnion, dan dua
korion.akan terjadi kembar monozigotik, diamnionik, dan dikorionik. Jumlah
plasenta mungkin dua terpisah atau satu berfusi.
Apabila pembelahan terjadi antara hari keempat dan kedelapan, setelah massa sel
dalam terbentuk dan sel-sel yang ditakdirkan menjadi korion sudah mulai
berdiferensiasi tetapi sel-sel amnion belum, akan terbentuk dua mudigah, masing-
masing dengan kantung amnion terpisah. Dua kantung amnion achirnya akan
ditutupi oleh sebuah korion bersama sehingga dihasilkan kembar monozigotik,
diamnionik, monokorionik.
Namun, apabila amnion sudah terbentuk- yang terjadi sekitar 8 hari setelah
pembuahan, pembelahan akan menghasilkan dua mudigah didalam satu kantung
amnion bersama, atau kembar monozigotik, monoamniotik, dan monokorionik.
13
Apabila pembelahan dimulai lebih belakangan lagi, yaitu setelah lempeng
embrionik terbentuk, maka pemisahan tidak lengkap dan terbentuk kembar siam.
CHIMERISM. Chimera adalah individu yang sel-selnya berasal dari lebih dari satu
ovum yang dibuahi. Chimerism harus dibedakan dari mosaikisme,yaitu terbentuknya dua
atau lebih turunan sel dengan komposisi kromosom berbeda yang berasal dari zigot yang
sama akibat proses nondisjungtion sewaktu pembelahan meiotik. Salahsatu kemungkinan
mekanisme pembentukan chimerism adalah transfer bahan genetik dari satu janin kembar
non identik ke janin yang lain melalui anastomosis vaskular korion. Sel yang dipindahkan
tidak dihancurkan, karena pemindahan terjadi sebelum sistem imun janin matang dan
janin resipien menjadi toleran terhadap antigen-antigen jaringan donor yang berbeda.
Chimerism darah paling sering diketahui saat penentuan golongan darah yaitu
ditemukannya sel-sel dengan dua golongan darah yang berbeda pada satu orang
(Benirschke,1974).
SUPERFETASI DAN SUPERFEKUNDASI. Pada superfetasi, terdapat interval selama
satu atau lebih siklus ovulatorik diantara dua fertilitasi. Superfetasi terjadi akibat ovulasi
pada kehamilan yang telah ada sebelumnya, yang secara teoritis hanya mungkin terjadi
sampai saat rongga uterus lenyap akibat fusi desidua kapsularis ke desidua vera.
Walaupun diketahui dapat terjadi pada kuda betina, superfetasi belum pernah dibuktikan
pada manusia. Sebagian besar beranggapan bahwa kasus-kasus yang diduga superfetasi
pada manusia terjadi akibat ketidak seimbangan yang mencolok dalam tumbuh-kembang
janin kembar dengan usia gestasi sama.
Superfekundasi mengacu kepada pembuahan dua ovum dalam jangka waktu yang
pendek, tetapi bukan pada waktu koitus yang sama dan tidak harus oleh sperma dari pria
yang sama. Ovum kembar mungkin saja tidak dibuahi oleh sperma ejakulat yang sama,
tetapi kenyataan ini hanya dapat dibuktikan pada keadaan-keadaan yang khusus.
14
THE “VANISHING TWIN”. Kemajuan teknologi ultra-sonografi memungkinkan
dilakukannya studi-studi sonografi pada awal gestasi yang memperlihatkan bahwa
insiden kembar trimester pertama jauh lebih tinggi dibandingkan insidens kembar saat
lahir. Gestasi multipel sekarang diperkirakan terjadi pada 12 persen diantara semua
konsepsi spontan, tetapi hanya 14 persen diantaranya yang bertahan sampai aterm
(Boklage, 1990). Kembar monokorionik memiliki resiko abortus yang bermakna lebih
besar daripadakembar dikorionik (Sebire dkk.1997). pada sebagian kasus seluruh
kehamiln lenyap, tetapi pada banyak kasus, hanya salah satu janin yang meninggal dan
kehamilan berlanjut sebagai kehamilan tunggal. Studi-studi yang melakukan pemeriksaan
ultrasonografi pada kehamilan trimester pertama memperlihatkan bahwa satu kembar
meninggal atau “sirna” (vanish) sebelum trimester kedua pada 21 sampai 63 persen
konsepsi kembar spontan (Kol dkk., 1993; Landry dkk., 1986.,Parisi dkk., 1983). Tidak
diragukan lagi, sebagian abortus immens menyebabkan abortus sejati padasalah satu
mudigah dari salah satu gestasi kembar yang tidak disadari sementara mudigah yang lain
melanjutkan tumbuh-kembangnya (Jauniaux dkk.,1988)
Kejadian ini dapat membingungkan pasien yang khawatir akan nasib janin yang
satunya, biasanya saat persalinan tidak dijumpai bukti \adanya janin yang sudah
meninggal dan pasien dapat diyakinkan bahwa kematian janin dengan cara ini tidak
meningkatkan resiko penyulit kehamilan. Namun, diagnosis perlu dipastikan karena
keadaan ini dapat mempersulit penapisan serum ibu untuk sindrom down atau defek
tabung saraf ( neural tube) serta dapat menyebabkan uji genetik abnormal. Kembar yang
meninggal dapat menyebabkan ketidakcocokan antara kariotipe yang ditentukan dengan
pengambilan sample dari vili korionik dengan kariotipe janin apabila jaringan dari
kembar yang meninggal yang tidak sengaja terambil. Atas alasan ini, untuk penentuan
kariotipe lebih dianjurkan melakukan amniosentesis (Reddy dkk.1991). kembar yang
meninggal dapat menyebabkan peningkatan kadar fetoprotein-alfa serum ibu dan kadar
fetoprotein alfa cairan amnion secara pemeriksaan asetilkolines- terase yang positif
(Winshor dkk.,1987).
Mudigah dan janin multiple dapat berkembang secara ektopik, yaitu diluar uterus.
Kehamilan ektopik semacam ini, serta kehamilan kombinasi degan salah satu atau lebih
mudigah atau janin ekstra-uterin serta satu atau lebih intra uterin.
15
RAS. Frekuensi kelahiran janin multiple bervariasi secara bermakna pada berbagai
kelompok etnik dan ras. Myrianthopoulos (1970) mengidentifikasi kelahiran kembar
sebanyak 1 diantara setiap 100 kehamilan pada wanita berkulit putih dibandingkan
dengan 1diantara 80 kehamilan pada wanita berkulit hitam. Dibeberapa tempat di afrika,
frekuensi kehamilan kembar sangat tinggi. Knox dan Morley (1960), dalam sebuah survei
di salah satu komunitas pedesaan di Nigeria, mendapatkan bahwa kehamilan kembar
terjadi pada salah satu diantara setiap 20 kelahiran kembar lebih jarang di Asia. Di
Jepang, sebagai contoh, diantara lebih dari 10 juta kehamilan yang di analisa, kembar
yang teridentifikasi hanya 1 diantara 155 kelahiran. Perbedaan mencolok dalam
kehamilan kembar ini mungkin disebabkan oleh variasi rasial kadar folicle stimulating
hormon yang dapat menyebabkan ovulasi mu;ltiple. Pada populasi Nigeria, terata kadar
folicle stimulating hormon lebih tinggi saat puncak serta selama empat hari sebelum dan
setelah puncak pada wanita yang pernah hamil kembar dibandigkan dengan mereka yang
kehamilannya tunggal.wanita yang pernah memiliki lebih dari satu sel kembar bahkan
memperlihatkan kadar folicle stimulating hormon yang lebih tinggi (Nylander, 1973).
HEREDITAS. Sebagai faktor penentu pembentukan kembar, riwayat keluarga pihak ibu
jauh lebih penting dari pada riwayat dari pihak ayah. White dan Wyshak (1964), dalam
sebuah studi terhadap 4000 catatan di the General Society of the Church of Jesus Christ
of lattetr-day Saints, mendapatkan bahwa wanita yang dirinya sendiri adalah salah satu
diantara kembar dizigotik melahirkan bayi kembar dengan frekuansi 1 set per 58
kelahiran. Wanita yang bukan kembar, tetapi suamianya adalah kembar dizigotik,
melahirkan bayi kembar dengan frekuensi 1 set per 116 kehamilan. Salah satu
penjelasannya yaitu bahwa yang diwariskan adalah kecenderungan mengalami ovulasi
multiple. Sebuah kelompok Belanda-Belgia melaporkan bahwa pembentukkan kembar
dizigotik mungkin dipengaruhioleh sebuah gen otosomal dominan yang dimiliki oleh
sekitar 15 persen populasi (Meulemans dkk., 1996). Apabila benar, gen ini mungkin
hanya menampakkan efeknya pada wanita.
USIA IBU DAN PARITAS. Frekuensi pembentukkan kembar meningkat dari 0 saat
pubertas, yaitu saat aktifitas ovarium minimal, hingga puncaknya pada usia 37 tahun, saat
16
terjadi stimulasi maksimal hormon yang menngkatkan angka ovulasi ganda (Bulmer,
1959). Hal ini sesuai dengan tanda pertama penuaan reproduksi yang ditemukan secara
konsisten, yaitu peningkatan tersendiri kadar folicle stimulating hormone didalam serum
(Klein dkk.,1996). Turunnya insidensi setelah usia 37 mungkin mencerminkan hasilnya
folikel de graf. Tingkat kesuburan-seperti tercermin oleh peningkatan paritas sampai 7-
juga meningkatkan angka pembentukkan kembar tanpa bergantung pada usia ibu.
Meningkatnya usia ibu dan paritas telah dibuktikan meningkatnya insidensi kembar pada
semua popukasi yang diteliti. Waterhouse (1950) membuktikan bahwa kehamilan kembar
pada wanita berusia di bawah 20 tahun yang belum pernah memiliki anak frekuansinya
sepertiga pada wanita berusia 35 sampai 40 tahun yang sudah memiliki 4 anak atau lebih.
FAKTOR GIZI. Pada hewan, jumlahnya anak sekali melahirkan meningkat seiring
dengan tingkat gizi. Bukti dari berbagai sumber menunjukkan bahwa hal ini juga terjadi
pada manusia. Nylander (1971) memperlihatkan adanya gradien tertentu dalam angka
kehamilan kembar yang berkaitan dengan status gizi seperti tercemin oleh ukuran tubuh
ibu. Wanita yang lebih tinggi dan lebih berat memiliki angka kehamilan kembar 25
sampai 30 persen lebih tinggi daripada wanita bertubuh pendek yang kurang gizi. Yang
lebih baru, Czeizel dkk. (1994), edalam sebuah uji coba klinis acak tentang suplementasi
asam folat perikonsepsi mendapatkan bahwa wanita yang mendapat suplementasi asam
folat mengalami peningkatan insiden peningkatan insiden multipel.
GONADOTROPIN HIPOFISIS. Faktor umum yang mengaitkan ras, usia, berat dan
kesuburan dengan gestasi multipel mingkin adalah faktor folicle stimulating hormone.
Benirschke dan Kim (1973) mengajukan alasan-alasan menarik tentang dampak
meningkatnya kadar folicle stimulating hormone.endogen pembentukkan spontan kembar
dizigotik selain data yang dikutip sebelumnya, teopri ini didukung oleh kenyataan bahwa
terjadi peningkatan fekunditas dan angka kehamilan kembardizigotik pada wanita yang
hamil dalam 1 bulan setelah menggunakan kontrasepsi oral, tetapi tidak dalam bulan-
bulan berikutnya (Routhman, 1977). Hal ini mungkin disebabkan oleh pelepasan
mendadak gonadotropin hipofisis dalam jumlah yang lebig besar daripada biasanya
selama daur spontan pertama setelah penghentian kontrasepsi.
17
TERAPI KESUBURAN. Induksi ovulasi dengan menggunakan onbat hormonal
gonadotropin ( folicle stimulating hormone plus gonadotropin korionik) atau klomifen
secara nyata meningkatkan kemungkinan ovulasi multipel. Insiden gestasi multipel
setelah terapi gonadotropin konvesional 16 sampai 40 persen, dan 75 persennya adalah
kembar dua (Schenker dkk., 1981).
Faktor resiko terbentuknya janin setelah stimulasi ovarium dengan hormon
gonadotropin menopause musia antara lain meningkatnya kadar estradiol pada hari
penyuntikan gonadotropin korionik dan sifat sperma seperti peningkatan konsentrasi dan
motilitas (Dickey dkk.,1992; Pasqualotto dkk.,1999). Diketahuinya faktor-faktor ini
ditambah kemampuan memantau pertumbuhan dan ukuran folikel melalui USG serta
menunda daur yang kemungkinan menghasilkan gestasi multipel menyebabkan insiden
persalinan multipel berkurang. Walaupun dahulu terapi klomifen dikaitkan dengan
penurunan insiden gestasi mutipel dibandingkan dengan terapi hormon gonadotropin
menopause, sebagaian besar gestasi mutipel yang terjadi akibat induksi ovulasi saat ini
disebabkan oleh klomifen ( Rein dkk., 1990)
Induksi ovulasi meningkatkan pembentukan kembar dizigotik dan
monozigotik.gestasi multipel yang terjadi akibat induksi ovulasi juga dikaitkan dengan
meningkatnya resiko anomali janin secara mendelian, kromosomal, dan multifaktorial
(Brambati dkk., 1995; Shoham dkk., 1991). Namun, resiko ini lebih berkaitan dengan
usia dan riwayat keluarga dari wanita yang menjalani terapi, dan bukan dengan terapi itu
sendiri.
ASSISTED REPRODUCTION TECHNOLOGIES (ART). Teknik-teknik yang
dirancang untuk meningkatkan probabilitas kehamilan juga meningkatkan kemungkinan
gestasi multipel. Biasanya pasien mengalami super ovulasi, dan pada semua ovum yang
dapat diambil, diupayakan terjadi fertilisasi invitro. Karena kemungkinan keberhasilan
kehamilan menigkat seiring jumlah blastokista yang dipindahkan,dapat ditanam sebanyak
lima blastokista sekaligus (Bradshaw dkk., 1992).praktek ini tidak saja meningkatkan
gestasi multipel, tetapi juga meningkatkan insiden gestasi dengan jumlah janin lebih
banyak lagi misalnya, empat janin atau lebih.
18
Gestasi multipel dengan janin lebih dari tiga menimbulkan resiko yang signifikan
baik bagi ibu maupun janinnya dan mengurangi kemungkinan kelahiran hidup atau
lahirnya bayi tanpa kecacatan bermakna. Satu-satunya mengobatan adalah prosedur
reduksi selektif yang juga beresiko.
Tingginya morbiditas dan mortalitas akibat gestasi multipel ordotinggi ini telah
memotivasi komunitas endokrinologi reproduksi melakukan upaya terpadu untuk
mengurangi insiden gestasi multipel dengan janin banyak ini.telah dibuktikan bahwa
kemungkinan lahir hidup meningkat seiring dengan jumlah telur yang berhasil dibuahi,
mungkin karena hal ini meningkatkan seleksi mudigah yang dipindahkan ( Templeton
dan M orris, 1998). Seleksi juga semangkin ditingkatkan dengan membiakkan mudigah
selama 5 hari sampai stadium blastokista karena tindakan ini memungkinkan
diidentifikasinya blastokista yang memiki harapan hidup paling besar dan meningkatkan
kemungkinan kehamilan dengan pemindahan lebih sedikit midigah (Scholtes dan
Zeilmaker, 1996)
RASIO JENIS KELAMIN PADA JANIN MULTIPEL. Presentase konseptus laki-laki
pada spesies manusia menurun seiring meningkatnya jumlah janin per
kehamilan.Strandskov dkk. (1946) mendapatkan bahwa rasio jenis kelamin, atau prentase
laki-laki, untuk 31 juta kelahiran tunggal di Amerika Serikat adalah 51,6 persen. Untuk
kembar dua, angka ini 50,9 persen; untuk triplet, 49,5 persen; dan untuk kuadruplet 46,5
persen. Pada kembar yang proses pembentukan kembarnya terjadi lebih belakangan,
presentase janin permpuan bahkan lebih tinggi lagi.tujuh puluh persen kembar
monokorionik-monoamionik dan 75 persen kembar siam adalh perempuan
(Machin,1996). Telah diajukan dua penjelasan. Pertama, diantara kedua jenis kelamin
telah diketahui adanya perbedaan angka kematian janin, dan perbedaan ini menetap
sampai masa neonatus anak, dan dewasa.kelangsungan hidup selalu lebih besa pada
wanita daripada pria.tekanan populasi in utero pada janin multipel dapat memperbesar
kecenderungan biologis yang terdapat pada kehamilan tunggal. Penjelasan kedua adalah
bahwa zigot yang menjadi perempuan memiliki kecenderungan lebih besar untuk
membelah diri menjadi kembar dua, trplet, dan kuadruplet.
19
PENENTUAN ZIGOSITAS. Alasan utama penentuan zigositas secara antenatal adalah
bahwa hal ini bermanfaat untuk memperkirakan obstetris serta mengarahkan
penatalaksanaan gestasi multipel (Fisk dan Bryan, 1993). Jelaslah, kembar monokorionik
beresiko tinggi mengalami berbagai penyulit kehamilan yang sebagaian mungkin dapat
dikurangi dengan diagnosis dan terapi dini antepartom. Yang sangat penting adalah
kembar monozigotik yang memiliki sirkulasi bersama (sindrom tranfusi anta kembar)
kantung amnion bersama (belitan tali pusat) dan organ bersama ( kembar siam).
Alasan penting lain yang mendorong dilakukannya penentuan zigositas adalah
bahwa hal ini mungkin mempermudah trasplantasi organ antar kembar dikemudian
hari.penentuan zigositas sering memerlukan pemeriksaan –pemeriksaan genetik canggih
karena kembar dizigotik dapat tampak mirip, sementara kembar mozigotik mungkin
malah mengalami ketidak setaraan mutasi genetik akibat mutasi pascazigotik atau
mungkin menderita penyakit genetik yang sama, tetapi dengan ekspresi yang sangat
berbeda pada janin perempuan, lionisasi (lyonization) yang menyimpang dapat
menyebabkan ekspresi sifat atau penyakit terkait –X berbeda. Yang paling menarik,
kembar monozigotik mungkin dapat mengalami malformasi tidak sepadan pada kelainan
yang melibatkan organ-organ asimetris. Sebagai contoh, janin merupakan” bayangan
cermin” dari kembarannya mungkin menderita kelainan jantung akibat lateralitas atau
pembentukan lengkung yang terbalik (Machin, 1996).
EVALUASI SONOGRAFIK. Zigositas dapat ditentukan pranatal hanya apabila janin
monokorionik atau monoamnionik. Kembar dikorionik diamnionik mungkin dizigotik
atau monozigotik. Sepertiga kembar monozigotik memiliki plasenta dikorionik, terpisah
atau menyatu (Machin, 1996). Atas alasan-alasan obstetris, yang lebih penting ditentukan
adalah jumlah korion. Korionisitas dapat ditentukan sejak trimester pertama dengan
menggunakan beberapa tanda-tanda sonografik. Adanya dua tempat plasenta yang
terpisah dan selaput pembagi yang tebal yang umunya berukuran 2mm atau lebih
menyokong dikorionisitas. Janin dengan jenis kelamin berbeda juga hampir selalu
dizigotik (Mahony dkk., 1985).
20
Pada kehamilan yang hanya memiliki satu massa plasenta, kita mungkin sulit
membedakan antara satu plasenta besar dengan dua plasenta yang berdampingan
“menyatu”. Dalam situasi ini kita perlu memeriksa titik asal selaput pembagi
dipermukaan plasenta apabila terdapat sebuah tonjolan segitiga jaringan plasenta yang
berjalan melewati permukaan korion diantara lapisan selaput pembagi-yang disebut tanda
“twin peak” (puncak kembar)-sebenarnya terdapat dua plasenta yang menyatu.
Kehamilan monokorionik memiliki selaput pembagi yang sedemikian tipis
sehingga sama sekali tidak terlihat sampai trimester kedua. Selaput ketubannya biasanya
memiliki ketebalan kuarang dari 2 mm dan pada pembesaran hanya terlihat dua lapisan
(Scardo dkk., 1995). Pemeriksaan ultrasonografi selaput pembagi paling mudah dan
paling akurat dilakukan pada paruh pertama kehamilan, saat janin berukuran kecil
(Stagiannis dkk., 1995). Kehamilan monokorionik dengan volume cairan amnion yang
tidak seimbang, ukuran janin berbeda, dan salah satu kembar tidak atau sedikit
mengalami perubahan posisi seyogyanya menimbulkan dugaan adanya sindrom transfusi
antar kembar. Scardo dkk.(1995) menggunakan kombinasi lokasi plasenta, ketebalan
selaput pembagi, ada-tidaknya tanda “twin peak”, dan jenis kelamin janin untuk
menentukan korionisitas, amnionisitas, dan zigositas dari 110 kembar pada pertengahan
gestasi. Dibandingkan dengan diagnosis patologis yang dibuat dengan pemeriksaan
plasenta setelah lahir, penentuan secara ultrasonografi ini memiliki sensitifitas dan
spesifisitas 91 persen. Namun, pada 35 persen kasus, zigositas tidak dapat ditentukan
bahkan dengan patologi plasenta, yang menekankan bahwa penentuan zigositas sering
memerlukan pemeriksaan genetik yang canggih.
PEMERIKSAAN PLASENTA. Pemeriksaan plasenta dan selaput ketuban secara
cermat dapat segera menentukan zigositas pada sekitar dua per vtiga kasus. Sewaktu janin
pertama lahir, kecuali telah jelas dibuktikan terdapat dua plasenta. Setelah janin kedua
lahir, kedua klem dipasang ditali pusatnya. Tiga klem digunakan untuk menandai tali
pusat janin ketiga, demikian seterusnya. Sampai setelah janin terakhir lahir, setiap
segmen tali pusat tetap dijepit untuk mencegah perdarahan melalui anastomosis
diplasenta.
21
Pelahiran plasenta harus dilakukan dengan hati-hati agar perlekatan amnion dan
korion ke plasenta dapat dipertahankan karena identifikasi hubungan antar satu selaput
ketuban dengan yang lain sangat penting. Apabila terdapat satu kantung amnion bersama,
atau pada amnion-amnion berdampingan yang tidak dipisahkan oleh korion yang muncul
diantara dua janin, kembarnya adalah monozigotik. Apabila amnion-amnion yang
berdampingan dipisahkan oleh korion, janin dapat dizigotik atau monozigotik, tetapi lebig
sering dizigotik. Apabila jenis kelamin bayi sama, penentuan golongan darah dari sampel
darah tali pusat mungkin dapat membantu. Golongan darah yang berbeda memastikan
dizigositas, walaupun pembuktian golongan darah yang sama pada masing-masing
janintidak cukup untuk memastikan monozigositas. Untuk diagnosis pasti, dapat
digunakan teknik-teknik yang lebi rumit, misalnya sidik jari DNA, tetapi pemeriksaan
jenis ini tidak dilakukan saat lahir, kecuali apabila ada indikasi medis yang mendesak.
JENIS KELAMIN DAN ZIGOSITAS BAYI. Kembar yang berbeda jenis kelamin
hampir selalu dizigotik. Sangat jarang kembar monozigotik berbeda jenis kelamin
fenotipenya. Hal ini terjadi apabila salah satu kembar secara fenotipe adalah perempuan
akibat sindrom turner (45, X) dan saudara kembarnya 46, XY.
JENIS
1. Kembar Monozygotik
Kembar monozygotik atau identik, muncul dari suatu ovum tunggal yang dibuahi
sperma yang kemudian membagi menjadi dua struktur yang sama, masing-masing
dengan potensi untuk berkembang menjadi suatu individu yang terpisah.
Hasil akhir dari proses perkembangan monozygotik tergantung pada kapan
pembelahan terjadi, dengan uraian sebagai berikut :
22
Apabila pembelahan terjadi sebelum
massa sel dalam (morula) terbentuk dan
lapisan luar blastokista belum pasti
menjadi korion, yaitu dalam 72 jam
pertama setelah pembuahan, maka akan
terbentuk dua mudigah, dua amnion
serta dua chorion. Akan terjadi kembar
monozigotik, diamnionik, dan
dikorionik. Kemungkinan terdapat dua
plasenta yang berbeda atau suatu
plasenta tunggal yang menyatu.
Apabila pembelahan terjadi antara hari
ke-4 dan ke-8, setelah massa sel dalam
terbentuk dan sel-sel yang ditakdirkan
menjadi korion sudah mulai
berdiferensiasi tetapi amnion belum,
akan terbentuk dua mudigah, masing-
masing dalam kantong amnion terpisah
dengan chorion bersama, dengan
demikian menimbulkan kehamilan
kembar monozigot diamnionik,
monokorionik.
Apabila terjadi sekitar 8 hari setelah pembuahan dimana amnion telah terbentuk, maka
pembelahan akan menimbulkan dua mudigah dengan kantong amnion bersama, atau
kehamilan kembar monozigot monoamnionik, monochorionik.
Apabila pembuahan terjadi lebih belakang lagi, yaitu setelah lempeng embrionik
terbentuk, maka pembelahannya tidak lengkap dan terbentuk kembar yang menyatu
(siam).
23
Gambar 29-1. Jenis kembar monozigotik berhubungan dengan terjadinya faktor
penghambat (Corner): (A). Hambatan dalam tingkat segmentasi (2-4 hari). (B). Hambatan
dalam tingkat blastula (4-7 hari). (C). Hambatan setelah amnion dibentuk tetapi sebelum
primitive streak.
24
2. Kembar Dizygotik
Dizygotik, atau fraternal, kembar yang ditimbulkan dari pematangan dan pembuahan
dua ovum yang terpisah. Kembar dizygotik terjadi dua kali lebih sering daripada
kembar monozygotik dan insidennya dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain
yaitu ras, riwayat keluarga, usia maternal, paritas, nutrisi dan terapi infertilitas.
3. Superfekundasi, dan Superfetasi
Superfekundasi adalah pembuahan dua telur yang dikeluarkan pada ovulasi yang sama
pada dua kali coitus yang dilakukan pada jarak waktu yang pendek.
Superfetasi terjadi akibat ovulsi pada kehamilan yang telah ada sebelumnya, yang
secara teoritis hanya mungkin terjadi sampai saat rongga uterus lenyap akibat fusi
desisua kapsularis ke desidua vera.
25
ASPEK KLINIS KEHAMILAN KEMBAR
Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas
toleransi dan seringkali terjadi partus prematurus. Lama kehamilan kembar rata-rata 260
hari, triplet 246 hari dan kuadruplet 235 hari. Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada
kehamilan kembar bertambah sehingga dapat menyebabkan anemia dan defisiensi
lainnya. Frekuensi hidramnion meningkat pada kehamilan kembar. Hal ini dapat
menyebabkan uterus regang sehingga menyebabkan partus prematurus, inersia uteri, atau
perdarahan postpartum. Pre-eklamsia dan eklamsia sering terjadi akibat keregangan
uterus yang berlebihan menyebabkan iskemia uteri. Solusio plasenta dapat terjadi setelah
bayi pertama lahir, sehingga menjadi faktor kematian yang tinggi bagi janin kedua. 2
ADAPTASI MATERNAL
Secara umum, derajat dari perubahan fisiologis maternal lebih besar pada
kehamilan kembar dibanding dengan kehamilan tunggal. Pada trimester pertama sering
mengalami nausea dan muntah yang melebihi biasanya yang terjadi pada kehamilan
tunggal. Perluasan volume darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada
kehamilan kembar, dan rata-rata kehilangan darah dengan persalinan vagina adalah 935
ml, atau hampir 500 ml lebih banyak dibanding dengan persalinan dari janin tunggal.
Massa sel darah merah meningkat juga, namun secara proporsional lebih sedikit
pada kehamilan kembar dibanding pada kehamilan tunggal, yang menimbulkan ” anemia
fisiologis” yang lebih nyata. Kadar haemoglobin kehamilan kembar dua rata-rata sebesar
10 g/dl sejak usia gestasi 20 minggu. Sebagaimana dibandingkan dengan kehamilan
tunggal, cardiac output meningkat sebagai akibat dari peningkatan denyut jantung serta
peningkatan stroke volume. Ukuran uterus yang lebih besar dengan janin banyak
meningkatkan perubahan anatomis yang terjadi selama kehamilan. Uterus dan isinya
dapat mencapai volume 10 L atau lebih dan berat lebih dari 10 kg. Khusus dengan
kembar dua monozygot, dapat terjadi akumulasi yang cepat dari jumlah cairan amnionik
yang nyata sekali berlebihan, yaitu hidramnion akut.
26
Pada kehamilan kembar yang dipersulit dengan hidramnion, fungsi ginjal
maternal dapat sangat terganggu sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan azotemia.
Dalam kasus hidramnion berat, amniosintesis terapeutik dapat dilakukan untuk
memberikan perbaikan bagi ibu.
Berbagai macam stress kehamilan serta kemungkinan-kemungkinan dari komplikasi-
komplikasi maternal yang serius hampir tanpa kecuali akan lebih besar pada kehamilan
kembar.
PERTUMBUHAN JANIN KEMBAR
1. Berat badan satu janin kehamilan kembar rata-rata 1000 gram lebih ringan dari janin
tunggal.
2. Berat badan bayi baru lahir biasanya di bawah 2500 gram, triplet di bawah 2000 gram,
dan quadruplet di bawah 1500 gram.
3. Berat badan masing-masing janin dari kehamilan kembar tidak sama, umumnya
berselisih antara 50 sampai 1000 gram, dan karena pembagian sirkulasi darah tidak
sama, maka yang satu lebih kurang tumbuh dari yang lainnya.
4. Pada kehamilan ganda monozigotik:
• pembuluh darah janin yang satu beranastomosis dengan janin yang lain, karena itu
setelah bayi satu lahir tali pusat harus diikat untuk menghindari perdarahan.
• Dapat terjadi anomali. Jantung janin yang satu menguasai sistem peredarahan darah
janin lainnya yang berakibat satu janin dapat terganggu pertumbuhannya dan
menjadi monstrum, seperti akardiakus dan kelainan lainnya
• Dapat terjadi sindroma transfuse fetal; pada janin yang mendapat darah lebih banyak
terjadi hidramnion, polisitemia, oedema, dan pertumbuhan yang baik. Sedangkan
janin kedua terlihat kecil, anemis, dehidrasi, oligohidrami, dan mikrokardia, karena
kurang mendapat darah.
5. Pada kehamilan kembar dizigotik :
• Dapat terjadi janin yang satu meninggal dan janin yang lain tumbuh sampai cukup
bulan
• Janin yang mati bisa diresorbsi (kalau pada kehamilan muda), atau pada kehamilan
yang agak tua, janin jadi pipih yang disebut fetus papyraseus atau kompresus.
27
LETAK PRESENTASI JANIN
Pada kehamilan kembar sering terjadi kesalahan presentasi dan posisi kedua janin. Begitu
pula letak janin kedua, dapat berubah setelah janin pertama lahir, misalnya dari letak
lintang dapat berubah menjadi letak sungsang atau letak kepala. Berbagai kombinasi
letak, presentasi dan posisi bisa terjadi, yang paling sering dijumpai adalah:
• kedua janin dalam letak membujur, presentasi kepala (44-47%)
• letak membujur, presentasi kepala bokong (37-38%)
• keduanya presentasi bokong (8-10%)
• letak lintang dan presentasi kepala (5-5,3%)
• letak lintang dan presentasi bokong (1,5-2%)
• dua-duanya letak lintang (0,2-0,6%)
• letak dan presentasi “69” adalah letak yang berbahaya, karena dapat terjadi kunci-
mengunci (interlocking).
28
HASIL AKHIR KEHAMILAN
1. Aborsi
Aborsi spontan lebih besar kemungkinannya terjadi pada kehamilan kembar. Kembar
dua monochorial jauh lebih banyak dibanding kembar dichorial, yang
mengimplikasikan monozygot sebagai faktor resiko untuk abortus spontan.
2. Berat Badan Lahir Rendah.
Kehamilan janin kembar lebih besar kemungkinannya dikarakterisasikan dengan berat
badan lahir rendah dibandingkan dengan kehamilan tunggal, paling sering disebabkan
oleh karena pertumbuhan janin yang terbatas serta persalinan preterm.
3. Durasi Kehamilan.
Pada saat jumlah dari janin meningkat, durasi dari kehamilan menurun. Kira-kira
separuh dari kembar dilahirkan pada 36 minggu atau kurang dan persalinan sebelum
genap bulan merupakan alasan utama untuk peningkatan resiko morbiditas dan
mortalitas neonatal pada kembar.
KOMPLIKASI KEHAMILAN KEMBAR
Komplikasi pada ibu dan janin pada kehamilan kembar lebih besar dibandingkan
kehamilan tunggal. Angka kematian perinatal pada kehamilan kembar cukup tinggi,
dengan kembar monozigotik 2,5 kali angka kematian kembar dizigotik. Resiko terjadinya
abortus pada salah satu fetus atau keduanya tinggi. Pada trisemester pertama kehamilan
reabsorbsi satu janin atau keduanya kemungkinan terjadi.
1. Anemia sering ditemukan pada kehamilan kembar oleh karena kebutuhan nutrisi yang
tinggi serta peningkatan volume plasma yang tidak sebanding dengan peningkatan sel
darah merah mengakibatkan kadar hemoblobin menjadi turun.
2. Hipertensi yang diperberat kehamilan, preklamsia dan eklamsia meningkat pada
kehamilan kembar.
3. Pendarahan antepartum oleh karena solutio plasenta disebabkan permukaan plasenta
pada kehamilan kembar jelek sehingga plasenta mudah terlepas.
4. Kematian satu janin pada kehamilan kembar, penyebab kematian yang umum adalah
saling membelitnya tali pusat. ( Benirschke, 1983 ). Bahaya yang perlu
dipertimbangkan pada kematian satu janin adanya koagulopati konsumtif berat yang
dapat mengakibatkan terjadinya disseminated intravascular coagulopathy.
29
5. Kelainan kongenital mayor pada kehamilan kembar meningkat sesuai dengan jumlah
kembarnya. Pada kembar triplet, angka kelainan kongenital mayor lebih tinggi
dibandingkan kembar dua. Kelainan jantung pada kembar monozigotik 1 : 100 kasus.
6. Perdarahan postpartum dalam persalinan kembar disebabkan oleh overdistension
uterus, tendesi terjadinya atonia uterus dan berasal dari insersi plasenta. 3
PENYULIT KHUSUS
1. Kembar Monoaniotik.
Kelahiran kembar monozygot dimana kedua janin menempati kantong amnion yang
sama. Kematian yang paling umum adalah lilitan tali pusat.
2. Kembar Dua Bergabung (conjoined/united twins)
Tempat-tempat tubuh yang seringkali berbagi bersama pada kembar dua bergabung
adalah :
1. Anterior ( thoracopagus )
2. Posterior ( pyopagus )
3. Cepahlic ( cranipagus )
4. Caudal ( ischiopagus )
Mayoritasnya adalah variasi dari thoracopagus. Pemisahan pembedahan dari kembar
dua bergabung yang hampir lengkap dapat berhasil pada organ-organ yang penting
untuk hidup tidak berbagi bersama.
30
3. Sindroma Transfusi Kembar Ke Kembar
Darah ditranfusikan dari kembar donor ke
kembarannya sebagai resipien sehingga
dengan demikian donor menjadi anemic dan
pertumbuhannya dapat terhambat, sementara
resipien menjadi polisistemik serta dapat
mengalami kelebihan beban sirkulasi yang
dimanifestikan sebagai hydrops. Kembar
donor dapat tampak pucat sedangkan saudara
kandung resipiennya tampak membengkak.
Satu bagian dari plasenta seringkali tampak
cukup pucat dibanding dengan plasenta
sisanya.
4. Kerusakan Otak Janin.
Cerebal palsy, microcephaly, porencephaly, serta multicystic enceplahomalacia
merupakan komplikasi-komplikasi serius akibat komunikasi vaskuler pada gestasi
kembar. Besar kemungkinan bahwa kerusakan neurologist tersebut disebabkan oleh
nekrosis iskemik yang menyebabkan terbentuknya kavitas di otak. Pada kembar donor,
iskemi terjadi akibat hipotensi dan/atau anemia. Pada resipien, iskemi terjadi akibat
instabilitas tekanan darah dan episode hipotensi berat.
5. Kembar Acardia.
Rangkaian perfusi-arterial kembar dua (twin reserved-arterial-perfusion /TRAP)
jarang terjadi, namun merupakan komplikasi yang serius dari kehamilan ganda
monochorionik, monozygot. Dalam rangkaian TRAP, biasanya terdapat kembar donor
yang terbentuk secara normal yang memiliki gambaran gagal jantung, dan kembar
resipien tanpa jantung normal (acardius) serta tidak ada berbagai struktur lainnya.
Telah dihipotesakan bahwa rangkaian TRAP disebabkan oleh suatu shunt plasenta
arteri ke- arteri yang cukup besar, namun dapat juga disertai shunt vena ke- vena. 1
31
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
• perut lebih buncit dari semestinya sesuai dengan umur tuanya kehamilan
• gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu hamil
• uterus terasa lebih cepat membesar
• pernah hamil kembar atau ada riwayat keturunan kembar
• apakah telah mendapat pengobatan infertilitas
2. Inspeksi dan palpasi
• pada pemeriksaan pertama dan ulangan ada kesan uterus lebih besar dan lebih
cepat tumbuhnya dari biasa
• gerakan-gerakan janin terasa lebih sering
• bagian-bagian kecil terasa lebih banyak
• teraba ada 3 bagian besar janin
• teraba ada 2 balotement
3. Auskultasi
Terdengar 2 denyut jantung janin pada 2 tempat yang agak berjauhan dengan
perbedaan kecepatan sedikitnya 10 denyut per menit atau bila dihitung bersamaan
terdapat selisih 10.
4. Rontgen foto abdomen
Tampak gambaran 2 janin
5. Ultrasonografi
Bila tampak 2 janin atau 2 jantung yang berdenyut yang telah dapat ditentukan pada
triwulan I/pada kehamilan 10 minggu.
6. Elektrokardiogram total
Terdapat gambaran 2 EKG yang berbeda dari kedua janin.
7. Reaksi kehamilan
Karena pada hamil kembar umumnya plasenta besar atau ada 2 plasenta, maka
produksi HCG akan tinggi, jadi titrasi reaksi kehamilan bisa positif, kadang-kadang
sampai 1/200. Hal ini dapat dikacaukan dengan mola hidatidosa. Kadangkala diagnosa
baru diketahui setelah bayi pertama lahir, uterus masih besar, ternyata masih ada janin
satu lagi dalam rahim. Kehamilan kembar sering terjadi bersamaan dengan hidramnion
32
dantoksemiagravidarum.
DIAGNOSIS PASTI
• Secara klinis
-terdapat 2 kepala, 2 bokong, dan 1 atau 2 punggung
- terdengar 2 DJJ di tempat yang berjauhan dengan perbedaan 10 denyut per menit atau
lebih
• USG atau foto roentgen : bayangan janin lebih dari satu. 3
DIAGNOSIS DIFFERENSIAL
• Kehamilan tunggal dengan janin besar (makrosomia)
• Hidramnion
• Mola hidatidosa
• Kehamilan dengan mioma uteri. 2,3
PENANGANAN DALAM KEHAMILAN
1. Perawatan prenatal yang baik untuk mengenal kehamilan kembar dan mencegah
komplikasi yang timbul, dan bila diagnosis telah ditegakkan pemeriksaan ulangan
harus lebih sering (1 x seminggu pada kehamilan > 32 minggu)
2. Istirahat baring dianjurkan lebih banyak agar aliran darah ke plasenta baik, sehingga
pertumbuhan janin lebih baik.
3. Setelah kehamilan 30 minggu, koitus dan perjalanan jauh sebaiknya dihindari, karena
akan merangsang partus prematurus
4. Pemakaian korset gurita yang tidak terlalu ketat diperbolehkan, supaya terasa lebih
ringan
5. Periksa darah lengkap, Hb, dan golongan darah
6. Pematangan paru janin bila ada tanda-tanda partus prematurus yang mengancam
dengan pemberian betamethason 24 mg/hari
7. Rawat inap bila:
• ada kelainan obstetric
• ada his/pembukaan serviks
• adanya hipertensi
• pertumbuhan salah satu janin terganggu
33
• kondisi social yang tidak baik
• profilaksis/mencegah partus prematurus dengan obat tokolitik. 2,3
PENANGANAN PERSALINAN
1. Bila anak pertama letaknya membujur, kala I diawasi seperti biasa, ditolong seperti
biasa. Episiotomi mediolateralis dilakukan untuk memperpendek kala pengeluaran
dan mengurangi tekanan pada kepala bayi.
2. Setelah itu baru waspada, lakukan periksa luar, periksa dalam untuk menentukan
keadaan anak kedua. Tunggu sambil memeriksa tekanan darah dan lain-lain
3. Biasanya dalam 5-10 menit lagi his akan kuat lagi. Bila anak kedua terletak
membujur, ketuban dipecahkan pelan-pelan supaya air ketuban tidak mengalir deras
keluar. Tunggu dan pimpin persalinan anak kedua seperti biasa
4. Waspadalah atas kemungkinan terjadinya perdarahan post partum, maka sebaiknya
pasang infuse profilaksis
5. Bila ada kelainan letak pada anak kedua, misalnya melintang atau prolaps tali pusat
dan solusio pasenta, maka janin dilahirkan dengan cara operatif obstetric :
• pada letak lintang coba versi luar dulu, atau lahirkan dengan cara versi dan
ekstraksi
• pada letak kepala, persalinan dipercepat dengan ekstraksi vakum atau forseps
• pada letak bokong/kaki, ekstraksi bokong/kaki
6. Indikasi seksio saesaria hanya pada :
• janin pertama letak lintang
• bila terjadi prolaps tali pusat
• plasenta previa
• terjadi interlocking pada letak janin 69, anak pertama letak sungsang dan anak
kedua letak kepala
7. Kala IV diawasi terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan postpartum : berikan
suntikan sinto-metrin yaitu 10 satuan sintosinon tambah 0,2 mg methergin.
34
Prinsip penanganan kehamilan ganda :
Bayi I
• Cek presentasi:
o bila verteks lakukan pertolongan sama dengan presentasi normal dan lakukan
monitoring dengan partograf
o bila presentasi bokong berikan pertolongan sama dengan bayi tunggal
presentasi bokong
o bila letak lintang lakukan seksio saesaria
• Monitor janin dengan auskultasi berkala DJJ
• Pada kala II beri oksitosin 2,5 IU dalam 500 ml Dekstrose 5% atau RL/10 tetes/menit)
• Jangan melepaskan klem tali pusat dan jangan melahirkan plasenta sampai bayi yang
terakhir lahir
Bayi II dan seterusnya
• Segera setelah kelahiran bayi I
o lakukan palpasi abdomen untuk menentukan adanya bayi selanjutnya
o bila letak lintang lakukan versi luar
o periksa DJJ
• Lakukan pemeriksaan vaginal untuk : adanya prolaps funikuli, ketuban pecah dan intak,
presentasi bayi
• Bila presentasi Verteks
o bila kepala belum masuk, masukkan pada PAP secara manual
o ketuban dipecah
o periksa DJJ
o bila tak timbul kontraksi dalam 10 menit, tetesan oksitosin dipercepat sampai
his adekuat
o bila dalam 30 menit bayi belum lahir lakukan tindakan menurut persyaratan
yang ada (vakum, forseps, seksio)
• Bila presentasi Bokong
35
o lakukan persalinan pervaginam bila pembukaan lengkap dan bayi tersebut tidak
lebih besar dari bayi I
o bila tidak ada kontraksi sampai 10 menit, tetesan oksitosin dipercepat sampai
his adekuat
o pecahkan ketuban
o periksa DJJ
o bila gawat janin lakukan ekstraksi
o bila tidak mungkin melakukan persalinan pervaginam lakukan SC
• Bila letak Lintang
o bila ketuban intak, lakukan versi luar
o bila versi luar gagal dan pembukaan lengkap lakukan versi ekstraksi
o bila gagal lakukan SC
• Pasca persalinan berikan oksitosin drip 20 IU dalam 1 liter cairan 60 tetes/menit atau
berikan ergometrin 0,2 mg IM 1 menit sesudah kelahiran anak yang terakhir dan
lakukan manajemen aktif kala III.
• Jangan memberikan ergometrin pada pre eklamsi, eklamsi, dan hipertensi karena dapat
menyebabkan resiko kejang. 3
PROGNOSIS
Bahaya bagi ibu pada kehamilan kembar lebih besar daripada kehamilan tunggal karena
lebih seringnya terjadi anemia, pre-eklamsia dan eklamsia, operasi obstetrik, dan
perdarahan postpartum.
Kematian perinatal anak kembar lebih tinggi daripada kehamilan tunggal. Prematuritas
merupakan sebab utama. Selain itu, juga lebih sering terjadi pre-eklamsia dan eklamsia,
hidramnion, kelainan letak, prolaps funikuli, dan operasi obstetrik, dan dapat
menyebabkan sindrome distress respirasi, trauma persalinan dengan perdarahan serebral
dan kemungkinan adanya kelainan bawaan pada bayi.
Kematian anak kedua lebih tinggi daripada yang pertama, karena lebih sering terjadi
gangguan sirkulasi plasenta setelah anak pertama lahir, lebih banyaknya terjadi prolapsus
funikuli, solusio plasenta, serta kelainan letak pada janin kedua.
Kematian anak pada kehamilan monozigotik lebih besar daripada kehamilan dizigotik
karena pada yang pertama dapat terjadi lilitan tali pusat antara janin pertama dan kedua. 2
36
KESIMPULAN
Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Jenis kehamilan
kembar ditentukan dari jumlah ovum yang dibuahi. Kehamilan ini termasuk kehamilan
resiko tinggi. Angka morbiditas dan mortalitas bayi pada kehamilan kembar lebih tinggi
daripada kehamilan tunggal. Kehamilan kembar menyebabkan kelainan hasil akhir
kehamilan dengan proporsi cukup besar, terutama akibat kelahiran preterm. Selain itu,
janin pada gestasi multipel rentan terhadap berbagai penyulit seperti malformasi
struktural dan sindrom transfusi antarjanin kembar sehingga angka kematian meningkat
secara bermakna. Untuk itu diperlukan pengawasan dan perhatian khusus selama
kehamilan hingga persalinan.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Cuningham FG, Wenstrom KD, et al. 2006. Kehamilan Multi Janin. Dalam: Wiliam
Obstetri vol 1. Editor Huriawan Hartanto, et al. Edisi 21. Jakarta: EGC. p.851-897.
2. Hanafiah, MJ. 2007. Kehamilan Kembar. Dalam: Ilmu Kebidanan. Editor Hanifa
Wiknjosastro. Edisi Ketiga, cetakan kesembilan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. p.387-397.
3. Mochtar, Rustam.1998. Sinopsis Obstetri Jilid II. Jakarta: EGC.
4. Pitkin, Joan et al. Multiple Pregnancy. Obstetrics and Gynaecology An Illustrated
Colour Text. p.38-39
38