tinjauan pustaka

23
TINJAUAN PUSTAKA OTITIS MEDIA AKUT DEFINISI Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME). Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis media yang lain disebut otitis media adhesive. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah. Harus dibedakan antara otitis media akut dan otitis media efusi. Otitis media efusi lebih umum daripada otitis media akut. Ketika otitis media efusi didiagnosis dengan otitis media akut, antibiotic yang diberikan bisa tidak sesuai. Otitis media efusi yaitu adanya cairan ditelinga tengah tanpa adanya gejala infeksi. Otitis media efusi biasanya disebabkan tertutupnya Tuba Eustachius dan cairan terperangkap di telinga tengah. Gejala dari otitis media akut datang bila cairan di telinga tengah terinfeksi. ETIOLOGI

Upload: mia-shofianne-liberty

Post on 07-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

OMA

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKAOTITIS MEDIA AKUTDEFINISI

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME). Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis media yang lain disebut otitis media adhesive. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah.Harus dibedakan antara otitis media akut dan otitis media efusi. Otitis media efusi lebih umum daripada otitis media akut. Ketika otitis media efusi didiagnosis dengan otitis media akut, antibiotic yang diberikan bisa tidak sesuai. Otitis media efusi yaitu adanya cairan ditelinga tengah tanpa adanya gejala infeksi. Otitis media efusi biasanya disebabkan tertutupnya Tuba Eustachius dan cairan terperangkap di telinga tengah. Gejala dari otitis media akut datang bila cairan di telinga tengah terinfeksi.ETIOLOGITelinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di daerah nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibody. Otitis media akut (OMA) biasanya terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Selain itu, pencetus lain adalah infeksi saluran napas atas. Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae (27%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus pneumoniae (38%), Pneumococcus. Pada anak, makin sering anak terkena infeksi saluran napas, makin besar kemungkinan terjadinya OMAPATOGENESISOtitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas atas. Infeksi pada saluran nafas atas akan menyebabkan edema pada mukosa saluran nafas termasuk mukosa tuba eustakius dan nasofaring tempat muara tuba eustakius. Edema ini akan menyebabkan oklusi tuba yang berakibat gangguan fungsi tuba eustakius yaitu fungsi ventilasi, drainase dan proteksi terhadap telinga tengah. Tuba berperan dalam proteksi kuman dan sekret dari nasofaring hingga ke telinga tengah, diantaranya melalui kerja silia. Ketika terjadi oklusi tuba, fungsi silia tidak efektif untuk mencegah kuman dan sekret dari nasofaring ke kavum timpani dengan akumulasi sekret yang baik untuk pertumbuhan kuman. Sehingga terjadi proses supurasi di telinga tengahSTADIUM

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium: Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Stadium oklusi tuba Eustachius terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membrana timpani akibat tekanan negatif dalam telinga tengah karena terjadinya absorpsi udara. Selain retraksi, membrana timpani kadang-kadang tetap normal atau hanya berwarna keruh pucat atau terjadi efusi. Stadium oklusi tuba Eustachius dari otitis media supuratif akut (OMA) sulit kita bedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan virus dan alergi. Stadium Hiperemis (Pre Supurasi)

Stadium hiperemis (pre supurasi) akibat pelebaran pembuluh darah di membran timpani yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat.

Stadium Supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen (nanah). Selain itu edema pada mukosa telinga tengah makin hebat dan sel epitel superfisial hancur. Ketiganya menyebabkan terjadinya bulging (penonjolan) membrana timpani ke arah liang telinga luar. Pasien akan tampak sangat sakit, nadi & suhu meningkat dan rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Anak selalu gelisah dan tidak bisa tidur nyenyak.

Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan ruptur membran timpani akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan. Nekrosis ini disebabkan oleh terjadinya iskemia akibat tekanan kapiler membran timpani karena penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecilKeadaan stadium supurasi dapat kita tangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan membuat luka insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan mudah menutup kembali sedangkan ruptur lebih sulit menutup kembali. Bahkan membran timpani bisa tidak menutup kembali jika membran timpani tidak utuh lagi. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu menurun dan bisa tidur nyenyak. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret (nanah) tetap berlangsung selama lebih 3 minggu maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih 1,5-2 bulan maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik (OMSK). Stadium Resolusi

Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen tidak ada lagi. Stadium ini berlangsung jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. Stadium ini didahului oleh sekret yang berkurang sampai mengering.

Apabila stadium resolusi gagal terjadi maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik (OMSK). Kegagalan stadium ini berupa membran timpani tetap perforasi dan sekret tetap keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. Otitis media supuratif akut (OMA) dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani.MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) tergantung dari stadium penyakit dan umur penderita. Gejala stadium supurasi berupa demam tinggi dan suhu tubuh menurun pada stadium perforasi. Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) berdasarkan umur penderita, yaitu :a. Bayi dan anak kecil. Gejalanya : demam tinggi bisa sampai 390C (khas pada stadium supurasi), sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, mencret, kejang-kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit. Jika terjadi rupture membrane timpani, maka secret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh menurun dan anak tertidur tenang.

b. Anak yang sudah bisa bicara. Gejalanya : biasanya rasa nyeri dalam telinga, suhu tubuh tinggi, dan riwayat batuk pilek.

c. Anak lebih besar dan orang dewasa. Gejalanya : rasa nyeri dan gangguan pendengaran (rasa penuh dan pendengaran berkurang).Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.DIAGNOSIS

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut:a. Penyakitnya muncul mendadak (akut)

b. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:

1) menggembungnya gendang telinga

2) terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga

3) adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga

4) cairan yang keluar dari telinga

c. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:

1) kemerahan pada gendang telinga

2) nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

PENATALAKSANAANPengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.5a. Oklusi tuba EustachiusPengobatan bertujuan untuk membuka kembali Tuba Eustachius, sehingga tekanan negative dalam telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes hidung. HCl efedrina 0.5% dalam larutan fisiologis (anak < 12 tahun) atau Hcl efedrin 1% dalam larutan fisiologik yang berumur diatas 12 tahun dan pada orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman.b. Hiperemis (pre supurasi)Pemberian antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin intramuscular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB perhari dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB perhari.c. SupurasiDiberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala klinis lebih cepat hilang dan rupture dapat dihindari.d. PerforasiSering terlihat banyak secret yang keluar dan kadang terlihat secret keluar secara berdenyut. Pengobatan diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya secret hilang dan perforasi menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.e. ResolusiMembrane timpani berangsur normal kembali, secret tidak ada lagi dan perforasi membrane timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak secret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membrane timpani. Keadaan ini disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.Bila OMA berlanjut dengan keluarnya secret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis mediasupuratif subakut. Bila perforasi menetap dan secret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis.Pada pengobatan OMA terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan kegagalan terapi. Risiko tersebut digolongkan menjadi resiko tinggi kegagalan terapi dan resiko rendah.MIRINGOTOMIMiringotomi adalah tindakan insisi pars tensa membran timpani, agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan syarat tindakan ini harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang dan dapat dikuasai. Lokasi miringotomi adalah kuadran postero-inferior. Untuk tindakan ini harus memakai lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang digunakan berukuran kecil dan steril.Aturan tindakan miringotomi:

1) Stadium hiperemis (pre supurasi). Bisa kita lakukan bila terlihat hiperemis difus.

2) Stadium supurasi. Lakukan jika membran timpani masih utuh. Keuntungannya yaitu gejala klinik lebih cepat hilang dan ruptur membran timpani dapat kita hindari.

Indikasi Miringotomi:

1) Persisten pain dan recurrent otalgia

2) Efusi telinga tengah dengan hiperemia dan bulging dan anak tampak sakit berat

3) Severe earache

4) Bila hasil pengobatan antibiotik kurang memuaskan

5) Anak tiba-tiba menderita OMA selagi mendapat terapi AB untuk penyakit lain

6) Bila OMA terjadi pada anak yang immunologically compromised

7) OMA pada neonatesKomplikasi miringotomi yang mungkin terjadi adalah perdarahan akibat trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma pada nervus fasialis, trauma bulbus jugularis (bila anomali letak).

KOMPLIKASI

Intratemporal

1) Perforasi membran timpani

Pada OMA terjadi perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat dari infeksi. Adanya gambaran retraksi membrane timpani akibat terjadinya tekanan negative didalam telinga tengah akibat absorpsi udara. Selanjutnya terjadi pelebaran pembuluh darah di membrane timpani atau seluruh membrane timpani tampak hiperemis serta edema. Apabila hal ini terus berlanjut dan tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan ruptur membran timpani (perforasi).2) Erosi tulang pendengaran

OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMSK dapat dibagi atas du jenis, yaitu tipe aman dan tipe bahaya. Pada tipe bahaya ini disertai dengan kolesteatoma. OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe tulang. Massa kolesteatoma ini akan mendesak organ di sekitarnya serta menimbulkan erosi tulang pendengaran dan menyebabkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya nekrosis tulang diperhebat oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri.3) Paresis nervus fasialis

Pada otitis media akut, nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis. Saraf terkena akibat kontak langsung dengan materi purulen sehingga dapat menimbulkan inflamasi dan edema pada saraf dan menyebabkan paresis. Pada otitis media kronis, kerusakan terjadi oleh erosi tulang oleh kolesteatoma atau oleh jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis tersebut.4) Mastoiditis akut koalesen

Merupakan komplikasi tersering otitis media supuratif. Terjadi ketika ada ekstensi dari infeksi ke air cell mastoid dengan supurasi dan kehilangan septum interseluler.

5) Labirinitis supuratif

Otitis media supuratif kronis terutama yang dengan kolesteatoma, dapat menyebabkab terjadinya kerusakan pada bagian vestibuler labirin, sehingga terbentuk fistula. Pada keadaan ini infeksi dapat masuk, sehingga terjadi labirinitis. Labirinitis supuratif mungkin terjadi sebagai perluasan infeksi dari rongga telinga tengah melalui fistula tulang labirin oleh kolesteatom atau melalui foramen rotundum dan foramen ovale. Infeksi dapat mencapai labirin dengan erosi dari kanalis semisirkular lateral dengan kolesteatom atau dengan infeksi bakteri melewati round window ke ruang perilimfe.6) Tuli sensorineural

Tuli sensorineural terjadi karena infeksi mennyebar secara langsung melalui cairan eksudat dari telinga tengah ke telinga bagian dalam. 7) Petrositis

Sepertiga dari populasi manusia, tulang temporalnya mempunyai sel-sel udara sampai ke apeks os petrosum. Terdapat beberapa cara penyebaran infeksi dari telinga tengah ke os petrosum. Yang sering ialah penyebaran langsung ke sel-sel udara tersebut. Ekstratemporal

1) Abses ekstradural

Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah diantara durameter dan tulang. Pada otitis media supuratif kronis keadaan ini berhubungan dengan jaringan granulasi dan kolesteatoma yang menyebabkan erosi membran timpani atau mastoid.2) Trombosis sinus lateralis

Invasi infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati tulang mastoid akan menyebabkan terjadinya trombosis sinus lateralis. Jalur utama yaitu melalui erosi tulang akibat mastoiditis dan kolesteatoma dengan pembentukan jaringan granulasi perisinus atau abses. Kondisi ini menginduksi peradangan pada dinding luar sinus dural. Infeksi mencapai dinding dalam sinus, terbentuk thrombus mural yang membesar secara progresif. Sejalan dengan progresifitas infeksi, thrombus mengalami perluasan retrograde ke daerah vena jugular, melintasi sinus petrosus hingga ke daerah sinus cavernosus.

Intrakranial

1) Abses otak

Abses otak biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan mastoid atau tromboflebitis. Umumnya didahului oleh suatu abses ekstradural. Abses dapat mengalami rupture ke daerah ventrikel dan rongga subarachnoid akibatnya terjadi meningitis.2) Meningitis

Meningitis dapat terjadi disetiap saat dalam perjalanan komplikasi infeksi telinga. Jalan penyebaran yang biasa terjadi yaitu melalui penyebaran langsung. Pada waktu kuman menyerang biasanya menginvasi ruang subarachnoid, pia-arachnoid bereaksi dengan mengadakan eksudasi cairan serosa yang menyebabkan peningkatan ringan tekanan cairan spinal.

3) Hidrosefalus otikusHidrosefalus otitis ditandai dengan peninggian tekanan likuor serebrospinal yang hebat tanpa adanya kelainan kimiawi dari likuor itu. Pada pemeriksaan terdapat edema papil. Keadaan ini dapat menyertai otitis media akut atau kronisTONSILITIS KRONIK HIPERTROFI

ANATOMI DAN FISIOLOGI TONSIL

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tuba Eustachius.

TONSILITIS KRONIK

DEFINISI

Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsil palatina lebih dari 3 bulan, setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Terjadinya perubahan histologi pada tonsil, dan terdapatnya jaringan fibrotik yang menyelimuti mikroabses dan dikelilingi oleh zona sel-sel radang.2 Mikroabses pada tonsilitis kronik menyebabkan tonsil dapat menjadi fokal infeksi bagi organ-organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain-lain. Fokal infeksi adalah sumber bakteri / kuman di dalam tubuh dimana kuman atau produkproduknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat menimbulkan penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi.

Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang

tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai

dengan hiperemi rigan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.

ETIOLOGI

Tonsilitis kronik yang terjadi pada anak mungkin disebabkan oleh karena sering penderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) atau karena tonsilitis akut yang tidak diobati dengan tepat atau dibiarkan saja. Tonsilitis kronik disebabkan oleh bakteri yang sama yang terdapat pada tonsilitis akut, dan yang paling sering adalah bakteri gram positif. Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) : Streptokokus alfa merupakan penyebab tersering dan diikuti Stafilokokus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A, Stafilokokus epidermis dan kuman gram negatif yaitu enterobakter, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella dan E. coli yang didapat ketika dilakukan kultur apusan tenggorok.FAKTOR PREDISPOSISIBeberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu :

Rangsangan kronis (rokok, makanan)

Higiene mulut yang buruk

Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)

Alergi (iritasi kronis dari allergen)

Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)

Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat

PATOFISIOLOGI

Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk disitu akan dihancurkan oleh makrofag yang merupakan sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi akibat dari penjagaan higiene mulut yang tidak memadai serta adanya faktor-faktor lain, maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibat kuman yang bersarang di tonsil dan akan menimbulkan peradangan tonsil yang kronik. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi atau fokal infeksi. Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripta akan melebar. Secara klinis kripta ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripta berupa eksudat berwarna kekuning kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Sewaktuwaktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan imun yang menurun.

MANIFESTASI KLINIS

Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan berbau. Tonsila akan memperlihatkan berbagai derajat hipertrofi dan dapat bertemu di garis tengah. Nafas penderita bersifat ofensif dan kalau terdapat hipertrofi yang hebat, mungkin terdapat obstruksi yang cukup besar pada saluran pernafasan bagian atas yang dapat menyebabkan hipertensi pulmonal.

PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan pada tonsil akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi kadang-kadang atrofi, hiperemi dan odema yang tidak jelas. Didapatkan detritus atau detritus baru tampak jika tonsil ditekan dengan spatula lidah. Kelenjar leher dapat membesar tetapi tidak terdapat nyeri tekan.1,2 Ukuran tonsil pada tonsilitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau atrofi. Pembesaran tonsil dapat dinyatakan dalam ukuran T1 T4. Cody& Thane (1993) membagi pembesaran tonsil dalam ukuran berikut :

T1 = batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai jarak pilar anterior uvula

T2 = batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak pilar anterioruvula

T3 = batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak pilar anterioruvula

T4 = batas medial tonsil melewati jarak

DIAGNOSIS

Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut:1. AnamnesaAnamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50% diagnose dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, rasa mengganjal di tenggorok, nafas bau, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.

2. Pemeriksaan FisikTampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut, permukaan tonsil tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Sebagian kripta mengalami stenosis, tepi eksudat (purulent) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada kripta.

3. Pemeriksaan PenunjangDapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptococcus haemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.

PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Tonsilitis yang disebabkan oleh virus harus ditangani secara simptomatik. Obat kumur, analgetik, dan antipiretik biasanya dapat membantu. Gejala-gejala yang timbul biasanya akan hilang sendiri. Tonsilitis yang disebabkan oleh streptokokus perlu diobati dengan penisilin V secara oral, cefalosporin, makrolid, klindamicin, atau injeksi secara intramuskular penisilin benzatin G. Terapi yang menggunakan penisilin mungkin gagal (6-23%), oleh karena itu penggunaan antibiotik tambahan mungkin akan berguna.Operatif

Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan pasa pasien dengan tonsilitis kronik, yaitu berupa tindakan pengangkatan jaringan tonsila palatina dari fossa tonsilaris. Tetapi tonsilektomi dapat menimbulkan berbagai masalah dan berisiko menimbulkan komplikasi seperti perdarahan, syok, nyeri pasca tonsilektomi, maupun infeksi.

Indikasi Tonsilektomi

Menurut American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS) (1995), indikator klinis untuk prosedur surgikal adalah seperti berikut:

Indikasi Absolut

Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner

Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase

Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam

Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi

Indikasi Relatif

Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat

Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis

Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik beta-laktamase resisten

Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan

Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan apakah mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai kandidat. Dugaan keganasan dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk tonsilektomi.

Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas indikasi tersebut,

kebanyakan karena infeksi kronik, Obstruksi nasofaringeal dan orofaringeal yang berat sehingga dapat mengakibatkan terjadinya gangguan apnea ketika tidur merupakan indikasi absolute untuk surgery. Pada kasus yang ekstrim, obstructive sleep apnea ini boleh menyebabkan hipoventilasi alveolar, hipertensi pulmonal dan kardiopulmoner.

Komplikasi

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar

atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai

komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :

Komplikasi ke sekitar tonsil (perkontinuitatum)

a. Peritonsilitis. Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan abses.

b. Abses Peritonsilar (Quinsy)

Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.

c. Abses Parafaringeal

Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.

d. Abses Retrofaring

Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.

e. Krista Tonsil

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.

f. Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur.

Komplikasi Organ jauh:

a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik

b. Glomerulonefritis

c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

e. Artritis dan fibrositis