tinjauan hukum islam terhadap pemanfaatan...
TRANSCRIPT
i
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
PEMANFAATAN BARANG GADAI SEPEDA MOTOR
(Studi Kasus Wanprestasi Di Desa Kendal Jetak
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang)
PROPOSAL SKRIPSI
Disusun Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh
Suprihati
NIM 21411036
JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2016
ii
iii
iv
v
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini
kepada :
1. Kedua Orang tuaku Bapak Sumardiyono (Alm) dan Ibu Siti Mumfangati
tercinta, yang telah mendoakan dan memberi kasih sayang serta semangat
kepadaku selama ini.
2. Kakakku Mochamad Razi, yang telah mendoakan agar selalu tetap semangat
dalam menuntut ilmu dan menjalani kehidupan di dunia ini.
3. Para guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang penulis sayangi
dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan penuh
kesabaran.
4. Sahabat-sahabat seperjuanganku, dan Keluarga besar Lingkar Studi S1Hukum
Ekonomi Syariah 2011, yang selalu memberikan dorongan dan motivasi.
5. Almamater Tercinta Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga yang penulis banggakan.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Segala puji kami panjatkan hanya untuk Allah SWT. Rasa syukur yang
tiada hingga kami haturkan kepada-Nya yang telah memberikan semua yang kami
butuhkan dalam hidup ini. Terima kasih untuk semua limpahan berkah, rezeki
rahmat, hidayat, kesehatan yang Engkau titipkan, dan kesempatan yang Engkau
berikan kepada kami untuk menyelesaikan Laporan Penelitian ini dengan judul:
ZAKAT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBERDAYAAN
EKONOMI MASYARAKAT (Studi Kasus Amil Ainul Yaqin dan KBZ di
Dusun Bringin).
Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih,
Spirit Perubahan, Rasulullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para
sahabat-sahabatnya, syafa’at beliau sangat peneliti nantikan di hari pembalasan
nanti.
Laporan ini disusun untuk diajukan sebagai skripsi untuk memperoleh
gelar sarjana Ilmu Syariah. Kami mengakui bahwa dalam menyusun Laporan
Penelitian ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Karena itulah penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya,
ungkapan terima kasih kadang tak bisa mewakili kata-kata, namun perlu kiranya
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
vii
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah di IAIN
Salatiga, dan selaku Dosen Pembimbing yang selalu meberikan saran,
pengarahan dan masukan berkaitan penulisan skripsi sehingga dapat selesai
dengan maksimal sesuai yang diharapkan.
3. Bapak Ilya Muhsin, S.H.i., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syari’ah
Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama yang selalu memberikan ilmunya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar dan
baik.
4. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah di
IAIN Salatiga.
5. Ibu Lutfiana Zahriani, M.H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari’ah IAIN
Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan skripsi
sehingga penulisan skripsi ini bisa saya selesaikan.
6. Bapak Haji Ahmad Mughni, S. H. selaku pengurus Amil Ainul Yaqin, dan
Bapak Susamto selaku pengurus KBZ yang telah berkenan memberikan izin
penelitian di Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin serta memberikan informasi
berkaitan penulisan skripsi.
7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi Fakultas
Syari’ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu memberikan
ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan
apapun.
8. Sahabat-sahabatku tercinta Jannah, Suprihati, Munziroh, Dina, Tri Umi yang
selalu mendukung penulis dalam menyusun skripsi ini.
viii
9. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah angkatan 2011 di IAIN
Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh pendidikan
di IAIN Salatiga.
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan
balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada peneliti, agar pula senantiasa
mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amin.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan
kritikan yang sifatnya membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan
penelitian ini.
Harapan peneliti, semoga penelitian ini bermanfaat khususnya bagi
peneliti sendiri dan umumnya bagi pembaca.
ix
ABSTRAK
Kartika, Indri. 2015. Zakat dan Implikasinya terhadap Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat (Studi Kasus Amil Ainul Yaqin dan KBZ di Dusun Bringin).
Penelitian. Fakutas Syariah. Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syariah. Institut Agama
Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.
Kata Kunci : Zakat, Pemberdayaan, Ekonomi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengelolaan
zakat di Dusun Bringin yang dilaksanakan oleh Amil Ainul Yaqin dan KBZ, yaitu
mengenai bagaimana upaya sosialisasi dan pentasharufan zakat, bagaimana
tingkat pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta bagaimana persepsi umat
Muslim Bringin terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Penelitian ini dilakukan di amil Ainul Yaqin dan KBZ dengan
mengambil lokasi di Dusun Bringin Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten
Semarang. Sumber data yang penulis gunakan adalah data primer, yaitu data
diperoleh langsung dari pihak amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin, dan sumber
data sekunder, yaitu data ini diambil dari hasil penelitian kepustakaan yakni
dengan mempergunakan dan mengumpulkan buku-buku atau kitab-kitab bacaan
yang ada hubungannya atau ada relevansinya dengan pembahasan penelitian ini,
serta mempergunakan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini,
misalnya dengan melalui penelitian lapangan yang dilakukan secara langsung
terhadap obyek yang menjadi sampel penelitian.
Temuan yang diperoleh dari penulisan ini diantara lain: Pertama, amil
Ainul Yaqin sebagai penanggung jawab pengelolaan dana zakat di dusun Bringin
telah melakukan upaya dalam mensosialisasikan pembayaran zakat kepada
masyarakat dengan maksimal. Upaya ini menciptakan kondisi yang kondusif serta
dapat menarik partisipasi masyarakat untuk menunaikan ibadah zakat yang
dilakukan secara teratur dan terus-menerus. Hal tersebut didasari dari peningkatan
dalam perolehan dana zakat tiap tahunnya. Kedua, tingkat pemberdayaan ekonomi
mustahiq di dusun Bringin cukup berkembang. Didasari dari jumlah muzakki yang
mengeluarkan zakat selalu bertambah, serta dana zakat yang didistribusikan
kepada mustahiq di Dusun Bringin juga menjadi lebih banyak pada tiap tahunnya,
namun masih terdapat faktor-faktor yang menjadi kendala dan kekurangan,
sehingga pemberdayaan ekonomi masyarakat belum dapat berkembang pesat.
Seperti, ketergantungan mustahiq terhadap dana zakat, kelalaian yang disengaja
oleh pedagang penerima bantuan modal usaha KBZ, dengan menyalahgunakan
penggunaan dana sehingga dana zakat habis sia-sia. Ketiga, masyarakat Bringin
terutama para muzakki dan mustahiq menyatakan, bahwa pengelolaan zakat oleh
amil memberikan hasil yang positif. Amil Ainul Yaqin melaksanakan penerimaan
dan pentasharufan zakat dengan profesional, transparan, dan amanah. Dan juga
berbagai upaya yang dilakukan amil Ainul Yaqin dalam mensosialisasikan
pembayaran zakat, dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat mengenai
pentingnya zakat.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN....................................................
i
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...................................... iv
HALAMAN MOTO............................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN..........................................................................
v
vi
KATA PENGANTAR.........................................................................................
ABSTRAK...........................................................................................................
vii
x
DAFTAR ISI....................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian........................................................... 1
B. Fokus Penelitian.......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian.........................................................................
D. Kegunaan Penelitian....................................................................
E. Penegasan Istilah.........................................................................
F. Tinjauan Pustaka.........................................................................
7
7
7
8
G. Metode Penelitian........................................................................ 12
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian............................................ 12
2. Kehadiran Peneliti................................................................ 13
3. Lokasi Penelitian.................................................................. 14
4. Sumber Data Penelitian......................................................... 15
xi
5. Prosedur Pengumpulan Data................................................ 16
6. Analisis Data........................................................................ 17
7. Pengecekan Keabsahan Data................................................
8. Tahap-Tahap penelitian........................................................
18
19
H. Sistematika Penulisan................................................................ 20
BAB II
BAB III
BAB IV
ZAKAT DAN LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT.......................
A. Tinjauan Umum tentang Zakat.....................................................
B. Tinjauan Umum tentang Pendayagunaan Zakat..........................
C. Problematika Pengumpulan Zakat...............................................
D. Lembaga Pengelola Zakat............................................................
E. Kepercayaan Masyarakat terhadap Pengelola Dana Zakat..........
UPAYA AMIL AINUL YAQIN DALAM PEMBERDAYAAN
EKONOMI MASYARAKAT..........................................................
A. Gambaran Umum Tentang Amil Ainul Yaqin.............................
B. Gambaran Umum Tentang KBZ Bringin.....................................
C. Upaya Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin dalam
Mensosialisasikan dan Mentasharufkan Zakat.............................
ANALISIS UPAYA AMIL AINUL YAQIN DAN KBZ
BRINGIN DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI
MASYARAKAT..............................................................................
A. Analisis Upaya Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin dalam
Mensosialisasikan dan Mentasharufkan Zakat.............................
B. Analisis Tingkat Pemberdayaan Ekonomi Mustahiq di Amil
22
22
41
46
48
52
54
54
57
59
68
68
xii
BAB V
Ainul Yaqin dan KBZ Bringin.....................................................
C. Persepsi Umat Muslim Bringin Terhadap Pemberdayaan
Ekonomi Mustahiq di Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin........
PENUTUP
71
76
A. Kesimpulan................................................................................. 78
B. Saran........................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 82
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rekapitulasi pentasharufan dana zakat oleh Amil Ainul Yaqin pada
tahun 2014...........................................................................................................
Tabel 2.2 Data peningkatan keuntungan sebagian pedagang binaan KBZ.........
64
65
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring berkembangnya zaman, banyak kemajuan yang dicapai
khususnya dalam bidang ekonomi. Manusia harus berusaha memenuhi
kebutuhan sehari- hari tanpa mengenal putus asa. Untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, manusia juga harus melakukan berbagai interaksi.
Dalam Hukum Islam, Interaksi dibidang ekonomi disebut muamalah.
Hukum Islam mengaturnya dalam berbagai aturan hukum yang disebut fikih
muamalah. Adapun prinsip-prinsip dalam muamalat sebagai berikut:
1. Muamalat adalah urusan duniawi
Dalam muamalat semua transaksi boleh dilaksanakan kecuali yang
dilarang. Muamalat atau hubungan dan pergaulan antara sesama manusia di
bidang harta benda merupakan urusan duniawi, dan pengaturannya
diserahkan kepada manusia itu sendiri. Oleh karena itu, semua bentuk akad
dan berbagai cara transaksi yang dibuat oleh manusia hukumnya sah dan
dibolehkan, asal tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan umum
dalam Hukum Islam.
2. Muamalat harus didasarkan kepada persetujuan dan kerelaan kedua belah
pihak.
Untuk menunjukkan adanya kerelaan dalam setiap akad atau
transaksi dilakukan ijab dan kabul atau serah terima antara kedua belah
pihak yang melakukan transaksi.
2
3. Adat kebiasaan dijadikan dasar hukum
Adat dapat dijadikan dasar hukum dengan syarat diakui dan tidak
bertentangan dengan ketentuan umum dalam syara'.
4. Tidak boleh merugikan diri sendiri dan orang lain.
Salah satu produk muamalat yang sering dilakukan adalah gadai
(Rahn). Rahn atau gadai menurut syara' adalah menyandera sebuah harta
yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali
sebagai tebusan. Menurut Ahmad Azhar Basyir yang dikutip oleh
Sudarsono (2003: 156) rahn berarti tetap berlangsung menahan suatu barang
sebagaimana tanggungan utang.
Menurut Muhamad Syafi'i Antonio yang dikutip oleh Zainuddin Ali
(2008: 3) Gadai syari'ah(rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah
(rahin) sebagai barang jaminan (marhun) atas utang atau pinjaman (marhun
bih) yang diterimanya.
Dasar hukum Rahn adalah Surat Al- Baqarah : 283 yang berbunyi:
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan
yang dipegang (oleh yang berpiutang).Akan tetapi, jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
3
menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah
Tuhannya. Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian.
Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah
orang yang berdosa hatinya : dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Menurut Hukum Islam dalam melakukan Gadai (rahn) harus
memenuhi rukun dan syarat nya. Adapun rukun rahn (gadai) yaitu Ar-Rahin
(yang menggadaikan), Al-Murtahin (yang Menerima Gadai), Al-Marhun
(barang yang digadaikan), Al-Marhun bih (Utang), dan sighat (Ali, 2008: 42).
Apabila salah satu syarat dan rukunnya tersebut tidak terpenuhi, Maka
menurut Hukum Islam Gadai yang dilakukan tidak sah. Menurut Hanafiah,
murtahin tidak boleh mengambil manfaat atas jaminan (borg) dengan cara
apapun kecuali atas izin dari rahin. Hal tersebut dikarenakan murtahin hanya
memiliki hak menahan borg bukan memanfaatkannya. Apabila rahin
memberikan izin kepada murtahin untuk memanfaatkan borg, maka menurut
sebagian Hanafiah, hal itu dibolehkan secara mutlak. Akan tetapi, sebagian dari
mereka melarang secara mutlak, karena hal tersebut termasuk riba atau
menyerupai riba. Syafi'yah secara global juga berpendapat bahwa murtahin
tidak boleh mengambil manfaat atas barang yang digadaikan (Muslich, 2010:
308).
Para Ulama juga bersepakat Gadai diperbolehkan dan tidak pernah
mempertentangkan kebolehannya demikian juga dengan landasan Hukumnya.
Namun demikian perlu dilakukan pengkajian ulang yang lebih mendalam
4
bagaimana seharusnya praktek gadai dalam masyarakat (Sudarsono, 2003:
144).
Produk sistem gadai yang dipraktekkan khususnya masyarakat Desa
Kendal Jetak Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang adalah gadai sepeda
motor. Jadi, dari pihak rahin menggadaikan sebuah sepeda motor kepada
pihak murtahin dengan diberikan sejumlah pinjaman uang. Pihak rahin dapat
meminjam sejumlah uang dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan
kesepakatan. Kesepakatan yang dilakukan dalam perjanjian secara lisan, yang
mana pihak rahin mau menggadaikan barang jaminannya (borg) dengan syarat
bahwa barang jaminan tersebut tidak boleh diambil manfaatnya tanpa ijin
pihak rahin. Dengan demikian kesepakatan itu tentunya dapat mengikat kedua
belah pihak. Akan tetapi dengan kesepakatan yang ada, ada salah satu pihak
yang melakukan wanprestasi, dengan melakukan yang menurut kesepakatan
tidak boleh dilakukan.
Maka dari itu penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul "
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemanfaatan Barang Gadai Sepeda
Motor (Studi Kasus Wanprestasi Di Desa Kendal Jetak Kecamatan
Getasan Kabupaten Semarang ) ."
B. Fokus Penelitian
1. Bagaimanakah praktek gadai sepeda motor masyarakat Desa Kendal Jetak
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang?
5
2. Bagaimanakah tanggapan masyarakat terhadap murtahin yang melakukan
wanprestasi dari perjanjian atau kesepakatan yang sudah disepakati kedua
belah pihak?
3. Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap pemanfaatan gadai?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui praktek gadai sepeda motor yang dilakukan masyarakat
Kendal Jetak Kecamatan Getasan selama ini.
2. Memberi pengertian kepada masyarakat yang melakukan gadai sepeda
motor supaya tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan.
3. Untuk memberikan wawasan dan penjelasan praktek gadai sepeda motor
agar sesuai dengan syari'at Islam.
D. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai penambah wawasan terhadap gadai motor yang sesuai dengan
hukum Islam.
2. Sebagai bahan pertimbangan masyarakat dalam melakukan praktek gadai
motor tanpa adanya salah satu pihak yang dirugikan.
3. Untuk memenuhi pengajuan proposal skripsi.
6
E. Penegasan Istilah
Untuk mempermudah pemahaman serta menghindari kesalahpahaman
terhadap judul, maka terlebih dahulu dijelaskan maksud istilah dalam judul
tersebut.
1. Gadai
Menurut Syafi'i Antonio yang dikutip oleh Zainuddin Ali (2008:3)
Gadai (Rahn) adalah: menahan salah satu harta milik nasabah (rahin)
sebagai barang jaminan (marhun) atas utang atau jaminan (marhun bih)
yang diterimanya.
Gadai yang dimaksud dalam skripsi ini adalah gadai motor yang
dilakukan khususnya warga Desa Kendal Jetak Kec. Getasan Kab.
Semarang, yang dari salah satu pihak melakukan wanprestasi dan
memanfaatkan barang gadai.
2. Wanprestasi
Wanprestasi adalah jika seorang debitur tidak melaksanakan sama
sekali suatu prestasi atau keliru dalam melakukan suatu prestasi atau
terlambat melakukan suatu prestasi (Ariyani, 2012: 19).
Menurut Prof. Subekti SH wanprestasi ada empat macam bentuk
yaitu:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan
b. Melaksanakan apa yang akan dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan
c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
7
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
(Ariyani, 2012: 20).
F. Telaah pustaka
Penelitian gadai sepeda motor banyak dijumpai dalam bentuk karya
ilmiah yang berupa skripsi. M Abadi Agung F (UIN Sunan Kali Jaga
Yokyakarta) meneliti praktek gadai di Desa Krandon Lor Kecamatan Suruh
dengan judul "Praktek Gadai Motor Kredit Dalam Tinjauan Sosiologi
Hukum Islam (Studi Kasus di Dusun Krajan Krandon Lor Kecamatan
Suruh)". Dia menyimpulkan bahwa menggadaikan barang yang masih
berstatus kredit kepada orang yang menerima gadai. Hal itu sudah sering
terjadi, dan perjanjian yang dilakukan secara lisan serta saling percaya. Orang
yang menerima gadai biasanya sudah mengetahui status barang yang
digadaikan.
Abdul Ghofur (UIN Sunan Ampel Surabaya) meneliti praktek gadai
di Desa Gadung Driyorejo dengan judul "Tinjauan Hukum Islam terhadap
Praktek Gadai Melalui Makelar di Desa Gadung Driyorejo".
Dia menyimpulkan bahwa praktek gadai yang dilakukan adalah
praktek gadai sepeda motor melalui makelar. Penggadai menyerahkan kuasa
kepada orang tertentu yang dikenal sebagai makelar untuk menggadaikan
motor dari pihak rahin, demi mendapatkan pinjaman sejumlah uang yang
diikuti penyerahan sepeda motor sebagai jaminan pelunasan. Apabila ingkar
janji dan penyerahan gadai tersebut diperjanjikan secara lisan dengan
8
memperoleh komisi 10% dari nilai pinjaman, dengan kewajiban menanggung
resiko apabila barang gadai hilang atau rusak berat.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif, karena
penelitian ini bertujuan untuk mengungkap semaksimal mungkin data dari
kasus yang diteliti dengan menggunakan pendekatan normatif dan
sosiologis. Pendekatan normatif digunakan untuk mengetahui bagaimana
status Hukum islam tentang akad yang dilakukan dari gadai motor.
Pendekatan sosiologis digunakan untuk mengetahui praktek gadai motor
yang selama ini dilakukan di Desa Kendal Jetak Kecamatan Getasan
Kabupaten Semarang.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti merupakan hal yang utama
karena peneliti secara langsung mengumpulkan data dilapangan. Status
peneliti dalam pengumpulan data diketahui oleh informan secara jelas guna
menghindari kesalahpahaman antara peneliti dan informan.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Desa Kendal Jetak Kec.
Getasan Kab. Semarang. Peneliti memilih di lokasi ini karena sudah
9
beberapa kali terjadi praktek gadai motor yang salah satu pihak ada yang
merasa dirugikan.
4. Sumber Data
Dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) sumber data yan digunakan
oleh peneliti yang terdiri dari:
a. Sumber Data Primer
Yaitu sumber data yang diperoleh secara langsung dari
informan, dan dari pihak yang terkait dari permasalahan yang diteliti.
Termasuk di dalam sumber data ini adalah keterangan pihak rahin dan
murtahin, mengenai praktek gadai motor yang dilaksanakan.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder sebagai pelengkap dari sumber data
primer meliputi buku-buku, laporan, arsip dan hasil penelitian lain yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti.
5. Prosedur Pengumpulan Data
a. Metode Wawancara
Wawancara sebagai salah satu teknik dalam penelitian yang
bertujuan untuk mengumpulkan keterangan atau data
(Wiyarti,1991:1125).
10
Dalam hal ini penulis melakukan wawancara terhadap beberapa
warga masyarakat Desa Kendal Jetak yang melakukan Gadai Motor
mengenai cara Gadai yang dilakukan selama ini. Dan Wawancara kepada
pengelola Gadai motor mengenai perjanjian yang dilakukan antara pihak
rahin dan murtahin.
b. Metode Observasi
Observasi atau pengamatan dapat diartikan sebagai suatu proses
untuk mengadakan penjajakan tentang perikelakuan manusia atau
kelompok manusia sebagaimana terjadi dalam kenyataannya.
Pengamatan adalah melihat, mendengar, merasakan, menghayati, dalam
kehidupan yang nyata (Wiyarti,1991:25).
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan jalan
pengamatan secara langsung mengenai obyek penelitian. Metode ini
penulis gunakan sebagai langkah awal untuk megetahui kondisi subyek
penelitian.
Obyek yang diteliti adalah lokasi penelitian yaitu Desa Kendal
Jetak Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang dan keadaan wilayah
khususnya masyarakat sebagai pelaku gadai motor.
6. Analisis Data
Sejak awal pengumpulan, data yang diperoleh sudah mulai di
analisis dengan cara mengklasifikasikannya sehingga bila ada kekurangan
11
dapat segera dilengkapi. Setelah semua data terkumpul, selanjutnya
dipaparkan berdasarkan klasifikasi secara lebih rinci sehingga tergambar
pola dari fokus masalah yang dikaji kemudian diinterpretasikan sehingga
mendapatkan jawaban dari fokus penelitian tersebut di atas.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian sehingga untuk
mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik untuk memeriksa
keabsahan suatu data.
Keabsahan suatu data dalam penelitian ini menggunakan teknik
triangulasi sumber, menurut Patton berarti membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yag diperoleh melalui waktu dan
alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Moleong,2002:178).
8. Tahap-tahap Penelitian
Setelah peneliti menentukan Tema yang akan diteliti, Maka penulis
melakukan penelitian pendahuluan ke pihak pengelola Gadai Motor di Desa
Kendal Jetak Kec. Getasan Kab. Semarang.
12
H. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan hasil laporan penelitian adalah, sebagai
berikut, pada bab pertama berisi pendahuluan, mencakup akan latar belakang
masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan
istilah, metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.
Pada bab kedua berisi kajian pustaka, yang merupakan konsep atau
teori. Disini, akan dituliskan mengenai uraian tentang gadai dalam hukum
Islam meliputi: rukun, syarat, dan ketentuan- ketentuan yang berkaitan dengan
gadai.
Pada bab ketiga berisi paparan data dan temuan penelitian, yang
berkaitan dengan Praktek Gadai Motor yang dilakukan masyarakat Desa
Kendal Jetak Kec. Getasan Kab. Semarang.
Pada bab keempat berisi pembahasan, bab ini merupakan inti dari
penulisan penelitian, dimana peneliti mengemukakan hasil penelitian dan
pembahasan terhadap praktek gadai motor di Desa Kendal Jetak kecamatan
Getasan Kabupaten Semarang.
Dan pada bab kelima berisi penutup, yang merupakan bagian akhir
dari isi pokok penelitian, yang terdiri dari pembahasan yaitu pertama tentang
kesimpulan, dan saran.
13
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI (RAHN)
A. Tinjauan Umum tentang Gadai
1. Pengertian Gadai
Gadai atau dalam bahasa arab rahn menurut arti bahasa berasal
dari kata rahana- rahnan yang sinonimnya:
a. Tsabata, yang artinya tetap.
b. Dama, yang artinya kekal atau langgeng.
c. Habasa, yang artinya menahan (Muslich, 2010:286).
Rahn atau gadai menurut syara' adalah menyandera sebuah harta
yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali
sebagai tebusan. Menurut Ahmad Azhar Basyir rahn berarti tetap
berlangsung menahan suatu barang sebagaimana tanggungan utang
(Sudarsono, 2003:156).
Menurut Muhamad Syafi'i Antonio yang dikutip oleh Ali (2008: 3)
Gadai syari'ah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin)
sebagai barang jaminan (marhun) atas utang atau pinjaman (marhun bih)
yang diterimanya.
Gadai yang ada dalam syari'at Islam agak berbeda dengan
pengertian yang ada dalam hukum positif kita sekarang ini, cenderung
kepada pengertian gadai yang ada dalam kitab undang- undang Hukum
Perdata (KUHPerdata). Gadai menurut KUHPerdata pasal 1150 adalah
14
suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak,
yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau oleh orang
lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si beriutang itu
untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan
daripada orang- orang yang berpiutang lainnya , dengan kekecualian biaya
untuk melelang barang tersebut dan biaya yang dikeluarkan untuk
menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya- biaya mana harus
didahulukan (Mulyadi, dkk, 2007:74).
Pengertian rahn yang merupakan perjanjian utang piutang antara
dua atau beberapa pihak mengenai persoalan benda dan menahan sesuatu
barang sebagai jaminan utang yang mempunyai nilai harta menurut
pandangan syara' sebagai jaminan atau ia bisa mengambil sebagian manfaat
barangnya itu. Allah berfirman:
Tiap tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya (QS.
Al- Mudatstsir:38).
Semua perbuatan muamalah khususnya dalam kaitannya dengan
gadai (rahn) disebabkan oleh manusia itu sendiri. Dan semua perbuatan
yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT
(Nawawi, 2012:198).
15
2. Dasar Hukum Gadai
Dasar hukum rahn adalah Surat Al- Baqarah: 283 yang berbunyi:
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).Akan tetapi, jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah Tuhannya. Dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya,
maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya: dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan” ( Q.S al- Baqarah:283).
3. Rukun gadai
Menurut Hukum Islam dalam melakukan gadai (rahn) harus
memenuhi rukun dan syarat nya. Adapun rukun gadai (rahn ) dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Ar-Rahn (yang menggadaikan)
b. Al-Murtahin (yang Menerima Gadai)
c. Al-Marhun (barang yang digadaikan)
16
Marhun adalah harta yang dipegang oleh murtahin (penerima
gadai) atau wakilnya, sebagai jaminan utang.Para ulama menyepakati
bahwa syarat yang berlaku pada barang gadai adalah syarat yang berlaku
pada barang yang dapat diperjual belikan (Ali, 2008: 22).
Marhun itu hanya sebagai jaminan atau kepercayaan atas
murtahin. Kepemilikan marhun tetap melekat pada rahin. oleh karena
itu, manfaat atau hasil dari marhun itu tetap berada pada rahin kecuali
manfaat atau hasil dari marhun itu diserahkan kepada murtahin. Selain
itu, perlu diungkapkan bahwa manfaat marhun oleh murtahin yang
mengakibatkan turun kualitas marhun tidak diperbolehkan kecuali
diizinkan oleh rahin (Ali, 2008:42).
d. Al-Marhun bih (Utang)
Utang (Marhun bih ) mempunyai pengertian bahwa:
1) Utang adalah kewajiban bagi pihak berhutang untuk membayar
kepada pihak yang memberi piutang.
2) Merupakan barang yang dapat dimanfaatkan.
3) Barang tersebut dapat dihitung jumlahnya (Ali, 2008:22).
e. Sighat (akad Gadai)
Yang dimaksud dengan shigat akad adalah pernyataan yang
timbul dari dua orang melakukan akad yang menunjukkan kesungguhan
kehendak batin keduanya untuk mengadakan akad. Kehendak batin
tersebut diketahui melalui lafal, ucapan, atau semacamnya, seperti
17
perbuatan, isyarah, atau kitabah (tulisan). Shigat akad ini dalam istilah
lain disebut ijab dan qabul (Muslich, 2010:138).
Dalam al-Qur’an ada dua istilah yang berhubungan dengan
perjanjian, yaitu al-‘aqdu (akad) dan al-‘ahdu (janji). Pengertian akad
secara bahasa adalah ikatan, mengikat. Para ahli hukum Islam (jumhur
ulama) memberikan definisi akad sebagai “Pertalian antara ijab dan
qabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum
terhadap objeknya” (Dewi dkk, 2006:45-46).
Sedangkan menurut istilah fiqh, akad adalah sesuatu yang
menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari
satu pihak maupun dua pihak. Secara khusus akad berarti keterkaitan
antara ijab (pernyataan penawaran/pemindahan kepemilikan) dan
qabul (pernyataan penerimaan kepemilikan) dalam lingkup yang
disyaratkan dan berpengaruh pada sesuatu (Ascarya, 2011:35)
Macam macam akad yang sah dapat dibagi atau diuraikan
sebagai berikut :
1) Akad Nafiz ialah akad yang terjadi antara pihak- pihak yang
mempunyai kecakapan dan mempunyai kekuasaan itu asli atau atas
nama orang lain.Misalnya, akad yang dilakukan orang berakal
sehat dan telah dewasa atas nama diri sendiri menyangkut harta
benda milik sendiri pula atau dibawah perwaliannya atau akad yang
dilakukan oleh wali yang mendapat kuasa dari orang yang
18
mewakilkan.
2) Akad maukuf ialah akad yang tejadi dari orang yang mempunyai
kecakapan, tetapi tidak mempunyai kekuasaan melakukan akad,
seperti akad yang dilakukan orang lancang, atau anak tamyiz yang
diperlakukan sama apabila yang dilakukan termasuk yang
memerlukan pendapat walinya ( Basyir, 1982:117)
Syarat sighat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan
waktu yang akan datang. Misalnya, orang yang menggadaikan
hartanya memperisyaratkan tenggang waktu utang habis dan utang
belum terbayar, sehingga pihak penggadai dapat diperpanjang satu
bulan tenggang waktunya. Kecuali jika syarat itu mendukung
kelancaran akad maka diperbolehkan. Sebagai contoh, pihak penerima
gadai meminta supaya akad itu disaksikan oleh dua orang saksi (Ali,
2008:21).
Pengertian ijab menurut Muhammad Abu Zahra sebagaimana
yang dikutip oleh Muslich (2010:130) adalah pernyataan yang timbul
pertama dari salah seorang yang melakukan akad. Sedangkan qabul
adalah pernyataan kedua yang timbul dari pelaku akad yang kedua.
Ijab adalah suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak
pertama untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
(rahin). Kabul adalah suatu perryataan menerima dari pihak kedua
atas penawaran yang dilakukan oleh pihak pertama . Para ulama fikih
19
mensyaratkan tiga hal dalam melakukan ijab dan kabul agar memiliki
akibat hukum, yaitu sebagai beikut:
1) Jala'ul ma' na, Yaitu tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu
jelas, sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki.
2) Tawafuk yaitu adanya kesesuaian antara ijab dan kabul.
3) Jazmul iradataini yaitu antara ijab dan kabul menunjukkan kehendak
para pihak secara pasti, tidak ragu, dan tidak terpaksa (Dewi dkk,
2006:63)
Ijab dan kabul dapat dilakukan dengan empat cara sebagai
berikut:
1) Akad secara lisan
Cara alami untuk menyatakan keinginan bagi seseorang
untuk melakukan akad dengan kata- kata. Akad dipandang telah
terjadi jika ijab dan kabul dilakukan secara lisan oleh pihak- pihak
yang bersangkutan (rahin dan murtahin).
2) Akad dengan tulisan
Jika dua pihak yang akan melakukan akad tidak berada disatu
tempat, maka dapat dilakukan melalui surat yang dibawa oleh
seseorang utusan atau melalui pos.
3) Akad dengan isyarat
20
Apabila seseorang tidak mungkin menyatakan ijab dan kabul
dengan perkataan karena bisu dan tidak dapat menulis untuk
melakukan akad secara tertulis.
4) Akad dengan perbuatan
Dalam jual beli yang seorang pembeli saling menyerahkan
dan menerima barang secara bersamaan (Basyir, 2000:70).
Ulama Syafi'iyah berpendapat bahwa gadai bisa sah dengan
dipenuhi tiga syarat:
a. Harus berupa barang, karena utang tidak bisa digadaikan.
b. Penetapan kepemilikan gadai atas barang yang digadaikan tidak
terhalang, seperti musyaf.
c. Barang yang digadaikan bisa dijual manakala masa pelunasan hutang
gadai (Sudarsono, 2003: 149).
4. Syarat rahn (gadai)
Adapun yang menjadi syarat-syarat dalam rahn, yaitu:
a. Berakal
b. Baligh.
c. Bahwa barang yang dijadikan borg (jaminan) itu ada pada saat akad
sekalipun tidak satu jenis.
d. Bahwa barang tersebut dipegang oleh orang yang menerima gadaian
(murtahin) atau wakilnya (Pasaribu, Lubis, 1994:152).
21
Orang yang berkuasa untuk menerima borg atau barang gadaian
adalah murtahin atau wakilnya. Orang yang mewakili murtahin harus orang
selain rahin. Apabila yang mewakili itu rahin maka hukumnya tidak sah,
karena tujuan penerimaan (qabdh) adalah untuk menimbulkan rasa aman
bagi murtahin atas utang yang ada pada rahin. Dan apabila rahin merasa
keberatan borg dipegang oleh murtahin atau murtahin itu sendiri tidak mau
memegang dan menyimpannya, maka borg boleh dititipkan kepada
seseorang yang dipilih dan disepakati oleh rahin dan murtahin. Orang itu
disebut 'adl sebagai seseorang menurut kesepakatan kedua belah pihak
untuk menerima gadaian serta menyimpan dan menjaganya (Muslich,
2010:300).
5. Akibat tidak terpenuhinya syarat dan rukun gadai
Adapun beberapa kemungkinan yang terjadi apabila salah satu
syarat dan rukunnya tersebut tidak terpenuhi, maka menurut Hukum Islam
Gadai yang dilakukan tidak sah. Yaitu adanya salah satu pihak yang
melanggar adanya kesepakatan ataupun memberikan kelebihan yang
mengandung riba ataupun menyerupai riba.
Menurut bahasa, riba memiliki beberapa pengertian, yaitu:
a. Bertambah (Az Ziadah), karena salah satu perbuatan riba adalah meminta
tambahan dari suatu yang dihutangkan.
b. Berkembang, berbunga, karena salah satu perbuatan riba adalah
menggunakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada
22
orang lain.
c. Berlebihan atau menggembung.
Menurut syara' riba adalah akad atas iwadh (penukaran) tertentu
yang tidak diketahui persamaannya dalam ukuran syara' pada waktu akad
atau dengan mengakhirkan (menunda) kedua penukaran tersebut atau salah
satunya. Dasar hukum riba sebagaimana dalam Q.S Ali Imran ayat 130:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.
Dari ayat diatas alangkah baiknya kita juga harus memahami
tentang macam- macam riba. Secara garis besar, riba dikelompokkan
menjadi dua. Masing -masing adalah riba utang piutang dan riba jual- beli.
Adapun macam-macam riba tersebut sebagai berikut:
a. Riba qardhl, yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap yang berutang (muqdaridh).
b. Riba jahiliyyah, yaitu utang yang pengembaliannya lebih dari pokoknya
karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang
ditetapkan. Riba jahiliyyah dilarang karena setiap mengambil manfaat
adalah riba. Dari segi penundaan waktu penyerahannya, riba jahiliyyah
23
tergolong riba nasi'ah dari segi kesamaan objek yang dipertukarkan
tergolong riba fadhl.
c. Riba fadhl, yang juga disebut riba buyu yaitu riba yang timbul akibat
pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama
kualitasnya, sama kuantitasnya, dan sama waktu penyerahannya.
Pertukaran semacam ini mengandung sistem gharar yaitu ketidakjelasan
ini dapat menimbulkan tindakan dhalim dari salah satu pihak, kedua
belah pihak dan pihak-pihak yang lain.
d. Riba nasi'ah, yang juga disebut riba duyun yaitu riba yang timbul akibat
utang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama
resiko dan hasil usaha muncul bersama biaya. Transaksi semisal ini
mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban hanya karena
berjalannya waktu. Riba nasi'ah adalah penangguhan penyerahan atau
penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan barang ribawi
lainnya (Sudarsono, 2003: 5).
Dalam pelaksanaan gadai selain mengandung unsur riba ada
beberapa kemungkinan yang terjadi yang tidak sengaja ataupun disengaja
juga yang dilakukan oleh pihak rahin maupun pihak murtahin. Seperti
halnya berkaitan dengan tanggungjawab dari kedua belah pihak ketika
mengikatkan diri dalam isi perjanjian atau akad yang dilakuan. Salah
satunya pemenuhan hak dan kewajiban kedua belah pihak. Tindakan yang
demikian dalam suatu perjanjian dinamakan wanprestasi.
24
Wanprestasi adalah jika seorang debitur tidak melaksanakan sama
sekali suatu prestasi atau keliru dalam melakukan suatu prestasi atau
terlambat melakukan suatu prestasi. Menurut Prf.Subekti, SH wanprestasi
ada empat macam bentuk yaitu:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.
b. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
(Ariyani, 2012:20).
Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain (lawan dari pihak
yang melakukan wanprestasi) dirugikan. Oleh karena pihak yang dirugikan
akibat wanprestasi tersebut, maka pihak yang wanprestasi harus
menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa tuntutan.
Tuntutan dapat berupa:
a. Pembatalan perjanjian (disertai atau tidak disertainya ganti rugi).
b. Pemenuhan perjanjian (disertai atau tidak disertainya ganti rugi).
c. Pemenuhan kontrak saja.
d. Pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti kerugian.
Tuntutan apa yang harus ditanggung oleh pihak yang wanprestasi
tersebut tergantung pada jenis tuntutan yang dipilih oleh pihak yang
dirugikan. Bahkan apabila tuntutan itu dilakukan dalam bentuk gugatan
dipengadilan, maka pihak yang wanprestasi juga dibebani biaya perkara.
Dengan demikian ada dua kemungkinan akibat salah satu pihak yang
25
melakukan perjanjian melakukan wanprestasi, yaitu adanya pembatalan
perjanjian maupun pemenuhan perjanjian (Miru, 2012:95).
B. Pemanfaatan Barang Gadai
1. Pemanfaatan Barang Gadai oleh Rahin
Menurut Hanafiah dan Hanabilah, rahin tidak boleh mengambil
manfaat atas borg kecuali dengan persetujuan murtahin. Malikiah tidak
membolehkan pemanfaatan oleh rahin secara mutlak. Bahkan menurut
mereka (Malikiyah) apabila murtahin mengijinkan kepada rahin untuk
mengambil manfaat atas borg, maka akad gadai menjadi batal. Sedangkan
Syafi’iyah berbeda pendapat dengan jumhur. Menurut Syafi’iyah, rahin
boleh mengambil manfaat atas borg, asal tidak mengurangi nilai marhun
(borg). Misalnya, menggunakan kendaraan yang menjadi borg untuk
mengangkut barang. Hal itu karena manfaat barang atau borg dan
pertambahannya merupakan hak milik rahin, dan tidak ada kaitannya
dengan hutang (Muslich, 2010: 308).
2. Pemanfaatan Borg oleh Murtahin
Menurut Hanafiah, murtahin tidak boleh mengambil manfaatnya
atas borg dengan cara apapun kecuali atas izin rahin. Hal tersebut
dikarenakan murtahin hanya memiliki hak menahan borg bukan
memanfaatkannya. Apabila rahin memberikan izin kepada murtahin untuk
memanfaatkan borg, maka menurut sebagian Hanafiah, hal itu dibolehkan
26
secara mutlak. Akan tetapi, sebagian dari mereka melarang secara mutlak,
karena hal tersebut termasuk riba atau menyerupai riba.
Menurut Malikiyah, apabila rahin mengizinkan kepada murtahin
untuk memanfaatkan borg, atau murtahin mensyaratkan boleh mengambil
manfaat maka hal itu dibolehkan, apabila utangnya karena jual beli atau
semacamnya. Syafi’iyah secara global sama pendapatnya dengan Malikiyah,
yaitu bahwa murtahin tidak boleh mengambil manfaat atas barang yang
digadaikan (Muslich, 2010:308).
Perjanjian gadai pada dasarnya adalah perjanjian utang- piutang,
hanya saja dalam gadai ada jaminannya. Riba akan terjadi dalam
memberikan tambahan kepada gadai yang ditentukan. Misalnya rahin harus
memberikan tambahan kepada murtahin ketika membayar utangnya atau
ketika akad gadai ditentukan syarat- syarat, kemudian syarat tersebut
dilaksanakan.
Bila rahin tidak mampu membayar utangnya hingga batas waktu
yang telah ditentukan, kemudian rahin menjual marhun dengan tidak
memberikan kelebihan harga marhun kepada rahin, maka disini juga telah
terjadi riba(Sahrani, dkk, 2012: 60)
C. Rusak dan Berakhirnya Barang Gadai
Dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat. Menurut sebagian
ulama, barang gadai adalah amanah dari orang yang menggadaikan. Pemegang
27
gadai sebagai pemegang amanah tidak. bertanggung jawab atas kehilangan atau
kerusakan tanggungan, entah karena tidak sengaja merusaknya, entah karena
lalai.
Pendapat lain mengatakan bahwa kerusakan yang terjadi dalam barang
gadai ditanggung oleh penerima gadai (murtahin), karena barang gadai adalah
jaminan atau utang, sehingga apabila barang rusak maka kewajiban melunasi
utang juga hilang. Akad gadai berakhir dengan hal- hal berikut ini:
1. Barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya (rahin).
2. Rahin telah membayar utangnya.
3. Pembebasan utang dengan cara apapun.
4. Pembatalan oleh murtahin meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin.
5. Rusaknya barang gadai bukan karena tindakan murtahin.
6. Dijual dengan perintah hakim atas permintaan rahin.
7. Memanfaatkan barang gadai dengan cara menyewakan, hibah, atau hadiah,
baik dari pihak rahin maupun murtahin (Muslih, 2010: 314).
28
BAB III
PRAKTEK GADAI SEPEDA MOTOR DESA KENDAL JETAK
A. Gambaran umum desa Kendal Jetak Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang
1. Letak Geografis
Wilayah Desa Kendal Jetak merupakan salah satu desa yang
terletak di kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Tepatnya terletak di
wilayah perbatasan langsung dengan kodya salatiga.
Secara administratif batas- batas Desa Kendal Jetak sebagai
berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan desa Kumpul Rejo Kodya Salatiga
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan desa patemon Kecamatan Tengaran.
c. Sebelah Timur berbatasan dengan desa Randuacir Kodya Salatiga.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan desa tajuk Kecamatan Getasan
Luas wilayah desa Kendal Jetak sekitar 294 ha, Yang mana masih
banyak dijumpai tanah kosong. Oleh masyarakat setempat, tanah tersebut
sebagai tanah pertanian untuk bercocok tanam. Hal inilah yang dapat
mendorong masyarakat untuk melakukan aktifitas sebagai petani, Walaupun
masih banyak juga dari sebagian masyarakat yang melakukan aktifitas
sebagai pedangang dan lainnya.
29
2. Keadaan penduduk
Dengan luas tanah 294 ha desa ini dihuni sebanyak 1554 KK.
Adapun berdasarkan sensus penduduk jumlah 3820 Orang, yang terdiri dari
1946 laki- laki dan 1874 perempuan. Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk
desa Kendal Jetak digolongkan sebagai berikut:
No Kelompok Umur Jumlah
1 0-4 Tahun 210
2 5 - 9 Tahun 318
3 10 - 14 Tahun 328
4 15 - 20 Tahun 274
5 20 - 24 Tahun 292
6 25 - 29 Tahun 317
7 30 - 34 Tahun 393
8 35 - 39 Tahun 428
9
10
40 - 44 Tahun
45 - 49 Tahun
360
322
11 50 - 54 Tahun 270
30
12 55 - 60 Tahun 269
13 61 - 64 Tahun 186
14 65 - 70 Tahun 134
15 >= 70 Tahun 685
Tabel: 2.1 Jumlah penduduk menurut kelompok umur.
NO Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki- Laki 1946
2 Perempuan 1874
Jumlah 3820
Tabel: 2.2 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin.
NO Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Belum sekolah 812
2 Belum tamat SD 295
3 Tamat SD/ sederajat 2068
4 Tamat SLTP 522
5 Tamat SLTA 3
31
6 Deploma I/II 51
7 Deploma III 79
8 Strata II 9
Tabel: 2.3 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan.
NO Belum bekerja 781
1 Mengurus rumahtangga 44
2 Pelajar/mahasiswa 517
3 Pensiunan 10
4 PNS 25
5 TNI 1
6 Kepolisian RI 3
7 Pedagang 21
8 Petani 1574
9 Karyawan swasta 605
Tabel: 2.4 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian.
Data monografi tentang jumlah penduduk berdasarkan mata
pencaharian ( tabel IV) secara garis besar banyak dari masyarakat yang
kesehariannya bekerja sebagai petani, karena adanya lahan tanah kosong
32
yang mendukung aktifitas para petani untuk bercocok tanam. Tanaman yang
ditanam seperti cabe, jagung, tembakau dan sayuran. Para petani bercocok
tanam dengan mengandalkan adanya musim, sehingga disaat musim
paceklik banyak masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani
kesulitan untuk bercocok tanam. Hal tersebut dikarenakan sulitnya
mendapatkan air untuk mendukung bercocok tanam, berbeda pada saat
musim penghujan petani sangat antusias menjalankan aktifitasnya dengan
penuh kerja keras demi mendapatkan penghasilan untuk menunjang
memenuhi kebutuhan hidup.
Kenyataan diatas, dapat dilihat berdasarkan data monografi yang
menempatkan urutan pertama yang berprofesi sebagai petani. Hal tersebut
berpengaruh dengan minimnya masyarakat yang berprofesi sebagai pegawai
negeri.
Desa Kendal Jetak terletak di atas kota madya Salatiga, akan tetapi
walaupun demikian masyarakat masih disulitkan dengan adanya sarana
angkutan umum yang dapat mendukung kelancaran aktifitas sehari-
hari,terutama bagi mereka yang bersekolah di lingkungan kota madya
Salatiga. Karena, mereka harus berkendaraan sendiri ke sekolah dengan
minimnya jasa angkutan umum. Keadaan yang demikian harus dilakukan
oleh sebagian masyarakat Desa kendal jetak terutama mereka yang
dikategorikan sebagai pelajar SMP maupun SMA dan perguruan tinggi.
33
Rata rata masyarakat Desa Kendal Jetak banyak yang hanya lulus
sampai SMP dan SMA saja. Sehingga mereka lebih memilih bekerja sebagai
karyawan swasta seperti menjadi salah satu karyawan PT garmen ataupun
pabrik kayu lapis. Karena masyarakat percaya hal tersebut sangat
dipengaruhi pola pikir dari orangtua untuk tidak melanjutkan ke jenjang
perguruan yang lebih tinggi. Mereka masih beranggapan ketika sudah lulus
perguruan tinggipun masih banyak penduduk dari masyarakat tersebut yang
masih menjadi pengangguran. Jadi hal yang demikian sangat mempengaruhi
pola pikir dari anak- anaknya untuk tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.
Walaupun ketika dilihat dari penghasilan orang tua juga sangat mendukung
untuk menyekolahkan anak anaknya ke jenjang perguruan tinggi. Mereka
juga beranggapan jika sekolah ke perguruan tinggipun tidak menjamin akan
kesuksesan dari anak- anak mereka.
NO Jenis agama Jumlah
1 Islam 3950
2 Kristen 345
3 Khatolik 45
4 Hindu 61
5 Budha 117
6 Kepercayaan 9
34
Jumlah 4466
Tabel: 2.5 Jumlah Agama.
No Tempat ibadah Jumlah
1 Masjid 14
2 Mushola 4
3 Gereja 3
4 Pura Tidak ada
5 Wihara 1
6 Klenteng Tidak ada
Tabel: 2.6 Jumlah tempat ibadah.
Kendati demikian dengan melihat data arsip monografi desa
KendalJetak, Penulis dapat mengelompokkan keadaan penduduk Desa
Kendal Jetak Kabupaten Semarang Dari berbagai bidang antara lain :
3. Kondisi sosial keagamaan masyarakat
Mayoritas penduduk Desa Kendal Jetak ada beberapa pemeluk
agama yang antara lain Islam, Kristen, Budha, tetapi Islam lah sebagai
mayoritas pemeluk agama yang paling banyak dari data yang diperoleh.
Walaupun sebagian dari masyarakat juga banyak yang memeluk agama
budha yang merupakan peninggalan nenek moyang sampai saat ini berbagai
35
ritual kebudayaannya masih membudidaya di tengah- tengah masyarakat
desa tersebut. Kebudayaan yang masih ada sampai saat ini adalah adanya
ritul budaya sesajen yang masih sering dilakukan. Informasi tersebut Penulis
dapatkan dari salah seorang tokoh masyarakat yang sampai saat ini sebagai
pemimpin dalam menjalankan budaya sesajen tersebut. Hal ini dilakukan
dengan alasan bahwa kebudayaan tersebut sudah ada sebelum penyebaran
agama islam di Desa tersebut. Budaya tersebut dilakukan selain Hari- hari
besar umat muslim seperti kalau anggapan masyarakat setempat dengan
adanya nyadran, rejepan, syawalan, juga pada saat sebelum dilakukannya
kesenian Reog Tari Kendalen Wiroyudo yang sampai saat ini juga masih
dibudidayakan.Kesenian tersebut berdiri pada tahun 1951 Yang diketuai
oleh seorang tokoh masyarakat yang bernama Bapak Sunoto. Acara sesajen
dilakukan sebelum acara pementasan kesenian tersebut. Dengan adanya
kebudayaan sesajen terutama masyarakat yang memeluk agama Islam masih
kental sekali dengan kebudayaan tersebut. Hal ini sangat mempengaruhi
pemikiran dari masyarakat yang berfikir kolot, karena masih mempercayai
kebudayaan animisme dan dinamisme.
Kebudayaan animisme dan dinamisme, yaitu mempercayai benda-
benda atau tempat- tempat yang masih mempunyai kekuatan gaib, seperti
adanya punden yang sampai saat ini juga masih digunakan sebagai ritual
sesajan. Walaupun di dalam Al-quran juga tidak menegaskan adanya ajaran
kebudayaan tersebut, namun sebagian besar dari masyarakat masih
melakukan ritual- ritual tersebut. Hal yang demikian menimbulkan rasa
36
kebersamaan, saling tolong menolong dan gotong royong yang masih kental
sekali antar warga Desa Kendal Jetak yang penuh dengan kekompakan.
Alasan masyarakat masih melakukan kebudayan tersebut karena
sudah sangat membudidaya di tengah masyarakat Desa Kendal Jetak
Kecamatan Getasan sejak zaman dahulu,sehingga sampai saat ini masih
sulit sekali dihilangkan.
Dengan berkembangnya jaman, sedikit demi sedikit kondisi sosial
kegamaan masyarakat Kendal jetak sudah ada peningkatan yang signifikan.
Hal tersebut dibuktikan adanya silaturahmi pengajian rutin yang sudah
berjalan sampai saat ini. Hal yang demikian juga sangat mendorong demi
kemajuan pola pikir masyarakat yang tadinya masih kolot menjadi berfikir
secara rasional dan tidak berlebihan.
Dari keadaan tersebut sekarang sudah dibuktikan dengan adanya
ajaran TPA/ TPQ, pangajian rutin Ibu- ibu dan pengajian Bapak- bapak
yang dapat menunjang masyarakat senantiasa menjalankan perintah Allah
dan Menjauh semua laranganNya. Dan upaya sebagai perubahan pemikiran
yang kolot, sehingga adanya kemajuan bagi generasi yang berikutnya untuk
tidak melakukan hal- hal yang berbau pada kesyirikan. Salah satunya seperti
sesajen yang telah dipraktekkan masyarakat Desa Kendal Jetak.
4. Kondisi sosial masyarakat
Kondisi yang didukung oleh jalinan kekuatan pelaku dan struktur
masyarakat akan mencerminkan kemampuan masyarakat itu sendiri. Untuk
37
itu sudah sepantasnya masalah sosial dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
meningkatkan kehidupan yang lebih baik, kompak dan semarak.salah satu
yang masih dipegang teguh dari masyarakat Kendal Jetak sampai saat ini
adanya rasa gotong royong yang tinggi membantu masyarakat satu dengan
yang lain dalam hal kebahagiaan, kesusahan dan aktifitas keseharian. Hal
tersebut dilakukan karena masyarakat menyadari bahwa kita tidak bisa
hidup tanpa bantuan dari orang lain dan senantiasa membutuhkan bantuan
dari orang lain.
B. Asal Mula Praktek Gadai Sepeda Motor Wanprestasi Desa Kendal Jetak
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang
Terjadinya praktek Gadai sepeda motor Desa Kendal Jetak Pasti
mempunyai latar belakang yang berbeda. Letak perbedaan yang terjadi
memiliki faktor- faktor tertentu untuk melakukan berbagai aktivitas. Faktor-
faktor tersebut antara lain:
1. Karena faktor ekonomi
Pada umumnya pendapatan warga Desa Kendal jetak tidak hanya
dari hasil dari bertani, tetapi juga bersumber dari pedagang,buruh pabrik dan
mereka yang menjadi pegawai negeri sipil, bahkan bagi mereka yang
menjalankan usaha ternak sapi yang sampai saat ini juga sangat berpengaruh
besar bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari. Hal ini
ditunjang dari angka pengangguran yang masih tergolong tinggi karena
38
mereka lebih memilih secara pelan-pelan merintis ternak sapi dengan
harapan mereka tidak mau terikat harus bekerja dengan orang lain. Banyak
masyarakat yang beranggapan lebih senang apabila menjalankan usaha
sendiri tanpa ada suatu ikatan. Ketika masyarakat sudah beranggapan yang
demikian, hal yang terpenting untuk melakukan berbagai aktifitas tersebut
seperti bercocok tanam dan sebagian mereka yang beternak sapi tidak bisa
dipungkiri banyak yang masih kesulitan mengenai modal ataupun cara
untuk membeli pupuk pertanian. Dengan adanya pemasalahan tersebut
sangat mendorong para petani dan peternak untuk mencari modal dengan
melakukan pinjaman ataupun menggadaikan sepeda motor.
2. Karena faktor sosial
Masyarakat Desa Kendal Jetak merasa sangat kesulitan untuk
mencari pinjaman di Bank, karena dengan kebutuhan yang mendesak seperti
pembelian pupuk pertanian ataupun membeli makanan untuk menunjang
kelancaran beternak sapi. Banyak dari masyarakat untuk memilih
menggadaikan sepeda motor, karena lebih mudah mendapatkan uang tanpa
harus melalui prosedur di suatu Bank yang membutuhkan syarat prosedur
yang lebih rumit.
3. Karena adat kebiasaan (urf)
Sesuai informasi yang penulis dapatkan dari para responden warga
Desa Kendal jetak, mereka mengatakan bahwa praktek gadai sepeda motor
sudah lama dipraktekkan. Alasan mengapa gadai tersebut dipraktekkan
39
sampai sekarang oleh warga disitu karena mereka lebih percaya dan merasa
aman apabila barang gadaian di gadaikan dengan warga yang lebih dekat
yang didasarkan rasa percaya dan saling tolong mnolong. Dan mereka
merasa aman kalau yang menerima gadai sanak saudara dan tetangga yang
dekat dari pihak rahin. Sehingga gadai sepeda motor ini sudah menjadi adat
kebiasaan yang sampai sekarang masih dipraktekkan, walaupun dari salah
satu pihak melakukan kecurangan dan kerancuan yang mengakibatkan pihak
lain merasa dirugikan.
C. Pelaksanaan Pemanfaatan Praktek Gadai Sepeda Motor Desa Kendal
Jetak Kecamatan Getasan kabupaten semarang
1. Praktek sistem gadai sepeda motor
Di desa Kendal jetak kecamatan Getasan ini transaksi pemnfaatan
gadai sepeda motor tidak hanya sesama warga desa tersebut. Akan tetapi
berasal dari warga desa yang lainnya, yaitu desa yang terletak disebelahan
Desa kendal jetak. Oleh karena itu penulis mencoba mengamati selanjutnya
menganalisa pelaksanaan praktek pemanfaatan gadai ini dari proses
berpindahnya motor dari pihak rahin( si pemilik sepeda motor) kepada
pihak murtahin( penerima gadai). Sehingga dari pengamatan tersebut bisa
diambil kesimpulan pihak mana yang melakukan wanprestasi terhadap
pemanfaatan barang gadaian menurut hukum Islam.
Dalam pelaksanaan gadai harus memperhatikan pelaksanaan akad
antara pihak rahin( pemilik motor) dan murtahin ( pemegang gadai). Karena
40
dalam pelaksanaan akad merupakan faktor terpenting dalam melakukan
transaksi muamalah. Seperti halnya dalam melakukan praktek gadai sepeda
motor, dak akad atau perjanjian tersebut dapat diwujudkan dengan ijab dan
kabul yang menghasilkan kesepakatan. Karena hal tersebut merupakan salah
satu rukun gadai.
Namun dalam prakteknya pemanfaatan barang gadaian dari pihak
murtahin tidak dicantumkan ataupun diucapkan dalam suatu perjanjian.
Pihak rahin hanya mengetahui besarnya uang yang diterima dan besarnya
bunga yang harus dikembalikan kepada murtahin. Mengenai pemanfaatan
barang gadaian hanya sebatas apa yang dikehendaki oleh pihak rahin.Yaitu
pemanfatan yang sudah selayaknya menjadi wewenang murtahin, Sehingga
tidak terjadi dari kedua belah pihak yang merasa sangat dirugikan. Dalam
hal ini penulis mengamati masih banyak kejadian- kejadian dari salah satu
pihak yang sangat dirugikan. Seperti halnya dalam pemanfaatan barang
gadai sepeda motor apabila terjadi kerusakan tidak ditanggung oleh pihak
murtahin. Murtahin hanya sebatas memanfaatkan barang gadaian dengan
jangka waktu yang telah ditentukan. Padahal barang gadaian tersebut
apabila terjadi kerusakan sepenuhnya harus menjadi tanggung jawab oleh
pihak murtahin. Ditambah lagi bunga yang dibebankan kepada rahin
tergolong tinggi, dan disini penulis menyimpulkan pihak rahin merasa
sangat dirugikan. Kejadian yang serupa masih terjadi barang gadaian yang
berada dipihak murtahin digadaikan lagi kepada pihak ketiga tanpa
41
sepengetahuan pihak rahin. Disini terjadi kecurangan yang sangat nyata
dirasakan dari salah satu pihak.
D. Beberapa Contoh Transaksi Gadai Sepeda Motor di Desa Kendal Jetak
Adapun beberapa contoh transaksi gadai sepeda motor yang terjadi di
Desa Kendal Jetak yaitu :
1. Transaksi gadai yang dilakukan oleh Bapak sugiyanto ( rahin) kepada
Bapak Abadi( murtahin) transaksi terjadi pada tanggal 25 Desember 2014.
Bapak sugiyanto menggadaikan motornya seharga 8.000.000,- untuk
mendapatkan uang dari Bapak Abadi sebesar 5.000.000,- selama jangka
waktu 3 bulan karena profesi keseharian bapak Sugiyanto bekerja sebagai
petani. Bapak abadi membebankan bunga sebesar 2% per bulan, Kemudian
sepeda motor tersebut dimanfaatkan oleh bapak abadi. Setelah itu Bapak
abadi menyerahkan uang dan bapak sugiyanto menyerahkan motornya
kepada bapak abadi. Ini semua didasarkan atas rasa tolong menolong dari
keduanya, Namun demikian bapak abadi memanfaatkan sepada motornya
untuk usaha pengambilan susu perah sampai jangka waktu habis. Ketika
terjadi kerusakan sepeda motor bapak abadi tetap tidak memperbaiki
kerusakan sampai jangka waktu habis. Pada saat pengambilan sepeda motor
oleh bapak sugianto mersa kecewa karena tanpa adanya tanggung jawab
atas kerusakan sepeda motornya.
2. Transaksi yang dilakukan oleh bapak Abidin (rahin) kepada bapak Triyono
(murtahin) pada tanggal 21 april 2013. Pada tanggal 21 april 2013 bapak
42
abidin kesulitan mendapatkan uang untuk kuliah anak permpuannya. Beliau
meminjam uang 10.000.000.- dengan menyerahkan sepeda motor seharga
17.000.000,- kepada bapak triyono (pemegang gadai) dalam perjanjian
tersebut .Bapak triyono memberi jangka waktu selama 6 bulan dengan
bunga 100.000 per bulan. Selama 3 bulan bapak triyono menggadaikan
sepeda motor tersebut menggadaikan kepada pihak ke-3 yaitu bapak sularto
dengan bunga 1% perbulannya. Transaksi tersebut tidak di ketahui oleh
bapak abidin. Terhitung 4 bulan dari gadai yang di lakukan oleh bapak
abidin dan bapak triyono, ternyata bapak abidin ingin mengambil sepedanya
dengan beban 1% per bulan. Akan tetapi ternyata sepeda motornya masih
ditangan pihak ketiga, dan dalam hal ini bapak triono tetap meneruskan
gadai kepada pihak ketiga sampai jangka waktu habis. Tetapi bapak abidin
berusaha ingin tetap mengambil sepedanya segera kembali ketangannya(
rahin). Dengan kejadian tersebut oleh bapak triono(murtahin) boleh diambil
sepedanya ketika bapak abidin tetap membayar bunga 1% per bulan
kepadanya dan membayar bunga 1% nya lagi terhitung selama tiga bulan
kepada pihak ketiga yang menerima gadai.
3. Transaksi gadai yang dilakukan oleh bapak rusmin( rahin) kepada bapak
ahmadi (murtahin) pada tanggal 1 juni 2014. Bapak rusmin meminjam uang
kepada bapak ahmadi sebesar 2.000.000,- untuk membayar sekolah anaknya
yang berada dibangku SMP, dengan jaminan sepeda motor seharga
5.000.000,- .kemudian sepeda tersebut diserahkan kepada bapak ahmadi
untuk alat trasportasi kesehariannya untuk mengantarkan anaknya
43
kesekolah, Tetapi oleh bapak ahmadi justru juga dimanfaatkan untuk
mencari rumput ke sawah. Selama 5 bulan bapak ahmadi meminta bunga
100.000 ,- per bulan. Hal ini tanpa diketahui oleh bapak rusmin( rahin)
selama jangka waktu telah habis ternyata motornya terjadi kerusakan yang
mengakibatkan tidak bisa dikendarai lagi. Oleh bapak ahmadi tetap tidak
mau memperbaiki atas kerusakan barang jaminan gadai tersebut.
4. Transaksi gadai yang dilakukan oleh bapak wagimin(rahin) kepada bapak
slamet (murtahin) pada tanggal 29 januari 2015. Bapak Wagimin(rahin)
meminjam uang kedapa bapak slamet (murtahin)sebesar 12.000.000 ,-
dengan harga motornya sebesar 15.000.000,- . Dalam transaksi ini bapak
slamet meminta bunga 100.000,- per bulan. Selama jangka waktu 1 tahun.
Setelah itu bapak slamet juga menggadaikan motor tesebut kepada pabak
sutrimo selama jangka waktu 5 bulan dengan bunga 50.000,- per bulan. Jadi
selama proses gadai pihak murtahin mengambil 2 keuntungan dari pihak
rahin dan pihak ketiga.
Dari semua praktek yang terjadi di Desa kendal Jetak ini perjanjian
yang dilakukan secara lisan karena didasarkan rasa kepercayaan dan saling
tolong menolong.Umumnya menyebutkan jangka waktu masa gadai tetapi di
tengah- tengah jangka waktu yang telah ditentukan ada yang melakukan apa
yang didalam perjanjian tidak disebutkan dak tidak adanya kesepakatan.
Separti murtahin yang dengan sengaja mengambil dua keuntungan dalam
transaksi gadai sepeda motor. Bahkan kerusakan dari barang gadaian tesebut
44
tidak ditanggung oleh murtahin. Namun ini dipandang masih wajar karena
berfikir sebagai balas budi tersebut.
E. Pendapat Tokoh Masyarakat tentang Wanprestasi terhadap Praktek
Pemanfaatan Gadai Sepeda Motor
Pendapat sebagian ulama (tokoh masyarakat) desa Kendal jetak
Kecamatan Getasan menanggapi masalah gadai sepeda motor ini dapat penulis
simpulkan bahwa praktek pemanfaatan oleh pihak murtahin yang melanggar
dari suatu perjanjian tidak sah menurut Hukum Islam. Karena ada salah satu
pihak yang merasa dirugikan mengenai pemanfatan barang gadaian dengan
tidak memperhatikan kerusakan barang gadaian, dan tanpa sepengetahuan oleh
kedua belah pihak yang merasa dirugikan karena ada salah satu pihak dengan
sengaja melanggar perjanjian tersebut.
Dari hasil penelitian praktek tersebut dilakukan karena:
1. Kebutuhan yang mendesak.
2. Prosesnya cepat dan udah mendapatkan uang.
3. Satu- satunya barang yang dianggap bisa digadaikan dengan melihat
transportasi yang sulit, dan menjadikan murtahin mau menerima gadai
sepeda motor.
45
Meskipun pendapat tokoh masyarakat di desa Kendal Jetak
Kecamatan getasan mengatakan bahwa praktekgadai sepeda motor adalah tidak
sah menurut Hukum Islam. Namun pendapat tersebut belum dipublikasikan
secara luas ditengah masyarakat. Sehingga kurang begitu tahu dan mengerti
tentang Hukum dari salah satu pihak yang melakukan wanprestasi. Selain itu
minimnya SDM dari masyarakat sendiri mengenai gadai sepeda motor. Hal
tersebut menjadikan masyarakat terus menerus melakukan praktek gadai
tersebut.
Menurut Bapak Jono selaku ustad di Desa Kendal Jetak mengatakan
bahwa praktek gadai yang dilakukan oleh masyarakat merupakan utang piutang
yang memiliki unsur riba. Bahkan tergolong riba yang berlipat ganda karena
murtahin melakukan dua transaksi yang berbeda tetapi masih dengan obyek
yang sama sampai jangka waktu telah habis.
Menurut KH. Suwalim beliau mengatakan bahwa gadai yang terjadi di
desa Kendal Jetak tidak sah menurut Hukum Islam. Karena tanpa
sepengetahuan dari pihak rahin, murtahin mengadaikan sepeda motor kepada
pihak ketiga. Apabila mendapat ijin dari rahin dan murtahin tetap bertanggung
jawab atas kerusakan barang gadai itu semata- mata dilakukan sebagai balas
budi dan rasa saling tolong menolong. Tetapi jikalau ijin itu timbul karena
terpaksa dan dengan keadaan yang terjepit yang sangat membutuhkan
pertolongan, maka keadaan tersebut sebagai formalitas dalam suatu perjanjian
yang mengikat antara kedua belah pihak. Dengan tidak adanya kerelaan
46
tersebut maka hal yang dilakukan sama dengan memakan harta orang lain
secara berlipat ganda.
47
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMANFAATAN
BARANG GADAI SEPEDA MOTOR STUDI KASUS WANPRESTASI
DESA KENDAL JETAK KECAMATAN GETASAN
A. Analisis Akad atau Perjanjian Gadai Sepeda Motor Menurut Hukum
Islam
Untuk meninjau pelaksanaan perjanjian atau akad yang terjadi
mengakibatkan dari salah satu pihak melakukan wanprestasi dan tidak sesuai
dengan perjanjian menurut hukum Islam, maka dapat dilihat dan dianalisis
mengenai praktek yang dilakukan di tengah- tengah masyarakat. Ketentuan
tersebut dapat dianalisis yang sesuai dengan Hukum Islam mengenai akad
perjanjian yang terjadi. Ketentuan Hukum Islam tersebut dapat dikaji fikih
muamalah ataupun lainnya yang membahas tentang akad perjanjian gadai
menurut Hukum Islam.
Dalam pelaksanan akad gadai harus memperhatikan rukun dan syarat
akad berdasarkan ketentuan menurut Hukum Islam.Adapun rukun dan syarat
gadai dapat di uraikan sebagai berikut:
1. Rukun gadai (rahn):
a. Ar-Rahn (yang menggadaikan).
b. Al-Murtahin (yang Menerima Gadai).
48
c. Al-Marhun (barang yang digadaikan)Ar-Rahn (yang menggadaikan) .
d. Al-Marhun bih( utang).
e. Sighot( akad gadai).
2. Sedangkan syarat gadai (Rahn) dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Berakal.
b. Baligh.
c. Bahwa barang yang dijadikan borg (jaminan) itu ada pada saat akad
sekalipun tidak satu jenis.
d. Bahwa barang tersebut dipegang oleh orang yang menerima gadaian
(murtahin) atau wakilnya (Pasaribu, Lubis, 1994:152).
Dari pengertian diatas dapat dipahami rukun dan syarat gadai dalam
praktek gadai sepeda motor sama dalam fikih muamalah mengenai ketentuan
rukun dan syarat dalam Hukum Islam.
Dapat diketahui para pihak yang melakukan akad gadai sepeda motor
meliputi:
1. Pihak rahin (pemilik barang gadai).
2. Pihak murtahin (penerima barang gadai)
Dalam melaksanakan akad gadai sangat mengikat antara kedua belah pihak,
yaitu para pihak mempunyai tanggungjawab yang sama untuk tidak melanggar
49
dari kesepakatan yang sudah disepakati dan kesepakatan itu sudah inkrah atau
sudah harus dilaksanakan.
Dalam al-Qur’an ada dua istilah yang berhubungan dengan perjanjian,
yaitu al-‘aqdu (akad) dan al-‘ahdu (janji). Pengertian akad secara bahasa
adalah ikatan, mengikat. Para ahli hukum Islam (jumhur ulama) memberikan
definisi akad sebagai “Pertalian antara ijab dan qabul yang dibenarkan oleh
syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya” (Dewi dkk,
2006:45-46).
Sedangkan menurut istilah fiqh, akad adalah sesuatu yang menjadi
tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak
maupun dua pihak. Secara khusus akad berarti keterkaitan antara ijab
(pernyataan penawaran/pemindahan kepemilikan) dan qabul (pernyataan
penerimaan kepemilikan) dalam lingkup yang disyaratkan dan berpengaruh
pada sesuatu (Ascarya, 2011:35)
Ijab dan kabul dapat dilakukan dengan empat cara sebagai berikut:
1. Akad secara lisan
Cara alami untuk menyatakan keinginan bagi seseorang untuk
melakukan akad dengan kata- kata. Akad dipandang telah terjadi jika ijab
dan kabul dilakukan secara lisan oleh pihak- pihak yang bersangkutan
(rahin dan murtahin).
50
2. Akad dengan tulisan
Jika dua pihak yang akan melakukan akad tidak berada disatu
tempat, maka dapat dilakukan melalui surat yang dibawa oleh seseorang
utusan atau melalui pos.
3. Akad dengan isyarat
Apabila seseorang tidak mungkin menyatakan ijab dan kabul
dengan perkataan karena bisu dan tidak dapat menulis untuk melakukan
akad secara tertulis.
4. Akad dengan perbuatan
Dalam jual beli yang seorang pembeli saling menyerahkan dan
menerima barang secara bersamaan (Basyir, 2000:70).
Dari pengertian dan macam- macam ijab kabul diatas penulis
menganalisis pelaksanaan ijab dan kabul sistem praktek gadai sepeda motor di
Desa Kendal Jetak Kecamatan Getasan menggunakan akad gadai secara lisan.
Jadi Pihak rahin menyatakan ingin menggadaikan barang gadaiannya sesuai
dengan ketentuan dalam akad dan murtahin menerima permintaan kehendak
rahin dengan menyerahkan sejumlah uang barang gadaian yang disertai ucapan
jangka waktu dan besaran bunga yang diinginkan oleh pihak murtahin. Hal ini
sudah menggambarkan sistem gadai dalam hukum Islam.
Akan tetapi diluar kesepakatan dari salah satu pihak memanfaatkan
transaksi tersebut dengan mencari keuntungan yang lebih besar lagi dengan
51
cara menggadaikan jaminan barang yang berada di pihak murtahin untuk
digadaikan lagi kepada pihak ketiga. Sangat sulit bagi kedua belah pihak ketika
pada akhirnya praktek gadai tersebut ada yang melanggar dari kesepakatan
tanda sepengetahuan dari salah satu pihak. Karena akad yang dilakukan hanya
secara lisan, dan ketika terjadi hal yang demikian apabila dari salah satu pihak
melakukan kesalahan dengan sengaja atau tidak untuk mencoba melanggar dari
kesepakatan sangat sulit untuk dibuktikan.
Penulis menyimpulkan dalam praktek pelaksanaan akad gadai sepeda
motor di Desa kendal Jetak Kecamatan Getasan tidak sesuai dengan kaidah
Hukum Islam karena dari salah satu pihak melakukan wanpresasi.
Wanprestasi adalah jika seorang debitur tidak melaksanakan sama
sekali suatu prestasi atau keliru dalam melakukan suatu prestasi atau terlambat
melakukan suatu prestasi. Menurut Prf.Subekti, SH wanprestasi ada empat
macam bentuk yaitu:
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.
2. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan (Ariyani,
2012:20).
52
Hal ini merujuk dari empat macam bentuk wanprestasi yaitu
melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Dan akad
yang dilakukan secara hukum Islam.
B. Analisis terhadap Tambahan Bunga dari Praktek Pemanfaatan Gadai
Sepeda Motor di Desa Kendal Jetak Kecamatan Getasan
Untuk mengetahui unsur tambahan atau kelebihan dari praktek gadai
di desa kendal Jeak Kecamatan getasan, Perlu kita ketahui pengertian dari riba,
Ayat yang mengharamkan riba, dan jenis- jenis riba.
Menurut bahasa, riba memiliki beberapa pengertian, yaitu:
1. Bertambah (Az Ziadah), karena salah satu perbuatan riba adalah meminta
tambahan dari suatu yang dihutangkan.
2. Berkembang, berbunga, karena salah satu perbuatan riba adalah
menggunakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang
lain.
3. Berlebihan atau menggembung.
Menurut syara' riba adalah akad atas iwadh (penukaran) tertentu yang
tidak diketahui persamaannya dalam ukuran syara' pada waktu akad atau
dengan mengakhirkan (menunda) kedua penukaran tersebut atau salah satunya.
Dasar hukum riba sebagaimana dalam Q.S Ali Imran ayat 130:
53
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.
Dari ayat diatas alangkah baiknya kita juga harus memahami tentang
macam- macam riba. Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua.
Masing -masing adalah riba utang piutang dan riba jual- beli. Adapun macam-
macam riba tersebut sebagai berikut:
1. Riba qardhl, yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap yang berutang (muqdaridh).
2. Riba jahiliyyah, yaitu utang yang pengembaliannya lebih dari pokoknya
karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang
ditetapkan. Riba jahiliyyah dilarang karena setiap mengambil manfaat
adalah riba. Dari segi penundaan waktu penyerahannya, riba jahiliyyah
tergolong riba nasi'ah dari segi kesamaan objek yang dipertukarkan
tergolong riba fadhl.
3. Riba fadhl, yang juga disebut riba buyu yaitu riba yang timbul akibat
pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya,
sama kuantitasnya, dan sama waktu penyerahannya. Pertukaran semacam
ini mengandung sistem gharar yaitu ketidakjelasan ini dapat menimbulkan
tindakan dhalim dari salah satu pihak, kedua belah pihak dan pihak-pihak
54
yang lain.
4. Riba nasi'ah, yang juga disebut riba duyun yaitu riba yang timbul akibat
utang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko
dan hasil usaha muncul bersama biaya. Transaksi semisal ini mengandung
pertukaran kewajiban menanggung beban hanya karena berjalannya waktu.
Riba nasi'ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang
ribawi yang dipertukarkan dengan barang ribawi lainnya (Sudarsono, 2003:
5).
Dengan menganalisis praktek gadai sepeda motor yang terjadi di Desa
Kendal Jetak, penulis menyimpulkan dengan jelas mengandung unsur riba. Hal
ini jelas dilihat dari besar bunga yang di tentukan oleh pihak murtahin,
walaupun awalnya semata- mata di dasarkan pada rasa tolong menolong dan
saling percaya antara kedua belah pihak. Lebih lagi tindakan murtahin yang
dengan sengaja ingin mencari keuntungan yang lebih besar dari praktek gadai
yang sudah terjadi. Hal ini dibuktikan tindakan murtahin yang menggadaikan
sepeda motor kepada pihak ketiga dengan obyek jaminan sepeda motor yang
sama tanpa sepengetahuan pihak rahin. Pihak murtahin dengan sengaja
melakukan hal tersebut demi mencari keuntungan yang lebih besar lagi.
Tindakan yang demikian dapat didefinisikan pengambilan keuntungan yang
berlipat ganda. Merujuk dari ayat diatas sistem gadai sepeda motor yang terjadi
tidak sesuai Hukum Islam.
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis mendiskripsikan pembahasan secara keseluruhan
mengenai pokok- pokok permasalahan dalam menyusun skripsi ini. Penulis
dapat menarik kesimpulan mengenai praktek pemanfaatan gadai sepeda motor
(studi kasus wanprestasi Desa Kendal Jetak Kecamatan Getasan) sebagai
berikut:
1. Pelaksanaan praktek pemanfaatan gadai di Desa Kendal Jetak Kecamatan
Getasan ini dari proses berpindahnya motor dari pihak rahin (si pemilik
sepeda motor) kepada pihak murtahin (penerima gadai). Dalam melakukan
praktek gadai sepeda motor, melalui akad atau perjanjian yang diwujudkan
dengan ijab dan kabul yang menghasilkan kesepakatan.
Dalam prakteknya pemanfaatan barang gadai dari pihak murtahin tidak
dicantumkan ataupun diucapkan dalam suatu perjanjian. Pihak rahin hanya
mengetahui besarnya uang yang diterima dan besarnya bunga yang harus
dikembalikan kepada murtahin. Mengenai pemanfaatan barang gadaian
hanya sebatas apa yang dikehendaki oleh pihak rahin. Yaitu pemanfatan
56
yang sudah selayaknya menjadi wewenang murtahin. Sehingga tidak terjadi
dari kedua belah pihak yang merasa sangat dirugikan.
Adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya praktek Gadai
sepeda motor Desa Kendal Jetak. Faktor- faktor tersebut antara lain:
a. Karena faktor ekonomi.
b. Karena faktor sosial.
c. Karena adat kebiasaan (urf)
2. Pendapat sebagian ulama (tokoh masyarakat) desa Kendal jetak Kecamatan
Getasan menanggapi masalah gadai sepeda motor ini menyatakan bahwa
praktek pemanfaatan oleh pihak murtahin yang melanggar dari suatu
perjanjian tidak sah menurut Hukum Islam. Karena ada salah satu pihak
yang merasa dirugikan mengenai pemanfatan barang gadaian dengan tidak
memperhatikan kerusakan barang gadaian, dan tanpa sepengetahuan oleh
kedua belah pihak yang merasa dirugikan karena ada salah satu pihak
dengan sengaja melanggar perjanjian tersebut. Dari hasil penelitian praktek
tersebut dilakukan karena:
a. Kebutuhan yang mendesak.
b. Prosesnya cepat dan udah mendapatkan uang.
57
c. Satu- satunya barang yang dianggap bisa digadaikan dengan melihat
transportasi yang sulit, dan menjadikan murtahin mau menerima gadai
sepeda motor.
3. Bahwa gadai sepeda motor yang terjadi di Desa Kendal Jetak Kecamatan
Getasan sudah sesuai dengan Hukum Islam mengenai rukun dan syaratnya.
Hanya saja didalam prakteknya ada dari salah satu pihak yamg melakukan
wanprestasi, karena dengan sengaja melanggar dari perjanjian. Yaitu
tindakan menggadaikan barang jaminan ke pihak ketiga tanpa ada
kesepakatan antara kedua belah pihak.
Kecenderungan murtahin dalam melakukan praktek gadai kepada pihak
ketiga tanpa sepengetahuan pihak rahin, menimbulkan sifat dhalim dan
melakukan kecurangan yang mengakibatkan sistem gharar karena tidak ada
kejelasan dari salah satu pihak mengenai kehalalan dan keharamannya.
Besar bunga yang tentukan oleh pihak murtahin mengandung unsur riba,
karena pihak murtahin dari awal sudah menentukan besarnya bunga yang
dibebankan kepada pihak rahin. Lebih lagi tindakan murtahin yang mencoba
mencari keuntungan yang lebih besar lagi dengan menggadaikan barang
jaminan kepada pihak ketiga. Hal ini termasuk ,encari keuntungan yang
berlipat ganda dan menurut Hukum Islam sama sekali tidak diperbolehkan.
B. SARAN-SARAN
1. Manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari- hari tidak lepas dengan adanya
uang untuk menunjang kelancaran melakukan aktifitas dalam rangka
58
pemenuhan kebutuhan tersebut. Salah satunya dengan jalan atau alternatif
menggadaikan barang yang memiliki nilai uang, yaitu salah satunya
menggadaikan sepeda motor kepada orang lain. Kendati demikian tidak
memperbolehkan bagi seseorang yang melakukan praktek muamalah yang
dapat menimbulkan kecurangan dan kerugian dari salah satu pihak. Hal ini
sangat tidak mengandung prinsip muamalah yang sesuai hukum Islam,
seperti tindakan murtahin dengan sengaja atau tidak melanggar dari
kesepakatan yang sudah diucapkan atau belum tetapi termasuk tindakan
yang menutut Hukum Islam tidak diperbolehkan.
2. Dari pihak murtahin lebih hati- hatilah dalam mempraktekkan sistem gadai
sepeda motor yang sesuai Hukum Islam. Sehingga tidak melakukan hal- hal
yang berusaha menentang dan lebih mengetahui cara bermuamalah yang
sesuai denga ketentuan- ketentuan dalam hukum Islam. Sehingga terhindar
dari sifat dhalim dan melakukan kecurangan.
3. Seharusnya pihak rahin juga lebih berhati- hati lagi dalam menggadaikan
sepeda motornya. Jangan terlalu percaya kepada pihak murtahin mengenai
keamanan dan kenyamanan barang jaminan yang berada dipihak
murtahin.Rahin harus memberi kejelasan batas- batas yang boleh dilakukan
oleh pihak murtahin. Yaitu mengenai batasan mengenai
pemanfaatan,tanggungjawab kerusakan dari barang gadai tersebut. Sehingga
rahin tidak merasa dirugikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainudin. 2008. Hukum Gadai Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.
Ariyani, Evi. 2002. Hukum Perjanjian. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Moleong, Leksi J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja.
Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fikih Muamalah. Jakarta: Amzah.
Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta:
Ekonosia Kampus Fakultas Ekonomi UII.
Wiyarti, Sri. 1991. Metode Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Dewi, Gemala, dkk. 2005. Hukum Perikatan Islam Indonesia. Jakarta: Kencana
Sahrani, dkk. Tahun. Judul. Kota: Penerbit
Nawawi, Ismail. 2012. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Basyir, Ahmad Azhar. 2011. Asas- Asas Hukum Muamalat.Bogor: Ghalia
Indonesia.
Ascarya. 2011. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Pers.
Data Monografi desa Kendal Jetak Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang
Hasil Wawancara Bapak Sugiyanto tanggal 25 Desember 2014
Hasil Wawancara Bapak Abidin tanggal 21 April 2014
Hasil Wawancara Bapak Rusmin tanggal 1 Juni 2014
Hasil Wawancara Bapak wagimin 29 agustus 2015
Hasil Wawancara Bapak Sukir( Tokoh Masyarakat) Tanggal 18 agustus 2015
Hasil Wawancara bapak Jono( ustad) Tanggal 20 agustus 2015
Hasil Wawancara KH. Suwalim Tanggal 25 Agustus 2015