the effect of different types of stirrer and fractionation temperatures during fractionation on the...

20
THE EFFECT OF DIFFERENT TYPES OF STIRRER AND FRACTIONATION TEMPERATURES DURING FRACTIONATION ON THE YIELD, CHARACTERISTICS AND QUALITY OF OLEINS M.HASMADI, I. NOR AINI, S. MAMOT and M.S.A. YUSOF Food Science Program, School of Chemical Science and Food Technology Faculty of Science and Technology Universiti Kebangsaan Malaysia 43600 Bangi Selangor, Malaysia Malaysia Palm Oil Board P/O. Box 10620 50720 Kuala Lumpur, Malaysia ABSTRAK Refined, bleached and deodorized (RBD) palm oil difraksinasi kering menggunakan dua tipe pengaduk pada 3 suhu fraksinasi yang berbeda untuk menghasilkan olein (POo). Analisis statistika menggunakan SAS menunjukan bahwa fraksinasi pada suhu 15 o C dan 21 o C berbeda signifikan (P < 0.05 ) dan penggunaan dua tipe pengaduk tidak memiliki hasil yang berbeda secara signifikan. Pada angka iodin memiliki hasil yang berbeda signifikan pada suhu fraksinasi 15 o C dan 18 o C serta 15 o C dan 21 o C tapi tidak berbeda signifikan pada penggunaan dua tipe pengaduk.hasil analisis memperlihatkan jika fraksinasi palm oil pada suhu rendah mengandung sedikit asam lemak jenuh, dan lebih banyak asam lemak tidak jenuh dan sedikit kandungan lemak padat dibanding olein yang dihasilkan dari fraksinasi dengan suhu tinggi. PENDAHULUAN Palm oil dengan angka iodin berkisar antara 53 dengan rasio asam lemak jenuh : asam lemak tak jenuh sebesar 1:1 memiliki bentuk semisolid dan mengendap pada suhu ruang, oleh karena itu diperlukan proses fraksinasi untuk menanggulanginya. Fraksinasi merupakansuatu proses modifikasi pengolahan palm oil untuk

Upload: rafli-zulfa-kamil-wahab

Post on 13-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kncdncsaknckakl

TRANSCRIPT

Page 1: The Effect of Different Types of Stirrer and Fractionation Temperatures During Fractionation on the Yield

THE EFFECT OF DIFFERENT TYPES OF STIRRER AND FRACTIONATION TEMPERATURES DURING FRACTIONATION ON THE YIELD,

CHARACTERISTICS AND QUALITY OF OLEINS

M.HASMADI, I. NOR AINI, S. MAMOT and M.S.A. YUSOF

Food Science Program, School of Chemical Science and Food Technology

Faculty of Science and Technology

Universiti Kebangsaan Malaysia

43600 Bangi Selangor, Malaysia

Malaysia Palm Oil Board

P/O. Box 10620

50720 Kuala Lumpur, Malaysia

ABSTRAK

Refined, bleached and deodorized (RBD) palm oil difraksinasi kering menggunakan dua tipe pengaduk pada 3 suhu fraksinasi yang berbeda untuk menghasilkan olein (POo). Analisis statistika menggunakan SAS menunjukan bahwa fraksinasi pada suhu 15oC dan 21oC berbeda signifikan (P < 0.05 ) dan penggunaan dua tipe pengaduk tidak memiliki hasil yang berbeda secara signifikan. Pada angka iodin memiliki hasil yang berbeda signifikan pada suhu fraksinasi 15oC dan 18oC serta 15oC dan 21oC tapi tidak berbeda signifikan pada penggunaan dua tipe pengaduk.hasil analisis memperlihatkan jika fraksinasi palm oil pada suhu rendah mengandung sedikit asam lemak jenuh, dan lebih banyak asam lemak tidak jenuh dan sedikit kandungan lemak padat dibanding olein yang dihasilkan dari fraksinasi dengan suhu tinggi.

PENDAHULUAN

Palm oil dengan angka iodin berkisar antara 53 dengan rasio asam lemak jenuh : asam lemak tak jenuh sebesar 1:1 memiliki bentuk semisolid dan mengendap pada suhu ruang, oleh karena itu diperlukan proses fraksinasi untuk menanggulanginya. Fraksinasi merupakansuatu proses modifikasi pengolahan palm oil untuk menghasilkan palm olein (fraksi cair) dan palm stearin (fraksi padat). Proses ini diawali dengan pembentukan kristal pada palm oil dengan disertai proses filtrasi untuk memisahkan fraksi cair dan fraksi padat. Kualitas olein yang dihasilkan tergantung dari kondisi pembentukan induk kristal.

Teknologi fraksinasi sangat berguna pada industry lemak dan minyak. Teknologi ini digunakan untuk berbagai macam aplikasi. Banyak sekali minyak dari berbagai macam sumber dilakukan fraksinasi dengan tujuan untuk memodifikasi sifat physicochemicalnya. Terdapat tiga jenis fraksinasi yaitu dry fractionation, solvent fractionation, dan detergen fractionation. Dry fractionation merupakan metode pemisahan yang paling mudah dan ekonomis untuk dilakukan.pada dry fractionation minyak akan di kristalisasi sebagian dengan fraksinasi pada titik lelehnya dan dikontrol hingga mencapai suhu yang diinginkan, setelah itu dilakukan pemisahan fraksi liquid dengan fase solidnya dengan menggunakan vacuum filter atau membrane filter

Page 2: The Effect of Different Types of Stirrer and Fractionation Temperatures During Fractionation on the Yield

press. Palm oil karena memiliki banyak acylglycerols yang berbeda, kristalisasai pada perlakuan yang rumit. Kristalisasi dipengaruhi oleh beberpa faktor seperti produk hidrolisis dan oksidasi yang dihasilkan dari minyak, kecepatan fraksinasi dan suhu kristalisasi serta agitasi, dan gangguan messin selama proses fraksinasi.

Agitator atau pengaduk, seperti halnya disain permukan vessel fraksinasi sangat penting untuk mendukung terbentuknya transfer massa yang sempurna dan control akurasi kristalisasi. Agitator didisain untuk mencegah terbentuknya endapan pada tangki fraksinasi. Pada operasi pabrik, kecepatan agitasi dapat dilakukan pada kisaran 5 rpm hingga40 rpm. Hal tersebut sangat penting untuk pergerakan inti kristal dalam perkembangan kristal secara tepat. Agitasi dengan kecepatan tinggi dapat diterapkan secara periodic, namun hal ini tidak harus diterapkan. Proses kristalisasi sebenarnya merupakan proses semi kontinyu. Proses ini dapat dibagi menjadi 3 tahapan yaitu: (1) supercooling perlahan (2) nukleasi dan (3) pertumbuhan kristal. Kristal yang terbentuk tidak selalu tunggal tapi cenderung bertumpuk (aglomerasi). Baik bentuk dan ukuran distribusi kristal, ditentukan dari bagaimana minyak didinginkan dan digitasi.

Tujuan daripenelitian ini adalah untuk mengetahui efek tipe pengaduk dan kondisi frkasinasi pada yield, karakteristik dan kualitas dari palm olein

BAHAN DAN METODE

Proses Fraksinasi

Palm oil dengan angka iodin 53 dihasilkan dari proses refining. Palm oil sebanyak 2500 gr difraksinasi menggunakanfraksinasikering karena mudah dan ekonomis. Palm oil dipanaskan pada suhu 70oC untuk menghilangkan semua kristal yang ada pada palm oil. Dua tipe pengaduk digunkan tipe 1 dan tipe 2 (gambar 1). Perbedaan antara dua pengaduk terletak pada bentuk dan luas area kontak. Palm oil diagitasi dengan kecepatan rotasi pengaduk 12 ± 0.1 rpm untuk menjaga tetap homogen dan mencegah pengendapan pada bagian bawah wadah. Digunakan tiga suhu fraksinasi yaitu 15oC, 18oC, dan 21oC. Kristal terbentuk saat sampel didinginkan. Proses fraksinasi dihentikan ketika telah mencapai suhu yang ditentukan. Fraksinasi akan menghasilkan olein dan stearin. Fraksi liquid kemudian disimpan pada 500 ml fask selama dua jam.

Page 3: The Effect of Different Types of Stirrer and Fractionation Temperatures During Fractionation on the Yield

Gambar 1. Tipe pengaduk yang digunakan

Gambar 2. Diargaram alir proses fraksinasi kering

EVALUASI DAN ANALISIS

Yield

Yield olein yang diperoleh dihitung sebagai persen material awal :

Angka iodin diukur berdasarkan PORIM test method (1995). Pada analisis ini cyclohexane digunakan untuk menggantikan chloroform

Solid Fat Content, Cloud dan Slip Melting Point

Solid fat content (SFC) dari sampel dihitung menggunakan Bruker Minispec pNMR Analyzer Model No.120. Prosedur nonstabilized yang digunakan adalah PORIM Test Method (1995). Sedangkan cloud point dan slip melting point ditentukan berdsarkan PORIM Test Method (1995)

Komposisi Asam Lemak

Komposisi asam lemak ditentukan dengan FAME. Minyak (0,05 g) ditimbang dan dilarutkan dalam 1 mL heksana, dalam 2 mL labu ukur tertutup. Larutan natrium metoksida (0,2 mL; 2 M NaOCH, dalam metanol anhidrat) ditambahkan ke dalam campuran dan kemudian dicampur selama 1 menit menggunakan mixer vortex. Setelah sedimentasi natrium glycerolate, 1 pL dari supernatan yang jernih disuntikkan ke dalam SGE-BPX70 polar kolom silika (60m x 0.32 mm) dan dianalisis menggunakan Shidmazu-17A (Kyoto, Jepang) kromatografi gas, yang dilengkapi dengan detektor ionisasi nyala ( FID) dan intergrator C-R6A Chromatopac. Suhu oven diprogram dalam dua tahap sebagai berikut: Fust dari 50C ke 18oC (8C / menit), dan kemudian dari 18oC ke 200C (5C / min). Gas pembawa (helium) laju alir 6,8 mL / menit. Faktor koreksi

Page 4: The Effect of Different Types of Stirrer and Fractionation Temperatures During Fractionation on the Yield

respon ditentukan oleh analisis dari RM- 5 campuran standar FAME (Supelco-Cat No:. 4 -7.024, Tokyo, Jepang).

Keasaman

Nilai keasaman dan peroksida dikur berdasarkan PORIM Test Method (1995). Hasil FFA disampaikan sebagai ekivalen asam palmitat.

RESULT AND DISCUCCION

Efek Tipe Pengaduk pada Yield

Dari grafik diatas dapat diketahui pengaruh pada perbedaan jenis pengaduk dan suhu fraksinasi, olein yang dihasilkan berkisar antara 46.6% - 66.8%. Yield yang dihasilkan paling banyak pada suhu fraksinasi 21oC dengan pengaduk tipe satu. Dan yield paling rendah dihasilkan pada suhu fraksinasi 15oC. Rata-rata, pengaduk 2 menghasilkan lebih banyak olein dibanding pengaduk 1. Pada suhu 21oC sebesar 63%, suhu 18oC 55%, dan suhu 15oC 47% olein yang dihasilkan. Hasil ini menunjukan suhu fraksinasi mempengaruhi yield berupa olein. Pada suhu fraksinasi yang rendah banyak kristal yang terbentuk pada bubur yang menyebabkan olein yang dihasilkan dalam jumlah yang rendah.

Perbedaan tipe pengaduk berpengaruh pada kecepatan pencampuran dan berpengaruh pada ukuran kristal yang terbentuk selama proses kristalisasi. Pada kecepatan yang rendah, kristal yang terbentuk memiliki ukuran yang besar dibanding kristal yang dihsilkan pada kecepatan yang tinggi. Ketika terbentuk kristal berukuran kecil sedikit olein yang akan terperangkap dalam jaringan kristal yang terbentuk sehinga banyak olein yang didapatkan pada proses filtrasi. Di sisi

Page 5: The Effect of Different Types of Stirrer and Fractionation Temperatures During Fractionation on the Yield

lain, kristal berukuran besar akan memerangkap olein pada jaringan kristal sehingga ketika proses filtrasi akan dihasilkan sedikt olein. Pada umunya kristal berukuran besar mudah untuk difilter. Namun, kristal berukuran besar justru akan membentuk suatu massa yang memerangkap olein sehingga olein akan terjebak pada fraksi padatnya atau stearin dan didapat jumlah olein yang rendah setelah proses filtrasi. Pengaduk 1 dan pengaduk 2 memiliki luas area yang berbeda, dimana dapat mempengaruhi olein yang dihasilkan, terutama pada suhu fraksinasi yang rendah. Hasil menunjukkan bahwa pada suhu fraksinsi 15oC pengaduk 2 menghasilkan lebih banyak olein dibanding pengaduk 1(dari semua sampel). Pengaduk 1 memiliki luas area yang lebih besar dibanding pengaduk 2. Banyak stearin akan menempel pada permukaan pengaduk 1 karena suhu fraksinasi yang rendah, kristal berukuran besar akan terbentuk pada bubur dan mengurangi jumalh olein yang dihasilkan. Analisis statistika dengan SAS menggunakan LSD Duncan dan ANOVA memberi hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0.05) antara suhu fraksinasi 15 oC dan 21 oC, tapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan (P >0.05) untuk suhu fraksinasi 18 oC dan 21 oC serta 15 oC dan 18 oC. Selain itu juga tidak terdapat perbedaan signifikan antara kedua jenis pengaduk.

Agitasi mekanik atau pengadukan dapat meningkatkan kecepatan transport dari partikel untuk membentuk kristal yang stabil dan pertumbuhan kristal. Tanpa adanya agitasi, proses akan berjalan lambat karena tergantung pada difusi molekul. Mekanisme ini meningkatkan perpindahan panas, penggantian material dan pendinginan yang sangat penting dalam kristalisasi.

Karakteristik Olein

Nilai Iodin (IV) adalah salah satu parameter yang digunakan untuk menentukan kulaitas dari olein. Palm olein dapat dibedakan menjadi tiga ketgori berdasarkan nilai iodinnya yakni :

Iodine Value (IV) > 65

Iodine Value (IV) > 60

Iodine Value (IV) < 60

Normal palm oil biasanya memiliki angka iodin sebesar 56, dan superolein memiliki nilai angka iodin minimal 60.

Page 6: The Effect of Different Types of Stirrer and Fractionation Temperatures During Fractionation on the Yield

Fraksinasi 100% RBDPO pada penelitian ini menghasilkan angaka iodin sebasar 61.9 pada suhu 15oC, 59.4 pada suhu 18oC, dan 57.8 pada suhu 21oC dengan menggunakan pengaduk 1. Sedangkan menggunakan pengaduk 2 menghasilkan angaka iodin sebesar 61.6 pada suhu 15oC, 58.4 pada suhu 18oC, dan 57.7 pada suhu 21oC. Pada fraksinsi dengan suhu 15oC menggunakan pengaduk 1 dan 2 menghasilkan angka iodin yang mirip dengan superolein. Hal ini menunjukan jika suhu fraksinasi yang rendah akan menghasilkan olein dengan angka iodin yang tinggi. Olein yang dihasilkan dari fraksinasi pada suhu yang rendah mengandung monounsaturated fatty acid yang mempengaruhi tingginya angka iodin jika dibandingakn dengan fraksinasi menggunakan suhu tinggi.

Rata-rata pengaduk satu menghasilkan angka iodin yang lebih baik dibanding menggunakn pengaduk dua. Dengan menggunakan analisa statistic SAS menggunakan LSD Duncan dan ANOVA, diketahui bahwa terdapat perbedaan yang significan antara IV pada suhu 15 dan 18 oC serta 15 dan 21oC namun tidak pada suhu 18 dan 21oC.

Page 7: The Effect of Different Types of Stirrer and Fractionation Temperatures During Fractionation on the Yield

Fraksinasi menghasilkan olein yang mengandung sedikit asam lemak jenuh jika dibandingkan dengan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh terdiri dari 5 jenis asam lemak yaitu laurat (C12:0), miristat ( C14:0), palmita (C16:0), stearate (C18:0), dan arakidonat ( C20:0). Asam lemak tak jenuh terdiri dari oleat (C18:1), linoleat (C18:2), dan linolenat (C18:3). Terdapat asam lemak lainnya namun dalam jumlah yang sangat kecil. Fraksinasi dengan suhu rendah (15oC), menghasilkan POo yang memiliki sedikit asam lemak jenuh dan banyak asam lemak tak jenuh jika dibanding fraksinasi menggunakan suhu tinggi. Pada fraksinasi dengan suhu 15oC (pengaduk1) asam lemak yang terkandung dalam olein adalah palmitat (36.3%), linoleat ( 44.2%) dan linolenat (13.2%). Pada suhu 18oC (pengaduk 1) terjadi peningktan jumlah asam palmitat (38.2%) dan linoleat (43.0%). Disisi lain linolenat mengalami penurunan jumlah (12.5%). Sampel yang difraksinasi pada suh 21oC mengandung jumalh palmitat yang tinggi (39.3%). Dengan terjadi penurunan jumlah asam linoleat (42.0%) dan sedikit penurunan pada asam linolenat (12.2%). Pengaduk 2 memilikikecenderunganhasil yang sama dengan pengaduk 1.

Page 8: The Effect of Different Types of Stirrer and Fractionation Temperatures During Fractionation on the Yield

Solid fat content (SFC) dari palm olein yang diagitasi menggunakan pengaduk 1 a) dan pengaduk 2 b) selama fraksinasi pada suhu 15, 18, dan 21oC

Gambar diatas memperlihatkan SFC dari palm olein yang diagitasi menggunakan pengaduk 1 dan pengaduk 2 selama fraksinasi menggunakan 3 suhu yang berbeda-beda. SCF dapat digunakan sebagai alat untuk membandingkan resistensi olein terhadap kristalisasi pada suhu rendah. Produk dengan SFC yang rendah pada temperatur sub-ambien (seperti 5oC atau lebih rendah) memiliki stabilitas dingin lebih baik dibandingkan dengan yang SFC lebih tinggi pada saat suhu yang sama. Suhu 15C selama fraksinasi menghasilkan olein dengan SFC rendah dibandingkan dengan suhu 18 dan 21 C.

Hal ini disebabkan karena pembentukan stearins selama fraksinasi karena pada suhu fraksinasi yang rendah. , stearins yang terbentuk bentuk pada slurry lebih banyak dimana mereduksi konten triasilgliserol jenuh dalam olein. Jumlah kristal yang terbentuk pada temperatur yang berbeda yaitu terkait dengan angka iodin minyak.

Page 9: The Effect of Different Types of Stirrer and Fractionation Temperatures During Fractionation on the Yield

Tabel diatas menunjukan FFA dari palm olein yang dihasilkan setelah fraksinasi pada tiga suhu yang berbeda dan menggunakan 2 jenis pengaduk yang telah disimpan setelah 3 bulan dan 6 bulan. Hasil menunjukan pada bulan ke 0 FFA antara 0.07-0.08%, sedangkan pada bulan ketiga antara 0.09-10.00%. dan pada 6 bulan 0.11-0.13%. Umumnya lemak dengan FFA lebih dari 1.5% harus dibuang dalam bentuk busa sebelum timbul masalah pada jumlah FFA lebih dari 2.0%. Sampel pada penelitian ini masih dapat digunakan selama 6 bulan selama nilai FFA sampel lebih rendah dari level yang diperbolehkan.

Table diatas menunjukan jumlah nilai peroksida dari fraksinasi palm oil dengan menggunakan pengaduk 1&2 pada suhu 15, 18, dan 21◦C. Makin tinggi angka peroksida maka makin tinggi kerusakan minyak karena semakin banyak asam lemak yang teroksidasi. Angka peroksida minyak dari data stirrer 2 lebih tinggi dari pada data stirrer 1. Makin lama, angka peroksida minyak makin tinggi (dari bulan ke 0 hingga bulan ke 6).

Page 10: The Effect of Different Types of Stirrer and Fractionation Temperatures During Fractionation on the Yield

Cloud point merupakan slah satu tipikal parameter fisik. Hal ini diterapkan pada olein untuk menentukan ketahanan terhadap kristalisasi sehingga diperoleh estimasi stabilitas beku dari fraksi olein. Tabel diatas menunjukkan hasil dari cloud point dari 7.8 sampai 8.9◦c. Fraksinasi palm oil pada suhu 15◦C mempunyai cloud point yang lebih bagus dibandingkan dengan fraksinasi yang dilakukan pada suhu 18 dan 21 ◦c. Pengadukan 1 menghasilkan olein dengan cloud point yang rendah dibandingkan dengan pengadukan 2. Disisi lain, pengadukan 2 memberikan stearin dengan slip melting point. Slip melting point pada sampel yang digunakan dimulai dari 44.0◦c sampai 52.0◦c. Fraksinasi pada sampel di 15◦c mempunyai slip melting point yang rendah dibandigkan dengan sampel yang di fraksinasi pada 18 dan 21◦c.

PENGAKUAN

Penelitian ini didukung oleh PORIM (PORIM Graduate Research Program)

KESIMPULAN

Efek tipe pengaduk pada yield- Yield berupa olein yang dihasilkan berkisar 46.6%-66.8%- Yield dihasilkan paling optimum pada suhu 21oC dengan menggunkan pengaduk tipe

1, dan yield paling sedikit dihasilkan pada suhu 15oC.- Rata-rata pengaduk 2 menghasilkan lebih banyak olein dibanding pengaduk tipe 1- Suhu fraksinasi mempengaruhi hasil yield berupa olein- Analisis statistika dengan SAS menggunakan LSD Duncan dan ANOVA memberi

hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0.05) antara suhu fraksinasi 15 oC dan 21 oC, tapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan (P >0.05) untuk suhu fraksinasi 18 oC dan 21 oC serta 15 oC dan 18 oC

Karakter olein- Fraksinasi 100% RBDPO pada penelitian ini menghasilkan angaka iodin sebasar 61.9

pada suhu 15oC, 59.4 pada suhu 18oC, dan 57.8 pada suhu 21oC dengan menggunakan pengaduk 1. Sedangkan menggunakan pengaduk 2 menghasilkan angaka iodin sebesar 61.6 pada suhu 15oC, 58.4 pada suhu 18oC, dan 57.7 pada suhu 21oC.

- Suhu fraksinasi yang rendah akan menghasilkan olein dengan angka iodin yang tinggi. Olein yang dihasilkan dari fraksinasi pada suhu yang rendah mengandung

Page 11: The Effect of Different Types of Stirrer and Fractionation Temperatures During Fractionation on the Yield

monounsaturated fatty acid yang mempengaruhi tingginya angka iodin jika dibandingakn dengan fraksinasi menggunakan suhu tinggi.

- Rata-rata pengaduk satu menghasilkan angka iodin yang lebih baik dibanding menggunakn pengaduk dua

- Rata-rata pengaduk satu menghasilkan angka iodin yang lebih baik dibanding menggunakn pengaduk dua

- Bahwa terdapat perbedaan yang significan antara IV pada suhu 15 dan 18 oC serta 15 dan 21oC namun tidak pada suhu 18 dan 21oC

- Fraksinasi dengan suhu rendah (15oC), menghasilkan POo yang memiliki sedikit asam lemak jenuh dan banyak asam lemak tak jenuh jika dibanding fraksinasi menggunakan suhu tinggi.

- Suhu 15oC selama fraksinasi menghasilkan olein dengan SFC rendah dibandingkan dengan suhu 18 dan 21 oC

- Hasil menunjukan pada bulan ke 0 FFA antara 0.07-0.08%, sedangkan pada bulan ketiga antara 0.09-10.00%. dan pada 6 bulan 0.11-0.13%. Sampel pada penelitian ini masih dapat digunakan selama 6 bulan selama nilai FFA sampel lebih rendah dari level yang diperbolehkan

- Angka peroksida minyak dari data stirrer 2 lebih tinggi dari pada data stirrer 1. Makin lama, angka peroksida minyak makin tinggi (dari bulan ke 0 hingga bulan ke 6).

- Cloud point dari 7.8 sampai 8.9◦C. Fraksinasi palm oil pada suhu 15◦C mempunyai cloud point yang lebih bagus dibandingkan dengan fraksinasi yang dilakukan pada suhu 18 dan 21 ◦C.

PERTANYAANEfek perbedaan pengaduk terhadap olein yang dihasilkan? (pertanyaan Anisa Nurkhasanh)Pengaduk 1 memiliki luas permukaan yang lebih besar jika dibandingkan pengaduk 2, hal ini akan menyebabkan banyak stearin yang menempel pada permukaan pengaduk 1 dimana stearin dapat memerangkap olein yang dihasilkan, sehingga ketika proses filtrasi olein yang dihasilkan dalam jumlah yang sedikit. Selain itu perbedaan jenis pengaduk juga berpengaruh terhadap kecepatan pengaduk dan ukuran kirstal yang dihasilkan. Jika kecepatan pengaduk rendah maka akan dihasilkan kristal yang memiliki ukuran lebih besar, sedangkan jika kecepatan pengadukan tinggi ukutan kristal yang terbentuk relative lebih kecil, sehingga olein sedikit yang terperangkap dalam kristal dan akan dihasilkan banyak olein setelah proses filtrasi. Namun dalam penelitian ini kecepatan pengadukan dibuat sama untuk kedua jenis pengaduk yaitu 12 ± 0.1 rpm.

Page 12: The Effect of Different Types of Stirrer and Fractionation Temperatures During Fractionation on the Yield

Jurnal pendukung

Pada jurnal sebelumnya (the effect of different types of stirrer and fractionation temperatures during fractionation on the yield, characteristic, and quality of olein) di sebutkan jika “Pada suhu fraksinasi yang rendah banyak kristal yang terbentuk pada bubur yang menyebabkan olein yang dihasilkan dalam jumlah yang rendah”. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh (Normah et all, 2013) yang melakukan penelitian dengan judul crystal habit during crystallization of palm oil : effect of time and temperature. Dalam penelitian tersebut digunakan sampel refined bleached and deodorized palm oil (RBDPO) yang dikristalisasi pada dua variable suhu yaitu 14oC dan 22oC, dengan perolehan olein dan stearin adalah sebagai berikut :

Dari grafik diatas dapat diketahui jika pada suhu 14oC (suhu rendah) olein yang dihasilkan lebih sedikit jika dibandingkan pada suhu 22oC dan lebih banyak menghasilkan stearin. Pada jurnal ini dilaporkan jika kirstalisasi pada suhu rendah (14oC) menghasilkan kristal dalam jumlah yang banyak dengan kristal berukuran kecil, dimana kristal akan semakin membesar dan perlahan jumlahnya akan bertambah seiring kenaikan waktu.

Page 13: The Effect of Different Types of Stirrer and Fractionation Temperatures During Fractionation on the Yield

Pada high supercooling dengan suhu rendah (14oC) akan mendorong proses nukleasi secara cepat yang terbentuk secara kontinyu dan meningkatkan jumlahnya yang direfleksikan dengan kenaikan SFC (solid fat content), kenaikan jumlah stearin dan sedikit olein yang dihasilkan.

Berikut adalah kenampakan kristal yang diamati dengan mikroskop cahaya pada suhu 14oC dan 22oC dengan waktu kristalisasi 5, 15, 30, 60, dan 90 menit beserta ukuran kristal yang terbentuk :

Kristal yang terbentuk setelah 90 menit kristalisasi pada suhu 22oC > 4000 count/sec, dengan ukuran kristal dominan 1-23 µm

Kristal yang terbentuk setelah 90 menit kristalisasi pada suhu 22oC < 4000 count/sec, dengan ukuran kristal dominan 10-86 µm

Page 14: The Effect of Different Types of Stirrer and Fractionation Temperatures During Fractionation on the Yield

Jadi semakin rendah suhu kristalisasi (14oC), akan semakin cepat nukleasi dan perkembangan kristal sehingga kristal yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan suhu tinggi (15oC) dengan waktu kristalisasi yang sama (90 menit), sehingga akan menghasilkan fraksi olein yang lebih sedikit.

14oC

22oC

Page 15: The Effect of Different Types of Stirrer and Fractionation Temperatures During Fractionation on the Yield

Pada jurnal sebelumnya (the effect of different types of stirrer and fractionation temperatures during fractionation on the yield, characteristic, and quality of olein) di sebutkan jika “fraksinasi menghasilkan olein yang mengandung sedikit asam lemak jenuh jika dibandingkan dengan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh terdiri dari 5 jenis asam lemak yaitu laurat (C12:0), miristat ( C14:0), palmita (C16:0), stearate (C18:0), dan arakidonat ( C20:0). Asam lemak tak jenuh terdiri dari oleat (C18:1), linoleat (C18:2), dan linolenat (C18:3). Terdapat asam lemak lainnya namun dalam jumlah yang sangat kecil”. Sedangkan dari penelitian yang dilakukan oleh (Y.B. Che Man, 1999) yang berjudul “composition and thermal profile of crude palm oil and its products” dilaporkan sebagai berikut :

Pada penelitian (M.HASMADI, et all, 2002) disebutkan jika umumnya lemak dengan FFA lebih dari 1.5% harus dibuang dalam bentuk busa sebelum timbul masalah pada jumlah FFA lebih dari 2.0%. Namun menurut SNI 01-2901-1992 tentang minyak kelapa sawit batas FFA yang diperbolehkan adalah tidak lebih dari 5%.

Berdasarkan penelitian oleh M.HASMADI et all (2002) fraksinasi RBDPO pada suhu 15oC, 18oC dan 21oC menghasilkan karakteristik olein sebagai berikut :

Pada RBD olein terkandung asam lemak jenuh (45.94%) < asam lemak tak jenuh ( 54.06%). Hal ini mendukung dari hasil penelitian (M.HASMADI, et all, 2002). Namun dari table dapat dilihat kandungan asam lemak jenuh hanya terdiri dari miristat, palmitat, dan stearate, dan kandungan asam lemak tak jenuh berupa oleat dan linoleat

Page 16: The Effect of Different Types of Stirrer and Fractionation Temperatures During Fractionation on the Yield

Secara umum terjadi penurunan angka iodin pada palm oil (PO)yang telah difraksinasi, pada PO memiliki angka iodin sebesar 53, sedangkan setelah melalui proses fraksinasi dihasilkan olein dengan angka iodin 61.9 pada suhu 15oC, 59.4 pada suhu 18oC, dan 57.8 pada suhu 21oC dengan menggunakan pengaduk 1. Sedangkan menggunakan pengaduk 2 menghasilkan angaka iodin sebesar 61.6 pada suhu 15oC, 58.4 pada suhu 18oC, dan 57.7 pada suhu 21oC. Hal ini didukung oleh Bangun. P. N (2007) yang melakukan fraksinasi pada PO menggunakan metode fraksinasi kering, dengan hasil olein memiliki angka iodin yang lebih tinggi dibanding PO.